Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan ... filehidup di dekat dasar perairan, ......

13
Semnaskan_UGM/Rekayasa Budidaya A (RA-04) 1 Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO Rezki Antoni Suhaimi*, Ruzkiah Asaf dan Erna Ratnawati Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Daeng Sitakka 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan *E-mail: [email protected] Abstrak Pengkajian mengenai potensi suatu wilayah, khususnya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diperlukan dalam sebuah perencanaan untuk pemanfaatan potensi sumberdaya yang ada dapat lebih terarah. Pemilihan lokasi yang tepat merupakan langkah penting untuk memastikan tercapainya kegiatan budi daya yang berkelangsungan. Penelitian dilaksanakan di perairan Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, pada tanggal 23 27 Mei 2011. Penelitian ini diharapkan mampu mengidentifikasi parameter físika, kimia dan biologi perairan pada perairan Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, kemudian menganalisis nilai kesesuaian perairan bagi pengembangan budidaya laut, dalam keramba jaring apung. Hasil survai menunjukkan bahwa kondisi kualitas perairan (fisik, kimia, dan logam berat) masih dalam kisaran yang baik. Analisis SIG melalui pembobotan, skoring dan overlay menunjukkan area dengan luas total 93697.42 ha, memiliki lahan pengembangan untuk budi daya ikan kerapu dalam Keramba Jaring Apung dengan tingkat kesesuaian kriteria S1 (sangat sesuai) seluas 675.665 ha atau 0.72 %; kriteria S2 (sesuai) seluas 23177.189 ha atau 24.74 %; dan sisanya seluas 69844.546 ha berada pada kriteria N (tidak sesuai) atau 74.54 %. Kata kunci: budidaya laut, Kabupaten Pohuwato, keramba jaring apung, kesesuaian, lokasi, Pengantar Secara geografis wilayah Provinsi Gorontalo yang meliputi Teluk Tomini dan Laut Sulawesi memiliki kekayaan diversitas biota laut sangat tinggi, disamping kakayaan jasa-jasa lingkunganya. Sehingga pemanfaatan yang tidak mempertimbangkan aspek ekologis tersebut akan mengeskalasi depresi sumberdaya alam pesisir khususnya biota perikanan. Menurut Heemstra dan Randall (1993), ikan kerapu termasuk dalam subfamily Epineplhalinae dari famili Serranidae. Di dunia terdapat sekitar 115 spesies ikan kerapu dari 15 genera yang telah dikenal dewasa ini. Ikan kerapu tersebar luas dari perairan tropis hingga sub-tropis. Di alam ikan kerapu hidup di dekat dasar perairan, sebagian besar di perairan karang meskipun ada pula yang hidup di perairan estuaria dan sebagian lagi menyenangi habitat berpasir. Dalam ekosistem perairan karang, ikan kerapu dikenal sebagai predator yang memakan segala jenis ikan, krustasea (jenis udang dan kepiting) dan sepalopoda (jenis cumicumi). Kerapu merupakan jenis ikan yang menyendiri (solitary fishes) dan pada umumnya tinggal dalam jangka waktu yang lama di karang. Tempat tinggal yang spesifik serta pertumbuhannya yang relatif lambat menyebabkan mudahnya terjadi tangkap lebih (over fishing). Pada saat pemijahan, sekumpulan ikan kerapu menyatu (spawning aggregation) dan sangat rentan pada operasi penangkapan. Data atau informasi tentang kesesuaian lahan sangatlah diperlukan untuk memecahkan dalam kompetisi pemanfaatan pesisir (Radiarta et al., 2005). Salah satu kesalahan dalam pengembangan budidaya adalah lingkungan perairan yang tidak sesuai. Kenyataan bahwa, penentuan lokasi pengembangan budidaya, lebih berdasarkan feeling atau trial and error (Hartoko dan Helmi, 2004). Permasalahan yang dihadapi oleh aquafarmers (pembudidaya) adalah, belum adanya nilai ataupun spasial yang menggambarkan tingkat kesesuaian atau lokasi yang tepat dari perairan tersebut, bagi pengembangan budidaya. Kondisi permasalahan diatas, menimbulkan pertanyaan : Bagaimana daya dukung lingkungan perairan tersebut dari parameter fisika, kimia dan biologi, sehingga dapat mempertegas teknologi yang akanditerapkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi parameter físika, kimia dan biologi perairan pada zona perairan Pesisir Kabupaten Pohuwato. Menganalisis nilai kesesuaian perairan dari parameter fisika, kimia dan biologi bagi pengembangan budidaya laut serta penentuan daerah RA-04

Transcript of Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan ... filehidup di dekat dasar perairan, ......

Semnaskan_UGM/Rekayasa Budidaya A (RA-04) 1

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO

Rezki Antoni Suhaimi*, Ruzkiah Asaf

dan

Erna Ratnawati

Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Daeng Sitakka 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan

*E-mail: [email protected]

Abstrak Pengkajian mengenai potensi suatu wilayah, khususnya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diperlukan dalam sebuah perencanaan untuk pemanfaatan potensi sumberdaya yang ada dapat lebih terarah. Pemilihan lokasi yang tepat merupakan langkah penting untuk memastikan tercapainya kegiatan budi daya yang berkelangsungan. Penelitian dilaksanakan di perairan Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, pada tanggal 23 – 27 Mei 2011. Penelitian ini diharapkan mampu mengidentifikasi parameter físika, kimia dan biologi perairan pada perairan Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, kemudian menganalisis nilai kesesuaian perairan bagi pengembangan budidaya laut, dalam keramba jaring apung. Hasil survai menunjukkan bahwa kondisi kualitas perairan (fisik, kimia, dan logam berat) masih dalam kisaran yang baik. Analisis SIG melalui pembobotan, skoring dan overlay menunjukkan area dengan luas total 93697.42 ha, memiliki lahan pengembangan untuk budi daya ikan kerapu dalam Keramba Jaring Apung dengan tingkat kesesuaian kriteria S1 (sangat sesuai) seluas 675.665 ha atau 0.72 %; kriteria S2 (sesuai) seluas 23177.189 ha atau 24.74 %; dan sisanya seluas 69844.546 ha berada pada kriteria N (tidak sesuai) atau 74.54 %. Kata kunci: budidaya laut, Kabupaten Pohuwato, keramba jaring apung, kesesuaian, lokasi,

Pengantar Secara geografis wilayah Provinsi Gorontalo yang meliputi Teluk Tomini dan Laut Sulawesi memiliki kekayaan diversitas biota laut sangat tinggi, disamping kakayaan jasa-jasa lingkunganya. Sehingga pemanfaatan yang tidak mempertimbangkan aspek ekologis tersebut akan mengeskalasi depresi sumberdaya alam pesisir khususnya biota perikanan. Menurut Heemstra dan Randall (1993), ikan kerapu termasuk dalam subfamily Epineplhalinae dari famili Serranidae. Di dunia terdapat sekitar 115 spesies ikan kerapu dari 15 genera yang telah dikenal dewasa ini. Ikan kerapu tersebar luas dari perairan tropis hingga sub-tropis. Di alam ikan kerapu hidup di dekat dasar perairan, sebagian besar di perairan karang meskipun ada pula yang hidup di perairan estuaria dan sebagian lagi menyenangi habitat berpasir. Dalam ekosistem perairan karang, ikan kerapu dikenal sebagai predator yang memakan segala jenis ikan, krustasea (jenis udang dan kepiting) dan sepalopoda (jenis cumicumi). Kerapu merupakan jenis ikan yang menyendiri (solitary fishes) dan pada umumnya tinggal dalam jangka waktu yang lama di karang. Tempat tinggal yang spesifik serta pertumbuhannya yang relatif lambat menyebabkan mudahnya terjadi tangkap lebih (over fishing). Pada saat pemijahan, sekumpulan ikan kerapu menyatu (spawning aggregation) dan sangat rentan pada operasi penangkapan. Data atau informasi tentang kesesuaian lahan sangatlah diperlukan untuk memecahkan dalam kompetisi pemanfaatan pesisir (Radiarta et al., 2005). Salah satu kesalahan dalam pengembangan budidaya adalah lingkungan perairan yang tidak sesuai. Kenyataan bahwa, penentuan lokasi pengembangan budidaya, lebih berdasarkan feeling atau trial and error (Hartoko dan Helmi, 2004). Permasalahan yang dihadapi oleh aquafarmers (pembudidaya) adalah, belum adanya nilai ataupun spasial yang menggambarkan tingkat kesesuaian atau lokasi yang tepat dari perairan tersebut, bagi pengembangan budidaya. Kondisi permasalahan diatas, menimbulkan pertanyaan : Bagaimana daya dukung lingkungan perairan tersebut dari parameter fisika, kimia dan biologi, sehingga dapat mempertegas teknologi yang akanditerapkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi parameter físika, kimia dan biologi perairan pada zona perairan Pesisir Kabupaten Pohuwato. Menganalisis nilai kesesuaian perairan dari parameter fisika, kimia dan biologi bagi pengembangan budidaya laut serta penentuan daerah

RA-04

2 Semnaskan_UGM/Rekayasa Budidaya A (RA-04)

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

rekomendasi untuk budidaya Ikan Kerapu dalam keramba jaring apung di Pesisir Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan di perairan Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, pada tanggal 23 – 27 Mei 2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey berdasarkan Sistem Informasi Geografis (SIG) (Clark & Hosking, 1986; Morain, 1999). Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data sekunder meliputi Peta Rupa Bumi untuk Kabupaten Pohuwato skala 1 : 50.000 (Lembar 2216-13 / Litokundata, Lembar 2216-14 / Marissa, Lembar 2216-23 / Paguat, Lembar 2216-14 / Tilamuta, Lembar 2216-41 / Lemito); Peta Hasil Interpretasi Citra ALOS tahun 2010; dan Peta Zonasi Kabupaten Pohuwato dari Bappeda 2010. Pengumpulan data-data tersebut dilakukan sebelum dilaksanakan survei. Peta-peta tersebut digunakan untuk proses analisa awal pembuatan peta dasar digital yang berguna sebagai peta kerja di lapangan saat survei. Data sekunder lainnya, misalnya data pasang surut, dan pola arus air laut dikumpulkan dari instansi terkait berupa hasil penelitian dan tulisan-tulisan laporan yang berkaitan dengan penelitian ini. Data primer yaitu data mengenai kualitas perairan diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menentukan titik-titik secara acak dan representatif pada di perairan Kabupaten Pohuwato, provinsi Gorontalo. Penentuan titik pengamatan dirancang dengan menggunakan metode purposive sampling dengan jarak 0,5 km (arah vertical dan horizontal) antara titik pengamatan. Efisiensi waktu dan biaya yang didasari pada interpretasi awal lokasi penelitian dan pengambilan sampel hanya terbatas pada unit sampel yang sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan menurut tujuan penelitian. Penyusuran titik pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat GPS. Pengukuran parameter secara in situ seperti suhu, oksigen terlarut, salinitas dan pH dengan menggunakan DO meter YSI 650. Untuk kedalaman perairan dilakukan dengan menggunakan GPSMap 178C Sounder, data yang didapat kemudian dikoreksi dengan data pasang surut ada saat pengukuran untuk mendapatkan nilai kedalaman perairan. Kecerahan ditentukan dengan menggunakan secchi disk dan kecepatan arus menggunakan alat ukur arus(Flow meter). Selanjutnya beberapa parameter lain dianalisis di laboratorium, seperti, material dasar perairan diambil dengan menggunakan grab sampler dan dianalisis dengan metode pengayakan sederhana. Untuk muatan padatan tersuspensi menggunakan penyaring milipora sedangkan fosfat, nitrat, klorofil-a menggunakan metode spektrofotometer. Metode analisis yang dipakai untuk menganalisa kualitas fisika, kimia, dan biologi perairan dalam penelitian ini mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Dalam menetukan tingkat kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ditentukan dengan metode skoring dengan mengambil beberapa parameter kemudian disatukan (overlay). Program yang digunakan dalam proses overlay hingga menjadi sebuah peta adalah ArcGIS v.9.3 (The Environmental System Research Institute (ESRI), USA). Selanjutnya menentukan tingkat kesesuaian dengan memberikan bobot pada setiap parameter yang terukur berdasarkan hasil studi pustaka atau informasi dari para ahli. Analisis data dilakukan dengan caraoverlay dari beberapa peta tematik yang diperlukan. Penilaian secara kuantitatif terhadap tingkat kesesuaian lahan dilakukan melalui skoring dengan faktor pembobot. Parameter yang mempunyai pengaruh dominan dan relatif tidak dapat diubah memiliki faktor pembobot yang paling besar, sebaliknya parameter yang kurang dominan memiliki faktor pembobot yang lebih kecil. Lahan yang masuk kategori sangat sesuai (S1) memiliki nilai total 30, kategori cukup sesuai (S2) memiliki nilai total 20 dan kategori tidak sesuai (N) memiliki nilai total 10.

Semnaskan_UGM/Rekayasa Budidaya A (RA-04) 3

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

Analisis secara kuantitatif menggunakan pendekatan:

XnaiY .

dimana Y: nilai akhir ai: faktor pembobot Xn: nilai tingkat kesesuaian lahan Untuk mendapatkan selang nilai pada setiap kategori ditentukan dari nilai prosentase dari hasil perhitungan diatas.Dengan demikian akan diperoleh kisaran prosentase setiap kategori sebagai berikut:

Kategori sangat sesuai (S1): Y 85 % Kategori sesuai (S2): Y= 50--84 %

Kategori tidak sesuai (N): Y 50 %

Tabel 1. Matrik kesesuaian untuk lokasi budidaya keramba jaring apung.

Parameter Satuan Bobot Nilai

30 20 10

Keterlindungan - 3 Terlindung Cukup Terlindung Terbuka

Arus m/dt 3 0.2 - 0.5 0.1 - 0.2 < 0.1 &> 0.5

MPT mg/L 3 < 25 26 - 50 > 50

Kedalaman m 3 10 – 15 5 - 10 < 5 &>15

Sedimen Dasar - 2 Pasir Pasir Berlumpur Lumpur

Kecerahan m 2 > 5 3 - 5 < 3

Suhu °C 2 28 – 30 25 - 27 < 25 &> 27

Salinitas ppt 2 30 – 35 20 - 29 < 20 &> 30

pH - 1 6.5 - 8.5 4 - 6.4 & 8.5 - 9.4 < 4 &> 9.5

PO4 mg/L 1 0.2 - 0.5 0.6 - 0.7 < 0.2 &> 0.8

NO3 mg/L 1 0.9 - 3.2 0.7- 0.8 & 3.3 - 3.4 < 0.7 &> 3.4

Keterangan : 1. Sumber : Radiarta et al.(2003), DKP (2002), SK Meneg LH (2004), Romimohtarto (2003), Basmi (2000)dalamHaumau (2005) 2. Angka Penilaian berdasarkan petunjuk DKP (2002) yaitu 5 : Baik; 3 : Sedang; 1 : Kurang 3. Bobot berdasarkan pertimbangan pengaruh parameter dominan. Hasil dan Pembahasan Provinsi Gorontalo yang memiliki luas laut 50.500 km

2 dengan panjang garis pantai 590 km,

mempunyai potensi perikanan budi daya yang cukup besar (mencapai 16.675 ha), di antaranya budi daya laut yang meliputi rumput laut 2.450 ha, ikan 1.050 ha, dan mutiara 1.500 ha (Anonim, 2002). Potensi yang dimiliki ini merupakan daya dukung potensial bagi pengembangan sumber daya hayati pantai dan laut. Kabupaten Pohuwato merupakan pemekaran dari Kabupaten Boalemo yang dilakukan pada tahun

2001. Secara geografis kabupaten ini terletak di antara 12107-12209 Bujur Timur dan 022-

0101 Lintang Utara, yang masuk dalam kawasan pengelolaan Teluk Tomini. Dengan banyak terdapatnya pulau-pulau kecil di sekitar perairan kabupaten ini merupakan lokasi yang berpotensi untuk pengembangan budi daya laut. Berdasarkan analisis Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Boalemo (setelah dimekarkan kabupaten ini menjadi dua yaitu Kabupaten Boalemo dan Pohuwato) menyebutkan bahwa Kabupaten Pohuwato mempunyai potensi budi daya laut yang cukup besar mencapai 1.450 ha, (Anonim, 2002a). Potensi yang dimiliki Kecamatan Lemito ini sebagian kecil telah dimanfaatkan baik oleh masyarakat setempat maupun oleh pengusaha.

4 Semnaskan_UGM/Rekayasa Budidaya A (RA-04)

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

Kondisi Oseanografi Perairan Kabupaten Pohuwato Karakteristik fisik perairan berperan penting dalam menentukan kesesuaian wilayah untuk budidaya ikan kerapu dalam keramba jarring apung. Organisme laut memiliki syarat-syarat lingkungan agar dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Semakin sesuai kondisi lingkungan perairan maka akan semakin baik pertumbuhan suatu organisme. Pertumbuhan ikan kerapu sangat tergantung dari faktor-foktor oseanografi seperti parameter fisika, kimia dan biologi.

Gambar 1. Kondisi pasang surut perairan Kabupaten Pohuwato bulan mei 2011, stasiun pengamatan Kota Marissa

Perbedaan waktu sampling ini sangat berpengaruh pada beberapa parameter kualitas perairan. Data kisaran kualitas perairan parameter fisik dan kimia hasil pengukuran di lapangan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data pengukuran lapangan perairan Kabupaten Pohuwato.

Peubah Minimum Maksimum Kisaran Rata-rata Standar deviasi

SUHU 29,810 32,000 2,190 30,771 0,4947

ms/cm3 47,230 50,850 3,620 50,020 0,7994

ms/cm 52,330 59,050 6,720 55,578 1,0196

TDS 30,170 38,800 8,630 32,625 1,1145

Salinitas 30,240 33,410 3,170 32,555 0,6101

DO % 63,90 146,10 82,20 85,69 12,060

DO 4,22 9,98 5,76 5,40 0,877

pH 7,35 8,63 1,28 7,97 0,192

pH mv -104,50 -66,20 38,30 -92,62 7,535

ORP 124,00 210,40 86,40 156,80 14,529

Kecerahan 0,60 13,00 12,40 4,95 3,013

Kedalaman (m) 1,40 32,50 31,10 10,95 8,637

Arus 0,10 0,20 0,10 0,11 0,025

0

50

100

150

200

250

9:0

0

11

:00

13

:00

15

:00

17

:00

19

:00

21

:00

23

:00

1:0

0

3:0

0

5:0

0

7:0

0

9:0

0

11

:00

13

:00

15

:00

17

:00

19

:00

21

:00

23

:00

28-May-2011 29-May-2011

Tin

ggi pasang s

uru

t (c

m)

Waktu

Semnaskan_UGM/Rekayasa Budidaya A (RA-04) 5

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

Gambar 2. Peta titik sampling untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato. Menurut Ahmad et al. (1996) pengembangan usaha budidaya perikanan pesisir berbasis budidaya laut dapat dilakukan pada kawasan pesisir seperti selat, teluk, laguna, dan muara sungai yang terlindung dari, pengaruh arus yang kuat, gelombang yang besar angin yang kencang serta bebas cemaran. Kedalaman perairan pada titik pengamatan di zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Pesisir Kabupaten Pohuwato berkisara antara 1,40 m sampai 32,50m, dengan rata-rata sebesar 10,95 ±8,637 m. Titik pengamatan terdalam terdapat pada titik pengukuran 5, sedangkan yang dangkal berada pada titik pengukuran 22.

Gambar 3. Peta kedalaman untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato.

Kecepatan arus di zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Pesisir Kabupaten Pohuwato bervariasi antara< 0,1 m/dt sampai 0,2 m/dt dengan rata-rata sebesar 0,11 ±0,025 m/dt. Variasi nilai kecepatan arus ini kemungkinan juga dipengaruhi oleh alat ukur yang digunakan. Perbedaan kecepatan arus diduga disebabkan oleh letak lokasi titik pengamatan dan kondisi pasang surut saat dilakukan pengukuran. Pada saat yang lain adanya turbulensi dan perairan yang cukup terbuka merupakan pendugaan lain terjadi perbedaan kuat arus. Hasil pengukuran rata-rata

6 Semnaskan_UGM/Rekayasa Budidaya A (RA-04)

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

kecepatan arus di perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Pesisir Kabupaten Pohuwato masih berada pada nilai yang dianjurkan, walaupun bukan pada kisaran yang ideal. Arus air sangat mempengaruhi pertukaran air dalam keramba, dan dapat juga berfungsi dalam pembersihan sisa metabolisme ikan. Selain itu arus juga berguna dalam membawa oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh ikan. Namun, arus yang terlalu besar dapat membuat kerusakan pada infrastruktur keramba jaring apung. Selain itu, dapat juga membuat ikan menjadi stress karena ikan akan mengeluarkan banyak energi untuk tetap bertahan pada keramba, dan diduga nantinya dapat membuat selera makan ikan berkurang. Kecerahan perairan di zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Pesisir Kabupaten Pohuwato berkisar antara 0,60 m hingga 13 m dengan rata-rata 4,95 ± 3,013 m. Nilai kecerahan tertinggi terdapat pada titik pengamatan42. Sedangkan pada pada titik pengamatan19,

memperlihatkan tingkat kecerahan yang terendah. Perairan yang memiliki kecerahan yang bagus menyebabkan sinar matahari dapat menembus jauh ke dalam perairan. Artinya nilai kecerahan adalah indikator terhadap kejernihan sebuah perairan dan sangat baik untuk digunakan sebagai lokasi pembesaran. Perbedaan nilai kecerahan dapat dipengaruhi oleh waktu pengukuran dan kedalaman perairan. Muatan padatan tersuspensi juga turut mempengaruhi dalam pengamatan kecerahan perairan, dikarenakan akan mengahalangi mata saat pengamatan. Sehingga dimungkinkan bahwa semakin berkurangnya kedalaman akan membuat gelombang semakin mudah untuk mengaduk substrat dasar perairan.

Gambar 4. Peta kecerahan untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato Suhu perairan sangat berhubungan dengan kemampuan pemanasan oleh sinar matahari, waktu dan lokasi. Hal ini diperkuat oleh Hutabarat (2000) yang mengatakan bahwa, air lebih lambat menyerap panas tetapi akan menyimpan panas lebih lama dibandingkan dengan daratan. Pada daerah yang semi atau tertutup, umumnya akan terjadi peningkatan suhu perairan karena tidak terjadi pergerakan massa air. Suhu akan memperlihatkan fluktuasi yang lebih bervariasi, di daerah pesisir yang mempunyai kedalaman relatif dangkal karena terjadi kontak dengan substrat yang terekspos (Kinne,1964 dalam Supriharyono, 2001). Suhu perairan di zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Pesisir Kabupaten Pohuwato mempunyai kisaran kisaranantara 29,81 sampai 32,00 ºC dengan rata-rata sebesar 30,771 ±0,4947 ºC. Nilai suhu terendah terdapat pada titik pengamatan45, sedangkan tertinggi terdapat pada titik pengamatan32. Dari hasil pengukuran insitu di lokasi, dapat dilihat bahwa kondisi suhu sangat optimal untuk budidaya keramba jaring apung ikan kerapu pada daerah Kabupaten Pohuwato, karena suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme.

Semnaskan_UGM/Rekayasa Budidaya A (RA-04) 7

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

Gambar 5. Peta suhu untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato

Salinitas berpengaruh terhadap tekanan osmotik media (Anggoro, 1990 dalam Kangkan et al., 2007) sehingga, penting dijaga keseimbangan osmolaritas cairan internal dan eksternal. Fluktuasi salinitas yang besar menyebabkan ginjal dan insang ikan tidak mampu mengatur osmosis cairan tubuh. Secara umum nilai salinitas pada zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Pesisir Kabupaten Pohuwato memperlihatkan kisaran yang mendukung kegiatan budidaya laut. Salinitas perairan di zona pemanfaatan umum Pesisir Kabupaten Pohuwato mempunyai kisaran 30,24 ppt pada titik pengamatan 43 sampai 33,41 ppt pada titik pengamatan 29 dengan rata-rata sebesar 32,55 ±0,6101 ppt. Nilai salinitas yang didapat pada saat pengukuran insitu di lokasi dianggap optimal untuk budidaya keramba jaring apung yang berkisar antara 30 – 35 ppt (Radiarta et al., 2003).

Gambar 6. Peta salinitas untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato

Pengukuran in situ terhadap parameter pH perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Pesisir Kabupaten Pohuwato memperlihatkan kisaran nilai sebesar 7,35 sampai 8,63, dengan rata-rata 7,97±0,192.Nilai pH terendah terdapat pada titik pengukuran19 dan nilai tertinggi ada pada titik pengukuran 12. Perbedaan nilai pH dalamperairan diduga, disebabkan oleh adanya perbedaan waktu pengukuran. Perubahan nilai pH dalam perairan mempunyai siklus harian. Siklus ini

8 Semnaskan_UGM/Rekayasa Budidaya A (RA-04)

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

merupakan fungsi dari karbondioksida. Effendi (2003) mengatakan bahwa, jika perairan mengandung karbondioksida bebas dan ion karbonat maka pH cenderung asam, dan pH akan kembali meningkat jika CO2 dan HCO3 mulai berkurang. pH perairan dapat mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Hal ini senada dengan Kordi (2005) yang menyatakan pH rendah maka konsentrasi oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernafasan naik dan selera makan menurun. Budidaya keramba jaring apung untuk ikan kerapu sangat cocok pada rentang pH 6,5-8,5 (Romimohtarto, 2003). Hasil pengukuran terhadap parameter nitrat (NO3) memperlihatkan nilai yang bervariasi antara sebesar 0.385 ± 0.5215 mg/L. Nitrat terendah terdapat pada titik pengamatan 18 dan tertinggi terdapat pada titik pengamatan 28. Hutabarat (2000) menyatakan bahwa konsentrasi nitrat akan semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Secara normatif keberadaan nitrat dalam perairan ditunjang pada transpor nitrat ke daerah tersebut, oksidasi amoniak oleh mikroorganisme dan kebutuhan produktivitas primer. Sedangkan untuk nitrit (NO2) menunjukkan variasi nilai yaitu antara 0,0008 mg/L sampai 0,0406 mg/L dengan rata-rata nitrit untuk keseluruhan titik pengamatan sebesar 0,104 ± 0,0099 mg/L. Secara umum nilai nitrit yang ada di perairan berbanding lurus dengan nilai nitrat. Sementara itu untuk konsentrasi amoniak (NH3) pada titik pengukuran berkisar antara 0.002 sampai 1.142, denga rata –rata sebesar 0.182 ±0.1825 mg/L. Konsentrasi amoniak tertinggi terdapat pada titik pengamatan 44 dan terendah ditemukan pada titik pengamatan 25. Nitrat merupakan bentuk nitrogen yang berperan sebagai nutrien bagi pertumbuhan alga dan fitoplankton dan sifatnya cenderung stabil. Walaupun sangat berperan terhadap kadar nitrogen dalam suatu perairan, beberapa fitoplankton cenderung lebih menyukai amoniak untuk digunakan dalam proses pertumbuhan. Sedangkan Nitrit adalah bentuk peralihan antara amoniak dan nitrat (Odum, 1979). Besarnya kadar amoniak, nitrat dan nitrit dapat dipengaruhi oleh alam (batu dan tanah) atau bisa juga berasal dari limbah organik (tinja dan urin).

Gambar 7. Peta NO3 untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato.

Semnaskan_UGM/Rekayasa Budidaya A (RA-04) 9

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

Gambar 8. Peta NO3 untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato.

Gambar 9. Peta NH3 untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato

Konsentrasi fosfat dalam perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung di Pesisir Kabupaten Pohuwato mempunyai nilai yang bervariasi antara 0.004 sampai 5.843 mg/L, dengannilai rata-rata 0.150 ±0.8679 mg/L. Konsentrasi fosfat terendah terdapat pada titik pengamatan2 dan tertinggi berada pada titik pengamatan 16. Menurut Effendi (2003) danSupriharyono (2000), sebagian besar fosfat berasal darimasukan bahan organik melalui darat berupa limbah industri maupun domestik(detergen). Ditambahkan oleh Brotowidjoyo et al.(1995) dan Hutabarat (2000), bahwa sumber fosfat di perairan juga berasal dari proses pengikisan batuan dipantai. Konsentrasi fosfat di perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung di Pesisir Kabupaten Pohuwato memperlihatkan kisaran yang masih mendukung kegiatan budidaya, walaupun tidak berada dalam nilai yang ideal.

10 Semnaskan_UGM/Rekayasa Budidaya A (RA-04)

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

Gambar 10. Peta PO4 untuk pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Pohuwato

Amoniak, nitrat, nitrit, dan fosfat sendiri dalam perairan berperan sebagai sebagai nutrien. Akan tetapi tingginya konsentrasi zat kimia tersebut di perairan dapat berdampak pada peledakan plankton. Konsentrasidan komposisi muatan padatantersuspensi (MPT) bervariasi secara temporal dan spasial tergantung pada faktor-faktor fisik yang mempengaruhi distribusi MPT terutama adalah pola sirkulasi air, pengendapan gravitional, deposisi dan resuspensi sedimen. Faktor yang paling dominan dalah sirkulasi air (Chester, 1990 dalam Satriadi dan Widada, 2004). Pergerakan air berupa arus pasang akan mampu mengaduk sedimen yang ada (Satriadi dan Widada,2004). Hasil pengukuran terhadap peubah MPT diperairan perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung di Pesisir Kabupaten Pohuwato,memperlihatkan nilai sebesar 30,17 sampai 38,80 mg/L dengan nilairata-rata sebesar 32,625 ± 1,115 mg/L. Perbedaan padatan tersuspensi tersebut diduga disebabkan oleh komposisi material dasar perairan dan pergerakan masa air termasuk aktivitas pasut. Padatan terlarut dalam kondisi tertentu dapat menggangu biota terutama organ respirasi. Karakteristik ukuran butir pada sedimen dasar sangat berpengaruh terhadap daya cengkram jangkar yang nantinya akan dipasang pada keramba jaring apung. Sehingga nantinya diharapkan dengan semakin kuat jangkar tertancap, maka kestabilan keramba jaring apung terhadap dinamika arus, gelombang, pasut, angin akan tercipta. Dari hasil analisa ukuran butir di Laboratorium Tanah BRPBAP Maros untuk sampel sedimen dasar pada tiap lokasi titik pengamatan di perairan Pesisir Kabupaten Pohuwato Gorontalo, didapatkan bahwa jenis sedimen cenderung dominan pasir.

Tabel 3. Persentase jenis substrat dasar pada saat pengukuran di perairan Kabupaten Pohuwato.

Jenis Substrat Dasar Persentase

Lumpur 11,11

Karang 4,44

Pasar 77,78

Karang berlumpur 2,22

Karang berpasir 4,44

Akses Sarana transportasi (aksessibilitas) memiliki peranan dan pengaruh yang penting dalam rangka pemilihan lokasi pengembangan budi daya laut (transportasi benih, produksi, dll.) di daerah ini. Umumnya jalan menuju lokasi sudah tersedia yaitu melalui trans Sulawesi yang dilanjutkan dengan jalan kabupaten dan desa. Jarak dari lokasi ke ibukota provinsi sekitar 150-200 km yang dapat

Semnaskan_UGM/Rekayasa Budidaya A (RA-04) 11

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

ditempuh selama 4-5 jam dengan angkutan darat. Sedangkan jarak dari lokasi budi daya ke Bandar Udara Jalaludin, Provinsi Gorontalo dapat ditempuh sekitar 3-4 jam. Selain melalui darat, transportasi laut merupakan pilihan yang sangat efektif. Pemilihan Lokasi Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung Dari hasil scoring dan pembobotan data kualitas air serta didukung oleh berbagai pertimbangan sosial ekonomi serta pemanfaatan lahan bagi sektor lainnya, maka terwujud suatu peta tingkat kesesuaian lahan bagi kegiatan budi daya luat. Peta tingkat kesesuaian lahan yang ditampilkan terdiri atas tiga kriteria, yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai) dan N (Tidak Sesuai). Total luasan daerah penelitian di perairan Kabupaten Pohuwato mencapai 93697.42 ha, memiliki lahan pengembangan untuk budi daya Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung dengan kriteria S1 (sangat sesuai) seluas 675.665 ha atau 0.72 %; kriteria S2 (sesuai) seluas 23177.189 ha atau 24.74 %; dan sisanya seluas 69844.546 ha berada pada kriteria N (tidak sesuai) atau 74.54 % (Gambar 10).

Gambar 11. Peta kelayakan Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung Kabupaten

Pohuwato. Kesimpulan Hasil pengukuran kualitas perairan yang meliputi: parameter fisik, kimia, kualitas substrat, dan konsentrasi logam berat serta dipadukan dengan data inderaja (Landsat ETM+) menunjukkan perairan ini masih mempunyai daya dukung yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budi daya laut. Analisis SIG melalui pembobotan, skoring dan overlay menunjukkan area dengan luas total 93697.42 ha, memiliki lahan pengembangan untuk budi daya ikan kerapu dalam Keramba Jaring Apung dengan tingkat kesesuaian kriteria S1 (sangat sesuai) seluas 675.665 ha atau 0.72 %; kriteria S2 (sesuai) seluas 23177.189 ha atau 24.74 %; dan sisanya seluas 69844.546 ha berada pada kriteria N (tidak sesuai) atau 74.54 %. Daftar Pustaka Ahmad, T., A. Mustafa dan A. Hanafi.1996. Konsep Pengembangan Desa Pantai Mendukung

Keberlanjutan Produksi Perikanan Pesisir. Dalam Poernomo, A., H.E. Irianto, S. Nurhakim, Murniyati, dan E. Pratiwi (Eds.). Prosiding Rapat Kerja Teknis Peningkatan Visi Sumberdaya Manusia Peneliti Perikanan Menyongsong Globalisasi IPTEK, Serpong, 19-20 November 1996. Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Perikanan, Jakarta.

Anonim. 2002. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo 2002-2016, Buku I: Fakta dan

Analisis. Bappeda, 185 pp.

12 Semnaskan_UGM/Rekayasa Budidaya A (RA-04)

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

Anonim. 2002a. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pohuwato 2004-2012. Bappeda Kabupaten Boalemo, 104 pp.

Brotowijoyo, M. D., Dj. Tribawono., E. Mulbyantoro. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan

Budidaya Air. Penerbit Liberty, Yogyakarta. Clark, W.A.V. and P.L. Hosking. 1986. Statistical Methods for Geographers. John Wiley & Sons, Inc,

513 pp. Departemen Kelautan dan Perikanan.2002.Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang, Laut,

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta.

Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.

Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Ghufron.M, dan H. Kordi.2005.Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung. Penerbit Rineka Cipta,

Jakarta. Hartoko, A dan M. Helmi. 2004. Development of Digital Multilayer Ecological Model for Padang

Coastal Water (West Sumatera). Journal of Coastal Development.Vol 7.No 3 hal 129-136. Haumau, S. 2005. Distribusi Spatial Fitoplankton di Perairan Teluk Haria Saparua, Maluku Tengah.

Ilmu Kelautan Indonesian Journal of Marine Science, UNDIP. 10 (3): 126 – 136.

Heemstra, P.C, and Randll, JE. 1993. FAO Species Catalog Vol. 16 : Groupers of The Word (Famli Serranidae, Subfamily Epinephelus). Rome,Food and AgricultureOrganization of The United Nation.

Hutabarat, S. 2000. Peranan Kondisi Oceanografi terhadap Perubahan Iklim, Produktivitas dan

Distribusi Biota Laut. UNDIP, Semarang. Kangkan, Alexander L., Hartoko A. Dan Suminto.2007. Studi Penentuan Lokasi Ntuk Pengembangan

Budidaya Laut Berdasarkan Parameter Fisika, Kimia Dan Biologi Di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Pasir Laut, Vol.3. Jakarta

Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Baku Mutu Air Laut. Keputusan Meneg. KLH No 51 tahun

2004, tanggal 8 April 2004, Jakarta. Milne, P. H. 1979. Fish and Shellfish Farming in Coastal Waters. Fishing News Book Ltd, Farnham

Surrey. Odum, E. P. 1979. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press.Oreginal

English Edition.Fundamental of Ecology Thurd Edition, Yokyakarta. Radiarta, N. Adang Saputra, dan Ofri Johan, 2005. Penentuan Kelayakan Lahan untuk

Mengembangkan Usaha Budidaya Laut dengan Aplikasi Inderaja dan Sistem Informasi Geografis di Perairan Lemito Provinsi Gorontalo.

Romimohtarto, K. 2003. Kualitas Air dalam Budidaya Laut.www.fao.org/docrep/field/003 Satriadi, A dan S. Widada.2004. Distribusi Muatan Padatan Tersuspensi di Muara Sungai Bodri,

Kabupaten Kendal. Jurnal Ilmu Kelautan UNDIP. 9 (2) hal: 101 – 107. Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis.

Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Semnaskan_UGM/Rekayasa Budidaya A (RA-04) 13

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

Tanya Jawab Penanya : Siti Yuliawati Pertanyaan : Kenapa variasi pasang surut tidak ditampilkan di matriks kesesuaian lahan? Jawaban : Pasang surut digunakan untuk mengetahui kondisi arus pada saat pengukuran

arus atau sebagai dasar pada saat penghitungan arus