SENGKETA PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL...
-
Upload
nguyenkhuong -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of SENGKETA PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL...
SENGKETA PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL
WALIKOTA TANGERANG 2013: Masalah dan Penyelesaian
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana sosial (S. Sos)
Oleh:
Sopian Hadi Permana
1110112000012
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M
v
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai sengketa yang terjadi pada tahap
pencalonan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang melatar belakangi KPUD Kota
Tangerang tidak meloloskan pasangan Arief R Wismansyah-Sachrudin dan
pasangan Ahmad Marju Kodri-Gatot Suprijanto, bagaimana peran Wahidin Halim
sebagai Walikota Tangerang dalam sengketa tersebut, dan Bagaimana proses
penyelesaiannya. Kerangka teoritis dan konseptual yang digunakan dalam skripsi
adalah konsep dan regulasi Pemilihan Kepala Daerah, sengketa Pemilihan Kepala
Daerah, dan teori dilema dan pilihan rasional politisi. Dalam penelitian skripsi ini
menggunakan metodologi kualitatif. Penelitian dilakukan di wilayah Kota
Tangerang selatan secara bertahap sejak bulan Maret sampai Desember 2014.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara dan studi
dokumentasi.
Berdasarkan studi lapangan dalam bentuk wawancara dan studi
dokumentasi seperti dokumen KPUD, artikel, berita, dan foto-foto peneliti
menemukan bahwa Pasangan Arief-Sachrudin dinyatakan tidak lolos sebagai
pasangan calon pada Pilwalkot karena Sachrudin tidak melampirkan surat
pengunduran diri sebagai Camat Pinang yang disetujui oleh atasannya yaitu
Wahidin Halim.Sedangkan pasangan AMK-Gatot dinyatakan tidak lolos karena
jumlah partai pengusungnya kurang setelah partai Hanura melakukan perpindahan
dukungan kepada pasangan HMZ-Iskandar. Keputusan KPUD tersebut adalah
penyebab terjadinya sengketa pada Pilwalkot Tangerang 2013, hal tersebut karena
KPUD telah salah menafsirkan regulasi sehingga keputusan yang dikeluarkan
tidak memiliki kekuatan hukum dan keputusan tersebut sarat akan kepentingan.
Peran WH sebagai Walikota Tangerang dalam sengketa yang terjadi cukup
besar, karena dengan WH tidak memberikan izin kepada Sachrudin telah
menyebabkan pasangan Arief-Sachrudin tidak lolos. Hal tersebut dilakukan WH
untuk memuluskan pencalonan adiknya yaitu Abdul Syukur. Proses penyelesaian
sengketa yang terjadi dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu (DKPP), dimana kedua pasangan calon yang dinyatakan tidak lolos
kemudian melapor ke DKPP terkait keputusan tersebut dan pelanggaran kode etik
yang dilakukan oleh KPUD Kota Tangerang. DKPP dalam putusannya
memberhentikan sementara KPUD Kota Tangerang karena terbukti melanggar
kode etik, menginstruksikan KPUD Banten mengambil alih tugas KPUD Kota
Tangerang dan mengembalikan hak konstitusional pasangan Arief-Sachrudin dan
AMK Gatot sebagai kandidat Pilwalkot Tangerang 2013.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, nikmat sehat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skiripsi ini. Shalawat serta salam penulis haturkan
kepada Rasullullah Muhammad SAW, yang telah berjasa besar membentuk
peradaban Islam dan dunia, pembawa jalan kebenaran hingga akhir zaman.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana sosial
(S.Sos) di FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Syukur alhamdulillah dengan
keyakinan dan usaha serta atas segala petunjuk dan kemudahan yang diberikan
Allah SWT kepada penulis akhirnya Skripsi ini dapat terselesaikan.
Dalam proses penyelesaian Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari
bimbingan, peranan, dan bantuan serta doa dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan ungkapan terima
kasih kepada :
1. Kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr, Bahtiar Effendy, M.A.
2. Kepada Ketua Program Studi Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Bapak Ali Munhanif, Ph.D.,
3. Kepada Sekretaris Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah yang sekaligus menjadi Dosen
pembimbing skripsi, Bapak M. Zaki Mubarak, M. Si,. Terima kasih telah
meluangkan waktu, membimbing, memberi nasehat, masukan dan
motivasi tanpa henti sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
4. Seluruh Dosen dan staf pengajar pada Program Studi Ilmu Politik di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, terimakasih atas pengorbanan waktu dan ilmu
yang diberikan kepada penulis. Semoga Allah SWT mencatat semuanya
sebagai amal ibadah yang tidak akan terputus hingga akhir zaman.
5. Kepada Bapakku Abdul Jalal M dan Ibuku Rodiah yang tidak henti-
hentinya memberikan cinta dan kasih sayang serta doa dan semangat
vii
kepadaku. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan,
kesehatan dan umur panjang kepada mereka.
6. Kepada Kakaku Nurjanah, Abangku Ade Wahyu Hidayat dan adikku
Noeroel Hikmah yang selalu memberikan support dan semangat.
7. Kawan-kawan seperjuangan Ilmu Politik angkatan 2010, ade mulyawan,
Ramdhani, Astlusani, Imam Utomo, Ichwan, Abdurahman Abudan,
Angga, Aris Setiyawan, Maulana, Masrizal, Novian Dwi Cahyo, Sandi
Lasmana, Yosep Saepullah. Terimakasih semangat dan motivasinya.
8. Kawan-kawan seperjuangan dan sahabat-sahabatku tercinta, Faisal Husen,
Fadil Arrosyad, Hari Dona Finanda, Aisyah, Adis Puji Astuti, M. Indra
Giri, Erwin Saputra, Fathi Andini, Ferdian Ramadhani, Miftahul Choir,
Dewi Pratiwi dan Rifai Tobri.
9. Kawan seperjuangan dalam menyusun skripsi, Dinar Annisa Susanti.
Akhirnya selesai juga skripsi ini mba setelah perjuangan panjang.
10. Fanny Fatwati Putri yang selalu menjadi penyemangat dalam penyusunan
skripsi ini. Terimakasih untuk doa, semangat dan kebahagiaannya. Aku
menyayangimu.
11. Kanda dan Yunda tercinta keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam.
Yunda Yeni Safitri, Yunda Chitra Dea Gemala, Yunda Elva Farhi
Qolbina, Kanda M. Yan Anwar, Kanda Ahmad Fanani, Kanda Kholil dll.
12. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fisip Cabang
Ciputat. Irfan Zharfandy, Gerry Novandika, Alfrad Rusyd, Ahmad Fatoni,
Afina, Aulia Akbar, Rizki Ahmad, Rahmat Syahputra, Dara Amalia,
Atina, Hijri Prakarsa, Afdal Fitrah, Bayu Nanda Permana, Alfira,
Mutiarani Zahara, Fadli Noor, Fajar Fachrian, Tadzkira, Robiyatul
Adawiyah, Aldo, Hervi, Dhoni dan seluruh kader HMI Komfisip.
13. Kawan sekaligus guru Spiritual Kanda Satyawan Pari Kresno,
Terimakasih wan atas konsultasinya selama ini.
14. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Kota Tangerang Selatan.
15. Kelompok KKN Permata UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013.
viii
16. Kawan-kawan LEPPAMI yang menjadi teman Mendaki disaat penulis
membutuhkan penyegaran.
17. Lisanul Fikri dan Sri Handayani, terimakasih selalu meluangkan waktunya
untuk mendengarkan curhatan dan terimakasih sudah membantu
perjuanganku.
18. Kepada Kanda Sanusi Ketua KPUD Kota Tangerang 2013-2018 yang
telah membantu dan memudahkan proses pencarian data Skripsi ini
19. Bapak Sachrudin Wakil Walikota Tangerang, Bapak Safril Elain mantan
Ketua KPUD Kota Tangerang, Bapak Arief Fadilah Sekjen DPC Hanura
Kota Tangerang, Bapak Dasep Ketua Teamsus Pasangan Arief-Sahcrudin
dan Bapak Syahrul Effendi Kasubag Tekpem KPUD Kota Tangerang
yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi narasumber
dalam penyusunan skripsi ini
18. Seluruh pihak yang turut memberikan dukungannya yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu yang telah ikut serta memberikan semangat
sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini tidak mungkin dapat dilaksanakan
tanpa bantuan, petunjuk, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Semoga
Allah SWT melimpahkan karunia serta anugrah-Nya atas segala bantuan yang
telah diberikan, Amin. Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang
dimiliki, penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pikiran bagi
para pembaca sekalian.
Jakarta, 19 Desember 2014
Sopian Hadi Permana
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i
LEMBAR PERYATAAN BEBAS PLAGIARISME .................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................. iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Peryataan Masalah ........................................................................... 1
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 10
C. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 11
D. Metode Penelitian ............................................................................. 13
E. Sistematika Penulisan ...................................................................... 17
BAB II KERANGKA TEORITIS & KONSEPTUAL
A. Pemilihan Kepala Daerah .................................................................. 19
1. Asas Pemilihan Kepala Daerah .................................................. 24
2. Asas dan Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah .. 24
3. Persyaratan Bakal Calon dan Pencalonan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ................................. 25
B. Sengketa Pemilihan Kepala Daerah dan Proses Penyelesaian ......... 29
1. Sengketa Pemilihan Kepala Daerah ........................................... 29
2. Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Daerah ..................... 33
C. Dilema Politisi dan Pilihan Rasional Politisi ................................... 42
BAB III GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG & PELAKSANAAN
PILWALKOT TANGERANG 2013
A. Gambaran Umum Kota Tangerang ................................................... 44
1. Kondisi Geografis ....................................................................... 45
2. Kondisi Ekonomi ........................................................................ 46
3. Kependudukan Kota Tangerang ................................................. 48
x
B. Dinamika Sosial Politik Kota Tangerang ......................................... 48
1. Pemilu 2004 ................................................................................ 49
2. Pilkada 2008 ............................................................................... 50
3. Pemilu 2009 ................................................................................ 54
C. Tahapan & Jadwal Penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang 2013 ..... 55
1. Tahapan Persiapan ...................................................................... 55
2. Tahapan Pelaksanaan .................................................................. 56
BAB IV SENGKETA PILWALKOT TANGERANG 2013
A. Latar Belakang Sengketa Pilwalkot Tangerang 2013 ....................... 65
1. Perpindahan Dukungan Partai Hanura & Tidak Lolosnya
Pasangan AMK-Gatot Sebagai Kandidat Pilwalkot 2013 .......... 66
2. Tidak Lolosnya Pasangan Arief-Sachrudin Sebagai
Kandidat Pada Pilwalkot 2013 ................................................... 69
3. Netralitas dan Lemahnya Pemahaman KPUD
Terhadap Regulasi ...................................................................... 72
4. Respon Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot .................. 78
B. Peran Wahidin Halim dalam Sengketa
Pilwalkot Kota Tangerang 2013 ....................................................... 80
1. Usaha Wahidin Halim Menjegal Pasangan Arief-Sachrudin ..... 1
2. Posisi Dilematis dan Netralitas Wahidin Halim ......................... 84
C. Proses Penyelesain Sengketa Pilwalkot Tangerang 2013 ................ 86
1. Arief-Sachrudin Melapor ke Panwaslu dan Menggugat
ke PTUN ..................................................................................... 86
2. Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot Melapor
ke DKPP ..................................................................................... 88
3. Sidang Pelanggaran Kode Etik KPUD Kota Tangerang
oleh DKPP .................................................................................. 90
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 94
B. Saran ................................................................................................. 98
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xii
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel III.I. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Tangerang ................... 46
Tabel III.II. Kependudukan Kota Tangerang ....................................................... 48
Tabel III.III. Perolehan Kursi Partai Politik di DPRD
Kota Tangerang Tahun 2004 ............................................................. 49
Tabel III.IV. Perolehan Suara Pilkada Kota Tangerang 2008 ............................. 52
Tabel III.V. Perolehan Kursi Partai Politik di DPRD
Kota Tangerang 2009 ........................................................................ 54
Tabel III.VI. Hasil Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara
Pilwalkot Tangerang 2013................................................................. 62
Tabel III.VII. Hasil Perolehan Suara Pilwalkot Tangerang 2013
Pasca Putusan MK ............................................................................ 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Sejak gelombang reformasi bergulir, tuntutan akan terlaksananya proses
demokratisasi yang lebih baik dan terlaksananya otonomi daerah terdengar disana-
sini. Ini menjadi euforia yang wajar, mengingat pemerintahan sebelumnya yang
dipimpin oleh rezim otoritarian telah menciderai proses berdemokrasi dan sangat
memonopoli Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No. 22 tahun 1999 yang
mengatur tentang Pemerintah Daerah, telah membawa angin segar bagi
terlaksananya otonomi daerah dan proses demokrasi yang lebih bermutu di
Indonesia. 1
Perubahan format Pemerintah Daerah setelah berlakunya undang-
undang tersebut telah mengakhiri pengaruh Pemerintah Pusat yang begitu
dominan terhadap Pemerintah Daerah.
Sejalan dengan semangat desentralisasi, pada tanggal 15 Oktober 2004
disahkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang
merupakan perubahan atas UU No. 22 tahun 1999.2 Dengan demikian, terjadi
perubahan terhadap sistem pemilihan Kepala Daerah di Indonesia yang pada
awalnya Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan melalui
sistem perwakilan (dipilih oleh DPRD) berubah menjadi sistem pemilihan
langsung (dipilih langsung oleh rakyat). Pilkada langsung sebagai implementasi
1
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah (Jakarta:
Grasindo, 2005), h. 67. 2
Mohammad Fajrul Falaakh, Legislasi Daerah dan Demokrasi, 8th
ed. (Jakarta:
Komunitas Indonesia untuk Demokrasi, 2012), h. 40.
2
UU No. 32 tahun 2004 pertama kali diselenggarakan di Kabupaten Kutai
Kartanegara pada tanggal 1 Juni 2005.3
Mekanisme pendaftaran calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
dalam sistem Pilkada langsung menggunakan jalur partai politik. Dimana setiap
pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang ingin berkontestasi
dalam Pilkada langsung harus diusung oleh partai politik atau gabungan partai
politik. Namun pada tahun 2007 seorang calon Gubernur dari NTB melakukan uji
materi UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur
persyaratan pencalonan Kepala Daerah yang hanya lewat partai politik.4
Permohonan pengujian yang dilakukan oleh Lalu Ranggalawe (anggota
DPRD kabupaten Lombok Tengah) tersebut telah memberikan secercah harapan
bagi masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada kedepan yang lebih demokratis
setelah MK mengabulkan adanya calon independen atau perseorangan dalam
proses pencalonan Kepala Daerah.5
Keputusan tersebut kemudian dikuatkan
dengan keluarnya UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No.
32 Tahun 2004.6
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang tersebut tentunya telah
menambah angin segar bagi perjalanan Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia
3 Haniah Hanafie dan Suryani, Politik Indonesia (Jakarta:LEMLIT-UIN Jakarta, 2011), h.
117. 4 Teuku Kemal Fasya, ”Tantangan Demokrasi Calon Independen”, artikel diakses pada
21 Januari 2014 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2012/03/29/02044581/Tantangan.
Demokrasi.Calon.Independen 5 Yasir Fatahillah, “Calon Independen dalam Pilkada”, artikel diakses pada 21 Januari
2014 dari http://gagasanhukum.wordpress.com/2009/01/15/calon-independen-dalam-pilkada/ 6Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Menata Kembali Pengaturan
Pemilukada (Jakarta: Perludem, 2011), h. V.
3
kearah yang lebih demokratis. Selama ini banyak putra-putri terbaik yang gagal
maju sebagai calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah akibat tidak adanya
dukungan dari partai politik dan keterbatasan finansial. Namun, setelah adanya
keputusan tersebut banyak calon dari independen atau perseorangan yang ikut
berkontestasi dalam Pilkada. Walaupun memang tidak banyak dari calon
perseorangan yang terpilih menjadi Kepala Daerah.7
Pilkada secara langsung merupakan sebuah bentuk pembangunan
demokrasi di Indonesia kearah yang lebih baik. Banyak kalangan yang
berpendapat dengan berubahnya sistem Pilkada menjadi pemilihan langsung, akan
lebih mendekati makna demokrasi yang dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) UUD
1945.8 Pilkada secara langsung telah menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan
dalam pembangunan demokrasi di Indonesia. Hal itu karena, Pilkada langsung
merupakan sebuah bentuk konsolidasi demokrasi di tingkat lokal yang diyakini
menjadi bagian yang sangat penting dalam mewujudkan konsolidasi tingkat
nasional secara lebih kokoh dan demokratis.9
Walaupun sistem Pilkada langsung merupakan bentuk peningkatan kadar
demokratisasi dan transparansi, serta dapat terpilihnya figur-figur yang mampu
menyelenggarakan Pemerintahan Daerah dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi pada pelaksanaan Pilkada langsung sejak
7
Diakses pada 21 Januari 2014 dari http://www.antaranews.com/print/71463/ artikel
diakses pada 21 Januari 2014. 8
Khazanah Peradaban Hukum dan Konstitusi (konstitusi Press), Demokrasi lokal:
Evaluasi Pemilukada DI Indonesia (Jakarta: Konpress, 2012), h. 7. 9Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Menata Kembali Pengaturan
Pemilukada, h. IV.
4
Juni 2005 hingga pertengahan tahun 2013 yang sudah dilaksanakan sebanyak
1.026 pilkada (Provinsi 63, Kabupaten 776, dan Kota 187) terdapat banyak
problem-problem dalam proses pelaksanaannya.10
Selama hampir satu dekade pelaksanaan Pilkada secara langsung di
Indonesia terdapat banyak sekali permasalahan yang muncul, antara lain: daftar
pemilih yang tidak akurat, penyelenggara yang tidak adil dan netral, politisisasi
birokrasi, biaya pelaksanaan yang sangat besar, praktik politik uang, pelanggaran
kampanye (curi strart kampanye, pelaporan dana kampanye dan kampanye diluar
jadwal, serta black campaign), proses pencalonan yang bermasalah, masalah
pemungutan dan penghitungan suara, penetapan calon terpilih, tingkat partisispasi
yang rendah dan tindak kekerasan. Permasalahan yang ada ini melahirkan
ketidakpuasan yang berujung pada pengajuan keberatan atas keputusan yang
dikeluarkan oleh penyelenggara Pilkada dan hasil Pilkada ke pengadilan dengan
alasan yang beragam.
Berdasarkan data rekapitulasi perkara PHPUD yang dimuat oleh MK sejak
tahun 2008 sampai tahun 2013 terdapat 719 gugatan Pilkada ke MK. Dari total
tersebut sebanyak 14 gugatan ditarik kembali, 1 dinyatakan gugur, 106 tidak
diterima, 318 ditolak, dan hanya 54 yang diterima.11
Sejak tahun 2005 sampai
dengan pertengahan tahun 2013 ini, tercatat terjadi kekerasan dalam Pemilihan
10
Diakses pada 26 Agustus 2014 dari Web Resmi Direktorat Jendral Otda Kemendagri
RI http://otda.kemendagri.go.id/ 11
Diakses pada 27 Agustus 2014 dari Web Resmi Mahkamah Konstitusi
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.RekapPHPUD
5
Kepala Daerah langsung di 104 lokasi. Dari total 104 lokasi terjadi 585 insiden
kekerasan dan 58 persen telah menyebabkan rusaknya sarana fisik.12
Beberapa daerah yang mengalami konflik atau sengketa pada pelaksanaan
Pilkada langsung diantaranya Kabupaten Gowa (2010), Kabupaten Ilaga (2011),
Provinsi Aceh (2012), Kota Jaya Pura (2010), Kabupaten Lamongan (2010), Kota
Tangerang Selatan (2010), Kabupaten Buton (2011) dan yang baru-baru ini terjadi
adalah Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang (2013).13
Sengketa
yang terjadi pada Pilwalkot Tangerang tahun 2013 silam diawali dengan gugurnya
dua pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013 (Arief R
Wismansyah-Sachrudin dan Ahmad Marju Kodri-Gatot) oleh KPUD Kota
Tangerang. Sengketa yang terjadi pada pelaksanaan Pemilihan Walikota dan
Wakil Walikota Tangerang tersebut telah menyita perhatian banyak orang.
Perlu diketahui pada proses pendaftaran Pilwalkot Kota Tangerang
setidaknya ada lima bakal calon Walikota dan Wakil Walikota yang mendaftarkan
diri ke KPUD Kota Tangerang. Mereka adalah H. Arief R. Wismansyah, Bsc.
M.kes-Drs. H. Sachrudin (Demokrat, Gerindra, dan PKB), H. Abdul Syukur-
Hilmi Fuad ST.M.Kom (Golkar dan PKS), TB Dedy Suwandi Gumelar-Ir.
Suratno Abubakar, MM (PDI-P dan PAN), Dr. HM. Harry Mulya Zein M.Si-
Iskandar S.Ag (PPP, PKNU dan Gerindra), dan Ir. H. Ahmad Marju Kodri-Drs.
12
Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), Konflik dalam Pemilihan Kepala Daerah
Secara Langsung: Problematika dan Penanganan (Kajian dan Diskusi Interaktif Strategi Antara)
(Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri, 2013), h. 7. 13
Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, 2th
ed. (Depok:
Themis Books, 2013), h. 10-11.
6
Gatot Suprijanto (Hanura, PDP, PPRN, PKPI, PBR, PDS, PNI Marhaenisme,
Partai Patriot dan 15 partai politik non parlemen lainnya).14
Selanjutnya pada pleno tahapan Pilwalkot Kota Tangerang, KPUD Kota
Tangerang menetapkan hanya tiga pasangan yang lolos dan ditetapkan sebagai
calon Walikota dan Wakil Walikota pada Pilwalkot Kota Tangerang. Ketiga
pasangan calon tersebut adalah, Abdul Syukur-Hilmi Fuad, Dedi Gumelar-
Suratno Abubakar, Harry Mulya Zein (HMZ)-Iskandar Zulkarnanen. Pasangan
Arief R. Wismansyah-Sachrudin dinyatakan tidak lolos karena mereka terganjal
masalah administratif yaitu tidak dilengkapinya surat pengunduran diri Sachrudin
yang menjabat sebagai Camat Pinang, lantaran Walikota Tangerang Wahidin
Halim tidak mengeluarkan surat persetujuan pengunduran dirinya. Sedangkan
pasangan Ahmad Marju Kodri-Gatot dinyatakan tidak lolos karena tidak
memenuhi syarat dukungan partai politik, yaitu partai pengusungnya kurang dari
15% total raihan suara pada Pileg 2009 setelah partai Hanura menarik
dukungannya.15
Keputusan ini tentu sangat mengejutkan banyak pihak, salah satunya
adalah pendukung pasangan bakal calon Arief R Wismansyah-Sachrudin. Setelah
mendengar keputusan KPUD Kota Tangerang bahwa pasangan yang mereka
usung tidak lolos, pada tanggal 25 Juli 2013 ribuan orang pendukung pasangan
14
Himah Komariah, “Pilkada Kota Tangerang: Aksi Pilih Kasih Sang Walikota”, artikel
diakses pada 06 Februari 2014 dari http://politik.kompasiana.com/2013/07/27/pilkada-kota-
tangerang-aksi-pilih-kasih-sang-walikota-580220.html 15
Sumantri Handoyo, “Tiga Pasangan Calon Resmi Bersaing di Pemilukada Kota
Tangerang”, artikel diakses pada 06 Februari 2014 dari http://www.metrotvnews.com
/metronews/read/2013/07/25/5/170964/Tiga-Pasangan-Resmi-Bersaing-di-Pemilu-Kada-Kota-
Tangerang
7
calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang, Arief R Wismansyah-Sachrudin
melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor KPUD Kota Tangerang.16
Kemudian
pada tanggal 29 Juli 2013, pendukung Arief R Wismansyah-Sahcrudin kembali
menduduki kantor KPUD Kota Tangerang.17
Pada hari yang sama para pendukung
Arief R Wismansyah-Sachrudin juga melakukan aksi di Kantor KPUD Banten.18
Selain itu, Arief R Wismansyah-Sachrudin dan juga Ahmad Marju Kodri-
Gatot mengadukan KPUD Kota Tangerang ke DKPP atas dugaan pelanggaran
kode etik. Pada sidang pelanggaran kode etik KPUD Kota Tangerang, DKPP
mengabulkan seluruh pengaduan dan menjatuhkan sanksi kepada KPUD Kota
Tangerang dan memutuskan agar KPUD Provinsi Banten mengambil alih tugas
KPUD Kota Tangerang. Dilain sisi, DKPP memutuskan agar KPUD Provinsi
Banten untuk mengembalikan hak atas Ahmad Marju Kodri-Gatot serta Arief R
Wismansyah-Sachrudin untuk maju menjadi pasangan calon Walikota dan Wakil
Walikota Tangerang 2013.19
Terlepas dari permasalahan yang ada, pada 31 Agustus 2013 proses
pemungutan suara dilaksanakan. Pelaksanaan pemungutan suara Pilwalkot Kota
16
Amba Dini Sekarningrum, “Pendukung Arif-Sachrudin Demo KPUD Kota
Tangerang”, Artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari http://jakarta.okezone.com/read
2013/07/25/501/ 842291/pendukung-arif-sachrudin-demo-kpud-kota-tangerang 17
Amba Dini Sekarningrum, “Demo Sunyi Pendukung Arief-Sachrudin”, Artikel diakses
pada 12 Desember 2013 dari http://ekbis.sindonews.com/read/2013/07/29/31/766653/demo-sunyi-
pendukung-arief-sachrudin 18
Artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari http://www.beritasatu.com/nasional/
128861-massa-pendukung-pasangan-ariefsachrudin-demo-di-kantor-kpu-banten.html 19
Laksono Hari Wiwoho, “KPU Banten Siap Ambil Alih Pelaksanaan Pilkada
Tangerang”, artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari http://megapolitan.kompas.com
/read/2013/08/06/1921449/KPU.Banten.Siap.Ambil.Alih.Pelaksanaan.Pilkada.Tangerang
8
Tangerang di ikuti oleh 1.161.855 pemilih di 2.938 TPS.20
Berdasarkan rapat
pleno penghitungan suara tingkat KPU, pasangan Arief R Wismansyah-
Sachrudin memperoleh suara terbanyak dengan meraih 340.810 suara. Sementara,
pasangan Harry Mulya Zein-Iskandar meraih 45.627 suara, pasangan Abdul
Syukur-Hilmi Fuad meraih 187.003 suara, pasangan Deddy Gumelar-Suratno Abu
Bakar memeroleh 121.375 suara, dan pasangan Ahmad Marju Kodri-Gatot
Suprijanto memperoleh 15.060 suara.21
Akan tetapi sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan Pilwalkot Kota
Tangerang belum juga usai, sengketa harus berakhir di PTUN dan Mahkamah
Konstitusi. Setalah proses pemungutan suara ada gugatan yang dilakukan oleh
pasangan Harry Mulya Zein–Iskandar, Abdul Syukur–Hilmi Fuad, dan Dedi
Gumelar-Suratno Abu Bakar ke PTUN terkait keputusan KPUD Provinsi Banten
yang meloloskan pasangan Ahmad Marju Kodri-Gatot dan Arief-Sachrudin.
Namun PTUN akhirnya menolak gugatan tersebut, karena putusan KPUD
Provinsi Banten dianggap tidak merugikan penggugat secara nyata sebagai akibat
adanya keputusan KPUD Provinsi Banten.22
Merasa tidak puas dengan keputusan PTUN, pasangan Harry Mulya Zein-
Iskandar dan Abdul Syukur-Hilmi Fuad kemudian menggugat KPUD Provinsi
20
Laksono Hari Wiwoho, “KPU Banten Siap Ambil Alih Pelaksanaan Pilkada
Tangerang”. 21
Eri Komar Sinaga, “PTUN Banten Tolak gugatan Miing”, artikel diakses pada 09
Februari 2014 dari http://www.tribunnews.com/metropolitan/2013/10/31/ptun-bantentolak-
gugatan-miing-pilkada-tangerang-kini-di-tangan-mk 22
Amba Dini Sekarningrum, “PTUN Tolak Gugatan 3 Paslon di Pilkada Kota
Tangerang”, artikel diakses pada 09 Februari 2014 dari http://metro.sindonews.com/read
/2013/10/31/31 /800517/ptun-tolak-gugatan-3-paslon-di-pilkada-kota-tangerang
9
Banten dan Kota Tangerang ke MK. Kemudian dalam putusan yang dikeluarkan
pada 19 November 2013 MK mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut
empat, Ir. H. Ahmad Marju Kodri-Drs. Gatot Suprijanto sebagai pasangan calon
Walikota dan Wakil Walikota Tangerang dan memerintahkan KPUD Provinsi
Banten untuk menetapkan pasangan nomor urut lima Arief R Wismansyah-
Sachrudin sebagai pasangan calon terpilih Walikota dan Wakil Walikota
Tangerang 2013-2018.23
Berdasarkan pernyataan diatas mengenai sengketa yang terjadi pada tahap
pencalonan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013 saya tertarik
melakukan penelitian mengenai sengketa yang terjadi pada tahapan
penyelenggaraaan Pilwalkot di Kota Tangerang tersebut, adapun judul penelitian
saya adalah “Sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013:
Masalah dan Penyelesaian”.
B. Pertanyaan Penelitian
Penelitian skripsi ini secara umum ingin memberikan analisa terhadap
sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan Pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota Tangerang 2013. Adapun untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini,
peneliti memiliki beberapa pertanyaan yang menjadi fokus peneliti dalam
penelitian ini, yaitu:
23
Islahudin, ”pilkada Tangerang MK Menangkan Pasangan Arif-Sachrudin”, artikel
diakses pada 10 Februari 2014 dari http://www.merdeka.com/peristiwa/pilkada-tangerang-mk-
menangkan-pasangan-arif-sachrudin.html
10
1. Apakah yang menyebabkan pasangan Arief R Wismansyah–Sachrudin dan
Ahmad Marju Kodri-Gatot Suprijanto tidak lolos sebagai kandidat pada
Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013 oleh KPUD
Kota Tangerang?
2. Bagaimana Posisi Wahidin Halim sebagai Walikota Tangerang dalam
sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013?
3. Bagaimana proses penyelesaian sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota Tangerang 2013?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui menyebabkan pasangan Arief R Wismansyah–
Sachrudin dan Ahmad Marju Kodri-Gatot Suprijanto tidak lolos sebagai
kandidat pada Pilwalkot Tangerang 2013 oleh KPUD Kota Tangerang?
b. Untuk mengetahui Posisi Wahidin Halim sebagai Walikota Tangerang
dalam sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota 2013?
c. Untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa Pemilihan Walikota
dan Wakil Walikota Tangerang 2013?
2. Manfaat Penelitian
Manfaat Akademis
a. Memperkaya studi tentang politik lokal terutama mengenai Pemilihan
Kepala Daerah.
11
b. Memberikan gambaran mengenai sengketa yang terjadi pada Pilwakot
Kota Tangerang pada tahun 2013.
Manfaat Praktis
a. Memberikan kontribusi literatur keilmuan serta menjadikan penelitian
ini sebagai literatur dalam bidang Ilmu Politik.
b. Menambah informasi bagi penelitian skripsi yang serupa di waktu yang
akan datang.
D. Tinjauan Pustaka (Literatur Riview)
Dalam penelitian yang telah dilakukan, telah terdapat penelitian terdahulu
yang mengkaji mengenai mengenai pelanggaran, permasalahan, dan sengketa atau
konflik yang terjadi pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah langsung di
Indonesia. Ada beberapa penelitian yang berhasil ditemukan sebagai
perbandingan dalam melakukan penelitian skripsi ini, yaitu:
Pertama, Tesis hasil penelitian dari Radian Syam Mahasiswa Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2005 dengan
judul “Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Studi Kasus
Sengketa Hasil Pilkada Di Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Radia Syam peneliti menemukan perbedaan
dengan penelitian ini. Dimana dalam penelitian tersebut lebih terfokus kepada
kendala yang dihadapi oleh MA dalam hal terjadinya sengketa terhadap penetapan
hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan penerapan
penyelesaian sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
12
secara langsung pada kasus sengketa hasil Pilkada di Kabupaten Melawi, Provinsi
Kalimantan Barat. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan lebih terfokus
kepada sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan Pemilihan Walikota dan
Wakil Walikota Kota Tangerang 2013 serta bagimana proses penyelesaiannya.
Kedua, Skripsi hasil penelitian dari Mishbah Jamal Al-Islamy Mahasiswa
Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang ditulis pada tahun 2013 dengan judul “Politisasi
Birokrasi: Studi Politisasi Birokrasi pada Pemilihan Umum Kepala Daerah
Tangerang Selatan, Banten Tahun 2010-2011”. Peneliti menemukan perbedaan
penelitian yang dilakukan oleh Mishbah dengan yang peneliti lakukan, dimana
penelitian tersebut terfokus pada politisasi Birokrasi yang dilakukan oleh salah
satu pasangan calon pada pelaksanaan Pilkada Kota Tangerang Selatan, dimana
permasalahan atau pelanggaran tersebut menyebabkan sengketa di MK dan
membuat pelaksanaan Pilkada harus diulang. Sedangkan Penelitian yang peneliti
lakukan terfokus pada peran Walikota dan penyelenggara Pilwalkot pada sengketa
Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Tangerang 2013.
Ketiga, skripsi hasil penelitian dari Halim Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
ditulis pada tahun 2013 dengan judul “Konflik Pemilihan Umum Kepala Daerah
Kabupaten Bangkalan Jawa Timur (Studi Kasus Pembatalan Pasangan calon
Imam Bukhori Kholil-Zainal Alim Dalam Pemilukada 2013)”. Dalam penelitian
tersebut, peneliti menemukan perbedaan dengan yang peneliti lakukan. Dimana
penelitian tersebut mengenai konflik yang terjadi pada pelaksanaan Pilkada yang
13
disebabkan oleh pembatalan salah satu pasangan calon pada H-6 pemungutan
suara Pilkada Bangkalan 2012. Penelitiannya terfokus pada konflik yang
melibatkan pasangan Calon Imam Bukhori Kholil-Zainal Alim, DPC PPD, KPUD
bangkalan, dan PTUN.
Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan terfokus pada sengketa tahap
pencalonan Pilwalkot Tangerang 2013 yang disebabkan oleh netralitas KPUD
Kota Tangerang dalam penetapan pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota
Tangerang 2013, lemahnya pemaham KPUD Tangerang tentang regulasi, peran
Wahidin Halim sebagai Walikota Tangerang dalam sengketa dan bagaimana
proses penyelesaian sengketanya.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam mengkaji permasalahan
ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Lexy Moleong, metode
penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi motivasi, tindakan secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata dan bahasa, yang pada suatu kontak khusus yang alamiah. 24
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian yang akan
peneliti lakukan lebih cenderung memahami fenomena dan mengeksplorasi
24
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, 23th
ed. (Bandung: Rosda Karya, 2007),
h. 4-6.
14
sedetail mungkin sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan Walikota dan
Wakil Walikota Tangerang 2013 serta proses penyelesaiannya.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah administrasi Kota Tangerang, sedangkan
untuk waktu penelitian dilakukan secara bertahap mulai dari bulan Maret sampai
dengan bulan Desember 2014.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data penulis menggunakan 2 buah teknik
pengumpulan data, yaitu:
a. Studi Dokumentasi
Peneliti mengumpulkan dokumentasi yang digunakan sebagai literatur
penelitian berupa: buku, jurnal, dokumen hasil penelitian, artikel, foto-foto, video,
dan segala macam benda yang dapat memberikan keterangan yang tertulis
ataupun tidak. Dokumetasi diperlukan untuk mempermudah peneliti menemukan
jawaban dari permasalahan tersebut dan juga peneliti dapat menjelaskan secara
detail dan jelas terkait dengan sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan
pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan langsung dan tatap muka dengan maksud
dan tujuan tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh kedua pihak, yaitu pencari
15
informasi (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan sumber informasi
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.25
Selain itu
wawancara didefinisikan juga sebagai sebuah proses interaksi dan komunikasi
verbal dengan tujuan untuk mendapatkan sebuah informasi yang di inginkan.26
Wawancara juga merupakan metode tepat untuk pengumpulan data tentang subjek
kontemporer yang belum dikaji secara ekstensif dan tidak banyak literatur yang
membahasnya.27
Peneliti melakukan wawancara kepada mantan Ketua KPUD Kota
Tangerang (Safril Elain), Kasubag Tekpem KPUD Kota Tangerang (Syahrul
Effendi), Wakil Walikota Tangerang terpilih (Sachrudin), Ketua Tim Sukses
Pasangan Arief-Sachrduin (Dasep), dan Sekjen DPC Hanura Kota Tangerang
(Arief Fadillah).
4. Sumber dan Jenis Data
Sumber data diperoleh dari dokumen-dokumen yang peneliti masukan
serta hasil dari wawancara yang akan dilakukan oleh peneliti. Sebelum digunakan
dalam proses analisis, data dikelompokan terlebih dahulu sesuai dengan jenis dan
karakteristik yang menyertainya. Berdasarkan sumber pengambilannya, data
dibedakan atas dua macam, yaitu data primer dan data sekunder.
25
Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani, Obsevasi & Wawancara, h. 63. 26
Nurul Zurihah, Metode Penulisan Sosial dan Pendidikan: Teori dan Aplikasi (Jakarta:
PT. Bumi Perkasa, 2007), h. 197. 27
Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), h.
104.
16
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung
dilapangan dari sumber asli oleh orang yang melakukan penelitian.28
Data
sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang
melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada.29
5. Teknik Analisis Data
Setelah data dikumpulkan, selanjutnya yang dipelukan adalah kegiatan
pengolahan data (data prcessing). Pengolahan data mencakup kegiatan
menyunting dan mengklasifikasikan data. Menyunting data merupakan kegiatan
memeriksa dan yang terkumpul, termasuk kelengkapan dan keperluannya untuk
penelitian. Sedangkan mengklasifikasikan atau mengelompokan data berguna
untuk memfokuskan spesifikasi dalam penelitian. Tahap pengelolaan data ini
kemudian dilanjutkan dengan menganalisis dan menginterpretasikan data.
Analisis data merujuk kepada kegiatan pengorganisasian data ke dalam susunan-
susunan tertentu dalam rangka interpretasi data untuk menjawab pertanyaan
penelitian.30
Data yang sudah diperoleh kemudian diolah dan dijelaskan menggunakan
teknik analisis deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang
diupayakan untuk mencandera atau mengamati permasalahan secara sistematis
dan akurat mengenai fakta dan sifat objek tertentu.31
Dengan menggunakan teknik
28
Pupuh Fathurahman, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: CV Pustaka Setia,
2011), 146. 29
Pupuh Fathurahman, Metode Penelitian Pendidikan, h. 147. 30
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial: Dasar-Dasar dan Aplikasi (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1999), h. 33-34. 31
Pupuh Fathurahman, Metode Penelitian Pendidikan, h. 100.
17
analisis ini penulis berharap mampu memberikan gambaran suatau fenomena atau
permasalahan yang terjadi secara sistematis, faktual, aktual, akurat, dan jelas
berdasarkan data yang diperoleh mengenai problematika yang terjadi pada
pelaksanaan Pemilukada langsung di Indonesia khususnya pada penyelenggaraan
Pemilukada kota Tangerang 2013.
Adapun sebagai pedoman penelitian karya ilmiah ini, peneliti
menggunakan buku pedoman “Panduan Penyusunan Proposal dan Penulisan
Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Negeri Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis membaginya menjadi 5 Bab, yaitu:
Bab I : Pendahuluan, pada bab ini penulis menjelaskan permasalahan yang
melatar belakangi pembahasan dan perumusan masalah serta manfaat dan tujuan
dari penulisan itu sendiri. Selain itu pada bab ini akan dipaparkan juga mengenai
tinjauan pustaka dan metodologi penelitian skripsi ini.
Bab II : Kerangka teoretis dan konseptual, pada bab ini menjelaskan
mengenai teori dan konsep yang digunakan dalam pendekatan yang menjelaskan
pokok permasalahan skripsi ini, yaitu sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota Kota Tangerang 2013: masalah dan penyelesaian. Adapun kerangka
teoritis dan konseptual yang digunakan adalah Konsep Pemilihan Kepala Daerah,
18
Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Daerah, dan Teroi Dilema dan Pilihan
Rasional Politisi.
Bab III : Pada bab ini peneliti menjelaskan mengenai gambaran umum,
dinamika sosial-politik di Kota Tangerang dan penyelenggaraan Pilwalkot
Tangerang 2013.
Bab IV : Pada bab ini merupakan bagian yang berisi tentang permasalahan
yang peneliti angkat. Peneliti menjelaskan mengenai penyebab pasangan Arief R
Wismansyah–Sachrudin dan Ahmad Marju Kodri-Gatot Suprijanto tidak lolos
verifikasi oleh KPUD Kota Tangerang, peran Wahidin Halim sebagai Walikota
Tangerang dalam sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota
Tangerang 2013 dan bagaimana proses penyelesaian sengketa yang terjadi.
Bab V : Pada bab ini peneliti menyimpulkan pembahasan mengenai skripsi
ini sekaligus menjadi penutup pada pokok permasalahan sengketa Pemilihan
Walikota dan Wakil Walikota Kota Tangerang 2013 dan selanjutnya di bab
penutup ini terdapat juga saran yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi
agar memperoleh sebuah solusi untuk meminimalisir atau mencegah
permasalahan tersebut terjadi lagi.
19
BAB II
KERANGKA TEORETIS & KONSEPTUAL
A. Pemilihan Kepala Daerah
Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan bahwa "kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar", ini berarti rakyat memiliki kedaulatan, tanggung
jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan
membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan
masyarakat, serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.
Perwujudan kedaulatan rakyat tersebut dilaksanakan melalui Pemilu secara
langsung.1
Secara sederhana, pemilihan umum didefinisikan sebagai sarana atau suatu
cara untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam
menjalankan pemerintahan. Pemilihan umum didefinisikan juga sebagai sebuah
kesempatan ketika warga memilih pejabatnya dan memutuskan apa yang mereka
ingin pemerintah lakukan untuk mereka.2 Selanjutnya, dalam UU No. 8 Tahun
2012:
“Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.3
1Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 2
Diakses pada 30 Mei 2014 dari http://sospol.pendidikanriau.com/2009/12/definisi-
pemilihan-umum-secara.html. 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012.
20
Sedangkan menurut Dr. Indria Samego, Pemilihan Pmum disebut sebagai
”Political Market”. Jadi, Pemilihan Umum adalah pasar politik tempat individu
ataupun masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial antara peserta
pemilu dengan pemilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas
politik yang meliputi: kampanye, propaganda, iklan politik melalui media cetak,
audio maupun audio visual serta media lainnya seperti spanduk, pamflet,
selebaran bahkan komunikasi antar pribadi yang berbentuk face to face atau lobby
yang berisi penyampaian pesan mengenai program, platfrom, asas, ideologi serta
janji-janji politik lainnya untuk meyakinkan para pemilih sehingga pada
pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik yang
menjadi peserta Pemilihan Umum untuk mewakili dalam badan legislatif ataupun
eksekutif.4
Di Indonesia Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali secara efektif
dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil untuk
memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, serta Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah melalui Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah. Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
selanjutnya disebut Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah
Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur atau Bupati/Walikota dan Wakil
Bupati/Walikota untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara
langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemilihan tersebut
4A. Rahman H.I, Sistem Politik Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 147.
21
dilakukan oleh penduduk daerah setempat yang telah memenuhi syarat.5
Sedangkan dalam PP 49 Tahun 2008:
“Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut
pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah Provinsi dan/atau
Kabupaten/Kota berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah”.6
Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia merupakan kelanjutkan atas
dikeluarkannya ketetapan MPR No.XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan
otonomi daerah, dilanjutkan dengan UU Otonomi Daerah No. 22 Tahun 1999 dan
UU No. 25 Tahun 1999, serta UU No. 32 Tahun 2004.7 Berdasarkan UU No. 22
Tahun 1999, Pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
dilakukan oleh DPRD melalui pemilihan secara bersamaan, dimana calon Kepala
Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah ditetapkan oleh DPRD melalui tahap
pencalonan dan pemilihan.8 Dalam peraturan ini jelas bahwa pengesahan dan
pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara prosedural
kewenangannya berada ditangan anggota DPRD.
Kewenangan yang sangat luas tersebut tidaklah diimbangi oleh
keterampilan untuk mengartikulasi dan mengagresikan aspirasi masyarakat daerah
secara optimal, hal ini terbukti dengan banyaknya praktik politik uang, politik
ansich, dukungan irasional partai politik, dan adanya campur tangan elit pejabat
5KPU Provinsi Banten, “Buku Peraturan tentang Pemilukada” (Serang: T.tp, 2011), h.
04. 6Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. 7Haniah Hanafie dan Suryani, Politik Indonesia (Jakarta: LEMLIT-UIN Jakarta, 2011), h.
117.
8Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah.
22
dalam pelaksanaan Pilkada.9 Selain itu adanya tuntutan dari masyarakat yang
menginginkan Kepala Daerah dipilih secara langsung, karena masyarakat yakin
bahwa pemimpin yang terpilih nanti adalah pemimpin yang arif dan bijak serta
mampu membawa masyarakat daerah menuju perbaikan dan kemakmuran turut
mendorong lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 yang merubah sistem Pilkada
menjadi sistem pemilihan langsung.
Dasar hukum secara umum bagi pelaksanaan Pilkada secara langsung yang
diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 adalah adanya amandemen UUD 1945 yang
telah mengubah bab IV tentang pemerintah daerah dan perubahan UU No. 4
Tahun 1999 menjadi UU No. 22 Tahun 2003 yang didalamnya tidak disebutkan
lagi kewenangan DPRD untuk memilih Kepala Daerah. Pilkada Langsung juga
dijiwai oleh pasal 1 ayat 2 UUD 1945 dan Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 yang
berbunyi “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala
Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis”.10
Pilihan untuk memaknai UUD 1945 dengan memilih mekanisme
pemilihan secara langsung sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004
merupakan pilihan yang sangat tepat dalam mengelola masa transisi Indonesia
dari era otoritarian ke era demokratisasi yang sesungguhnya.11 Kehadiran UU
tersebut tentunya membuka peluang untuk mewujudkan aspirasi daerah, yaitu
keinginan untuk memiliki pemimpin lokal yang disepakati oleh rakyat melalui
9Prof. Drs. HAW. Wijaya, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia (Jakarta: Rajawali
Pers, 2005), h. 120-121.
10
Prof. Drs. HAW. Wijaya, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia, h. 121. 11
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Menata Kembali Pengaturan
Pemilukada (Jakarta: Perludem, 2011), h. V.
23
proses Pilkada secara langsung.12
Pilkada langsung atas implementasi dari UU
No. 22 Tahun 2004 pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005 di
Kabupaten Kutai Kartanegara.13
Seiring berjalannya waktu, Pilkada langsung semakin baik kualitasnya
setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi UU No. 32 tahun 2004
yang mengatur persyaratan pencalonan Kepala Daerah hanya lewat parpol oleh
seorang calon Gubernur dari NTB Pada tahun 2007.14
MK mengabulkan adanya
calon independen dalam proses pencalonan Kepala Daerah. Hal itu tertuang dalam
Keputusan MK No. 5/PUU-V/2007 yang menggugurkan Pasal 56, 59, dan 60 UU
No. 32/2004 yang memuluskan calon independen maju dalam Pilkada dengan
acuan Pilkada Aceh.15
Keputusan MK itu kemudian dilegalisasi ke dalam UU No.
12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari
pasangan calon independen yang didukung oleh sejumlah orang.
Dalam perjalanannya, telah terjadi beberapa kali perubahan mengenai
istilah Pemilihan Kepala Daerah. Pertama Pilkada, lalu Pemilukada, kemudian
Pilgub/Pilbup/Pilwalkot. Ketiganya terasa sama, tapi sebetulnya berbeda.
Pertama, Pemilihan Kepala Daerah merupakan bagian dari Otonomi Daerah yang
ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2004, maka istilahnya Pilkada. Akan tetapi,
dalam UU No. 22 Tahun 2007 dijelaskan Pemilihan Kepala Daerah merupakan
12 Irtanto, Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008), h. 71. 13
Haniah Hanafie dan Suryani, Politik Indonesia, h. 117. 14
Teuku Kemal Fasya, ”Tantangan Demokrasi Calon Independen”, artikel diakses pada
10 Februari 2014 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2012/03/29/02044581/Tantangan.
Demokrasi.Calon.Independen 15
Teuku Kemal Fasya, ”Tantangan Demokrasi Calon Independen” .
24
bagian dari rezim Pemilu, sehingga istilah Pilkada diubah menjadi Pemilukada.
Selanjutnya pada 2011 di sahkan UU No. 15 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Pemilu, dalam Undang - Undang ini tidak lagi disebut sebagai
Pemilukada melainkan Pilgub/Pilbup/Pilwalkot.16
1. Asas Pemilihan Kepala Daerah
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diusung oleh partai politik
maupun melalui jalur perseorangan (Independen) dipilih dalam satu pasangan
calon, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan secara
demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas,rahasia, jujur, dan adil.17
2. Asas dan Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah
Penyelenggara Pilkada adalah lembaga yang menyelenggarakan Pilkada
untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan Wakil
Bupati/Walikota secara demokratis yang terdiri dari KPU, KPU Provinsi/ KIP
Aceh dan KPU Kabupaten/Kota/KIP Kabupaten/Kota Aceh. Kemudian untuk
membantu KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan
Pilkada di tingkat Kecamatan, Kelurahan/Desa, dan di TPS dibentuklah PPK,
PPS, dan KPPS yang merupakan panitia yang bersifat sementara. Selanjutnya,
Bawaslu membentuk Panwaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten Kota sebagai
16
M. Iqbal, “Dulu Pilkada, Lalu Pemilukada, Sekarang Pilgub”, artikel diakses pada 15
Februari 2014 dari http://news.detik.com/read/2012/07/10/093845/1961693/10/dulu-pilkada-lalu-
pemilukada-kini-pilgub. 17
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008.
25
panitia yang bersifat sementara untuk mengawasi penyelenggaraan Pilkada di
wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota.18
Penyelenggara Pilkada berpedoman pada asas: mandiri, jujur, adil,
kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas,
profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas.19
Sedangkan untuk menjaga
kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota penyelenggara Pemilu/Pilkada,
ada Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Kode Etik adalah satu kesatuan landasan
norma moral, etis dan filosofis yang menjadi pedoman bagi perilaku
penyelenggara Pemilu/Pilkada yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut
dilakukan dalam semua tindakan dan ucapan.20
Kode Etik tersebut bersifat
mengikat dan setiap Penyelenggara Pilkada wajib mematuhinya, Penegakan
pelanggaran Kode Etik dilaksanakan oleh DKPP.21
3. Persyaratan Bakal Calon dan Pencalonan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah
a. Persyaratan Pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan
calon yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau
perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan
sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang dan dilaksanakan secara
18
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu. 19
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. 20
KPUD Kab. Gunung Kidul, “Kode Etik Penyelenggara Pemilu”, diakses pada 9 Juni
2014 dari www.kpu-gunungkidulkab.go.id. 21
Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Beracara Kode etik
Penyelenggara Pemilihan Umum.
26
demokratis. Persyaratan pencalonan melalui partai politik atau gabungan partai
politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan
perolehan sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari
akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum anggota DPRD di daerah
yang bersangkutan. Selanjutnya partai politik hanya bisa mengusung 1 calon
Kepala Daerah atau Wakil Kepala daerah.22 Selain itu partai politik tidak
dibenarkan melakukan penarikan dukungan seperti yang diatur dalam Peraturan
KPU:
“Partai politik atau gabungan partai politik yang sudah mengajukan bakal
pasangan calon dan sudah menandatangani kesepakatan pengajuan bakal pasangan
calon, tidak dibenarkan menarik dukungan kepada bakal pasangan calon yang
bersangkutan, dengan ketentuan apabila partai politik atau gabungan partai politik
tetap menarik dukungan terhadap bakal pasangan calon yang bersangkutan, partai
politik atau gabungan partai politik tersebut dianggap tetap mendukung bakal
pasangan calon yang telah diajukan”.23
Sedangkan peryaratan pencalonan melalu jalur perseorangan untuk calon
Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota dapat dilakukan dengan
syarat dukungan dengan ketentuan: Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk
sampai dengan 250.000 jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5%, 250.000-
500.000 jiwa 5%, 500.000-1.000.000 jiwa 4%, dan 1.000.000 jiwa harus didukung
sekurang-kurangnya 3% (tiga persen).24
22
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 23
Peraturan KPU Nomor 09 Tahun 2012 Tentang Pedeoman Teknis Pencalonan
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. 24
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008.
27
1) Persyaratan Calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah dan
Pendaftaran Bakal Calon yang di Usung oleh Partai Politik.
Persyaratan yang harus dipenuhi atau dimiliki oleh Calon Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah adalah warga Negara Republik Indonesia serta:25
a) “Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b) Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, UUD Tahun 1945, cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan 17Agustus 1945, dan kepada NKRI.
c) Berpendidikan sekurang-kurangnya SMA atau sederajat.
d) Berusia sekurang-kurangnya 25 tahun bagi calon bupati/wakil bupati dan
walikota/wakil walikota.
e) Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh
dari tim dokter.
f) Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
g) Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
h) Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di Daerahnya.
i) Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan.
j) Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan atau secara badan
hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara.
k) Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
l) Memiliki (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai
bukti pembayaran pajak.
m) Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat
pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri.
n) Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2
(dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
o) Tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah dan mengundurkan diri sejak
pendaftaran bagi kepala daerah atau wakil yang masih menduduki jabatannya”.
Selanjutnya pada saat mendaftarkan diri, calon Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah yang melalui Partai politik atau gabungan partai politik wajib
menyerahkan:26
a) Surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik.
b) Kesepakatan tertulis antar partai politik yang bergabung untuk mencalonkan
pasangan calon.
25
Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara
Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. 26
Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2010.
28
c) Surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan
yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau gabungan.
d) Surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah secara berpasangan.
e) Surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon.
f) Surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
g) Surat pernyataan tidak aktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD.
h) Surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang
mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
i) Visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis”.
2) Persyaratan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang
Menjabat Sebagai PNS
Bagi seorang PNS (pegawai negeri sipil) yang ingin mencalonkan diri
sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah berdasarkan UU No. 12 Tahun
2008 dijelaskan bahwa mereka harus membuat Surat pernyataan mengundurkan
diri dari jabatan PNS. Hal ini dijelaskan juga didalam PKPU, dimana bagi setiap
calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang berasal dari PNS, TNI dan
anggota Kepolisian wajib melampirkan surat pernyataan pengunduran diri sejak
pendaftaran dari jabatannya dalam surat pencalonannya. Surat yang dimaksud
adalah adalah surat pernyataan yang bersangkutan tidak aktif dalam jabatan
struktural atau jabatan fungsional yang disampaikan kepada atasan langsungnya
untuk diketahui.27
Sedangkan dalam peraturan BKN Nomor 10 Tahun 2005 dijelaskan bahwa
PNS yang akan didaftarkan menjadi calon Kepala Daerah atau calon wakil Kepala
Daerah wajib mengajukan surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan
negeri. Surat pernyataan yang dimaksud diatas dibuat dalam rangkap 2, masing-
27
Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2010.
29
masing diberi materai dan disampaikan kepada atasan langsung dengan ketentuan
: pertama, 1 surat pernyataan dikembalikan kepada PNS yang bersangkutan
setelah diberi tandatangan atasan langsung dan stempel dinas. Kedua, 1 surat
pernyataan diteruskan kepada pejabat yang berwenang sesuai peraturan
perundang-undangan melalui saluran hierarki, sebagai bahan penetapan keputusan
pemberhentian dari jabatan PNS.28
Pejabat yang berwenang tersebut setelah menerima surat pernyataan PNS
yang bersangkutan, menetapkan keputusan pemberhentian dari jabatan negeri
yang dibuat menurut contoh dalam lampiran II peraturan kepala BKN.
Pemberhentian dari jabatan PNS tersebut berlaku mulai tanggal PNS yang
bersangkutan ditetapkan oleh KPUD sabagai calon Kepala daerah atau calon
Wakil Kepala Daerah.29
B. Sengketa Pemilihan Kepala Daerah dan Proses Penyelesaian
1. Sengketa Pemilihan Kepala Daerah
Pemilihan Kepala Daerah sebagai bagian dari sistem demokrasi adalah
sebuah keniscayaan. Karena melalui Pilkada tidak hanya menjamin
berlangsungnya proses sirkulasi dan regenerasi kekuasaan di tingkat daerah. Akan
tetapi partisipasi dan representasi atas kepentingan rakyat terhadap terpenuhinya
pemerintahan yang baik, akan senantiasa terwujud. Kepentingan rakyat sebagai
bagian dari hak-hak konstitusional yang harus selalu dijamin, dilindungi dan
28
Peraturan kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 10 Tahun 2005 Tentang Pegawai
Negeri Sipil yang menjadi Calon Kepala daerah/calon wakil Kepala Daerah. 29
Peraturan kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 10 Tahun 2005.
30
dijunjung tinggi. Oleh sebab itu sistem Pilkada yang dibangun, hendaknya
dikreasikan dengan tujuan dan maksud tersebut. Selain itu, setiap
penyelenggaraan Pilkada diharapkan mampu berjalan secara jujur dan adil (free
and fair election) serta transparan. Namun tidak bisa pungkiri, bahwa dalam
setiap penyelenggaraan Pilkada sering kali muncul permasalahan atau sengketa.30
Dalam tahapan penyelenggaraan Pilkada terdapat beberapa masalah
hukum yang berpotensi muncul, misalnya pelanggaran pidana dan administrasi.
Pelanggaran pidana adalah perbuatan yang melanggar ketentuan dalam UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang dikategorikan sebagai tindak pidana.
Sementara pelanggaran administrasi adalah semua pelanggaran kecuali
pelanggaran pidana sebagaimana yang ditetepkan dalam Undang-Undang
tersebut. Sedangkan pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara Pilkada
adalah bentuk pelanggaran kode etik penyelenggara.31
Sengketa menurut KBBI diartikan sebagai sesuatu yang menyebabkan
perbedaan pendapat, perbantahan, pertikaian, perselisihan, atau perkara di
pengadilan.32
Sengketa adalah perbenturan dua kepentingan, antara kepentingan
dan kewajiban hukum, atau antara kewajiban hukum dengan kewajiban hukum.33
Sengketa Pilkada dapat diartikan sebagai sebuah perselisihan antara peserta
Pilkada dengan penyelenggara Pilkada, penyelenggara Pilkada dengan warga
30
Yulianto dan Veri Junaidi, Pelanggaran Pemilu 2009 dan Tata cara Penyelesaiannya
(Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, 2009), h. 3. 31
Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, 2th
ed. (Depok:
Themis Books, 2013), h. 87 32
Diakses pada 30 Mei 2014 dari http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/ .php?keyword=
sengketa&varbidang=all&vardialek=all&varragam=all&varkelas=all&submit=tabe 33
Tri Cahyo Wibowo, “Sengketa Pemilukada”, artikel diakses pada 15 Februari dari
http://tricahyowibow.blogspot.com/2012/12/sengketa-pemilukada.html
31
Negara yang memiliki hak pilih yang diakibatkan dikeluarkannya keputusan atau
tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara Pilkada.34
Ketentuan mengenai sengketa Pilkada diatur dalam pasal 66 ayat (4c) UU
No. 12 tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, didalam Undang-undang tersebut hanya
menyebutkan bahwa salah satu tugas dan kewenangan Panwaslu adalah untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi pada pelaksanaan Pilkada. Namun tidak
dijelaskan definisi atau pengertian tentang sengketa Pilkada itu sendiri.35
Permasalahan dan pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan Pilkada
yang kemudian menyebabkan sengketa diantaranya adalah: 1. Daftar Pemilih
tidak akurat, 2. Proses pencalonan yang bermasalah (munculnya dualisme
pencalonan dalam tubuh partai politik, berpindah-pindahnya dukungan patai
politik dan KPU tidak netral dalam menetapkan pasangan calon), 3. Pemasalahan
pada masa kampanye (Money politics, pemanfaatan fasilitas negara dan
pemobilisasian birokrasi, kampanye negatif/ terselubung/ di luar waktu yang telah
ditetapkan dan curi start), 4. Manipulasi dalam penghitungan suara dan
rekapitulasi hasil penghitungan, 5. Penyelenggara Pilkada tidak adil dan netral
(keberpihakan anggota KPUD dan Panwaslu kepada salah satu pasangan calon,
kewenangan KPUD yang besar dalam menentukan pasangan calon, tidak adanya
34
Topo Santoso, dkk, Penegakan Hukum Pemilu Praktik Pemilu 2004, Kajian Pemilu
2009-2014 (Jakarta: Perludem, 2006), h. 96. 35
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Menata Kembali Pengaturan
Pemilukada, h. 93.
32
ruang bagi para bakal calon untuk menguji kebenaran hasil penelitian administrasi
persyaratan calon, 6. Kandidat yang kalah tidak siap menerima kekalahannya.36
Dalam penyelenggaraan Pilkada setidaknya ada dua jenis Sengketa, yaitu
Sengketa Pelaksanaan Pilkada dan Sengketa Hasil Pilkada.37
Pertama, sengketa
pelaksanaan Pilkada atau yang biasa dikenal dengan perselisihan administrasi
Pilkada. Perselisihan administrasi Pilkada yaitu perselisihan yang timbul akibat
dikeluarkannya keputusan atau tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara
Pilkada yang dianggap merugikan Warga negara yang memiliki hak memilih dan
dipilih, partai peserta Pilkada, dan bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah, serta Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang terjadi dalam tahapan-
tahapan Pilkada.38
Kedua, Sengketa hasil Pilkada. Sengketa hasil Pilkada adalah sengketa
terhadap keputusan KPUD menyangkut hasil Pilkada. Sedangkan dalam UU No.
12 tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah sengketa hasil Pilkada adalah yang berkenaan dengan
perselisihan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan
calon. 39
36
Ramlan Surbakti, dkk, Penanganan Sengketa Pemilu (Jakarta: Kemitraan bagi
Pembaruan Tata Pemerintahan, 2011), h. 7. 37
Panwaslu Purwakarta, “Pelanggaran Pemilu dan Penanganannya” artikel diakses
pada 24 April 2014 dari http://panwaslupurwakarta.blogspot.com/2012/09/bagaimana-anda-harus-
melaporkan.html 38
Topo Santoso, dkk, Penegakan Hukum Pemilu Praktik Pemilu 2004, Kajian Pemilu
2009-2014. 39
Topo Santoso, dkk, Penegakan Hukum Pemilu Praktik Pemilu 2004, Kajian Pemilu
2009-2014.
33
2. Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Daerah
Suksesnya penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah tidak hanya
ditentukan dari terlaksananya pemungutan suara dan terpilihnya Kepala Daerah,
tetapi juga dilihat dari penyelesaian sengketa yang terjadi. Masalah penyelesaian
sengketa Pilkada di Indonesia mulai ramai dibahas khususnya sejak diterapkannya
sistem pemilihan langsung pada tahun 2005.40
Dalam penyelesaian sengketa
Pemilu dan Pilkada, ada prinsip-prinsip penyelesaian sengketa yang diterapkan
sebagai instrumen yang digunakan untuk menegakkan keadilan Pemulu dan
Pilkada. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan agar dapat mewujudkan paradigma
keadilan Pemilu/Pilkada. Melalui mekanisme tersebut, hak pilih masyarakat dapat
dikembalikan kepada kehendak semula.41
Menurut International Foundation For Electoral (IFES), tujuh standar
penyelesaian sengketa yang efektif dalam menjamin integritas dan legitimasi
Pemilu/Pilkada adalah: Pertama, Hak untuk memperoleh pemulihan pada
keberatan dan sengketa pemilu. Kedua, Sebuah rezim standar dan prosedur pemilu
yang didefinisikan secara jelas. Ketiga, Abiter yang tidak memihak dan memiliki
pengetahuan. Keempat, Sebuah sistem peradilan yang mampu menyelesaikan
putusan dengan cepat. Kelima, penentuan beban pembuktian dan standar bukti
yang jelas. Keenam, Ketersediaan tindakan perbaikan yang berarti dan efektif.
Ketujuh, pendidikan yang efektif bagi para pemangku kepentingan.42
40
Ramlan Surbakti, dkk, Penanganan Sengketa Pemilu, h. 2. 41
Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h. 45. 42
Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h. 46.
34
Pelanggaran dan permasalahan hukum yang terjadi pada pelaksanaan
Pilkada, baik yang menyebabkan sengketa ataupun tidak, diselesaikan dalam
tahapan penyelenggaraan Pilkada. Masing-masing bentuk pelanggaran dan
permasalahan hukum memiliki mekanisme penyelesaian dengan kelembagaan
yang berbeda-beda.43
a. Panwaslu Kabupaten/Kota
Panwaslu Kabupaten/Kota pada pelaksanaan Pilkada memiliki beberapa
tugas dan wewenang; Pertama, mengawasi tahapan penyelenggaraan Pilkada di
Wilayah Kabupaten/Kota. Kedua, menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pilkada. Ketiga,
menyelesaikan temuan dan laporan sengketa penyelenggaraan Pemilu yang tidak
mengandung unsur tindak pidana. Keempat, menyampaikan temuan dan laporan
kepada KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti. Kelima, meneruskan temuan
dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang
berwenang. Keenam, menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk
mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan
tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pilkada
oleh Penyelenggara Pilkada di tingkat Kabupaten/Kota.44
Jadi, pelanggaran baik pidana maupun administrasi semua dilaporkan
kepada Panwaslu. Panwaslu kemudian melakukan kajian untuk menentukan
dugaan terjadinya pelanggaran Pilkada. Jika kemudian Panwaslu menemukan atau
43
Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h. 88. 44
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011.
35
menilai terjadi pelanggaran maka akan meneruskan penanganannya kepada
lembaga yang berwenang. Mengenai pelanggaran pidana akan diselesaikan
melalui mekanisme pidana, yaitu penyidikan dilakukan oleh pihak kepolisian,
penentutan oleh kejaksaan dan pemeriksaan dilakukan di pengadilan.45
Laporan disampaikan kepada Panwaslu sesuai wilayah kerjanya selambat-
lambatnya 7 hari sejak terjadinya pelanggaran. Panwaslu memutuskan untuk
menindaklanjuti atau tidak menindaklanjuti laporan selambat-lambatnya 7 hari
setelah laporan diterima. Dalam hal Panwaslu memerlukan keterangan tambahan
dari pelapor untuk melengkapi laporan, keputusan tindak lanjut dilakukan paling
lambat 14 hari setelah laporan diterima. Sedangkan untuk penyidikan terhadap
laporan sengketa yang mengandung unsur tindak pidana dilakukan sesuai dengan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penyidikan atas tindak pidana
diselesaikan dalam waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.46
b. KPUD
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota bertugas untuk menindaklanjuti
dengan segera rekomendasi dari Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota
atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan Pilkada.
Setelah itu, KPU Provinsi memberikan sanksi administratif atau menonaktifkan
sementara anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai
sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan
45
Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h. 88. 46
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Menata Kembali Pengaturan
Pemilukada. h. 71.
36
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pilkada berdasarkan rekomendasi
Bawaslu Provinsi atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan KPU
Kabupaten/Kota memberikan sanksi atau menonaktifkan sementara PPK, anggota
PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU
Kabupaten/Kota.47
KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota berfungsi untuk menyelesaikan
sengketa yang terjadi akibat terjadinya pelanggaran administrasi dalam tahapan
yang sedang berjalan. Jika pelanggaran tersebut menghasilkan keputusan KPUD
yang menyebabkan kerugian bagi salah satu atau pasangan calon, keberatan dapat
diajukan ke yang bersangkutan atau diselesaikan di PTUN.48
Selain itu, KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota berkewajiban untuk melaksanakan keputusan
yang dikeluarkan oleh DKPP.
c. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang memiliki
kewenangan untuk menyelesaikan sengketa yang disebabkan oleh ketidak netralan
atau pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh penyelenggara Pilkada, DKPP
merupakan salah satu dari beberapa lembaga yang memiliki kewenangan untuk
menyelesaikan sengketa administratif. DKPP dibentuk untuk memeriksa dan
memutuskan pengaduan atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh penyelenggara Pemilu/Pilkada. Selain itu, DKPP dibentuk untuk
47
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. 48
Achmad Ali, “DKPP Memiliki Tugas dan Kewenangan Bersama-sama KPU dan
Bawaslu”, artikel diakses pada 05 maret 2014 dari http://www.lensaindonesia.com
/2012/11/08/dkpp-memiliki-tugas-dan-kewenangaan-bersama-sama-kpu-dan-bawaslu.html
37
menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota Penyelenggara
Pemilu/Pilkada. Tugas DKPP meliputi; Pertama, menerima pengaduan atau
laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu/Pilkada.
Kedua, melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas pengaduan
atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara
Pemilu/Pilkada. Ketiga, menetapkan putusan dan menyampaikan putusan kepada
pihak-pihak terkait untuk ditindaklanjuti. Putusan DKPP ini bersifat final dan
mengikat. 49
Dalam menjalankan tugasnya, DKPP memiliki beberapa kewenangan,
diantaranya: untuk memanggil penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan
pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan, selanjutnya
memanggil pelapor, saksi pihak-pihak yang terkait untuk dimintai keterangan
termasuk dokumen atau bukti lain yang mendukung proses pelanggaran kemudian
memberikan sangsi kepada penyelenggara Pemilu/Pilkada yang terbukti
melanggar kode etik. Sebagai bentuk putusannya terdiri atas teguran tertulis,
pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap.50
Pengaduan atau laporan dugaan pelanggaraan Kode Etik disampaikan
secara tertulis langsung melalui petugas penerima pengaduan atau melalui media
elektronik. Setelah itu dilakukan penelitian kelengkapan administrasi Laporan
oleh DKPP. Dalam hal hasil verifikasi materil DKPP menyampaikan
pemberitahuan kepada pelapor dalam waktu paling lama tiga hari. Selanjutnya
49
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. 50
Achmad Ali, “DKPP Memiliki Tugas dan Kewenangan Bersama-sama KPU dan
Bawaslu”.
38
DKPP menetapkan jadwal sidang dalam waktu paling lama dua hari sejak
pengaduan atau laporan dicatat dalam buku registrasi perkara. Penetapan putusan
dilakukan dalam rapat pleno DKPP paling lama tiga hari setelah sidang
pemeriksaan dinyatakan selesai.51
d. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Mekanisme penyelesaian sengketa administrasi Pilkada yang terjadi antara
penyelenggara Pilkada dengan peserta Pilkada diselesaikan melalui beberapa
tahap. Tahap pertama adalah keberatan yang diajukan oleh peserta Pilkada yang
merasa dirugikan atas dikeluarkannya keputusan KPUD, keberatan tersebut
diajukan kepada KPUD yang mengelurakan keputusan tersebut. Tahap kedua
dilakukan apabila peserta Pilkada yang merasa dirugikan tidak puas dapat
mengajukan ke PTUN.52
Kenapa demikian? Karena pada pelaksanaan penyelenggaraan Pilkada di
lapangan, sebelum memasuki tahap pemungutan suara dan penghitungan suara,
telah dilakukan berbagai pentahapan, misalnya tahap pendaftaran pemilih, tahap
pencalonan peserta, tahap masa kampanye, dan sebagainya. Pada tahapan tersebut
sudah ada keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara
(beschikking), yaitu keputusan Komisi Pemilihan Umum di tingkat Daerah.
Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi
untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.
51
Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Beracara Kode Etik
Penyelenggara Pemilu. 52
Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h. 88.
39
Pejabat TUN adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, KPUD adalah salah
satu Pejabat TUN. Jadi, keputusan yang dikeluarkan oleh KPUD merupakan
Keputusan TUN. Keputusan TUN merupakan suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum
tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.53
Jadi, sengketa administrasi Pilkada antara Penyelenggara Pilkada dengan
Peserta Pilkada atas dikeluarkannya keputusan oleh Penyelenggara Pilkada adalah
sengketa TUN, yaitu sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang atau
badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat
maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan TUN.54
Ruang lingkup kewenangan PTUN terhadap sengketa administratif yang
berkaitan dengan pemilukada Pilkada pada hakekatnya hanya mencakup proses
administratif pra pelaksanaan Pilkada, antara lain: Pertama, keputusan KPUD
mengenai proses pendaftaran dan verifikasi bakal calon peserta Pilkada, termasuk
53
Dr. Titik Triwulan T., S.H, M.H dan Kombes Pol. Dr. H. Ismu Gunadi Widodo, Sh.,
C.N., M.M, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
Indonessia (Jakarta: Kencana, 2011), h. 313. 54
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
40
keputusan mengenai penerimaan atau penolakan bakal calon. Kedua, Keputusan
KPUD mengenai penetapan/pengumuman calon yang dapat mengikuti Pilkada.55
Jenis-jenis keputusan KPUD yang merupakan keputusan tata usaha negara
tersebut dimungkinkan untuk digugat di PTUN. Akan tetapi gugatan tersebut
tentu saja harus memenuhi syarat prosedural-formal atau tidak karena dismissal
process ( gugatan yang tidak dapat diterima), persyaratan tersebut diantaranya:56
1) Pokok gugatan nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan.
2) Syarat-syarat gugatan tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah
diberitahu dan diperingatakan.
3) Gugatan tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.
4) Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh
keputusan TUN yang digugat.
5) Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya. Dimana
jangka waktu pengajuan gugatan adalah 90 hari sejak diterimanya
keputusan objek sengketa bagi pihak yang dituju, atau 90 hari sejak
diketahuinya keputusan tersebut bagi pihak yang tidak dituju).
e. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang berwenang untuk
menyelesaikan sengketa hasil Pilkada, hal ini tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan UU No 32 tahun 2004 yang
mengatakan bahwa penanganan sengketa hasil penghitungan suara Pilkada
dialihkan dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi.57
Kewenangan
Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil Pilkada berfungsi
55
Priyatmanto Abdoellah, SH. MH, “Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam
Mengadili Sengketa Pemilukada”, artikel diakses pada 1 Juli 2014 dari
http://www.scribd.com/doc/128370181/Kewenangan-Pengadilan-Tata-Usaha-Negara-Dalam-
Mengadili-Sengketa-Pemilukada 56
Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, 3th
ed. (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 94. 57
Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h, Viii.
41
sebagai mekanisme kontrol terhadap kinerja KPUD sebagai penyelenggara
Pilkada, dan juga untuk menjamin prinsip keadilan (fairness) dalam Pemilu.58
Dalam menyelesaikan sengketa hasil Pilkada, MK lebih banyak membatasi
perselisihan hasil pemilu sebagai perselisihan mengenai kesalahan
penghitungan. Kemudian MK memperluas pengertian dari perselisihan hasil
Pilkada yang tidak terbatas hanya salah penghitungan, akan tetapi termasuk
kesalahan dalam proses yang mempengaruhi hasil Pilkada.59
Sebagaimana yang diketahui, MK telah melakukan redefenisi terhadap
sengketa hasil Pilkada melalui beberapa putusannya. Dalam Undang-Undang dan
peraturan yang ada, sengketa hasil Pilkada diartikan hanya sebagai perselisihan
hasil perhitungan suara. Namun, MK dalam praktiknya tidak mau hanya terbatas
pada penyelesaian sengketa angka atau hasil penghitungan, akan tetapi termasuk
memeriksa dan mengadili pelanggaran yang mempengaruhi hasil Pilkada tersebut.
MK beralasan bahwa hak konstitusional setiap orang dalam Pilkada harus
dilindungi dari berbagai praktik kecurangan atau pelanggaran yang terjadi dalam
penyelenggaraan Pilkada. Pelanggaran-pelanggaran yang dianggap mampu
mempengaruhi hasil Pilkada adalah yang memenuhi syarat pelanggaran yang
bersifat terstruktur, sistematis, dan massive.60
Sebagai Peradilan perselisihan hasil Pilkada, peradilan MK bersifat cepat
dan sederhana. Peradilan ini merupakan tingkat pertama dan terakhir yang
58
Ramlan Surbakti, dkk, Penanganan Sengketa Pemilu, h. 1. 59
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Menata Kembali Pengaturan
Pemilukada, h. 114-115. 60
Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h. Xi.
42
putusannya bersifat final dan mengikat. Objek perselisihan hasil Pilkada yang
dapat diajukan oleh termohon kepada MK adalah yang mempengaruhi penentuan
pasangan calon yang dapat mengikuti putaran kedua Pilkada atau terpilihnya
pasangan calon sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Permohonan
pembatalan penetapan hasil penghitungan suara Pilkada diajukan ke MK paling
lambat tiga hari kerja setelah termohon menetapkan hasil penghitungan suara
Pilkada di daerah yang bersangkutan. Permohonan yang diajukan setelah
melewati tenggat waktu tiga hari maka tidak dapat diregistrasi.61
C. Dilema Politisi dan Pilihan Rasional Politisi
Para politisi sering menghadapi situasi dilematis dalam memutuskan
sesuatu yang lebih banyak didasari oleh kalkulasi pragmatis. Dikatakan dilema
karena politisi idealis selalu sulit dalam memperjuangkan kepentingan riil publik.
Jadi, sesungguhnya tidak semua politisi bersifat super pragmatis, tetapi sayangnya
yang idealis selalu berada di posisi marjinal. Dalam Politician’s Dilemma Barbara
Geddes menggambarkan perilaku bernegara merupakan hasil akhir dari Rational
Choices yang dilakukan oleh para pejabat yang memiliki kepentingan pribadi
tetapi bertindak dalam kerangka institusi tertentu. Mereka memposisikan diri
membela kepentingan masyarakat apabila kepentingan itu selaras dengan
kepentingan mereka sendiri.62
61
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara
dalm Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah. 62
Barbara Geddes, Politician’s Dillemma: Building State Capacity in America (Los
Angeles : university of California press Berkeley, 1994), h. 132.
43
Kerangka pikir ini dipinjam dari tradisi berfikir teori pilihan rasional di
level individual yang mengasumsikan bahwa kepentingan dan motivasi individu
selalu menyetir segala tindakan yang akan diambilnya dengan terlebih dahulu
menghitung peluang keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh dari
tindakannya. Teori ini mengasumsikan bahwa semua individu berwatak rasional
dalam mengambil tindakan dan memiliki kebebasan dalam mengambil langkah-
langkah yang mendukung kepentingannya. Semua politisi memiliki target untuk
terus bertahan dalam posisinya setidaknya dalam satu periodenya. Selanjutnya
menurut Geddes, penentuan struktur insentif individual politisi disesuaikan
dengan institusi yang didiaminya. Dalam kasus politisi eksekutif di daerah,
strategi untuk mencapai popularitas bagi dirinya mungkin harus ditempuh dengan
melakukan penerobosan terhadap struktur birokrasi yang kaku dan tidak fleksibel.
Barbara Geddes mengatakan ketika seorang terpilih di puncak kekuasaan
eksekutif ada tiga hal yang akan dilakukan, yaitu: Pertama, memastikan bahwa ia
akan bertahan setidaknya dalam periode kepemimpinannya. Kedua, menciptakan
mesin politik yang loyal yang akan mendukungnya. Ketiga, menciptakan
pemerintah yang efektif. Itulah mengapa pada dasarnya praktek desentralisasi
menumbuhkan dilematis pada politisinya.63
63
Barbara Geddes, Politician’s Dillemma: Building State Capacity in America, h. 8.
44
`BAB III
GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG & PELAKSANAAN
PILWALKOT TANGERANG 2013
A. Gambaran Umum Kota Tangerang
Pertumbuhan perekonomian Kabupaten Tangerang sebagai daerah lintasan
perdagangan dan berdekatan dengan Ibukota Negara melesat dengan pesat.
Terlebih lagi setelah diterbitkannya Inpres No.13 Tahun 1976 tentang
pengembangan Jabotabek, di mana Kabupaten Tangerang menjadi salah satu
daerah penyanggah Ibu Kota dan berdasarkan undang-undang Nomor 14 Tahun
1950 Kota Tangerang ditetapkan sebagai Ibu Kota Kabupaten Tangerang.1
Pembangunan Kota Administratif Tangerang secara makro berpijak pada
kebijaksanaan pembangunan berdasarkan prioritas tahapan Repelita yang dimulai
sejak Pelita pertama sampai dengan Pelita kelima.Pembangunan Kota
Administrasif dilatar belakangi juga oleh beberapa faktor, diantaranya: merupakan
Ibukota Kabupaten Tangerang, pesatnya pertumbuhan ekonomi yang
memungkinkan dapat memperbaiki kualitas kehidupan dan banyak tersedianya
sumber daya alam yang membuat daya tarik para investor. Sebagai daerah yang
termasuk wilayah pengembang Jabotabek, Tangerang dipersiapkan untuk
mengurangi ledakan jumlah penduduk di DKI Jakarta, mendorong kegiatan
1 Diakses pada 01 Juli 2014 dari Website Resmi Pemerintah Kota Tangerang
http://www.tangerangkota.go.id/.
45
perdagangan dan industri yang berbatasan dengan DKI jakarta dan
mengembangkan pusat-pusat pemukiman.2
Kemudian pada tanggal 28 Pebruari 1993 terbit Undang-Undang No. 2
Tahun 1993 tentang Pembentukan Kota Tangerang. Berdasarkan UU tersebut
wilayah Kota Administratif Tangerang dibentuk menjadi daerah otonomi Kota
Tangerang, yang lepas dari Kabupaten Tangerang. Adapun beberapa orang yang
telah menjabat sebagai Walikota Tangerang sebagai berikut:Tahun 1982-1986 :
Karso Permana,1986-1990 Drs. H. Yitno, 1990-1993 dan 1993-1998 Drs. H.
Djakaria Mahmud, 1998-2003 Drs. H. Moc. Thamrin, 2003-2008 dan 2008-2013
Drs. H. Wahidin Halim, dan 2013-2018H.Arief R. Wismansyah, BSc., Mkes.3
1. Kondisi Geografis
Secara geografis, Kota Tangerang yang berjarak 60 km dari Ibukota
Provinsi Banten dan berjarak 27 km dari Ibukota DKI Jakarta. Kota Tangerang
terletak pada posisi 106036’ - 106042’ Bujur Timur dan 606’- 6013’ Lintang
Selatan. Batas-batas wilayah Kota Tangerang adalah: Sebelah utara berbatasan
dengan Kecamatan Teluknaga, Kosambi dan Sepatan Timur di Kabupaten
Tangerang. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Curug dan Kelapa Dua
di Kabupaten Tangerang serta Kecamatan Serpong Utara dan Pondok Aren di
Kota Tangerang Selatan. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pasar
2 Drs. H. Saeful Rohman, M. Si., Buku Saku Pelayanan Pengaduan Online (Kota
Tangerang: Dinas Infokom, 2010),h. 7. 3 Drs. H. Saeful Rohman, M. Si., Buku Saku Pelayanan Pengaduan Online, h. 8.
46
Kemis dan Cikupa di Kabupaten Tangerang.Sebelah timur berbatasan dengan
Jakarta Barat dan Jakarta Selatan di Provinsi DKI Jakarta.4
Tabel III.I. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Tangerang
No. Nama
Kecamatan Kelurahan RW RT
Luas
Wilayah
1. Ciledug 8 102 356 8,769 Km2
2. Larangan 8 89 407 9,611 Km2
3. Karang Tengah 7 74 358 10,474 Km2
4. Cipondoh 10 97 585 17,910 Km2
5. Pinang 11 74 438 21,590 Km2
6. Tangerang 8 78 398 15,785 Km2
7. Karawaci 16 127 528 13,475 Km2
8. Jatiuwung 6 41 220 14,406 Km2
9. Cibodas 6 86 450 9,611 Km2
10. Periuk 5 60 373 9,543 Km2
11. Batu Ceper 7 45 216 11,583 Km2
12. Neglasari 7 50 240 16,077 Km2
13. Benda 5 42 199 5,919 Km2
Sumber: Pemerintah Kota Tangerang (LKPJ AMJ Walikota Tangerang Tahun 2009-2013)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa Kota Tangerang memiliki 13
kecamatan, 104 kelurahan dengan jumlah rukun warga (RW) 981 dan rukun
tetangga (RT) sebanyak 4.900. Kota Tangerang memiliki luas wilayah 184,24
km2, Dari luas wilayah tersebut pertumbuhan fisik Kota yang ditunjukkan oleh
besarnya kawasan terbangun kota seluas 10.127,231 Ha (57,12 % dari luas kota).
2. Kondisi Ekonomi
Letak Kota Tangerang sangat strategis karena berada di antara DKI
Jakarta, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang. Posisi strategis
tersebut membuat perkembangan Kota Tangerang berjalan sangat pesat. Pada satu
sisi Kota Tangerang menjadi daerah limpahan berbagai kegiatan dari DKI Jakarta,
4 Pemerintah Kota Tangerang (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa
Jabatan (LKPJ AMJ) Walikota Tangerang Tahun 2009-2013).
47
di sisi lain menjadi daerah kolektor pengembangan wilayah Kabupaten Tangerang
yang merupakan daerah dengan sumber daya alam yang sangat produktif.5
Kedudukan geostrategis Kota Tangerang tersebut telah mendorong
bertumbuh kembangnya aktivitas industri, perdagangan dan jasa yang merupakan
basis perekonomian dari Kota Tangerang. Beberapa kawasan strategis dan potensi
ruang yang mempunyai nilai ekonomis untuk dikembangkan di Kota Tangerang,
antara lain: Keberadaan Jalan Toll, Bandara Soekarno Hatta, Jalan rel double
track Kereta Api, sungai cisadane, danau, pertanian, pariwisata, dan industri.6
Pendapatan Kota Tangerang pada tahun anggaran 2012 ditargetkan Rp.
2.003.183.730.952,41 dengan realisasi Rp.2.188.913.825.554,00 yang terdiri dari:
Pertama, PAD ditargetkan Rp. 461.383.233.872,66 dengan realisasi Rp.
631.519.353.723,00. Kedua, Dana perimbangan ditargetkan Rp.
1.038.314.546.121,00 dengan realisasi Rp. 1.069.716.222.828,00. Ketiga, Lain-
lain pendapatan daerah yang sah ditargetkan Rp. 503.485.950.958,75 dengan
realisasi Rp. 487.678.249.003,00.7
Sedangkan pendapatan Kota Tangerang pada tahun anggaran 2013
ditargetkan sebesar 2,283 triliun rupiah, terealisasi sebesar 1,118 triliun rupiah
pada triwulan II yang terdiri dari: Pertama, PAD ditargetkan sebesar Rp.
563.108.410.987,00 dengan realisasi Rp. 363.317.489.168,00. Kedua, Dana
perimbangan ditargetkan Rp. 1.211.848.034.032,00 dengan realisasi Rp.
5 Pemerintah Kota Tangerang (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)
Walikota Tangerang Tahun 2012). 6 Pemerintah Kota tangerang (LKPJ Walikota Tangerang 2012).
7 Pemerintah Kota Tangerang (LKPJ AMJ Walikota Tangerang 2008-2013).
48
589.268.277.264,00. Ketiga, Lain- lain pendapatan daerah yang sah ditargetkan
Rp. 508.026.402.000,00 dengan realisasi Rp. 165.831.982.756,00.8
3. Kependudukan Kota Tangerang
Jumlah penduduk yang besar merupakan potensi pembangunan jika
memiliki kualitas yang memadai, namun sebaliknya akan menjadi beban
pembangunan. Oleh karena itu, penanganan kependudukan tidak hanya pada
upaya pengendalian jumlah penduduk tetapi juga menitik beratkan pada
peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
Tabel III.II. Kependudukan Kota Tangerang
No Tahun Laki-Laki Wanita Jumlah
Penduduk
Luas
(km2)
Kepadatan
(Jiwa/km2)
1. 2009 805.415 766.407 1.571.822 164,55 9.552
2. 2010 863.041 817.590 1.680.631 164,55 10.213
3. 2011 969.367 914.390 1.883.757 164,55 11.448
4. 2012 1.040.677 990.617 2.031.294 164,55 12,345
Sumber:Pemerintah Kota Tangerang (LKPJ Walikota Tangerang Tahun 2012).
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa Kota Tangerang merupakan daerah
yang cukup padat, dimana dengan luas wilayah 164,55 Km2
Kota Tangerang
memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.031.294 jiwa.Selain itu dalam kurun waktu
tahun 2009–2012 terjadi kenaikan rata-rata per tahun atas kepadatan penduduk
sampai dengan 8.69% jiwa/km2.
B. Dinamika Sosial Politik Kota Tangerang
Jakarta sebagai Ibu Kota Negara berfungsi sebagai barometer politik
nasional, sehingga situasi politik di Jakarta harus selalu kondusif dan senantiasa
8 Pemerintah Kota Tangerang (LKPJ AMJ Walikota Tangerang 2008-2013).
49
harus di dukung oleh situasi politik yang kondusif pula di wilayah penyangga Ibu
Kota. Kota Tangerang sebagai Pemerintahan Kota, memiliki peranan yang besar
dalam hal ini, terutama dalam bidang Politik, Keamanan, dan kebijakan publik
untuk dapat meminimalisir dan menanggulangi gejolak sosial politik yang
mungkin terjadi di wilayah Jabodetabek.9
1. Pemilu 2004
Pada tahun 2004 suhu perpolitikan di Kota Tangerang meningkat, hal ini
dikarenakan pada tahun 2004 diselenggarakan Pemilu. Setidaknya ada 45 kursi
DPRD tingkat II yang diperebutkan oleh 24 partai politik di Kota Tangerang pada
pelaksanaan pemilihan pada tanggal 5 April 2004.10
Tabel III.III. Perolehan Kursi Partai Politik di DPRD
Kota Tangerang Tahun 2004
No Nama Partai Perolehan Kursi Presentasi
1. GOLKAR 9 20 %
2. PKS 7 15,5 %
3. DEMOKRAT 7 15,5 %
4. PDIP 5 11,1 %
5. PPP 5 11,1 %
6. PAN 5 11,1 %
7. PKB 2 4,4%
8. PBR 2 4,4%
9. PBB 2 4,4 %
10. PPDK 1 2,2 %
45 100 %
Sumber: Humas Komisi Pemilihan Umum Kota Tangerang.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa partai Golkar merupakan
partai pemenang Pemilu di Kota Tangerang pada tahun 2004 dengan perolehan
9 Muhammad Rifki Pratama, “Politik Pemekaran Wilayah. Studi Kasus Proses
Pembentukan Kota Tangerang Selatan”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN
Jakarta, 2010), h. 48. 10
KPUD Kota Tangerang, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kota Tangerang
2004 (Kota Tangerang: KPUD Kota Tangerang, 2004), h. 19.
50
kursi di DPRD sebanyak 9 kursi, diikuti oleh PKS dan Demokrat 7 kursi, PDIP,
PPP dan PAN 5 kursi, PKB, PBR dan PBB 2 kursi, serta PPDK dengan 1 kursi.
Dari data yang diperoleh pelaksanaan Pemilu Legislatif di Kota Tangerang
tahun 2004 berjalan dengan lancar, hanya terjadi keberatan yang dilakukan
beberapa saksi pada proses rekapitulasi. Keberatan atau temuan yang dilaporkan
diantaranya disampaikan oleh saksi dari partai PBR, PNBK, PPD, Golkar, dan
PDK. Dari kesemua keberatan yang disampaikan pada dasarnya mengenai
hilangnya atau berkurangnya perolehan suara partai mereka, akan tetapi keberatan
yang disampaikan banyak yang tidak memiliki bukti kuat. Setelah dilakukan
klarifikasi akhirnya KPUD tetap mengesahkan hasil rekapitulasi Pemilu legislatif
2004 di Kota Tangerang dan diterima semua saksi.11
2. Pilkada 2008
Pada tahun 2008 Kota Tangerang kembali melaksanakan Pilkada, Pilkada
kali ini dilaksanakan menggunakan sistem baru yaitu pemilihan langsung oleh
masyarakat. Dinamika yang terjadi pada pelaksanaan Pilkada di Kota Tangerang
tahun 2008 tentunya sangat jauh berbeda dibandingkan tahun 2003. Masyarakat
yang tadinya hanya menjadi penonton kini merekalah yang menjadi penentu siapa
yang akan menjadi pemimpin di Kota Tangerang. Sistem Pilkada langsung telah
membuka peluang bagi siapa saja untuk berkontestasi merebutkan tahta tertinggi
di Kota Tangerang, hal ini terbukti dengan adanya tujuh bakal calon jalur
11
KPUD Kota Tangerang, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kota Tangerang
2004, h. 21-23.
51
perseorangan dan dua pasang bakal calon melalui partai politik yang mengambil
formulir.12
Pada proses pendaftaran dan pengembalian berkas ada empat pasang bakal
calon perseorangan dan dua pasang bakal calon yang diusung partai politik.
Berdasarkan hasil rapat pleno KPUD Kota Tangerang tanggal 31 Agustus 2008
menetapkan hanya tiga pasang bakal calon yang lolos menjadi calon Walikota dan
Wakil Walikota Tangerang 2008. Ketiga pasangan calon yang berkontestasi pada
Pilkada Kota Tangerang 2008 diantaranya pasangan nomor urut satu Wahidin
Halim-Arief R Wismansyah yang diusung Partai Golkar dan diperkuat 10 partai
lainnya (Demokrat, PDIP, PPP, PAN, PBB, PBR, PKB, PDS, PP, dan PKPB),
nomor urut dua pasangan H Bonie Mufidjar - Diedy Faried yang diusung Partai
Keadilan Sejahtera, dan nomor urut tiga Ismet Sadeli Hasan - KH Machfud
Abdullah yang melalui jalur perseorangan.13
Jika melihat kursi yang dimiliki partai pengusung masing-masing di
DPRD berdasarkan hasil Pemilu 2004, pasangan nomor urut satu didukung oleh
82, 2 % kursi di DPRD, sedangkan pasangan nomor urut dua didukung oleh
15,5% kursi di DPRD. Ketiga pasangan calon tersebut memperebutkan suara
sebanyak 972.207 yang tersebar di 2.273 TPS pada pelaksanaan pemungutan
12
Kota Tangerang, Laporan Penyelenggaraan Pemilu Walikota dan Wakil Walikota
Kota Tangerang 2008 (Kota Tangerang: KPUD Kota Tangerang, 2005), h. 46. 13
KPUD Kota Tangerang, Laporan Penyelenggaraan Pemilu Walikota dan Wakil
Walikota Kota Tangerang 2008, h. 52-65.
52
suara tanggal 26 Oktober 2008.14
Dari total DPT pada pelaksaan Pilkada tersebut
sebanyak 72 % atau sekitar 668.670 orang mendatangi TPS.15
Berdasarkan hasil rapat Pleno terbuka mengenai rekapitulasi perolehan
suara Pilkada Kota Tangerang pada 30 Oktober 2008, Ketua KPUD Kota
Tangerang Drs. Imron Khamami menetapkan incumbent Wahidin Halim dan
pasangannya Arief R Wismansyah sebagai pemenang Pilkada Kota Tangerang
2008 dan terpilih menjadi Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2008-2013.16
Tabel III.IV. Perolehan Suara Pilkada Kota Tangerang 2008
No Pasangan Calon Perolehan Suara Presentase
1. Wahidin Halim & Arief R
Wismansyah
576.894 88, 22 %,
2. kedua Bonie Mufidjar & Diedy
Faried Wajdi
64.741 9,90 %
3. Ismet Syadeli Hasan & Machfudz
Abdullah
12.309 1,88 %
Sumber: KPUD Kota Tangerang (Laporan Penyelenggaraan Pemilu Walikota
dan Wakil Walikota Kota Tangerang 2008).
Berdasarkan tabel diatas mengenai perolehan suara pada Pilkada Kota
Tangerang 2008 pasangan Wahidin Halim-Arief Wismansyah meraih 576.894
suara atau 88, 22 %, disusul Bonie Mufidjar-Diedy Faried 64.741 suara atau 9,90
% dan Ismet Syadeli Hasan-Machfudz Abdullah 12.309 suara atau 1,88 %.
Digandengnya Arief oleh WH sebagai pendampingnya telah menimbulkan
banyak pertanyaan, hal ini karena WH diusung oleh 11 partai politik. Sehingga
muncul pertanyaan dimana tokoh-tokoh politik dipartai pengusung tersebut,
kenapa mereka tidak berani unjuk kemampuan untuk mendampingi Wahidin,
14
Diakses pada 13 Agustus 2014 dari http://www.pelita.or.id/baca.php?id=55967 15
http://www.bantenhits.com/agenda-kpu/605-kpud-targetkan-partisipasi-70-persen 16
KPUD Kota Tangerang, “Laporan Penyelenggaraan Pemilu Walikota dan Wakil
Walikota Kota Tangerang 2008”, h. 97.
53
padahal mereka memiliki peluang yang lebih besar ketimbang Arief karena lebih
dikenal masyarakat. Faktor yang paling dominan kenapa WH memilih Arief
karena Arief merupakan pengusaha muda sukses yang sudah teruji kinerjanya dan
untuk menghindari perpecahan partai pengusung. Faktor lainnya adalah faktor
pragmatis, dimana sebagai pengusaha sukses tentunya Arief mampu
mengeluarkan Cost Politic yang cukup besar.17
Pada Pilkada 2008 tersebut tingkat partisipasi masyarakat Kota Tangerang
cukup tinggi, yaitu menyentuh angka 72 %. Tingginya tingkat partisipasi
setidaknya dipengaruhi oleh 2 oleh dua faktor: Pertama, merupakan Pilkada
pertama di Kota Tangerang yang menggunakan sistem pemilihan langsung. Hal
inilah yang kemudian membuat masyarakat banyak yang berpartisipasi dengan
datang ke TPS untuk memilih pemimpin yang mereka inginkan. Kedua, sosok
Wahidin Halim yang dianggap berhasil pada kepemimpinan sebelumnya.
Secara keseluruhan pelaksanaan Pilkada Kota Tangerang tahun 2008
berjalan dengan baik, tidak ada permasalahan yang menggangu jalannya proses
Pilkada. Hanya ada sedikit permasalahan mengenai ketidak akuratan DP4, tidak
optimalnya kinerja petugas pemutakhiran data dan keadaan TPS yang dibuat
seadanya.18
Pada saat proses rekapitulasi hasil pemungutan suara, tidak ada
keberatan dari masing-masing saksi mengenai hasil rekapitulasi.19
17
Diakses pada 29 Agustus 2014 dari http://rumalutfi.wordpress.com/2008/11/21/kenapa
-wahidin-arief/ 18
KPUD Kota Tangerang, “Laporan Penyelenggaraan Pemilu Walikota dan Wakil
Walikota Kota Tangerang 2008”, h. 98-99. 19
Diakses pada 13 Agustus 2014 dari http://www.pelita.or.id/baca.php?id=58161
54
3. Pemilu 2009
Pada tahun 2009 lagi-lagi Kota Tangerang dihadapkan dengan proses
Pemilihan Umum. Berbeda dengan Pemilu 2004, pada Pemilu 2009 diikuti oleh
38 Partai nasional dan ditambah dengan 6 partai lokal aceh.20
Jumlah tersebut jauh
lebih banyak dibandingkan dengan Jumlah partai peserta Pemilu tahun 2004. 38
partai politik peserta Pemilu tersebut bertarung untuk merebutkan 50 kursi DPRD
tingkat II di Kota Tangerang, jumlah tersebut lebih banyak 5 kursi dibanding
tahun 2004. Pelaksanaan Pileg dilaksanakan pada tanggal 9 april 2009.
Tabel III.V. Perolehan Kursi Partai Politik di DPRD
Kota Tangerang 2009-2014
No Nama Partai Jumlah Kursi Presentase
1 DEMOKRAT 13 26 %
2 GOLKAR 6 12 %
3 PKS 6 12 %
4 PPP 5 10 %
5 PDIP 5 10 %
6 GERINDRA 5 10 %
7 PAN 4 8 %
8 PKB 3 6 %
9 HANURA 2 4 %
10 PKNU 1 2 %
50 100 %
Sumber: Komisi Pemilihan Umum Kota Tangerang
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa partai Demokrat merupakan
pemenang Pemilu 2009 di Kota Tangerang dengan mendapatkan 13 kursi,
sedangkan Partai Golkar yang merupakan partai pemenang pemilu 2004 dan PKS
masing-masing mendapatkan 6 kursi. Partai PPP, Partai Gerindra dan PDIP 5
kursi, PAN 4 kursi, PKB 3 kursi, Partai Hanura 2 kursi dan PKNU 1 kursi.
20
Diakses pada 16 Agustus 2014 dari http://www.organisasi.org/1970/01/daftar-nama-
partai-politik-parpol-peserta-pemilu-2009-pemilihan-umum-republik-indonesia.html
55
Pada pelaksanaan Pemilu 2009 di Kota Tangerang terdapat pelanggaran
yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu, dimana Ketua KPUD Kota Tangerang
telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penambahan suara bagi
calon legislatif DPRD Provinsi Banten Partai Golkar atas nama Krisna Gunata.
Tidak hanya ketua KPUD, 4 orang dari KPUD lainnya yaitu Dadang Hermawan,
Hisweni Dumaria, Baihaqi dan Namun Kosasih juga terbukti bersalah secara sah
dan meyakinkan ikut serta karena kelaliannya sehingga terjadi perubahan
sertifikat suara bagi Krisna Gunata sebanyak 260 suara. Selanjutnya Hakim yang
memimpin Persidangan di Pengadilan Tinggi Tangerang menjerat mereka dengan
dakwaan primer pasal 299 ayat 2 UU No 10 tahun 2008.21
C. Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang 2013
Pilwalkot Tangerang 2013 merupakan Pemilihan Kepala Daerah yang
kedua kalinya menggunakan sistem pemilihan langsung setelah sebelumnya
diselenggarakan pada tahun 2008 silam. Dalam melaksanakan Pilwalkot, KPUD
Kota Tangerang telah menetapkan tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pilwalkot
Tangerang 2013.
1. Tahapan Persiapan
Penyelenggaraan Pilwalkot Kota Tangerang tahun 2013 dimulai sejak
tanggal 2 Februari 2013 yang diawali dengan tahapan persiapan yaitu: Pertama,
penyusunan program dan anggaran Pemilu Walikota dan Wakil Walikota
21
Diakses pada 20 Agustus 2014 dari http://tempointeraktif.com/hg/Pemilu2009
_berita_mutakhir/2009/06/12/brk,20090612-181657,id.html
56
Tangerang. Rencana kebutuhan biaya pada Pilwalkot Tangerang 2013 sebesar 60
Miliar yang terdiri dari 42,51 Miliar kebutuhan anggaran putaran pertama, 842
juta untuk penyelesaian sengketa dan 16,62 Miliar untuk biaya putaran kedua.22
Kedua, Penetapan Keputusan KPU Kota Tangerang yang terdiri dari
Keputusan Non tahapan dan tahapan, format-format tahapan pelaksanaan
keputusan, pembentukan dan pelatihan PPK, PPS dan petugas pemutakhiran data
pemilih, pemberitahuan dan pendaftaran pemantau, menerima pemberitahuan
DPRD Kota Tangerang kepada KPU Kota Tangerang mengenai berakhirnya masa
jabatan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang, dan rapat koordinasi/rapat
kerja/Bimtek kepada KPU Kota Tangerang dengan penyelenggara Pilwalkot.23
2. Tahapan Pelaksanaan
Pada Pilwalkot Tangerang 2013 tahapan Pelaksanaan dibagi menjadi 6
tahap, yaitu: 1. Pemutakhiran data dan pemilih, 2. Pencalonan, 3. Pengadaan dan
pendistribusian perlengkapan pemungutan serta penghitungan suara, 4. kampanye,
5. Pemungutan dan penghitungan suara, 6. Pelantikan dan pengucapan janji.24
a. Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih
Tahap Pemutakhiran data dan pemilih dimulai sejak 3 Maret 2013, pada
tahap ini KPUD menerima DP4 dari Pemkot dan selanjutnya dilakukan
penyusunan data pemilih, pemutakhiran data pemilih dan penetapan DPS,
22
KPU Kota Tangerang, KPU dalam Angka Pemilukada Kota Tangerang (Dokumentasi
Pemilukada) (Kota Tangerang: T.pn., 2013), h. 28-32. 23
SK KPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013 tentang
Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang 2013. 24
SK KPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013.
57
pengesahan dan pengumuman DPS, serta perbaikan DPS yang dilaksanakan
sampai 28 Juni 2013. Pada 03 Agustus 2013 KPUD Kota Tangerang menetapkan
rekapitulasi jumlah DPT sebanyak 1.161.855 yang terdiri dari pemilih laki-laki
588.892 dan pemilih perempuan 572.963 yang tersebar di 2.938 TPS.25
b. Proses Pencalonan
1) Pendaftaran
Proses pencalonan diawali dengan sosialisasi tentang tata cara pencalonan
pada Pilwalkot Tangerang 2013 baik calon perseorangan maupun dari partai
politik atau gabungan partai politik sejak tanggal 3-22 April 2013. KPUD Kota
Tangerang menetapkan prosentase persyaratan pencalonan Pilwalkot dari partai
politik adalah 15% jumlah kursi partai politik atau gabungan di DPRD Kota
Tangerang yaitu 8 kursi atau 15% perolehan suara partai politik atau gabungan
pada Pileg 2009 yaitu 104.910 suara.26
Tanggal 31 Mei sampai 1 Juni 2013
merupakan waktu untuk pengambilan formulir pendaftaran pasangan calon yang
diajukan partai politik atau gabungan partai politik, sedangkan tahap pendaftaran
dibuka sejak tanggal 2 Juni sampai 8 Juni 2013.27
Pada pelaksanaan Pilwalkot Tangerang 2013 tidak ada pencalonan yang
menggunakan jalur perseorangan, semua melalui jalur partai politik. Hingga
waktu pendaftaran ditutup pada 08 Juni 2013 pukul 24.00 WIB setidaknya ada
25
KPU Kota Tangerang, KPU dalam Angka PemilukadaKota Tangerang (Dokumentasi
Pemilukada, h. 34. 26
SKKPUD Kota Tangerang No. 60/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/V/ 2013 tentang
Penetapan Prosentase Persyaratan Bakal Pasangan Calon Dari Partai Politik Atau Gabungan dalam
Pilwalkot Tangerang 2013. 27
SKKPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013.
58
enam pasangan bakal calon Walikota/Wakil Walikota Tangerang mendaftar ke
KPUD, lima pasangan balon resmi diterima dan akan diverifikasi. Sedangkan satu
pasang balon yaitu Sherisada Manaf–Sutan Rabat ditolak karena tidak membawa
pengurus dan rekomendasi parpol pengusung.28
Pasangan Arief R Wismansyah-Sachrudin yang didukung oleh Partai
Demokrat, Partai Gerindra dan PKB serta pasangan Ahmad Marju Kodri-Gatot
Suprijanto yang diusung oleh Partai Hanura dan 22 parpol non parlemen (PPRN,
PKPI, PBR, PDS, Partai Barnas, PMB, Partai Patriot, Partai Pelopor, PNBKI,
PKDI, PRN, Partai Kedaulatan, PNI Marhaenisme, PSI, Pakar Pangan, PDK,
PPDI, PPI, PPPI, Partai Merdeka, PPIB dan PDP) mendaftar ke KPUD pada
Kamis 06 Juni 2013. Kemudian pada hari berikutnya Pasangan Tb.Dedy Gumelar-
Suratno Abubakar yang diusung oleh PDIP dan PAN mendaftarkan diri.29
Pada hari terakhir pendaftaran tangggal 08 Juni, pasangan balon Abdul
Syukur-Hilmi Fuad yang diusung oleh Partai Golkar, PKS, PBB, dan PKPB
mendaftarkan dirinya ke KPUD. Sedangkan pasangan balon Harry Mulya Zein-
Iskandar Zulkarnain yang diusung oleh PPP, PKNU, dan Partai Gerindra
murapakan pasangan terakhir yang mendaftarkan diri. Terkait dukungan ganda
Partai Gerindra, ketua KPUD kota Tangerang mengatakan tetap menerima
28
Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain (Mantan Komisioner KPUD Kota
Tangerang) Pada Tanggal 12 Agustus 2013. 29
Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain.
59
pendaftarannya karena nanti akan dilakukan verifikasi terhadap semua persyaratan
seluruh bakal calon, termasuk keabsahan dukungan parpol.30
2) Verifikasi dan Penetapan Pasangan Calon
Pada tanggal 9 Juni sampai 15 Juni 2013 KPUD Kota Tangerang
melakukan verifikasi kelengkapan dan kebenaran persyaratan para bakal calon
kandidat Walikota dan Wakil Walikota Tangerang, dari hasil verifikasi dua
pasangan calon yaitu AMK-Gatot dan HMZ-Iskandar dinyatakan tidak memenuhi
syarat dukungan partai politik. Dimana untuk pasangan AMK-Gatot ditemukan
permasalahan kepengurusan dan surat rekomendasi partai pengusung, dan untuk
pasangan HMZ-Iskandar dukungan partai Gerindranya tidak sah karena sudah
memberikan dukungan kepada pasangan Arief Sachrudin. Sedangkan untuktiga
pasangan lainnya ada beberapa berkas yang kurang lengkap. Kelima pasangan
bakal calon tersebut kemudian diberi waktu sampai tanggal 29 Juni 2013 untuk
memperbaiki dan melengkapi persyaratan yang kurang atau bermasalah.31
Selanjutnya KPUD melakukan penelitian ulang pada 30 Juni sampai 13 Juli 2013
dan dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk para pasangan bakal calon pada
tanggal 14 sampai 20 Juli 2013.32
Pada tanggal 24 juni 2013 dilakukan rapat Pleno tertutup penetapan
pasangan calon Pilwalkot Tangerang 2013, hasil dari rapat Pleno tersebut
menetapkan tiga pasang calon Walikota dan Wakil Walikota yaitu HMZ-Iskandar,
30
Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain. 31
Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain. 32
SKKPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013.
60
Syukur-Hilmi Fuad dan Tubagus Suwandi Gumelar-Suratno dinyatakan lolos dan
dua pasang lainnya yaitu Arief-Sachrudindan AMK-Gatot dinyatakan tidak
lolos.Pasangan Arief-Sachrudin dinyatakan tidak lolos karena Sachrudin yang
menjabat sebagai Camat Pinang tidak menyertakan surat izin dari Walikota
Tangerang untuk mencalonkan diri pada Pilwalkot 2013. Sedangkan pasangan
AMK-Gatot dinyatakan tidak lolos karena tidak memenuhi syarat dukungan partai
pendukung, yaitu 15% total suara partai politik pada pemilu legislatif 2009 setelah
partai Hanura mengalihkan dukungannya kepada pasangan HMZ-Iskandar.33
Kemudian KPUD Kota Tangerang menggelar rapat Pleno penetapan
nomor urut pada 26 Juli 2013, hasilnya pasangan Harry Mulya Zein-Iskandar
Zulkarnaen mendapatkan nomor urut 1, Abdul Syukur-Hilmi Fuad nomor urut 2
dan Tubagus Dedi Gumelar-Suratno Abu Bakar mendapat nomor urut 3.34
Menyikapi keputusan KPUD Kota Tangerang,Arief-Sachrudin dan AMK-
Gatotmenggugat keputusan tersebut ke DKPP. Sidang pelanggaran kode etik
KPUD Kota Tangerang digelar pada 05 dan 06 Agustus 2013, pada sidang
lanjutan DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara KPUD Kota
Tangerang, memerintahkanKPUD Banten mengambil alih tugas KPUD Kota
Tangerang dan mengembalikan hak konstitusional atas Arief-Sachrudin dan
AMK-Gatot sebagai pasangan calon Pilwalkot 2013.35
Maka Pilwalkotmenjadi
33
Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain. 34
Alsadad Rudi, “Nomor Urut Peserta Pilkada Kota Tangerang 2013”, Artikel diakses
pada 03 November 2014 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2013/07/26/1754036/Ini.
Nomor.Urut.Peserta.Pilkada.Kota.Tangerang.2013 35
Iqbal Fadil, “DKPP Loloskan dua Pasangan Calon yang digagalkan KPU
Tangerang”, http://www.merdeka.com/politik/dkpp-loloskan-2-pasang-calon-yang-digagalkan-
kpu-tangerang.html
61
diikuti lima pasangan calon. Selanjutnya, KPUD Banten melakukan rapat Pleno
penetapan nomor urut untuk dua pasangan tersebut. Dari hasil pengundian nomor
urut pada tanggal 11 Agustus 2013, pasangan AMK-Gatot mendapatkan nomor
urut empat dan pasangan Arief-Sachrudin mendapatkan nomor urut lima.36
c. Masa Kampanye
Tahapan kampanye diawali dengan pemberitahuan tim kampanye dan
rekening awal dana kampanye serta diadakan pertemuan peserta Pilwalkot tentang
pelaksanaan kampanye. Masa kampanye terbuka bagi lima pasang calon
dilaksanakan selama sepuluh hari terhitung mulai tanggal 16 Agustus 2013.
Masing-masing pasangan calon memperoleh jatah waktu dua hari untuk
berkampanye. Selanjutnya tanngal 18-30 Agustus 2013 adalah masa tenang
sekaligus dilakukan pembersihan atribut dan alat peraga kampanye.37
d. Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara
Tahapan pemungutan dan penghitungan suara diawali dengan masa
persiapan yang berlangsung mulai tanggal 10 sampai 30 Agustus 2013. Masa
persiapan terdiri dari pembentukan KPPS dan bimbingan teknis serta sosialisasi,
pengecekan persiapan pemungutan suara, penyampaian salinan DPT untuk TPS,
PPL dan saksi pasangan calon, pengumuman dan pemberitahuan tempat, hari dan
waktu pemungutan suara di TPS, serta yang terakhir adalah penyiapan TPS.38
36
SK KPUD Kota Tangerang No. 083/Kpts/KPU.Prov-015/Tahun 2013 tentang
Perubahan Terhadap Keputusan KPUD Kota Tangerang tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan
Calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang sebagai Peserta Pilwalkot 2013. 37
SK KPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013. 38
SK KPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013.
62
Proses pemungutan suara Pilwalkot Kota Tangerang 2013 dilaksanakan
secara serentak pada 31 Agustus 2013. Selanjutnya dilakukan proses
penghitungan dan rekapitulasi suara serta penyusunan sertifikat dari tingkatan
TPS sampai tingkatan KPUD sejak 31Agustus sampai 06 September 2013
sekaligus penetapan dan pengumuman hasil Pilwalkot Tangerang 2013.39
Berdasarkan hasil rekapitulasi perhitungan suara Pilwalkot Tangerang
2013, dari jumlah DPT 1.161.855 pemilih yang menggunakan hak pilihnya hanya
715.491 pemilih yang terdiri dari 709.875 suara sah dan 5.616 suara tidak sah.40
Tabel III.VI.
Hasil Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pilwalkot Tangerang 2013
NO Nama Pasangan Calon Perolehan Suara Prosentase
1. Dr. HM. Harry Mulya Zein M.Si
& Iskandar S. Ag
45.627 6,43 %
2. H. Abdul Syukur & Hilmi Fuad
ST.M.KOM
187.003 26,34 %
3. Tubagus Suwandi Sumelar & Ir.
Suratno Abubakar, MM
121.375 17,10 %
4. Ir. H. Ahmda Marju Kodri &
Drs. Gatot Suprijatno
15.060 2,12 %
5. H. Arief R. Wismansyah, Bsc.
M.kes & Drs. H. Sachrudin
340.810 48,01 %
Sumber: KPU dalam Angka Pemilukada Kota Tangerang (Dokumentasi
Pemilukada 2013).
Dari tabel hasi rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilwalkot Tangerang
2013 dapat dilihat bahwa pasangan nomor urut lima yaitu Arief-Sachrudin
merupakan pasangan yang meraih suara terbanyak dengan presentasi 48,01 % atau
340.810 suara, disusul dengan pasangan nomor urut dua dengan 26, 34 %, nomor
39
SKKPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013. 40
KPU Kota Tangerang, KPU dalam Angka PemilukadaKota Tangerang (Dokumentasi
Pemilukada, h. 59-60.
63
urut tiga dengan 17,10 %, nomor urut satu dengan 6,43 % dan pasangan nomor
urut 4 dengan raihan suara sebanyak 2,12%.
e. Perselisihan Hasil Pilwalkot Tangerang 2013
Pada Tanggal 11 September 2013 pasangan Abdul Syuku-Hilmi Fuad dan
Harry Mulya Zein-Iskandar mengajukan permohonan kepada Mahkamah
Konstitusi. Isi permohonan kedua pasang calon tersebut pada intinya tidak terima
dengan keputusan KPUD Provinsi Banten yang mengembalikan hak
konstitusional pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot berdasarkan hasil
keputusan DKPP. Mereka juga menganggap ikut sertanya kedua pasangan
tersebut telah mempengaruhi hasil Pilwalkot 2013 dan telah terjadi kecurangan
seperti Money Politic yang dilakukan pasangan Arief-Sachrudin.41
Kemudian pada sidang tanggal 01 Oktober 2013 MK mengeluarkan
putusan sela yang isinya memerintahkan KPUD Provinsi Banten untuk
mengklarifikasi dukungan ganda partai Hanura dan melakukan tes kesehatan
pasangan AMK-Gatot. Selanjutnya pada sidang tanggal 19 November MK
memutuskan mendiskualifikasi pasangan AMK-Gatot karena tidak memenuhi
syarat sebagai pasangan calon dan memerintahkan KPUD Provinsi Banten untuk
menetapkan pasangan nomor urut 5 yaitu Arief-Sachrudin sebagai calon terpilih.42
f. Penetapan Hasil Pilwalkot Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
41
KPU Kota Tangerang, KPU dalam Angka PemilukadaKota Tangerang (Dokumentasi
Pemilukada, h. 81. 42
KPU Kota Tangerang, KPU dalam Angka PemilukadaKota Tangerang (Dokumentasi
Pemilukada, h. 313-316.
64
Pasca dikeluarkannya putusan MK terkait sengketa Pilwalkot Kota
Tangerang 2013, KPUD Banten pada tanggal 20 November 2013 kemudian
menggelar rapat Pleno penetapan hasil penghitungan perolehan suara Pilwalkot
Tangerang 2013 dan Pleno penetapan calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih
pada Pilwalkot Tangerang 2013 yaitu pasangan nomor urut lima Arief R
Wismansyah – Sachrudin sebagai pasangan calaon terpilih dengan rincian:
Tabel III.VII.
Hasil Perolehan Suara Pilwalkot Tangerang 2013 Pasca Putusan MK
NO Nama Pasangan Calon Perolehan Suara Prosentase
1. Dr. HM. Harry Mulya Zein
M.Si & Iskandar S. Ag
45.627 6,43 %
2. H. Abdul Syukur & Hilmi
Fuad ST.M.KOM
187.003 26,34 %
3. Tubagus Suwandi Sumelar &
Ir. Suratno Abubakar, MM
121.375 17,10 %
5. H. Arief R. Wismansyah,
Bsc. M.kes & Drs. H.
Sachrudin
340.810 48,01 %
Sumber: SK KPUD Banten No. 178/BA/XI/Tahun 2013
Dari tabel perolehan suara Pilwalkot Tangerang 2013 yang ditetapkan
KPUD Banten setelah dikeluarkannya keputusan MK tidak ada yang berubah dari
hasil rekapitulasi, hanya perolehan suara pasangan AMK-Gatot yang
didiskualifikasi menjadi suara tidak sah.
65
BAB IV
SENGKETA PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA
TANGERANG 2013
Pemilihan Kepala Daerah langsung merupakan sebuah terobosan baru
yang bermakna bagi proses konsolidasi demokrasi di tingkat lokal, karena sistem
Pemilihan Kepala Daerah langsung akan membuka ruang partisipasi yang lebih
luas bagi masyarakat dalam proses demokrasi untuk menentukan kepemimpinan
politik di tingkat lokal. Selain itu, sistem tersebut membuka peluang bagi
masyarakat untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih baik tanpa
harus direduksi oleh kepentingan-kepentingan elite politik seperti ketika berlaku
sistem demokrasi perwakilan. Tidak hanya itu, Pemilihan Kepala Daerah secara
langsung akan memicu timbulnya figure pemimpin yang aspiratif, kompeten,
legitimate, dan berdedikasi di daerah.1
Akan tetapi, sistem pemilihan langsung yang notabene adalah sebuah
antitesa dari sistem pemilihan oleh DPRD nyatanya belum mampu
menghilangkan permasalahan yang terjadi pada pemilihan melalui DPRD. Sistem
pemilihan langsung justru memperlebar cakupan permasalahan yang terjadi pada
sistem perwakilan dan menimbulkan permasalahan baru.
Permasalahan yang terjadi pada Pemilihan Kepala Daerah langsung di
Indonesia di antaranya adalah DPT tidak akurat, Proses pencalonan yang
bermasalah (munculnya dualisme pencalonan dan berpindah-pindahnya dukungan
1 Zoulexander, “Pilkada Dalam Perspektif Sosial”, artikel diakses pada 02 November
2014 dari http://www.scribd.com/doc/84073352/PILKADA-DALAM-PERSPEKTIF-SOSIAL
66
partai politik, serta KPU tidak netral dalam menetapkan pasangan calon),
pemasalahan pada masa kampanye, manipulasi dalam penghitungan suara dan
rekapitulasi hasil penghitungan, netralitas incumbent dan Kepala Daerah, serta
penyelenggara tidak adil dan netral. Pada pelaksanaan Pilwalkot Tangerang 2013
juga tidak luput dari permasalahan, permasalahan banyak terjadi pada tahap
pencalonan hingga menyebabkan terjadinya sengketa.
A. Latar Belakang Sengketa Adimistrasi Pilwalkot Tangerang 2013
Pada penyelanggaraan Pilwalkot Tangerang 2013 banyak permasalahan
dan pelanggaran yang terjadi pada tahap pencalonan yang kemudian
menyebabkan terjadinya sengketa. Sengketa yang terjadi pada Pilwalkot
Tangerang 2013 bisa dikatakan cukup rumit dan berkepanjangan, hal itu karena
banyaknya permasalahan dan pelanggaran yang terjadi. Selain itu sengketa juga
melibatkan banyak unsur, mulai dari peserta, penyelenggara, dan juga melibatkan
Wahidin Halim yaitu Walikota Tangerang.
1. Perpindahan Dukungan Partai Hanura dan Tidak Lolosnya Pasangan
AMK-Gatot Sebagai Kandidat Pada Pilwalkot 2013
Pada tahap pendaftran Pilwalkot Tangerang 2013 partai Hanura
memberikan dukungannya kepada pasangan AMK-Gatot. Walaupun memang
DPC Hanura mengakui bahwa dukungan dari partai-partai non kursi di parlemen
kepada pasangan AMK-Gatot masih banyak kekurangan seperti masalah SK
kepengurusan dan beberapa partai yang sudah berganti nama. Akan tetapi mereka
67
tetap memutuskan untuk mendaftarkan AMK-Gatot ke KPUD sambil memenuhi
kekurangan yang ada.2
Pasangan AMK-Gatot pada awalnya didukung oleh Partai Hanura dan 22
partai non parlemen dengan akumulasi raihan suara pada Pileg 2009 sebanyak
111.352 suara, jumlah tersebut sudah melebihi syarat minimal yang ditetapkan
oleh KPUD Kota Tangerang sebanyak 104.910 suara atau 15%.3 Kemudian
setelah KPUD melakukan verifikasi, tepatnya pada tanggal 15 Juni 2013 pasangan
AMK-Gatot mendapatkan surat dari KPUD No.312/KPU-Kota-
015.436421/VI/2013 yang menyatakan bahwa kelengkapan administrasi
dukungan terhadap AMK-Gatot tidak lengkap dan tidak memenuhi syarat karena
dukungan PKDI, PPIB dan PDP yang diberikan kepada pasangan AMK-Gatot
bermasalah.4
KPUD Kota Tangerang kemudian memberikan waktu sejak tanggal 15
Juni sampai 29 Juni 2013 kepada pasangan AMK-Gatot untuk memperbaiki dan
melengkapi kekurangan yang ada. Mendapat informasi bahwa ada indikasi
pasangan AMK-Gatot tidak lolos sebagai pasangan calon pada Pilwalkot 2013,
pengurus partai Hanura mencoba mencari alternatif pasangan calon lain untuk
2
Wawancara Langsung dengan Bapak Arief Fadillah (Sekjen DPC Hanura Kota
Tangerang pada tanggal 31 Agustus 2014. 3 Diakses pada 02 Desember 2014 dari http://www.antaranews.com/berita/389393/dkpp-
berhentikan-anggota-kpu-kota-tangerang 4 Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain (Mantan Komisioner KPUD Kota
Tangerang) Pada Tanggal 12 Agustus 2013.
68
didukungnya. Hal tersebut dilakukan karena partai Hanura sangat ingin
berpartisipasi pada Pilwalkot Tangerang 2013.5
Pada saat itu pasangan HMZ-Iskandar yang kekurangan jumlah partai
pengusung karena partai Gerindra yang dicantumkan sebagai partai pengusung
pasangan tersebut pada saat pendaftaran dinyatakan tidak sah, dimana dukungan
yang sah dari Partai Gerindra adalah kepada pasangan Arief-Sachrudin. Pasangan
HMZ-Iskandar ketika mendapat informasi bahwa Partai Hanura akan
mengalihkan dukungan mereka memberikan respon positif.
Akhirnya DPC Hanura memutuskan untuk mengalihkan dukungannya
kepada pasangan HMZ-Iskandar karena dari empat pasangan calon yang tersisa
hanya pasangan tersebut yang memberikan respon positif. Kemudian DPC Hanura
melakukan kordinasi terkait permasalahan yang dialami oleh pasangan AMK-
Gatot dan keinginan untuk mengalihkan dukungan kepada pasangan HMZ-
Iskandar ke DPP Hanura. DPP Hanura kemudian mengeluarkan SK DPP partai
Hanura No SKEP/B/683/DPP-HANURA/VI/2013 tanggal 18 Juni yang berisi
keputusan untuk mendukung pasangan Hari Mulya Zein-Iskandar pada Pilwalkot
Tangerang 2013.6
Pada saat pasangan AMK-Gatot bersama tim mencoba menyelesaikan
permasalahan dan melengkapi kekurangan yang ada, timbul permasalahan baru
5 Wawancara Langsung dengan Bapak Arief Fadillah.
6 Wawancara Langsung dengan Bapak Arief Fadillah.
69
ketika yaitu Partai Hanura melakukan perpindahan dukungan dari pasangan
AMK-Gatot dan kepada pasangan HMZ-Iskandar.
Perpindahan dukungan Partai Hanura tersebut kemudian berefek pada
surat: 378/KPU-Kota-015.436421/VII/2013 yang dikeluarkan KPUD Kota
Tangerang tanggal 13 Juli 2013 tentang pemberitahuan hasil penelitian ulang
kelengkapan dan perbaikan persyaratan dan perbaikan persyaratan bakal calon
Pilwalkot Tangerang yang memberitahukan bahwa persyaratan dukungan partai
politik atau gabungan partai politik pasangan AMK-Gatot tidak lengkap atau
memenuhi syarat.7
Kemudian pada saat dilaksanakan rapat Pleno tertutup penetapan pasangan
calon Pilwalkot Tangerang 2013, KPUD Kota Tangerang menetapkan bahwa
pasangan AMK-Gatot tidak lolos sebagai pasangan calon Pilwalkot Tangerang
2013 karena dukungan pasangan AMK-Gatot setelah dikurangi Partai Hanura
tidak memenuhi syarat. Total partai pengusung pasangan AMK-Gatot adalah 22
partai dan hanya memiliki total suara pada pileg 2009 sebanyak 75.761 suara.8
2. Tidak Lolosnya Pasangan Arief-Sachrudin Sebagai Kandidat Pada
Pilwalkot 2013
Pada penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang 2013 KPUD mensyaratkan
bahwa setiap pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota yang berasal dari
PNS/Polisi/TNI harus melampirkan surat pengunduran diri dari jabatannya yang
7 Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013 tentang Pelanggaran Kode Etik KPUD
Kota Tangerang. 8 Wawancara langsung dengan Bapak Safril Elain.
70
di tanda tangani atau disetujui oleh atasannya. KPUD Kota Tangerang
berpedoman pada peraturan Kepala BKN Nomor 10 Tahun 2005 Tentang PNS
yang menjadi calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah.9
Pada tanggal 6 Juni 2013 pasangan Arief-Sachrudin telah menyerahkan
dokumen pendaftaran pencalonan Walikota dan Wakil Walikota kepada KPUD
Kota Tangerang. Namun, formulir surat pernyataan pengunduran diri dan tidak
aktif dalam jabatan Negeri bagi PNS calon Wakil Walikota Sachrudin tidak ada.10
Kemudian pada tanggal 14 Juni 2013, calon Wakil Walikota Sahcrudin yang
menjabat sebagai Camat Pinang mengajukan surat pernyataan mengundurkan diri
dari jabatannya kepada Walikota Tangerang Bapak Wahidin Halim untuk
memenuhi kelengkapan dokumen yang diperlukan. Pengajuan surat tersebut ada
tanda terimanya dan WH panggilan akrab Wahidin Halim telah memberikan
disposisi kepada BKPP hukum untuk diproses lebih lanjut.11
Pada tanggal 15 Juni 2013 pasangan Arief-Sachrudin menyerahkan surat
pengunduran diri Sachrudin dari jabatannya kepada KPUD Kota Tangerang,
ditanggal yang sama KPUD mengeluarkan surat pemberitahuan yang isinya
menyatakan bahwa kelengkapan pasangan Arief-Sachrudin tidak lengkap atau
tidak memenuhi syarat dengan dasar karena belum ada daftar susunan tim
kampanye dan rekening khusus kampanye. Sedangkan untuk surat pernyataan
pengunduran diri dari jabatan negeri Sachrudin sudah dinyatakan memenuhi
syarat. Kemudian KPUD Kota Tangerang memerintahkan agar pasangan Arief-
9 Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain.
10 Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013.
11 Wawancara Langsung dengan Bapak Sachrudin (Wakil Walikota tangerang) pada
tanggal 17 September 2014.
71
Sachrudin untuk memperbaiki atau melengkapi kekurangan tersebut pada masa
perbaikan berkas persyaratan pencalonan Pilwalkot Tangerang 2013.12
Selanjutnya pada tanggal 20 Juni 2013, pasangan Arief–Sachrudin
melengkapi dokumen daftar susuan tim kampanye dan rekening khusus dana
kampanye kepada KPUD Kota Tangerang, namun tiba-tiba surat pernyataan
pengunduran diri dan tidak aktif Sachrudin sebagai PNS dikatakan sedang dalam
proses. Pada tanggal 13 Juli 2013, KPUD kembali mengeluarkan surat
pemberitahuan hasil penelitian kelengkapan administrasi bakal calon Walikota
dan Wakil Walikota Tangerang yang menyatakan bahwa kelengkapan
administrasi pasangan Arief-Sachudin lengkap atau memenuhi syarat.13
Akan tetapi, didalam lampiran berita acara nomor 28/BA/VII/2013 tanggal
13 Juli 2013 oleh KPUD ditambahkan keterangan sebagai berikut : 1. Klarifikasi
yang sudah dilakukan oleh KPU Kota Tangerang belum mendapatkan jawaban. 2.
Apabila pada penetapan pasangan calon belum ada surat pemberhentian dari
jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil maka status memenuhi syarat (MS)
tersebut akan dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).14
Atas dasar tersebut pada tanggal 17 Juli 2013 Sachrudin kembali
mengirimkan surat pernyataan pengunduran diri dari jabatannya kepada atasannya
yaitu Walikota Tangerang. Sejak pertama kali mengajukan surat pengunduran diri
dari jabatan tanggal 14 Juni setidaknya Sachrudin sudah lima kali menemui WH,
akan tetapi tidak ada tanggapan dari WH mengenai surat pengunduran diri
12
Wawancara Langsung dengan Bapak Safril. 13
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. 14
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013.
72
tersebut. 15
Atas dasar hal tersebut dan berdasarkan peraturan KPU bahwa bagi
calon Walikota atau Wakil Walikota yang berasal dari PNS hanya pelu
melampirkan surat pengunduran diri, maka Sachrudin hanya melampirkan surat
pengunduran diri dari jabatannya sebagai Camat pinang tanpa ditandatangain dan
diberi stempel dinas oleh WH.
Tepat pada tanggal 24 Juli 2013 KPUD Kota Tangerang menggelar rapat
Pleno penetapan pasangan calon Pilwalkot Tangerang 2013, KPUD Kota
Tangerang memutuskan bahwa pasangan Arief-Sachrudin tidak lolos sebagai
calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013. Pasangan Arief-Sachrudin
dinyatakan tidak lolos sebagai kandidat pada Pilwalkot Tangerang 2013 oleh
KPUD Kota Tangerang karena mereka tidak melampirkan surat pengunduran diri
Sachrudin sebagai PNS dan Camat Pinang yang di setujui oleh atasannya yaitu
Wahidin Halim.
3. Netralitas dan Lemahnya Pemahaman KPUD Terhadap Regulasi
Sumber permasalahan yang terjadi pada tahap pencalonan Pilwalkot
Tangerang 2013 hingga menyebabkan terjadinya sengketa adalah penyelenggara
Pilwalkot itu sendiri yaitu KPUD Kota Tangerang. Hal itu karena KPUD tidak
netral dalam menjalankan tugasnya dan lemahnya pemahaman KPUD Kota
Tangerang terhadap regulasi.
Pertama, KPUD Kota Tangerang mengizinkan perpindahan dukungan
Partai Hanura dan tidak meloloskan pasangan AMK-Gatot sebagai pasangan
15
Wawancara Langsung dengan Bapak Sachrudin.
73
calon. Dalam peraturan KPU tentang pedoman teknis pencalonan Pemilihan
Kepala Daerah menyebutkan bahwa partai politik yang sudah memberikan
dukungan kepada salah satu pasangan calon tidak diperbolehkan untuk menarik
dukungannya dan memberikan dukungannya kepada pasangan calon Kepala
Daerah yang lain.16
Akan tetapi yang terjadi pada Pelaksanaan Pilwalkot
Tangerang 2013 Partai Hanura yang pada awalnya memberikan dukungannya
kepada pasangan AMK-Gatot justru melakukan penarikan dukungan dan
mengalihkannya kepada pasangan HMZ-Iskandar.
Kemudian dalam peraturan tersebut juga menjelaskan bahwa apabila partai
politik tetap melakukan penarikan dukungan dari pasangan calon yang sudah
mereka dukung dan mengalihkannya kepada pasangan lainnya maka KPUD tetap
menganggap dukungan yang sah adalah kepada pasangan calon pertama.17
Namun
KPUD Kota Tangerang melakukan hal yang berbeda, dimana mereka justru
menerima dan mengesahkan dukungan partai Hanura yang diberikan kepada
pasangan HMZ-Iskandar.
Berdasarkan peraturan yang ada seharusnya pasangan AMK-Gatot pada
saat penetapan pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013
lolos sebagai kandidat pada Pilwalkot, karena dukungan partai Hanura tetap
dimiliki oleh pasangan AMK-Gatot bukan pasangan HMZ-Iskandar. Dengan
demikian pasangan yang seharus tidak lolos pada penetapan pasangan calon
adalah pasangan HMZ-Iskandar. Jadi, Keputusan KPUD Kota Tangerang yang
16
Peraturan KPU Nomor 09 tahun 2012 tentang pedoman teknis pencalonan Pemilihan
Kepala Daerah. 17
Peraturan KPU Nomor 09 tahun 2012.
74
menerima perpindahan dukungan partai Hanura dan tidak meloloskan pasangan
AMK-Gatot adalah keputusan yang keliru dan apapun alasannya sangat tidak
dibenarkan karena melanggar peraturan yang ada. Tidak hanya itu, keputusan
KPUD dengan tidak meloloskan pasangan AMK-Gatot telah merenggut hak
konstitusional mereka.
“Keputusan komisioner KPUD Kota Tangerang yang mengizinkan perpindahan
dukungan partai Hanura tidak tepat karena melanggar peraturan. Sehingga dukungan
partai Hanura tetap untuk pasangan AMK-Gatot. Jadi, pasangan AMK-Gatot
seharusnya lolos sebagai kandidat pada Pilwalkot Tangerang 2013 bukan pasangan
HMZ-Iskandar yang jelas-jelas kekurangan partai pengusung”.18
Kedua, KPUD tidak meloloskan pasangan Arief-Sachrudin. Keputusan
KPUD Kota Tangerang yang tidak meloloskan pasangan Arief-Sachrudin karena
surat pengunduran diri Sachrudin tidak ditandatangani dan diberi stempel dinah
oleh Wahidin Halim tidak berdasar dan menimbulkan banyak pertanyaan. Salah
satu pertanyaan mendasarnya adalah kenapa KPUD Kota Tangerang berpedoman
pada peraturan BKN bukan kepada peraturan KPU. Padahal sudah sangat jelas
bahwa peraturan BKN tersebut mengatur mengenai kewajiban seorang PNS yang
akan mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kepada
negara. Sedangkan kewajiban seorang PNS kepada KPUD ketika akan
mencalonkan diri pada Pilwalkot/Pilbub/Pilgub hanya membuat dan melampirkan
surat pernyataan pengunduran diri dari jabatannya.
Pernyataan diatas berdasarkan UU No. 12 Tahun 2008 dan Peraturan KPU
Nomor 13 Tahun 2010 yang menyebutkan bahwa bagi setiap PNS yang akan
18
Wawancara Langsung dengan Bapak Syahrul Effendi (Kasubag Tekpem KPUD Kota
Tangerang) pada 11 Agustus 2014.
75
mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kelapa Daerah hanya perlu
membuat dan melampirkan surat pengunduran diri dari jabatannya. Pada saat
mendaftarkan diri sebagai Wakil Walikota Tangerang pada Pilwalkot 2013
Sachrudin sudah membuat dan melampirkan surat pengunduran diri tersebut.
Dengan demikian sudah sangat jelas bahwa seharusnya pasangan Arief-Sachrudin
lolos sebagai kandidat pada saat rapat Pleno penetapan pasangan calon Pilwalkot
Tangerang 2013 oleh KPUD.
“Pasangan Arief-Sachrudin seharusnya lolos pada saat Pleno penetapan pasangan
calon, hal itu karena pasangan tersebut sudah mendapatkan dukungan gabungan
partai politik melebihi 15% kursi di parlemen. Mengenai tidak di izinkannya
Sachrudin oleh WH tidak dapat menjadi alasan, karena diperaturan KPU hanya
dikatakan bahwa calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang berasal dari
PNS cukup membuat surat laporan ke atasan dalam bentuk tertulis”.19
“keputusan yang dikeluarkan oleh KPUD Kota Tangerang itu sangat jelas
menyimpang dan tidak berdasar, karena memang di dalam UU tidak diatur mengenai
surat pengunduran diri harus mendapat tanda tangan dari atasan. Dalam UU hanya
mengatakan melampirkan surat pengunduran diri saja kepada atasan dan dilampirkan
pada saat pendaftaran”.20
“Keputusan tersebut terlalu mengada-ada atau dibuat-buat alasannya, karena
memang itu bukan persyaratan yang ada di dalam UU. Kami sudah melampirkan
surat pengunduran diri kepada KPUD yang merupakan salinan dari surat yang kami
sampaikan kepada Bapak WH, seharusnya dengan surat tersebut saja pasangan kami
sudah lolos, karena di dalam UU hanya disyaratkan melampirkan surat pengunduran
diri”.21
Keputusan KPUD Kota Tangerang yang tidak meloloskan pasangan Arief-
Sachrudin adalah keputusan yang sarat akan kepentingan. Hal tersebut dapat
dilihat sejak awal masa pendaftaran, pada saat itu KPUD Kota Tangerang
menerima berkas pendaftaran pasangan HMZ-Iskandar yang mencantumkan
19
Wawancara Langsung dengan Bapak Syahrul. 20
Wawancara Langsung dengan Bapak Sachrudin. 21
Wawancara Langsung dengan Bapak Dasep (Ketua Team Sukses Arief-Sahcrudin)
Pada Tanggal 23 Oktober 2013.
76
partai Gerindra sebagai partai pengusungnya. Padahal pasangan Arief-Sachrudin
sudah terlebih dahulu mendaftarkan diri dengan mencantumkan partai Gerindra
sebagai partai pengusungnya.
Selain itu telah terjadi keterangan yang berubah-ubah pada masa verifikasi
dan perbaikan berkas pendaftaran. Pertanggal 15 Juni KPUD mengatakan bahwa
surat pengunduran diri Sachrudin tidak bermasalah, akan tetapi pada tanggal 20
Juni KPUD mengatakan bahwa surat pengunduran tersebut sedang dalam proses.
Kemudian pada tanggal 13 Juli KPUD Kota Tangerang menerangkan bahwa surat
pengunduran diri Sachrudin sudah memenuhi syarat. Akan tetapi pada Pleno
penetapan psasangan calon KPUD tidak meloloskan pasangan Arief-Sachrudin.
Tidak hanya itu, penjelasan KPUD Kota Tangerang mengenai alasannya
tidak meloloskan pasangan Arief-Sachrudin tidak masuk akal. KPUD mengatakan
bahwa pasangan Arief-Sachrudin selain tidak melengkapi surat pengunduran diri
Sachrudin juga melakukan kebohongan. Dimana dalam berkas pendaftaran
pasangan Arief-Sachrudin melampirkan surat pengunduran diri Sachrudin sebagai
Camat Pinang yang disampaikan kepada WH pada tanggal 01 Juni, akan tetapi
ketika di cross check ke WH ternyata tidak benar.22
Padahal Sachrudin baru
mengajukan surat pengunduran diri pada tanggal 14 Juni kepada WH dan
dilampirkan ke KPUD pada tanggal 15 Juni.
Melihat fakta-fakta di atas sudah cukup membuktikan bahwa KPUD Kota
Tangerang tidak netral pada pelaksanaan Pilwalkot Tangerang 2013. KPUD Kota
22
Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain.
77
Tangerang memang sejak awal terbukti ingin menggugurkan pasangan Arief-
Sachrudin. Akan tetapi hal tersebut bukan keinginan KPUD semata, melainkan
ada pihak lain yang mencoba mempengaruhi keputusan KPUD yaitu WH. Kenapa
WH? karena pada Pilwalkot Tangerang 2013 adik kandung Wahidin yaitu Abdul
Syukur mencalonkan diri sebagai calon Walikota bersama Hilmi Fuad, sehingga
WH ingin memuluskan langkah adiknya untuk menjadi Walikota Tangerang.
Terlebih lagi pasangan Arief-Sachrudin merupakan kandidat terkuat. Walaupun
tidak ada bukti nyata yang memperkuat statement ini, akan tetapi dari kronologis
dan keterangan beberapa pihak sudah cukup menguatkan.
“Ada kemungkinan empat orang Komisioner KPUD Kota Tangerang tidak
netral dalam melakukan verifikasi dan menetapkan pasangan calon. Hal ini karena
KPUD Kota Tangerang menggunakan APBD dalam menyelenggarakan Pilwalkot,
sehingga perlu membangun hubungan baik dengan Walikota agar dana yang
dibutuhkan dapat terpenuhi”.23
“Kumungkinan besar WH melakukan intervensi kepada KPUD Kota
Tangerang sehingga KPUD tidak netral dalam mengambil keputusannya. Intervensi
dilakukan karena adik kandung WH mencalonkan diri dan melihat pasangan Arief-
Sachrudin merupakan kandidat terkuat”.24
Terkait isu mengenai netralitas KPUD Kota Tangerang dalam
menjalankan tugasnya, Sachrudin juga angkat bicara “saya pikir saya tidak perlu
mengatakan KPUD netral atau tidak, masyarakatpun bisa menilainya sendiri”.25
Walaupun tidak secara ekplisit mengatakan bahwa KPUD tidak netral, namun dari
pernyataan tersebut membuktikan bahwa Sachrudin mengamini bahwa KPUD
Kota Tangerang memang tidak netral dalam menjalankan tugasnya.
23
Wawancara Langsung dengan Bapak Arief Fadillah. 24
Wawancara Langsung dengan Bapak Syahrul. 25
Wawancara Langsung dengan Bapak Sachrudin.
78
Jika diambil benang merahnya, maka sangat masuk akal kalau pernyataan
bahwa KPUD Kota Tangerang tidak netral dalam menjalankan tugasnya dan ada
keterlebiatan WH dalam beberapa keputusan KPUD. Pertama, WH tidak
memberikan izin kepada Sachrudin untuk mencalonkan diri sebagai calon Wakil
Walikota. Kedua, KPUD Kota Tangerang tidak meloloskan pasangan Arief-
Sachrudin karena permasalahan surat pengunduran diri Sachrudin sebagai Camat
Pinang yang tidak disetujui oleh WH.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa KPUD Kota
Tangerang dalam menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara Pilwalkot
Tangerang 2013 tidak berpegang teguh pada asas penyelenggara pemilihan
umum, yaitu: mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum,
keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas.
4. Respon Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot
Para pendukung pasangan Arief-Sachrudin setelah mendengar keputusan
KPUD Kota Tangerang bahwa pasangan yang didukungnya tidak lolos, pada
tanggal 25 Juli 2013 Ribuan orang mengepung kantor KPUD Kota Tangerang.
Dalam aksi yang dilakukan mereka membawa berbagai atribut yang meminta
KPUD untuk menunda pengumuman sebelum jelas apa yang menjadi substansi
dan mengecam WH yang tidak memberikan izin kepada Sachrudin untuk
79
mencalonkan diri. Aksi tersebut berlangsung ricuh, bahkan dua anggota polisi
terpaksa harus di evakuasi karena terluka di bagian kepalanya.26
Kemudian pada tanggal 29 Juli 2012, pendukung Arief-Sahcrudin kembali
menduduki kantor KPUD Kota Tangerang.27
Pada hari yang sama para
pendukung Arief -Sachrudin juga melakukan aksi di Kantor KPUD Banten.
Mereka menuntut agar KPUD Banten untuk segera mengkaji ulang keputusan
KPUD Kota Tangerang yang tidak meloloskan pasangan bakal calon Arief–
Sachrudin dan mereka meminta Arief-Sachrudin ditetapkan sebagai calon wali
kota dan wakil wali kota Tangerang 2013.28
Sejalan dengan aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para pendukung dan
simpatisannya, pasangan Arief-Sachrudin beserta tim sukses menempuh jalur
hukum. Langkah yang diambil oleh pasangan Arief-Sachrudin adalah melaporkan
KPUD Kota Tangerang ke Panwaslu Kota Tangerang dan PTUN. Selain itu juga
pasangan Arief-Sachrudin melaporkan KPUD Kota Tangerang ke DKPP pada 29
Juli 2013.29
Sedangkan untuk pasangan AMK-Gatot ketika Mendapatkan informasi
bahwa Partai Hanura akan melakukan perpindahan dukungan kepada pasangan
HMZ-Iskandar, mereka merasa terdzalimi oleh DPC Hanura Kota Tangerang.
26
Amba Dini Sekarningrum, “Pendukung Arif-Sachrudin Demo KPUD Kota
Tangerang”, Artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari http://jakarta.okezone.com/read
2013/07/25/501/ 842291/pendukung-arif-sachrudin-demo-kpud-kota-tangerang 27
Amba Dini Sekarningrum, “Demo Sunyi Pendukung Arief-Sachrudin”, Artikel diakses
pada 07 Februari 2014 dari http://ekbis.sindonews.com/read/2013/07/29/31/766653/demo-sunyi-
pendukung-arief-sachrudin 28
Berita Satu, “Massa Pendukung Pasangan Arief-Sachrudin Demo di Kantor KPU
Banten”, Artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari http://www.beritasatu.com/nasional/ 128861-
massa-pendukung-pasangan-ariefsachrudin-demo-di-kantor-kpu-banten.html 29
Wawancara Langsung dengan Bapak Dasep.
80
Mereka bersama para pendukungnya kemudian mendatangi kantor DPC Hanura
pada 19 Juni 2013 untuk mempertanyakan kebenaran pencabutan dukungan.30
AMK bersama ratusan pendukungnya kemudian meminta pihak DPC
Hanura untuk bersama sama membawa permasalahan ini ke DPP HANURA dan
meminta Ketua DPC Hanura untuk menandatangani fakta integritas yang berisi
bahwa Partai Hanura tidak akan melakukan penarikan dukungan karena tim bisa
menyelesaikan kekurangan yang ada. Merasa diperlakukan tidak menyenangkan
akhirnya DPC Hanura melaporkan pasangan AMK-Gatot dan tim ke polisi atas
pemaksaan dan perbuatan tidak menyenangkan.31
Kemudian AMK-Gatot pada
tanggal 18 Juli 2013 mengajukan pengaduan kepada DKPP terkait keputusan
KPUD yang mengesahkan dukungan Partai Hanura kepada pasangan HMZ-
Iskndar sehingga membuat pasangan AMK-Gatot kekurangan partai pengusung.
B. Peran Wahidin Halim dalam Sengketa Administrasi Pilwalkot Kota
Tangerang 2013
Pada penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang 2013 Wahidin Halim tidak
bisa ikut bertarung memperebutkan kursi kepemimpinan di Kota Tangerang, hal
itu karena WH sudah dua periode menjabat sebagai Walikota Tangerang. Tidak
berpartisipasinya WH sebagai seorang tokoh sentral Kota Tangerang merupakan
peluang emas bagi berbagai kalangan yang ingin berkontestasi pada Pilwalkot
30
Diakses pada 06 Desember 2014 dari http://jurnalkota.com/pilwakot-tangerang-amk-
menunggu-hasil-klarifikasi-dpp-hanura/ 31
Wawancara Langsung dengan Bapak Arief Fadillah.
81
Kota Tangerang 2013, ini terbukti dengan adanya lima pasangan calon Walikota
dan Wakil Walikota yang berpartisipasi.
WH yang dikenal sebagai seorang tokoh Kota Tangerang memang
mempunyai pengaruh sangat besar. Kiprahnya di dunia perpolitikan membuat
dirinya sebagai seorang tokoh panutan untuk masyarakat Kota Tangerang, terlebih
lagi WH merupakan ketua DPD Partai Demokrat Banten. Tidak bisa mencalonkan
diri bukan berarti WH tidak berperan aktif pada pelaksanaan Pilwalkot, hal itu
karena WH tidak ingin melepas begitu saja kursi kepemimpinan di Kota
Tangerang yang sudah dua periode didudukinya.
1. Usaha Wahidin Halim Menjegal Pasangan Arief-Sachrudin
Perlu diketahui bahwa pada penyelenggaraan Pilwalkot 2013 setidaknya
ada dua orang calon Wakil Walikota yang berasal dari PNS, yaitu Sachrudin yang
menjabat sebagai Camat Pinang dan Harry Mulya Zein yang menjabat sebagai
Sekda Kota Tangerang. Bagi seorang PNS yang ingin mencalonkan diri sebagai
Kepala Daerah berdasarkan UU No. 12 Tahun 2008 dan peraturan BKN Nomor
10 Tahun 2005 dijelaskan bahwa mereka harus membuat surat pernyataan
mengundurkan diri dari jabatan PNS yang disampaikan kepada atasannya dalam
hal ini Wahidin Halim sebagai Walikota Tangerang.
Sachrudin dan HMZ menyikapi hal tersebut kemudian mengajukan surat
pengunduran dirinya kepada WH, akan tetapi hanya HMZ yang surat
pernyataannya dikembalikan setelah diberi tandatangan WH dan stempel dinas
atau bisa dikatakan disetujui pengunduran dirinya. Sedangkan untuk Sachrudin
82
tidak mendapatkan surat pernyataan yang sudah ditandatangani dan diberi stempel
dinas atau bisa dikatakan tidak disetujui pengunduran dirinya.
Banyak isu yang beredar bahwa Bapak Sachrudin tidak mengajukan surat
pengunduran diri, namun faktanya Sachrudin sudah mengajukan surat
pengunduran diri sebagai PNS dan Camat Pinang kepada WH dan mendapatkan
bukti tanda terima serta sudah di disposisikan kepada BPPK. Akan tetapi tidak
ada respon positif dan tanggapan yang jelas hingga Pleno penetapan pasangan
calon oleh KPUD Kota Tangerang digelar.
“WH tidak mengatakan apakah saya (Sachrudin) diizinkan atau tidak untuk
mencalonkan diri sebagai Wakil Walikota Tangerang pada Pilwalkot 2013 silam,
akan tetapi WH sangat sulit ditemui”.32
“Setelah surat dimasukan dikantor dan tidak ada respon, selanjutnya Sachrudin
menemui WH dirumahnya. WH kemudian mengatakan temui saya dikantor nanti
akan dibuatkan, namun ketika kita tunggu dikantor WH tidak juga datang”.33
WH memang tidak mengatakan secara terang-terangan mengapa tidak
memberikan izin kepada Sachrudin, akan tetapi dengan dia tidak memberikan
kepastian dan terkesan mengulur-ulur waktu hal tersebut membuktikan bahwa
WH menginginkan agar Sachrudin gagal mencalonkan diri. Hal itu karena
memang KPUD mensyaratkan bahwa surat pengunduran diri yang dilampirkan
pada berkas pencalonan harus ditandatangani dan diberi stempel dinas.
“Ini adalah salah satu cara yang dilakukan WH untuk melancarkan pencalonan
adik kandungnya, karena pasangan kami (Arief-Sachrudin) adalah lawan terberat
dan memiliki peluang yang sangat besar untuk menang pada Pilwalkot Tangerang
2013”. 34
32
Wawancara Langsung dengan Bapak Sachrudin 33
Wawancara Langsung dengan Bapak Bapak Dasep. 34
Wawancara Langsung dengan Bapak Bapak Dasep.
83
“WH tidak memberikan izin karena dia menganggap Sachrudin kacang lupa
kulitnya. Seperti yang kita ketahui Abdul Syukur adik kandung WH mencalonkan
diri sebagai Walikota Tangerang, sebagai Camat kesayangan dan yang dibesarkan
oleh WH seharusnya Sachrudin tidak mencalonkan diri agar Abdul Syukur berjalan
lancar dan meraih kemenangan”.35
“Tidak diberikannya izin pengunduran diri Sachrudin sebagai Camat pinang
merupakan upaya WH memuluskan Abdul Syukur meraih kemenangan. Karena jika
pasangan Arief-Sachrudin lolos sebagai kandidat Pilwalkot Tangerang 2013 maka
pasangan Syukur-Hilmi Pasti kalah”.36
Ketika digelar rapat Pleno penetapan pasangan calon Pilwalkot Tangerang
2013 oleh KPUD Kota Tangerang pada tanggal 24 Juli 2013 pasangan Arief-
Sachrudin dinyatakan tidak lolos, KPUD mengatakan bahwa tidak lolosnya
pasangan tersebut karena tidak dilampirkannya surat pengunduran diri Sachrudin
sebagai Camat Pinang yang sudah ditandatangani oleh WH dan diberi stempel
dinas. Ini jelas membuktikan bahwa WH memang ingin menjegal pasangan Arief-
Sachrudin untuk memuluskan adiknya Abdul Syukur-Hilmi Fuad.
Fakta lain yang membuktikan bahwa WH memang ingin menjegal
pasangan Arief-Sachrudin karena takut adik kandungnya kalah dalam Pilwalkot
Tangerang 2013 adalah ketika WH menghentikan kerjasama JAMKESDA dengan
empat Rumah Sakit Sari Asih milik Arief pada 21 Agustus 2013 dengan alasan
paling banyak menyerap anggaran dan memiliki hutang terbanyak. Padahal empat
RS ini memiliki ruang dan kamar terbanyak untuk melayani masyarakat yang
mempergunakan akses kesehatan gratis.37
Anehnya pada tanggal 26 Agustus WH
35
Wawancara Langsung dengan Bapak Syahrul Effendi. 36
Wawancara Langsung dengan Bapak Arief Fadillah. 37
Diakses pada 03 Desember 2014 dari http://news.okezone.com/read/2013/08/26/501/
855748/wahidin-halim-tuding-rs-sari-asih-dijadikan-alat-politik
84
dalam jumpa pers alasannya memutus kerjasama karena Rumah Sakit tersebut
terindikasi jadi alat politik pemiliknya yaitu Arief.38
2. Posisi Dilematis dan Netralitas Wahidin Halim
Pada saat itu posisi WH memang dalam situasi yang dilematis, dimana
pada Pilwalkot Tangerang 2013 adik kandung WH yaitu Abdul Syukur
mencalonkan diri dan disaat yang bersamaan kader Partai Demokrat yaitu Arief
juga mencalonkan diri. Kemudian di sisi lain WH merupakan seorang Kepala
Daerah yang harus bersikap netral pada pelaksanaan Pilwalkot.
Menurut Barbara Geddes para politisi sering menghadapi situasi dilematis
dalam memutuskan sesuatu yang lebih banyak didasari oleh kalkulasi pragmatis.
Dikatakan dilema karena politisi idealis selalu sulit dalam memperjuangkan
kepentingan real publik.39
Dalam konteks WH Ini terbukti dengan diberikan
izinnya HMZ akan tetapi tidak kepada Sachrudin untuk mencalonkan diri sebagai
Wakil Walikota Tangerang. Pada Pilwalkot Tangerang 2013 WH memiliki
kepentingan untuk mengamankan kursi kepemimpinan Kota Tangerang agar jatuh
ketangan adiknya, kepentingan tersebut dapat diraih apabila tidak ada lawan yang
kuat. Untuk itu WH tidak memberikan Izin kepada Sachrudin karena Pasangan
Arief-Sachrudin merupakan kandidat terkuat.
Barbara Geddes juga mengatakan ketika seorang terpilih di puncak
kekuasaan eksekutif salah satu hal yang akan dilakukannya adalah menciptakan
38
Diakses pada 03 Desember 2014 dari http://www.republika.co.id/berita/koran/news-
update/13/08/27/ms5eoz-wahidin-sebut-rs-sari-asih-alat-politik 39
Barbara Geddes, Politician’s Dillemma: Building State Capacity in America (Los
Angeles : university of California press Berkeley, 1994), h. 132.
85
mesin politik yang loyal yang akan mendukungnya.40
Tindakan yang dilakukan
oleh WH pada Pilwakot 2013 merupakan cara untuk menciptakan mesin politik
yang loyal yang akan mendukungnya setelah ia lengser dari jabatannya. Hal
tersebut karena setelah lengser dari jabatannya sebagai Walikota Tangerang WH
mencalonkan diri sebagai Caleg DPR-RI dan akan mencalonkan diri lagi sebagai
Gubernur Banten pada Pilgub 2016. Dapat dikatakan juga sikap WH merupakan
usaha yang dilakukan untuk membangun dinasti politik.
Akan tetapi, apapaun yang mendasari WH tidak memberikan izin kepada
Sachrudin, tindakan tersebut adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
Dengan tidak dikeluarkannya izin maka WH telah merenggut hak Sachrudin
untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Walikota, padahal setiap orang yang sudah
memenuhi syarat memiliki hak untuk berkontestasi pada Pilwalkot atau hak untuk
dipilih. Terlebih lagi HMZ diberikan izin oleh WH untuk mencalonkan diri, ini
jelas tidak adil dan syarat kepentingan.
Sebagai sebuah pemimpin seharusnya WH bersikap netral dalam
penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang 2013 walaupun adik kandungnya
mencalonkan diri. Akan tetapi yang terjadi justru WH secara terang-terangan
mendukung Abdul Sykur. Hal tersebut dibuktikan juga dengan statement WH di
media yang mengatakan “lebih mending saya dukung anak emak sendiri di
banding anak tetangga”.41
40
Barbara Geddes, Politician’s Dillemma: Building State Capacity in America, h. 8. 41
Diakses pada tanggal 01 Desember 2014 dari http://politik.kompasiana.com/2013
/08/27/tangerang-punya-cerita-586854.html
86
Padahal sudah sangat jelas di dalam Undang-Undang, salah satu tugas
Kepala Daerah adalah melaksanakan kehidupan demokrasi, menaati dan
menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan. Tidak hanya itu, Kepala
Daerah dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dilarang membuat keputusan
yang secara khusus memberikan keuntungan bagi (dirinya, keluarga golongan
tertentu) dan merugikan kepentingan umum. Selain itu juga dilarang
menyalahgunakan wewenang serta melanggar sumpah jabatannya.42
Tindakan yang dilakukan Wahidin Halim pada Pilwalkot Tangerang 2013
telah menciderai keberhasilannya dalam membangun Kota Tangerang selama
sepuluh tahun. Masyarakatpun tidak sedikit yang menjadi tidak simpatik lagi
dengannya. Selain itu, tindakan WH yang menjegal pasangan yang berasal dari
Partai Demokrat telah menyebabkan WH dipecat sebagai Ketua DPD Partai
Demokrat Provinsi Banten.
C. Proses Penyelesain Sengketa Pilwalkot Tangerang 2013
Sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan Pilwalkot Tangerang 2013
dapat dikatakan sebagai sengketa administrasi, dikatakan sengketa administrasi
karena perselisihan yang terjadi akibat dikeluarkannya keputusan atau tindakan
yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan Kepala Daearah yang dianggap
merugikan bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Ada beberapa
lembaga yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa ini, di
42 Undang-Undang Nomor Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
87
antaranya adalah Panwaslu dan PTUN. Apabila KPUD melakukan pelanggaran
kode etik maka ada DKPP lembaga yang khusus menegakkan pelanggaran kode
etik penyelenggara pemilihan umum.
1. Arief-Sachrudin Melapor ke Panwaslu dan Menggugat ke PTUN
Pada tangal 25 Juli 2013 atau sehari setelah dinyatakan tidak lolos sebagai
pasangan calon pada Pilwalkot Tangerang 2013 pasangan Arief-Sachrudin
melaporkan KPUD Kota Tangerang ke Panwaslu Kota Tangerang. Kemudian
menindaklanjuti laporan tersebut Panwaslu memanggil Sachrudin, Ketua tim
suksesnya Bapak Dasep dan partai politik pengusungnya untuk dimintai
keterangan. Selanjutnya pada tanggal 27 Juli Panwaslu menyampaikan surat
pemanggilan ketua KPUD ke Kantor KPUD Kota Tangerang. Pada tanggal 29 Juli
2013 Syafril Elain ketua KPUD Kota Tangerang memenuhi pemanggilan
Panwaslu, kemudian Panwaslu menyampaikan 31 pertanyaan kepada Syafril
terkait tidak lolosnya pasangan Arief-Sachrudin.43
Ketua Panwaslu Kota Tangerang Bapak Takhono menjelaskan bahwa
semua hasil klarifikasi keterangan dari semua pihak yang berkaitan akan dikaji
terlebih dahulu. Selanjutnya Panwaslu akan menyimpulkan dan hasilnya akan
disampaikan kepada masyarakat melalui media. Dalam mengkaji hasil klarifikasi
43
Diakses pada 06 Desember 2014 dari http://www.republika.co.id/berita/nasional
/jabodetabek-nasional/13/07/30/mqqwof-panwaslu-panggil-kpu-kota-tangerang-terkait-
ariefsachrudin
88
tersebut Panwaslu membutuhkan waktu agar menghasilkan kesimpulan yang
benar.44
Selanjutnya pada tanggal 29 Juli 2013 memasukan gugatan hasil
keputusan rapat Pleno KPUD Kota Tangerang tentang penetapan pasangan calon
pada Pilwalkot Tangerang 2013 ke Pengadilan Tata Usaha Negara Banten.
Mereka meminta agar PTUN membatalkan keputusan KPUD Kota Tangerang
tersebut dan mengembalikan hak konstitusional mereka sebagai pasangan calon
pada Pilwalkot Tangerang 2013. Akan tetapi gugatan ke PTUN tidak dilanjutkan
karena seminggu kemudian DKPP menyidangkan laporan pasangan Arief-
Sachrudin dan AMK-Gatot terkait pelanggaran kode etik KPUD Kota
Tangerang.45
2. Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot Melapor ke DKPP
Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot melaporkan KPUD Kota
Tangerang atas pelanggaran kode etik yang dilakukan pada penyelenggaran
Pilwalkot Tangerang 2013. Pasangan Arief-Sachrudin mengajukan pengaduan
kepada DKPP pada tanggal 29 Juli 2013 dengan akta pengaduan Np. 152/I-P/L-
18.46
Dalam pengaduan tersebut pada intinya pasangan Arief-Sachrudin tidak
terima dengan keputusan KPU Kota Tangerang No. 67/KPTS/KPU-KOTA
TNG/015.436421/VIII/2013 yang tidak meloloskan mereka sebagai kandidat pada
Pilwalkot 2013 karena tidak adanya surat persetujuan pengunduran diri Sachrudin
44
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/07/30/mqqwof-
panwaslu-panggil-kpu-kota-tangerang-terkait-ariefsachrudin 45
Wawancara Langsung dengan Bapak Dasep. 46
Wawancara Langsung dengan Bapak Dasep.
89
sebagai Camat Pinang dari WH selaku atasannya. Padahal dalam PKPU No. 09
Tahun 2012 hanya disebutkan menyerahkan surat pengunduran diri bagi PNS
sesuai format BB11 – KWK.KPU partai politik. Jadi jelas bahwa keputusan
tersebut tidak berdasar dan KPUD telah melanggar kode etik penyelenggara.47
Berdasarkan fakta tersebut pasangan Arief-Sachrudin mengajukan
beberapa tuntutan kepada DKPP yang tiga di antaranya : Pertama, menuntut
DKPP untuk menjatuhkan sanksi atas pelanggaran Kode etik KPUD Kota
Tangerang berupa pemberhentian secara tetap. Kedua, membatalkan atau
menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum keputusan KPU Kota Tangerang
Nomor 67/Kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/VIII/2013. Ketiga, menyatakan
pasangan Arief-Sachrudin memenuhi syarat dan dikembalikan hak
konstitusinalnya sebagai pasangan calon pada Pilwalkot Tangerang 2013.48
Sedangkan untuk Pasangan AMK-Gatot sudah terlebih dahulu melaporkan
KPUD Kota tangerang ke DKPP, yaitu pada tanggal 18 Juli 2013. Pengaduan
DKPP pasangan AMK-Gatot dengan akta penerimaan pengaduan Nomor 140/I-
P/L-DKPP/2013 yang diregistrasi dengan Nomor Perkara 83/DKPP-PKE-II/2013.
Dalam pengaduan tersebut pada intinya menyebutkan bahwa tindakan KPUD
Kota Tangerang yang menyatakan syarat administrasi partai pengusung pasangan
AMK-Gatot tidak memenuhi syarat dan menerima perpindahan dukungan Partai
Hanura adalah tindakan yang melawan hukum dan melanggar kode etik.49
47
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. 48
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. 49
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013.
90
Kemudian AMK dan kuasa hukumnya menuntut DKPP untuk: Pertama,
memberikan sanksi pemberhentian tetap kepada Komisioner KPUD Kota
Tangerang. Kedua, memerintahkan kepada KPU R.I untuk meninjau kembali serta
menganulir hasil Rapat Pleno KPUD Kota Tangerang berdasarkan Berita Acara
No. 29/BA/VII/2013 tanggal 13 Juli 2013 tentang hasil penelitian ulang
kelengkapan dan perbaikan persyaratan bakal Calon AMK-Gatot. Ketiga,
memulihkan hak konstitusi AMK-Gatot sebagai pasangan calon pada Pilwalkot
Tangerang 2013 untuk menggantikan pasangan HMZ-Iskandar.50
3. Sidang Pelanggaran Kode Etik KPUD Kota Tangerang oleh DKPP
Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh pasangan Arief-Sachrudin
dan AMK Gatot kepada DKPP, DKPP kemudian menggelar sidang pelanggaran
kode etik KPUD Kota Tangerang pada tanggal 05 Agustus 2013. Dalam sidang
tersebut DKPP memeriksa bukti-bukti, meminta kesaksian dari para pengadu
yaitu Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot, teradu yaitu komisioner KPUD
Kota Tangerang, pihak terkait yaitu Panwaslu Kota Tangerang dan keterangan
dari Anggota KPU RI.51
Menimbang bahwa alasan KPUD tidak meloloskan pasangan AMK-Gatot
karena kurangnya dukungan suara dari partai-partai pendukung setelah Partai
Hanura telah mengajukan calon lain yatiu HMZ-Iskandar. Terkait perpindahan
dukungan Hanura KPUD mendasarkan diri pada pasal 95 ayat 1 PKPU No 9
50
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. 51
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013.
91
Tahun 2012. Akan tetapi dari bukti yang ada partai Hanura bersama partai
gabungan lainnya tidak pernah mendaftarkan calon lain. Selain itu dasar hukum
KPUD yang menerima perpindahan dukungan Partai Hanura tidak dapat
diterapkan karena akan mengakibatkan kekacauan pada tahap pencalonan.
Terlebih lagi hal tersebut adalah pengalihan dukungan yang jelas dilarang dalam
PKPU yang disebutkan KPU sendiri.52
Menimbang bahwa KPUD Kota Tangerang beralasan tidak lolosnya
pasangan Arief-Sachrudin karena tidak adanya surat izin mencalonkan diri
Sachrudin yang menjabat sebagai Camat Pinang dari atasannya berdasarkan PP
No. 6 dan Peraturan Kepala BKN No 10 Tahun 2005. Padahal seharusnya KPUD
berpedoman pada PKPU karena mereka merupakan anggota KPU. Didalam
PKPU No. 09 Tahun 2012 tidak mewajibkan bakal pasangan calon yang berasal
dari unsur pegawai negeri sipil untuk diberhentikan dari jabatan negeri tetapi
cukup dengan melampirkan surat pengunduran diri dari jabatan negeri bagi bakal
pasangan calon yang bersangkutan.53
Setelah melihat dan memperhatikan kesaksian para pengadu, KPUD,
Panwaslu dan keterangan Anggota KPU RI, DKPP menyimpulkan bahwa
keputusan KPUD yang tidak meloloskan pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-
Gatot didasarkan pada penggunaan peraturan dan dasar hukum yang tidak kuat.
DKPP Kemudian pada sidang lanjutan yang dipimpin Hakim Ketua Jimly
Asshidiqi pada 06 Agustus 2013 mengabulkan seluruh gugatan.54
52
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. 53
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. 54
Diakses Pada 11 Desember 2014 dari http://www.merdeka.com/politik/dkpp-loloskan-
2-pasang-calon-yang-digagalkan-kpu-tangerang.html
92
Pertama, DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara kepada
Komisioner KPUD Kota Tangerang Kedua, Memerintahkan kepada KPUD
Banten untuk mengambil alih pelaksanaan tahapan Pilwalkot Tangerang 2013.
Ketiga, Memerintahkan KPUD banten untuk memulihkan dan mengembalikan
hak konstitusional pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot untuk menjadi
pasangan calon peserta Pilswalkot Tangerang 2013.55
Akan tetapi penyelesaian sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan
Pilwalkot Tangerang 2013 yang dilakukan oleh DKPP tidak mampu
menyelesaikan sengketa yang terjadi. Keputusan DKPP yang menerima gugatan
dari pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot dianggap telah melebihi
kewenangannya dan membuat sengketa menjadi berkepanjangan.
“Keputusan yang dikeluarkan oleh DKPP mengenai pengembalian hak
pasangan Arief R Wismansyah-Sachrudin dan Ahmad Marju Kodri-Gatot
Suprijanto untuk bisa berkontestasi pada Pilwalkot Tangerang 2013 sudah
melampaui wewenangnya, karena wewenang DKPP hanya terbatas pada
pelanggaran kode etik”.56
“Keputusan DKPP mengenai pengembalian hak kedua pasangan calon
tersebut untuk maju dalam Pilkada Kota Tangerang 2013 tidak memiliki
dasar yang jelas dan sudah melebihi wewenang yang dimiliki oleh DKPP”.57
KPUD Kota Tangerang kemudian menggugat keputusan DKPP ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan langsung didaftarkan oleh Safril Elain
Ketua KPUD dan Edy Supriadi Hafas anggota KPUD PN Jakarta Pusat pada 27
Agustus 2013.58
Selain itu, setelah KPUD Banten melaksanakan keputusan DKPP
55
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. 56
Wawancara Langsung dengan Bapak Syahrul Effendi. 57
Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain. 58
Diakses pada 10 Desember 2014 dari http://www.tempo.co/read/news/2013/08/28
/064508142/Merasa-Dipaksa-KPU-Kota-Tangerang-Gugat-DKPP
93
dengan mengembalikan hak dua pasangan calon yang tidak lolos, pasangan HMZ-
Iskandar, Abdul Syukur-Hilmi Fuad dan Dedi Gumelar-Suratno melakukan
gugatan ke PTUN. Namun gugatannya di tolak karena hak konstitusional ketiga
pasangan calon tidak diabaikan oleh KPUD. Tidak puas dengan keputusan DKPP,
pasangan Abdul Syukur-Hilmi Fuad dan HMZ-Iskandar Pada Tanggal 11
September 2013 mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi. Akan
tetapi pada sidang yang digelar tanggal 19 November, MK hanya
mendiskualifikasi pasangan AMK-gatot dan tetap memutuskan pasangan Arief-
Sachrudin sebagai pasangan terpilih pada Pilwalkot 2013.59
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sengketa
yang terjadi pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013 sudah
diselesaikan secara baik dan demokratis walaupun harus diselesaikan di
Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut karena setelah putusan MK tidak ada pihak-
pihak yang mencoba untuk mempersengketakan lagi.
59
KPU Kota Tangerang, KPU dalam Angka Pemilukada Kota Tangerang (Dokumentasi
Pemilukada, h. 81.
94
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia pada awalnya menggunakan sistem
perwakilan atau dipilih oleh anggota DPRD, namun setelah disahkannya undang-
undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sistem Pemilihan
Kepala Daerah berubah menjadi sistem pemilihan langsung atau dipilih langsung
oleh rakyat. Sistem Pemilihan Kepala Daerah langsung atas implementasi undang-
undang nomor 32 tahun 2004 sudah berjalan hampir satu dekade. Sejak pertama
kali diselenggarakan pada tahun 2005, Pemilihan Kepala Daerah langsung selalu
menyisahkan banyak permasalahan dari setiap pelaksanaannya. Permasalahan dan
pelanggaran yang terjadi tidak jarang menjadi sebuah sengketa, baik sengketa
administrasi maupun sengketa hasil pemilihan.
Pada pelaksanaan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang
2013 juga terjadi sebuah sengketa, sengketa terjadi pada tahap pencalonan
Pilwalkot Tangerang 2013. Sengketa tersebut melibatkan banyak pihak, mulai
dari peserta, penyelenggara, dan Walikota Tangerang. Setelah menganalisa dari
hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, Latar belakang sengketa yang terjadi pada Pilwalkot Tangerang
2013 disebabkan oleh keputusan KPUD Kota Tangerang yang tidak meloloskan
Pasangan Arief R Wismansyah-Sachrudin dan Ahmad Marju Kodri-Gatot
Suprijanto sebagai pasangan calon Pilwalkot 2013.Pasangan AMK-Gatot
95
dinyatakan tidak lolos karena syarat partai pengusung yaitu 15% kursi di DPRD
atau hasil suara pada Pileg 2009 tidak terpenuhi. Hal tersebut terjadi karena partai
Hanura yang pada awalnya mengusung pasangan AMK-Gatot berpindah
dukungan kepada pasangan HMZ-Iskandar pada tahap perbaikan berkas.
Sedangkan untuk pasangan Arief-Sachrudin dinyatakan tidak lolos oleh
KPUD Kota Tangerang karena tidak adanya surat izin pengunduran diri Sachrudin
yang menjabat sebagai camat Pinang dari atasannya yaitu Wahidin Halim. Pada
Pilwalkot Tangerang 2013 KPUD Kota Tangerang mensyaratkan bahwa bagi PNS
yang mencalonkan diri harus melampirkan surat pengunduran diri dari jabatannya
dan sudah diberi tandatangan Walikota berdasarkan Peraturan Kepala BKN No 10
tahun 2005 tentang PNS yang mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah. Dimana
pada saat mencalonkan diri Sachrudin hanya melampirkan surat pernyataan
pengunduran diri tanpa ditandatangani atau disetujui oleh Wahidin Halim.
Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot tidak terima dengan keputusan
KPUD karena dianggap telah melanggar peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan telah merenggut hak konstitusional. Terlebih lagi keputusan KPUD
tidak meloloskan pasangan Arief-Sachrudinadalah keputusan yang sarat
kepentingan, ini dibuktikan dengan KPUD mensyaratkan harus ada izin dari
WHakan tetapiWH tidak memberikan izin kepada Sachrudin.
Kedua, Peran Wahidin Halim sebagai Walikota Tangerang dalam sengketa
administrasi Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013 sangat
besar. Seperti yang kita ketahui bahwa adik kanding WH yaitu Abdul Syukur
96
bersama Hilmi Fuad mencalonkan diri pada Pilwalkot Tangerang 2013, sehingga
WH melakukan berbagai cara untuk membantu kemenangan adiknya tersebut.
Salah satu cara yang dilakukan oleh WH adalah dengan tidak memberikan izin
kepada Sachrudin untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Walikota mendampingi
Arief R Wishmansyah. Akan tetapi pada saat yang bersamaan WH memberikan
izin mencalonkan diri kepada Sekda Kota Tangerang yaitu Harry Mulya Zein.
Hal tersebut jelas bahwa WH memang ingin menjegal pasangan Arief-
Sachrudin karena pasangan tersebut merupakan pasangan terkuat. Terlebih lagi
KPUD mensyaratkan bahwa Seorang PNS yang mencalonkan diri pada Pilwalkot
harus melampirkan surat pengunduran diri yang ditandatangani dan diberi stempel
dinas. Usaha lain yang dilakukan WH untuk membantu adiknya mengalahkan
pasangan Arief-Sachrudin adalah dengan memutus kontrak Jamkesda dengan 4
rumah sakit milik Arief. Keberpihakan Wahidin kepada Adik Kandungnya
terbukti juga dengan mengatakan di medialebih baikmendukung anak Ibu sendiri
di banding anak tetangga.
Pada Pilwalkot 2013 WH memang mengalami posisi yang dilematis.
Disatu sisiadik kandungnya mencalonkan diri dan disisi lain kader partai
demokrat yang dipimpinnya mencalonkan juga. Selain itu WH adalah seorang
Walikota yang harus bersikap netral, akan tetapi tidak menginginkan jika adiknya
kalah. Namun apapun alasannya sikap yang dilakukan WH dengan berpihak pada
adiknya dan tidak memberikan izin kepada Sachrudin adalah sikap yang salah dan
tidak dapat dibenarkan karena hal tersebut telah menciderai proses demokrasi di
Kota Tangerang.
97
Ketiga, penyelesaian sengketa yang disebabkan atas keputusan KPUD
yang tidak meloloskan pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot dilakukan
oeleh DKPP. Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatotmelapor ke DKPP terkait
pelanggaran kode etik KPUD Kota Tangerang dan keputusan KPUD Kota
Tangerang yang telah melanggar hukum danmerugikan kedua pasangan calon
tersebut. Tuntutan yang mereka lakukan pada intinya hampir sama, yaitu
menuntut DKPP untuk menonaktifkan KPUD Kota Tangerang, membatalkan
keputusan KPUD Kota Tangerang yang tidak meloloskan kedua pasangan
tersebut, dan mengembalikan hak konstitusional kedua pasangan calon tersebut
sebagai pasangan calon Pilwalkot Tangerang 2013.
DKPP setelah melakukan penelitian bukti, meminta kesaksian kedua
pasangan yang melapor, KPUD, Panwaslu, dan keterangan dari Anggota KPU RI
akhirnya mengabulkan tuntutan kedua pasangan tersebut.DKPPmenjatuhkan
sanksi pemberhentian sementara kepada KPUD Kota Tangerang. Selain itu
memerintahkan KPUD Banten untuk mengambil alih tugas KPUD Kota
Tangerang dan memulihkan serta mengembalikan hak konstitusional pasangan
Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot untuk menjadi pasangan calon Pilwalkot
Tangerang 2013.
Akan tetapi proses penyelesaian sengketa administrasi Pilwalkot
Tangerang 2013 tidak berhasil, hal tersebut karena keputusan DKPP dianggap
telah melebihi kewenangannya yang sebatas pada penegak pelanggaran Kode
Etik. Hal inilah yang kemudian menyebabkan sengketa yang terjadi berlanjut dan
98
harus berakhir di Mahkamah Konstitusi. Sehingga dapat dikatakan bahwa
pelaksanaan Pilwalkot Tangerang 2013 cacat hukum.
B. SARAN
Permasalahan dan pelanggaran yang terjadi pada setiap pelaksanaan
Pemilihan Kepala Daerah selain disebabkan oleh faktor individunya juga
disebabkan oleh tidak jelas dan tumpang tindihnya regulasi serta sanksi yang tidak
tegas. Maka, penulis memberikan beberapa saran agar permasalahan dan
pelanggaran yang terjadi dapat diminimalisir. Pertama, Pemerintah dan KPU
membuat regulasi yang jelas, baku dan tidak tumpang tindih sehingga dapat
meminimalisir permasalahan dan tidak ada lagi kasus salah menafsirkan regulasi.
Kedua, memberikan sanksi pidana bagi setiap pelanggaran yang terajdi,
lebih khusunya untuk penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah dan Kepala
Daerah yang tidak netral, serta partai politik yang melakukan perpindahan
dukungan. Sehingga proses Pemilihan tidak terganggu dan berjalan demokratis.
Ketiga, semua rapat Pleno yang dilaksanakan oleh KPUD dilakukan secara
terbuka untuk menghindari keputusan yang dikeluarkan tidak obyektif. Keempat¸
selama ini ada 3 lembaga yang berwenang menyelesaikan permasalahan atau
sengketa, yaitu PTUN, DKPP, dan MK. Sehingga perlu dibentuk lembaga
peradilan yang khusus menangani sengketa Pemilihan Kepala Daerah agar
prosesnya berjalan cepat dan tidak tumpang tindih.
xii
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, 26th
ed. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2004.
Fathurahman, Pupuh. Metode Penelitian Pendidikan.. Bandung: CV Pustaka
Setia, 2011.
Falaakh, Mohammad Fajrul. Legislasi Daerah dan Demokrasi, 8th
ed. Jakarta:
Komunitas Indonesia untuk Demokrasi, 2012.
Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial: Dasar-Dasar dan Aplikasi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.
Geddes, Barbara. Politician’s Dillemma: Building State Capacity in America. Los
Angeles : university of California press Berkeley, 1994.
Harrison,Lisa. Metodologi Penelitian Politik Jakarta: Prenada Media Group, 2007.
Hanafie, Haniah dan Suryani. Politik Indonesia. Jakarta: LEMLIT-UIN Jakarta,
2011.
Harahap, Zairin. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, 3th
ed. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002.
Junaidi, Veri. Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, 2th
ed. Depok:
Themis Books, 2013.
Khazanah Peradaban Hukum dan Konstitusi (Konstitusi Press). Demokrasi lokal:
Evaluasi Pemilukada DI Indonesia. Jakarta: Konpress, 2012.
Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Konflik dalam Pemilihan Kepala
Daerah Secara Langsung: Problematika dan Penanganan (Kajian dan
Diskusi Interaktif Strategi Antara). Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kemendagri, 2013.
KPU Provinsi Banten. Buku Peraturan tentang Pemilukada. Serang: T.tp, 2011).
KPU Kota Tangerang, KPU dalam Angka Pemilukada Kota Tangerang
(Dokumentasi Pemilukada). Kota Tangerang: T.pn., 2013.
Moleong, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif, 23th
ed. Bandung: Rosda Karya,
2007.
Nurcholis,Hanif. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta:
Grasindo, 2005.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Menata Kembali
Pengaturan Pemilukada. Jakarta: Perludem, 2011..
xiii
Pito, Toni Andrianus. Mengenal Teori-Teori Politik Dari Sistem Politik Sampai
Korupsi. Bandung: Nuansa, 2006.
Rahayu, Iin Tri dan Ardani,Tristiadi Ardi. Obsevasi & Wawancara. Malang:
Banyumedia publishing, 2004.
Rahman, A. H.I. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Surbakti, Ramlan. Dkk. Penanganan Sengketa Pemilu. Jakarta: Kemitraan bagi
Pembaruan Tata Pemerintahan, 2011.
Rohman, M. Si, Drs. H. Saeful. Buku Saku Pelayanan Pengaduan Online. Kota
Tangerang: Dinas Infokom, 2010.
Santoso, Topo. Dkk. Penegakan Hukum Pemilu Praktik Pemilu 2004, Kajian
Pemilu 2009-2014. Jakarta: Perludem, 2006.
Santoso, Topo. Hukum dan Proses Demokrasi (Problematika Seputar Pemilu dan
Pilkada). Jakarta: Kemitraan, 2007.
Triwulan T., S.H, M.H, Dr. Titik dan Kombes Widodo, Sh., C.N., M.M, Pol. Dr.
H. Ismu Gunadi. Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan
Tata Usaha Negara Indonessia. Jakarta: Kencana, 2011.
Wijaya, Prof. Drs. HAW. Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia. Jakarta:
Rajawali Pers, 2005.
Yulianto dan Junaidi, Veri. Pelanggaran Pemilu 2009 dan Tata cara
Penyelesaiannya. Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, 2009.
Zurihah, Nurul. Metode Penulisan Sosial dan Pendidikan: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: PT. Bumi Perkasa, 2007.
Media Elektronik:
Ali, Achmad. “DKPP Memiliki Tugas dan Kewenangan Bersama-sama KPU dan
Bawaslu”, artikel diakses pada 05 Maret 2014 dari
http://www.lensaindonesia.com/2012/11/08/dkpp-memiliki-tugas-dan kew
enangaan-bersama-sama-kpu-dan-bawaslu.html
Fasya, Teuku Kemal. ”Tantangan Demokrasi Calon Independen”. Artikel diakses
pada 10 Februari 2014 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2012/03
/29/02044581/Tantangan.Demokrasi.Calon.Independen
Fatahillah, Yasir. “Calon Independen dalam Pilkada”. Artikel diakses pada 21
Januari 2014 dari http://gagasanhukum.wordpress.com/2009/01/15/calon-
independen-dalam-pilkada/
Fadil, Iqbal. “DKPP Loloskan dua Pasangan Calon yang digagalkan KPU
Tangerang”, http://www.merdeka.com/politik/dkpp-loloskan-2-pasang-
calon-yang-digagalkan-kpu-tangerang.html
xiv
Handoyo, Sumantri. “Tiga Pasangan Calon Resmi Bersaing di Pemilukada Kota
Tangerang”. Artikel diakses pada 06 Februari 2014 dari
http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/07/25/5/170964/Tiga-
Pasangan-Resmi-Bersaing-di-Pemilu-Kada-Kota-Tangerang
http://sospol.pendidikanriau.com/2009/12/definisi-pemilihan-umum-secara.html
artikel diakses pada 30 Mei 2014.
http://panwaslupurwakarta.blogspot.com/2012/09/bagaimana-andaharusmelapor
kan.html arikel diakses pada 30 Mei 2014.
http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php?keyword=sengketa&varbidang=all&vardia
lek=all&varragam=all&varkelas=all&submit=tabel artikel diakses pada 30
Mei 2014.
http://www.bantenhits.com/agenda-kpu/605-kpud-targetkan-partisipasi-70-persen
artikel diakses pada 01 Juli 2014.
http://tabloidforsas.wordpress.com/2009/09/23/herry-rumawatine-ketua-dprdkota-
tangerang/ artikel diakses pada 01 Juli 2014.
http://www.scribd.com/doc/128370181/Kewenangan-Pengadilan-Tata-UsahaNega
ra-Dalam-Mengadili-Sengketa-Pemilukada diakses pada 01 Juli 2014.
http://rumalutfi.wordpress.com/2008/11/21/kenapa-wahidin-arief/ artikel diakses
pada 29 Agustus 2014.
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=58161 artikel diakses pada 13 Agustus 2014.
http://www.organisasi.org/1970/01/daftar-nama-partai-politik-parpol-peserta-
pemilu-2009-pemilihan-umum-republik-indonesia.html artikel diakses
pada 16 Agustus 2014.
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=55967 artikel diakses pada 13 Agustus 2014.
http://tempointeraktif.com/hg/Pemilu2009berita_mutakhir/2009/06/12/brk,200906
12-181657,id.html artikel diakses pada 20 Agustus 2014.
http://www.beritasatu.com/nasional/128861-massa-pendukung-pasangan-ariefsac
hrudin-demo-di-kantor-kpu-banten.html diakses pada 07 Februari 2014
http://www.antaranews.com/berita/389393/dkpp-berhentikan-anggota-kpu-kota-
tangerang artikel diakses pada 02 Desember 2014.
http://jurnalkota.com/pilwakot-tangerang-amk-menunggu-hasil-klarifikasi-dpp-
hanura/ artikel diakses diakses pada 06 Desember 2014.
http://news.okezone.com/read/2013/08/26/501/ 855748/wahidin-halim-tuding-rs-
sari-asih-dijadikan-alat-politik artikel diakses pada 03 Desember 2014.
http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/08/27/ms5eoz-wahidin-
sebut-rs-sari-asih-alat-politik artikel diakses pada 03 Desember 2014.
xv
http://politik.kompasiana.com/2013 /08/27/tangerang-punya-cerita-586854.html
artikel diakses pada tanggal 01 Desember 2014.
http://www.republika.co.id/berita/nasional /jabodetabeknasional/13/07/30/mqqwo
f-panwaslu-panggil-kpu-kota-tangerang-terkait-ariefsachrudin.artikel
diakses pada 06 Desember 2014.
http://www.tempo.co/read/news/2013/08/28 /064508142/Merasa-Dipaksa-KPU-
Kota-Tangerang-Gugat-DKPP artikel diakses pada 10 Desember 2014.
http://www.merdeka.com/politik/dkpp-loloskan-2-pasang-calon-yang-digagalkan-
kpu-tangerang.html artikel diakses Pada 11 Desember 2014.
Islahudin. ”pilkada Tangerang MK Menangkan Pasangan Arif-Sachrudin”.
Artikel diakses pada 10 Februari 2014 dari http://www.merdeka.com
/peristiwa/pilkada-tangerang-mk-menangkan-pasangan-arif-sachrudin.html
Iqbal, M. “Dulu Pilkada, Lalu Pemilukada, Sekarang Pilgub”. Artikel diakses
pada 15 Februari 2014 dari http://news.detik.com/read/2012/07/10/
093845/1961693/10/dulu-pilkada-lalu-pemilukada-kini-pilgub.
Komariah, Himah. “Pilkada Kota Tangerang: Aksi Pilih Kasih Sang Walikota.
Artikel diakses pada 06 Februari 2014 dari http://politik.kompasiana.
com/2013/07/27/pilkada-kota-tangerang-aksi-pilih-kasih-sang-walikota-
580220.html
Kemendagri. “Profil Kota Tangerang-Banten”, diakses pada 13 Juni 2014 dari
http://www.kemendagri.go.id/pages/profildaerah/kabupaten/id/36/name/ba
nten/detail/3671/kota-tangerang.
Mawardi, Irvan. ”Problem Tenggang Waktu UU PTUN Dalam Penyelesaian
Perkara Pilkada”, artikel diakses pada 02 Januari 2014 dari
http://www.hukum.bunghatta.ac.id/tulisan.php?dw.38
Rudi, Alsadad “Nomor Urut Peserta Pilkada Kota Tangerang 2013”, Artikel
diakses pada 03 November 2014 dari
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/07/26/1754036/Ini. Nomor.Urut
.Peserta.Pilkada.Kota.Tangerang.2013
Sinaga, Eri Komar. “PTUN Banten Tolak gugatan Miing Artikel diakses pada 09
Februari 2014 dari http://www.tribunnews.com/metropolitan/2013/10/
31/ptun-bantentolak-gugatan-miing-pilkada-tangerang-kini-di-tangan-mk
Sekarningrum, Amba Dini. “Pendukung Arif-Sachrudin Demo KPUD Kota
Tangerang”. Artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari
http://jakarta.okezone.com/read 2013/07/25/501/ 842291/pendukung-arif-
sachrudin-demo-kpud-kota-tangerang
Sekarningrum, Amba Dini. “Demo Sunyi Pendukung Arief-Sachrudin”. Artikel
diakses pada 07 Februari 2014 dari http://ekbis.sindonews.com/read
/2013/07/29/31/766653/demo-sunyi-pendukung-arief-sachrudin
xvi
Sekarningrum, Amba Dini. “PTUN Tolak Gugatan 3 Paslon di Pilkada Kota
Tangerang”. Artikel diakses pada 09 Februari 2014 dari
http://metro.sindonews.com/read/2013/10/31/31/800517/ptun-tolak
gugatan-3-paslon-di-pilkada-kota-tangerang
Wibowo, Tri Cahyo. “Sengketa Pemilukada”, artikel diakses pada 15 Februari
dari http://tricahyowibow.blogspot.com/2012/12/sengketapemilukada.html
Wiwoho, Laksono Hari. “KPU Banten Siap Ambil Alih Pelaksanaan Pilkada
Tangerang”. Artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/08/06/1921449/KPU.Banten.Si
ap.Ambil.Alih.Pelaksanaan.Pilkada.Tangerang
Website Resmi Direktorat Jendral Otda Kemendagri RI
http://otda.kemendagri.go.id/ artikel diakses pada 26 Agustus 2014.
Website Resmi Pemerintah Kota Tangerang http://www.tangerangkota.go.id/.
artikel diakses pada 01 Juli 2014.
Website Resmi Mahkamah Konstitusi http://www.mahkamahkonstitusi.go.id
/index.php?page=web.RekapPHPUD diakses pada 27 Agustus 2014.
Website Resmi KPU Yogyakarta. “Kode Etik, Peran dan Fungsi DKPP,
Penyelesaian Pemilu Pada PTUN”, artikel diakses pada 05 Maret 2014
dari http://www.kpu-jogjakota.go.id/main.php?hal=berita&id=24
Zoulexander. “Pilkada Dalam Perspektif Sosial”, artikel diakses pada 02
November 2014 dari http://www.scribd.com/doc/84073352/PILKADA-
DALAM-PERSPEKTIF-SOSIAL
Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 10 tahun 2005 Tentang
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Calon Kepala daerah/calon wakil
Kepala Daerah.
Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Pencalonan
Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.
Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Tahapan,
Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilukada.
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga atas
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan,
Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah.
Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Beracara Kode etik
Penyelenggara Pemilihan Umum.
xvii
Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara
Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman
Beracara dalm Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah.
Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Beracara Kode Etik
Penyelenggara Pemilu.
SEMA Nomor 7 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Sengketa Mengenai
Pemilihan Umum Kepala Daerah (PILKADA)
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu.
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 5
Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Jo UU No. 9 Tahun
2004 Tentang Perubahan Pertama atas UU No. 5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
Undang-Undang Nomor Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Skripsi & Tesis:
Halim, “ Konflik Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten
bangkalan jawa Timur. Studi Kasus: Pembatalan Pasangan Calon Imam
Bukhori-Zainal Alim Dalam Pemilukada 2012”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UIN Jakarta, 2013).
Jamal Al Islamy, Mishbah. “Politisasi Birokras. Studi Kasus Politisasi Birokrasi
Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Tangerang Selatan Banten tahun
2010-2011”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN
Jakarta, 2013).
Rifki Pratama, Muhammad. “Politik Pemekaran Wilayah. Studi Kasus Proses
Pembentukan Kota Tangerang Selatan”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik UIN Jakarta, 2010).
Syam, Radian. “Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Studi Kasus
Sengketa Hasil Pilkada Di Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan
Barat”, (Tesis S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005).
xviii
Laporan Pertanggungjwaban dan Surat Keputusan:
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Tangerang 2012.
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan (LKPJ AMJ)
Walikota Tangerang 2009-2013.
KPUD Kota Tangerang, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kota
Tangerang 2004
KPUD Kota Tangerang, Laporan Penyelenggaraan Pemilu Walikota dan Wakil
Walikota Kota Tangerang 2008
SK KPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013
tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pilwalkot
Tangerang 2013.
SK KPUD Kota Tangerang No. 60/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/V/ 2013
tentang Penetapan Prosentase Persyaratan Bakal Pasangan Calon Dari
Partai Politik Atau Gabungan dalam Pilwalkot Tangerang 2013.
SK KPUD Kota Tangerang No. 083/Kpts/KPU.Prov-015/Tahun 2013 tentang
Perubahan Terhadap Keputusan KPUD Kota Tangerang tentang Penetapan
Nomor Urut Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang
sebagai Peserta Pilwalkot 2013.
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013 tentang Pelanggaran Kode Etik
KPUD Kota Tangerang.
Wawancara Langsung
Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain (Mantan Komisioner KPUD
Kota Tangerang) Pada Tanggal 12 Agustus 2013.
Wawancara Langsung dengan Bapak Arief Fadillah (Sekjen DPC Hanura Kota
Tangerang pada tanggal 31 Agustus 2014.
Wawancara Langsung dengan Bapak Sachrudin (Wakil Walikota tangerang) pada
tanggal 17 September 2014.
Wawancara Langsung dengan Bapak Syahrul Effendi (Kasubag Tekpem KPUD
Kota Tangerang) pada 11 Agustus 2014.
Wawancara Langsung dengan Bapak Dasep (Ketua Team Sukses Arief-
Sahcrudin) Pada Tanggal 23 Oktober 2013.
LAMPIRAN
KOMISI PEMILIHAN UMUM
KOTA TANGERANG P E N G U M U M A N
NOMOR : 272/KPU-Kota.015.436421/V/2013 TENTANG
PENGAMBILAN FORMULIR DAN PENDAFTARAN PENCALONAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA TANGERANG YANG DIAJUKAN OLEH PARTAI POLITIK ATAU GABUNGAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILU WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA
TANGERANG TAHUN 2013
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2012 tentang
Pedoman Teknis Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah jo. Keputusan KPU Kota Tangerang Nomor: 60/KPTS/KPU-Kota
Tng/015.436421/V/2013 tentang Penetapan Prosentase Persyaratan Pencalonan Bakal
Pasangan Calon Dari Partai Politik Atau Gabungan Partai Politik Dalam Pemilihan
Umum Walikota Dan Wakil Walikota Tangerang Tahun 2013, maka dengan ini
diumumkan bahwa Pengambilan Formulir dan Pendaftaran untuk Bakal Pasangan
Calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang yang diajukan oleh Partai Politik
atau Gabungan Partai Politik, akan dilaksanakan pada tanggal 31 Mei s/d 08 Juni 2013
bertempat di Kantor Komisi Pemilihan Umum Kota Tangerang dengan alokasi waktu:
1. Pengambilan Formulir dimulai Tanggal 31 Mei s/d 01 Juni 2013 (pada jam kerja 08.00
s/d 16.00 WIB) atau contoh formulir dapat diunduh (download) pada website KPU Kota
Tangerang: www.kpu-tangerangkota.go.id;
2. Pendaftaran dimulai Tanggal 02 s/d 08 Juni 2013 pada jam 08.00 s/d 16.00 WIB.,
kecuali hari terakhir, tanggal 08 Juni 2013 pada Jam 08.00 s/d 24.00 WIB.
Pengajuan Bakal Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Tahun 2013
harus yang memenuhi syarat sebagai berikut :
A. PERSYARATAN UMUM
1. Warga Negara Republik Indonesia;
2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. Setia pada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945,
dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;
4. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau
Sederajat;
5. Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun pada saat pendaftaran;
6. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari Tim
Pemeriksa Kesehatan yang ditetapkan oleh KPU Kota Tangerang;
7. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
8. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
9. Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya;
10. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
11. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan
hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
12. Tidak sedang dinyatakan Pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;
13. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP
wajib mempunyai bukti pembayaran Pajak;
14. Menyerahkan Daftar Riwayat Hidup lengkap yang memuat antara lain Riwayat
Pendidikan dan Pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau isteri;
15. Belum pernah menjabat sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah selama 2
(dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; dan
16. Tidak dalam status sebagai Penjabat Kepala Daerah.
B. PERSYARATAN DAN KETENTUAN KHUSUS
1. Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengajukan bakal pasangan Calon
Walikota dan Wakil Walikota Tangerang, harus memperoleh paling sedikit 15%
perolehan kursi dari 50 kursi pada DPRD Kota Tangerang Hasil Pemilu Anggota
DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009, yaitu paling sedikit 8 (delapan) kursi;
2. Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengajukan bakal pasangan Calon
Walikota dan Wakil Walikota Tangerang, harus memperoleh paling sedikit 15% Suara
Sah pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009 di Kota Tangerang, yaitu
paling sedikit 104.910 (Seratus Empat Ribu Sembilan Ratus Sepuluh) Suara Sah;
3. Dalam Pendaftaran Bakal Pasangan Calon, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik
wajib menyerahkan surat pencalonan yang ditandatangani oleh Pimpinan Partai Politik
atau para Pimpinan Partai Politik yang bergabung yaitu Ketua dan Sekretaris Partai
Politik.
4. Surat pencalonan beserta lampirannya dibuat dalam rangkap 5 (lima) dimasukkan ke
dalam map, dan ditulis dengan huruf kapital nama bakal pasangan calon serta Partai
Politik atau Gabungan Partai Politik yang mencalonkan.
5. Dalam Pendaftaran Bakal Pasangan Calon, Partai Politik/Gabungan Partai Politik
dan/atau Bakal Pasangan Calon wajib menyerahkan daftar nama tim kampanye dan
rekening khusus dana kampanye.
6. Bakal Pasangan Calon harus hadir pada saat pendaftaran.
7.Pendaftaran Bakal Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Tahun 2013
tidak dipungut biaya.
Demikian Pengumuman ini dikeluarkan, untuk informasi lebih lanjut dapat
menghubungi Kantor KPU Kota Tangerang Jl. Nyi Mas Melati No. 16 Kota Tangerang.
Kota Tangerang, 29 Mei 2013 KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANGERANG
KETUA,
Ttd.
Drs. SYAFRIL ELAIN. RB
DOKUMENTASI I
Kandidat Pilwalkot Tangerang 2013
DOKUMENTASI II
Sidang Pelanggaran Kode Etik KPUD Kota Tangerang di Kantor DKPP
Sumber: www.aktual.com
Aksi Demonstrasi Pendukung Arief-Sachrudin
Sumber: www.tangerangnews.com Sumber:megapolitan.kompas.com
Korban Aksi Demonstrasi Klarifikasi AMK kepada DPC Hanura
Sumber: megapolitan.kompas.com 2: jurnalkota.com 3: www.mediakotaonline.com
DOKUMENTASI II
Foto Dengan Bapak Safril Elain mantan Foto Dengan Bapak Arief Fadillah Sekjen
Komisioner KPUD Kota Tangeran DPC Gerindra
Foto Dengan Bapak Dasep Ketua Foto Dengan Bapak H. Sachrudin Tim Sukses
Pasangan Arief-Sachrudin Wakil Walikota tangerang Terpilih