SERBA-SERBI HUKUM EKONOMI DAN PERUSAHAAN fileSelain itu juga perusahaan sebagai salah satu sumber...
Transcript of SERBA-SERBI HUKUM EKONOMI DAN PERUSAHAAN fileSelain itu juga perusahaan sebagai salah satu sumber...
BAB I
PERUSAHAAN DAN MASYARAKAT
A. Perusahaan : Selayang Pandang
Perusahaan saat ini telah menjadi salah satu sendi utama dalam kehidupan di
masyarakat, hal ini tidak lepas dari eksistensi perusahaan tersebut yaitu menjadi salah
satu pusat kegiatan manusia yang berguna untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya.
Selain itu juga perusahaan sebagai salah satu sumber pendapatan negara melalui
berbagai jenis pajak, sebagai salah satu wadah penyalur tenaga kerja, dan yang
terpenting adalah perusahaan sebagai wadah guna penanaman modal, baik penanam
modal dalam negeri maupun penanam modal asing. Jadidengan hal-hal yang
disampaikan di atas sangat terlihat jelas sangat besar eksistensi dan peran perusahaan
di dalam masyarakat.
Banyak pengertian mengenai perusahaan, salah satunya adalah meliputi
seluruh kegiatan dalam industri baik jasa maupun barang, termasuk distribusinya,
meliputi perdagangan dan lainsebagainya, yang diselengarakan oleh suatu badan usaha
atau perorangan. Lain lagi dari sudut ekonomi pengertian perusahaan dikategorikan
sebagai lembaga yang bertugas memperoduksi dan mendistribusikan barang dan jasa
ekonomi secara efisien sehingga dapat menghasilkan keuntungan agar meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Kegiatan yang dimaksud di atas harus dijalankan secara terus-
menerus, terang-terangan, dan bertujuan mencari keuntungan. Perusahaan hanya dapat
hidup, tumbuh dan berkembang apabila memperoleh dukungan dari masyarakat,
karena pada dasarnya masyarakatlah yang merupakan pemasok utama kebutuhan
perusahaan dan sekaligus sebagai pemakai produk perusahaan. Dengan demikian
keberadaan dan keberlangsungan kehidupan perusahaan sangat tergantung dan
ditentukan oleh sikap masyarakat terhadap institusi atau lembaga yang bersangkutan.
Jadi bisa dikatakan didalam aktifitasnya, tata kerja, maupun hasil kerja perusahaan
selalu akan meberikan akibat sampingan dalam tata kehidupan masyarakat
sekelilingnya atau lebih luas.
Perusahaan adalah istilah ekonomi yang dipakai dalam KUHD dan
perundang-undangan di luar KUHD. Namun dalam KUHD sendiri tidak
dijelaskan pengertian resemi istilah perusahaan itu. Para ahli ekonomi secara
umum memberikan pengertian bahwa perusahaan adalah suatu unit kegiatan
yang melakukan aktivitas pengelolaan faktor-faktor produksi, untuk
menyediakan barang-barang dan jasa bagi masyarakat, mendistribusikan serta
melakukan upaya-upaya lain dengan tujuan memperoleh keuntungan dan
memuaskan kebutuhan masyarakat. Berikut pengertian perusahaan menurut
para ahli tersebut:
1. Molengraff1
Menurut Molengraff (1966), perusahaan adalah keseluruhan
perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar,
untuk memperoleh penghasilan, dengan cara memerdagangkan atau
menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
1 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2006)
Molengraff memandang pengertian perusahaan dari sudut ekonomi
karena tujuan untuk memperoleh penghasilan diperoleh dengan cara:
Memperdagangkan barang
Menyerahkan barang
Perjanjian perdagangan
2. Polak
Menurut Polak (1935) yang memandang perusahaan dari sudut
komersial, artinya baru dapat dikatakan perusahaan apabila diperlukan
penghitungan laba dan rugi yang dapat diperkirakan dan dicatat dalam
pembukuan. Disini Polak, menambahkan unsur “pembukuan” pada
unsur-unsur lain seperti yang dikemukakan Molengraff. Polak
mengaku ada unsur unsur lain, itu terbukti dari penjelasannya bahwa
apakah suatu perusahaan dijalankan menurut cara yang lazim atau
tidak, dapat diketahui dari keteraturan menjalankan perusahaan itu
dan bukan dijalankan secara gelap. Jika unsur-unsur ini tidak ada,
hilanglah sifat perusahaan dari aspek hukum perusahaan.
Selain beberapa pengertian/definisi yang diberikan oleh para ahli
diatas, pengertian perusahaan dapat pula kita jumpai dalam beberapa
Undang-undang, seperti Undang-undang No. 3 Tahun 1982 Tentang Wajib
Daftar Perusahaan dan Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen
Perusahaan.
Pasal 1 huruf b Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan menyebutkan bahwa: “Perusahaan adalah setiap bentuk
badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan
terus menerus dan didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah
negara Indonesia dengan tujun memperoleh keuntungan atau laba”.2
Berdasarkan pengertian tersebut, maka definisi perusahaan terdapat
dua pokok, yaitu:
Bentuk usaha yang berupa organisasi atau badan usaha, yang didrikan,
bekerja, dan berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia.
Jenis usaha berupa kegiatan dalam bidang perekonomian
(perindustrian, perdagangan, perjasaan, dan pembiayaan, dijalankan
oleh badan usaha perdagangan, perjasaan, pembiayaan) dijalankan leh
badan usaha secara terus menerus.
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang
Dokumen Perusahaan disebutkan bahwa : “Perusahaan adalah setiap bentuk
usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan
memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh
orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau
bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah
negara Republik Indonesia”.3
B. Eksistensi Perusahaan dalam Masyarakat
Perusahaan merupakan organisasi ekonomi yang bertujuan pada keuntungan,
tetapitujuan utama dari perusahaan tersebut adalah menciptakan masyarakat adil dan
makmur. Perusahaan menjadi titik penting dalam masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya, dan memberikan lapangan pekerjaan, sehingga perusahaan mempunyai
2 Undang-undang No. 2 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan.3 Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.
multi player effect. Yang dimaksud multi player effect adalah perusahan
merupakan organ masyarakat yang mana menjadi pusat kegiatan yang akan
menimbulkan kegitan lain, hal inilah yang akan memunculkan keseimbangan sehingga
akan muncul pembangunan di masyarakat. Eksistensi perusahan di dalam masyarakat
sangat ditunjukkan dengan banyaknya bermunculan perusahan-perusahan ditengah-
tengah masyarakat yang sangat meningkatkan gairah masyarakat untuk melakukan
kegiatan ekonomi yaitu untuk memenuhi kebutuhannya, dan dari pajak-pajak yang
diambil dari perusahan-perusahan ini, diharapkan masyarakat dapat menikmati fasilitas
yang diberikan oleh negara kepada masyarakat melalui pajak-pajak yang diambil dari
perusahan tersebut. Dengan banyaknya bermunculan perusahaan tersebut diharapakan
juga banyak menyalurkan tenaga kerja sehingga mengurangi tingkat pengganguran di
masyarakat, hal ini yang dikembangkan pemerintah sebagai salah satu cara untuk
mengurangi pengganguran. Dengan adanya pekerjaan maka taraf hidup masyarakat akan
semakin meningkat dan menimbulkan kesimbangan sehingga dapat turut meningkatkan
pembangunan di setiap daerah. Itulah yangdiharapakan dengan kehadiran perusahan di
masyarakat.
Bentuk-bentuk perusahan yang berada dimasyarakat juga berbeda-beda tergantung
dari setiap individu yang ingin mendirikan perusahaan. Pendirian perusahaan tersebut
berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Badan usaha di Indonesia
mengadopsi bentuk usaha yang ada di Belanda, yang dibedakan menjadi dua, yakni
Badan Usaha Milik Swasta dan Badan Usaha Milik Negara.
1. Badan Usaha Milik Swasta.
a. Badan Usaha/Perusahaan Perseorangan.
Merupakan usaha pribadi yang memikul resiko secara pribadi atau perorangan.
b. Persekutuan Perdata/Maatschaap.
Suatu perjanjian dengan nama dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk
memasukkan sesuatu bidang (inberg) ke dalam persekutuan dengan maksud
untuk membagi keuntungan yang diperoleh karenanya. Ketentuan mengenai
persekutuan perdata diatur dalam Buku III, Bab 8 Pasal 1618 samapi dengan
Pasal 1623 KUHPer.
c. Perseroan Firma (Vennootschap Onder Firma).
Merupakan salah satu bentuk kemitraan yang berkembang di Indonesia,
menurut Mollengraff firma adalah suatu perkumpulan yang didirikan untuk
menjalankan perusahaan dibawah nama bersama dan yang mana anggota-
angotanya tidak terbatas tanggung jawabnya terhadap perikatan perseorangan
dengan pihak ketiga.
Firma daitur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 KUHD.
d. Commanditaire Vennootschap (CV).
CV adalah suatu perusahaan yang didirikan oleh satu atau beberapa orang
secaratanggung menanggung, bertanggung jawab untuk seluruhnya atau
bertanggung jawab secara solider, dengan satu orang atau lebih sebagai pelepas
uang (geldschieter).
e. Perseroan Terbatas (PT).
Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham, dan memnuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang dan peraturan pelaksanaanya. Perjanjian pembuatan PT harus
dibuat dihadapan Notaris, dengan ketentuan bahwa setiap pendiri perseroan
wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan tersebut didirikan. Para
pendiri PTmengajukan permohonan kepada Kementerian Hukum dan HAM
yang kemudian disahkan oleh menteri dan wajib diumumkan di dalam
Tambahan Berita Negara. Jenis modal PT terdiri atas saham/sero yang
dikeluarkan dengan cara mengeluarkan surat saham.
f. Koperasi.
Koperasi merupakan salah satu bentuk badan hukum yang dibentuk
sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun yang berperan serta mewujudkan
masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD
1945. Pengertian koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-
seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat
berdasakan atas kekeluargaan.
g. Yayasan.
Yayasan merupakan badan hukum yang terdiri dari atas kekayaan yang
dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,
keagamaan dan kemanusiaan,yang tidak memiliki anggota. Jadi jelas bahwa
tujuan yayasan adalah dalam bidang social,keagamaan, dan kemanusiaan.
Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjangpencapaian yang
dimaksud dan tujuan sebagaiman disebut di atas, dengan cara mendirikan
badanusaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha yang sesuai dengan
tujuannya itu serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
2. Badan Usaha Milik Negara.
a. Perusahaan Umum (Perum)
Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Negara dan tidak
terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yangbermutu tinggi dan sekaligus mengejar
keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
b. Perusahaan Perseroan (Persero).
BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam
saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh
Negara yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Pendirian persero berbeda dengan pendirian badan hukum
(perusahaan) pada umumnya. Pendirian Persero diusulkan oleh menteri
kepada Presiden disertai dengan dasarpertimbangansetelah dikaji bersama
dengan Menteri Teknis dan Menteri Keungan. Organ persero terdiri atas
RUPS, Direksi, dan Komisaris.
Jika ditinjau dari segi permodalan maka bentuk-bentuk perusahaan di Indonesia
mempunyai dua kategori yaitu modal yang berasal dari swasta yaitu Badan Usaha Milik
Swasta (BUMS) dan modal yang berasal dari Negara yaitu Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Pemilihan suatu jenis usaha dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu : tipe
usaha, luas operasional, modal yang dibutuhkan, sistem pengawasan, tinggi rendahnya
resiko, jangka waktu operasional dan keuntungan yang direncanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT.Citra
Aditya Bakti, 2006)
Undang-undang No. 2 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan.
BAB II
PERAN HUKUM DALAM MASYARAKAT
Manusia merupakan satu-satunya makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang dikaruniai
cipta, rasa, dan karsa yang menandakan eksistensinya di muka bumi ini. Hal ini merupakan
anugrah yang dapat digunakan manusia untuk menjalanikehidupannya dengan baik.
Menjalani kehidupan juga termasuk di dalamnyamemenuhi kebutuhan, baik secara
materiil maupun immateriil. Dan untuk memenuhi kebutuhannya tersebut, maka manusia harus
berusaha dan bekerjakeras dengan bermodalkan ilmu pengetahuan, keterampilan,
akal, dan sebagainyayang hanya dapat terjadi karena cipta, rasa, dan karsa yang dimiliki
manusia tadi.Kebutuhan manusia sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
tentunya berhubungan dengan kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang dimaksud
dapatmeliputi kegiatan produksi, konsumsi, maupun distribusi yang ketiganya
dapatsaling terintegrasi dalam suatu sistem atau terpisah dalam sistem yang
berbeda.Sistem yang dimaksud dapat dilakukan individu atau orang perseorangan,
maupunoleh suatu badan usaha yang berkembang yang lazim disebut perusahaan. Pada
dekade terakhir ini perusahaan merupakan salah satu sendi utama dalam
kehidupan masyarakat modern. Merupakan sendi karena perusahaan ituadalah
salah satu pusat kegiatan manusia guna memenuhi kebutuhankehidupannya. Di
samping itu perusahaan juga merupakan salah satu sumber pandapatan negara,
melalui berbagai jenis pajak dan wadah dari penyaluran tenaga kerja masyarakat.4
4 Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Bandung: 2000, CVMandar Maju
Sadar atau tidak, kehadiran perusahaan pada era globalisasi ini menjadi penting dalam
setiap kegiatan ekonomi masyarakat. Perusahaan, apapun bentuknya, pasti
memberikan dampak yang sangat luar biasa bagi masyarakat.Dampak tersebut
berpengaruh secara holistik dalam setiap aspek kehidupanmanusia, baik dalam aspek
sosial, ekonomi, dan budaya.Berdasarkan uraian tersebut, tentu kita pun mulai berpikir
mengenai perusahaan ini. Telah disebutkan bahwa kehadiran perusahaan
merupakankonsekuensi logis dari pertumbuhan kegiatan ekonomi masyarakat.
Manusia sebagai makhluk sosial dalam upayanya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya mempunyai naluri untuk memanfaatkan sumber-sumber daya
yang tersedia di sekitarnya seefektif dan seefisien mungkin.5
Kebutuhan atau kepentingan dalam komunitas manusia didorong adanya
naluri self preservasi, yaitu untuk melakukan berbagai usaha untuk menghindari
atau melawan dan mengatasi bahaya-bahaya yang mengancam kehidupan manusia
dalam mempertahankan eksistensinya.6
Kebutuhan yang dimaksud dapat berupa barang maupun jasa. Dalam
memenuhi kebutuhannya akan barang dan jasa itu, manusia melakukan berbagai macam
kegiatan dan transaksi dengan manusia lainnya. Dalam perkembangannya saat ini,
pemanfaatan sumber daya yang tersedia tidak terlepas dari pemanfaatan teknologi
modern yang tentu menimbulkan high cost production.
5 Johanes Ibrahim, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif , Bandung: 2004, CVUtomo, hal. 16 Johanes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan : Pola Kemitraan dan Badan Hukum, Bandung: 2006,
Refika Aditama, hal. 12
Keadaan ini mendorong adanya cara-cara lain dalam pengorganisasian
dan pengelolaan sumber daya yang ada dengan benar, efektif, dan efisien. Dan dari sinilah kita
kemudian mengenal lahirnya ilmu ekonomi. Pertanyaan tentang apa itu ilmu ekonomi
merupakan pertanyaan dengan jawaban yang kompleks karena didasarkan pada
pemenuhan kebutuhan yang beragam pula. Pemenuhan kebutuhan yang beragam ini pun
mendorong pengorganisasian suatu badan yang dalam kegiatannya itu melakukan
kegiatan produksi dan/atau distribusi barang dan/atau jasa. Dalam melakukan
kegiatan usaha ini, manusia harus menggunakan faktor-faktor produksi, yaitu
faktor produksi alam, faktor produksi tenaga kerja, faktor produksi modal dan
faktor produksi pengusaha. Bila faktor-faktor produksi itu digabungkan danndi
kendalikan sehingga menghasilkan barang atau jasa, maka dinamakan
”Perusahaan´. Dengan kata lain perusahaan adalah bagian teknis dari
organisasimodal dan tenaga kerja yang bertujuan menghasilkan barang-barang
atau jasa. Jadi perusahaan adalah tempat berlangsungnya proses produksi.
Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan nasional bertujuan
untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam
alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Dalam
proses pembangunan tersebut, kalangan dunia usaha baik swasta maupun negara
memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam berbagai bidang atau
sektor, antara lain perdagangan, pertanian dan perkebunan, jasa, pariwisata dan
sebagainya. Oleh karena itu, pemerintah memberikan kebebasan seluas-luasnya
kepada masyarakat warga Negara Indonesia untuk melakukan usaha di segala bidang atau
dengan kata lain mendirikan perusahaan. Sebagai lembaga ekonomi yang memiliki fungsi
multiplayer , eksistensi perusahaan menjadi salah satu sendi utama dalam
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara karena dengan adanya kegiatan usaha yang
dilakukan perusahaan tadi, maka kebutuhan masyarakat akan dapat dipenuhi,
aktivitas masyarakat di bidang ekonomipun dapat berjalan, termasuk adanya
penyerapan tenaga kerja melalui perusahaan tersebut. Sebaliknya perusahaan
dalam Eksistensi Perusahaan dalam Kehidupan Perekonomian
Masyarakat menjalankan kegiatan usahanya selalu berdampingan dengan
masyarakat karena perusahaan memiliki peran ganda, yaitu sebagai produsen yang
memerlukan masyarakat sebagai konsumen dan pendukung kelancaran usahanya,
perusahaan juga memiliki peran sebagai konsumen. Oleh karena itu tercipta
hubungan timbal balik dan saling pengaruh-mempengaruhi antara perusahaan,
masyarakat dan juga pemerintah. Dalam hal ini perusahaan melakukan kegiatan usahanya
guna meraih keuntungan atas barang maupun jasa yang diperdagangkannya,
kebutuhan masyarakat akan barang atau jasa akan terpenuhi sedangkan
pemerintah akan memperoleh pendapatan dari sektor pajak.7
Telah disebutkan pula sebelumnya bahwa perusahaan merupakan salah
satu sumber pendapatan negara, melalui berbagai jenis pajak dan wadah dari penyaluran
tenaga kerja. Sebagai salah satu wadah penyaluran tenaga kerja, maka dapat
disebutkan bahwa perusahaan juga sebagai sumber pendapatan masyarakat. Dan yang
terpenting itu semuanya sesuai dengan fungsinya yang pertama, maka perusahaan
7Urai Imamuddin, EksistensiPerusahaan dalam Masyarakat,
<http://urai28imam.blogspot.com/2011/03/eksistensi-perusahaan-dalam-
masyarakat.html> diposting pada Hari Jum¶at tanggal 18 Maret2011, diakses pada bulan
Oktober 2011
adalah sebagai wadah penanaman modal, baik domestik maupun modal asing
bagaimana dan apapun bentuknya.8
Selain sebagai sumber pendapatan negara tersebut, perusahaan juga
menjalankan perannya dalam setiap aspek kehidupan masyarakat terutama
dalam perekonomian masyarakat, yang hadir dalam bentuk badan usaha, baik
berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Namun, dalam paper ini tidak akan
membahas lebih lanjut perusahaan yang berbadan hukum atau tidak, melainkan
lebih membahas perusahaan dalam kehidupan masyarakat.
Sebelumnya disebutkan bahwa perusahaan merupakan
tempat berlangsungnya proses produksi, yang hadir dalam bentuk badan usaha.
Namun disini perlu dijelaskan terlebih dahulu perbedaan antara perusahaan dan
badan usahaini. Badan usaha merupakan kesatuan yuridis dan ekonomi atau
kesatuanorganisasi yang terdiri dari faktor-faktor produksi yang bertujuan mencarikeuntungan.
Badan usaha merupakan rumah tangga ekonomi yang bertujuanmencari laba dengan
menggunakan faktor-faktor produksi.Dengan demikian, kita melihat ada perbedaan
yang jelas antara perusahaan dengan badan usaha, yaitu:
1. Perusahaan menghasilkan barang dan jasa, sedangkan Badan Usaha menghasilkan
keuntungan atau sebaliknya mendatangkan kerugian;.
2. Perusahaan adalah alat atau badan usaha yang dapat berupa bengkel pabrik, toko, atau pun
kantor, sedangkan badan usaha merupakan kesatuan organisasiyang dapat berupa
kesatuan yuridis dan ekonomi yang bertujuan mencari keuntungan;
3. Perusahaan merupakan alat badan usaha untuk mencari keuntungan, sedangkan
badan usaha itu sebagai kesatuan yuridis dan ekonomi yangbertujuan mencari keuntungan.
8 Prof.Dr. Sri Redjeki Hartono, Op.cit. hal 28;
Pada umumnya perusahaan-perusahaan di Indonesia, dikelola dengan
cara tertutup, karena pada kenyataannya memang banyak perusahaan di Indonesia dimiliki
oleh pribadi-pribadi atau perorangan. 9Tidak hanya dimiliki oleh perorangan, namun
tak jarang juga dimiliki oleh beberapa subjek hukum atas dasar kerja sama (perjanjian).
Perusahaan yang dimiliki atas dasar perjanjian inimerupakan salah satu
konsekuensi dari perkembangan bentuk-bentuk perusahaan saat ini. Misalnya saja
perusahaan dengan bentuk Perseroan Terbatas (PT), yang wajib dibentuk atas
dasar perjanjian, berarti ada lebih dari satuh pihak yang mendirikan PT.
Pengertian Perusahaan terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 3Tahun
1992 tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang menyebutkan perusahaan adalah setiap
bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, dan terus menerus
dan didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah Negara Indonesia
dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.Sedangkan pengusaha
adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan, yang dapat terdiri dari satu
orang (individu), beberapa orang yang berupa persekutuan ( Partnership) dan badan
hukum ( Corporate Body). 10
Pada dasarnya perusahaan adalah istilah ekonomi yang dipakai dalam
Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Peraturan Perundang-undangan di
luar KUHD. Tetapi terminologi dari perusahaan itu sendiri tidak
dijelaskan pengertiannya secara resmi. Para ahli ekonomi secara umum
memberikan pengertian bahwa perusahaan adalah suatu unit kegiatan yang
melakukan aktivitas pengelolaan faktor-faktor produksi, untuk menyediakan
9 Prof.Dr. Sri Redjeki Hartono, Ibid. hal 3110 Urai Imamuddin,Op.cit.
barang-barang dan jasa bagi masyarakat, mendistribusikan serta melakukan upaya-upaya
lain dengan tujuan memperoleh keuntungan dan memuaskan kebutuhan masyarakat.
Disamping itu, terdapat 6 (enam) unsur perusahaan, antara lain:
1. Unsur badan usaha, yang menjalankan kegiatan dalam bidang ekonomidengan
bentuk tertentu seperti Perusahaan Dagang, Persekutuan Perdata,Firma,
Persekutuan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas BUMN, dan Koperasi.
Identitas usaha ini dapat dilihat pada Akta Pendirian Perusahaan dan atau Izin
Usaha.
2. Unsur kegiatan dalam bidang ekonomi, yaitu obyek kegiatan bidang ekonomi berupa harta
kekayaan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba melalui kegiatan berupa
perdagangan, pelayanan dan industri.
a. Kegiatan perdagangan : ekspor-impor, bursa efek, restoran, valuta
asing,dll;
b. Kegiatan pelayanan : biro perjalanan / travel, konsultan, kursus dll;
c. Kegiatan industri : eksplorasi dan eksploitasi minyak, batu bara,
gas, perikanan, kerajinan, obat-obatan, kendaraan bermotor dll.
3. Unsur terus-menerus Kegiatan usaha yang terus menerus adalah kegiatan
dalam bidangekonomi yang tidak terputus, yakni tidak secara insidental, tidak
sambilan, tetapi bersifat tetap untuk jangka waktu yang lama. Jangka waktu
tersebut dapat dilihat di dalam Akta Pendirian Perusahaan atau dalam Surat
IjinUsaha.
4. Unsur terang-terangan Kegiatan usaha itu terbuka untuk umum, transparan,
tidak ada selundupan atau tersembunyi. Usaha itu juga diakui dan dibenarkan
oleh masyarakat serta diakui dan dibenarkan oleh pemerintah menurut undang-undang,
dan secara leluasa untuk berhubungan dengan pihak lain (pihak ketiga).
5. Unsur keuntungan atau labaKeuntungan merupakan tujuan dari diadakannya suatu
perusahaan. Setiap kegiatan usaha yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan harus
dijalankan berdasarkan hukum yang berlaku, bukan dilakukan secara melawan hukum
seperti penyelundupan, penggelapan pajak, pemerasan terhadap karyawan dan
persaingan usaha tidak sehat dengan menghalalkan segala cara.
6. Unsur pembukuan Sebenarnya sistem pembukuan bukanlah merupakan aspek
hukum, tetapi adalah merupakan suatu kewajiban bagi setiap pihak yang
menjalankan perusahaan untuk mengadakan dan memelihara catatan-catatan
yang berkenaan serta berhubungan dengan penyelenggaraan perusahaan.
Pembukuan itu antara lain meliputi catatan-catatan mengenai semua transaksi
dengan pihak-pihak lain, penyetoran/pengeluaran uang, penerbitan/penerimaan cek
atau wesel, hutang-hutang yang sudah / belum dibayar, tagihan-tagihan dan
lain-lain. Pencatatan semua hal tersebut, di atassangat penting arti dan
kedudukannya, baik bagi pihak yang menjalankan perusahaan sendiri, pihak
ketiga, negara maupun masyarakat luas yang berkepentingan, sebab dari
catatan-catatan tersebut segera dapat diketahui pada suatu saat, mana yang
menjadi hak dan mana yang menjadi kewajibandari pihak-pihak yang bersangkutan.
Adapun yang menjadi dasar Hukum Perusahaan antara lain adalah :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil,
DanMenengah;
7. Peraturan pelaksanaan undang-undang, seperti Peraturan
Pemerintah,Peraturan Presiden; dan
8. Kebiasaan dan Jurisprudensi.
Dalam rangka menata kehidupan ekonomi guna memenuhi kebutuhan
dansekaligus sebagai upaya mensejahterakan masyarakat, keberadaan perusahaan
memberi kontribusi yang besar, juga sama besarnya dengan kontribusi masyarakat terhadap
perusahaan. Hal ini menunjukkan adanya hubungan saling ketergantungan antara
perusahaan, masyarakat dan pemerintah. Hubungan saling ketergantungan antara
perusahaan dan masyarakattampak pada keberlangsungan kegiatan perusahaan,
yang tumbuh dan berkembang karena adanya peran masyarakat, terutama dari
masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi di mana perusahaan itu berdiri.
Sebuah perusahaan dapat tumbuh dan berkembang karena kehadiran masyarakat
baik sebagai penggunamaupun pemasok barang atau bahan baku (bagi perusahaan yang
melakukankegiatan produksi barang tertentu), maupun sebagai pendukung
ketenagakerjaan yang dibutuhkan perusahaan. Selain itu masyarakat pun juga
dapat berperan sebagai pemakai barang hasil produksi perusahaan, baik barang maupun jasa.
Pada sisi lain, sebagai pelaku ekonomi, keberadaan perusahaan mempuyai arti
yang sangat penting dan strategis sekaligus merupakan salah satu sendi utama
kehidupan masyarakat dan negara, karena kedudukan dan peranannya
sangat besar, yaitu :
1. Salah satu kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan kehidupannyaatau dengan kata
lain sebagai sumber pendapatan masyarakat;
2. Salah satu wadah penyalur tenaga kerja;
3. Salah satu sumber pendapatan negara, yaitu melalui berbagai
pemasukan pemerintah dari sektor pajak.
Berkenaan dengan peningkatan perekonomian nasional, negara dan
perusahaan merupakan salah satu mata rantai yang saling mendukung dan
mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya. Prof Sri Redjeki Hartono SH dalam
bukunya ”Kapita Selekta Hukum Ekonomi” mengatakan bahwa, kegiatan
ekonomi yang terjadi dalam masyarakat sangat membutuhkan campur tangan
negara, mengingat tujuan dasar kegiatan ekonomi itu sendiri adalah untuk
mencapai keuntungan. Sasaran tersebut mendorong terjadinya berbagai
penyimpangan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, bahkan pada semua
pihak. Oleh karena itu sangat dibutuhkan campur tangan negara terhadap kegiatan
ekonomi secara umum dalam rangka hubungan hukum yang terjadi agar tetap
dalam batas-batas keseimbangan kepentingan semua pihak.
Berdasarkan uraian mengenai eksistensi perusahaan tersebut di atas,selanjutnya
dapat dilihat pula peran dan dampak kehadiran perusahaan di tengah-tengah
masyarakat. Eksistensi perusahaan sebagai pelaku ekonomi di tengah masyarakat
tidak dapat dielakkan lagi karena perusahaan merupakan anggotakomunitas
masyarakat. Hadirnya perusahaan di masyarakat telah membuat tatanan baru dalam
komunitas akar rumput (masyarakat bawah). Tatanan tersebut dapat berupa
tatanan ekonomi maupun tatanan sosiologis. Hadirnya perusahaan ditengah-
tengah masyarakat ini tentunya memainkan peran dalam sistem ekonomi
diIndonesia.
Peran yang dimaksud secara garis besar adalah sebagai berikut:
1. Peran dalam menciptakan lapangan kerja
Telah disebutkan sebelumnya bahwa perusahaan juga berperansebagai wadah penyalur
tenaga kerja. Dengan demikian, dapat dilihat andil perusahaan dalam menciptakan
stabilitas perekonomian nasional, yaknidalam hal menciptakan lapangan pekerjaan.
Hadirnya perusahaan ditengah-tengah masyarakat memberikan kontribusi riil akan
salah satu permasalahannasional yaitu pengangguran. Perusahaan
menggerakkan masyarakat yang berada di sekitar perusahaan untuk melakukan
aktivitas yang bersifat produktif, maka secara langsung peran perusahaan adalah
berhubungan erat dalam menciptakan stabilitas perekonomian dan mengurangi
tingkat pengangguran di Indonesia. Kegiatan Produksi dan Distrubusi yang
dilakukan oleh perusahaan tentunya membutuhkan pelaksana kegiatan
tersebut dalam bentuk sumber daya manusia atau tenaga kerja. Kegiatan
produksi dan distrubusi tidak mungkin tanpa mebutuhkan paran dan campur tangan
manusia (tenaga kerja) dalam proses aktivitasnya. Oleh karena itu, hadirnya
perusahaan dimasyarakat pasti berhubungan erat dengan lingkungan dan masyarakat
sekitar untuk menjalankan aktivitas perusahaan.
2. Peran tanggung jawab sosial dan lingkungan Tanggung jawab sosial dan
lingkungan ini lebih populer dengan sebutan Corporate Social Responsibility
(CSR) atau Tanggung Jawab SosialPerusahaan. Mengenai CSR ini khusus
untuk perusahaan berbentuk PerseroanTerbatas (PT). CSR ini adalah
komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang
bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun
masyarakat pada umumnya, yang diatur secara spesifik dalam Pasal 74
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentangPerseroan Terbatas.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
kehadiran perusahaan di tengah masyarakat memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap
perekonomian masyarakat, sehingga memberikan dampak yangluar biasa pula
terhadap stabilitas perekonomian nasional. Tak dapat dipungkiri pula bahwa
kehadiran perusahaan ini merupakan salah satu elemen penting bagimasyarakat dalam
usahanya memenuhi kebutuhan dan kepentingannya dalam kehidupannya sehari-
hari.
BAB III
TATA CARA PENDIRIAN PERUSAHAAN
A. TINJAUAN SINGKAT MENGENAI PERSEROAN TERBATAS
(PT).
Pada tanggal 16 Agustus 2007 telah diberlakukan Undang-Undang
baru tentang Perseroan Terbatas, yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam undang-undang ini telah
diakomodasikan berbagai ketentuan mengenai Perseroan Terbatas, baik
berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan penyempurnaan, maupun
mempertahankan ketentuan lama yang dinilai masih relevan.
Untuk lebih memperjelas hakikat perseroan, di dalam undang-
undang ini ditegaskan bahwa perseroan adalah Badan Hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-
Undang ini serta pelaksanaannya.
Bentuk Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk usaha yang
paling banyak dipergunakan di dunia usaha, karena mempunyai sifat atau
ciri yang khas yang mampu memberikan manfaat yang optimal kepada
usaha itu sendiri sebagai asosiasi modal untuk mencari untung atau laba
Dalam praktek sangat banyak kita jumpai perusahaan berbentuk
perusahaan terbatas. Bahkan, berbisnis dengan membentuk perseroan
terbatas ini, terutama untuk bisnis yang serius atau bisnis besar,
merupakan model berbisnis yang paling lazim dilakukan, sehingga dapat
dipastikan bahwa jumlah dari perseroan terbatas di Indonesia jauh melebihi
jumlah bentuk bisnis lain, seperti Firma, Perusahaan Komanditer, Koperasi
dan lain-lain.
Nama lain dari Perseroan Terbatas terdapat dalam beberapa bahasa
adalah sebagai berikut :11
1. Dalam bahasa Inggris disebut dengan Limited (Ltd.) Company atau
Limited Liability Company ; ataupun Limited (Ltd) Corporation.
2. Dalam bahasa Belanda disebut dengan Naamlooze Vennotschap
atau yang sering disingkat dengan NV saja.
3. Dalam bahasa Jerman terhadap perseroan terbatas ini
disebut dengan Gesellschaft mit Beschrankter Haftung.
4. Dalam bahasa Spanyol disebut dengan Sociedad De
Responsabilidad Limitada.
Dasar hukum pengaturan Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam
Undang-undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas (PT).
Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi dalam
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
11 www.legalakses.com. Diunduh pada tanggal 14 Juli 2017
peelaksanaannya. Pengertian tersebut sebagaimana Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).12
Menurut Purwosutjipto,13 Perseroan Terbatas adalah persekutuan
yang berbentuk badan hokum, dimjana badan hokum ini tidak disebut
persekutuan tetapi perseroan, sebab modal badan hokum itu terseri dari
sero-sero atau saham-saham. Istilah terbatas tertuju pada tanggung jawab
pesero atau pemegang saham, yang luasnya terbatas pada nilai nominal
saham yang dimilikinya.
Disamping itu, ada juga yang memberikan arti Perseroan Terbatas
sebagai suatu asosiasi pemegang saham (atau bahkan seorang
pemegang saham jika dimungkinkan untuk itu oleh hukum di Negara
tertentu) yang diciptakan oleh hukum dan diberlakukan sebagai
manusia semu (artificial person) oleh pengadilan, yang merupakan
badan hukum karenanya sama sekali terpisah dengan orang-orang yang
mendirikannya, dengan mempunyai kapasitas untuk bereksistensi yang
terus-menerus, dan sebagai suatu badan hukum, perseroan terbatas
berwenang untuk menerima, memegang dan mengalihkan harta kekayaan,
menggugat atau digugat, dan melaksanakan kewenangan-kewenangan
lainnya yang diberikan.14
Perseroan Terbatas (PT) adalah suatu Badan Hukum yang terpisah
dengan individu yang dimilikinya atau pemegang saham atau
Pengurusnya atau Komisaris dan Direksi. Sebagai badan hukum
12 Undang-undang No. 40 Tahu 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).13 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (bentuk-bentukPerusahaan), (Jakarta: Djambatan, 1995)14 http://www.PENGERTIAN PERSEROAN TERBATAS « Dadang Sukandar.htm. Diunduh padatanggal 12 Juli 2017
Perseroan Terbatas mamiliki hak dan kewajiban sendiri. Perseroan
Terbatas sebagai salah satu Badan Hukum dinyatakan telah berdiri
setelah persyaratan yang ditetapkan oleh UndangUndang dipenuhi.
Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal
perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah
dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta
kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang
menjadi bukti pemilikan perusahaan.
Modal Perseroan Terbatas terdiri dari Modal Dasar, Modal
Ditempatkan dan Modal Disetor. Modal Dasar merupakan keseluruhan
nilai perusahaan, yaitu seberapa besar perseroan tersebut dapat dinilai
berdasarkan permodalannya. Modal Dasar bukan merupakan modal riil
perusahaan karena belum sepenuhnya modal tersebut disetorkan, hanya
dalam batas tertentu untuk menentukan nilai total perusahaan. Penilaian ini
sangat berguna terutama pada saat menentukan kelas perusahaan.
Modal Ditempatkan adalah kesanggupan para pemegang saham
untuk menanamkan modalnya ke dalam perseroan. Modal Ditempatkan
juga bukan merupakan modal riil karena belum sepenuhnya disetorkan
kedalam perseroan, tapi hanya menunjukkan besarnya modal saham yang
sanggup dimasukkan pemegang saham ke dalam perseroan.
Modal Disetor adalah Modal PT yang dianggap riil, yaitu modal
saham yang telah benar-benar disetorkan kedalam perseroan. Dalam hal
ini, pemegang saham telah benar-benar menyetorkan modalnya kedalam
perusahaan. Menurut UUPT, Modal Ditempatkan harus telah disetor
penuh oleh para pemegang saham.
Dalam badan internal Perseroan Terbatas (PT) terdapat Organ
Perseroan yang terdiri dari:
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan
tertinggi dalam perseroan terbatas dan memegang segala wewenang
yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris. RUPS
dilakukan minimal satu kali dalam setahun, minimal 6 bulan setelah
tutup buku. RUPS memiliki hak proksi yaitu hak untuk menyerahkan
hak suara pada orang lain jika pemegang saham tidak hadir.
2. Direksi.
Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab secara
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan
perseroan serta mewakili peeseroan baik di luar maupun di dalam
pengadilan. Direksi dipilih oleh RUPS, oleh karena itu harus
bertanggung jawab kepada RUPS.
3. Komisaris.
Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat
kepada Direksi dalam menjalankan perseroan. Komisaris dipilih oleh
RUPS dan bertanggung jawab kepada RUPS.
B. PROSEDUR PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT).
Pada dasarnya Badan Hukum Indonesia yang berbentuk
perseroan didirikan oleh warga negara Indonesia, namun demikian
kepada warga negara asing diberi kesempatan untuk mendirikan Badan
Hukum Indonesia yang berbentuk perseroan tersebut sepanjang Undang-
Undang yang mengatur bidang usaha perseroan tersebut memungkinkan,
atau pendirian perseroan tersebut diatur dengan Undang-Undang tersendiri.
Prosedur pendirian Perseroan Terbatas dalam Undang-undang No. 40
Tahun 2007 Tentang perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Pasal 7
hingga Pasal 14.
Untuk menjadi Badan Hukum, Perseroan Terbatas harus memenuhi
persyaratan dan tata cara pengesahan PT sebagaimana yang diatur dalam
UUPT, yaitu pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM Republik
Indonesia. Tata cara tersebut antara lain pengajuan dan pemeriksaan nama
PT yang akan didirikan, pembuatan Anggaran Dasar, dan pengesahan
Anggaran Dasar oleh Menteri.
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas menyatakan:15
1. Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain
berkaitan dengan pendirian perseroan.
2. Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 1
memuat sekurang-kurangnya:
a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan,
tempat tinggal dan kewarganegaraan pendiri perseroan,
15 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT).
atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta
nomor dan tanggal keputusan Menteri mengenai
pengesahaan Badan Hukum dari pendiri perseroan.
b. Nama lengkap tempat dan tanggal lahir, pekerjaan,
tempat tinggal dan kewarganegaraan anggota Direksi
dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat.
c. Nama pemegang saham yang telah mengambil
bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai
nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.
Syarat-syarat mengajukan permohonan pembuatan akta
pendirian Perseroan Terbatas adalah:
1. Membuat akta pendirian Perseroan Terbatas di hadapan
notaris.
2. Membuat atau mengurus NPWP pada kantor pajak setempat.
3. Membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan
tambahan berita negara (TBN).
Dalam prakteknya penandatanganan akte pendirian Perseroan
Terbatas dilaksanakan terlebih dahulu oleh notaris yang bersangkutan
dengan mengecek nama Perseroan Terbatas yang diajukan melalui
Sistem Administrasi Badan Hukum atau SISMINBAKUM, setelah
dilakukan disetujui korektor barulah akta pendirian Perseroan Terbatas
tersebut dapat ditanda tangani oleh para penghadap dan Notaris.
Setelah akta pendirian Perseroan Terbatas selesai dibuat maka
selanjutnya adalah mengajukan permohonan ke Menteri Hukum dan HAM
untuk memperoleh pengesahan, agar Perseroan Terbatas memperoleh status
Badan Hukum. Dalam akta pendirian pada umumnya memuat anggaran
dasar, yang mengatur hal-hal antara lain, pertama, nama perusahaan.
Kedua, tujuan perusahaan. Ketiga, kegiatan usaha. Keempat, lokasi
kantor pusat. Kelima, jumlah Direksi dan Komisaris. dan keenam, struktur
permodalan.
Untuk memperoleh pengesahan, para pendiri bersama-sama kuasanya
atau Notaris atau orang lain yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa
khusus mengajukan permohonan tertulis dalam melampirkan akta Pendirian
Perseroan. Pengesahan diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam
puluh) hari setelah permohonan di terima terhitung sejak permohonan
diajukan dinyatakan telah memenuhi syarat dan kelengkapan yang
diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan harus
diberitahukan kepada pengguna jasa SISMINBAKUM adalah Notaris,
Konsultan Hukum, dan pihak lain yang telah memiliki kode password
tertentu dan telah memenuhi syarat administrasi yang telah ditetapkan
berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum.
Selanjutnya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
Nomor: M.01.HT.01.10 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan
Permohonan dan Pengesahan Akta Pendirian Persetujuan,
Penyampaian Laporan, dan Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran
Dasar Perseroan Terbatas, dengan pertimbangan bahwa untuk memenuhi
ketentuan pasal 3 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.837-KP.04.1 1 Tahun 2006 Tentang
Pendelegasian Wewenang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia dalam memberikan pengesahan Badan Hukum
Perseroan Terbatas kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia di seluruh Indonesia.
Adapun tata cara permohonan dan pengesahan akta pendirian
Perseroan
Terbatas berstatus Badan Hukum adalah sebagai berikut:
1. Permohonan pengesahan akta pendirian Perseroan Terbatas
atau persetujuan akta perubahan anggaran dasar Perseroan
diajukan oleh Notaris kepada Menteri Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia RI melalui Direktur Jenderal Administrasi
Hukum Umum.
2. Permohonan diajukan secara elektronik dengan mengisi format
isian akta notaris (FIAN) model I model II, dan dilengkapi
dokumen pendukung secara elektronik dengan mengisi formulir
isian yang disediakan.
Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
pernyataan tidak keberatan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
RI atau Notaris yang ditunjuk wajib menyampaikan secara fisik surat
permohonan pengesahan akta pendirian atau persetujuan akta perubahan
anggaran dasar perseroan beserta dokumen pendukung yang meliputi:
1. Salinan akta pendirian Perseroan Terbatas atau salinan akta
perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas.
2. Nomor pokok wajib pajak atas nama Perseroan Terbatas.
3. Bukti pembayaran uang muka pengumuman akta pendirian
perseroan dalam tambahan berita negara Republik Indonesia
dari kantor percetakan negara RI.
4. Bukti pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
5. Bukti setoran modal Perseroan Terbatas dari Bank. Dokumen
fisik Nomor Pokok Wajib Pajak atas nama Perseroan Terbatas
bukti pembayaran uang muka pengumuman akta pendirian
dan perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas dalam
berita negara RI dari kantor percetakan negara RI tidak
berlaku bagi permohonan persetujuan akta perubahan
anggaran dasar Perseroan terbatas yang tidak mengubah
tempat kedudukan dan tidak meningkatkan modal perseroan.
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI setelah jangka waktu 3 (tiga) hari
atau paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah pernyataan tidak keberatan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI menerbitkan surat keputusan tentang
pengesahan akta pendirian atau persetujuan akta perubahan anggaran dasar
perseroan terbatas. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI menerbitkan
surat keputusan pengesahan akta pendirian atau persetujuan akta perubahan
anggaran dasar Perseroan Terbatas dalam jangka waktu paling lama 60 (enam
puluh) hari kerja, sejak tanggal permohonan diterima
C. TABEL PENDIRIAN FIRMA CV DAN PT
No. PERIHAL FIRMA CV PERSEROAN TERBATAS
1. Akta Pendirian Tiap-tiap perseroan
firma harus didirikan
dengan akta otentik,
akan tetapiketiadaan
akta yang demikian
tidak dapat
dikemukankan
merugikan pihak ketiga
Tiap-tiap persekutua
firma harus didirikan
dengan akta otentik,
akan tetapiketiadaan
akta yang demikian
tidak dapat
dikemukankan
merugikan pihak ketiga
Perseroan didirikan
oleh 2 (dua) orang
atau lebih dengan akta
notaris yang dibuat
dalam bahasa
Indonesia. Disamping
itu, didirikan dengan
fakta otentik
dihadapan pejabat
yang berwenag, yaitu
Notaris, yang
didalamnya memuat
Anggaran Dasar dan
keterangan lainnya.
Pada saat pendirian,
dipersyaratkan para
pendiri wajib
mengambil bagian
saham atau modal.
Pasal 22 KUHD Pasal 22 KUHD Pasal 7 ayat (1) UU PT
2 Pengesahan . Untuk memperoleh
pengesahan Menteru,
para pendiri bersama-
sama kuasanya,
mengajukan
permohonan tertulis
dengan melampirkan
akta pendirian PT.
Biasanya
permohonona
pengesahan ini
sekaligus ditangani dan
diajukan oleh notaris
yang membuatkan
akta. Paling lama
dalam waktu 60 hari.
Pasal 9, Pasal 9 ayat
(2) UU PT
3. Pendaftaran/registras
i
Para persekutuan firma
diharuskan
mendaftarkan akta
Para persekutuan
diharuskan
mendaftarkan akta
Pendaftaran dalam
Daftar Perusahaan,
adalah daftar
tersebut dalam register
yang disediakan untuk
itu di kepaniteraan
Pengadilan Negeri yang
dalam daerah
hukumnya persekutuan
mereka bertempat
kedudukan
tersebut dalam register
yang disediakan untuk
itu di kepaniteraan
Pengadilan Negeri yang
dalam daerah
hukumnya persekutuan
mereka bertempat
kedudukan.
perusahaan
sebagaimana
dimaksud dengan
Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1982
Tentang Wajib Daftar
Perusahaan. Sehingga
dengan demikian
pendaftaran dilakukan
di kantor pendaftaran
perusahaan.
Pasal 23 KUHD Pasal 23 KUHD Pasal 21dan 22 UU PT
4. Pengumuman Selain pada itu, para
persero diwajibkan
pula
menyelenggarakan
pengumunab dari
petikan akta
sebagaimana
termaksud dalam
ketentuan Pasal 26,
dalam berita Negara.
Selain pada itu, para
persero diwajibkan
pula
menyelenggarakan
pengumunab dari
petikan akta
sebagaimana
termaksud dalam
ketentuan Pasal 26,
dalam berita Negara.
Dalam hal
pengumuman tetap
berlaku dalam Berita
Negara Republik
Indonesia (BNRI).
Menurut Undang-
undang No. 1 Tahun
1995 berlaku
pengumuman
tersebut merupakan
kewajiban direksi PT
yang bersangkutan,
akan tetapu sesuai
dengan UU No
40/2007 diubah
merupakan
kewenangan Menteri
Hukum dan HAM
Pasal 24 KUHD Pasal 24 KUHD Pasal 23 UU PT
D.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT.Citra
Aditya Bakti, 2006)
Undang-undang No. 2 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.
Undang-undang No. 40 Tahu 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (bentuk-
bentuk Perusahaan), (Jakarta: Djambatan, 1995)
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT).
BAB III
WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN
A. Manfaat Wajib Daftar Perusahaan
Bagi dunia usaha, Daftar Perusahaan adalah penting untuk
mencegah dan menghindari praktek-praktek usaha yang tidak jujur
(persaingan curang, penyelundupan dan lain sebagainya). Salah satu tujuan
utama Daftar Perusahaan adalah untuk melindungi perusahaan yang
dijalankan secara jujur. Daftar Perusahaan dapat dipergunakan sebagai
sumber informasi untuk kepentingan usahanya. Demikian pula untuk
pihak ketiga yang berkepentingan akan informasi semacam itu.
Karena Daftar Perusahaan merupakan sumber informasi resmi
mengenai identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan
perusahaan yang didirikan, bekerja dan berkedudukan di wilayah Negara
Republik Indonesia, maka kepada semua pihak yang berkepentingan
diberikan kesempatan agar dengan secara mudah dapat mengetahui dan
meminta keterangan-keterangan yang diperlukan mengenai hal-hal yang
sebenarnya tentang suatu perusahaan. Jadi dengan adanya Daftar
Perusahaan dapat dicegah atau dihindarkan timbulnya perusahaan-
perusahaan dan badan-badan usaha yang tidak bertanggungjawab serta
dapat merugikan masyarakat.
Suatu hal yang penting pula adalah bahwa kewajiban pendaftaran
perusahaan mempunyai sifat mendidik pengusaha-pengusaha supaya
dalam segala tindakan menjalankan usahanya bersikap jujur dan terbuka
karena keterangan-keterangan yang diberikan adalah sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya sehingga perusahaan yang mendaftarkan itu
sendiri dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Selain untuk
masyarakat pada umumnya dan para pengusaha khususnya, karena Daftar
Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat
secara benar dari setiap kegiatan usaha yang dijalankan secara benar, maka
Daftar Perusahaan dapat merupakan alat pembuktian yang sempurna
terhadap setiap pihak ketiga sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya.
Kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya
dan perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya yang menyebabkan
pula berkembangnya dunia usaha dan perusahaan, memerlukan adanya
Daftar Perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk semua
pihak yang berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang
menyangkut dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta
berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia.
Adanya Wajib Daftar Perusahaan itu penting untuk Pemerintah
guna melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan
iklim dunia usaha yang sehat karena Daftar Perusahaan mencatat bahan-
bahan keterangan yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan usaha
sehingga dapat lebih menjamin perkembangan dan kepastian berusaha
bagi dunia usaha.
Dengan melihat pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982
tentang Wajib Daftar Perusahaan (UUWDP),16 daftar perusahaan adalah
daftar catatan resmi yang dipergunakan oleh Pemerintah, Dunia Usaha dan
pihak lain. Berdasar pasal tersebut, terdapat 3 manfaat dari masing-masing
pihak:
1. Pemerintah : Untuk kepentingan pengamanan pendapatan Negara yang
memerlukan informasi yang akurat.
2. Dunia Usaha : Sebagai sumber informasi untuk kepentingan usahanya
dan untuk mencegah praktek usaha yang tidak jujur.
3. Pihak lain : Bagi yang berkepentingan atau masyarakat yang
memerlukan informasi yang benar.
16 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (UUWDP)
Berikut ini adalah hal-hal yang didaftarkan dalam Wajib Daftar
Perusahaan :
1. Pengenalan tempat
2. Data umum perusahaan
3. Legalitas perusahaan
4. Data pemegang saham
a. Data kegiatan perusahaan
B. Syarat danTata Cara Wajib Daftar Perusahaan.
Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan,
Pendaftaran wajib didaftarkan oleh pemiliknya atau pengurus perusahaan
yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan
memberikan surat kuasa yang sah. Beriku adalah syarat dan tata cara
Wajib Daftar perusahaan :
1. Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang
ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
2. Penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran
perusahaan, yaitu :
a. Di tempat kedudukan kantor perusahaan;
b. Di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu
perusahaan atau kantor anak perusahaan;
c. Di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan
perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan
perjanjian.
3. Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat didaftarkan di tempat
kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau
kantor anak perusahaan, pendaftaran dilakukan pada kantor
pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi tempat kedudukannya.
Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. Pendaftaran Perusahaan
dilakukan oleh Pemilik atau Pengurus/Penanggung Jawab atau Kuasa
Perusahaan yang sah pada KPP Tingkat II ditempat kedudukan
perusahaan. Tetapi kuasa tersebut tidak termasuk kuasa untuk
menandatangani Formulir Pendaftaran Perusahaan.
Pendaftaran Perusahaan dilakukan dengan cara mengisi Formulir
Pendaftaran Perusahaan yang diperoleh secara cuma-cuma dan diajukan
langsung kepada Kepala KPP Tingkat II setempat dengan melampirkan
dokumen-dokumen sebagai berikut :
1. Perusahaan Berbentuk PT :
a. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan serta Data Akta
Pendirian Perseroan yang telah diketahui oleh Departemen
Hukum dan HAM.
b. Asli dan copy Keputusan Perubahan Pendirian Perseroan
(apabila ada).
c. Asli dan copy Keputusan Pengesahan sebagai Badan Hukum.
d. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor Direktur Utama
atau penanggung jawab.
e. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan
dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
2. Perusahaan Berbentuk Koperasi :
a. Asli dan copy Akta Pendirian Koperas
b. Copy Kartu Tanda Penduduk Pengurus
c. Copy surat pengesahan sebagai badan hokum dari Pejabat
yang berwenang.
d. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan
dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
3. Perusahaan Berbentuk Persekutuan Komanditer :
a. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).
b. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab /
pengurus.
c. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan
dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
4. Perusahaan Berbentuk Persekutuan Firma :
a. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).
b. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab /
pengurus.
c. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan
dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
5. Perusahaan Berbentuk Perorangan :
a. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).
b. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab /
pemilik.
c. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan
dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
6. Perusahaan Lain :
a. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).
b. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab
perusahaan.
c. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan
dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
7. Kantor Cabang, Kantor Pembantu dan Perwakilan Perusahaan :
a. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada) atau
Surat Penunjukan atau surat keterangan yang dipersamakan
dengan itu, sebagai Kantor Cabang, Kantor Pembantu dan
Perwakilan.
b. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab
perusahaan.
c. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan
dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang atau
Kantor Pusat Perusahaan yang bersangkutan.
Kepada perusahaan yang telah disahkan pendaftarannya dalam daftar
perusahaan diberikan tanda daftar perusahan yang berlaku untuk jangka
waktu 5 tahun sejak tanggal dikeluarkannya dan wajib dipebaharui sekurang-
kurangnya 3 bulan sebelum tanggal berlakuya berakhir.
Apabila tanda daftar perusahaan hilang, pengusaha berkewajiban untuk
mengajukan permintaan tertulis kepada kantor pendaftaran perusahaan untuk
memperolehpenggantinya dalam waktu selambat-lambatnya 3 bulan setelah
kehilangan itu.
Apabila ada perubahan atas hal yang didaftarkan, wajib dilaporkan pada
kantor tempat pendaftaran perusahaan dengan menyebutkan alas an
perubahan tersebut disertai tanggal perubahan tersebut dalm waktu 3 bulan
setelah terjadi perubahan itu.
Apabila ada pengalihan pemilikan atau pengurusan atsa perusahaan atau
kantor cabang, kantor pembantu, agen dan perwakilannya, pemilik atau
pengurus lama berkewajiban untuk melaporkan.
Apabila terjadi pembubaran perusahaan atau kantor cabang, kantor
pembantu atau perwakilannya, pemilik atau pengurus maupun likuidaror
berkewjiban untuk melaporkanya.
DAFTAR PUSTAKA
www.legalakses.com. Diunduh pada tanggal 14 Juli 2017
Undang-undang No. 40 Tahu 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (bentuk-bentuk Perusahaan),
(Jakarta: Djambatan, 1995)
http://www.PENGERTIAN PERSEROAN TERBATAS « Dadang Sukandar.htm. Diunduh pada
tanggal 12 Juli 20127
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT).
BAB IV
LEASING SEBAGAI MODAL USAHA
A. PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM LEASING
Setiap organisasi bisnis pasti membutuhkan modal untuk mengembangkan
bisnisnya, baik berupa uang maupun barang. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu
mekanisme untuk memperoleh tambahan modal bagi organisasi bisnis yang
ingin mengembangkan bisnisnya tersebut. Untuk memperoleh tambahan
modal, bisa dilakukan dengan cara internal seperti mengubah jumlah saham
dengan mengubah anggaran dasar, dan menambah inbrenk dari para pihak
ysng terkait dengan bisnis tersebut.
Selain dengan cara internal, dapat juga dilakukan penambahan dana secara
eksternal, misalnya penambahan modal saham bisa dilakukan dengan cara go
public (IPO). Untuk mendapat tambahan modal barupa barang bisa dengan
membeli, kredit, atau dengan mnggunakan jasa lembaga pembiayaan.
Di Indonesia sendiri terdapat beberapa bentuk lembaga pembiayaan
seperti:
1. Sewa Guna Usaha (Leasing),
2. Modal Ventura,
3. Anjak piutang,
4. Pembiayaan konsumen, dll.
Masing-masing lembaga tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-
beda, meskipun mereka memiliki persamaan yaitu sebagai lembaga
pembiayaan. Salah satu bentuk lembaga pembiayaan yang menarik untuk
dibahas karena perkembangannya dewasa ini adalah sewa guna usaha (yang
selanjutnya akan disebut Leasing). Meskipun bentuk lembaga pembiayaan
jenis ini masih terbilang muda, namun lembaga pembiayaan barang modal ini
sudah cukup populer dalam dunia bisnis Indonesia saat . Hampir seluruh
bidang bisnis maupun non-bisnis dimasuki oleh lembaga pembiayaan leasing
ini, seperti bisnis transportasi, industri, konstruksi, pertambangan, pertania, dan
lain-lain.
Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan
perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan
oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-
pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut
untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang
jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati
bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang
modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi,
yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak
lessor.
Pengertian leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan
dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP-
122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974
tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan
dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu
perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran
secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk
membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka
waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.
Equipment Leasing Association di London memberikan definisi leasing
sebagai berikut: “Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk
menyewa sesuatu atas barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh
lessee. Hak pemilikan barang modal tersebut ada pada lessor sedangkan lessee
hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang -----
sewa yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka pada prinsipnya
pengertian leasing terdiri dari beberapa elemen di bawah ini:
1. Pembiayaan perusahaan.
2. Penyediaan barang-barang modal.
3. Jangka waktu tertentu.
4. Pembayaran secara berkala.
5. Adanya hak pilih (option right).
6. Adanya nilai sisa yang disepakati bersama.
Pengaturan (dasar hukum leasing) di Indonesia yang terpenting antara lain
adalah:
a. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor: Kep–38/ MK/ IV/1/1972,
tentang lembaga keungan yang telah diubah denan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor: 562/KMK/011/1982.
b. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian,
dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, No. KEP-
122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974, No. 30/Kpb/I/1974.
c. Keputusan Presiden RI No. 61 Tahun 1988, tentang Lembaga
Pembiayaan.
d. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1251/KMK,013/1988, tentang
Ketentuan dan Tatacara Peaksanaan Lembaga Pembiayaan
sebagaimana telah berkali-kali diubah, terakhir dengan Keputusan
Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang Pembiayaan
Perusahaan.
e. Keputusan Menteri Keuangan RI, No. 634 KMK.013/1990,
TENTANG Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan
Sewa Guna Usaha (Perusahaan Leasing).
f. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1169/KMK.01/1991, tentang
Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing).
B. PARA PIHAK DALAM LEASING
Walaupun terdapat banyak variasi leasing, secara umum pihak yang terlibat
dalam sistem pembayaran berpolakan leasing antara lain:
1. Lessor, yakni merupakan pihak yang memberikan pembiayaan dengan cara
leasing kepada pihak yang membutuhkannya. Dalam hal ini lessor bisa
merupakan perusahaan pembiayaan yang bersifat “multi finance”, tetapi
dapat juga perusahaan yang khusus bergerak di bidang leasing.
2. Lessee, ini merupakan pihak yang memerlukan barang modal, barang
modal mana dibiayai oleh Lessor dan diperuntukkan kepada Lessee.
3. Supplier, yakni pihak yang menyediakan barang modal yang menjadi
obyek leasing, barang modal mana dibiayai oleh Lessor kepada Supplier
untuk kepentingan Lessee. Dapat juga Suplier ini merupakan penjual biasa.
Berikut adalah Bagan Hubungan Hukum yang mendasar antara Lessor,
Lessee, dan Suplier
LESSOR 1 SUPPLIER
2
3 LESSEE
Keterangan:
1. Pembayaran harga barang secara tunai.
2. Penyerahan barang modal.
3. Pembayaran kembali harga barang modal secara cicilan.
C. KLASIFIKASI LEASING
Berdasarkan teknik bertransaksi antara lessor dengan lessee, sewa guna
usaha (leasing dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu finance lease dan
operating lease yang akan dijelaskan berikut ini:
1. Finance Lease
Finance Lease sering juga disebut full pay out lease atau capital
lease merupakan jenis sewa guna usaha yang lebih sering diterapkan di
dalam praktik. Pada jenis ini, lessee menghubungi lessor untuk
memilih, memesan, memeriksa, dan memelihara barang modal yang
dibutuhkan. Selama masa sewa lessee membayar sewa secara berkala
dari jumlah seluruhnya ditambah pembayaran nilai sisa (residu value).
Pada masa akhir kontrak lessee ada hak opsi atas barang modalnya
untuk mengembalikan, membeli, atau memperpanjang masa
kontraknya.
Dengan demikian, karakteristik dari finance lease adalah sebagai
berikut:
a. Barang modal bisa berupa barang bergerak atau tidak bergerak
yang berumur maksimumsama dengan masa kegunaan ekonomis
barang tersebut.
b. Barang modal tetap milik lessor sampai berlakunya hak opsi.
c. Jumlah sewa yang dibayar secara angsuran per bulan meliputi
biaya perolehan barang ditambah biaya – biaya lain dan
keuntungan (spread) yang diharapkan lessor.
d. Besarnya harga sewa dan hak opsi harus menutupi harga barang
ditambah keuntungan yang diharapkan lessor.
e. Jangka waktu berlakunya kontrak leasing relatif panjang.
f. Risiko biaya pemeliharaan, kerusakan, pajak, dan asuransi
ditanggung oleh lessee.
g. Kontrak leasing tidak dapat dibatalkan sepihak oleh lessor
(noncancellable).
h. Pada masa akhir kontrak lessee.
Sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi ini dalam praktiknya
memiliki beberapa bentuk derifatif, antara lain direct lease, sale and
lease back, dan syndicated lease.
2. Operating Lease.
Operating lease disebut juga service lease, merupakan jenis sewa
guna usaha (leasing) dimana lessor hanya menyediakan barang modal
untuk disewa oleh lessee dengan tanpa adanya hak opsi di akhir masa
kontrak. Oleh karena itu, dalam menghitung jumlah seluruh
pembayaran sewa secara angsuran tidak termasuk jumlah biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut. Karakteristik
dari operating lease adalah sebagai berikut:.
a. Operating lease biasanya dilakukan oleh pabrikan atau leveransir,
karena biasanya mereka mempunyai keahlian terhadap barang
modal tersebut.
b. Barang modal dalam operating lease biasanya berupa barang yang
mudah terjual setelah kontrak sewa guna usaha berakhir.
c. Besarnya harga sewa lebih kecil dibandingkan dengan harga barang
ditambah keuntungan yang diharapkan lessor (non full pay out).
d. Harga sewa tiap bulannya padaumumnya dibayar dengan jumlah
uang yang tetap.
e. Segala risiko ekonomi atas barang modal, (asuransi, pajak,
kerusakan, pemeliharaan) ditanggung oleh lessor.
f. Jangka waktu kontrak sewa guna usaha relatif lebih pendek jika
dibandingkan umur ekonomis barang modal.
g. Kontrak sewa guna usaha dapat dibatalkan secara sepihak oleh
lessee dengan mengembalikan barang modal kepada lessor.
h. Pada masa akhir kontrak sewa guna usaha, lessee tidak diberikan
hak opsi sehingga wajib mengembalikan barang modal kepada
lessor.
D. PERBEDAAN PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA DENGAN
PERJANJIAN LAIN.
Dewasa ini banyak lembaga pembiayaan yang dimanfaatkan oleh
masyarakat dan para pelaku usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Berbagai
sumber pembiayaan tersebut dapat berupa lembaga keuangan konvensional
bank, lembaga keuangan bukan bank, dan lembaga pembiayaan itu sendiri.
Dalam menjalankan usahanya masing – masing sumber pembiayaan tadi
memiliki produk dan pola yang berbeda antara satu dengan lainnya sesuai
dengan karaterisitik masing – masing. Begitu pula keberadaan sewa guna usaha
(leasing) sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan memiliki ciri khas
yang berbeda dengan bentuk lembaga ppembiayaan lain yang sejenis. Berikut
ini adalah beberapa perbedaan dengan lembaga pembiayaan lain yang
dimaksud:
1. Perbedaan Sewa Guna Usaha dengan Sewa Menyewa.
No. Sewa Guna Usaha Sewa Menyewa
1 Merupakan suatu metode
pembiayaan
Bukan merupakan suatu metode
pembiayaan
2. Lessor berstatus perusahaan,
dan menjadi pemilik barang
yang disewagunakan.
Tidak ada pembatasan status
bagi lessor, dan lessor bisa
pemilik atau bukan pemilik
barang yang disewakan.
3. Obyek berupa barang modal
yang biasanya berupa alat-alat
produksi.
Obyek berupa segala jenis
barang, dapat berupa alat-alat
produksi, atau barang lain yang
tidak habis pakai.
4. Risiko yang terjadi pada obyek
sewa guna usaha seluruhnya
ada pada lessee. Pada
umumnya pemilihan pun
menjadi kewajiban lessee.
Risiko yang terjadi pada obyek
sewa menyewa,demikian juga
masalah pemeliharaan, menjadi
kewajiban lessor.
5. Imbalan jasa yang diterima
lessor berupa pembayaran
secara berkala terhadap harga
perolehan barang.
Imbalan jasa yang diterima
lessor adalah berupa uang sewa.
6. Jangka waktu sewa guna usaha
(umur pemakaian barang
modal) ditentukan
(diutamakan).
Jangka waktu sewa-menyewa
bisa terbatas dan tidak terbatas
(tidak dipersoalkan).
7. Kewajiban lessee untuk
membayar imbalan jasa tidak
berhenti atau berkurang
walaupun barang yang menjadi
obyek perjanjian musnah
ataupun lessee belum
menikmati kegunaan barang
modal tersebut.
Kewajiban lesse hanya ada jika
lessee dapat menikmati barang
yang disewa. Apabila barang
yang disewa musnah, maka
sudah barang tentu lessee tidak
lagi membayar sewa atas barang
yang disewa tersebut.
2. Perbedaan Sewa Guna Usaha dengan Sewa Beli.
No. Sewa Guna Usaha Sewa Beli
1. Merupaakn kegiatan lembaga
pembiayaan
Bukan merupakan kegiatan
lembaga pembiayaan
2. Masa sewa guna usaha
biasanya ditentukan sesuai
dengan umur ekonoomis
Masa sewa beli tidak
memperhatikan umur ekonomis
atas barang yang
barang modal. diperjualbelikan.
3. Lessee menjadi emilik barang
modal hanya jika hak opsinya
digunakan pada akhir masa
kontrak.
Lessee otomatis menjadi pemilik
barang setelah angsuran terakhir
dibayar lunas (di akhir masa
konrak).
3. Perbedaan Sewa Guna Usaha dengan Jual Beli:
No. Sewa Guna Usaha Jual Beli
1. Ada intermediasi keuangan,
yaitulessor yang berkedudukan
sebagai intermedisi keuangan
antara lessee dan suplier.
Tidak ada intermediasi
keuangan. Penjual tidak dalam
kedudukan sebagai intermediasi.
2. Barang modal diperoleh lessee
karena dibiayai oleh lessor.
Barang yang diperoleh dari
penjual atas dana pembeli
sendiri.
3. Yang diserahkan kepada lessee
adalah hak pakai atas barang
modal.
Yang diserahkan kepada
pembeli adalah hak milik atas
barang.
4. Barang menjadi milik lessee
setelah menggunakan hak opsi.
Barang menjadi milik pembeli
setelah dilakukan penyerahan.
E. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN LEASING
Sebagai suatu pranata pembiayaan bisnis tentunya leasing mempunyai plus
minus. Adapun yang merupakan kelebihan-kelebihan leasing daripada metode-
metode pembiayaan lain adalah:
1. Fleksibel, artinya struktur kontrak dapat disesuaikan dengan kebutuhan
perusahaan yaitu besarnya pembayaran atau periode lease dapat diatur
sedemikian rupa sesuai dengan kondisi perusahaan.
2. Tidak diperlukan jaminan, karena hak kepemilikan sah atas aktiva yang di
lease serta pengaturan pembayaran lease sesuai dengan pendapatan yang
dihasilkan oleh aktiva yang dilease sudah merupakan jaminan bagi lease
itu sendiri.
3. Capital saving, yaitu tidak menyediakan dana yang besar, maksimum
hanya menyediakan down payment yang jumlahnya dalam kebiasaan lease
tidak terlalu besar, jadi dalam hal ini bisa dikatakan menjadi suatu
penghematan modal bagi lessee, yaitu lessee dapat menggunakan modal
yang tersedia untuk keperluan lain. Karena leasing umumnya membiayai
100% barang modal yang dibutuhkan.
4. Cepat dalam pelayanan, artinya secara prosedur leasing lebih sederhana
dan relatif lebih cepat dalam realisasi pembiayaan bila dibandingkan
dengan kredit investasi bank, jadi tanpa prosedur yang rumit dan hal itu
memberikan kemudahan bagi para pengusaha untuk memperoleh mesin-
mesin dan peralatan yang mutakhir untuk memungkinkan dibukanya suatu
bidang usaha produksi yang baru atau untuk memodernisasi perusahaan.
5. Pembayaran angsuran lease diperlakukan sebagai biaya operasional,
artinya pembayaran lease langsung dihitung sebagai biaya dalam
penentuan laba rugi perusahaan, jadi pembayarannya dihitung dari
pendapatan sebelum pajak, bukan dari laba yang terkena pajak.
6. Sebagai pelindung terhadap inflasi, artinya terhindar dari resiko penurunan
nilai uang yang disebabkan oleh inflasi, yaitu lessee sampai kapan pun
tetap membayar dengan satuan moneter yang lalu terhadap sisa
kewajibannya.
7. Adanya hak opsi bagi lessee pada akhir masa lease.
8. Adanya kepastian hukum, artinya suatu perjanjian leasing tidak dapat
dibatalkan dalam keadaan keuangan umum yang sangat sulit, sehingga
dalam keadaan keuangan atau moneter yang sesulit apapun perjanjian
leasing tetap berlaku.
9. Terkadang leasing merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan aktiva
bagi suatu perusahaan, terutama perusahaan ekonomi lemah, untuk dapat
memodernisasi pabriknya.
Sedangkan dalam hal ini yang merupakan kelemahan leasing adalah:
1. Biaya bunga yang tinggi.
2. Biaya marginal yang tinggi.
3. Kurangnya perlindungan huku,
4. Proses eksekusi leasing macet yang sulit.
BAB II
PEMBAHASAN
A. RESTRUKTURISASI DENGAN CARA MERGER
Era global dunia telah menyebabkan berkembangnya dunia usaha. Setiap
perusahaan semakin terpacu untuk bersaing dengan perusahaan lain dengan
berlomba-lomba untuk memasuki peluang pasar yang ada. Setiap perusahaan
juga harus siap bersaing dengan perusahaan asing. Hal ini menunjukkan bahwa
persaingan di dunia usaha tidak lagi berskala lokal atau nasional, tapi juga
skala internasional. Hal ini menuntut perusahaan untuk mengembangkan
strategi perusahaan agar dapat bertahan dan berkembang, tujuan dari
pengembangan usaha ini adalah menciptakan nilai bagi investor atau juga
pemegang saham.
Dalam menyikapi fenomena ini, diperlukan suatu strategi yang tepat
sehingga perusahaan harus memiliki langkah antisipasi dalam menghadapi
segala perkembangan yang akan datang dengan kebijkan–kebijaakn yang
diterapkan perusahaan, agar dapat terus beroperasi dan tetap eksis dalam dunia
bisnisnya.
Strategi yang bisa dierapkan oleh perusahaan dalam mengembangkan
aktifitas bisnisnya adalah dengan melakukan ekspansi bisnis, secara internal
dan eksternal. Ekspansi secara internal bisa dilakukan dengan menambah
kapasitas produksi atau membangun divisi bisnis yang baru. Sedangkan secara
eksternal ekspansi dapat dilakukan dengan cara menggabungkan diri dengan
perusahaan lain atau pengambilalihan perusahaan lain.
Penggabungan merupakan salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan.
Restrukturisasi diartikan sebagai penataan kembali struktur badan/lembaga
sehingga kinerja badan/lembaga tersebut dapat lebih efektif dan efisien. Kata
efisiensi sering dianalogikan dengan penghematan, yakni usaha-usaha untuk
meningkatkan hasil kerja lembaga badan/lembaga sehingga dengan
penggunaan sumber daya sekecil mungkin mendapatkan hasil kerja yang
sebesar mungkin. Restrukturisasi perusahaan sendiri terdiri dari merger,
akusisi, dan konsolidasi.
Restrukturisasi perusahaan bertujuan untuk memperbaiki dan
memaksimalisasi kinerja perusahaan. Perusahaan melakukan pembenahan
supaya segera lepas dari krisis melalui berbagai aspek. Perbaikan-perbaikan
tersebut menyangkut berbagai aspek perusahaan, mulai dari perbaikan
portofolio perusahaan, perbaikan permodalan, perampingan manajemen,
perbaikan sistem pengelolaan perusahaan, sampai perbaikan sumber daya
manusia.
Manakala perusahaan sedang berada pada masa yang sulit atau kritis,
maka salah s a t u h a l yan g p e r lu d ip e r t i mb an gk an b ahk an den gan
cep a t ad a l ah m er ge r dalam rangka menyelamatkan perusahaan yang
kritis tersebut. Sebelum kita melangkah lebih jauh untuk membahas hukum
bisnis yang berkaitan dengan merger ini, terlebih dahulu kita melihat apa yang
disebut merger. Dalam bahasa Indonesia istilah “merger” ini juga sering
disebut dengan “penggabungan” perusahaan. Dengan istilah merger ini, yang
dmaksudkan adalah suatu proses hukum untuk meleburnya (fusi) suatu
perusahaan (biasanya perusahaan yang kurang penting) ke dalam perusahaan
lain yang lebih penting, sehingga akibatnya perusahaan yang meleburkan diri
tersebut menjadi bubar. Tindakan merger antara perusahaan-perusahhaan ini
dapat dilukiskan dalam skema berikut ini: 17
A B
Keterangan:
A : Perusahaan yang menggabungkan diri, yang setelah proses merger
menjadi lenyap (dengan atau tanpa likuidasi).
B : Perusahaan mitra merger yang tetap eksis setelah merger.
17 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis (Menata Bisnis Moder di Era Global),(Bandung: PT. Citra AdityaBakti, 2006), halaman 92.
Black Law Dictionary yang merupakan kamus acuan / rujukan, baik bagi
kebanyakan para akademisi, mahasiswa, penulis hukum, maupun praktisi
hukum memberikan batasan merger yang menurut Penulis cukup komprehensif
sebagaimana disitir oleh Munir Fuady dalam buku hukum tentang merger
memberikan definisi: “Merger adalah sebagai suatu fusi atau absorpsi dari
suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat
dikatakan, bahwa dalam hal ini fusi atau absorpsi tersebut dilakukan suatu ----
subyek yang kurang penting dengan subyek lain yang lebih penting. Subyek
yang kurang penting tersebut kemudian membubarkan diri.”18
Dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga dapat kita
temui pengertian merger yang dalam Undang – Undang ini diistilahkan sebagai
penggabungan. Dalam Pasal 1 angka 9 UU No. 40 Tahun 2007 disebutkan
bahwa: 19 “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang
telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang
menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima
penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang
menggabungkan diri berakhir karena hukum”.
Pengertian yang dikemukakan pada Pasal 1 angka 9 UUPT 2007 hampir
sama dengan yang dirumuskan pada Pasal 1 angka 1 PP No. 27 Tahun 1998,
tetapi lebih singkat, yang berbunyi: “Penggabungan adalah perbuatan hukum
yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri
18 http://urai28imam.blogspot.com/2011/03/tujuan-dan-prosedur-penggabungan-merger.htmldiunduh tanggal 11 Januari 2012.19 Pasal 1 angka 9 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
dengan Perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya Perseroan yang
embubarkan diri bubar”.
Bertitik tolak dari pengerian yang telah dipaparkan diatas maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Penggabungan merupakan merger dari dua Perseroan atau lebih ke dalam
satu Perseroan.
2. Perseroan yang menggabungkan diri menjadi berakhir atau bubar karena
hukum.
Dalam praktek, banyak kita temui model-model merger, yang diantaranya
adalah sebagai berikut ini:20
a. Merger Horisontal.
Merger horisontal adalah merger diantara 2 (dua) tau lebih perusahaan
yang bergerak dalam bidang bisnis yang sama atau serupa.
b. Merger Vertikal.
Merger vertikal adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan yang
bergerak dalam 1 (satu) aliran produksi terhadap produk yang sama, yakni
merger dari perusahaan hulu dengan hilir. Misalnya, merger antara pihak
produsen dengan pihak supplier.
c. Merger Kon Generik.
Merger Kon Generik adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan
yang saling berhubungan, tetapi bukan terhadap produk yang sama seperti
pada merger horisontal dan bukan pula antara perusahaan hulu dengan hilir
20Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis (Menata Bisnis Moder di Era Global), (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2006), halaman 95.
seperti dalam merger vertikal. Contoh dari merger Kon Generik adalah
merger antara bank dan perusahaan leasing.
d. Merger Konglomerat.
Merger Konglomerat adalah merger antara 2 (dua) perusahaan atau lebih
yang satu sama lain tidak ada keterkaitan usaha sama sekali.
e. Merger dengan Likuidasi.
Merger dengan Likuidasi adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih
perusahaan dimana perusahaan yang lenyap kemudian dilikuidasi, untuk
kemudian dibereskan.
f. Merger tanpa Likuidasi.
Merger tanpa Likuidasi adalah merger antara 2 (dua) perusahaan atau
lebih dimana perusahaan yang lenyap tidak dilikuidasi, tetapi hak,
kewajiban, kontrak dan lain – lain beralih secara langsung (demi hukum)
kepada perusahaan yang eksis setelah merger.
g. Merger Sederhana.
h. Merger sederhana (simple merger) adalah bentuk prototipe dari merger,
yakni merupaakn merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan yang hak
dan kewajibannya dialihkan langsung kepada perusahaan yang eksis
setelah merger. Jadi, tanpa dilakukan likuidasi.
i. Merger Praktis.
Merger praktis adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan
dimana dalam deal merger tersebut tidak dilakukan pembayaran tunai
terhadap harga saham perusahaan target, tetapi ditukar dengan saham
perusahaan pemerger.
j. Merger Segitiga.
Merger segitiga adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan
dimana perusahaan target merger dileburkan ke dalam anak perusahaan
dari perusahaan pemerger.
k. Merger Segitiga Terbalik.
Merger segitiga terbalik adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih
perusahaan dimana anak perusahaan pemerger dileburkan ke dalam
perusahaan target merger.
l. Merger dengan Metode Pembelian.
Merger dengan Metode Pembelian adalah merger diantara 2 (dua) atau
lebih perusahaan dengan memakaimetode akuntansi yang didasarkan
kepada pembelian berdasarkan harga pasar dalam menilai perusahaan
target.
m. Merger dengan Pooling of Interest.
Merger dengan Pooling of Interest adalah merger diantara 2 (dua) atau
lebih perusahaan dengan memakai metode akuntansi yang didasarkan
kepada nilai buku dalam menilai perusahaan target. Dalam hal ini balance
sheet diantara kedua perusahaan tersebut digabung.
Merger menimbulkan beberapa akibat hukum, yang terpenting diantaranya
adalah sebagai berikut:21
1. Akibat Hukum Terhadap Aktiva dan Passiva.
Aktiva dan passiva Perseroan yang menggabungkan diri, karena hukum
“beralih” sepenuhnya kepada Perseroan yang menerima penggabungan.
21 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2011), halaman485.
2. Akibat Hukum kepada Pemegang Saham.
Pemegang Saham Perseroan yang menggabungkan diri, karena hukum atau
demi hukum menjadi Pemegang Saham pada Perseroan yang menerima
penggabungan.
3. Akibat Hukum kepada Perseroan yang Menggabungkan Diri.
Akibat selanjutnya yang dianggap penting, menyangkut suatu badan hukum
Perseroan yang menggabungkan diri. Dalam hal ini karena hukum atau demi
hukum:
a. Perseroan yang menggabungkan diri lenyap dan berakhir statusnya
sebagai badan hukum.
b. Berakhirnya terhitung sejak tanggal penggabungan mulai berlaku.
B. DAFTAR PUSTAKA
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Fuady , Munir, Pengantar Hukum Bisnis (Menata Bisnis Moder di Era
Global),(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006).
Harahap, Yahya, M. Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT. Sinar
Grafika, 2011).
Cornellius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Merger Perusahaan Publik
(Suatu Kajian Hukum Korporasi), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2006).
http://urai28imam.blogspot.com/2011/03/tujuan-dan-prosedur-
penggabungan-merger.html
BAB VII
HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA
A. Tinjauan Umum tentang Hukum Persaingan Usaha di Indonesia
Dalam perkembangan sistem hukum di Indonesia, hukum persaingan
usaha (competition law) merupakan pengembangan dari hukum ekonomi
(economic law), yang memiliki karakteristik tersendiri. Sebagaimana
diketahui bahwa salah satu karakteristik dari hukum ekonomi bersifat
fungsional dengan meniadakan perbedaan antara hukum publik dan hukum
privat yang selama ini dikenal.
Selain mempelajari ilmu hukum juga penting mempelajari ekonomi
khususnya ekonomi industri, sehingga dengan bantuan ilmu eko’nomi
akan dapat dipahami secara baik hukum persaingan usaha.22
Pesatnya dinamika bidang ekonomi nasional, tidak dapat dipungkiri
telah pula memacu perkembangan bidang hukum yang merupakan rule of
the game dari kegiatan ekonomi. Berbagai perangkat hukum di bidang
ekonomi sebelum ini yang berbasis kepada Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang serta Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana yang nota bene merupakan peninggalan
Pemerintah Kolonial Belanda yang berkiblat kepada Mahzab Eropa
Kontinental tidak lagi mampu mengakomodasi permasalahan dari
dinamika kegiatan ekonomi yang ada. Oleh karena itu, kecenderungan
22 Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012, hlm205.
penyusunan berbagai produk peratuan perundang-undangan yang khusus
(lex spesialist) di bidang ekonomi tidak lagi dapat terbendung.
Sehubungan dengan itu Sri Redjeki Hartono menyatakan, bahwa:
“Hukum ekonomi sebagai suatu kajian hukum merupakan suatu
kajian yang luas, karena mencakup dua ruang lingkup hukum
sekaligus, yaitu: ruang lingkup hukum publik dengan kajian
makro, dan ruang lingkup hukum perdata/dagang sebagai
kajian mikro. Luasnya bidang kajian hukum ekonomi membuat
hukum ekonomi mampu mengakomodasikan dua aspek hukum
sekaligus sebagai suatu kajian yang komprehensif. Adapun
aspek hukum tersebut meliputi aspek hukum publik dan aspek
hukum perdata. Keduanya mengandung berbagai asas hukum
yang bersumber dari kedua aspek hukum tersebut.”23
Pendapat lainnya dari Agus Brotosusilo menyatakan, bahwa
pembidangan hukum dalam bidang publik dan perdata seperti
sekarang tidak dapat dipertahankan lagi, karena dalam kenyataannya
kini hampir tidak ada lagi bidang kehidupan yang terlepas dari campur
tangan negara.
Berdasarkan uraian di atas, maka hukum persaingan usaha
sebagai bagian dari hukum ekonomi juga dengan sendirinya memuat
aspek hukum privat dan hukum publik, sehingga eksistensi hukum
persaingan usaha merupakan hukum fungsional yang tidak hanya
23 Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, Malang: Bayu Media Publishing, 2007, hlm 12.
beraspekan hukum privat/perdata saja, melainkan juga sekaligus
memuat aspek-aspek hukum publik.24
Benar di banyak kasus persaingan usaha terdapat unsur
peristiwa hukum di dalamnya seperti adanya perjanjian atau
kesepakatan di antara para pelaku usaha yang bersaing, namun
sebenarnya jika dipahami maka hubungan perdata tersebut adalah
bagian dari suatu persengkokolan jahat (seperti kartel) yang
merugikan publik (konsumen dalam jumlah besar) atau pelaku usaha
lain sehingga sebenarnya peristiwa perdata tersebut telah masuk ke
ranah hukum pidana atau setidaknya suatu tindakan perdata yang
merugikan pihak perdata lainnya. Sementara jika terdapat suatu kasus
yang seolah-olah perselisihan perdata di antara dua pelaku usaha,
maka sebenarnya peristiwa perselisihan tersebut bukan didasarkan
adanya hubungan keperdataan (dalam arti penjanjian atau
kesepakatan) namun lebih ke dalam ranah hukum pidana maka masuk
wilayah perbuatan melawan hukum. Bahkan untuk beberapa tindakan
persaingan tidak sehat seperti kartel (perjanjian atau kesepakatan di
antara seluruh pesaing di pasar bersangkutan tertentu) yang
dikarenakan unsur kejahatan (kerugian)-nya pada publik (konsumen
dalam jumlah besar) sangat kuat, maka kartel di beberapa negara
dinyatakan sebagai tindak pidana.25
24 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2013,hlm 4.
25 Ibid., hlm 6.
Sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan Umum atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 diketahui bahwa pembangunan
ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah
menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya
kesejahteraan rakyat. Disadari bahwa pemusatan ekonomi yang
dikuasai negara dan perusahaan monopoli saja tidak cukup untuk
membangun suatu perekonomian yang bersaing.
Hal-hal yang merupakan dasar pembentukan setiap perundang-
undangan antimonopoli, yaitu justru pelaku usaha itu sendiri yang
cepat atau lambat melumpuhkan dan menghindarkan dari tekanan
persaingan usaha dengan melakukan perjanjian atau penggabungan
perusahaan yang menghambat persaingan serta penyalahgunaan posisi
kekuasaan ekonomi untuk merugikan pelaku usaha yang lebih kecil.
Adanya keperluan bahwa negara menjamin keutuhan proses
persaingan usaha terhadap gangguan dari pelaku usaha terhadap
gangguan dari pelaku usaha dengan menyusun undang-undang, yang
melarang pelaku usaha mengganti hambatan perdagangan oleh negara
yang baru saja ditiadakan dengan hambatan persaingan swasta.26
Sementara itu latar belakang langsung dari penyusunan Undang-
Undang Antimonopoli ini adalah perjanjian yang dilakukan antara
Dana Moneter Internasional (IMF) dengan pemerintah Republik
Indonesia, pada tanggal 15 Januari 1998. Dalam perjanjian tersebut,
IMF menyetujui pemberian bantuan keuangan kepada Negara
26 Andi Fahmi Lubis, et. al. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, Jakarta: KomisiPersaingan Usaha dan Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammernarbeit (GTZ) GmbH,2009, hlm 13.
Republik Indonesia sebesar US$ 43 miliar yang bertujuan untuk
mengatasi krisis ekonomi, akan tetapi dengan syarat Indonesia
melaksanakan reformasi ekonomi dan hukum ekonomi tertentu. Hal
ini menyebabkan diperlakukannya Undang-Undang Antimonopoli.
Akan tetapi, perjanjain dengan IMF tersebut bukan merupakan satu-
satunya alasan penyusunan undang-undang tersebut.27
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini
memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong
percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan
jiwa Undang-Undang Dasar 1945.
Sesuai dengan tujuannya, pada dasarnya substansi Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur mengenai larangan perbuatan
dan hubungan hukum (perilaku) yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Dengan lahirnya
hukum persaingan usaha sebagaimana bersumber pada Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, diharapkan dapat mewujudkan
demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila yang memberikan
kesempatan kepada setiap pelaku usaha untuk ikut serta dalam proses
produksi dan pemasaran barang dan/atau jasa dalam iklim kegiatan
usaha yang sehat, efektif dan efisien.
27 Ibid., hlm 12.
Kebutuhan akan pentingnya hukum persaingan usaha di
Indonesia merupakan salah satu prasyarat akan berjalannya sistem
ekonomi demokrasi yang berdasarkan Pancasila. Pembentukan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak lepas dari pertimbangan
akan harapan meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional. Secara
filosofis, undang-undang ini juga merefleksikan kondisi
perekonomian Indonesia. Salah satu tujuan dari lahirnya Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 ialah untuk mewujudkan iklim usaha
yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat
sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama
bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha
kecil. Selain itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga bertujuan
untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Ketika tujuan tersebut terpenuhi, stabilitas perekonomian dan
kepastian hukum menjadi lebih terjamin.28
Sebenarnya dengan adanya persaingan usaha akan menimbulkan
banyak keuntungan bagi masyarakat, tetapi tidak bagi pengusaha,
beberapa keuntungan yang dapat dinikmati masyarakat:
1. harga bagi konsumen bisa lebih rendah karena produsen berusaha
bekerja efisien dan menurunkan harga jual;
2. bisnis berusaha meningkatkan pelayanan bagi konsumen;
3. bisnis berusaha menciptakan barang baru dengan mutu yang baik;
28 Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm 33.
4. menghilangkan bisnis yang tidak mampu bekerja secara efisien dan
yang memboroskan sumber daya.
Dengan demikian, praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat dapat merugikan masyarakat banyak, karena melalui Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 diatur mengenai larangan
antipersaingan usaha yang sehat. Lahirnya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 dimaksudkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi
yang sehat dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar, sehingga di
masa yang akan datang tidak akan terjadi pemusatan kekuatan
ekonomi pada pelaku usaha tertentu. Ketentuan dalam Pasal-pasal dari
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 akan menuntun pelaku usaha
yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia selalu berada dalam
situasi persaingan usaha yang sehat dan wajar.
Persaingan yang kompetitif tersebut merupakan syarat mutlak
bagi setiap komunitas bisnis dalam suatu negara untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang efisien, termasuk dalam proses
industrialisasi. Dalam pasar yang bersaing tidak sehat, perusahaan-
perusahaan akan saling bersaing untuk menarik lebih banyak
konsumen dengan menjual produk mereka dengan harga yang
serendah mungkin, meningkatkan mutu produk dan memperbaiki
pelayanan kepada konsumen. Agar ekonomi pasar berjalan dengan
baik dan memberik kemaslahatan kepada semua pihak, persaingan
haruslah efektif, melibatkan sejumlah besar pesaing bebas, sehingga
mencegah terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat.29
DAFTAR PUSTAKA
Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2012.
Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, Malang: Bayu Media
Publishing, 2007.
Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, 2013,
Andi Fahmi Lubis, et. al. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks,
Jakarta: Komisi Persaingan Usaha dan Deutsche Gesellschaft fur Technische
Zusammernarbeit (GTZ) GmbH, 2009.
29 Ibid., hlm 34.
BAB VIII
KARTEL
1) Pengertian Kartel
Mendengar atau membaca kata kartel langsung timbul kesan
negatif. Kartel adalah dua atau lebih pelaku usaha (perusahaan) yang
melakukan suatu koordinasi perilaku/tindakan melalui suatu perjanjian
untuk menutup persaingan di antara mereka di pasar yang
bersangkutan.30
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia salah satu pengertian
kartel adalah persetujuan sekelompok perusahaan dengan maksud
mengendalikan harga komoditas tertentu.
Black’s Law Dictionary mengemukakan bahwa kartel
merupakan:
“A combination of producers of any product joined together to
control its production, sale, and price, so as to obtain a
monopoly and restrict competition in any particular industry
or comodity. Such exist primarily in Europe, being restricted
in United States by antitrust laws. Also, on association by
aggrement of companies or section’s of companies having
30Udin Silalahi, Perusahaan Saling Mematikan & Bersekongkol Bagaimana Cara Memenangkan?,Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007, hlm 17.
common interest, designed to prevent extreme or unfair
competition and allocate markets, and to promote the
interchange of knowledge resulting from scientific and
technical research, exchange of patent rights, and
standarlization of products.”
Dalam Kamus Lengkap Ekonomi Kedua yang disusun oleh
Christopher Pass dan Bryan Lowes, cartel atau kartel diartikan
sebagai bentuk kolusi atau persengkokolan antara suatu kelompok
pemasok yang bertujuan untuk mencegah persaingan sesama mereka
secara keseluruhan atau sebagian.31
Menurut Posner karakteristik kartel adalah jika hanya terdapat
sedikit penjual dengan pembagian wilayah yang sangat tinggi.
Semakin banyak pelaku usaha di pasar semakin sulit untuk
terbentuknya kartel. Tidak ada barang substitusi; produk di pasar
sifatnya homogen; dan adanya kolusi.32
Kartel menyatukan perilaku dan sikap dari para produsen atau
pedagang, dengan maksud menciptakan situasi monopolistik, supaya
bisa mengurangi atau meniadakan persaingan sama sekali. Kalau
persaingan tidak ada atau kadarnya sangat berkurang, harga bisa
ditentukan semaunya, atau melalui cara lain, laba dapat ditingkatkan.
Supaya harga dengan laba yang tinggi dapat dipertahankan, kalau
31Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: Prenada MediaGroup, 2009, hlm 33.
32Cenuk Widyastrisna Sayekti, Pembuktian Dugaan Kartel Dengan Indirect Evidence BerdasarkanPeraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No.04 Tahun 2010, Jurnal Hukum Bisnis Volume30-N0.2-Tahun 2011, 2011, hlm 19.
perlu pasokannya dibatasi. Semuanya dengan kesepakatan antar-
produsen. Jadi jumlah produsen bisa banyak, dan masing-masing
berdiri sendiri-sendiri. Tetapi mereka bersepakat. Kesepakatan ini
banyak sekali yang dilakukan secara diam-diam atau dengan
gentleman’s agreement33. Maka sulit diketahui. Akan dirasakan bagi
yang terkena.34
Jenis kartel yang paling umum terjadi di kalangan penjual
adalah perjanjian penetapan harga, persekongkolan penawaran tender
(bid rigging), perjanjian pembagian wilayah (pasar) atau pelanggan,
dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan yang paling sering
terjadi di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,
perjanjian alokasi dan bid rigging.35
Dapat dikemukakan bahwa kartel biasanya dilakukan baik untuk
tujuan pemanfaatan kekuatan pasar bersama dari para pemasok untuk
mendapatkan keuntungan-keuntungan monopoli, atau untuk
mempertahankan diri dari persaingan yang mematikan dari desakan
perusahaan yang beroperasi pada tingkat merugi, yang sering terjadi
pada saat permintaan sangat menurun (disebut “krisis kartel”).
Berkaitan dengan itu, Undang-Undang Antimonopoli, kartel
adalah perjanjian yang mengandung maksud untuk memengaruhi
33Gentleman’s Agreement is an arrangement or understanding which is based upon the trust ofboth or all parties, rather than being legally binding. Bila salah satu pihak melanggar, makatidak dapat dipercaya lagi. Maka dibuatlah MoU sebagai pengikat perjanjian bisnis. Tetapimasih banyak yang melanggar MoU, karena ada saja pasal-pasal dalam perjanjian tersebut yangmenjadi titik lemah untuk dilanggar, (diakses 26 April 2015).
34Kwik Kian Gie, Op. Cit., hlm 38.35Anna Maria Tri Anggraini, Makalah yang berjudul Kajian Yuridis Terhadap Perjanjian Penetapan
Harga Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan PersainganUsaha Tidak Sehat, 2011, (diakses pada tanggal 24 April 2015).
harga dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang
dan/atau jasa. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 11 Undang-
Undang Antimonopoli yang berbunyi:
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga
dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang
dan/atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan/atau persaingan tidak sehat.”36
Pengaturan persaingan sangat membutuhkan pengetahuan dan
pemahaman yang mendalam mengenai semua hal ini. Kalau tidak, kita
akan berbicara sangat simpang siur, dan kalau mau mengatur sebelum
memahami betuk bentuk-bentuk dan instrumen-instrumen untuk
memusatkan kekuatan ekonomi, kita akan ngawur, sehingga
pengaturan akan menimbulkan masalah yang lebih besar dalam aspek
lainnya.37
2) Jenis-jenis Kartel
a. Kartel Harga Pokok (prijskartel)
Di dalam kartel harga pokok, anggota-anggota menciptakan
peraturan diantara mereka untuk perhitungan kalkulasi harga
pokok dan besarnya Iaba. Pada kartel jenis ini ditetapkan harga
penjualan bagi para anggota kartel. Benih dari persaingan kerapkali
juga datang dari perhitungan Iaba yang akan diperoleh suatu badan
36 Hermansyah, Op. Cit., hlm 33.37 Kwik Kian Gie, Op. Cit., hlm 41.
usaha. Dengan menyeragamkan tingginya laba, maka persaingan
diantara mereka dapat dihindarkan.38
b. Kartel Harga
Dalam kartel ini ditetapkan harga minimum untuk penjualan
barang-barang yang mereka produksi atau perdagangkan. Setiap
anggota tidak diperkenankan untuk menjual barang-barangnya
dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah
ditetapkan itu. Pada dasarnya anggota-anggota itu diperbolehkan
menjual di atas penetapan harga, akan tetapi atas tanggung jawab
sendiri.39
c. Kartel Kontingentering
Di dalam jenis kartel ini, masing-masing anggota kartel
diberikan jatah dalam banyaknya produksi yang diperbolehkan.
Biasanya perusahaan yang memproduksi lebih sedikit daripada
jatah yang sisanya menurut ketentuan, akan diberi premi hadiah,
namun jika melakukan yang sebaliknya maka akan didenda.
Maksud dari pengaturan ini adalah untuk mengadakan restriksi
yang ketat terhadap banyaknya persediaan barang, sehingga harga
barang-barang yang mereka jual dapat dinaikkan. Ambisi kartel
kontingentering biasanya untuk mempermainkan jumlah
38Hasim Purba, Tinjauan Terhadap Holding Company, Trust, Cartel, dan Concern (online),http://library.usu.ac.id/download/fh/perda-hasim1.pdf, 2003, (diakses pada tanggal 18 April2015).
39Ibid
persediaan barang dengan cara menahan dan mengatur
ketersediaan barang tetap dalam kekuasaannya.40
d. Kartel Kuota
Kartel kuota adalah pembagian volume pasar diantara para
pesaing usaha. Disini ditetapkan volume produksi dan atau
penjualan tertentu atau ditentukan batas maksimal untuk volume
produksi dan/atau penjualan yang diperbolehkan, dan kuota
tersebut biasanya dijamin oleh pengaturan pasokan atau
pembayaran pengimbangan dalam hal volume produksi atau
pemasaran yang telah ditetapkan dilewati. Kartel kuota bertujuan
untuk menaikkan tingkat harga.41
e. Kartel Standart atau Kartel Tipe
Kartel ini adalah perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha
mengenai standart, tipe, jenis atau ukuran tertentu yang harus
ditaati. Perjanjian tersebut mengakibatkan pembatasan produksi
karena pelaku usaha dihalangi untuk menggunakan standar atau
tipe lain. Perjanjian tersebut dengan cara yang khas tidak hanya
menghambat persaingan kualitas, melainkan secara tidak langsung
mempengaruhi persaingan harga diantara para anggota kartel.42
f. Kartel Kondisi
Perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha mengenai
standardisasi ketentuan perjanjian, yang tidak berkaitan langsung
40Ibid41Knud Hansen,et.al.,Undang – Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, Jakarta: Katalis, 2002, hlm 208.42Ibid., hlm 209.
atau tidak langsung dengan harga, tetapi berkaitan dengan unsur
lain dalam perjanjian bersangkutan. Perjanjian tersebut bertujuan
untuk menghambat penjualan, oleh karena anggota kartel tidak
dimungkinkan untuk membuat perjanjian lain dengan mitra
kontrak individu. Setiap kondisi kurang lebih mempengaruhi
harga, hal mana dapat terjadi melalui mekanisme pasar, atau
dengan memperhatikan pembagian resiko dari segi kalkulasi
(tanggung jawab dan jaminan) serta melalui kondisi tambahan
yang harus dipenuhi (pengemasan, pengiriman, pelayanan).43
g. Kartel Syarat
Dalam kartel ini memerlukan penetapan-penetapan di dalam
syarat-syarat penjualan misalnya kartel yang menetapkan standar
kualitas barang yang dihasilkan atau dijual, dan/atau menetapkan
syarat-syarat pengiriman, apakah ditetapkan loco gudang, Fob,
C&F, Cif, embalase atau pembungkusan dan syarat-syarat
pengiriman lainnya. Tujuan yang dimaksud oleh para anggota
adalah keseragaman diantara para anggota kartel. Keseragaman itu
perlu di dalam kebijakan harga, sehingga tidak akan terjadi
persaingan diantara mereka.44
h. Kartel Laba atau Pool
Di dalam kartel anggota kartel biasanya menentukan
peraturan yang berhubungan dengan laba yang mereka peroleh.
Misalnya bahwa laba kotor harus disentralisasikan pada suatu kas
43Ibid., hlm 210.44Hasim Purba, Op.Cit., hlm 9.
umum kartel, kemudian laba bersih kartel akan dibagikan diantara
mereka dengan perbandingan tertentu pula.45
Tujuan utama setiap perusahaan adalah untuk mendapatkan
keuntungan maksimum dan berusaha menjadi seorang monopolis,
di mana hal ini dapat difasilitasi melalui perjanjian kartel. Dengan
menghindarkan persaingan maka keuntungan dapat diraih. Kartel
tidak memberikan profit yang luar biasa, tetapi akan lebih baik dan
efektif jika persaingan tidak ada.46
i. Kartel Rayon
Kartel rayon atau kadang-kadang juga disebut kartel
wilayah pemasaran untuk mereka. Penetapan wilayah ini kemudian
diikuti oleh penetapan harga untuk masing-masing daerah. Kartel
rayon juga menentukan suatu peraturan bahwa setiap anggota tidak
diperkenankan menjual barang-barangnya di daerah lain. Dengan
ini dapat dicegah persaingan diantara anggota, yang mungkin
harga-harga barangnya berlainan.47
3) Aspek positif dan negatif bagi para anggota
Bentuk-bentuk kartel yang dilakukan adalah kartel harga, kartel
produksi dan kartel pembagian wilayah pemasaran. Inilah yang secara
45Ibid46Susanti Adi Nugroho, Op. Cit., hlm 182.47Hasim Purba, Op.Cit., hlm 9.
klasik disebut dengan hard core cartels. Para pelaku usaha yang
semestinya saling bersaing secara bebas di pasar, justru melakukan
persekongkolan (perjanjian) untuk mengatur/mengendalikan harga,
jumlah produksi dan pembagian wilayah pemasaran. Tujuan
pengendalian itu adalah untuk meningkatkan jumlah keuntungan bagi
anggota kartel.48
Aspek-aspek positif dari suatu kartel bagi para anggotanya
antara lain:
1) Kedudukan para pekerja lebih stabil jika dibandingkan dengan
kedudukan, mereka di dalam persaingan bebas. Karena kartel
umumnya dapat melaksanakan rasionalisasi, maka kemungkinan
sekali harga barang-barang yang dijual atau diproduksi kartel
cenderung turun pula.
2) Kebaikan-kebaikan kartel bagi badan usaha yang tergantung di
dalamnya yaitu: risiko penjualan barang-barang yang dihasilkan
dan risiko kapital para anggota dapat diminimalkan, karena baik
produksi maupun penjualan dapat diatur dan dijamin jumlahnya.
3) Karena kedudukan monopoli dari kartel di pasar menyebabkan
kartel mempunyai posisi yang baik di dalam menghadapi
persaingan, demikian pulalah dalam hal buruh. Hubungan
perburuhan dan manajemen personalia mungkin lebih tenang,
karena ketegangan-ketegangan yang disebabkan tuntutan
48Udin Silalahi, Op. Cit., hlm 17.
kenaikan upah, atau kenaikan kesejahteraan pekerja lainnya
dapat lebih mudah dikabulkan oleh pengusaha.
Adapun aspek-aspek negatif dari kartel bagi para anggotanya
antara lain:
1) Keburukan kartel bagi para anggota, misalnya kegiatan para
pengusaha dan manajer tingkat tinggi yang tergabung di dalam
kartel itu bisa berkurang, lantaran laba yang diperoleh bagi
anggota secara individual hampir stabil dan lebih pasti. Giat atau
tidak giat anggota kartel akan memperoleh laba yang hampir
tetap.
2) Peraturan yang dibuat bersama di antara mereka, dengan sanksi-
sanksi intern kartel itu, akan mengikat kebebasan para anggota
yang bergabung dalam kartel.
3) Dalam berbagai kemungkinan, saingan kartel dapat
menyelundup ke dalam anggota kartel.
4) Dalam kehidupan masyarakat luas. Kartel dianggap sebagai
sesuatu yang merugikan masyarakat, karena kartel itu praktis
dapat meninggikan harga dengan gaya yang lebih leluasa
daripada di dalam pasar bebas.49
Dengan diundangkannya UU No 5 Tahun 1999, maka praktik
bisnis kartel sebenarnya kurang tepat diberikan beroperasi dalam
sistem perekonomian nasional. Praktik kartel walaupun dapat
49 Susanti Adi Nugroho, Op. Cit., hlm 184-185.
menghasilkan barang dan jasa dengan harga murah, tetapi dapat
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang merusak sendi-sendi
perekonomian masyarakat. Melihat berbagai jenis praktik kartel yang
dapat muncul dalam dunia bisnis, maka tampak bahwa praktik
monopoli dapat terjadi dalam berbagai lapangan/sektor kegiatan bisnis
yang dilakukan oleh sekelompok pengusaha secara bersama-sama,
sebab salah satu praktik kartel itu adalah penguasaan produk sejumlah
produksi oleh sekelompok pengusaha yang tergabung dalam satu
kartel. Praktik seperti ini dilarang sepanjang menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat.
Suatu kartel pada umumnya mempunyai beberapa karakteristik:
1) Terdapat konspirasi di antara beberapa pelaku usaha.
2) Melibatkan para senior eksekutif dari perusahaan yang terlibat.
Para senior ini biasanya menghadiri pertemuan-pertemuan dan
membuat keputusan.
3) Biasanya dengan menggunakan asosiasi untuk menutupi
kegiatan mereka.
4) Melakukan price fixing atau penetapan harga. Agar penetapan
harga berjalan efektif, maka diikuti dengan alokasi konsumen
atau pembagian wilayah atau alokasi produksi.
5) Adanya ancaman atau sanksi bagi anggota yang melanggar
perjanjian.
6) Adanya distribusi informasi kepada seluruh anggota kartel.
Bahkan jika memungkinkan dapat menyelenggarakan audit
dengan menggunakan data laporan produksi dan penjualan pada
periode tertentu.
7) Adanya mekanisme kompensasi dari anggota kartel yang
produksinya lebih besar atau melebihi kuota terhadap mereka
yang produksinya kecil, atau mereka yang diminta untuk
menghentikan kegiatan usahanya.50
4) Pembuktian Kartel
Pedoman pelaksanaan Pasal 11 tentang Kartel merupakan
petunjuk pelaksanaan untuk membuktikan dan menentukan unsur-
unsur adanya kartel, yang digunakan KPPU untuk membuktikan
unsur-unsur yang terdapat dalam Kartel berdasarkan Pasal 11 UU No.
5 Tahun 1999, yaitu:
1) Pelaku usaha
Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi.51 Pelaku usaha yang terkait dalam kartel biasanya
lebih dari dua pelaku usaha, bahkan tidak jarang terjadi dalam
asosiasi dagang dengan cara saling melakukan pertukaran
50 Ibid., hlm 188.51 Lihat Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
informasi di bidang harga, pasokan produk, maupun pembagian
wilayah.
2) Perjanjian
Pada dasarnya kartel merupakan salah satu bentuk
perjanjian yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999. Bentuk
perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7 UU
No. 5 Tahun 1999 dapat berbentuk tertulis maupun tidak tertulis.
Pembuktian perjanjian tidak tertulis dapat dilakukan melalui
bukti kesepakatan yang tertuang dalam agenda rapat dalam
bentuk catatan maupun notula. KPPU seringkali mengalami
kesulitan memperoleh data, karena KPPU tidak mempunyai
kewenangan untuk menggeledah dan menyita dokumen yang
diperlukan sebagai pembuktian.
3) Pelaku usaha pesaingnya
Unsur pelaku usaha pesaingnya adalah pelaku usaha
dalam pasar bersangkutan, di mana konsep dan pengertian pasar
bersangkutan diatur berdasarkan Peraturan Komisi Pengawasan
Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun 2009 mengenai Pedoman
Pasal 1 angka 10 tentang Pasar Bersangkutan.
4) Bermaksud mempengaruhi harga dan mengatur produksi
dan/atau pemasaran barang atau jasa
Perilaku para anggota kartel untuk memengaruhi harga
merupakan salah satu unsur penting yang dijadikan indikasi
awal adanya kartel. Hal ini mengingat tujuan akhir pembentukan
kartel adalah maksimalisasi profit dengan menetapkan harga
eksesif melalui berbagai cara, misalnya membatasi kapasitas
produksi dan pasokan barang sehingga harga tetap tertahan di
level yang supra kompetitif. Pengaturan produksi diartikan
sebagai menentukan jumlah produksi, baik bagi anggota kartel
keseluruhan maupun bagi setiap anggota. Pengertian mengatur
pemasaran berarti mengatur jumlah yang akan dijual dan/atau
wilayah mana para anggota menjual produksinya.
5) Mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat
Unsur yang terakhir ini diartikan sebagai pemusatan
kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha, yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran
barang atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat. Sementara usaha dapat mengakibatkan
persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan/atau pemasaran barang atau jasa dengan cara tidak
jujur.52
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menetapkan,
bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan para
pesaingnya untuk mempengaruhi harga “hanya jika” perjanjian
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau
persaingan tidak sehat. Ketentuan ini mengarahkan pihak komisi
52 Susanti Adi Nugroho, Op. Cit., hlm 190.
(KPPU) untuk menggunakan pendekatan rule of reason dalam
menganalisis kartel.53Larangan yang berkaitan dengan kartel ini hanya
berlaku apabila perjanjian kartel tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Berarti,
pendekatan yang digunakan dalam kartel adalah rule of reason.
Keunggulan dari Rule of Reason adalah dapat kuat membuktikan dari
sudut efisiensi menetapkan apakah suatu tindakan pelaku usaha
menghambat persaingan. Sedangkan kekurangannya, penilaian yang
akurat tersebut bisa menimbulkan perbedaan hasil analisa yang
mendatangkan ketidakpastian. Kesulitan penerapan rule of reason
antara lain penyelidikan akan memakan waktu yang lama dan
memerlukan pengetahuan ekonomi.
Adapun kata-kata dalam Pasal 11 tersebut yakni mengatur
produksi dan/atau pemasaran yang bertujuan mempengaruhi harga
sehingga tidak adanya kesempatan dari pihak lawan dalam pasar
untuk menentukan penawaran diantara anggota kartel. Pasal ini
menunjukkan cakupan hanya dalam hal produksi dan penjualan, tidak
meliputi pengembangan dan pembelian. Selain itu pasal ini
menjangkau pembagian pelanggan yang tidak tercakupdalam Pasal 9
(pembagian wilayah), namun tidak mencakup tender kolusif (Pasal
22) dan agensi yang melaporkan harga yang teridentifikasi yang
dicakup Pasal 5. Oleh karena itu, pembahasan dalam Pasal 11 terkait
dengan Pasal 5, 9 dan 10 yaitu dianggap sebagai per se illegal di
53A.M. Tri Anggraini, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Perse Illegaldan Rule of Reason, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003, hlm 210.
negara-negara barat. Sebab pada kenyataan bahwa price fixing dan
perbuatan-perbuatan kartel mempunyai dampak negatif terhadap harga
dan output jika dibandingkan dengan dampak pasar yang kompetitif.
Adapun kartel jarang sekali menghasilkan efisiensi karena yang
dihasilkan sangat kecil dibandingkan dengan dampak negatif
tindakan-tindakannya.54
Jika suatu kegiatan yang dilarang dilakukan oleh seorang
pelaku usaha akan dilihat seberapa jauh efek negatifnya hal ini terlihat
dalam lingkup doktrin rule of reason. Ciri-ciri pembeda terhadap
larangan yang bersifat rule of reason, pertama adalah bentuk aturan
yang menyebutkan adanya persyaratan tertentu yang harus terpenuhi
sehingga memenuhi kualifikasi adanya potensi bagi terjadinya praktik
monopoli dan atau praktik persaingan usaha yang tidak sehat.Ciri
kedua adalah apabila dalam aturan tersebut memuat anak kalimat
“patut diduga atau dianggap”.55
54Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010,hlm 105.
55Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Malang: Bayumedia Publishing, 2007, hlm 230.
DAFTAR PUSTAKA
Udin Silalahi, Perusahaan Saling Mematikan & Bersekongkol Bagaimana Cara
Memenangkan?, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007.
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta:
Prenada Media Group, 2009, hlm 33.
Cenuk Widyastrisna Sayekti, Pembuktian Dugaan Kartel Dengan Indirect
Evidence Berdasarkan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No.04
Anna Maria Tri Anggraini, Makalah yang berjudul Kajian Yuridis Terhadap
Perjanjian Penetapan Harga Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, 2011.
Hasim Purba, Tinjauan Terhadap Holding Company, Trust, Cartel, dan Concern
(online), http://library.usu.ac.id/download/fh/perda-hasim1.pdf, 2003.
A.M. Tri Anggraini, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat Perse Illegal dan Rule of Reason, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2003, hlm 210.
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2010, hlm 105.
Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Malang: Bayumedia Publishing,
2007
BAB IX
PENANAMAN MODAL ASING
F. Pengertian Penanaman Modal Asing
Investasi, khususnya investasi asing sampai hari ini merupakan faktor
penting untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Harapan
masuknya investasi asing dalam kenyataannya masih sulit untuk diwujudkan.
Faktor yang dapat mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan pertimbangan
investor dalam menanamkan modalnya, antara lain : Pertama faktor Sumber Daya
Alam, Kedua faktor Sumber Daya Manusia, Ketiga faktor stabilitas politik dan
perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha, Keempat faktor
kebijakan pemerintah, Kelima faktor kemudahan dalam peizinan
Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter.
Krisis moneter ini diawali dengan terdefresiasinya nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika Serikat. Defresiasi nilai tukar rupiah makin tajam
sehingga krisis moneter yang terjadi tersebut berlanjut menjadi krisis
ekonomi yang dampaknya terasa hingga saat ini. Pertumbuhan ekonomi
berjalan sangat lambat.
Salah satu cara untuk membangkitkan atau menggerakkan kembali
perekonomian nasional seperti sediakala sebelum terjadinya krisis
ekonomi adalah kebijakan mengundang masuknya investasi di Indonesia.
Investasi, khususnya investasi asing sampai hari ini merupakan faktor
penting untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Harapan masuknya investasi asing dalam kenyataannya masih sulit untuk
diwujudkan.
Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya keengganan masuk
investasi ke Indonesia pada saat ini. Faktor-faktor yang dapat menjadi
pendukung masuknya arus investasi ke suatu negara, seperti jaminan
keamanan, stabilitas politik, dan kepastian hukum, tampaknya menjadi
suatu permasalahan tersendiri bagi Indonesia. Bahkan otonomi daerah
yang sekarang diterapkan di Indonesia dianggap menjadi permasalahan
baru dalam kegiatan investasi di beberapa daerah.
Dengan mulai diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, Indonesia memasuki era baru dalam hubungan antar pemerintahan
pusat dan pemerintah daerah. Indonesia memasuki era otonomi daerah.
Keadaan baru sangat diperhitungkan oleh para investor berkaitan dengan
dampak negatif yang ditimbulkannya.
Di era reformasi, sejak pemerintahan BJ Habibie, kemudian
Abdurrahman Wahid, Megawati, dan kini Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, Pemerintah justru berupaya menarik sebanyak mungkin
investasi asing melalui rentetan kunjungan kenegaraan ke luar negeri,
privatisasi BUMN, penegakkan supremasi hukum, serta revisi terhadap
berbagai undang-undang yang menyangkut bisnis dan investasi
perpajakkan, ketenagakerjaan dan seterusnya. Semua upaya ini tentu
bertujuan menciptakan iklim dunia usaha dalam negeri yang lebih
kondusif demi meningkatkan capital inflow yang pada giliranya
diharapkan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Memasuki tahun 2007, semua indikator makro ekonomi
menunjukkan semakin membaiknya iklim dunia usaha, institusi perbankan
yang kian berpeluang untuk meningkatkan penyaluran kredit, kian
meningkatnya investor confidence, dan country risk yang juga membaik,
kinerja pemerintahan yang secara umum mulai dapat dipercaya, walaupun
masih ada berbagai ketidakberesan yang perlu segera dibenahi di sektor
birokrasi dan penegakkan hukum.
Masuknya perusahaan asing dalam kegiatan investasi di Indonesia
dimaksudkan sebagai pelengkap untuk mengisi sektor-sektor usaha dan
industri yang belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pihak swasta
nasional, baik karena alasana teknologi, manajemen, maupun alasan
permodalan. Modal aing juga diharapkan secara langsung maupun tidak
langsung dapat lebih merangsang dan menggairahkan iklim atau
kehidupan dunia usaha, serta dapat dimanfaatkan sebagai upaya
menembus jaringan pemasaran internasional melalui jaringan yang mereka
miliki. Selanjutnya modal asing diharapkan secara langsung dapat
mempercepat proses pembangunan ekonomi Indonesia
Dalam literatur ekonomi makro, investasi asing dapat dilakukan dalam
bentuk, yaitu investasi portofolio dan investasi langsung atau foreign direct
investment (FDI). Investasi portofolio ini dilakukan melalui pasar modal
dengan instrumen surat berharga seperti saham dan obligasi. Sedangkan
investasi langsung yang dikenal dengan Penanaman Modal Asing (PMA)
merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau
mengakuisisi perusahaan.
Penanaman Modal di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 25
tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun
yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri (Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal).
Dibanding dengan investasi portofolio, Penanaman Modal Asing (PMA)
lebih banyak mempunyai kelebihan diantaranya sifatnya permanen (jangka
panjang), banyak memberikan andil dalam alih teknologi, alih keterampilan
manajemen, membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini, sangat penting
bagi negara sedang berkembang mengingat terbatasnya kemampuan
pemerintah untuk penyediaan lapangan kerja. Sedangkan, dalam investasi
portofolio, dana yang masuk ke perusahaan yang menerbitkan surat berharga
(emiten), belum tentu membuka lapangan kerja baru.
Sekalipun ada emiten yang setelah mendapat dana dari pasar modal untuk
memperluas usahanya atau membuka usaha baru yang hal ini berarti membuka
lapangan kerja. Tidak sedikit pula dana yang masuk ke emiten hanya untuk
memperkuat struktur modal atau mungkin malah untuk membayar utang bank.
Selain itu proses ini tidak terjadi alih teknologi atau alih keterampilan
manajemen.
G. Jenis-jenis Investasi
4. Jenis investasi dibedakan atas investasi langsung (direct investment) dan
investasi portofolio (portofolio investment). Investasi luar negeri langsung
biasanya dianggap bentuk lain dari pemindahan modal yang dilakukan oleh
perusahaan orang-orang dalam suatu negara dalam aktifitas ekonomi
negara lain yang melibatkan beberapa bentuk partisipasi modal di bidang
usaha yang mereka investasikan. Investasi langsung berarti perusahaan dari
negara penanam modal secara de facto dan de jure melakukan pengawasan
atas asset (aktiva) yang ditanam di negara penyimpan modal dengan cara
investasi.
5. Menurut Nindyo Pramono bahwa investasi langsung investor
mengendalikan manajemen, biasanya dilakukan oleh perusahaan trans-
nasional dan periode waktunya panjang karena menyangkut barang-barang.
Modal investasi langsung lebih tertarik pada besar dan tingkat pertumbuhan
pasar, tenaga kerja dan biaya produksi serta infrastruktur. Sedangkan pada
investasi portofolio, investor hanya menyediakan modal keuangan dan
tidak terlibat dalam manajemen. Investornya adalah investor institusional,
bersifat jangka pendek dan mudah dilikuidasi dengan cara menjual saham
yang dibeli.
6. Dari beberapa pandangan dan pengertian di atas terlihat bahwa investasi
langsung adalah adanya keterlibatan langsung pihak investor terhadap
investasi yang dilakukannya, baik dalam permodalan, pengokohan, dan
pengawasan. Menurut Sidik Jatmika[4], kebaikan dari investasi langsung
adalah tidak mendatangkan beban yang harus dibayar dalam bentuk bunga,
deviden dan/atau pembayaran kembali, dapat mengkombinasikan keahlian,
teknologi dan modal, dapat mengatasi masalah transfer uang, adanya
penanaman kembali dari keuntungan investasi yang belum ada dan dapat
menciptakan alih teknologi dan keterampilan..
H. Peran Penanaman Modal Asing Bagi Negara Berkembang
Secara garis besar, penanaman modal asing terhadap pembangunan bagi
negara sedang berkembang dapat diperinci menjadi lima, yaitu :
1. Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara
sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan
pertumbuhan ekonomi.
2. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan
perpindahan struktur produksi dan perdagangan.
3. Modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun
transformasi struktural.
4. Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah
perubahan struktural benar-benar terjadi meskipun modal asing di
masa selanjutnya lebih produktif.
5. Bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai
membangun industri-industri berat dan industri strategis, adanya modal
asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabik
baja, alat-alat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan
sebagainya.
Selama ini investor domestik di negara sedang berkembang yang enggan
melakukan usaha yang beresiko tinggi seperti eksploitasi sumber-sumber daya
alam yang belum dimanfaatkan dan membuka lahan-lahan baru, maka hadirnya
investor asing akan sangat mendukung merintis usaha dibidang-bidang tersebut.
Adanya pengadaan prasarana negara, pendirian industri-industri baru,
pemanfaatan sumber-sumber baru, pembukaan daerah-daerah baru, akan
membuka kecenderungan baru yaitu meningkatkan lapangan kerja. Sehingga
tekanan pendudukan pada tanah pertanian berkurang dan pengangguran dapat
diatasi. Inilah keuntungan sosial yang diperoleh adanya kehadiran investor asing.
Adanya transfer teknologi mengakibatkan tenaga kerja setempat menjadi
terampil, sehingga meningkatkan marginal produktifitasnya, akhirnya akan
meningkatkan keseluruhan upah riil. Semua ini menunjukkan bahwa modal asing
cenderung menaikkan tingkat produktifitas, kinerja dan pendapatan nasional.
Dengan demikian, kehadiran PMA bagi negara sedang berkembang sangat
diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing membantu
dalam industrialisasi, pembangunan modal dan menciptakan kesempatan kerja,
serta keterampilan teknik. Melalui modal asing terbuka daerah-daerah dan
tergarap sumber-sumber baru. Resiko dan kerugian pada tahap perintisan juga
tertanggung, selanjutnya modal asing mendorong pengusaha setempat untuk
bekerjasama. Modal asing juga membantu mengurangi problem neraca
pembayaran dan tingkat inflasi, sehingga akan memperkuat sektor usaha negara
dan swasta domestik negara tuan rumah.
Penanaman modal asing di Indonesia tidak terlepas dari cita-cita hukum
ekonomi Indonesia yaitu menggagas dan menyiapkan konsep hukum tentang
kehidupan ekonomi. Kehidupan ekonomi yang diharapkan adalah kehidupan
ekonomi berbangsa dan bernegara yang rakyatnya memiliki kesejahteraan dalam
keadilan sosial, sebagaimana yang dicita-citakan Pancasila. Dan Indonesia sebagai
negara berdaulat sekaligus sebagai negara berkembang mempunyai pola tertentu
terhadap konsep hukum dalam kegiatan ekonomi, meliputi konsep pencapaian
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, Konsep ekonomi
kekeluargaan yang Pancasilais, konsep ekonomi kerakyatan untuk membela
kepentingan rakyat.
Oleh karena itu, peranan PMA di Indonesia cukup mendukung juga
perkembangan kehidupan ekonomi sesuai dengan konsep hukum dalam kegiatan
ekonomi dan cita-cita hukum ekonomi Indonesia. Dan untuk mendukung investasi
di Indonesia maka perlu pembentukan hukum ekonomi dengan perangkat
peraturan membutuhkan kajian yang bersifat komprehensif dan pendekatan secara
makro dengan informasi yang akurat demi multidisipliner dari berbagai aspek
antara lain :
a. Ekonomi dan social
b. Sosiologis dan budaya
c. Kebutuhan-kebutuhan dasar dan pembangunan.
d. Praktis dan operasional dan kebutuhan ke depan
e. Moral dan etika bisnis yang berlaku dalam konsep kelayakan dan
kepatutan dalam kehidupan manusia dan kemanusiaan yang beradab.
I. Studi Kasus
Kasus posisi semula, Kartika Plaza, hotel berbintang empat dan berkamar
370 buah itu milik PT Wisma Kartika, anak perusahaan Induk Koperasi
Angkatan Darat (Inkopad).
Pada 1968, Wisma Kartika menandatangani kerja sama dengan Amco
Asia, dan melahirkan Amco Indonesia. Waktu itu, Amco Asia setuju
membangun Kartika Plaza dengan modal US$ 4 juta. Kemudian kedua pihak
membuat perjanjian pembagian keuntungan dan kontrak manajemen Kartika
Plaza. Amco Indonesia akan mengelola hotel itu, dan menyetorkan separuh
keuntungan kepadaWisma Kartika.
Tapi kerja sama itu, yang mestinya berakhir pada 1999, retak di tengah
jalan.Kedua pihak bertikai soal keuntungan dan modal yang harus disetor
keuntungan dan modal yang harus disetor.
Puncaknya, pada Maret 1980 pada Maret 1980, Wisma Kartika mengambil alih
pengelolaanAmco Indonesia dinilai pimpinan Wisma Kartika telah "salah urus"
dan melakukan kecurangan keuangan.Amco Indonesia tak bisa menerima
"kudeta" itu. Perusahaan tersebut mengaku sudah menanam dana untuk Kartika
Plaza hamper US$ 5 juta. Kecuali itu,Amco Indonesia juga menyatakan bahwa
mereka, sejak 1969, telah menyetorkan keuntungan kepada Wisma Kartika
sebanyak Rp 400juta. Begitu pula pembagian keuntungan untuk Wisma Kartika
pada1979, sebesar Rp 35 juta, sudah dibayarkan.
Pada Juli 1980 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencabut izin
usaha AmcoIndonesia karena mereka dinilai tidak memenuhi kewajiban
permodalan.,yang seharusnya menanam modal US$ 4 juta, kenyataannya cuma
menyetor sekitar US$1,4 juta.
Tahun 1968 wisma kartika menandatangani kerjasama dengan Amco Asia, dan
melahirkan Amco Indonesia. Amco Indonesia setuju untuk membangun Kartika
Plaza dengan modal US$4 juta
Kedua belah pihak membuat perjanjian pembagian keuntungan dan kontrak
managemen berdasarkan lease and management (profit-sharing) atas hotel kartika
plaza. Salah satu klausula dalam perjanjian itu adalah menyerahkan kepada ICSID
bila muncul sengketa dikemudian hari
Maret 1980, wisma kartika mengambilalih pengelolaan kartika plaza karena
menganggap amco Indonesia telah salah manajemen dan melakukan kecurangan
sehingga Indonesia tidak mendapat bagian saham.
Pada Juli 1980 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencabut izin
usaha AmcoIndonesia karena mereka dinilai tidak memenuhi kewajiban
permodalan.
Ketiga badan hukum tersebut diatas, telah mengajukan permintaan kepada
Mahkamah Arbitrase ICSID bahwa Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini
diwakili oleh badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah dirugikan dan
diperlakukan secara tidak wajar sehubungan dengan pelaksanaan penanaman
modal asing di Indonesia. Pemerintah Indonesia c.q BKPM telah melakukan
pencabutan lisensi penanaman modal asing secara sepihak tanpa adanya
pemberitahuan terlebih dahulu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak.
Kasus sengketa antara Pemerintah Indonesia dalam perkara Hotel Kartika
Plaza Indonesia telah diputus dalam tingkat pertama oleh lembaga ICSID yang
putusannya berisikan bahwa Pemerintah Indonesia telah dinyatakan melakukan
pelanggaran baik terhadap ketentuan hukum internasional maupun hukum
Indonesia sendiri, dimana Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah melakukan pencabutan lisensi
penanaman modal asing yang dilakukan oleh para investor asing seperti AMCO
Asia Corporation, Pan America Development dan PT. Amco Indonesia. dengan
arbiter Isl Foighel dari Danish dan Edward W. Rubin dari kanada.
Dalam tingkat kedua yang merupakan putusan panitia adhoc ICSID
sebagai akibat dari permohonan Pemerintah Indonesia untuk membatalkan
putusan (annulment) tingkat pertama yang berisikan bahwa Pemerintah Indonesia
dianggap benar serta sesuai dengan hukum Indonesia untuk melakukan
pencabutan lisensi atau izin penanaman modal asing dan tidak diwajibkan untuk
membayar ganti kerugian atas putusan tingkat pertama, namun Pemerintah
Indonesia tetap diwajibkan untuk membayar biaya kompensasi ganti kerugian atas
perbuatannya main hakim sendiri (illegal selfhelp) terhadap penanaman modal
asing dengan arbiter Florentio P. Feliciano dari filipina dan Andrea Giardina dari
kanada.
Putusan tingkat ketiga oleh ICSID pada pokoknya berisikan bahwa
Indonesia tetap dikenakan kewajiban pembayaran terhadap kerugian yang
ditimbulkan akibat pencabutan lisensi atau izin penanaman modal asing kepada
pihak investor yaitu sebesar US $ 3.200.000 pada tingkat pertama dengan arbiter
Arghyrio A. Fatouros dari greek dan Dietrich dari swiss.
Dalam sengketa ini, persyaratan untuk menyerahkan penyelesaian
sengketa kepada ICSID telah terpenuhi, yaitu:
1. Para pihak telah sepakat untuk mengajukan sengketanya pada ICSID,
hal ini tercantum dalam salahsatu klausul dalam perjanjian antara
Indonesia dan Amco Asia
2. Keduabelah pihak yang bersengketa , yaitu Indonesia dan Amco Asia
merupakan pihak yang telah menandatangani konvensi
3. Sengketa antara Indonesia dan Amco asia ini merupakan sengketa
penanaman modal (investasi)
BAB X
TATA CARA PENGAJUAN KEPAILITAN
A. Kepailitan
Pailit dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai
keadaan yang merugi, bangkrut.56 Sedangkan dalam kamus hukum
ekonomi menyebutkan bahwa, liquidation, likuidasi: pembubaran
perusahaan diikuiti dengan proses penjualan harta perusahaan, penagihan
piutang, pelunasan utang, serta penyelesaian sisa harta atau utang antara
pemegang saham.57 Beberapa definisi tentang kepailitan telah di
terangkan didalam jurnal Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank
Yang Bermasalah yang ditulis oleh Ari Purwadi antara lain: Freed B.G
Tumbunan dalam tulisannya yang berjudul Pokok-Pokok Undang-
Undang Tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh Perpu No. 1 Tahun
1998 disebutkan bahwa “Kepailitan adalah sita umum yang mencakup
seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua krediturnya. Tujuan
kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua
kreditur dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing”.58
Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU), “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor
56 Daryanto, Kamus Bahasa Indonseia Lengkap, Apollo, Surabaya, 1997, hlm 455.57 Kamus Hukum Ekonomi, ELIPS, 1997, hlm 105.58 Ari Purwandi, Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah, Jurnal tidak
diterbitkan, Surabaya, Fakultas Hukum Universitas Widjaya Kusuma Surabaya, 2011, hal 129.
pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di
bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-
undang ini.
Yang dapat dinyatakan mengalami kepailitan adalah debitur yang
sudah dinyataka tidak mampu membayar utang-utangnya lagi. Pailit
dapat dinyatakan atas: a. permohonan dibitur sendiri (pasal 2 ayat (1) UU
Kepailitan); b. permohonan satu atau lebih krediturnya (pasal 2 ayat (1)
UU Kepailitan Tahun); c. pailit harus dengan putusan pengadilan (pasal 3
UU Kepailitan); d Pailit bisa atas permintaan kejaksaan untuk
kepentingan umum (pasal 2 ayat (2) UU Kepailitan); e. bila dibiturnya
bank, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia
(pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan); f. Bila debiturnya Perusahaan Efek,
Bursa Efek, Lembaga Kriling dan Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) (Pasal 2 ayat (4) UU Kepailitan); g.
dalam hal debiturnya Perusahaan Asuransi, perusahaan Reasuransi, Dana
Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang
kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan
oleh Menteri Keuangan (Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan). Sedangkan
tujuan pernyataan pailit adalah untuk mendapatkan suatu penyitaan
umum atas kekayaan debitur (segala harta benda disita atau dibekukan)
untuk kepentingan semua orang yang menghutangkannya (kreditur).
Proses terjadinya kepailitan sangatlah perlu diketahui, karena hal
ini dapat menentukan keberlanjutan tindakan yang dapat dilakukan pada
perseroan yang telah dinyatakan pailit. Salah satu tahap penting dalam
proses kepailitan adalah tahap insolvensi.59 Yaitu suatu perusahaan yang
sudah tidak mampu membayar hutang-hutangnya lagi.60 Padah tahap
insolvensi penting artinya karena pada tahap inilah nasib debitur pailit
ditentukan. Apakah harta debitur akan habis dibagi-bagi sampai menutup
utangnya, ataupun debitur masih dapat bernafas lega dengan diterimanya
suatu rencana perdamaian atau rekunstruksi utang. Apabila debitur sudah
dinyatakan insolvensi, maka debitur sudah benar-benar pailit, dan
hartanya segera akan dibagi-bagi, meskipun hal-hal ini tidak berarti
bahwa bisnis dari perusahaan pailit tersebut tidak bisa dilanjutkan.61
Mengenai hal tersebut diatas maka proses terjadinya kepailitan sangatlah perlu
diketahui. Kemudian tindakan selanjutnya adalah mengenai bentuk tanggung
jawab yang harus dilakukan oleh Pengurus terhadap perseoroan yang
mengalami kepailan. Maka kelompok kami tertarik untuk menulis mengenai
hal tersebut.
Kepailitan berasal dari kata dasar pailit. Pailit adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan peristiwa keadaan berhenti membayar utang -utang
debitur yang telah jatuh tempo. Si pailit adalah debitur yang mempunyai dua
59 Adi Nugroho Setiarso, Analisis Yuridis terhadap Keadaan Insolvensi Dlam Kepailitan (StudiNormatif Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kapilitan dan Penundaankewajiban Pembayaran), Jurnat tidak diterbitkan, Malang, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,2013, hlm. 360 Zaeni Asyhdie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2005, hlm 1.61
[6] Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm135
orang atau lebih kreditor dan tidak mampu membayar satu atau lebih
utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Pihak-pihak yang tergolong debitur atau seseorang yang dapat dinyatakan
pailit adalah (zainal Asikin, 2001: 34):
1. Siapa saja/ setiap orang yang menjalankan perusahaan atau tigak
menjalankan perusahaan.
2. Badan hukum, baik yang berbentuk perseroan terbatas, firma,
koprasi,perusahaan Negara, dan badan-badan hukum lainnya.
3. Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan
pailit apabila orang yang meninggal dunia itu semasa hidupnya itu
berada dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta
warisannya pada saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi
untuk membayar utangnya.
4. Setiap wanita bersuami (si istri )yang dengan tenaga sendiri melakukan
suatu pekerjaan tetap atau suatu perusahaan atau mempunyai
kekayaan sendiri.
Seorang debitur hanya dikatakan pailit apabila telah diputuskan oleh
pengadilan Niaga. Pihak yang dapat mengajukan permohonan agar seorang
debitur dikatakan pailit adalah:
1. Debitur itu sendiri
2. Para kreditur
3. Jaksa penuntut umum
Permohonan dapat diajukan kepada panitera pengadilan Niaga pada
pengadilan negeri. Pengadilan Niaga yang dimaksudkan adalah sebagai berikut.
(pasal 2 UU No.4 Tahun 1998):
1. Pengadilan dalam daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan
hukum debitur.
2. Jika debitur meninggalkan wilayah Republik Indonesia, pengadilan
Niaga adalah pengadilan dalam wilayah hukum tempat tinggal /
kedudukan terakhirdari debitur.
3. Dalam hal debitur adalah persero suatu firma, pengadilan yang
berwenang untuk memeriksa adalah pengadilan Niaga dalam wilayah
hukumnya/kedudukan firma tersebut.
4. Dalam hal debitur tidak berkedudukan di dalam wilayah Republik
Indonesia, tetapi menjalankan profesi atau usahanya dalam wilayah
republik Indonesia, pengadilan yang berwenang memutuskan perkara
kepailitan adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan kantor debitur menjalankan profesi atau usahanya.
5. Dalam hal debitur adalah suatu badan hukum, pengadilan yang
berwenang memutuskan perkara kepailitan adalah pengadilan yang
meliputi tempat kedudukan hukumnya sebagaimana tertuang dalam
anggaran dasar badan hukum tersebut.
1) Tata cara Permohonan Kepailitan
Permohonan kepailitan harus diajukan secara tertulis oleh pemohon yang isinya
antara lain :
1. Nama, tempat kedudukan perusahaan yang dimohonkan
2. Nama, tempat kedudukan pengurus perusahaan atau direktur perusahaan
yang berbentuk perseroan terbatas
3. Nama, tempat kedudukan para kreditor
4. Jumlah keseluruhan utang
5. Alasan pemohon
Selanjutnya, dalam pasal 6 UU No. 37 Tahun 2004 ditentukan bahwa panitera
pengadilan, setelah menerima permohonan itu, melakukan pendaftaran dalam
registernya dengan memberikan nomor pendaftaran dan kepada pemohon
diberikan tanda bukti tertulis yang ditandatangani panitera.
Tanggal bukti penerimaan itu harus sesuai dengan tanggal pendaftaran
permohonan. Dalam jangka waktu 1 x 24 jam, panitera menyampaikan
permohonan kepailitan itu kepada ketua pengadilan untuk dipelajari selama 2 x 24
jam untuk kemudian oleh ketua pengadilan akan ditetapkan hari persidangan.
Setelah hari persidangan ditetapkan, para pihak (permohonan dan termohon)
dipanggil untuk menghadiri pemeriksaan kepailitan. Pemeriksaan harus sudah
dilakukan paling lambat dua puluh hari sejak permohonan didaftarkan di
kepaniteraan.
Dalam hal pemanggilan para pihak, pasal 8 ayat 1 UU No. 4 tahun 2004
menentukan sebagai berikut :
1. Jika permohonan kepailitan diajukan debitur, pengadilan tidak wajib
memanggil debitur dalam persidangan.
2. Sebaliknya jika permohonan diajukan oleh kreditor/ para kreditor atau
kejaksaan, debitur wajib dipanggil. Pemanggilan tersebut dilakukan paling lambat
tujuh hari sebelum hari persidangan guna memberikan kesempatan kepada debitur
untuk mempelajari permohonan kepailitan.
Selama permohonan pailit belum ditetapkan oleh Pengadilan, setiap kreditor atau
jaksa, Bank Indonesia, Badan Pengawasan Pasar Modal, Badan Pengawasan Pasar
Modal atau Menteri Keuangan, yang mengajukan permohonan dapat juga
memohon kepada Pengadilan untuk:
a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh harta kekayaan
debitur
b. Menunjuk curator sementara, yang bertugas:
1) Mengawasi pengelolaan usaha debitur
2) Mengawasi pembayarankepada para kreditur
3) Mengawasi pengalihan atau penggunaan harta kekayaan debitur
Apabila dalam pemeriksaan terbukti bahwa debitur berada dalam keadaan
berhenti membayar, hakim akan menjatuhkan putusan kepailitan kepada debitur.
Putusan atau penetapan kepailitan harus sudah dikeluarkan atau diucapkan paling
lambat tiga puluh hari sejak tanggal pendaftaraan permohonan kepailitan, dan
putusan ini harus diucapkan dalam siding terbuka untuk umum.
Setelah keputusan kepailitan dijatuhkan oleh hakim yang memeriksa, pengadilan
dalam jangka waktu dua hari harus memberitahukan dengan surat dinas tercatat
atau melalui kurir tentang putusan itu beserta salinannya, kepada:
a. Debitur yang dinyatakan pailit
b. Pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit
c. Curator serta Hakim Pengawas
Di samping itu, dalam hal penetapan (putusan) telah dikeluarkan, dalam jangka
waktu paling lambat lima hari sejak tanggal diputuskannya permohonan
kepailitan, curator mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan
sekurang-kurangnya dalam dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim
Pengawas. Dalam pengumuman itu harus dikemukakan hal-hal yang menyangkut:
a. Ikhtisar putusan kepailitan
b. Identitas, pekerjaan, dan alamat debitur
c. Identitas, pekerjaan, dan alamat anggota sementara kreditur (apabila telah
ditunjuk)
d. Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditur
e. Identitas Hakim Pengawas
Di samping itu, Panitera Pengadilan wajib menyelenggarakan suatu daftar umum
untuk mencatat setiap perkara kepailitan, yang secara berurutan harus memuat:
a. Ikhtisar putusan pailit atau pembatalan pailit
b. Isi singkat perdamaian dan pengesahannya
c. Pembatalan perdamaian
d. Jumlah pembagian dalam pemberesan
e. Pencabutan kepailitan dan
f. Rehabilitasi, dengan menyebut tanggalnya masing-masing
Dalam putusan pernyataan kepailitan, selain dapat menetapkan debitur dalam
keadaan pailit, hakim juga dapat menetapkan curator tetap dan Pengawas
sepanjang diminta oleh debitur atau kreditor. Akan tetapi, apabila debitur atau
kreditor tidak meminta, Balai Harta Peninggalan (BHP) bertindak selaku curator.
Dengan demikian, selain penetapan kepailitan, yang akan ditetapkan dalam
putusan hakim adalah sebagai berikut.
a. Curator tetap
Pihak yang dapat ditunjuk sebagai curator adalah:
1) Balai Harta Peninggalan
2) Curator lainnya, yaitu
a) Perseorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang
memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau
membereskan harta pailit, dan telah terdaftar pada kementerian yang lingkup dan
tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan
b) Telah terdaftar pada kementerian yang lingkup dan tanggung jawabnya di
bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.
Tugas Kurator adalah:
a) Melakukan pengurusan atau pemberesan harta pailit
b) Melakukan perhitungan utang debitur dan jika didasarkan mampu
melakukan pembayaran terhadap utang debitur pailit
c) Melakukan penyegelan terhadap harta pailit dengan seizing Hakim
Pengawas
Pengadilan setiap waktu dapat mengabulkan usul penggantian curator, setelah
memanggil dan mendengar curator lain dan atau mengangkat curator tambahan
atas:
1) Permohonan curator sendiri
2) Permohonan curator lainnya (jika ada)
3) Usul Hakim Pengawas atau
4) Permintaan debitur pailit
Di samping itu, pengadilan harus memberikan atau mengangkat curator atas
permohonan atau atas usul kreditor konkuren berdasarkan rapat kreditor yang
diselenggarakan oleh semua kreditor, dengan persyaratan putusan tersebut diambil
berdasarkan suara setuju satu perdua dari jumlah kreditor konkuren atau kuasanya
yang hadir dalam rapat dan yang mewakili lebih dari (seperdua) jumlah piutang
kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. Selanjutnya,
Zainal Asikin (2001:75-76) menyatakan bahwa tugas Balai Harta Peninggalan
(selaku curator,pen) sebagai tersurat di atas, tampaknya cukup sederhana, tetapi di
dalamnya tersirat tugas yang cukup banyak, yang meliputi:
1) Mengumumkan keputusan hakim tentang kepailitan itu di dalam berita
negara dan surat-surat kabar yang disetujui oleh Hakim Komisaris
2) Melakukan penyitaan terhadap harta-harta si pailit, berupa perhiasan, efek-
efek, surat-surat berharga, uang tunai, dan benda-benda lainnya, kecuali barang-
barang dalam Pasal 22 UU No. 37 Tahun 2004
3) Menyusun inventarisasi harta pailit dan daftar utang-piutang si pailit
4) Membuka semua surat si pailit yang berkenaan dengan harta si pailit
5) Memberikan uang nafkah pada si pailit (yang diambilkan dari harta pailit),
setelah mendapat izin dari Hakim Komisaris
6) Menjual benda-benda si pailit apabila dipandang bahwa benda-benda itu
tidak tahan lama, dan hasil penjualannya dimasukkan menjadi kekayaan (boedel)
pailit
7) Membuat suara akor (akkoord-perdamaian) setelah terlebih dahulu
mendapat persetujuan dari hakim komisaris, dan nasihat dari panitia para kreditor
8) Berhak untuk meneruskan perusahaan si pailit atas izin dari hakim
komisaris. Akan tetapi, apabila ada panitia para kreditor panitia ini tidak dapat
memberikan usul atau persetujuan untuk meneruskan perusahaan si pailit tanpa
perlu mendapat izin dari hakim komisaris.
Dalam melaksanakan tugas ini, curator:
1) Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari dan menyampaikan
pemberitahuan kepada si pailit
2) Dapat mengajukan pinjaman dari pihak ketiga hanya dalam rangka
meningkatkan nilai harta pailit. Dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga,
curator perlu membebani harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak
tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, maka pinjaman
harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan Hakim Pengawas. Pembebanan
harta pailit ini hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta pailit yang belum
dijadikan jaminan utang.
b. Hakim Pengawas
Pihak yang dapat ditunjuk sebagai Hakim Pengawas adalah seorang Hakim
Pengadilan yang dianggap mampu menjalankan tugasnya. Tugas Hakim
Pengawas adalah:
1) Memimpin rapat verifikasi
2) Mengawasi pelaksanaan tugas curator/Balai Harta Peninggalan,
memberikan nasihat dan peringatan kepada curator/Balai Harta Peninggalan atas
pelaksanaan tugas tersebut
3) Menyetujui atau menolak daftar tagihan-tagihan yang diajukan oleh para
kreditor
4) Meneruskan tagihan-tagihan yang tidak dapat diselenggarakan dalam rapat
verifikasi kepada Hakim Pengadilan Niaga yang telah memutus perkara tersebut
5) Mendengar saksi-saksi dan para ahli atas segala hal yang berkaitan dengan
kepailitan
6) Memberikan izin atau menolak permohonan si pailit untuk bepergian,
meninggalkan tempat kediamannya
7) Menentukan hari perundingan pertama atau rapat verifikasi dengan kreditor
Hal-hal yang harus dibicarakan dalam rapat pertama adalah sebagai berikut:
1) Pencocokan utang, yaitu mencocokan jumlah utang yang tercatat dalam
perusahaan/ debitur pailit dengan catatan para kreditor
2) Penentuan kreditor konkuren, yaitu kreditor yang diutamakan pembayaran
utangnya. Pihak yang termasuk kreditor konkuren adalah:
1. Para pekerja dari perusahaan pailit yang gaji/upahnya belum dibayar
2. Para kreditor pemegang Hak Pertanggungan Atas Tanah (HPAT)
3. Mengadakan perdamaian. Hal yang perlu untuk diusahakan agar tercapai
perdamaian atau persetujuan para kreditor adalah: pembayaran gaji, uang
pesangon, dan uag penghargaan masa kerja pekerja/buruh yang diberhentikan
karena pailit dan penundaan pembayaran utang debitur.
2. Upaya Hukum terhadap Putusan Kepailitan
Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004, upaya hukum yang dapat dilakukan
berkenaan dengan adanya putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah
“kasasi” dan “peninjauan kembali”.
Prosedur Kasasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pemohon mengajukan permohonan kasasi dalam jangka waktu delapan hari
terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan kasasi ditetapkan dengan
mendaftarkannya ke panitera pengadilan yang telah menetapkan putusan pailit iu,
dan kepada pemohon diberikan tanda terima permohonan kasasi oleh panitera.
Dan pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasinya kepada panitera
pada saat permohonan kasasinya didaftarkan.
b. Dalam waktu dua hari, panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi
beserta memori kasasi itu kepada termohon kasasi
c. Termohon kasasi dalam waktu paling lambat tujuh hari wajib
menyampaikan kontra memori kasasinya kepada panitera.
d. Dalam waktu paling lambat empat belas hari panitera wajib menyampaikan
permohonan kasasi dan kontra memori kasasi ke Mahkamah Agung melalui
Panitera Mahkamah.
e. Mahkamah Agung paling lambat dua hari terhitung sejak tanggal
permohonan kasasi itu diterima mempelajari permohonan tersebut, kemudian
menetapkan hari siding.
f. Siding permohonan kasasi dilakukan paling lambat dua puluh hari sejak
permohonan kasasi didaftarkan
g. Putusan permohonan kasasi itu harus sudah ditetapkan paling lambat tiga
puluh hari sejak permohonan kasasi didaftarkan, dan keputusankan itu diucapkan
dalam siding terbuka untuk umum.
h. Dalam waktu dua hari salinan Putusan Mahkamah Agung yang memuat
secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan wajib disampaikan
kepada Panitera Pengadilan Niaga, pemohon, termohon, curator, dan Hakim
Pengawas.
Selanjutnya, mengenai prosedur peninjauan kembali dapat diuraikan sebagai
berikut
a) Permohonan peninjauan kembali harus diajukan oleh pemohon atau ahli
warisnya wakilnya yang khusus dikuasakan untuk itu (advokat), paling lambat
180 hari sejak tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali itu
mempunyai kekuatan hukum yang tetap
b) Permohonan diajukan ke Mahkamah Agung melalui ketua Pengadilan Niaga
yang memutus perkara tersebut
c) Panitera Pengadilan memberikan atau mengirimkan permohonan peninjauan
kembali tersebut kepada pihak lawan selambat-lambatnya dua hari terhitung sejak
permohonan didaftarkan agar pihak lawan dapat memberikan jawabannya. Dalam
hal ini pihak lawan diberikan waktu sepuluh hari untuk menyampaikan
jawabannya
d) Panitera menyampaikan permohonan peninjauan kembali ke Panitera
Mahkamah Agung dalam jangka waktu satu hari terhitung sejak permohonan
didaftarkan, dan bila ada jawaban dari termohon, jawaban termohon itu harus
disampaikan dan dikirim paling lambat dua belas hari sejak permohonan itu
didaftarkan. Mahkamah Agung harus telah memberikan keputusan atas
permohonan peninjauan kembali itu paling lambat tiga puluh hari sejak
pendaftaran. Dan keputusan itu harus sudah disampikan salinannya kepada para
pihak paling lambat 32 hari sejak permohonan itu diterima oleh Panitera
Mahkamah Agung.
3. Akibat Hukum Putusan Pengadilan
Zainal Asikin, menguraikan beberapa akibat hukum dari putusan pailit. Hal yang
utama adalah dengan telah dijatuhkannyaputusan kepailitan, si debitur (si pailit)
kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta
bendanya. Pengurusan dan penguasaan harta benda tersebut beralih ke tangan
curator/Balai Harta Peninggalan.
Namun, tidak semua harta bendanya akan beralih penguasaan dan pengurusannya
ke curator/ Balai Harta Peninggalan. Dikecualikan dari hal ini (kepalitan) adalah:
a) Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan sehubungan dengan
pekerjaannya, perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan keluarganya,
dan bahkan makanan untuk tiga puluh hari bagi debitur dan keluarganya
b) Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai
penggajian suatu jabatan atau jasa, upah, uang tunggu, dan uang tunjangan, sejauh
yang dientukan oleh Hakim Pengawas
c) Uang diberikan kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya member
nafkah. (pasal 22 UU No. 37 tahun 2004)
Si pailit masih diperkenankan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum
apabila dengan perbuatan hukum tersebut akan menambah harta kekayaannya.
Apabila ternyata di kemudian hari, perbuatan hukum itu merugikan kekayaan
pailit, curator/ Balai Harta Peninggalan dapat mengumukakan pembatalan
perbuatan hukum tersebut. Pasal 36 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan sebagai
berikut:
a) Dalam hal pada saat penyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian
timbale balik yang belum atau sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan
perjanjian dengan debitur dapat meminta kepada curator untuk memeberikan
kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu
yang disepakati oleh curator dan pihak tersebut.
b) Dalam hal tidak tercapainya kesepakatan antara pihak tersebut dengan
curator mengenai jangka waktu di atas, Hakim Pengawas yang akan menetapkan
jangka waktu tersebut
c) Apabila dalam jangka waktu yang telah ditetapkan curator menyatakan
kesanggupannya, curator wajib memberikan jaminan atas kesanggupannya untuk
melaksanakan perjanjian tersebut. Sebaliknya, jika curator tidak memberikan
jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian, maka perjanjian
tersebut dinyatakan berakhir dan pihak yang bersangkutandapat menuntut ganti
rugi dan akan diberlakukan sebagai kreditor konkuren.
d) Apabila dalam perjanjian sebagaimana dimaksudkan di atas, telah
diperjanjikan untuk menyerahkan benda dagangan yang biasa diperdagangkan
dalam jangka waktu tertentu, dan pihak yang harus menyerahkan benda dagangan
yang biasa diperdagangkan dalam jangka waktu tertentu, dan pihak yang harus
menyerahkan benda tersebut belum menyerahkannya setelah putusan pailit
dikeluarkan, perjanjian tersebut menjadi hapus, dan dalam hal pihak lawan (yang
mengadakan perjanjian) dirugikan karena penghapusan perjanjian tersebut, yang
bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk
mendapatkanganti rugi.
e) Dalam hal debitur telah menyewa suatu benda, baik curator maupun pihak
yang menyewakan barang/benda dapat menghentikan perjanjian sewa, dengan
syarat pemberitahuan penghentian dilakukan sebelum berakhirnya perjanjian
sesuai dengan adat istiadat setempat dalam jangka waktu paling singkat Sembilan
puluh hari. Jika pembayaran uang sewa telah dilakukan, pemberitahuan perjanjian
sewa tidak bisa dilakukan sebelum habisnya jangka waktu pembayaran sewa
tersebut. Sejak diputuskannya keadaan pailit, uang sewa dinyatakan sebagai
boedel pailit.
f) Wpekerja/buruh yang bekerja pada debitur dapat memutuskan hubungan
kerja, atau curator dapat menghentikan hubungan kerja dengan mengindahkan
perjanjian kerja dan peraturan yang berlaku, dengan pengertian bahwa hubungan
kerja tersebut dapat diputuskan dengan memberitahukan paling singkat 45 hari
sebelumnya. Sejak tanggal putusan pailit ditetapkan, upah kerja/buruh yang
terutang sebelum maupun sesudah pernyataan pailit dinyatakan sebagai utang
boedel pailit
g) Warisan dan hibah yang selama kepailitan jatuh kepada debitur pailit, oleh
curator tidak dapat diterima dengan izin Hakim Pengawas, kecuali apabila
menguntungkan harta pailit.
h) Pembayaran suatu utang yang sudah jatuh tempo hanya dapat dibatalkan
apabila dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan
pernyataan pailit debitur sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran utang
tersebut merupakan akibat dari persengkokolan antara debitor dengan kreditor
dengan maksud menguntungkan kreditor tersebut melebihi kreditor lainnya. Jika
pembayaran yang sudah diterima oleh pemegang surat pengganti atau surat atas
tunjuk karena memang sudah jatuh tempo, pembayaran tersebut tidak dapat
diambil kembali.
Dengan demikian, apabila suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur
dan perbuatan hukum tersebut dapat merugikan para kreditor serta dilakukan
dalam jangka waktu satu tahun sebelum pernyataan pailit ditetapkan, sedangkan
perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan debitur, (kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya) debitur dan pihak dengan siapa perbuatan itu dilakukan dianggap
mengetahui/sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan
mengakibatkan kerugian bagi kreditor. Perbuatan hukum tersebut:
a. Merupakan perikatan dimana kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban
pihak dengan siapa perikatan tersebut dilakukan
b. Merupakan pembayaran atas atau pemberian jaminan untuk utang yang
belum jatuh tempo dan belum dapat ditagih
c. Dilakukan oleh debitur perorangan, dengan atau terhadap:
1) Anggota atau istrinya, anak angkat atau keluarganya sampai derajat ketiga.
2) Suatu badan hukum dimana debitur atau pihak-pihak sebagaimana dimaksud
dalam angaka 1 adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak-pihak
tersebut, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara langsung dalam
kepemilikan badan hukum tersebut paling kurang sebesar 5o% dari modal disetor.
d. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum, dengan atau
terhadap:
1. Anggota direksi atau pengurus debitur atau suami/istri atau anak angkat atau
keluarga sampai derajat ketiga, dari anggota direksi atau pengurus tersebut
2. Perorangan baik sendiri atau bersama-sama dengan suami/istri atau anak
angkat/keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan tersebut, yang ikut serta
secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur paling
kurang sebesar 50 % dari modal disetor
3. Perorangan yang suami/istri atau anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga,
yang ikut secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur
paling kurang sebesar 50% dari modal disetor
e. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum/dengan atau terhadap
badan hukum lainnya, apabila:
1. Perorangan anggota direksi atau penghubung pengurus pada kedua badan
usaha tersebut adalah orang yang sama
2. Suami/istri/anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga merupakan anggota
direksi/pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya
3. Perorangan anggota direksi atau pengurus, anggota badan pengawas pada
debitur, atau suami/istri/anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga, ikut serta
secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur paling
kurang sebesar 50% dari modal disetor
4. Debitur adalah anggota direksi/pengurus pada badan hukum lainnya, atau
sebaliknya
5. Badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama, baik bersama, atau
tidak dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan keluarga
sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam
kepemilikan pada debitur paling kurang sebesar 50% dari modal disetor
f. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap
badan hukum lainnya dalam kelompok badan hukum di mana debitur merupakan
anggotanya.
Selain itu, hal yang terpenting sebagai akibat hukum dijatuhkannya putusan
kepailitan, adalah hal-hal yang berkaitan dengan sebagai berikut.
a. Penghibahan
Dalam hal ini ditentukan bahwa hibah yang dilakukan debitur dapat dimintakan
pembatalan apabila curator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut
dilakukan, debitur mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut
akan mengakibatkankerugian bagi kreditor (pasal 44 UU No. 37 Th 2004).
b. Pembayaran utang yang belum dapat ditagih (belum jatuh tempo), atau
debitur melakukan perbuatan yang tidak wajiib, perbuatan itu dapat dibatalkan
demi keselamatan harta pailit. Hal tersebut harus dibuktikan bahwa pada waktu
dilakukannya perbuatan tersebut, baik debitur maupun pihak ketiga mengetahui
bahwa perbuatannya (debitur) itu akan merugikan pihak kreditor (pasal 45 UU
No. 37 Th 2004).
4. Berakhirnya Kepailitan
Suatu kepailitan dapatdikatakan berakhir apabila telah terjadi hal-hal sebagai
berikut.
a. Perdamaian
Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor.
Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera
setelah selesainya pencocokan piutang.
Keputusan rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat kreditor
oleh lebih dari seperdua jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan
yang mewakili paling sedikit dua pertiga dari jumlah seluruh piutang konkuren
yang diakui atau untuk sementara diakui oleh kreditor konkuren atau kuasanya
yang hadir dalam rapat tersebut.
Apabila lebih dari seperdua jumlah kreditor yang hadir dalam rapat kreditor dan
mewakili paling paling sedikit seperdua dari jumlah piutang kreditor yang
mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian, dalam
jangka waktu paling sedikit delapan hari setelah pemungutan suara pertama
diadakan, harus diselenggarakan pemungutan suara kedua. Pada pemungutan
suara kedua kreditor tidak terikat pada suara yang dikeluarkan pada pemungutan
suara pertama.
Dalam setiap rapat kreditor wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh
Hakim Pengawas dan panitera pengganti.
Berita acara rapat tersebut harus memuat:
1. Isi perdamaian
2. Nama kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara dan menghadap
3. Suara yang dikeluarkan
4. Hasil pemungutan suara, dan
5. Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat (pasal 154 UU No. 37 Th 2004)
Setiap orang yang berkepentingan dapat melihat dengan Cuma-Cuma berita
acara rapat yang disediakan paling lambat tujuh hari setelah tanggal berakhirnya
rapat di Kepaniteraan Pengadilan.
Isi perdamaian yang termuat dalam berita acara perdamaian harus dimohonkan
pengesahan kepada pengadilan yang megeluarkan keputusan kepailitan.
Pengadilan harus mengeluarkan penetapan pengesahan paling lambat tujuh hari
sejak dimulainya sidang pengesahan.
Namun demikian, pengadilan wajib menolak pengesahan apabila:
a) Harta debitur, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan
suatu benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian
b) Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin, dan
c) Perdamaian itu terjadi karena penipuan, atau persengkongkolan dengan satu
atau lebih kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa
menghiraukan apakah debitur atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai
perdamaian. (pasal 159 ayat (2) UU No.37 Th 2004).
Selanjutnya, dalam hal permohonan pengesahan perdamaian ditolak, baik
kreditor yang menyetujui rencana perdamaian maupun debitur pailit, dalam
jangka waktu delapan hari setelah putusan pengadilan diucapkan dapat
mengajukan kasasi. Sebaliknya, dalam hal rencana perdamaian sisahkan atau
dikabulkan, dalam jangka waktu delapan hari setelah putusan pengadilan
diucapkan dapat diajukan kasasi oleh:
a) Kreditor yang menolak perdamaian atau yang hadir pada saat pemungutan
suara
b) Kreditor yang menyetujui perdamaian setelah mengetahui bahwa perdamaian
tersebut dicapai berdasarkan alasan yang tercantum dalam pasal 159 ayat (2) UU
No. 37 Th 2004 diatas
b. Insolvensi
Insolvensi merupakan fase terakhir kepailitan. Insolvensi adalah suatu kejadian di
mana harta kekayaan (boedel) pailit harus dijual lelang di muka umum, yang hasil
penjualannya akan dibagikan kepada kreditor sesuai dengan jumlah piutangnya
yang disahkan dalam akor.
Dengan adanya insolvensi tersebut, Zainal Asikin menulis bahwa curator/Balai
Harta Peninggalan mulai mengambil tindakan yang menyangkut pemberesan harta
pailit,yaitu:
1) Melakukan pelelangan atas seluruh harta pailit dan melakukan penagihan
terhadap piutang-piutang si pailit yang mungkin ada di tangan pihak ketiga, di
mana penjualan terhadap harta pailit itu dapat saja dilakukan di bawah tangan
sepanjang mendapat persetujuan dari Hakim Komisaris
2) Melanjutkan pengelolaan perusahaan si pailit apabila dipandang
menguntungkan, namun pengelolaan itu harus mendapat persetujuan Hakim
Komisaris
3) Membuat daftar pembagian yang berisi: jumlah uang yang diterima dan
dikeluarkan selama kepailitan, nama-nama kreditor dan jumlah tagihan yang
disahkan, pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan tersebut
4) Melakukan pembagian atas seluruh harta pailit yang telah dilelang atau
diuangkan itu.
Dengan demikian, apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah
menerima piutangnya sesuai dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan
berakhir. Debitur kemudian akan kembali dala keadaan semula, dan tidak lagi
berada di bawah pengawasan curator/Balai Harta Peninggalan.
DAFTAR PUSTAKA
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Fuady, Munir, Pengantar Hukum Bisnis (Menata Bisnis Moder di Era
Global),(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006).
Harahap, Yahya, M. Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT. Sinar Grafika,
2011).
Cornellius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Merger Perusahaan Publik (Suatu
Kajian Hukum Korporasi), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006).
Daryanto, Kamus Bahasa Indonseia Lengkap, Apollo, Surabaya, 1997.
Kamus Hukum Ekonomi, ELIPS, 1997.
Ari Purwandi, Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah,
Jurnal tidak diterbitkan, Surabaya, Fakultas Hukum Universitas Widjaya
Kusuma Surabaya, 2011.
Adi Nugroho Setiarso, Analisis Yuridis terhadap Keadaan Insolvensi Dlam
Kepailitan (Studi Normatif Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun
2004 tentang Kapilitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran), Jurnat tidak
diterbitkan, Malang, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2013, hlm. 3
Zaeni Asyhdie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm 1.