SERBA-SERBI HUKUM EKONOMI DAN PERUSAHAAN fileSelain itu juga perusahaan sebagai salah satu sumber...

129
SERBA-SERBI HUKUM EKONOMI DAN PERUSAHAAN Disusun Oleh: Dr. SHALLMAN, SH, SE, M.Kn

Transcript of SERBA-SERBI HUKUM EKONOMI DAN PERUSAHAAN fileSelain itu juga perusahaan sebagai salah satu sumber...

SERBA-SERBIHUKUM EKONOMI DAN PERUSAHAAN

Disusun Oleh:

Dr. SHALLMAN, SH, SE, M.Kn

BAB I

PERUSAHAAN DAN MASYARAKAT

A. Perusahaan : Selayang Pandang

Perusahaan saat ini telah menjadi salah satu sendi utama dalam kehidupan di

masyarakat, hal ini tidak lepas dari eksistensi perusahaan tersebut yaitu menjadi salah

satu pusat kegiatan manusia yang berguna untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya.

Selain itu juga perusahaan sebagai salah satu sumber pendapatan negara melalui

berbagai jenis pajak, sebagai salah satu wadah penyalur tenaga kerja, dan yang

terpenting adalah perusahaan sebagai wadah guna penanaman modal, baik penanam

modal dalam negeri maupun penanam modal asing. Jadidengan hal-hal yang

disampaikan di atas sangat terlihat jelas sangat besar eksistensi dan peran perusahaan

di dalam masyarakat.

Banyak pengertian mengenai perusahaan, salah satunya adalah meliputi

seluruh kegiatan dalam industri baik jasa maupun barang, termasuk distribusinya,

meliputi perdagangan dan lainsebagainya, yang diselengarakan oleh suatu badan usaha

atau perorangan. Lain lagi dari sudut ekonomi pengertian perusahaan dikategorikan

sebagai lembaga yang bertugas memperoduksi dan mendistribusikan barang dan jasa

ekonomi secara efisien sehingga dapat menghasilkan keuntungan agar meningkatkan

pertumbuhan ekonomi. Kegiatan yang dimaksud di atas harus dijalankan secara terus-

menerus, terang-terangan, dan bertujuan mencari keuntungan. Perusahaan hanya dapat

hidup, tumbuh dan berkembang apabila memperoleh dukungan dari masyarakat,

karena pada dasarnya masyarakatlah yang merupakan pemasok utama kebutuhan

perusahaan dan sekaligus sebagai pemakai produk perusahaan. Dengan demikian

keberadaan dan keberlangsungan kehidupan perusahaan sangat tergantung dan

ditentukan oleh sikap masyarakat terhadap institusi atau lembaga yang bersangkutan.

Jadi bisa dikatakan didalam aktifitasnya, tata kerja, maupun hasil kerja perusahaan

selalu akan meberikan akibat sampingan dalam tata kehidupan masyarakat

sekelilingnya atau lebih luas.

Perusahaan adalah istilah ekonomi yang dipakai dalam KUHD dan

perundang-undangan di luar KUHD. Namun dalam KUHD sendiri tidak

dijelaskan pengertian resemi istilah perusahaan itu. Para ahli ekonomi secara

umum memberikan pengertian bahwa perusahaan adalah suatu unit kegiatan

yang melakukan aktivitas pengelolaan faktor-faktor produksi, untuk

menyediakan barang-barang dan jasa bagi masyarakat, mendistribusikan serta

melakukan upaya-upaya lain dengan tujuan memperoleh keuntungan dan

memuaskan kebutuhan masyarakat. Berikut pengertian perusahaan menurut

para ahli tersebut:

1. Molengraff1

Menurut Molengraff (1966), perusahaan adalah keseluruhan

perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar,

untuk memperoleh penghasilan, dengan cara memerdagangkan atau

menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.

1 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2006)

Molengraff memandang pengertian perusahaan dari sudut ekonomi

karena tujuan untuk memperoleh penghasilan diperoleh dengan cara:

Memperdagangkan barang

Menyerahkan barang

Perjanjian perdagangan

2. Polak

Menurut Polak (1935) yang memandang perusahaan dari sudut

komersial, artinya baru dapat dikatakan perusahaan apabila diperlukan

penghitungan laba dan rugi yang dapat diperkirakan dan dicatat dalam

pembukuan. Disini Polak, menambahkan unsur “pembukuan” pada

unsur-unsur lain seperti yang dikemukakan Molengraff. Polak

mengaku ada unsur unsur lain, itu terbukti dari penjelasannya bahwa

apakah suatu perusahaan dijalankan menurut cara yang lazim atau

tidak, dapat diketahui dari keteraturan menjalankan perusahaan itu

dan bukan dijalankan secara gelap. Jika unsur-unsur ini tidak ada,

hilanglah sifat perusahaan dari aspek hukum perusahaan.

Selain beberapa pengertian/definisi yang diberikan oleh para ahli

diatas, pengertian perusahaan dapat pula kita jumpai dalam beberapa

Undang-undang, seperti Undang-undang No. 3 Tahun 1982 Tentang Wajib

Daftar Perusahaan dan Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen

Perusahaan.

Pasal 1 huruf b Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib

Daftar Perusahaan menyebutkan bahwa: “Perusahaan adalah setiap bentuk

badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan

terus menerus dan didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah

negara Indonesia dengan tujun memperoleh keuntungan atau laba”.2

Berdasarkan pengertian tersebut, maka definisi perusahaan terdapat

dua pokok, yaitu:

Bentuk usaha yang berupa organisasi atau badan usaha, yang didrikan,

bekerja, dan berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia.

Jenis usaha berupa kegiatan dalam bidang perekonomian

(perindustrian, perdagangan, perjasaan, dan pembiayaan, dijalankan

oleh badan usaha perdagangan, perjasaan, pembiayaan) dijalankan leh

badan usaha secara terus menerus.

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang

Dokumen Perusahaan disebutkan bahwa : “Perusahaan adalah setiap bentuk

usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan

memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh

orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau

bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah

negara Republik Indonesia”.3

B. Eksistensi Perusahaan dalam Masyarakat

Perusahaan merupakan organisasi ekonomi yang bertujuan pada keuntungan,

tetapitujuan utama dari perusahaan tersebut adalah menciptakan masyarakat adil dan

makmur. Perusahaan menjadi titik penting dalam masyarakat untuk memenuhi

kebutuhannya, dan memberikan lapangan pekerjaan, sehingga perusahaan mempunyai

2 Undang-undang No. 2 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan.3 Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.

multi player effect. Yang dimaksud multi player effect adalah perusahan

merupakan organ masyarakat yang mana menjadi pusat kegiatan yang akan

menimbulkan kegitan lain, hal inilah yang akan memunculkan keseimbangan sehingga

akan muncul pembangunan di masyarakat. Eksistensi perusahan di dalam masyarakat

sangat ditunjukkan dengan banyaknya bermunculan perusahan-perusahan ditengah-

tengah masyarakat yang sangat meningkatkan gairah masyarakat untuk melakukan

kegiatan ekonomi yaitu untuk memenuhi kebutuhannya, dan dari pajak-pajak yang

diambil dari perusahan-perusahan ini, diharapkan masyarakat dapat menikmati fasilitas

yang diberikan oleh negara kepada masyarakat melalui pajak-pajak yang diambil dari

perusahan tersebut. Dengan banyaknya bermunculan perusahaan tersebut diharapakan

juga banyak menyalurkan tenaga kerja sehingga mengurangi tingkat pengganguran di

masyarakat, hal ini yang dikembangkan pemerintah sebagai salah satu cara untuk

mengurangi pengganguran. Dengan adanya pekerjaan maka taraf hidup masyarakat akan

semakin meningkat dan menimbulkan kesimbangan sehingga dapat turut meningkatkan

pembangunan di setiap daerah. Itulah yangdiharapakan dengan kehadiran perusahan di

masyarakat.

Bentuk-bentuk perusahan yang berada dimasyarakat juga berbeda-beda tergantung

dari setiap individu yang ingin mendirikan perusahaan. Pendirian perusahaan tersebut

berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Badan usaha di Indonesia

mengadopsi bentuk usaha yang ada di Belanda, yang dibedakan menjadi dua, yakni

Badan Usaha Milik Swasta dan Badan Usaha Milik Negara.

1. Badan Usaha Milik Swasta.

a. Badan Usaha/Perusahaan Perseorangan.

Merupakan usaha pribadi yang memikul resiko secara pribadi atau perorangan.

b. Persekutuan Perdata/Maatschaap.

Suatu perjanjian dengan nama dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk

memasukkan sesuatu bidang (inberg) ke dalam persekutuan dengan maksud

untuk membagi keuntungan yang diperoleh karenanya. Ketentuan mengenai

persekutuan perdata diatur dalam Buku III, Bab 8 Pasal 1618 samapi dengan

Pasal 1623 KUHPer.

c. Perseroan Firma (Vennootschap Onder Firma).

Merupakan salah satu bentuk kemitraan yang berkembang di Indonesia,

menurut Mollengraff firma adalah suatu perkumpulan yang didirikan untuk

menjalankan perusahaan dibawah nama bersama dan yang mana anggota-

angotanya tidak terbatas tanggung jawabnya terhadap perikatan perseorangan

dengan pihak ketiga.

Firma daitur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 KUHD.

d. Commanditaire Vennootschap (CV).

CV adalah suatu perusahaan yang didirikan oleh satu atau beberapa orang

secaratanggung menanggung, bertanggung jawab untuk seluruhnya atau

bertanggung jawab secara solider, dengan satu orang atau lebih sebagai pelepas

uang (geldschieter).

e. Perseroan Terbatas (PT).

Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan

perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

terbagi dalam saham, dan memnuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

Undang-Undang dan peraturan pelaksanaanya. Perjanjian pembuatan PT harus

dibuat dihadapan Notaris, dengan ketentuan bahwa setiap pendiri perseroan

wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan tersebut didirikan. Para

pendiri PTmengajukan permohonan kepada Kementerian Hukum dan HAM

yang kemudian disahkan oleh menteri dan wajib diumumkan di dalam

Tambahan Berita Negara. Jenis modal PT terdiri atas saham/sero yang

dikeluarkan dengan cara mengeluarkan surat saham.

f. Koperasi.

Koperasi merupakan salah satu bentuk badan hukum yang dibentuk

sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun yang berperan serta mewujudkan

masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD

1945. Pengertian koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-

seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya

berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat

berdasakan atas kekeluargaan.

g. Yayasan.

Yayasan merupakan badan hukum yang terdiri dari atas kekayaan yang

dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,

keagamaan dan kemanusiaan,yang tidak memiliki anggota. Jadi jelas bahwa

tujuan yayasan adalah dalam bidang social,keagamaan, dan kemanusiaan.

Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjangpencapaian yang

dimaksud dan tujuan sebagaiman disebut di atas, dengan cara mendirikan

badanusaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha yang sesuai dengan

tujuannya itu serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum.

2. Badan Usaha Milik Negara.

a. Perusahaan Umum (Perum)

Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Negara dan tidak

terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa

penyediaan barang dan/atau jasa yangbermutu tinggi dan sekaligus mengejar

keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

b. Perusahaan Perseroan (Persero).

BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam

saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh

Negara yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

Pendirian persero berbeda dengan pendirian badan hukum

(perusahaan) pada umumnya. Pendirian Persero diusulkan oleh menteri

kepada Presiden disertai dengan dasarpertimbangansetelah dikaji bersama

dengan Menteri Teknis dan Menteri Keungan. Organ persero terdiri atas

RUPS, Direksi, dan Komisaris.

Jika ditinjau dari segi permodalan maka bentuk-bentuk perusahaan di Indonesia

mempunyai dua kategori yaitu modal yang berasal dari swasta yaitu Badan Usaha Milik

Swasta (BUMS) dan modal yang berasal dari Negara yaitu Badan Usaha Milik Negara

(BUMN). Pemilihan suatu jenis usaha dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu : tipe

usaha, luas operasional, modal yang dibutuhkan, sistem pengawasan, tinggi rendahnya

resiko, jangka waktu operasional dan keuntungan yang direncanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT.Citra

Aditya Bakti, 2006)

Undang-undang No. 2 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan.

Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.

BAB II

PERAN HUKUM DALAM MASYARAKAT

Manusia merupakan satu-satunya makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang dikaruniai

cipta, rasa, dan karsa yang menandakan eksistensinya di muka bumi ini. Hal ini merupakan

anugrah yang dapat digunakan manusia untuk menjalanikehidupannya dengan baik.

Menjalani kehidupan juga termasuk di dalamnyamemenuhi kebutuhan, baik secara

materiil maupun immateriil. Dan untuk memenuhi kebutuhannya tersebut, maka manusia harus

berusaha dan bekerjakeras dengan bermodalkan ilmu pengetahuan, keterampilan,

akal, dan sebagainyayang hanya dapat terjadi karena cipta, rasa, dan karsa yang dimiliki

manusia tadi.Kebutuhan manusia sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,

tentunya berhubungan dengan kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang dimaksud

dapatmeliputi kegiatan produksi, konsumsi, maupun distribusi yang ketiganya

dapatsaling terintegrasi dalam suatu sistem atau terpisah dalam sistem yang

berbeda.Sistem yang dimaksud dapat dilakukan individu atau orang perseorangan,

maupunoleh suatu badan usaha yang berkembang yang lazim disebut perusahaan. Pada

dekade terakhir ini perusahaan merupakan salah satu sendi utama dalam

kehidupan masyarakat modern. Merupakan sendi karena perusahaan ituadalah

salah satu pusat kegiatan manusia guna memenuhi kebutuhankehidupannya. Di

samping itu perusahaan juga merupakan salah satu sumber pandapatan negara,

melalui berbagai jenis pajak dan wadah dari penyaluran tenaga kerja masyarakat.4

4 Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Bandung: 2000, CVMandar Maju

Sadar atau tidak, kehadiran perusahaan pada era globalisasi ini menjadi penting dalam

setiap kegiatan ekonomi masyarakat. Perusahaan, apapun bentuknya, pasti

memberikan dampak yang sangat luar biasa bagi masyarakat.Dampak tersebut

berpengaruh secara holistik dalam setiap aspek kehidupanmanusia, baik dalam aspek

sosial, ekonomi, dan budaya.Berdasarkan uraian tersebut, tentu kita pun mulai berpikir

mengenai perusahaan ini. Telah disebutkan bahwa kehadiran perusahaan

merupakankonsekuensi logis dari pertumbuhan kegiatan ekonomi masyarakat.

Manusia sebagai makhluk sosial dalam upayanya untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya mempunyai naluri untuk memanfaatkan sumber-sumber daya

yang tersedia di sekitarnya seefektif dan seefisien mungkin.5

Kebutuhan atau kepentingan dalam komunitas manusia didorong adanya

naluri self preservasi, yaitu untuk melakukan berbagai usaha untuk menghindari

atau melawan dan mengatasi bahaya-bahaya yang mengancam kehidupan manusia

dalam mempertahankan eksistensinya.6

Kebutuhan yang dimaksud dapat berupa barang maupun jasa. Dalam

memenuhi kebutuhannya akan barang dan jasa itu, manusia melakukan berbagai macam

kegiatan dan transaksi dengan manusia lainnya. Dalam perkembangannya saat ini,

pemanfaatan sumber daya yang tersedia tidak terlepas dari pemanfaatan teknologi

modern yang tentu menimbulkan high cost production.

5 Johanes Ibrahim, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif , Bandung: 2004, CVUtomo, hal. 16 Johanes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan : Pola Kemitraan dan Badan Hukum, Bandung: 2006,

Refika Aditama, hal. 12

Keadaan ini mendorong adanya cara-cara lain dalam pengorganisasian

dan pengelolaan sumber daya yang ada dengan benar, efektif, dan efisien. Dan dari sinilah kita

kemudian mengenal lahirnya ilmu ekonomi. Pertanyaan tentang apa itu ilmu ekonomi

merupakan pertanyaan dengan jawaban yang kompleks karena didasarkan pada

pemenuhan kebutuhan yang beragam pula. Pemenuhan kebutuhan yang beragam ini pun

mendorong pengorganisasian suatu badan yang dalam kegiatannya itu melakukan

kegiatan produksi dan/atau distribusi barang dan/atau jasa. Dalam melakukan

kegiatan usaha ini, manusia harus menggunakan faktor-faktor produksi, yaitu

faktor produksi alam, faktor produksi tenaga kerja, faktor produksi modal dan

faktor produksi pengusaha. Bila faktor-faktor produksi itu digabungkan danndi

kendalikan sehingga menghasilkan barang atau jasa, maka dinamakan

”Perusahaan´. Dengan kata lain perusahaan adalah bagian teknis dari

organisasimodal dan tenaga kerja yang bertujuan menghasilkan barang-barang

atau jasa. Jadi perusahaan adalah tempat berlangsungnya proses produksi.

Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan nasional bertujuan

untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam

alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Dalam

proses pembangunan tersebut, kalangan dunia usaha baik swasta maupun negara

memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam berbagai bidang atau

sektor, antara lain perdagangan, pertanian dan perkebunan, jasa, pariwisata dan

sebagainya. Oleh karena itu, pemerintah memberikan kebebasan seluas-luasnya

kepada masyarakat warga Negara Indonesia untuk melakukan usaha di segala bidang atau

dengan kata lain mendirikan perusahaan. Sebagai lembaga ekonomi yang memiliki fungsi

multiplayer , eksistensi perusahaan menjadi salah satu sendi utama dalam

kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara karena dengan adanya kegiatan usaha yang

dilakukan perusahaan tadi, maka kebutuhan masyarakat akan dapat dipenuhi,

aktivitas masyarakat di bidang ekonomipun dapat berjalan, termasuk adanya

penyerapan tenaga kerja melalui perusahaan tersebut. Sebaliknya perusahaan

dalam Eksistensi Perusahaan dalam Kehidupan Perekonomian

Masyarakat menjalankan kegiatan usahanya selalu berdampingan dengan

masyarakat karena perusahaan memiliki peran ganda, yaitu sebagai produsen yang

memerlukan masyarakat sebagai konsumen dan pendukung kelancaran usahanya,

perusahaan juga memiliki peran sebagai konsumen. Oleh karena itu tercipta

hubungan timbal balik dan saling pengaruh-mempengaruhi antara perusahaan,

masyarakat dan juga pemerintah. Dalam hal ini perusahaan melakukan kegiatan usahanya

guna meraih keuntungan atas barang maupun jasa yang diperdagangkannya,

kebutuhan masyarakat akan barang atau jasa akan terpenuhi sedangkan

pemerintah akan memperoleh pendapatan dari sektor pajak.7

Telah disebutkan pula sebelumnya bahwa perusahaan merupakan salah

satu sumber pendapatan negara, melalui berbagai jenis pajak dan wadah dari penyaluran

tenaga kerja. Sebagai salah satu wadah penyaluran tenaga kerja, maka dapat

disebutkan bahwa perusahaan juga sebagai sumber pendapatan masyarakat. Dan yang

terpenting itu semuanya sesuai dengan fungsinya yang pertama, maka perusahaan

7Urai Imamuddin, EksistensiPerusahaan dalam Masyarakat,

<http://urai28imam.blogspot.com/2011/03/eksistensi-perusahaan-dalam-

masyarakat.html> diposting pada Hari Jum¶at tanggal 18 Maret2011, diakses pada bulan

Oktober 2011

adalah sebagai wadah penanaman modal, baik domestik maupun modal asing

bagaimana dan apapun bentuknya.8

Selain sebagai sumber pendapatan negara tersebut, perusahaan juga

menjalankan perannya dalam setiap aspek kehidupan masyarakat terutama

dalam perekonomian masyarakat, yang hadir dalam bentuk badan usaha, baik

berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Namun, dalam paper ini tidak akan

membahas lebih lanjut perusahaan yang berbadan hukum atau tidak, melainkan

lebih membahas perusahaan dalam kehidupan masyarakat.

Sebelumnya disebutkan bahwa perusahaan merupakan

tempat berlangsungnya proses produksi, yang hadir dalam bentuk badan usaha.

Namun disini perlu dijelaskan terlebih dahulu perbedaan antara perusahaan dan

badan usahaini. Badan usaha merupakan kesatuan yuridis dan ekonomi atau

kesatuanorganisasi yang terdiri dari faktor-faktor produksi yang bertujuan mencarikeuntungan.

Badan usaha merupakan rumah tangga ekonomi yang bertujuanmencari laba dengan

menggunakan faktor-faktor produksi.Dengan demikian, kita melihat ada perbedaan

yang jelas antara perusahaan dengan badan usaha, yaitu:

1. Perusahaan menghasilkan barang dan jasa, sedangkan Badan Usaha menghasilkan

keuntungan atau sebaliknya mendatangkan kerugian;.

2. Perusahaan adalah alat atau badan usaha yang dapat berupa bengkel pabrik, toko, atau pun

kantor, sedangkan badan usaha merupakan kesatuan organisasiyang dapat berupa

kesatuan yuridis dan ekonomi yang bertujuan mencari keuntungan;

3. Perusahaan merupakan alat badan usaha untuk mencari keuntungan, sedangkan

badan usaha itu sebagai kesatuan yuridis dan ekonomi yangbertujuan mencari keuntungan.

8 Prof.Dr. Sri Redjeki Hartono, Op.cit. hal 28;

Pada umumnya perusahaan-perusahaan di Indonesia, dikelola dengan

cara tertutup, karena pada kenyataannya memang banyak perusahaan di Indonesia dimiliki

oleh pribadi-pribadi atau perorangan. 9Tidak hanya dimiliki oleh perorangan, namun

tak jarang juga dimiliki oleh beberapa subjek hukum atas dasar kerja sama (perjanjian).

Perusahaan yang dimiliki atas dasar perjanjian inimerupakan salah satu

konsekuensi dari perkembangan bentuk-bentuk perusahaan saat ini. Misalnya saja

perusahaan dengan bentuk Perseroan Terbatas (PT), yang wajib dibentuk atas

dasar perjanjian, berarti ada lebih dari satuh pihak yang mendirikan PT.

Pengertian Perusahaan terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 3Tahun

1992 tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang menyebutkan perusahaan adalah setiap

bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, dan terus menerus

dan didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah Negara Indonesia

dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.Sedangkan pengusaha

adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan, yang dapat terdiri dari satu

orang (individu), beberapa orang yang berupa persekutuan ( Partnership) dan badan

hukum ( Corporate Body). 10

Pada dasarnya perusahaan adalah istilah ekonomi yang dipakai dalam

Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Peraturan Perundang-undangan di

luar KUHD. Tetapi terminologi dari perusahaan itu sendiri tidak

dijelaskan pengertiannya secara resmi. Para ahli ekonomi secara umum

memberikan pengertian bahwa perusahaan adalah suatu unit kegiatan yang

melakukan aktivitas pengelolaan faktor-faktor produksi, untuk menyediakan

9 Prof.Dr. Sri Redjeki Hartono, Ibid. hal 3110 Urai Imamuddin,Op.cit.

barang-barang dan jasa bagi masyarakat, mendistribusikan serta melakukan upaya-upaya

lain dengan tujuan memperoleh keuntungan dan memuaskan kebutuhan masyarakat.

Disamping itu, terdapat 6 (enam) unsur perusahaan, antara lain:

1. Unsur badan usaha, yang menjalankan kegiatan dalam bidang ekonomidengan

bentuk tertentu seperti Perusahaan Dagang, Persekutuan Perdata,Firma,

Persekutuan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas BUMN, dan Koperasi.

Identitas usaha ini dapat dilihat pada Akta Pendirian Perusahaan dan atau Izin

Usaha.

2. Unsur kegiatan dalam bidang ekonomi, yaitu obyek kegiatan bidang ekonomi berupa harta

kekayaan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba melalui kegiatan berupa

perdagangan, pelayanan dan industri.

a. Kegiatan perdagangan : ekspor-impor, bursa efek, restoran, valuta

asing,dll;

b. Kegiatan pelayanan : biro perjalanan / travel, konsultan, kursus dll;

c. Kegiatan industri : eksplorasi dan eksploitasi minyak, batu bara,

gas, perikanan, kerajinan, obat-obatan, kendaraan bermotor dll.

3. Unsur terus-menerus Kegiatan usaha yang terus menerus adalah kegiatan

dalam bidangekonomi yang tidak terputus, yakni tidak secara insidental, tidak

sambilan, tetapi bersifat tetap untuk jangka waktu yang lama. Jangka waktu

tersebut dapat dilihat di dalam Akta Pendirian Perusahaan atau dalam Surat

IjinUsaha.

4. Unsur terang-terangan Kegiatan usaha itu terbuka untuk umum, transparan,

tidak ada selundupan atau tersembunyi. Usaha itu juga diakui dan dibenarkan

oleh masyarakat serta diakui dan dibenarkan oleh pemerintah menurut undang-undang,

dan secara leluasa untuk berhubungan dengan pihak lain (pihak ketiga).

5. Unsur keuntungan atau labaKeuntungan merupakan tujuan dari diadakannya suatu

perusahaan. Setiap kegiatan usaha yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan harus

dijalankan berdasarkan hukum yang berlaku, bukan dilakukan secara melawan hukum

seperti penyelundupan, penggelapan pajak, pemerasan terhadap karyawan dan

persaingan usaha tidak sehat dengan menghalalkan segala cara.

6. Unsur pembukuan Sebenarnya sistem pembukuan bukanlah merupakan aspek

hukum, tetapi adalah merupakan suatu kewajiban bagi setiap pihak yang

menjalankan perusahaan untuk mengadakan dan memelihara catatan-catatan

yang berkenaan serta berhubungan dengan penyelenggaraan perusahaan.

Pembukuan itu antara lain meliputi catatan-catatan mengenai semua transaksi

dengan pihak-pihak lain, penyetoran/pengeluaran uang, penerbitan/penerimaan cek

atau wesel, hutang-hutang yang sudah / belum dibayar, tagihan-tagihan dan

lain-lain. Pencatatan semua hal tersebut, di atassangat penting arti dan

kedudukannya, baik bagi pihak yang menjalankan perusahaan sendiri, pihak

ketiga, negara maupun masyarakat luas yang berkepentingan, sebab dari

catatan-catatan tersebut segera dapat diketahui pada suatu saat, mana yang

menjadi hak dan mana yang menjadi kewajibandari pihak-pihak yang bersangkutan.

Adapun yang menjadi dasar Hukum Perusahaan antara lain adalah :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan

Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil,

DanMenengah;

7. Peraturan pelaksanaan undang-undang, seperti Peraturan

Pemerintah,Peraturan Presiden; dan

8. Kebiasaan dan Jurisprudensi.

Dalam rangka menata kehidupan ekonomi guna memenuhi kebutuhan

dansekaligus sebagai upaya mensejahterakan masyarakat, keberadaan perusahaan

memberi kontribusi yang besar, juga sama besarnya dengan kontribusi masyarakat terhadap

perusahaan. Hal ini menunjukkan adanya hubungan saling ketergantungan antara

perusahaan, masyarakat dan pemerintah. Hubungan saling ketergantungan antara

perusahaan dan masyarakattampak pada keberlangsungan kegiatan perusahaan,

yang tumbuh dan berkembang karena adanya peran masyarakat, terutama dari

masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi di mana perusahaan itu berdiri.

Sebuah perusahaan dapat tumbuh dan berkembang karena kehadiran masyarakat

baik sebagai penggunamaupun pemasok barang atau bahan baku (bagi perusahaan yang

melakukankegiatan produksi barang tertentu), maupun sebagai pendukung

ketenagakerjaan yang dibutuhkan perusahaan. Selain itu masyarakat pun juga

dapat berperan sebagai pemakai barang hasil produksi perusahaan, baik barang maupun jasa.

Pada sisi lain, sebagai pelaku ekonomi, keberadaan perusahaan mempuyai arti

yang sangat penting dan strategis sekaligus merupakan salah satu sendi utama

kehidupan masyarakat dan negara, karena kedudukan dan peranannya

sangat besar, yaitu :

1. Salah satu kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan kehidupannyaatau dengan kata

lain sebagai sumber pendapatan masyarakat;

2. Salah satu wadah penyalur tenaga kerja;

3. Salah satu sumber pendapatan negara, yaitu melalui berbagai

pemasukan pemerintah dari sektor pajak.

Berkenaan dengan peningkatan perekonomian nasional, negara dan

perusahaan merupakan salah satu mata rantai yang saling mendukung dan

mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya. Prof Sri Redjeki Hartono SH dalam

bukunya ”Kapita Selekta Hukum Ekonomi” mengatakan bahwa, kegiatan

ekonomi yang terjadi dalam masyarakat sangat membutuhkan campur tangan

negara, mengingat tujuan dasar kegiatan ekonomi itu sendiri adalah untuk

mencapai keuntungan. Sasaran tersebut mendorong terjadinya berbagai

penyimpangan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, bahkan pada semua

pihak. Oleh karena itu sangat dibutuhkan campur tangan negara terhadap kegiatan

ekonomi secara umum dalam rangka hubungan hukum yang terjadi agar tetap

dalam batas-batas keseimbangan kepentingan semua pihak.

Berdasarkan uraian mengenai eksistensi perusahaan tersebut di atas,selanjutnya

dapat dilihat pula peran dan dampak kehadiran perusahaan di tengah-tengah

masyarakat. Eksistensi perusahaan sebagai pelaku ekonomi di tengah masyarakat

tidak dapat dielakkan lagi karena perusahaan merupakan anggotakomunitas

masyarakat. Hadirnya perusahaan di masyarakat telah membuat tatanan baru dalam

komunitas akar rumput (masyarakat bawah). Tatanan tersebut dapat berupa

tatanan ekonomi maupun tatanan sosiologis. Hadirnya perusahaan ditengah-

tengah masyarakat ini tentunya memainkan peran dalam sistem ekonomi

diIndonesia.

Peran yang dimaksud secara garis besar adalah sebagai berikut:

1. Peran dalam menciptakan lapangan kerja

Telah disebutkan sebelumnya bahwa perusahaan juga berperansebagai wadah penyalur

tenaga kerja. Dengan demikian, dapat dilihat andil perusahaan dalam menciptakan

stabilitas perekonomian nasional, yaknidalam hal menciptakan lapangan pekerjaan.

Hadirnya perusahaan ditengah-tengah masyarakat memberikan kontribusi riil akan

salah satu permasalahannasional yaitu pengangguran. Perusahaan

menggerakkan masyarakat yang berada di sekitar perusahaan untuk melakukan

aktivitas yang bersifat produktif, maka secara langsung peran perusahaan adalah

berhubungan erat dalam menciptakan stabilitas perekonomian dan mengurangi

tingkat pengangguran di Indonesia. Kegiatan Produksi dan Distrubusi yang

dilakukan oleh perusahaan tentunya membutuhkan pelaksana kegiatan

tersebut dalam bentuk sumber daya manusia atau tenaga kerja. Kegiatan

produksi dan distrubusi tidak mungkin tanpa mebutuhkan paran dan campur tangan

manusia (tenaga kerja) dalam proses aktivitasnya. Oleh karena itu, hadirnya

perusahaan dimasyarakat pasti berhubungan erat dengan lingkungan dan masyarakat

sekitar untuk menjalankan aktivitas perusahaan.

2. Peran tanggung jawab sosial dan lingkungan Tanggung jawab sosial dan

lingkungan ini lebih populer dengan sebutan Corporate Social Responsibility

(CSR) atau Tanggung Jawab SosialPerusahaan. Mengenai CSR ini khusus

untuk perusahaan berbentuk PerseroanTerbatas (PT). CSR ini adalah

komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi

berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang

bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun

masyarakat pada umumnya, yang diatur secara spesifik dalam Pasal 74

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentangPerseroan Terbatas.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

kehadiran perusahaan di tengah masyarakat memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap

perekonomian masyarakat, sehingga memberikan dampak yangluar biasa pula

terhadap stabilitas perekonomian nasional. Tak dapat dipungkiri pula bahwa

kehadiran perusahaan ini merupakan salah satu elemen penting bagimasyarakat dalam

usahanya memenuhi kebutuhan dan kepentingannya dalam kehidupannya sehari-

hari.

BAB III

TATA CARA PENDIRIAN PERUSAHAAN

A. TINJAUAN SINGKAT MENGENAI PERSEROAN TERBATAS

(PT).

Pada tanggal 16 Agustus 2007 telah diberlakukan Undang-Undang

baru tentang Perseroan Terbatas, yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam undang-undang ini telah

diakomodasikan berbagai ketentuan mengenai Perseroan Terbatas, baik

berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan penyempurnaan, maupun

mempertahankan ketentuan lama yang dinilai masih relevan.

Untuk lebih memperjelas hakikat perseroan, di dalam undang-

undang ini ditegaskan bahwa perseroan adalah Badan Hukum yang

merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi

dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-

Undang ini serta pelaksanaannya.

Bentuk Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk usaha yang

paling banyak dipergunakan di dunia usaha, karena mempunyai sifat atau

ciri yang khas yang mampu memberikan manfaat yang optimal kepada

usaha itu sendiri sebagai asosiasi modal untuk mencari untung atau laba

Dalam praktek sangat banyak kita jumpai perusahaan berbentuk

perusahaan terbatas. Bahkan, berbisnis dengan membentuk perseroan

terbatas ini, terutama untuk bisnis yang serius atau bisnis besar,

merupakan model berbisnis yang paling lazim dilakukan, sehingga dapat

dipastikan bahwa jumlah dari perseroan terbatas di Indonesia jauh melebihi

jumlah bentuk bisnis lain, seperti Firma, Perusahaan Komanditer, Koperasi

dan lain-lain.

Nama lain dari Perseroan Terbatas terdapat dalam beberapa bahasa

adalah sebagai berikut :11

1. Dalam bahasa Inggris disebut dengan Limited (Ltd.) Company atau

Limited Liability Company ; ataupun Limited (Ltd) Corporation.

2. Dalam bahasa Belanda disebut dengan Naamlooze Vennotschap

atau yang sering disingkat dengan NV saja.

3. Dalam bahasa Jerman terhadap perseroan terbatas ini

disebut dengan Gesellschaft mit Beschrankter Haftung.

4. Dalam bahasa Spanyol disebut dengan Sociedad De

Responsabilidad Limitada.

Dasar hukum pengaturan Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam

Undang-undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas (PT).

Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan

modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan

modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi dalam

persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan

11 www.legalakses.com. Diunduh pada tanggal 14 Juli 2017

peelaksanaannya. Pengertian tersebut sebagaimana Pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).12

Menurut Purwosutjipto,13 Perseroan Terbatas adalah persekutuan

yang berbentuk badan hokum, dimjana badan hokum ini tidak disebut

persekutuan tetapi perseroan, sebab modal badan hokum itu terseri dari

sero-sero atau saham-saham. Istilah terbatas tertuju pada tanggung jawab

pesero atau pemegang saham, yang luasnya terbatas pada nilai nominal

saham yang dimilikinya.

Disamping itu, ada juga yang memberikan arti Perseroan Terbatas

sebagai suatu asosiasi pemegang saham (atau bahkan seorang

pemegang saham jika dimungkinkan untuk itu oleh hukum di Negara

tertentu) yang diciptakan oleh hukum dan diberlakukan sebagai

manusia semu (artificial person) oleh pengadilan, yang merupakan

badan hukum karenanya sama sekali terpisah dengan orang-orang yang

mendirikannya, dengan mempunyai kapasitas untuk bereksistensi yang

terus-menerus, dan sebagai suatu badan hukum, perseroan terbatas

berwenang untuk menerima, memegang dan mengalihkan harta kekayaan,

menggugat atau digugat, dan melaksanakan kewenangan-kewenangan

lainnya yang diberikan.14

Perseroan Terbatas (PT) adalah suatu Badan Hukum yang terpisah

dengan individu yang dimilikinya atau pemegang saham atau

Pengurusnya atau Komisaris dan Direksi. Sebagai badan hukum

12 Undang-undang No. 40 Tahu 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).13 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (bentuk-bentukPerusahaan), (Jakarta: Djambatan, 1995)14 http://www.PENGERTIAN PERSEROAN TERBATAS « Dadang Sukandar.htm. Diunduh padatanggal 12 Juli 2017

Perseroan Terbatas mamiliki hak dan kewajiban sendiri. Perseroan

Terbatas sebagai salah satu Badan Hukum dinyatakan telah berdiri

setelah persyaratan yang ditetapkan oleh UndangUndang dipenuhi.

Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal

perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah

dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta

kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang

menjadi bukti pemilikan perusahaan.

Modal Perseroan Terbatas terdiri dari Modal Dasar, Modal

Ditempatkan dan Modal Disetor. Modal Dasar merupakan keseluruhan

nilai perusahaan, yaitu seberapa besar perseroan tersebut dapat dinilai

berdasarkan permodalannya. Modal Dasar bukan merupakan modal riil

perusahaan karena belum sepenuhnya modal tersebut disetorkan, hanya

dalam batas tertentu untuk menentukan nilai total perusahaan. Penilaian ini

sangat berguna terutama pada saat menentukan kelas perusahaan.

Modal Ditempatkan adalah kesanggupan para pemegang saham

untuk menanamkan modalnya ke dalam perseroan. Modal Ditempatkan

juga bukan merupakan modal riil karena belum sepenuhnya disetorkan

kedalam perseroan, tapi hanya menunjukkan besarnya modal saham yang

sanggup dimasukkan pemegang saham ke dalam perseroan.

Modal Disetor adalah Modal PT yang dianggap riil, yaitu modal

saham yang telah benar-benar disetorkan kedalam perseroan. Dalam hal

ini, pemegang saham telah benar-benar menyetorkan modalnya kedalam

perusahaan. Menurut UUPT, Modal Ditempatkan harus telah disetor

penuh oleh para pemegang saham.

Dalam badan internal Perseroan Terbatas (PT) terdapat Organ

Perseroan yang terdiri dari:

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan

tertinggi dalam perseroan terbatas dan memegang segala wewenang

yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris. RUPS

dilakukan minimal satu kali dalam setahun, minimal 6 bulan setelah

tutup buku. RUPS memiliki hak proksi yaitu hak untuk menyerahkan

hak suara pada orang lain jika pemegang saham tidak hadir.

2. Direksi.

Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab secara

penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan

perseroan serta mewakili peeseroan baik di luar maupun di dalam

pengadilan. Direksi dipilih oleh RUPS, oleh karena itu harus

bertanggung jawab kepada RUPS.

3. Komisaris.

Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan

pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat

kepada Direksi dalam menjalankan perseroan. Komisaris dipilih oleh

RUPS dan bertanggung jawab kepada RUPS.

B. PROSEDUR PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT).

Pada dasarnya Badan Hukum Indonesia yang berbentuk

perseroan didirikan oleh warga negara Indonesia, namun demikian

kepada warga negara asing diberi kesempatan untuk mendirikan Badan

Hukum Indonesia yang berbentuk perseroan tersebut sepanjang Undang-

Undang yang mengatur bidang usaha perseroan tersebut memungkinkan,

atau pendirian perseroan tersebut diatur dengan Undang-Undang tersendiri.

Prosedur pendirian Perseroan Terbatas dalam Undang-undang No. 40

Tahun 2007 Tentang perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Pasal 7

hingga Pasal 14.

Untuk menjadi Badan Hukum, Perseroan Terbatas harus memenuhi

persyaratan dan tata cara pengesahan PT sebagaimana yang diatur dalam

UUPT, yaitu pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM Republik

Indonesia. Tata cara tersebut antara lain pengajuan dan pemeriksaan nama

PT yang akan didirikan, pembuatan Anggaran Dasar, dan pengesahan

Anggaran Dasar oleh Menteri.

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas menyatakan:15

1. Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain

berkaitan dengan pendirian perseroan.

2. Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 1

memuat sekurang-kurangnya:

a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan,

tempat tinggal dan kewarganegaraan pendiri perseroan,

15 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT).

atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta

nomor dan tanggal keputusan Menteri mengenai

pengesahaan Badan Hukum dari pendiri perseroan.

b. Nama lengkap tempat dan tanggal lahir, pekerjaan,

tempat tinggal dan kewarganegaraan anggota Direksi

dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat.

c. Nama pemegang saham yang telah mengambil

bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai

nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.

Syarat-syarat mengajukan permohonan pembuatan akta

pendirian Perseroan Terbatas adalah:

1. Membuat akta pendirian Perseroan Terbatas di hadapan

notaris.

2. Membuat atau mengurus NPWP pada kantor pajak setempat.

3. Membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan

tambahan berita negara (TBN).

Dalam prakteknya penandatanganan akte pendirian Perseroan

Terbatas dilaksanakan terlebih dahulu oleh notaris yang bersangkutan

dengan mengecek nama Perseroan Terbatas yang diajukan melalui

Sistem Administrasi Badan Hukum atau SISMINBAKUM, setelah

dilakukan disetujui korektor barulah akta pendirian Perseroan Terbatas

tersebut dapat ditanda tangani oleh para penghadap dan Notaris.

Setelah akta pendirian Perseroan Terbatas selesai dibuat maka

selanjutnya adalah mengajukan permohonan ke Menteri Hukum dan HAM

untuk memperoleh pengesahan, agar Perseroan Terbatas memperoleh status

Badan Hukum. Dalam akta pendirian pada umumnya memuat anggaran

dasar, yang mengatur hal-hal antara lain, pertama, nama perusahaan.

Kedua, tujuan perusahaan. Ketiga, kegiatan usaha. Keempat, lokasi

kantor pusat. Kelima, jumlah Direksi dan Komisaris. dan keenam, struktur

permodalan.

Untuk memperoleh pengesahan, para pendiri bersama-sama kuasanya

atau Notaris atau orang lain yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa

khusus mengajukan permohonan tertulis dalam melampirkan akta Pendirian

Perseroan. Pengesahan diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam

puluh) hari setelah permohonan di terima terhitung sejak permohonan

diajukan dinyatakan telah memenuhi syarat dan kelengkapan yang

diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan harus

diberitahukan kepada pengguna jasa SISMINBAKUM adalah Notaris,

Konsultan Hukum, dan pihak lain yang telah memiliki kode password

tertentu dan telah memenuhi syarat administrasi yang telah ditetapkan

berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum.

Selanjutnya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI

Nomor: M.01.HT.01.10 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan

Permohonan dan Pengesahan Akta Pendirian Persetujuan,

Penyampaian Laporan, dan Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran

Dasar Perseroan Terbatas, dengan pertimbangan bahwa untuk memenuhi

ketentuan pasal 3 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor M.837-KP.04.1 1 Tahun 2006 Tentang

Pendelegasian Wewenang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia dalam memberikan pengesahan Badan Hukum

Perseroan Terbatas kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan

Hak Asasi Manusia di seluruh Indonesia.

Adapun tata cara permohonan dan pengesahan akta pendirian

Perseroan

Terbatas berstatus Badan Hukum adalah sebagai berikut:

1. Permohonan pengesahan akta pendirian Perseroan Terbatas

atau persetujuan akta perubahan anggaran dasar Perseroan

diajukan oleh Notaris kepada Menteri Kehakiman dan Hak

Asasi Manusia RI melalui Direktur Jenderal Administrasi

Hukum Umum.

2. Permohonan diajukan secara elektronik dengan mengisi format

isian akta notaris (FIAN) model I model II, dan dilengkapi

dokumen pendukung secara elektronik dengan mengisi formulir

isian yang disediakan.

Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal

pernyataan tidak keberatan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

RI atau Notaris yang ditunjuk wajib menyampaikan secara fisik surat

permohonan pengesahan akta pendirian atau persetujuan akta perubahan

anggaran dasar perseroan beserta dokumen pendukung yang meliputi:

1. Salinan akta pendirian Perseroan Terbatas atau salinan akta

perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas.

2. Nomor pokok wajib pajak atas nama Perseroan Terbatas.

3. Bukti pembayaran uang muka pengumuman akta pendirian

perseroan dalam tambahan berita negara Republik Indonesia

dari kantor percetakan negara RI.

4. Bukti pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

5. Bukti setoran modal Perseroan Terbatas dari Bank. Dokumen

fisik Nomor Pokok Wajib Pajak atas nama Perseroan Terbatas

bukti pembayaran uang muka pengumuman akta pendirian

dan perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas dalam

berita negara RI dari kantor percetakan negara RI tidak

berlaku bagi permohonan persetujuan akta perubahan

anggaran dasar Perseroan terbatas yang tidak mengubah

tempat kedudukan dan tidak meningkatkan modal perseroan.

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI setelah jangka waktu 3 (tiga) hari

atau paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah pernyataan tidak keberatan

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI menerbitkan surat keputusan tentang

pengesahan akta pendirian atau persetujuan akta perubahan anggaran dasar

perseroan terbatas. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI menerbitkan

surat keputusan pengesahan akta pendirian atau persetujuan akta perubahan

anggaran dasar Perseroan Terbatas dalam jangka waktu paling lama 60 (enam

puluh) hari kerja, sejak tanggal permohonan diterima

C. TABEL PENDIRIAN FIRMA CV DAN PT

No. PERIHAL FIRMA CV PERSEROAN TERBATAS

1. Akta Pendirian Tiap-tiap perseroan

firma harus didirikan

dengan akta otentik,

akan tetapiketiadaan

akta yang demikian

tidak dapat

dikemukankan

merugikan pihak ketiga

Tiap-tiap persekutua

firma harus didirikan

dengan akta otentik,

akan tetapiketiadaan

akta yang demikian

tidak dapat

dikemukankan

merugikan pihak ketiga

Perseroan didirikan

oleh 2 (dua) orang

atau lebih dengan akta

notaris yang dibuat

dalam bahasa

Indonesia. Disamping

itu, didirikan dengan

fakta otentik

dihadapan pejabat

yang berwenag, yaitu

Notaris, yang

didalamnya memuat

Anggaran Dasar dan

keterangan lainnya.

Pada saat pendirian,

dipersyaratkan para

pendiri wajib

mengambil bagian

saham atau modal.

Pasal 22 KUHD Pasal 22 KUHD Pasal 7 ayat (1) UU PT

2 Pengesahan . Untuk memperoleh

pengesahan Menteru,

para pendiri bersama-

sama kuasanya,

mengajukan

permohonan tertulis

dengan melampirkan

akta pendirian PT.

Biasanya

permohonona

pengesahan ini

sekaligus ditangani dan

diajukan oleh notaris

yang membuatkan

akta. Paling lama

dalam waktu 60 hari.

Pasal 9, Pasal 9 ayat

(2) UU PT

3. Pendaftaran/registras

i

Para persekutuan firma

diharuskan

mendaftarkan akta

Para persekutuan

diharuskan

mendaftarkan akta

Pendaftaran dalam

Daftar Perusahaan,

adalah daftar

tersebut dalam register

yang disediakan untuk

itu di kepaniteraan

Pengadilan Negeri yang

dalam daerah

hukumnya persekutuan

mereka bertempat

kedudukan

tersebut dalam register

yang disediakan untuk

itu di kepaniteraan

Pengadilan Negeri yang

dalam daerah

hukumnya persekutuan

mereka bertempat

kedudukan.

perusahaan

sebagaimana

dimaksud dengan

Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1982

Tentang Wajib Daftar

Perusahaan. Sehingga

dengan demikian

pendaftaran dilakukan

di kantor pendaftaran

perusahaan.

Pasal 23 KUHD Pasal 23 KUHD Pasal 21dan 22 UU PT

4. Pengumuman Selain pada itu, para

persero diwajibkan

pula

menyelenggarakan

pengumunab dari

petikan akta

sebagaimana

termaksud dalam

ketentuan Pasal 26,

dalam berita Negara.

Selain pada itu, para

persero diwajibkan

pula

menyelenggarakan

pengumunab dari

petikan akta

sebagaimana

termaksud dalam

ketentuan Pasal 26,

dalam berita Negara.

Dalam hal

pengumuman tetap

berlaku dalam Berita

Negara Republik

Indonesia (BNRI).

Menurut Undang-

undang No. 1 Tahun

1995 berlaku

pengumuman

tersebut merupakan

kewajiban direksi PT

yang bersangkutan,

akan tetapu sesuai

dengan UU No

40/2007 diubah

merupakan

kewenangan Menteri

Hukum dan HAM

Pasal 24 KUHD Pasal 24 KUHD Pasal 23 UU PT

D.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT.Citra

Aditya Bakti, 2006)

Undang-undang No. 2 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan.

Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.

Undang-undang No. 40 Tahu 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (bentuk-

bentuk Perusahaan), (Jakarta: Djambatan, 1995)

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT).

BAB III

WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

A. Manfaat Wajib Daftar Perusahaan

Bagi dunia usaha, Daftar Perusahaan adalah penting untuk

mencegah dan menghindari praktek-praktek usaha yang tidak jujur

(persaingan curang, penyelundupan dan lain sebagainya). Salah satu tujuan

utama Daftar Perusahaan adalah untuk melindungi perusahaan yang

dijalankan secara jujur. Daftar Perusahaan dapat dipergunakan sebagai

sumber informasi untuk kepentingan usahanya. Demikian pula untuk

pihak ketiga yang berkepentingan akan informasi semacam itu.

Karena Daftar Perusahaan merupakan sumber informasi resmi

mengenai identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan

perusahaan yang didirikan, bekerja dan berkedudukan di wilayah Negara

Republik Indonesia, maka kepada semua pihak yang berkepentingan

diberikan kesempatan agar dengan secara mudah dapat mengetahui dan

meminta keterangan-keterangan yang diperlukan mengenai hal-hal yang

sebenarnya tentang suatu perusahaan. Jadi dengan adanya Daftar

Perusahaan dapat dicegah atau dihindarkan timbulnya perusahaan-

perusahaan dan badan-badan usaha yang tidak bertanggungjawab serta

dapat merugikan masyarakat.

Suatu hal yang penting pula adalah bahwa kewajiban pendaftaran

perusahaan mempunyai sifat mendidik pengusaha-pengusaha supaya

dalam segala tindakan menjalankan usahanya bersikap jujur dan terbuka

karena keterangan-keterangan yang diberikan adalah sesuai dengan

keadaan yang sebenarnya sehingga perusahaan yang mendaftarkan itu

sendiri dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Selain untuk

masyarakat pada umumnya dan para pengusaha khususnya, karena Daftar

Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat

secara benar dari setiap kegiatan usaha yang dijalankan secara benar, maka

Daftar Perusahaan dapat merupakan alat pembuktian yang sempurna

terhadap setiap pihak ketiga sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya.

Kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya

dan perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya yang menyebabkan

pula berkembangnya dunia usaha dan perusahaan, memerlukan adanya

Daftar Perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk semua

pihak yang berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang

menyangkut dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta

berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia.

Adanya Wajib Daftar Perusahaan itu penting untuk Pemerintah

guna melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan

iklim dunia usaha yang sehat karena Daftar Perusahaan mencatat bahan-

bahan keterangan yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan usaha

sehingga dapat lebih menjamin perkembangan dan kepastian berusaha

bagi dunia usaha.

Dengan melihat pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982

tentang Wajib Daftar Perusahaan (UUWDP),16 daftar perusahaan adalah

daftar catatan resmi yang dipergunakan oleh Pemerintah, Dunia Usaha dan

pihak lain. Berdasar pasal tersebut, terdapat 3 manfaat dari masing-masing

pihak:

1. Pemerintah : Untuk kepentingan pengamanan pendapatan Negara yang

memerlukan informasi yang akurat.

2. Dunia Usaha : Sebagai sumber informasi untuk kepentingan usahanya

dan untuk mencegah praktek usaha yang tidak jujur.

3. Pihak lain : Bagi yang berkepentingan atau masyarakat yang

memerlukan informasi yang benar.

16 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (UUWDP)

Berikut ini adalah hal-hal yang didaftarkan dalam Wajib Daftar

Perusahaan :

1. Pengenalan tempat

2. Data umum perusahaan

3. Legalitas perusahaan

4. Data pemegang saham

a. Data kegiatan perusahaan

B. Syarat danTata Cara Wajib Daftar Perusahaan.

Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan,

Pendaftaran wajib didaftarkan oleh pemiliknya atau pengurus perusahaan

yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan

memberikan surat kuasa yang sah. Beriku adalah syarat dan tata cara

Wajib Daftar perusahaan :

1. Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang

ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.

2. Penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran

perusahaan, yaitu :

a. Di tempat kedudukan kantor perusahaan;

b. Di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu

perusahaan atau kantor anak perusahaan;

c. Di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan

perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan

perjanjian.

3. Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat didaftarkan di tempat

kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau

kantor anak perusahaan, pendaftaran dilakukan pada kantor

pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi tempat kedudukannya.

Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan

setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. Pendaftaran Perusahaan

dilakukan oleh Pemilik atau Pengurus/Penanggung Jawab atau Kuasa

Perusahaan yang sah pada KPP Tingkat II ditempat kedudukan

perusahaan. Tetapi kuasa tersebut tidak termasuk kuasa untuk

menandatangani Formulir Pendaftaran Perusahaan.

Pendaftaran Perusahaan dilakukan dengan cara mengisi Formulir

Pendaftaran Perusahaan yang diperoleh secara cuma-cuma dan diajukan

langsung kepada Kepala KPP Tingkat II setempat dengan melampirkan

dokumen-dokumen sebagai berikut :

1. Perusahaan Berbentuk PT :

a. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan serta Data Akta

Pendirian Perseroan yang telah diketahui oleh Departemen

Hukum dan HAM.

b. Asli dan copy Keputusan Perubahan Pendirian Perseroan

(apabila ada).

c. Asli dan copy Keputusan Pengesahan sebagai Badan Hukum.

d. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor Direktur Utama

atau penanggung jawab.

e. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan

dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

2. Perusahaan Berbentuk Koperasi :

a. Asli dan copy Akta Pendirian Koperas

b. Copy Kartu Tanda Penduduk Pengurus

c. Copy surat pengesahan sebagai badan hokum dari Pejabat

yang berwenang.

d. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan

dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

3. Perusahaan Berbentuk Persekutuan Komanditer :

a. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).

b. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab /

pengurus.

c. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan

dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

4. Perusahaan Berbentuk Persekutuan Firma :

a. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).

b. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab /

pengurus.

c. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan

dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

5. Perusahaan Berbentuk Perorangan :

a. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).

b. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab /

pemilik.

c. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan

dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

6. Perusahaan Lain :

a. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).

b. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab

perusahaan.

c. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan

dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

7. Kantor Cabang, Kantor Pembantu dan Perwakilan Perusahaan :

a. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada) atau

Surat Penunjukan atau surat keterangan yang dipersamakan

dengan itu, sebagai Kantor Cabang, Kantor Pembantu dan

Perwakilan.

b. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab

perusahaan.

c. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan

dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang atau

Kantor Pusat Perusahaan yang bersangkutan.

Kepada perusahaan yang telah disahkan pendaftarannya dalam daftar

perusahaan diberikan tanda daftar perusahan yang berlaku untuk jangka

waktu 5 tahun sejak tanggal dikeluarkannya dan wajib dipebaharui sekurang-

kurangnya 3 bulan sebelum tanggal berlakuya berakhir.

Apabila tanda daftar perusahaan hilang, pengusaha berkewajiban untuk

mengajukan permintaan tertulis kepada kantor pendaftaran perusahaan untuk

memperolehpenggantinya dalam waktu selambat-lambatnya 3 bulan setelah

kehilangan itu.

Apabila ada perubahan atas hal yang didaftarkan, wajib dilaporkan pada

kantor tempat pendaftaran perusahaan dengan menyebutkan alas an

perubahan tersebut disertai tanggal perubahan tersebut dalm waktu 3 bulan

setelah terjadi perubahan itu.

Apabila ada pengalihan pemilikan atau pengurusan atsa perusahaan atau

kantor cabang, kantor pembantu, agen dan perwakilannya, pemilik atau

pengurus lama berkewajiban untuk melaporkan.

Apabila terjadi pembubaran perusahaan atau kantor cabang, kantor

pembantu atau perwakilannya, pemilik atau pengurus maupun likuidaror

berkewjiban untuk melaporkanya.

DAFTAR PUSTAKA

www.legalakses.com. Diunduh pada tanggal 14 Juli 2017

Undang-undang No. 40 Tahu 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (bentuk-bentuk Perusahaan),

(Jakarta: Djambatan, 1995)

http://www.PENGERTIAN PERSEROAN TERBATAS « Dadang Sukandar.htm. Diunduh pada

tanggal 12 Juli 20127

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT).

BAB IV

LEASING SEBAGAI MODAL USAHA

A. PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM LEASING

Setiap organisasi bisnis pasti membutuhkan modal untuk mengembangkan

bisnisnya, baik berupa uang maupun barang. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu

mekanisme untuk memperoleh tambahan modal bagi organisasi bisnis yang

ingin mengembangkan bisnisnya tersebut. Untuk memperoleh tambahan

modal, bisa dilakukan dengan cara internal seperti mengubah jumlah saham

dengan mengubah anggaran dasar, dan menambah inbrenk dari para pihak

ysng terkait dengan bisnis tersebut.

Selain dengan cara internal, dapat juga dilakukan penambahan dana secara

eksternal, misalnya penambahan modal saham bisa dilakukan dengan cara go

public (IPO). Untuk mendapat tambahan modal barupa barang bisa dengan

membeli, kredit, atau dengan mnggunakan jasa lembaga pembiayaan.

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa bentuk lembaga pembiayaan

seperti:

1. Sewa Guna Usaha (Leasing),

2. Modal Ventura,

3. Anjak piutang,

4. Pembiayaan konsumen, dll.

Masing-masing lembaga tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-

beda, meskipun mereka memiliki persamaan yaitu sebagai lembaga

pembiayaan. Salah satu bentuk lembaga pembiayaan yang menarik untuk

dibahas karena perkembangannya dewasa ini adalah sewa guna usaha (yang

selanjutnya akan disebut Leasing). Meskipun bentuk lembaga pembiayaan

jenis ini masih terbilang muda, namun lembaga pembiayaan barang modal ini

sudah cukup populer dalam dunia bisnis Indonesia saat . Hampir seluruh

bidang bisnis maupun non-bisnis dimasuki oleh lembaga pembiayaan leasing

ini, seperti bisnis transportasi, industri, konstruksi, pertambangan, pertania, dan

lain-lain.

Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan

perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan

oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-

pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut

untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang

jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati

bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang

modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi,

yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak

lessor.

Pengertian leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan

dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP-

122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974

tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan

dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu

perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran

secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk

membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka

waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.

Equipment Leasing Association di London memberikan definisi leasing

sebagai berikut: “Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk

menyewa sesuatu atas barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh

lessee. Hak pemilikan barang modal tersebut ada pada lessor sedangkan lessee

hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang -----

sewa yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu”.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka pada prinsipnya

pengertian leasing terdiri dari beberapa elemen di bawah ini:

1. Pembiayaan perusahaan.

2. Penyediaan barang-barang modal.

3. Jangka waktu tertentu.

4. Pembayaran secara berkala.

5. Adanya hak pilih (option right).

6. Adanya nilai sisa yang disepakati bersama.

Pengaturan (dasar hukum leasing) di Indonesia yang terpenting antara lain

adalah:

a. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor: Kep–38/ MK/ IV/1/1972,

tentang lembaga keungan yang telah diubah denan Keputusan Menteri

Keuangan Nomor: 562/KMK/011/1982.

b. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian,

dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, No. KEP-

122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974, No. 30/Kpb/I/1974.

c. Keputusan Presiden RI No. 61 Tahun 1988, tentang Lembaga

Pembiayaan.

d. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1251/KMK,013/1988, tentang

Ketentuan dan Tatacara Peaksanaan Lembaga Pembiayaan

sebagaimana telah berkali-kali diubah, terakhir dengan Keputusan

Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang Pembiayaan

Perusahaan.

e. Keputusan Menteri Keuangan RI, No. 634 KMK.013/1990,

TENTANG Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan

Sewa Guna Usaha (Perusahaan Leasing).

f. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1169/KMK.01/1991, tentang

Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing).

B. PARA PIHAK DALAM LEASING

Walaupun terdapat banyak variasi leasing, secara umum pihak yang terlibat

dalam sistem pembayaran berpolakan leasing antara lain:

1. Lessor, yakni merupakan pihak yang memberikan pembiayaan dengan cara

leasing kepada pihak yang membutuhkannya. Dalam hal ini lessor bisa

merupakan perusahaan pembiayaan yang bersifat “multi finance”, tetapi

dapat juga perusahaan yang khusus bergerak di bidang leasing.

2. Lessee, ini merupakan pihak yang memerlukan barang modal, barang

modal mana dibiayai oleh Lessor dan diperuntukkan kepada Lessee.

3. Supplier, yakni pihak yang menyediakan barang modal yang menjadi

obyek leasing, barang modal mana dibiayai oleh Lessor kepada Supplier

untuk kepentingan Lessee. Dapat juga Suplier ini merupakan penjual biasa.

Berikut adalah Bagan Hubungan Hukum yang mendasar antara Lessor,

Lessee, dan Suplier

LESSOR 1 SUPPLIER

2

3 LESSEE

Keterangan:

1. Pembayaran harga barang secara tunai.

2. Penyerahan barang modal.

3. Pembayaran kembali harga barang modal secara cicilan.

C. KLASIFIKASI LEASING

Berdasarkan teknik bertransaksi antara lessor dengan lessee, sewa guna

usaha (leasing dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu finance lease dan

operating lease yang akan dijelaskan berikut ini:

1. Finance Lease

Finance Lease sering juga disebut full pay out lease atau capital

lease merupakan jenis sewa guna usaha yang lebih sering diterapkan di

dalam praktik. Pada jenis ini, lessee menghubungi lessor untuk

memilih, memesan, memeriksa, dan memelihara barang modal yang

dibutuhkan. Selama masa sewa lessee membayar sewa secara berkala

dari jumlah seluruhnya ditambah pembayaran nilai sisa (residu value).

Pada masa akhir kontrak lessee ada hak opsi atas barang modalnya

untuk mengembalikan, membeli, atau memperpanjang masa

kontraknya.

Dengan demikian, karakteristik dari finance lease adalah sebagai

berikut:

a. Barang modal bisa berupa barang bergerak atau tidak bergerak

yang berumur maksimumsama dengan masa kegunaan ekonomis

barang tersebut.

b. Barang modal tetap milik lessor sampai berlakunya hak opsi.

c. Jumlah sewa yang dibayar secara angsuran per bulan meliputi

biaya perolehan barang ditambah biaya – biaya lain dan

keuntungan (spread) yang diharapkan lessor.

d. Besarnya harga sewa dan hak opsi harus menutupi harga barang

ditambah keuntungan yang diharapkan lessor.

e. Jangka waktu berlakunya kontrak leasing relatif panjang.

f. Risiko biaya pemeliharaan, kerusakan, pajak, dan asuransi

ditanggung oleh lessee.

g. Kontrak leasing tidak dapat dibatalkan sepihak oleh lessor

(noncancellable).

h. Pada masa akhir kontrak lessee.

Sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi ini dalam praktiknya

memiliki beberapa bentuk derifatif, antara lain direct lease, sale and

lease back, dan syndicated lease.

2. Operating Lease.

Operating lease disebut juga service lease, merupakan jenis sewa

guna usaha (leasing) dimana lessor hanya menyediakan barang modal

untuk disewa oleh lessee dengan tanpa adanya hak opsi di akhir masa

kontrak. Oleh karena itu, dalam menghitung jumlah seluruh

pembayaran sewa secara angsuran tidak termasuk jumlah biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut. Karakteristik

dari operating lease adalah sebagai berikut:.

a. Operating lease biasanya dilakukan oleh pabrikan atau leveransir,

karena biasanya mereka mempunyai keahlian terhadap barang

modal tersebut.

b. Barang modal dalam operating lease biasanya berupa barang yang

mudah terjual setelah kontrak sewa guna usaha berakhir.

c. Besarnya harga sewa lebih kecil dibandingkan dengan harga barang

ditambah keuntungan yang diharapkan lessor (non full pay out).

d. Harga sewa tiap bulannya padaumumnya dibayar dengan jumlah

uang yang tetap.

e. Segala risiko ekonomi atas barang modal, (asuransi, pajak,

kerusakan, pemeliharaan) ditanggung oleh lessor.

f. Jangka waktu kontrak sewa guna usaha relatif lebih pendek jika

dibandingkan umur ekonomis barang modal.

g. Kontrak sewa guna usaha dapat dibatalkan secara sepihak oleh

lessee dengan mengembalikan barang modal kepada lessor.

h. Pada masa akhir kontrak sewa guna usaha, lessee tidak diberikan

hak opsi sehingga wajib mengembalikan barang modal kepada

lessor.

D. PERBEDAAN PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA DENGAN

PERJANJIAN LAIN.

Dewasa ini banyak lembaga pembiayaan yang dimanfaatkan oleh

masyarakat dan para pelaku usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Berbagai

sumber pembiayaan tersebut dapat berupa lembaga keuangan konvensional

bank, lembaga keuangan bukan bank, dan lembaga pembiayaan itu sendiri.

Dalam menjalankan usahanya masing – masing sumber pembiayaan tadi

memiliki produk dan pola yang berbeda antara satu dengan lainnya sesuai

dengan karaterisitik masing – masing. Begitu pula keberadaan sewa guna usaha

(leasing) sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan memiliki ciri khas

yang berbeda dengan bentuk lembaga ppembiayaan lain yang sejenis. Berikut

ini adalah beberapa perbedaan dengan lembaga pembiayaan lain yang

dimaksud:

1. Perbedaan Sewa Guna Usaha dengan Sewa Menyewa.

No. Sewa Guna Usaha Sewa Menyewa

1 Merupakan suatu metode

pembiayaan

Bukan merupakan suatu metode

pembiayaan

2. Lessor berstatus perusahaan,

dan menjadi pemilik barang

yang disewagunakan.

Tidak ada pembatasan status

bagi lessor, dan lessor bisa

pemilik atau bukan pemilik

barang yang disewakan.

3. Obyek berupa barang modal

yang biasanya berupa alat-alat

produksi.

Obyek berupa segala jenis

barang, dapat berupa alat-alat

produksi, atau barang lain yang

tidak habis pakai.

4. Risiko yang terjadi pada obyek

sewa guna usaha seluruhnya

ada pada lessee. Pada

umumnya pemilihan pun

menjadi kewajiban lessee.

Risiko yang terjadi pada obyek

sewa menyewa,demikian juga

masalah pemeliharaan, menjadi

kewajiban lessor.

5. Imbalan jasa yang diterima

lessor berupa pembayaran

secara berkala terhadap harga

perolehan barang.

Imbalan jasa yang diterima

lessor adalah berupa uang sewa.

6. Jangka waktu sewa guna usaha

(umur pemakaian barang

modal) ditentukan

(diutamakan).

Jangka waktu sewa-menyewa

bisa terbatas dan tidak terbatas

(tidak dipersoalkan).

7. Kewajiban lessee untuk

membayar imbalan jasa tidak

berhenti atau berkurang

walaupun barang yang menjadi

obyek perjanjian musnah

ataupun lessee belum

menikmati kegunaan barang

modal tersebut.

Kewajiban lesse hanya ada jika

lessee dapat menikmati barang

yang disewa. Apabila barang

yang disewa musnah, maka

sudah barang tentu lessee tidak

lagi membayar sewa atas barang

yang disewa tersebut.

2. Perbedaan Sewa Guna Usaha dengan Sewa Beli.

No. Sewa Guna Usaha Sewa Beli

1. Merupaakn kegiatan lembaga

pembiayaan

Bukan merupakan kegiatan

lembaga pembiayaan

2. Masa sewa guna usaha

biasanya ditentukan sesuai

dengan umur ekonoomis

Masa sewa beli tidak

memperhatikan umur ekonomis

atas barang yang

barang modal. diperjualbelikan.

3. Lessee menjadi emilik barang

modal hanya jika hak opsinya

digunakan pada akhir masa

kontrak.

Lessee otomatis menjadi pemilik

barang setelah angsuran terakhir

dibayar lunas (di akhir masa

konrak).

3. Perbedaan Sewa Guna Usaha dengan Jual Beli:

No. Sewa Guna Usaha Jual Beli

1. Ada intermediasi keuangan,

yaitulessor yang berkedudukan

sebagai intermedisi keuangan

antara lessee dan suplier.

Tidak ada intermediasi

keuangan. Penjual tidak dalam

kedudukan sebagai intermediasi.

2. Barang modal diperoleh lessee

karena dibiayai oleh lessor.

Barang yang diperoleh dari

penjual atas dana pembeli

sendiri.

3. Yang diserahkan kepada lessee

adalah hak pakai atas barang

modal.

Yang diserahkan kepada

pembeli adalah hak milik atas

barang.

4. Barang menjadi milik lessee

setelah menggunakan hak opsi.

Barang menjadi milik pembeli

setelah dilakukan penyerahan.

E. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN LEASING

Sebagai suatu pranata pembiayaan bisnis tentunya leasing mempunyai plus

minus. Adapun yang merupakan kelebihan-kelebihan leasing daripada metode-

metode pembiayaan lain adalah:

1. Fleksibel, artinya struktur kontrak dapat disesuaikan dengan kebutuhan

perusahaan yaitu besarnya pembayaran atau periode lease dapat diatur

sedemikian rupa sesuai dengan kondisi perusahaan.

2. Tidak diperlukan jaminan, karena hak kepemilikan sah atas aktiva yang di

lease serta pengaturan pembayaran lease sesuai dengan pendapatan yang

dihasilkan oleh aktiva yang dilease sudah merupakan jaminan bagi lease

itu sendiri.

3. Capital saving, yaitu tidak menyediakan dana yang besar, maksimum

hanya menyediakan down payment yang jumlahnya dalam kebiasaan lease

tidak terlalu besar, jadi dalam hal ini bisa dikatakan menjadi suatu

penghematan modal bagi lessee, yaitu lessee dapat menggunakan modal

yang tersedia untuk keperluan lain. Karena leasing umumnya membiayai

100% barang modal yang dibutuhkan.

4. Cepat dalam pelayanan, artinya secara prosedur leasing lebih sederhana

dan relatif lebih cepat dalam realisasi pembiayaan bila dibandingkan

dengan kredit investasi bank, jadi tanpa prosedur yang rumit dan hal itu

memberikan kemudahan bagi para pengusaha untuk memperoleh mesin-

mesin dan peralatan yang mutakhir untuk memungkinkan dibukanya suatu

bidang usaha produksi yang baru atau untuk memodernisasi perusahaan.

5. Pembayaran angsuran lease diperlakukan sebagai biaya operasional,

artinya pembayaran lease langsung dihitung sebagai biaya dalam

penentuan laba rugi perusahaan, jadi pembayarannya dihitung dari

pendapatan sebelum pajak, bukan dari laba yang terkena pajak.

6. Sebagai pelindung terhadap inflasi, artinya terhindar dari resiko penurunan

nilai uang yang disebabkan oleh inflasi, yaitu lessee sampai kapan pun

tetap membayar dengan satuan moneter yang lalu terhadap sisa

kewajibannya.

7. Adanya hak opsi bagi lessee pada akhir masa lease.

8. Adanya kepastian hukum, artinya suatu perjanjian leasing tidak dapat

dibatalkan dalam keadaan keuangan umum yang sangat sulit, sehingga

dalam keadaan keuangan atau moneter yang sesulit apapun perjanjian

leasing tetap berlaku.

9. Terkadang leasing merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan aktiva

bagi suatu perusahaan, terutama perusahaan ekonomi lemah, untuk dapat

memodernisasi pabriknya.

Sedangkan dalam hal ini yang merupakan kelemahan leasing adalah:

1. Biaya bunga yang tinggi.

2. Biaya marginal yang tinggi.

3. Kurangnya perlindungan huku,

4. Proses eksekusi leasing macet yang sulit.

BAB II

PEMBAHASAN

A. RESTRUKTURISASI DENGAN CARA MERGER

Era global dunia telah menyebabkan berkembangnya dunia usaha. Setiap

perusahaan semakin terpacu untuk bersaing dengan perusahaan lain dengan

berlomba-lomba untuk memasuki peluang pasar yang ada. Setiap perusahaan

juga harus siap bersaing dengan perusahaan asing. Hal ini menunjukkan bahwa

persaingan di dunia usaha tidak lagi berskala lokal atau nasional, tapi juga

skala internasional. Hal ini menuntut perusahaan untuk mengembangkan

strategi perusahaan agar dapat bertahan dan berkembang, tujuan dari

pengembangan usaha ini adalah menciptakan nilai bagi investor atau juga

pemegang saham.

Dalam menyikapi fenomena ini, diperlukan suatu strategi yang tepat

sehingga perusahaan harus memiliki langkah antisipasi dalam menghadapi

segala perkembangan yang akan datang dengan kebijkan–kebijaakn yang

diterapkan perusahaan, agar dapat terus beroperasi dan tetap eksis dalam dunia

bisnisnya.

Strategi yang bisa dierapkan oleh perusahaan dalam mengembangkan

aktifitas bisnisnya adalah dengan melakukan ekspansi bisnis, secara internal

dan eksternal. Ekspansi secara internal bisa dilakukan dengan menambah

kapasitas produksi atau membangun divisi bisnis yang baru. Sedangkan secara

eksternal ekspansi dapat dilakukan dengan cara menggabungkan diri dengan

perusahaan lain atau pengambilalihan perusahaan lain.

Penggabungan merupakan salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan.

Restrukturisasi diartikan sebagai penataan kembali struktur badan/lembaga

sehingga kinerja badan/lembaga tersebut dapat lebih efektif dan efisien. Kata

efisiensi sering dianalogikan dengan penghematan, yakni usaha-usaha untuk

meningkatkan hasil kerja lembaga badan/lembaga sehingga dengan

penggunaan sumber daya sekecil mungkin mendapatkan hasil kerja yang

sebesar mungkin. Restrukturisasi perusahaan sendiri terdiri dari merger,

akusisi, dan konsolidasi.

Restrukturisasi perusahaan bertujuan untuk memperbaiki dan

memaksimalisasi kinerja perusahaan. Perusahaan melakukan pembenahan

supaya segera lepas dari krisis melalui berbagai aspek. Perbaikan-perbaikan

tersebut menyangkut berbagai aspek perusahaan, mulai dari perbaikan

portofolio perusahaan, perbaikan permodalan, perampingan manajemen,

perbaikan sistem pengelolaan perusahaan, sampai perbaikan sumber daya

manusia.

Manakala perusahaan sedang berada pada masa yang sulit atau kritis,

maka salah s a t u h a l yan g p e r lu d ip e r t i mb an gk an b ahk an den gan

cep a t ad a l ah m er ge r dalam rangka menyelamatkan perusahaan yang

kritis tersebut. Sebelum kita melangkah lebih jauh untuk membahas hukum

bisnis yang berkaitan dengan merger ini, terlebih dahulu kita melihat apa yang

disebut merger. Dalam bahasa Indonesia istilah “merger” ini juga sering

disebut dengan “penggabungan” perusahaan. Dengan istilah merger ini, yang

dmaksudkan adalah suatu proses hukum untuk meleburnya (fusi) suatu

perusahaan (biasanya perusahaan yang kurang penting) ke dalam perusahaan

lain yang lebih penting, sehingga akibatnya perusahaan yang meleburkan diri

tersebut menjadi bubar. Tindakan merger antara perusahaan-perusahhaan ini

dapat dilukiskan dalam skema berikut ini: 17

A B

Keterangan:

A : Perusahaan yang menggabungkan diri, yang setelah proses merger

menjadi lenyap (dengan atau tanpa likuidasi).

B : Perusahaan mitra merger yang tetap eksis setelah merger.

17 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis (Menata Bisnis Moder di Era Global),(Bandung: PT. Citra AdityaBakti, 2006), halaman 92.

Black Law Dictionary yang merupakan kamus acuan / rujukan, baik bagi

kebanyakan para akademisi, mahasiswa, penulis hukum, maupun praktisi

hukum memberikan batasan merger yang menurut Penulis cukup komprehensif

sebagaimana disitir oleh Munir Fuady dalam buku hukum tentang merger

memberikan definisi: “Merger adalah sebagai suatu fusi atau absorpsi dari

suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat

dikatakan, bahwa dalam hal ini fusi atau absorpsi tersebut dilakukan suatu ----

subyek yang kurang penting dengan subyek lain yang lebih penting. Subyek

yang kurang penting tersebut kemudian membubarkan diri.”18

Dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga dapat kita

temui pengertian merger yang dalam Undang – Undang ini diistilahkan sebagai

penggabungan. Dalam Pasal 1 angka 9 UU No. 40 Tahun 2007 disebutkan

bahwa: 19 “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu

Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang

telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang

menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima

penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang

menggabungkan diri berakhir karena hukum”.

Pengertian yang dikemukakan pada Pasal 1 angka 9 UUPT 2007 hampir

sama dengan yang dirumuskan pada Pasal 1 angka 1 PP No. 27 Tahun 1998,

tetapi lebih singkat, yang berbunyi: “Penggabungan adalah perbuatan hukum

yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri

18 http://urai28imam.blogspot.com/2011/03/tujuan-dan-prosedur-penggabungan-merger.htmldiunduh tanggal 11 Januari 2012.19 Pasal 1 angka 9 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

dengan Perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya Perseroan yang

embubarkan diri bubar”.

Bertitik tolak dari pengerian yang telah dipaparkan diatas maka dapat

disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Penggabungan merupakan merger dari dua Perseroan atau lebih ke dalam

satu Perseroan.

2. Perseroan yang menggabungkan diri menjadi berakhir atau bubar karena

hukum.

Dalam praktek, banyak kita temui model-model merger, yang diantaranya

adalah sebagai berikut ini:20

a. Merger Horisontal.

Merger horisontal adalah merger diantara 2 (dua) tau lebih perusahaan

yang bergerak dalam bidang bisnis yang sama atau serupa.

b. Merger Vertikal.

Merger vertikal adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan yang

bergerak dalam 1 (satu) aliran produksi terhadap produk yang sama, yakni

merger dari perusahaan hulu dengan hilir. Misalnya, merger antara pihak

produsen dengan pihak supplier.

c. Merger Kon Generik.

Merger Kon Generik adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan

yang saling berhubungan, tetapi bukan terhadap produk yang sama seperti

pada merger horisontal dan bukan pula antara perusahaan hulu dengan hilir

20Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis (Menata Bisnis Moder di Era Global), (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2006), halaman 95.

seperti dalam merger vertikal. Contoh dari merger Kon Generik adalah

merger antara bank dan perusahaan leasing.

d. Merger Konglomerat.

Merger Konglomerat adalah merger antara 2 (dua) perusahaan atau lebih

yang satu sama lain tidak ada keterkaitan usaha sama sekali.

e. Merger dengan Likuidasi.

Merger dengan Likuidasi adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih

perusahaan dimana perusahaan yang lenyap kemudian dilikuidasi, untuk

kemudian dibereskan.

f. Merger tanpa Likuidasi.

Merger tanpa Likuidasi adalah merger antara 2 (dua) perusahaan atau

lebih dimana perusahaan yang lenyap tidak dilikuidasi, tetapi hak,

kewajiban, kontrak dan lain – lain beralih secara langsung (demi hukum)

kepada perusahaan yang eksis setelah merger.

g. Merger Sederhana.

h. Merger sederhana (simple merger) adalah bentuk prototipe dari merger,

yakni merupaakn merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan yang hak

dan kewajibannya dialihkan langsung kepada perusahaan yang eksis

setelah merger. Jadi, tanpa dilakukan likuidasi.

i. Merger Praktis.

Merger praktis adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan

dimana dalam deal merger tersebut tidak dilakukan pembayaran tunai

terhadap harga saham perusahaan target, tetapi ditukar dengan saham

perusahaan pemerger.

j. Merger Segitiga.

Merger segitiga adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan

dimana perusahaan target merger dileburkan ke dalam anak perusahaan

dari perusahaan pemerger.

k. Merger Segitiga Terbalik.

Merger segitiga terbalik adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih

perusahaan dimana anak perusahaan pemerger dileburkan ke dalam

perusahaan target merger.

l. Merger dengan Metode Pembelian.

Merger dengan Metode Pembelian adalah merger diantara 2 (dua) atau

lebih perusahaan dengan memakaimetode akuntansi yang didasarkan

kepada pembelian berdasarkan harga pasar dalam menilai perusahaan

target.

m. Merger dengan Pooling of Interest.

Merger dengan Pooling of Interest adalah merger diantara 2 (dua) atau

lebih perusahaan dengan memakai metode akuntansi yang didasarkan

kepada nilai buku dalam menilai perusahaan target. Dalam hal ini balance

sheet diantara kedua perusahaan tersebut digabung.

Merger menimbulkan beberapa akibat hukum, yang terpenting diantaranya

adalah sebagai berikut:21

1. Akibat Hukum Terhadap Aktiva dan Passiva.

Aktiva dan passiva Perseroan yang menggabungkan diri, karena hukum

“beralih” sepenuhnya kepada Perseroan yang menerima penggabungan.

21 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2011), halaman485.

2. Akibat Hukum kepada Pemegang Saham.

Pemegang Saham Perseroan yang menggabungkan diri, karena hukum atau

demi hukum menjadi Pemegang Saham pada Perseroan yang menerima

penggabungan.

3. Akibat Hukum kepada Perseroan yang Menggabungkan Diri.

Akibat selanjutnya yang dianggap penting, menyangkut suatu badan hukum

Perseroan yang menggabungkan diri. Dalam hal ini karena hukum atau demi

hukum:

a. Perseroan yang menggabungkan diri lenyap dan berakhir statusnya

sebagai badan hukum.

b. Berakhirnya terhitung sejak tanggal penggabungan mulai berlaku.

B. DAFTAR PUSTAKA

UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Fuady , Munir, Pengantar Hukum Bisnis (Menata Bisnis Moder di Era

Global),(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006).

Harahap, Yahya, M. Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT. Sinar

Grafika, 2011).

Cornellius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Merger Perusahaan Publik

(Suatu Kajian Hukum Korporasi), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

2006).

http://urai28imam.blogspot.com/2011/03/tujuan-dan-prosedur-

penggabungan-merger.html

BAB VII

HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum tentang Hukum Persaingan Usaha di Indonesia

Dalam perkembangan sistem hukum di Indonesia, hukum persaingan

usaha (competition law) merupakan pengembangan dari hukum ekonomi

(economic law), yang memiliki karakteristik tersendiri. Sebagaimana

diketahui bahwa salah satu karakteristik dari hukum ekonomi bersifat

fungsional dengan meniadakan perbedaan antara hukum publik dan hukum

privat yang selama ini dikenal.

Selain mempelajari ilmu hukum juga penting mempelajari ekonomi

khususnya ekonomi industri, sehingga dengan bantuan ilmu eko’nomi

akan dapat dipahami secara baik hukum persaingan usaha.22

Pesatnya dinamika bidang ekonomi nasional, tidak dapat dipungkiri

telah pula memacu perkembangan bidang hukum yang merupakan rule of

the game dari kegiatan ekonomi. Berbagai perangkat hukum di bidang

ekonomi sebelum ini yang berbasis kepada Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang serta Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana yang nota bene merupakan peninggalan

Pemerintah Kolonial Belanda yang berkiblat kepada Mahzab Eropa

Kontinental tidak lagi mampu mengakomodasi permasalahan dari

dinamika kegiatan ekonomi yang ada. Oleh karena itu, kecenderungan

22 Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012, hlm205.

penyusunan berbagai produk peratuan perundang-undangan yang khusus

(lex spesialist) di bidang ekonomi tidak lagi dapat terbendung.

Sehubungan dengan itu Sri Redjeki Hartono menyatakan, bahwa:

“Hukum ekonomi sebagai suatu kajian hukum merupakan suatu

kajian yang luas, karena mencakup dua ruang lingkup hukum

sekaligus, yaitu: ruang lingkup hukum publik dengan kajian

makro, dan ruang lingkup hukum perdata/dagang sebagai

kajian mikro. Luasnya bidang kajian hukum ekonomi membuat

hukum ekonomi mampu mengakomodasikan dua aspek hukum

sekaligus sebagai suatu kajian yang komprehensif. Adapun

aspek hukum tersebut meliputi aspek hukum publik dan aspek

hukum perdata. Keduanya mengandung berbagai asas hukum

yang bersumber dari kedua aspek hukum tersebut.”23

Pendapat lainnya dari Agus Brotosusilo menyatakan, bahwa

pembidangan hukum dalam bidang publik dan perdata seperti

sekarang tidak dapat dipertahankan lagi, karena dalam kenyataannya

kini hampir tidak ada lagi bidang kehidupan yang terlepas dari campur

tangan negara.

Berdasarkan uraian di atas, maka hukum persaingan usaha

sebagai bagian dari hukum ekonomi juga dengan sendirinya memuat

aspek hukum privat dan hukum publik, sehingga eksistensi hukum

persaingan usaha merupakan hukum fungsional yang tidak hanya

23 Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, Malang: Bayu Media Publishing, 2007, hlm 12.

beraspekan hukum privat/perdata saja, melainkan juga sekaligus

memuat aspek-aspek hukum publik.24

Benar di banyak kasus persaingan usaha terdapat unsur

peristiwa hukum di dalamnya seperti adanya perjanjian atau

kesepakatan di antara para pelaku usaha yang bersaing, namun

sebenarnya jika dipahami maka hubungan perdata tersebut adalah

bagian dari suatu persengkokolan jahat (seperti kartel) yang

merugikan publik (konsumen dalam jumlah besar) atau pelaku usaha

lain sehingga sebenarnya peristiwa perdata tersebut telah masuk ke

ranah hukum pidana atau setidaknya suatu tindakan perdata yang

merugikan pihak perdata lainnya. Sementara jika terdapat suatu kasus

yang seolah-olah perselisihan perdata di antara dua pelaku usaha,

maka sebenarnya peristiwa perselisihan tersebut bukan didasarkan

adanya hubungan keperdataan (dalam arti penjanjian atau

kesepakatan) namun lebih ke dalam ranah hukum pidana maka masuk

wilayah perbuatan melawan hukum. Bahkan untuk beberapa tindakan

persaingan tidak sehat seperti kartel (perjanjian atau kesepakatan di

antara seluruh pesaing di pasar bersangkutan tertentu) yang

dikarenakan unsur kejahatan (kerugian)-nya pada publik (konsumen

dalam jumlah besar) sangat kuat, maka kartel di beberapa negara

dinyatakan sebagai tindak pidana.25

24 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2013,hlm 4.

25 Ibid., hlm 6.

Sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan Umum atas Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 diketahui bahwa pembangunan

ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah

menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya

kesejahteraan rakyat. Disadari bahwa pemusatan ekonomi yang

dikuasai negara dan perusahaan monopoli saja tidak cukup untuk

membangun suatu perekonomian yang bersaing.

Hal-hal yang merupakan dasar pembentukan setiap perundang-

undangan antimonopoli, yaitu justru pelaku usaha itu sendiri yang

cepat atau lambat melumpuhkan dan menghindarkan dari tekanan

persaingan usaha dengan melakukan perjanjian atau penggabungan

perusahaan yang menghambat persaingan serta penyalahgunaan posisi

kekuasaan ekonomi untuk merugikan pelaku usaha yang lebih kecil.

Adanya keperluan bahwa negara menjamin keutuhan proses

persaingan usaha terhadap gangguan dari pelaku usaha terhadap

gangguan dari pelaku usaha dengan menyusun undang-undang, yang

melarang pelaku usaha mengganti hambatan perdagangan oleh negara

yang baru saja ditiadakan dengan hambatan persaingan swasta.26

Sementara itu latar belakang langsung dari penyusunan Undang-

Undang Antimonopoli ini adalah perjanjian yang dilakukan antara

Dana Moneter Internasional (IMF) dengan pemerintah Republik

Indonesia, pada tanggal 15 Januari 1998. Dalam perjanjian tersebut,

IMF menyetujui pemberian bantuan keuangan kepada Negara

26 Andi Fahmi Lubis, et. al. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, Jakarta: KomisiPersaingan Usaha dan Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammernarbeit (GTZ) GmbH,2009, hlm 13.

Republik Indonesia sebesar US$ 43 miliar yang bertujuan untuk

mengatasi krisis ekonomi, akan tetapi dengan syarat Indonesia

melaksanakan reformasi ekonomi dan hukum ekonomi tertentu. Hal

ini menyebabkan diperlakukannya Undang-Undang Antimonopoli.

Akan tetapi, perjanjain dengan IMF tersebut bukan merupakan satu-

satunya alasan penyusunan undang-undang tersebut.27

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini

memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong

percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan

jiwa Undang-Undang Dasar 1945.

Sesuai dengan tujuannya, pada dasarnya substansi Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur mengenai larangan perbuatan

dan hubungan hukum (perilaku) yang dapat mengakibatkan terjadinya

praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Dengan lahirnya

hukum persaingan usaha sebagaimana bersumber pada Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, diharapkan dapat mewujudkan

demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila yang memberikan

kesempatan kepada setiap pelaku usaha untuk ikut serta dalam proses

produksi dan pemasaran barang dan/atau jasa dalam iklim kegiatan

usaha yang sehat, efektif dan efisien.

27 Ibid., hlm 12.

Kebutuhan akan pentingnya hukum persaingan usaha di

Indonesia merupakan salah satu prasyarat akan berjalannya sistem

ekonomi demokrasi yang berdasarkan Pancasila. Pembentukan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak lepas dari pertimbangan

akan harapan meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional. Secara

filosofis, undang-undang ini juga merefleksikan kondisi

perekonomian Indonesia. Salah satu tujuan dari lahirnya Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 ialah untuk mewujudkan iklim usaha

yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat

sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama

bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha

kecil. Selain itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga bertujuan

untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Ketika tujuan tersebut terpenuhi, stabilitas perekonomian dan

kepastian hukum menjadi lebih terjamin.28

Sebenarnya dengan adanya persaingan usaha akan menimbulkan

banyak keuntungan bagi masyarakat, tetapi tidak bagi pengusaha,

beberapa keuntungan yang dapat dinikmati masyarakat:

1. harga bagi konsumen bisa lebih rendah karena produsen berusaha

bekerja efisien dan menurunkan harga jual;

2. bisnis berusaha meningkatkan pelayanan bagi konsumen;

3. bisnis berusaha menciptakan barang baru dengan mutu yang baik;

28 Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm 33.

4. menghilangkan bisnis yang tidak mampu bekerja secara efisien dan

yang memboroskan sumber daya.

Dengan demikian, praktek monopoli dan persaingan usaha tidak

sehat dapat merugikan masyarakat banyak, karena melalui Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 diatur mengenai larangan

antipersaingan usaha yang sehat. Lahirnya Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 dimaksudkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi

yang sehat dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar, sehingga di

masa yang akan datang tidak akan terjadi pemusatan kekuatan

ekonomi pada pelaku usaha tertentu. Ketentuan dalam Pasal-pasal dari

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 akan menuntun pelaku usaha

yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia selalu berada dalam

situasi persaingan usaha yang sehat dan wajar.

Persaingan yang kompetitif tersebut merupakan syarat mutlak

bagi setiap komunitas bisnis dalam suatu negara untuk mencapai

pertumbuhan ekonomi yang efisien, termasuk dalam proses

industrialisasi. Dalam pasar yang bersaing tidak sehat, perusahaan-

perusahaan akan saling bersaing untuk menarik lebih banyak

konsumen dengan menjual produk mereka dengan harga yang

serendah mungkin, meningkatkan mutu produk dan memperbaiki

pelayanan kepada konsumen. Agar ekonomi pasar berjalan dengan

baik dan memberik kemaslahatan kepada semua pihak, persaingan

haruslah efektif, melibatkan sejumlah besar pesaing bebas, sehingga

mencegah terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak

sehat.29

DAFTAR PUSTAKA

Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2012.

Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, Malang: Bayu Media

Publishing, 2007.

Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: Sinar

Grafika, 2013,

Andi Fahmi Lubis, et. al. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks,

Jakarta: Komisi Persaingan Usaha dan Deutsche Gesellschaft fur Technische

Zusammernarbeit (GTZ) GmbH, 2009.

29 Ibid., hlm 34.

BAB VIII

KARTEL

1) Pengertian Kartel

Mendengar atau membaca kata kartel langsung timbul kesan

negatif. Kartel adalah dua atau lebih pelaku usaha (perusahaan) yang

melakukan suatu koordinasi perilaku/tindakan melalui suatu perjanjian

untuk menutup persaingan di antara mereka di pasar yang

bersangkutan.30

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia salah satu pengertian

kartel adalah persetujuan sekelompok perusahaan dengan maksud

mengendalikan harga komoditas tertentu.

Black’s Law Dictionary mengemukakan bahwa kartel

merupakan:

“A combination of producers of any product joined together to

control its production, sale, and price, so as to obtain a

monopoly and restrict competition in any particular industry

or comodity. Such exist primarily in Europe, being restricted

in United States by antitrust laws. Also, on association by

aggrement of companies or section’s of companies having

30Udin Silalahi, Perusahaan Saling Mematikan & Bersekongkol Bagaimana Cara Memenangkan?,Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007, hlm 17.

common interest, designed to prevent extreme or unfair

competition and allocate markets, and to promote the

interchange of knowledge resulting from scientific and

technical research, exchange of patent rights, and

standarlization of products.”

Dalam Kamus Lengkap Ekonomi Kedua yang disusun oleh

Christopher Pass dan Bryan Lowes, cartel atau kartel diartikan

sebagai bentuk kolusi atau persengkokolan antara suatu kelompok

pemasok yang bertujuan untuk mencegah persaingan sesama mereka

secara keseluruhan atau sebagian.31

Menurut Posner karakteristik kartel adalah jika hanya terdapat

sedikit penjual dengan pembagian wilayah yang sangat tinggi.

Semakin banyak pelaku usaha di pasar semakin sulit untuk

terbentuknya kartel. Tidak ada barang substitusi; produk di pasar

sifatnya homogen; dan adanya kolusi.32

Kartel menyatukan perilaku dan sikap dari para produsen atau

pedagang, dengan maksud menciptakan situasi monopolistik, supaya

bisa mengurangi atau meniadakan persaingan sama sekali. Kalau

persaingan tidak ada atau kadarnya sangat berkurang, harga bisa

ditentukan semaunya, atau melalui cara lain, laba dapat ditingkatkan.

Supaya harga dengan laba yang tinggi dapat dipertahankan, kalau

31Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: Prenada MediaGroup, 2009, hlm 33.

32Cenuk Widyastrisna Sayekti, Pembuktian Dugaan Kartel Dengan Indirect Evidence BerdasarkanPeraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No.04 Tahun 2010, Jurnal Hukum Bisnis Volume30-N0.2-Tahun 2011, 2011, hlm 19.

perlu pasokannya dibatasi. Semuanya dengan kesepakatan antar-

produsen. Jadi jumlah produsen bisa banyak, dan masing-masing

berdiri sendiri-sendiri. Tetapi mereka bersepakat. Kesepakatan ini

banyak sekali yang dilakukan secara diam-diam atau dengan

gentleman’s agreement33. Maka sulit diketahui. Akan dirasakan bagi

yang terkena.34

Jenis kartel yang paling umum terjadi di kalangan penjual

adalah perjanjian penetapan harga, persekongkolan penawaran tender

(bid rigging), perjanjian pembagian wilayah (pasar) atau pelanggan,

dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan yang paling sering

terjadi di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

perjanjian alokasi dan bid rigging.35

Dapat dikemukakan bahwa kartel biasanya dilakukan baik untuk

tujuan pemanfaatan kekuatan pasar bersama dari para pemasok untuk

mendapatkan keuntungan-keuntungan monopoli, atau untuk

mempertahankan diri dari persaingan yang mematikan dari desakan

perusahaan yang beroperasi pada tingkat merugi, yang sering terjadi

pada saat permintaan sangat menurun (disebut “krisis kartel”).

Berkaitan dengan itu, Undang-Undang Antimonopoli, kartel

adalah perjanjian yang mengandung maksud untuk memengaruhi

33Gentleman’s Agreement is an arrangement or understanding which is based upon the trust ofboth or all parties, rather than being legally binding. Bila salah satu pihak melanggar, makatidak dapat dipercaya lagi. Maka dibuatlah MoU sebagai pengikat perjanjian bisnis. Tetapimasih banyak yang melanggar MoU, karena ada saja pasal-pasal dalam perjanjian tersebut yangmenjadi titik lemah untuk dilanggar, (diakses 26 April 2015).

34Kwik Kian Gie, Op. Cit., hlm 38.35Anna Maria Tri Anggraini, Makalah yang berjudul Kajian Yuridis Terhadap Perjanjian Penetapan

Harga Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan PersainganUsaha Tidak Sehat, 2011, (diakses pada tanggal 24 April 2015).

harga dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang

dan/atau jasa. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 11 Undang-

Undang Antimonopoli yang berbunyi:

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku

usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga

dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang

dan/atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik

monopoli dan/atau persaingan tidak sehat.”36

Pengaturan persaingan sangat membutuhkan pengetahuan dan

pemahaman yang mendalam mengenai semua hal ini. Kalau tidak, kita

akan berbicara sangat simpang siur, dan kalau mau mengatur sebelum

memahami betuk bentuk-bentuk dan instrumen-instrumen untuk

memusatkan kekuatan ekonomi, kita akan ngawur, sehingga

pengaturan akan menimbulkan masalah yang lebih besar dalam aspek

lainnya.37

2) Jenis-jenis Kartel

a. Kartel Harga Pokok (prijskartel)

Di dalam kartel harga pokok, anggota-anggota menciptakan

peraturan diantara mereka untuk perhitungan kalkulasi harga

pokok dan besarnya Iaba. Pada kartel jenis ini ditetapkan harga

penjualan bagi para anggota kartel. Benih dari persaingan kerapkali

juga datang dari perhitungan Iaba yang akan diperoleh suatu badan

36 Hermansyah, Op. Cit., hlm 33.37 Kwik Kian Gie, Op. Cit., hlm 41.

usaha. Dengan menyeragamkan tingginya laba, maka persaingan

diantara mereka dapat dihindarkan.38

b. Kartel Harga

Dalam kartel ini ditetapkan harga minimum untuk penjualan

barang-barang yang mereka produksi atau perdagangkan. Setiap

anggota tidak diperkenankan untuk menjual barang-barangnya

dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah

ditetapkan itu. Pada dasarnya anggota-anggota itu diperbolehkan

menjual di atas penetapan harga, akan tetapi atas tanggung jawab

sendiri.39

c. Kartel Kontingentering

Di dalam jenis kartel ini, masing-masing anggota kartel

diberikan jatah dalam banyaknya produksi yang diperbolehkan.

Biasanya perusahaan yang memproduksi lebih sedikit daripada

jatah yang sisanya menurut ketentuan, akan diberi premi hadiah,

namun jika melakukan yang sebaliknya maka akan didenda.

Maksud dari pengaturan ini adalah untuk mengadakan restriksi

yang ketat terhadap banyaknya persediaan barang, sehingga harga

barang-barang yang mereka jual dapat dinaikkan. Ambisi kartel

kontingentering biasanya untuk mempermainkan jumlah

38Hasim Purba, Tinjauan Terhadap Holding Company, Trust, Cartel, dan Concern (online),http://library.usu.ac.id/download/fh/perda-hasim1.pdf, 2003, (diakses pada tanggal 18 April2015).

39Ibid

persediaan barang dengan cara menahan dan mengatur

ketersediaan barang tetap dalam kekuasaannya.40

d. Kartel Kuota

Kartel kuota adalah pembagian volume pasar diantara para

pesaing usaha. Disini ditetapkan volume produksi dan atau

penjualan tertentu atau ditentukan batas maksimal untuk volume

produksi dan/atau penjualan yang diperbolehkan, dan kuota

tersebut biasanya dijamin oleh pengaturan pasokan atau

pembayaran pengimbangan dalam hal volume produksi atau

pemasaran yang telah ditetapkan dilewati. Kartel kuota bertujuan

untuk menaikkan tingkat harga.41

e. Kartel Standart atau Kartel Tipe

Kartel ini adalah perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha

mengenai standart, tipe, jenis atau ukuran tertentu yang harus

ditaati. Perjanjian tersebut mengakibatkan pembatasan produksi

karena pelaku usaha dihalangi untuk menggunakan standar atau

tipe lain. Perjanjian tersebut dengan cara yang khas tidak hanya

menghambat persaingan kualitas, melainkan secara tidak langsung

mempengaruhi persaingan harga diantara para anggota kartel.42

f. Kartel Kondisi

Perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha mengenai

standardisasi ketentuan perjanjian, yang tidak berkaitan langsung

40Ibid41Knud Hansen,et.al.,Undang – Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat, Jakarta: Katalis, 2002, hlm 208.42Ibid., hlm 209.

atau tidak langsung dengan harga, tetapi berkaitan dengan unsur

lain dalam perjanjian bersangkutan. Perjanjian tersebut bertujuan

untuk menghambat penjualan, oleh karena anggota kartel tidak

dimungkinkan untuk membuat perjanjian lain dengan mitra

kontrak individu. Setiap kondisi kurang lebih mempengaruhi

harga, hal mana dapat terjadi melalui mekanisme pasar, atau

dengan memperhatikan pembagian resiko dari segi kalkulasi

(tanggung jawab dan jaminan) serta melalui kondisi tambahan

yang harus dipenuhi (pengemasan, pengiriman, pelayanan).43

g. Kartel Syarat

Dalam kartel ini memerlukan penetapan-penetapan di dalam

syarat-syarat penjualan misalnya kartel yang menetapkan standar

kualitas barang yang dihasilkan atau dijual, dan/atau menetapkan

syarat-syarat pengiriman, apakah ditetapkan loco gudang, Fob,

C&F, Cif, embalase atau pembungkusan dan syarat-syarat

pengiriman lainnya. Tujuan yang dimaksud oleh para anggota

adalah keseragaman diantara para anggota kartel. Keseragaman itu

perlu di dalam kebijakan harga, sehingga tidak akan terjadi

persaingan diantara mereka.44

h. Kartel Laba atau Pool

Di dalam kartel anggota kartel biasanya menentukan

peraturan yang berhubungan dengan laba yang mereka peroleh.

Misalnya bahwa laba kotor harus disentralisasikan pada suatu kas

43Ibid., hlm 210.44Hasim Purba, Op.Cit., hlm 9.

umum kartel, kemudian laba bersih kartel akan dibagikan diantara

mereka dengan perbandingan tertentu pula.45

Tujuan utama setiap perusahaan adalah untuk mendapatkan

keuntungan maksimum dan berusaha menjadi seorang monopolis,

di mana hal ini dapat difasilitasi melalui perjanjian kartel. Dengan

menghindarkan persaingan maka keuntungan dapat diraih. Kartel

tidak memberikan profit yang luar biasa, tetapi akan lebih baik dan

efektif jika persaingan tidak ada.46

i. Kartel Rayon

Kartel rayon atau kadang-kadang juga disebut kartel

wilayah pemasaran untuk mereka. Penetapan wilayah ini kemudian

diikuti oleh penetapan harga untuk masing-masing daerah. Kartel

rayon juga menentukan suatu peraturan bahwa setiap anggota tidak

diperkenankan menjual barang-barangnya di daerah lain. Dengan

ini dapat dicegah persaingan diantara anggota, yang mungkin

harga-harga barangnya berlainan.47

3) Aspek positif dan negatif bagi para anggota

Bentuk-bentuk kartel yang dilakukan adalah kartel harga, kartel

produksi dan kartel pembagian wilayah pemasaran. Inilah yang secara

45Ibid46Susanti Adi Nugroho, Op. Cit., hlm 182.47Hasim Purba, Op.Cit., hlm 9.

klasik disebut dengan hard core cartels. Para pelaku usaha yang

semestinya saling bersaing secara bebas di pasar, justru melakukan

persekongkolan (perjanjian) untuk mengatur/mengendalikan harga,

jumlah produksi dan pembagian wilayah pemasaran. Tujuan

pengendalian itu adalah untuk meningkatkan jumlah keuntungan bagi

anggota kartel.48

Aspek-aspek positif dari suatu kartel bagi para anggotanya

antara lain:

1) Kedudukan para pekerja lebih stabil jika dibandingkan dengan

kedudukan, mereka di dalam persaingan bebas. Karena kartel

umumnya dapat melaksanakan rasionalisasi, maka kemungkinan

sekali harga barang-barang yang dijual atau diproduksi kartel

cenderung turun pula.

2) Kebaikan-kebaikan kartel bagi badan usaha yang tergantung di

dalamnya yaitu: risiko penjualan barang-barang yang dihasilkan

dan risiko kapital para anggota dapat diminimalkan, karena baik

produksi maupun penjualan dapat diatur dan dijamin jumlahnya.

3) Karena kedudukan monopoli dari kartel di pasar menyebabkan

kartel mempunyai posisi yang baik di dalam menghadapi

persaingan, demikian pulalah dalam hal buruh. Hubungan

perburuhan dan manajemen personalia mungkin lebih tenang,

karena ketegangan-ketegangan yang disebabkan tuntutan

48Udin Silalahi, Op. Cit., hlm 17.

kenaikan upah, atau kenaikan kesejahteraan pekerja lainnya

dapat lebih mudah dikabulkan oleh pengusaha.

Adapun aspek-aspek negatif dari kartel bagi para anggotanya

antara lain:

1) Keburukan kartel bagi para anggota, misalnya kegiatan para

pengusaha dan manajer tingkat tinggi yang tergabung di dalam

kartel itu bisa berkurang, lantaran laba yang diperoleh bagi

anggota secara individual hampir stabil dan lebih pasti. Giat atau

tidak giat anggota kartel akan memperoleh laba yang hampir

tetap.

2) Peraturan yang dibuat bersama di antara mereka, dengan sanksi-

sanksi intern kartel itu, akan mengikat kebebasan para anggota

yang bergabung dalam kartel.

3) Dalam berbagai kemungkinan, saingan kartel dapat

menyelundup ke dalam anggota kartel.

4) Dalam kehidupan masyarakat luas. Kartel dianggap sebagai

sesuatu yang merugikan masyarakat, karena kartel itu praktis

dapat meninggikan harga dengan gaya yang lebih leluasa

daripada di dalam pasar bebas.49

Dengan diundangkannya UU No 5 Tahun 1999, maka praktik

bisnis kartel sebenarnya kurang tepat diberikan beroperasi dalam

sistem perekonomian nasional. Praktik kartel walaupun dapat

49 Susanti Adi Nugroho, Op. Cit., hlm 184-185.

menghasilkan barang dan jasa dengan harga murah, tetapi dapat

menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang merusak sendi-sendi

perekonomian masyarakat. Melihat berbagai jenis praktik kartel yang

dapat muncul dalam dunia bisnis, maka tampak bahwa praktik

monopoli dapat terjadi dalam berbagai lapangan/sektor kegiatan bisnis

yang dilakukan oleh sekelompok pengusaha secara bersama-sama,

sebab salah satu praktik kartel itu adalah penguasaan produk sejumlah

produksi oleh sekelompok pengusaha yang tergabung dalam satu

kartel. Praktik seperti ini dilarang sepanjang menimbulkan persaingan

usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat.

Suatu kartel pada umumnya mempunyai beberapa karakteristik:

1) Terdapat konspirasi di antara beberapa pelaku usaha.

2) Melibatkan para senior eksekutif dari perusahaan yang terlibat.

Para senior ini biasanya menghadiri pertemuan-pertemuan dan

membuat keputusan.

3) Biasanya dengan menggunakan asosiasi untuk menutupi

kegiatan mereka.

4) Melakukan price fixing atau penetapan harga. Agar penetapan

harga berjalan efektif, maka diikuti dengan alokasi konsumen

atau pembagian wilayah atau alokasi produksi.

5) Adanya ancaman atau sanksi bagi anggota yang melanggar

perjanjian.

6) Adanya distribusi informasi kepada seluruh anggota kartel.

Bahkan jika memungkinkan dapat menyelenggarakan audit

dengan menggunakan data laporan produksi dan penjualan pada

periode tertentu.

7) Adanya mekanisme kompensasi dari anggota kartel yang

produksinya lebih besar atau melebihi kuota terhadap mereka

yang produksinya kecil, atau mereka yang diminta untuk

menghentikan kegiatan usahanya.50

4) Pembuktian Kartel

Pedoman pelaksanaan Pasal 11 tentang Kartel merupakan

petunjuk pelaksanaan untuk membuktikan dan menentukan unsur-

unsur adanya kartel, yang digunakan KPPU untuk membuktikan

unsur-unsur yang terdapat dalam Kartel berdasarkan Pasal 11 UU No.

5 Tahun 1999, yaitu:

1) Pelaku usaha

Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan

usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan

hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan

kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik

sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,

menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang

ekonomi.51 Pelaku usaha yang terkait dalam kartel biasanya

lebih dari dua pelaku usaha, bahkan tidak jarang terjadi dalam

asosiasi dagang dengan cara saling melakukan pertukaran

50 Ibid., hlm 188.51 Lihat Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

informasi di bidang harga, pasokan produk, maupun pembagian

wilayah.

2) Perjanjian

Pada dasarnya kartel merupakan salah satu bentuk

perjanjian yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999. Bentuk

perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7 UU

No. 5 Tahun 1999 dapat berbentuk tertulis maupun tidak tertulis.

Pembuktian perjanjian tidak tertulis dapat dilakukan melalui

bukti kesepakatan yang tertuang dalam agenda rapat dalam

bentuk catatan maupun notula. KPPU seringkali mengalami

kesulitan memperoleh data, karena KPPU tidak mempunyai

kewenangan untuk menggeledah dan menyita dokumen yang

diperlukan sebagai pembuktian.

3) Pelaku usaha pesaingnya

Unsur pelaku usaha pesaingnya adalah pelaku usaha

dalam pasar bersangkutan, di mana konsep dan pengertian pasar

bersangkutan diatur berdasarkan Peraturan Komisi Pengawasan

Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun 2009 mengenai Pedoman

Pasal 1 angka 10 tentang Pasar Bersangkutan.

4) Bermaksud mempengaruhi harga dan mengatur produksi

dan/atau pemasaran barang atau jasa

Perilaku para anggota kartel untuk memengaruhi harga

merupakan salah satu unsur penting yang dijadikan indikasi

awal adanya kartel. Hal ini mengingat tujuan akhir pembentukan

kartel adalah maksimalisasi profit dengan menetapkan harga

eksesif melalui berbagai cara, misalnya membatasi kapasitas

produksi dan pasokan barang sehingga harga tetap tertahan di

level yang supra kompetitif. Pengaturan produksi diartikan

sebagai menentukan jumlah produksi, baik bagi anggota kartel

keseluruhan maupun bagi setiap anggota. Pengertian mengatur

pemasaran berarti mengatur jumlah yang akan dijual dan/atau

wilayah mana para anggota menjual produksinya.

5) Mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan

usaha tidak sehat

Unsur yang terakhir ini diartikan sebagai pemusatan

kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha, yang

mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran

barang atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan

usaha tidak sehat. Sementara usaha dapat mengakibatkan

persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan

produksi dan/atau pemasaran barang atau jasa dengan cara tidak

jujur.52

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menetapkan,

bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan para

pesaingnya untuk mempengaruhi harga “hanya jika” perjanjian

tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau

persaingan tidak sehat. Ketentuan ini mengarahkan pihak komisi

52 Susanti Adi Nugroho, Op. Cit., hlm 190.

(KPPU) untuk menggunakan pendekatan rule of reason dalam

menganalisis kartel.53Larangan yang berkaitan dengan kartel ini hanya

berlaku apabila perjanjian kartel tersebut dapat mengakibatkan

terjadinya monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Berarti,

pendekatan yang digunakan dalam kartel adalah rule of reason.

Keunggulan dari Rule of Reason adalah dapat kuat membuktikan dari

sudut efisiensi menetapkan apakah suatu tindakan pelaku usaha

menghambat persaingan. Sedangkan kekurangannya, penilaian yang

akurat tersebut bisa menimbulkan perbedaan hasil analisa yang

mendatangkan ketidakpastian. Kesulitan penerapan rule of reason

antara lain penyelidikan akan memakan waktu yang lama dan

memerlukan pengetahuan ekonomi.

Adapun kata-kata dalam Pasal 11 tersebut yakni mengatur

produksi dan/atau pemasaran yang bertujuan mempengaruhi harga

sehingga tidak adanya kesempatan dari pihak lawan dalam pasar

untuk menentukan penawaran diantara anggota kartel. Pasal ini

menunjukkan cakupan hanya dalam hal produksi dan penjualan, tidak

meliputi pengembangan dan pembelian. Selain itu pasal ini

menjangkau pembagian pelanggan yang tidak tercakupdalam Pasal 9

(pembagian wilayah), namun tidak mencakup tender kolusif (Pasal

22) dan agensi yang melaporkan harga yang teridentifikasi yang

dicakup Pasal 5. Oleh karena itu, pembahasan dalam Pasal 11 terkait

dengan Pasal 5, 9 dan 10 yaitu dianggap sebagai per se illegal di

53A.M. Tri Anggraini, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Perse Illegaldan Rule of Reason, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003, hlm 210.

negara-negara barat. Sebab pada kenyataan bahwa price fixing dan

perbuatan-perbuatan kartel mempunyai dampak negatif terhadap harga

dan output jika dibandingkan dengan dampak pasar yang kompetitif.

Adapun kartel jarang sekali menghasilkan efisiensi karena yang

dihasilkan sangat kecil dibandingkan dengan dampak negatif

tindakan-tindakannya.54

Jika suatu kegiatan yang dilarang dilakukan oleh seorang

pelaku usaha akan dilihat seberapa jauh efek negatifnya hal ini terlihat

dalam lingkup doktrin rule of reason. Ciri-ciri pembeda terhadap

larangan yang bersifat rule of reason, pertama adalah bentuk aturan

yang menyebutkan adanya persyaratan tertentu yang harus terpenuhi

sehingga memenuhi kualifikasi adanya potensi bagi terjadinya praktik

monopoli dan atau praktik persaingan usaha yang tidak sehat.Ciri

kedua adalah apabila dalam aturan tersebut memuat anak kalimat

“patut diduga atau dianggap”.55

54Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010,hlm 105.

55Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Malang: Bayumedia Publishing, 2007, hlm 230.

DAFTAR PUSTAKA

Udin Silalahi, Perusahaan Saling Mematikan & Bersekongkol Bagaimana Cara

Memenangkan?, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007.

Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta:

Prenada Media Group, 2009, hlm 33.

Cenuk Widyastrisna Sayekti, Pembuktian Dugaan Kartel Dengan Indirect

Evidence Berdasarkan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No.04

Anna Maria Tri Anggraini, Makalah yang berjudul Kajian Yuridis Terhadap

Perjanjian Penetapan Harga Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, 2011.

Hasim Purba, Tinjauan Terhadap Holding Company, Trust, Cartel, dan Concern

(online), http://library.usu.ac.id/download/fh/perda-hasim1.pdf, 2003.

A.M. Tri Anggraini, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat Perse Illegal dan Rule of Reason, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, 2003, hlm 210.

Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2010, hlm 105.

Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Malang: Bayumedia Publishing,

2007

BAB IX

PENANAMAN MODAL ASING

F. Pengertian Penanaman Modal Asing

Investasi, khususnya investasi asing sampai hari ini merupakan faktor

penting untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Harapan

masuknya investasi asing dalam kenyataannya masih sulit untuk diwujudkan.

Faktor yang dapat mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan pertimbangan

investor dalam menanamkan modalnya, antara lain : Pertama faktor Sumber Daya

Alam, Kedua faktor Sumber Daya Manusia, Ketiga faktor stabilitas politik dan

perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha, Keempat faktor

kebijakan pemerintah, Kelima faktor kemudahan dalam peizinan

Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter.

Krisis moneter ini diawali dengan terdefresiasinya nilai tukar rupiah

terhadap dollar Amerika Serikat. Defresiasi nilai tukar rupiah makin tajam

sehingga krisis moneter yang terjadi tersebut berlanjut menjadi krisis

ekonomi yang dampaknya terasa hingga saat ini. Pertumbuhan ekonomi

berjalan sangat lambat.

Salah satu cara untuk membangkitkan atau menggerakkan kembali

perekonomian nasional seperti sediakala sebelum terjadinya krisis

ekonomi adalah kebijakan mengundang masuknya investasi di Indonesia.

Investasi, khususnya investasi asing sampai hari ini merupakan faktor

penting untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Harapan masuknya investasi asing dalam kenyataannya masih sulit untuk

diwujudkan.

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya keengganan masuk

investasi ke Indonesia pada saat ini. Faktor-faktor yang dapat menjadi

pendukung masuknya arus investasi ke suatu negara, seperti jaminan

keamanan, stabilitas politik, dan kepastian hukum, tampaknya menjadi

suatu permasalahan tersendiri bagi Indonesia. Bahkan otonomi daerah

yang sekarang diterapkan di Indonesia dianggap menjadi permasalahan

baru dalam kegiatan investasi di beberapa daerah.

Dengan mulai diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, Indonesia memasuki era baru dalam hubungan antar pemerintahan

pusat dan pemerintah daerah. Indonesia memasuki era otonomi daerah.

Keadaan baru sangat diperhitungkan oleh para investor berkaitan dengan

dampak negatif yang ditimbulkannya.

Di era reformasi, sejak pemerintahan BJ Habibie, kemudian

Abdurrahman Wahid, Megawati, dan kini Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono, Pemerintah justru berupaya menarik sebanyak mungkin

investasi asing melalui rentetan kunjungan kenegaraan ke luar negeri,

privatisasi BUMN, penegakkan supremasi hukum, serta revisi terhadap

berbagai undang-undang yang menyangkut bisnis dan investasi

perpajakkan, ketenagakerjaan dan seterusnya. Semua upaya ini tentu

bertujuan menciptakan iklim dunia usaha dalam negeri yang lebih

kondusif demi meningkatkan capital inflow yang pada giliranya

diharapkan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Memasuki tahun 2007, semua indikator makro ekonomi

menunjukkan semakin membaiknya iklim dunia usaha, institusi perbankan

yang kian berpeluang untuk meningkatkan penyaluran kredit, kian

meningkatnya investor confidence, dan country risk yang juga membaik,

kinerja pemerintahan yang secara umum mulai dapat dipercaya, walaupun

masih ada berbagai ketidakberesan yang perlu segera dibenahi di sektor

birokrasi dan penegakkan hukum.

Masuknya perusahaan asing dalam kegiatan investasi di Indonesia

dimaksudkan sebagai pelengkap untuk mengisi sektor-sektor usaha dan

industri yang belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pihak swasta

nasional, baik karena alasana teknologi, manajemen, maupun alasan

permodalan. Modal aing juga diharapkan secara langsung maupun tidak

langsung dapat lebih merangsang dan menggairahkan iklim atau

kehidupan dunia usaha, serta dapat dimanfaatkan sebagai upaya

menembus jaringan pemasaran internasional melalui jaringan yang mereka

miliki. Selanjutnya modal asing diharapkan secara langsung dapat

mempercepat proses pembangunan ekonomi Indonesia

Dalam literatur ekonomi makro, investasi asing dapat dilakukan dalam

bentuk, yaitu investasi portofolio dan investasi langsung atau foreign direct

investment (FDI). Investasi portofolio ini dilakukan melalui pasar modal

dengan instrumen surat berharga seperti saham dan obligasi. Sedangkan

investasi langsung yang dikenal dengan Penanaman Modal Asing (PMA)

merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau

mengakuisisi perusahaan.

Penanaman Modal di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 25

tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Undang-Undang ini yang

dimaksud dengan Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal

untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh

penanam modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun

yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri (Pasal 1 Undang-

Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal).

Dibanding dengan investasi portofolio, Penanaman Modal Asing (PMA)

lebih banyak mempunyai kelebihan diantaranya sifatnya permanen (jangka

panjang), banyak memberikan andil dalam alih teknologi, alih keterampilan

manajemen, membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini, sangat penting

bagi negara sedang berkembang mengingat terbatasnya kemampuan

pemerintah untuk penyediaan lapangan kerja. Sedangkan, dalam investasi

portofolio, dana yang masuk ke perusahaan yang menerbitkan surat berharga

(emiten), belum tentu membuka lapangan kerja baru.

Sekalipun ada emiten yang setelah mendapat dana dari pasar modal untuk

memperluas usahanya atau membuka usaha baru yang hal ini berarti membuka

lapangan kerja. Tidak sedikit pula dana yang masuk ke emiten hanya untuk

memperkuat struktur modal atau mungkin malah untuk membayar utang bank.

Selain itu proses ini tidak terjadi alih teknologi atau alih keterampilan

manajemen.

G. Jenis-jenis Investasi

4. Jenis investasi dibedakan atas investasi langsung (direct investment) dan

investasi portofolio (portofolio investment). Investasi luar negeri langsung

biasanya dianggap bentuk lain dari pemindahan modal yang dilakukan oleh

perusahaan orang-orang dalam suatu negara dalam aktifitas ekonomi

negara lain yang melibatkan beberapa bentuk partisipasi modal di bidang

usaha yang mereka investasikan. Investasi langsung berarti perusahaan dari

negara penanam modal secara de facto dan de jure melakukan pengawasan

atas asset (aktiva) yang ditanam di negara penyimpan modal dengan cara

investasi.

5. Menurut Nindyo Pramono bahwa investasi langsung investor

mengendalikan manajemen, biasanya dilakukan oleh perusahaan trans-

nasional dan periode waktunya panjang karena menyangkut barang-barang.

Modal investasi langsung lebih tertarik pada besar dan tingkat pertumbuhan

pasar, tenaga kerja dan biaya produksi serta infrastruktur. Sedangkan pada

investasi portofolio, investor hanya menyediakan modal keuangan dan

tidak terlibat dalam manajemen. Investornya adalah investor institusional,

bersifat jangka pendek dan mudah dilikuidasi dengan cara menjual saham

yang dibeli.

6. Dari beberapa pandangan dan pengertian di atas terlihat bahwa investasi

langsung adalah adanya keterlibatan langsung pihak investor terhadap

investasi yang dilakukannya, baik dalam permodalan, pengokohan, dan

pengawasan. Menurut Sidik Jatmika[4], kebaikan dari investasi langsung

adalah tidak mendatangkan beban yang harus dibayar dalam bentuk bunga,

deviden dan/atau pembayaran kembali, dapat mengkombinasikan keahlian,

teknologi dan modal, dapat mengatasi masalah transfer uang, adanya

penanaman kembali dari keuntungan investasi yang belum ada dan dapat

menciptakan alih teknologi dan keterampilan..

H. Peran Penanaman Modal Asing Bagi Negara Berkembang

Secara garis besar, penanaman modal asing terhadap pembangunan bagi

negara sedang berkembang dapat diperinci menjadi lima, yaitu :

1. Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara

sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan

pertumbuhan ekonomi.

2. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan

perpindahan struktur produksi dan perdagangan.

3. Modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun

transformasi struktural.

4. Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah

perubahan struktural benar-benar terjadi meskipun modal asing di

masa selanjutnya lebih produktif.

5. Bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai

membangun industri-industri berat dan industri strategis, adanya modal

asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabik

baja, alat-alat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan

sebagainya.

Selama ini investor domestik di negara sedang berkembang yang enggan

melakukan usaha yang beresiko tinggi seperti eksploitasi sumber-sumber daya

alam yang belum dimanfaatkan dan membuka lahan-lahan baru, maka hadirnya

investor asing akan sangat mendukung merintis usaha dibidang-bidang tersebut.

Adanya pengadaan prasarana negara, pendirian industri-industri baru,

pemanfaatan sumber-sumber baru, pembukaan daerah-daerah baru, akan

membuka kecenderungan baru yaitu meningkatkan lapangan kerja. Sehingga

tekanan pendudukan pada tanah pertanian berkurang dan pengangguran dapat

diatasi. Inilah keuntungan sosial yang diperoleh adanya kehadiran investor asing.

Adanya transfer teknologi mengakibatkan tenaga kerja setempat menjadi

terampil, sehingga meningkatkan marginal produktifitasnya, akhirnya akan

meningkatkan keseluruhan upah riil. Semua ini menunjukkan bahwa modal asing

cenderung menaikkan tingkat produktifitas, kinerja dan pendapatan nasional.

Dengan demikian, kehadiran PMA bagi negara sedang berkembang sangat

diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing membantu

dalam industrialisasi, pembangunan modal dan menciptakan kesempatan kerja,

serta keterampilan teknik. Melalui modal asing terbuka daerah-daerah dan

tergarap sumber-sumber baru. Resiko dan kerugian pada tahap perintisan juga

tertanggung, selanjutnya modal asing mendorong pengusaha setempat untuk

bekerjasama. Modal asing juga membantu mengurangi problem neraca

pembayaran dan tingkat inflasi, sehingga akan memperkuat sektor usaha negara

dan swasta domestik negara tuan rumah.

Penanaman modal asing di Indonesia tidak terlepas dari cita-cita hukum

ekonomi Indonesia yaitu menggagas dan menyiapkan konsep hukum tentang

kehidupan ekonomi. Kehidupan ekonomi yang diharapkan adalah kehidupan

ekonomi berbangsa dan bernegara yang rakyatnya memiliki kesejahteraan dalam

keadilan sosial, sebagaimana yang dicita-citakan Pancasila. Dan Indonesia sebagai

negara berdaulat sekaligus sebagai negara berkembang mempunyai pola tertentu

terhadap konsep hukum dalam kegiatan ekonomi, meliputi konsep pencapaian

masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, Konsep ekonomi

kekeluargaan yang Pancasilais, konsep ekonomi kerakyatan untuk membela

kepentingan rakyat.

Oleh karena itu, peranan PMA di Indonesia cukup mendukung juga

perkembangan kehidupan ekonomi sesuai dengan konsep hukum dalam kegiatan

ekonomi dan cita-cita hukum ekonomi Indonesia. Dan untuk mendukung investasi

di Indonesia maka perlu pembentukan hukum ekonomi dengan perangkat

peraturan membutuhkan kajian yang bersifat komprehensif dan pendekatan secara

makro dengan informasi yang akurat demi multidisipliner dari berbagai aspek

antara lain :

a. Ekonomi dan social

b. Sosiologis dan budaya

c. Kebutuhan-kebutuhan dasar dan pembangunan.

d. Praktis dan operasional dan kebutuhan ke depan

e. Moral dan etika bisnis yang berlaku dalam konsep kelayakan dan

kepatutan dalam kehidupan manusia dan kemanusiaan yang beradab.

I. Studi Kasus

Kasus posisi semula, Kartika Plaza, hotel berbintang empat dan berkamar

370 buah itu milik PT Wisma Kartika, anak perusahaan Induk Koperasi

Angkatan Darat (Inkopad).

Pada 1968, Wisma Kartika menandatangani kerja sama dengan Amco

Asia, dan melahirkan Amco Indonesia. Waktu itu, Amco Asia setuju

membangun Kartika Plaza dengan modal US$ 4 juta. Kemudian kedua pihak

membuat perjanjian pembagian keuntungan dan kontrak manajemen Kartika

Plaza. Amco Indonesia akan mengelola hotel itu, dan menyetorkan separuh

keuntungan kepadaWisma Kartika.

Tapi kerja sama itu, yang mestinya berakhir pada 1999, retak di tengah

jalan.Kedua pihak bertikai soal keuntungan dan modal yang harus disetor

keuntungan dan modal yang harus disetor.

Puncaknya, pada Maret 1980 pada Maret 1980, Wisma Kartika mengambil alih

pengelolaanAmco Indonesia dinilai pimpinan Wisma Kartika telah "salah urus"

dan melakukan kecurangan keuangan.Amco Indonesia tak bisa menerima

"kudeta" itu. Perusahaan tersebut mengaku sudah menanam dana untuk Kartika

Plaza hamper US$ 5 juta. Kecuali itu,Amco Indonesia juga menyatakan bahwa

mereka, sejak 1969, telah menyetorkan keuntungan kepada Wisma Kartika

sebanyak Rp 400juta. Begitu pula pembagian keuntungan untuk Wisma Kartika

pada1979, sebesar Rp 35 juta, sudah dibayarkan.

Pada Juli 1980 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencabut izin

usaha AmcoIndonesia karena mereka dinilai tidak memenuhi kewajiban

permodalan.,yang seharusnya menanam modal US$ 4 juta, kenyataannya cuma

menyetor sekitar US$1,4 juta.

Tahun 1968 wisma kartika menandatangani kerjasama dengan Amco Asia, dan

melahirkan Amco Indonesia. Amco Indonesia setuju untuk membangun Kartika

Plaza dengan modal US$4 juta

Kedua belah pihak membuat perjanjian pembagian keuntungan dan kontrak

managemen berdasarkan lease and management (profit-sharing) atas hotel kartika

plaza. Salah satu klausula dalam perjanjian itu adalah menyerahkan kepada ICSID

bila muncul sengketa dikemudian hari

Maret 1980, wisma kartika mengambilalih pengelolaan kartika plaza karena

menganggap amco Indonesia telah salah manajemen dan melakukan kecurangan

sehingga Indonesia tidak mendapat bagian saham.

Pada Juli 1980 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencabut izin

usaha AmcoIndonesia karena mereka dinilai tidak memenuhi kewajiban

permodalan.

Ketiga badan hukum tersebut diatas, telah mengajukan permintaan kepada

Mahkamah Arbitrase ICSID bahwa Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini

diwakili oleh badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah dirugikan dan

diperlakukan secara tidak wajar sehubungan dengan pelaksanaan penanaman

modal asing di Indonesia. Pemerintah Indonesia c.q BKPM telah melakukan

pencabutan lisensi penanaman modal asing secara sepihak tanpa adanya

pemberitahuan terlebih dahulu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh

kedua belah pihak.

Kasus sengketa antara Pemerintah Indonesia dalam perkara Hotel Kartika

Plaza Indonesia telah diputus dalam tingkat pertama oleh lembaga ICSID yang

putusannya berisikan bahwa Pemerintah Indonesia telah dinyatakan melakukan

pelanggaran baik terhadap ketentuan hukum internasional maupun hukum

Indonesia sendiri, dimana Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Badan

Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah melakukan pencabutan lisensi

penanaman modal asing yang dilakukan oleh para investor asing seperti AMCO

Asia Corporation, Pan America Development dan PT. Amco Indonesia. dengan

arbiter Isl Foighel dari Danish dan Edward W. Rubin dari kanada.

Dalam tingkat kedua yang merupakan putusan panitia adhoc ICSID

sebagai akibat dari permohonan Pemerintah Indonesia untuk membatalkan

putusan (annulment) tingkat pertama yang berisikan bahwa Pemerintah Indonesia

dianggap benar serta sesuai dengan hukum Indonesia untuk melakukan

pencabutan lisensi atau izin penanaman modal asing dan tidak diwajibkan untuk

membayar ganti kerugian atas putusan tingkat pertama, namun Pemerintah

Indonesia tetap diwajibkan untuk membayar biaya kompensasi ganti kerugian atas

perbuatannya main hakim sendiri (illegal selfhelp) terhadap penanaman modal

asing dengan arbiter Florentio P. Feliciano dari filipina dan Andrea Giardina dari

kanada.

Putusan tingkat ketiga oleh ICSID pada pokoknya berisikan bahwa

Indonesia tetap dikenakan kewajiban pembayaran terhadap kerugian yang

ditimbulkan akibat pencabutan lisensi atau izin penanaman modal asing kepada

pihak investor yaitu sebesar US $ 3.200.000 pada tingkat pertama dengan arbiter

Arghyrio A. Fatouros dari greek dan Dietrich dari swiss.

Dalam sengketa ini, persyaratan untuk menyerahkan penyelesaian

sengketa kepada ICSID telah terpenuhi, yaitu:

1. Para pihak telah sepakat untuk mengajukan sengketanya pada ICSID,

hal ini tercantum dalam salahsatu klausul dalam perjanjian antara

Indonesia dan Amco Asia

2. Keduabelah pihak yang bersengketa , yaitu Indonesia dan Amco Asia

merupakan pihak yang telah menandatangani konvensi

3. Sengketa antara Indonesia dan Amco asia ini merupakan sengketa

penanaman modal (investasi)

BAB X

TATA CARA PENGAJUAN KEPAILITAN

A. Kepailitan

Pailit dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai

keadaan yang merugi, bangkrut.56 Sedangkan dalam kamus hukum

ekonomi menyebutkan bahwa, liquidation, likuidasi: pembubaran

perusahaan diikuiti dengan proses penjualan harta perusahaan, penagihan

piutang, pelunasan utang, serta penyelesaian sisa harta atau utang antara

pemegang saham.57 Beberapa definisi tentang kepailitan telah di

terangkan didalam jurnal Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank

Yang Bermasalah yang ditulis oleh Ari Purwadi antara lain: Freed B.G

Tumbunan dalam tulisannya yang berjudul Pokok-Pokok Undang-

Undang Tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh Perpu No. 1 Tahun

1998 disebutkan bahwa “Kepailitan adalah sita umum yang mencakup

seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua krediturnya. Tujuan

kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua

kreditur dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing”.58

Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(PKPU), “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor

56 Daryanto, Kamus Bahasa Indonseia Lengkap, Apollo, Surabaya, 1997, hlm 455.57 Kamus Hukum Ekonomi, ELIPS, 1997, hlm 105.58 Ari Purwandi, Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah, Jurnal tidak

diterbitkan, Surabaya, Fakultas Hukum Universitas Widjaya Kusuma Surabaya, 2011, hal 129.

pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di

bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-

undang ini.

Yang dapat dinyatakan mengalami kepailitan adalah debitur yang

sudah dinyataka tidak mampu membayar utang-utangnya lagi. Pailit

dapat dinyatakan atas: a. permohonan dibitur sendiri (pasal 2 ayat (1) UU

Kepailitan); b. permohonan satu atau lebih krediturnya (pasal 2 ayat (1)

UU Kepailitan Tahun); c. pailit harus dengan putusan pengadilan (pasal 3

UU Kepailitan); d Pailit bisa atas permintaan kejaksaan untuk

kepentingan umum (pasal 2 ayat (2) UU Kepailitan); e. bila dibiturnya

bank, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia

(pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan); f. Bila debiturnya Perusahaan Efek,

Bursa Efek, Lembaga Kriling dan Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan

Penyelesaian, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan

Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) (Pasal 2 ayat (4) UU Kepailitan); g.

dalam hal debiturnya Perusahaan Asuransi, perusahaan Reasuransi, Dana

Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang

kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan

oleh Menteri Keuangan (Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan). Sedangkan

tujuan pernyataan pailit adalah untuk mendapatkan suatu penyitaan

umum atas kekayaan debitur (segala harta benda disita atau dibekukan)

untuk kepentingan semua orang yang menghutangkannya (kreditur).

Proses terjadinya kepailitan sangatlah perlu diketahui, karena hal

ini dapat menentukan keberlanjutan tindakan yang dapat dilakukan pada

perseroan yang telah dinyatakan pailit. Salah satu tahap penting dalam

proses kepailitan adalah tahap insolvensi.59 Yaitu suatu perusahaan yang

sudah tidak mampu membayar hutang-hutangnya lagi.60 Padah tahap

insolvensi penting artinya karena pada tahap inilah nasib debitur pailit

ditentukan. Apakah harta debitur akan habis dibagi-bagi sampai menutup

utangnya, ataupun debitur masih dapat bernafas lega dengan diterimanya

suatu rencana perdamaian atau rekunstruksi utang. Apabila debitur sudah

dinyatakan insolvensi, maka debitur sudah benar-benar pailit, dan

hartanya segera akan dibagi-bagi, meskipun hal-hal ini tidak berarti

bahwa bisnis dari perusahaan pailit tersebut tidak bisa dilanjutkan.61

Mengenai hal tersebut diatas maka proses terjadinya kepailitan sangatlah perlu

diketahui. Kemudian tindakan selanjutnya adalah mengenai bentuk tanggung

jawab yang harus dilakukan oleh Pengurus terhadap perseoroan yang

mengalami kepailan. Maka kelompok kami tertarik untuk menulis mengenai

hal tersebut.

Kepailitan berasal dari kata dasar pailit. Pailit adalah segala sesuatu yang

berhubungan dengan peristiwa keadaan berhenti membayar utang -utang

debitur yang telah jatuh tempo. Si pailit adalah debitur yang mempunyai dua

59 Adi Nugroho Setiarso, Analisis Yuridis terhadap Keadaan Insolvensi Dlam Kepailitan (StudiNormatif Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kapilitan dan Penundaankewajiban Pembayaran), Jurnat tidak diterbitkan, Malang, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,2013, hlm. 360 Zaeni Asyhdie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2005, hlm 1.61

[6] Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm135

orang atau lebih kreditor dan tidak mampu membayar satu atau lebih

utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Pihak-pihak yang tergolong debitur atau seseorang yang dapat dinyatakan

pailit adalah (zainal Asikin, 2001: 34):

1. Siapa saja/ setiap orang yang menjalankan perusahaan atau tigak

menjalankan perusahaan.

2. Badan hukum, baik yang berbentuk perseroan terbatas, firma,

koprasi,perusahaan Negara, dan badan-badan hukum lainnya.

3. Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan

pailit apabila orang yang meninggal dunia itu semasa hidupnya itu

berada dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta

warisannya pada saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi

untuk membayar utangnya.

4. Setiap wanita bersuami (si istri )yang dengan tenaga sendiri melakukan

suatu pekerjaan tetap atau suatu perusahaan atau mempunyai

kekayaan sendiri.

Seorang debitur hanya dikatakan pailit apabila telah diputuskan oleh

pengadilan Niaga. Pihak yang dapat mengajukan permohonan agar seorang

debitur dikatakan pailit adalah:

1. Debitur itu sendiri

2. Para kreditur

3. Jaksa penuntut umum

Permohonan dapat diajukan kepada panitera pengadilan Niaga pada

pengadilan negeri. Pengadilan Niaga yang dimaksudkan adalah sebagai berikut.

(pasal 2 UU No.4 Tahun 1998):

1. Pengadilan dalam daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan

hukum debitur.

2. Jika debitur meninggalkan wilayah Republik Indonesia, pengadilan

Niaga adalah pengadilan dalam wilayah hukum tempat tinggal /

kedudukan terakhirdari debitur.

3. Dalam hal debitur adalah persero suatu firma, pengadilan yang

berwenang untuk memeriksa adalah pengadilan Niaga dalam wilayah

hukumnya/kedudukan firma tersebut.

4. Dalam hal debitur tidak berkedudukan di dalam wilayah Republik

Indonesia, tetapi menjalankan profesi atau usahanya dalam wilayah

republik Indonesia, pengadilan yang berwenang memutuskan perkara

kepailitan adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat

kedudukan kantor debitur menjalankan profesi atau usahanya.

5. Dalam hal debitur adalah suatu badan hukum, pengadilan yang

berwenang memutuskan perkara kepailitan adalah pengadilan yang

meliputi tempat kedudukan hukumnya sebagaimana tertuang dalam

anggaran dasar badan hukum tersebut.

1) Tata cara Permohonan Kepailitan

Permohonan kepailitan harus diajukan secara tertulis oleh pemohon yang isinya

antara lain :

1. Nama, tempat kedudukan perusahaan yang dimohonkan

2. Nama, tempat kedudukan pengurus perusahaan atau direktur perusahaan

yang berbentuk perseroan terbatas

3. Nama, tempat kedudukan para kreditor

4. Jumlah keseluruhan utang

5. Alasan pemohon

Selanjutnya, dalam pasal 6 UU No. 37 Tahun 2004 ditentukan bahwa panitera

pengadilan, setelah menerima permohonan itu, melakukan pendaftaran dalam

registernya dengan memberikan nomor pendaftaran dan kepada pemohon

diberikan tanda bukti tertulis yang ditandatangani panitera.

Tanggal bukti penerimaan itu harus sesuai dengan tanggal pendaftaran

permohonan. Dalam jangka waktu 1 x 24 jam, panitera menyampaikan

permohonan kepailitan itu kepada ketua pengadilan untuk dipelajari selama 2 x 24

jam untuk kemudian oleh ketua pengadilan akan ditetapkan hari persidangan.

Setelah hari persidangan ditetapkan, para pihak (permohonan dan termohon)

dipanggil untuk menghadiri pemeriksaan kepailitan. Pemeriksaan harus sudah

dilakukan paling lambat dua puluh hari sejak permohonan didaftarkan di

kepaniteraan.

Dalam hal pemanggilan para pihak, pasal 8 ayat 1 UU No. 4 tahun 2004

menentukan sebagai berikut :

1. Jika permohonan kepailitan diajukan debitur, pengadilan tidak wajib

memanggil debitur dalam persidangan.

2. Sebaliknya jika permohonan diajukan oleh kreditor/ para kreditor atau

kejaksaan, debitur wajib dipanggil. Pemanggilan tersebut dilakukan paling lambat

tujuh hari sebelum hari persidangan guna memberikan kesempatan kepada debitur

untuk mempelajari permohonan kepailitan.

Selama permohonan pailit belum ditetapkan oleh Pengadilan, setiap kreditor atau

jaksa, Bank Indonesia, Badan Pengawasan Pasar Modal, Badan Pengawasan Pasar

Modal atau Menteri Keuangan, yang mengajukan permohonan dapat juga

memohon kepada Pengadilan untuk:

a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh harta kekayaan

debitur

b. Menunjuk curator sementara, yang bertugas:

1) Mengawasi pengelolaan usaha debitur

2) Mengawasi pembayarankepada para kreditur

3) Mengawasi pengalihan atau penggunaan harta kekayaan debitur

Apabila dalam pemeriksaan terbukti bahwa debitur berada dalam keadaan

berhenti membayar, hakim akan menjatuhkan putusan kepailitan kepada debitur.

Putusan atau penetapan kepailitan harus sudah dikeluarkan atau diucapkan paling

lambat tiga puluh hari sejak tanggal pendaftaraan permohonan kepailitan, dan

putusan ini harus diucapkan dalam siding terbuka untuk umum.

Setelah keputusan kepailitan dijatuhkan oleh hakim yang memeriksa, pengadilan

dalam jangka waktu dua hari harus memberitahukan dengan surat dinas tercatat

atau melalui kurir tentang putusan itu beserta salinannya, kepada:

a. Debitur yang dinyatakan pailit

b. Pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit

c. Curator serta Hakim Pengawas

Di samping itu, dalam hal penetapan (putusan) telah dikeluarkan, dalam jangka

waktu paling lambat lima hari sejak tanggal diputuskannya permohonan

kepailitan, curator mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan

sekurang-kurangnya dalam dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim

Pengawas. Dalam pengumuman itu harus dikemukakan hal-hal yang menyangkut:

a. Ikhtisar putusan kepailitan

b. Identitas, pekerjaan, dan alamat debitur

c. Identitas, pekerjaan, dan alamat anggota sementara kreditur (apabila telah

ditunjuk)

d. Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditur

e. Identitas Hakim Pengawas

Di samping itu, Panitera Pengadilan wajib menyelenggarakan suatu daftar umum

untuk mencatat setiap perkara kepailitan, yang secara berurutan harus memuat:

a. Ikhtisar putusan pailit atau pembatalan pailit

b. Isi singkat perdamaian dan pengesahannya

c. Pembatalan perdamaian

d. Jumlah pembagian dalam pemberesan

e. Pencabutan kepailitan dan

f. Rehabilitasi, dengan menyebut tanggalnya masing-masing

Dalam putusan pernyataan kepailitan, selain dapat menetapkan debitur dalam

keadaan pailit, hakim juga dapat menetapkan curator tetap dan Pengawas

sepanjang diminta oleh debitur atau kreditor. Akan tetapi, apabila debitur atau

kreditor tidak meminta, Balai Harta Peninggalan (BHP) bertindak selaku curator.

Dengan demikian, selain penetapan kepailitan, yang akan ditetapkan dalam

putusan hakim adalah sebagai berikut.

a. Curator tetap

Pihak yang dapat ditunjuk sebagai curator adalah:

1) Balai Harta Peninggalan

2) Curator lainnya, yaitu

a) Perseorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang

memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau

membereskan harta pailit, dan telah terdaftar pada kementerian yang lingkup dan

tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan

b) Telah terdaftar pada kementerian yang lingkup dan tanggung jawabnya di

bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.

Tugas Kurator adalah:

a) Melakukan pengurusan atau pemberesan harta pailit

b) Melakukan perhitungan utang debitur dan jika didasarkan mampu

melakukan pembayaran terhadap utang debitur pailit

c) Melakukan penyegelan terhadap harta pailit dengan seizing Hakim

Pengawas

Pengadilan setiap waktu dapat mengabulkan usul penggantian curator, setelah

memanggil dan mendengar curator lain dan atau mengangkat curator tambahan

atas:

1) Permohonan curator sendiri

2) Permohonan curator lainnya (jika ada)

3) Usul Hakim Pengawas atau

4) Permintaan debitur pailit

Di samping itu, pengadilan harus memberikan atau mengangkat curator atas

permohonan atau atas usul kreditor konkuren berdasarkan rapat kreditor yang

diselenggarakan oleh semua kreditor, dengan persyaratan putusan tersebut diambil

berdasarkan suara setuju satu perdua dari jumlah kreditor konkuren atau kuasanya

yang hadir dalam rapat dan yang mewakili lebih dari (seperdua) jumlah piutang

kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. Selanjutnya,

Zainal Asikin (2001:75-76) menyatakan bahwa tugas Balai Harta Peninggalan

(selaku curator,pen) sebagai tersurat di atas, tampaknya cukup sederhana, tetapi di

dalamnya tersirat tugas yang cukup banyak, yang meliputi:

1) Mengumumkan keputusan hakim tentang kepailitan itu di dalam berita

negara dan surat-surat kabar yang disetujui oleh Hakim Komisaris

2) Melakukan penyitaan terhadap harta-harta si pailit, berupa perhiasan, efek-

efek, surat-surat berharga, uang tunai, dan benda-benda lainnya, kecuali barang-

barang dalam Pasal 22 UU No. 37 Tahun 2004

3) Menyusun inventarisasi harta pailit dan daftar utang-piutang si pailit

4) Membuka semua surat si pailit yang berkenaan dengan harta si pailit

5) Memberikan uang nafkah pada si pailit (yang diambilkan dari harta pailit),

setelah mendapat izin dari Hakim Komisaris

6) Menjual benda-benda si pailit apabila dipandang bahwa benda-benda itu

tidak tahan lama, dan hasil penjualannya dimasukkan menjadi kekayaan (boedel)

pailit

7) Membuat suara akor (akkoord-perdamaian) setelah terlebih dahulu

mendapat persetujuan dari hakim komisaris, dan nasihat dari panitia para kreditor

8) Berhak untuk meneruskan perusahaan si pailit atas izin dari hakim

komisaris. Akan tetapi, apabila ada panitia para kreditor panitia ini tidak dapat

memberikan usul atau persetujuan untuk meneruskan perusahaan si pailit tanpa

perlu mendapat izin dari hakim komisaris.

Dalam melaksanakan tugas ini, curator:

1) Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari dan menyampaikan

pemberitahuan kepada si pailit

2) Dapat mengajukan pinjaman dari pihak ketiga hanya dalam rangka

meningkatkan nilai harta pailit. Dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga,

curator perlu membebani harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak

tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, maka pinjaman

harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan Hakim Pengawas. Pembebanan

harta pailit ini hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta pailit yang belum

dijadikan jaminan utang.

b. Hakim Pengawas

Pihak yang dapat ditunjuk sebagai Hakim Pengawas adalah seorang Hakim

Pengadilan yang dianggap mampu menjalankan tugasnya. Tugas Hakim

Pengawas adalah:

1) Memimpin rapat verifikasi

2) Mengawasi pelaksanaan tugas curator/Balai Harta Peninggalan,

memberikan nasihat dan peringatan kepada curator/Balai Harta Peninggalan atas

pelaksanaan tugas tersebut

3) Menyetujui atau menolak daftar tagihan-tagihan yang diajukan oleh para

kreditor

4) Meneruskan tagihan-tagihan yang tidak dapat diselenggarakan dalam rapat

verifikasi kepada Hakim Pengadilan Niaga yang telah memutus perkara tersebut

5) Mendengar saksi-saksi dan para ahli atas segala hal yang berkaitan dengan

kepailitan

6) Memberikan izin atau menolak permohonan si pailit untuk bepergian,

meninggalkan tempat kediamannya

7) Menentukan hari perundingan pertama atau rapat verifikasi dengan kreditor

Hal-hal yang harus dibicarakan dalam rapat pertama adalah sebagai berikut:

1) Pencocokan utang, yaitu mencocokan jumlah utang yang tercatat dalam

perusahaan/ debitur pailit dengan catatan para kreditor

2) Penentuan kreditor konkuren, yaitu kreditor yang diutamakan pembayaran

utangnya. Pihak yang termasuk kreditor konkuren adalah:

1. Para pekerja dari perusahaan pailit yang gaji/upahnya belum dibayar

2. Para kreditor pemegang Hak Pertanggungan Atas Tanah (HPAT)

3. Mengadakan perdamaian. Hal yang perlu untuk diusahakan agar tercapai

perdamaian atau persetujuan para kreditor adalah: pembayaran gaji, uang

pesangon, dan uag penghargaan masa kerja pekerja/buruh yang diberhentikan

karena pailit dan penundaan pembayaran utang debitur.

2. Upaya Hukum terhadap Putusan Kepailitan

Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004, upaya hukum yang dapat dilakukan

berkenaan dengan adanya putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah

“kasasi” dan “peninjauan kembali”.

Prosedur Kasasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Pemohon mengajukan permohonan kasasi dalam jangka waktu delapan hari

terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan kasasi ditetapkan dengan

mendaftarkannya ke panitera pengadilan yang telah menetapkan putusan pailit iu,

dan kepada pemohon diberikan tanda terima permohonan kasasi oleh panitera.

Dan pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasinya kepada panitera

pada saat permohonan kasasinya didaftarkan.

b. Dalam waktu dua hari, panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi

beserta memori kasasi itu kepada termohon kasasi

c. Termohon kasasi dalam waktu paling lambat tujuh hari wajib

menyampaikan kontra memori kasasinya kepada panitera.

d. Dalam waktu paling lambat empat belas hari panitera wajib menyampaikan

permohonan kasasi dan kontra memori kasasi ke Mahkamah Agung melalui

Panitera Mahkamah.

e. Mahkamah Agung paling lambat dua hari terhitung sejak tanggal

permohonan kasasi itu diterima mempelajari permohonan tersebut, kemudian

menetapkan hari siding.

f. Siding permohonan kasasi dilakukan paling lambat dua puluh hari sejak

permohonan kasasi didaftarkan

g. Putusan permohonan kasasi itu harus sudah ditetapkan paling lambat tiga

puluh hari sejak permohonan kasasi didaftarkan, dan keputusankan itu diucapkan

dalam siding terbuka untuk umum.

h. Dalam waktu dua hari salinan Putusan Mahkamah Agung yang memuat

secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan wajib disampaikan

kepada Panitera Pengadilan Niaga, pemohon, termohon, curator, dan Hakim

Pengawas.

Selanjutnya, mengenai prosedur peninjauan kembali dapat diuraikan sebagai

berikut

a) Permohonan peninjauan kembali harus diajukan oleh pemohon atau ahli

warisnya wakilnya yang khusus dikuasakan untuk itu (advokat), paling lambat

180 hari sejak tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali itu

mempunyai kekuatan hukum yang tetap

b) Permohonan diajukan ke Mahkamah Agung melalui ketua Pengadilan Niaga

yang memutus perkara tersebut

c) Panitera Pengadilan memberikan atau mengirimkan permohonan peninjauan

kembali tersebut kepada pihak lawan selambat-lambatnya dua hari terhitung sejak

permohonan didaftarkan agar pihak lawan dapat memberikan jawabannya. Dalam

hal ini pihak lawan diberikan waktu sepuluh hari untuk menyampaikan

jawabannya

d) Panitera menyampaikan permohonan peninjauan kembali ke Panitera

Mahkamah Agung dalam jangka waktu satu hari terhitung sejak permohonan

didaftarkan, dan bila ada jawaban dari termohon, jawaban termohon itu harus

disampaikan dan dikirim paling lambat dua belas hari sejak permohonan itu

didaftarkan. Mahkamah Agung harus telah memberikan keputusan atas

permohonan peninjauan kembali itu paling lambat tiga puluh hari sejak

pendaftaran. Dan keputusan itu harus sudah disampikan salinannya kepada para

pihak paling lambat 32 hari sejak permohonan itu diterima oleh Panitera

Mahkamah Agung.

3. Akibat Hukum Putusan Pengadilan

Zainal Asikin, menguraikan beberapa akibat hukum dari putusan pailit. Hal yang

utama adalah dengan telah dijatuhkannyaputusan kepailitan, si debitur (si pailit)

kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta

bendanya. Pengurusan dan penguasaan harta benda tersebut beralih ke tangan

curator/Balai Harta Peninggalan.

Namun, tidak semua harta bendanya akan beralih penguasaan dan pengurusannya

ke curator/ Balai Harta Peninggalan. Dikecualikan dari hal ini (kepalitan) adalah:

a) Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan sehubungan dengan

pekerjaannya, perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan keluarganya,

dan bahkan makanan untuk tiga puluh hari bagi debitur dan keluarganya

b) Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai

penggajian suatu jabatan atau jasa, upah, uang tunggu, dan uang tunjangan, sejauh

yang dientukan oleh Hakim Pengawas

c) Uang diberikan kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya member

nafkah. (pasal 22 UU No. 37 tahun 2004)

Si pailit masih diperkenankan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum

apabila dengan perbuatan hukum tersebut akan menambah harta kekayaannya.

Apabila ternyata di kemudian hari, perbuatan hukum itu merugikan kekayaan

pailit, curator/ Balai Harta Peninggalan dapat mengumukakan pembatalan

perbuatan hukum tersebut. Pasal 36 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan sebagai

berikut:

a) Dalam hal pada saat penyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian

timbale balik yang belum atau sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan

perjanjian dengan debitur dapat meminta kepada curator untuk memeberikan

kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu

yang disepakati oleh curator dan pihak tersebut.

b) Dalam hal tidak tercapainya kesepakatan antara pihak tersebut dengan

curator mengenai jangka waktu di atas, Hakim Pengawas yang akan menetapkan

jangka waktu tersebut

c) Apabila dalam jangka waktu yang telah ditetapkan curator menyatakan

kesanggupannya, curator wajib memberikan jaminan atas kesanggupannya untuk

melaksanakan perjanjian tersebut. Sebaliknya, jika curator tidak memberikan

jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian, maka perjanjian

tersebut dinyatakan berakhir dan pihak yang bersangkutandapat menuntut ganti

rugi dan akan diberlakukan sebagai kreditor konkuren.

d) Apabila dalam perjanjian sebagaimana dimaksudkan di atas, telah

diperjanjikan untuk menyerahkan benda dagangan yang biasa diperdagangkan

dalam jangka waktu tertentu, dan pihak yang harus menyerahkan benda dagangan

yang biasa diperdagangkan dalam jangka waktu tertentu, dan pihak yang harus

menyerahkan benda tersebut belum menyerahkannya setelah putusan pailit

dikeluarkan, perjanjian tersebut menjadi hapus, dan dalam hal pihak lawan (yang

mengadakan perjanjian) dirugikan karena penghapusan perjanjian tersebut, yang

bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk

mendapatkanganti rugi.

e) Dalam hal debitur telah menyewa suatu benda, baik curator maupun pihak

yang menyewakan barang/benda dapat menghentikan perjanjian sewa, dengan

syarat pemberitahuan penghentian dilakukan sebelum berakhirnya perjanjian

sesuai dengan adat istiadat setempat dalam jangka waktu paling singkat Sembilan

puluh hari. Jika pembayaran uang sewa telah dilakukan, pemberitahuan perjanjian

sewa tidak bisa dilakukan sebelum habisnya jangka waktu pembayaran sewa

tersebut. Sejak diputuskannya keadaan pailit, uang sewa dinyatakan sebagai

boedel pailit.

f) Wpekerja/buruh yang bekerja pada debitur dapat memutuskan hubungan

kerja, atau curator dapat menghentikan hubungan kerja dengan mengindahkan

perjanjian kerja dan peraturan yang berlaku, dengan pengertian bahwa hubungan

kerja tersebut dapat diputuskan dengan memberitahukan paling singkat 45 hari

sebelumnya. Sejak tanggal putusan pailit ditetapkan, upah kerja/buruh yang

terutang sebelum maupun sesudah pernyataan pailit dinyatakan sebagai utang

boedel pailit

g) Warisan dan hibah yang selama kepailitan jatuh kepada debitur pailit, oleh

curator tidak dapat diterima dengan izin Hakim Pengawas, kecuali apabila

menguntungkan harta pailit.

h) Pembayaran suatu utang yang sudah jatuh tempo hanya dapat dibatalkan

apabila dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan

pernyataan pailit debitur sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran utang

tersebut merupakan akibat dari persengkokolan antara debitor dengan kreditor

dengan maksud menguntungkan kreditor tersebut melebihi kreditor lainnya. Jika

pembayaran yang sudah diterima oleh pemegang surat pengganti atau surat atas

tunjuk karena memang sudah jatuh tempo, pembayaran tersebut tidak dapat

diambil kembali.

Dengan demikian, apabila suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur

dan perbuatan hukum tersebut dapat merugikan para kreditor serta dilakukan

dalam jangka waktu satu tahun sebelum pernyataan pailit ditetapkan, sedangkan

perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan debitur, (kecuali dapat dibuktikan

sebaliknya) debitur dan pihak dengan siapa perbuatan itu dilakukan dianggap

mengetahui/sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan

mengakibatkan kerugian bagi kreditor. Perbuatan hukum tersebut:

a. Merupakan perikatan dimana kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban

pihak dengan siapa perikatan tersebut dilakukan

b. Merupakan pembayaran atas atau pemberian jaminan untuk utang yang

belum jatuh tempo dan belum dapat ditagih

c. Dilakukan oleh debitur perorangan, dengan atau terhadap:

1) Anggota atau istrinya, anak angkat atau keluarganya sampai derajat ketiga.

2) Suatu badan hukum dimana debitur atau pihak-pihak sebagaimana dimaksud

dalam angaka 1 adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak-pihak

tersebut, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara langsung dalam

kepemilikan badan hukum tersebut paling kurang sebesar 5o% dari modal disetor.

d. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum, dengan atau

terhadap:

1. Anggota direksi atau pengurus debitur atau suami/istri atau anak angkat atau

keluarga sampai derajat ketiga, dari anggota direksi atau pengurus tersebut

2. Perorangan baik sendiri atau bersama-sama dengan suami/istri atau anak

angkat/keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan tersebut, yang ikut serta

secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur paling

kurang sebesar 50 % dari modal disetor

3. Perorangan yang suami/istri atau anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga,

yang ikut secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur

paling kurang sebesar 50% dari modal disetor

e. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum/dengan atau terhadap

badan hukum lainnya, apabila:

1. Perorangan anggota direksi atau penghubung pengurus pada kedua badan

usaha tersebut adalah orang yang sama

2. Suami/istri/anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga merupakan anggota

direksi/pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya

3. Perorangan anggota direksi atau pengurus, anggota badan pengawas pada

debitur, atau suami/istri/anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga, ikut serta

secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur paling

kurang sebesar 50% dari modal disetor

4. Debitur adalah anggota direksi/pengurus pada badan hukum lainnya, atau

sebaliknya

5. Badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama, baik bersama, atau

tidak dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan keluarga

sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam

kepemilikan pada debitur paling kurang sebesar 50% dari modal disetor

f. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap

badan hukum lainnya dalam kelompok badan hukum di mana debitur merupakan

anggotanya.

Selain itu, hal yang terpenting sebagai akibat hukum dijatuhkannya putusan

kepailitan, adalah hal-hal yang berkaitan dengan sebagai berikut.

a. Penghibahan

Dalam hal ini ditentukan bahwa hibah yang dilakukan debitur dapat dimintakan

pembatalan apabila curator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut

dilakukan, debitur mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut

akan mengakibatkankerugian bagi kreditor (pasal 44 UU No. 37 Th 2004).

b. Pembayaran utang yang belum dapat ditagih (belum jatuh tempo), atau

debitur melakukan perbuatan yang tidak wajiib, perbuatan itu dapat dibatalkan

demi keselamatan harta pailit. Hal tersebut harus dibuktikan bahwa pada waktu

dilakukannya perbuatan tersebut, baik debitur maupun pihak ketiga mengetahui

bahwa perbuatannya (debitur) itu akan merugikan pihak kreditor (pasal 45 UU

No. 37 Th 2004).

4. Berakhirnya Kepailitan

Suatu kepailitan dapatdikatakan berakhir apabila telah terjadi hal-hal sebagai

berikut.

a. Perdamaian

Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor.

Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera

setelah selesainya pencocokan piutang.

Keputusan rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat kreditor

oleh lebih dari seperdua jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan

yang mewakili paling sedikit dua pertiga dari jumlah seluruh piutang konkuren

yang diakui atau untuk sementara diakui oleh kreditor konkuren atau kuasanya

yang hadir dalam rapat tersebut.

Apabila lebih dari seperdua jumlah kreditor yang hadir dalam rapat kreditor dan

mewakili paling paling sedikit seperdua dari jumlah piutang kreditor yang

mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian, dalam

jangka waktu paling sedikit delapan hari setelah pemungutan suara pertama

diadakan, harus diselenggarakan pemungutan suara kedua. Pada pemungutan

suara kedua kreditor tidak terikat pada suara yang dikeluarkan pada pemungutan

suara pertama.

Dalam setiap rapat kreditor wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh

Hakim Pengawas dan panitera pengganti.

Berita acara rapat tersebut harus memuat:

1. Isi perdamaian

2. Nama kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara dan menghadap

3. Suara yang dikeluarkan

4. Hasil pemungutan suara, dan

5. Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat (pasal 154 UU No. 37 Th 2004)

Setiap orang yang berkepentingan dapat melihat dengan Cuma-Cuma berita

acara rapat yang disediakan paling lambat tujuh hari setelah tanggal berakhirnya

rapat di Kepaniteraan Pengadilan.

Isi perdamaian yang termuat dalam berita acara perdamaian harus dimohonkan

pengesahan kepada pengadilan yang megeluarkan keputusan kepailitan.

Pengadilan harus mengeluarkan penetapan pengesahan paling lambat tujuh hari

sejak dimulainya sidang pengesahan.

Namun demikian, pengadilan wajib menolak pengesahan apabila:

a) Harta debitur, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan

suatu benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian

b) Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin, dan

c) Perdamaian itu terjadi karena penipuan, atau persengkongkolan dengan satu

atau lebih kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa

menghiraukan apakah debitur atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai

perdamaian. (pasal 159 ayat (2) UU No.37 Th 2004).

Selanjutnya, dalam hal permohonan pengesahan perdamaian ditolak, baik

kreditor yang menyetujui rencana perdamaian maupun debitur pailit, dalam

jangka waktu delapan hari setelah putusan pengadilan diucapkan dapat

mengajukan kasasi. Sebaliknya, dalam hal rencana perdamaian sisahkan atau

dikabulkan, dalam jangka waktu delapan hari setelah putusan pengadilan

diucapkan dapat diajukan kasasi oleh:

a) Kreditor yang menolak perdamaian atau yang hadir pada saat pemungutan

suara

b) Kreditor yang menyetujui perdamaian setelah mengetahui bahwa perdamaian

tersebut dicapai berdasarkan alasan yang tercantum dalam pasal 159 ayat (2) UU

No. 37 Th 2004 diatas

b. Insolvensi

Insolvensi merupakan fase terakhir kepailitan. Insolvensi adalah suatu kejadian di

mana harta kekayaan (boedel) pailit harus dijual lelang di muka umum, yang hasil

penjualannya akan dibagikan kepada kreditor sesuai dengan jumlah piutangnya

yang disahkan dalam akor.

Dengan adanya insolvensi tersebut, Zainal Asikin menulis bahwa curator/Balai

Harta Peninggalan mulai mengambil tindakan yang menyangkut pemberesan harta

pailit,yaitu:

1) Melakukan pelelangan atas seluruh harta pailit dan melakukan penagihan

terhadap piutang-piutang si pailit yang mungkin ada di tangan pihak ketiga, di

mana penjualan terhadap harta pailit itu dapat saja dilakukan di bawah tangan

sepanjang mendapat persetujuan dari Hakim Komisaris

2) Melanjutkan pengelolaan perusahaan si pailit apabila dipandang

menguntungkan, namun pengelolaan itu harus mendapat persetujuan Hakim

Komisaris

3) Membuat daftar pembagian yang berisi: jumlah uang yang diterima dan

dikeluarkan selama kepailitan, nama-nama kreditor dan jumlah tagihan yang

disahkan, pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan tersebut

4) Melakukan pembagian atas seluruh harta pailit yang telah dilelang atau

diuangkan itu.

Dengan demikian, apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah

menerima piutangnya sesuai dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan

berakhir. Debitur kemudian akan kembali dala keadaan semula, dan tidak lagi

berada di bawah pengawasan curator/Balai Harta Peninggalan.

DAFTAR PUSTAKA

UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Fuady, Munir, Pengantar Hukum Bisnis (Menata Bisnis Moder di Era

Global),(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006).

Harahap, Yahya, M. Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT. Sinar Grafika,

2011).

Cornellius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Merger Perusahaan Publik (Suatu

Kajian Hukum Korporasi), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006).

Daryanto, Kamus Bahasa Indonseia Lengkap, Apollo, Surabaya, 1997.

Kamus Hukum Ekonomi, ELIPS, 1997.

Ari Purwandi, Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah,

Jurnal tidak diterbitkan, Surabaya, Fakultas Hukum Universitas Widjaya

Kusuma Surabaya, 2011.

Adi Nugroho Setiarso, Analisis Yuridis terhadap Keadaan Insolvensi Dlam

Kepailitan (Studi Normatif Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun

2004 tentang Kapilitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran), Jurnat tidak

diterbitkan, Malang, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2013, hlm. 3

Zaeni Asyhdie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm 1.