Seminar Proposal
Transcript of Seminar Proposal
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Judul Tugas Akhir
Analisa Estimasi Konsentrasi serta Karakter Padatan Tersuspensi dan
Klorofil-A Dari Data Citra MODIS Dalam Hubungannya Dengan Tingkat
Polusi Di Laut Jawa Bagian Semarang Utara Tahun......
1.2. Latar Belakang
Total padatan tersuspensi (total suspended solid) yang selanjutnya
dinamakan TSS merupakan material yang masuk ke perairan sungai menuju
ke wilayah pesisir dan laut lepas. Material tersebut umumnya berasal dari
berbagai akivitas manusia di darat, seperti pertanian, pariwisata, industri dan
rumah tangga (pemukiman) serta aktifitas lainnya di laut, seperti
pengerukan dasar laut (dredging) untuk pembuatan atau pendalaman alur
pelayaran dan yang disebabkan oleh alam, seperti angin kencang, atau arus
dan gelombang yang kuat.
Laut Jawa khususnya di daerah Utara Kota Semarang merupakan suatu
perairan tempat bermuaranya sungai-sungai baik sungai berukuran besar
maupun kecil yang melalui kota-kota besar seperti Solo, Ambarawa, Saltiga
dan Boyolali. Sungai-sungai tersebut membawa banyak sekali material baik
organik maupun anorganik yang kemudian akan terakumulasi di Laut Jawa,
sehingga mengakibatkan kualitas perairan Laut Jawa mengalami degradasi
dan eutrofikasi. Gabungan material organik dan anorganik yang disebut TSS
dapat digunakan sebagai indikator perubahan kualitas perairan di wilayah
pesisir.
Banyaknya TSS di suatu perairan baik yang organik (fitoplankton,
zooplankton dan biodegradasinya) maupun yang anorganik (sedimen, tanah
atau lempung merah) akan membuat tingkat kekeruhan perairan semakin
tinggi. Oleh karenanya TSS merupakan salah satu parameter biofisik
perairan penting yang dapat mencerminkan dinamika perairan wilayah
Proposal Tugas Akhir 1
pesisir. Dari kedua komponen utama TSS tersebut, komponen mana
(organik atau anorganik) yang lebih mendominasi di suatu perairan dan apa
penyebabnya belum banyak diketahui. (Annisa Kusuwardini, 2011)
Oleh karena itu perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam secara efektif
dan efisien, yaitu melalui penggunaan teknologi penginderaan jauh yang
belakangan ini sudah banyak digunakan melalui pemanfaatan data citra
satelit. Kajian tentang TSS di beberapa perairan Indonesia pernah dilakukan,
namun masih sedikit, terutama untuk perairan Laut Jawa khususnya di
bagian Utara Kota semarang dan terlebih lagi untuk mengetahui komponen
mana yang lebih mendominasi TSS.
Data penginderaan jauh mampu menghasilkan informasi yang berguna
untuk memetakan, memonitor dan mengevaluasi wilayah pesisir dan laut
yang luas secara berulang dan pada waktu yang bersamaan (real time)
terutama pada daerah yang sulit dicapai dengan cara tradisional dalam
pengumpulan data lapangannya (Ambarwulan et al., 2003). Saat ini banyak
jenis satelit yang beroperasi yang berguna untuk memetakan sebaran TSS
dan klorofil-a. Masing-masing satelit memiliki resolusi spasial dan temporal
yang berbeda-beda, Komponen dari MODIS dibuat dengan pengalaman
Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) dan Thematic
Mapper (TM), dengan 2330 km cakupan penginderaan dari dua satelit yang
bernama Terra dan Aqua, untuk menyediakan hampir seluruh cakupan
global setiap hari yang sangat baik untuk keperluan pemantauan.
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diambil suatu
perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bands apa atau kombinasi antar band mana yang paling baik dari MODIS
yang dapat menampilkan distribusi dati TSS dan Klorofil-A?
2. Apa hubungan antara kadar TSS dan Klorofil-A dengan tingkat polusi di
Laut Jawa daerah Utara kota Semarang?
3. Metode yang paling akurat dalam menghitung kadar TSS dan Klorofil-A?
Proposal Tugas Akhir 2
1.4. Tujuan dan Manfaat
1.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penellitian ini adalah :
1. Menentukan hubungan antara Kandungan dan distribusi TSS dan Klorofil-
A dengan tingkat polusi di Laut Jawa daerah utara kota Semarang.
2. Memetakan persebaran dan distribusi dari TSS dan Klorofil-A.
3. Menjelaskan karakteristik komponen TSS yang dominan.
I.4.2 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai ini dalam pembuatan tugas akhir adalah:
1. Memberikan masukan kepada pemerintah Kota Semarang sebagai data dan
bahan pertimbangan dalam pembangunan industri dan juga dalam
pengolahan limbah dan pelestarian alam.
2. Memberi sumbangan penelitian dan telaah pustaka untuk pengembangan
ilmu yang berkaitan dengan perlindungan lahan.
Proposal Tugas Akhir 3
1.5. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini ada beberapa hal yang membatasi dalam pembuatannya
adalah :
1. Daerah atau wilayah yang dilakukan penelitian adalah Laut Jawa bagian
Utara Kota Semarang, Jawa Tengah.
2. Data yang digunakan adalah Peta RBI Kota Semarang, Data Curah Hujan
Kota Semarang, Data Pengukuran Lapangan TSS Kota Semarang, Citra
MODIS (Terra dan Aqua) Laut Jawa Bagian Utara Kota Searang, Jawa
Tengah Tahun.....
4. Analisa Estimasi Konsentrasi serta Karakter Padatan Tersuspensi dan
Klorofil-A Dari Data Citra MODIS Dalam Hubungannya Dengan Tingkat
Polusi Di Laut Jawa Bagian Semarang Utara Tahun.....
1.6. Sistematika Penulisan Laporan
Laporan Tugas Akhir ini dibagi menjadi 5 bab yang saling berhubungan
satu sama lain. Adapun sistematika penulisan laporan Tugas Akhir ini adalah
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Mengenai judul, latar belakang, perumusan masalah, pembatasan
penelitian, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan laporan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menjelaskan landasan teori yang berkaitan dengan penelitian mengenai
penggunaan dan perubahan lahan, pola persebaran permukiman.
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN
Menjelaskan uraian jalannya penelitian yaitu tahap persiapan yang terdiri
dari data penelitian, perangkat penelitian, metode penelitian dan
pengolahan data.
Proposal Tugas Akhir 4
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang pembahasan mengenai hasil penelitian dan pembahasan
penggunaan lahan permukiman serta pola sebaran permukiman Kota
Surakarta.
BAB V PENUTUP
Mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan saran sebagai masukan
penelitian selanjutnya.
Proposal Tugas Akhir 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Penelitian Terdahulu
ESTIMASI KONSENTRASI PADATAN TERSUSPENSI (TSS)
DAN KLOROFIL-A DARI CITRA MODIS HUBUNGANNYA
DENGAN MARAK ALGA DI PERAIRAN TELUK JAKARTA
ANISSA KUSUARDINI
POLA SEBARAN SEDIMEN TERSUSPENSI
MELALUI PENDEKATAN PENGINDERAAN JAUH
DI PERAIRAN PESISIR SEMENANJUNG MURIA-
JEPARA
Bio-optical Model for Mapping Spatial Distribution of Total
Suspended
Matter from Satellite Imagery
Wiwin AMBARWULAN and T. W. HOBMA, Indonesia
Indah (2009) dan Sidabutar (2009) telah menggunakan data multi-temporal
citra Landsat-7 ETM yang beresolusi spasial 30x30m, dan resolusi temporal 16
hari untuk memetakan konsentrasi TSS dan klorofil-a Teluk Jakarta. Selain itu,
terdapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan pendugaan kualitas
perairan menggunakan citra MODIS. Misal, Tarigan (2008) memantau kualitas
perairan (klorofil-a) di Teluk Jakarta. Wong et al. (2008) membuat model kualitas
perairan di perairan Hongkong. Penelitian ini mengembangkan model empiris
untuk mengestimasi TSS dan konsentrasi klorofil-a dengan memakai data citra
satelit Terra dan Aqua MODIS yang walaupun secara resolusi spasialnya kasar
(500x500 m) dibandingkan citra Landsat (30x30 m)
Proposal Tugas Akhir 6
Husmiawati (2002) melakukan penelitian “Aplikasi Sistem Informasi
Geografis untuk analisis perkembangan permukiman ( studi kasus di kecamatan
Ciampea dan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)” yang bertujuan untuk
mengetahui peranan Sistem Informasi Geografis dalam analisis perkembangan
permukiman,menganalisis perubahan pola spasial dari perkembangan
permukiman,serta mengidentifikasikan faktor-faktor yang menentukan suatu
perkembangan permukiman. Metode yang digunakan dengan mengolah data
spasial foto udara tahun 1982 dan tahun 1993 serta analisis data menggunakan
spatial mean untuk menentukan pola perkembangan permukiman tahun 1982-
1993 serta dengan menggunakan analisis entropy, PCA dan analisis regresi
berganda untuk mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
permukiman. Hasil penelitian menunjukan bahwa arah pergeseran perkembangan
permukiman tahun 1982-1993 adalah ke arah Darmaga (Bogor) dengan nilai
entropy yang semakin memusat. Analisis regresi berganda menghasilkan faktor
dan peubah asal yang sangat berpengaruh nyata ( α = P level < 0,5 ) yaitu faktor
jenis pekerjaan industri rendah aksesbilitas rendah, luas lahan bukan sawah
rendah, faktor permukiman yang menyebar, dan luas lahan pertanian dan non
pertanian.
2.1. Kondisi Umum Laut Jawa
Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta yang dibatasi oleh garis bujur
106°20’00” BT hingga 107°03’00” BT dan garis lintang 5°10’00”LS hingga
6°10’00” LS yang membentang dari Tanjung Pasir di bagian Barat hingga
Tanjung Karawang di bagian Timur dengan panjang pantai ± 89 Km. Panjang
garis yang menghubungkan kedua Tanjung tersebut melalui Pulau Air Besar dan
Pulau Damar adalah sekitar 21 mil laut (Arifin, 2004). Secara administratif,
perairan laut Jakarta berbatasan dengan Kabupaten Bekasi (Propinsi Jawa Barat)
di sebelah timur dan Kabupaten Tangerang (Propinsi Banten) di sebelah barat
(Anggraeni, 2002)
Perairan Teluk Jakarta yang dikategorikan sebagai perairan pantai (Coastal
Water) mempunyai peranan yang sangat besar di berbagai sektor, antara lain
Proposal Tugas Akhir 7
sektor perhubungan, perdagangan, perikanan, pariwisata dan lainnya. Kegiatan
berbagai sektor yang sedemikian banyak dan tidak terkendali tentunya akan
menurunkan tingkat kualitas perairannya (BPLHD DKI Jakarta, 2006).
Teluk Jakarta juga merupakan tempat bermuaranya 13 sungai yang melewati kota
Jakarta dan kota-kota lain di wilayah Jabodetabek yang tentunya akan membawa
berbagai limbah baik dari pembuangan sampah, industri maupun rumah tangga
serta kegiatan lainnya, sehingga perairan ini menerima beban pencemaran yang
cukup berat. Di lain pihak, Teluk Jakarta juga merupakan tempat bagi nelayan
melakukan kegiatan penangkapan ikan dan usaha budidaya yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat di Provinsi DKI Jakarta (BPLHD DKI Jakarta,
2006).
Teluk Jakarta dipengaruhi oleh musim Barat (hujan) dari bulan Desember-
Februari dan musim Timur dari bulan Juni-Agustus, serta dua musim peralihan,
yaitu musim peralihan satu dari penghujan ke musim kemarau (Maret-Mei) dan
peralihan dua dari musim kemarau ke musim hujan (September-November). Pada
musim Barat angin berhembus kencang dan arus kuat bergerak dari barat daya
hingga barat laut disertai hujan yang cukup deras. Arus yang kuat dengan
kecepatan mencapai 4-5 knot (mil/jam) dan tinggi gelombang dapat mencapai 2
meter mengakibatkan kejernihan air laut berkurang. Pada musim Timur angin
bertiup dari arah timur sampai tenggara dengan kecepatan 0,7-15 knot/jam. Pada
musim peralihan kondisi laut berubah-ubah namun relatif tenang (Sub Balai
Konservasi SDA DKI Jakarta, 1995).
2.2. Total Padatan Tersuspensi (TSS)
TSS terdiri atas material anorganik dan organik, material anorganik berasal dari
proses pelapukan batuan yang ditranspor melalui sungai dan udara dan yang
berasal dari dalam laut itu sendiri. Burton dan Liss (1976) dalam Sanusi (2006)
mengatakan bahwa produk pelapukan dari darat yang ditranspor ke laut melalui
sungai mencapai jumlah 1,8 x 1016 gram/tahun, sedangkan melalui udara sebesar
1– 5 x 1014 gram/tahun. Batas diameter padatan tersuspensi adalah _ 0,45 μm,
terlarut jika diameternya < 0,2 μm dan koloid jika diameternya diantara 0,2 μm -
Proposal Tugas Akhir 8
0,45 μm (Sanusi, 2006). Adapun material organik berasal dari partikel planktonik
(fito- dan zooplankton, bakteri, dan detritus). Disamping itu, ada pula material
sisa kejadian vulkanik, hasil reaksi kimia (mangan; besi oksida; alumunium;
silika) (Clark, 2002 in Sutherland, 2006). Tinggi rendahnya konsentrasi TSS akan
mempengaruhi penetrasi cahaya matahari pada kolom air, sehingga selanjutnya
berdampak terhadap proses fotosintesis sehingga fotosintesis tidak berlangsung
sempurna. Sebaran zat padat tersuspensi di laut antara lain dipengaruhi oleh
masukan yang berasal dari darat melalui aliran sungai, ataupun dari udara dan
perpindahan karena resuspensi endapan akibat pengikisan (Tarigan dan Edward,
2003).
Total suspended solids (TSS) include all particles suspended in water which will not pass througha filter. Suspended solids are present in sanitary wastewater and many types of industrialwastewater. There are also nonpoint sources of suspended solids, such as soil erosion fromagricultural and construction sites.As levels of TSS increase, a water body begins to lose its ability to support a diversity of aquaticlife. Suspended solids absorb heat from sunlight, which increases water temperature andsubsequently decreases levels of dissolved oxygen (warmer water holds less oxygen than coolerwater). Some cold water species, such as trout and stoneflies, are especially sensitive to changesin dissolved oxygen. Photosynthesis also decreases, since less light penetrates the water. Asless oxygen is produced by plants and algae, there is a further drop in dissolved oxygen levels.TSS can also destroy fish habitat because suspended solids settle to the bottom and caneventually blanket the river bed. Suspended solids can smother the eggs of fish and aquaticinsects, and can suffocate newly-hatched insect larvae. Suspended solids can also harm fishdirectly by clogging gills, reducing growth rates, and lowering resistance to disease. Changes tothe aquatic environment may result in a diminished food sources, and increased difficulties infinding food. Natural movements and migrations of aquatic populations may be disrupted.For point sources, adequate treatment is necessary to insure that suspended solids are notpresent at levels of concern in waters of the state. Treatment typically consists of settling prior todischarge of the wastewater. Settling allows solids to sink to the bottom, where they can beremoved. Some types of wastewaters, such as noncontact cooling water, are naturally low insuspended solids and do not require treatment.
Proposal Tugas Akhir 9
For nonpoint sources, control measures should be implemented to reduce loadings of suspendedsolids to streams, rivers and lakes. Farming practices such as no-till minimize soil erosion andhelp protect water quality. For construction sites, controls such as silt fences and sedimentationbasins are designed to prevent eroding soils from reaching surface waters. In urban areas, stormwater retention ponds or a regular schedule of street sweeping may be effective in reducing thequantity of suspended solids in storm water run-off.
2.3. Klorofil-a
Klorofil adalah kelompok pigmen fotosintesis yang menyerap cahaya biru, dan
merah, serta merefleksikan cahaya hijau. Sebaran klorofil-a di laut bervariasi
secara geografis maupun berdasarkan kedalaman perairan (Clark, 2002 in
Sutherland, 2006). Di perairan laut, konsentrasi klorofil-a lebih tinggi pada
perairan pantai dan pesisir, serta menjadi rendah di perairan lepas pantai karena
adanya suplai nutrien dalam jumlah besar melalui run-off dari daratan melalui
sungai, namun pasokan nutrien tersebut semakin berkurang seiring menjauhi
pantai. Walaupun demikian, pada daerah-daerah tertentu di perairan lepas pantai
dapat pula dijumpai klorofil-a dalam konsentrasi tinggi yang disebabkan adanya
fenomena up-welling, dimana massa air dari lapisan dalam yang mengandung
nutrien tinggi naik ke lapisan permukaan (Septiawan, 2006).
Fitoplankton memiliki klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis untuk
menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air yang kemudian berperan
sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di laut. Namun fitoplankton
tertentu dapat pula menurunkan kualitas perairan laut apabila jumlahnya sangat
berlebih (blooming), dimana selanjutnya dapat menyebabkan berbagai akibat
negatif bagi ekosistem perairan, seperti berkurangnya oksigen di dalam air yang
dapat menyebabkan kematian berbagai makhluk air lainnya (Wiadnyana, 1996).
2.4. Polusi
Proposal Tugas Akhir 10
2.5 MODIS
MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer adalah sensor yang
dipasang pada satelit Terra dan Aqua yang dirancang oleh Earth Observing
System (EOS), NASA untuk menyediakan observasi global mengenai daratan,
lautan dan atmosfer dalam waktu jangka panjang (Ahmad et al., 2002). Satelit
Terra mengorbit bumi dari utara ke selatan melewati ekuator di pagi hari,
sedangkan Aqua bergerak dari selatan ke utara melewati ekuator pada siang hari.
Terra MODIS dan Aqua MODIS mengambil gambar seluruh permukaan bumi
setiap 1 hingga 2 hari, dimana data yang direkamnya terdiri atas 36 band dengan
spektral panjang gelombang berkisar dari 0.4 μm hingga 14.4 μm, yang terdiri
dari 3 resolusi spasial, yaitu 250m (2 band), 500m (5 band) dan 1000m (29 band)
(Tarigan, 2008). Data tersebut dapat meningkatkan pemahaman mengenai
dinamika global dan proses-proses yang terjadi di daratan, lautan, dan pada
atmosfer. MODIS berperan penting dalam mengembangkan sistem model
interaktif bumi yang mampu memprediksi perubahan global dengan akurasi yang
cukup tinggi, serta membantu untuk mengambil kebijaksanaan dalam membuat
keputusan untuk memproteksi lingkungan. Spesifikasi selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 1 (NOAA).
Tabel 1. Spesifikasi Satelit Terra dan Aqua-MODIS
Sumber : NOAA (2009)
Proposal Tugas Akhir 11
2.6. Pengukuran Total Padatan Tersuspensi Dengan Citra Satelit
Penginderaan jauh telah memegang peranan penting untuk inventarisasi,
monitoring dan pengelolaan wilayah pesisir melalui kemampuannya memberikan
gambaran sinopsis dari wilayah tersebut (Ambarwulan et al., 2003). Citra satelit
merupakan salah satu hasil dari teknologi penginderaan jauh yang dapat
menggambarkan secara detail kenampakan di bumi. Salah satu aplikasinya adalah
dapat mempelajari kualitas air di suatu perairan terbuka. Kualitas perairan
memiliki penetrasi cahaya yang berbeda pada daerah tertentu yang dapat diketahui
dengan teknik multispektral (Barret dan Curtis, 1982). Kualitas suatu perairan
yang dapat dipelajari menggunakan citra satelit diantaranya adalah konsentrasi
padatan tersuspensi. Seluruh tubuh perairan secara alami mengandung bahan
tersuspensi yang terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik. Menurut Clark
(2002) in Sutherland (2006) padatan tersuspensi organik sendiri terdiri dari
partikel planktonik (zooplankton dan fitoplankton), algae, bakteri dan detritus
(dekomposisi dari zooplankton, fitoplankton, dan tumbuhan makro). Padatan
tersuspensi dapat dipantau dengan teknologi penginderaan jauh dengan
menggunakan model statistik.
Sifat optik laut dapat dilihat berdasarkan pembentuk warna perairan. Berdasarkan
materi pembentuk warna perairan, maka perairan dibagi menjadi dua, yakni
(Robinson, 1985): kasus I merupakan daerah perairan lepas pantai (oseanik) yang
jernih dengan komponen utama yang mempengaruhi sifat optik atau biooptik air
laut adalah pigmen-pigmen fitoplankton (khususnya klorofil-a); dan kasus II
merupakan perairan turbid di daerah pesisir, dimana sifat optik air laut
kemungkinan besar didominasi oleh material sedimen (suspended material),
material organik (yellow substances) dan material lainnya. Pada perairan kasus II,
material tersebut membuat banyaknya perbedaan daya serap dan pantul dari
gelombang elektromagnetik yang dipancarkan terhadap perairan dan waktu yang
berbeda. Penentuan koefisien absorpsi dan fungsi hamburan (scattering) pada
perairan kasus II sangat sulit (Fischer dan Doerffer, 1987). Salah satu
penyebabnya adalah berbedanya koefisien nilai absorpsi material-material yang
Proposal Tugas Akhir 12
terdapat pada perairan kasus II (Gambar 1) serta kurang rincinya resolusi spasial
untuk daerah pesisir dan muara sungai (Meaden dan Kapetsky, 1991).
Gambar 1. Koefisien absorpsi normal untuk klorofil ( ), yellow substance (…) dan
padatan tersuspensi (---) berdasarkan panjang gelombang (Fischer dan Doerffer,
1987).
Warna air laut dan partikel tersuspensi di suatu perairan dapat dideteksi oleh
berbagai spektrum gelombang elektromagnetik. Salah satunya adalah spektrum
gelombang cahaya tampak yang berkisar pada panjang gelombang 390-740 nm
(Bukata et al.,1995 in Sutherland, 2006), namun hal tersebut bergantung pada
intensitas cahaya. Intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang
signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan bertambahnya lapisan
air. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami
pembiasan yang mengakibatkan kolom perairan yang jernih akan terlihat
berwarna biru.
Metode pengukuran total padatan tersuspensi dengan citra satelit bersifat lokal.
Artinya bahwa algoritma suatu perairan belum tentu dapat digunakan di perairan
lain. Setidaknya terdapat beberapa algoritma yang digunakan dengan citra satelit
yang berbeda yaitu algoritma empiris yang didasarkan hubungan antara nilai
digital citra dan nilai radian atau nilai reflektansi (Sulma et al., 2005).
Model algoritma empiris pendugaan parameter kualitas air dibuat dengan terlebih
Proposal Tugas Akhir 13
dahulu mengetahui kanal yang sensitif dan kanal yang tidak sensitif terhadap
parameter yang akan diamati. Pemilihan kanal yang sesuai untuk mengembangkan
model atau algoritma dilakukan dengan cara meregresikan data digital dari rasio
kanal yang potensial menduga kualitas air tersebut. Pada data MODIS, kanal yang
sesuai untuk digunakan untuk memantau parameter kualitas air antara lain kanal 1
dan 2 (untuk resolusi spasial 250 m), dua kanal (kanal 3 dan 4) (459-565 nm) pada
resolusi spasial 500 m, dan 9 kanal (kanal 8-19) (visibelinframerah dekat) pada
resolusi spasial 1000 m (O’Reilly et al., 1998 in Prasasti et al., 2005).
2.7. Pengukuran Klorofil-a Dengan Citra Satelit
Penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi klorofil dan pola
sebarannya dalam suatu perairan. Sebagaimana dengan pengukuran sedimen
tersuspensi, penginderaan klorofil dalam air didasarkan pada pengembangan
hubungan antara reflektansi kanal atau rasio kanal dengan klorofil. Satelit
penginderaan jauh telah berhasil mendeteksi marak alga pada perairan skala besar
dengan menggunakan citra satelit MODIS dengan resolusi spasial 1 km. Untuk
perairan pesisir digunakan citra satelit MODIS dengan resolusi medium (250 dan
500 km) (Kahru et al., 2005). Data reflektansi terkoreksi dari MODIS kanal 1
(620-670 nm), 2 (841-876 nm), 3 (459-479 nm) dan 4 (545-565 nm) digunakan
untuk membuat sebaran marak alga (Kahru et al., 2005).
Hubungan linier antara klorofil-a dan energi hamburan alga muncul terutama pada
panjang gelombang 700-705 nm dan klorofil-a memiliki nilai absorpsi pada
panjang gelombang 390-680 nm (Ritchie dan Cooper, 2000).
Proposal Tugas Akhir 14
Gambar 2. Grafik nilai absorbsi klorofil-a dan klorofil-b pada panjang gelombang
tampak (Ritchie dan Cooper, 2000).
Warna laut didefinisikan sebagai radians atau energi gelombang elektromagnetik
yang keluar dari permukaan air laut pada panjang gelombang tampak (400- 700
nm). Energi tersebut dipengaruhi oleh zat-zat terlarut dalam air seperti total
pigmen (perjumlahan antara konsentrasi klorofil-a dan faeofitin-a), bahan organik
dan anorganik yang tersuspensi (seston) dan lain-lain (Barale, 1986; Holigan et
al., 1989; Wouthuyzen, 1991 in Tarigan, 2008). Komponen utama yang
mempengaruhi sifat optik-biooptik air laut di daerah lepas pantai adalah pigmen–
pigmen fitoplankton (khususnya klorofil-a). Klorofil-a merupakan parameter
kualitas air yang sifat optisnya paling kuat dan memiliki peranan yang penting
dalam penentuan tingkat kesuburan suatu perairan.
Menurut Curran (1985) in Prasasti et al (2005), pigmen seperti klorofil-a memiliki
sifat absorbansi yang tinggi pada kanal biru dan merah dengan puncaknya
masing-masing pada kisaran 430 nm dan 665 nm. Pantulan maksimum terjadi
pada kanal hijau, karena klorofil-a tidak menyerap radiasi gelombang
elektromagnetik pada saluran ini. Puncak absorbsi klorofil terhadap cahaya
(Gambar 2) terjadi pada kisaran panjang gelombang 425-450 nm dan 665- 680 nm
(Yentsch, 1980; Grahme, 1987 in Prasasti et al., 2005 ). Pemilihan kanal yang
sesuai untuk mengembangkan model algoritma klorofil-a dilakukan dengan cara
Proposal Tugas Akhir 15
meregresikan data digital dari rasio kanal. Salah satu model algoritma untuk
menduga konsentrasi klorofil-a perairan Teluk Jakarta (Wouthuyzen dkk, 2006 in
Tarigan, 2008) adalah :
y = 250.09x3 - 106.92x2 + 11.781x + 0.0776
dimana: y adalah sebaran klorofil-a
x adalah kromatisiti merah = (ND band merah)/(ND band merah +
ND band hijau + ND band biru)
Proposal Tugas Akhir 16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Data Penelitian
Data penelitian yang digunakan antara lain:
1. Peta RBI Kota Semarang.
2. Data Lapangan Kadar Padatan Tersuspensi dari BPLH (Badan Pengelola
Lingkungan Hidup)
3. Citra MODIS Laut Jawa Bagian Kota Semarang tahun .....
III.2 Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian Tugas Akhir ini adalah di Laut Jawa Bagian Utara kota
Semarang, Jawa Tengah.
III.3 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam studi ini adalah:
- Perangkat Keras (Hardware), yang terdiri dari :
1. Laptop Toshiba Centrino vPro, Intel Core 2 Duo (2.4 GHz) Memori
2 GB DDR2, HD 320 GB
2. Printer A4 (Canon 1880)
- Perangkat Lunak (Software)
1. 1 unit software Er Mapper 7
2. 1 unit software Arc GIS 9.3
3. 1 unit software Microsoft Office Visio 2006.
4. 1 unit software Microsoft Office 2006
Proposal Tugas Akhir 17
Persiapan
Studi Linier
PengumpulanData
DataNon Spasial
DataSpasial
Citra Satelit(MODIS)
KoreksiGeometrikPeta RBI
KoreksiAtmosferic
Koreksi Lahan dan Awan
Citra SatelitTerkoreksi
Data In-Situ TSS dan Klorofil-A
Analisis Regresi Antara Data Citra dengan Data In-Situ TSS
Menggunakan Algoritma hasil hubungan antara data citra dan data in-situ ke
semja citra
Pengklasifikasian Citra
Peta Persebaran TSS dan Klorofil-A
III.4 Metodologi Penelitian
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
a. Persiapan
Proposal Tugas Akhir 18
Tahap ini meliputi studi literatur, penentuan lokasi penelitian dan pengadaan
alat dan bahan.
b. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dari pengamatan langsung di lapangan serta data dari
instansi terkait antara lain kantor pertanahan kota Surakarta, kantor BPS
kota Surakarta, Bappeda Kota Surakarta, Dinas Detail Tata Ruang Kota
Surakarta, Kantor Kecamatan. Data yang dikumpulkan meliputi Peta RBI
Kota Surakarta, Peta Tata Guna Lahan tahun 1993, Citra Quickbird Kota
Surakarta tahun 2006, Peta jaringan jalan. Data jumlah penduduk, kepadatan
penduduk, data fasilitas sosial ekonomi.
c. Pengolahan Data
Metode yang digunakan dalam pengolahan data adalah metode
penginderaan jauh dengan interpretasi citra berdasarkan karakteristik
obyek yang tampak pada citra dalam penggunaan lahan permukiman dan
dibantu cek lapangan serta data sekunder.
1. Peta tata guna lahan tahun 1993 dilakukan koreksi geometrik sehingga
didapat peta tata guna lahan tahun 1993 terkoreksi. Citra Quickbird
tahun 2006 dilakukan koreksi geometrik dan interpretasi citra yang
kemudian didapatkan peta tata guna lahan tahun 2006.
2. Pada peta tata guna lahan tahun 1993 dan tahun 2006 terkoreksi dapat
diketahui perubahan persebaran permukiman tahun 1993 dan tahun
2006. Pada persebaran permukiman tahun 1993 dan tahun 2006
dilakukan analisis tetangga terdekat untuk mengetahui pola persebaran
permukimannya. Analisis ini digunakan untuk pola persebaran
permukiman di Kota Surakarta, apakah mengikuti pola random,
mengelompok atau seragam, yang ditunjukkan dari besarnya nilai T.
Menurut (Bintaro dan Surastopo, 1979) untuk mengetahui pola
distribusi keruangan perubahan penggunaan lahan dengan
menggunakan analisis tetangga terdekat (nearest-neighbour analysis)
dengan formula:
Proposal Tugas Akhir 19
T=J u
J h
Dimana :
T = indeks penyebaran tetangga terdekat.
,Ju=∑ j
∑ n = jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik
tetangga yang terdekat
Jh=1
2√ p = jarak rata-rata yang diperoleh semua titik
p= NA
= kepadatan titik dalam km2, yaitu jumlah titik (N) dibagi
luas wilayah dalam km2(A).
3. Pada peta pola persebaran permukiman tahun 1993 dioverlaykan
dengan peta pola persebaran permukiman tahun 2006 maka dapat
diketahui perubahan pola persebarannya.
4. Kemudian data jumlah penduduk, kepadatan penduduk, fasilitas sosial
ekonomi,serta aksesbilitas dilakukan analisis perubahan penggunaan
lahan permukiman dan pola persebaran permukiman tahun 1993-2006.
d. Kesimpulan
Hasil dari analisis dikaji dan dilakukan penarikan kesimpulan terhadap
penelitian ini.
Proposal Tugas Akhir 20
BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN
IV.1 Jadwal Pelaksanaan
No
.Kegiatan
Bulan ( 2011 )
Mei Juni Juli Agustus
11 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1.
Seminar
Proposal
2.
Pengumpulan
Data
3.
Tahap
pengolahan
Data
4.Pembuatan
Laporan
5. Tahap Akhir
Proposal Tugas Akhir 21