Seminoma Testis_galuh Ajeng P_g4a014036

33
REFERAT SEMINOMA TESTIS Dokter Pembimbing: dr. Tri Budiyanto, Sp.U Disusun oleh: Galuh Ajeng Parandhini G4A014036 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN SMF ILMU BEDAH 1

description

referat seminoma testis

Transcript of Seminoma Testis_galuh Ajeng P_g4a014036

REFERATSEMINOMA TESTIS

Dokter Pembimbing:

dr. Tri Budiyanto, Sp.UDisusun oleh:Galuh Ajeng ParandhiniG4A014036

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

SMF ILMU BEDAH

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO2015LEMBAR PENGESAHANTelah dipresentasikan dan disetujui referat berjudul

Seminoma Testis

Disusun OlehGaluh Ajeng Parandhini

G4A014036Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Bedah Urologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo PurwokertoPada tanggal : Maret 2015

Mengetahui,Pembimbing

dr. Tri Budiyanto, Sp.UKATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan dan pelaksanaan penelitian deskriptif yang berjudul Seminoma Testis. Penulisan referat ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Bedah RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat untuk kepentingan pelayanan kesehatan, pendidikan. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikanungkapan terima kasih kepada:1. dr. Tri Budiyanto, Sp.U selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penyusunan referat ini.

2. Teman-teman FK-Unsoed serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.

Penulis sadar sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak dijumpai kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun dari para penelaah sangat diharapkan demi proses penyempurnaan.

Purwokerto, Maret 2015

Penyusun

BAB I

PENDAHULUANA. Latar BelakangTumor testis berasal dari sel germinal atau jaringan stroma testis. Lebih dari 90% berasal dari sel germinal. Tumor ini memiliki derajat keganasan tinggi tetapi dapat sembuh bila diberi penanganan yang adekuat. Tumor ini memiliki petamda tumor sejati yang berharga sekali untuk diagnosis, rencana terapi dan kontrol (Jong, 2004; Price, 2006).Menurut Purnomo, tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria yang berusia diantara 15 35 tahun dan merupakan 1 2% semua neoplasma pada pria, dipaparkan juga bahwa akhir-akhir ini terdapat perbaikan usia harapan hidup pasien yang mendapatkan terapi jika dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, karena sarana diagnosis yang lebih baik, diketemukannya penanda tumor, diketemukannya regimen kemoterapi dan radiasi, serta teknik pembedahan yang lebih baik. Angka mortalitas menurun dari 50% menjadi 5% (Jong, 2004; Price, 2006; Purnomo, 2003).

Dari berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi WHO sering dipakai. Selain seminoma yang memang berasal dari sel germinal, terdapat karsinoma embrional, teratoma, dan koriokarsinoma yang digolongkan nonseminoma, yang dianggap berasal dari sel germinal pada tahap perkembangan lain histogenesis. Seminoma meliputi sekitar 40% dari tumor ganas testis. Koriokarsinoma jarang sekali ditemukan (1%) (Jong, 2004; Price, 2006).

Seminoma testis adalah tumor ganas yang berasal dari sel germinal yaitu berasal dari spermatogonium. Seminoma cenderung tumbul secara lebih lambat dibanding dengan tumor germinal lainnya. Pada penampilan klinisnya, 75% akan melibatkan testis, 15% melibatkan kelenjar limfe regional, dan 10% telah menyebar sampai ke visera atau nodus limfatikus yang jauh (Jong, 2004; Price, 2006). Secara keseluruhan angka bertahan hidup adalah 85%, dengan lebih dari 90% bertahan bila tumor hanya terdapat di testis. Seminoma sangat radiosensitif. HCG dihasilkan oleh 5% sampai 10%, tapi tidak ada seminoma diferensiasi buruk yang memproduksi AFP. Peningkatan kadar AFP mengekslusikan diagnosis seminoma diferensiasi buruk. Seminoma memiliki beberapa subtype diantaranya seminoma klasik (85%), seminoma anaplastik (10%) dan seminoma spermatositik (5%) (Jong, 2004; Price, 2006).Gambaran khas seminoma sama seperti tumor testis lainnya yaitu adanya benjolan dalam skrotum yang tidak nyeri dan tidak diafan. Gejala lain seperti nyeri pinggang, perut kembung, dispnea atau batuk dan ginekomastia, gejala-gejala ini menunjukkan metastase yang luas. Radioterapi masih merupakan terapi yang paling baik untuk seminoma, karena seminoma merupakan kanker yang radiosensitif (Jong, 2004; Price, 2006).B. Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami tanda dan gejala Seminoma Testis serta bagaimana cara mencegah dan penatalaksanaannya agar dapat menurunkan jumlah penderita seminoma testis.

C. Manfaat

Manfaat dari penulisan referat ini dijabarkan sebagai berikut :1. Diharapkan dapat menjadi salah satu masukan bagi instansi kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan di masa mendatang terutama untuk Rumah Sakit Umum Margono Soekarjo Purwokerto.2. Diharapkan menjadi bahan pembelajaran yang baik mengenai kelainan Seminoma testis bagi Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Margono Soekarjo Purwokerto.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Histologi

Setiap testis dikelilingi oleh simpai tebal jaringan ikat kolagen, yaitu tunika albuginea. Tunika albuginea menebal pada permukaan posterior testis dan membentuk mediastinum testis, tempat penjuluran septa fibrosa ke dalam kelenjar, yang membagi kelenjar menjadi sekitar 250 kompartemen pyramid yang disebut lobulus testis. Setiap lobulus dihuni oleh 1-4 tubulus seminiferus yang terpendam dalam dasar jaringan ikat longgar yang banyak mengandung pembuluh darah dan limfe, saraf dan sel interstitial (leydig). Tubulus seminiferus menghasilkan sel kelamin pria, yaitu spermatozoa, sedangkan sel interstitial menyekresikan androgen testis (Guyton, 2007; Faiz, 2002; Janquiera, 2004).

Gambar 1. Anatomi Testis.

Testis berkembang secara retroperitoneal dalam dinding dorsal rongga abdomen. Testis bermigrasi selama perkembangan fetus dan akhirnya turun ke dalam skrotum, setiap testis membawa serta suatu kantung serosa, yakni tunika vaginalis, yang berasal dari peritoneum. Tunika ini berasal dari lapisan parietal di luar dan lapisan visceral di sebelah dalam, yang membungkus tunika albuginea pada sisi anterior dan lateral testis (Jong, 2004; Price, 2006).Tubulus Seminiferus

Gambar 2. Gambaran Histologis Tubulus Seminiferus dan Jaringan Interstitial Testis. Tubulus seminiferus dibatasi oleh epitel bertingkat yang terdiri dari sel dengan berbagai tingkat spermatogenesis dan spermiogenesis. Sel yang nonspermatogenik adalah sel sertoli.

Spermatozoa dihasilkan di tubulus seminiferus. Setiap testis memiliki 250-1000 tubulus seminiferus . setiap tubulus seminiferus dilapisi oleh epitel berlapis majemuk, garis tengahnya lebih kurang 150-250 m dan panjangnya 30-70 cm. panjang seluruh tubulus satu testis mencapai 250 m. tubulus itu berkelok-kelok dan berawal sebagai saluran buntu. Diujung setiap lobules, lumennya menyempit dan berlanjut ke dalam ruas pendek yang dikenal sebagai tubulus rectus, atau tubulus lurus yang menghubungkan tubulus seminiferus dengan labirin saluran berlapis epitelyang beranastomosis, yaitu rete testis. Kira-kita 10 sampai 20 duktuli efferentes menghubungkan rete testis dengan bagian sefalik epididimis. Tubulus seminiferus terdiri atas suatu lapisan jaringan ikat fibrosa, lamina basalis yang berkembang baik, dan suatu epitel germinal atau seminiferus, yang kompleks. Tunika propria fibrosa yang membungkus tubulus seminiferus terdiri atas beberapa lapis fibroblast, lapisan terdalam melekat pada lamina basalisterdiri aatas sel mioid gepeng, yang memperlihatkan cirri otot polos. Sel-sel interstitial menempati sebagian besar ruang diantara tubulus seminiferus.

Gambar 3. Tubulus seminiferus

Gambaran ini menunjukkan diferensiasi deret spermatozoa yang berasal dari spermatogonium (SG) yang berada di basal. Spermatosit primer yang besar (SC) merupakan hasil pembagian meiosis yang pertama. Spermatid yang kecil dan haploid (ST) memiliki inti yang bulat pada awalnya, namun bentuk dewasanya akan berubah memiliki inti yang memanjang, dan flagella sehingga disebut spermatozoa (SZ). Sel Sertoli (S) diidentifikasi dari bentuk nukleinya yang oval atau seperti mutiara yang berada di lamina basalis, dan intinya prominen. Tubulus dikelilingi oleh sel mioid peritubular (M) dan sekelompok sel endokrin yaitu sel Leydig yang tampak pada jaringan interstitial.

Epitel tubulus seminiferus terdiri atas dua sel yaitu sel sertoli atau sel penyokong dan sel-sel yang membentuk garis keturunan spermatogenik. Sel-sel turunan spermatogenik tersebar dalam 4 sampai 8 lapisan. Fungsinya adalah menghasilkan spewrmatozoa. Produksi spermatozoa disebut spermatogenesis, yaitu suatu proses yang emncakup pembelahan sel melalui mitosis dan meiosis serta diferensiasi akhir spermatozoa yang disebut spermiogenesis.B. Definisi

Seminoma testis adalah salah satu jenis karsinoma testis yang berasal dari sel germinativum turunan gonadal dengan gambaran histopatologis yang ditandai oleh bentukan sel besar dengan batas yang jelas, sitoplasma jernih kaya akan glikogen dan nucleus bulat dengan nucleolus jelas (Guyton, 2007; Anderson, 2005; Chabner, 2007).

C. Epidemiologi

Kanker testis, secara histopatologis oleh WHO dikalsifikasikan menjadi sel tumor germinal dan sel tumor nongerminal. 95% tumor testis berasal dari tumor germinal, tumor germinal terdiri atas seminoma dan nonseminoma. Seminoma berdasarkan histopatologisnya Secara keseluruhan, germinal sel tumor adalah tumor ganas yang paling sering pada laki-laki muda. Di Amerika tahun 2005, diperkirakan terdapat 8000 kasus diagnosa baru kanker testis, sedikit lebih sering dibanding limfoma Hodgkin. Germinal sel tumor memiliki distribusi umur bimodal, sebagian besar didiagnosa pada laki-laki berumur 15 sampai 25 tahun, dan yang kedua, puncak yang lebih kecil pada usia 60 tahun. Diantara kanker germinal, yang paling besar insidensinya adalah seminoma, dan memiliki histologis yang berbeda serta biologi yang kurang agresif dibanding yang lainnya (Guyton, 2007; Anderson, 2005; Chabner, 2007).D. Faktor Risiko

Tidak ada etiologi yang jelas yang telah disimpulkan untuk kanker testis, beberapa tampilan klinis telah ditemukan berhubungan dengan insidensi kanker testis (Guyton, 2007; Anderson, 2005; Chabner, 2007).

Beberapa penelitian case control dan cohort telah menyimpulkan bahwa kriptokismus adalah faktor risiko mayor yang telah diidentifikasi dalam terjadinya kanker testis, meski hanya 10% kasus yang berhunungan dengan faktor risiko ini. Saat muncul, kriptokismus menyumbakan risiko relative sebesar 2,5 smapai 17,1. Luasnya kisaran risiko relative ini terjadi karena adanya kebingungan diagnosis yang konsisten antara kriptokismus yang sebenarnya dengan retraktil testis, dan testis yang terlambat mengalami desensus padahal kemudian akan mengalami desensus. sangat penting bahwa risiko ini juga terjadi pada testis kontralateral yang secara normal mengalami desensus. dilakukannya orkidopeksi memberikan efek protektif telah menjad i suatu simpulan. Berdasarkan latar belakang biologic, adanya prosedur orkidopeksi dan insidens kontralateral kanker secara kuat menunjukkan bahwa risiko terjadinya kanker testis adalah krna adanya abnormalitas perkembangan gonad yang lebih donminan dibandingkan dengan malposisi anatomi (Guyton, 2007; Anderson, 2005; Chabner, 2007). Laki-laki dengan riwayat kanker testis memiliki kira-kira 24 kali lipat peningkatan risiko kanker testis pada kontralateral testis, semakin memperkuat peran predisposisi genetik dalam pathogenesis kanker testis (Guyton, 2007; Anderson, 2005; Chabner, 2007).Kejadian Familial pada kanker testis germinal jarang, terhitung hanya sekitar 1,5 % dari semua pasien yang telah didiagnosis. Sehingga, observasi sangat penting dilakukan untuk mereka yang memiliki hubungan keluarga saat berusia 15-25 tahun dimana pada usia tersebut berisiko tinggi untuk terkena kanker testis. Beberapa faktor tambahan telah diduga berhubungan dengan kanker testis. Diantaranya adalah trauma skrotum, namun sulit menemukan hubungannya. Beberapa pajanan toksin diduga berhubungan dengan terjadinya kanker testis, yang paling sering disebutkan adalah pajanan diethylstilbestrol (DES) saat dalam rahim. Selain DES, tidak ada pajanan toksin yang secara jelas meningkatkan risiko terjadinya kanker testis. Seperti daintaranya riwayat hernia inguinal, orkitis virus, peningkatan suhu skrotum, varikokel dan infeksi HIV dihubung-hubungkan dengan tejadinya kanker testis germinal, namun tidak ada data pasti yang menyimpulkan peranan toksin tersebut terhadap terjadinya kanker sel germinal (Guyton, 2007; Anderson, 2005; Chabner, 2007).

E. Patofisiologi

Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhinya mengenai seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rate testis, epididimis, funikulus spermatikus, atau bahkan ke kulit scrotum. Tunika albugenia merupakan barrier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albugenia oleh invasi tumor membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar keluar testis (Faiz, et al, 2002).Kecuali kariokarsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian menuju ke kelenjar mediastinal dan supraclavikula, sedangkan kariokarsinoma menyebar secara hematogen ke paru, hepar, dan otak (Faiz, et al, 2002).F. Gejala Klinis

Hampir duapertiga pasien dengan kanker testis datang dengan keluhan testis yang membesar atau membengkak, atau benjolan pada testis yang tidak nyeri. Diantara 30% kasus pembesaran testis dapat disertai dengan nyeri sekunder akibat perdarahan atau infark yang terjadi karena tumor. Adanya nyeri disertai dengan riwayat trauma dan tanda-tanda peradangan, harus dipikirkan differensial diagnosis lainnya seperti diantaranya torsio testis, epididimitis, orkhitis, hidrokel, spermatokel dan hematoma. Harus sangat dipikirkan bahwa tidak adanya nyeri, pada semua massa intraskrotal harus diduga kea rah adanya keganasan (Anderson, 2005).

Seminoma biasanya paling awal akan melibatkan nodus retroperitoneal sebagai daerah metastase awalnya. Mereka memiliki kecenderungan untuk meloncati nodus mediastinal untuk kemudian bernetastase dan melibatkan nodus supraklavikular sinistra. Paru-paru dan tulang adalah area paling sering sebagai metastase non kelenjar getah bening. Penyebaran ke otak tidak teradi. Gejala konstitusional biasanya tidak sering terjadi, namun rasa nyeri dari kelenjar getah bening retroperitoneal yang membesar adalah gejala yang lebih sering muncul (Guyton, 2007; Anderson, 2005; Chabner, 2007).G. Penegakan Diagnosisa. Radiografi

USG adalah sarana diagnostic yang reliable dan efektif untuk membedakan abnormalitas testicular dan paratestikular. USG transskrotal adalah pilihan pertama untuk mengevaluasi lebih lanjut pasien dengan massa dan atau nyeri di testis. Testis yang normal memiliki echotekstur yang normal, sementara kanker testis biasanya muncul sebagai lesi hipoekoik soliter. Dalam kasus dimana terdapat perdarahan atau nekrosis intratumor akan didapatkan gambaran ekogenik yang lebih heterogen. Secara jarang, MRI testis digunakan bila hasil dari USG meragukan. Sangat penting diingat bahwa, semua pasien memerlukan evaluasi bilateral agar insiden penyakit bilateral sangat meningkat (Anderson, 2003; Chabner, 2007).

Gambar 6. Gambaran USG Seminoma Testis

Gambar 7. Gambaran MRI Seminoma Testis

b. Marker Tumor Karsinoma TestisMarker serum, terutama human chorionic gonadotropin (hCG), alpha-fetoprotein (AFP), dan lactate dehydrogenase (LDH; particularly isoenzyme 1), memiliki diagnostic unik dan signifikansi prognostic pada germinal sel tumor. Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah (Anderson, 2003; Guyton, 2007; Chabner, 2007) :1. alpha-fetoprotein (AFP) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh karsinoma embrional, teratokarsinoma, atau tumor yolk sac, tetapi tidak diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan seminoma murni. Penanda tumor ini memiliki masa paruh 5-7 hari.

2. human chorionic gonadotropin (hCG) adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan normal diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien koriokarsinoma, pada 40-60% pasien karsinoma embrional, dan 5-10% pasien seminoma murni. HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam.c. Gambaran HistopatologiSebagai salah satu jenis dari Germinal Cell Tumor (GCT), dikatakan seminoma bila memiliki dua kriteria: (1) tumor sel germinal yang terdiri secara eksklusif gambarang histopatologis seminoma, dan (2) AFP serum yang normal. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, AFP hanya berasal dari sel tumor embrional, tumor sinus endodermal, atau bagian dari teratoma, dan bila kada AFP naik (yang tidak disebabkan oleh penyakit liver atau kaussa lain yang tidak dapat diidentifikas0) meskipun terdapat gambaran histopatologis seminoma, tumor akan diklasifikasikan sebagai tumor campuran atau nonseminomatous germ cell tumor (NSGCT) (Anderson, 2003; Chabner, 2007).Seminoma adalah tipe dari GCT, terhitumg setidaknya mendekati 50% kasus, dan terhitung kebanyakan kasus GCT didiagnosa pada laki-laki diatas 50 tahun. Dua jenis subkelas seminoma telah diidentifikasi: yaitu seminoma klasik dan spermatositik seminoma. Seminoma klasik lebih sering, dan lebih berhubungan dengan kriptokismus. Hal ini cenderung bilateral. Secara histologis, tumor ini didefinisikan sebagai proliferasi monoton sel yang besar, dan bentuknya bulat, oleh karenanya disebut "fried egg" appearance yang tersusun dalam barisan dengan nuclei dan nucleolus yang bwsar dan berada di sentral. Tumor ini sering terlihat dengan adanya infiltrate limfositik. Pada literature lainnya disebutkan bahwa gambaran histopatologis seminoma adalah sel besar dengan batas jelas, sitoplasma jernih kaya akan glikogen dan nucleus bulat dengan nucleolus yang jelas. Sel sering tersusun dalam lobulus-lobulus kecil dengan sekat fibrosa diantaranya. Biasanya juga terdapat sebukan sel limfositik yang menutupi sel neoplastik . secara makroskopis seminoma biasanya ditandai dengan tumor besar, lunak, berbatas tegas, biasanya homogen dan berwarna putih abu-abu yang menonjol (Anderson, 2003; Guyton, 2007; Chabner, 2007).

Gambar 9. Gambaran Histopatologis Seminoma Klasik

Gambar 10. Gambaran Histopatologis Seminoma Spermatositik

Spermatositik seminoma adalah variasi seminoma yang tidak sering, terhitung setidaknya 10% dari semua kasus seminoma. Kanker ini biasanya terjadi pada laki-laki diatas 50 tahun dan bilateral pada 10% kasus. Secara histopatologis, tumor ini mengandung campuran sel yang berukuran sedang, sel tumor besar berinti satu atau banyak dan sel kecil dengan nucleus bulat yang mirip dengan spermatosit sekunder. Tumor ini cenderung untuk tumbuh secara sangat lambat dan menunjukkan kecenderungannya untuk bermetastase rendah. Mereka memiliki prognosis yang sangat baik dan jarang membutuhkan terapi apa apa selain reseksi (Anderson, 2003; Guyton, 2007; Chabner, 2007).

Gambar. Staging Seminoma TestisH. Penatalaksanaan a. Managemen untuk tumor PrimerOrchiectomy adalah pilhan standar yang dapat dilakukan dan partial orchiectomy mungkin dilakukan pada kondisi yang spesifik. Pembedahan pada langkah primer harus dilakukan sebelum terapi lainnya, kecuali terdapat metastase yang mngancam jiwa dan telah tegak diagnosis germinal sel tumor melalui adanya peningkatan tumor marker yang membutuhkan kemoterapi sesegera mungkin. Tumor marker harus dilakukan pemeriksaannya sebelum pembedahan dan bila meningkat, 7 hari setelah pembedahan untuk mebedakan kinetika waktu paruh tumor tersebut. Tumor marker harus dimonitor sampai normal. Marker juga harus diperiksa setelah pembedahan meskipun nilai tumor marker tersebut normal.

Radikal Orkiektomi

Radikal orkiektomi dilakukan melalui insisi inguinal. Berbagai bu=iopsi transkrotal kontraindikasi untuk dilakukan. Tumor yang berada di testis direseksi beserta dengan funikulus spermatikusnya sampai pada level cincin inguinal. Dilakukan pula biopsi frozen section pada kasus yang meragukan sebelum pembedahan definitif.Partial Orkiektomi

Partial orkiektomi harus dilakukan pada pembedahan untuk menyelamatkan suatu organ, hanya dilakukan di center-center dengan pengalaman yang tinggi. Dan beberapa, pada kasus tumor testis bilateral yang sinkron, tumor testis yang soliter dan atrofi testis kontralateral dengan fungsi endokrin yang baik. Setelah reseksi lokal, daerah sekitar lokasi reseksi biasanya mengandung TIN, namun bisa dihancurkan oleh radioterapi adjuvant.b. Terapi untuk Stadium 175% pasien dengan seminoma yang didiagnosis sedang berada pada stadium 1, dengan angka bertahan hidup >99% dengan strategi terapi terpilih. Terapi aktif melalui kemoterapi adjuvant harus dicegah dan digantikan dengan surveilen risiko individual untuk kambuh.Angka kekambuhan 5 tahun adalah 12%, 16% dan 32% pada pasien tanpa faktor risiko, dengan satu faktor risiko dan dengan dua faktor risiko (ukuran tumor 4 cm; invasi pada rete testis). Pada 97% kekambuhan terjadi pada nodus retroperitoneal atau iliaca atas. Kekambuhan setelah 10 tahun adalah kasus yang sangat jarang. Dengan strategi surveilen tersebut, hampir 88% pasien populasi standar tidak membutuhkan suatu terapi setelah ablasi tumor lokal. Bila surveilen tidak diterapkan, ajuvan paling efektif adalah carboplatin (satu siklus) atau ajuvan radioterapi (20 Gy dalam 2 Gy fractions; para-aorticfields).b. Terapi Stadium IIA (lymph nodes12 cm)/borderline IIB (lymph nodes 22.5 cm)

Stadium klinik seminoma IIA harus diverifikasi dengan imaging standar contohnya seperti biopsy, sebelum dilakukan kemoterapi sistemik awal..

Terapi standar radioterapi pada para-aortic dan iliaka ipsilateral radiotherapy 30 Gy dalam 2 Gy fractions. Chemotherapy (PEB untuk tiga siklus atau PE untuk empat siklus, bila ada argumentasi yang tidak setuju terhadap bleomicin) adalah pilihan ekuivalen dengan toksistas yang berbeda dan lebih akut namun menurunkan risiko kanker sekunder. c. Terapi stadium IIB (lymph nodes 2.55 cm)

PEB untuk 3 siklus adalah standarnya (untuk jadwal 3 sampai 5 hariuntuk pasien yang menolak atau bukan kandidat untuk menerima kemoterapi para-aortic dan ililaka ipsilateral iliac dipajankan dengan radiotherapy sampai 36 Gy dalam 2 Gy fractions adalah standar. d. Terapi untuk seminoma tahap lanjut IIC/III

Kemoterapi dengan PEB adalah terapi standar: tiga siklus untuk pasien dengan prognosis baik (jadwal 3 atau sampai 5 hari) dan 4 siklus untuk pasien dengan prognosis intermediet (5jadwal 5 hari). pada kasus dengan peningkatan risiko terhadap bleomicin yang menginduksi toksisitas terhadap paru-paru, maka tiga siklus PEB pada pasien dengan prognosis yang baik digantikan dengan empat siklus PE. Pada pasien dengan prognosis intermediet, pengganti bleomicin adalah ifosphamide, tanpa meningkatkan jumlah siklus.Kemoterapi terdiri dari PEB diberikan jadwal 5- atau 3-day untuk pasien dengan prognosis yang baik dan jadwal 5-hari untuk prognosis intermediet. Jadwal 5 hari adalah cisplatin 20 mg/m2 (3060 min), hari pertama sampai kelima; etoposide 100 mg/m2 (3060 min), hari kesatu sampai kelima; bleomycin 30 mg (absolute) bolus, hari 1, 8 dan 15. Protokol 3 hari adalah cisplatin 50 mg/m2 (3060 min), hari 12; etoposide 165 mg/m2 (3060 min), hari ke 13; bleomycin 30 mg (absolute) bolus, hari ke 1, 8 dan 15. Pada kasus dengan respon yang lengkap, follow up dibutuhkan. Pada kasus dengan tumor residual >3 cm, PET scan (minimal 6 minggu setelah kemoterapi) direkomendasikan, tatpi hanya pilihan bila tumor residual 3 dapat direseksi dapat juga ditunggu sampai mengalami resolusi atau progresi.

Alogaritma Tatalaksana Seminoma TestisI. PrognosisBila penanganan bedah sempurna serta kemoterapi dan penyinaran dilakukan lengkap, prognosis baik sekali. Prognosis umumnya memuaskan, kecuali pada penderita dengan metastastasis banyak di paru atau bila terdapat kekambuhan dengan kadar petanda tumor yang tinggi. DAFTAR PUSTAKAGuyton, A. C., Hall, J. E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi 11). Alih Bahasa oleh Irawati et al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anderson, MD. 2005. Mannual of Medical Oncology. Texas : Mc. Graw hill.

Chabner, B.A., et all., 2007. Harrisons Mannual of Oncology. London : Mc. Graw Hill.Jong, W.D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta : EGC.

Price, S. A. & Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit) (Edisi Keenam). Alih Bahasa oleh Brahm U. Pendit et al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Purnomo, B.B., Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Ed. 2, Jakarta. 2003Faiz, O., and Davidz, M. 2002. At a glance Anatomy. London : Blackwell Science.

Hellman, et all., 2001. Cancer: Principles and Practice of Oncology 6th edition. William & Wilkins Publishers.Kumar and Kotran. 2007. Buku Ajar Patologi Robins 7th. Jakarta : EGCJunqueira and Carneiro. 2004. Histologi Dasar Edisi 10. Alih bahasa oleh Jan Tambayong et al. Jakarta: EGC

William and Weinberg. 2002. Rules for Making Human Tumor Cells. http://nejm.org//021902Putz and Pabs. 2007. Atlas Anatomi Sobotta. Alih bahasa oleh Joko Suyono, dkk. Jakarta : EGC.Isabell A, et al. 2004. Pathology of Germ Cell Tumors of the Testis. Department of Genitourinary Pathology at the Armed Forces Institute of Pathology,Washington, DC.Schmoll, et al. 2009. Testicular seminoma: ESMO Clinical Recommendations for diagnosis, treatment and follow-up. Annals of Oncology 20 (Supplement 4): iv83iv88, 2009

22