seminar skizofrenia komplit.docx

42
1 A. DEFINISI Di bawah ini merupakan berbagai definisi Skizofrenia: 1. Skizofrenia adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan kontak pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan (kepercayaan yang salah), pikiran yang abnormal dan menggangu kerja dan fungsi sosial (DSM-IV- TR, 2008) 2. Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (Durand dan Barlow, 2007) 3. Skizofrenia adalah penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respon emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal, sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsangan panca indera) (Arif, 2006).

Transcript of seminar skizofrenia komplit.docx

1

A. DEFINISIDi bawah ini merupakan berbagai definisi Skizofrenia:

1. Skizofrenia adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan

kehilangan kontak pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan

(kepercayaan yang salah), pikiran yang abnormal dan menggangu

kerja dan fungsi sosial (DSM-IV-TR, 2008)

2. Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi

berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi,

menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan

menunjukkan emosi dan berperilaku dengan sikap yang tidak dapat

diterima secara sosial (Durand dan Barlow, 2007)

3. Skizofrenia adalah penyakit otak yang timbul akibat

ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam

otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri

hilangnya perasaan afektif atau respon emosional dan menarik diri dari

hubungan antarpribadi normal, sering kali diikuti dengan delusi

(keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsangan

panca indera) (Arif, 2006).

Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa

Skizofrenia adalah gangguan jiwa serius yang bersifat psikosis sehingga

penderita kehilangan kontak dengan kenyataan dan mempengaruhi

berbagai fungsi individu, seperti afeksi dan kognitif.

B. JENIS-JENIS SKIZOFRENIA

Terdapat berbagai macam skizofrenia, yaitu sebagai berikut:

1. Skizofrenia simplex

Yaitu skizofrenia yang sering timbul pertama kali pada masa pubertas

(pada beberapa kasus). Gejala utamanya adalah kedangkalan emosi

dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya

ditemukan, waham dan halusinasinya jarang sekali ada.

2

2. Jenis hebrefenik

Yaitu jenis skizofrenia yang permulannya perlahan-lahan dan sering

timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang

menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan

adanya depersonalisasi.

3. Jenis katatonik

Yaitu jenis skizofrenia yang timbulnya pertama kali antara umur 15-30

tahun, biasanya akut serta didahului oleh stres emosional. Skizofrenia

jenis ini melibatkan aspek psikomotorik. Skizofrenia jenis katatonik

terbagi menjadi 2, yaitu:

a. Stupor Katatonik, merupakan gangguan di mana penderita tidak

menunjukkan perhatian sama sekali pada lingkungan. Gejala yang

muncul di antaranya adalah mutisme (kadang-kadang mata

tertutup) dan muka tanpa mimik

b. Gaduh Gelisah Katatonik, merupakan skizofrenia jenis katatonik

di mana terdapat hiperaktivitas, tetapi tidak disertai dengan emosi

dan rangsangan dari luar.

4. Jenis Paranoid

Jenis skizofrenia ini agak berbeda dari jenis-jenis yang lain dalam

jalannya jenis penyakit. Jenis ini mulai sesudah umur 30 tahun,

penderita mudah tersinggung, cemas, suka menyendiri, agak congkak

dan kurang percaya pada orang lain. Hal ini dilakukan penderita

karena adanya waham kebesaran dan atau waham kejar ataupun tema

lainnya disertai juga dengan halusinasi yang berkaitan.

5. Skizofrenia Residual

Yaitu jenis skizofrenia dengan gejala mengalami gangguan proses

berpikir, gangguan afek dan emosi, ganguan emosi serta gangguan

psikomotor. Namun, tidak ada gejala waham dan halusinasi. Keadaan

ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.

3

6. Jenis Skizo-Afektif

Yaitu jenis skizofrenia yang selain gejala-gejalanya yang menonjol

secara bersamaan juga gejala-gejala depresi atau gejala-gejala mania

menyertai. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek tetapi

mungkin juga seringkali timbul lagi.

C. SEBAB-SEBAB (BIOPSIKOSOSIALSPIRITUAL)Ada beberapa teori yang mungkin bisa menjelaskan penyebab

skizofrenia. Adapun teori-teori tersebut seperti tersebut di bawah ini:

1. Teori Neurotransmitter

Di dalam otak manusia terdapat berbagai macam neurotransmitter,

yaitu substansi atau zat kimia yang bertugas menghantarkan impuls-

impuls saraf. Ada beberapa neurotransmitter yang diduga berpengaruh

terhadap timbulnya skizofrenia. Dua di antaranya yang paling jelas

adalah neurotransmitter dopamine dan serotonin. Berdasarkan

penelitian, pada pasien-pasien dengan skizofrenia ditemukan

peningkatan kadar dopamine dan serotonin di otak secara relatif.

Menurut Mesholam Gately et.al dalam jurnal Neurocognition in

First-Episode Schizophrenia: A Meta Analytic Review (2009),

gangguan neurokognisi adalah fitur utama pada episode pertama

penderita skizofrenia. Gangguan tersebut membuat sistem kognisi

tidak dapat bekerja seperti kondisi normal.

2. Teori Genetik

Diduga faktor genetik juga berpengaruh terhadap timbulnya

skizofrenia. Walaupun demikian, terbukti dari penelitian bahwa

skizofrenia tidak diturunkan secara hukum Mendeell (jika orang tua

skizofrenia, belum tentu anaknya skizofrenia juga). Dari penelitian

didapatkan prevalensi sebagai berikut:

Populasi umum 1%

Saudara Kandung 8%-10%

Anak dengan salah satu orang tua skizofrenia 12%-15%

4

Kembar 2 telur (dizigot) 12%-15%

Anak dengan kedua orang tua skizofrenia 35%-40%

Kembar monozigot 47%-50%

Sampai saat ini, belum ada hal yang pasti mengenai penyebab

skizopfrenia. Namun demikian peneliti-peneliti meyakini bahwa

interaksi antara genetika dan lingkungan yang menyebabkan

skizofrenia. Menurut Imransyah, bahwa hanya 10% dari genetika yang

dapat menyebabkan skizofrenia, sedangkan Hawari (Arif, 2006)

mengakui bahwa skizofrenia dapat dipicu dari faktor genetik. Namun

jika lingkungan sosial mendukung seseorang menjadi pribadi yang

terbuka maka sebenarnya faktor genetika ini bisa diabaikan. Namun

jika kondisi lingkungan mendukung seseorang bersikap asosial maka

penyakit skizofrenia menemukan lahan suburnya.

Penelitian lain dari Clarke et al yang berjudul Evidence for an

Interaction Between Familial Liability and Prenatal Exposure to

Infection in the Causation of Schizophrenia (2009), menyebutkan

bahwa Komplikasi kelahiran dan keluarga yang memiliki resiko

psikotik terbukti menyebabkan skizofrenia dengan persentase resiko

38% - 46%.

3. Predisposisi Genetika

Meskipun genetika merupakan faktor resiko yang signifikan,

belum ada penanda genetika tunggal yang diidentifikasi. Kemungkinan

melibatkan berbagai gen. Penelitian telah berfokus pada kromosom 6,

13, 18, dan 22. Resiko terjangkit skizofrenia bila gangguan ini ada

dalam keluarga, yaitu satu orang tua yang terkena 12%-15%, kedua

orang tua terkena penyakit ini resiko 35%-40%, saudara sekandung

terjangkit resiko 8%-10%, kembar dizigotik yang terkena resiko 12%-

15%, bila kembar monozigotik yang terkena resiko 47%- 50%.

Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia

diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang

mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki

5

laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang

mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek /

nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi

umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita

skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang

tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12 % (Makalah

pembahas).

Lenzenweger, Mark et al. dalam jurnal Resolving The Latent

Structure of Schizophrenia Endophenotypes Using Expectation-

Maximization-Based Finite Mixture Modelling (2007) melakukan

penelitian mengenai struktur laten fenotip pada beberapa subjek yang

diindikasikan skizofrenia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek

tersebut memiliki kecenderungan kepribadian skizotipal yang sangat

berpotensi untuk mengarah pada gangguan psikotik.

4. Abnormalitas Perkembangan Syaraf

Penelitian menunjukkan bahwa malformasi janin minor yang

terjadi pada awal gestasi berperan dalam manifestasi akhir dari

skizofrenia. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan

saraf dan diidentifikasi sebagai resiko yang terus bertambah, meliputi

individu yang ibunya terserang influenza pada trimester kedua,

individu yang mengalami trauma atau cedera pada waktu dilahirkan,

dan penganiayaan atau trauma di masa bayi atau masa anak-anak.

5. Abnormalitas Struktur dan aktivitas Otak

Pada beberapa subkelompok penderita skizofrenia, teknik

pencitraan otak (CT, MRI, dan PET) telah menujukkan adanya

abnormalitas pada struktur otak yang meliputi pembesaran ventrikel,

penurunan aliran darah ventrikel, terutama di korteks prefrontal

penurunan aktivitas metaolik di bagian-bagian otak tertentu atrofi

serebri. Ahli neurologis juga menemukan pemicu dari munculnya

gejala skizofrenia. Pada para penderita skizofrenia diketahui bahwa

sel-sel dalam otak yang berfungsi sebagai penukar informasi mengenai

6

lingkungan dan bentuk impresi mental jauh lebih tidak aktif dibanding

orang normal.

Temuan ini bisa menjabarkan dan membantu pengobatan

munculnya halunisasi dan gangguan pemikiran pasien skizofrenia,

demikian menurut tim dari Harvard Medical School. Pada saat yang

sama para ilmuwan memonitor gelombang otak partisipan dengan

menggunakan alat electroencephalogram (EEG) yang bisa memberi

informasi aktivitas elektrik otak. Kedua kelompok memberi respon

terhadap gambar-gambar tersebut selama satu detik saja. Namun

mereka yang menderita skizofrenia membuat lebih banyak kesalahan

dan membutuhkan waktu lebih banya 200 milidetik dibanding yang

sehat.

Ketika para ilmuwan mengamati pola gelombang otak, mereka

menemukan bahwa pasien skizofrenia memperlihatkan tidak adanya

aktivitas pasti dalam gelombang otakknya ketika menekan tombol-

tombol jawaban. Sementara partisipan yang sehat memiliki aktivitas

gelombang gama yang bisa menjadi identifikasi bahwa otak mereka

memproses informasi visual sebagai petunjuk responnya. “Ada

perbedaan yang sangat dramatis. Para penderita skizofrenia tidak

memperlihatkan respons gama sama sekali”, komentar Dr. Robert

McCarley, pemimpin studi. Jika komunikasi yang paling efisien terjadi

pada gelombang 40 hertz, maka penderita skizofrenia menggunakan

frekuensi yang jauh lebih rendah. Ini sama saja artinya dengan mereka

tidak mempunyai proses komunikasi yang efektif pada sel penukar

informasi dan bagian otaknya.

6. Ketidakseimbangan Neurokimia (neurotransmitter)

Skizofrenia memiliki basis biologis, seperti halnya penyakit kanker

dan diabetes. Penyakit ini muncul karena ketidakseimbangan yang

terjadi pada dopamine, yakni salah satu sel kimia dalam otak

(neurotransmitter). Otak sendiri terbentuk dari sel saraf yang disebut

neuron dan kimia yang disebut neurotransmitter.

7

Penelitian terbaru bahkan menunjukkan serotonin, norepinefrin,

glutamate, dan GABA juga berperan dalam menimbulkan gejala-gejala

skizofrenia. Majorie Wallace, pimpinan eksekutif yayasan Skizofrenia

SANE, London, berkomentar bahwa, di dalam otak terdapat miliaran

sambungan sel. Setiap sambungan sel menjadi tempat untuk

meneruskan maupun menerima pesan dari sambungan sel lainnya.

Sambungan sel tersebut melepaskan zat kimia yang disebut

neurotransmitter yang menbawa pesan dari ujung sambungan sel yang

satu ke ujung sambungan sel yang lain. Di dalam otak penderita

skizofrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi

tersebut. Biasanya mereka mengalami halusinasi.

Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak

mampu menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan

yang datang. Penderita skizofrenia mungkin mendengar suara-suara

atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu

sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala

yang biasanya timbul, yaitu penderita merasakan ada suara dari dalam

dirinya.

Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi

kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu

yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri. Gejala lain adalah

menyesatkan pikiran atau delusi, yakni kepercayaan yang kuat dalam

menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan

kenyataan. Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu lalu lintas di

jalan raya yang berwarna merah kuning hijau, dianggap sebagai suatu

isyarat dari luar angkasa.

7. Proses Psikososial dan Lingkungan

Proses psikososial dan lingkungan juga sangat berpengaruh untuk

menyebabkan skizofrenia. Setiap orang pada umumnya memiliki

kecenderungan untuk skizofrenia 1%. Pada individu yang memiliki

hubungan dekat dengan seseorang yang terjangkit skizofrenia,

8

kecenderungannya sekitar 10%. Jika seseorang hidup dalam

lingkungan yang mendukung asosial, kemungkinan seseorang untuk

mengidap skizofrenia tinggi. Namun bila sedeorang hidup dalam

lingkungan yang terbuka, walaupun secara genetik dia memiliki

kecenderungan skizofrenia, hal itu bisa diminimalisisr bahkan

dihilangkan.

D. PERSPEKTIF ALIRAN-ALIRAN

Berbagai cara dilakukan untuk memahami dan mengatasi skizofrenia.

Dalam perspektif psikologis, khususnya perspektif psikodinamik dan

perkembangan, diyakini bahwa skizofrenia bukanlah gangguan yang

terjadi secara langsung dan tiba-tiba melainkan merupakan hasil suatu

proses panjang. Proses berakar pada gangguan relasi yang paling awal,

yaitu antara bayi dan caregiver-nya (McGlashan; Arif, 2006).

Sementara itu teori keluarga menjelaskan bawah beberapa pasien

skizofrenia sebagaimana orang mengalami penyakit non-psikiatrik berasal

dari keluarga dengan disfungsi. Selain itu, hal yang juga relevan adalah

perilaku keluarga yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan

stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia (makalah

pembahas).

Gangguan dini dalam relasi ini kemudian mengakibatkan kerentanan

dan berujung pada kerusakan yang berat bagi individu yang bersangkutan.

Interaksi bayi dengan pengasuh atau bahkan ibunya (yang menjadi

primary object) harus menghasilkan ruang psikologis yang memadai untuk

pertumbuhan kepribadiannya. Demikian juga dengan anggota keluarga

lainnya yang mungkin akan menjadi external object relations pertama bagi

si bayi (bila bayi tumbuh di lingkungan keluarganya). Respon positif

terhadap keberadaan bayi tersebut akan meneguhkan dan membentuk

kepribadian yang sehat pada bayi tersebut. Kepribadian yang sehat ini

kelak ditandai dengan coping yang baik terhadap masalah yang dihadapi.

9

Dari perspektif behavioral dijelaskan bahwa patologi terjadi karena

proses belajar yang salah. Hal ini berkaitan dengan perspektif kognitif

yang menjelaskan bahwa patologi terjadi karena keyakinan dan proses

kognitif yang salah, yang bisa jadi karena proses belajar yang salah juga.

Prinsip reward dan punishment pada proses belajar juga akan terkait

dengan pengaktualisasian potensi yang dibatasi jika individu terlalu

banyak mendapat punishment saat belajar, sehingga patologi muncul. Jika

skizofrenia ditilik dari perspektif humanistik, maka pasti ada pembatasan

aktualisasi diri yang berlebihan pada diri penderita gangguan psikotik ini

(Alwisol, 2007).

Sementara jika ditilik dari perspektif spiritual Islami, penderita

gangguan psikotik adalah hasil dari ketidakseimbangan kesehatan mental,

kesehatan sosial, kesehatan spiritual, kesehatan finansial, dan kesehatan

fisik. Menurut perspektif spiritual Islami, manusia akan sehat secara

holistik jika mampu menyeimbangkan seluruh aspek kesehatan yang

dimiliknya (Adz Zakiey, 2007).

Dari penjabaran di atas, jelas bahwa diperlukan multiperspektif untuk

menjelaskan skizofrenia secara tepat.

E. GEJALAAda banyak gejala-gejala skizofrenia. Gejala-gejala ini dirumuskan

oleh berbagai sumber. Menurut Diagnostic and Statistical Manual Of

Mental Disorder IV-TR, gejala khas skizofrenia berupa adanya:

1. Waham atau Delusi (keyakinan yang salah dan tidak bisa dikoreksi

yang tidak sesuai dengan kenyataan, maupun kepercayaan, agama, dan

budaya pasien atau masyarakat umum)

2. Halusinasi (persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar)

3. Pembicaraan kacau

4. Perilaku kacau

5. Gejala negatif (misalnya berkurangnya kemampuan mengekspresikan

emosi, kehilangan minat, penarikan diri dari pergaulan sosial)

10

Selain itu untuk menegakkan diagnosa skizofrenia menurut DSM IV-

TR (2008) adalah munculnya disfungsi sosial, durasi gejala khas paling

sedikit 6 bulan, tidak termasuk gangguan perasaan (mood), tidak termasuk

gangguan karena zat atau karena kondisi medis, dan bila ada riwayat

Autistic Disorder atau gangguan perkembangan pervasive lainnya,

diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan bila ditemui halusinasi dan delusi

yang menonjol selama paling tidak 1 bulan.

Menurut Bleuler, ada 2 kelompok gejala-gejala skizofrenia, yaitu:

1. Gejala Primer, yang meliputi:

a. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah dan isi pikiran). Pada

skizofrenia inti, gangguan memang terdapat pada proses pikiran.

b. Gangguan afek dan emosi. Gangguan ini pada skizofren berupa:

1) Parathimi, yaitu apa yang seharusnya menimbulkan rasa

senang dan gembira, pada penderita malah menimbulkan rasa

sedih atau marah.

2) Paramimi, yaitu penderita merasa senang tetapi menangis

c. Gangguan kemauan, yaitu gangguan di mana banyak penderita

skizofrenia memiliki kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat

mengambil keputusan dan tidak dapat bertindak dalam sebuah

situasi menekan. Gangguan kemauan yang timbul antara lain:

1) Negativisme, yaitu sikap atau perbuatan yang negatif atau

berlawanan terhadap suatu permintaan.

2) Ambivalensi, yaitu sikap yang menghendaki seseuatu yang

berlawanan pada waktu yang bersamaan.

3) Otomatisme, yaitu penderita merasa kemauannya dipengaruhi

oleh orang lain atau oleh tenaga dari luar, sehingga dia

melakukannya secara otomatis.

d. Gejala psikomotor, disebut juga dengan gejala-gejala katatonik.

Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan

kemauan. Bila gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat

gerakan-gerakan yang kurang luwes atau agak kaku.

11

2. Gejala Sekunder, yang meliputi:

a. Waham.

Pada penderita skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali

dan sangat bizar. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan

untuk dia wahamnya merupakan fakta dan tidak dapat diubah oleh

siapapun.

b. Halusinasi.

Pada penderita skizfrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan

kesadaran dan hal ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak

dijumpai pada keadaan lain.

Menurut Bleuler, seseorang didioagnosa menderita skizofrenia apabila

terdapat gangguan-gangguan primer dan disharmoni pada unsur-unsur

kepribadian yang diperkuat dengan adanya gejala-gejala sekunder.

Menurut Kut Schneider, terdapat 11 gejala skizofrenia yang terdiri dari

2 kelompok, yaitu sebagai berikut:

1. Kelompok A, halusinasi pendengaran, yaitu:

a. Pikirannya dapat didengar sendiri

b. Suara-suara yang sedang bertengkar

c. Suara-suara yang mengomentari perilaku penderita

2. Kelompok B, gangguan batas ego, yang meliputi:

a. Tubuh dan gerakan penderita dipengaruhi oleh kekuatan dari luar

b. Pikirannya diambil keluar

c. Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain

d. Pikirannya diketahui oleh orang lain

e. Perasaannya dibuat oleh orang lain

f. Kemauannya dipengaruhi orang lain

g. Dorongannya dikuasai orang lain

h. Persepsi yang dipengaruhi oleh waham

Menurut Kut Schneider, seseorang bisa didiagnosa penderita

skizofrenia bila ada gejala dari kelompok A dan Kelompok B, dengan

syarat kesadaran penderita tidak menurun.

12

Gejala lain yang diungkap adalah:

1. Gejala-Gejala Positif, yaitu penambahan fungsi dari batas normal,

meliputi:

a. Delusi.

Delusi adalah keyakinan yang oleh kebanyakan orang dianggap

misinterpretasi terhadap realitas. Delusi memiliki bermacam-

macam bentuk, yaitu delusion of grandeur (waham kebesaran)

yaitu keyakinan irasional mengenai nilai dirinya, delusion of

persecution yaitu yakin dirinya atau orang lain yang dekat

dengannya diperlakukan dengan buruk oleh orang lain dengan cara

tertentu, delusion of erotomanic yaitu keyakinan irasional bahwa

penderita dicintai oleh seseorang yang lebih tinggi statusnya,

delusion of jealous yaitu yakin pasangan seksualnya tidak setia,

dan delusion of somatic yaitu merasa menderita cacat fisik atau

kondisi medis tertentu.

b. Halusinasi

Gejala-gejala psikotik dari gangguan perseptual dimana berbagai

hal dilihat didengar, atau diindera meskipun hal-hal itu tidak real

(benar-benar ada).

2. Gejala-Gejala Negatif, yaitu pengurangan fungsi dari batas normal,

meliputi:

a. Avolisi

Yaitu apati atau ketidakmampuan untuk memulai atau

mempertahankan kegiatan-kegiatan penting.

b. Alogia

Yaitu pengurangan dalam jumlah atau isi pembicaraan.

c. Anhedonia

Yaitu ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan yang terkaitu

dengan beberapa gangguan suasana perasaan dan gangguan

skizofrenik.

d. Afek Datar

13

Yaitu tingkah laku yang tampak tanpa emosi.

3. Gejala Disorganisasi, yaitu ketidakharmonisan fungsi, meliputi:

a. Disorganisasi dalam pembicaraan (Disorganized Speech)

Gaya bicara yang sering terlihat pada penderita skizofrenia

termasuk inkoherensi dan ketiadaan pola logika yang wajar.

b. Afek yang tidak pas (inappropriate Affect) dan perilaku yang

disorganisasi

Afek yang tidak pas merupakan ekspresi emosi yang tidak sesuai

dengan aslinya. Perilaku yang disorganisasi adalah perilaku yang

tidak lazim.

Untuk mendiagnosa seseorang skizofrenia, seseorang harus

menunjukkan 2 atau lebih gejala positif, negatif, atau disorganisasi dengan

porsi yang besar selama paling sedikit 1 bulan.

Tanda awal skizofrenia seringkali terlihat saat kanak-kanak. Tanda-

tanda tersebut perlu untuk diketahui untuk membedakan gejala skizofrenia

pada anak dengan proses belajar anak yang masih dalam bentuk bermain.

Anak seringkali berimajinasi tentang peran-peran baru dalam

permainannya, namun hal tersebut bukanlah sebuah gangguan. Indikator

premorbid (pra-sakit) pada anak pre-skizofrenia antara lain:

1. Ketidakmampuan anak mengekspresikan emosi (wajah dingin, jarang

tersenyum, tak acuh)

2. Penyimpangan komunikasi (anak sulit melakukan pembicaraan

terarah)

3. Gangguan atensi (anak tidak mampu memfokuskan, mempertahankan,

serta memindahkan atensi)

Adapun gejala awal yang terlihat pada tahap-tahap tertentu dalam

perkembangan adalah sebagai berikut:

1. Pada anak perempuan, tampak sangat pemalu, tertutup, menarik diri

secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, dan ekspresi wajah

sangat terbatas

2. Pada anak laki-laki, sering menantang tanpa alasan jelas, menggangu,

14

dan tidak disiplin

3. Pada bayi, biasanya terdapat problem tidur makan, gangguan tidur

kronis, tonus otot lemah, apatis, dan ketakutan terhadap objek atau

benda yang bergerak cepat

4. Pada balita, terdapat ketakutan yang berlebihan terhadap hal-hal baru

seperti potong rambut, takut gelap, takut terhadap label pakaian, takut

terhadap benda-benda bergerak

5. Pada anak usia 5-6 tahun, mengalami halusinasi suara seperti

mendengar bunyi letusan, bantingan pintu atau bisikan, juga halusinasi

visual seperti melihat adanya sesuatu yang bergerak meliuk-liuk, ular,

bola-bola bergelindingan, lintasan cahaya dengan latar belakang warna

gelap. Anak terlihat bicara atau tersenyum sendiri, menutup telinga,

sering mengamuk tanpa sebab.

F. ONSETSiapa saja bisa terkena skizofrenia, tanpa memandang jenis kelamin,

status sosial maupun tingkat pendidikan. Usia terbanyak berdasarkan

statistik adalah 15-30 tahun, dimana gejala skizofrenia mulai muncul pada

umur 20 tahun untuk pria, sedangkan untuk wanita gejala-gejala

skizofrenia mulai muncul pada umur 20 tahun atau awal umur 30 tahun.

Namun, pada saat ini juga mulai dikenal skizofrenia anak (sekitar usia 8

tahun, bahkan ada kasus usia 6 tahun) dan late-onset skizofrenia (usia

lebih dari 45 tahun). Berbagai hal lain yang bisa meningkatkan seseorang

untuk mengidap skizofrenia, yaitu memiliki garis keturunan skizofrenia,

terjangkit virus saat dalam kandungan, kekurangan gizi saat dalam

kandungan, stresor lingkungan yang tinggi, memakai obat-obatan

psikoaktif saat remaja, dan lain-lain.

Penulis mendapatkan sumber kasus onset dini skizofrenia dari DSM-

IV-TR (2008). Sumber tersebut tidak menjelaskan secara rinci bagaimana

kasus dan waktu terjadinya. Sumber hanya menerangkan bahwa memang

ada kesulitan untuk mendiagnosis anak yang terkena skizofrenia, terutama

15

pada fitur visual halusinasi. Penulis mencoba memberikan contoh kasus ini

dari film Pans Labirynth,dimana ada seorang anak yang sering “bermain”

dengan dunia peri namun juga memiliki keluarga di dunia nyata. Anak

tersebut benar-benar tidak dapat membedakan mana dunia nyata dan dunia

delusi.

Sementara itu menurut Kaplan, Sadock, & Grebb; Davison &

Neale ( Fausiah & Widur; makalah pembahas) onset untuk laki laki 15

sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih

buruk pada laki laki dibandingkan wanita. Sedangkan onset skizofrenia

sebelum usia 10 tahun atau setelah usia 50 tahun sangat jarang terjadi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pria lebih mungkin

memunculkan simton negatif dibandingkan wanita, dan wanita tampaknya

memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada pria.

Pada kesimpulannya individu pada umur berapapun rawan

menderita skizofrenia bila faktor biologis berinteraksi dengan faktor

psikologis dan sosial.

G. PREVALENSI

Prevalensi (kemungkinan terjadi) gangguan skizofrenia dapat dilihat

pada daftar di bawah ini:

1. Populasi umum 1%

2. Saudara Kandung 8%-10%

3. Anak dengan salah satu orang tua skizofrenia 12%-15%

4. Kembar 2 telur (dizigot) 12%-15%

5. Anak dengan kedua orang tua skizofrenia 35%-40%

6. Kembar monozigot 47%-50%

H. TERAPI

1. Terapi Biologis/Medis

Sejak tahun 1990-an telah ditemukan obat bagi penderita

skizofrenia. Obat yang disebut Neuroleptics ini mampu mengurangi

16

gejala kegilaan yang muncul pada penderita skizofrenia. Menurut

Hawari, obat skizofrenia versi lama hanya menyembuhkan gejala

positif skizofrenia, seperti gampang mengamuk dan gemar berteriak-

teriak. Sayangnya, obat tersebut tidak menyembuhkan gejala negatif.

Penderita skizofrenia yang mengonsumsi obat versi lama masih sering

tampak bengong dan gemar melamun. Sementara obat skizofrenia

versi baru, menurut Hawari (Arif, 2006), berhasil menyembuhkan

gejala-negatif sekaligus positif.

Obat bagi penderita skizofrenia biasa disebut neuroleptics (berarti

mengendalikan syaraf). Jika efektif, obat ini mampu membantu orang

untuk berpikir lebih jernih dan mengurangi delusi atau halusinasi. Obat

ini bekerja dengan cara mempengaruhi gejala positif (delusi,

halusinasi, agitasi). Dalam kadar yang lebih rendah, obat ini dapat

mempengaruhi gejala-gejala negatif dan disorganisasi. Fungsi

neuroleptics adalah antagonis dopamin. Seperti diketahui bahwa

jumlah dopamine yang berlebihan menjadi pemicu munculnya

skizofrenia.

Penelitian dalam Journal of Psychiatry menyebutkan bahwa

penggunaan milnacipran mampu menghambat afek negative

skizofrenia seperti avolisi, alogia, dan asocial. Kasus ini terjadi pada

penderita skizofrenia berusia 37 tahun yang dirawat di rumah sakit

jiwa (Hoaki et al, 2009)

2. Terapi Keluarga

Selain terapi obat, psikoterapi keluarga adalah aspek penting

dalam pengobatan. Pada umumnya, tujuan psikoterapi adalah untuk

membangun hubungan kolaborasi antara pasien, keluarga, dan dokter

atau psikolog. Melalui psikoterapi ini, maka pasien dibantu untuk

melakukan sosialisasi dengan lingkunganya. Keluarga dan teman

merupakan pihak yang juga sangat berperan membantu pasien dalam

bersosialisasi. Dalam kasus skizofrenia akut, pasien harus mendapat

terapi khusus dari rumah sakit. Kalau perlu, ia harus tinggal di rumah

17

sakit tersebut untuk beberapa lama sehingga dokter dapat melakukan

kontrol dengan teratur dan memastikan keamanan penderita.

Tapi sebenarnya, yang paling penting adalah dukungan dari

keluarga penderita, karena jika dukungan ini tidak diperoleh, bukan

tidak mungkin para penderita mengalami halusinasi kembali. Menurut

Dadang, sejumlah penderita skizofrenia juga sering kambuh meski

telah menyelesaikan terapi selama enam bulan. Karena itu, agar

halusinasi tidak muncul lagi, maka penderita harus terus menerus

diajak berkomunikasi dengan realitas. Namun, keluarga juga tidak

boleh berlebih-lebihan dalam memperlakukan penderita skizofrenia.

Menurut dr. LS Chandra, SpKJ, penderita skizofrenia memerlukan

perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari sikap

expressed emotion (EE) atau reaksi berlebihan seperti sikap terlalu

mengkritik, memanjakan, dan terlalu mengontrol yang justru bisa

menyulitkan penyembuhan.

Seluruh anggota keluarga harus berperan dalam upaya dukungan

bagi penderita skizofrenia. Upaya membentuk self help group di antara

keluarga yang memiliki anggota keluarga skizofrenia adalah sebuah

langkah positif (Arif, 2006).

Kelompok pembahas menyajikan terapi kelompok sebagai salah

satu terapi untuk skizofrenia. Menurut penulis, pemberian terapi

kelompok pada penderita skizofrenia kurang tepat. Alasan utama

adalah terapi kelompok biasa digunakan pada proses rehabilitasi

pecandu narkotika (dalam proses penyembuhan). Konsep dasar terapi

kelompok adalah mediasi masalah dalam kelompok, dinamikan

kelompok, atau outbond (dengan individu yang mengalami masalah

yang sama). Bagaimana mungkin penderita skizofrenia bisa melakukan

hal-hal di atas?

Kelompok pembahas menyajikan beberapa hal sebagai berikut

tentang terapi kelompok:

18

1. Memberikan pendidikan tentang skizofrenia, termasuk simtom dan

tanda-tanda kekambuhan.

2. Memberikan informasi tentang dan memonitor efek pengobatan

dengan antipsikotik.

3. Menghindari saling menyalahkan dalam keluarga.

4. Meningkatkan komunikasi dan ketrampilan pemecahan masalah

dalam keluarga.

5. Mendorong pasien dan keluarga untuk mengembangkan kontak

sosial mereka, terutama berkaitan dengan jaringan pendukung.

6. Meningkatkan harapan bahwa segala sesuatu membaik, dan pasien

mungkin tidak harus kembali ke rumah sakit.

Poin ke 3, 4, dan 5 sebenarnya adalah bagian dari proses

terapi keluarga. Jadi mungkin masih ada kerancuan pada kelompok

pembahas mengenai konsep dasar terapi kelompok dan terapi

keluarga.

3. Terapi Psikososial

Salah satu efek buruk skizofrenia adalah dampak negatif pada

kemampuan orang untuk berinteraksi dengan orang lain. Meskipun

tidak sedramatis halusinasi dan delusi, masalah ini dapat menimbulkan

konflik dalam hubungan sosial. Para klinisi berusaha mengajarkan

kembali berbagai keterampilan sosial seperti keterampilan percakapan

dasar, asertivitas, dan cara membangun hubungan pada penderita

skizofrenia. Klien juga diberikan terapi okupasi sebagai bagian untuk

membantu mereka melaksanakan tugas sederhana dalam kehidupan

sehari-hari (Smith, Bellack, dan Liberman, 1996; Durand dan Barlow,

2007)

4. Psikoterapi Islami

Psikologi Islami, dalam Jurnal Psikologi Islami, juga memberikan

metode terapi untuk mengatasi gangguan kejiwaan berat. Psikoterapi

doa sebenarnya dilakukan oleh klien yang mengalami gangguan

kecemasan. Namun dalam konteks skizofrenia, keluarga harus

19

senantiasa memberikan terapi doa untuk penderita skizofrenia. Doa

diyakini sebagai cara yang ampuh untuk mengalirkan energi positif

dari alam kepada manusia (Urbayatun, 2006).

Perspektif spiritual dalam psikologi Islami meyakini bahwa ada

yang salah dalam qalbu manusia sehingga ia terkena gangguan

psikotik. Terapi psikotik dilakukan dengan cara menyucikan jiwa

individu, baru kemudian jiwa tersebut diisi dengan kebaikan (oleh

terapis).

I. PREVENSI

Skizofrenia memiliki basis/dasar biologis, seperti halnya penyakit

kanker dan diabetes. Penyakit ini muncul karena ketidakseimbangan yang

terjadi pada dopamine, yakni salah satu sel kimia dalam otak

(neurotransmitter). Otak sendiri terbentuk dari sel saraf yang disebut

neuron dan kimia yang disebut neurotransmitter. Penelitian terbaru bahkan

menunjukkan serotonin, norepinefrin, glutamate, dan GABA juga berperan

dalam menimbulkan gejala-gejala skizofrenia.

Menurut Durand (2007), prevalensi penderita skizofrenia dari

populasi umum adalah 0,2% sampai 1,5%. Berdasarkan data tersebut,

terlihat bahwa setiap individu memiliki risiko untuk terkena gangguan

psikotik ini. Ketidakseimbangan neurotransmitter dapat dicegah dengan

cara tidak selalu mengonsumsi obat-obat psikoaktif. Pemakaian obat-

obatan psikoaktif yang terlalu sering dapat menyebabkan gangguan

halusinasi dan delusi (Durand, 2007).

Secara psikososial, penderita skizofrenia harus diterima dengan

baik oleh pihak keluarga. Karena penderita skizoferia sebenarnya tidak

dapat menerima emosi yang berlebihan dari orang lain (Durand, 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi sejak dini

merupakan hal yang penting dan bermanfaat dalam mempengaruhi

perjalanan penyakit skizofrenia selanjutnya. Sehingga pengobatan secara

20

benar dan penyediaan dukungan serta informasi bagi pasien serta keluarga

dapat mencegah kekambuhan di masa yang akan datang (Fausiah &

Widury; makalah pembahas)

Salah satu strategi untuk mencegah gangguan seperti skizofrenia

(yang biasanya tampak pada masa dewasa awal) adalah dengan

mengidentifikasi dan menangani anak-anak yang mungkin beresiko untuk

mengalami gangguan ini di masa dewasanya kelak. (Durand & Barlow,

2007)

Selain itu, faktor-faktor seperti komplikasi kelahiran dan beberapa

penyakit usia dini (misalnya, virus) dapat memicu onset skizofrenia,

terutama di kalangan mereka yang secara genetik telah terdisposisi. Jadi,

intervensi-intervensi seperti vaksinasi berbagai macam virus untuk

perempuan usia subur dan intervensi-intervensi yang berhubungan dengan

perbaikan nutrisi dan perawatan prenatal mungkin merupakan ukuran-

ukuran preventif yang efektif (McGrath, dalam Durand & Barlow, 2006).

Ada tiga bentuk pencegahan primer. Pertama, pencegahan

universal, ditujukan kepada populasi umum agar tidak terjadi faktor risiko.

Caranya adalah mencegah komplikasi kehamilan dan persalinan. Kedua,

pencegahan selektif, ditujukan kepada kelompok yang mempunyai risiko

tinggi dengan cara, orang tua menciptakan keluarga yang harmonis,

hangat, dan stabil. Ketiga, pencegahan terindikasi, yaitu mencegah mereka

yang baru memperlihatkan tanda-tanda fase prodromal tidak menjadi

skizofrenia yang nyata, dengan cara memberikan obat antipsikotik dan

suasana keluarga yang kondusif (makalah pembahas).

J. KUALITAS HIDUP PENDERITA

Perspektif rentang dan kualitas hidup dapat mengungkap sebagian

dari perkembangan penderita skizofrenia. Salah satu di antara beberapa

studi adalah penelitian jangka panjang selama 40 tahun. Temuan umum

mereka adalah bahwa orang dewasa yang lebih tua cenderung

memperlihatkan lebih sedikit gejala positif, seperti delusi dan halusinasi,

21

dan lebih banyak gejala positif, seperti delusi dan halusinasi dan lebih

banyak gejala negatif, seperti kesulitan berbicara dan kognitif. Pada

intinya, kualitas hidup penderita skizofrenia ditentukan oleh dukungan

keluarga dan dukungan sosial yang ia terima (Belitsky dan McGlashan;

Durand, 2007).

Menurut Durand dan Barlow (2007), penderita skizofrenia tipe

paranoia memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan tipe lainnya.

Hal ini disebabkan oleh keterampilan afeksi dan kognitif penderita yang

relative tidak terganggu.

Sementara itu Kaplan, Sadock, & Grebb; Davison & Neale

(Fausiah & Widur; makalah pembahas) menjelaskan bahwa prognosis

laki-laki lebih buruk dibandingkan wanita. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa pria lebih mungkin memunculkan simton negatif

dibandingkan wanita, dan wanita tampaknya memiliki fungsi sosial yang

lebih baik daripada pria.

K. AYAT AL QURAN DAN HADIST

41. Dan ingatlah akan hamba kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya:

"Sesungguhnya Aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan".

42. (Allah berfirman): "Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk

mandi dan untuk minum". (QS Shad (38) 41-42)

Dalam konteks skizofrenia, gangguan psikotik dapat mucul ketika

ada stimulus biologis dan lingkungan. Syaithan, dalam bahasa Indonesia

dipadankan dengan setan, berarti adalah sifat buruk yang berada pada

makhluk. Penderita skizofrenia membutuhkan dukungan keluarga dan

dukungan sosial yang besar. Ketika “setan” itu berwujud pada bentuk

22

keluarga dan lingkungan yang tidak mendukung, maka gangguan psikotik

ini akan terus terjadi tanpa pengurangan gejala.

L. CONTOH KASUS

Film Pan’s Labyrinth

Film ini menceritakan seorang anak bernama Ofelia yang hidup

pada masa perang antara Jenderal Franco yang diktator dan pengikutnya

dengan pasukan pemberontak gerilya di Spanyol. Ibu Ofelia, Carmen, baru

menikah dengan salah seorang kapten perang bawahan Jenderal Franco

bernama Kapten Vidal. Pada masa mengandung anak Kapten Vidal,

Carmen dan Ofelia diminta untuk tinggal di tempat penggilingan

merangkap rumah peristirahatan milik Kapten Vidal. Kapten Vidal

menginginkan anaknya kelak lahir di tempat dia pernah tumbuh.

Perjalanan yang jauh dari kota tempat Ofelia tinggal menuju rumah

peristirahatan membuat kondisi kandungan Carmen menjadi lemah.

Peraturan-peraturan ketat yang dibuat oleh oleh Kapten Vidal di

rumahnya serta dorongan dari ibunya untuk selalu menuruti apa yang

Kapten Vidal perintahkan, membuat Ofelia tidak nyaman tinggal di rumah

tersebut. Ditambah lagi dengan kondisi ibunya yang semakin melemah dan

situasi perang yang berkecamuk, semakin membuat Ofelia merasa tertekan

Pada suatu malam Ofelia didatangi oleh Peri yang menuntunnya ke

sebuah taman labirin yang terletak di sekitar rumah peristirahatan tersebut.

Di dalam labirin, Ofelia bertemu dewa tua bernama Faun yang

mengatakan bahwa Ofelia adalah titisan dari Putri Moanna dari Dunia

Bawah. Ofelia bisa pulang ke Dunia Bawah jika berhasil menyelesaikan

tiga tugas khusus.

Selama menjalankan tugas khusus tadi, Ofelia melanggar beberapa

ketentuan dari ibunya. Misalnya pada saat tugas pertama Ofelia melawan

seekor kodok raksasa yang tinggal di bawah sebuah pohon tua. Tugas ajaib

ini membuat gaun –yang akan digunakan untuk makan malam bersama

relasi Kapten Vidal— buatan ibunya kotor berlumuran lumpur.

23

Pada saat Ofelia memberitahu Faun tentang kondisi ibunya, Faun

memberikan akar Mandrake yang harus direndam dalam susu segar, diberi

darah setiap hari dan diletakkan di bawah ranjang ibunya. Pada saat

Kapten Vidal dan ibunya menemukan akar Mandrake di bawah ranjang,

akar tersebut dibakar di perapian di depan Ofelia. Pada saat yang sama

Carmen merasa akan melahirkan dan mengalami pendarahan hebat. Hal ini

membuat Ofelia semakin yakin mengenai hal-hal gaib yang ditemuinya.

Sayangnya Ofelia gagal menjalankan tugas khusu keduanya sehingga Faun

marah dan mengatakan tidak akan menemui Ofelia lagi. Kondisi psikis

Ofelia semakin diperparah saat ibunya meninggal setelah melahirkan anak

laki-laki Kapten Vidal.

Pada suatu malam Kapten Vidal dan prajuritnya memergoki Ofelia

dan Marcedes (kepala pelayan di rumah tersebut yang juga peduli pada

kondisi Ofelia) pergi membantu gerilyawan di hutan. Ofelia kemudian

ditampar dan dikurung dalam kamarnya serta tidak diberi makan. Pada

saat sendirian di kamarnya, Ofelia didatangi oleh Faun yang

memaafkannya dan memberinya satu tugas akhir, yaitu membawa adik

bayinya ke dalam labirin.

Pada saat yang sama pasukan gerilya menyerbu rumah

peristirahatan. Kapten Vidal lebih memilih untuk mengejar Ofelia yang

membawa adiknya ke dalam labirin. Di tengah labirin, Faun meminta

Ofelia menusukkan pisau ke tubuh adiknya sebagai persembahan agar

pintu Dunia Bawah terbuka, tetapi Ofelia menolaknya. Pada saat yang

sama Kapten Vidal menemukan Ofelia dan menembaknya dari belakang.

Ofelia pun jatuh tersungkur dan akhirnya meninggal.

Pada saat-saat napas terakhirnya, Ofelia terbangun dan telah berada

di Kerajaan Dunia Bawah disambut oleh ibu dan ayah kandungnya. Tetapi

pada perspektif yang berbeda diperlihatkan Ofelia yang berlumuran darah

dan sekarat dipeluk oleh Marcedes di tengah labirin.

Analisa yang kami berikan adalah Ofelia memiliki gejala-gejala

positif skizofrenia seperti delusi dan halusinasi. Akibat tekanan yang keras

24

dari ayahnya, ia mencoba mengalihkan realita kebahagiaan pada dunia

peri. Karena itulah, ofelia tergolong mengalami gangguan skizofrenia tipe

paranoid, dimana ia lepas dari realita dan mengalami delusi serta

halusinasi. Ofelia juga mengalami waham grander, dimana ia meyakini

bahwa dirinya adalah putri dunia bawah.

Menurut DSM-IV-TR (2008), teman khayalan (peri, dsb) adalah

bentuk dari disorganized thinking (gangguan berpikir). Pada tahapan

ringan, gangguan berpikir membuat individu tidak mampu membedakan

kondisi nyata dan fantasi. Untuk kasus yang berat, individu bahkan dapat

mengalami ketidakmampuan mengolah kata-kata untuk menjadi sebuah

kalimat. Fitur tersebut menjadi pembeda antara gangguan berpikir dengan

delusi.

Penyebab munculnya teman khayalan bisa sangat bervariasi dan

kasuistik, karena terkait dengan disorganized thinking. Bisa jadi karena

individu memang memiliki faktor risiko yang cukup besar atau karena

teman khayalan menjadi bentuk pelarian individu dari realita.

KESIMPULAN

25

Skizofrenia adalah gangguan jiwa serius yang bersifat psikosis sehingga

penderita kehilangan kontak dengan kenyataan dan mempengaruhi berbagai

fungsi individu, seperti afeksi dan kognitif. Penderita Skizofrenia juga dapat

digolongkan dalam beberapa jenis berdasarkan gejala khas yang paling dominan.

Tiap jenis selalu ditandai dengan gejala positif dan negatif yang berbeda

porsinya. Gejala positif adalah penambahan dari fungsi normal, contohnya

halusinasi yaitu persepsi panca indera yang tidak sesuai kenyataan. Sedangkan

gejala negatif berarti pengurangan dari fungsi normal seperti kehilangan minat

dan menarik diri dari lingkungan sosial.

Hingga saat ini penyebab utama Skizofrenia masih menjadi perdebatan di

kalangan ahli psikiatri maupun psikologi. Karna itu untuk dapat memahaminya

diperlukan multiperspekif yaitu dari sisi biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

DAFTAR REFERENSI

Jurnal

26

Clarke, C, Antti Tansken, Matti Huttunen, John C. Whittaker, and Mary Cannon.

2009. Evidence for an Interaction Between Familial Liability and Prenatal

Exposure to Infection in the Causation of Schizophrenia. Journal of

Psychiatry.

Hoaki, dkk. 2009. Negative Symptoms in Schizophrenia Respond to Milnacipran

Augmentation Therapy: A Case Report. Jurnal of Psychiatry. 12: 32-34.

Lenzenweger, Mark et al. 2007. Resolving The Latent Structure of Schizophrenia

Endophenotypes Using Expectation-Maximization-Based Finite Mixture

Modelling. Journal of Abnormal Psychology, vol. 116, 16-29. American

Psychological Association.

Mesholam-Gately, Raquelle et al. 2009. Neurocognition in First-Episode

Schizophrenia: A Meta Analytic Review. Journal of Neuropsychology, vol.

23, 315-336. American Psychological Association.

Urbayatun, Siti. 2006. Psikoterapi Doa sebagai Alternatif Mengatasi Gangguan

Jiwa Ringan. Jurnal Psikologi Islami, vol. 2, 31-37.

Buku

Adz Zakiey, Hamdani Bakran. 2007. Psikologi Kenabian. Yogyakarta: Beranda.

Al Quran dan Terjemahan. 2007. Bandung: Penerbit Diponegoro.

American Psychiatric Association. 2008. Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorder 4th Edition Text Revision. Washington DC: Arlington VA.

Alwisol. 2007. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Arif, Iman Setiadi. 2006. Skizofrenia: Memahami Dinamika Keluarga Pasien.

Bandung: PT. Refika Aditama.

Durand, V. Mark dan David H. Barlow. 2007. Intisari Psikologi Abnormal.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.