sempadan Sungai

59
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993 Tentang : Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : a. bahwa sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, Perlu dijaga kelestariannya dan kelangsungan fungsinya dengan mengamankan daerah sekitarnya. b. bahwa berdasarkan pasal4, pasal 5 dan pasal6 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai dalam Rangka penguasaan sungai Menteri yang bertanggung jawab di bidang pengairan diberi wewenang untuk mengatur lebih lanjut yang menyangkut penetapan garis sempadan sungai, pengelolaan dan pemanfaatan lahan pada daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut,dan sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 perlu ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai;

Transcript of sempadan Sungai

Page 1: sempadan Sungai

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

No. 63 Tahun 1993

Tentang : Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat

Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai

MENTERI PEKERJAAN UMUM,

Menimbang :

a. bahwa sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang

sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, Perlu dijaga

kelestariannya dan kelangsungan fungsinya dengan mengamankan daerah

sekitarnya.

b. bahwa berdasarkan pasal4, pasal 5 dan pasal6 Peraturan Pemerintah

Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai dalam Rangka penguasaan sungai

Menteri yang bertanggung jawab di bidang pengairan diberi wewenang

untuk mengatur lebih lanjut yang menyangkut penetapan garis sempadan

sungai, pengelolaan dan pemanfaatan lahan pada daerah manfaat sungai,

daerah penguasaan sungai dan bekas sungai

c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut,dan sebagai pelaksanaan

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 perlu ditetapkan Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat

Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai.

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai;

4. Keputusan Presiden R.I Nomor 15 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Organisasi Departemen;

5. Keputusan Presiden R.I Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi

Departemen;

6. Keputusan Presiden R.I Nomor 64/M/1988 tentang Kabinet Pembangunan

V;

Page 2: sempadan Sungai

7. Keputusan Presiden R.I Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan

Kawasan Lindung;

8. Peraturan Menteri P.U. Nomor 39/PRT/1989 tentang Pembagian Wilayah

Sungai;

9. Peraturan Menteri P.U. Nomor 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan atas Air

dan atau Sumber Air.

10. Peraturan Menteri P.U. Nomor 49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan

Persyaratan Izin Penggunaan Air dan atau Sumber Air.

MEMUTUSKAN

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG GARIS SEMPADAN

SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI

DAN BEKAS SUNGAI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Pertama

Pengertian

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. DirekturJenderal adalah Direktur Jenderal Pengairan Departemen

Pekerjaan Umum;

2. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Pengairan Departemen

Pekerjaan Umum;

3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Tingkat I / Daerah

Khusus / Daerah Istimewa;

4. Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 /

Kepala Daerah Khusus / Kepala Daerah Istimewa;

5. Pejabat yang berwenang adalah Direktur Jenderal Pengairan atas

nama Menteri atau Gubernur Kepala Daerah;

6. Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Departemen

Pekerjaan Umum pada Propinsi yang bersangkutan;

Page 3: sempadan Sungai

7. Dinas adalah Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Daerah Tingkat I atau

Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi di Daerah Tingkat I;

8. Badan Hukum tertentu adalah badan hukum sebagaimana dimaksud

pada pasal 4 Undang-undang No.11 tahun 1974, yang berstatus

sebagai Badan Usaha Milik Negara dibawah Menteri PU, dan

mempunyai tugas pokok mengembangkan dan mengusahakan air

dan atau sumber air untuk digunakan bagi kesejahteran masyarakat

dengan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup;

9. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta

jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara

dengan dibatasi kanan dan kirinya sepanjang pengalirannya

oleh garis sempadan;

10. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan

sungai;

11. Daerah sempadan adalah kawasan sepanjang kiri kanan

sungai termasuk sungai buatan, yang mempunyai manfaat

penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau /

waduk.

12. Daerah sempadan danau / waduk adalah kawasan tertentu

disekeliling danau / waduk yang mernpunyai manfaat penting

untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai;

13. Daerah manfaat sungai adalah mata air, palung sungai dan

daerah sempadan yang telah dibebaskan;

14. Daerah penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah

retensi, bantaran atau daerah sempadan yang tidak

dibebaskan;

15. Bekas sungai adalah sungai yang tidak berfungsi lagi;

16. Tepi sungai adalah batas luar palung sungai yang mempunyai variasi

bentuk seperti tergambar dalam lampiran peraturan ini;

17. Kawasan perkotaan adalah Wilayah kawasan yang mampunyai

kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan

Page 4: sempadan Sungai

sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

pelayanan jasa pemerintahan, layanan sosial dan kegiatan ekonomi;

18. Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan

persyaratan teknis tertentu untukmelindungi daerah sekitar sungai

terhadap limpasan air sungai.

19. Banjir rencana adalah banjir yang kemungkinan terjadi dalam kurun

waktu tertentu.

Bagian Kedua

Lingkup Pengaturan

Pasal 2

Lingkup pengaturan yang tercantum pada Peraturan Menteri ini terdiri dari:

a. Penetapan garis sempadan sungai termasuk danau dan waduk.

b. Pengelolaan dan pemanfaatan pada daerah manfaat sungai.

c. Pemanfaatan lahan pada daerah penguasaan sungai.

d. Pemafaat lahan pada bekas sungai.

BAB II

GARIS SUNGAI

Bagian Pertama

Maksud danTujuan

Pasal 3

(1) Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya

agar kegiatan perlindungan, penggunaan dan pengendalian atas

sumber daya yang ada pada sungai termasuk danau dan waduk

dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya.

(2) Penetapan garis sempadan sungai bertujuan:

a. Agar fungsi sungai termasuk danau dan waduk tidak

terganggu oleh aktivitas yang berkembang disekitarnya.

b. Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai

manfaat sumber daya yang ada di sungai dapat memberikan

hasil secara optimal sekaligus menjaga ke fungsi sungai.

Page 5: sempadan Sungai

c. Agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat

dibatasi.

Bagian Kedua

Tata cara Penetapan

Pasal 4

(1) Penetapan garis sempadan sungai dilakukan dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. Untuk sungai-sungai yang menjadi kewenangan Menteri,

batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan

Menteri berdasarkan usulan dan Direktur Jenderal.

b. Untuk sungai-sungai yang dilimpahkan kewenangannya

kepada Pemerintah Daerah, batas garis sempadan sungai

ditetapkan dengan Peraturan Daerah berdasarkan usulan dari

Dinas.

c. Untuk sungai-sungai yang dilimpah kewenangan

pengelolaannya kepada Badan Hukum tertentu, batas garis

sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan Menteri

berdasarkan usulan dari Badan Hukum tertentu yang

bersangkutan.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Melakukan survai.

b. Menentukan dimensi penampang sungai berdasarkan rencana

pembinaan sungai yang bersangkutan dari hasil survai sebagaimana

dimaksud dalam butir a, bagi sungai-sungai yang tidak jelas tepinya.

c. Penetapan batas garis sempadan sungai dimaksud dalam butir b

berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 sampai

dengan pasal 10.

(3) Garis sempadan sungai yang telah ditetapkan dinyatakan masih tetap

berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.

(4) Penetapan garis sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat

Page 6: sempadan Sungai

(1) apabila dipandang perlu dapat disempurnakan setiap lima tahun.

Bagian Ketiga

Kriteria

Pasal 5

Kriteria penetapan garis sempadan sungai terdiri dari:

a. Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan.

b. Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan.

c. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan.

d. Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan.

Pasal 6

(1) Garis sempadan dari –sungai ’bertanggul ditetapkan sebagai

berikut:

a. Garis sempadan sungai bertanggul diluar kawasan perkotaan d

itetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar

sepanjang kaki tanggul.

b. Garis sempadan sungai bertanggul didalam kawasan

perkotaan ditetapkan sekurang-kuranguya 3 (tiga) meter di

sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

(2) Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperkuat, diperlebar, dan

ditinggikan yang dapat berakibat berfesernya letak garis sempadan sungai.

(3) Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan

untuk tapak tanggul baru sebagai akibat ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) harus dibebaskan.

Pasal 7

(1) Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luar

kawasan perkotaan

a. Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran

sungai seluas 500 (lima ratus) Km2 atau lebih.

b. Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran

sungai seluas kurang dan 500 (lima ratus) Km2.

Page 7: sempadan Sungai

(2) Penetapan garis sempadan sungai tidak bertanggul diluar

kawasan perkotaan pada sungai besar dilakukan ruas per ruas

dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada

ruas yang bersangkutan.

(3) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan

perkotaan pada sungai besar ditetapkan sekurang-kurangnya 100

(seratus) m, sedangkan pada sungai kecil sekurang-kurangnya 50

( lima puluh) m. dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

Pasal 8

Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan

perkotaan didasarkan pada kriteria:

a. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dan 3 (tiga)

meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnva 10

(sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu

ditetapkan.

b. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih 3 (tiga) meter

sampai dengan 20 (duapuluh) meter, garis sempadan

ditetapkan sekurangkurangnya 15 (lima belas) meter dihitung

dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

c. Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20

(dua puluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-

kurangnya 30 (tigapuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada

waktu ditetapkan.

Pasal 9

(1)Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan

jalan adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan kontruksi dan

penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan

sungai serta bangunan sungai.

(2)ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi,

maka segala perbaikan atas kerusakan yang tirnbul pada sungai dan

bangunan sungai menjadi tanggungjawab pengelola jalari.

Page 8: sempadan Sungai

Pasal 10

Penetapan garis sempadan danau,waduk,mata air,dan sungai yang

terpengaruh pasang surut air laut mengikuti kriteria yang

ditetapkan dalam Keputusan Presiden R.I. Nomor : 32 Tahun 1990

tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, sebagai berikut:

a. Untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan

sekurang-kurangnya 50 (hma puluh) meter dari titikpasang

tertinggi kearah darat.

b. Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang-

kurangnya 200 (dua ratus) meter disekitar mata air.

c. Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut garis

sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus)

meter dan tepi sungai dan berfungsi sebagai jalur hijau.

Bagian Keempat

Pemanfaatan Daerah Sempadan

Pasal 11

(1) Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dilakukan oleh masyarakat

untuk kegiatan-kegiatan tertentu sebagal berikut:

a. Untuk budidaya pertanian, dengan jenis tanaman yang diijinkan.

b. Untuk kegiatan niaga, penggalian dan penimbunan.

c. Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan,

serta rambu-rarnbu pekerjaan:

d. Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon, dan pipa air

minum.

a. e.Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan / jembatan

baik umum maupun kereta api.

e. Untuk penyelenggaraan yang bersifat sosial dan masyarakat yang

tidak menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan keamanan

fungsi serta fisik sungai.

f. Untuk pembangunan prasarana lalu lintas air dan bangunan

pengambilan dan pembuangan air.

Page 9: sempadan Sungai

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus

memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang atau pejabat

yang ditunjuk olehnya, serta memenuhi syarat yang ditentukan.

(3) Pejabat yang berwenang dapat menetapkan suatu ruas didaerah

sempadan untuk membangun jalan inspeksi dan/atau bangunan sungai yang

diperlukan, dengan ketentuan lahan milik perorangan yang diperlukan

diselesaikan melalui pembebasan tanah.

Pasal 12

Pada daerah sempadan dilarang:

a. membuang sampah, limbah padat dan atau cair.

b. mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat

usaha.

B A B III

DAERAH MANFAAT SUNGAI

Bagian Pertama

Umum

Pasai 13

(1) Pengelolaan dan pembinaan pemanfaatan daerah manfaat sungai

dilaksanakan oleh Direktur Jenderal, Pemerintah Daerah, dan Badan Hukurn

tertentu, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing terhadap

wilayah sungai yang bersangkutan.

(2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan inventarisasi yang mencakup air.

a. Mata air, memuat informasi antara lain mengenai nama, lokasi dan

debit air.

b. Palung sungai, memuat informasi antara lain mengenai nama, lokasi,

panjang Dan kapasitas.

c. Daerah sempadan yang dibebaskan,memuat informasi antara lain

mengenal lokasi, luas, tahun pembebasan dan sumber dana.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan

oleh Direktur Jenderal, Dinas dan Badan Hukum tertentu.

Page 10: sempadan Sungai

(4) Inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilaporkan

sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun kepada Direktur Jenderal.

Bagian Kedua

Pemanfaatan

Pasal 14

(1) Masyarakat dapat memanfaatkan manfaat sungai dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. memenuhi persyaratan yang telah ditentukan

b. harus dengan izin pejabat yang berwenang.

c. mengikuti ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal 11 dan pasal

12.

d. tidak mengganggu upaya pembinaan sungai.

(2) Izin pemanfaatan lahan di daerah manfaat sungai yang berada pada

wilayah sungai yang pembinaannya menjadi kewenangan Menteri, diberikan

oleh Direktur Jenderal atas nama menteri dengan memperhatikan saran dan

pertimbangan dari Kepala Kantor Wilayah yang terkait.

(3) izin pemanfaatan lahan didaerah manfaat sungai yang berada pada

wilayah sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada

Pemerintah Daerah, diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah dengan

rekomendasi teknis dari Dinas setelah berkonsultasi dengan Kepala Kantor

Wilayah.

(4) lzin pemanfaatan lahan didaerah manfaat sungai yang berada pada

wilayah sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Badan

Hukurn tertentu dilengkapi dengan rekomendasi teknis dari Badan Hukum

tertentu dan izin diberikan oleh :

- Gubernur Kepala Daerah dalam hal sungai yang bersangkutan mengalir

pada satu Propinsi.

- Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam hal sungai yang bersangkutan

mengalir pada lebih dari satu propinsi.

Page 11: sempadan Sungai

(5) Masyarakat yang memanfaatkan Lahan didaerah manfaat sungai, dapat

dikenakan kontribusi dalam rangka pemeliharaan daerah manfaat sungai

yang dapat berupa uang atau tenaga.

BAB IV

DAERAH PENGUASAAN SUNGAI

Bagian Pertama

Pasal 15 (1) Penetapan daerah penguasaan sungai dimaksudkan agar

pejabat yang

berwenang dapat melaksanakan upaya pembinaan sungai seoptimal

mungkin bagi keselamatan umum.

(2) Batas daerah penguasaan sungai yang berupa daerah retensi ditetapkan

100 (seratus) meter dari elevasi banjir rencana di sekeliling daerah

genangan, sedangkan yang berupa dataran banjir ditetapkan berdasarkan

debit banjir rencana sekurang-kurangnya periode ulang 50 (lima puluh)

tahunan.

(3) Pejabat yang berwenang mengatur rencana peruntukan daerah

penguasaan sungai dengan memperhatikan kepentingan instansi lain yang

bersangkutan.

Bagian Kedua

Pemanfaatan

Pasal 16

(1) Masyarakat dapat memanfaatkan lahan didaerah penguasaan sungai

untuk kegiatan / keperluan tertentu sesuai dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15 ayat (3). (2) Izin pemanfaatan lahan

didaerah penguasaan sungai yang berada didaerah sempadan, diberikan

oleh pejabat yang Berwenang sesuai dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).

(3) lzin pemanfaatan lahan penguasaan sungai yang berada diluar daerah

sempadan, diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

BABV

Page 12: sempadan Sungai

BEKAS SUNGAI

Pasal 17

(1) Lahan bekas sungai merupakan inventaris kekayaan milik negara yang

berada dibawah pembinaan Direktur Jenderal atas nama Menteri.

(2) Pemanfaatan lahan bekas sungai diprioritaskan untuk:

a. Mengganti lahan yang terkena alur sungai baru.

b. Keperluan pembangunan prasarana pengairan

c. Keperluan pembangunan lainnya, dengan cara tukar bangun.

d. Keperluan budidaya, dengan syarat tertentu.

(3) Permohonan pemanfaatan lahan bekas sungai diajukan kepada Direktur

Jenderal.

(4) Direktorat Jenderal melakukan inventarisasi lahan bekas sungai, dan

mengadakan pemutakhiran data inventarisasi sekurang-kurangnya

5(lima) tahun sekali.

B A B VI

PENGAWASAN

Pasal 18

(1) Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan didalam peraturan

ini dilakukan oleh satuan kerja atau Badan Hukum tertentu yang menangani

sungai yang bersangkutan sesuai dengan Wewenang dan tanggung jawab

masing-masing.

(2) Laporan atas hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

disampaikan kepada:

a. Direktur Jenderal, untuk pengawasan pada wilayah sungai yang

menjadi kewenangan Pemerintah Daerah atau Badan Hukum

tertentu.

b. Dinas, untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi

kewenangan Pemerintah Daerah atau Badan Hukum tertentu.

(3) Pengusutan atas pelanggaran ketentuan didalam Peraturan ini dapat

dilakukan oleh :

Page 13: sempadan Sungai

a. Pihak kepolisian, dalam hal belum terbentuk Penyidik Pengawai Sipil

(PPNS) atau

b. Penyidik Pegawai Neger iSipil (PPNS) untuk selanjutnya diteruskan

kepada pihak kepolisian.

Pasal 19

(1)Masyarakat wajib mentaati ketentuan-ketentuan pemanfaatan

daerah sempadan, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan

sungai, bekas sungai yang ditetapkan oleh pejabat yang

berwenang.

(2)Masyarakat wajib ikut serta secara aktif dalam usaha pelestarian

dan pengamanan baik fungsi maupun fisik sungai.

BAB VII

SANKSI

Pasal 20

Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11

ayat (2), Pasal 12, Pasal 14 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 19

Peraturan ini dapat dikenakan sanksi berupa:

a. Sanksi pidana sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor

11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Peraturan Pemerintah Nomor 35

Tahun 1991 tentang Sungai, dan peraturan perundang-undangan lain

yang berlaku.

b. Sanksi adiministrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 21

(1)

B A B IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22

(1) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Page 14: sempadan Sungai

(2) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Menteri ini akan

ditetapkan dengan keputusan tersendiri.

(3) Peraturan Menteri ini disebarluaskan kepada yang bersangkutan untuk

diketahui dan atau dilaksanakan.

KAJIAN LEBAR SEMPADAN SUNGAI

(STUDI KASUS SUNGAI-SUNGAI DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA)

PENDAHULUAN

Dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang SumberDaya Air, dinyatakan bahwa

sungai merupakan salahsatu bentuk alur air permukaan yang harus

dikelolasecara menyeluruh, terpadu berwawasan lingkungan hidup dengan

mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk

sebesar-besarnyakemakmuran rakyat. Dengan demikian sungai

harusdilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan

fungsi dan kemanfaatannya, dan dikendalikandampak negatif terhadap

lingkungannya. Dalamrangka mewujudkan kemanfaatan sungai

sertamengendalikan kerusakan sungai, perlu ditetapkan garis sempadan

sungai, yaitu garis batasperlindungan sungai. Garis sempadan sungai ini

selanjutnya akan menjadi acuan pokok dalam kegiatan pemanfaatan dan

perlindungan sungai sertasebagai batas permukiman di wilayah

sepanjangsungai.Lebar sempadan sungai, dapat ditentukanberdasarkan

hitungan banjir rencana dan berdasarkankajian fisik ekologi, hidraulik dan

morphologi sungai

langsung di lapangan. Penentuan lebar sempadansungai dengan metode

banjir rencana pada umumnyamengalami kesulitan implementasi di

masyarakat,karena masyarakat kesulitan dalam memahami arti hitungan

banjir rencana. Sementara di era otonomi, fihak yang berwenang tidak

dapatmengimplementasikan segala sesuatu tanpapersetujuan masyarakat.

Penentuan berdasarkan dataekologi, morphologi dan hidraulik, dapat

lebihmudah dimengerti oleh masyarakat, karena batasanmorphologi, ekologi

Page 15: sempadan Sungai

dan hidraulik dapat dilihatsecara langsung di lapangan.Penelitian diawali

dengan dengan inventarisasidan studi terhadap lebar sempadan sungai

yangbersumber dari berbagai literatur. Sumber iniselanjutnya disarikan dan

dipakai sebagiapertimbangan untuk melakukan penelitian penetapanlebar

sembadapan sungai. Selanjutnya dilakukankajian terhadap peraturan-

peraturan yang terkaitdengan sempadan sungai. Survei lapangan

dilakukanuntuk menemukenali keterkaitan lebar sempadansungai dengan

morphologi melintang sungai, ekologi tumbuhan pinggir sungai dan faktor

hidraulik muka air sungai. Hasil akhir penelitian adalah berupa

analisis deduktif-induktif dari studi literatur, peraturan-peraturan dan kajian

lapangan yang selanjutnya ditampilkan dalam tabel dan butir-butir

ketentuan dasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan tata urutan sebagai berikut:

1. Identifikasi lebar sempadan sungai berdasarkanstudi pustaka.

2. Identifikasi lebar sempadan sungai berdasarkanperaturan-peraturan

pemerintah Indonesia.

3. Survei lapangan dengan melakukan identifikasimorphologis tampang

melintang sungai,hidraulik muka air sungai dan karakteristikvegetasi pinggir

sungai.

4. Identifikasi tampang melintang sungai denganmelaukan pembuatan

sketsa tampang sungai.Dengan sketsa tersebut selanjutnyan dapatdipelajari

dan ditentukan dimana letak tepisungai dan lebar sempadan sungai.

5. Identifikasi jenis vegetasi, dipakai sebagai bahanpertimbangan apakah

lebar sempadan sungai yang ditetapkan memenuhi lebar yang diperlukan

bagi vegetasi pinggir sungai.

6. Kajian komprehensif lebar sempadan sungai danpenyajian lebar

sempadan sungai dalam bentuktabel.

STUDI PUSTAKA

A. Penentuan Lebar Garis Sempadan Sungai

Page 16: sempadan Sungai

Beberapa metode penetapan lebar sempadan sungai yang diperoleh dari

studi literatur adalah

sebagai berikut:

1. Lebar sempadan yang diperlukan untukperbaikan fungsi ekologi aquatik

dan terestrial,kualitas air, hidraulik dan morphologi sungai.

Hasil studi literatur mengenai sempadan sungaiberdasarkan fungsi ekologi,

kualitas air, hidraulikdan morphologi serta tujuan ditetapkannya

disajikandalam tabel 1, 2 dan 3 berikut ini.

Tabel 1. Lebar sempadan sungai untuk berbagai tujuan pada berbagai

publikasi

Lebar Sempadan (tidak termasuk bantaran keamanan) dengan tujuan

konservasi

Publikasi Lokasi

Perbaikan

kualitas air

Perbaikan

habitat

aquatik

Perbaikan

Habitat biota

terestrial

CRJC, 2000 Connecticut

river

30,48 m

(kemiringan ≤

15˚)

30,48 m 91,44 m

SCSRP,

2004

South

Carolina

Page 17: sempadan Sungai

(12,19 –

24,38) m

(tergantung

kemiringan)

- (30,48 -

91,44) m

Fischer &

Fischenich,

2000

- (5 – 30) m (3 – 10) m (30 – 500) m

Schueler,

1995

Urban

rivers

30,48 m

Resume (5 – 30) m (3 – 30,48)

m

(30 – 500) m

Sumber: Rancangan Naskah Akademis Lebar Sempadan Sungai,

Subdinas Pengairan Provinsi DIY, 2006, disempurnakan.

Tabel 2. Lebar sempadan sungai untuk berbagai

tujuan pada berbagai literatur

Lebar Sempadan Sungai terkait dengan

perlindungan kualitas air

Publikasi/autor

Lebar

Dasar

Keterangan

82 ft =

25 m

Menghilangkan 80% sedimen

Page 18: sempadan Sungai

150 ft =

45 m

Melindungi kualitas air dari sedimen dan

polusi

197 ft =

30 m

Menghilangkan suspended solid dan

nitrogin

Dasbonnet et al.

1994

279 ft =

80 m

Menghilangkan 80 % polutan

Wong &

McCuen, 1991

dalam

Divelbiss, 1994

150 ft =

45 m

Mengurangi angkutan sedimen 90%

Jacobs &

Gillram, 1985

15 m Menghilangkan nitrat dari air buangan

pertanian

Resume (15 – 80

) m

Meningkatkan kualitas air

Sumber: Rancangan Naskah Akademis Lebar Sempadan Sungai,

Subdinas Pengairan Provinsi DIY, 2006, disempurnakan.58 Kajian Lebar

Sempadan Sungai (Studi Kasus Sungai..................................... (Agus

Maryono)

Page 19: sempadan Sungai

Tabel 3. Lebar Sempadan Sungai terkait memberikan

ruang meandering dan perlindungan banjir

pada berbagai literatur.

Lebar sempadan sungai terkait pemberian ruang

untuk meandering dan perlindungan banjir

Publikasi/autor

Lebar Dasar Keterangan

Smardon &

Felleman, 1996

2 kali lebar

kanopi pohon

sisi sungai

Untuk memberikan ruang untuk

meandering

Verry, 1992

dalam Divelbiss,

1994

150 ft = 45 m Perlindungan banjir

Bertulli, 1981

dan Castelle et al

, 1994

(50-90) m Perlindungan banjir 100 tahunan

Lynch & Corbett,

1990

115 ft = 30 m Di daerah hutun dapat mengurangi

peningkatan fluktuasi maka air dan

suhu sungai karena penebangan

hutan.

Lewis,1998 120 ft = 36 m

(dua kali

diameter

Page 20: sempadan Sungai

kanopi pohon

= 2x 18 m =

36 m).

Menjaga stabilitas sistem aquatik

sungai di hutan, lebar sempadan

setara dengan dua kali lebar kanopi

pohon ( 2x18 m) di sempadan.

Resume (5 – 90) m Perlindungan gerakan meander dan

banjir

Sumber: Rancangan Naskah Akademis Lebar Sempadan Sungai,

Subdinas Pengairan Provinsi DIY, 2006, disempurnakan.

Kajian literatur pada tabel 1, 2 dan 3 tersebut

menunjukkan bahwa ketentuan lebar sempadan

sungai (dalam hal ini sungai kecil dan menengah

karena contoh-contoh sungainya adalah sungai kecil

dan menengah) dari berbagai sumber literatur masih

sangat bervariasi. Namun dari literatur-lieratur

tersebut dapat disimpulkan bahwa manfaat sempadan

sungai terhadap konservasi sungai (baik ekologi,

hidraulik dan morphologinya) sangat signifikan.

Lebar sempadan untuk konservasi perbaikan kualitas

air, dengan manfaat seperti ditunjukkan pada tabel 2,

adalah 5 m sampai 80 m, untuk konservasi habitat

aquatik 3 m sampai 30,48 m dan untuk konservasi

habitat terestrial adalah 30 m sampai 500 m.

Sedangkan untuk memberikan ruang meandering dan

perlindungan terhadap banjir diperlukan sempadan

sungai 5 m sampai 90 m. Dari literatur tersebut

dapat disimpulkan bahwa lebar sempadan sungai

yang memenuhi syarat untuk berbagai tujuan seperti

pada tabel 1, 2 dan 3 adalah antara 3 – 90 m. Khusus

Page 21: sempadan Sungai

untuk perlindungan vegetasi terestrial diperlukan

sempadan sungai dari 3 – 500 m.

2. Penetapan garis sempadan berdasarkan

morphologi melintang dan hidraulik banjir

sungai.

Lebar sempadan sungai menurut literatur pada

tabel 1, 2 dan 3 ditentukan secara langsung tanpa

membagi daerah sempadan sesuai dengan fungsi

bagian-bagianya. Sedang penetapan lebar sempadan

menurut Maryono (2005); didasarkan proses

perubahan fisik morphologi, hidraulik, ekologi dan

sosial/keamanan masyarakat. Sempadan sungai

selanjutnya dibagi menjadi bantaran banjir (flood

plain), bantaran longsor (sliding plain), bantaran

ekologi penyangga dan bantaran keamanan (Gambar

1).

Gambar 1. Korelasi kedalaman dan lebar sungai menurut

Maryono, 2005, dimodifikasi.

a. Bantaran banjir Lb ; adalah lebar antara titik batas

muka air normal sungai dengan titik batas pada

saat banjir (banjir yang paling sering terjadi).

Lebar bantaran banjir ditentukan dengan

memeriksa langsung potongan melintang sungai

di lapangan. Lebar bantaran banjir untuk masingmasing penggal sungai

dapat berbeda tergantung

morfologi melintang dan memanjang sungai.

Disamping itu terdapat juga sungai tanpa

bantaran banjir dan sungai dengan bantaran

banjir relatif sangat lebar dibandingkan dengan

tinggi tebing singai.

b. Bantaran longsor Ll

Page 22: sempadan Sungai

; ditentukan berdasarkan

sudut penyebaran beban (gambar 2), yaitu 45

(tg 45 = 1). Namun, untuk memberi keamanan

terhadap keruntuhan dengan angka aman 1,5 (arc

ctg 1,5 = 33,7 ), maka sudut aman tebing dapat

digunakan 33,7. Lebar bantaran longsor

minimal didapat satu setengah kali ketinggian

tebing dihitung dari kaki tebing (1,5 H).

Bantaran longsor ini sangat penting untuk

memberikan pengertian akan adanya daerah

potensi longsor di tebing sungai. Untuk sungai

tanpa tebing, bantaran longsornya tidak ada dan

tebing sungai termasuk dalam bantaran longsor.dinamika TEKNIK SIPIL,

Volume 9, Nomor 1, Januari 2009 : 56 - 66 59

Gambar 2. Penentuan bantaran longsor Ll

= 1,5 H , H

adalah tinggi tebing sungai

c. Bantaran ekologi penyangga Le

; adalah bantaran

ekologi yang terletak di luar bantaran longsor

yang fungsinya menjaga ekologi yang berada di

dalamnya yaitu ekologi di bantaran banjir dan

bantaran longsor. Besarnya bantaran ekologi

penyangga bervariasi tergantung jenis vegetasi

dan keanekaragaman hayati daerah tersebut.

Gambar 3. Labar bantaran ekologi penyangga, untuk

menjamin keberlangsungan organisme

aquatik dan memberi kesempatan dinamik

meandering pada sungai ( 1 H ≤ Le ≤ 2 H

atau 2 sampai 4 kali lebar kanopi pohon

pinggir sungai).

Page 23: sempadan Sungai

Berdasarkan pemeriksaan diameter kanopi

vegetasi besar pada sempadan sungai, maka lebar

bantaran ekologi penyangga untuk mempertahankan

fungsi aquatik sungai dan ditambah dengan lebar

sempadan guna memberi ruang untuk meandering,

dapat dipakai dua kali sampai 4 kali lebar diameter

kanopi vegetasi besar (Smardon & Felleman, 1996

dan Lewis, 1998 dalam Subdinas Pengairan DIY,

2006). Gambar 3 menjelaskan bahwa berdasarkan

analisis panjang akar vegetasi, diameter jangkauan

pajang akar kearah samping (Dr) sama dengan 1,5 –3

Dk atau Dr

= 2,25 Dk dimana Dk = diameter lebar

kanopi vegetasi yang bersangkutan (Morgan, 1995).

Selanjutnya panjang akar maksimum vertikal

kedalam tanah (Rv) sama dengan kedalaman garis

muka air tanah (H), karena akar tanaman selalu

diatas muka air tanah terendah yang berhubungan

dengan muka air sungai, maka Rv = H (Morgan,

1995). Pada kondisi dimana struktur tanahnya

homogen dengan tipe akar R-type, maka dapat

diasumsikan panjang pertumbuhan akar vertikal

kebawah minimal sama dengan diameter

pertumbuhan akar ke samping ( Rv= Dr

atau Dr= H).

Maka lebar diameter dari dua sampai empat kanopi

vegetasi (2 Dk sampai 4 Dk) dapat didekati dengan

lebar satu sampai dua kali kedalaman tebing sungai (

H sampai 2 H), dengan 4 Dk = (4/2,25) x H => 2 H

(periksa Gambar 3). Karena jenis vegetasi dan

struktur tanah pinggir sungai bervareasi, maka

Page 24: sempadan Sungai

pendekatan ini harus disesuaikan dengan kondisi riil

di lapangan dengan cara mengukur lebar kanopi

pohon besar yang ada. Lebar bantaran ekologi

diambil selebar dua sampai empat kali lebar kanopi

pohon besar diukur dari titik akhir bentaran longsor

(periksa Gambar 3).

d. Bantaran keamanan Lk ; adalah lebar areal

yang berfungsi sebagai ruang keamanan sungai

kaitannya dengan desakan masyarakat sosial.

Sehingga lebar bantaran keamanan ini sangat

dipengaruhi oleh situsi sosial pada penggal yang

ditinjau. Lebar bantaran keamanan ditentukan oleh

masyarakat dan pemerintah sendiri. Sampai saat

tulisan ini diturunkan belum ada penelitian tentang

bantaran keamanan. Sebagai acuan kasar dapat

dipakai lebar bantaran keamanan satu setengah

kedalaman tebing sungai (1,5 H). Dengan asumsi

bahwa jika terjadi erosi tebing sungai sampai

mencapai batas luar bantaran ekologi, maka masih

terdapat bantaran keamanan yang lebarnya sama

dengan bantaran longsor Ll

= 1,5 H (lihat analisis

bantaran longsor).

Tabel 4. Kriteria penetapan lebar sempadan sungai menurut Permen PU

63/1993

Di luar kawasa perkotaan Di dalam kawasan perkotaan

No Tipe sungai

Tipikal potongan

melintang sungai

Kriteria Lebar minimal Kriteria Lebar minimal

Pasal

Page 25: sempadan Sungai

1.

Sungai bertanggul (diukur

dari kaki tanggul sebelah

luar)

- 5 m 3 m Pasal 6

Sungai besar (luas

DPS < 500 KM2

)

100 m Kedalaman > 20 m 30 m Pasal 7 & 8

Kedalaman 3m sd.

20 m

2. 15 m Pasal 7 & 8

Sungai tak bertanggul

(diukur dari tepi sungai)

Sungai kecil (luas

DPS < 500 km

2

)

50 m Kedalaman sd. 3 m 10 m Pasal 7 & 8

5.

Sungai yang terpengaruh

pasang surut air laut (dari

tepi sungai)

- 100 m - 100 m Pasal 10

H

R H

v

V

D

r

Ll = 1,5 H

Page 26: sempadan Sungai

45°

33,7°

4Dk

Dk Dk

33,7°

1 H ≤ Le ≤ 2 H Ll

= 1,5 H60 Kajian Lebar Sempadan Sungai (Studi Kasus

Sungai..................................... (Agus Maryono)

3. Lebar sempadan sungai menurut Permen PU

63/1993:

Penentuan lebar sempadan didasarkan pada

lokasi di luar kawasan perkotaan, di dalam kawasan

perkotaan, sungai besar, sungai kecil, kedalaman

sungai, sungai bertanggul dan tidak bertanggul, dan

sungai yang terpengaruh pasang surut. Pembagian

lebar sempadan sungai berdasarkan geometri

tampang melintang sungai yang dijabarkan dalam

bentuk tabel merupakan pembagian sempadan sungai

yang relatif mudah dipahami dibanding dari berbagai

sumber literatur yang lain. Sampai sejauh ini belum

dapat ditemukan kajian akademis penetapan Permen

PU 63/1993 ini. Peraturan tersebut disajikan dalam

Tabel 4 sebagai berikut.

B. Penentuan Lebar Sempadan Sungai Menurut

Luas Daerah Aliran Sungai

Untuk menentukan lebar sempadan sungai, juga

diperluan penetapan definisi tentang sungai besar,

menengah dan kecil. Heinrich & Hergt (1999)

mengklasifikasikan sungai bersarkan luas DAS

menjadi sungai besar, menengah dan kali/sungai

kecil, seperti dalam tabel 5.

Page 27: sempadan Sungai

Menurut Permen PU 63/1993, sungai dapat

diklasifikasikan menjadi dua yaitu sungai besar dan

sungai kecil. Disebut sungai besar jika mempunyai

luas DAS lebih dari 500 km

2

(luas DAS 500 km

2

)

dan sungai kecil dengan luas DAS kurang dari 500

km

2

(luas DAS < 500 km

2

). Masih banyak peneliti

lain yang mengklasifikasikan besar-kecilnya sungai

berdasarkan lebar sungai, debit dan kecepatan arus.

Dalam penelitian ini akan dipakai kombinasi antara

kriteria luas DAS dari Heinrich & Hergt (1999) baik

untuk sungai kecil, sedang dan besar.

Tabel 5. Klasifikasi sungai besar, menengah dan

kecil berdasar luas DAS

Nama Luas DAS Lebar Sungai

Kali kecil dari mata

air

0-2 km

2

0-1 m

Kali kecil 2-50 km

2

1-3 m

Sungai sedang 50-300 km

Page 28: sempadan Sungai

2

3-10 m

Sungai besar > 300 km

2

> 10 m

Sumber : Heinrich & Hergt, 1999.

C. Penentuan Sempadan Sungai yang

Terpengaruh Pasang Surut

Ketentuan lebar sempadan sungai pada sungaisungai yang terpengaruh

pasang-surut dapat

ditemukan pada Permen PU 63/1993. Lebar

sempadan sungai untuk sungai-sungai yang

terpengaruh pasang surut selebar 100 m dihitung dari

tepi sungai dan berlaku baik untuk kawasan

perkotaan maupun di luar kawasan perkotaan. Untuk

kawasan semi perkotaan tidak diatur dalam Permen

PU. Pada penelitian ini pengaruh pasang surut sungai

tidak diteliti. Perlu juga dimasukkan faktor kejadian

Tsunami, sehingga sempadan sungai di daerah muara

menjadi jauh lebih lebar dari ketentuan yang

ditetapkan pada Permen PU 63/1993.

D. Penentuan Tepi Sungai sebagai Titik Acuan

Garis Sempadan

Kajian literatur mengenahi tepi sungai masih

sangat terbatas. Menurut Permen PU 63/1993, tepi

sungai ditetapkan pada titik tertinggi tebing sungai

yang berbatasan dengan teras sungai. Tepi sungai

berada di luar bantaran banjir dan masih berada pada

bantaran longsor. Lebar sempadan sungai dihitung

dari tepi sungai ke arah luar. Tepi sungai pada sungai

dengan tepi yang tidak jelas seperti sungai-sungai

Page 29: sempadan Sungai

dengan tebing landai di daerah pantai, menurut

Permen tersebut tepi sungai ditetapkan berdasarkan

kondisi erosi yang ada dan hitungan banjir rencana.

Tepi sungai menurut Maryono (2005) ditetapkan

berdasarkan survei tampang melintang sungai. Tepi

sungai dapat ditentukan di lapangan berdasarkan alur

morphologi sungai dan berdasarkan analisis tampang

geometri sungai saat dilakukan pemeriksaan. Tepi

sungai dapat ditetapkan pada titik awal bantaran

banjir, yaitu garis batas air dengan tebing sungai

pada saat muka air normal atau ditetapkan pada titik

atas tebing sungai. Dalam menghitung lebar

sempadan perlu melihat dimana tepi sungai yang

ditetapkan.

Tepi sungai untuk daerah yang terpengaruh

pasang surut dan Tsunami sampai sekarang belum

ditemukan literatur dan peraturan yang baku. Hal ini

perlu dilakukan penelitian secara khusus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penentuan Daerah Sempadan Sungai

Berdasar Kajian Morphologi Tampang

Melintang Sungai

Guna mengetahui komponen morphologi,

hidraulik dan ekologi sepanjang sempadan sungai,

maka dilakukan survei lapangan di berbagai alur

sungai; alur sungai besar, sungai menengah/sungai

kecil, bagian hulu, bagian tengah dan bagian hilir.

Hasil survei kondisi riil sempadan sungai disajikan

dalam tabel 6. Data kondisi sempadan sungai hasil

survei ini selanjutnya digunakan untuk mempelajari

karakteristik bantaran banjir, bantaran longsor dan

Page 30: sempadan Sungai

bantaran ekologi penyangga. Dalam penelitian ini

hanya dilakukan pemeriksaan kualititif, tidak

dilakukan pengukuran secara detail lebar bantaranbantaran

tersebut.dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 1, Januari 2009 : 56 - 66

61

Tabel 6. Segmen Sempadan Sungai

No Sungai Segmen Nama Lokasi Foto Lokasi

Hulu Jembatan

Ngapak,

Desa Kembang,

Kecamatan

Nanggulan,Kab

.Kulonprogo

Kawasan luar

perkotaan.

Tengah Jembatan

Bantar,

Desa Sentolo,

Kecamatan

Sentolo, Kab.

Kulonprogo.

Kawasan luar

perkotaan.

1 Progo

(sungai

besar)

Hilir Jembatan

Srandakan,

Desa Brosot,

Kecamatan

Galur, Kab.

Page 31: sempadan Sungai

Kulonprogo.

Kawasan luar

perkotaan

Hulu Randusari,

Kecamatan

Prambanan,

Kab. Sleman.

Kawasan luar

perkotaan.

Tengah Dusun

Sepetmadu,

Desa

Tamanmartani,

Kecamatan

Kalasan, Kab.

Sleman.

Kawasan luar

perkotaan

2 Opak

(sungai

menen

gah)

Hilir Desa

Wukirsari,

Kecamatan

Imogiri, Kab.

Bantul.

Kawasan luar

perkotaan.

3 Oyo

(sungai

Page 32: sempadan Sungai

menen

gah)

Hulu Desa Bunder,

Kecamatan

Patuk, Kab.

Gunung Kidul.

Kawasan luar

perkotaan.

Tengah Jembatan Siluk

Desa

Selopamioro,

Kecamatan

Imogiri, Kab.

Bantul.

Kawasan luar

perkotaan.

Hilir Tempuran

Sungai Opak

dan Sungai

Oyo

Sebelah barat

Desa

Srihardono,

Kecamatan

Pundong, Kab.

Bantul.

4 Code

(sungai

menen

gah –

kecil)

Page 33: sempadan Sungai

Tengah Kota

Yogyakakarta.

Kawasan

perkotaan.

5 Winon

go

(sungai

menen

gahkecil)

Hulu

kota

Kota

Yogyakarta.

Kawasan suburban.

Hulu

kota

Jetis, Kab.

Sleman, DIY

Kawasan luar

perkotaan

6 Gadjah

Wong

(sungai

menen

gahkecil)

Hulu

kota

UIN (IAIN),

Kab. Sleman

DIY. Kawasan

perkotaan

Page 34: sempadan Sungai

Sumber : Hasil penelitian, 2006

Untuk menganalisis bentang melintang

morphologi bantaran sungai dipilih cara membagi

sempadan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil,

sehingga akan memudahkan dalam menganalisis

lebar sempadan yang dibutuhkan pada setiap

tampang melintang suatu sungai. Sedang lebar

sempadan yang didasarkan pada konservasi kualitas

air, gerakan meander, menanggulangi banjir dll.,

seperti dalam literatur pada table 1,2 dan 3

digunakan sebagai ketentuan pengontrol. Dalam

menentukan tepi sungai dilakukan berdasarkan cara

penentuan tepi sungai menurut Permen PU 63/1993,

karena cara ini lebih mudah dilakukan di lapangan.

Berikut ini disajikan hasil kajian sempadan dan

tepi sungai berdasarkan tampang melintang sungai di

berbagai lokasi penelitian dengan tipe-tipe sempadan

sungainya yang berbeda antara satu dengan lainnya

seperti juga disajikan pada tabel 6.

1. Sungai yang langsung bersinggungan dengan

tebing vertikal (kemiringan tebing 45) dan

tidak terdapat bantaran banjir, maka sempadan

sungai dibagi menjadi tiga daerah yaitu bantaran

longsor, bantaran ekologi penyangga dan bantaran

keamanan.62 Kajian Lebar Sempadan Sungai (Studi Kasus

Sungai..................................... (Agus Maryono)

2. Jika salah satu sisi berbatasan dengan tebing

berkemiringan 45 dan sisi yang lain

berbatasan dengan tebing berkemiringan 45,

maka pada sisi dengan tebing berkemiringan

45 perlu ada bantaran longsor yang diikuti

Page 35: sempadan Sungai

dengan bantaran ekologi penyangga dan bantaran

keamanan. Sedangkan pada sisi yang lain,

bantaran dibagi menjadi tiga daerah yaitu

bantaran banjir, bantaran ekologi penyangga dan

bantaran keamanan.

Gambar 5. Potongan melintang sungai dengan tebing landai sampai curam di

kedua sisi.

3. Sungai yang memiliki bantaran banjir pada satu

sisi dan tebing yang curam (kemiringan 33,7)

pada sisi yang lain, maka pada sisi dengan

tebing curam bantaran dibagi menjadi tiga

daerah yaitu bantaran longsor, bantaran ekologi

penyangga dan bantaran keamanan. Pada sisi

yang lain daerah sempadan mencakup bantaran

banjir, bantaran ekologi penyangga dan bantaran

keamanan.

Gambar 4. Potongan melintang sungai dengan tebing relatif vertikal pada

kedua sisidinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 1, Januari 2009 : 56 - 66

63

Gambar 6. Potongan melintang sungai dengan tebing curam (kemiringan

33,7) pada satu sisi

dan landai pada sisi lain dengan bantaran banjir.

4. Sungai yang memiliki bantaran banjir sebagai

akibat dari penurunan lahan di tepi sungai, dan

tebing sisi luar bantaran banjir. Pembagian

daerah sempadan terdiri dari empat daerah, yaitu

bantaran banjir, bantaran longsor, bantaran

ekologi penyangga dan bantaran keamanan.

Gambar 7. Sungai dengan bantaran banjir dan tebing longsor pada kedua

sisinya.

5. Sungai yang memiliki tebing dengan

Page 36: sempadan Sungai

kemiringan 33,7 pada kedua sisi, maka

daerah sempadan ditentukan menjadi tiga

wilayah yaitu, bantaran banjir, bantaran ekologi

penyangga dan bantaran keamanan.

Gambar 8. Sungai dengan kemiringan 33,7 pada kedua sisi.64 Kajian

Lebar Sempadan Sungai (Studi Kasus Sungai..................................... (Agus

Maryono)

Dari hasil analisis tampang melintang sungai,

maka dapat disimpulkan bahwa pembagian daerah

sempadan menurut Maryono (2005) dapat diterapkan

pada bergai kondisi morphologi melintang sungai.

Sedang penentuan tepi sungai, dapat dilakukan

langsung di lapangan menggunakan cara dari Permen

PU 63/1993. Perbandingan lebar sempadan sungai

berdasarkan permen PU 63/1993 dengan Maryono

(2005) dapat disajian dalam tabel berikut ini.

Tabel 7. Perbandingan lebar sempadan menurut

Permen PU 63/1993 dan Maryono, 2005.

Kriteria Kedalaman

Sungai (H)

Lebar Sempadan dan

Bantaran Sungai

Perbandingan lebar

sempadan menurut

Permen PU 63/1993

dan Maryono, 2005

H 3 m L ≥ 3 H

3 m < H < 20 m 1 H L 7 H

H > 20 m L 7 H

3 H < Ltotal < 7 H

diukur dari tepi

Page 37: sempadan Sungai

sungai,

(Permen PU

63/1993)

Bantaran banjir Lb = tergantung

morphologi sungai

Bantaran longsor 1,5 H < Ll (didasarkan

pada sudut penyebaran

beban dengan angka

aman 1,5)

Bantaran ekologi 1 H ≤ Le ≤ 2 H

(atau dipakai dua sampai

empat kali diameter

kanopi pohon besar yang

ada)

Bantaran keamanan 1,5 H < Lk

(berdasarkan analisis

bantaran longsor atau

ditentukan oleh

masyarakat)

4 H Ltotal 6 H

ditambah Lb , diukur

dari tepi sungai

pada tinggi muka air

tata-rata diluar

bantaran banjir,

diferifikasi dengan

kondisi lapangan

(studi pustaka Tabel

1,2, 3 dan 6 serta

Gambar 4-8)

Sumber : Hasil analisis data penelitian dan literatur

Page 38: sempadan Sungai

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa

ketentuan lebar sempadan sungai menurut Permen

PU 63/1993 (3 H < Lebar sempadan sungai < 7H)

relatif bersesuaian dengan lebar sempadan sungai

menurut Maryono ( 4 H < Lebar sempadan sungai <

6 H).

Kriteria lebar sempadan berdasarkan wilayah

perkotaan dan luar perkotaan seperti pada Permen

PU 63/1993, dalam penelitian ini dapat dikebangkan

menjadi daerah urban (perkotaan), sub-urban (periurban) dan rural

(pedesaan). Hal ini karena terdapat

perbedaan yang segnifikan antara ketiga daerah

tersebut seperti ditunjukkan pada tabel 6. Berdasar

pengamatan sempadan sungai di lapangan secara

langsung, diperoleh hasil kualitatif bahwa tingkat

kepadatan dan penetrasi ke sempadan sungai di

daerah peri urban lebih rendah dari daerah perkotaan

dan lebih tinggi dibanding daerah pedesaan. Maka

lebar sempadan daerah peri-urban sebagai

pendekatan awal dapat didekati dengan interpolasi

antara lebar sempadan daerah urban dan daerah

pedesaan.

B. Penentuan Kategori Sungai

Untuk pemakaian di DIY, dimana terdapat

sungai besar misal Progo dan Oya; sungai menengah

misalnya sungai Opak, Code, Winongo; dan sungai

kecil misalnya sungai Kuning dan Widuri, maka

klasifikasi sungai direkomendasikan menggunakan

klasifikasi sungai menurut Heinrich & Hergt (1999);

dimana sungai besar dengan luas DAS 300 km

2

Page 39: sempadan Sungai

,

sungai sedang dengan luas DAS antara 50 km

2

sampai dengan 300 km

2

(50 < luas DAS 300 km

2

),

dan sungai kecil dengan luas DAS < 50 km

2

.

Ketentuan tersebut sesuia dengan kondisi di Daerah

Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Sedang untuk

daerah lainnya seperti di Kalimantan dan Irian Jaya

perlu penelitian lebih lanjut.

C. Penentuan Tepi Sungai

Titik acuan sempadan sungai menurut permen

PU 63/1993 adalah tepi sungai, ditentukan melalui

kajian terhadap morfologi tampang melintang sungai,

khususnya untuk sungai yang masih alami (tidak

bertalud). Sedangkan untuk sungai bertalud, titik

acuan tepi sungai belum terdapat literatur pendukung

maupun peraturan yang berlaku. Oleh karena itu titik

acuan ditentukan berdasarkan pendekatan historis

tebing sungai sebelum dibangun talud. Hasil survey

lapangan yang disajikan pada tabel 6 selanjutnya

digambarkan potongan melintang sungainya. Tepi

sungai dapat ditentukan berdasarkan studi kualitatif

geometri tampang melintang sungai tersebut.

1. Sungai dengan tampang berbentuk “V” tanpa

bantaran banjir. Tepi sungai adalah titik

Page 40: sempadan Sungai

perubahan dari bidang tebing ke teras.

Gambar 9. Tipikal tepi sungai berbentuk tampang-V

2. Sungai dengan tampang-V dengan tebing curam

dan dengan sedikit atau tanpa bantaran banjir.

Tepi sungai adalah pada titik sudut perubahan

tebung ke teras sungai seperti gambar berikut

ini:

Gambar 10. Tipikal tepi sungai pada tampang sungai yang

memiliki sedikit bantaran banjirdinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 1,

Januari 2009 : 56 - 66 65

3. Sungai yang memiliki bantaran banjir pada satu

sisi dan tebing yang curam pada sisi yang lain,

tepi sungai ditentukan pada sudut bagian atas

tebing. Sedang tepi sungai lainnya adalah pada

berbatasan bantaran banjir.

Gambar 11. Tipikal tepi sungai pada tampang sungai

berbatasan langsung dengan tebing curam

pada satu sisi dan terdapat bantaran banjir di

sisi yang lain

4. Sungai yang memiliki bantaran banjir sebagai

akibat dari penurunan lahan di tepi sungai, dan

membentuk bantaran banjir dengan elevasi yang

lebih rendah, maka tepi sungai adalah titik

bagian atas tebing diluar bantaran banjir.

Gambar 12. Tepi sungai pada bagian atas tebing diluar

bantaran banjir

D. Hasil Kajian Lebar Sempadan Sungai

Berdasarkan kajian literatur, Permen PU, survei

lapangan dan metode interpolasi, lebar sempadan

sungai (Ls) disajikan pada tabel 8. Untuk

mendapatkan besaran lebar sempadan sungai untuk

Page 41: sempadan Sungai

kawasan peri urban dilakukan interpolasi linier

antara besaran sempadan sungai di kawasan

pedesaan dan perkotaan. Demikian juga lebar

sempadan pada sungai sedang merupakan interpolasi

linier lebar sempadan sungai besar dan sungai kecil.

Tabel 8. Hasil kajian lebar sempadan sungai

Kawasan Perdesaan

Kawasan

Peri Urban

(interpolasi antara

kawasan pedesaan

dan perkotaan

Kawasan Perkotaan

Lebar Sempadan

Sungai (Ls)

Kriteria Ls Kriteria Ls Kriteria Ls

Sungai

Bertanggul

(mengacu

Permen PU

63/1993)

Dari kaki tanggul

luar

5 m

Dari kaki

tanggul

luar

4 m Dari kaki tanggul luar 3 m

Lebar (L) Sungai mengacu

literatur pada tabel. 5

Kedalaman (H) Sungai,

Page 42: sempadan Sungai

mengacu Tabel 2,3,4, 5 dan

modifikasi Permen PU

63/1993

Kriteria Identik dengan

Permen PU 63/1993

Kriteria Identik

dengan Permen PU

63/1993 Kriteria

lebar

sungai (L)

Lebar

sempadan (Ls)

Kriteria

tinggi

tebing (H)

Lebar

sempadan (Ls)

Sungai besar,

DAS > 300 km2

100 m

DAS > 300

km2

75 m L >15 m 50 m H > 15 m

50 m

(3 H < Ls <7,5

H)

Sungai sedang, 50

< DAS < 300

km2 (interpolasi)

75 m

50 < DAS

Page 43: sempadan Sungai

< 300 km2

50 m

3 m L

15 m

25 m

3 m H

15 m

25 m (3 H

<Ls< 7,5 H)

Sungai didak

bertanggul

(identik Permen

PU 63/1993 dan

mengacu litertur

pada tabel 6,7

dan 8. Interpolasi

untuk luasan

DAS menengah

dan kawasan peri

urban)

Sungai kecil,

DAS < 50 km2

50 m

DAS < 50

km2

30 m L 3 m 10 m H 3 m

10 m (3 H <

Ls< 7,5 H)

Tepi sungai Tepi sungai dapat ditetapkan bersama masyarakat dengan

ketentuan sesuai dengan Gambar 9, 10, 11, 12.

Sungai

Page 44: sempadan Sungai

terpengaruh

pasang surut dan

tsunami

Belum dapat direkomendasikan, perlu penelitian khusus sempadan sungai

pada daerah terpengaruh pasang surut dan

tsunami66 Kajian Lebar Sempadan Sungai (Studi Kasus

Sungai..................................... (Agus Maryono)

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil-hasil tersebut, dapat ditarik

kesimpulan dan saran sebagai berikut ini :

1. Hasil kajian lebar sempadan sungai dapat

disajikan seperti pada Tabel 8. Penyajian lebar

sempadan dengan tabel dapat lebih memudahkan

dalam implementasi di lapangan.

2. Ketentuan tepi sungai dapat ditentukan langsung

di lapangan dengan kriteria seperti dijelaskan

pada Gambar 9, 10, 11,12.

3. Pembagian lebar sempadan sungai menjadi

bagian-perbagian dapat memberikan gambaran

situasi dan fungsi masing-masing bagian dengan

jelas (Gambar 4, 5, 6, 7 dan 8).

4. Lebar sempadan sungai pada daerah yang

terpengaruh pasang-surut dan Tsunami serta

lebar keamanan tidak bisa ditetapkan dengan

penelitian ini, diperlukan penelitian lanjutan

khusus untuk masalah ini.

5. Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan penelitian

kualitatif lapangan guna memperbaiki hasil

sebelumnya.

6. Penelitian ini dapat diperluas untuk sungaisungai di luar DIY dengan

pengembangan

Page 45: sempadan Sungai

metode dan diarahkan kepada penelitian

kuantitatif.

DAFTAR PUSTAKA

Heinrich & Hergt, 1999, Atlas Oekologie, Deutsche

Verlag, Muenchen, Jerman.

Maryono, A, 2005, Menangani Banjir, Kekeringan

dan Lingkungan, Gama Press, 2005.

Morgan R. P.C, 1995, Slope Stabilization and

Erosion Control: A Bioengineering Approach, E

& FN SPON, London

Permen PU, No. 63, 1993, Peraturan Menteri PU

No. 63, tahun 1993. Departemen Pekerjaan

Umum, Jakarta.

Subdin Pengairan, DIY, 2006, Rancangan Naskah

Akademik, Peraturan Sempadan Sungai, 2006.

Dinas Pekerjaan Umum, DIY, Yogyakarta.

Garis Sempadan Sungai

December 22, 2010 by admin   

Filed under Aturan dan Perijinan

Leave a comment

Beberapa waktu lalu saya pernah menulis artikel Rumah Cantik di Tepi

Sungai mengenai pentingnya kita mengetahui Garis Sempadan Sungai,

yaitu jarak minimal bangunan dengan sungai.

Pada artikel kali ini saya akan bahas ketentuan-ketentuan dari dinasterkait

mengenai ijin mendirikan rumah di tepi sungai.

Page 46: sempadan Sungai

Seperti yang telah dibahas pada artikel sebelumnya, ketentuan jarak

bangunan dari sungai ditentukan oleh kedalaman sungai tersebut.

Gambarannya sebagai berikut:

Kedalam Sungai Garis Sempadan Sungai

0 – 3 meter 10 meter

3 – 10 meter 15 meter

10 – 20 meter 30 meter

dst Silakan cek ke dinas setempat

Garis Sempadan Sungai dihitung mulai dari tepi atau bibir sungai, bukan

dari as atau tengah sungai. Tepi atau bibir sungai bentuknya bervariasi.

Apabila lerengnya terjal atau curam akan mudah menentukan tepi

sungainya, tetapi kalau tingkat kelerengannya cukup landai agak sulit

menentukan posisi tepi sungainya.

Di bawah ini gambaran penampang sungai dan Garis Sempadan

Sungai:

Page 47: sempadan Sungai

Contoh syarat-syarat rekomendasi sempadan sungai di DI. Yogyakarta

Page 49: sempadan Sungai