Seminar OS

30
Australia Dental Journal Obat Tambahan 2005; 50:4. Infeksi Odontogenik Berat IC Uluibau, * T Jaunay, Goss AN † ‡ Abstrak Latar Belakang: Infeksi odontogenik yang berat berpotensi menyebabkan kondisi yang mematikan. Berdasarkan tingkat kematian pasien, di institusi pengarang penelitian ini diawali dengan menentukan faktor-faktor risiko, manajemen dan serangkaian perawatan akhir dari pasien. Metoda: Semua pasien yang dirawat di Rumah Sakit Royal Adelaide di departmen bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial dengan infeksi odontogenik pada tahun 2003 telah diinvestigasi. Informasi rinci terhadap pra - presentasi dari anamnesa, tindakan bedah dan manajemen anestesi yang diperoleh dianalisis. Hasil: Empat puluh delapan pasien dengan rincian , 32 orang laki-laki, 16 orang perempuan, usia rata-rata 34,5 tahun,dengan range rata-rata umur 19-88 tahun telah dirawat. Semua data yang diperoleh dari seluruh pasien yang datang dengan keluhan rasa sakit dan bengkak, dengan ditemukan 21 orang trismus (44%). 44 pasien dengan kondisi gigi yang buruk (92%) dan 4 orang (8 %) yang mengalami kegagalan endodontik. Pasien yang datang telah mendapatkan perawatan definitif dan terapi antibiotik. Pasien yang datang kebanyakan

Transcript of Seminar OS

Page 1: Seminar OS

Australia Dental Journal Obat Tambahan 2005; 50:4.Infeksi Odontogenik BeratIC Uluibau, * T Jaunay, Goss AN † ‡

Abstrak

Latar Belakang: Infeksi odontogenik yang berat berpotensi menyebabkan kondisi yang

mematikan. Berdasarkan tingkat kematian pasien, di institusi pengarang penelitian ini

diawali dengan menentukan faktor-faktor risiko, manajemen dan serangkaian perawatan akhir

dari pasien.

Metoda: Semua pasien yang dirawat di Rumah Sakit Royal Adelaide di departmen bagian

Bedah Mulut dan Maksilofasial dengan infeksi odontogenik pada tahun 2003 telah

diinvestigasi. Informasi rinci

terhadap pra - presentasi dari anamnesa, tindakan bedah dan manajemen anestesi yang

diperoleh dianalisis.

Hasil: Empat puluh delapan pasien dengan rincian , 32 orang laki-laki, 16 orang perempuan,

usia rata-rata 34,5 tahun,dengan range rata-rata umur 19-88 tahun telah dirawat.  Semua data

yang diperoleh dari seluruh pasien yang datang dengan keluhan rasa sakit dan bengkak,

dengan ditemukan 21 orang trismus (44%). 44 pasien dengan kondisi gigi yang buruk (92%)

dan 4 orang (8 %) yang mengalami kegagalan endodontik. Pasien yang datang telah

mendapatkan perawatan definitif dan terapi antibiotik. Pasien yang datang kebanyakan telah

mendapat pengobatan definitif seperti ekstraksi, insisi drainase, antibiotik dosis tinggi

melalui intravena dan rehidrasi.  Pasien-pasien telah dirawat inap di rumah sakit selama 3,3

hari (range data rawat inap 1-16). Pasien yang memerlukan intubasi berkepanjangan dan

ketergantungan tinggi atau perawatan intensif (40 %) telah memerlukan perawatan yang lebih

lama. Tidak ada pasien meninggal dan semua sepenuhnya pulih.

Kesimpulan:  Infeksi odontogenik yang parah merupakan resiko serius bagi kesehatan pasien

dan kehidupannya. Perawatan yang paling utama dengan pembedahan dengan narkose

umum. Antibiotik diperlukan dalam dosis tinggi intravena sebagai tambahan dan bukan

sebagai pengobatan primer.

Page 2: Seminar OS

Kata kunci: Odontogenik infeksi, antibiotik, Airway.

Aust Dent J 2005; 50 Suppl 2: S74-S81

PENDAHULUAN

Telah diketahui sejak lama bahwa infeksi odontogenik yang parah merupakan

penyakit yang serius dan dapat menyebabkan kematian. Dalam ilmu bedah modern

yang mana sebelum antibiotik ditemukan, infeksi odontogenik dihubungkan dengan

kadar kematian yang signifikan berkisar dari 10% hingga 40%. Dengan hadirnya

penisilin dan perkembangan derivatifnya, infeksi odontogenik, dan juga infeksi

lainnya, menjadi mudah ditangani. Walau begitu, dalam 10 hingga 15 tahun terakhir,

telah terjadi resistensi antibiotik yang serius. Hal ini berjalan perlahan tetapi

membahayakan sehingga meningkatkan insidensi infeksi odontogenik yang parah

karena praktisi kesehatan menganggap hal ini sebagai kasus gigi yang simpel. Penulis

sadar setidaknya ada 2 pasien yang meninggal ketika dalam perawatan infeksi

odontogenik dalam rumah sakit pendidikan pada umumnya pada beberapa tahun ini.

Salah satu kasusnya terjadi pada institusi penulis.

Infeksi odontogenik hadir umumnya dari nekrosis pulpa atau dari karies gigi

maupun dari jaringan perikoronal. Kedua contoh tersebut berasal dari mikroba rongga

mulut. Tergantung dari tipe, kuantitas dan virulensi mikroba tersebut yang bisa

menyebar ke dalam maksila atau mandibula dan kemudiannya ke sekitar wajah,

rahang dan leher. Walaupun ada banyak penyebab lain infeksi kepala dan leher,

infeksi odontogenik merupakan penyebab utamanya. Huang et al. menemukan 50 %

dari 185 kasus infeksi leher dalam disebabkan oleh infeksi odontogenik, Bridgeman

et al. menemukan 53 % dari 107 kasus, Bross-Soriano et al. 89 % dari 121 kasus dan

Juang et al pula 86 % dari 14 kasus Ludwig's Angina.

Infeksi odontogenik selalu polimikroba, disertai oleh campuran dari aerob,

aerob fakultatif dan anaerob. Microorganisme paling sering ditemukan dalam kasus

infeksi dentoalveolar adalah streptococus viridans. Umumnya, semakin mendalam

Page 3: Seminar OS

dan intensif studi mikrobiologi yg dilakukan, semakin besar range dan tipe bakteri

yang ditemukan. Sakamoto et al. telah mengisolasi 112 strain bakteri, dengan rata-

rata 4.86 strain dari tiap pasien dari 23 kasus abses dentoalveolar. Hanya 28 % bakteri

aerob atau fakultatif aerob dan selebihnya yaitu 7 % anaerob. Heimdahl et al dalam

studinya menemukan bahwa 88% dari mikroorganisme adalah bakteri anaerob.

Mereka juga menemukan bahwa semakin parah dan ekstensif infeksi tersebut, secara

umum bakteri penyebabnya adalah anaerob. Penelitian juga menemukan bakteri jenis

gram negative rod mempunyai statistic yang signifikan (p<0.05). Streptococcus

milleri lebih banyak ditemukan tetapi tidak signifikan secara statistic dalam kasus

infeksi yang parah. Kuriyama et al menemukan 664 jenis strain bakteri yang

berlainan dari 106 kasus. Telah ada kesepakatan dari semua studi tadi bahwa bakteria

yang umumnya ditemukan dalam infeksi odontogenik adalah streptococcus yang

aerob, peptostreptococci, pigmen dan non-pigmen prevotella dan fusobacterium,

dimana semuanya adalah anaerob.

Faktor anatomi memainkan peran penting dalam terjadinya infeksi bakteri,

ketika ia menyebar melebihi batas rahang. Penyebaran infeksi tersebut selalunya

mengikuti garis dari yang paling kurang resistant, yang mana terhalang oleh tulang

dan periosteum, otot dan fasia. Hal ini juga dibuktikan oleh Grondisky dan Holyoke

pada tahun 1938 yang menggunakan injeksi gelatin berwarna untuk menentukan jalur

yang paling kurang resistant diantara fascia. Penelitian tersebut dan juga studi

anatomi yang lain sabagai dasar standar anatomi spasium kepala dan leher.

Faktor umum lainnya yang berperan dalam perkembangan infeksi

odontogenik adalah daya tahan tubuh penderita dan gangguan terhadap sistem

imunitas disebabkan oleh penyakit sistemik. Kondisi immunokompromise contohnya

dalam kasus HIV/AIDS, neoplasma hematologi atau penyakit sistemik lain seperti

diabet adalah fakto-faktor risiko dalam mempengaruhi penyebaran infeksi.

Page 4: Seminar OS

Infeksi odontogenik dengan keparahan yang parah merupakan hasil akhir dari

proses yang panjang dan perlahan. Mikroorganism yang terlibat dalam pembentukan

karies gigi memerlukan waktu kalau tidak bulanan, tahunan untuk sampai ke pulpa

gigi sehingga menyebabkan necrosis pulpa dan kemudiannya periapikal abses. Gigi

yang tumbuh partial mengalami simptom yang intermitan sebelum mendapat

simptom yang serius. Banyak pasien yang mendapat multiple sign atau simptom

setelah menderita onset simptom. Bridgeman et al dalam penelitiannya terhadap 107

penderita di Australia dalam waktu 57 bulan terdapat 100 % pernah mengalami rasa

sakit pada saat pertama kali terkena penyakit tersebut. Umumnya rasa sakitnya

bersifat intermitten dan pasien gagal mendapatkan perawatan perawatan utama yang

adekuat. Pembengkakan secara tiba-tiba pada 105 pasien (98%) dalam jangka waktu

beberapa jam atau hari menyebabkan pasien mencari perawatan ke spesialis. 46 %

dari pasien telah mencapai tahap trismus atau kesulitan dalam membuka mulut

mereka. Pada waktu ini infeksi telah menyebar jauh melewati batas rahang. Kondisi

pasien tersebut menjadi berat, secara klinis merupakan infeksi yang signifikan.

Prinsip pengelolaan infeksi odontogenik yang berat telah dikenal selama

berabad-abad; mengekstraksi gigi dan mengeluarkan pus. Hal ini dijelaskan oleh

Hippocrates dan diperkuat dalam bedah modern tetapi pada masa pre-antibiotik.

Dalam era antibiotik menggunakan antibiotik, cairan intravena untuk rehidrasi pasien

dan pengelolaan nyeri yang tepat telah dijelaskan dan diajarkan pada mahasiswa

kedokteran gigi dan medis selama beberapa dekade.

Baik dokter gigi atau dokter umum, memiliki peran penting dalam mengelola

infeksi odontogenik. Mereka dapat mengobati pasien dengan antibiotik saja,

menyarankan manajemen yang benar atau merujuk kepada spesialis bedah mulut dan

rahang atas atau dokter gigi spesialis lainnya. Awalnya antibiotik mungkin muncul

untuk bekerja, tetapi jika pasien tidak melanjutkan ke manajemen definitif masalah

akan muncul kembali dengan peningkatan keparahan. Antibiotik adalah faktor

predisposisi paling sering muncul pada infeksi yang berat. Penyebab infeksi

Page 5: Seminar OS

odontegenik yang lainnya dapat terjadi dari perawatan gigi ketika dokter gigi

mencoba untuk mempertahankan gigi. Menjadi suatu kepentingan utama pasien

untuk mengakui bahwa pengelolaan konservatif belum mampu menyelesaikan

masalah yang diajukan dan gigi yang terlibat harus diekstraksi.

Kematian adalah komplikasi yang paling serius dari infeksi odontogenik berat

dengan kejadian telah dilaporkan nol, 1,6 % dan 23 %. Penelitian terakhir ini dibatasi

pada pasien dengan infeksi nekrosis yang berat. Kematian baik dari obstruksi napas

akut, yang dapat terjadi pada setiap usia dan biasanya pada pasien yang sehat, sampai

pasien dengan kegagalan multi-organ pada kasus medically compromised, biasanya

pasien yang lebih tua.

Penelitian ini dibahas berturut-turut mengenai infeksi odontogenik berat yang

dimasukkan ke rumah sakit besar metropolitan dalam jangka waktu 12

bulan. Penekanan utamanya adalah pada tindakan pasien dan dokter sebelum

presentasi, manajemen dan hasil yang definitif.

BAHAN DAN METODE

Catatan medis yang diperoleh dari semua pasien yang dirawat di Rumah Sakit

Royal Adelaide, Adelaide, South Australia, di bawah perawatan department Bedah

Oral dan Maxillofacial dengan diagnosis infeksi primer akut pada periode 1 January

2003-31 Desember 2003. Kriteria inklusif untuk studi ini adalah semua pasien dengan

infeksi odontogenik yang telah menyebar melampaui batas-batas rahang dan yang

sangat sakit untuk menjamin masuk ke rumah sakit untuk pengelolaan bedah. Tidak

ada pasien yang dirawat di rumah sakit dan memenuhi kriteria adalah

pengecualian. Pasien yang infeksinya telah tersebar, yang tidak memerlukan

perawatan rumah sakit dan diperlakukan sebagai pasien rawat jalan, adalah

pengecualian.

Database pasien menurut demografi, penjelasan dan rincian lengkap tentang

manajemen (termasuk komplikasi) telah dicatat. Data ini disimpan pada komputer

pribadi non-jaringan dan analisis sederhana dilakukan. Angka yang sesuai dengan

Page 6: Seminar OS

pasien infeksi odontogenik pada tahun 1993 telah ditentukan. Studi ini dilakukan

sesuai dengan persyaratan audit internal Rumah Sakit Royal Adelaide.

HASIL

Delapan puluh delapan pasien yang menderita infeksi kepala dan leher yaitu

48 (55 %) berasal dari odontogenik. Tiga puluh sembilan (81 %) berasal dari pulpa

dan sembilan (19 %) berasal dari pericoronal. Demografi pasien diperlihatkan pada

Tabel 1. Status medis pasien disajikan dalam Tabel 2. Hanya kondisi tersebut yang

dikontribusikan pada presentasi.

Page 7: Seminar OS

Sejarah penanganan yang didapatkan pasien setiap hari atau minggu sebelum

onset akut disajikan dalam Tabel 3. Hanya informasi yang diverifikasi akurat yang

dicatat. Sebagai catatan bahwa banyak pasien yang kurang mengetahui tentang

riwayat mereka meskipun sebagian besar setuju bahwa mereka telah mengalami

gejala intermiten, biasanya sakit, dalam beberapa bulan. Demikian pula, mereka tidak

tahu apakah mereka telah menerima pengobatan. Sekitar setengah diindikasikan

bahwa mereka mungkin telah menerima setidaknya satu rejimen antibiotik sebelum

timbul gejala akut.

Dari delapan pasien yang sedaang mendapatkan pengobatan gigi, empat

adalah pasien yang datang tidak teratur dan empat orang pasien reguler di praktek

gigi umum. Pada kelompok berikutnya, 4 orang merupakan pekerja ras Kaukasia dan

sedang dirawat endodontik. Semuanya telah mendapatkan beberapa rejimen

antibiotik. Pasien yang mencoba ekstraksi sendiri memiliki riwayat penyakit mental.

Temuan untuk pengobatan disajikan pada Tabel 4. Ruang permukaan meliputi

daerah yang jauh dari jalan napas, yaitu spasium kaninus dan bukal. Infeksi leher

yang dalam melibatkan ruang di sekitar jalan napas atas, terutama ruang

submandibular. Umumnya, hanya satu ruang yang terlibat. Tiga pasien dengan

keterlibatan beberapa ruang merupakan True Ludwig's Angina serta melibatkan

seluruh leher secara bilateral. Ruang keterlibatan disajikan dalam Tabel 5 dan

diilustrasikan pada Gambar 1a, 1b dan 1c.

Page 8: Seminar OS
Page 9: Seminar OS
Page 10: Seminar OS

Gambar 1. Berbagai odontogenik presentasi dari infeksi

Gambar 1a. Superficial. Fossa kaninus kanan dan infeksi spasium bukal. Resiko

jalan nafas rendah. Catatan pasien tidak ada pada tahun 2003, tetapi sebagai arsip

ilustrasi.

Gambar 1b. Dalam. Abses spasium Submandibular kanan. (Pasien diintubasi

Gambar 1c. Deep bilateral Ludwig's angina. Beberapa drain dan intubasi.

Manajemen operasi dapat dilihat pada Tabel 6. Pada lima pasien yang belum

diekstraksi gigi, dan kemudian tiga orang pasien telah diekstraksi dalam minggu

terakhir, dan dua pasien lagi menolak untuk diekstraksi. Pada delapan pasien yang

didrainase tetapi tidak mengeluarkan pus, ini merupakan selulitis. Standar protokol

untuk rumah sakit adalah 1.2g IV benzylpenicillin setiap enam jam dengan

metronidazol 500mg Iv per 12 jam, dan dipertahankan sampai pasien sembuh. Ini

diikuti dengan pemberian oral amoxicillin 500mg setiap delapan jam selama lima

hari. Cephazolin 1g IV setiap enam jam telah digunakan untuk pasien yang diduga

alergi terhadap penisilin atau yang menunjukkan resisten terhadap penisilin. Non-

protokol regimen antibiotik digunakan untuk sembilan kasus, biasanya dengan

melanjutkan regimen antibiotik oleh institusi lain. Tidak hasil yang signifikan secara

statistik akibat dari regimen antibiotik yang berbeda. Rincian regimen antibiotik yang

digunakan disajikan pada Tabel 7.

Page 11: Seminar OS

Perawatan pasca-operasi

disajikan dalam Tabel

8.  Di akhir prosedur

pembedahan telah dikonsultasikan antara dokter bedah dan anestesi tentang resiko

obstruksi jalan napas. Jika dianggap pasien berisiko rendah, dia akan diekstubasi, dan

diamati dalam waktu yang singkat di ruang pemulihan dan kemudian dikembalikan

ke ruang perawatan. Keempat pasien yang memiliki ketergantungan tinggi (HCU)

diintubasi selama beberapa jam, selama pembengkakan terjadi dan kemudian

diekstubasi. Dari 15 pasien yang dirawat di ruang perawatan intensif setidaknya

sudah 24 jam diintubasi, dengan dua diantaranya telah dirawat lebih dari lima

hari. Satu pasien berkembang menjadi pneumonia selama diintubasi dan telah

berhasil diobati dengan antibiotik jangka panjang. Seseorang yang mendapatkan

methicillin resisten terhadap Staphylococcus aureus dalam lingkungan unit perawatan

Page 12: Seminar OS

intensif. Setelah operasi penggunaan steroid dianjurkan oleh beberapa ahli bedah

untuk intubasi pasien. Hal ini memakan waktu beberapa jam karena memiliki efek

dan meningkatkan resiko penyebaran bakteri lebih lanjut. Tidak ada pasien yang

diekstubasi pada akhir operasi setelah pemberian steroid. Dari 19 pasien intubasi;

lima tidak

mendapatkan steroid, lima mendapat dosis tunggal dan delapan mendapat lebih dari

satu dosis. Satu pasien sudah diberikan steroid untuk auto-imun hepatitis. Statistik

menunjukkan tidak ada perbedaan antara kelompok-kelompok ini selama berjam-jam

dilakukan intubasi, baik di ICU maupun rumah sakit dalam jangka waktu

lama. Terdapat statistik yang lemah yang menunjukkan korelasi antara jumlah ruang

yang terlibat dengan penggunaan steroid (p <0,037). Satu pasien yang mengalami

pneumonia sedang dirawat steroid.

Dalam 2 dari 23 kasus ekstubasi kembali ke ruang perawatan, komplikasi

terjadi dan keputusan tersebut dirubah. 1). Pada tahap awal pemulihan, mendapatkan

stridor dan tanda-tanda lain yang menyulitkan pernapasan. Oleh karena itu, mereka

kembali dibius, re-intubasi dan diberikan perawatan intensif. Pasien kedua menjadi

semakin parah dengan peningkatan rasa sakit, bengkak, trismus dan demam. CT scan

menunjukkan pengumpulan nanah lebih lanjut, mereka dibius dan selanjutnya

dilakukan insisi dan drainase. Sekarang leher pasien cukup bengkak dan saluran

pernafasan telah terkompromi. Dibuatkan jalan napas dengan trakeostomi. Pasien di

rawat di ruang intensif pasca operasi kedua.

Page 13: Seminar OS

Keadaan pasca operasi mempunyai efek yang signifikan terhadap waktu yang

dibutuhkan untuk tinggal di rumah sakit yang selanjutnya memiliki efek pada sumber

daya rumah sakit. Mereka yang langsung diekstubasi dan kembali ke bangsal,

dipulangkan rata-rata dalam 1,5 hari. Mereka yang membutuhkan perawatan intensif

rata-rata dipulangkan setelah enam hari. Rawat inap paling lama selama 16 hari.

Efek keterlambatan di bawa ke rumah sakit dan resiko pada saluran napas

telah dianalisis. Pasien yang melakukan penundaan lebih dari satu minggu secara

signifikan (p <0,01) cenderung mengalami penyebaran infeksi leher dalam. Pasien

yang mengalami infeksi leher dalam secara bermakna (p <0,01) lebih memerlukan

perawatan intensif.  Pasien-pasien dengan kondisi fit dan baik, ketika dibandingkan

dengan mereka yang satu co-morbiditas, telah dirawat inap dalam tempoh yang

sama. Mereka dengan dua co-morbiditas, untuk contoh medis dan penyakit mental

atau mirip pasangan, tempoh tinggal di rumah sakit meningkat secara signifikan (p

<0,01). Insiden infeksi berat yang dirawat oleh Bagian Bedah Oral dan Maxillofacial

pada tahun 2003 adalah 44 per juta. Pada tahun 1993 insiden itu sekitar 32 per juta.

DISKUSI

Penelitian ini menunjukkan setiap minggu di salah satu rumah sakit di

Australia terdapat pasien dengan infeksi odontogenik yang parah dan berpotensi

mengancam hidup. Semua pasien mendapatkan penanganan dengan intensitas tinggi

dari spesialis bedah dan anestesi serta 31 % pasien memerlukan perawatan intensif

tingkat tinggi. Semua diselesaikan tanpa adanya resiko yang signifikan dan

dilaporkan tidak ada kematian. Secara umum, temuan ini hampir sama dengan

penemuan lainnya di Australia dimana terdapat 56 kasus disebabkan oleh pulpa atau

pericoronal dalam waktu 57 bulan. Berdasarkan dua penelitian tersebut yang

Page 14: Seminar OS

dilakukan dalam kurun waktu satu dekade, didapat infeksi odontogenik berat

mengalami peningkatan. Dengan kriteria inklusi yang sama, versi Melbourne

mengumpulkan 56 kasus dibandingkan dengan 48 kasus yang dikumpulkan dari

populasi yang jauh lebih besar sebanyak 3,5 juta (Melbourne) dan 1,1 juta

(Adelaide). Rumah sakit Royal Melbourne melayani sekitar sepertiga penduduk

Melbourne, sedangkan Royal Adelaide adalah satu-satunya bagian Oral dan

Maxillofacial di South Australia. Penelitian ini menjelaskan insiden Melbourne di

awal 1990-an dimana sekitar 34 kasus per juta per tahun dan selanjutnya mendukung

pandangan bahwa, infeksi odontogenik serius yang mengancam jiwa jarang terjadi

tetapi meningkat.

Penyebaran infeksi odontogenik harus dicegah dengan perawatan gigi secara

rutin. Dalam penelitian ini hanya empat pasien(16%) yang mendapatkan perawatan

gigi secara teratur. Dapat dikatakan tanggung jawab pasien terhadap perawatan

giginya merupakan faktor utama. Enam belas pasien (34%) bermasalah dengan

penyalahgunaan narkoba atau penyakit mental yang terkait dengan gaya hidup yang

buruk. Juga berhubungan dengan xerostomia yang dengan sendirinya memberikan

kontribusi terhadap kesehatan mulut yang buruk.

Sebagian besar pasien mengaku memiliki perilaku negatif dalam menjaga

kesehatan mulut, dikarenakan takut, fobia atau masalah dalam biaya. Penelitian telah

menggali kasus ini tetapi kebanyakan pasien menghasilkan respon tidak jelas atau

samar. Informasi tambahan dicari selama pasien dalam rawat inap, saat kondisi

kesehatan menurun atau saat akan pulang.

Pasien dengan Kartu Concession Pemerintah (67%), baik dari usia, kecacatan

atau pengangguran lebih terwakili dalam penelitian ini dibandingkan dengan

Masyarakat Selatan Australia (40 %). Di South Australia telah tersedia layanan poli

gigi dengan baik bagi pemegang kartu kesehatan dengan biaya minimal. Dari 440 000

pasien di Australia Selatan pada tahun 2002 hanya 66 000 (15 %) mencari perawatan

gigi dan hanya 13 000 (20 per %) mencari pengobatan gigi konservatif. Dalam

Page 15: Seminar OS

penelitian ini tidak ada pasien yang terdaftar dalam waiting list, meskipun ada

beberapa yang mendapat perawatan emergensi.

Hanya 16 pasien (33%) diketahui menjalani pengobatan selama beberapa

minggu sebelum infeksi yang parah muncul. Dari jumlah tersebut, tujuh (15%) telah

memakai antibiotik yang diberikan oleh dokter umum. Enam pasien tersebut merasa

bahwa ini adalah pengobatan definitif dan mereka menyangkal membutuhkan

perawatan gigi. Dua pasien (4%) mendatangi dokter gigi dengan wajah bengkak dan

trismus, namun tidak ditangani saat itu juga. Satu pasien dinasihati oleh staf resepsi

bahwa dokter gigi sedang sibuk dan tidak akan dapat melihat pasien selama lebih dari

satu minggu. Pasien ditawarkan resep untuk antibiotik dan tanpa melakukan

pemeriksaan terlebih dahulu. Dua hari kemudian pasien dalam perawatan intensif.

Memberikan resep antibiotik tanpa memeriksa pasien terlebih darhulu adalah

tindakan yang tidak etis dan merupakan malpraktek.

Empat pasien (8 %) yang sedang menerima perawatan gigi reguler. Mereke

tidak merespon daro tindakan endodontic debridements dan rejimen

antibiotik. Semua pasien dan dokter gigi mereka yakin untuk mempertahankan

gigi. Dua pasien menolak dilakukan pencabutan gigi meskipun berada dalam keadaan

sakit. Pasien dilakukan perawatan dengan insisi drainase disertai perawatan

endodontic lebih lanjut. kemudian diketahui bahwa salah satu gigi harus

diekstraksi. Hal ini menimbulkan pertanyaan: mana lebih penting, satu gigi,atau

kesehatan anda yang berpengaruh pada hidup Anda?

Keluhan utama pasien datang ke rumah sakit untuk dirawat adalah sakit dan

pembengkakan.. 21 pasien (44 %) menderita trismus. Gejalam yang muncul ini

umumnya tidak terlalu diperhatikan oleh pasien dan dokter gigi sebagai permasalahan

pada rahang. Semua pasien yang mengalami trismus karena infeksi odontogenik

umumnya memiliki permasalahan dengan saluran pernapasan bagian atas (Gambar

2a-2d). Beberapa pasien mengeluhkan tidak bisa berbaring karena mudah tersedak.

Oleh karena itu pasien dengan trismus yang berhubungan dengan infeksi harus

dievaluasi dengan baik pada gejala penyumbatan saluran pernapasan atas, elevasi

Page 16: Seminar OS

lidah, stridor, kesulitan menelan ludah dan penurunan asupan oksigen. Ini adalah

keadaan kegawatdaruratan medis dan harus segera dibawa ke rumah sakit.  Kriteria

ini merupakan prioritas dalam penjemputan ambulans. Beberapa pasien awalnya

dibawa ke rumah sakit umum namun dibawa kembali ke unit bedah mulut rahang dan

wajah di Rumah Sakit Royal Adelaine.Prosedur standar rumah sakit untuk pasien

seperti ini telah dikembangkan oleh unit bedah mulut rahang dan wajah bersama

dengan bagian Otorhinolaryngology dan bagian anestesi.

Pada dasarnya, tindakan utama yang dilakukan untuk mengatasi gangguan

jalan pernapasan adalah melakukan intubasi. Jika didapat keraguan pada saluran

pernapasan atas, boleh dilakukan laryngoscopy. Infus intravena dilakukan untuk

merehidrasi pasien. Pemberian antibiotik dalam dosis besar secara intravena harus

dilakukan. Analgesia tidak diberikan sampai jalan pernapasan terbuka dan aman.Foto

roentgen dilakukan setelah kondisi pasien stabil. Menempatkan pasien dengan posisi

supine pada alat CT scan dengan jalan pernapasan yang tidak terkontrol dapat

menimbulkan masalah. Setelah diperiksa sepenuhnya dan pasien dalam keadaan

stabil, pasien menjadi prioritas dalam hal kegawatdaruratan untuk dilakukan

operasi. Menjelang operasi, ahli bedah dan ahli anestesi harus berdiskusi tentang

penatalaksaaan jalur pernapasan. Infeksi yang terletak di anterior dan bukan infeksi

dalamdapat dilakukan perawatan dengan anestesi lokal dan sedasi. Serat optik dapat

diintubasikan pada pasien trismus,atau adanya kemungkinan pus pada saluran

pernapasan atau adanya kelainan pada rahang dan saluran napas. Pemeriksaan yang

teliti dibawah pengaruh anestesi dapat dilakukan, gigi yang bermasalah dicabut dan

spasium yang terlibat dieksplorasi dan didrainase. Menjelang akhir operasi ahli bedah

dan anestesi harus mendiskusikan tentang tingkat pembengkakan yang akan terjadi

dan keaan salur pernapasan. Keputusan bersama ini dibuat dalam menentukan apakah

pasien harus diekstubasi atau tetap diintubasikan dan dirawat di unit perawatan

intensif (HCU). Jika meragukan, pasien tetap diintubasi.

Keputusan untuk pasien mengekstubasi atau tetap terintubasi memiliki

konsekuensi penting terhadap lamanya pasien dirawat inap di rumah sakit. Hal ini

Page 17: Seminar OS

berimplikasi langsung pada biaya kesehatan masyarakat. Bagaimanapun juga,

keselamatan pasien adalah yang terpenting. Salah seorang pasien dilakukan ekstubasi

namun mendapat masalah saluran pernapasan lalu diintubasi kembali. Reintubasi

adalah sulit untuk dilakukan dan tim bedah harus siap untuk melakukan

trakeostomi. Trakeostomi juga diperlukan pada pasien yang mengalamai infeksi

agresif yang gagal untuk merespon pada saat awal pembedahan. Dua pasien lainnya

diketahui meninggal rumah sakit pendidikan umum Australia karena infeksi

odontogenik dan meninggal beberapa jam pasca operasi karena obstruksi akut saluran

pernapasan bagian atas. Keduanya telah direintubation dan dilakukan tracheotomy

oleh tim resusitasi yang berpengalaman.

Topik yang umumnya dibahas adalah apakah pasien yang menderita selulitis

tidak disarankan untuk dilakukan drainase, dan pada kasus abses, disarankan untuk

dilakukan drainase. Menurut pandangan kami, ini adalah sebuah mitos karena kedua

memiliki bakteri pyang menyebabkan pembengkakan. Ada atau tidaknya pus

bergantung pada tahap dari penyakit tersebut,tingkat keterlibatan mikro-organisme

dan resistensi host. Setelah ditinjau ulang,perawatan yang berbeda dari sellulitis

berasal dari jaman pra-antibiotik. Lalu timbul risiko yang mengintervensi

pembedahan dan dapat memperburuk keadaaan. Dalam kasus ini 38 pasien (79 %)

mempunyai abses yang telah didrainase dan 8 pasien (16 %) menderita selulitis

dimana hanya cairan serosa yang keluarkan. Semua pasien mendapat perlakuan yang

sama. Perbedaan antara selulitis dan abses sudah tidak lagi relevan: dan keduanya

harus didrainase. 47 pasien (98 %) mendapat perawatan antibiotik secara intravena

untuk bakteri aerobik dan anaerobik . Semua pasien dilakukan kultur bakterial yang

memberi hasil adanya campuran koloni bakteri yang biasa terdapat pada flora

normal. Tidak ada infeksi bakteri asing yang ditemukan pada kasus ini.

Salah seorang pasien alergi pada penisilin. Sebelumnya pasien mendapatkan

terapi antibiotik yang multiple dan bertahap untuk perawatan gigi. Satu pasien

menderita MRSA dan mendapatkan perawatan intensif. Ini merupakan efek

lingkungan untuk semua pasien yang dirawat di ruang perawatan intensif, tapi pasien

Page 18: Seminar OS

juga mendapatkan perawataan antibiotik yang bertahap sepanjang hidup

mereka. Dal;am kasus ini tidak ada pasien meninggal dan semua pulih dengan baik.

KESIMPULAN

Infeksi odontogenik yang berat cenderung meningkat. Ini disebabkan karena

ketidakpedulian pasien pada perawatan gigi walaupun beberapa mengalami

kegagalan dalam perawatan endodontik. Antibiotik penting dalam menunjang terapi

pembedahan, namun peenggunaan antibiotik sahaja memperburuknya kondisi pasien.

Infeksi Odontogenik pada tahap lanjut, walaupun sudah dilakukan perawatan yang

tepat, masih dapat menimbulkan kondisi yang fatal.

.

REFERENSI

1. Wilwerding T. History of

Dentistry. http://www.cudental.creighton.edu/htm/history2001.pdf.  Accessed

November 2005.

2. Thomas TT. Ludwig's angina. Ann Surg 1908; 47:161-163.

3. Jaunay T, Sambrook PJ, Goss AN. Antibiotik resep South Australia praktek oleh praktisi

gigi umum. Aust Dent J 2000; 45:179-186.

4. Huang TT, Liu TC, Chen PR, Tseng TA, Yeh TH, Chen YS. Dalam leher infeksi: analisis

dari 185 kasus. Kepala Leher 2004; 26:854 --860.

5. Bridgeman A, Wiesenfeld D, Hellyar A, Sheldon W. Mayor rahang atas infeksi. Evaluasi

dari 107 kasus. Aust Dent J 1995; 40:281-288.

6. Bross-Soriano D, Arrieta-Gomez JR, Prado-Calleros H, J Schimelmitz-Idi, Jorba-Basave

Manajemen S. Ludwig's angina dengan potongan leher kecil: 18 tahun pengalaman.

Otolaryngol Head Neck Surg 2004; 130:712-717.

7. Juang YC, Cheng DL, Wang LS, Liu CY, Duh RW, Chang CS. Ludwig's angina: suatu

analisis terhadap 14 kasus. Scand J Infect Dis 1989;21:121-125.

8. Sakamoto H, Kato H, Sato T, Sasaki J. Semiquantitative bacteriology of closed

odontogenik abscesses. Bull Tokyo Dent Coll 1998;39:103-107.

Page 19: Seminar OS

9. Heimdahl A, von Konow L, Satoh T, Nord CE. Klinis appearance of orofacial infections of

odontogenik origin in relation to microbiological findings. J Clin Microbiol

1985;22:299-302.

10. Kuriyama T, Karasawa T, Nakagawa K, Nakamura S, Yamamoto E. Antimicrobial

susceptibility of major pathogens of orofacial odontogenik infections to 11 beta-

lactam antibiotics. Oral Microbiol Immunol 2002;17:285-289.

11. Grodinsky M, Holyoke EA. The fasciae and fascial spaces of the head, neck, and adjacent

regions. Am J Anat 1938;63:367-408.

12. Laskin DM. Anatomic considerations in diagnosis and treatment odontogenik infections.

J Am Dent Assoc 1964;69:308-316.

13. Granite EL. Anatomic considerations in infections of the face and neck: review of the

literature. J Oral Surg 1976;34:34-44.

14. Haug RH, Hoffman MJ, Indresano AT. An epidemiologic and anatomic survey of

odontogenik infections. J Oral Maxillofac Surg 1991;49:976.

15. Wong TY. A nationwide survey of deaths from oral and maxillofacial infections: the

Taiwanese experience. J Oral Maxillofac Surg 1999;57:1297-1299.

16. Miller EJ Jr, Dodson TB. The risk of serious odontogenik infections in HIV-positive

patients: a pilot study. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod

1998;86:406-409.

17. Topazian RG, Goldberg MH. Oral and maxillofacial infections. 2nd edn. Philadelphia:

WB Saunders, 1987:156.

18. Topazian RG, Goldberg MH. Oral and maxillofacial infections. 3rd edn. St Louis: Mosby,

1993.

19. Flynn TR. Odontogenik infections. Oral and maxillofacial surgery clinics of North

America. 1991;3:311-327.

20. Waite DE. Textbook of practical oral and maxillofacial surgery. 3rd edn. Philadelphia:

Lea and Febiger, 1987.

21. Kruger GO. Textbook of oral and maxillofacial surgery. St Louis: Mosby, 1986.

22. Papalia E, Rena O, Oliaro A, et al. Descending necrotizing mediastinitis: surgical

management. Eur J Cardiothorac Surg 2001;20:739-742.

Page 20: Seminar OS

23. Head and Neck Infections. Acute Management Protocol. Royal Adelaide Hospital.

Adelaide, Australia, 2004.