SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA...

330

Click here to load reader

Transcript of SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA...

Page 1: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM

KABANTI BULA MALINO

TESIS

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan lmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Magister Sosial (M.Sos)

Oleh

La Ode Chusnul Huluk

NIM: 21140510100002

MAGISTER KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H / 2018 M

 

Page 2: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

 

Page 3: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

 

Page 4: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

 

Page 5: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini

Nama

NlM

: La Ode Chusnul Huluk

: 21140510100002

Dengan m1 menyatakan bahwa tesisi yang berjudul

SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM

KABANTI BULA MALINO

adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan

tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada

dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumher

kutipannya dalam tesis. Saya bersedia melakukan proses yang

semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

jika temyata tesis ini sebagian atau keseluruhan merupakan

plagiat dari karya orang lain.

Demikian pemyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 12 Oktober 2018

 

Page 6: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

i

ABSTRAK

Manuskrip Kabanti Bula Malino karangan Muhammad

Idrus Kaimuddin (MIK) telah menjelma sebagai media untuk

menyampaikan pesan-pesan dakwah. Ramainya pengoleksi dan

pegiat kabanti yang ikut memproduksi ulang manuskrip membuat

masyarakat semakin mudah mengoleksinya dalam bentuk

transliterasi dan terjemahan. Bersamaan dengan itu, aksara dan

penggunaan bahasa yang dibangun oleh pengarang tentu

memberikan pemaknaan berbeda bagi pembaca lain. Dalam tradisi

semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan

kesenian nada-nada dan keunggulan warisan budaya. Bula Malino

mengandung ide dan gagasan yang dibangun oleh penulis kabanti

dalam setiap bait agar tertanam dalam benak pembaca. Semiotika

naratif dimaknai sebagai upaya penghitungan atau pembacaan

kembali terhadap sebuah subjek dari keseluruhan teks untuk

melihat narasi dan perubahan cerita dari tanda dalam konteks ini

manuskrip kabanti.

Bula Malino bisa dipahami sebagai narasi yang

menceritakan makna-makna tertentu dan berfungsi sebagai

hiburan, edukasi, silaturahmi, dan ekonomi. Menurut Greimas,

sebuah syair seperti kabanti memiliki actant yang menjadi model

atau subjek yang mengarahkan jalan cerita dari sebuah teks, yaitu

sebagai penentu arah (sender), penerima (receiver), menjadi

subjek, sebagai objek, dan juga bisa menjadi pendukung

(adjuvant) atau penghambat (traitor). Melalui aktansial Greimas,

penelitian ini mengungkap makna-makna penting yang

tersembunyi dalam bait-bait aksara bahasa Wolio bahwasanya

manuskrip karangan MIK tersebut merupakan narasi dakwah

untuk memberikan kepercayaan kepada masyarakat agar

senantiasa bertakwa kepada Allah Swt selama di dunia untuk

mencapai predikat husnul khatimah di akhirat.

Kata kunci: Kabanti, Naratif, Manuskrip, Bula Malino,

 

Page 7: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

ii

ABSTRACT

Kabanti Bula Malino manuscript written by Muhammad

Idrus Kaimuddin (MIK) has been transformed as a medium to

deliver da'wah messages. The crowd of collectors and kabanti

activists who participated in the reproduction of manuscripts made

it easier for the public to collect them in the form of transliteration

and translation. At the same time, the characters and the use of the

language built by the authors certainly provide different meanings

for other readers. In the semiotic tradition, kabanti manuscripts do

not merely communicate the art of tone and excellence of cultural

heritage. Bula Malino contains ideas and ideas built by the writer

of kabanti in each verse so that it is embedded in the mind of the

reader. Narrative semiotics is interpreted as an effort to calculate

or re-read a subject from the entire text to see narratives and

changes in stories from signs in this context kabanti manuscripts.

Bula Malino can be understood as a narrative that tells

certain meanings and functions as entertainment, education,

friendship, and economy. According to Greimas, a poem like

kabanti has an actant that becomes a model or subject that directs

the storyline of a text, namely as a determinant of direction

(sender), receiver (receiver), being a subject, as an object, and can

also be a supporter (adjuvant) or inhibitor (traitor). Through

Greimas's activism, this research reveals the important meanings

hidden in the verses of the Wolio language script that the MIK

manuscripts are a da'wah narrative to give confidence to the

people to always fear Allah Almighty as long as in the world to

achieve the title husnul khatimah in the hereafter.

Keywords: Kabanti, Narrative, Manuscript, Bula Malino

 

Page 8: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

iii

KATA PENGANTAR

حيـــــــــم حمن الر بســـــــــم للا الر

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kenikmatan-Nya selama

menyusun tesis dan terutama selama menempuh studi program

magister di Universtias Islam Negeri Jakarta sejak tahun 2014

hingga tahun 2018. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan

kepada Nabi Muhammad SAW, beserta seluruh keluarganya,

sahabat dan para pengikutnya yang menjadi inspirator penulis

sehingga istikamah menuntaskan pendidikan pada jenjang ini.

Penulis sampaikan terima kasih tak terhingga kepada orang

tua penulis terutama kepada almarhumah Ibunda Wa Ode Zafiah

yang terus menyemangati studi penulis sampai beliau meninggal,

dan kepada Aba sebagai sosok pahlawan sekaligus informan

penting tentang penelitian ini. Begitu juga untuk keluarga yang

telah memberikan kasih sayang, do’a dan semangat yang menjadi

motivasi bagi penulis untuk dapat menyelesaikan pendidikan di

kampus tercinta ini.

Selanjutnya, saya mengucapkan teri makasih kepada pihak

yang telah membantu, memotivasi, dan membimbing penulis

selama mengikuti pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Maka dari itu pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih

kepada:

 

Page 9: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

iv

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. sebagai Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Arif Subhan, MA. sebagai Dekan Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Suparto, M.Ed,

Ph.D. sebagai Wakil Dekan I Bidang Akademik, Ibu Dr.

Roudhonah, MA. sebagai Wakil Dekan II Bidang

Administrasi Umum, dan Bapak Suhaimi, MA. sebagai

Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

3. Dr. Sihabuddin Noor, MA. sebagai Ketua Program Studi

Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Dr. Rulli Nasrullah, M.Si. sebagai Sekretaris Program

Studi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai Dosen Pemimbing

Penelitian Tesis yang telah banyak meluangkan waktunya

dalam membimbing penulis dari awal sampai akhir

penelitian skripsi ini selesai.

5. Dr. Tantan Hermansah, S.Ag., M.Si. sebagai Dosen

Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan

mengarahkan penulis selama menjadi mahasiswa.

6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Program Studi Magister

Komunikasi dan Penyiaran Islam yang telah memberikan

Pengajaran dan Pembelajaran teori maupun pengalaman

hidup yang luar biasa.

 

Page 10: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

v

7. Seluruh relawan museum kesultanan Buton di Keraton

yang telah memberikan yang telah terbuka kepada penulis

untuk melakukan penelitian tesis ini.

8. Bapak Al Mujzai, Bapak Syaifuddin (alm), Bapak La

Ambalangi (alm), Ibu Siti Suhura, dan Bapak La Ode

Yusrie sebagai narasumber pegiat kabanti yang

meluangkan waktunya untuk diwawancarai dan

memberikan banyak ilmu serta informasi penting untuk

tesis ini.

9. Ibu Ir Wa Ode Hamsinah Bolu, M.Sc. sebagai Anggota

DPD RI Daerah Pemilihan Sulawesi Tenggara periode

2015-2019 serta seluruh seluruh orang tua dari Himpunan

Kerukunan Masyarakat (HIKMA) Buton di Jakarta yang

telah memberikan dukungan dan bantuan kepada saya

sehingga studi ini dapat diselesaikan.

10. Para kakak Wa Ode Alfiati Kalsumi, Zahid Alqaf, La Ode

Iman Wahyuddin, Wahyu Hidayat, Muhammad Tsauban,

Wahiduddin Ridha, Istiqomah, dan adik Ahmed Maqbulah

yang tiada henti memberikan motivasi dan bantukan baik

secara moril maupun materil yang tak terhingga disaat

penulis menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah.

11. Seluruh teman-teman Program Studi Magister Komunikasi

dan Penyiaran Islam angkatan 2014 yang namanya tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga silaturahmi

tetap juga bisa menjaga semangat studi ke jenjang

berikutnya. Aamiin.

 

Page 11: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

 

Page 12: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

ABSTRAK .................................................................................. i

KATA PENGANTAR .............................................................. iii

DAFTAR ISI ........................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ................................................... 6

C. Batasan Masalah ....................................................... 11

D. Rumusan Masalah .................................................... 12

E. Tujuan Penelitian ...................................................... 12

F. Manfaat Penelitian .................................................... 13

1. Teoritis ................................................................. 13

2. Praktis .................................................................. 13

G. Tinjauan Kajian Terdahulu ..................................... 13

H. Metode Penelitian .................................................... 15

1. Paradigma Penelitian ......................................... 15

2. Objek Penelitian ................................................ 16

3. Jadwal Penelitian ............................................... 16

4. Prosedur Pengumpulan Data ............................. 18

5. Teknik Analisis Data ......................................... 19

BAB II NARASI, MEDIA, DAN BUDAYA ......................... 21

A. Naratif ......................................................................... 21

 

Page 13: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

viii

1. Teori dan Struktur Naratif ...................................... 24

2. Semiotika Naratif Greimasian ................................. 26

3. Aktansial Algridas Julian Greimas ......................... 28

B. Naratif dalam Syair ...................................................... 35

1. Syair di Indonesia .................................................. 38

2. Definisi Syair ......................................................... 38

3. Sejarah Perkembangan Syair ................................. 39

4. Syair yang Muncul di Buton .................................. 49

C. Media Dakwah ............................................................. 53

1. Definisi Media ....................................................... 54

2. Definisi Dakwah ................................................... 56\

3. Memahami Media Dakwah .................................... 59

4. Dakwah di Masa Lampau ...................................... 67

D. Budaya dan Artefak Budaya ........................................ 75

1. Arti Budaya ............................................................ 76

2. Konsep-konsep Kunci Kajian Budaya ................... 80

3. Artefak Budaya ...................................................... 85

E. Kerangka Berpikir ........................................................ 88

BAB III BUTON DAN MUNCULNYA KABANTI ............ 91

A. Asal Usul Nama Buton .............................................. 91

1. Berdirinya Kesultanan Buton ................................ 94

2. Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat ............... 97

3. Bahasa dan Kesenian Tradisional ....................... 101

B. Posisi Kabanti di Buton ........................................... 102

C. Mengenal Muhammad Idrus Kaimuddin (MIK) ....... 108

 

Page 14: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

ix

1. Pemikiran dan Gerakan Dakwah MIK ................ 108

D. Pertunjukan Kabanti berdasarkan Masanya .............. 109

1. Masa Kesultanan ................................................. 110

2. Masa Pasca Kesultanan ...................................... 112

E. Naskah-naskah Kabanti yang Diperoleh .................. 116

BAB IV PENCIPTAAN KABANTI BULA MALINO ...... 119

A. Manuskrip Kabanti Bula Malino .............................. 119

B. Transliterasi dan Terjemahan Bula Malino ............... 122

C. Diksi dan Majas Kabanti Bula Malino ....................... 130

1. Baris 1-28: Mukadimah (Mengingat Kematian) . 130

2. Baris 29-42: Gambaran Kehidupan Dunia .......... 139

3. Baris 43-50: Rukun Islam dan Ibadah Fardhu .... 144

4. Baris 51-58: Penjelasan Sifat Gibah dan Fitnah . 147

5. Baris 59-66: Makrifat Insaniah ........................... 149

6. Baris 67-82: Gambaran Dunia Fana ................... 152

7. Baris 83-112: Istikamah pada Kebaikan ............. 157

8. Baris 112-123: Keutamaan Fardhu ..................... 166

9. Baris 124-139: Menjaga Silaturahmi .................. 170

10. Baris 140-147: Rukun Iman ................................ 176

11. Baris 148-155: Penjelasan Makna Ikhlas ............ 178

12. Baris 156-163: Peristiwa Kiamat ........................ 180

13. Baris 164-183: Tanda-tanda Kiamat ................... 183

14. Baris 184-199: Tanda Kebesaran Allah Swt ....... 189

15. Baris 200-319: Peristiwa di Hari Akhir .............. 195

16. Baris 320-331: Mengikuti Ajaran Nabi .............. 227

17. Baris 332-382: Perjalanan Kehidupan ................ 232

D. Kabanti Sebagai Tradisi Lisan .................................. 248

 

Page 15: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

x

1. Teks Kabanti ....................................................... 248

2. Konteks Budaya dan Sosial Kabanti ................... 253

3. Fungsi Kabanti Tradisi Lisan .............................. 255

BAB V PEMAKNAAN KABANTI BULA MALINO ....... 257

A. Hubungan Penciptaan Kabanti dengan Pembaca .. 257

B. Tanda-tanda dalam Kabanti Bula Malino .............. 259

C. Aktansial Greimas dalam Kabanti Bula Malino .... 261

D. Kabanti Bula Malino sebagai Artefak Budaya ...... 270

E. Bula Malino sebagai Media Dakwah ..................... 272

1. Prespektif Ayat Al-Qur’an ............................... 272

2. Kabanti dalam Dakwah Kontemporer .............. 274

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................... 277

A. Simpulan ............................................................... 277

1. Kabanti Bula Malino sebagai Media Dakwah 279

2. Situasi Budaya dan Munculnya Kabanti ......... 280

B. Saran ...................................................................... 281

1. Faktor Pendukun ............................................. 281

2. Faktor Penghambat .......................................... 282

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

 

Page 16: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tesis ini melanjutkan penelitian sebelumnya, yaitu

Komunikasi Naratif Kitab Kabanti Bula Malino dan Pesan

Dakwah dalam Baris 332-383.1 Pada kajian kali ini, peneliti

melihat teks kabanti pada pendekatan studi media dan kajian

budaya dengan metode analisis semiotika naratif Greimasian.

Prosesi pertunjukan kabanti di Buton semakin mengalami

degradasi. Pemaknaan kabanti, khususnya Bula Malino, kerap

bergeser dengan apatisnya masyarakat terhadap budaya di Buton.

Orang di Buton semakin banyak, tetapi orang Buton yang mengerti

bahasa Buton sudah menipis. Hal tersebut menurut La Ambalangi,

seorang pegiat kabanti, salah satu yang menyebabkan kabanti

sudah mulai dilupakan.2

Senada dengan Yusrie, terkait dengan kabanti Wolio

seperti Bula Malino kini semakin sepi pertunjukkan. Beberapa

sanggar seni serta kegiatan budaya kesulitan membangun konsep

dari teks kabanti tersebut. Meskipun antusias guru-guru di

beberapa sekolah terlihat mengekspresikan kabanti tersebut di

dunia maya, namun kabanti jeni agama ini memiliki porsi kecil

1 La Ode Chusnul Huluk, Komunikasi Naratif Kitab Kabanti Bula

Malino dan Pesan Dakwah dalam Baris 332-383, (FIDIK, UIN Jakarta: 2014). 2 Wawancara di kediaman La Ambalangi, Kelurahan Tarafu tahun

2014, saat sebelum ia meninggal dunia.

 

Page 17: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

2

dalam pertunjukkan dibanding kabanti jenis syair percintaan.3 Hal

tersebut disebabkan degradasi pemahaman dan pemaknaan kabanti

di masyarakat, sehingga masyarakat mulai apatis dengan nyanyian

syair yang dahulu sangat popular di masa kesultanan Buton.

Kabanti Bula Malino ditulis pada abad ke-18 di mana MIK

sedang menjabat sebagai Sultan Buton4 ke-29 (1824-1851).

Pemikiran MIK punya pengaruh besar terhadap penerapan falsafah

kehidupan di lingkungan masyarakat Buton. Dalam penyusunan

Undang-Undang Adat Buton atau Sarana Wolio (SW) disebutkan

dalam SW tulisan MIK bahwa Sultan Dayanu Ikhsanuddin (1597-

1631) menerapkan UU Adat Buton dengan unsur keislaman yang

kemudian disebut UU Martabat Tujuh atau Martabat Tujuh. Untuk

memahami makna dari Martabat Tujuh, masyarakat selalu merujuk

pada manuskrip yang ditulis oleh MIK.5 Hal tersebut cukup

3 Wawancara dengan La Ode Yusri, Peneliti Bahasa dan Sastra di

Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara, (wawancara via telepon, 15 Agustus 2018, pukul 16.42 WIB).

4 Sebenarnya nama Buton hanya lazim digunakan orang luar untuk sebutan Kesultanan Buton. Penduduk setempat terbiasa menggunakan sebutan Wolio. Yunus, Menafsir Ulang Sejarah dan Budaya Buton, (2011: 379).

5 Penjelasan Martabat Tujuh dalam SW MIK adalah “Mataua yingko otuladana murutabati tuju yi sarana Wolio yitu opangka-pangkamo yitu yituladana yitu. Okagagarina mincuana haqiqatina. Yotuladana yi murutabatiahadiyati yitu oqaumu Tapi-tapi, otuladana omurutabati wahidiyati yitu oqaumu Kumbewaha, otuladana omurutabati alamu mitsaali yit oSapati, otuladana omurutabati alamu insani yitu oKapitalao rumayiana. Osiitumo otapisaka mominana yi Sultani Dayanu Ihsanuddin/Mobolina Pauna …. (hlm. 20-21) (Ketahuilah engkau teladan Martabat Tujuh pada pemerintahan Wolio itu sudah pangkat-pangkat itu. Teladan itu penghitungannya bukan hakikatnya: teladan pada martabat ahadiyah itu kaum Tanailandu; teladan martabat wahdah itu kaum Tapi-tapi, teladan martabat wahidiyah itu kaum Kumbewaha, teladan martabat alam arwah itu sultan; teladan martaba alam insan itu Kapitalao yang dua orangnya. Itulah yang berasal dari Sultan Dayanu Ihasanuddin/Mobolina Pauna). Lihat Supriyanto, La Niampe, La Ode Muh. Syukur, dan Muh. Anwar, Sejarah Kebudayaan Islam Sulawesi Tenggara, (CV. Shadra: Kendari, 2009), h. 53-129.

 

Page 18: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

3

menjelaskan bahwa manuskrip yang ditulis oleh Sultan ke-29

tersebut dianggap penting sehingga diterima oleh pemikiran

masyarakat Buton di masa sekarang.

Dari sejumlah manuskrip yang ada Buton, tulisan MIK

paling banyak ditemukan lalu diarsipkan dan ditulis ulang serta

disimpan sebagai peninggalan kebudayaan. Produktifitas seorang

MIK sebagai penulis dapat dilihat dari beberapa karyanya yang

relevan dengan situasi sosial di lingkungan keraton kesultanan.

Karya populer dari MIK adalah yang berbentuk syair nyanyian dan

dianggap menarik karena sampai hari ini syair nyanyian yang oleh

MIK disebut kabanti tersebut telah dijadikan warisan kearfian

lokal. Karena itu, kabanti Wolio menjadi kajian penting oleh

sejumlah akademisi. Kabanti adalah sebuah syair yang dapat

dinyanyikan dengan lagam tertentu. Selain MIK, syair-syair model

kabanti tersebut juga ditulis oleh Ulama tertentu seperti Haji Abdul

Ganiu.6

Dari masa ke masa, kabanti masih menjadi salah satu

falsafah kehidupan masyarakat Buton yang mayoritas muslim.7

Secara retoris ideologis, syair seperti Bula Malino adalah diskursus

(yang mencakup artefak visual dan tekstual) yang merefleksikan,

6 Haji Abdul Ganiu merupakan ulama di lingkungan kesultanan yang

sezaman dengan masa pemerintahan Sultan MIK (1824-1851). Ganiu seorang pengikut ajaran tasawuf Al-Ghazali yang pernah menjabat sebagai kenepulu (hakim) di darah Bula, Buton Selatan. Karya-karyanya yang dugunakan sebagai sumber histografi. Lihat Susanto Zuhdi, (2010:28-29).

7 Pada tahun 2015, menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara, penduduk muslim di Kabupaten Buton berjumlah 295.128 jiwa dari 298.608 jiwa penduduk. Lihat https://sultra.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/86 (diakses pada Jumat, 5 Januari 2017; pukul 21.41 WIB).

 

Page 19: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

4

membangun, atau menentang relasi kekuasaan yang ada di antara

dan di kalangan orang-orang. Maka, dalam term Burkean, retorika

itulah yang menyatakan bagaimana orang mesti berperilaku

terhadap satu sama lain. Di dalam sebuah teks tentu ada gagasan

ideologi dari seorang penulis. Ideologi secara umum dipahami

sebagai sistem keyakinan atau nilai yang berfungsi untuk

mempertahankan atau menentang tatanan yang ada.8

Manuskrip sastra di Buton identik dengan sastra Islam..

Sastra tulisan ini ada yang berbentuk puisi dan ada yang berbentuk

prosa. Sastra yang berbentuk puisi atau syair, masyarakat lokal

lebih mengenalnya tiga istilah kabanti9 atau nazamu. Secara garis

besar kabanti dibagi menjadi dua golongan; yang pertama karya

bersifat sufistik dan kedua adalah yang memperlihatkan sastra

Islam dalam bahasa melayu atau karya ciptaan baru yang bersifat

saduran.10 Oman Fathurahman menyebutkan bahwa kekayaan

manuskrip Nusantara, kini Asia Tenggara, pernah dilukiskan oleh

Taufik Abdullah (2001: 14) sebagai buah dari kegelisahan

intelektual para cerdik cendikia masa lalu. Sebagian besar dari para

penulis teks-teks Nusantara itu juga adalah dari kalangan ahli-ahli

agama, guru sufi, kyai, dan para mubaligh, selain para sastrawan

8 Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Ensiklopodeia Teori

Komunikasi Jilid 1, (Jakarta, Kencana: 2016), h. 597-599. 9 Dalam Wolio Dictionary, kabanti bermakna puisi syair, nyanyian,

sajak. Lihat J. C. ANCEAUX, Wolio Dictionary-wolio-english-indonesia, (Foris Publication Holland: 1987), h. 51.

10 Supriyanto, Sejarah Kebduayaan Islam, (Kendari: cv. SHADRA, 2009), h. 86-90.

 

Page 20: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

5

tentunya, yang memiliki kepedulian untuk menerjemahkan Islam

dalam konteks dan bingkai budaya lokal.11

Kabanti sebagai kearifan lokal kini telah diusulkan sebagai

warisan budaya dunia non-benda.12 Namun, posisi syair kabanti

agama dinyanyikan hanya pada saat upacara adat atau festival

budaya tahunan saja.13 Pertunjuka kabanti sesuai makna

penciptaan masih sangat jarang. Meskipun kalangan muda mudi

mulai menonjolkan kabanti dengan memanfaatkan media baru dari

perkembangan teknologi. Akan tetapi, rekasia tersebut belum

menunjukkan bahwa masyarakat mengenal seorang MIK sosok

pengarang Bula Malino sebagai sastrawan sufi.14

Apa yang telah dilakukan La Ambalangi seperti menyalin

ulang naskah-naskah kabanti adalah ekspresi kesadaran dan

kepahaman yang tinggi terhadap syair.15 Selain itu, ada Al Mujazi,

penjaga museum Keraton Buton, menyimpan beberapa manuskrip

tulisan MIK di museum dan beberapa tulisan lainnya disimpan di

11 Oman Fathurahman dalam Makalah Seminar Pada 20 Mei 2010, The

Wahid Institute menggelar Gus Dur Memorial Lecture (GDML) Seri ke-3, dengan tema “Islam dan Nasionalisme Abad ke-21 di Asia, sumber http://oman.uinjkt.ac.id/2010/05/manuskrip-islam-dan-nasionalisme-di.html.

12 Lihat berita online http://www.antarasultra.com/berita/274263/kabanti-diusulkan-jadi-warisan-dunia-bukan-benda (diakses pada Jumat, 5 Januari 2017; pukul 20.14 WIB).

13 Lihat berita http://news.metrotvnews.com/daerah/0kpr3J6N-festival-budaya-tua-buton-2016-upaya-lestarikan-budaya-dan-promosi-wisata. Lihat juga pada berita http://travel.kompas.com/read/2016/10/11/101500927/kota.baubau.gelar.festival.kota.tua.keraton.kesultanan.buton (diakses pada Jumat, 5 Januari 2017; pukul 20.47 WIB).

14 https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/1338 15 Saat penulis melakukan wawancara di kediamannya, Kelurahan

Tarafu tahun 2014, La Ambalangi menunjukkan sejumlah buku-buku salinan dari beberapa judul kabanti bahkan ia juga mengoleksi karya tersebut yang berbentuk audio visual.

 

Page 21: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

6

dalam peti rumahnya. Sejalan dengan La Niampe, Mujazi

mengatakan bahwa di masa lalu, kabanti Wolio yang ditulis oleh

MIK menjadi materi penting dalam pendidikan nonformal di

rumah-rumah warga.16

Pada masa keemasan Islam di Kesultanan Buton, dimana

saat MIK menjabat sebagai Sultan ke-29, saat itulah seni budaya

Islam mulai disemarakkan. Sehingga kabanti yang tadinya tidak

lekat dengan syair agama, MIK menawarkan kabanti bernuasna

Islam dan dengan cepat masyarakat menyukainya. Kemudian,

kabanti dipahami sebagai sarana dakwah Islam oleh masyarakat

serta diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sampai saat ini, di

Buton setiap peringatan hari-hari besar Islam, kabanti menjadi

pengantar penting sesuai dengan tema yang diangkat.

B. Identifikasi Masalah

Problem yang muncul di masyarakat Buton saat ini

terhadap kabanti tersebut akan memengaruhi bagaimana teks

dimaknai oleh pembaca. Secara tekstual, Kabanti Bula Malino

ditulis menggunakan aksara Arab-Melayu (aksara Arab-Jawi), di

mana seseorang tentu perlu memahami tata cara membacanya.

Meskipun telah banyak transliterasi dan terjemahan yang

disuguhkan oleh sejumlah tokoh dan pegiat kabanti, namun

16 Lihat Laniampe, Nasihat Muhammad Idrus Kaimuddin Ibnu

Badaruddin Al-Buthuni, (Kendari, FKIP Unhalu, 2009). Wawancara dengan Al Mujazi, Penjaga Museum Kebudayaan Wolio sekaligus pemegang beberapa naskah kabanti (syair) yang ditulis oleh MIK, Kamis, 13 Maret 2014 di Jalan Labuke, Buton-Sulawesi Tenggara (kawasan benteng Keraton Buton). Sebab ia adalah putra dari Abdul Mulku Zahari yang menjadi Sekretaris Sultan MIK sehingga yang dikoleksi oleh Al Mujazi kebanyakan dari karya MIK saja.

 

Page 22: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

7

penggunaan kata dan istilah yang dibangun penulis sudah jarang

didengar dan digunakan pada saat sekrang. Apalagi di era

perkembangan teknologi komunikasi. Rekonstruksi kabanti tidak

hanya pada tulisan saja, akan tetapi telah sampai pada produksi

video dengan sosok pegiat kabanti yang melantukan.17

Jika seorang pembaca tidak mengerti proses penciptaan

kabanti termasuk bahasa-bahasa yang digunakan oleh pengarang,

makan pemaknaan yang dibangunnya akan dipengaruhi oleh orang

lain yang bisa saja tidak sesuai tujuan si pengarang. Termasuk

bagaimana kabanti secara teks, konteks, dan fungsi dibentuk oleh

pengarang akan menjadi distorsi pemaknaan untuk apa

pertunjukkan kabanti seperti Bula Malino dibuat. Produksi ulang

kabanti yang telah digandakan di media baru belu tentu menjadi

gerakan terukur untuk melestarikan kearifan lokal ini.

Kajian dari penelitian ini berangkat dari masalah tersebut

di atas yaitu mengungkap tentang bagaimana struktur narasi

manuskrip di kesultanan Buton yang ditulis oleh MIK. Seni budaya

merupakan media yang digunakan sebagai strategi untuk

menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada mad’u.18 Narasi

sebagai suatu struktur makna (semantic structure), mirip dengan

sebuah kalimat yang terdiri dari rangkaian beberapa kata di mana

17 Peneliti melihat buku-buku transliterasi dan terjemahan serta

kepingan VCD yang dikoleksi oleh La Ambalangi. Dia mengakui bahwa darinya sumber kabanti jenis agama diperoleh jika ada peneliti sedang melakukan riset. Wawancara La Ambalangi, 2014.

18 Asmuni Syukur, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), Hal. 163.

 

Page 23: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

8

setiap kata mempunyai posisi dan fungsinya masing-masing

(sebagai subjek, objek, predikat, dan seterusnya).19

Kabanti Bula Malino bersifat sufitstik berhubungan

dengan ungkapan sejarah bahwa ajaran tasawuf dan sastra Melayu

tidak hanya berkembang di pulau Jawa dan Sumatera, akan tetapi

pengaruh tersebut juga sampai ke Sulawesi. Buton banyak

dipengaruhi ajaran-ajaran tasawuf Hamzah Fanshuri dan

Syamsuddin Sumatrani sebagaimana yang berkembang di Aceh

pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17. Ajaran yang tampak

di Buton pada pertengahan abad ke-17 adalah ajaran Martabat

Tujuh atau konsep manusia sempurna.20

Bagi Ricklefs, khususnya Syamsuddin, Abdurrauf, dan ar-

Raniri semuanya menerapkan doktrin tasawuf tentang tujuh

tahapan asal-usul (martabat), yang di dalamnya Tuhan

mewujudkan diri-Nya di dunia yang fana ini, yang mencapai

puncaknya pada manusia sempurna/insan kamil.21 Dengan

demikian maka cukup menguatkan dugaan bahwa narasi yang

dibangun dalam syair kabanti merupakan media sebagai sarana

menyampaikan dakwah dalam situasi budaya masyarakat yang

ada. Seperti manuskrip MIK berjudul Kabanti Bula Malino

berikut.

19 Algirdas J. Greimas, Structural Semantics: An Attempt at a Methods,

Lincoln: Universitas of Nebraska Press, 1983) h. 202 dalam Eriyantio, (2013: 95-96)

20 M. Alifuddin, Islam Buton: Interaksi Islam dengan Budaya Lokal, (Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, 2007), hal. 148-149.

21 Ricklefs, 2011: 78.

 

Page 24: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

9

Bismillahi kasi karoku si Alhamdu padaka kumatemo Kajanjinamo yoputa momakana Yapekamate Bari-baria batua

Dengan nama Tuhan Kasihan diriku Segala puji kelak aku akan mati Sudah takdir Tuhan yang Makah Kuasa Mematikan semua hamba22

Kitab Bula Malino berjumlah 383 baris merupakan syair

agama23 dan berjenis syair nasihat.24 Sama halnya dengan

manuskrip kabanti agama yang ditulis para penyair sezaman

dengan MIK seperti Syeikh Haji Abdul Ganiu (Kenepulu Bula), 25

Abdul Hadi, Haji Abdul Rakhim, dan La Kobu. Di lingkungan

masyarakat Buton, mereka disebut sebagai ulama lokal yang

mendalam pengetahuannya tentang Islam serta mempunyai

kecenderungan terhadap sufisme.26 Ciri khas dari kabanti Wolio

ini ialah iramanya yang lamban dan peningkatan suaranya yang

22 Tulisan tangan Lamra, Bula Malino: Syair Wolio (Tarafu: 1994), h.

5.; Laniampe, Nasihat Muhammad Idrus Kaimuddin Ibnu Badaruddin Al-Buthuni, (Kendari, FKIP Unhalu: 2009).

23 Syair merupakan bagian dari jenis puisi lama yang terdiri dari empat baris yang mengandung empat kata dan sekurang-kurangnya terdiri dari sembilan sampai dua belas suku kata. Sepanjang perkembangannya, syair kemudian terbagi ke dalam lima golongan yaitu: Syair Panji, Syair Romantis, Syair Kiasan, Syair Sejarah, dan Syair Agama. Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusasteraan Melayu Klasik, (Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta: 2011), h. 562-567.

24 Berdasarkan isinya, Fang membagi syair agama terbagi menjadi beberapa jenis. Pertama ialah syair sufi. Kedua ialah syair yang menerangkan ajaran Islam. Ketiga adalah syair anbia atau kisah para Nabi. Dan yang keempat adalah syair nasihat. Lihat Liaw Yock Fang (2011: 603-604).

25 Disebutkan bahwa Syekh Abdul Ganiu lahir pada awal abad ke 19. Lihat La Niampe, Nasihat Leluhur Untuk Masyarakat Buton-Muna, (Mujahid Press, ISBN, 978-979-762-251-0: 2014), h. xvi.

26 La Ode Muh. Syukur, Sejarah Kebudayaan Islam Sulawesi Tenggara, (CV. Shadra: 2009), Hal. 86.

 

Page 25: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

10

mengerang rindu dengan mistik Islam.27 Ada beberapa tulisan lain

karangan MIK yang khusus membahas seputar tasawuf antara lain

adalah: Jauharana Manikamu, Mu’nisah al-Qulub fi Dzikr wa-

Musyahadah, Diya al-Anwar fi Tashfiyah al-Akdar, dan Kasif al-

Hijab fi Muraqabah al-Wahhab.28

Sampai hari ini, cara masyarakat mengekspresikan Kabanti

Bula Malino hanya dengan membaca dan menyanyikan syairnya

saja di arena-arena kesenian dan budaya. Sementara ide dan

gagasan dakwah dalam narasi manuskrip jenis kabanti belum

mendapat porsi besar untuk ditampilkan di masyarakat. Baru-baru

ini ada gerakan para guru untuk melestarikan kabanti, termasuk

Bula Malino. Misalnya seorang Kepala Sekolah Menengah Atas

(SMA) Negeri 2 Kota Baubau mengajak siswa-siswinya

mempraktikkan muatan lokal dengan nyanyian kabanti Bula

Malino yang diaudiovisualkan lalu dibagikan ke youtube.29

Namun, apa yang diupayakan oleh masyarakat untuk

menjaga kelestarian kabanti jenis agama ini semakin menunjukkan

bahwa perlu adanya penelitian mendalam dari sudut pandang lain

misalnya dalam perspektif narasi dakwah. Apa yang diwariskan

oleh MIK menurut penulis bukan hanya bertujuan menunjukkan

nyayian yang mistik dan kehebatan retorika semata, akan tetapi ada

27 La Ode Malim, Kesenian Daerah Wolio, (Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan; Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah: 1981), h. 44.

28 Lihat Laniampe, Nasihat Muhammad Idrus Kaimuddin Ibnu Badaruddin Al-Buthuni, (Kendari, FKIP Unhalu, 2009), h. 9.

29 Lihat https://www.youtube.com/watch?v=el3pINFsTbA&t=49s di akun youtube Radi Laega https://www.youtube.com/channel/UCnwh1rwQ0JRnRneRuMaoiSg. Diakses pada Kamis, 16 Agustus 2018 Pukul 15.21 WIB.

 

Page 26: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

11

hal lain yang lebih penting yang berhubungan dengan ajaran

agama yang dinarasikan sesuai situasi budaya masyarakat Buton

saat itu. Maka dari itu, penelitian ini melihat bahwa karya sastra

yang berbentuk puisi lama seperti Kabanti Bula Malino dapat

dipandang sebagai narasi dakwah. Sebagaimana narasi adalah

representasi semiotik dari serangkaian peristiwa yang terhubung

secara bermakna dalam suatu cara temporal dan kausal.30

Semiotika Greimasian memberikan pandangan bahwa

dalam struktur narasi sebuah cerita diarahkan oleh enam aktor

yang disebut sebagai aktan.31 Aktan tersebut berfungsi untuk

menunjukkan tanda-tanda, termasuk bagaimana pengarang

membangun struktur narasi dalam Kabanti Bula Malino. Kearifan

lokal yang posisinya sangat familiar seperti manuskrip Kabanti

Bula Malino ini menjadi sebab utama mengapa penelitian ini

dilakukan.

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu luas sehingga penelitian

lebih fokus untuk dilakukan, maka peneliti membatasi objek kajian

penelitian ini pada manuskrip Kabanti Bula Malino karangan MIK

yang terdiri dari 383 baris.

30 Vervaeck, Luc Herman and Bart, Handbook of Narrative Analysis,

(London: University ofNebraska Press, 2005), h. 13. 31 Santosa, (1993:36) dalam Alex Sobur, Semiotika Komunikasi,

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 141-142.

 

Page 27: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

12

D. Rumusan Masalah

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa dalam penelitian ini

seluruh jumlah bait dalam Kabanti Bula Malino yang ditulis oleh

MIK akan dijadikan sebagai sumber yang memiliki kedudukan

penting dari sejumlah kabanti yang ada di Buton. Bula Malino

merupakan manuskrip yang masih dijaga secara tradisi lisan oleh

masyarakat Buton saat ini.

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana teks penciptaan kabanti Bula Malino?

2. Tanda-tanda apa sajakah yang muncul dalam kabanti

tersebut?

3. Seperti apa peran skema aktan memberikan sebuah makna

pada kabanti tersebut?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana teks penciptaan kabanti Bula

Malino.

2. Untuk mengetahui tanda-tanda apa sajakah yang muncul

dalam kabanti tersebut.

3. Untuk mengetahui seperti apa peran skema aktan

memberikan sebuah makna pada kabanti tersebut.

 

Page 28: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

13

F. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi ilmiah

untuk memahami secara komprehensif bagaimana semiotika

naratif kabanti Bula Malino dalam budaya masyarakat di

kesultanan Buton. Selain itu, penulis berharap penelitian ini dapat

menjadi literasi utama pada kajian manuskrip kabanti lainnya di

bidang Ilmu Komunikasi dan penyiaran Islam.

2. Praktis

Secara umum, penelitian ini akan berkontribusi dalam

memperkaya riset-riset berkaitan dengan pola dan cara penyebaran

Islam (dakwah dan strategi dakwah) di kepulauan Nusantara yang

menggunakan nilai-nilai kearifan lokal sebagai media

penyebarannya, khususnya di tanah Buton (provinsi Sulawesi

Tenggara) yang menggunakan syair-syair nyanyian yang disebut

kabanti. Penelitian ini akan berkontribusi langsung bagi kajian

akademik yang lebih luas.

G. Tinjauan Kajian Terdahulu

Berapa penelitian terdahulu yang telah mengkaji kabanti

adalah sebagai beriku.

1. Buku berjudul Nasihat Sultan Muhammad Idrus

Kaimuddin yang diterbitkan oleh FKIP Unhalu (UHO),

Kendari: 2009 karya La Niampe. Penelitian ini juga

mengkaji Kabant Bula Malino dan bertujuan untuk

 

Page 29: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

14

menegaskan bahwa yang ada dalam tulisan MIK tersebut

merupakan Nasihat Leluhur kesultanan Buton.32

2. Membara di Api Tuhan, judul buku terbitan Proyek

Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah tahun 1983

(cetakan 1961) karya La Ode Malim. Buku tersebut

merupakan terjemahan dan penghayatan La Ode Malim

atas Syair Bula Malino dalam perspektik hermeneutik yang

kemudian terangkai dalam sebuah buku. Malim mengkaji

Bula Malino dalam persepktif hermeneutik.

3. Kearifan Lokal pada Kabanti Masyarakat Buton dan

Relevansinya dengan Pendidikan Karakter. Vol 14. No 2

Tahun 2012. Jurnal El Harakah ejournal.uin-malang.ac.id.

Dalam artikel ini, Sahlan membahas tentang pendidikan

karakter yang dari teks Kabanti Bula Malino.

4. Ijtihad Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin Ibnu

Badaruddin Al-Buthuni (1824-1851): Akulturasi Islam

dengan Budaya di Kesultanan Buton. ajournal.uin-

malang.ac.id 2014. Artikel ini merupakan interpretasi dari

Kabanti Bula Malino dengan metode yang sama persis

dilakukan oleh La Niampe (2009), yaitu menginterpretasi

penggalan-penggalan bait yang berkatikan dengan kajian

budaya.

5. Asrif, Kesusastraan Buton Abad XIX: Kontestasi Sastra

Lisan dan Tulis, Budaya, Serta Agama. Jurnal UPI

INVOTEC Vol. 12, No. 1, Mei 2013. Artikel tersebut

32 Lihat La Niampe, Nasihat Muhammad Idrus Kaimuddin, (Kendari,

2009).

 

Page 30: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

15

mengemukakan tentang sastra-sastra dan tradisi lisan

keagamaan di masa kesultanan Buton.33

Semua kajian terdahulu tersebut sama-sama menjadikan

naskah Kabanti Bula Malino sebagai batasan dan fokus masalah

penelitian untuk dikaji. Berbeda dengan penelitian ini, penulis

fokus mengkaji bagaimana semiotika naratif Greimasian dalam

Kabanti Bula Malino.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif

kualitatif dengan objek kajian Kabanti Bula Malino yang ditulis

MIK sebagai sultan Buton ke-29 sekitar abad ke-18 Masehi. Pada

metode penelitian ini, penulis akan menjabarkan tentang

paradigma penelitian, pendekatan penelitian, prosedur

pengambilan data, dan teknik analisis data. Sebagaimana penulis

uraian berikut ini;

1. Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif. Peneliti

akan mengkaji penelitian ini secara rinci dan menekankan aspek

detail yang kritis serta menggunakan cara studi kasus.

33 Lihat http://jurnal.upi.edu/artikulasi/view/2382/kesusastraan-buton-

abad-xix:-kontestasi-sastra-lisan-dan-tulis,-budaya,-serta-agama.html, diakses pada 19 Januari 2017 (13.53 WIB).

 

Page 31: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

16

2. Objek Penelitian

Sumber teks utama yang digunakan oleh penulis adalah

naskah Kabanti Bula Malino karya MIK yang ditulis ulang oleh

Abdul Mulku Zahari sebanyak 383 bait dalam bentuk aksara

Wolio. Agar tidak terdapat kekeliruan transliterasi, peneliti juga

akan melihat salinan Bula Malino dari tulisan tangan pegiat

kabanti lain. Data yang akan di analisis dalam penelitian ini adalah

kata, bait, dan kalimat-kalimat yang berhubungan dengan konsep

dakwah.

Sebab, menurut Fathurahman bahwa penyalinan teks lama

(naskah lama) cenderung terjadi banyak dan beragam kesalahan

dengan macam-macam sebab. Kesalahan bisa disebabkan oleh

kesalahan membaca teks, memahami teks, atau bahkan salah

dalam mengeja sebuah kata.34

3. Jadwal Penelitian

Adapun waktu penelitian berlangsung sejak penyusunan

proposal tesis Maret 2018 hingga pemaparan hasil pada Oktober

2018.

34 Oman Fathurahman, Filologi Indonesia; Teori dan Metode, (Jakarta:

Kencana, 2015), h. 67.

 

Page 32: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

17

Tabel 1.1 Jadwal Penelitian 2018

No Uraian Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov

1 Penyusunan Draft Proposal

Tesis √ √ √ √

2 Pengajuan naskah proposal tesis √

3 Pendaftaran Ujian Proposal

Tesis √

4 Revisi Draft proposal tesis √ √

5 Proses Bimbingan Penelitian √ √ √ √ √ √

6

Pengumpulan, pemverifikasian,

pengklasifikasian penelitian

(Sumber Primer) √ √ √ √ √ √ √

7

Pengumpulan, pemverifikasian,

pengklasifikasian penelitian

(Sumber Sekunder) √ √ √ √ √ √ √

8

Penyusunan, penganalisisan,

dan penarikan kesimpulan (Doc

Primer dan Sekunder) √ √ √ √ √

9 Pengajuan pengesahan √

10 Uji Kelayakan (Seminar) √

11 Pengajuan Pemaparan Hasil

Penelitian √

12 Ujian Tertutup √

13 Ujian Terbuka √

14 Revisi dan finishing √

 

Page 33: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

18

4. Prosedur Pengaumpulan Data

Dalam prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini

yaitu ada tiga tahap yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Teknik wawancara, peneliti bertemu dan melakukan

wawancara dengan sejumlah pegiat dan pemegang koleksi

manuskrip mengenai narasi dakwah manuskrip di

Keslutanan Buton. Beberapa tokoh yang diwawancarai

oleh peneliti adalah: Al Mujazi, Syaifuddin, La Ambalangi,

La Yusri, Siti Suhura, dan sebagainya.

b. Teknik penelusuran manuskrip, yakni peneliti mendatangi

museum Keraton Buton untuk dan bertemu dengan Al

Mujazi untuk mengambil gambar manuskrip yang

diinginkan. Kemudian melakukan penelusuran ke beberapa

pegiat kabanti lainnya dan menemukan isi manuskrip yang

sudah diproduksi ulang dalam bentuk tulisan maupun

rekaman video.

c. Teknik Baca, sebelum dilakukan analisis, peneliti

membaca seluruh isi dari semua manuskrip berjudul Bula

Malino.

d. Teknik Transliterasi, di mana pada tahap ini data yang

ditemukan akan disalin dari huruf abjad tulisan Arab

Melayu ke dalam tulisan Latin.

e. Teknik Terjemah, proses mengalihkan bahasa Buton ke

bahasa Indonesia, peneliti akan menggunakan kamus

 

Page 34: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

19

karangan Anceaux, Wolio Dictionary (1987).35 Untuk

beberapa kata dan kalimat yang tidak ditemukan dalam

Anceaux, peneliti akan menerjemahkan dan

menginterpretasi hubungan kata dan kalimat.

f. Teknik Catat, yang dilakukan dalam tahap ini yakni

mencatat teks yang merupakan pernyataan mengenai

dakwah.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data ini terdiri atas tiga tahap yang dijelaskan

sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi unsur yang termasuk dalam kategori

aktansial yang terdapat dalam teks Kabanti Bula Malino.

b. Tahap pengklasifikasian teks aktansial pada setiap tema

yang tercantum dalam teks Bula Malino.

c. Pendeskripsian hasil penafsiran di tahap analisis yang

fokus pada skema aktan yang terdiri atas sender, receiver,

subject, object, adjuvant, dan traitor yang terdiri dari

situasi awal, transformasi, dan situasi akhir sehingga dapat

memberikan kesimpulan terhadap teks yang diteliti

berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan.

35 Anceaux, J. C. Wolio Dictionary-wolio-english-indonesia, Foris

Publication Holland: 1987.

 

Page 35: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

20

 

Page 36: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

21

BAB II

NARASI, MEDIA, DAN BUDAYA

A. NARATIF

Kita sering menghabiskan banyak waktu untuk bercerita:

menggosipkan teman, melawak, melamun, dan membangun

karakter blog dan media sosial sebagai kehidupan kedua di

internet. Membuat cerita, atau narasi, adalah cara utama di mana

makna dan kesenangan diatur, dan dibuat hidup di dalam dan di

luar media. Dalam sejarah bahasa Yunani, narasi bermakna

histroia. Menurut Branston dan Stafford, dalam membuat cerita

seseoang berupaya untuk menciptakan arti dan makna. Dongeng

telah dikatakan sebagai salah satu fitur mendefinisikan apa itu

menjadi manusia. Narasi adalah istilah khusus dalam menyusun

sebuah peristiwa yang terorganisir sehingga menjadi sebuah cerita.

Peristiwa dibentuk secara khusus yang terdiri dari pengaturan

waktu, karakter, dan sebagainya sehingga pembaca ikut ke dalam

alur cerita.1

Pendekatan retorik menganggap narasi sebagai tindakan

komunikatif yang bertujuan. Dalam pandangan ini, narasi bukan

hanya representasi peristiwa, tetapi juga merupakan peristiwa di

mana seseorang melakukan sesuatu dengan representasi peristiwa.

Lebih formal, teoretikus retoris mendefinisikan narasi sebagai

seseorang yang memberitahu orang lain pada suatu kesempatan

1 Gill Branston and Roy Stafford, The Media Student’s Book, (New

York: Routledge, 2010), h. 69.

 

Page 37: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

22

dan untuk beberapa tujuan bahwa sesuatu terjadi. Konsepsi ini

memiliki beberapa konsekuensi signifikan untuk jenis

pengetahuan tentang narasi serta memberikan perhatian khusus

pada hubungan antara teller, audiens, dan sesuatu yang telah

terjadi. Komunikasi naratif adalah peristiwa berlapis-lapis, yang di

dalamnya para pencerita berusaha untuk terlibat dan memengaruhi

kognisi, emosi, dan nilai-nilai audiensi mereka. Selain itu,

pendekatan retorik mengakui bahwa, dalam menceritakan apa

yang terjadi, narator memberikan kisah-kisah karakter yang

interaksinya satu sama lain memiliki dimensi etis dan bahwa

tindakan menceritakan dan menerima akun-akun ini juga memiliki

dimensi etis. Konsekuensinya, pendekatan retorik hadir baik pada

etika yang diceritakan atau etika yang menceritakannya.2

Dalam kajian narasi, kita perlu ketahui apa perbedaan

berita, novel, cerpen, puisi, dan film. Menurut Eriyanto, berita

adalah fakta, sementara novel, cerpen, puisi, dan film adalah karya

fiksi. Meskipun novel, cerpen, atau puisi diangkat dari kejadian

nyata, karya-karya tersebut tidak harus berdasarkan kejadian

faktual. Sebaliknya berita berita bukan harus mengacu pada fakta,

penulisnya pun harus objektif. Jurnalis diharuskan tidak

memasukkan opini pribadinya ke dalam berita.3 Tampaknya

penjelasan dari Branston dan Stafford lebih jelas bahwa, berita,

2 David Herman, The Cambridge Companion to Narrative, (New York:

Cambridge University Press, 2007), h. 203. Naratif adalah tindakan retoris di mana seseorang mencoba untuk mencapai suatu tujuan dengan memberitahu orang lain bahwa sesuatu telah terjadi.

3 Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-dasar Penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media, (Jakarta: Kencana, 2013), h. v.

 

Page 38: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

23

cerpen, novel atau pusisi baik bentuk faktual maupun fiksi semua

teks tersebut mempunyai struktur narasi.4

Apa yang ditegaskan Branston dan Stafford di atas juga

meliputi teks agama atau dakwah yang juga dapat dikatakan

memiliki struktur narasi. Teks agama atau dakwah meliputi: puisi,

syair, dan kitab keagamaan. Kita melihat bagaimana khalayak

mendengar narasi dakwah yang disampaikan lewat mimbar, siaran

radio dan televisi dengan penuh khidmat. Biagi menegaskan

bahwa mulai dari terbangun pagi hari sampai tertidur di malam

hari, media massa selalu menunggu untuk memborbardir setiap

kita terbangun.5 Musik, gambar, cerita, puisi, syair, dan film yang

bernuansa agama menjadi mudah kita jumpai. Kemudahan tersebut

dipengarui oleh adanya media apalagi dengan kemajuan perangkat

jaringan internet, teks-teks yang bernarasi dakwah semakin mudah

diakses kapanpun dan di mana saja.

Dalam pandangan semiotik, sebagian besar narratologis

setuju bahwa narasi terdiri dari tanda-tanda materi, wacana, yang

menyampaikan makna tertentu (atau konten), cerita, dan

memenuhi fungsi sosial tertentu. Karakterisasi ini menguraikan

tiga bidang potensial untuk suatu definisi: wacana, cerita, dan

penggunaan. Bidang-bidang ini sesuai dengan tiga komponen teori

4 Menurut Brodwell dan Thompson, narasi mempunyai struktur. Narasi

merupakan rangkaian peristiwa yang disusun melalui hubungan sebab akibat dalam ruang waktu tertentu. Dikutip Eriyanto, 2013: 15, dari David Brodwell dan Kristin Thompson, Film Art: An Interdaction, Fourth Edition (New York: McGraw-Hill, 2000), h. 83.

5 Shirley Biagi, 2010: 3. Selama waktu 24 jam hari hari kita tidak mungkin dihabiskan tanpa media. Ungkapan Biagi tersebut menggambarkan kehadiran media yang begitu luas.

 

Page 39: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

24

semiotik: sintaksis, semantik, dan pragmatik. Sejalan dengan Rulli

Nasrullah dalam penelitiannya mengemukakan bahwa iklan

gambar busana Muslim pada level tersembunyi sebenarnya

mengarahkan pemaknaan terhadap iklan. Iklan tidak hanya

merepresentasikan makna visual sebagaima apa adanya. Tanda-

tanda dalam iklan juga mengalami pergeseran, dipengaruhi oleh

antartanda, dan pada akhirnya ada narasi yang diciptakan sesuai

makna yang mendekati keinginan si pembuat tanda.6

1. Teori dan Struktur Naratif

Ada beberapa tokoh yang telah memberikan perspektifnya

tentang naratif misalnya Vladimir Propp (1895–1970) kritikus

Rusia, ia telah banyak menulis buku naratif tentang dongeng.

Selain meniliti dongeng, Propp juga banyak menulis cerita-cerita

rakyat dengan paradigma naratif. Ia menemukan bahwa setiap

cerita mempunyai karakter, dan karakter-karakter tersebut

memiliki fungsi tertentu dalam cerita. Eriyanto melihat bahwa

gagasan Propp terhadap semua dongen Rusia bisa dipahami

dengan empat prinsip dasar; fungsi-fungsi di dalam dongeng

amatlah terbatas; sekuen-sekuen fungsi tersebut selalu identi; dan

dongeng hampir selalu berpegang pada struktur.7

Kemudian ada Tzvetan Todorov, seorang strukturalis asal

Bulgaria juga ahli sastra yang berpengaruh. Sejak1960 dia bergelut

6 Lihat Herman, 2007, 24; lihat juga Nasrullah, Semiotika Naratif

Greimasian dalam Iklan Busana Muslim, 2013. 7 Lihat Eriyanto, 2013: 65-66; Gill Branston and Roy Stafford, 2010:

33-35; dan Alex Sobur, 2014: 228-229.

 

Page 40: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

25

dengan kajian narasi hingga sekarang. Todorov melihat narasi

sebagai apa yang dikatakan, sehingga memiliki urutan kronologis,

motif dan plot, dan hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa.

Menurut Branstone dan Stafford, Todorov melihat narasi

mempunyai struktur dari awal hingga akhir dan semua cerita selalu

dimulai dengan keseimbangan (equilibrium) di mana kekuatan

yang berpotensi berlawanan berada di awal keseimbangan. Teori

naratif Todorv adalah bahwa setiap cerita terdiri dari awal,

pertengahan, dan akhir.8 Berbeda dengan Todorov, Levi-Strauss,

seorang strukturalis berpendapat bahwa struktur abadi dari semua

pembuatan makna, bukan hanya narasi, adalah ketergantungan

pada oposisi biner, atau konflik antara dua kualitas atau istilah. Dia

kurang tertarik pada urutan di mana peristiwa diatur dalam alur

cerita (disebut hubungan sintagmatik) tapi dia mengambil sisi

paradigmati dari sebuah teks.9

Selain ketiga tokoh naratif di atas, ada seorang ahli bahasa

asal Lithuania, Algirdas Greimas, yang mengembangkan dan

memperbaiki gagasan Propp. Greimas melihat ada beberapa

kelemahan dari gagasan Propp. Pertama, Propp membagi karakter

dan fungsi dalam narasi ke dalam tujuh karakter. Menurut

Greimas, tujuh karakter tersebut bisa disederhanakan ke dalam

karakter yang lebih sedikit. Kedua, Propp tidak melihat relasi dari

masing-masing karakter. Padahal, karakter sebetulnya bisa dilihat

8 Tzvetan Todorov, The Poeitcs of Prose, translated bay Richard

Howard, Ithaca: Cornell Universtiy Press, 1997 dalam Eriyanto, 2013: 45-46 dan Gill Branston and Roy Stafford, 2010: 38.

9 Gill Branston and Roy Stafford, 2010: 37.

 

Page 41: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

26

sebagai bagian dari aksi-reaksi dari karakter lain. Menrut Eriyanto,

model narasi Greimas banyak digunakan dalam analisis narasi,

selain Propp.10 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model

Greimas untuk melihat semiotika naratif dalam sebuah teks.

2. Semiotika Naratif Greimasian

Semiotika naratif memiliki akar teoretisnya dalam

linguistik struktural, yang dikembangkan pada tahun 1960 dan

1970-an oleh para penulis seperti Algirdas-Julien Greimas (1987),

Roland Barthes (1993), dan Gerald Prince (2000). Pendapat

mereka bahwa struktur narasi mendasari sebagian besar bentuk

wacana, tidak hanya cerita. Faktanya, banyak ahli teori yang

mempertahankan bahwa narasi adalah bagian mendasar dari cara

kita memandang dan menggambarkan dunia. Dengan kata lain,

cara paling umum untuk memahami apa yang kita rasakan dan

alami adalah melalui penciptaan cerita. Ini berarti bahwa struktur

naratif dapat ditemukan tidak hanya dalam cerita, seperti yang

diceritakan atau ditulis, tetapi juga dalam situasi sosial dan cara

kita mengatur pengalaman kita.11

Semiotika naratif diartikan sebagai upaya penghitungan

(recounting) atau pembacaan kembali terhadap dua atau lebih

situasi yang secara logika terhubung, baik dari segi waktu maupun

tempat, dan terkait dengan konsistensi sebuah subjek dari

10 Eriyanto, 2013: 95-96. 11 Sky Marsen, A Narrative-Semiotic Approach to Management

Communication: The Case of the Columbia Space Shuttle Accident, (London: SAGE Publications, Ltd., 2015), Access Date: July 31, 2018.

 

Page 42: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

27

keseluruhan teks atau pesan untuk melihat narasi atau perubahan

cerita dari tanda; termasuk untuk mengungkap makna tersembunyi

dari tanda (lihat Prince, 1987). Bagi Greimas (1965) semiotika

naratif adalah “the orientation towards a goal, and therefore a

sense of closure and wholeness, as a crucial determinant of

naarative”.12

Susana Onega dan José Angel García Landa,

mengemukakan bahwa narasi adalah representasi semiotik dari

serangkaian peristiwa yang terhubung secara bermakna dalam

suatu cara temporal dan kausal. Dalam pandangan Vervaeck,

makna dalam peristiwa yang saling berhubungan tidak dapat

direduksi menjadi temporalitas dan kausalitas.13 Santosa

mengatakan bahwa dalam ruang lingkup sastra, karya sastra

dengan keutuhannya secara semiotik dapat dipandang sebagai

sebuah tanda. Dimensi ruang waktu dalam sebuah cerita rekaan

mengandung tabiat tanda menanda yang menyiratkan makna

semiotika. Dari dua tataran (level) antara mimetik dan semiotik

(atau tataran kebahasaan dan mitos) sebuah karya sastra

menemukan keutuhannya untuk dipahami dan dihayati.14 Artinya,

semiotika dalam narasi menghadirkan pemaknaan yang luas

12 Rulli Nasrullah, Semiotika Naratif Greimasian dalam Iklan Busana

Muslim, (Kawistara: Volume 3 No. 3, 22 Desember 2013), h. (Nasrullah, 2013) 227-334.

13 Vervaeck, Luc Herman and Bart, Handbook of Narrative Analysis, (London: University ofNebraska Press, 2005), h. 13.

14 Santosa, (1993:36) dalam Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 141-142.

 

Page 43: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

28

berdasarkan hasil dari interaksi antara pembaca dan teks itu

sendiri.

Menurut Aminuddin (1997:77), wawasan semiotika dalam

studi sastra memilih tiga asumsi. Pertama, karya sastra merupakan

gejala komunikasi yang berkaitan dengan (i) pengarang, (ii) wujud

sastra sebagai sistem tanda, dan (iii) pembaca. Kedua, karya sastra

merupakan salah satu bentuk penggunaan sistem tanda yang

memiliki struktur dalam tata tingkat tertentu. Ketiga, karya sastra

merupakan fakta yang harus direkonstruksikan pembaca sejalan

dengan dunia pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya.15

3. Aktansial Algridas Julian Greimas

Greimas menganalogikan narasi sebagai suatu struktur

makna (semantic structure). Struktur tersebut mirip dengan sebuah

kalimat yang terdiri dari rangkaian beberapa kata di mana setiap

kata dalam kalimat mempunyai posisi dan fungsinya masing-

masing (sebagai subjek, objek, predikat, dan seterusnya). Kata

yang satu juga mempunyai relasi dengan kata yang lain sehingga

membentuk kesatuan yang koheren dan mengandung makna. Bagi

Greimas, narasi dapat juga dilihat seperti sebuah semantik dalam

kalimat. Karakter dalam narasi menempati posisi dan fungsinya

masing-masing. Lebih penting dari posisi itu adalah relasi dari

masing-masing karakter. Ada enam karakter dalam narasi yang

oleh Greimas menyebutnya sebagai aktan (actant) di mana aktan

15 (Sobur, 2009).

 

Page 44: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

29

tersebut fungsinya adalah mengarahkan jalannya cerita. Karena

itu, analisis Greimas kerap disebut sebagai model aktan.16

Struktur naratif dari sebuah teks ditandai oleh enam peran

yang Greimas menyebutnya sebagai aktan adalah sebagai berikut:

a. Sender (Pengirim): ini mengacu pada kekuatan tertentu

yang menempatkan aturan dan nilai-nilai ke dalam

tindakan dan mewakili ideologi teks.

b. Receiver (Penerima): Ini membawa nilai-nilai destinator

(pengirim). Dia mengacu pada objek di mana pengirim

menempatkan nilai atau aturan dalam cerita.

c. Subjek: subjek menduduki peran utama dalam narasi.

Tokoh utama yang mengarahkan jalannya cerita.

d. Objek: objek dari narasi adalah apa yang diinginkan oleh

subjek. Itu mewakili tujuan yang menjadi minat subjek.

Objek bisa berupa orang tetapi juga bisa berupa keadaan

atau kondisi yang dicita-citakan.

e. Adjuvant (Pendukung): kekuatan pendukung ini membantu

subjek dalam usahanya mencapai objek.

f. Traitor (Penghalang): berfungsi sebagai penghambat dan

mewakili segala sesuatu yang mencoba untuk menghalangi

tujuan subjek.

Menurut Stefan Titscher, Michael Meyer, Ruth Wodak, dan

Eva Vetter, enam aktan tersebut di atas tidak juga harus dimaknai

16 Algirdas J. Greimas, Structural Semantics: An Attempt at a Methods,

Lincoln: Universitas of Nebraska Press, 1983) h. 202 dalam Eriyantio, (2013: 95-96)

 

Page 45: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

30

sebagai aktor seperti halnya Propp. Greimas melihat ada hubungan

yang sangat khusus dari aktan tersebut. Ada keterkaitan antara satu

karakter dengan karakter lain. David Herman menyebut enam

aktan tersebut sebenarnya membentuk tiga pasangan.17 Subjek

mengarahkan dirinya ke objek dan dalam hal ini didukung oleh

adjuvant (pendukung) dan dihalangi oleh si penghambat. Semua

ini terjadi dalam struktur nilai dari sender (pengirim), yang

diberikan oleh receiver (penerima). Ideologi sender sering diwakili

oleh narator.18

Pertama, subjek dan objek dari sebuah peristiwa

menetapkan dua kelas aktor dalam hal ini mereka memberi nama

posisi karakter yang sebenarnya menempati sehubungan dengan

cerita. Subjek cerita adalah pelaku tindakan yang performatif, dan

objeknya adalah tujuan atau tujuan dari tindakan itu. Menurut

Cohan dan Shires, subjek dan objek berfungsi dalam hubungan

langsung dengan kejadian sebuah cerita. Relasi antara subjek dan

objek ini bisa yang dikehendaki oleh kedua belah pihak (misalnya,

seorang pahlawan sebagai subjek yang ingin membebaskan

isterinya dari penculikan penjahat) atau tidak dikehendaki oleh

kedua belah pihak (misalnya, seorang pencuri ingin menyekap

korbannya). Menurut Eriyanto, objek tidak harus selalu berupa

orang, tetapi juga bisa berupa keadaan. Misalnya, seseorang

(subjek) menginginkan akhir hidupnya mati dalam keadaan husnul

17 David Herman, The Cambridge Companion to Narrative, (New

York: Cambridge University Press, 2007), h. 194-195 dan 220. 18 Stefan Titscher, Michael Meyer, Ruth Wodak, and Eva Vetter,

Methods of Text and Discourse Analysis, (London: Sage Publication, 2000), h. 127-129.

 

Page 46: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

31

khatimah (objek) sehingga selama hidupnya ia menjadi orang yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhannya.

Kedua, selain subjek dan objek, ada aktor lain yang

berfungsi dalam hubungan tidak langsung dengan peristiwa:

pengirim memulai atau mengaktifkan acara dan memberikan nilai,

aturan, atau perintah agar objek bisa dicapai. Sementara penerima

adalah manfaat setelah objek berhasil dicapai oleh subjek. Sebagai

contoh, seorang raja baik (pengirim) memberikan perintah kepada

prajurit agar merebut kembali kerajaannya (objek) yang diambil

alih oleh raja palsu. Objek dari cerita ini adalah membeaskan

kerajaan, yang menjadi inti atau tujuan dari keseluruhan cerita.

Sementara penerima adalah kerajaan.

Ketiga, hubungan struktural antara penghambat (taitor) dan

pendukung (adjuvant). Penghambat berfungsi memperlambat atau

menghalangi acara dengan menentang subjek atau bersaing dengan

subjek untuk objek. Sementara pendukung berfungsi memajukan

atau memajukan acara dengan mendukung atau membantu subjek.

Misalnya, dalam suatu cerita, pahlawan mendapat bantuan dari

orang pintar, pedang, dan kuda. Di samping itu, pahlawan juga

mendapat halangan penyihir, naga, dan sebagainya.19 Ketiga relasi

struktural tersebut dapat digambarkan ke dalam tiga model sebagai

berikut.

19 Steven Cohan and Linda M. Shires, Telling Stories: A Theoretical

Analysis of Narrative Fiction, (London: Sage Publication, 1988), h. 69-70; Mieke Bal, Narratology Introduction the Theory of Narrative, Fourth Edition, (Toronto: University of Toronto Press, 2017), h. 166-167.

 

Page 47: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

32

Gambar 2.1 Actantial Mythical Model

Ada dua pengaruh lain yang menentukan plot; yaitu ruang

dan waktu. Greimas mencirikan pengaruh ini sebagai isotop

(isotop ruang dan isotop waktu). Isotop ruang mengkategorikan

lingkungan di mana cerita itu mengambil tempat. Ruang batin di

mana subjek bertindak disebut utopian, sementara lingkungan

yang samar dan tidak pasti didefinisikan sebagai heterotopian.

Isotop waktu mencirikan perpindahan pada sumbu waktu, yang

berarti orientasi narasi terhadap masa lalu, sekarang dan masa

depan. Ini adalah tugas analisis struktur naratif untuk

menggambarkan keenam aktan ini dan dua isotop dalam perjalanan

narasi.20

Bagaimana karakter itu memiliki relasi, Greimas

menawarkan sebuah skema (Greimas Square) yang memetakan

kemungkinan-kemungkinan logis pemaknaan dari sebuah teks.

Skema ini merupakan alat bantu dan pada kenyataannya

memberikan upaya untuk mengisi dan menstimulasi imajinasi-

imajinasi yang mungkin muncul dari relasi teks tersebut, baik

20 (Stefan Titscher, 2000)

Sender Objek Receiver

Adjuvant Subjek Traitor

 

Page 48: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

33

dalam sisi kebahasaan maupun kultur (lihat Katilius- Boydstun,

1990).21

Sejalan dengan Titscher, analisis struktur yang mendalam

(deep structure) dari sebuah teks harus bisa mengidentifikasi nilai-

nilai dan norma-norma yang mendasarinya. Struktur naratif yang

berbeda dapat didasarkan pada struktur yang mendalam dan

bersifat umum. Komponen struktur yang dalam harus (a) cukup

kompleks, konsisten secara logis dan cukup stabil untuk

memberikan representasi yang memadai dari teks, (b) memenuhi

fungsi perantara dan tujuan yang efektif antara teks dan analis, dan

(c) cukup tepat. Model yang cocok untuk ini adalah persegi

semiotik seperti gambar berikut.22 Berikut skema persegi semiotik

yang digambarkan oleh Greimas.

Gambar 2.2

Gambar Skema Semiotika Greimas23

21 (Nasrullah, Semiotika Naratif Greimasian dalam Iklan Busana

Muslim, 2013) 22 (Stefan Titscher, 2000) 23 Greimas dan F. Rastier, 1968: 86-105 dalam Nasrullah, 2013: 245

S1

~S1 ~S2

S2

 

Page 49: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

34

Nasrullah memberikan cara membaca skema tersebut yaitu

dengan menaruh teks “cinta” (S1), “benci” (S2), “tidak cinta”

(~S1), serta “tidak benci” (~S2). Kontradiksi dari cinta (S1) adalah

tidak cinta (~S1) dan kemungkinan atau implikasi (implication)

yang muncul dari tidak cinta itu adalah benci (S2). Begitu juga

sebaliknya jika kontradiksi dari benci adalah tidak benci (~S2),

maka implikasi yang muncul adalah cinta. Kondisi antar-cinta dan

benci dihubungkan secara berlawanan (complexcontrary) dengan

sumbu kompleks “perasaan” (S) sementara tidak cinta dan tidak

benci dihubungkan secara berlawanan (neutral contrary) oleh

sumbu netral (~S).24

Ada tiga fase dalam prosedur analitis semiotika naratif

Greimas yang digunakan penulis untuk mengurai manuskrip Bula

Malino tersebut, yaitu pertama, teks yang muncul dikondisikan

atau dikategorikan dalam blok-blok tematik sehingga dapat

diketahui perubahan tema maupun alur narasi pemaknaannya.

Pengkategorian tersebut untuk mengetahui actant sebagai subjek

yang akan menentukan jalan narasi dan perannya dalam perubahan

makna di narasi tersebut. Setelah actant diketahui, maka akan arah

narasi itu dicoraki melalui isotop spasial (ruang, tanda) serta isotop

temporal (waktu, situasi).

Kedua, blok-blok tematik kemudian dianalisis untuk

melihat struktur, makna di permukaan (lahir), maupun makna yang

tersembunyi (batin) melalui prosedur, yaitu menganalisis isotop

24 (Stefan Titscher, 2000) dan (Nasrullah, 2013).

 

Page 50: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

35

temporal maupun spasial yang mempengaruhi actant; menentukan

hubungan antar-actant baik sebagai sender, receiver, objek,

adjuvant, atau traitor dan mencari hubungan aktif-pasif serta

keterkaitannya; pergerakan actanti dianalisis dan bagaimana

karakter yang muncul apakah mengakuisi, konfrontasi, kognisi,

ekstensi, penegasan atau modifikasi; sasaran dari teks (subjek)

dimunculkan dan juga melakukan perbedaan apakah ia melibatkan

aspek kognitif seperti pengetahuan atau aspek pragmatik yang

merupakan aplikasi dari pengetahuan; terakhir, hasil dari tahap-

tahap sebelumnya disusun berdasarkan segmen tematik dan

diuraikan secara naratif untuk melihat pergeseran makna.

Ketiga, fase terakhir ini bergerak dari analisis teks secara

permukaan (lahir) atau struktur naratif ke arah struktur teks secara

lebih mendalam (batin). Pada fase ini juga dilakukan pembedaan

antara nilai yang dimiliki oleh subjek dan nilai sesungguhnya yang

digambarkan oleh sender dan receiver (Greimas & Rastier 1968

dalam Titscher et al. : 213-215).

B. Naratif dalam Syair

Selain dibaca sebagai teks, syair tersebut dibuat nyanyian

dan sejumlah penyanyi terkenal mengimprovisasi syair tersebut

dalam bentuk musik. Syair, layaknya do’a, sebagai gambaran

perbuatan manusia di muka bumi, tanpa dibatasi oleh waktu, batas-

batas geografis maupun bahasa. Sebagai jenis puisi lama, syair

 

Page 51: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

36

mampu menjadi alat untuk menyampaikan apa yang diinginkan si

penyair tersebut dengan bahasa yang berbeda.25

Untuk melihat syair sebagai sebuah narasi, tentu diperlukan

teori-teori dan perspektif yang relevan. Fisher mengatakan bahwa

narasi memiliki relevansi dengan karya nyata dan karya fiksi, kisah

hidup, dan cerita imajinasi. Singkatnya adalah, narasi hadir dalam

segala bentuk komunikasi manusia.26 Bertentangan dengan

Rowland (1987, 1989), dia menyatakan bahwa beberapa bentuk

komunikasi tidak naratif seperti yang dikemukakan Fisher.

Pendapat Rowland, fiksi ilmiah dan fantasi tidak sesuai dengan

nilai kebanyakan orang. Di luar kedua itu, pandangan keduanya

terhadap narasi sangat berdekatan.27 Narasi memiliki kemampuan

untuk memproduksi makna melalui serangkaian peristiwa dan

karakter dalam cerita.28

25 Syair terdiri dari empat baris dan setiap baris mengandung empat

kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari sembilan sampai dua belas suku kata. Lihat Fang, 2011: 556-563.

26 Walter R. Fisher, Human Communication as Narration: Toward a Philosophy as Reason, Value, and Action, (Columbia: University of South Carolina, 1987), h. 56-59. Maksud Fisher, paradigma narasi dapat dianggap sebagai sintesis dialektik dari dua untaian tradisional yang berulang dalam sejarah retorika: argumentatif, tema persuasif dan tema sastra.

27 Robert Rowland (1987,1989) dalam Alex Sobur, Komunikasi Naratif: Paradigma, Analisis, dan Aplikatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2014), h. 3.

28 Narasi yang sesungguhnya adalah mengandung tujuan dan moral. Setelah naratologi berkembang ke setting yang beragam seperti terapi, manajemen, fislafat, kepemimpinan, komunikasi, dan psikologi, ia memberikan nilai praktis dan martabat teoritis. Naratif juga dikaitkan dengan seni dan literatur karena konsepnya dapat diaplikasikan secara vertikal untuk menentukan apakah pemimpin dan pengikut menginterpretasikan cerita dengan cara yang sama, dan secara horizontal untuk menciptakan representasi estetika. Ia juga dapat bergerak dari lokal ke global; kita dapat mengisahkan cerita lokal tentang seni dalam kaitannya dengan makna kultural yang lebih besar. Lihat

 

Page 52: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

37

Di Barat, sastra disebut dengan kata yang berbeda: sastra

(bahasa Prancis atau bahasa Inggris) letteratura (Italia),

"literatura" (Spanyol), Literatur (Jerman). Sebagaimana diamati

oleh Jacques Derrida dalam Demeure: Fiksi dan Kesaksian, kata

sastra berasal dari bahasa Latin. Miller memandang sastra adalah

memoar, sejarah, koleksi surat, risalah yang terpelajar, puisi, karya

lakon, dan tidak ada buku, muncul setelah zaman kamus Samuel

Johnson (1755). Sastra bisa menjadi abadi dan universal dan akan

bertahan hidup dan mengekspresikan semua perubahan historis

dan teknologi. Sastra adalah sebuah fitur budaya manusia setiap

saat dan tempat.29

Lain lagi dengan pendapat A. Teeuw, menurutnya sastra

merupakan alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

atau pengajaran; misalnya silpasastra, buku arsitektur,

kamasastra, dan buku petunjuk mengenai cinta. Penjelasan Miller

dan Teeuw mungkin bisa sedikit membantu kita memahami

tentang arti sastra. Agar semakin meyakinkan, kita perlu melihat

pandangan lain seperti Van Luxemburg, Bal, dan Weststeijn

bahwa setiap deifinisi sastra pada dasarnya terikat oleh waktu dan

budaya, karena sastra merupakan hasil kebudayaan.30

Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Ensiklpodeia Teori Komunikasi, Jilid 2 (Jakarta: Kencana, 2016), h. 809-810.

29 J. Hillis Miller, On Literature: Thinking in Action, (London and New York: Routledge, 2002), h. 1-2.

30 Andries Teew, 1984: 23 dan Van Luxemburg, Bal, dan Weststeijn dalam Alex Sobur, Komunikasi Naratif: Paradigma, Analisis, dan Aplikatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2014), h. 23-24.

 

Page 53: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

38

1. Syair di Indonesia

Di Indonesia, kebiasaan seorang ibu menuturkan cerita

kepada anaknya dikenal dengan kesusastraan rakyat. Banyak

hikayat pilihan untuk diceritakan kepada anaknya yang belum tahu

membaca tulisan seperti: cerita asal usul, cerita binatang, cerita

jenaka, cerita pelipurlara, hikayat dewa-dewa, dan lain sebagainya.

Fang mengatakan bahwa pada masa peralihan Hindu-Islam sastra

nusantara mulai beralih. Cerita dan hikayat mulai bernuansa Islam

dan hikayat seperti Ahmad Muhammad, cerita al-Qur’an, dan

cerita pahlawan Islam mulai dikenal dan dipraktikan dalam sastra

Melayu. Pada abad ke-16 sampai abad ke-17 Hamzah Fansuri dan

tokoh pemikir Islam lainnya muncul kemudian menulis kitab dan

syair sastra yang di dalamnya mengandung ajaran agama.31

Untuk memahami bagaimana posisi dan fungsi syair di

Nusantara, kita perlu mengetahui definisi dan sejarah

perkembangan syair.

2. Definisi Syair

Syair adalah jenis puisi lama. Menurut Teeuw, syair terdiri

dari empat baris, setiap baris mengandung empat kata yang

sekurang-kurangnya terdiri dari sembilan sampai dua belas suku

31 Setelah Hamzah Fansuri ada beberapa nama lain yang menggunakan

sastra kitab dalam menyampaikan ajaran agama, seperti: Syamsuddin Al-Sumatrani, Nuruddin Ar-Raniri, Abdur Rauf Sinkel (1615-1693), Abdul Samad Al-Palimbani, Daud Ibnu Abdullah Ibn Idris Al-Fatani, dan Syaikh Ahmad b. Muhammad Zain Patani (1856-1906) Fang, 2011. Masih banyak ulama Nusantara lainnya yang menulis kitab sastra yang hidup di abad ke-18. Lihat Liau Yock Fang, Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, (Jakarta: Yayasa Pustaka Obor Indonesia, 2011), h. xxv dan 382.

 

Page 54: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

39

kata. Syair juga tidak mempunyai unsr-unsur sindiran di dalamnya.

Aturan sanjak akhir ialah aaaa dan sanjak dalam (internal rhyme)

hampir-hampir tidak ada. Misalnya, ‘nya’ dianggap bersanjak

dengan ‘na’, intan dengan hitam, pura dengan dua, -ah, -ih dengan

i. Tidak hanya itu, persamaan tulisan juga dianggap bersanjak. U

dianggap bersanjak dengan dengan o atau au, karena ketiga huruf

tersebut dalam tulisan Jawi adala sama, yaitu wau (و).31F

32 Syair

digunakan untuk melukiskan hal-hal yang panjang misalnya

tentang suatu cerita, nasihat, agama, cinta, dan lain-lain.

3. Sejarah Perkembangan Syair

R. O. Winsted berpendapat bahwa syair pertama kali

muncul dalam sastra Melayu pada abad ke-15 dalam Syair Ken

Tambuhan. Bukti-bukti yang dikemukakannya ialah pemakaian

kata-kata Kawi seperti lalangan (kebun), kata-kata Jawa seperti

ngambara dan ngulurkan, perbendaharaan kata yang kaya, mitos

Hindu dan satu gaya yang klasik (R. O. Winsted, 1958: 152).

Teeuw tidak setuju dengan pendapat ini. Ditunjukkannya bahwa

Syair Ken Tambuhan baru ditulis pada abad ke-17 atau ke-18;

unsur-usnur Jawa yang terdapat dalam Syair Ken Tambuhan belum

tentu langsung berasal dari bahasa Jawa oleh penulisnya. Syair

tersebut mungkin berasal dari cerita Panji dan wayang yang

tersebar luas di alam Melayu sejak zaman dahulu kala. Meski

demikian, menurut Fang, kita juga tidak boleh menafsirkan adanya

32 Begitu juga i dianggap bersanjak dengan e atau ai, karena ketiganya

ditulis ya (ي) dalam tulisan Jawi. Lihat Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, (YOI: 2011), hal. 562.

 

Page 55: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

40

hubungan langsung dengan Jawa sesudah zaman Malaka, yaitu

abad ke-15.33

Periode kesusastraan Islam awal dimasukkan ke dalam

kurun dari pertengahan kedua abad ke-14 M sampai awal

pertengahan abad ke-16 M. Sedangkan periode Melayu klasik

berlangsung dari pertengahan pertama abad ke-16 M sampai awal

pertengahan abad ke-19 M ketika masa kesusastraan Melayu

didasari sebagai kesusastraan dunia Muslim di mana karya-karya

besar diciptakan. Sejalan dengan Teeuw, kemunculan syair dalam

sastra melayu tidak mungkin lebih awal daripada abad ke-16.

Sekitar tahun 1600, syair masih berarti puisi secara umum dan

bukan sesuatu jenis puisi tertentu.34

Dalam Tajus Salatin yang tertulis pada tahun 1602/1603

tidak terdapat sekuntum pun puisi yang mirip dengan struktur syair

sekarang. Syair sebagai jenis puisi yang berbaris empat dan

bersanjak aaaa baru tersebar sesudah Hamzah Fansuri menamai

puisi yang ditulisnya ruba’i (puisi yang berbaris empat). Tetapi

ruba’i Hamzah Fansuri berbeda dengan ruba’i sejenis puisi

Arab/Parsi. Ruba’i Hamzah Fansuri merupakan bagian dari sebuah

puisi yang lebih panjang, sedangkan ruba’i sebagai puisi

Arab/Parsi adalah sebuah puisi yang berdiri dengan sendirinya.35

33 (Fang, 2011) 34 Braginsky, 1993: 9-10 dalam Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam

Nusantara, (Jakarta: KPG, 2009), hal. 290; Fang, 2011: 563. 35 (Fang, 2011) 563.

 

Page 56: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

41

Mula-mula puisi Hamzah itu terdiri atas beberapa kesatuan

yang disebut ruba’i, kadang-kadang bait dan sekali-sekali syi’r

atau sya’ir. Bila puisi-puisi jenis ini tersebar luas dan digemari

orang, maka dia mendapat sebutan baru, yaitu syair. Penyair-

penyair lain juga menulis puisi jenis ini (syair), tetapi tidak

membatasi diri pada puisi tasawuf lagi. Semua perkara disyairkan

dalam bentuk ini. Pengaruhnya juga kian meluas. Dalam sastra

Jawa muncul sejenis puisi yang berasal dari syair, yaitu sangir.

Pada tahun 1670, seorang Melayu di Makassar menggunakan

bentuk ini untuk menulis sebuah sysair sejarah, yaitu Syair Perang

Mengkasar. Lambat-laun, penulis-penulis di berbagai daerah

menggunakan puisi jenis ini untuk menulis puisi romantik seperti

Syair Ken Tambuhan.

Demikianlah kita melihat pada abad ke-17, syair-syair

sudah bermunculan di Johor, Palembang, Riau, Banjarmasin,

Batavia, (Jakarta), dan Ambon, bahkan di seluruh Nusantara (A.

Teeuw, 1966b: 446).36 Jauh sebelum A. Teeuw mengemukakan

kemungkinan Hamzah Fansuri sebagai pencipta syair Melayu yang

pertama, P. Voorhoeve sudah membuat kesimpulan yang serupa.

Dalam sebuah ceramahnya kepada pelajar-pelajar bahasa Melayu

di Paris, tahun 1952, P. Voorhoeve sudah mengatakan bahwa syair

Melayu yang mula-mula mungkin ditulis oleh Hamzah Fansuri.

Alasan yang dikemukakan hampir serupa dengan alasan yang

dikemukakan oleh A. Teeuw, yaitu sebagai beriku:

36 (Fang, 2011)

 

Page 57: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

42

a. Tiada syair sebelum Hamzah Fansuri

b. Tiada bentuk syair dalam bahasa-bahasa Nusantara kecuali

sangir dalam bahasa jawa yang berasal dari syair melayu;

dan

c. Pada paruh pertama abad ke-17, puisi Hamzah Fansuri

tidak dikenal sebagai syair melainkan ruba’i dan Valentijin

dalam bukunya (1726) menyebutkan tentang Hamzah

Fansuri yang terkenal dengan syairnya. Bukan itu saja. Ar-

Raniri yang dalam hal agama, adalah saingan Hamzah

Fansuri, juga pernah dipengaruhi oleh Hamzah dan menulis

beberapa ruba’i dalam Bustanus Salatin (P. Voorhoeve,

1968: 277-278).

Syed Naguib Al-Attas menyatakan pendapatnya dengan

tegas. Dalam dua risalah (Syed Naguib Al-Attas, 1968, 1971),

menyerang A. Teeuw karena ketidak tegasannya dalam

mengemukakakn bahwa Hamzah Fansuri sebgai pencipta syair

Melayu yang pertama. Kesimpulannya ialah Hamzah Fansuri

mendapat pengaruh atau bentuk asal puisinya dari puisi Arab, syi’r

yang berbaris empat, seperti syi’r yang dikarang Ibnul Arabi dan

Iraqi yang banyak dikutipnya (Syed Naguib Al-Attas, 1968: 58).37

Amin Sweeney, seorang sarjana yang pernah mengajar di

Universitas Kebangsaan Malaysia, tidak setuju dengan pendapat

ini. Menurutnya, syair Hamzah Fansuri mendapat pengaruh yang

kuat dari nyanyian rakyat (pantun) seperti yang terdapat dalam

37 (Fang, 2011) 564.

 

Page 58: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

43

Sejarah Melayu. Dia sampai kepada kesimpulan ini sesudah

menyelidiki ciri-ciri syair, yaitu irama (metre), sanjak akhir

(rhyme), pembagian kesatuan (units) dan pengelompokkan

kesatuan.

Irama syair adalah menyerupai seperti irama pantun. Bukan

saja pantun kadang-kadang muncul dalam syair, baris-baris syair

juga kadang-kadang terdapat dalam panting. Doorenbos, seorang

sarjana Belanda telah menunjukkan dalam disertasinya bahwa

beberapa baris syair Hamzah Fansuri adalah seperti yang dipakai

dalam pantun. Dalam sebaris pantun atau syair selalu ada semacam

perhentian (caesura) ditengah-tengahnya, yaitu sesudah perkataan

yang kedua dalam sebaris pantun atau syair yang mengundang

empat perkataan itu. Sanjak akhir yang dipakai dalam syair

Hamzah Fansuri adalah aaaa. Ini adalah pola sanjak yang terdapat

dalam nyanyian-nyanyian dalam Sejarah Melayu.

Seandainya Hamzah mencontoh puisi Arab, setiap bait

Fansuri pasti hanya terdiri dari dua baris saja dan bukan empat

baris. Bait yang berbaris empat tidak dikenal dalam puisi Arab.

Nyatalah yang menjadi contoh syair Hamzah bukan puisi Arab

melainkan nyanyian (pantun) empat baris yang terdapat dalam

Sejarah Melayu (R. Roolvink, 1966: 455-457). Tentang

pengelompokkan kesatuan pula, kesatuan-kesatuan ini tidak

berdiri sendiri melainkan bersambung untuk mengembangkan

suatu tema atau cerita. Dalam puisi Arab, satu kesatuan (bait) yang

dua baris itu merupakan satu keseluruhan (Amin Sweeney, 1971:

58-66). Sebagai kesimpulan boleh dikatakan bahwa sungguhpun

 

Page 59: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

44

Hamza Fansuri menggunakan Istilah puisi Arab, bait, syair, ruba’i,

syair Hamzah Fansuri bukanlah tiruan dari puisi Arab. Pengaruh

nyanyian (pantun) pada syair Hamzah Fansuri jauh lebih besar dari

puisi Arab. Syair Melayu, biarpun memakai istilah bahasa Arab

adalah puisi Melayu asli juga (C. Hooykas, 1947: 72).38

Menurut isinya, Fang membagi syair menjadi lima

golongan sebagai berikut.

a. Sayir Panji

Syair panji sebagian besar adalah olahan dari bentuk

prosanya, misalnya Syair Panji Semirang adalah olahan

dari Hikayat Panji Semirang, Syair Angreni adalah saduran

dari Panji Angreni. Sering hanya isinya saja yang diambil

dan bukan judulnya. Satu lagi antara perbedaan hikayat

Panji dan syair Panji ialah bahwa hikayat panji berbelit-

belit plotnya, sedang syair Panji lebih sederhana plotnya.

Biasanya satu syair hanya menceritakan satu cerita utama

saja. Misalnya Syair Ken Tambuhan, hanya menceritakan

percintaan dan perkawinan Raden Menteri dan Ken

Tambuhan; Syair Undakan Agung Udaya hanya

menceritakan kisah Panji tinggal di Daha dan memakai

nama Undakan Agung Udaya. Contoh syair Panji adalah;

Syair Ken Tambuhan, Syair Angreni, Syair Damar Wulan,

Syair Undakan Agung Udaya, dan Cerita Wayang

Kinudang.

38 (Fang, 2011) 565.

 

Page 60: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

45

b. Syair Romantis

Syair romantis adalah jenis syair yang paling digemari.

Harun Mat Piah pernah mengkaji 150 buah syair untuk

disertasinya di Universitas Kebangsaan Malaysia (1989)

dan mendapati bahwa 70 buah (47 persen) adalah syair

romantis. Ini tidak mengherankan karena sebagian besar

syair romantik menguraikan tema yang biasa terdapat di

dalam cerita rakyat, penglipurlara dan hikayat. Contoh dari

syair romantis adalah; Syair Bidasari, Syair Yatim Nestapa,

Syair Abdul Muluk, Syair Sri Banian, Syair Sinyor Kosta,

Syair Cinta Berahi, Syair Raja Mambang Jauhari, Syair

Tajul Muluk, Syair Sultan Yahya, dan Syair Putri Akal.

c. Syair Kiasan

Syair kiasan atau simbolik adalah syair yang

mengisahkan percintaan antara ikan, burung, bunga, atau

buah-buahan. Hans Overbeck menemani syair jenis ini

sebagai syair binatang dan bunga-bungaan (Malay animals

and fllower shers, 1934). Menurut Overbeck lagi, syair

jenis ini biasanya mengandung kiasan atau sindiran

terhadap peristiwa tertentu. Misalnya Syair Ikan Terubuk

adalah syair yang menyindir peristiwa anak raja Malaka

meminang putri Siak. Syair Burung Pungguk menyindir

seorang pemuda yang ingin mempersunting seorang gadis

yang lebih tinggi kedudukannya. Ada juga syair yang

menyindir petualangan cinta saudagar pengembara atau

 

Page 61: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

46

memberi nasehat pada pendengarnya. Contoh judul syair

kiasan adalah; Syair Burung Pungguk, Syair Kumbang dan

Melati, Syair Nuri, Syair Bunga Air Mawar, Syair Nyamuk

dan Lalat, Syair Kupu-kupu dengan Kembang dan Balang,

dan Syair Buah-buahan.

d. Syair Sejarah

Syair sejarah adalah syair yang berdasarkan peristiwa

sejarah. Di antara peristiwa sejarah yang paling penting

ialah peperangan, dan karena itu, syair perang juga

merupakan syair sejarah yang paling banyak dihasilkan.

Peristiwa sejarah itu mungkin juga merupakan kisah raja

yang memerintah atau residen Belanda. Syair Sultan

Mahmud di Lingga, misalnya, menceritakan masa

kehidupan Sultan Mahmud Syah beserta keluarganya,

Syair Residen De Brau pula mengisahkan peranan yang

dimainkan residen de Brau dalam pembuangan Perdana

Menteri dari Palembang ke tanah Jawa. Contoh judul syair

kiasan adalah; Syair Perang Mengkasar, Syair Kompeni

Welanda Berperang dengan Cina, Syair Perang di

Banjarmasin, Syair Raja Siak, Syair Sultan Ahmad

Tajuddin, dan Syair Siti Zubaidah Perang Melawan Cina.

e. Syair Agama

Syair agama adalah golongan syair yang paling

penting. Telah dijelaskan bahwa Hamzah Fansurilah orang

pertama menulis puisi dalam bentuk syair yang kemudian

 

Page 62: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

47

diikuti oleh penyair-penyair lainnya di Aceh seperti Abdul

Jamal, Hasan Fansuri dan beberapa orang penyair-penyair

yang tidak bernama. Abdul Rauf sendiri juga pernah

menulis sebuah syair yang berjudul Syair Makrifat (Van

Ophuijsen, 78). Perkara yang disyairkan di dalam syair-

syair semuanya bersifat keagamaan. Hanyalah kemudian

dan dengan perlahan-lahan syair dipakai untuk menyairkan

hal-hal yang tidak ada kaitan dengan agama.

Berdasarkan isinya, syair agama dapat dibagi pula kepada

beberapa jenis.

a. Jenis pertama ialah syair sufi yang dikarang oleh Hamzah

Fansuri dan penyair-penyair sezaman.

b. Jenis kedua adalah syair yang menerangkan ajaran Islam

seperti Syair Ibadat, Syair Sifat Dua Puluh, Syair Rukun

Haji, Syair Kiamat, Syair Cerita di dalam Kubur dan

sebagainya.

c. Jenis ketiga ialah Syair Anbia, yaitu syair yang

mengisahkan riwayat hidup para nabi, misalnya Syair Nabi

Allah Ayub, Syair Nabi Allah dengan Firaun, Syair Yusuf,

Syair Isa, dan lain-lain.

d. Jenis keempat ialah syair nasihat, yaitu syair yang

bermaksud memberi pengajaran dan nasihat kepada

pendengar atau pembacanya, misalnya Syair Nasihat, Syair

Naihat Bapak Kepada Anaknya, Syair Nasihat Laki-laki

dan Perempuan dan sebagainya. Syair Takbir Mimpi dan

 

Page 63: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

48

Syair Raksi mungkin juga dapat digolongkan ke dalam

jenis ini.

Contoh beberapa judul syair agama adalah; Syair Hamzah

Fansuri, Syair Perahu, Syair Dagang, Bahr An-Nisa’, Syair

Kiamat, Syair Takbir Mimpi, dan Syair Raksi.39 Syair-syair

tersebut mengandung teks yang tidak sedikit.

Ricklefs mengatakan bahwa bahwa syair-syair dari

karangan Hamzah Fansuri dan Syamsuddin cenderung

menggambarkan ajaran tasawuf Islam. Selain mereka, ada penyair

lain pada masa kekuasaan Ratu Taj ul-Alam (1641-75). Abdurrauf

namanya, ia merupakan seorang pengarang yang terpenting di

istana dan menulis karya-karya ilmu hukum Syafi’i dan juga ilmu

tasawuf. Namun demikian, dengan masih bertahannya cerita-cerita

Hindu seperti Hikayat Seri Rama, sangat menggambarkan bahwa

kesastraan Melayu tidak seluruhnya didominasi oleh karya-karya

yang berilhamkan Islam. Syair di luar Islam misalnya sajak

macapat.40

39 Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, (YOI: 2011),

hal. 566-611. 40 Sajak ini menggunakan bahasa Jawa yang sangat baik. Kesastraan

yang berbahasa Jawa Kuno mencerminkan peranan penting yang dimainkan Bali dalam memelihara warisan kesastraan pra-Islam Jawa setelah Jawa menjadi Islam. Berhubungan dengan kesastraan Bali terbagi menjadi tiga kelompok atas dasar bahasanya: Jawa Kuno, Jawa Pertengahan (Jawa-Bali/Bali-Jawa), dan Bali. Buku-buku yang berbahasa Jawa Kuno masih dapat ditemukan di Jawa, namun sebagian besar hanya dikenal dalam bentuk salinan-salinan dari Bali atau Pulau Lombok yang letaknya berseblahan. Ini berhubungan dengan penolakan Bali terhadap Islam dan tetap mempertahankan warisan kesastraan dan agama yang di Jawa telah berubah (namun tidak pernah terhapus) sebagai akibat Islamisasi. Lihat M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Gajah Mada University Press, Cetakan Ke-10: Yogyakarta, 2011), h. 77-87.

 

Page 64: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

49

Kesastraan yang berbahasa Jawa Pertengahan merupakan

suatu subyek yang problematis. Sebagian besar dari naskah-naskah

itu dinamakan kidung (nyanyian). Naskah-naskah tersebut

terutama berisi legenda-legenda romantis mengenai zaman

Majapahit di Jawa (Harsawijaya, Rangga Lawe, Sorandaka,

Sunda). Orang-orang Bali juga menulis dalam bahasa mereka

sendiri, terutama mengenai sejarah kerajaan-kerajaan mereka yang

didapati dalam bentuk sajak. Begitupun Suku Bugis dan Makassar

di Sulawesi Selatan, keduanya mempunyai kesastraan yang

berkaitan erat, baik prosa maupun sajaknya. Kesastraan mereka

menggunakan tulisan asli yang nyata-nyata berbeda dari tulisan

Arab maupun Jawa, yang mempunyai kesamaan dengan tulisan

tersebut adalah beberapa tulisan Sumatera yang pada dasarnya

berasal dari India. Selain itu, masih ada tradisi-tradisi kesastraan

Indonesia lain di samping tradisi-tradisi kesastraan tersebut di

atas.41

4. Syair yang Muncul di Buton

Pengaruh ajaran tasawuf dan sastra Melayu tidak hanya

berkembang di pulau Jawa dan Sumatera, akan tetapi pengaruh

tersebut juga sampai ke Sulawesi. Yunus menyebut Buton terkena

pengaruh ajaran-ajaran tasawuf Hamzah Fanshuri dan Syamsuddin

Sumatrani sebagaimana yang berkembang di Aceh pada akhir abad

ke-16 dan awal abad ke-17. Lebih lanjut Yunus mengemukakan,

bahwa ajaran yang tampak di Buton pada pertengahan abad ke-17

41 (Ricklefs, 2011) 77-87.

 

Page 65: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

50

adalah ajaran Martabat Tujuh atau konsep manusia sempurna.42

Senada dengan Ricklefs, khususnya Syamsuddin, Abdurrauf, dan

ar-Raniri semuanya menerapkan doktrin tasawuf tentang tujuh

tahapan asal-usul (martabat), yang didalamnya Tuhan

mewujudkan diri-Nya di dunia yang fana ini, yang mencapai

puncaknya pada manusia sempurna/insan kamil.43

Terdapat dua jenis tradisi sastra di Buton, yaitu sastra

tulisan dan sastra lisan. Pada masa kerajaan Islam Buton,

keberdaan sastra lisan awalnya tidak begitu berkembang dalam

lingkungan Keraton. Umumnya sastra jenis ini dari segi isinya

hanya memuat tradisi lokal; di mana pada masa kesultanan

dibersihkan dari kehidupan dunia keraton. Sementara mulainya

sastra tulisan di Buton identik dengan sastra Islam. Selain isinya

memperlihatkan pengaruh atau alam pemikiran Islam, sastra ini

juga ditulis dalam aksara Arab yang oleh masyarakat

pendukungnya menyebutnya buri wolio. Sastra tulisan ini ada yang

berbentuk, prosa, dan syair. Sastra dalam bentuk puisi atau syair

masyarakat lokal lebih mengenalnya dengan istilah kabanti atau

nazamu.44

Sastra tulisan di Buton secara garis besar dapat dibagi

menjadi dua golongan. Pertama, ialah karya-karya yang bersifat

sufistik seperti karya-karya Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin,

42 M. Alifuddin, Islam Buton: Interaksi Islam dengan Budaya Lokal,

(Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, 2007), hal. 148-149. 43 Ricklefs, 2011: 78. 44 Supriyanto, La Niampe, La Ode Muh. Syukur, dan Muh, Anwar.

Sejarah Kebudayaan Islam Sulawesi Tenggara, (Kendari: CV. Shadra, 2009), hal. 86-90.

 

Page 66: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

51

Syeikh Haji Abdul Ganiu (kenepulu bula), Abdul Hadi, Haji Abdul

Rakhim, dan La Kobu. Mereka adalah para ulama lokal yang

mendalam pengetahuannya tentang Islam dan mempunyai

kecenderungan terhadap sufisme. Salah satu Kabanti (syair) yang

cukup populer pada masanya adalah syair bula malino karya MIK.

Sedangkan golongan yang kedua adalah karya-karya yang

memperlihatkan sastra Islam dalam bahasa melayu atau karya-

karya ciptaan baru yang memperlihatkan pengaruh agama atau

peradaban Islam terhadap penulisnya. Karya-karya yang

memperlihatkan pengaruh sastra Islam secara langsung ialah

karya-karya saduran (sastra terjemahan) seperti tula-tulana Nuru

Muhammad, terjemahan dari hikayat Nur Muhammad, tula-tulana

koburu terjemahan dari syair kubur, kitabi masaalah sarewu,

terjemahan dari kitab seribu masalah.45

Kabanti merupakan nyanyian atau syair yang tersimpan

dan terjaga oleh masyarakat Buton. Kabantai Wolio atau syair

Wolio/Buton telah menjadi tradisi nyanyian daerah di kalangan

masyarakat.46 Dalam Wolio Dictionary, kabanti bermakna puisi

syair, nyanyian, sajak.47 Pada pertengahan abad ke-19, Haji Abdul

Gani juga menulis naskah syair (kabanti) seperti MIK. Di

antaranya yang diterjemahkan oleh Abdul Mulku Zahari adalah

45 La Ode Muh. Syukur, Sejarah Kebudayaan Islam Sulawesi

Tenggara, (CV. Shadra: 2009), Hal. 86-90. 46 Sebenarnya nama Buton hanya lazim digunakan orang luar untuk

sebutan Kesultanan Buton. Penduduk setempat terbiasa menggunakan sebutan Wolio. Yunus, Menafsir Ulang Sejarah dan Budaya Buton, (2011: 379).

47 J. C. ANCEAUX, Wolio Dictionary-Wolio-English-Indonesia, (Foris Publication Holland: 1987), Hal. 51.

 

Page 67: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

52

Ajonga Yinda Malusa (Pakaian yang Tidak Kusut).48 Termaksud

syair Kanturuna Mohelana (Lampu Orang yang Berlayar) anonim

(Ikram, 2002: 2).49

Di samping menumbuhkan kesusastraan dalam bahasa asli,

beberapa daerah telah membuat karya sastra dalam bahasa Melayu

seperti Aceh, Minangkabau Sulawesi Selatan dan Tenggara, Bima,

dan Maluku. Bahasa itu khususnya digunakan untuk menulis teks-

teks yang mempunyai kepentingan kenegaraan, seperti Hikayat

Aceh (Aceh), Bo’ Sangaji Kai (Bima), Hikayat Tanah Hitu

(Ambon), Istiadat Tanah Negeri Butun (Buton). Di lingkungan

bahasa Sunda dan Jawa tetap dihasilkan sastra agama Islam dalam

bahasa daerah dengan tata aksara Arab yang disesuaikan, yaitu

pegon.50

Berkenaan dengan aksara Arab pada tulisan kabanti,

sebenarnya secara keseluruhan, aksara yang ditemukan dalam

manuskrip mempunyai dua sumber, yaitu India dan Arab, meliputi

kurun waktu abad ke-9 sampai abad ke-20. Kedua sumber tersebut

tersebar ke Sumatera, Jawa, Kalimantan, Madura, Bali, Sulawesi,

dan Maluku. Hadirnya teknologi percetakan yang disebarluaskan

dengan cara pendidikan formal bersama kedatangan bangsa Eropa

48 Achadiati Ikram, Katalok Naskah Buton: Koleksi Abdul Mulku

Zahari, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002), hal. 5. 49 Kanturuna Mohelana menjadi syair yang dianggap sebuah sejarah

yang mengungkap latar belakang nama Buton. Lihat Ikram (2002: 2). 50 Achadiati Ikram dkk, Mukhlis PaEni: Editor Umum, Sejarah

Kebudayaan Indonesia: Bahasa, Sastra, dan Aksara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 78-79.

 

Page 68: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

53

dan terutama kekuasaan pemerintah kolonial memberi pukulan

telak kepada kehidupan seni tulis tangan.

Menurut Ikram, tradisi manuskrip lambat laun, tetapi pasti,

ditinggalkan untuk suatu teknologi yang lebih mudah. Bukan

hanya itu, aksara daerah akan terdesak oleh jenis tulisan yang

sudah lazim dipakai di dunia para penguasa dari Eropa.

Pertarungan yang tidak seimbang akhirnya menggeser aksara ke

alam sejarah. Begitupun bahasa daerah untuk tulisan, kini dalam

proses kepunahan. Walau masih ada juga masyarakat yang tetap

memilih menggunakan dan memelihara aksara daerah dan tulisan

tangan untuk tujuan-tujuan tertentu.51

C. Media Dakwah

Setiap orang telah menjadikan media sebagai kebutuhan

primer. Itu disebabkan karena seseorang membutuhkannya untuk

mengakses informasi agama, hiburan, pendidikan, dan

pengetahuan tentang apa yang sedang terjadi di muka bumi ini.

Perkembangan teknologi dan informasi menyebabkan lahirnya

perangkat-perangkat canggih yang diproduksi oleh industri.

Dengan demikian, segala hal yang kita ingin tahu dapat diakses

51 Tidak semua komunitas manusia memerlukan aksara atau tulisan,

kata Ong, bahasa hakikatnya adalah lisani (oral). Itu terbukti dalam penelitian bahwa di antara puluhan ribu bahasa yang pernah digunakan di dunia hanya sekitar 106 yang memiliki sistem tulisan yang menghasilkan kepustakaan. Artinya, sebagian besar tidak mengenal tulisan (Ong, 1980:7). Kemduian, di antara kurang lebih 3000 bahasa yang kini hidup hanya kira-kira 78 yang mempunyai kesusastraan tertulis. Sehingga, dari tempat-tempat rekayasa sistem tulisan yang disebut di atas itulah, dan terutama dari Asia Minor kemudian pengenalan aksara menyebar sehingga banyak bangsa dapat mengambil alihnya dan mentransformasikannya tanpa perlu menciptakannya sendiri. Lihat PaEni (2009: 270 dan 279-280).

 

Page 69: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

54

kapan dan dimana saja. Dokumen-dokumen penting, arsip rahasia

di masa lampau, dan bahkan manuskrip-manuskrip kuno yang

mengandung pesan-pesan penting dan sulit diakses, kini semua

sudah muncul di media cetak maupun elektronik. Menurut Johan

Fornäs, Karin Becker, Erling Bjurström, dan Hillevi Ganetz,

konsumsi masyarakat terhadap media kini tidak lagi dipisahkan

ruang dan waktu, sehingga media telah menjadi alat utama untuk

berkomunikasi lintas ruang dan waktu.52

1. Definisi Media

Definisi media secara umum dapat dipahami sebagai alat

komunikasi. Dari berbagai teori komunikasi massa, pengertian

media cenderung lebih lekat dengan sifatnya yang massa. Menurut

Nasrullah, kebanyakan definisi media memiliki kecenderungan

yang sama bahwa ketika disebutkan kata “media”, yang muncul

bersamaan dengan itu adalah sarana disertai teknologinya. Koran

merupakan representasi dari media cetak, sementara radio

merupakan media audio dan televisi sebagai audio visual

merupakan representasi dari dari media elektronik, dan internet

merupakan representasi dari media online atau di dalam jaringan.53

Menurut McLuhan, medium adalah pesan itu sendiri.

Dengan kata lain, bentuk-bentuk baru media mentransformasikan

(pesan) pengalaman kita akan diri kita dan masyarakat kita, serta

52 Johan Fornäs, Karin Becker, Erling Bjurström, and Hillevi Ganetz,

Consuming Media: Communication, Shopping, and Everyday Life, (New York: Berg, 2007), h. 130.

53 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015), h. 3.

 

Page 70: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

55

pengaruhnya sangat jauh lebih penting daripada konten yang

ditransmisikan dalam pesan spesifiknya sendiri. Hubungan media

dan masyarakat, McLuhan menyebut media dengan istilah desa

global (global village) untuk mengacu pada bentuk baru

oraganisasi sosial yang jelas akan muncul ketika media elektronik

secara bersamaan mengikat seluruh dunia menjadi satu sistem

sosial, politik, dan kulutral yang besar. Pernyataan berikutnya,

media adalah perpanjangan manusia. Argument McLuhan tersebut

menjelaskan bahwa media secara harfiah memanjangkan

pandangan, pendengaran, serta sentuhan melalui ruang dan waktu.

Media elektronik akan membuka paronama baru bagi kebanyakan

orang dan memungkinkan kita untuk berada di mana-mana pada

saat yang bersamaan.54

Selain cara pandang tersebut di atas, media dapat dipahami

dengan melihat dari proses komunikasi itu sendiri. Bahkan

mempelajari media juga merupakan pemahaman tentang

bagaimana komunikasi yang dimoderasi secara teknologi terikat

dengan proses yang lebih luas di dunia modern, dari reproduksi

kehidupan sosial setiap hari untuk reorganisasi hubungan sosial

secara global.55 Proses terjadinya komunikasi melalui tigal hal,

yaitu objek, organ, dan medium.56 Pada saat kita membaca media

cetak misalnya majalah, maka majalah adalah objek dan mata

54 Lihat Stanley J. Baran dan Dennis K. Davis, Teori Komunikasi

Massa: Dasar Pergolakan, dan Masa Depan, Edisi Kelima, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h. 272-273; McLuhan, Marshall, Understanding media: The extensions of Man, (American Quarterly, 1964) Volume 16, h. 109-110.

55 Shaun Moores, Media Theory: Thingking about Media and Communication (Comedia), (Canada: Routledge, 2005)

56 Nasrullah, 2015.

 

Page 71: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

56

adalah organ. Perantara antara majalah dan mata adalah teks media

cetak. Contoh sederhana tersebut cukup menjelaskan bahwa media

merupakan wadah untuk mengirim pesan dari proses komunikasi.

Ada banyak kriteria yang dapat digunakan untuk melihat

bagaimana media itu. Ada yang membuat media berdasarkan

teknologinya, misalnya media cetak yang menunjukkan bahwa

media tersebut dibuat dengan mesin cetak dan media elektronik

dihasilkan dari perangkat elektronik. Dari sumber yang

menjelaskan bagaimana cara mendapatkan atau bagaimana kode-

kode pesan itu diolah, misalnya media audio visual yang diakses

menggunakan organ pendengaran dan penglihatan. Ada juga yang

menuliskannya berdasarkan bagaimana pesan itu disebarkan.

2. Definisi Dakwah

Makna dakwah secara bahasa berarti: panggilan, seruan,

atau ajakan. Kata tersebut diambil dari bahasa Arab dalam bentuk

mashdar, sedangkan bentuk kata kerja (fi’il) nya adalah berarti:

memanggil, menyeruh, atau mengajak (da’a, yad’u, da’watan).

Orang yang berdakwah disebut Da’i dan yang didakwahi disebut

dengan mad’u.57 Dalam pengertian istilah, dakwah merupakan

panggilan dari Allah Swt dan Rasulullah Saw untuk umat manusia

agar percaya kepada ajaran Islam dan mewujudkan ajaran yang

dipercayainya itu dalam segala segi kehidupannya. Dakwah lekat

dengan kehidupan islami yang memiliki tujuan dan fungsi sosial

57 Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir (Surabaya: Pustaka

Progresif, 1997), h. 406-407 dalam Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), h. 1.

 

Page 72: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

57

yaitu menghasilkan kehidupan damai, sejahtera, bahagia, dan

selamat. Islam dimaksud adalah penyerahan diri secara mutlak

kepada Allah Swt. dan memeluk Islam sebagai agama dengan

terlebih dahulu beriman kepada-Nya.58

Pendapat lain seperti Al-Ghazali, Sekh Ali Mahfudz,

Bakhial Khaul, dan Quraish Sihab bahwa dakwah mengajak

manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk,

menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari

perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan

akhirat. Dakwah juga menjadi satu proses menghidupkan

peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari

satu keadaan kepada keadaan lain. Sejalan dengan definisi yang

dikemukakan oleh McCurry bahwa dakwah merupakan tindakan

memanggil manusia ke jalan Allah.59

Saat ini, untuk menyampaikan dakwah kepada mad’u tentu

sangat membutuhkan seorang da’i yang berkualitas dan mumpuni

dari segi keilmuan. Sebab, lajunya perkembangan informasi bisa

membuat seseorang semakin kritis untuk menerima informasi dari

siapapun. Dengan demikian, dakwah tidak hanya disampaikan

begitu saja namun perlu metode yang baik agar pesan-pesan

dakwah tersampaikan kepada mad’u. Apalagi dengan

58 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada, 2011), h. 2-3. Lihat juga Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer: Sebuah Studi Komunikasi, (Graha Ilmu: Yogyakarta, 2011), h. 24-25.

59 William Wagner, A Comparison of Christian Missions and Islamic Da'wah, (Missiology: An International Review, Vol. XXXI, No.3, July 2003), h. 339; Munzier Suparta dan Harjani Hefni, Metode Dakwah (Jakarta: Kencana, 2006), h. 7.

 

Page 73: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

58

perkembangan teknologi komunikasi yang memberikan ruang

bebas bagi masyarakat untuk mengakses dan membagikan hal-hal

yang bisa saja mencederai kesucian dakwah dan Islam.

Dalam menyampaikan dakwah, Firman Allah dalam al-

Quran Surat an-Nahl ayat 125 menawarkan tiga metode yang agar

pesan dakwah dapat diterima oleh masyarakat.60 Dari tiga metode

tersebut, Munzier Suparta dan Harjani Hefni menjelaskan:

a. Metode Al-Hikmah

Al-Hikmah diartikan juga sebagai keadilan (al-‘adl)

kebenaran (alhaq), ketabahan (al-hilm), dan kenabian (an-

Nubuwwah). Ada juga yang mengartikan al-hikmah

ssebagai menempatakan sesuatu sesuai proporsinya.

Menurut Toha Yahya Umar, al-hikmah yang dimaksud

adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan

berpikir, berusaha menyusun dan mengatur dengan cara

yang sesuai keadaan zaman dengan tidak bertentangan

dengan larangan Tuhan.61 Dalam menghadapi mad’u yang

beragam tingkat pendidikan, strata sosial, dalan latar

belakang budaya, para da’i sangat memerlukan metode al-

hikmah sehingga muda diterima.

60 Terjemahan Lihat Surat an-Nahl 125, ‘’Serulah manusia kepada

jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

61 Dikutip dari Hasanuddnin, Hukum Dakwah (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 35. Lihat Munzier Suparta dan Harjani Hefni, Metode Dakwah (Jakarta: Kencana, 2006), h. 9.

 

Page 74: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

59

b. Al-mau’idza Al-Hasanah

Meotde ini dipahami sebagai ungkapan atau upaya seorang

da’i menyampaikan dakwah yang mengandung unsur

bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita

gembira, peringatan, pesan-pesan positif (wasiyat) yang

dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan.

Metode ini ideal dengan kata-kata yang penuh kasih sayang

dan kelembutan sesuai arti katanya yaitu nasihat,

bimbingan, peringatan, dan pendidikan.

c. Al-Mujadalah

Metode dimaknai sebagai sinergi pendapat yang dilakukan

kedua pihak dan tidak menghindari perdebatan yang

berujung permusuhan. Metode menegaskan agar seorang

da’i mampu memberikan argumentasi yang masuk ken alar

mad’u sekaligus mengakui kebenaran yang ditunjukkan

orang lain secara ikhlas. 62 Kita bisa jumpai bagaimana

metode ini diterpakan di seminar-seminar nasional, dialog,

dan debat ilmiah.

3. Memahami Media Dakwah

Dua pengertian dasar tentang media dan dakwah telah

dijelaskan, akan tetapi tidak mudah membuat sebuah definisi

tentang media dakwah. Dibutuhkan pendekatan dari teori-teroi

media dan dakwah untuk menjelaskannya. Secara sederhana, jika

media dipahami sebagai alat untuk menyampaikan pesan secara

62 Munzier Suparta dan Harjani Hefni, Metode Dakwah (Jakarta:

Kencana, 2006), h. 15.

 

Page 75: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

60

massa kepada khalayak dan dakwah merupakan seruan untuk

mengerjakan kebaikan dan menjauhi keburukan seperti yang telah

dijelaskan di atas, maka media dakwah adalah alat yang digunakan

untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada khalayak.

Media berita dalam paraidgma jurnalistik dan pers, dipakai

untuk menyalurkan informasi yang faktual melalui surat kabar,

televisi, radio, dan internet kepada khalayak. Sementara dalam

perspektif advertising, media digunakan untuk iklan. Penggunaan

media iklan yang paling sering adalah untuk mempromosikan

penjualan produk atau layanan ke konsumen. Misalnya, penjualan

mobil, jeans, hamburger, minuman ringan ini adalah barang dari

iklan untuk konsumen.63

Menurut Horsfield dalam Morgan (2008), media agama

mengekspresikan keterkaitan antara media dan agama. Istilah

media dalam studi media dan agama dapat dipahami secara fokus

dan spesifik atau lebih luas. Sebagaimana sudah dijelaskan

sebelumnya mengenai definisi dakwah; yaitu menyampaikan

ajaran agama tentang larangan kemungkaran dan anjuran beriman

kepada Allah Swt, sehingga sejalan dengan Horsfield (dalam

Morgan 2008) bahwa media dakwah digunakan untuk

menyampaikan makna religius yang dikemas oleh orang-orang

yang memahami agama sesuai dengan ciri khas mereka masing-

masing juga sesuai kriteria dan sejalan dengan prinsip agama itu

63 W. Richard Whitaker, Janet E. Ramsey, and Ronald D. Smith, Media

Writing: Print, Broadcast and Public Relation , Second Eition, (London: Lawrence Erlbaum Associates Publisher, 2004), h. 390-391.

 

Page 76: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

61

sendiri.64 Dengan demikian, secara sederhana jika dakwa adalah

pesan agama, maka media dakwah merupakan alat atau saluran

untuk membawa pesan-pesan agama kepada khalayak.

Karena sifat media yang massa, dimana pesan-pesannya

langsung dapat diakses oleh khalayak banyak, maka pesan dakwah

yang disampaikan melalui media akan mudah diakses oleh

khalayak. Ketika pesan dakwah disampaikan menggunakan media

massa seperti koran, majalah, radio, ataupun televisi, pada saat

yang sama pesan dakwah tersebut telah didistrubsikan secara luas

bahkan dapat diakses oleh khalayak dunia. Seseorang bisa

menyampaikan pesan-pesan dakwah di media cetak atau

elektronik dan bahkan dengan berkembangnya tekonolgi yang

karenanya perangkat canggih dibuat sehingga menyapaikan pesan

dakwah saat ini sudah terhubung secara online dengan khalayak

dan juga bisa menggunakan media baru.

Seperti yang Manovich katakan, berbeda dengan media

cetak, fotografi atau televis, media baru, tidak akan pernah

menceritakan keseluruhan cerita.65 Secara ontologis, media baru

dan media lama berbeda secara status. Media baru dalam bentuk

data digital sepenuhnya dapat dimanipulasi. Jadi, apa yang

ditampilkan di media baru dapat berubah makna, sebab sesuatu

yang disimpan dalam file dan database, diambil dan disortir,

64 David Morgan, Key Words in Religion, Media and Culture, (Canada:

Routledge, 2008), h. 111-112. 65 Mark B. N. Hansen, New Philosophy for New Media, (London: The

MIT Press, 2004), h. 30-32.

 

Page 77: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

62

dijalankan melalui algoritma dan ditulis ke perangkat output

sehingga cenderung bisa dimanipulasi.

Bagi Asmuni Syukur, media dakwah adalah segalah

sesuatu yang dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan

dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah ini dapat berupa

barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu dan

sebagainya.66

Dr. Taufik al-Wa’iy menyebut beragama-macam sarana

bertabligh atau berdakwah. Apalagi pada era teknologi, telah

bermacam-macam dan beraneka ragam media atau sarana dakwah.

Semuanya dapat dibagi beberapa kelompokkan seperti berikut.

a. Sarana sam’iyah (audio), seperti radio, seminar, khotbah,

diskusi, pelajaran, dan lain-lain.

b. Sarana maqru’ah (bacaan), seperti Koran, majalah, buku,

selebaran, dan lain-lain.

c. Sarana bashriyah (video), seperti televise, drama, bisokop,

dan lain-lain.

d. Sarana syakhsiyah (profil), seperti pertemuan, dakwah

fardiyah, percakapan, basa-basi, dan lain-lain.67

66 Asmuni Syukur, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya:

Al-Ikhlas, 1983), Hal. 163.; Lihat juga La Ode Chsunul Huluk, Komunikasi Naratif Kitab Bula Malino dan Pesan Dakwah Dalam Baris 332-383, UIN Jakarta, 2014.

67 Dr. Taufik al-Wa’iy, “Da’wah Ilallah” Dakwah ke Jalan Allah: Muatan, Saran, dan Tujuan, (Jakarta: Robbani Press, 2010), Hal. 352.; Lihat juga La Ode Chsunul Huluk, Komunikasi Naratif Kitab Bula Malino dan Pesan Dakwah Dalam Baris 332-383, UIN Jakarta, 2014.

 

Page 78: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

63

Beberapa media dakwah yang dikutip oleh Asmuni Syukur

(Syukur: 168-180) adalah sebagai berikut.

a. Lembaga Pendidikan Formal

Lembaga pendidikan formal yang memiliki kurikulum,

siswa sejajar kemampuannya, pertemuan rutin, dan

sebagainya. Seperti Sekolah Dasar, Sekolah Menengah

Pertama, dan lain sebagainya. Dalam kurikulum yang

dianutnya terdapat bidang studi agama apalagi lembaga

pendidikan yang di bawah lingkungan Kementrian Agama.

Dengan pendidikan agama tersebutlah menunnjukkan

bahwa lembaga formal merupakan media dakwah. Sebab,

pendidikan agama pada dasarnya menanamkan ajaran

Islam kepada anak yang bertujuan melaksanakan perintah

Allah (dakwah).

b. Lingkungan Keluarga

Keluarga adalah kesatuan sosial yang terdiri dari ayah,

ibu dan anak atau kesatuan sosial yang terdiri dari beberapa

keluarga yang masih ada hubungan darah. Keluarga

memiliki kepala keluarga yang berkuasa atas segalanya di

dalam keluarga dan juga sebagai sosok yang disegani.

Pada umumnya, di dalam keluarga terdapat kesamaan

agama, tapi ada juga bermacam-macam agama yang

dianutnya. Bagi kepala keluarga beragama Islam,

kesempatan yang baik keluarganya dapat dijadikan media

dakwah, seperti membiasakan anaknya shalat, puasa, dan

sebagainya sebagaimana disabdakan Rasulullah saw:

 

Page 79: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

64

اء ن بـ أ م ه ا و ه يـ ل ع م ه و بـ ر اض و ني ن س ع ب س اء ن بـ أ م ه و ة ال اص اب م ك د ال و ا أ و ر م

ا يف م ه نـ يـ ا بـ و قـ ر فـ و ر ش ع [احلديث]ع اج ض مل

“Suruhlah anak-anakmu menjalankan ibadah shalat bila

mana sudah berusia tujuh tahun, dan apabila telah berusia

sepuluh tahun pukullah ia (bila tidak mau menjalankan

shalat tersebut) dan pisahkan tempat tidurnya” (Al-

Hadits).

c. Organisasi-organisasi Islam

Oraganisasi Islam sudah tentu berasaskan ajaran Islam.

Begitupun tujuan organisasinya, menyingguny ukhuwah

islamiyah, dakwah islamiah, dan sebagainya. Maka,

organisasi Islam seperti ini dapat dikatakan sebagai media

dakwah.

d. Hari-hari Besar Islam

Sebagai tradisi Umat Islam Inonesia, setiap peringatan

hari besar secara seksama mengadakan upacara-upacara.

Upacara peringatan hari besar Islam dilaksanakan di

berbagai tempat, di istana Negara, kantor-kantor, sampai di

daerha pelosok pedesaan. Di sinilah da’i memiliki

kesempatan yang baik dalam menyampaikan misi

dakwahnya. Baik bersifat pengajian umum maupun

selamatan di surau-surau atau tempat lainnya. Kebaikan

hari-hari besar memang biasa dijadikan sebagai media

dakwah.

 

Page 80: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

65

e. Media Massa

Media yang berupa radio, televisi, surat kabar/majalah,

juga dipergunakan sebagai media dakwah. Baik melalui

rubrik/acara khusus agama ataupun acara/rubrik yang

berbentuk sandiwara, puisi, lagu-lagu, dan sebagainya.

f. Seni Budaya

Beberapa group kesenian dan juga kebudayaan

menunjukkan perannya dalam usaha penyeruan dakwah

Islam (amar ma’ruf nahi mungkar). Seperti group qosidah,

dangdut, musik band, sandiwara, wayang kulit, dan

sebagainya (Syukur:163).

Materi dakwah adalah isi pesan yang disampaikan da’i

kepada mad’u. Pada dasarnya, pesan dakwah itu adalah ajaran

Islam itu sendiri. Secara umum dapat dibagi beberapa kelompok

yaitu.

a. Pesan Akidah, meliputi Iman kepada Allah Swt, Iman

kepada Malaikat-Nya, Iman kepada kitab-kitab-Nya, Iman

kepada Rasul-rasul-Nya, Iman kepada Hari Akhir, dan

Iman kepada Qadha-Qadar.

1. Pesan Syair’ah, meliputi ibadah thaharah, shalat, zakat,

puasa, haji, serta mu’amalah. 1) hukum perdata meliputi:

hukum niaga, hukum nikah, dan hukum waris, dan 2)

hukum publik meliputi: hukum pidana, hukum negara,

hukum perang, dan damai.

b. Pesan Akhlak, meliputi akhlat terhadap Allah Swt, akhlak

terhadap makhluk yaitu manusia, diri sendiri, tetangga,

 

Page 81: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

66

masyarakat, serta akhlak terhadap bukan manusia yaitu

flora, fauna, dan sebagainya.68

Saat ini banyak kita jumpai ceramah keagamaan, nanyian

(musik) religi, sampai film yang berhubungan dengan agama telah

diisi ke dalam CD atau DVD. Begitu juga pementasan budaya

seperti wayang, nyanyian syair agama, dan sebagainya kini mulai

ditampilkan media baru seperti DVD dan CD bahkan

bertransformasi menjadi figur tersendiri dari pesatnya

perkembangan teknologi.

Perlu diingat bahwa media baru merupakan tahapan lanjut

dari media sebelumnya. Creeber dan Martin menyebutkan

beberapa yang tergolong media baru antara lain: Internet, World

Wide Web, Televisi Digital, Sinema Digital, Komputer Pribadi

(PC), DVD (Digital Versatile Disc atau Digital Video Disc), CD

(Compact Disc), Komputer Pribadi (PC), Pemutar Media Portabel

(seperti MP3 Player), Ponsel Seluler (atau Seluler), Video (atau

Komputer) Game Virtual Reality (VR), Artificial Intelligence (AI),

dan sebagainya.69

McLuhan mengemukakan apa yang dia sebut sebagai

global village, bahwa suatu saat nanti informasi akan sangat

terbuka karena perkembangan tekonologi komunikasi. Manusia

sangat tergantung pada teknologi, terutama teknologi komunikasi

68 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, (Rosdakarya: Bandung, 2010),

hal. 20. 69 Glen Creeber and Royston Martin, Digital Cultures, (New York:

Open University Press, 2009), h. 2.

 

Page 82: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

67

untuk mendapatkan informasi.70 Sejalan dengan yang

dikemukakan Biagi bahwa saat ini media sangat dekat dengan

manusia dan terus hadir dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang

bisa mendengarkan berita radio meski berada di kamar mandi, dan

mendengarkan laporan-laporan lalu-lintas pada saat berada di jalan

raya. Surat kabar terus menawarkan berita lokal dan nasional yang

memberi banyak informasi yang kita inginkan, sementara pada

saat bersamaan, media online terus-menerus memperbaharui

berita-berita penting. Majalah mengiklankan permainan viedo

terbaru, model-gaya terkini, dan bahkan membantu kita untuk

merencanakan agenda penting seperti pernikahan, seminar, dan

lain sebagainya.71

Pendapat Mcluhan dan Biagi tersebut cukup menunjukkan

bahwa seseorang bisa mengerjakan pekerjaan rumah di laptop,

mengakses berita, bahkan membaca puisi-puisi keagamaan sambil

menyempatkan diri untuk berinteraksi dengan teman di facebook.

4. Dakwah di Masa Lampau

Awal dakwah dimulai setelah turun ayat 1-5 dari Surat Al-

Alaq pada 17 Ramadhan hari Isnin 13 tahun sebelum Hijriah (6

Agustus 610 M) sebagai ayat Al-Qur’an yang pertama turun.72

Kemduian turunlah ayat 1 sampai 7 dari Surat Al-Muddatsir,

70 McLuhan, Marshall, Understanding media: The extensions of Man,

(American Quarterly, 1964) Volume 16, h. 109-110. 71 Shirley Biagi, Media/Impact: Pengantar Media Massa, (Jakarta:

Salemba Humanika, 2010), h. 5. 72 Muhammad Ridha, Muhammad Rasulullah (Kairo: Darul Ihya

Kutubul Arabiyah), 1980, h. 69 dalam Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT. (Arnold, 1981) Rajagrafindo Persada, 2011), h. 11.

 

Page 83: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

68

sebagai perintah Nabi Muhammad Saw untuk memulai

dakwahnya.73 Rasulullah Saw. diutus ke muka bumi adalah untuk

menyempurkan akhlak. Rasulullah adalah seorang juru dakwah

yang menyiarkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin. Karena

kehidupannya yang merupakan standar teladan yang baik (uswatun

hasanah) bagi umatnya, maka jelaslah bahwa yang dibawa Nabi

Muhammad Saw adalah dakwah Islam. Semangat dakwah sangat

menentukan dalam sejarah Islam sehingga dakwah telah sejalan

dan sejalin di dalam agama sejak awal.

Nabi Muhammad yakin tentang misi kerasulannya setelah

mengalami pertentangan jiwa dan kecemasan yang cukup lama.

Sehingga, dakwah beliau yang pertama-tama adalah ditujukan

kepada lingkungan anggota keluarganya. Di antara inti ajaran yang

disampaikan Nabi kepada mereka adalah masalah tauhid,

penghapusan patung-patung berhala, dan kewajiban manusia

beribadah kepada Allah Swt. Keberhasilan dakwah beliau adalah

isteri beliau, Khadijah, sebagai orang pertama yang masuk Islam

dan mengikut setelah itu para sahabat dan pengikutnya.74

Kemudian setelah Rasulullah wafat, dakwah Islam mulai

berkembang di kalangan bangsa-bangsa Asia Barat, Afrika,

Spanyol, Turki, Persia, Asia Tengah, Mongol, India, Cina, hingga

73 Hasan Ibrahim Hasan, Tarikhul Islam as-Siyasi (Kairo: Maktabah

an-Nahdatul Misriyah, 1948), juz I h. 67-70; Muhammad Husain Haikal, Hayatu Muhammad (Kairo: Darul Qalam, 1978) h. 136 dalam Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), h. 11.

74 Homas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam (Jakarta: Widjaya (Arifin, 2011), 1981), h. 10.

 

Page 84: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

69

Indeonesia dan Malaysia.75 Saat ini, dakwah bukan saja mengenai

tentang fenomena keagamaan (tehologi) tetapi juga sudah

mencakup fenomena sosial yang berlangsung melalui proses sosial

dan memiliki impilkasi sosial. Artinya, dalam dakwah ada peran

(da’i, mubaligh, atau guru agama) yang mengajak pihak lain

(jama’ah atau mitra dakwah) tentang amar ma’ruf nahi munkar,

atau untuk memahami dan menguasai ilmu dan teknologi.76

Metode yang dipakai ulama berdakwah di masa lalu terus

berkembang hingga saat ini. Saluran atau media untuk

menyampaikan pesan dakwah ke mad’u dimulai dengan media

yang ada sekarang (surat kabar, televisi, radio, dan internet). Selain

berdakwah melalui mimbar-mimbar, para da’i di masa lampau

menyampaikan pesan dakwah dengan cara menulis dan

menyanyikan syair serta menulis kitab sastra. Menulis syair dan

kitab agama mulai disemarakkan ketika adanya kertas. Hal

tersebut dimanfaatkan oleh para ulama-ulama seperti dahulu untuk

menulis buku ilmiah serta karya-karya naratif yang berhubungan

dengan keagamaan agar tujuan mereka dapat tersampaikan lebih

luas.

Raffaele Santoro, Director of the Venetian State Archives,

menegaskan bahwa naskah kitab dan syair agama di masa dulu bisa

memberikan banyak informasi dan juga menunjukkan bagaimana

metode dakwah yang digunakan. Mneurut Santoro, arsip

75 Homas W. Arnold, 1981, h. 40. Lihat Juga h. xv-xviii. 76 Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer: Sebuah Studi Komunikasi,

(Yogyakarta: Graha Ilmu: 2011), h. 38.

 

Page 85: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

70

manuskrip banyak menyimpan catatan besar tentang masa lalu.77

Dari arsip naskah kuno tersebut kita bisa melihat bagaimana narasi

dakwah dibangun sehingga kita dapat menggali makna apakah

tradisi hikayat, menulis kitab, dan menulis syair agama disebut

sebagai media dakwah. Sebagian besar ahli filolog seperti

Chambert-Loir dan Fathurhahman dalam Tjandrasasmita (2009:

193) berpendapat bahwa studi naskah (manuscript) sangat penting,

karena naskah menyimpan informasi yang berlimpah, lebih banyak

daripada sastra.78

Kita sudah membahas tentang media dan dakwah serta

telah menguraikan definisi dari media dakwah. Namun jika ditarik

mundur ke masa lalu, maka untuk mengemukakan media yang

digunakan saat berdakwah oleh ulama terdahulu, tentu

memerlukan konsep dan kajian yang relevan. Cara berdakwah

Hamzah Fansuri sebenarnya telah menunjukkan apa saluran

(media) yang dipakai untuk menyampaikan pesan agama. Kita

ketahui bahwa Fansuri telah menulis syair yang banyak

menerangkan tentang ajaran Islam. Beberapa judul syair yang

dibuat oleh Fansrui adalah: Syair Ibadat, Syair Sifat Dua Puluh,

Syair Rukun Haji, Syair Kiamat, Syair Cerita di Dalam Kubur, dan

sebagainya.79

77 Maria Pia Pedani, Inventory of The Lettere e Scritture Turchesche in

The Venetian State Archives, (Leiden: Boston, (Fang, 2011) (Saputra, 2011) 2010)

78 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2009), h. 191-192.

79 Lihat Fang, 2011, h. 603-604.

 

Page 86: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

71

Sampai dengan abad ke-8 H/14 M, belum ada pengislaman

penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Dalam pola

perkembangan dakwah di Indonesia sebelum masa penjajahan,

baru pada abad ke-9 H/14 M, penduduk pribumi memeluk Islam

secara massal. Menurut para pakar sejarah, bahwa masuk Islamnya

penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut

disebabkan saat itu kaum muslimin sudah memiliki kekuatan

politik yang berarti. Yaitu, ditandai dengan berdirinya beberapa

kerajaan bercorak Islam, seperti Kerjaan Aceh Darussalam,

Malaka, Demak, Buton, Cirebon, Ternate, dan lain-lainnya.

Hefni mengatakan, dalam literatur yang beredar dan

menjadi arus besar sejarah, masuknya Islam ke Indonesia selalu

diidentikkan dengan penyebaran agama oleh orang Arab, Persia,

ataupun Gujarat. Selain itu, menurut Slamet Mulyana bahwa Islam

di Nusantara tidak hanya berasal dari wilayah India dan Timur

Tengah, tetapi juga berasal dari Cina, tepatnya Yunan. Setelah

armada Tiongkok Dinasti Ming yang pertama kali masuk

Nusantara melalui Palembang tahun 1407 M, kemudian

Laksamana Ceng Ho membentuk Kerjaan Islam di Palembang

yang dalam perkembangannya Kerjaan Islam Demaklah yang

lebih dikenal.80

Sunan Bonang atau Maulana Makhdum Ibrahim adalah

putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Malina. Pemilik julukan

Prabu Nyokrokusumo itu adalah termasuk penyokong dari Kerjaan

80 Harjani Hefni, Lc, M.A, Pengantar Sejarah Dakwah (Kencana:

Jakarta, 2007), hal. 171-172.

 

Page 87: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

72

Demak dan ikut pula membantu pendirian Masjid Agung di Kota

Bintaro, Demak. Selain mendirikan pendidikan dan dakwah Islam,

salah satu program dakwah yang dikembangkannya adalah

berinteraksi dengan masyarakat dan menciptakan gending-gending

atau tembang-tembang Jawa yang sarat dengan misi pendidikan

dakwah Islam (Hefni, 2007: 177). Seperti halnya MIK yang

membuat syair (kabanti) Buton, tembang ciptaan Sunan Bonang

juga membuat seperti Simon, Dandang Gulo, Pangkur, dan lain-

lain.

Sunan Bonang, seperti yang ditulis MIK dalam manuskrip

kabanti, juga melakukan kodifikasi atau pembukuan dakwah yang

diandili oleh murid-muridnya. Kitab itu ada yang berbentuk puisi

maupun prosa yang sampai saat ini dikenal sebagai Suluk Sunan

Bonang. Berkenaan dengan hal tersebut, syair yang dibuat dengan

pendekatan tasawuf atau religionitas adalah juga merupakan saran

dakwah Islam.81

Yusuf Qardhawi dalam Retorika Islam mengatakan bahwa

dakwah di jalan Allah SWT dapat dilakukan dengan menulis buku,

membangun lembaga pendidikan, mempresentasikan ceramah-

ceramah di pusat keilmuan, atau menyampaikan khutbah jum’at

dan sebagainya. Ada pula yang melakukan dakwah dengan kalimat

thayibah (baik), pergaulan yang baik dan keteladanan. Selain itu,

ada lagi bentuk dakwah dengan menyediakan fasilitas-fasilitas

81 (Hefni H. , 2007).

 

Page 88: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

73

material demi kemaslahatan dakwah, bahkan dakwah melalui seni,

baik seni suara maupun seni musik.82

Menurut Esa Poetra, yang dikutip Aripudin, bahwa lagu-

lagu dan puji-pujian pada masa penjajahan merupakan media yang

bisa menumbuhkan ketenangan dan keberanian. Pada masa Nabi

Muhammad saw, pernah suatu ketika dua kali pasukan tentara

Islam dipukul tentara Quraisy, Rasulullah sempat meminta

dikumpulkan penyanyi-penyanyi terbaik dengan meminta Hindun

menjadi lead vocal-nya. Dengan segala ridha-Nya, perang ketiga

akhirnya dimenangkan pasukan Islam.83

Berdasarkan prisnsip al-hikmah dan biqadri ‘uquulihim,

Wali Songo memanfaatkan seni budaya lokal (seni suara, seni

karawitan, dan wayang) sebagai media dakwah. Sebagaimana

Islam-Demak masyarakat umumnya menggunakan tembang gede,

sebuah seni suara Jawa-Hindu. Karena tembang tersebut dirasa

kurang menarik dan kurang praktis, maka Sunan Kalijaga, Sunan

Giri, dan Sunan Bonang (Wali Janget Tinelon/Tiga Serangkai)

mengganti dengan tembang macapat dengan lagu-lagunya yang

terkenal. Tembang macapat memiliki banyak lagu, di antaranya

lagu Kinanti karya Sunan Kalijaga, isi syairnya sebagai berikut:

Bismillahi- sun pitutu (r) Pitutur laku basuki Ing donya tum’keng delaha (n) Mung samungkem mring Ilahi Hasirik laku duraka

82 Acep Aripuddin, Dakwah Antarbudaya, (Rosdakarya, Bandung:

2012), hal. 137. 83 Lihat Aripudin, 2012: 137-138.

 

Page 89: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

74

Asih tresno mring sasami

Artinya:

Bismillahi aku memberi wejangan Wewejang merupakan laku selamat Di dunia sampai akhirat Hanya taat kepada Tuhan Pantang melakukan perbuatan durhaka Kasih sayang kepada sesama manusia84

Islam telah memberikan acuan moral (akhlak) bagi para

penyair untuk membela agama, menonjolkan nilai-nilai yang baik,

melawan musuh-musuh kaum muslimin dengan kata-kata dan

membantah setiap tipu daya para pendusta. Al-Qur’an juga

mencela cara-cara yang dilakukan para penyair sesat, yang

membuat kalimat-kalimat tak berakhlak dan berisi khayalan,

mimpi-mimpi dan tipu daya yang menjauhkan pembacanya dari

hakikat kebenaran. Seperti firman Allah QS. Asy-Syu’ara: 224-

227)

Bahkan, Rasulullah Saw mendukung syair-syair yang

menyerukan pada keutamaan dan nilai-nilai yang terpuji. Sebuah

riwayat yang menyebutkan: beliau bersabda, “Sesungguhnya dari

syair itu terdapat hikmah” juga “Dengan syair itu, kalian laksana

melempar busur-busur panah ke mereka” (Bukhari, Al-Jami’ Ash-

Shahih, juz 7, hal. 107).85

84 Nawari Ismail, Filsafat Dakwah: Ilmu Dakwah dan Penerapannya,

(PT. Bulan Bintang, Jakarta: 2004), hal. 113-114. 85 Muhammad Amahzun, Manhaj Dakwah Rasulullah, (Qisthi Press,

Jakarta: 2004), hal.201-202.; Lihat juga La Ode Chsunul Huluk, Komunikasi Naratif Kitab Bula Malino dan Pesan Dakwah Dalam Baris 332-383, UIN Jakarta, 2014.

 

Page 90: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

75

Semua syair agama yang telah ditulis akan berbeda dengan

syair yang hanya dituturkan. Di masa lalu, semarakknya nyanyian

dan syair agama belum bersentuhan dengan media elektronik

seperti radio, televisi, dan internet belum ada sehingga syair agama

ditulis layaknya media cetak seperti koran. Jika syair dijadikan

sebagai saluran untuk menyampaikan narasi agama, maka

nyanyian atau syair dapat dipandang sebagai media dakwah.

Dengan hadirnya media baru seperti yang dikemukakan Creeber

dan Martin,86 maka syair atau kitab sastra agama akan muda

diakses oleh khalayak.

D. Budaya dan Artefak Budaya

Secara sederhana, budaya bisa dimaknai sebagai nilai-nilai

yang ada di antara komunitas dan artefak budaya merupakan

wujud dari nilai-nilai tersebut.87 Termasuk juga dalam memahami

syair, misalnya dibacakan dengan nyanyian dan ritual tertentu

berdasarkan situasi budaya di dalam masyarakat itu.

Mieke Bal (1999:1) mengemukakan naratologi sebagai

ilmu yang mempelajari tentang naratif yang meliputi teks-teks

naratif, citra, tontonan, peristiwa, dan artefak-artefak kebudayaan

lainnya yang diasumsikan memiliki atau menyampaikan suatu

cerita. Adapun cerita menurut Bal 1999:3, diartikan sebagai suatu

teks yang mana seorang agen terkait atau menyampaikan suatu

86 (Martin, 2009). 87 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual: Riset Komunikasi, Budaya, dan

Sosioteknelogi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2017), hal. 11.

 

Page 91: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

76

cerita melalui suatu media tertentu seperti bahasa, citra, suara,

bangunan, atau juga kombinasi antara hal-hal tersebut.88

1. Arti Budaya

Budaya merupakan nilai-nilai yang muncul dari proses

interaksi antar individu. Nilai-nilai ini diakui, baik secara langsung

maupun tidak, seiring dengan waktu yang dilalui dalam interaksi

tersebut. Bahkan terkadang sebuah nilai tersebut berlangsung di

alam bawah sadar individu dan diwariskan pada generasi

berikutnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 169),

budaya bisa diartikan sebagai 1) pikiran, akal budi; 2) adat istiadat;

3) sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang

(beradab, maju); dan 4) sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan

yang sudah sukar diubah.89

Kajian budaya atau dikenal dengan cultural studies, Stuart

Hall menyebutnya sebagai formasi diskursif. Hall mengatakan

bahwa kajian budaya adalah sebuah kluster (atau formasi) ide-ide,

gambaran-gambaran (images), dan praktik-praktik (practise) yang

menyediakan cara-cara menyatakan, bentuk-bentuk pengetahuan,

dan tindakan yang terkait dengan topik tertentu, aktivitas sosial,

atau tindakan institusi dalam masyarakat.90 Tradisi kajian budaya

menjadi tradisi studi yang banyak dilakukan awal kemunculannya

88 Kukuh Yudha Karnanta, Struktural (dan) Semantik: Teropong

Strukturalisme dan Aplikasi Teori Naratif A. J. Greimas, Atavisme, Vol. 18, No. 2, Edisi Desember 2015: 171—181.

89 Lihat Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 2.

90 Stuart Hall, 1997 dalam Rachmah Ida, Motode Penelitian Studi Media dan Kajian Budaya, (Jakarta: Kencana, 2014, h. 1-4.

 

Page 92: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

77

oleh para peneliti dan akademisi di Centre of Contemporary

Cultural Studies (CCCS), Universitas Birmingham di Inggris pada

tahun 1960an. Kemudian tradisi tersebut meluas ke kalangan

intelektual seperti Amerika, Afrika, Australia, Asia, Amerika

Latin, dan Eropa, dengan setiap formasi yang berbeda-beda objek

kajiannya.91

Dreama Moon (1996) mencatat bahwa bagaimana budaya

didefinisikan menentukan bagaimana budaya dipelajari. Dia juga

berpendapat, untuk memperluas gagasan budaya agar

memasukkan gagasan perjuangan atas kekuasaan.92 Secara

pendekatan teori, misalnya dalam tradisi antropologi, Clifford

Geerzet (1973: 89) dalam (Nakayama, 2010) menjelaskan bahwa

budaya menunjukkan pola makna yang ditransmisikan secara

historis yang diwujudkan dalam simbol-simbol, sistem konsepsi

yang diwariskan serta diekspresikan dalam bentuk simbolik

dengan cara di mana seseorang berkomunikasi, mengabadikan dan

mengembangkan pengetahuan mereka tentang sikap terhadap

kehidupan.93 Dalam definisi ini, budaya merupakan nilai,

kebiasaan, karakteristik, perilaku, atau kepercayaan yang terus

berkembang.

91 Chris Barker, Cultural Studies: Theory and Practies, Fourth Edition

(London: Sage Publication) dalam (Ida, 2014, p. 1). 92 Judith N. Martin and Thomas K. Nakayama, Intercultural

Communication in Contexts, Fifth Edition (New York: McGraw-Hill, 2010), h. 48.

93 Geertz merupaka cendekiawan interpretatif, dipengaruhi oleh studi antropologis, juga memandang budaya sebagai yang dibagi dan dipelajari; namun, mereka cenderung berfokus pada pola perilaku komunikasi kontekstual, bukan pada persepsi yang terkait dengan kelompok. Lihat (Martin and Nakayama, 2010:87).

 

Page 93: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

78

Geert Hofstede (1984), seorang psikolog sosial yang

terkenal, mendefinisikan budaya sebagai "pemrograman pikiran"

(programming of the mind) dan setiap manusia memiliki pola

pemikiran, perasaan, karakteristik, dan sudut pandang yang

berbeda. Hofstede menggambarkan bagaimana pola-pola tersebut

berkembang melalui interaksi dalam lingkungan sosial dan dengan

berbagai kelompok individu, terutama dalam keluarga dan

lingkungan, kemudian di sekolah dan di kelompok pemuda,

kemudian di perguruan tinggi, dan sebagainya. Perbedaan-

perbedaan itu muncul karena seseorang telah berinteraksi dengan

individu lain; misalnya seseorang anak akan memiliki karakter

yang berbeda sesuai dengan karakter yang dialamai dalam

berinteraksi dengan lingkungannya. Sejalan dengan Singer 1987:

34 dalam (Nakayama, 2010), ia mendefiniksan budaya sebagai

pola belajar, persepsi yang terkait dengan kelompok termasuk baik

sikap verbal dan nonverbal, nilai-nilai, sistem kepercayaan, sistem

tidak percaya, dan perilaku. Ilmuwan sosial juga telah memberikan

persepsi bahwa pola pemikiran dan makna budaya memengaruhi

proses persepsi kita, yang pada gilirannya, juga memengaruhi

perilaku kita.94

Sementara dalam pendekatan etnografi, Gerry Philipsen

(1992:7-8 dalam Martin dan Nakayama, 2010: 87) menegaskan,

budaya mengacu pada pola simbol, makna, bangunan, dan aturan

yang secara sosial dibangun dan secara historis ditransmisikan.

Marvin Harris (1968: 16) dalam Nasrullah (2014: 17)

94 (Martin and Nakayama, 2010:87).

 

Page 94: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

79

mendefinisikan kebudayaan sebagai pola tingkah laku yang tidak

bisa dilepaskan dari ciri khas kelompok masyarakat tertentu,

misalnya ada istiadat.95

Definisi budaya dalam pandangan semiotika diartikan

sebagai persoalan makna. Menurut Thwaites et al. (2002:1 dalam

Nasrullah, 2014:17) menjelaskan bahwa budaya adalah

sekumpulan praktik sosial yang memproduksi, mendistribusikan,

dan mempertukarkan makna. Makna tersebut berada dalam tataran

komunikasi baik komunikasi antar individu maupun komunikasi

yang terjadi dalam kelompok. Sehingga budaya bukanlah ekspresi

makna yang berasal dari luar kelompok dan juga bukan menjadi

nilai-nilai yang baku. Sifat alamiah makna pada dasarnya tidaklah

bisa kekal karena manusia, bagi sebagai individu maupun anggota

kelompok, selalu dipengaruhi aspek-aspek sosial, misalnya

pendidikan, politik, ekonomi, dan sebagainya. Bagi Thwaites et

al., aspek sosial yang memberikan khazanah pemaknaan di mana

makna itu selalu berpindah, membelok, mengalami reproduksi,

dan juga saling dipertukarkan. Sehingga, budaya tidak terjadi

dalam ruang imajinasi, melainkan berada dalam praktik

komunikasi antarmanusia. Misalnya, kita bisa mengetahui apa

yang dipikirkan seseorang dari dari kalimat yang dia tulis tanpa

pernah sekalipun bertemu dengan orang tersebut. Namun, dalam

konteks budaya melalui perspektif semiotika ini, makna kalimat

95 Lihat Martin and Nakayama, 2010, h, 88 dan Nasrullah 2014, h. 17

 

Page 95: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

80

yang ditulis tentu saja sesuai dengan praktik sosial yang secara

umum berlaku.96

2. Konsep-konsep Kunci Kajian Budaya

Budaya yang dimaksud Hall adalah meliputi: praktik-

praktik budaya, representasi-representasi, bahasa dan kebiasaan-

kebiasaan dari suatu masyarakat tertentu. Menurut Barker, ada

beberapa konsep kunci kajian budaya antara lain:

a. Praktik-praktik budaya (signifying practise) dalam

masyarakat yang menghasilkan makna. Budaya yang

dimaksud adalah makna sosial yang dibagi, yakni

bagaimana memaknai dunia dan kehidupannya. Dalam

kajian budaya, bahasa bukan merupakan medium yang

netral bagi formasi makna dan pengetahuan tentang dunia

objek yang independen ‘out ther’ atau di luar. Bahasa

digenerasikan melalui tanda-tanda yang terbentuk dan

dihasilkan dalam sistem sosial. Maka dari itu, produksi

makna itulah yang disebut sebagai praktik-praktik

signifikansi.

b. Representasi. Dalam studi-studi budaya, pertanyaan paling

mendasar adalah pada representasi-representasi, yakni

bagaimana dunia dikontstruksi secara sosial dan

direpresentasikan kepada dan oleh kita dalam cara-cara

yang bermakna. Maksudnya adalah, kita perlu melakukan

investigasi untuk melihat bagaimana makna diproduksi

96 Nasrullah, 2014, h. 17

 

Page 96: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

81

dalam berbagai konteks. Representasi-representasi buda

dan makna memiliki meterialitas tertentu: yakni melekat

pada suara (sound), tulisan-tulisan/pesan/symbol

(isncriptions), objek, gambar-gambar (images), buku-

buku, majalah-majalah, dan program-program televisi.

Materialitas ini semuanya diproduksi, diaktifkan,

digunakan, dan dipahami dalam konteks sosial tertentu.

c. Materialisme dan Non-reductionism.97 Kajian budaya

selama ini fokus pada ekonomi industrialisasi modern dan

budaya media yang terorganisir dalam garis kapitalis.

Representasi kemudian dilihat sebagai hasil produksi dan

korporasi yang diatur dan diarahkan oleh motif atau

orientasi profit/keuntungan. Perkembangan dari kajian

budaya meliputi kajian-kajian yang mengarah pada bentuk-

bentuk materialisme budaya yang menekankan pada kajian

bagaimana dan mengapa makna-makna dihasilkan seperti

itu pada kondisi atau saat diproduksi. Maka, kajian budaya

menekankan pada hal-hal seperti: siapa yang memiliki dan

mengontrol produksi budaya; dan konsekuensi-

konsekuensi dari pola-pola kepemilikan dan control dari

cultural landscape atau konteks budaya. Non-reductionism

yang dimaksud adalah kajian budaya selama ini dalam

tradisinya melihat budaya memiliki makna-makna spesifik

sendiri, aturan-aturan dan praktik-praktik yang tidak dapat

97 Non-reductionism dalam kajian budaya mempertanyakan soal kelas,

gender, seksualitas, ras, etnisitas, kebangsaan dan usia yang mempunya kekhasan tertentu yang tidak dapat dikurangi baik oleh ekonomi politik maupun sebaliknya (Nasrullah, 2014).

 

Page 97: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

82

dikurangi atau tidak bisa dijelaskan sendiri dalam

terminologi kategori lain atau level/tingkatan formasi

sosial. Bagi tradisi kajian budaya, budaya akan tergantung

pada referensi tempat di mana proses produksi (makna)

terjadi. Dengan kata lain, kajian budaya menolak

kepentingan ekonomi yang memengaruhi makna dari

budaya yang diproduksi.

d. Artikulasi. Kajian budaya juga memilih menggunakan

konsep ‘artikulasi’ dalam rangka untuk menteorikan

hubungan-hubungan antara komponen dan formasi sosial.

Konspe artikulasi adalah konsep yang dimaksudkan adalah

upaya melakukan representasi/ekspresi dan membawa

bersama atau putting together. Maksudnya, representasi

gender artinya membawa bersama soal ras atau bangsa.

Konspe artikulasi juga mengandung makna mendiskusikan

hubungan antara budaya dan ekonomi politik.

e. Kekuasaan (power). Dalam kajian budaya, konsep

kekuasaan menjadi sentral pertanyaan dalam studi-

studinya. Kekuasaan selalu berada di setiap tingkatan

hubungan sosial. Kekuasaan tidak hanya menyatuka

keseragaman, atau menekankan tekanan melalui

subordinasi terhadap proses-proses sosial, tindakan sosial,

dan hubungan yang terjadi. Dengan kata lain, kajian budaya

sangat memperhatikan persoala kelompok-kelompok yang

tersubnordinasi atau disubordinasi, baik kelas sosialnya,

ras, gender, bangsa, kelompok, dan sebagainya.

 

Page 98: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

83

f. Budaya popular. Kajian budaya melihat budaya popular

seringkali menjadi dasar kajiannya. Budaya pop yang

diproduksi menghasilkan banyak sekali praktik-praktik

proses produksi makna yang beragam. Dalam budaya pop,

nila-nilai, ideology, subordinasi, representasi dan

eksistensi kekuasaan dan ekonomi politik diartikulasikan.

Program-program televisi, iklan-iklan, buku-buku,

majalah, dan sebagainya menjadi medium ‘menuliskan

(inscribe) kepentingan, kekuasaan, nilai-nilai, ideologi,

subrodinasi, dan sebagainya.

g. Teks dan Pembaca/Penonton. Kajian budaya

memperhatikan elemen medium seperti teks, terutama

praktik-praktik teks yang terhegemoni. Teks tidak hanya

berupa tulisan, melainkan juga gambar (images), suara

(sounds), objek (seperti pakaian), aktivitas (seperti menari

dan olahraga). Selama hal-hal ini merupakan sistem tanda

dan bisa disamakan sebagai mekanisme ‘bahasa’ maka hal-

hal ini disebut sebagai teks budaya atau cultural texts. Teks

akan bermakna menjadi pembaca atau penontonya. Teks

merupakan bentuk representasi yang polysemic atau

mempunyai makna yang lebih dari satu atau tidak tunggal.

Sehingga kajian budaya perlu memperhatikan pembaca

atau audiens sebagai bagian penting yang menyebabkan

teks itu bekerja (text work). Audiens menjadi penting untuk

melihat bagaimana makna diproduksi. Juga bagaimana

makna diproduksi dalam hubungan antara teks itu sendiri

 

Page 99: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

84

dan audiens. Momen konsumsi teks lalu menjadi penting

sebagai momen produksi yang sangat bermakna.

h. Subjektifitas dan Identitas. Momen konsumsi teks yang

dilakukan oleh audiens (pembaca maupun penonton)

merupakan proses yang dibentuk oleh sunjektifitas dan

identitas lalu menjadi isu sentral bagi kajian budaya di

tahun 1990an. Kajian budaya kemudian mengungkap lebih

detail tentang: bagaimana kita menjadi orang seperti

sekarang ini; bagaimana kita menjadi orang seperti

sekarang ini; bagaimana kita diproduksi sebagai subjek dan

bagaimana kita mengidentifikasi dengan deskripsi-

deskripsi (secara emosional) tentang diri kita sebagai laki-

laki atau perempuan, sebagai orang berkulit hitam atau

putih, sebagai orang muda atau tua, dan sebagainya. Dalam

tradisi studi-studi budaya, argumen utamanya, yang

dikenal dengan ‘anti-essentialism’, melihat bahwa

identitas-identitas bukanlah sesuatu yang ada/exist, mereka

tidak mempunyai kualitas-kualitas esensial atau universal.

Dengan kata lain, bahwa identitas-identitas itu adalah

konstruksi-konstruksi diskursif, produk dari diskursif-

diskursif atau standar orang mengatakan tentang dunia.

Identitas-identitas itu dibuat dan dikonstitusikan, tidak

ditemukan oleh representasi, yang dikenal dengan

bahasa.98

98 Barker 2012: 7-10 dalam Ida, 2014: 4-9.

 

Page 100: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

85

3. Artefak Budaya

Perlu diketahui, menurut Hoenigman dalam

Koentjaraningrat (2000), ada tiga wujud budaya yaitu: (1) ideas

(ide/gagasan) yang menghasilkan sistem budaya/adat-istiadat, (2)

activities (tindakan) yang menghasilkan sistem sosial, dan (3)

artifact (artefak) yang menghasilkan kebudayaan fisik.

Ketiga wujud tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

Pertama, ide/gagasan/nilai/norma/peraturan merupakan sesuatu

yang bersifat abstrak, kerangka pemikiran dalam otak, kerangka

perilaku yang ideal, berupa tatanan/peraturan/norma ideal.

Misalnya: cita-cita, visi dan misi, norma/aturan-aturan, dan

seterusnya. Kedua, tindakan/aktivitas merupakan sesuatu yang

konkret, tindakan berpola manusia dalam masyarakat, perilaku

manusia dalam hidup bersosialisasi dan berkomunikasi, perilaku

manusia dalam bergaul dengan sesamanya, perilaku manusia

sehari-hari menurut pola-pola tertentu berdasarkan adat tata

kelakuan. Misalnya: proses belajar-mengajar, proses administrasi,

proses kreatif, proses produksi, dan seterusnya. Ketiga,

artefak/kebudayaan fisik merupakan sesuatu yang konkret, benda-

benda hasil karya manusia, baik yang besar-besar maupun yang

kecil-kecil. Misalnya: bangunan, ruang, buku, komputer, candi,

dan seterusnya.99

Melihat gagasan Geerzet (1973: 89) mengenai budaya,

manuskrip merupakan hasil dari karya budaya (artefak budaya)

99 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, dan

 

Page 101: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

86

sebagai bentuk atau cara di mana seseorang berkomunikasi,

mengabadikan, dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang

sikap terhadap kehidupan.100 Sehingga, seperti yang diungkapkan

Hall bahwa ide/gagasan, aktifitas, dan praktik-praktik budaya

dalam suatu kelompok masyarakat tentu akan menghasilkan cara-

cara menyatakan bentuk-bentuk pengetahuan, dan tindakan yang

terkait dengan topik yang ditentukan, aktivitas sosial, atau tindakan

institusi dalam masyarakat.101 Manuskrip kuno yang berisi syair

agama merupakan karya atau praktik (practise) dari ide/gagasan

dan aktifitas masyarakat yang berkembang.

Sedyawati (2008) dalam Azwar (2015) mengatakan bahwa

salah satu bentuk kebudayaan masyarakat Indonesia adalah nilai-

nilai luhur dan kearifan lokal yang tersimpan dalam artefak

kebudayaan seperti manuskrip kuno. Manfaat mempelajari

manuskrip kuno adalah memetik kearifan dari perbandingan antara

apa yang telah terjadi di masa lampau dan kenyataan yang hidup

dan berkembang di masa kini. Isi manuskrip kuno itu dapat dilihat

sebagai suatu yang memiliki kebermaknaan bagi dunia (Memory

of the Word), yang dapat dilihat dari sudut nilai kesejarahan, nilai

perkembangan ilmu, serta nilai kemanusiaan pada umumnya.102

Manuskrip kuno menggambarkan kondisi sosial, politik, sejarah,

100 Lihat (Martin and Nakayama, 2010:87). 101 Stuart Hall, 1997 dalam Rachmah Ida, 2014, h. 1-4. 102 Edi Sedyawati, Kedwiakasaraan Dalam Pernaskahan Nusantara,

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008 dalam Azwar, Alih Media Manuskrip Kuno sebagai Pengembangan Ekonomi Kreatif, (Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Volume 5 No. 1 April 2015), hal. 2-3.

 

Page 102: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

87

ekonomi, kebudayaan suatu kelompok masyarakat pada

zamannya.

Bagi Yusuf (2006) dalam Azwar (2015), manuskrip kuno

sebagaimana layaknya sebuah media, juga berperan untuk

menyampaikan dan mendokumentasikan serta memuat berbagai

macam ilmu pengetahuan. Berbagai macam muatan manuskrip

kuno itu di antaranya adalah ajaran agama (syair agama dan kitab

ajaran keagamaan), karya sastra, sejarah, undang-undang, ramalan

dan teks-teks azimat. Manuskrip kuno mengandung nilai-nilai

luhur bangsa dan kearifan lokal yang sangat berharga bagi

pembentukan karakter bangsa. Nilai-nilai luhur dan kearifan lokal

itu sayangnya terpendam bersama catatan-catatan sejarah dan

artefak kebudayaan, seperti di dalam manuskrip kuno itu. Selain

orang-orang Eropa, orang Belanda khususnya, yang sangat rajin

memburu, mengumpulkan, mempelajari dan mengoleksi

manuskrip kuno Nusantara, sangat sedikit perhatian dan usaha

yang diberikan terhadap karya-karya klasik berupa manuskrip dari

masa lampau ini.103

Tidak hanya Bal (1999: 1 dalam), Herman juga menyebut

artefak jenis teks sebagai artefak semiotika. Menurutnya, narasi

teks berasal dari dalam pikiran sebagai pola informasi murni,

terinspirasi oleh pengalaman hidup atau diciptakan oleh imajinasi,

terlepas dari representasi mereka melalui tanda-tanda medium

103 M. Yusuf, Katalogus Manuskrip dan Skriptorium Minangkabau,

(Tokyo: 2006) dalam Azwar, 2015: 3.

 

Page 103: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

88

tertentu.104 Syair dari manuskrip kuno lahir dari ide atau gagasan

dan aktifitas lingkungan yang terus berkembang sehingga

memengaruhi pola pikir, perilaku, aturan-aturan yang berlaku.

E. Kerangka Berpikir

Penelitian ini mengkaji manuskrip Kabanti Bula Malino

karangan MIK yang terdiri dari 383 bait. Syair agama yang ditulis

menggunakan aksara Arab-Melayu ini menjadi manuskrip

kesultanan Buton paling popular yang mengandung nasihat-

nasihat untuk menyiapkan diri sebelum ajal menjemput. Setiap

tema konsep dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dengan bahasa

lain adalah perbuatan baik dan perbuatan buruk dimuat dalam syair

sehingga membawa pembaca ke dalam alur cerita.

Kronologi cerita yang dibentuk dalam manuskrip Bula

Malino akan diteliti berdasarkan kata, kalimat, atau pernyataan

yang menegaskan perbuatan baik dan perbuatan buruk. Penelitian

ini fokus pada narasi dakwah pada definisi amar ma’ruf nahi

mungkar yang memungkinkan skema yang termasuk dalam kajian

naratologi Algridas Julien Greimas.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah

naratologi Algridas Julien Greimas melalui penelusuran skema

aktan berdasarkan kajian kata, kalimat atau pernyataan yang

berhubungan dengan konsep berdakwah yang terdapat di dalam

manuskrip. Aktansial Greimas sangat sesuai digunakan untuk

memahami bagaimana dakwah disampaikan melalui narasi media

104Lihat (Herman, 2007); (Karnanta, 2015).

 

Page 104: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

89

(narasi dakwah dalam manuskrip) di masa lalu dengan tradisi

budaya masyarakatnya.

Syair tidak seketika dipahami meskipun telah dibaca

seluruhnya. Syair Kabanti Bula Malino dengan tulisan Arab-

Melayu membutuhkan metode transliterasi, terjemahan, dan

pemaknaan secara metodologis untuk mengungkap makna lain

dalam setiap kata dan baitnya. Isi Bula Malino berbeda dengan

cerita tentang tokoh seperti novel atau cerita dongeng. Sehingga

skema aktan Greimas akan sulit menganalisis tanpa dibantu

dengan pendekatan lain seperti teori dakwah untuk mengungkap

makna manuskrip agama di kesultanan Buton.

MIK mengarang syair tersebut tentu berdasarkan hasil

interaksi dengan masyarakat saat itu. Tradisi menulis syair agama

dan cara menyampaikan pesan-pesan dakwah dalam kabanti Bula

Malino dapat mendefinisikan ciri khas adat istiadat masyarakat

Buton. Termasuk bagaimana cara masyarakat memandang

mansukrip kabanti jenis agama di kesultanan Buton. Dengan

demikian, maka tentu berbeda pula cara masyarakat sekarang

bagaimana kabanti dipahami dan dilestarikan.

Hadirnya media dan media baru juga mengubah

masyarakat menyikapi cara melestarikan dan menyampaikan

kabanti. Apalagi di era media baru yang dibarengi dengan

perkembangan teknologi, tentu akan menjadi cara pandang baru

memosisikan manuskrip syair agama di dalam kehidupan sehari-

hari. Sehingga, analisis dan temuan penelitian terhadap naraasi

 

Page 105: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

90

dakwah manuskrip di kesultanan Buton ini perlu memerhatikan

studi media dan kajian budaya.

 

Page 106: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

91

BAB III

MUNCULNYA KABANTI DI BUTON

A. Asal Usul Nama Buton

Ada empat pengertian mengenai nama Buton: 1) nama

yang diberikan untuk sebuah pulau, 2) nama kerajaan atau

kesultanan, 3) nama sebuah kabupaten, dan 4) nama untuk

menyebut orang Buton.

Sebagai nama kerajaan, Buton sudah diperkirakan telah

dikenal sebelum Majapahit menyebutnya sebagai salah satu daerah

“taklukannya”. Ketika Kakawin Negarakartagama (1365)

mengungkap nama Buton, yang disebut bergandengan dengan

Banggawi, daerah itu sudah tentulah sudah berpenghuni bahkan

sudah suatu tatanan sosial dan politik. Selain Buton, nama Wolio

juga dilekatkan pada nama kerjaan yang sama. Wolio merupakan

nama yang berkaitan dalam agenda pembentukan permukiman

tersebut, yang tidak dikisahkan dalam satu mitos tentang migrasi

kelompok orang datang dari Johor.

Nama Wolio muncul dari kata welia yang artinya

‘membuka’ atau ‘menebangi kayu’.1 Konon awal kata welia ini

muncul dari datangnya kelompok yang dipimpin empat orang (Mia

Patamiana, berarti ‘si empat orang’) membuka lahan untuk

11 Anceaux, 1987: 191.

 

Page 107: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

92

permukiman dengan “membuka” wilayah atau “menebangi kayu-

kayu” yang disebut welia.

Datangnya Islam dipahami sebagai terciptanya mitos baru

tentang Buton dan Wolio. Dalam mitos ini, Buton dianggap berasal

dari bahasa Arab: butun atau bathni atau bathin, yang berarti

‘perut’ atau ‘kandungan’. Pertelaan mengenai nama-nama itu

terungkap di dalam naskah Kanturuna Mohelana (hlm. 326)

sebagai berikut.

Tuamo si iaku kupatindamo Ikompona incana uincana Kaapaaka upeelu butuuni Kuma anaiya Butuuni kakompo

Motodikana inuncana kuruani Yitumo duka nabita akooni Apaincanamo sababuna tana siy Tuamo sii awwalina wolio

Inda kumondoa kupetula-tulakeya Soo kudingki awwalina tua siy Taokana akosaro butuuni Aaboorasimo pangkati kalangaana

Artinya:

Demikian itu saya bertanya minta kejelasana Di perut siapa kamu nyata Karena engkau suka Butuuni Kuartikan Butuuni mengandung

Yang tertulis di dalam Qur’an Di situlah pula nabi kita bersabda Menyatakan sebabnya tanah ini Demikian ini awalnya Wolio

Tidak selesai kuceritakan

 

Page 108: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

93

Hanya kusinggung awalnya seperti ini Sebabnya bernama Butuuni Menempati pangkat yang tinggi

Berikut kisah mitos Wolio dengan versi Islam. Konon

berawal dari datangnya seorang musafir Arab yang diperintah

Rasulullah Muhammad untuk berlayar ke timur kemudian

menemukan pulau yang sudah lama merindukan kedatangan Islam.

Ketika itu seorang musafir dianggap sebagai “waliulloh” (Pesuruh

Tuhan), dan dari kata itulah dikenal kata Wolio.2

Wilayah kekuasaan Buton mencakupi pulau Buton Muna,

pulau terbesar kedua yang juga disebut Wuna atau Una. Pulau-

pulau lainnya ada Kabaena3 dan sekumpulan pulalu yang dikenal

dengan Kepulauan Tukang Besi. Kepulauan Tukang Besi terdiri

atas pulau-pulau Wangi-Wangi atau Wanci-Wanci, Kledupa yang

disebut juga Kadupan, Kadupa, atau Caydupa, Tomea, dan

Binngko.4 Selain itu, terdapat sejumlah pulau kecil di sekitar Buton

dan Muna: Tikola, Tobea Besar dan Tobea Kecil, Mangkasar,

Batauga (Bataoga), Kadatuwang, Masirieng, Siompo.

Adapun wilayah kesultanan Buton yang menyatu dengan

daratan pulau Sulawesi meliputi Poleang dan Rumbia. Kedua

wilayah ini berbatasan di sebelah barat dengan wilayah Luwu,

sebelah utara dengan dengan Laiwui, dan sebelah timur dengan

2 Susanto Zuhdi, Sejarah Buton yang Terabaikan: Labu Rope Labu

Wana, (Wdatama Widya Sastra, Edisi Revisi, Jakarta: 2018), hal. 29-30. 3 Kabaena atau Kubaena atau Kobaena atau Kambaena. 4 Keempat pulau tersebut kini membentuk sebuah kabupaten dengan

akronim Wakatobi: Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomea, Binongko. Lihat Zuhdi, 2018: 31.

 

Page 109: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

94

Selat Tiworo. Ada satu pulau lagi yang diakui sebagai wilayah

kesultanan Buton, yakni Wawonii, terletak di sebelah utara Pulau

Buton, tapi pulau ini masih menjadi pertikaian antara Buton dan

Ternate sampai pertengahan abad ke-19.

Wilayah kekuasaan Kerajaan Buton sekarang hamper

seluruhnya termasuk daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang

dibentuk pada tahun 1964.5 Batas wilayah Provinsi ini di sebelah

utara dengan Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi

Tengah, dan di sebelah timur dengan Laut Banda, di sebelah

selatan dengan Laut Flores, dan di sebelah barat dengan Teluk

Bone. Provinsi yang mencakup daerah daratan (jazirah bagian

tengah Sulawesi) dan daerah kepulauan ini memliki wilayah seluas

kurang lebih 38.140 km2, sedangkan wilayah perairan (laut) kira-

kira 110.000 km2. Jadi, provinsi ini memiliki luas perairan tiga kali

dari luas daratannya.6

1. Berdirinya Kesultanan Buton

Masyarakat Buton menganggap peletak dasar Kerajaan

Wolio (Buton) Sipanjonga, Simalui, Sitanamajo, dan Sijawangkati

(Hikayat Sipanjonga).7 Lalu perkawinan Sipanjonga dengan

5 Provinsi Sulawesi Tenggara awalnya terdiri atas kabupaten Buton,

Muna, Kendari, dan Kolaka. Dengan pelaksanaan Otonomi Daerah 1999, Provinsi Sulawesi Tenggara memekarkan wilayah kabupaten Buton menjadi Kabupaten Buton (induk), Buton Utara, Buton Selatan, Buton Tengah, dan Wakatobi (Wanci-Kaledupa-Tomea-Binongko). Lihat Zuhdi, 2018: 32.

6 Alala, 1992: 4-5 dalam Zuhdi, 2018: 32. 7 Sipanjonga, pemilik kelompok, adalah seorang hartawan dan

dermawan yang berasal dari Pulau Liya (diperkirakan adalah Pulau Riau). Ia bermimpi didatangi seorang tua yang menyuruhnya pergei ke tempat lain yang lebih baik. Lihat Zuhdi, 2018: 42.

 

Page 110: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

95

Sabanang saudara perempuan Simalui, melahirkan anak laki-laki

bernama Betoambari. Ia (Betoambari) merupakan tokoh penting

dalam pendirian Kerajaan Buton. Betoambari mengadakan

perjalanan ke Kamaru, di bagian timur Buton. Betoambari kawin

dengan putri Kamaru, sehingga bertambah lagi wilayah pengaruh

cikal bakal Kerajaan Buton (Wolio).

Dalam tradisi lokal, ada kisah seorang putri misterius yang

dianggap turut menjadi pendiri Kerajaan Buton. Putri yang

bernama Wakaka itu muncul dari “buluh gading”. Sementara itu,

disebutkan juga adanya tokoh misterius lain yang ditemukan dari

sebuah jaring di sungai di Wakarumba. Tokoh itu seorang pemuda

tampan yang masyarakat kenal dengan nama Sibatara. Wakaka

anak perempuan Batara Guru yang bermukim di langit, sedangkan

Sibatara cucu seorang raja dari Majapahit.8

Betoambari kemudian mengawinkan Wakaka dengan

Sibarata, lalu Wakaka menjadi Raja Buton. Dari perkawinan itu

lahir tujuh anak perempuan, yang tertua Bulawambona, yang

kawin dengan La Baluwu. Lalu Wakaka bersama dengan enam

anak perempuannya kembali ke langit. Bancapatolah, anak laki-

laki tertua Bulawambona dan La Baluwu, menurunkan Murhum,

yang kemudian menjadi raja Buton. Pada masa pemerintahan

Murhum inilah Islam masuk ke Kerajaan Buton.

Dengan masuknya Islam, kemudian dikenal pula mitos

yang bercorak Islam. Dilihat dari lapis-lapis mitos yang muncul

8 Vonk, 1937: 20 dalam Zuhdi, 2018: 61

 

Page 111: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

96

dalam konteks asal-usul, maka corak berikut merupakan lapis yang

berdasarkan Islam. Mitos asal-usul tentang penduduk Buton

dimulai dari kisah berikut.

“Perjalanan Nabi Muhammad ke suatu pulau di timur yang muncul dari lautan dan belum berpenduduk. Kembalilah ia kepada Tuhan menyampaikan apa yang dilihatnya. Tuhan mengenalinya kira-kira sama dengan “Tanah Roem”. Tuhan bertanya lagi kepada Muhammad, “ Apa nama tanah itu?” dijawab, “Butu’ni”. Tapi, arti dari kata ini tidak diketahui”.9

Murhum mempunya dua anak laki-laki dan perempuan

yang bernama Paramasuni. Kedua anak laki-laki itu masing-

masing menjadi raja, dan dilanjutkan oleh cucu mereka masing-

masing. La singka dan La Bula. Ketiga anak Murhum dikenal

sebagai kamboru-mboru talu miana dan menurunkan tiga

golongan bangsawan yang disebut kaomu, yang meliputi 1) tapi-

tapi, yakni keturunan La Singka; 2) kumbewaha, yaitu keturunan

La Bula, dan 3) tanailandu, yang merupakan keturunan

Paramasuni.

Raja keenam Buton yang memerintah kira-kira tahun 1491-

1537 inilah yang pertama kali, menurut tradisi lokal, menggunakan

gelar sultan. Sesudah wafat ia terkenal dengan sebutan Sultan

Murhum. Suatu wilayah kekuasaan yang disebagai kesultanan,

umum dikenal dalam sejarah Indonesia sesudah masuknya Islam.

Sebutan “sultan” ditiru dari negeri-negeri Arab atau Timur Tengah

9 J. Couvreur, Ethnograusche Overzicht van Moena, Raha 1935: 1.

William Dampier, A New Voyage Round The World, London: The Agronaut Press, 1927 dalam Zuhdi, 1987: 60-61.

 

Page 112: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

97

untuk raja yang telah dikenal sebelumnya. Sultan untuk pertama

kali digunakan di Buton oleh Laki Laponto dengan gelar Sultan

Qaimuddin (Peletak Agama). Sebelum itu para penguasa tertinggi

di wilayah politik Buton disebut “raja”.10

2. Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat

Masyarakat Buton mayoritas penganut Islam fanatik. Orang

Buton yang berganti agama dianggap kafir (kafiri). Ada beberapa

versi tradisi lokal mengenai masuknya Islam di Buton. Islam

masuk kira-kira tahun 1540. Menurut tradisi lokal, pembawa Islam

ke Buton ialah Syaikh Abdul Wahid, putra Syaikh Sulaiman

keturunan Arab yang beristri putri sultan Johor. Sekembali dari

Ternate melalui Adonara menuju Johor, Syaik Abdul Wahid

berpapasan dengan guru Imam Pasai, bernama Ahmad bin Qois Al

Aidrus, di perairan Flores (dekat pulau Batuatas). Sang guru

menugaskan muridnya untuk tidak segera kembali ke Johor,

melainkan terlebi dahulu menuju ke utara, yakni negeri Buton.

Perahu yang ditumpangi Syaikh Abdul Wahid berlabuh di

Burangasi, di Rampea bagian selatan pulau Buton. Kedatangannya

menimbulkan kecurigaan penduduk sekitar pantai yang selalu

bersiaga menghadapi segala kemungkinan munculnya pasukan La

Bolontio pemimping bajak laut dari Tobelo. Untuk sementara

waktu mereka tidak diperbolehkan mendarat.11

10 Zuhdi, 2018: 62. 11 La Ode Abu Bakar, Sejarah Masuknya Islam di Buton dan

Perkembangannya. Makalah Seminar Masuknya Islam di Buton, Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin, 1980 dalam Zuhdi, 2018: 84.

 

Page 113: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

98

Versi di atas diperkuat dengan adanya kisah yang berasal

dari sumber Melayu bahwa pada tahun 1564 seorang bernama

Syaikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al Patani mengadakan

perjalan dari Patani ke Buton agar penduduknya memeluk Islam.12

Penyebutan orang Buton sebagai suatu kesatuan etnis

sebenarnya tidaklah tepat karena yang mendiami wilayah

Kesultanan Buton merupakan penduduk yang beragam.13 Asal

usul penduduk Buton sangat beragam, antara lain dari Toraja,

Bugis, dan Makassar.14 Penduduk Buton diklasifikasi menjadi

lima kelompok besar: orang Buton yang mendiami Pulau Buton,

orang Muna yang mendiami Pulau Muna, orang Moronene yang

mendiami Poleang dan Rumbia, orang Kabaena yang mendiami

Pulau Kabaena, dan penduduk yang mendiami Kepulauan Tukang

Besi. Sehingga, orang Buton merupakan kelompok sosial yang

heterogen dan tidak menggunakan satu bahasa, tetapi beberapa

bahasa yang berbeda.

Selain kelompok etnis tersebut di atas, terdapat pula

kelompok orang yang dikenal dengan sebutan orang Bajo, Bajau,

atau Bajao. Karaktersitik kemaritiman orang Bajo menjadikan

mereka tersebar luas mencakupi pantai timur Sabah, Kepulauan

Sulu, Selat Makassar, pantai Timur Kalimantan, Sulawesi Maluku,

12 Abdul Rahman al-Ahmadi, Sejarah Hubungan Klentan/Patani,

sebagaimana dikutip Pelras Religion, Tradition, and Dynamic of Islamization in South Sulawesi, dalam No. 57, April, 1993: 137 dalam Zuhdi, 2018: 84.

13 De Jong, 1919: 92 dalam Zuhdi 2018: 35. 14 Bergh, 1937 dalam Zuhdi 2018: 35.

 

Page 114: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

99

dan Nusa Tenggara. Mereka menyebut diri sebagai Orang Sama,

sedangkan sebutan orang Bajo diberikan oleh orang luar.15

Orang Bajo juga tersebar di perairan sekitar pulau-pulau

Buton, yaitu Pulau Kabaena, Poleang, Muna Timur, Kepulauan

Tukang Besi—terutama di kaledupa—dan di Kepulauan Tiworo.16

Selain itu mereka juga terdapat di Pasar Wajo17 (sekarang menjadi

sebuah kecamatan) di bagian selatan Pulau Buton. keberadaan

orang Bajo mempunya peran tersenidir bagi Kesultanan Buton.

Pada salah satu dari dua belas pintu gerbang benteng Keraton

Buton terdapat nama Lawana Wajo.18 Pintu-pintu itu diberi nama

sesuai dengan nama atau gelar petugas yang mengawasinya.19

Pintu-pintu itu digunakan orang dari berbagai kelompok atau

daerah yang hendak menghadap sultan atau untuk urusan

pemerintahan lainnya.20

Tradisi, budaya dan adat istiadat di Buton selain

mengandung nilai-nilai hidup juga mengandung nilai-nilai Islam,

yang tetap terpelihara sejak ajaran Islam maju dan pesat

15 Lapian, 1992: 10-12; 1996: 57 dalam Zuhdi 2018: 36. 16 Vonk, 1937: 19 dalam Zuhdi, 2018: 36. 17 Wajo dalam bahasa Wolio adalah Bajo. Jadi Pasar Wajo adalah Pasar

(orang) Bajo. Lihat Anceaux, 1987:19. Wajo bukan mengaju pada nama tempat di Sulawesi Selatan, tetapi pasarnya orang Bajo yang kini berubah menjadi Kabupaten Buton.

18 Lawana Wajo adalah bahasa Wolio, Lawa artinya “pintu gerbang” dan Wajo sebutan untuk orang Bajo. Lihat catatan di atas, lihat Anceaux 1987: 92-93, 190.

19 Zahari, 1977, I: 156-7) dalam Zuhdi, 2018: 36. 20 Zuhdi, 2018: 37.

 

Page 115: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

100

berkembang di Pulau Buton.21 Meskipun demikian, tradisi yang

bernuansa Islami ini juga banyak yang terancam punah, akibat sifat

keterbukaan masyarakat Buton secara umum.22

Tradisi harian orang Buton pada beberapa desa masih

mengimplementasikan adat dan tradisi yang mengandung nilai-

nilai Islam. Pemimpin adat di Buton biasanya dikenal dengan

istilah parabela. Parabela untuk kondisi sekarang berperan sebagai

kepala adat, yaitu seseorang yang diangkat berdasarkan

musyawarah adat oleh pemuka-pemuka adat yang memiliki peran

penting dalam bidang kemasyarakatan khususnya dalam

menyikapi kondisi sosial budaya, keagamaan dan adat istiadat

seperti urusan sengketa perdata, perkawinan, upacara

kekeluargaan, upacara adat dan urusan penting lainnya. Peran

tersebut sangatlah berkaitan dengan keahliannya sebagai kepala

adat. Disamping itu, peran strategis parabela sebagai tokoh

masyarakat juga melestarikan budaya lokal seperti

Kagasia/Pasampea (Pesta Adat), Kaombo (Pelarangan), kakopoa

(Pemberian Sesajen), Tempoa (penentuan waktu/kutika musim

tanam/membangun rumah, dan hal-hal baik lainnya dalam

kegiatan sehari-hari) di Desa Kaongkeongkea. Kagasia/Pasampea

(pesta adat) rutin setiap tahun dilaksanakan dua kali, yaitu pada

21 Muhammad Alifuddin, 2007, Islam Buton (interaksi Islam dengan

Budaya Lokal), Disertasi Bidang Ilmu Agama Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

22 Pim Schoorl, 2003, Masyarakat, Sejarah, dan Budaya Buton, DjambatanKITLV, Jakarta.

 

Page 116: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

101

bulan April (paska panen musim hujan) dan pada bulan Oktober

(paska panen musim kemarau).23

3. Bahasa dan Kesenian Tradisional

Tim Pusat Penelitian dan Pengembangan Bahasa (1994)

memetakan beberapa bahasa yang ada di wilayah bekas

Kesultanan Buton. Ada enam belas nama bahasa yang diakui

penduduk setempat: Morunene, Wowoni, Kalisusu, Kambowa,

Kaumbewaha, Cia-Cia, Gonda Baru, Todanga, (kedelapan bahasa

ini terdapat di Pulau Buton), Wasilomata, Muna, Jawa (ketiganya

di Pulau Muna), Siompu, Rahantari (di Pulau Kabaena), serta Pulo

(Kapota), Pulo (Kaledupa) Pulo (Tomia), dan Pulo (Binongko)

(keempat bahasa ini terdapat di Kepulauan Tukang Besi).

Dalam peta hasil penelitian tersebut tidak terlihat bahasa

Wolio. Akan tetapi, dalam penelitian bahasa-bahasa kemaritiman

di Buton, Liebner (1990) menyebut adanya bahasa Wolio. Liebner

membagi bahasa-bahasa kemaritiman ke dalam Binongko, Tomea,

Cia-Cia, Muna/Siompu, dan Wolio. Bahasa Wolio merupakan

bahasa resmi resmi pemerintahaan Buton. Fungsi bahasa ini

sebagai alat untuk mengintergrasikan wilayah-wilayah kekuasaan

Buton. Oleh sebab itu mayoritas pejabat pemerintah diangkat dari

penduduk yang dapat menggunakan bahasa Wolio. Bahasa ini

23 Rafik, 2013, Peran Parabela Dalam Menjaga Kelestarian Hutan Adat

(Studi di Desa Kaongkeongkea Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton), Skripsi S1 Jurusan Antropologi, FISIP Univ. Halu Oleo, Kendari; Burhan dan Imelda Wahyuni, Rutinitas Adat Orang Buton: Membangun Peradaban dan Karakter yang Sejahtera dan Berkeadilan Sosial di Tengah Arus Globalisasi, STAIN Sultan Qaimuddin Kendari, Al-Izzah, Vol. 9 No. 2, November 2014.

 

Page 117: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

102

memperoleh masukan dari unsur-unsur bahasa Melayu, Bugis, dan

Arab. Beberapa contoh dapat dipaparkan seberapa besar pengaruh

bahasa-bahasa itu di dalam kosakata Wolio. Bandingkan kosakata

kerja dan harta (Melayu) menjadi karajaa dan arataa (Wolio),

kosakata khatib dan zaman (Arab) menjadi hatibi dan zamani

(Wolio).24

Selain tari-tarian, kesenian tradisional Buton dalam aspek

nyanyian daerah juga memiliki ciri khas. Antara lain seperti

kabanti jenis agama dan kabanti jenis syair percintaan muda mudi.

Dari kabanti, masyarakat mengadopsi bahasa dan langgamnya ke

penciptaan lagu-lagu daerah, misalnya: Lagu Tanah Wolio (Tanah

Wolio), Ngkururio (Burung Nuri), Wandiu-ndiu (Ikan Duyung),

dan masih banyak lagi yang lainnya. Begitupun pada tarian.

Penciptaan tarian oleh orang-orang di lingkungan kesultanan kini

masih dipraktikkan, misalnya: Tari Bosu (Tarian Mangkuk), Tari

Potimbe (Tarian Perang), Tari Linda (Tarian Linda), dan lain

sebagainya.

B. Posisi Kabanti di Buton

Ada dua jenis kabanti di Buton, yaitu kabanti yang tidak

memakai alat musik dan kabanti yang memakai alat musik. Jenis

pertama (kabanti tanpa alat musik) identik dengan kelompok

bangsawan yang isinya nasihat-nasihat agama. Kedua, (kabanti

dengan menggunakan alat musik) masuk ke golongan bukan

bangsawan yang masyarakat Buton menyebutnya sebagai

24 Lihat Vonk, 1937: 59 dikutip Zuhdi, 2018: 37; Anceaux, 1987.

 

Page 118: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

103

golongan muda-mudi. Teks kabanti yang tergolong bukan kabanti

bangsawan (muda-mudi) mengandung syair-syair percintaan.25

Versi lain mengenai masuknya Islam ke Buton pada tahun

1580 ketika Sultan Baabullah dari Ternate memperluas

kekuasaannya.26 Dari kedua versi tersebut, orang Buton cenderung

menetapkan yang pertama bahwa Islam masuk pada tahun 1540,

tidak langsung dari Ternate, tetapi dari Solor.27

Dalam lingkungan masyarakat Buton (Wolio), dikenal

empat lapisan masyarakat; 1) kaum kaomu, dari golongan ini

sultan dipilih dan beberapa kedudukan tertentu dicadangkan bagi

mereka; 2) kaum walaka, yang juga tergolong elite penguasa: para

wakil walaka memlilih sultan; 3) kaum papara, penduduk desa,

yang hidup dalam masyarakat yang agak otonom, dan 4) kaum

batua, yang biasanya bekerja untuk para kaomu atau walaka.

Lapisan tertinggi adalah kaomu, yakni ningrat atau bangsawan.28

Lapisan kaomu mencakup keturunan dan garis bapak

pasangan raja pertama. Para penguasa sultan dipilih dari kaomu

lalu berkembang kebiasaan dan melekatkan sebuah gelar di depan

nama para anggota golongan masyarakat ini dengan La Ode bagi

kaum laki-laki dan Wa Ode bagi kaum perempuan. Lapisan walaka

25 Supriyanto dalam Sejarah Kebudayaan Islam Sulawesi Tenggara,

(Kendari: 2009), hal. 86; LaYusri, wawancara via telepon, 2018, pukul 16.42 WIB.

26 A. Ligvoet, Beschrijving en Geshiednis van Boeton. Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde, 1987, 26: 1-112, dalam Zuhdi: 2018: 86.

27 Zuhdi, 2018: 84-86. 28 Lihat Supriyanto, La Niampe, La Ode Muh. Syukur, dan Muh,

Anwar, 2009: 80-81.

 

Page 119: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

104

dalam dokumen sarana Wolio (konstitusi), bahwa mereka

diturunkan dari garis bapak para pendiri Kesultanan Buton melalui

suatu sistem perkawinan seorang laki-laki kaomu dapat mengawini

seorang perempuan dari lapisan walaka. Para wakil walaka dapat

memilih dan memecat seorang penguasa sesuai yang disyaratkan.

Sementara lapisan papara disebut budak adat namun mereka

berpeluang memiliki jabatan dalam organisasi desa tetapi tidak

diperhitungkan menduduki jabatan penting kesultanan. Adapaun

lapisan batua (budak) meskipun disebut tidak memliki lapisan,

tetapi mereka sudah membentuk satu kelompok di pusat

kesultanan dan di desa-desa. Dulu mereka diperlakukan sebagai

budak belian dan senantiasa bergantung pada pemiliknya.

Ciri Kabanti Bula Malino sebagai jenis kabanti bangsawan

yang tidak menggunakan alat musik dapat dilihat dari narasinya

yang meliputi nasihat-nasihat agama. Nasihat dalam kabanti ini

diawali dengan cerita kematian. Dituliskan dalam Bula Malino

bahwa ajal kematian pasti akan menjemput dan sudah merupakan

takdir Tuhan. Teks kabanti MIK seolah menegaskan kepada

dirinya sendiri bahwa sebelum kematiannya tiba, maka segera dia

memohon kepada Tuhan agar diberi kekuatan iman serta dapat

mengikrarkan dua kalimat syahadat dengan teguh.29

Hampir semua kabanti Wolio jenis nasihat agama

mengandung ajaran baik-buruknya tingkah laku kita dan

mengetahui gambaran jati diri kita. Menurut Al Mujazi, kabanti

29 La Niampe, Nasihat Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin Ibnu

Badaruddin Al-Buthuni, (Kendari, FKIP Unhalu, 2009), Hal. 20.

 

Page 120: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

105

karya MIK menggambarkan sejarah dan situasi budaya di

kesultanan Buton (termasuk situasi budaya di lingkungan Benteng

Keraton Buton). Seperti kabanti-kabanti yang ditulis selain MIK,

juga mengandung ajaran agama untuk menuju pada kesalehan dan

inasnul kamil (pribadi paripurna).30 Kabanti bermakna puisi syair,

nyanyian, sajak.31 Senada dengan Syaifuddin, objek atau kunci

akhir daripada kabanti ini adalah untuk betul-betul menjadi

seorang insan kamil di hadapan Allah Swt, di mana waktu itu

kabanti diajarkan dalam bentuk pendidikan informal yang

materinya tertuju kepada ketinggian tauhid seseorang.32

Menurut Supriyanto, La Niampe, La Ode Muh. Syukur,

dan Muh, Anwar (2009), sastra tulisan di Buton secara garis besar

dapat dibagi menjadi dua golongan. Pertama, ialah karya-karya

yang bersifat sufistik seperti karya-karya Sultan Muhammad Idrus

Kaimuddin, Syeikh Haji Abdul Ganiu (kenepulu bula), Abdul

Hadi, Haji Abdul Rakhim, dan La Kobu. Mereka adalah para

ulama lokal yang mendalam pengetahuannya tentang Islam dan

mempunyai kecenderungan terhadap sufisme. Salah satu Kabanti

30 Al Mujazi, wawancara tanggal 13 Maret 2014 (di kediamannya,

Sambali, Baubau, Sulawesi Tenggara). Al Mujazi adalah seorang pemerhati dan penjaga naskah-naskah asli Wolio. Aktivitas hariannya menjaga Museum Kebudayaan Wolio di Badhia. Ia juga menyimpan dan memelihara peninggalan kebudayaan Wolio yang benda dan tak benda dengan rapih dan terjaga.

31 J. C. ANCEAUX, Wolio Dictionary-wolio-english-indonesia, (Foris Publication Holland: 1987), Hal. 51.

32 Syafiuddin, wawancara tanggal 13 Maret 2014 (di kediamannya Bataraguru, Baubau, Sulawesi Tenggara). Syafiuddin adalah seorang Tokoh Adat Kebudayaan Wolio. Selain mengkaji kabanti, ia sekaligus pemerhati budaya pernikahan wolio (buton) dalam hal ini oleh masyarakat disebut Boka. Ia Guru Besar di Universitas Dayanu Ihsanuddin Baubau.

 

Page 121: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

106

(syair) yang cukup populer pada masanya adalah Kabanti Bula

Malino karya Sultan MIK.

Sedangkan golongan yang kedua adalah karya-karya yang

memperlihatkan sastra Islam dalam bahasa Melayu atau karya-

karya ciptaan baru yang memperlihatkan pengaruh agama atau

peradaban Islam terhadap penulisnya. Karya-karya yang

memperlihatkan pengaruh sastra Islam secara langsung ialah

karya-karya saduran (sastra terjemahan) seperti tula-tulana Nuru

Muhammad, terjemahan dari hikayat Nur Muhammad, tula-tulana

koburu terjemahan dari syair kubur, kitabi masaalah sarewu,

terjemahan dari kitab seribu masalah.33

Kabanti Bula Malino berdasarkan pandangan beberapa

tokoh sebenarnya mengekspresikan sistem pemahaman di dalam

pelaksanaan tasawuf, sebagai salah satu pengamalan tarekat yang

digemari oleh orangtua di masa lampau. Karena itulah, umumnya

kabanti karangan MIK termasuk syair Bula Malino selalu

didekatkan dengan etika Islam, yang mana ajarannya adalah

tentang rukun Iman dan Islam.34 Kabanti dipakai setiap kali oleh

masyarakat, di samping untuk pengkajian nilai-nilai keislaman,

mereka juga langsung mengamalkan isi dari pada kabanti tersebut.

Masyarakat sudah mengenal narasi teks dan alur cerita dalam

33 Supriyanto, La Niampe, La Ode Muh. Syukur, dan Muh, Anwar.

Sejarah Kebudayaan Islam Sulawesi Tenggara, (Kendari: CV. Shadra, 2009), hal. 86-90.

34 Hiroko K. Yamaguchi, Manuskrip Buton: Kesitimewaan dan Nilai Budaya, Sari 25 (2007) 41 -50.

 

Page 122: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

107

kabanti yaitu mengenai tujuan penulis menulis syair agama: yaitu

tentang kedekatan hamba dengan Tuhan.

C. Mengenal Muhammad Idrus Kaimuddin (MIK)

MIK merupakan seorang Sufi ternama dari Buton. Ia

diperkirakan lahir pada akhir abad ke-18, karena pada saat itu

sedang menduduki jabatan sebagai Sultan Buton pada tahun 1824

atau sekitar berusia 40 tahun. MIK menerima pendidikan Islam

dari kakeknya, La Jampi, yang juga pernah menjadi Sultan dengan

gelar Sultan Qa’im al-Din Tua (1763-1788). Sampai pada tahun

1974, orang Buton masih menemukan jejak tempat ia dibina oleh

kakeknya dalam pengetahuan agama, khususnya tasawuf. Tempat

itu dikenal dengan Zawiyah.35

Sejak masa kanak-kanak MIK telah memperlihatkan sifat-

sifat terpuji sebagai pengaruh dari pendidikan tasawuf yang

diperolehnya. Kepribadiannya yang baik terbawa hingga ia

menjabat sebagai Sultan. Kedudukannya sebagai Sultan

merupakan bukti bahwa ia memiliki sifat-sifat yang terpuji

sebagaimana yang diisyaratkan dalam Undang-Undang Dasar

Sultanat Buton Martabat Tujuh tentang syarat-syarat pegawai

Sultanat. Disamping sebagai Sultan dan ulama, MIK juga dikenal

oleh masyarakat sebagai tokoh politik. Sebagai tokoh politik, ia

pemah menduduki jabatan Sultan selama 27 tahun (1824-1851)

dari keturunan Kumbewaha. Tahun kelahirannya tidak diketahui

dengan pasti. Diperkirakan lahir pada perempat akhir abad ke-18.

35 Abd. Rahim Yunus, Posisi Tasawuf dalam Sistem Kesultanan Buton

pada Abad Ke-19, h. 73.

 

Page 123: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

108

Hal ini, dilihat dari ia memangku jabatan Sultan pada tahun

1824,13 pada usianya sekitar 40 tahun. Sebelum menjadi sultan,

MIK menduduk jabatan kapitan laut.36

Menilik nasabnya, MIK merupakan turunan ke-14 dari Wa

Kaa Kaa (raja wanita) Buton ke-1, dan berasal dari golongan kaum

(bangsawan) Kumbewaha, pejabat Kenipulu pada masa

pemerintahan Sultan IV Dayyanu Ihsan ad-Din (1597-1631)

seleku sumber pokok kaum Kumbewaha.37

1. Pemikiran dan Gerakan Dakwah MIK

Guru MIK yang lain adalah Syekh Muhammad bin Syais

Sumbu al-Makki. Dari ulama inilah ia menerima tarekat

Khalwatiyyah Sammaniyah. Tulisan-tulisannya yang khusus

membahas tentang tasawuf antara lain: Jauharana Manikamu,

Mu’nisah al-Qulub fi Dzikr wa Musyahadah, Diya al-Anwar fi

Tashfiyah al-Akdar, dan Kasif al-Hijab fi Muraqabah al-

Wahhab.38 MIK dikenal sebagai sosok penulis yang produktif.

Tidak hanya syair (kabanti), dia juga menulis buku tentang fiqih

dan tafsir al-Qur’an.

Pengaruh besar dari pemikiran dan gerakan MIK juga bisa

dilihat pada bagaimana masyarakat menafsirkan undang-undang

adat Buton yang disusun oleh Dayanu Iksanuddin (sultan ke-4)

yang unsurnya terdiri dari; 1) Unsur Tuhan; 2) Unsur Martabat

36 Abd. Rahim Yunus, Posisi Tasawuf dalam Sistem Kesultanan Buton

pada Abad Ke-19, h. 75. 37 Muh. Rajab, Dakwah Islam pada Masa Pemerintahan Sultan Buton

Ke Xxix, Jurnal Diskursus Islam 57 Volume 3 Nomor 1, Tahun 2015. 38 La Niampe, Nasihat Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin Ibnu

Badaruddin Al-Buthuni, (Kendari, FKIP UHO 2009), hal. 9; Syukur, 2009: 86-90.

 

Page 124: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

109

Tujuh; 3) Unsur Sifat Dua Puluh; 4) Unsur Al-Qur’an yang 30 Juz;

dan 5) Unsur Itikad yang 72 Kaum. Salah satu yang diuraikan oleh

MIK (halaman 1-16) dalam teks konstitusinya (sarana Wolio)

menegaskan bahwa Martabat Tujuh sebagai Undang-Undang

Kerajaan Buton.39 Beberapa karya MIK tersebut menggambarkan

banyak hal kebiasaan masyarakat Buton untuk mengetahui

bagaimana gerakan dan pemikiran dakwah diimplementasikan di

kesultanan Buton di masa lampau.

Salah satu metode dakwah yang dilakukan Sultan MIK

yaitu aktivitas bahasa lisan/tulisan (bi ahsan al-qawl/bi al-Jdtabah).

Melalui syari (kabanti) yang ditulisnya merupakan hasil

perenungan sebagai dakwah untuk dirinya dan orang lain. Menurut

penjelasan Muirun Awi bahwa syair-syair ciptaan MIK kadang-

kadang dilantunkan oleh kelompok masyarakat atau anggota

masyarakat, tetapi syair-syair ini dibaca pada hari-hari besar Islam

serta pada saat menyambut hari besar tersebut syair ini dilombakan

sebagai bukti kecintaannya kepada Sultan. Ini menggambarkan

bahwa kecintaan masyarakat terhadap kabanti Wolio (syair yang

berbahasa Wolio) sekaligus menggambarkan kecintaan mereka

terhadap si pengarang.40

D. Pertunjukan Kabanti berdasarkan Masanya

Penulis akan menguraikan berdasarkan masa, yakni masa

kesultanan, dan paska kesultanan atau di masa sekarang.

39 Supriyanto, La Niampe, La Ode Muh. Syukur, dan Muh, Anwar,

2009: 54-57. 40 Muh. Rajab, Dakwah Islam pada Masa Pemerintahan Sultan Buton

Ke Xxix, Jurnal Diskursus Islam 57 Volume 3 Nomor 1, Tahun 2015.

 

Page 125: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

110

1. Masa Kesultanan

Di saat kesultanan masih berjalan sebagai sistem

pemerintahan di Buton, fungsi kabanti bagi orangtua sangat

penting dalam pendidikan moral dan ajaran agama. Ketika

masyarakat di lingkungan keraton Buton mengajarkan dan

membacakan kabanti, mereka terlebih dahulu mengumpulkan

keluarga serta beberapa sanak saudara lainnya dalam satu forum

informal. Kemudian, pelantun kabanti akan menjelaskan makna

setiap kata dan kalimat berdasarkan judul dan tema kabanti yang

akan disampaikan. Pesan-pesan yang diterima masyarakat dari

kabanti kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.41

Kabanti menjadi tema favorit masyarakat untuk belajar agama dan

menjelma menjadi kebiasaan pendidik menentukan materi untuk

menyampaikan pesan-pesan agama di ruang-ruang belajar

informal.

Berdasarkan tradisi lisan masyarakat Buton, yang

melatarbelakangi kabanti dibuat karena adanya aktivitas

masyarakat yang sudah menyimpang dari agama dan adat istiada

orang Buton. Kondisi masyarakat di lingkungan kesultanan sudah

semakin tidak takut kepada Allah Swt. Karena itulah, para ulama,

termasuk MIK, menciptakan kabanti.42 Artinya, ketika ciri khas

lantunan kabanti yang seketika meresap ke dalam perasaan

41Al Mujazi,wawancara tanggal 13 Maret 2014 (di kediamannya,

Sambali, Baubau, Sulawesi Tenggara). 42 Muh. Rajab, Dakwah Islam pada Masa Pemerintahan Sultan Buton

Ke Xxix, Jurnal Diskursus Islam 57 Volume 3 Nomor 1, Tahun 2015.

 

Page 126: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

111

masyarakat Buton, khususnya pendengar yang paham bahasa

Wolio.

Menurut Suhura, seorang pelantun kabanti terkenal di

Buton, kabanti dinyanyikan bersamaan dengan waktu masyarakat

beraktivitas. Pertunjukan kabanti dilakukan di ruang-ruang tertup

pada waktu-waktu tertentu. Menurut tradisi lisan, di luar

pertunjukan khusus, orangtua terdahulu menyanyikan kabanti

ketika merasa dirinya sudah jauh dari Sang Pencipta. Misalnya, di

waktu malam hari, ada juga yang mengatakan bahwa kabanti

dinyanyikan sebagai pengantar tidur (nasihat sebelum tidur).

Sebagai pengajar langgam kabanti, Suhura mengakui bahwa, tanpa

pertunjukan khusus, orang Buton (yang bisa berbahasa Buton)

spontan akan terketuk hatinya ketika kabanti dinyanyikan dengan

nada yang sesui.43

Berdasarkan informasi dari Lambalangi, kabanti jenis

agama ini paling utama menjadi nyanyian nasihat ketika

masyarakat sedang pesta khamar, berjudi, dan perilaku-perilaku

yang dianggap bersebrangan dengan adat istiadat masyarakat

Buton. Karena tradisi lisan masyarakat Buton saat itu adalah

senang berkabanti, sehingga peluang untuk menyampaikan

kebaikan menjadi mudah dilakukan.44 Pernyataan La Ambalangi

tersebut menggambarkan situasi budaya masyarakat Buton saat itu

mulai dipengaruhi hal-hal yang dilarang agama. Oleh karena itu,

43 Siti Suhura, wawancara pribadi via telepon, Selasa, 9 Oktober 2018.

Pukul 12.30 – 13.02 WIB. 44 Lambalangi, wawancara tanggal 25 Maret 2014 (di kediamannya,

Tarafu, Baubau, Sulawesi Tenggara).

 

Page 127: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

112

ketika masyarakat gemar bersyair kabanti, maka saat ia

menyanyikan Bula Malino, bersamaan dengan itu ia akan

menyimak nasiha-nasiha agama yang mengharukan dan mampu

menjatuhkan air mata.

2. Masa Pasca Kesultanan

Di masa sekarang, masyarakat menyikapi dan memahami

kabanti seiring dengan pengaruh lingkungan. Masyarakat masih

mengenal apa itu kabanti Bula Malino, namun tidak sampai

memahami alur cerita dalam syair MIK tersebut. Akhirnya, kabanti

hanya dibaca pada hajatan-hajatan atau peringatan hari besar Islam

seperti: maulid, pernikahan, syukuran (termasuk syukuran rumah

baru yang akan ditempati), dan sebagainya. Siti Suhurah, seorang

pelantun kabanti wanita, beberapa kali mendapat panggilan untuk

membacakan kabanti hajatan-hajatan penting yang berhubungan

dengan adat istiadat budaya masyarakat.45

Rekonstruksi kabanti dari aspek tulisan dan pertunjukkan

sangat memengaruhi pemaknaan utama dari narasi teks kabanti itu

sendiri. Pertunjukan kabanti jenis agama saat ini ditentukan oleh

pemerintah, yakni digelar hanya di saat kegiatan budaya tahunan

saja. Penciptaan kabanti dan hubungannya terhadap masyarakat di

masa lalu, praktiknya kini mulai longgar. Tidak hanya bentuk

pembacaan, menurut Suhura, penyebab paling utama dari

45 Siti Suhurah, wawancara di kediamannya, Kaobula (Maret, 2013). Ia

melantukan kabanti Momondona Ruamiaana (Terjalinnya dua sejoli) di acara pernikahan putri Walikota Baubau tahun 2012. Kabanti ini menurut Surah, menceritakan tentang hukum dan syarat nikah serta kiat-kiat bagaimana membangung rumah tangga.

 

Page 128: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

113

pergesaran makna yang dipahami masyarakat saat ini adalah

penggunaan bahasa dan cara pandang masyarakat terhadap

kabanti. Maksudnya, tali pemahaman kabanti jenis nasihat agama

ini telah putus, karena perubahan bahasa dan sikap masyarakat

terhadap budaya. Menurunnya pengetahuan bahasa daerah di

Buton juga menggeser hal penting yang menjadi alat untuk

pendengar kabanti agar lebih khusyuk dan khidmat.46

Permisifnya masyarakat untuk menjalinkan budaya baru

dengan kearian lokal nonbenda ini semakin membukan jurang

yang dalam untuk tercapainya pemaknaan kabanti di masa

sekarang. Meskipun ketertarikan masyarakat terhadap kabanti dari

langgamnya yang khas masih ada, tetap saja sudah beberapa tahun

belum ditemukan pertunjukan ruitn kabanti agama dihadirkan

yang mampu menarik antusia masyarakat banyak.47

Di luar prosesi adat yang sakral, kabanti mulai dialihkan

dan diinterpretasi menjadi nyanyian masa kini muda-mudi.

Beberapa sekolah di Buton menjadikan kabanti sebagai materi

pelajaran dalam pelajaran muatan lokal. Meskipun demikian,

kabanti seakan semakin ditarik ke ruang kepunahan, bahkan sudah

tergantikan dengan musik seperti dangdut dan seni musik lainnya.

Faktanya, kita bisa melihat bagaimana pesan dakwah dalam

kabanti tidak diberikan porsi untuk dikaji layaknya keunikan

langgamnya yang justru disenangi masyarakat. Masyarakat tidak

46 Wawancara Suhura, via telepon, 9 Oktober 2018. 47 Syafiuddin, wawancara tanggal 13 Maret 2014 (di kediamannya

Bataraguru, Baubau, Sulawesi Tenggara).

 

Page 129: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

114

menyadari fenomena kabanti jenis agama ini dibuat oleh para

ulama terdahulu, sehingga pemahaman Islam masyarakat Buton

saat ini sudah mulai longgar.

Masyarakat sangat percaya bahwa menurunnya

pemahaman Islam di Buton dapat menyebabkan kabanti akan

menjadi hal yang tidak penting lagi. Mulai dari kurangnya

mencintai al-Qur’an hingga sudah tidak peduli lagi dengan dakwah

dalam bingkai kearifan lokal ini. Ibarat manusia yang belajar ilmu

berenang tapi melupakan ilmu menyelam.48

Sebab lain mengapa mengapa masyarakat semakin

permisif terhadap kabanti adalah karena semakin berkurangnya

orang Wolio asli. Perlu kita resapi makna ungakapan La

Ambalangi yang mengatakan, “orang Wolio sudah berkurang tapi

orang di Wolio sudah semakin banyak”. Maksud ungakpan

tersebut adalah banyaknya masyarakat Buton yang sudah tidak

memahami bahasa daerahnya sendiri.49 Yusri menyadari ada

semacam penurunan dari posisi kabanti saati ini bahkan terancam

punah. Parahnya lagi, ancaman kepunahan itu tidak diikuti dengan

upaya pelestarian. Terutama oleh kelompok sanggar seni di Buton,

mereka lebih tertarik pada tarian yang belum menuju pada seni

nyanyian dalam hali ini kabanti. Padahal kabanti mengandung

48 Lambalangi, wawancara tanggal 25 Maret 2014, (di kediamannya,

Tarafu, Baubau, Sulawesi Tenggara). Ia memutuskan menjadi penyalin kabanti dan membukukan kabanti setelah pensiun pada 1992 sebagai upaya melestarikan budaya kabanti. Ia menulis kabanti dengan tulisan Woilo dan tulisan Latin.

49 Lambalangi, wawancara tanggal 25 Maret 2014

 

Page 130: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

115

makna dan pesan nasihat yang tinggi sekali sehingga sangat

disayangkan belum ada upaya melestarikannya.50

Di masa lalu, kabanti yang tidak menggunakan alat musik

ini (seperti Bula Malino) kemurniannya sangat dijaga dan tidak

bukan sembarang orang menyanyikannya. Begitu kuatnya

hegemoni Wolio di masa lalu, sampai seni pun diatur oleh Sultan.

Ada seni yang boleh didomain oleh bangsawan saja, ada seni yang

ranahnya untuk masyarakat biasa, bukan kalangan bangsawan.51

Saat ini, hegemoni itu tidak lagi berlaku, siapa saja bisa mengakses

dan membaca kabanti bangsawan tersebut. Akan tetapi, bekas

hegemoni Wolio yang mengatur kesenian di masa lampau masih

dipegang teguh oleh masyarakat adat keturunan bangsawan.

Dampaknya dapat dirasakan ketika manuskrip asli kabanti masih

diyakini oleh pewaris agar disembunyikan ke orang lain.

Di tengah semakin punahnya manuskrip kabanti, akhir-

akhir ini para guru terus melestarikan kabanti jenis bangsawan ini

di sekolah. Sebagai bentuk kesadaran untuk memberi porsi kabanti

dalam tradisi lisan kesenian Buton, seorang Kepala Sekolah

Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kota Baubau mengajak siswa-

siswinya mempraktikkan muatan lokal dengan nyanyian kabanti

Bula Malino kemudian dibagikan ke youtube.52 Ekpresi tersebut

50 La Ode Yusri, Peneliti Bahasa dan Sastra di Kantor Bahasa Provinsi

Sulawesi Tenggara, (wawancara via telepon, 15 Agustus 2018, pukul 16.42 WIB).

51 Yusri, wawancara via telepon, 15 Agustus 2018, pukul 16.42 WIB. 52 Lihat https://www.youtube.com/watch?v=el3pINFsTbA&t=49s di

akun youtube Radi Laega

 

Page 131: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

116

adalah bentuk saran tidak langsung untuk pemerintah agar ada

lomba-lomba atau upaya untuk menepis ancaman kepunahan

kabanti. Begitu pula untuk kelompok-kelompok sanggar seni di

Buton juga diberi masukan agar memberi porsi untuk kabanti ini

di pementasan mereka.

Hal tersebut di atas menjelaskan bagaimana posisi kabanti

di masa sekarang. Berdasarkan beberapa wawancara tersebut,

dipahami bahwa masyarakat masih memandang kabanti sebagai

syair agama di mana pesan-pesannya yang relevan dengan kondisi

masyarakat saat ini. Jelasnya, praktik kabanti di masa dulu dan di

masa sekarang sangat berbeda. Pengaruh ide, aktifitas, dan artefak

budaya yang bersinggungan dengan masyarakat menggunakan

media dan media baru bisa mengubah sikap masyarakat dalam

upaya melestarikan kabanti golongan bangsawan ini.

E. Naskah-naskah Kabanti yang Diperoleh

Selain Bula Malino, masih puluhan hingga ratusan kabanti

manuskrip kuno yang ada di Buton. Karya kabanti jenis bangsawan

(tidak menggunakan alat musik) dipegang oleh anak cucu

pengarang dan untuk menjaga kemurnian dari kabanti tersebut,

mereka mendapat wasiat agar merahasiakan keberadaan

manuskrip aslinya. Beberapa judul kabanti yang ditemukan dan

ditulis ulang oleh La Ambalangi adalah sebagai berikut.53

https://www.youtube.com/channel/UCnwh1rwQ0JRnRneRuMaoiSg. Diakses pada Kamis, 16 Agustus 2018 Pukul 15.21 WIB.

53 Lihat La Ode Chusnul Huluk, Komunikasi Naratif Kitab Kabanti Bula Malino dan Pesan Dakwah dalam Baris 383, (UIN Jkt: 2014).

 

Page 132: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

117

Syair Jilid I terdiri dari:

1. Bula Malino

2. Tazkiri Momampodo

3. Nuru Molabi

4. Jauharana Amala

5. Maiyati

6. Kaokabi

7. Kaokabi Mainawa

8. Pakeana Arifu

Syair Jilid II terdiri dari:

1. Kamainawa Arifu

2. Kalipopo Mainawa

3. Kaluku Panda

Sayir Jilid III terdiri dari:

1. Jagugu/Kanturuna Mohelana

2. Anaana Maelu Undu-undu

3. Anaana Maelu Bula Baani

4. Tula-tulana Nabi

5. Paiyasa Mainawa

Syair Jilid IV

1. Wa Iyati/Wahadini

2. Bunga Malati

3. Bunga Dalima

 

Page 133: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

118

4. Jauhara Manikamu Molabi

5. Wafatina Nabi saw

Syair Jilid V

1. Bunga-bungana Wameo

2. Taguna Nua

3. Bunga Cengkeh

4. Lele Matapa

5. Kalipopo Niyzani

6. Kanturuna Mohelana

7. Wafatina Nabi saw

8. Qoburu

 

Page 134: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

119

BAB IV

PENCIPTAAN KABANTI BULA MALINO

A. Manuskrip Kabanti Bula Malino

Peneliti telah menelusuri keberadaan manuskrip Kabanti

Bula Malino tulisan tangan MIK, akan tetapi penulis hanya

menemukan manuskri dari koleksi Abdul Mulku Zahari. Karena

keterbatasan waktu dan tidak mudah bagi setiap peneliti untuk

mendapatkan naskah asli tulisan tangan MIK, sehingga manuskrip

yang dikaji dalam penelitian ini adalah koleksi Zahari.

Berikut gambar koleksi manuskrip Abdul Mulku Zahari

dari Kabanti Bula Malino karangan MIK.

 

Page 135: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

120

 

Page 136: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

121

 

Page 137: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

122

B. Transliterasi dan Terjemahan Kabanti Bula Malino

Berikut hasil transliterasi dan terjemahan Kabanti Bula

Malino yang ditemukan peneliti dan beberapa telah dicocokkan

beberapa temuan dari buku-buku, jurnal ilmiah, dan kamus bahasa

Wolio.

Transliterasi Terjemahan Bismillahi kasi karoku si Alhamdu padaka kumatemo Kajanjinamo yoputa momakana Yapekamate Bari-baria batua Yinda samia batua bomolagina Sakabumbua pada posamatemo Somo Opu alagi samange-ngeya Sakiyayiya yinda kokapada Ee Waopu dawuaku iymani Wakutuna kuboli badaku siy Tee sahada iqiraru momatangka Tee tasdiqi iymani mototapu Ee Waopu rangania rahamati Muhammadi caheya babana Oyinciamo kainawa motopene

Dengan nama Tuhan kasihan diriku ini Segala puji, kelak aku akan mati Sudah takdir Tuhan Maha Kuasa Mematikan semua hamba Tak satupun hamba yang kekal abadi Semuanya akan mati Hanya Tuhan yang kekal abadi Selama-lamanya tidak berkesudahan Wahai Tuhan, berikanlah aku iman Pada waktu meninggalkan jasad ini Dengan syahadat ikrar yang tega Dan dengan tasdiq iman yang tetap Wahai Tuhan, tambahkanlah rahmat Muhammad cahaya permulaan Dialah cahaya paling mulia

 

Page 138: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

123

Mosuluwina ummati mokodhosana Siyo-siyomo Waopu bei kupokawa Yi muhusura toromuyana batua Agoyaku yi’azabu naraka Te huru-hara nayile muri-murina Siy sangu nazamu oni wolio Yikarangina Ayedurusu Matambe Kukarangia betopayasaku Bara salana bekuyose kadari Siyo-siyomo Opu atarimaku Bekuwewangi yincaku momadakina Kusarongia kabanti yincasiy Bula Malino Kapekarunana Yinca Ee karoku bega-bega umalango Yinda ufikiri kampodona umurumu Matemo yitu tomo yipogaka Tee malingu sabara manganamu Temoduka sabara musirahamu Witinayi tawa mosaganana Ee karoku yada-dari karomu Nafusumu bega-bega uwoseya Tabeyanamo nafusu radhiya Nafusu sarongi marudhiya Mo saerwu guru mowadariko Yinda molawana yada-dari karomu Motuwapa kasina miya yitu Yinda beyakawa kasina yi karomu Ee, karoku, menturu sambahea Te puwasa yi nuncana Ramadani Fitaramu boli yumalingayeya Palimbayiya ahirina poyasa Zikirillahi menturuyakeya mpu Te salawa salamu yi Nabimu Pontanga malo bangu emani amponi Yincafuyaka kadakina amalamu Ee karoku, boli yumangabuya-buya Temo duka boli yumangahumbu-humbu Kadakina tabuya-buya rangata Hari kiyama nayile beyu marimba Kadakina tahumbu miya rangamu Yokadakina yuala meya yingko Yokalapena posaleya yinciya Hari kiyama dela beya totumpu Ee karoku yincamu pekangkiloa Ngangarandamu boli yumanga pipisi Temo duka boli yumanga pisaki Fikiriya katambena karomu Yuwe satiri banamo minamu Simbayu duka kadidiyanamko yitu Yi yuncana tana nayile yuhancurumo Yuposalomo te tana koburumu Ee karoku, fikiriya mpu-mpu

Yang menyinari hamba yang berdosa Semoga tuhan mempertemukanku Di Padang Mahsyar terkumpulnya hamba Hindarkanlah aku dari azab neraka Dan keributan pada hari kemudian Yang satu ini syair berbahasa wolio Dikarang oleh Idrus yang hina Kukarang untuk cerminku Semoga aku akan mengikuti ajaran Mudah-mudahan Tuhan menerimaku Untuk memerangi hatiku yang jelek Kuberi nama syair ini Purnama Cerah Penyegar Hati

Wahai diriku, jangan kau mabuk Tidakkah kau pikir umurmu yang singkat Kematian itu akan memisahkanmu Dengan semua anakmu Dan juga dengan semua karibmu Family atau manusia lainnya Wahai diriku ajar-ajarilah dirimu Jangan terlalu mengikuti nafsumu Kecuali nafsu Radhiyah Nafsu yang dinamakan mardhiyah Walau seribu guru yang mengajarimu Tiada bandingnya mengajari diri sendiri Walau bagaimana kasih orang itu Tiada bandingnya mengasihi diri sendiri Wahai diriku, seringlah sembahyang Dan berpuasa pada bulan Ramadhan Fitrahmu jangan lupa Keluarkan pada akhir puasa Berzikirlah sesering mungkin Dan bershalawat salam pada Nabimu Tengah malam bangun mohon ampun Insyafkan ketidakbaikkan amalanmu Wahai diriku, jangan suka membual Dan juga jangan mengumpat Keburukan menghasud sesama itu Pada hari kiamat kau akan ditntut Kejelekan mengumpat sesamamu Keburukannya engkau yang ambil Kebaikannya dia yang ambil Pada hari kiamat lidahmu akan dibakar Wahai diriku, sucikanlah dirimu Niatmu jangan merendahkan orang Juga jangan memandang remeh Pikirkanlah betapa hinanya dirimu Air setetes awal kejadianmu Seperti juga hewan yang lain Di dalam tanah kelak engkau akan hancur Bercampur dengan tanah kuburmu Wahai diriku, pikirkan betul-betul Kekuasaan hanya ada di dunia

 

Page 139: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

124

Kakawasa tangkanamo yi duniya Yokalaki tangkanamo yi weyi Te malingu kabelokana duniya Yukawaka nayile muri-murina Yamapupumo bari-bariya situ Tangkanamo totona yinca mangkilo Bemolagina nayile muri-murina Ee karoku togasaka mpu-mpu Yokadakina fitanana duniya Pamana bose padaka yuhelamo Yinda beyulagi yi lipu podagamu Duniya si mboresa momarungga Totula-tula yi hadisina Nabi Yincema-yincema miya moperawasiya Satotuna miya yitu kafiri Ee karoku tawakala mpu-mpu Pengkenisi ajanji mina yi Nabi Dunia si mboresana karimbi Abari mpu racu ibinasaka Ominana racu ibinasaka Oporango, opokamata opebou Situmo mokawana yi manisi Morimbitina yincamu momalapena Mboresana nafusu momadaki Polotana rua mbali lupe-lupe Situmo ewalina molagina Motopene incana karota si Kaewangina ewali incia yitu Zikirillahi menturu yakea mpu Yincamu yitu pekaekayiya mpu Yiparintana Oputa Momakana Te yumenturu rango oni malape Kadarina paimia salihi Boli panganta beu rango kadari Bara salana betao bahagiamu Osea mpu saor yi malakpeaka Malinguaka oni yi rangomu yitu Kawanamo mina yi momagilana Neo yitumo saro yimalapeaka Akonimo hatimi rusuli Muhammadi sayidina anbiya Aleya komiyu katau yitu Hengga katau yi mulutina binate Neo yitumo giu yimalapeaka Ee karoku bega-bega mengkooni Neukooni sabutuna hajati Upekalape yincana mia rangamu Teupakawa maksuduna yincamu Kamengkooni dala yimarimbiaka Tabeanamo oni yimalapeaka Simbounamo tatula-tula kitabi Te lelena kalabiana Nabi Te lolitana karamatina wali

Kebangsawanan hanya ada di sini Dan segala perhiasan dunia Sampai pada hari kemudian Habislah semua itu Hanya hati nurani yang suci Yang kekal abadi Wahai diriku, betahlah betul-betul Dari (godaan) kejelekan fitnah dunia Bagaikan berlayar tidak lama lagi bertolak Tidak akan kekal di negeri perdaganganmu Dunia ini tempat yang bersifat hancur Diceritakan di dalam hadits Nabi Siapa saja yang tidak percaya itu Sesungguhnya orang itu kafir Wahai diriku betawakkallah dengan sungguh Berpeganglah pada janji Tuhanmu Dunia ini tempatnya kesalahan Banyak sekali racun yang membinasakan Asalnya racun yang membinasakan Pendengaran, penglihatan, penciuman Itulah yang sampai pada perasaan Yang menghukum hati yang baik Tempat nafsu yang tidak baik Di antara kedua tulang rusuk Di situlah musuh yang kekal Yang baik pada diri kita Untuk melawan musuh seperti itu Berzikirlah sesering mungkin Buatlah hatimu menjadi takut Pada perintah Tuhan Yang Maha Kuasa Dan seringlah dengar ucapan baik Ajaran dari orang-orang saleh Jangan bosan mendengarkan ajaran Barangkali untuk kebahagiaanmu Ikutilah betul yang namanya kebaikan Segala kata yang engkau dengar itu Walaupun asalanya dari orang gila Kalau sudah itu yang membuatmu baik Bersabda Rasul yang terakhir Muhmmad penghulu segala Nabi Ambillah kalian ilmu tersebut Meskipun ia dari mulut hewan Demi menuju pada kebaikan Wahai diriku, jangan terlalu banyak bicara Bicaralah seperlunya Selaraskan perasaannya sesamamu Hubungkan dengan maksud hatimu Banyak bicara itu merusakan Kecuali ucapan yang membawa kebaikan Seperti yang dikisahkan dalam Kitab Dan kisah keunggulan Nabi Dan pokok-pokok karoma para wali

 

Page 140: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

125

Te lacuna paimia salihi Somana boli yubotuki wajibu Te malingu faralu yi karomu Ee karoku boli yupake pewuli Aboasaka saro yinda motindana Barangkala yupakemo yinciya yitu Amadakimo yi lipu rua anguna Neu kabonga boli upolalo sara Tontoma kea laengana morangoa Neu kabonga podo sabu-sabutuna Yupekalape yincana mia rangamu Tabeyanamo te yantona banuamu Yinda pokia nea tolabe saide Upatotapu rouna pomananea Upekatangka sarona pomusiraha Ijtihadi umbore yi duniya Nunua mpu saro yimalapeaka Sio-siomo Opu apaliharaku Yi hura-hura nayile muri-murina Ee karoku paihilasai yincamu Patotapua poaromu yi Opumu Pengkenisi agamana babimu Te yuosea kadarina gurumu Mira rangamu masiyakea mpu Simbou duka masiyaka karomu Tuamo yitu tuturana mu’mini Ambo-mbore yi nuncana dunia si Ee karoku yihilasi atopene Rahasiana Oputa mopewauko Adikaka yinda yimasiyaka Nganga randana batua yimimiyaka Oihilasi rahasia motowuni Ikalibina batua mosalihi Ositumo jauharana amala Mosuluwina bari-baria fe’eli Ee karoku pekatangka pengkenimu Itikadimu boli akadoli-doli Matomo yitu pada aumbatikomo Hari kiyama pada alahirimo Yi weyitumo huru-hara momaoge Kasukarana bari-baria batua Atotimbangi bari-baria amala Yi mizani kaloesa mobanara Ee karoku ombu pada aumbamo Bea buke nayile duniya si Amalalanda, agalapu, apoposa Mo saide yindamo te kainawa Yitumo duka kaheruana batua Pokeni lima paimia Isilamu Te akoni manga yinciya yitu Yinciyamo si zamani be tamatemo Potangisimo paiaka Isilamu Atangi mpu aoge-oge yincana

Serta perilaku orang-orang saleh Asal jangan meninggalkan yang wajib Serta melupakan kebutuhan pribadi Wahai diriku, jangan gunakan kedustaan Saat menyatakan sesuatu yang tidak jelas Jika kelakuanmu seperti itu Hancurlah di kedua negeri itu Saat bergurau janganlah melampaui batas Perhatikan, pantas tidak bagi yang dengar Saat bergurau seperlunya saja Senangkanlah perasaan sesamamu Kecuali sesama orang dalam rumah Tidak apa bila kelewat sedikit Pereratlah sebuah kasih sayang Kukuhkanlah hubungan kekeluargaan Berijtihadlah menelusuri dunia Kejarlah kebaikan dengan seirus Semoga Tuhan memeliharaku Pada keributan di hari kemudian Wahai diriku, ikhlaskan hatimu Kuatkan pendirianmu pada Tuhanmu Berpegang teguhlah pada agama Nabimu Serta ikutilah yang ajaran gurumu Sayangi betul orang sesamamu Layaknya menyayangi diri sendiri Itulah aturan sesama orang beriman Yang bersemayam di dunia ini Wahai diriku, rasa ikhlas itu sangat baik Sebagai rahasia Tuhan yang menciptamu Menaruh pada hati yang dikasihi Lubuk hati hamba yang disayangi Ikhlas rahsia yang tersembunyi Pada kalbu hamba yang saleh Di situlah permata amal Yang menyinari semua perilaku Wahai diriku, kuatkanlah teguhanmu I’tikadmu jangan sampe goyah Kematian akan menghampirimu Hari kiamat akan hadir Di situlah peristiwa yang menggemparkan Yang menjadi duka semua hamba Semua amal perbuatan akan dihisab Dengan mizan timbangan yang benar Wahai diriku, asap akan muncul Yang memenuhi duni ini nantinya Membuatnya gelap, gulita, dan membutakan Walau sedikit tidak ada cahaya Itulah pula yang dicemaskan hamba Menjabat tangan orang-orang saleh Seraya berkata para hamba itu Inikah masa setelah kematian? Bertangisanlah umat Islam Menangis keras dengan hati yang sungguh

 

Page 141: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

126

Audanimo janji mina yi Nabi Hari kiyama pada aka aumbamo Salana manga poma-mafuaka Nedangia te salana mangengena Apentamo hukumu mina yi Opu Opeamo bara bemokorouna si Atangi mpu bari-baria situ Audanimo karunggana alamu Te afikiri bangu yi hari kiyama Betuapa nayile yingkita si Ee karoku keniyaka mea mpu Duniya si padaaka amarunggamo Ngalu maka padaaka tumpumo Bemorunggana bari-baria kabumbu Te amatu bari-baria yandalaa Te akolendu soma-somana kaka Ositumo akrunggana alam Kapupuna bari-baria batua Afanamo malingu kadangia Somo Opu molagina mobaka Alamu si ambulimo anainda Simbou duka kadangia yi azali Pata pulu taona tua situ Beafana bari-baria batua Simpomini ambuli adangia Ositumo kadangiya molagi Ee karoku rangoa tula-tulana Kadangia nayile muri-murina Babana akowau rahamati Asapo mai minaka yi arasi Apepatai bari-bariya koburu Amemeiki paikaro mobinasa Orahamati amina yi Opu rahimu Bea pabangu bari-baria batua Bana bangu nayile muri-murina Malaikati pata miyana situ Akoni Oputa Momakana Lipa komiu yi nuncana soroga Beu ala mahkuta molabina Te malingu pakea momuliana Te tombi liwaulhamdu Te buraku mosakalina kaliga Tao Nabi batua yilabiaka Muhammadi rasulu yimimiyaka Oyinciyamo mia yimasiyaka Asafati paimiya mokodosa Yi huru-hara nayile muri-murina Te azabu sikisa naraka Te arangani mokurana fahalana Yi apaika mu’mini umatina Sambulina malaikati yitu Aminaka yi nuncana soroga Apenunumo koburuna nabita

Mengingat janji dari pada Nabi Bahwa hari kiamat akan datang Hendaklah saling memaafkan kesalahan Termaksud kesalahan yang telah lalu Menantikan hukuman apakah dari Tuhan Bagaimana wujud kita nanti Akan menangis semua itu Membayangkan kehancuran alam Juga memikirkan wujud di hari kiamat Bagaimana kita di hari esok Wahai diriku yakinilah dengan sungguh Dunia ini sebentar lagi akan hancur Angin kencang benar akan tiba Ia akan menghancurkan gunung-gunung Semua lautan yang dalam mengering Juga terjadi guncangan yang dahsyat Itulah tanda kehancuran alam Penghabisan semua hamba bernyawa Fanalah semua yang ada di bumi Hanya Tuhan yang kekal abadi Alam ini akan kembali tiada Seperti keadaan sebelum lahir Demikian itu empat puluh tahun lamanya Semua hamba bernyawa akan fana Kemudian akan kembali ada Begitulah keadaan yang abadi Wahai diriku, dengarkan cerita Keadaan di hari kemudian Mula-mula hujan rahmat Naik turun berasal dari arsy Menyeluruh kepada semua kuburan Membasahi semua jasad yang binasa Rahmat itu berasal dari tuhan Rahim Untuk membangkitkan semua hamba-Nya Pertama-tama yang bangun Empat orang Malaikat Berfirman Tuhan Yang Maha Kuasa Pergilah kalian ke dalam surga Untuk mengambil mahkota yang mulia Dan juga semua pakaian yang mulia Dan bendera kebesaran Tuhan Dan buraq yang teramat cepatnya Untuk Nabi hamba yang dimuliakan Muhammad Rasul yang disayangi Dialah orang yang dikasihi Syafaat pada umat yang berdosa Pada peristiwa di hari kemudian Dan azab siksaan api neraka Dan menambah yang kurang pahalanya Di mana saja umatnya yang mukmin Sekembalilnya malaikat itu Datang dari surge Menelusuri kuburan Nabi Muhammad

 

Page 142: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

127

Yimuhusara maedani molalesa Sakawana manga yi tanga-tangana Agoramo ruhuli Amina Jibirilu mutunggunamo wahi Oandeana bari-baria rasulu Te banguna gorana Jibrilu Yi yapaimo koburuna Muhammadi Salapasina goana Jibrilu Amawetamo tana koburuna yitu Abangumo Nabi mina yi tana Kuncura yi bana koburuna Te asapui jangkuna momuliyana Te bana motopenena kawondu Te asapui ngawu tana koburuna Apekangkilo badana moalusuna Te apoili yi kayi yi kana Bari-baria dangia amampada Lausakamo abaki Jibrilu Onabita safili ummati Jibrilu maipo peumbaku Opeamo bara eo yincia si Akonimo Jibrilu situ Ositumo eo safatimu Te akakaro makamu kapujiamu Beuagoa umatimu mokodasana Akonimo safili umati Alaihi salawa tee salamu I apaimo manga umatiku sii Ulana bara incanamo sikisaa Akoonimo jibriilu siitu Oumatimu indapo tee mobanguna Aharamu porikana bea bangu Malinguaka I apai maanusia Tabeana porikana ingko Tee mobanguna minaaka I koburu Kabea bangu mia mosagaanana Itumo duka rouna kamuliaamu Kaa bangu Sidiki mobanara Abubakara oamana Aisa Kaa bangu Umara moadilina Rua miaana sahabatina molabi Kaa pake manga talu miaia Malinguaka pakea I sorgaa Omakuta tee izari momulia Tee kausu motopenena kalape Osawikana podo buraku molabi Apiliakea I nuncana sorgaa Osiitumo kamuliangina Opu Akukumbai batua talu miana Salapasina padana tua siitu Alingkamo manga talumiaia Aporikana Sidiki tee Umara I aroana safiili umati

Di padang masyhar tempat yang luas Setibanya mereka di tengah-tengah Berserulah Ruhil Amin Jibril yang menjaga wahyu Sahabat karibnya semua Rasul Dengan bentuk panggilan Jibril Di mana kuburan Muhammad Setelah Jibril berseru Terbelahlah tanah kuburan Muhammad Bangunlah Nabi dari dalam tanah Lalu duduk di kepala kuburannya Dan menyapu janggutnya yang mulia Dan kepalanya yang teramat harum Dan menyapu abu tanah kuburannya Membersihkan badannya yang halus Menoleh ke kiri dan ke kanannya Semua masih tiada Terus ia bertanya kepada Jibril Nabi kita syafiil umat Jibril, cobalah beritahu daku Apakah hari sekarang ini Jibril pun berkata Itulah hari syafaatmu Dan berdiri makam kelebihanmu Engkau selamatkan umatmu yang berdosa Bersabda Nabi Muhammad Mengucapkan salawat dan salam Di mana umatku ini Barangkali sudah di dalam siksaan Berkata Jibril itu Umatmu belum ada yang bangun Haram mereka bangun lebih dulu Siapa saja mereka manusia itu Kecuali engkau yang mendahului Yang bangun dari kubur Lalu bangun menyusul yang lain Itulah tanda kemuliaanmu Lalau bangun Sidiq yang benar Abubakar ayahnya Aisya Disusul Umar yang adil Keduanya sahabat yang mulia Lalu berpakaian mereka ketiganya Semua pakaian di surga Mahkota dan kain yang mulia Serta sepatu yang sangat bagus Menumpangi buraq yang sangat cepat Dipilihkan dari dalam surga Itulah kemuliaan Tuhan kepadanya Menyayangi hamba yang tiga Setelah selesai mereka itu Pergilah mereka bertiga Lebih dahulu Sidiq dari pada Umar Di depannya syafiil umat

 

Page 143: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

128

Motutunia Nabiita molabina Sakabumbua podo malaikati Temoo dua I yapai moiringia I kaanana tee weta I kaaina Kambeli-mbeli manga incia siitu I muhusara maedani kalalesa O Nabiita atoku-toku umatina Tee apentaa paimia mobanguna Israfiili atowi sangkakala Bea banguna sabara antona tana Sarangona suarana sangkakala Posabangumo paimia koburu O Isilamu tee malingu kaafiri Posabangumo sumbe-sumbere kaomu Kawanamo o kadadi o binate Posabangumo naile I muhusara Sakamatana Nabiita molabina I apaika mia mobanguna yitu Akoonimo Nabiita molabina Jibriilu sumakomo umatiku Akoonimo Jibriilu siitu Manga sumako mincuana umatimu Indaa mangenge padanaa tua siitu Umbalakamo manusia mobari Abuke mea I apai anguna tombu Tee malingu tarafuna mbooresa Akoonimo Jibriilu siitu Muhammadi sumakomo umatimu Alipamo Nabiita molabina Pakawaaka paimia umatina Akoniimo Nabiita molabina Abakai manga umatina yitu Tuapamo komiu namisimiu Umboo-mboore I nuncana koburumiu Sarangona manga incia siitu Potangisimo bari-baria siitu

O Nabiita safiili umati Atangimo duka aoge-oge incana Kama-kamata manga ummatina yitu Osiitumo rouna kaasina Ee karoku fikira mpuu-mpuu Okaasina tee manga umatina Opea bara inda ituruakamu Beu osea I apai kasameana Kasameana Nabiita molabina Tapatotapu kaekata I Oputa Tee tasabara I apaika bala Tee tarela tee malingu kadalaana Tee tasikuru I Oputa momalangana Adawu kita ni’mati bari-bari Momaogena ni’mati Isilamu Ni’matina atopene kabarina Ee karoku mate pada aumbamo

Mengukuti Nabi yang mulia Sekumpulan barisan para malaikat Dan juga beberapa yang mengiringnya Di sebalah kana dan sebelah kirinya Berjalan-jalan mereka itu Di padang mahsyar yang teramat luasnya Nabi Muhammad memerhatikan umatnya Menantikan orang yang akan bangkit Israfil meniup sangkakala Membangunkan semua isi kubur Setelah mendengar suara sangkakala Bangunlah semua isi kubur Baik Islam maupun kafir Juga binatang di dalam tanah Semua ikut bangun Bangun di padang masyhar Setelah melihat Nabi kita yang mulia Orang-orang yang bangun itu Bertanyalah Nabi yang mulia Jibril, sana umatku? Jibril menjawab Mereka sana bukanlah umatmu Tidak lama setelah itu Bermunculanlah manusia banyak Memenuhi semua tempat Dan segala susunan tempat tinggal Berkata Jibril itu Muhammad, sana umatmu Pergilah Nabi yang mulia Menemui para umatnya Bertanyalah Nabi yang mulia Bertanya kepada umatnya Bagaimana persaan kalian Tinggal di dalam kubur Setelah mendengar itu Bertangisanlah mereka semua Nabi kita syafiil umat Menangis juga dengan sejadi-jadinya Melihat-lihat umatnya tersebut Itulah tanda sayangnya pada umatnya Wahai diriku, pikirkan betul-betul Kasih sayang Nabi pada umatnya Betapa engkau masih tak patuh Untuk mengikuti segala petuahnya Pesan Nabi kita yang mulia Tetapkanlah takutmu pada Tuhanmu Dan sabarlah bila bala menimpamu Dan rela pada kelalaian kita Bersyukur pada Tuhan Yang Agung Memberi kita nikmat yang berlimpah Yang besar adalah nikmat Islam Nikmat-Nya amatlah banyak Wahai diriku, kematian nanti akan datang

 

Page 144: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

129

Ngalu hela padaaka atumpumo Pamondomea kasangkana sawikamu Pentaaka wakutuuna helamu Matemo yitu hela yindaa mobancule Osiitumo bose mosatotuuna Indamo ambuli paimia molingkana Moporopena I dala incia siitu Matame itu intaana alimu Itoku-tokuna paimia saalihi Kasawika motopenena kalape Oimani tasdiiki momatangka Kokombuna ala akea haufu Kokombuna bakea-kea rijaa Tawadu betao kapabelona Mosaahida betao para bosena Ria dalati kamondona rabutana Kinaati kasangkana kabokena Ulina yitu mopatotona inca mangkilo Opadomana mosusuakana dala Okuruaani tee hadisina Nabii Obanderana sulaakea zuhudu Tombi-tombina zikir tee tasubehe Juru batuna sarai laahiri Juru mudina ilimu batiini Mopolumena madadi mina I guru Anakodana hidayatina Opu Asangkaaka kamondona hela yitu Tawakalamo poaromu I Opumu Adikaaka ngali ihelaakamu Patotomea poropena Bangka yitu Botukimea lipu mbooresa Masirahamu tee antona banuamu Pepuu mea kambotu motopenena Zikiriillahu laa ilaaha illallahu Neakawako garurana seetani Tangasaana daangiiapo uhela Patotomea poropena Bangka yitu Pangaawana boli ataurakea Osiitumo uso imapasaaka Neatosala poropena Bangka yitu Amapasaaka Bangka incia siitu Tokarugimu naile muri-murina Osiitumu kampadaa momadaki Isarongimo suu’ul haatima Alapamo beumatina Nabii Asala mea millati Isilamu Ee waOpu patotapua incaku Poaroku kutonto maka zatumu Oiimani motopenena karosa Kapupuaku tee husnul khatimah

Angin berlayar sudah akan berhembus Siapkan kelengkapan tumpanganmu Menantikan waktu berlayarmu Mati itu pelayaran yang tidak kembali Dan itulah pelayaran yang hakiki Tidak kembali semua yang telah pergi Yang menuju di jalan itu Mati itu yang dinantikan orang alim Yang diharap-harapkan orang saleh Dan tumpangan teramat baiknya Iman dan tasdiq yang teguh Tiang perahu itu ambilkan khauf Layarnya bentangkan rijaa Tawadhu’ dijadikan layar depan Mujahid untuk para pendayungnya Riyadhat kelengkapan tali-temalinya Kina’at kelengkapan pengikatnya Kemudinya meluruskan hati yang bersih Sebagai kompas penunjuk arah Qur’an dan Hadits Nabi Benderanya pasangkan zuhud Fandelnya zikir dan tasbih Juru batunya sara’i yang zahir Juru mudinya ilmu batin Yang menimba air ilmu dari guru Nahkodanya hidayah dari Tuhan Kalau telah lengkap kesiapan berlayar itu Tawakallah menghadap Tuhanmu Kapan angina berlayar sudah bertiup Luruskan haluan perahu Putuskan negeri tempat tinggalmu Sahabat, kenalan, dan seisi rumahmu Mulailah dengan keputusan yang tetap Berzikirlah laa Ilaaha Illallah Jika kamu didatangi godaan setan Semetara engkau sedang berlayar Tetapkan haluan perahu itu Jangan turunkan layarnya Itulah angin topan yang bisa pecahkan kapal Jika perahumu salah haluan Kalau akhirnya pecah perahumu Kelak kau akan rugi pada hari kemudian Itulah penghabisan yang buruk Itu pula namanya su’ul kahtimah Sudah lepas dari umat Nabi Telah menyalahi garis-garis Islam Wahai Tuhan, kuatkan hatiku Hadapku menatap zat-Mu Keimanan yang kuat dalam diri Akhirkanlah aku dengan husnul khatimah

 

Page 145: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

130

Tabel 4.1 Transliterasi dan Terjemahan Bula Malino

C. Diksi dan Majas Kabanti Bula Malino

Setelah membaca keseluruhan bait manuskrip Kabanti

Bula Malino, peneliti menemukan ada pola pengklasifikasian tema

di mana kata dan kalimat yang berhubungan dengan konsep

dakwah dibangun berdasarkan tema terdapat pada setiap kata dan

bait. Untuk melihat pernyataan secara metafora dan hiperbola

mengenai dakwah Islam dalam manuskrip Bula Malino ini tidak

cukup terbantu dengan hanya membaca transliterasi dan

terjemahannya saja. Karena itu, penulis meningterpretasi diksi dan

majas yang memiliki makna lain yang belum peneliti temukan dari

hasil riset di lapangan.

1. Baris 1-28: Mukadimah (Mengingat Kematian)

Kejadian yang diceritakan dalam tema ini tersusun seperti

kisah yang diceritakan kebanyakan Umat Islam. Kejadian dalam

tema tersebut adalah sebagai berikut:

Pada baris pertama Syair Bula Malino diawali dengan kata

Bismillahi, kemudian dilanjutkan dengan kata kaasi, karoku, dan

sii, yang artinya: dengan nama Allah sayang sekali diriku ini).

Bismillahi terdiri dari tiga kata yaitu ,ب, اسمdan هللا yang artinya:

dengan, nama, dan Allah. MIK menegaskan tulisannya ditujukan

untuk masyarakat Buton dengan gaya bahasa al-Qur’an.0F

1

1 Kita ketahui bahwa setiap Surat dalam Al-Qur’an selalu diawali

dengan kalimat Bismillahirrahmanirrahim. Dengan demikian, di awal bait syair,

 

Page 146: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

131

Sayangnya diriku ini menggambarkan bahwa hubungan hamba

dengan Sang Pencipta tidak dibatasi oleh apapun. Kata karoku2

bisa berarti, pribadiku, jiwaku, yang berasal dari kata karo dan

yaku (diri dan aku). Sintaksis dari kalimat tersebut menjelaskan

seorang MIK sedang merenung dan mengintrospeksi dirinya.

Pada baris 2 dibentuk dengan kata Alhamdu, padaaka, ku-,

mate, dan –mo. Syukur tahmid (alhamdu) juga diadopsi dari

bahasa Arab. Padaaka kumate-mo (sebentar lagi aku akan mati)

secara stilistika menunjukkan makna bahwa manusia adalah

makhluk yang memenuhi syarat untuk mati. Mengapa harus

diawali dengan kalimat syukur ketika menjelang kematian?

Menurut penulis, retorika MIK merupakan apa yang dipahami dari

kandungan al-Qur’an dan Hadits dan menegaskan bahwa tidak

satupun yang mengetahui kapan datangnya Malaikat Izrail. Maka

dari itu, makna lain dari kata alhamdu (kalimat syukur) adalah

motivasi untuk menjadi hamba yang saleh dan siap kapanpun ajal

menjemput.

Kata kajanjina, -mo, Oputa, mo-, makaa, na, apekamate,

bari-baria, dan batua (sudah janji Tuhan Yang Maha Kuasa yang

akan mematikan semua hamba), merupakan susunan dari baris 3-

4 yang berhubungan dengan kumatemo. Mo dalam bahasa Wolio

pembaca akan segera menyadari bahwa pesan-pesannya adalah berhubungan dengan ajaran Islam.

2 Karoku terdiri dari kata karo dan aku bukan kata aku yang bermakna tunggal. Pengarang menggunakan kata diriku bisa diartikan bahwa kematian adalah terpisahnya ruh dan jasad. Sehingga, terminologi dari karoku adalah gambaran adanya dua zat yaitu ruh dan jasad.

 

Page 147: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

132

seperti ketentuan yang memenuhi syarat yang bermakna sudah.3

Secara sintaksis, dua bait tersebut menafsirkan bahwa syarat mati

itu berlaku pada semua yang bernyawa. Sebab, kematian

merupakan janji Tuhan dan korelasinya dengan kalimat akan

mematikan hamba adalah menggambarkan bahwa seorang hamba

tergantung kuasa Tuhannya. Dengan arti lain bahwa kematian

seorang hamba merupakan hak penciptanya.

Kalimat pada baris 5-8 muncul kembali kata hamba,

Tuhan, mati, serta kekal. Indaa, samia, batua, bomolagina,

Sakabumbu, -a, paaa, po-, samate-, -mo, Somo, Opu, alagi,

samange-ngeya, Sakiyayiya, indaa, ko-, kapada. Kata Tuhan

kedua menggunakan bahasa wolio (Opu).4 Kata indaa samia (tak

seorang) menunjukkan bahwa seorang hamba di sini adalah (tiada

seorang yang bernyawa) yaitu batua (hamba). Awalan po- dan

akhiran –mo pada kata posamatemo di baris ke-6, mengandung

makna (ketika semua hamba sudah dimatikan). Sehingga, maksud

somo Opu (hanya Tuhan) pada baris 7-8, secara sintaktis

menunjukkan hubungan sifat Abadi Tuhan (kekal) dibanding

manusia yang punya batas akhir, setelah semua hamba kelak sudah

dimatikan.

3 Akhiran –mo mengndung makna tekanan, ketentuan, dan kesudahan

(Anceaux: xiv). Contoh pada kata lain adalah Padamo (pada dan mo). Pada berarti telah, mo adalah kata penghubung yang lazim disandingkan dengan kata pada atau kata kerja yang telah memenuhi syarat untuk dilakukan. Jika hanya menggunakan pada, secara makna akan berubah.

4 Dalam bahasa wolio, Opu memiliki banyak versi. Nama lain selain Opu adalah, Wa Opu (wa berkonotasi wanita, ibu. Ibu dipahami sebagai induk). Kawaasana Opu (Kuasa Tuhan), serta sesekali menggabungkan bahasa arab dan wolio kedalam sebuah sebutan Tuhan seperti, Allaah Ta’alaa (Aulaa Ta’aalaa). Masing-masing nama Tuhan tersebut berfungsi seuai konteks kalimat.

 

Page 148: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

133

Kita perhatikan pada baris 9-10 dibangun dari kata Ee,

WaOpu5, dawu, -a, -ku, iimani, wakutuu, -na, kuboli, bada, -ku, sii.

Kata ee merupakan seruan yang ditujukan pada Waopu (Tuhan).

Akhiran –a-ku pada kata dawuaku mengkespresikan kata

permohonan, artinya berilah aku. Kata iimani berarti iman.

Akihiran –na pada kata wakutuna menggambarkan sebuah

masa/waktu. Ku adalah yaku (aku) awalan kata kerja boli

(meninggalkan). Kata bada dan akhiran –ku pada kata badaku

artinya badanku: membayangkan sebuah kejadian berpisahnya ruh

yang hendak memisahkan dirinya dengan jasad. Kata sii artinya

ini. Sintaksis dari kalimat ini menegaskan bahwa keimanan

hendaknya dimiliki seorang hamba sebelum menjelang kematian.

Retoris kalimat pada baris 11-12 tersusun dari kata tee,

sahada, iqiraru, momatangka, tee, tasdiqi, iimani, dan mo-, dan

totapu. Kata tee menjelaskan hubungan sebuah kalimat dengan

kalimat sebelumnya. sahadha artinya syahadat yang merupakan

lafaz ikrar seorang hamba saat sedang sakratulmaut. Kata iqraaru

berarti iqrar. Momatangka kuat/tidak lemah dalam berikrar. Tee

seperti dijelaskan di muka. Iimani adalah iman berkorelasi dengan

kata mototapu artinya terikat. Iman yang terikat adalah iman yang

mantap dan tidak mudah goyah. Kalimat tersebut

menginterpretasikan bahwa karena jasad tidak dapat berbuat apa-

apa dalam berikrar, melainkan jiwa dengan keimananlah yang

akan mampu melakukan ikrar syahadat dengan lancar.

5 Kata Waopu Tuan/Tuhan dalam Wolio Dictionary ditulis bahwa pada

zaman dahulu kata ini diucapkan semua hadirin sambil menundukkan kepala dan mengangkat tangan di atas (Anceaux: 191).

 

Page 149: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

134

Kalimat pada baris 13-14 dibentuk dari kata ee, waopu,

rangani, -a, rahmati, muhammadi, caheya, baabaa, dan –na. kata

ee dan waopu telah dijelaskan sebelumnya, ia merupakan seruan

hamba pada Tuhannya. Akhiran –a pada kata rangania

mengekspresikan permohanan: agar ditambahkan sesuatu.

Rahmati adalah rahmat adalah sesuatu yang diharapkan oleh

hamba dari Allah Swt. Kata Muhammadi maksudnya Nabi

Muhammad, dimunculkan setelah kata iman sehingga

membayangkan Nabi Muhammad adalah seorang iman yang kuat

(teladan bagi umat). Caheya (cahaya) mengekspresikan Nuurul

Muhammad (seorang penerang). Akhiran –na, pada kata babaana

menegaskan kemuliaan pada diri Rasul (cahaya paling mulia).

Pada kalimat pernyataan baris 15-16 dibangun dari kata

incia, -mo, kainawa, mo-, topene, mo-, suluwi, -na, umati, mo-,

dhosa, dan –na. Akhiran –mo pada kata inciamo (dialah)

mengandung makna penegasan. Kata kainawa mengekspresikan

sifat dari caheya (cahaya) artinya yang terang. Kata motopene

menggambarkan kedudukan pada kata kainawa, artinya amat

mulia. Kalimat tersebut menegaskan seorang Muhammad sebagai

Nabi mulia yang memiliki cahaya penerang (syafa’at). Awalan

mo- pada kata mosuluwina mengekspresikan fungsi dari kainawa

(cahaya) yaitu menyinari. Kata umati berarti umat yang menjadi

objek dari kata kerja mosuluwina. Awalan mo- dan akhiran –na

pada kata mokodhosana menggambarkan seorang hamba yang

berdosa. Maksud kalimat tersebut adalah, cahaya pada diri Nabi

 

Page 150: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

135

yang disebut sebagai syafa’at akan menyinari semua hamba yang

berdosa.

Sintaksis kalimat pada baris 17-18 tersusun dari kata sio-

siomo, waopu, bee, ku, pokawa, i, muhusara, toromua, -na, dan

batua. Pada kata sio-siomo (artinya: semoga) mengekspresikan

sebuah pengharapan akan sesuatu dengan cara yang sopan.6

Waopu seperti telah dijelaskan di muka, artinya: Pencipta. Kata

bee merupakan awalan kata kerja pada kata beekupokawa artinya

ingin bertemu. I artinya di dan muhusara berarti Padang Masyhar.

Akhiran –na pada kata toromuana membayangkan adanya

sejumlah orang yang terkumpul. adalah sebuah harapan hamba

ingin berjumpa dengan Nabinya di tempat berkumpulnya manusia

di Padang Masyhar.7 Batua artinya hamba. Sehingga, maksud dari

kalimat tersebut adalah seorang hamba yang memohon pada Tuhan

agar dipertemukan dengan Nabi pada saat terkumpulnya seluruh

makhluk di Padang Masyhar. Kata mohon dari kalimat ini

mengandung arti berharap dengan ketaatan, dan belum adanya

kepastian dikabulkan atau tidak.

Kalimat pada baris 19-20 dibentuk dari kata aagoaku, i,

azabu, naraka, tee, huru-hara, naile, muri-muri, dan -na. Awalan

kata kerja a- pada kata aagoaku menunjukkan permintaan kepada

6 Kata sio-siomo dalam Wolio Dictionary memangandung makna

berharap yang sopan atau berharap tanpa makna mendesak (Anceaux: 166). 7 Kata toromuana (terkumpul) lebih tepat digunakan oleh dari pada

kata pokompuluana (berkumpulnya). Secara terminology memang sama, namun dapat kita pahami bahwa, manusia bukan datang berkumpul di padang masyhar namun dikumpulkan oleh Allah SWT.

 

Page 151: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

136

seorang dan akhiran –ku membayangkan seorang manusia entah

laki-laki maupun perempuan.8 I artinya di yang menunjuk sebuah

tempat. Karena i terikat dengan kata azabu, maka bisa dimaknai

menjadi (dari azab). Kata naraka (neraka) menegaskan maksud

azab: yaitu siksa neraka. Kata tee artinya juga yang

menggambarkan adanya kata selanjutnya. Kata huru-hara berarti

kegemparan yang membayangkan adanya kegemparan/keributan.

Naile (esok) berkorelasi dengan kata muri-murina (akhir) atau hari

kiamat. Makna stilistika dari kalimat tersebut adalah betapa

sultinya hari kiamat, sehingga hamba wajib memohon kepada

Allah Swt agar diselamatkan dari azab neraka dan huru-hara yang

menakutkan pada hari kiamat.

Retoris di baris 21-22 dibangun dari kata sii, saangu,

nazamu, ooni, wolio, ikarangina, Ayedurusu, dan matambe. Pada

kata sii artinya ini (menunjuk sesuatu yang dekat). Saangu artinya

satu, berkorelasi dengan kata nazamu, artinya adalah kabanti, atau

syair. Kata ooni wolio maksudnya adalah berbahasa wolio yang

menjelaskan bahwa inilah sebuah syair berbahasa wolio. Kata

ikarangina artinya dikarang (oleh), menggambarkan adanya

seorang yang mengarang. Kata Ayedurusu yaitu Muhammad Idrus

Kaimuddin. Matembe artinya hina, menegaskan betapa hinanya

8 Ago dalam Wolio Dictionary (Anceaux: 1) adalah menolong,

membantu, menyelamatkan, mencegah. Kata agoaku adalah permintaan (ditolong atau diselamatkan) dari hamba kepada Penciptanya. Berasarkan ajaran agama islam bahwa di hari kiamat, sudah tidak ada lagi pertolongan Allah. Sehingga, kata tersebut ditujukkan pada Nabi Muhammad saw sebagai cahaya yang mulia.

 

Page 152: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

137

seorang MIK.9 Interpretasi dari kalimat tersebut bahwa seorang

pengarang menyatakan dirinya sebagai hamba yang hina dapat

dimaknai bahwa syair ini memang ditulis sebagai bahan

inntrospkesi diri seorang Sultan MIK.

Susunan kata pada baris 23-34 yaitu: ku, karangi, -a,

betoo, paiyasaku, baraa, salana, be, kuose, dan kaadari. Awalan

ku singkatan dari aku dan akhiran -a pada kata kukarangia

(kukarang) adalah sebuah pernyataan MIK sendiri yang

mengarang syair. Satuan kata bee dan too (untuk) menjelaskan

tujuan mengapa syair ditulis (dikarang). Kata paiyasakua artinya

cerminku, maksudnya adalah untuk bahan introspeksi diri

(muhasabah). Baraa menggambarkan sebuah kemungkinan

artinya barangkali yang menyatu dengak kata sala akhiran –na

yang mengandung makna sesuatu.10 Awalan be- yang terhubung

dengan kata kerja ku-ose (aku mengikut) menegaskan rasa ingin

yang cukup tinggi. Kata kaadari menggambarkan sebuah ajaran

yang baik, artinya ajaran.11 Kalimat tersebut menjelaskan latar

belakang MIK membuat syair ini semata-mata untuk cerminan diri

agar senantiasa istiqomah menaati ajaran Islam.

9 Matambe dari kata tambe artinya bawah, rendah. Matambe lebih dari

rendah. 10 Kata salana berasal dari kata sala dan –na (kata ganti persona

ketiga). Dalam Wolio Dictionary, sala mempunyai beberapa arti yaitu; I. Celana. II. Salah, kesalahan, dosa, dan penghukuman. III. Salah satu, dan sesuatu (Anceaux: 158).

11 Kata bekuose kaadari secara retoris mempunyai hubungan dengan matambe. Ketika manusia menyadari dirinya hina, maka sangat pantas untuk mencari sebuah pencerahan.

 

Page 153: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

138

Kalimat pernyataan di baris 25-26 dibangun dari kata siyo-

siyomo, Opu, a-, tarima, ku, be-, ku-, ewang, -i, inca, -ku, mo-,

madaki, dan -na. Kata sio-siomo mengandung makna permohonan

yang sopan. Kata Opu (Tuhan) menegeaskan bahwa yang

permohonan ditujukan pada Tuhan. Awalan kata kerja a- dan

akhiran –ku pada kata atarimaku (menerimaku) membayangkan

makna diterima di sisi Allah. Kata bee yang menyatu dengan kata

kerja ku-ewangi (untuk kulawan) mengekspresikan seseorang yang

berupaya melawan sesuatu. Inca-ku artinya hatiku. Awalan mo-

dan akhiran -na pada kata momadakina menegaskan sebuah inca

(hati) seseorang yang busuk. Interpretasi dari kalimat tersebut

menegaskan bahwa seorang MIK memohon dengan sangat kepada

Tuhannya agar diterima di sisinya dengan cara menunjukkan

perjuangan melawan keburukan hati.

Kalimat pada baris 27-28 dibentuk dari kata ku, sarongi, -

a, kabanti, inca, sii, Bula, Malino, ka-, pekaruna, -na, dan inca.

Kata ganti aku (-ku) yang terhubung dengan kata kerja sarongi

artinya menamai. Akhiran –a pada kata tersebut membayangkan

seseorang sedang menamai sesuatu. Kabanti berarti syair,

mengkespresikan bahwa kata benda yang dinamai Idrus. Kata

incia (dia) adalah sebutan untuk orang/benda ketiga (ghaib) dan sii

artinya ini, menunjuk kabanti. Kalimat tersebut secara metaforis

menafsirkan bahwa syair beserta penentuan judulnya begitu

relevan dengan kondisi hati (qalbu) manusia yang fluktuatif.

Ketika MIK mulai menyimpang, maka syair yang dikarangnya

 

Page 154: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

139

akan menjadi cermin untuk mengintrospeksi diri.12 Kata bula

artinya purnama atau bulan. Malino bermakna tenang, cerah, dan

damai. Sementara pekarunana di sini karena berhubungan dengan

hati manusia, maka bisa diartikan melunakkan atau

menstabilkan.13 Kata inca artinya hati manusia, berkorelasi

dengan kata kapekarunana. Metafora dari bula malino pekarunana

inca bermakna bahwa syair ini mengandung pesan-pesan untuk

melunakkan kerasnya hati.

2. Baris 29-42: Gambaran Kehidupan Dunia

Kejadian yang diceritakan dalam bait tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Kesenangan dunia yang memabkukkan membuat lupa diri.

b. Kematian memisahkan kita dengan anak-anak, kenalan

(teman), family, dan yang lainnya.

c. Mengendalikan nafsu duniawi dan cenderung pada nafsu

mardhiyah

12 Upaya Muhammad Idrus Kaimuddin mengadakan sayembara

mengarang kabanti untuk melestarikan kebudayaan islam di Buton bisa menjadi peringatan bagi para pejabat kerajaan agar menjadi pribadi seperti anjuran dalam Kabanti. Dengan itu, dapat dipahami bahwa dengan memulai dari diri Sultan dan diri para Pejabat Keraton, maka akan mudah untuk mengajarkan nilai-nilai keislaman melalui kabanti kepada masyarakat agar menjadi masyarakat islami nan qur’ani yang selalu memuhasabah diri.

13 Menggunakan kata pekarunana yang berarti yang melunakkan dibayangkan bahwa, jika hati telah keras maka kebaikan akan enggan dilakukan. Sejumlah manusia yang telah menduduki jabatan sehingga dihargai masyarakat akan semakin menguji hatinya untuk terhindar dari sifat riya dan keras hati.

 

Page 155: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

140

d. Mengajari14 dan mengasihi diri sendiri lebih baik daripada

di ajari dan dikasihi oleh orang lain.

Pada kalimat pernyataan di baris 29-30 dibangun dari kata

eee, karoku, bega-bega, umalango, inda, ufikiri, kampodo, -na,

umuru, dan mu. Kata ee membayangkan seorang sedang

memanggil dirinya sendiri. Kata bega-bega artinya berlebihan.15

Umalango artinya mabuk, metafora dari mabuk adalah mabuk

keduniaan. Kata indaa (tidak) berkorelasi dengan kata kerja

ufikiri artinya kau pikir menegaskan makna peringatan dengan

bentuk pertanyaan, yaitu tikdakkah engkau pikir. Awalan ka- dan

akhiran –na pada kata kampodona (betapa singkatnya)

menegaskan sesuatu yang singkat. Sesuatu yang singkat itu adalah

umuru (usia). Akhiran –mu adalah kata ganti dari ingko (kamu)

dipakai pada kata benda. Sintaksis dari kalimat tersebut adalah

keduniaan sangat memabukkan dan membuat kita lupa betapa

singkatnya usia.

Kalimat pada baris 31-32 dibentuk dari kata mate, -mo,

yitu, taomo, papogaa, -ko, tee, malingu, sabara, manga, ana, dan

-mu. Akhiran –mo pada kata matemo (kematian) dan yitu (itu)

mengandung makna penegasan. Kata taomo artinya adalah yang

akan. Akhirna –ko kata pendek dari ingko (kamu) yang terhubung

dengan kata papogaa menggambarkan sesuatu yang berpisah. Tee

14 Stilistik mengajari di sini adalah memperingati, muhaasabah, dan

menyadari perbuatan dosa. 15 Boli umalango (jangan mabuk) di sini bukan karena khamar atau

miras, dan semacamnya. Malango dalam Wolio Dictionary artinya: sibuk (Anceaux: 101). Karena mabuk yang dimaksud adalah tentang keduniaan. Diksi mabuk yang berarti sibuk di sini, sangat tepat jika dibangun dengan kata dunia. Maka, kata bega-bega cukup relevan disandingan dengan kata keduniaan.

 

Page 156: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

141

adalah kata hubung, menyatu dengan kata malingu artinya

segalanya atau semuanya (jamak). Kata sabara artinya adalah

apa saja dan lekat dengan makna kata malingu (semua). Manga

kata ganti untuk orang banyak (ghaib) artinya mereka. Kata ana-

mu (anak) menjelaskan stilistika kalimat bahwa kematian akan

memisahkan manusia dari kehidupan dunia, termasuk anak cucu

dan segala apa yang dimiliki di dunia.

Metaforis kalimat pada baris 33-34 tersusun dari kata temo,

duka, sabara, manga, musiraha, -mu, witinayi, atawa, mo-,

sagaana, dan na. kata temo dan duka menggambarkan sebuah

hubungan dengan kalimat sebelumnya, artinya demikian juga.

Pada kata sabara dan manga telah dijelaskan di atas. Kata ganti

ingko (-mu) pada kata musirahamu menegaskan makna

kenalanmu. Kata witinai artinya sepupu atau family. Pada kata

atawa dan mosaganaana (atau yang lainnya) menegaskan bahwa

yang akan ditinggalkan seorang hamba dari kehidupan fana selain

sanak family, kenalan, dan kerabat lainnya.

Pada kalimat pernyataan di baris 35-36 dibangun dari kata

ee, karoku, adaa-dari, karomu, nafusu, -mu, bega-bega, uose, dan

–a. Pengarang mengulangi kembali kata ekarou dan dieruskan kata

perintah: ada-adari karomu. Kata karomu adalah, MIK menyeru

dirinya sendiri. Nafusu artinya nafsu. Kata bega-bega maknanya

adalah larangan berlebihan, berkorelasi dengan kata uyoseya

artinya kau ikuti. Kalimat tersebut menginterpretasikan bahwa

seorang MIK, sebagai pengarang syair, mengingatkan dirinya agar

senantiasa bermuhasabah serta tidak terlalu mengikuti hawa nafsu.

 

Page 157: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

142

Kalimat pada baris 37-38 dibentuk dari kata tabea, -na, -

mo, nafusu, raudhiyah, nafusu, sarongi, dan marudhiyah. Akhiran

–na dan –mo pada kata tabeanamo menggambarkan makna

pengecualian. Nafusu artinya nafsu (pada manusia) berkorelasi

dengan kata raudhiyah menunjukkan ada tingkatan nafsu yang

baik dalam diri manusia. Raudhiyah dan Mardhiyah adalah nafsu

ketuhanan yang amat halus dan lembut. Dalam bahasa arab,

radhiyah adalah masdar yang berarti rida (rela). Sementara

mardhiyah adalah maf’uulun bih yang berarti diridai (oleh Allah

SWT). Tingkatan pertama, radhiyah adalah nafsu yang hanya

fokus pada kecintaan diri pada Allah SWT. Sedangkan mardhiyah

ialah bentuk nafsu yang terfokus pada kecintaan hanya kepada

Allah SWT dan tingkatannya telah sampai pada balasan cinta dari

Allah.16 Stilistika kata tersebut menunjukkan upaya pengarang

menasihati diri untuk menuju pada tahap insan kamil pada ilmu

tasawuf.17

Retoris kalimat pada baris 39-40 tersusun dari kata mo,

sarewu, guru, be, mo-, adarii, -ko, indaa, mo-, lawa, -na, ada-

adari, karo, dan –mu. Kata mo sama dengan moa artinya meskipun

berkorelasi dengan kata sarewu yang berarti meskipun seribu. Kata

be- merupakan awalan kata kerja artinya hendak. Guru seperti

dalam bahasa Indonesia guru yang bertugas mengajar. Awalan mo-

dan akhiran –ko pada kata moadariko (yang mengajarimu)

mengekspresikan adanya penegasan. Kata indaa artinya tidak.

16 Mardhiyah merupakan bentuk keselarasan dan menyatunya cinta

hamba dengan Allah SWT. 17 Seperti yang diungkap Syafiuddin saat diwawancara. Ia mengatakan

bahwa kabanti merupakan ajaran tashawuf.

 

Page 158: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

143

Molawana berkorelasi dengan kata indaa secara sintaksis artinya

tiada bandingnya. Kata ada-adari berasal dari kata adari: artinya

ajari, pengulangan kata berarti terus menerus. Karo dan mu

maksudnya mengajari dirimu sendiri (Idrus sendiri). Interpretasi

kalimat tersebut adalah keyakinan Idrus tentang mengajari diri

(bermuahasabah) secara terus menerus lebih lebih besar efeknya

dibanding orang lain meskipun yang mengajari kita ribuan guru.

Pada kalimat pernyataan di baris 41-42 dibangun dari kata

mo- tuapa, kaasi, -na, mia, yitu, iinda, be-, akawa, kaasi, -na, i,

karo, -mu. Walan mo- pada kata motuapa (walau bagaimana)

menegaskan makna perbandingan. Kata kaasi artinya rasa kasih

atau mengasihi.18 Akhiran –na membayangkan seseorang,

berkorelasi dengan kata mia artinya manusia. Kata yitu

mengeaskan kata mia artinya itu. Iinda artinya tiada berkorelasi

dengan kata kerja akawa (sampai), maksudnya adalah tak akan

menyamai. Kata kaasina seperti yang sudah dijelaskan. Kata i

(pada) dan karo-mu artinya dirimu. Secara semantik pada kalimat

tersebut menunjukkan bahwa peran diri sendiri untuk melawan

penyakit hati dan hawa nafsu lebih menentukan dari nasehat ribuan

orang. Begitupun pada ekspresi rasa peduli dari orang lain, tidak

akan menyaingi efek dari rasa peduli pada diri sendiri.

18 Kaasi yang dibangun dalam kalimat tersebut oleh orang buton

dimaknai menyayangi, mengasihani. Mengasihani diri karena sudah banyak melakukan perbuatan dosa.

 

Page 159: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

144

3. Baris 43-50: Rukun Islam dan Ibadah Fardhu

Kejadian pada bait tersebut menceritakan kewajiban Rukun

Islam. Strukturnya sebagai berikut.

a. Selalu shalat.

b. Selalu Puasa Ramadhan.

c. Zakat Fitrah di hari-hari akhir puasa.

d. Berzikir selalu serta bershalawat atas Nabi.

e. Shalat tengah malam (berdo’a saat Tahajjud).

Pada kalimat pernyataan di baris Kalimat 43-44 dibangun

dari kata ee, karo, ku, menturu, sambahea, tee, poasaa, i, nunca,

-na, dan Ramadhani. Pada kata ee dan karoku, seperti dijelaskan

sebelumnya, merupakan seruan untuk diri sendiri. Menturu

artinya selalu, dihubungkan dengan kata sambaheya

(sembahyang), secara stilistika, maknanya adalah kewajiban

shalat tidak hanya sekali dalam sehari atau sehari saja dalam

setahun.19 Kata tee yang terhubung dengan poasaa

menegkspresikan anjuran berpuasa sebanyak 29/30 hari. Kata I

nunca -na sering telah di jelaskan, artinya di dalam. Akhiran –na

mengekspresikan ramadhani yang berarti Ramadhan. Shalat dan

puasa merupakan ibadah yang membutuhkan keimanan dan

keistiqomaan yang mantap. Keistiqomaan yang benar sudah pasti

19 Menturu berarti selalu, ia juga membayangkan adanya makna

anjuran shalat sunnah, sebab shalat wajib jumlahnya lima kali sehari semalam. Shalat juga membuat hati tenang (Q.S. Ar-Ra’d: 28). Kata tersebut sangat relevan dengan ucapan Lambalangi ketika diwawancara, bahwa masyarakat mulai menyimpang dari syari’at Islam pada masa Kabanti dibuat dan dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Page 160: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

145

didukung oleh hati yang bersih dan ketakwaan yang meningkat.

Sehingga, diksi menturu dari sintaksis kalimat tersebut

merupakan pilihan kata yang tepat terhadap sifat manusia di mana

kualitas keimanannya bersifat fluktuatif.

Kalimat pada baris 45-46 dibentuk dari kata fitaraa, -mu,

boli, umalinga, -ea, palimba, -ia, ahiri, -na, dan poasaa. Akhiran

–mu pada kata fitaraamu menyatakan makna zakat fitrah seorang

hamba yang mukallaf. Boli artinya jangan, terhubung dengan kata

umalinga (lupa) dan –ea (membayangkan adanya sesuatu)

menegaskan larangan agar tidak melupakan kewajiban zakat

fitrah. Akhiran –ia (kata ganti zakat fitrah) pada kata kata kerja

palimba mengandung makna perintah agar mengeluarkan zakat

fitrah. Ahiri artinya akhir, dengan akhiran –na sebagai kata ganti

dari puoasaa (puasa); menjelaskan batas waktu mengeluarkan

zakat fitrah sampai akhir puasa atau sebelum Shalat Idul Fitri.

Secara tematik, kalimat tersebut mengacuh pada Rukun Islam

secara berurutan (Shalat, puasa, dan zakat).

Susunan kalimat pada baris 47-48 adalah dari kata

zikirillahi, menturu, akea, mpuu, tee, salawa, salamu, i, Nabii,

dan –mu. Pada kata zikikirillahu menegaskan agar tetang zikir

kepada Allah. Menturu berkorelasi dengan kata akea (tertuju pada

zikirillahi) mengekspresikan bahwa zikir kepada Allah itu harus

dirutinkan. Kata mpuu menegaskan makna lebih atau sangat pada

 

Page 161: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

146

kata menturuakea.20 Tee salwa salamu menyatakan juga banyak-

banyak bershalawat. Kata i berarti pada, dihubungkan dengan

kata Nabii; artinya pada Nabimu. Akhiran –mu membayangkan

adanya seorang yang menyimak. Sintaksis dari kalimat tersebut

adalah seringnya mengingat Allah dan bershalawat atas Nabi akan

memberikan kedamaian serta mendatangkan kemudahan dalam

mememerangi penyakit hati dan nafsu duniawi.

Pernyataan kalimat di baris 49-50 dibangun dari kata

pontanga, malo, bangu, eemani, amponi, iincafuaka, ka-, daki, -

na, amala, dan –mu. Kata pontanga berkorelasi dengan malo

artinya tengah malam. Bangu berarti bangun, maksudnya adalah

bangun dari tidur. Kata eemani (meminta) merupakan perintah

untuk meminta. Amponi maksdunya adalah ampunan dari Allah

pada saat tengah malam.21 Akhiran –aka pada kata iincafu

(isnyaf) mengandung makna agar. Awalan ka- dan akhiran –na

pada kata kadakina menegaskan sebuah keburukan.22 Kara amala

yang berarti amal (perbuatan) terhubung dengan akhiran -mu

sebagai kata ganti dari ingko (kamu). Kalimat tersebut

menyimpulkan bahwa, ketenangan hati serta khusyuk dalam

beribadah (seperti zikir) sangat tepat aplikasinya di waktu shalat.

20 Kata menturu dalam bahasa wolio adalah sering. Namun, ada kata

penekanan yang sering dihubungkan dengan kata kerja, yaitu; akea (kan) dan mpu (sangat, sekali, banget, dan lebih).

21 Lihat Q.S 17:79 (Al-Israa’). Dalam Tahajjud mengandung harapan semoga Allah memuliakan hamba dan diberikan tempat yang baik.

22 Dalam Wolio Dictionary (Anceaux: 54) kadaki: keburukan, kejahatan, tingkah laku yang buruk, kesukaran, penderitaan, kesengsaraan. Na pada kadaki membayangkan tingkah laku yang buruk yang masih cenderung dilakukan.

 

Page 162: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

147

MIK menyebut bahwa terbangun di tengah malam sangat baik

digunakan untuk bertobat dan memohon ampunan.

4. Baris 51-58: Penjelasan Sifat Gibah dan Fitnah

Identifikasi narasi dakwah dari cerita pada bait tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Larangan membual.

b. Larangan mengumbar aib.

c. Hukuman membual dan fitnah.

Kalimat pernyataan pada baris 51-52 dibangun dari kata ee,

karoku, boli, manga, bua-bua, temo, duka, boli, umanga, dan

humbu-humbui. Kata ee dan karoku telah dijelaskan di muka

(wahai dirku). Kata boli merupakan kata larangan (jangan).

Manga yang terhubung dengan kata bua-bua mengekspresikan

kata kerja yaitu sifat menggunjing, maknanya dekat dengan kata

humbu-humbu yang berarti mengumpat atau memfitnah. Larangan

MIK pada klimat tersebut menjelaskan bahwa sifat saling

mengumpat akan menimbulkan fitnah. Keharmonisan

silaturrahmi yang kuat antar sesama akan ternodai bahkan

terputus oleh sifat yang suka mengumpat (gosip).

Kalimat pada baris 53-54 dibentuk dari kata kadaki, -na,

ta-, bua-bua, ranga, -ta, hari, kiama, naile, bee, dan umarimbi.

Akhiran –na pada kata kadakina mengekspresikan keburukan.

Ta- kata pendek dari kita yang digunakan pada awalan kata kerja.

Kata bua-bua diawali dengan kata ta-; artinya memfitnah. Ranga

 

Page 163: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

148

(sesama) adalah objek dari memftinah. Akhiran –ta menegaskan

makna rangata adalah sesame kita. Kata hari menyatu dengan

kiama yang berarti hari kiamat. Naile menerangkan waktu hari

kiamat; yaitu esok, entah kapan hari, tahun, dan tanggalnya.

Awalan kata be- pada kata kerja umarimbi membayangkan

adanya seorang yang dihukum atas perbuatannya.23 Kalimat

tersebut menjelaskan adanya ganjaran di hari kiaamat berupa

denda terhadap siapa saja yang suka memfitnah sesama.

Kalimat pada baris 55-56 tersusun dari kata kadaki, -na, ta-

, humbug, mia, ranga, -mu, okadaki, -na, ualaa, mea, dan ingko.

Akhiran –na pada kata kadakina (keburukan) bertemu dengan ta-

humbu yang berarti menggunjing (gosip). Mia membayangkan

adanya seseorang yang digunjing. Kata rangamu artinya

sesamamu, berkaitan dengan kata mia. Awalan o- dan akhiran –

na pada kata okadakina mengekspresikan keburukan sesuatu.

Kata kerja uala membayangkan adanya orang yang mengambil.24

Terhubung dengan kata mea (ualamea) yang bermakna; kau akan

mengambil. Kata ingko artinya kamu sebagai pelaku dari kata

ualea (kau ambil). Metaforis dari baris syair ini menjelaskan

denda memfitnah dan menggunjing orang lain adalah, keburukan

yang difitnah bisa kembali ke tukang fitnah.

23 Dalam Wolio Dictionary, rimbiti dari kata rimbi artinya mendenda,

dan menyita. Sehingga, marimba berarti terdenda. Kata tersebut secara stilistik membayangkan makna bahwa ganjaran memfitnah orang akan mendapatkan denda (Anceaux: 153).

24 U adalah awalan kata kerja untuk pelaku persona kedua (tunggal dan jamak). Lihat Wolio Dictionary (188).

 

Page 164: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

149

Pada kalimat pernyataan baris 57-58 dibangun dari kata

okalape, -na, posa, alea, incia, hari, kiama, dela, -mu, bee, dan

atotunu. Akhiran –na pada kata okalapena mengekspresikan

kebaikan dari seorang yang digunjing.25 Posa artinya

(seluruhnya) mengandung makna banyak. Kata alea (mengambil)

secara stilistik mengandung makna mentransfer. Incia artinya dia

atau orang yang menggunjing. Kata hari dan kiama adalah

kesatuan kata yang artinya hari kiamat. Kata dela berarti lidah

dan akhiran –mu kata ganti dari ingkoo (kamu) menunjukkan

lidah si penggunjing. Totunu (dibakar), secara retorik diksi

dibakar menegaskan betapa perihnya lidah jika dibakar tidak

sesingkat lidah yang dipotong. Retoris dari kalimat tersebut

menegasakan bahwa semua kebaikan ditransfer oleh si B dan pada

hari kiamat, lidah si A (tukang gunjing) akan dibakar.

5. Baris 59-66: Makrifat Insaniah

Pada bait tersebut pesan-pesan dakwah menganjurkan

beberapa hal sebagai berikut:

a. Menyucikan diri.

b. Jangan merendahkan orang lain.

c. Jangan meremehkan orang lain.

25 Menggunjing merupaka sifat kadaki (buruk) yang selalu

menghadirkan pertengkaran. Dalam komunikasi masyarakat buton di Tolandona, penulis sering mendengar ungkapan kadaki to karomu, kalape to karoku (keburukan untuk dirimu, kebaikan untuk diriku) untuk meredam emosi dari pedihnya gosip. Tolandona adalah sebuah desa di dataran yang menggunakan bahasa wolio asli. Al-Mujazi mengatakan, bahasa Keraton di Wolio sama persis dengan Tolandona.

 

Page 165: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

150

d. Menyadari hinanya manusia berasal.

e. Manusia akan hancur bersama tanah.

Kalimat pernyataan pada baris 59-60 dibangun dari kata ee,

karoku, inca, -mu, pe-, kangkilo, -a, nganga, randa, -mu, boli,

umanga, dan pipisi. Kata yinca artinya hati. Akhiran –a pada kata

Pekangkiloa menyatu dengan kata inca mengandung makan

anjuran untuk membersikan. Kata nganga menyatu dengan randa

artinya lubuk hati. Akhiran –mu menunjukkan kepemilikan

(kamu). Kata boli (jangan) bermakna larangan. Umanga

membayangkan anjuran kepada sejumlah orang (banyak orang).

Kata pipisi artinya mencela dan merendahkan. Kalimat tersebut

menganjurkan agar senantiasa membersihkan hati. Kemudian

melarang untuk selalu berniat mencela sesama.

Kalimat pada baris 61-62 dibentuk dari kata tee, boli,

umanga, pisaki, fikiri, -a, ka-, tambe, -na, karo, dan -mu. Kata tee

menjelaskan adanya hubungan dengan kalimat sebelumnya. boli

merupakan larangan artinya jangan. Kata umanga membayangkan

sejumlah orang. Pisaki berarti menghina, dihubungkan dengan

kata boli merupakan larangan untuk menghina. Akhiran –a pada

kata kerja fikiri merupakan anjuran untuk berfikir sebelum

bertindak. Kata katembe dan akhiran – na mengekspresikan

kehinaan seorang. Gabungan kata karo dan –mu menegaskan

makna kehinaan pada diri sendiri. Jadi, kalimat tersebut

menegaskan bahwa semua manusia sama di sisi Allah. Sehingga,

sintaksis dari kalilmat tersebut adalah sebelum menghina orang

 

Page 166: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

151

lain, dianjurkan untuk melihat pada kekurangan (kehinaan) dalam

diri sendiri dulu.

Metaforis kalimat pada baris 63-64 tersusun dari kata

uuwe, satiri, baana, -mo, mina, -mu, simbao, duka, ka-, dadi, -na,

maka, dan yitu. Kata uuwe artinya air dihubungkan dengan kata

satiri (setetes), maksudnya adalah air nuthfah (sperma). Akhiran –

mo pada kata baanamo dan mina-mu mempunyai arti yang sama

yaitu asal atau awal. Sintaksis dari kedua kata itu menegaskan

maksud sperma merupakan asal manusia. Itulah sebabnya manusia

disebut sebagai makhluk yang hina. Kata simbo mengandung

makna sama dengan. Kadadina berasala dari kata dadi artinya

hidup, menyatu dengan awalan ka- dan akhiran –na serta kata

maka; kalimat ini membayangkan adanya sesuatu yang hidup

(makhluk lain). Kata yitu artinya itu menunjuk pada kata kadadina.

Maksudnya adalah, begitupun makhluk lain, asal kejadiannya dari

setes air.

Kalimat pernyataan pada baris 65-66 dibangun dari kata i,

nunca, -na, tana, naile, uhancuru, -mo, uposalo, -mo, tee, tana,

koburu, -mu. Kata i nunca artinya di dalam dan akhiran –na

menggambarkan sebuah tempat. Tana artinya tanah menegaskan

makna di dalam tanah yaitu kuburan. Akhiran –mo pada kata

uhancurumo menegaskan sosok jasad (orang) dihancurkan oleh

tanah. Akhiran –mo pada kata kerja uposalo menjelaskan

seseorang yang bercampur dengan sesuatu. Tee maksudnya

dengan. Kata tana berkorelasi dengan koburu, menggambarkan

makna tanah yang ada dalam kuburan. Akhiran –mu menunjuk

 

Page 167: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

152

pada komunikan artinya kamu (kependekan dari ingko). Kalimat

tersebut menafsirkan bahwa jasad akan hancur dan melebur

dengan tanah (di dalam kuburan).

6. Baris 67-82: Gambaran Dunia Fana

Pada bait tersebut juga nasihat pada diri pengarang sendiri.

Kejadian yang diceritakan adalah tentang kenikmatan dunia.

Kekuasaan (jabatan), kebangsawanan, hiasan dunia, tidak kekal

selamanya. Hati nurani yang sucilah yang mampu dibawa sampai

hari akhirat kelak. Fitnah dunia atau kesenangan dunia bagaikan

orang berdagang dengan cara berlayar ke pulau-pulau. Jika barang

dagangan habis, maka kapal dagangan juga sudah pasti akan

bertolak meninggalkan pulau tersebut.

Pada kalimat pernyataan baris 67-68 dibangun dari kata ee,

karoku, fikiria, mpuu-mpuu, kakawasa, tangkana, -mo, i, dan

duniaa. Kata ee dan karoku menggambarkan makna seruan untuk

diri sendiri. Akhiran kata kerja –a pada kata fikira

mengekspresikan seruan untuk memikirkan sesuatu. Mpuu-mpuu

Kata dasarnya adalah mpuu yang mengandung arti kesungguhan.

Jika dilihat dari pengulangan katanya, ini menunjukkan keseriusan

untuk memahami atau memikirkan sesuatu. Kata kakawasa berarti

kekuasaan yang menggambarkan masa kekuasaan MIK sebagai

Sultan, serta pejabat-pejabat keraton lainnya. Hubungan kata i dan

dunia mengespresikan eksistensi kekuasaan yang disandang

manusia hanya di dunia saja. Retoris kalimat tersebut adalah

 

Page 168: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

153

peringatan tentang kenikmatan dunia yang meliputi kekuasaan

atau jabatan di mana sifatnya hanya sesaat.

Kalimat pada baris 69-70 terdiri dari kata okalaki,

tangkana, -mo, i, wei, tee, malingu, ka-, beloka, -na, dan duniaa.

Okalaki dan kakawasa berhubungan dengan kebangsawanan yang

ada di dalam masyarakat Buton. Ada tiga tingkatan yaitu kaomu,

walaka, dan papara.26 Kata tangkanamo artinya hanya yang

mengandung makna penegasan, terhubung denan kata i dan wei

(di sini), maksudnya adalah hanya di dunia. Tee dan malingu (dan

segala hal) menegaskan lebih dari satu (banyak). Kata kabelokana

membayangkan adanya manusia yang punya segalanya hingga

harta. Perhiasan ini meliputi segalanya mulai dari kakawasa,

kalaki, dan perhiasan (kabeloka) lainnya. Sehingga, maksud dari

kalimat tersebut menegaskan kembali bahwa kebangsawanan,

perhiasan, dan nikmat keduniaannya lainnya tidak akan dibawa

ke akhirat.

Susunan kalimat pada baris 71-72 dari kata akawaa, -ka,

naile, muri-muri, -na, a-, mapupu, -mo, bari-baria, dan yitu.

Akhiran –ka pada kata akawaaka artinya masa yang akan datang.

Kata naile berarti besok yang terhubung dengan kata muri-murina

sehingga maksud hari besok adalah hari akhir (kiamat). Awalan

a- dan akhiran –mo pada kata amapupumo berarti akan habis,

sebagai metafora dari kata hari akhir yaitu hari penghabisan. Kata

26 Ada perbedaan antara bangsawan yang tidak memenuhi syarat untuk

memegang jabatan tinggi. Bangsawan yang boleh memegang jabatan itu adalah yang bergelar La Ode. La Ode adalah gelar untuk bangsawan golongan kaomu.

 

Page 169: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

154

bari-baria dan kata yitu menunjuk pada tiga elemen di atas,

kakawa, kalaki, dan beloka. Interpretasi dari kalimat tersebut

bahwa ketiga elemen tersebut akan musnah dan tidak berguna di

hari penghabisan.

Kalimat pernyataan pada baris 73-74 dibangun dari kata

tangkana, -mo, toto, -na, inca, mangkilo, bee, molagi, -na, naile,

muri-muri, dan –na. Kata tangkanamo membayangkan ada

pengecualian yang bisa dibawa oleh hamba menuju akhirat.

Secara sintaksis, totona (kelurusan) dan yinca menggambarkan

kesucian hati manusia. Toto artinya benar, sesuai, lurus.27 Kata

mangkilo menegaskan kedudukan hati yang bersih (suci). Kata

bemolagina bermakna kekal, menjelaskan amal perbuatan

manusia itu kekal. Maka, dapat dipahami bahwa hati yang suci

berkaitan dengan amal saleh. Kata naile dan muri-murina artinya

hari akhir. Maksud MIK adalah hanya amal saleh serta kesucian

hati (keimanan yang kuat) yang akan menjadi teman hamba di

akhirat.

Kalimat pada baris 75-76 dibentuk dari kata ee, karoku,

togaasaka, mpuu-mpuu, okadaki, -na, fitanaa, -na, dan duniaa.

Pada kata ee dan karoku artinya wahai diriku. Kata mpuu-mpuu

setelah kata togaasaka menjelaskan upaya kesungguhan MIK

untuk menghindari fitnah. Kata okadakina menegaskan buruknya

efek fitnah. Kata fitana secara sintaksis bermakna bahwa

kenikmatan dan kesenangan dunia adalah fitnah dan muslihat.

27 Wolio Dictionary, J. C. Anceaux (Foris Publication Holland: 1987),

Hal. 185.

 

Page 170: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

155

Sehingga, kalimat tersebut menceritakan bahwa, keburukan fitnah

dunia dapat dihindari dengan menjauhinya dengan uapaya

memahami bahwa fitnah hanyalah muslihat dunia.

Retoris kalimat pada baris 77-78 tersusun dari kata

pamana, ubose, padaaka, uhela, -mo, iinda, bee, ulagi, i, lipu,

podagaa, dan -mu. Kata pamana (bagaikan) mengumpamakan.

Ubose artinya mendayung, seakan menggambarkan tradisi

kehidupan masyarakat Buton sebagai pelaut. Kata padaaka

artinya sedikit lagi (hitungan mundur), menegaskan bahwa hari

kiamat tidak lama lagi datang. Akhiran –mo pada kata kerja uhela

mengandung makan telah/sudah. Hela (Tarik), membayangkan

seseorang menarik tali kapal. Kata artinya tidak. Secara metaforis,

beulangi pada tradisi berlayar, menganalogikan kehidupan di

dunia yang tidak bisa terulang kembali. Kata i dan lipu

menggambarkan sebuah tempat tinggal, seperti pulau, negara, dan

dunia. Kata podagaamu berkorelasi dengan kata lipu, ia

mengekspresikan makna perdagangan. Perdagangan dalam

kalimat tersebut berhubungan dengan kapal-kapal perdagangan di

pulau Buton.28 Kaliamt tersebut mengibaratkan perjalanan

kehiduan menuju kematian kematian seperti halnya kita sedang

berlayar menelusuri samudera.

28 Di kutip oleh Pallaloi dalam Kota Baubau: Editor bahwa pelayaran

telah menjadi ruh di Kesultanan Buton. Ini disebebkan posisi geografisnya berada di jalur perdagangan rempah-rempah. Kapal-kapal dagang milik VOC singgah di Baubau dalam perjalanan dari negeri rempah-rempah Maluku ke Jawa begitupun sebaliknya.

 

Page 171: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

156

Kalimat pernyataan pada baris 79-80 dibangun dari kata

dunia, sii, mbooresa, momarungga, tula-tula, i, hadisi, -na, dan

Nabii. Kata duniaa artinya dunia dan sii berarti ini, kata mbooresa

artinya tempat tinggal. Kata mo- adalah awalan kata kerja untuk

membuat partisip aktif sementara ma- adalah awalan kata kerja

intransitif. Maka kata momarungga menjelaskan dunia yang

memiliki batas akhir. Tula-tula artinya kisah atau cerita. Kalimat

i hadisina Nabi berarti di dalam hadis Nabi. Secara metaforis,

maksud MIK bahwa kita harus merujuk ke hadits Nabi suaya

menyadari bahwa dunia ini tidak kekal.

Kalimat pada baris 81-82 dibentuk dari kata incema-

incema, mia, mo-, parewosii, -a, satotuuna, mia, yitu, dan kaafiri.

Awalan mo- dan akhiran –a pada kata moperawasiia

menggambrkan makna mendustai atau tidak meyakini hadits.

Kata tersebut dibangun setelah kata yincema-yincema miya, miya

menunjukkan adanya orang, yincema-yincema bermakna setiap

manusia tanpa terkecuali. Jika memperhatikan kalimat (82),

orang yang mendustai hadits tersebut adalah kafir. Kata

satotuuna29 secara stilistika membayangkan keimanan seseorang

yang sebenarnya belum paham Islam.

29 Dalam kalimat lain seperti satotuna miya yincamai mina yi wolio

yang artinya sebenanrya orang tersebut berasal dari wolio. Jadi, satotuna menunjukkan makna hakekat seseorang. Sehingga, dalam baris 82, tidak tersirat unsur mengkafirkan seseorang.

 

Page 172: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

157

7. Baris 83-112: Istikamah pada Kebaikan

Pada bait tersebut pengarang menganjurkan dirinya untuk

senantiasa bertawakkal serta berpegang teguh pada janji Allah.

Diceritakan bahwa dunia tempat yang mengandung banyak dosa.

Begitu banyak racun yang membinasakan. Racun tersebut

bersumber dari indra manusia. Racun itulah yang dapat

membekkukan hati. Musuh yang kekal pada diri manusia terdapat

di antara kedua tulang rusuk yaitu hati. Untuk melunakkannya,

manusia senantiasa berzikir dan bertawakkal kepada Allah SWT

serta selalu mentransfer ungkapan-ungkapa baik yang berasal dari

orang saleh.

Penegasan agar tidak jenuh mendengarkan ajaran

kebaikan. Kebaikan merupakan kebahagiaan jika diikuti dengan

sungguh. Sekalipun kebaikan berasal dari orang gila atau dari

binatang, juga dapat membuat manusia menjadi baik. Relevan

dengan sabda Rasulullah saw yang artinya: ambillah kalian ilmu

itu meskipun berasal dari mulut binatang demi menuju jalan

kebaikan.

Kalimat pernyataan pada baris 83-84 dibangun dari kata ee,

karoku, tawakala, mpuu-mpuu, pengkenisi, -a, janji, mina, i, Opu,

dan –mu. Kata ee karoku kembali ke MIK. Tawakkal artinya

bertawakkal atau berserah diri kepada Allah. Kata mpuu-mpuu

menegaskan kesungguhan bertawakal. Pengkenisia dibangun dari

kata pengkeni dan akhiran si-a menegaskan perintah untuk

memegang sebuah pegangan (pedoman). Kata janji yang

 

Page 173: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

158

dibangun bersama kata mina i Nabii menginterpretasikan bahwa,

pedoman yang dipegang oleh seorang hamba adalah sesuatu yang

telah dijanjikan oleh Nabi Muhammad saw.

Kalimat pada baris 85-86 dibentuk dari kata dunia, sii,

mbooresa, -na, karimbi, abari, mpuu, racu, ibinasa, dan –aka.

mbooresana terdiri dari dua kata yaitu mbooresa sebagai tempat

berhuni dan akhiran -na membayangkan adanya sesuatu yang

dihunia. Karimbi adalah kesalahan atau perbuatan salah.

Perbuatan salah ini tak terlihat, namun merajalela di dalam dunia.

Karimbi adalah sesuatu yang menyimpang dari ajaran agama.

Pada kalimat abarimpu racu yi binaasaka (86), dibangun dari kata

bari, racu, dan binasa. Bari (banyak) membayangkan karimbi

(kesalahan) berhubungan dengan racu (racun) dan ibinasaaka

(yang membinasakan). Secara stilsitika, ibinaasaka

menggabarkan adanya sumber racun.30 Kalimat tersebut

mengingatkan bahwa dunia tempat bersarangnya kejahatan dan

racun yang membinasakan potensi kebaikan pada diri manusia.

Retoris kalimat pada baris 87-88 tersusun dari kata omina,

-na racu, ibanasa, -aka oporango, opokamata, dan opebou. Kata

ominana mengekpresikan sumber dari hal yang membinasakan

manusia. Kata oporango, opokamata, dan opebou

menggambarkan adanya tiga sumber racun yang membinasakan

manusia. Ketiga sumber tersebut berasal dari panca indra

30 Racu menyatu dengan kata ibinasaaka. Di satu sisi, ibinasaaka

bermakna yang membinasakan. Namun di sisi lain, jika dilihat di akhir kata ka (ibinasaa-ka) menggambarkan ada sumber yang mempengaruhi binasa tersebut.

 

Page 174: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

159

manusia. Pendengaran yang dijejali berita kotor yang melenakan

mampu meracuni nurani manusia. Arah pandangan negatif akan

memengaruhi behavioral sehingga mengundang mata menjadi

pintu nafsu setan. Begitupun penciuman yang harus dijaga saat

berpuasa dan yang berbauh wangi pada wanita. Ketiga yang

disebutkan di atas punya konstruksi terhadap perasaan manusia

yang mampu membuatnya kotor penuh nanah, dosa, dan perilaku

tercela.

Kalimat pernyataan pada baris 89-90 dibangun dari kata

siitu, -mo, mo-, kawa, -na, i, namisi, morimbiti, -na, inca, -mu,

mo-, malape, dan –na. Kata siitumo menyatakan ketiga element

tersebut. Awalan –mo dan akhiran –na pada kata mokawana

sebagai sebuah jalan yang menghubungkan ketiga elemen menuju

i (ke) namisi (perasaan/hati). Kata morimbitina maknanya bukan

lagi hanya sekedar perbuatan salah. Dalam Wolio Dictionary,

rimbiti artinya menyita (Anceaux 1987:153). Yincamu (hatimu)

momalapena (yang baik), artinya adalah hatimu yang (begitu)

baik. Jika digabungkan, kata morimbitina lebih tepat bermakna

menggerogoti. Sehingga, retoris dari baris tersebut

membayangkan adanya sesuatu yang akan menggerogoti hati

(yang suci).

Kalimat pada baris 91-92 terdiri dari kata mbooresa, -na

nafusuu, mo-, madaki, polotaa, -na, rua-mbali, dan lupe-lupe.

Akhiran -na pada kata mbooresana (tempat tinggal)

menggambarkan sesuatu atau seseorang yang menyinggap pada

sebuah tempat. Nafusuu dan momadaki dua kata yang menyatu

 

Page 175: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

160

(nafsu yang buruk) yang menyinggap pada mbooresa. Pada

kalimat polotaana rua mbali lupe-lupe (92) menceritakan adanya

sebuah tempat yang berada di antara dua bagian. Kata ruambali

berkorelasi dengan lupe-lupe adalah kedua tulang rusuk. Jika

digabungkan dengan kalimat sebelumnya, metaforis dari kalimat

tersebut menginterpretasikan sebuah tempat hinggapnya nafsu

yang buruk. Tempat yang disinggapi tersebut letaknya di antara

dua tulang rusuk. MIK menegaskan bahwa di antara kedua rusuk

adalah hati (tempat hati berada), di mana dari hati itulah sumber

nafsu yang buruk.

Narasi pada baris 93-94 tersusun dari kata siitu, -mo, ewali,

-na, molagina, mo-, topene, -na, incana (i nuncana), karo, -ta, dan

sii. Akhiran –mo pada kata siitumo (itulah) menunjuka kepada

hati yang berada di antara dua tulang rusuk. Ewali-na

menggambarkan hati adalah musuh yang, terhubung dengan kata

molagina yang berarti kekal. Kata incana atau i nunca-na artinya

di dalam-nya, diakhiri dengan kata karo yang berarti diri, dan

akhiran –ta sebagai kata pendek dari kita (diri kita).31 Kata sii

artinya ini, menegaskan kembali kata diri kita (karota). Sehingga,

dapat dipahami bahwa maksud MIK adalah, hati merupakan

musuh yang kekal dan paling utama dalam diri manusia.

Kalimat pernyataan pada baris 95-96 dibangun dari kata

ka-, ewangi, -na, ewali, incia, yitu, zikirillahi, menturu, -akea, dan

mpuu. Awalan kata kerja ka- dan akhiran –na pada kata

31 Kata Karo-ta, pada akhiran -ta maknanya tidak tunggal. –ta

menggambarkan makna lebih dari tiga orang (kita).

 

Page 176: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

161

kaewangina menegaskan pernyataan adanya cara perlawanan.

Kata ewali artinya musuh. Kata incia (dia) dan yitu (itu)

maksudnya adalah hati yang di antara kedua tulang rusuk. Kata

zikirillah adalah berzikir kepada Allah atau mengingat Allah

SWT. Akhiran –akea pada kata menturu-akea sesudah kata

zikirillahi menegaskan agar sering mengingat Allah. Kata mpuu

(keseriusan) satu bangungan dengan kalimat “zikirillahi

menturuakea”. Secara metaforis, kalimat tersebut

menginterpretasikan bahwa seringnya berzikir kepada Allah

melalui shalat dan ibadah utama lainnya mampu mengendalikan

hati (sumber masuknya keburukan).

Retoris kalimat pada baris 97-98 tersusun dari kata iinca, -

mu, yitu, pe-, kaekai, -a, mpuu, iparinta, -na, Opu, -ta, mo-,

makaa, dan -na. Akhiran –mu pada kata iincamu menggambarkan

makna peringatan, artinya hatimu. Katai yitu artinya itu menunjuk

pada hati, yang membayangkan adanya perintah dari komunikator

kepada komunikan. Awalan kata kerja pe- dan akhiran –a pada

kata pekaekaia menegaskan kepada seseorang agar senantiasa

(hatinya) merasa takut.32 Mpuu artinya kesungguhan (sungguh-

sungguh). Iparintana artinya perintah-Nya, akhiran –na

menunjuk kepada Allah Swt. Dihubungkan dengan kata

pekaekaiya sehingga maknanya adalah ketaatan pada perintah

Allah SWT. Kata Oputa dan momakana menegaskan sifat Tuhan

32 Kata pekaekaiya mengandung makna lain yaitu menaati atau

mengikuti. Ketakutan di sini bermakna ketaatan kepada Allah Swt. D apat dilihat pada kata setelahnya yaitu Iparintana (yang diperintahkan-

Nya).

 

Page 177: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

162

Yang Maha Kuasa. Sintaksis dari baris ini bermakna; dengan

ketaatan yang tinggi kita mampu mengendalikan hati yang busuk.

Kalimat pernyataan pada baris 99-100 dibangun dari kata

tee, umenturu, rango, ooni, malape, kadari, -na, paimia, dan

salihi. Kata tee sebagai jembatan penghubung dengan kalimat

sebelumnya, artinya dan. Awalan kata kerja u- pada kata menturu

bermakna perintah untuk merutinkan. Kata rango artinya

mendengar atau menyimak. Kata ooni berkorelasi dengan kata

malape perkataan baik. Metaforis dari kalimat tersebut

menjelaskan bahwa ucapan positif mampu mencegah obesitas

penyakit hati. Pada kata kaadarina membayangkan adanya

nasihat atau ajaran. Kata paimia terhubung dengan kata salihi,

mengekspresikan bahwa ajaran-ajaran yang didengar berasal dari

orang-orang saleh.

Pada baris 101 menegaskan boli panganta (jangan jenuh)

yang dibangun dengan kalimat bee urango kaadari (untuk

mendengarkan ajaran). Kejenuhan merupakan sifat manusia yang

yang bersumber dari pengaruh bisikan setan. Kaadari

berhubungan dengan ajaran agama.33 Kalimat pada baris 102,

dibangun dari kata baraa, salana, beto, dan bahagiamu. Baraa

dan salana artinya barangkali, menunjukkan makna adanya

peluang dari seringnya menyimak nasehat yang baik. Kata bee

dan too mengekspresikan adanya manfaat dari nasehat-nasehat

tersebut. Kata bahagia dan akhiran -mu adalah manfaat yang

33 Makna lain dari boli panganta beu rango kaadari adalah; jangan

bosan-bosan dinasehati.

 

Page 178: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

163

berupa kebahagiaan (kehidupan bahagia). Bahagia

membayangkan sebuah kehidupan harmonis. Sebuah ajaran

kebaikan akan menjaga kehidupan bahagia jika mampu konsisten

berada di garis kebaikan. Tidak pernah jenuh menyimak dan

mengimplementasikan nasihat yang baik dalam kehidupan.

Kalimat pada baris 103-104 disusun dari kata Ose, -a,

mpuu, saro, i, malape, -aka, yitu, malinguaka, ooni, irango, -mu,

dan yitu. Akhiran –a pada kata kerja osea (ikuti) bermakna

perintah. Mpuu merupakan penegasan kembali dari kata osea

(ikutilah dengan sungguh).34 Kesatuan kata pada kalimat

imalapeaka yitu secara retoris mengekspresikan ajaran yang baik,

dan mengandung makna aktif (bukan pasif). Malinguaka

menunjukkan semua bentuk kebaikan. Stilistika ooni

menejalaskan ucapan dari orang-orang saleh. Bangunan kata

irangomu dan yitu mengingatkan kembali pada ajaran baik yang

telah dan sedang didengar. Jadi, kalimat tersebut menegaskan

agar senantiasa berada di jalur kebaikan dan menyimak segala

ucapan dan nasihat yang didengar.

Metaforis kalimat pada baris 105-106 tersusun dari kata

kawana, -mo, mina, i, mo-, magila, -na, nee, oitu, -mo, saro,

imapale, dan –aka. Akhiran –mo pada kata kawanamo

mengandung makna penegasan artinya sekalipun. Kata mina dan

i menggambarkan sebuah sumber dari sesuatu dan seseorang.

34 Menurut penulis, MIK memakai kata perintah osea, secara sintaksis

membayangkan adanya kemungkinan hilangnya hasrat untuk mendengar ajaran yang baik jika tidak sering mendengar nasihat.

 

Page 179: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

164

Awalan mo- dan akhiran –na pada kata momagilana35

menjelaskan sosok manusia gila atau tidak normal yang masih

hidup. Menurut MIK kebaikan bisa saja berasal dari orang gila.

Kata nee dan oitumo bermakna jika hanya itulah. Saro (yang

dinamkan) membayangkan adanya sumber; yaitu pada kata Yi-

malape-a-ka (hal yang berefek positif). Retoris dari kalimat

tersebut adalah, sekalipun kebaikan bersumber dari orang gila

(magila-gila) bisa jadi memliki pengaruh positif.

Kalimat pernyataan pada baris 107-108 dibangun dari kata

akoonii, -mo, hatimi, Rusuli, Muhammadi, saidina, dan anbiyaa.

Akhiran –mo pada kata akoonimo mengandung makna sudah,

stilistika dari hadits. Sebab, kata akooni dibangun dengan kata

Hatimi Rusuli yang artinya Rasul yang paling akhir. Muhaamadi

yaitu Nabi Muhammad saw. Kata Saidina dan anbiya

menjeleaskan bahwa Muhammad saw merupakan penghulu

segala Nabi. Jadi, MIK ingin menyatakan bahwa semua anjuran

dan nasihat tersebut juga pernah disabdakan oleh Nabi

Muhammad saw.

Kalimat pada baris 109-110 dibentuk dari kata ale, -a,

komiu, katau, yitu, hengga, katau, i, muluti, -na, dan binata. Kata

alea artinya perintah untuk mengambil. Komiu artinya kalian,

jamak (laki-laki atau perempuan). Katau artinya ilmu

35 Mo (yang) magila (edan, gila) -na (akhiran yang menetukan kata

seperti parsitip). Magilana dimaknai orang gila menjadi perumpaan untuk kita pelajari agar akal tetap tenang. Bahkan bisa diartikan magila-gila yang masyarakat wolio memaknainya: bertingkah aneh-aneh dan atau cenderung jelek. Mo-na bisa dibilang sifat seseroang, atau perbuatan seseorang.

 

Page 180: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

165

pengetahuan, ditekankan dengan kata yitu (itu). Hengga artinya

meskipun. Kata i dan mulutina menyatu dengan kata binata:

membayangkan adanya ilmu pengetahuan (kebaikan) yang

berasal dari mulut binatang. Jika dihubungkan secara sintaksis

pada kalimat tersebut, maka makna lain dari mulut adalah tingkah

binatang.36 Sehingga, menurut penulis, reotoris dari kalimat

tersebut menjelaskan bahwa manusia bisa belajar dan mendapat

pengetahuan dari kehidupan binatang.

Sintaksis kalimat pada baris 111 tersusun dari kata nee oitu,

-mo, giu, imalape, dan aka. Kata nee dan oitumo artinya jika

itulah, menggambarkan makna andai tiada lagi sumber kebaikan

yang ada selain belajar dari kehidupan binatang. Kata Giu dalam

kalimat berhubungan dengan saro imalapeaka dalam kalimat

(106). Dua kata tersebut menyatu dalam makna sesuatu (kebaikan

dan ilmu pengetahuan). Dalam bahasa Wolio, saro artinya nama,

dan giu artinya macam, jenis (Anceaux: 1987). Kalimat tersebut

membayangkan adanya suatu masa di mana manusia sudah tidak

lagi menjadi sumber kebaikan dan di mana perilaku dan pola pikir

manusia sudah semakin parah. Sehingga, manusia akan

menyadari bahwa kehidupan binatang sudah lebih baik diri

mereka.

36 Menurut penulis, maksudnya adalah, manusia juga bisa belajar dari

binatang atau kehidupan binatang. Sebab, jika diartikan secara harfiah, mulut binatang, tentu tidak relevan dengan makna kalimat.

 

Page 181: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

166

8. Baris 112-123: Keutamaan Fardhu

MIK menasihati dirinya agar menyesuaikan ucapan dengan

kondisi tempat jika ingin mengatakan sesuatu yang urgent

maupun bercanda. Manusia hendaknya berkata seperlunya dan

menghindari perkataan dan perbuatan yang berlebih-lebihan.

MIK menegaskan bahwa omongan yang melampaui batas dapat

menodai silaturahmi.

Berbicara yang banyak diperbolehkan jika berkenaan

dengan hal-hal yang baik seperti memberi kabar gembira dan lain

sebagainya. Kebaikan yang dimaksud adalah yang berhubungan

dengan Kitabullah (Al-Qur’an), kisah para Nabi serta mukjizat

yang diberikan, critra keramatnya para Wali Allah, beserta

perbuatan orang-orang saleh. Semua dapat dilakukan asal tidak

meninggalkan kewajiban dan menyampingkan hal yang fardhu

serta prioritas bagi diri sendiri.

Kalimat pernyataan pada baris 112-113 dibangun dari kata

ee, karoku, bega-bega, mengkooni, nee, ukooni, sabutuna, dan

haajati. Kata ee dan karoku adalah seruan untuk diri sendiri. Kata

bega-bega bermakan keberhati-hatian, maksudnya agar tidak

lewat batas. Meng-kooni (banyak bicara atau cerewet), meng

menggambarkan seseorang lelaki atau perempuan, tua atau mudah.

Kata nee dan ukooni artinya jika kau mau bicara, secara sintaksis,

menjelaskan sifat manusia yang komunikatif. Sabutuna artinya

seperlunya, menyatu dengan kata haajati artinya keinginan/hajat.

 

Page 182: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

167

Retoris dari kalimat tersebut merupakan penegasan MIK terhadap

dirinya agar menggunakan mulut secara proporsional.

Kalimat pada baris 114-115 dibentuk dari kata upeka, -

lape, inca, -na, mia, ranga, -mu, tee, upakawa, maksudu, -na, inca,

dan –mu. Awalan upeka- yang dihubungkan dengan kata lape

selain perbaiki, makna lainnya: menyelaraskan. Kata inca artinya

hati/perasaan, dengan akhiran –na: kata ganti dari mia sebagai

orang ketiga. Kata rangamu diawali kata mia artinya manusia

sesamamu: menjelaskan bahwa nasihat tersebut hendaknya

diperdengarkan ke orang lain juga entah laki-laki maupun

perempuan. Kata tee u-pakawa mengekspresikan upaya

mencocokkan sesuatu. Maksudu, dan akhiran -na membayangkan

ideologi seseorang. Kata inca-mu (hatimu). Jadi kalimat dari baris

tersebut menjelaskan bahwa agar orang lain tidak tersinggung

hendaknya kita menyelaraskan dan berusaha memahami perasaan

antar sesama.

Retoris kalimat pada baris 116-117 tersusun dari kata ka-,

mengkooni, dala, imarimbi, -aka, tabeana, -mo, ooni, iamalape,

dan –aka. Kata kamengkooni sudah diterangkan di muka, artinya

cerewet. Metafora dari kata dala (jalan) adalah cara atau sumber.

Sebab, i-marimbi-aka membayangkan adanya subjek yaitu sebuah

keburukan (banyak bicara) yang mempengaruhi seseorang (objek)

menjadi hina. Kata tabeanamo menyiratkan ada pengecualian

(istitsnaa). Oni artinya ucapan. Secara semantik, kata imalapeaka

mengekpresikan sebuah perintah berkata baik. Jadi, kalimat

tersebut menyatakan bahwa bicara yang berlebihan mampu

 

Page 183: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

168

membuat manusia menjadi hina, kecuali mampu memahami

proporsi dalam berbicara.

Kalimat pernyataan pada baris 118-119 dibangun dari kata

simbou, -na-mo, tula-tula, -na, Kitaabi, tee, lele, -na, kalabia, -na,

dan Nabii. Kalimat tersebut merupakan representasi dari anjuran

dibolehkan untuk berbicara lebih (mengkooni). Akhiran –mo pada

kata simbouna-mo (kecuali) menegaskan adanya pengecualian.

Kata tula-tula, mengekspresikan sebuah cerita, akhiran –na

merupakan kata ganti orang persona, kedua, ketiga (jamak);

menyatu dengan kata kitabi yang menunjuk arti al-Qur’an.37 Tee

adalah kata penghubung. Kata lele dan akhiran -na menyatakan

adanya kabar berupa cerita-cerita positif yang bersumber dari

mulut kemulut. Kalabiana artinya kelebihan secara stilistika

bermakna mukjizat: sebab menyatu dengan kata Nabi. Jadi,

maksudnya adalah dibolehkan untuk berbicara sebanyak-

banyaknya, jika yang materinya berhubungan dengan kisah dari al-

Qur’an dan cerita mukjizat para Nabi.

Kalimat pada baris 120-121 dibentuk dari kata tee, lolitaa,

-na, karaamati, -na, wali, tee, laku, -na, paimia, dan salihi. Kata

lolitana bermakna kisah, seperti pada tula-tulana. Karamatina

adalah kemuliaan untuk manusia yang dibangun dengan kata

lolitana. Makna wali selain wakil orang tua, juga sebagai

37 Kata kitabi yang ditulis tanpa diawali dengan alif laam atau awal al-

(Al-Kitaabi). Kitabi yang dimaksud adalah al-Qur’an. Kata tersebut sangat relevan dengan ucapan Lambalangi saat diwawancari, bahwa kabanti dibuat dari indikasi masyarakat yang sudah menyimpang jauh ke perbuatan fasik.

 

Page 184: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

169

pengayom umat (Agustin: 537) yang diberikan karomah oleh

Allah SWT.38 Kata laku dan akhiran -na tidak hanya berarti

perbuatan seseorang akan tetatapi, juga bermakna sifat. Kata

paimia mengekspresikan banyaknya orang-orang yang saleh,

entah di mana dan bagaimana fisiknya. Pada kata salihi

menggambarkan adanya tingkatan hubungan derajat, orang saleh

berada pada tingkatan setelah Nabi dan Wali Allah. Dapat

dipahami bahwa maksud MIK, selain kisah dalam al-Qur’an dan

cerita mukjizat para Nabi, kisah-kisah para wali dan certita

pengalaman yang baik dari orang-orang saleh bisa menjadi materi

untuk menyampaikan kebaikan.

Metaforis kalimat pada baris 122-123 tersusun dari kata

somana, boli, ubotuki, waajibu, teei, malingu, faradhuu, i, karoi,

dan –mu. Kata somana dan boli mengekspresikan sebuah larangan.

Pada kata ubotuki menegaskan kemungkinan manusia akan

meninggalkan, menghentikan, dan memutuskan sesuatu. Waajibu

adalah perintah Allah Swt yang jika dikerjakan dibalas dengan

pahala namun sebaliknya akan mendapat imbalan dosa. Tee, kata

penghubung seperti yang dijelaskan di muka. Kata malingu

(segala): jumlah banyak. Faraadhu lekat dengan waajibu

perbuatan yang hukumnya fardhu atau wajib. Kata karo dan -mu

membayangkan seseorang seperti yang dijelaskan di muka,

berhubungan dengan faradhuu. Sehinggaretoris kalimat tersebut

38 Wali atau auliya (jamak) adalah pelindung umat yang diberi karomah

oleh Allah karena ketinggian ilmu dan tingkat ketakwaannya.

 

Page 185: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

170

adalah, hal paling utama dari perbuatan yang baik adalah

memprioritaskan yang fardhu.

9. Baris 124-139: Menjaga Silaturahmi

MIK mengingatkan dirinya untuk tidak mencampur

kebohonngan dalam menyatakan sesuatu yang belum jelas

kebenarannya. Sebab, hal yang demikian itu dapat mencelakai dua

negeri.39 Kemudian, MIK menegaskan untuk tidak berlebihan

dalam bercanda. Saat manusia bercanda, hendaklah bergurau

dalam batas wajar.

Di samping itu, MIK menganjurkan untuk memperbaiki

hubungan sesama dan menghargai perasaan sesama. Ada batasan

dalam bergurau, misalnya bertujuan menguatkan suasana

harmonis dalam keluarga. Selain iut, MIK juga mengisyaratkan

agar waspada terhadap keduniaan dan lebih cenderung melakukan

kebaikan supaya menjadi senjata perlindungan di hari kemudian

nanti.

Kalimat pernyataan pada baris 124-125 dibangun dari kata

ee, karoku, boli, upake, pewuli, aboasaka, saro, iinda, mo-, tinda,

dan –na. Kata Ee dan karoku (wahai diriku) seperti yang dijelaskan

di muka. Kata boli adalah larangan, terhubung dengan kata upake:

39 Beberapa orang menafsirkan lipu ruanguna adalah negeri dunia dan

negeri akhirat. Lihat Laniampe Nasihat Muhammad Idrus Kaimuddin (Kendari: 2009), Hal. 34.

 

Page 186: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

171

artinya berhubungan dengan sedang memakai, dan tingkah laku.40

Kata pewuli bermakna kebohongan, dusta: langsung terucap dari

mulut. Kata aboasaka membayangkan ucapan kebohongan yang

sedang tertutur dari mulut. Saro artinya nama, sebagai perumpaan

sesuatu. Kata yinda dan kata motindana mengekspresikan suatu

yang tidak kasak mata dan belum falid datanya. Sehingga, kalimat

tersebut melarang untuk menyatakan persoalan yang tidak objektif

dengan retorika yang bagus untuk memaksakan kebenarannya.

Kalimat pada baris 126-127 dibentuk dari kata

barangkaala, upake, -mo, incia, yitu, amadaki, -mo, i, lipu,

ruaangu, dan –na. Kata barangkaala artinya (jikalau)

mengekspresikan perbuatan yang sudah dilakukan dengan

terpaksa, sebab terhubung dengan kata kerja upake (sifat). Akhiran

mo- menegaskan kata upake. Kata yinciya membayangkan sesuatu

yang lain, bisa makhluk hidup, sifat, dan benda. Yitu (itu) adalah

kata ganti orang, benda, dan lainnya. Akhiran –mo pada kata

amadakimo membayangkan ada sesuatu yang rusak, binasa atau

hancur. Kata i artinya dalam. Stilistika dari kata lipu di satu sisi

bermakna: negeri, desa, dunia: makna lainnya adalah: kehidupan

dunia, dan kehidupan akhirat. Kata ruangu artinya dua,

menunjukkan ada dua negeri. Akhiran -na merupakan kata ganti

orang persona, kedua, dan jamak. Kalimat tesebut

40 Lihat Anceaux Wolio Dictionary (1987: 122). Makna dasar dari kata

upake adalah pake artinya tingkah laku, kelakuan, dan pada kata kerja yaitu memakai.

 

Page 187: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

172

menginterpretasikan bahwa nasib di dunia dan di akhirat akan

rusak jika di setiap ucapan kita hanyalah kebohongan.

Narasi kalimat pada baris 128-129 tersusun dari kata nee,

ukabonga, boli, upalalo, sara, tontoma, -akea, laenga, -na, mo-

rango, dan –a. Kata nee artinya: kalaupun, jika. Kata ukabonga

mengekspresikan seorang yang bergurau atau bercanda. Boli

(jangan) sebelum kata upalalo (kelewatan), maksudnya jangan

kelewatan bercanda. Kata sara bermakna batas yang sewajarnya.

Akhiran –aeka pada kata tontomaakea menunjukkan isyarat

memperhatikan atau melihat dengan seksama.41 Kata laenga

artinya sebuah kecocokkan, kesamaan, yang dalam hal ini

dianamakan perasaan (kondisi hati). Akhiran -na pengganti orang

ketiga. Kata morango membayangkan terlibatnya orang lain

(manusia). Kata a adalah kata pendek pengganti dari kata kabonga.

Jadi, kalimat tersebut merupakan peringatan bahwa bercanda di

luar batas wajar akan berefek negatif.

Kalimat pernyataan pada baris 130-131 dibangun dari kata

nee, ukabonga, podo, sabutu-sabutu, -na, upekalape, inca, -na,

mia, ranga, dan mu. Kata ne dan kabonga sudah dijelaskan di

muka. Podo artinya sekadar, seperlunya, atau secukupnya. Kata

sabutu-sabutuna mengisyaratkan beberapa bagian yang masing-

41 Kata kea adalah kata yang maknanya tertuju pada suatu yang lain

seperti pobusua-kea Pengguna bahasa wolio memahaminya (kea) adalah sebuah akhiran kata kerja yang mengandung makna terlebih dahulu. Sebagai contoh, kata pobusuakea (berkelahilah terlebih dahulu) dan tontomakea (perhatikan dulu). Dalam dua kata tersebut mengandung makna adanya sebuah syarat untuk mendapatkan atau melakukan hal setelahnya.

 

Page 188: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

173

masing ada batasnya.42 Stilistika upekalape bermakna

menyenangkan sesuatu atau membuat bahagia. Kata inca artinya

hati, perasaan dalam hati manusia. Akhiran -na kata ganti orang

ketig. Kata mia artinya seseorang, entah pria atau wanita, kapan

dan di mana, tua ataupun muda. Ranga artinya kenalan, sesama

manusia, entah keluarga atau bukan, kenal dekat atau tidak.

Akhiran -mu kata ganti dari ingkoo (kamu). Jadi, kalimat tersebut

menegaskan lebih baik menyenangkan perasaan sesama daripada

bercanda yang berlebihan. Sebab, jika berlebihan bisa

menghadirkan bencana.

Kalimat pada baris 132-133 dibentuk dari kata tabeana, -

mo, tee, anto, -na, banua, -ta, iinda, pokia, nee, atolabi, dan saide.

Kata tabeana bermakna pengecualian. Akhiran -mo mengandung

makna penegasan. Kata tee adalah pengubung. Secara stilistika,

antona (isinya) dan kata banua (rumah) membayangkan sosok

manusia, bukan hewan, tumubuhan ataupun benda. Sebab, banua

sebuah tempat tinggal manusia, berdiam, dan tempat yang

ditinggali keluarga. Kata -ta adalah pengganti kata kita (ingkita).

Iinda artinya tidak atau tiada digabung dengan kata pokia artinya

apa (apa-apa), maknanya adalah tidak apa-apa (tiada mengapa).

Kata nee sudah dijelaskan di muka. Atolabi adalah berlebihan,

menggambarkan bergurau yang berlebihan. Saide artinya sedikit.

Metafora dari kata saide mengisyaratkan boleh kelewatan, tapi

batasannya hanya sedikit. Kalimat tersebut seakan menjelaskan

42 Pengulangan kata membayangkan bahwa bergurau ada banyak

caranya, sementara isyarat tersebut meliputi semua cara yang dilakukan.

 

Page 189: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

174

bahwa bergurau dengan saudara di rumah diperbolehkan kelewat

sedikit jika tujuannya untuk menguatkan hubungan keluarga.

Metaforis kalimat pada baris 134-135 tersusun dari kata

upatotapu, rou, -na, po-, maasi, -na, upekatangka, saro, -na, po-,

dan musiraha. Kata upatotapu membayangkan ada lebih dari satu

hati (banyak) untuk disamakan, diikat erat, atau diselaraskan.

Rou-na artinya dahi, atau muka seseorang: rouna di sini artinya

menjadi wajah atau bentuk. Po- merupakatan awalan kata kerja.

Makna dari kata maasina adalah kasih sayang. Pada kata

upekatangka artinya mengeratkan, berhubungan dengan kata

upatotapu. Kata saro artinya nama: membayangkan adanya yang

lain selain nama. Na adalah kata ganti sesuatu yang lain selain

nama itu. Awalan kata kerja po- diksi musiraha menggambarkan

adanya (hubungan kekeluargaan). Interpertasi dari kalimat

tersebut menganjurkan keselarasan untuk beradaptasi dengan pola

kehidupan orang lain serta memahami cara hidup lingkungan kita.

Kalimat pernyataan pada baris 136-137 dibangun dari kata

ijtihaadi, umboore, i, dunia, nunu, a, mpuu, saro, imalape, dan -

aka. Kata ijtihaadi artinya berjuang, sungguh-sungguh. Umboore

menggambarkan seseorang (manusia), menempati atau mendiami.

I dunia artinya di dunia, di mana manusia beserta makhluk ciptaan

lainnya hidup (berdiam). Akhiran –a pada kata nunua maknanya

adalah perintah untuk mengejar, mencari, dan menuntut. Kata

mpuu mengisyaratkan kesungguhan. Saro artinya nama, bisa juga

sebagai penggati sebutan sesuatu (yang dinamakan). Kata malape

adalah kebaikan, perbuatan baik yang dibayangkan sebagai amal

 

Page 190: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

175

akhirat. Akhiran -ka menyatu dengan malape, ia merupakan wadah

yang menjadikan manusia sebagai pribadi yang baik. Jadi, kalimat

tersebut menyeru untuk berijtihad dan bersungguh-sungguh dalam

menjalani hidup.

Metaforis kalimat pada baris 138-139 tersusun dari kata

sio-sio, -mo, Opu, apalihara, -aku, i, huru-hara, naile, muri-muri,

dan -na. Kata sio-sio menggambarkan harapan yang diserahkan

kembali ketentuannya oleh Tuhan. Opu artinya Tuhan, Allah,

tempat memohon, serta menggambarkan sifat Maha Berkuasa.

Kata palihara (memelihara) maknanya menyatu dengan Opu Yang

Menjaga. Akhira -aku artinya aku, kata ganti MIK (Pengarang

Kabanti). I menunjukkan sebuah tempat, artinya di. Huru-hara

membayangkan suasana hari kiamat yang menggemparkan. Kata

naile artinya besok, entah kapan persisnya. Kata muri-muri

mengkekspresikan waktu akhir dari yang paling akhir. Akhiran -

na kata ganti dari naile. Baris ini merupakan ekspresi harapan dan

upaya besar seseorang agar selamat dari huru-hara hari kiamat.

10. Baris 140-147: Rukun Iman

Cerita di tema ini, MIK menasihati dirinya agar meyakini

bahwa semua upaya dan kondisi hati senantiasa diikhlaskan serta

diserahkan kepada Allaw Swt. Kemudian menjelaskan bagaimana

maksud berserah diri dan menjaga hubungan harmonis antar

sesama.

 

Page 191: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

176

Kalimat pernyataan pada baris 140-141 dibangun dari kata

ee, karoku, paihilasi, -a, inca, -mu, patotapu, -a, poaro, -mu, i,

Opu, dan mu. Kata ee karoku adalah seruan untuk diri sendiri.

Akhiran -a pada kata paihilasi merupakan anjuran mengikhlaskan

sesuatu. Kata yincamu adalah keterangan dari paihilasi. Kata

patoatua artinya menguatkan serta memantapkan. Poaromu secara

stilsitik artinya pendirianmu, yang dimantapakan. Kata i di sini

artinya pada. Kata Opu mengisyaratkan sifat Kuasa (kepemilikan).

Akhiran -mu pengganti kata ingkoo (kamu) yang dimaksudkan

untuk manusia (pria atau wanita). Sehingga, kalimat tersebut

merupakan perintah berserah diri kepada Allah Swt, dengan

menetapkan pendirian hanya kepada-Nya.

Kalimat pada baris 142-143 dibentuk dari kata pengkeni, -

si, agama, -na, Nabii, -mu, te, uose, -a, kaadari, -na, guru, dan -

mu. Kata pengkeni artinya memegang dan akhiran -si

menunjukkan sesuatu (yang dipegang), maka pengkenisi

maknanya berpegang pada sesuatu (pedoman). Agama adalah

kepercayaan umat tertentu seperti Islam, Hindu, Budha, dan

Kristen. Nabii artinya penyeru, rasul (utusan), serta manusia

pilihan yang memiliki kesabaran tinggi dan dikaruniai mukjizat.

Akhiran -mu merupakan kata ganti ingko seperti dijelaskan di

muka. Tee menjembatani kata perintah uosea yang mengisyaratkan

untuk mengikuti sesuatu. Kaadari artinya ajaran: bermakna

nasihat, didikan, dan bimbingan. Akhiran -na kata ganti untuk

orang ketiga. Kata guru artinya orang yang memiliki ilmu

pengetahuan dan pantas mengajarkan ilmu. Maksud MIK, agama

 

Page 192: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

177

dari yang dibawa para Nabi, dan ajaran seorang guru perlu

diteladani.

Retoris kalimat pada baris 144-145 tersusun dari kata mia,

ranga, -mu, maasi, -akea, mpuu, simbou, duka, maasia, -ka, karo,

dan -mu. Kata mia artinya seseorang. Kata rangamu maksudnya

sesama manusia. Kata perintah maasiakea artinya mengasihi

dengan akhiran -mpuu yang menegaskan kesungguhan. Kata

simbou digunakan untuk analogi. Duka artinya juga, menyatu

dengan makna simbou. Kata maasiaka seperti telah dijelaskan

sebelumnya, artinya menyayanginya. Karomu artinya dirimu.

Kalimat tersebut menegaskan agar menyayangi orang lain seperti

meyayangi diri sendiri.

Kalimat pernyataan pada baris 146-147 dibangun dari kata

tuamo, yitu, tutura, -na, mu’mini, amboo-mboore, i, nunca, -na,

dunia, dan sii. Kata tuamo artinya yang demikian itu,

mengekspresikan kalimat sebelumnya. Kata yitu digunakan

menunjukkan sesuatu yang jauh, masa lampau, dan masa depan.

Akhiran –na pada kata tutura-na membayangkan sifat kaum

mu’min yang sudah menjadi tartib dan teratur. Kata mu’min

adalah orang yang beriman, secara stilistik jenisnya adalah pria.

Amboo-mboore adalah kata kerja berulang yang membayangkan

adanya seorang manusia mendiami sesuatu. Yi artinya di, dan

dalam kata nunca-na menunjukkan dalam sebuah ruangan. Sii

mengisyaratkan kembali sebuah ruang; juga digunakan untuk

menunjukkan sesuatu yang dekat. Kalimat tersebut menegaskan

 

Page 193: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

178

narasi kalimat sebelumnya mengenai aturan orang-orang beriman

dalam menelurusi kehidupan.

11. Baris 148-155: Penjelasan Makna Ikhlas

Pada bait tersebut MIK bercerita mengenai keikhlasan.

Ikhlas sembari merenungkan penciptaan Tuhan atau menghadirkan

Tuhan ke dalam pikiran. Serta dijelaskan bagaimana rahasia Ilahi

ditunjukkan di dalam kehidupan.

Kalimat pernyataan pada baris 148-149 dibangun dari kata

ee, karoku, ihilasi, atopene, rahasia, -na, Opu, -ta, mo-, pewau, -i,

dan -ko. Kata Ee Karoku adalah seruan untuk diri sendiri. Kata

ihilasi (keikhlasan) dipertegas dengan kata atopene (tingkat yang

lebih tinggi) menunjukkan predikat/nilai sifat ikhlas pada diri

manusia. Rahasia-na (rahasia) adalah sesuatu yang tidak boleh

diketahui oleh orang lain selain orang tertentu. Kata Opu-ta

menegaskan rahasia Tuhan tidak bisa ditebak. Kalimat tersebut

menganjurkan agar memantapkan ikhlas dari cobaan dunia. Sebab,

cobaan-cobaan tersebut adalah rahasia Tuhan.

Kalimat pada baris 150-151 dibentuk dari kata adika, -aka,

inca, imaasi, -aka, nganga, randa, -na, batua, imimi dan -aka.

Pada kata adikaaka membayangkan Tuhan menyimpan sesuatu

untuk hamba. Kata inca artinya hati, organ tubuh makhluk hidup

yang mengisyaratkan manusia. Imaasiaka (yang dikasihi)

mengekspresikan adanya hamba pilihan yang dikasihi oleh Tuhan.

Kata nganga (mulut) dan randa: bahasa Buton memaknainya isi

 

Page 194: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

179

dalam dada yaitu hati (lubuk hati), dan akhiran -na maksudnya

adalah hati seorang hamba. Kata imimiaka (disayangi,

menggemaskan, disenangi) maknanya sejalan dengan imaasiaka.

Maksud kalimat tersbut adalah, keikhlasan terdapat pada hati

hamba yang dikasihi. Letak ikhlas itu ada dalam lubuk hati seorang

hamba yang dikasihi oleh Allah Swt.

Retoris kalimat pada baris 152-153 tersusun dari kata

oihilasi, rahasia, mo, towuni, i, kalibi, -na, batua, dan mosalihi.

Pada awalan o- adalah kata sandang (Anceaux: 118)43 pada kata

ihilasi: keihlasan. Kata rahasia seperti yang diterangkan di muka.

Mo- (ter) adalah awalan kata kerja untuk membuat partisip aktif

(Anceaux: 111). Kata towuni artinya tersembunyi menyatu dengan

maksud kata rahasia. I menunjukkan suatu tempat, artinya di atau

di dalam. Kalibi (kalbu) hati. Batua artinya hamba (hamba Allah)

yaitu manusia entah pria maupun wanita. Kata mo-(salihi) artinya

saleh, lebih kepada sifat agamis. Kalimat baris ini merupakan

penegasan bahwa keihlasan tersembunyi pada kalbu hamba yang

saleh.

Kalimat pernyataan pada baris 154-155 dibangun dari kata

osiitu, -mo, jauhara, -na, amala, mo-, suluwi, -na, bari-bari, -a,

dan amala. Awalan o- dan akhiran –mo pada kata osiitumo

menunjuk pada makna ihilasi di kalimat sebelumnya. Kata

43 O oleh masyarakat buton diartikan sebagai sesuatu, sebuah, atau

pengkhususan. Seperti kata dalam bahasa Inggris yaitu The yang digunakan pada kata yang menunjukkan sesuatu yang khusus. Contoh The Book, The Heart. O-buku, O-yinca.

 

Page 195: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

180

jauhara-na artinya permata: membayangkan sebuah nilai atau

kemuliaan. Amala adalah sebuah perbuatan yang bernuansa Islam.

Kata mo-suluwi-na (yang menyinari) pancaran sifat keikhlasan

(ihilasi). Kata bari-baria artinya semua bentuk amal setiap hamba.

Kata fe’eli artinya perangai yang masyarakat Buton memakainya

dalam bahasa keagamaan.44 Sehingga, kalimat tersebut

menegaskan bahwa keikhlasan yang menjadi permata dalam hati

seorang hamba dapat memengaruhi sifat dan perilakunya.

12. Baris 156-163: Peristiwa Kiamat

Pada baris tersbut MIK menggambarkan kebenaran dari

peristiwa hari akhir sehingga agar tetap istikamah. Kemudian,

peristiwa hari kiamat serta kondisi seluruh umat manusia. MIK

juga menjelaskan mengenai mizan sesuai janji Allah Yang Maha

Benar.

Kalimat pada baris 156-157 dibangun dari kata ee, karoku,

pekatangka, pengkeni, -mu, itikadi, -mu, boli, dan akadoli-doli.

Kata ee karoku telah dijelaskan sebelumnya. Kata pekatangka

(kuatkanlah) dan kata pengkenimu (peganganmu) maksudnya

adalah berpendirian dan istikamah yang kuat. Kata itikadi-mu

artinya i’tikadmu, yaitu kemauan yang teguh, keyakinan dan

kepercayaan yang berhubungan dengan ibadah. Boli artinya

jangan: bertemu dengan kata akadoli-doli artinya goyah, berkaitan

44 Makna lain dari fe’eli (tingkah laku, perangai) adalah pake

(memakai, tingkah laku). Namun kata ini lebih tepat digunakan pada konteks keagamaan yaitu amal perbuatan.

 

Page 196: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

181

dengan keyakinan manusia terhadap agama. Penegasan dalam

kalimat tersebut mengenai keteguhan iman dan menjaga keyakinan

serta i’tikad agar tidak gampang goyah.

Kalimat pada baris 158-159 dibentuk dari kata mate, -mo,

yitu, padaa, aumbati, -ko, -mo, hari, kiama, padaa, dhoohiri, dan

-mo. Kata mate-mo menegaskan janji Allah yaitu kematian. Yitu

kata ganti yang menunjuka ke kata mati. Kata padaa artinya

sebentar lagi, bisa sejam lagi, sehari lagi, seminggu lagi, sebulan

lagi, setahun lagi, dan seterusnya. Stilistika dari aumba-ti adalah

ajal (kematian) yang menjemput umat manusia. Kata ko45 dan

mo46menegaskan bahwa kematian adalah kepastian. Pada kata hari

membayangkan suatu waktu, siang atau malam. Kiama artinya

kiamat, kata tersebut mengkespresikan sebuah peringatan

peristiwa besar. Kata padaa telah dijelaskan di muka. Secara

stilistika dhohirimo (zahir) juga menyiratkan makna ciri-ciri

kiamat sebelum tibanya kiamat sesungguhnya. Arti lain dari zahir

adalah lahir; lahiriah. MIK menyatakan bahwa kematian pasti

datang dengan tanda-tanda yang jelas.

Kalimat pada baris 16-161 dibentuk dari kata i, weitu, -mo,

huru-hura, mo-, maoge, ka-, sukara, -na, bari-baria, dan batua.

Kata i (yi) artinya di, pada, ke, dan dalam (Anceaux, 1987: 44).

Kata weitu-mo (disitulah) mengkspresikan hari kiamat. Huru-hara

45 -ko adalah akhiran kata kerja transitif untuk obyek tunggal persona

yang kedua (Anceaux, 1987: 80). 46 -mo adalah akhiran yang berfungsi sintaksis, sering termaksud

makna sudah (Anceaux, 1987: 111); dan 46-48.

 

Page 197: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

182

artinya peristiwa menggemparkan. Kata mo-maogena (yang besar)

meenegaskan kondisi kejadian yang menggemparkan (huru-hara)

tersebut. Pada kata ka-sukara-na47 (perasaan sukar): merasa takut

atas amal selama di dunia. Bari-baria artinya seluruhnya dan

semuanya, secara keseluruhan tanpa terkecuali. Kata batua artinya

hamba seperti dijelaskan sebelumnya. MIK mengekspresikan

bahwa hari kiamat merupakan hari kesukaran bagi seluruh hamba.

Makna metafora dari baris ini adalah, seakan setiap hamba pasti

ragu dengan apa yang sudah diperbuatnya di dunia.

Narasi kalimat pada baris 162-163 disusun dari kata a-, to-

, timbang, -i, bari-baria, amala, i, miizanii, kaloesa, mo-, dan

banara. Kata a-to-timbang-i bersumber dari kata tiimbangi artinya

alat timbang. Awalan a- dalam bahasa Wolio adalah awalan kata

kerja untuk pelaku persona ketiga, tunggal, dan jamak.48

Sementara to adalah awalan kata kerja pasif.49 Kata atotimbangi

membayangkan adanya sesuatu yang ditimbang, entah itu benda,

atau non-benda. Kata bari-baria berarti keseluruhan. Amala

mengekspresikan amal perbuatan manusia di dunia. Kata i

bermakna di, pada, ke, dalam, seperti diterangkan di muka.

Miizani artinya mizan yaitu sebuah lambang keadilan juga

47 Ka-sukara-na dari kata sukara artinya susah, sedih hati, berduka cita.

Dalam Wolio Dictionary (Anceaux: 50), awalan ka- dalam bahas wolio bisa berarti awalan kata benda seperti (ka-bebe artinya alat pukul), bebe artinya pukul, dan awalan kata kerja seperti (ka-alaala artinya mengambil tanpa meminta, panjang tangan), ala-ala atau ala artinya mengambil, menerima, mengangkat, memasukkan (Anceaux: 3).

48 Anceaux, Wolio Dictionary (Holland: 1987) hal. 1. 49 Ibid, hal. 181.

 

Page 198: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

183

lambang timbangan. Ka-loesa50 (gantungan) secara sintaksis

menggambarkan sebuah timbangan yang digantung. Kata mo-

banara menjelaskan sifat pada timbangan mizan Yang Maha

Benar. Mizan di sini merupakan timbangan Allah SWT. Kaliamt

tersebut menjelaskan Mizan sebagai sebuah timbangan amal Yang

Maha Benar di hari kemudian.

13. Baris 164-183: Tanda-tanda Kiamat

Pada kalimat ini, MIK kembali menegaskan hari kiamat

dan menceritakan bagaimana peristiwa hari akhir. MIK menulis

tanda-tanda kiamat dengan kejadian-kejadian seperti kegelapan

yang tidak pernah terjadi sebelumnya tanpa cahaya sedikitpun.

MIK juga menganjurkan kiat-kiat yang harus dilakukan umat

manusia sebelum tibanya hari akhir.

Kalimat pada baris 164-165 dibangun dari kata ee, karoku,

oombu, pada, aumba, -mo, bee-, abuke, naile, dunia, dan sii. Pada

kata ee karoku merupakan seruan untu diri seorang MIK. Oombu

artinya asap: bisa bermakna kabut yang menggelapkan dunia. Kata

padaa artinya kelak, membayangkan masa depan. Akhiran mo-

pada kata aumbamo (akan datang) menegaskan bahwa sudah ada

tanda-tanda kedatangan. Awalan kata kerja be-51 artinya: akan,

harus, mungkin, dan hendak. Abuke artinya penuh, menyatu

dengan kata oombu. Pada kata naile (besok) mengekspresikan

50 Ka-loe-sa dari kata loe yang berarti menggantungkan. (kaloe) sebuah

benda yaitu gantungan berhubungan dengan kata kaloesa. 51 Anceaux, Wolio Dictionary (Holland: 1987) hal. 16.

 

Page 199: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

184

waktu dan masa. Kata dunia di sini menggambarkan kejadian,

bahwa asap (kabut) telah memenuhi dunia. Sii artinya ini

(menunjuka dunia). MIK menegaskan bahwa kabut yang

menggelapkan dunia adalah salah satu dari tanda-tanda kiamat.

Kalimat pada baris 166-167 dibentuk dari kata amalalanda,

agalapu, apoposa, moo, saide, inda, -mo, tee, dan kainawa. Kata

amalalanda dan agalapu artinya gelap, disebabkan oleh kabut

asap. Apoposa artinya membutakan, berhubungan dengan

pandangan mata: menjadi buta. Kata moo lekat dengan kata moa,

artinya: meskipun, biarlah, jikalau, dan sekalipun.52 Saide artinya

sedikit. Kata inda-mo berarti penghabisan (tidak ada lagi). Te

artinya; dan, dengan, dan juga. Pada kata kainawa (cahaya,

penerangan) mengekspresikan sebuah cahaya terang yang tidak

muncul lagi pada waktu tersebut. Kalimat tersebut

menggambarkan kabut mengubah dunia menjadi gelap gulita

sehingga membuat pandangan seperti buta.

Retoris kalimat pada baris 168-169 tersusun dari kata yitu,

-mo, duka, ka-, herua, -na, batua, po-, keni, lima, paimia, dan

isilamu. Kata yitu-mo (itulah) menjembatani kalimat sebelumnya.

Duka artinya juga, menggambarkan ada lagi yang lain. Awalan ka-

dan akhiran –na pada kata kaheruana53 mengeksrpresikan seorang

yang sedang risau, perasaan terganggu, dan merintangi (hati yang

52 Anceaux, 1987: 111. 53 Kaheruana berasal dari kata heru yang artinya risau; maheru,

kaheruna. Lihat Anceaux dalam Wolio Dictionari (WD) hal. 42. Na kata ganti orang ketiga seperti telah dijelaskan pada bait-bait sebelumnya.

 

Page 200: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

185

selalu resah dan gelisa). Batua artinya hamba. Po adalah awalan

kata kerja yang artinya; saling. Kata keni artinya memegang:

sehingga pokeni mengekpresikan adanya beberapa tangan

berpegangan. Lima berarti tangan, entah telapak tangan, jemari,

maupun pergelangan. Sintaksis kata pai54-mia dalam kalimat ini

lebih dari satu hamba. Kata Isilamu dengan paimia artinya umat

Islam. Kalimat tersebut mengekspresikan saling berpegangan

tangan adalah reaksi ketakutan hamba terhadap hari kiamat.

Nasihat pada baris 170-171 dibangun dari kata te, akooni,

manga, incia, yitu, incia, -mo, si, zamani, bee-, ta-, mate, dan -mo.

Kata tee artinya dan atau juga. Akooni membayangkan adanya

orang sedang berbicara. Kata manga artinya mereka, bersatu

dengan kata iincia artinya dia, mereka: menegaskan jumlah yang

banyak. Kata yitu artinya itu, menegaskan kalimat manga-yinciya-

yitu. Kata incia-mo di gabungkan dengan sii (inciamosii)

mengandung makna pertanyaan (sudah inikah?) dan pernyataan

(sudah inilah).55 Kata zamani (masa, waktu, zaman)

menggambarkan adanya ruang perisitwa. Be-tamate-mo artinya

saat kematian kita. Secara sintaksis, kata tersebut

mengekspresikan peringatan bahwa ada masa di mana semua

manusia didatangi ajalnya. Interpretasi dari kalimat tesebut bahwa

seluruh umat bertanya-tanya apakah ini yang dinamakan hari

dimatikannya seluruh makhluk?

54 Pai artinya; di mana, juga (WD: 121). 55 Kalimat inciamo sii menyiratkan dua makna, bisa jadi kalimat

pernyataan dan atau kalimat pertanyaan. Hanya perlu ditambah dengan tanda tanya atau tanda seruh.

 

Page 201: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

186

Kalimat pada baris 172-173 dibentuk dari kata po-, tangisi,

-mo, paiaka, Isilamu, atangi, mpuu, aoge-oge, inca, dan -na.

Awalan po- dan akhiran –mo pada kata potangisimo (bertangisan)

membayangkan adanya sejumlah manusia sedang menangisi

sesuatu. Kata paiaka sama dengan painamo artinya di mana saja,

apa saja, yang mana saja, bagaimanapun juga, dan tidak apalah.56

Jika dihubungkan dengan kata Isilamu, maka makna paiaka

menjadi sejumlah, beberapa, dan sebagian (sebagian orang Islam).

Kata atangi (menangis) membayangkan seorang hamba menangis

akan kualitas amalnya di dunia. Mpuu mengekspresikan

keseriusan. Kata aoge-oge artinya besar, kuat, dan tebal,

dihubungkan dengan kata inca dan –na (perasaan seseorang).

Sehingga, aoge-aoge incana bermakna kuat (menangis sejadi-

jadinya). Metafora dari kalimat ini menjelaskan tangisan yang

sejadi-jadinya adalah kesadaran betapa buruknya kualitas amal

perbuatan hamba selama di dunia.

Narasi kalimat 174-175 tersusun dari kata a-, udani, -mo,

janji, mina, i, Nabii, hari, kiama, pada, -aka, a-, umba, dan -mo.

Awalan kata kerja a- dan akhiran –mo pada kata audanimo

menegaskan seseorang sedang mengingat. Kata janji adalah

ketetapan yang pasti. Mengingkari janji dalam Islam termasuk

perbuatan dosa. Kata mina i Nabi (dari Nabi) menjelaskan

kebenaran janji tersebut. Hari dan kiama artinya hari kiamat. Kata

pada dengan aumbamo menyatakan hari kiamat telah ditentukan

waktunya. Jadi, menurut MIK bahwa sebab umat Islam menangis

56 Anceaux, 1987:121.

 

Page 202: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

187

di akhirat karena sadar bahwa di dunia, Nabi Muhammad pernah

mengigatkan tentang hari kiamat namun mereka tidak mengikuti.

Pernyataan pada baris 176-177 dibangung dari kata sala, -

na, manga, po-, maa-maafu, -aka, nee, dangia, tee, sala, -na,

mangenge, dan -na. Akhiran –na pada kata sala (kesalahan)

mmerupakan kekhilafan seorang hamba (-na). Kata manga artinya

mereka entah dari agama mana, negeri mana, tua atau muda.

Pomaa-maafu (saling memaafkan) menggambarkan adanya sifat

baik. Akhiran –aka menjelaskan waktu, sesuduah, agar, dan

supaya.57 Kata ne artinya jika, kalau, dan jikalau terhubung

dengan kata dangia artinya ada. Kata tee bermakna juga, seperti

pada kata teemo duka (ada yang lain). Sala-na mange-nge-na

(kesalahan yang lalu) membayangkan himbauan untuk meningat

kesalahan yang pernah dilakukan.58 Interpretasi dari kalimat

tersebut adalah penegasan agar saling memaafkan terutama

kesalahan yang telah lalu.

Retoris kalimat pada baris 178-179 disusun dari kata

apentaa, -mo, hukumu, mina, i, Opu, opea, -mo, bara, bee,

mokorou, -na, dan sii. Pada kata apenta-mo artinya menegaskan

adanya orang sedang menunggu. Kata hukumu (hukum) berkaitan

dengan amal perbuatan. Mina artinya berasal dari dan kata i Opu

57 Anceaux, 1987: xiv. 58 Secara tekstual, arti maenge dan mange-nge adalah sama. Namun,

makna dari keduanya berbeda secara konteks. Maenge membayangkan waktu yang lama. Sementara mange-nge, (pengulangan katanya) bermakna amat lama, bisa berkaitan dengan hal yang kuno, dan kata tersebut sering dipakai untuk masa lampau.

 

Page 203: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

188

(dari Tuhan).59 Kata opea-mo adalah kalimat pertanyaan seperti

tuapa-mo (bagaimana kah? Bara artinya barangkali, kiranya,

boleh jadi, seandainya, dan kalau kiranya.60 Kata be-mokorou-na

(yang nampak) stilistikanya adalah yang nampak dari amal dan

membayangkan sebuah pertanyaan, hukum seperti apakah yang

berasal dari Tuhan kelak? Kalimat tersebut menggambarkan rasa

penasaran seorang hamba tentang nasibnya di akhirat dengan

reaksi bertanya-tanya bagaimana Tuhan menilai amal

perbuatannya.

Narasi baris 180-181 dibangun dari kata a-tangi, mpuu,

bari-bari-a, siitu, a-udani-mo, karungga-na, dan alamu. Pada kata

a-tangi (mereka menangis) membayangkan seorang hamba

menangisi amal perbuatannya. Sebab, pada kata mpuu (sangat)

sudah menunjukkan kondisi perbuatannya di dunia. Bari-bari-a

dan siitu menginterpretasikan pada umat manusia seluruhnya. Kata

a-udani-mo bermakna telah mengingat (menyadari). Karungga

artinya kerusakan (porak-poranda). Kata karungga ketika

dihubungkan dengan alamu, maknanya menunjukkan sebuah

kejadian pada alam di hari kiamat. Makna karungga bisa jadi

hancur, terbongkar, porak-poranda, atau runtuh61. Kalimat

tersebut menafsirkan bahwa yang membuat umat menangis di hari

59 Kalimat Mina I Opu terdiri dari tiga kata. Sebab dalam penggunaan

bahasa Wolio, setelah kata mina (dari) selalu diikuti dengan kata I untuk menunjukkan keterangan dari kalimat sempurna. Dalam bahasa Indonesia, Mina I Opu (Dari Tuhan) cukup ditulis dua kata yaitu Dari Tuhan.

60 Anceaux, 1987: 13. 61 Anceaux, 1987: 106.

 

Page 204: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

189

akhir nanti alaha karena amal perbuatan buruk mereka lebih

dominan.

Kalimat pada baris 182-183 dibentuk dari kata tee, a-fikiri,

bangu, i, harikiama, bee-, tuapa, naile, ingkita, dan sii. Kata tee

(juga) menunjukkan hubungan dua kata/kalimat. Kata afikiri

(berpikir) membayangkan adanya seseroang yang sedang berpikir.

Bangu dalam bahasa Wolio mengandung dua makna, bisa bangun

(dari pembaringan), atau bentuk, potongan, corak, wujud, rupa,

gaya, model, ciri, dan sifat. Sintaksis bangu di sini maksudnya

adalah wujud. Kata i berarti di, menunjuk pada suatu tempat. Kata

harikiama (hari kiamat) lalu afikiri (memikirkan): membayangkan

seorang sedang memikirkan sesuatu. Be-tuapa dan naile

(bagaimanakah esok) sebuah pertanyaan. Kata ingkita artinya kita

yaitu hamba, entah pria atau wanita, tua atau muda. Sii (ini)

mengekspresikan sosok hamba, atau manusia. Kalimat tersebut

adalah ekpresi manusia ketika membayangkan nasib mereka di

hari kiamat dengan membawa banyak perbuatan dosa dibanding

amal saleh.

14. Baris 184-199: Kiamat dan Kebesaran Allah Swt

Pada bait tersebut, MIK menjelaskan bahwa eksistensi

dunia punya batas akhir. Akhir dari dunia ditandai dengan

datangnya angin kencang yang mengipas semua gunung sampai

hancur. Kemudian disusul dengan mengeringnya semua lautan di

dunia bahkan lautan yang paling dalam sekalipun. Guncangan

gempa yang begitu dahsyat menakuti semua makhluk di bumi.

Itulah tanda-tanda kehancuran alam.

 

Page 205: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

190

MIK juga menjelaskan kejadian akhir semua makhluk di

seluruh alam dan menulis peristiwa-peristiwa di bumi yang fana.

Semua hamba akan kembali dicipatakan kembali seperti

sebelumnya. Ciptaan kedua itulah kehidupan yang kekal.

Nasihat pada baris 184-185 dibangung dari kata ee, karoku,

keni -akea, mpuu, dunia, sii, padaaka, amarungga, dan mo. Kata

ee dan karoku adalah seruan untuk diri sendiri. Akhiran –akea pada

kata keniakea artinya pegangilah, secara sintaksis, dia bermakna

percayalah, atau yakinilah. Kata mpuu (sungguh)

mengekspresikan kata keniakea, sehingga dapat bermakna teguh.

Pada kata dunia (dunia) menggambarkan makna seluruh alam

termasuk bumi. Sii berari ini, menunjukk ke dunia. Kata padaaka

bermakna tidak lama lagi. Akhiran –mo pada kata amarunggamo

artinya menegaskan kehancuran yang berkeping-keping,

ditegaskan dengan kata setelahnya: dunia. Akhiran -mo

mengandung makna tekanan, ketentuan, dan kesudahan.62

Metaforis dari kalimat tersebut mengajak umat untuk meyakini

bahwa dunia ini pasti hancur.

Kalimat pada baris 186-187 dibentuk dari kata ngalu,

makaa, padaaka, tumpu, -mo, bemorungga, -na, bari-baria, dan

kabumbu. Kata ngalu artinya angina, menggambarkan sebuah

angin kencang yang datang sebagai tanda-tanda kiamat. Makaa

berarti kencang, itulah angin yang muncul menjelang kiamat.

Kata padaaka adalah kejadian di masa yang datang dan bersifat

62 Anceaux, 1987: xiv.

 

Page 206: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

191

pasti. Tumpu63 artinya utusan: bermakna tiba atau sampai.

Stilistika tumpu adalah utusan, dipahami bahwa Tuhanlah yang

mengatur segala kejadian tersebut. Akhiran –mo menunjukkan

tekanan pada kejadian. Kata bemorungga artinya yang

menghancurkan sementara akhiran -na merupakan kata ganti dari

dunia. Kata bari-baria berarti semuanya tanpa terkecuali.

Kabumbu bisa diartikan bukit atau gunung.64 Sehingga, metafora

dari kalimat di atas adalah hancurnya gunung karena angin

merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT.

Narasi kalimat di baris 188-189 disusun dari kata tee, a-,

matuu, bari-baria, andala, tee, akolendu, soma-somana, dan

kakaa. Kata tee artinya dan, dengan, dan juga. Awalan a-

merupakan awalan kata kerja untuk pelaku persona ketiga, tunggal,

dan jamak sementara matuu artinya kering, mengering, dan surut,

membayangkan adanya air. Kata bari-baria berarti secara

keseluruhan tak terkecuali. Kata andala65 secara sintaksis jika

dikolerasikan dengan kata amatuu (keering), membayangkan

makna sifat air laut (pasang dan surut). Sifat tersebut terdapat pada

genangan air yang bersumber dari dalam bumi (bukan ari bak atau

kolam buatan). Tee dan awalan a-, telah dijelaskan di muka. Kata

63 Dalam bahasa Wolio, tumpu banyak versi, ada tumpu=sisa

(umpamanya dari api), tumpu= tumpua= remains (bahasa Inggris), tumpu= tumpu incaku= senang, gembira, merasa puas, dan tumpu= katumpu= potumpu= pesuruh, duta, perintah, dan utusan. Lihat Anceaux, 1987: 186.

64 MIK tidak memakai kata gunu sebab kata kabumbu selain merupakan bahasa Wolio (bukan bahasa adopsi) juga akan sesuai rima syair. Syair Bula Malino menggunakan aksara.

65 Pada Wolio Dictionary, kata andala adalah samudra, atu lautan (Anceaux: 4).

 

Page 207: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

192

kolendu66 artinya terguncang menggambarkan sebuah goyangan

yang terjadi pada bumi: misalnya gempa. Kata soma-somana

artinya puncak, bisa juga berarti luar biasa. Kakaa: makaa artinya

kencang dan keras, menegaskan kolendu (gempa). Sehingga,

soma-somana kakaa secara sintaksis berarti luar biasa

kencangnya, membayangkan bumi bergoncang hingga semua

isinya terbongkar.

Kalimat pernyataan pada baris 190-191 dibentuk dari kata

o, siitu, -mo, karungga, -na, alam, kapupua, -na, bari-baria, dan

batua. Huruf o merupakan kata sandang. Siitumo menegaskan

kalimat sebelumnya. Kata karungga artinya kehancuran,

terbongkar, dan rusak. Akhiran -na menunjuk pada alam (alam).

Kapupua berarti penghabisan dan akhiran –na sebagai kata ganti,

menggambarkan makna masa penghabisan makhluk. Kata bari-

baria mengespresikan semua makhluk (jamak). Batua artinya

hamba. Baris ini menjelaskan ketidak kekalan semua hamba di

dunia.

Kalimat pada baris 192-193 dibentuk dari kata afanaa, -mo,

malingu, ka-, daangia, soomo, Opu, molagina, dan mobakaa.

Akhiran –mo pada kata a-fanaamo artinya tidak kekal, atau bersfiat

duniawi:67 menegaskan sifat makhluk Tuhan. Kata malingu di sini

66 Secara stlistik, masyarakat wolio selalu menggunakan kata kolendu

saat mengekspresikan kejadian gempa. Masyarakat jarang menggunakan kata selain itu.

67 Dihubungkan dengan awalan a- menjadi afanaa. Awalan a seperti telah dijelaskan, merupakan awalan kata kerja (kk) untuk pelaku persona, ketiga, dan jamak.

 

Page 208: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

193

bermakna semua, atau segala. Stilistika kata kadangia bermakna

makhluk.68 Kata somoo artinya hanya atau kecuali terhubung

dengan Opu (Tuhan) mengekspresikan bahwa Tuhan Yang Maha

Kekal serta tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Molagina

artinya kekal, mengekspresikan keabadian Tuhan. Begitupun pada

kata mobakaa, tidak berbeda maknanya dengan kekal atau abadi.

Menurut penulis, MIK mengulangi penegasan kekal dengan kata

molagina dan mobakaa, selain menegaskan kefanaan seluruh

makhluk di dunia, juga menggambarkan kekekalan Alla SWT

sebagai isyarat agar semua hamba beriman kepada hari akhir.

Retoris kalimat pada baris 194-195- tersusun dari kata

alamu, sii, ambuli, -mo, anainda, simbou, duka, kadaangia, i, dan

azali. Kata alamu artinya alam, atau dunia: seakan menegaskan

karya Sang Pencipta. Sii artinya ini menunjukkan pada alam. Kata

ambuli-mo yang berarti akan kembali sementara anainda artinya

tiada. Sintaksis dari kalimat tersebut membayangkan alam semesta

yang akan kembali tiada (tiba masa hancurnya). Pada kata simbou

lekat dengan kata simboo yang berarti perumpamaan. Duka artinya

juga: menunjukkan adanya sesuatu yang lain. Kata kadaangia

artinya keadaan, yang ada: bermakna kejadian, atau yang terjadi.

Kata i artinya di, pada, dan dalam. Azali menggambarkan sebelum

adanya kehidupan atau penciptaan. Maksudnya kalimat tersebut

adalah alam akan kembali tiada seperti keadaan azali.

68 Kadaangia dari kata dangia artinya ada. Kata kadaangia pada

konteks ini menginterpretasikan kadaangia (yang ada) di dunia. Kita mengetahui, semua yang ada di dunia adalah ciptaan Allah Swt yang berwujud.

 

Page 209: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

194

Retoris pada baris 196-197 dibangun dari kata pata, pulu,

tao, -na, tua, siitu, beafanaa, bari-baria, dan batua. Pada kata

pata, pulu, tao artinya empat puluh tahun menunjukkan jumlah

waktu dalam hitungan tahun. Akhiran –na membayangkan ada

makna dari empat puluh tahun tersebut.69 Kata tua artinya

demikian dan siitu artinya itu, mengekspresikan jumlah hari. Bee

merupakan awalan kata kerja yang artinya akan, harus, mungkin,

dan hendak. Sementara afana berarti tiada atau tidak kekal.

Sehingga, beafana mengekspresikan kejadian yang pasti berakhir.

Bari-baria artinya semuanya. Kata batua (hamba) berkorelasi

dengan bari-baria. Maksudnya, semua hamba tak terkecuali. MIK

menulis bahwa empat puluh tahun selang waktu setelah seluruh

alam dihancurkan sampai dijadikan-Nya kembali seperti keadaan

azali.

Kalimat pada baris 198-199 dibentuk dari kata simpo, mini,

ambuli, adaangia, Osiitu, -mo, kadaangia, dan molagi. Pada kata

simpo (baru saja) dengan kata mini (lagi): simpomini artinya baru

lagi: bermakna kemudian atau selanjutnya. Akhiran –mo pada kata

ambulimo menegaskan sesuatu yang (pasti) akan kembali. Kata

adaangia berarti ada, mengekspresikan kembalinya batua (hamba)

setelah dibinasakan oleh Pencipta. Kata osiitu-mo menunjuk pada

peristiwa ambulimo adaangia (kembali lahir/ada). Kadaangia

69 Makna dari “empat puluh tahun” yang ditulis Idrus Kaimuddin oleh

Laniampe dalam Nasiha Sultan Muhammad Idrus menafsirkan bahwa empat puluh tahun merupakan berlangsungnya sebuah peristiwa (tidak diterangkan apa dan bagaimana peristiwanya. Namun menurut penulis, jika diperhatikan secara metaforis, makna empat puluh tahun yang dimaksud ialah saat ketiadaan hamba sebelum dibangkitkan kembali.

 

Page 210: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

195

bermakna keadaan atau situasi. Sementara molagi artinya kekal.

Kekal yang dimaksud adalah kehidupan setelah dibangkitkannya

kembali semua hamba setelah peristiwa hari akhir (kiamat).

Sehingga, kalimat tersebut menginterpretasikan bahwa kehidupan

yang kekal adalah di hari kebangkitan seluruh makhluk (hari

kiamat).

15. Baris 200-319: Peristiwa di Hari Akhir

Pada bait tersebut MIK menceritakan lebih banyak

peristiwa kiamat. Pada awalnya, diceritakan bahwa rahmat yang

berasala dari singgahsana Tuhan (arsy) turun seperti hujan ke

setiap kuburan hingga membasahi semua jasad di dalamnya yang

telah bercampur dengan tanah. Tiada lain bahwa rahmat tersebut

bersumber dari Tuhan Yang Maha Rahim. Kemudian, bermuara

ke tiap kuburan untuk membangkitkan semua hamba-Nya.

Pertama-tama yang dibangkitkan oleh Allah adalah empat

malaikat, dan diceritakan bahwa saat itu Tuhan berfirman dengan

memerintahkan kepada malaikat agar mereka menuju surga untuk

mengambil mahkota yang mulia. Selain itu, malaikat yang empat,

juga mengambil semua pakaian yang mulia, bendera kebesaran

Tuhan, serta kendaraan burak mempunyai kecepatan yang luar

biasa. Semua yang diambil dari surga tersebut dipersembahkan

untuk para Nabi, para hamba yang pantas (mulia), serta

Muhammad Rasulullah saw, kekasih Allah. Muhammad memiliki

syafaat dan diberikan pada hamba yang berdosa di yaumul mizan.

Syafaat dari Nabi menjadi tambahan timbangan amal baik umatnya

yang beriman.

 

Page 211: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

196

Saat malaikat kembali dari surga, diceritakan bahwa hamba

akan menelusuri kuburan Nabi Muhammad saw di padang

masyhar yang begitu luas. Setibanya mereka di tengah-tengah,

berserulah Ruhil Amin yaitu Jibril yang menjaga wahyu. Jibril

menanyai semua sahabat Rasulullah saw mengenai letak

kuburannya, seketika itu pula terbelah tanah kuburan Muhammad

kemudia beliau bangun dan duduk di kepala kuburannya.

Muhammad duduk sambil memebersihkan janggutnya, juga

kepalanya yang sangat wangi, menyapu abu tanah kuburannya, dan

membersihkan badannya yang sangat halus.

Dalam baris kabanti MIK ini, diceritakan bahwa

Rasulullah saw bertanya-tanya kepada Jibril mengenai hari

(kiamat) itu serta dituliskan bagaimana jawaban malaikat Jibril

terhadap pertanyaan Rasulullah saw serta bagaimana reaksi Nabi

melihat umatnya setelah hari kebangkitan itu. Ketika Nabi mencari

umatnya, malaikat Jibril menjawab “umatmu belum ada yang

dibangkitkan. Bukan hanya umatmu, bahkan seluruh manusia

belum ada yang bangun dari kuburnya. Engkaulah yang lebih dulu

bangun dari kubur lalu menyusul yang lain. Itulah tanda kemuliaan

pada dirimu, kata Jibril”.

Di saat percakapan itu, bangkitlah kemudian Abu Bakar

Asiddik ayah Aisya yang disusul oleh Umar Bin Khattab yang

dikenal adil saat menjadi khalifah. Keduanya sahabat Rasul yang

mulia. Muhammad saw dan kedua sahabatnya mengenakan

pakaian dari surga beserta mahkota dan izar yang mulia. Sepatu

 

Page 212: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

197

yang sangat gagah dengan tumpangan burak yang begitu cepat

dipilihkan dari dalam surga.

Rasulullah saw dan para sahabat mengelilingi padang

masyhar yang begitu luas. Nabi terus mencari umatnya dan

menantikan waktu dibangkitkannya seluruh manusia. Diceritakan

setelah malaikat Israfil meniup sangkakala, seluruh manusia serta

binatang dalam tanah juga ikut dibangkitkan dan dikumpulkan di

padang masyhar. Saat Nabi melihat orang-orang yang bangkit dari

kubur mereka, seketika Ia berkata, “Jibril, sana umatku!” Jibril

menjawab Nabi, “mereka sana bukanlah umatmu’.

Tak lama setelah itu, bermunculanlah semua manusia

meluapi semua tempat dan segala tingkatan tempat (tempat-tempat

yang tersusun)70. Kemudian Jibril memberitahu Nabi,

“Muhammad, sana para umatmu”. Spontan Nabipun pergi

menemui para umatnya seraya menanyai mereka tentang kondisi

jiwa dan perasaan umatnya selama di dalam kubur. Seketika

mereka (umat Nabi) menangis setelah menyaksikan ekspresi dan

rasa cinta Muhammad saw kepada umatnya. Rasulullahpun

menangis dengan sejadi-jadinya tatkalah melihat umatnya yang

terlihat merasa sukar.

70 Maksud tarafu mbooresa adalah tempat-tempat yang mempunyai

tingkatan (bertingkat). Di Buton tepatnya di Kota Baubau, terdapat lingkungan bernama Tarafu. Tarafu artinya yang memeilik taraf (mungkin dari kata taraf/taraf-taraf), memiliki tingkatan. Menurut La Ode Chalid, dulu, yang berkediaman di lingkungan Tarafu adalah mereka-mereka yang memiliki tingkatan atau keistimewaan khusus (jajaran sultan).

 

Page 213: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

198

Kalimat pernyataan pada baris 200-201 dibangun dari kata

ee, karoku, rangoa, tula-tula, na, kadaangia, naile, muri-muri, dan

na. Pada kata Ee karoku artinya wahai diriku seperti dijelaskan di

bait-bati sebelumnya. Kata rango artinya dengar dan akhiran –a

menunjukkan makna perintah (dengarkanlah). Tula-tula berarti

cerita. Ini membayangkan sosok MIK sebagai pengarang yang

sedang bercerita lewat kabanti. Akhiran –na kembali pada kata

setelahnya yaitu kadaangia yang berarti: keadaan, peristiwa. Kata

naile adalah esok mengkespresikan waktu sang peristiwa. Pada

kata muri-muri (akhir) dan akhiran –na (nya), menyiratkan bahwa

hari akhir bisa diartikan sebagai hari kiamat.

Narasi pada baris 202-203 dibentuk dari kata babaana,

akowao, rahamati, asapo, mai, minaaka, i, dan arasyi. Babaa

artinya mula-mula, pertama-tama sementara –na (nya):

menjelaskan pada awalnya. Akowao (a-ko-wao) artinya (sedang)

hujan. Pada kata rahamati (rahmat) adalah rintikan hujan yang

digambarkan MIK dalam syair.71 Asapo artinya turun, berkaitan

dengan sifat hujan. Mai menunjukkan pada kata wao (hujan). Kata

minaaka berarti dari yang mengekspresikan sebuah sumber.

Arasyi adalah Singgahsana Allah (Arsy) yang dibayangkan

sebagai sumber rahmat yang turun bagaikan rintikan hujan.

Retoris kalimat pada baris 204-205 tersusun dari kata

apepatai, bari-baria, koburu, amemeiki, paikaro, mo, dan binasa.

Pada kata apepata-i artinya menyeluruh: rerintikan hujan yang

71 Rahmat yang turun seperti hujan membayangkan makna betapa

banyaknya rahmat Allah yang harus diturunkan ke bumi.

 

Page 214: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

199

turun secara menyeluruh. Bari-baria artinya semuanya dan koburu

berarti kuburan: menggambarkan rerintikan hujan yang turun pada

setiap kuburan. Kata a-memei-ki artinya membasahi atau

menyirami, berkaitan dengan makna hujan (akowao). Kata paikaro

berasal dari kata pai (segala) dan karo (diri/hamba) yang ada dalam

kubur. Awalan mo- pada kata mobinasa membayangkan adanya

sesuatu yang binasa, hancur lebur. Sintaksis dari kalimat tersebut

adalah tentang hancur leburnya seorang hamba di alam kubur.

Kalimat pernyataan pada baris 206-207 tersusun dari kata

orahamati, amina, i, Opu, rahimu, be, apabangu, bari-baria, dan

batua. Pada kata orahamati (sebuah rahmat) berkaitan dengan

baris 204-205. Amina artinya dari berhubungan dengan rahmat.

Kata i artinya dari dan Opu adalah Tuhan, menunjukkan bahwa

sumber rahmat dari Tuhan. Kata rahimu artinya rahim, sebagai

gambaran sifat Allah SWT Yang Maha Penyayang. Be- adalah

awalan kata kerja: harus, mungkin, dan hendak.72 Kata apabangu

artinya membangunkan. Awalan a- dari kata tersebut

mengekspresikan adanya sosok yang membangunkan hamba. Kata

bari-baria berarti semuanya. MIK menegaskan bahwa rahmat dari

Allah Swt akan membangunkan semua hamba.

Kalimat pada baris 208-209 terbentuk dari kata baana,

bangu, naile, muri-murina, malaikati, pata, mia, na, dan siitu. Kata

baana artinya: awal, pertama. Pada kata bangu (bangun)

berhubungan dengan baana membayangkan orang bangun dari

72 Anceaux, 1987: 16.

 

Page 215: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

200

tidur, pembaringan, atau kubur. Naile artinya esok yang

mempunyai kesatuan makna dengan muri-murina (naile muri-

murina) artinya hari akhir. Kata malaikati artinya malaikat

menjelaskan bahwa malaikatlah yang pertama dibangunkan. Pata

artinya empat dan mia artinya orang. Maksudnya adalah empat

malaikat yang pertama dibangkitkan oleh Allah SWT. Siitu (itu)

menunjuk keempat malaikat tersebut.

Susunan kalimat pada baris 210-211 dibangun dari kata

akooni, mo, Opu, ta, mo-, makaa, -na, lipa, komiu, i, nuncana, dan

soroga. Pada kata akooni artinya berkata, dihubungkan dengan

akhiran –mo (mengandung makna sudah), membayangkan ada

seseorang yang berkata, jika Tuhan, maka makna sesungguhnya

adalah berfirman, bersabda. Opu artinya Tuhan, menunjukkan

bahwa yang berkata adalah Tuhan. –ta kata pendek dari kita

(Tuhan Kita). Momakaana artinya Yang Maha Kuasa. Kata lipa

berarti pergi yang berkorelasi dengan kata komiu artinya kalian.

Lipa komiu mengandung makna perintah. I artinya di dalam,

menyatu dengan kata setelahnya soroga (surga). Secara retoris,

maksud kalimat ini adalah seruan Tuhan pada malaikat agar

menuju ke surga.

Kalimat pernyataan pada baris 212-213 terbentuk dari kata

be, uala, makuta, molabi, na, tee, malingu, pakea, mo-, muilia, dan

–na. Awalan kata kerja be artinya hendak, atau harus. Uala (ambil)

menyiratkan sebuah perintah mengenai malaikat yang diutus ke

surga. Makuta artinya mahkota yang ada dalam surga. Molabi-na

(yang mulia) adalah status mahkota Allah yang disimpan dalam

 

Page 216: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

201

surga. Kata tee artinya juga (dan) menggambarkan adanya sesuatu

yang lebih dari satu. Malingu artinya segala atau semua

menunjukkan jumlah yang banyak (jamak). Kata pakea adalah

pakaian yang di surga yang jika dihubungkan dengan kata

setelahnya yaitu momulia-na (yang mulia) mengeinterpretasikan

pakaian yang banyak, itu menggambarkan ada banyak hamba

dipilih untuk mengenakan pakaian yang mulia itu.73

Kalimat pada baris 214-215 disusun dari kata tee, tombi,

liwaulhamdu, tee, buraku, mosakalina, dan kaliga. Pada kata tee

(juga) dan tombi (bendera) juga berada di surga. Kata liwaa-

ulhamdu artinya bendera kebesaran Tuhan.74 Tee artinya juga.

Buraku adalah burak kendaraan miliki Allah Swt. Mosakalina

artinya yang nakal dan koliga75 (mungkin kolingkaa) secara

sintaksis artinya, jalannya sangat bandel kecepatannya. Bisa juga

diinterpretasikan bahwa kecepatan burak sangatlah luar biasa.76

73 Berdasarkan cerita pada baris tersebut, dapat ditafsrikan bahwa, yang

mulia di sisi Allah bukan hanya Nabi Muhammad dan para sahabat saja. Banyaknya jumlah pakean yang diambil dari surga dalam syair tersebut menandakan peluang manusia untuk optimis menjadi hamba yang mulia telah mendapatkan jawabannya.

74 Kata liwaa-ulhamdu berasal dari bahasa arab yaitu liwaa-un artinya bendera dan alhamdu artinya berkaitan dengan keterpujian Allah (kebesaran/kesucian).

75 Dalam Nasihat Muhammad Idrus Kaimuddin (La Niampe: 43) ditulis kaliga.

76 MIK menggunakan kata mosakalina sebab berhubungan dengan kecepatan burak yang benar-benar diyakini kehebatannya. Orang Buton biasanya menghubungkan kata mosakalina dengan kata-kata tertentu untuk mengekspresikan sesuatu seperti : sakali kakidana artinya, bandel benar kehebatnnya (mosakalina kakida).

 

Page 217: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

202

Kalimat berikutnya pada baris 216-217 dibangun dari kata

tao, Nabii, batua, ilabiaka, Muhammadi, rasulu, dan imimiaka.

Kata tao artinya untuk.77 Nabii adalah Nabi, maksudnya, burak

tersebut diambilkan untuk Nabi. Batua adalah hamba, Nabi juga

seorang hamba. Kata ilabiaka artinya dilebihkan (dimuliakan),

itulah predikat kehambaan Nabi, dimuliakan. Muhammadi dan

kata rasulu: maksudnya, utusan seperti Nabi-nabi sebelum

Muhammad saw. Kata imimia-ka (dikasihi) merupakan perlakuan

khusus Muhammad saw sebagai Rasul dari Allah SWT.

Metaforis kalimat pada baris 218-219 dibentuk dari kata

oincia, mo, mia, imaasiaka, asaafati, paimia, dan mokodosana.

Kata oincia dan akhiran –mo berarti dialah, mengekspresikan

sosok Muhammad saw. Mia artinya orang, ada hubungannya

dengan Muhammad. Kata imaasiaka (yang dikasihi)

membayangkan kasih sayang Tuhan kepada Muhammad saw.

Pada kata asaafati menunjukkan makna kata kerja (sebab diawali

dengan a-) artinya memberi syafaat. Paimia (semua orang)

menunjuk semua hamba. Sementara kata mokodosana

mengekspresikan sosok hamba yang berdosa. Sehingga, bisa

dipahami maksud dari kalimat tersebut bahwa syafa’at

Muhammad saw menjadi penolong bagi hamba yang berdosa.

Narasi pada baris 220-221 dibangun dari kata i, huru-hara,

naile, muri-muri, -na, te, azabu, siksa, naraka. Pada kata i huru-

77 Tao dalam Wolio Dictionary (Anceaux: 177). I artinya tahun. II

artinya janik, dan babi laut. III artinya untuk. Jika diinterpretasi secara seluruh kalimat, tao tersebut berarti untuk.

 

Page 218: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

203

hara (kegemparan) mengekspresikan makna hari kiamat. Muri-

murina makusdunya adalah paling akhir (hari akhir). Te artinya

dan (juga). Kata azabu artinya azab yang berlaku di hari akhirat.

Siksa (siksaan) menyatu dengan kata azabu. Neraka artinya

neraka. Pada kalimat tersebut masih menjelaskan fungsi huru-hara

azab neraka.

Dalam kalimat baris 222-223 terbentuk dari kata tee,

arangani, mokura, -na, fahala, -na, i, apaiaaka, mu’mini, umati,

dan –na. Pada kata tee (juga) masih membahas efek dari syafa’at

Nabi. Arangani artinya menambah, menggambarkan ada sesuatu

yang kurang. Mokura-na (yang kurang), -na menyiratkan sesuatu

yang sudah ada namun belum cukup. Fahala berarti pahala atau

ganjaran bagi hamba yang saleh. Akhiran –na tertuju pada hamba.

Iapaiaa-ka adalah kesatuan kata yang bermakna siapa saja (yang)

dan di mana saja: akhiran –ka menunjukkan makna khusus. Kata

mu’mini artinya orang-orang beriman yang berhubungan denan

Islam. Umati artinya umat, jika duhubungkan dengan akhiran –na

ia mengisyaratakan satu kesatuan dengan kalimat sebelumnya.

Sehingga, maksud umatina di kalimat ini menginterpretasikan

umat Muhammad saw.

Narasi pada baris 224-225 disusun dari kata Sambuli, -na,

malaikati, yitu, aminaaka, i, nuncana, dan soroga. Pada kata

sambuli artinya sepulang dan –na adalah nya (sepulangnya). Kata

malaikati menjelaskan bahwa yang pulang adalah malaikat. Yitu

menunjuk ke kata malaikati. Kata aminaaka artinya berasal dari

(dari) membayangkan bahwa malaikat melakukan perjalana. I

 

Page 219: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

204

artinya di: dan kata setelehanya adalah nuncana artinya dalam.

Kalimat tersebut mengintrepertasikan perjalanan malaikat yang

diperintahkan oleh Tuhan berjalan menuju surga.

Metaforis kalimat pada baris 226-227 dibentuk dari kata a-

, penunu, -mo, koburu, -na, nabii, -ta, i, muhusara, maedani, dan

molalesa. Pada kata a- merupakan awalah kata kerja bagi pelaku

orang ketiga atau jamak. Penunu artinya mencari dengan teliti

(menyusut), yang mencari adalah malaikat. Akhiran –mo

menggambarkan makna ketegasan (juga berhubungan dengan

makna sudah).78 Koburu artinya kuburan yang terhubungkan

dengan akhiran –na sehingga menunjukkan makna tunggal

(sebuah kuburan). Kata nabii-ta dengan kata koburu menjelaskan

bahwa yang dicari adalah kuburan Nabi Muammad saw. I berarti

di menunjukkan sebuah tempat bisa juga waktu. Kata muhusara

artinya Padang Masyhar. Maedani79 (lapangan) membayangkan

bentuk muhusara yang lapang (seperti lapangan). Kata molalesa

berarti luas yang mengekspresikan bentuk padang masyhar.

Retoris pada baris 228-229 dibangun dari kata sakawa, -na,

manga, i, tanga-tanga, agora, -mo, ruhili, dan Amina. Pada kata

sakawa-na (setelah sampainya) dalam hal ini adalah para malaikat

yang diutus. Manga artinya mereka kata ganti dari empat malaikat

yang diutus. Kata i menunjukkan sebuah tempat. Tanga-tanga

(tenga-tengah) adalah tempat yang dimaksud yaitu di padang

78 Akhiran kata yang sering digunakan MIK membayangkan seolah dia

sedang bercerita dengan cera tatap muka. 79 Berhubungan dengan bahasa Arab maidaanun artinya lapangan.

 

Page 220: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

205

masyhar tersebut. Akhiran –mo pada kata agora-mo

(memanggillah) mengekspresikan ada sosok yang memanggil para

malaikat. Kata Ruhili dan Amina merupakan kesatuan makna

sebagai sebuatn lain dari Malaikat Jibril As.

Kalimat pernyataan pada baris 230-231 tersusun dari kata

Jibriilu, mo-, tunggu, -na, -mo, wahi, Oandea, -na, bari-baria, dan

rasulu. Kata Jibriilu (Jibril) adalah malaikat. Awalan kata kerja

mo- dan akhiran -na-mo dalam kata mo-tunggu-na-mo80 (yang

menjaga) di samping mengekspresikan upaya pengarang bercerita

dengan pembaca secara berhadapan, juga membayangkan makna

kebenaran yang diyakini mengenai Malaikat Jibril As. Wahi

artinya wahyu: dimaknai sebagai mukjizat Nabi Muhammad Saw.

Oandea-na berarti sahabatnya. Akhiran –na maksudnya adalah

jibril. Bari-baria artinya semuanya. Semuanya yang dimaksud

adalah kata rasulu yang berarti utusan dalam hal ini adalah Rasul

Allah Swt.

Kalimat pada baris 232-233 dibentuk dari kata tee, bangu,

-na, gora, -na, Jibriilu, i, yapa, -mo, koburu, -na, dan muhammadi.

Pada kata banguna setelah tee (juga) secara sintaksis bukan berarti

bangun melainkan bentuk.81 Kata gorana artinya panggilan, jika

dihubungkan dengan kata sebelumnya maka menjelaskan bentuk

panggilan. Jibriilu menjelaskan sebagai yang memanggil dengan

80 Tugas Jibril As dari Allah SWT adalah menyampaikan wahyu. 81 Dalam bahasa Wolio, bangu memiliki banyak makna. Akan tepat

dipakai sesuai maknanya jika relevan dengan koteks kalimatnya. Contoh: abangu mina i koburu artinya bangun dari kuburan dan bangumu yitu apokanamo tee amamu artinya bentukumu sudah sama seperti ayahmu.

 

Page 221: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

206

bentuk panggilan khusus. I yapai serta akhiran –mo

mengkespresikan sebuah seruan yang berbentuk pertanyaan.

Artinya adalah di manakah, sebab -mo mengandung makna

ketegasan. Koburu artinya kuburan dan –na membayangkan

seorang Muhammadi (Muhammad) yang mana kuburannya sedang

dicari-cari oleh Malaikat Jibril As.

Kalimat metaforis pada baris 234-235 dibangun dari kata

salapasi, -na, gora, -na, Jibriilu, amawetai, -mo, tana, koburu, -

na, dan yitu. Pada akhiran –na dalama kata salapasi-na (seusainya)

menggambarkan makna kesudahan. Kata gora adalah seruan Jibril

dan –na kata ganti Jibril As. Akhiran –mo dalam kata amaweta-mo

(terbelahlah) mengekspresikan makna upaya mempercayai

kebenaran kisah hari akhir. Tana berarti tana yang manusia injak

dan darinya tumbuh tanaman dan muncul air. Kata koburu

(kuburan) membayangkan makam Rasulullah saw. Kata yitu

merupakan kata ganti juga penegasan dari koburu. Maksud kalimat

ini adalah, kuburan mulai terbelah setelah berkumandang seruan

dari Malaikat Jibril As.

Kalimat pada baris 236-237 dibangun dari kata abangu, -

mo, Nabii, mina, i, tana, ka-auncura, i, baa, -na, koburu, dan –na.

Pada akhiran –mo dalam kata abangu-mo (bangunlah): kata

lampau. Kata Nabii maksudnya adalah Muhammad Saw. Mina

artinya dari. Kata i berarti di menunjukkan makna dalam (di

dalam). Tanah, stilistikanya adalah dalam tanah yang mempunya

ruangan yaitu kuburan. Awalan –ka pada kata ka-auncura

mengekspresikan bahwa kemudian Nabi duduk, entah bagaimana

 

Page 222: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

207

bentuk duduknya. I artinya di dan baa maksudnya kepala kuburan.

Akhiran –na pada kata kuburana (kuburan) menjelaskan posisi

Nabi setelah bangkit dari kuburannya.

Narasi kalimat pada baris 238-239 tersusun dari kata tee,

asapui, jangku, -na, mo-, milia, -na, tee, baa, -na, mo-, topene, -

na, dan kawondu. Kata tee menunjukkan kelanjutan dari kalimat

sebelumnya. Asapui artinya adalah mengelus, membayangkan

sedang membersihkan jenggotnya yang kotor disebabkan tanah

kuburan. Kata jangku yang terhubung dengan akiran –na

maksudnya jenggot Nabi Muhammad Saw. Awalan mo- dan

akhiran –na pada kata momuliana membayangkan kemuliaan bagi

Rasulullah saw.82 Tee baa-na maksudnya adalah kepalanya (Nabi)

juga. Awalan mo- dan akhiran –na dalam kata motopenena (yang

teramat) secara retoris menginterpretasikan kemuliaan yang luar

biasa. Kata kawondu berarti wangi. Wangi yang berasal dari kepala

Nabi Muhammad saw.

Retoris kalimat pada baris 240-241 dibangun dari kata tee,

asapui, ngawu, tana, koburu, -na, apekangkilo, badha, -na, mo-,

alusu, dan -na. Pada kata tee asapui artinya juga membersihkan

(dengan tangan). Ngawu artinya debu: tanah yang tidak basah.

Kata tana dan koburuna mengekspresikan tanah kuburan

Muhammad Saw. Pada kata apekangkilo menggambarkan ada

sebuah aktivitas membersihkan. Badha artinya badan dan –na

82 Jika dinterpretasi dari kalimatnya, jenggot Rasulullah saw

(dianggap) mulia.

 

Page 223: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

208

adalah Muhammad Saw. Awalan mo- dan akhiran –na dalam kata

moalusuna membayangkan badan Nabi yang halus.

Kalimat pada baris 242-243 tersusun dari kata tee, apoili, i,

kaai, i, kaana, bari-baria, dangia, dan amapada. Kalimat tersebut

masih berhubungan dengan baris sebelumnya. Pada kata tee apolili

adalah menggambarkan sosok Muhammad Saw di atas kuburnya

yang sedang menoleh. I kaai dan i kaana berarti di kiri dan kanan

(kiri-kanan): maksudnya sedang mencari sesuatu. Bari-baria

artinya semuanya yang berhubungan dengan umat Muhammad

saw. Kata dangia artinya masih yang menunjukkan

keadaan/kondisi sesuatu. Amampada merupakan keadaan yang

dilihat Rasulullah saw yaitu masih tiada (tidak ada seorang

manusiapun).

Kalimat pernyataan pada baris 244-245 dibentuk dari kata

laosaka, -mo, abaki, Jibriilu, Onabii, ta, syafiili, dan umati. Pada

kata laosaka membayangkan respon Muhammad Saw yang

spontan. Akhiran –mo dalam laosakamo bermakna langsung (lah).

Abaki didahului oleh awalan kata kerja a- mengekspresikan

Muhammad Saw yang bertanya. Kata Jibriilu (Jibril) adalah

malaikat yang ditanya. Onabii dengan akhiran –ta adalah Nabi kita

Muhammad Saw. Syafiili menggambarkan kemuliaan Nabi yang

memiliki sifat mengayomi. Kata umati adalah relasi dari kata

syafiili. Pesan cerita ini adalah Nabi Muhammad Saw mengayomi

umat manusia.

 

Page 224: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

209

Kalimat pada baris 246-247 dibangun dari kata Jibriilu,

maipo, paumbaa, ku, opea, -mo, baraa, eo, incia, dan sii. Kata

Jibriilu merupakan panggilan serta rasa ingin bertanya

Muhammad Saw kepada Jibril As. Maipo membayangkan Jibril

sedang dipanggil oleh Muhammad Saw yang menggambarkan

adanya jarak yang memisahkan di antara mereka. Kata paumbaaku

artinya beritahu saya yang merupakan ucapan penasaran Nabi dari

hal yang belum diketahuinya. Opea adalah bentuk pertanyaan

artinya apakah. Akhiran –mo pada kata pertanyaan

mengekspresikan sesuatu yang ditanya telah nampak di depan

mata. Kata baraa artinya kiranya dan eo artinya hari, dalam

kalimat ini maknanya berkaitan dengan hari dibangkitkannya

kembali seluruh manusia. Incia dan sii mengekspresikan kembali

hari tersebut; eo inciasii artinya hari ini.

Kalimat metaforis di baris 248-249 tersusun dari kata

akooni, -mo, Jibriilu, siitu, osiitu, -mo, eo, safa’ati, dan mu.

Akhiran –mo pada kata akoonimo membayangkan adanya

percakapan. Jibriilu yang berucap guna menjawab pertanyaan dari

Nabi. Siitu merupakan kata ganti dari Jibril yang menggambarkan

kisah ini diceritakan oleh pengarang kabanti (syair). Pada akhiran

–mo dalam kata osiitumo mengekspresikan waktu (masa) yang

sedang dijalani. Kata eo artinya hari, itulah yang dimaksud dengan

waktu atau masa tersebut (hari akhir). Syafa’ati menejelaskan

makna sebuah hari yaitu hari di aman syafa’at Nabi berlaku bagi

hambanya. Akhiran –mu menunjuk ke Nabi Muhammad Saw.

 

Page 225: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

210

Pada kalimat di baris 250-251 dibentuk dari kata tee,

akakaro, makamu, kapujiai, -mu, bee, uagoa, umati, -mu,

mokodhosa, dan –na. Pada kata tee akakaro (dan diapun berdiri)

mengekspresikan masa kebangkitan kemuliaan Muhammad Saw.

Makamu adalah kedudukan Muhammad Saw yang tidak dimiliki

Rasul lainnya. Kata kapujia menegaskan kelebihan Nabi yang

terpuji. Akhiran –mu penegasan menunjuk ke Nabi Muhammad

saw. Kata bee adalah kata kerja yang berarti harus, dan hendak.

Akhiran –a pada kata uagoa membayangkan adanya seseorang

yang hendak diselematkan. Umati merupakan umat Nabi yang

bakal mendapat syafa’at. Akhiran -mu adalah kata ganti kamu

(Muhammad). Awalan mo- dan akhiran –na dalam kata

mokodhosana (yang berdosa) membayangkan ada sebagian umat

Muhammad Saw yang berdosa.

Retosir pada kalimat baris 252-253 dibangun dari kata

akooni, safiili, umati, alaihi, salawa, tee, salamu. Pada kata akooni

mengekspresikan adanya sosok yang berseru (Muhmmad Saw).

Safiili ummati adalah julukan Nabi sebagai pengayom umat. Pada

kalimat alaihi salawa tee salamu merupakan satu ungkapan

shalawat dan salam kepada Rasulullah.

Kalimat pada baris 254-255 tersusun dari kata i, apai, -mo,

manga, umati, -ku, sii, ulana, bara, incana, -mo, dan sikisaa. Pada

kesatuan kata iapaimo mengekspresikan sebuah pertanyaan.

Manga adalah mereka (umat manusia). Kata umati adalah umat

dan –ku kata ganti aku: maksudnya adalah umat Muhammad Saw.

Sii artinya ini, penegasan kata umatiku. Kata ulana dan bara

 

Page 226: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

211

mengekspresikan dugaan yang artinya barangkali. Akhiran –mo

pada kata incanamo membayangkan dugaan Nabi pada umatnya

telah berada di dalam sebuah tempat yang berhubungan dengan

ruangan. Kata sikisaa artinya siksaan yang berkorelasi dengan

makna di dalam sehingga menggambarkan makna neraka.

Metaforis dari kalimat ini merupakan ekspresi kecintaan Nabi

Muhammad Saw kepada umatnya.

Kalimat pernyataan pada baris 256-257 terbentuk dari kata

akooni, -mo, jibriilu, siitu, oumati, -mu, indapo, tee, -mo, bangu,

dan –na. Akhiran –mo pada kata akooni (berkata) membayangkan

ada sebuah percakapan seperti kalimat sebelumnya. Jibriilu

memberikan jawaban pada pertanyaan dari Nabi. Kata siitu (itu)

merupakan penegasan dari Jibril As. Kata oumatimu

mengekspresikan penegasan pernyataan yang ditujukan ke umat:

akhiran–mu kata ganti dari Muhammad Saw. Kata indapo berarti

belum: menyatu dengan tee-mo-bangu-na menjelaskan

Muhammad Saw sedang menanyakan umatnya. Secara sintaksis,

kalimat di baris ini menggambarkan keadaan umat manusia yang

belum dibangkitkan dari kuburnya.

Kalimat di baris 258-259 dibangun dari kata aharamu,

porikana, be, abangu, malingua-ka, i, apai, dan manusia. Pada

kata aharamu maksudnya haramlah, kata tersebut merupakan

tanggapan Jibril As. Kata porikana berarti lebih dulu (duluan) atau

sudah terjadi di awal. Kata be-abangu membayangkan seseorang

yang hendak bangun dari kubur. Malinguaka artinya segalanya:

yaitu segala makhluk. Manusia adalah maksud dari Jibril

 

Page 227: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

212

mengenai keharaman jika mendahului Nabi saat semua manusia

dibangkitkan dari kuburnya. Secara metaforis, kalimat ini

dipahami bahwa Muhammad Saw merupakan manusia yang

pertama bangkit dari tanah kuburan.

Kalimat pada baris 260-261 disusun dari kata tabeana, -mo,

porikana, -po, ingko, tee, mo-, bangu, -na, minaaka, i, dan koburu.

Pada kata tabeana berarti melainkan: ada sebuah takhsis. Akhiran

–mo mengandung makna penegasan. Akhiran –po pada kata

porikanapo (lebih dulu) menjelaskan sesuatu yang telah terjadi.

Ingko artinya kamu: maksudnya adalah Nabi Saw. Tee bermakna

yang: kata penghubung. Awalan mo- dan akhiran –na dalam kata

kerja mobanguna membayangkan sosok manusia atau hamba. Kata

minaaka berarti dari yang menegkspresikan makna dari dalam.

Koburu merupakan kuburan yang dari dalam kuburan tersebut

manusia kemudian dibangkitkan kembali.

Pada kalimat pernyataan baris 262-263 terbentuk dari kata

ka, bee, abangu, mia, mosaagana, -na, itu, -mo, duka, rou, -na,

kamulia, dan –mu. Pada kata ka-bee-abangu menunjukan makna

hendak terjadi: artinya baru kemudian bangulah. Kata mia artinya

manusia, entah laki-laki atau perempuan. Mosagana menjelaskan

termasuk manusia yang lain selain Nabi. Akhiran –na menegaskan

kembali hamba yang lain tersebut. Akhiran –mo dalam kata itumo

menunjuk kepada sesuatu, yaitu Muhammad Saw. Duka artinya

juga, kata rou dan –na secara stilistika bermakna tanda-nya.

Kamulia-mu mengekspresikan kemuliaan Nabi (Muhammad saw).

 

Page 228: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

213

Kalimat baris 264-265 dibangun dari kata Ka, abangu,

Sidiki, mobanara, -na, Abu bakara, oama, -na, dan Aisya. Awalan

kata kerja ka- dalam kata ka-abangu mengekspersikan makna

kemudian ada yang bangkit dari kubur. Kata tersebut juga

meninterpretasikan bahwa akan ada yang bangkit dari tanah

kuburan setelah Nabi. Sidiki sebutan untuk Abu Bakar Siddiq RA,

dialah yang bangun setelah Muhammad Saw. Kata mobanara

dengan akhiran –na menegaskan makna sidiki hanya ada pada diri

Abu Bakar. Abu bakar adalah yang menyandang gelar Sidiki

mobanara, ia adalah sahabat Nabi. Kata oama mengkespresikan

Abubakar sebagai seorang ayah. Akhiran –na menunjuk pada kata

Aisya, maksudnya adalah ayah Aisya.

Narasi kalimat dalam baris 266-267 tersusun dari kata ka,

abangu, Umara, moadili, -na. rua, mia, -na, sahabati, -na, dan

molabi. Pada kata ka-abangu menunjukkan kejadian yang

berurutan.83 Nama Umara (maksudnya Umar bin Khattab)

merupakan sosok yang bangkit setelah Abu Bakar. Kata moadili

sebutan sifat yang dikenal pada pribadi Umar bin Khattab. Akhiran

–na menegaskan kembali gelar moadili pada Umar. Kata rua (dua)

dan mia (orang) merupakan satu kesatuan makna yang

menggambarkan sosok Abu Bakar dan Umar. Akhiran –na pada

kata sahabtina menjelaskan kedekatan mereka dengan Nabi. Kata

83 Maksud berurutan di sini adalah, manusia yang dibangkitkan dari

tanah kuburnya pada hari kiamat secara berurutan. Awalnya adalah Muhammad Saw, kemudia Abu Bakar Siddik, kemudian Umar Bin Khattab, dan seterusnya.

 

Page 229: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

214

molabi artinya yang dilebihkan, mengekspresikan takhsis daripada

sahabat Nabi yang lain.

Pernyataan baris 268-269 dibentuk dari kata ka, apake,

manga, talu, mia, -ia, malinguaka, pakea, i, dan soroga. Pada

awalan –ka di kata kerja apake bermakna melakukan sesuatu. Kata

manga adalah kata ganti dari orang ketiga; jamak. Akhiran –ia

pada kata talumia-ia mengekspresikan sebuah keaktifan (lawan

dari pasif). Kata malinguaka menunjukkan makna lebih dari satu

yang artinya segalanya. Pakea berarti pakaian. I maksudnya di

dalam. Kata soroga artinya surga menegaskan kembali mengenai

perintah Tuhan kepada Malaikat untuk mengambil pakaian mulia

di Surga.

Kalimat pada baris 270-271 dibangun dari kata omakuta,

tee, izari, mo-, mulia, tee, kausu, mo-, topene, -na, dan kalape.

Pada kata omakuta yang berarti mahkota masih merupakan

lanjutan dari kalimat sebelumnya, (berhubungan dengan mahkota

kepala). Kata tee menejelaskan makna dan juga. Izari dari bahasa

Arab artinya kain. Awalan mo- dalam kata momulia

mengekspresikan status mahkota dan kain yang mulia. Tee kausu

artinya dan sepatu. Kausu berfungsi sebagai alas kaki entah

bagaimana bentuk dan motifnya, sepatu pria atau sepatu wanita.

Awalan mo- dan akhiran –na pada kata motopenena

mengekspresikan kelebihan dan kemuliaan sepatu. Kalape berarti

kemuliaan pada sepatu.

Retoris kalimat pada baris 272-273 tersusun dari kata

osawika, -na, podo, buraku, molabi, apiliakea, i, nuncanca, -na,

 

Page 230: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

215

dan soroga. Pada kata osawika menunjukkan makna kendaraan

yang bisa ditumpangi oleh manusia. Akhiran –na adalah kata ganti

untuk orang ketiga. Kata podo mengisyaratkan makna kesamaan.

Buraku ialah kendaraan yang begitu cepat, pernah digunakan Nabi

Muhammad Saw, artinya burak. Kata molabi menegaskan

keunggulan burak (berhubungan dengan kecepatan). Pada kata

apiliakea berarti dipilihkan84 menjelaskan sebuah perencanaan. I

menunjukkan makna di dalam. Akhiran –na dalam kata nuncana

(dalam) membayangkan sebuah ruang yaitu bumi (bukan ruangan

rumah juga bukan kuburan). Kata soroga berarti surga adalah

tempat yang mulia dan penuh kebaikan.

Kalimat pernyataan pada baris 274-275 dibentuk dari kata

osiitu, -mo, ka-, mulia, -ngi, -na, Opu, akukumba, -i, batua,

talumia, dan -na. Akhiran –mo pada kata osiitumo menunjukkan

sesuatu yang telah ada (ada wujudnya). Awalan ka- dan akhiran –

ngi-na pada kata kamuliangina mengekspresikan karunia

kemuliaan. Opu berkorelasi dengan kata sebelumnya sehingga

membayangkan makna Kemaha Muliaan Tuhan. Stilistik dari kata

akukumba-i maknanya adalah Tuhan memanjakan seseorang yang

membayangkan adanya orang yang dikasihi (dimanjakan). Batua

berarti hamba, menggambarkan kehambaan Nabi dan kedua

sahabatnya. Talumia-na (ketiganya) mengeskpresikan kembali

status hamba pada diri Nabi dan sahabatnya.

84 Kata dipilihkan seakan menafsirkan bahwa perjalanan Nabi

Muhammad memang telah direncanakan sehingga disiapkan seekor burak yang paling bagus.

 

Page 231: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

216

Kalimat pada baris 276-277 dibangun dari kata salapasi, -

na, pada, -na, tua, siitu, alingka, -mo, manga, talu, mia, dan ia.

Pada akhiran –na dalam kata salapasina (sesudah)

menggambarkan makna melewati suatu aktifitas. Kata padana

sangat lekat maknanya dengan salapasina, artinya sesudahnya.

Kata tua dan siitu maksudnya; demikian itu, menjelaskan

seusainya Nabi dan sahabat mengenakan semua yang dipilihkan

dari surga. Akhiran –mo dalam kata alingkamo menerangkan

makna kesudahan yang artinya pergilah (mereka). Kata manga

sebagai kata ganti dari mereka. Akhiran –ia dalam kata talumiaia

mengandung makna aktif (bukan pasif) yang artinya ketiganya

yaitu Muhammad Saw, Abu Bakar Siddik RA, dan Umar bin

Khattab RA.85

Kalimat pada baris 278-279 tersusun dari kata aporikana,

Sidiki, tee, Umara, i, aroa, na, safiili, dan umati. Pada kata

aporikana (duluan) merupakan kata kerja yang membayangkan

adanya seseorang dan mengisyaratkan makna sedang berjalan.

Sidiki dan Umara adalah sahabat Nabi yang digambarkan sedang

jalan di depan Nabi (jalan duluan). I menjelaskan makna di.

Akhiran –na dalam kata aroana mengekspresikan makna di

perjalanan. Kata safiili umati seperti dijelaskan sebelumnya,

merupakan kelebihan Muhammad Saw sebagai pengayom umat.

Pada kalimat pernyataan baris 280-281 dibentuk dari kata

mo-, tutu, -nia, Nabii, ta, mo-, labi, -na, sakabumbua, podo, dan

85 Akhiran –ia merupakan kata ganti orang ketiga yang sering

digunakan dalam sebutan seseorang setelah kata kerja.

 

Page 232: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

217

malaikati. Pada awalan mo- dan akhiran –nia dalam kata motutunia

membayangkan sebuah aktifitas yang bermakna mengikuti.86 Kata

Nabii-ta menegaskan pada siapa saja: Abu Bakar dan Umar

mengikuti Nabi Muhammad Saw. Awalan mo- dan akhiran –na

pada kata molabina menunjukkan kemuliaan seorang Muhammad

Saw. Kata sakabumbua artinya sekumpulan. Podo menunjukkan

jumlah yang banyak. Kata malaikati (malaikat). Kalimat ini

menegaskan banyaknya malaikat mengiringi Muhammad Saw.

Kalimat pada baris 282-283 dibangun dari kata tee, -mo,

duka, i, apai, mo-, iringi, -a, i, kanaa, -na, weta, i, kaai, dan –na.

Kata tee dan akhiran –mo mengisyaratkan adanya kelanjutan.

Duka berate juga membayangkan adan sesuatu yang lain atau

seseorang yang lain. Kata i apai secara sintaksis bukanlah bentuk

pertanyaan melainkan pernyataan. Awalan mo- dan akhiran –a

dalam kata moiringia mengekspresikan makna kata kerja. Akhiran

–a menggambarkan bahwa yang diiringi hanyalah satu orang

(yaitu Nabi). Kata i kaana (kanan) menunjukkan posisi para

malaikat yang mengiringi Nabi. Akhiran –na kata ganti untuk

Muhammad. Kata weta maknanya bagian, membayangkan adanya

jarak pemisah.87 I kaai dan –na maksudnya adalah bagian kiri

Nabi.

86 Dalam Wolio Dictionari, yang lebih tepat adalah tuutuu artinya

urutan. Sedangkan tutu artinya bisa memberitahu bisa juga menumbuk sesuai konteks katanya (Anceaux: 187).

87 Makna kata kerja dari weta adalah membelah. Sehingga, weta artinya sebelah. Jarak pemisah tersebut adalah posisi Nabi Muhammad saw.

 

Page 233: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

218

Metaforis kalimat di baris 284-285 tersusun dari kata

kambeli-mbeli, manga, incia, siitu, i, muhusara, maedani, dan

kalalesa. Pada kata kerja kambeli-mbeli secara sintaksis bukan

Cuma berarti jalan-jalan seperti refreshing atau menikmati

keindahan sekeliling jalan. Manga adalah kata ganti orang yang

ketiga (jamak): yaitu Nabi dan orang-orang (malaikat) yang

mengiringinya. Kata incia sering dilekatkan dengan kata manga,

yang maknanya membayangkan manusia (bukan binatang,

tumbuhan, dan benda mati). Pada kata siitu (itu), menegaskan

kembali orang-orang yang mengiringi malaikat. Kata i

menunjukkan sebuah tempat entah pada, di, atau di dalam.

Muhusara artinya Masyhar (Padang Masyhar), berkumpulnya

seluruh makhluk pada hari kebangkitan. Kata maedani berarti

lapangan, secara sintaksis maksudnya adalah padang. Kalalesa

mengekspresikan luasnya maedani muhusara tersebut.

Kalimat pada baris 286-287 dibentuk dari kata onabii, taa,

atoku-toku, umati, -na, tee, apentaa, paimia, dan mobanguna.

Awalan o- pada kata onabii merupakan kata sandang yang

menunjukkan sebuah subjek. Kata taa membayangkan manusia

entah laki-laki atau perempuan (jamak): kata ganti dari kita.

Nabiita menjelaskan bahwa Muhammad saw adalah Nabi seluruh

umat. Kata kerja atoku-toku artinya menunggu; memperhatikan;

dan melihat-lihat. Akhiran –na pada kata umatina maksudnya

adalah umat Nabi. Kata tee menunjukkan adanya aktivitas

berikutnya. Apentaa adalah kata kerja; menantikan. Kata paimia

berarti siapa saja yang membayangkan sosok manusia. Kata

 

Page 234: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

219

awalan mo- dan akhiran –na pada kata kerja mobanguna

mengekspresikan umat (manusia) sedang bangkit dari sesuatu

(yaitu tanah kuburan).

Kalimat pada baris 288-289 dibangun dari kata Israfiili,

atowii, sangkakala, bee, abanguna, sabara, antona, dan tana. Kata

Israfiili adalah malaikat Israfil. Atowii adalah kata kerja yang

menggambarkan Israfil sedang meniup. Kata sangkakala

membayangkan sebuah terompet yang maha luar biasa dahsyatnya.

Bee bermakna harus; hendak. Kata kerja abanguna

membayangkan adanya hubungan dengan aktifitas manusia. Kata

sabara mengekspresikan makna segala macam yang ada (bukan

hanya manusia). Antona berarti isi, lekat dengan kata sabara. Kata

tana menginterpretasikan sebuah bumi yang berkaitan dengan

tanah kuburan. Kalimat ini menegaskan segala macam isi dalam

tanah termasuk selain manusia.

Retoris kalimat pada baris 290-291 tersusun dari kata

sarango, -na, suara, -na, sangkakala, posa-, bangu, -mo, paimia,

dan koburu. Akhiran –na pada kata sarangona (setelah

mendengar) mengekspresikan adanya respon atau efek yang

dilakukan oleh makhluk hidup. Kata suara berhubungan dengan

sesuatu yang berbunyi dan dapat direspon oleh telinga. Akhiran–

na menunjuk ke sumber suara (sumber bunyi). Kata sangkakala

adalah sumber suara yang didengar. Posa merupakan awalan kata

kerja yang artinya bersama-sama, dan sebagai satu golongan.88

88 Anceaux, 1987: 146.

 

Page 235: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

220

Akhiran –mo pada kata posabangumo menjelaskan makna sudah

(telah) bangun. Kata paimia artinya semua orang entah laki-laki

maupun perempuan. Koburu artinya kuburan, menggambarkan

sebuah peristiwa yang berhubungan dengan hari dikumpulkannya

manusia di padang mahsyar.

Kalimat pada baris 292-293 dibentuk dari kata oisilamu,

tee, malingu, kaafiri, posa-, bangu, -mo, sumbe-sumbere, dan

kaomu. Awalan o- pada kata isilamu secara stilistik menunjukkan

makna kaum Muslim atau orang yang beragama Islam. Tee

berperan sebagai kata penghubung. Kata malingu artinya

segalanya. Kata kaafiri seperti halnya kata Isilamu; orang-orang

kafir. Kata posabangu seperti yang dijelaskan pada kalimat

sebelumnya (paragraf di atas). Kata sumbe-sumbere artinya

masing-masing, membayangkan makna tiap orang sendiri-sendiri.

Kaomu menejelaskan makna golongan (golongan makhluk).

Mungkin mengisyaratkan makhluk hidup lainnya (berhubungan

dengan binatang).

Kalimat pernyataan di baris 294-295 dibangun dari kata

kawana, -mo, okadadi, obinata, posa-, bangu, -mo, naile, i, dan

muhusara. Akhiran –mo pada kata kawanmo yang artinya juga.

Kata okadadi berkaitan dengan binatang; hewan. Binata

penegasan dari kadadi; artinya binatang. Keduanya

menggambarkan adanya makhluk lain di dalam tanah selain

manusia. Kata posabangumo artinya (semua bangkit). Pada kata

naile mengekspresikan bahwa ini adalah kisah yang pasti terjadi.

Kata i menunjukkan makna tempat. Muhusara adalah Padang

 

Page 236: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

221

Masyhar di mana terkumpulnya seluruh makhluk Tuhan di tempat

tersebut.

Kalimat pada baris 296-297 tersusun dari kata sa-, kamata,

-na, Nabii, -ta, molabina, i, apaiaka, mo-, bangu, -na, dan yitu.

Awalan sa- pada kata sakamatana adalah awalan kata kerja:

artinya sesudah.89 Akhiran –na pada kata sakamatana

menunjukkan bahwa yang melihat (subjek) adalah makhluk yang

bangun dari tanah kuburan. Nabii merupakan objek (yang dilihat).

Kata ta adalah kata ganti kita (termasuk pembaca kabanti ini). Kata

molabina menegaskan keunggulan Nabi yang mulia (memiliki

kelebihan). Iapaiaka menjelaskan yang bangun dari tempat mana

saja letak kuburannya. Awalan mo- dan akhiran –na pada kata

mobanguna menggambarkan sosok makhluk yang bangkit dari

kubur, berkaitan dengan kata ganti yitu.

Pada kalimat pada baris 298-299 terbentuk dari kata

akooni, -mo, nabii, -ta, molabina, Jibriilu, sumako, -mo, umati, dan

–ku. Akhiran –mo pada kata akoonimo menjelaskan sebuah seruan

yang beralasan. Nabiita artinya Nabi kita. Kata molabina

menegaskan kemuliaan Muhammad saw. Kata Jibriilu adalah

ucapan seruan Nabi kepada Jibril. Akhiran –mo pada kata

sumakomo menggambarkan keyakinan terhadap sesuatu

(sintaksisnya menjelaskan jarak yang tidak dekat). Kata umati

adalah umatku (umat Nabi Muhammad Saw). Metaforis dari

89 Anceaux, 1987: 156.

 

Page 237: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

222

kalimat ini menunjukkan betapa bahagianya Rasulullah melihat

para umatnya di hari kebangkitan.

Pernyataan pada baris 300-301 dibangun dari kata akooni,

-mo, Jibriilu, siitu, manga, sumako, mincuana, uamti, dan -mu.

Pada kata akoonimo seperti dijelaskan di atas, membayangkan

adanya dialog. Kata Jibriilu (Malaikat Jibril) menjawab

pernyataan Nabi. Kata siitu menunjuk pada Jibril AS. Manga

bermakna jamak, berhubungan dengan umat, entah laki-laki

maupun perempuan. Kata sumako menunjuk yang jauh; di sana.

Mincuana artinya bukanlah, terhubung dengan kata manga.

Akiran –mu pada kata umatimu tujuannya kembali kepada Nabi

dari ucapan Jibril. Kalimat tersebut menegaskan bahwa yang

ditunjuk oleh Nabi saat semua bangkit, dinyatakan salah oleh

Jibril. Hal tersebut membayangkan ada dua kemungkinan.

Pertama, bisa jadi benar, namun mereka (yang ditunjuk) mungkin

banyak dosa. Kedua, Nabi juga menunjuk orang-orang kafir dan

mengira mereka sebagai pengikutnya.90

Kalimat di baris 302-303 tersusun dari kata indaa,

mangenge, padana, tua, siitu, umbalaka, -mo, manusia, mo-, dan

bari. Pada kata indaa artinya tidak, bukan sebuah jawaban dari

pertanyaan (melainkan pernyataan). Mangenge terhubung dengan

kata inda artinya tidak lama; menggambarkan kisah yang

90 Metaforis dari kalimat ini menegaskan bahwa Nabi Muhammad Saw

menganggap bahwa semua yang bangkit dari kuburan adalah pengikutnya. Relevan dengan misi Nabi di utus di muka bumi dengan Mukijzat al-Qur’an sebagai ahmatan lil’alamin.

 

Page 238: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

223

berlanjut. Kata padana dan tua siitu satu kesatuan kalimat yang

mengekspresikan kejadian sebelumnya (pada kalimat

sebelumnya). Kata umbalaka artinya bermunculan, ini

membayangkan sosok umat. Akhiran –mo menegaskan makna

telah pada umat yang berdatangan tersebut. Kata manusia

membayangkan adanya manusia lain selain umat Nabi. Awalan

mo- pada kata mobari menegaskan jumlah manusia yang begitu

banyak saat peristiwa tersebut.

Retoris kalimat pada baris 304-305 dibentuk dari kata

abuke, mea, i, apai, anguna, tombu, tee, malingu, tarafu, -na, dan

mbooresa. Akhiran –mea pada kata abukemea mengekspresikan

sebuah kata kerja yang bermakna meluapi; manusia meluapi. Kata

i dan apai menunjukkan sebuah tempat. Anguna artinya bilangan

dan tombu (tumpukan) menjelaskan tumupukan manusia. Kata tee

berarti dan. Malingu artinya segalanya, menunjukkan adanya

jumlah yang banyak. Tarafu secara sintaksis artinya tempat; bisa

diartikan taraf, atau tingkatan.91 Akhiran –na menegaskan sebuah

tempat. Mbooresa berhubungan dengan tarafuna artinya yang

ditempati manusia.

91 Tarafu adalah sebuah tempat yang didiami oleh orang-orang yang

memiliki tingkatan di dalam Kerajaan. Sehingga, bisa dipahami bahwa tarafuna mbooresa adalah tempat yang bertingkat yang dibuat entah dari besi atau dari bahan lainnya. Tarafu di sini seakan membayangkan bahwa di dalam Padang Masyhar ada tumpukan manusia sehingga dibuat tempat lain untuk menampung luapan manusia tersebut, misalnya dengan membuat tempat secara bertingkat. Selain itu, ada yang mengartikan bahwa tarafu mboresa di sini menggambarkan posisi manusia berdasarkan amal perbuatannya.

 

Page 239: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

224

Pada kalimat pernyataan baris 306-307 dibangun dari kata

akooni, -mo, Jibriilu, Muhammadi, sumako, -mo, umati, dan –mu.

Akhiran –mo pada kata kerja akoonimo mmbayangkan sebuah

pernyataan yang keluar dari mulut. Kata Jibriilu adalah sosok yang

menyatakan tersebut. Muhammadi merupakan seruan yang keluar

dari mulut Jibril As. Akhiran –mo pada kata sumakomo

membayangkan sosok Jibril sedang memberitahu Nabi

(menunjukkan sesuatu pada arah yang jauh). Kata ganti –mu yang

menunjuk pada Muhammad Saw.

Kalimat pada baris 308-309 tersusun dari kata alipa, -mo,

nabii, ta, mo-, labi, -na, pakawaaka, paimia, umati, -na. Akhiran

–mo pada kata kerja alipamo (sudah berjalan melalui); MIK

memilih kata yang sopan.92 Kata nabi merupakan objek yang

dimuliakan tersebut. Ta merupakan kata ganti untuk kita yang

menggambarkan adanya pembaca (termasuk MIK). Awalan mo-

dan akhiran –na pada kata molabina menegaskan kemuliaan pada

diri Nabi. Kata pakawaaka mereupakan kata kerja yang bermakna

menemui; menemukan: membayangkan pertemuan setelah

penantian panjang. Paimia artinya di mana yang berhubungan

dengan mia (manusia). Akhiran –na pada kata umatina

menggambarkan adanya pengkhususan.

Narasi pada baris 310-311 terbentuk dari kata akooni, -mo,

nabii, taa, mo-, labi, -na, abaki, manga, umati, -na, dan yitu.

92 Kata lain dari alipamo adalah alingkamo (dia telah pergi).

Masyarakat pengguna bahasa Wolio lebih sering memakai kata alipamo jika berhubungan dengan orang yang dihargai atau dimuliakan.

 

Page 240: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

225

Akhiran –mo pada kata akoonimo membayangkan sebuah suara

seruan yang berasal dari mulut (-mo mengandung makna sudah

dan tegas). Kata nabi merupakan subjek atau yang berseru kata

akoonimo. Awalan mo- dan akhiran –na pada kata molabina

menegaskan sebuah pernyataan mengenai kelebihan atau

kemuliaan Nabi. Kata kerja abaki menejelaskan sebuah aktifitas

bertanya (menanyai) yang dilakukan oleh Nabi Manga maksudnya

adalah objek yang ditanya (mereka). Kata umati menegaskan

bahwa yang ditanya adalah umat Nabi. Akhiran –na kata ganti

daripada Muhammad. Kata yitu merupakan penegasan daripada

umati.

Pada kalimat pernyataan baris 312-313 dibangun dari kata

tuapa, -mo, komiu, namisi, -miu, umboo-mboore, i, nuncana,

koburu, dan miu. Akhiran –mo pada kata tuapamo (bagaimana)

mengekspresikan sebuah pertanyaan yang tegas serta

membayangkan adanya komunikator kepada komunikan. Kata

komiu artinya kalian, membayangkan adanya sejumlah manusia

yang tepat berada di depan. Namisi artinya perasaan (yang

dirasakan oleh hati). Miu kata pendek dari komiu yang menegaskan

makna perasaan (perasaa kalian). Kata umboo-mboore

merupakan kata kerja yang artinya adalah berhuni, tinggal, dan

menempati.93 Kata i dan nuncana membayangkan adanya sebuah

ruangan. Koburu berarti kuburan. Kata miu adalah kependekan

93 Umboo-mboore berasal dari kata umboore menempati, tinggal, dan

menghuni. Pengulangan pada kata kerja tersebut menjelaskan sebuah makna dalam waktu yang lama.

 

Page 241: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

226

dari komiu artinya kalian. Kalian di sini maksudnya adalah para

umat.

Kalimat pada baris 314-315 disusun dari kata sa- rango,

na, manga, incia, sittu, po-, tangisi, -mo, bari-baria, dan siitu.

Awalan sa- dan akhiran –na pada kata sarangona (setelah ia

mendengar) menejelaskan makna sudah. Kata tersebut

mengekspresikan seorang yang mendengar (adanya subjek). Kata

manga artinya mereka, pengganti dari umat. Incia masih

berhubungan dengan manga; dia.94 Kata siitu menunjuk dan

menegaskan kembali kata manga. Awalan po- dan akhiran –mo

pada kata potangisimo membayangkan adanya makna saling

(saling menangisi). Kata bari-baria menggambarkan jumlah yang

menangis lebih dari satu (banyak). Siitu artinya itu, menegaskan

kembali kata bari-baria.

Retoris kalimat pada baris 316-17 dibentuk dari kata

onabii, ta, safiili, umati, atangi, mo, duka, aoge-oge, inca, dan -na.

Kata onabii merupakan pernyataan: seorang Nabi. Akhiran -ta

menggambarkan adanya kita para pembaca (termasuk penulis).

Kata safiili dan umati merupakan kesatuan kata yang maknya

adalah penegasan dari pada kemulian yang disandang oleh Nabi

(pengayom umat). Kata atangi artinya menangis, membayangkan

94 Pengguna bahasa Wolio seringkali memakai kata incia pada kalimat

manga incia siitu yang artinya mereka itu. Makna harfah manga (mereka), incia (dia), dan yitu (itu). Memang, dalam bahas Indonesia, hanya dengan mamakai dua kata (manga siitu) sudah cukup menunjukkan kesempurnaan kalimat. Namun, dalam bahasa Wolio, jika hanya digunakan dua kata, justru tidak relevan.

 

Page 242: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

227

adanya seorang yang menangis. Akhiran –mo menegaskan bahwa

yang menangis adalah Nabi. Kata duka artinya juga

mengekspresikan adanya orang lain yang melakukan hal yang

sama (atangi). Kata kerja aoge-oge secara artinya adalah sejadi-

jadinya. Incana berarti hati yang berhubungan dengan perasaan.

Kalimat ini menegaskan bahwa Nabipun menangis sejadi-jadinya

setelah mendengar cerita nasib umatnya selama di alam kubur.

Pada kalimat pernyataan baris 318-319 dibangun dari kata

akama-kamata, manga, umati, -na, yitu, Osiitu, -mo, rou, -na,

kaasi, dan –na. Kata akama-kamata (perhatikan) merupakan kata

kerja berulang yang membayangkan adanya sebuah rasa

perhatian. Manga artinya mereka, jamak. Kata umati adalah

ekspresi dari makna manga. Akhiran –na kata ganti untuk

Muhammad saw. Yitu (itu) menegaskan kembali sosok

Muhammad. Akhiran –mo pada kata osiitumo berarti itulah;

penegasan yang menggambarkan perasaan (yang dirasakan) Nabi.

Kata rou secara stilistika bukanlah wajah melainkan tanda.

Akhiran –na mengekspresikan sosok Nabilah yang menyandang

sebuah tanda (rou). Kata kaasi merupakan sifat Nabi yang sangat

mengasihi umatnya; membayangkan ada golongan umat yang sulit

ditolong oleh Nabi.

16. Baris 320-331: Mengikuti Ajaran Nabi

Pada tema ini, MIK mengajak para pembaca kabanti bula

malino untuk menyadari kasih sayang Baginda Rasulullah Saw

terhadap umatnya. Kemudian diceritakan hal-hal yang membuat

 

Page 243: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

228

manusia tidak menuruti ajaran dan nasihat-nasihat Nabi yang

penuh dengan kemuliaan (kelebihan). Di satu sisi, MIK

mengintrospeksi dirinya dan pembaca agar senantiasa taat dan

takut kepada Allah Tuhan Semesta Alam. Di sisi lain, juga agar

umat senantiasa sabar atas segala bala dan bencana yang melanda

serta menyadari semua itu akibat dari kelalaian kita (manusia)

sendiri.

Cerita di tema ini juga merupakan anjuran untuk senantiasa

bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Tinggi. Pada diri-Nyalah

sumber nikmat yang banyak dan berlimpah. Kemudian dijelaskan

bahwa nikmat yang paling besar adalah nikmat Islam. Di mana

nikamt tersebut tidak ada tandingnya dibanding nikmat duniawi.

Pada kalimat baris 320-321 dibangun dari kata ee karoku,

fikiri, -a, mpuu-mpuu, okaasi, -na, tee, manga, umatina. Pada kata

ee karoku mengekspresikan seruan untuk diri MIK sendiri.

Akhiran –a pada kata kerja perintah fikiria membayangkan sosok

MIK mengingatkan dirinya. Mpuu-mpuu menunjukkan makna

ketelitian dan sungguh-sungguh. Kata okaasi menyebutkan sebuah

sifat kasih sayang. Jika dihubungkan dengan bait sebelumnya, sifat

okaasina tersebut sejalan dengan kisah Nabi Muhammad pada hari

kiamat seperti dikisahkan pada tema sebelumnya. Kata tee

membayangkan adanya hubungan; dengan. Kata manga artinya

mereka; jamak. Umati adalah umat manusia pengikut ajaran Nabi

Muhammad saw. Akhiran –na kata ganti untuk dia, maksudnya

adalah Nabi itu sendiri.

 

Page 244: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

229

Kalimat pada baris 322-323 dibentuk dari kata opea, baraa,

iinda, ituruaka, -mu, bee, uosea, i, apai, dan kasamea. Kata opea

merupakan bentuk pertanyaan yang membayangkan adanya

seseorang komunikator (orang ketiga; pengarang syair). Baraa

artinya adalah kiranya. Jika disatukan menjadi apakah kiranya.95

Kata indaa artinya tidak. Ituruaka berarti menuruti dan menaati,

menyatu dengan negatif iinda yang artinya tidak menuruti. Kata

pendek kamu (mu) membayangkan adanya seseorang atau manusia

yang tidak menuruti. Kata uosea adalah kata kerja yang berarti

mengikuti. Iapai memabayangkan adanya sesuatu yang diikuti

artinya apa saja (sebuah pernyataan). Kata kasamea artinya pesan:

secara sintaksis maksudnya adalah hadits Nabi. Kata tersebut

mengekspresikan apa yang diucapkan Nabi Muhammad Saw

hendak ditaati dan dituruti.

Metaforis kalimat pada baris 324-325 tersusun dari kata

kasamea, -na, nabii, -ta, mo-, labi, -na, ta-, patotapu, kaeka, -ta, i,

Opu, dan ta. Akhiran –na pada kata kasameana (pesan)

membayangkan adanya seorang sender (pengirim pesan). Kata

nabii menggambarkan sosok sender tersebut. Ta kependekan dari

kita, maksdunya adalah pembaca syair. Awalan mo- dan akhiran –

na pada kata molabina mengekspresikan sebuah keunggulan

artinya kelebihan (Nabi). Ta adalah kita manusia entah laki-laki

atau perempuan, entah pembaca maupun pendengar. Kata

patotapu artinya adalah menetapkan atau berpegang teguh. Kaeka

95 Dalam Wolio Dictionary ditulis, bara memiliki dua makna yaitu,

barat, musim barat dan barangkali, boleh jadi, kiranya, seandainya (Anceaux, 1987: 13).

 

Page 245: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

230

artinya rasa takut, rasa takut pada Allah SWT berkaitan dengan

takwa. Ta seperti dijelaskan di muka. I pada kalimat ini bermakna

pada (terhadap). Kata Oputa jika dihubungkan dengan kata

sebelumnya, mengekspresikan makna bahwa hanya kepada

Tuhanlah kita takut (bertakwa).

Pada baris 326-327 dibangun dari kata tee, ta-, sabara, i,

apaiaka, bala, tee, ta, rela, tee, malingu, kadalaa, dan –na. Kata

tee artinya juga; penghubung. Awalan ta- pada kata tasabara

membayangkan orang (orang-orang) yang berupaya untuk

menyabarkan dirinya. Kata i bermakna pada, menyatu dengan kata

apaika menggambarkan adanya beberapa hal (iyapaiaka) artinya

pada apa saja yang belum jelas wujudnya. Kata bala artinya

bencana yang merupakan objek yang dihindari dengan cara

bersabar. Tee menunjukkan makna selanjutnya. Kata ta-rela

membayangkan adanya orang (orang-orang) yang berupaya

merelakan sesuatu. Kata malingu artinya segalanya berjumlah

banyak. Awalan ka- dan akhiran –na pada kata kadalaana

bermkana cara Tuhan.96

Kalimat pada baris 328-329 dibentuk dari kata tee, ta-,

sikuru, i, Opu, -ta, mo-, malanga, -na, adawu, kita, ni’mati, dan

bari-bari. Kata tee menjelaskan adanya hubungan dengan kalimat

sebelumnya. Kata pendek ta- pada kata kerja tasikuru

96 Laniampe dalam Nasiha Muhammad Idrus Kaimuddin memaknai

kata kadalaana sebagai kelalaian (Laniampe: 51). Sementara menurut Anceaux dalam Wolio Dictionary, ka-dalaa-na berasal dari kata dala artinya jalan, bekas kaki, bekas roda, dan jejak (Anceaux, 1987: 28).

 

Page 246: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

231

membayangkan adanya beberapa orang sedang bersyukur. I Oputa

artinya pada Tuhan kita. Awalan mo- dan akhiran –na pada kata

momalangana (Maha Tinggi) sifat atau nama lain dari Allah Swt.

Kata kerja adawu membayangkan adanya seorang (yaitu Tuhan);

memberi. Kita merupaka manusia yang berhubungan dengan kata

adawu. Kata ni’mati merupakan pemberian berupa nikmat yang

dimaksud dari Tuhan kepada kita (manusia). Bari-bari artinya

yang banyak, menggambarkan jumlah nikmat yang diberi. Kalimat

tersebut menjelaskan betapa banyaknya nikmat Allah Swt yang

diberikan untuk hamba-Nya.

Retoris kalimat pada baris 330-331 tersusun dari kata mo-,

maoge, -na, ni’mati, Isilamu, ni’mati, -na, atopene, kabari, dan na.

Awalan mo- dan akhiran –na pada kata momaogena menegaskan

bentuk (ukuran besar) sesuatu. Kata ni’mati (nikmat) adalah yang

dimaksud dengan momaogena (yang besar). Isilamu berkorelasi

dengan ni’mati, maksudnya adalah nikmat Islam. Akhiran –na

pada kata ni’matina menyebutkan nimkmat Islam tersebut. Kata

atopene artinya besar atau luar biasa yang mengekspresikan

ukuran nikmat Islam. Akhiran –na pada kata kabarina

menjelaskan bahwa nikmat yang paling mulia adalah nikmat

Islam.

17. Baris 332-382: Perjalanan Kehidupan

Pada bait tersebut, MIK menasihati dirinya mengenai

kematian. Penulis kabanti menganaoligakan kehidupan dunia

menuju kematian ibarat melakukan perjalanan berlayar di tengah

 

Page 247: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

232

samudera. Kata MIK, dalam pelayaran aka ada angin kencang yang

menerpa kapal. Oleh itu, sebaiknya kita menyiapkan segalanya

untuk menghadapi segala problematika yang muncul pada saat

berlayar dengan sekali perjalanan. Diceritakan bagaimana

keberanian dalam berlayar menggambarkan keberanian seorang

hamba menghadapi kematian.

MIK menggambarkan tiang perahu dikuatkan dengan rasa

takut (khauf). Layarnya bentangkan dengan kepribadian yang

selalu mengharapkan keridhoaan Allah (rajaa). Kemudian pada

layarnya yang depan pasangkan tawadhu (sifat rendah hati).

Pendayungnya adalah para Musyahid. Kelengkapan temalinya

adalah riyadat. Pengikatnya adalah kinaat. Hati yang ikhlas

sebagai penentu arah tujuannya. Al-Qur’an dan al-Hadtis sebagai

kompasnya. Bendera kapal dipasangkan zuhud dan umbul-

umbulnya (fandel) zikir beserta tasbih. Juru batunya syar’i yang

zahir. Juru mudinya adalah ilmu kebatinan. Penimbah air dari

perahu bagai diperintah oleh seorang guru. Nahkodanya adalah

hidayah dari Tuhan.

Apabila semua persiapan berlayar tersebut telah terpenuhi

dengan baik, bertawakallah kepada Allah SWT. Kapan angin laut

sudah memungkinkan untuk memulai pelayaran maka siapkanlah

haluan kapal. Lupakanlah (putuskan hubungan dengan) negeri

tempat tinggalmu teramasuk semua kerabat serta keluarga beserta

isi rumahmu. Mulailah dengan keputusan yang lebih mulia.

Berzikirlah mengucap Laa Ilaaha Illallah. Jika selama berlayar

setan datang mengganggu, janganlah pesimis, optimislah dan

 

Page 248: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

233

teruslah pada haluan. Itulah angin topan yang bakal membuat kapal

terombang-ambing hingga pecah. Itu akan menjadi kerugian di

hari kiamat nanti, yaitu su’ul khatimah. Jika akhir hayat buruk,

maka terlepaslah seorang hamba dari golongan umat Muhammad

Saw yang sudah menyalahi hakikatnya seorang Muslim.

Kemudian, MIK menegaskan kembali agar menetapkan

hatinya serta membiarkan jiwanya berkiblat pada zat-Nya seraya

berharap pada akhir hayatnya tergolong sebagai orang yang husnul

khatimah.

Kalimat pada baris 332-333 dibentuk dari kata ee, karoku,

mate, pada, aumba, -mo, ngalu, hela, padaaka, atumpu, dan –mo.

Pada kata karoku membayangkan adanya dua zat yaitu karo dan

aku (jiwa dan jasad). Kata mate artinya kematian yang merupakan

peristiwa terpisahnya ruh dari jasad. Pada mengandung makna

masa mendatang. Akhiran –mo pada kata aumbamo (akan tiba)

mengaskan tibanya waktu kematian. Kata ngalu artinya angin,

bermakna tanda-tanda berlayar, menyatu dengan kata hela;

menarik (ngalu hela) yang secara sintaksis artinya berlayar. Kata

padaaka satu arti dengan padaa di atas. Kata tersebut

menganalogikan kematian dengan ngalu hela (berlayar). Akhiran

–mo pada kata atumpumo menggambarkan tentang waktu (tiba

masa).97

97 Pada baris 333 merupakan analogi dari kalimat pada baris 333 yaitu

mate; ngalu hela pada; padaaka, aumbamo; atumpumo.

 

Page 249: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

234

Kalimat pada baris 334-335 dibentuk dari kata pamondo,

wakutu, -na, hela, kasangka, -na, sawika, -mu, pentaa, -ka,

wakutu, -na, hela, dan –mu. Pada kata pamondo (selesaikan)

menggambarkan seorang sedang bergegas melakukan sesuatu.

Akhiran –na pada kata wakutuna (waktunya) yang menyatu

dengan kata hela mengekspresikan makna waktu berlayar.

Akhiran –na pada kata kasangkaana menegaskan sebuah

perlengkapan. Sawika berarti tumpangan; kapal. Mu adalah kata

ganti dari kamu (pembaca kabanti). Akhiran –ka pada kata

pentaaka bermkana menantikan sesuatu. Kata wakutu dan akhiran

–na menjelaskan sebuah waktu yang dinantikan tersebut. Hela

seperti dijelaskan di muka, makna stilistikanya berlayar. Mu

adalah kata pendek dari kamu.

Metaforis kalimat pada baris 336-337 tersusun dari kata

mate, -mo, yitu, hela, iinda, mo-, bancule, osiitu, -mo, bose, mo-,

satotu, dan –na. Akhiran –mo pada kata matemo menegaskan

tentang kematian. Kata yitu artinya itu, maksudnya adalah

kematian. Kata hela (berlayar; tarik) analogi dari mate (kematian).

Iinda artinya tidak, terhubung dengan kata hela. Awalan mo-

dalam kata mobancule mengambarkan sebuah pelayaran yang

tidak pernah kembali lagi. Akhiran mo- pada kata osiitumo

menunjukkan secara tegas makna hela (berlayar). Kata bose

artinya mendayung, membayangkan adanya seorang yang sedang

mendayung. Awalan mo- dan akhiran –na pada kata mosatotuna

(yang hakiki) menjelaskan bahwa berlayar yang hakiki itu adalah

kematian.

 

Page 250: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

235

Pada baris 338-339 dibangun dari kata iinda, -mo, ambuli,

paimia, mo-, lingka, -na, mo-, porope, -na, i, dala, incia, dan siitu.

Akhiran –mo pada kata iindamo (tidal bakal) menegaskan tentang

hela (mate). Kata ambuli artinya pulang atau kembali. Paimia

berarti siapa yang, maknanya menunjuk pada seluruh manusia.

Awalan mo- dan akhiran –na pada kata molingkana (yang telah

pergi) mengekspresikan manusia pergi ke sebuah tempat yaitu hela

(mate). Awalan mo- dan akhiran –na pada kata moporopena

artinya menuju, maksudnya adalah pelayaran yang telah bertolak

dan mengarah pada tujuannya. Kata i berarti di dan dala berarti

dala menggambarkan sebuah tujuan yang makna sintaksisnya

kembali kepada jalur mate (kematian). Siitu berarti itu, menunjuk

pada dala atau mate.98

Kalimat pada baris 340-341 dibentuk dari kata mate, -mo,

yitu, intaa, -na, aalimu, itoku-toku, -na, paimia, dan salihi.

Akhiran –mo pada kata matemo mengandung makna penegasan

kematian. Kata yitu (itu) kata ganti dari kematian. Akhiran –na

pada kata intaana mengekspresikan upaya menunggu. Kata aalimu

berarti orang-orang alim yang berupaya menunggu sesuatu yaitu

mate (matemo). Akhiran –na pada kata kerja itoku-tokuna berarti

diharap-harapkan. Secara stilistika, makna toku adalah

menunggu.99 Kata paimia membayangkan adanya sejumlah

98 Penulis memaknai kata dala sebagai mate (kematian). Sebab, sebuah

jalan yang di mana manusia tidak akan bisa kembali ke belakang, sangat lekat dengan makna kematian. Sehingga, diksi pada kalimat ini menurut penulis, dala artinya adalah kematian.

99 Anceaux, 1987: 182.

 

Page 251: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

236

manusia dan kata salihi artinya orang saleh. Retoris kalimat

tersebut menjelaskan bahwa kematian bagi orang-orang salih

bukan hal yang menakutkan.

Narasi kalimat pada baris 342-343 tersusun dari kata

kasawika, mo-, topene, -na, kalape, oimani, tasdiiki, mo-, dan

matangka. Pada kata kasawika berarti tumpangan,

menggambarkan sebuah kapal. Awalan mo- dan akhiran –na pada

kata motopenena mengekspresikan keunggulan yang sangat pada

kasawika. Kata kalape artinya baik, menjelaskan bahwa

keunggulan sawika sangat luar biasa bagusnya. Kata oimani

artinya adalah sebuah iman, yang mengekspresikan status sawika,

sementara tasdiiki maknanya kejujuran; keduanya merupakan

maksud dari motpenena kalape. Kata matangka menegaskan

tasdiiki (kepercayaan) harus kuat. Kalimat tersebut

menginterpretasikan bahwa kapal yang paling baik adalah dengan

keimanan serta keyakinan yang kuat.

Pernyataan pada baris 344-345 dibangun dari kata

kokombu, -na, alakea, haufu, pangaawa, -na, bakea, -kea, rijaa.

Kata kokombu artinya tiang pada kapal. Akhiran -na kata ganti dari

kapal. Alakea adalah kata kerja perintah artinya ambilkan sesuatu.

Haufu (khauf) adalah yang dimaksud dari ambilkan, artinya rasa

takut dijadikan sebagai tiang kapal. Pada kata pangaawana

(layarnya) membayangkan jenis kapal tradisional. Akhiran -kea

pada kata bakea mengekspresikan bahwa yang dibentangkan

adalah layar. Kata rijaa artinya raja yaitu hanya berharap

keridhaan Allah Swt. Metaforis dari kalimat ini adalah penegasan

 

Page 252: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

237

kepada umat manusia agar menyiapkan diri sebelum datangnya

kematian.

Kalimat pada baris 346-347 dibentuk dari kata tawadhu’,

betao, kapabelo, -na, mosaahida, betao, parabose, dan -na. Kata

tawadhu’ diadopsi dari bahasa Arab yang berarti rendah hati.

Betao artinya untuk, dan pada kata kapabelo merupakan sebuah

alat yang digunakan untuk membelokkan kendaraan. Akhiran -na

menegaskan bahwa yang dibelokkan adalah kapal. Kata

mosaahida artinya para musyahid, membayangkan seorang yang

syahid. Betao artinya telah dijelaskan di muka (untuk). Kata

parabosena artinya para pendayung kapal, membayangkan

sejumlah orang yang bertugas sebagai pendayung. Maksud dari

kalimat tersebut bahwa layar kapal diibaratkan tawadhu dan para

pendayung kapal diiabartkan mereka sedang berjihad di jalan

Allah Swt.

Retoris kalimat pada baris 348-349 tersusun dari kata

riyadhati, kamondo, -na, rabuta, -na, kina’ati, kasangka, -na,

kaboke, -na. Pada kata riyaadhati diadopsi dari bahasa Arab yaitu

riyaadhotu, artinya menempa diri; menginstropeksi diri

(muhasabah). Kata kamondona aritinya kelengkapan pada kapal.

Rabuta artinya temali atau tali; berhubungan dengan kata

kamondo. Pada kata kina’ati juga diadopsi dari bahasa Arab yaitu

qonaa’ah yang artinya adalah mersa cukup dari apa yang telah

dikaruniakan Allah Swt. Kata kasangka adalah sebuatan lain dari

kamondona artinya pelengkap atau kelengkapan. Akhiran -na

maksudnya adalah kapal. Kata kaboke berarti pengikat yang

 

Page 253: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

238

membayangkan adanya tali. Makna metafora dari kalimat ini

menyebutkan analogi beberapa bagian kapal dengan amal saleh

yang harus dimiliki seorang hamba.

Pada baris 350-351 dibangun dari kata uli, -na, yitu, mo-,

patoto, -na, porope, oihilasi, toto, -na, yinca, dan mangkilo. Kata

uli-na menegaskan seorang kemudi kapal. Kata yitu (itu)

menunjuka pada kemudi kapal. Awalan mo- dan akhiran –na pada

kata mopatotona (yang menentukan) mengekspresikan tugas dari

seorang uli (kemudi) sebagai penentu jalannya kapal. Kata porope

artinya arah tujuan yang mana ditentukan oleh sang kemudi kapal.

Awalan o- pada kata oihilasi (sebuah ikhlas) menegaskan bahwa

sang kemudi harus menyandang sifat keikhlasan. Toto-na artinya

status atau kedudukan dari kata ihilasi. Kata inca berarti hati;

perasaan manusia. Kata mangkilo menyatu dengan kata yinca

yaitu hati yang bersih. Interpretasi dari kalimat tersebut adalah,

sang pengemudi (kemudi) kapal hati yang bersih dan ikhlas sebab

dia yang menentukan ke mana arah tujuan berlayar.

Kalimat pada baris 352-353 dibentuk dari kata opadoma, -

na, mosusaka, -na, dala, okuru’ani, tee, hadisi, -na, dan Nabii.

Kata opadoma dimaknai sebuah kompas. Akhiran –na adalah kata

ganti dari kapal. Awalan mo- dan akhiran –na pada kata

mosusuakana (penunjuk); fungsi dari kompas. Kata dala berarti

jalan, maksudnya adalah arah. Kata okuru’ani (al-Qur’an)

analaogi dari padoma (kompas). Tee menunjukkan makna dengan

atau dan. Kata hadisi artinya hadis atau sunah Rasul, dan kata

Nabii (Nabi) menegaskhadis Hadits Nabi. Metaforis kalimat ini

 

Page 254: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

239

menjelaskan bahwa dalam kehidupan hendaknya manusia

berpegang teguh pada keduanya (Qur’an dan Hadis) sebagai

penunjuk arah.

Narasi pada baris 354-355 tersusun dari kata obenderai, -

na, sulaake-a, zuhudu, tombi-tombi, -na, zikiri, tee, dan tasubehe.

Pada kata obendera (bendera) terdapat awalan o- yang

menegaskan makna sebuah. Akhiran –na maksudnya adalah kapal

(bendera kapal). Sulaakea adalah kata kerja perintah yang berarti

topangkan; menopangkan bendera. Kata zuhudu diadopsi dari

bahasa Arab yaitu zuhud yang artinya adalah sifat berpaling dan

meninggalkan sesuatu yang bersifat material atau kemewahan

duniawi dengan mengharap dan menginginkan sesuatu wujud yang

lebih baik dan bersifat spiritual atau kebahagiaan akhirat. Kata

tombi-tombi artinya bendera; umbul-umbul; fandel.100 Akhiran –

na mengekspresikan makna kapal. Kesatuan kata zikiri tee

tasubehe maknanya adalah zikir dan tasbih. Interpretasi dari

kalimat tersebut bahwa kibarkan zuhud sebagai bendera kapal

beserta zikir dan tasbih sebagai sebagai bendera umbul-umbulnya.

Kalimat pada baris 356-357 dibangun dari kata juru,

batuna, syara’i, zaahiri, juru, mudina, ilimu, dan baatini. Pada

kata juru dan batu merupakan kesatuan kata yaitu jurubatu. Dalam

kapal tradisional istilah jurubatu (juru batu) bertugas di depan

100 Kata tombi-tombi berasal dari kata tombi artinya bendera umbul-

umbul. Karena diksi yang digunakan MIK adalah kata yang berulang maka ia membayangkan jumlah umbul-umbul lebih dari satu.

 

Page 255: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

240

kapal untuk memantau arah jalannya kapal.101 Kata syara’i

diadopsi dari bahasa Arab yaitu syaraa’i jamak dari syariat. Zahiri

adalah zahir, kata yang menyatu dengan syaraa’i (syaraa’i zahiri)

yang familiar dengan sebutan zahir syari’at.102 Kemampuan ilmu

zahir pada seorang juru batu akan membantu dalam melaksanakan

tugasnya dengan sempurna. Zahir syariat Juru dan mudi

merupakan kesatuan kata (jurumudi) yang mengekspresikan

pemegang kendali (kemudi) di bagian belakang kapal.103 Maksud

dari ilmu baatini adalah ilmu batin yang juga disebut sebagai ilmu

makrifat. Batin lebih peka terhadap isyarat alama seperti jika akan

terjadi bencana atau kejadian masa depan di sekitarnya.104 Ilmu

batin mampu menjadikan juru mudi selalu berfirasat baik. Kalimat

tersebut menginterpretasikan bahwa, seorang juru batu harus

memiliki zahir syariat. Begitu juga pada seorang juru mudi, harus

menyandang ilmu batin.

101 Masyarakat Buton memaknai jurubatu sebgai mojaganina rope;

yang menjaga kapal di bagian depan; petugas bagian luar depan kapal. Tugasnya adalah untuk memastikan keselamatan kapal dari benturan batu karang dan kemungkinan menabrak kapal lain. Selain itu, jurubatu juga bertugas untuk memantau rute agar tidak salah arah.

102 Zahir syariat merupakan ilmu zahir yaitu tentang perintah dan larangan serta hukum-hukum. Zahir secara terminologi berhubungan dengan yang nyata atau terlihat. Sehingga, zahir lebih fokus terhadap pandangan mata (bukan mata batin), sebab manusia memiliki keduanya zahir dan batin.

103 Jurumudi bertugas untuk mengemudikan kapal. Di mana dia selalu berkonfirmasi dengan jurubatu jika ingin membelokkan layar kapal. Bahkan, sesekali jurumudi diperintah oleh jurubatu untuk memutar balik arah.

104 Chy Rohmanah menulis, bahwa ilmu tersebut mempelajari bagaimana mengubah batin agar lebih dekat dengan Allah SWT hingga mendapatkan ketenangan serta membangkitkan hal positif dalam diri manusia. Tujuannya adalah untuk menguatkan iman agar lebih yakin terhadap kehadiran Tuhan serta menjadikan-Nya tuntunan kehidupan (blogging.co.id/ilmu-kebatinan. diakses pada 25-08-2014).

 

Page 256: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

241

Kalimat pada baris 358-359 dibentuk dari kata mo-,

polume, -na, madadi, mina, i, guru, anakoda, -na, hidayati, -na,

dan Opu. Mopolumena dari kata lume artinya menimbah;

mengeluarkan air dari dalam kapal. Kata madadi dari kata dadi

artinya orang mengkuti perintah. Mina artinya dari berkaitan

dengan kata guru artinya dari guru. Akhiran –na pada kata

anakodana mengekspresikan seorang nakhoda atau kapten kapal.

Kata hidayati diadopsi dari bahasa Arab artinya hidayah, dan

akhiran –na merupakan pernyataan untuk kata Opu (Tuhan).

Interpretasi dari kalimat tersebut adalah, seorang yang

mengeluarkan air dari dalam kapal harus patuh dan taat

menjalankan pekerjaannya dengan baik.

Narasi pada baris 360-361 tersusun dari kata asangkaa, -

ka, ka-mondo, -na, hela, yitu, tawakala, -mo, poaro, -mu, i, Opu,

dan –mu. Pada kata asangkaa artinya sempurna. Akhiran –ka kata

pendek dari jika yang bermakna sudah. Awalan ka- pada kata

kamondo menggambarkan sebuah kelengkapan (kesiapan).

Akhiran –na mengekspresikan kata hela yaitu kapal (berlayar).

Kata yitu artinya itu, menegaskan kata hela atau berlayar. Kata

tawakala diadopsi dari bahasa Arab artinya tawakal atau berserah

diri. Akhiran –mo bermakna penegasan pada kata tawakala. Kata

poaro berasasl dari kata aro artinya hadap, awalan po- berfungsi

pada awalan kata kerja sehingga, poaro menjelaskan sebuah arah

tujuan yang lurus (menghadap) ke depan. Akhiran –mu kata

pendek dari kamu. Kata i bermakna kepada, Opu-mu (Opumu)

menegaskan sosok Tuhan kepada seseorang. Metaforis dari

 

Page 257: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

242

kalimat tersebut adalah, manusia harus menyiapkan bekal diri

menuju kematian.

Pernyataan pada baris 362-363 dibangun dari kata adikaa,

-ka, ngalu, ihelaaka, -mu, patoto, mea, porope, -na, bangka, dan

yitu. Kata adikaa di sini maknanya bukan menyimpan, tetapi

diartikan telah siap. Akhiran –ka seperti dijelaskan di atas artinya

jika. Kata ngalu artinya angin, karena terdapat pada pembahasan

kapal, maka angina dimaknai sebagai dimulainya pelayaran.105

Awalan i- dan akhiran –ka pada kata ihelaakamu menegaskan

makna berlayarmu. Kata patoto dan mea mengekspresikan makna

perintah artinya luruskanlah. Porope berarti haluan, menegaskan

bahwa kapal siap berlayar. Akhiran –na adalah kata ganti untuk

persona (tunggal). Kata Bangka artinya perahu (kapal). Yitu berarti

itu (yang di sana). Interpretasi dari kalimat tersebut menegaskan

bahwa jika telah sesuai angin laut dengan arah tujuan berlayarmu,

maka luruskanlah haluan kapal pertanda siap untuk berlayar.

Kalimat pada baris 364-365 dibentuk dari kata botu-ki,

mea, lipu, mbooresa, musiraha, -mu, tee, anto, -na, banua, dan –

mu. Akhiran –i-mea pada kata botukimea merupakan kata perintah

yang artinya adalah putuskanlah. Kata lipu berarti negeri atau

kampung. Pada konteks ini, lipu berarti dunia. Kata mbooresa

membayangkan adanya tempat tinggal, yang dihuni, tempat

manusia berpopulasi. Musiraha artinya kenalan, teman, dan orang

105 Kapal yang diceritakan dalam syair adalah kapal layar. Kata angin

sangat relevan dengan fungsi kapal layar. Jika arah angin laut sudah bagus dan sesuai dengan arah tujuan berlayar, maka bersipalah untuk berlayar.

 

Page 258: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

243

lain entah laki-laki atau perempuan. Akhiran –mu kata pendek dari

ingko (kamu) entah laki-laki atau perempuan. Kata tee artinya

juga; dan. Anto artinya isi dan akhiran –na artinya nya,

mengekspresikan isi sesuatu. Akhiran –mu pada kata banuamu

menegaskan pada pembaca (isi) rumahmu. Kalimat tersebut

menjelaskan bahwa kematian segera memutuskan atau

memisahkan diri dengan kampung (kehidupan dunia), termasuk

para kolega serta isi dalam rumah.106

Retoris kalimat pada baris 366-367 tersusun dari kata

pepuu, mea, kambotu, mo-, topene, -na, zikrillahu, laa, ilaaha, illa,

Allah. Pada kata pepu artinya mulai dihubungkan dengan kata mea

sebagai akhiran kata kerja perintah yaitu mulailah. Kata kambotu

berarti keputusan. Awalan mo- dan akhiran –na pada kata

motopenena mengekspresikan bahwa kambotu (keputusan)

tersebut harus topene (konsisten; tidak mudah berubah). Kata

zikirillahu menegaskan makna berzikir atas Nama Allah Swt. Kata

laa, ilaaha, Illa, dan Allah merupakan kesatuan kalimat tentang

ucapan zikir yang artinya tiada Tuhan Selain Allah. Interpretasi

pada kalimat tersebut menegaskan untuk mengambil keputusan

yang tetap saat hendak melakukan pelayaran dengan didasari lafaz

Laa Ilaaha.

Kalimat pada baris 368-369 dibangun dari kata nee, akawa,

-ko, garura, -na, seetani, tangaasana, dangia, -po, dan uhela.

106 Begitupun saat berlayar, kematian membayangkan sebuah kejadian

terpisahnya manusia dengan pulau tempat tinggal, rekan-rekan, dan keluarga serta semua isi di dalam rumah.

 

Page 259: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

244

Awalan nee- dan akhirna –ko pada kata neakawako menegaskan

peringatan adanya sesuatu yang menghampiri. Akhiran –ko adalah

kata ganti ingko sebagai objek. Kata garura artinya gangguan;

bisikan. Akhiran –na mengekspresikan adanya sesuatu yang

membawa gangguan tersebut. Kata seetani artinya setan, subjek.

Kata tangaasana artinya di tengah atau sementara yang

membayangkan adanya aktifitas. Akhiran –po pada kata dangiapo

lekat artinya dengan tangaasana yaitu sedang melakukan sesuatu.

Uhela adalah kata kerja aktif artinya adalah sedang berlayar.

Kalimat tersebut menceritakan bahwa setan akan mengganggu dan

membisikan sesuatu yang menjerumuskan umat manusia.

Kalimat pada baris 370-371 dibentuk dari kata patoto, -

mea, porope, -na, bangka, yitu, pangaawa, -na, boli, utaurake, dan

-a. Akhiran –mea pada kata patotomea merupakan kata perintah

berkaitan dengan pernyataan pada baris sebelumnya. Kata porope

artinya haluan dan –na makasudnya kapal (haluan kapal). Kata

bangka artinya perahu dari kayu, berhubungan dengan kata

poropena. Yitu menegaskan kembali kata poropena bangka. Pada

kata pangaawa artinya layar, menggambarkan kapal layar.

Akhiran –na menunjuk pada kapal. Kata boli merupakan larangan,

artinya jangan. Kata taurakea artinya adalah menurunkan.107

Akhiran –a mengekspresikan sebuah pangaawa (layar).

Interpretasi dari kalimat tersebut bahwa, jika setan mulai

107 Taurakea berasal dari kata tauraka lekat dengan tauaka artinya

menurunkan untuk. Dalam Wolio Dictionary, arti kata dari tauraka adalah; menurunkan, menaruh, menempatkan, meninggalkan (juga warisan), dan mas kawin atau mahar (Anceaux, 1987: 179).

 

Page 260: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

245

menghasud di waktu berlayar, jangan sekali-kali kita menyerah

atau kalah dari muslihat setan apalgi sampai memutuskan untuk

menurunkan layar sebagai tanda menyerah.

Metaforis kalimat pada baris 372-373 tersusun dari kata

osiitu, -mo, uso, i, mapasaa, -ka, nee, atosala, porope, -na, bangka,

dan yitu. Akhiran –mo pada kata osiitumo menggambarkan makna

penegasan yang artinya itulah. Kata uso artinya badai (angina

rebut). Awalan i dan akhiran –a pada kata imapasaaka

mengekspresikan efek dari badai artinya mampu memecahkan

sesuatu. Maksud dari badai pada kalimat tersebut adalah gangguan

dan bisikan setan. Pada kata neatosala artinya jika salah haluan,

melekat dengan kata poropena yang berarti haluan kapal. Kedua

kata tersbut membayangkan adanya kemungkinan menurunkan

layar (tergoda oleh bisikan setan) sehingga haluan berubah. Kata

bangka dan yitu artinya kapal tersebut. Sehingga, maksud dari

kalimat tersebut bahwa, godaan setan diibaratkan badai yang

menerpa kapal.

Pada kalimat pernyataan baris 374-375 dibangun dari kata

amapasaa, -ka, bangka, incia, siitu, too, karugi, -mu, naile, muri-

muri, dan na. Akhiran –ka pada kata amapasaaka mengandung

makna jika telah yang artinya jika telah pecah. Bangka adalah

yang dimaksud telah pecah artinya kapal. Kata incia menyatu

dengan siitu, artinya yang itu (menunjuk sebuah kapal). Awalan

to- dan akhiran –mu pada kata tokarugimu mengekspresikan

makna kerugian jika kapal mulai pecah (oleh godaan setan). Kata

naile artinya besok, berkorelasi dengan kata muri-murina yang

 

Page 261: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

246

menggambarkan makna hari kiamat. Kalimat tersebut

menginterpretasikan bahwa, kapal pecah oleh godaan setan

tersebut dianalogikan sebagai keberhasilan setan mengelabui

manusia. Sehingga, di hari akhir nanti hanya ada rasa penyesalan

yang tidak ada lagi artinya.

Kalimat pada baris 376-377 dibentuk dari kata osiitu, -mo,

kampadaa, mo, madaki, isarongi, -mo, suu’ul, dan haatimah.

Akhiran –mo pada kata osiitumo menggambarkan makna

penegasan yang artinya itulah. Kata kampadaa adalah gabungan

dari dua kata yaitu kaa dan padaa. Kata ka- di sini merupakan

awalan kata kerja yang dihubungkan dengan kata padaa (habis)

menjadi penghabisan. Penghabisan yang dimaksud adalah

kematian. Awalan mo- merupakan kata kerja untuk membuat

parsitip aktif terhubung dengan kata madaki sehingga menegaskan

sebuah penghabisan yang buruk. Pada kata isaro-ngi artinya yang

dinamakan.108 Kata suu’ul haatimah diadopsi dari bahasa Arab.

Kalimat pada baris ini menegaskan bahwa bagi siapa yang tidak

istikamah pada tujuan hidup maka dia akan berakhir dengan su’ul

khatimah.

Retoris kalimat pada baris 378-379 tersusun dari kata

alapa, -mo, be-, umati, -na, Nabii, asala, mea, millati, dan isilamu.

Akihran –mo pada kata alapamo mengesakan adanya sesuatu yang

terlepas. Kata umatina maksudnya adalah umat manusia. Kata

Nabii menegaskan bahwa umatina adalah umat Nabi Muhammad

108 Akhiran –i dan akhiran ngi memiliki makna yang sama, berfungsi

sebagai akhiran kata kerja transitif (Anceaux, 1987: 44).

 

Page 262: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

247

Saw. Kata asala berarti menyalahi, terhubung dengan kata mea

yang mengisyaratkan sesuatu (menyalahi sesuatu). Isilamu adalah

agama Islam. Makna kalimat tersebut adalah, jika kematian

seseorang su’ul maka ia dikategorikan telah lepas dari golongan

umat Nabi Muhammad Saw, sebab telah menyalahi aturan Islam.

Pernyataan pada baris 380-381 dibangun dari kata ee,

waopu, pa-, tumpu, -a, inca, -ku, opoaro, -ku, kutonto, maka, zatu,

dan –Mu. Kata ee merupaka seruan artinya wahai. Waopu atau Opu

artinya adalah Tuhan; Sang Pencipta. Kata wa disebabkan adanya

kata ee di depan Opu.109 Awalan pa- dan akhiran –a pada kata

patumpua membayangkan adanya permintaan seorang hamba pada

Tuhannya artinya tetakanlah. Kata inca-ku artinya hatiku

bermakna iman. Kata opoaro (arah hadap) maksdunya adalah

kiblat yang terhubung dengan kata ganti dari yaku (aku) yaitu -ku.

Kutonto (kusaksikan) membayangkan adanya seseorang sedang

menyaksikan sesuatu. Kata maka, seperti kata –aka, kutontomaka;

kutontoaka. Akhiran –a dan –ka dua akhiran yang sering

didapatkan pada akhiran kata kerja, ia menjelaskan makna agar

dan supaya. Akhiran –Mu pada kata zatMu mengekspresikan zat

Allah SWT. Kalimat tersebut menggambarkan permohonan

seorang hamba pada Tuhannya agar ditetapkan imannya dan kelak

memberinya kesempatan berhadapan langsung dengan-Nya untuk

menyaksikan zat-Nya.

109 Pemakaian kata wa pada Opu dalam bahasa Wolio seperti kata Allah

yang menggunakan kata yaa dalam bahasa Arab (یا ربي).

 

Page 263: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

248

Narasi baris 382-383 tersusun dari kata tee, iimani, mo-,

topene, -na, karosa, ka-, pupu, -a, -ku, tee, husnul, dan hatima.

Kata tee (juga) menunjukkan sebuah hubungan dengan kalimat

sebelumnya. Iimani berarti iman yang meyakini ketauhidan Allah

SWT serta memahami Rukun Iman. Awalan mo- dan akhiran –na

pada kata motopenena (yang kuat/tingkat atas) menegaskan makna

iman yang kuat. Kata karosa berasal dari kata karo dan sii (diri dan

ini). Awalan ka- dan akhiran –a-ku pada kata kapupuaku

mengekspresikan sebuah akhir dari kehidupan (kematian) artinya

penghabisan. Kata tee artinya juga, terhubung dengan husnul

hatima, kata yang diadopsi dari bahasa Arab. Kalimat tersebut

adalah permohonan seorang hamba (lanjutan dari kalimat

sebelumnya) pada Tuhan agar dikaruniai keimanan yang dan di

akhir hayatnya menjadi hamba yang husnul khatimah.

D. Kabanti Sebagai Tradisi Lisan

Pada bagian ini akan diuraikan sekilas tentang penciptaan

kabanti secara teks, konteks, dan fungsi.

1. Teks Kabanti

Dua hal yang ditemukan dalam penciptaan teks kabanti

Bula Malino. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah larik

dalam kabanti jenis agama seperti Bula Malino tidak terbagi

menjadi dua atau empat larik selayaknya teks kabanti yang diiringi

alat musik.110 Larik pertama sampai akhir merupakan satu

110 Asrif, Tradisi Lisan Kabanti: Teks, Konteks, dan Fungsi, Disertasi

(FIB UI: 2015), h. 243.

 

Page 264: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

249

kesatuan yang padu. Pada penyampainnya hanya dipisahkan oleh

nada langgam yang berhenti pada baris ke empat lalu diulang

kembali di baris berikutnya dengan nada yang sama. Karena itu,

riset di lapangan mengatakan bahwa kabanti jenis agama ini terdiri

dari empat baris dalam satu bait. Berikut bait kabanti Bula Malino

baris satu sampai baris empat) berdasarkan sekali nada bacaan

langgam.

Bismillahi kasi karoku si Alhamdu padaka kumatemo Kajanjinamo yoputa momakana Yapekamate Bari-baria batua

Dengan nama Tuhan Kasihan diriku Segala puji kelak aku akan mati Sudah takdir Tuhan yang Makah Kuasa Mematikan semua hamba

Bait yang terdiri empat larik tersebut terdiri dari tiga belas

(13) suku kata. Berturut-turut pada bait berikutnya tidak lebih dari

tiga belas (13) suku kata dan tidak kurang dari dua belas (suku

kata).

Bula Malino saling memiliki hubungan tiap larik dengan

larik lainnya begitu pula bait satu dengan bait lainnya. Hubungan

itu dapat diidentifikasi dari kaitan makna tiap larik dan bait.

Pengkajian hubungan larik dan bait ini bertujuan untuk

mengungkap makna apa yang ingin disampaikan si pengarang

kepada pembaca. Adapun mengenai rentang waktu kabanti

dipertunjukkan membutuhkan waktu kurang lebih tiga puluh (30)

menit. Sementara mengenai berapa waktu yang dibutuhkan si

 

Page 265: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

250

pengarang menulis kabanti tidak dapat diperkirakan layaknya

waktu pembacaan.

Formula kabanti berkenaan dengan aksara Arab pada

tulisan kabanti, sebenarnya secara keseluruhan, aksara yang

ditemukan dalam manuskrip mempunyai dua sumber, yaitu India

dan Arab, meliputi kurun waktu abad ke-9 sampai abad ke-20.

Kedua sumber tersebut tersebar ke Sumatera, Jawa, Kalimantan,

Madura, Bali, Sulawesi, dan Maluku. Hadirnya teknologi

percetakan yang disebarluaskan dengan cara pendidikan formal

bersama kedatangan bangsa Eropa dan terutama kekuasaan

pemerintah kolonial memberi pukulan telak kepada kehidupan seni

tulis tangan.111

Menurut Almujazi dan Suhura, pertunjukan kabanti

jenis agama ini berbededa dengan kabanti jenis syair

percintaan muda mudi. Mula-mula pertunjukkan kabanti

adalah di ruang-ruang tertutup dan menjadi bacaan pribadi

seseorang yang hendak melakukan muhasabah di malam

hari. Berdasarkan tradisi lisan masyarakat Buton, beberapa

tahun sesudah pencipta-pencipta kabanti wafat, barulah

111 Tidak semua komunitas manusia memerlukan aksara atau tulisan,

kata Ong, bahasa hakikatnya adalah lisani (oral). Itu terbukti dalam penelitian bahwa di antara puluhan ribu bahasa yang pernah digunakan di dunia hanya sekitar 106 yang memiliki sistem tulisan yang menghasilkan kepustakaan. Artinya, sebagian besar tidak mengenal tulisan (Ong, 1980:7). Kemduian, di antara kurang lebih 3000 bahasa yang kini hidup hanya kira-kira 78 yang mempunyai kesusastraan tertulis. Sehingga, dari tempat-tempat rekayasa sistem tulisan yang disebut di atas itulah, dan terutama dari Asia Minor kemudian pengenalan aksara menyebar sehingga banyak bangsa dapat mengambil alihnya dan mentransformasikannya tanpa perlu menciptakannya sendiri. Lihat PaEni (2009: 270 dan 279-280).

 

Page 266: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

251

pertunjukan syair nasihat agama ini mengalami

perkembangan.112

MIK memilih tema Bula Malino dapat

digambarkan berhubungan dengan penciptaannya. Arti

dari bula malino adalah purnama yang terang. Tema ini

dapat dimaknai sebagai inti dari keseluruhan kabanti, atau

bisa membayangkan bahwa si pengarang menulis kabanti

ini di malam hari dan mengharapkan suasana terang oleh

rembulan. Akan tetapi di dalam bula malino, ditemukan

beberapa tema yang seakan sengaja dibangun oleh

pengarang. Tema-tema tersebut disusun sebagai berikut.

No Tema Manuskrip Keterangan 1 Baris 1-28

Mukadimah Latar belakang syair diawali dengan mengingat kematian

2 Baris 29-42 Dunia

Realitas kefanaan dunia sebagai sarang kebinasaan hamba

3 Baris 43-50 Rukun Islam

Penjelasan rukun Islam sebagai ibadah yang utama

4 Baris 51-58 Gibah dan Fitnah

Penjelasan tentang bahaya gibah, bual, dan fitnah terhadap sesama

5 Baris 59-66 Makrifat Insaniah

Mengenali diri sendiri dan menjaga perilaku terhadap sesame

6 Baris 67-82 Realitas Kenikmatan Dunia

Gambaran semua kenikmatan dunia yang

112 Wawancara pribadi dengan Almujazi, 2014; Wawancara dengan

Suhura, 2018 (melalui telepon).

 

Page 267: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

252

tidak kekal sampai ke akhirat

7 Baris 83-112 Istikamah pada Amal Saleh

Ajaran kebaikan bisa berasal dari mana saja dan menjaganya akan mebuat kita mampu menghindar dari keburukan dan muslihat dunia

8 Baris 112-123 Keutamaan Fardhu

Mengutamakan hal yang wajib sehingga jauh dari perkataan dan perbuatan dosa

9 Baris 124-139 Hubungan Silaturahmi

Menjaga perkatan dan perbuatan yang menyakiti perasaan sesame

10 Baris 140-147 Beriman dan Bertawakal

Beriman kepada Allah Swt, Nabi, dan segala pencapaian dipasrahkan kepada Allah Swt

11 Baris 148-155 Makna Ikhlas

Bagaimana ikhlas mampu hadirkan Tuhan dalam diri seorang hamba

12 Baris 156-163 Kejadian Kiamat

Cerita tentang peristiwa hari kiamat

13 Baris 164-183 Tanda-tanda Kiamat

Gambaran tentang tanda-tanda kiamat akan datang

14 Baris 184-199 Kebesaran Allah Swt Melalui Tanda Kiamat

Kemahabesaran Tuhan muncul lewat tanda-tanda kiamat

15 Baris 200-319 Kejadian di Hari Akhir

Kisah bagaimana hamba dibangkitkan dari kuburan

16 Baris 320-331 Anjuran Mengikuti Ajaran Nabi Muhammad Saw

Penjelasan nasib seorang hamba yang tidak mengikuti ajaran Nabinya

 

Page 268: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

253

dan enggan muhasabah atas dosa-dosanya

17 Baris 332-382 Intisari Tujuan Perjalanan Hidup Menggapai predikat Husnul Khatimah

Analogi perjalanan kehidupan ibarat kita berlayar meninggalkan negeri menuju ke pulau lain dengan selamat

Tabel 4.2 Tema-tema dalam Bula Malino

Gaya bahasa adalah bagian penting dalam penciptaan karya

sastra. Gaya bahasa berhubungan dengan diksi dan majas yang

digunakan oleh si pengarang. Diksi yang dipakai dalam Bula

Malino berhubungan dengan bahasa keislaman yang

memunculkan makna di bawah permukaan. Bagaimana diksi itu

digunakan, peneliti telah menjelaskannya di atas. Begitu pula

kabanti Bula Malino secara majas metafora dan hiperbola, telah

diuraikan di atas.

2. Konteks Budaya dan Sosial Kabanti

Budaya maritim tersebut diposisikan sebagai konteks yang

mewarnai karya budaya, pandangan hidup, peristiwa sosial,

termasuk ke dalam berbagai kesenian yang ada. Teks-teks kabanti

juga berhubungan dengan budaya maritim yang disebut sebagai

budaya paling dominan dalam masyarakat Buton.

Kabanti Bula Malino juga dinyanyikan sebagai rasa syukur

masyarakat yang tidak bermukim di pesisir. Pendengar kabanti ini

termasuk dari kalangan petani beserta pemimpin warga yang

hendak mensyukuri nikmat Allah Swt yang dilimpahkan melalui

hasi kebun dan tani. Dalam konteks sosial, hubungan pembaca

 

Page 269: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

254

dengan pendengar kabanti akan semakin terkoneksi dengan

kemampuan pelantun menguasai langgam bacaan dan bersuara

merdu. Saat kabanti disampaikan dalam sebuah pertunjukkan yang

lebih besar, ekspresi wajah pelantun bukan penentu terbangunnya

hubungan emosional antara pelantun dan pendengar.

Pertunjukan kabanti Bula Malino membutuhkan waktu

kurang lebih sekitar 32 menit sesuai langgam bacaannya.

Berdasarkan video yang diproduksi oleh ‘Hailai’, jumah waktu

pembacaan adalah 31 menit 20 detik.113 Pada saat peringatan

Maulid Nabi Muhammad Saw di Taman Mini Indonesia Indah

Jakarta, Bula Malino menjadi pengantar sebelum dimulainya

prosesi Maulid berdasarkan tradisi dan kebudayaan masyarakat

Buton. Pelantun/pembaca kabanti bisa dari kalangan wanita atau

laki-laki. Setiap pertunjukan yang terselenggara di kegiatan-

kegiatan budaya, selain harus menguasai motif langgam, kabanti

lebih sering dibacakan oleh kaum wanita dan cenderung dipilih

yang lebih tua. Posisi pembaca biasanya di depan, layaknya

membawakan bacaan ayat suci al-Qur’an, tepat berada di samping

pejabat-pejabat kesultanan dan para hadirin yang hendak

mendengarkan kabanti. Untuk mendatangkan seorang pembaca

kabanti jenis agama ini penyelenggara pertunjukkan melakukan

kesepakatan tarif untuk membayar jasa mereka sesuai kesepakatan

kedua belah pihak.

113 Lihat bacaan Ibu Asma, seorang pelantun Kabanti selain Suhura,

pada video tersebu, https://www.youtube.com/watch?v=gXxpgmmWlAM.

 

Page 270: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

255

3. Fungsi Kabanti Tradisi Lisan

Ada empat fungsi utama kabanti di Buton, seperti juga

yang diungkapkan Asrif. Keempat fungsi itu yakni 1) fungsi

hiburan, 2) fungsi edukasi, moralitas, adat, dan agama, 3) fungsi

silaturahmi; dan 4) fungsi ekonomi.114

Kabanti masih masih bertahan sampai saat ini karena

tradisi lisan itu difungsikan masyarakat sebagai sarana ekspresi

yang menghibur. Selain itu, kabanti juga berfungsi mengakrabkan

masyarakat, mengungkap realitas sosial budaya, dan meneguhkan

nilai-nilai moralitas yang berlaku dan dipatuhi bersama oleh

masyarakat setempat. Pertunjukkan kabanti menjadi ajang

silaturahmi masyarakat untuk mempertemukan keluarga besar atau

selulruh warga. Medium silaturahmi melalui tradisi lisan kabanti

ini juga menghadirkan totalitas fungsi positif pada masyarakat

pemiliknya.

Kabanti dapat berfungsi sebagai eduka, moralitas, adat, dan

agama, yakni di dalamnya terdapat banyak edukasi yang bisa

diterima masyarakat. Konsep pertunjukkan kabanti juga

melibatkan banyak aktor, termasuk si pelantun kabanti, termasuk

membahas mengenai tarif dan anggaran pertunjukan. Pada

perkembangannya, kabanti juga difungsikan ekonomi. Kajian tesis

ini melihat fungsi ekonomi kabanti pada penyediaan jasa. Imbalan

jasa yang diberikan kepada pembaca kabanti akan digunakan untuk

kebutuhan perlengkapan kabanti, seperti pakaian dan sebagainya.

114 Asrif, Tradisi Lisan Kabanti: Teks, Konteks, dan Fungsi, Disertasi

(FIB UI: 2015), h. 243.

 

Page 271: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

256

Jika ada sisah dari imbalan yang diberikan masyarakat, maka akan

dipakai untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari para pelantun

kabanti.

 

Page 272: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

257

BAB V

PEMAKNAAN KABANTI BULA MALINO

A. Hubungan Penciptaan Kabanti dengan Pembaca

Proses penciptaan Kabanti Bula Malino memberikan

makna tertentu bagi agama dan adat istiadat masyarakat Buton.

Pada awal penciptaan, kala itu MIK sedang merenungkan kondisi

lingkungan kekuasaannya sedang berada dalam dekadensi moral

dan akhlak. Sebagai Sultan Buton ke-29, sekaligus seorang ulama

tasawuf ternama di Buton, MIK gelisah dengan keadaan

masyarakat yang sudah tidak takut lagi kepada Allah Swt. Perasaan

seorang MIK semakin takut dan memikirkan bagaimana

mempersembahkan amanah besar sebagai pemimpin di hadapan

Sang Pencipta. Di sinilah, yakni pada abad ke-18, awal mula

kabanti jenis agama disemarakkan. Salah satu kabanti yang

diciptakan dan fenomenal hingga saati ini adalah Bula Malino.

MIK menulis Kabanti Bula Malino menggunakan buri

Wolio atau yang dikenal dengan aksara Arab Melayu atau aksara

Arab-Jawi. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Buton (Wolio)

dan beberapa kata yang diadopsi dari bahasa Arab. Kabanti dibaca

berdasarkan temanya, jika Bula Malino maka kondisi si pembaca

saat itu sedang mengingat singkatnya hidup yang akan dijalaninya.

Kabanti dibuat tidak hanya dalam bentuk tertulis, namun ada aspek

nyanyian dengan pilihan langgam khas bernada mistik. Waktu

pembacaan kurang lebih 30 menit tersebut diproduksi oleh MIK

dengan menggunakan nada sehingga pendengar akan bertahan

 

Page 273: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

258

menyimak. Aspek budaya dan bahasa yang masuk ke dalam tubuh

kabanti tersebut menjelma sebagai alat persuasif kepada

pendengar pengguna bahasa Buton semakin khidmat menyimak

dan makna utama yang ingin disampaikan si pengarang akan

sampai.

Bahasa Wolio (Buton) adalah bahasa yang digunakan di

pemerintahan (bahasa pemerintahan). Terdapat 16 bahasa di luar

lingkungan kesultanan selain dari bahasa Buton. Pilihan bahasa

dari Kabanti Bula Malino dengan alat komunikasi di kesultanan

menggambarkan bahwa kabanti hanya dapat diakses oleh

masyarakat lingkungan kesultanan saja, maksudnya adalah

lingkungan bangasawaan yang di sana bahasa Buton berlaku. Di

luar lingkungan kesultanan, masyarakat menggunakan bahasa lain

untuk berkomunikasi, meskipun ada beberapa pejabat utusan dari

Sultan yang mendiami titik tertentu di pulau lain, juga memahami

bahasa yang berlaku di pemerintahan tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, pembaca maupun pendengar

kabanti saat ini, di mana pergeseran bahasa semakin jauh, tentu

dapat mengalami distorsi pemakaan. Aapalagi dengan rekonstruksi

kabanti secara tertulis maupun nyanyian dengan karakter

pertunjukkan saat ini akan terjadi pemaknaan berbeda dari

pembaca maupun pendengar, bahkan bisa terjadi pergesaran

makna baik secara historis maupun isi. Sehingga, tanda-tanda dan

pemaknaan dalam narasi manuskrip Kabanti Bula Malino perlu

dipahami oleh masyarakat saat ini dengan arus budaya dan

perkembangan teknologi media massa yang memengaruhinya.

 

Page 274: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

259

B. Tanda-tanda dalam Kabanti Bula Malino

Kabanti Bula Malino adalah manuskrip kesultanan Buton

karangan MIK, Sultan Buton ke-29 yang kemudian disalin ulang

oleh Abdul Mulku Zahari. Sehingga, dapat dikatakan bahwa

manuskrip ini adalah salah satu dari sekian banyak produk

(koleksi) Mulku Zahari. Posisi Bula Malino tidak hanya menjadi

produk syair kesultanan di masa lalu, akan tetapi dapat juga dikatan

sebagai gerakan dan pemikiran ulama Buton pada abad akhir ke-

18 hingga abad ke-19 Masehi. Manuskrip Kabanti Bula Malino

merupakan syair nyanyian tradisional masyarakat Buton yang

diciptakan sebagai muhasaban bagi si pengarang dan pembaca.

Teks manuskrip tersebut dibentuk atas beberapa tema

untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain berdasarkan ide

dan gagasan yang sesuai ciri khas dan kebudayaan masyarakat

lingkungannya. Isi kabanti tersebut merupakan gambaran

mengingat kematian yang ditandai oleh kata hamba, MIK

(pengarang), merupakan ikon dari sultan sebagai seorang mad’u.

Realitas dapat berbeda sebab hamba dalam hal ini seorang

pengarang yang disebut di dalam manuskrip tersebut termasuk

pembaca, yakni pria dan wanita, tua dan muda. Akan tetapi,

pemilihan kata “hamba” hanya untuk seorang pengarang yaitu

MIK telah mengesankan bahwa syair ini memang berlaku hanya di

ranah kesultanan saja. Ikon juga merepresentasikan produsen atau

menejemen (koleksi Abdul Mulku Zahari), sebagai manuskrip

kesultanan. Berikut tema-tema yang muncul dari manuskrip

Kabanti Bula Malino.

 

Page 275: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

260

Indeks dari manuskrip ini dinarasikan melalui tiga tanda,

yaitu melalui pernyataan-pernyataan dakwah dalam bentuk aksara

Arab-Melayu, melalui anjuran memperbanyak amal saleh, dan

melalui larangan mengerjakan perbuatan mungkar. Jika melihat

tema-tema yang dibangun dalam manuskrip tersebut, peringatan

kematian terhadap diri seorang pengarang memunculkan jenis

indeks ruang (isotop spasial) melalu kata karoku (diriku) dan

penggalan syair: Yang satu ini syair berbahasa wolio - Dikarang

oleh Idrus yang hina - Kukarang untuk cerminku - Semoga aku

akan mengikuti ajaran, yakni kata “ini” dan “dikarang” dari bait

syair, sementara indeks temporal diwakili bait: Semoga tuhan

mempertemukanku - Di Padang Mahsyar terkumpulnya hamba -

Hindarkanlah aku dari azab neraka - Dan keributan pada hari

kemudian, yakni pada kata “Padang Mahsyar”, dan “hari

kemudian”.

Adapun simbol yang muncul adalah dakwah (untuk umat

Islam Buton) kepada diri MIK, Sultan Buton ke-29 yang

memosisikan dirinya sebagai hamba yang hina dina sehingga

harus menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar sebelum kematian

datang. Penjelasan di atas menyebutkan bahwa kata wahai diriku,

yakni sultan sebagai pengarang, merupakan simbol dari hamba.

Setiap tema dalam manuskrip yang diawali dengan kata wahai

diriku memang menunjukkan diri seorang Sultan Buton ke-29.

Dikarenakan tulisan manuskrip tersebut menggunakan aksara

Arab-Melayu dan terdapat kata dan penggunaan bahasa yang

menagarah ke agama sehingga Kabanti Bula Malino ini tujuannya

 

Page 276: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

261

adalah berdakwah dengan metode akulturasi budaya. Artinya, ada

makna umum yang disepakati dalam konsep dakwah, syair seperti

manuskrip kabanti tersebut merupakan cara muda untuk

menyampaikan pesan-pesan agama kepada masyarakat Buton.

Jenis Tanda Contoh Tanda

Ikon Pengarang Syair, Abdul

Mulku Zahari, Nyanyian

Buton, dan Pesan Dakwah

Indeks Aksara, Kata-kata, dan

Penggunaan Bahasa

Simbol Dakwah

Tabel 5.1 Tanda-tanda dalam Manuskrip

C. Aktansial Greimas dalam Kabanti Bula Malino

Dalam karakteristik aktan Greimasian, jika melihat

keseluruhan cerita, simbol pengarang (MIK) dalam Kabanti Bula

Malino ini merupakan sender. Pengarang dan Manuskrip Koleksi

Abdul Mulku Zahari maupun merupakan actant yang berperan

dalam menarasikan Kabanti Bula Malino. MIK mengambil sumber

dari al-Qur’an dan Hadits untuk membangun narasi kabanti

tersebut. Dengan kata lain, MIK sebagai sender (pengirim) secara

struktural membawa pesan-pesan dalam bentuk Kabanti Bula

Malino.

 

Page 277: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

262

Semua ikon, indeks, bahkan simbol dalam manuskrip

tersebut merujuk pada pengarang; meskipun simbol hari akhir

(padang mahsyar) berada di luar dan merupakan isotop waktu

(temporal), tetapi penegasan melalui indeks “hamba”

menunjukkan ada peran subjek dalam mengarahkan pemaknaan.

Receiver dalam manuskrip tersebut diperankan oleh pembaca

(hamba, termasuk MIK) yang berpotensi melakukan keburukan

dan kebaikan disertai dengan teks dari informasi pengarang syair

(Aksara, Pesan Dakwah, Kata-kata, dan Penggunaan Bahasa)

maupun objek (hamba) yang ditegaskan melalui teks-teks dakwah

dengan Syair Bula Malino yang menjelaskan adanya spesifikasi

yang diinginkan sender. Untuk menyampaikan ajaran agama

dalam situasi budaya masyarakat Buton di masa lalu adalah dengan

Kabanti.

Uraian mengenai ikon, indeks, dan simbol di atas

menegaskan bahwa adanya pesan khusus yang lahir dari Kabanti

Bula Malino. Tanda pada Pengarang dan Pesan dakwah dalam

syair berbahasa Wolio tersebut mengandung makna bahwa

Kabanti Bula Malino ditujukan untuk setiap hamba yang ada di

lingkungan kesultanan. Makan Kabanti Bula Malino bergeser

menjadi media yang digunakan masyarakat Buton untuk

berdakwah, yakni tidak sekedar menonjolkan tradisi bernyanyi

dengan langgam khas daerah. Amar ma’ruf dan nahi mungkar, dan

gambaran kehidupan dunia dan kehidupan akhirat yang ditegaskan

langsung oleh seorang Sultan Buton menjelaskan situasi

kehidupan kalangan pejabat dan bangasawan di lingkungan

 

Page 278: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

263

kesultanan yang segera kembali ke ajaran agama. Demikian

pemaknaan baru berlaku dan dipengaruhi sesuatu dalam

terminology Greimas, isotop temporal maupun spasial.

Bagaimana manuskrip dimaknai sebagai media yaitu

Kabanti Bula Malino sebagai isotop ruang (spasial) serta waktu

ditulisnya syair tersebut ketika MIK saat suasana hatinya sedang

ingin bermuhasabah. Waktu dinyanyikannya syair tersebut

berkenaan dengan masyarakat hendak berkumpul dan

diperdengarkan nasihat-nasihat MIK tersebut sebagai materi untuk

bekal mendapatkan tempat terbaik di akhirat (husnul khatimah). Di

masa sekarang, manuskrip kabanti kesultanan Buton dinyanyikan

dan didengarkan secara khidmat hanya pada saat kegiatan

kebudayaan dilaksanakan.

Ada enam karakter dalam narasi yang oleh Greimas

menyebutnya sebagai aktan (actant) di mana aktan tersebut

fungsinya adalah mengarahkan jalannya cerita. Karena itu, analisis

Greimas kerap disebut sebagai model aktan.1 Enam aktan tersebut

adalah: 1) destinator (pengirim), 2) receiver (penerima), 3) subjek,

4) objek, 5) adjuvant (pendukung), dan 6) traitor (penghalang).

Agar lebih mudah memahami narasi dakwah manuskrip Kabanti

dapat dibuat gambar sebagai berikut.

1 Algirdas J. Greimas, Structural Semantics: An Attempt at a Methods,

Lincoln: Universitas of Nebraska Press, 1983) h. 202 dalam Eriyantio, (2013: 95-96)

 

Page 279: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

264

a. Sender (pengirim): MIK sebagai pengarang Bula

Malino mengirimkan syair tersebut kepada setiap

hamba yang membaca. MIK adalah seorang Sultan

Buton ke-29 juga dikenal sebagai ulama tasawuf Buton

di abad ke-18.

b. Receiver (penerima): pembaca syair, termasuk MIK

sendiri merupakan penerima dari apa yang dikirimkan

oleh seorang sender (pengirim).

c. Subjek: Allah Swt, sebagai peran utama dalam narasi.

Pesan-pesan syair Bula Malino meliputi anjuran

mempelajari ajaran agama dan amar ma;ruf nahi

mungkar agar siap menjelang ajal kematian. MIK

menulis syair tersebut untuk menasihati dirinya dan

semua hamba yang membaca syair tersebut (receiver).

d. Objek: apa yang diinginkan subjek dalam narasi syair

MIK adalah Rahmat Allah Swt. Rahmat yang dimaksud

adalah harapan seorang hamba (MIK dan pembaca

syair) sebagai receiver kepada Tuhannya agar mati

dalam keadaan husnul khatimah.

e. Adjuvant (pendukung): dalam syair dijelaskan bahwa

untuk mendukung seorang hamba mendapatkan

Rahmat dari Allah Swt, maka harus memerhatikan

kualitas amal salehnya. Sebab, amal saleh akan menjadi

pendukung untuk mencapai objek.

f. Traitor (penghalang): dalam upaya mencapai objek

(Rahmat Allah Swt) selalu hadir sosok penghambat. Di

dalam syair Bula Malino, penghambat digambarkan

 

Page 280: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

265

dalam bentuk perbuatan buruk. Perbuatan buruk di sini

dimaknai sebagai perilaku maksiat yang datang dari

bisikan setan serta perkara-perkara keduniaan yang

gampang membuat manusia lalai.

Untuk memahami lebih jauh, kita perhatikan penegasan

indeks kata diriku menunjukkan ada peran subjek yaitu kandungan

syair tersebut. Narasi syair menegaskan seorang MIK menasihati

dirinya dan pembaca agar menjadi pribadi yang saleh dan

menjauhi hal-hal yang buruk. Masih ada beberapa kalimat dalam

syair yang menjelaskan lebih mendalam mengenai kiat-kiat

seorang hamba menjadi pribadi paripurna. Dalam Bula Malino,

hati juga diterjemahkan sebagai keimanan seorang hamba.

Sehingga, receiver dalam syair tersebut adalah seorang hamba.

Setiap hamba memiliki hati, atau iman, yang sifatnya fluktuatif

sehingga membutuhkan ketakwaan untuk meningkatkannya dan

bisa sajar drastis menurun karena maksiat. Receiver (penerima) di

sini lebih spesifik adalah hati dan keimanan seorang hamba

(pembaca syair) yang menerima subjek (Bula Malino) untuk

memenuhi kebutuhan yang menjadi tujuan dari pengirim (sender).

Penegasan berulang tentang kematian selain merupakan hal

penting dalam isi subjek (Bula Malino), juga dipahami sebagai

metode efisien yang digunakan sender agar berhasil membawa

pesannya ke objek. Dalam syair MIK, objek adalah rahmat Allah

SWT dalam wujud husnul khatimah. Maksudnya, rahmat adalah

sesuatu yang diinginkan seorang hamba kepada Tuhannya. Ketika

objek telah dicapai, itu artinya seorang hamba sudah berada di alam

 

Page 281: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

266

akhirat. Akan tetapi, untuk mencapai objek tersebut tidaklah muda

bagi seorang hamba yang hatinya terus membusuk. Sebab, dunia

penuh dengan tipu muslihat dan sangat rentan kalah bagi setiap

hamba yang suka mengutamakan urusan dunia.

Strukutral narasi yang dibangun oleh pengarang cerita

selalu dihadirkan aktor traitor (penghambat) untuk menganggu

subjek mencapai objek. Di samping itu, pengarang cerita juga

menghadirkan aktor lain sebagai pendukung untuk membantu

subjek dari gangguan penghambat (traitor). Dalam Kabanti Bula

Malino, aktor pendukung untuk mendampingi subjek mencapai

objek (husnul khatimah/rahmat Allah Swt) adalah amal saleh.

Artinya, seorang hamba yang menjaga amal kebaikannya selama

di dunia maka semakin memudahkan dia untuk mencapai rahmat

di sisi Allah SWT dan mati dalam keadaan husul khatimah. Aktor-

aktor negatif tersebut berhasil membuat narasi memukau.

Aktor adjuvant (pendukung) dalam narasi syair Bula

Malino adalah amal saleh; meliputi shalat, puasa, zakat dan ibadah

di malam hari serta perbuatan baik lainnya yang telah disunnahkan

oleh Nabi Muhammad Saw. Untuk menjadi hamba yang di rahmati

oleh Allah SWT (husnul khatimah), hamba tersebut harus

mempeprbaiki kualitas amal perbuatannya di dunia. Berkenaan

dengan hal tersebut, sejalan dengan ungkapan amar ma’ruf dan

nahi mungkar. Syair MIK menjelaskan bahwa orang yang banyak

amal salehnya tidak lebih siap dan berani jika ajal menjemput.

Namun, bagi hamba yang banyak amal buruknya pasti merasa

resah dan gelisah mengingat ajal, bahkan bibirnya menjadi kaku

 

Page 282: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

267

melafadzkan laa ilaaha illallah ketika ruh hendak berpisah dengan

jasad. Kemudian, di hari akhir nanti, seorang yang berat timbangan

amal buruknya akan dihantui ketakutan dan merasakan penyesalan

yang tidak berarti apa-apa lagi di akhirat.

Amal fasik berperan sebagai traitor (penghalang), di mana

di dalam syair dimaknai dalam bentuk muslihat dunia dan bisikan-

bisikan setan yang menganggu manusia. Penulis menemukan

setidaknya ada tiga peristiwa yang dihambat oleh amal fasik

(traitor) di dalam syair tersebut. Pertama, amal fasik akan terlihat

sebagai penghambat mulusnya skaratul maut. Kedua, berkatian

reaksi Nabi Muhammad Saw di akhirat, beliau menangis ketika

mengetahui kondisi (siksaan kubur) yang dirasakan umatnya

selama di alam kubur. Sementara hambatan yang ketiga yaitu di

saat amal perbuatan manusia ditimbang oleh Mizan di Padang

Masyhar. Amal buruk yang terlalu berat akan mangantarkan

dirinya ke dalam golongan hamba yang su’ul khatimah. Adapaun

subjek yang mengarahkan kepada objek adalah Kabanti Bula

Malino yang ditulis oleh MIK. Subjek sebagai media dakwah yang

disusun pengarang dengan ajaran-ajaran kegamaan. Nasihat-

nasihat dan permisalan kehidupan di dunia secara struktural

dinarasikan dan tujuannya untuk menuntun hamba menjadi

makhluk yang husnul khatimah sehingga mendapat predikat

rahmat dari Allah Swt.

Aktor-aktor yang disebut Greimas sebagai aktan yang

menjalankan alur Kabanti Bula Malino dapat dirumuskan seperti

pada gambar berikut.

 

Page 283: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

268

Gambar 5.1 Aktansial Greimas dalam Kabanti Bula Malino

Pada level permukaan, manuskrip Kabanti Bula Malino

karangan MIK yang ditampilkan oleh Mulku Zahari merupakan

ekspresi nyanyian sebagai ciri khas kesenian masyarakat Buton.

Namun, pada level yang tersembunyi, teks-teks seputar dakwah

mengarahkan pemaknaan terhadap manuskrip. Ditambah lagi syair

dibuat sebagai bahan muhasabah seorang Sultan. Manuskrip ini

dibuat untuk nasihat seorang MIK sebagai sultan; dengan

menuaikan anjuran-anjuran beramal saleh. Hal tersebutlah yang

mendrong adjuvant yang mengarahkan pemaknaan bahwa untuk

terhindar dari ancaman akhirat adalah dengan kata-kata anjuran;

bisa 1) bermakna menganjurkan untuk melakukan kebaikan atau

2) anjuran untuk menginggalkan keburukan. Dalam skema

semiotika Greimas dia berada dalam posisi S2.

Teks yang bersifat larangan dalam manuskrip tersebut

sebagai daya hambat (sebagai traitor). Dalam kata-kata larangan

Adjuvant Aamal Saleh

Subjek Allah Swt

Traitor Perbuatan buruk

Sender Pengarang

Objek Husnul Khatimah

Receiver Pembaca

 

Page 284: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

269

Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Bukan Amar Ma’ruf

Bukan Nahi Mungkar

yang bermakna dakwah; 1) bermakna melarang untuk melakukan

perbuatan buruk, dan 2) melarang untuk meninggalkan kebaikan.

Pemaknaan ini dalam skema semiotika Greimas berada di posisi

S1.

Gambar 5.2 Skema Greimasian dalam Kabanti Bula Malino

Skema Greimasian di atas menunjukkan bahwa pada

dasarnya hamba (siapapun yang membaca manuskrip tersebut)

merupakan objek atau actant (S) yang berada dalam dua elemen

skema yang secara mandiri menunjukkan pertentangan sebagai

pendukung atau penghambat yaitu amar ma’ruf (S1) dan nahi

mungkar (S2). Ada narasi dakwah yang berjalan dan muncul

sepanjang isi manuskrip ini. Dalam narasi dakwah manuskrip

tersebut ada perintah yang langsung menunjukkan untuk

mengerjakan kebaikan, ada juga perintah bersifat larangan

mengerjakan keburukan (artinya adalah nahi mungkar).

 

Page 285: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

270

Kabanti Bula Malino oleh MIK di tulis sebagai bahan

muhasabah untuk dirinya. Akan tetapi, isotop temporal

menggambarkan manuskrip ditulis sebgai peringatan mengenai

kematian dan kehidupan di akhirat. Bersamaan dengan isotop

spasial (saat pengarang menulis manuskrip) berimplikasi pada

presepsi terhadap manuskrip Kabanti Bula Malino untuk menjadi

hamba yang siap mati dalam keadaan husnul khatimah.

Terkait dengan pergeseran makna perintah dan larangan

dalam manuskrip ini pada dasarnya menciptakan metode

berdakwah yang berkaitan dengan seringnya manusia mengerjakan

keburukan dan menjauhi kebaikan. Perintah dan larangan yang

bergeser maknanya ini muncul sebagai sebuah realitas bahwa tidak

semua hamba bisa segera menerima objek yang dicapai dari

manuskrip jika tidak memasukkan “perintah” yang bersifat nahi

mungkar: misalnya “Wahai diriku, betahlah betul-betul - Dari

(godaan) kejelekan fitnah dunia”, dan “larangan” yang bersifat

amar ma’ruf: misalnya, “Jangan bosan mendengarkan ajaran”.

D. Kabanti Bula Malino sebagai Artefak Budaya

Kabanti Bula Malino merupakan salah satu karangan MIK

yang ditulis menggunakan aksara Wolio. Syair ini ditulis sebagai

nasihat untuk diri seorang pengarang. Untuk memahami

keseluruhan narasi teks, pembaca tidak cukup hanya memahami

terjemahannya saja. Ada banyak kata dalam bahasa Buton yang

digunakan MIK dalam syair namun sudah jarang didengar dalam

percakapan masyarakat sekarang. Pada bait-bait dalam syair ada

 

Page 286: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

271

banyak kata yang diadopsi dari bahasa Arab. Oleh karena itu,

untuk mengetahui alur cerita dari syair tersebut, seorang pembaca

perlu memahami bahasa Buton serta memahami bahasa Arab dan

memiliki wawasan agama yang baik.

Sebagai artefak kebudayaan, manfaat mempelajari

manuskrip kuno, termasuk syair MIK, adalah memetik kearifan

dari perbandingan antara apa yang telah terjadi di masa lampau dan

kenyataan yang hidup dan berkembang di masa kini. Tidak hanya

untuk masyarakt Buton, isi manuskrip itu dapat dilihat sebagai

suatu yang memiliki kebermaknaan bagi dunia (Memory of the

Word), yang dapat dilihat dari sudut nilai kesejarahan, nilai

perkembangan ilmu, serta nilai kemanusiaan pada umumnya.2

Sehngga, warisan budaya nonbenda ini menjadi sangat berharga

jika bersamaan memahami nilai-nilai yang terkandung di

dalamnya.

Media baru telah banyak berkontribusi terhadap eksistensi

manuskrip kesultanan Buton. Karya MIK, Bula Malino, kini sudah

hampir di genggaman tangan seluruh masyarakat, yakni sudah

dapat disimpan dan diakses dalam bentuk media. Fenomena

budaya tersebut dapat dipahami sebagai bentuk kesepakatan

masyarakat bahwa manuskrip tersebut akan segera dikenal oleh

dunia. Akan tetapi, problem dari transformasi dan penggandaan

mansukrip Bula Malino yang begitu cepat ini bisa saja kehilangan

2 Edi Sedyawati, Kedwiakasaraan Dalam Pernaskahan Nusantara,

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008 dalam Azwar, Alih Media Manuskrip Kuno sebagai Pengembangan Ekonomi Kreatif, (Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Volume 5 No. 1 April 2015), hal. 2-3.

 

Page 287: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

272

makna. Apalagi dengan pergeseran budaya bahasa di Buton, bisa

saja narasi dakwah MIK lewat kabanti tersebut dianggap bukan

lagi hal prioritas yang dimunculkan melalui media. Menurut

penulis, pemahaman yang terlalu jauh dari narasi dakwah

manuskrip tersebut dapat mereduksi nilai kearifan lokal di

kesultanan Buton.

MIK berhasil membangun narasi Bula Malino dengan

pendekatan budaya masyarakat Buton yang dia pimpin. Kekuatan

akulturasi yang dibangun MIK lewat pesan-pesan agama dalam

manuskrip tersebut menjadi narasi syair agama yang sampai saat

ini masih dilestarikan. Meskipun diakui sulit bagi masyarakat

untuk tertarik memahami narasi dakwah di dalamnya. Seperti

ungkapan Branston dan Stafford, narasi adalah istilah khusus

dalam menyusun sebuah peristiwa yang terorganisir sehingga

menjadi sebuah cerita. Peristiwa dibentuk secara khusus yang

terdiri dari pengaturan waktu, karakter, dan sebagainya sehingga

pembaca ikut ke dalam alur cerita.3 Sehingga, sulit dipercaya jika

MIK menyusun kabanti Bula Malino dengan alur yang tidak

terorganisir.

E. Bula Malino sebagai Media Dakwah

1. Prespektif Ayat Al-Qur’an

Dalam QS Al-Nahl [16]: 125 disebutkan ada tiga macam

metode dakwah yaitu Bil-himah, Al-Mau’idza Al-Hasanah, dan

3 Gill Branston and Roy Stafford, The Media Student’s Book, (New

York: Routledge, 2010), h. 69.

 

Page 288: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

273

Mujadalah. Motode yang dilakukan MIK melalui syair tersebut

berhubungan dengan Al-Mau’idza Al-Hasanah, yaitu dakwah

dengan nasihat-nasihat dan bimbingan yang lembut dalam bentuk

syair (kabanti). Media yang digunakan oleh MIK yaitu tulisan dan

nyanyian, di mana dengannya masyarakat Buton dengan cepat

mendapat informasi terbaru. Banyak media dakwah saat ini

diekspresikan secara cetak seperti yang disebutkan oleh Taufik Al-

Wa’iy (2010:352), yaitu sarana dakwah di antaranya bisa melalui

majalah, koran, buku, kertas, selebaran, dan lain-lain yang disebut

sebagai sarana maqru’ah.4

Berdasarkan hasil analisis semiotika naratif dari Kitab Bula

Malino di atas, ditemukan beberapa tema yang relevan dengan

definisi dakwah. Pesan-pesan dakwah dapat dilihat dari bait-bati

yang mengandung nasihat dan ajaran untuk menjauhi perbuatan

keji dan melakukan amal saleh. MIK juga menarasikan gambaran

kehidupan dunia dan cerita peristiwa kehidupan akhirat. Struktural

narasi dakwah yang menekankan kematian sebagai perstiwa yang

pasti terjadi pada setiap umat manusia ini menjadi representasi

posisi tasawuf di kesultanan Buton.

Dalam perspektif komunikasi naratif, 17 tema Bula Malino

karangan MIK sangat relevan dengan teori Greimas bahwa narasi

dalam syair merupakan suatu struktur makna serta karakter dalam

narasi menempati posisi dan fungsi masing-masing.5 Ungkapan

Greimas tersebut banyak menunjukkan bagaimana narasi secara

4 Taufik Al-Wa’iy, 2010: 352. 5 Eriyanto, Analisis Naratif, 2013: 95-96.

 

Page 289: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

274

sistematis dibangun oleh narrator di dalam syair Bula Malino.

Aktan-aktan yang menggerakkan cerita juga sangat menunjukkan

keutamaan pesan dakwah.

2. Kabanti dalam Dakwah Kontemporer

Dakwah kontemporer saat ini selalu dilekatkan dengan

media baru. Semua inovasi tersebut dipengaruhi oleh

perkembangan teknologi komunikasi. Sehingga, saat ini dakwah

mulai dikembangkan dan disebut sebagai dakwah kontemporer

seiring dengan kondisi sosial dan keinginan mitra dakwahnya

(mad’u). Seperti kita ketahui bahwa setiap orang telah menjadikan

media sebagai kebutuhan primer untuk mengakses informasi

agama, hiburan, pendidikan, dan pengetahuan tentang apa yang

sedang terjadi. Konsumsi masyarakat terhadap media kini tidak

lagi dipisahkan ruang dan waktu, sehingga media telah menjadi

alat utama untuk berkomunikasi lintas ruang dan waktu.6

Seperti yang dilakukan Suhurah, seorang pelantun kabanti

Wolio wanita, cara dia menyampaikan syair tersebut dengan

kemerduan suaranya sehingga pendengar semakin khidmat

menyimaknya. Pengaruh media baru terhadap kabanti dapat dilihat

pada rekaman Bula Malino dalam bentuk audio (MP3), audio

visual, dan yang sudah tersebar di media digital seperti youtube

dan sebagainya. Eksistensi kabanti tersebut menjelaskan bahwa

6 Johan Fornäs, Karin Becker, Erling Bjurström, and Hillevi Ganetz,

Consuming Media: Communication, Shopping, and Everyday Life, (New York: Berg, 2007), h. 130.

 

Page 290: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

275

masyarakat memaknainya sebagai warisan budaya yang agung

bersamaan dengan tradisi dakwah Islam yang dikandungnya.7

Sebagai narator, MIK menulis tentang penegasan amar

ma’ruf nahi munkar dalam syairnya. Beberapa tema dalam syair

seperi kematian, larangan memfitnah, kewaspadaan akan muslihat

dunia, serta cerita hari kiamat menjadi topik-topik dominan dalam

kabanti tersebut. Seperti yang dilakukan para da’i hari ini, dakwah

yang disampaikan tidak jauh berbeda dengan apa yagn telah

dilakukan MIK, yakni amar ma’ruf nahi mungkar. Namun,

kearifan budaya tersebut perlu dikembangkan sejalan dengan

gerakan dakwah masa kini yang menurut penulis harus

memerhatikan manfaat dang fungsi media baru. Maksudnya, agar

dakwah dengan kabanti dapat bertransformasi menjadi materi yang

gampang diakses oleh masyarakat bahkan Bula Malino bisa berada

di genggaman tangan.

Keunikan langgam dari nyanyian Kabanti Bula Malino

sesungguhnya memberi ruangan besar untuk melihat dakwah MIK

secara akulturasi Islam. Akulturasi Islam dalam bentuk kabanti

menjadi keunggulan utama dengan adanya media baru. Berkaitan

dengan hal tersebut, pemerintah harus atensif dan terbuka dengan

hasil penelitian yang berhubungan dengan warisan Islam di

kesultanan Buton. Dengan demikian, akan muncul pelantun-

pelantun kabanti dan praktisi kabanti pria dan wanita yang betul-

7 Lihat Supriyanto dalam Sejarah Kebudayaan Islam Sulawesi

Tenggara, (Kendari: 2009), hal. 86.

 

Page 291: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

276

betul memahami kandungan kabanti jenis agama dengan segenap

inovasi untuk melestarikannya.

 

Page 292: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

277

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Insturmen penelitian tentang manuskrip Kabanti Bula

Malino karangan MIK ini menjelaskan bagaimana narasi dakwah

itu terjadi. Pengarang, aksara Arab-Melayu, kata-kata, dan

penggunaan bahasa digunakan untuk memahami pesan dakwah

dari manuskrip kesultanan Buton. Ini menunjukkan bahwa ada

pengaruh ruang (isotop spasial) maupun waktu (isotop temporal)

untuk membaca makna manuskrip.

Semiotika Greimasian memaknai bahwa manuskrip

Kabanti Bula Malino tidak hanya merepsentasikan warisan seni

kebudayaan (nyanyian khas) sebagaimana adanya. Tanda-tanda

dalam manuskrip saling memengaruhi satu sama lain, dan pada

akhirnya ada narasi yang dibangun berdasarkan makna yang

mendekatai keinginan si pembuat tanda.

Pemaknaan, termasuk manuskrip Kabanti Bula Malino,

merupakan hasil transformasi dari cara-cara menyatakan bentuk-

bentuk pengetahuan, dan tindakan yang terkait dengan topik yang

ditentukan, aktivitas sosial, atau tindakan institusi dalam

masyarakat. Artinya, pilihan kata yang berhubungan dengan amar

ma’ruf nahi mungkar dibangun dengan pilihan bahasa yang akan

dimaknai secara baru bagi pembaca kabanti saat ini.

 

Page 293: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

278

Setiap individu yang membaca tanda dalam manuskrip

tentunya memiliki pemaknaan yang berbeda. Terdapat aktor-aktor

tanda (actant) yang bisa mendukung pemaknaan kabanti dan

sebaliknya dapat menjadi traitor untuk mengerti tujuannya.

Dengan demikian, makna manuskrip tidak cukup dimaknai dari

terjemahan harfiyah saja. Pembaca harus mempertimbangkan

makna-makna lain dari isi teks manuskrip tersebut dan memahami

narasi apa yang ingin disampaikan.

Manuskrip kabanti, dalam menyampaikan pemaknaannya,

tidak hanya bekerja dalam ranah medium dan teks itu sendiri.

Manuskrip kabanti bekerja bersama citra-citra yang menjadi ciri

khas kebudayaan masyarakat. Kepercayaan yang dibangun

berdasarkan teks-teks dakwah Islam, juga dari pengaruh interaksi

sosial dan budaya masyarakat terhadap kabanti. Kepercayaan

tersebut didukung adanya tradisi adat, yaitu menyanyikan

manuskrip Bula Malino dengan langgam Buton, sehingga

melahirkan tradisi budaya kabanti sebagai media dalam

pertunjukan yang disimak baik secara pertunjukan maupun

pembacaan di rumah-rumah warga.

Bula Malino berbicara bagaimana seorang hamba

memaknai amar ma’ruf nahi mungkar oleh pengarangnya

ditampilkan perintah dan larangan itu dengan gaya bahasa tertentu.

Selain itu, kabanti MIK bermain dan membentuk kepercayaan

budaya untuk menciptakan makna dari narasi manuskrip tersebut.

 

Page 294: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

279

1. Kabanti Bula Malino sebagai Media Dakwah

Syair agama ini ditulis pada abad ke-18 di mana saat itu MIK

menjabat sebagai Sultan Buton ke-29. Masyarakat Buton harus

menerima kenyataan bahwa pesan dakwah dari syair ini lebih

penting ditonjolkan daripada segi kesenian tradisionalnya.

Menurut penulis, masyarakat Buton harus memahami bahwa

kabanti jenis agama ini diekpresikan secara akulturasi budaya,

sebagai upaya seorang ulama agar dengannya pesan-pesan dakwah

mudah diterima dalam lingkungan budaya masyarakat saat itu.

Metode dakwah menggunakan syair agama MIK ini tergolong

dalam jenis al-mau’idzah al-hasanah.

Sekian banyak salinan kabanti yang berwujud audio dan

audio visual, juga reaksi beberapa lembaga pendidikan dan

sanggar seni dalam upaya melestarikan kabanti, sangat

menunjukkan kakunya perspektif masyarakat terhadap tujuan

kabanti jenis agama ini. Di masa sekarang, media telah menjadi

alat ampuh untuk mengirim pesan keagamaan kepada khalayak.

Apalagi dengan hadirnya media baru seperti yang disebut

Creeber dan Martin, akan mendukung bagaimana kabanti

ditampilkan dan dinarasikan dengan perkembangan teknologi.1

1 Creeber dan Martin menyebut Internet, World Wide Web, Televisi

Digital, Sinema Digital, Komputer Pribadi (PC), DVD (Digital Versatile Disc atau Digital Video Disc), CD (Compact Disc), Komputer Pribadi (PC), Pemutar Media Portabel (seperti MP3 Player), Ponsel Seluler (atau Seluler), Video (atau Komputer) Game Virtual Reality (VR), Artificial Intelligence (AI), dan sebagainya. Lihat Glen Creeber and Royston Martin, Digital Cultures, (New York: Open University Press, 2009), h. 2.

 

Page 295: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

280

Realitas yang terjadi di masyarakat saat ini, media baru belum

dipahami secara beriringan dengan apa yang menjadi tujuan

utama dari komunikasi naratif Kabanti Bula Malino sebagai

media dakwah.

2. Situasi Budaya dan Munculnya Kabanti

Situasi budaya masyarakat Buton di saat syair agama mulai

diperkenalkan adalah karena sultan menyadari pentingnya

pendidikan agama Islam saat itu. Hal itu menjadi penting karena

beberapa hal, yaitu kurangnya lembaga pendidikan agama di

Buton dan menyimpangnya sikap masyarakat Buton dari

kebaikan saat itu. Syair ini sengaja MIK buat untuk

menyadarkan bahwa manusia di hadapan Tuhan adalah sama.

Banyaknya penegasan tentang mengingat kematian di dalam

syair cukup membuktikan pernyataan tersebut. Bait-bait yang

menegaskan kematian dan eksistensi seorang hamba yang hina

seakan menggambarkan sifat keangkuhan dan kesombongan di

lingkungan kesultanan yang harus segera diredahkan.

Manuskrip merupakan hasil dari karya budaya (artefak

budaya) sebagai bentuk atau cara di mana seseorang

berkomunikasi, mengabadikan, dan mengembangkan

pengetahuan mereka tentang sikap terhadap kehidupan.2 Sebagai

seorang narator, MIK menulis syair yang kini sangat diminati

masyarakat Buton tersebut, merupakan ide atau gagasan dari

aktifitas masyarakat yang berkembang. Sebagai artefak

2 Lihat (Martin and Nakayama, 2010:87).

 

Page 296: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

281

semiotika, narasi yang dibangun MIK dalam Bula Malino

berasal dari dalam pikiran sebagai pola informasi murni,

terinspirasi oleh pengalaman hidup atau diciptakan oleh

imajinasi.

B. Saran

Dalam upaya mengembangkan penelitian tentang

manuskrip kabanti jenis agama ini, tentu ada faktor pendukung dan

penghambat yang akan muncul. Faktor-faktor yang mendukung

dang menghambat dalam pelestarian manuskrip kabanti adalah

sebagai berikut.

1. Faktor Pendukung

Makna yang ingin disampaikan seorang penulis manuskrip

akan dipahami pembaca ketika aspek budaya, bukan hanya

perkara budaya bahasa daerah Buton yang mulai pudar, kita bisa

lihat bagaimana perkembangan teknologi dan gaya hidup

masyarakat yang konsumtif tidak dapat dienalisa agar menjadi

inovasi yang dibangun untuk kabanti.

Sebagai seorang ahli bahasa, Malim menginterpretasikan

Kabanti Bula Malino dengan istilah Membara di Api Tuhan.

Reaksi tersebut berkenaan dengan makna pergerakan dakwah

kontemporer dalam bentuk sastra (al-mau’idza al-hasanah). Buku

Membara di Api Tuhan bisa saja bertransformasi dalam wujud e-

book sehingga dapat diakses oleh siapa saja dan kapan saja.

Begitupun yang dilakukan oleh La Niampe, penulis juga

 

Page 297: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

282

memberikan kontribusi ilmiah untuk mendukung terbukanya

pemikiran dan gerakan baru agar kabanti tidak stagnan hanya

dinyanyikan pada festival budaya tahunan saja.

Ungakapan Amin perlu dipertimbangkan, bahwa media

elektronik merupakan media efektif dalam menyampaikan pesan-

pesan keagamaan kepada khalayak atau mitra dakwah. Apalagi

pada gerakan dakwah masa kini. Sebab, ciri utama media massa

elektronik ialah keserempakan (simultanitas). Sehingga, khalayak

bisa kapan saja mengakses manuskrip tersebut.3 Meskipun begitu,

tetap diperhatikan bahwa prioritas utama adalah narasi dakwah

yang ingin ditunjukkan seorang pengarang kabanti kepada

khalayak. Sebab, penggunaan bahasa, aksara, dan kata-kata yang

digunakan MIK dalam Bula Malino dapat dimaknai berbeda oleh

pembaca yanga tidak memahami bahasa Wilio.

2. Faktor Penghambat

Tradisi manuskrip (tradisi tulisan tangan) untuk berdakwah

akan segera ditinggalkan dengan hadirnya suatu teknologi yang

lebih mudah. Jika tidak diikuti dengan upaya-upaya pelestarian

warisan budaya, maka kabanti jenis bangsawan yang menarasikan

agama seperti Bula Malino akan segera ditelan zaman. Kita harus

sadar bahwa untuk memahami posisi dan fungsi Kabanti Bula

Malino dan judul kabanti lainnya tentu memerlukan pendekatan-

pendekat lain misalnya komuikasi dakwah. Kabanti jenis agama

3 Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Ilmu Dakwah, (Sinar Grafika Offset,

Jakarta:Amzah, 2009), hal. 267-268.

 

Page 298: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

283

ini akan sulit dikembangkan jika seorang praktisi atau ahli kabanti

golongan bangsawan ini tidak memahami bahasa Wolio dan

menghindar dari peradaban keilmuan. Menurut penulis, para

budayawan kabanti seperti Lambalangi, Almujazi, Syafiuddin

serta pemerhati lainnya yang tidak disebutkan, pasti akan

memerlukan generasi untuk menjaga kelestarian kabanti.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti menilai bahwa yang akan

menghambat syair-syair tersebut bisa diformulasikan dengan

gerakan dakwah saat ini adalah jika masyarakat tidak memahami

bahwa perkembangan teknologi bukan hal yang harus dihindari.

Kemudian, sikap terbuka yang ditunjukan Al Mujazi perlu

didukung oleh pemerintah agar manuskrip yang tersimpan bisa

terjaga serta bertahan lama. Sebab, sikap mengabaikan karifan

lokal yang sudah dinobatkan sebagai peninggalan budaya

nonbenda tersebut akan menjadikan jejak perjalanan berdakwah

ulama dahulu kita akan tinggal cerita.

Penghambat paling utama adalah adanya gap atau celah

antara pemegang manuskrip aslil dari kabanti-kabanti Buton

dengan masyarakat. Jurang pemisah tersebut disebabkan adanya

semacam kepercayaan turunan dari penulis manuskrip agar tidak

diberikan kepada orang asing kecuali orang terdekat. Sehingga,

perlu komunikasi yang baik antara pewaris naskah kabanti dengan

pemerintah demi kepentingan pemaknaan penciptaan manuskrip

sebagai identitas budaya dan agama di kesultanan Buton. Penulis

mendatangi beberapa pewaris naskah kabanti salah satunya Al-

Mujazi sebagai penjaga museum keratnn Buton, dan keluhan

 

Page 299: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

284

mereka adalah belum adanya perhatian lebih terukur dari

pemerintah untuk melestarikan manuskrip secara fisik maupun non

fisik (makna dari manuskrip).

3. Kabanti Bula Malino dan Posisi Manuskrip Lain

Kita perlu menelusuri bagaimana posisi manuskrip lain

selain Kabanti Bula Malina untuk. Misalnya Kabanti Ajonga Indaa

Malusa (Pakaian yang Tak Pernah Kusut) karangan Abdul Ganiu.

Kepopuleran kabanti tersebut juga hampr menyamai posisi Bula

Malino. Memang belum ditemukan adanya manuskrip lain dari

Abdul Ganiu selain Ajonga Indaa Malusa, sehingga Kabanti Bula

Malino karangan MIK lebih dominan diminati oleh masyarakat

Buton. Meski demikian, perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai

manuskrip-manuskrip lain di kesultanan Buton dengan perspektif

komunikasi dan dakwah.

Dakwah tidak memandang mana yang bagus dan mana

yang tidak, jika semua manuskrip kabanti yang ada di kesultanan

Buton menarasikan ajaran keislaman. Ulama dahulu telah

mencurahkan segenap pemikiran dan gerakan sehingga

menghasilkan karya tulis sastra agama seperti Bula Malino.

Keseriusan ulama dalam berdakwah ini dapat kita simak pada

bagaimana struktur narasi Kabanti Bula Malino dibangun. Karena

itu, penulis berharap agar ada peneletian berikutnya dapat

mengkaji lebih luas tentang manuskrip-manuskrip lain selain

karangan MIK. Sebab, berdasarkan tinjauan pustaka, dari seluruh

 

Page 300: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

285

manuskrip kabanti agama di Buton, Bula Malino merupakan satu-

satunya syair yang dominan dikaji secara ilmiah.

 

Page 301: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku

Alifuddin, M. (2007). Islam Buton: Interaksi Islam dengan

Budaya Lokal. Badan Litbang dan Diklat Departemen

Agama.

Amahzun, M. (2004). Manhaj Dakwah Rasulullah. Jakarta:

Qisthi Press.

ANCEAUX, J. C. (1987). Wolio Dictionary-Wolio-English-

Indonesia. Holland: Foris Publication Holland.

Arifin, A. (2011). Dakwah Kontemporer: Sebuah Studi

Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Aripuddin, A. (2012). Dakwah Antarbudaya. Bandung:

Rosdakarya.

Arnold, H. W. (1981). Sejarah Da'wah Islam. Jakarta: Widjaya.

Bal, M. (2017). A Theoretical Analysis of Narrative Fiction.

Toronto: University of Toronto Press.

Biagi, S. (2010). Media/Impact: Pengantar Media Massa.

Jakarta: Salemba Humanika.

Christian, W. W. (2003). A Comparison of Missions and Islamic

Da'wah. Missiology: An International Review, 339.

Eriyanto. (2013). Analisis Naratif: Dasar-dasar dan

Penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media. Jakarta:

Kencana.

Fang, L. Y. (2011). Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Greimas, Algirdas J. (1983). Structural Semantics: An Attempt at

a Methods. Lincoln: Universitas of Nebraska Press.

Hansen, M. B. (2004). New Philosophy for New Media. London:

The MIT Press.

Hefni, H. (2007). Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Kencana.

 

Page 302: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Hefni, M. S. (2006). Metode Dakwah. Jakarta: Kencana.

Herman, D. (2007). The Cambridge Companion to Narrative.

New York: Cimbridge University Press.

Ida, R. (2014). Metode Penelitian Studi Media dan Kajian

Budaya. Jakarta: Kencana.

Ikram, A. (2002). Katalok Naskah Buton: Koleksi Abdul Mulku

Zahari. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Ismail, N. (2004). Filsafat Dakwah: Ilmu Dakwah dan

Penerapannya. Jakarta: PT. Bulan Bintang.

Johan Fornäs, K. B. (2007). Consuming Media : Communication,

Shopping, and Everyday Life. New York: Berg.

Karnanta, K. Y. (2015). Struktural (dan) Semantik: Teropong

Strukturalisme dan Aplikasi Teori Naratif A. J. Greimas.

Atavisme, 171-181.

Lamra. (1994). Bula Malino: Syair Wolio, Tulisan Tangan. Tarafu.

Laniampe. (2014). Nasihat Leluhur Untuk Masyarakat Buton-

Muna. Mujahid Press, ISBN, 978-979-762-251-0.

Laniampe. (2009). Nasihat Muhammad Idrus Kaimuddin Ibnu

Badaruddin Al-Buthuni. Kendari: FKIP Unhalu.

Littlejohn, Stephen W. dan Foss, Karen A. (2016). Ensiklopodeia

Teori Komunikasi Jilid 1. Jakarta: Kencana.

Malim, La Ode. (1981). Kesenian Daerah Wolio. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan: Proyek Penerbitan Buku

Sastra Indonesia dan Daerah.

Martin, G. C. (2009). Digital Cultures. New York: Open

University Press.

Miller, J. H. (2002). On Literature: Thinking in Action. London

and New York: Routledge.

Moores, S. (2005). Media Theory: Thinking about Media and

Communication (Comedia). Canada: Routledge.

 

Page 303: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Morgan, D. (2008). Key Words in Religion, Media, and Culture.

Canada: Routledge.

Nakayama, J. N. (2010). Intercultural Communication in

Contexts, Fifth Edition. New York: McGraw-Hill.

Nasrullah, R. (2014). Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya

Siber. Jakarta: Kencana.

Nasrullah, R. (2015). Media Sosial: Perspektif Komunikasi,

Budaya, dan Sosioteknologi. Bandung: Simbiosa

Rekatama Media.

Nasrullah, R. (2017). Etnografi Virtual: Riset Komunikasi,

Budaya, dan Sosioteknelogi. Bandung: Simbiosa

Rekatama Media.

PaEni, M. (2009). Sejarah Kebudayaan Indonesia: Bahasa,

Sastra, dan Aksara. Jakarta: Rajawali Pers.

Pedani, M. P. (2010). Inventory of The Lettere e Scritture

Turchesche in The Venetian State Archives. Leiden:

Boston.

Ricklefs, M. (2011). Sejarah Indonesia Modern, Cetakan Ke-10.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Saputra, W. (2011). Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada.

Shires, S. C. (1988). Telling Stories: A Theoretical Analysis of

Narrative Fiction. London: Sage Publication.

Shires, S. C. (1988). Telling Strories: A Theoretical Analysis of

Narrative Fiction. London: Sage Publication.

Sobur, A. (2009). Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Sobur, A. (2014). Komunikasi Naratif: Paradigma, Analisis, dan

Aplikatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Stafford, G. B. (2010). The Media Student's Book. New York:

Routledge.

 

Page 304: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Stefan Titscher, M. M. (2000). Methods of Text and Discourse

Analysis. London: Sage Publication.

Supriyanto, L. N. (2009). Sejarah Kebudayaan Islam Sulawesi

Tenggara. Kendari: CV. Shadra.

Syukur, La Ode Muh. (2009) Sejarah Kebudayaan Islam Sulawesi

Tenggara. Kendari: CV. Shadra.

Syukur, A. (1983). Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam.

Surabaya: Al-Ikhlas.

Tjandrasasmita, U. (2009). Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta:

KPG.

Vervaeck, L. H. (2005). Handbook of Narrative Analysis.

London: University of Nebraska Press.

W. Richard Whitaker, J. E. (2004). Media Writing: Print,

Broadcast and Public Relation , Second Eition. London:

W. Richard Whitaker, Janet E. Ramsey, and Ronald D.

Smith, Media Writing: Lawrence Erlbaum Associates

Publisher.

Yunus. (2011). Menafsir Ulang Sejarah dan Budaya Buton.

Zuhdi, Susanto. (2018). Sejarah Buton yang Terabaikan: Labu

Rope Labu Wana. Jakarta: Wedatama Widya Sastra, Edisi

Revisi.

Zuhdi, Susanto (2010). Sejarah Buton yang Terabaikan: Labu

Rope Labu Wana, Edisi Pertama. Jakarta: Rajawali Pers.

B. Sumber Jurnal/Artikel

Alifuddin, Muhammad. 2007. Islam Buton (interaksi Islam dengan

Budaya Lokal), Disertasi Bidang Ilmu Agama Islam. UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Azwar. (2015). Alih Media Manuskrip Kuno sebagai

Pengembangan Ekonomi Kreatif. Jurnal Ilmu Sosial dan

Humaniora Volume 5 No. 1, 2-3.

 

Page 305: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Huluk, La Ode Chusnul. (2014) Komunikasi Naratif Kitab Bula

Malino dan Pesan Dakwah dalam Baris 332-383. Jakarta:

UIN Syarif Hidayatullah.

Nasrullah, R. (2013). Semiotika Naratif Greimasian dalam Iklan

Busana Muslim. Kawistara: Volume 3 No.3, 227-334.

Oman Fathurahman dalam Makalah Seminar Pada 20 Mei 2010,

The Wahid Institute menggelar Gus Dur Memorial Lecture

(GDML) Seri ke-3, dengan tema “Islam dan Nasionalisme

Abad ke-21 di Asia.

Rafik, 2013, Peran Parabela Dalam Menjaga Kelestarian Hutan

Adat (Studi di Desa Kaongkeongkea Kecamatan Pasarwajo

Kabupaten Buton), Skripsi S1 Jurusan Antropologi, FISIP

Univ. Halu Oleo, Kendari

Rajab, Muh. (2015) Dakwah Islam pada Masa Pemerintahan

Sultan Buton Ke Xxix, Jurnal Diskursus Islam 57 Volume 3

Nomor 1.

Wahyuni, Imelda. Burhan. (2014). Rutinitas Adat Orang Buton:

Membangun Peradaban dan Karakter yang Sejahtera dan

Berkeadilan Sosial di Tengah Arus Globalisasi. STAIN

Sultan Qaimuddin Kendari, Al-Izzah, Vol. 9 No. 2.

Yunus, Abd. Rahim. Posisi Tasawuf dalam Sistem Kesultanan

Buton pada Abad Ke-19

C. Sumber Internet

https://sultra.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/86

http://www.antarasultra.com/berita/274263/kabanti-diusulkan-

jadi-warisan-dunia-bukan-benda

http://news.metrotvnews.com/daerah/0kpr3J6N-festival-budaya-

tua-buton-2016-upaya-lestarikan-budaya-dan-promosi-

wisata

 

Page 306: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

http://travel.kompas.com/read/2016/10/11/101500927/kota.bauba

u.gelar.festival.kota.tua.keraton.kesultanan.buton

https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/1338

http://oman.uinjkt.ac.id/2010/05/manuskrip-islam-dan-

nasionalisme-di.html.

https://www.youtube.com/watch?v=el3pINFsTbA&t=49s di akun

youtube Radi Laega

https://www.youtube.com/channel/UCnwh1rwQ0JRnRne

RuMaoiSg

http://jurnal.upi.edu/artikulasi/view/2382/kesusastraan-buton-

abad-xix:-kontestasi-sastra-lisan-dan-tulis,-budaya,-serta-

agama.html

Reference: EAP212/2. Extent: 34 files consisting of 1,701 TIFF

images. Content type: Collection. Level: Fonds.

Languages: Arabic, Malay, Wolof. Scripts: Arabic.

Creation date: 19th century-20th century. Lihat

https://eap.bl.uk/collection/EAP212-2.

D. Sumber Wawancara

Wawancara dengan Al Mujazi, Penjaga Museum Kebudayaan

Wolio sekaligus pemegang beberapa naskah kabanti (syair)

yang ditulis oleh MIK, Kamis, 13 Maret 2014 di Jalan

Labuke, Buton-Sulawesi Tenggara (kawasan benteng

Keraton Buton).

Wawancara La Ambalangi, di kediamannya, Kelurahan Tarafu

tahun 2014.

Yusri, La Ode. Wawancara via telepon, 2018, pukul 16.42 WIB.

Siti Surah, wawancara di kediamannya, Kaobula (Maret, 2013)

Syafiuddin, wawancara tanggal 13 Maret 2014 (di kediamannya

Bataraguru, Baubau, Sulawesi Tenggara).

 

Page 307: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

LAMPIRAN

Manuskrip Koleksi Abdul Mulku Zahari: Kabanti

Bula Malino karangan MIK

 

Page 308: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

 

Page 309: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

 

Page 310: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

 

Page 311: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

 

Page 312: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

 

Page 313: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Makam Muhammad Idrus Kaimuddin

Lokasi: Samping Masjid Quba

Dokumentasi: Abdul Hanafi (09/10/2018)

 

Page 314: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Masji Quba Badhia Buton

Lokasi: Lingkungan Kesultanan Buton-Keraton Buton

Dokumetnasi: Abdul Hanafi (09/10/2018)

Masjid Keraton Buton

Dokumentasi: Abdul Hanafi (09/10/2018)

 

Page 315: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Transliterasi dan Terjemahan

Transliterasi Terjemahan

Bismillahi kasi karoku si Alhamdu padaka kumatemo

Kajanjinamo yoputa momakana

Yapekamate Bari-baria batua

Yinda samia batua bomolagina Sakabumbua pada posamatemo

Somo Opu alagi samange-ngeya

Sakiyayiya yinda kokapada

Ee Waopu dawuaku iymani Wakutuna kuboli badaku siy

Tee sahada iqiraru momatangka

Tee tasdiqi iymani mototapu

Ee Waopu rangania rahamati Muhammadi caheya babana

Oyinciamo kainawa motopene

Mosuluwina ummati mokodhosana

Siyo-siyomo Waopu bei kupokawa Yi muhusura toromuyana batua

Agoyaku yi’azabu naraka

Te huru-hara nayile muri-murina

Siy sangu nazamu oni wolio Yikarangina Ayedurusu Matambe

Kukarangia betopayasaku

Bara salana bekuyose kadari

Siyo-siyomo Opu atarimaku Bekuwewangi yincaku momadakina

Kusarongia kabanti yincasiy

Bula Malino Kapekarunana Yinca

Ee karoku bega-bega umalango Yinda ufikiri kampodona umurumu

Matemo yitu tomo yipogaka

Tee malingu sabara manganamu

Temoduka sabara musirahamu Witinayi tawa mosaganana

Ee karoku yada-dari karomu

Nafusumu bega-bega uwoseya

Tabeyanamo nafusu radhiya Nafusu sarongi marudhiya

Mo saerwu guru mowadariko

Yinda molawana yada-dari karomu

Motuwapa kasina miya yitu Yinda beyakawa kasina yi karomu

Ee, karoku, menturu sambahea

Te puwasa yi nuncana Ramadani

Fitaramu boli yumalingayeya Palimbayiya ahirina poyasa

Zikirillahi menturuyakeya mpu

Dengan nama Tuhan kasihan diriku ini Segala puji, kelak aku akan mati

Sudah takdir Tuhan Maha Kuasa

Mematikan semua hamba

Tak satupun hamba yang kekal abadi Semuanya akan mati

Hanya Tuhan yang kekal abadi

Selama-lamanya tidak berkesudahan

Wahai Tuhan, berikanlah aku iman Pada waktu meninggalkan jasad ini

Dengan syahadat ikrar yang tega

Dan dengan tasdiq iman yang tetap

Wahai Tuhan, tambahkanlah rahmat Muhammad cahaya permulaan

Dialah cahaya paling mulia

Yang menyinari hamba yang berdosa

Semoga tuhan mempertemukanku Di Padang Mahsyar terkumpulnya hamba

Hindarkanlah aku dari azab neraka

Dan keributan pada hari kemudian

Yang satu ini syair berbahasa wolio Dikarang oleh Idrus yang hina

Kukarang untuk cerminku

Semoga aku akan mengikuti ajaran

Mudah-mudahan Tuhan menerimaku Untuk memerangi hatiku yang jelek

Kuberi nama syair ini

Purnama Cerah Penyegar Hati

Wahai diriku, jangan kau mabuk Tidakkah kau pikir umurmu yang singkat

Kematian itu akan memisahkanmu

Dengan semua anakmu

Dan juga dengan semua karibmu Family atau manusia lainnya

Wahai diriku ajar-ajarilah dirimu

Jangan terlalu mengikuti nafsumu

Kecuali nafsu Radhiyah Nafsu yang dinamakan mardhiyah

Walau seribu guru yang mengajarimu

Tiada bandingnya mengajari diri sendiri

Walau bagaimana kasih orang itu Tiada bandingnya mengasihi diri sendiri

Wahai diriku, seringlah sembahyang

Dan berpuasa pada bulan Ramadhan

Fitrahmu jangan lupa Keluarkan pada akhir puasa

Berzikirlah sesering mungkin

 

Page 316: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Te salawa salamu yi Nabimu

Pontanga malo bangu emani amponi

Yincafuyaka kadakina amalamu

Ee karoku, boli yumangabuya-buya Temo duka boli yumangahumbu-

humbu

Kadakina tabuya-buya rangata

Hari kiyama nayile beyu marimba Kadakina tahumbu miya rangamu

Yokadakina yuala meya yingko

Yokalapena posaleya yinciya

Hari kiyama dela beya totumpu

Ee karoku yincamu pekangkiloa

Ngangarandamu boli yumanga pipisi

Temo duka boli yumanga pisaki

Fikiriya katambena karomu Yuwe satiri banamo minamu

Simbayu duka kadidiyanamko yitu

Yi yuncana tana nayile yuhancurumo

Yuposalomo te tana koburumu Ee karoku, fikiriya mpu-mpu

Kakawasa tangkanamo yi duniya

Yokalaki tangkanamo yi weyi

Te malingu kabelokana duniya Yukawaka nayile muri-murina

Yamapupumo bari-bariya situ

Tangkanamo totona yinca mangkilo

Bemolagina nayile muri-murina Ee karoku togasaka mpu-mpu

Yokadakina fitanana duniya

Pamana bose padaka yuhelamo

Yinda beyulagi yi lipu podagamu Duniya si mboresa momarungga

Totula-tula yi hadisina Nabi

Yincema-yincema miya moperawasiya

Satotuna miya yitu kafiri Ee karoku tawakala mpu-mpu

Pengkenisi ajanji mina yi Nabi

Dunia si mboresana karimbi

Abari mpu racu ibinasaka Ominana racu ibinasaka

Oporango, opokamata opebou

Situmo mokawana yi manisi

Morimbitina yincamu momalapena Mboresana nafusu momadaki

Polotana rua mbali lupe-lupe

Situmo ewalina molagina

Motopene incana karota si Kaewangina ewali incia yitu

Zikirillahi menturu yakea mpu

Yincamu yitu pekaekayiya mpu

Yiparintana Oputa Momakana Te yumenturu rango oni malape

Dan bershalawat salam pada Nabimu

Tengah malam bangun mohon ampun

Insyafkan ketidakbaikkan amalanmu

Wahai diriku, jangan suka membual Dan juga jangan mengumpat

Keburukan menghasud sesama itu

Pada hari kiamat kau akan ditntut

Kejelekan mengumpat sesamamu Keburukannya engkau yang ambil

Kebaikannya dia yang ambil

Pada hari kiamat lidahmu akan dibakar

Wahai diriku, sucikanlah dirimu

Niatmu jangan merendahkan orang

Juga jangan memandang remeh

Pikirkanlah betapa hinanya dirimu

Air setetes awal kejadianmu Seperti juga hewan yang lain

Di dalam tanah kelak engkau akan hancur

Bercampur dengan tanah kuburmu

Wahai diriku, pikirkan betul-betul Kekuasaan hanya ada di dunia

Kebangsawanan hanya ada di sini

Dan segala perhiasan dunia

Sampai pada hari kemudian Habislah semua itu

Hanya hati nurani yang suci

Yang kekal abadi

Wahai diriku, betahlah betul-betul Dari (godaan) kejelekan fitnah dunia

Bagaikan berlayar tidak lama lagi bertolak

Tidak akan kekal di negeri perdaganganmu

Dunia ini tempat yang bersifat hancur Diceritakan di dalam hadits Nabi

Siapa saja yang tidak percaya itu

Sesungguhnya orang itu kafir

Wahai diriku betawakkallah dengan sungguh

Berpeganglah pada janji Tuhanmu

Dunia ini tempatnya kesalahan

Banyak sekali racun yang membinasakan Asalnya racun yang membinasakan

Pendengaran, penglihatan, penciuman

Itulah yang sampai pada perasaan

Yang menghukum hati yang baik Tempat nafsu yang tidak baik

Di antara kedua tulang rusuk

Di situlah musuh yang kekal

Yang baik pada diri kita Untuk melawan musuh seperti itu

Berzikirlah sesering mungkin

Buatlah hatimu menjadi takut

Pada perintah Tuhan Yang Maha Kuasa Dan seringlah dengar ucapan baik

 

Page 317: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Kadarina paimia salihi

Boli panganta beu rango kadari

Bara salana betao bahagiamu

Osea mpu saor yi malakpeaka Malinguaka oni yi rangomu yitu

Kawanamo mina yi momagilana

Neo yitumo saro yimalapeaka

Akonimo hatimi rusuli Muhammadi sayidina anbiya

Aleya komiyu katau yitu

Hengga katau yi mulutina binate

Neo yitumo giu yimalapeaka

Ee karoku bega-bega mengkooni

Neukooni sabutuna hajati

Upekalape yincana mia rangamu

Teupakawa maksuduna yincamu Kamengkooni dala yimarimbiaka

Tabeanamo oni yimalapeaka

Simbounamo tatula-tula kitabi

Te lelena kalabiana Nabi Te lolitana karamatina wali

Te lacuna paimia salihi

Somana boli yubotuki wajibu

Te malingu faralu yi karomu Ee karoku boli yupake pewuli

Aboasaka saro yinda motindana

Barangkala yupakemo yinciya yitu

Amadakimo yi lipu rua anguna Neu kabonga boli upolalo sara

Tontoma kea laengana morangoa

Neu kabonga podo sabu-sabutuna

Yupekalape yincana mia rangamu Tabeyanamo te yantona banuamu

Yinda pokia nea tolabe saide

Upatotapu rouna pomananea

Upekatangka sarona pomusiraha Ijtihadi umbore yi duniya

Nunua mpu saro yimalapeaka

Sio-siomo Opu apaliharaku

Yi hura-hura nayile muri-murina Ee karoku paihilasai yincamu

Patotapua poaromu yi Opumu

Pengkenisi agamana babimu

Te yuosea kadarina gurumu Mira rangamu masiyakea mpu

Simbou duka masiyaka karomu

Tuamo yitu tuturana mu’mini

Ambo-mbore yi nuncana dunia si Ee karoku yihilasi atopene

Rahasiana Oputa mopewauko

Adikaka yinda yimasiyaka

Nganga randana batua yimimiyaka Oihilasi rahasia motowuni

Ajaran dari orang-orang saleh

Jangan bosan mendengarkan ajaran

Barangkali untuk kebahagiaanmu

Ikutilah betul yang namanya kebaikan Segala kata yang engkau dengar itu

Walaupun asalanya dari orang gila

Kalau sudah itu yang membuatmu baik

Bersabda Rasul yang terakhir Muhmmad penghulu segala Nabi

Ambillah kalian ilmu tersebut

Meskipun ia dari mulut hewan

Demi menuju pada kebaikan

Wahai diriku, jangan terlalu banyak bicara

Bicaralah seperlunya

Selaraskan perasaannya sesamamu

Hubungkan dengan maksud hatimu Banyak bicara itu merusakan

Kecuali ucapan yang membawa kebaikan

Seperti yang dikisahkan dalam Kitab

Dan kisah keunggulan Nabi Dan pokok-pokok karoma para wali

Serta perilaku orang-orang saleh

Asal jangan meninggalkan yang wajib

Serta melupakan kebutuhan pribadi Wahai diriku, jangan gunakan kedustaan

Saat menyatakan sesuatu yang tidak jelas

Jika kelakuanmu seperti itu

Hancurlah di kedua negeri itu Saat bergurau janganlah melampaui batas

Perhatikan, pantas tidak bagi yang dengar

Saat bergurau seperlunya saja

Senangkanlah perasaan sesamamu Kecuali sesama orang dalam rumah

Tidak apa bila kelewat sedikit

Pereratlah sebuah kasih sayang

Kukuhkanlah hubungan kekeluargaan Berijtihadlah menelusuri dunia

Kejarlah kebaikan dengan seirus

Semoga Tuhan memeliharaku

Pada keributan di hari kemudian Wahai diriku, ikhlaskan hatimu

Kuatkan pendirianmu pada Tuhanmu

Berpegang teguhlah pada agama Nabimu

Serta ikutilah yang ajaran gurumu Sayangi betul orang sesamamu

Layaknya menyayangi diri sendiri

Itulah aturan sesama orang beriman

Yang bersemayam di dunia ini Wahai diriku, rasa ikhlas itu sangat baik

Sebagai rahasia Tuhan yang menciptamu

Menaruh pada hati yang dikasihi

Lubuk hati hamba yang disayangi Ikhlas rahsia yang tersembunyi

 

Page 318: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Ikalibina batua mosalihi

Ositumo jauharana amala

Mosuluwina bari-baria fe’eli

Ee karoku pekatangka pengkenimu Itikadimu boli akadoli-doli

Matomo yitu pada aumbatikomo

Hari kiyama pada alahirimo

Yi weyitumo huru-hara momaoge Kasukarana bari-baria batua

Atotimbangi bari-baria amala

Yi mizani kaloesa mobanara

Ee karoku ombu pada aumbamo

Bea buke nayile duniya si

Amalalanda, agalapu, apoposa

Mo saide yindamo te kainawa

Yitumo duka kaheruana batua Pokeni lima paimia Isilamu

Te akoni manga yinciya yitu

Yinciyamo si zamani be tamatemo

Potangisimo paiaka Isilamu Atangi mpu aoge-oge yincana

Audanimo janji mina yi Nabi

Hari kiyama pada aka aumbamo

Salana manga poma-mafuaka Nedangia te salana mangengena

Apentamo hukumu mina yi Opu

Opeamo bara bemokorouna si

Atangi mpu bari-baria situ Audanimo karunggana alamu

Te afikiri bangu yi hari kiyama

Betuapa nayile yingkita si

Ee karoku keniyaka mea mpu Duniya si padaaka amarunggamo

Ngalu maka padaaka tumpumo

Bemorunggana bari-baria kabumbu

Te amatu bari-baria yandalaa Te akolendu soma-somana kaka

Ositumo akrunggana alam

Kapupuna bari-baria batua

Afanamo malingu kadangia Somo Opu molagina mobaka

Alamu si ambulimo anainda

Simbou duka kadangia yi azali

Pata pulu taona tua situ Beafana bari-baria batua

Simpomini ambuli adangia

Ositumo kadangiya molagi

Ee karoku rangoa tula-tulana Kadangia nayile muri-murina

Babana akowau rahamati

Asapo mai minaka yi arasi

Apepatai bari-bariya koburu Amemeiki paikaro mobinasa

Pada kalbu hamba yang saleh

Di situlah permata amal

Yang menyinari semua perilaku

Wahai diriku, kuatkanlah teguhanmu I’tikadmu jangan sampe goyah

Kematian akan menghampirimu

Hari kiamat akan hadir

Di situlah peristiwa yang menggemparkan Yang menjadi duka semua hamba

Semua amal perbuatan akan dihisab

Dengan mizan timbangan yang benar

Wahai diriku, asap akan muncul

Yang memenuhi duni ini nantinya

Membuatnya gelap, gulita, dan membutakan

Walau sedikit tidak ada cahaya

Itulah pula yang dicemaskan hamba Menjabat tangan orang-orang saleh

Seraya berkata para hamba itu

Inikah masa setelah kematian?

Bertangisanlah umat Islam Menangis keras dengan hati yang sungguh

Mengingat janji dari pada Nabi

Bahwa hari kiamat akan datang

Hendaklah saling memaafkan kesalahan Termaksud kesalahan yang telah lalu

Menantikan hukuman apakah dari Tuhan

Bagaimana wujud kita nanti

Akan menangis semua itu Membayangkan kehancuran alam

Juga memikirkan wujud di hari kiamat

Bagaimana kita di hari esok

Wahai diriku yakinilah dengan sungguh Dunia ini sebentar lagi akan hancur

Angin kencang benar akan tiba

Ia akan menghancurkan gunung-gunung

Semua lautan yang dalam mengering Juga terjadi guncangan yang dahsyat

Itulah tanda kehancuran alam

Penghabisan semua hamba bernyawa

Fanalah semua yang ada di bumi Hanya Tuhan yang kekal abadi

Alam ini akan kembali tiada

Seperti keadaan sebelum lahir

Demikian itu empat puluh tahun lamanya Semua hamba bernyawa akan fana

Kemudian akan kembali ada

Begitulah keadaan yang abadi

Wahai diriku, dengarkan cerita Keadaan di hari kemudian

Mula-mula hujan rahmat

Naik turun berasal dari arsy

Menyeluruh kepada semua kuburan Membasahi semua jasad yang binasa

 

Page 319: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Orahamati amina yi Opu rahimu

Bea pabangu bari-baria batua

Bana bangu nayile muri-murina

Malaikati pata miyana situ Akoni Oputa Momakana

Lipa komiu yi nuncana soroga

Beu ala mahkuta molabina

Te malingu pakea momuliana Te tombi liwaulhamdu

Te buraku mosakalina kaliga

Tao Nabi batua yilabiaka

Muhammadi rasulu yimimiyaka

Oyinciyamo mia yimasiyaka

Asafati paimiya mokodosa

Yi huru-hara nayile muri-murina

Te azabu sikisa naraka Te arangani mokurana fahalana

Yi apaika mu’mini umatina

Sambulina malaikati yitu

Aminaka yi nuncana soroga Apenunumo koburuna nabita

Yimuhusara maedani molalesa

Sakawana manga yi tanga-tangana

Agoramo ruhuli Amina Jibirilu mutunggunamo wahi

Oandeana bari-baria rasulu

Te banguna gorana Jibrilu

Yi yapaimo koburuna Muhammadi Salapasina goana Jibrilu

Amawetamo tana koburuna yitu

Abangumo Nabi mina yi tana

Kuncura yi bana koburuna Te asapui jangkuna momuliyana

Te bana motopenena kawondu

Te asapui ngawu tana koburuna

Apekangkilo badana moalusuna Te apoili yi kayi yi kana

Bari-baria dangia amampada

Lausakamo abaki Jibrilu

Onabita safili ummati Jibrilu maipo peumbaku

Opeamo bara eo yincia si

Akonimo Jibrilu situ

Ositumo eo safatimu Te akakaro makamu kapujiamu

Beuagoa umatimu mokodasana

Akonimo safili umati

Alaihi salawa tee salamu I apaimo manga umatiku sii

Ulana bara incanamo sikisaa

Akoonimo jibriilu siitu

Oumatimu indapo tee mobanguna Aharamu porikana bea bangu

Rahmat itu berasal dari tuhan Rahim

Untuk membangkitkan semua hamba-Nya

Pertama-tama yang bangun

Empat orang Malaikat Berfirman Tuhan Yang Maha Kuasa

Pergilah kalian ke dalam surga

Untuk mengambil mahkota yang mulia

Dan juga semua pakaian yang mulia Dan bendera kebesaran Tuhan

Dan buraq yang teramat cepatnya

Untuk Nabi hamba yang dimuliakan

Muhammad Rasul yang disayangi

Dialah orang yang dikasihi

Syafaat pada umat yang berdosa

Pada peristiwa di hari kemudian

Dan azab siksaan api neraka Dan menambah yang kurang pahalanya

Di mana saja umatnya yang mukmin

Sekembalilnya malaikat itu

Datang dari surge Menelusuri kuburan Nabi Muhammad

Di padang masyhar tempat yang luas

Setibanya mereka di tengah-tengah

Berserulah Ruhil Amin Jibril yang menjaga wahyu

Sahabat karibnya semua Rasul

Dengan bentuk panggilan Jibril

Di mana kuburan Muhammad Setelah Jibril berseru

Terbelahlah tanah kuburan Muhammad

Bangunlah Nabi dari dalam tanah

Lalu duduk di kepala kuburannya Dan menyapu janggutnya yang mulia

Dan kepalanya yang teramat harum

Dan menyapu abu tanah kuburannya

Membersihkan badannya yang halus Menoleh ke kiri dan ke kanannya

Semua masih tiada

Terus ia bertanya kepada Jibril

Nabi kita syafiil umat Jibril, cobalah beritahu daku

Apakah hari sekarang ini

Jibril pun berkata

Itulah hari syafaatmu Dan berdiri makam kelebihanmu

Engkau selamatkan umatmu yang berdosa

Bersabda Nabi Muhammad

Mengucapkan salawat dan salam Di mana umatku ini

Barangkali sudah di dalam siksaan

Berkata Jibril itu

Umatmu belum ada yang bangun Haram mereka bangun lebih dulu

 

Page 320: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Malinguaka I apai maanusia

Tabeana porikana ingko

Tee mobanguna minaaka I koburu

Kabea bangu mia mosagaanana Itumo duka rouna kamuliaamu

Kaa bangu Sidiki mobanara

Abubakara oamana Aisa

Kaa bangu Umara moadilina Rua miaana sahabatina molabi

Kaa pake manga talu miaia

Malinguaka pakea I sorgaa

Omakuta tee izari momulia

Tee kausu motopenena kalape

Osawikana podo buraku molabi

Apiliakea I nuncana sorgaa

Osiitumo kamuliangina Opu Akukumbai batua talu miana

Salapasina padana tua siitu

Alingkamo manga talumiaia

Aporikana Sidiki tee Umara I aroana safiili umati

Motutunia Nabiita molabina

Sakabumbua podo malaikati

Temoo dua I yapai moiringia I kaanana tee weta I kaaina

Kambeli-mbeli manga incia siitu

I muhusara maedani kalalesa

O Nabiita atoku-toku umatina Tee apentaa paimia mobanguna

Israfiili atowi sangkakala

Bea banguna sabara antona tana

Sarangona suarana sangkakala Posabangumo paimia koburu

O Isilamu tee malingu kaafiri

Posabangumo sumbe-sumbere kaomu

Kawanamo o kadadi o binate Posabangumo naile I muhusara

Sakamatana Nabiita molabina

I apaika mia mobanguna yitu

Akoonimo Nabiita molabina Jibriilu sumakomo umatiku

Akoonimo Jibriilu siitu

Manga sumako mincuana umatimu

Indaa mangenge padanaa tua siitu Umbalakamo manusia mobari

Abuke mea I apai anguna tombu

Tee malingu tarafuna mbooresa

Akoonimo Jibriilu siitu Muhammadi sumakomo umatimu

Alipamo Nabiita molabina

Pakawaaka paimia umatina

Akoniimo Nabiita molabina Abakai manga umatina yitu

Siapa saja mereka manusia itu

Kecuali engkau yang mendahului

Yang bangun dari kubur

Lalu bangun menyusul yang lain Itulah tanda kemuliaanmu

Lalau bangun Sidiq yang benar

Abubakar ayahnya Aisya

Disusul Umar yang adil Keduanya sahabat yang mulia

Lalu berpakaian mereka ketiganya

Semua pakaian di surga

Mahkota dan kain yang mulia

Serta sepatu yang sangat bagus

Menumpangi buraq yang sangat cepat

Dipilihkan dari dalam surga

Itulah kemuliaan Tuhan kepadanya Menyayangi hamba yang tiga

Setelah selesai mereka itu

Pergilah mereka bertiga

Lebih dahulu Sidiq dari pada Umar Di depannya syafiil umat

Mengukuti Nabi yang mulia

Sekumpulan barisan para malaikat

Dan juga beberapa yang mengiringnya Di sebalah kana dan sebelah kirinya

Berjalan-jalan mereka itu

Di padang mahsyar yang teramat luasnya

Nabi Muhammad memerhatikan umatnya Menantikan orang yang akan bangkit

Israfil meniup sangkakala

Membangunkan semua isi kubur

Setelah mendengar suara sangkakala Bangunlah semua isi kubur

Baik Islam maupun kafir

Juga binatang di dalam tanah

Semua ikut bangun Bangun di padang masyhar

Setelah melihat Nabi kita yang mulia

Orang-orang yang bangun itu

Bertanyalah Nabi yang mulia Jibril, sana umatku?

Jibril menjawab

Mereka sana bukanlah umatmu

Tidak lama setelah itu Bermunculanlah manusia banyak

Memenuhi semua tempat

Dan segala susunan tempat tinggal

Berkata Jibril itu Muhammad, sana umatmu

Pergilah Nabi yang mulia

Menemui para umatnya

Bertanyalah Nabi yang mulia Bertanya kepada umatnya

 

Page 321: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Tuapamo komiu namisimiu

Umboo-mboore I nuncana koburumiu

Sarangona manga incia siitu

Potangisimo bari-baria siitu

O Nabiita safiili umati

Atangimo duka aoge-oge incana

Kama-kamata manga ummatina yitu

Osiitumo rouna kaasina Ee karoku fikira mpuu-mpuu

Okaasina tee manga umatina

Opea bara inda ituruakamu

Beu osea I apai kasameana

Kasameana Nabiita molabina

Tapatotapu kaekata I Oputa

Tee tasabara I apaika bala

Tee tarela tee malingu kadalaana Tee tasikuru I Oputa momalangana

Adawu kita ni’mati bari-bari

Momaogena ni’mati Isilamu

Ni’matina atopene kabarina Ee karoku mate pada aumbamo

Ngalu hela padaaka atumpumo

Pamondomea kasangkana sawikamu

Pentaaka wakutuuna helamu Matemo yitu hela yindaa mobancule

Osiitumo bose mosatotuuna

Indamo ambuli paimia molingkana

Moporopena I dala incia siitu Matame itu intaana alimu

Itoku-tokuna paimia saalihi

Kasawika motopenena kalape

Oimani tasdiiki momatangka Kokombuna ala akea haufu

Kokombuna bakea-kea rijaa

Tawadu betao kapabelona

Mosaahida betao para bosena Ria dalati kamondona rabutana

Kinaati kasangkana kabokena

Ulina yitu mopatotona inca mangkilo

Opadomana mosusuakana dala Okuruaani tee hadisina Nabii

Obanderana sulaakea zuhudu

Tombi-tombina zikir tee tasubehe

Juru batuna sarai laahiri Juru mudina ilimu batiini

Mopolumena madadi mina I guru

Anakodana hidayatina Opu

Asangkaaka kamondona hela yitu Tawakalamo poaromu I Opumu

Adikaaka ngali ihelaakamu

Patotomea poropena Bangka yitu

Botukimea lipu mbooresa Masirahamu tee antona banuamu

Bagaimana persaan kalian

Tinggal di dalam kubur

Setelah mendengar itu

Bertangisanlah mereka semua Nabi kita syafiil umat

Menangis juga dengan sejadi-jadinya

Melihat-lihat umatnya tersebut

Itulah tanda sayangnya pada umatnya Wahai diriku, pikirkan betul-betul

Kasih sayang Nabi pada umatnya

Betapa engkau masih tak patuh

Untuk mengikuti segala petuahnya

Pesan Nabi kita yang mulia

Tetapkanlah takutmu pada Tuhanmu

Dan sabarlah bila bala menimpamu

Dan rela pada kelalaian kita Bersyukur pada Tuhan Yang Agung

Memberi kita nikmat yang berlimpah

Yang besar adalah nikmat Islam

Nikmat-Nya amatlah banyak Wahai diriku, kematian nanti akan datang

Angin berlayar sudah akan berhembus

Siapkan kelengkapan tumpanganmu

Menantikan waktu berlayarmu Mati itu pelayaran yang tidak kembali

Dan itulah pelayaran yang hakiki

Tidak kembali semua yang telah pergi

Yang menuju di jalan itu Mati itu yang dinantikan orang alim

Yang diharap-harapkan orang saleh

Dan tumpangan teramat baiknya

Iman dan tasdiq yang teguh Tiang perahu itu ambilkan khauf

Layarnya bentangkan rijaa

Tawadhu’ dijadikan layar depan

Mujahid untuk para pendayungnya Riyadhat kelengkapan tali-temalinya

Kina’at kelengkapan pengikatnya

Kemudinya meluruskan hati yang bersih

Sebagai kompas penunjuk arah Qur’an dan Hadits Nabi

Benderanya pasangkan zuhud

Fandelnya zikir dan tasbih

Juru batunya sara’i yang zahir Juru mudinya ilmu batin

Yang menimba air ilmu dari guru

Nahkodanya hidayah dari Tuhan

Kalau telah lengkap kesiapan berlayar itu Tawakallah menghadap Tuhanmu

Kapan angina berlayar sudah bertiup

Luruskan haluan perahu

Putuskan negeri tempat tinggalmu Sahabat, kenalan, dan seisi rumahmu

 

Page 322: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Pepuu mea kambotu motopenena

Zikiriillahu laa ilaaha illallahu

Neakawako garurana seetani

Tangasaana daangiiapo uhela Patotomea poropena Bangka yitu

Pangaawana boli ataurakea

Osiitumo uso imapasaaka

Neatosala poropena Bangka yitu Amapasaaka Bangka incia siitu

Tokarugimu naile muri-murina

Osiitumu kampadaa momadaki

Isarongimo suu’ul haatima

Alapamo beumatina Nabii

Asala mea millati Isilamu

Ee waOpu patotapua incaku

Poaroku kutonto maka zatumu Oiimani motopenena karosa

Kapupuaku tee husnul khatimah

Mulailah dengan keputusan yang tetap

Berzikirlah laa Ilaaha Illallah

Jika kamu didatangi godaan setan

Semetara engkau sedang berlayar Tetapkan haluan perahu itu

Jangan turunkan layarnya

Itulah angin topan yang bisa pecahkan kapal

Jika perahumu salah haluan Kalau akhirnya pecah perahumu

Kelak kau akan rugi pada hari kemudian

Itulah penghabisan yang buruk

Itu pula namanya su’ul kahtimah

Sudah lepas dari umat Nabi

Telah menyalahi garis-garis Islam

Wahai Tuhan, kuatkan hatiku

Hadapku menatap zat-Mu Keimanan yang kuat dalam diri

Akhirkanlah aku dengan husnul khatimah

 

Page 323: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Transkip Wawancara

Narasumber : La Ode Yusri

Jabatan : Peneliti Bahasa dan Sastra

Institusi : Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara

Hari, Tanggal : Rabu, 15 Agustus 2018

Waktu : 16.42-18.00 WIB

Wawancara ini dilakukan melalui telepon karena satu dan lain hal.

(T) Apa yang Anda ketahui dari fenomena Kabanti?

(J) Sebelumnya, kita harus mengetahu, ada dua jenis kabanti di

Buton, yaitu kabanti yang memakai alat musik dan memakai alat

musik.

Kelompok bangsawan tidak menggunakan alat musik, sementara

kelompok bukan bangsawan menggunakan alat music. Kabanti

Bangsawan lebih ke nasihat agama.

Non bangsawan (muda-mudi), isi kabantinya seputar syair-syair

percintaan di antara muda-mudi.

(T) Bagaimana posisi kabanti bangsawan dalam tradisi

budaya masyarakat kita saat ini, apakah terus dilestarikan,

misalnya dikembangkan dengan cara mengalihkan isi kabanti

ke budaya masyarakat saat ini seperti kesenian, pentas-pentas

teater, ataupun kajian agama?

 

Page 324: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

(J) Ada semacam penurunan dan kabanti terancam punah.

Parahnya lagi, ancaman kepunahan itu tidak diikuti dengan upaya

pelestarian. Terutama oleh kelompok sanggar seni, limbo woilo.

Mereka lebih tertarik pada tarian, bukan hanya pada nyanyian.

Padahal, kabanti mengandung makna dan pesan nasihat yang

tinggi sekali, namun mereka belum melestarikan.

Kabanti yang tak bermusik ini kemurniannya dijaga, dan memang

tidak sembarang orang menyanyikannya. Dulu, begitu kuatnya

hegemoni Wolio, sampai seni pun diatur oleh Sultan. Ada seni

yang boleh didomine oleh bangsawan saja, dan ada seni yang

diatur oleh pemerintah yang bisa didomine oleh non-bangsawan.

(T) Jika masyarakat Buton hanya tertarik pada seni tarian

dan nyanyian (termasuk kabanti), lalu bagaimana posisi

kabanti jenis agama di dalam kesenian masyarakat Buton?

Terakhir setelah kegiatan, ada hasil baik yaitu kesadaran para guru

untuk melestarikan kabanti jenis bangsawan ini, sehingga

disarnkan untuk pemerintah agar ada lomba-lomba atau upaya

untuk menepis ancaman kepunahan kabanti. Sanggar fantastik,

diberi masukan agar memberi porsi untuk kabanti ini. Mereka

pernah melakukan rekaman kabanti bangsawan degan estetika

pakaian yang sesuai adat.

 

Page 325: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Transkip Wawancara

Narasumber : Al Mujazi

Institusi : Museum Kebudayaan Wolio

Hari, Tanggal : Kamis, 13 Maret 2014

Waktu : 16.00-17.00 WITA

Alamat : Jalan Labuke, Buton Sulawesi Tenggara

(tepatnya di benteng keraton buton)

(T) Kabanti merupakan sarana dakwah, apakah perlu

dibudayakan?

(J) “Seharusnya apa yang telah kita awali dari kabanti tetap kita

lanjutkan, jangan diputuskan.”

(J) Apa sajakah isi kandungan kabanti wolio?

Kabanti semua mengandung ajaran. Baik buruknya tingkah laku

kita dan mengetahui jati diri kita. Termasuk sejarah dan keadaan

benteng buton ini tersimpan dalam kabanti. Seperti kabanti-kabanti

lainnya juga merupakan ajaran untuk menuju pada kesalehan dan

beradab bagi manusia itu sendiri.

(T) Bagaimana fungsi kabanti sebenarnya?

(J) “Bagi orang tua ketika ingin membacakan kabanti, mereka

mengumpulkan keluarganya dan beberapa sanak saudaranya

dalam satu forum informal. Kemudian, pembaca kabanti akan

menjelaskan makna dari kandungan kabanti tertentu sesuai judul

 

Page 326: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

yang akan dikaji. Semua akan diamalkan dalam kehidupan sehari-

hari sejauh mana dia memahami.”

(T) Mengapa sebagian manuskrip enggan dikasih oleh sumber

atau pemegang naskah (manuskrip) tersebut?

(J) “Pernah ada seorang peneliti yang datang ke buton, kemudian

sebagian yang memegang sumber naskah memberikannya untuk

keperluan akademis. Namun, ternyata seorang peneliti tersebut

hanya mementingkan kebutuhan tertentunya.”

Mengetahui,

Al-Mujazi

 

Page 327: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

Transkip Wawancara

Narasumber : Lambalangi

Institusi : Tokoh dan Praktisi Kabanti

Hari, Tanggal : Selasa, 25 Maret 2014

Waktu : 19.45- 20.30 WITA

Alamat : Kelurahan Tarafu, Babau Sulwesi Tenggara

(T) Bgaimana gerakan kabanti yang dilakukan oleh

masyarakat saat ini dan apa yang telah Anda lakukan?

(J) “Salah satu penyebab mengapa kabanti sudah tidak dilestarikan

lagi adalah berkurangnya orang wolio asli. “Orang Wolio sudah

berkurang tapi Orang di Wolio sudah semakin banyak”. Karena

memang masyarakat Buton sekarang sudah kurang mengerti

berbahasa wolio. Oleh karena itu, setelah beberapa lama pensiun,

pada tahun 1992 saya berpikir apa yang harus saya kerjakan? Pada

saat yang sama saya dibayang-bayangi akan makin punahnya

bahasa wolio. Sehingga, saya menyalin dan menyetak beberapa

kabanti. Semua kabanti yang saya cetak ini ada tujuh buku, ada

yang bertuliskan wolio da nada juga yang latin.”

(T) Ada berapa jumlah “judul” kabanti?

(T) “Kata para orang tua dulu ada 100 lebih judul kabanti yang

tertulis. Namun, hingga saat ini sudah 21 tahun yang ditemukan

baru 35 judul kabanti.

Apa latar belakang ditulisnya kabanti wolio?”

 

Page 328: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

(T) Bagaimana fungsi kabanti pada masa kesultanan?

(J) “Pada 1824 di masa Diponegoro, karena pergaulan di Buton

sudah jauh dari norma-norma agama sehingga Muhammad Idrus

Kaimuddin membuat kabanti pada saat itu. Kabanti yang dibuat

kadang dinyanyikan pada waktu masyarakat lagi meminum

khomar dan berjudi serta aktivitas yang menyimpang lainnya.

Aktivis kabanti saat itu tidak menegur secara langsung orang-

orang yang telah menyimpang dari norma-norma agama. Akan

tetapi justru mereka menyanyikan kabanti agama di saat aktivitas

mereka.”

(T) Bagaimana masyarakat menggunakan kabanti saat ini?

(J) “Saati ini sudah longgar akidah, jadi cukup berhati-hati.

Akhirnya kabanti akan menjadi hal yang tidak penting lagi.

Masyarakat sudah tidak peduli lagi dengan peninggalan budaya

islam ini. Seperti halnya, banyak manusia yang belajar ilmu

berenang tapi melupakan Ilmu menyelam. Saati ini sudah banyak

lagu dangdut dan itu sangat diminati daripada senandung kabanti.”

Mengetahui,

Lambalangi

 

Page 329: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

TRANSKIP WAWANCARA

Narasumber : Syafiuddin

Institusi : Universitas Dayanu Ikhsanuddin

(Unidayan) Baubau Sulawesi Tenggara

Jabatan : Dosen aktif

Hari, Tanggal : Minggu, 23 Maret 2014

Alamat : Kelurahan Bataraguru, Baubau Sulawesi

Tenggara

(T) Bagaimana metode pengajaran atau pengamalan kabanti

di zaman dulu?

(J) “Narasi dari Kabanti Bula Malino adalah sistim pemahaman di

dalam pelaksanaan tasawuf. Salah satu tarekat yang digemari oleh

orang tua dahulu. Pemahaman narasi kabanti oleh guru, dalam arti

mengajarkan langsung kepada murid atau memberikan petunjuk

makna dari naskah oleh guru kepada murid. Begitulah sistim tata

cara pelaksanaan pemahaman daripada narasi kabanti itu. Kabanti

adalah sistim pengamalan tarekat. Kabanti Bula Malino ini adalah

tarekat.

(T) Selain pemahaman tasawuf, apa lagi yang direpsentasikan

kabanti?

(J) “Bula malino adalah etika islam, yang mana ajarannya ini

adalah ajaran tasawuf. Kabanti dipakai setiap kali oleh mereka di

samping pengkajian, mereka langsung mengamalkan isi dari pada

 

Page 330: SEMIOTIKA NARATIF GREIMASIAN DALAM KABANTI BULA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44392/1/LA ODE...semiotika, manuskrip kabanti tidak sekadar mengomunikasikan kesenian

kabanti. Karena cerita dalam kabanti mengenai bagaimana

Pengarang berupaya tidak berpisah dengan Penciptanya.”

(T) Apa yang Anda pahami dari seluruh nasehat pengarang

kitab tersebut?

(J) “Objek atau kunci akhir daripada kabanti ini adalah untuk

betul-betul menjadi seorang insan kamil di hadapan Allah swt.

Pada waktu itu kabanti merupakan pendidikan informal yang

tertuju kepada ketinggian tauhid seseorang.”

Mengetahui,

Syafiuddin