SENIN, 24 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA Hukum RI tidak ... filejika memiliki perjanjian penukaran...

1
“BANYAK manfaat yang bisa kita peroleh jika memiliki perjanjian penukaran narapidana dengan Australia. Salah satunya adalah kita bisa membina kembali warga negara kita yang dijatuhi hukuman di Australia. Penjara saat ini kan lebih berfungsi sebagai lembaga pembinaan un- tuk menyiapkan mereka kembali ke masyarakat. Sistem pembinaan di Australia belum tentu co- cok dengan warga negara kita. Warga negara kita yang dijatuhi hukuman di Australia kebanyakan terkait dengan kasus pelintasan batas dan migran gelap, sedangkan kalau Australia lebih banyak terkait kasus narkotika. Usul untuk membentuk perjanjian pemin- dahan nara pidana datang dari Australia. Alasannya karena pembi- naan adalah bagian dari bentuk perlindungan negara terhadap warg- anya. Namun, perlu di- ingat, transfer of sentenced person berbeda dengan ekstradisi. Kalau transfer of sen- tenced person itu pemin- dahan orang yang su- dah dijatuhi hukuman yang berkekuatan hukum tetap. Sebenarnya perjanjian ini sudah lama dijajaki sejak saya masih men- teri cuma ada perbedaan pandangan menyangkut beberapa poin, antara lain, napi-napi yang bisa dipindahkan dan pem- berian remisi. Mengenai risiko membludaknya jumlah narapidana-narapidana di lembaga pe- masyarakatan, itu sudah menjadi risiko. Negara harus menyiapkan ruangan untuk mereka.” (Ide/P-4) TIM Pemburu Koruptor (TPK) merupakan tim gabungan dari berbagai unsur penegak hu- kum. Sejak dibentuk pada 2008, tim ini bertugas utama untuk mengeroyok dan mengejar ko- ruptor di luar negeri termasuk aset-asetnya. Kinerja tim ini lantas dipertanyakan karena belum juga menggiring masuk koruptor-koruptor kakap, ter- masuk aset-aset Bank Century. Mengapa demikian? Berikut ini petikan wawancara war- tawan Media Indonesia Dinny Mutiah dengan Ketua TPK Darmono yang juga Wakil Jaksa Agung, di Jakarta, Jumat (21/1). Apa fokus kerja tim saat ini? Masalah perburuan aset saat ini difokuskan kepada tindak pidana korupsi yang terkait kasus Bank Century di Swiss maupun di Hong Kong. Di Swiss, kita telah melaku- kan kunjungan untuk mengecek keberadaan aset. Bukan hanya mengecek, tapi juga melaku- kan upaya yang bisa dilakukan pemerintah. Sudah ada hasil? Dari hasil penelusuran yang ada, aset yang disimpan di Swiss itu kurang lebih US$155,9 juta. Kalau dikurskan Rp160- an miliar. Aset itu disimpan di Dresdner Bank. Kita juga melakukan upaya hukum de- ngan cara mutual legal assistance (MLA), sebagai payung hukum yang jadi dasar pembekuan dan penyitaan aset-aset. Akan dilakukan pembahasan bersifat teknis antara tim In- donesia dan Swiss untuk merumus- kan MLA itu. Ada juga aset- aset yang berada di Hong Kong. Tim akhirnya memper- oleh kesepakatan bahwa MLA sudah disetu- jui pemerin- tah Hong Kong dan telah d i - lakukan pembekuan aset-aset atas nama Rafat Ali Rizvi, Hesh- am Al Waraq, Robert Tantular, Hartawan Alwi, dan beberapa perusahaan. Aset-aset di sana itu kalau dirupiahkan kurang lebih Rp10,5 triliun, terdiri dari uang tunai Rp86 miliar, sisanya surat berharga. Karena Hesham dan Rafat (pemegang saham Bank Centu- ry Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizvi-red) sudah diputus bersalah dan dijatuhi hukuman, aset yang telah kita minta untuk dilakukan penyitaan sudah dinyatakan dirampas. Sekarang tinggal memberitahukan pihak terkait. Mereka diberi kesempa- tan untuk membuktikan bahwa uang itu bukan dari tindak pidana. Pengusutan dana BLBI sen- diri sudah sampai mana ? PPATK kesulitan untuk men- cari data aliran dana yang ber- ada di sana. Meski demikian, kita tetap berupaya. Misal, Adrian Kiki Ariawan (pemilik Bank Surya). Tapi, ketentuan hukum di Australia, seorang terpidana yang akan diekstradi- si masih diberi hak untuk meng- ajukan upaya hukum banding yang dikenal judicial review ke pengadilan di sana. Hasilnya sangat tergantung pada putu- san di sana. Tim sendiri sudah menyiapkan nama untuk men- jemput Adrian. Saat ini, siapa saja koruptor yang masih buron? Untuk terpidana ada kurang lebih 14 orang. Kalau tersangka ada 10. Jadi, baik tersangka maupun terpidana yang diduga di luar negeri itu ada 24 orang. Keberadaan 24 orang itu sudah diketahui? Kebanyakan sudah diketahui. Edy Tanzil, misalkan, ada di China, Adrian Kiki Ariawan di Australia, Sudjono Timan di Singapura, Edy Putranto di Kanada, Sherny di Amerika Serikat, Samadikun Hartono di Vietnam, sedangkan ke- beradaan Yudi Kartolo dan Hendro Bambang Sumantri belum diketahui. Edy Junaedi juga sama. Dan ada beberapa lainnya. Rafat ada di Inggris, Hesham juga ada di Inggris. Lumowa di Belanda. Rico Hendrawan belum diketa- hui. Sebagian tidak diketahui. Mengapa posisi RI terli- hat lemah ketika berupaya mengekstradisi mereka? Saya kira tidak lemah, ka- rena setiap negara itu saling menghargai kedaulatan negara itu. Kita bisa berbuat sesuatu di negara lain apabila ada ke- wenangan atau hak untuk pe- negakan hukumnya. Contohnya ekstradisi RI- Australia. Kita sudah beberapa kali memenuhi permintaan Australia. Lantas, mengapa Australia belum juga mengeks- tradisi Adri- an? Sudah ada empat-lima permintaan ekstradisi yang telah kita bantu. Saat diekstradi- si, dia (Australia) mengajukan keber- atan-keberatan. Seperti Kiki, mulai prosedur in absentia, prosedur perlindungan HAM, pemindah- an tahanan, prosedur informasi penyakit dipermasalahkan. Dalam hal ini sistem hukum Indonesia lebih sederhana? Ya, lebih sederhana dalam hal ekstradisi. Dan itu menguntungkan Indonesia? Dalam hal tertentu meng- untungkan karena untuk apa berlama-lama kita menahan se- seorang asing yang melakukan tindak pidana itu. Dari sisi itu. Apa kerugiannya? Kerugiannya, saat ada ke- perluan, ternyata negara lain tidak seperti itu sehingga ada ketidakseimbangan perlakuan bangsa lain terhadap kita dalam hal penegakan hukum. Berapa anggaran yang sudah dikeluarkan? Jangan-jangan biaya yang keluar lebih besar daripada aset yang dikejar? Oh, ya enggak toh. Itu saja yang sudah disita untuk dua perkara saja sudah ratusan mi- liar rupiah. Tim ini baru tahun ketiga. Ada dana Rp1,5 miliar, tidak harus habis. Sekarang hasil yang sudah dilakukan sudah cu- kup signikan. Kasarnya sekitar Rp3 miliar per tahun. (P-4) Memburu Koruptor lewat Entry Denial Hukum RI tidak Memberi Keseimbangan 23 SENIN, 24 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA POLKAM TEMA: Efek Domino Kejatuhan Presiden Tunisia INTERNASIONAL SELASA (25/1/2011) FOKUS SELAIN pertukaran narapi- dana, pergaulan internasional juga mengenal istilah kerja sama ekstradisi antarnegara. Kerja sama itu sangat berman- faat dalam upaya penegakan hukum karena begitu banyak tersangka kriminal yang memi- lih kabur ke luar negeri untuk bersembunyi dari hukum. Indonesia sendiri sudah pu- nya payung hukum untuk mengatur ekstradisi itu. Lewat UU No 1/1979, pemerintah diizinkan untuk kerja sama eks- tradisi dengan negara lain. Namun mengapa realisasi- nya begitu sulit? Sebut saja Anggoro Widjojo, tersangka kasus suap pengadaan sistem komunikasi radio terpadu Departemen Kehutanan, yang sejak Oktober 2008 disebut- sebut bersembunyi di Singa- pura, negara yang jaraknya hanya sepelemparan batu dari Indonesia. “Syarat ekstradisi dengan Singapura begitu banyak. Salah satunya, kita tidak ada perjanji- an bilateral dengan Singapura,” kata Kasubdit Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan Kementerian Luar Negeri Ab- dul Kadir Jailani saat ditemui Jumat (21/1) lalu. Dipaparkannya, perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura menemui jalan buntu pada tahap ratikasi. Singapura me- minta agar perjanjian ekstradisi digabung dengan persetujuan kerja sama Pertahanan (Defense Cooperation Agreement/DCA). Di sisi lain, Indonesia menolak menggabungkan perjanjian ekstradisi dengan DCA itu. “Kita tidak mau meratikasi DCA. Karena itu, Singapura juga tidak mau meratifikasi perjanjian ekstradisi,” terang Abdul. Namun, perjanjian ekstradisi ternyata bukanlah satu-satunya pintu masuk untuk memburu tersangka kriminal yang lari ke luar negeri. Masih ada kerja sama internasional bagi negara- negara yang mengikatkan diri pada United Nations Conven- tion on Against Corruption (UNCAC). “Kita punya UNCAC yang bisa dijadikan dasar untuk mengajukan permintaan. Jadi untuk kasus korupsi, kita bisa mengekstradisi dari ratusan negara. Kita bisa ke negara mana pun,” ungkapnya. Ia mengatakan saat ini anggota UNCAC berjumlah sedikitnya 148 negara. Indo- nesia sendiri telah meratikasi UNCAC pada 2008 silam. Selain Kemenlu yang te- ngah bekerja keras lewat jalur diplomatik, Komisi Pembe- rantasan Korupsi (KPK) juga tengah menjajaki kerja sama dengan negara-negara G20, untuk mempersempit ruang gerak koruptor. Salah satu kerja sama yang ingin dicapai adalah mencegat para koruptor begitu tiba di pintu masuk negara tujuan (entry denial). Wakil Ketua KPK bidang Pencegahan M Jasin memapar- kan, kerja sama ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari per- temuan antikorupsi antarnegara G-20 yang digelar akhir 2010 silam. “Setiap negara dalam G-20 paling tidak menerapkan daftar nama yang dianggap bermasalah karena dianggap terkait tindak pidana korupsi.” Dengan demikian, KPK akan melakukan pencegahan ganda. Mekanisme entry denial tersebut, menurut Jasin, akan dibakukan dalam pertemuan negara-negara G-20 yang akan digelar di Prancis pada Febru- ari mendatang. “Meski secara informal sebenarnya sudah dilaksanakan, bagus kalau ada kesepakatan biar lebih koope- ratif,” tuturnya. Langkah KPK itu mendapat dukungan penuh dari Trans- parency International Indone- sia (TII). Sekretaris Jenderal TII Teten Masduki meman- dang Indonesia sudah saatnya punya perjanjian entry denial dengan negara-negara yang diduga menjadi tujuan pencucian uang dan pelarian kekayaan hasil korupsi. Langkah itu dinilai le- bih mutakhir ketimbang kerja sama dengan Inter- pol. “Interpol itu terlalu kuno karena hanya kerja sama antara polisi Indonesia dengan polisi internasional. Kalau dengan entry denial , tidak hanya polisi, tetapi lem- baga perbankan Tanah Air bisa bekerja sama dengan lembaga perbankan internasional.” Ia juga mendesak Presiden bisa membujuk Singapura un- tuk menandatangani perjanjian itu. Menurutnya, Singapura selama ini menjadi surga bagi para koruptor untuk menyim- pan aset-asetnya termasuk melakukan pencucian uang. “Di sana ada Syamsul Nursalim dan Sutanto Tanoto yang kabur ke Singapura. Se- lama ini, negara itu belum mau bekerja sama dengan kita. Ini yang harus kita dorong,” ujar Teten. (Nav/Wta/Ide) Andi Mattalatta Mantan Menteri Hukum dan HAM MI/ADAM DWI TEMA: Efek Domino Kejatuhan Presiden Tunisia INTERNASIONAL SELASA (25/1/2011) FOKUS Darmono Ketua Tim Pemburu Koruptor Kejaksaan Agung MI/RAMDANI

Transcript of SENIN, 24 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA Hukum RI tidak ... filejika memiliki perjanjian penukaran...

“ B A N YA K m a n f a a t yang bisa kita peroleh jika memiliki perjanjian penukaran narapidana dengan Australia. Salah sa tu nya adalah kita bisa membina kembali warga negara kita yang dijatuhi hukuman di Australia.

Penjara saat ini kan lebih berfungsi sebagai lembaga pembinaan un-tuk menyiapkan mereka kembali ke masyarakat. Sistem pembinaan di Australia belum tentu co-cok dengan warga negara kita.

Warga negara k i ta yang dijatuhi hukuman di Australia kebanyakan terkait dengan kasus pelintasan batas dan migran gelap, sedangkan kalau Australia lebih banyak terkait kasus narkotika.

Usul untuk membentuk perjanjian pemin-dahan nara pidana datang dari Australia.

Alasannya karena pembi-naan adalah bagian dari bentuk perlindungan negara terhadap warg-anya. Namun, perlu di-ingat, transfer of sentenced person berbeda dengan eks tradisi.

Kalau transfer of sen-tenced person itu pemin-dahan orang yang su-dah dijatuhi hukuman yang berkekuatan hukum tetap.

Sebenarnya perjanjian ini sudah lama dijajaki sejak saya masih men-teri cuma ada perbedaan pandangan menyangkut beberapa poin, antara lain, napi-napi yang bisa dipindahkan dan pem-

berian remisi. Mengenai risiko membludaknya jumlah narapi dana-narapidana di lembaga pe-masyarakatan, itu sudah menjadi risiko. Negara harus menyiapkan ruangan untuk mereka.” (Ide/P-4)

TIM Pemburu Koruptor (TPK) merupakan tim gabungan dari berbagai unsur penegak hu-kum. Sejak dibentuk pada 2008, tim ini bertugas utama untuk mengeroyok dan mengejar ko-ruptor di luar negeri termasuk aset-asetnya. Kinerja tim ini lantas dipertanyakan karena belum juga menggiring masuk koruptor-koruptor kakap, ter-masuk aset-aset Bank Century.

Mengapa demikian? Berikut ini petikan wawancara war-tawan Media Indonesia Dinny Mutiah dengan Ketua TPK Darmono yang juga Wakil Jaksa Agung, di Jakarta, Jumat (21/1).

Apa fokus kerja tim saat ini?

Masalah perburuan aset saat ini difokuskan kepada tindak pidana korupsi yang terkait kasus Bank Century di Swiss maupun di Hong Kong.

Di Swiss, kita telah melaku-kan kunjungan untuk mengecek keberadaan aset. Bukan hanya mengecek, tapi juga melaku-kan upaya yang bisa dilakukan pemerintah.

Sudah ada hasil?Dari hasil penelusuran yang

ada, aset yang disimpan di Swiss itu kurang lebih US$155,9 juta. Kalau dikurskan Rp160-an miliar. Aset itu disimpan di Dresdner Bank. Kita juga melakukan upaya hukum de-ngan cara mutual legal assistance (MLA), sebagai payung hukum yang jadi dasar pembekuan dan penyitaan aset-aset.

Akan di lakukan pembahasan bersifat teknis antara tim In-donesia dan Swiss untuk merumus-kan MLA itu.

Ada juga aset-aset yang berada di Hong Kong. Tim akhirnya memper-oleh kesepakatan

b a h w a M L A sudah disetu-jui peme rin-

tah Hong K o n g

dan telah d i -

lakukan pembekuan aset-aset atas nama Rafat Ali Rizvi, Hesh-am Al Waraq, Robert Tantular, Hartawan Alwi, dan beberapa perusahaan. Aset-aset di sana itu kalau dirupiahkan kurang lebih Rp10,5 triliun, terdiri dari uang tunai Rp86 miliar, sisanya surat berharga.

Karena Hesham dan Rafat (pemegang saham Bank Centu-ry Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizvi-red) sudah diputus bersalah dan dijatuhi hukum an, aset yang telah kita minta untuk dilakukan penyitaan sudah dinyatakan dirampas. Sekarang tinggal memberitahukan pihak terkait. Mereka diberi kesempa-tan untuk membuktikan bahwa uang itu bukan dari tindak pidana.

Pengusutan dana BLBI sen-diri sudah sampai mana ?

PPATK kesulitan untuk men-cari data aliran dana yang ber-ada di sana. Meski demikian, kita tetap berupaya. Misal, Adrian Kiki Ariawan (pemilik Bank Surya). Tapi, ketentuan hukum di Australia, seorang terpidana yang akan diekstradi-si masih diberi hak untuk meng-ajukan upaya hukum banding yang dikenal judicial review ke pengadilan di sana. Hasilnya sangat tergantung pada putu-san di sana. Tim sendiri sudah

menyiapkan nama untuk men-jemput Adrian.

Saat ini, siapa saja koruptor yang masih buron?

Untuk terpidana ada kurang lebih 14 orang. Kalau tersangka ada 10. Jadi, baik tersangka maupun terpidana yang diduga di luar negeri itu ada 24 orang.

Keberadaan 24 orang itu sudah diketahui?

Kebanyakan sudah diketahui. Edy Tanzil, misalkan, ada di China, Adrian Kiki Ariawan di Australia, Sudjono Timan di Singapura, Edy Putranto di Kanada, Sherny di Amerika Serikat, Samadikun Hartono di Vietnam, sedangkan ke-beradaan Yudi Kartolo dan Hendro Bambang Sumantri belum diketahui.

Edy Junaedi juga sama. Dan ada beberapa lainnya. Rafat ada di Inggris, Hesham juga ada di Inggris. Lumowa di Belanda. Rico Hendrawan belum diketa-hui. Sebagian tidak diketahui.

Mengapa posisi RI terli-hat lemah ketika berupaya mengekstradisi mereka?

Saya kira tidak lemah, ka-rena setiap negara itu saling menghargai kedaulatan negara itu. Kita bisa berbuat sesuatu di negara lain apabila ada ke-wenangan atau hak untuk pe-negakan hukumnya.

Contohnya ekstradisi RI-Australia. Kita sudah beberapa kali memenuhi permintaan

Australia. Lantas, mengapa Australia belum

juga mengeks-tradisi Adri-an?

Sudah ada empat- l ima

p e r m i n t a a n eks tradisi yang

telah kita bantu. Saat diekstradi-

si, dia (Australia) meng ajukan keber-

atan-keberatan. Seperti Kiki,

m u l a i

prosedur in absentia, prosedur perlindungan HAM, pemindah-an tahanan, prosedur informasi penyakit dipermasalahkan.

Dalam hal ini sistem hukum Indonesia lebih sederhana?

Ya, lebih sederhana dalam hal ekstradisi.

Dan itu menguntungkan Indonesia?

Dalam hal tertentu meng-untungkan karena untuk apa berlama-lama kita menahan se-se orang asing yang melakukan tindak pidana itu. Dari sisi itu.

Apa kerugiannya?Kerugiannya, saat ada ke-

perluan, ternyata negara lain tidak seperti itu sehingga ada ketidakseimbangan perlakuan bangsa lain terhadap kita dalam hal penegakan hukum.

Berapa anggaran yang sudah dikeluarkan? Jangan-jangan biaya yang keluar lebih besar daripada aset yang dikejar?

Oh, ya enggak toh. Itu saja yang sudah disita untuk dua perkara saja sudah ratusan mi-liar rupiah. Tim ini baru tahun ketiga. Ada dana Rp1,5 miliar, tidak harus habis. Sekarang hasil yang sudah dilakukan sudah cu-kup signifi kan. Kasarnya sekitar Rp3 miliar per tahun. (P-4)

Memburu Koruptor lewat Entry Denial

Hukum RI tidak Memberi Keseimbangan

23SENIN, 24 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIAPOLKAM

TEMA:Efek Domino

Kejatuhan Presiden Tunisia

INTERNASIONALSELASA (25/1/2011)

FOKUS

SELAIN pertukaran narapi-dana, pergaulan internasional juga mengenal istilah kerja sama ekstradisi antarnegara. Kerja sama itu sangat berman-faat dalam upaya penegakan hukum karena begitu banyak tersangka kriminal yang memi-lih kabur ke luar negeri untuk bersembunyi dari hukum.

Indonesia sendiri sudah pu-nya payung hukum untuk mengatur ekstradisi itu. Lewat UU No 1/1979, pemerintah diizinkan untuk kerja sama eks-tradisi dengan negara lain.

Namun mengapa realisasi-nya begitu sulit? Sebut saja Anggoro Widjojo, tersangka kasus suap pengadaan sistem komunikasi radio terpadu Departemen Kehutanan, yang sejak Oktober 2008 disebut-sebut bersembunyi di Singa-pura, negara yang jaraknya hanya sepelemparan batu dari Indonesia.

“Syarat ekstradisi dengan Singapura begitu banyak. Salah satunya, kita tidak ada perjanji-an bilateral dengan Singapura,” kata Kasubdit Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan Kementerian Luar Negeri Ab-dul Kadir Jailani saat ditemui Jumat (21/1) lalu.

Dipaparkannya, perjanjian

ekstradisi Indonesia-Singapura menemui jalan buntu pada tahap ratifi kasi. Singapura me-minta agar perjanjian ekstradisi digabung dengan persetujuan kerja sama Pertahanan (Defense Cooperation Agreement/DCA). Di sisi lain, Indonesia menolak menggabungkan perjanjian ekstradisi dengan DCA itu.

“Kita tidak mau meratifi kasi DCA. Karena itu, Singapura juga tidak mau meratifikasi perjanjian ekstradisi,” terang Abdul.

Namun, perjanjian ekstradisi ternyata bukanlah satu-satunya pintu masuk untuk memburu tersangka kriminal yang lari ke luar negeri. Masih ada kerja sama internasional bagi negara-negara yang mengikatkan diri pada United Nations Conven-tion on Against Corruption (UNCAC).

“Kita punya UNCAC yang bisa dijadikan dasar untuk mengajukan permintaan. Jadi untuk kasus korupsi, kita bisa mengekstradisi dari ratusan negara. Kita bisa ke negara mana pun,” ungkapnya.

Ia mengatakan saat ini anggota UNCAC berjumlah sedikitnya 148 negara. Indo-nesia sendiri telah meratifi kasi UNCAC pada 2008 silam.

Selain Kemenlu yang te-ngah bekerja keras lewat jalur diplomatik, Komisi Pembe-rantasan Korupsi (KPK) juga tengah menjajaki kerja sama dengan negara-negara G20, untuk mempersempit ruang gerak koruptor. Salah satu kerja sama yang ingin dicapai adalah mencegat para koruptor begitu tiba di pintu masuk negara tujuan (entry denial).

Wakil Ketua KPK bidang Pencegahan M Jasin memapar-kan, kerja sama ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari per-temuan antikorupsi antarnegara G-20 yang digelar akhir 2010 silam. “Setiap negara dalam G-20 paling tidak menerapkan daftar nama yang dianggap bermasalah karena dianggap terkait tindak pidana korupsi.”

Dengan demikian, KPK akan melakukan pencegahan ganda. Mekanisme entry denial tersebut, menurut Jasin, akan dibakukan dalam pertemuan negara-negara G-20 yang akan digelar di Prancis pada Febru-ari mendatang. “Meski secara informal sebenarnya sudah dilaksanakan, bagus kalau ada kesepakatan biar lebih koope-ratif,” tuturnya.

Langkah KPK itu mendapat dukungan penuh dari Trans-

parency International Indone-sia (TII). Sekretaris Jenderal TII Teten Masduki meman-dang Indonesia sudah saatnya punya perjanjian entry denial dengan negara-negara yang diduga menjadi tujuan pencucian uang dan pelarian kekayaan hasil korupsi.

Langkah itu dinilai le-bih mutakhir ketimbang kerja sama dengan Inter-pol. “Interpol itu terlalu kuno karena hanya kerja sama antara polisi Indonesia dengan polisi internasional. Kalau dengan entry denial, tidak hanya polisi, tetapi lem-baga perbankan Tanah Air bisa bekerja sama dengan lembaga perbankan internasional.”

Ia juga mendesak Presiden bisa membujuk Singapura un-tuk menandatangani perjanjian itu. Menurutnya, Singapura selama ini menjadi surga bagi para koruptor untuk menyim-pan aset-asetnya termasuk melakukan pencucian uang.

“Di sana ada Syamsul Nursalim dan Sutanto Tanoto yang kabur ke Singapura. Se-lama ini, negara itu belum mau bekerja sama dengan kita. Ini yang harus kita dorong,” ujar Teten. (Nav/Wta/Ide)

Andi MattalattaMantan Menteri Hukum dan HAM

MI/ADAM DWI

TEMA:Efek Domino

Kejatuhan Presiden Tunisia

INTERNASIONALSELASA (25/1/2011)

FOKUS

DarmonoKetua Tim Pemburu Koruptor Kejaksaan Agung

MI/RAMDANI