SENSOMOTORIK

16
SENSOMOTORIK I. Pendahuluan Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya jika ia tidak tahu adanya bahaya yang mengancam atau menimpa dirinya. Adanya bahaya dapat diketahui dengan jalan melihat, mendengar, mencium, dan merasakan rasa-nyeri, rasa-raba, rasa-panas, rasa-dingin, dan sebagainya. Inilah yang disebut sebagai sistem sensorik. Sistem ini menerima ribuan informasi kecil dari berbagai organ sensoris dan kemudian mengintegrasikan untuk menentukan reaksi yang harus dilakukan tubuh. Sebagian terbesar kegiatan sistem saraf berasal dari pengalaman sensoris dari reseptor sensoris, baik berupa reseptor visual, reseptor auditorius, reseptor raba di permukaan tubuh, atau jenis reseptor lain. Pengalaman sensoris ini dapat menyebabkan suatu reaksi segera, atau kenangannya dapat disimpan di dalam otak selama bermenit-menit, berminggu-minggu, atau bertahun-tahun dan kemudian dapat membantu menentukan reaksi tubuh di masa yang akan datang. Sistem sensorik menempatkan manusia berhubungan dengan sekitarnya. Sensasi dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu superfisial, dalam, viseral, dan khusus. Sensasi superfisial, disebut juga perasaan ekteroseptif atau protektif, yang mengurus rasa-raba, rasa-nyeri, rasa-suhu. Sensasi dalam, yang disebut juga sebagai sensasi proprioseptif mencakup rasa gerak (kinetik), rasa sikap (statognesis) dari otot dan persendian, rasa getar (pallesthesia), rasa tekan-dalam, rasa nyeri dalam otot. Sensasi

description

motorik

Transcript of SENSOMOTORIK

Page 1: SENSOMOTORIK

SENSOMOTORIK

I. Pendahuluan

Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya jika ia tidak tahu adanya bahaya yang

mengancam atau menimpa dirinya. Adanya bahaya dapat diketahui dengan jalan melihat,

mendengar, mencium, dan merasakan rasa-nyeri, rasa-raba, rasa-panas, rasa-dingin, dan

sebagainya. Inilah yang disebut sebagai sistem sensorik. Sistem ini menerima ribuan informasi

kecil dari berbagai organ sensoris dan kemudian mengintegrasikan untuk menentukan reaksi

yang harus dilakukan tubuh. Sebagian terbesar kegiatan sistem saraf berasal dari pengalaman

sensoris dari reseptor sensoris, baik berupa reseptor visual, reseptor auditorius, reseptor raba di

permukaan tubuh, atau jenis reseptor lain. Pengalaman sensoris ini dapat menyebabkan suatu

reaksi segera, atau kenangannya dapat disimpan di dalam otak selama bermenit-menit,

berminggu-minggu, atau bertahun-tahun dan kemudian dapat membantu menentukan reaksi

tubuh di masa yang akan datang.

Sistem sensorik menempatkan manusia berhubungan dengan sekitarnya. Sensasi dapat dibagi

menjadi 4 jenis, yaitu superfisial, dalam, viseral, dan khusus. Sensasi superfisial, disebut juga

perasaan ekteroseptif atau protektif, yang mengurus rasa-raba, rasa-nyeri, rasa-suhu. Sensasi

dalam, yang disebut juga sebagai sensasi proprioseptif mencakup rasa gerak (kinetik), rasa sikap

(statognesis) dari otot dan persendian, rasa getar (pallesthesia), rasa tekan-dalam, rasa nyeri

dalam otot. Sensasi viseral (interoseptif) dihantar melalui serabut otonom aferen dan mencakup

rasa lapar dan rasa nyeri pada visera.

Sensomotorik adalah suatu sensor alamiah yang ada didalam tubuh manusia. dengan sistem

sensor berdasarkan anatomi tubuh manusia, ditinjau dari perkembangan dan pertumbuhan saraf-

saraf dan otot-otot pada anak. sensor motorik meliputi pergerakan tubuh manusia, pengelihatan,

daya tangkap, indra perasa, sentuhan, dll. Sensor motorik merupakan proses pertumbuhan

manusia dalam mencapai proses pengaplikasian yang baik dan sesuai dengan apa yang

diinginkan.pengaplikasian dikhusukan dalam proses daya tangkap, tingkat cekatan dalam

bertindak (refleks), sinkronisasi pandangan dan pemikiran, kesinambungan antara saraf-saraf,

otot, daya kerja otak kanan.

Page 2: SENSOMOTORIK

1. PEMERIKSAAN SENSIBILITAS DALAM / PROPIOSEPTIF

A. Pemeriksaan Rasa Gerak dan Rasa Sikap

Teknik : rasa gerak dan rasa posisi diperiksa bersamaan. Dilakukan dengan menggerakkan jari-

jari secara pasif dan menyelidiki apakah pasien dapat merasakan gerakan tersebut serta

mengetahui arahnya. Juga dinilai derajat gerakan terkecil yang masih dapat dirasakannya. Pada

orang normal pasien sudah dapat merasakan arah gerakan bila sendi-interfalang digerakkan

sekitar dua derajat atau 1 mm. Selain itu juga diselidiki apakah ia tahu posisi dari jari-jarinya.

Selama pemeriksaan pasien memejamkan mata, badan dan ekstremitas diistirahatkan dan

dilemaskan, semua gerakan volunteer dihindari. Kemudian pemeriksa menggerakkan bagian

ekstremitas pasien, misal jari kaki, pegang jari kaki pada bagian lateral dan hindari bersentuhan

dengan jari-jari lainnya.

Cara kedua adalah dengan jalan menempatkan jari penderita pada suatu posisi, kemudian ia

disuruh mengatakan posisi dari jari tersebut atau disuruh menempatkan jari sisi lainnya seperti

posisi jari yang kita periksa.

Instruksi kepada pasien : : “Pejamkan mata anda, dan rilekskan tubuh anda, , beritahukan saya

setiap kali saya menggerakkan jari kaki anda, apakah anda merasakan gerakannya, katakan

apakah bergerak ke atas atau ke bawah”

“Pejamkan mata anda, dan rilekskan tubuh anda, saya akan memposisikan jari tangan kanan anda

pada posisi tertentu,kemudian tolong gerakkan jari tangan anda pada tangan kiri dengan posisi

yang sama seperti yang saya lakukan pada jari tangan kanan anda”

Hasil : hilangnya rasa gerak dan sikap mengindikasikan gejala tabes dorsalis, multiple sclerosis,

atau defisiensi vitamin B12 atau peripheral neuropathy yang berhubungan dengan diabetes.

Page 3: SENSOMOTORIK

Tes lain untuk tes rasa gerak dan sikap adalah tes tunjuk hidung dan tes tumit-lutut serta tes

Romberg

Tes Tunjuk Jari ke Hidung

Tes tunjuk jari ke hidung dilakukan dengan meminta pasien untuk menyentuh hidungnya dan jari

pemeriksa secara berganti-ganti secara cepat, setepat dan selancar mungkin. Pemeriksa

mempertahankan jarinya dengan jarak satu lengan dari pasien. Pasien diminta menyentuh jari

pemeriksa dan kemudian menyentuh hidungnya. Prosedur ini diulang beberapa kali, setelah itu

pasien diminta melakukan pemeriksaan ini dengan mata tertutup.

Hasil : Pasien dengan gangguan serebelum secara terus menerus melewati sasarannya, suatu

keadaan yang disebut dengan past pointing. Disamping itu mereka juga mungkin mengalami

tremor ketika jari mendekati sasarannya

Tes Tumit ke Lutut

Tes tumit ke lutut dilakukan pada pasien dalam posisi berbaring terlentang. Pasien disuruh

menggeserkan tumit kaki kanan menuruni tulang kering kaki kiri, dengan dimulai dari lutut.

Lakukan pada kaki sebaliknya.

Hasil : dalam keadaan normal akan terlihat suatu gerakan yang halus dan lancar, dengan tumit

tetap berada di tulang kering. Pada pasien dengan penyakit serebelum, tumitnya bergoyang-

goyang dari sisi ke sisi.

Tes Romberg

Tes Romberg dilakukan dengan menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa, dengan kaki

dirapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling bersentuhan. Pemeriksa menyuruh

pasien merentangkan lengannya dengan telapak tangan menghadap ke atas dan menutup

matanya. Jika pasien dapat mempertahankan sikap ini tanpa bergerak, tes ini disebut negative.

Page 4: SENSOMOTORIK

Tes Romberg positif jika pasien mulai bergoyang-goyang dan harus memindahkan kakinya

untuk menjaga keseimbangan.

Hasil : penemuan lazim adalah salah satu lengan melayang ke bawah dengan fleksi jari-jari

tangan. Gerakan ini disebut melayang pronator, dijumpai pada pasien dengan hemiparese ringan.

Jika tes Romberg positif menandakan gangguan kolumna posterior.

B. Pemeriksaan Rasa Getar

Stimulus : garputala 128 Hz

Teknik : Menempatkan garputala yang sedang bergetar pada ibu jari kaki, maleolus lateral dan

medial kaki, tibia, spina iliaka anterior superior, sacrum, prosesus spinosus vertebra, sternum ,

klavikula, prosesus stiloideus radius dan ulna dan jari-jari.

Garputala kita ketok dan ditempatkan pada ibu jari kaki atau tulang maleous, pasien ditanya

apakah ia merasakan getarannya, dan ia disuruh memberitahukan bila ia mulai tidak merasakan

getarnnya. Bila getaran mulai tidak dirasakan garpu tala kita pindahkan ke pergelangan atau

sternum atau klavikula atau kita bandingkan dengan jari kaki kita sendiri. Dengan demikian kita

dapat memeriksa adanya rasagetar dan sampai berapa lemah masih dapat dirasakan, dengan jalan

membandingkan dengan bagian lain dari tubuh atau dengan rasa getar pemeriksa.

Instruksi kepada pasien : “pejamkan mata anda,anda akan merasakan sebuah getaran,

beritahukan pada saya apabila anda sudah tidak merasakan getarannya lagi”

Hasil : kehilangan rasa sensasi getar merupakan tanda awal gangguan peripheral neuropathy

akibat factor diabetes dan alkoholik.

C. Pemeriksaan Rasa Raba Kasar ( Rasa Tekan)

Stimulus : Tekanan menggunakan jari tangan pemeriksa atau benda tumpul pada kulit pasien,

atau memencet otot tendon dan serabut syaraf

Teknik : tekan kulit pasien atau dengan jalan memencet otot tendon, namun jangan terlalu kuat

karena kan terasa rasa nyeri.

Page 5: SENSOMOTORIK

Instruksi pada pasien: “pejamkan mata anda, beritahu pada saya jika anda merasakan tekanan

pada tubuh anda, dan katakana dimana lokasinya”

D. Pemeriksaan Rasa Nyeri Dalam

Stimulus : dengan jalan memencet otot atau tendon, menekan serabut syaraf yang terletak dekat

permukaan, memencet testes atau biji mata.

Teknik : kita pencet otot lengan atas, lengan bawah, paha , betis dan tendon Achilles, juga dapat

dengan jalan menekan biji mata, laring, epigastrium dan testes. Perhatikan apakah pasien peka

terhadap rasa nyeri dalam.

Instruksi pada pasien ; “Pejamkan mata anda, beritahukan pada saya apabila anda merasakan

nyeri pada tubuh anda “

Page 6: SENSOMOTORIK

2. PEMERIKSAAN SENSIBILITAS INTEROSEPTIF

Rasa interoseptif ialah perasaan dari visera (organ dalam tubuh), yaitu rasa yang hilang

timbul dari organ-organ internal. Pasien mungkin mengemukakan gangguan perasaan berupa

rasa nyeri, mules, atau kembung. Nyeri visceral ini biasanya difus, tidak tegas lokalisasinya.

Pada pemeriksaan neurologi rasa interoseptif ini sukar dievaluasi dan sukar diperiksa. Selain

lokalisasinya yang difus, kita tidak dapat melakukan tes pada organ yang letaknya di dalam

tubuh.

Bersamaan dengan nyeri interoseptif yang diderita pasien, mungkin pula ia mengalami nyeri

somatic, yang mempunyai asal reflektoris yang disebut nyeri rujukan (referred pain). Nyeri

rujukan ini biasanya didapatkan pada dermatom yang sama atau yang berdekatan dengan organ

internal, sebagai akibat persyarafan segemental yang sama, namun mungkin pula pada tempat

yang lebih jauh. Misalnya nyeri angina pectoris dapat dirujuk ke lengan kiri, nyeri ginjal dapat

dirujuk ke daerah inguinal.

3. PEMERIKSAAN SENSIBILITAS EKSTEROSEPTIF

A.    Pemeriksaan Rasa Raba

Stimulus : gumpalan kapas, kertas atau kain yang ujungnya diusahakan sekecil mungkin

Teknik : Menyentuh pasien dengan alat stimulus pada tubuh pasien dan bandingkan bagian-

bagian yang simetris

Instruksi kepada pasien : “ beritahukan kepada saya setiap saat anda merasakannya  dan dimana

anda merasakannya. Kami akan mengujinya dengan mata anda dalam keadaan tertutup”

Hasil : Jika sensasi abnormal, lakukan pemeriksan di bagian proksimal sampai batas ketinggian

gangguan sensorik ditentukan.. Kelainan korteks sensori akan mengganggu kemampuan untuk

melokalisasikan daerah yang disentuh.

B.    Pemeriksaan Rasa Nyeri

Stimulus : ujung yang tajam dari ujung swab stick yang patah , jarum atau peniti, ujung tumpul

menggunakan ujung swab stick yang tidak patah

Teknik : rasa nyeri dibangkitkan dengan menusuk  dengan jarum atau dengan menggunakan

Page 7: SENSOMOTORIK

benda tumpul pada tubuh pasien dan bandingkan bagian-bagian yang simetris, jika bagian

simetris dibandingkan, tusukan harus sama kuat.

Instruksi kepada pasien “pejamkan mata anda, beritahukan saya setiap kali saya menyentuh anda,

apakah anda merasakan tajam atau tumpul dan dimana anda merasakannya “

C.    Pemeriksaan Rasa Suhu

Stimulus : tabung reaksi yang diisi dengan air es (10-200 celcius) untuk rasa dingin dan untuk

rasa panas dengan air panas (40-500 celcius). Suhu yang kurang dari 50C dan lebih dari 500C

akan menimbulkan rasa nyeri.

Teknik : Diperiksa di seluruh tubuh dan dibandingkan bagian-bagian yang simetris. Bagian

proksimal ekstremitas biasanya kurang peka terhadap rasa dingin, bila dibandingkan dengan

bagian distal ekstremitas. Bagian yang simetris harus diusahakan agar berada dalam kondisi yang

sama, dibuka pakaiannya secara bersamaan,

Instruksi kepada pasien : “pejamkan mata anda, beritahukan saya setiap kali saya menyentuh

bagian tubuh anda, apakah anda merasakan rasa dingin atau panas dan dimana anda

merasakannya”

Hasil : perubahan rasa suhu dinyatakan dengan kata anesthesia suhu.

Therm – anesthesia dingin / panas : tidak merasa panas / dingin

Therm-hypesthesia dingin / panas : kurang merasa panas / dingin

Therm-hyperesthesia dingin / panas : lebih merasa panas / dingin.

Hypesthesia suhu terhadap rasa dingin sering dijumpai pada lesi talamik.

4. PEMERIKSAAN RASA SOMESTESIA LUHUR

Perasaan somestesia luhur ialah perasaan yang mempunyai sifat deskriminatif dan sifat tiga

dimensi / fungsi persepsi. Kadang juga digunakan istilah rasa gabungan (combined sensation).

Rasa somestesia luhur meliputi :

a.    Rasa diskriminasi

Dua titik atau spasial ini merupakan kemampuan untuk mengetahui bahwa kita ditusuk dengan

dua jarum atau dengan satu jarum pada saat yang bersamaan.

Stimulus : jarum / peniti

Page 8: SENSOMOTORIK

Teknik : Dengan hati-hati peganglah dua peniti dengan jarak 2-3 mm dan sentuhlah ujung jari

tangan pasien. Mintalah kepada pasien untuk menyebutkan jumlah peniti yang dirasakannya.

Bandingkanlah penemuan ini dengan daerah yang sama pada ujung jari tangan lainnya. Karena

daerah tubuh yang berlainan mempunyai sensitivitas yang berbeda-beda, pemeriksa harus

mengetahui perbedaan ini. Di ujung jari tangan dapat membedakan 1 mm, jari kaki 3-8 mm,

telapak tangan 8-12 mm, punggung 40-60 mm.

Hasil : gangguan diskriminasi menandakan adanya lesi pada lobus parietalis.

b.    Barognesia

Adalah kemampuan untuk mengenal berat benda yang dipegang atau kemampuan membeda-

bedakan berat benda

c.    Stereognosia

Adalah kemampuan untuk mengenal bentuk benda dengan jalan meraba, tanpa melihat.

Tenik : suruhlah pasien menutup matanya. Letakkan kunci, pensil, klip kertas atau mata uang di

telapak tangan pasien dan mintalah kepadanya untuk mengenali benda-benda itu. Periksalah

tangan lainnya dan bandingkan hasilnya.

Hasil : ketidakmampuan mengenali benda mengindikasikan adanya gangguan fungsi lobus

parietalis dan oksipitalis.

d.    Topostesia (topognosia)

Adalah kemampuan untuk melokalisasi tempat dari rasa raba.

Teknik : Suruhlah pasien untuk menutup matanya. Sentuh pasien dan mintalah pasien untuk

membuka matanya dan menunjukkan daerah dimana ia disentuh.

Hasil : ketidakmampuan melokalisasi titik menandakan adanya kelainan pada korteks sensorik.

e.    Grafestesia

Adalah kemampuan untuk mengenal angka.

Teknik : mintalah pasien untuk menutup mata dan menjulurkan tangannya. Pakailah ujung

tumpul sebatang pensil untuk menulis angka dari 0 sampai 9 di telapak tangan itu. Angkanya

harus dibuat menghadap ke arah pasien. Bandingkan tangan yang satu dengan tangan yang

Page 9: SENSOMOTORIK

lainnya.

Hasil : ketidakmampuan mengenali angka merupakan tanda yang sensitive untuk penyakit lobus

parietalis.

Page 10: SENSOMOTORIK

DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing,S.M. (2012). Neurologi klinik : Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta. Badan

Penerbit FKUI

Bickley,Linn S;Szilagyi Peter G, (2009). Guide to Physical Examination.Philadelphia.Lippincott

Williams & Wilkins

Williams,Janice L. (2005). Diagnosis Fisik : Evaluasi dan Diagnosis dan Fungsi di Bangsal.

Jakarta. EGC

Swartz,Mark. (1995). Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta.EGC

Page 11: SENSOMOTORIK

SENSO-MOTORIK

OLEH

KELOMPOK 5

1.HASMAWATI RASYID ( C13113021 )

2.ULVIK DIAN GARCIA ( C13113022 )

3.ASTRI ANITA ( C13113023 )

4.A. NUR AISYAH ABBAS ( C13113024 )

5.FADILLAH NUR SYAMSIA ( C13113025 )

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI PROFESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2014

Page 12: SENSOMOTORIK