SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI...

465
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN Malang, 13 Desember 2005 Penyunting: Ketua : Ir. Pudji Santoso, MS (Ahli Peneliti Madya) Anggota : Dr. Mat Syukur (Ahli Peneliti Utama) Dr. Tri Sudaryono (Peneliti Muda) Ir. Yuniarti, MS (Ahli Peneliti Madya) Ir. Zainal Arifin, MP Penyunting Pelaksana : Dra. Endang Widajati Prayitno Surip BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN Bogor, 2006

Transcript of SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI...

Page 1: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

PROSIDING SEMINAR NASIONAL

DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN

Malang, 13 Desember 2005

Penyunting:

Ketua : Ir. Pudji Santoso, MS (Ahli Peneliti Madya)

Anggota : Dr. Mat Syukur (Ahli Peneliti Utama) Dr. Tri Sudaryono (Peneliti Muda) Ir. Yuniarti, MS (Ahli Peneliti Madya) Ir. Zainal Arifin, MP

Penyunting Pelaksana :

Dra. Endang Widajati Prayitno Surip

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN

Bogor, 2006

Page 2: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Penerbitan buku ini dibiayai dari:

DIPA BPTP JAWA TIMUR TA. 2006

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN

Jalan Tentara Pelajar 10 Bogor

Telp. : (0251) 351277

Fax. : (0251) 350928

e-mail : [email protected]

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN

Penyunting : Ir. Pudji Santoso, MS

Dr. Mat Syukur

Dr. Tri Sudaryono

Ir. Yunarti, MS

Ir. Zainal Arifin, MP

Penyunting Pelaksana : Dra. Endang Widajati

Prayitno Surip

Diterbitkan oleh : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan

Teknologi Pertanian

ISBN : 979-3450-09-6

Page 3: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

iii

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

MAKALAH UTAMA

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PEDESAAN DI WILAYAH

SENTRA PRODUKSI PERTANIAN

Djoko Said Damardjati

1

PENGEMBANGAN PERTANIAN INDUSTRIAL DENGAN PENDEKATAN

AGRIBISNIS (Konsep dan Implementasinya)

Tahlim Sudaryanto

12

DUKUNGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN DALAM PENGEMBANGAN

AGROINDUSTRI PEDESAAN

Harijono

28

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS MANGGA PODANG URANG

Suhardjo

50

PENGELOLAAN JAGUNG VARIETAS SUMENEP

Sukarno Rusmarkam

62

SISTEM MANAJEMEN KLASTER UKM AGRIBISNIS “SEBUAH UPAYA

PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI PEDESAAN” BERBASIS HORTIKULTURA

DI JAWA TIMUR

Moeljo Kurniawan

83

AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI PEDESAAN, PENGALAMAN PRAKTIS

Wilopo K.

94

MEMBANGUN IMAGE BISNIS HORTIKULTURA

Djoko Sudibyo

96

MAKALAH POSTER

TANAMAN PANGAN

KERAGAAN HASIL DAN KELAYAKAN DALAM INTRODUKSI TEKNOLOGI

VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI KABUPATEN

BANTUL, DIY

Sugeng Widodo

105

PENGARUH PUPUK KANDANG BABI DAN BIO URINE KELINCI TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG

I Ketut Kariada

113

STATUS HARA LAHAN SAWAH SEBAGAI DASAR REKOMENDASI

PEMUPUKAN P UNTUK PADI DI KALSEL

Aidi Noor dkk

122

PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN PADI MELALUI

PEMUPUKAN AN-ORGANIK SPESIFIK LOKASI

Sodiq Jauhari dkk

129

Page 4: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

iv

PENGARUH JARAK TANAM DAN PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK

TERHADAP PERTUMBUHAN & PRODUKSI UBI KAYU

Endang Iriani dkk

135

UJI KELAYAKAN SISTEM USAHATANI TEKNOLOGI SONIC BLOMPADA

AREAL PERBANYAKAN TANAMAN PADI SAWAH

Hairil A dkk

142

POTENSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI BERUKURAN BIJI BESAR

Rohmad Budiono dkk

150

PENGKAJIAN TEKNIK TANAM PADI DI SAWAH TADAH HUJAN

Zainal Arifin dkk

156

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN MELALUI SISTEM TANAM SISIP

JAGUNG DAN PEMUPUKAN NITROGEN DALAM SATU KESATUAN POLA

TANAM DI SAWAH TADAH HUJAN

Zainal Arifin

162

PENGKAJIAN USAHATANI JAGUNG SECARA TERPADU BERBASIS

KONSERVASI AIR DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN

E.P. Kusuminderawati dkk

169

PENGKAJIAN EFISIENSI PENGELOLAAN SUT LAHAN SAWAH GUNA

MENGATASI SENJANG PRODUKSI PADI LOKASI SPESIFIK

Al. Gamal Pratomo dkk

177

UJI ADAPTASI VARIETAS PADI UNGGUL

T. Purbiati dkk.

188

HORTIKULTURA

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI BUNGA POTONG KRISAN DI KEC PAKEM

KAB. SLEMAN

Hano Hanafi dkk

194

ANALISIS KELAYAKAN USAHA DODOL SALAK PONDOH DALAM

MENDUKUNG AGROINDUSTRI RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SLEMAN

DIY

Sugeng Widodo dkk

200

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI TERONG DAN LABU/WALUH

DI LAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN (KASUS DI DESA SUNGAI DARAT

TENGAH KAB. HULU SUNGAI UTARA)

Rismarini Zuraida

210

Page 5: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

v

PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK DARI GAMBUT DAN ENCENG GONDOK

PADA TANAMAN SAYURAN DAN PADI DI KABUPATEN MAGELANG

Endang Iriani dkk

218

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KENTANG TERHADAP

EFEKTIVITAS PUPUK KALIUM MAJEMUK (ZK PLUS)

Al Gamal Pratomo dkk

228

KAJIAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG

P.E.R Prahardini dkk

236

KARAKTERISASI KESEMEK JUNGGO DAN POTENSI PENGEMBANGANNYA

Baswarsiati dkk

254

KARAKTERISASI BEBERAPA SIFAT PLASMA NUTFAH DURIAN DI

KABUPATEN.KEDIRI

Baswarsiati

263

ADAPTASI CALON VARIETAS MELON HASIL PERSILANGAN 3 GALUR

M. Sugiyarto

275

PENGEMBANGAN MODEL USAHATANI KONSERVASI POLA STRIP

CROPPING TANAMAN KENTANG SECARA PARTISIPATIF DI LAHAN KERING

DATARAN TINGGI

M. Soleh dkk.

282

PENGARUH KONSENTRASI INSEKTISIDA DELTAMETRIN 28 EC TERHADAP

ULAT BUAH TOMAT PADA TANAMAN TOMAT

Harwanto dkk.

294

LC 50 INSEKTISIDA SPINOSAD 120G/L DAN METOKSIFENOZIDA 100 G/L

TERHADAP S. EXIGUA STRAIN PROBOLINGGO PADA BAWANG MERAH

Harwanto dkk.

301

INOVASI TEKNOLOGI DAN KELEMBAGAAN PERBIBITAN BAWANG MERAH

BERSERTIFIKAT

Cahyati Setiani, dkk.

310

PETERNAKAN

PENGGUNAAN CAMPURAN DEDAK HALUS + IKAN ASIN DALAM PAKAN

KOMERSIAL TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

Ahmad Subhan dkk.

320

PROSPEK PENGUSAHAAN TERMAK ITIK MA DI SENTRA PRODUKSI KAB.

TANAH LAUT

Eni Siti Rohaeni dkk

325

Page 6: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

vi

PERKEBUNAN

KAJIAN PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK DAN PEMANGKASAN TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL DAUN NILAM

Joko Susilo dkk.

331

AGROINDUSTRI

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA VIRGIN COCONUT OIL (VCO) DI DESA

BANARAN KABUPATEN KULON PROGO D.I. YOGYAKARTA

Subagiyo dkk

337

KELAYAKAN FINANSIAL INDUSTRI PENGOLAHAN KACANG GARING DI

KABUPATEN KEBUMEN

Nur Hidayat dkk.

344

PENGARUH PENAMBAHAN STARTER DAN UREA SEBAGAI SUMBER N PADA

PRODUKSI NATA DE COCO

Dian Adi A Elisabeth dkk.

354

INOVASI TEKNOLOGI DAN PERMODALAN DALAM AKSELERASI

PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI METE

Cahyati Setiani, dkk.

359

PENGKAJIAN PENGARUH BEBERAPA VARIETAS JAGUNG TERHADAP MUTU

TORTILA

Suhardjo dkk.

369

APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN TORTILA JAGUNG PADA SKALA

INDUSTRI RUMAH TANGGA PETANI.

Yuniarti dkk

375

PENGKAJIAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI TEPUNG KASAVA

Suhardi dkk.

385

PERBAIKAN MUTU NUTRISI KERUPUK BERBASIS TEPUNG UBIKAYU

DENGAN TEPUNG KACANG TUNGGAK

Suarni dan Yuniarti

396

PEMANFAATAN BUAH JERUK SIAM SEBAGAI PRODUK OLAHAN SARI BUAH

Wayan Trisnawati dkk.

401

Page 7: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

vii

SOSIAL EKONOMI ANALISIS DAN KEBIJAKAN

DAMPAK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN TORTILA JAGUNG

DI KABUPATEN BOJONEGORO

P. Santoso dkk.

407

EVALUASI DAMPAK PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN

PADI SECARA TERPADU (KASUS DI WILAYAH PROGRAM PENINGKATAN

PRODUKTIVITAS PADI TERPADU DI KABUPATEN BLITAR DAN

BOJONEGORO)

P. Santoso dkk.

414

ALTERNATIF MODEL LEMBAGA PEMBIAYAAN UNTUK PENGEMBANGAN

PERTANIAN DI JAWA TIMUR

Purwanto dkk.

425

ZONA AGROEKOLOGI (ZAE)

ANALISIS PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK PENGELOLAAN

TANAMAN KENTANG DI PENGALENGAN JABAR

Moh. Ismail Wahab.

441

LAMPIRAN

JADWAL ACARA SEMINAR 453

SUSUNAN PANITIA DAN PENYUNTING 454

DAFTAR PESERTA 456

Page 8: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

1

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN

DI WILAYAH SENTRA PRODUKSI PERTANIAN

Djoko Said Darmadjati*)

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Selama ini kontribusi sektor pertanian terhadap penerimaan devisa lebih banyak

diperoleh dari produk segar (primer) yang relatif memberi nilai tambah kecil dan belum

mengandalkan produk olahan (hilir) yang dapat meberikan nilai tambah lebih besar,

walaupun pada akhir-akhir ini ekspor produk olahan telah semakin besar. Dengan

mengekspor produk primer, maka nilai tambah yang besar akan berada di luar negeri,

padahal sebaliknya bila Indonesia mampu mengekspor produk olahannya, maka nilai

tambah terbesarnya akan berada di dalam negari.

Belajar dari kelemahan tersebut, sejak Pelita VI pembangunan pertanian

dilakukan melalui pendekatan agribisnis yang pada hakekatnya menekankan pada tiga

hal, yaitu : (1) Pendekatan pembangunan pertanian reorientasi dari pendekatan produksi

ke pendekatan bisnis, dengan demikian sejak aspek usaha dan pendapatan menjadi dasar

pertimbangan utama, (2) Pembangunan pertanian bukan semata pembangunan sektoral,

namun juga terkait dengan sektor lain (lintas/inter-sektoral), (3) Pembangunan pertanian

bukan bukan pengembangan komoditas secara parsial, melainkan sangat terkait dengan

pembangunan wilayah, khususnya perdesaan yang berkaitan erat dengan upaya

peningkatan petani.

Menyadari nilai tambah yang diperoleh dari pengembangan produk olahan (hilir)

jauh lebih tinggi dari produk primer, maka pendekatan pembangunan pertanian ke depan

diarahkan pada pada pengembangan produk, dan bukan lagi pengembangan nilai tambah

produk melalui pengembangan agroindustri yang berdaya saing.

Untuk itu, salah satu strategi pembangunan pertanian ke depan adalah

pengembangan agroindustri perdesaan, yang merupakan pilihan strategis dalam

peningkatan pendapatan dan sekaligus membuka lapangan pekerjaan. Selama ini

masyarakat perdesaan cenderung menjual produk dalam bentuk segar (primer), karena

lokasi industri umumnya berada di daerah urban (semi urban). Akibatnya nilai tambah

produk pertanian lebih banyak mengalir ke daerah urban, termasuk menjadi penyebab

terjadinya urbanisasi.

Dari berbagai kajian, potensi agroindustri sebagai salah satu sumber devisa cukup

baik, namun hal ini tergantung dari kemampuan bersaing dan memanfaatkan setiap

peluang pasar dunia. Apabila pengolahan hasil pertanian dikembangkan lebih baik, maka

perbaikan pendapatan petani dapat dilakukan. Namun demikian kenyataan yang ada

saat ini masih belum seperti yang diharapkan. Umumnya hasil pertanian masih dijual

dalam bentuk segar, walaupun telah dilakukan kegiatan penanganan pasca panen dan

pengolahan, tetapi masih terbatas aktivitas pada tahap tertentu misalnya : pencucian

(washing), pembersihan (cleaning), pengkelasan (grading) dan pembungkusan (packaging).

__________________ *) Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian

Page 9: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

2

Keseluruhan tahapan proses kegiatan pasca panan dan pengolahan tersebut dilakukan

dengan teknologi yang masih relatif sangat sederhana dan dengan peralatan yang belum

memenuhi standar yang disyaratkan bagi perlakuan pasca panen dan pengolahan hasil

pertanian khususnya produk pertanian yang berkarakter sangat sensitif/perishable.

Keadaan ini, sudah tentu tidak mampu menghasilkan suatu produk bermutu

sesuai dengan permintaan pasar atau Standar Nasional Indonesia (SNI) yang telah

dibakukan bagi komoditas pertanian tertentu. Persoalan ini bertambah ringan karena

masyarakat belum memiliki kesadaran mutu khususnya dikalangan masyarakat paling

bawah.

Mengingat agroindustri pedesaan sebagai pilar strategis pembangunan pertanian,

maka sangat rasional jika hal tersebut dijadikan sebagai suatu gerakan nasional yang

melibatkan seluruh lembaga pertanian dan non pemerintah, para pakar lembaga

masyarakat serta praktisi bisnis untuk percepatan pembangunan agroindustri

pedesaan.

Pengembangan agroindustri pedesaan, diarahkan bagi terwujudnya sistem

pengolahan yang terintegrasi dengan sentra-sentra produksi. Oleh karena itu,

pembinaan pengolahan hasil pertanian skala kecil merupakan suatu terobosan dalam

rangka percepatan tumbuh kembangnya unit-unit industri pengolahan hasil pertanian

di perdesaan dengan maksud terbentuknya agroindustri perdesaan yang memenuhi

akala ekonomi.

Untuk terwujudnya hal tersebut, diperlukan upaya yang terpadu dan

berkelanjutan mulai dari perencanaan sistem, pembinaan sistem, penyediaan

peralalatan dan mesin, demonstrasi, pelatihan, kerjasama kemitraan dan pengendalian

(monitoring dan evaluasi serta pendampingan yang berkelanjutan. Dengan demikian,

upaya pengembangan agroindustri perdesaan perlu dilakukan sesegera mungkin.

Agroindustri perdesaan, sesungguhnya merupakan suatu gerakan ekonomi kerakyatan.

Hal ini bukan saja dikarenakan besarnya keterlibatan rakyat didalamnya, namun akan

langsung menyentuh problem dasar yang akan dihadapi masyarakat pertanan pada

umumnya berkarakteristik : rendahnya pendapatan, kurangnya kesempatan kerja dan

lemahnya posisi tawar terhadap ekonomi kota dan usaha besar. Mengingat basis

ekonomi rakyat sebagian besar bergantung kepada sektor pertanian, maka program ini

sudah sepantasnya menjadi ikon pembangunan pertanian guna dikembangkan secara

maksimal, menyeluruh dan berkesinambungan. Berkembangnya agroindustri

perdesaan, hanya akan tercapai melalui proses penumbuhan budaya industri pada

seluruh masyarakat di perdesaan. Pada wilayah-wilayah yang mayoritas masyarakat

hidup dari pertanian, pengembangan budaya industri tentunya barbasis pada budaya

bertani yang secara turun-temurun mereka jalankan.

KERAGAAN AGROINDUSTRI

Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa terjadinya krisis

moneter dipertengahan tahun 1997 hanya berpengaruh temporer terhadap jumlah

(unit) usaha agroindustri baik sekalah menengah, besar, kecil maupun skala rumah

tangga. Industri skala menengah dan besar pada tahun 1996 sampai dengan 1998

terjadi penurunan jumlah dari 5.608 unit menjadi 5.357 unit. Industri skala kecil

menurun dari 91,992 unit menjadi 52.524 unit. Demikian juga industri skala rumah

tangga menurundari 963.210 unit menjadi 719.668 unit. Setelah itu jumlah unit-unit

usaha skala menengah-besar, kecil dan rumah tangga menunujukkan kenaikan yang

Page 10: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

3

konsisten pada tahun 2000, berturut-turut menjadi 5.612 unit, 82.430 unit, dan 828.140

unit.

Dilihat dari total outputnya, maka krisis ekonomi hampir tidak punya

dampak terhadap agroindustri. Hal ini tercermin dari data yang menunjukkan

bahwa total output terus mengalami pertumbuhan yakni sebesar Rp. 59.667 milyar

(1996), Rp. 68.660 milyar (1997), Rp. 111.802 milyar (1998), Rp. 126.552 milyar

(1999) dan Rp. 145.392 milyar (2000). Hal ini menunjukkan kinerja positif pada

agroindustri, namun dalam menghasilkan hat tersebut, terjadi suatu hubungan

”impersonal eksploitatif” akibat dari tidak seimbangnya kekuatan bisnis antara

kutub hulu yang serba gurem dengan kutub hilir yang serba kuat (konglomerat).

Kekuatan-kekuatan tersebut berupa monopsonistik yang dapat menekan harga yang

diterima petani produsen dan kekuatan monopoli yang dapat meningkatkan harga

bagi konsumen.

Agroindustri pedesaan merupakan salah satu roda penggerak dan

pendongkrak ekonomi pedesaan. Berkembangnya industri pedesaan terutama

industri pengolahan hasil pertanian diharapkan dapat menyerap hasil-hasil di

pedesaan akan berhadapan dengan berbagai kendala. Kendala utama yang sering

dihadapi agroindustri perdesaan selain permodalan dan pasar adalah teknologi.

Teknologi merupakan aspek yang sangat penting dalam pengolahan hasil pertanian.

Dengan teknologi, proses pengolahan hasil pertanian dapat dilakukan secara

efisien. Selama ini telah tersedia berbagai teknologi pengolahan hasil pertanian,

namun demikian penerapan teknologi pengolahan hasil pertanian tersebut masih

kurang intensif terutama pada industri skala kecil/rumah tangga di perdesaan.

Teknologi pengolahan hasil pertanian yang telah tersedia sampai saat ini

antara lain teknologi proses (pengecilan ukuran, pemotongan, pencampuran,

pemisahan, pengawetan dan sebagainya), teknologi pengemasan dan teknologi

penyimpanan. Teknologi pengolahan hasil pertanian tersebut selama ini belum

dimanfaatkan secara optimal.

Alih teknologi pengolahan hasil pertanian sudah banyak dilakukan, namun

masih sebatas pada sosialisasi dan apresiasi teknologi pengolahan hasil pertanian.

Demikian pula bimbingan teknis penerapan teknologi pengolahan hasil pertanian,

juga sudah banyak dilakukan namun masih sebatas pada pelatihan-pelatihan

teknologi pengolahan hasil pertanian.

Pengolahan hasil pertanian pada industri skala kecil/rumah tangga mulai dari

pemilihan dari baku, pengolahan, sampai penyimpanan, umumnya masih dilakukan

secara sederhana dengan menggunakan teknologi sederhana sehingga produk yang

dihasilkan mutunya masih rendah dan kurang kompetitif. Oleh karena itu, untuk

mewujudkan industri perdesaan yang mampu menghasilkan produk-produk olahan

yang bermutu dan memiliki daya saing maka perlu dikembangkan cara-cara

pengolahan hasil pertanian yang berorientasi Good Manufacturing Practices (GPM).

Selain itu, untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan perlu diterapkan Hazards

Analysis Critical Control Point (HACCP). Dengan menerapkan GPM dan HACCP

pada industri pengolahan di perdesaan diharapkan dapat meningkatan mutu dan

nilai tambah secara ooptimal sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan

pada perekonomian perdesaan.

Sasaran tahun 2009 diharapkan ada peningkatan jumlah tenaga kerja yang

bergerak dibidang industri pengolahan hasil pertanian meningkat sebesar 20%

dibandingkan tahun 2002 atau sebesar 1.884.012 orang.

Page 11: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

4

Adapun secara keseluruhan jumlah tenaga kerja di bidang industri

pengolahan hasil pertanian (tenaga kerja produksi dan non produksi) mengalami

penurunan. Pada tahun 2001 jumlah tenaga kerja di kelompok produksi sebanyak

1.350.548 orang dan pada tahun 2002 tinggal 1.318.681 orang. Sementara itu pada

kelompok non produksi, tahun 2001 memiliki tenaga kerja sebanyak 1.593.451 orang

dan pada tahun 2002 mencapai. 1.570.010 orang. Seiring dengan peningkatan

jumlah industri yang bergerak dibidang pengolahan hasil pertanian, pada tahun

2004 diharapkan juga terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja.

Sedangkan nilai tambah untuk industri pengolahan primer hasil pertanian

pada tahun 2000 sebesar Rp. 65.019.905 juta dan pada tahun 2004 meningkat

sebesar Rp. 78.023.886 juta.

Penggambaran jumlah usaha tenaga kerja dan total output, industri skala

menegah dan besar; industri skala kecil dan industri skala rumah tangga tahun

1996 sampai dengan tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah usaha, tenaga kerja dan total out[put dari industri skala menegah

dan besar, industri skala kecil, dan industri skala rumah tangga tahun

1996-2000 N

o. Skala usaha/kegiatan 1996 1997 1998 1999 2000

1. Industri skala menengah dan

besar

a. Jumlah usaha (unit)

b. Tenaga kerja (orang)

c. Total output (milyar Rp.)

5.608

810.221

48.199

5.554

791.393

56.578

7.262

1.389.128

94.568

7.446

1.378.668

107.897

7.461

1.420

-

2. Industri skala kecil

a. Jumlah usaha (unit)

b. Tenaga kerja (orang)

c. Total output (milyar Rp.)

81.892

639.533

4.407

91.922

780.136

6.479

52.524

402.558

6.592

67.214

521.157

7.466

82.430

594.923

8.319

3. Industri skala rumah tangga

a. Jumlah usaha (unit)

b. Tenaga kerja (orang)

c. Total output (milyar Rp.)

930.904

1.886.775

6.601

963.210

1.794..794

5.603

719.668

1.487.256

10.642

789.901

1.645.003

11.189

928.140

1.722.711

11.218 Sumber Biro Pusat Statistik (BPS) 2000

PERMASALAHAN DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN

AGROINDUSTRI PERDESAAN

1. Lambatnya pengembangan agroindustri Perdesaan

Proses industrialisasi perdesaan di Indonesia sangat lambat kalau tidak mau

dikatakan gagal sama sekali. Hal ini terlihat antara lain dari semakin senjangnya

ekonomi desa kota. Dualisme ekonomi desa telah mengakibatkan kota menjadi pusat

segala galanya dan ekonomi perdesaan hanyalah pendukung ekonomi perkotaan.

Dalam jangka panjang apabila dualisme ekonomi desa kota tidak dapat

diatasi maka dapat dipastikan akan muncul masalah lain yang lebih rumit, seperti

urbanisasi, besar-besaran rusaknya kultur asli bangsa seperti gotong royong dan

kekeluargaan, kriminalitas yang meningkat serta yang tidak kalah pentingnya

semakin senjangnya pendapatan dalam masyarakat. Masyarakat kaya pemilik

modal akan semakin kaya sementara penduduk miskin semakin bertambah besar.

Page 12: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

5

2 Keterbatasan informasi dan penerapan teknologi pengolahan

Penerapan teknologi pengolahan hasil pertanian saat ini hanya dinikmati oleh

sebagian kecil masyarakat, hal ini disebabkan antara lain karena keterbatasan

informasi tentang teknologi tersebut dan perhatian pemerintah terhadap

peningkatan nilai tambah selama ini masih relatif kecil jika dibandingkan dengan

upaya produksi hasil pertanian. Sehingga perkembangan penanganan pasca panen

dan pengolahan hasil hingga dewasa ini masih berjalan lambat dan masih belum

sesuai dengan harapan. Hal ini terlihat dari lambatnya perkembangan penggunaan

teknologi dan penerapan di lapangan. Dampak yang terlihat antara lain masih

tingginya tingkat kehilangan hasil pasca panen, mutu hasil olahan yang masih

rendah, tingkat efisiensi dan efektifitas hasil masih rendah, nilai jual kurang

kompetitif dan penampakan hasil (keragaan hasil) belum memuaskan (terutama

masalah kemasan, dan pelabelan). Lambatnya penyerapan penerapan teknologi

pengolahan hasil tersebut berimplikasi pada agroindustri perdesaan yang kurang

berkembang. Faktor penyebabnya antara lain: faktor teknis, sosial dan ekonomi.

a. Teknis

Dalam segi teknis beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain:

√ Tingkat pengetahuan dan kesadaran petani akan pentingnya penerapan

teknologi pengolahan hasil masih sangat rendah.

√ Kurangnya tenaga yang terampil (Technical Skill) dalam mengoprasikan

alat mesin pengolahan.

√ Dukungan perbengkelan dalam perbaikan, perawatan dan penyediaan

suku cadang alat mesin masih rendah karena kemampuan permodalan

bengkel alsintsn masih lemah dan kesulitan dalam memperoleh

permodalan.

√ Introduksi beberapa teknologi belum sesuai dengan kebutuhan petani dan

belum bersifat lokal spesifik.

√ Belum memadainya infrastruktur seperti jalan yang memadai sehingga

menyulitkan petani/kelompok tani dalam memasarkan produk olahannya.

√ Penyebaran alat dan mesin pengolahan masih terbatas.

√ Kurangnya tenaga pembina yang terampil dalam bidang pengolahan

dibanding tenaga pembina pada kegiatan-kegiatan pra panen.

b. Sosial

Dalam segi sosial beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain:

√ Introduksi teknologi pengolahan pada daerah-daerah yang padat

penduduknya ada kecenderungan menimbukan gesekan/friksi sosial.

√ Kebiasaan petani dalam melakukan kegiatanpengolahan secara tradisional

menyulitkan dalam penerapan teknologi yang baik dan benar.

√ Daerah-daerah tertentu yang mempunyai budaya pengolahan hasil yang

teknologinya diterima secara turun temurun, sehingga mereka sering

mempunyai sifat tertutup terhadap introduksi teknologi baru.

√ Terbatasnya kemempuan akses informasi masyarakat tentang teknologi

pengolahan.

√ Rendahnya ketrampilan yang dimiliki.

Page 13: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

6

c. Ekonomi

Dari segi ekonomi beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain :

√ Daya beli petani terhadap alsin untuk pengolahan rendah, sehingga

permintaan alat dan mesin juga relatif rendah.

√ Harga alsin pengolahan relatif tinggi sehingga tidak terjangkau.

√ Belum tersedianya skim kredit khusus untuk pengadaan alsin untuk usaha

pengolahan hasil.

√ Lemahnya kelompok usaha agroindustri perdesaan mengakses pasar.

TUJUAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan agroindustri pedesaan

adalah : “Meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan melalui upaya

peningkatan nilai tambah dan daya saing hasil pertanian”. Untuk wewujudkan

tujuan tersebut, maka pengembangan agroindustri perdesaan diarahkan kepada :

1. Pengembangan kluster industri, yakni industri pengolahan yang terintregrasi

dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjangnya.

2. Pengembangan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang

didukung oleh industri pengolahan skala menengah dan besar.

3. Pengembangkan industri pengolahan yang memiliki daya saing tinggi untuk

dapat meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan pasokan dalam negeri.

Agar pengembangan agroindustri menjadi lebih akseleratif, terpadu dan

berkelanjutan, maka diperlukan sebuah kerja besar yang dikemas dalam Gerakan

Industrialisasi Pertanian di Perdesaan (GERINDA 2020) yang merupakan

perwujudan terbentuknya agribisnis modern yang berkerakyatan dengan bertumpu

kepada high technology, SDM bermutu tinggi, usaha padat modal, unit bisnis yang

tangguh dan derajat kompatibilitas antar sub sistem agribisnis yang tinggi.

Secara umum Gerinda 2020 akan dicirikan dengan tumbuhnya industri di

kalangan masyarakat desa khususnya pelaku yang berusaha di sektor pertanian.

Budaya industri tersebut tetap dinafasi oleh semangat sosial yang tinggi serta

memiliki berperspektif gender. Gerinda 2020 pada intinya memiliki tujuan dan

sasaran sebagai berikut :

√ Meningkatkan nilai tambah hasil pertanian yang dinikmati oleh keluarga

dalam masyarakat perdesaan.

√ Meningkatkan kesempatan kerja baik bagi laki-laki maupun perempuandi

perdesaan yang sekaligus mencegah arus urbanisasi.

√ Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga petani melalui

penciptaan sumber pendapatan tambahan dalam rumah tangga petani.

√ Menjadikan proses pembelajaran bagi perkembangan industrialisasi

perdesaan yang diawali dengan industrialisasi pertanian.

√ Membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang dimotori oleh

industri pengolahan hasil pertanian sebagai trigger dan prasarat bagi

pembangunan ekonomi wilayah.

√ Mendorong pengembangan sektor pertanian on farm melalui penyediaan

bahan baku dan alternatif pasar yaitu industri pengolahan di perdesaan

sekaligus memanfaatkan secara optimal produk utama dan by product hasil pertanian.

Page 14: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

7

√ Mendorong terwujudnya ekonomi kerakyatan sebagai prasarat ketahanan

ekonomi nasional melalui peningkatan daya beli, usaha-usaha produktif

dan kesempatan kerja sehingga mempersempit kesenjangan desa kota.

√ Menyediakan kesempatan kerja yang sebanyak-banyaknya bagi angkatan

kerja di pedesaan baik laki-laki maupun perempuan dalam bidang industri

kecil dan rumah tangga pengolahan dan pemasaran.

√ Mendorong berkembangnya ”Workshop” industri penunjang di perdesaan

yang menghasilkan alat-alat panen, pasca panen dan alat-alat pengolahan

serta komponen pendukung lainnya.

STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Pengembangan agroindustri di perdesaan merupakan pilihan tepat dan

strategis untuk dapat menggerakkan roda prekonomian dan pembedayaan ekonomi

masyarakat perdesaan. Hal ini, memungkinkan karena adanya kemampuan yang

tinggi dari agroindustri dalam penyerapan tenaga kerja, mengingat sifat industri

pertanian yang padat karya dan bersifat massal. Industri pertanian yang berbasis

pada masyarakat tingkat menengah dan bawah ini merupakan sektor yang sesuai

untuk menampung banyak tenaga kerja dan menjamin perluasan berusaha

sehingga akan efektif dalam upaya meningkatkan perekonomian di perdesaan.

Faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam mendukung pengembangan

agroindustri perdesaan di masa yang akan datang antara lain adalah sebagai

berikut.

1. Strategi

Agroindustri merupakan salah satu pendekatan baru dalam pembangunan

pertanian dan perdesaan untuk menjamin peran pertanian sebagai sumber

pertumbuhan ekonomi perdesaan yang diandalkan. Oleh karena itu, upaya

revitalisasi pertanian melalui agroindustri perdesaan lebih darahkan pada

perubahan struktur ekonomi perdesaan dalam menghadapi berbagai perubahan

strategis yang dihadapi baik di pasar domistik maupun internasional.

Beberapa kunci tantangan strategis yang diprioritaskan adalah :

√ Kebutuhan untuk memperkuat dan memperluas basis pertumbuhan

produktivitas pertanian dengan mempercepat inovasi teknologi yang tidak hanya

dibatasi pada sejumlah komoditi tertentu.

√ Kebutuhan terhadap kebijakan dan kelembagaan yang tepat untuk mengakses

manfaat globalisasi dan leberalisasi ekonomi, sekaligus mengurangi resiko

kemungkinan munculnya dampak negatif.

√ Kebutuhan memperbaiki akses masyarakat perdesaan terhadap aset produktif

dan kesempatan kerja demi percepatan pertumbuhan pendapatan dan

mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan.

√ Perubahan yang cepat dari pola konsumsi masyarakat dan urbanisasi serta

√ Perubahan politik, termasuk kebijaksanaan pembangunan yang berkaitan

dengan demokrasi dan desentralisasi.

2. Penataan kembali agroindustri perdesaan

Strategi pembangunan pertanian dan perdesaan adalah kombinasi

peningkatan produktivitas pertanian dan investasi pelayanan sosial di satu sisi,

Page 15: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

8

dengan perbaikan hubungan dan keterkaitan antara wilayah perdesaan dengan

industri pengolahan hasil pertanian, dan pusat pertumbuhan di sisi yang lain.

Strategi ini, mengidentifikasikan anam skala prioritas yang perlu

diemplementasikan secara konisten dengan dukungan otoritas pemerintah pusat

maupun daerah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat dalam hal :

√ Percepatan pembangunan sumberdaya manusia dan kewirausahaan.

√ Memperkuat modal sosial melalui desentralisasi, gerakan kolektif dan

pemberdayaan masyarakat

√ Revitaslisasi produktivitas pertanian berspektrum luas melalui peningkatan

penerapan teknologi dan diversivikasi.

√ Mendukung agribisnis dan sistem usahatani dan industri pertanian yang

berkemampuan daya saing.

√ Meningkatkan menajemen sumber daya alam

Prasyarat berkembangnya industrialisasi perdesaan adalah diperlukan

adanya suatu proses konsolidasi usahatani dan disertai dengan koordinasi vertikal

agribisnis dalam suatu alur produk melalui mekanisme non pasar, sehingga

karakteristik produk akhir yang dipasarkan dapat dijamin dan disesuaikan dengan

preferensi masih sangat terbatas. Dalam penambahan alsin terebut perlu

memperhatikan jenis alsin yang secara teknis dan ekonomis layak untuk

dikembangkan serta kondisi sosial juga memungkinkan. Dalam pengembangan alsin

tersebut pemerintah diharapkan dapat menyediakan fasilitas kridit alsin dengan

tingkat suku bunga rendah dan persyaratan lunak.

d. Aspek kelembagaan

Dalam penanganan pasca panen/pengolahan hasil, pelaku pasca panen

(petani/kelompok tani), usaha yang bergerak dalam pasca panen, dan industri

pengolahan hasil primer, perlu ditata dan diperkuat sebagai komponen dari sistem

perekonomian di perdesaan terutama di bidang teknologi alsin dan manajemen

usaha agar mereka mampu meraih nilai tambah.

e. Aspek sumberdaya manusia

Peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM) diarahkan untuk

peningkatan sikap, pengetahuan, ketrampilan dan pengembangan kewirausahaan

manajemen serta kemampuan perencanaan usaha. Mutu SDM yang baik

diharapkan dapat meningkatkan penggunaan alsin dan areal yang dapat ditangani

akan bertambah. Peningkatan mutu SDM dapat ditingkatkan melalui

pelatihan/kursus, kerjasama dengan lembaga pelatihan seperti perguruan tinggi,

magang di perusahaan yang telah maju. Pelatihan alsintan dilakukan kepada

petugas, perbengkelan, pengelola alsintan dan petani.

f. Aspek permodalan

Kelembagaan yang menangani pasca panen/pengolahan hasil pada umumnya

lemah dalam permodalan. Untuk itu perlu diupayakan adanya skim pembiayaan

khusus untuk alsin pasca panen/pengolahan hasil dengan persyaratan yang mudah,

suku bunga rendah dan dapat dijangkau oleh masyarakat.

Page 16: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

9

AGENDA DAN PROGRAM

Sesuai dengan permasalahan dan perspektif masa depan agroindustri

perdesaan, agenda dan program lima tahun kedepan adalah sebagai berikut :

1. Perluasan kesempatan kerja

Agenda pertama dan utamadari agroindustri perdesaan adalah perluasan

kesempatan kerja khususnya di perdesaan. Dalam agenda tersebut program utama

yang perlu dilakukan adalah Program Penumbuhan Agroindustri Perdesaan di

sentra produksi sebagai berikut :

1. Fasilitas penerapan teknologi dan sarana pengolahan hasil pertanian disentra-

sentra produksi pertanian

2. Mengembangkan infrastruktur penunjang di perdesaan seperti listrik, jalan akses

dan sarana komunikasi serta penyediaan air bersih untuk olahan.

3. Mengembangkan akses permodalan untuk usaha agroindustri perdesaan.

Strategi penumbuhan dan pengembangan antara lain dengan meningkatkan

fasilitas oleh pemerintah, pengembangan sistem permodalan melalui lembaga bank

dan non bank, revitalisasi kemitraan usaha antara usaha pengolahan

keci/menengah dan pengolahan besar.

2. Peningkatan nilai tambah

Agenda untuk peningkatan nilai tambah produk pertanian dilakukan baik

terhadap produk segar maupun produk olahan hasil pertanian dengan program

utama yaitu Peningkatan Penerapan Teknologi dan Pengembangan Produk.

Program ini dilaksanakan melalui upaya-upaya antara lain :

1. Peningkatan penerapan teknologi proses dan sarana pengolahan hasil.

2. Diversivikasi produk olahan dan produk ikutannya.

3. Peningkatan teknologi kemasan dan pelabelan.

Nilai tambah untuk industri pengolahan primer hasil pertanian pada tahun

2000 sebesar Rp. 65.019.905 juta dan pada tahun 2004 diharapkan meningkat

sebesar 20% atau sebesar Rp. 78.023.886 juta.

3. Peningkatan daya saing

Agenda pengembangan daya saing dilaksanakan melalui (1) Program

Peningkatan Mutu dan Standarisasi, (2) Program Pengembangan Pemasaran

Program peningkatan mutu dan standarisasi dilakukan melalui upaya-upaya

antara lain :

1. Penyusunan dan penerapan standar (SNI dan standar lainnya), meliputi

perumusan dan penerapan standar, sosialisasi serta pembinaan.

2. Penerapan sistem jaminan mutu (akreditasi, lembaganya, sertifikasi,

sertifikasi sistemnya, dan pembinaan teknis, penerapan dan

pengawasannya).

3. Peningkatan pengawasan mutu produk hasil pertanian untuk menjamin

keamanan pangan bagi konsumen baik di dalam negeri maupun luar

negeri.

Program pengembangan dan pemasaran antara lain meliputi upaya-upaya:

1. Peningkatan akses pemasaran dari para pelaku usaha

2. Pengembangan kelembagaan pemasaran

3. Peningkatan market inteligence dan informasi pasar

Page 17: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

10

4. Peningkatan promosi hasil pertanian baik pasar domistik maupun

internasional

5. Pengendalian impor bagi produk-produk strategis yang banyak melibatkan

petani kecil

6. Perlindungan bagi produk spesifik dalam negri.

Peningkatan daya saing akan terlihat apabila neraca perdagangan produk

pertanian yang berbeda pertanian yang berada pada nilai surplus. Melelui program

tersebut diharapkan tahun 2009 ekspor hasil pertanan baik dalam bentuk segar

maupun olahandapat ditingkatkan rata-rata 20% per tahun.

Nilai ekspor komoditas pertanian pada pariode krisis (1998-1999) sebesar US

$ 4.582 juta kemudian meningkat menjadi US$ 5.033 juta pada periode pasca krisis

(2000 – 2003).

Sedangkan untuk nilai impor komoditas pertanian mulai dari periode krisis

sampai pasca krisis terus menunjukkan penurunan meskipun volume impor secara

keseluruhan menngalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum

sektor pertanian terus mengalami pertumbuhan. Surplus neraca perdagangan pada

tahun 2002 dan 2003 jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Diharapkan daya saing produk pertanian pada tahun-tahun ke depan dapat

semakin dipacu lagi dengan pengimplementasian pengembangan pemasaran

tersebut di atas.

4. Pemberdayaan usaha

Agenda ini bertujuan dalam rangka menjamin keberlanjutan usaha industri

pengolahan hasil pertanian di perdesaan dan memberikan dampak ekonomi maupun

sosial yang positif baik bagi pelaku usaha yang bersangkutan maupun

lingkungannya. Program yang perlu dilakukan dalam agenda ini yaitu : (1) Program

Pengembangan infrastruktur publik dan (2) Program peningkatan produktivitas dan

kesejahteraan sosial.

Termasuk dalam program infrastruktur publik antara lain penyediaan air

bersih, peningkatan kapasitas jalan, pelabuhan serta sarana dan prasarana

komunikasi; sedangkan program peningkatan produktivitas mencakup antara lain

revitalisasi sarana pengolahan sumberdaya manusia, penerapan upah yang layak

(UMR), pengelolaan lingkungan, dll.

Pada tahun 2009 diharapkan industri sekala kecil dan menengah akan

mengalami pertumbuhan sebesar 20% dibandingkan tahun 2000 yakni dari 8.600

menjadi 10.062 unit usaha.

5. Modernisasi alat dan mesin pengolahan

Dalam upaya pengembanagn alsintan untuk mendukung agroindustri di

perdesaan, ditempuh strategi sebagai berikut :

1. Memanfaatkan organisasi tata kerja yang terdedia untuk segera

menerbitkan peraturan perundangan dan peraturan pelaksanaan yang

kondusif untuk pengembangan alsintan.

2. Meningkatkan kompetensi SDM aparat dan petani pengguna alsin.

3. Meperkuat kelembagaan alsintan dan kelembagaan yang terkait untuk

mendukung agroindustri di pedesaan.

Page 18: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

11

4. Mengembangkan jejaring (networking), sinergi (sharing) dan pengalaman

(outsourcing) dalam mewujudkan sistem standarisasi termasuk pengujian

dan sertifikasi, serta pengawasan secara efektif, efisien, trasparan, dan

konsisten melaksanakan komitmen.

5. Mengembangkan dan mengoptimalkan pemanfaatan alsintan serta

mendukung tumbuhnya industri alsin pengolahan di dalam negeri.

Pada garis besarnya program di bidang alat dan mesin merupakan bagian

yang tak terpisahkan dari program peningkatan ketahanan pangan dan

pengembanagan agroindustri perdesaan.

Berdasarkan kebijakan tersebut disusunlah program sebagai berikut :

1. Peningkatan kerjasama dengan instansi terkait serta penyiapan perangkat

peraturan pelaksanaan.

2. Fasilitasi penyusunan dan penerapan standar termasuk pembinaan,

pengujian, sertifikasi alat dan mesin pengolahan.

3. Peningkatan kerjasama dan komunikasi dengan Asosiasi Produsen

Alsintan, Bengkel/pengrajin Asosiasi Komoditi serta Asosiasi

Petani,/Pengusaha.

4. Pengguna alsintan dalam pengebangan alsintan dan optimalisasi

pemanfaatan alsintan serta usaha pelayanan jasa alsintan oleh

masyarakat.

5. Peningkatan kerjasama dengan pusat-pusat pendidikan dan penelitian

serta sumber lainnya untuk meningkatkan kompetensi SDM aparatur

maupun petani.

PENUTUP

Pengembangan agroindustri perdesaan di tanah air selama ini dinilai balum

dapat mengimbangi tuntukan dengan potensi yang tersedia, melalui agroindustri

perdesaan dipandang sebagai pilihan tepat dan strategis. Disadari pula bahwa

pengembangan agroindustri perdesaan merupakan tugas yang sangat berat dan

multi dimensional sehingga diperlukan partisipasi seluruh lembaga pemerintah dan

non pemerintah, para pakar, lembaga masyarakat serta para praktisi dibidang

pertanian dan sarana pendukungnya.

Page 19: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

12

PENGEMBANGAN PERTANIAN INDUSTRIAL

DENGAN PENDEKATAN AGRIBISNIS

Konsep dan Implementasinya

Tahlim Sudaryanto*)

PENDAHULUAN

Diawali oleh liberalisasi sistem moneter dunia dengan runtuhnya nilai tukar

tetap Bretton Woods pada tahun 1973 (Argy, 1981), diperkuat oleh deregulasi

perdagangan dan investasi internasional dalam naungan GATT yang disepakati

pada tahun 1994, dan ditopang dengan kuat oleh revolusi teknologi telekomunikasi,

transportasi dan turisme (Triple-T Revolution), maka dewasa ini kita menyaksikan

munculnya arus globalisasi yang merusak dengan kuat dan cepat ke seluruh negara

di dunia ini (Ohmae, 1995; Kuncoro Jakti, 1995). Globalisasi ekonomi adalah suatu

proses semakin terintegrasinya perekonomian dunia. Mau tidak mau, suka atau

tidak, agribisnis dan pembangunan sektor pertanian kita pun tidak akan dapat

menghindarkan diri dari arus globalisasi tersebut.

Bersamaan dengan globalisasi perekonomian tersebut terjadi pula perubahan

besar pada preferensi konsumen terhadap produk-produk pertanian. Dalam pada

itu, bioteknologi berkembang pula menuju arah yang sama. Mengingat semua

perubahan fundamental tersebut akan berlangsung dengan cepat maka perlu segera

menyusun dengan cermat strategi dasar agribisnis dan pembangunan pertanian.

Untuk itu diusulkan industrialisasi pertanian sebagai salah satu alternatifnya, yang

akan diuraikan lebih lanjut berikut ini.

Sesungguhnya ide tentang industrialisasi pertanian sudah ada dalam benak

para perencana pembangunan pertanian. Hal ini terbukti dari adanya satu kalimat

dalam naskah Repelita VI yang mengandung istilah industrialisasi pertanian, yaitu

pada halaman 81: “Pembangunan pertanian Repelita VI sebagai tahap awal PJP-II

diarahkan sebagai peletakan dasar untuk meningkatkan sumber daya manusia,

menumbuhkan sikap kemandirian, dan mengembangkan pertanian yang mengarah

pada industrialisasi pertanian” (Departemen Pertanian RI, 1994). Sejak tahun 2000,

utamanya sejak Dr. Bungaran Saragih menjadi Menteri Pertanian, pembangunan

pertanian secara formal dilaksanakan dengan strategi pengembangan sistem dan

usaha agribisnis. Namun, hingga kini belum pernah menemukan uraian yang jelas

tentang makna industrialisasi pertanian maupun operasionalisasi pembangunan

sistem dan usaha agribisnis tersebut. Oleh karena itulah, pada kesempatan ini ada

baiknya kita mendiskusikan tentang implementasi pemngembangan agribisnis.

FENOMENA GLOBALISASI

Globalisasi Agribisnis

Perpaduan antara komersialisasi usahatani dan modernisasi teknologi

membuat perolehan dan harga sarana produksi maupun produk pertanian semakin

tergantung pada kondisi pasar dunia.

________________

*) Kepala Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Analisis Kebijakan

Page 20: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

13

Apabila kita sepakati bahwa komersialisasi dan penggunaan teknologi mutakhir

adalah dua ciri utama modernisasi pertanian, dan modernisasi pertanian

merupakan arah pembangunan pertanian yang kita tempuh, maka tidak dapat

dielakkan lagi, semakin kita memacu pembangunan pertanian maka semakin besar

pula ketergantungan sektor agribisnis pada pasar dunia. Jelaslah bahwa

ketergantungan sektor agribisnis pada pasar dunia adalah salah satu proses normal

yang mesti dipandang sebagai kesempatan untuk lebih memacu pembangunan

pertanian. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan memasuki pasar global

(Simatupang, 1995; Pack, 1992; Choi, 1983; Feeder, 1982) ialah: (1) Peningkatan

volume pertanian; (2) Harga jual produk yang lebih tinggi; (3) Harga sarana produk

yang lebih murah; (4) Ilmu pengetahuan dan teknologi; (5) Modal investasi; (6)

Peningkatan efisiensi akibat realokasi sumber daya dan dorongan persaingan

(efisiensi-x). Keenam aspek inilah sesungguhnya yang mendasari strategi

pertumbuhan dorongan ekspor (export led growth) yang berhasil diterapkan oleh

Jepang dan negara-negara industri baru (New Industrial Countries = NICS), seperti

Korea dan Taiwan. Saya melihat, inilah yang mendasari strategi pembangunan

pertanian dengan pendekatan agribisnis yang sedang kita coba terapkan dalam

beberapa tahun terakhir.

Sudah barang tentu, ada beberapa persyaratan yang mesti dipenuhi agar

dapat meraih manfaat sebesar-besarnya dari keterbukaan pasar dunia tersebut.

Saya membagi persyaratan tersebut dalam dua kelompok, yaitu syarat keharusan

dan syarat kecukupan. Syarat keharusan yang mesti dipenuhi ialah, komoditas yang

dihasilkan memiliki keunggulan kompetitif. Dari segi keragaan akhir (performance)

keunggulan kompetitif didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempertahankan

dan meningkatkan pangsa pasar secara menguntungkan dan berkelanjutan (Porter,

1985; Martin, Westgren and Van Duren, 1991). Secara operasional Keunggulan

Kompetitif didefinisikan sebagai kemampuan untuk memasok barang dan jasa pada

waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan konsumen, baik di pasar domestik

maupun di pasar internasional, pada harga yang sama atau lebih baik dari yang

ditawarkan pesaing, seraya memperoleh laba paling tidak sebesar ongkos

penggunaan (opportunity cost) sumber daya (Cook dan Bredahl, 1991; Sharples and

Milham, 1990). Dari definisi ini paling tidak ada dua aspek penting yang patut kita

catat. Pertama, keunggulan komparatif (menghasilkan barang yang lebih murah

dari pesaing) tidak menjamin teraihnya keunggulan kompetitif. Di samping

keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif sangat ditentukan oleh kemampuan

untuk memasok produk dengan atribut (karakter) yang sesuai dengan keinginan

konsumen. Hal ini berarti bahwa agribisnis dan pembangunan pertanian yang

berorientasi pada peningkatan produksi dan dengan harga serendah mungkin

(cheap production oriented) sudah tidak sesuai dengan dinamika pasar mutakhir.

Dalam era globalisasi usaha produksi komoditas pertanian (agribisnis) haruslah

diorientasikan pada konsumen (consumer oriented agribusiness). Kedua,

keunggulan kompetitif merupakan hasil interaksi dari tiga tingkatan pasar yaitu

pasar internasional dari produk, pasar domestik dari produk dan pasar sarana

produksi. Dengan perkataa lain, keunggulan kompetitif suatu komoditas pertanian,

merupakan hasil resultan dari rantai agribisnis secara vertikal mulai dari perolehan

sarana produksi, usahatani, pemasaran domestik dan pemasaran internasional.

Oleh karena itu, koordinasi vertikal petani-agribisnis antara-agribisnis hilir

sangatlah diperlukan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif.

Page 21: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

14

Globalisasi Peraturan Perdagangan

Kesepakatan GATT tak lain ialah aturan tentang tarif dan perdagangan

global. Dengan sendirinya, setiap peraturan pemerintah mestinya tidak

bertentangan dengan aturan GATT tersebut. Secara umum kesepakatan GATT

dapat dibagi menjadi dua aspek besar yaitu: (1) liberalisasi perdagangan global, dan

(2) regulasi transfer hak milik intelektual (teknologi).

Liberalisasi perdagangan global merupakan implikasi dari peraturan tentang

penghapusan proteksi, hambatan perdagangan dan praktek perdagangan yang tidak

adil. Hal ini berarti kebijaksanaan pemerintah yang bersifat protektif seperti

dukungan harga, subsidi, tarif dan kuota mesti dihapuskan. Di samping itu,

pemerintah harus pula melakukan deregulasi dan debirokratisasi dalam seluruh

sektor perekonomian. Praktek bisnis yang dapat merugikan pengusaha negara lain,

seperti dumping dan subsidi ekspor, harus pula dihapuskan. Secara singkat

liberalisasi perdagangan global menimbulkan paling tidak tiga implikasi besar

terhadap agribisnis dan kebijaksanaan pembangunan pertanian nasional.

1. Agribisnis domestik harus dapat hidup mandiri tanpa bantuan subsidi dan

proteksi pemerintah.

2. Agribisnis domestik harus siap menghadapi persaingan terbuka dengan

perusahaan luar negeri.

3. Instrumen kebijakan pembangunan pertanian harus disesuaikan dari yang

bersifat bantuan dan proteksi langsung (subsidi, dukungan harga, tarif kuota)

ke yang bersifat fasilitator dan bimbingan (pembangunan prasarana, riset,

penyuluhan, informasi pasar).

Regulasi tentang hak milik intelektual menyebabkan transfer teknologi

pertanian antar-negara semakin sulit dan membutuhkan biaya khusus (mahal).

Pada masa yang akan datang, masyarakat agribisnis kita hampir dapat dipastikan

akan mengalami kesulitan jika masih harus menggantungkan diri pada teknologi

dan ilmu pengetahuan terapan yang berasal dari luar negeri. Tampaknya tidak ada

pilihan lain, masyarakat agribisnis kita sudah harus mulai dan terus memperkuat

upaya-upaya penelitian dan pengembangan sendiri. Hal ini sudah barang tentu

bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan murah. Oleh karena itu, saya melihat

perlunya kerja sama yang erat antara masyarakat agribisnis dengan lembaga-

lembaga penelitian pemerintah, khususnya dengan Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Penelitian dan Pengembangan merupakan satu bidang

kerja sama strategis antara pemerintah dan masyarakat agribisnis yang harus

segera diwujudkan dengan intensif sebagai bagian dari program pembangunan

pertanian jangka panjang dalam era globalisasi.

Globalisasi Nilai Sosial dan Humanisasi Pasar

Fenomena globalisasi ketiga yang dinilai sangat berpengaruh terhadap

dinamika agribisnis dan pembangunan pertanian ialah kepedulian terhadap hak

azasi manusia dan lingkungan hidup. Perlindungan hak azasi manusia dan

lingkungan hidup tidak lagi merupakan urusan dalam negeri suatu negara tetapi

sudah merupakan kepentingan seluruh umat manusia. Perlindungan terhadap hak

azasi manusia dan lingkungan hidup di suatu negara diamati dengan cermat baik

oleh negara-negara lain maupun oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Kita mengamati bahwa di Indonesia pun LSM yang bergerak dalam perlindungan

hak azasi manusia dan lingkungan hidup berkembang sangat cepat dan memiliki

Page 22: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

15

hubungan yang luas dengan lembaga-lembaga internasional. Dengan demikian,

perlakuan perusahaan maupun pemerintah terhadap hak azasi manusia dan

lingkungan hidup di negara kita semakin sangat transparan secara global dan

senantiasa dalam pengamatan cermat masyarakat dalam maupun luar negeri.

Di samping semakin diterima sebagai nilai universal, perlindungan terhadap

hak azasi manusia dan lingkungan hidup juga dikaitkan langsung dengan

pemasaran (perdagangan global). Produk yang dihasilkan oleh perusahaan atau

negara yang melanggar hak azasi manusia atau merusak kesehatan dan kelestarian

lingkungan hdiup akan mengalami ancaman pemboikotan atau sanksi ekonomi dari

masyarakat internasional. Fenomena global yang mengaitkan perlindungan

terhadap hak azasi manusia dan lingkungan hidup dengan pemasaran suatu produk

saya sebut sebagai humanisasi pasar.

Kiranya jelas bahwa pasar modern yang bersifat humanistik sangat berbeda

dengan pasar tradisional yang bersifat atomistik. Pada pasar tradisional yang

bersifat atomistik, mekanisme pasar berjalan secara mekanistik tanpa ada kaitan

dengan nilai-nilai sosial seperti perlindungan terhadap hak azasi manusia dan

lingkungan hidup. Dengan perkataan lain, pasar atomistik tersebut tidak sensitif

terhadap nilai-nilai sosial sehingga tidak sesuai dengan perubahan zaman.

Di samping dari segi kandungan nilai sosial, asas humanistik juga berbeda

dari pasar atomistik dalam hal cara mengevaluasi suatu produk. Pada pasar

atomistik (tradisional), suatu produk hanya dievaluasi dari atribut yang

dikandungnya secara langsung. Sedangkan pada pasar humanistik (modern), suatu

produk dievaluasi baik dari segi atribut yang dikandungnya (produk akhir), dari

proses serta material pembuatannya, maupun dari segi cara penanganannya sejak

dari hulu (petani) hingga hilir (agroindustri/ eksportir). Dengan perkataan lain, pada

pasar humanistik, kegiatan agribisnis vertikal mulai dari hulu hingga hilir

merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam menentukan keberhasilan

pemasaran suatu komoditas. Misalnya, jika usahatani ubi kayu (agribisnis hulu)

mengganggu kelestarian alam maka ekspor gaplek (agribisnis hilir) akan menderita

sanksi ekonomi dari masyarakat internaional. Oleh karena itu, agar usahanya dapat

berhasil maka tidak ada pilihan lain, eksportir gaplek haruslah melakukan

koordinasi dengan seluruh pelaku agribisnis yang ada pada alur vertikalnya hingga

ke hulu (usahatani ubi kayu). Dengan perkataan lain, globalisasi nilai-nilai sosial

yang diikuti oleh humanisasi pasar mengharuskan pengusaha agribisnis kita untuk

menganut strategi koordinasi vertikal hulu-hilir.

PERUBAHAN FUNDAMENTAL PREFERENSI KONSUMEN

Seiring dengan peningkatan pendidikan, khususnya peningkatan

pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, preferensi konsumen terhadap

komoditas pertanian mengalami perubahan besar (Streeter, Sonka, and Hudson,

1991; Barkema, 1993; Drabenstott, 1994). Kalau dulu (tradisional), atribut utama

yang mencirikan preferensi konsumen hanyalah jenis, kenyamanan, stabilitas harga

dan nilai komoditas, maka dewasa ini terdapat kecenderungan bahwa konsumen

menuntut tambahan atribut produk yang lebih rinci, seperti: kualitas (komposisi

bahan baku), kandungan nutrisi (lemak, kalori, kolestrol dan sebagainya),

keselamatan (kandungan adaptif, pestisida dan sebagainya), aspek lingkungan

(apakah produk tersebut dihasilkan dengan usahatani dan proses pengolahan

Page 23: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

16

produk yang tidak mengganggu kualitas dan kelestarian lingkungan hidup). Dengan

perkataan lain, dewasa ini, pada umumnya konsumen tidak lagi membeli komoditas,

tetapi membeli produk. Sebagai contoh, dewasa ini konsumen pada umumnya tidak

lagi sekedar membeli daging ayam (komoditas), melainkan daging ayam dengan

kandungan serat yang tinggi, kandungan lemak rendah, bebas antibiotik dan bebas

Salmonella.

Kiranya perlu dicatat bahwa perubahan preferensi konsumen dari komoditas

ke produk tidak hanya berlangsung di negara-negara maju (luar negeri) tetapi juga

di dalam negeri. Di samping itu, sebagian dari atribut produk tersebut merupakan

keharusan yang ditetapkan oleh hukum/ peraturan negara konsumen (biasanya

atribut yang berhubungan dengan kesehatan manusia). Oleh karena itu saya

melihat, perubahan preferensi konsumen ke arah atribut yang lebih banyak dan

rinci akan berlangsung terus dan meluas dengan cepat pula, seiring dengan

globalisasi. Ohmae (1995) menyebut proses konvergensi preferensi konsumen global

tersebut sebagai californiaization of taste.

Perubahan preferensi konsumen ke arah atribut produk yang lebih banyak

dan rinci menimbulkan dua implikasi penting terhadap agribisnis: Pertama, strategi

pemasaran tradisional yang berdasarkan konsep manipulasi preferensi konsumen

(preference manipulation) tidak efektif lagi dan harus diganti dengan strategi baru

yang disebut dengan pemenuhan preferensi konsumen (preferenc discovery). Hal ini

berarti produsen (agribisnis) harus mampu mengungkap secara rinci atribut

tersebut dari produk yang diinginkan konsumen dan selanjutnya menyesuaikan

produk yang dihasilkan dengan atribut tersebut. Kedua, penentuan atribut produk

yang beragam dan rinci menuntut adanya konsistensi atau jaminan kualitas produk

dari proses produksi pada seluruh tahapan kegiatan agribisnis mulai dari hulu

(petani) hingga hilir (agroindustri/eksportir). Dengan sendirinya struktur agribisnis

pola tradisional yang mengandalkan koordinasi tak langsung melalui kekuatan

pasar (harga) tidak akan mampu untuk menjamin kualitas produk sesuai dengan

keinginan konsumen. Kualitas produk pertanian hanya dapat dijamin melalui

koordinasi institusional dan atau melalui pengembangan jaringan teknologi

informasi. Bentuk organisasi usaha yang sesuai untuk itu ialah koordinasi vertikal

mulai dari agribisnis hulu (petani) hingga agribisnis hilir (agroindustri/eksportir).

PERUBAHAN FUNDAMENTAL DALAM BIDANG TEKNOLOGI

Californiaization perubahan preferensi konsumen jelas akan menimbulkan

perubahan fundamental terhadap sifat permintaan konsumen, yaitu dari barang

yang paling murah (the cheapest) ke barang yang paling berharga (the best). Sudah

barang tentu, para pelaku agribisnis pun akan menyesuaikan strategi produksinya

sesuai dengan perubahan permintaan konsumen tersebut. Untuk itu, permintaan

agribisnis terhadap teknologi pun akan mengalami perubahan fundamental, yaitu

dari teknologi produksi (production technology) dengan ciri utama maupun

menghasilkan barang secara murah dan massal, ke teknologi produk (product technology) dengan ciri utama mampu menghasilkan barang secara murah dan

dengan kualitas yang tinggi seperti yang diinginkan konsumen.

Didorong oleh perubahan fundamental preferensi konsumen tersebut maka

dewasa ini juga sedang berlangsung perubahan fundamental dalam teknologi yang

berhubungan dengan agribisnis. Secara umum perubahan teknologi tersebut dapat

Page 24: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

17

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1) bioteknologi dan (2) teknologi informasi.

Kemajuan bioteknologi akan memungkinkan dilakukannya rekayasa hasil-hasil

pertanian sesuai dengan atribut yang diinginkan konsumen dengan presisi yang

tinggi. Sebagai contoh, dengan bioteknologi, para ilmuan akan mampu mengubah

gen sehingga ternak dapat mengkonversi pakan menjadi daging yang mengandung

lebih banyak serta dan sedikit lemak. Bioteknologi akan dapat mengubah gen

sehingga ayam dapat menghasilkan telur dengan kandungan kolesterol yang rendah

(Drabenstott, 1994). Dengan bioteknologi, akan dapat menghasilkan produk-produk

pertanian melalui usahatani organik.

Kita tahu bersama, penelitian bioteknologi umumnya membutuhkan biaya

sangat besar dan memerlukan sejumlah tenaga peneliti yang berkeahlian tinggi dan

khusus. Pada pengusaha kita belum sanggup melaksanakannya. Oleh karena itu,

penelitian bioteknologi ini haruslah dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian

pemerintah, khususnya oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Pimpinan Departemen Pertanian sangat antisipatif dalam hal ini. Sejak tahun 1994,

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, telah memiliki Balai Penelitian

Bioteknologi Tanaman Pangan dan Pusat Penelitian Bioteknologi Perkebunan.

Mudah-mudahan pada masa yang akan datang akan dibentuk pula Balai/Pusat

Penelitian Bioteknologi Peternakan dan Perikanan. Keberhasilan pertanian kita

pada masa mendatang sangat ditentukan oleh keberhasilan kita dalam penelitian

dan pengembangan bioteknologi.

Teknologi lainnya yang sangat menentukan wujud dan dinamika agribisnis,

yang berarti juga pembangunan pertanian pada masa mendatang, ialah teknologi

informasi. Kalau bioteknologi merupakan faktor kunci yang memungkinkan produk-

produk pertanian dapat dihasilkan sesuai dengan rincian atribut yang yang dituntut

konsumen, maka teknologi informasi merupakan wahana yang memungkinkan

disampaikannya informasi tentang rincian atribut yang dikehendaki konsumen

tersebut kepada seluruh jaringan agribisnis yang terkait, mulai dari penghasil

sarana produksi, usahatani hingga industri pengelolaan atau eksportir. Dengan

perkataan lain, teknologi informasi merupakan salah satu faktor perekat yang

menyatukan jaringan agribisnis dengan konsumen.

Dari uraian di atas kiranya jelas bahwa arah perubahan fundamental pasar

(konsumen) komoditas pertanian konvergen dengan arah perubahan fundamental

teknologi. Perpaduan perubahan pasar dan teknologi inilah yang akan menentukan

arah dan dinamika agribisnis dan pembangunan pertanian di seluruh dunia dalam

era globalisasi. Saya melihat dalam waktu dekat akan muncul Revolusi Pertanian

III (setelah berlandaskan pada bioteknologi dan teknologi informasi tersebut). Oleh

karena didasarkan pada teknologi tinggi, maka sudah pasti Revolusi Pertanian III

terrsebut akan jauh lebih sulit diadopsi oleh negara-negara yang sedang

berkembang, termasuk Indonesia. Menyadari akan hal ini semua harus bekerja

lebih keras untuk tidak ketinggalan dalam menguasai kedua jenis teknologi

tersebut.

Page 25: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

18

KELEMAHAN STRUKTUR DAN PERILAKU AGRIBISNIS SAAT INI

Struktur agribisnis kita saat ini dapat digolongkan sebagai tipe dispersal.

Struktur agribisnis dispersal dicirikan oleh tiadanya hubungan organisasi fungsional

diantara setiap tingkatan usaha. Jaringan agribisnis praktis hanya diikat dan

dikoordinir oleh mekanisme pasar (harga). Hubungan diantara sesama pelaku

agribisnis praktis bersifat tidak langsung dan impersonal. Dengan demikian setiap

pelaku agribisnis hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan tidak menyadari

bahwa mereka saling membutuhkan. Bahkan hubungan diantara pelaku agribisnis

cenderung berkembang menjadi bersifat eksploitatif yang pada akhirnya menjurus

ke kematian bersama.

Lebih ironisnya lagi, pola agribisnis dispersal tersebut diperburuk pula oleh

berkembangnya asosiasi pengusaha horizontal (usaha sejenis) yang bersifat asimetri

dan cenderung berfungsi sebagai kartel. Sifat asimetri terlihat dari tiadanya asosiasi

para pelaku agribisnis yang efektif di tingkat hulu (petani), sedangkan asosiasi

pelaku agribisnis di tingkat hilir (industri pengolahan, pedagang/eksportir)

sangatlah kuat. Hal inilah yang membuat organisasi usaha dalam sektor agribisnis

cenderung berperan sebagai sebuah kartel yang memililki kekutan monopsonistik

maupun kekuatan monopolistik. Kekuatan monopsonistik akan menekan harga

yang diterima oleh petani, sedangkan kekuatan monopolistis akan meningkatkan

harga yang dibayar konsumen. Dengan demikian, asosiasi pengusaha agribisnis

horizontal di tingkat hilir yang mengarah pada kartel cenderung merugikan petani

produsen maupun konsumen, tidak efisien, serta menurunkan produksi agregat

(anti pertumbuhan).

Tiadanya ikatan institusional, asosiasi pengusaha yang bersifat asimetri,

kemampuan bisnis yang tidak berimbang (kutub hulu, yaitu petani, bersifat serba

gurem; sedangkan kutub hilir, yaitu agroindustri dan eksportir, bersifat serba kuat)

ditambah pula sifat intrisik permintaan dan penawaran komoditas dualistik (Bell

and Tai, 1969). Struktur agribisnis yang bersifat dualistik inilah yang menyebabkan

munculnya masalah transmisi (pass through problems) dalam agribisnis

(Simatupang, 1995). Pass through problems ini terdiri dari empat aspek strategi: (1)

Terjadinya transmisi harga yang tidak simetris, yang dicirikan oleh penurunan

harga ditransmisikan dengan cepat dan sempurna ke petani, sedangkan kenaikan

harga ditransmisikan dengan lambat dan tidak sempurna (Simatupang, 1989;

Simatupang dan Situmorang, 1988); (2) Informasi pasar, termasuk preferensi

konsumen, ditahan dan bahkan dijadikan alat untuk memperkuat posisi

monopsonistik atau monopolistik oleh agribisnis hilir (Bell and Tai, 1969; Wharton

1962); (3) Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki atau yang dapat diperoleh

agribisnis hilir tidak ditransmisikan ke agribisnis hulu (petani); dan (4) Modal

investasi yang relatif lebih banyak dimiliki oleh agribisnis hilir tidak disalurkan

dengan baik dan bahkan cenderung digunakan untuk mengeksploitasi agribisnis

hulu (Stifel, 1975; Wharton, 1962).

Pass through problems tersebut di atas jelas sangat menghambat

pembangunan pertanian. Secara lebih tegas lagi, inilah masalah utama yang

dihadapi bila pembangunan pertanian dilaksanakan dengan pendekatan agribisnis

seperti yang kita jalankan saat ini. Dengan perkataan lain, struktur agribisnis

dispersal tidak kondusif bagi pembangunan pertanian dengan pendekatan

agribisnis.

Page 26: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

19

Hubungan impersonal-eksploitatif dan tiadanya asosiasi agribisnis vertikal

tentu akan menyebabkan kualitas produk (komoditas) pertanian tidak dapat

disesuaikan dan dijamin seperti yang diinginkan oleh konsumen. Hal ini kiranya

sangat jelas karena: (1) Informasi tentang karakteristik produk yang diinginkan

konsumen tidak sampai dengan cepat dan tepat ke seluruh tingkatan agribisnis

mulai dari hilir hingga ke hulu (petani); (2) Kegiatan setiap tahapan agribisnis tidak

terpadu secara vertikal sehingga kualitas produk akhir yang dihasilkanpun tidak

dapat dijamin; (3) Pasar cenderung terdistrosi sehingga tidak ada insentif untuk

meningkatkan mutu produk. Jelaslah bahwa struktur agribisnis dispersal tidak

sesuai dengan tuntunan perubahan fundamental dalam pasar global saat ini, lebih-

lebih pada masa mendatang. Kiranya tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa

inilah salah satu yang menyebabkan daya saing agribisnis Indonesia pada umumnya

masih lemah.

Dari segi transfer teknologi (modernisasi), struktur agribisnis dispersal juga

tidak baik. Sesuai dengan relungnya (niche) pada rantai agribisnis, yang paling

mengetahui dan akses terhadap perkembangan teknologi modern adalah kelompok

agribisnis yang berada pada kutub hilir (eksportir/ agroindustri). Kutub hulu

(petani) berada di pedesaan sehingga kurang akses terhadap informasi maupun

pasokan teknologi modern. Oleh karena itu, apabila struktur agribisnis vertikal

tidak terkoordinasi dengan baik maka modernisasi teknologi pertanian pun akan

semakin lambat. Di samping itu, akan muncul pula dualisme kemajuan teknologi

pada sektor agribisnis yang ditunjukkan oleh perbedaan tingkat kemajuan teknologi

yang sangat kontras pada kedua kutub alur agribisnis vertikal: kutub hulu (petani)

tetap menggunakan teknologi tradisional, sedangkan kutub hilir (agroindustri) telah

menggunakan teknologi mutakhir. Secara singkat dapatlah disimpulkan bahwa

struktur agribisnis dispersal tidak sesuai dengan kebutuhan modernisasi teknologi

agribisnis, apalagi pada era bioteknologi mendatang, yang sangat diperlukan untuk

meningkatkan daya saing.

Dari uraian di atas kiranya jelas bahwa struktur agribisnis dispersal tidak

kondusif, baik untuk kehidupan dan perkembangan agribisnis (mikro) maupun

untuk pembangunan pertanian secara umum (makro). Oleh karena itu, sebelum

terlambat, kita harus sudah mulai merubah struktur agribisnis tersebut. Dalam

hubungan ini diusulkan suatu pola baru, yaitu struktur agribisnis industrial, dan

upaya untuk menuju itu disebut industrialisasi pertanian.

INDUSTRIALISASI SEBAGAI STRATEGI MASA DEPAN

Perlu ditekankan bahwa pengertian industrialisasi pertanian yang diusulkan

sangatlah berbeda dari pengertian umum (populer) yang menganggap industrialisasi

pertanian sebagai suatu proses yang dicirikan oleh semakin intensifnya penggunaan

alat-alat mekanis dalam sektor pertanian (mekanisasi pertanian) dan semakin

berkembangnya industri pengolahan hasil-hasil pertanian (Breimyer, 1962; Moore

and Dean, 1972). Sebaliknya, pengertian industrialisasi pertanian yang diusulkan

ialah suatu proses konsolidasi usahatani dan disertai dengan koordinasi vertikal

agribisnis dalam satu alur produk melalui mekanisme non pasar, sehingga

karakterisik produk akhir yang dipasarkan dapat dijamin dan disesuaikan dengan

preferensi konsumen akhir (Council on Food, Agricultural and Resource Economics,

1994). Dengan demikian industrialisasi pertanian ialah suatu proses transformasi

Page 27: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

20

struktur agribisnis dari pola dispersal menjadi pola industrial. Berbeda dengan pola

dispersal, dalam agribisnis pola industrial, setiap perusahaan agribisnis tidak lagi

berdiri sendiri atau bergabung dalam asosiasi horisontal, tetapi memadukan diri

dengan perusahaan-perusahaan lain yang bergerak dalam seluruh bidang usaha

yang ada pada satu alur produk vertikal (dari hulu hingga hilir) dalam satu

kelompok usaha yang selanjutnya disebut sebagai Unit Agribisnis Industrial (UIA).

Adapun karakteristik utama dari UIA tersebut adalah sebagai berikut: (1)

Lengkap secara fungsional. Seluruh fungsi yang diperlukan dalam menghasilkan,

mengolah dan memasarkan produk pertanian hingga ke konsumen akhir (alur

produk vertikal) dapat dipenuhi; (2) Satu kesatuan tindak. Seluruh komponan atau

anggota melaksanakan fungsinya secara harmonis dan dalam satu kesatuan tindak;

(3) Ikatan langsung secara institusional. Hubungan diantara seluruh komponen atau

anggota terjalin langsung melalui ikatan institusional (non pasar); (4) Satu kesatuan

hidup. Kelangsungan hidup dan perkembangan setiap komponen atau anggota

saling tergantung satu sama lain; dan (5) Kooperatif. Setiap komponen atau anggota

saling membantu satu sama lain demi untuk kepentingan bersama.

Sedangkan indikator kemampuan akhir (performance) yang dipenuhi ialah:

(1) Mampu menyesuaian dan menjamin kualitas (mutu) produk pertanian yang

dipasarkan seperti spesifikasi karakteristik yang diinginkan oleh konsumen akhir

(quality assurance); (2) Mampu mengadopsi teknologi paling mutakhir pada seluruh

fungsi (proses) transformasi produk pada alur vertikal, mulai dari usahatani hingga

industri pengolahan (modernisasi); (3) Mampu tumbuh berkembang secara

berkelanjutan atas kemampuan sendiri (kemandirian progresif); (4) Mampu

mengantisipasi, mengabsorbsi, dan menyesuaikan diri terhadap konjungtur ekonomi

(tangguh); dan (5) Mampu menghadapi persaingan yang ketat di pasar dunia

(memiliki keunggulan kompetitif).

Agribisnis industrial dengan karakteristik seperti tersebut di atas tentu

sangat sesuai dengan tuntutan perubahan fundamental pasar dan teknologi global.

Oleh karena itulah, industrialisasi pertanian merupakan strategi yang tepat untuk

agribisnis dan pembangunan pertanian pada PJP-II dalam era globalisasi.

IMPLEMENTASI UNIT INDUSTRIAL AGRIBISNIS

Berdasarkan bentuk organisasinya, UIA dapat digolongkan menjadi dua pola

yaitu: (1) pola integrasi vertikal, dan (2) pola koordinasi vertikal (Simatupang, 1995).

Pada pola integrasi vertikal, seluruh fungsi yang terdapat dalam satu UIA

dilaksanakan oleh satu perusahaan (diversifikasi usaha vertikal) atau oleh beberapa

perusahaan yang tergolong dalam satu induk usaha (holding company). Sedangkan

pada pola koordinasi vertikal, fungsi-fungsi atau cabang-cabang usaha yang terdapat

dalam satu UIA dilakukan oleh beberapa perusahaan yang pemiliknya dan

manajemennya terpisah satu sama lain, namun strategi implementasi usahanya

terkoordinasi secara harmonis, sehingga dapat disebut sebagai sebuah kuasi

organisasi internal (Simatupang, 1995; Lee and Naya, 1988; Sporleder, 1992). Dari

kedua pola UIA tersebut, yang sudah mulai berkembang di Indonesia dalam beberap

tahun terakhir ialah pola integrasi vertikal. Namun hal ini praktis masih hanya

dilakukan oleh perusahaan-perusahaan konglomerat terkemuka seperti Indofood

Group dalam industri makanan berbasis terigu; Bimoli Group dalam industri

minyak goreng; Cipendawa Group dalam usaha peternakan ayam ras dan Dharmala

Page 28: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

21

Group untuk industri amoniak. Pola integrasi vertikal ini memang sangat cocok

untuk tujuan pertumbuhan yang tinggi dan perolehan devisa, namun kurang efektif

tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja dan pemerataan pendapatan. Lebih

daripada itu, pola integrasi vertikal praktis tidak akan menyentuh para petani kecil

yang masih mendominasi sektor pertanian kita saat ini. Oleh karena itu, pola ini

tidak dianjurkan untuk ditumbuh-kembangkan secara luas di Indonesia.

Melihat kondisi struktur perekonomian Indonesia yang masih terlalu

memberatkan sektor pertanian (Simatupang, 1991) dan sektor pertanian yang masih

didominasi oleh petani kecil, maka dari segi kepentingan nasional pola UIA yang

mesti dijadikan sebagai prioritas ialah pola koordinasi vertikal. Dalam hal ini, yang

bertindak sebagai inisiator dan sekaligus koordinator dan motivator ialah pengusaha

skala menengah-besar yang bergerak pada agribisnis hilir (agroindustri atau

eksportir). Dengan lebih konkrit, demi untuk mempertahankan kehidupan (survival) dan mendorong petumbuhan usahanya dalam era globalisasi, para pengusaha

agroindustri dan eksportir perlu melakukan koordinasi dengan agribisnis hulu

hingga ke petani dalam satu wadah kuasi organisai internal.

Walaupun barangkali cukup ideal, dilihat dari kepentingan pembangunan,

namun pengembangan UIA Pola Koordinasi Vertikal tidak akan berhasil jika

dilakukan melalui kebijakan pemerintah yang bersifat memaksa. UIA Pola

Koordinasi Vertikal tersebut memang menjanjikan keuntungan bagi para anggota-

anggotanya, dan bahkan harus dilakukan demi untuk kelangsungan hidup mereka

(Simatupang, 1995; Barry, Sonka dan Lajili, 1992; Sporleder, 1992; Brand, Kinnucan

and Warman, 1988; Hurt, 1994; Drabenstott, 1994). Hal ini khususnya benar

mengingat berbagai perubahan fundamental yang terjadi pada perekonomian dunia

saat ini dan lebih-lebih pada masa mendatang. UIA Pola Koordinasi Vertikal

tersebut merupakan suatu persekutuan bisnis strategis (strategic business alliance)

yang sangat diperlukan agribisnis untuk dapat hidup dan berkembang dalam era

globalisasi. Dengan demikian, pengembangan UIA Pola Koordinasi Vertikal

merupakan strategi bisnis dalam era globalisasi dan konsisten pula dengan strategi

pembangunan pertanian dengan pendekatan agribisnis yang kita laksanakan dalam

beberapa tahun terakhir.

Dengan pemikiran bahwa sesungguhnya (potensial) UIA Pola Koordinasi

Vertikal itu memang bermanfaat bagi para pelaku agribisnis, maka yang harus

dibenahi ialah faktor-faktor yang menjadi penghalang perkembangannya. Dalam

kaitan ini, saya melihat “hanya” ada dua persoalan pokok yaitu: (1) Para pengusaha

menengah-besar yang bergerak dalam usaha agroindustri, perdagangan besar atau

ekspor hasil-hasil pertanian kita (yang mestinya bertindak sebagai koordinator)

belum menyadari bahwa koordinasi vertikal itu bermanfaat bagi mereka; dan (2)

Ada hambatan struktural yang menyebabkan potensi manfaat koordinasi vertikal

tersebut tidak dapat direalisir.

Masalah utama terutama disebabkan oleh sifat para pengusaha menengah-

besar kita yang masih cenderung bersifat sebagai pedagang dan mengejar laba

sebesar-besarnya dalam jangka pendek. Dengan bersifat sebagai pedagang, mereka

kurang memperhatikan pengembangan produk. Karena mengejar laba sebesar-

besarnya dalam jangka pendek, mereka tidak begitu memperhatikan kehidupan dan

perkembangan agribisnis hulu. Dalam kaitan ini sudah saatnya Departemen

Pertanian melakukan reorientasi sasaran penyuluhannya dari petani ke pengusaha

agribisnis hilir.

Page 29: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

22

Masalah kedua terutama disebabkan oleh adanya distorsi pasar karena

adanya kekuatan monopsonistik/monopolistik. Kekuatan

monopsonistik/monopolistik ini mungkin sekali diperoleh oleh atau diperkuat

dengan adanya asosiasi agribisnis hilir yang berfungsi sebagai kartel maupun dari

fasilitas (kebijakan) pemerintah. Dalam kaitan ini, sudah saatnya pemerintah

mengendalikan kegiatan asosiasi agribisnis hilir sehingga tidak menjurus ke

praktek kartel. Di samping itu, deregulasi dan debirokratisasi mesti dilanjutkan

sehingga tidak ada lagi perusahaan agribisnis hilir yang memperoleh kekuatan

monopsonistik maupun monopolistik karena fasilitas atau peraturan pemerintah.

UAI dapat dihela oleh suatu perusahaan besar. Perusahaan besar ini dapat

bergerak dalam bidang produksi input berkandungan teknologi, pemasaran atau

pengolahan hasil usahatani. Perusahaan besar penghela inilah yang amat

menentukan pertumbuhan UAI secara berkelanjutan.

Luas dan kedalaman keterkaitan antar perusahaan atau jejaring rantai nilai

(value chain) diupayakan sebesar mungkin. Sasarannya ialah memperoleh nilai

tambah sebesar-besarnya melalui pengembangan usaha terdiversifikasi seluas

mungkin, efisien, dan padu-padan dalam satu jaringan rantai pasok. Jenis usaha

dikembangkan seluas mungkin melalui diversifikasi berspektrum luas : horizontal,

vertikal, temporal dan fungsional.

Diversifikasi horizontal merujuk pada konfigurasi ragam usaha berdasarkan

lokasi spasial. Pada tingkat usahatani, diversifikasi horizontal dapat berupa antar

pola tanam secara spasial. Jika berupa usaha-usaha yang berkelompok homogen

menjadi suatu klaster (cluster), maka diversifikasi horizontal dapat dipandang

sebagai konfigurasi dari klaster-klaster elemen pembentukan sistem agribisnis

tersebut.

Diversifikasi vertikal merujuk pada ragam usaha berdasarkan relasi input-

output langsung. Pada usahatani primer, diversifikasi vertikal merujuk pada pola

usahatani komoditas ganda (multiple cropping) yang saling berkaitan melalui input-

output masing-masing. Salah satu contohnya ialah pola integrasi tanaman-ternak.

Usaha jasa alat dan mesin pertanian pra maupun pasca panen, usaha pasca panen

dan pengolahan hasil usahatani juga termasuk dalam diversifikasi vertikal.

Diversifikasi temporal merujuk pada ragam usaha menurut waktu. Termasuk

dalam hal ini adalah konfigurasi tanam dan panen menurut waktu pada usahatani

primer maupun usaha pengolahan hasil pertanian.

Diversifikasi fungsional merujuk pada ragam usaha menurut varietas atau

tipe produk dalam komoditas yang sama. Salah satu contohnya ialah pola

pertanaman padi dengan beragam varietas pada satu hamparan lahan usahatani.

Pada tingkat perusahaan, termasuk usahatani, strategi diversifikasi usaha

spektrum luas dapat bermanfaat untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya

maupun untuk mengurangi resiko usaha. Pada usahatani, optimalisasi pemanfaatan

sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal) melalui diversifikasi tanaman atau ternak

pada dasarnya adalah juga intensifikasi pemanfaatan sumberdaya. Oleh karena itu,

usahatani yang dikembangkan pada UIA ialah ”Sistem Usahatani Intensifikasi

Diversifikasi (SUID= Farming System Intensification Diversification). Sistem

integrasi tanaman – ternak (crop-livestock system = CLS) yang diusahakan secara

intensif merupakan salah satu contoh populer SUID. Oleh karena sasaran UIA

adalah usahatani keluarga skala kecil, maka usahatani yang akan dikembangkan

adalah pola usaha SUID-Keluarga yang mengintegrasikan kegiatan rumah tangga,

Page 30: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

23

usahatani dan kegiatan non-usahatani (Gambar 1). Rancang operasional usaha

SUID-Keluarga di susun antara lain dengan kondisi agroekosistem maupun tatanan

sosial-ekonomi setempat.

Gambar 1. Kerangka dasar usaha SUID-Keluarga

Diversifikasi usaha spektrum luas merupakan kunci dalam pengembangan

sistem agribisnis yang memiliki keterkaitan usaha luas dan panjang. Semakin luas

dan panjang jejaring usaha pencipta nilai tambah, semakin besar pula total nilai

tambah langsung maupun efek ganda (multiplier effect) yang dapat dibangkitkan

UIA. Selain itu, sistem agribisnis diversifikasi spektrum luas akan dapat

menjadikan UIA sebagai cikal-bakal basis ekonomi (local economic base) setempat.

Cakupan luas spasial Prima Tani ditentukan oleh lokasi spasial dari semua

elemen terkait dalam sistem agribisnis (UAI), bukan batasan administrasi

pemerintahan. Faktor penentunya ialah volume hasil produksi usahatani untuk

memenuhi skala ekonomi minimum terbesar diantara seluruh usaha terkait dalam

UAI (patut diduga usaha ini adalah pabrik pengolahan hasil usahatani atau pakan

ternak). Konfigurasi tiap jenis usaha dapat berbentuk kelompok atau klaster atau

dapat pula tersebar, tergantung pada potensi ekonomi ”aglomerasi” serta sifat

perusahaan. Barangkali yang paling tepat dibangun dalam konfigurasi klaster

ialah usahatani, usaha pasca panen atau pengolahan hasil usahatani dan usaha

kerajinan/perbengkelan alat dan mesin pertanian. Kerangka umum keterkaitan

kelompok usaha dalam UAI dapat ditunjukkan secara sederhana seperti pada

Gambar 2.

Usaha Ternak

Usaha Tanaman Rumah Tangga Usaha Non-Pertanian

Page 31: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

24

Keterangan:

SUID = Sistim Usahatani Intensifikasi Diversifikasi

KPJA = Klaster Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian

KPJI = Klaster Pelayanan Jasa Input

KPPH = Klaster Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Usahatani

Gambar 2. Kerangka Umum Sistem dan Usaha Agribisnis UAI

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian di muka disimpulkan bahwa dalam era globalisasi, kunci

keberhasilan pembangunan pertanian terutama terletak di tangan para pengusaha

yang bergerak dalam agribisnis hilir (agroindustri dan eksportir) dan bukan di

tangan petani. Departemen Pertanian perlu lebih meningkatkan upaya pembinaan

bagi pengusaha agribisnis hilir, dengan sasaran utama pada pengembangan Unit

Agribisnis Industrial Pola Koordinasi Vertikal. Unit Agribisnis Industrial adalah

wadah kuasi organisasi internal para pelaku agribisnis dalam satu rantai agribisnis

vertikal. Pembentukan unit agribisnis industrial tersebut merupakan inti dari

industrialisasi pertanian yang dipandang strategi agribisnis yang sangat tepat

dalam era globalisasi. Jika ini dapat dilakukan maka tujuan untuk meningkatkan

pendapatan petani dan pertumbuhan sektor pertanian dalam era globalisasi yang

Page 32: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

25

sedang dan akan terus berlangsung dengan cepat akan dapat pula dicapai dengan

lebih baik. Dengan demikian industrialisasi pertanian tersebut juga merupakan

strategi pembangunan pertanian nasional dalam era globalisasi.

Implementasi Unit Agribisnis Industrial adalah pengembangan ”Sistem

Usahatani Intensifikasi Diversifikasi (SUID= Farming System Intensification Diversification).

DAFTAR PUSTAKA

Arty, V. 19881. The Postwar International Money Crisis: An Analysis. George Allen

& Unwin. London.

Barkema. A.D. 1993. Reaching Consumers in the Twenty – First Century: The Short

Way Around the Barn. American Journal of Agricultural Economics

75(5):1126-1131.

Barry, P.J. S.T. Sonka, and K. Lajili. 1992. Vertical Coordination, Financial

Structure, and The Changing Theory of the Firm. American Journal of

Agriculture Economics 74(5):1219-1225.

Bell, P.F. and J. Tai. 1969. Markets. Middlemen and Technology. Malayan Economic

Review, Vol.14, April.

Brand, A., H. Kinnucan and M. Warman. 1988. Economic Effects of Increased

Vertical Control in Agriculture; The Case of the U.S. Egg Industry. Bulletin

No.592, Alabama Agricultural Experiment Station, Auburn University, USA.

Breimyer, H.F. 1962. The Three Economics of Agriculture. Journal of Farm

Economics. 44(3):679-716.

Choi, K. 1983. Theories of Comparative Economic Growth. Iowa State University

Press, Ames, USA.

Cook, M.L. and M.E. Bredahl. 1991. Agribusiness Competitiveness in the 1990‟s:

Discussion. American Journal of Agricultural Economics 73(5): 1472-1473.

Council on Food, Agricultural and Resource Economics. 1994. Agricultural

Industrialization: What Roles for Government Policy? Abstract in American

Journal of Agricultural Economics 76(5):1232.

Departemen Pertanian RI. 1994. Repelita VI Pertanian. Jakarta.

Drebenstott, M. 1994. Industrialization: Steady Current or Tidal Wave?. Choice 4th

Quarter: 4-8.

Feeder, G. 1982. On Export and Economic Growth. Journal of Development

Economics 12:59-73.

Hurt, C. 1994. Industrialization in the Park Industry. 4th Quarter: 9-13.

Kuntjoro-Jakti, D. 1995. Perencanaan Ekonomi Nasional Menghadapi Tantangan

Globalisasi. Pidato Pengukuhan Guru Besar, Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia, 17 Juni 1995. Jakarta.

Lee, C.H. and S. Naya. 1988. Trade in East Asian Development With Comparative

Reference to Southeast Asian Experience. Economic Development and

Cultural Change. 36(3):S123-S152.

Page 33: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

26

Martin, L., R. Westgren, and E. van Duren. 1991. Agribusiness Competitiveness

Across National Boundaries. American Journal of Agricultural Economics.

73(5):1456-1464.

Moore, C.V. and G.W. Dean. 1972. Industrialized Farming. In A.G. Ball and E.O.

Heady (Eds.). Size, Structures and Future in Farms, CARD, IOWA State

University Press, Ames, IOWA. USA.

Ohmae, K. 1995. The End of the Nation State: The Rise of Regional Economies.

McKinsey Company Inc. The tree Press, New York.

Pack, H. 1992. Technology Gaps Between Industrial and Developing Countries: Are

There Dividends for Latecomers. Proc. Ann. Conf. Dev. Ec. World Bank:283-

392.

Porter, M. 1985. Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior

Performance. Macmillan Co. New York.

Sharples, J. and N. Milham. 1990. Long-run Competitiveness of Australian

Agriculture. Foreign Agricultural Economic Report No.243. Economic

Research Service, U.S. Department of Agriculture, Washington, D.C.

Simatupang, P. 2005. Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi

Teknologi Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Pertanian. Bogor

Simatupang, P. 1995. Pengembangan Ekspor Sebagai Pemacu Pertumbuhan Sektor

Pertanian: Pass Through dan Koordinasi Vertikal Sebagai Faktor Kunci.

Makalah disampaikan pada Temu Wicara Dampak Kaitan Kebelakang

(Backward Linkages) Industri Pengolahan Ubikayu Terhadap Besarnya

Kesempatan Kerja, Pendapatan Tenaga Kerja dan Nilai Tambah yang

Tercipta dari Kegiatan Ekspor, Cipanas, 9-10 April 1995. Biro Pengkajian

Ekonomi dan Keuangan, Departemen Keuangan.

Simatupang, P. 1992. Pertumbuhan Ekonomi dan Nilai Tukar Barter Sektor

Pertanian. Jurnal Agro Ekonomi 11(1):37-56.

Simatupang, P. 1991. The Development of the Manufacturing Sector in Indonesia.

Seminar Report, AARD in the 1990‟2 and Beyond, Volume Two: Detailed

Proceedings, p.47-72. Agency for Agricultural Research and Development,

Ministry of Agriculture, Indonesia.

Simatupang, P. 1989. Integrasi Harga Ubikayu dan Gaplek di Lampung. Forum

Statistik 8(1):21-28.

Simatupang, P. dan J. Situmorang, 1988. Integrasi Pasar dan Keterkaitan Harga

Karet Indonesia dengan Singapura. Jurnal Agro Ekonomi 7(2): 12-29.

Simatupang, P. dan B. Isdijoso. 1992. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap

Nilai Tukar Sektor Pertanian: Landasan Teoritis dan Bukti Empiris.

Ekonomi dan Keuangan Indonesia. 40(1):33-48.

Sporleder, T.L. 1992. Managerial Economics of Vertically Coordinated Agricultural

Firms. American Journal of Agricultural Economics 74(5): 1226-1231.

Page 34: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

27

Stiffel, L.D. 1975. Imperfect Competition in a Vertical Market Network: The Case of

Rubber in Thailand. American Journal of Agricultural Economics. 57(4):632-

640.

Streeter, D.H., S.T. Sonka and M.A. Hudson. 1991. Information Technology,

Coordination and Competitiveness in the Food and Agribusiness Sector.

American Journal of Agricultural Economics. 73(5):1465-1471.

Wharton, C.R. 1962. Marketing, Merchandising, and Money Lending: A Note on

Middlemen Monopsony in Malaya. Malayan Economic Review, 7(2):24-44.

Page 35: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

28

DUKUNGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN DALAM

PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PEDESAAN

Harijono*)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian telah memainkan peran yang sangat strategis didalam

menjaga momentum pertumbuhan di sektor-sektor yang lain sejak Indonesia

merdeka hingga saat ini. Dibandingkan sektor industri dan jasa, pertumbuhan

sektor pertanian adalah lebih kecil dan sumbangannya pada Produk Domestik Bruto

juga semakin kecil, tetapi pada kenyataannya tidak kurang dari 40% penduduk

Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Artinya sektor

ini masih tetap strategis sebagai suatu entry point untuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat secara umum. Oleh karenanya pembangunan sektor pertanian

seharusnya bersifat strategis karena keberhasilannya dapat menekan kemiskinan

dan kesenjangan pendapatan antar penduduk.

Pengalaman pahit beberapa waktu yang lalu mengajarkan bahwa sektor

pertanian dan usaha mikro telah menjadi penyelamat Indonesia dari keterpurukan

ekonomi. Krisis moneter pada tahun 1997-98 memicu kenaikan yang tajam suku

bunga bank sehingga banyak usaha di sektor riil, terutama manufaktur dan jasa

konstruksi, terpuruk. Pekerja yang terkena PHK di sektor itu banyak yang masuk

ke usaha mikro. Disamping usaha mikro ternyata usaha agroindustri skala besar

(BUMN) memetik lonjakan keuntungan usaha yang sangat tajam. Kementerian

PBUMN menyebutkan total laba sebelum pajak untuk BUMN agroindustri

melonjak dari 0,9 triliun rupiah menjadi 4,4 triliun rupiah (Harijono, 1999).

Walaupun tidak sehebat krisis 1997-1998, kenaikan harga BBM di atas 100%

baru-baru ini juga telah memicu kenaikan laju inflasi yang saat saat ini hampir

mendekati 20%. Sektor riil sudah banyak mengeluh karena suku bunga pinjaman

bank meningkat, upah buruh meningkat, harga barang-barang modal meningkat

sementara daya beli masyarakat menurun. Sementara itu angka pengangguran

terbuka saat ini mencapai 11,6 juta atau 10,8% dari total angkatan kerja sekitar 106

juta jiwa, Angka ni diperkirakan terus membengkak karena laju pertumbuhan

angkatan kerja jauh melampaui laju penambahan lapangan kerja. Dengan kondisi

semacam itu amat sulit bagi sektor riil manufaktur dan jasa untuk menyediakan

tambahan lapangan kerja, justru sebaliknya yang terjadi.

Langkah pemerintah untuk melakukan revitalisasi pertanian, perikanan dan

kehutanan (RPPK) merupakan hal yang sudah sepatutnya dilakukan. Disamping

untuk mengatasi berbagai permasalahan pelik dan mendasar yang dialami sektor

ini, RPPK akan memberi harapan terbukanya lapangan kerja yang berspektrum

luas, serta menyediakan kebutuhan bahan pangan yang cukup dan bahan industri

yang memadai baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor, serta peningkatan

pendapatan masyarakat pertanian.

________________ *) Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang

Page 36: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

29

Oleh sebab itu revitalisasi sektor ini harus disambut dengan baik oleh masyarakat

pelaku bisnis, industri dan lembaga pemerintah di sektor ini.

Fakta menunjukkan bahwa impor berbagai komoditas pertanian cukup tinggi,

Masih ada sederet masalah yang lain seperti ketergantungan konsumsi pangan pada

komoditas tertentu, persaingan pasar ekspor yang makin ketat karena munculnya

pemain baru negara Asia pasca perang, misalnya Vietnam, makin tingginya

persyaratan mutu dan keamanan pangan atas komoditas pertanian dan olahannya

yang diterapkan oleh negara-negara tertentu seperti Eropa Bersatu (EU), lahirnya

pakta perdagangan regional (AFTA, APEC) dan dunia (WTO), dan masih adanya

praktek subsidi pertanian oleh negara-negara maju.

Sementara itu kapasitas pertanian Indonesia di bagian hulu (budidaya),

terutama di Jawa, mengalami penurunan yang besar akibat adanya susut lahan

(kuantitas dan kualitas), rusaknya sumberdaya alam-lingkungan (SDAL) serta

infrastruktur utama (sumber air, kualitas air, jaringan irigasi) serta kelembagaan

dan SDM penyuluhan. Hal itu masih dipersulit oleh tidak konsistennya kebijakan

antar departemen akibat lemahnya koordinasi dan tarik-ulur kelompok

kepentingan, yang langsung maupun tidak langsung, memukul usaha sektor

pertanian.

Seiring dengan upaya peningkatan kapasitas sektor pertanian di bagian hulu,

maka juga perlu diupayakan pemberdayaan usaha/kegiatan off-farm agrobisnis dan

agroindustri untuk memperoleh nilai tambah dalam rangka meningkatkan

pendapatan masyarakat pertanian. Peluang untuk pengembangan usaha

agroindustri sangat menjanjikan, baik untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri

maupun ekspor. Sebagai contoh, pasar domestik untuk produk pangan sangat besar

karena jumlah dan pertumbuhan penduduk serta perubahan pola konsumsi. Belum

lagi peluang ekspor yang sebenarnya masih terbuka luas, walaupun persaingan

memang semakin ketat. Perubahan tata pemerintahan tersentralisasi menjadi

otonom pada daerah tingkat II sebenarnya melahirkan peluang yang menarik bagi

yang siap memanfaatkan keunggulan komparatif daerah.

Namun, ancaman akan semakin besar dengan semakin leluasa masuknya

produk olahan agroindustri akibat pemberlakuan aturan AFTA, APEC, WTO. Di

satu sisi, hadirnya produk olahan agroindustri mancanegara dapat menguntungkan

konsumen, namun hal itu merupakan genderang pertanda dimulainya persaingan

yang makin ketat untuk usaha agroindustri domestik agar lebih efisien dan

memberi jaminan mutu..

Dalam rangka memenangkan persaingan sehingga usaha agroindustri

domestik menjadi raja di negeri sendiri, maka berbagai hal perlu dibenahi.

Peningkatan kapasitas agroindustri, terutama usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM), masih dihadapkan pada berbagai persoalan seperti lemahnya SDM,

teknologi, organisasi dan manajemen, disamping lemahnya akses permodalan dan

pasar serta kebijakan yang kurang kondusif/memihak. Dalam hal permodalan,

misalnya, langkah-langkah yang diambil oleh negara seperti di Thailand dan China

kelihatan lebih mengesankan karena di sana ada bank khusus untuk melayani

sektor pertanian.

Dari sisi ketersediaan teknologi pasca panen berupa piranti keras dan lunak

sebenarnya tidak ada persoalan, tetapi masalah sebenarnya lebih pada lemahnya

kemampuan akses teknologi oleh pelaku UMKM agroindustri. Di sini letak

pentingnya peranan lembaga intermediasi (pemerintah, LSM) dalam melakukan

Page 37: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

30

peningkatan akses dengan menggalang pihak terkait, termasuk dalam hal

penyiapan SDM agroindustri untuk mengelolanya. Saat ini sebenarnya kebijakan

otoritas moneter sudah cukup memadai dalam memfasilitasi pengembangan usaha

agrobisnis dan agroindustri (Harijono dan Sudarminto, 2005). Persoalannya terletak

pada kurangnya informasi dan keengganan saling menghubungi antara para pelaku

UMKM agro, aparat pembina di daerah, dan kalangan perbankan atau lembaga

keuangan selaku penyedia modal.

II. BEBERAPA PERMASALAHAN MAKRO SEKTOR PERTANIAN

2.1 Impor Komoditas Pertanian, Subsidi Usahatani & Perdagangan

Indonesia dengan penduduk sekitar 210 juta jiwa dengan tingkat

pertumbuhan penduduk sekitar 1% per tahun merupakan pasar yang potensial, baik

bagi industriawan pangan domestik maupun bagi asosiasi petani dan industri

pangan manca negara. Sebagai negara agraris yang besar dengan sumberdaya alam

dan hayati (SDAH) yang kaya ternyata ironis sekali karena masih harus impor

berbagai komoditas pertanian, seperti beras, jagung, gula, gandum, kedelai, kacang

tanah, sayuran dan buah-buahan serta daging dan tepung ikan (Tabel 1). Jumlah

impor gandum mengalami peningkatan yang besar dalam satu dekade, dari 2,2 juta

ton pada tahun 1991 (Suryana dan Budianto, 1998) menjadi sekitar 3,6 juta ton pada

tahun 2000 (Pramudya dan Budijanto, 2001). Pada tahun 2000, total nilai impor 8

komoditas pangan mencapai sekitar 1,7 milyar USD dan lebih dari 0,5 milyar USD

diantaranya merupakan nilai impor gandum.

Negara-negara maju seperti AS dan Uni Eropa memberikan skema

perlindungan kepada petani. Subsidi kepada petani dilakukan mulai dari usahatani

hingga pemasaran hasilnya. Selain itu, peranan asosiasi petani dan produsen

makanan atau minuman di AS sangat kuat. Misalnya, dalam hal persaingan usaha

minyak makan. Loby asosiasi petani dan produsen makanan olahan di AS

memainkan peran penting dalam kampanye negatif untuk mengurangi masuknya

minyak kelapa sawit di AS. Korsel juga demikian, dalam rangka melindungi petani

beras, pemerintah Korsel mengajukan moratorium terhadap aturan pembatasan

impor beras untuk jangka waktu 10 tahun sejak 1995. Rencananya, WTO akan

melakukan lanjutan pertemuan Putaran Doha bulan Desember 2006 di Hongkong.

Dapat dilihat bahwa di dalam WTO, kekuatan tawar negara-negara maju itu

memungkinkan mereka „terhindar‟ dari aturan WTO untuk melakukan pembatasan

impor komoditas pertanian tertentu.

Subsidi ekspor diberikan dalam bentuk pinjaman lunak, kredit berbunga

rendah berjangka panjang, bagi pengimpor komoditas pertanian dari negara maju.

Sebagai contoh, pemerintah Amerika Serikat melalui Departemen Pertanian

(USDA) telah lama memberi kredit semacam itu untuk mengekspor kelebihan

produksi pertaniannya, termasuk gandum. Pada tahun 2001 besarnya kredit ini

mencapai 650 juta USD (Pramudya dan Budijanto, 2001). Amerika Serikat dan Uni

Eropa dikabarkan memberi subsidi langsung ke petani dan subsidi ekspor yang

besarnya mencapai 300 milyar USD atau lebih dari 2.400 triliun rupiah per tahun

(Kompas, 15 September 2003). Sementara itu pemerintah negara-negara

berkembang tentu akan sangat kesulitan melakukan langkah serupa untuk

melindungi petaninya. Ketimpangan itu diangkat sebagai bahan penolakan negara-

Page 38: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

31

negara berkembang yang tergabung dalam Aliansi 33 atas Draft Pertanian yang

diajukan negara-negara maju dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO di

Cancun, Meksiko pada bulan September yang lalu sehingga akhirnya gagal

mencapai kesepakatan (Kompas, 16 Oktober 2003). Sulit bagi Indonesia untuk

mencapai swasembada komoditas pertanian apabila tidak ada skema kebijakan

yang adil bagi sistem usahatani dan perdagangan hasil-hasil pertanian.

2.2 Pertumbuhan Penduduk, Pangan dan Lahan Pertanian

Ketergantungan konsumsi pada komoditas beras sebagai makanan pokok

telah memberi tekanan yang berat pada setiap rezim pemerintahan. Tambahan

beras yang harus disediakan untuk setiap 1 persen kenaikan jumlah penduduk

Indonesia diperkirakan mencapai 180.000 ton/tahun dengan asumsi jumlah

penduduk 210 juta jiwa dan tingkat konsumsi hanya 90 kg/kapita/tahun. Apabila

dapat dicetak sawah baru berkualitas I yang dapat dipanen 3 kali @ 6 ton GKG atau

setara dengan 12 ton beras per hektar dalam setahun, maka setiap 1% kenaikan

jumlah penduduk diperlukan sekurangnya 15.000 ha sawah baru. Padahal,

pencetakan sawah baru membutuhkan biaya untuk pengembangan infrastruktur

yang tidak sedikit. Tingkat konsumsi pangan penduduk Indonesia disajikan pada

Tabel 2.

Angka ini baru untuk memenuhi kebutuhan beras, belum untuk komoditas

pangan dan keperluan yang lain. Sementara itu konversi lahan pertanian menjadi

area industri dan pemukiman terjadi di mana-mana, khususnya di kota dan

kawasan sekitarnya. Alih fungsi lahan pertanian di Jawa mencapai 13.400 ha/tahun,

sedangkan secara nasional mencapai 35.000 ha/tahun (Kompas, 9 Desember 2005).

Menurut Soenarno (2003), konversi lahan pertanian menjadi di Pantura Jawa saja

mencapai 20%. Dalam suatu berita di harian nasional dikabarkan bahwa 610.596 ha

sawah telah beralih fungsi menjadi lahan non-pertanian (Kompas, 17 Mei 2004).

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki Land-Man Ratio (LMR) atau rasio

ketersediaan lahan pertanian per kapita yang rendah, yaitu hanya 362 m2/kapita.

Angka itu jauh dibawah Thailand (1.870 m2/kapita) maupun Vietnam yang

mempunyai LMR sebesar 1.300 m2/kapita (Sumarno, 2004). Sementara itu degradasi

kualitas lahan pertanian Indonesia akibat sistem budidaya intensif sudah pada

tahap mengkhawatirkan sehingga berbagai kalangan menyerukan agar praktek

pertanian organik digalakkan di tanah air.

Pada tahun 2025 diperkirakan penduduk Indonesia mencapai 273,7 juta jiwa

(Kompas, 3 Agustus 2005), maka tantangan sektor pertanian akan semakin besar.

Gambaran betapa makin besarnya tantangan yang harus dihadapi berkenaan

dengan penyediaan pangan bagi penduduk Indonesia diberikan oleh Soenarno

(2003). Ketersediaan pangan pada tahun 2035 perlu ditingkatkan dua kali lipat

karena jumlah penduduk Indonesia saat itu diperkirakan akan mencapai 400 juta

jiwa. Kalau laju pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan dengan baik, sementara

daya dukung sektor pertanian domestik menurun, maka ketergantungan pada

komoditas pertanian impor akan semakin meningkat.

2.3 Kerusakan SDAL dan Infrastruktur Irigasi

Kerusakan daerah-daerah tangkapan air di bagian hulu akibat penebangan

hutan telah menimbulkan berbagai akibat langsung berupa banjir dan tanah longsor

di banyak tempat di Indonesia. Dampak jangka panjangnya adalah semakin

Page 39: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

32

susutnya volume air untuk irigasi. Selain itu, kualitas air sungai, terutama di Jawa,

juga banyak menurun akibat cemaran industri dan limbah rumah tangga.

Total irigasi sawah di Indonesia mencapai 8,6 juta ha, kira-kira 53%

diantaranya (4,9 juta ha) menjadi tanggungajawab pemerintah pusat, sekitar 1,28

juta ha oleh pemerintah provinsi dan sisanya kira-kira 2,39 juta ha oleh pemerintah

kabupaten/kota. Daerah-daerah yang selama ini mempunyai kontribusi yang besar

sebagai produsen komoditas pertanian umumnya ditunjang oleh jaringan irigasi

yang baik, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan.

Namun, jaringan irigasi dari waduk, dam dan bendungan diperkirakan mengalami

degradasi 30-40% (Wawa, 2005). Hal ini antara lain disebabkan oleh kurangnya

perawatan akibat rendahnya anggaran dari pemerintah pusat, provinsi maupun

kabupaten. Menurunnya kualitas jaringan irigasi ini berdampak pada makin

luasnya lahan pertanian yang tidak produktif pada musim kemarau.

Penurunan kapasitas jaringan irigasi, dan kualitas air sungai juga

mempengaruhi potensi budidaya air tawar dan air payau. Kalau hal ini terjadi terus,

maka volume produksi ikan air tawar makin berkurang, input produksi untuk

budidaya udang akan makin mahal karena harus menyediakan instalasi pemurnian

air. Daerah muara sungai yang tercemar oleh ion logam dari berbagai limbah

industri memunculkan masalah keamanan pangan pada hasil laut golongan kerang-

kerangan. Pengawasan yang lemah terhadap pembuangan limbah industri elektro-

plating, pengecoran logam dan tailing dari pertambangan emas (rakyat maupun

industri besar) dan pertambangan lainnya yang dampaknya mempengaruhi kualitas

air perairan teluk seperti di Buyat, diperkirakan menjadi penyebab tingginya

kandungan ion-ion logam berbahaya pada perairan tertentu. Bebebrapa kali media

massa memberitakan mengenai kandungan ion-ion logam berat yang semakin

meningkat di beberapa sungai besar di Jawa dan Kalimantan. Kandungan ion-ion

logam berat di perairan utara Surabaya dilaporkan melebihi ambang batas,

sementara itu ancaman Minamata juga terjadi di Barito, Kalimantan, akibat limbah

penambangan emas yang dilakukan oleh rakyat (Kompas, 21 Juni 2005).

2.4 Kebijakan Sektor Pertanian

Salah satu penyebab berfluktuasinya gairah usahatani adalah kebijakan

harga komoditas pertanian. Tingkat harga komoditas pertanian yang tidak layak

merupakan disinsentif bagi usahatani, maka dari itu upaya memacu peningkatan

produksi harus diimbangi dengan rangsangan harga yang layak. Namun apabila

tidak berhati-hati, kenaikan harga komoditas pertanian domestik dapat menjadi

penarik masuknya komoditas serupa dari negara-negara maju yang berharga lebih

rendah karena diusahakan dengan sistem subsidi. Upaya pembatasan impor

dengan peningkatan bea masuk, sebagaimana yang diterapkan untuk gula, ternyata

tidak cukup efektif menangkal masuknya komoditas ini melalui jalur ilegal karena

pintu masuk perairan yang terjaga rapi masih terbatas. Petani domestik cenderung

dirugikan dengan masuknya komoditas impor dari negara maju yang berharga lebih

murah karena adanya subsidi dan proteksi.

Kebijakan untuk menjamin ketersediaan SAPRODI dengan harga yang layak

dan pada saat yang tepat juga menjadi faktor penentu majunya usahatani. Lagu

yang selalu terdengar rutin setiap tahun adalah kelangkaan SAPRODI pada saat

musim tanam tiba sehingga ada sementara kalangan yang meminta agar dilakukan

tata ulang distribusi pupuk. Belum lagi kesulitan dalam memperoleh dukungan

Page 40: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

33

modal. Disamping itu jaminan lain untuk kesejahteraan petani sangat minim atau

tidak ada. Persoalan perlunya pembenahan kebijakan sektor pertanian ini sudah

lama ditunggu oleh kalangan pelaku di sektor ini, adakah hari esok menjadi lebih

baik ?

Jika kebijakan sektor pertanian tidak juga membaik, maka pendapatan petani

akan mengalami stagnan. Gambaran mengenai kondisi ekonomi petani tertuang

dari hasil survei BPS 2004-2005. Dari 8 propinsi yang sudah disurvei, 14-26%

mengaku keadaan ekonomi rumahtangganya menurun dan hanya 17-30% yang

meningkat, sedangkan sebagian besar mengalami stagnan. Sebagai contoh, sekitar

55% petani Jawa Timur merasa tidak ada perubahan ekonomi dibandingkan tahun

sebelumnya, 25% mengalami penurunan dan hanya 20% merasa mengalami

perbaikan ekonomi rumahtangganya (Kompas, 28 Juli 2005).

2.5 Booming Angkatan Kerja Usia Lanjut

Pada tahun 2025 diperkirakan penduduk Indonesia lanjut usia (lansia)

mencapai jumlah 23 juta jiwa atau meningkat lebih dari 100% dibandingkan kondisi

tahun 2005 yang sebesar 11,2 juta jiwa (Kompas, 2005). Sektor pertanian, terutama

di Jawa, banyak ditinggalkan oleh kaum muda karena dianggap tidak memberi

harapan jaminan hidup yang memadai, tidak sebanding dengan beratnya pekerjaan.

Kebanyakan kaum muda di pedesaan lebih memilih bekerja sebagai buruh industri

atau bangunan yang dianggap lebih „bergengsi‟ dan lebih memberi jaminan

kepastian usaha. Dengan kata lain sektor pertanian pada bagian hulu (budidaya)

mengalami aging SDM, sedangkan SDM muda sektor pertanian melakukan

urbanisasi.

Walaupun persoalan ketenagakerjaan dapat digantikan oleh kehadiran alat-

alat mekanisasi pertanian, tidak pelak regenerasi SDM sektor pertanian merupakan

masalah yang serius dan perlu mendapatkan pemecahannya. Salah satu upaya yang

perlu digalakkan adalah mendorong usaha/kegiatan off-farm di pedesaan.

2.6 Keamanan Pangan Komoditas Pertanian

Lahirnya UU Pangan No. 7 tahun 1996 merupakan tantangan tersendiri pada

sistem usahatani. Penggunaan pestisida yang tidak rasional pada praktek budidaya

tanaman, pengawetan pakan ternak, residu pestisida dan antibiotik pada susu segar

merupakan persoalan keamanan pangan yang perlu mendapatkan perhatian dan

pembenahan.

Persoalan serupa juga ditemukan pada tahapan pasca panen beberapa

komoditas pertanian. Baru-baru ini ditayangkan di media massa elektronik

mengenai kandungan formalin pada ikan segar dan praktek penggunaan formalin

dijumpai juga pada pengolahan ikan seperti pemindangan dan ikan asin. Beberapa

tahun lalu juga terungkap penggunaan pestisida untuk mengusir lalat pada saat

penjemuran ikan asin. Belum lagi masalah dampak cemaran ion-ion logam yang

melalpaui ambang batas yang diijinkan terhadap keamanan konsumsi biota laut

tertentu.

Beberapa klaim bermunculan pada ekspor komoditas pertanian, misalnya

kopi karena kandungan ochra toxin, racun dari jamur Aspergillus sejenis afla-toxin.

Klaim juga datang dari Uni Eropa untuk sop buntut kalengan dari Indonesia karena

mengandung zat pewarna tertentu.

Page 41: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

34

III. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PEDESAAN (UMKM AGRO)

Sistem agroindustri dapat terdiri dari beberapa sub-sistem, yaitu: (a) produksi

penyediaan bahan baku, (b) sub-sistem pengolahan, dan (c) sub-sistem pemasaran.

Pada setiap sub-sistem diperlukan kelembagaan pendukung, baik berupa industri

lain maupun kelembagaan jasa dan per-dagangan. Oleh sebab itu agroindustri

mempunyai keterkaitan usaha ke belakang dan ke depan yang luas

(Wirakartakusumah, 1998) dan memungkinkan perlibatan SDM dari masyarakat

agraris yang kebanyakan masih unskilled hingga SDM yang modern yang

berpendidikan tinggi dan skilled.

Keterkaitan ke belakang, agroindustri mutlak membutuhkan pasokan bahan

baku yang ajeg, jumlah dan mutu, dan tepat waktu dan untuk itu keberadaan

usahatani penghasil komoditas primer. Pada sub-sistem produksi bahan baku perlu

didukung usaha SAPRODI (pupuk anorganik dan organik, pestisida, bibit/benih).

Keterkaitan ke depan, produk yang dihasilkan oleh agroindustri memerlukan

dukungan distribusi dan pemasaran. Spektrum kualifikasi tenaga kerja yang dapat

mengisi agroindustri dan bidang usaha terkait sangat luas, mulai dari yang

unskilled labor sampai yang skilled, bahkan yang terspesialisasi. Oleh sebab itu

melalui penumbuhan dan pengembangan agroindustri yang bertahap maka akan

sekaligus terjadi pemberdayaan masyarakat setempat secara bertahap dan

terhindar dari cultural shock dan marjinalisasi.

Pengembangan agroindustri di suatu daerah dalam jangka panjang dapat

memberikan manfaat dan dampak yang menggembirakan seperti : (1)

Menumbuhkan perekonomian desa; (2) Menciptakan lapangan kerja baru bagi

masyarakat; (3) Meningkatkan pendapatan masyarakat; (4) Meningkatkan nilai

tambah produk pertanian; dan (5) Menambah dirversifikasi pangan.

3.1 Penyerapan Tenaga Kerja

Pada puncak masa krisis ekonomi (1997-1998) sektor pertanian harus

menampung limpahan tenaga kerja yang terkena PHK dari sektor lainnya

(Harijono, 1999). Pada masa krisis tercatat adanya kenaikan keuntungan dari 0,9

trilyun rupiah (1997) menjadi 4,4 trilyun rupiah pada tahun 1998 pada usaha

agrobisnis yang dikelola BUMN. Melemahnya nilai tukar rupiah ternyata dapat

mendorong perkembangan agribisnis, terutama untuk ekspor.

Gambaran penyerapan tenaga kerja dapat dilihat dari perkembangan

agroindustri pangan. Jumlah perusahaan agroindustri pangan menengah dan besar

meningkat dari 5.375 unit usaha dengan serapan tenaga kerja langsung (tidak

termasuk yang terserap di bidang usaha terkait) sebanyak 540.923 orang pada

tahun 1998 menjadi 5.612 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja langsung 836.000

orang pada tahun 2000. Pada kurun waktu yang sama untuk agroindustri pangan

sebagai usaha kecil dan rumah tangga (UKM), menurut GAPPMI (2001) dalam

Susanto (2001) meningkat lebih tinggi yaitu dari 52.524 unit usaha dengan jumlah

tenaga kerja sebanyak 1.889.816 orang (1998) menjadi 82.430 unit usaha

menampung tenaga kerja bagi 2.317.634 orang pada tahun 2000 (Tabel 3).

Jika disimak lebih jauh, ternyata agroindustri pangan skala rumah tangga

dan skala kecil yang paling banyak menyerap tenaga kerja (80-85%) dan sisanya

oleh agroindustri pangan skala menengah/besar. Wirakartakusumah (1998)

mengemukakan bahwa kualitas SDM yang berkarya di bidang agroindustri pangan

Page 42: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

35

masih rendah. Tidak kurang dari 76,1% tenaga kerja di bidang ini hanya lulusan

SLTA ke bawah dan hanya 2,66% yang sarjana. Proporsi itu tidak jauh berbeda

dengan tingkat pendidikan angkatan kerja nasional yang menunjukkan bahwa

72,73% angkatan kerja adalah tamatan SD ke bawah. Gambaran yang serupa boleh

jadi akan dijumpai pada agroindustri non-pangan.

3.2 Peluang

Peluang Pasar Domestik : Perubahan Pola Konsumsi & Penyediaan Makanan

Peluang untuk mengembangkan agroindustri, bidang pangan khususnya,

masih dan akan selalu berkembang secara dinamis, antara lain seiring dengan

perubahan pola konsumsi makanan masyarakat, cara penyediaan makanan untuk

keluarga, pertumbuhan penduduk.

Perubahan-perubahan gaya hidup akibat pendidikan, peningkatan

pendapatan dan pengaruh budaya asing, telah mendorong pada perubahan

konsumsi makanan. Hal ini melahirkan peluang-peluang baru bagi industri pangan,

misalnya makanan cepat saji, makanan fungsional, makanan dan minuman

probiotik. Semakin besarnya jumlah perempuan yang masuk ke sektor publik dan

pertumbuhan industri dipandang sebagai sebagian unsur penyebab semakin

besarnya peluang bergerak di bidang industri pangan cepat saji dan industri jasa

boga (food services).

Laporan studi Wulan dkk (2004) di Jawa Timur menunjukkan bahwa telah

terjadi pergeseran pola konsumsi antar generasi, bahkan perubahan pola konsumsi

tampak hanya dalam selang waktu 5 tahun. Perubahan pola konsumsi pada

kelompok anak-anak dan remaja yang sedang berlangsung membuka peluang untuk

pengembangan industri pengolahan pangan bagi kelompok ini seperti snack,

makanan cepat saji. Bermain bersama di kalangan anak-anak dan remaja sudah

banyak didominasi oleh perangkat elektronik, mereka kurang bergerak dan

kebanyakan „ditemani‟ oleh makanan kudapan (snack).

Hendromartono (1997) menyatakan bahwa kemajuan di bidang sosial-

ekonomi masyarakat telah ikut mengubah perilaku konsumsi pangan. Selera

terhadap produk teknologi pangan lokal dan tradisional mulai mengalami

pergeseran ke arah makanan global/internasional. Tingkat konsumsi lemak dan

protein hewani naik, sedangkan sumber energi dari karbohidrat kompleks akan

berkurang. Darmojo (1997) mengamati bahwa kasus gizi lebih yang meningkatkan

resiko terhadap terjadinya penyakit jantung koroner tidak saja dialami oleh mereka

yang tinggi pendapatannya dan pendidikan rendah. Kenyataan menunjukkan

bahwa golongan masyarakat yang berpendidikan tinggi sekalipun dapat mengalami

kasus gizi lebih dan obesitas.

Masalah gizi-lebih dan ancaman penyakit degeneratif juga melahirkan

peluang bagi agroindustri makanan fungsional (functional foods) seperti makanan

kaya serat-rendah kalori, virgin coconut oil (VCO), minuman probiotik, makanan

kaya antioksidan dsb nya. Konsumennya tidak sebatas kelompok usia dan jenis

kelamin tertentu, tetapi semua kalangan. Konsumennya bukan hanya para ibu, di

perkotaan, dari kalangan menengah ke atas yang masuk ke sektor publik dan telah

mencapai usia tertentu yang cenderung memperhatikan masalah penampilan, tetapi

juga para bapak yang memperhatikan masalah kesehatan.

Page 43: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

36

Dewasa ini juga telah terjadi pergeseran dalam hal pola sajian makanan, baik

di masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Hal ini tidak terlepas oleh akibat

makin banyaknya perempuan masuk ke sektor publik (Wulan dkk., 2004). Mengutip

laporan BPS (1996), Jalal dan Atmojo (1998) mengemukakan bahwa porsi energi per

hari yang berasal dari konsumsi makanan jadi pada masyarakat perkotaan pada

tahun 1990 mencapai 146,73 kkal dan meningkat menjadi 225,98 kkal (1993) dan

sedikit menurun menjadi 214,25 kkal (1996). Di perdesaan angkanya berturut-turut

adalah 53,85; 97,27 dan 145,80 kkal. Porsi protein per hari yang berasal dari

makanan jadi untuk masyarakat perkotaan berubah dari 3,90 g (1990) menjadi 5,90

g (1993) dan sedikit meningkat lagi pada tahun 1996 menjadi 5,93 g. Sementara itu

untuk masyarakat pedesaan perubahan lebih besar, dari 1,06 g (1990), 1,97 g (1993)

menjadi 3,79 g pada tahun 1996.

Di Jawa Timur, data tersebut dikuatkan oleh hasil penelitian Wulan dkk

(2004). Ada kecenderungan ketergantungan yang semakin besar dari masyarakat

terhadap ketersediaan makanan jadi. Makna yang dapat diambil dari kenyataan ini

adanya peluang bagi agroindustri pangan siap saji dan usaha jasa boga (food service).

Pertumbuhan penduduk yang masih mencapai sekitar 0,8% per tahun

memberikan peluang bisnis bidang pangan olahan untuk ibu hamil, menyusui dan

para bayi yang baru lahir. Jika Propinsi Jawa Timur berpenduduk sekitar 35 juta

orang, maka tiap tahun akan ada sekitar 300.000 ibu mengandung dan menyusui,

serta bayi dalam jumlah yang sama. Kelompok ini membutuhkan makanan yang

khusus dan muncullah banyak pangan olahan untuk ibu mengandung dan menyusui

serta para bayi. Untuk skala nasional, setiap tahun juga dilahirkan tidak kurang

dari 2 juta bayi sehingga terbuka peluang untuk pengembangan industri susu dan

makanan pendamping ASI (MP-ASI) .

Uraian di atas menunjukkan adanya peluang yang sangat menarik bagi

pengembangan agroindustri penghasil makanan dan minuman diet serta bentuk

pangan olahan instan. Peluang ini harus digarap dengan baik agar tidak didominasi

industri multinasional, yaitu dengan pemanfaatan sumberdaya pangan lokal yang

mempunyai keunggulan komparatif dan dapat diolah dengan teknologi tepat guna

yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan.

Di sisi lain, upaya pengembangan agroindustri non-pangan juga mempunyai

peluang yang tidak kalah menariknya. Sebagai contoh, agroindustri pakan untuk

menunjang pertumbuhan sub-sektor peternakan dan perikanan juga cukup

menjanjikan, serta pengembangan energi alternatif dan bahan bangunan telah

memberi „darah baru‟ untuk usaha pertanian non-pangan pada lahan marjinal.

Pertumbuhan permintaan akan daging, telur, susu, ikan dan hewan

peliharaan (burung) telah mendorong perkembangan yang menarik pada

agroindustri pakan ternak (ruminansia dan unggas) dan ikan. Mengingat pakan

ternak dan ikan terdiri dari banyak komoditas maka kenaikan permintaan pakan

akan ikut mendorong usaha tani penyediaan bahan bakunya.

Kenaikan harga minyak di pasar internasional dan makin sedikitnya ladang

minyak baru yang ditemukan di Indonesia telah melahirkan peluang baru bagi

usaha pengubahan biomassa atau hasil konversinya menjadi sumber energi yang

terbarukan. Usaha pengembangan bio-diesel dari minyak sawit dan minyak jarak

pagar (Jatropha curcas) disebut-sebut sebagai mempunyai potensi untuk substitusi

bahan bakar solar dan minyak bakar lainnya. Demikian juga dengan pengembangan

Page 44: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

37

bio-etanol dari bahan-bahan sumber karbohidrat yang murah (ubi kayu dll)

mempunyai peluang yang serupa.

Bahan-bahan bangunan seperti kayu mengalami kenaikan harga yang cukup

tinggi sehingga memerlukan alternatif penggantinya. Dalam hal ini bambu

mempunyai potensi sebagai pengganti kayu, misalnya saja untuk pembangunan

rumah tipe rumah sederhana sehat (RSH) agar tetap terjangkau oleh konsumen

pada segmen pasar tertentu. Agaknya upaya inovasi teknologi pada komoditas

bambu agar mempunyai daya tahan dan keluasan penggunaannya sebagai

pengganti kayu bagi perumahan masih sangat rendah.

Kenaikan harga minyak dunia juga akan menekan produksi karet sintetis

yang menggunakan minyak bumi sebagai bahan baku. Sebaliknya dapat mendorong

peningkatan permintaan bahan baku karet alami. Komoditas ini memang sudah

semakin langka di Jawa Timur maupun Malang Raya. Namun prospeknya cukup

menjanjikan.

Peluang Ekspor

Disamping perkembangan yang menarik untuk pemenuhan kebutuhan

pangan olahan bagi konsumen dalam negeri, ternyata perkembangan ekspor produk

agroindustri juga cukup menggembirakan. Menurut Susanto (2001), perkembangan

ekspor produk agroindustri sejak tahun 1998 sampai tahun 2000 memberi gambaran

yang menjanjikan. Pada tahun 1998, nilai ekspornya mencapai US$ 605 juta dan

pada tahun 1999 meningkat menjadi US$ 804 juta, dan menjadi US$ 779 juta pada

tahun 2000. walaupun mengalami penurunan dibandingkan tahun 2000, namun

nilai ekspor pada tahun 2000 masih lebih tinggi sekitar 27% dibandingkan pada

tahun 1998 (Tabel 4).

Perkembangan ekspor yang cukup baik tersebut terjadi paling besar pada

produk perikanan, disusul oleh produk kakao dan coklat olahan dan produk

buah/sayur. Namun seiring dengan itu, masih banyak dijumpai klaim penolakan

produk ekspor agroindustri. Berdasarkan laporan TIM Inter-departemen

BAPPENAS (1996) seperti dikutip oleh Wirakartakusumah (1998) terjadi 192 kasus

penolakan ekspor ke AS pada produk perikanan, sedangkan untuk produk kakao

dan coklat olahan mencapai 514 kasus. Lebih jauh dikemukakannya bahwa hal itu

terkait dengan masih rendahnya SDM yang bergerak di bidang agroindustri.

Peningkatan ekspor dari jenis olahan dari komoditas agro ini akan terkait dengan

upaya pembenahan dari aspek mutu. Perubahan peraturan yang terkait dengan

aspek tersebut (ISO, HACCP dll) di luar negeri harus selalu diikuti agar peluang

pasar ekspor tetap atau dapat ditingkatkan.

Jika pengembangan dan perbaikan tidak dilakukan secara terus-menerus

(kaizen) yang terjadi justru sebaliknya, pangan olahan luar negeri akan menyerbu

Indonesia. Peluang permintaan untuk pasar domestik diperkirakan bertambah

sejalan dengan jumlah penduduk yang besar, di atas 220 juta jiwa, dengan tingkat

pertumbuhan 0,8%. Dengan kondisi kepen-dudukan seperti itu menyebabkan

Indonesia bukan saja potensial sebagai sasaran pasar dari agroindustri pangan

domestik, tetapi oleh agroindustri dari mancanegara. Lebih-lebih jika terjadi

peningkatan pendapatan masyarakat.

Page 45: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

38

Potensi Sumberdaya Alam dan Hayati (SDAH)

Tidak perlu diragukan lagi bahwa Indonesia memiliki keragaman hayati yang

besar dan sebenarnya mempunyai limpahan karunia SDA yang baik. Kerusakan

lingkungan memang sudah terjadi di mana-mana, namun sebenarnya masih bisa

diperbaiki. Optimisme masih harus dimiliki untuk memanfaatkan berbagai potensi

sumber daya hayati dalama rangka memetik nilai tambah melalui input teknologi

yang relevan. Tidak dipungkiri bahwa banyak ahli dari manca negara yang telah

„mencuri‟ kesempatan untuk mengeksplorasi khasanah hayati Indonesia dengan

berbagai cara, dan kemudian paten temuan ilmiah dibukukan atas nama mereka.

Pada eksplorasi bahan-bahan aktif dan manfaatnya dari kekayaan SDH

Indonesia memang masih banyak kelemahan. Kelemahan yang paling mendasar

terletak pada rendahnya pendanaan untuk kegiatan semacam ini. Akibatnya hal itu

dilakukan oleh peneliti asing dan outcome dari kegiatan riset itu dinikmati oleh

negara-negara maju. Kebanyakan Indonesia hanya menjadi penjual bahan baku

atau hasil olahan sederhana yang nilai tambahnya sangat kecil

3.3 Kendala

Dalam pengembangan UMKM bidang agro akan dijumpai beberapa kendala,

antara lain: masalah teknologi, jaminan mutu, keamanan pangan dan dukungan

lembaga keuangan, kualitas sumberdaya manusia (SDM), koordinasi dan

sinkronisasi program kelembagaan, belum terciptanya iklim yang kondusif dan

infrastruktur pendukung pengembangan agrobisnis dan agroindustri. Secara umum,

permasalahan agroindustri hampir mirip dengan industri kecil yang lain,

sebagaimana tertera pada Tabel 5.

Teknologi

Pengembangan teknologi sangat terkait erat dengan kualitas SDM yang

terlibat dalam bidang agroindustri. Kebanyakan agroindustri pangan masih

berkutat pada produk-produk olahan pangan tradisional yang produknya pada

umumnya berukuran besar, penampilan kurang menarik, mempunyai daya simpan

yang pendek, mutu produksi tidak seragam, pengemasan, produktivitas rendah dan

kelemahan lainnya.

Sebagian besar SDM yang terlibat dalam UMKM agro sebagian besar

berpendidikan rendah. Kelompok masyarakat yang termarginalisasi ini mencari

tempat bergantung pada usaha kecil dengan penghasilan yang pas-pasan. SDM ini

memiliki ketrampilan yang umumnya rendah sehingga perlu pembinaan untuk

meningkatkan kemampuannya. Rendahnya kualitas SDM ini sebagai salah satu

sebab keenggenan dan ketidaktahuan kemana harus mencari dukungan teknologi

maupun pendanaan.

Upaya untuk melakukan reformat pada makanan tradisional yang masih

mempunyai pasar domestik yang besar harus senantiasa dilakukan untuk

mengatasi masalah-masalah itu. Hal seperti ini kemungkinan tidak senantiasa

mampu dilakukan oleh kalangan industri sendiri, terutama pada UMKM. Sungguh

nanti akan menjadi ironis apabila inovasi untuk pangan olahan tradisional justru

dikembangkan oleh perusahaan pangan multinasional dan masyarakat bangga

mengkonsumsinya.

Upaya inovasi untuk peningkatan daya terima terhadap makanan tradisional

juga perlu diiringi dengan inovasi teknologi untuk membuat makanan yang praktis,

Page 46: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

39

cepat saji, awet dan trendy sehingga mengikuti selera konsumen. Pengembangan ini

dapat ditempuh dengan pemberdayaan masyarakat UMKM agro melalui

pendampingan dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait seperti perguruan tinggi,

lembaga penelitian, LSM dsb nya jika dirasa ada keterbatasan dalam hal SDM

setempat. Kabupaten Malang dapat menempuh jalan ini agar peluang yang ada

segera dapat dimanfaatkan, karena membangun SDM membutuhkan waktu yang

lama.

Organisasi dan Managemen

UMKM agro pada umumnya belum memiliki bentuk usaha yang mampu

menghadapi perubahan dengan cepat, karena struktur organisasi internalnya masih

sederhana (mendekati organisasi lini) dan tidak memiliki job description yang jelas.

Seringkali tugas dan wewenang personilnya saling overlap misalnya manajer umum

(yang juga owner) merangkap jabatan sebagai controller dan kadang-kadang sebagai

pelaksana produksi. Bagian pemasaran, produksi atau keuangan diserahkan pada

anggota keluarga yang lain sehingga mengakibatkan tidak berfungsinya internal

audit karena saling maklum (keluarga sendiri). Dalam kondisi ekstrim kebanyakan

UMKM agro menganut manajemen One-Man Show sehingga hanya bisa bertahan

paling lama satu generasi. Hal ini menjebak industri kecil agro masuk ke dalam

manajemen yang tidak profesional.

Jaminan Mutu

Saat ini telah banyak lahir konsep-konsep jaminan mutu sistem dalam

industri pangan, yang umumnya dikembangkan oleh negara-negara maju. Seperti

telah dikemukakan di atas, cukup banyak komoditas olahan pangan yang diekspor

mengalami klaim karena faktor mutu. Jika sistem jaminan mutu tidak mengikuti

pola yang diterapkan oleh negara pengimpor (ISO seri 9000, ISO seri 14000,

HACCP, GFP, GMP), maka peluang pasar ekspor akan di-manfaatkan oleh negara

berkembang lain seperti Thailand, Vietnam. Kemampuan mengembang-kan sistem

jaminan mutu seperti itu kebanyakan masih dikuasai oleh SDM dari industriawan

besar, sedangkan dari UMKM masih sangat terbatas.

Keamanan pangan

Keamananan pangan sebenarnya merupakan salah satu dari sisi mutu yang

harus mendapat perhatian. Saat ini banyak dijumpai praktek produksi pangan

olahan yang memprihatinkan, sehingga melanggar norma-norma produksi pangan

yang sehat. Penggunaan pemanis dan pewarna buatan, serta pengawet yang

melampaui batas, penggunaan bahan-bahan tambahan bukan untuk makanan

dalam proses produksi, merupakan sebagian dari penyimpang-an dalam praktek

produksi pangan olahan UMKM. Hal-hal seperti ini harus segera mendapat

pembinaan yang serius tapi bijaksana agar masyarakat luas sebagai konsumen

terlindungi haknya dan tidak dirugikan, serta dalam jangka panjang tidak

merugikan UMKM itu sendiri.

Aspek keamanan pangan lainnya adalah segi kehalalan. Pemberlakuan

sertifikasi halal pada produk olahan pangan dari impor sebenarnya dapat dijadikan

sebagai barrier non-tarif yang dibolehkan oleh aturan WTO, karena menyangkut

kepercayaan konsumen Indonesia yang mayoritas muslim dan hak itu harus

dilindungi. Sertifikasi halal untuk UMKM agroindustri domestik juga me-merlukan

Page 47: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

40

pendampingan. Kalau aturan itu mulai diberlakukan, maka UMKM domestik akan

menderita, sementara kalangan agroindustri multinasional yang ada di sini justru

sudah memilikinya.

Pemasaran

Keterbatasan jaringan pemasaran seringkali menjadi kendala yang berat bagi

UMKM bidang agro untuk berkembang. Produk UMKM agro yang masih

mengandalkan pasar tradisional untuk pemasaran produknya saat ini banyak

mengalami kesulitan. Pasar tradisional sudah semakin terdesak oleh pasar modern :

minimarket, supermarket, hypermarket, yang semakin banyak dan letaknya

semakin dekat dengan pasar tradisional. Konsumen kalangan menengah ke atas di

perkotaan semakin jarang ke pasar tradisional sehingga potensi penjualan produk

UMKM agro di pasar ini semakin kecil. Untuk masuk ke jaringan pasar modern

bukan saja dibutuhkan keahlian dalam penampilan produk, tetapi juga dalam hal

permodalan karena kebanyakan produk yang disetorkan tidak langsung dibayar

cash.

Keberpihakan/Dukungan Keuangan

Pengalaman panjang dan pahit yang terjadi pada sektor pertanian, khususnya

produksi pangan, dalam hal dukungan keuangan hendaknya dihindarkan terjadi

pada UMKM agro. Kesulitan mendapatkan modal dari lembaga keuangan

pemerintah menyebabkan banyak petani yang terjerat rentenir. Kalau hal serupa

terjadi pada UMKM agroindustri, maka sangat sulit bersaing dengan industri besar

sejenis dari dalam negeri yang mendapat fasilitas kredit murah, dan lebih-lebih dari

industri besar multinasional.

Upaya untuk melakukan inovasi produk, memodifikasi dan memperbaharui

teknologi produksi (peralatan dan infrastruktur) peningkatan volume produksi,

pembangunan SDM tentu membutuhkan tambahan modal. Keterbatasan modal

yang dimiliki tentu mengurangi peluang untuk menjadikan mereka lebih berdaya

hal ini disebabkan rendahnya aksesibilitas UMKM agro terhadap sumber

pendanaan formal serta tingginya bunga bank bagi pengadaan fasilitas dan

peralatan usaha.

Bagaimana dengan prospek pengembangan industri agro skala besar ? Fakta

menunjukkan bahwa kendala yang umumnya dijumpai oleh UMKM agro seperti

inovasi teknologi, jaminan mutu, keamanan pangan, pemasaran dan dukungan

bank/lembaga keuangan tidak dijumpai pada industri agro skala besar. Lihat

perkembangan plantation kelapa sawit, Industri Kacang Garuda, tambak udang

Dipasena (Lampung).

3.4 Pemberdayaan UMKM Agro

Hadirnya lembaga antara/mediator/pendampingan nampaknya sangat

diperlukan untuk memberdayakan UMKM agro baik untuk akses teknologi,

manajemen jaminan mutu, keamanan pangan, pemasaran maupun permodalan.

Sebaiknya ada satu lembaga yang tugasnya tidak semata-mata mengurusi

pemasaran produk tetapi juga pendampingan untuk penggunaan teknologi, jaminan

mutu dan keamanan pangan. Lembaga semacam ini memerlukan dukungan

finansial dari bank.

Page 48: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

41

Dukungan dan Akses Teknologi

Pengembangan teknologi pasca panen sampai saat ini di Indonesia maupun

perkembangan aplikasi dalam dunia agroindustri sudah sangat luas, terutama pada

agroindustri skala besar. Inovasi teknologi pada UMKM agro bukan tidak ada, tetapi

lebih terbatas, tidak seleluasa pada industri besar yang umumnya didukung oleh unit

R & D. Teknologi rekayasa kondisi ruang simpan, teknologi kemasan dan

pengemasan, teknologi pengolahan (fisik, kimiawi, biologis) boleh dikatakan tersedia.

Singkat kata, teknologi pasca panen tersedia dan bisa dibeli. Bahkan tidak sedikit

investor besar yang „membeli pabrik‟ dari manca negara untuk di relokasi ke

Indonesia, berikut SDM yang ahli sebagai konsultan atau pegawai. Pada UMKM agro,

persoalan sebenarnya lebih pada kemampuan akses teknologi inovasi yang kalah jauh

dari industri agro skala besar.

Membeli teknologi yang sudah built-up tanpa didukung oleh unit R & D akan

membuahkan ketergantungan pelaku agroindustri pada pemasok teknologi. Budaya

seperti ini bisa dijumpai pada industri multinasional. Setiap cabangnya di suatu

negara tidak mempunyai kewenangan untuk inovasi teknologi dan sangat tergantung

pada principal nya. Pertanyaannya : UMKM tidak mungkin mempunyai unit R & D

sehingga peran lembaga riset pemerintah dan PT dalam inovasi teknologi sangat

diperlukan. Yang banyak dirasakan saat ini net-working antar kelembagaan

pemerintah bidang riset di departemen dan lembaga riset di perguruan tinggi

pendidikan ini dirasakan masih belum bagus. Demikian juga hubungan antar personil

di bidang yang sama masih belum begitu luas. Ego antar masing-masing pihak perlu

dicairkan dan dijembatani. Banyak hasil penelitian dari kedua kelembagaan riset

pemerintah maupun perguruan tinggi yang tidak saling diketahui, lebih-lebih untuk

dimanfaatkan bersama.

Kalau disimak, keberhasilan politik beras di masa lalu tidak terlepas dari

„keberpihakan‟ pemerintah untuk mengintrodusir, memberi insentif, bantuan modal

dsb nya untuk menumbuhkan kepemilikan unit penggilingan padi (RMU, rice milling unit). Sampai sekarang masih dapat ditemui keberadaannya yang tersebar di

pedesaan. Bahkan sudah ada usaha inovasi dengan membuat mobile-RMU untuk

menjangkau pemakai jasa penggilingan di tempat-tempat terpencil.

Seandainya kebijakan politik beras diberlakukan pada komoditas lain, misalnya

jagung, dengan pola pendekatan dukungan teknologi serta akses teknologi serta

jaminan pasar yang baik, maka perkembangan UMKM agroindustri tidak akan kalah

dengan sektor manufaktur. Akibat politik beras, posisi komoditas pangan yang lain

menjadi agak terpinggirkan sehingga aspek-aspek yang terkait dengan pengembangan

agroindustri komoditas itu juga ikut terlupakan, termasuk didalamnya makin jarang

terjadi inovasi teknologi budidaya, penyimpanan maupun pengolahannya. Oleh sebab

itu, didalam pembangunan agroindustri pertanian memang dirasa perlu mengambil

fokus pada komoditas unggulan dan andalan. Hal ini akan membuat sumberdaya

pemerintah dan masyarakat juga akan terfokus dan menghasilkan capaian yang

sesuai harapan.

Komitmen dan peran pimpinan daerah amat diperlukan untuk itu karena

setiap daerah kemungkinan mempunyai komoditas unggulan dan andalan. Daerah-

daerah yang mempunyai agroekologi sejenis dapat mempunyai unit R & D secara

bersama atau difasilitasi oleh provinsi.

Page 49: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

42

Dengan demikian sumberdaya daerah yang terbatas dapat dimanfaatkan lebih

terarah, saling melengkapi dan saling memakmurkan.

Dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki, akses terhadap teknologi baru

dalam pengolahan hasil pertanian seringkali menjadi masalah bagi UMKM apapun,

tidak hanya bidang agro. Di negara maju akses teknologi baru dapat dimungkinkan

karena di sana ada perusahaan (lembaga independen) yang menawarkan jasa

pengolahan untuk komoditas tertentu. Berdasarkan pengamatan pribadi pada tahun

1990, di Belanda sudah ada perusahaan yang menawarkan jasa

produksi/pengolahan/pembuatan Jam dan Jelly (selai roti). Pihak perusahaan

penyedia jasa penyediaan teknologi melayani produksi jam dan jelly sesuai dengan

resep yang disodorkan oleh pemakai jasa. Yang agak mencengangkan perusahaan

itu ternyata melayani pemakai jasa yang sangat beragam, baik untuk memenuhi

pasar domestik maupun ekspor. Lembaga semacam ini sedang tumbuh di tanah air

sehingga sebenarnya keterbatasan akses teknologi bisa diatasi dengan cara ini,

misalnya usaha jasa pembuatan bakso. Untuk industri kriya (souvenir dari

kayu/bambu, mebeler) sudah ada industri jasa semacam ini di Malang.

Jalan keluar yang lain adalah dengan membentuk usaha kelompok dalam

pengadaan peralatan/mesin dan teknologi (lembaga dimiliki oleh kelompok industri

sejenis) sehingga anggota kelompok dapat memanfaatkan sarana produksi secara

bersama. Hal ini akan membutuhkan perubahan kultur produksi pelaku UMKM

agro dan memang tidak mudah dilakukan. Jalan tengahnya adalah peningkatan

peran pemerintah dengan membentuk unit usaha jasa produksi yang bisa

dimanfaatkan oleh pelaku UMKM dengan tarif yang bersaing. Ini merupakan

insentif dalam mendorong pengembangan UMKM.

Analog dengan usaha jasa pengolahan/produksi, dalam masalah pemasaran

juga begitu. Diperlukan lembaga antara (broker) yang dapat memasarkan produk

UMKM bidang agro. Aturan main memang harus jelas dalam hal hak dan kewajiban

masing-masing pihak (pelaku UMKM) dan pengelola unit jasa pemasaran bersama.

Pemerintah, melalui dinas-dinas tertentu, sudah melakukan upaya semacam ini

dengan memperkenalkan pola Bapak-Anak angkat. Bapak angkat tidak harus

mempunyai usaha sejenis atau erat kaitannya dengan jenis usaha anak angkat. Pola

ini ada yang berhasil tetapi banyak yang gagal. Beberapa perguruan tinggi dan

lembaga swasta non-profit yang bergerak untuk pendampingan bagi UMKM kalau

ada jumlahnya masih sangat terbatas. Pola hubungan yang lebih berhasil biasanya

berupa hubungan komersial, dimana pelaku UMKM menyetorkan/titip ke usaha

bisnis (komersial) penjualan produk tertentu, sebagai contoh kudapan/camilan.

Persoalan yang sering dihadapi UMKM adalah sistem pembayarannya tidak cash. Penggalangan dengan pihak-pihak terkait (perguruan tinggi, LSM dll) yang

mempunyai SDM yang sesuai (teknologi, manajemen dll) untuk pendampingan

kiranya diperlukan. Di lingkungan perguruan tinggi ada beberapa program yang

ditujukan untuk pemberdayaan UMKM. Selain itu, perguruan tinggi juga

mempunyai kapasitas yang besar dalam penyediaan SDM dan perangkat research and development (R & D) sehingga dapat dilibatkan berperan-serta dalam

pemberdayaan UMKM, termasuk bidang agro. Iddle capacity di perguruan tinggi ini

dapat digalang oleh Pemda dan pihak terkait (pelaku usaha, penyandang dana)

dalam pemberdayaan UMKM. Networking semacam ini masih sangat terbatas.

Masing-masing pihak saling sungkan memulai, padahal sebenarnya saling

membutuhkan. Pelaku usaha dapat melakukan outsourcing dengan menggandeng

Page 50: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

43

perguruan tinggi untuk kegiatan R & D dalam hal inovasi produk, inovasi teknologi

proses, jaminan mutu dan keamanan pangan, strategi pemasaran, pengembangan

usaha dll.

Pemberdayaan SDM

Mengingat tantangan yang dihadapi agroindustri pada era globalisasi ini

semakin kompleks, dibutuhkan suatu perencanaan sistem pendidikan dan pelatihan

SDM yang berorientasi pada upaya meningkatkan produktivitas dan kinerja serta

didukung sistem kompensasi yang adil dan bijaksana. Untuk memberdayakan SDM-

agro hambatan utama yang dihadapi adalah rendahnya pendidikan, keragaman

kultur usaha, masih dominannya budaya masyarakat agraris. Seperti telah

dikemukakan, sebagian besar SDM-agro berada pada kelompok masyarakat agraris

yang lemah dalam berbagai hal, termasuk lemah dalam hal akses terhadap faktor

produksi, distribusi, teknologi dan pemasaran.

Permasalahan lain yang dihadapi usaha di sektor pertanian secara umum

adalah sebagian besar berskala kecil, tersebar dan mempunyai keragamanan yang

besar dalam hal seperti komoditas, teknologi, pola budidaya dan manajemen usaha.

Untuk itu dibutuhkan pemberdayaan SDM-agro, terutama untuk menanamkan

budaya industri, bekerja dalam tim, pengelolaan kinerja SDM, perilaku dan motivasi

kerja, kelembagaan dan kepemimpinan, sistem kompensasi, sistem audit SDM,

pendidikan dan pelatihan teknologi dan manajemen serta perencanaan SDM.

Dukungan Kebijakan

Pengembangan agroindustri merupakan program pembangunan yang bersifat

lintas sektoral, sehingga untuk mewujudkannya dibutuhkan keterkaitan, dukungan

dan sinergi dengan pelaksanaan sektor-sektor pembangunan yang terkait. Dengan

mengetahui posisi dan peranan masing-masing sektor dapat dirumuskan

kebijaksanaan yang tepat agar program pembangunan agroindustri sekaligus

mampu mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional. Koordinasi

merupakan kata kunci, tanpa hal itu maka mustahil dicapai pengembangan sistem

agroindustri yang maju dan handal.

Contoh menarik adalah bagaimana industri penerbangan Thailand dalam

mendukung pengembangan usahatani dan industri makanan (tradisional). Apabila

berkesempatan naik Thai air, anda akan dilayani dengan makanan tradisional

tertentu, buah-buahan khas Thailand, dan pada saat selesai penerbangan kepada

setiap penumpang diberikan bunga anggrek hasil budidaya petani Thailand. Anda

bisa membandingkan dengan kepedulian industri penerbangan flag carrier terhadap

petani maupun industri Mamin domestik.

Untuk mewujudkan hal tersebut berbagai program perlu dikembangkan,

yaitu berupa pengembangan komoditas unggulan dan andalan, peningkatan nilai

tambah produk pertanian, pengembangan sistem pemasaran yang tidak terdistorsi,

penyediaan sarana transportasi dan distribusi produk, pengembangan kemitraan

dan restrukturisasi sistem dan kelembagaan pertanian dan agroindustri.

UMKM agro sebagai industri padat karya masih menghadapi berbagai

tantangan sehingga memerlukan dukungan kebijakan yang terkait dengan

lingkungan bisnis yang kondusif, termasuk untuk akses teknologi (proses, peralatan,

jaminan mutu dan keamanan pangan), pasar dan permodalan.

Page 51: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

44

Dalam hal dukungan inovasi teknologi pasca panen, pemerintah seyogyanya

mempunyai pendekatan yang terarah. Beberapa usulan dapat disampaikan.

Pertama, menetapkan strategi dasar untuk memperbaiki sistem produksi dan

pemasaran makanan tradisional. Kenyataan menunjukkan bahwa peranan

makanan tradisional dalam pemenuhan zat gizi penduduk Indonesia masih sangat

besar. Wajar tentunya karena makanan tradisional mempunyai akar budaya yang

tidak mudah hilang begitu saja. Tetapi di sisi lain, apresiasi terhadap makanan

tradisional masih sebatas di lingkungan rumah tangga, belum bisa go international. Sementara itu terpaan dari masuknya makanan „modern/asing‟ telah bisa dirasakan

terutama pada kalangan keluarga menengah ke atas. Citra yang dibangun oleh

produsen makanan „modern/asing‟ telah membuat citra makanan tradisional

menjadi inferior di mata mereka. Hikmah positif yang bisa diambil dari „persaingan‟

itu adalah perlunya dukungan teknologi untuk perbaikan disain produk seperti

penampilan (ukuran, kemasan dll), jaminan mutu dan keamanan pangan,

kemudahan dalam penyiapan untuk konsumsi dan daya simpan serta yang tidak

kalah pentingnya adalah strategi pemasarannya, termasuk melibatkan sektor lain

untuk ikut terlibat, sebagaimana yang dilakukan manajemen Thai Air . Dengan

demikian yang semula memandang inferior makanan tradisional menjadi „kembali‟

menyukainya. Gerakan ACMI (Aku Cinta Makanan Indonesia) yang pernah

dicetuskan beberapa tahun lalu masih bersifat slogan dan sekarang sudah tidak lagi

bergema karena pergantian rezim pemerintahan. Kedua, pengembangan teknologi

pasca panen dengan pemanfaatan potensi bahan pangan setempat, seperti amanat

GBHN 1999. Potensi sumberdaya pangan lokal dapat digarap dan diolah dengan

cara-cara pengolahan tertentu agar tidak hanya diolah dengan teknologi tradisional.

Dengan pendekatan yang tepat, maka sumberdaya pangan lokal ini dapat disajikan

dalam bentuk olahan yang bergengsi, bermanfaat memenuhi kebutuhan gizi dan

kepentingan lainnya (Mamin kesehatan) yang aman dikonsumsi serta disesuaikan

bentuknya berdasarkan golongan usia dan kepentingan. Ketiga, penerapan

teknologi „canggih‟ untuk memperoleh bahan aktif yang mempunyai nilai tambah

tinggi. Untuk keperluan ini sebaiknya diupayakan kerjasama dengan kalangan

medis dan farmasi. Jangan sampai kasus yang menimpa buah Merah di Papua yang

lebih banyak dimanfaatkan oleh peneliti dan industri obat-obatan manca negar

terjadi pada komoditas lainnya. Keempat, diperlukan adanya lembaga jasa

konsultasi teknologi yang terpadu (tidak duplikasi) untuk UMKM yang dilengkapi

dengan layanan konsultasi untuk komoditas spesifik. Setiap komoditas dapat dibuat

pohon industrinya dan tersedia ahlinya untuk dijadikan nara sumber yang paham

dengan bisnis/industri praktis (bukan teoritis). Lembaga ini juga sekaligus dapat

menawarkan jasa pendidikan/pelatihan untuk SDM UMKM, jasa R & D dan jasa

produksi percobaan (experimental/pilot plant). Sementara ini masih terjadi duplikasi

dalam layanan semacam ini. Kalau lembaga ini masih terlalu birokratis, maka

pelayanannya tidak akan maksimal. Pemda diharapkan dapat memberikan

dukungan pendanaannya karena keberhasilannya dalam memberdayakan UMKM

agro secara tidak langsung akan menggerakkan perekonomian daerah.

Page 52: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

45

IV. PENUTUP

Sektor pertanian masih merupakan tumpuan dari sebagian besar penduduk,

terutama di pedesaan. Disamping perlu dilakukan revitalisasi kegiatan on-farm,

penggalakan kegiatan off-farm, terutama pemberdayaan agroindustri pedesaan

(UMKM agro) sangat diperlukan. Pengembangan agroindustri, terutama skala IKM,

akan dapat digunakan sebagai jembatan sosial yang aman bagi wilayah ini, agar

perubahan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri dapat berjalan

baik dan tidak memarjinalkan warga pedesaan. UMKM agro yang berkembang

diharapkan akan menyerap tenaga kerja setempat sehingga keberhasilan

revitalisasi pertanian dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan dan

sekaligus akan berdampak pada peningkatan PAD.

Potensi SDAH Indonesia yang besar dan beranekaragam memungkinkan

setiap daerah untuk memanfaatkan keunggulan komparatifnya dalam

menggerakkan dan memberdayakan UMKM agro setempat. Peluang pasarnya

masih sangat terbuka dan bersifat dinamis sejalan dengan perubahan pola konsumsi

masyarakat, walaupun dihadapkan pada persaingan global. Pemberdayaan dan

pengembangan UMKM bidang agro memerlukan langkah-langkah pembinaan yang

tepat dan kerjasama dari berbagai pihak lain yang kompeten. Aspek pembinaannya

meliputi SDM, akses teknologi, pasar dan permodalan, serta organisasi dan

manajemen agar dapat memenangkan persaingan dengan produk manca negara.

Kepedulian terhadap sektor ini, terutama dalam pengembangan UMKM agro, baik

oleh pemerintah pusat maupun daerah, sangat menentukan karena akan

memberikan suasana usaha yang kondusif.

Beberapa pendekatan dapat dilakukan dalam rangka memberi dukungan

teknologi pasca panen bagi pemberdayaan agroindustri pedesaan, antara lain

menetapkan strategi dasar untuk memperbaiki sistem produksi dan pemasaran

makanan tradisional, pengembangan teknologi pasca panen dengan pemanfaatan

potensi bahan pangan setempat, penerapan teknologi „canggih‟ untuk memperoleh

bahan aktif yang mempunyai nilai tambah tinggi dan desk jasa konsultasi teknologi

yang terpadu (tidak duplikasi) untuk UMKM yang dilengkapi dengan layanan

konsultasi untuk komoditas spesifik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2000. Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001-2005. Pemerintah

RI bekerjasama dengan WHO. DEPKES RI. Jakarta.

Darmojo, B. 1997. Peranan pola konsumsi makanan dan penyakit kardiovaskular.

Makalah pada Semiloka Pra-Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. FK-

UNAIR. Surabaya. 20 Oktober 1997. DEPKES RI.Jakarta.

Harijono. 1999. Pembangunan pertanian yang berkeadilan. Makalah pada

Simposium Nasional Inovasi Pertanian 1999. Pergerakan Demokrasi

Ekonomi Rakyat Indonesia. WTC, Surabaya. 24 – 25 Nopember 1999.

Harijono dan Sudarminto, S.Y. 2005. Prospek Dunia Usaha Sektor Agroindustri dan

Potensi Pembiayaannya oleh Perbankan di Daerah. Workshop Prospek

Dunia Usaha dan Potensi Pembiayaannya oleh Perbankan di Daerah. Bank

Indonesia Malang. 6 Desember 2005.

Page 53: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

46

Hendromartono, A.P. 1997. Gizi lebih obesitas dan penyakit degeneratif serta

penanggulangannya dengan pendekatan diitetik di rumah sakit. Makalah

pada Semiloka Pra-Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. FK-UNAIR.

Surabaya. 20 Oktober 1997. DEPKES RI.Jakarta.

Jalal, F. dan S.M. Atmojo. Gizi dan kualitas hidup, Agenda perumusan program gizi

Repelita VII untuk mendukung pengembangan sumber daya manusia yang

berkualitas. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta,

17-20 Pebruari 1998. pp : 221 - 254.

Pramudya, B. dan S. Budijanto. 2001. Penggalian Potensi Pangan Lokal untuk

Penganekaragaman Pangan. Makalah Utama pada Lokakarya Nasional

Pengembangan Pangan Lokal. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa

Timur. Surabaya, 13-14 Nopember 2001.

Soenarno. 2003. Pengembangan Kawasan Agropolitan dalam rangka Pengembangan

Wilayah. MENKIMPRASWIL. Makalah pada Seminar Nasional

Agroindustri dan Pengembangan Wilayah. Fakultas Teknologi Pertanian,

Universitas Brawijaya. Malang. 20 Maret 2003.

Sumarno. 2004. Lahan Pertanian Sebagai Penyangga Kehidupan Bangsa. Kompas, 2

April 2004.

Suryana, A. dan J. Budianto. 1998. Penawaran, Permintaan Pangan, dan Perilaku

Kebiasaan Makan. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI.

LIPI. Jakarta. Serpong, 17-20 Februari 1998. pp: 147-187.

Susanto, T. 2001. Potensi dan pengembangan industri pangan lokal. Makalah pada

Lokakarya Nasional Pengembangan Pangan Lokal. Badan Ketahanan

Pangan Propinsi Jawa Timur. Surabaya. 13 – 14 Nopember 2001.

Welirang, F. 2000. Mengapa Kita Harus Segera Menganekaragmkan Makanan ?

Makalah Utama disampaikan pada Seminar Nasional Agroindustri.

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP-UB. Malang. 25 Nopember 2000.

Wirakartakusumah, M.A. 1998. Agroindustri pangan : Industri strategis unggulan.

Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta, 17-20

Pebruari 1998. pp : 112-146.

Page 54: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

47

Lampiran :

Tabel 1. Impor komoditas pangan utama tahun 1995 -2000 (000 Ton)

No Komoditas

Pangan

Tahun Impor

19951 19961 19971 19981 20002

01 Gandum 4.252,3 4.207,1 3.669,1 3.499,7 3.575,7

02 Beras3 3.014,2 1.090,3 405,9 5.782,9 550,5

03 Jagung 969,1 616,9 349,7 297,5 1.236,8

04 Kedelai 486,9 743,5 800,0 800,0 1.277,7

05 Daging 22,1 29,0 33,2 16,2 -

06 Telur 0,7 0,2 0,1 0,1 -

07 Susu 66,1 51,8 48,8 32,7 -

08 Tepung Ikan 128,9 126,8 116,7 115,2 -

09 Gula Pasir4 323,6 1.107,7 1.188,3 - 1.680,3 Sumber : (1) Deptan dalam Anonimous (2000); (2) Husodo (2001); (3) Welirang (2000); (4) P3GI dalam

Murdiyatmo (2001); - : tidak ada data

Tabel 2. Perkembangan tingkat konsumsi pangan tahun 1993 - 2000

No Komoditas

Pangan

Konsumsi Pangan (kg/kapita/tahun)

1993 1996 1999

01 Terigu1 1,7 2,6 3,2

02 Beras3 116,40 111,50 133,002

03 Jagung1 5,90 2,90 3,80

04 Ubi kayu1 20,80 10,90 10,10

05 Ubi jalar1 5,60 3,00 2,90

06 Gula Pasir3 9,60 10,10 15,60

Sumber : (1) Susenas (1993, 1996, 2000 diolah) dalam Pramudya dan Budijanto (2001) ; (2)

Husodo (2001); (3) Soetrisno (1998)

Page 55: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

48

Tabel 3. Jumlah unit usaha dan serapan tenaga kerja agroindustri

Agroindustri 1998 1999 2000

Industri Menengah-Besar 5.375 5.459 5.612

Karyawan (orang) 540.923 509.666 836.000

Total Penjualan (milyar rupiah) 94.568 107.897 125.855

Nilai Tambah (milyar rupiah) 35.621 45.910 44.736

Industri Kecil 52.524 67.214 82.430

Karyawan (orang) 402.558 521.157 594.923

Total Penjualan (milyar rupiah) 6.592 7.466 8.319

Nilai Tambah (milyar rupiah) 1.702 2.085 2.204

Industri Rumah Tangga 719.668 789.901 828.140

Karyawan (orang) 1.487.258 1.645.003 1.722.711

Total Penjualan (milyar rupiah) 10.642 11.189 11.218

Nilai Tambah (milyar rupiah) 3.291 3.731 3.605

TOTAL 777.567 862.574 916.182

Karyawan (orang) 2.730.739 2.975.826 3.153.634

Total Penjualan (milyar rupiah) 111.802 126.552 145.392

Nilai Tambah (milyar rupiah) 40.614 51.726 50.545 Sumber : GAPMMI

Tabel 4. Nilai ekspor komoditas pertanian dan agroindustri(juta USD$)

No Uraian Barang 1998 1999 2000

1. Coklat olahan 120.5 126 106.3

2. Kerupuk udang 2.4 5.8 6.9

3. Buah / sayur olahan 113 219.6 187.7

4. Minuman olahan 14.9 20.8 24.5

5. Ikan olahan 219.7 199.5 219.1

6. Kopi olahan 2.1 0.9 0.4

7. Teh olahan 4.8 5.1 3.9

8. Gula pasir dan gula lainnya 0.9 4.4 3.5

9. Makanan olahan lainnya 126.9 221.3 226.9

Total Ekspor 605.2 804.4 779.2

Page 56: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

49

Tabel 5. Permasalahan pada Industri yang berskala Kecil

Permasalahan

Bobot Permasalahan (%)

Pangan Sandang

& Kulit

Kerajinan

Umum

Kimia &

B. Bangn Logam

Rata-

rata

a. Teknologi 32,05 39,27 34,06 39,51 31,33 34,78

b. Pemasaran 20,19 25,03 18,11 10,39 22,00 19,39

c. Organisasi. &

Manajemen

20,51 16,89 16,93 13,58 14,01 17,02

d. Permodalan 16,27 16,67 11,78 16,14 13,58 23,33

e. Bahan Baku 8,01 4,05 6,30 15,43 11,33 7,80

f. Lain-lain 2,57 2,98 8,46 7,41 7,75 4,95

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 (dari berbagai sumber)

Page 57: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

50

PENGKAJIAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS

BERBASIS MANGGA PODANG URANG

Suhardjo*), Gatot Kartono*), Sri Yuniastuti*), Pudji Santoso*), Kasmiati*), Al. Budijono*), Baswarsiati*) dan Yuniarti*)

ABSTRAK

Mangga Podang Urang merupakan komoditas unggulan Kabupaten Kediri,

Propinsi Jawa Timur, yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian Indonesia pada

tahun 2003. Buah mangga ini mempunyai keunggulan dalam warna kulit, ukuran,

aroma dan rasanya, yang disukai oleh konsumen, sehingga mempunyai peluang

untuk pasar Nasional maupun Intenasional. Namun produksi dan mutu buah

mangga Podang Urang masih rendah, karena petani belum menerapkan

pengelolalan kebun secara baik. Tujuan pengkajian ini adalah untuk memperoleh

pengelolaan kebun dan pengolahan hasil spesifik lokasi yang efisien, penguatan

kelompok tani untuk pengembangan agribisnis dan meningkatkan pendapatan

petani. Lokasi pengkajian adalah di desa Tiron, kecamatan Banyakan, kabupaten

Kediri. Metode pengkajian adalah “on farm research” dengan melibatkan peneliti,

penyuluh lapang, petani dan instansi terkait. Hasil pengkajian menunjukkan

bahwa kontribusi pendapatan dari usahatani mangga Podang terhadap total

pendapatan keluarga sebesar 7,95 %. Kontribusi pendapatan meningkat menjadi

51,37 % bila petani juga merangkap pedagang mangga. Telah terbentuk kelompok

tani dan telah mempunyai asset “power sprayer dan uang tunai sebesar Rp.363.250,-

.Produksi mangga meningkat sekitar 7-15 kg/pohon atau pendapatan meningkat

Rp.5.513,- s/d Rp.16.100,-/pohon. Buah klas A yang mulus (bersih, tidak kena getah)

dan berwarna kuning-merah sebanyak 11,31 % dan yang berwarna hijau-kuning

sebanyak 3,77 % dari total produksi. Buah berwarna hijau (umur 111 hari) sesuai

untuk pasar jarak jauh, yang mempunyai kadar asam 0,90 % dan PTT 8,00 % serta

daya simpan 8 hari pada suhu ruangan. Pemasaran ke Bali lewat agen pemasok

buah dapat memberikan tambahan keuntungan Rp150,-/kg. Produk olahan yang

akan dikembangkan adalah dodol dan permen. Sedangkan hasil penyambungan

pada kegiatan “super imposed” cukup baik, yaitu sambungan yang jadi sekitar 58,5-

100 %. .

Kata Kunci : Pengembangan, agribisnis, mangga, kultivar Podang Urang

ABSTRACT

Assessment on the development of agribusiness of Podang Urang mango.

Podang Urang mango was a main commodity in Kediri regency, East Java Province,

which was released in 2003 by Ministry Agriculture of Indonesia. This mango

variety showed good quality in size, skin colour, flavour and taste, that it has good

economic value for National and International market. One important problem in

agribusiness on Podang Urang mango was a low in quality and production, because

the farmers do not use good orchard management yet.

_________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 58: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

51

The aim of this assessment were to study the efficiency of locally specific of orchard

management and fruit processing, formation and empowering of farmer group in

agribusiness process and increased farmers‟ income. Assessment was conducted in

Tiron village, Banyakan distric, Kediri regency. Assessment was set as 0n Farm

Research, followed by researcher, field instructor, farmer and local government.

Activities were PRA, farmers‟ group empowering, farming system instruction and top

working for super imposed research. Result of this assessment showed that farmers

cooperator could increased mango production by 7-15 kg/tree or increased their

income around Rp.5,513 to Rp16,100.. Mango fruit number as grade A, which

yellowish-red, was only 11.31 % and which was yellowish green , was only 3,77 %

from total production. Mango fruit which was yellowish-green (111 days old) contain

acidity 0,90 %, TSS 8,00 % and storage life 8 days at ambient temperature. If

farmers sold to fruits agency, they would get profit about Rp.150/kg. Woman

farmers want to develop mango processing, especially “dodol” (a kind of sweet cake)

and candy. Result of top working research showed that number of successful grafts

was around 58.5 % to 100 %.

Key words : Development, agribusiness, mango, Podang Urang cv..

PENDAHULUAN

Tanaman mangga Podang di Kabupaten Kediri sebanyak 534.126 pohon dan

yang telah berpriduksi sebanyak 260.000 pohon (Diperta Kediri, 2001 dalam

Baswarsiati et al, 2003). Mangga Podang ini merupakan komoditas unggulan

Kabupaten Kediri, karena mempunyai warna dan bentuk yang menarik, rasa dan

aroma khas serta ukuran yang tidak terlalu besar (200-250 g/buah), sehingga punya

peluang pasar nasional dan ekspor yang tinggi (Baswarsiati et al., 2003). Mangga

Podang ini banyak ditanam di bukit-bukit atau pegunungan, sehingga disebut

dengan mangga Podang Gunung, yang pada tahun 2003 telah dilepas oleh Menteri

Pertanian dengan nama mangga Podang Urang. Mangga Podang tang ditanam di

bawah (dataran rendah), umumnya disebut dengan nama mangga Podang Lumut,

yang mutunya lebih rendah dari pada mangga Podang Urang.

Menurut Hofman (1996), mutu hasil pertanian sangat dipengaruhi oleh

kondisi pra panen yang mencakup lingkungan dan cara pembudidayaan. Faktor

lingkungan yang dapat mempengaruhi mutu hasil adalah tanah, ketinggian tempat,

curah hujan, suhu, kelembaban dan angin. Sedangkan cara pembudidayaan

meliputi pengolahan lahan, pemupukan, pemangkasan, penjarangan, pengairan,

penyemprotan untuk pengendalian hama dan penyakit, hormon, dll. Faktor-faktor

tersebut tidak diketahui seberapa besar bila berdiri sendiri pengaruhnya terhadap

mutu hasil, oleh karena masih dipengaruhi persyaratan tumbuh lainnya.

Program pengembangan hortikultura ke depan di wilayah Jawa Timur adalah

melalui penumbuhan sentra yang dilaksanakan melalui pendekatan sistem

agribisnis yang memposisikan petani sebagai wiraswasta (Diperta Prop. Jatim,

2003). Dalam sistem industri pertanian, beberapa subsistem sebagai suatu sistem

aliran sinambung dari suatu rangkaian usaha pertanian, yaitu usaha sarana

produksi, produksi pertanian, teknologi pasca panen, agroindustri, pemasaran dan

konsumen (Soekarto, 1985).

Page 59: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

52

Pada pengembangan hortikultura, utamanya buah-buahan, perlu dibentuk

agregat kebun milik petani guna menyamakan dalam manajemen (pengelolaan),

sehingga perlu adanya tenaga penyuluh lapang.. Hal ini dilakukan utamanya pada

kebun rakyat yang kepemilikannya kecil. Pengembangan hortikultura perlu

mengacu beberapa hal, yaitu (1) prinsip-prinsip penerapan skala ekonomi dalam

usaha, (2) penerapan ilmu dan teknologi maju, (3) pemberdayaan kelompok, (4)

pengembangan kemitraan, (5) penyediaan akses kredit, (6) penyediaan tenaga

professional lapangan dan (7) kerjasama antar sentra agribisnis. Untuk

keberhasilan dalam kegiatan ini diperlukan subsistem penunjang, yaitu

penelitian/pengkajian dan penyuluhan (Rasahan, 2000).

Masalah utama lambatnya pengembangan mangga di Jawa Timur salah

satunya disebabkan rendahnya produksi dan kualitas serta tidak adanya atau

belum optimalnya dukungan teknologi usahatani dan teknologi pengolahan.

Tercatat tanaman mangga Podang Urang pada umumnya sudah tua (umumnya

tanaman warisan orang tuanya), sehingga produksinya menurun, dari 281.948 kw

(1997) menjadi 106.165 kw (2001) (Baswarsiati et al., 2003) Padahal teknologi

usahatani dan pengolahan hasil pengkajian BPTP Jawa Timur (BPTP Jatim, 2002)

maupun lembaga penelitian (Poerwanto, et al., 2000 dan 2001) yang lain sudah

banyak tersedia, termasuk untuk mangga Podang Urang (Baswarsiati, et al., 2003).

Untuk mengatasi masalah melimpah dan harga murah pada musim panen raya

serta meningkatkan kegiatan agribisnis, perlu adanya dukungan agroindustri di

sentra produksi.

Pada umumnya petani hanya memiliki tanaman mangga sekitar 15-20

tanaman dengan cara penjualan secara tebasan atau buah masih di pohon. Kebun

mangga petani juga terletak secara terpencar. Keadaan ini membuat keuntungan

petani belum optimal, karena penjualan sendiri-sendiri, ditunjang dengan

produktivitas dan mutu rendah serta kurang efisien. Padahal tanaman mangga

Arumanis memberi kontribusi pendapatan pada petani di Pasuruan, Jawa Timur,

cukup besar, yaitu sekitar 19-31 % dari total pendapatannya (Suhardjo et al., 2000

dan 2001).

Adapun tujuan dari pengkajian ini (tahun pertama) adalah (1) Menerapkan

pengelolaan kebun secara baik mangga Podang Urang, (2) memperoleh paket

teknologi pengolahan berbahan baku mangga Podang Urang dan (3) menumbuh

kembangkan kegiatan agribisnis mangga Podang Urang lewat penguatan kelompok

tani serta meningkatkan pendapatan petani.

BAHAN DAN METODE

Metode Pengkajian

Pengkajian ini dilakukan dengan pendekatan metoda “on farm research”,

yaitu di tempat petani/produsen mangga/pengguna dengan melibatkan peneliti,

penyuluh, pengguna dan instansi terlait. Petani mangga Podang Urang yang

dilibatkan dalam pengkajian (petani kooperator) adalah 20 anggota dalam satu

kelompok tani. .

Page 60: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

53

Lokasi pengkajian

Pengkajian dilakukan di sentra produksi mangga Podang urang, yaitu di desa

Tiron, kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri.

Pelaksanaan Pengkajian

a. Penentuan hamparan dan kelompok tani

Pelaksanaan pengkajian didahului dengan penentuan

hamparan/lahan/tempat lokasi serta sasaran kelompok tani pengkajian dengan cara

survai (PRA). Data yang dikumpulkan melalui wawancara dan data sekunder dari

kelompok tani, instansi terkait dan peninjauan lapang. Selain itu juga dilakukan

pemilihan anggota kelompok tani sebagai kooperator dalam pengkajian ini.

b. Pembinaan kelompok tani

Dalam pengembangan agribisnis mangga Podang Urang terlebih dahulu

dilakukan pembentukan/penguatan kelompok tani. Pengurus dan anggota

kelompok diarahkan untuk dapat bekerja sama dalam pengembangan agribisnis

mangga. Mereka yang umumnya melakukan pengelolaan tanaman mangganya

secara sendiri-sendiri, diharapkan dapat mengelola bersama-sama, baik dalam

penyediaan saprodi, pemeliharaan tanaman maupun dalam pemasaran hasilnya.

Dalam pengelolaan tanaman mangga Podang Urang ini dilakukan

kesepakatan teknologi yang akan dilaksanakan antara teknologi anjuran dari BPTP

dengan kemampuan petani (Tabel 1).

c. Percontohan pemeliharaan tanaman

Adapun kegiatan yang akan dikenalkan dalam pengelolaan tanaman mangga

Podang Urang (budidaya) adalah sesuai anjuran seperti terlihat pada Tabel 1. Untuk

percontohan ini digunakan sekitar 55 contoh pohon.

d. Penggantian kultivar

Melakukan penggantian mangga Podang Lumut dengan kultivar mangga

Podang Urang dengan metode “top working”. Penggantian masih berupa kajian,

sehingga dilakukan pada beberapa contoh pohon di dukuh Sumberbendo dan

Kaligayam yang mempunyai perbedaan tingg tempat.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan utamanya terhadap biaya input-output dan respon

dan tanggapan serta masukan petani terhadap model pengembangan yang

dikenalkan.

Page 61: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

54

Tabel 1. Rakitan teknologi budiaya mangga Podang Urang

Komponen Teknologi Keterangan

1. Kultivar

2. Umur tanaman

3. Jarak tanam

4. Pemupukan

5. Pemangkasan

6. Pengendalian H & P

7. Induksi bunga (bila

perlu)

8. Panen

9. Pengolahan

10. Tanaman sela

Mangaga Podang Urang

> 50 tahun

Sesuai dengan yang ada di lapang

Pukan diberikan awal mu-sim hujan dan pupuk

organik ½ dosis awal dan ½ dosis akhir musim hujan.

Pukan 75-100 kg, 6 kg ZA atau Urea + 4 kg SP-36 + 4

kg per pohon

Setelah panen, dilakukan pemangkasan

pemeliharaan, dan membersihkan dari benalu.

Secara PHT (termasuk penggunaan metil eugenol)

Paklobutrazol 7,5 cc/l pada bulan Januari-Maret

Pemanenan buah dilakukan pada buah berwarna

hijau kekuningan dan kemerahan atau masak pohon,

sesuai tujuan pemasaran, dipetik pada tangkai buah

diatas absisi. Di bawa ke packing house, kemudian

dilakukan seleksi dan grading.

Buah mangga dikemas sesuai tujuan pemasaran,

dengan kemasan kayu atau karton. Buah yang telah

dikemas dipasarkan/didistribusikan sesuai tujuan.

Buah mutu rendah diolah menjadi salah satu produk

(jam, jeli, manisan, saribuah, dodol, leather fruit, dll),

di kemas plastik ukuran 0,08 mm

Kunyit / jagung / ketela pohon sesuai kesepakatan

Metode Analisis

Data hasil pengamatan yang diperoleh dilakukan analisis deskriptif dan

secara ekonomi mengenai usaha mangga secara anjuran tersebut dibanding dengan

petani diluar pengkajian dan penerimaan model agribisnis yang dikaji oleh petani

sasaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Lokasi

Lokasi utamanya adalah di dusun Sumberbendo, Desa Tiron, Kecamatan

Banyakan, Kabupaten Kediri. Sumberbendo terletak diketinggian 170 m dpl seluas

152 ha, yang terdiri dari 110 ha tegal dan pekarangan serta 42 ha sawah tadah

hujan. Terdapat tanaman mangga (Podang Urang dan Gadung/Arumanis) seluas 90

ha dari 80 petani pemilik. Tanaman mangga Podang Urang kebanyakan berasal dari

biji dan sudah berumur > 40 tahun. Sedangkan tanaman mangga

Gadung/Arumanis sekitar umur 8-10 tahun. Di lokasi ini terdapat 10 pohon induk

mangga Podang Urang yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian pada tahun 2003.

Di lokasi ini telah terbentuk Kelompok Tani dengan nama “Budidaya”.

Kelompok ini juga sudah mempunyai koperasi yang berbadan hukum dengan nama

Page 62: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

55

yang sama, yaitu koperasi “Budidaya”. Koperasi ini mempunyai anggota 1.026

orang, yang kegiatannya masih berupa simpan pinjam yang dilakukan dalam

pertemuan bulanan. Namun yang hadir pada umumnya adalah para ibu-ibu petani.

Mereka umumnya menggunakan uang pinjaman hanya untuk keperluan yang

bersifat konsumtif. Koperasi ini mempunyai asset sebesar Rp.26.600.000,-.

Jarak dari Pusat pasar buah-buahan di Banyakan hanya sekitar 6 km,

utamanya untuk pasar mangga Podang Urang. Dengan demikian selama ini petani

tidak mengalami hambatan dalam memasarkan hasil panennya. Bahkan sebagian

besar dari petani tersebut menjadi pedagang mangga untuk pasar local. Mereka

menjadi pedagang mangga dari bulan Agustus s/d Januari.

Pasar Banyakan sudah terkenal untuk beberapa daerah penghasil utamanya

mangga Podang dan mangga Gadung/Arumanis, utamanya untuk daerah Jawa

Timur bagian barat, misalnya dari Nganjuk, Madiun, Jombang dan lain-lain.

Karena pemasaran yang menumpuk di pasar ini, pada musim panen raya harga

menjadi jatuh sampai lebih dari 50 %. Pada saat mangga sulit, harga mangga

Podang sekitar Rp.1.400,-/kg. Namun pada saat panen raya, apalagi ditambah

musim hujan sudah turun, harga menjadi sekitar Rp.600,-/kg. Musim panen

mangga Podang Urang adalah dari bulan Agustus/September s/d Desember/

Januari, sehingga panenan masih ada di musim penghujan.

Keragaan petani kooperator

Petani kooperator rata-rata mempunyai mangga Podang Urang sebanyak 24

pohon dengan tanaman yang telah berproduksi sebanyak 18 pohon. Mareka juga

mempunyai tanaman mangga Gadung. Pola usaha tanimya adalah tumpangsari

dengan kunyit atau ketela pohon atau jagung (Tabel 2).

Kontribusi pendapatan dari usahatani mangga Podang Urang relative rendah,

yaitu hanya sekitar 7,95 % dari total pendapatan keluarga. Namun pendapatan dari

usaha mangga menjadi besar setelah mereka juga merangkap menjadi pedagang

mangga, yaitu meningkat menjadi 51,37 % dari total pendapatan keluarga.

Sedangkan dari sawah dan tegal serta pekarangannya, secara keseluruhan memberi

kontribusi pendapatan sekitar 17,45 %. Kontribusi pendapatan lainnya adalah dari

buruh tani atau bangunan dan dari pertukangan sebesar 31,18 % dari total

pendapatan keluarga. (Tabel 3).

Tabel 2 . Pola usaha tani mangga

Jenis tanaman

mangga

Jumlah tanaman (pohon)

Pola usaha tani *) Telah

berproduksi

Belum

berproduksi

Jumlah

tanaman

1. Gadung

2. Podang

8

18

-

6

8

24

Tumpangsari

Tumpangsari

Jumlah

tanaman 26 6 32 -

Keterangan : *) Pola usaha tani : Mangga + Ketela pohon + Kunir

Page 63: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

56

Tabel 3. Kontribusi usahatani mangga Podang terhadap pendapatan keluarga per

KK Selama setahun

S e k t o r Luas usahatani

(ha)

Pendapatan

(Rp.)

Persentase

(%)

1.Pertanian

a. Lahan sawah

b. Lahan tegal

c. Lahan pekarangan

d. Usahatani mangga Podang

2. Luar pertanian

a. Buruh tani/bangunan

b. Perdagangan *)

c. Pertukangan

0,25

0,50

0,15

0,20

-

-

-

735.650

699.375

775.000

1.006.500

450.000

5.500.000

3.500.000

5,81

5,52

6,12

7,95

3,55

43,42

27,63

T o t a l 1,10 12.666.525 100 *) Pedagang mangga

Pembinaan/pembentukan kelompok

Walaupun di Sumberbendo ini sudah ada kelompok tani, ternyata belum ada

bagian atau seksi yang mengkoordinis secara khusus dalam menangani usahatani

mangga Podang Urang. Dalam pengkajian ini dipilih 20 petani mangga Podang

Urang sebagai kooperator dengan kepemilikan sekitar 20.095 pohon mangga Podang

Urang atau sekitar 21 ha.

Petani kooperator ini dibina menjadi sebagai embrio sub seksi dari kelompok

tani “Budidaya” yang membidangi usahatani mangga Podang Urang. Oleh karena

itu di sub seksi ini dipilih seorang ketua, sekretaris dan bendahara, yang nantinya

melakukan koordinasi dalam kegiatan agribisnis mangga Podang Urang tersebut.

Setiap bulan minimal sekali melakukan pertemuan untuk membicarakan masalah

yang dihadapi dan kegiatan kedepan yang akan dilakukan.

Pembinaan utamanya ditujukan untuk melakukan pengelolaan kebun

mangga dan pemasaran serta pengolahan secara bersama. Untuk pengolahan,

terpilih 10 wanita tani sebagai kooperator. Khusus kegiatan pengolahan ini

dilakukan setelah ada panenan mangga Podang Urang.

Karena tanaman mangga yang keragaannya sangat tinggi dan kekar, maka

sub kelompok ini disediakan “power sprayer” guna pengendalian hama penyakitnya.

Untuk pengelolalan pompa ini, disepakati anggota sub seksi menyewa Rp.150,-

/pohon dan di luar anggota Rp.300,-/pohon untuk perawatan alat. Sedangkan untuk

tenaga operator harus menggunakan orang yang sudah ditetapkan dengan biaya

Rp.300,-/pohon. Sedangkan untuk obat dapat meminjam ke sub kelompok ini. Sewa

alat dan obat dapat dilakukan dengan system bayar setelah panen (“yarnen”).

Demikian pula pada pengkajian ini dilakukan bantuan pupuk dan kunyit kepada

kelompok. Anggota yang meminjam dapat membayar setelah panen kepada

kelompok.

Dalam pembinaan ini ikut serta dari BIPPK yang mempromosikan produk

olahan (dodol mangga Podang Urang) dalam suatu kegiatan “Gelar Promosi

Agribisnis” Kabupaten Kediri. Selain itu dari Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur

memberikan bantuan berupa alat panen sebanyak 500 buah, dengan harapan hasil

Page 64: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

57

buah menjadi lebih meningkat mutunya. Dilokasi ini pada tahun 2004 juga ada

kegiatan pembinaan pelatihan pembuatan bokasi oleh suatu LSM kepada utamanya

ibu-ibu wanita tani.

Pada kegiatan pemasaran buah segar, telah dilakukan kerjasama atau

kemitraan dengan Cv. Mawan Segar Abadi” yang berdomisili di Batu, Malang,

untuk konsumen pasar swalayan. Pada tahun 2004 ini baru terealaisasi sebanyak

400 kg dengan tujuan pasar swalayan di Bali.

Produksi dan Mutu buah

Petani kooperator melaksanakan minimal pengendalian hama dan penyakit

pada tanaman mangga Podang-nya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan produksi antara 7-15 kg/pohon (Tabel 4). Bila dilakukan analisis biaya

tambahan yang diberikan, maka petani memperoleh peningkatan pendapatan

sekitar Rp.5.513,- sampai dengan Rp.16.100,- per pohon (Tabel 5).

Tabel 4. Poduksi mangga Podang Urang

No. Jumlah

pohon Produksi 2003 Produksi 2004 Keterangan

1. 12 8.33 kg/ph 16,67 kg/ph Tidak diperlakukan

2. 150 20 kg/ph 33,33 kg/ph Melakukan

penyemprotan

3. 100 25 kg/ph 40 kg/ph Melakukan

penyemprotan

4. 150 67 kg/ph 74 kg/ph Pupuk*) +

penyemprotan .*) Pukan 4 kg, urea 0,35 kg, SP-36 0,30 kg dan KCl 0,10 kg per pohon.

Tabel 5. Analisis tambahan biaya produksi mangga Podang Urang petani kooperator

No. Kenaikan

produksi (kg/ph) Harga Jual (Rp.)

Biaya

Perlakuan (Rp)

Keubtungan

(Rp)

1. 13,33 15.996 927 15.069

2. 15 18.000 900 16.100

3. 7 8.400 2887 5.513 Catatan : Harga mangga Rp1.200,-/kg

Petani/pedagang pada umumnya melakukan pemasaran secara campuran,

tidak melakukan pengkelasan (grading). Selain itu petani melakukan pemanenan

pada tingkat ketuaan yang maksimal (matang pohon). Pada tingkat kematangan

seperti ini bila dilakukan pengkelasan berdasar ukuran, diperoleh klas A 47 % dan

klas B 36 %. Sedangkan yang sudah lewat matang sekitar 5 % (Tabel 6).

Sedangkan dari buah mangga Podang Urang klas A yang sudah terseleksi

tertsebut, bila dilakukan seleksi lagi berdasar tingkat ketuaan dan kemulusan,

diperoleh yang matang, masih keras, berwarna kuning kemerahan ada sekitar 24,07

%, sedangkan yang kotor, kena getah sekitar 48,79 % (Tabel 7). Dengan demikian

dari produksi total, klas A yang matang optimal hanya 11,31 % dan yang hijau

sekitar 3,77 %. Padahal yang masih berwarna hijau ini yang disukai untuk

pengiriman jarak jauh.

Page 65: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

58

Tabel 6. Hasil seleksi berdasar ukuran dari sebanyak 1.533 kg buah mangga Podang

Urang hasil panenan pada tingkat ketuaan berdasar petani, Kediri, 2004.

No. K l a s Jmlh bh/kg Ukuran (P D)

(cm)

Bobot

(gram/bh)

Jumlah (%

bobot)

1. A 4 – 5 12 x 6,28 > 200 47

2. B 6 – 7 10,5 x 6,20 150 – 200 36

3. C > 7 10,0 x 6, 04 < 150 12

4. L e w a t M a t a n g - 5

Tabel 7. Hasil seleksi berdasar tingkat ketuaan dan kemulusan dari sebanyak 51kg

buah mangga Podang Urang klas A hasil seleksi berdasar ukuran, Kediri,

2004).

No. Kondisi buah Jumlah (%

bobot) Keterangan

1. Keras, kuning-merah dan

mulus

24,07 PTT 10 %, asam 0,71 %

2. Keras, hijau-kuning dan

mulus

8,02 PTT 8 %, asam 0,9 %

3. Keras, kuning-merah, kotor

tetapi bias dicuci

19,13 PTT 10 %, asam 0,71 %

4. Kotor getah dan lainnya 48,78 -

Pemasaran buah

Petani/pedagang pada umumnya hanya memasarkan ke pasar local

(Banyakan), sedangkan pemasaran ke luar daerah banyak dilakukan pedagang di

luar Sumberbendo, misalnya dari Banyakan. Pemasaran umumnya ke Yogyakarta,

Purwokerto, Semarang, Jakarta dan kota-kota di Jawa Timur. Untuk pemasaran

ini telah dilakukan pengemalan dengan kemitraan pemasok buah-buahan ke “super

market” yang ada di Batu, Malang. (CV. Mawan Segar Abadi) Pengiriman ke

Denpasar, Bali sebanyak 400 kg (3 kali pengiman). Untuk pengiriman ke Bali,

dikehendaki buah mangga Podang yang masih berwarna hijau kekuningan (umur

111 hari). Sifat buah pada umur ini mempunyai ketahanan simpan sampai 8 hari

pada suhu ruangan (Tabel 8). .

Tabel 8. Sifat buah mangga tingkat ketuaan hijau-kekuningan (umur 111hari)pada

penyimpanan suhu ruangan, Kediri, 2004.

No. Parameter 1 Hari Setelah

Penyimpanan

8 Hari Setelah

Penyimpanan

1. Kekerasan (kg) > 12 3,16

2. Kadar Padatan Terlarut Total (%) 8,00 16,00

3. Kadar asam (%) 0,90 0,24

4. Rasio PTT / asam 9,11 66,67

5 Susut bobot (%) - 6,84

Page 66: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

59

Mangga Podang Urang bila di jual di pasar Banyakan rata-rata laku dengan

harga Rp.1.200,-/kg. Bila dilakukan kerjasama dengan pemasok buah yang ada di

Batu, Malang, ini, ternyata dapat meningkatkan pendapatan petani sebesar sekitar

Rp.1.500,-/kemasan atau Rp.150,- / kg (Tabel 9).

Tabel 9. Analisis usaha pemasaran buah mangga Podang

Urang per kemasan (10 kg)

No. U r a i a n B i a y a

(Rp.)

1. Mangga 10 kg 12.000,-

2. Kemasan (karton) 3.000,-

3. Seleksi + mengemas 1.000,-

4. Transportasi ke Batu, Malang 2.500,-

Total 18.500,-

Harga buah 20.000,-

Tambahan pendapatan 1.500,-

Pembinaan pengolahan berbahan baku mangga Podang Urang

Pada pengkajian ini, untuk meningkatkan nilai tambah komoditas mangga

Podang Urang, utamanya buah dengan klas C, dikenalkan untuk diolah menjadi

berbagai produk. Produk yang dikenalkan adalah jeli agar, dodol dan permen.

Sebanyak 10 wanita tani dilibatkan dalam pembinaan ini, yang nantinya

diharapkan menjadi embrio agroindustri pedesaan.

Tabel 10. Hasil pengamatan organoleptik jeli agar, dodol dan permen dari

bahan baku mangga Podang Urang (skor).

No. Parameter Jeli agar Dodol Permen

1. Warna 2,8 4,0 3,6

2. Aroma 3,5 2,9 4,0

3. Tekstur 3,5 3,0 3,6

4. Rasa 3,5 3,0 2,4

5. Penerimaan teknologi Sedang Sedang Sedang

6. Keinginan Adopsi Ingin Ingin Ingin Catatan : Skor 1 = sangat tidak suka ; Skor 5 = sangat suka

Produk dodol wanita tani sudah bisa membuat, bahkan sudah dipromosikan

lewat instansi BIPPK Kabupaten Kediri. Namun mutu masih perlu diperbaiki,

utamanya dalam hal tekstur dan rasa. Pada pengenalan pengolahan ini, hal

tersebut (perbaikan tekstur dan rtasa dodol) dicoba untuk diperbaiki. Hasil

pengamatan secara oraganoleptik, mereka (wanita tani) mempunyai keinginan

untuk mengadopsinya (Tabel 10).

Temu Usaha

Pada akhir pengkajian, dilakukan pertemuan antara petani, pedagang,

pemasok buah-buahan pada “super market” di Denpasar Bali, Semarang dan

Makasar, yaitu CV. Mawan Segar Abadi. Pertemuan dimaksudkan untuk

menyamakan persepsi dalam melakukan standarisasi buah mangga Podang Urang,

mempertemukan antara petani, pedagang local dan kelompok tani dengan pedagang

yang lebih besar.

Page 67: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

60

Selain itu pertemuan juga dimaksudkan untuk mempromosikan produk

olahan berbahan baku mangga Podang Urang (jeli agar, dodol dan permen) buatan

kelompok wanita tani kepada para pedagang, yang diharapkan dapat membantu

dalam pemasarannya. Wanita tani yang merupakan sasaran pengkajian introduksi

pengolahan berbahan baku mangga Podang Urang menyatakan bahwa jeli agar

mempunyai rasa (skor 3,5) yang paling disukai dibanding dodol (skor 3,0) maupun

permen (2,4). Mereka juga mempunyai keinginan untuk mengadopsi dan

mengembangkan produk olahan ini, karena teknologinya tidak sulit. Namun dalam

temu usaha, dari 20 panelis yang ditanyakan tentang prospek kedepan bila

dipasarkan, mereka 75 % memilih dodol dan 25 % memilih permen. Jeli agar tidak

diminati karena karagenan dan juga kemasan plastik, salah satu bahan untuk

pengolahan ini tidak dijual dipedesaan. Selain itu daya simpan produk olahan ini

sangat pendek, bila tidak mempunyai kulkas (pendingin).

Ternyata para pedagang mempunyai respon utamanya pada pemasaran dodol

(75 %) dan permen (25 %). Untuk jeli agar mereka kurang mendapat tanggapan.

Penyambungan dewasa (top working)

Penyambungan dilakukan di Sumberbendo dengan ketinggian tempat sekitar

170 m dpl dan Kaligayam 60 m dpl. Sebagai batang bawah adalah mangga Podang

mutu rendah (mangga Podang Lumut) dan batang atas (entris) Pohon Induk dan

mangga Podang Urang yang tumbuh di Kaligayam.

Hasil pengamatan ”top working” menunjukkan bahwa hasil penyambungan

pada tanaman dewasa (“top working”) cukup berhasil, yaitu sambungan jadi

berkisar antara 58,5 – 100 %. Saat ini sambungan baru tumbuh dengan diameter

sekitar 9,2 - 13,9 mm (Tabel 11). Diiharapkan pada umur sambungan 2-3 tahun

sedah dapat berbuah, sehingga mutu buah dapat diamati.

Tabel 11. Hasil penyambungan pohon dewasa (“top working”) pada umur 2 bulan

setelah penyambungan

No. Tempat

Penyambungan

Jumlah

pohon Asal entries

Sambungan

jadi (%)

Diameter

tunas (mm)

1. Sumberbendo 4 Sumberbendo 81,7 13,9

2. Sumberbendo 3 Kaligayam 84,1 9,2

3. Kaligayam 3 Sumberbendo 100 9,5

4. Kaligayam 3 Kaligayam 58,5 9,2

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Petani kooperator umumnyai memiliki 75 % mangga Podang Urang dan 25 %

mangga Gadung/ Arumanis. Kontribusi pendapatan dari usahatani mangga

Podang Urang sebesar 7,95 % dan meningkat menjadi 51,37 % bila petani

merangkap menjadi pedagang mangga..

2. Sub kelompok tani mangga telah mempunyai aset “power sprayer” dan uang

tunai sebesar Rp.363.250,-.

3. 3.Produksi mangga Podang Urang meningkat sebesar 7-15 kg/pohon atau

peningkatan pendapatan sebesar Rp.5.513,- s/d Rp.16.100,-/pohon.

Page 68: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

61

4. Buah klas A yang mulus sebanyak 11,31 % berwarna kuning merah dan 3,77

% berwarna hijau-kuning dari total hasil panen. Buah yang hijau-kuning

(umur 111 hari) sesuai untuk pasar jauh, dengan kondisi kadar asam 0,90 %

dan PTT 8,00 % dan daya simpan 8 hari pada suhu ruangan.

5. 5, Telah terbentuk kerjasama dengan agen pemasok buah untuk “super

market”. Pemasaran lewat agen ini meningkatkan pendapatan sekitar

Rp.150,-/kg.

6. Produk olahan berbahan baku mangga Podang Urang yang ingin

dikembangkan oleh wanita tani adalah dodol dan permen.

7. Hasil penyambungan pada “super imposed” sebesar 58,5-100 % dengan jumlah

1-3 buah tunas per pohon..

DAFTAR PUSTAKA

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur 2002. Monograf Mangga, BPTP

Jawa Timur..

Baswarsiati, Yuniarti, M. Taufik, Y. Santoso, Pikit, Sdiswoto dan D.D. Kuncoro.

2003. Varietas Unggul Mangga Podang Urang. Petunjuk Teknis Rakitan

Tekno;ogi Pertanian. Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan BPTP Jawa

Timur.Diperta Prop. Jatim. 2000. Laporan Tahunan 2000. Dinas

Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Timur. Surabaya.

Diperta Prop. Jawa Tomir. 2003. Progran Duinas Pertabiab Propinsi Jawa Toimur

tahun 2004. Makalah Sewindu BPTP Jawa Timur. Malang, 5 Juni 2003.

Hofman, P. J. 1996. Pre Harvest Effects on Postharvest Quality of Subtropical

Fruit. Proceedings : International Conference on Tropical Fruit. Kuala

Lumpur, Malaysia, 23-26 July 1996. Hal. 323-341.

Poewanto, R. , R. Hidayat, T. Sudaryono dan Baswarsiati. 2000. Pengembangan

teknologi Produksi buah mangga du luar musim. Laporan kerjasama

Proyek Pembinaan Pengembangan Agribisnis-Lemlit IPB.

Poerwanto, R. , R. Hidayat dan W. Guntoro. 2001. Pemantapan teknologi spesifik

lokasi melalui gelar teknologi komoditas mangga. Laporan kerjasama Pusat

Kajian Buah-buaha Tropika Lemlit IPB dengan PPPAH & Tan. Industri

Deptan.

Suhardjo, P. Santoso, M. Soleh, S. Yuniastuti T. Purbiati, B. Tegopatu, B. Siswanto,

B. Pikukuh, Al. Budijono, Sarwono, Handoko, Yuniarti dan A.R. Effendi.

2000. Pengkajian SUP mangga Arumanis Berbasis Ekoregional Lahan

Kering. Prosiding Seminar Hasil Penelitian/Pengkajian BPTPKarang ploso,

Malang. Hal. 67-78.

Rasuhan, C. A. 2000. Kebijakan dan strategi pengembangan hortikultura

Inadonesia. Prosiding Seminar Nasional Hortikultura. Fak. Pertanian,

UPN Veteran Yigyakarta.

Soekarto, S.T. 1985. Peranan pasca panen menuju industri pertanian. Media

Teknologi 1 (1) : 9-14.

Page 69: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

62

PENGKAJIAN PENGELOLAAN VARIETAS JAGUNG LOKAL MADURA

S. Roesmarkam*), F. Arifin*), B. Pikukuh*), Handoko*), S. Zunaini*). S, Abu*) dan Robi‟in*)

ABSTRAK

Result of breeding activities was the varieties candidate of local corn, namely

Md 2-11, TL 2-132 and GL-2-28 These three varieties improved yield by 30%; 25% and

1% for Md 2-11, TL-2-132 and GL-2-28 respectively. The yield of Md 2-11 is 2.50 t/ha, TL 2-

132 is 3.20 t/ha and GL-2-28 is 4.09 t/ha With those yield, farmers got benefit by Rp.

2,402,500,-, Rp. 3,382,500,- and Rp. 4,308,500,- per ha, respectively for Md-2-11, TL-2-

132 and GL 2-28 or by B/C ratio 1.78, 2.39 and 2.36 .Although the three varieties gave

difference yield, but farmer did not want to grow GL 2-28 which gave higher yield,

because of these locally specific adaptation of each variety. From the farmers

discussion which was conducted at Guluk-Guluk, showed that responsibility of

farmers was so higher to these varieties and hoped that this seed production could be

certified.

Kata kunci : Jagung, lokal Madura

ABSTRACT

Breeding result of this activities are the varieties candidat of local corn, there

era Md 2-11, TL 2-132 and GL-2-28 These three varieties had increasing yield of 30%; 25%

and 1% for Md 2-11, TL-2-132 and GL-2-28 respectively. The yield of Md 2-11 is 2.50 t/ha,

TL 2-132 is 3.20 t/ha and GL-2-28 is 4.09 t/ha By these yield farmers get benefit Rp.

2,402,500,-, Rp. 3,382,500,- and Rp. 4,308,500,- per ha respectively for Md-2-11, TL-2-132

and GL 2-28 or by B/C ratio 1.78, 2.39 and 2.36 respectively .Although the three

varieties had difference yield, but farmer did‟n moved to plant GL 2-28 which a had

more yielding, because of these specific adaptation of every variety. From the farmers

meeting which and conducted in Guluk-Guluk, show that responsibility of farmers

are so higher to these varieties and whish just to realised and the seed can to be

certificated.

Key word : Corn, local Madura.

PENDAHULUAN

Jagung merupakan komoditas pangan kedua setelah padi di Jawa Timur,

dengan luas panen 1,3 juta ha dengan produksi sekitar 4,2 juta ton per tahun

(Diperta 2004). Ditinjau dari kegunaannya sekitar 30% untuk pangan dan 70%

untuk pakan ternak. Kepulauan Madura memiliki areal terluas (400.000 ha) dan

dan sebagian besar berada di Kabupaten Sumenep mencapai 151.879 ha (BPS Kab.

Sumenep,1997). Walaupun memiliki areal terluas namun karena produktivitas per

hektarnya rendah 1,4 t/ha, produksi total di Kabupaten Sumenep hanya sekitar

200.000 ton per tahun.

_________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 70: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

63

Rendahnya produktivitas tersebut selain dikarenakan lahan yang kesuburannya

rendah, curah hujan yang rendah juga karena petani menggunakan benih sendiri

yang tanpa seleksi serta jumlah tanaman dan jumlah

tongkol yang digunakan untuk benih tidak memenuhi syarat (minimal 20 tongkol

dari 400 tanaman) (Halleuer and Miranda, 1970).

Untuk mengganti varietas lokal dengan varietas unggul nasional mengalami

kesulitan karena varietas unggul nasional memiliki umur yang lebih dalam (paling

genjah 85 hari) sedang varietas lokal Madura berumur genjah paling lama 75 hari,

bahkan ada yang berumur 65 hari. Masalah umur ini menjadi alasan utama petani,

karena dengan umur yang genjah petani mampu melakukan pergiliran tanaman

dengan baik yakni padi-jagung-tembakau atau jagung-jagung-tembakau. Untuk itu,

sejak tahun 2003, BPTP Jawa Timur bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten

Sumenep melaksanakan seleksi jagung lokal setempat dengan tujuan utama adalah

meningkatkan potensi hasil dengan sifat-sifat lain terutama umur tanaman

diusahakan tetap.

Keberhasilan seleksi ditentukan oleh keragaman potensi hasil (diameter

tongkol, diameter janggel, panjang tongkol dan tinggi tanaman). Dengan memilih

tongkol yang besar dan panjang, diikuti oleh janggel yang kecil diharapkan diperoleh

varietas yang berpotensi hasil tinggi (Dahlan, 1988). Mengenai daya adaptasi dan

ketahanannya terhadap hama dan penyakit diharapkan tidak menjadi masalah,

karena material yang diseleksi berasal dari lokasi setempat.

Pertanaman jagung di tingkat petani di Kabupaten Sumenep pada umumnya

petani menggunakan benih dari pertanaman sendiri yang kualitasnya rendah (daya

tumbuh rendah, varietas campuran, dan berasal dari tongkol yang kurang

memenuhi syarat), Selain itu petani menanam jagung tanpa menggunakan jarak

tanam yang teratur, jumlah biji/lubang bisa mencapai 7 biji/lubang). Oleh sebab itu

banyak tongkol yang dihasilkan hampa (biji kosong). Pengolahan tanah cukup baik,

karena dilakukan saat musim kemarau (jauh sebelum masa tanam). Petani hanya

mengandalkan pupuk urea dan pupuk kandang dengan dosis dan waktu memupuk

yang kurang tepat. Pengendalian hama kurang dilakukan, sehingga kadang-kadang

banyak terserang hama Heliotis armigera yang menyerang bagian pucuk tongkol.

Tujuan pengkajian ini adalah :

1. Diperolehnya varietas lokal jagung Madura yang seragam, daya hasilnya

meningkat ≥ 25% dari materi asal, tetapi dengan sifat-sifat yang lain tetap.

2. Dengan diputihkannya varietas jagung lokal Madura, akan memudahkan

pelaksanaan pelabelan benih. Sehingga petani akan lebih mudah mendapatkan

benih yang bermutu.

MATERIAL ASAL DAN PELAKSANAAN SELEKSI

1. Tiga varietas lokal masing-masing berasal dari Kecamatan Talango,

Kecamatan Manding, dan Kecamatan Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep

Madura. Sebanyak 250 tongkol dari masing-masing varietas dipipil per tongkol

dan dibagi 2 kantong serta diberi nomor 1 s/d 250 dengan kode varietas

masing-masing, sebagai berikut :

Manding 1 -1 , Manding 1-2 Manding 1- 250

Manding 2 -1 , Manding 2-2 Manding 2 -250

Talango 1 -1 , Talango 1-2 Talango 1 - 250

Page 71: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

64

Talango 2 – 1 , Talango 2-2 Talango 2 – 250

Guluk-guluk 1 - 1 ,guluk-guluk 1-2 Guluk-guluk 1 – 250

Guluk-guluk 2 – 1 ,guluk-guluk 2-2 Guluk-guluk 2 – 250

Kode angka di depan 1 (Manding 1-1 s/d 250 Talango 1-1 s/d 250 dan Guluk-

guluk 1-1 s/d 1-250) ditanam di KP Mojosari sedang kode angka di depan 2

(Manding2-1 s/d 2-250, Talango 2-1 s/d 2-250 dan Guluk-guluk 2-1 s/d 2-250) di

tanam di Talango. Untuk isolasi dilakukan isolasi waktu dengan senggang

waktu 2 minggu, yaitu minggu I ditanam di Manding, minggu III di Talango

dan minggu I bulan berikutnya di Guluk-guluk. Penanaman menggunakan

jarak tanam 70 cm x 15 cm, 1 tan/lubang, pemupukan sesuai anjuran dan

pemeliharaan secara intensif. Sifat-sifat tongkol material asal menunjukkan

bahwa berat tongkol, berat biji/tongkol, diameter tongkol dan diameter janggel

cukup bervariasi (Tabel 1), sehingga masih dimungkinkan diadakan seleksi

untuk meningkatkan hasil. Seleksi dilaksanakan bertahap yaitu saat

pertumbuhan awal dibuang tanaman yang tumbuh tidak normal, dan tanaman

diserang hama/penyakit. Tahap kedua dilakukan saat tanaman berbunga

dengan membuang tanaman yang berbunga jantan tidak normal, tanaman

yang tumbuh tidak normal baik yang sangat tinggi maupun terlalu pendek dan

tanaman yang sakit. Tahap ketiga dilakukan saat menjelang panen yaitu

dipilih baris-baris yang bagus sesuai dengan yang diinginkan dan dari baris

yang terpilih tersebut dipilih tanaman (tongkol) yang bagus. Tahap keempat

adalah pemilihan di gudang, dipilih tongkol-tongkol yang bagus (berisi penuh,

biji seragam dan sehat).

2. Hasil seleksi ditanam lagi di lokasi masing-masing (dari Talango ditanam di

Talango dan dari Mojosari ditanam di Mojosari). Penanaman hasil seleksi ini

bukan lagi tongkol per baris tetapi dilakukan baris per petak dengan ukuran

petak 4,8 m x 5 m, jarak tanam 60 cm x 15 cm, bertujuan selain untuk

observasi juga untuk perbanyakan benih. Penanaman 3 varietas tersebut tetap

menggunakan isolasi waktu dengan selang waktu 2 minggu seperti pada

pertanaman pertama.

3. Hasil benih dari petak-petak terpilih tersebut kemudian diuji di 3 kecamatan

yakni Talango, Manding dan Saronggi, Kabupaten Sumenep. Selain itu untuk

mengetahui cara budidaya maka dilakukan uji jarak tanam (6 perlakuan)

yakni:70 cm x 15 cm dengan 1 tanaman/lubang, (1) 70cm x 25 cm dengan 2

tanaman/lubang, (2) 50 cm x15 cm dengan 1 tanaman /lubang dan (3) 50 cm x

25 cm dengan 2 tanaman/lubang, (4) 60 cm x 15 cm dengan 1 tanaman /lubang

dan (5) 60 cm x 25 cm dengan 2 tanaman/lubang.

4. Hasil terbaik dari kegiatan 3, baik dari nomor terpilih maupun jarak tanam

optimal digunakan untuk melaksanakan kegiatan uji adaptasi (uji multi

lokasi). Kegiatan tersebut dilaksanakan di lokasi-lokasi asal dan dibandingkan

dengan varietas petani (varietas asal). Pengujian ini menggunakan rancangan

acak kelompok dengan 3 ulangan, ukuran petak 5 m x 4 m, jarak tanam sesuai

dengan populasi optimal pada kegiatan 3, pemupukan dan pemeliharaan

optimal.

Page 72: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

65

HASIL KEGIATAN SELEKSI

Material asal dan hasil seleksi pertama

Kondisi awal tongkol diterima cukup beragam baik panjang tongkol diameter

tongkol, jumlah butir biji/tongkol dan berat biji/tongkol (Tabel 1). Setelah biji ditanam,

baik di Talango maupun di Mojosari, terdapat keragaman yang cukup tinggi terutama

antar baris tanaman. Keragaman terlihat jelas pada tinggi tanaman, letak tongkol,

bentuk tongkol dan posisi daun (Tabel 1).

Tabel 1. Kondisi fisik tongkol jagung lokal Madura (varietas Manding, Talango dan

Guluk-guluk) yang diterima dari Diperta Kabupaten Sumenep, dibandingkan

dengan kondisi setelah diseleksi di Talango – Sumenep dan Mojosari-

Mojokerto 2003..

Varietas / parameter Tongkol awal Tongkol terpilih setelah seleksi

Talango Mojosari

1.Varietas Manding

-baris terpilih

- bobot tongkol (gr)

- bobot biji (gr)

- Diameter tongkol (cm)

- Panjang tongkol (cm)

- Jumlah biji/tongkol

- Umur panen (hari)

2. Varietas Talango

-baris terpilih

- bobot tongkol(gr)

- bobot biji tongkol(gr)

- Diameter tongkol (cm)

- Panjang tongkol (cm)

- Jumlah biji/tongkol

- Umur panen (hari)

3. Varietas Guluk-guluk

-baris terpilih

- bobot tongkol(gr)

- bobot biji (gr)

- Diameter tongkol (cm)

- Panjang tongkol (cm)

- Jumlah biji/tongkol

- Umur panen (hari)

-

13,42 (8,5-15,6)

10,97 (7,4-12,9)

2,42 (2,6-3,8)

5,84 (4,4-6,7)

115 (96-129)

-

-30,9 (25,8-38,3)

25,12 (22,1-31,3)

3,23 (2,4-4,1)

8,02 (7,3-8,5)

208 (198-231)

-

-

28,3 (24,6-31,4)

20,42

3,24

9,14

151

-

28 baris (238 tongkol)

35,26 (28,4-36,3)

20,44 (18,3-29,6)

3,34 (2,8-4,1)

7,20 (6,7-10,6)

140 (133-158)

67

37 baris (278 tongkol)

40,50 (35,4-56,2)

30,52 (28,4-36,7)

4,65 (3,9-5,1)

9,43 (8,8-10,2)

252 (240-263)

70

40 (346 tongkol)

34,66 (31,9-41,2)

28,34

3,27

11,64

174

73

16 baris(37 tongkol)

45,46 (37,6-51,8)

29,52 (26,5-41,4)

3,62 (2,9-3,9)

8,73 (7,9-15,6)

146 (141,151)

62

34 baris (105tongkol)

47,34 (41,2-56,3)

42,83 (39,2-51,3)

4,80 (4,1-5,3)

9,87 (9,2-10,4)

259 (243-269)

72

25 baris (110tongkol)

35,70 (33,6-43,7)

31,45

3,31

12,21

185

75

Dari Tabel 1 di atas menunjukkan tongkol hasil seleksi lebih berat, lebih besar

dan memiliki jumlah biji/tongkol lebih banyak dan lebih berat. Dari hasil ini

diperkirakan kondisi Manding mampu memberikan hasil sekitar 2,5 ton/ha, Talango

3,1 ton/ha dan Guluk-guluk 3,5 ton/ha.

Seleksi tahap pertama ini terpilih masing-masing di lokasi Talango untuk

varietas Manding 28 baris (238 tongkol), varietas Talango 37 baris (278 tongkol) dan

varietas Guluk-guluk 40 baris(346 tongkol), sedang di lokasi Mojosari terpilih untuk

varietas Manding 16 baris (180 tongkol), varietas Talango 20 baris (230 tongkol) dan

varietas Guluk-guluk 25 baris (110 tongkol). (Lampiran 1). Baris-baris yang terpilih di

lokasi Talango ternyata sama dengan baris-baris terpilih di lokasi Mojosari, sehingga

seleksi selanjutnya hanya dilakukan di Talango, sedang perbanyakan benih dilakukan

di Mojosari. Tongkol terpilih dari baris terpilih ditanam masing-masing dalam satu

petak.

Page 73: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

66

1. Seleksi tahap II

Penanaman baris per petak dilaksanakan di Talango pada MK-2 tahun 2003.

Pertanaman yang berasal dari tongkol hasil dari seleksi baris yang sama

menunjukkan bahwa tanaman terlihat lebih seragam, sedang antar petak terdapat

sedikit keragaman terutama tinggi tanaman. Dari pertanaman seleksi tahap II ini

dipilih 5 calon varietas terbaik yakni untuk varietas Manding, terpilih Md 2-2; Md 2-

3; Md 2-4; Md 2-8 dan Md 2-11 varietas Talango terpilih TL 2-66; TL 2- 122; TL 2-

132; TL 2-133 dan TL 2-150 sedang Guluk-guluk terpilih GL 2-28; GL 2-37; GL 2-

114; GL 2-124 dan GL 2-196 (Tabel 2).

2. Observasi daya hasil

Kegiatan ini dilakukan di 3 lokasi, yakni di Kecamatan Manding, Talango dan

Saronggi. Pertanaman di Talango gagal karena kekeringan. Hasil percobaan di

Kecamatan Manding menunjukkan bahwa varietas Manding memberikan

penampilan terbaik dibanding 2 varietas lain (tabel 3), sedang di Kecamatan

Saronggi kondisi ke 15 varietas agak tertekan karena kekurangan air dan serangan

hama, sehingga hasilnya sangat rendah (Tabel 3). Dari hasil percobaan di

Kecamatan Manding berkisar 2,1-2,75 kg per petak atau 1,4-1,8 t/ha untuk varietas

Manding, varietas Talango berkisar antara 1,86-2,43 kg/petak atau 1,24-1,68 t/ha,

sedang varietas Guluk-guluk 1,32-2,57 kg/petak atau 0,88-1,71 t/ha. Daya hasil di

Kecamatan Saronggi, guluk-guluk relativ paling baik, disusul varietas Talango dan

varietas Manding, masing-masing 1,93-2,7 kg/petak atau 1,29-1,83 t/ha untuk

varietas Guluk-guluk 1,88-2,34 kg/petak atau 1,25-1,56 t/ha untuk varietas Talango

sedang varietas Manding 1,05-1,72 kg/petak atau 0,7-1,15 t/ha.

Tabel 2. Beberapa sifat agronomi 5 varietas terpilih dari masing-masing varietas

(Manding, Talango dan Guluk-guluk) pada pertanaman 2 di Kecamatan

Talango 2003.

Kode varietas Tinggi

tanaman

Tinggi

tongkol (cm)

Jumlah

tongkol/petak

Bobot

tongkol/petak

(kg)

Hasil/petak

(kg)

Manding

Md 2-2

Md 2-3

Md 2-4

Md 2-8

Md 2-11

Talango

TL 2-66

TL 2-122

TL 2-132

TL 2-133

TL 2-180

Guluk-guluk

GL 2-28

GL 2-37

GL 2-114

GL 2-129

GL 2-196

89,2

93,3

87,4

86,6

82,4

108,3

115,4

140,3

151,6

126,7

118,7

123,4

109,8

162,3

122,3

55,7

73,4

57,2

49,3

47,4

62,3

65,7

75,7

78,2

69,4

67,6

69,2

57,4

79,3

58,9

258

306

288

294

318

276

278

270

338

362

288

276

252

306

252

5,04

5,58

5,45

5,10

5,70

7,08

7,68

7,44

7,20

7,22

7,50

7,80

10,80

11,10

4,30

3,93

4,35

4,25

3,98

4,45

5,52

6,00

5,80

5,62

5,63

5,93

6,16

8,53

8,77

7,35

Ukuran petak 4,2 m x 5,0 m, jarak tanam 60 cm x 20 cm.

Page 74: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

67

Tabel 3. Beberapa sifat agronomi jagung pada uji adaptasi 5 varietas terpilih dari

masing-masing varietas (Manding, Talango dan Guluk-guluk) di Kecamatan

Manding dan Saronggi. MK – 2003.

Varietas Tinggi

tanaman

Letak

tongkol

(cm)

Panjang

tongkol

(cm)

ø tongkol

(cm)

Bibit

tongkol (gr)

Hasil/ petak

Manding Saronggi

Md 2-2

Md 2-3

Md 2-4

Md 2-8

Md 2-11

123,02

127,29

122,26

118,07

121,09

56,84

62,13

59,21

53,37

55,84

8,32

8,47

8,62

8,03

8,54

3,00

3,02

2,99

2,99

3,02

28,78

30,78

32,84

27,33

30,00

2,50

2,45

2,10

2,75

2,31

1,31

1,12

1,54

1,72

1,05

TL 2-66

TL 2-122

TL 2-132

TL 2-133

TL 2-180

147,04

152,22

142,48

139,59

147,41

61,87

62,50

62,09

62,09

63,09

8,57

8,30

8,92

9,07

8,26

3,23

3,28

3,32

3,40

3,49

47,91

53,33

48,74

53,11

43,56

2,11

2,23

2,45

1,98

1,86

1,91

1,88

1,96

2,04

2,31

GL 2-28

GL 2-37

GL 2-114

GL 2-129

GL 2-196

145,66

137,66

137,87

142,89

136,27

55,70

57,50

56,76

57,78

52,33

9,39

9,73

10,50

10,26

10,48

3,36

3,33

3,44

3,48

3,39

57,22

57,56

55,56

59,67

53,11

1,32

1,69

1,71

2,46

2,57

2,25

2,41

2,15

1,93

2,74

Ukuran petak: 3m x 5m pertanaman kekeringan

Tabel 4. Keragaan 5 varietas terpilih pada uji daya hasil di Kecamatan Ganding 2004.

Varietas

Tinggi

tanaman

(cm)

Umur

(hari)

Panjang

tongkol

(cm)

Ø

tongkol

(cm)

Bobot

biji/tongkol

(gr)

Hasil/

petak

(kg)

Hasil

(t/ha)

Md 2-2

Md 2-3

Md 2-4

Md 2-8

Md 2-11

TL 2-66

TL 2-122

TL 2-132

TL 2-133

TL 2-180

GL 2-28

GL 2-37

GL 2-114

GL 2-129

GL 2-196

95,2

99,3

116,6

115,6

104,2

165,6

171,2

170,6

169,3

180,3

182,3

134,6

162,6

156,6

171,7

68

68

68

68

68

75

75

75

75

75

75

75

75

75

75

7,61 a

8,39 b

8,23 b

8,45 b

8,70 b

9,27

9,06 c

9,76

9,47

9,05 c

10,14

10,45

10,21

10,60

11,50

2,60 a

2,67 a

2,70 ab

2,65 a

2,80 b

3,13 cd

3,39 e

3,25 de

3,01 c

3,29 c

3,16 d

3,24 de

3,27 dc

3,15 d

3,60 f

25,69 a

26,49 ab

28,45 ab

29,22 ab

33,01 b

41,15 c

41,40 c

39,18 c

39,92 c

38,40 bc

41,68 c

43,70 c

44,09 c

42,53 c

55,31 d

2,46 a

2,65 ab

2,98 b

3,115 bc

3,59 cd

4,15 c

3,98 d

4,19 c

3,27 bc

3,47 c

5,75 g

5,46 g

5,50 g

5,20 f

5,50 g

1,640

1,766

1,986

2,077

2.393

2,766

2,653

2,793

2,180

2,313

3,833

3,640

3,666

3,466

3,666

BNT 5%

KK (%)

17,31

7,3

0,5572

2,0

0,1218

4,40

5,876

13,3

0,290

16,0

Ukuran petak 3m x 5m

Uji daya hasil yang dilaksanakan di Kecamatan Ganding pada MK-2004

menunjukkan bahwa varietas Manding memiliki tanaman pendek (100-115 cm),

berumur genjah (68 hari), bertongkol kecil dengan daya hasil berkisar 2,46-3,59 kg/ha

atau 1,62-2,08 t/ha. Disusul varietas Talango dengan tanaman lebih tinggi (165-180

cm) umur 75 hari ukuran tongkol agak besar dengan daya hasil antara 3,27-4,19

kg/petak atau 2,18-2,79 t/ha, dan terakhir varietas Guluk-guluk memiliki tinggi

Page 75: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

68

tanaman dan umur hampir sama dengan Talango, namun ukuran tongkol lebih

panjang. Daya hasil dengan daya hasil 5,20-5,75 kg/petak atau 3,47-3,83 t/ha (Tabel 4).

3. Uji calon varietas

Kegiatan selanjutnya adalah menguji varietas yang telah diseleksi

dibandingkan dengan varietas petani yang tanpa diseleksi. Kegiatan dilaksanakan di

Kecamatan Ganding, Manding dan Talango, ditanam masing-masing pada tanggal 17

Maret, 21 Maret dan 5 April 2005. Pertanaman di Kecamatan Talango kurang

berhasil, karena lahannya bekas lahan tidur sedang di Kecamatan Manding hasilnya

tidak memuaskan karena kekeringan. Dari 2 varietas terbaik yang telah diseleksi,

masing-masing menunjukkan bahwa umur tanaman tidak berbeda antara varietas

yang telah diseleksi dengan varietas petani yakni 68 hari untuk varietas Manding, 75

hari untuk varietas Talango dan varietas Guluk-guluk. Daya hasil di Kecamatan

Ganding menunjukkan bahwa varietas MD 2-8 relatif berdaya hasil sama dengan

varietas petani, sedang MD 2-11 30% lebih tinggi dibanding varietas pertama. Untuk

varietas Talango TL 2-66 hasilnya lebih rendah (72,29%) sedang TL 2-132

memberikan hasil 25 % lebih tinggi daripada varietas petani, sedang untuk varietas

Guluk-guluk GL 2-28 memberikan hasil 1 % lebih tinggi dan GL 2-114 20,8 % lebih

rendah dari varietas pertama (Tabel 5). Namun dilihat dari keseragamannya varietas

yang telah terseleksi nampak lebih seragam.

Tabel 5. Keragaan 2 varietas terpilih dibanding dengan varietas asal pada percobaan

uji daya hasil di Kecamatan Manding dan Ganding tahun 2005.

Varietas

Tinggi

tanaman

(cm)

Umur

(hari)

Manding Ganding

Hasil

(t/ha)

%

terhadap

kontrol

Hasil

(t/ha)

%

terhadap

kontrol

Md 2-8

Md 2-11

Md petani

TL 2-66

TL 2-132

TL petani

GL 2-28

GL 2-114

GL petani

117,8

110,3

113,4

168,9

175,2

182,4

184,5

168,6

188,3

68

68

68

75

75

75

75

75

75

1,02

2,01

1,52

1,00

1,247

0,713

2,28

1,90

0,926

67,1

132,3

100,0

140,2

174,8

100,0

246,7

205,0

100,0

1,70

2,24

1,71

1,87

3,24

2,59

4,09

3,20

4,03

100,0

130,0

100,0

72,29

125,0

100,0

101

79,2

100 Keterangan : Keragaan pertanaman di Manding, banyak lubang yang kosong (tanaman mati) karena

dimakan ayam,dekat perkampungan. Data tinggi dan umur tanaman merupakan rata-rata

dari 2 lokasi.

Dari data hasil pada Tabel 5 menunjukkan bahwa Md 2-11 diperoleh hasil

2,29 t/ha per musim atau 33,67 kg/hari, sedang TL 2-132 memberikan hasil 3,24 t/ha

per musim atau 43,2 kg/hari sedang GL 2-28 memberikan hasil 4,09 t/ha per musim

atau 54,53 kg/hari. Daya hasil ini setara dengan hasil varietas Arjuna sebesar 4,3

t/ha per musim atau 47,78 kg/hari.

Page 76: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

69

4. Uji kelayakan hasil

Pengujian dilaksanakan di Kabupaten Sumenep dan Pamekasan terhadap

varietas Guluk-guluk dengan perlakuan pupuk. Dengan perlakuan pupuk komplit

(N, P dan K) mampu meningkatkan hasil sekitar 1 t/ha dibanding hanya dengan

pupuk urea saja yakni dari 2,35 t/ha menjadi 3,30 t/ha di Kabupaten Sumenep dan

dari 3,22 t/ha menjadi 4.24 t/ha di Kabupaten Pamekasan (Tabel 6). Untuk varietas

Manding yang dicoba oleh 5 orang petani seluas 2,0 ha di Kabupaten Sumenep

berdasarkan teknologi mereka dapat menghasilkan 2,31 t/ha, 2,41 t/ha, 2,03 t/ha,

2,37 t/ha dan 2,56 t/ha atau rata-rata 2,4 t/ha .

Tabel 6. Keragaman hasil varietas Guluk-guluk di Kabupaten

Sumenep dan Pamekasan dengan 5 perlakuan pupuk

yang berbeda, tahun 2004.

Dosis pupuk/ha Hasil t/ha

Sumenep Pamekasan

A = 200 kg

B = (200 + 100 + 100) kg

C = (300 + 100 + 100) kg

D = 200 NPK + 100 kg

2,35

3,05

3,30

3,25

3,22

3,67

4,24

4,01 Dikutip dari Suwono, 2004 (belum terbit).

- Jenis pupuk pada A , B dan C = Urea, SP-36 dan KCl.

- Jenis pupuk pada D = tablet NPK cornaled + Urea

6. Analisis usahatani jagung lokal Madura per hektar

Biaya usahatani di kelompokkan menjadi 3 kelompok yakni : 1. Saprodi

- Benih 20 kg/ha @ Rp. 3.000,- Rp. 60.000,-

- Pupuk Urea 150 kg/ha @ Rp. 1.250;- Rp. 187.500,-

SP-36 50 kg/ha @ Rp. 2.000,- Rp. 100.000,-

ZK 50 kg/ha @ Rp. 2.000 Rp. 100.000,-

- Obat-obatan 5 kg/ha @ Rp. 10.000 Rp. 50.000,-

Total saprodi Rp. 497.500,-

2. Tenaga kerja di lapang

- Pengolahan 1 kali bajak Rp. 150.000,-

- Tanam 5 orang @ Rp. 20.000,- Rp. 100.000,-

- Pemeliharaan (Menyiang,

pemupukan, pengendalian hama

penyakit)

Rp. 150.000,-

Panen Rp. 150.000,-

Jumlah Rp. 600.000,-

3. Tenaga gudang

Jemur dan pipil Rp. 100,-/kg

- Untuk Manding 2500 kg Rp. 250.000,-

- Untuk Talango 3200 kg Rp. 320.000,-

- Untuk Guluk-guluk4090 kg Rp. 409.000,-

Page 77: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

70

Total biaya : Untuk Manding Rp. 497.500,- + Rp. 600.000,-+ Rp. 250.000,-

Rp. 1.397.500,-

Untuk Talango Rp. 497.500,- + Rp. 600.000,-+ Rp. 320.000,-

Rp. 1.417.500,-

Untuk Guluk-guluk Rp. 497.500,-+ Rp. 600.000,- + Rp. 409.000,-

Rp. 1.826.500,-

Keuntungan :

Untuk Manding Rp. 3.750.000,- - Rp. 1.347.500,-

Rp. 2.402.500 atau B/C ratio = 1,78

Untuk Talango Rp. 4.800.000,-- - 1.417.500

Rp. 3.382.500,- atau B/C ratio = 2,39

Untuk Guluk-guluk Rp. 6.135.000,- - 1.826.500,-

Rp. 4.308.500,- atau B/C ratio = 2,36

KESIMPULAN DAN SARAN

Varietas Manding yang terpilih (Md 2-11) mampu meningkatkan hasil 30 %

dibanding varietas Mading petani yang belum diseleksi dari 1,71 t/ha menjadi

2,24 t/ha. Bila Md 2-11 tersebut ditanam petani sendiri (5 sampel petani)

hasilnya berkisar 2,03-2,56 t/ha atau dengan rata-rata 2,4 t/ha.

Varietas Talango yang terpilih (TL 2-132) mampu meningkatkan hasil 25 %

lebih tinggi daripada varietas Talango petani yang tidak diseleksi dari 2,59

t/ha menjadi 3,24 t/ha.

Varietas Guluk-guluk yang terpilih (GL 2-28) hanya mampu meningkatkan

hasil 1 % dari 4,03 t/ha menjadi 4,04 t/ha, dan setelah dilakukan perlakuan

pemupukan lengkap NPK hasilnya dapat mencapai 4,24 t/ha di Kabupaten

Pamekasan.

Bila dibandingkan dengan rata-rata hasil di Kabupaten Sumenep (1,5 t/ha)

maka varietas Manding mampu meningkatkan hasil sebesar 49,3% varietas

Talango 116,3% dan varietas Guluk-guluk sebesar 172,6.

Ketiga varietas tersebut dapat diusulkan pemutihan dengan nama legendaris

Kabupaten Sumenep masing-masing adalah :

- Untuk varietas Manding dengan nama JOKO TOLE

- Untuk varietas Talango dengan nama ADI PODOE

- Untuk varietas Guluk-guluk dengan nama POTRE KONENG

Ucapan terima kasih kepada :

1. Abu dan Robi‟in sebagai teknisi BPTP yang melaksanakan pengamatan lapang

2. Ir. Husnul Rofiq staf Diperta Kabupaten Sumenep

Page 78: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

71

Deskripsi Varietas Jagung Lokal Madura

Nama asal : Manding

Kode setelah diseleksi : Md 2-11

Asal : Kecamatan Manding Kabupaten Sumenep

Metode seleksi : ear to row di Kecamatan Talango Sumenep dan

KP. Mojosari-Mojokerto tahun 2003

Golongan varietas : varietas lokal Madura, bersari bebas.

Umur tanaman : Berbunga : 40-43 hari

: Panen : 65-70 hari

Hasil rata-rata : 2,336 t/ha

Potensi hasil : 2,56 t/ha

Batang :

warna : hijau

Tinggi : 1,00-1,5 m

Diameter : 1,0-1,75 cm

Tinggi letak tongkol : 50-75 cm

Ukuran tongkol : kecil (ø=3,02 cm, panjang= 8,7 cm)

Perakaran : cukup dalam

Biji :

Warna : kuning tua

Baris biji : lurus dan rapat

Jumlah baris per tongkol : 9-12 baris

Jumlah biji per tongkol : ± 115 butir

Bobot 1000 butir : 135,6 gram

Kerebahan : tahan

Ketahanan terhadap penyakit : agak tahan terhadap penyakit bulai

Anjuran tanam : jarak tanam 60 cm x 12,5 cm (1 tanaman/lubang)

Pemulia : Sukarno Roesmarkam, Fatkhul Arifin

Peneliti : Sri Zunaini Sa‟adah, Chusnurrofiq

Teknisi lapang : Robi‟in, Abu, Suryadi, Bambang H., Herunoto

Nama yang diusulkan : JOKO TOLE.

Page 79: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

72

Deskripsi Varietas Jagung Lokal Madura

Nama asal : Talango

Kode setelah diseleksi : TL 2-132

Asal : Kecamatan Talango Sumenep

Metode seleksi : ear to row di Kecamatan Talango Sumenep dan

KP. Mojosari, Mojokerto tahun 2003

Golongan varietas : varietas lokal Madura, bersari bebas.

Umur tanaman berbunga : 45-50 hari

Panen : 70-75 hari

Hasil rata-rata : 2,76 t/ha

Potensi hasil : 3,24 t/ha

Batang

warna : hijau

Tinggi : 150-190 m

Diameter : 2,1-2,4 cm

Tinggi letak tongkol : 75-90 cm

Bentuk tongkol : pendek dan gemuk

Ukuran tongkol

Panjang : ±9-10 cm

Diameter : 3,25 cm

Biji :

Warna : kuning

Baris biji : lurus

Jumlah baris per tongkol : 10-13 baris

Jumlah biji per tongkol : ± 140 butir

Bobot 1000 butir biji : 140,0 gram

Kerebahan : agak tahan

Ketahanan terhadap penyakit : agak tahan terhadap penyakit bulai

Anjuran tanam : jarak tanam 60 cm x 15 cm (1 tanaman/lubang)

Pemulia : Sukarno Roesmarkam, Fatkhul Arifin

Peneliti : Sri Zunaini Sa‟adah, Chusnurrofiq

Teknisi lapang : Robi‟in, Abu, Suryadi, Bambang H., Herunoto

Nama yang diusulkan : ADI PODEY

Page 80: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

73

Deskripsi Varietas Jagung Lokal Madura

Nama asal : Guluk-guluk

Kode setelah diseleksi : GL 2-28

Metode seleksi : ear to row di Kecamatan Talango Sumenep dan

KP. Mojosari, Mojokerto tahun 2003

Golongan varietas : varietas lokal Madura, bersari bebas.

Umur tanaman berbunga : 45-50 hari

Panen : 75-78 hari

Hasil rata-rata : 4,01 t/ha

Potensi hasil : 4,24 t/ha

Batang :

warna : hijau

Tinggi : 175-200 m

Diameter : 1,5-2,0 cm

Tinggi letak tongkol : 135-150 cm

Ukuran tongkol:

Panjang : 12,21cm

Diameter : 3,31cm

Biji

Warna : kuning

Baris biji : lurus beratur

Jumlah baris per tongkol : 12-15 baris

Jumlah biji per tongkol : 174-185 butir

Bobot 1000 butir biji : 188,0 gram

Kerebahan : tahan

Ketahanan terhadap penyakit : agak tahan terhadap penyakit bulai

Anjuran tanam : jarak tanam 60 cm x 15 cm (1 tanaman/lubang)

Pemulia : Sukarno Roesmarkam, Fatkhul Arifin

Peneliti : Sri Zunaini Sa‟adah, Chusnurrofiq.

Teknisi lapang : Robi‟in, Suryadi, Bambang H., Herunoto

Nama yang diusulkan : POTRE KONENG

Page 81: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

74

DAFTAR PUSTAKA

BPS. Kabupaten Sumenep, 1997. Kabupaten Sumenep Dalam Angka, Sumenep.

Dahlan,1988. Pembentukan dan produksi benih varietas bersari bebas dalam

Jagung. Puslitbangtan. Bogor.

Diperta, 2004. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur, 2003.

Surabaya

Hallauer, AR and J.B. Miranda 1981. Quantitative Genetics In Maize Breedy.IDWA

State Press.USA

Roesmarkam S., F.Arifin, S. Z. Sa‟adah, Abu dan Robi‟in, 2003. Progress report

pemurnian jagung Madura. BPTP Jawa Timur. Malang.

Page 82: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

75

Tabel lampiran 1. Baris-baris terpilih hasil seleksi varietas Manding, Talango dan

Guluk-Guluk, di Kecamatan Talango, 2003.

No. Baris terpilih

Tinggi

tanaman.

(cm)

Jmlh tongkol

terpilih

Bobot

tongkol (gr)

Bobot biji

pipilan (gr)

Varietas Manding

1 Md 2 – 2 95 11 360 260

2 Md 2 – 3 97 3 115 97

3 Md 2 – 4 94 16 520 493

4 Md 2 – 6 105 14 510 358

5 Md 2 – 8 109 12 4 393

6 Md 2 – 11 113 15 550 420

7 Md 2 – 41 98 7 29 167

8 Md 2 – 53 112 8 28 193

9 Md 2 – 60 115 10 410 340

10 Md 2 – 71 107 5 190 127

11 Md 2 – 76 93 9 320 267

12 Md 2 – 82 97 6 210 180

13 Md 2 – 85 116 14 415 353

14 Md 2 – 86 105 6 198 160

15 Md 2 – 90 112 13 423 280

16 Md 2 – 97 102 8 225 169

17 Md 2 – 104 105 10 315 280

18 Md 2 – 129 107 4 120 76

19 Md 2 – 149 116 7 200 133

20 Md 2 – 163 113 3 100 46

21 Md 2 – 168 101 6 190 140

22 Md 2 - 179 93 3 105 52

23 Md 2 – 191 99 3 102 97

24 Md 2 – 194 100 5 158 87

25 Md 2 – 202 104 8 230 159

26 Md 2 - 215 108 4 150 93

27 Md 2 - 240 108 6 125 80

28 Md 2 – 243 117 4 190 133

Jumlah 238

Varietas Talango

1 TL 2 – 10 199 7 400 305

2 TL 2 – 15 150 9 550 415

3 TL 2 – 36 140 12 600 450

4 TL 2 - 44 150 12 600 474

5 TL 2 – 51 148 7 450 392

6 TL 2 – 53 169 14 850 710

7 TL 2 – 55 149 10 650 432

8 TL 2 – 66 165 4 750 194

9 TL 2 – 73 187 11 550 406 10 TL 2 – 77 169 7 350 219

11 TL 2 – 78 148 8 400 315

Page 83: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

76

No. Baris terpilih

Tinggi

tanaman.

(cm)

Jmlh tongkol

terpilih

Bobot

tongkol (gr)

Bobot biji

pipilan (gr)

12 TL 2 – 87 167 7 300 203

13 TL 2 – 98 183 8 450 404

14 TL 2 – 105 150 8 400 301

15 TL 2 – 105 180 10 500 415

16 TL 2 – 113 180 9 400 304

17 TL 2 – 115 162 7 350 294

18 TL 2 – 119 168 11 550 435

19 TL 2 – 122 161 5 200 186

20 TL 2 – 132 151 6 250 193

21 TL 2 – 133 145 11 600 413

22 TL 2 – 148 138 8 400 294

23 TL 2 – 151 163 10 650 595

24 TL 2 – 153 143 7 500 431

25 TL 2 – 154 150 14 700 615

26 TL 2 – 162 155 9 500 413

27 TL 2 – 174 160 8 400 297

28 TL 2 – 178 155 7 350 274

29 TL 2 – 180 178 10 550 483

30 TL 2 – 184 148 9 500 416

31 TL 2 – 196 150 8 450 393

32 TL 2 – 197 176 7 450 401

33 TL 2 – 205 154 7 500 431

34 TL 2 – 210 172 9 450 400

35 TL 2 – 215 158 15 400 815

36 TL 2- 243 168 7 350 299

37 TL 2 - 245 155 10 450 365

Jumlah 278

Varietas Guluk-Guluk

1 GL 2 - 2 190 13 706 516

2 GL 2 - 12 155 7 485 405

3 GL 2 - 14 161 10 673 607

4 GL 2 - 15 134 10 684 613

5 GL 2 - 19 172 22 1342 1116

6 GL 2 - 20 146 12 863 744

7 GL 2 - 25 167 11 694 652

8 GL 2 - 28 184 11 695 654

9 GL 2 - 30 136 9 602 532

10 GL 2 - 37 172 11 715 643

11 GL 2 - 40 160 11 706 642

12 GL 2 - 54 145 9 683 619

13 GL 2 - 61 153 10 694 621

14 GL 2 - 66 147 11 752 693

15 GL 2 - 74 183 15 1015 986

16 GL 2 - 79 153 10 703 671

Page 84: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

77

No. Baris terpilih

Tinggi

tanaman

(cm)

Jmlh tongkol

terpilih

Bobot

tongkol (gr)

Bobot biji

pipilan (gr)

17 GL 2 - 81 154 9 692 602

18 GL 2 - 92 158 8 614 543

19 GL 2 - 98 164 9 663 583

20 GL 2 - 114 190 20 1215 1134

21 GL 2 - 126 119 17 1124 981

22 GL 2 - 129 142 7 523 463

23 GL 2 - 134 152 8 563 496

24 GL 2 - 143 130 7 513 452

25 GL 2 - 150 160 8 517 506

26 GL 2 - 156 170 7 492 472

27 GL 2 160 127 8 564 503

28 GL 2 - 166 134 7 505 467

29 GL 2 - 179 147 8 573 504

30 GL 2 - 182 148 13 714 662

31 GL 2 - 196 149 20 1248 1189

32 GL 2 - 207 151 12 892 801

33 GL 2 - 211 158 12 863 792

34 GL 2 - 215 180 7 543 464

35 GL 2 - 217 171 8 574 504

36 GL 2 - 222 178 8 593 512

37 GL 2 - 226 167 9 602 567

38 GL 2 - 233 172 8 553 493

39 GL 2 - 243 190 13 716 664

40 GL 2 - 249 185 10 673 598

Jumlah 346

Page 85: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

78

Tabel Lampiran 2. Analisis varian hasil (kg/petak) percobaan di Kecamatan Ganding,

tahun 2004.

Kode I II III SUM Average

MD2-2 1.290 2.946 3.154 7.390 2.463

MD2-3 2.985 2.518 2.440 7.943 2.648

MD2-4 2.114 2.948 3.874 8.936 2.979

MD2-8 2.350 3.219 3.776 9.345 3.115

MD2-11 3.180 2.800 4.097 10.077 3.359

TL2-66 3.240 4.270 4.940 12.450 4.150

TL2-122 2.765 4.329 4.857 11.951 3.984

TL2-132 3.375 4.830 4.360 12.565 4.188

TL2-133 2.190 3.752 3.872 9.814 3.271

TL2-180 1.050 5.144 4.225 10.419 3.473

GL2-28 5.200 6.580 5.470 17.250 5.750

GL2-37 5.200 5.790 5.400 16.390 5.463

GL2-114 3.700 6.330 6.480 16.510 5.503

GL2-129 3.600 6.240 5.770 15.610 5.203

GL2-196 5.600 5.550 5.360 16.510 5.503

SUM 47.839 67.246 68.075 183.160

DB JK KT

UL 2 18.3055 9.1527

VAR 14 55.1766 3.9410

TOTAL 45 85.7028

ERROR 28 12.2207 0.4360

KK 16.0%

BNT 5% 0.29

Page 86: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

79

Tabel Lampiran 3. Analisis varian panjang tongkol, tahun 2004.

Kode I II III SUM Average

MD2-2 7.43 7.40 8.00 22.83 7.61

MD2-3 7.84 8.92 8.40 25.16 8.39

MD2-4 7.72 8.56 8.44 24.72 8.24

MD2-8 7.94 8.58 8.84 25.36 8.45

MD2-11 8.40 8.32 9.38 26.10 8.70

TL2-66 8.66 9.72 9.44 27.82 9.27

TL2-122 9.00 9.40 8.78 27.18 9.06

TL2-132 10.28 9.72 9.28 29.28 9.76

TL2-133 8.98 9.28 8.88 27.14 9.05

TL2-180 8.56 9.62 9.08 27.26 9.09

GL2-28 9.18 10.54 10.70 30.42 10.14

GL2-37 9.40 11.08 10.88 31.36 10.45

GL2-114 10.68 9.86 10.10 30.64 10.21

GL2-129 10.48 10.22 11.10 31.80 10.60

GL2-196 10.70 12.00 11.80 34.50 11.50

SUM 135.25 143.22 143.10 421.57

DB JK KT

UL 2 2.7813 1.3907

VAR 14 46.9286 3.3520

TOTAL 45 55.9278

ERROR 28 6.2178 0.2221

KK 2.0%

BNT 5% 0.5572

Page 87: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

80

Tabel Lampiran 4. Analisis varian diameter tongkol (cm), 2004.

Kode I II III SUM Average

MD2-2 2.61 2.47 2.73 7.81 2.60

MD2-3 2.41 2.86 2.73 8.00 2.67

MD2-4 2.70 2.66 2.75 8.11 2.70

MD2-8 2.52 2.56 2.88 7.96 2.65

MD2-11 2.70 2.95 2.76 8.41 2.80

TL2-66 2.97 3.32 3.10 9.39 3.13

TL2-122 3.28 3.36 3.54 10.18 3.39

TL2-132 3.48 3.19 3.08 9.75 3.25

TL2-133 3.63 3.25 3.14 10.02 3.34

TL2-180 3.23 3.36 3.29 9.88 3.29

GL2-28 2.86 3.39 3.22 9.47 3.16

GL2-37 3.13 3.32 3.26 9.71 3.24

GL2-114 3.30 3.26 3.26 9.82 3.27

GL2-129 2.93 3.30 3.21 9.44 3.15

GL2-196 3.30 3.61 3.38 10.29 3.43

SUM 45.05 46.86 46.33 138.24

DB JK KT

UL 2 0.1062 0.0531

VAR 14 3.9463 0.2819

TOTAL 45 4.5738 -

ERROR 28 0.5213 0.2221

KK 4.46%

BNT 5% 0.1218

Page 88: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

81

Tabel Lampiran5. Analisis varian bobot biji/tongkol (gram), 2004.

Kode I II III SUM Average

MD2-2 26.80 21.28 29.00 77.08 25.69

MD2-3 23.88 29.20 26.40 79.48 26.49

MD2-4 29.00 26.40 29.96 85.36 28.45

MD2-8 26.20 29.60 31.86 87.66 29.22

MD2-11 31.80 32.00 35.24 99.04 33.01

TL2-66 31.64 46.20 45.60 123.44 41.15

TL2-122 39.44 39.16 46.00 124.60 41.53

TL2-132 37.64 42.30 37.60 117.54 39.18

TL2-133 44.00 40.56 35.20 119.76 39.92

TL2-180 28.00 48.20 39.00 115.20 38.40

GL2-28 33.04 48.80 43.20 125.04 41.68

GL2-37 35.90 50.60 44.60 131.10 43.70

GL2-114 43.26 39.80 49.20 132.26 44.09

GL2-129 37.00 43.80 46.80 127.60 42.53

GL2-196 51.82 64.20 49.90 165.92 55.31

SUM 519.42 602.10 589.56 1711.08

DB JK KT

UL 2 264.73008 132.36504

VAR 14 2720.40039 194.314316

TOTAL 45 3676.66928

ERROR 28 691.53881 24.6978

KK 13.0%

BNT 5% 5.8760

Page 89: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

82

Tabel Lampiran 6. Hasil per petak, dan konversi ton/ha, serta prosentase terhadap

varietas petani di 2 lokasi. 2004.

Lokasi Manding % terhadap

VAR 1 2 3 SUM Average t/ha kontrol

MD2-8 0.80 1.90 1.90 4.60 1.53 1.02 67.1

MD2-11 2.75 3.20 3.10 9.05 3.02 2.01 132.3

MD-

PET 3.90 1.15 1.80 6.85 2.28 1.52 100

TL2-66 1.70 1.95 0.85 4.50 1.50 1.00 140.2

TL2-132 0.70 2.55 2.35 5.60 1.87 1.25 174.8

TL-PET 1.40 0.40 1.40 3.20 1.07 0.71 100

GL2-28 2.90 4.00 3.40 10.30 3.43 2.28 246.7

GL2-114 2.15 3.20 3.20 8.55 2.85 1.90 205

GL-PET 1.60 0.90 1.60 4.10 1.37 0.93 100

Lokasi Ganding

MD2-8 8.13 10.19 4.65 22.97 7.66 1.70 100

MD2-11 12.99 11.92 5.29 30.20 10.07 2.24 130

MD-PET 9.32 7.93 5.86 23.11 7.70 1.71 100

TL2-66 8.37 7.72 9.17 25.26 8.42 1.87 72.29

TL2-132 16.30 17.23 10.23 43.76 14.59 3.24 125

TL-PET 11.14 12.10 11.70 34.94 11.65 2.59 100

GL2-28 18.86 18.90 17.57 55.33 18.44 4.09 101

GL2-114 13.27 16.62 13.34 43.23 14.41 3.20 79.2

GL-PET 18.77 17.75 18.00 54.52 18.17 4.03 100

Page 90: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

83

SISTEM MANAJEMEN KLASTER UKM AGRIBISNIS

“SEBUAH UPAYA PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI

PEDESAAN”BERBASIS HORTIKULTURA DI JAWA TIMUR

Moeljo Kurniawan*)

LATAR BELAKANG

A. Falsafah bisnis

Agribusiness that We live in. Agribisnis adalah tempat dimana kami hidup.

Secara lebih mendalam lagi dapat dimaknai sebagai : Agribisnis adalah lahan

kehidupan sekaligus pengabdian. Hidup dalam kebersamaan dan penuh

keharmonian. Dengan falsafah ini KLASTER UKM AGRIBISNIS CAPRINA

dibangun dan dikembangkan. Berupaya maju serta tumbuh bersama membangun

agribisnis dan kesejahteraan masyarakat pedesaan.

B. Visi caprina

Terbangunnya suatu sistem agribisnis yang adil serta “efisien, profit, inovatif,

kompetitif, dan tumbuh berkelanjutan”.

Pemeran dan pelaku utama agribisnis adalah masyarakat petani kecil secara

luas. Mereka bekerja bersama dalam suatu jaringan klaster UKM agribisnis yang

efektif, efisien dan tumbuh berkelanjutan, berupa : pengembangan jaringan usaha

agribisnis mulai hulu sampai hilir dalam manajemen yang solid dan terintegrasi

untuk mencapai keberhasilan usaha yang berkelanjutan dan juga dapat menjawab

berbagai tantangan zaman yang semakin kompetitif dan mengglobal.

C. Tata nilai klaster ukm agribisnis

Membangun keharmonian hidup bersama secara langgeng dengan

menerapkan pola hidup berbagi peran, berbagi kontribusi dan berbagi manfaat

sesuai kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki. Menuju bentuk “urip guyub rukun seduluran toto sandang pangan pinuju sejahtera lahir- bathin”.

D. Tujuan

1. Mengembangkan jaringan pasar captive di berbagai lokasi yang mudah

diakses oleh UKM agribisnis untuk memantapkan pertumbuhan usaha secara

berkesinambungan.

2. Mempercepat peningkatan kapasitas dan kualitas SDM petani dan pelaku

home industri pangan pedesaan melalui berbagai upaya produktif.

3. Meningkatkan standar mutu, pengakuan sertifikasi mutu dan daya saing

aneka produk pertanian segar dan olahan milik UKM agribisnis pedesaan.

4. Melakukan inovasi dan kerjasama dengan berbagai pihak untuk

mempercepat peningkatan efektifitas dan efisiensi jaringan klaster UKM

agribisnis.

_________________ *) Pusat Pengembangan Klaster UKM Agribisnis CAPRINA – MALANG

Page 91: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

84

SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER UKM AGRIBISNIS CAPRINA

KIAT SUKSES PENGEMBANGAN KLASTER UKM AGRIBISNIS

Layanan Dasar Utama

1. Layanan Pasar Captive dan PTC Pemasaran

Layanan pasar captive dan PTC Pemasaran yang telah ada berupa outlet

yang telah terbangun & dimiliki CAPRINA di Malang-Batu hingga saat ini bisa

dimanfaatkan sebagai penyerap produk yang dihasilkan home industri

pertanian/pangan pedesaan. Pada awalnya persentase produk yang masuk dari

home industri antara 50 – 70 % dari total produksi, beberapa home industri binaan

baru bahkan menjual sampai 100 % (menyerap semua produksi).

Melalui sarana pemasaran ini diberlakukan kuota pasar (pembatasan jenis

dan jumlah produk terkirim) dari home industri ke outlet untuk pembagian peran,

kontribusi dan manfaat. Pemberlakuan kuota pasar disesuaikan dengan

karakteristik ketersediaan bahan baku di setiap daerah (pola input luar rendah).

Klaster industri pedesaan (klaster apel, salak, nangka, pisang, ubi kayu, ubi jalar,

dll) mulai tumbuh secara terspesialisasi di beberapa daerah. Pola ini bertujuan juga

untuk mengupayakan peningkatan efisiensi usaha, pengendalian (kontinuitas

produksi, demand dan suplai pasar, stabilitas harga dan mutu produk) serta

pengendalian tingkat kompetitivenes produk di pasaran dalam jangka panjang.

Pengendalian kuota pasar dilakukan secara ketat untuk memberi kesempatan

kepada home industri pedesaan tumbuh sesuai karakteristik bahan baku yang

tersedia di sekitarnya. Pola ini juga untuk menghindari budaya “anut grubyuk” atau

ikut-ikutan memproduksi barang sesuai trend yang sedang terjadi. Penghargaan

terhadap inovasi, kreasi, dan semangat kerja yang tinggi perlu mendapatkan

apresiasi. Dalam jangka panjang langkah ini telah membangun semangat kerja

keras dan semangat kebersamaan.

Sarana pemasaran dan promosi ini juga memiliki fungsi lain yang sangat

penting, yakni sebagai PTC (Practical Training Centre) Pemasaran dan Quality Assurance. Sebuah sarana belajar sederhana dan murah serta efektif dan efisien

bagi pelaku home industri pedesaan, baik yang sudah lama maupun baru atau yang

akan memasuki dunia industri pertanian. Puluhan home industri baru berdiri dan

berkembang dengan sarana dan metode belajar ini. Pelaku home industri belajar

memahami perilaku pasar dari waktu ke waktu secara kontinu. Calon home industri

baru belajar dari kesuksesan sesamanya.

Kiranya sudah cukup layak kosa kata baru di dunia pertanian - “Sarana Pemasaran Pertanian”- mendapatkan apresiasi positif. Sebuah kosa kata yang kami

amanatkan kepada departemen pertanian atau departemen lainnya dan semoga

akan segera menjadi kosa kata baru di kampus-kampus pertanian, mendampingi

kosa kata terdahulu “Sarana Produksi Pertanian” yang telah lama belum ada

pasangan serasinya.

Kemudahan akses pasar captive ternyata adalah kata kunci pembuka utama

keberhasilan pengembangan home industri pertanian pedesaan.

Page 92: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

85

2. Layanan Pembayaran/Perputaran Cepat (ROA Tinggi)

Layanan pembayaran cepat juga telah dikembangkan di outlet CAPRINA di

Malang-Batu. Hingga saat ini bisa dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran bagi

home industri pertanian pedesaan dalam mensikapi perilaku pasar. Bisa

dibayangkan jika pola konsinyasi jangka panjang masih dialami oleh home industri.

Mereka akan membutuhkan modal kerja yang besar. Belum lagi biaya distribusi

yang naik tajam akibat kenaikan harga BBM yang tajam dan biaya perjalanan serta

SDM penjualan. Efisiensi usaha ini akan rendah. Dan pada gilirannya akan

menurunkan daya saing usaha di sektor ini.

Adanya sarana pemasaran dan PTC pemasaran tidak akan efektif membantu

home industri pedesaan jika pola pembayaran masih dengan jatuh tempo yang

sangat lama. Sehingga kebutuhan modal bagi pelaku sektor ini menjadi besar.

Padahal problem ketersediaan dana menjadi salah satu elemen yang menjadi

problem utama sektor UKM agribisnis ini. Pola pembayaran cepat diterapkan dengan cara sederhana : mengirim dengan periode waktu yang pendek atau sering mengirim dan sesering mungkin mendapatkan pembayaran.

Pola pembayaran cepat ini akan meningkatkan perputaran modal (ROA

tinggi) dan selanjutnya akan meningkatkan keuntungan per satuan modalnya (ROI

tinggi). Pola ini telah berhasil meningkatkan likuiditas dan profitabilitas bagi home

industri pedesaan. Bagi pengelola outlet juga mendapatkan keuntungan berupa

produk yang selalu baru sehingga mutu produk menjadi tinggi. Nuansa berbagi

kontribusi dan manfaat antara pengelola outlet dan pelaku home industri nampak

nyata disini. Mutu produk yang tinggi akan mempengaruhi penjualan di outlet dan

pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan kepada pelanggan dan

selanjutnya akan meningkatkan omset penjualan. Hasilnya beberapa home industri

anggota klaster telah “Bankable” sehingga dipercaya untuk mendapatkan kucuran

pembiayan dari beberapa bank besar (al. Bank Jatim, Bank Mandiri, Bank BRI dan

Bank Danamon).

Efek positif berganda lainnya adalah berupa kemudahan dalam pengelolaan

usaha secara keseluruhan. Pembayaran kepada karyawan yang di pedesaan biasa

dilakukan secara harian atau mingguan dapat dengan mudah dipenuhi secara tepat

waktu. Jelas ini akan mempengaruhi semangat kerja dan pada gilirannya akan

berpengaruh terhadap mutu produk.

Layanan pembayaran cepat atau kemudahan pencairan dana/likuiditas

adalah kata kunci pembuka kedua untuk menjaga stabilitas mutu dan

meningkatkan performance keuangan home industri pedesaan.

3. Layanan Pembinaan Teknologi dan Mutu Produk

Pembinaan kepada home industri pada awalnya dilakukan oleh CAPRINA

langsung ke lokasi secara periodik. Pembinaan difokuskan pada pemilihan dan

pengendalian mutu bahan baku serta bahan pendukung, pemilihan bahan makanan

tambahan, pemilihan bahan dan disain kemasan, perbaikan formulasi, perbaikan

teknis proses, perbaikan tata letak home industri serta standar harga. Program ini

telah dilakukan selama 2-3 tahun.

Setelah standar mutu produk dan manajemen usaha sudah cukup baik.

Pembinaan dengan turun langsung ke lokasi mulai dikurangi. Penyebab lainnya

adalah sudah semakin banyak jumlah dan semakin luasnya sebaran wilayah home

industri binaan. Pola ini sudah kurang efektif dan efisien lagi.

Page 93: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

86

Pola baru mulai diterapkan yakni pola belajar dari sesamanya. Pola ini adalah

pola sederhana dalam pembinaan teknologi dan mutu produk. Pembinaan mulai

banyak dilakukan di outlet. Berupa memberikan kisah sukses pelaku home industri

kepada pelaku home industri lainnya yang kurang sukses atau yang masih calon.

Sering kali juga dilakukan kunjungan ke lokasi home industri anggota yang sudah

berkembang, sehingga dapat dijadikan sebagai lokasi PTC (Practical Training

Centre) atau tempat belajar bersama bagi home industri atau petani lain yang

kurang berkembang. Pola ini ternyata cukup berhasil untuk meningkatkan

performance produk dan manajemen usaha secara keseluruhan.

Sekarang CAPRINA telah memiliki jaringan PTC yang cukup banyak. PTC

aneka buah dan sayur olahan milik CAPRINA di Junrejo - Batu, PTC aneka pisang

olahan di Lumajang, PTC aneka apel olahan di Batu, dan masih banyak PTC-PTC

lainya sesuai karakteristik produk. Mereka ini pelaku home industri yang juga

memiliki kepedulian untuk menolong sesamanya dalam meraih kemajuan usaha.

Persayaratan keberhasilan 3 langkah tersebut di atas adalah sbb :

Syarat 3 langkah ini bisa berjalan dengan baik dan berhasil adalah jika

terdapat kerjasama yang harmonis antara pengelola klaster dengan anggota

jaringan. Pengelola klaster UKM agribisnis (pengelola jaringan) harus memiliki

karakter jujur dan dapat dipercaya (amanah) oleh anggota jaringan dalam menjaga

kuota pasar dan menjaga ketepatan waktu pembayaran yang telah disepakati

bersama. Faktor kunci lain yang sangat penting adalah tidak mengambil peran

(mengambil alih suplai produk) dari home industri setelah melihat keuntungan

yang besar/menggiurkan.

Syarat tambahan lainnya adalah pemahaman pengelola klaster terhadap arah

perkembangan pasar ke depan dan pemahaman akan perkembangan dan penerapan

teknologi proses serta standardisasi mutu produk yang dibutuhkan konsumen.

Persyaratan ini jika dipenuhi, maka akan membangun rasa percaya/trust

yang tinggi antara pengelola klaster dengan home industri jaringannya.

Selanjutnya akan menumbuhkan semangat kerja dan berprestasi yang nyaman.

Suasana demokratis, penuh persaudaraan dan kebersamaan serta dilandasi

rasa tanggung jawab yang tinggi ini mampu dijadikan sebagai “Forum Etika Bisnis”

yang disepakati antar pengelola dan sesama anggota. Berbagai peran, berbagi

kontribusi dan berbagai manfaat, telah menjadi semangat bersama untuk meraih

prestasi lebih baik di masa akan datang. Majunya usaha tidak boleh meninggalkan

budaya adiluhung, berupa menjaga persaudaraan dan kepercayaan serta membina

semangat dan suasana hidup “maju bersama dalam keharmonian”.

Layanan insentif penguat jaringan

1. Layanan Kendali Mutu Produk (Zero Return System)

Seberapapun besarnya penjualan produk tetapi jika memiliki tingkat

pengembalian yang tinggi sehingga produk kembali dalam keadaan rusak, maka

akan mengurangi tingkat keuntungan bahkan sering sampai menimbulkan

kerugian usaha. Sistem tingkat kembali nol (Zero Return System) adalah sistem

pembelian cash/putus berjatuh tempo tanpa ada produk kembali. Produk rusak

karena kesalahan outlet tidak dikembalikan ke home industri. Sistem ini akan

meningkatkan keberhasilan pemasaran produk home industri pedesaan.

Page 94: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

87

Selanjutnya akan menjaga dan bahkan akan meningkatkan keuntungan home

industri. Sistem ini akan mendidik dan merangsang home industri untuk

meningkatkan mutu produk dan kemasannya.

2. Layanan Kemudahan Dukungan Keuangan (LKMA)

Layanan kemudahan dukungan keuangan melalui Lembaga Keuangan Mikro

Agribisnis (LKMA) baru akan dikembangkan. Telah tersedia dana awal berupa dana

abadi yang merupakan hibah dari pemerintah Belanda untuk mengembangkan

lembaga ini. Saat ini telah dilakukan persiapan dan pembinaan kader pengelola

lembaga keuangan ini. Insya Allah, jika semuanya lancar awal 2006 lembaga ini

akan berdiri dan beroperasi.

LKMA ini pada tahap awal akan memfokuskan diri menjadi lembaga

investasi pengembang agribisnis pedesaan, yang berperan mengumpulkan dana dari

anggota dan masyarakat. Dana yang terkumpul akan dimanfaatkan untuk

beberapa kegiatan, antara lain :

Investasi penambahan outlet baru.

Peningkatan kapasitas produksi atau mutu home industri.

Pendirian unit home industri baru

Pendirian Unit Bisnis Bersama.

Pengembangan jaringan outlet baru bertujuan untuk memperluas penetrasi

pasar sehingga akan mempercepat pengembangan omset/kapasitas produksi home

industri pedesaan. Pengembangan pasar dimaksudkan juga untuk meningkatkan

jumlah home industri anggota. Efek berganda yang diharapkan adalah terjadinya

pengembangan paralel berupa pengembangan lembaga keuangan, peningkatan

jumlah outlet dalam jaringan serta peningkatan jumlah dan atau peningkatan

kapasitas produksi home industri.

Multiplier efek yang lainnya adalah terciptanya kolaborasi/kerjasama usaha

antara sarjana baru binaan klaster agribisnis CAPRINA (Anggota The Youth of

Agribisnis Club) dengan petani produsen bahan baku. Sebuah kolaborasi manis

yang akan membangun “Program Bangga Suka Kerja Di Desa”. Kembalinya

sumberdaya manusia terdidik, terlatih dan trampil ini ke pedesaan dengan bangga

serta penuh kesadaran yang tinggi diharapkan akan memberi nuansa baru bagi

pengembangan perekonomian dan pengembangan pertanian di pedesaan. Saat ini

telah dididik beberapa kader (alumni perguruan tinggi) untuk pengembangan home

industri pertanian pedesaan. Kerjasama juga dilakukan antara Pusat Pengembanga

Klaster UKM Agribisnis CAPRINA dengan UNISMA (UNIVERSITAS ISLAM

MALANG) melalui pengembangan Diploma 1 agribisnis spesialisasi : Teknis dan

manajemen industri pengolahan sari dan kripik buah.

Penggunaan dana yang terakhir adalah untuk pendirian Unit Bisnis

Bersama. Unit ini berada dibawah LKMA atau dapat berdiri sendiri. Unit ini akan

mengembangkan pola sederhana berupa “Program Beli Bersama”. Jaringan home

industri yang sudah ada dan berkembang merupakan pasar/pembeli potensial dan

rutin berupa aneka produk bahan baku dan bahan penunjang produksi, antara lain :

Minyak goreng, Gula

Bahan makanan tambahan

Plastik, Cup, Botol, Aluminium Foil

dll.

Page 95: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

88

Program ini tentu akan meningkatkan efisiensi dan sangat berpeluang untuk

mendapatkan keuntungan tambahan, karena membeli produk bersama dalam

jumlah besar dari pabrikan/produsen besar dan tentu dengan marjin yang lebih

menguntungkan.

3. Layanan Dukungan Peningkatan Kesejahteraan

Hasil usaha dari lembaga keuangan mikro agribisnis dan unit bisnis bersama

ini akan dikembangkan sampai taraf tertentu. Keuntungan yang didapatkan akan

digunakan untuk pemberian insentif bagi anggota jaringan klaster. Berupa dana

pembelian premi asuransi/berupa saham yang tidak boleh diambil sampai usia

tertentu. Besarnya dana ini dihitung sesuai jumlah kontribusi pembelian masing-

masing anggota. Hampir mirip dengan pola SHU dalam koperasi. Dana ini nantinya

akan dijadikan dana tunjangan hari tua atau dana kesejahteraan pensiun.

Penggunaan dana lainnya adalah untuk kegiatan pendidikan latihan atau dana

santunan kesehatan atau pendidikan keluarga anggota.

Program yang belum terlaksana adalah program ini. Menurut perkiraan

program ini akan terlaksana paling lama tahun 2007. Hal ini disesuaikan oleh

banyaknya jumlah anggota jaringan outlet baru yang berdiri serta banyaknya

jumlah home industri pedesaan yang bergabung menjadi anggota klaster.

“Modal Sosial Positif” berupa suasana hidup yang egaliter dan toleransi yang

tinggi, jauh dari kesan tamak/mementingkan diri sendiri, budaya hidup saling

membantu dan bekerja sama yang erat merupakan modal awal yang mahal yang

dimiliki jaringan klaster agribisnis CAPRINA ini. Persaudaraan dan kebersamaan

usaha yang telah terbangun cukup lama (3-4 tahun) ini dirasakan akan menjadi

jalan bagi munculnya keberkahan usaha serta membangun keberkahan hidup.

Semoga Allah SWT senantiasa berada di dalam sebuah jamaah usaha yang

menyenangkan seperti ini. Amien.

Adapun bagan sistem pengembangan jaringan klaster UKM agribisnis

CAPRINA sebagai berikut.

Page 96: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

89

PROSES PERJALANAN YANG TELAH DICAPAI

Sistem manajemen rantai suplai

Komponen rantai suplai terdiri dari :

1. Jaringan Trading House/Outlet

Jaringan trading house/outlet terdiri dari 2 model. Model pertama adalah

jaringan internal klaster dan model kedua adalah sister outlet. Terdapat 2 buah

jaringan outlet internal klaster, a.l :

a. Pusat Oleh – Oleh Khas Malang di Jl. Raya Tlogomas 45 Malang

b. Pusat Oleh – Oleh Khas Batu di Jl. Raya Diponegoro 86 Batu

Terdapat 4 buah sister outlet yang terdapat di Malang. Trading house yang

berjumlah 6 buah inilah yang menjadi lokomotif utama bagi tumbuh dan

berkembangnya bisnis anggota klaster UKM agribisnis ini. Disamping terdapat juga

pembeli besar rutin dari luar Malang dan beberapa outlet lain yang menjadi pasar

penopang bisnis anggota klaster.

Fungsi trading house/outlet ini ganda, antara lain :

Pertama sebagai pasar captive dan media promosi yang efektif bagi

pengembangan produk anggota. Kedua sebagai tempat diklat pemasaran dan Quality

Assurance atau Practical Training Center.

Ketersediaan jaringan outlet inilah yang menjadi faktor utama pemicu

pertumbuhan UKM agribisnis secara berkesinambungan tetapi sering terlupakan

dalam penganggaran pembuatan program/kebijakan pembangunan pertanian dan

UKM di Indonesia.

Page 97: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

90

Fungsi lain dari trading house/outlet ini yang tidak kalah penting adalah

sebagai pusat data perilaku konsumen. Banyak ragam informasi yang dapat

dikumpulkan dari jaringan trading house ini bagi anggota klaster. Antara lain :

Produk yang sangat dibutuhkan dan kurang dibutuhkan pelanggan.

Standar mutu produk dan kemasan yang dibutuhkan pelanggan.

Standar harga yang diterima pasar.

Data keragaan jenis, harga dan standar mutu produk pesaing.

Data perkembangan penjualan masing-masing jenis produk secara

periodik selama satu tahun.

Data “live” dan penting inilah yang sangat membantu sebagai modul

pelatihan tentang manajemen dan strategi pemasaran yang efektif dan efisien dalam

suatu pelatihan UKM. Anggota kami telah terlatih secara rutin dan bertahap

dengan data yang valid dan selalu “up to date” dari tahun ke tahun.

Motto PTC Pemasaran dan Quality Assurance adalah : Mampu melayani dan

mendidik anggota klaster secara murah, cepat dan tepat.

2. Jaringan Home Industri Pangan Pedesaan

Data perkembangan bisnis jaringan home industri pangan pedesaan, anggota

klaster UKM agribisnis Caprina sampai dengan akhir 2005 adalah sbb :

a. 107 home industri pangan pedesaan.

b. Memiliki 1.450 s/d 1.500 karyawan.

c. Menjadi pasar bagi 7.700 s/d 8.000 petani dan pedagang.

d. Jenis produk berkisar 105 produk (berupa produk aneka buah, sayur, ubi

olahan serta aneka camilan lainnya).

e. Lokasi home industri tersebar di beberapa daerah, antara lain : Kab/Kota.

Malang, Batu, Lumajang, Mojokerto, Kediri, Blitar, Bojonegoro, dan

Madiun.

f. Total omset bisnis anggota jaringan klaster UKM agribisnis CAPRINA

adalah sbb :

tahun 2002 berkisar 8 milyar per tahun.

tahun 2003 berkisar 11,5 milyar per tahun.

tahun 2004 berkisar 20,5 milyar per tahun.

tahun 2005 berkisar 24,5 - 25 milyar per tahun

Fungsi home industri pangan juga ganda. Disamping menjadi pasar dan

memberi nilai tambah bagi pelaku, tenaga kerja dan petani pedesaan. Juga mampu

sebagai PTC atau Practical Training Center aneka industri pengolahan buah, ubi

dan sayur. Banyak sesama petani dari berbagai daerah di tanah air berkunjung,

belajar, dan magang di beberapa home industri ini. Banyak mahasiswa dan sarjana

dari berbagai PT dari seluruh Indonesia juga belajar dari home industri ini. Model

belajar dari pengalaman sesamanya dan dengan cara yang sederhana ini adalah

metode belajar yang murah, efektif dan efisien. Pembangunan karater dan tata nilai

anggota klaster mulai terbangun dengan semangat kepedulian ini.

3. Jaringan Petani Produsen dan Pedagang Bahan Baku

Jaringan petani produsen bahan baku secara alami mulai terbangun hal ini

disebabkan : adanya kebutuhan pasar yang “captive”, rutin, dan berjangka panjang

dengan home industri pangan pedesaan. Beberapa kelompok petani dan pedagang

yang mendapatkan nilai tambah dari sinergi tersebut a. l. :

Page 98: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

91

a. Kelompok petani apel di Malang dan Batu

b. Kelompok petani salak, nangka dan pisang di Malang dan Lumajang

c. Kelompok petani dan pedagang mangga dari Situbondo, Probolinggo

dan Pasuruan

d. Kelompok petani nanas dan blimbing di Blitar

e. Kelompok petani ubi jalar di Mojokerto

Saat ini terdapat perkembangan kapasitas dan kualitas petani secara alamiah

dan penting, berupa : transformasi dari petani budidaya menjadi petani industri.

Beberapa model yang sudah berkembang adalah :

Petani apel sekaligus pelaku home industri jenang/dodol dan sari apel

Petani salak sekaligus pelaku home industri jenang/dodol salak

Petani ubi jaar sekaligus pelaku home industri kripik ubi jalar

Petani kentang sekaligus pelaku home industri kripik apel

Proses terjadinya transformasi dan nilai tambah ini diakibatkan juga oleh

proses pembelajaran dan contoh perkembangan home industri pengolahan di

pedesaan. Pembinaan dari CV. Caprina kepada petani dengan memberi pasar

captive dan program inkubator wirausaha baru melalui PTC sangat efektif dan

efisien untuk merubah kapasitas dan kualitas SDM mereka.

4. Program Pembinaan Anggota Klaster UKM Agribisnis

Program pembinaan anggota UKM agribisnis selama ini dilakukan oleh CV.

Caprina secara mandiri dan tanpa dipungut pembayaran (gratis). Program ini

dimaksudkan untuk membantu mempercepat peningkatan kapasitas dan kualitas

SDM dan produk, serta penguatan kerjasama usaha klaster UKM agribisnis dalam

jangka panjang. Adapun model pola pembinaan sbb :

a. Pembinaan Pola Klinik Usaha

Kegiatan ini dilakukan di unit trading house/outlet CV. Caprina kepada

anggota klaster, secara personal dan “face to face”. Hal ini disebabkan

masing-masing anggota memiliki problem dan pola pengembangan yang

spesifik. Pola klinik ini sekarang berkembang menjadi “Practical Training

Centre” bidang Pemasaran dan Jaminan Mutu.

b. Pembinaan Pola Kunjungan Lapang

Kegiatan ini dilakukan oleh Caprina di lokasi UKM agribisnis berada. Fungsi

pola ini adalah untuk melihat dari dekat lokasi dan kondisi usaha secara

langsung sehingga problem yang dihadapi dan pola pengembangan usaha

yang akan ditempuh/dipilih semakin mudah untuk dicarikan model solusinya.

c. Pengawasan Standar Mutu Produk

Pembinaan ini dilakukan di unit packaging dan pengawasan mutu produk.

Anggota yang menyetorkan produk akan di grading ulang, dengan cek fisik,

rasa, bau, disain serta mutu bahan kemasan. Secara bertahap standar mutu

ditingkatkan. Dalam jangka panjang standar mutu produk UKM agribisnis

jaringan CAPRINA harus memenuhi standar tertentu (Bintang 1, Bintang 2

dan Bintang 3) sehingga secara bersama-sama nantinya akan memiliki

standar kualitas ekspor.

d. Pembinaan Inkubator Wira Usaha Baru (INWUB)

Pola ini dilakukan oleh CAPRINA untuk UKM Agribisnis yang baru.

Terutama petani atau kelompok petani pedesaan yang memiliki komoditi

unggulan lokal. Mereka akan dididik dan dibina mulai dari teori sampai

Page 99: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

92

teknis dan manajemen usaha home industri pangan sesuai dengan

komoditinya masing-masing. Pola ini dkenal dengan nama program Inkubator

Wirausaha Baru.

5. Program Pengembangan SDM dan Anggota Jaringan Klaster UKM Agribisnis Baru

Anggota Jaringan klaster UKM Agribisnis yang ada sekarang mayoritas

berlatar belakang pendidikan SD-SLTA. Hanya sedikit SDM pengelola home

industri yang berijasah D3 atau Sarjana (10%). Kualitas SDM tersebut sangat sulit

untuk mempercepat pengembangan home industri pedesaan dalam jangka panjang.

Untuk tujuan tersebut dibentuklah The Youth of Agribusiness Club (YOA) pada akhir tahun 2003, yang beranggotakan mahasiswa dan sarjana baru dari

berbagai disiplin ilmu dan dari beberapa perguruan tinggi di Malang. Kegiatan club

ini difokuskan pada pelatihan teknis dan manajemen rantai suplai yang efektif dan

efisien serta kekhususan pada pengolahan produk pertanian berbasis aneka buah

dan sayur tropis olahan.

Dalam jangka panjang, program ini juga bertujuan untuk menjadikan home

industri model yang dikelola oleh para sarjana baru ini sebagai industri

penghela/pembina bagi industri kecil milik masyarakat yang berada disekelilingnya,

sehingga akan mempercepat proses pengembangan home industri pertanian di

pedesaan.

Sebagian SDM hasil pembinaan program ini telah menjadi manajer pengelola

unit home industri model aneka buah dan sayur tropis olahan milik CV. CAPRINA

di Junrejo – Batu. Sebagian yang lain mengelola unit home industri sendiri dan

menjadi anggota jaringan klaster agribisnis CAPRINA.

FAKTOR PENUNJANG KEBERHASILAN YANG BERKELANJUTAN

Bekerja sendiri tentu terasa kesepian kecuali akan bercita-cita menjadi

pertapa sakti. Bersinergi tentu merupakan jalan yang harus dilalui untuk meraih

perkembangan yang signifikan. CAPRINA telah berbuat tetapi hanya peran kcil

saja. Dunia pertanian begitu luas, dari puncak gunung sampai laut lepas. Meliputi

ribuan macam komoditi. Banyak daerah yang masih menunggu sumbangsih kita

semua. Sangat tidak mungkin bekerja sendirian tanpa melakukan kerjasama atau

bersinergi dengan pihak lain.

Terdapat beberapa pihak yang secara strategis sangat penting untuk

disinergikan. Pihak-pihak tersebut antara lain :

Pemerintah

Lembaga keuangan

Lembaga penelitian

Perguruan tinggi

Pengusaha agribisnis

Petani atau kelompok tani atau asosiasi petani

Kelompok-kelompok strategis ini harus saling bekerjasama dan bersinergi

secara baik sehingga akan memberikan dampak yang luas. Secara umum dapat

dikemukakan bahwa terdapat 3 kelompok besar yang harus bersinergi untuk

menghasilkan hasil yang gemilang. 3 kelompok tersebut adalah :

Page 100: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

93

Yang memiliki kuasa : Pemerintah

Yang bisa : Peneliti dan Perguruan tinggi

Yang mengerti : Pelaku usaha agribisnis (petani, pedagang, industri)

Jika yang kuasa mau memahami yang mengerti dan yang bisa. Dan

sebaliknya, maka sesuatu menjadi berhasil guna. Tetapi jika yang mengerti sok bisa

dan sok kuasa atau sebaliknya, maka kegagalannya yang bisa kita raih.

Page 101: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

94

PENGELOLAAN AGRIBISNIS DI PEDESAAN

Willopo Koeswardoyo*)

Pertanian di Indonesia, khususnya buah-buahan, sampai saat ini hanya

sebatas berproduksi apa adanya, sedangkan di beberapa negara, pertanian sudah

merupakan industri. Kalau pertanian sudah bisa menjadi sebuah industri, maka

tentunya akan bisa menghasilkan devisa bagi negara ini dalam jumlah yang cukup

signifikan. Pengertian yang dapat kita sederhanakan ialah ketersediaan produk

secara berkesinambungan dan terjadual. Tentunya dengan sangat memperhatikan

aspek kualitas. Untuk melangkah kesana, semestinya tidak hanya menjadi tugas

satu lembaga tertentu saja, tetapi justru menjadi tugas kita semua yang hadir disini.

Mengapa demikian? Karena butuh ketersediaan lahan pertanian, butuh petani yang

handal, butuh teknologi yang memadai, butuh pangsa pasar yang jelas, dan

akhirnya butuh permodalan yang cukup. Apabila semua kebutuhan itu dapat

disinergikan, niscaya pertanian kita akan menjadi sebuah industri, yang pada

akhirnya akan bisa bersaing di pasar internasional.

Ini semua bukan hanya sebuah wacana melainkan butuh kerja keras dari

semua pihak, dan butuh kerendahan hati untuk bisa menerima masukan baik

berupa kritik maupun saran dari semua pihak, khususnya dari pihak-pihak yang

memiliki kompetensi yang tinggi untuk memajukan wajah pertanian di Indonesia.

Berangkat dari semua hal diatas, khususnya untuk menjadikan pertanian

menjadi industri, kami sedang memulai untuk berindustri melon. Pasar yang

menjadi target adalah pasar lokal dan pasar ekspor.

Kendala:

A. Dari sisi petani

1. Pola pikir & sikap mental.

2. Ketersediaan lahan.

3. Teknologi budidaya (penanggulangan hama, dll).

4. Pangadaan pupuk dan benih unggulan.

5. Pendanaan.

B. Dari sisi pengusaha:

1. Kesinambungan penyediaan produk (pengaturan masa panen).

2. Membuat terobosan pasar.

3. Diversifikasi produk.

4. Kemasan

5. Teknologi pendinginan (cold chain).

6. Pendanaan.

________________ *)

PT. Nusantara Persada Hijau, Surabaya

Page 102: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

95

Kendala Pasar (Khususnya Ekspor)

- Sarana untuk menginformasikan produk

- Pembandingan harga

- Kesinambungan produk

- Penjaminan kesamaan kualitas produk

- Sarana rantai pendingin (cold chain)

Yang Sudah Dilakukan:

1. Mengadakan pendekatan secara kultural kepada petani.

2. Bekerjasama dengan Dinas Pertanian Jawa Timur untuk informasi lahan

pertanian.

3. Bekerjasama dengan Dinas Pertanian Jawa Timur mengadakan seminar atau

pelatihan untuk membekali petani tentang pengetahuan produk.

4. Mencari informasi mengenai kebutuhan pasar domestik akan produk yang

diminati, salah satunya melalui jaringan supermarket yang ada.

5. Informasi akan pasar ekspor dapat dicari melalui media internet atau dengan

cara mengikuti pameran di luar negeri.

6. Membantu melakukan penerapan teknologi pendinginan apabila nantinya

ekspor ke luar negeri dengan menggunakan kapal laut (reefer container).

7. Memberikan informasi kepada petani mengenai penggantian pupuk atau obat

dengan bahan dasar yang sama.

8. Mendampingi petani selama proses penanaman sampai pemanenan untuk

mempersiapkan petani supaya bisa mandiri.

9. Membuat Kemasan yang sesuai dengan produk.

10. Membantu pendanaan sebatas kemampuan.

Harapan:

a. Menjadikan Jawa Timur (Indonesia) sebagai salah satu pengekspor buah tropis

dengan harga dan kualitas yang dapat bersaing di pasar Internasional.

b. Merubah wajah pertanian di Jawa Timur supaya dapat tercipta iklim Agro Industri.

c. Kemudahan pendanaan dari sektor perbankan.

d. Jaminan dari Pemerintah mengenai peraturan (Regulasi).

e. ORA ET LABORA !!!

Page 103: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

96

MEMBANGUN IMAGE BISNIS HORTIKULTURA

Djoko Soedibjo, lr, MM *)

A. Latar Delakang

Pada era otonomi daerah, untuk mensukseskan pembangunan dan

meningkatkan penghasilan masyarakat ekonomi lemah, khususnya pada

kabupaten-kabupaten dengan potensi ekonomi disektor pertanian, maka

peningkatan kesejahteraan petani sangat diutamakan oleh pemerintah,

karena dengan meningkatnya penghasilan masyarakat kecil (petani) yang

akhirnya juga akan meningkatkan Pendapatan Asli Pemerintah (PAD).

Di samping itu untuk menghadapi persaingan di era perdagangan bebas,

dimana pasar lokal kita sudah diserbu oleh berbagai komoditas impor dengan

tingkat yang sudah mulai mengancam produk lokal, maka Pemerintah berusaha

mendukung UKM/Petani dengan berbagai macam program dan fasilitas, yang salah

satunya adalah program pemberdayaan petani, agar petani dapat meningkatkan

daya saing dan penghasilannya. Narnun program tersebut hingga saat ini masih

pada tahap wacana artinya belum terdapat suatu program riil yang mampu

memberikan hasil sebagaimana diharapkan oleh semua pihak.

Dalam upaya memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan petani

nampaknya perlu suatu program secara simultan yang mengacu kepada

permasalahan yang dihadapi petani. Permasalahan utama yang dihadapi petani

pada semua komoditi hingga kini adalah masalah pasar dan tidak adanya jaminan

harga. Pada saat panen petani selalu mengeluh bahwa pasar untuk komoditii yang

dipanen tidak ada dan sulit dicari.

Konsekuensi yang harus diterima petani adalah kondisi harga yang sering

kali sangat tidak menguntungkan petani . Sedangkan masalah produktivitas dan

kualitas pada hakekatnya hanyalah sebagai akibat tidak adanya jaminan pasar dan

harga pada petani, sehingga petani tidak tertarik untuk meningkatkan

produktivitas maupun kualitas selama jaminan pasar dan harga tidak diperoleh

petani. Kondisi ini yang menyebabkan petani semakin tidak berdaya menghadapi

pasar dan persaingan dengan komoditi impor yang semakin hari semakin besar

proporsinya dalam menguasai pasar.

Permasalahan kedua adalah sistem pembayaran yang dilakukan hampir

seluruh pelaku pasar (pedagang) kepada petani yang tidak pernah membayar

secaratunai 100 % pada saat barang diterima. Cara pembayaran semacam ini

sangat membebani petani. Hal ini juga sebagai penyebab petani mengalami

kesulitan keuangan dan sulit untuk menerapkan teknologi maupun penanganan

budidaya secara tepat dan benar. Petani menjadi sulit untuk melakukan

pemupukan maupun penggunaan saprodi lainnya secara tepat waktu dan tepat

ukuran. Akibatnya hasil produksi menjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan,

kontinuitas produksipun menjadi sangat sulit dipenuhi.

Menyelesaikan persoalan yang dihndapi petani tanpa dibarengi dengan upaya

menyelesaikan terhadap semua yang dihadapi oleh pelaku pasar (pedagang) juga

tidak akan memberikan hasil. Oleh karena itu sistem penyelesaiannya haruslah

secara simultan.

_________________ *)Direktur Utama PT. Sayur Mayur Indonesia ASPERTI Jatim

Page 104: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

97

Pada dasarnya para pedagang juga mengalami beberapa permasalahan yang tidak

kalah rumitnya dengan para petani. Para pedagang se!a!u mengatakan bahwa pasar

masih sangat terbuka lebar (terutama pasar lokal), tetapi pedagang selalu

mengeluhkan bahwa produk sangat sulit diperoleh. Sering juga beberapa pedagang

menyatakan bahwa spesifikasi produk yang dihasilkan petani kurang sesuai dengan

yang mereka harapkan, selain masalah waktu/jadwal panen yang kurang tepat.

Tidak adanya jaminan pasokan baik kuantitas, kontinuitas maupun spesifikasi

produk merupakan permasalahan utama yang dihadapi oleh pedagang. Disamping

hal diatas, permasalahan keterbatasan permodalan yang dimiliki oleh pedagang

untuk perkulakan, disisi lain perputaran perdagangan yang begitu besar

menyebabkan, kebanyakan pedagang mengalami kesulitan untuk dapat membayar

secara tunai 100 % kepada para petani pemasok, walaupun hal ini juga dirasakan

akan merugikan pedagang itu sendiri, karena akan terancam kekurangan pasokan.

Menyikapi hal diatas maka nampaknya mendesak untuk segera melakukan

upaya bagainiana menyelesaikan permasalahan petani dan juga menyelesaikan

permasalahan pedagang secara simultan, sehingga bagi pelani akan meningkatkan

kesejahteraannya, bagi pedagang akan memberikan jaminan pasokan dan bagi

pemerintah akan meningkatkan PAD.

B. Permasalahan

Berdasarkan belakang yang diuraikan diatas, maka permasalahan baik yang

dihadapi oleh petani maupun pedagang adalah :

1. Bagaimana petani mampu menghaasilkan produk yang dapat diterima oleh

pasar dan bernilai tinggi

2. Bagaimana petani mampu menjaga kontinuitas baik secara kuantitas, kualitas

maupun kontinuitas sesuai dengan kebutuhan para pedagang

3. Bagaimana petani dapat berwawasan pasar, mampu untuk menembus

jaringan pasar dan mampu berinteraksi secara langsung dengan pedagang di

pasar

4. Bagaimana petani dapat melakukan penanganan budidaya secara tepat dan

benar

5. Bagaimana petani nantinya akan mampu memperoleh saprodi secara mudah,

murali, cepat dan tepat dengan sistim yang tidak memberatkan petani

6. Bagaimana petani nantinya mendapatkan jaminan pasar terhadap komoditi

yang dihasilkannya

7. Bagaimana petani dapat nienerima pembayaran secara tunai 100 % terhadap

produk yang diterima oleh pedagang

8. Bagaimana para pedagang yang berlokasi di Sentra produksi/Kabupaten dapat

meningkat pendapatannya, dapat lebih berperan dan mampu berkembang

serta dapat memberikan jaminan pasar dan pembayaran kepada petani di

wilayahnya.

C. Solusi yang Diharapkan

Diharapkan solusi dari permasalahan tersebut di atas haruslah mampu untuk :

1. Meningkatkan pendapatan petani sayuran di sentra produksi

2. Meningkatkan pendapatan pedagang besar diwilayah sentra produksi

3. Memberikan pendampingan baik teknologi maupun manajemen kepada

petani maupun kepada pedagang besar

Page 105: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

98

4. Memberikan penjaminan untuk akses pasar di Pasar Induk Surabaya

5. Memberikan penjaminan pembayaran secara tunai 100% kepada petani

atas produk yang diterima oleh pedagang baik pedagang besar di daerah

maupun pedagang Besar di Pasar Induk Surabaya

6. Menyediakan Saprodi bagi petani dengan sistim pembayaran yang dapat

dilakukan setelah panen

7. Menumbuh kembangkan jenis/varietas-varietas baru yang mempunyai

nilai ekonomis tinggi di pasar

8. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah bagi pemerintah

Adapun manfaat dari solusi tersebut adalah:

1. Meningkatkan kesejahteraan petani maupun pedagang

2. Meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif dan akan

membangunimage terhadap bisnis hortikultura

3. Terwujudnya Potensi Pertanian di daerah sentra sebagai leading sector

perekonomian Daerah

4. Menjadikan Kabupaten sentra produksi sebagai percontohan untuk

pengembangan agribisnis hortikultura baik skala Jawa Timur maupun

nasionanal

D. Pola Pendampingan dan Mekanisme

Pola pendampingan dalam program ini melibatkan beberapa unsur, dimana

unsur-unsur tersebut masing-masing mempunyai fungsi dan peran untuk

mendukung seluruh aktivitas dalam pemberdayaan baik petani maupun pedagang

besar di daerah dan pedagang besar di Pasar Induk Surabaya. Adapun penjelasan

mengenai fungsi dan perannya masing-masing unsur adalah sebagai berikut :

1. Kelompok Petani Sayur

Kelompok petani ini merupakan salah satu subyek yang diberdayakan.

Untuk tahap awal akan dicoba pada petani yang maju dan mempunyai motivasi

untuk selalu inovatif. Pertimbangan dipilihnya petani inovatif ini diharapkan akan

menjadi percontohan dan nantinya akan ditiru oleh petani-petani yang lain.

Disamping itu petani inovatif ini nantinya juga dapat berfungsi sebagai

pembina/pendamping bagi petani disekitarnya. Dalam pelaksanaan budidaya

hortikultura (sayur, buah, empon-empon dan bunga, kelompok tani akan mengikuti

seluruh program yang telah ditetapkan oleh tim pendamping. Program tersebut

dimulai dari kegiatan awal berupa pengolahan lahan, penanaman, pemekliharaan,

pemanenan hingga sampai kegiatan pasca panen. Seluruh kegiatan ini oleh tim

pendamping akan dlbuatkan jadual yang detail dan seluruh kelompok tani binaan

diharuskan mengikuti jadual tersebut secara disiplin.

Jenis komoditi yang akan dibudidayakan juga harus mengikuti petunjuk dari

tim pendamping, sedangkan untuk kebutuhan bibit/benih, pupuk maupun obat-

obatan petani dapat memperoleh di unit toko saprodi sebagai unit bisnis dari Pusat

Pengembangan Teknologi Pertanian, dengan sistim pembayaran yang

dapatdilakukan pada akhir panen.

Dalam melaksanakan seluruh kegiatan budidaya ini, kelompok tani akan

didampingi oleh sub tim pendamping budidaya yang ditunjuk oleh tim

Page 106: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

99

2. Sub Tim Pendamping Budidaya

Sebagai sub tim pendamping budidaya akan ditunjuk oleh Ketua Tim

Pendamping, yang didukung oleh petugas penyululi (PPL) dan beberapa petani

maju. Adapun peranan dan fungsi sub tim pendamping budidaya adalah

mendampingi dan nemberikan pengetahuan tentang teknologi budidaya sekaligus

pelatihan pada petani di lahan dimulai dari kegiatan persiapan lahan, penanaman,

pemelihaiaan, tehnik pemberian pupuk maupun obat-obatar sampai dengan

teknologi pasca panen secara benar.

Sub tim pendamping budidaya bertewajiban untuk membuatkan jadual dari

Sebagai sub tim pendamping budidaya akan ditunjuk oleh Ketua Tim

Pendamping, yarig didukung oleli petugas penyululi (PPL) dan beberapa petani

maju. Adapun peran dan fungsi sub tim pendamping budidaya adalah mendampingi

dan memberikan pengetahuan tentang teknologi budidaya sekaligus pelatihan

pada petani dilahan dimulai dari kegiatan persiapan lahan, penanaman,

pemelihaiaan, tehnik pemberian pupuk maupun obat-obatar sampai dengan

teknologi pasca panen secara benar.

Sub tim pendamping budidaya berkewajiban untuk membuatkan jadual dari

seluruh rangkaian kegiatan budidaya serta mengawasi dan mendampingi .petani

secara ketat dan disiplin, sehingga para petani binaan dapat dengan benar dalam

menerapkan seluruh teknologi yang diberikan. Oleh karena itu sebagai tenaga

pendamping budidaya akan ditempatkan dilokasi secara penuh/full time.

Pendampingan (Jan pengawasan secara terus menerus ini harus dilakukar

mengingat kebanyakan petani tidak pernah disiplin dalam menerapkan teknologi

yang pada akhirnya akan memberikan hasil yang kurang optimal.

3. Unit Usaha PPTP

Unit usaha PPTP secara struktural dibawah pengelolaan Pusat

Pemgembangan Teknologi Pertanian (PPTP) yang dipegang oleh seorang manager.

PPTP dalam pola pendampingan mempunyai peran sebagai unit pendukung,

pertama dalam pemaasaran hasil mulai penentuan panen, sortir, grading, packing

sampai menjual ke Pasar Induk PIKB Surabaya), kedua dalam penyediaan seluruh

kebutuhan saprodi maupun alat pertanian (alsintan) yang dibutuhkan oleh petani.

Unit usaha PPTP skaligus berfungsi sebagai unit bisnis yang menghasilkan

profit dari kegiatan pemasaran dan perdagangan saprodi maupun alsintan.

Dalam menjalankan kegiatan bisnis tersebut unit usaha PPTP mempunyai

struktur dibawahnya yaitu unit pemasaran hasil dan unit usaha pertokoan saprodi

dan alsintan. Kedua unit tersebut dikendalikan oleh masing-masing kepala unit.

Agar supaya unit usaha PPTP mampu menjalankan peran dan fungsinya sebagai

institusi pendukung maupun unit bisnis yang mampu menghasilkan profit, maka

akan didampingi oleh sub tim pendamping yang ditunjuk oleh ketua tim

pendamping sampai unit ini benar-benar mampu menjalankan seluruh aktivitas

bisnis dengan baik.

Laba bersih (Net Profil) yang dapat dihasilkan oleh Unit Usaha PPTP ini

sebagian akan digunakan untuk mengembalikan secara bertahap dana Pemerintah

Kabupaten Magetan dalam pendirian PPTP, sebagian lagi digunakan sebagai dana

untuk mernbiayai penelitian/riset yang dilakukan oleh Litbang PPTP dan kemudian

sisanya akan dibagi a) sebagai dana ditahan untuk pengembangan PPTP; b)

dikembalikan kepada Pemerintah Kabupaten sebagai PAD.

Page 107: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

100

4. Sub Unit Toko Saprodi dan Alsintan

Sub unit usaha ini secara struktural dibawah pengelolaan Unit Usaha PPTP

yang dipegang oleh seorang Kepala Unit Toko. Sub unit ini dalam pola

pendampingan mempunyai peran sebagai unit yang akan menyediakan seluruh

kebutuhan saprodi maupun alat pertanian yang dibutuhkan oleh petani. Sub Unit

ini sebagai unit bisnis harus menghasilkan profit dari kegiatan perdagangan saprodi

maupun alsinlan, yang dapat melayani petani binaan maupun petani lainnya.

Dalam menjalankan kegiatan bisnisnya sub unit usaha ini akan didampingi oleh sub

tim pendamping yang ditunjuk oleh ketua tim pendamping sampai unit ini benar-

benar mampu menjalankan seluruh aktivitas bisnis dengan baik. Bagi petani binaan

yang mengambil saprodi maupun alsintan ada sub unit toko lidak perlu untuk

membayar secara tunai didepan, tetapi akan dipotong secara sekaligus dari hasil

produksi yang dijual oleh sub unit pemasaran. Namun bagi petani diluar binaan

harus membeli secara tunai. Saprodi maupun alsintan yang diperdagangkan oleh

sub unit ini dengan harga yang tidak boleh melebihi harga pasar yang dijual oleh

toko lain, sehingga akan menguntungkan bagi petani binaan maupun petani diluar

binaan.

5. Sub Unit Pemasaran Hasil

Sub unit usaha ini secara struktural dibawah pengelolaan Unit Usaha PPTP

yang dipegang oleh seorang Kepala Unit Pemasaran hasil. Sub unit ini dalam pola

pendampingan mempunyai peran sebagai unit yang akan memasarkan seluruh hasil

produksi yang dihasilkan oleh petani binaan ke Pasar Induk Surabaya. Sub Unit ini

sebagai unit bisnis akan menghasilkan profit dari kegiatan pemasaran hasil yang

diproduksi oleh petani binaan maupun petani lainnya. Dalam menjalankan

kegiatannya sub unit Usaha ini akan merekrut pedagang- pedagang besar yang

sudah ada di wilayah Kabupaten atau Kecamatan untuk. dilibatkan dalam

memasarkan hasil produksi baik hasil produksi petani binaan maupun hasil

produksi petani diluar binaan, untuk diperdagangkan di Pasar Induk Surabaya.

Pedagang-pedagang ini akan dibina manajemen perdagangannya. Sub unit ini

juga akan didampingi oleh sub tim pendamping yang ditunjuk oleh ketua tim

pendamping sampai unit ini benar-benar mampu menjalankan seluruh aktivitas

bisnis dengan baik.

6. Penelitian dan Pengembangan (Litbang)

Sebagai unit penelitian dan pengembangan, maka Litbang ini akan

melaksanakan kegiatan penelitian dan pengkajian untuk selalu mengembangkan

teknologi-teknotogi maupun jenis/varietas baru yang nantinya akan disebarkan

kepada para petani di wilayah kabupaten.Scain melaksanakan kegiatan penelitian,

Litbang PPTP juga harus melakukan demoplot/percontohan sehingga petani

disekitarnya akan dapat mengikuti cara-cara yang dikerjakan oleh Litbang. Selain

tersebut diatas, litbang juga harus menemukan teknologi pasca panen secara baik

dan benar sainpai dengan teknik packing yang lebih menjamin secara kualitas.

Litbang juga harus menyediakan bibit/benih komoditas bernilai ekonomis tinggi

untuk kemudian dibeli oleh petani binaan maupun petani diluar binaan melalui sub

unit toko Saprodi. Dalam menjalankan kegiatannya, litbang akan dikendalikan oleh

seorang Kepala Unit Litbang, dengan beberapa orang staf yang mempunyai keahlian

dibidangnya atau pengalaman sebagai seorang peneliti. Apabila dimungkinkan,

Page 108: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

101

maka litbang dapat bekerjasama dengan Perguruan Tinggi ataupun Lembaga-

tembaga Penelitian Pertanian lain yang ada (misalnya BBTP Jawa Timur).

7. Pusat Pengembangan Teknologi Pertanian (PPTP)

Pusat Pengembangnn Teknologi Pertanian (PPTP) merupakan lembaga yang

menginduki seluruh kegiatan pendampingan sebagaimana diuraikan diatas. PPTP

secara tehnis adalah dibawah Dinas Pertanian Kabupaten. Namun agar supaya

dapat memberikan hasil yang maksimal, maka dalam unsur PPTP juga akan

melibatkan dinas-dinas lain seperti Dinas Koperasi, Dinas Perdagangan, Dinas

Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum, Bappekab, Perekonomian dan lain-lain.

Untuk efektivitas dan efsiensi maka sebaiknya. Lokasi PPTP berada di lokasi

sentra. Fasilitas yang harus dilengkapi di PPTP adalah Areal kantor baik untuk

kantor PPTP, Kantor Sekretariatan Tim Pendamping, Kantor Unit usaha PPTP,

Toko Saprodi, Kantor Litbang, Ruang Laboratorium, Gudang Saprodi dan Alsintan,

Kebun Percobaan/demoplot, Kebun pembenihan. Grading House dan Packing House,

dan lain-lain.

8. Tim Pendamping

Tim pendamping adalah sebuah tim baik dari PT SAMAI bersama-sama

dengan ASPERTI Jatim dan juga institusi lain yang memiliki profesionalisme

dibidang yang mendampingi petani (jalani hal teknologi budidaya, mendampingi

kelompok pedagang besar di daerah/kabupaten yang tergabung dalam unit

pemasaran hasil dan mendampingi pelaksana unit pertokoan saprodi dan

alsintan. Tim pendamping dikendalikan oleh seorang Ketua Tim Pendamping dan

mempunyai anggota yang masing-masing ketua Sub Unit pendamping budidaya,

ketua sub tim pendamping pemasaran hasil dan Ketua Sub Tim Pendamping

Pertokoan Saprodi dan Alsintan. Didalam pelaksanaannya anggota tim pendamping

dapat ditambah disesuai dengan kondisi kebutulian dilapangan.

Sebagai tim pendamping akan bekerja dengan batas waktu 5 tahun, dengan

pemikiran untuk jangka waktu 5 tahun tersebut diharapkan seluruh kegiatan sudah

dapat berjalan sempurna dan dapat dioperasionalkan sepenuhnya oleh tenaga lokal

ataupun warga Kabupaten. Namun apabila terdapat pertimbangan lain, maka

untuk jangka waktu 5 tahun tersebut dapat diperpanjang untuk 5 tahun kedua.

Dengan pertimbangan bahwa Pasar Induk di Surabaya yang dikerjasamakan

dengan PT SAMAI sebagai pasar tujuan kerjasamanya akan berjalan selama 20

tahun.

9. PT Sayur Mayur Indonesia (SAMAI)

PT Sayur Mayur Indonesia (SAMAI) merupakan per'usahaan yang selama ini

bergerak disektor perdagangan untuk komoditi hortikultura. PT SAMAI dalam

program pendampingan berperan sebagai penyedia stand di Pasar Induk Surabaya

yang dapat dipergunakan baik oleh kelompok pedagang Kabupaten maupun oleh

Unit Usaha Pemasaran hasil PPTP. Penyediaan stand di Pasar Induk Surabaya

oleh PT SAMAI dilakukan dengan prinsip kerjasama. Dengan demikian baik para

pedagang Kabupaten maupun Unit usaha pemasaran hasil PPTP akan memperoleh

jaminan pasar.

Selain itu PT SAMAI dalam kerjasama ini juga berperan sebagai penjamin

pembayaran secara tunai 100 % kepada petani, pedagang maupun unit usaha

Page 109: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

102

pemasaran hasil PPTP terhadap produk yang diterima oleh pedagang grosir

anggota PT SAMAI di Pasar induk Surabaya. Dengan demikian maka pola

pendampingan ini akan mempunyai jaminan baik produksi, pasar hasil maupun

pembayaran secara tunai 100 %.

Pola pendampingan maupun arus perdagangan dengan pola dan mekanisme

sebagaimana telah diuraikan diatas, secara ringkas dapat dilihat pada diagram

sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur organisasi pendampingan

Page 110: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

103

Gambar 2. Arus perdagangan, penjaminan pasar dan pembayaran

E. Kerjasama Institusi

Guna menjalankan program pola pendampingan ini dibutuhkan kerjasama

antara ASPERTI-Jatim, Pemerintah Kabupaten dan PT Sayur Mayur Indonesia.

ASPERTI-Jatim dalam kerjsama ini berperan sebagai tenaga pendamping dengan

menempatkan orang-orang anggota yang dianggap mumpuni didalam bidang

hortikultura untuk menjalankan tugas pendampingan. Pemerintah Kabupaten

dalam hal ini berpeian sebagai fasilisator dan menyediakan kebutuhan dana

untuk pendirian PPTP, dana pengadaan saprodi dan alsintan yang nantinya akan

dikelola oleh Unit Usaha PPTP dan biaya pendampingan. Sedangkan PT SAMAI

dalam pola pendampingan ini berperan dalam menyediakan stand di Pasar induk

Surabaya dengan sistim kerjasama dalam melakukan pembayaran secara tunai

100% kepada petani atau PPTP.

F. Kesimpulan

Berdasarkan pola pikir, ide dan gagasan yang didasarkan pengalaman praktis

dalam perdagangan hortikultura selama ini, maka sebagai upaya dalam

membangun bisnis hortikultura baik untuk skala Jawa Timur dan bahkan bila

mungkin dapat diperbesar dalam skala nasional, dapat kami simpulkan sebagai

berikut :

1. Permasalahan yang selama selama ini menyelimuti petani lebih banyak

disebabkan oleh masalah sistim tata niaga yang hingga sampai saat ini

keberpihakan pada petani masih sangat lemah.

2. Baik petani maupun para pedagang besar harus didukung baik dari sisi

Finansial maupun manajemen dengan pola pendampingan.

Page 111: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

104

3. Pedagang harus ada penjaminan kontinuitas, kualitas maupun kuanlitas

pasokan sesuai yang dibutuhkan oleh pasar

4. Petani juga harus diberikan penjaminaan pasar, dalam hal ini menyangkut

jenis komoditas, kuantitas, kualitas sampai dengan harga.

5. Petani harus dapat meengakses secara mudah, cepat dan tepat terhadap

sumber teknologi maupun saprodi.

6. Pola pendampinghan secara tripartied yang melibatkan pemerintah,

Petani/pedagang dan institusi bisnis, dengan konsep profit oriented harus

dilakukan.

7. Pasar Induk sebagai tempat/wadah dalam menjalankan fungsi tata niaga

hortikultura mutlak harus segera diadakan dan baik petani/pedagang harus

mampu untuk mengakses-pasar induk tersebut dengan mudah dan tanpa

sedikitpun hambatan.

Page 112: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

194

ANALISIS FINANSIAL BUNGA POTONG KRISAN DI KECAMATAN

PAKEM, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Hano Hanafi*), Tri Martini*), dan Masyhudi MF*)

ABSTRAK

Petani di wilayah Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman adalah petani kecil

yang kepemilikan lahannya rata-rata relatif sempit. Petani di wilayah tersebut

kebanyakan masih menanam padi sebagai komoditas pilihan, padahal pertumbuhan

dan produksi padinya kurang baik yaitu 2 – 3 ton per hektar GKP. Menurut peta

AEZ, lahan di ekosistem dataran medium antara 400 – 700 m dpl yang berada di

kaki Gunug Merapi ini cocok untuk ditanami berbagai komoditas hortikultura.

Usaha tani tanaman hias, khususnya bunga potong krisan merupakan salah satu

teknologi dalam sistem pengelolaan dan pemanfaatan lahan sawah secara lebih

efisien, berwawasan lingkungan dan agribisnis, yang perlu terus dikembangkan. Di

lain pihak dibandingkan dengan penanaman padi, komoditas krisan jauh lebih

menguntungkan karena tingginya nilai jual komoditas dan banyaknya peluang

pasar. Keberlangsungan usaha tani krisan dapat tercapai jika usaha tersebut

menguntungkan dan layak secara finansial. Penelitian dilaksanakan pada bulan

Juni sampai dengan Oktober 2005 di rumah plastik Dusun Wonokerso, Kelurahan

Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa

Yogyakarta, dengan tujuan untuk mengetahui keuntungan dan kelayakan usaha

tani krisan di wilayah tersebut. Untuk menguji tingkat keuntungan dan kelayakan

usahatani krisan, digunakan analisis B/C rasio dan R/C rasio. Dari hasil

perhitungan diketahui bahwa dari total populasi tanaman sebanyak 2000 batang

yang ditanam pada luas areal 120 m2, pendapatan yang diperoleh sebesar Rp.

2.000.000,- per musim tanam (3 bulan). Analisis B/C rasio menunjukkan hasil

sebesar 1,05 yang berarti menguntungkan karena di atas 1, serta R/C sebesar 2,05

yang berarti usaha tani krisan layak untuk diusahakan petani di wilayah tersebut.

Kata Kunci : Keuntungan, kelayakan, usaha tani, budidaya krisan

ABSTRACT

The farmer at Pakem, Sleman district, is a small farmer having the small land

area, that usually grow rice. Rice production in that area was around 2 – 3 ton/ha.

Based on the zone of agro ecosystem, the land area of the medium land ecosystem are

suitable for horticulture crops. Ornamental crops, such as cut flowers of

chrysanthemum is one commodity introduced by Yogyakarta AIAT. Successful

farming system of ornamental can be reached if the financial analysis are profitable

and feasible. The objective of this study was to determine the financial analysis of

chrysanthemum agribusiness in the medium land of Sleman District. The

experiments was conducted in the medium land of Orchard Wonokerso,

Hargobinangun Village, District of Pakem Sleman, Province of Yogyakarta, at the

altitude of 400 – 700 above sea level. The study was conducted during the planting

season of 2005, from June to October.

_______________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

Page 113: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

195

Research used the level of feasibility by the analysis incremental of benefit cost ratio

(B/C ratio) and revenue cost ratio (R/C ratio). From the economic analysis, it was

known that farmers’ income was Rp. 2.000.000,- in one planting season (3 months).

Incremental analysis B/C ratio resulted 1.05 that’s, it meant it was profitable to grow

cut flower of chrysanthemum and R/C ratio 2.05, that meant feasible to grow

chrysanthemum as cut flower in the medium land of Sleman District.

Key words: Profitable, feasible, agribusiness, cultivation, crysanthemum

PENDAHULUAN

Peningkatan produksi tanaman hias setiap tahunnya tidak kurang dari 20%,

sedangkan permintaan bunga krisan di Indonesia setiap tahun cenderung meningkat

dapat mencapai 25%. Pada tahun 1993 Indonesia mengekspor krisan 198,3 ton senilai

US $ 243.700 dengan negara tujuan Hongkong, Malaysia, Jepang, dan Singapura.

Dalam tahun yang sama impor Indonesia sebesar 3,8 ton senilai US $ 22.100 dari

Belanda dan Malaysia (BALITHI, 2004). Upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut,

para peneliti di Balai Penelitian Tanaman Hias melakukan penelitian secara

keberlanjutan dengan melakukan persilangan atau okulasi (Anonimus, 2003).

Bibit bunga potong krisan dari BALITHI telah dicoba dikembangkan di lokasi

pengkajian BPTP Yogyakarta yang bekerjasama dengan Kelompok Tani hasilnya

cukup adaptif dan memuaskan. Teknologi yang diterapkan adalah hasil penelitian

BALITHI dengan beberapa komponen teknologi tambahan yang spesifik lokasi di DIY.

Varietas tanaman krisan yang dikaji adalah Retno Dumilah dan Dewi Sartika.

Pengkajian budidaya bunga Krisan dikerjakan atas kerjasama kelompok petani di

daerah Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, dengan bimbingan dari peneliti,

penyuluh BPTP Yogyakarta, Pengusaha, Pemerintah Daerah, Dinas Pertanian,

BALITHI Cipanas.

Berdasarkan survei penanam bunga potong di Kecamatan Cangkringan, DIY

diperoleh informasi bahwa kebutuhan bunga potong krisan dan anthurium untuk

memasok salah satu hotel berbintang lima di Yogyakarta sebanyak 100 bunga potong

perminggu, dengan kualitas bunga ukuran besar. Sementara itu informasi dari pasar

bunga Kotabaru diketahui bahwa kebutuhan bunga anthurium sebanyak 100 bunga

potong per hari, dengan kualitas bunga ukuran standard (ukuran kecil Rp. 750,- ,

sedang Rp. 1.500,-, dan besar Rp. 2.500,-).

Bunga krisan (Chrysanthymum morifolium, Ram) sebagai bunga potong sangat

disenangi konsumen di Indonesia, karena keindahannya dan termasuk salah satu

komoditi utama tanaman hias disamping mawar, anggrek dan gladiol, keragaman

bentuk, warna dan mudah dirangkai serta memiliki kesegaran bunga cukup lama,

bisa bertahan sampai 3 minggu (Anonimus, 2003). Diantara tanaman hias yang telah

memiliki nilai komersial yaitu bunga mawar dan krisan, sehingga dikategorikan

sebagai komoditas unggulan. Menurut Dedeh et al., (1998) krisan umumnya

diperbanyak secara konvensional melalui perbanyakan vegetatif dengan cara

memisahkan anakan (varietas lokal) atau menyetek tunas ujung dari tanaman induk

yang ditempatkan dalam kondisi hari panjang (varietas introduksi). Pembungaan

dapat diatur dengan cara memodifikasi panjang hari sehingga didapatkan produksi

sepanjang tahun dan dapat diperbanyak dengan cara vegetatif (stek pucuk).

Page 114: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

196

Komoditas tanaman hias bunga potong yang berpotensi untuk dikembangkan

di Daerah Istimewa Yogyakarta, antara lain Krisan, Mawar, dan Anthurium.

Sementara ini di pasar bunga Kota baru, Yogyakarta masih mendatangkan bunga

dari luar kota seperti krisan dari Bandungan (Ambarawa), mawar dari Malang dan

anthurium dari kota Sukabumi. Komoditas tersebut selain bernilai ekonomi tinggi,

juga cukup populer di kalangan masyarakat Yogyakarta. Krisan atau seruni

(Chrysanthymum sp.) merupakan salah satu tanaman hias yang memiliki nilai

ekonomi lebih tinggi. Kegunaan krisan terutama sebagai bunga potong untuk

rangkaian bunga dan keperluan dekorasi ruangan.

Oleh karena itu, dalam rangka mendorong berkembangnya usaha agribisnis

tanaman hias dan mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih

baik, perlu kiranya dilakukan penelitian dan pengkajian tanaman hias di DIY.

Kegiatan tersebut sekaligus merupakan upaya menambah diversifikasi usahatani,

produktivitas lahan, dan meningkatkan pendapatan petani setempat, sehingga

upaya pemanfaatan potensi lahan di DIY dapat berkembang. Pengenalan teknologi

budidaya bunga potong krisan melalui kelompok tani tiada lain bertujuan untuk

mengetahui keuntungan dan kelayakan usahatani krisan di wilayah Kecamatan

Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2005 di

rumah plastik Dusun Wonokerso, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem,

Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Data primer dikumpulkan seperti

biaya input produksi dan output (hasil), termasuk biaya secara implisit maupun

eksplisit dari usahatani bunga krisan. Total populasi tanaman krisan sebanyak 2000

batang yang ditanam pada luas areal 120 m2. Untuk menguji tingkat keuntungan

dan kelayakan usahatani krisan, digunakan analisis B/C rasio dan R/C rasio. Data

hasil wawancara dengan beberapa anggota kelompok tani disajikan secara deskriptif

kualitatif.

Benefit-Cost Ratio (B/C rasio) adalah rasio penerimaan kotor sekarang dengan

jumlah pengeluaran untuk investasi awal dan biaya produksi yang dikeluarkan

setiap tahunnya. Kriteria keputusan yang digunakan adalah B/C rasio >1, apabila

B/C rasio < 1, maka usaha pertanian harus ditolak atau tidak perlu dilanjutkan

(Malian, 2004). Revenue Cost Ratio (R/C rasio) adalah perbandingan antara hasil

penjualan dibagi total biaya produksi. Jika suatu hasil usahatani diperoleh R/C rasio

> 1 maka usahatani sangat layak untuk dilanjutkan (Malian, 2004).

HASIL PENELITIAN

Prospek dan kebutuhan tanaman hias di Yogyakarta

Sebagai daerah tujuan wisata nomor 2 setelah Bali, Daerah Istimewa

Yogyakarta sering dikunjungi tamu, baik turis mancanegara maupun domestik.

Rangkaian bunga sebagai kalung penyambut para turis pun sering dibutuhkan oleh

agen-agen perjalanan wisata. Sambutan yang atraktif bagi turis, khususnya turis

mancanegara menjadi simbol keramahtamahan budaya Jawa, khususnya Karaton

”Ngayogyakarta Hadiningrat”. Daerah Istimewa Yogyakarta dengan

keistimewaannya adalah propinsi bernuansa kerajaan, yang tidak pernah terlepas

Page 115: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

197

dari upacara-upacara adat yang tidak terpisahkan dengan bunga. Kebutuhan bunga

dan tanaman hias di Yogyakarta, khususnya pada saat-saat tertentu (tahun baru,

natal, lebaran, upacara adat, peresmian kantor dan sebagainya) meningkat secara

tajam. Bahkan petani bunga di Yogyakarta terkadang tidak dapat memenuhi

kebutuhan pasar, sehingga harus didatangkan dari luar propinsi DIY. Pemasok

bunga potong di Yogyakarta kebanyakan berasal dari luar kota seperti krisan dari

Bandungan (Ambarawa), mawar dari Malang dan anthurium dari kota Sukabumi

(Tabel 1).

Tabel 1. Beberapa jenis bunga potong yang dijual di lokasi pasar bunga Kota Baru

Yogyakarta

No Jenis bunga Daerah asal pengirim Stok rata-rata

per hari (ikat)

Harga rata-

rata per

tangkai (Rp)

1 Krisan Bandungan, Ambarawa 40 (400 tangkai) 1500

2 Sedap malam Bandungan, Ambarawa 40 (400 tangkai) 2000

3 Mawar Malang 40 (400 tangkai) 2000

4 Anggrek Jakarta 40 (400 tangkai) 3000

5 Gladiol Malang 40 (400 tangkai) 500

6 Anthurium Sukabumi 40 (400 tangkai) 1000 Sumber: Data primer di olah

Hasil wawancara dengan beberapa pedagang bunga potong di lokasi pasar

bunga Kota Baru Yogyakarta, dijelaskankan bahwa penjualan yang ramai yaitu

pada bulan-bulan tertentu seperti hari raya Natal, tahun Baru dan hari besar.

Khusus untuk bulan besar (bulan Haji) bunga potong banyak terjual terutama

digunakan untuk acara pernikahan atau hajatan. Biasanya pada saat menghadapi

bulan Besar (bulan Haji) harga bungapun relatif ada kenaikan dan pada bulan-

bulan tertentu bunga potong seperti Krisan bisa terjual sebanyak 35 - 100 ikat per

hari (350 – 1000 tangkai). Rata-rata pedagang bunga potong di pasar bunga Kota

Baru membagi jenis bunga potong Krisan menjadi 3 klas, antara lain: klas A dengan

harga jual per ikat kurang lebih Rp12.500,-, klas B dengan harga per ikat kurang

lebih 9.000,-, selanjutnya klas C harga bunga perikat Rp. 6.000,- ( 1 ikat kurang

lebih berisi 10 tangkai bunga).

Analisis bunga potong krisan

Berdasarkan hasil analisis finansial bunga potong Krisan (Tabel 1), dapat

disimpulkan bahwa teknologi penggunaan rumah plastik yang relatif sederhana

dengan modal tetap Rp.600.000,- ditambah biaya rumah plastik per musim tanam

Rp. 40.000,-dan luas lahan 120 m2 dapat digunakan untuk bisnis budidaya bunga

potong Krisan yang cukup menguntungkan. Pengeluaran biaya produksi termasuk

biaya eksplisit (biaya tetap) Rp. 795.388,- ditambah biaya implisit termasuk tenaga

kerja keluarga Rp. 180.000,- sejumlah Rp.975.388,-. Hasil produksi dengan jumlah

tanaman 2000 batang dijual dengan harga per tangkai Rp. 1000,- diperoleh hasil

penjualan bunga Krisan sejumlah Rp. 2000.000,-. Pendapatan bersih (Rp. 2000.000,-

Rp. 975.388,-) = Rp. 1.024.612,-, diperoleh B/C rasio 1.05 dan R/C rasio sebesar

2.05 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa secara teori analisis finansial bunga

potong krisan menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.

Page 116: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

198

Tabel 2. Analisis finansial bunga potong krisan Dusun Wonokerso, Desa

Hargobinangun, Kec. Pakem, Kabupaten Sleman, 2005

No Tolok Ukur Satuan Harga

Satuan

Volume

(120 m2)

Jumlah (Rp)

(120 m2)

BIAYA EKSPLISIT (biaya tetap)

Pembuatan barang modal/rumah plastik (umur sampai dengan 5 tahun)

m2 5,000 120 600,000

Biaya rumah plastik per-musim tanam 40,000

Biaya Variabel

1 Stek berakar Krisan btg 200 2000 400,000

A. Pupuk Dasar

2 Pupuk Kandang (30 ton/ha) kg 250 360 90,000

3 Pupuk Urea (300 kg/ha) kg 1,100 3.6 3,960

4 Pupuk SP-36 (300 kg/ha) kg 1,600 3.6 5,760

5 Pupuk KCl (350 kg/ha) kg 1,900 4.2 7,980

Pupuk Susulan 1 (2,4,6 mst)

1 Pupuk Urea (15 kg/ha) kg 1,100 0.18 198

2 Pupuk KNO3 (60 kg/ha) kg 2,000 0.72 1,440

Pupuk Susulan 2 (8 mst)

1 Pupuk Urea (15 kg/ha) kg 1,100 0.18 198

2 Pupuk KNO3 (60 kg/ha) kg 2,000 0.72 1,440

3 Pupuk SP-36 (360 kg/ha) kg 1,600 4.32 6,912

1 Fertro-S (Pupuk Pelengkap Cair (2 x per-mg dosis 2 ml/ltr air per-m2)

ltr 50,000 0.25 12,500

2 Agrimex (Pestisida) btl 65,000 1 65,000

3 Confidor (Pestisida) bks 25,000 1 25,000

4 Dithane M-45 (Fungisida) bks 30,000 1 30,000

5 Trichoderma cair (Pestisida) btl 50,000 0.5 25,000

6 Biaya listrik penggunaan selama 40 hari 60,000

7 Biaya air penggunaan selama 80 hari 20,000

Total Biaya Eksplisit 795,388

BIAYA IMPLISIT (tenaga kerja keluarga)

1 Pengolahan tanah HOK 12,000 2 24,000

2 Penanaman dan pemupukan dasar HOK 12,000 2 24,000

3 Pemupukan susulan HOK 12,000 2 24,000

4 Perawatan (penyiangan, pe-lampu-an) HOK 12,000 2 24,000

5 Pemanenan HOK 12,000 2 24,000

6 Pengangkutan HOK 12,000 4 48,000

Biaya sewa tanah (Per-1000 m2/thn Rp.

400.000,-)

m2 120 12,000

Total Biaya Implisit 180,000

TOTAL BIAYA PRODUKSI (BIAYA EKSPLISIT + BIAYA IMPLISIT) 975,388

Produk bunga krisan tangkai 1,000 2000 2,000,000

Hasil Penjualan Bunga Krisan 2,000,000

Total Biaya Produksi 975,388

Pendapatan Bersih 1,024,612

B/C Ratio (Pendapatan Bersih : Total Biaya Produksi) 1.05

R/C Ratio (Hasil Penjualan : Total Biaya Produksi) 2.05

Sumber : Data primer diolah

Page 117: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

199

Sesuai dengan pendapat Malian, 2004 bahwa, kriteria keputusan yang

digunakan adalah B/C rasio >1 dan apabila B/C rasio < 1 maka usaha pertanian

harus ditolak atau tidak perlu dilanjutkan Revenue Cost Ratio (R/C rasio) adalah

perbandingan antara hasil penjualan dibagi total biaya produksi. Jika suatu hasil

usahatani diperoleh R/C rasio > 2 maka usahatani sangat layak untuk dilanjutkan

(Malian, 2004).

KESIMPULAN

Bunga potong krisan sangat berpeluang untuk dijadikan komoditas bisnis di

Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya untuk wilayah yang mempunyai

ketinggian 400 – 700 meter di atas permukaan laut, seperti daerah Kaliurang

dan sekitar wilayah kaki gunung Merapi.

Adaptasi teknologi pengembangan budidaya bunga potong krisan cukup efektif

dilaksanakan melalui kegiatan kelompok tani, sehingga para petani mendapat

pengetahuan dan belajar melalui praktek serta bimbingan dari peneliti,

penyuluh BPTP dan dinas terkait lainnya.

Secara finansial bunga potong krisan menguntungkan dan layak untuk

dikembangkan di tingkat petani sebagai komoditi yang mempunyai nilai

ekonomi cukup tinggi dengan B/C rasio 1.05 dan R/C rasio sebesar 2.05.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2003. Hasil-hasil unggulan. Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian (P2KP3)/ARMP-II 1995 - 2002.

BALITHI, 2004. Buku Komoditas Nomor 6, Teknologi Agribisnis Tanaman Hias.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta.

Dedeh, S.B. dan Darliah. 1998. Perbaikan varietas dan pembibitan tanaman hias.

Inovasi Teknologi Pertanian, Seperempat Abad Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Buku 1.

Malian, H. 2004. Analisis Ekonomi Usahatani dan Kelayakan Finansial Teknologi

Pada Skala Pengkajian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial

Ekonomi Pertanian dan Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian

Partisipatif. The Participating Development of Technology Transfer Project (PAATP). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Page 118: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

200

ANALISIS KELAYAKAN USAHA DODOLSALAK PONDOH DALAM

MENDUKUNG AGROINDUSTRI RUMAH TANGGA DI KABUPATEN

SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Sugeng Widodo*), Nur Hidayat*) dan Murwati*)

ABSTRAK

Panen raya salak pondoh terjadi pada bulan Nopember sampai dengan

Januari. Pada saat itu harga salak jatuh dibawah rerata Rp 3000/kg. Peluang ini

dimanfaatkan oleh sebagaian kelompok tani untuk membuat dodol salak. Upaya

diversifikasi telah lama dilakukan oleh petani salak, namun kenyataan

menunjukkan bahwa sebagian besar petani salak lebih suka menjual dalam bentuk

raw material, karena dengan menjual dalam bentuk ini telah menguntungkan.

Lokasi penelitian di lakukan di desa Donotirto, Kecamatan Turi Kabupaten Sleman,

merupakan sentral salak pondoh. Penelitian dilakukan tahun 2004 dengan metode

survai, dipilih secara sengaja 1 (satu) kelompok pengolah dodol dari 3 kelompok yang

masih aktif, jumlah responden dipilih secara simple random sapling yaitu 20 orang

pengolah dodol salak. Analisis usaha rentang waktu 5 (lima tahun) dilakukan

dengan melihat nilai R/C, B/C, NPV, IRR dan untuk melihat peluang, hambatan

dengan SWOT. Hasil penelitian menunjukkan : (1) profil kelompok pada usia

produktif (90%) dengan tingkat pendidikan SMP-SMA (92%), (2) untuk jangka

pendek usaha ini layak dengan indikator rasio RC>1, yaitu 1,49. (3) namun dalam

jangka panjang usaha dodol salak merugi dengan indikator nilai NPV (Net Present Value) negatif sebesar Rp 1.163.434,-; IRR aktual < IRR estimate; rasio BC < 1. (4)

sisi SWOT: langkah strategi adalah perbaikan teknologi pengolahan, diperbanyak

promosi, perbaikan kualitas dan standardisasi mutu, dan jalin mitra toko/swalayan

Kata Kunci : Kelayakan, dodol salak, agroindustri rumahtangga, SWOT

PENDAHULUAN

Sumberdaya alam dan manusia di pedesaan dinilai cukup dari segi kuantitas,

namun dalam pengorganisasian sumberdaya ekonomi, khususnya keorganisasian

ekonomi petani di pedesaan masih jauh dari memadai. Oleh sebab itu bisa

dimengerti jika berbagai jenis program pembangunan pertanian di pedesaan yang

selama diterapkan yang menekankan pada dimensi budaya material saja masih

belum memberikan dampak positif terhadap kebangkitan dan kemandirian

perekonomian pedesaan. Pembangunan ekonomi pedesaan akan mengarah pada

industrialisasi tidak bisa terhindarkan dan akan mempengaruhi dinamika aspek

kehidupan masyarakat pedesaan. Transformasi ini menimbulkan berbagai masalah

yang diakibatkan oleh kurangnya dukungan beberapa faktor utama yaitu : (1)

Sumberdaya manusia yang mendukung nilai-nilai masyarakat agroindustri

berorientasi pada mutu efisiensi dan produktivitas (Geertz dan Weber, 1962),

_______________

*) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

Page 119: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

201

(2) dukungan institusi yaitu lembaga yang berfungsi sebagai fasilitator dari proses

produksi dan distribusinya (Han, 1996), (3) Teknologi yang mendukung usaha

pemenuhan standar mutu dan keamanan pangan (Sudarmaji, 1995).

Yogyakarta sudah cukup dikenal luas, termasuk komoditi hortikulturanya

yaitu salak Pondoh. Komoditi ini sudah memiliki pasar yang stabil dan nyata

memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga tani khususnya di

Kabupaten Sleman. Dengan sentuhan teknologi yang cukup sederhana, yaitu

dengan menjaga kelembaban tanah dan ketersediaan air, maka salak Pondoh dapat

berbuah sepanjang musim/tahun. Walaupun dapat berbuah sepanjang tahun,

namun panen raya pasti terjadi yaitu pada bulan Desember s/d. awal Februari. Pada

bulan-bulan tersebut, harga salak dipastikan akan jatuh pada titik terendah. Dari

permasalahan jatuhnya harga salak pada saat panen raya, maka beberapa

kelompok tani membuat berbagai diersifikasi usaha antara lain dodol salak, sirup

salak, keripik salak dll.. Perkembangan pesat salak Pondoh di Kabupaten Sleman,

menumbuhkan sentra-sentra agroindustri di pedesaan dengan basis utama adalah

tanaman salak.

Konstribusi sektor pertanian terhadap PDRB Daerah Istimewa Yogyakarta

mencapai 17,20 %, yang merupakan urutan kedua setelah sektor jasa yang memberi

konstribusi sebesar 19,4 % (BPS, 2004) dimana salak pondoh sebagai salah satu

penyumbang kontribusi terhadap daerah selain padi, dan ternak. Masyarakat DIY

sebagian besar tinggal di pedesaan dan bercorak agraris, dimana sektor pertanian

masih memegang peran penting dalam kehidupan, maka pembentukan masyarakat

industri perlu diprioritaskan pada sektor agroindustri. Agroindustri diharapkan

mampu memberikan sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi sekaligus bagi

pemerataan hasil pembangunan. Agroindustri adalah industri yang mempunyai

kaitan erat dan langsung dengan pertanian. Apabila pertanian diartikan sebagai

proses yang menghasilkan produk pertanian di tingkat primer, maka kaitannya

dengan industri dapat kebelakang (backward linkage) maupun ke depan (foward linkage) (Maksum, 1999). Pengalaman menunjukkan dalam krisis ekonomi bahwa

agroindustri sebagai pioner yang didukung oleh sektor pertanian mampu membuat

bangsa ini survival tahan terhadap gonjangan krisis moneter yang melanda negeri

ini. Kegiatan agroindustri selama ini mampu menyerap tenaga kerja dan berperan

dalam pemerataan nilai tambah secara ekonomi, serta mempunyai efek ganda

(mulplier effect). Pengembangan pertanian di pedesaan merupakan salah satu ujung tombak

dalam perekonomian di Yogyakarta. Dengan tumbuhnya beberapa sektor

pengolahan hasil dipedesaan yang menunjang agroindustri maka dimungkinkan

untuk pembentukan model dalam perencanaan pembangunan pertanian di

pedesaan yang akhirnya akan terjadi perubahan culture dari struktur pertanian

tradisional menjadi pertanian maju dan ini ditopang dengan sarana dan prasarana

akses teknologi, infrastruktur memadai, pabrikan dan jaringan pasar.

Selama ini sudah cukup memadai hasil produksi tanaman pangan, palawija

dan hortikultura; namun dalam pengolahan hasil masih belum memadai.

Bagaimana mengubah dan memperbaiki yang sudah ada bentuk agroindustri di

pedesaan menjadi kuat dan berdaya saing tinggi. Cukup tersedia row material atau

bahan baku / bahan mentah saja. Dengan sedikit sentuhan teknologi dan pencarian

pasar serta jaminan harga yang menguntungkan akan memacu petani akan mampu

menaikkan nilai tambah atau added value dan akhirnya menarik minat petani

Page 120: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

202

untuk mengusahakan dan meningkatkan agroindustri mulai dari skala

rumahtangga menjadi skala ekonomis dan akhirnya dapat digunakan sebagai salah

satu sektor yang mampu menopang perekonomian di wilayah tersebut.

METODOLOGI DAN ANALISIS DATA

Pendekatan :

Penentuan lokasi secara sengaja (purposive) yaitu daerah sentra penghasil

salak Pondoh dan merupakan salah satu daerah sentra agroindustri pedesaan yang

berkembang cukup baik yaitu Desa Donotirto, Kecamatan Turi Kabupaten Sleman

pada bulan September – Nopember 2004. Metode pengumpulan data melalui

wawancara terstruktur dan terbuka kepada pelaku agroindustri rumahtangga serta

informan kunci yaitu ketua kelompok. (2) Observasi langsung dengan pendekatan

kualitatif dengan menggunakan focus group discussion. Responden dipilih acak

sederhana (Simple random sampling) dengan metode Nasir (1988), yaitu 20

responden dalam satu kelompok pengolah dodol salak, yaitu Kelompok Gading Asih.

Pendekatan Analisis

Pendekatan analisis finansial dari sisi kelayakan usaha dengan melihat

rentang waktu usaha 5 (lima tahun), penerimaan, pengeluaran, pendapatan,

keuntungan dan rasio RC dan BC menggunakan kriteria (Soekartawi, 1995,

Kadariah, 1978, Gittinger, 1986)

a. Analisis Pendapatan Bersih Usaha

Keuntungan = Penerimaan Total – Biaya Total

Komponen biaya total terdiri dari biaya-biaya variabel (biaya tidak tetap) dan

biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang secara total berubah secara

proporsional dengan perubahan aktivitas (Garrison dan Norren, 2001)

b. Analisis Finansial

Kriteria investasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Net Present Value (NPV), Net B/C, dan IRR..

1. Net Present Worth atau Net Present Value (NPV) :

NPV adalah merupakan selisih antara benefit (penerimaan) dengan cost

(pengeluaran) yang telah dipresent valuekan.

Keterangan :

B = Manfaat penerimaan tiap tahun

C = Manfaat biaya yang dikeluarkan tiap tahun

t = Tahun kegiatan usaha (t = 1,2,...n)

i = Tingkat discount yang berlaku

nt

itt

tt

i

CBNPV

)1(

)(

Page 121: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

203

Kriteria NPV yaitu :

1. NPV > 0, berarti usaha menguntungkan;

2. NPV < 0, usaha tidak menguntungkan

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) :

Keterangan :

B/C = benefit cost ratio

i = tingkat bunga yang berlaku

t = jangka waktu usahatani

Kriteria Net B/C Ratio yaitu :

1. Net B/C Ratio > 1 berarti proyek dapat diterima/ dijalankan.

2. Net B/C Ratio < 1 berarti proyek tidak dapat diterima/ dijalankan.

3. Internal Rate of Returns (IRR) yaitu :

Keterangan :

Bt = Manfaat penerimaan tiap tahun

Ct = Manfaat biaya yang dikeluarkan tiap tahun

t = Tahun kegiatan usaha (t = 1,2,...n)

i = Tingkat bunga yang berlaku

Kriteria IRR yaitu :

1. IRR > Social Discount Rate berarti usaha layak

2. IRR < Social Discount Rate berarti usaha tidak layak

Analisis SWOT meliputi : kekuatan (Strength), peluang (Opportunity),

kelemahan (weakness) dan hambatan (Treath). Setelah diketahui faktor internal

dan eksternal dari profil usaha dan kelembagaannya dilakukan analisis pendekatan

kinerja dan langkah strategik dalam mengatasi usaha dan kelembagaan kedepan

dari hasil persilangan antara faktor internal dan eksternal dari SWOT untuk

mendapatkan jawaban dan langkah strategik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Daerah Penelitian

Letak strategis dan asebilitas ke kota cukup dekat wilayah jalur angkutan.

Jarak ke Ibukota di Sleman adalah sekitar 7 km, dan ke Ibukota Yogyakarta 20 km.

Jalan cukup baik dengan beraspal sampai pinggiran desa. Kondisi sosial budaya di

Desa Donotirto dengan luas 741 ha, dengan jumlah penduduk 1750 KK. Topografi

agak datar dan relatif subur. Selain itu desa ini merupakan salah satu sentra salak

nt

i

tnt

i

t iCtiBtCB11

)1/(/)1/(/

nt

tt

tt

i

CBIRR

1

0)1(

)(

Page 122: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

204

pondoh, dimana 40% berasal dari Desa ini. Kondisi topografi berombak 3-8%, dengan

ketinggian tempat 300-600 m dpl. Kondisi profil pedesaan ini, memiliki krakteristik

spesifik agroindustri olahan salak baik bentuk keripik salak maupun dodol salak.

Desa ini merupakan salah satu sentra hortikultura salak pondoh selain desa

Bangunkerto. Namun selain sebagai sentra daerah salak, desa ini merupakan salah

satu lumbung padi di Sleman. Tipologi desa agroindustri pengolahan dan tanaman

pangan sangat kentara dengan dukungan sarana prasarana memadai sebagai salah

satu kawasan yang tumbuh dan berkembang kearah desa industrialisasi.

Perekonomian keluarga disokong dengan aktifitas ibu-ibu rumah tangga yang

ditopang dengan usaha sampingan home industri pengolahan hasil berbagai salak dan

hasil pertanian lainnya menjadi bahan jadi dan setengah jadi berupa berbagai produk

dodol salak, keriping salak, dan sirup salak. Kreativitas kelompok dalam

memanfaatkan tenaga untuk mengolah hasil bahan salak yang melimpah saat panen

raya menyebabkan harga salak jatuh. Oleh sebab itu dicarilah alternatif untuk

memanfaatkan salak yang relatif murah di musim panen raya yaitu sekitar bulan

Nopember s/d. Januari. Pada bulan-bulan normal dimana harga salak pondoh

menguntungkan sekitar Rp 2500,- s.d. Rp 5000,- per kg maka proses pengolahan salak

menjadi dodol dan hasil olahan lain tidak dilakukan. Hal ini karena dengan menjual

row material salak saja sudah menguntungkan. Hasil penelitian selama 5 (lima) tahun

terakhir dari berbagai sumber bahwa BEP salak pondoh adalah sekitar Rp 1.750 s.d.

Rp 2.100,- sehingga apabila harga row material salak pondoh dibawah harga BEP

maka akan dilakukan diversifikasi oleh ibu-ibu rmahtangga untuk diolah menjadi

dodol. Namun sebaliknya bila harga salak pondoh sudah diatas BEP maka tidak

dilakukan pengolahan salak pondoh.

Profil Responden

Berdasarkan kriteria penggolongan umur produktif Suryabrata (1983),

responden termasuk produktif (90%) dengan umur rerata 46 tahun, dengan umur

produktif diharapkan mudah dalam akses teknologi dan peningkatan usaha serta

inovasi teknologi. Berdasarkan jumlah tanggungan keluarga adalah 4,1 – 4,5 artinya

bahwa keluarga cukup ideal dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Pendidikan

sebesar 92% tamat SMP-SMA dengan rerata skor adalah 11,4. dan dapat

dikategorikan relatif cukup baik, hal ini berkaitan dengan proses pengambilan

keputusan. Petani sebagai pelaksana juga bertindak sebagai sebagai manajer dalam

usahanya, sehingga mau tidak mau petani selalu dihadapkan pada proses

pengambilan keputusan. Pada umumnya, dengan semakin tingginya tingkat

pendidikan seorang petani dia akan semakin mudah menerima dan mengadopsi

teknologi baru, dan sebaliknya dengan semakin rendah tingkat pendidikan maka

petani tersebut semakin sulit menerima dan mengadopsi teknologi baru yang

diperkenalkan.

Responden yang melakukan usaha pengolahan salak menjadi dodol salak 75%

dikerjakan oleh wanita dalam kelompok Gading Asih. Pada proses pengolahan dodol

membutuhkan waktu 6-9 jam/hari.

Page 123: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

205

KERAGAAN HASIL AGROINDUSTRI RUMAHTANGGA

Kelayakan Usaha

Dari hasil analisis finansial arus tunai usaha pengolahan salak menjadi dodol

salak menggunakan dasar pendekatan analisis investasi jangka panjang dan analisis

jangka pendek berdasarkan (Gittinger, 1986; Pujosumarto, 1998 dan Sukartawi, 1995),

dengan melihat sisi pendapatan (Revenue Cost Ratio), sedangkan analisis investasi

dengan melihat nilai Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV) dan Net Benefit Cost Ratio dengan alasan bahwa usaha ini memerlukan investasi peralatan,

modal dan tenaga terampil. Dengan pendekatan analisis ini diharapkan dalam jangka

panjang atau kedepan dapat dibuat perencanaan lebih baik.

Komponen perhitungan analisis terdiri dari (1) biaya investasi meliputi

peralatan dengan asumsi umur ekonomis peralatan 5 (lima) tahun, (2) biaya tetap

meliputi biaya maintenance, bunga bank, listrik, peralatan/bahan habis pakai, dan (3)

biaya variabel meliputi : salak (row material), gula jawa, ketan, tepung, kayu, BBM dll.

Hasil analisis disajikan pada tabel 1. Dalam proses produksi untuk menghasilkan

dodol salak telah digunakan bahan baku salak pondoh, dengan bahan pendukung :

gula pasir, gula jawa, tepung ketan, tepung jawa dll. Proses pertama adalah

pengupasan salak, pencucian salah dan pengirisan. Sehingga dihasilkan daging salak

siap untuk diproses menjadi dodol. Dalam satu kali proses produksi salak dibutuhkan

waktu sekitar 6 (enam) jam. Pada usaha yang dilakukan untuk pengolahan dodol

salak dilakukan, secara umum dilakukan bersama-sama dalam satu kelompok usaha.

Walaupun ada juga yang secara individual melakukan usaha ini yang dilakukan

dirumah masing-masing. Namun untuk kasus ini yang diuji adalah pada kelompok

usaha bersama-sama yang diwadahi dalam kelompok Gading Asih. Hasil analisis

finansial usaha agroindustri rumahtangga disajikan pada Tabel 1.

Page 124: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

206

Tabel 1. Analisis finansial arus tunai usaha pengolahan dodol salak di

Donotirto,Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman. 2004.

Uraian

Tahun Efektif Mengolahan Dodol Salak

0 1 2 3 4 5

Total Penerimaan 0 9,600,000 9,600,000 9,600,000 9,600,000 9,600,000

4kg/hrx150hrx16000 0 9,600,000 9,600,000 9,600,000 9,600,000 9,600,000

(10 kg salak equiv 4 kg dodol)

Pengeluaran

1. Biaya Investasi 3,500,000 700,000 700,000 700,000 700,000 700,000

- nilai peralatan 5 th 3,000,000

- Promosi 500,000

2. Biaya tetap 0 350,000 365,000 381,500 399,650 419,615

- maintenance 0 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000

- listrik (per th naik 10%) 0 150,000 165,000 181,500 199,650 219,615

- Peralatan kerja/habis pakai 0 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000

- Bunga bank 12 %/th 0 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000

3. Biaya variabel 0 8,750,000 8,750,000 8,750,000 8,750,000 8,750,000

- Salak 10 kgx1500x5 bln/th 0 2,250,000 2,250,000 2,250,000 2,250,000 2,250,000

- Gula pasir (2kgx 3500x5

bln/th) 0 1,050,000 1,050,000 1,050,000 1,050,000 1,050,000

- Gula jawa (2kgx1250x5 bln/th) 375,000 375,000 375,000 375,000 375,000

- Tepung ketan (150

kgx6000)/th 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000

- Tepung jawa (150 kgx4000)/th 400,000 400,000 400,000 400,000 400,000

- BBM/Kayu/th 450,000 450,000 450,000 450,000 450,000

- Plastik,kertas,kemasan 250,000 250,000 250,000 250,000 250,000

- Tenaga kerja 3HOK/Hrx 0 3,375,000 3,375,000 3,375,000 3,375,000 3,375,000

7500x150 hr/th

Total Pengeluaran (eksplisit) 3,500,000 9,100,000 9,115,000 9,131,500 9,149,650 9,169,615

Total Pengeluaran implisit 6,425,000 6,440,000 6,456,500 6,474,650 6,494,615

Pendapatan bersih (3,500,000) 500,000 485,000 468,500 450,350 430,385

df 12% 1 0.892 0.792 0.711 0.635 0.567

Present Value (3,500,000) 446,000 384,120 333,104 285,972 244,028

Total PV positif (th1-5) 1,693,224

Total PV negatif (th 0) (3,500,000)

Net B/C ratio (F/G) 0.484

R/C

1.49

Aliran kas tahun ke-0 (3,000,000)

Aliran kas tahun ke-1 500,000

Aliran kas tahun ke-2 485,000

Aliran kas tahun ke-3 468,500

Aliran kas tahun ke-4 450,350

Aliran kas tahun ke-5 430,385

IRR estimate 12%

IRR aktual -8%

NPV - 1.163.434

Kesimpulan

TIDAK

LAYAK

Karena IRR estim >IRR akt

NPV Negatif

Sumber : Data Primer 2004.

Page 125: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

207

Hasil analisis pengolahan dodol salak menunjukkan bahwa, dilihat dari sisi

analisis investasi dengan total invesasi adalah Rp 3.000.000,-, selama 5 (lima) tahun

usaha pembuatan dodol salak ini memberikan nilai NPV negatif sebesar – Rp

1.163.434,- dan nilai tingkat pengembalian modal (IRR) yaitu IRR aktual negatif –

8% dibawah IRR estimate 12%. Sehingga berdasarkan kriteria ini usaha dodol salak

tidak menguntungkan atau merugi dalam waktu 5 tahun usaha. Dilihat dari sisi

rasio B/C juga memberikan nilai < 1,0 yaitu 0.48. Artinya bahwa usaha ini tidak

layak untuk diteruskan. Diduga bahwa ketidaklayakan usaha dodol salak ini

dipengaruhi oleh harga yang relatif rendah, kurang efisien dalam proses usaha dan

kualitas produk yang kalah bersaing dengan dodol lainnya dengan bahan baku non

salak. Hasil wawancara dengan pengusaha dodol salak, menunjukkan bahwa

sulitnya memasarkan hasil dodol ini sehingga usaha ini tidak berkembang dengan

baik. Selain itu bahwa petani menganggap bahwa dengan menjual row material

salak saja sudah menguntungkan, sehingga diversifikasi produk kurang

berkembang.

Namun bilamana analisis ini didekatkan dengan analisis usahatani dengan

pendekatan dari sisi Revenue Cost (R/C) dimana faktor modal, tenaga dan peralatan

tidak diperhitungkan maka usaha dodol salak menjadi layak dengan nilai R/C > 1,0

yaitu 1,49. Namun ini hanya bersifat jangka pendek, dalam jangka panjang maka

usaha ini tidak kompetitif.

Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threat)

Berdasarkan prospek dan peluang usaha dari sisi kelembagaan yang ada

dapat dikelompokkan kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan dalam industri

pengolahan pangan lokal. Dalam pengusahaan pengolahan hasil dilakukan secara

kelompok. Keragaan hasil analisis SWOT pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Faktor internal dan eksternal

Strength Weakness

SDM dan tenaga tersedia cukup

Bahan baku/raw material

melimpah dan tersedia setiap

musim

Infrastruktur memadai dan

aksebility ke kota dekat

Usia masih produktif

Modal

Pemasaran dan skala masih terbatas

Harga masih rendah

Skill dan Pengetahuan kurang dan

tidak merata

Teknologi masih sederhana

Kualitas dan kuantitas produk

Proses pembuatan terlalu lama

Terbatas peralatan

Opportunity Threat

Agrowisata dan pariwisata

berkembang pesat

Even pameran daerah dan

nasional cukup banyak sebagai

ajang promosi

Pasar domestik terbuka

(Swalayan, Mall)

Pesaing diluar kelompok mulai

banyak baik kelompok maupun

individu

Ketatnya persyaratan makanan

sehat (standarisasi POM Depkes)

Sumber : Analisis Data Primer (2004)

Page 126: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

208

Dari hasil survai tentang faktor internal dan eksternal yang berpengaruh

terhadap usaha dodol salak dilakukan langkah-langkah strategi kebijakan

berdasarkan SWOT dengan perkalian antara faktor internal dan eksternal, hasil

dan langkah strategi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Langkah-langkah strategi kebijakan berdasarkan SWOT

X SSttrreennggtthh WWeeaakknneessss

OOppppoorrttuunniittyy Dengan kelompok yang ada

serta jumlah anggota cukup

memadai, perlu

peningkatan Skill, SDM

(pelatihan dll)

Peningkatan inovasi usaha

dan diversifikasi usaha

untuk memperluas atau

menigkatkan pasar

Perlu mencari pasar baru

dengan menjalin kerjasama

dengan supermarket

dengan meningkatkan

kualitas

KKeelleemmaahhaann mmooddaall ddaappaatt ddiitteekkaann

ddeennggaann ppeenniinnggkkaattaann mmiittrraa ddeennggaann

ppeeddaaggaanngg

KKeelleemmaahhaann wwaakkttuu tteerrllaalluu llaammaa ddaallaamm

pprroosseess ppeerrlluu mmeennccoobbaa ddeennggaann

mmeemmaannffaaaattkkaann tteekknnoollooggii iinnoovvaattiiff

KKuuaalliittaass rreennddaahh ddaappaatt ddiittiinnggkkaattkkaann

ddeennggaann ppeemmaannffaaaattaann tteekknnoollooggii

ppeennggoollaahhaann

TThhrreeaatt 11.. PPeenniinnggkkaattaann kkeelleemmbbaaggaaaann

yyaanngg aaddaa ddiikkeelloommppookk

ddeennggaann mmeennjjaalliinn kkeerrjjaassaammaa

ddeennggaann ssttaakkeehhoollddeerrss//

pprroodduusseenn ddiilluuaarr kkeelloommppookk

sseerrttaa mmeemmbbuuaatt ssttaannddaarr

hhaarrggaa bbeerrssaammaa yyaanngg ssaalliinngg

mmeenngguunnttuunnggkkaann..

2. AAddaannyyaa mmiittrraa aannttaarr

kkeelloommppookk ddaappaatt ssaalliinngg

bbeerrttuukkaarr iinnffoorrmmaassii ddaann

ppeemmaannffaaaattaann aajjaanngg pprroommoossii

PPeerrlluu ppeenniinnggkkaattaann sskkiillll ddeennggaann

ppeerrmmuunnttaaaann ddiinnaass tteerrkkaaiitt kkaaiittaannnnyyaa

tteekknnoollooggii ppeennggoollaahhaann hhaassiill ddaann

mmaannaaggeemmeenn

PPeerrlluu ppeenniinnggkkaattaann ssttaannddaarr mmuuttuu

yyaanngg ddaappaatt mmeemmeennuuhhii ppeerrmmiinnttaaaann

ppaassaarr lleebbiihh lluuaass

Sumber : Analisis Data Primer (2004)

Page 127: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

209

KESIMPULAN

Dari hasil analisis kelayakan finansial dan investasi serta analisis SWOT

dapat disimpulkan : (1). Dari sisi investasi jangka panjang usaha pengolahan dodol

salak tidak layak dengan B/C < 1,0 ; NPV negatif sebesar Rp. 1.163.434,- dan IRR

(-8%), artinya bahwa usaha ini selama 5 tahun investasi mengalami kerugian

sebesar Rp 1.163.434. (2) Namun bilamana analisis ini didekatkan dengan analisis

usahatani dengan pendekatan dari sisi Revenue Cost (R/C) dimana faktor modal,

tenaga dan peralatan tidak diperhitungkan maka usaha dodol salak menjadi layak

dengan nilai R/C > 1,0 yaitu 1,49. (3) Berdasarkan SWOT analisis, langkah strategi

a. Perbaikan teknologi pengolahan, b. diperbanyak promosi, c. perbaikan kualitas

dan standatdisasi mutu, dan d. jalin mitra toko/swalayan

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2004. Produk Domestik Regional Bruto Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Garrison dan Norren. 2001. Akutansi Manajerial Diterjemahkan oleh Totok Budi Santoso. Salemba Empat. Jakarta.

Geertz dan Weber. 1962. Agricultural Involution. Barkely. Univ. of California Press.

Gittinger, 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Eds (II). Universitas

Indonesia Press. Johns Hopkins. Jakarta. 579.

Han. 1996 A Study on Quality and Profitability of Fruit-Vegetables. Makalah

Seminar ASAE (Asian Society for Agricultural Economist).Denpasar, 6-9

Agustus 1996.

Kadariyah. 1988. Evaluasi Proyek Analsis Ekonomis. Edisi Kedua. LPFE – UI.

Jakarta.

Maksum, M. 1999. Transformasi Sosial Budaya Masyarakat Pedesaam

Menuju Masyarakat Agroindustri. P3PK Universitas Gajah Mada.

Nasir, M. 1988. Metode Pewnelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Pudjosumarto, M. 1998. Evaluasi Proyek, Fakultas Ekonomi Brawijaya Malang

Edisi Kedua. Liberty. Yogyakarta.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia. UI. Press. Hal

9-89

Sudarmaji, S. 1995. Microentreprise Development Facing the World safety

Standard. Makalah Seminar SEARCA SFA-P3PK, 30-31, 1995.

Suryabrata, 1983. Metode Penelitian. Rajawali. Jakarta.

Page 128: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

210

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI TERONG

(Solanum melongena, L) DAN LABU/WALUH (Cucurbita moschata)

DI LAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN

(Kasus Desa Sungai Durait Tengah Kabupaten Hulu Sungai Utara)

Rismarini Zuraida*)

ABSTRAK

Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Kalimantan Selatan,

kebutuhan akan bahan pangan juga semakin meningkat, sementara itu penyediaan

akan bahan pangan semakin terbatas disebabkan semakin sempitnya lahan usaha

pertanian. Usahatani terong (Solanum melongena, L) dan labu merah (Cucurbita moschata). merupakan salah satu peluang dalam meningkat pendapatan petani.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan finansial usahatani

terong dan labu merah yang merupakan studi kasus di Desa Sungai Durait Tengah

Kecamatan Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan.

Wawancara dilakukan terhadap anggota kelompok Tani dengan mengggunakan

Metoda PRA dan di sertai daftar pertanyaan berstruktur. Data yang dikumpulkan

berupa data primer dan sekunder. Data primer adalah data usahatani selama satu

tahun sebelumnya yang dilakukan responden, sedangkan data sekunder merupakan

data penunjang yang dikumpulkan dari Kepustakaan dan instansi terkait. Hasil

penelitian menunjukan bahwa produtivitas terong mencapai 5 ton/ Ha dengan

tingkat penerimaan sebesar Rp 5.000.000,- dan total biaya yang dikeluarkan dalam

satu hektar terong sebesar Rp1.825.000,-, pendapatan bersih mecapai Rp 3.175.000,-

Untuk labu merah penerimaan mencapai Rp 4.900.000,- total biaya yang

dikeluarkan Rp 2.255.000,- pendapatan bersih yang diperoleh sebesar Rp 2.645 000,-

nilai R/C ratio masing-masing yaitu terong : 2,7 dan labu merah : 2,17. Dari hasil

tersebut menunjukkan bahwa usahatani terong dan labu merah layak diusahakan

karena nilai R/C ratio > 1.

Kata kunci : Usahatani, terong,labu , lebak

ABSTRACT

More people in South Kalimantan, need more food supply, while its’ supplies

become more limited, because of the decrease land for agriculture activities.

Eggplant and red pumpkins are several commodities to grow by farmers to earn their

living. The goal of this research was to know the feasibility farming of eggplant and

pumpkins, with a case study at Sungai Durait Tengah Village, Babirik district, Hulu

Sungai Utara, South Kalimantan was conducted on farmers’ using PRA method,

and questionaire. Data collected was considered as primer and secondary. The

primer data got from farmers during a year, to observe their farming system

activities and secondary data was collected from the reference and institutions

involved.

______________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan

Page 129: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

211

The result showed that productivity of eggplant reached 5 ton/ha, and giving income for

Rp 5.000.000,-, while the total costs of eggplant Rp 1.825.000,-/ha.Net revenue Rp

3.175.000,- for red pumpkins, giving income for Rp 4.900.000,- From the total costs Rp

2.255.000,- and total net revenue Rp 2.645.000,-, resulted R/C value of eggplant 2,7 and

red pumpkins is 2,17.

Key words : Farming, eggplant, red pumpkins, tidal land

PENDAHULUAN

Luas lahan lebak di indonesia diperkirakan antara 10,91 -14,70 juta ha (Widjaja -

Adhi, et al, 1992) diantaranya 3,4 juta ha di Kalimantan 5,7 juta ha di Sumatera, 5,2 juta

di Irian Jaya dan sisanya di Sulawesi. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk

di Kalimantan Selatan, kebutuhan akan bahan pangan juga semakin meningkat,

sementara itu penyediaan akan bahan pangan semakin terbatas karena berbagai

kendala, salah satunya adalah karena belum optimalnya dalam pengelolaan

sumberdaya lahan yang tersedia. lahan rawa lebak yang cukup luas tersedia di

Kalimantan Selatan, 600.000 Ha (Diperta Provinsi Kalimantan Selatan, 1989) dan

baru 75.359 Ha yang dimanfaatkan (Diperta Provinsi Kalimantan Selatan, 1995)

merupakan salah satu alternatif dalam usaha pengembangan tanaman pangan dan

peternakan guna memenuhi kebutuhan akan bahan pangan/ ternak tersebut sekaligus

dalam usaha pengelolaan sumberdaya lahan rawa lebak yang cukup potensial untuk

dikembangkan.

Saat ini di Kabupaten Hulu Sungai Utara lahan rawa potensial baru

dimanfaatkan sebagai lahan pertanian/perkebunan hanya sekitar 86% dari lahan

yang ada (BPTP Kal Sel, 1997). Untuk sistem usahatani di desa Sungai Durait

komoditas yang dominan dikembangkan sebagai bahan pangan adalah padi, ubi alabio

,sayur-sayuran (Terong,labu/waluh, lombok), usahatani sayuran petani cepat

mendapatkan uang tunai dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi

pendapatan petani di daerah ini, dengan mengembangkan sayuran (terong dan

labu/waluh) di lahan rawa lebak tersebut akan memberi peluang usaha bagi petani

setempat untuk meningkatkan taraf hidup dan pendapatan mereka.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian di lakukan di desa Sungai Durait Kabupaten Hulu Sungai Utara

provinsi Kalimantan Selatan pada bulan April 2005. Penelitian dilakukan dengan

observasi lapangan yang difokuskan pada permasalahan, hambatan dan peluang

pengembangan usahatani terong dan labu/waluh di lahan rawa lebak.

Metode pengumpulan data yaitu dengan metode PRA (Participatory Rural Apprisial), disertai wawancara terhadap responden dengan mengggunakan daftar

pertanyaan berstruktur. Pemilihan responden dilakukan secara acak sederhana dengan

asumsi bahwa penyebaran usahatani terong dan labu/waluh dilaksanakan secara

merata di seluruh desa.

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer adalah

data usahatani terong dan labu/waluh selama satu musim tanam sebelumnya yang

dilakukan responden, sedangkan data sekunder merupakan data penunjang yang

dikumpulkan dari kepustakaan dan instansi terkait. Data yang dikumpulkan dianalisis

secara diskreptif dan analisis kelayakan Finansial (analisis biaya dan pendapatan).

Page 130: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

212

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lahan Rawa Lebak

Lahan rawa lebak mempunyai ciri yang spesifik yaitu adanya genangan air

(water logged) dengan ketinggian air dapat mencapai 200 Cm pada musim hujan

yang terjadi antara bulan Januari – Maret, dan mengalami kekeringan pada saat

musim kemarau yang terjadi antara bulan Juli – Sepetember. Di Desa Sungai

Durait penggenangan airnya tidak merata, sangat tergantung pada hidrotopografi

lebak itu sendiri, pola hujan dan ketinggian air sungai setempat. Bagian yang

hidrotopografinya lebih tinggi mempunyai jangka waktu penggenangan yang lebih

pendek, sedangkan yang lebih rendah mempunyai jangka waktu penggenangan

yang lebih panjang.

Sesuai dengan kondisi hidrotopografinya tersebut, lahan rawa lebak

dibedakan atas lebak dangkal/pematang, lebak tengahan dan lebak dalam. Lebak

dangkal mempunyai hidrografi relatif cukup tinggi dengan genangan air di musim

hujan kurang dari 50 cm selama 3 bulan, lebak tengahan mempunyai topografi lebih

rendah dengan genangan air di musim hujan antara 50-100 cm dalam waktu 3-6

bulan. Lebak dalam mempunyai topografi paling rendah dengan genangan air lebih

dari 100 cm dalam waktu lebih dari 5 bulan (Susanto, 1987).

Genangan air di lahan rawa lebak dipengaruhi oleh curahan hujan di hulu

sungai yang meluapinya maupun curahan air hujan di daerah sekitarnya, tetapi

tidak dipengaruhi oleh arus pasang surut daerah sekitarnya (Direktorat Rawa,

1986). Meningkatnya curah hujan akan diikuti dengan meluapnya air di lahan rawa

lebak, dan menurunnya curah hujan akan diikuti pula dengan menyusutnya air di

lahan rawa lebak tersebut (Anwar et al, 1992).

Pembagian lahan rawa lebak di Desa Sungai Durait didasarkan pada tinggi

dan lamanya genangan air, hal ini merupakan acuan dalam pemanfaatannya, yaitu

(1) Watun I = lebak pematang dengan tinggi genangan air 50 cm, (2) Watun II =

lebak tengahan dengan tinggi genangan air 50 -100 cm, (3) Watun III = lebak dalam

dengan tinggi genangan air 100 cm.

Kedatangan air di musim hujan di lahan rawa lebak sukar diprediksi, tetapi

secara tradisional masyarakat setempat mengetahuinya dengan melihat gejala

alam. Berdasarkan jenis tanahnya, tanah di desa Sungai durait didominasi oleh dua

jenis tanah, yaitu gambut (histosol) dan alluvial endapan sungai dengan lapisan pirit

pada bagian bawahnya atau berasosiasi dengan gambut dengan tingkat kemasaman

tanah cukup tinggi (pH 5).

Setiap musim hujan terjadi endapan lumpur kiriman dari daerah hulu dan

terjadi perkayaan hara tanah. Oleh sebab itu setiap terjadi musim hujan akan

berpengaruh terhadap kondisi hara tanah di lahan rawa lebak.

Beberapa tanaman selain padi, dapat dibudidayakan di lahan lebak dengan

menggunakan sistem sawah/hamparan ataupun sistem surjan atau

tembokan/guludan, diantaranya terong, labu merah, cabe, jagung.

Pada musim kemarau yang panjang sebagian lahan lebak (tengah dan dalam)

menjadi kering. Beberapa tanaman seperti labu merah ditanam besar-besaran

secara hamparan, mengingat lahan yang tersedia cukup luas.

Page 131: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

213

TEKNOLOGI BUDIDAYA USAHATANI TERONG DAN LABU/WALUH

DI LAHAN LEBAK

1. Teknologi Budidaya Terong

Benih dan Persemaian

Benih yang dipergunakan petani di lahan lebak benih yang bermutu, ini di

lihat petani dari bentuk, tidak berkeriput. Pada umumnya perbanyakan terong

dilakukan dengan biji, kebanyakan hanya membeli di toko, atau warung saprodi.

Sebelum ditanam benih perlu disemai yang memang diolah untuk

persemaian. Penyemaian biji sebaiknya disebar secara teratur agar tidak terlalu

berdekatan dan bertumpuk saat benih telah tumbuh. Bibit di tanam setelah

berumur 1,5 bulan sejak disemaikan atau kurang lebih berdaun empat helai.

Pengolahan Tanah

Pengolahan pada lahan lebak ini tidak terlalu sulit, untuk tanah yang diatas

hanya dibersihkan dari rumput/gulmanya. Terong hanya ditanam di tanah atas

yaitu pada tabukan/galangan.

Penanaman

Waktu tanam yang sering dilaksanakan ditingkat petani yaitu pada awal

musim kemarau (bulan Maret –April). Jarak tanam yang ada di petani tidak teratur,

ini karena keterbatasan lahan (hanya ditanam digalangan), penanaman terong

dilakukan pada lubang tanam berukuran lebar 20 Cm.

Pemupukan

Pemupukan hanya dilakukan 15 hari setelah tanam dan pemberiannya hanya

satu kali pemberian, ini sekaligus dengan penyulaman.

Penyiangan

Penyiangan dapat dilakukan bersamaan dengan pembubunan, Penyiangan

dilakukan tergantung banyaknya rumput yang ada, biasa juga dilakukan 10 hari-15

hari setelah tanam

Panen

Bila dirawat dengan baik maka umur tanaman dapat mencapai 6-7 bulan,

panen dilakukan bisa 8 kali pemetikan. Dengan demikian pemanenan dapat

dilakukan 4-5 bulan. Biasa panen dilakukan petani pada pagi hari.

Page 132: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

214

2. Analisis Finansial Usahatani Terong

Hasil analisis finansial (Tabel 1) menunjukan bahwa Penerimaan yang

diterima sebesar Rp. 5.000.000 dan total biaya yang dikeluarkan satu musim

pertanaman sebesar Rp. 1.825.000,-, pendapatan bersih yang dicapai Rp. 3.175.000,-

dengaan nilai R/C ratio : 2,7 (R/C ratio > 1). Melihat hasil analisis finansial

usahatani terong ini maka layak diusahakan petani, karena selisih yang diperoleh

dari hasil penjualan dan biaya produksi diperoleh sebesar Rp. 3.175.000,- dan nilai

R/C ratio merupakan nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang

dikeluarkan. Artinya dari setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan diperoleh

penerimaan sebesar Rp 2,7.

BEP (break event point) harga = Total Biaya/Total produksi

= 1.825.000,-/ 5.000 = Rp 365,- /kg

Artinya, titik impas usahatani terong telah tercapai pada tingkat harga Rp

365,-./Kg Apabila harganya kurang dari Rp 365,-/Kg berarti usahatani terong ini

tidak kembali modal.

Tabel 1. Analisis Finansial Usahatani Terong Dalam Satu Hektar di Desa Sungai

Durait Tengah Kab Hulu Sungai UtaraTahun 2005

No Uraian Jumlah Harga (Rp) Nilai

1 Penerimaan (kg) 5.000 1.000 5.000.000

2

Biaya :

Benih ( Grm)

Pupuk N,P,K (Kg)

Obat-obatan (kg)

Tenaga kerja (HOK)

Pengolahan tanah

Tanam

Pemeliharaan

Panen & Pasca Panen

80

20

32

35

75

30

30

1.000

6.000

10.000

15.000

6.000

6.000

6.000

80.000,-

120.000,-

320.000,-

525.000,-

420.000,-

180.000,-

180.000,-

3 Total Biaya - - 1.825.000,-

Pendapatan ( 1-2) - - 3.175.000,-

5 R/C Ratio - - 2,7

3. Budidaya Usahatani Labu/Waluh

Benih dan Persemaian

Benih yang dipergunakan petani di lahan lebak benih yang bermutu, benih

dipilih petani dari pertumbuhan sebelumnya, apabila pertumbuhan sebelumnya

baik ini dijadikan bibit untuk pertanaman akan datang.

Sebelum ditanam, benih perlu disemai. Tempat penyemai khusus diolah

tersendiri. Penyemaian biji disebar secara teratur agar tidak terlalu berdekatan dan

bertumpuk saat benih telah tumbuh. Bibit di tanam setelah berumur 1,5 bulan

sejak disemaikan, dipindahkan kelapangan .

Page 133: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

215

Pengolahan Tanah

Pengolahan pada lahan lebak ini tidak terlalu sulit, gulma yang pada saat

musim kemarau menjadi kering dan pembersihannya hanya digulung, dan

tanahnya tidak perlu diolah/dicangkul karena tanahnya sudah gembur.

Penanaman

Waktu tanam yang sering dilaksanakan ditingkat petani yaitu pada awal

musim kemarau (bulan Maret –April). Jarak yang dilaksanakan petani tidak

teratur. Dan diberikan satu lobang satu tanaman.

Pemupukan

Pemupukan labu/waluh pada daerah penelitian hanya dilakukan 10-15 hari

setelah tanam dan pemberiannya hanya satu kali pemberian, ini sekaligus dengan

penyulaman, pabila ada yang tidak tumbuh.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan tergantung banyaknya rumput yang ada, biasa juga

dilakukan 10 hari-15 hari setelah tanam, ini juga hanya rumput yang mengganggu

saja yang dibuang. Pada umumnya petani rumput-rumput kecil dibiarkan saja,

untuk memelihara tanah tetap lembab.

Panen

Bila dirawat dengan baik maka umur tanaman dapat mencapai 10 bulan,

panen dilakukan bisa mencapai 8 kali pemetikan. Dengan demikian pemanenan

dapat dilakukan 4-5 bulan. Biasa panen dilakukan petani pada pagi hari. Produksi

yang paling tinggi yaitu pada pemetikan yang ke 3 sampai ke 6.(Berat 1 biji labu

berkisar antara 10 kg- 20 kg).

4. Analisis Finansial Usahatani Labu

Hasil analisis finansial (Tabel 2) menunjukan bahwa Penerimaan yang

diterima sebesar Rp 4.900.000,-dan total biaya yang dikeluarkan satu musim

pertanaman sebesar Rp. 2.255.000,-, pendapatan bersih yang dicapai Rp. 2.645 000,-

dengaan nilai R/C ratio : 2,17 (R/C ratio > 1). Melihat hasil analisis finansial

usahatani labu ini maka layak diusahakan petani, karena petani mendapat

keuntungan sebesar Rp. 2.645 000,- dan nilai R/C ratio merupakan nilai penerimaan

yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan, Artinya dari setiap Rp

1,00 biaya yang dikeluarkan akan diperoleh penerimaan sebesar Rp 2,17.

BEP ( break event point)Harga = Total Biaya/Total produksi

= 2.255.000,-/ 14.000 = Rp 161,-

Artinya, titik impas usahatani labu merah telah tercapai pada tingkat harga

Rp.161,-/kg

Page 134: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

216

Tabel 2. Analisis finansial usahatani labu merah dalam satu hektar Di Desa Sungai

Durait Tengah Kab Hulu Sungai Utara Tahun 2005

No Uraian Jumlah Harga (Rp) Nilai (Rp)

1 Penerimaan (kg) 14.000 350 4.900.000

2

Biaya :

Benih

Pupuk N,P,K

Obat-obatan (kg)

Tenaga kerja (HOK)

Pengolahan tanah

Tanam

Pemeliharaan

Panen

60

50

25

35

30

30

40

3.000

6.000

10.000

15.000

10.000

10.000

10.000

180.000

300.000

250.000

525.000

300.000

300.000

400.000

3 Total Biaya - - 2.255.000

4 Pendapatan ( 1-2) 2.645 000

5 R/C Ratio

2,17

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHATANI TERONG DAN LABU

DI LAHAN RAWA LEBAK

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa usahatani terong dan labu di lahan

rawa lebak pada umumnya dan khususnya di Desa Sungai Durait Tengah

mempunyai prospek untuk dikembangkan karena menguntungkan ini terlihat dari

R/C ratio yang dicapai, dan memberi peluang untuk ditingkatkan lagi dengan

pengelolaan (pemeliharaan) yang lebih baik lagi, pemilihan benih yang bermutu

sesuai dengan agroekosistemnya. Meskipun potensi lahan lebak cukup besar untuk

dikembangkan, namun sementara ini petani di Desa Sungai Durait Tengah sering

dihadapkan pada masalah sosial ekonomi yang kurang mendukung, yaitu masalah

yang sangat krusial di tingkat petani, keterbatasan modal usaha dan posisi yang

lemah dalam pemasaran hasil sehingga harga sering ditentukan pihak pembeli.

Selain itu keterbatasan dalam jangkauan pemasaran sehingga bila masa tertentu,

harga cenderung menurun sehingga berpengaruh juga terhadap pendapatan petani.

Dengan keterbatasan modal usaha dan pemasaran, maka komitmen pemerintah

atau pihak swasta untuk bermitra dengan petani setempat dalam upaya

pengembangan sistem di lahan rawa lebak sangat diperlukan sehingga mampu

meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil serta pendapatan petani.

KESIMPULAN

1. Penerimaan usahatani terong mencapai Rp 5.000.000 dengan total biaya

sebesar Rp. 1.825.000,-pendapatan bersih sebesar Rp.3.175.000,- dengan nilai

R/C ratio : 2,7 , BEP (break event point ) harga Rp. 365,- /kg

2. Penerimaan dari usahatani labu merah/waluh mencapai Rp. 4.900.000,-dan

total biaya sebesar Rp.2.255.000,-pendapatan bersih sebesar Rp.2.645 000,-

dengan nilai R/C ratio: 2, 17 BEP (break event point ) harga Rp 161,-/kg

Page 135: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

217

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Ek, A.R Marzuki, A. Saefuddin, A Asikin dan S, Partohardjono. 1992.

Potensi dan peluang pemenfaatan rawa lebak Sumatera Selatan bagi

pengembangan palawija dan hortkultura. Perakitan dan Pengembangan

Teknologi Sistem Usahatani Tanaman Pangan. Buku 2. Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian Jakarta

BPTP Kalimanatan Selatan 1997. Data Potensi Wilayah. Laboran Tahunan Dinas

Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalimanatan Selatan Banjarbaru,

Diperta Provinsi Kalimantan Selatan, 1989. Laporan dinas Pertanioan Tanaman

Pangan Provinsi Kalimantan Selatan Banjarbaru

Diperta Provinsi Kalimantan Selatan, 1995. Laporan dinas Pertanian Tanaman

Pangan Provinsi Kalimantan Selatan Banjarbaru

Widjaja-Adhi,IPG,Nugroho dan S Karama, Didi Ardi. 1992 Sumber Daya Lahan

Rawa Potens, Kebutuhan dan Pemanfaatan Dalam Rízala Pertemuan

Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak.

Cisarua, 3-4 Maret 1992.

Susanto,S 1987. Pemikiran Kearah Konsepsi Pengembangan Pengairan Dalam

Rangka Pengembangan Lebak. Simposium Pemanfaatan Daerah Lebak.

Facultas Pertanian UNSRI. Madang.

Page 136: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

218

PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK DARI GAMBUT DAN ENCENG

GONDOK PADA TANAMAN SAYURAN DAN PADI DI KABUPATEN

MAGELANG

Endang Iriani*), Cahyati Setiani*) dan Sodiq Jauhari*)

ABSTRAK

Saat ini dalam dunia pertanian, untuk meningkatkan produktivitas tanaman

tidak terlepas dengan penggunaan bahan kimia, baik untuk pupuk, maupun

pestisida dalam pengendalian hama penyakit dan gulma. Bahan kimia tersebut

pada umumnya adalah bahan beracun sehingga bila dipergunakan secara terus

menerus akan terjadi akumulasi yang bisa meracuni tanah, tanaman, udara, air dan

lingkungan hidup lainnya. Hal ini perlu terus dimonitor dan dikendalikan agar tidak

membahayakan produk pertanian dan lingkungan. Solusi yang terbaik adalah

menanam dengan sistem pertanian organik. Penambahan dan pengelolaan bahan

organik merupakan tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman untuk

meningkatkan atau mengoptimalkan manfaat pupuk sehingga efisiensinya

meningkat. Dengan pemberian bahan organik dapat menambah unsur hara makro

dan mikro dalam tanah yang diperlukan tanaman sehingga memberi media tumbuh

yang lebih baik. Gambut merupakan salah satu bahan organik yang dapat dijadikan

pupuk organik. Selain gambut, bahan organik yang berpotensi untuk dijadikan

pupuk antara lain yaitu enceng gondok dan kotoran ternak. Kotoran ternak (ayam,

sapi, kambing dan guano) selain sebagai bahan tambahan untuk pengomposan

gambut dan enceng gondok, juga berfungsi sebagai aktivator yang dapat

mempercepat pengomposan. Kajian aplikasi pupuk organik pupuk organik gambut

dan enceng gondok pada tanaman sayuran (tomat, buncis) dan padi dilakukan pada

lahan petani di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang pada MT 2004. Hasil

aplikasi menunjukkan, keragaan pertumbuhan dan hasil yang baik jika dibanding

dengan kebiasaan petani, pada tanaman tomat menambah produksi sebesar 31 %,

pada tanaman buncis menambah produksi sebesar 23% dan pada tanaman padi

menambah produksi sebesar 29%. Adanya tambahan input untuk pupuk organik

yang rata-rata diberikan sebesar 2 t/ha masih memberikan keuntungan.

Kata kunci : Pupuk organik, gambut, enceng gondok

ABSTRACT

Nowadays, in agriculture, to improve crops productivity, the use of chemical

substances is unavoidable, either for fertilizer or pesticides to control microbe and

weeds. Those chemical substance is commonly a poisonous materials so that if it is

continuously used, the accumulation could pollute soil, air, water and the other living

environment will be damaged, therefore it need to be continuously monitored and

controlled so that it will sustainable for agriculture products and environment.

________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Page 137: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

219

The best solution is the use organic agriculture system. Addition and management of

organic materials is good towards sustainable agriculture concepts, and will improve

the use of fertilizer. Application of organic materials can add macro and micro

chemical elements in the soil in which they are required by plants so it could provide

a better growing media. Peatmoss is one of the organic materials that can be used as

an organic fertilizer. Besides, a potential organic materials to be used as fertilizer

such as Water Hyacinth and manure. Manure can be obtained (chicken, cows, goat

and guana), besides as additional materials to compose Peatmoss and Water

Hyacinth also function as an activator that could enhanced composing. Applied

research on the use of organic fertilizer Peatmoss and Water Hyacinth on vegetable

plants (tomato, french beans) and rice was done in farmers’ land at Dukuh Sub-

district, Magelang Regency in 2004. The result showed the difference on growth and

yield compared with farmers’ method. It increased the production by 31 % on tomato,

23 % on french beans and 29% on rice plant. The use of organic fertilizer for

averagely 2 tons/hectare still gave reasonable benefit.

Key words: Organic fertilizer, peat moss, water hyacinth

PENDAHULUAN

Saat ini dalam dunia pertanian tidak terlepas dengan penggunaan bahan

kimia, baik untuk pupuk, pemacu pertumbuhan, perekat, serta pengendalian hama

penyakit dan gulma. Bahan kimia tersebut pada umumnya adalah bahan beracun

sehingga bila dipergunakan secara terus menerus akan terjadi akumulasi dan dapat

meracuni tanah, tanaman, udara, air dan lingkungan hidup lainnya. Dan tentunya

hal ini perlu terus dimonitor dan dikendalikan agar tidak membahayakan produk

pertanian dan lingkungan.

Salah satu solusi yang terbaik adalah menanam dengan sistem pertanian

organik. Berkembangnya suatu sistem budidaya organik tentu mempunyai

kelebihan maupun kekurangan apabila dibandingkan dengan sistem budidaya yang

non organik. Kelebihan dari digunakannya sistem pertanian organik antara lain

tidak menggunakan bahan kimia (pupuk dan pestisida) sehingga tidak

menimbulkan pencemaran lingkungan (tanah, air maupun udara) dan produk

mempunyai kualitas cita rasa lebih baik (Pracaya, 2002). Adapun kekurangannya

antara lain kebutuhan tenaga kerja lebih banyak, terutama untuk pengendalian

hama penyakit yang umumnya dilakukan secara manual. Apabila menggunakan

pestisida alami, perlu dibuat sendiri karena pestisida ini belum ada di pasaran.

Penampilan fisik tanaman organik biasanya kurang bagus (berukuran lebih kecil

dan daun berlubang) dibandingkan dengan tanaman yang dipelihara secara non

organik.

Salah satu produk yang berperan dalam menunjang sistem pertanian organik

adalah pupuk organik. Pupuk organik adalah bentuk akhir dari bahan organik

setelah mengalami pembusukan/pengomposan (Anonim, 1992). Pupuk organik

mempunyai kandungan massa homogin yang disebut humus. Humus adalah

senyawa organik tanah yang menyimpan nutrien tumbuhan dan berfungsi sebagai

penyangga dalam proses fisik, kimia dan biologi dengan kata lain humus merupakan

substansi yang sangat penting artinya bagi perbaikan struktur tanah (Mathur, 1994

dalam P3TPSLK dkk.,2004)

Page 138: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

220

Gambut merupakan salah satu bahan organik yang dapat dijadikan pupuk

organik. Secara alami gambut mengalami dekomposisi namun sangat lambat karena

kandungan C/N ratio yang tinggi. Selain gambut, bahan organik yang berpotensi

untuk dijadikan pupuk antara lain yaitu enceng gondok dan kotoran ternak. Kotoran

ternak (ayam, sapi, kambing dan guano) selain sebagai bahan tambahan untuk

pengomposan gambut dan enceng gondok, juga berfungsi sebagai aktivator yang

dapat mempercepat pengomposan.

Perkembangan bahan organik dalam sistem pertanian organik di Indonesia,

sudah dimulai pada tahun 1984 yaitu sekitar 4 hektar yang berada di daerah

Cisarua Bogor. Sekarang sistem pertanian organik ini telah banyak berkembang di

daerah dataran tinggi seperti Bandung, Wonosobo dll. Dalam rangka mencari

alternatif bahan organik yang bisa digunakan sebagai pupuk organik adalah dengan

memanfaatkan gambut dan enceng gondok sebagai pupuk organik untuk tanaman

sayuran maupun padi.

Dalam perkembangannya sekarang jenis tanaman yang ditanam secara

organik tidak terbatas hanya tanaman sayuran saja, tetapi telah diusahakan

tanaman buah, tanaman padi dan tanaman obat. Produk tanaman organik masih

terbatas dikonsumsi oleh orang-orang yang sadar akan kesehatan. Namun dengan

munculnya produk pertanian organik di setiap pameran dan ditunjang promosi

mengenai pentingnya kesehatan, tidak menutup kemungkinan di tahun mendatang

banyak orang yang beralih ke produk tanaman organik.

METODE PENGKAJIAN

Pengkajian budidaya tanaman sayuran (buncis, tomat) dan padi dengan

menggunakan pupuk organik dari gambut dan enceng gondok dilakukan di

lahan/hamparan yang terairi dari aliran dam parit di Desa Sumber, Kecamatan

Dukun, Kabupaten Magelang pada MT 2004. Usahatani tanaman yang diterapkan

menggunakan sistem penanaman semi organik, artinya dalam penanamannya

sebagai pupuk dasar digunakan bahan organik kompos dari gambut dan enceng

gondok dan selanjutnya penambahan pupuk kimia berdasarkan kebutuhan tanaman

di lapang dengan dosis sebagai berikut:

a. Buncis

Tabel 1. Penerapan teknologi budidaya pada tanaman buncis di Kec. Dukun, Kec.

Magelang. MT 2004.

Uraian Teknologi introduksi Pola petani

Varietas

Kebutuhan benih

Jarak tanam

Pupuk :

- Kompos gambut + enceng. gondok

- Pupuk kandang

- Urea

- SP- 36

- KCl

Vanili

20 kg/ha

30 x 50 cm

2 t/ha

-

100 kg/ha

50 kg/ha

100 kg/ha

Vanili

30 kg/ha

20 x 50 cm

-

4 t/ha

50 kg/ha

-

-

Page 139: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

221

b. Tomat

Tabel 2. Penerapan teknologi budidaya pada tanaman tomat di Kec. Dukun, Kab.

Magelang. MT 2004.

Uraian Teknologi introduksi Pola petani

Varietas

Jarak tanam

Pupuk :

- Kompos gambut + enceng. gondok

- Pupuk kandang

- Urea

- SP- 36

- KCl

- NPK

Regina

40 x 50 cm

2 t/ha

-

200 kg/ha

150 kg/ha

100 kg/ha

-

Regina

40 x 50 cm

-

4 t/ha

50 kg/ha

-

-

200 kg/ha

c. Padi

Tabel 3. Penerapan teknologi budidaya pada tanaman padi di Kec. Dukun, Kab.

Magelang. MT 2004.

Uraian Teknologi

introduksi

Pola petani

Varietas

Jarak tanam

Pupuk :

- Kompos gambut + enceng. gondok

- Pupuk kandang

- Urea

- SP- 36

- KCl

Fatmawati

20 x 15 cm

2 t/ha

-

100 kg/ha

50 kg/ha

100 kg/ha

Fatmawati

20 x 15 cm

-

1 t/ha

500 kg/ha

50 kg/ha

-

Ada beberapa kriteria pertumbuhan yang biasa dijadikan sebagai tolok ukur

untuk pemberian atau penambahan pupuk an organik selama pertumbuhan yaitu :

pada tanaman tomat mulai umur sekitar 3 mst sudah mulai terbentuk batang

bercabang (pecah cabang) dan umur 35 hst sudah mulai berbunga, sehingga jika

pada umur-umur tersebut belum terlihat adanya pertumbuhan maka baru

ditambahkan pupuk kimia untuk memacu pertumbuhannya. Demikian juga untuk

pengendalian hama penyakit baru dilakukan dari hasil monitoring lapang jika

serangannya sudah mencapai ambang batas pengendalian dengan menggunakan

pestisida yang efektif dan dilakukan secara efisien. Parameter agronomis yang

diamati meliputi daya tumbuh, tinggi tanaman, umur berbunga (50%), umur panen

dan komponen produksi serta analisa ekonomi pada pola introduksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan agronomis dan komponen produksi

Keragaan agronomis tanaman buncis, tomat dan padi pada pengaruh

pemberian pupuk organik dari gambut dan enceng gondok tertera pada Tabel 4, 5

Page 140: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

222

dan 6 di bawah ini. Secara visual bisa dilihat bahwa dari beberapa parameter yang

diamati menunjukkan adanya perbedaan pada produksi buncis yang dicapai, yaitu

pada perlakuan introduksi dengan memberikan pupuk kompos gambut + enceng

gondok sebanyak 2 t/ha memberikan hasil sekitar 0,45 t/ha lebih banyak yaitu 6,7

t/ha atau sekitar 23% dibanding pada pola petani yang mempergunakan pupuk

kandang sebanyak 4 t/ha diperoleh hasil 5,15 t/ha (Tabel 4). Perbedaan ini diduga

lebih disebabkan karena pupuk kompos sebagai bahan organik yang sifatnya sudah

siap unsur N untuk diserap tanaman. Lain halnya pada pupuk kandang masih

diperlukan waktu untuk mengalami proses dekomposisi sehingga efek terhadap

pertanaman belum secara langsung diserap tanaman. Menurut Wididana dan Higa

(1993 dalam Subhan et. al. 1998), bahwa bahan organik yang telah mengalami

dekomposisi sempurna, ketersediaan unsur haranya lebih mudah diserap oleh akar

tanaman.

Tabel 4. Keragaan agronomis tanaman buncis pada perlakuan introduksi dan pola

petani di Kec. Dukun Kab. Magelang 2004.

Uraian Teknologi introduksi Pola petani

- Daya tumbuh

- Umur berbunga

- Umur panen

- Produksi (7 X panen)

90,1 %

35 hst

55 hst

6,7 t/ha

86 %

35 hst

55 hst

5,15 t/ha

Tabel 5. Keragaan agronomis tanaman tomat pada perlakuan introduksi dan pola

petani di Kec. Dukun Kab. Magelang 2004.

Uraian Teknologi introduksi Pola petani

- Daya tumbuh

- Tinggi tanaman

- Umur berbunga

- Umur panen

- Jumlah buah/kg

- Produksi (11 X panen)

- Serangan penyakit virus keriting

89,2 %

110,5 cm

32 hst

55 hst

21

16,1 t/ha

40%

85 %

87 cm

36 hst

60 hst

11

14,2 t/ha

80%

Dari hasil pengkajian pada tanaman tomat menunjukkan bahwa dengan

pemberian pupuk kompos yang berasal dari gambut dan enceng gondok memberikan

rata-rata hasil yang lebih baik dari beberapa parameter yang diamati, dibanding

pada pola petani (Tabel 6). Dari parameter agronomis mulai daya tumbuh yang lebih

baik 89,2%, tinggi tanaman mencapai 110,5 cm dan umur berbunga serta umur

panen yang lebih cepat. Demikian juga terhadap komponen hasilnya yang meliputi

berat buah per kilogram (rata-rata 21 buah/kg) dan produksi buah per hektarnya

mencapai 16,1 t/ha dibanding pola petani yang mencapai 14,2 t/ha atau sebesar 31%

peningkatannya.

Page 141: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

223

Tabel 6. Keragaan agronomis tanaman padi pada perlakuan introduksi dan pola

petani di Kec. Dukun Kab. Magelang 2004.

Uraian Teknologi introduksi Pola petani

- Daya tumbuh

- Tinggi tanaman

- Jumlah anakan

- Umur panen

- Produksi

95%

108 cm

11 rumpun

105 hst

5,65 t/ha

95 %

104 cm

8 rumpun

106 hst

4,0 t/ha

Keragaan agronomis dan komponen hasil padi pada pemberian pupuk organik

dari bahan gambut dan enceng gondok tertera pada Tabel 6. Hasil penerapan

teknologi introduksi menunjukkan rata-rata hasil keragaan agronomis maupun

komponen hasil yang cukup baik dibanding pada perlakuan pola petani. Untuk

produksi gabah kering panen yang mengalami peningkatan sebesar 29% atau dari

4,0 t/ha menjadi 5,65 t/ha.

Secara umum penerapan pemanfaatn pupuk organik dari bahan gambut dan

enceng gondok mempunyai prospek untuk dikembangkan. Hal ini mengingat

semakin mahalnya harga pupuk anorganik dan semakin dirasakannya penurunan

produktivitas lahan sehingga pemberian bahan organik sangat dibutuhkan. Tanah

merupakan sistem hidup yang mengolah setiap pupuk yang diberikan dalam bentuk

tersedia atau tidak tersedia bagi tanaman. Pengatur utama atau kunci proses

tersebut adalah bahan organik tanah yang bertindak sebagai penyangga biologis

yang dapat mempertahankan penyediaan hara dalam jumlah berimbang untuk akar

tanaman.

Penambahan dan pengelolaan bahan organik adalah merupakan tindakan

perbaikan lingkungan tumbuh tanaman untuk meningkatkan atau mengoptimalkan

manfaat pupuk sehingga efisiensinya meningkat (Adiningsih.J.S., 1996). Dengan

pemberian bahan organik dapat menambah unsur hara makro dan mikro dalam

tanah yang diperlukan tanaman. Pupuk organik juga dapat memperbaiki daerah

perakaran tanaman, sehingga memberi media tumbuh yang lebih baik. Pupuk

organik juga dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah yang membantu

penyediaan unsur hara (Adiningsih.J.S., 1996; Arifin, et.al., 1998). Pemberian bahan

organik untuk semua jenis dengan dosis 5 ton/ha dengan selang satu musim

merupakan intensitas pemberian yang terbaik (Fauziati et. al. 1995).

Tanah yang miskin bahan organik akan berkurang daya menyangga dan

berkurang keefisienan pupuk karena sebagian besar pupuk hilang dari lingkungan

perakaran (Go Ban Hong, 1977 dalam Adiningsih, 1996). Sebagian besar tanah-

tanah di Indonesia telah diusahakan secara intensif berkadar bahan organik rendah

terutama apabila sisa panen diangkut ke luar. Oleh sebab itu tindakan perbaikan

lingkungan tumbuh dengan menambah bahan organik atau mengembalikan sisa

panen seharusnya menjadi kebijakan umum yang harus dilakukan terlebih dahulu

sebelum berbagai jenis pupuk diberikan agar efisiensinya meningkat serta menjaga

kemantapan produksi tinggi dan melestarikan sumber daya tanah.

Page 142: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

224

ANALISA EKONOMI

Hasil penghitungan ekonomi usahatani dari ketiga komoditas yang diuji yaitu

buncis, tomat dan padi (Tabel 7, 8, 9) rata-rata menunjukkan adanya keuntungan

yang lebih tinggi pada perlakuan yang ditambah dengan pembelian kompos gambut

dan enceng gondok jika dibandingkan pada pola petani. Hal ini memberikan peluang

bahwa adanya tambahan input untuk pupuk organik yang rata-rata diberikan

sebesar 2 t/ha masih memberikan keuntungan yang berarti.

Tabel 7. Analisa ekonomi usahatani buncis pada penggunaan pupuk organik dari

gambut dan enceng gondok. Kec. Dukun, Kab. Magelang 2004 luasan :

1000 m2

N0 Uraian

Pola introduksi

Volume Harga satuan

(Rp)

Jumlah

(Rp)

a. Biaya Produksi

1. Tenaga kerja

- Pengolahan tanah

- Pembuatan bedengan

- Pemupukan dasar

- Tanam

- Pemupukan susulan

- Pemasangan ajir

- Penyiangan

- Pengendalian OPT

- Panen

2. Sarana Produksi

- Benih

- Pupuk

Urea

SP-36

KCl

Kompos

- Obat-obatan

Furadan

- Ajir

8 HOK

2 HOK

1 HOK

2 HOK

1 HOK

2 HOK

2 HOK

1 HOK

5 HOK

2 kg

10 kg

5 kg

10 kg

200 kg

2 kg

1 paket

10.000

10.000

10.000

10.000

10.000

10.000

10.000

10.000

10.000

7.500

1.500

1.750

2.000

200

10.000

70.000

80.000

20.000

10.000

20.000

10.000

20.000

20.000

10.000

50.000

15.000

15.000

8.750

20.000

40.000

20.000

70.000

Total Biaya 428.750

b. Penerimaan 670 kg 900 603.000

c. Pendapatan (b-a) - - 174.250

d R/C ratio - - 1,41

Page 143: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

225

Tabel 8. Analisa ekonomi usahatani tomat pada penggunaan pupuk

organik gambut dan enceng gondok. Kec. Dukun, Kab. Magelang

2004 luasan : 1000 m2

N0 Uraian

Pola introduksi

Volume Harga

satuan (Rp)

Jumlah

(Rp)

a. Biaya Produksi

1. Tenaga kerja

- Pengolahan tanah

- Pembuatan bedengan

- Pemupukan dasar

- Tanam

- Pemupukan susulan

- Pemasangan ajir

- Penyiangan

- Pengendalian OPT

- Panen

2. Sarana Produksi

- Benih

- Pupuk

NPK pelangi

Pupuk daun

Kompos

- Obat-obatan

- Fungisida & insek

- Ajir

- Mulsa plastik

80 HOK

10 HOK

1 HOK

6 HOK

2 HOK

2 HOK

3 HOK

8 HOK

10 HOK

1 bks

40 kg

1 btl

200 kg

1 paket

1 paket

8 kg

10.000

10.000

10.000

10.000

10.000

10.000

10.000

10.000

10.000

50.000

3.000

30.000

200

210.000

70.000

160.000

800.000

100.000

10.000

60.000

10.000

20.000

30.000

80.000

100.000

50.000

120.000

30.000

40.000

210.000

70.000

128.000

Total Biaya 1.868.000

b. Penerimaan 1610 kg 1.600 2.560.000

c. Pendapatan (b-a) 692.000

d R/C ratio 1,37

Page 144: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

226

Tabel 9. Analisa ekonomi usahatani padi pada penggunaan pupuk organik Dari

gambut dan enceng gondok. Kec. Dukun, Kab. Magelang 2004 luasan :

1000 m2

N0 Uraian

Pola introduksi

Volume Harga satuan

(Rp)

Jumlah

(Rp)

a. Biaya Produksi

1. Tenaga kerja

- Pengolahan

tanah

- Persemaian

- Tanam

- Pemeliharaan

- Panen

2. Sarana Produksi

- Benih

- Pupuk

Urea

SP-36

KCl

Kompos

7 HOK

1 HOK

5 HOK

6 HOK

8 HOK

5 kg

25 kg

10 kg

10 kg

200 kg

10.000

10.000

10.000

10.000

10.000

5.000

1.500

1.750

2.000

200

70.000

10.000

50.000

60.000

80.000

25.000

37.500

17.500

20.000

40.000

Total Biaya 410.000

b. Penerimaan 565 kg 1.200 678.000

c. Pendapatan (b-a) - - 268.000

d R/C ratio - - 1,65

KESIMPULAN

Hasil pengkajian pemanfaatan pupuk organik dari gambut dan enceng gondok

pada tanaman buncis, tomat dan padi dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Secara umum keragaan pertumbuhan agronomis pada komoditas yang diuji

buncis, tomat dan padi secara visual pertumbuhannya lebih baik jika

dibanding dengan kebiasaan petani

2. Komponen hasil yang dicapai pada komoditas yang diuji adanya pemberian

pupuk kompos dari gambut dan enceng gondok rata-rata menambah nilai

produksi dibanding pada pola petani. Pada tanaman tomat menambah

produksi sebesar 31 %, pada tanaman buncis menambah produksi sebesar 23%

dan pada tanaman padi menambah produksi sebesar 29%.

3. Pupuk organik dari bahan gambut dan enceng gondok merupakan bahan

organik yang berpotensi untuk dijadikan pupuk organik pada tanaman

sayuran dan padi

4. Adanya tambahan input untuk pupuk organik yang rata-rata diberikan sebesar

2 t/ha masih memberikan keuntungan.

Page 145: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

227

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1992. Panduan Teknik Pembuatan Kompos dari Sampah. Teori dan

Aplikasi. Center for Policy and Implementation Studies. Jakarta.

Adiningsih, J.S. 1996. Peranan bahan organik dalam meningkatkan efisiensio

penggunaan pupuk dan produktivitas tanah. Prosiding Lokakarya Nasional

Efisiensi Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Arifin, M dan Pancadewi. 1998. Pengaruh pemberian bahan organik dan kelengasan

tanah terhadap ketersediaan N, P, K dan KTK pada tanah vertisol. Dalam

Sudaryono et. Al. (Eds) 1998. Prosiding seminar Nasional dan Pertemuan

Tahunan Komisariat Daerah. Himpunan Ilmu Tanah tahun 1998. HITI

Komda Jawa Timur.

Fauziati, N., R.S. Simatupang dan Hairunsyah. 1995. Peningkatan produktivitas

jagung di lahan kering melalui penggunaan bahan organik. Risalah seminar

Hasil Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balitkabi. Malang.

Pracaya. 2001. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot dan polibag. Penerbit

swadaya. Jakarta. 112 hal.

P3TPSLK, TPSA, BPP Teknologi Jakarta, BPTP Jateng. 2004. Penuntun Pelatihan

Pemanfaatan Gambut Rawa Pening dan Enceng Gondok sebagai Bahan

Pupuk Organik. BPPT Jakarta.

Subhan dan A. A. Asandhi. 1998. Waktu aplikasi nitrogen dan penggunaan kompos

dalam budidaya kentang di dataran medium. J. Hort. 8(2):1077, 1998.

Puslitbanghort. Jakarta.

Page 146: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

228

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KENTANG TERHADAP

EFEKTIFITAS PUPUK KALIUM MAJEMUK (ZK PLUS)

Al. Gamal Pratomo*) dan Zainal Arifin*)

ABSTRAK

Budidaya kentang pada umumnya dilakukan didataran tinggi dengan tingkat

pengolahan tanah yang sangat intensif dan penanaman berbaris searah lereng,

sehingga mempercepat degradasi lahan karena mudah terjadi pencucian hara dan

erosi tanah. Dengan hilangnya unsur-unsur hara termasuk unsur K menyebabkan

tanah menjadi tidak subur bagi tanaman kentang. Untuk menanggulangi kekahatan

K petani telah melakukan pemupukan dengan KCl atau ZK, tetapi kadang kala

ketersedian kedua pupuk tersebut langka dan harganya relatif mahal sehingga perlu

adanya pengganti pupuk tersebut, salah satunya adalah ZK Plus.. Tujuan

penelitian ini adalah mengkaji pengaruh dosis pupuk ZK-Plus terhadap

pertumbuhan dan produksi kentang. Penelitian dilakukan di Desa Bumiaji

Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Metode penelitian menggunakan rancangan acak

kelompok terdiri 13 perlakuan dengan 3 ulangan, luas plot tiapunit percobaan 100

m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk ZK Plus tidak

menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang utama

dan berat umbi per tanaman tetapi terhadap produksi per hektar dan berat umbi

konsumsi perlakuan pemupukan kentang dengan dosis 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 +

150 Kg ZK Plus/hektar memberikan hasil terbaik dan tidak berbeda nyata dengan

perlakuan dengan dosis 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 300 kg ZK Plus/hektar .

Pemupukan kentang dengan dosis 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 150 - 300 kg ZK

Plus/hektar dapat digunakan sebagai alternatif pemupukan pada tanaman kentang

dan dapat menjadi alternatif pengganti pupuk KCl yang umum digunakan petani.

Kata kunci : Kentang, Pemupukan ZK Plus, Produksi

ABSTRACT

Cultivation of potato plant was conducted in upland by using intensive soil

tillage and grown along sloppy region, that caused land degradation because of

nutrients leaching and land erosion. These lack of nutrient including K caused

infertile soil to grow potato. To solve lack of K, the farmer applied KCl or ZK, but the

supply of those fertilizer is frequently out of stock and the cost was expensive so it

was necessary to substitute with other fertilizer, one of them with ZK Plus. The aim

of this research was to know the effect of ZK plus fertilizer dosage to the growth and

yields of potato plant. Research was conducted at Bumiaji village, Bumiaji district,

Batu, using a randomized block design consisted of treatments and 3 replications,

100 m2 /plot. The result showed that application of ZK plus fertilizer was not

significantly different on plant height, numbers of main branches and bulb weight

per plant.

_________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 147: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

229

Fertilizer application at 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 150 kg ZK plus/hectare

resulted the highest yield but not significantly different with 1500 kg ZA + 280 kg

SP-36 + 300 kg ZK plus/hectare resulted the highest yield but not significantly

different with 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 300 kg ZK plus/hectare. The use of 1500

kg ZA + 280 kg SP-36 + 300 kg ZA plus/hectare could be used as an alternative

fertilizer for potato and also as substitute of KCl fertilizer which was commonly used

by farmers.

Key word : Potato, fertilization of ZK plus, production

PENDAHULUAN

Budidaya kentang (Solanum tuberosum L) pada umumnya dilakukan

didataran tinggi dengan tingkat pengolahan tanah yang sangat intensif dan

penanaman berbaris searah lereng, sehingga mempercepat degradasi lahan karena

mudah terjadi pencucian hara dan erosi tanah. Dengan hilangnya unsur-unsur hara

termasuk unsur K menyebabkan tanah menjadi tidak subur bahkan dapat

menyebabkan tanah mencapai status kahat bagi tanaman kentang.

Untuk menanggulangi kekahatan K yang sekaligus mempertahankan

kualitas dan kuantitas produksi kentang, para petani telah melakukan pemupukan

dengan KCl atau ZK dengan dosis 100 kg K2O/ha atau NPK (15-15-15) dengan dosis

1000 kg/ha, disamping pupuk ZA dan SP-36. Penelitian mengenai pemupukan

tanaman kentang telah banyak dilakukan (Nurtika dan Hekstra,1975; 1979;

Kusumo dan Sunarjono, 1992; Suwandi dan Fatchullah, 1994) dan dari rekomendasi

pemupukan kentang yang dikeluarkan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang

adalah 300 kg N/ha, 100 kg/ha P2O5 dan 100 kg K2O/ha.

Pada saat ini ketersediaan pupuk KCl dan ZK kadang-kadang langka dan bila

tersedia relatif mahal harganya, sehingga untuk mengatasi kelangkaan pupuk K

mendorong pengusaha untuk memproduksi pupuk kalium, dan salah satunya

adalah pupuk Kalium Majemuk (ZK-Plus) dalam bentuk granule dengan kandungan

unsur hara yang tertera pada Tabel 1.

Kandungan hara makro yang banyak tersedia pada pupuk ZK-Plus adalah

unsur K (40.23%), S (15.79%), Ca (12.34%), Mg (5.64%), sedang kandungan unsur N

sangat kecil dan tidak terdapat unsur P, sehingga untuk aplikasi di lapang masih

memerlukan pupuk lain yang mengandung N dan P. Sejauh ini pengaruh pupuk

ZK-plus terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kentang masih belum dikaji

efektifitasnya, sehingga perlu dilakukan uji efektifitas pupuk Kalium Majemuk (ZK-

plus) terhadap tanaman kentang.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui respon pertumbuhan dan produksi

kentang terhadap efektifitas pupuk ZK-Plus.

Page 148: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

230

Tabel 1. Komposisi unsur hara ZK-plus granule

No Jenis Unsur Hara Jumlah

Kandungan

1. As ppm 0.5

2. Biuret % 2.14

3. B ppm 45

4. Cd ppm 5.18

5. K2O % 40.23

6. CaO % 12.34

7. Cl % 5.62

8. CO ppm 18.03

9. MgO % 5.64

10. Mn % 0.04

11. Hg ppm 1.37

12. Mo ppm 34.58

13. Na % 0.29

14. N % 1.08

15. Zn % 0.016

16. Sulfur % 15.79

17. Cu % 0.006

18. Pb ppm <5

19. P2O5 % 1.50 Sumber : PT. Sumperintending company of Indonesia

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di daerah sentra produksi kentang Jawa Timur di Desa

Bumiaji Kecamatan Bumiaji - Batu, mulai bulan Desember 2002 – Mei 2003. Bahan :

kentang varietas Granola , pupuk kandang, ZA, SP-36, KCl, pupuk ZK-Plus,

pestisida, herbisida dan pelengkap lainnya.

Rancangan : Rancangan Acak Kelompok (RAK) diulang 3 kali dengan unit

percobaan 100 m2.

Perlakuan :

A. 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 0 kg ZK-Plus/hektar

B. 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 50 ZK-Plus/hektar.

C. 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 100 ZK-Plus/hektar.

D. 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 150 ZK-Plus/hektar.

E. 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 200 ZK-Plus/hektar.

F. 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 250 ZK-Plus/hektar.

G. 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 300 kg ZK-Plus/hektar

H. 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 350 ZK-Plus/hektar.

I. 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 400 ZK-Plus/hektar.

J. 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 85 KCl/hektar.

K. 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 170 KCl/hektar.

L. 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 255 KCl/hektar.

M. Kontrol (Tanpa pupuk).

Page 149: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

231

Aplikasi pupuk dilakukan dua kali yaitu 1/2 dosis pada saat tanam dan

sisanya 30 hari setelah tanam. Pemeliharaan tanaman meliputi: penyiangan

dilakukan 2 kali, yaitu pada umur 4 minggu dan 6 minggu . Pembumbunan

dilakukan 4 hari setelah penyiangan. Pengendalian hama dilakukan secara kuratif.

Parameter yang diamati tinggi tanaman, jumlah cabang utama per tanaman, jumlah

umbi per tanaman, berat umbi per tanaman, berat umbi konsumsi, berat umbi bibit,

berat umbi kril dan berat umbi per hektar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan tinggi tanaman memperlihatkan bahwa pada awal

pertumbuhan sebelum dilakukan pemupukan umur 21 hari setelah tanam,

pertumbuhan tinggi tanaman cukup bervariasi. Demikian pula setelah dipupuk

pertama, pertumbuhan tinggi tanaman tetap masih bervariasi, tetapi

peningkatannya cukup tinggi yaitu rata-rata lebih dari 10 cm pada tiap-tiap

perlakuan umur 35 hari setelah tanam. Tanaman mencapai tinggi optimal pada

umur 50 hari setelah tanam dengan tinggi tanaman kentang tanaman antara 36,97

cm – 43,03 cm, dan pertumbuan tinggi tanaman kentang mulai menurun setelah

tanaman berumur 65 hari setelah tanam (Tabel 2). Pertumbuhan tinggi tanaman

kentang ini lebih baik dibandingkan hasil penelitian Pratomo (2001) yang

menggunakan pupuk cair Lifofeed K dengan tinggi berkisar 30,98 cm – 35,60 cm.

Tabel 2. Pengaruh penggunaan pupuk Zk plus dan KCl terhadap tinggi tanaman

kentang.

Perlakuan*) Tinggi tanaman (Cm)

21hst 35 hst 50 hst 65 hst

A 15.23 ab 36.67 abcd 43.87 a 42.50 a

B 12.73 bc 32.50 d 41.93 ab 41.97 a

C 14.13 abc 39.30 a 43.03 a 40.56 ab

D 14.40 abc 33.90 cd 43.57 a 42.50 a

E 13.60 abc 36.13 abcd 41.93 ab 40.83 ab

F 14.40 abc 35.57 abcd 44.40 a 43.03 a

G 12.47 bc 35.00 abcd 43.30 a 42.50 a

H 11.37 c 35.56 abcd 38.57 bc 40.30 ab

I 13.57 abc 38.07 abc 43.03 a 41.40 a

J 14.70 ab 36.03 abcd 42.47 ab 41.13 ab

K 16.10 a 38.63 ab 43.57 a 41.93 a

L 14.13 abc 37.23 abcd 44.97 a 42.76 a

M 13.30 abc 33.60 cd 37.50 c 36.97 b

CV (%) 12.19 6.78 5.29 5.52 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak

berbedanyata pada uji Duncan 5 %

*). Rincian perlakuan seperti pada Bab Bahan dan Metode

Pengaruh penggunaan pupuk Zk plus dan KCl terhadap tinggi tanaman

kentang saat tanaman mencapai pertumbuhan optimal (umur 50 hari setelah

tanam) ternyata tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan

perlakuan yang tidak menggunakan pupuk ZK plus dan KCl, tetapi berbeda nyata

Page 150: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

232

dengan perlakuan yang tidak dipupuk sama sekali (Tabel 2). Hal ini menunjukkan

pertumbuhan tanaman kentang lebih dipengaruhi oleh pemberian pupuk nitrogen

dan phospat dibanding pupuk kalium yang berasal dari ZK plus maupun KCl

Pertumbuhan tunas utama pada penlitian ini memperlihatkan bahwa mulai

dari pengamatan pertama pada umur 21 hari setelah tanam hingga mencapai tinggi

optimal pada umur 50 hari setelah tanam, tidak dipengaruhi oleh penggunaan

pupuk ZK Plus dan KCl (Tabel 3). Hal ini menunjukkan pertumbuhan tunas

kentang lebih dipengaruhi oleh faktor genetis dari pada lingkungan, karena

menurut Haris (1978) dan Gunadi (1996) bahwa jumlah cabang utama kentang lebih

dipengaruhi oleh ukuran umbi yang ditanam. Hasil penelitian Soleh dan Kasijadi

(1997); Rosiliani dkk (1998) menunjukkan bahwa pemberian pupuk pada tanaman

kentang baik P maupun NPK tidak berpengaruh terhadap jumlah cabang utama.

Demikian pula menurut Pratomo (2001), pemberian pupuk cair yang mengandung K

tinggi juga tidak berpengaruh terhadap jumlah cabang utama.

Tabel 3. Pengaruh penggunaan pupuk Zk plus dan KCl terhadap

jumlah tunas utama tanaman kentang.

Perlakuan*) Jumlah Tunas utama

21 hst 50 hst

A 1.96 a 1.83 a

B 2.46 a 2.26 a

C 2.16 a 2.16 a

D 2.56 a 2.46 a

E 2.33 a 2.16 a

F 2.70 a 2.60 a

G 2.13 a 2.03 a

H 2.53 a 2.53 a

I 2.30 a 2.30 a

J 2.13 a 2.06 a

K 2.26 a 2.20 a

L 2.36 a 2.30 a

M 2.30 a 2.20 a

CV (%) 18.22 18.39 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom sama

menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %

*). Rincian perlakuan seperti pada Bab Bahan dan Metode

Pemberian pupuk ZK plus dan KCl tidak menunjukkan pengaruh yang nyata

terhadap berat umbi per tanaman. Ini terlihat dengan tidak berbeda nyata antar

perlakuan yang menggunakan pupuk ZK Plus, KCl maupun yang tanpa pupuk sama

sekali (Tabel 4). Demikian pula terhadap jumlah umbi per tanaman, pemberian

pupuk ZK plus dan KCl dengan pemberian pupuk pupuk N dan P yang sama juga

tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Hanya ada beberapa perlakuan yang

menunjukkan beda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol yang tanpa

menggunakan pupuk. Tetapi terhadap berat umbi per hektar yang perhitungannya

berdasarkan berat panen per petak terlihat pemberian pupuk ZK plus ternyata

berpengaruh nyata. Dari penelitian ini produksi tertinggi dicapai pada perlakuan G

(penambahan 300 kg/ha ZK Plus) yaitu 16,4 ton/ha walaupun tidak berbeda nyata

Page 151: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

233

dengan perlakuan D (penambahan 150 kg/ha ZK Plus) namun terhadap perlakuan

lainnya berbeda nyata. Produksi kentang dengan perlakuan G dan D ini masih lebih

baik dibandingkan rata-rata produksi nasional yang hanya mencapai 12,6 ton/ha

(Sahat dan Ashandi, 1994).

Tabel 4. Pengaruh penggunaan pupuk Zk plus dan KCl terhadap berat umbi per

tanaman, jumlah umbi per tanaman, berat umbi per hektar.

Perlakuan*) Berat Umbi per

tanaman (gr)

Jumlah Umbi per

tanaman

Berat umbi per

hektar (ton)

A 526 ab 7.67 abc 14.71 bc

B 465 ab 6.40 bc 13.06 cd

C 535 ab 8.90 ab 11.71 de

D 483 ab 7.50 bc 14.99 ab

E 533 ab 7.87 abc 12.95 cd

F 542 ab 7.17 abc 13.85 bc

G 582 a 9.37 a 16.42 a

H 523 ab 6.87 abc 11.12 e

I 604 a 7.46 a 13.84 bc

J 506 ab 6.40 bc 10.34 e

K 450 ab 6.67 bc 13.55 bc

L 459 ab 7.43 abc 13.43 bcd

M 361 b 6.17 c 8.15 f

CV (%) 18.29 18,34 17.32 Keterangan :Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom sama tidak berbedanyata pada uji

Duncan 5 %.

*). Rincian perlakuan seperti pada Bab Bahan dan Metode (Hal. 5)

Ukuran umbi merupakan salah satu pertimbangan dalam produksi kentang,

karena dengan semakin banyak umbi besar yang dihasilkan maka akan semakin

tinggi keuntungan yang didapat oleh petani. Sebaliknya meskipun bobot produksi

per hektarnya tinggi namun bila ukuran umbi yang dihasilkan kecil-kecil maka nilai

ekonominya juga rendah (Sahat, 1994). Hasil pengamatan terhadap ukuran umbi

(besar, bibit dan Krill) ternyata pemberian pupuk ZK plus dan KCl menunjukkan

perbedaan yang nyata antar perlakuan (Tabel 5). Perlakuan D (Penambahan 150

kg/ha ZK Plus) menghasilkan produksi umbi konsumsi terbanyak yaitu 11,75 ton/ha

atau 78,43 % dari produksi total per hektar, sedangkan perlakuan G (penambahan

300 kg/ha ZK Plus) menghasilkan produksi umbi bibit dan umbi krill terbanyak

yaitu masing-masing 4,14 ton/ha atau 25,33% dan 2,78 ton/ha .

Page 152: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

234

Tabel 5. Pengaruh penggunaan pupuk Zk Plus dan KCl terhadap berat dan

prosentase umbi besar, sedang dan kecil.

Perlakuan*)

Berat dan Prosentase umbi

Besar

(ton/ha)

Prosentase

(%)

Bibit

(ton/ha)

Prosentase

(%)

Krill

(ton/ha)

Prosentase

(%)

A 9.96 b 67.53 bc 2.90 cde 19.90 abc 1.84 c 12.53 ef

B 8.44 bcd 64.60 bcd 2.85 cde 21.73 abc 1.78 c 13.67 cde

C 5.96 ef 50.97 e 2.97 bcd 25.40 a 2.77 a 23.63 a

D 11.75 a 78.43 a 2.41 bcde 16.17 c 0.57 h 3.76 h

E 8.73 bcd 67.33 bc 2.19 de 16.83 bc 1.70 cd 13.20 de

F 9.79 b 70.70 ab 2.74 bcd 19.80 abc 1.35 ef 9.47 fg

G 9.52 b 57.87 de 4.14 a 25.33 a 2.78 a 16.90 bc

H 7.39 cde 66.33 bcd 2.64 bcd 23.93 a 1.08 fg 9.47 fg

I 9.81 b 70.70 ab 2.89 bcd 21.10 abc 1.18 efg 8.53 g

J 7.11 de 68.83 bc 2.24 cde 21.63 abc 1.00 g 9.67 fg

K 9.08 bc 67.20 bc 3.02 bc 22.20 abc 1.45 de 10.60 efg

L 8.11 bcd 59.87 de 3.06 b 23.00 a 2.25 b 17.13 b

M 5.18 f 63.50 bcd 1.67 e 20.47 abc 1.30 ef 16.03 bcd

CV (%) 11.38 7.40 15.18 13.89 10.08 14.59

Keterangan :Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom sama menunujukkan tidak

berbedanyata pada uji Duncan 5 %

*). Rincian perlakuan seperti pada Bab Bahan dan Metode

Dari kualitas produksi umbi terlihat bahwa produksi perlakuan D

(penambahan 150 kg/ha ZK plus ) ternyata lebih baik dibandingkan perlakuan G

(penambahan 300 kg/ha ZK plus) yang berproduksi per hektarnya paling tinggi,

karena pada perlakuan D umbi konsumsi yang dihasilkan lebih banyak

dibandingkan perlakuan G. Sehingga perlakuan G (1500 kg ZA + 280 kg SP-36 +

300 kg ZK plus/hektar) dan D (1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 150 kg ZK plus/ hektar)

dapat disarankan untuk digunakan petani dan dapat menjadi alternatif pengganti

pupuk KCl yang umum digunakan petani.

KESIMPULAN

1. Penggunaan pupuk ZK plus tidak menunjukkan pengaruh yang nyata

terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang utama dan berat umbi per tanaman

kentang.

2. Pemupukan kentang dengan dosis 1500 kg ZA + 280 kg SP-36 + 150 - 300 kg

ZK plus/hektar dapat digunakan sebagai alternatif pengganti pupuk KCl yang

umum digunakan petani.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,1994. Program Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Dalam

Pelita VI. Rapat kerja Puslitbang Hortikultura. Solok, 17 - 19 November

1994.

Gunadi, N, 1996. Pengaruh Ukuran dan Dosis Benih Terhadap Pertumbuhan dan

Hasil Kentang Asal Biji Botani. Jurnal Hort. VI(2): 139-155

Haris, P.M., 1978. The Potato Crop. The Scientific Basic For Improvement. Chapman

and Hill. London.

Kusumo, S. dan H. Sunarjono. 1992. Bertanam Sayuran. Proyek Pembangunan

Penelitian Pertanian Nusa Tenggara. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Page 153: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

235

Nurtika, N dan Hekstra, 1975. Pengaruh Pemupukan NPK Terhadap Produksi

Kentang, Kobis, dan Kacang Jogo. Bul.Penel. Hort. III (4): 33-45.

------------, 1979. Pengaruh Pemupukan NPK Terhadap Produksi Kentang var.

Eigenheimer. Bul.Penel. Hort. VII (9) : 11-18.

Rosliani, R.,N. Sumarni dan Suwandi, 1998. Pengaruh Sumber dan Dosis Pupuk N,P

dan K Pada Tanaman Kentang. Jurnal Hort. Vol 8 no.1: 988 – 999.

Pratomo, Al. G., 2001. Pengujian Penggunaan Pupuk Cair Lifofeed-K Guna

Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Kentang. Makalah

Disampaikan Pada Seminar Nasional Pemantapan Sektor Pertanian Dalam

Mendukung Otonomi daerah, tanggal 20 – 21 September 2001. Fak

Pertanian UNSOED, Purwokerto.

Sahat, S., 1991. Hasil-hasil Penelitian Sayuran Dataran Tinggi. Prosiding

Lokakarya Nasional Sayuran. Kerjasama Badan Litbang Pertaniaan,

AVRDC dan ATA 395. Lembang, Bandung.

----------, 1994. Hasil-hasil Penelitiaan Sayuran Dataran Tinggi. Dalam prosiding

Nasional Sayuran. Balai Penelitiaan Hortikultura Lembang. Bandung.

Asandhi AA., 1994. Evaluasi Hasil penelitian Kentang Dalam Pelita V. Proseding

Evaluasi Hasil Penelitian Hortikultura dalam Pelita V. Puslitbang

Hortikultura. Badan Litbang Pertanian, Segunung 27 – 29 Juni 1994 : 108 –

112.

Soleh, M. dan Kasijadi, F., 1997. Laporan Kerjasama Pengaruh Penggunaan Pupuk

Phospat Majemuk Super Phosphat (Sp – 35) Terhadap Pertumbuhan dan

Hasil Kentang. Laporan Kerjasama BPTP Karangploso dengan PT. Abiflora

Citra Nusa.

Suwandi dan Deden Fatchullah, 1994. Pengaruh Langsung Pupuk Nitrogen Pelepas

Lambat (SRN/CDU) pada Tanaman Kentang. Jurnal Hort. IV (2) : 29

Page 154: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

236

KAJIAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG

P.E.R. Prahardini*), Al. Gamal Pratomo*), Harwanto*), Suharjo*), Wahyunindyawati*), Endah R*), Titik Purbiati*) dan Siti Fatimah*)

ABSTRAK

Pengkajian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas benih kentang di

tingkat petani penangkar benih, meningkatkan partisipasi petani dan penyuluh dalam

kelompok tani perbenihan kentang dan meningkatkan pendapatan petani penangkar

benih. Pengkajian ini dilaksanakan di desa Gedog, kec. Senduro, kab. Lumajang

dilaksanakan mulai bulan Januari sampai Desember 2004. Pengkajian menggunakan

Rancangan Acak Kelompok, dengan 3 macam rakitan teknologi yaitu Rakitan

Teknologi Partisipatif, Rakitan Teknologi Anjuran I dan Rakitan Teknologi Anjuran II

dengan 6 petani kooperator sebagai ulangan. Pengamatan meliputi komponen

vegetatif dan produksi. Data keadaan sosial ekonomi petani setempat dikumpulkan

dengan metode wawancara dan data sekunder. Hasil kajian menunjukkan bahwa

anggota kelompok tani berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengkajian, persentase

tumbuh umbi bibit dari ke tiga rakitan teknologi mencapai 100%. Pertumbuhan

vegetatif sampai rakitan teknologi partisipatif menunjukkan perbedaan yang nyata

pada semua parameter pengamatan, kecuali jumlah cabang utama tidak berbeda

nyata dengan rakitan teknologi Anjuran II. Hama pertanaman pembibitan kentang

dijumpai 4 macam yaitu aphid, kutu putih, P operculella, dan L. huidobrensis dengan

kelimpahan populasi rendah dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar ke

–tiga rakitan teknologi yang dikaji. Produksi umbi tertinggi dihasilkan Rakitan

Teknologi Anjuran II (15,79 kg/ 4,5 m2 yang setara dengan 35 t/ha dengan R/C ratio

4,46) dan diikuti Rakitan Teknologi Partisipatif (11,44 kg/ 4,5 m2 setara dengan 25,42

t/ha dengan R/C ratio 3,01) dan Rakitan Teknologi Anjuran I (9,39 kg/ 4,5 m2 yang

setara dengan 20,88 t/ha dengan R/C ratio 1,70). Persentase umbi benih yang

diperoleh antara rakitan teknologi Partisipatif sama dengan Rakitan Teknologi

Anjuran II yang berkisar antara 68 – 80 %. Setelah 2 bulan penyimpanan benih

kentang tidak mengalami kerusakan baik oleh hama maupun busuk umbi namun

hanya kerusakan mekanis akibat pemanenan sekitar 0,05% – 0,1%. Dari hasil

pengkajian dapat disimpulkan bahwa Rakitan Teknologi anjuran II dapat digunakan

sebagai teknologi perbenihan kentang di Kab. Lumajang.

Kata kunci: Kentang, teknologi perbenihan, agribisnis, kelompok tani perbeniham

ABSTRACT

The aim of the assessment was to improve the potato quality seed in the farmers’

seed production, to raise the farmers’ participation and to increase farmers’ seed

production income. Assessment was conducted at Gedog village, Senduro, Lumajang

from January to December 2004, using a randomized block design with 3 technology

packages and 6 cooperator farmers as replication. Observation include vegetative and

production components. Socio economic data was collected by interviewing and

secondary data. ________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 155: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

237

Result showed that farmers’ cooperator were participate actively during the assessment.

Percentage of potato seed production reached 100% among the three technology packages

applied. Vegetative growth showed significantly different for all parameters of

observation, while the number of the main branches was not significantly different in

second recommendation technology package. There are four kinds of pests found : aphid,

mealy bug, P operculella, and L. huidobrensis with low abundance population and there

was significantly difference among the three technology packages. The highest bulb

production resulted from the second recommendation technology package (15,79 kg/ 4,5

m2 equal with 35 t/ha, R/C ratio 4,46), followed by the participative technology package

(11,44 kg/ 4,5 m2 equal with 25,42 t/ha, R/C ratio 3,01) and the first recommendation

technology package (9,39 kg/ 4,5 m2 equal with 20,88 t/ha, R/C ratio 1,70). Seed bulb

percentage, 68 – 80% from the second recommendation technology package, almost

similar with the participative technology package. After two month of storage, potato

seed was not damaged by pests or diseases but it showed mechanic damaged around

0.05 – 0.1%. The conclusion from this assessment stated that the second

recommendation technology package can be used for potato seed technology in

Lumajang regency.

PENDAHULUAN

Kebutuhan masyarakat terhadap komoditi sayuran, tampaknya terus meningkat,

terutama kentang dengan rata-rata peningkatan sebesar 3,6% – 5% per tahun sejak

tahun 1988 – 2010. Kentang menempati peringkat pertama dalam peningkatan

produksinya, secara Nasional pada tahun 2001 produksi kentang diperkirakan 831.000

ton (Anonymous, 2003). Kentang sangat memungkinkan digunakan dalam diversifikasi

makanan antara lain sebagai pengganti beras, bahan sayur (sup), memenuhi

permintaan konsumen makanan siap saji dan sebagai makanan ringan (keripik/ chip)..

Propinsi Jawa Timur mempunyai potensi penyediaan kentang untuk memenuhi

kebutuhan Nasional yang semakin meningkat. Berdasarkan penyebaran luas tanam

dan luas panen kentang dataran tinggi di Jawa Timur tersebar di 15 Kabupaten, dengan

kisaran luas tanam antara 3 ha – 2.570 ha dan kisaran luas panen antara 1 ha – 2.103

ha dengan produktivitas rata-rata 9,902 t/ha dan kabupaten Lumajang mempunyai

luas tanam kentang sekitar 56 – 100 ha dengan produktivitas 11,30 t/ha (Dinas

Pertanian Jawa Timur, 2000).

Beberapa hasil penelitian Sahat dan Sulaiman (1988), mengemukakan bahwa

tinggi rendahnya produksi kentang ditentukan oleh beberapa faktor antara lain:

penggunaan varietas unggul, penggunaan benih yang bermutu, intensitas serangan

hama dan penyakit, disamping itu ditentukan oleh pengelolaan agronomis: seperti

pemupukan, pengairan dan penggunaan jarak tanam (Asandhi, 1989).

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tersebut adalah penggunaan benih

yang belum tepat. Benih kentang yang digunakan petani menggunakan benih secara

terus-menerus dari hasil panennya sendiri dan beberapa petani menggunakan benih

import. . Masing-masing asal benih mempunyai kelemahan. Benih yang dihasilkan

petani dari hasil sortasi mempunyai kelemahan mudah tertular penyakit, mengalami

masa dormansi dan terjadi reduksi hasil sebesar 10 – 90% setelah generasi ke tujuh

sedangkan benih yang berasal dari import ketersediaannya hanya pada bulan-bulan

tertentu, dan harga benih terlalu mahal juga dimungkinkan adanya hama dan penyakit

tular benih (Anonymous,2003).

Page 156: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

238

Hasil pengkajian perbenihan di lahan petani di Batu mampu meningkatkan

jumlah umbi benih dengan modifikasi jarak tanam dan ukuran umbi benih (Korlina,

dkk; 2002), sedangkan pengkajian di Kabupaten Lumajang menunjukkan bahwa

wilayah tersebut berpotensi untuk perbenihan kentang pada ketinggian di atas 1.500

m dpl dengan suhu rata-rata 18 – 22 C menggunakan teknologi perbenihan kentang

yang termodifikasi mulai dari varietas, asal benih, jarak tanam dan dosis pemupukan

(Prahardini, dkk., 2003), namun demikian keterkaitan petani sebagai penangkar benih

dan ketersediaan sarana/ prasarana perlu pendampingan dan pembinaan lebih lanjut.

Agribisnis perbenihan kentang merupakan suatu kegiatan yang berhubungan

dengan pengusahaan tanaman kentang untuk menyediakan benih kentang yang

bermutu di tingkat petani , hal ini terdiri dari suatu sub sistem yang melibatkan:

sumber daya alam, sumber daya manusia, ketersediaan teknologi, ketersediaan

saprodi, panen, pasca panen dan kebutuhan pasar (Supari, 1999 dan Kasijadi, 2004). Kentang merupakan salah satu komoditas sayuran prioritas untuk dikaji dan

ditingkatkan produksinya. Hal ini disebabkan oleh karena potensial kentang sebagai

sumber karbohidrat alternatif pada diversifikasi makanan. Kebutuhan pasar baik di

dalam negeri maupun pasar luar negeri cenderung meningkat, hal ini disebabkan

karena pola makan masyarakat ekonomi menengah ke atas saat ini mengalami

perubahan, yaitu mengganti beras sebagai makanan pokok dengan sumber

karbohidrat yang lain, salah satunya yaitu kentang.

Propinsi Jawa Timur mempunyai potensi penyediaan kentang untuk memenuhi

kebutuhan Nasional yang semakin meningkat. Berdasarkan penyebaran luas tanam

dan luas panen kentang dataran tinggi di Jawa Timur tersebar di 15 Kabupaten,

dengan kisaran luas tanam antara 3 ha – 2.570 ha dan kisaran luas panen antara 1

ha – 2.103 ha dengan produktivitas rata-rata 9,902 t/ha (Dinas Pertanian Jawa Timur,

2000). Beberapa hasil penelitian Sahat dan Sulaiman (1988), mengemukakan bahwa

tinggi rendahnya produksi kentang ditentukan oleh beberapa faktor antara lain:

penggunaan varietas unggul, penggunaan bibit yang bermutu, intensitas serangan

hama dan penyakit, disamping itu ditentukan oleh pengelolaan agronomis: seperti

pemupukan, pengairan dan penggunaan jarak tanam (Asandhi, 1989).

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tersebut adalah penggunaan

bibit yang belum tepat. Petani saat ini menggunakan bibit secara terus-menerus dari

hasil panennya sendiri dan beberapa petani menggunakan bibit import. Masing-

masing asal bibit mempunyai kelemahan. Bibit yang dihasilkan petani dari hasil

sortasi mempunyai kelemahan mudah tertular penyakit, mengalami masa dormansi

dan terjadi degradasi hasil setelah generasi ke tujuh sedangkan bibit yang berasal

dari import ketersediaannya hanya pada bulan-bulan tertentu dan harga bibit

terlalu mahal.

Tujuan pengkajian adalah untuk:

1. Meningkatkan jumlah benih kentang berkualitas di tingkat petani penangkar benih

2. Meningkatkan partisipasi petani dan penyuluh dalam kelompok tani perbenihan

kentang (di Kabupaten Lumajang)

3. Meningkatkan pendapatan petani penangkar benih kentang

Page 157: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

239

MATERI DAN METODOLOGI

Lokasi dan Waktu

Lokasi pengkajian di desa Gedog Kec. Senduro Kab. Lumajang dengan zona

agroekologi II.b.y. (Saraswati, dkk; 2000). Waktu pelaksanaan pengkajian di lapang

dimulai pada bulan Maret – Desember 2004.

Prosedur Pelaksanaan

Pengkajian bersifat partisipatif, dimana petani, penyuluh, peneliti, dan Dinas

Pertanian Kabupaten Lumajang bekerja sama secara aktif. Pengkajian melibatkan 6

petani kooperator dengan menggunakan 3 rakitan tekbologi seperti disajikan pada

Tabel 1 yang ditanam pada lahan seluas 0,5 ha untuk masing-masing petani

kooperator.

Tabel 1. Susunan rakitan teknologi perbenihan kentang Uraian Rak. Tek. petani/ partisipatif Rak. Tek. Anjuran 1 Rak. Tek. Anjuran 2

1. Varietas Granola Lembang Atlantik Granola kembang

2. Asal Bibit G3 G3 G3

3. Jarak tanam 80 x 20 cm 70 cm x 25 cm 80 cm x 25 cm

4. Pengolahan Lahan Tanah diolah 2 kali sedalam 20 cm Tanah diolah sedalam 20 – 40 cm dibiarkan selama 1 1 2

minggu diratakan, dibuatat garitan-garitan dengan jarak 80

cm

5. Pemupukan/ha Pupuk kandang : 10 t/ha

Urea : 300 kg/ha

SP 36 : 300 kg/ha

KCl : 100 kg/ha

Bokashi : 4 t/ha

ZA : 500 kg/ha

NPK : 1.000 kg/ha

6. Aplikasi Pupuk Diberikan dua kali: saat tanam dan umur

1 bulan stl tanam

Bokashi : satu kali, 1 2 minggu sebelum tanam

ZA dan NPK diberikan: dua kali,

saat tanam dan

30 hari setelah tanam

7. Pengairan Tanpa pengairan Tanpa pengairan

8. Pengendalian H/P

9. Macam Insektisida

Proficur, Pylaram, Agriston, Dursban,

Furadan, Corzet, Agrep

Proficur, Pylaram, Agriston, Dursban, Furadan, Corzet,

Agrep

9.Takaran & Aplikasi Sesuai dosis anjuran Sesuai dosis anjuran

10. Penyiangan/

11. pengendalian gulma

Empat kali Disesuaikan dengan keadaan gulma

12. Pembumbunan/

pengguludan

Dua kali 4 kali : saat tanam dan 2,4,6 dan 8 mst

13. Panen Setelah daun menua Tanaman dipanen setelah daun menua dan berwarna

kekuningan sekitar 100 hst

Pemilihan lokasi.

Lokasi pembibitan kentang terletak pada ketinggian 1850 m dpl, lokasi harus

bebas dari penyakit: bakteri layu dan penyakit berbahaya liannya yang ditularkan

memalui tanah (Fusarium sp, Rhizoctonia solani, Verticillium dan bebas nematoda).

Isolasi lokasi

Isolasi lokasi diperlukan untuk menghindari penularan penyakit layu bakteri

dari pertanaman di sekitarnya. Jarak isolasi minimum 90 m dari pertanaman

kentang milik petani, sayur-sayuran dan buah-buahan.

Page 158: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

240

Kultur teknis

Disekeliling tanaman kentang ditanam kubis sebanyak 3 – 5 baris sebagai

perangkap afid vector virus, jarak tanam 50 x 70 cm dan ditanam 2 minggu sebelum

tanaman kentang ditanam. Sebagai tanaman barier, ditanam tanaman jagung

sekeliling petak diluar kubis

Seleksi dan Inspeksi.

Seleksi menggunakan metode seleksi massa negatip yang ditujukan kepada

varietas yang menyimpang, tanaman yang diserang penyakit layu bakteri dan

tanaman yang kurang kekar dengan cara dicabut. Pembersihan terhadap tanaman

yang tidak dikehendaki ini dilakukan sejak awal stadia pertumbuhan sampai saat

panen.

Panen, Sortasi dan Grading.

Waktu panen diusahakan pada saat cuaca terang dan kering tidak lembab

apalagi hujan. Tanah yang menempel pada umbi harus harus terlepas dari kulit

umbi. Sortasi bertujuan untuk memisahkan umbi bibit yang cacat, busuk dan

terinfeksi oleh hama dan penyakit serta umbi krill (umbi bibit yang terlalu kecil).

Grading dilakukan untuk memisahkan umbi bibit berdasarkan klas yang

diinginkan.

Bahan Pengkajian

Bahan pengkajian yang digunakan antara lain: umbi bibit kentang var.

Granola lembang, Granola kembang dan Atlantik masing-masing varietas

merupakan Generasi ke 3 (G3), benih jagung, benih kobis sebagai tanaman border,

pupuk Urea, ZA, NPK majemuk, SP-36, KCl, pupuk bokashi dan pupuk kandang.

Pestisida berupa fungisida dan bakterisida serta bahan lainnya.

Pengumpulan Data

1. Data sumber daya manusia dan biofisik lahan dikumpulkan melalui

wawancara dan pengumpulan data sekunder yang dianggap perlu

2. Data pengkajian di lapang

- Persentase bibit tumbuh, diamati pada awal pertumbuhan

- Pertumbuhan vegetatif diamati pada umur 4, 6 dan 8 minggu setelah

tanam meliputi:

- Tinggi tanaman, mengukur tanaman dari permukaan tanah sampai titik

tumbuh tertinggi

- Jumlah cabang utama

- Lebar kanopi tanaman

- Serangan hama dan penyakit di lapang, dilakukan dengan sistem

skoring dan untuk mendapatkan tingkat serangan, penilaian dilakukan

sesuai dengan rumus Townsend dan Heuberger (Kaspers, 1967),

- Jumlah dan bobot umbi per tanaman

- Bobot umbi total per petak (gulud)

- Persentase umbi bibit / rumpun

- Analisis input/ output

Page 159: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

241

METODE ANALISIS

Data pertumbuhan dan produksi dari hasil pengkajian dianalisis sesuai

dengan rancangan yang digunakan. Untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan

dan produksi antar rakitan teknologi menggunakan uji Duncan. Untuk mengetahui

tingkat keuntungan dari masing-masing rakitan paket teknologi usahatani yang

dikaji tersebut digunakan analisis input-output dan R/C ratio. Berdasarkan hasil

analisis tersebut kemudian disusun skala prioritas program pengembangan

selanjutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Sumber daya manusia

Profesi penduduk di desa Gedog, kecamatan Argosari kabupaten Lumajang

didominasi petani (69,94%) dengan penggunaan waktu dari tenaga kerja yang

terlibat dalam usahatani pembibitan kentang di lokasi pengkajian sekitar 30 jam /

minggu (disajikan pada Tabel 2). Rincian jumlah penduduk di kec. Senduro Kab.

Lumajang sejumlah 3.790 terdiri dari 1.813 laki-laki dan 1.977 perempuan.

Tabel. 2. Profesi penduduk di Kecamatan Senduro

Macam Profesi Jumlah Penduduk

(orang)

Petani 785

Buruh tani 483

Pedagang/pengusaha 86

PNS/ABRI 7

Pensiunan 1

Lain-lain 451 Sumber: Senduro dalam angka. 2002

1.1. Sosial Ekonomi Anggota Kelompok Tani Perbenihan Kentang

Anggota kelompok tani berumur antara 38 – 54 tahun, dengan jumlah

anggota keluarga 4 – 5 orang. Rumah tinggal yang dimiliki petani merupakan

rumah milik sendiri, termasuk rumah permanen berdinding tembok, beratap

genting dan masing-masing rumah dilengkapi dengan prasarana sanitasi.

Pekerjaan utama dari masing-masing petani adalah di bidang pertanian

sebagai petani pemilik lahan. Masing-masing petani mempunyai luas lahan antara

1,5 – 3,0 ha. Tanaman yang diusahakan adalah tanaman hortikultura antara lain

kentang, kubis dan bawang daun. Kebiasaan yang dilakukan petani menanam

dengan pola kentang + bawang daun, kubis dilanjutkan kentang + bawang daun.

Disamping mengelola tanaman hortikultura, dua dari enam anggota kelompok tani

mempunyai ternak berupa kambing dan babi.

Pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani hortikultura tersebut rata-

rata sebesar Rp. 6.000.000 - Rp. 12.000.000 per tahun, sedangkan pendapatan rata-

rata dari pemeliharaan hewan ternak sebesar Rp.350.000 - Rp. 700.000 per tahun.

Dari hasil wawancara dan pengisian quesioner dari usahatani kentang yang

dilaksanakan oleh petani, informasi yang dapat diperoleh seperti pada Tabel 3 sbb:

Page 160: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

242

Tabel 3. Usahatani kentang yang dilakukan petani anggota kelompok Perbenihan

Kentang Putera Tengger di dusun Gedog, desa Argosari, Kecamatan

Senduro Kabupaten Lumajang

Komponen Hasil wawancara

Asal bibit Lokal, antar petani

Varietas HK

Macam Pupuk Urea, SP36 dan pupuk kandang

Perolehan modal Sendiri

Pembelian pupuk Dilakukan sendiri dengan membeli pupuk dari pasar

Pemasaran hasil Dijual kepada tengkulak

Harga jual kentang Rp. 1.500,- - Rp. 1.600,-/ kg

Kisaran hasil 9 – 11 t/ha

Varietas HK merupakan varietas kentang yang sudah bertahun-tahunsudah

ditanam di kec. Senduro dengan kisaran hasil yang masih relatif rendah, namun

umur panen relatif panjang sekitar 3,5 bulan dan sangat disukai konsumen.

Ketersediaan benih kentang varietas HK yang sehat dan berkualitas merupakan

salah satu kendala untuk meningkatkan potensi hasil tersebut.

Berdasarkan kondisi kesuburannya lahan pengkajian merupakan lahan

dengan kesuburan sedang. Dari kondisi kesuburan dan luasannya, dusun Gedok

desa Argosari merupakan tempat yang sesuai untuk perbenihan kentang. Hal ini

didukung pula oleh potensi sumber daya manusia yang ditunjukkan oleh partisipatif

aktif dari Kelompok Tani Perbenihan Kentang. Lokasi pengkajian merupakan

wilayah pengembangan khususnya kentang. Berdasarkan hasil diskusi dengan

kelompok tani, petani sangat memerlukan ketersediaan benih yang bermutu dengan

varietas yang sesuai dan dapat tersedia dengan kontinyu.

1.2. Dinamika Kelompok Tani

Kelompok tani perbenihan kentang telah dibentuk di dusun Gedog kecamatan

Senduro yang bernama kelompok perbenihan kentang Putra Tengger, terdiri dari

Ketua, Sekretaris, Bendahara, Seksi Pemasaran dan Seksi Saprodi. Pertemuan

Kelompok telah menentukan dan membahas tentang rencana kerja kelompok serta

hak dan kewajiban kelompok tersebut.

Pemilihan kelompok tani di dusun Gedog kecamatan Senduro tersebut

berdasarkan pada kondisi Agroekologi yang sesuai dan rekomendasi yang diberikan

oleh Penyuluh Lapang dari Dinas Pertanian kabupaten Lumajang. Setiap anggota

kelompok mempunyai semangat yang tinggi untuk meningkatkan pengetahuannya,

khususnya tentang teknologi perbenihan kentang. Pemahaman dari setiap anggota

kelompok tentang pentingnya penggunaan benih kentang yang berkualitas masih

sangat kurang, disamping itu mereka sudah terbiasa menggunakan benih yang

turun temurun.

Semangat dan kerjasama antar kelompok sangat tinggi, hal ini terlihat mulai

awal pelaksanaan pengkajian untuk menentukan rakitan teknologi partisipatif,

penentuan luas lahan, penentuan tanam serta kesiapan maisng-masing anggota

untuk saling membantu kelancaran pelaksanaan pengkajian. Di dalam diskusi

setiap anggota aktif mengemukakan pendapat dan keputusan diambil berdasarkan

kemufakatan bersama.

Page 161: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

243

Dalam pelaksanaan pengkajian ini kelompok tani memperoleh banyak

manfaat dengan melakukan pengkajian secara aktif secara bekerja dan berbuat.

Anggota kelompok tani Putra Tengger aktif mulai awal kegiatan sampai panen

dengan melakukan pertemuan dan diskusi kelompok. Dengan demikian diharapkan

kelompok tani perbenihan ini menjadi pionir kelompok perbenihan di wilayah

Lumajang dang sekitarnya.

Sentra perbenihan kentang di kabupaten Lumajang menghadapi beberapa

kendala antara lain: belum tersedianya benih dasar, kurangnya pemahaman

teknologi kurangnya permodalan, belum tersedianya gudang penyimpanan benih

dan kesulitan pasar. Dukungan yang diberikan untuk tumbuh dan berkembangnya

kelompok perbenihan kentang Putra Tengger ini antara lain oleh: Dinas Pertanian

Kabupaten Lumajang berupa SLPHT dan Lembaga Swadaya masyarakat Pidra

yang akan bersedia membantu kesulitan permodalan. Ketersediaan lahan dan

semangat kebersamaan anggota kelompok tani yang didukung oleh banyak instansi

terkait merupakan faktor yang mempercepat tumbuh dan berkembangnya kelompok

perbenihan kentang di Kabupaten Lumajang.

Anggota kelompok tani perbenihan kentang merupakan petani yang sudah

berpengalaman dalam budidaya kentang, namun belum pernah melakukan

penanaman khusus untuk perbenihan kentang. Modal dan ketersediaan benih dasar

merupakan kesulitan yang dirasakan kelompok tani untuk memulai usaha

perbenihan tersebut, disamping juga pemahaman tentang teknologi yang spesifik.

Sosialisasi teknologi perbenihan dilakukan secara rutin dalam pertemuan anggota.

Faktor pendukung yang menentukan keberhasilan usaha perbenihan kentang di

lokasi pengkajian adalah adanya semangat, kerjasama dan kekompakan antar

anggota kelompok tani. Disamping itu, aparat desa juga sangat mendukung

kegiatan perbenihan kentang tersebut. Hal ini terlihat dari antusias petani yang lain

untuk memperoleh benih dasar untuk dikembangkan menjadi benih sebar.

2. Sumber daya bio-fisik

Lokasi pengkajian terletak di dusun Gedog, desa Argosari kecamatan Senduro

kab. Lumajang. Terletak pada ketinggian 1.850 m diatas permukaan laut. Luas

wilayah kecamatan Senduro kab. Lumajang sebesar 91,8405 km2 yang berdasarkan

penggunaan lahannya dapat dibedakan menjadi tanah pekarangan /pemukiman

(229,0 ha); tanah tegal (791,0 ha); tanah hutan 9.005,5 ha dan lainnya 250 ha.

Lahan penanaman kentang merupakan lahan bukaan baru yang belum pernah

dibudidayakan dengan karakteristik lahan seperti pada Tabel 4.

Page 162: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

244

Tabel 4. Karakteristik lahan penanaman kentang di Dusun Gedog,

Desa Argosari, Kecamatan Senduro Kab.Lumajang

Karakteristik lahan Satuan

Ketinggian tempat 1.850 m diatas permukaan laut

Tekstur * Lempung berdebu

Drainase Baik

Jenis Tanah Regosol

Suhu rata-rata tahunan (o C) 18o - 22 o C

Mg (me/100 g) 0,34

K (me/100 g) 0,79

Tingkat lereng > 80 %

Na ((me/100 g) 1,14

Bulan kering (< 100 mm) < 3 bulan

Ca (me/100 g) 3,03

pH tanah* 5,8

C/N ratio* 9

KTK 20,05

Kand. Bakteri Pseudomonas 127.000 sel/ g tanah

Curah hujan tahunan 2.825,8 mm * Sumber: Hasil Analisis Tanah Lab. Ilmu Tanah Unibraw Malang

Luasan penanaman kentang di kecamatan Senduro , kabupaten Lumajang

menempati urutan ke – tiga setelah bawang daun dan kubis (Tabel 5). Sumber benih

kentang yang digunakan petani berasal dari hasil pertanamannya sendiri.

Tabel 5. Potensi sayuran di Desa Argosari,

Kecamatan Senduro kab. Lumajang

Jenis Sayuran Luasan (ha)

Bawang daun 425

Kubis 407

Kentang 157

Wortel 23

Bawang putih 19

Jumlah 1.031 Sumber: Senduro dalam angka. 2002

3.Kegiatan Pengkajian

3.1. Komponen Pertumbuhan Vegetatif

Penanaman kentang di lapang dapat dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2004

akhir, sehingga pada bulan Agustus 2004 (saat laporan tengah tahun ini dibuat)

tanaman memasuki pertumbuhan vegetatif (umur 2,5 bulan) dan panen

direncanakan bulan Oktober – Nopember 2003. Pengamatan awal meliputi

persentase tumbuh, tinggi tanaman, jumlah cabang utama dan lebar kanopi per

rumpun (Tabel 6).

Page 163: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

245

Tabel 6. Pengaruh Kajian Pengembangan Agribisnis Perbenihan Kentang terhadap

komponen pertumbuhan vegetatif pada umur 1 bulan setelah tanam.

Malang 2004

Perlakuan/Parameter

pengamatan

Persentase

tumbuh

(%)

Tinggi

tanaman

(cm)

Jml.

cabang

utama

Lebar kanopi

(cm) Jml. Daun

Ratek. Partisipatif 100 a 24,50 a 3,5 b 48,00 a 21,5 b

Ratek. Anjuran I 100 a 23,33 a 2,17 c 37,67 b 16,17 c

Ratek. Anjuran II 100 a 13,00 b 4,33 a 31,83 c 26,0 a Keterangan : Angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak ada

perbedaan yang nyata menurut Uji BNT

Pada pengamatan selanjutnya tanaman menunjukan pertumbuhan dan

perkembangannya seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh kajian pengembangan agribisnis perbenihan kentang terhadap

komponen pertumbuhan vegetatif pada umur 2 bulan setelah tanam.

Malang 2004

Perlakuan/Parameter

pengamatan

Tinggi

tanaman (cm)

Jumlah

cabang

utama

Lebar

kanopi

(cm)

Jml. Daun

Ratek. Partisipatif 28,83 a 4,17 a 63,83 a 31,83 a

Ratek. Anjuran I 25,67 b 2,50 b 44,33 c 18,33 c

Ratek. Anjuran II 26,00 b 4,50 a 52,67 b 26,50 b Keterangan : Angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak ada

perbedaan yang nyata menurut Uji BNT

Pengkajian saat memasuki pertumbuhan vegetatif awal, cadangan makanan

dan kesehatan umbi bibit memegang peranan penting dalam menentukan

tumbuhnya bibit, disamping interaksi antara lingkungan tumbuh dan bibit tersebut.

Umbi bibit yang ditanam mampu beradaptasi dan tumbuh 100%. Hal ini

mengindikasikan bahwa varietas Granola kembang yang dikaji mampu tumbuh

dengan baik.

Pertumbuhan vegetatif tanaman yang diperoleh menunjukkan bahwa pada

umur 1 bulan setelah tanam, tinggi tanaman dan dan lebar kanopi rakitan teknologi

partisipatif lebih baik secara nyata dibandingkan dengan rakitan teknologi Anjuran

I dan Anjuran II. Namun jumlah cabang utama dan jumlah daun rakitan teknologi

Anjuran II lebih banyak secara nyata dibandingkan kedua rekitan teknologi yang

lain.

Memasuki pertumbuhan vegetatif umur 2 bulan setelah tanam, semua

parameter pertumbuhan vegetatif rakitan teknologi partisipatif tertinggi secara

nyata dibandingkan dengan kedua rakitan teknologi yang lain, kecuali jumlah

cabang utama tidak berbeda nyata dengan rakita teknologi Anjuran II.

Dari hasil tersebut terlihat bahwa perbedaan varietas menunjukkan

perbedaan keragaan pertumbuhan vegetatif sampai pada umur dua bulan setelah

tanam. Tampaknya sampai dengan pengamatan umur 1 - 2 bulan setelah tanam,

pertumbuhan tanaman memasuki pertumbuhan vegetatif, tanaman terkonsentrasi

membentuk batang daun dan akar, sedangkan pembentukan umbi masih belum

terjadi (Sumiaty, 1977 dalam Asandhi, dkk., 1985).

Page 164: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

246

3.2. Serangan Hama dan Penyakit

Kerapatan populasi hama, musuh alami, persentase serangan penyakit

selama satu musim tanam pada tiga varietas kentang yang akan di proyeksikan

sebagai bibit seperti tertara pada Tabel 8. Dari Tabel 8 dapat dijelaskan bahwa

selama pengamatan berlangsung di temukan empat jenis hama yang menyerang

tanaman kentang dan dua jenis musuh alami yaitu hama (aphid, kutu putih, P operculella, dan L. huidobrensis), musuh alami (predator C. humilis dan parasitoid

Opius sp). Sedangkan penyakit yang menyerang tanaman kentang ada dua yaitu

Layu fusarium dan P. infestans.

Tabel 8. Pengaruh kajian pengembangan agribisnis perbenihan kentang terhadap

kerapatan populasi hama, musuh alami, dan serangan penyakit kentang

selama satu musim tanam

Jenis

Serangga/Penyakit

Jenis Varietas

Ratek. Partisipatif Ratek.

Anjuran I

Ratek. Anjuran

II

Hama ekor/rumpun

Aphid 0.1 0.29 0.1

Kutu putih 1.94 1.64 0.04

P. operculella 0.06 0.01 0.04

L. huidobrensis 0.21 0.26 0.39

Musuh alami .ekor/rumpun

Predator

(C. humilis) 0.02 0.02 0

Parasitoid (Opius sp) 0 0 0.01

Penyakit %

Layu fusarium 1.71 0.86 0.14

P. infestans 0 3.21 0.21

Kerapatan tertinggi dari empat jenis hama tersebut diatas adalah kutu putih

(1,94 ekor) yang terdapat pada varietas Granola lembang. Sedangkan kerapatan

paling rendah yaitu 0,01 ekor untuk hama P. operculella terdapat pada varietas

Atlantik. Secara umum kerapatan populasi hama yang ada pada pembibitan

kentang rata-rata masih di bawah ambang ekonomi yang telah ada (Sastrosiswojo et al. 2003).

Persentase serangan penyait layu fusarium dan P. infestas secara umum dari

tiga rakitan teknologi yang dikaji tingkat serangannya relatif rendah. Serangan

tertinggi P. infestans yaitu 3,21 % pada Rakitan Teknologi Anjuran I (varietas

Atlantik), sedangkan persentase serangan terendah atau tidak ada serangan yaitu

pada dua Rakitan Teknologi Partisipatif dan Anjuran II (varietas Granola Lembang

dan Granola Kembang).

Rendahnya kerapatan populasi hama pada tempat pembibitan kentang

kemungkinan karena pengaruh aplikasi pestisida yang sangat intensip yaitu dua

kali aplikasi setiap minggu atau tergantung kondisi di lapangan misalnya populasi

hama berada di atas amabng ekonomi yang telah ada. Selain itu ada kemungkinan

lain yang menyebabkan populasi hama dapat terkendali yaitu kondisi

agroekosistem setempat. Hal yang paling menonjol terlihat bahwa vegetasi

Page 165: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

247

tanaman di semua tempat pembibitan (petani) sangat beragam. Dengan

keragaman jenis tanaman yang tinggi pada suatu ekosistem peluang meledaknya

suatu hama tertentu pada lokasi tersebut sangat kecil. Altieri (1999) melaporkan

bahwa semakin tinggi diversitas suatu tanaman pada suatu tempat atau ekosistem

semua komponen kehidupan akan berjalan secara seimbang dan berkelanjutan.

3.3. Komponen Produksi

Pertummbuhan vegetatif tanaman kentang memasuki awal pembentukan

umbi pada umur 1,5 bulan yang dilanjutkan dengan pembesaran dan penuaan

umbi. Dalam hal ini produksi tanaman kentang merupakan interaksi antara faktor

genetis dan faktor lingkungan tempat tumbuhnya. Pengamatan produksi tanaman

dengan komponen jumlah umbi per rumpun, rata-rata jumlah umbi bibit per

rumpun dan rata-rata persentase umbi bibit per rumpun disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh kajian pengembangan agribisnis perbenihan kentang terhadap

komponen produksi. Malang 2004

Perlakuan

Rata-rata

Jml.umbi/

rumpun

Rata-rata

Jml.umbi

bibit/rumpun

Rata-rata Persentase

umbi bibit/rumpun

(%)

Ratek. Partisipatif 9,47 b 6,47 a 68,61 ab

Ratek. Anjuran I 7,57 a 4,67 a 61,15 a

Ratek. Anjuran II 12,19 c 10,00 b 81,73 b Keterangan : Angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak ada

perbedaan yang nyata menurut Uji BNT

Dari Tabel 9 tampak bahwa rakitan teknologi Anjuran II mampu

menghasilkan jumlah umbi/ rumpun dan jumlah umbi bibit/ rumpun nyata lebih

tinggi dari kedua rakitan teknologi yang lain. Rakitan teknologi Anjuran II

menghasilkan kisaran rata-rata jumlah umbi 12,19 umbi/ rumpun, sedangkan

rakitan teknologi Partisipatif dan Anjuran I menghasilkan kisaran jumlah umbi

rata-rata 9,47 umbi/ rumpun dan 7,57 umbi/ rumpun. Rata-rata jumlah umbi bibit

yang dihasilkan rakitan teknologi Partisipatif sama dengan yang dihasilkan rakitan

teknologi Anjuran I, namun berbeda nyata dengan rakitan teknologi Anjuran II.

Rata-rata persentase umbi bibit/ rumpun yang dihasilkan dari rakitan teknologi

Anjuran II ternyata tidak berbeda nyata dengan rakitan teknologi Partisipatif.

Persentase jumlah umbi bibit (yaitu umbi yang berukuran lebih antara 30 – 60 g)

diperoleh dari perbandingan antara jumlah umbi bibit dengan jumlah total umbi.

Komponen produksi jumlah umbi/ rumpun merupakan pendukung tinggi

rendahnya hasil tanaman yang dinyatakan dengan bobot umbi, seperti yang

disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Pengaruh Kajian Pengembangan Agribisnis Perbenihan Kentang terhadap

komponen produksi. Malang 2004

Perlakuan Bobot umbi/rumpun (kg) Bobot umbi/ gulud (kg)

Ratek. Partisipatif 0,77 b 11,44 a

Ratek. Anjuran I 0,55 a 9,40 a

Ratek. Anjuran II 1,13 c 15,79 b Keterangan : Angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak ada

perbedaan yang nyata menurut Uji BNT

Page 166: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

248

Dari Tabel 10 tampak bahwa rakitan teknologi Anjuran II mampu

menghasilkan komponen produksi yang nyata lebih tinggi dibandingkan rakitan

teknologi Partisipatif dan rakitan teknologi Anjuran I, hal ini ditunjukkan dari

bobot umbi per rumpun dan bobot umbi per gulud. Rakitan teknologi Anjuran II

mampu menghasilkan bobot umbi 1,13 kg/rumpun, kemudian diikuti rakitan

teknologi Partisipatif yang menghasilkan 0,77 kg/rumpun dan rakitan teknologi

Anjuran I yang menghasilkan 0,55 kg/rumpun, sehingga perkiraan hasil produksi

umbi dari ketiga rakitan teknologi tersebut berturut-turut diperoleh kisaran 35 t/ha,

25,42 t/ha dan 20,88 t/ha. Rakitan teknologi Partisipatif dan rakitan teknologi

Anjuran II ternyata masih mampu menghasilkan produksi umbi lebih tinggi dari

rakitan teknologi Anjuran I.

Dengan terlibatnya petani kooperator dalam pengkajian ini maka, anggota

kelompok tani memahami dan belajar dari kegiatan perbenihan ini tentang

teknologi menghasilkan benih kentang yang berkualitas, disamping itu anggota

mempunyai benih sumber yang berkualitas untuk bahan tanam pada musim

berikutnya. Ketersediaan benih sumber tersebut akan berdampak terbukanya

peluang pasar benih terutama untuk memenuhi kebutuhan petani kooperator itu

sendiri dan petani di sekitarnya. Agribisnis perbenihan kentang akan terlaksana

dengan ketersediaan benih sumber yang mampu memenuhi kebutuhan pasar.

Petani di sekitar lokasi pengkajian mulai menyadari pentingnya penggunaan benih

kentang yang berkualitas.

3.4. Pasca Panen

Produksi yang tinggi pada saat pra panen perlu diimbangi dengan

penanganan pasca panen yang memadai dengan mempertahankan kualitas hasil

yang tinggi. Gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) pada tanaman

kentang tidak terbatas hanya di lapangan pertanaman akan tetapi sampai ke

gudang-gudang penyimpanan produksi setelah panen. Hasil pengamatan umbi

kentang setelah simpan pada tempat penyimpanan untuk ke tiga rakitan teknologi

seperti disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Pengaruh kajian pengembangan agribisnis perbenihan kentang terhadap

kerusakan umbi setelah satu bulan simpan. Malang 2004

Perlakuan/Parameter

pengamatan

Unit

Contoh

Rata-rata

Jumlah.

Contoh

(umbi)

Rusak oleh

hama

Phthorimaea operculella

Rusak

oleh

busuk

umbi

Rusak

fisik (%)

Rak. Tek. Partisipatif 9 103,44 0 0 0,05

Ratek. Anjuran I 2 151,5 0 0 0,10

Ratek. Anjuran II 7 136 0 0 0,11

Dari Tabel 11 tampak bahwa hasil umbi dari ketiga rakitan teknologi setelah

disimpan selama satu bulan ternyata bebas dari serangan hama gudang dan busuk

umbi, namun masih terlihat adanya kerusakan fisik umbi yang berkisar antara 0,05

– 0,11%.

Dari hasil komponen produksi tampak bahwa dalam rakitan teknologi

Anjuran II dengan penggunaan varietas Granola Kembang mampu memberi hasil

produksi umbi dan persentase umbi bibit yang lebih tinggi dibandingkan kedua

Page 167: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

249

rakitan teknologi yang lain. Pembentukan dan pembesaran umbi sangat ditentukan

oleh ketersediaan kondisi mikro yang mendukungnya yang terdiri dari pemberian

pupuk, penggunaan jarak tanam dan pemeliharaan tanaman. Varietas Granola

Kembang memang merupakan salah satu varietas kentang yang mempunyai

produksi tinggi dan disukai petani (Susiyati, Prahardini dan Maksum, 2004). Hasil

yang sama juga dikemukakan oleh Prahardini, dkk (2004) bahwa dalam rakitan

teknlogi yang dikaji dengan menggunakan varietas Granola Kembang mampu

menghasilkan pertumbuhan vegetatif dan produksi yang lebih tinggi dibandingkan

varietas yang lain. Ketersediaan benih dasar dari varietas Granola Kembang saat

ini masih belum banyak tersedia di Kabupaten Lumajang, hal ini masih

memerlukan tindak lanjut, sehingga kebutuhan petani dapat terpenuhi.

Rakitan teknologi Partisipatif masih memberikan keuntungan yang tinggi,

dengan komponen penggunaan benih kultur jaringan varietas Granola Lembang

masih mampu memberikan produksi umbi yang tinggi walaupun sama dengan yang

dihasilkan rakitan teknologi Anjuran I, namun karena persentase umbi bibit dan

harga jual yang lebih tinggi dibandingkan varietas Atlantik maka mampu

menghasilkan R/C ratio yang tinggi pula (Tabel 12). Tampaknya petani maupun

konsumen di kecamatan Senduro lebih menyukai kentang varietas Granola

Lembang dibandingkan varietas Atlantik.

3.4. Analisis Usahatani

Komponen biaya tertinggi dari ketiga rakitan teknologi tersebut adalah

komponen sarana produksi dengan biaya benih yang tertinggi, diikuti biaya tenaga

kerja. Rakitan teknologi Anjuran II mampu manghasilkan R/C ratio tertinggi yaitu

4,46 diikuti dengan rakitan teknologi Partisipatif dan Anjuran I masing-masing

dengan R/C ratio 3,01 dan 1,70. Biaya produksi yang tinggi pada rakitan teknologi

Anjuran II diimbangi dengan produksi umbi benih dan harga benih yang tinggi.

Rakitan Teknologi Partisipatif mampu memberikan R/C ratio lebih tinggi dari

Rakitan Teknologi Anjuran I, hal ini disebabkan produksi benih maupun konsumsi

yang dihasilkan juga lebih tinggi, disamping itu harga jual juga tinggi. Harga jual

berpengaruh pada penerimaan dan keuntungan.

Page 168: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

250

Tabel 12. Analisis usahatani sederhana perbenihan kentang dataran tinggi .

Lumajang 2005. (Luasan 0,1 ha)

Komponen Rak. Teknologi

Partisipatif

Rak. Teknologi

Anjuran I

Rak. Teknologi

Anjuran II

1. Tenaga Kerja

Pengolahan tanah 263.000 263.000 263.000

Pembuatan guludan 263.000 263.000 263.000

Tanam 65.750 65.750 65.750

Pemupukan 50.000 50.000 50.000

Pembumbunan 90.000 180.000 180.000

Penyemprotan pest. 175.000 175.000 175.000

Panen 65.750 65.750 105.750

Pasca Panen 95.000 55.000 125.000

Jumlah 1.067.500 1.117 500 1.227.500

2. Sarana Produksi

Benih 1.500.000 1.350.000 1.500.000

Pupuk kandang 400.000 0 0

Bokashi 0 240.000 240.000

ZA 0 60.000 60.000

KCl 19.500 0 0

Urea 30.000 0 0

SP36 55.500 0 0

NPK 0 275.000 275.000

Proficur 60.000 60.000 60.000

Pylaram 27.500 27.500 27.500

Agriston 18.000 18.000 18.000

Dursban 36.250 36.250 36.250

Furadan 16.000 16.000 16.000

Corzet 55.000 55.000 55.000

Agrep 37.500 37.500 37.500

Mipcin 35.000 15.000 45.000

Curacron 25.000 20.000 40.000

Jumlah 2.290.250 2.209.750 2.419.750

Total input (Rp.) 3.357.750 3.327.250 3.647.250

Penerimaan Rp.)

Benih 12.208.000 7.662.000 18.417.000

Umbi konsumsi 1.260.000 1.338.150 1.490.900

Total output (Rp.) 13.468.000 9.000.150 19.907.900

Keuntungan (Rp.) 10.110.250 5.762.900 16.520.650

R/C Ratio 3,01 1,70 4,46

Page 169: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

251

Harga jual kentang sebagai umbi konsumsi (Rp.1.750 – Rp. 2.000) sedangkan

harga jual umbi benih kentang (Rp. 5.000 – Rp.6.000), dengan demikian petani

kooperator akan memperoleh peningkatan pendapatan sebesar Rp. 3.250 – Rp 4.000/

kg umbi kentang. Pemilihan rakitan teknologi perbenihan yang tepat akan mampu

memperoleh keuntungan yang tinggi. Rakitan Teknologi Anjuran II dapat

digunakan sebagai teknologi perbenihan kentang di kecamatan Senduro Kabupaten

Lumajang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kondisi wilayah dan keberadaan kelompok tani merupakan modal awal

berkembangnya usaha agribisnis perbenihan kentang khususnya di Kabupaten

Lumajang

Ketersediaan modal dan benih dasar merupakan faktor kesulitan yang utama

Pertumbuhan vegetatif sampai dengan umur 2 bulan setelah tanam rakitan

teknologi partisipatif menunjukkan perbedaan yang nyata pada semua

parameter pengamatan, kecuali jumlah cabang utama tidak berbeda nyata

dengan rakitan teknologi Anjuran II.

Hama pertanaman pembibitan kentang dijumpai 4 macam yaitu aphid, kutu

putih, P operculella, dan L. huidobrensis dengan kelimpahan populasi rendah

dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar ke –tiga rakitan teknologi

yang dikaji

Petani kooperator memperoleh benih sumber berkualitas 60 – 80% umbi bibit/

rumpun, dengan peningkatan pendapatan Rp 3.250 – Rp. 4.000,-/ kg umbi

Produksi umbi tertinggi dihasilkan Rakitan Teknologi Anjuran II (15,79 kg/

4,5 m2) dengan R/C ratio 4,46, diikuti Rakitan Teknologi Partisipatif dan

Rakitan Teknologi Anjuran I (masing-masing 11,44 kg/ 4,5 m2 dan 9,39 kg/ 4,5

m2) dengan R/C ratio yang didapat masing-masing ; 3,01 dan 1,70).

Saran

Kelompok tani perbenihan yang sudah terbentuk perlu dukungan modal,

ketersediaan benih dasar hasil kultur jaringan dan sarana pendukung, sehingga

kebutuhan petani akan benih kentang bermutu terpenuhi. Sosialisasi penggunaan

bibit kentang kultur jaringan dengan paket teknologi yang sesuai dan

menguntungkan perlu diberikan kepada petani.

Penelitian masih perlu dilanjutkan untuk menumbuhkembangkan kelompok

tani perbenihan kentang secara kultur jaringan dan memonitor penggunaan bibit

secara benar di tingkat petani.

PRAKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN

Prakiraan dampak dari hasil pengkajian ini adalah meningkatnya permintaan

benih kultur jaringan dari petani di sekitar yang bukan petani kooperator. Petani

kooperator yang mengikuti kegiatan pengkajian ini yang merupakan anggota

Kelompok tani Perbenihan merasa tertantang untuk meningkatkan

kemampuannya. Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur dan Dinas Pertanian

Kabupaten Lumajang turut memberikan perhatian dalam memajukan perbenihan

Page 170: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

252

kentang di kecamatan Snduro dengan rencana dibangunnya Screen house

perbenihan di desa Argosari kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang dan

mengoptimalkan Laboratorium Kultur Jaringan yang dimiliki Dinas Pertanian

Kabupaten Lumajang dalam memperbanyak dan menghasilkan benih dasar

kentang secara kultur jaringan.

DAFTAR PUSTAKA

Altieri AM. 1999. The ecological role of biodiversity in agroecosystems. Agric Ecosys

and Environ. 74: 19-31.

Asandhi, A.A; Sastrosiswojo, S; Suhardi; Abidin,Z dan Subhan. 1989. Kentang.

Badan Litbang Pertanian – Balai Penelitian Hortikultura Lembang.

Lembang.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Timur. 2000. Laporan Tahunan.

1999. Surabaya.

Duriat, A.S; A.K. Karyadi; M. Miura dan E. Sukarna. 1990. Pengaruh Tanaman

Pinggiran terhadap Kandungan Virus pada Umbi. Bul. Penel. Hort. Vol.

XIV (3): 94 – 108.

Karyadi,A.K. 1990. Pengaruh Jumlah dan Kerapatan Umbi Mini Kentang

Terhadap Produksi Umbi Bibit. Bul. Penel. Horti. Vol XX No 3. p. 90 –

97.

___________. 1997. Teknik Produksi Bibit Kentang dalam Prosiding Pertemuan

Aplikasi Paket Teknologi Pertanian.Deptan. Balitbangtan. Puslit Sosek

Pertanian. BPTP Lembang. Hal. 37 – 45.

Kaspers, H; 1967. Contribution to studies on the biology and control of apple mildew

(P. leucotricha Ell & Ev.) Salm Pfanzenschultsz. Nachricten. Bayer. 20 (4):

687 – 702.

Korlina, E; E.P. Kusumainderawati; A. Suryadi; E. Srihastuti dan S. Fatimah.

2001. Uji Adaptasi Rakitan Teknologi Pembibitan Tanaman Kentang.

Laporan Akhir. Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif. BPTP

Karangploso. Malang. 13 hal.

Prahardini, P.E.R.; A.G. Pratomo; S. Roesmarkam; T. Purbiati; Harwanto;

Wahyunindyawati; S.Z. Sa’adah; S. Fatimah dan Subandi. 2004. Kajian

Teknik Produksi Pembibitan Kentang Dataran Tinggi. Laporan Akhir.

Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif. BPTP Karangploso.

Malang. 29 hal.

Sahat, S, D.D. Widjajanto, I. Hidayat dam S. Kusumo. 1985. Pembibitan Kentang.

Balitsa Lembang. Hal 44 – 60.

Sahat, S dan Sulaiman H. 1988. Varietas Unggul Kentang. Bul. Penel. Horti. Vol

Xv No 3. p. 1 – 5.

Saraswati, D.P.; Suyamto,H; D. Setyorini dan Al.G. Pratomo. 2000. Zona

Agroekologi Jawa Timur. Buku I: Zonasi dan Karakterisasi sumberdaya

lahan wilayah Jawa Timur. BPTP Karangploso. 22 hal.

Page 171: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

253

Sastrosiwojo S. 2003. Perbaikan komponen teknolgi PHT pada tanaman kentang.

Jurnal Penelitian Hortikultura

Stuart, W. 1963. Seed Potatoes and How to Produce Them. Horticultural and

Pomological Investigation. USA.

Susiyati, P.E.R. Prahardini dan Maksum. 2004. Usulan Pelepasan Varietas

Kentang. Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur. 20 hal.

Wattimena, G.A. 1987. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Lab. Kultur Jaringan

Tanaman. PAU. Bioteknologi IPB Bogor. Hal 64 – 109.

Page 172: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

254

KARAKTERISASI KESEMEK JUNGGO (Diospyros kaki L.)

DAN POTENSI PENGEMBANGANNYA

Baswarsiati*), Suhardi*), D. Rahmawati*), Yuniarti*), Z. Arifin*), D.P. Saraswati*), M. Soegiyarto*)

ABSTRAK

Salah satu produk hortikultura spesifik lokasi yang hanya mampu tumbuh di

dataran tinggi seperti Batu adalah kesemek yang dikenal pula dengan nama

Persimmon (Diospyros kaki L.) . Kesemek Junggo memiliki beberapa keunggulan

terutama pada penampilan buahnya sangat menarik berwarna oranye bila telah

masak optimal, dan bila buah matang warna buah menjadi merah seperti buah

tomat dan buah menjadi lunak. Saat ini peluang pasar kesemek cukup tinggi

terutama untuk pangsa pasar ekspor ke Singapura, Thailand, Korea. Untuk

mengetahui beberapa potensi yang dimiliki kesemek Junggo maka dilakukan

karakterisasi sejak tahun 2003 hingga 2004 di sentra produksi kesemek Junggo-

Batu dan Tirtoyudo- Malang. Karakterisasi meliputi keragaan vegetatif dan

generatif tanaman kesemek, analisa fisik dan kimiawi buah, serta karakterisasi

lahan dan potensi keunggulan dan pengembangannya. Selain melakukan

karakterisasi di lapang juga dilakukan wawancara dengan informan kunci,

konsumen serta pedagang dan instansi terkait . Hasil kajian menunjukkan bahwa

buah kesemek Junggo memiliki ukuran besar sekitar 200-300 gram per buah, rasa

buah manis-sedikit kelat, kandungan air cukup, buah masak optimal rasanya

renyah (crispy) , daya simpan buah lebih dari 14 hari, produktivitas 400-500

kg/pohon/tahun . Keunggulan lain nya yaitu warna buah oranye mengkilat ,

kandungan gula 22,7 %, kandungan asam 0,07 % dan kandungan vitamin C 6,9

mg/100 g bahan. Potensi pasar kesemek asal Junggo-Batu yaitu sejak tahun 1983

telah diekspor ke Singapura. Volume ekspor buah kesemek asal Junggo yang

diperoleh dari satu dusun Junggo yaitu sekitar 30-40 ton / musim. Oleh karena

beberapa potensi keunggulan yang dimilikinya maka kesemek Junggo telah dilepas

oleh Menteri Pertanian menjadi varietas unggul nasional pada bulan Juli 2005.

Kata kunci : Diospyros kaki L., penampilan, keunggulan, potensi

ABSTRACT

One of locally specific product of horticulture which only able to grow in

upland like Junggo-Batu is persimmon ( Diospyros kaki. L) . Junggo persimmon has

some excellence characteristics, especially its’ fruit appearance is very attractive of

chromatic orange if they are optimally ripe, and the colour become red like tomato

and the texture is soft. Nowadays, the market share of persimmon is relatively good,

especially for export to Singapore, Thailand, Korea. To know the potency owned by

Junggo persimmon, study on the characteritation was done since 2003 till 2004 in

production centre, Junggo-Batu and Tirtoyudo.

________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 173: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

255

Besides, characteritation in spacious was also done by interviewing key persons,

consumers and also the related/relevant institutions and merchants

.Characterization cover vegetative and generative performance of persimmon trees,

analyse physical and chemical content, and also characterization of farming system

and the potency of development and excellence. The result showed that fruit of

Junggo persimmon in general having big size measure about 200-300 g/ fruit, sweet

taste , obstetrical, crispy texture at optimal ripe, 14 day of storage life, productivity

400-500 kg/trees . Other characteristics are orange gleamy colour , sugar content 22,7

%, sour content 0,07 % and vitamin content of C 6,9 mg/100 g. Market share of

persimmon originally from Junggo-Batu, since 1983 have already exported to

Singapura, averagely 30-40 ton / season. With all specific characterizations, Junggo

persimmon have been released by Minister of Agriculture, as one of national-

superior-varieties at July 2005.

Keyword : Diospyros kaki. L., appearance, excellence, potency

PENDAHULUAN

Salah satu produk hortikultura spesifik lokasi yang hanya mampu tumbuh di

dataran tinggi seperti Batu adalah kesemek yang dikenal pula dengan nama

Persimmon (Diospyros kaki L.). Kesemek berasal dari Cina dan Jepang , termasuk

famili Ebenaceae yang lebih dikenal dengan nama Chinese atau Japanese

persimmon kaki (Tao, 1988). Di Indonesia dikenal dengan nama kesemek atau buah

kaki, sama dengan di Malaysia atau buah samak. Tanaman ini banyak dijumpai di

daerah subtropis dan dataran tinggi daerah tropis.

Kesemek menyukai tanah yang kaya akan bahan organik dan kandungan air

dalam tanah yang cukup merupakan daerah yang baik untuk tumbuhnya. Di

daerah tropika umumnya dijumpai pada ketinggian di atas 1000 m dpl. Di Jawa

terutama tumbuh baik pada ketinggian 1000-1500 m dpl dengan curah hujan yang

tinggi ( Anonim, 1977; Singh, 1980). Kesemek lebih adaptif tumbuh pada daerah

beriklim sejuk dan lembab . Di dataran rendah kesemek tidak bisa berbunga atau

berbuah, kecuali kesemek hutan (D. hassellii) yang biasa tumbuh di dataran rendah.

Di Indonesia kesemek banyak dijumpai di Berastagi, Toba, Garut, Ciloto serta di

Jawa Timur di daerah Magetan, Malang-Tirtoyudo dan Batu ( Anonim, 1977 ).

Kesemek Junggo memiliki beberapa keunggulan terutama pada penampilan

buahnya sangat menarik berwarna oranye bila telah masak optimal, dan bila buah

matang warna buah menjadi merah seperti buah tomat dan buah menjadi lunak.

Ukuran buah besar sekitar 200-300 gram per buah, rasa buah manis-kelat,

kandungan vitamin C cukup tinggi, kandungan air cukup, buah optimal rasanya

renyah (crispy) , daya simpan buah lebih dari 14 hari, , produktivitas 400-500

kg/pohon/tahun .

Kesemek dapat digunakan untuk obat serta untuk industri kosmetik. Buah

yang belum masak dapat digunakan sebagai zat pewarna. Jenis kesemek yang tidak

berbiji warna buahnya kuning emas hingga merah jingga, keras berair dan rasanya

manis sedangkan yang berbiji berwarna gelap, lunak, berair dan rasanya kelat

(Anonim, 1977; Verheij and Coronel, 1992).

Kesemek merupakan tanaman yang berbentuk pohon dengan tinggi tanaman

antara 5 – 15 m. Daunnya bulat telur dengan bunga berwarna putih kekuningan.

Page 174: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

256

Buah berbentuk bulat dengan bentuk pinggir seperti berbatas, bagian pangkal buah

datar dan nampak kelopak buah yang jelas pada ujungnya Warna buah muda hijau

kekuningan dan setelah matang menjadi merah jingga hingga merah menarik.

Daging buah tebal dan rasanya manis bila masak optimal dan rasa kelat

dapat dihilangkan dengan mencelupkan buah ke dalam air kapur. Buah yang telah

tua di pohon tidak dapat segera dimakan. Oleh petani atau pedagang biasanya

direndam dulu dalam air kapur lebih dari 48 jam untuk menghilangkan rasa asam

dan kelat dengan cara sederhana. Setelah diperam buah kesemek baru dapat

dimakan dalam keadaan segar atau disale. (Prabawati, 1985 ; Sunaryono, 1999).

Dewasa ini selain untuk kebutuhan dalam negeri buah kesemek juga

diekspor. Hal ini merupakan peluang pasar yang perlu dicermati. Seperti halnya

kesemek asal Junggo-Batu sejak tahun 1983 telah diekspor ke Singapura. Potensi

dan volume ekspor buah kesemek asal Junggo-Batu yang diperoleh dari satu dusun

Junggo yaitu sekitar 30-40 ton/ musim dengan pengiriman melalui pelabuhan udara

di Solo. Namun di pasar internasional seperti Singapura , buah kesemek Indonesia

mengalami persaingan ketat terutama dari negara eksportir lainnya yaitu Malaysia,

Jepang dan Israel. Menurut eksportir, buah kesemek asal Junggo-Batu lebih

disukai oleh konsumen Singapura dibandingkan buah kesemek dari Jawa Barat,

Magetan maupun dari Tirtoyudo- Malang karena rasa buah lebih manis, renyah,

kandungan air banyak, buah berukuran besar dan buah berwarna merah-jingga

menarik. Hingga saat ini eksportir masih kekurangan pasokan untuk memenuhi

permintaan ekspor (komunikasi pribadi dengan pedagang pengumpul untuk

memenuhi ekspor). Konsumen menghendaki buah kesemek yang memenuhi

persyaratan mutu, antara lain rasa sepetnya hilang sama sekali, manis, tektur buah

cukup keras, belum terlalu matang dengan penampilan buah menarik (Pecis et al, 1986).

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan karakterisasi varietas kesemek di lakukan sejak tahun 2003 hingga

tahun 2004 di Kabupaten Malang dan kota Batu.. Untuk melaksanakan

inventarisasi dan identifikasi varietas kesemek diperlukan pengamatan di daerah

sentra produksi maupun di wilayah pengembangan. Berbagai informasi berupa data

sekunder dikumpulkan dari instansi terkait, dan dilaksanakan wawancara langsung

dengan informan kunci maupun petani pemilik tanaman serta masyarakat

sekitarnya.

Cakupan Kegiatan

Cakupan kegiatan meliputi pengumpulan data sekunder di instansi terkait

serta wawancara dengan informan kunci, karakterisasi , identifikasi tanaman di

lapang, pengumpulan materi tanaman seperti daun, bunga dan buah serta

pengumpulan bibit tanaman untuk koleksi lebih lanjut.

Penelusuran data sekunder dilakukan di beberapa instansi terkait seperti

Diperta, BPP, Kecamatan dan Kelurahan. Selain itu dilakukan wawancara

langsung dengan pedagang pengumpul yang menjual hasil kesemek untuk ekspor

maupun untuk kota-kota besar di Indonesia. Dari hasil penelusuran data sekunder

Page 175: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

257

dan wawancara akan diketahui keunggulan dan karakterisasi lebih mendalam dari

Identifikasi dilakukan dengan cara eksplorasi dengan mengamati secara langsung

pertanaman yang ada di lapang. Untuk mengetahui lebih lengkap tentang kondisi

tanaman seperti produktivitas, kualitas , ketahanan terhadap hama dan penyakit

maupun cekaman lingkungan , ciri-ciri khusus dan keunggulan yang dimiliki maka

dilakukan wawancara dengan petani pemilik maupun petani di sekitarnya

Analisa Data

Dilakukan secara deskriptif sesuai dengan keragaan pertumbuhan tanaman

dan analisa fisik serta kimiawi buah. Antara varietas dibandingkan untuk menilai

varietas yang mempunyai keunggulan dibanding varietas lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi kesemek Junggo dibandingkan kesemek asal Tirtoyudo-

Malang nampak bahwa kesemek asal Tirtoyudo-Malang lebih kecil ukuran

buahnya dibanding kesemek asal Junggo-Batu (Tabel 1). Selain itu rasa kesemek

Tirtoyudo kurang enak dan tidak renyah dibandingkan kesemek asal Junggo. Buah

kesemek dari Junggo lebih renyah (crispy) , lebih besar ukuran buahnya dan lebih

menarik tampilan kulitnya.

Tabel 1. Keragaan tanaman kesemek di Tirtoyudo dan Junggo. 2004.

Keragaan Varietas Tirtoyudo Varietas Junggo

Tinggi tanaman (m) 10-13 12-18

Lingkar batang (cm) 50-75 90-105

Percabangan sejajar sejajar

Bentuk daun jorong jorong

Daun tebal tebal

Berat buah (gram) 80-100 170-210

Warna kulit buah muda hijau hijau

Warna kulit buah menjelang

masak

kekuningan kekuningan

Warna kulit buah masak kuning kemerahan kuning kemerahan

Kandungan gula (%) 18,8-21,2 22,7-23,2

Kandungan asam (%) 0,07-0,10 0,07-0,09

Kandungan vit. C mg/100 g 5,18-5,58 6,31-6,86

Kekhasan buah kesemek Junggo yaitu pada ukuran buah besar dan rasa

buah manis dan renyah (bila telah diperlakukan dengan perendaman dalam larutan

kapur), buah matang pohon berwarna merah (buah sudah lunak) sedang buah

muda berwarna hijau dan buah sebelum masak kekuningan (oranye) dan mengkilap.

Buah kesemek Junggo bila dibiarkan hingga masak dipohon maka akan berubah

warnanya menjadi merah dan buah menjadi lunak seperti tomat. Buah yang masak

pohon (telah over ripe) terasa sangat manis tanpa ada rasa kelat, lunak dan banyak

mengandung air (tidak renyah). Kemungkinan kondisi buah yang seperti ini dapat

dimanfaatkan untuk jelly .

Adapun berat buah kesemek Junggo sekitar 170- 210 gram/buah atau 5-6

buah per kilogram. Ukuran buah ini termasuk besar dan disukai oleh konsumen.

Page 176: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

258

Buah kesemek mempunyai lingkar buah sekitar 21-23 cm, lebar buah 7,5-8,5 cm

dan panjang buah sekitar 8-8,5 cm. Pada pangkal buah terdapat kelopak bunga yang

terdiri dari 4 kelopak. Pangkal buah agak cekung kedalam dan ditutupi dengan

kelopak bunga. Kelopak bunga berwarna hijau kecoklatan. Bagian ujung buah agak

meruncing sehingga bentuk buah secara keseluruhan menarik. Kandungan gula

pada buah 22,7 – 33,2 % , kandungan asam 0,07 – 0,09 % dan kandungan vitamin C

mg/100 gram sebanyak 6,31 – 6,86 %. dan kandungan tanin 3,85-3,93 mg/100 gram.

Buah kesemek Junggo tidak berserat dan tidak terdapat biji di dalam buah.

Penampilan Tanaman Kesemek Junggo

Penampilan tanaman kesemek Junggo nampak kekar dengan bentuk tajuk

elipsoid (seperti payung) . Rata-rata tanaman telah berumur puluhan tahun

bahkan lebih dari 75 tahun namun pertumbuhan tanaman masih tampak bagus.

Hal ini sangat berbeda dengan kesemek asal Tirtoyudo. Kemungkinan ini

disebabkan karena agroekologi yang agak berbeda yaitu di daerah Junggo rejim

kelembaban agak lembab sedangkan di Tirtoyudo agak kering. Selain itu kondisi

tanah di Junggo lebih subur karena petani sering melakukan pemeliharaan

tanaman sedangkan di Tirtoyudo kondisi tanah kurang subur.

Rata-rata tinggi tanaman kesemek 15-17 m dengan lingkar batang 71-96 cm.

Percabangan tanaman untuk umur tanaman produktif (lebih dari 20 tahun) dimulai

setelah 2 m dari tanah dan pososi percabangan tanaman sejajar. Sifat tanaman

kesemek yang merupakan ciri khusus bagi pertumbuhan tanamannya adalah

setelah panen buah maka tanaman mengalami gugur daun dan daun akan rontok

secara keseluruhan. Hal ini merupakan sifat tanaman kesemek untuk mempertahan

kan diri karena musim kemarau sehingga mengurangi penguapan tanaman.

Selanjutnya bersamaan dengan munculnya tunas atau daun baru maka tunas

akar/tunas anakan juga bersemi yaitu pada awal musim hujan. Posisi buah

kesemek muncul pada ujung cabang Kesemek berbuah setahun sekali. Panen buah

kesemek jatuh pada musim kemarau yaitu bulan April sampai awal Juli. Buah

paling banyak muncul di bulan Juni. Tanaman mulai berbuah umur 7-12 tahun dari

tunas akar. Umur panen buah 3-4 bulan setelah berbunga.

Daun kesemek berbentuk bulat telur, dengan permukaan daun berlilin,

bagian bawah daun terasa kasar (kasap). Warna daun permukaan atas hijau dan

bagian bawah lebih muda. Daun kesemek termasuk tebal namun jika daun dipetik

akan mudah layu atau kering. Ukuran daun kesemek yaitu panjang sekitar 14,5-18

cm dan lebar 11-14 cm. Dengan ukuran panjang dan lebar daun yang tidak terlalu

berbeda maka cenderung bentuk daun ke arah bulat telur. Adapun deskripsi secara

lengkap disajikan pada Tabel 2.

Page 177: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

259

Deskripsi varietas kesemek Junggo

Deskripsi Uraian

Tinggi tanaman : sekitar 15– 17 m

Lebar tajuk : 2,5-3,5 m

Lingkar batang : 71-96 cm

Kedudukan cabang : tegak sampai dengan miring

Percabangan : rapat, mulai ketinggian 2-3 m

Warna batang : coklat tua

Bentuk daun : bulat telur

Warna permukaan daun : hijau , mengkilap

Warna daun bagian bawah : hijau muda

Permukaan daun bawah : agak kasar (kasap)

Kedudukan daun : mendatar

Lebar daun : 11-14 cm

Panjang daun : 14,5-18 cm

Warna bunga : putih kekuningan

Bentuk buah : bulat agak terbentuk bidang empat sisi

Warna buah muda : hijau

Warna buah agak matang : merah kekuningan

Warna buah matang pohon : merah

Keadaan buah muda : keras

Keadaan buah agak matang : keras

Keadaan buah matang : lunak seperti buah tomat

Berat buah : 200-300 gram/buah

Panjang buah : 8-8,5 cm

Lingkar buah : 21-23 cm

Lebar buah : 7,5-8,5 cm

Rasa buah muda : kesat sedikit manis

Rasa buah matang : manis dan renyah

Rasa buah matang pohon : manis, segar, banyak air dan lunak

Tekstur daging buah : halus

Aroma buah matang : sedang

Kandungan gula (buahmatang) : 22,7 – 33,2 %

Kadar asam : 0,07-0,09 %

Kadar vitamin C/100 gram : 6,31-6,86 %

Kadar tanin : 3,80-3,93 %

Produksi /pohon/tahun : 200-300 kg

Keterangan : musim berbuah setahun sekali pada bulan April-

Juli dan mulai berbuah umur 8-10 tahun

_____________________________________________________________________________________

Potensi Produksi

Kesemek Junggo bila diperbanyak dari tunas akar akan berproduksi pada

umur sekitar 8-10 tahun sedangkan bila diperbanyak dari bibit hasil sambung dapat

berproduksi lebih cepat sekitar 5-6 tahun. Kesemek mampu berbuah setahun sekali

dan musim buah mulai bulan Mei hingga Juli . Produksi buah bisa mencapai 500-

600 kg/pohon untuk tanaman berumur 50-60 tahun (Dadang, 1998) namun rata-

rata produksi sekitar 200-300 kg/pohon/tahun. Setelah berbuah umumnya tanaman

kesemek menggugurkan daunnya hingga tanaman menjadi gundul dan pada musim

hujan mulai muncul tunas baru serta bunganya.

Page 178: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

260

Hingga saat ini populasi kesemek di dusun Junggo, desa Tulungrejo sekitar

1000 pohon, sedangkan di desa lainnya belum terdata dengan pasti. Demikian juga

jumlah tanaman kesemek yang berada di lereng-lereng gunung sebagai tanaman

konservasi juga belum terdata dengan pasti. Rata-rata tanaman kesemek yang ada di

Junggo sudah berumur lebih dari 75 tahun dan tanaman mampu berproduksi antara

200-300 kg per pohon.

Potensi Ekonomis

Kesemek Junggo mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi dan peluang

pasar ekspor serta perlu diperkenalkan di pasar swalayan . Dengan penampilan

warna buah yang menarik yaitu kuning kemerahan serta rasa buah yang manis dan

renyah maka dapat dimanfaatkan sebagai buah segar setelah hilang rasa kelatnya

karena perlakuan maupun olahan. Macam hasil olahan dari buah kesemek antara

lain selai, jam, manisan kering, buah yang dikeringkan .

Harga kesemek Junggo di tingkat petani sekitar Rp 3.000- Rp 3.500 per

kilogram sedangkan harga buah kualitas super untuk ekspor sekitar Rp 5.000,- - Rp

7.000,- per kilogram. Dengan rata-rata hasil tanaman 200 kg per pohon dan harga

buah dinilai Rp 3.000,- per kilogram maka pendapatan yang diterima petani kesemek

sekitar Rp 600.000 per pohon. Biaya panen dan pengepakan maupun pembersihan

buah bila akan diekspor serta biaya perendaman buah dalam kapur dibiayai oleh

pedagang sendiri. Karena kesemek hingga saat ini belum dipelihara oleh pemiliknya

secara intensif maka pemilik belum pernah mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan

tanaman. Untuk pasar ekspor maka pedagang pengumpul kesemek Junggo baru

mampu mengekspor sekitar 3-5 ton buah kualitas super per tahun sehingga

pemenuhan ekspor masih kurang. Sedangkan sisa buah lainnya dipasarkan ke

Malang, Surabaya, Porong , Solo dan sekitarnya.

Kesesuaian Agroekologi dan Wilayah Pengembangan

Kesemek Junggo membutuhkan tanah gembur, mudah meresapkan air yang

berlebihan tetapi juga mampu menahan air dengan jenis tanah andosol . Kesemek

dapat tumbuh di dataran tinggi dengan ketinggian tempat 1000 - 1500 m dari

permukaan laut dan suhu rata-rata harian 18 - 27 0 C yang termasuk dalam rejim

suhu sejuk dan rejim kelembaban agak kering.

Potensi pengembangan kesemek pada zona III by dengan elevasi > 700 m dpl ,

rejim suhu sejuk (isotermik) dan rejim kelembaban agak kering. Rejim kelembaban

agak kering bila mempunyai jumlah bulan kering antara 4 sampai dengan 7 bulan

dalam satu tahun. Fisiografi lereng bawah volkan, lereng > 8-15 dengan budidaya

umumnya untuk wanatani/budidaya lorong yang tanaman kesemek dapat

dimanfaatkan sebagai tanaman pokok (Saraswati et al, 2000).

Cara Budidaya

Kesemek diperbanyak dengan tunas akar. Pada akar ditemukan banyak mata

yang mampu bertunas dan tumbuh menjadi tanaman dewasa. Kelemahan

perbanyakan dengan tunas akar usia berbuah lama lebih dari 8 tahun. Karena itu

sebaiknya kesemek diperbanyak melalui sambungan. Sebagai batang bawah

digunakan bibit tunas anakan. Batang atasnya dari pohon dewasa yang dianggap

unggul. Batang bawah yang digunakan dapat berasal dari D. rosburhii yang

merupakan nenek moyang kesemek dan D discolor (bisbul) atau D. nigra (sawo hitam).

Page 179: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

261

Bibit sambungan baru siap dipindah ke lapangan setelah berumur 2 tahun. Untuk

mempercepat pertumbuhan maka bibit diletakkan di tempat bersuhu 20 – 25 0C dan

tidak terkena sinar matahari langsung.

Untuk membentuk tajuk tanaman maka batang kesemek perlu dipangkas

supaya pendek dan tumbuh kekar. Pemangkasan dilakukan setelah tanaman tumbuh

setinggi 1-1,5 m. Pemangkasan ujung batang utama sangat penting. Hal ini karena

kesemek selalu tumbuh memanjang hingga ketinggian 18 m meskipun ukuran batang

hanya 50 cm. Kesemek hanya berbunga setahun sekali , saat menjelang musim hujan

(Oktober-Januari), setelah istirahat 4-7 bulan pada musim kemarau. Selama

kekeringan ia menggugurkan daun. Tunas muda muncul begitu hujan turun.

Pengguguran daun perlu dilakukan sehingga hormon bunga terakumulasi, bila daun

tidak gugur dengan sendirinya maka sebaiknya tanaman digunduli (Sunarjono, 1999).

Pemanenan buah kesemek biasanya dilakukan saat buah belum masak (masih

hijau kekuningan, sepat dan keras). Buah akan masak sendiri selama penyimpanan

.Sebelum disimpan buah kesemek di Indonesia direndam dalam larutan kapur selama

3 x 24 jam untuk menghilangkan rasa kelat pada buah (mengurangi kadar tanin) .

Sehingga saat buah dikeringkan nampak buah seperti dibedaki. Perbandingan antara

jumlah buah dan kapur yaitu 100 kg buah membutuhkan kapur sebanyak 3-4 kg.

Buah kesemek yang akan diekspor tidak direndam dalam larutan kapur namun

ditetesi dengan KOH (Kalium Hidroksida) yang dikalangan pedagang dikenal dengan

soda abu. Satu tetes KOH cukup untuk satu buah dengan penetesan pada kelopak

bekas bunga yang masih menempel di ujung buah (Ito, 1978). Selanjutnya buah

digosok dengan kain bersih sehingga permukaan kulit buah lebih mengkilap. Buah

dikemas dalam kardus karton yang bersekat dan buah siap dikirim . Buah yang telah

ditetesi KOH yang semula keras dalam tiga hari akan menjadi empuk sedangkan

warna yang semula hijau berubah kuning kemerahan. Penampilan buah menjadi

bersih dan menarik dan layak ekspor (Suseno dan Dadang, 1998).

Selain beberapa cara di atas maka untuk menghilangkan rasa kelat (sepat)

pada buah kesemek dapat dilakukan dengan perlakuan air panas, pelapisan bahan

kimia , pembekuan, irradiasi dan perlakuan alkohol /etil alkohol (Ito, 1978).

Perlakuan 45 % alkohol yang disimpan selama 14 hari menghasilkan penurunan

kandungan tanin dan rasa sepat buah kesemek (Napitupulu, 1991). Pemakaian aliran

gas telah dikaji oleh IPPTP Berastagi dengan menggunakan CO 2 50 liter/jam secara

terus menerus selama empat hari. Buah yang dihasilkan tetap renyah dan manis

(sepat hilang) dan buah dapat disimpan selama 5 hari dengan kehilangan 14,4 %

berupa buah busuk 10 % dan 4,4 % susut bobot .

KESIMPULAN

Kesemek Junggo berpotensi untuk dikembangkan karena berpeluang untuk

mengisi pasar ekspor khususnya di Singapura, Korea maupun Thailand. Dengan

keterbatasan jumlah tanaman yang ada saat ini serta umur tanaman banyak yang

sudah tua maka perlu segera dilakukan penanaman baru . Pengembangan tanaman

baru telah diarahkan pada daerah lereng gunung sehingga berfungsi juga untuk

konservasi lahan. Diharapkan dengan adanya pengembangan tanaman maka tahun-

tahun mendatang jumlah permintaan yang semakin meningkat untuk pasar ekspor

dapat terpenuhi.

Page 180: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

262

DAFTAR PUSTAKA

Ito, Saburo. 1978. The Persimmon, In the Biochemistry of Fruits and Their Product.

Food Research Institute. England, 21 p.

Napitupulu, B. 1991. Perlakuan alkohol untuk menghilangkan rasa sepat buah

kesemek. Jurnal Hort. 1(4):14-17.

Pecis, E. Akaron Levi and R.B Erie. 1986. Deastringency of persimmon fruit by

creating. Journal of Food Science 1041. Vol 51(4).

Prabawati, S. 1985. Pengaruh perendaman air kapur terhadap sifat sensori dan

perubahan kimia buah kesemek. Lap Sub Balithorti Pasarminggu, Jakarta

Selatan.

Tao, R. H. Murayana, A. Sugiura. 1988. Plant regenaration from callus cultured of

Japanese persimmon. Hort Science 25(6):1055-1056.

Saraswati, D.P, Suyamto, D. Setyorini dan A.G. Pratomo. 2000. Zona Agroekologi

Jawa Timur. Brosur BPTP Jawa Timur.

Singh,A. 1980. persimmon. Fruit fisiology and production. Kalyani Publishes .

New Delhi

Sugiura, A. R. Tao, H. Murayama and T. Tomana. 1986. In vitro propagation of

Japanese persimmon. Hort Science 21 (5):1205-1207.

Sunarjono, H. 1999. Kesemek memang harus berbedak. Trubus no 361. Th XXX.

Penebar Swadaya.

Suseno S. dan Dadang. 1998. Kesemek Taiwan vs Indonesia Trubus no 341. Th

XXX. Penebar Swadaya.

Verheij, E.W.M. and R.E. Coronell. 1992. Prosea (Plant Resources of South East

Asia) Edible Fruits and Nuts.

Page 181: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

263

KARAKTERISASI BEBERAPA SIFAT PLASMA NUTFAH DURIAN

DI KABUPATEN KEDIRI

Baswarsiati*), Yuniarti*), Suhardi*), Harwanto*), Diding Rahmawati*) dan M Soegiyarto*)

ABSTRAK

Komoditas hortikultura khususnya buah-buahan yang menjadi andalan dan

sangat banyak jenisnya di Indonesia antara lain durian. Durian dikenal sebagai raja

dari buah-buahan (King of Fruit). Saat ini durian lokal sedang diincar oleh

konsumen dalam negeri karena cukup banyak varietas unggulan daerah yang

mempunyai rasa manis, sedikit pahit, beraroma sedang hingga kuat , warna kuning

menarik , daging tebal dan produktivitas buah tinggi. Kegiatan karakterisasi

varietas durian di lakukan tahun 2003 hingga tahun 2004 di Kabupaten Kediri.

Untuk melaksanakan inventarisasi dan identifikasi varietas lokal durian diperlukan

pengamatan di daerah sentra produksi maupun di wilayah pengembangan.

Cakupan kegiatan meliputi pengumpulan data sekunder di instansi terkait serta

wawancara dengan informan kunci, eksplorasi , identifikasi tanaman di lapang,

pengumpulan materi tanaman seperti daun, bunga dan buah serta pengumpulan

bibit tanaman untuk koleksi lebih lanjut. Dari hasil kajian diperoleh 32 kultivar

durian di sentra produksi kabupaten Kediri walaupun belum seluruh kultivar yang

ada di lokasi tersebut dapat terkarakterisasi. Hal ini menunjukkan banyaknya

variabilitas kultivar durian karena petani umumnya menggunakan biji sebagai

bahan tanam . Variasi kultivar durian yang ada di kabupaten Kediri dapat dilihat

dari warna kulit buah, panjang dan keliling buah yang mencirikan bentuk buah,

berat buah, dan tebal kulit buah. Sedangkan untuk penampilan fisik buah serta

kualitas buah didukung dari pengamatan rasa buah, warna daging buah ,aroma

buah mulai dari sangat kuat, kuat , sedang maupun lemah. Juga rasa buah mulai

manis sekali , manis sedikit pahit, manis dan pahitnya banyak, maupun rasa

hambar. Dari hasil karakterisasi 32 kultivar durian diperoleh 2 kultivar unggulan

yaitu durian Gapu I dan Gapu II. Durian Gapu I memiliki rasa buah manis-legit,

warna buah kuning cerah, ukuran buah 2500-3000 gram, bentuk buah lonjong,

daging buah tebal, aroma buah sedang. Sedangkan durian Gapu II memiliki rasa

buah manis –legit, ukuran buah sedang (1500-2000 gram), daging buah tebal, biji

kempes dan aroma buah kuat.

Kata Kunci : Durian, karakterisasi, plasma nutfah

ABSTRACT

Horticulture commodity, especially fruit varied types in Indonesia for example

durio. Durio known as king of fruits ( King Of Fruit). For this time being, local

varieties, are mostly wanted by domestic consumers, for its’ sweet taste, a few/little

bitter, specific flavour , yellow attractive colour, thick flesh and high yielding.

Assessment on the characteritation cultivars was done in 2003 till year 2004 in

________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 182: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

264

Kediri. Inventarization and identification of local cultivars of durio, was done on

existing and in the extension region. Coverage of activities, including secondary

data collection in related institutions, interviewing key persons, exploration ,

identification of varied cultivars exist, characterization on lamellar crops, flowers

and fruit and also collecting seeds for further collection. Result of study found that

there were 32 cultivars of durio in production centre, Kediri, even the complete

characteritation was still on going. Varied cultivars of durio usually caused by

propagation using seeds. Variation of cultivar could be seen from colour of fruit

husk, long and circle fruit shape , heavy of fruit, and the skin depth fruit. While

physical appearance of fruit and also quality of fruit supported from perception

mealy-fruit, kernel colour ,flavour from very strong, strong , medium and no flavour.

Sweet taste , varied from a little bitter, sweet with bitter taste, and insipid. The

result of characteritation 32 cultivars of durio obtained by 2 pre-eminent cultivars

that is durio of Gapu I and Gapu II. Durio of Gapu I having sweet taste, yellow

colour, fruit size 2500-3000 g, ellipse fruit shape, thick kernel, strong flavour . Durio

of Gapu II having sweet taste , fruit weight 1500-2000 g, thick kernel, seedless and

strong flavour.

Key words : Durio, characteritation, germ plasm.

PENDAHULUAN

Permasalahan yang selalu muncul dalam pengembangan agribisnis buah-

buahan tropis di Indonesia yaitu tidak kontinyunya suplai buah, rendahnya kualitas

buah, dan sedikitnya suplai buah berkualitas, serta tingginya harga buah-buahan

Indonesia. Hal ini akan menyebabkan rendahnya daya saing buah-buahan

Indonesia di luar negeri , bahkan di dalam negeri (Manuwoto, 2000; Puslitbanghorti,

1997). Di antara permasalahan tersebut , masalah produktivitas dan kualitas buah

telah diketahui dikendalikan oleh faktor genetik Karenanya , pemuliaan buah-

buahan tropis perlu diutamakan untuk memperbaiki karakter tersebut . Salah satu

hal yang dapat mendukung perbaikan produktivitas dan kualitas yaitu menggali

keragaman kultivar buah-buahan tropis termasuk durian sehingga diperoleh calon

kultivar unggul tanaman buah-buahan tropis (Dirjen Bina Produksi Hortikultura,

2003).

Komoditas hortikultura khususnya buah-buahan yang menjadi andalan dan

sangat banyak jenisnya di Indonesia antara lain durian. Durian dikenal sebagai raja

dari buah-buahan (King of Fruit). Saat ini durian lokal sedang diincar oleh

konsumen dalam negeri karena cukup banyak varietas unggulan daerah yang

mempunyai rasa manis, sedikit pahit, beraroma sedang hingga kuat , warna kuning

menarik , daging tebal dan produktivitas buah tinggi. Sedangkan untuk konsumen

luar negeri menyukai durian yang tidak beraroma, rasa manis, sedikit pahit, daging

buah tebal dan warna daging kekuningan. Ragam varietas durian yang ada di

Indonesia sangat bervariasi dan cukup banyak durian yang tidak beraroma dengan

rasa manis. Sayangnya dari beberapa varietas tersebut umumnya tidak mampu

beradaptasi di agroekologi yang berbeda, sehingga hanya dapat berkembang di

lokasi asalnya (Paimin, 2003; Syariefa, 2003; Sadhani, 2003).

Nampaknya kecenderungan selera konsumen luar negeri saat ini terhadap

buah durian mengarah pada durian yang tidak beraroma. Dari kekayaan plasma

Page 183: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

265

nutfah durian yang kita miliki , sebenarnya cukup banyak durian yang tidak

beraroma dan mempunyai rasa enak dan mutu buah unggul. Oleh karenanya

kriteria seleksi untuk tanaman durian dapat diarahkan pada pemenuhan konsumen

dalam negeri (durian beraroma dan rasa buah enak) serta pemenuhan konsumen

luar negeri (durian tanpa aroma dan rasa buah enak). Dari hasil kajian tahun 2002

diperoleh 15 kultivar durian di sentra produksi Ngantang-Malang, walaupun belum

seluruh kultivar yang ada di lokasi tersebut dapat terkarakterisasi. Hal ini

menunjukkan banyaknya variabilitas kultivar durian karena petani umumnya

menggunakan biji sebagai bahan tanam (Baswarsiati et al, 2002). Sedang hasil

karakterisasi di Kediri terdapat 30 lebih kultivar durian dengan unggulannya 2

kultivar yaitu durian Gapu I dan Gapu II.

Adapun tujuan dari karakterisasi durian ini untuk memperoleh data karakter

sejumlah kultivar durian yang ada di kabupaten Kediri serta keunggulan durian

dari kabupaten tersebut.

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan karakterisasi varietas durian di lakukan sejak tahun 2002 hingga

tahun 2004 di Kabupaten Kediri. Untuk melaksanakan inventarisasi dan

identifikasi varietas lokal durian diperlukan pengamatan di daerah sentra produksi

maupun di wilayah pengembangan. Berbagai informasi berupa data sekunder

dikumpulkan dari instansi terkait, dan dilaksanakan wawancara langsung dengan

informan kunci maupun petani pemilik tanaman serta masyarakat sekitarnya.

Cakupan Kegiatan

Cakupan kegiatan meliputi pengumpulan data sekunder di instansi terkait

serta wawancara dengan informan kunci, karakterisasi , identifikasi tanaman di

lapang, pengumpulan materi tanaman seperti daun, bunga dan buah serta

pengumpulan bibit tanaman untuk koleksi lebih lanjut.

Pada tahun 2003 pernah dilakukan kontes buah durian di kabupaten Kediri.

Durian-durian yang mengikuti kontes dikarakterisasi lebih lanjut untuk mengetahui

lebih lengkap keragaan masing-masing varietas. Selanjutnya juga dilakukan

penelusuran data sekunder di beberapa instansi terkait seperti Diperta, BPP,

Kecamatan dan Kelurahan. Selain itu dilakukan wawancara langsung dengan

pedagang pengumpul yang menjual hasil durian dengan beragam varietas lokal.

Dari hasil penelusuran data sekunder dan wawancara akan diketahui sentra

produksi dari masing-masing varietas dengan keragaman varietas lokal yang

dimilikinya. Identifikasi dilakukan dengan cara eksplorasi dengan mengamati

secara langsung pertanaman yang ada di lapang. Untuk mengetahui lebih lengkap

tentang kondisi tanaman seperti produktivitas, kualitas , ketahanan terhadap hama

dan penyakit maupun cekaman lingkungan , ciri-ciri khusus dan keunggulan yang

dimiliki maka dilakukan wawancara dengan petani pemilik maupun petani di

sekitarnya

Analisa Data

Dilakukan secara deskriptif sesuai dengan keragaan pertumbuhan tanaman

dan analisa fisik serta kimiawi buah. Antara varietas dibandingkan untuk menilai

Page 184: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

266

varietas yang mempunyai keunggulan dibanding varietas lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Di kabupaten Kediri terdapat lebih dari 50 ragam varietas durian . Pada

tahun 2003 terkarakterisasi 32 varietas durian yang di peroleh pada saat Kontes

Buah Durian di Kabupaten Kediri. Hasil kontes buah durian untuk juara I

merupakan unggulan buah durian dari Kediri yaitu milik bapak Suroto di desa

Gadungan, kecamatan Puncu, Kediri. Serta juara II milik bapak Najib di desa

Gadungan, kecamatan Puncu, Kediri. Hasil karakterisasi yang dilakukan pada

ragam varietas durian yang ada di kabupaten Kediri disajikan pada Tabel 1 dan

Tabel 2 .

Dari keragaan yang disajikan pada Tabel 1 nampak sangat bervariasi varietas

durian yang ada di kabupaten Kediri yang dapat dilihat dari warna kulit buah,

panjang dan keliling buah yang mencirikan bentuk buah, berat buah, dan tebal

kulit buah. Sedangkan untuk penampilan fisik buah serta kualitas buah didukung

dari pengamatan rasa buah, warna daging buah ,aroma buah mulai dari sangat

kuat, kuat , sedang maupun lemah. Juga rasa buah mulai manis sekali , manis

sedikit pahit, manis dan pahitnya banyak, maupun rasa hambar disajikan pada

Tabel 2.

Tabel 1. Penampilan Fisik Buah 32 Varietas Durian Asal Kediri, 2004. No

Varietas

Berat

Buah (g)

Warna kulit buah Panjang

buah (cm)

Keliling

buah (cm)

Tebal Kulit

(cm)

1 2100 Hijau kecoklatan 22 53 1,14

2 1800 Coklat kehijauan 18 53 0,65

3 1550 Kuning 19 46 1,18

4 1350 Hijau tua 14,5 47 0,86

5 2075 Hijau 19 55 0,60

6 1400 Hijau 14 49 1,47

7 2200 Coklat 19 58 1,46

8 4300 Coklat 27 69 1,99

9 2050 Hijau kekuningan 17 54 1,20

10 2400 Coklat kehijauan 21 56 1,12

11 2575 Kuning 27 57 1,47

12 3250 Hijau 23,5 62 1,12

13 2125 Hijau 20 54 1,0

14 2175 Hijau kecoklatan 17 58 1,20

15 3300 Coklat kehijauan 24,5 62 2,15

16 1850 Coklat 18 50 0,67

17 2475 Hijau 25,5 55 1,64

18 3150 Coklat 24 62 1,30

19 2825 Hijau 28 55 1,39

20 2150 Hijau tua 23 49 0,96

21 4850 Hijau kecoklatan 27 71 1,34

22 3525 Hijau kekuningan 18 70 1,32

23 2175 Hijau kecoklatan 20 54 1,09

24 3250 Kuning Kehijauan 22 71 1,54

25 2350 Hijau 18 61 1,44

26 1150 Hijau 14,5 49 1,22

27 1650 Hijau 17,5 47 0.95

28 1950 Coklat 21 57 1,12

29 1525 Kuning 20 51 1,42

30 2600 Kuning kehijauan 20 63 1,24

31 2900 Coklat kehijauan 22 62 1,10

32 2750 Coklat kekuningan 21 60 1,16

Page 185: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

267

Tabel 2. Penampilan Daging Buah 32 Varietas Durian Asal Kediri, 2004.

No

varietas

Aroma

Utuh

Warna

daging

Tebal

daging

Rasa

Daging

Tekstur

Daging

Kekerasan

daging

Daging

Mudah

dilepas/

tidak

Jumlah

1 40 10 10 40 40 40 20 180

2 40 35 10 30 40 10 20 165

3 40 10 35 30 40 10 20 165

4 40 10 10 30 40 40 20 170

5 50 35 35 30 40 10 20 210

6 40 10 35 10 40 40 20 175

7 50 10 35 40 40 40 20 185

8 40 35 35 10 40 40 20 190

9 40 35 35 30 40 10 20 210

10 20 35 35 30 40 40 20 220

11 20 10 10 10 40 10 20 120

12 40 35 35 40 40 40 20 250

13 29 35 35 30 40 40 20 220

14 20 10 35 10 40 10 20 175

15 20 35 50 40 40 10 30 255

16 20 35 35 10 40 40 20 170

17 50 35 35 30 40 10 20 220

18 40 40 35 30 40 40 20 245

19 20 10 35 10 40 10 20 145

20 40 35 35 30 40 10 20 210

21 20 35 50 50 40 40 30 265

22 40 35 50 30 40 40 20 255

23 20 35 35 40 40 40 20 230

24 40 35 35 30 40 10 20 210

25 50 35 35 40 40 40 20 260

26 20 35 35 30 40 40 30 230

27 40 35 35 40 40 40 20 250

28 20 40 10 30 40 40 20 200

29 40 40 10 40 40 40 20 230

30 20 40 50 40 40 40 20 270

31 20 35 35 30 40 40 30 230

32 20 40 35 30 40 40 20 195

Keterangan: Nilai penampilan daging buah

Aroma utuh : 10-20 = lemah, 21-30 = sedang, 31-40 = kuat, 41-50 = sangat kuat

Warna daging : 10-20=putih, 21-30=putih kekuningan,31-40= kuning, 41-50= sangat kuning

Tebal daging : 10-20=tipis, 21-30=sedang, 31-40 = tebal, 41-50 = sangat tebal

Rasa daging :10-20= tidak manis, 21-30=sedang , 31-40 = manis, 41-50 = sangat manis

Tekstur daging: 10-20 = kasar, 21-30= sedang, 31-40 = halus, 41-50 = sangat halus

Kekerasan daging : 10-20 = sangat lembek, 21-30= lembek, 31-40=sedang, 41-50 pulen

Daging mudah dilepas/tidak : 10-20 = agak mudah , 21-30= mudah, 31-40 = sangat mudah

Hasil inventarisasi dan karakterisasi varietas durian di Kabupaten Kediri

tahun 2004 memperoleh beberapa calon varietas unggul antara lain durian Gapu I

dan Gapu II yang berasal dari desa Gadungan-Puncu. Hasil pengamatan morfologi

tanaman untuk durian GAPU I dan GAPU II tertera pada Tabel 3. Keragaan pohon

induk tunggal dari kedua durian tersebut tidak jauh berbeda walaupun umur

tanaman cukup berbeda. Durian GAPU I berumur sekitar 25 tahun sedangkan

durian GAPU II berumur lebih dari 75 tahun.

Page 186: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

268

Tabel 3. Keragaan tanaman durian GAPU I dan GAPU II.

Keragaan Durian GAPU I Durian GAPU II

Tinggi tanaman (m) 15 17

Lingkar batang (cm) 73 95

Bentuk batang silindris silindris

Warna batang Coklat muda Coklat muda

Bentuk daun jorong jorong

Panjang daun (cm) 16,5-17,5 15-16,2

Lebar daun (cm) 5,5 – 6,5 5,2 – 5,5

Tepi daun rata rata

Ujung daun runcing runcing

Permukaan daun licin licin

Warna daun atas Hijau tua Hijau tua

Warna daun bawah Coklat coklat

Panjang tangkai daun

(cm)

3,1- 3,5 3,2-3,6

Bentuk buah Bulat telur Agak bulat

Ukuran buah Besar sedang

Duri buah Sedang Kecil

Selain karakteristik durian GAPU I dan GAPU II juga digunakan

pembanding varietas unggul durian Otong dan pembanding durian lokal seperti

yang tertera pada Tabel 4. Dibandingkan dengan durian lokal dan durian Otong

maka durian GAPU I lebih manis, ukurannya lebih besar, bagian yang dapat

dimakan lebih banyak dan daging buahnya memiliki tebal setara durian Otong .

Durian GAPU I mempunyai keunggulan warna dagingnya kuning, daging buah

punel, tidak berair, berserat halus dan banyak disukai konsumen yang tidak suka

rasa pahit (rasa alkohol) karena rasa buahnya manis sekali tanpa ada rasa pahit

sedikitpun (Tabel 3). Durian GAPU I juga memiliki kadar vitamin C yang tinggi.

Sedangkan durian GAPU II dagingnya sangat tebal, berbiji sangat kecil

(sering disebut durian “kempes”), aromanya kuat, rasanya sangat manis, punel

sedikit berair dan ukuran buahnya cukup, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.

Keunggulan-keunggulan ini menyebabkan durian GAPU II banyak disukai dan

dicari konsumen. Dengan bagian yang dapat dimakan sebesar hampir 28% dan

rasa daging buah yang sangat manis (kadar gula 35 %) serta rasa beralkohol yang

proporsional.

Dibandingkan dengan durian Petruk dan durian Otong maka durian GAPU I

lebih manis, ukurannya lebih besar, bagian yang dapat dimakan lebih banyak dan

daging buahnya memiliki tebal setara durian Otong . Durian GAPU I mempunyai

keunggulan warna dagingnya kuning, daging buah punel, tidak berair, berserat

halus dan banyak disukai konsumen yang tidak suka rasa pahit (rasa alkohol)

karena rasa buahnya manis sekali tanpa ada rasa pahit sedikitpun (Tabel 3). Durian

GAPU I juga memiliki kadar vitamin C yang tinggi. Bila dibandingkan dengan

durian Petruk maka durian GAPU I memiliki ukuran buah yang lebih besar hingga

lebih dari 3 kilogram. Sedangkan durian Petruk berukuran hanya 1,0-1,5 kg per

buah, kulit buah tipis, daging buah kuning dan rasa manis –legit (Tabel 3). Durian

GAPU I berbeda dengan durian Petruk karena ukuran buah lebih besar, bentuk

buah oval dan teratur bentuknya, bentuk duri kerucut dengan ukuran besar dan

Page 187: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

269

teratur. Buah durian GAPU I dan II lebih mudah dibelah dibandingkan durian

Petruk. Sedangkan durian Petruk bentuk duri kerucut kecil, rapat, tajam dan buah

sukar dibelah. Dengan melihat data pada tabel 3 maka durian GAPU I dan GAPU

II berbeda dengan durian Petruk maupun Otong

Tabel 4. Karakteristik Durian GAPU I, GAPU II dibandingkan dengan

pembanding varietas Otong dan Petruk

Uraian Durian

“GAPU I”

Durian

“GAPU II” Durian Petruk Durian Otong

Bobot buah (gr) 3.300 2.350 1500 3500

Lingkar buah (cm) 66,5 56 43 67,5

Panjang buah (cm) 24,3 20 17 25,6

Bobot biji dan daging (gr) 1.325 850 550 1.245

Bobot kulit (gr) 1.975 1.500 950 1.875

Bobot biji (gr) 482.5 15 194 356

Bobot daging (gr) 842,5 815 356 899

Bagian yang dapat

dimakan (%)

25,53 34,66 23,73 20,22

Jumlah biji 21 22 11 23

Keadaan biji Biasa Kecil sekali

(kempes)

Biasa Biasa

Bobot daging

dibandingkan bobot (biji

+ daging) (%)

63,6 96,23 64,72

Warna kulit Kuning Kuning

kehijauan

Hijau

kekuningan

Kuning kecoklatan

Warna daging Kuning Kuning Kuning Kuning

Aroma Sedang Kuat Kuat Sedang

Rasa buah Manis sekali Manis sedikit

pahit

Manis legit,

sedikit

beralkohol

Manis

Rasa alkohol Tidak ada Sedikit terasa Sedikit terasa Sedikit terasa

Serat Halus Halus sedang Agak kasar

Kepunelan Punel,

kering

Punel, sedikit

berair

Punel, sedikit

berair

Punel, sedikit

berair

Tebal daging buah (mm) 9,5 14,5 6,5 9,75

Tebal kulit buah (mm) 6,56 5,23 11 8,45

Jumlah juring 5 5 5 5

Bentuk duri Kerucut dan

besar,

teratur,

mudah

dibelah

Kerucut

sedang dan

teratur,

mudah

dibelah

Kerucut kecil

dan rapat, agak

sukar dibelah

Kerucut kecil dan

rapat dan tajam ,

mudah dibelah

Kadar gula (%) 31,33 35 - -

Vitamin C (mgr/100 gr

bahan)

9,802 6,25 - -

Protein (%) 2,593 2,571 - -

Air (%) 62,894 68,229 - -

Lemak (%) 0,360 1,519 - -

Abu (%) 3,215 2,128 - -

Karbohidrat (%) 30,938 25,553 - -

Page 188: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

270

Hasil uji preferensi konsumen terhadap durian GAPU I dan GAPU II selain

dilakukan secara langsung pada saat kontes buah durian , juga dilakukan oleh 11

orang panelis . Rata-rata hasil uji preferensi konsumen terhadap buah durian GAPU

I, II dan durian lokal sebagai pembanding ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata hasil uji preferensi konsumen terhadap buah durian GAPU I, II

dan durian lokal Tingkat kesukaan konsumen*

Parameter Durian GAPU I Durian GAPU II Durian “Tanpa Nama”

pengamatan Sangat

suka

Biasa/cu

kup suka

Tidak

suka

Sanga

t suka

Biasa/cu

kup suka

Tidak

suka

Sanga

t suka

Biasa/cu

kup suka

Tidak

suka

Ukuran buah V V V

Aroma buah V V V

Warna kulit V V V

Warna

daging buah

V V V

Tebal daging

buah

V V V

Rasa manis

daging buah

V V V

Kehalusan

daging buah

V V V

Tekstur

daging buah

V V V

Rasa

proporsional

(manis dan

pahit

/alcohol)

V V V

Rasa

keseluruhan

daging buah

V V V

*Jumlah panelis 11 orang.

Inventarisasi hama durian secara transek di Desa Gadungan, Kecamatan

Puncu dilakukan pada bulan April 2004. Pengamatan hama secara khusus di

lakukan pada kebun milik bapak Suroto dengan jumlah kepemilikan tanaman

durian sekitar 25 pohon

Tanaman durian yang sudah berbuah umumnya di serang oleh penggerek

batang atau ranting (Xyleutes leuconotus), penggerek buah/biji (Hypophereqea sp

dan Trirathaba sp), dan lalat buah (Bractosera sp) . Dari wawancara dengan petani

diketahui bahwa tanaman durian yang dimiliki setiap tahun terserang oleh hama

penggerek batang/ranting, penggerek buah, dan lalat buah. Petani durian selama

ini belum mengendalikan hama dan penyakit dengan pestisida ataupun metoda

pengendalian lainnya.

Page 189: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

271

Tabel 6. Hasil pengamatan jenis hama yang menyerang tanaman durian

Gadungan,Puncu 2004.

Tanaman

contoh

Jenis Hama Tingkat serangan

komplek (%) Penggerek

batang/ranting

Penggerek

buah/biji Lalat buah

1 + - - 1

2 + + - 5

3 - + + 2

4 + - - 2

5 - - - -

6 - - - -

7 - - - -

8 - - + 1

9 - - - -

10 - - - -

Jumlah 11

Rata-rata 1,1 Keterangan: + = ada serangan, - = tidak ada serangan

Adapun deskripsi varietas durian Gapu I dan Gapu II berturut-turut disajikan pada

Tabel 7 dan 8.

Page 190: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

272

Tabel 7. Deskripsi Varietas Durian Gapu I (Karakter Penciri)

Deskripsi Uraian

Asal tanaman : lokal Desa Gadungan, Puncu, Kediri

Bentuk batang : silindris

Warna batang : coklat keabu-abuian

Bentuk daun : jorong

Ukuran daun : panjang 16,5-17,5 cm; lebar daun 5,5-

6,5 cm

Tepi daun : rata

Ujung daun : runcing

Permukaan daun : rata

Warna permukaan daun atas : hijau tua

Warna permukaan daun bawah : coklat keperakan

Panjang tangkai daun : 6,57-7,05 cm

Bentuk bunga : bulat dalam tandan

Warna mahkota bunga : putih

Warna benangsari : putih kekuningan

Warna kelopak bunga : kehijauan

Jumlah bunga pertandan : 5-20 kuntum

Jumlah buah pertandan : 1-3 buah

Bentuk buah : bulat lonjong

Ukuran buah : lingkar buah 66,5- 70,20 cm, panjang buah

24,3-25,6 cm

Berat per buah : 3,30-3,55 kg

Panjang tangkai buah : 3,1 – 3,5 cm

Warna kulit buah masak : coklat kekuningan

Ketebalan kulit buah : 6,56 – 6,85 cm

Duri buah : kerucut besar, ujung runcing, tidak rapat

Kekerasan buah : lunak

Warna daging buah : kuning

Ketebalan daging buah : tebal

Rasa daging buah : manis sekali

Aroma buah : sedang

Jumlah juring per buah : 5 buah

Kandungan gula : 31,33-32,10 0 Brix

Kandungan vit C/100 g bahan : 9,802- 9,853 mg

Kandungan karbohidrat : 30,938-31,234 %

Kandungan Protein : 2,593 –2,602 %

Kandungan lemak : 0,36 –0,375 %

Kandungan abu : 3,215 –3,240 %

Kandungan air : 62,894 – 62,950 %

Hasil per pohon : 100-150 buah /th (300-350 kg/ph/th) umur

20 tahun

Identitas pohon induk tunggal : milik bapak Suroto, desa Gadungan,

kecamatan Puncu, kab. Kediri . No PIT

PIT/Dr/l 20/Jatim/35

Keterangan kelembaban : sesuai ditanam di dataran rendah, dengan

tinggi

_____________________________________________________________________________________

Page 191: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

273

Tabel 8. Deskripsi Varietas Durian Gapu II (Karakter Penciri)

Deskripsi Uraian

Asal tanaman : lokal Desa Gadungan, Puncu, Kediri

Bentuk batang : silindris

Warna batang : coklat keabu-abuian

Bentuk daun : jorong

Ukuran daun : panjang 15-16,2 cm , lebar daun 5,2-5,5 cm

Tepi daun : rata

Ujung daun : runcing

Permukaan daun : rata

Warna permukaan daun atas : hijau tua

Warna permukaan daun bawah : coklat keperakan

Panjang tangkai daun : 5,60-7,05 cm

Bentuk bunga : bulat dalam tandan

Warna mahkota bunga : putih

Warna benangsari : putih kekuningan

Warna kelopak bunga : kehijauan

Jumlah bunga pertandan : 5-30 kuntum

Jumlah buah pertandan : 1-5 buah

Bentuk buah : bulat lonjong

Ukuran buah : lingkar buah 56-60,2 cm, panjang buah 20-

22,3 cm

Berat per buah : 2,35-2.55 kg

Panjang tangkai buah : 4,5-5,2 cm

Warna kulit buah masak : coklat kekuningan

Ketebalan kulit buah : 5,23-5,50 cm

Duri buah : kerucut sedang, ujung runcing, tidak

terlalu rapat

Kekerasan buah : lunak

Warna daging buah : kuning

Ketebalan daging buah : tebal

Rasa daging buah : manis sekali

Aroma buah : kuat

Jumlah juring per buah : 5 buah

Kandungan gula : 35 –36,2 0 Brix

Kandungan vit C/100 g bahan : 6,25-6,55 mg

Kandungan karbohidrat : 25,55-25,72 %

Kandungan Protein : 2,57- 2,78 %

Kandungan lemak : 1,519-1,623 %

Kandungan abu : 2,128-2,230 %

Kandungan air : 68,229-68.450 %

Hasil per pohon : 120-160 buah /th (350-400 kg/ph/th) umur

> 50 tahun

Identitas pohon induk tunggal : milik bapak Wajib, desa Gadungan,

kecamatan Puncu, kab. Kediri . No PIT

PIT/Dr/l 20/Jatim/36

Keterangan kelembaban : sesuai ditanam di dataran rendah, dengan

: tinggi

_____________________________________________________________________________________

Page 192: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

274

KESIMPULAN

Dari hasil kegiatan ini dapat disimpulkan antara lain :

1. Pada sentra produksi durian di kabupaten Kediri terdapat keragaman

varietas dari durian yang bermutu tinggi hingga kurang bermutu.

2. Varietas durian Gapu I dan Gapu II merupakan varietas unggulan dari

kabupaten Kediri

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. Hasil lokakarya RUSNAS.

Pengembangan Buah-buahan unggulan Indonesia. PKBT , IPB.

Baswarsiati, M. Soegiyarto, Yuniarti, Suhardi. 2002. Pengkajian ragam kultivar

lokal hortikultura spesifik lokasi Jatim. Lap. Hasil Penelitian (belum

dipublikasi).

Diperta Propinsi Jawa Timur. 2001. Program Pengembangan Hortikultura Propinsi

Jawa Timur th 1999-2004.

Manuwoto, S. 2000. Pengembangan buah-buahan unggulan Indonesia. Pusat

Kajian Buah-buahan Tropika. IPB.

Paimin, F.R. 2003. Durian incaran berbagai daerah. Trubus , no XXXIV. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Poerwanto, R., dan S. Manuwoto. 2000. Kerangka Acuan Riset Unggulan Strategi

Nasional. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. IPB.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. 1997. Hasil-hasil Penelitian

1994-1997 Puslitbanghorti untuk pengkajian dan umpan balik. Rapat Kerja

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Denpasar.

Sadhani, B. 2003. Angkat pamor durian lokal. Trubus , no XXXIV. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Syariefa, E. 2003. Durian lokal diincar. Trubus , no XXXIV. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Page 193: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

275

ADAPTASI CALON VARIETAS MELON HASIL PERSILANGAN

3 GALUR MELON

M. Sugiyarto*), B. Tegopati*), Baswarsiati*), Sarwono*) dan Martono*)

ABSTRAK

Melon (Cucumis melo L) merupakan salah satu komoditas buah yang

digemari oleh mesyarakat karena mempunyai keunggulan dalam rasanya yang

manis, teksur daging buah lembut dengan warna berbeda dan mempunyai aroma

yang khas. Bagi petani, melon merupakan komoditas bernilai ekonomis tinggi tetapi

juga beresiko tinggi dalam kegagalan panen, sehingga tidak jarang terdapat buah

melon dengan kualitas rendah. Semua benih melon berasal dari import dan untuk

meningkatkan mutu buah serta mengurangi benih import dilakukan uji hasl

persilangan. Uji persilangan dilakukan di kebun BPTP Jawa Timur, sedang uji hasil

persilangan dilakukan di lahan Petani di Duwet, Kediri ditata dalam rancangan

acak kelompok. Pewarisan jala pada buah melon sangat ditentukan oleh induk

jantan, dengan demikian pada program pemuliaan untuk memenuhi melon berjala

harus memiliki galur yang berjaring sempurna. Gambaran pewarisan besar buah,

tampaknya sangat ditentukan oleh besar buah induk betina. Pewarisan warna

daging buah terlihat jelas, buah berdaging oranye bila disilangkan sebagai induk

betina maupun jantan maka keturunannya akan berdaging oranye. Pewarisan

warna daging buah tersebut belum diketahui secara pasti apakah secara dominan

atau karena sifat epistasis. Daya adaptasi masing-masing persilangan cukup baik

dan dapat bersaing dengan varietas lain yang telah dikembangkan oleh petani.

Kata kunci: pewarisan sifat, daya gabung, galur melon, kualitas

ABSTRAC

Melon (Cucumis melo L) was once of fruit with spesific tested, quality and

appearance of fruit. Melon have highly ekonomis, but with highly fall of harvested

becouse pest and diseases. Increasing of this characters with crossing each others.

Crossing was carried out at Malang of Research and Assessment Instalation for

Agriculture Technology, and test of agronomical characters was carried out at

farmers in Duwet vilage, Kediri. Heritability of net skin depend on female parent,

and for increasing net skin must be have the pure line with perfect net skin. The

heritability of fruit weight appeared by male, heritability of orange flash color

appeared dominance, all crossing with orange flesh color for male or female have

orange flesh color, but not appeared yet there dominant or epistasis. Variety

adaptations was goot and prospetif for development.

Key worth : Heritability, combining ability, line, melon

__________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 194: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

276

PENDAHULUAN

Melon (Cucumis melo L) merupakan salah satu komoditas buah yang

digemari oleh mesyarakat karena mempunyai keunggulan dalam rasanya yang

manis, teksur daging buah lembut dengan warna berbeda dan mempunyai aroma

yang khas. Bagi petani, melon merupakan komoditas bernilai ekonomis tinggi tetapi

juga beresiko tinggi dalam kegagalan panen, sehingga tidak jarang terdapat buah

melon dengan kualitas rendah. Produk melon berkualitas rendah sangat terkait

dengan teknik budidaya dan varietas yang ditanam. Varietas melon yang telah

berkembang semuanya berasal dari benih import dengan harga yang cukup tinggi,

mencapai 1/4 s/d 1/5 biaya produksi. Kekagalan panen terutama oleh adanya

serangan hama dan penyakit yang pengendaliannya kurang tepat.

Dalam rangka mengurangi ketergantungan benih import, maka diusahakan

untuk melakukan penelitian yang mengarah kepada perbenihan dan pengembangan

yang mengarah kepada perbaikan kualitas hasil. Penelitian telah dimulai dari

tahun 1996 dan sampai tahun 2002 telah diperoleh galur-galur keturunan ke tujuh.

Masing-masing galur yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan dalam

karakter, baik dalam bentuk dan ukuran buah, keberadaan jala, warna dan

kekerasan daging (Sugiyarto et al. 2001).

Di sentra produksi, varietas melon yang dikembangkan terutama varietas

Action dengan jala halus dan rapat, varietas lainnya adalah Glamour dan Monami

yang berdaging oranye, serta AG2 dengan kulit halus. Menurut petani kelebihan

Action adalah buahnya lebih berbobot dibanding yang lain. Sementara itu tuntutan

pedagang selain berbobot yang penting telah berwarna kuning, sehingga untuk

mencapai keseragaman warna para pedagang melakukan penyemprotan dengan

Etrel tiga hari sebelum dipanen.

Beberapa galur yang telah menunjukkan keseragaman mempunyai karakter

yang mirip dengan karakter melon yang telah berkembang. Hasil observasi

pendahuluan persilangan beberapa galur menunjukkan adanya pewarisan dan

penggabungan sifat-sifat dari induk yang dipersilangkan (Sugiyarto et al. 2001).

Beberapa galur terpilih adalah 7.1.2.A, 7.1.2B, dan 7.13.9, dan untuk memperbaiki

karakter-karakter yang diinginkan dan untuk mengetahui lebih jauh sifat-sifat

pewarisan perlu dilakukan persilangan antar galur dan uji daya hasil pada

agroekologi di sentra produksinya

Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan varietas unggul F1 melon dan

menghasilkan melon persilangan 3 galur melon.

METODOLOGI

Salah satu sarana produksi utama dalam pengembangan melon adalah benih,

dan selama ini sangat tergantung pasokan dari impor hibrida yang harganya relatif

mahal. Sementara itu perbenihan melon di Indonesia belum tertangani. Untuk

itulah maka dilakukan usaha pemurnian varietas-varietas yang telah berkembang

agar diperoleh galur-galur murni.

Dari galur-galur murni tersebut dapat diperoleh dua keuntungan yaitu: 1) bila

ternyata karakter-karakter galur murni dapat bersaing dengan varietas yang

berkembang maka dapat langsung dikembangkan menjadi varietas baru.

Page 195: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

277

2). Dari galur-galur murni dapat pula dirancang untuk menghasilkan varietas

tertentu dengan sifat yang diinginkan melalui persilangan-persilangan.

Hasil penggaluran melon sampai dengan keturunan ke tujuh telah

menunjukkan tanda-tanda keseragaman karakter dalam galur. Untuk mengetahui

lebih jauh kemantapan karakter tersebut perlu dilakukan pengujian pada sentra

produksi sekaligus membandingkan dengan varietas yang telah berkembang. Selain

itu untuk mengetahui pewarisan karakter-karakter perlu dilakukan persilangan

antar galur. Hasil saling silang tersebut merupakan hibrida-hibrida dengan sifat-

sifat unggul tersendiri.

Kualitas melon yang berada di pasaran sangat bervariasi dan sebagian besar

kualitasnya belum memenuhi standart untuk masuk ke pasar Swalayan, oleh sebab

itu perlu dilakukan kajian untuk meningkatkan kualitas buah.

Pengkajian merupakan kegiatan lapang terdiri dari dua kegiatan, kegitan

pertama adalah persilangan 3 galur melon di kebun percobaan BPTP Jawa Timur,

sedang kegiatan kedua adalah uji hasil persilangan pada sentra produksi melon di

Kabupaten Kediri. Kegiatan lain adalah kajian pengaruh pupuk terhadap kualitas

buah. Persilangan beberapa galur dilakukan di kebun BPTP Jawa Timur dengan

menggunakan galur yang mempunyai karakter buah berjala halus dan rata, berjala

kasar dan rata, mempunyai buah besar, dengan warna daging buah yang berbeda

(putih kehijauan dan oranye), dirancang melalui rancangan diallel.

Data yang dikumpulkan meliputi tinggi, luas daun pada umur 15 dan 30 hari

setelah tanam, produksi dan karakter buah pada saat panen.

Analisis pembandingan antar galur dilakukan dengan analisis sidik ragam,

dan dilanjutkan melalui perbandingan kontras.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan tanaman melon secara keseluruhan terlihat normal, berbunga

pada umur antara 29 s/d 30 hari setelah tanam dan panen pada umur 70 hari

setelah tanam. Dalam usahatani melon panen pada umur 70 HST telah

menunjukkan pertumbuhan yang optimal, artinya gangguan hama dan penyakit

tidak berpengaruh pada pertanaman.

Rata-rata berat buah varietas 001 (2.21 kg) (Tabel 1) tidak berbeda dibanding

varietas 007 (2.24 kg) dan 008 (2.29 kg) sebagai pembanding, Varietas 002 (1.80 kg)

dan 003 (1.92 kg) mempunyai buah lebih kecil dibanding 001, 007 dan 008. Rata-rata

panjang buah semua varietas yang diuji tidak berbeda, sedang karakter diameter

buah terdapat perbedaan, tetapi diameter varietas 001, 002 tidak berbeda dibanding

007 dan 008, begitu pula untuk karakter tebal daging 001 (5.57 cm) tidak berbeda

dengan tebal buah daging varietas 007 (5.49 cm) dan 008 (5.46 cm)

Page 196: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

278

Tabel 1. Rata-rata umur tananam berbunga, panen dan ukuran buah persilangan 3

galur melon saat panen

Kode

Varietas

Umur tanaman (hari) Ukuran buah

Berbunga

(HST)

Panen

(HST) Berat (kg) Panjang (cm) Diameter (cm)

P1 x P1 29.7 cd 70 a 2.29 a 17.48 a 14.79 ab

P1x P2 29.3 d 70 a 2.11 a 17.18 a 14.45 abc

P1 x P3 30.0 bc 70 a 2.14 a 16.52 a 14.24 bc

P2 x P1 30.0 bc 70 a 2.27 a 17.38 a 13.67 c

P2 x P2 29.7 cd 70 a 1.91 b 16.76 a 15.09 a

P2 x P3 29.7 cd 70 a 1.80 b 16.84 a 14.66 ab

P3 x P1 30.7 a 70 a 1.70 b 17.28 a 15.09 a

P3 x P2 30.3 ab 70 a 1.92 b 16.67 a 15.22 a

P3 x P3 30.3 ab 70 a 1.74 b 16.62 a 15.12 a

Bnt 5 % 0.62 0.16 0.21 1.98 0.80

KK (%) 1.48 3.13 7.34 8.25 3.39

Keterangan: Angka – angka yang diiukuti huruf sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada

Unji Bnt 5%. HST: Hari setelah tanam

Persentase bagian buah yang bisa dimakan antara varietas 001 dan 002

masing-masing (80.17%) tidak berbeda dengan varietas 007 (79.82%) (Tabel 2).

Kadar gula yang ditentukan dengan Refraktometer antara varietas 001 (13.58 Brix)

dan 002 (13.3 Brix) tidak berbeda dibanding 007 (12.88 Brix) dan 008 (12.92 Brix).

Kondisi buah melon dengan Brix 12 atau lebih telah masuk pada standart buah

supermarked. (Tabel 2).

Tabel 2. Rata-rata kadar gula, prosentase buah bisa dimakan dan daya simpan

kemurnian persilangan 3 galur melon.

Varietas

Buah bisa

dimakan

(%)

Kadar gula

(Brix)

Daya

simpan

(hari)

Tipe menyimpang

(%)

P1 x P1 80.17 cd 13.58 a 12.00 a 0.37 a

P1x P2 80.17 bc 13.35 ab 11.23 b 0.37 a

P1 x P3 81.34 ab 13.27 ab 10.67 c 0.37 a

P2 x P1 81.74 a 12.43 b 9.08 d 0.75 ab

P2 x P2 79.50 de 13.07 ab 11.33 b 0.20 a

P2 x P3 78.74 e 12.56 b 11.33 b 17.62 b

P3 x P1 79.82 cd 12.88 ab 11.37 b 0.12 a

P3 x P2 78.92 e 12.92 ab 11.33 b 0.25 a

P3 x P3 78.80 cd 12.89 ab 11.34 b 0.22 a

Bnt 5 % 0.95 0.97 0.22 0.56

KK (%) 5.00 5.00 1.10 2.32 Keterangan : Angka – angka yang diiukuti huruf sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada

Unji Bnt 5%.

Pewarisan jala (net) kulit buah memperlihatkan bahwa keturunan P1 dengan

jala jarang sebagai induk betina bila disilangkan dengan pejantan yang mempunyai

net lebih rapat, jala pada keturunannya mengalami kenaikan menjadi lebih rapat

(Tabel 3). Sebaliknya bila induk melon mempunyai jala rapat sebagai induk betina

disilangkan dengan induk jantan yang mempunyai jala lebih jarang maka kerapatan

jala keturunannya akan berkurang.

Page 197: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

279

Dalam hal ini dapat memberikan gambaran bahwa pewarisan jala pada buah melon

sangat dipengaruhi oleh induk jantan, dengan demikian pada program pemuliaan

untuk memenuhi kebutuhan melon berjala rapat harus memiliki galur yang berjala

sempurna yaitu rapat dan tebal.

Tabel 3. Rata-rata ranking jala, berat buah dan tebal daging hasil persilangan 3

induk galur melon Kode varietas Rangking jala Berat buah (kg) Tebal daging (cm)

P1 x P1 1.53 2.29 a 5.02 a

P1x P2 3.07 2.11 a 4.73 ab

P1 x P3 2.13 2.14 a 4.79 ab

P2 x P1 2.8 2.27 a 4.74 ab

P2 x P2 3.07 1.91 b 4.63 b

P2 x P3 2.27 1.80 b 4.37 c

P3 x P1 2.28 1.70 b 4.23 c

P3 x P2 2.8 1.92 b 4.68 b

P3 x P3 1.53 1.74 b 4.67 b

Keterangan: rangking jala 1= 1-20%; 2= >20 - 40; 3 = >40 – 60; 4 = >60 – 80; 5 = >80%

Gambaran pewarisan besar buah, tampaknya sangat ditentukan oleh besar

buah induk betina, sebab apabila induk betina buahnya besar (P1) yang disilangkan

dengan pejantan buah lebih kecil (P2 dan P3) keturunannya mempunyai buah

berukuran lebih besar dari induk pejantan (P1 x P2 dan P1 x P3). Pewarisan besar

buah tersebut tidak sepenuhnya dominan, tetapi tampaknya adaptif, karena apabila

pejantan mempunyai ukuran lebih besar dari induk betina, ukuran buah

keturunannya dapat lebih besar atau lebih kecil dibanding induk betinanya.

Pewarisan ketebalan daging buah tidak begitu jelas, karena tebal daging buah

induk dan keturunannya tidak menunjukkan adanya perbedaan yang mencolok atau

nyata, kecuali untuk induk P1 bahwa tebal daging keturunannya lebih tipis dari

induknya.

Gambaran pewarisan warna kulit buah tidak tampak jelas, karena dari ketiga

induk mempunyai sifat bahwa kulitnya akan berubah menjadi kuning atau dapat

mengalami kematangan bila sudah masak. Pada melon memang ada dua tipe yaitu

melon yang dapat mengalami kematangan (klimaterik) seperti melon Action dan Sky

Rocked, tetapi ada pula yang tidak dapat mengalami pematangan setelah dipetik

(non klimaterik) seperti Rock melon sehingga pemetikannya harus sudah betul-betul

tua. Masing-masing tipe mempunyai karakteristik tersendiri dan menentukan

bagaimana budidayanya. Untuk jenis klimaterik bila terjadi gagal panen masih bisa

matang dengan perlakuan tertentu, misalnya diperlakukan dengan Etrel dll, sedang

pada jenis non klimaterik bila terjadi gagal panen maka sulit pemasarannya karena

walau dietrel tidak akan dapat merubah penampilan maupun rasa.

Page 198: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

280

Tabel 4. Karakteristik buah hasil persilangan diallel 3 galur melon

Kode varietas Warna kulit Warna daging

0001 Hijau Oranye

0002 Hijau Oranye

0003 Kuning Oranye

0004 Hijau Oranye

0005 Kuning Putih

0006 Kuning Putih kekuningan

0007 Hijau Oranye

0008 Kuning Putih

0009 Hijau kuning Hijau kuning

Pewarisan warna daging buah terlihat jelas buah berdaging oranye bila

disilangkan baik sebagai induk betina atau jantan maka keturunannya akan

berdaging oranye. Pewarisan warna daging buah tersebut belum diketahui secara

pasti apakah secara dominan atau karena sifat epistasis. Perbedaannya adalah,

pada pewarisan dominan suatu saat bisa tidak dapat terlihat pengaruhnya karena

efeknya hanya pada satu allel, sedang pada pewarisan secara epistasis adalah warna

merah akan selalu menutupi warna lain walaupun sifat yang lain tersebut dominan

atau resesif.

Hasil adaptasi menunjukkan bahwa calon varietas dapat beradaptasi dengan

baik dan dapat bersaing dengan varietas yang telah beredar dipasaran.

KESIMPULAN

Hasil-hasil kajian memberikan gambaran yang dapat disimpulkan sebagai

berikut.

Pewarisan jala buah melon ditentukan oleh induk jantan

Pewarisan warna daging oranye dominan

Adaptasi masing-masing persilangan cukup baik

PRAKIRAAN DAMPAK

Hasil-hasil pengkajian pewarisan karakteristik buah berdampak pada para

pemulia agar dengan mudah merakit varietas baru sesuai dengan keinginan pasar.

Page 199: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

281

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2000. Renstra dan Kebijakan Pembangunan Daerah Jawa Timur Th

2001-2003.

Anonimous. 2000. Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Timur.

Camacho-Bustos, S. 1987. Managing Fruit-tree Nurseries. International Agricultural

Development Service 6 p.

Departemen Pertanian, 2001. Undang-undang RI Nomer 29 tahun 2000 tentang

Perlindungan Varietas Tanaman.

Hadi S., dan Baran, W. 1995. Keterkaitan dunia pendidikan tinggi dengan industri

perbenihan dalam penyediaan pangan nasional. Prosidin Seminar Sehari

Perbenihan menghadapi Tantangan Pertanian Abad XXI. Keluarga benih Vol

VI (1): 25-34

Hardiyanto. 1988. Plasma Nutfah dan Pemanfaatannya dalam Pembentukan Kebun

Bibit Dasar dan Bibit Induk buah-buahan. Paper disajikan pada kursus

teknik pembibitan dan pengelolaan pembibitan buah-buahan tanggal 4-11

April 1988. Sub Balithorti Tlekung. Malang 16 p.

Kuswanto, H., 1994. Produksi dan distribusi benih. Forum komunikasi dan antar

peminat dan ahli benih. Balitas, Malang.

Lippert, L.F., and P.D. Legg. 1972a. Appearance and quality charactters in musk

melon fruit evaluated a ten cultivar diallel cross. J. Amer. Soc. Hortic. Sci.

97:84-87.

Lippert, L.F., and P.D. Legg. 1972b. Diallel analysis for yield and maturity

characeristik in muskmelon cultivars.J. Amer. Soc. Hortic. Sci. 104:100-101.

Nandpuri, K.S., S. Singh, and T.Lal. 1974. Study on the comparattive performance of

FI hybrids and their parents in muskmelon. Punjab Agric. Univ.J. Res. 11:230-

238.

Pearson, O.H.1983. Heterosis in Vegetables Crops. In: Frankel, R. (ed). Heterosis:

Reappraisal of Theory and Practice. Pp. 138-188. Monographs on Theorical

and Aplied Genetics 6. Springer-Verlag, Berlin-Heidelberg-New York-Tokyo.

Purnomo, S. 1988. Varietas Buah-buahan: Potensi dan Prospeknya. Rapat

Pemantapan Penelitian Buah-buahan. Dalam Repelita V. Sub Balai

Penelitian Hortikultura Malang.

Rismunandar. 1986. Mengenal tanaman buah-buahan . Sinar Baru. Bandung. 109 hal

Scoot. M.A. 1987. Management of hard nursery stock plant to achive high yields of

quality cuttings. Hort. Science. 22(5):738-741.

Steward, B. 1990. Evaluasi Pelaksanaan Program Kebun Bibit Desa. Proyek

Pertanian Lahan Kering dan Konservasi Tanah DAS Brantas Jawa Timur. 87

hal.

Wijaya, M. Reza dan E. Tuherkih. 1994. Pengelolaan pembibitan tanaman buah.

Penebar Swadaya, Jakarta.

Winarno, M. 1990. Teknik perbanyakan cepat buah-buahan tropik.Puslitbang

Hortikultura, Jakarta

Page 200: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

282

PENGEMBANGAN MODEL USAHATANI KONSERVASI

POLA STRIP CROPPING TANAMAN KENTANG SECARA PARTISIPATIF

DI LAHAN KERING DATARAN TINGGI.

Muchamad Soleh*) , Zaenal Arifin*), dan Gamal Pratomo*)

ABSTRAK

Perbaikan budidaya tanaman kentang di lahan kering dataran tinggi dengan

penanaman pada guludan miring 45o diantara pertanaman lorong (strip cropping)

rumput Setaria , serta penggunaan pupuk organik (bokasi) merupakan teknologi

yang murah dan sangat efektif mengendalikan erosi, serta mampu meningkatkan

produksi. Namun dalam pengembangannya sangat perlu didukung oleh partisipasi

petani (kelompok tani). Tujuan pengkajian mengembangkan usahatani kentang

yang efektif dan efisien melalui model usahatani konservasi pola strip Cropping.

Mendapatkan alternatif model kelembagaan petani dalam mendukung pengelolaan

tanaman kentang. Lokasi Desa Argosari (2000 m dpl), Senduro, Lumajang.

Teknologi yang di uji banding adalah teknologi usahatani konservasi kesepakatan,

dengan teknologi petani. Pembinaan kelompok tani “Argo Tani” secara intensif

(kesadaran berkelompok, dan penguatan kelompok). Waktu 2004. Teknologi

(kesepakatan) varietas Granola Australi, pemupukan (200 kg Urea + 300 kg ZA +

200 kg SP36 + 200 kg KCl) per ha, dan bokasi 5 t/ha, ditanam pada guludan miring

450 disertai strip tanaman setaria dengan jarak 5 m setiap panjang lereng ternyata

memberikan hasil lebih tinggi 24,04% daripada teknologi petani pada umur panen

81 HST. Produk yang tinggi tersebut didukung oleh lebih banyaknya umbi besar

yang mencapai 75,81%. R/C rasio penggunaan teknologi kesepakatan mencapai

1,89%, sedangkan R/C rasio teknologi pembanding (petani) mencapai 1,33%.

Sehingga teknologi ini efektif dan efisien untuk usahatani kentang di lahan kering

dataran tinggi .Model kelompok tani yang tepat belum dapat ditetapkan sebab

kelompok tani yang ada masih dalam tahap pembinaan awal. Sudah muncul

kesadaran berkelompok untuk menyelesaikan keperluan bersama utamanya dalam

masalah pertanian. Dari bagi hasil yang ada kelompok mempunyai modal dana

sebesar Rp. 2.400.000 dan umbi bibit sebanyak 600 kg yang akan dipakai sebagai

modal awal. Model kelompok partisipatif mempunyai peluang untuk dikembangkan

mengingat lokasi yang cukup terpencil sehingga mereka butuh kerjasama yang erat..

Informasi yang disampaikan pada temu lapang cukup efektif namun masih

diperlukan pengembangan informasi seperti demoplot dan pelatihan.l

Kata kunci: Konservasi, kentang, kelompok tani, lahan kering dataran tinggi.

ABSTRACT

Improvement on the culture technique of potato in 45˚ sloopy – high land,

using strip cropping pattern with Setaria, and the use of manure, proved to be

effective to control erosion, and also increase production. But, in the further

development, it is need to be supported by farmers’ group.

_________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 201: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

283

The aim of an effective and efficient farming sytem of potato could be done through

conservation system strip cropping pattern, and to obtain an alternative model on

farmer’s group. Assessment was conducted at Argosari village ( ± 9000 m above sea

level ), Senduro, Lumajang. As comparation, agreed technology and farmers’ method.

Supervising farmers’ group intensively ( how to build and empowering farmers’ group

). Agreed technology consisted of the use of Granola Australia Var, fertilization ( 200

kg of Urea + 300 kg of ZA + 200 kg of SP-36 + 200 kg KCl ) / Ha, bokashi (

decomposed manure ) 5 t/Ha, grown at 45º of sloopy area ; using Setaria as strip crop

of every 5 m of sloopy length, proved to give higher yield by 24,04 % compared to

farmers technology, at 81 days after planting, performed by more or less ( 75,81 % ) of

big bulbs. R/C ratio of agreed technology reached 1,89 %, while farmers’ method 1,33

%. So that, this technology proved to be effective and efficient in farming system of

potato in upland region. The best farmers’ group performance was difficult to

determined, as it still in initiation stage, farmers’ group obtained seed capital Rp

2.400.000 and 600 kg of tuber seeds. Participation of farmers’ group proved to be

furtherly developed, as their spread of location. And furtherly, during field day,

farmers still need a demoplot and training.

Keywords : Konservation, potato, farmers, group, dryhigh land.

PENDAHULUAN

Dewasa ini kentang tidak saja dianggap sebagai tanaman sayuran, namun

telah merupakan bahan pangan yang penting (Abidin, Z.,dkk, 1991). Di daerah

tropis tanaman kentang dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran

tinggi pada elevasi diatas 1000 m dpl (Knott, J.E. and J.R. Deanon. 1967; Sahat, J.

1994), seperti misalnya desa Argosari, Kec. Senduro, Lumajang yang berada pada

ketinggian <1300 m dpl. Desa ini memiliki potensi yang besar untuk pengembangan

tanaman kentang. dimana: (1). Agroekologi (iklim, tanah) medukung (2). Petani

telah berpengalaman menanam kentang (3). Motivasi petani dan respon aparat

tinggi, (4) Memiliki lahan pekarangan/pemukiman seluas 229,00 ha, tegal 791,00 ha,

petani 785 orang dan buruh tani 483 (Saraswati, D.P. dkk, 2000; Anonim, 2001).

Rata-rata produktivitas kentang di kawasan ini masih rendah yaitu antara 7

t/ha s/d 9 t/ha. Disamping produksinya rendah kualitasnyapun kalah bersaing

dengan produk kentang dari daerah lain. Beberapa faktor penyebabnya adalah

petani Argosari banyak mengusahakan tanaman kentang pada kelerengan 15% s/d

30%, tanpa mengindahkan kaidah koservasi tanah dan air yaitu berupa penanaman

kentang pada guludan searah lereng. Kondisi demikian memperparah terjadinya

erosi (Erfandi, D., dkk. 1992; Haryati, U., dkk 1999), dampak lanjutnya terjadi

pengurasan unsur hara serta penurunan tingkat produktifitas tanah (Pakpahan

dkk., 1992), kondisi ini telah terjadi di kawasan Argosari. Hal tersebut tampak dari

hasil analisa tanah, dimana harkat C organik, N, P, dan K dalam posisisi sangat

rendah/kurang (Soleh, dkk, 2003). Disisi lain kelompok tani yang ada kurang

mendukung kegiatan usahatani. Kegiatan pertanian umumnya diselesaikan secara

individu, kelompok lebih bersifat sosial.

Dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman kentang di kawasan

desa Argosari telah tersedia rakitan teknologi hasil pengkajian selama dua tahun

oleh BPTP Jawa Timur didesa ini berupa (1) Model usahatani konservasi pola strip

Page 202: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

284

kroping untuk tanaman kentang dimana tanaman kentang ditanam pada guludan

miring 45o dan setiap 5 m jarak lereng diberi tanaman rerumputan sebagai strip,

ternyata mampu menekan erosi sampai 40% dan kenaikan produksi kentang sebesar

30% dibandingkan tanaman kentang yang ditanam dengan cara guludan searah

lereng. (2). Penggunaan pupuk rasional berdasarkan hasil analisa tanah dan

kebutuhan tanaman. (3) penggunaan pupuk organik berupa bokasi yang lebih efektif

dan efisien untuk daerah dataran tinggi. (4) Penggunaan bibit yang berkualitas..

Pengembangan budidaya tanaman sayuran di lahan kering dataran tinggi

khusus di kawasan Argosari dengan penanaman kentang pada guludan miring 45o

diantara pertanaman strip seperti rumput Setaria serta penggunaan pupuk organik

merupakan teknologi yang murah dan sangat efektif mengendalikan erosi, mampu

meningkatkan produksi dan bila didukung oleh kelompok tani yang kuat akan mampu

meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan..

TUJUAN

1. Mengembangkan usahatani kentang yang efektif dan efisien melalui model

usahatani konservasi pola strip Cropping.

2. Mendapatkan alternatif model kelembagaan petani dalam pengelolaan tanaman

kentang.

3. Mengkomunikasikan hasil penelitian/pengkajian.

BAHAN DAN METODA

Waktu dan tempat.

Pengembangan Model Usahatani Konservasi Pola Strip Cropping tanaman

kentang secara Partisipatif di Lahan Kering Dataran Tinggi dilaksanakan pada 2004,

di desa Argosari, Kec. Senduro, Kab. Lumajang. Pada tahap awal ini pengembangan

dipusatkan di dukuh krajan (2000 m dpl)

Masukan teknologi Pengembangan Model Usahatani Konservasi Pola Strip

Cropping tanaman kentang secara Partisipatif di Lahan Kering Dataran Tinggi

disampaikan pada Tabel 2. Rakitan teknologi ini merupakan hasil kesepakatan antara

peneliti (top down) dan para petani kentang (bottom up) sebagai petani kooperator

yang akan melaksanakan kegiatan di lapang.

Tabel 1. Rakitan teknologi pengembangan

Uraian Pilihan komponen teknologi

Varietas Granula Australia terpilih dalam kesepakatan.

Bibit G4.

Arah guludan Miring 450

Strip croping Rumput Setaria (kesepakatan). Diterapkan untuk setiap 5 m s/d 10 m

panjang lereng.

Pupuk (200 kg Urea + 300 Kg Za + 200 Kg SP36 + 200 Kg KCl) per ha.

Arak tanam Antara bibit 25 Cm. Antar gulud 70 Cm (kesepakatan)

Bokasi 5 t/ha setara 1 kg/ 5 m panjang gulud.

Sebagai pembanding dilaksauakan pula penanaman dengan teknologi budidaya

petani seperti pada tabel 3 berikut.

Page 203: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

285

Tabel 2. Rakitan teknologi petani

Uraian Pilihan komponen teknologi

Varietas Lokal (HK)

Bibit Tak terdeteksi

Arah guludan Searah lereng .

Strip croping Tanpa strip tanaman

Pupuk (200 Kg Za + 300 kg NPK) per ha.

Arak tanam Antara bibit 25 Cm. Antar gulud 70 Cm (kesepakatan)

Bokasi 1 t/ha setara 0,2 kg/ 5 m panjang guludan.

Guludan pada teknologi konservasi pola strip cropping dan guludan pada

teknologi tanam searah lereng disampaikan pada Gambar 1a, dan Gambar 1b

berikut.

SRIP CROPPING

ARAH GULUDAN

ARAH GULUDAN

STRIP CROPPING

ARAH GULUDAN

STRIP CROPPING

Gb 2 a Gb 2 b

Gambar 2 a : Guludan pada teknologi konservasi pola strip cropping.

Gambar 2 b : Guludan pada teknologi tanam searah lereng.

Dalam pengembangan ini terlibat 17 petani kooperator, dimana setiap petani

melaksanakan aplikasi teknologi kesepakatan dan teknologi petani sendiri. Setiap

petani kooperator dianggap ulangan.

Pengumpulan data melalui “farm record keeping” pada seluruh

responden/petani kooperator, meliputi:

1. Produktivitas usahatani.

2. Penggunaan sarana produksi dan tenaga kerja.

3. Aspek permodalan dan pemasaran hasil.

4. Biaya produksi, penerimaan dan pendapatan.

Data pertumbuhan dan produksi dianalisis dengan nilai peningkatan

produktivitas melalui T test pada tingkat kepercayaan 95%. Juga dilakukan

perhitungan dan keuntungan bersih.

Page 204: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

286

Prosedur pelaksanaan .

a. Pada tahap awal dilakukan apresiasi dan sosialisasi hasil hasil pengkajian

yang dilakukan di desa Argosari 2 th sebelumnya.

b. Penetapan petani kooperator, lokasi pengkajian dan hamparan. Hamparan

yang dipilih memenuhi kriteria kemiringan 20 sampai 30 %. Petani kooperator

adalah anggota kelompok.

c. Penentuan paket teknologi. Paket teknologi bersifat spesifik lokasi meliputi

pilihan varietas, Arah guludan pupuk organik, pupuk anorganik. Teknologi

yang diterapkan / dikembangkan berdasarkan kesepakatan anggota kelompok

tani dengan peneliti bottom up” dan “top down”.

d. Pelaksanaan Lapang dan pengumpulan data. Pelaksanaan pengkajian

dilapang dilakukan oleh petani yang dibimbing dan dikawal oleh

peneliti/penyuluh/teknisi/PPL, dan aparat terkait yang diketuai oleh peneliti.

e. Temu lapang. Untuk penyebaran informasi dilaksanakan temu lapang pada

saat setelah panen dan data terkumpul.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Profil Desa Argosari.

Desa Argosari berada pada sebelah selatan lereng G. Bromo dan sebelah

tenggara lereng G. Semeru. Terdiri dari 5 pedukuhan, yaitu (1) dukuh Argosari 1800

m s/d 2200 m dpl sebagai dukuh krajan, (2) dukuh Pusung Duwur 1800 m s/d 2000

m dpl, (3) dukuh Bakalan 1500 m dpl s/d 1700 m dpl (4) dukuh Gedog 1500 m s/d

1800 m dpl, dan (5) dukuh Penampungan 1200 m s/d 1500 m dpl. Dari hasil

beberapa kali diskusi bersama dalam sosialisasi dan apresiasi hasil pengkajian th

2002 dan th 2003 bersama Dinas, aparat setempat dan kelompok tani telah

ditetapkan bahwa untuk pusat pengembangan teknologi usahatani konservasi pola

strip cropping tanman kentang – pakan ternak ini diawali dari dukuh krajan Desa

Argosari yaitu dukuh Argosari, dimana terdapat kelompok tani “Argo Tani”

Luas wilayah desa Desa Argosari 91, 8405 km2. Antara dukuh telah

dihubungkan dengan jalan batu sepanjang 5,0 km dan jalan tanah sepanjang 2,0

km. Topografi berbukit bergelombang dengan tingkat kelerengan antara 15% s/d

45%. Jarak desa dengan ibukota kecamatan 20 km telah dihubungkan dengan jalan

beraspal.

Pola tanam yang dominan dikawasan desa ini adalah tanaman kentang, kobis

dan bawang daun ditanam pada mulai awal musim penghujan (September-

Oktober). Rata rata tanaman bawang daun ditanam tumpang sari dengan kentang

maupun kobis. Setelah kentang dan kobis dipanen (Januari) bawang daun masih

tetap dibiarkan tumbuh sampai saatnya dipanen. Selanjutnya pada bulan Februari

s/d Mei kentang dan kobis ditanam pada lokasi lain bukan di tempat tanaman yang

sama.. Sedangkan pada musim kemarau masih terdapat penanaman kentang dan

kobis ditambah Jagung, namun luasnya sudah berkurang. Pilihan penanaman

kentang, maupun kobis tergantung modal yang ada. Lima tahun yang lalu kawasan

Argosari krajan merupakan pusat produksi bawang putih (Petani Argosari, 2004)

namun sekarang hanya beberapa petani yang menanam.

Page 205: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

287

Secara umum hampir semua komoditas produksinya rendah. Beberapa hal

penyebab adalah rendahnya tingkat kesuburan tanah, meskipun sebenarnya tanah

tanah jenis Andosol dan Latosol dengan solum tebal yang mendominasi kawasan ini

asalnya adalah tanah yang subur. Gambaran tingkat kesuburan tanah disampaikan

pada Tabel 4 sebagai hasil analisa contoh tanah dukuh Argosari.

Tabel 3. Hasil analisis tanah lokasi pengembangan di dukuh Argosari, desa

Argosari, Senduro, Lumajang . 2004

Analisis tanah Kandungan Tekstur

Tekstur (%) :

Pasir

Debu

Liat

Klas tekstur

46

48

6

-

Lempung berpasir

Harkat

C-Organik (%) 1,73 Rendah

N-Total (%) 0,28 Rendah

C/N 11 Sedang

P-Olsen (mg.100g-1) 12,45 Kurang (untuk kentang)

K (me/100g) 0,66 Kurang

Sumber: BPTP Jawa Timur 2004.

Pertumbuhan dan produksi tanaman.

Pertumbuhan tanaman.

Secara umum pertumbuhan tanaman kentang di 17 petani kooperator

tumbuh cukup baik/normal. Namun ada 3 petani yang tanamannya tumbuh

dibawah rata rata dan ternyata kondisi tanaman yang demikian itu diikuti oleh

produksi yang rendah. Serangan penyakit busuk daun yang umumnya menyerang

pada musim penghujan dapat ditanggulangi dengan baik, meskipun begitu masih

terdapat serangan busuk daun dan layu bakteri kurang 4%.

Dari faktor pertumbuhan yaitu tinggi tanaman, jumlah cabang, dan lebar

tajuk tanaman kentang teknologi partisipatif dan teknologi petani senduro,

lumajang MH 2004, pada saat tanaman Granula Australi berumur 60 hari setelah

tanam (Tabel 6) berikut.

Tabel 4 Rata rata tinggi tanaman, jumlah cabang, lebar tajuk dan persentase

serangan busuk daun dan bakteri layu pada tanaman kentang teknologi

kesepakatan dan teknologi petani saat tanaman Granula umur 70 HSE,

Senduro, Lumajang 2004

Teknologi

Tinggi

tanaman.

(cm)

Jumlah

cabang

(batang)

Lebar

tajuk

(cm)

Serangan

Busuk daun

(%)

Serangan layu

bakteri (%)

Partisipatif 40,06 b 2,64 a 68,38 a 2,74 a 1,89 a

Petani 38,55 b 2,66 a 68, 18 a 2,58 a 1,70 a

Angka yang didampingi huruf yang sama selajur tidak berbeda nyata pada uji T test (0,05)

Page 206: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

288

Panen kentang Granola Australia yang ditanam pada teknologi kesepakatan

dan kentang HK dilaksanakan bersamaan yaitu pada saat Granola Aus. berumur

antara 81 hari setelah tanam dan varietas HK yang ditanam dengan teknologi

petani berumur 110 hari setelah tanam. Hal ini terjadi karena memang varietas HK

ditanam 30 hari lebih awal dari penanaman varietas Granula.

Melalui ubinan (4 m x 5 m ), hasil umbi yang diperoleh dipilah menjadi 3 klas

yaitu: (1). umbi kecil ukuran < 30 gr per umbi disebut klas C, (2) umbi sedang

ukuran antara 30 s/d 60 gr per umbi disebut klas B dan (3) umbi besar ukuran > 60

gr per umbi klas A. Dari hasil ubinan tersebut disamping dihitung bobot per klas

juga dihitung jumlah dan persentasenya. Untuk bobot dan persentase bobot hasil

kentang umbi besar, sedang dan kecil disampaikan pada Tabel 7, sedangkan jumlah

umbi beserta persentasenya menurut klas besar umbi disampaikan pada Tabel 8

berikut.

Tabel 5. Bobot dan persentase hasil kentang Besar, Sedang, dan Kecil, Argosari,

Senduro Lumajang, 2004

Teknologi

Hasil bobot umbi berdasarkan klas

Total

Umbi besar

(> 60 gr)

per umbi

Klas A

(t/ha)

Umbi sedang

(30 gr s/d 60 gr)

per umbi

Klas B

(t/ha)

Umbi kecil

(< 30 gr

per umbi

Klas C

(t/ha)

Partisipatif 11,81 b

(75,81 %)

2,43 a

(16,02%)

1,24 a

(8,17 %)

15,17 b

Petani 8.82 a

(72,11%)

2,25 a

(18,39%)

1,16 a

(9,48 %)

12,23 a

Selang

produksi

33,90% 8,9 % 6,90% 24,04%

Angka yang didampingi huruf yang sama selajur tidak berbeda nyata pada uji T test (0,05)

Tabel 8. Jumlah dan persentase jumlah hasil kentang umbi besar, sedang dan kecil

Argosari, Senduro, Lumajang 2004

Teknologi

Hasil jumlah umbi berdasarkan klas per plot

ubinan (4m x 5 m)

Total Umbi besar

(> 60 gr)

per umbi

(umbi)

Umbi sedang

(30 gr s/d 60 gr)

per umbi

(umbi)

Umbi kecil

(< 30 gr

per umbi

(umbi)

Partisipatif 189,00 b

(47,00%)

94,00 a

(24,54%)

109,00 a

((24,86%)

393,00 b

Petani 151,00 a

(43,774)

88,99 a

(25,51%)

106,00 a

(30,72%)

345,00 a

19,86% 6,81% 2,83%

Angka yang didampingi huruf yang sama selajur tidak berbeda nyata pada uji T test (0,05)

Page 207: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

289

Setelah dihitung berbagai biaya dan dianalisa R/C rasionya ternyata

penggunaan teknologi konservasi pola strip cropping untuk tanaman kentang dan

pakan ternak ternyata pola ini memberikan R/C rasio lebih tinggi daripada pola

petani.Hasil perhitungan dan analisa usahatani dua model tersebut disampaikan

pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Analisis usahatani kentang teknologi partisipatif dan teknologi petani MH

2004, Argosari, Senduro-Lumajang,2004

Kegiatan Teknologi petani Teknologi Partisipatif

Biaya produksi. (Rp/ha) 9.891.735,- 10.955.445

Hasil kentang klas A + B (kg/ha) (8820 +2250) 1181 +2430)

Pendapatan (Rp/ha) 12.366.000,- 20.211.000.-

R/C rasio 1,33 1,89

Temu lapamg.

Informasi pengembangan teknologi usahatani konservasi pola strip cropping

ini disampaikan kepada petani lain melalui temu lapang. Dari hasil diskusi dalam

temu lapang dapat ditarik umpan balik sebagai berikut:

1. Teknologi usahatani konservasi pola strip cropping tanaman kentang dan

tanaman pakan ternak cukup direspon oleh petani sebab mampu memberikan

hasil umbi yang lebih dari teknologi konvensional yang dilakukan petani.

2. Varietas Granola Australia menunjukkan kelebihannya, yaitu umur panen

cukup pendek (80 HST) dengan hasil cukup bagus, sedangkan diketahui untuk

varietas HK pada umur 80 HST belum menghasilkan umbi yang besar.

3. Kanopi granola Australia relatif tidak terlalu lebat sehingga memungkinkan

tumpangsari dengan bawang daun yang juga ditanam pada awal musim

penghujan, apalagi umurnya pendek yang sangat memungkinkan

pertumbuhan bawang daun mencapai optimal.

4. Untuk penguatan kelompok dalam hal modal sangat diharapkan masuknya

Lembaga Keuangan dalam kelompok.

PEMBAHASAN

Pertumbuhan tanaman dan produksi.

Tinggi tanaman, jumlah cabang, dan lebar tajuk kentang HK maupun

Granula Australia pada saat tanaman Granula Australia berumur 70 HST tidak

memperlihatkan perbedaan yang nyata (Tabel 6).Padahal kedua varietas tersebut

memiliki umur yang berbeda yaitu Granula Australia berumur 70 HST sedang HK

berumur 100 hari karena memang tanaman HK pada teknologi petani ditanam 30

hari lebih dahulu. Dengan tidak berbedanya pertumbuhan tanaman tersebut

memperlihatkan. Bahwa Granula Australia memilikit kecepatan tumbuh yang lebih

dari HK, ini berarti Granula Australia lebih efektif pertumbuhannya hal ini diduga

teknologi yang diterapkan untuk Granula Australia (teknologi kesepakatan) lebih

efektif dari teknologi petani termasuk penggunaan varietas baru. Ada yang menarik

dari pertumbuhan kedua varietas ini. Meskipun dari 3 komponen pertumbuhan

tersebut tidak berbeda namun penampilan pertumbuhan varietas HK tampak lebih

rimbun. Dari pengamatan marpologis tanaman terlihat bahwa daun kentang HK

lebih lebar dan lebih tebal, serta jumlah daun per rumpun lebih banyak

Page 208: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

290

dibandingkan dengan varietas Granola Aus. Dedaunan varietas Granola Aus. tidak

terlalu lebar, dan ramping. Dengan kanopi yang tidak rimbun tersebut memberi peluang

penetrasi cahaya matahri lebih merata ke lembar lembar dedaunan, sehingga

fotosintesis dapat lebih optimal. Optimalnya pertumbuhan yang disertai optimalnya

fotosintesis ternyata diikuti oleh produksi umbi yang optimal pula.

Hal ini tampak bakwa produksi umbi kentang pada teknologi kesepakatan lebih

tinggi 24,04% daripada teknologi petani (Tabel 7). Ada hal yang sangat menarik dari

hasil yang diperoleh dalam penerapan teknologi partisipatif ini yaitu, dengan umur

panen hanya antara 81 s/d 85 HST ternyata hasil umbi besar cukup dominan yaitu

mencapai 75,81%, hal ini tidak mungkin dicapai oleh varietas HK pada umur yang

sama. Dari pengalaman petani Varietas HK pada umur 80 s/d 90 HST belum

menghasilkan umbi yang layak dipanen. Rata rata umur HK minimum dipanen pada

umur 120 HST, bahkan untuk mencapai hasil maksimal tidak jarang dipanen pada

umur 150 HST. Dari persentase umbi besar yang dicapai oleh Granola Aus. banyak

ditemui umbi yang memiliki bobot lebih 100 gr per umbi (Klas A+). Diperolehnya hasil

umbi besar yang demikian ini di duga disebabkan oleh guludan miring mampu

memberikan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan tanaman termasuk

perkembangan umbi. Dibandingkan dengan penanaman pada guludan searah lereng,

dengan guludan yang miring tidak terjadi aliran air permukaan yang deras, sehingga

tidak terjadi erosi yang berlebihan sehingga berbagai unsur hara yang disediakan

melalui pemupukan juga tidak hilang, atau terkumpul dibagian terendah dari guludan

bila guludannya searah lereng. Dengan guludan miring juga tidak terjadi genangan air

diantara guludan seperti bila dipergunakan guludan sabuk gunung. Dengan tidak

tergenangnya air diantara guludan maka oksigen dalam tanah yang sangat diperlukan

oleh akar untuk sistem penyerapan unsur hara menjadi cukup tersedia. Dengan cukup

tersedianya unsur hara, oksigen serta kelembaban disekitar perakaranmaka

penyerapan unsur hara menjadi optimal (Soepardi,1983), maka proses pembentukan

umbi menjadi maksimal (Knott, J.E. and J.R. Deanon. 1967), ditambah keadaan

pertumbuhan tanaman cukup sehat karena serangan OPT rendah. Kondisi ini

merupakan faktor pendukung mengapa pada umur relatif muda yaitu 80 HST varietas

Granola Aus. telah memiliki hasil umbi yang besar besar. Dari hasil yang ada, tampak

bahwa teknologi kesepakatan berupa model Usahatani konservasi pola strip cropping

untuk tanaman kentang dan pakan ternak cukup menarik bagi petani kooperator

bahkan juga petani kentang yang lain. Apalagi setelah informasi pemberian pupuk

antara teknologi partisipatif dan teknologi petani disampaikan pada mereka, dimana

ternyata penggunaan pupuk oleh petani sebesar (200 kg Urea + 200 kg ZA + 100 kg SP

36 + 300 NPK per ha) lebih mahal dari penggunaan pupuk pada teknologi partisipatif

yaitu (200 kg Urea + 300 kg ZA + 200 kg SP36 + 200 kg KCl) per ha. Disisi lain diperoleh

manfaat lain dari tanaman setaria yang ditanam sebagai strip tanaman dalam sistim

ini. Disamping rumputnya mampu menahan erosi lebih parah, serasahnya dapat

dimanfaatkan untuk pakan ternak, dan bunga rumput dapat dijual pada upacara

keagamaan di G. Bromo yang lokasinya hanya berjarak 3 km dari desa.

Petani selalu dilibatkan dalam pengkajian dari sejak awal kegiatan sampai akhir

kegiatan 2004. Di awal pengkajian petani (kelompok tani Argotani) dilibatkan dalam

beberapa keputusan seperti penetapan teknologi kesepakatan, pada saat pengkajian

petani dilibatkan dalam pengamatan, bahkan mereka diminta untuk menjadi

pengamat, termasuk pada saat panen. Dengan berbagai kegiatan tersebut dan mereka

menyaksikan sendiri hasil yang ada tampak respon petani yang cukup besar.

Page 209: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

291

Di akhir panen dimana dengan kesadaran yang tinggi para petani kooperaior

tidak sulit untuk menepati janjinya yaitu melaksanakan bagi hasil 50% milik petani

penggarap (kooperator). 30% milik kelompok dan 20% diberikan rekan mereka yang

kurang beruntung. Dewasa ini kelompol mereka telah memiliki dana sebesar Rp.

2.400.000,- ditambah umbi calon bibit yaitu umbi ukuran sedang (30 gr s/d 60 gr) per

umbi sebesar 600 kg. Managemen hasil milik kelompok tani ini selalu dipantau

pemanfaatannya oleh fihak Dinas/PPL

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian dalam hal ini terus mendampingi

kelompok untuk lebih eksis karena masih terdapat beberapa kegiatan atau program

dalam rangka penguatan kelembagaan. Telah disetujui beberapa program yaitu

berupa iuran oleh anggota yang nantinya menjadi embrio simpan pinjam..

Pertemuan bulanan setiap tanggal 7 yang diputuskan mereka merupakan wahana

yang perlu dimanfaatkan secara optimal oleh berbagai fihak yang berkepentingan

dalam pengembangan kelompok tani Argotani.

Temu lapang yang dihadiri oleh 132 tamu yang terdiri dari para petani

anggota kelompok tani Argotani dan kelompok lain termasuk KTNA dan peneliti,

penyuluh dari dinas terkait memberi gambaran terinformasikannya kegiatan

pengembangan model usahatani konservasi pola strip cropping tanaman kentang

dan pakan ternak. Dari diskusi di temu lapang terungkap bahwa model strip

cropping dengan penanaman kentang pada guludan miring 450 tidak memberatkan

petani dalam pembuatannya. Malah setelah terbentuk guludan miring

memudahkan petani untuk membawa beban di ladangnya jika harus naik keatas.

Misalnya saat membawa air untuk penyemprotan, saat menyemprotan dan saat

membawa pupuk atau melakukan pemupukan, mereka dapat berjalan menyusur

miring daripada jika menggunakan guludan searah lereng dimana mereka harus

berjalan tegak lurus keatas saat bekerja.

Hasil pengkajian yang cukup menarik dan memberi harapan dalam

peningkatan produksi, menambah pendapatan petani dan ramah lingkungan,

terutama peluang varietas Granola Aus. dapat ditumpangsarikan dengan tanaman

bawang daun saat penanaman musim penghujan diperkirakan pengembangan

teknologi konservasi vegetatif ini cukup baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil kegiatan pengembangan model usahatani konservasi pola strip

cropping tanaman kentang dan pakan ternak di desa Argosari, Senduro, Lumajang

2004, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:

1. Teknologi partisipatif (kesepakatan) dengan mempergunakan varietas

Granola Australia, pemupukan sebesar (200 kg Urea + 300 kg ZA + 200 kg

SP36 + 200 kg KCl) per ha, dan pupuk bokasi 5 t/ha, ditanam pada guludan

miring 450 disertai strip tanaman setaria dengan jarak 5 m setiap panjang

lereng ternyata memberikan hasil lebih tinggi 24,04% daripada teknologi

petani pada umur panen 81 HST. Produk yang tinggi tersebut didukung oleh

lebih banyaknya umbi besar yang mencapai 75,81%. R/C rasio penggunaan

teknologi kesepakatan mencapai 1,89%, sedangkan R/C rasio teknologi

pembanding (petani) mencapai 1,33%. Sehingga teknologi ini efektif dan

Page 210: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

292

efisien untuk usahatani kentang di lahan kering dataran tinggi Senduro,

Lumajang.

2. Model kelompok tani yang tepat bagi petani masih belum dapat ditetapkan

sebab kelompok tani yang ada masih dalam tahap pembinaan awal. Tetapi

tampaknya model koperasi bersama mempunyai peluang untuk

dikembangkan mengingat lokasi yang cukup terpencil sehingga mereka butuh

kerjasama yang erat untuk masuk kesistem agribis yang tepat.

3. Informasi yang disampaikan pada temu lapang cukup efektif namun masih

diperlukan pengembangan informasi seperti adanya demoplot, pelatihan,

sekolah lapang, studi banding, dll.

Saran

Pengkajian pengembangan yang melibatkan banyak petani kooperator ini

merupakan kegiatan yang baru tahun pertama sehingga masih terdapat

pelaksanaan teknologi konservasi yang belum sempurna, sehingga untuk itu

diperlukan penyuluhan dan contoh teknologi konservasi yang tepat untuk setiap

petak atau blok penanaman. Hal ini dapat ditempuh melalui contoh yang benar

dilokasi pengembangan.

Pembinaan kelompok tani diperlukan lebih intensif baik pembinaan

administrasi maupun pembinaan teknik pertanian dan upaya peningkatan modal

baik melalui penguatan iuran maupun masuknya lembaga keuangan ke kelompok

mereka.

DAFTAR PUSTAKA.

Anonim, 2001. Kecamatan Senduro dalam angka.

Anonim. 2002. Propinsi Jawa Timur Dalam Angka.Sub Sektor Tanaman Pangan.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa

Timur.

Abidin, Z., R.E. Suriatmaja, L.H. Dibyantoro, dan O.S. Setiawan, 1991. Pemantauan

tataguna lahan dalam hubungannya dengan perluasan areal pertanian

sayuran. Buletin Penelitian Hortikultura. XXI (1) : 25-36.

Erfandi, D., A. Dariah dan H. Suwardjo. 1992. Pengaruh Alley cropping terhadap

erosi dan produktifitas Haplorthox Citayam. Dalam Prosiding Pertemuan

Teknis Penelitian Tanah. Bidang konservasii tanah dan air. Bogor, 22-24.

Agustus 1989. Pusat Penelitian Tanah dan Agriklimat, Bogor. 53 – 78.

Haryati, U., N.L. Nurida, H. Suganda dan U. Kurnia. 1999. Pengaruh arah bedengan

dan tanaman penguet teras terhadap erosi dan hasil kubis (Brassica

oleracea) di dataran tinggi Dieng. Dalam. Prosiding Seminar Nasional

Sumberdaya Tanah, Iklim dan Pupuk. Lido- Bogor, 6-8 Desember 1999.

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 411-427.

Knott, J.E. and J.R. Deanon. 1967. Vegetable Production Growth in East Asia. Univ.

of Philipines. Collect of Agriculture Los Banos. Laguna.

Kasijadi, F. 2001. Model pemberdayaan petani lahan sawah melalui pengembangan

kelompok tani dengan Cooperative Farming. Balai pengkajian teknologi

Jawa Timur.

Page 211: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

293

Pakpahan, A., N. Syafaat, A. Purwoto, H.P. Saliem dan G.S. Hardono. 1992.

Kelembagaan lahan konservasi tanah dan air. Pusat Penelitian Sosial

Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian.

Sahat, J. 1994. Hasil-hasil penelitian sayuran dataran tinggi. Dalam prosiding

Lokakarya Nasional Sayuran. Balai Penelitian Hortikultura Lembang,

Bandung.

Saraswati, D.P., Suyamto. H., D. Setyorini, Al.G. Pratomo. 2000. Zona agroekologi

Jawa Timur. Buku I: Zonasi dan karakterisasi sumberdaya lahan wilayah

Jawa Timur. BPTP Karangploso. 22 hal.

Soleh, M., Arifin,Z., Gamal,A.P., Pudji,S., dan Gede,N. 2002. Pengkajian Sistem

Usahatani Tanaman Sayuran Untuk Konservasi di Lahan Kering Dataran

Tinggi Berlereng. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Belum

diterbitkan.

Soleh, M., Arifin,Z., Gamal,A.P., Pudji,S., dan Gunawan E. 2003. Pengembangan

Model Sistem Usahatani Konservasi Kentang dan Kobis secara Partisipatif

di Lahan Kering Dataran Tinggi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Jawa Timur. Belum diterbitkan.

Page 212: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

294

PENGARUH KONSENTRASI INSEKTISIDA DELTAMETRIN 28 EC

TERHADAP ULAT BUAH TOMAT Helicoverpa armigera Hubn.

PADA TANAMAN TOMAT

Harwanto*), Sarwono*), D. Rahmawati*), L. Rosmahani*)

ABSTRAK

Ulat penggerek buah tomat, H. armigera adalah hama utama pada tanaman

tomat. Serangga hama ini bersifat polipag dengan ditunjukkan banyaknya tanaman

inang antara lain tomat, kedelai, kapas, tembakau, sorgum, jagung dan lain

sebagainya. Selama ini, pada umumnya petani dalam mengendalikan serangga

hama tersebut masih mengandalkan insektisida kimia. Upaya untuk

meminimalisasi terjadinya resistensi hama maka perlu alternatif insektisida baru

yang belum pernah diuji kemanjurannya. Salah satu insektisida baru yang belum

diketahui tingkat efektivitasnya terhadap H. armigera pada tanaman tomat adalah

Deltametrin 28 EC. Percobaan dilakukan di Desa Tegalgondo, Kec. Karangploso,

Kab. Malang, mulai bulan Maret hingga Juli 2003. Rancangan percobaan yang

digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), di ulang sebanyak 4 kali.

Perlakuan yang dicoba ada 4 tingkat konsentrasi yaitu 0,25, 0,50, 1,00, dan 2,00 ml/l

air. Insektisida pembanding adalah Deltametrin 2,5 EC dengan konsentrasi 2,00 ml/l

air, dan yang terakhir adalah kontrol (tanpa insektisida). Hasil percobaan

menunjukkan bahwa, insektisida Deltametrin 28 EC konsentrasi 1,00 - 2,00 ml

secara konsisten mampu, menekan populasi H. armigera, menekan intensitas

serangan pada buah tomat, dan dapat menekan kehilangan hasil buah tomat. Pada

konsentrasi 1,00 – 2,00 ml insektisida Deltametrin 28 EC sama efektifnya dengan

insektisida pembanding Deltametrin 2,5 EC dengan konsentrasi 2,00 ml terhadap

penekanan populasi ulat buah, intensitas serangan dan kehilangan hasil. Perlakuan

yang dicoba dari konsentrasi 0,25 ml hingga 2,00 ml tidak menimbulkan gejala

phitotoksis pada tanaman tomat.

Kata kunci: Tomat, konsentrasi, Deltametrin, H. armigera

ABSTRACT

Caterpillar borer of tomato, H. armigera is tha main pest on tomato crop. This

pest insect have the character of polypag shown by the numbers of host crops for

example tomato, soybean, cotton, tobacco, sorgum, and maize. For this time being ,

in general farmers still rely on chemical insecticide to control pests. An effort to

suppress the resistence of pests towards pesticides was still in progress, as an

alternative new insecticide was still searching. One of the new insecticide which is

effective towards H. armigera on tomato is Deltametrin 28 EC. The trial was

conducted at Desa Tegalgondo, Kec. Karangploso, Kab. Malang, starting from

March until July 2003. The trial using a randomized block design (RBD), with four

replications, with the treatment, the concentration of insecticide used 0,25, 0,50, 1,00,

and 2,00 ml/water l, with the control using Deltametrin 2,5 EC at the concentration

of 2,00 ml/water l, and with no insecticide.

_________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 213: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

295

Result showed that, Deltametrin insecticide 28 EC at 1,00 - 2,00 ml, could depress

the population H. armigera on tomato and loss of production. The concentration of

1,00 - 2,00 ml Deltametrin 28 EC proved to be effective, almost similar to

Deltametrin 2,5 EC at 2,00 ml to suppress fruit caterpillar population, intensity and

loss of yield. The concentration of 0,25 ml till 2,00 ml did not show a toxicity on

tomato.

Keyword : Tomato, concentration, Deltametrin, H. armigera

PENDAHULUAN

Salah satu komoditas hortikultura unggulan yang mempunyai potensi

produksi tinggi dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup penting adalah tomat.

Oleh karena itu banyak petani yang mengusahakan setiap musim tanam.

Disamping itu, tomat mempunyai kisaran agroekosistem yang cukup luas mulai dari

dataran tinggi sampai dataran rendah, baik pada musim hujan maupun kemarau.

Petani pada umumnya dalam berusahatani tanaman tomat masih banyak

menghadapi kendala dan masalah yang silih berganti dari waktu ke waktu. Salah

satu kendala utama yang dapat menyebabkan menurunnya tingkat produksi tomat

adalah adanya serangan hama penggerek buah tomat, Helicoverpa armigera (Hubner) (Lepidoptera: Nuctuidae).H. armigera merupakan hama polipag, hal ini

ditunjukkan oleh banyaknya tanaman inang, seperti tomat, kedelai, kapas,

tembakau, sorgum, jagung dll. (Anonim, 1997).

Secara visual di lapangan gejala serangan H. armigera sangat mudah untuk

dikenali yaitu adanya lubang gerekan pada buah dan disertai kotoran disekitarnya.

Telur diletakkan secara terpencar-pencar 1 – 2 butir pada bagian pucuk tanaman

atau kelopak kuncup bunga, masa telur kurang lebih 4 hari, selanjutnya telur

menetas. Larva yang baru menetas sekitar instar 1 biasanya langsung memakan

cairan daun atau bagian tanaman yang lain, kemudian pada instar berikutnya

menyerang bagian generatif tanaman yang lain seperti buah. Masa hidup larva 16-

19 hari dan mengalami 6 instar, selama masa larva dapat merusak buah muda,

larva berpupa di dalam tanah masa pupa 10-12 hari (Bonifacio et al., 1976).

Serangga dewasa berupa kupu berumur 10-12 hari, sehingga perkembangan telur

sampai menjadi imago berkisar antara 40-47 hari.

Pada pertanaman tomat larva H. armigera mula-mula menyerang daun,

kemudian menggerek kuncup bunga dan buah. Perkembangan dari telur sampai

imago berkisar antara 48-75 hari. Ngengat betina menyimpan telurnya pada bunga

tomat yang belum mekar. (Metcalf, et. al. 1962). Ulatnya menyerang pada saat buah

tomat masih muda, sehingga kalau sudah tua tampak berlubang-lubang dan

buahnya busuk karena terinfeksi penyakit. Serangga dewasa aktif terbang pada

malam hari cukup jauh, seekor serangga betina mampu bertelur 600-1000 butir.

Kehilangan hasil dan tingkat serangan akibat H. armigera pada musim kemarau

dapat mencapai 56,9 – 80 % (Zuraida 1978) dan 56,9 % (Setiawati, 1985). Usaha

pengendalian H. armigera pada buah tomat yang biasa dilakukan oleh petani adalah

aplikasi insektisida. Untuk mengatasi masalah ulat buah tomat nampaknya masih

diperlukan pemakaian insektisida dengan teknik aplikasi yang bijaksana, sehingga

dapat mengurangi terjadinya resisten terhadap hama sasaran. Pola pergiliran

insektisida perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya resistensi hama terhadap

Page 214: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

296

insektisida tertentu. Insektisida Deltametrin 28 EC merupakan racun kontak yang

cara kerjanya dapat secara kontak maupun perut. Tujuan pengujian insektisida ini

adalah untuk mengetahui tingkat kemanjuran terhadap hama ulat penggerek buah

tomat H. armigera dan sebagai bahan pergiliran pengendalian.

METODE PENELITIAN

Percobaan dilaksanakan di Desa Tegalgondo, Kec. Karangploso, Kab. Malang,

mulai bulan Maret – Juli 2003. Perlakuan disusun dalam Rancangan Acak

Kelompok (RAK) dengan 4 ulangan. Varietas tomat yang digunakan adalah

Permata. Ukuran petak 4 x 7 m, jarak tanam 50 x 50 cm. Perlakuan yang diuji

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perlakuan uji kemanjuran insektisida Deltametrin 28 EC terhadap hama

ulat penggerek buah tomat, H. armigera

No Perlakuan Konsentrasi formulasi

ml/l

1. Deltametrin 28 EC 0,25

2. Deltametrin 28 EC 0,50

3. Deltametrin 28 EC 1,00

4. Deltametrin 28 EC 2,00

5. Deltametrin 2,5 EC 25 g/l(insektisida

pembanding)

2,00

6. Tanpa insektisida (kontrol) -

Persiapan tanam meliputi pengolahan tanah dibajak 2 kali kemudian tanah

digemburkan, dibuat guludan ukuran 0,75 m x 0,5 m. Pembibitan tomat dilakukan

dengan cara menanam biji ke dalam polibag kecil ukuran diameter 5 cm dengan

tinggi 20 cm.yang telah diisi dengan tanah, pasir dan pukan sapi dengan

perbandingan 1:1:1. Umur bibit kurang lebih 18 hari dipindahkan ke lapang.

Pupuk kandang sapi yang sudah matang 20-30 ton/ha diberikan pada saat tanam,

pupuk N (125 kg Urea/ha dan 300 kg Za/ha) P2O5 (250 SP 36/ha) dan K2O (200 kg

KCl/ha). Aplikasi insektisida Deltametrin 28 EC menggunakan semprotan punggung

semi otomatis dengan volume penyemprotan rata-rata 700-800 l/ha.

Penanggulangan penyakit tanaman tomat disemprot dengan fungisida tembaga

hidroksida 77%

Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh per petak bersih (100

tanaman) yang ditetapkan secara sistematis bentuk U (U-shape). Peubah yang

diamati terdiri atas:

1. Populasi ulat H. armigera diamati setiap minggu mulai umur 30 hari setelah

tanam (HST) hingga panen buah

2. Kerusakan buah tomat dihitung dengan cara menggunakan rumus sebagai

berikut:

Page 215: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

297

a

P = --------- x 100%

b

P = intensitas serangan (%)

a = jumlah buah yang terserang

b = jumlah buah yang diamati

3. Produksi

Pengamatan buah tomat dilakukan setiap minggu sekali dengan cara

menghitung dan menimbang tiap sampel tanaman

Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan untuk

mengetahui tingkat perbedaan antar perlakuan di uji dengan BNT 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Populasi ulat penggerek H. armigera pada buah tomat

Pengaruh insektisida Deltametrin 28 EC terhadap populasi ulat penggerek

buah tomat tidak menunjukkan perbedaan nyata, kecuali pada pengamatan pada

hari ke 62 setelah tanam ( Tabel 2 ).

Tabel 2. Rata-rata populasi ulat penggerek H. armigera pada buah tomat.

Perlakuan Populasi H. armigera ekor/tanaman pada HST *)

35 42 49 56 62 Rerata

Deltametrin 28 EC

0,25 ml/l

0,07 a 0,10 a 0,07 a 0,0 a 0,07 a 0,06

Deltametrin 28 EC

0,50 ml/l

0.07 a 0,27 a 0,07 a 0,05 a 0,0 a 0,09

Deltametrin 28 EC

1,00 ml/l

0.03 a 0,12 a 0,05 a 0,03 a 0,0 a 0,05

Deltametrin 28 EC

2,00 ml/l

0,10 a 0,15 a 0,05 a 0,0 a 0,02 a 0,06

Deltametrin 2,5 EC

2,00 ml/l

0,10 a 0,03 a 0,05 a 0,03 a 0,0 a 0,04

Tidak dikendalikan 0,03 a 0,05 a 0,07 a 0,0 a 0,67 b 0,16

BNT 5 % 0,16 0,37 0,11 0,14 0,20 *) HST: hari setelah tanam

**) Angka yang diikuti huruf sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%

Rata-rata populasi ulat penggerek tomat di lapang pada petak perlakuan yang

dikendalikan dengan insektisida Deltametrin 28 EC pada pengamatan umur 62 HST

berkisar antara 0,00 – 0,07 ekor per tanaman, sedangkan pada petak yang tidak

dikendalikan 0,67 ekor per tanaman, dan menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal

ini mengisyaratakan bahwa pengaruh dari insektisida Deltametrin 28 EC yang

disemprotkan pada buah tomat tiap minggu sekali selama 7 kali aplikasi efektif

untuk menekan perkembangan populasi ulat dilapang. Selain itu sifat dari

insektisida Deltametrin 28 EC adalah racun kontak dan lambung sehingga apabila

mengenai jasad sasarannya atau menyerang buah tomatnya maka hama tersebut

Page 216: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

298

akan mati. Hasil penelitian Setiawati (2000), bahwa rata-rata populasi pada

tanaman tomat yang dikendalikan dengan insektisida sejak dini yaitu 21 hari

setelah tanam sebanyak 0,02 ekor per buah

2. Intensitas serangan ulat penggerek H. armigera pada buah tomat

Pengaruh insektisida Deltametrin 28 EC terhadap intensitas serangan ulat

penggerek H. armigera pada buah tomat menunjukkan perbedaan nyata Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata intensitas serangan ulat penggerek buah H. armigera pada tomat.

Perlakuan Intensitas serangan ( % ) pada minggu ke …

1 2 3 4 5 6 7 Rata-

rata

Deltametr

in 28 EC

0,25 ml/l

1,75 a 3,53 ab 3,21 a 6,47 a 4,67 b 1,87 a 1,65 a 3,31

Deltametr

in 28 EC

0,50 ml/l

1,48 a 0,81a 8,65 b 7,72 a 1,52 ab 1,50 a 1,90 a 3,37

Deltametr

in 28 EC

1,00 ml/l

1,53 a 2,15 ab 3,94 ab 9,62 a 0,82 a 3,02 a 1,06 a 3,16

Deltametr

in 28 EC

2,00 ml/l

0,61 a 2,32 ab 3,49 a 1,90 a 0,55 a 0,70 a 0,5 a 1,44

Deltametr

in 2,5 EC

2,00 ml/l

0,53 a 2,86 ab 7,66 ab 3,02 a 3,33 ab 0,67 a 0,83 a 2,7

Tidak

dikendalik

an

2,12 a 4,04 b 13,7 c 34,03 b 9,82 c 7,69 b 8,67 b 11,44

BNT 5 % 0,15 2,87 4,76 20,03 3,52 3,80 4,7 Angka yang diikuti huruf sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%

Pada awal sebelum dilakukan aplikasi dengan insektisida, tingkat serangan

ulat penggerek buah tomat tidak berbeda nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa

kondisi dan keadaan serangan yang ada di lapang sudah merata dan homogen pada

semua petak perlakuan. Selanjutnya setelah dilakukan 7 (tujuh) kali aplikasi

dengan insektisida Deltametrin 28 EC dengan konsentrasi 0,25 ml/l sampai

dengan 2,00 ml/l , tampak berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan ulat

penggerek buah tomat, bahkan sudah setaraf dengan insektisida Deltametrin 2,5

EC yang merupakan insektisida pembanding. Hasil pengamatan tingkat serangan

nampak bahwa insektisida Deltametrin 28 EC konsentrasi 1,00 ml hingga 2,00 ml

konsisten menekan serangan lebih rendah dan sebanding dengan insektisida kontrol

Deltametrin 2,5 EC. Insektisida Deltametrin 28 EC bersifat racun kontak dan

lambung apabila disemprotkan pada tanaman tomat sewaktu buah masih muda

dapat melindungi buah dari serangan ulat penggerek H. armigera. Menurut

Setiawati (1995), insektisida berbahan aktif deltametrin 0,2% merupakan cara yang

terbaik untuk mengendalian ulat penggerek buah tomat H. armigera dan dapat

menghemat penggunaannya sebesar 60% serta hasil panen tetap tinggi.

Keefektivan insektisida Deltametrin 28 EC pada beberapa level konsentrasi

terhadap serangan ulat penggerek buah tomat disajikan pada Tabel 4.

Page 217: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

299

Tabel 4. Efktivitas insektisida Deltametrin 28 EC terhadap serangan ulat penggerek

buah tomat H. armigera.

Perlakuan Rata-rata serangan

H. armigera (%) Efektivitas (%)

Deltametrin 28 EC 0,25 ml/l 3,31 71,06

Deltametrin 28 EC 0,50 ml/l 3,37 70,54

Deltametrin 28 EC 1,00 ml/l 3,16 72,38

Deltametrin 28 EC 2,00 ml/l 1,44 87,41

Deltametrin 2,5 EC 2,00 ml/l 2,7 76.40

Kontrol 11,44 -

Semua tingkatan konsentrasi insektisida Deltametrin 28 EC yang diuji efektif

menekan serangan ulat penggerek buah tomat H. armigera di atas 70 % atau setaraf

dengan insektisida pembanding Deltametrin 2,5 EC, bahkan pada Deltametrin 28

EC dosis tinggi 2,00 ml/l mampu menekan hingga 87,41 %. Dengan demikian

insektisida Deltametrin 28 EC dapat digunakan sebagai pengendalian ulat

penggerek buah tomat H. armigera. Prijono (2004) mengemukakan bahwa

insektisida dikatatakan efektif atau manjur apabila tingkat efektifitasnya lebih dari

50 %. Selanjutnya, insektisida dikatakan efektif apabila memenuhi enam unsur

tepat yaitu jenis, mutu, sasaran, dosis dan konsentrasi, waktu, dan cara dan alat

aplikasi (Dit Lin Hortikultura, 2004).

3. Produksi

Pengaruh perlakuan insektisida Deltametrin 28 EC terhadap hasil buah

tomat berbeda nyata dibandingkan kontrol Tabel 5. Tanaman tomat yang di

kendalikan dengan insektisida Deltametrin 28 EC hasilnya cukup tinggi dari pada

tanaman tomat sebesar 10,19 t/ha tidak berbeda dengan Deltametrin 28 EC 1,00 ml

dan setara dengan insektisida pembanding Deltametrin 2,5 EC 2,0 ml/l 10,70 t/ha.

Tabel 5. Rata-rata hasil buah tomat per pohon pada berbagai perlakuan Deltametrin

28 EC.

Perlakuan Jumlah buah Bobot buah (kg)

Deltametrin 28 EC 0,25 ml/l 8,73 b 0,30 ab

Deltametrin 28 EC 0,50 ml/l 8,95 b 0,325 ab

Deltametrin 28 EC 1,00 ml/l 12,40 bc 0,416 bc

Deltametrin 28 EC 2,00 ml/l 13,63 c 0,489 c

Deltametrin 2,5 EC 2,00 ml/l 13,54 c 0,514 c

Kontrol 4,00 a 0,22 a

BNT 5% 4,41 0,13

4. Fitotoksisitas insektisida

Tanaman tomat yang disemprot dengan insektisida Deltametrin 28 EC pada

semua tingkatan konsentrasi insektisida yang di uji secara fisual tidak

menunjukkan gejala fitotoksis.

Page 218: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

300

KESIMPULAN

1. Insektisida Deltametrin 28 EC konsentrasi 1,00 - 2,00 ml mampu menekan

populasi penggerek buah tomat, H. armigera, menekan intensitas serangan pada buah tomat serta menekan kehilangan hasil.

2. Tingkat efektifitas insektisida Deltametrin 28 EC konsentrasi 1,00 – 2,00 ml

sama dengan insektisida pembanding Deltametrin 2,5 EC pada konsentrasi

2,00 ml dalam menekan populasi ulat buah, intensitas serangan, dan

kehilangan hasil.

3. Pada konsentrasi 0,25 ml hingga 2,00 ml insektisida Deltametrin 28 EC tidak

menimbulkan gejala fitotoksis pada daun tomat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim , 1989. Pengendalian Serangga Kapas Secara Terpadu. Balitas. Badan

Litbangtan.Malang-Indonesia. Edisi Khusus No. 4/IV (1989) hal. 123.

Anonim, 1997. Budidaya dan Pasca Panen Tomat. Departemen Pertanian. Badan

Litbangtan. BPTP. Biromaru-Sulawesi Utara. Hal. 23-24.

Bonifacio, B. and Hermandez B, 1976. Pest and Diseases of Tomato and other

Solanaceous Plants. Asia Edition. Hal. 1-7.

Direktur Perlindungan Hortikultura. 2004. Kebijakan pengendalian OPT dan

penggunaan pestisida pada komoditi hortikultura. Makalah Pertemuan

Apresiasi Perlindungan Hortikultura. Surabaya, 11 – 12 Oktober 2004. 6

halaman.

Metcalf, C.L. and W.P. Flint, 1962. Destructive and Useful Insect. Mc Graw Hill.

Book Company, Inc. New York. San Francisco –Toronto- London.

Prijono D. 2004. Pedoman umum pengujian efikasi insektisida/akarisida. Makalah

Protokol Uji Efikasi Insektisida. Yogyakarta, 3 – 4 September 2004. 4

halaman.

Setiawati, 1985. Kerusakan dan Kehilangan Hasil Buah Tomat Akibat Serangan

H.armigera Hubn. {Lepidoptera: Noctuidae). Bul. Penel. Hort. Vol. XIX No. 4

1990.

Setiawati . W., A. Somantri dan A.S. Duriat, 2000. Pengaruh Kepadatan Populasi

dan Waktu Infestasi H. armigera Hubn. Terhadap Kehilangan Hasil Buah

Tomat dan Upaya Pengendaliannya. Jurnal Hortikultura vol. 10. no. 2-

2000 .

Badan Litbangtan. Pusat Penelitian Hortikultura dan Aneka Tanaman. Jakarta-

Indonesia. Hal. 112-120.

Zubaida, 1978. Daur Hidup dan Pembiakan H. armigera Hubn. Di Laboratorium.

Skripsi. FIFA UNPAD. Bandung.

Page 219: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

301

LC50 INSEKTISIDA SPINOSAD 120 g/l DAN METOKSIFENOZIDA 100 g/l

TERHADAP Spodoptera exigua STRAIN PROBOLINGGO

PADA BAWANG MERAH

Harwanto*), Sarwono*), Luki Rosmahani*), Diding Rachmawati*)

ABSTRAK

Bawang merah merupakan komoditas unggulan di Jawa Timur terutama di

daerah Probolinggo, Malang, dan Nganjuk. Dari tahun ke tahun perkembangan

areal pada tiga wilayah tersebut berfluktuatif. Salah satu faktor penyebabnya

adalah tingginya serangan hama ulat bawang merah Spodoptera exigua. Pengujian

LC50 insektisida Spinosad 120 g/l dan Metoksifenozida 100 g/l di laksanakan di

Laboratorium Hama Penyakit BPTP Jawa Timur, mulai bulan Agustus hingga

Nopember 2004. Rancangan yang dipergunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) yang di ulang tiga kali. Perlakuan yang di coba adalah lima tingkat

konsentrasi insektisida Spinosad 120 g/l dan Metoksifenozida 100 g/l (2,0, 1,5, 1,0,

0,75, 0,5 ml/l) dan kontrol. Metode aplikasi yang digunakan ada dua yaitu secara

residu dan secara kontak. Tingkat mortalitas di amati pada 6 jam setelah aplikasi

(JSA), 24 JSA, 48 JSA, dan 72 JSA. Untuk menentukan nilai LC50 data di analisis

dengan metode analisis probit. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai LC50

insektisida Spinosad 120 g/l terhadap ulat daun bawang S exigua pada 72 JSA

diaplikasikan secara residu adalah 1,86 ml dan yang diaplikasikan secara kontak

adalah 0,71 ml. Nilai LC50 insektisida Metoksifenozida 100 g/l terhadap ulat daun

bawang S. exigua pada 72 JSA diaplikasikan secara residu adalah 1,99 ml dan yang

diaplikasikan secara kontak adalah 1,59 ml. Insektisida Spinosad 120 g/l lebih

efektif mematikan ulat S. exigua dibandingkan dengan insektisida

Metoksifenozida 100 g/l baik diaplikasikan secara residu maupun secara kontak.

Nilai LC50 insektisida Spinosad 120 g/l yang diaplikasikan secara residu maupun

kontak selalu lebih rendah dibandingkan dengan insektisida Metoksifenozida 100

g/l.

Kata kunci : Allium zepa, LC50, insektisida, Spodoptera exigua

ABSTRACT

Shallot is the main commodity in East Java, especially in Probolinggo,

Malang, and Nganjuk. From year to yearplanting area at the three region are

fluctuate. One of the problem is severe attack of caterpillar S. exigua. Fied test of

LC 50 Spinosad insecticide 120 g / and l of Metoksifenozida 100 g / l was conducted at

the Pest Disease Laboratory of East Java AIAT, starting from August until

November 2004, using a complete randomized design ( RCD) which Three

replications, with five concentration of insecticide as treatment, namely Spinosad 120

g/l and of Metoksifenozida 100 g/l ( 2,0, 1,5, 1,0, 0,75, 0,5 ml / l) and control. Two

application method used were residue and contact. Mortality was counted six hours

after application (HAA), 24 HAA, 48 HAA, and 72 HAA. To determine value of LC 50

data in analysis was done using method probability analysis.

_________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 220: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

302

Result showed that the use of LC 50 Spinosad insecticide 120 g / l to leaf caterpillar

of S exigua at 72 HAA application by residue was 1,86 mls, while contact method

resulted 0,71 ml.The use of LC50 Metoksifenozida 100 g / l towards leaf caterpillar

S. exigua at 72 JSA application using residue was 1,99 ml, while contact method was

1,59 ml. Insecticide Spinosad 120 g/l proved to be more effective to be used.

Keyword: Allium zepa, LC50, insecticide, Spodoptera exigua

PENDAHULUAN

Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan yang

ada di tiga kabupaten di Jawa Timur yaitu Probolinggo, Malang, dan Nganjuk.

Perkembangan areal pada tiga wilayah tersebut dari tahun ke tahun menunjukkan

pola yang naik turun. Pada tahun 2000 tercatat bahwa tiga wilayah sentra yang

ada di Jawa Timur seperti tersebut di atas masing-masing luas areal tanamnya

berturut-turut adalah 7.884 ha, 4.574 ha, dan 4.169 ha, dari luas total di Jawa

Timur 22.130 ha (Dipertan Jatim, 2001).

Luas areal yang fluktuatif dari tahun ke tahun tampaknya sangat terkait

dengan beberapa faktor penyebab antara lain kondisi iklim, harga, dan serangan

organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Seperti kita ketahui bersama bahwa

usahatani bawang merah merupakan usahatani sayuran yang beresiko tinggi,

karena banyaknya kendala yang harus di hadapi dalam rangka menyelamatkan

produksi.

Salah satu kendala utama yang sering dihadapi oleh petani pada setiap

musim tanam adalah tingginya serangan hama dan penyakit (Moekasan 1998).

Hama tanaman bawang merah yang sering mengakibatkan kegagalan panen adalah

ulat daun bawang, S. exigua (Rosmahani 1997; Moekasan 1998).

Serangan OPT yang hampir terjadi setiap musim tanam mendorong petani

untuk menggunakan pestisida dalam tindakan pengendalian. Hal tersebut didasari

oleh suatu anggapan bahwa pestisida merupakan teknologi garansi untuk

menyelamatkan usahataninya. Terlihat dari perilaku petani dalam

mengaplikasikan insektisida yang cenderung terus meningkat dalam frekuensi,

dosis, dan komposisi (campuran) yang digunakan.

Akibat dari perilaku tersebut di atas secara otomatis biaya usahatani juga

semakin meningkat dan pada gilirannya usahatani bawang merah yang

dilaksanakan oleh petani menjadi tidak efisien. Koster (1990) melaporkan bahwa

biaya pengendalian OPT pada bawang merah mencapai 30 – 50 % dari total biaya

produksi. Selain biaya tinggi yang tidak kalah pentingnya adalah terjadinya

pencemaran lingkungan, residu pestisida yang tinggi pada hasil produksi,

resistensi, dan resurgensi (Moekasan 1998; Dit Lin Hortikultura 2004).

Dalam upaya meminimalkan dampak negatif dari penggunaan pestisida

yang kurang bijaksana dalam hal ini memperkecil residu pestisida pada hasil

pertanian khususnya produk hortikultura, oleh karena itu penggunaan pestisida

harus dilakukan dengan cara enam tepat yaitu tepat jenis, tepat mutu, tepat

sasaran, tepat dosis dan konsentrasi, tepat waktu , dan tepat cara dan alat aplikasi

(Dit Lin Hortikultura 2004).

Sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) yang tertera dalam

Undang-Undang No 12 th 1992, penggunaan pestisida merupakan alternatif

Page 221: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

303

terakhir dalam pengendalian hama, walaupun demikian perlu diperhatikan tingkat

efektivitas dan selektivitasnya terhadap serangga hama target.

Pengujian insektisida Spinosad 120 g/l dan Metoksifenozida 100 g/l bertujuan

untuk mengetahui LC50 ulat bawang merah S. exigua.

METODE PENELITIAN

Pengujian LC50 insektisida Spinosad 120 g/l dan Metoksifenozida 100 g/l di

laksanakan di Laboratorium Hama Penyakit BPTP Jawa Timur, mulai bulan

Agustus hingga Nopember 2004. Rancangan yang dipergunakan adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL) yang di ulang tiga kali. Perlakuan yang di coba secara rinci

tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Perlakuan tingkat konsentrasi insektisida Spinosad 120 g/l dan

Metoksifenozida 100 g/l terhadap S. exigua pada bawang merah.

No. Perlakuan Konsentrasi ml/l

1. Spinosad 120 g/l 2.0

2. Spinosad 120 g/l 1.5

3. Spinosad 120 g/l 1.0

4. Spinosad 120 g/l 0.75

5. Spinosad 120 g/l 0.5

6. Metoksifenozida 100 g/l 2.0

7. Metoksifenozida 100 g/l 1.5

8. Metoksifenozida 100 g/l 1.0

9. Metoksifenozida 100 g/l 0.75

10. Metoksifenozida 100 g/l 0.5

11. Kontrol 0

Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman bawang merah yang di

tanam di polibag. Ukuran polibag, tinggi 25 cm dengan diameter 18 cm. Media yang

digunakan adalah tanah, pupuk kandang, dan pasir dengan perbandingan 1: 1: 1.

Setiap polibag merupakan suatu unit perlakuan. Pemeliharaan tanaman

disesuaikan dengan petunjuk teknis budidaya bawang merah.

Alat yang dipergunakan untuk aplikasi insektisida adalah penyemprotan

tangan (hand sprayer). Metode aplikasi dalam pengujian ini ada dua yaitu metode

kontak dan residu.

a. Metode Residu

Daun bawang merah yang bersih dicelupkan insektisida sesuai perlakuan dan

dikering anginkan. S. exigua instar 2 – 3 sebanyak 15 ekor dimasukkan dalam

sangkar yang telah terisi tanaman bawah merah yang telah diperlakukan.

Pengamatan mortalitas dilakukan pada 6 JSA, 24 JSA, 48 JSA, 72 JSA.

b. Metode Kontak

Penyemprotan secara langsung dilakukan pada ulat S. exigua instar 2-3.

sebanyak 15 ekor sesuai dengan perlakuan. Kemudian setelah disemprot ulat

dimasukkan pada kurungan yang sudah terisi bawang merah. Kurungan terbuat

dari plastik yang bagian atasnya ditutup dengan kain kasa. Pengamatan mortalitas

dilakukan pada 6 JSA, 24 JSA, 48 JSA, 72 JSA.

Page 222: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

304

Tingkat mortalitas ulat yang di uji dari dua metode tersebut di atas akan

digunakan sebagai variabel untuk mengetahui tingkat LC50 dan LC95. Data

dianalisis dengan metode probit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aplikasi Secara Residu

Tingkat mortalitas insektisida uji terhadap S. exigua pada bawang merah

dengan metode aplikasi secara residu seperti tertera pada Tabel 2 dan Gambar 1.

Secara umum tingkat mortalitas ulat S. exigua yang diperlakukan dengan berbagai

konsentrasi dari dua insektisida yang di uji menunjukkan pola yang hampir sama

yaitu mortalitas ulat S. exigua semakin meningkat sejalan dengan lamanya waktu

pengamatan.

Tabel 2. Pengaruh insektisida Spinosad 120 g/l dan Metoksifenozida 100 g/l terhadap

mortalitas ulat S. exigua pada bawang merah aplikasi secara residu

Jenis

Insektisida Konsentrasi

Mortalitas Ulat S. Exigua (%)

6 jam 24 jam 48 jam 72 jam

Spinosad 120 g/l 2.0

1.5

1.0

0.75

0.5

0

19.96

19.96

15.52

8.87

2.22

0

33.26

33.26

17.74

11.09

6.65

0

39.91

35.48

24.39

17.74

11.09

0

55.43

37.69

28.82

19.96

11.09

0

Metoksifenozida

100 g/l

2.0

1.5

1.0

0.75

0.5

0

15.52

13.30

8.87

2.22

2.22

0

24.39

24.39

15.52

8.87

4.43

0

37.69

33.26

19.96

13.30

6.65

0

46.56

42.12

24.39

17.74

6.65

0

Dari dua insektisida yang di uji tampaknya insektisida Spinosad 120 g/l

tingkat mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan insektisida Metoksifenozida

100 g/l. Kecuali konsentrasi 0,5 ml/l pada 6 JSA tingkat mortalitasnya sama yaitu

2,22 % (Spinosad 120 g/l dan Metoksifenozida 100 g/l). Pada tingkat konsentrasi

yang lain yaitu 0,75 s/d 2,0 ml/l insektisida Spinosad 120 g/l mortalitasnya selalu

lebih tinggi dibandingkan dengan insektisida Metoksifenozida 100 g/l. Mortalitas

tertinggi pada konsentrasi tertinggi insektisida Spinosad 120 g/l adalah 55,43 %,

sedang untuk hal yang sama insektisida Metoksifenozida 100 g/l yaitu 46.56 %.

Dari Tabel 2 dan Gambar 1 mengisyaratkan bahwa insektisida Spinosad 120

g/l lebih baik atau lebih efektif menekan perkembangan ulat S exigua dibandingkan

dengan insektisida Metoksifenozida 100 g/l yang di aplikasikan secara residu.

Page 223: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

305

Gambar 1. Perkembangan mortalitas ulat S. exigua setelah di aplikasi secara residu

Hubungan konsentrasi, mortalitas, dan waktu pengamatan pada dua jenis

insektisida uji terhadap ulat sasaran dalam rangka untuk mengetahui nilai LC50

dan LC95 tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Hubungan konsentrasi dan mortalitas waktu pengamatan 6 jam, 24 jam, 48

jam dan 72 jam terhadap ulat S. exigua pada bawang merah secara residu

Insektisida/Waktu

Pengamatan

a + GB b + GB LC50

(sk 95%)(ml)

LC95

(sk 95%)(ml)

Tracer

6 jam 3.81 + 0.12 1.61 + 0.55 5.52 58.17

24 jam 4.08 + 0.10 1.94 + 0.49 2.97 20.89

48 jam 4.29 + 0.95E-01 1.64 + 0.45 2.69 26.94

72 jam 4.42 + 0.94E-01 2.16 + 0.45 1.86 10.76

Prodigy

6 jam 3.50 + 0.14 1.82 + 0.65 6.62 52.93

24 jam 4.90 + 0.11 1.69 + 0.52 4.42 41.14

48 jam 4.15 + 0.10 2.01 + 0.48 2.67 17.62

72 jam 4.31 + 0.98E-01 2.31 + 0.47 1.99 10.30 a = intercep, b = kemiringan, GB = galat baku, sk= selang kepercayaan

Dari Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa lama pengamatan berpengaruh

terhadap nilai LC50 dan LC95 yang di peroleh. Semakin pendek/singkat waktu

pengamatan nilai LC yang di peroleh semakin besar, terjadi sebaliknya semakin

lama waktu pengamatan nilai LC yang di perlukan semakin sedikit. Artinya tingkat

mortalitas ulat sangat dipengaruhi besar kecilnya tingkat konsentrasi. Nilai LC50

untuk insektisida Tracer 120 SC pada pengamatan 6 JSA – 72 JSA adalah 5,52 –

1,86, sedang insektisida Metoksifenozida 100 g/l adalah 6,62 – 1,99.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

6jm 24jm 48jm 72jm

Waktu Pengamatan (jam)

Rata

-rata

Mort

alit

as (

eko

r)

T2 T1.5 T1 T0.75

T0.5 P2 P1.5 P1

P0.75 P0.5 Kontrol

Page 224: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

306

Berdasarkan nilai LC yang di peroleh memberikan petunjuk bahwa

insektisida Spinosad 120 g/l lebih baik dibandingkan dengan insektisida

Metoksifenozida 100 g/l dalam hal mematikan serangga hama uji, karena dengan

konsentrasi yang lebih rendah tingkat kematian yang diperoleh sama dengan

konsentrasi yang lebih tinggi.

Aplikasi Secara Kontak

Tingkat mortalitas ulat S. exigua yang di aplikasi secara kontak dengan

insektisida Spinosad 120 g/l dan Metoksifenozida 100 g/l tertera pada Tabel 3 dan

Gambar 2. Dari Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa aplikasi insektisida Spinosad 120

g/l dan Metoksifenozida 100 g/l secara kontak tampaknya dapat menyebabkan

mortalitas ulat S. exigua lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi secara residu.

Terlihat bahwa pada pengamatan 6 JSA persentase kematian ulat S. exigua dari

konsentrasi rendah ke tinggi untuk Spinosad 120 g/l antara 22,22 s/d 55,56 %,

sedangkan untuk Metoksifenozida 100 g/l antara 2,22 s/d 22,22 %. Nilai mortalitas

tersebut memberikan gambaran bahwa aplikasi dengan metode kontak lebih baik

dibandingkan dengan aplikasi metode residu.

Tabel 4. Pengaruh insektisida Spinosad 120 g/l dan Metoksifenozida 100 g/l terhadap

mortalitas ulat S. exigua pada bawang merah aplikasi secara kontak

Jenis Insektisida Konsentrasi Mortalitas Ulat S. Exigua (%)

6 jam 24 jam 48 jam 72 jam

Spinosad 120 g/l 2.0

1.5

1.0

0.75

0.5

0

55.56

48.89

48.89

28.89

22.22

0

60

55.56

51.11

37.78

33.33

0

73.33

68.89

55.56

40

37.78

0

93.33

88.89

60

44.44

40

0

Metoksifenozida

100 g/l

2.0

1.5

1.0

0.75

0.5

0

22.22

22.22

17.18

8.89

2.22

0

37.78

28.89

28.89

22.22

11.11

0

46.67

37.78

33.33

26.67

15.56

0

55.56

48.89

37.78

33.33

26.67

0

Page 225: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

307

Gambar 2. Perkembangan mortalitas ulat S. exigua setelah di aplikasi secara

kontak

Mortalitas ulat S. exigua pada pengamatan berikutnya yaitu 24 JSA s/d 72

JSA menunjukkan pola yang sama seperti pada aplikasi secara residu yaitu semakin

lama pengamatan mortalitas semakin meningkat. Pada pengamatan yang terakhir

(72 JSA) mortalitas ulat S. exigua yang di aplikasi Spinosad 120 g/l dari konsentrasi

rendah ke tinggi berkisar 40 – 93,33 %, sedangkan untuk Metoksifenozida 100 g/l

dengan konsentrasi yang sama berkisar 26,67 – 55,56 %.

Secara umum insektisida Spinosad 120 g/l lebih efektif menekan

perkembangan ulat S. exigua dibandingkan dengan insektisida Metoksifenozida

100 g/l yang di aplikasikan secara kontak. Berdasarkan nilai mortalitas dari

masing-masing insektisida ternyata aplikasi secara kontak keefektivitasnya

hampir dua kali lipat lebih efektif untuk Spinosad 120 g/l terhadap Metoksifenozida

100 g/l.

Hubungan konsentrasi, mortalitas, dan waktu pengamatan pada dua jenis

insektisida uji terhadap ulat sasaran dalam rangka untuk mengetahui nilai LC50

dan LC95 tertera pada Tabel 5. Berdasar pada Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa

aplikasi secara kontak lebih cepat mematikan ulat S. exigua dibandingkan dengan

aplikasi secara residu. Hal ini tampak jelas dari nilai LC yang di peroleh dari dua

insektisida yang di uji. Aplikasi secara kontak nilai LC50 dan LC95 lebih rendah

dibandingkan dengan aplikasi secara residu. Artinya aplikasi secara kontak lebih

efektif mematikan ulat S. exigua dibandingkan dengan aplikasi secara residu.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

6jm 24jm 48jm 72jm

Waktu Pengamatan (jam)

Ra

ta-r

ata

Mo

rta

lita

s (

eko

r)T2 T1.5 T1 T0.75T0.5 P2 P1.5 P1P0.75 P0.5 Kontrol

Page 226: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

308

Tabel 5. Hubungan konsentrasi dan mortalitas waktu pengamatan 6 jam, 24 jam, 48

jam dan 72 jam terhadap ulat S. exigua pada bawang merah secara kontak

Insektisida/Waktu

Pengamatan

a + GB b + GB LC50

(sk 95%)(ml)

LC95

(sk 95%)(ml)

Tracer

6 jam 4.75 + 0.87E-01 1.52 + 0.41 1.48 17.89

24 jam 4.25 + 0.85E-01 1.20 + 0.40 1.16 27.19

48 jam 5.12 + 0.86E-01 1.73 + 0.41 0.85 7.62

72 jam 5.45 + 0.94E-01 3.10 + 0.47 0.71 2.42

Prodigy

6 jam 3.86 + 0.11 1.73 + 0.54 4.56 40.64

24 jam 4.31 + 0.93E-01 1.28 + 0.44 3.43 65.44

48 jam 4.50 + 0.89E-01 1.41 + 0.42 2.27 33.06

72 jam 4.72 + 0.86E-01 1.38 + 0.41 1.59 24.94 a = intercep, b = kemiringan, GB = galat baku, sk= selang kepercayaan

Berdasarkan nilai LC yang diperoleh dari dua insektisida yang di uji, aplikasi

secara kontak untuk insektisida Spinosad 120 g/l tampaknya secara konsisten lebih

baik dibandingkan dengan insektisida Metoksifenozida 100 g/l. Hal tersebut

didasarkan pada waktu pengamatan dan konsentrasi yang sama nilai LC50 yang

diperoleh berbeda. Insektisida Spinosad 120 g/l nilai LC50 antara 1,48 – 0,71 dan

insektisida Metoksifenozida 100 g/l antara 4,56 – 1,59.

KESIMPULAN

o Nilai LC50 insektisida Spinosad 120 g/l terhadap ulat daun bawang S exigua

pada 72 JSA diaplikasikan secara residu adalah 1,86 ml dan yang diaplikasikan

secara kontak adalah 0,71 ml

o Nilai LC50 insektisida Metoksifenozida 100 g/l terhadap ulat daun bawang S. exigua pada 72 JSA diaplikasikan secara residu adalah 1,99 ml dan yang

diaplikasikan secara kontak adalah 1,59 ml

o Insektisida Spinosad 120 g/l lebih efektif mematikan ulat S. exigua

dibandingkan dengan insektisida Metoksifenozida 100 g/l baik diaplikasikan

secara residu maupun secara kontak.

o Nilai LC50 insektisida Spinosad 120 g/l yang diaplikasikan secara residu

maupun kontak selalu lebih rendah dibandingkan dengan insektisida

Metoksifenozida 100 g/l.

DAFTAR PUSTAKA

Direktur Perlindungan Hortikultura. 2004. Kebijakan pengendalian OPT dan

penggunaan pestisida pada komoditi hortikultura. Makalah Pertemuan

Apresiasi Perlindungan Hortikultura. Surabaya, 11 – 12 Oktober 2004. 6

hal.

Dipertan Propinsi. 2001. Laporan Tahunan th 2000. Finey OJ. 1971. Probit

Analysis. 3rd ed. Cambridge Univ Press.

Page 227: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

309

Koster WG. 1990. Explorating survey on shallot in rice based cropping system in

Brebes. Bul. Penelitian Hortikultura (18): 19-30 (Edisi Khusus).

LeOra Software. 1987. POLO – PC. Berkeley: LeOra Software

Moekasan TK. 1998. Status resistensi ulat bawang merah S. exigua strain bribes

terhadap beberapa jenis insektisida. Jurnal Hortikultura. 9: 913 – 918.

Pedigo L. 1989. Conventional insecticides. Entomologi and pest management. Iowa

State University. 359 – 341 p.

Rosmahani L, Korlina E, Baswarsiati, Kasijadi F. 1998. Pengkajian tekniki

pengendalian terpadu hama dan penyakit penting bawang merah tanam di

luar musim. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian Sistem

Usahatani. BPTP Karangploso. 116 – 131.

Untung K. 1996. Pengelolaan Hama Terpadu. Gajahmada Press

Page 228: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

310

INOVASI TEKNOLOGI DAN KELEMBAGAAN

PERBIBITAN BAWANG MERAH BERSERTIFIKAT

Cahyati Setiani*), Hairil Anwar*), Endang Iriani*), dan Teguh Prasetyo*)

ABSTRAK

Pengkajian mengenai Inovasi Teknologi dan Kelembagaan Perbibitan Bawang

Merah Bersertifikat dilakukan sejak tahun 2003 di Kabupaten Brebes, Jawa

Tengah. Pengkajian dilakukan melalui beberapa tahap meliputi: a). pemurnian bibit

bawang merah varietas Bima dan Kuning, b). perbanyakan bibit bawang merah

yang telah dimurnikan, c). penyimpanan bibit bawang merah, dan d). pembentukan

kelembagaan perbibitan bawang merah bersertifikat. Bibit bawang merah varietas

Bima dan Kuning telah dimurnikan sertifikasi / berlabel biru dan telah diperbanyak

dengan hasil 8-10 ton/ha. Teknologi penyimpanan yang diintroduksikan telah

mampu mengurangi biaya tenaga kerja sebesar 15%. Kelompok tani yang dibentuk

bernama “Barokah” yang beranggotakan 11 orang petani dengan areal pertanaman

bibit bawang merah yang diusahakan kelompok seluas 4,9 ha. Permasalahan utama

yang dihadapi oleh kelompok tani adalah proses sertifikasi bibit memakan waktu

sekitar dua bulan, padahal modal anggota kelompok sangat terbatas dan

membutuhkan modal tunai untuk membayar biaya usaha perbibitan bawang merah.

Permasalahan tersebut telah dieleminir melalui kesepakatan antara kelompok

“Barokah” dengan Balai Pengawasan Sertifikasi Benih (BPSB) untuk mempercepat

proses persertifikasian selama satu bulan dan biaya operasional semua ditanggung

oleh kelompok “Barokah”. Selain itu juga dilakukan kerjasama dengan pihak

penyedia sarana produksi. Aturan main yang diterapkan oleh anggota dalam

melakukan pemupukan modal meliputi: a) iuran wajib untuk modal awal Rp.

50.000,- per anggota, b). simpanan wajib 50 kg bawang merah kering/anggota/musim

tanam, c). tabungan Rp. 10.000,-/kwintal. Diharapkan inovasi teknologi dan

kelembagaan perbibitan bawang merah yang bersertifikat dapat berperan dalam

meningkatkan produksi bawang merah dan mempercepat agribisnis industrial di

pedesaan.

Kata kunci: inovasi teknologi, kelembagaan, perbibitan, bawang merah, bersertifikat

ABSTRACT.

Assessment on Technology Innovation and farmers group of certified seeds of

shallot was carried out in 2003 in Brebes regency, Central Java. The study was

carried in several stages, including: a) purifying seeds of shallot for Bima and

Yellow varieties, b) doubling of purified seeds of shallot, c) storage of shallot seed,

and d) build farmers group of certified seeds of shallot. Bima and Kuning varieties

of shallot have been purified to have certification / blue labeled and expanding with

output of 8 – 10 ton / ha. The introduced storage technology was capable to decrease

labour cost by 15%. The farmers’ group founded named “Barokah” that consisting of

11 farmers with the planting area 4.9 ha.

_________________

*) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Page 229: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

311

The main problem faced was the process of certification for seeds takes two months,

whereas they had very limited, even to pay shallot seeds. The problem solved by the

agreement between “Barokah” and Balai Pengawasan Sertifikasi Benih (BPSB) to

shorten certification process. The rule of playing implemented by members in capital

raising among other things: a) contribution for obligation at the beginning was

Rp.50,000 per member, b) obligation saving for 50 kg of dried shallot per member per

planting season, c) saving of 10.000 / 100 kg . It was supposed that the technology

innovation and farmers group of certified seeds of shallot could play role in increasing

production of shallot and speed up seeds production as agribusiness in rural area.

Keywords: Technology innovation, institutional, seedling, shallot, certificate

PENDAHULUAN

Kenyataan di lapang mengindikasikan bahwa sampai saat ini, ketersediaan

bibit bawang merah bermutu dan bersertifikat masih sangat terbatas. Seringkali bibit

bawang merah yang digunakan berasal dari hasil panen sendiri dan atau melakukan

seleksi dari bawang merah konsumsi (Setiani et al., 2004). Lebih lanjut dikatakan oleh

Sarjana et al (2003), bahwa dalam sistem penyediaan bibit bawang merah, belum ada

produsen bibit bawang merah yang berupaya untuk mendapatkan pengakuan mutu

bibit melalui sertifikasi. Demikian pula dalam proses produksi untuk menghasilkan

bibit yang berkualitas, petani penangkar atau produsen bibit belum sepenuhnya

mengacu pada prosedur memproduksi bibit yang direkomendasikan.

Kondisi tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya penurunan

produktivitas usahatani bawang merah. Selama kurun waktu 10 tahun terakhir

produktivitas bawang merah mengalami penurunan 0,96% / tahun dengan rata-rata

produktivitas sekitar 8,60 ton/ha ± 0,59 (BPS, 1993-2002 dan Dipertan 2003). Menurut

Sarjana et al (2003), faktor degradasi potensi genetik varietas yang dikembangkan dan

kejenuhan lahan merupakan penyebab utama penurunan produktivitas bawang

merah (Sarjana et al., 2003).

Ditinjau dari sudut peluang agribisnis, usaha perbibitan bawang merah cukup

prospektif. Sasaran produksi bawang merah yang ingin dicapai di Jawa Tengah

sebesar 362.384 ton pada tahun 2003 (Dipertan, 1999), dan untuk menghasilkan

produk tersebut dibutuhkan bibit sekitar 50.000 – 57.000 ton per tahun. Jumlah ini

belum memperhitungkan permintaan dari luar propinsi.

Pertanyaannya adalah bagaimana cara menangkap peluang tersebut ?. Ada dua

hal yang perlu dilakukan yaitu inovasi teknologi dan kelembagaan. Menurut

Binswanger dan Ruttan dalam Syahyuti (2003) menyatakan bahwa kelembagaan

merupakan faktor utama yang menghasilkan teknologi dan teknologi yang baik hanya

dapat dapat dihasilkan dari suatu manajemen kelembagaan yang baik pula. Pada sisi

sebaliknya, Asturo Israel (1990) dalam Syahyuti (2003) melihat bahwa teknologi

tertentu harus dilayani oleh kelembagaan tertentu pula.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas telah dilakukan pengkajian mengenai

inovasi teknologi dan kelembagaan perbibitan bawang merah bersertifikat sejak tahun

2003. Tujuan pengkajian adalah untuk menghasilkan dan membentuk kelembagaan

perbibitan bawang merah bersertifikat. Hasil pengkajian diuraikan pada malakah ini.

Page 230: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

312

METODE PENGKAJIAN

Pengkajian dilakukan di sentra produksi bawang merah Jawa Tengah yaitu di

Desa Klampok, Kecamatan Wanasari yang berada di wilayah Kabupaten Brebes.

Luas panen bawang merah di Jawa Tengah pada tahun 2003 mencapai 30.043 ha,

dengan produksi 245.415 ton. Kawasan sentra produksi bawang merah terbesar di

Jawa Tengah adalah di Kabupaten Brebes dengan luas panen mencapai 21.729 ha

(72,33% dari luas panen Jawa Tengah) dan produksi 185.882 ton (75,74% dari total

produksi Jawa Tengah).

Studi dilakukan menggunakan pendekatan partisipatif dan koordinatif yang

didesain untuk menghasilkan dan membentuk kelembagaan perbibitan bawang

merah bersertifikat. Pengkajian dilakukan melalui beberapa tahap meliputi: a).

pemurnian bibit bawang merah varietas Bima dan Kuning (tahun 2003), b).

perbanyakan bibit bawang merah yang telah dimurnikan (2004), c). penyimpanan

bibit (2004), dan d). membentuk kelembagaan perbibitan bawang merah

bersertifikat (2005).

Ruang lingkup pengkajian mencakup: a). inventarisasi dan karakterisasi

pelaku perbibitan bawang merah bersertifikat, b). diskusi terfokus secara partisipatif

untuk mengorganisir kelembagaan perbibitan bawang merah bersertifikat, c).

implementasi kelembagaan perbibitan bibit bawang merah bersertifikat, dan d).

pengamatan kelayakan kelembagaan perbibitan bawang merah bersertifikat.

Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi: karakter pelaku perbibitan

bawang merah, teknologi perbibitan bawang merah, input-output produksi bibit

bawang merah, sertifikasi, serta organisasi dan aturan main perbibitan bawang

merah. Data dan informasi dikumpulkan melalui survey, pertemuan, dan

pengamatan langsung di lapang. Sumber data dan informasi diperoleh dari pelaku

pasar bibit bawang merah serta dari hasil penelitian terdahulu. Data dan informasi

dianalisis secara teknis, ekonomi, dan sosial menggunakan alat statisitik yang

sesuai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Perbibitan Bawang Merah Bersertifikat

Potensi Biofisik

Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah di

Jawa Tengah selama tahun 1993-2003 merupakan potensi bagi pengembangan

perbibitan bawang merah bersertifikat. Pada Gambar 1. ditunjukkan bahwa luas

panen bawang merah di Jawa Tengah berkisar 23.535,6 ha (+6.786,59) per-tahun,

dengan produksi sekitar 200.258,65 ton (+50.353,95). Secara rata-rata luas panen

meningkat rata-rata 8,51% per-tahun dan produksi meningkat rata-rata 7,01% per-

tahun.

Page 231: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

313

Gambar 1. Perkembangan luas panen , produksi, produktivitas bawang

merah di Jawa Tengah 1993-2003

Selain itu, potensi biofisik pengembangan perbibitan bawang merah juga

dapat ditunjukkan melalui kecocokan kondisi agroklimat. Daerah yang cocok untuk

bawang merah di dataran rendah mempunyai karakteristik sebagai berikut: (i)

ketinggian tempat < 300 m.dpl, (ii) jenis tanah alluvial dan regosol, (iii) tipe iklim

menurut klasifikasi Oldeman C3 = 5-6 bulan basah dan 4-6 bulan kering, D3 = 3-4

bulan basah dan 4-6 bulan kering, E3 = 3 bulan basah dan 4-6 bulan kering.

Menurut Sumarni dan Rosliani (1995) pada jenis tanah alluvial akan dihasilkan

bawang merah dengan mutu yang bagus yaitu bentuk umbinya bulat, keras, dan

kulitnya merah violet yang mengkilap.

Potensi Ekonomi

Dari sudut ekonomi, pengembangan perbibitan bawang merah bersertifikat

dapat ditinjau dari permintaan dan tingkat produktivitas. Permintaan bawang

merah yang tinggi dan rendahnya produktivitas merupakan potensi ekonomi bagi

pengembangan perbibitan bawang merah bersertifikat. Permintaan bawang merah

pada tahun 2000 di Indonesia sejumlah 557.983 ton dengan dasar perhitungan

konsumsi per kapita (kg/tahun) sebesar 1,87 ; 2,10; dan 1,94 masing-masing untuk

pedesaan, perkotaan dan Indonesia. Pasokan permintaan tersebut 38,05%

diantaranya berasal dari jawa Tengah.

0

50

100

150

200

250

300

350

1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003Ls panen

Produksi ton

produktivitas t /ha

Page 232: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

314

Namun demikian, sebetulnya permintaan lebih dari perhitungan tersebut, karena

permintaan untuk hotel dan industri serta restoran belum diperhitungkan.

Berdasarkan hasil survey, rata-rata produktivitas petani sampel adalah 8,643

kg/ha + 3.526 kg, dengan tingkat keragaman yang relatif sangat tinggi (> 20%).

Tingkat produktivitas tersebut relatif lebih baik dibanding rata-rata Jawa Tengah

(8,17 ton/ha).

Tabel 1. Analisis usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes

Indikator Luas lahan Produktivitas

(Kg/Ha) Total Biaya Biaya /Kg TR/TC

Rata-rata 0.32 8,643 7,044,971 3,043 1.09

Max 1.00 15,000 18,611,000 6,348 2.06

Min 0.10 4,000 2,947,300 1,778 0.61

STDEV 0.25 2,767 4,419,563 1,100 0.44

KV 315.88 173.54 264.17 208.57 188.16 Keterangan : n=22, TR = Total Revenue, TC = Total Cost, KV = Koefisien Variasi, STDEV = Standar

Deviasi

Berdasarkan rata-rata TR/TC menunjukkan bahwa pada saat dilakukan studi

sebagian petani menderita kerugian. Kinerja usaha tersebut dapat terjadi karena

produksi rendah dan penggunaan obat-obatan (biaya) yang sangat intensif. Kondisi

ini merupakan potensi bagi pengembangan perbibitan bawang merah bersertifikat,

karena salah satu persyaratan kelulusan bibit bawang merah adalah bebas dari

hama penyakit, sehingga dapat mengeleminir biaya.

Potensi Sumberdaya Manusia

Berdasarkan hasil survey di lapangan terhadap 25 orang petani di Kabupaten

Brebes, petani bawang merah yang termasuk katagori petani gurem sebesar 12%

dan petani kecil sebesar 68%. Walaupun jumlah petani yang termasuk katagori

petani gurem dan petani kecil persentasenya besar, namun mereka hanya

menguasai pangsa area sebesar 3,14% dan 37,20%. Sebaliknya petani besar yang

persentasenya relatif kecil, justru menguasai pangsa area. Artinya mereka

mempunyai kekuatan pasar lebih besar karena suplai yang dihasilkannya relatif

lebih tinggi. Adapun struktur petani di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas usahatani, jumlah petani dan konstribusinya terhadap luas total

bawang merah di Kabupaten Brebes, 2004

Katagori petani

Kabupaten Brebes

Petani responden Luas areal usahatani

jumlah % Luas (ha) Pangsa area (%)

Petani gurem

(<0,2 ha)

Patani kecil

(0,2 - < 0,5 ha)

Petani sedang

(0,5- <1,0 ha)

Petani besar

(>1 ha)

3

17

2

3

12

68

8

12

0,575

6,8

2,89

8

3,14

37,20

15,81

43,85

Total 25 100 18,275 100

Page 233: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

315

INOVASI TEKNOLOGI PERBIBITAN BAWANG MERAH

BERSERTIFIKAT PEMURNIAN BIBIT

Bawang merah varietas Bima dan Kuning merupakan varietas yang banyak

dikembangkan di daerah sentra produksi bawang merah, utamanya di Kabupaten

Brebes. Jaminan kemurnian varietas tersebut diragukan sebagai akibat prosedur

pembibitan yang dilakukan kurang optimal. Untuk itu dalam rangka melestarikan

sumberdaya hayati dan plasma nutfah serta meningkatkan produktivitas bawang

merah, kegiatan pemurnian bawang merah telah dilakukan pada tahun 2003.

Adapun keragaan produksi, bentuk, dan warna dari varietas Bima dan Kuning

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Keragaan produksi, bentuk, dan warna umbi bawang merah berdasarkan

varietas

Uraian Varietas

Bima Kuning

Warna umbi

Bentuk biji

Bentuk umbi

Produksi

Merah muda

Bulat, gepeng, berkeriput

Lonjong

9,9 ton/ha

Merah gelap

Bulat, gepeng, berkeriput

Bulat, ujung meruncing

6-14,4 ton/ha Sumber: Hairil et al, 2004

Permunian varietas Bima dan Kuning dilakukan melalui jaringan penelitian

dan pengkajian (Litkaji) antara Balai Penelitian Sayuran (Balitsa) Lembang dengan

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah. Berdasarkan surat

keterangan yang dikeluarkan oleh Balitsa Lembang menyebutkan bahwa hasil yang

diperoleh, masing-masing varietas memiliki tingkat kemurnian yang tinggi (> 90%).

Pada musim kemarau (MK) 2003 dihasilkan bibit bawang merah varietas Bima

sebanyak 300 kg dan varietas Kuning sebanyak 500 kg. Sedangkan pada musim

hujan (MH) 2003 dihasilkan bibit varietas Bima sebanyak 410 kg dan varietas

Kuning sebanyak 210 kg. Bibit tersebut merupakan hasil seleksi dan pemurnian

bawang merah atas pengawasan pemulia dari Balitsa Lembang dengan kelas bibit

SS sebagai bibit sumber.

Perbanyakan Bibit

Pada TA. 2004 dilakukan perbanyakan bibit terseleksi dari klas bibit FS dan

ES, sehingga diperoleh bibit bawang merah terseleksi dengan klas bibit SS.

Komponen teknologi budidaya yang dilakukan meliputi: penggunaan bahan organik,

pemupukan berimbang, serta pengendalian hama penyakit secara terpadu (PHT).

Selain itu dilakukan penyertifikatan benih/bibit oleh Balai Pengawasan Sertifikasi

Benih (BPSB).

Dari luas lahan 5000 m diperoleh produksi umbi pada MK 2004 sebanyak

4.329,5 kg umbi basah dan setelah proses pengeringan (pasca panen) mengalami

penyusutan menjadi 4.224,6 kg. Berdasarkan hasil pemeriksaan di lapang oleh

petugas BPSB, diperoleh hasil dari lima sampel tanaman yang diambil

menunjukkan bahwa pada fase vegetatif, campuran varietas lain atau off type pada

bibit bawang merah yang ditanam sebanyak 1,4 atau 0,7 % pada varietas Bima dan

1,2 atau 0,3% pada varietas Kuning. Pada fase generatif (menjelang panen), CVL

yang ditemui masing-masing sebanyak 1,0 atau 0,3%. CVL tersebut meliputi: daun

Page 234: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

316

berwarna hijau muda dan berukuran kecil pada varietas Bima, sedangkan CVL pada

varietas Kuning menunjukkan warna daun hijau tua dan bentuk lebih lonjong.

Secara ekonomi teknologi perbanyakan bibit bawang merah yang

diintroduksikan dibandingkan teknologi yang biasa diterapkan petani memberikan

penerimaan yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih rendah (Tabel 4). Biaya

produksi dengan menggunakan pola introduksi adalah sebesar Rp.2.933,-/kg

sedangkan dengan pola petani Rp. 2.984

Tabel 4. Analisa usahatani bibit bawang merah

No. Parameter Pola Penerapan Teknologi

Introduksi Petani

1.

2.

3.

4.

Biaya produksi (Rp/kg)

Penerimaan (Rp/ha)

Keuntungan kotor (Rp/ha)

Titik impas produksi (kg/ha)

2933

31.650.000

70.800

10.314

2984

31.620.000

163.000

10.485

Penyimpanan Bibit

Proses penyimpanan bibit di gudang juga sangat menentukan tingkat kualitas

bibit yang dihasilkan dan penyimpanan yang tidak sempurna akan mendatangkan

kerugian akibat susut bobot yang tinggi. Menurut Ryal and Lipton (1972) dalam

Musaddad dan Sinaga (1994), penurunan mutu bawang merah selama di

penyimpanan diakibatkan kerusakan mekanis, fisiologis dan mikroorganisme yang

dicirikan dengan penurunan kadar air, tumbuhnya tunas, pelunakan umbi,

tumbuhnya akar dan busuk. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa bibit bawang

merah yang disimpan dengan cara diasapi pada musim kemarau mengalami

penyusutan sebesar 22%, sedangkan yang tidak diasapi penyusutan yang terjadi

sekitar 17%.

Inovasi Kelembagaan

Kelembagaan perbibitan bawang merah yang dibentuk, mengacu pada saran

Soelaiman dalam Syahyuti (2003), yaitu: a). tidak merubah struktur, posisi, dan

peran tokohnya; b). Pendekatan dengan pola partisipatif; c). Melibatkan ketokohan

institusi bersangkutan; dan d). Penyusunan modelnya berlandaskan pertimbangan

ilmiah, praktis sesuai situasi, kondisi, serta penyaluran para petugas di lapangan.

Struktur organisasi perbibitan bawang merah bersertifikat merupakan bagian

dari kelompok “Tani Makmur” yang sudah ada sebelumnya. Organisasi yang

dibentuk bernama “Barokah” yang beranggotakan 11 orang petani dengan areal

pertanaman bibit bawang merah yang diusahakan kelompok pada tahap pertama

seluas 4,9 ha. Pembagian kerja dilakukan secara sederhana, yaitu terdiri dari

Pembina (Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan Kabupaten Brebes), Penasehat

(Ketua Kelompok Tani Makmur merangkap anggota), Koordinator (petani sekaligus

tokoh masyarakat), dan Anggota. Sebenarnya secara “tekstual” ada ketua, sekretaris

dan bendahara, namun secara “fatual” peran tersebut digantikan oleh koordinator

dengan alasan lebih efisien karena wilayah kerjanya masih dapat tertangani.

Keputusan ini dilakukan melalui proses partisipatif dalam forum pertemuan yang

dihadiri oleh semua anggota.

Page 235: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

317

Tujuan organisasi adalah mengelola usaha perbibitan bawang merah

bersertifikat dan tujuan ini juga merupakan tujuan dari semua anggota. Hal ini

disebabkan pembentukan maupun perekrutan anggota berdasarkan pada tujuan

yang sama. Hubungan antar anggota bersifat face to face group yang saling

mengenal secara mendalam dan personal. Kondisi ini memudahkan untuk

melakukan musyawarah dalam menghadapai setiap permasalahan yang ada.

Permasalahan utama yang dihadapi adalah proses sertifikasi bibit memakan waktu

sekitar dua bulan, padahal modal anggota kelompok sangat terbatas dan

membutuhkan modal tunai untuk membayar biaya usaha perbibitan bawang merah.

Permasalahan tersebut telah dieleminir melalui kesepakatan antara kelompok

”Barokah” dengan BPSB, sertifikasi akan dipercepat maksimal 1 bulan dengan biaya

operasional ditanggung oleh kelompok ”Barokah”.

Modal (finansial) merupakan prasyarat krusial bagi berjalannya organisasi

dalam mengembangkan usaha perbibitan bawang merah. Penguatan modal

organisasi dilakukan melalui: a) iuaran wajib untuk modal awal Rp. 50.000,- per

anggota, b). simpanan wajib 50 kg bawang merah kering/anggota/musim tanam, c).

tabungan Rp. 10.000,-/kwintal.

Secara konseptual kelembagaan perbibitan bawang merah bersertifikat terdiri dari

kelembagaan produksi dan pemasaran. Pada kelembagaan produksi peran BPSB

sebagai pejabat sertifikasi dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sebagai

sumber teknologi sangat menentukan keberhasilan usaha produksi perbibitan

bawang merah yang bersertifikat. Pada tahap lanjutan peran tersebut akan

berkurang seiring dengan peningkatan kemampuan organisasi dalam melakukan

usaha perbibitan. Model kelembagaan produksi perbibitan bawang merah

bersertifikat dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Model kelembagaan produksi bibit bawang merah bersertifikat

Bibit bawang merah varietas Bima dan Kuning yang dihasilkan pada

kelembagaan produksi kemudian dipasarkan. Permasalahan yang dihadapi dalam

tataniaga perbibitan bawang merah mencakup tiga hal, yaitu: (1) rendahnya harga

panen raya, (2) distribusi keuntungan yang tidak merata, dan (3) kekuatan pasar

yang tidak seimbang. Untuk mengatasi permasalahan senjang harga perlu

dioptimalkan penjadwalan tanam sehingga produksi dapat sesuai dengan

permintaan pasar. Peran Dinas Perdagangan sebagai fasilitator terutama dalam

memberikan informasi pasar (permintaan).

Balit/BPTP

BPSB/Dinas Himpunan

penyimpanan

bibit/anggota

Himpunan

penangkar

bibit/anggota S

A

P

R

O

D

I

Page 236: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

318

Berkaitan dengan permasalahan marjin keuntungan yang diterima

penangkar paling kecil, alternatif yang dapat disarankan adalah pasar lelang. Pada

pasar lelang petani (penangkar) dapat bertemu langsung dengan pembeli

(pedagang). Pada pasar lelang dibuat transaksi yang mencakup harga dan jumlah

serta kualitas barang. Kesepakatan yang ada perlu dijamin oleh produk hukum yang

mengatur sangsi bila terjadi pelanggaran kesepakatan. Dinas Perdagangan berperan

sebagai fasilitator yang mempertemukan antara petani (produsen) dan pedagang.

Adapun model kelembagaan pemasaran bibit bawang merah bersertifikat disajikan

pada Gambar 3.

Gambar 3. Model kelembagaan pemasaran bibit bawang merah bersertifikat

KESIMPULAN DAN SARAN

Pengembangan usaha perbibitan bawang merah bersertifikat melalui inovasi

teknologi, sangat prospektif ditinjau dari potensi biofisik, permintaan yang

tinggi (557.983 ton/tahun), produktivitas mengalami penurunan (degradasi

genetik) 0,96% / tahun.

Pengembangan usaha perbibitan bawang merah bersertifikat melalui inovasi

kelembagaan juga sangat prospektif ditinjau dari sumberdaya manusia.

Struktur petani bawang merah yang termasuk petani gurem (<0,2 ha) dan

petani kecil (0,2 - < 0,5 ha) sekitar 54%dengan pangsa area yang dikuasai

sekitar 35,54%, sisanya dikuasai oleh petani sedang (0,5 - < 1,0 ha) dan besar

(> 1 ha). Usahatani bawang merah dengan skala usaha < o,6 ha cenderung

tidak efisien.

Permunian varietas Bima dan Kuning dilakukan melalui jaringan penelitian

dan pengkajian (Litkaji) antara Balai Penelitian Sayuran (Balitsa) Lembang

dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah.

Berdasarkan surat keterangan yang dikeluarkan oleh Balitsa Lembang

menyebutkan bahwa hasil yang diperoleh, masing-masing varietas memiliki

tingkat kemurnian yang tinggi (> 90%).

Secara ekonomi teknologi perbanyakan bibit bawang merah yang

diintroduksikan dibandingkan teknologi yang biasa diterapkan petani

Dinas perdagangan

Konsumen

Pedagang/anggota

Himpunan

penangkar/anggota

Himpunan

penyimpan/anggota

Page 237: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

319

memberikan penerimaan yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih rendah. Biaya

produksi dengan menggunakan pola introduksi adalah sebesar Rp.2.933,-/kg

sedangkan dengan pola petani Rp. 2.984,-.

Bibit bawang merah yang disimpan dengan cara diasapi pada musim kemarau

mengalami penyusutan sebesar 22%, sedangkan yang tidak diasapi penyusutan

yang terjadi sekitar 17%.

Telah dibentuk organisasi perbibitan bawang merah bersertifikat dengan nama

”Kelompok Barokah” yang beranggotakan sejumlah 11 orang. Struktur organisasi

melibatkan Dinas Perdagangan dan Dinas Pertanian Kabupaten Brebes, serta

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah sebagai pembina

teknologi.

Kegiatan utama organisasi tersebut adalah melakukan usaha agribisnis perbibitan

bawang merah bersertifikat mulai dari produksi bibit sampai pemasaran. Aturan

main yang disepakati meliputi: penangkaran bibit bawang merah dilakukan semua

anggota, pemasaran bibit dikelola oleh anggota yang ditunjuk, iuran wajib anggota

Rp. 50.000,- digunakan untuk modal awal, simpanan modal setiap musim tanam

sebesar 50 kg bawang kering/anggota, insentif pemasaran Rp. 10.000,- / kwintal.

Diharapkan inovasi teknologi dan kelembagaan perbibitan bawang merah yang

bersertifikat dapat berperan dalam meningkatkan produksi bawang merah dan

mempercepat agribisnis industrial di pedesaan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah, 1993-2002. Jawa Tengah Dalam Angka

Dinas Pertanian Propinsi Jawa Tengah.1999. Kebutuhan Teknologi dalam Rangka

Mendukung Program Unggulan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan

Hortikultura. Materi APTEK Paket Rekomendasi Sub Sektor Tanaman

Pangan.Bandungan

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Jawa Tengah, 2003.

Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura.

Hairil A, Endang Iriani, Dede Juanda, 2004. Laporan Tahunan. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Ungaran

Musaddad, D., dan R.M. Sinaga. 1994. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu

Bawang Merah. Bulletin Hortikultura Vol.XXVI No.2. Balitsa Lembang

Sarjana, Seno Basuki, Muryanto, Dian M., Kendriyanto, Sularno, Samijan dan Tri

Reni P., 2003. Laporan Pemantauan Indikator Pembangunan Pertanian Jawa

Tengah. BPTP Jawa Tengah

Setiani C., E. Iriani, D Juanda, dan T Prasetyo.2004. Tataniaga Bawang Merah di

Jawa Tengah. Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi jawa Tengah.

Semarang

Syahyuti. 2003. Bedah Konsep Kelembagaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan

sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Bogor

Page 238: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

105

KERAGAAN HASIL DAN KELAYAKAN DALAM INTRODUKSI

TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN SAWAH

IRIGASI KABUPATEN BANTUL, DIY.

Sugeng Widodo*) dan Rob Mudjisihono*)

ABSTRAK

Produktivitas padi lahan sawah di DIY secara umum mengalami penurunan,

namun untuk kabupaten Bantul secara rerata masih diatas rerata nasional yaitu

antara 5.5 – 7.0 t/ha GKP. Peningkatan produktivitas padi seyogyanya diimbangi

dengan peningkatan pendapatan. Oleh sebab itu selain produktivitas, alternatif

lainnya adalah efisiensi penggunaan input untuk menekan biaya namun tetap

memiliki produktivitas tinggi. Salah satu alternatif ini adalah penerapan teknologi

pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dengan memanfaatkan varietas unggul baru.

Penelitian dilakukan di Desa Canden, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul di MK

2004. Digunakan dua varietas padi aromatik Sintanur dan Batang Gadis serta satu

varietas padi non aromatik IR-64. Pemupukan berimbang dilakukan dengan takaran

pupuk Urea berkisar 200-300 kg/ha; pupuk SP-36 50 kg/ha; pupuk KCl 50 kg/ha.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) varietas Sintanur yang dipanen pada

umur panen 90 hst rata-rata 7.000.82 t/ha GKP (n=11), untuk varietas Batang

Gadis yang dipanen pada umur 95 hst rata-rata 6.600.57 t/ha GKP (n=11).

Rendahnya hasil gabah untuk varietas Batang Gadis disebabkan karena serangan

hama sundep 10-20%,. (2) kelayakan usahatani berdasarkan rasio R/C ketiga

varietas layak dengan indikator R/C > 1,0. yaitu antara 1,95 – 2,14, (3) dari sisi rasio

BC hanya varietas Sintanur layak dengan indikator B/C 1,14, (4) berdasarkan

kelayakan teknologi, hanya varietas Sintanur yang layak dengan indikator nilai

MBCR >2,0 yaitu 3,80 sehingga dapat disimpulkan bahwa varietas Sintanur dapat

direkomendasikan untuk dikembangkan di DIY.

Kata Kunci : VUB Padi, Lahan Sawah, Produksi, Kelayakan

PENDAHULUAN

Menghadapi perdagangan bebas AFTA pada tahun 2003 dan meninjau kondisi

perdagangan beras saat ini, pemerintah menghadapi tantangan tidak hanya

meningkatkan produksi beras, namun aspek kualitas beras menjadi tuntutan

konsumen dari dalam dan luar negeri. Hal ini terbukti dengan masuknya beras

impor yang berkualitas sama dengan beras dalam negeri, namun harganya lebih

murah, sehingga persaingan bertambah ketat. (Sovan, 2002)

Beras merupakan komoditi strategis dan potensial dalam mendukung

ketahanan pangan di Indonesia. Oleh sebab itu berbagai upaya dilakukan oleh

pemerintah untuk mempertahankan atapun meningkatkan produktivitas sehingga

mampu menjaga ketahanan pangan dan sekaligus kestabilan politik. _________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

Page 239: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

106

Walaupun kita menyadari permasalahan komplek yang terjadi dalam dunia

perberasan di tanah air, dengan kebijakan-kebijakan yang tidak populer dengan

impor beras, namun kebijakan ini justru merusak dan merugikan produsen yaitu

petani secara umum. Kondisi sekarang ini sebenarnya insentif harga gabah yang

terjadi dipasaran sudah cukup menjanjikan, dengan harga rerata diatas Rp 2.000,-

/kg/GKP kualitas baik, sehingga petani diuntungkan Dengan latar belakang kondisi

perberasan sekarang ini akan menumbuhkan iklim yang sehat bagi usahatani lahan

sawah, seperti yang terjadi di Kabupaten Bantul. Serangkaian penelitian di

Kabupaten Bantul sejak tahun 2000-2004 tentang berbagai teknologi yang diuji di

lahan sawah, memberikan peluang besar dengan produktivitas rerata mencapai 7-8

t/ha GKP (Mudjisihono et al. 2004a), sedangkan produktivitas ditingkat petani

masih 30% dibawah hasil penelitian. Hal ini merupakan suatu peluang bagi petani

untuk mengadopsi teknologi tersebut, melalui peran serta pemerintah daerah dan

bimbingan petugas penyuluh dan peneliti.

Potensi hasil varietas-varietas unggul padi sawah telah mencapai titik jenuh,

terbukti dengan rata-rata produksi padi persatuan luas telah melandai. Dengan

memperhatikan mutu gabah/beras yang mengarah kepada permintaan pasar, baik

domestik maupun internasional, maka pengenalan varietas padi unggul baru

aromatik diharapkan dapat meningkatkan harga jual beras yang dihasilkan

(Mudjisihono et al, 2004b).

Wilayah kabupaten Bantul sudah mengembangankan Varietas Unggul Baru

(VUB), VUTB, PTB maupun teknologi pengelolaan tanaman secara terpadu (PTT).

Petani sudah merasakan keuntungan adanya teknologi yang dikembangkan oleh

Balitpa dan BPTP DIY.

Walaupun secara umum kondisi perpadian di Kabupaten Bantul cukup baik,

namun permasalahan yang terjadi dilapang masih terjadi antara lain : iklim yang

sulit diramal dengan tepat (misalnya mundurnya musim hujan dan musim kemarau

yang panjang), eksplorasi serangan hama dan perubahan fungsi lahan yang sulit

untuk dikendalikan. Berbagai kebijakan pemerintah daerah yang sangat kondusif

dilakukan antara lain Peningkatan Mutu Intensifikasi (PMI) dan Perluasan Areal

Tanam (PAT) Padi. Melalui kebijakan ini, ditargetkan terjadi peningkatan produksi

beras di Kabupaten Bantul sebanyak 61,48 kuintal per hektar pada luasan areal

tanam 500 hektar (Anonimus, 2004).

METODOLOGI

Lokasi Penelitian dlakukan di Desa Canden, Kecamatan Jetis, Kabupaten

Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada MK 2004

bulan Maret - Juni 2004. Penentuan lokasi dilakukan secara ‖purposive sampling‖

dengan alasan lokasi merupakan salah satu sentra penghasil padi potensial di

kabupaten Bantul. Selain itu persyaratan teknis terpenuhi dalam penerapan

teknologi yang akan diuji. Penelitian melibatkan 33 petani dalam unit hamparan

pengujian (UHP). Pendekatan metode penelitian adalah OFCOR (Onfarm Client Oriented Research) (Harrinton 1989, dan Merril-Sand and Allistar, 1988). Teknologi

yang diuji adalah varietas Aromatik (Sintanur dan Batang Gadis) dan varietas Non

Aromatik (IR 64), sedangkan pemupukan berimbang dengan kombinasi pupuk Urea

berkisar 200-300 kg/ha; SP-36 50 kg/ha; dan KCl 50 kg/ha.

Page 240: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

107

Pendekatan analisis usahatani dari sisi penerimaan, keuntungan, rasio R/C,

rasio B/C (Soekartawi, 1995), sedangkan untuk menguji kelayakan finansial dengan

mengggunakan Ratio Marjinal Penerimaan Kotor atas Biaya Variabel (Marginal Benefit Cost Ratio= MBCR). Pendekatan MBCR berdasarkan Kriteria Malian (2004)

tentang kelayakan teknologi baru. Kelayakan MBCR dapat dirumuskan sbb:

Penerimaan kotor (B) – Penerimaan kotor (P)

MBCR =---------------------------------------------------------------------

Total biaya (B) – total biaya (P)

dimana :

B = teknologi baru

P = teknologi petani

MBCR < 2 teknologi tidak layak

MBCR > 2. teknologi layak untuk direkomendasikan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan hasil introduksi varietas padi

1. Varietas Sintanur

Hasil pengujian varietas Sintanur di MK tahun 2004 dengan kombinasi

pemupukan berimbang dengan takaran pupuk Urea berkisar 200-300 kg/ha; SP-36

50 kg/ha; dan KCl 50 kg/ha menunjukkan bahwa varietas Sintanur yang dipanen

pada umur panen 90 hst rata-rata menghasilkan 7.000.82 t/ha GKP (n=11). Hasil

produksi lebih baik dibandingkan dengan varietas Batang Gadis dan IR 64 (Tabel 1).

Berdasarkan analisis mutu hasil, varietas Sintanur memiliki persentase

kotoram rerata 10,03% cukup baik. Kadar air basah rerata 27,05 termasuk kriteria

baik. Untuk gabah hampa bervariasi antara 5,64% – 30,05%, namun secara rerata

memiliki gabah hampa 15,04%. Untuk gabah bernas rerata sebesar 84,96%, dan hal

inipun termasuk criteria cukup baik. Dengan 5 indikator untuk penentuan kualitas

gabah yang dihasilkan saat panen, varietas Sintanur dapat dikategorikan baik, dan

hal ini ditunjukkan bahwa harga pasaran ditingkat petani relatif lebih baik

dibandingkan dengan varietas Batang Gadis maupun IR 64 dengan selisih harga

antara Rp 50-Rp 125,-/kg lebih tinggi Sintanur.

Page 241: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

108

Tabel 1. Data hasil panen ubinan varietas Sintanur pada Unit Hamparan

Pengkajian (UHP) lokasi desa Canden, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul,

MK 2004

No. Nama Ubinan

(kg)

Hasil

(t/ha)

%

kotoran

Density/

liter

ka.

Basah

Berat

1000

butir

(gr)

Gabah

hijau

(%)

Gabah

hampa (%)

Gabah

bernas (%)

1 Adi Paijan 3.80 6.08 10.00 545.29 25.87 25.80 14.77 10.86 89.14

2 Jopairo 4.50 7.20 4.00 557.06 25.85 27.40 17.23 16.47 83.53

3 Karto Suwito 4.00 6.40 8.33 525.61 26.05 28.30 21.93 20.41 79.59

4 Marmukri 4.70 7.52 9.09 523.44 25.73 26.60 19.57 17.45 82.55

5 Mugo Utomo 4.80 7.68 3.57 555.10 25.29 26.80 10.19 16.47 83.53

6 Rukijan/rusdi utomo 4.40 7.04 11.76 536.39 24.64 28.50 8.86 22.22 77.78

7 Sajiyo 5.30 8.48 11.11 526.37 25.97 27.00 10.57 7.99 92.01

8 Sarijan 4.00 6.40 10.00 540.42 25.04 27.70 14.43 12.24 87.76

9 Suparman 4.80 7.68 16.67 526.38 25.39 26.30 10.19 30.05 69.95

10 Swiantoro 4.40 7.04 16.67 547.74 25.03 26.60 15.67 5.65 94.35

11 Tuminah/ Joyo Utomo 3.40 5.44 9.09 552.16 26.07 26.60 15.44 5.64 94.36

Rata-rata 4.37 7.00 10.03 539.63 25.54 27.05 14.44 15.04 84.96

Std 0.51 0.82 3.99 12.13 0.46 0.80 3.99 7.18 7.18

Tabel 2. Data hasil panen ubinan varietas Batang Gadis pada Unit Hamparan

Pengkajian (UHP) lokasi Desa Canden, kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul,

MK 2004

No. Nama ubinan

(kg)

Hasil

(t/ha)

%

kotoran

Density/

liter

ka.

Basah

berat 1000

butir (gr)

Gabah

hijau

(%)

Gabah

hampa (%)

Gabah

bernas

(%)

1 Hadi sagiyo 4.70 7.52 12.50 515.71 23.77 24.70 17.06 19.28 80.72

2 Jokarso 4.00 6.40 9.38 545.39 26.69 22.60 13.99 22.86 77.14

3 Jowarno/ Wagirah 3.50 5.60 6.25 546.39 23.96 22.50 14.45 18.43 81.57

4 Karto Suwito 4.00 6.40 13.89 546.03 25.01 24.30 10.40 16.62 83.38

5 Reksonadi 4.60 7.36 7.32 543.76 26.69 24.70 15.82 19.84 80.16

6 Sardi Utomo 4.40 7.04 13.51 531.71 25.34 22.50 5.29 29.22 70.78

7 Suharjono 3.70 5.92 7.14 545.17 23.72 22.60 11.57 17.75 82.25

8 Suwarno 4.00 6.40 5.88 535.74 24.37 22.90 13.79 16.10 83.90

9 Towiharjo 4.40 7.04 8.33 530.05 24.84 22.70 10.20 25.17 74.83

10 Wardi 3.90 6.24 6.25 538.85 26.35 23.50 15.26 18.45 81.55

11 Warto 4.20 6.72 21.21 542.55 25.00 21.70 10.96 23.67 76.33

Rata-rata 4.13 6.60 10.15 538.30 25.07 23.15 12.62 20.67 79.33

Std 0.35 0.57 4.50 9.04 1.05 0.96 3.19 3.88 3.88

Page 242: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

109

2. Varietas Batang Gadis

Hasil pengujian varietas Batang Gadis dengan kombinasi pemupukan

berimbang dengan takaran pupuk yang sama seperti varietas Sintanur yaitu Urea

berkisar 200-300 kg/ha; SP-36 50 kg/ha; dan KCl 50 kg/ha menunjukkan bahwa

varietas Batang Gadis yang dipanen pada umur 95 hst rata-rata menghasilkan

6.600.57 t/ha GKP (n=11) lebih rendahnya hasil gabah untuk varietas Batang Gadis

disebabkan karena sebagian serangan hama sundep 10-20%. Hasil produksi dan

analisis mutu hasil disajikan pada tabel 2.

3. Varietas IR 64

Dalam penelitian ini varietas IR 64 yang merupakan varietas non aromatik

dan sangat dominan dan disukai oleh petani setempat masih memberikan hasil

produksi cukup tinggi. Takaran pupuk yang diberikan adalah sama dengan varietas

Sintanur dan Batang Gadis. Hasil produksi rata-rata yang dicapai adalah 6.17 0.6

t/ha GKP (n=11). Produksi IR 64 ditingkat penelitian masih cukup baik dimana

hama dan penyakit relatif dapat ditekan/dikendalikan. Namun secara umum

varietas IR 64 yang masih digemari oleh petani setempat produksi rerata secara

umum ditingkat petani 20-30% dibawah hasil penelitian yaitu antara 4,85 – 5,90

t/ha GKP. Hal ini disebabkan karena varietas IR 64 ditingkat petani memang sudah

menunjukkan kerentanannya terhadap hama dan penyakit disamping menurunnya

hasil tersebut akibat petani yang menanam terus menerus. Keragaan hasil dan

analisis mutu hasil disajikan pada tabel 3.

Page 243: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

110

Tabel 3. Data hasil panen ubinan varietas IR-64 pada Unit Hamparan Pengkajian

(UHP) lokasi desa Canden, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, MK 2004

No. Nama ubinan

(kg)

Hasil

(t/ha)

%

kotoran

Density/

liter

ka.

Basah

berat

1000

butir

(gr)

Gabah

hijau

(%)

Gabah

hampa (%)

Gabah bernas

(%)

1 Isdiyanto 3.80 6.08 12.82 555.64 23.51 24.90 13.11 25.04 74.96

2 Jinem 3.50 5.60 7.50 549.79 23.50 26.50 9.70 15.52 84.48

3 Murtiyem 3.20 5.12 14.29 530.37 26.10 24.40 16.12 17.27 82.73

4 Parto 4.20 6.72 5.88 552.56 23.56 27.90 12.28 10.39 89.61

5 Ponijo 3.90 6.24 5.88 538.39 23.34 25.70 20.91 14.01 85.99

6 Rio 4.00 6.40 8.70 538.05 23.72 25.20 9.23 12.64 87.36

7 Robi 4.60 7.36 10.00 536.90 26.43 23.70 18.75 20.86 79.14

8 Sugiwarno/minar 3.80 6.08 7.69 531.08 24.96 25.70 12.69 12.43 87.57

9 Tarjo 3.50 5.60 7.14 515.47 24.51 24.20 15.41 6.32 93.68

10 Tuginem 3.70 5.92 5.56 540.75 23.36 26.40 7.22 30.74 69.26

11 Wito 4.20 6.72 7.14 538.06 24.10 26.40 10.43 11.42 88.58

Rata-rata 3.85 6.17 8.42 538.82 24.28 25.55 13.26 16.06 83.94

Std 0.37 0.60 2.73 10.78 1.05 1.17 4.00 6.73 6.73

Dilihat dari analisis mutu, persentase kotoran varietas IR 64 adalah 8,42 %

relatif lebih baik dibandingkan dengan varietas Sintanur dan Batang Gadis rerata

10%. Sedangkan dilihat dari sisi gabah hijau varietas IR 64 memiliki gabah hijau

rerata 13,26%, ini juga lebih baik dibandingkan dengan varietas Sintanur (14%),

namun dibawah varietas Batang Gadis dengan persentase gabah hijau rerata

12,62%. Begitu pula dilihat dari gabah hampa cukup baik yaitu 16,06% lebih baik

dibandingkan dengan Batang Gadis (20,67%) namun lebih rendah dibandingkan

dengan varietas Sintanur (15,05%).

ANALISIS USAHATANI

Pendekatan analisis usahatani yang dilakukan dengan melihat sisi

penerimaan, pengeluaran baik implisit dan eksplisit, kelayakan usahatani (R/C dan

B/C) dan kelayakan teknologi dengan melihat nilai MBCR (Marginal Benefit Cost Ratio) pada pengujian introduksi varietas Aromatik (Sintanur dan Batang Gadis).

Penerimaan adalah perkalian antara hasil gabah dengan harga. Untuk harga

gabah kering pungut (GKP), ada perbedaan yaitu untuk IR 64 dan Batang Gadis

rerata Rp 1.200,-/kg, sedangkan untuk varietas Sintanur sedikit lebih baik yaitu Rp

1.250 – Rp 1.325,-/kg. Biaya implisit yaitu biaya yang benar-benar dikeluarkan dalam

usahatani padi yang dilakukan meliputi tenaga kerja luar dan tenaga kerja keluarga

(pengolahan tanah sampai dengan panen), sewa lahan, sarana produksi, dan biaya

lainnya (pajak, air, selamatan), dan penyusutan alat, sedangkan biaya eksplisit yaitu

semua biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi, kecuali tenaga keluarga dan

lahan. Hasil analisis usahatani padi disajikan pada tabel 4.

Page 244: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

111

Tabel 4. Analisis Usahatani, R/C dan B/C Rasio pada introduksi teknologi

varietas unggul baru (VUB) per hektar di Desa Canden, Kecamatan Jetis,

Kabupaten Bantul, DIY. MK 2004

Varietas

Produksi

(t/ha)

GKP

Biaya Penerimaan

kotor

(Rp)

Keuntung

an (Rp)

Indikator

Kelayakan MBCR VUB

terhadap IR 64 Implisit

(Rp)

Ekplisit

(Rp)

Total

(Rp) R/C B/C

IR 64 6.17 2900250 875000 3775250 7404000 3628750 1.96 0,9

6

-

Batang

Gadis

6.60 3150000 898000 4048000 7920000 3872000 1.95 0,9

6

1,89

Sintanu

r

7.00 3250000 925000 4175000 8925000 4750000 2.14 1.1

4

3,80**

**) Layak

Dari hasil analisis usahatani pada ketiga varietas yang diuji ternyata varietas

Sintanur paling baik dibandingkan dengan varietas Batang Gadis dan IR 64 dengan

indikator : keuntungan Rp 4.740.000,-/ha sedangkan untuk varietas IR 64 sebesar

Rp 3.628.750, dan Batang Gadis sebesar Rp 3.872.000. Dilihat dari sisi kelayakan

usaha ketiga varietas yang diuji layak dari sisi rasio R/C yaitu > 1,0 yaitu antara

1,95-2,14. Namun untuk kelayakan usaha dari sisi rasio B/C hanya varietas

Sintanur yang layak dengan nilai BC > 1,0 yaitu 1,14, sedangkan varietas IR 64 dan

Batang Gadis 0,96 (Tabel 4). Hasil yang sama juga didapatkan dalam pengujian

varietas di Kabupaten Sleman, dimana varietas Sintanur dan Cimelati lebih baik

dibandingkan dengan VUB Ciherang, Cigeulis, Bondoyudo dan Towuti (Mudjisihono

et al. 2004a; Widodo, et al., 2005)

Dilihat dari nilai Marginal Benefit Cost Ratio (MBCR) dengan menggunakan

kriteria kelayakan (Malian 2004), dimana introduksi teknologi yang diuji varietas

Aromatik (Sintanur dan Batang Gadis) terhadap varietas non Aromatik (IR 64),

dengan asumsi varietas IR 64 dianggap sebagai kontrol atau perlakuan petani yang

biasa dilakukan di wilayah penelitian, ternyata hanya varietas Sintanur layak

dengan indikator nilai MBCR > 2,0 yaitu 3,80 (Tabel 4).

KESIMPULAN

Dari keragaan hasil, analisis kelayakan usahatani dan kelayakan teknologi

dapat disimpulkan :

1. Varietas Sintanur yang dipanen pada umur panen 90 hst rata-rata 7.000.82

t/ha GKP (n=11), untuk varietas Batang Gadis yang dipanen pada umur 95 hst

rata-rata 6.600.57 t/ha GKP (n=11) rendahnya hasil gabah untuk varietas Batang

Gadis disebabkan karena serangan hama sundep 10-20 %.

2. Berdasarkan kelayakan usahatani dari sisi rasio R/C ketiga varietas layak dengan

indikator R/C > 1,0. yaitu antara 1,95 – 2,14

3. Dari sisi rasio B/C hanya varietas Sintanur layak dengan indikator B/C 1,14.

4. Sedangkan berdasarkan kelayakan teknologi, juga hanya varietas Sintanur yang

layak dengan indikator nilai MBCR >2,0, yaitu 3,80, sehingga dapat

direkomendasikan bahwa Sintanur terbaik dan dapat direkomendasikan untuk

dikembangkan di DIY.

Page 245: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

112

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2004. Laporan Hasil Kegiatan Introduksi Varietas Unggul Padi Sawah di

Bantul. Kerjasama Pemda Bantul dengan Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Yogyakarta. 2004.

Harrington, L.W., M.D. Read, D.P. garity, J. Wolley and R. Trips., 1989. Approaches to On-Farm Client Oriented Research: Similarities, Differences and Future Direction. Paper for International Workshop on Development in Procedures

for FSR/OFR, Bogor, El Batan, Mexico.

Malian, A.H, 2004. Analisis Ekonomi Usahatani dan Kelayakan Finansial Teknologi

pada Skala Pengkajian. Malkalah Pelatihan Analisis Finansial dan

Ekonomi bagiPengembangan Sistem dan Usahatani Agribisnis Wilayah.

Bogor, 29 November – 9 Desember 2004

Merril-Sands, D and J Mc. Allistar, 1988). Strengthening The Integration of On-Farm Client Oriented Research and Experiment On-Station Research in National Agric. Research Systems (NARS): Management Lesson from Nine

Country Case Studies, ISNAR, OFCOR Comparative Study No. 1 The

Hague.

Sovan M, 2002. Peranan Penanganan Pasca Panen Untuk Menurunkan Kehilangan

Hasil. Makalah pada workshop Kehilangan Hasil Pasca Panen. Jakarta.

Agus Setyono, Iwan Juliardi, Reki Hendrata, Teguh Santosa, D. Riyanto, Arlyna B.P,

Sugeng Widodo, Sarjono, T.K. Nugroho, Mahargono K dan M. Mustofa.

2004a. Laporan Hasil Pengkajian Peningkatan Produktivitas Lahan Sawah

Dataran Rendah D.I.Yogyakarta. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Yogyakarta. unpublished.82 Hal.

Mudjisihono, R., A. Setyono, Sugeng Widodo, B. Sudaryanto, S. Rahayu, Mulyadi, T.

Santoso, Suharno, Mahargono dan T. Kristianto Nugroho. 2004b. Laporan

Hasil Pengkajian Pola Penanganan Pasca Panen Tanaman Padi di

Kabupaten Bantul. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta-

PAATP Jakarta.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia. UI. Press. Hal 9-89

Widodo, S., Heni P dan R. Mudjisihono. 2005. Keragaan dan Hasil Kelayakan

Introduksi Varietas Unggul Baru Padi Di Lahan Sawah Irigasi Kabupaten

Sleman DIY. Dalam Seminar Nasional Denpasar Bali. 2005. (dalam proses terbit)

Page 246: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

113

PENGARUH PUPUK KANDANG BABI DAN BIO URINE KELINCI

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG

I Ketut Kariada*) dan Al. Gamal Pratomo**)

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pupuk kandang babi dan pupuk

organik cair (bio urine kelinci) terhadap pertumbuhan dan hasil jagung QPM.

Pengkajian ini dilandasi oleh semakin pentingnya aspek kelestarian lingkungan

dalam pembangunan pertanian setelah semakin merebaknya penerapan teknologi

revolusi hijau sejak tahun 1970-an. Pupuk organik merupakan salah satu pilihan

dalam mensubstitusi kebiasaan para petani yang menggunakan pupuk kimia seperti

NPK. Kelinci selain dagingnya dapat dikonsumsi, air kencingnya sering digunakan

untuk memupuk tanaman pangan/sayuran di tingkat petani. Bio urine ini diduga

menggandung zat yang mampu mendorong percepatan pertumbuhan tanaman.

Pemeliharaan kelinci juga tidak banyak membutuhkan persyaratan sehingga mudah

dilakukan petani. Sementara itu di daerah pedesaan di Bali hampir seluruh

masyarakat memiliki ternak babi. Limbah babi yang berupa pupuk kandang sering

dibakar atau dibuang ke selokan sehingga sering menimbulkan permasalahan

lingkungan. Beberapa penelitian pupuk kandang babi pada jagung juga

menunjukkan hasil yang baik. Oleh karena itu dalam penelitian ini dikaji

penggaruh pemberian pupuk kandang babi yang ditambahkan bio urine kelinci

terhadap pertumbuhan dan hasil jagung. Penelitian dilaksanakan di tanah Latosol

Desa Mambang Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan Bali pada MT

2005. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4

perlakuan diulang 5 kali. Perlakuan terdiri dari P1 = dosis pupuk kandang babi 3

t/ha; P2 = dosis pupuk kandang babi 4 t/ha; P3 = dosis pupuk kandang babi 5 t/ha

dan P4 = dosis pupuk kandang babi 6 t/ha. Seluruh perlakuan diaplikasikan pada

saat tanam. Urine kelinci yang telah diencerkan 10 kali langsung disiramkan pada

sekitar akar tanaman jagung setiap satu minggu sekali hingga tanaman berumur 50

hst. Lahan yang digunakan adalah milik petani dan sebelumnya digunakan untuk

penanaman padi. Parameter yang diamati adalah : tinggi tanaman, diameter

tongkol, panjang tongkol, bobot panen tongkol basah dan bobot pipilan kering. Hasil

pengkajian menunjukkan bahwa perlakuan P4 (dosis pukan babi 6 t/ha dan

pemberian bio urine kelinci) memberikan hasil yang tertinggi yaitu 5.70 t/ha dan

hasil terendah pada perlakuan P1 (dosis pukan babi 3 t/ha dan bio urine kelinci)

yaitu 4.97 t/ha. Pupuk kandang babi dan bio urine kelinci yang tidak perlu dibeli di

pasar ternyata dapat mensubstitusi penggunaan pupuk an-organik.

Kata kunci : Pupuk kandang babi, bio urine kelinci, jagung, QPM, hasil.

_______________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali **) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 247: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

114

ABSTRACT

The role of pig manure and bio urine of rabbit to the growth and yield of QPM

maize. Research was conducted on latosol soil of Mambang village subdistrict of

Selemadeg Timur, Tabanan during dry /planting season of 2005. The purpose of

research was to understand the effect of pig manure and bio urine of rabbit to the

growth and production of QPM. This research was subjected to the important of

sustainable development of agriculture environmental friendly because since 1970’s

decade the application of chemical fertilizers has been widely developed which finally

decrease the quality of resources such as soil. While bio urine from rabbit was not

difficult to find out, every farmer can take care of it which its meat can also be

consumed for people. This bio urine is predicted to contain good and enough nutrients

to support the growth of maize. During this time, many farmers have applied bio

urine of rabbit and can produced good vegetables. While at rural areas of Bali, most

people own 2-3 pigs. Pig manure was often burnt or threw away to river which was

finally producing bad water quality. Some research on application of pig manure on

crops have been reported good result for future development. A randomized block

design was used and there were four treatments and five replications, i.e. P1 : 3 t/ha

pig manure, P2 : 4 t/ha, P3 : 5 t/ha and P4 : 6 t/ha. All application was also given bio

urine of rabbit once every week until 50 days after planting. Parameter analyzed was

plant height, shoot diameter, length of shoot, weight of shoot and weight of seed per

ha. Statistical data analysis showed that treatment P4 produced the highest yield

5.70 t/ha and the lowest result was P1 4.97 t/ha. Economic analysis was also done

and treatment P4 still provide benefit with B/C ratio = 1 or R/C ratio 1.99. Pig

manure and bio urine of rabbit where these fertilizers are not marketed can be used

to substitute the widely used of chemical fertilizers in Bali.

Key words : Pig manure, bio urine of rabbit, QPM maize, yield.

PENDAHULUAN

Peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun semakin bertambah, yang

diindikasikan dengan bertambahnya tingkat pertumbuhan penduduk secara

nasional berkisar 1.6 % per tahun. Untuk daerah Bali, peningkatan kepadatan

penduduk diprediksi sekitar 0.7 % per tahun yang berasal dari pertumbuhan

penduduk lokal dan pendatang dalam kurun waktu 1990 s/d 1995 (Anonimous,

1996). Besarnya jumlah penduduk tersebut di atas berindikasi positif terhadap

meningkatnya kebutuhan pangan masyarakat dan pencari kerja. Dengan demikian

maka kewajiban sektor pertanian harus mampu meningkatkan produktivitas

pangan secara menyeluruh. Mulai dekade 1970-an peningkatan produktivitas ini

dilakukan dengan menerapkan teknologi ―green revolution‖ yang lebih

mengedepankan peran input-input pertanian an-organik untuk memacu

produktivitas. Dalam kurun waktu tersebut kajian tentang dampak negatif dalam

jangka panjang dari aplikasi bahan-bahan an-organik yang diterapkan terutama

pada lahan-lahan irigasi belum banyak dibahas. Namun, diprediksi bahwa kondisi

lahan-lahan sawah khususnya di Bali saat ini telah mengalami kerusakan yang

sangat serius (Adnyana, 2000) dengan indikasi terjadinya penimbunan residu unsur

P yang sangat tinggi serta residu bahan-bahan kimia akibat penggunaan pestisida

kimiawi. Hal ini membutuhkan penanganan yang sangat serius dalam waktu yang

Page 248: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

115

lama. Di lain pihak adanya, akhir-akhir ini isu globalisasi sangat bergema dimana

keamanan pangan merupakan salah satu topik yang dihembuskan terkait dengan

aspek pertanian ramah lingkungan. Dalam berbagai hal maka komponen organik

dalam pembangunan pertanian berkelanjutan menjadi topik bahasan utama.

Salah satu solusi yang umum digunakan dalam memperbaiki keadaan lahan

pertanian dan produktivitas tanaman adalah dengan mengembalikan bahan-bahan

organik tanah yang telah terkuras dan menerapkan pemberian pupuk organik baik

dalam bentuk cair maupun padat. Berbagai jenis pupuk organik yang terdapat

dalam lingkungan masyarakat pedesaan adalah kotoran maupun urine ternak yang

secara tradisional masyarakat telah mengenal dengan baik penerapannya di lahan

untuk meningkatkan produksi pertanian. Secara hakiki, pupuk organik

sesungguhnya berperan dalam memperbaiki sifat fisik, kimia maupun biologi tanah.

Salah satu pupuk organik yang masih berpotensi besar dan belum banyak

diaplikasikan petani Bali adalah limbah ternak babi serta bio urine dari ternak yang

diketahui mampu menyediakan unsur hara makro dan mikro cukup banyak.

Limbah kotoran babi ini sering dibuang ke kali ataupun dibakar sehingga

menimbulkan pencemaran lingkungan. Selain kotoran babi, banyak petani yang

menerapkan urine ternak kelinci atau sapi sebagai pupuk cair. Air kencing ini

diduga mengandung unsur hara yang baik sebab mampu merangsang pertumbuhan

dengan baik. Mengingat limbah babi dan bio urine kelinci ini ditengarai mempunyai

kandungan unsur makro dan mikro yang baik bagi tanaman maka perlu dilakukan

pengkajian terhadap peluang pemanfaatan pupuk organik padat dan cair sebagai

alternatif pengganti pupuk kimiawi NPK.

Beberapa pengkajian terhadap pupuk kandang babi telah dilakukan dan

menghasilkan produksi tanaman jagung secara signifikan dan mampu menekan

pemanfaatan pupuk an-organik (kimia) hingga 50 % (Kamandalu dan Dana, 2005),

serta pengujian pada tanaman ketela pohon dan ketela rambat menunjukkan hasil

yang berbeda sangat nyata dibanding dengan cara petani (Raiyasa, et. al., 2004).

Dalam tulisan ini dibahas peran pupuk kandang babi dan bio urine kelinci yang

diperlakukan pada tanaman jagung QPM terhadap beberapa parameter agronomi

tanaman jagung.

BAHAN DAN METODE

Pengkajian pupuk kandang babi dan bio urine kelinci pada tanaman jagung

QPM dilakukan pada lahan petani di Dusun Mambang Tengah Kecamatan

Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan Bali. Sasaran dari pengkajian ini adalah

diperolehnya dosis pupuk kandang babi yang sesuai sehingga dapat diterapkan oleh

masyarakat petani di pedesaan. Dalam kajian ini digunakan tanaman jagung QPM.

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dimana

terdapat 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan terdiri dari : P1- dosis pupuk

kandang babi 3 t/ha; P2-dosis pupuk kandang babi 4 t/ha; P3-dosis pupuk kandang

babi 5 t/ha; dan P4- dosis pupuk kandang babi 6t/ha. Seluruh perlakuan

diaplikasikan pada saat tanam. Selanjutnya bio urine kelinci dengan pengenceran

10 kali (berdasarkan kebiasaan / pengalaman petani) diberikan setiap satu minggu

sekali disekitar tanaman hingga tanaman berumur 50 HST. Jarak tanam jagung

QPM yang digunakan adalah 40 x 80 cm dan setiap lubang berisi 2 tanaman

sehingga kerapatan tanaman adalah 62.500 per ha. Penanaman jagung QPM

Page 249: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

116

dilakukan pada MT. 2005 (Juni – Oktober 2005). Lahan yang digunakan adalah

milik petani dan sebelumnya digunakan untuk penanaman padi. Adapun parameter

yang diamati meliputi aspek agronomi tanaman jagung yaitu rata-rata tinggi

tanaman, panjang tongkol, lingkar tongkol, bobot tongkol dan bobot pipilan kering.

Data yang dikumpulkan dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis

sidik ragam. Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka

dilanjutkan dengan uji BNT 5 % (Gomez dan Gomez, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Salah satu pola tanam di lahan irigasi/lahan sawah adalah budidaya tanaman

jagung setelah panen padi atau dalam musim kemarau. Dalam aplikasinya para

petani sudah biasa melakukan budidaya jagung dengan menerapkan pupuk an-

organik. Namun demikian apabila dilihat besarnya potensi pengembangan

peternakan di tanah air dimana sumber pakan ternak sebagian besar berasal dari

jagung maka pengkajian dan pengembangan tanaman jagung QPM adalah sangat

mendukung agribisnis peternakan. Limbah ternak berupa pukan babi, ayam, sapi,

kelinci, kuda apabila dikelola dengan baik dapat digunakan sebagai pupuk organik

dan memberikan manfaat secara holistik dalam agribisnis jagung, sehingga

diharapkan limbah ternak khususnya pukan babi dapat bermanfaat sebagai

alternatif substitusi pupuk an-organik. Dari kajian ini telah dilakukan pengamatan

secara intensif di lapangan agar pertumbuhan dan produksi jagung menjadi baik.

Pertumbuhan jagung pada umur 30 HST dan 60 HST umumnya membutuhkan

energi pertumbuhan yang lebih banyak yaitu pada fase pertumbuhan awal, saat

pembungaan serta saat pembentukan buah (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh pupuk kandang babi dan bio urine kelinci terhadap tinggi

tanaman jagung pada umur 30 HST dan 60 HST

Perlakuan 30 HST 60 HST

P1 67.10 a 152.60 a

P2 62.00 a 161.40 a

P3 70.80 a 187.60 a

P4 62.40 a 176.00 a *) huruf pada kolom yang sama yang tidak berbeda menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji BNT

(P<0,05)

Dari data tersebut di atas terlihat bahwa tinggi tanaman jagung baik yang

berumur 30 HST maupun 60 HST tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan

bahwa faktor lingkungan masih memberikan pengaruh seperti adanya keterbatasan

sumberdaya air ataupun pupuk organik akan bereaksi dengan baik apabila tersedia

kelembaban yang cukup baik. Selain itu faktor keterbatasan air juga mengakibatkan

terhambatnya difusi unsur hara N, P dan K yang mengakibatkan reaksi dalam

pupuk kandang babi belum optimal, sementara unsur P di dalam tanah juga dapat

terjerap membentuk Al-P, Fe-P maupun occluded-P. Rata-rata tanaman tertinggi

pada umur 30 HST adalah pada perlakuan P3 yaitu 70.8 cm dan terendah terdapat

pada perlakuan P2 yaitu 62 cm, dan pada umur 60 HST tanaman tertinggi pada

perlakuan P3 yaitu 187.6 cm dan terendah pada perlakuan P1 yaitu 152.6 cm.

Pupuk kandang babi merupakan salah satu pupuk organik yang mempunyai

kadar unsur hara yang baik. Menurut Raiyasa, et. al. (2004), kadar unsur kimia

Page 250: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

117

pupuk kandang babi antara lain : C-organik 43.34 % (sangat tinggi), N-total 1.27 %

(sangat tinggi), P-tersedia 890.46 ppm (sangat tinggi), dan K-tersedia 429.58 ppm

(sangat tinggi). Dengan C/N ratio yang tinggi maka akan mampu menjadi sumber

energi bagi mikroorganisme yang akhirnya dapat meningkatkan aktivitas

mikroorganisme tanah. Sementara itu dengan adanya tambahan urine dari kelinci

maka diharapkan ada tambahan unsur hara yang dapat di absorpsi oleh tanaman.

Anonimous (1998) menyebutkan bahwa bio urine kelinci adalah sangat kaya dengan

unsur hara seperti Tabel 2 berikut :

Tabel 2. Kandungan unsur hara pada urine kelinci

Uraian Urine kelinci segar

N-total (%) P2O5 (%)

Urine Kelinci

- Kelinci penggemukan muda

- Kelinci sedang menyusui

- Kelinci dewasa

1.0 – 1.3

1.0 – 1.3

1.0 – 1.3

0.05

>0.02

0.08

Kotoran Kelinci

- Kelinci penggemukan muda

- Kelinci sedang menyusui

- Kelinci dewasa

1.5 – 1.7

1.2 – 1.5

1.2 – 1.5

2 - 5

5 - 7

2 - 4 Sumber : Anonimous, 1998.

Selain itu pemberian pukan babi dan bio urine kelinci ke dalam tanah dapat

memperbaiki sifat-sifat fisik tanah (memperbaiki struktur porositas, permeabilitas

tanah dan, meningkatkan kemampuan untuk menahan air), sifat kimia

(meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap kation sebagai sumber hara

makro dan mikro, dan pada tanah masam dapat menaikkan pH dan menekan

kelarutan Al dengan membentuk kompleks Al-organik), dan sifat biologi tanah

(meningkatkan aktivitas mikroba tanah dan sebagai sumber energi bagi bakteri

penambat N dan pelarut fosfat) yang membantu dalam menggemburkan tanah.

Hasil pengamatan produksi tanaman jagung memperlihatkan bahwa

pengaruh pemberian pukan babi dan bio urine tidak menunjukkan perbedaan yang

nyata antar perlakuan (Tabel 3). Produksi pipilan kering tertinggi diperoleh pada

perlakuan P4 yaitu pemberian pukan babi 6 t/ha serta bio urine pengenceran 10 kali.

Produksi tertinggi jagung ini karena pupuk kandang babi juga mengandung unsur

makro dan mikro sehingga dapat memenuhi kebutuhan jagung saat membentuk

tongkol. Demikian pula dengan panjang tongkol semakin panjang sesuai dengan

besarnya perlakuan dosis yang diberikan dan memberikan hasil yang semakin

meningkat juga baik untuk bobot tongkol maupun bobot pipilan kering.

Page 251: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

118

Tabel 3. Pengaruh pupuk kandang babi dan bio urine kelinci terhadap rata-rata

diameter, panjang, bobot tongkol panen dan bobot pipilan kering

Perlakuan Diameter

tongkol (cm)

Panjang

tongkol

(cm)

Bobot tongkol

panen (gr)

Bobot pipilan

kering (t/ha)

P1 15.3 a 17.6 a 158 a 4.97 a

P2 16.1 a 17.4 a 156 a 5.06 a

P3 15.7 a 18.8 a 169 a 5.31 a

P4 15.4 a 19.5 a 176 a 5.70 a

*) huruf pada kolom yang sama yang tidak berbeda menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05)

Anonimous (2005) menunjukkan bahwa pupuk kandang mengandung

berbagai unsur hara dimana secara umum pupuk padat mengandung lebih rendah

N, P dan K bila dibandingkan dengan pupuk cair (bio urine). Dengan demikian

maka adanya tambahan pupuk cair dari bio urine kelinci mampu memberikan

tambahan unsur N pada pupuk kandang babi. Indikasinya adalah dengan semakin

meningkatnya dosis pupuk kandang babi yang diberikan bobot pipilan kering

semakin meningkat secara linier. Produksi terendah diperoleh perlakuan P1 karena

pada dosis yang lebih rendah ini kadar N sebagai pembentuk jaringan tanaman

lebih rendah dan unsur N pada pupuk kandang (padat) lebih sulit diserap oleh

tanaman karena N terdapat dalam bentuk protein yang harus didekomposisi

terlebih dahulu oleh mikroorganisme. Sementara pupuk cair dari bio urine kelinci

akan lebih mudah diserap oleh tanaman jagung. Pada Tabel 4. disajikan kandungan

unsur hara pada pupuk kandang babi (Anonimous, 2005)

Tabel 4. Kandungan unsur hara pada pupuk kandang babi

No. Unsur hara

Yang dikandung

Pupuk kandang babi

Padat

(per mil)

Pupuk cair

(per mil)

Total

(per mil)

Total

(%)

1. Bahan kering 200 34 234 23.4

2 Air 800 966 1.766 176.6

3 Nitrogen 8 8.4 16.4 1.64

4. N yang mudah

diisap

0.8 8.4 9.2 0.92

5. Asam fosfor 8.0 1.8 9.8 0.98

6. Kalium 5.0 8.0 13 1.3

7. Kalsium 0.5 0.1 0.6 0.06

8. Magnesium 0.2 0.8 1.0 0.1

9. Sulfur 0.6 2.7 3.3 0.33 *) Sumber : Anonimous, 2005

Berdasarkan data di atas ini maka kadar unsur hara pupuk kandang babi

mempunyai potensi yang baik untuk diaplikasikan pada tanaman jagung. Unsur

hara yang dikandung ini sangat sesuai dengan kebutuhan tanaman jagung yang

membutuhkan kation-kation makro maupun mikro seperti di atas walaupun juga

perlu diberikan tambahan unsur hara ke dalam tanah. Berdasarkan hal ini maka

Page 252: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

119

pemberian bio urine kelinci dilakukan sebagai tambahan nutrisi tanaman agar

diperoleh produksi yang baik. Komposisi unsur yang dikandungnya juga sangat

berimbang sehingga ketersediaan unsur hara yang siap diabsorpsi oleh akar pada fase

generatif dan pembentukan tongkol akan terpenuhi terutama pada saat fase-fase

absorpsi nitrogen dalam pembentukan akar, batang dan daun (Soepardi, 1974). Kadar

N memberikan efek yang sangat cepat menstimulir pertumbuhan pada fase vegetatif

yang juga merupakan unsur pengatur absorpsi kalium (K) dan phosphor (P). Sejalan

dengan pendapat ini, Miller (1972) menyatakan tanaman menyerap N dalam bentuk

NO3 dan NH4 untuk membentuk asam amino dan protein serta jaringan tanaman

yang menduduki komposisi 1-4 % bobot kering tanaman. Pupuk kandang babi sebagai

bahan organik dapat menyediakan bahan-bahan asam amino dan protein yang siap

membangun jaringan pertumbuhan tanaman dimana kadar total N yang

dikandungnya adalah 1.6 % (sangat tinggi) serta masih terdapat tambahan N-total

dari bio urine kelinci 1 – 1.3 % (sangat tinggi). Walaupun pupuk kandang babi

memberikan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan akan tetapi ada

kecenderungan produksi meningkat terus karena proporsi dari perlakuan P1, P2, P3

dan P4 terus mengalami peningkatan produksi.

Hasil yang dicapai pada pengkajian ini hampir berimbang dengan hasil yang

pernah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan perlakuan pupuk organik

kascing dan kimia (dosis 5 t/ha kascing dan rustika yellow 100 kg/ha) yang diberikan

secara bertahap pada AEZ yang sama yaitu 6.13 t/ha (Kariada. Dana dan. Aribawa,

2005). Hasil yang lebih tinggi ini dicapai karena tanaman dapat beradaptasi dengan

baik serta adanya perbaikan teknologi budidaya pertanian organik yang mampu

memperbaiki kondisi biologi tanah yang selama ini kondisi tanah telah disebut sakit

(Adnyana, 2000). Selain itu, kondisi lahan di wilayah pengkajian relatif menerima

suhu yang optimal yaitu berkisar 27-30o C yang sangat baik bagi pembentukan

tongkol.

Analisis ekonomi jagung QPM dalam pengkajian ini menunjukkan bahwa

perlakuan P4 (dosis pupuk kandang babi 6 t/ha dan bio urine kelinci pengenceran 10

kali memberikan nilai B/C ratio = 0.99 dan R/C ratio = 1.99 yang berarti masih layak

memberikan keuntungan apabila dilakukan usaha tani (Tabel 5).

Tabel 5. Analisis usaha tani pengkajian pupuk kandang babi dan bio urine kelinci

pada tanaman jagung QPM di lahan sawah irigasi di Desa Mambang TA

2005.

URAIAN P1 P2 P3 P4

*Sewa lahan (Rp/ha) 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000

*Bibit jagung QPM (Rp/ha) 60.000 60.000 60.000 60.000

*TK (mengolah tanah, membumbun, tanam ) 800.000 800.000 800.000 800.000

Total Biaya input (Rp/ha) 3.860.000 3.860.000 3.860.000 3.860.000

Produksi jagung per hektar (pipilan kering) (t/ha) 4,97 5,06 5,31 5,70

Nilai produksi (harga jual pipilan kering) (t/ha) 6.709.500 6.831.000 7.168.500 7.695.000

Keuntungan (Rp/ha) 2.849.500 2.971.000 3.308.500 3.835.000

Analisis B/C 0,74 0,77 0,86 0,99

Analisis R/C ratio 1,74 1,77 1,86 1,99

Page 253: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

120

Dari data tersebut di atas ternyata budidaya jagung QPM masih memberikan

keuntungan bila dilihat dari nilai R/C ratio >1 yang menunjukkan usaha tani ini

layak dilakukan. Keuntungan yang diperoleh adalah masing-masing untuk

perlakuan P1 (Rp. 2.849.500), P2 (Rp. 2.971.000), P3 (Rp. 3.308.500), dan P4 (Rp.

3.835.000) per Ha.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan yaitu : (a)

perlakuan pupuk kandang babi dengan dosis 6 ton/ha dan bio urine kelinci

pengenceran 10 kali memberikan rata-rata hasil jagung QPM yang terbaik. Produksi

yang dicapai mencapai 5,70 t/ha diikuti oleh perlakuan P3, P2 dan P1 yaitu masing-

masing 5,31 t/ha, 5,06 t/ha dan terendah 4,97 t/ha. Potensi pupuk kandang babi dan

kelinci di masyarakat Bali adalah sangat tinggi sehingga diharapkan dapat

mensubstitusi peran pupuk an-organik NPK yang semakin mahal. Dengan

menerapkan pupuk kandang babi dan bio urine kelinci maka satu langkah

pengamanan lingkungan sudah dapat dilakukan dengan murah karena pupuk

kandang babi dan bio urine kelinci tidak perlu dibeli akan tetapi tinggal mengambil

saja di kandang. Dengan demikian maka akan memungkinkan untuk melakukan

efisiensi pemupukan di tingkat usaha tani. Disarankan agar dilakukan pengkajian

yang lebih mendalam lagi terhadap peran pupuk kandang babi ini serta

mengembangkan kelinci di tingkat masyarakat karena dapat memberikan nilai gizi

dan ekonomi bagi masyarakat pedesaan.

Page 254: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

121

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1996. Laporan Tahunan. Statistik Pertanian Tanaman Pangan Tahun

1996. Dinas Pertanian prop. Bali.

Anonimous 1998. Rabbit Manure Fertilizer Values. Fertilizer Values Of Some

Manures. Countryside & Small Stock Journal. September – October. P.75

Anomimous 2005. Pengantar Ilmu Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas

Udayana.

Adnyana, I. M., 2000. Masalah Kesuburan Tanah Pada Lahan Sawah Di Bali.

Makalah Paket Teknologi Tentang Pemanfaatan Pupuk Alternatif. Jurusan

Tanah Faperta UNUD. Denpasar.

Gomez, A.K. Dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika Untuk Penelitian

Pertanian. UI-Press. Jakarta. 698 Hlm.

Kamandalu, A.A.N.B. Dan IGK Dana Arsana. 2005. Pengaruh Pemberian Pupuk

Organik Terhadap Produktivitas Varietas Jagung Bersari Bebas Di Lahan

Sawah Irigasi (Kasus Di Subak Sungsang, Tibubiyu, Kecamatan

Kerambitan, Tabanan, Bali). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Bali.

Kariada I. K., I. G. Komang Dana Dan I.B. Aribawa, 2005. Pengaruh Kombinasi

Pemberian Pupuk Organik Kascing Dengan NPK Secara Bertahap

Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Jagung Qpm. BPTP Bali.

Miller, F.P. 1972. Fertilizers And Our Environment. The Fertilizer Hand Book. The

Fertilizer Institut New York. Pp. 24-46.

Raiyasa, I.M., Suprio Guntoro, I. N. Triagastia, I. N. Adijaya, I.A. Parwati,

Suharyanto, Dan W. Trisnawati. 2004. Laporan Akhir Pengkajian

Agribisnis Babi Berbasis Tanaman Pangan. BPTP Bali.

Soepardi, G. 1974. Sifat Dan Ciri-Ciri Tanah 3. Terjemahan H.O. Buckman Dan

N.C. Brady. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah, Faperta IPB Bogor.

Page 255: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

122

STATUS HARA P LAHAN SAWAH SEBAGAI DASAR REKOMENDASI

PEMUPUKAN P UNTUK PADI DI KALIMANTAN SELATAN

Aidi Noor*), Rina D. Ningsih*) dan Rismarini Zuraida*)

ABSTRAK

Lahan sawah tadah hujan dan irigasi di Kalimantan Selatan seluas 180.528

ha mempunyai potensi sebagai sumber produksi beras. Dalam usaha peningkatan

produksi padi sawah dan mutu beras tidak bisa dilepaskan dari peranan

penggunaan pupuk kimia seperti N, P, K. Sampai saat ini rekomendasi pemupukan

untuk padi sawah masih bersifat umum, tidak berdasarkan status hara dalam tanah

dan kebutuhan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status hara P

tanah di lahan sawah irigasi di Kalimantan Selatan di empat kecamatan yaitu

Haruyan, Telaga Langsat, Angkinang dan Jaro. Hasil analisis tanah menunjukkan

status hara P (ekstraksi HCl 25%) di Kecamatan Haruyan dalam kategori rendah (<

20 mg P2O5/100g) ,sedang (20-40 mg P2O5/100g), tinggi (>40 mg P2O5/100g) berturut-

turut 34.5%, 50.0% dan 15.5%. Status hara P di Kecamatan Telaga Langsat dalam

kategori rendah, sedang, tinggi berturut-turut 62.9% dan 29.4% dan 7.7 %. Status

hara P di Kecamatan Angkinang dalam kategori rendah, sedang, tinggi berturut-

turut 56.2% dan 29.9% dan 13.9%. Status hara P di Kecamatan Jaro dalam kategori

rendah, sedang, tinggi berturut-turut 15.9%, 45.0%, dan 39.1%. Apabila rekomendasi

pemupukan P berdasarkan status hara tanah (rendah = 100 kg SP-36/ha, sedang =

75 kg SP-36/ha, tinggi = 50 kg SP-36/ha) dibandingkan rekomendasi pemupukan

secara umum (100 kg SP-36/ha), maka pemupukan berdasarkan status hara P tanah

dapat menghemat penggunaan pupuk SP-36 di empat kecamatan sebesar 230.65 ton

per musim tanam.

Kata kunci : Hara fosfat, rekomendasi pupuk, lahan sawah, padi

PENDAHULUAN

Lahan sawah tadah hujan dan irigasi di Kalimantan Selatan seluas 180.528

ha (Diperta, 2001) mempunyai potensi sebagai sumber produksi beras. Dalam usaha

peningkatan produksi padi sawah dan mutu beras tidak bisa dilepaskan dari

peranan penggunaan pupuk kimia seperti N, P, K. Sampai saat ini rekomendasi

pemupukan untuk padi sawah masih bersifat umum yaitu Urea sekitar 200-250

kg/ha, SP-35 sekitar 100 kg/ha, dan KCl sekitar 100 kg/ha, tanpa melihat kesuburan

tanah atau ketersediaan unsur hara tersebut di dalam tanah.

Pemberian pupuk P dan K belum berdasarkan kaidah uji tanah, dimana

jumlah pupuk yang diberikan pada tanah untuk tanaman tertentu tidak

berdasarkan kandungan hara dalam tanah dan kemampuan tanah menyediakan

hara untuk berproduksi secara optimal. Mengingat semakin mahalnya bahan baku

untuk membuat pupuk maka perlu diperhatikan dosis dan cara pemupukan yang

tepat dengan efisiensi yang tinggi.

________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan

Page 256: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

123

Penggunaan pupuk secara rasional dan berimbang harus memperhatikan kadar

unsur hara di dalam tanah, jenis dan mutu pupuk, serta keadaan pedo-agroklimat

dan produksi optimal. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan

menguntungkan jika rekomendasi pemupukan dilandasi oleh kegiatan uji tanah

atau analisis tanah berdasarkan metodologi yang tepat dan teruji (Tim Uji Tanah,

1999).

Secara umum uji tanah adalah suatu kegiatan analisis kimia yang sederhana,

cepat, murah, tepat dan dapat diulangi untuk menduga ketersediaan unsur hara

tertentu dalam tanah, apakah dalam keadaan kahat, normal, atau berlebih sehingga

dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi pemupukan. Disamping itu uji tanah

dapat pula digunakan dalam usaha mencegah dan memantau pencemaran

lingkungan misalnya oleh tindakan pemupukan yang tidak tepat (Rochayati et al., 2000). Pada dasarnya program uji tanah terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah

yang benar dan dapat mewakili lokasi yang dimintakan rekomendasinya, (2) analisis

kimia di laboratorium dengan metode yang tepat, (3) interpretasi hasil analisis, dan

(4) penyusunan rrekomendasi pemupukan (Adiningsih et al., 2000).

Dengan mengetahui status hara tanah, diharapkan penyusunan rekomendasi

pemupukan akan tepat dosis sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pada lahan-lahan

dengan kandungan hara yang cukup tidak perlu diberikan lagi atau hanya sedikit

untuk mengimbangi hara yang terangkut oleh tanaman, sehingga jumlah dan

distribusi pupuk bisa dialokasikan pada lahan-lahan yang memang memerlukan

karena kandungan haranya yang rendah, sehingga diharapkan efisiensi

pemupukan untuk padi di lahan sawah akan meningkat.

Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi status hara P di beberapa

lokasi lahan sawah Kalimantan Selatan sebagai dasar rekomendasi pemupukan P.

MATERI DAN METODOLOGI

Kegiatan inventarisasi status hara P tanah sawah dilaksanakan pada tahun

2003-2004 di Kecamatan Haruyan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kecamatan

Telaga Langsat Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kecamatan Jaro Kabupaten

Tabalong.

Prosedur pelaksanaan kegiatan berdasarkan petunjuk teknis yang telah

disusun oleh Sofyan dan Suryono (2002). Pemetaan status hara P tanah dilakukan

dalam 4 tahap kegiatan yaitu : (1) persiapan, (2) pengambilan contoh tanah di

lapang, (3) analisis tanah di Laboratorium, (4) pengolahan data dan pembuatan peta

serta penyusunan rekomendasi pemupukan.

Untuk mengetahui status hara P tanah dilakukan survey pengambilan contoh

tanah komposit. Contoh tanah diambil dengan menggunakan sistem Grid setiap

jarak sekitar 500 m di lapang (tergantung keragaman lahan sawah) untuk contoh

komposisit. Setiap satu contoh tanah yang diambil untuk dianalisis mewakili luas

lahan sawah 25 ha. Contoh tanah komposit terdiri dari 10 contoh tanah individual

(sub contoh) pada kedalaman 0-20 cm, setelah dicampur secara homogen diambil

contoh seberat kurang lebih ½ kg dan dimasukkan kedalam kantong plastik dan

selanjutnya dianalisis di laboratorium.

Hasil analisis P (metode HCl 25%) dilaboratorium diplot ke dalam peta dasar

pada lokasi yang bersangkutan dan diberi warna yang sesuai. Status P rendah (0-20

mg P2O5/100g) tanah berwarna merah, status P sedang (20-40 mg P2O5/100g) tanah

Page 257: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

124

warna kuning dan status P dan K tinggi (> 40 mg P2O5/100g) tanah warna hijau.

Pembuatan peta akhir status hara P dan K sakala 1:50.000 dilakukan dengan

komputerisasi/aplikasi GIS yang dibuat dari peta sementara skala 1:50.000.

Peta status hara tanah skala 1:50.000 dapat digunakan sebagai pedoman

untuk anjuran dosis pupuk P berdasarkan status hara P tanah rendah, sedang, dan

tinggi. Berdasarkan hasil penelitian uji tanah telah diperoleh anjuran dosis pupuk

SP-36 berdasarkan status hara tanah rendah, sedang, dan tinggi berturut-turut

adalah 100, 75 dan 50 kg/ha/musim tanam. (Setyorini et al, 1995; Adiningsih, 2003)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar hara P dan K tanah sawah

Kadar hara P tanah sawah (metode HCl 25%) di empat kecamatan yang

dianalisis di laboratorium menunjukkan kadar hara P sangat bervariasi dari rendah

sampai tinggi. Kadar hara P tanah di kecamatan Telaga Langsat berkisar antara

5,3-112,2 mg/100 g P2O5 dan kadar hara K berkisar antara 3,3-52,6 mg/100 g K2O,

sedangkan di Kecamatan Angkinang kadar hara P tanah berkisar antara 3,0-118,8

mg/100 g P2O5 dan kadar hara K berkisar antara 5,1-49,9 mg/100 g K2O.

Kadar hara P dalam tanah bervariasi dari suatu tempat ke tempat lainnya

tergantung pada sifat-sifat tanah, air dan pengelolaan tanah dan tanaman. Dalam

tanah P merupakan hara tidak mobil, sebagian terikat oleh partikel tanah, sebagian

oleh P organik dan hanya sedikit dalam bentuk tersedia bagi tanaman. Efisiensi

pupuk P umumnya sangat rendah, hanya 10-15% dari jumlah pupuk P yang

diberikan (Barber, 1976). Ketersediaan P di dalam tanah ditentukan oleh susunan

mineral primer dan sekunder, pH, jumlah ion dan senyawa Al, Fe, Mn, bahan

organik, suhu dan kelembaban tanah (Tisdale et al., 1985; Havlin et al., 1999). Pada

sawah yang tergenang, ketersediaan fosfat meningkat karena terjadi reduksi ferri

fosfat menjadi ferro fosfat yang lebih larut dan merupakan sumber utama P tersedia.

Setelah pengeringan ketersediaan P umumnya menurun karena pengikatan oleh liat

atau hidroksida aluminium dan perubahan pH (Chang, 1976).

Pengetahuan mengenai status hara P di dalam tanah dan dinamika

perubahan yang terjadi sangat penting, sehingga untuk pelaksanaan pemupukan

yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman pada suatu lokasi tertentu diperlukan

data-data kadar hara tersebut di dalam tanah. Rekomendasi pemupukan

hendaknya diperoleh berdasarkan hasil-hasil penelitian uji tanah untuk suatu jenis

tanah dan tanaman tertentu pada lokasi yang spesifik.

Luas lahan sawah berdasarkan status hara P

Berdasarkan peta status hara P skala 1:50.000 diketahui luas lahan sawah

beradasarkan status hara P tanah masing-masing di empat kecamatan disajikan

pada Tabel 1.

Page 258: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

125

Tabel 1. Luas lahan sawah berdasarkan status hara P

No. Kecamatan Status Hara P (ha) Jumlah

(ha) Rendah (ha) Sedang (ha) Tinggi (ha)

1. Haruyan 1.221

(34.5%)

1.768

(50.0%)

547

(15.5%)

3.536

2. Telaga Langsat 919

(62.9%)

429

(29.4%)

112

(7.7%)

1.460

3. Angkinang 2.131

(56.2%)

1.133

(29.9%)

527

(13.9%)

3.791

4. Jaro 140

(15.9%)

396

(45.0%)

345

(39.1%)

881

Jumlah 4.411 3.726 1.531 9.668

Dari Tabel 1 diketahui status hara P di Kecamatan Haruyan adalah sebagai

berikut status hara P rendah (< 20 mg P2O5/100 mg tanah) seluas 1.221 ha (34,5%),

status hara P sedang (20-40 mg P2O5/100 mg tanah) seluas 1.768 ha (50,0%), status

hara P tinggi (>40 mg P2O5/100 mg tanah) seluas 547 Ha (15,5%)

Dari total lahan sawah di Kecamatan Telaga Langsat diketahui status hara P

rendah (< 20 mg P2O5/100 mg tanah) seluas 919 Ha (62,9 %), status hara P sedang (20-

40 mg P2O5/100 mg tanah) seluas 429 ha (29,4%), status hara P tinggi (>40 mg

P2O5/100 mg tanah) seluas 112 ha (7,7 %). (Tabel 2). Dari hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa status hara P lahan sawah di Kecamatan Telaga Langsat masih

didominasi dengan kadar hara P yang rendah dan masih sangat sedikit termasuk

tinggi.

Dari total lahan sawah di Kecamatan Angkinang diketahui status hara P

rendah (< 20 mg P2O5/100 mg tanah) seluas 2.131 ha (56,2 %), status hara P sedang

(20-40 mg P2O5/100 mg tanah) seluas 1.133 ha (29,9%), status hara P tinggi (>40 mg

P2O5/100 mg tanah) seluas 527 ha ( 13,9 %).

Adanya perbedaan status hara P dalam tanah menunjukkan bahwa dosis

pemupukan yang diberikan untuk mendapatkan hasil optimum akan berbeda-beda

pula sesuai dengan status hara tanah yang bersangkutan. Dari hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa status hara P lahan sawah di Kecamatan Haruyan, Angkinang

dan Telaga Langsat umumnya berada pada status rendah, sedangkan pada

Kecamatan Jaro status hara P sedang (45.0%) dan tinggi (39.1%) lebih tinggi

dibandingkan yang rendah (15.9%). Pada Kecamatan Haruyan, Telaga Langsat dan

Angkinang diperlukan dosis pupuk P yang lebih besar dibandingkan kecamatan Jaro

yang umumnya status P sudah mengarah sedang-tinggi sehingga dosis pupuk P yang

diperlukan lebih rendah.

Pemberian pupuk yang berlebihan pada status hara yang tinggi tidak akan

memberikan respon dalam peningkatan hasil, sebaliknya kekurangan pemberian

pupuk akan menyebabkan tanaman tidak akan menghasilkan secara optimal. Hasil

penenelitian Supardi et al. (1996) di beberapa lokasi lahan sawah di Kalimantan

Selatan seperti di Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tapin dan Pelaihari

menunjukkan pemupukan SP-36 dengan dosis 100-125 kg/ha memberikan respon

yang berbeda-beda, pada Status P rendah peningkatan hasil mencapai1 3-77%, status

P sedang peningkatan hasil lebih rendah yaitu 0-22%, dan status P tinggi malah

terjadi penurunan hasil 8-11%.

Page 259: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

126

Hasil ini menunjukkan bahwa pada status hara tinggi diperlukan pupuk yang

lebih sedikit, tetapi pada keadaan status hara P yang rendah diperlukan pupuk yang

lebih banyak. Dengan demikian pada tanah-tanah yang kahat hara P sangat

diperlukan pemberian pupuk P. Unsur hara P diperlukan tanaman sejak awal

pertumbuhan terutama dalam menunjang pertumbuhaan akar, anakan,

pembungaan dan pemasakan biji. Kekurangan P menyebabkan tanaman tumbuh

kerdil, daun berwarna hijau tua, anakan sedikit, malai serta gabah sedikit dan

sering tidak menghasilkan gabah. (Makarim et al., 2003).

Kebutuhan pupuk P berdasarkan status hara tanah

Selama ini dimasyarakat berkembang pengertian bahwa pemupukan

berimbang adalah pemupukan yang menggunakan pupuk majemuk NPK.

Pengertian ini kurang tepat karena pemupukan berimbang adalah menyediakan

semua zat hara yang cukup sehingga tanaman padi mencapai hasil tinggi dan

bermutu serta meningkatkan pendapatan petani. Oleh karena itu dosis pupuk yang

diberikan harus sesuai dengan kandungan hara atau status hara tersebut di dalam

tanah dan kebutuhan untuk tanaman. Pada tanah yang kandungan haranya tinggi

tidak perlu diberikan atau diberikan sedikit untuk mengganti hara yang diambil

oleh tanaman, dan yang rendah diberikan lebih banyak. Dengan demikian dosis

pupuk yang diberikan tidak disamaratakan tetapi harus spesifik lokasi.

Kebutuhan pupuk P untuk masing-masing Kecamatan Hsruyan, Angkinang,

Telaga Langsat dan Jaro dapat dihitung berdasarkan status hara dalam tanah

untuk padi sawah menurut dosis rekomendasi dari hasil penelitian uji tanah pada

(Tabel 2).

Tabel 2. Kebutuhan pupuk P berdasarkan status hara lahan sawah

No. Kecamatan Pupuk SP-36 (t/musim)

Jumlah Rendah 1) Sedang 1) Tinggi 1)

1 Haruyan 122,10 132,60 27,35 282,05

2 Telaga Langsat 91,85 32,16 5,61 129,62

3 Angkinang 213,08 84,97 26,35 324,40

4 Jaro 14,00 29,70 17,25 60,95

Jumlah 441,03 279,43 76,56 797,02

1) Dosis pupuk berdasarkan status hara P Rendah = 50 kg SP-36/ha, Sedang = 75 kg SP-36/ha, Tinggi = 100

kg SP-36/ha.

Dari Tabel 2 menunjukkan keperluan pupuk apabila berdasarkan status hara

P dari pemetaan skala 1:50.000 di kecamatan Haruyan 282,05 to per musim tanam,

Telaga Langsat dan Angkinang untuk pupuk SP-36 masing-masing adalah 129,62

dan 324,40 ton per musim tanam dan Jaro 60.95 ton per musim tanam dengan total

pada empat kecamatan sebesar 736.22 ton. Rekomendasi pemupukan P

berdasarkan peta status hara ini lebih rendah dibandingkan dosis pupuk

berdasarkan rekomendasi umum (100 kg SP-36/ha) tanpa melihat kadar hara dalam

tanah yaitu sebesar 797.02 ton SP-36. Dari hasil ini menunjukkan bahwa pemberian

pupuk apabila diterapkan sesuai dengan dosis berdasarkan status hara tanah di

Page 260: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

127

empat kecamatan akan menghemat penggunaan pupuk SP-36 sebesar 966,80-

797,02 = 169,78 ton per musim tanam atau setara dengan Rp. 280.137.000,- (harga

SP-36 = Rp 1.650/kg).

Dengan diketahuinya dosis pupuk yang diperlukan untuk padi sawah

diharapkan tidak terjadi lagi kelebihan ataupun kekurangan pemberian pupuk

yang berakibat pemupukan menjadi tidak efisien. Dengan pemupukan yang sesuai

dengan kebutuhan tanaman diharapkan produksi padi akan meningkat dan

pendapatan petani juga akan bertambah. Dengan diketahuinya keperluan jumlah

pupuk yang tepat untuk setiap musim tanam pada setiap kecamatan akan

memudahkan untuk perencanaan pemerintah daerah dalam penyediaan dan

distribusi pupuk untuk petani.

KESIMPULAN

Status hara P (ekstraksi HCl 25%) di Kecamatan Haruyan dalam kategori

rendah (< 20 mg P2O5/100g), sedang (20-40 mg P2O5/100g), tinggi (>40 mg P2O5/100g)

berturut-turut 34.5%, 50.0%, 15.5%. Status hara P di Kecamatan Telaga Langsat

dalam kategori rendah, sedang, tinggi berturut-turut 62.9%, 29.4%, 7.7 %. Status

hara P di Kecamatan Angkinang dalam kategori rendah, sedang, tinggi berturut-

turut 56.2%, 29.9%, 13.9%. Status hara P di Kecamatan Jaro dalam kategori

rendah, sedang, tinggi berturut-turut 15.9%, 45.0%, 39.1%.

Apabila rekomendasi pemupukan P berdasarkan status hara tanah (Rendah =

100 kg SP-36/ha, Sedang = 75 kg SP-36/Ha, Tinggi = 50 kg SP-36/ha) dibandingkan

rekomendasi pemupukan secara umum (100 kg SP-36/ha), maka pemupukan

berdasarkan status hara P tanah dapat menghemat penggunaan pupuk SP-36 di

empat kecamatan sebesar 169,78 ton per musim tanam atau setara dengan Rp.

280.137.000,-.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, J.S., D. Santoso, D. Setyorini dan D. Nursyamsi. 2000. Program

pembinaan uji tanah : Studi Korelasi dan Kalibrasi Uji Tanah. Pusat

Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Adiningsih, J.S. 2003. Peningkatan Produktivitas dan Mutu Produk Pertanian

Melalui Pemupukan Berimbang. Disampaikan pada Sosialisasi Lembaga

Pupuk Indonesia dan Program Pemupukan Berimbang di Propinsi Jawa

Barat, Jawa Tengah/DIY, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan,

Lampung dan Kalimantan Selatan pada bulan Februari, Maret dan April

2003. Lembaga Pupuk Indonesia.

BPS. 2001. Survey Pertanian : Luas lahan menurut penggunaannya di Propinsi

Kalimantan Selatan. Badan Pusat Statistik. Propinsi Kalimantan Selatan.

Barber, S.A. 1976. Efficient fertilizer use. Amer. Soc. Of Agron. Spec. Publ. No. 26.

Chang. 1976. Phosphorus in submerged soil and phosphorus nutrition and

fertlization of rice. p : 93-116. In The Fertility of Paddy Soils and Fertilizers

Application for Rice. ASPAC Food and Fertilizer Technology Center.

Page 261: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

128

Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and

Fertilizer. Sixth Ed. Prentice-Hall, Inc. New Jersey. 499 pp.

Makarim, A.K., I.N. Widiarta, Hendarsih S. dan A. Abdulrahman. 2003.

Pengelolaan Hara dan Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Padi Secara

Terpadu. Dapartemen Pertanian. Pusat Penelitian Tanaman Pangan.

Bogor.

Rochayati, S., D. Setyorini, dan A. Kasno. 2000. Rekomendasi Pupuk Berdasarkan

Taraf Kecukupan Hara (Sufficiency Level). Pembinaan Pengembangan

program Uji Tanah, Ciawi, 25 Sept-21 Okt 2000.

Setyorini, D., A. Kasno, IGM. Subiksa, D. Nursyamsi, Sulaeman dan J.S. Adiningsih.

1995. Evaluasi Status P dan K Tanah Sawah Intensifikasi sebagai Dasar

Penyusunan Rekomendasi Pemupukan P dan K di Sumatera Barat,

Sumatera selatan, dan Kalimantan Selatan. Pembahasan Laporan Paket

Teknologi Hasil Penelitian ARMP-I, Cisarua.

Sofyan, A. dan J. Suryono. 2002. Petunjuk Teknis Pembuatan Peta Status P dan K

Lahan Sawah Skala 1:50.000 serta Percobaan Pemupukan. Badan Litbang

Pertanian. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Supardi, A., IGM. Subiksa, IPG. Widjaya-Adhi, dan J. Sri Adiningsih. 1996.

Tanggap padi sawah terhadap pemupukan N, P, dan K pada tanah-tanah di

Kalimantan Selatan. Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi

Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat, Cisarua, 26-28 September 1995.

Buku III : Bidang Kesuburan dan Produktivitas Tanah. Puslittanak.

Tim Uji Tanah. 1999. Laporan Kegiatan Pemantapan Program Uji Tanah dan

Analisis Tanaman di BPTP. Kerjasama Pusat Penelitian Tanah dan

Agroklimat dengan ARMP-II- Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Tisdale S.L., W.L. Nelson, and J.D. beaton. 1985. Soil Fertility and Fertlizers 4 th ed.

Macmillan Publishing Company, New York.

Page 262: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

129

PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN PADI MELALUI

PEMUPUKAN AN-ORGANIK SPESIFIK LOKASI

Sodiq Jauhari*) dan Hairil Anwar*)

ABSTRAK

Produksi beras dewasa ini masih bertumpu pada potensi lahan irigasi. Untuk

meningkatkan produktivitas dan efisiensi pemupukan perlu di tetapkan

rekomendasi pemupukan yang tepat guna. Teknologi pemupukan dengan

menggunakan bahan an organik (pupuk kimia) ternyata dapat melipatgandakan

hasil. Anjuran penggunaan pupuk kimia sesuai rekomendasi akhir–akhir ini tidak

dapat dipenuhi oleh petani. Tingginya harga pupuk kimia yang tidak seimbang

dengan harga jual produksi pertanian, menjadi kendala utama. Perbaikan sistem

usahatani tanaman padi melalui pemupukan an-organik spesifik lokasi mempunyai

tujuan diperolehnya informasi dosis dan cara pemupukan an-organik yang tepat

dan efisien. Paket pemupukan padi sawah dilakukan dalam hamparan SUT , MK

2002 di Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah (Juni s/d

Oktober 2002) pada lahan petani seluas 2.000 m². Rancangan pengujian

menggunakan acak kelompok diulang tiga kali dengan enam paket pemupukan,

yaitu : 1). Kompos 2000 kg/ha + urea 300 kg/ha, 2). Urea 300 kg/ha + SP-36 75 kg/ha

+ KCl 50 kg/ha. 3). NPK Tablet 500 kg/ha, 4). Mixon Prima 250 kg/ha + Urea 300

kg/ha, 5). Posfat Super 150 kg/ha + Urea 350 kg/ha, 6). Kontrol (Perlakuan petani :

Urea 250 kg + SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Pengamatan meliputi jumlah

anakan produktif, tinggi tanaman, hasil gabah kering panen (ubinan), bobot gabah

kering giling (GKG), persen hampa dan kadar air saat panen umur 90 hst. Hasil

pengkajian menunjukkan penggunaan NPK tablet memberikan 8 cm lebih tinggi

daripada tanpa penggunaan KCl terhadap tinggi tanaman dan menaikkan hasil

GKG 21,19% dari pada perlakuan 1,2,4 dan 5. Cara Pemberian NPK tablet

menaikkan hasil GKG sekitar 25% daripada penggunaan pupuk tunggal yang

disebar. Jumlah malai produktif maupun prosen gabah hampa tidak dipengaruhi

oleh perlakuan yang diberikan.

Kata kunci : Teknologi. Budidaya tanaman padi. Pupuk An-Organik

PENDAHULUAN

Produksi beras dewasa ini masih bertumpu pada potensi lahan irigasi. Untuk

meningkatkan produktivitas dan efisiensi pemupukan perlu di tetapkan

rekomendasi pemupukan yang tepat guna. Teknologi pemupukan dengan

menggunakan bahan anorganik (pupuk kimia) ternyata dapat melipatgandakan

hasil. . Anjuran penggunaan pupuk kimia sesuai rekomendasi akhir –akhir ini tidak

dapat dipenuhi oleh petani. Tingginnya harga pupuk kimia yang tidak seimbang

dengan harga jual produksi pertanian, menjadi kendala utama. Ketidak mampuan

menyediakan saprodi sesuai anjuran tersebut berakibat menurunkan hasil.

Disamping rendahnya efisiensi pupuk karena dalam aplikasi yang salah.

_________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Page 263: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

130

Menurut Murayama (1979, dalam Setyobudi 1995) pupuk urea yang ditebarkan

mempunyai kepekaan yang tinggi untuk hilang, baik melalui pencucian nitrifikasi

maupun limpasan. Penggenangan secara diskontinyu yang tidak tepat ternyata

dapat menurunkan serapan N oleh tanaman sampai 40% serta mengurangi

ketersediaan N dalam tanah.

Peranan bahan organik dalam memperbaiki produktifitas tanah sangat

tergantung pada tingkat dekomposisi dan jenis bahan organik. Kesesuaian antara

tingkat dekomposisi dengan kebutuhan tanaman perlu diperhatikan sehingga

efektifitas bahan organik lebih baik (Widati, et al., 1999). Banyak dilaporkan oleh

para peneliti bahwa dewasa ini sudah terjadi ketidak seimbangan hara bagi

tanaman. Pergeseran tatanan hara dalam tanah dapat diakibatkan penggunaan

rekomendasi pupuk yang bersifat umum, peningkatan takaran dan macam pupuk

kimia yang digunakan maupun penggunaan varietas unggul umur genjah. Nurjaya

et al., (1999). mengemukakan bahwa penambahan salah satu unsur hara dalam

tanah dapat menyebabkan unsur hara lain menjadi kekurangan, sedangkan

penanaman bibit unggul disertai pemupukan takaran tinggi menyebabkan unsur

hara mikro makin terkuras. Karama et al., (1990) menyatakan bawa akibat

pemberian pupuk TSP terus menerus akan menyebabkan gejala kekurangan Zn.

Penggunaan P lebih dari 20 tahun membentuk lapisan padat diatas lapisan tapak

baja. (Jo, 1990 dan Uwasawa et al., 1990 dalam Karama et al., 1990). Pemberian

unsur hara K yang tinggi dapat menekan ketersediaan Mg (Adiningsih et al., 1989).

Sumberdaya lahan sawah irigasi perlu dijaga kelestarianya, ditempuh

melalui kontinuitas irigasi, pola tanam, pemupukan maupun penurunan biaya

produksi. Untuk mengetahui biaya produksi yang paling murah salah satu caranya

melalui penurunan takaran dan macam pupuk yang diberikan berdasarkan kondisi

setempat. Guna memecahkan permasalahan tersebut perlu dikaji beberapa paket

teknologi pemupukan an-organik berdasakan spesifik lokasi.

METODOLOGI PENELITIAN

Paket pemupukan padi sawah dilakukan dalam hamparan SUT, MK 2002 di

Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah (Juni s/d Oktober

2002) pada lahan petani seluas 2.000 m². Bahan penelitian meliputi benih padi

Widas (5 kg), pupuk organik majemuk/kompos (200kg), Urea (50kg), SP-36 (25kg), K

CL (25 kg), NPK Tablet (25 kg), Mixon Prima (25 kg) dan Fospat Super (25 kg). Alat

yang digunakan adalah timbangan lapang maupun timbangan analitik, tali, label

dan ATK. Pelaksanaan penelitian dimulai dari pengolahan tanah sampai siap

tanam kemudian ploting sebanyak 18 plot. Bibit ditanam pada umur 25 hst 2-3

batang per rumpun, dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Pupuk dasar P dan K diberikan

bersamaan tanam sedangkan Urea diberikan setelah umur 2 minggu . Rancangan

pengujian menggunakan acak kelompok diulang tiga kali dengan enam paket

pemupukan, yaitu : 1). Kompos =2000 kg/ha + Urea =300 kg/ha, 2). Urea= 300 kg/ha

+ SP-36= 75 kg/ha + KCl= 50 kg/ha. 3). NPK Tablet= 500 kg/ha, 4). Mixon Prima

=250 kg/ha + Urea= 300 kg/ha, 5). Fosfat Super= 150 kg/ha + Urea= 350 kg/ha, 6).

Kontrol ( Perlakuan petani) : Urea =250 kg + SP-36 =100 kg/ha dan KCl =100 kg/ha.

Pengamatan meliputi jumlah anakan produktif, tinggi tanaman, hasil gabah kering

panen (ubinan), bobot gabah kering giling (GKG), persen hampa dan kadar air saat

panen umur 90 hst.

Page 264: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

131

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan, varietas Widas mempunyai karakteristik :

umur 115 – 125 hst, tinggi 90 – 117 cm, jumlah anakan 17 – 20 batang, tekstur nasi

pulen. Hasil persilangan Sentani dan Singkarak ini dilepas tahun 1999,

mempunyai potensi hasil 5 – 7 t/ha, dapat ditanam pada musim kemarau (MK) dan

musim hujan (MH) pada ketinggian dibawah 600 m dpl.

Tabel 1. Pertumbuhan dan hasil ubinan padi varietas Widas pada pengujian

pemupukan di Kecamatan Juwiring, Klaten

N0 Perlakuan Tinggi tanaman

(cm)

Jumlah malai

produktif per

rumpun

(batang)

Berat ubinan

( kg/6,25 m²)

1 Kompos 2000 kg/ha + Urea

300 kg/ha

88,06 ab 20,67 3,93 ab

2 Urea 300 kg/ha + SP-36 75

kg/ha + KCl 50 kg/ha.

88,44 ab 15,78 3,72 a

3 NPK Tablet 500 kg/ha 93,47 a 21,66 4,67 b

4 Mixon Prima 250 kg/ha +

Urea 300 kg/ha

85,28 b 15,33 3,97 ab

5 Fosfat Super 150 kg/ha +

Urea 350 kg/ha,

86,25 b 14,89 3.88 ab

6 Kontrol ( Perlakuan petani)

: Urea 250 kg + SP-36 100

kg/ha dan KCl 100 kg/ha.

91,77 ab 17,44 4,54 ab

Rerata 88,88 17,63 4,12

Simpangan baku 5,06 4,09 0,53

LSD (5%) 6,79 9,63 0,86

CV (%) 3,96 28.29 10,80 Keterangan: Pada kolom sama di ikuti oleh huruf yang sama , tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

pada taraf uji LSD 5%.

Rata-rata tinggi tanaman yang dicapai varietas Widas di tempat pengujian

ternyata lebih rendah 1 cm dengan deskripsi varietas (90 – 117 cm). Keadaan

lingkungan, sifat genetik/pewarisan dan interaksinya akan memperagakan hasil

yang ada. Penggunaan pupuk NPK tablet terbukti memberikan tinggi tanaman 8

cm lebih tinggi dari pada Mixon Prima dan Fosfat Super. Unsur K sangat diperlukan

untuk pemanjangan sel yang berfungsi memperluas jaringan permukaan tanaman.

Luas permukaan tanaman padi penting untuk kegiatan fisiologis seperti kegiatan

penerimaan radiasi matahari dan transpirasi. Penggunaan NPK Tablet juga

memberikan jumlah anakan produktif sampai 21,66 batang per rumpun ( 1,66

batang per rumpun lebih tinggi dari deskripsi varietas Widas. Meskipun demikian

tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya , tetapi ada kecenderungan linier

antara pertumbuhan dan hasil.

Koefisien keragaman anakan produktif relatif lebih tinggi (28,2%). Penyebab

angka ini adalah besarnya standar deviasi 23% disamping faktor terbentuknya

anakan maupun faktor serangan hama penyakit, Pertumbuhan jumlah anakan dan

terbentuknya malai juga dipengaruhi oleh pewarisan genetik, segregasi inisial sel

dan sebagainya.

Page 265: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

132

Hasil ubinan gabah kering panen (GKP) tertinggi ada pada perlakuan 3 dan

terendah pada perlakuan 2 dengan perbedaan hasil 25,5%. Perlakuian 3

mempunyai persentase hampa terendah sehingga bobot gabah kering giling (GKG)

paling tinggi (Tabel 1). Cara pemberian pupuk dengan dibenamkan ternyata dapat

meningkatkan hasil. Hal ini sejalan apa yang dikemukakan oleh Rochayati dan

Adiningsih (1990) bahwa efisiensi pemupukan N yang tertinggi pada Urea tablet

yang dibenamkan. Penggunaan Urea tablet lebih menguntungkan dibanding Urea

prill baik pada tanah regosol Klaten maupun Grumusol Ngawi. Penggunaan pupuk

Urea tablet Klaten dapat menghemat 180 kg/ha Urea selama 2 kali tanam (MH dan

MK) dan memperoleh gabah kering giling (GKG) 8.89 kg/ha lebih tinggi dibanding

penggunaan Urea prill (Tabel 2) Penggunaan Urea briket di Ngawi dapat

menghemat 186 kg/ha Urea selama 2 kali musim (MH dan MK) dan memperoleh

gabah kering giling (GKG) sekitar 8,81 kg/ha lebih tinggi dibanding Urea prill.

Tabel 2. Kadar air saat panen, prosentase hampa dan bobot gabah kering giling pada

padi varietas Widas di Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten

N0 Perlakuan Kadar air saat

panen (%)

Kadar gabah

hampa (%)

Berat bersih

GKG (t/ha)

1 Kompos 2000 kg/ha + Urea 300

kg/ha

23,01 a 9,41 5,0867 ab

2 Urea 300 kg/ha + Sp-36 75

kg/ha + KCl 50 kg/ha.

22,46 ab 8,53 5,0167 ab

3 NPK Tablet 500 kg/ha 21,65 b 6,92 6,3200 a

4 Mixon Prima 250 kg/ha + Urea

300 kg/ha

21,71 b 9,62 5,1500 ab

5 Fosfat Super 150 kg/ha + Urea

350 kg/ha,

21,84 b 10,45 4,6700 b

6 Kontrol (Perlakuan petani :

Urea 250 kg + SP-36 100 kg/ha

dan KCl 100 kg/ha.

21,64 b 9,53 6,1133 ab

Rerata 22,05 9,08 5,3930

Simpangan baku 0,62 2,03 0,8200

LSD (5%) 0.96 4,88 1,4392

CV (%) 2,25 27,85 13,8200 Keterangan: Pada kolom sama di ikuti oleh huruf yang sama , tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

pada taraf uji LSD 5%.

Prosentase kadar air saat panen adalah jumlah berat air dalam gabah dibagi

total berat gabah basah. Berat air didapatkan dari sampel gabah yang dioven pada

suhu 105ºC sampai berat kering tetap (lebih dari 3 jam). Persen air pada gabah

untuk perlakuan kompos ternyata paling tinggi dibanding perlakuan tanpa

penggunaan kompos. Pertumbuhan tanaman akibat peranan kompos menjadi lebih

baik. Peranan kompos dalam tanah seperti perbaikan sifat fisik (kepadatan tanah,

struktur, aerasi, pengikatan air dsb), perbaikan kesuburan (menaikkan KTK,

penambahan unsur hara mikro dan makro dari hasil dekomposisi organik oleh

bakteri). Dengan pengurangan kepadatan tanah maka perkembangan perakaran

tanaman menjadi lebih meluas dan panjang, sehingga jangkauan serap unsur hara

oleh akar lebih banyak. Selain itu kompos juga menyediakan unsur hara yang lebih

lengkap meskipun dalam jumlah yang sedikit. Persen kadar air gabah yang tinggi

menggambarkan tingkat kemasakan biji belum sempurna. Indikator ini juga

Page 266: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

133

berkaitan dengan umur tanaman padi, bahwa penggunaan kompos dan Urea

ternyata memperpanjang umur tanaman.

Hasil analisis statistik terhadap persentase hampa tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata dengan rata-rata kehampaan sekitar 9,08% dan mempunyai

nilai koefisien keragaman 27%. Tingginya koefisien keragaman banyak disebabkan

oleh beberapa faktor terjadinya kehampaan. Translokasi asimilat ke ruang palea (sink) yang kurang lancar, gagal penyerbukan ,serangan hama dan penyakit dapat

memperbesar terjadinya kehampaan.

Marjuki (1990) mendefinisikan bahwa produk adalah apa yang diberikan

individu tumbuh kepada manusia dan hasil adalah jumlah produk yang didapat

tiap satuan luas yang ditanami. Produksi adalah produk yang didapat di suatu

wilayah selama periode tertentu. Hasil GKG rerata adalah 5,39 t/ha, sedangkan

hasil tertinggi dicapai pada perlakuan 3 dan terendah pada perlakuan 5. Hasil

rendah pada perlakuan 5 juga diikuti rendahnya tinggi tanaman dibanding pada

perlakuan 5 (Tabel 1 ). Perbedaan hasil diduga akibat pemberian pupuk KCl pada

perlakuan 3, sedangkan perlakuan 5 tidak diberikan KCl, disamping cara pemberian

pupuk yang dibenamkan pada perlakuan 3. Paket perlakuan 1,2,4 dan 5 yang

dicobakan mempunyai rata-rata hasil GKG yang lebih rendah dari perlakuan 6

(kontrol), yaitu sebesar 18,52%. Perbedaan ini banyak disebabkan oleh perbedaan

takaran pemberian pupuk . Perlakuan 1,2,4 dan 5 apabila dibandingkan dengan

perlakuan 3 maka mempunyai selisih hasil GKG sebesar 21,19%.

KESIMPULAN

Penggunaan NPK tablet memberikan 8 cm lebih tinggi dari pada tanpa

penggunaan KCl terhadap tinggi tanaman dan menaikkan hasil GKG 21,19% dari

pada perlakuan 1,2,4 dan 5. Cara Pemberian NPK tablet menaikkan hasil GKG

sekitar 25% dari pada penggunaan pupuk tunggal yang disebar (prill). Jumlah malai

produktif maupun prosentase gabah hampa tidak dipengaruhi oleh perlakuan yang

diberikan

Page 267: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

134

DAFTAR PUSTAKA

Karama, AS, A.R. Marjuki dan I.Manwan. 1990. Penggunaan pupuk organic pada tanaman pangan.Proc.Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V.

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian . Bogor.

Marjuki, A.S. 1990. Pengantar Ilmu Pertanian dan Permasalahannya . Andi Offset.

Yogyakarta.

Nurjaya, Sri Widati dan A. Kasno. 1999. Penilaian keseimbangan hara tanah sawah melalui analisis daun tanaman padi menggunakan metode DRIS. Proc.

Seminar Nasional. Sumberdaya Lahan. Buku 3. Pusat Penelitian Tanah dan

Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Setyobudi, D. 1995. Pengaruh tingkat pupuk N terhadap pertumbuhan dan hasil padi kultivar Ciliwung pada berbagai jangka waktu penggenangan air .

Dalam analisis Iklim untuk pengembangan agribisnis. Buku 2. Perhimpi.

Yogyakarta.

Soepartini, M., Didi Ardi S., W. Hartatik dan D. Styorini. 1990. Status kalium tanah sawah dan tanggap padi sawah terhadap pemupukan kalium. Proc.

Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Pusat Penelitian

Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Bogor.

Sri Rochayati dan Adiningsih, S., 1990. Efisiensi penggunaan pupuk pada tanah sawah. Proc. Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan pupuk V. Pusat

Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Bogor.

Widati, S., E. Santoso, Maryam dan Sobowo. 1999. Pengaruh inokulasi mikroba dekompuser terhadap perombakan jerami di rumah kaca. Proc. Seminar

Nasional. Sumberdaya Lahan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Wijaya Adi, H. Soewarjo dan M. Soepartini. 1987. Proc. Lokakarya Nasional.

Efisiensi penggunaan pupuk II. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Page 268: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

135

PENGARUH JARAK TANAM DAN PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI KAYU

Endang Iriani*), Sularno*) dan Hairil Anwar*)

ABSTRAK

Ubi kayu (Manihot esculenta. Cranz) merupakan bahan makanan pokok ke

tiga setelah padi dan jagung. Produksi rata-rata nasional tergolong masih rendah

yaitu 12 t/ha, sementara potensinya mencapai 30-40 t/ha. Beberapa faktor penyebab

rendahnya produksi adalah rendahnya kualitas bibit, teknik budidaya belum

optimal, tingkat kesuburan tanah yang beragam. Salah satu upaya perbaikan

teknologi adalah penggunaan bahan organik dan pengaturan jarak tanam

diharapkan sebagai alternatif teknologi dalam upaya peningkatan produksi.

Kegiatan dilakukan di kebun IPPTP Ngemplak. Rancangan yang digunakan adalah

RAK Faktorial yang diulang 4 kali. Sebagai perlakuan faktor pertama adalah pupuk

organik terdiri dari 1) pupuk anorganik, 2) pupuk kandang + anorganik, 3) pupuk

fine kompos + anorganik, sedang jarak tanam yang digunakan adalah a) 50 x 50 cm,

dan b) 100 x 50 cm. Varietas ubi kayu yang digunakan Adira-4. Dosis pupuk yang

diberikan adalah Urea 200 kg/ha, TSP 100 kg/ha, KCl 100 kg/ha, pupuk kandang 10

t/ha dan fine compos 2 ton/ha. Hasil pengkajian menunjukkan dari dua perlakuan

jarak tanam untuk semua parameter pertumbuhan dan produksi hasil terbaik

dicapai pada jarak tanam 100 x 50 cm, sedang pengaruh penambahan pupuk

kandang dan fine kompos pada jarak tanam 100 x 50 cm memberikan peningkatan

hasil masing-masing sebesar 33,0 t/ha dan 35,95 t/ha, sedang tanpa pemberian

pupuk organik menghasilkan 30,38 t/ha pada jarak tanam yang sama.

Kata kunci : Jarak tanam, pupuk organik, ubi kayu

ABSTRACT

Cassava (Manihot esculenta) is the third main food after rice and corns. The

Average of National Production is still low, namely 12 ton per hectare, while its

potency reaches 30-40 ton per hectare. Causes of its low production is the low seed

quality, the technique of cultivation which is not optimal yet, the various fertilization

level of soil. One of well effort for such technology is the use of organic materials and

the setting of planting distance which is suppossed to be as an alternative of

technology in the effort of production improvement. This activity is performed in

IPPTP plantation of Ngemplak. The design was set in a randomized block design

with four times of replication. As the first factor treatment was the fertilizer of

inorganic material which consists of 1) inorganic fertilizer 2) manure + inorganic

fertilizer 3) fertilizer of fine compost + inorganic. Whereas the planting distance

which used was a) 50 X 50 cms, b) 100 X 50 cms. The variety of casava used was

Adira-4. The fertilizer dossage used was Urea of 200 kgs/hectare, TSP of 100

kgs/hectare, KCl of 100 kgs/hectare, Manure Fertilizer of 10 tons/hectare and fine

compost of 2 tons/hectare.

_________________

*) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Page 269: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

136

The result of this research showed that, from the two treatment of planting distance for

all parameter of the best growth and production result, could be reached by planting

distance of 100 X 50 cms. But the influence of organic material, in fact, the addition of

manure fertilizer and fine compost at the planting distance of 100 X 50 cms gave the

hope to the improvement of each result with the production of 33.0 tons/hectare at the

manure fertilizer addition and 35.95 tons/hectare at the fine compost addition. While

the planting without the giving of organic material produced only 30.38 tons/hectare at

the same planting distance.

Key words : Planting distance, organic fertilizer, cassava

PENDAHULUAN

Ubi kayu (Manihot esculenta Cranz) merupakan komoditas substitusi makanan

pokok sebagian masyarakat Indonesia. Disamping potensinya sebagai komoditas

ekspor, juga merupakan bahan pangan, atau selingan sehari-hari dan dapat diolah

menjadi makanan ringan berupa kue dan sebagainya. Potensi ubikayu sebagai bahan

baku industri mampu memberikan kontribusi yang tidak kecil terhadap nilai

ekonomis (Lingga, 1986 dalam Rubiyo, dkk., 1998).

Sekitar 70% hasil ubikayu dihasilkan untuk makanan keluarga, dapat

dipahami mengapa penggunaan varietas ubikayu lokal masih sangat tinggi 66%

(Hartoyo, 1991). Dikatakan oleh Widodo dan Sumarno (1991), ubikayu sebagai salah

satu komoditas tanaman pangan, mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan

komoditas lainnya, selain sebagai bahan pangan, ubikayu juga digunakan sebagai

bahan baku industri pakan ternak. Ditinjau dari sisi agronomis, ubikayu kurang

mempunyai musuh alami, dan tegar dalam menghadapi keragaman lingkungan.

Tanaman ubi kayu dibudidayakan di Indonesia seluas 1,2 juta hektar/tahun.

Hasil rata-rata nasional ubi kayu di tingkat petani masih rendah yaitu 12 t/ha,

sementara dari hasil penelitian dapat mencapai 40 t/ha. Melihat kesenjangan hasil

tersebut peningkatan hasil rata-rata nasional sebesar 30 t/ha tidak akan sulit dicapai

apabila faktor-faktor kendala rendahnya produksi dapat diatasi (Hartoyo, 1992).

Beberapa faktor penyebab rendahnya hasil ubikayu di tingkat petani antara

lain adalah : rendahnya kualitas bibit akibat penyimpanan dan pemeliharaan bibit

yang kurang baik, tingkat kesuburan tanah yang beragam dan iklim yang tidak

menentu, teknik budidaya yang belum optimal, serangan hama dan gulma dan harga

jual yang kurang menarik.

Pada umumnya petani dalam budidaya ubikayu hanya dilakukan sebagai

sampingan sehingga pemberian pupuk yang diberikan biasanya hanya pupuk

kandang bahkan masih banyak yang tanpa dipupuk. Jenis tanah yang dominan

sebagai sentra produksi ubikayu adalah di lahan Mediteran, Podsolik Merah Kuning,

Grumosol dan Latosol. Umumnya tanah ini kurang subur, oleh karena itu diperlukan

perbaikan teknologi untuk meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman

(Wargiono dkk, 1996).

Upaya untuk meningkatkan produksi ubi kayu di tingkat petani sudah

banyak dilakukan terutama oleh Balai Penelitian antara lain yaitu dengan

terciptanya varietas-varietas unggul baru. Varietas unggul yang bermutu

merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam berusahatani disamping teknologi

budidaya yang tepat juga sangat mendukung produksi yang akan dicapai.

Page 270: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

137

Salah satu upaya perbaikan teknologi adalah penggunaan bahan organik dan

pengaturan jarak tanam yang diharapkan sebagai alternatif teknologi dalam upaya

untuk peningkatan produksi ubi kayu.

METODOLOGI

Pengkajian pengaruh jarak tanam dan penggunaan bahan organik terhadap

pertumbuhan dan produksi ubikayu dilakukan di kebun IPPTP Ngemplak, dengan

menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang diulang 4 kali. Sebagai

perlakuan, faktor pertama adalah jarak tanam yaitu a) 50 x 50 cm, dan b) 100 x 50

cm, sedang sebagai faktor kedua adalah pemberian pupuk terdiri dari 1) pupuk

anorganik, 2) pupuk kandang + pupuk anorganik, 3) pupuk fine kompos + pupuk

anorganik. Dosis pupuk anorganik yang diberikan adalah Urea 200 kg/ha, TSP 100

kg/ha, KCl 100 kg/ha, sedang bahan organiknya adalah pupuk kandang 10 t/ha dan

fine kompos 2 ton/ha. Varietas ubi kayu yang ditanam adalah Adira-4 dengan stek

ubi kayu sepanjang 20 cm yang ditanam ditengah guludan. Dalam persiapan lahan,

tanah diolah sampai gembur dan dibuat guludan-guludan dengan jarak antar

guludan adalah 80 cm. Waktu pemberian pupuk adalah 2 kali yaitu pertama 50%

diberikan sebagai pupuk dasar pada waktu tanam dan kedua 50% diberikan pada

umur 2 bulan setelah tanam (hst).

Parameter yang diamati adalah data agronomis meliputi tinggi tanaman,

panjang stek, dan diameter stek pada umur 60 hst dan data agronomis maksimum

(sampai panen) diamati tinggi tanaman, panjang batang, dan diameter batang

maksimum serta komponen produksi. Selanjutnya data teknis untuk membedakan

hasil antar perlakuan dilakukan analisis sidik ragam dengan uji beda nyata terkecil

pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengkajian menunjukkan perlakuan jarak tanam tidak memberikan

pengaruh yang nyata pada rata-rata tinggi tanaman ubi kayu umur 6 bulan,

sebaiknya pada perlakuan pemupukan diperoleh perbedaan tinggi tanaman secara

nyata (Tabel 1)

Tabel 1. Keragaan tinggi tanaman ubikayu pada umur 6 bulan pada perlakuan

jarak tanam dan pemupukan

Perlakuan

Jarak Tanam

Pemupukan

Rerata A

( cm )

B

( cm )

C

( cm )

50 X 50 143,5 160,3 153 153,3 p

100 X 50 147,8 154,3 164 155,4 p

Rerata 145,6 a 157,3 b 158,5 b Keterangan :

Angka yang diikuti dengan huruf yang tidak sama menunjukkan beda nyata

a. Pupuk anorganik

b. Pupuk kandang + pupuk anorganik

c. Pupuk fine kompos + pupuk anorganik

Page 271: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

138

Tetapi adanya perlakuan pemupukan menunjukkan beda nyata. Pada

perlakuan pupuk kandang + pupuk anorganik dan fine kompos + pupuk anorganik

memberikan pertumbuhan lebih tinggi dibanding pada perlakuan yang hanya diberi

pupuk anorganik.

Keragaan panjang stek pada tanaman umur 6 bulan tertera pada Tabel 2.

Jika dilihat dari pengaruh jarak tanam terhadap panjang stek ternyata rata-rata

panjang stek pada jarak tanam 100X50 cm diperoleh hasil lebih panjang sekitar 7,6

cm (75,4 cm), dibanding pada jarak tanam 50X50 cm yaitu hanya 67,8 cm. Sedang

jika dilihat dari perlakuan pemberian pupuk, secara statistik tidak menunjukkan

beda nyata.

Tabel 2. Keragaan panjang stek ubikayu umur 6 bulan pada perlakuan jarak tanam

dan pemupukan

Perlakuan

Jarak Tanam

Pemupukan

Rerata A

(cm)

B

(cm)

C

(cm)

50 x 50 68,93 67,43 67,2 67,8 p

100 x 50 74,75 76,6 74,97 75,4 q

Rerata 71,80 a 72 a 71,1 a Keterangan :

Angka yang diikuti dengan huruf yang tidak sama menunjukkan beda nyata

a. Pupuk anorganik

b. Pupuk kandang + pupuk anorganik

c. Pupuk fine kompos + pupuk anorganik

Perlakuan pemupukan ternyata tidak berpengaruh terhadap diameter batang

ubi kayu pada umur 6 bulan sedangkan perlakuan jarak tanam 100 x 50 cm

diperoleh peningkatan sekitar 2, 84 mm diameter batangnya dibanding pada jarak

tanam 50 x 50 cm (Tabel 3).

Tabel 3. Diameter batang ubikayu pada umur 6 bulan pada perlakuan jarak tanam

dan pemupukan

Perlakuan

Jarak Tanam

Pemupukan

Rerata A

(mm)

B

(mm)

C

(mm)

50 x 50 17,2 16,7 17,2 17,03 p

100 x 50 19,5 20,9 19,2 19,87 q

Rerata 18,4 a 18,8 a 18,5 a Keterangan :

Angka yang diikuti dengan huruf yang tidak sama menunjukkan beda nyata

a. Pupuk anorganik

b. Pupuk kandang + pupuk anorganik

c. Pupuk fine kompos + pupuk anorganik

Secara umum untuk parameter pertumbuhan (tinggi tanaman, panjang stek

dan diameter batang) pada umur 6 bulan sifatnya masih bisa berkembang karena

umur tanaman belum optimal, sehingga faktor-faktor lingkungan masih besar

pengaruhnya terhadap pertumbuhannya.

Page 272: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

139

Tabel 4. Keragaan tinggi tanaman ubikayu maksimum (umur 10 bulan) pada

perlakuan jarak tanam dan pemupukan

Perlakuan

Jarak Tanam

Pemupukan

Purata A

( cm )

B

( cm )

C

( cm )

50 X 50 245,1 243,4 253,9 247,47 q

100 X 50 223 236,5 232,8 230,77 p

Purata 234,1 a 239,9 a 243,4 b Keterangan :

Angka yang diikuti dengan huruf yang tidak sama menunjukkan beda nyata

a. Pupuk anorganik

b. Pupuk kandang + pupuk anorganik

c. Pupuk fine kompos + pupuk anorganik

Perlakuan jarak tanam 100 x 50 cm dan pemupukan fine kompos + pupuk

anorganik memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman maksimum pada umur

10 bulan (Tabel 4). Hal ini diduga, dengan jarak tanam yang cukup memberikan

keleluasaan bagi akar tanaman dalam menyerap makanan dalam tanah. Dengan

pemberian pupuk fine kompos ternyata lebih baik dibanding perlakuan yang lain,

karena diduga kompos yang diberikan sudah dalam kondisi siap diserap oleh

tanaman sehingga tidak menunggu dekomposisi. Lain halnya pada pupuk kandang

harus melalui proses dekomposisi terlebih dahulu sebelum diserap akar tanaman.

Tabel 5. Panjang stek maksimum (10 bulan ) ubi kayu pada perlakuan jarak tanam

dan pemupukan

Perlakuan

Jarak Tanam

Pemupukan

Rerata A

(cm)

B

(cm)

C

(cm)

50 x 50 120,6 124,6 123,7 122,97 p

100 x 50 125,1 124,6 133,7 127,8 q

Rerata 122,85 a 124,6 b 128,7 c Keterangan :

Angka yang diikuti dengan huruf yang tidak sama menunjukkan beda nyata

a. Pupuk anorganik

b. Pupuk kandang + pupuk anorganik

c. Pupuk fine kompos + pupuk anorganik

Perlakuan jarak tanam maupun pemberian pupuk sangat mempengaruhi

terhadap panjang stek tanaman ubi kayu pada umur 10 bulan (Tabel 5). Dengan

jarak tanam 100 x 50 cm dan pemupukan fine kompos + anorganik memberikan

hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Untuk diameter batang pada saat panen ternyata pada jarak tanam yang

cukup yaitu 100 x 50 cm memberikan perbedaan yang nyata dibanding pada

perlakuan jarak tanam 50 x 50 cm (Tabel 6), sedang pada pemberian pupuk yang

berbeda ternyata tidak memberikan pengaruh terhadap diameter batangnya. Tidak

berbedanya diameter batang pada berbagai perlakuan pemupukan diduga lebih

disebabkan oleh sifat genetis dari varietas yang digunakan yaitu Adira 4 yang

mempunyai diameter maksimum sekitar 19,5 – 21 mm.

Page 273: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

140

Tabel 6. Diameter batang ubikayu maksimum (10 bulan) pada perlakuan jarak

tanam dan pemupukan

Perlakuan

Jarak Tanam

Pemupukan

Rerata A

(mm)

B

(mm)

C

(mm)

50 x 50 20,6 18,5 19,4 19,5 p

100 x 50 21,2 22,3 21,5 21,7 q

Rerata 20,9 a 20,4 a 20,5 a Keterangan :

Angka yang diikuti dengan huruf yang tidak sama menunjukkan beda nyata

a. Pupuk anorganik

b. Pupuk kandang + pupuk anorganik

c. Pupuk fine kompos + pupuk anorganik

Perlakuan jarak tanam 100 x 50 cm memberikan hasil yang lebih tinggi yaitu

33,23 ton/ha dibanding pada perlakuan jarak tanam 50 x 50 cm yang diperoleh 32,41

ton/ha (Tabel 7). Demikian juga pada perlakuan pemberian pupuk kompos + pupuk

anorganik hasilnya tertinggi yaitu 33,95 ton/ha, sedang dengan pemberian pupuk

kandang + pupuk anorganik hasilnya cenderung meningkat yaitu mencapai 33,0

ton/ha dan hasil terendah diperoleh pada perlakuan yang hanya menggunakan

pupuk anorganik sebesar 30,38 ton/ha ubi kayu.

Tabel 7. Produksi ubi kayu (ton/ha) pada perlakuan jarak tanam dan pemupukan

Perlakuan

Jarak Tanam

Pemupukan

Rerata A

ton/ha

B

ton/ha

C

ton/ha

50 x 50 29,12 31,84 33,28 32,41 p

100 x 50 30,9 34,17 34,62 33,23 q

Rerata 30,38 a 33,0 ab 33,95 b Keterangan :

Angka yang diikuti dengan huruf yang tidak sama menunjukkan beda nyata

a. Pupuk anorganik

b. Pupuk kandang + pupuk anorganik

c. Pupuk fine kompos + pupuk anorganik

Dengan pemberian bahan organik baik berupa pupuk kandang maupun

pupuk kompos hasilnya lebih baik dibanding kalau hanya diberi pupuk anorganik.

Keuntungan menggunakan pupuk organik adalah mempertahankan kesuburan

fisik, kimia dan biologi tanah. Hal ini dikatakan oleh Sarief (1985). bahwa dengan

adanya pemberian bahan organik akan memperbaiki struktur tanah, menambah

banyaknya kegunaan air untuk tanaman, karena tanah dapat memegang air, dan

memperbaiki aerasi dan drainase serta merangsang pertumbuhan akar.

KESIMPULAN

1. Perlakuan jarak tanam untuk semua parameter pertumbuhan maksimum

pada umur 10 bulan yairu tinggi tanaman, panjang stek dan diameter batang

yang terbaik dicapai pada jarak tanam 100 x 50 cm.

2. Pengaruh pemberian bahan organik dengan penambahan pupuk kandang dan

fine kompos pada jarak tanam 100 x 50 cm memberikan peningkatan hasil

ubikayu masing-masing dengan produksi 33,0 t/ha pada penambahan pupuk

Page 274: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

141

kandang dan 35,95 t/ha pada penambahan fine kompos, sedangkan bila tanpa

pemberian bahan organik menghasilkan 30,38 t/ha pada jarak tanam yang

sama.

DAFTAR PUSTAKA

Hartoyo, K., 1991. Teknologi untuk meningkatkan hasil ubikayu. Balittan Malang.

Hartoyo, K., 1992. Pertumbuhan dan produktivitas beberapa klon singkong pada dua

altitude yang berbeda. Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahun

1992. Balittan Malang.

Rubiyo, D. Sahara dan G. Kartono, 1998. Prospek ubikayu pada lahan kering di

Sulawesi Tenggara. Pross. Sem. Nas dan Pertemuan Tahunan Komda HITI

1998. Balitkabi Malang.

Sarief, E.S. 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. CV. Pustaka

Buana. Bandung 182 hal.

Wargiono, J., E. Tuherkih dan N. Haryani, 1996. Teknik Budidaya ubikayu dalam

Brewbaker, J.L. and Glover. WO.

Widodo, Y., dan Sumarno. 1991. Kegiatan penelitian ubi-ubian di Balittan Malang.

Kemajuan dan permasalahannya. Pros. Pengembangan ubi-ubian di wilayah

Indonesia Bagian Timur. Puslitbangtan p 113-119.

Page 275: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

142

UJI KELAYAKAN SISTEM USAHATANI TEKNOLOGI SONIC BLOOM

PADA AREAL PERBANYAKAN TANAMAN PADI SAWAH

Hairil A*), dan T.R. Prastuti*)

ABSTRAK

Produksi padi di Jawa Tengah dari tahun ke tahun telah melandai (leveling off). Upaya untuk meningkatkan hasil, perlu dilakukan dukungan inovasi teknologi

dalam akselerasi pengembanganya melalui perbanyakan benih padi bermutu,

ataupun padi unggul tipe baru (PTB) yang di integrasikan dengan pemberian Sonic

Bloom. Teknologi Sonic Bloom, salah satu komponen teknologi alternatif yang saat

ini cukup efektif untuk meningkatkan produksi. Konsep teknologi ini merupakan

perpaduan antara aplikasi nutrisi melalui daun disertai pemberian gelombang suara

berfrekuensi tinggi, sehingga mampu meningkatkan metabolisme tanaman. Tujuan

kegiatan ini untuk mengetahui kelayakan teknologi Sonic Bloom secara teknis

maupun ekonomis pada agribisnis perbenihan padi melalui pendekatan

pengelolahan tanaman terpadu.Pengkajian dilakukan di Balai Benih Utama (BBU)

Banyudono, Kab. Boyolali seluas 1 hektar. Teknologi yang diterapkan merupakan

perpaduan PTT dan penerapan teknologi Sonic Bloom. Unit suara yang digunakan

adalah tipe M1 dan nitrisi Sonic Bloom dengan konsentrasi 2 cc / liter air. Aplikasi

nutrisi di lakukan mulai pemeraman benih, dipersemaian umur 15 hari setelah

sebar (hss) dan dipertanaman umur 15, 30, 45 dan 60 hari setelah tanam (hst).

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa teknologi Sonic Bloom dapat meningkatkan

hasil mencapai 3,1% per hektar dibandingkan teknologi petani (kontrol). Kemudian

secara ekonomis masih memberikan tambahan pendapatan dengan nilai MBCR

mencapai 1,87 dan 2,83.

Kata kunci : Pembenihan, padi, teknologi sinic bloom.

PENDAHULUAN

Padi merupakan komoditas strategis yang masih perlu mendapat prioritas

penanganan dalam pembangunan pertanian dewasa ini. Untuk mencukupi

kebutuhan pangan lebih dari 200 juta jiwa penduduk yang sebagian besar

mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok bukan merupakan pekerjaan yang

mudah. Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sepanjang

tahun, sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, dengan tingkat

pertumbuhan + 2% per tahunnya.

Rata-rata hasil padi di Jawa Tengah hingga tahun 2003 masih berkisar 6

ton/ha gabah kering giling. Apabila dibandingkan dengan potensi hasil ditingkat

penelitian, masih terdapat kesenjangan hasil sekitar 2 ton/hektarnya. Salah satu

alternatif teknologi yang dapat mengakselerasi kesenjangan produksi adalah

penerapan teknologi tepat guna seperti penggunaan teknologi sonic bloom pada

perbanyakan benih padi melalui model pengelolaan tanaman terpadu (PTT).

__________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Page 276: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

143

Benih merupakan salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan

budidaya suatu tanaman, tinggi rendahnya produktifitas dan kualitas hasil

diantaranya ditentukan oleh mutu benih baik genetik, fisiologik maupun fisik.

Selain itu menurut Soegito, el al (1995 cit, Kuswanto, 1997) benih merupakan salah

satu sarana yang harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup, bermutu dan

berkualitas, sehingga mampu memberikan hasil yang optimal sesuai dengan potensi

hasilnya. Oleh karena itu guna memenuhi kebutuhan beras yang terus menerus

meningkat, perlu diupayakan terobosan teknologi sistem usahatani yang mampu

memberikan nilai tambah, meningkatkan pendapatan dan efisiensi usaha.

METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan pada areal perbanyakan benih padi di kebun Balai

Benih Utama (BBU) Banyudono, kabupaten Boyolali. Dalam kegiatan ini sistem

usaha taninya menggunakan komponen PTT yang dipadukan dengan penggunaann

unit suara tipe M dan nutrisi sonic bloom. Alat unit suara ini bisa digunakan hanya

pada areal pertanaman seluas maksimal 2 hektar. Pengoperasiannya dimulai saat

perendaman benih selama 12 jam dengan cara mencampurkan nutrisi sonic bloom

kedalam benih padi dengan konsentrasi 1 cc/liter air, dilakukan di ruangan gelap.

Kemudian benih di diperam selama 12 jam dengan posisinit suara dalam kondisi

menyala/bunyi. Untuk di pertanaman, unit suara harus dinyalakan setiap hari

dengan ketentuan yaitu, pada pagi hari dimulai pukul 05.00 sampai 09.00 WIB dan

sore hari dimuali pukul 16.00 sampai 20.00 WIB selama suhu udara masih dibawah

30OC.

Pada persemaian, aplikasi nutrisi sonic bloom dilakukan pada umur bibit 15

hari, sedangkan di pertanaman, aplikasi dilakukan sebanyak 4 kali, mulai umur

tanam 15,30, 45 dan 60 hari setelah tanam (HST). Konsentrasi nutrisi sonic bloom

yang diaplikasikan sebanyak 2cc/liter air setiap kali penyemprotan. Pada Tabel 1.

dapat dilihat rakitan komponen teknologi yang diterapkan pada kegiatan

perbanyakan benih padi sawah.

Tabel 1. Rakitan teknologi pada uji kelayakan teknis dan ekonomis teknologi Sonic

Bloom pada perbanyakan padi sawah di Boyolali, 2002

Komponen Teknologi Teknologi

Sonic bloom Sonic bloom petani Kontrol

Varietas Sintanur Sintanur Sintanur

Jarak tanam (cm) 20 x 20 20 x 20 20 x 20

Jumlah benih (kg/ha) 10 28 28

Kompos 2000 - -

Urea 300 300 300

SP-36 150 150 150

KCl 100 100 100

Pengendalian ZA 75 75 -

Pengendalian

gulma/penyiangan

Ladak 2x Ladak 2x Ladak dan

manual

Prosesing benih Ada Tidak ada Tidak ada

Pengendalian OPT PHT PHT PHT

Panen Sabit Sabit Sabit

Nutrisi sonic bloom 1,2 ltr 1,2 ltr -

Page 277: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

144

Variabel yang diamati meliputi data agronomis, komponen hasil, dan

kelayakan ekonomis (analisa usaha tani) dengan membandingkan antar pola petani

pelaksana teknologi sonic bloom dengan pola petani biasa (kontrol). Nilai

keuntungan diperoleh dari perbandingan keduanya, dengan perhitungan

berdasarkan Margin Benefit and Cast Ratio (MBCR) dengan rumus :

X1 – X2

MBCR = --------------

Y1 – Y2

Keterangan :

X1 = Pendapatan dengan menggunakan sonic bloom

X2 = Pendapatan tanpa menggunakan sonic bloom

Y1 = Total biaya dengan menggunakan sonic bloom

Y2 = Total biaya tanpa menggunakan sonic bloom

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penerapan teknologi sonic bloom di areal Kebun benih Banyudono,

menunjukkan bahwa secara visual mengalami perbedaan anatra perlakuan sonic

bloom dengan kontrol terutama pada komponen hasil, seperti pada jumlah gabah per

malai dan gabah isi per malai. Sedangkan pada jumlah anakan dan tinggi tanaman

kelihatannya tidak mengalami perbedaan yang signifikan pada masing-masing

perlakuan. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh faktor lingkungan (kekurangan

air) selama 2 minggu sejak tanaman berumur 2 hari setelah tanam sampai umur

tanaman 15 hari setelah tanam, sehingga mengakibatkan kondisi pertumbuhan

tanaman kurang baik (tidak prima) seperti tersaji pada gambar 1. Menurut Hairil

A., et al, (2002) bahwa teknologi sonic bloom akan dapat memberikan dampak yang

positip pada tanaman, apabila tidak terjadi gangguan-gangguan fisiologis seperti

mengalami kekeringan, kekurangan hara dan serangan hama penyakit serta

gangguan fisiologis lainnya yang dapat berakibat hasil benih tidak optimal.

Page 278: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

145

Berdasarkan hasil pengamatan khususnya pada komponen hasil dapat dilihat

pada gambar 2, bahwa penerapan teknologi sonic bloom menunjukkan peningkatan

yang cukup berarti, pada panjang malai dan jumlah gabah per malai berkisar 8,75%,

sedang pada jumlah gabah isi per malai mencapai 20,78%. Pada jumlah gabah

hampa per malai mengalami penurunan jumlah kehampaannya hingga 33,75%. Hal

ini berarti pemberian nutrisi yang dipadukan dengan alat suara sonic bloom sangat

berpengaruh dalam menstimulir pertumbuahn tanaman lebih efektif, dan mampu

merangsang kemampuan genetik sel pembawa sifat daya adaptasi terhadap

lingkungan tumbuh. Selain hal tersebut diatas ternyata perpaduan antara nutrisi

sonic blom dan alat suara sonic bloom, juga masih mampu menghasilkan panen yang

baik dibandingkan kontrol walaupun faktor lingkungan (iklim) kurang baik. Hal

ini disebabkan adanya sinergisme antara alat suara dengan nutrisi sonic bloom

dapat meningkatkan metabolisme sel tanaman sesuai dengan pendapat Bistok, et al, 2002 bahwa nutrisi sonic blom mampu memberikan pengaruh baik terhadap

pertumbuhan tanaman utamanya dalam pengaruh proses metabolesme sel

tanaman.

Menurut Haerudin, T., et al, (1993) komponen hasil dipengaruhi oleh faktor

genetik, seperti berat 1000 butir, panjang malai dan faktor lingkungan lainnya,

sehingga perlu dicermati dalam memanfaatkan faktor tersebut agar sesuai dan

adaptabel dengan sifat genetis yang diharapkan dapat muncul. Pada tabel 2 terlihat

bahwa penerapan teknologi sonic bloom dapat diindikasi lebih baik dari pembanding

(kontrol), dengan penambahan hasil berkisar rata-rata 300 kg/ha atau dengan kata

lain menaikkan produksi sampai 3,1% setiap hektarnya.

Page 279: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

146

Tabel 2. Komponen hasil uji kelayakan teknis dan ekonomis di Kebun Benih

Banyudono, Kabupaten Boyolali, MT 2002 pada varietas Sintanur

Komponen hasil Perlakuan

Sonic bloom + PTT Kontrol (petani)

Panjang malai (cm) 23,4 22,1

Jumlah gabah/malai 135 127

Gabah isi/malai 119 104

Gabah hampa/malai 16 23

Bobot 1000 butir (gr) 27,2 27,5

Hasil (ton/ha) 6,9 6,0

Dari analisa kelayakan ekonomis diperoleh hasil berbeda nyata kedua

perlakuan, seperti pada tabel 3. Hal ini membuktikan bahwa penerapan teknologi

sonic bloom dapat memberi tambahan pendapatan petani, walaupun biaya yang

dikeluarkan untuk pengadaan nutrisi sonic bloom dan sewa alat (unit suara M1)

cukup tinggi.

Berdasarkan hasil pengamatan nilai keuntungan atau MBCR yang diperoleh

masing-masing perlakuan adalah 2,883; 1,87; dan 0,03. Pada sonic bloom benih vs

sonic bloom petani, sonic bloom benih vs kontrol dan sonic bloom petani vs kontrol.

Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan tambahan akibat penggunaan teknologi

sonic bloom adalah : 2,83 x Rp.1.277.000 = Rp. 3.615.325; 1,87 x Rp. 1.277.000 = Rp.

2.388.925; dan 0,03 x Rp. 1.277.000 = Rp. 38.325.

Jadi tambahan keuntungan benih sebesar Rp. 3.615.325 – Rp. 1.277.500 = Rp.

2.337.825 dan Rp. 388.925 – Rp. 1.277.500 = Rp. 1.111.425, sedangkan pada

perlakuan pengelolaan petani mengalami kerugian sebesar p. 38.325 – Rp.

1.277.600 = Rp.- 1.239.175. Hal ini disebabkan faktor kondisi tanah yang kurang

sehat dan pada areal tersebut terjadi gejala serangan hama sundep dari beluk.

Menurut Yulianto, et al, 2002 bahwa pertanaman padi yang dikelola untuk benih

diberi pupuk organik sebanyak 2 ton/ha agar ketersediaan hara dapat memenuhi

jkebutuhan tanaman, bahkan menurut Sunendar, K dan A.M. Fagi (2000) dalam A.

Karim Makarim, et al. (1999) bahwa ketersediaan hara (bahan organik) dalam tanah

dapat meningkatkan aktivitas mikroba tanah dan berperan sebagai sumber pupuk

Kalium (K). Adapaun uraian finansial pengelolaan benih padi baik menggunakan

teknologi sonoic bloom maupun tanpa penggunaan teknologi sonic bloom dapat

dilihat pada lampiran 1.

Page 280: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

147

Tabel 3. Analisis kelayakan ekonomis pada tanaman padi di Kebun Benih

Banyudono, Kabupaten Boyolali, MT 2002

Komponen hasil

Perlakuan

Sonic bloom +

PTT Sonic bloom Pola Petani

Hasil (t/ha) 8,84 8,40 8,09

Pendapatan per hektar (Rp) 12.500.000 11.000.000 8.100.000

Biaya produksi per hektar (Rp) 6.712.500 5.393.500 5.488.250

Keuntungan yg diperoleh (Rp) 5.787.500 5.606.500 2.611.750

MBCR

SB benih vs SB petani 1,83

SB benih vs kontrol 1,87

SB petani vs kontrol 0,03

Dari analisa kelayakan ekonomis diperoleh hasil berbeda nyata antara kedua

perlakuan, seperti pada Tabel 3. Hal ini membuktikan bahwa penerapan teknologi

sonic bloom dapat memberi tambahan pendapatan petani, walaupun biaya yang

dikeluarkan untuk pengadaan nutrisi sonic bloom dan sewa alat (unit suara M1)

cukup tinggi.

KESIMPULAN

1. Teknologi, dipadukan pada perbanyakan benih padi teknologi sonic bloom

dapat dengan ketentuan bahwa daerah pengujian bukan daerah gangguan

fisiologi, dan bukan daerah endemis hama/penyakit, agar dicapai hasil yang

optimal.

2. Teknologi sonic bloom dapat diintroduksi pada tanaman padi walaupun dicapai

kurang maksimal, namun demikian masih menambah keuntungan yang relatif

tinggi dengan nilai MBCR mencapai 2,83 pada sonic bloom benih vs sonic

bloom petani, 1,87 pada sonic bloom benih vs kontrol dan 0,03 pada sonic bloom

petani vs kontrol.

DAFTAR PUSTAKA

A. Karim Makarim, S. kartaatmadja, J. Soejitno, Soetjipto, Parttohadjono, Suwarno.

1999. Tangguh kemajuan teknologi Produksi Tanaman Pangan Konsep dan

Strategi Peningkatan Produksi Pangan. Simposium Penelitian Tanaman

Pangan IV Pusbalitbang, Bogor, 22 – 24 November, 308 hal.

Bistok H.S., N. Widyawati, H. Kuswanto, d. Setyowati B., E. Lisbeth S., dan L.

Limantara. 2002. Aplikasi Sonic Bloom Pada Tanaman Gandum (Triticium

aestivum, I). Fakultas Pertanian UKSW Salatiga. 18 hal.

Haerudin Taslim, S. Partohardjono dan Djunainah, 1993. Bercocok Tanam padi

Sawah, Padi Buku 2, Puslitbang, Badan Litbang Pertanian, Bogor. 13 hal.

Page 281: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

148

Hairil A., Prastuti T. R., Choliq A., Yulianto, Iriani E., Pradoto dan Pratomo (2002).

Uji Kelayakan Teknis dan Ekonomis eknologi Sonic Bloom Pada Areal

Pengelolaan Tanaman Terpadu di Kabupaten Sragen. Laporan Pengkajian

BPTP Jawa Tengah, 11 hal.

S. Kartaatmadja dan Achmad M. Fagi (2000). Pengelolaan Tanaman Terpadu

Konsep dan Penerapan. Puslitbang, Badan Litbang Pertanian, 15 hal.

Page 282: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

149

Lampiran 1. Analisa kelayakan usaha tani padi di Kebun Benih Banyudono

Kabupaten Boyolali, MT 2002

Uraian (1 ha) Sonic bloom

benih

Sonic bloom

petani Kontrol

1. Benih Sintanur 37.500 105.000 105.000

2. PUPUK 2.500.000 1.000.000 1.110.000

- kandang 1.500.000 - -

- Urea 560.000 560.000 560.000

- Sp-36 240.000 240.000 240.000

- KCL 200.000 200.000 200.000

- ZA - - 110.000

- Ponska - - -

3. Pestisida 169.000 530.000 530.000

4. Nutrisi sonicbloom 977.500 977.500 -

5. Sewa alat sonic bloom 300.000 300.000 -

6. Tenaga Kerja 1.910.250 985.000 932.500

- Penggali tanah 320.000 320.000 320.000

- Semai 40.000 40.000 40.000

- Tanam 280.000 280.000 280.000

- Pemupukan 22.500 22.500 22.500

- Penyiangan 210.000 210.000 210.000

- Penyemprotan OPT 112.500 112.500 60.000

- Penyemprotan Sonic Bloom

- Panen Bawon - -

7. Lain-lain

- Sewa lahan - - -

- Pajak - - -

- Iuaran air - - -

8. TOTAL BIAYA 5.894.250 3.785.000 2.677.500

9. PRODUKSI (kg) 5.984.000 6.096.000 6.071.000

10. PENDAPATAN 14.960.000 8.991.600 8.954.725

11. KEUNTUNGAN 9.065.750 5.206.600 6.277.225

12. SELISIH

13. B/C RATIO 2,54 2,37 3,34

14. MBRC PTT

MBRC Sonic Bloom

MBRC PTT Sonic Bloom

Page 283: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

150

POTENSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI

BERBIJI BESAR

Rohmad Budiono*), Rusmiyanto*), dan Sri Yuniastuti*)

ABSTRAK

Kedelai berdaya hasil tinggi dan berukuran biji besar penting untuk

memenuhi kebutuhan industri berbahan baku kedelai.Delapan varietas kedelai

[Bromo, Argo Mulyo, Mahameru, Burangrang, GC-98-50, KDL H1 (kedelai hitam),

Hwai Lien, dan Moket (varietas lokal)] diuji di Nganjuk pada lahan sawah (MK

2002) dan lahan tegal (MP 2002). Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan

rancangan acak kelompok tiga ulangan. Ukuran petak yang digunakan adalah 4 x 5

m dengan jarak tanam 35 X 15 X 20 cm (jajar legowo), dua biji per lubang. Pupuk

Urea 50 kg, SP36 75 kg, dan KCl 75 kg per ha, seluruhnya diberikan saat tanam.

Pemeliharaan tanaman dilakukan secara intensif. Parameter yang diamati adalah

jumlah buku subur, umur berbunga (hst), umur panen (hst), tinggi tanaman (cm),

jumlah cabang, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, dan hasil/ha. Hasil

penelitian menunjukkan rata-rata hasil kedelai di lahan sawah adalah 2,41 t/ha dan

di lahan tegal sebesar 2,21 t/ha. Varietas Argo Mulyo, GC-98-50, dan Hwai Lien

dengan rata-rata hasil berturut 2,58, 2,51, dan 2,42 t/ha berpotensi dikembangkan di

lahan sawah. Di lahan tegal varietas Argo Mulyo, Mahameru, GC-98-50, KDL H1

(kedelai hitam), dan Hwai Lien mempunyai hasil lebih tinggi dibanding varietas

lainnya. yang mempunyai rata-rata hasil lebih tinggi dari rata-rata hasil lahan

sawah, sedangkan di lahan tegal terdapat lima varietas (Argo Mulyo, Mahameru,

GC-98-50, kedelai hitam, dan Hwai Lien) yang mempunyai hasil lebih tinggi dari

rata-rata hasil lahan tegal. Berdasarkan potensi hasilnya yaitu varietas Argo Mulyo,

GC-98-50, dan Hwai Lien sesuai untuk diusahakan di lahan sawah maupun tegal.

Terpilihnya varietas yang adaptif di lahan sawah maupun tegal diharapkan dapat

memenuhi kebutuhan industri, khususnya kedelai berbiji besar yang selama ini

masih impor.

Kata kunci : Kedelai, potensi hasil, biji besar

ABSTRACT

The potency of several large size soybean varieties. High yielding and large

size soybean is very important in fulfilling the raw material needs of soybean base

industry in Indonesia. Eight varieties of soybean i.e. Bromo, Argo Mulyo,

Mahameru, Burangrang, GC-98-50, KDL H1 (black soybean), Hwai Lien and Moket

(local variety) were tested in Nganjuk, in wet land (in the 2002 dry season) and dry

land (in the 2002 rainy season). A randomized complete block design with three

replications was used in this trial. The plot size used was 4 × 5 meters with plant

spacing of 35 × 15 × 20 cm (jajar legowo), two seeds per hole. The fertilizers used in

this experiment were 50 kg Urea, 75 kg SP-36 and 75 kg per ha and applied at the

planting time. The plant management has been conducted intensively.

_______________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 284: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

151

The parameter that observed were numbers of fertile node, flowering age, harvesting

age, plant height, number of branches, number of filled pod, number of empty pod and

yields (t/ha).The results showed that the average yield of soybean planted in wet land

was 2,41 t/ha while in dry land was 2,21 t/ha. Argo Mulyo, GC-98-50 and Hwai Lien

varieties yielded 2.58, 2.51 and 2.42 t/ha, respectively and they were potential to be

developed in wet land. In the dry land, Argo Mulyo, Mahameru, GC-98-50, KDL H1

(black soybean) and Hwai Lien varieties gave higher yield compared to other varieties.

Argo Mulyo and GC-98-50 were selected because of their high yielding potency both in

rice field and in dry land.

Key words : Potency, soybean, large seed

PENDAHULUAN

Kedelai merupakan komoditas pangan utama ketiga setelah padi dan jagung.

Permintaan kedelai untuk konsumsi, pakan ternak dan bahan baku industri dari

tahun ke tahunterus meningkat. Peningkatan kebutuhan kedelai tidak seimbang

dengan produksinya Sumarno (1999) mengemukakan bahwa masalah utama

penyebab kekurangan produksi kedelai adalah luas panen yang belum memadai,

masih rendah daripada kebutuhan. Sedangkan upaya peningkatan produksi dengan

cara intensifikasi pada areal yang telah ada kurang memberikan tambahan produksi

karena kurangnya tindakan nyata di lapangan. Oleh karena itu, upaya pencukupan

produksi kedelai harus ditekankan pada penambahan areal panen baru.

Budidaya tanaman kedelai di lahan sawah biasanya dilakukan pada musim MK

I setelah tanaman padi, hal ini dimungkinkan karena ketersediaan air pada musim

itu masih berlebih atau dikenal dengan budidaya basah. Varetas kedelai yang

memungkinkan untuk dibudidayakan di lahan sawah adalah Wilis dan Argomulyo,

karena memiliki sifat tahan rebah (Sumarno, 1986 dan Adi Sarwanto, 2001).

Lahan kering (tegal) merupakan sumberdaya alam yang dapat digunakan

sebagai alternatif pengganti lahan sawah yang arealnya semakin berkurang. Areal

lahan kering di Indonesia cukup luas yaitu sekitar 70 juta hektar (Pusat Penelitian

Tanah dan Agroklimat, 1995), sehingga perluasan arel tanam komoditas pertanan

termasuk kedelai ke lahan kering (tegal), cukup besar. Namun demikian, usaha

pertanian di lahan kering mempunyai faktor-faktor penghambat, yaitu rendahnya

kesuburan, kondisi air yang sangat tergantung pada hujan, serta beberapa jenis lahan

dengan kondisi topografi yang berombak sampai berbukit. Untuk mengatasi faktor

penghambat tersebut, maka perlu diterapkan teknologi pertanian yang tepat dan

mudah diadopsi petani.

Pendekatan masalah yang dapat dilakukan salah satunya adalah melalui

teknologi produksi diantaranya penggunaan varietas yang cocok untuk daerah

tertentu dengan biaya murah dan sesuai dengan kondisi petani yang pada umumnya

berlahan sempit. Witjaksono dan Dahya (1998) mengemukakan bahwa penerapan

teknologi di lahan kering (tegal) akan berhasil apabila telah mempertahankan

beberapa hal yaitu sistem usahatani, jenis komoditas, waktu tanam yang tepat (sesuai

ketersediaan air), mengembangkan pola pertanaman yang baik, serta kondisi sosial

ekonomi dan budaya petani.

Page 285: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

152

Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh beberapa varietas kedelai

berukuran biji besar yang mampu beradaptasi dan berproduksi optimal pada lahan

sawah dan atau tegal.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Nganjuk pada lahan sawah (MK 2002) dan lahan

tegal (MP 2002). Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak

kelompok tiga ulangan. Perlakuan adalah 8 varietas kedelai yaitu [Bromo, Argo

Mulyo, Mahameru, Burangrang, GC-98-50, KDL H1 (kedelai hitam), Hwai Lien, dan

Moket (varietas lokal)] varietas kedelai yaitu Ukuran petak yang digunakan adalah

4 x 5 m dengan jarak tanam 35 X 15 X 20 cm (jajar legowo). Benih kedelai ditanam

dengan cara ditugal dua biji per lubang. Pupuk yang digunakan adalah Urea 50 kg,

SP-36 75 kg, dan KCl 75 kg per hektar, seluruhnya diberikan saat tanam.

Pemeliharaan tanaman dilakukan secara intensif. Parameter yang diamati adalah

jumlah buku subur, umur berbunga (hst), umur panen (hst), tinggi tanaman (cm),

jumlah cabang, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, dan hasil/ha (kg).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa lokasi, varietas dan interaksi

varietas dengan lingkungan berpengaruh terhadap jumlah buku subur, umur

berbunga, unmur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong isi, jumlah

polong hampa dan hasil/hektar (Tabel 1). Hal tersebut mengindikasikan bahwa

perbedaan hasil dan penampilan beberapa karakter yang diamati antar genotipe

yang diuji disebabkan oleh perbedaan lingkungan. Dari delapan karakter yang

diamati, hanya karakter jumlah cabang dan jumlah polong hampa yang tidak

dipengaruhi baik oleh lokasi, genotipe maupun interaksi keduanya, artinya di kedua

lokasi, kedua karakter tersebut tidak berbeda.

Tabel 1. Pengaruh lokasi, varietas dan interaksi lokasi dengan varietas terhadap

jumlah buku subur, umur berbunga, unmur panen, tinggi tanaman, jumlah

cabang, jumlah polong isi, jumlah polong hampa dan hasil/hektar

Karakter Lokasi Galur Lokasi x Galur

Jumlah buku subur ** ** **

Umur berbunga ** ** **

Umur panen ** ** **

Tinggi tanaman ** ** **

Jumlah cabang tn tn tn

Jumlah polong isi ** ** **

Jumlah polong hampa tn tn tn

Hasil/hektar ** ** **

Keterangan : KK = Koefisien keragaman

** = berbeda nyata pada P = 0,01

Hasil biji di lahan tegal berkisar antara 1627 kg/ha hingga 2480 kg/ha dengan

rata-rata hasil sebesar 2204,58 kg/ha. Dari delapan genotipe yang diuji, terdapat

lima genotipe [Argo Mulyo, Mahameru, GC-98-50, KDL H1 (kedelai hitam), dan

Hwai Lien] yang mempunyai hasil biji diatas rata-rata semua genotipe dan hasil biji

kelima genotipe tersebut secara statistik tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji

BNT 5% (Tabel 2).

Page 286: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

153

Di lahan sawah, hasil biji kedelai mempunyai kisaran antara 2208 kg/ha

hingga 2581 kg/ha dengan rata-rata sebesar 2414 kg/ha. Berbeda dengan lahan

tegal, di lahan sawah dari delapan genotipe yang diuji hanya terdapat dua genotipe

yang mempunyai hasil di atas rata-rata semua genotipe yaitu Argo Mulyo dan GC-

98-50, masing-masing dengan rata-rata sebesar 2581 kg/ha dan 2512 kg/ha.

Tabel 2. Hasil dan komponen hasil delapan varietas kedelai berukuran biji besar.

Nganjuk, MK 2002

Genotipe Hasil biji (kg/ha) Jumlah polong isi Jumlah polong hampa

LT LS LT LS LT LS

Bromo 2038 c 2395 b 43,67 ab 36,5 1,9 1,4

Argo Mulyo 2373 ab 2581 a 52,57 a 30,2 1,4 1,2

Mahameru 2270 abc 2395 b 40,67 bc 28,4 1,7 1,1

Burangrang 1627 d 2395 b 37,87 bc 30,9 2,2 1,8

GC-98-50 2480 a 2512 ab 43,40 ab 34,9 1,3 1,0

Kedelai hitam 2343 ab 2405 b 30,20 c 31,0 1,1 0,7

Hwai Lien 2338 ab 2421 b 31,33 c 32,7 1,3 1,0

Moket (lokal) 2167 bc 2208 c 35,87 bc 35,7 1,2 1,3

Rata-rata 2204,58 2414 39.45 32.50 1.5 1.2

BNT (5%) 266,5 137,1 11,29 tn tn tn

KK (%) 6,90 3,24 16,34 10,37 52,32 57,93

Keterangan : LT = Lahan Tegal LS = Lahan Sawah

Secara umum, rata-rata hasil kedelai di lahan sawah (2414 kg/ha) lebih besar

dibandingkan lahan tegal (2204,58 kg/ha). Hal tersebut disebabkan oleh kondisi

lingkungan sawah lebih mendukung pertumbuhan tanaman kedelai dibandingkan

lahan tegal. Abdurachman et al. (1998) menyatakan bahwa tingkat efisiensi

usahatani tanaman pangan di lahan kering masih rendah. Peningkatan efisiensi

usahatani di lahan kering (tegal) dapat dilakukan melalui penerapan teknologi tepat

guna. Dari delapan genotipe yang diuji, terdapat dua genotipe yaitu Argo Mulyo dan

GC-98-50 yang mempunyai hasil tinggi baik di lahan tegal maupun lahan sawah.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa kedua genotipe tersebut mempunyai

kemampuan adaptasi yang baik di kedua lingkungan. Sedangkan genotipe yang

mempunyai kemampuan adaptasi kurang baik adalah Burangrang, dimana di lahan

tegal mempunyai hasil biji paling rendah (1627 kg/ha) dan di lahan sawah

menunjukkan hasil biji relatif lebih baik (2395 kg/ha).

Page 287: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

154

Tabel 3. Keragaan beberapa karakter dari delapan varietas kedelai berukuran biji besar.

Nganjuk, MK 2002.

Genotipe 1 2 3 4 5

LT LS LT LS LT LS LT LS LT LS

Bromo 14,8 ab 12,1 38,0 a 38,0 a 86,0 b 84,7 ab 44,3 ab 57,5 a 2,3 1,7

Argo Mulyo 17,2 a 12,0 34,7 d 34,7 d 80,0 d 78,7 f 44,9 ab 49,6 b 2,0 2,1

Mahameru 15,5 ab 11,7 38,3 a 38,3 a 85,0 bc 85,3 a 44,2 abc 58,8 a 2,3 1,4

Burangrang 13,9 b 12,2 34,3 d 34,3 d 80,7 d 79,0 ef 43,8 bc 56,5 a 2,0 2,0

GC-98-50 15,6 ab 12,4 37,7 ab 37,7 ab 90,3 a 84,0 b 47,6 ab 57,7 a 2,2 2,2

Kedelai hitam 11,1 cd 11,6 34,7 d 34,7 d 82,7 cd 79,7 e 48,5 a 47,0 b 1,8 1,7

Hwai Lien 13,3 bc 12,5 37,0 bc 37,0 bc 80,7 d 82,7 c 47,9 ab 56,3 a 2,2 2,1

Moket (lokal) 10,3 d 13,2 36,7 c 36,7 c 80,0 d 81,7 d 39,7 c 48,9 b 1,4 1,6

Rata-rata 13.96 12.21 36.4 36.4 83.2 82.0 45.1 54.0 2.0 1.9

BNT (5%) 2,43 tn 0,89 0,89 3,21 0,76 4,65 5,38 tn tn

KK (%) 9,93 7,24 3,12 1,41 2,21 0,53 5,88 5,69 19,72 18,97

Keterangan : 1 = jumlah buku subur LT = Lahan Tegal

2 = umur berbunga LS = Lahan Sawah

3 = umur panen

4 = tinggi tanaman

5 = jumlah cabang

KESIMPULAN

1. Varietas Argo Mulyo, GC-98-50, dan Hwai Lien dengan rata-rata hasil

berturut 2,58, 2,51, dan 2,42 t/ha berpotensi dikembangkan di lahan sawah.

2. Varietas Argo Mulyo, Mahameru, GC-98-50, kedelai hitam, dan Hwai Lien

mempunyai hasil lebih tinggi dari rata-rata hasil lahan tegal.

3. Varietas Argo Mulyo dan GC-98-50 terpilih berdaya hasil tinggi baik di lahan

sawah maupun tegal.

Page 288: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

155

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., K. Nugroho, dan A.S. Karama. 1998. Optimalisasi Pemanfaatan

Sumberdaya Lahan untuk Mendukung Program Gema Palagung 2001. p1—

11. Dalam Sudaryono, M. Sudarjo, Y. Widodo, Suyamto H., A.A. Rahmiana,

dan A. Taufiq (Eds.) Prosiding Seminar Nasionla dan Pertemuan Tahunan

Komisariat Daerah Himpunan Ilmu Tanah Indonesia Tahun 1998.

Adisarwanto,T. dan Suhartina. 2001. Respon kedelai terhadap kondisi tanah jenuh

air pada berbagai fase pertumbuhan. Penelitian Pertanian. 20:88-93

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1995. Statistik Sumberdaya Lahan. Pusat

Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.

Sumarno. 1999. Strategi Pengembangan Produksi Kedelai Nasional Mendukung

Gema Palagung 2001. p7-22. Dalam Novianti Sunarlim, D. Pasaribu, dan

Sunihardi (Eds.) Strategi Pengembangan Produksi Kedelai. Prosidng

Lokakarya Pengembangan Produksi Kedelai Nasional, Bogor, 16 Maret

1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan

Litbang Pertanian.

Sumarno. 1986. Response of soybean (Glycine max L. Merr) genotypes to continuous

saturated culture. Indonesia J. of Crop. Sci. (2): 71-78

Witjaksono, J. dan Dahya. 1998. Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Tanaman

Pangan Pada Lahan Kering di Sulawesi Tenggara. p283—289. Dalam

Sudaryono, M. Sudarjo, Y. Widodo, Suyamto H., A.A. Rahmiana, dan A.

Taufiq (Eds.) Prosiding Seminar Nasionla dan Pertemuan Tahunan

Komisariat Daerah Himpunan Ilmu Tanah Indonesia Tahun 1998.

Page 289: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

156

PENGKAJIAN TEKNIK TANAM PADI DI SAWAH TADAH HUJAN

Zainal Arifin*) dan Al Gamal Pratomo*)

ABSTRAK

Sawah tadah hujan yang menggantungkan sumber pengairan berasal dari

curah hujan diperlukan pengelolaan tanaman dalam satu kesatuan pola tanam

berdasarkan peluang curah hujan, diantaranya dengan perbaikan teknik tanam

padi. Teknik tanam padi gogorancah yang penanamannya lebih awal sehingga

mempercepat waktu panen dibanding teknik tanam padi transplanting (semai

basah), memberi peluang pengelolaan tanaman berikutnya yang lebih baik.

Pengkajian ini bertujuan mengetahui teknik tanam padi yang efisien dan

meningkatkan produksi padi. Pengkajian usahatani padi gogorancah maupun padi

transplanting dilakukan di Desa Tempuran, Kecamatan Ngluyu, Kabupaten

Nganjuk pada MH 2004/2005 seluas 5 hektar. Perlakuan teknik tanam padi meliputi

penanaman padi secara gogorancah, padi secara transplanting semai basah dan padi

secara transplanting semai kering. Sebagai ulangan adalah petani peserta sebanyak

10 orang. Biaya produksi dalam usahatani padi gogorancah lebih tinggi 13%

dibanding padi transplanting semai basah, namun hasil gabah yang diperoleh

mencapai 5.562 kg/ha GKP (meningkat 648 kg/ha GKP) dengan keuntungan Rp.

3.644.500,-. Disamping hasil gabahnya meningkat, panen padi gogorancah lebih

awal 10 hari terhadap padi transplanting semai kering dan 28 hari terhadap padi

transplanting semai basah, sehingga mengurangi resiko kekurangan air untuk

pertanaman berikutnya berdasarkan peluang curah hujan.

Kata kunci : Teknik tanam, usahatani padi, sawah tadah hujan

ABSTRACT

Rainfed low land that depend upon the irrigation resources from rainfall

required crop management in one unity of cropping pattem based on rainfall

condition. Among other things, was the improvement of technical planting of gogo

rancah that earlier planted that could accelerate harvest time than transplanting

and give better opportunity for the next crop management. This assessment aimed to

know about technical planting of rice efficiency and to increase rice production.

Assessment was conducted at Tempuran Village, Ngluyu Subdistrict, Nganjuk

Regency on wet season 2004/2005 in 5 hectare. The treatments consisted of gogo

rancah planting, transplanting from wet bed and transplanting from dry bed. 10

farmers as replication, production costs of gogo rancah farming system resulted 13%

higher than transplanting from wet bed, but the yield reached 5.562 kg/ha of dry

grain (increase 648 kg/ha) with the benefit Rp.3.644.500,-. Besides, gogo rancah

could be harvested 10 days earlier compared to transplanting from dry bed, so that

reduced the risk of lack of water for the next planting based on rainfed land

condition.

Key word : Technique of plant, rice farming, rainfed lowland

____________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 290: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

157

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan produktivitas lahan diantaranya melalui penerapan teknologi

spesifik lokasi berdasarkan potensi sumberdaya domestik dengan memperhatikan

aspek lingkungan. Sawah tadah hujan yang mempunyai sumber pengairan berasal

dari curah hujan dimana pada musim hujan sering mengalami kelebihan air,

sedangkan di musim kemarau terjadi defisit air, diperlukan teknologi usahatani

konservasi untuk meningkatkan produktivitas lahannya diantaranya dengan teknik

pengolahan tanah yang tepat, cara tanam (gogorancah atau pesemaian kering),

penggunaan pupuk organik, pemulsaan, penggunaan varietas genjah yang toleran

kekeringan, serta pengelolaan air secara efisien.

Wilayah yang tergolong defisit air dengan pola penyebaran curah hujan

bervariasi merupakan kendala bagi keberhasilan pengelolaan usahatani padi sawah

yang memungkinkan terjadinya kekeringan di awal pertumbuhan atau menjelang

pembungaan. Dengan adanya keterbatasan air di sawah tadah hujan maka upaya

peningkatan produksi padi tidak perlu mengorbankan pertanaman berikutnya,

tetapi pengelolaannya perlu dilakukan secara sistematis dalam satu kesatuan pola

tanam yang berorientasi pengelolaan air. Salah satu usaha peningkatan produksi

padi di daerah dengan keterbatasan air adalah dengan pengelolaan padi secara

gogorancah maupun secara transplanting dengan pembibitan menggunakan

pesemaian kering.

Teknik tanam gogorancah memungkinkan penanaman padi sawah dan

palawija dalam rotasi setahun, meskipun di sawah tadah hujan yang tanahnya

berat. Padi gogorancah dalam pola tanam padi gogorancah-padi walik jerami-

palawija di lahan sawah tadah hujan mempunyai prospek yang cukup baik serta

secara biologis dan sosial ekonomi mempunyai kelayakan untuk dikembangkan lebih

lanjut (Leksono et al, 1984). Meskipun demikian terdapat sedikit permasalahan

dalam penanaman gogorancah yaitu membutuhkan biaya penyiangan gulma yang

lebih tinggi dibandingkan cara tanam pindah. Menurut Taslim et al. (1989), padi

gogorancah memerlukan tenaga atau biaya yang cukup besar untuk penyiangan

antara 40-50% dari biaya produksi. Namun demikian, sistem gogorancah dapat

meringankan pekerjaan dan keperluan tenaga tanam serta memajukan waktu

panen.

Penggenangan tanaman padi gogorancah biasanya dilakukan pada stadia

pertumbuhan vegetatif aktif sekitar umur 40-50 hari setelah tanam. Pada saat ini

curah hujan sudah cukup tinggi (lebih dari 200 mm) untuk penggenangan yang

mengubah tanah dari keadaan oksidatif ke reduktif (Taslim et al., 1989). Padi

gogorancah mempunyai potensi produksi yang tinggi seperti padi sawah serta cepat

menyesuaikan diri dari keadaan kering ke keadaan basah (tergenang) (Suardi dan

Haryono, 1984). Disamping itu, keuntungan dari penanaman padi secara

gogorancah diantaranya tidak mudah terserang penyakit mentek dan produksinya

lebih tinggi daripada padi gogo maupun sawah (Hasmosoewignyo, 1962).

Page 291: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

158

Tujuan

Mengetahui teknik tanam padi yang efisien dan meningkatkan produksi padi

METODOLOGI PENELITIAN

Lahan pengkajian terletak di Desa Tempuran, Kecamatan Ngluyu, Kabupaten

Nganjuk pada MH 2004/2005 seluas 5 hektar. Perlakuan teknik tanam padi meliputi

penanaman padi secara gogorancah, padi secara transplanting semai basah dan padi

secara transplanting semai kering. Sebagai ulangan adalah petani peserta sebanyak

10 orang.

Pengamatan tanaman padi meliputi :

a. Tinggi tanaman

b. Jumlah anakan dan jumlah malai per rumpun

c. Panjang malai

d. Jumlah gabah isi dan hampa per malai

e. Bobot 1000 butir gabah isi

f. Hasil gabah kering panen (GKP)

g. Analisis ekonomi (input-output)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fisiografi Lokasi Pengkajian

Lokasi pengkajian merupakan sawah tadah hujan dengan agroekologi Alf.

3.1.2.1 dan tekstur tanah tergolong liat berdebu dengan tipe iklim menurut Oldeman

adalah iklim D3 dan curah hujan 1.553 mm/tahun (Gambar 1). Dengan demikian,

lokasi pengkajian merupakan daerah defisit air karena distribusi dan intensitas

curah hujan sangat rendah sehingga mempengaruhi pola tanamnya.

Gambar 1. Pola curah hujan selama 5 tahun (Tahun 2000 – 2004)

di Kecamatan Ngluyu, Kabupaten Nganjuk

0

50

100

150

200

250

300

350

Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt

CH (mm)

0

2

4

6

8

10

12

14

16HH

CH

HH

Page 292: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

159

Usahatani Padi

Penanaman padi secara gogorancah dapat dilakukan lebih awal yaitu pada

saat terjadi 2-3 kali hujan dengan kondisi tanah dalam keadaan kapasitas lapang,

sehingga pada awal bulan Nopember dilakukan penanaman langsung dengan biji

secara gogo. Demikian halnya dengan padi transplanting semai kering, waktu

penebaran benih padi hampir bersamaan dengan penanaman padi gogorancah

(Tabel 1). Biaya penyiangan secara manual dan penggunaan herbisida dari

pertanaman padi gogorancah lebih tinggi dibanding teknik tanam padi transplanting

semai basah maupun semai kering yaitu mencapai 23%, sedangkan padi

transplanting semai kering sebesar 10% dan padi transplanting semai basah sebesar

9% dari total kebutuhan tenaga kerja usahatani padi. Biaya produksi dari usahatani

padi gogorancah mencapai Rp. 3.308.000,- (meningkat 13%), namun hasil gabah

yang diperoleh lebih baik yaitu mencapai 5.562 kg/ha GKP (meningkat 648 kg/ha

GKP) dibanding usahatani padi transplanting semai kering maupun semai basah.

Keuntungan yang diperoleh dari usahatani padi gogorancah mencapai Rp.

3.644.500,-, sedangkan usahatani padi transplanting semai kering sebesar Rp.

3.243.000,- dan usahatani padi transplanting semai basah sebesar Rp. 3.260.800,-,

dimana ketiga teknik tanam dalam usahatani padi secara finasial layak karena

mempunyai B/C ratio diatas 1.

Tabel 1. Analisis usahatani padi gora dan padi sawah (semai kering dan semai

basah) di lahan sawah tadah hujan, Desa Tempuran, Kec. Ngluyu, Kab.

Nganjuk, MH 2004/2005

Kegiatan

Teknik tanam padi

Gogorancah Transplanting

(semai kering)

Transplanting

(semai basah)

fisik nilai (Rp/ha) fisik nilai (Rp/ha) fisik nilai

(Rp/ha)

Tenaga Kerja

(HOK/Ha) (x Rp.000)

- Persiapan lahan 24 360 32 480 30 450

- Pesemaian - - 6 90 8 120

- Penanaman 20 280 17 240 17 240

- Pemupukan 10 150 5 60 5 60

- Penyiangan 35 490 14 196 12 180

- Panen 70 993 62 876 63 878

- Prosesing 6 85 6 85 6 85

Saprodi (kg; l/ha)

- Benih 50 150 40 120 40 120

- Pupuk : Bokashi 1.000 300 1.000 300 1.000 300

Urea 250 300 250 300 250 300

SP-36 50 70 50 70 50 70

KCl 50 80 50 80 50 80

- Herbisida 2 50 - - - -

Biaya produksi 3.308 2.897 2.883

Hasil (kg/ha) : 5.562 6.952,5 4.912 6.140 4.915 6.143,8

Keuntungan 3.644,5 3.243 3.260,8

B/C ratio 1,10 1,12 1,13

Page 293: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

160

Keuntungan dari teknik tanam padi transplanting semai kering adalah biaya

penyiangan lebih sedikit dibanding teknik tanam padi gogorancah serta waktu

panennya lebih awal dibandingkan teknik tanam padi transplanting semai basah.

Namun kelemahan padi transplanting semai kering adalah pada saat bibit padi

telah waktunya untuk tanam pindah ke lapang menjadi tertunda karena distribusi

dan intensitas hujan yang rendah dan belum bisa dilakukan pengolahan tanah

secara sempurna sampai terjadi pelumpuran, sehingga umur bibit menjadi tua

(umur 40 hari) pada saat kondisi iklim memungkinkan untuk tanam pindah di

lapang. Perbedaan waktu panen padi gogorancah dengan padi transplanting semai

kering sekitar 10 hari, sedangkan jarak waktu tanam antara padi gogorancah

dengan padi transplanting semai basah sekitar 56 hari sehingga panen padi

gogorancah lebih awal 28 hari dibanding padi transplanting semai basah. Panen

padi gogorancah yang lebih awal memberikan keuntungan dalam pengaturan waktu

tanam untuk pertanaman berikutnya sesuai peluang curah hujan yang ada,

sehingga resiko kekeringan pada pertanaman berikutnya di musim kemarau dapat

teratasi (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh teknik tanam padi terhadap pertumbuhan, komponen hasil dan

hasil serta perbedaan waktu panen di lapang, Desa Tempuran, Kec. Ngluyu,

Kab. Nganjuk, MH 2004/2005.

Variabel Padi

Gogorancah

Padi Transplanting

(semai kering)

Padi Transplanting

(semai basah)

1. Tinggi tanaman (cm) 89,80 78,65 91,47

2. Jumlah anakan per

rumpun

16,76 16,25 17,42

3. Jumlah malai per

rumpun

14,60 14,70 14,65

4. Panjang malai (cm) 24,11 23,25 24,07

5. Jumlah gabah isi per

malai

83,67 81,20 80,39

6. Jumlah gabah

hampa per malai

7,80 8,65 9,60

7. Bobot 1000 butir

gabah isi (g)

31,07 30,40 30,80

8. Hasil gabah

(kg/ha GKP)

7.416

6.549

6.553

9. Umur panen (hari) 120 110 90

10. Perbedaan waktu

panen terhadap padi

gogorancah (hari)

- 10 28

Tinggi tanaman padi gogorancah dan padi transplanting semai basah hampir

sama, kecuali padi transplanting semai kering tinggi tanamannya lebih rendah yang

disebabkan pada awal pertumbuhan tanaman di lapang sempat mengalami stagnasi

karena kekeringan. Jumlah anakan dan malai per rumpun, panjang malai, jumlah

gabah isi dan hampa per malai serta bobot 1000 butir gabah isi dari masing-masing

teknik tanam padi hampir sama, kecuali hasil gabah dari teknik tanam padi

gogorancah mengalami peningkatan sekitar 12% dibandingkan teknik tanam padi

transplanting semai kering maupun semai basah. Selain hasil gabahnya meningkat,

dengan menerapkan teknik tanam padi gogorancah waktu panennya lebih awal

Page 294: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

161

sekitar 10 hari terhadap teknik tanam padi transplanting semai kering dan 28 hari

terhadap teknik tanam padi transplanting semai basah, sehingga mengurangi resiko

kekurangan air selama pertumbuhan tanaman berikutnya yang didasarkan pada

peluang curah hujan.

KESIMPULAN

Penerapan teknik tanam padi gogorancah membutuhkan tambahan biaya

produksi sekitar 13% dibanding padi transplanting semai basah, namun hasil gabah

yang diperoleh mencapai 5.562 kg/ha GKP (meningkat 648 kg/ha GKP) dengan

keuntungan Rp. 3.644.500,-. Selain hasil gabahnya meningkat, padi gogorancah

dapat di panen lebih awal 10 hari terhadap padi transplanting semai kering dan 28

hari terhadap padi transplanting semai basah sehingga memungkinkan penanaman

tanaman berikutnya lebih baik didasarkan peluang curah hujan.

DAFTAR PUSTAKA

Leksono, S., Adisarwanto dan B. Sulistiyono, 1984. Prospek pengembangan pola

tanam padi gora-padi walik jerami-palawija pada lahan tadah hujan di

Madura. Risalah Lokakarya Teknologi dan Dampak Penelitian Pola Tanam

dan Usahatani. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Taslim, H., S. Partohardjono, dan D. Suardi, 1989. Teknik bercocok tanam padi

gogorancah. Dalam Ismunadji et al. (eds). Padi Buku 2. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman pangan Bogor. p : 507-521.

Suardi, D. dan S. Haryono, 1984. Penampilan beberapa varietas padi yang ditanam

sebagai padi sawah, gogorancah dan gogo. Penelitian Pertanian. Balai

Penelitian Tanaman Pangan Bogor. 4(2) : 51-56.

Hasmosoewignyo, 1962. Menaikkan produksi sawah tadah hujan. Jawatan

Pertanian Jakarta. 108p.

Page 295: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

162

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN MELALUI SISTEM TANAM

SISIP JAGUNG DAN PEMUPUKAN NITROGEN DALAM SATU

KESATUAN POLA TANAM DI SAWAH TADAH HUJAN

Zainal Arifin*)

ABSTRAK

Peningkatkan produktivitas lahan sawah tadah hujan diperlukan pengelolaan

tanaman dalam satu kesatuan pola tanam secara sistematis didasarkan peluang

curah hujan diantaranya melalui sistem tanam sisip (relay planting) yaitu

mempercepat waktu tanam di lapangan sehingga panennya menjadi lebih awal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem tanam sisip jagung dan

pemupukan nitrogen yang efisien terhadap pertumbuhan dan hasil jagung.

Penelitian dilakukan di lahan sawah tadah hujan Desa Tempuran, Kecamatan

Ngluyu, Kabupaten Nganjuk pada MK II tahun 2004 yang dirancang menggunakan

acak kelompok faktorial dengan 3 kali ulangan dalam petakan berukuran 4 m x 2

m, yaitu faktor I (sistem tanam sisip jagung ) terdiri dari a) tanam jagung setelah

panen jagung pertama, b) tanam sisip jagung 10 hari sebelum panen jagung pertama

(tanam biasa), dan c) tanam sisip jagung 10 hari sebelum panen jagung pertama

(cara transplanting), sedangkan faktor II (pemupukan N) terdiri dari a) 100 kg/ha

Urea + 100 kg/ha SP-36 + 100 kg/ha KCl, b) 200 kg/ha Urea + 100 kg/ha SP-36 + 100

kg/ha KCl, dan c) 300 kg/ha Urea + 100 kg/ha SP-36 + 100 kg/ha KCl. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan sistem tanam sisip jagung 10

hari sebelum panen jagung pertama (cara transplanting) diperoleh hasil jagung

pipilan kering sebesar 1.295 kg/ha (meningkat 26%) dibandingkan waktu tanam

jagung setelah panen jagung pertama (cara tanam langsung). Disamping itu, dengan

sistem tanam sisip jagung pada pertanaman jagung pertama (cara transplanting)

waktu panennya 24 hari lebih awal dibandingkan jagung yang ditanam setelah

panen jagung pertama.

Kata kunci : Sistem tanam sisip, pemupukan nitogen, pola tanam, sawah tadah hujan

ABSTRACT

The increasing of rainfed lowland productivity required crop management in

one unity of cropping pattern systematically based on the rainfed condition through

relay planting system i.e. by accelerating the planting time so that the harvesting

could be done earlier. This research aimed to know about relay planting system of

maize and efficiently nitrogen fertilizing toward yield and growth of corn. Research

was conducted on rainfed lowland at Tempuran Village, Ngluyu Subdistrict, Nganjuk

Regency in 2nd dry season 2004, using a factorial randomized block design, 3

replications, plot size 4 m x 2 m.

_________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 296: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

163

Factor I (relay planting) consist of a) planting after 1st corn harvested, b) relay

planting 10 days before 1st corn harvesting (transplanting), and factor II (nitrogen

fertilizing) consist of a) 100 kg/ha of Urea + 100 kg/ha of SP-36 + 100 kg/ha of KCl, b)

200 kg/ha of Urea + 100 kg/ha of SP-36 + 100 kg/ha of KCl, and c) 300 kg/ha of Urea

+ 100 kg/ha of SP-36 + 100 kg/ha of KCl. The result of this research showed that

relay planting system of corn 10 days before 1st corn harvesting (transplanting)

obtained dry grain yield 1.295 kg/ha (increase 26%) than planting time after 1st corn

hasrvesting (direct planting), Besides, with the relay planting system on the 1st corn

(transplanting), harvest time was 24 days earlier than corn that planted after 1st

corn harvesting.

Kata kunci : Relay planting system, nitrogen fertilizing, cropping pattern, rainfed lowland

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan tanaman jagung di sawah tadah hujan sangat dipengaruhi oleh

ketersediaan air terutama pada musim kemarau. Kekurangan air pada fase tumbuh

dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi tidak normal dan

menurunkan hasil. Kebutuhan air untuk tanaman jagung setiap harinya sangat

tergantung kepada umur tanaman dan keadaan lingkungan dimana tanaman

tersebut tumbuh (Robin dan Rhoades, 1958). Menurut Sutoro et al. (1989), air

merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman

karena berfungsi sebagai pelarut hara di dalam tanah serta berperan dalam

translokasi hara dan fotosintesis di dalam tanaman. Demikian halnya kebutuhan

hara bagi tanaman jagung berbeda menurut umur, susunan organ tanaman, dan

jenis varietasnya. Untuk meningkatkan produktivitas lahan diperlukan pengelolaan

tanaman dalam satu kesatuan pola tanam secara sistematis diantaranya melalui

sistem tanam sisip (relay planting) yaitu mempercepat waktu tanam di lapangan

sehingga panennya lebih awal. Menurut Effendi (1971, dalam Yuwariah et al., 1991),

teknologi tanam sisip ini meniadakan masa tenggang antara panen tanaman

sebelumnya dengan penanaman tanaman berikutnya, karena sistem tanam ini

merupakan sistem bercocok tanam pada sebidang tanah yang terdiri dari penyisipan

baik benih atau bibit yang ditanam diantara jarak tanam tanaman utama, sebelum

tanaman utama di panen.

Teknologi bertanam sisip dapat diterapkan dengan memberikan peluang

kepada masing-masing komoditas untuk tumbuh dan memberikan hasil maksimal

dengan memperhatikan peta agroklimat yang bersangkutan. Sistem tanam sisip

dalam pertanaman utama sebaiknya dilakukan pada saat menjelang panen (masak

fisiologis) karena sudah tidak lagi membutuhkan air untuk proses biologisnya, dan

bahkan mengurangi kadar air tanaman sampai mencapai keadaan tanaman cukup

untuk di panen. Penanaman secara sisipan yang lebih awal diantara tanaman

utama diharapkan lengas tanah masih tersedia sehingga dapat digunakan untuk

pertumbuhan awal tanaman yang akan disisipkan. Lebih lanjut dijelaskan Rifin dan

Iskandar (1991) bahwa penyisipan tanaman jagung tidak hanya dapat memberikan

hasil yang baik, tetapi memperoleh efisiensi penggunaan air yang tinggi dan

meningkatkan intensitas tanam. Basuki et al. (1999) menambahkan, hasil penelitian

Page 297: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

164

yang dilakukan di lahan kering menunjukkan bahwa sistem tanam sisip kacang

hijau dalam pertanaman jagung dapat meningkatkan intensitas tanam dan

produktivitas lahan sehingga pendapatan usahataninya meningkat.

Dalam sistem tanam sisip, kompetisi yang terjadi antar komponen tanaman

terhadap faktor-faktor tumbuh tidak sebesar yang terjadi pada sistem tumpangsari

sehingga diharapkan pengaruh iklim mikro yang terbentuk tidak memberikan efek

negatif yang terlalu besar bagi kedua tanaman tersebut (Yuwariah et al. 1991).

Dengan sistem tanam sisip diperlukan pengolahan tanah yang minimal diantara

tanaman utama serta perlu diketahui kebutuhan pupuk nitrogen yang efisien untuk

meningkatkan produksi jagung. Hasil penelitian Yuwariah et al. (1991)

menunjukkan, pertanaman sisip jagung dapat memanfaatkan sisa nitrogen di dalam

tanah yang belum digunakan oleh tanaman padi dan biasanya hilang setelah

tanaman padi di panen. Dengan demikian kisaran nitrogen yang diperlukan oleh

tanaman jagung sisip diduga akan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah

nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman sama yang di tanam tanpa sisip.

Tujuan

Mengetahui sistem tanam sisip jagung dan pemupukan nitrogen yang efisien

terhadap pertumbuhan dan hasil jagung.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di lahan sawah tadah hujan Desa Tempuran,

Kecamatan Ngluyu, Kabupaten Nganjuk pada MK II tahun 2004. Penelitian

dirancang menggunakan acak kelompok faktorial dengan 3 kali ulangan dalam

petakan berukuran 4 m x 2 m, sebagai berikut :

Faktor I : Sistem tanam sisip jagung

a. tanam jagung setelah panen jagung pertama

b. tanam sisip jagung 10 hari sebelum panen jagung pertama (tanam

biasa)

c. tanam sisip jagung 10 hari sebelum panen jagung pertama (cara

transplanting)

Faktor II : Pemupukan nitrogen

a. 100 kg/ha Urea + 100 kg/ha SP-36 + 100 kg/ha KCl

b. 200 kg/ha Urea + 100 kg/ha SP-36 + 100 kg/ha KCl

c. 300 kg/ha Urea + 100 kg/ha SP-36 + 100 kg/ha KCl

A. Pelaksanaan di lapang :

1. Tanpa olah tanah dengan cara tanam secara tugal dan jarak tanam 75 cm x

20 cm diantara tanaman jagung utama (pertama).

2. Pupuk organik diberikan bersamaan pengolahan tanah minimum.

Pemberian pupuk anorganik sesuai perlakuan, dengan cara pemberian 1/3

bagian dosis pupuk N serta seluruh dosis pupuk P2O5 dan K2O diberikan 1

minggu setelah tanam, kemudian 2/3 bagian dosis pupuk N sisanya

diberikan setelah tanaman jagung berumur 5 minggu.

3. Penyiangan jagung disertai pembubunan umur 15 hst dan 28 hst

Page 298: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

165

4. Pengairan sesuai kebutuhan tanaman yaitu bila tanaman mulai kelihatan

agak layu dilakukan penyiraman secara kocor sampai kondisi tanah dalam

kapasitas lapang.

B. Pengamatan :

1. Analisis tanah sebelum percobaan

2. Tinggi tanaman

3. Jumlah tongkol

4. Berat tongkol

5. Bobot 100 biji kering

6. Berat pipilan kering

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanah di lokasi percobaan tergolong kurang subur dengan kandungan C-

organik, N-total, dan P dalam tanah tergolong sangat rendah, kecuali kandungan K

(Tabel 1). Klasifikasi iklim berdasarkan Oldeman, wilayah Kecamatan Ngluyu,

Kabupaten Nganjuk termasuk tipe iklim D3 (4 bulan basah dan 6 bulan kering)

dengan curah hujan 1.553 mm/tahun. Dengan demikian, lokasi pengkajian

merupakan daerah defisit air karena distribusi dan intensitas curah hujan sangat

rendah sehingga sangat mempengaruhi pola tanamnya.

Tabel 1. Analisis tanah di lokasi pengkajian sistem tanam sisip dan pemupukan

nitrogen di Kecamatan Ngluyu, Kabupaten Nganjuk, tahun 2004

Analisis Tanah Kandungan Harkat*)

Tekstur (%)

Pasir

Debu

Liat

Klas tekstur

46

7

47

-

Liat berdebu

pH H2O 7,6 Agak alkalis

C-Organik (%) 0,45 Sangat rendah

N-Total (%) 0,10 Rendah

C/N 4 Sangat rendah

P-Olsen (mg/kg) 4,36 Rendah

K (me/100 g) 1,46 Sangat tinggi Sumber : BPTP Jawa Timur

*) Lembaga Penelitian Tanah Bogor (1980)

Pengaruh sistem tanam sisip jagung dengan berbagai dosis pemupukan

nitrogen terhadap pertumbuhan jagung tidak terjadi interaksi yang nyata (Tabel 2).

Page 299: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

166

Tabel 2. Pengaruh sistem tanam sisip jagung dan pemupukan nitrogen terhadap

pertumbuhan jagung di sawah tadah hujan pada MK II tahun 2004

Perlakuan Tinggi tanaman

(cm)

Jumlah

tongkol/ ha

I. Pemupukan N

a.100kg/haUrea+100kg/haSP-36+100 kgKCl 162,78 a 51.117 b

b.200 kg/haUrea+100kg/haSP-36+100

kgKCl

163,67 a 54.339 ab

c.300 kg/haUrea+100kg/haSP-36+100 kgKCl 160,50 a 56.281 a

II. Sistem tanam sisip jagung

a. Tanam setelah panen jagung pertama 155,67 b 53.644 a

b. Tanam sisip 10 hari sebelum panen

jagung pertama

162,78 ab 52.700 a

c. Tanam sisip 10 hari sebelum panen

jagung pertama (cara transplanting)

169,50 a 55.281 a

CV (%) 5,83 7,71 Angka-angka dalam kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji DMRT

pada taraf 0,05

Pemberian pupuk nitrogen dengan dosis yang ditingkatkan tidak

menunjukkan perbedaan tinggi tanaman jagung secara nyata, sedangkan waktu

tanam yang lebih awal dengan sistem tanam sisip jagung 10 hari sebelum panen

jagung pertama (cara transplanting) menunjukkan peningkatan tinggi tanaman

secara nyata dibandingkan penanaman jagung yang dilakukan setelah panen jagung

pertama. Meningkatnya tinggi tanaman jagung secara sisip 10 hari sebelum panen

jagung pertama disebabkan kelembaban tanah masih tinggi karena evapotranspirasi

jagung tertahan oleh kanopi jagung utama (pertama) dibanding apabila tanam

jagung setelah panen jagung pertama dalam kondisi kekeringan, meskipun seluruh

perlakuan dilakukan suplesi pengairan dari embung secara terbatas.

Jumlah tongkol per hektarnya meningkat secara nyata dengan penambahan

pupuk Urea sebanyak 200kg/ha-300kg/ha, namun perlakuan sistem tanam sisip

jagung antara 10 hari sebelum panen jagung pertama maupun tanam jagung setelah

panen jagung pertama tidak menunjukkan perbedaan jumlah tongkol per hektarnya

yang nyata.

Pengaruh sistem tanam sisip jagung dengan berbagai dosis pemupukan

nitrogen terhadap komponen hasil dan hasil jagung tidak terjadi interaksi yang

nyata (Tabel 3).

Page 300: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

167

Tabel 3. Pengaruh sistem tanam sisip dan pemupukan nitrogen terhadap hasil dan

komponen hasil jagung di sawah tadah hujan pada MK II tahun 2004

Perlakuan Berat tongkol

(kg/ha)

Bobot 100

biji (g) Hasil pipilan (kg/ha)

I. Pemupukan N

a.100kg/ha Urea + 100kg/ha

SP-36 + 100 kg KCl

5.628 a 27,49 a 4.175 a

b.200 kg/ha Urea + 100kg/ha

SP-36 + 100 kg KCl

6.433 a 27,71 a 4.649 a

c.300 kg/ha Urea + 100kg/ha

SP-36 + 100 kg KCl

5.410 a 27,46 a 4.130 a

II. Sistem tanam sisip jagung

a. Tanam setelah panen jagung

pertama

5.262 b 27,17 b 3.753 b

b. Tanam sisip 10 hari sebelum

panen jagung pertama

5.662 ab 27,58 ab 4.256 ab

c. Tanam sisip 10 hari sebelum

panen jagung pertama (cara

transplanting)

6.690 a 27,97 a 5.048 a

CV (%) 21,46 2,43 19,22 Angka-angka dalam kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji DMRT

pada taraf 0,05

Pemberian pupuk urea yang ditingkatkan pada tanaman jagung tidak

menunjukkan perbedaan berat tongkol, bobot 100 biji kering maupun hasil pipilan

jagung secara nyata. Sebaliknya sistem tanam sisip jagung 10 hari sebelum panen

jagung pertama (cara tanam transplanting) menunjukkan perbedaan berat tongkol,

bobot 100 biji kering maupun hasil pipilan kering yang nyata dibandingkan waktu

tanam jagung yang dilakukan setelah panen jagung pertama. Perbedaan hasil

jagung pipilan kering dari sistem tanam sisip jagung 10 hari sebelum panen jagung

pertama (cara tanam transplanting) mencapai 1.295 kg/ha (meningkat 26%)

dibanding waktu tanam jagung yang dilakukan setelah panen jagung pertama.

Disamping itu, waktu tanam sisip jagung lebih awal 10 hari diantara tanaman

jagung secara transplanting yang panennya juga lebih awal 14 hari, sehingga waktu

panen dari jagung dengan sistem tanam sisip menjadi 24 hari lebih awal

dibandingkan jagung yang ditanam setelah panen jagung pertama dengan sistem

tanam biasa.

KESIMPULAN

Sistem tanam sisip jagung dan pemupukan nitrogen menunjukkan

peningkatan hasil jagung sebesar 1.295 kg/ha (meningkat 26%) apabila menerapkan

sistem tanam sisip jagung 10 hari sebelum panen jagung utama (cara transplanting)

dibanding waktu tanam jagung setelah panen jagung utama. Disamping itu, sistem

tanam jagung sisip pada pertanaman jagung pertama cara transplanting waktu

panennya 24 hari lebih awal dibandingkan jagung yang ditanam setelah panen

jagung pertama dengan cara tanam biasa.

Page 301: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

168

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, I., M. Zairin dan J.A. Gani, 1999. Tumpangsisip kacang hijau dan jagung

pada ekosistem lahan kering di Nusa Tenggara Barat. Simposium Penelitian

Tanaman Pangan IV, Bogor, 22-24 November 1999. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Pangan. p : 282-288.

Rifin, A dan Iskandar, S. 1991. Pengaruh tanam pindah (transplanting) terhadap

pertumbuhan dan hasil jagung. Dalam Mahmud et al. (eds.) Prosiding

Lokakarya Penelitian Komoditas dan Studi Khusus. Badan Litbang

Pertanian dan Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud, Jakarta. p : 349-363.

Yuwariah A.S.Y., Rudiman dan F. Rustama, 1991. Pertumbuhan dan hasil jagung

hibrida dan kalingga pada sistem tanam sisipan pada padi gogo dengan

populasi dan pemupukan nitrogen yang berbeda. Dalam Mahmud et al. (eds.) Prosiding Lokakarya Penelitian Komoditas dan Studi Khusus. Badan

Litbang Pertanian dan Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud, Jakarta. p :

297-307.

Sutoro, I, Somadiredja dan S. Tirtoutomo, 1989. Pengaruh cekaman air dan reaksi

pemulihan tanaman jagung (Zea mays L.) dan sorgum (Sorghum bicolor L.

Moench) pada fase pertumbuhan vegetatif. Penelitian Pertanian. Balai

Penelitian Tanaman Pangan Bogor. 9(4) : 148-151.

Robin, J.S. and H.F. Rhoades, 1938. Iriigation of field corn in the west. USDA Leaflet

No. 440.

Page 302: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

169

PENGKAJIAN USAHATANI JAGUNG SECARA TERPADU

BERBASIS KONSERVASI AIR DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN

E.P. Kusumainderawati*) dan Z. Arifin*)

ABSTRAK

Ketersediaan air selama pertumbuhan tanaman sangat berpengaruh terhadap

produktivitas lahan dan keragaman komoditas yang diusahakan. Pengelolaan

usahatani ini pada spesifik lokasi lahan sawah tadah hujan di musim kemarau

dapat dilakukan dengan memanfaatkan embung sebagai suplesi air untuk

pengairan selama pertumbuhan tanaman. Penanaman jagung varietas Bisma secara

rapat telah dilakukan untuk memperoleh produktivitas jagung sayur, jagung pipilan

dan biomas untuk pakan ternak. Hasil pengkajian (MK 2004) di Desa Lembor,

Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan menunjukkan bahwa budidaya jagung

secara monokultur dengan jarak tanam rapat (75 cm x 10 cm) menghasilkan

produktivitas jagung yang lebih baik dengan keuntungan mencapai Rp. 3.996.000,-

dengan B/C ratio 1,23. Melalui cara panen muda dari sebagian populasi dengan

memperpanjang jarak tanam 75 cm x 10 cm menjadi 75 cm x 20 cm diperoleh biomas

(tebon) pakan ternak sebanyak 5.812 kg/ha, sehingga memberikan kontribusi

sebagai pakan ternak sapi terutama pada musim paceklik di musim kemarau,

sedang kotoran ternaknya dapat dikembalikan ke lahan sebagai pupuk organik.

Hasil jagung sayur dapat mencapai 1.790 kg/ha dan hasil panen biji tua dari sisa

populasi diperoleh jagung pipilan sebesar 4.817 kg/ha. Dengan cara petani

menggunakan 1 kali panen dari jagung dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm hanya

diperoleh jagung pipilan 5.666 kg/ha.

Kata kunci : Lahan sawah tadah hujan, usahatani jagung, produktivitas, pendapatan

ABSTRACT

Water supply during plant growth was really influenced land productivity and

performance of growing plants. Farming system in rainfed lowland during dry season

can be done by using water pond to irrigate the growing plant. Growing corn of

Bisma var in high density resulted corn as vegetable, dried grain and biomass for

forages. Result of dry season 2004 at Lembor Village, Brondong Subdistrict,

Lamongan Regency, showed that corn as monoculture plant spacing 75 cm x 10 cm

yielded higher yield, gave a return of Rp. 3.996.000,- with 1,23 of B/C ratio. Through

young harvested plants to create wider plant spacing (75 cm x 20 cm) yielding

biomass/forages by 5.812 kg/ha, in dry season, while its manure could be returned to

the soil as organic compound. Corn as vegetable reached 1.790 kg/ha and dried grain

corn as vegetable reached 1.790 kg/ha and dried grain reached 4.817 kg/ha, while

farmers’ method, once harvesting with 75 cm x 20 cm of plant spacing yield dried

grain of 5.666 kg/ha

Key word : Rainfed lowland, farming of corn, productivity, income

_____________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 303: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

170

PENDAHULUAN

Pada usahatani spesifik lahan kering teknik pengelolaan air dalam bentuk

embung (tandon air) selama musim penghujan merupakan alternatif teknologi yang

sesuai sebagai penampung air yang dapat dipergunakan petani pada musim

kemarau. Dengan adanya embung peluang untuk meningkatkan intensitas tanam

dan areal tanam lebih besar. Sehingga diperoleh peningkatan usahatani (Arifin, et al, 1999). Peningkatan keuntungan yang diperoleh dengan pemanfaatan embung

terbukti dari pengkajian yang dilakukan Yuniarti et al 2001. Dengan penambahan

biaya produksi untuk meningkatkan intensitas tanam (IP 200%) menjadi IP 300%

dengan menambahkan tanaman sayuran (kangkung + kanjang panjang) pada

musim kemarau dengan pemberian air embung diperoleh peningkatan keuntungan

sekitar Rp. 3.000.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa disamping peningkatan

pendapatan usahatani, diperoleh juga penambahan protein nabati dari sayuran

serta peningkatan penggunaan sumberdaya manusia sebagai tenaga kerja di dalam

pengelolaan usahataninya. Menurut Arifin et al. (200) tanaman jagung hasil

pengairan dengan tujuan berupa jagung sayur disamping sisa biomas untuk pakan

ternak dapat lebih mengefisienkan ketergantungan ketersediaan air yang terbatas

di musim kemarau. Sehingga penanaman jagung dapat dilakukan dua kali yaitu

sebagai produk jagung sayur + biomas ditambah jagung tua sebagai panen akhir.

Limbah tanaman dari hasil tanaman jagung berumur muda mempunyai kandungan

protein yang lebih besar dengan serat kasar yang lebih rendah dibandingkan jerami

padi sehingga secara langsung bisa digunakan untuk pakan ternak (Arifin el al 2003). Hasil pengkajian dengan pengaturan interval penyiraman terhadap

penanaman secara monokultur menunjukkan bahwa untuk masa tanam MK II

(Juli-Oktober) diantara 3 komoditas (kangkung darat, jagung varietas hibrida C-7

dan semangka varietas hibrida Sun Flower) yang ditanam ternyata kangkung dan

jagung berhasil lebih baik dengan penyiraman interval 1 dan 3 hari

(Kusumainderawati et al, 2003).

Keberhasilan awal didalam sistem usahatani tanaman jagung jarak rapat di

lahan kering dengan sistem pemanenan bertahap dipandang perlu dikaji lagi dengan

memperhatikan pengadaan embung yang memadai terhadap luasan lahan yang

perlu diairi di musim kemarau. Tersedianya air yang cukup disamping kebutuhan

saprodi termasuk sarana benih dan pupuk organik (pupuk kandang) diharapkan

hasil panen tahap awal dari cara penjarangan dapat menghasilkan limbah biomas

yang penting sebagai pakan ternak sebagai penghasil pupuk organik lagi dan

meningkatkan intensitas produksi lahan sebagai sumber pendapatan petani

disamping ternak. Penelitian ini dilakukan pada lahan tadah hujan dengan suplesi

air dari embung di musim kemarau

Tujuan pengkajian ini adalah :

Mendapatkan teknologi usahatani jagung secara terpadu untuk

meningkatkan hasil secara berkelanjutan.

BAHAN DAN METODE

Kegiatan pengkajian bersifat ―on-farm research‖ di lahan petani Kabupaten

Lamongan disekitar embung pada musim kemarau (MK I), dengan memanfaatkan

embung untuk mengairi tanaman jagung seluas 1 hektar (0,5 hektar tanaman

Page 304: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

171

dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm dan 0,5 hektar dengan jarak tanam rapat 75 cm x

10 cm/20 cm) (Tabel 1). Jarak tanam rapat dimaksudkan untuk menghasilkan

jagung sayur, biomas pakan ternak (tebon) dan biji. Pada saat tongkol tanaman

telah keluar rambut (± 56 hari) maka tanaman diperjarang secara berselang-seling

menjadi jarak tanam 75 cm x 20 cm dan sisa tanaman dibiarkan sampai panen biji

tua. Dari hasil penjarangan tanaman diperoleh jagung sayur dan biomas pakan

ternak.

Tabel 1. Usahatani jagung secara terpadu berbasis konservasi air di Desa Lembor,

Kecamatan, Brondong, Kabupaten Lamongan pada MK I 2004

No. Komponen

teknologi Teknologi petani

Teknologi perbaikan

Tanam biasa Tanam rapat

1. Pengelolaan

lahan

Minimum tillage Minimum tillage Minimum tillage

2. Varietas Hibrida (turunan) Bisma Bisma

3. Cara tanam Tugal Tugal Tugal

4. Pemupukan - Urea 350 kg/ha

- SP-36 150 kg/ha

- Bokashi 2 t/ha

- Urea 300 kg/ha

- SP36 100 kg/ha

KCl 100 kg/ha

- Bokashi 2 t/ha

- Urea 300 kg/ha

- SP36 100kg/ha

- KCl 100 kg/ha Bokashi

2 t/ha

5. Jarak tanam 65 cm x 15 cm 75 cm x 20 cm 75cmx10cm/75cmx20 cm

6. Pengairan

(Embung)

Kebiasaan Sesuai kebutuhan tanaman

7. Pemeliharaan

tanaman

Kebiasaan Optimal

8. Panen Biji - Biji

- Biomas pakan ternak

- Jagung sayur

A. Pelaksanaan di lapang :

1. Teknologi petani :

Pengelolaan tanah dan tanaman sesuai dengan kebiasaan petani.

2. Teknologi perbaikan :

a. Jagung Tanam Biasa

Pengolahan tanah minimum (minimum tillage).

Cara tanam tugal, dengan jumlah 1 tan./rumpun., jarak tanam 75 cm x 20

cm dengan tujuan keseluruhan tanaman dipanen tua.

Penyiangan jagung disertai pembubunan umur 15 hst dan 28 hst.

Cara pemupukan jagung : bokashi sebanyak 2 t/ha diberikan bersamaan

denga pengolahan tanah. 1/3 bagian dosis pupuk Urea serta seluruh dosis

pupuk SP 36 dan KCl diberikan 1 minggu setelah tanam, kemudian 2/3

bagian dosis pupuk Urea sisanya diberikan setelah tanaman jagung berumur

5 minggu.

Pengairan sesuai kebutuhan tanaman yaitu bila tanaman mulai kelihatan

agak layu dilakukan penyiraman secara kocor sampai kondisi tanah dalam

kapasitas lapang.

Page 305: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

172

b. Jagung Tanam Rapat

Pengolahan tanah minimum (minimum tillage).

Cara tanam tugal dengan jumlah 1 tanaman/rumpun., jarak tanam 75 cm x

10 cm (133.000 tanaman/ha), kemudian setelah tanaman berbunga (tongkol

keluar rambut) diperjarang untuk jagung sayur (baby corn), dan biomas

untuk pakan ternak (tebon) sehingga jarak tanam jagung yang tersisa

menjadi 75 cm x 20 cm (dibiarkan sampai panen tua).

Penyiangan jagung disertai pembubunan umur 15 hst dan 28 hst

Cara pemupukan jagung : bokashi sebanyak 2 t/ha diberikan bersamaan

pengolahan tanah. 1/3 bagian dosis pupuk Urea serta seluruh dosis

pupuk SP 36 dan KCl diberikan 1 minggu setelah tanam, kemudian 2/3

bagian dosis pupuk Urea sisanya diberikan setelah tanaman jagung berumur

5 minggu.

Pengairan sesuai kebutuhan tanaman yaitu bila tanaman mulai kelihatan

agak layu dilakukan penyiraman secara kocor sampai kondisi tanah basah

dalam kapasitas lapang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi pengkajian di Kabupaten Lamongan, di Desa Lembor, Kecamatan

Brondong dengan agroekologi Alf 3.1.1.1 dengan klas tekstur liat (Tabel 2). Kondisi

tanahnya mempunyai kesuburan tergolong rendah yang ditandai dengan rendahnya

kandungan C-organik, N-total, dan P dalam tanah (Tabel 2).

Tabel 2. Analisis tanah di lokasi pengkajian sistem usahatani terpadu di Desa

Lembor, Kec. Brondong Kab. Lamongan

Analisis Tanah Lamongan

Kandungan Harkat *)

Tekstur (%)

Pasir

Debu

Liat

Klas tekstur

2

39

59

Liat

pH H2O 6,3 Agak masam

C-Organik (%) 1,28 Rendah

N-Total (%) 0,15 Rendah

C/N 9 Rendah

P-Olsen (mg.kg-1) 4,50 Sangat rendah

K (me/100 g) 0,55 Tinggi

Na (me/100 g) 0,96 Tinggi

Ca (me/100 g) 17,8 Tinggi

Mg (me/100 g) 4,33 Tinggi

KTK (me/100 g) 45,65 Sangat tinggi

Kejenuhan Basa (%) 52 Sedang Sumber : BPTP Jawa Timur

*) Lembaga Penelitian Tanah Bogor (1980)

Page 306: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

173

Pengkajian yang dilakukan di wilayah pertanian di Kecamatan Brondong,

Kabupaten Lamongan termasuk tipe iklim E4 (2 bulan basah dan 7 bulan kering)

dengan curah hujan 1.158 mm/tahun (Gambar 1), sehingga termasuk daerah defisit

air karena distribusi dan intensitas curah hujan sangat rendah dan sangat

mempengaruhi pola tanamnya. Hubungan curah hujan dengan tingkat pemanfaatan

lahan sawah tadah hujan menunjukkan bahwa penanaman padi umumnya hanya

dilakukan 1 kali yaitu 28.145 ha, sedangkan penanaman padi 2 kali hanya sebagian

kecil saja yaitu 3.002 ha. Penentuan jenis tanaman dan pengaturan pola tanam di

sawah tadah hujan dipengaruhi oleh ketersediaan air yang hanya mengandalkan

dari curah hujan. Mengingat telah berkembangnya embung (tandon air) di sekitar

wilayah pengkajian yang dibangun oleh pemerintah maupun swadaya masyarakat,

maka banyak yang memanfaatkan embung untuk mengairi tanaman di musim

kemarau. Embung yang berada disekitar lokasi mempunyai luas sekitar 5 hektar

dengan kedalaman 2,5 m.

Embung

Gambar 1. Pola penyebaran curah hujan dan pola tanam di sawah tadah hujan,

Desa Lembor, Kec. Brondong, Kab. Lamongan.

Jg Bisma Jg Bisma Padi Sawah

0

50

100

150

200

250

300

Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt

CH (mm)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10HH

CHHH

Page 307: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

174

Pengelolaan tanaman jagung varietas Bisma pada musim kemarau di

Kabupaten Lamongan membutuhkan suplesi pengairan yang berasal dari embung

untuk menjamin kelangsungan hidup tanaman jagung. Pemberian air untuk

mengairi tanaman dilakukan dengan cara penyiraman (kocor) sesuai kebutuhan

tanaman yaitu bila tanaman mulai kelihatan layu maka segera diairi sampai tanah

dalam kapasitas lapang (kondisi lembab dan tidak becek). Usahatani jagung (jarak

tanam 75 cm x 20 cm) yang tujuannya untuk menghasilkan jagung pipilan saja

diperoleh hasil biji tertinggi sebesar 5.666 kg/ha, sedangkan pertanaman jagung

secara rapat (75 cm x 10 cm) hanya diperoleh hasil biji 4.817 kg/ha (terjadi reduksi

hasil sebesar 15% dibanding jarak tanam biasa). Namun total nilai hasil dari jarak

tanam rapat lebih tinggi (Rp. 7.256.600,-) karena adanya nilai tambah dari jagung

sayur dan tebon pakan ternak serta biji, sehingga keuntungan usahatani jagung

mencapai Rp. 3.996.600,- dengan B/C ratio 1,23 (Tabel 3). Hasil jagung terendah

dijumpai pada pola petani yang menggunakan benih jagung lokal dengan

pemupukan yang hanya menggunakan Urea dan SP-36.

Tabel 3. Analisis usahatani terpadu jagung di lahan sawah tadah hujan, Desa

Lembor, Kec. Brondong, Kab. Lamongan, MK I 2004

Kegiatan

Pola Perbaikan Pola Petani

Jagung Sayur/Jagung

(75cmx10cm/75cmx20 cm)

Jagung

(75 cm x 20 cm)

Jagung

(75 cm x 20 cm)

fisik Nilai

(Rp/ha) fisik

nilai

(Rp/ha) fisik

nilai

(Rp/ha)

Tenaga Kerja (HOK/Ha) ..……………………… (x Rp.000) …………………………

- Persiapan lahan 15 300 15 300 15 300

- Penanaman 12 180 12 180 10 150

- Pemupukan 8 160 8 160 5 100

- Dangir/siang 15 265 15 265 12 240

- Pengairan 27 540 27 540 8 160

- Panen : Jagung Sayur

Biji

8

10

160

200

-

10

-

200

-

8

-

160

- Prosesing 12 240 12 240 8 160

Saprodi (kg/ha; ekor)

- Benih Jagung 35 280 25 200 30 36

- Pupuk : Pukan 2.000 200 2.000 200 2.000 200

Urea 300 375 300 375 350 437,5

SP-36 100 160 100 160 150 240

KCl 100 200 100 200 - -

Biaya produksi 3.260 3.020 2.183,5

Hasil (kg/ha) :

- jagung sayur 1.790 895 - - - -

- jagung pipilan 4.817 5.780,4 5.666 6.799,2 3.650 4.380

- bobot biomas 5.812 581,2 - - - -

Total nilai hasil 7.256,6 6.799,2 4.380

Keuntungan 3.996,6 3.779,2 2.196,5

B/C ratio 1,23 1,25 1.01

Pengakajian usahatani jagung secara terpadu di Kecamatan Brondong,

Kabupaten Lamongan menunjukkan bahwa dengan menerapkan jarak tanam rapat

(75 cm x 10 cm/20 cm) diperoleh total hasil setara jagung pipilan kering tertinggi

sebesar 6.047 kg/ha (meningkat 6,5% dibanding jarak tanam biasa) karena adanya

nilai tambah jagung sayur dan biomas pakan ternak (Tabel 4).

Page 308: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

175

Tabel 4. Pertumbuhan serta hasil jagung (Bisma) di Desa Lembor, Kec. Brondong,

Kab. Lamongan, MKI 2004

Variabel Jagung Sayur/Jagung

(75 cmx10 cm/75 cmx20 cm)

Jagung

(75 cm x 20 cm)

Tinggi tan. (cm) 149,0 144,3

Berat biomas jagung

sayur (kg/ha)

5.812 -

Berat 100 biji kering (g) 26,6 27,6

Hasil (kg/ha) :

- jagung sayur

- biji

1.790

4.817

-

5.666

Total hasil setara jagung

pipilan (kg/ha)

6.047 5.666

Keterangan : - Harga jagung sayur : Rp 500 ,-/kg

- Harga jagung pipilan : Rp 1200,-/kg

- Harga biomas jagung : Rp 100,-/kg

(pakan ternak)

KESIMPULAN

Usahatani jagung jarak tanam rapat 75 cm x 10 cm yang di panen muda dari

sebagian populasinya menjadi 75 cm x 20 cm merupakan teknologi usahatani

terpadu untuk meningkatkan produktivitas lahan. Dengan memanfaatkan embung

untuk mengairi tanaman usahatani ini telah menghasilkan jagung sayur, jagung

pipilan dan biomas pakan ternak dengan keuntungan Rp. 3.996.600,--dan B/C ratio

1,23.

Page 309: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

176

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2003. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur.

Arifin, Z., IJ. Sasa dan A.M. Fagi 1999. Profil usahatani konservasi embung di sawah

tadah hujan. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Karangploso. 2(1) : 38-51.

Arifin. Z, Sumarno, F. Kasijadi, Suwono, Wahyunindyawati, S. Rusmarkam, B.

Tegopati,C. Ismail, M. Sugiyarto, R.D. Wijadi dan Suhardi, 2000. Pengkajian

Sistem Usahatani Jagung di Lahan Kering. Prosiding Seminar Hasil

Penelitian Pengkajian Teknologi Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan

Berwawasan Agribisnis Malang, 8-9 Agustus 2000. Pus. Pen. dan

Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian p.145-149.

Arifin. Z. E.P. Kusumainderawati, Istiqomah, M. Soleh, N. Hasan, Baswarsiati,

Sarwono, Yuniarti, B. Pikukuh, 2003. Spengembangan Model Pertanian

Terpadu Crop Fish Livestock System (CFLS) Berbasis Konservasi Air di

Lahan Sawah Tadah Hujan Lap. Hasil Pengkajian BPTP Jawa Timur 20

hal.

Kusumainderawati E.P., Z. Arifin, Baswarsiati, Sarwono, Yuniarti, N. Istiqomah,

Supii, 2003. Pengkajian SUP Konservasi Embung Menunjang Produktivitas

Lahan di Musim Kemarau. Lap. Hasil Pengkajian BPTP Jawa Timur.

Yuniarti, Z. Arifin, P. Santoso, E. Korlina, R. Hardianto, 2001. Analisis Mutu dan

Ketersediaan Gizi Sayuran Kangkung dan Kacang Panjang. Hasil

Pemanfaatan Embung di Lahan Kering. Pros. Seminar Nasional Horti.

Konggres Perhorti Malang, 7-8Nopember 2001. p.949-956.

Page 310: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

177

PENGKAJIAN EFISIENSI PENGELOLAAN SUT LAHAN SAWAH GUNA

MENGATASI SENJANG PRODUKSI PADA LOKASI SPESIFIK

Al. Gamal Pratomo*), Suwono*), F. Kasijadi*), G. Kartono*), D.P. Saraswati*), Sarwono*), Nasimun*), Wigati Istuti*), Ono Sutrisno*), dan LY. Krisnadi*)

ABSTRAK

Lahan sawah mempunyai keunggulan dapat mempertahankan produktivitas

lahan lebih baik dibanding lahan kering. Namun dengan adanya intensitas

pertanaman yang berlebihan tingkat produktivitas lahan sawah dapat mengalami

penurunan. Pada saat ini di beberapa daerah juga muncul suatu gejala stagnasi

pertumbuhan disertai klorosis pada pertanaman padi MK I, petani setempat

menyebut gejala semacam ini dengan nama ―asem-aseman‖. Pemberian pupuk urea

pada pertanaman semacam ini akan memperparah gejala serangan. Tujuan dari

penelitian ini adalah mengkaji faktor pembatas pertumbuhan padi pada lahan sawah

bermasalah (lahan sawah sakit), mengkaji kelayakan rakitan teknologi sistem

usahatani pada lahan sawah guna mengatasi senjang produksi pada lahan sawah

bermasalah, mengkaji kesesuaian varietas /galur padi pada lahan sawah bermasalah.

Untuk mengetahui faktor pembatas pertumbuhan padi, sebelum pengkajian terlebih

dahulu dilakukan inventarisasi dan identifikasi penyebab dari gejala lahan sawah

sakit dibeberapa lokasi di Jawa Timur berdasarkan pengamatan lapang maupun

analisa unsur hara dari sampel tanah yang diambil. Kemudian dilakukan pengkajian

dengan perlakuan 4 rakitan teknologi dimana ulangannya adalah petani yang terlibat.

Pengkajian dilakukan di Desa Krai Kecamatan Yusowilangun Kabupaten Lumajang

pada bulan April – Desember 2004. Dalam areal pengkajian terdapat pengkajian

khusus (Super imposed trial) yang berupa uji varietas/galur yang toleran terhadap

lahan yang sakit. Dari hasil analisa tanah pada lahan sawah yang sakit ternyata

kandungan hara makro ( N, P dan K) relatip rendah hingga sedang demikian juga

dengan bahan organik dan unsur hara mikro seperti Zn dan SO4, sedangkan

kandungan Fe tinggi Hasil pengkajian terlihat bahwa dengan pemupukan 100 kg urea

+ 200 kg ZA + 50 kg Sp-36 + 50 kg KCl/ha memberikan produksi tertinggi yaitu rata-

rata 8,73 ton/ha GKP, hal ini menunjukkan pada lahan sawah yang sakitnya tidak

terlalu parah dengan pemupukan ZA pada pemupukan pertama sudah dapat

meningkatkan produktivitas lahan sawah tersebut. Sedangkan dari uji varietas

ternyata varietas Membramo memberikan produksi tertinggi yaitu 7,75 ton/ha GKP

diikuti varietas Sunggal 7,43 ton/ha GKP dan Cimelati 6,73 ton/ha GKP.

Kata kunci : Padi, lahan sawah sakit, produksi.

ABSTRACT.

Irrigated land have an advantage to show better land productivity than rainfed

land. However, by practising an exessive cropping intensity, productivity of irrigated

land could be decrease. Therefore, if it is necessery to apply a policy of balance

fertilizer to solve those problem, where addition of fertilizer was based on soil nutrients

avalaibility and also crop requirement it self.

____________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 311: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

178

Commonly, at several region has been appeared a stagnancy symptom followed by

chlorosis at MK I rice plantation, in site farmer called ―asem-aseman‖. That

irrigated land, was categorized as ―sick soil‖ or ―hungry soil‖ because there was

unbalanced soil nutrient and low content of organic material, that consequently

sometimes come out a poisonous gases for plant growth so that it caused an inequility

of productivities on ―sick irrigated land‖. The aim of this research was assessed

limiting factors of rice growth on marginal irrigated land (sick irrigated land), to

assess farming system sustainability of technology package on irrigated land in order

to solve inequility yields on marginal irrigated land (sick irrigated land), to assess

suitability of rice variety on marginal irrigated land (sick irrigated land). Firstly,

there was conducted inventarisation and characterization of sick irrigated land

symptoms in several locations in East Java both on field observation and nutrient

analysis of picked up soil sample, to evaluate limiting factors to rice growth on

marginal irrigated land before conduct main assessment. Furthermore, an

assessment using 4 packages, technology treatments, wich are farmers as

replications. Assessment was located at Krai village, Yosowilangun district,

Lumajang region, A super impossed trial of varieties test which are tolerant to sick

irrigated land was located in assessment. Soil analysis showed that macro nutrient

content (N,P,K) relativety low until moderate, and also organic material and micro

nutrients such as Zn and SO4, while Fe content was high and soil pH was relativity

normal, that is 6,8 – 7,4. Assessment result showed that fertilization using 100 kg

urea + 200 kg ZA + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha gave the highest yield, 8,73 ton/ha

GKP, indicated that at non severe sick irrigated land, aplication of ZA fertilizer at

the first fertility was satisfy enough to increase yields of that irrigated land. While,

result of varieties testing showed that Membramo varieties gave the highest yield

(7,75 ton/ha) GKP, followed by Sunggal varieties (7,43 ton/ha GKP) and Cimelati

(6,73 ton/ha GKP).

Key words : Rice, sick irrigated land, yields

PENDAHULUAN

Pengelolaan hara merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan budidaya

komoditas pertanian, kegiatannya dapat mencangkup perbaikan airase, pengolahan

tanah dan pemupukan. Lahan sawah mempunyai keunggulan dapat

mempertahankan produktivitas lahan lebih baik dibanding lahan kering. Namun

dengan adanya intensitas pertanaman yang berlebihan tingkat produktivitas lahan

sawah dapat mengalami penurunan. Pergiliran tanaman pada lahan di wilayah

pengairan tersedia sepanjang tahun berlangsung sangat ketat, sisa-sisa tanaman

sebagai sumber bahan organik tidak sempat dikembalikan ke petakan sawah.

Akibatnya kandungan bahan organik tanah semakin lama semakin menurun. Dari

segi lain penggunaan varietas unggul yang potensi hasilnya tinggi, umur pendek dan

respon terhadap permukaan akan terjadi pengangkutan unsur hara pada saat

panen. Oleh sebab itu pada daerah semacam ini terdapat pengurasan unsur hara

secara cepat (Ponnamperuma, 1977). Penurunan produktivitas lahan sawah

tersebut perlu pengelolaan lebih baik agar tidak menganggu kelestarian

swasembada beras (Adiningsih dan Soepartini 1995).

Page 312: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

179

Usaha mempertahankan swasembada beras mengalami beberapa hambatan,

salah satu diantaranya adalah munculnya gejala pelandaiaan peningkatan

produktivitas (leveling off). Penyebab gejala ini diantaranya adalah ketidak

seimbangan unsur hara dalam tanah akibat praktek pemupukan yang hanya

menekankan pada pupuk N saja. Untuk mengatasi masalah ini diterapkan

kebijaksanaan pemupukan berimbang yaitu pemberian pupuk yang didasarkan atas

ketersediaan unsur hara dalam tanah dan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.

Dengan demikian rekomendasi pemupukan adalah spesifik lokasi. Konsep

pemupukan berimbang menekankan agar tanaman padi tidak hanya dipupuk N dan P

saja, tetapi perlu dipupuk dengan unsur hara lainnya sesuai kebutuhan tanaman dan

ketersediaannya dalam tanah (Fagi dan Makarim, 1990). Dalam perkembangannya

pemupukan berimbang diterapkan secara umum sehingga tingkat efisiensi

pemupukan menjadi rendah. Menurut Castro (1977) dalam suasana N dan P

berlebihan tanaman padi akan mengalami kekurangan unsur mikro Zn, sebab Zn

terikat dalam garam seng Amonium Fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman.

Dewasa ini telah muncul suatu gejala stagnasi pertumbuhan disertai klorosis

pada pertanaman padi MK I di beberapa daerah, petani setempat menyebut gejala

semacam ini dengan nama ―asem-aseman‖. Gejala ini hanya muncul pada MK I

sedangkan pada MH maupun MK II pertanaman padi tidak mengalami gejala ini.

Pada awalnya gejala ini hanya muncul di Tuban, Jombang, Tulungagung dan

Lumajang. Perkembangan terakhir dilaporkan gejala ini telah muncul di Kediri,

Madiun, Situbondo, Nganjuk, Jember dan Pasuruan. Pemberian pupuk urea pada

pertanaman semacam ini akan memperparah gejala serangan. Menurut

Abdurachman, dkk (2001); Go Ban Hong (1998) tanah-tanah demikian termasuk

tanah yang sakit atau tanah lapar karena pada tanah tersebut telah terjadi ketidak

seimbangan unsur hara dan rendahnya bahan organik di dalam tanah sehingga dalam

kondisis tertentu dapat menimbulkan zat-zat yang bersifat racun bagi tanaman.

Kerugian akibat gejala ini diperkirakan cukup besar mengingat pertumbuhan

tanaman sangat tertekan (kerdil) dan proses fotosintesa terhambat sehingga

menyebabkan daun mengalami klorosis, pada daerah yang serangannya berat padi

menjadi puso. Hasil pengkajian di Jombang pada lahan sawah sakit yang menderita

asem-aseman produksinya menurun hingga 37% (Pratomo, dkk, 2002). Sedangkan di

Lumajang pada lahan sawah yang menderita asem-aseman hanya menghasilkan

gabah 0,3 ton/ha (Basyir, 1994).

Lahan sawah sakit ini pada umumnya terjadi pada lahan yang drainasenya

buruk/tergenang dan serangannya spot-spot tidak merata pada suatu hamparan yang

luas, waktunya pada musim kemarau pertama (MK I). Hal ini diduga pada musim

pertanaman MK I jerami sisa-sisa panenan musim penghujan belum terdekomposisi

sempurna sehingga menimbulkan asam-asam organik yang dapat menyebabkan

keracunan bagi tanaman padi. Selain itu pada tanah-tanah tergenang cenderung

kahat unsur Zn dan SO4. Menurut Soepartini dkk, (1994) tanah sawah yang diduga

kahat Zn semakin ke Indonesia Timur semakin meluas jumlahnya, untuk Jawa Timur

36% lahan sawahnya kahat Zn. Dari penelitian sebelumnya Lahan sawah yang

menderita stagnasi pertumbuhan dan kekuningan (lahan sawah sakit) umumnya

terjadi pada lahan yang drainasenya buruk dan selalu tergenang, dengan kandungan

hara makro (N, P dan K) bahan organik tanah dan hara mikro Zn relatif rendah

(Pratomo, 2002).

Page 313: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

180

Hingga saat ini petani belum mengetahui cara mengatasi permasalahan ini.

Dari hasil pengamatan di lapang ada beberapa petani mencoba mengatasi lahan

sawah sakit ini dengan cara mengundurkan waktu tanam (di Tuban) serta

pemberian abu dan ternyata dapat mengurangi keparahan gejala tanaman kerdil

ini. Berdasarkan hasil pengkajian di Jombang dan Probolinggo gejala ini dapat

dikurangi dengan penanaman secara tabela, pemupukan K hingga dosis 200 kg/ha

dan memperbaiki drainase bila memungkinkan (Suwono, dkk, 1999). Pemberian

pupuk NPK sesuai rekomendasi + pupuk ZnSO4 mampu meningkatkan produksi

gabah kering panen padi hingga 5,31 ton/ha di Kabupaten Jombang dan 5,6 ton/ha di

Kabupaten Tulungagung (Pratomo, dkk. 2003). Menurut Basyir (1994) tanaman

yang kerdil dan klorosis di Lumajang disebabkan kahat unsur mikro Zn, pada lahan

semacam ini pemberian urea saja hanya menghasilkan gabah 0,3 ton/ha dan bila

dipupuk urea yang dibarengi pupuk Zn dapat meningkatkan hasil gabah menjadi

6,31 ton/ha.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji faktor pembatas pertumbuhan

padi pada lahan sawah bermasalah (lahan sawah sakit), mengkaji kelayakan

rakitan teknologi sistem usahatani pada lahan sawah guna mengatasi senjang

produksi pada lahan sawah bermasalah (lahan sawah sakit), dan mengkaji

kesesuaian varietas /galur padi pada lahan sawah bermasalah (lahan sawah sakit).

BAHAN DAN METODE

Untuk mengetahui faktor pembatas pertumbuhan padi pada lahan yang

bermasalah sebelum pengkajian terlebih dahulu dilakukan inventarisasi dan

identifikasi penyebab dari gejala lahan sawah sakit dibeberapa lokasi yang terserang

baik berdasarkan pengamatan di lapang maupun analisa unsur hara dari sampel

tanah yang diambil. Kemudian dilakukan pengkajian yang berupa penerapan

beberapa alternatif paket teknologi usahatani yang dilakukan bekerjasama dengan

petani dan aparat terkait.

Dalam areal pengkajian terdapat pengkajian khusus (Super imposed trial)

yang berupa uji varietas/galur yang toleran terhadap lahan-lahan yang terjangkit

gejala asem-aseman yang diharapkan dapat mendukung perakitan teknologi dalam

mengatasi gejala asem-aseman.

Lahan-lahan yang terserang gejala asem-aseman diambil sampel tanahnya,

kemudian dianalaisa di Laboratorium untuk me.ngetahui kandungan hara dan

bahan organiknya yang menjadi pembatas pertumbuhan tanaman padi. Untuk

pengkajiannya dilakukan di Kabupaten Lumajang, hasil pengkajian dianalisis

statistik sederhana seperti uji beda hasil antar teknologi yang dikaji.

Prosedur Pelaksanaan

1. Lahan–lahan yang terkena gejala asem-aseman diinventarisasi dan

diidentifikasi faktor penyebabnya, baik faktor biotik maupun abiotik

kemudiaan diambil sampel tanahnya untuk dianalisa kandungan haranya,

guna mengetahui apakah ada faktor pembatas hara yang menyebabkan

stagnasi pertumbuhan tanaman padi.

2. Dilakukan uji rakitan teknologi dengan masing-masing rakitan seluas 0,25 ha

yang diulang 5 kali setiap perlakuan. Setiap ulangan dilakukan oleh petani

kooperator yang berbeda, dan digunakan rancangan acak kelompok.

Page 314: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

181

Tabel 1. Rakitan Teknologi yang dicobakan pada lahan sawah yang sakit.

Komponen Teknologi Rakitan

I II III IV

Varietas Membramo Membramo Membramo Membramo

Cara Tanam Petani Petani Petani Petani

Pemupukan

Urea

ZA

SP-36

KCl

ZnSO4

100 kg

200 kg

50 kg

50 kg

10 kg

100 kg

200 kg

50 kg

50 kg

-

-

300 kg

50 kg

50 kg

-

-

300 kg

50 kg

50 kg

10 kg

Pengendalian Hama

dan Penyakit

Intensif Intensif Intensif Intensif

Keterangan:

- Umur bibit 21 hari

- Aplikasi ZnSO4

- Disemprotkan 4 kali pada umur 14, 21, 28 dan 35 hari setelah tanam (0,5% ZnSO4 dengan larutan

semprot 200 l/ha)

- Diberikan sebagai pupuk dasar 10 kg/ha ZnSO4

Pengamatan Data

Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi identifikasi penyebab lahan

sawah menderita stagnasi pertumbuhan dan kekuningan (lahan sawah sakit), data

teknis/agronomis pertanaman dan data input/output usahatani penerapan teknologi

anjuran dengan menggunakan kuesioner dan pengamatan pada pertanaman.

1. Identifikasi lahan meliputi :

Kondisi lahan

pH tanah.

Kandungan hara hara makro dan mikro tanah.

2. Data teknis/agronomis penerapan alternatif teknologi di areal pengkajian dan

di luar areal

- Tinggi tanaman dan jumlah anakan

- Serangan hama dan penyakit

- Jumlah malai/rumpun

- Presentase gabah hampa

- Hasil ubinan (2 m x 5 m) setiap perlakuan/petani kooperator

3. Data sosial Ekonomi

- Analisa masukan dan luaran serta analisis finansial untuk mengevaluasi

kelayakan ekonomi paket teknologi yang dikaji

- Masalah/hambatan dalam adopsi teknologi

- Umpan balik dari petani, penyuluh dan pedagang

Percobaan Super Imposed

a. Uji Adaptasi varietas/galur padi sawah toleran gejala ―asem-aseman‖

- Rancangan Acak Kelompok diulang 3 kali

- Ukuran petak : 5 x 6 m

- Perlakuan :

Page 315: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

182

1. Gilirang

2. Sunggal

3. Fatmawati

4. IR. 64

5. Membramo

6. Kalimas

7. Cimelati

8. Ciherang

9. Cigelis

10. Cibogo

Respon terhadap perlakuan yang diamati

- Tinggi tan aman, jumlah anakan produktif

- Intensitas dan luas serangan asem-aseman

- Hasil per plot (kg) dan komponen hasil ( jumlah gabah /malai, jumlah gabah

isi/malai, presentase gabah hampa /malai dan bobot 1000 butir ).

- Intensitas serangan hama dan penyakit

- Penilaian petani.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan di lapang di beberapa kabupaten yang lahan

sawahnya menderita stagnasi pertumbuhan dan kekuningan (lahan sawah sakit)

ternyata sebagian besar terjadi pada lahan sawah yang drainasenya buruk dan

selalu tergenang. Daerah yang terserang terlihat spot-spot tidak merupakan satu

hamparan yang luas. Umumnya terjadi pada derah yang rendah atau cekungan,

ditepi galengan, rel kereta api maupun tepi jalan raya yang pembuangan airnya

tidak ada sehingga air selalu tergenang. Pada saat ini lahan-lahan sawah yang sakit

tersebut tidak hanya terjadi pada MK I saja melainkan juga pada musim-musim

penghujan maupun MK II, asal daerah tersebut tergenang cukup lama dapat

dipastikan akan muncul tanah-tanah yang sakit.

Hasil analisa tanah dari lahan-lahan sawah yang sakit ternyata kandungan

hara makro ( N, P dan K) relatip rendah hingga sedang, diseluruh lahan sawah yang

sakit kandungan SO4 sangat rendah hingga rendah, demikian juga dengan bahan

organik dan unsur hara mikro seperti Zn, sedangkan kandungan Fe tinggi dan pH

tanahnya relatif netral yaitu 6,5 – 7,4 (Tabel 2). Rendahnya kandungan bahan

organik di lahan sawah yang sakit dikarenakan petani di daerah pengkajian

umumnya tidak pernah memberi bahan organik ke dalam tanah, baik itu berupa

pupuk kandang maupun kompos sedangkan jerami yang merupakan salah satu

sumber bahan organik juga diangkut ke luar lahan untuk pakan ternak atau

dibakar. Untuk pemberian pupuk anorganik umumnya petani hanya memberi

pupuk N berupa urea dan sedikit petani memberi pupuk P sedangkan pemberian

pupuk K hampir tidak pernah diberikan demikian pula dengan pemberian pupuk

sulfat. Menurut Abdurachman, dkk (2001); Go Ban Hong (1998) tanah-tanah

demikian termasuk tanah yang sakit atau tanah lapar karena pada tanah tersebut

telah terjadi ketidak seimbangan unsur hara dan rendahnya bahan organik di dalam

tanah sehingga dalam kondisis tertentu dapat menimbulkan zat-zat yang bersifat

racun bagi tanaman.

Page 316: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

183

Melihat hasil analisa tanah dari lahan-lahan sawah yang sakit ternyata

seluruh lahan sawah yang sakit ternyata kekurangan unsur bahan organik, sulfat

dan Zn lebih dominan dibanding kekurangan unsur lainnya. Dari penampakan di

lapang tanah sawah yang sakit gejalnya memang seperti tanman padi kekurangan

Sulfat dan Zn dimana tumbuhnya kerdil dan terlihat kekuningan. Hal ini sejalan

dengan penelitian Pratomo, dkk (2003) dimana pada lahan yang sakit bila diberi

pupuk ZnSO4 memperlihatkan pertumbuhan yang baik dan berproduksi cukup

tinggi.

Tabel 2. Kandungan unsur hara tanah pada lahan sawah yang sakit di beberapa

kabupaten di Jawa Timur Macam

Analisa

Tuban Lumajang Mojokerto Jombang Tulungagung

Nilai Harkat Nilai Harkat Nilai Harkat Nilai Harkat Nilai Harkat

pH (H2O) 7,30 N 7,45 N 6,5 N 6,80 N 7 N

C Organik 2,59 Sd 3,89 T 2,21 Sd 1,28 R 2,23 Sd

N Total 0,21 Sd 0,37 Sd 0,17 R 0,15 R 0,24 Sd

C/N ratio 12,6 Sd 10,6 Sd 13 Sd 9,00 R 9,20 R

P Bray 1 9,16 Sd 11,8 T 11,8 T 12,13 T 11,92 T

K 0,26 R 1,12 T 0,44 Sd 0,44 Sd 0,56 Sd

Fe (ppm) 102,4 T 98,3 T 142 T 87,0 T 84,8 T

Mn (ppm) 195,7 T 287 T 204 T 73,18 T 244 T

Cu (ppm) 5,45 Sd 20,9 T 8,93 T 23,32 T 9,38 T

Zn (ppm) 1,58 Sd 1,47 Sd 1,84 Sd 0,84 R 1,39 Sd

SO4 (ppm) 63,48 R 60,4 R 67,9 R 26,30 SR 69,7 R

Ket : N = Netral Sr = Rendah R = Rendah Sd = Sedang T = Tinggi

Umumnya petani baru menyadari bahwa lahannya terserang asem-aseman

pada saat tanamannya tidak terlihat ―nglilir‖ (recovery) setelah beberapa hari

ditanam, dan pada saat diberikan pemupukan pertama pada umur 10 – 15 hari

setelah tanam, bukannya terlihat tumbuh subur melainkan tanaman terlihat kerdil,

kuning dan mengering seperti terbakar bahkan pada daerah yang serangannya

parah tanaman menjadi mati. Dari hasil pengamatan di lapang tanaman semakin

parah serangannya pada umur 21 hari setelah tanam, tetapi pada daerah yang

serangannya tidak terlalu parah tanaman dapat recavory setelah umur 45 hari

setelah tanam walaupun tidak terlihat normal.

Dari hasil pengamatan terlihat bahwa dengan pemberian ZnSO4 yang

diberikan bersamaan pupuk dasar dan disemprotkan ke daun ternyata dapat

mengurangi intensitas lahan sawah yang sakit. Ini terlihat pada perlakuan yang

diberi pupuk ZnSO4 (rakitan I dan IV) tanaman yang terserang maksimal hanya

48%, sedangkan pada lahan yang tidak diberi pupuk ZnSO4 (rakitan II dan III)

serangannya hingga 80% pada 3 mingu setelah tanam. Sedangkan setelah 8 minggu

setelah tanam terlihat lahan sawah yang sakit relaif sudah mulai kembali pulih dan

intensitas serangannya yaitu hanya 16% (Tabel 3) baik yang diberikan pupuk ZnSO4

maupun yang tidak. Hasil ini sejalan penelitian-penelitian sebelumnya dimana

dengan penmabahan pupuk ZnSO4 dapat mengatasi sawah-sawah yang sakit pada

awal-awal pertumbuhan yaitu umur 15 – 35 hari setelah tanam dan apabila

tanaman tersebut dapat bertahan maka gejala tanaman yang ditanam di lahan

sawah yang sakit tidak terlihat begitu jelas.

Page 317: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

184

Tabel. 3. Intensitas lahan sawah yang sakit di Kabupaten Lumajang

Perlakuan Intensitas lahan sawah

yang sakit 3 MST (%)

Intensitas lahan sawah

yang sakit

8 MST (%)

Rakitan I 44,0 c 8,6 c

Rakitan II 68,0 b 10 c

Rakitan III 80,0 a 16 a

Rakitan IV 48,0 c 13 b

KK (%) 11,58 14,12 Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom tidak berbeda nyata

pada uji Duncan 5%

Hasil pengkajian SUT di Kabupaten Lumajang memperlihatkan bahwa

pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah anakkan tidak menunjukkan adanya

perbedaan antar rakitan (Tabel 4.). Hal ini diduga bahwa pertumbuhan tinggi

tanaman dan perkembangan jumlah anakan lebih dipengaruhi oleh faktor genetis

varietas padi yang ditanam.

Tabel 4. Pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah anakan pada berbagai rakitan di

lahan sawah yang sakit

Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan

20 Hst 50 Hst Saat panen 20 Hst 50 Hst Saat panen

Rakitan I 40,86 a 56,64 a 86,28 ab 13,82 a 21,62 a 17,76 a

Rakitan II 40,28 a 58,64 a 85,86 ab 13,40 a 21,84 a 18,22 a

Rakitan III 40,02 a 57,44 a 81,86 b 13,44 a 22,60 a 17,38 a

Rakitan IV 39,64 a 56,54 a 88,06 a 13,28 a 20,46 a 19,46 a

KK (%) 3,04 7,89 4,35 6.09 7,65 8,22 Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%

Sedangkan hasil komponen produksi terlihat perlakuan rakitan III

menghasilkan gabah isi tertinggi tetapi tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata

untuk berat gabah 1000 butirnya. Untuk produksi gabah kering panen tertinggi

dicapai pada rakitan II yang menggunakan pupuk ZA dan Urea tanpa pemberian

ZnSO4, dimana pemberian pupuk pertamanya menggunakan pupuk ZA sedangkan

urea sebagai pupuk susulan (Tabel 5). Tingginya produksi pada perlakuan rakitan

II membuktikan bahwa pada lahan sawah yang kandungan Zn cukup maka tidak

perlu adanya penambahan pupuk ZnSo4 tetapi cukup hanya dipupuk dengan

menggunakan pupuk ZA pada pemupukan pertama yang dilakukan pada umur 21

hari setelah tanam. Ini terlihat pada lokasi pengkajian ternyata kandungan unsur

mikro Zn sudah cukup sedangkan kandungan sulfatnya kurang sehingga untuk

mengatasi hal ini cukup dipupuk dengan menggunakan pupuk ZA pada pemupukan

pertama.

Page 318: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

185

Tabel 5. Komponen produksi dan produksi gabah kering panen pada berbagai

rakitan percobaan di lahan sawah yang sakit

Perlakuan Jumlah gabah

isi

Jumlah gabah

hampa

Bobot 1000

butir (gram)

Produksi GKP

(ton)

Rakitan I 82,70 b 16,88 a 28,48 a 7,14 b

Rakitan II 85,98 ab 15,52 ab 28,44 a 8,73 a

Rakitan III 94,74 a 14,30 b 28,30 a 6,84 b

Rakitan IV 91,62 a 14,72 ab 28,12 a 7,32 b

KK (%) 6,94 10,59 1,34 9,50 Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%

Untuk hasil pertumbuhan beberapa varietas yang dicoba pada lahan sawah

yang sakit terlihat bahwa pada awal pertumbuhan tinggi tanaman terlihat adanya

perbedaan yang nyata demikian pula pada pertengahan pertumbuhan maupun pada

saat panen. Sedangkan terhadap jumlah anakan juga terlihat adanya perbedaan

yang nyata mulai dari saat pertumbuhan hingga saat panen (tabel. 6). Berbeda

nyata antar varietas untuk tinggi tanaman dan jumlah anakan pada berbagai umur

pengamatan memperlihatkan bahwa faktor genetis pada masing-masing varietas

lebih dominan pengaruhnya dibandingkan faktor tanah maupun lingkungan dimana

padi itu ditanam. Ini terlihat dimana varietas Famawati yang mempunyai sifat

tanaman yang kokoh dan tinggi tetapi jumlah anakannya sedikit ternyata memang

menunjukkan tinggi tanaman yang teringgi dan jumlah anakannya juga

menunjukkan jumlah anakan yang paling sedikit.

Tabel 6. Pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah anakan pada perlakuan uji

varietas di lahan sawah yang sakit

Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan

20 Hst 50 Hst Saat panen 20 Hst 50 Hst Saat panen

Gilirang 44,73 cde 60,93 ab 86,00 a 12.26 cd 22,73 c 12,53 ef

Sunggal 46.17 c 57,40 b 86.06 a 18.10 a 26,46 ab 19,83 a

Fatmawati 55,37 a 64,26 a 83.60 b 8.16 e 16,86 d 8.93 g

IR-64 42.26 e 48,53 c 79,20 c 16.10 ab 27,80 ab 11,26 f

Membramo 45.56 de 55,40 b 86.33 a 18,23 a 27,06 ab 19.60 a

Kalimas 51,97 b 61.73 ab 79.13 c 14,10 bc 22,40 c 15,46 bc

Cimelati 53,76 ab 59,53 ab 86,73 a 18,70 a 27,46 ab 13,90 de

Wera 47,06 c 57,73 b 70,26 d 16,07 ab 25,33 bc 16,46 bc

Cibogo 43,30 de 58,06 ab 83,93 b 10,93 d 27,86 ab 18,00 ab

Cigeulis 47,43 c 58.00 ab 86,46 a 18,10 a 29,33 a 17,06 bc

KK (%) 3,09 5,79 1,24 9,16 8,09 7,12

Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%

Pada pengamatan komponen produksi terlihat bahwa Jumlah gabah isi

tertinggi dicapai varietas Fatmawati demikian pula dengan jumlah gabah

hampanya, varietas Fatmawati memang mempunyai panjang malai yang panjang

dengan bulir gabah hingga 300 butir tetapi kelemahannya bulir gabah hampanya

juga cukup tinggi, sehingga ini tidak menjamin bahwa bobot 1000 butir tidak

menunjukkan berat tertinggi dan varietas Kalimas yang memiliki bobot tertinggi

Page 319: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

186

walaupun tidak berbedanyata dengan beberapa varietas lainnya. Sedangkan

produksi gabah kering tertinggi dicapai varietas Membramo dengan produksi 7,75

ton gabah kering panen Walaupun tidak berbedanyata dengan varietas Sunggal,

Cibogo, Wera dan Cigeulis (Tabel. 7) tetapi berbeda dengan varietas-varietas

lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Pratomo, dkk (2003) dimana varietas

Membramo memang relatif paling tahan pada lahan sawah yang sakit dan

menghasilkan produksi padi tertinggi.

Tabel 7. Komponen produksi dan produksi gabah kering panen pada uji varietas padi

di lahan sawah yang sakit

Perlakuan Jumlah gabah

isi

Jumlah gabah

hampa

Bobot 1000

butir (gram)

Produksi

GKP (ton)

Gilirang 131,23 b 52,83 b 28,36 abc 4,85 def

Sunggal 101,76 d 29,33 c 28,30 abcd 7,43 a

Fatmawati 165,96 a 60,53 a 28,60 ab 4,46 ef

IR-64 79,66 e 9,40 e 27,63 d 5,91 bcd

Membramo 98,30 d 18,60 d 28,40 abc 7,75 a

Kalimas 86,26 e 26,63 c 28,93 a 4,11 f

Cimelati 114,83 c 18,43 d 27,93 bcd 6,73 ab

Wera 77,86 e 6,26 e 27,96 bcd 6,64 ab

Cibogo 84,76 e 16,00 d 28,50 abc 5,39 cde

Cigeulis 104,10 d 18,20 d 27,80 cd 6,58 abc

KK (%) 5,81 8,01 1,34 11,22 Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%

Pada lahan pengkajian juga dilakukan temulapang yang kesimpulannya

adalah sebagai berikut : Dari hasil temu Lapang dapat disimpulkan sebagai berikut:

(1). Dengan adanya komunikasi dua arah antara petani sebagai pengguna teknologi

dan peneliti maupun penyuluh BPTP JawaTimur selaku sumber teknologi, dapat

membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi petani dalam usaha

mengatasi tanah di lahan sawah yang sakit, (2). Para peneliti dan penyuluh serta

petugas tingkat kecamatan dan Kabupaten mendapat masukan yang berharga

guna menyempurnakan paket teknologi, maupun kebijakan –kebijakan yang

berkaitan dengan pertanian. (3). Kegiatan temu lapang dapat menambah wawasan

para petani peserta temu lapang. Respon dari petani temulapang sangat positif dan

mulai menggunakan pupuk ZnSO4 untuk musim tanam berikutnya.

KESIMPULAN

Lahan sawah yang menderita stagnasi pertumbuhan dan kekuningan (lahan

sawah yang sakit) umumnya terjadi pada lahan yang drainasenya buruk dan

selalu tergenang, dengan kandungan bahan organik, sulfat dan hara mikro Zn

relatif rendah.

Pemberian pemupukan 100 kg urea + 200 kg ZA + 50 kg Sp-36 + 50 kg KCl/ha

memberikan produksi tertinggi yaitu rata-rata 8,73 ton/ha GKP, dengan

setengah pupuk ZA diberikan pada pemupukan pertama sedangkan

pemupukan keduanya yaitu pupuk ZA dan pupuk Urea.

Varietas Membramo, Sunggal, Cimelati, Wera dan Cibogo relatif tahan pada

lahan sawah yang kahat sulfat..

Page 320: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

187

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman A, D.A. Suriadikarta dan A. Sofyan, 2001. Masalah Tanah Sawah

―Sakit‖ dan Peningkatan Produktivitasnya. Apresiasi Teknis Program

Litkaji Sistem Usahatani Tanaman Ternak (Crop Animal System). Bogor 22

– 29 April 2001.

Basyir. A., 1994. Penelitian Pemupukan Padi Jangka Panjang. Hasil Paenelitian

Seralia, Balitan Malang, 45 - 55

Castro, R., U. 1977. Zinc Deffisiensi of Rice. IRRI. Research Peper Series No 9 IRRI

Manila.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Daerah Propinsi Tingkat I Jawa Timur, 1998.

Laporan Tahunan 1998. Surabaya.

Go Ban Hong, 1998. Tanah Lapar. Berita HITI Volume 6 No. 17, hal, 11 – 12.

Pratomo. Al. G., Suyamto, dan Suwono, 2002. Usaha Pemupukan Guna Mengatasi

Tanaman Padi yang Menderita Stagnasi Pertumbuhan Dan Kekuningan

(Asem-aseman). Disampaikan dalam Seminar Nasional Pekan Padi

Nasional, Sukamandi.

Soepartini, M. Nurjaya, A. Kusno, S. Ardjakusuma, Moersidi S., dan J. Sri

Adiningsih. 1994. Status Hara P dan K Serta Sifat-sifat Tanah Sebagai

Penduga Kebutuhan Pupuk Padi Sawah di P. Lombok. Pemberitaan

Penelitian tanah dan Pupuk No. 12 : 23 – 35.

Sri Adiningsih. J, D. Setyorini dan T. Prihatini, 1995. Pengelolaan Hara Terpadu

Mencapai Produksi Pangan Yang Mantap dan Akrap Lingkungan. Pros.

Pert. Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Puslittanak, Cisarua Bogor, 10 – 12 Januari 1995.

Page 321: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

188

UJI ADAPTASI VARIETAS PADI UNGGUL BARU

Titiek Purbiati*), Sukarno Rusmarkam*) dan Abu*)

ABSTRAK

Tujuan pengkajian adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi

beberapa varietas padi unggul baru yang diuji adaptasikan. Pengkajian

dilaksanakan di lahan sawah Desa Ngijo- Karangploso, Kabupaten Malang, dimulai

bulan Mei tahun 2004 dengan agroekologi IV axi. Rancangan percobaan acak

kelompok dengan ulangan 3 kali. Sebagai perlakuan adalah 10 varietas: Batang

Gadis, Fatmawati, Cimelati, Bondoyudo, Digul, Sunggal, Cibogo, Cigeulis, Kalimas

dan Code. Percobaan menggunakan luasan petak per perlakuan 17 m x 1,5 m dan

bibit ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Hasil penelitian menunjukkan,

pertumbuhan vegetatif yang meliputi jumlah anakan dan jumlah malai per rumpun

paling banyak pada varietas Code serta berbeda nyata dengan varietas Fatmawati,

Bondoyudo dan Sunggal. . Varietas Fatmawati menghasilkan jumlah gabah isi per

malai, panjang malai dan berat 1000 butir paling tinggi dibandingkan dengan

varietas-varietas yang lain tetapi jumlah gabah hampanya juga paling banyak

(52,5%/malai). Kadar air dari sepuluh varietas yang diuji tidak berbeda (20% - 23%),

tetapi produksi gabah kering panen dan kering giling berbeda nyata. Potensi hasil

tertinggi adalah varietas Cimelati, Sunggal, Cibogo dan Code dengan produksi 7,38 -

8,56 t/ha gabah kering giling.

Kata kunci: Padi, varietas unggul, pertumbuhan vegetatif, produksi.

ABSTRACT

The goal of this asessment was to evaluate the vegetative growth and yields of

several new superior varieties of rice. Assessment was conducted on irrigated land at

village of Ngijo – Karangploso, regency of Malang, started from May to September

2004, in agroecological zone of IV axi, using a randomized block design, with 3

replications and block area of 17 m x 1,5 m with planting distance of 20 cm x 20 cm

as unit experiment. Ten varieties used were Batang Gadis, Fatmawati, Cimelati,

Bondoyudo, Digul, Sunggal, Cibogo, Cigeulis, Kalimas and Code. The vegetative

growth those were the biggest number of sprouts and panicles per colony were found

on variety of Code and significantly different compared to Fatmawati, Bondoyudo

and Sunggal. Fatmawati var. produced the highest number of seeds per panicle,

panicles length and weight of 1000 seeds compared to other varieties but it had the

biggest number of empty grains which reached 52,5%, water content of seed from ten

varieties evaluated were not different which were 20-23% but it produced dry grains

yield and dry grains mail are significant. Variety of Cimelati, Sunggal, Cibogo and

Code had the highest yield potency of 7.38 – 8.5 ton/ha dry grains mail.

Kata kunci: Rice, superior varieties, vegetative growth , yield

_________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 322: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

189

PENDAHULUAN

Upaya peningkatan produksi padi salah satunya adalah melalui inovasi

teknologi varietas unggul baru. Varietas unggul baru selain untuk meningkatkan

potensi hasil tinggi juga perlu memperhatikan mutu produk yang dihasilkan

maupun terhadap faktor-faktor pengganggu yang lain. Menurut Baihaki (2004),

peningkatan produktifitas usahatani komoditi tanaman, 60%-65% ditentukan oleh

penggunaan benih/bibit unggul. Penggunaan varietas unggul telah memberikan

kontribusi yang besar terhadap produksi padi nasional dibandingkan dengan

komponen teknologi yang lain (Sembiring dan Wirajaswadi, 2001). Penggunaan

varietas padi unggul merupakan upaya untuk peningkatan produktivitas yang

murah dan mudah. Murah karena tidak diperlukan tambahan biaya sedangkan

mudah karena petani cukup mengganti varietas tanpa mengubah teknologi.

Sejak berkembangnya teknologi pemuliaan padi maka telah terjadi tuntutan

untuk membentuk varietas unggul baru. Kustiyanto (2001) menyatakan, varietas-

varietas unggul baru telah banyak dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian. Hal ini

bertujuan untuk menghasilkan varietas unggul berbasis agroekosistem dan spesifik

lokasi antara lain toleran terhadap naungan, suhu rendah, kekeringan dan tahan

hama penyakit padi.

Perkembangan varietas-varietas padi unggul, sejak tahun 1940 sampai

dengan tahun 2004 (bulan Maret) telah dilepas sebanyak 201 varietas unggul.

Produksi dan pelepasan varietas unggul baru komoditi padi paling tinggi dimulai

tahun 1981 sampai Maret 2004 dengan jumlah yang dilepas sebanyak 152 varietas

unggul atau 75,62% dengan produktifitas 6,3 varietas baru per tahun yang dilepas

(Baihaki, 2004).

Berdasarkan data Diperta Propinsi Jawa Timur terdapat 29 varietas unggul

padi yang telah menyebar, yaitu : IR- 64 (40,04%), Memberamo (3,53%) dan varietas

lain yang lain dibawah 3,0% (Diperta, 2004). Ternyata varietas IR- 64 masih

mendominasi di Jawa Timur dan varietas tersebut juga menjadi primadona daerah

Propinsi Bali dan NTB. Varietas IR- 64 sampai saat ini masih mendominasi areal

pertanaman padi di daerah Bali dan NTB (Kamandalu, Rubiyo dan Daradjat, 2003)

Untuk memperkenalkan dan mengembangkan varietas unggul baru maka

cara yang paling efektif adalah menguji adaptasikan varietas-varietas unggul baru

dan ditanam di lahan petani. Untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi

varietas unggul baru.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Ngijo- Karangploso, Kabupaten

Malang, dengan agroekologi IV axi dan ketinggian tempat 450 m d.p.l.

Pelaksanaannya dimulai bulan Mei 2004 sampai dengan September 2004.

Rancangan percobaan acak kelompok dan diulang 3 kali sebagai perlakuan

adalah 10 macam varietas padi unggul baru yaitu: 1) Batang Gadis, 2) Fatmawati, 3)

Cimelati, 4) Bondoyudo, 5) Digul, 6) Sunggal, 7) Cibogo, 8) Cigeulis, 9) Kalimas dan

10) Code. Bibit dari pesemaian kemudian dipindah dan ditanam dengan jarak tanam

20 cm x 20 cm. Luas petak tiap perlakuan adalah 17 m x 1,5 m.

Peubah yang diamati meliputi : 1) jumlah anakan per rumpun, 2) jumlah

malai per rumpun, 3) panjang malai, 4) jumlah gabah isi per malai, 5) jumlah gabah

Page 323: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

190

hampa per malai, 6) berat 1000 butir gabah, 7) Produksi gabah kering panen (t/ha),

dan 8) produksi gabah kering giling (t/ha).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan tanaman

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah anakan per

rumpun dan jumlah malai per rumpun pada varietas Code terdapat perbedaan

dengan varietas Fatmawati, Bondoyudo dan Sunggal. Jumlah anakan dan malai tiap

rumpunnya pada varietas Code menghasilkan paling banyak jika dibandingkan

dengan varietas-varietas yang lain (tabel 1).

Tabel 1. Uji adaptasi varietas padi unggul baru terhadap jumlah anakan dan jumlah

malai tiap rumpun

Varietas Rata-rata jumlah anakan

per rumpun

Rata-rata jumlah malai

per rumpun

Batang Gadis

Fatmawati

Cimelati

Bondoyudo

Digul

Sunggal

Cibogo

Cigeulis

Kalimas

Code

23,60 ab

19,53 c

23,80 ab

22,47 bc

24,20 ab

22,23 bc

24,10 ab

24,53 ab

25,53 ab

27,27 a

22,12 ab

18,10 c

22,37 ab

20,32 bc

21,88 ab

19,86 bc

22,38 ab

22,23 ab

22,95 ab

24,69 a

KK (%) 9,45 9,75 Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom yang sama tidak menunjukkan beda nyata

pada taraf 5% menurut uji BNT.

Varietas Code menghasilkan rata-rata jumlah anakan dan rata-rata jumlah

malai per rumpun paling banyak serta berbeda nyata dengan varietas Fatmawati,

Bondoyudo dan Sunggal, tetapi dengan varietas Batang gadis, Cimelati, Digul,

Cibogo, Cigeulis dan Kalimas tidak tidak terdapat perbedaan yang nyata.

Berdasarkan diskripsi varietas padi unggul baru dinyatakan bahwa varietas

Code memiliki jumlah anakan produktif yang banyak (Lesmana et. al., 2002).

Setelah dilakukan pengujian pada lahan yang berbeda agroekologinya,

menghasilkan jumlah anakan produktif yang paling banyak diantara varietas-

varietas yang diuji. Hal ini disebabkan, varietas Code lebih toleran pada lahan

sawah dengan ketinggian tempat sampai 500 m dpl, sedangkan pengujian

dilakukan pada lahan sawah dengan ketinggian tempat ± 450 m d.p.l.

Komponen hasil

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa komponen hasil yang meliputi

panjang malai, jumlah gabah isi tiap malai, jumlah gabah hampa tiap malai dan

berat 1000 butir gabah terdapat perbedaan yang nyata sedangkan kadar air gabah

tidak terdapat perbedaan nyata.

Page 324: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

191

Tabel 2. Uji adaptasi varietas padi unggul baru terhadap panjang malai , jumlah

gabah isi permalai, jumlah gabah hampa per malai, berat 1000 butir dan

kadar air

Varietas Panjang malai

(cm)

Jumlah gabah

isi per malai

Jumlah gabah

hampa per

malai

Berat 1000

butir (g)

Kadar air

(%)

Batang Gadis

Fatmawati

Cimelati

Bondoyudo

Digul

Sunggal

Cibogo

Cigeulis

Kalimas

Code

19,23 d

23,18 a

20,81 bc

20,33 bcd

20,71 bc

19,85 cd

20,20 bcd

20,29 bcd

21,02 b

21,25 b

59,76 c

96,95 a

60,20 c

59,54 c

43,12 d

72,19 bc

74,55 b

76,19 b

75,03 b

71,08 bc

33,04 cde

107,07 a

34,36 cd

27,36 efg

37,96 c

29,34 def

22,16 g

24,19 fg

32,80 cde

46,47 b

26,37 c

33,83 a

31,43 ab

30,10 abc

30,67 ab

29,43 bc

30,50 ab

27,80 bc

29,63 bc

31,07 a

21,27 a

21,40 a

21,03 a

22,03 a

20,03 a

21,17 a

21,70 a

20,93 a

23,13 a

21,97 a

KK (%) 3,30 10,93 10,05 7,87 97,83

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom yang sama tidak menunjukkan beda nyata

pada taraf 5% menurut uji BNT.

Varietas Fatmawati menghasilkan jumlah gabah isi per malainya paling

banyak diantara varietas-varietas yang lain, tetapi juga menghasilkan jumlah

gabah hampa paling banyak. Varietas-varietas lain yang jumlah gabah isinya lebih

banyak berturut-turut adalah Cigeulis, Kalimas dan Cibogo. Berat 1000 butir gabah

yang paling berat juga dihasilkan oleh varietas Fatmawati kemudian diikuti

varietas-varietas Code, Cimelati, Cibogo dan Digul.

Pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman merupakan proses yang

berkelanjutan dan mengarah ke karakteristik morfogenesis spesies. Kedua proses

tersebut dikendalikan oleh genotipe dan lingkungan (Gardner et. al., 1985). Varietas

Fatmawati, Cigeulis, Kalimas dan Cibogo menghasilkan jumlah gabah isi yang lebih

banyak karena sifat genotipe yang telah terbawa oleh varietas tersebut, selain itu

didukung oleh kondisi lingkungan pengujian yang sesuai. Jumlah gabah hampa

paling banyak pada varietas Fatmawati karena selain dipengeruhi serta faktor

nutriea dan air yang kurang mencukupi. Saat pengujian dosis pupuk yang diberikan

1,3 kg NPK/plot (25,5 m2) + 0,4 Urea /plot (25,5 m2). Hal ini kemungkinan cukup

untuk varietas lain tetapi kurang mencukupi untuk varietas Fatmawati yang

memiliki jumlah gabah paling banyak.

Menurut Gardner et. al. (1985) bahwa berlangsungnya pertumbuhan

terutama ditentukan oleh ketersediaan air dan unsur N. Varietas Fatmawati

kemungkinan peka terhadap kekurangan unsur N sehingga mempengaruhi

pengisian gabah.

Produksi

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa produksi gabah kering panen dan

gabah kering giling terdapat perbedaan yang nyata dari 10 varietas yang diuji.

Produksi gabah kering panen tertinggi adalah varietas Cimelati, dan berbeda nyata

dengan varietas Batang Gadis, Bondoyudo dan Digul, sedangkan untuk gabah

kering giling berbeda nyata dengan Batang Gadis, Fatmawati, Bondoyudo, Digul,

Cigeulis dan Kalimas (Tabel 3).

Page 325: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

192

Tabel 3. Uji adaptasi varietas padi unggul baru terhadap produksi

Varietas Produksi gabah kering

panen (t/ha)

Produksi gabah kering

giling (t/ha)

Batang Gadis

Fatmawati

Cimelati

Bondoyudo

Digul

Sunggal

Cibogo

Cigeulis

Kalimas

Code

6,96 cd

9,71 ab

10,43 a

8,02 bcd

6,09 d

9,58 ab

10,11 ab

8,48 abc

8,30 abc

9,91 ab

5,70 cd

6,60 bcd

8,56 a

6,25 bcd

4,99 d

7,47 ab

7,38 ab

6,61 bcd

6,23 bcd

7,43 ab

KK (%) 14,70 14,76 Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom yang sama tidak menunjukkan beda nyata

pada taraf 5% menurut uji BNT.

Varietas Cimelati menghasilkan gabah kering panen dan gabah kering giling

paling tinggi diantara varietas-varietas padi unggul baru yang diuji yaitu mencapai

10,4 t/ha gabah kering panen dan 8,5 t/ha gabah kering giling, selanjutnya diikuti

varietas Cibogo, Fatmawati,Sunggal dan Code yaitu mencapai 9 – 10,1 t/ha gabah

kering panen. Namun produksi gabah kering giling yang mencapai 7 t/ha lebih

hanya dihasilkan oleh varietas Sunggal, Cibogo dan Code.

Berdasarkan data diskripsi varietas padi unggul baru, potensi hasil pada

varietas-varietas Cimelati, Code, Sunggal dan Cibogo berkisar antara 6 – 8 t/ha

(Lesmana et, al., 2002). Hasil pengujian menunjukkan potensi hasil varietas

Cimelati, Sunggal, Code dan Cibogo yang diuji adaptasikan di lahan sawah pada

ketinggian tempat ± 450 m d.p.l tidak berbeda nyata yaitu mencapai 7 – 8,5 t/ha

gabah kering giling.

KESIMPULAN

Jumlah anakan dan jumlah malai per rumpun yang paling banyak dijumpai

varietas Code yaitu 27 anakan dan 24 malai per rumpun serta berbeda nyata

dengan varietas Fatmawati, Bondoyudo dan Sunggal.

Varietas Fatmawati menghasilkan jumlah gabah isi per malai, panjang malai

dan berat 1000 butir yang paling tinggi jika dibandingkan dengan varietas-

varietas yang lain tetapi jumlah gabah hampanya paling banyak yaitu 52,5%/

malai.

Kadar air dari sepuluh varietas yang diuji adaptasikan tidak berbeda nyata

yaitu sekitar 20 – 23%.

Potensi hasil tertinggi adalah varietas Cimelati, Sunggal, Cibogo dan Code

dengan produksi 7,38 – 8,56 t/ha gabah kering giling.

Page 326: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

193

DAFTAR PUSTAKA

Baihaki A., 2004. Mengantisipasi persaingan dalam menuju swasembada varietas

unggul. Makalah Simposium Peripi 2004. Balitro.

Diperta Jatim. 2004. Laporan tahunan Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur tahun

2004.

Gardner. P.G., R.B. Pearee and T.L. Mitchell. 1985. Physiology of crop plants. The

Iowa State University. Press. U.S.A. 428p.

Kustiyanto. B.,2001. Kriteria seleksi untuk sifat toleran cekaman lingkungan biotik

dan abiotik. Makalah penelitian koordinasi program pemuliaan pertisipatif

(Shuttle breeding) dan uji multilokasi. Sukamandi, 9-14 April 2001.

Kamandalu. AANB., Rubiyo dan Aan A Daradjat.2003. Keragaan galur harapan

padi sawah di dua lokasi di Bali dalam Kebijakan Perberasan dan Inovasi

teknologi padi. Suprihatno et. al., (Ed). Badan Litbang Pert. (p: 491-501).

Lesmana, O.S.Husni, M. Toha, Irsal Las. 2002. Diskripsi varietas unggul padi.

Balitpa. 54p.

Sembiring H., dan Wirajaswadi. 2001. Penampilan beberapa varietas unggul baru

padi di sentra produksi gogo rancah di Lombok Tengah. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian NTB (belum dipublikasi).

Page 327: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

320

PENGGUNAAN CAMPURAN DEDAK HALUS + IKAN ASIN DALAM

PAKAN KOMERSIAL TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

Ahmad Subhan*) dan Eni Siti Rohaeni*)

ABSTRAK

Biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam usaha peternakan itu

yaitu berkisar antara 60 – 70 % dari total biaya produksi. Sementara efisiensi

penggunaan pakan itik petelur di Indonesia masih sangat rendah. Faktor

penyebab rendahnya efisiensi penggunaan pakan antara lain: mutu genetik,

banyaknya pakan yang tercecer dan kebiasaan peternak memberikan pakan yang

lebih dari kebutuhan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh

pencampuran dedak halus + ikan asin ke dalam pakan komersial itik B terhadap

produksi telur itik Alabio. Sebanyak 80 ekor umur 22 – 32 minggu dibagi empat

kelompok. Penelitian ini menggunakan rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan

empat perlakuan yaitu penambahan campuran 0%,(RI), 15%(RII), 30%(RIII) dan

45% (RIV) ke dalam pakan komersial, perlakuan tersebut diberikan selama 10

minggu dan sebagai farameternya adalah konsumsi ransum, produksi telur,

konversi ransum, bobot telur dan analisa usaha (IOFC). Hasil penelitian

menunjukan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi ransum dan bobot

telur. Analisa usaha menujukkan bahwa terjadi peningkatan pendapatan sejalan

dengan peningkatan persentase penambahan campuran hal ini dikarenakan harga

ransum turun dan telur yang dihasilkan bobotnya semakin besar .

Kata kunci : Campuran, pakan, itik Alabio, produksi telur dan analisa usaha

ABSTRACT

Feed cost is the biggest component in poultry, taking about 60% - 70% from

the total of production cost. Efficient use of feed to poultry is very low in Indonesia,

caused by genetic quality, losing feed in application and behavior of breeder to give

more than the need. The study was doing to know the effect of mixing of fine bran +

salted fish to commercial feed B duck in “pellet” form for egg production of Alabio

duck. It was consisted of 80 ducks, in age 22 – 32 weeks and arranged into 4 groups.

The study was arranged in a randomized complete design, with four treatments

being studied, i.e : mix added 0%, 15%, 30%, and 45% into commercial feed, that was

given for 10 weeks. Record were taken on : feed consumption, egg production, feed

conversion, egg weight, and economic analysis. Result showed that feed

consumption and egg weight are significant. Revenue are in line with feed addition

percentage, that it caused of the price of feed decrease and the egg weight produced

raised.

Key words : Mix, feed, Alabio duck, egg production and economic analysis.

____________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan

Page 328: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

321

PENDAHULUAN

Itik Alabio merupakan komoditas strategis dan unggulan di Kalimantan

Selatan. Populasinya tersebar di propinsi ini, dimana pada tahun 2003 sekitar 2,7

juta ekor dan khusus didaerah sentra sentra (Kabupaten Hulu Sungai Utara)

42,98% dari populasi itik di Kalimantan Selatan dengan kontribusi produksi telur

sebesar 47,5% (Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan, 2004).

Untuk pengembangan menuju ke arah pola usaha agribisnis, masih

menghadapi beberapa kendala antara lain, bibit yang belum memenuhi standar

mutu, produk peternakan yang mudah rusak , pakan ternak yang relatif mahal dan

sistem kelembagaan yang belum berfungsi secara baik.

Motif dilakukannya pemeliharaaan itik Alabio umumnya untuk menghasilkan

telur, baik telur konsumsi maupun telur tetas. Untuk pengembangan usaha tersebut

perlu diperhatikan beberapa faktor diantaranya adalah faktor pakan. Pakan yang

diberikan sangat menentukan tingkat keberhasilan usaha itik yang dilakukan

secara komersial, kesalahan dalam penyajian dan pemberiannya akan berakibat

buruk terhadap produksi dan reproduksi bahkan terjadi kematian.

Biaya pakan merupakan porsi terbesar dari seluruh biaya produksi dalam

usaha peternakan itik, yaitu berkisar antara 50 – 70 % dari total biaya produksi.

Oleh karena itu harus diusahakan agar pakan yang diberikan ke ternak dapat

memberikan keuntungan yang diharapkan. Salah satu upaya yaitu dengan

memanfaatkan bahan-bahan pakan lokal. Sedang bahan pakan sumber energi

untuk itik Alabio yang saat ini banyak digunakan yaitu dedak. Dedak merupakan

limbah dari proses pengolahan gabah dan tidak dikonsumsi manusia sehingga tidak

bersaing dalam penggunaannya (Rasyaf, 1994).

Bahan pakan sebagai sumber protein yang diberikan peternak di daerah

sentra itik Alabio selama ini adalah berupa keong dan ikan segar yang dicincang

(Rohaeni, 1996). Namun karena ini semakin sulit diperoleh dan ketersediaannya

tergantung musim, maka perlu dicari bahan pakan lain sumber protein yang

mudah didapat dan selalu tersedia. Ikan asin/kering merupakan bahan pakan

unggas yang mengandung za-zat makanan yang cukup tinggi terutama protein.

Selain itu juga harganyanya relatif murah, ketersediaannya lebih kontinyu dan

mudah didapat oleh peternak dipelosok sekalipun.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh campuran dedak

halus + ikan asin dalam pakan komersial terhadap produksi telur itik Alabio.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Loktabat, Kecamatan Banjarbaru

Kabupaten Banjarbaru, Kalimantan Selatan selama sepuluh minggu. Ternak yang

digunakan yaitu itik Alabio betina berumur 22 minggu yang dibeli dari peternak di

daerah sentara pembibitan itik Alabio sebanyak 80 ekor. Rancangan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), pelakuan

yang diberikan 4 macan dengan 5 ulangan, setiap ulangan digunakan 4 ekor.

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan analisa sidik ragam dan untuk melihat

perbedaan antar perlakuan digunakan Uji lanjutan Beda Nyata Jujur (Steel and

Torrie, 1989).

Page 329: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

322

Perlakuan yang yang digunakan, yaitu campuran dedak + ikan asin yang

dicampurkan kedalam pakan komersial Itik B dengan persentase : 0% (RI), 15% (RII),

30 (RIII), 45% (RIV). Susunan pakan perlakuan dan komposisi zat makan bahan

pakan ditampilkan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Susunan pakan perlakuan untuk itik Alabio priode bertelur

Bahan pakan Perlakuan

RI RII RIII RIV

Pakan komersial (Itik B) 100 85 70 55

Dedak + ikan asin (kg) 0 15 30 45

Protein (%) 18 18 18 18

Metabolisme energi (Kcal/kg 2.800 2.679 2.558 2.437

Harga (Rp) 2.500 2.275 2.050 1.825

Tabel 2. Komposis zat makanan dari bahan pakan yang digunakan dalam perlakuan

Bahan pakan

Kandungan zat makanan

Protein

Kasar

(%)

Lemak

kasar

(%)

Serat

kasar

(%)

kalsium phospor Energi

Kcal/kg

Pakan komersial itik B 18 4,0 16,50 3,20 0,60 2.800

Ikan asin 47,90 8,32 1,58 4,64 2,35 3.798,32

Dedak halus 12 7,90 8,32 1,50 0,21 1.630

Campuran (dedak halus

+ ikan asin)

18 7,97 7,19 7,05 0,55 1.992,37

Parameter yang dilihat adalah rataan produksi telur, berat telur, jumlah telur

,konsumsi pakan, konversi pakan dan analisa ekonomi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pakan tidak memberikan

pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap produksi telur dan konversi pakan, namun

perlakuan ini memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) terhadap konsumsi

pakan dan berat telur. Pakan perlakuan memberikan berat telur yang sangat besar

dibanding pakan kontrol.

Tabel 3. Keragaan Itik Alabio yang diberi pakan perlakuan

Variabel Perlakuan

RI RII RIII RIV

Produksi telur (%) 72,14 63,29 65,57 56,71

Berat Telur (gr) 56,13a 59,46b 59,20ab 62,35b

Konsumsi pakan (gr) 136,17a 140,11ab 146,70b 146,93b

Konversi pakan 3,31 3,90 3,80 4,04

Jumlah telur (butir) 1015 913 934 840

Jumlah pakan (gr) 190.632,6 196.852,4 205.246,2 205.538,2

Penjualan telur (Rp) 629.400 570.625 583.750 546.000

Biaya pakan (Rp) 476.581,5 447.839,2 420.745 375.107

IOFC (Rp) 132.418,5 122.785,8 163.005 171.693

Keuntungan kotor/ekor (Rp) 7.640 6.139 8.150 8.589

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda (P>0.05)

Page 330: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

323

Pada Tabel 3 terlihat bahwa produksi telur yang dihasilkan tidak nyata

dipengaruhi oleh penggunaan pakan campuran bahkan ada kecenderungan semakin

tinggi persentase penambahan kedalam pakan komersial produksi relatif semakin

menurun. Hal ini diduga adanya perubahan susunan zat makanan dalam pakan

komersial itik B karena penambahan dedak dan ikan asin. Dugaan ini dikuatkan

Wahju (1978) yang menyatakan bahwa komposisi zat-zat makanan dalam pakan

komersial (pakan pabrik) sudah mengandung zat-zat makanan yang cukup untuk

kebutuhan, baik untuk hidup pokok maupun produksi. Dengan demikian

penambahan campuran dedak + ikan asin tidak menghasilkan produksi telur yang

tinggi.

Rataan berat telur yang dihasilkan pada penelitian ini berpengaruh sangat

nyata (P<0.01) dengan penambahan dedak + ikan asin , dimana semakin besar

persentase campuran ditambahkan berat telur semakin tinggi, telihat pada

perlakuan RIV (penggunaan 45%) menghasilkan berat telur yang paling tinggi. Hal

ini dikuatkan dengan pernyataan Wasito dan Rohaeni, 2003), itik yang diberi

ransum komersial yang dicampur dengan dedak dan ikan asin dapat menghasilkan

telur yang besar (berat 60 – 70 gr).

Perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap konsumsi ransum,

seiring dengan meningkatnya penambahan campuran ke dalam pakan komersial.

Diduga peningkatan konsumsi dikarenakan penurunan kandungan energi dalam

pakan sejalan semakin meningkatnya presentase penambahan. Dugaan ini

dikuatkan juga pernyataan Wahju (1991) bahwa unggas yang diberi pakan dengan

kandungan energi yang semakin menurun akan meningkatkan konsumsi

pakannya.

Pada perhitungan income over feed cost (IOFC) telihat bahwa pada perlakuan

RIV menghasilkan nilai tertinggi (Rp 171.693), hal ini menunjukkan bahwa

campuran dedak halus + ikan asin sebesare 45% dalam pakan komersial dapat

diberikan pada itik Alabio petelur dibandingkan dengan hanya menggunakan 100%

pakan komersial, walaupun dari segi produksi tinggi tetapi telur yang dihasilkan

relatif kecil sehingga harga telur rendah. Beberapa asumsi yang digunakan dalam

perhitungan ini adalah harga yang berlaku pada saat penelitian yaitu harga telur

per butir dengan ukuran kecil (53 -56 gr) Rp 600, sedang (58 -60 gr) Rp 625 dan

besar (> 60 gr) Rp650.

Rendahnya pendapatan yang dihasilkan dikarenakan produksi telur belum

mencapai puncaknya , dimana masa puncak produksi telur itik Alabio terjadi pada

bulan keempat – kedelapan (Setioko dan Rohaeni, 2002)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Penambahan campuran dedak halus + ikan asin ke dalam pakan komersial itik

B tidak berpengaruh terhadap produksi telur maupun konversi pakan, namun

memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap berat telur dan konsumsi

pakan.

2. Ada kecenderungan semakin tinggi persentase campuran yang ditambahkan

kedalam pakan komersial maka Income Over Feed Cost yang dihasilkan

semakin tinggi.

Page 331: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

324

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan, 2004. Laporan Tahunan Dinas

Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru .

Rasyaf, M. 1994. Beternak Itik Komersial. Penerbit Yayasan Kanisius, Jogyakarta.

Rohaeni, E.S. 1996. Identifikasi dan aplikasi bahan pakan lokal untuk itik Alabio di

Kalimantan Selatan. Laporan Penelitian IPPTP, Banjarbaru

Steel, R.G.D dan J.H. Torrie, 1989. Prinsip dan prosedur statistik suatu pendekatan biometrik. Gramedia, Jakarta.

Setioko, A.R. dan E.S. Rohaeni. 2002. Pemberian bahan pakan lokal terhadap

produktivitas itik Alabio. Pros Lokakarya Unggas Air : Pengembangan

Agribisnis Unggas Air Sebagai Peluang Usaha Baru. Bogor, 6 – 7 Agustus.

Hlm. 129 – 138.

Wahju. J. 1978. Cara Pemberian Ransum dan Penyusunasn Ransum Unggas.

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Wahju. J. 1991. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Wasito dan E. S. Rohaeni. 2003. Beternak Itik Alabio. Penerbit Yayasan Kanisius,

Yogyakarta. Cetakan ke V.

Page 332: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

325

PROSPEK PENGUSAHAAN TERNAK ITIK MA DI SENTRA PRODUKSI

KABUPATEN TANAH LAUT

Eni Siti Rohaeni*) dan Rismarini Zuraida*)

ABSTRAK

Itik MA merupakan itik hasil persilangan antara itik Mojosari dan Alabio. Itik

ini mulai dikenal masyarakat Kalimantan Selatan sekitar tahun 2003 yang dihasilkan

dari BPTU Pelaihari. Studi ini dilakukan dengan cara survei di daerah atau lokasi

dekat BPTU. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui prospek

pengusahaan itik MA di sentra produksi di Kabupaten Tanah Laut. Hasil studi

menunjukkan bahwa peternak mempunyai minat yang tinggi untuk memelihara dan

mengusahakan ternak itik MA baik sebagai itik potong maupun itik petelur. Skala

pemeliharaan berkisar antara 50-500 ekor/KK. Berdasarkan pengalaman peternak,

itik MA mempunyai daya tahan yang lebih baik dari pada itik Alabio karena

mortalitas rendah. Hasil analisis Finansial usaha diketahui bahwa pemeliharaan itik

MA sebagai itik potong yang dijual pada umur antara 2,5-3 bulan layak dan

menguntungkan untuk diusahakan serta mempunyai prospek untuk dikembangkan

karena pada pengusahaan 100 ekor itik MA tingkat penerimaan yang diperoleh

mencapai Rp 1.552.000,- dengan nilai R/C ratio yang mencapai 1,25 (R/C > 1) .

Kata kunci : Itik MA, prospek, Tanah Laut.

ABSTRACT

MA duck is a crossing between Duck of Mojosari and Alabio. This Duck begin to

be recognized by people of South Kalimantan in 2003, yielded from BPTU Pelaihari.

This study was done by survey nearby location or area of BPTU. The intention of this

activity was to know the prospect of culturing MA duck at the production centre in

Tanah Laut. Result of study showed that the breeder having high enthusiasm to look

after MA livestock as crosscut duck and also duck layer. Scale range from 50-500 tail /

KK. Based on breeder experience, MA duck have the better endurance from duck

Alabio because of low mortality. Result of financial analysis, it was known that the

conservacy of duck MA as crosscut duck sold age among 2,5-3 month was feasible, and

culturing 100 tail of duck MA gave profit around Rp 1.552.000,- with the value R/C

ratio 1,25.

Key word : MA duck, prospect, Tanah Laut

PENDAHULUAN

Populasi itik di Kalimantan Selatan termasuk besar, pada tahun 2003 sekitar

2,7 juta ekor (Dinas Peternakan Kalimantan Selatan, 2004). Itik yang berkembang

sebagian besar adalah itik Alabio, namun ada juga itik lain seperti itik Tegal, entok,

atau itik silangan lainnya yang dipelihara petani. Salah ternak itik yang mulai

dikenal di Kalimantan Selatan yaitu itik MA.

_________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan

Page 333: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

326

Peran ternak itik yang dipelihara oleh petani yaitu sebagai sumber protein

hewani baik dari telur dan daging dan sumber pendapatan. Produksi telur dan

daging yang dihasilkan di Kalimantan Selatan pada tahun 2003 masing-masing

sebesar 19.641.765 kg dan 650.556 kg. Jumlah telur yang dihasilkan dari ternak itik

memberikan kontribusi sebesar 53,80% dari produksi telur unggas yang ada sedang

produksi daging itik hanya dapat menyuplai sekitar 3,57% dari produksi daging

unggas (Dinas Peternakan Kalimantan Selatan, 2004). Data tadi menunjukkan

bahwa peran itik sangat dominan terutama sebagai penghasil telur.

Itik MA merupakan itik hasil persilangan antara itik jantan Mojosari dengan

itik betina Alabio. Itik ini mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan kedua

kelompok induknya (Setioko et al., 2004). Menurut Sumanto et al. (2001) meskipun

profil itik MA memperlihatkan pertumbuhan dan produksi telur yang lebih baik dari

kedua galur tetuanya atau dari itik lokal yang ada disekitarnya, namun kemantapan

produksi tampaknya masih belum stabil dan berapa biaya yang yang dikeluarkan

untuk memproduksi itik/ekor hingga siap bertelur. Selanjutnya dilaporkan bahwa

persepsi peternak terhadap itik MA yang berkembang di Cirebon yaitu : makan lebih

rakus dibanding itik lokal lain, tumbuh lebih cepat, lebih

Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Sumanto et al. (2001) bahwa itik MA

mampu berkembang dan memberikan hasil yang baik yaitu di daerah Brebes, Blitar

dan Cirebon. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Sumanto et al. (2004) bahwa

pengembangan itik MA di Blitar, brebes dab Cirebon layak untuk dikembangkan

karena nilai B/C lebih dari 1. Peternak itik MA di Blitar mendapatkan nilai B/C

berkisar antara 1,109-1,198 sedang di Brebes dan Cirebon lebih tinggi yaitu antara

1,552-1,561.

Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) di Pelaihari merupakan salah satu

instansi yang mempunyai mandat untuk melaksanakan pembibitan itik untuk

menghasilkan bibit unggul antara lain mengembangkan bibit niaga itik MA (Setioko

et al., 2004). Penelitian tentang itik MA di Kalimantan Selatan telah diteliti oleh

Balitnak bekerjasama dengan BPTU Pelaihari sejak tahun 2002 dan sekitar tahun

2004 mulai dipelihara peternak.

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui prospek pengusahaan itik MA di

sentra produksi di Kabupaten Tanah Laut.

BAHAN DAN METODE

Kegiatan ini dilakukan di desa atau daerah dekat dengan lokasi BPTU

Pelaihari yaitu di Kecamatan Tambang Ulang dan Bati-bati, Kabupaten Tanah

Laut. Metode yang dilakukan dengan cara survei dan wawancara terhadap

respondon peternak itik MA. Responden yang diwawancarai yaitu peternak yang

memelihara itik MA. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk dilihat

dan dibahas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeliharaan Itik MA

Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden diketahui bahwa peternak

mendapatkan itik MA dari BPTU dengan cara membeli. Peternak yang memelihara

itik MA beragam ada yang telah berpengalaman namun ada yang mencoba-coba

Page 334: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

327

atau sebagai pemula. Pemeliharaan itik MA dilakukan secara intensif dengan

kandang yang sederhana.

Itik MA yang dipelihara oleh peternak terdiri atas 2 macam yaitu membeli itik

MA umur 1 minggu dan itik MA yang lebih besar yaitu yang berumur siap telur.

Untuk itik MA yang dibeli umur 1 minggu, pemeliharaan yang dilakukan yaitu

dalam kandang secara terkurung selama 2 minggu dengan diberikan lampu untuk

pemanas. Setelah itu pemeliharaan itik (umur di atas 3 minggu) dilakukan secara

kombinasi yaitu dikandangkan dan dilepas berpagar. Kandang yang disediakan

sederhana yaitu terbuat dari bambu, atap dari terpal atau rumbia. Peralatan

makan dan minum terbuat dari plastik dan kayu. Skala pemeliharaan itik MA

antara 100-500 ekor/KK, sebagian besar itik yang dipelihara adalah sebagai itik

potong dengan jenis seks jantan .

Pakan

Pakan yang diberikan adalah pakan campuran antara pakan komersial

dengan dedak. Pemberian pakan dilakukan 2-3 kali/hari yaitu pada pagi, siang dan

sore hari. Air minum disediakan secara ad libitum yang ditempatkan pada tempat

minum plastik. Pakan yang diberikan untuk itik umur 1-3 minggu adalah pakan

komersial (100%), setelah itu campuran antara pakan komersial dan dedak (selama

2 minggu) dengan perbandingan 2 bagian pakan komersial dan 1 bagian dedak.

Untuk itik umur di atas 1 bulan sampai dijual perbandingan pakan komersial dan

dedak masing-masing 50%, data pada Tabel 1.

Tabel 1. Susunan pakan untuk itik MA

No Uraian Kelompok umur itik

1-2 minggu 2-4 minggu > 1 bulan

1 Pakan Pakan komersial 2 bagan Pakan

komersial dan

1 bgn dedak

1 bgn pakan komersial

dan 1 bgn dedak

2 Harga/kg (Rp) 2.400 1.924 1.700

3 Total konsumsi

pakan (kg/ekor)

0,5 2,0 3,5

Berdasarkan informasi yang diterima dari responden diketahui bahwa pakan

yang diberikan baik dari segi kualitas dan kuantitas cukup baik. Harga pakan itik

selama pemeliharaan 2 minggu sebesar Rp 2.400/kg, dan 2 minggu berikutnya harga

pakan sebesar Rp 1.924/kg, dan itik di atas umur 1 bulan harganya Rp 1.700/kg.

Harga pakan semakin murah bila umur itik bertambah, hal ini karena adanya

pencampuran antara pakan komersial dengan dedak. Pakan yang digunakan hanya

2 macam yaitu pakan komersial dan dedak, tidak seperti yang dilaporkan oleh

Sumanto et al. (2001) pakan yang diberikan untuk itik MA di Kabupaten Cirebon

yaitu konsentrat 155, dedak, menir, jagung dan ampas tahu. Selanjutnya

dilaporkan Sumanto et al. (2001), semakin banyak bahan pakan yang digunakan

dan semakin besar ampas tahu yang digunakan harga pakan turun sekitar Rp

700/kg.

Tenaga kerja yang digunakan untuk memelihara itik MA adalah tenaga

keluarga, namun dalam analisis usaha tetap diperhitungkan. Pada umumnya yang

memelihara (memberi pakan dan minum) dilakukan oleh ibu/istri dan anak, kepala

keluarga mendapat tugas membeli pakan dan menjual ternak/produk serta

Page 335: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

328

membersihkan kandang. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan

responden diketahui bahwa itik MA yang dipelihara sampai itik siap jual (uumur 3

bulan) kematiannya berkisar antara 2-6% dengan rataan 3%. Hasil penelitian yang

dilaporkan oleh Sumanto et al. (2001) dan Juarini et al. (2003) bahwa kematian itik

MA banyak terjadi pada umur < 1 bulan berkisar antara 3-7% dan dengan

bertambahnya umur itik maka tingkat kematian menurun menjadi < 1%.

Analisis Biaya dan Pengeluaran

Hasil analisis biaya dan pengeluaran yang dilakukan diketahui bahwa itik

MA layak dan menguntungkan untuk diusahakan. Skala pemeliharaan yang

dilakukan petani berkisar antara 100-500 ekor. Hasil analasis diketahui bahwa

penerimaan yang diperoleh dari pemeliharaan ternak itik MA sebagai itik potong

selama 3 bulan sebesar Rp 1.552.000 dan pendapatan yang diperoleh sebesar Rp

313.000 atau sekitar Rp 3.130/ekor/3 bulan dengan nilai R/C sebesar 1,25 (Tabel 2).

Beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini yaitu skala pemeliharaa

100 ekor, kematian 3%, harga pakan komersial Rp 120.000/zak (1 zak = 50 kg),

harga dedak Rp 1.000/kg, harga DOD jantan Rp 1.000/ekor, dan vitamin Rp

9.000/gelas. Hasil yang dilaporkan oleh Wibowo et al. (2001) bahwa itik MA/AM di

Kabupaten Blitar nilai R/C yang dihasilkan berkisar antara 1,11-1,29. Hasil

penelitin lain yang dilaporkan Juarini et al. (2001), itik Turi yang dibesarkan sampai

umur 35 hari dihasilkan nilai R/C sebesar 1,55 sedang bila dipelihara dari umur 35

hari sampai siap telur nilai R/C yang dihasilkan untuk pola pangonan 1,39 dan pola

terkurung 1,10. Hasil penelitian lain yang dilaporkan oleh Juarini et al. (2003)

bahwa itik MA yang dipelihara secara intensif sebagai penghasil telur mampu

menghasilkan nilai R/C antara 1,42-1,7. Pada penelitian yang dilaporkan oleh

Wibowo et al. (2003) bahwa usaha penetasan itik MA yang dilakukan petani

memberikan peluang dan prospek yang baik, hal ini ditunjukkan dengan nilai R/C

sebesar 1,71. Pada makalah ini berdasarkan analisis diketahui bahwa itik MA

jantan sebagai itik potong yang dipelihara di Kalimantan Selatan dihasilkan nilai

R/C tidak jauh berbeda dengan beberapa penelitian lain yang telah dilaporkan.

Berdasarkan analisis di atas terlihat bahwa biaya yang dikeluarkan untuk

pakan sebesar 71,02% dari total biaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Scott dan

Dean (1991) bahwa biaya pakan merupakan biaya terbesar yang dikelurkan untuk

pemeliharaan ternak secara intensif yaitu berkisar antara 60-70%. Biaya lain yang

termasuk besar yaitu untuk tenaga kerja dan pembelian bibit masing-masing 12,1%

dan 8,07% (Tabel 2).

Page 336: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

329

Tabel 2. Analisis biaya dan pendapatan ternak itik MA sebagai ternak potong di

Tanah Laut

No Uraian Fisik

Nilai

(Rp) %

1 Biaya :

Bibit itik 100 ekor @ Rp 1.000 100.000 8,07

Pakan Pakan jadi 4 zak @ Rp

120.000

480.000 38,74

Dedak 400 kg @ Rp 1.000 400.000 32,28

Obat-obatan/vitamin 1 gelas @ Rp 9.000 9.000 0,73

Kandang dan alat 1 paket 50.000 4,04

Listrik 1 periode 50.000 4,04

Tenaga Kerja 5 HOK @ Rp 25.000 150.000 12,10

Total Biaya 1.239.000 100,00

2 Penerimaan :

Penjualan Itik 97 ekor @ Rp 16.000 1.552.000

3 Pendapatan ( 2-1) 313.000

4 R/C Ratio 1,25

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini yaitu :

1. Peternak mempunyai minat yang tinggi untuk memelihara dan

mengusahakan ternak itik MA baik sebagai itik potong maupun itik petelur.

2. Skala pemeliharaan berkisar antara 50-500 ekor/KK.

3. Berdasarkan pengalaman peternak, itik MA mempunyai daya tahan yang

lebih baik dari pada itik Alabio karena mortalitas rendah.

4. Hasil analisis usaha diketahui bahwa pemeliharaan itik MA sebagai itik

potong yang dijual layak dan menguntungkan untuk diusahakan serta

mempunyai prospek untuk dikembangkan karena pada pengusahaan 100 ekor

itik MA tingkat penerimaan yang diperoleh mencapai Rp 1.552.000,- dengan

nilai R/C ratio sebesar 1,25.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Peternakan Kalimantan Selatan. 2004. Buku Saku Peternakan Tahun 2004.

Banjarbaru.

Juarini, E., Sumanto, B. Wibowo, dan R. Matondang. 2001. Analisis ekonomi

pembesaran itik di DIY, Jatim dan Jabar. Prosiding Lokakarya Unggas Air. Bogor, 6-7 Agustus 2001. P. 146-156.

Juarini, E., Sumanto, dan B. Wibowo. 2003. Uji multilokasi bibit niaga itik petelur.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veterinar. Bogor, 29-

30 September 2003. P. 507-512.

Scott, M. I., and W. F. Dean. 1991. Nutrition and Management of Duck. Publ. By

Scott of Ithaca. Cornell University. Ithaca, New York.

Page 337: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

330

Setioko, A. R., T. Susanti, L. H. Prasetya dan Supriyadi. 2004. Produktivitas itik

Alabio dan itik MA dalam sistem pembibitan di BPTU Pelaihari. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veterinar. Bogor, 4-5 Agustus

2004. P. 563-568.

Sumanto, E. Juarini, B. Wibowo dan L. H. Prasetyo. 2001. Kinerja pembesaran itik

MA siap telur di pedesaan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veterinar. Bogor 17-18 September 2001. P.661-669.

Sumanto, E. Juarini, B. Wibowo dan L. H. Prasetyo. 2004. Evaluasi pengembangan

itik MA di tingkat peternak : suatu analisis ekonomi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veterinar. Bogor, 4-5 Agustus 2004. P.

628-633.

Wibowo, B., L. H. Prateyo, E. Juarini dan Sumanto. 2001. Analisis ekonomi

pembesaran itik petelur silangan AM dan AM di tingkat petani (Studi kasus

Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar). Prosiding Lokakarya Unggas Air. Bogor, 6-7 Agustus 2001. P. 213-221.

Wibowo. B., E. Juarini, Sumanto, B. Brahmantiyo, dan L. H. Prasetyo. 2003. Usaha

pembibitan itik di Kabupaten Blitar. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veterinar. Bogor, 29-30 September 2003. P. 317-319.

Page 338: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

331

KAJIAN PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK DAN PEMANGKASAN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL DAUN NILAM

Joko Susilo*), Dede Juanda JS*) dan Sudadiyono*)

ABSTRAK

Penanaman nilam di Indonesia merupakan perkebunan rakyat yang dikelola

secara tradisional, sehingga hasil yang diperoleh relatif rendah sekitar 1,20 ton daun

kering/ha/panen. Untuk lebih meningkatkan produksi nilam disamping pemberian

pupuk an-organik, perlu diperhatikan pemberian pupuk organik dan pemangkasan.

Dengan pemangkasan akan merangsang pembentukan tunas-tunas baru dan

meningkatkan biomassa daun kering. Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, telah

dilakukan penelitian kajian penggunaan bahan organik dan pemangkasan terhadap

pertumbuhan dan hasil daun nilam di lahan kering. Penelitian di lakukan di Desa

Cacaban Lor, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, mulai bulan September-

Desember 2002. Rancangan yang dipakai RAK Faktorial. Faktor pertama dosis

penggunaan pupuk kandang (BO1= 0 ton/ha, BO2 = 2,5 ton/ha dan BO3 = 5,0 ton/ha).

Faktor kedua : pemangkasan (PO = tanpa pemangkasan dan P1 = pemangkasan umur

3 bulan). Masing-masing kombinasi perlakuan diulang 3 kali. Parameter pengamatan

meliputi daya tumbuh, jumlah tunas, lebar kanopi, jumlah cabang utama dan berat

pangkasan daun segar, jumlah tanaman sampel yang diamati sebanyak 5

tanaman/perlakuan dan menggunakan analisis rata-rata. Hasil pengkajian

menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pemangkasan memberikan daya tumbuh dan

tinggi tanaman yang paling baik, namun untuk jumlah jumlah tunas, lebar kanopi,

jumlah cabang utama dan produksi daun segar perlakuan pemangkasan memberikan

nilai yang lebih baik. Perlakuan pemupukan bahan organik 5 ton/ha memberikan

hasil yang lebih baik pada semua parameter. Pada kombinasi perlakuan

pemangkasan dan pemberian bahan organik 5 ton/ha memberikan hasil yang lebih

baik pada jumlah cabang utama dan produksi daun segar sebesar 2,56 kg/6 m².

Kata kunci : Bahan organik, pemangkasan dan daun nilam.

PENDAHULUAN

Indonesia adalah salah satu negara penghasil minyak nilam terbesar (75%) di

dunia (Anon, 1988). Minyak nilam digunakan dalam berbagai industri seperti parfum,

kosmetik dan sabun. Eksport minyak nilam cenderung meningkat dari tahun ke

tahun. Hariyanto (1989) mengutip dari data BPS, tahun 1979, 1985, 1986 dan 1987

mengemukakan bahwa Indonesia mengekspor minyak nilam berturut–turut sebesar

383, 380, 736, dan 876 ton.

Nilam (Pogastemon cablin Benth) termasuk famili labiaceae tumbuh berupa

semak, dengan ketinggian ± 1 m, dapat tumbuh baik di dataran tinggi maupun

dataran rendah. Menurut Guenther (1952) di Indonesia terdapat tiga jenis nilam yaitu

P. cablin Benth yang biasa disebut nilam aceh, P. neynenus dikenal dengan nama

nilam jawa dan P. hortensis.

__________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Page 339: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

332

Penanaman nilam di Indonesia merupakan perkebunan rakyat yang dikelola

secara tradisional (Somaatmadja, 1985), sehingga hasil yang diperoleh relatif rendah

yaitu sekitar 1,20 ton daun kering/ha/panen (Tasaman dan Tarigan, 1988). Menurut

Wahid et.al., (1989) serapan hara oleh tanaman nilam cukup tinggi sehingga dalam

budidayanya pemberian pupuk sangat penting Pemberian pupuk 180 kg Urea, 70 kg

TSP dan 140 kg KCl pada tanah Latosol merah kecoklatan menghasilkan 1,3 ton

daun kering/ha/panen (Tasman dan Wahid, 1988). Pada tanah Podsolik coklat

kuning dengan dosis 120 kg N dan 60 kg P2O5/ha diperoleh hasil 1,75 ton daun

kering/ha/panen (Suharwidi dan Hutagalung, 1976), selanjutnya pemberian pupuk

120 kg N + 80 kg P2O5 dan 100 kg K2O/ha dihasilkan 4,06 ton daun

kering/ha/panen (Adiwiganda et.al., 1973).

Untuk lebih meningkatkan produksi nilam disamping pemberian pupuk an

organik, perlu juga diperhatikan pemberian pupuk organik dengan tujuan

pertumbuhan vegetatif biomassa daun yang dihasilkan akan lebih banyak, juga

diperlukan pemangkasan, untuk merangsang pembentukan tunas-tunas baru

sehingga meningkatkan biomassa daun kering.

Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, telah dilakukan kajian penggunaan

bahan organik dan pemangkasan terhadap pertumbuhan dan hasil daun nilam di

lahan kering.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Desa Cacaban Lor, Kecamatan Bener, Kabupaten

Purworejo dari bulan September-Desember 2002. Rancangan yang digunakan

adalah Acak Kelompok (RAK) Faktorial. Faktor pertama adalah dosis penggunaan

bahan organik (pupuk kandang) dengan tiga taraf (BO1 = 0 ton/ha; BO2 = 2,5 ton/ha

dan BO3 = 5,0 ton/ha) dan faktor kedua adalah pemangkasan dengan dua taraf (P0 =

tanpa pemangkasan; P1 = umur pangkas 3 bulan). Masing–masing perlakuan di

ulang 3 kali. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali dari saat tanam

sampai panen daun pertama, dengan parameter yang diamati meliputi : daya

tumbuh (%), tinggi tanaman, jumlah tunas (ruas), lebar kanopi, jumlah cabang

utama dan berat pangkasan daun segar. Jumlah tanaman sampel yang diamati

pada masing-masing perlakuan per ulangan sebanyak 5 tanaman atau sebanyak 90

tanaman, dengan ukuran plot : 2 x 3 m, sehingga jumlah tanaman per plot sebanyak

20 tanaman.

Jarak tanam 100 x 50 cm dan jarak antar bedengan/plot 50 cm. Sebelum

tanam dilakukan pengolahan tanah sebanyak 2 kali, yaitu pengolahan pertama

dengan cangkul kemudian digaru agar tanah menjadi gembur.

Penanaman nilam dilakukan pada musim hujan memakai stek yang telah

disemaikan terlebih dahulu (bibit) pada umur 3 bulan bibit siap dipindahkan ke

lapangan, 1 lubang tanam untuk 1 bibit ditanam miring 30-40º arah Timur-Barat.

Sebelum tanam, lubang tanam diberi pupuk kandang yang telah matang sesuai

dengan dosis perlakuan.

Pemupukan menggunakan Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing

150 kg Urea, 50 kg SP-36 dan 75 kg KCl/ha. Pupuk SP-36 hanya diberikan pada saat

tanam. Urea dan KCl diberikan ¼ bagian pada umur 30 HST (Hari Setelah Tanam),

½ bagian pada 1 MSP (Minggu Setelah Panen) pertama dan ¼ bagian pada 1 MSP

kedua.

Page 340: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

333

Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau pertumbuhannya

tertekan dilakukan pada 1 BST (Bulan Setelah Tanam) yaitu pada saat sebelum

pemupukan pertama dilakukan.

Penyiangan dilakukan 2 kali, yaitu pada umur 2 bulan dan 3 bulan,

selanjutnya tanaman tidak perlu dilakukan penyiangan karena pada umur 4 bulan

tanaman sudah saling menutupi. Penyiangan dilakukan dengan cara mekanis

menggunakan cangkul dan kored. Tanaman nilam berumur 3 bulan, akan tumbuh

rimbun dan saling menutupi satu dengan yang lainnya, sehinga pemangkasan

dilakukan dengan memotong cabang yang berada dibagian atas (mulai dari cabang

tingkat tiga ke atas), karena daun yang terbanyak mengandung minyak adalah 3

pasang daun termuda.

Pembumbunan dilakukan untuk merangsang pertumbuhan. Pembumbunan

dilakukan dengan jalan menimbun tanah pada cabang-cabang yang ditinggalkan

setelah panen (biasanya 2 cabang), yang dekat ke tanah setinggi 10-15 cm, sehingga

nantinya akan terbentuk satu rumpun tanaman nilam yang padat dengan jumlah

anakan.

Hama yang menyerang tanaman nilam adalah ulat pemakan daun (Gryllidae

sp), menyerang daun yang masih muda sehingga daun menjadi bercabang-cabang,

juga dapat nenyerang daun tua. Ulat ini tidak mematikan tanaman hanya

mengakibatkan turunnya produksi sedangkan ulat penggulung daun (Pachyzanel stultalis) menggulung daun sambil memakan daun muda, sehingga menyebabkan

turunnya produksi. Untuk menanggulangi serangan hama tersebut dilakukan

dengan pemakaian jarak tanam yang teratur dan menjaga kebersihan kebun, secara

mekanis. Secara kimia dilakukan dengan menggunakan insektisida pada saat

tanaman berumur 20, 35, 50 dan 65 hari setelah tanam dengan insektisida

Hostathion 40 EC, Suracide 25 EC dan Sevin 85 SP dengan dosis 1-2 cc/ltr air.

Pemungutan hasil tanaman nilam sudah dapat dilakukan pada umur 6-8

bulan. Panen yang baik akan menghasilkan 5-20 ton daun basah/ha/panen atau

setara dengan 1-4 ton daun kering/ha/panen dengan kadar minyak 2,5-4,0%.

Pemetikan daun sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau menjelang malam,

dengan jalan memotong cabang dan daun tanaman, yaitu cabang tingkat dua ke

atas, sedangkan cabang pertama ditinggalkan untuk mempercepat pertumbuhan

tunas baru. Pemanenan dapat dilakukan berulang-ulang dan biasanya panen

berikutnya dilakukan 3-5 bulan sekali.

Sebelum dikeringkan, hasil panenan terlebih dahulu dipotong-potong

sepanjang 3-5 cm. Hasil panenan yang telah dipotong-potong dihamparkan di atas

lantai jemur atau rak bambu, hamparan daun jangan terlampau tebal karena akan

menyebabkan terjadinya penjamuran dan pembusukan daun dan berada di tempat

yang teduh Selama penjemuran daun harus dibolak-balik agar keringnya merata.

Daun dikeringkan sampai daun mempunyai kadar air 12% atau lebih rendah.

Page 341: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

334

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Biofisik Pengkajian

Lokasi pengkajian di Desa Cacaban Lor, Kecamatan Bener, Kabupaten

Purworejo yang termasuk kedalam Sub DAS Bogowonto Hulu, dengan batas wilayah

sebagai berikut : sebelah utara berbatasan dengan Desa Pekacangan, sebelah selatan

dengan Desa Cacaban Kidul, sebelah Barat dengan Desa Wadas dan sebelah Timur

dengan Desa Kalirejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.

Luas wilayah Desa Cacaban Lor 232,400 ha yang meliputi sawah dan tegalan

seluas 166,744 ha, pemukiman dan pekarangan seluas 54,0 ha, kolam 1,5 ha dan lain-

lain seluas 10,16 ha. Ketinggian tempat mencapai 400-500 m dpl (dari permukaan

laut), dengan topografi dari landai sampai bergelombang. Pola tanam utama pada

lahan sawah adalah padi – ketela rambat (ubi jalar)/bero – padi, pada pematang

sawah umumnya dimanfaatkan untuk ditanami kacang panjang sedangkan jenis

tanaman dominan yang diusahakan petani di lahan tegalan adalah jahe, kencur dan

tumpangsari ketela pohon dan jagung. Di lahan tersebut sebenarnya cocok untuk

ditanami tanaman sayuran seperti : terong dan kacang panjang.

Fase Pertumbuhan Tanaman Nilam sebelum Pemangkasan

Hasil dari pengamatan, daya tumbuh nilam yang paling baik (99-100%) adalah

tanaman nilam yang tidak mendapatkan perlakuan pupuk kandang. Ada

kemungkinan tanaman nilam yang diberi pupuk kandang, menjadi media yang

terbaik bagi tumbuhnya cendawan yang berada dalam tanah karena pupuk kandang

belum terdekomposisi secara sempurna, mati

Tabel 1. Rata-rata daya tumbuh, tinggi tanaman, jumlah tunas dan lebar kanopi

(umur 3 BST), Cacaban Lor 2002.

Perlakuan Daya tumbuh

(%)

Tinggi tanaman

(cm)

Jumlah tunas

(tunas)

Lebar kanopi

(cm)

P0 BO1 100,0 46,5 11,5 43,9

P0 BO2 94,8 50,0 11,3 45,9

P0 BO3 100,0 50,5 12,6 63,8

P1 BO1 98,7 42,7 13,0 46,7

P1 BO2 93,3 47,0 15,2 62,0

P1 BO3 82,5 50,1 14,8 49,1

Dari segi pertumbuhan (tinggi tanaman, lebar kanopi dan jumlah tunas)

menyebabkan peningkatkan tinggi tanaman secara nyata yaitu perlakuan P0BO2 dan

P1BO2 yaitu tanaman yang diberi pupuk kandang 2,5 ton/ha. Begitu juga untuk

parameter jumlah tunas dan lebar kanopi pada perlakuan dengan tanpa pangkas

dengan bahan organik 2,5 ton/ha (P0BO2) memberikan nilai terbaik, dibandingkan

perlakuan lainnya (Tabel 1) Hal ini disebabkan karena penggunaan pupuk kandang

terutama pada lahan-lahan kering yang tidak subur (lokasi pengkajian) serta

pemberian pupuk kandang pada tanaman jenis sukulen (berbatang basah dan

berdaun tebal), contoh nilam sangat respon terhadap pemupukan.

Page 342: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

335

Tanaman yang diberi pupuk kandang menunjukkan pertumbuhan tinggi

tanaman yang lebih baik dibandingkan yang tidak di pupuk kandang. Hal ini

ditunjang oleh pandapat Wahid, et.al., (1989) mengemukakan bahwa tanaman nilam

dalam pertumbuhannya membutuhkan unsur hara yang cukup tinggi.

Jumlah cabang utama tanaman nilam tanpa pemberian pupuk kandang

dengan dosis rendah (BO1/BO2) lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman nilam

yang diberi pupuk kandang dosis tinggi (BO3). Hal ini disebabkan karena pupuk

berperan untuk mensuplai masukan ekstra esensial kedalam daur pertumbuhan

tanaman dan perombakan, yang dimaksudkan untuk mempertahankan atau

menaikkan level umum hasil tanaman (Sutrisno, 1989).

C. Pertumbuhan Setelah Pemangkasan dan Produksi

Pada perlakuan pemangkasan mempunyai jumlah cabang utama yang lebih

banyak dibandingkan dengan tanpa pemangkasan (PO) yaitu antara 20,2 – 24,4

tunas pada perlakuan tanpa pemangkasan dan 27,8 – 28,6 tunas pada perlakuan

pemangkasan Begitu juga dosis pupuk organik yaitu dengan tanpa pemberian bahan

organik 20,2 dan 27,8 cabang utama (tanpa pemangkasan dan pemangkasan),

sedangkan pada dosis pemberian bahan organik berkisar antara 24,4 – 28,6 jumlah

cabang utama (Tabel 2). Hasil penelitian Tasma dan Wahid (1988). pada tanah latosol

merah kecoklatan dan hasil penelitian Adiwiganda et, al., (1973) pada tanah podzolik

merah kuning menunjukkan bahwa tanaman dengan pemupukan memberikan

pengaruh yang nyata terhadap tinggi dan jumlah cabang, bobot kering batang,

cabang, dan daun tanaman nilam.

Tabel 2. Rata-rata jumlah tunas, lebar kanopi, produksi daun segar dan daun kering

(umur 6 BST), Cacaban Lor 2002.

Perlakuan Jumlah cabang utama (tunas) Produksi daun segar (kg)

P0 BO1 20,2 1,45

P0 BO2 21,5 1,75

P0 BO3 24,4 1,78

P1 BO1 27,8 1,90

P1 BO2 28,1 2,17

P1 BO3 28,6 2,56

Produksi daun segar pada kombinasi perlakuan pemangkasan dan pemupukan

(P1 BO3) memberikan hasil yang paling tinggi sebesar 2,56 kg/6 m², sedangkan pada

kombinasi perlakuan tanpa pemangkasan dan tanpa pupuk kandang (POBO1) hanya

mendapatkan produksi daun segar sebesar 1,45 kg/6 m². Pada tanaman yang dipupuk

dengan NPK rata-rata produksi basah adalah sebesar 1,75 kg/plot (8,27 ton/ha),

sedangkan kombinasi pemupukan NPK + dolomit produksinya 1,84 kg/plot (8,34

ton/ha). Pemberian nematisida furadan, bahan organik dan dolomit berpengaruh

terhadap populasi nematode, pH tanah maupun produksi daun basah (Mustika, I ; A.

Rahmat dan Suyanto, 1995).

Page 343: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

336

KESIMPULAN

- Perlakuan tanpa pemangkasan, memberikan daya tumbuh ( 98% vs 91,5 %)

dan tinggi tanaman (49 cm vs 47 cm) yang paling baik, namun untuk

parameter jumlah tunas, lebar kanopi, jumlah cabang utama dan produksi

daun segar, dengan perlakuan pemangkasan memberikan nilai yang lebih

baik.

- Perlakuan pemupukan bahan organik 5 ton/ha memberikan hasil yang lebih

baik pada hampir semua parameter pengamatan dibandingkan dengan tanpa

pemberian bahan organik maupun pemberian bahan organik 2,5 ton/ha.

- Kombinasi perlakuan pemangkasan dan pemberian bahan organik 5 ton/ha

(P1BO3) diperoleh jumlah cabang utama, dan produksi daun segar yang lebih

baik

DAFTAR PUSTAKA

Adiwiganda. Y. T., O. Hutagalung dan P. Wibowo. 1973. Percobaan Pemupukan

Tanaman Nilam pada Tanah Podsolik Coklat Kemerahan. Buletin BPP

Medan 4 (3) : 107-116.

Anonymous. 1988. Survei Inventarisasi Hama dan Penyakit Tanaman Minyak Atsiri

di Jawa Barat. Balittro. Bogor. 22 halaman (tidak dipublikasikan).

Guenther, E. 1952. The Essensial Oils. D. Van Nostrada Co. Inc. New York 2 nd ed.

III: 552-574 p.

Mustika, I; A. Rahmat dan Suyanto. 1995. Pengaruh pupuk, pestisida dan bahan

organiK terhadap pH tanah, populasi nematode dan produksi nilam. Media

Komunikasi Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri No. 15,

Pebruari 1995. ISSN : 0251-546X. Puslitbangtri. Badan Litbang Deptan.

Bogor.

Suharwidi dan O. Hutagalung. 1976. Pengaruh Interaksi antara Pemupukan, Jarak

Tanam dan Waktu Panen terhadap Produksi Daun Kering dan Kadar

Minyak Nilam di Bukit sintang. BPP Medan. Halaman 34.

Sutrisno, C. Toto. 1989. Pemupukan dan Pengolahan Tanah. CV. Armico. Bandung.

116.

Tasman dan P. Wahid. 1988. Pengaruh Mulsa dan pemupukan terhadap

pertumbuhan dan Hasil Nilam. Makalah pada Diskusi Minyak atsiri V,

tanggal 3-4 Maret 1986. Bogor. Halaman 36.

Wahid, P.M. Pandji L, E. Mulyono dan S. Rusli, 1989. Masalah pembudidayaan

tanaman nilam, serai wangi dan cengkeh. Makalah pada Diskusi Minyak

Atsiri V. Tanggal 3-4 Maret 1986. Bogor. Halaman.

Page 344: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

407

DAMPAK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN

TORTILLA JAGUNG DI KABUPATEN BOJONEGORO

Pudji Santoso*), Suhardjo*) Yuniarti*) dan Rika Asnita*)

ABSTRAK

Pengkajian teknologi tortilla jagung ini telah dilakukan oleh BPTP Jawa Timur di

Desa Tulungrejo, kecamatan Trucuk, kabupaten Bojonegoro selama dua tahun yaitu

tahun 2000 dan 2001. Sedangkan pengkajian dampaknya dilakukan pada bulan

Agustus 2004 dengan metode wawancara. Pengkajian teknologi pengolahan tortilla

jagung diawali dengan introduksi teknologi pengolahan dengan alat manual (tahun

2000) kemudian dilanjutkan inovasi teknologi dengan menggunakan mesin (tahun 2001)

pada dua kelompok perajin wanita di lokasi tersebut. Pengkajian dampak

pengembangan teknologi tortilla jagung ini bertujuan ; ( 1) memperoleh informasi adopsi

teknologi pengolahan tortilla jagung dan (2) memperoleh informasi dampak

pengembangan teknologi pengolahan tortila jagung terhadap pendapatan usaha perajin

dan nilai komersialnya. Hasil evaluasi, menunjukkan, bahwa pengkajian pengolahan

tortilla jagung yang dilakukan oleh BPTP Jawa Timur selama dua tahun, telah dapat

mengalihkan teknologi pengolahan tersebut dari peneliti kepada pengrajin. Teknologi

pengolahan tersebut telah diadopsi oleh dua kelompok perajin dan telah berdampak

positip terhadap pendapatan perajin serta telah memberikan nilai komersial yang cukup

tinggi. Pendapatan dua kelompok perajin selama tahun 2004 adalah senilai Rp 54,9 juta

dengan nilai dampak sebesar Rp 109,8 juta serta dampak komersial sebesar Rp 97,9

juta.

Kata Kunci : Dampak teknologi, pengolahan dan tortilla jagung

ABSTRACT

Assessment on corn-tortilla processing technology was done by East Java AIAT at

Tulungrejo village, Trucuk district, Bojonegoro, regency during 2 years, in 2000 and

2001, while the assessment to study the impact was done in August 2004, using an

interview method. Assessment on corn tortilla processing was initiated by introducing

processing technology using manual method (in 2000), followed by technology innovation

using plain machine (in 2001) to two women farmer groups in the location. The aim of

this impact assessment were 1) to find the information on technology adoption of corn-

tortilla processing, 2) to find information on the impact of technology development of corn

tortilla processing to the income of women farmer and their commercial value. The result

showed that the assessment on corn tortilla processing technology done by East Java

AIAT for two years had already transferred those technologies from researchers to the

women farmer. Those processing technology had been adopted by the two groups of

women farmer and gave high commercial value. The profit for the two women farmer

groups during 2004 was Rp. 54,900,000.- with the impact value as much as Rp.

109,800,000.-, while the commercial impact was Rp. 97,900,000.-.

Key words: Technology impact, Processing, Corn tortilla. _________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 345: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

408

PENDAHULUAN

Jawa Timur merupakan daerah sentra produksi jagung di Indonesia, dimana

luas panen pada tahun 2001 mencapai 1,2 juta ha dengan produksi 3,6 juta ton

(Diperta, Propinsi Jawa Timur, 2002). Produk jagung ini digunakan untuk

kebutuhan pangan, pakan ternak dan bahan baku agroindustri pengolahan, dimana

kebutuhan setiap tahunnya meningkat. Meningkatnya kebutuhan jagung tersebut

diperkirakan karena meningkatnya untuk kebutuhan pakan ternak dan bahan baku

agroindustri pengolahan.

Dengan berkembangannya agroindutri pengolahan jagung, selain untuk

mendukung pengembangan komoditas yang bersangkutan, juga merupakan upaya

untuk meningkatkan nilai tambah produk primer yang sekaligus dapat mengubah

pertanian tradisional menjadi lebih maju dan dapat meningkatkan pendapatan

petani dan lapangan kerja di padesaan. Penanganan hasil lepas panen melalui

pengolahan jagung terutama pada saat panen raya, dimana harga produk rendah

sangat perlu dilakukan utnuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas yang

bersangkutan (Suhardjo, et al, 2002). Agroindustri jagung pedesaan ini layak dari

segi teknis dan ekonomis bila kapasitas produksinya cukup memadai (Tim Peneliti

Unibraw, 2001).

Produk jagung dapat diolah menjadi berbagai produk olahan dan salah satu

produk yang disukai oleh konsumen saat ini adalah tortilla. Proses pengolahan

produk ini cukup sederhana dan kemungkinan dapat diadopsi oleh perajin rumah

tangga pedesaan (Mudjisihono, et al, 1993). Pengkajian teknologi pengolahan torilla

jagung telah dilakukan oleh BPTP Jawa Timur di kabupaten Bojonegoro. Pengkajian

pengolahan tortilla ini dilakukan di desa Tulungrejo, kecamatan Trucuk yang

melibatkan dua kelompok wanita tani selama dua tahun berturut-turut, yaitu tahun

2000 dan 2001 (Suhardjo, et al, 2002).

Teknologi anjuran pengolahan tortilla jagung pada saat pengkajian menurut

BPTP Jawa Timur (2003) meliputi ;

1. Jagung dibersihkan, direndam dengan air kapur 3 % selama 24 jam.

2. Jagung direbus setengah matang.

3. Dicuci hingga bersih dengan menghilangkan kulit luar.

4. Direbus lagi sampai matang.

5. Ditambah garam 1,25 % dan bumbu lainnya.

6. Kemudian digiling menggunakan alat penggiling daging sampai lembut.

7. Dibuat lempengan-lempengan tipis menggunakan pemipih.

8. Dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah setengah kering dilakukan

pemotongan kecil-kecil ukuran sekitar 2 x 3 cm dan dikeringkan lagi.

9. Setelah kering digoreng dan dikemas untuk dipasarkan. Pengemasan

menggunakan plastik dengan ketebalan sekitar 0,08 mm.

Pengkajian ini bertujuan ; (1) memperoleh informasi adopsi teknologi

pengolahan tortilla jagung dan (2) memperoleh informasi dampak penerapan

teknologi pengolahan tortilla jagung terhadap produktivitas, pendapatan perajin

serta nilai komersialnya.

Page 346: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

409

BAHAN DAN METODE

Kajian ini merupakan evaluasi dampak pengkajian penerapan teknologi

pengolahan tortilla yang telah dilakukan pengkajian dan dibina BPTP Jawa Timur

di kabupaten Bojonegoro tahun 2000 dan 2001. Kedua kelompok tani tersebut

adalah kelompok tani “Makmur Asri” dan “Jaya Makmur” desa Tulungrejo,

kecamatan Trucuk.kabupaten Bojonegoro. Setelah dua tahun dilakukan pengkajian,

maka pada tahun 2004 dilakukan evaluasi adopsi dan dampaknya. Dengan

demikian respondennya yang diambil adalah kedua kelompok tani tersebut di atas.

Tingkat adopsi teknologi pengolahan tortilla jagung dilihat dari penerapan

teknologi yang dilakukan kedua kelompok tani tersebut. Sedangkan dampak

pengembangan teknologi pengolahan tortilla jagung dihitung berdasarkan kondisi

kelompok tani tersebut sebelum dan sesudah pengkajian dilakukan. Pengumpulan

data dilakukan dengan metode wawancara terhadap kelompok tani tersebut di atas

yang dilakukan pada bulan Agustus 2004. Data yang dikumpulkan meliputi ; (1)

karakteristik kelompok perajin, (2) adopsi teknologi pengolahan tortilla dan (3)

dampak teknologinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Perajin

Di Bojonegoro :Kelompok wanita tani yang dibina oleh BPTP Jawa Timur ada

dua, yaitu kelompok tani “Makmur Asri” dan “Jaya Makmur” desa Tulungrejo,

kecamatan Trucuk. Sebelum tahun 2000 bidang usaha kelompok tani tersebut masih

terbatas dalam usaha simpan pinjam dan pengadaan sarana produksi pertanian.

Pengkajian tortilla jagung yang dilakukan oleh BPTP Jawa Timur diawali

pada tahun 2000 yang diawali dengan introduksi teknologi pengolahan tortila pada

kelompok wanita tani dengan alat pengolahan secara manual (Suhardjo, et al, 2001). Dari hasil pengkajian menunjukkan bahwa respon kedua kelompok tani

wanita tani tersebut cukup tinggi, nanum karena alatnya secara manual, maka

kapasitas produksi bahan baku yang diolah masih rendah, yaitu sekitar 1 kg

jagung/hari. Bahan baku utama tortilla tersebut adalah jagung BC-2 yang memang

banyak terdapat di desa desa Tulungrejo, kecamatan Trucuk, kabupaten Bojonegoro.

Pada tahun 2001 dilakukan inovasi teknologi dengan memperbaiki alat untuk

mengolah dengan menggunakan power mesin ((Suhardjo, et al, 2002).

Perkembangan selanjutnya lebih pesat, sehingga rata-rata mampu memproduksi 7 –

10 kg/proses. Pemasaran tortilla jagung awalnya dilakukan dari penawaran ketoko-

toko di wilayah setempat dengan cara dititipkan pada toko yang bersangkutan

dengan sistem pembayaran setelah tortilla laku, dan sekaligus ditawarkan dengan

tortilla yang baru. Penawaran tortilla ke toko-toko dilakukan tiap seminggu sekali.

Lama-kelamaan volume usaha tortilla semakin bertambah dan berkembang, baik

jumlah toko yang ditawarkan maupun daerah penjualannya. Hingga sekarang

daerah pemasarannya cukup luas, tidak hanya di pasar lokal, tetapi hingga

mencapai kota-kota besar, seperti Surabaya, Tuban, Denpasar dan Jakarta (Tabel 1)

Disamping ditawarkan sendiri oleh perajin, pemasarannya juga dibantu melalui

promosi oleh pemerintah daerah setempat dan BKP Tk I Jawa Timur. Pada saat itu

(tahun 2004) bahan baku jagung yang diproduksi sudah menjadi sekitar 30 – 40

kg/proses.

Page 347: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

410

Tabel 1. Volume dan daerah penjualan tortilla jagung yang dilakukan oleh kelompok

tani “Makmur Asri” dan Jaya Makmur” Desa Tulungrejo, Kecamatan

Trucuk, Bojonegoro, selama ahun 2004

Daerah penjualan Volume penjualan (kg) Persentase (%)

1. Bojonegoro

2. Tuban

3. Surabaya

4. Jakarta

5. Denpasar

7.500

4.500

1.500

750

750

50

30

10

5

5

Total 15.000 100

Adopsi Teknologi Pengolahan Tortilla Jagung

Adopsi teknologi merupakan suatu proses mental dan perubahan perilaku

baik yang berupa pengetahuan, sikap dan ketrampilan seseorang/kelompok, sejak

mengenalnya hingga memutuskan untuk menerapkannya (Roger dan Shomaker,

1981). Di lokasi pengkajian, teknologi pengolahan tortilla jagung tersebut telah

diadopsi oleh kelompok tani “Makmur Asri” dan “Jaya Makmur” yang dilibatkan

dalam pengkajian oleh BPTP Jawa Timur. Pada saat dilakukan pengumpulan data,

ternyata wilayah pasarnya sudah menjangkau kota-kota besar dengan volume

penjualan selama tahun 2004 sebesar 15.000 kg tortilla goreng (Tabel 1).

Bahan-bahan yang diperlukan untuk mengolahan jagung mentah menjadi

tortilla siap di pasarkan meliputi ; (1) jagung, (2) minyak tanah, (3) minyak goreng,

(4) kayu bakar, (5) bumbu dan (6) kantong plastik. Bumbu disini meliputi bawang

putih, penyedap masakan dan garam. Dalam 1 kali proses produksi kebutuhan

bahan-bahan tersebut rata-rata dari kedua kelompok tani perajin tersebut mencapai

Rp 106.600,- dengan tenaga kerja 5 orang senilai Rp 40.000,- .

Dalam 1 bulan, proses produksi dapat dilakukan rata-rata sebanyak 25 hari

kerja, dan dalam 1 tahunnya ada 250 hari kerja (keadaan cuaca normal). Nilai

kebutuhan bahan-bahan dan tenaga kerja ternyata cukup tinggi, yaitu Rp

3.665.000,-/bulan dan Rp 36.650.000,-/tahun (Tabel 2). Disamping bahan-bahan

seperti terlihat pada Tabel 2, juga digunakan peralatan yang cukup banyak

macamnya dengan nilai penyusutan sebesar Rp 628.500,-/tahun. Hasil analisis

menunjukkan, bahwa biaya produksi usaha tortilla jagung di Bojonegoro dalam 1

tahunnya (tahun 2004) mencapai Rp 42.571.000,- Dengan demikian pendapatan

usaha tortila jagung oleh kelompok wanita tani di Bojonegoro cukup tinggi yaitu

sebesar Rp 54.929.000,-/kelompok.(Tabel 3).

Page 348: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

411

Tabel 2. Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pengolahan tortilla jagung dalam

satu kali proses produksi yang dilakukan oleh kelompok tani ”Makmur Asri”

dan “Jaya Makmur” Desa Tulungrejo, Kec.Trucuk, Bojonegoro, selama

tahun 2004

Jenis bahan Jumlah Satuan Nilai (Rp)

1. Jagung

2. Minyak tanah

3. Bensin

4. Minyak goreng

5. Kayu bakar

6. Bawang putih

7. Penyedap masakan

8. Garam

9. Kantong plastik

38

2

1

3

2

1

1

0,5

1

Kg

lt

lt

kg

pikul

kg

bungkus

kg

pak

45.600

4.000

2.000

36.000

9.000

4.000

2.500

500

3.000

Nilai total - - 106.600

Tabel 3. Nilai kebutuhan bahan dan tenaga kerja dalam satu tahun untuk

pengolahan tortilla jagung yang dilakukan oleh kelompok tani“Makmur

Asri” dan “Jaya Makmur” Desa Tulungrejo, Kecamatan Trucuk, Bojonegoro,

selama tahun 2004

Bahan dan

Tenaga kerja

Nilai bahan dan tenaga kerja (Rp)

Dalam 1 kali

proses produksi Dalam 1 bulan Dalam 1 tahun

1. Bahan-bahan

2. Tenaga kerja

106.600

40.000

2.665.000

1.000.000

26.650.000

10.000.000

Total Bahan dan

tenaga kerja

146.600 3.665.000 36.650.000

Keterangan : Dalam 1 kali proses dibutuhkan 5 tenaga kerja

Dalam 1 bulan dilakukan 25 hari kerja

Dalam 1 tahun ada 10 bulan = 250 hari kerja

Tabel 4. Nilai penyusutan alat yang digunakan dalam pengolahan tortilla jagung

yang dilakukan oleh kelompok tani “Makmur Asri” dan “Jaya Makmur”

Desa Tulungrejo, Kecamatan Trucuk, Bojonegoro, selama tahun 2004

Macam alat Jumlah

(unit) Nilai (Rp)

Umur

ekonomis (th)

Nilai

penyusutan

per-th (Rp)

1. Wajan besar

2. Kompor

3. Dandang besar

4. Penggiling jagung

5. Pengaduk

6. Pemipih

7. Widik

8. Panci

9. Seler

10. Pemotong tortila

11. Irig

2

2

2

2

1

4

200

4

1

1

5

180.000

140.000

300.000

3.500.000

15.000

400.000

200.000

80.000

120.000

20.000

25.000

20

10

10

20

5

5

2

5

10

10

2

9.000

14.000

30.000

350.000

3.000

80.000

100.000

16.000

12.000

2.000

12.500

Nilai penyusutan per-tahun - - - 628.500

Page 349: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

412

Tabel 5. Analisis ekonomi usaha tortilla jagung yang dilakukan oleh kelompok tani

“Makmur Asri” dan “Jaya Makmur” Desa Tulungrejo, Kecamatan Trucuk,

Bojonegoro, selama tahun 2004

Uraian Nilai (Rp)

1. Penyusutan alat

2. Kredit dan bunga 6 %/tahun

3. Bahan-bahan

4. Tenaga kerja

5. Total biaya

6. Nilai produksi tortila matang

7. Pendapatan

621.000

5.300.000

26.650.000

10.000.000

42.571.000

97.500.000

54.929.000 Keterangan : Dalam 1 kali proses menghasilkan 30 kg tortila matangharga Rp 13.000,-/kgDalam 1 tahun

menghasilkan 30 kg x 25 x 10 = 7.500 kgatau senilai Rp 97.500.000,-

Dampak Teknologi Pengolahan Tortilla Jagung

Indikator dampak pengkajian teknologi pengolahan tortilla jagung di

Kabupaten Bojonegoro oleh dua kelompok wanita tani tersebut di atas, dapat dilihat

dari pendapatan perajin yang mengadopsi teknologi tersebut. Dari indikator

tersebut serta diketahuinya biaya yang dikeluarkan selama pengkajian, maka dapat

dihitung nilai dampak komersialnya.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata satu perajin selama

1 tahun (tahun 2004) adalah Rp 54.929.000,- dengan nilai dampak sebesar Rp

109.918.000,- . Biaya pengkajian yang dikeluarkan oleh BPTP Jawa Timur selama 2

tahun adalah sebesar Rp 11.900.000,- , sehingga nilai dampak bersihnya adalah

sebesar Rp 98.018.000,- (Tabel 6).

Dampak teknologi pengkajian tortilla jagung yang lain di lokasi pengkajian

adalah (1) digunakan sebagai tempat magang bagi kelompok perajin lain, (2)

pengurus kelompok tani sering digunakan sebagai instruktur di tempat pelatihan

dan (3) digunakan tempat studi banding oleh kelompok perajin lain dan (4) tortilla

yang dihasilkan digunakan sebagai komoditas unggulan bagi pemda Bojonegoro.

Tabel 6. Dampak pengkajian teknologi tortilla jagung oleh kelompok tani “Makmur

Asri” dan “Jaya Makmur” Desa Tulungrejo, Kecamatan Trucuk, Bojonegoro,

selama tahun 2004

Uraian Nilai (Rp)

1. Pendapatan perajin (Rp)

2. Jumlah perajin (kelompok)

3. Nilai dampak (Rp)

4. Biaya selama pengkajian (Rp) *)

5. Nilai dampak bersih (Rp)

54.929.000

2

109.918.000

11.900.000

98.018.000 *) Pengkajian tortilla di Bojonegoro dilakuakan selama 2 tahun (2000 –2001)

Page 350: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

413

KESIMPULAN

Pengkajian tortilla jagung yang telah dilakukan oleh BPTP Jawa Timur di

Bojonegoro di desa Tulungrejo, kecamatan Trucuk (tahun 2000 – 2001), telah dapat

mengalihkan teknologi pengolahan tortila dari peneliti kepada pengrajin. Pengkajian

tersebut melibatkan dua kelompok wanita tani yaitu “Makmur Asri” dan “Jaya

Makmur”. Teknologi pengolahan tortilla jagung telah diadopsi oleh kedua kelompok

wanita tani tersebut. Pada saat ini jangkauan pasarnya tidak hanya di Bojonegoro,

tetapi juga di kota Tuban, Surabaya, Jakarta dan Denpasar.

Dengan diadopsi teknologi pengolahan tortilla jagung tersebut telah

berdampak cukup tinggi terhadap pendapatan kelompok wanita tani serta

memberikan nilai komersial yang cukup tinggi. Pendapatan dua kelompok wanita

tani selama tahun 2004 adalah sebesar Rp 54,9 juta dengan nilai dampak sebesar Rp

109,8 juta serta dampak komersial sebesar Rp 97,9 juta. Dampak pengkajian tortilla

jagung yang lain adalah (1) digunakannya sebagai tempat magang bagi kelompok

perajin lain, (2) pengurus kelompok wanita tani sering digunakan sebagai instruktur

di tempat pelatihan dan (3) digunakan tempat studi banding oleh kelompok

pengrajin lain serta (4) tortilla jagung yang dihasilkan digunakan sebagai komoditas

unggulan bagi pemda Bojonegoro.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur. 2002. Laporan Tahunan 2001. Dinas

Pertanian Propinsi Jawa Timur.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. 2003. Sewindu BPTP Jawa

Timur. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur.

Mudjisihono, R., S.J. Munarso dan Sutiono. 1993. Pasca Panen dan Pengolahan

Jagung. Bull. Teknik. Sukamandi.

Roger.E.M., dan F. Shomaker. 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Disarikan

Oleh Abdilah Hanfi. Usaha Nasional. Surabaya.

Suhardjo, Suhardi, S.R. Soemarsono, Yuniarti dan W. Istuti. 2001. Pengkajian

Teknologi Pengolahan Hasil Tanaman Pangan di Pedesaan. Prosiding

Seminar dan Ekspose Teknologi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Jawa timur. 457 – 467.

Suhardjo, Suhardi, W. Istuti dan Yuniarti. 2002. Pengkajian Teknologi Pengolahan

dan Pengemasan Tortila di Pedesaan. Prosiding Seminar dan Ekspose

Teknologi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. 728 – 732.

Tim Peneliti Unibraw. 2001. Kajian Rekayasa Model Pengembangan Bisnis Pangan

Olahan. Laporan Kerjasama BKP Pemprov dan Unibraw Malang.

Page 351: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

414

EVALUASI DAMPAK PENERAPAN TEKNOLOGI

PENGELOLAAN TANAMAN PADI SECARA TERPADU

(Kasus di Wilayah Program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu di Kabupaten

Blitar dan Bojonegoro)

Pudji Santoso*), Purwanto*), Ali Yusron*) dan Rika Asnita*)

ABSTRAK

Pengkajian ini bertujuan ; (1) memperoleh informasi adopsi dan difusi teknologi

pengelolaan tanaman padi secara terpadu dan (2) memperoleh informasi dampak

penerapan teknologi pengelolaan tanaman padi secara terpadu terhadap

produktivitas, pendapatan usahatani padi dan nilai komersialnya. Evaluasi dampak

penerapan teknologi pengelolaan tanaman padi secara terpadu ini dilakukan di

wilayah program peningkatan produktivitas padi terpadu di kabupaten Bojonegoro

dan Blitar. Teknologi pengelolaan tanaman padi secara terpadu yang dianjurkan pada

saat pelaksanaan program tahun 2002 terdiri dari ; (1) penggunaan varietas unggul

baru dan umur bibit yang ditanam, (2) jumlah bibit per-rumpun dan jarak tanam, (3)

penggunaan bahan organik dan pemupukan rasional. Evaluasi dampak penerapan

teknologi tersebut dilakukan pada bulan Juli – September 2004 dengan metode survei.

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa teknologi anjuran yang telah diadopsi oleh

petani peserta 57 % (Blitar) dan 60 % (Bojonegoro), sedangkan teknologi anjuran yang

terdifusi pada petani non peserta mencapai 27 % (Blitar) dan 31 % (Bojonegoro).

Diantara keempat komponen teknologi anjuran tersebut, hanya penggunaan varietas

unggul baru dan umur bibit yang paling banyak diadopsi oleh petani, di Kabupaten

Blitar maupun Bojonegoro. Adopsi teknologi tersebut telah berdampak positip

terhadap peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani padi, disamping

berdampak secara komersial cukup tinggi. Selama musim hujan 2003/2004 adopsi

teknologi tersebut di Kabupaten Blitar telah berdampak terhadap produksi padi

sebesar 1.548 ku GKP atau senilai Rp 185,7 juta dengan dampak komersial sebesar Rp

128 juta, sedangkan di Kabupaten Bojonegoro, adopsi teknologi tersebut dalam musim

yang sama telah berdampak terhadap produksi padi sebesar 3.400 ku GKP atau

senilai Rp 408 juta dengan dampak komersial sebesar Rp 281,5 juta.

Kata Kunci : Dampak teknologi, terpadu , produktivitas dan pendapatan usahatani padi

ABSTRACT

The aim of the impact evaluation assessment were 1) to find information on

technology adoption and diffusion of integrated rice management, and 2) to find

information on the impact of technology application of integrated rice management to

the productivity, farming income and their commercial value. The impact evaluation on

technology application of integrated rice management was done in the location of

integrated program in increasing rice productivity in Blitar and Bojonegoro regencies.

_______________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 352: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

415

Technology on integrated rice management of which was recommended during

program implementation in 2001 were 1) the use of new superior variety and age of

seedling, 2) number of seedling per cluster and planting space, and 3) the use of

organic manure and rational fertilization. The impact evaluation on those technology

application was done during July until September 2004, using survey method. The

result showed, that the recommended technology adopted by the farmers was 57% (in

Blitar) and 60% (in Bojonegoro), while those which diffused by non-cooperator

farmers was 27% (in Blitar) and 31% (in Bojonegoro). Between four components of

those recommended technologies, the use of new superior variety and age of seedling

were mostly adopted by the farmers, both in Blitar and Bojonegoro. Those technology

adoption gave positive impact to the increasing of productivity and income of rice

farming system and also gave high commercial impact. During rainy season in

2003/2004, in Blitar regency, gave impact to the rice production as much as 1,548 ku

GKP (Rp. 185,700,000.-) with commercial impact as much as Rp. 128,000,000.-, while

in Bojonegoro in the same season gave impact as much as 3,400 ku GKP (Rp.

408,000,000.-) to the rice production with commercial impact Rp. 281,500,000.-,

respectively.

Key words : Technology impact, integrated management, productivity, rice farming income.

PENDAHULUAN

Selama periode 1997 – 2001 rata-rata produktivitas padi di Jawa Timur

adalah 53,56 ku/ha, masih di bawah sasaran yang telah ditetapkan tahun 2001,

yaitu sebesar 54,98 ku/ha. Penurunan produktivitas ini ternyata tidak diikuti

dengan penurunan biaya produksi, sehingga menyebabkan efisiensi dan pendapatan

usahatani menurun (Kasijadi, et al, 2001). Suwono, et al (2003) mengemukakan

bahwa faktor penyebab menurunnya produktivitas padi adalah ; (1) penggunaan

varietas relatif tetap, (2) intensitas pertanaman yang tinggi dalam setahun (IP padi -

300), berakibat menurunnya tingkat kesuburan tanah karena rendahnya

penggunaan bahan organik (3) penggunaan pupuk anorgaik yang kurang rasional

dan (4) berkembangnya organisme pengganggu tanaman (OPT).

Upaya untuk meningkatkan produktivitas padi antara lain dengan

pengelolaan tanaman padi secara terpadu (PTT). Pengelolaan tanaman padi secara

terpadu ini bersifat holistik, merupakan keterpaduaan antara beberapa komponen

teknologi, yaitu (1) varietas unggul baru dan umur bibit yang ditanam, (2) jumlah

bibit per-rumpun dan cara tanam, (3) penggunaan bahan organik dan (4)

pemupukan rasional dan penggunaan bagan warna daun (Mahfud, et al, 2001).

Model PTT pada usahatani padi sawah ini telah diuji coba pada MH 1999/2000 di

Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa) Sukamandi, Jawa Barat, menunjukkan

bahwa produktivitas padi dapat meningkat 7 % – 38 % dengan R/C rasio antara 1,4 –

2,29. Pada tahun 2001 model PTT ini dijadikan jaringan penelitian dan pengkajian

(litkaji) antara Balitpa dengan BPTP di delapan propinsi, termasuk BPTP Jawa

Timur dengan melibatkan partisipasi petani (Balitpa, 2003). Hasil pengkajian model

PTT yang di lakukan oleh BPTP Jawa Timur di Kabupaten Malang dan Blitar pada

tahun 2001 dan 2002 menunjukkan bahwa produktivitas padi dapat meningkat 11 %

- 27 % (Mahfud, et al, 2001).

Page 353: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

416

Dengan keberhasilan hasil uji coba tersebut, maka model PTT ini diterapkan

dalam program peningkatan produktivitas padi (P3T) di Jawa Timur. Program P3T

di Jawa Timur dimulai tahun 2002 yang dilakukan di dua Kabupaten, yaitu Blitar

dan Bojonegoro. Luas kegiatan P3T masing-masing lokasi adalah sekitar 100 ha

dengan pola tanam Padi – Padi – Padi. Lokasi kegiatan P3T di Kabupaten Blitar

terdapat di Kelurahan Klemunan, Kecamatan Wlingi, dengan melibatkan 4

kelompok tani (252 orang), yaitu kelompok tani “Among Tani I”, II dan III,

sedangkan di Kabupaten Bojonegoro, terdapat di Desa Kemamang dan Sidobandung,

Kecamatan Balen, dengan melibatkan 4 kelompok tani (237 orang), yaitu kelompok

tani Lumbung Bandung I dan II serta Sri Rahayu II dan III.

Program peningkatan produktivitas padi (P3T) di Jawa Timur telah

dikembangkan dengan tiga kegiatan utama, yaitu (1) pengelolaan tanaman terpadu

(PTT) padi, (2) sistem integrasi padi – ternak sapi (SIPT) dan (3) kredit usaha

mandiri (KUM). Ketiga kegiatan tersebut dihimpun dalam satu kelembagaan yang

disebut kelompok usaha agribisnis terpadu (KUAT). Biaya kegiatan P3T di dua

kabupaten tersebut dibantu oleh Pemerintah, melalui batuan langsung masyarakat

(BLM) pada kelompok tani bersangkutan, masing-masing sebesar Rp 832.000.000,-

Biaya tersebut antara lain digunakan untuk kegiatan PTT padi sawah, SIPT dan

KUM. Alokasi biaya untuk masing-masing kegiatan (PTT padi, SIPT dan KUM)

ditentukan berdasarkan rencana usaha kelompok yang disusun oleh kelompok tani

sendiri.

Rakitan teknologi yang diterapkan pada kegiatan P3T (PTT padi dan SIPT)

didasarkan atas kesepatan antara petani, penyuluh lapang dan petugas BPTP Jawa

Timur. (Tabel 2 dan 3). Setelah kegiatan berjalan dua tahun, yaitu tahun 2004

dilakukan evaluasi adopsi dan dampak teknologi tersebut. Dengan demikian

pengkajian ini bertujuan ; (1) memperoleh informasi adopsi dan difusi teknologi

pengelolaan tanaman padi secara terpadu dan (2) memperoleh informasi dampak

penerapan teknologi pengelolaan tanaman padi secara terpadu terhadap

produktivitas, pendapatan usahatani padi dan nilai komersialnya.

BAHAN DAN METODE

Kajian ini merupakan evaluasi dampak penerapan teknologi PTT padi di

wilayah P3T yang telah dilakukan di Kabupaten Blitar dan Bojonegoro. Rakitan

teknologi PTT padi sawah yang dianjurkan pada saat kegiatan program P3T tahun

2002 di dua lokasi seperti terlihat pada Tabel 1.

Petani responden dibedakan menjadi dua yaitu (1) petani peserta dan (2)

petani non peserta. Petani peserta adalah petani yang ikut program PTT padi

sawah. Lokasi kegiatan program P3T tahun 2002, yaitu di Kelurahan Klemunan,

Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar dan di Desa Kemamang dan Sidobandung,

Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro. Sedangkan petani non peserta adalah

petani diluar program yang diambil di desa lain, tetapi masih dalam satu

Kecamatan yang sama dan digunakan sebagai pembanding.

Jumlah contoh petani peserta program PTT padi di Kabupaten Blitar adalah

sebanyak 28 orang dan petani non peserta sebanyak 16 orang, sedangkan di

Kabupaten Bojonegoro petani peserta sebanyak 29 orang dan petani non peserta

sebanyak 11 orang.

Page 354: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

417

Tabel 1. Rakitan teknologi pengelolaan tanaman padi secara terpadu di sawah irigasi

Kabupaten Blitar dan Bojonegoro Komponen teknologi Blitar Bojonegoro

1. Varietas unggul dan umur

bibit ditanam

Ciherang, IR-64 dan unggul

lainnya dan umur bibit < 21

hari

Ciherang, IR-64 dan unggul

Lainnya dan umur bibit < 21 hari

2. Jumlah bibit per rumpun dan

cara tanam

Jumlah bibit 1 – 2 bibit per-

rumpun

Cara tanam :

a. Tapin

20 x 20 cm, 20 x 25 cm atau

20 x 18 cm

b. Jajar legowo

- Tanam ganda 40 cm (20 x

10 cm)

- Baris ganda berselang

seling 40 cm dan 20 cm

Jumlah bibit 1 – 2 bibit per-

rumpun

Cara tanam :

a. Tapin 20 x 20 cm, 20 x 25 cm

atau 20 x 18 cm

b. Jajar legowo

- Tanam ganda 40 cm (20 x

10 cm)

- Baris ganda berselang

seling 40 cm dan 20 cm 3. Penggunaan bahan organik Pupuk kandang 1 t/ha Pupuk kandang 1 t/ha

4 Pemupukan rasional

a. Urea

b. ZA

c. SP-36

d. KCl

e. Phonska

+ 300 kg/ha

50 kg/ha

75 kg/ha

50 kg/ha

50 kg/ha

200 kg/ha

50 – 100 kg/ha *)

-

-

120 kg/ha

Sumber = Tim Teknis BPTP Jawa Timur, 2002

Keterangan = *) Pemberian khusus lahan yang mengalami stagnasi pertumbuhan (asem-aseman) pupuk

N berdasarkan bagan warna daun (BWD)

Tingkat adopsi teknologi PTT padi sawah dihitung berdasarkan nilai skor dari

masing-masing komponen teknologi anjuran. Jumlah petani adopter teknologi PTT

padi sawah dihitung dari jumlah petani peserta maupun petani non peserta

dikalikan dengan tingkat adopsi teknologi di suatu wilayah. Luas areal adopsi

teknologi PTT padi sawah dihitung dari jumlah petani adopter dikalikan dengan

rata-rata luas garapan usahatani dari komoditas yang bersangkutan. Dampak

teknologi PTT padi sawah dievaluasi dari tingkat penerapan teknologi anjuran

dengan cara membandingkan sebelum dan sesudah kegiatan. Sebelum kegiatan

didekati melalui petani di luar wilayah pengkajian (non peserta), sedangkan sesudah

kegiatan didekati melalui petani di wilayah pengkajian (petani eks peserta).

Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei pada bulan Juli – September

2004.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Adopsi dan Difusi Teknologi PengelolaanTanam Terpadu Padi Sawah

Pola tanam lahan sawah di lokasi pengkajian Kabupaten Blitar adalah Padi –

Padi – Padi, baik petani peserta maupun petani non peserta. Di Lokasi tersebut

berupa lahan sawah irigasi tehnis, sehingga petani cenderung menanam padi tiga

kali dalam setahun. Di Kabupaten Bojonegoro pola awal pelaksanaan P3T (tahun

2002) adalah Padi – Padi – Padi, mengalami perubahan menjadi Padi – Padi –

Kedelai (tahun 2004). Terjadinya perubahan pola tanam ini disebabkan karena

kondisi air yang tidak memungkinkan sehingga pada MK II hanya dapat ditanami

kedelai.

Page 355: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

418

Varietas padi yang ditanam setiap musimnya berbeda, tergantung dari

kesepatan kelompok. Dengan demikian pola gilir varietas telah diterapkan di

wilayah tersebut. Gilir varietas ini merupakan salah satu komponen dalam

pengendalian hama penyakit secara terpadu (Mahfud, et al, 2001). Biaya produksi

usahatani padi untuk petani peserta umumnya lebih tinggi bila dibandingkan

dengan petani non peserta, yaitu 3,52 % (Blitar) dan 3,43 % (Bojonegoro). Hal ini

dikarenakan petani peserta menggunakan input yang lebih tinggi bila dibandingkan

dengan petani non peserta, terutama dalam hal penggunaan benih dan pupuk

anorganik.

Tabel 2. Biaya produksi usahatani padi musim hujan 2003/2004 petani peserta dan

petani non peserta P3T di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar dan

Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro, Tahun 2004

Kabupaten

Biaya produksi (Rp/ha)

Petani peserta Petani non peserta Persentase

perbedaan (%)

1. Blitar

2. Bojonegoro

6.027.000

6.038.000

5.822.000

5.838.000

3,52

3,43

Adopsi teknologi merupakan suatu proses mental dan perubahan perilaku

baik yang berupa pengetahuan, sikap dan ketrampilan petani sejak mengenal

sampai memutuskan untuk menerapkannya. Proses difusi teknologi tidak berbeda

jauh dengan proses adopsi, nanum dalam difusi sumber informasinya berasal dari

dalam sistem masyarakat tani itu sendiri, sedangkan adopsi sumber informasinya

berasal dari luar sistem masyarakat tani (Roger dan Shomaker, 1981).

Paket teknologi yang dianjurkan PTT padi sawah pada saat pelaksaan P3T

tahun 2002 terdiri dari empat komponen yaitu (1) penggunaan varietas unggul baru

dan umur bibit yang ditanam, (2) jumlah bibit per-rumpum dan cara tanam, (3)

penggunaan bahan organic, dan (4) pemupukan rasional. Rakitan teknologi yang

telah diadopsi oleh petani peserta telah mencapai sekitar 57,7 % (Blitar) dan 60,1 %

(Bojonegoro). Dari keempat komponen teknologi anjuran , ternyata penggunaan

varietas unggul baru dan umur bibit yang paling tinggi diadopsi oleh petani peserta,

baik di Kabupaten Blitar maupun di Kabupaten Bojonegoro.

Page 356: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

419

Tabel 3. Nilai skor tingkat adopsi teknologi PTT pada musim hujan 2003/2004

petani peserta P3T di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar dan

Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro, Tahun 2004

Komponen teknologi Nilai skor tingkat adopsi teknologi (%)

Blitar Bojonegoro

1. Penggunaan varietas unggul dan umur bibit

ditanam

a. Tepat varietas

b. Tepat umur bibit yang ditanam

2. Jumlah bibit per-rumpun dan cara tanam

a. Tepat jumlah bibit per-rumpun

b. Tepat cara tanam

3. Penggunaan bahan organik

a. Menggunakan bahan organik

b. Tepat dosis

4. Pemupukan rasional

a. Tepat jenis pupuk

a. Tepat dosis pupuk

b. Tepat waktu/cara pemupukan

15,0

5,4

8,5

8,5

14,1

2,0

1,4

1,4

1,4

15,0

5,9

9,0

9,0

14,2

1,9

2,1

1,5

1,5

Total nilai skor 57, 7 60,1

Di Lokasi pengkajian di Kabupaten Blitar, adopsi varietas unggul baru cukup

tinggi, yaitu 15 %. Varietas unggul baru ini ini diperkenalkan pada saat kegiatan

P3T, yaitu melalui kegiatan demoplot dan petani peserta PTT padi sawah. Dari

petani peserta ini, varietas tersebut disebarkan kepada petani lainnya. Beberapa

varietas unggul padi yang diperkenalkan pada saat kegiatan P3T adalah Ciherang,

Cibogo, Fatmawati dan padi hibrida telah direspon cukup tinggi oleh petani, kecuali

padi hibrida. Hal ini karena harga benih padi hybrida, disamping mahal harganya

juga sulit memperolehnya. Varietas padi yang banyak ditanam oleh petani peserta

dan non peserta pada musim hujan 2003/2004 di Kabupaten Blitar maupun

Bojonegoro adalah Ciherang, sedangkan Fatmawati hanya ditanam oleh petani

peserta di Kabupaten Blitar (Tabel 4).

Tabel 4 Varietas padi yang ditanam pada musim hujan 2003/2004 oleh petani

peserta dan petani non peserta di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar dan

Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro, Tahun 2004

Varietas padi Blitar (%) Bojonegoro (%)

Peserta Non peserta Peserta Non peserta

1. Ciherang

2. Cibogo

3. IR-64

4. Fatmawati

5. Membramo

69

14

3

14

0

37

25

25

0

13

93

7

0

0

0

27

27

27

0

19

Luas sebaran varietas padi unggul yang ditanam oleh petani pada musim

hujan 2003/2204 di Kabupaten Blitar yang terluas adalah Ciherang, yaitu 494 ha

terdiri 69 ha petani peserta dan 425 ha petani non peserta, sedangkan di Kabupaten

Bojonegoro yang terluas adalah Cibogo dan IR-64 masing-masing seluas 693 ha dan

686 ha (Tabel 5).

Page 357: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

420

Tabel 5. Luas sebaran varietas padi yang ditanam pada musim hujan 2003/2004 oleh

petani peserta dan petani non peserta di Kecamatan Wlingi, Kabupaten

Blitar dan Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro, Tahun 2004

Varietas padi

Blitar (ha) Bojonegoro (ha)

Peserta Non

peserta

Total Peserta Non

peserta

Total

1. Ciherang

2. Cibogo

3. IR-64

4. Fatmawati

5. Memberamo

69

14

3

14

0

425

287

287

0

149

494

301

290

14

149

93

7

0

0

0

686

686

686

0

483

779

693

686

0

483

Alasan petani menanam padi varietas tersebut yang paling banyak adalah

berproduksi tinggi dan melakukan gilir varietas (Tabel 6). Gilir varietas ini

merupakan salah satu komponen dari pengendalian hama dan penyakit secara

terpadu, disamping komponen teknologi lainnya, seperti pengamatan hama penyakit

secara dini, pelaksanaan pola tanam, penggunaan varietas tahan hama/penyakit,

tanam serempak, pemanfaatan musuh alami, pengendalian cara mekanis serta

penggunaan pestisida secara bijaksana ( Mahfud, et al, 2001).

Jumlah bibit per-rumpun yang ditanam oleh petani peserta di Kabupaten

Blitar sekitar 1 – 2 bibit/rumpun, sedangkan petani non peserta 2 – 3 bibit/rumpun.

Petani peserta di Kabupaten Bojonegoro jumlah bibit per-rumpun yang ditanam

adalah 2 – 3 bibit/rumpun dan petani non peserta lebih dari 3 bibit/rumpun. Dengan

demikian kebutuhan benih per -hektar untuk petani peserta lebih rendah bila

dibandingkan dengan petani non peserta, yaitu di Kabupaten Blitar 33 kg/ha (petani

peserta) dan 45 kg/ha (petani non peserta), sedangkan di Bojonegoro 40 kg/ha (petani

peserta) dan 45 kg/ha (petani non peserta).

Tabel 6. Alasan petani peserta dan non peserta menanam varietas padi pada musim

hujan 2003/2004 di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar dan Kecamatan

Balen, Kabupaten Bojonegoro, Tahun 2004

Alasan tanam varietas Blitar (%) Bojonegoro (%)

Peserta Non peserta Peserta Non peserta

1. Produksi tinggi

2. Gilir varietas

3. Tersedianya bibit yang

ada

4. Kombinasi 1, 2 dan 3

54

26

6

17

62

13

10

15

39

32

6

23

54

18

8

20

Penggunaan bahan organik oleh petani peserta di Kabupaten Blitar adalah

berupa pupuk kandang berasal dari ternak sapi yang umumnya milik sendiri. Petani

peserta umumnya telah mengerti tentang manfaat penggunaan pupuk kandang,

antara lain dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik, terutama pupuk N

serta tanah lebih gembur jika diolah.

Sumber informasi teknologi tentang penggunaan varietas unggul tersebut

bagi petani berasal dari : (1) penyuluh lapang, (2) kontak tani/petani lainnya serta

(3) toko/kios pertanian dan (4) petugas/pamong desa. Dari keempat sumber informasi

tersebut, ternyata yang paling banyak dihubungi oleh petani peserta di Kabupaten

Blitar adalah petugas/perangkat desa, sedangkan di Kabupaten Bojonegoro adalah

kontak tani/petani lainnya (Tabel 7). Perangkat desa dan kontak tani ini adalah

Page 358: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

421

dianggap oleh petani sebagai pemimpin formal dalam sistem sosial yang merupakan

orang dalam sistem masyarakat desa, sehingga mempunyai kedudukan strategis

dalam program pembangunan desa (Sudarmanto, et al, 1989). Dengan demikian,

posisinya berbeda dengan petugas yang berasal dari luar desa.

Tingkat difusi teknologi PTT padi sawah oleh petani non peserta baru

mencapai 27,4 % (Blitar) dan 31,1 % (Bojonegoro). Dari empat komponen teknologi

anjuran, tingkat difusi yang tertinggi di Kabupaten Blitar dalam penggunaan

varietas unggul baru dan umur bibit ditanam, demikian juga di Kabupaten

Bojonegoro, masing-masing mencapai 16,2 % dan

Tabel 7. Sumber informasi teknologi PTT yang sering dihubungi petani peserta di

kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar dan Kecamatan Balen,

Kabupaten Bojonegoro, Tahun 2004

Sumber informasi teknologi Blitar (%) Bojonegoro (%)

a. Penyuluh lapang

b. Kontak tani/petani lainnya

c. Toko/kios pertanian

d. Petugas/pamong desa

14

14

14

58

31

48

0

21

16,8 % (Tabel 8). Penerapan komponen teknologi lainnya masih relatif

rendah, baik jumlah bibit per-rumpun dan cara tanam, penggunaan bahan organik

dan pemupukan rasional. Dalam hal penggunaan bahan organik yang banyak

digunakan adalah pupuk kandang sapi milik sendiri, karena umumnya petani non

peserta di wilayah pengkajian di Kabupaten Blitar rata-rata memiliki 1 ekor sapi.

Tabel 8. Nilai skor tingkat difusi teknologi PTT pada musim hujan 2003/2004

petani peserta P3T di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar dan

Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro, Tahun 2004

Komponen teknologi Nilai skor tingkat difusi teknologi (%)

Blitar Bojonegoro

1. Penggunaan varietas unggul dan umur bibit

ditanam

a. Tepat varietas

b. Tepat umur yang ditanam bibit

2. Jumlah bibit per-rumpun dan cara tanam

a. Tepat jumlah bibit per-rumpun

b. Tepat cara tanam

3. Penggunaan bahan organik

a. Menggunakan bahan organik

b. Tepat dosis

4. Pemupukan rasional

a. Tepat jenis pupuk

a. Tepat dosis pupuk

b. Tepat waktu/cara pemupukan

15,0

1,2

2,3

2,3

3,5

1,2

1,9

0,0

0,0

15,0

1,8

2,3

2,3

6,3

1,1

1,8

0,0

0,0

Total nilai skor 27,4 31,1

Page 359: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

422

2. Dampak Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah

Dampak teknologi PTT padi sawah di Kabupaten Blitar dan Bojonegoro dapat

dilihat dari beberapa indikator, yaitu teknologi anjuran telah diadopsi petani,

meningkatnya produktivitas dan pendapatan usahatani padi. Salah satu indikator

dampak teknologi anjuran yang telah diadopsi oleh petani adalah jumlah petani

yang mengadopsi teknologi atau adopter beserta luasannya.

Wilayah lahan sawah P3T di kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar tahun 2002

adalah seluas 100 ha dengan jumlah petani peserta 252 orang. Dari hasil survei

diperoleh rata-rata luas garapan petani peserta seluas 0,50 ha. Teknologi PTT yang

diadopsi oleh petani peserta pada musim hujan 2003/2004 adalah 57,1 % (Tabel 7),

sehingga jumlah petani adopternya adalah sebanyak 144 orang (252 x 57,1 %)

dengan luas 72 ha. (144 x 0,50 ha), sedangkan luas sawah irigasi di Kecamatan

Wlingi adalah seluas 1.149 ha (di luar P3T). Dari hasil survei diperoleh rata-rata

luas garapan di wilayah tersebut adalah seluas 0,42 ha, sehingga jumlah petaninya

ada 2.736 orang. Teknologi PTT yang diadopsi oleh petani non peserta (terdifusi)

adalah 27,4 % (Tabel 8), sehingga jumlah petani yang terdifusi ada 750 orang (273 x

27,4 %) dengan luas 315 ha (750 x 0,42 ha).

Luas areal sawah P3T di Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro tahun

2002 adalah seluas 100 ha dengan jumlah petani peserta 237 orang. Dari hasil survei

diperoleh rata-rata luas garapan petani peserta sebesar 0,44 ha, sedangkan tingkat

diadopsi teknologi oleh petani peserta pada musim hujan 2003/2004 adalah 60,1 %

(Tabel 7), sehingga jumlah petani adopternya adalah sebanyak 142 orang (237 x 60,1

%) dengan luas 62 ha (142 x 0,44 ha), sedangkan luas sawah irigasi di Kecamatan

Balen adalah sebesar 2.540 ha (di luar P3T). Dari hasil survei diperoleh rata-rata

luas garapan di wilayah tersebut adalah seluas 0,62 ha, sehingga jumlah petaninya

ada 4.097 orang.

Tabel 9. Jumlah Petani Adopter Paket Teknologi PTT Padi Sawah, Musim Hujan

2003/2004 di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar dan Kecamatan Balen,

Kabupaten Bojonegoro, Tahun 2004

Uraian Jumlah petani

(orang) Luas (ha)

Jumlah petani

adopter

(orang)

Luas (ha)

1. Blitar

a. Petani peserta

b. Petani non

peserta

Total

2. Bojonegoro

a. Petani peserta

b. Petani non

peserta

Total

252

2.736

2.988

237

4.097

4.334

100

1.149

1.549

100

2.540

2.640

144

750

894

142

1.274

1.416

72

315

387

62

790

850

Teknologi PTT yang terdifusi oleh petani non peserta adalah 31,1 % (Tabel 8),

sehingga jumlah petani yang terdifusi ada 1.274 orang (4.097 x 31,1 %) dengan luas

790 ha (1.274 x 0,62 ha).

Dampak teknologi kegiatan PTT padi sawah terhadap produktivitas dan

pendapatan usahatani dapat dilihat dari perbandingan antara produktivitas padi

Page 360: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

423

dan pendapatan usahatani padi petani peserta dengan produktivitas dan

pendapatan usahatani padi petani non peserta. Produktivitas padi pada musim

hujan 2003/2004 rata-rata yang dicapai oleh petani peserta lebih tinggi, bila

dibandingkan dengan petani non peserta. Produktivitas padi yang dicapai petani

peserta adalah 61 ku GKP/ha (Blitar) dan 62 ku GKP/ha (Bojonegoro), sedangkan

petani non peserta hanya mencapai 57 ku /ha GKP (Blitar) dan 58 ku GKP/ha

(Bojonegoro). Luas areal dampak pada musim tersebut, di Kabupaten Blitar

mencapai 387 ha dan 850 ha di Kabupaten Bojonegoro (Tabel 10). Dengan demikian

dampak produksi fisik adalah 1.548 ku GKP atau senilai Rp 185.756.000,- (Blitar)

dan 3.400 ku GKP atau senilai Rp 408.000.000,- (Bojonegoro).

Kegiatan PTT ini telah berdampak terhadap peningkatan pendapatan

usahatani padi sawah yang cukup tinggi, dari Rp 1.018.000 menjadi Rp 1.293.000,-

/ha atau meningkat 27 % (Blitar) dan Rp 1.122.000,- menjadi Rp 1.402.000,-/ha atau

meningkat 25 % (Bojonegoro). Disamping itu juga pengkajian PTT padi sawah

berdampak terhadap peningkatan efisiensi usahatani yang ditunjukkan dari

meningkatnya nilai R/C rasio dari 1,174 menjadi 1,214 (Blitar) dan 1,191 menjadi

1,232 (Bojonegoro).

Dampak dari kegiatan pengkajian PTT padi sawah juga dapat dilihat dari

kegiatan kelompok tani, seperti pertemuan kelompok. Kegiatan pertemuan

kelompok tani masih dilakukan secara rutin, yaitu sebulan sekali, baik di

Kabupaten Blitar maupun Bojonegoro. Pertemuan kelompok tersebut dihadiri oleh

petugas lapang (PPL) dan perangkat desa. Materi yang dibicarakan pada pertemuan

kelompok tersebut adalah hal-hal yang berkaitan dengan budidaya padi, seperti

penentuan waktu tanam, varietas padi yang akan ditanam, pengendalian hama

tikus serta masalah yang berkaitan dengan ternak sapi dan perkreditan. Inisiatif

diadakannya pertemuan kelompok tani ini umumnya berasal dari pengurus/anggota.

Tabel 10. Dampak kegiatan PTT padi sawah, terhadap produktivitas, pendapatan dan

efisiensi usahatani pada musim hujan 2003/2004 di Kecamatan Wlingi,

Kabupaten Blitar dan Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro, Tahun

2004 Uraian Blitar Bojonegoro

1. Produktivitas padi (kw GKP/ha)

a. Petani peserta

b. Petani non peserta

Perbedaan a dan b

2. Pendapatan (Rp/ha)

a. Petani peserta

b. Petani non peserta

Perbedaan a dan b

3. R/C rasio

a. Petani peserta

b. Non peserta

Perbedaan a dan b

4. Jumlah petani adopter (orang)

5. Luas areal dampak (ha)

6. Dampak produksi (kw)

7. Nilai dampak (Rp)

8. Biaya kegiatan PTT *)

9. Nilai dampak bersih (Rp)

61

57

4

1.293.000

1.018.000

275.000

1,214

1,174

0,040

894

387

1.548

185.760.000

172.960.000

128.000.000

62

58

4

1.402.000

1.122.000

280.000

1,232

1,191

0,041

1.416

850

3.400

408.000.000

126.450.000

281.500.000

*) Dana untuk kegiatan PTT padi sawah di wilayah P3T pada tahun 2002

Page 361: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

424

KESIMPULAN

Program peningkatan produktivitas padi terpadu di Kabupaten Blitar dan

Bojonegoro telah dapat mengalihkan teknologi pengelolaan tanaman terpadu padi

sawah. Teknologi anjuran pengelolaan tanaman terpadu padi sawah yang telah

diadopsi oleh petani peserta 57 % (Blitar) dan 60 % (Bojonegoro), sedangkan

teknologi pengelolaan tanaman terpadu padi sawah yang terdifusi pada petani non

peserta mencapai 27 % (Blitar) dan 31 % (Bojonegoro). Komponen teknologi anjuran

pengelolaan tanaman terpadu padi sawah yang paling banyak diadopsi oleh petani

di Kabupaten Blitar maupun Bojonegoro adalah penggunaan varietas unggul baru

dan umur bibit yang ditanam. Adopsi teknologi tersebut telah berdampak positip

terhadap peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani padi. Disamping itu

juga adopsi teknologi PTT padi sawah telah berdampak secara komersial yang

cukup tinggi. Selama musim hujan 2003/2004 adopsi teknologi tersebut di

Kabupaten Blitar telah berdampak terhadap produksi padi sebesar 1.548 ku GKP

atau senilai Rp 185,7 juta dengan dampak komersial sebesar Rp 128 juta, sedangkan

di Kabupaten Bojonegoro adopsi teknologi PTT dalam musim yang sama telah

berdampak terhadap produksi padi sebesar 3.400 ku GKP atau senilai Rp 408 juta

dengan dampak komersial sebesar Rp 281,5 juta

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Tanaman Padi. 2003. Integrasi Sistem Pengendalian Hama

Terpadu ke Dalam Model Pengelolaan Tanaman Terpadu. Warta Penelitian

dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. 25 (4) : 8 – 10.

Kasijadi., A. Suryadi dan Suwono. 2001. Penerapan Rakitan Teknologi Dalam

Meningkatkan Daya Saing Usahatani Padi di Jawa Timur. Jurnal

Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. 4 (1) : 1 – 12.

Mahfud. M. C., G. Kartono., C. Ismail., Suhardi., W. Istuti dan A. Suryadi. 2001.

Kajian Penerapan Pengelolaan Tanaman Padi Secara Terpadu. Laporan

Akhir Tahun. BPTP Jawa Timur.

Roger. E.M dan F. Floyd Shoemakher. 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru.

Disarikan Oleh Abdilah Hanafi. Usaha Nasinal. Surabaya.

Sudarmanto., W.H. Utomo., I. Soetrisno., E.D. Cahyono dan S. Suprapto.

1989. Studi Dampak Demontrasi Plot Terasiring Dalam Rangka Usaha

Pelestarian Tanah dan Air di Daerah Aliran Sungai Brantas Hulu. Jurnal

Universitas Brawijaya. 1 (1) : 51 – 58.

Suwono., W. Istuti., M. C. Mahfud., F. Kasijadi dan G. Kartono. 2003. Rakitan

Teknologi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Pengelolaan Tanaman Padi

terpadu (PTT) di Jawa Timur. Petunjuk Teknis Rakitan Teknologi

Pertanian. BPTP Jawa Timur. 47 – 57.

Page 362: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

425

ALTERNATIF MODEL KELEMBAGAAN PEMBIAYAAN UNTUK

PENGEMBANGAN PERTANIAN DI JAWA TIMUR

Purwanto*), Mat Syukur*), Pudji Santoso*), Bambang Irianto*) dan Rika Asnita*)

ABSTRAK

Kinerja pembangunan pertanian selama tiga dasawarsa cukup

menggembirakan, utamanya dalam meningkatkan produksi dan produktivitas

pertanian, namun kooptasi birokrasi yang berlebihan mengakibatkan melemahnya

kelembagaan ekonomi pertanian dan membawa dampak kepada rendahnya akses

pelaku usaha pertanian terhadap sumberdaya modal, teknologi, peningkatan

kemampuan SDM dan informasi pasar. Akses pelaku usaha pertanian yang rendah

pada sumber pembiayaan memerlukan kreasi lembaga pembiayaan yang tepat bagi

sektor ini. Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi permasalahan

kelembagaan, utamanya kelembagaan pembiayaan pertanian dan merumuskan

alternatif pemecahan masalah tersebut. Analisis data dilakukan secara deskriptif

dengan menggunakan Tabel tunggal dan silang. Hasil penelitian memperlihatkan

beberapa hal sebagai berikut : Penyaluran kredit sektor pertanian (termasuk

perkebunan, peternakan dan perikanan) di Jawa Timur mengalami peningkatan

yang signifikan. Penyaluran kredit sektor pertanian selama periode 1998-2002

meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 34,6 % per tahun, lebih tinggi daripada

sektor non pertanian. Kredit usahatani (KUT) kurang menunjukkan perkembangan

yang menggembirakan. Sebelum krisis ekonomi tingkat tunggakan KUT relatif

kecil namun selama 2 tahun setelah krisis moneter tunggakan KUT meningkat

tajam dimana proporsi tunggakan KUT pada MT 1998/1999 sebesar 63% meningkat

menjadi 74% pada MT 1999/2000. Penyaluran KUT sebagian besar digunakan untuk

usahatani padi. Pengamatan pada tingkat mikro memperlihatkan bahwa

kebanyakan petani menggunakan modal yang berasal dari modal sendiri (65%)

petani), hanya 13% petani yang menggunakan modal seluruhnya dari modal

pinjaman dan 22% petani modalnya berasal dari gabungan modal sendiri dan modal

pinjaman. Sumber modal pinjaman lebih banyak diakses dari sumber modal

informal. Secara umum petani di Jawa Timur kurang akses terhadap sumber

permodalan khususnya sumber modal dari lembaga formal. Di kabupaten Gresik,

Bojonegoro dan Probolinggo petani bahkan hampir tidak mempunyai akses terhadap

sumber permodalan dari lembaga formal. Akses terhadap sumber modal formal

kebanyakan terkendala masalah agunan. Alternatif model pembiayaan pertanian

tampaknya diperlukan untuk pengembangan pertanian di Jawa Tmur.

Kata kunci : Kebijakan, pembangunan pertanian, lembaga pembiayaan, sumber permodalan

__________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 363: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

426

ABSTRACT

The performance of agricultural development in the last three decades has

been satisfying especially in increasing the agricultural production and productivity;

however, over-cooptation of bureaucrats in institutional aspect results in asymmetric

information which gives in low access of agricultural practitioners to capital,

technology and human resources as well as market information. Limited access to

financial resources needs some creation of proper financial institution in this sector.

The purpose of this research was to identify institutional problems, especially those

related to agricultural financing and to formulate the solution of those problems.

Data analyses were carried out descriptively using both single and cross tabulation

techniques. The results showed several findings such as follows : Credit realization

in agricultural sectors (including estate crops, livestock and fisheries) in East Java

was significantly increasing. Within the period of 1998-2002, the credit realization

was increasing with a growth rate of 34.6% per year, which was higher than that of

non-agricultural sectors. There was not satisfying development of Farmers’ credit

(KUT). The arrears of KUT were smaller before monetary crisis, but within two years

after the crisis there were significant increase in arrears from 63% in 1998/1999 to

74% in 1999/2000. Most of agricultural credit realization was for rice farming.

Observation at micro level showed that most of farmers relied on their own capital

(65%), only 13% used all the capital from the credit scheme and 22% used the

combination capital resources. Informal credit scheme was more popular among

farmers in East Java. Farmers in Gresik, Bojonegoro and Probolinggo almost have

no access to formal financial resources which mostly caused by collateral problem.

Alternatives model of financial institution need to be developed to support

agricultural development in East Java.

Keywords : policy, agricultural development, financial institution, capital resource

PENDAHULUAN

Era Otonomi daerah yang telah berjalan beberapa tahun ini menuntut

pemerintah daerah Jawa Timur untuk lebih aktif berperan dalam menggali potensi

sumberdaya yang ada si wilayahnya, dan mengidentifikasi sumber-sumber

pertumbuhan baru untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi wilayah. Sektor

pertanian merupakan salah satu sektor andalan propinsi ini. Oleh karena itu sudah

selayaknya sektor pertanian diberikan perhatian yang sungguh-sungguh mengingat

sektor ini menjadi tumpuan harapan penghidupan sebagian besar penduduk

pedesaan.

Kinerja pembangunan pertanian selama lebih dari tiga dasawarsa cukup

menggembirakan terutama keberhasilannya dalam meningkatkan produksi dan

produktivitas pertanian. Namun efek lain dari pembangunan pertanian juga muncul

yakni kelembagaan ekonomi lokal banyak mengalami kelumpuhan akibat kooptasi

birokrasi yang berlebihan. Padahal selama ini kelembagaan lokal termasuk

didalamnya kelembagaan pembiayaan pertanian berkembang baik di masyarakat

dan berperan dalam pemerataan pendapatan. Lemahnya kelembagaan pembiayaan

pertanian akibat kooptasi yang berlebihan ini membawa konsekuensi pada makin

terbatasnya sumber-sumber pembiayaan yang dapat diakses oleh petani.

Page 364: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

427

Kooptasi birokrasi yang berlebihan telah memunculkan kondisi asimetris informasi antara sebagian besar masyarakat (petani kecil secara umum) dengan

kelompok lainnya. Asimetris informasi ini membawa implikasi sangat luas pada

rendahnya akses pelaku usaha di sektor pertanian terhadap sumberdaya modal,

teknologi, peningkatan kemampuan (human capital), informasi pasar, dan sebagainya.

Selama lebih dari tiga dasawarsa, pemerintah telah banyak mengintroduksikan

skim pembiayaan pertanian, namun efektivitas dan peranannya dalam mendorong

pengembangan pertanian masih rendah. Akses sebagian pelaku usaha pertanian

tampaknya juga masih rendah. Rendahnya akses tersebut disebabkan oleh banyak

faktor, diantaranya adalah keterbatasan pelaku usaha untuk menyediakan agunan

(kolateral) fisik kepada sumber pembiayaan (lender). Akses petani yang rendah terhadap lembaga kredit (terutama kredit formal)

mengakibatkan lemahnya kemampuan petani untuk mendanai usahatani yang pada

modal dengan dana sendiri. Padahal aplikasi teknologi pertanian modern yang

diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani,

membutuhkan pengerahan modal intensif.

Hasil penelitian Hermanto dan Syukur (1994) di Jawa Barat dan Lampung,

memperlihatkan bahwa 59% petani tidak mampu berswadana dalam usahataninya.

Sementara itu penelitian Syukur at al (1999) di Kabupaten Cianjur menunjukkan

bahwa lebih dari 90% petani mengandalkan modal dari swadana.

Fajardo (1992) mengemukakan bahwa petani kecil mempunyai aksesibilitas

yang sangat rentan terhadap fasilitas kredit formal, Hal ini disebabkan petani kecil

kurang memenuhi syarat kualifikasi yang ditetapkan oleh lembaga kredit tersebut.

Keterbatasan kemampuan ini membuat pelaku agribisnis (khusunya usaha kecil) sulit

berhubungan dengan lembaga kuangan formal. Lembaga keuangan formal juga

enggan melayani mereka, karena ragu-ragu dengan kemampuan mereka dalam

mengembalikan kredit dan biaya operasional untuk melayani nasabah kecil dianggap

terlalu besar sehingga tidak memberikan keuntungan yang sebanding.

Ketidaksanggupan petani untuk mendanai usahataninya menyebabkan mereka tidak

mempunyai pilihan lain kecuali meminjam uang pada lembaga kredit informal dan

non-program.

Segmen pasar (petani kecil) ini merupakan pasar kredit potensial bagi penyedia

kredit informal. Jarak yang dekat baik secara fisik maupun sosial dengan nasabah

merupakan kelebihan lembaga kredit informal dalam menggarap potensi/segmen

pasar petani kecil. Di samping beberapa kelebihan, pasar informal ini juga memiliki

kelemahan yakni tingkat bunga yang tinggi dan kemungkinan mobilitas perputaran

uang dalam jumlah besar relatif kurang karena terpecah-pecah dan terisolasinya

lokasi usaha pertanian secara fisik (Zeller, et al dalam Syukur, at al. 2000).

Segmen pasar (petani kecil) ini merupakan pasar kredit yang potensial bagi

penyedia kredit informal. Jarak yang dekat baik secara fisik maupun sosial dengan

nasabah merupakan kelebihan lembaga kredit informal dalam menggarap

potensi/segmen pasar petani kecil. Di samping kelebihan yang dimiliki, pasar informal

ini juga memiliki kelemahan yakni tingkat bunga yang lebih tinggi dan kemungkinan

mobilitas perputaran uang dalam jumlah besar relatif kurang karena terpecah-

pecahnya dan terisolasinya lokasi usaha pertanian secara fisik (Zeller, et al dalam

Syukur, at al. 2000)

Page 365: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

428

Dengan pemahaman kritis terhadap akses pelaku usaha pertanian dan

mekanisme penyaluran skim-skim pembiayaan yang diakses petani diharapkan

dapat dirumuskan skim pembiayaan yang sesuai dan relevan dalam upaya untuk

memperoleh jalan pemecahan untuk rekayasa kelembagaan pembiayaan dalam

mendorong penegmbangan usaha pertanian di pedesaan.

METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan dengan menggunakan

metode survey melalui wawancara langsung dengan petani responden, sedangkan

data sekunder diperoleh dari dinas dan instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik

dan Dinas Pertanian Proipinsi Jawa Timur.

2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di empat kabupaten untuk menggambarkan empat

koridor pertumbuhan yang ada di Jawa Timur yakni kabupaten Gresik (koridor

Utara-Selatan), Magetan (koridor Barat Daya), Probolinggo (Timur), dan Bojonegoro

(koridor Utara). Kabupaten contoh dipilih berdasarkan pertimbangan potensi lahan

dan produktivitasnya dengan kriteria sedang. Penarikan sampel petani pada lingkup

desa/kelompok tani diarahkan pada petani pemilik lahan sawah yang mempunyai

produktivitas rendah dan tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.3. Metode analisis

Data-data yang telah terkumpul baik data primer maupun data sekunder

dianalisis dan diinterpretasi secara deskriptif dengan menggunakan Tabel tunggal dan

Tabel silang.

3.1. Ketersediaan Kredit Pertanian

Di Jawa Timur, penyaluran kredit sektor pertanian (termasuk perkebunan,

peternakan dan perikanan) mengalami peningkatan yang signifikasn. Laju

pertumbuhan penyaluran kredit pertanian selama periode 1998-2002 sebesar 34,6 %

per tahun lebih tinggi daripada sektor non pertanian (Purwanto, at al, 2003). Kredit

usahatani juga menunjukkan peningkatan yang sangat besar. Peningkatan

penyaluran kredit usahatani (KUT) yang ;luar biasa terjadi pada MT 1998/1999,

dimana realisasi penyaluran kreditnya mencapai 29 kali lipat dibandingkan musim

tanam tahun sebelumnya (Tabel 1). Peningkatan penyaluran kredit MT 1998/1999

tampak tidak wajar dan terkesan ada pemaksaan dalam penyaluran (realisasinya).

Hal ini tampak dari melonjaknya tunggakan KUT pada tahun yang sama.

Secara umum kinerja KUT di Jawa Timur menunjukkan perkembangan yang

cukup baik sebelum terjadi krisis moneter. Nilai kredit yang disalurkan memang lebih

kecil dibandingkan nilai kredit selama 2 tahun setelah krisis moneter tetapi proporsi

tunggakan kreditnya juga relatif kecil yakni sekitar 15% dari jumlah kredit yang

disalurkan. Kururn waktu 2 tahun setelah krisis moneter, tunggakan KUT meningkat

Page 366: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

429

tajam. Pada MT 1998/1999, proporsi tunggakan KUT sebesar 63% meningkat menjadi

74% pada MT 1999/2000 meskipun nilai absolut/riilnya menurun. Ada 2 penyebab

utama membengkaknya tunggakan KUT. Pertama, kebijakan pemerintah yang

membuka luas penyediaan KUT yang berakibat terjadinya manipulasi data

permintaan kredit (data fiktif). Kedua, menurunnya kemampuan ekonomi petani

akibat melonjaknya harga sarana produksi dan kebutuhan konsumsi.

Ditinjau dari wilayah pertumbuhan yang ada di Jawa Timur, Koridor Utara-

Selatan mendapat alokasi kredit (KUT) yang lebih besar dibandingkan tiga koridor

lainnya. Tampaknya kurang ada kesesuaian antara potensi/luas lahan pertanian

suatu wilayah dengan besarnya alokasi kredit yang disalurkan. Koridor Utara-

Selatan yang luas lahan pertaniannya paling kecil mendapat porsi penyaluran kredit

yang paling besar dibandingkan tiga koridor lainnya. Padahal porsi KUT ini

sebagian besar untuk tanaman padi yang tentunya banyak diusahakan di lahan

sawah. Dengan demikian selayaknya wilayah yang memiliki lahan pertanian

(sawah) yang lebih luas mendapat porsi alokasi kredit yang lebih besar. Sementara

itu alokasi kredit di ketiga wilayah lainnya yakni koridor Utara, Timur dan Barat

Daya lebih sesuai dengan potensi/luas lahan pertanian yang ada di masing-masing

wilayah (Tabel 2 s/d 5).

Permintaan kredit untuk usahatani padi masih mendominasi penyaluran

KUT di Jawa Timur. Hal ini terkait erat dengan program peningkatan produksi

pangan yang lebih memprioritaskan pada peningkatan produksi padi (beras).

Sementara itu tanaman hortikultura yang merupakan tanaman bernilai ekonomi

tinggi kurang mendapat perhatian dalam program peningkatan produksi dan

dukungan penyediaan kreditnya. Pada masa mendatang tanaman hortikultura

perlu mendapat perhatian yang lebih besar dalam kebijakan pemerintah untuk

peningkatan produksi pertanian di Jawa Timur.

Sejak tahun 2001, KUT berubah menjadi kredit ketahanan pangan (KKP).

Perubahan skim kredit daari KUT menjadi KKP ini juga tidak banyak membawa

perubahan yang berarti terhadap kinerja perkreditan pertanian. Proporsi tunggakan

KKP bahkan lebih besar dibandingkan KUT. Total penyaluran kredit ketahanan

pangan di Jawa Timur sampai dengan Juli 2003 sebesar 350 milyar rupiah dengan

tingkat pengembalian kredit sebesar 10,5%. Sementara itu penyaluran KUT pada

MT 1999/2000 sebesar 312 milyar rupiah dengan tingkat pengembalian kredit

sebesar 25%.

Berbeda dengan KUT yang banyak disalurkan untuk tanaman padi, porsi

penyaluran KKP lebih banyak digunakan untuk budidaya tanaman tebu. (85% dari

total kredit). Alokasi kredit untuk budidaya padi dan palawija maupun jenis usaha

lainnya relatif kecil. Hal ini sesuai dengan plafon kredit yang disediakan untuk

masing-masing jenis usaha (komoditas yang diusahakan). Ditinjau dari tingkat

pengembalian kreditnya, justru terjadi hal yang sebaliknya dimana tingkat

pengembalian KKP untuk budidaya tebu relatif kecil (6,4%) sementara tingkat

pengembalian kredit untuk budidaya padi dan palawija mencapai 34% (Tabel 6 & 7).

Tingkat pengembalian KKP untuk budidaya tebu yang relatif kecil ini tampaknya

terkait dengan siklus panen tebu yang lebih lama dibandingkan tanaman padi dan

palawija sehingga pada saat pencatatan pengembalian kredit (Juli 2003) banyak

petani yang belum panen dan belum mengembalikan kredit.

Page 367: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

430

Tabel 1 Realisasi dan Tunggakan KUT (1995/1996 – 1999/2000) menurut musim tanam di Jawa Timur.

No M.Tanam Plafond

(Rp.000)

Credit Order Realisasi Tunggakan

Kop/LSM Nilai (Rp.000) Kop/LSM Padi (ha) P.Wija (ha) Horti (ha) Jumlah (ha) Nilai (Rp.000) Kop/LSM % Thd Real

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 14

I. TP 95/96 27,109,000 623 41,941,294 608 145,039 4,651 37 149,727 37,922,845 223 15.46

MT 95/96 546 37,652,555 535 133,979 4,177 37 138,193 34,043,388 211 16.16

MT 96 77 4,288,739 73 11,060 474 0 11,534 3,879,457 12 9.28

II. TP 96/97 31,058,284 458 37,172,277 458 50,157 4,681 61 54,899 34,794,742 193 15.57

MT 96/97 413 33,849,017 413 45,649 1,791 61 47,501 31,785,154 192 17.03

MT 97 45 3,323,260 45 4,508 2,890 0 7,398 3,009,588 1 0.15

III. TP 97/98 63,966,508 755 64,766,077 755 152,455 37,334 188 189,977 62,529,877 226 9.86

MT 97/98 324 32,959,284 324 92,105 15,477 70 107,652 31,838,174 120 11.18

MT 98 431 31,806,793 431 60,350 21,857 118 82,325 30,691,703 106 8.48

IV. TP 98/99 1,918,103,000 1,460 1,841,301,020 1,725 853,943 320,265 74,031 1,248,239 1,841,301,020 1,566 63.17

MT 98/99 1,018 1,184,136,183 1,015 682,400 227,414 41,143 950,957 1,184,136,183 912 56.33

MT 99 710 657,164,837 710 171,543 92,851 32,888 297,282 657,164,837 654 75.51

V. TP 99/00 425,000,000 753 311,626,860 756 183,137 50,203 0 233,340 311,782,975 692 74.42

MT 99/00 717 293,272,637 717 173,644 45,262 0 218,906 293,272,637 657 74.50

MT 00 39 18,354,223 39 9,493 4,941 0 14,434 18,510,338 35 73.12

Jumlah 2,465,236,792 2,296,807,528 4,302 1,384,731 417,134 74,317 1,876,182 2,288,331,459 2,900 61.73

Page 368: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

431

Tabel 2. Realisasi dan Tunggakan KUT (1995/1996 – 1999/2000) menurut musim tanam di Koridor Utara Jawa Timur

No. Kabupaten/Kdy

MH 1995/1996 - 1999/2000 MK 1996 - 2000 Total 1995/1996 - 1999/2000

Realisasi % Tung.

Realisasi % Tung.

Realisasi % Tung.

Kop/LSM (Rp.000) Kop/LSM (Rp.000) Kop/LSM (Rp.000)

1 Bojonegoro 123 33,295,407 43.59 53 20,784,098 59.09 176 54,079,505 49.55

2 Tuban 84 57,165,315 58.20 32 20,580,421 58.13 116 77,745,736 58.18

3 Lamongan 136 80,275,648 53.45 39 30,237,494 65.24 175 110,513,142 56.67

4 Ngawi 148 59,196,114 43.74 34 7,799,582 59.67 182 66,995,696 45.59

5 Bangkalan 88 102,200,239 52.38 7 155,994 0.00 95 102,356,233 52.30

6 Sampang 20 11,877,335 56.31 3 43,354 0.00 23 11,920,689 56.10

7 Pamekasan 37 43,595,113 45.76 14 2,006,195 75.68 51 45,601,308 47.08

8 Sumenep 192 127,636,538 57.78 11 597,905 0.00 203 128,234,443 57.51

Jumlah 828 515,241,709 52.50 193 82,205,043 61.00 1,021 597,446,752 53.67

Tabel 3 Realisasi dan tunggakan KUT (1995/1996 – 1999/2000) menurut musim tanam di Koridor Timur Jawa Timur

No. Kabupaten/Kdy

MH 1995/1996 - 1999/2000 MK 1996 - 2000 Total 1995/1996 - 1999/2000

Realisasi %

Tung.

Realisasi % Tung.

Realisasi % Tung.

Kop/LSM (Rp.000) Kop/LSM (Rp.000) Kop/LSM (Rp.000)

1 Probolinggo 119 52,457,965 76.08 51 21,688,426 79.54 170 74,146,391 77.09

2 Lumajang 117 33,942,536 37.77 101 24,938,673 51.01 218 58,881,209 43.38

3 Bondowoso 131 56,362,846 52.81 104 30,916,033 74.92 235 87,278,879 60.64

4 Situbondo 78 48,846,478 82.78 30 3,810,390 64.74 108 52,656,868 81.47

5 Jember 161 92,909,703 66.29 78 72,000,890 73.69 239 164,910,593 69.52

6 Banyuwangi 167 54,973,306 63.89 104 58,202,128 84.88 271 113,175,434 74.68

Jumlah 773 339,492,834 64.70 468 211,556,540 74.71 1,241 551,049,374 68.54

Page 369: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

432

Tabel 4 Realisasi dan Tunggakan KUT (1995/1996 – 1999/2000) menurut musim tanam di Koridor Utara-Selatan Jawa Timur

No. Kabupaten/Kdy

MH 1995/1996 - 1999/2000 MK 1996 - 2000 Total 1995/1996 - 1999/2000

Realisasi %

Tung.

Realisasi %

Tung.

Realisasi %

Tung. Kop/LSM (Rp.000) Kop/LSM (Rp.000) Kop/LSM (Rp.000)

1 Surabaya 7 1,939,806 23.64 4 881,845 39.51 11 2,821,651 28.60

2 Gresik 58 38,805,592 56.91 40 25,777,229 67.77 98 64,582,821 61.24

3 Sidoarjo 54 13,051,225 33.59 22 9,138,024 81.53 76 22,189,249 53.33

4 Mojokerto 71 27,842,803 57.48 37 31,307,942 74.65 108 59,150,745 66.57

5 Pasuruan 93 45,539,646 59.91 62 26,682,893 74.67 155 72,222,539 65.36

6 Malang 123 272,070,584 79.84 110 120,558,335 90.50 233 392,628,919 83.11

7 Blitar 112 56,179,583 24.80 70 33,406,435 23.46 182 89,586,018 24.30

Jumlah 518 455,429,239 66.17 345 247,752,703 74.87 863 703,181,942 69.24

Tabel 5. Realisasi dan Tunggakan KUT (1995/1996 – 1999/2000) menurut Musim Tanam di Koridor Barat Daya Jawa Timur

No. Kabupaten/Kdy

MH 1995/1996 - 1999/2000 MK 1996 - 2000 Total 1995/1996 - 1999/2000

Realisasi %

Tung.

Realisasi %

Tung.

Realisasi %

Tung. Kop/LSM (Rp.000) Kop/LSM (Rp.000) Kop/LSM (Rp.000)

1 Jombang 114 30,347,288 56.83 51 45,967,683 79.41 165 76,314,971 70.43

2 Madiun 95 27,400,592 28.55 17 5,157,069 56.50 112 32,557,661 32.98

3 Magetan 96 26,123,080 9.85 15 3,383,433 20.28 111 29,506,513 11.05

4 Ponorogo 108 46,526,164 41.74 23 9,773,537 52.60 131 56,299,701 43.62

5 Pacitan 34 18,003,739 16.91 13 11,396,016 54.03 47 29,399,755 31.30

6 Kediri 120 48,140,434 61.40 71 56,634,494 72.16 191 104,774,928 67.22

7 Nganjuk 117 32,951,517 52.22 45 23,359,046 84.18 162 56,310,563 65.48

8 Tulungagung 97 24,402,061 40.82 50 15,901,081 44.46 147 40,303,142 42.26

9 Trenggalek 61 11,016,879 14.62 7 169,278 5.21 68 11,186,157 14.48

Jumlah 842 264,911,754 40.94 292 171,741,637 69.30 1,134 436,653,391 52.09

Page 370: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

433

Dukungan lembaga perkreditan swasta tampak kurang dalam pengembangan usaha di

sektor pertanian. Partisipasi lembaga keuangan (bank) dalam penyaluran kredit ketahanan

pangan lebih banyak didominasi oleh bank pemerintah (Tabel 8). Menarik untuk dicermati

data penyaluran kredit oleh Bukopin karena tingkat pengembalian kreditnya mencapai 84%,

sementara bank lainnya tingkat pengembalian kreditnya relatif kecil.

Tabel 6 Realisasi penyaluran dan pengembalian kredit ketahanan pangan pada berbagai jenis

usaha di Jawa Timur (Posisi s/d Juli 2003)

No. Jenis Usaha

Realisasi Kredit (juta rupiah) %

pengembalian

thd penyaluran

Penyaluran Pengembalian

Jumlah % thd

total Jumlah

% thd

total

1 Pengadaan Pangan 13696.66 3.82 4713.98 12.50 34.42

2

Budidaya Padi, Jagung,

Kedelai

U. Kayu dan U. Jalar 25861.29 7.22 8824.74 23.40 34.12

3 Ternak Sapi potong,

Ayam buras dan Itik 11189.84 3.12 4572.30 12.12 40.86

4 Budidaya Tebu 306352.99 85.52 19534.93 51.80 6.38

5 Penangkapan dan

Budidaya Ikan 1131.40 0.32 68.63 0.18 6.07

Total 358232.19 100.00 37714.57 100.00 10.53

Tabel 7 Plafon dan penyaluran kredit ketahanan pangan pada berbagai jenis usaha di Jawa

Timur (posisi s/d Juli 2003)

No Jenis Usaha

Penyediaan dan Realisasi Kredit (juta rupiah) % penyaluran

thd Plafon Plafon Penyaluran

Jumlah % thd

Total Jumlah

% thd

Total

1 Pengadaan Pangan 62971.00 11.70 13696.66 3.82 21.75

2

Budidaya Padi, Jagung,

Kedelai

U. Kayu dan U. Jalar 48426.19 9.00 25861.29 7.22 53.40

3 Ternak Sapi potong,

Ayam buras dan Itik 26711.15 4.96 11189.84 3.12 41.89

4 Budidaya Tebu 398563.45 74.06 306352.99 85.52 76.86

5 Penangkapan dan

Budidaya Ikan 1477.90 0.27 1131.40 0.32 76.55

Total 538149.69 100.00 358232.19 100.00 66.57

Page 371: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

434

Tabel 8 Partisipasi lembaga keuangan (bank) dalam penyaluran kredit ketahanan pangan di

Jawa Timur (Posisi s/d Juli 2003)

No Bank Pelaksana

Realisasi Kredit (juta rupiah) %

pengembalian

thd penyaluran Penyaluran Pengembalian

Jumlah % thd total Jumlah % thd total

1 Bank Jatim 49879.74 13.92 2072.90 5.50 4.16

2 B N I 29458.47 8.22 6462.81 17.14 21.94

3 B R I 183757.44 51.30 8592.33 22.78 4.68

4 Bank Agro 87112.89 24.32 16543.90 43.87 18.99

5 Bukopin 4322.83 1.21 3647.84 9.67 84.39

6 Mandiri 908.05 0.25 394.79 1.05 43.48

7 B C A 1292.76 0.36 0.00 0.00 0.00

8 Niaga 1500.00 0.42 0.00 0.00 0.00

Total 358232.19 100.00 37714.57 100.00 10.53

3.2. Sumber Permodalan Petani

Secara umum petani di Jawa Timur tidak banyak yang menggunakan modal pinjaman

untuk berusahatani. Sebagian besar petani (52%) menggunakan modal sendiri. Hanya 8%

petani yang menggunakan modal seluruhnya berasal dari modal pinjaman. Sementara itu 40%

petani menggunakan modal yang berasal dari gabungan antara modal sendiri dan modal

pinjaman.

Hasil survey di 4 kabupaten memperlihatkan adanya variasi dalam penggunaan modal

untuk usahatani. Di Kabupaten Magetan dan Probolinggo, petani yang menggunakan modal

dari sumber modal sendiri cukup besar masing-masing sebesar 75% dan 57%. Sementara itu

petani di Kabupaten Bojonegoro dan Gresik sebagian besar menggunakan modal pinjaman dan

masing-masing hanya 42% dan 40% petani yang menggunakan modal sendiri.

Secara umum dapat dikemukakan bahwa akses petani terhadap sumber permodalan

dari luar kurang dari 15%. Hal ini sejalan dengan kondisi perkreditan pertanian baik untuk

wilayah Jawa Timur maupun nasional dimana alokasi kredit untuk sektor pertanian tidak

lebih dari 10% (BPS Jatim, 2002).

Modal pinjaman yang diperoleh petani pada umumnya berasal dari sumber modal

informal yaitu kerabat dekat/tetangga, kelompok tani, dan toko/kios saprodi. Hanya 5% petani

yang akses terhadap sumber permodalan dari lembaga formal. Di kabupaten Gresik,

Bojonegoro dan Probolinggo petani hampir tidak mempunyai akses terhadap sumber

permodalan dari lembaga formal.

Kisaran pinjaman dari sumber permodalan berkisar antara Rp 200.000,- hingga Rp 5

juta, dengan bunga pinjaman berkisar antara 0% hingga 2,5% per bulan. Bunga 0% umumnya

dikenakan oleh sumber permodalan yang berasal dari kerabat dekat/famili. Sifat menolong

masih sangat kental dalam transaksi pinjaman dari sumber ini. Sementara itu bunga

pinjaman sebesar 1,5% hingga 2,5% per bulan dikenakan oleh sumber permodalan dari

lembaga formal seperti bank BRI atau koperasi.Transaksi pinjaman dari sumber pembiayaan

formal tersebut sudah mengikuti mekanisme dan harga pasar.

3.3. Akses Petani Terhadap Sumber Pembiayaan

Akses petani terhadap sumber modal/pembiayaan dari luar dipengaruhi oleh

kemampuan dan kemauan petani dalam memanfaatkan peluang untuk mendapatkan modal

tersebut. Ada kalanya petani secara ekonomi mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan

untuk mendapatkan kredit tetapi tidak mau/enggan mengambil kesempatan untuk

mendapatkan pinjaman modal, sebaliknya ada petani yang mau/menginginkan mendapatkan

pinjaman untuk membiayai usahanya tetapi tidak mampu memenuhi persyaratan yang

ditetapkan oleh suatu lembaga untuk mendapatkan pinjaman. Dalam prakteknya, syarat

kemampuan ekonomi banyak diterapkan oleh lembaga pembiayaan formal yang relatif besar,

Page 372: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

435

sedangkan lembaga pembiayaan informal/mikro pada umumnya tidak menerapkan

persyaratan ini secara kaku. Jaringan hubungan informal yang terjalin antara lembaga

penyedia kredit dan petani dapat membuka peluang bagi petani untuk memperoleh akses

terhadap sumber pembiayaan dari sektor informal.

Hasil survei terhadap petani di empat kabupaten di Jawa Timur memperlihatkan

adanya keterkaitan yang cukup kuat antara kemampuan ekonomi yang diindikasikan oleh

luas pemilikan lahan, umur, tingkat pendidikan dan ragam pekerjaan dengan akses petani

terhadap sumber pembiayaan/perkreditan. Petani pemilik lahan luas, umur yang lebih muda,

pendidikan yang lebih tinggi dan jenis pekerjaan yang lebih beragam mempunyai akses yang

lebih besar terhadap sumber perkreditan dibandingkan petani pemilik lahan sempit, umur

tua, pendidikan rendah dan jenis pekerjaan yang tidak beragam (Tabel 9). Faktor resiko

merupakan pemicu dan penghambat utama bagi petani dalam mengambil keputusan apakah

mereka akan memanfaatkan peluang kredit yang tersedia atau tidak. Umur muda, pendidikan

yang tinggi, ragam pekerjaan yang lebih variatif dan pemilikan lahan yang luas merupakan

pemicu yang kuat bagi petani untuk menanggung resiko apabila terjadi kegagalan dalam

berusaha sehingga mereka lebih berani dalam memanfaatkan peluang kredit yang tersedia.

Tidak jarang petani enggan memanfaatkan peluang kredit yang tersedia baginya karena

enggan atau tidak berani menanggung resiko (kawatir tidak bisa mengembalikan kredit

apabila usahanya gagal). Keengganan mengambil resiko tampak jelas karena sebagian besar

(68%) petani mengaggap bahwa mencari pinjaman atau kredit tidak sulit tetapi kebanyakan

petani tidak memanfaatkan peluang kredit yang tersedia..

Tinjauan pada lingkup/wilayah yang lebih kecil memperlihatkan hubungan yang lebih

variatif antara kemampuan ekonomi dengan akses petani terhadap sumber perkreditan.

Seperti halnya yang terjadi di Jawa Timur, ada indikasi yang kuat antara kemampuan

ekonomi dan akses petani terhadap sumber perkreditan di koridor Utara (Tabel 12), namun di

koridor Utara-Selatan dan koridor Timur tidak menunjukkan adanya indikadi yang serupa. Di

koridor Utara-Selatan (Magetan) petani yang lebih banyak memanfaatkan kredit justru petani

dengan pemilikan lahan sempit, umur muda, tingkat pendidikan yang rendah, dan ragam

pekerjaan kecil (Tabel 10). Petani di wilayah ini umumnya mengambil kredit bukan untuk

pengembangan usaha tetapi karena keterpaksaan akibat tidak mempunyai modal untuk

membiayai usahataninya. Mereka umumnya meminjam modal dari saudara atau kerabatnya

yang tidak dikenakan biaya bunga. Sementara itu petani yang lebih banyak memanfaatkan

kredit di koridor Timur adalah petani dengan kriteria pemilikan lahan sempit, umur muda,

tingkat pendidikan rendah dan ragam pekerjaan besar (Tabel 13). Sumber perkreditan yang

dominan bagi petani di koridor Timur adalah kelompok tani dan kredit bantuan pemerintah

yang disediakan melalui desa. Di koridor Barat Daya sebagian besar petani tidak

memanfaatkan kredit untuk membiayai usahataninya (Tabel 11)

Secara umum dapat dikemukakan bahwa petani di empat kabupaten yang diamati

menunjukkan bahwa petani tidak merasa sulit untuk akses pada sumber permodalan karena

ada sumber modal informal. Hanya saja untuk akses pada sumber permodalan formal memang

masih terkendala adanya persyaratan agunan.

Rendahnya akses pada sumber permodalan formal ini menuntut adanya kreasi lembaga

pembiayaan alternatif yang dapat memudahkan petani akses pada permodalan dengan

persyaratan yang sesuai dengan karakteristik sebagian besar petani.

3.4. Alternatif Model Kelembagaan Pembiayaan Pertanian

Berdasarkan kondisi nyata akses pelaku usaha pertanian terhadap sumber pembiayaan

formal, dimana terdapat inkompatibilitas praktek-praktek lembaga pembiayaan formal

(perbankan) dengan kemampuan sumberdaya pelaku usaha pertania, maka introduksi model

pelayanan pembiayaan konvensional yang dimodifikasi (modified-conventionalfinancial service model) akan lebih esuai dan merupakan pilihan logis dan reasonable bagi petani (Gambar 1)

Dalam model tersebut kelembagaan koperasi pertanian dan lembaga keuangan mikro

(LKM) lainnya dipertimbangkan sebagai pilihan kelembagaan pembiayaan bagi petani. Pola

ini tentu saja memerlukan beberapa persyaratan dasar. Sumberdaya manusia (SDM)

pengelola yang berkualitas dan sumberdana yang cukup adalah dua syarat dasar yang harus

Page 373: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

436

dipenuhi oleh kelembagaan sumber pembiayaan koperasi pertanian dan LKM. Tanpa itu

tampaknya agak sulit untuk menghasilkan suatu kelembagaan pembiayaan yang kuat dan

resonable bagi petani.

Pengembangan kelembagaan pembiayaan bagi sektor pertanian sebagaimana

dikemukakan di atas dapat ditempuh melalui integrasi sektor pembiayaan perbankan dengan

kelembagaan non-perbankan skala mikro melalui aliansi strategis dengan cara membentuk

pooling fund bagi lembaga pembiayaan non-perbankan yaitu koperasi pertanian dan LKM

lainnya. Hal ini ditempuh untuk mensinergikan kekuatan dan sekaligus mengurangi

kelemahan dari kedua bentuk lembaga pembiayaan tersebut.

Pembukaan outlet atau unit pelayanan LKM/Koperasi Pertanian yang berlokasi dekat

dengan pelaku usaha pertanian adalah pilihan strategis dan ekonomis dalam rangka

menjembatani keterbatasan kemampuan sumberdaya petani dan sekaligus mengurangi biaya

transaksi yang tinggi bagi LKM dan koperasi pertaniaan. Fungsi outlet ini adalah sebagai

principal agent bagi LKM/Koperasi Pertanian yang tidak hanya berfungsi menseleksi

(screening) petani yang layak mendapatkan kredit, tetapi juga dapat berfungsi sebagai alat

kontrol dalam penggunaan pinjaman. Mekanisme ini diharapkan dapat meningkatkan akses

petani pada sumber pembiayaan dengan tetap memberlakukan praktek-praktek pembiayaan

yang mengacu pada aspek kehati-hatian (prudent). Dalam hal ini kelompok tani juga dapat

berfungsi sebagai outlet.

Page 374: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

437

Tabel 9. Akses petani terhadap sumber perkreditan di Jawa Timur

Akses Luas Lahan Umur Pendikan Ragam Pekerj

≤ 0.5 0.5-1.0 > 1.0 ≤45 Th > 45 Th ≤ 6 th > 6 th 1 Jenis > 1 jenis

Pinjam 44.7(17) 47.5 (19) 52.2 (12) 59.3 (35) 31.0 (13) 46.0 (23) 49.0 (25) 44.4 (20) 50.0 (28)

Tidak 55.3 (21) 52.5 (21) 47.8 (11) 40.7 (24) 69.0 (29) 54.0 (27) 51.0 (26) 55.6 (25) 50.0 (28)

Total 100.0 (38) 100.0 (40) 100.0 (23) 100.0 (59) 100.0 (42) 100.0 (50) 100.0 (51) 100.0 (45) 100.0 (56)

Keterangan : ( ) angka dalam kurung adalah jumlah responden

Tabel 10 Akses petani terhadap sumber perkreditan di koridor Utara-Selatan Jawa Timur

Akses Luas Lahan Umur Penddk Ragam Pekerj

≤ 0.5 0.5-1.0 > 1.0 ≤ 45Th > 45 Th ≤ 6 th > 6 th 1 Jenis > 1 jenis

Pinjam 62.5 (5) 50.0 (6) 70.0 (7) 65.0 (13) 50.0 (5) 62.5 (10) 57.1 (8) 69.2 (9) 52.9 (9)

Tidak 37.5 (3) 50.0 (6) 30.0 (3) 35.0 (7) 50.0 (5) 37.5 (6) 42.9 (6) 30.8 (4) 47.1 (8)

Total 100.0 (8) 100.0 (12) 100.0 (10) 100.0 (20) 100.0 (10) 100.0 (16) 100.0 (14) 100.0 (13) 100.0 (17)

Keterangan : ( ) angka dalam kurung adalah jumlah responden

Tabel 11. Akses petani terhadap sumber perkreditan di koridor Barat Daya Jawa Timur

Akses Luas Lahan Umur Penddk Ragam Pekerj

≤ 0.5 0.5-1.0 > 1.0 ≤ 45Th > 45 Th ≤ 6 th > 6 th 1 Jenis > 1 jenis

Pinjam 11.1 (1) 38.5 (5) 0.0 (0) 28.6 (2) 23.5 (4) 23.5 (4) 28.6 (2) 25.0 (3) 25.0 (3)

Tidak 88.9 (8) 61.5 (8) 100.0 (2) 71.4 (5) 76.5 (13) 76.5 (13) 71.4 (5) 75.0 (9) 75.0 (9)

Total 100.0 (9) 100.0 (13) 100.0 (2) 100.0 (7) 100.0 (17) 100.0 (17) 100.0 (7) 100.0 (12) 100.0 (12)

Keterangan : ( ) angka dalam kurung adalah jumlah responden

Page 375: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

438

Tabel 12 Akses petani terhadap sumber perkreditan di koridor Utara Jawa Timur

Akses Luas Lahan Umur Penddk Ragam Pekerj

≤ 0.5 0.5-1.0 > 1.0 ≤ 45Th > 45 Th ≤ 6 th > 6 th 1 Jenis > 1 jenis

Pinjam 58.3 (7) 50.0 (6) 100.0 (2) 68.8 (11) 40.0 (4) 45.5 (5) 66.7 (10) 57.1 (4) 57.9 (11)

Tidak 41.7 (5) 50.0 (6) 0.0 (0) 31.3 (5) 60.0 (6) 54.5 (6) 33.3 (5) 42.9 (3) 42.1 (8)

Total 100.0 (12) 100.0 (12) 100.0 (2) 100.0 (16) 100.0 (10) 100.0 (11) 100.0 (15) 100.0 (7) 100.0 (19)

Keterangan : ( ) angka dalam kurung adalah jumlah responden

Tabel 13. Akses petani terhadap sumber perkreditan di Koridor Timur Jawa Timur

Akses Luas Lahan Umur Penddk Ragam Pekerj

≤ 0.5 0.5-1.0 > 1.0 ≤ 45Th > 45 Th ≤ 6 th > 6 th 1 Jenis > 1 jenis

Pinjam 44.4 (4) 66.7 (2) 33.3 (3) 56.3 (9) 0.0 (0) 66.7 (4) 33.3 (5) 30.8 (4) 62.5 (5)

Tidak 55.6 (5) 33.3 (1) 66.7 (6) 43.8 (7) 100.0 (5) 33.3 (2) 66.7 (10) 69.2 (9) 37.5 (3)

Total 100.0 (9) 100.0 (3) 100.0 (9) 100.0 (16) 100.0 (5) 100.0 (6) 100.0 (15) 100.0 (13) 100.0 (8)

Keterangan : ( ) angka dalam kurung adalah jumlah responden

Page 376: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

439

Gambar 1. Modified Conventional Financial Model bagi Pelaku Usaha Pertanian

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Di Jawa Timur, penyaluran kredit sektor pertanian (termasuk perkebunan,

peternakan dan perikanan) mengalami peningkatan yang signifikan. Penyaluran

kredit sektor pertanian selama periode 1998-2002 meningkat dengan laju

pertumbuhan sebesar 34,6 % per tahun, lebih tinggi daripada sektor non pertanian.

Kredit usahatani (KUT) juga menunjukkan perkembangan yang cukup baik

dengan tingkat tunggakan yang relatif kecil sebelum terjadi krisis moneter. Nilai

kredit yang disalurkan memang lebih kecil dibandingkan nilai kredit selama 2 tahun

setelah krisis moneter tetapi proporsi tunggakan kreditnya juga relatif kecil yakni

sekitar 15% dari jumlah kredit yang disalurkan. Kururn waktu 2 tahun setelah

krisis moneter, tunggakan KUT meningkat tajam dimana proporsi tunggakan KUT

pada MT 1998/1999 sebesar 63% meningkat menjadi 74% pada MT 1999/2000.

Penyaluran KUT sebagian besar digunakan untuk usahatani padi.

Page 377: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

440

Pengamatan pada tingkat mikro memperlihatkan bahwa kebanyakan petani

menggunakan modal yang berasal dari modal sendiri (65%) petani), hanya 13%

petani yang menggunakan modal seluruhnya dari modal pinjaman dan 22% petani

modalnya berasal dari gabungan modal sendiri dan modal pinjaman. Sumber modal

pinjaman lebih banyak diakses dari sumber modal informal.

Secara umum petani di Jawa Timur kurang akses terhadap sumber

permodalan khususnya sumber modal dari lembaga formal. Di kabupaten Gresik,

Bojonegoro dan Probolinggo petani bahkan hampir tidak mempunyai akses terhadap

sumber permodalan dari lembaga formal. Akses terhadap sumber modal formal

kebanyakan terkendala masalah agunan.

4.2. Saran

- Dalam jangka pendek, perlu diupayakan adanya lembaga pembiayaan

alternatif (Lembaga Keuangan Mikro) yang dapat memudahkan akses

petani terhadap permodalan dengan persyaratan yang sesuai dengan

karakteristik sebagian besar petani. Modal lembaga pembiayaan alternatif

ini dapat ditempuh melalui integrasi sektor pembiayaan perbankan dengan

kelembagaan non-perbankan melalui pembentukan “pooling fund”.

- Dalam jangka panjang, alokasi kredit sektor pertanian secara bertahap

perlu ditingkatkan untuk mendorong percepatan pertumbuhan usaha di

sektor pertanian.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, A. 1995. Memahami Persoalan Pasar Keuangan di Wilayah Pedesaan.

Dalam Agricultural Planning, Vol. 1. Kerjasama Australian Eastern

Universities Project dengan Universitas Mataram, Lombok.

BPS Jawa Timur, 2002. Jawa Timur dalam Angka Th 2002. BPS Jawa Timur.

Surabaya.

Fajardo, F. R. 1992. Agricultural Economics. Rex Printing Company Inc. Manila.

Hermanto dan Mat Syukur. 1998. Kajian Sumber Modal Pertanian Sub Sektor

Tanaman Pangan. Makalah disampaikan pada Pelatihan Metode Penelitian

Sosial Ekonomi Pertanian di BLPP Cihea-Cianjur. Jawa Barat. 12 Jan s/d

10 Feb 1994.

Syukur, M,. at al. 1999. Kajian Skim Kredit Menunjang Pengembangan IP Padi 300

di Jawa Barat. Kerjasama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian

dengan ARM Project-II. Badan Litbang Deptan.

Syukur, M., at al. 2000. Peningkatan Peranan Kredit dalam Menunjang Agribisnis di

Pedesaan (Laporan Hasil Penelitian). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi

Pertanian. Bogor.

Syukur, M., at al. 2003. Analisis Rekayasa Kelembagaan Pembiayaan Usaha

Pertanian (laporan Hasil Penelitian). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi

Pertanian. Bogor.

Page 378: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

441

ANALISIS PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK PENGELOLAAN

TANAMAN KENTANG DI PANGALENGAN JAWA BARAT

Moh. Ismail Wahab*)

ABSTRAK

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2003 di

Kecamatan Pengalengan, Bandung dengan tujuan untuk mengetahui kontribusi

informasi terhadap variabilitas produksi dan merekomendasi sistem usahatani

tactical management dengan mempertimbangkan faktor iklim yang dapat

menghasilkan keuntungan maksimal. Ketinggian tempat lokasi penelitian sekitar

1450 m dpl (diatas permukaan laut). Musim tanam kentang di Pengalengan dibagi

dalam 3 musim tanam, yaitu Porekat (Januari-April), Ceboran (Mei-Agustus), Wuku

(September-Desember). Perlakuan yang diuji dalam skenario model simulasi adalah

populasi tanaman dan dosis N (Urea) yang diaplikasikan. Perlakuan populasi

tanaman yang diuji terdiri atas 3 taraf, yaitu : . 48000, 44000, and 40000 tanaman

per ha, dengan jarak tanam 70x30 cm2, 75x30 cm2 and 75x35 cm2 . Sedangkan taraf

perlakuan dosis pupuk N yanfg diuji adalah 300 kg Urea/ha, 400 kg Urea/ha and 500

kg Urea/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Usahatani Tactical management yang direkomendasikan pada saat fenomena El-Nina di musim Porekat, tanggal

tanam 15 April dengan teknologi J2N3 (jarak tanam 75 x 30 cm, dosis 230 kg N/ha),

untuk musim ceboran pada tanggal 1 Agustus dengan perlakuan J3N3 (jarak tanam

75 x 35 cm, dosis 230 kg N/ha). Sedangkan musim Wuku, tanggal tanam 1 Sptember

dan perlakuan J3N2 (jarak tanam 75 x 35 cm, dosis 184 kg N/ha). Bila terjadi

peristiwa La-Nina, teknologi yang tepat untuk tiap musim penanaman, yaitu :

Tanggal tanam 15 April, perlakuan J2N3(musim Porekat); tanggal tanam 15

Agustus dengan perlakuan J3N3 (musim Ceboran); tanggal tanam 15 September

dengan teknologi J3N3. Pada kondisi iklim normal, teknologi rekomendasi adalah

J3N3 dengan waktu tanam 1 Maret (musim Porekat), 15 Juli (musim Ceboran), dan

1 Oktober (musim Wuku).

Kata kunci : Iklim, kentang, manajemen, simulasi, Jawa Barat, Pengalengan

ABSTRACT

This study was to examine the contribution of climate information to yield

variability and develop recommended crop managements that yield maximum

benefits under variable climate condition (tactical management). The study was

carried out from Februari to June 2003 at Pengalengan, Bandung-West Java. The

elevation of location is 1450 m above sea level. Planting times for potato at

Pengalengan are divided into three periods, i.e. Porekat (between January and April),

Ceboran (between May and August) and Wuku (between September and December).

_________________ *) Staf Peneliti - Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 379: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

442

The alternative technologies being evaluated were the population and N fertilization.

Population consists of three levels, i.e. 48000, 44000, and 40000 plants per ha, with

plant spacing of 70x30 cm2, 75x30 cm2 and 75x35 cm2, respectively. Nitrogen

application at three levels, i.e. 300 kg Urea/ha, 400 kg Urea/ha and 500 kg Urea/ha.

The results of the studies showed that crop management technologies being

recommended in El-Nino years for Porekat season was to grow on April 15, using

plant spacing of 70 x 35 cm2 with 230 kg N/ha, for ceboran season, August 1 using

plant spacing of 75 x 35 cm2 with 230 kg N/ha, and for Wuku season September 1,

using plant spacing of 75 x 35 cm2 with 184 kg N/ha. During La-Nina years, the

recommended technologies for porekat season was to grow the crop on April 15,

using plant spacing of 70x35 cm2 with 230 kg N/ha, for Ceboran season August 15,

using plant spacing of 75x35 cm2 with 230 kg N/ha, for Wuku season September 15,

using plant spacing of 75x35 cm2 with 230 kg N/ha. During normal years, the

recommended technologies are the same for all seasons, i.e. plant spacing of 75x35

cm2 with 230 kg N/ha, and the optimum planting time will be March 1 for Porekat,

Juli 15 for Ceboran and October 1 for Wuku.

Key words : Climate, potato, management, simulation, East Java, Pengalengan

PENDAHULUAN

Jawa Barat merupakan propinsi utama penghasil kentang. Produksi kentang

rata-rata tahun 1985-1994 mencapai 253 614 ton atau 29% dari total produksi

kentang di Indonesia (Sawit et al., 1997). Kabupaten Bandung sebagai salah satu

kabupaten di Jawa Barat mempunyai luas wilayah produksi kentang paling tinggi,

yaitu sekitar 50-70% dari luas total produksi kentang selama tahun 1995-2000.

Kecamatan Pengalengan merupakan sentra produksi kentang di Kab. Bandung

(kontribusi produksi 75.2% terhadap total produksi kentang kab. Bandung. (Diperta

Kabupaten Bandung, 2001).

Saat ini telah banyak penelitian teknis budidaya yang dilakukan peneliti

(Balai Penelitian) pada tanaman kentang dengan luas lokasi penelitian yang relatif

kecil (0.25 - 0.50 ha). Dari hasil tersebut biasanya dibuat suatu rekomendasi sistem

usahatani yang tepat, seperti penggunaan varietas, cara tanam, pemupukan dan

pengendalian hama dan penyakit. Untuk pengembangan teknologi lebih lanjut pada

skala yang lebih luas biasanya lebih didasarkan pada unsur kesamaan jenis tanah,

tetapi kurang memperhatikan unsur iklim. Hal ini mengakibatkan terjadinya

variasi hasil tanaman dari rekomendasi atau terjadi senjang hasil. Laporan Ditjen

Produksi Hortikultura dan aneka tanaman (2000) menyatakan bahwa rata-rata

produktivitas kentang Nasional adalah 15 ton/ha, sedangkan rata-rata produtivitas

penelitian mencapai 35 ton/ha (Sahat, 1990) sehingga terjadi kesenjangan

produktivitas yang masih jauh, yaitu 20 ton/ha (57.1%). Selain itu pada saat terjadi

iklim ekstrem, belum banyak rekomendasi yang dibuat berdasarkan kondisi

tersebut dan masih bersifat umum.

Dengan pendekatan pemanfaatan model simulasi tanaman diharapkan dapat

menggabungkan beberapa cara usahatani kentang yang berada di tingkat petani

sehingga dapat diperoleh suatu model rekomendasi usahatani kentang yang lebih

baik.

Page 380: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

443

Model sistem usahatani yang lebih efisien dapat diperoleh petani sehingga

peningkatan produksi tidak harus diimbangi dengan peningkatan biaya produksi

yang lebih besar.

Analisis perubahan produksi kentang akibat anomali iklim menggunakan

paket program DSSAT (The Decision Support System for Agrotechnology Transfer)

versi 3.5. DSSAT adalah suatu diagram skematis yang terstruktur dalam

menjelaskan hubungan proses yang kompleks antara tanah, atmosfer dan tanaman

untuk strategi pengelolaan tanaman (Tsuji et al., 1994). Paket program ini dapat

digunakan untuk mengkaji pengaruh variabilitas iklim terhadap keragaman

produktivitas suatu tanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi pemanfaatan informasi

iklim terhadap keragaman produksi usahatani kentang dan merekomendasikan

sistem usahatani kentang yang lebih menguntungkan dengan pertimbangan iklim

(tactical management).

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2003 di

Pengalengan, Bandung Selatan, Jawa Barat pada ketinggian ± 1450 m dpl (di atas

permukaan laut). Varietas kentang yang diteliti adalah varietas Granola. Penelitian

ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu validasi DSSAT dan penyusunan tactical management.

Validasi Model DSSAT

Model perlu divalidasi dengan parameter masukan yang kemungkinan

berbeda dengan masukan ketika model dibuat di berbagai lokasi. Peubah masukan

yang digunakan dalam adalah teknologi petani yang terdiri waktu tanam, jarak

tanam, dan dosis pupuk N, P, dan K yang diterapkan petani. Adapun nama petani,

waktu tanam, jarak tanam dan dosis pupuk NPK yang digunakan dalam validasi

model terdapat pada Tabel 1.

Page 381: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

444

Tabel 1. Bentuk usahatani kentang yang digunakan dalam validasi model

No. Petani Tgl

tanam

Jarak

tanam

(cm x cm)

Populasi/

m2

Pupuk Anorganik (kg/ha)

N P K

1 H. Abin 6/1/02 75 x 35 3,8 184 72 249

2 Ayong 6/4/02 75 x 30 4,4 138 36 100

3 E. Suhendar 6/5/02 75 x 35 3,8 230 72 249

4 Undang 6/11/02 75 x 30 4,4 138 36 125

5 Aa Atam 6/12/02 75 x 35 3,8 345 72 249

6 Asep 6/12/02 75 x 30 4,4 138 36 125

7 H. Adis 6/15/02 75 x 30 4,4 138 36 125

8 Dadang 6/15/02 75 x 30 4,4 184 72 149

9 Rukma 6/15/02 70 x 35 3,8 345 72 249

10 Endin 9/1/02 75 x 35 3,8 138 36 100

11 Acaman 9/2/02 70 x 35 4,0 184 36 125

12 Amad 9/3/02 70 x 30 4,8 138 36 125

13 Awis 9/5/02 75 x 35 3,8 184 36 125

14 Ayi rahmat 9/5/02 75 x 30 4,4 184 36 100

15 Ana Rohana 9/9/02 75 x 45 3,0 276 86 125

16 Amir 9/15/02 70 x 30 4,8 138 45 125

17 H. Aep 9/15/02 75 x 30 4,4 230 72 249

18 Hamin 9/16/02 70 x 30 4,8 230 72 249

19 Usep tatang 9/17/02 75 x 30 4,4 230 72 249

20 Edy Yusup 9/18/02 75 x 30 4,4 230 72 249

21 Ating 9/19/02 70 x 30 4,8 276 72 249

22 Ade yayan 10/7/02 75 x 35 3,8 244 132 60

23 Asri 11/1/02 75 x 35 3,8 135 72 120

24 Pandi 1/3/03 75 x 35 3,8 184 75 125

25 Sujono 1/5/03 75 x 35 3,8 185 75 125

26 Saman 1/10/03 75 x 40 3,3 185 72 125

27 Undang 2/15/03 75 x 35 3,8 230 72 150

28 Koko 2/20/03 75 x 35 3,8 276 79 100

Penyusunan Sistem Tactical Management (TM)

Acuan rumusan Tactical Management disusun dalam 9 bentuk usahatani

pola petani dan 1 bentuk usahatani rekomendasi. Bentuk perlakuan usahataninya

terdiri atas 3 bentuk jarak tanam dan dosis pupuk N (Tabel 2). Sedangkan

perlakuan jarak tanam dan dosis pupuk N rekomendasi adalah 75 x 30 dengan dosis

pupuk 136 kg N/ha. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan sistem usahatani

yang paling efisien (biaya rendah, produksi tinggi).

Rumusan tersebut disimulasi dengan DSSAT ver. 3.5 dengan waktu

penanaman selang 15 harian atau awal dan pertengahan bulan penanaman dari

Januari sampai dengan Desember, sehingga terdapat 24 waktu tanam. Sejumlah

waktu tanam (24 waktu tanam) tersebut disimulasi dengan data iklim 20 tahun

(1982-2001).

Page 382: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

445

Tabel 2. Kombinasi perlakuan usahatani kentang

Jarak tanam Dosis pupuk N (kg/ha)

138 (N1) 184 (N2) 230 (N3)

70 x 30 (J1) J1N1 J1N2 J2N3

75 x 30 (J2) J2N1 J2N2 J2N3

75 x 35 (J3) J3N1 J3N2 J3N3 Keterangan .: Pupuk P dan K yang digunakan 72 P dan 125 K; Pemberian

pupuk N 2 kali, yaitu pada saat tanam dan 30 HST (Hari

Setelah tanam)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Validasi DSSAT ver-3.5 (the Decision Support System for Agrotecnology

Transfer)

Hubungan antara produksi hasil pengamatan dengan hasil simulasi

menghasilkan koefisien korelasi sebesar 74% (Gambar 1). Hal ini menunjukkan

bahwa model DSSAT dapat mempresentasikan kondisi aktual melalui proses

simulasi.

Gambar 1. Hubungan Hasil Produksi Kentang Simulasi dan Observasi

Penentuan Teknologi yang Tepat pada masing-masing Musim Penanaman

Penggunaan teknologi yang berbeda menghasilkan respon yang berbeda

terhadap kejadian iklim yang terjadi (Gambar 8, 9 dan 10). Secara keseluruhan

waktu tanam, produktivitas kentang pada musim Ceboran lebih tinggi pada semua

kejadian iklim (El-Nina, La-nina, dan Normal), karena pada musim tersebut, modul

penggunaan irigasi otomatis pada sistem DSSAT ver 3.5 diaktifkan, sehingga

kondisi air tanah pada musim ceboran selalu tersedia dan mencukupi kebutuhan

tanaman. Akan tetapi pola rata-rata produktivitas simulasi perlakuan pada musin

Page 383: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

446

tersebut masih terlihat berbeda pada setiap kejadian iklim. Hal ini menunjukkan

walaupun kekurangan air ditambah dari irigasi, tetapi perbedaan curah hujan yang

terjadi masih tetap berpengaruh terhadap produksi. Curah hujan mempunyai

interkasi dengan unsur iklim yang lain seperti radiasi, suhu, dan evapotranspirasi.

Pada kondisi El-Nina, waktu tanam dengan produktivitas perlakuan tertinggi

terdapat pada tanggal tanam 1 Agustus dan perlakuan J3N3 (38.94 t/ha), sedangkan

waktu terjadi La-Nina waktu tanam dan produktivitas tertinggi diperoleh pada

tanggal tanam 15 Agustus dan perlakuan J3N3 (36.98 t/ha). Saat kondisi iklim

normal, waktu tanam dan produki tertinggi terjadi pada tanggal tanam 15 Juli

dengan perlakuan J3N3 (43.62 t/ha).

Saat terjadi iklim ekstrim di musim Porekat (El-Nino dan La-Nina), waktu

tanam dan teknologi yang menghasilkan produktivitas tertinggi berada pada

tanggal tanam dan teknologi yang sama, yaitu tanggal tanam 15 April dengan

perlakuan J2N3 yang menghasilkan produktivitas berturut-turut 19.57 t/ha dan

17.99 t/ha. Akan tetapi bila kondisi iklim normal, maka waktu tanam dan teknologi

terbaik adalah tanggal tanam 1-Maret dengan jenis perlakuan J3N3 (21.37 t/ha).

Saat terjadi periode El-Nino, curah hujan di musim porekat berkurang, sehingga

tingkat pencucian hara yang terjadi lebih kecil dari kondisi iklim normal/La-Nina

(Gambar 9). Kondisi ini menyebabkan tingkat produktivitas antar teknologi menjadi

lebih nyata. Sedangkan bila terjadi periode La-Nina, curah hujan menjadi lebih

banyak, sehingga dengan perubahan teknologi apapun, produktivitas yang

dihasilkan tidak banyak bebeda (Gambar 9) .

Page 384: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

447

Gambar 8. Rata-rata produktivitas simulasi musim ceboran

pada berbagai kejadian iklim

Fase El-Nino

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1-Mei 15-Mei 1-Jun 15-Jun 1-Jul 15-Jul 1-Agt 15-Agt

Waktu Tanam

Pro

dukt

ivita

s (

ton/h

a)

J1N1

J1N2

J1N3

J2N1

J2N2

J2N3

J3N1

J3N2

J3N3

REKOM

Fase La-Nina

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1-Mei 15-Mei 1-Jun 15-Jun 1-Jul 15-Jul 1-Agt 15-Agt

Waktu Tanam

Pro

dukt

ivita

s (

ton/h

a)

J1N1

J1N2

J1N3

J2N1

J2N2

J2N3

J3N1

J3N2

J3N3

REKOM

Fase Normal

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

1-Mei 15-Mei 1-Jun 15-Jun 1-Jul 15-Jul 1-Agt 15-Agt

Waktu Tanam

Pro

dukt

ivita

s (

ton/h

a)

J1N1

J1N2

J1N3

J2N1

J2N2

J2N3

J3N1

J3N2

J3N3

REKOM

Page 385: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

448

Gambar 9. Rata-rata produktivitas simulasi musim porekat

pada fase El-Nina, La-Nina dan Normal

Pada musim Wuku, saat terjadi El-Nina penanaman dengan produktivitas

tertinggi (29.77 t/ha) terjadi pada tanggal tanam 1 September dengan perlakuan

J3N2 dan tanggal tanam 15 September dengan teknologi J3N3 (41.09 t/ha) bila

terjadi La-Nina. Bila kondisi iklim normal, maka penanaman terbaik diperoleh pada

tanggal 1-Oktober dengan perlakuan J3N3 (32.63 t/ha). Alternatif teknologi terbaik

yang lebih banyak di musim wuku saat terjadi perubahan iklim menunjukkan

bahwa variabilitas iklim berpengaruh lebih nyata terhadap produktivitas pada saat

musim Wuku dibandingkan dengan musim Porekat.

Fase El-Nino

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1-Jan 15-Jan 1-Peb 15-Peb 1-Mar 15-Mar 1-Apr 15-Apr

Waktu Tanam

Pro

dukt

ivita

s (

ton/h

a)

J1N1

J1N2

J1N3

J2N1

J2N2

J2N3

J3N1

J3N2

J3N3

REKOM

Fase La-Nina

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1-Jan 15-Jan 1-Peb 15-Peb 1-Mar 15-Mar 1-Apr 15-Apr

Waktu Tanam

Pro

dukt

ivita

s (

ton/h

a)

J1N1

J1N2

J1N3

J2N1

J2N2

J2N3

J3N1

J3N2

J3N3

REKOM

Fase Normal

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1-Jan 15-Jan 1-Peb 15-Peb 1-Mar 15-Mar 1-Apr 15-Apr

Waktu Tanam

Pro

dukt

ivita

s (

ton/h

a)

J1N1

J1N2

J1N3

J2N1

J2N2

J2N3

J3N1

J3N2

J3N3

REKOM

Page 386: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

449

Gambar 10. Rata-rata produktivitas simulasi fase El-Nino, La-Nina

dan normal pada musim wuku

Pengaruh jarak tanam dan pemupukan terhadap produktivitas kentang

sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim selama pertumbuhan tanaman. Pengaturan

jarak tanam selain mempertimbangkan unsur kesuburan tanah, juga harus

mempertimbangkan ketersediaan air tanah yang dipengaruhi oleh curah hujan.

Payne (2000) menemukan bahwa pengaturan kerapatan tanaman tidak

mempengaruhi kerusakan tanaman pada saat kondisi lahan kekeringan, walaupun

Fase El-Nino

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1-Sep 15-Sep 1-Okt 15-Okt 1-Nov 15-Nov 1-Des 15-Des

Waktu Tanam

Pro

dukt

ivita

s (

ton/h

a)

J1N1

J1N2

J1N3J2N1

J2N2

J2N3

J3N1J3N2

J3N3

REKOM

Fase La-Nina

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

1-Sep 15-Sep 1-Okt 15-Okt 1-Nov 15-Nov 1-Des 15-DesWaktu Tanam

Pro

dukt

ivita

s (

ton/h

a)

J1N1

J1N2

J1N3

J2N1

J2N2

J2N3

J3N1

J3N2

J3N3

REKOM

Fase Normal

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1-Sep 15-Sep 1-Okt 15-Okt 1-Nov 15-Nov 1-Des 15-Des

Waktu Tanam

Pro

dukt

ivita

s (

ton/h

a)

J1N1

J1N2

J1N3

J2N1

J2N2

J2N3

J3N1

J3N2

J3N3

REKOM

Page 387: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

450

pada kondisi suplai hara rendah. Dalam hal efisiensi penggunaan air, kerapatan

tanaman dapat ditingkatkan baik dalam kondisi tanah cukup air (energy limited)

maupun tanah kering (water limited). Pada beberapa hasil penelitian menunjukkan

bahwa tingkat serapan N meningkat dengan peningkatan dosis pupuk N (MacLean,

1984), selain itu serapan N dipengaruhi oleh keadaan bioilogi tanah, suhu tanah,

dan kelembaban tanah (Gosselin dan Trudel, 1986).

Adanya beberapa alternatif teknologi pada saat terjadi perubahan iklim di

musim Porekat dan Wuku, maka perlu dilakukan analisa ekonomi usahataninya

(Tabel 5 dan 6) sehingga diperoleh suatu nilai ekonomi teknologi akibat perubahan

iklim tersebut. Analisa ekonomi usahataninya menunjukkan bahwa dari segi

efisiensi produksi (biaya/kg kentang) dan keuntungan (B/C ratio), ternyata pada

musim Porekat bila kondisi iklim normal, petani mempunyai usahatani yang lebih

efisien dan lebih menguntungkan daripada musim El-Nina atau La-Nina.

Sedangkan pada musim Wuku, usahatani petani lebih efisien dan menguntungkan

saat kondisi iklim normal atau terjadi iklim La-Nina dibandingkan dengan saat

terjadi El-Nina.

Tabel 5. Perbandingan nilai ekonomi usahatani perlakuan J2N3 (El-Nino, La-Nina)

dan J3N3 (Normal) pada musim Porekat

Tolok Ukur J2N3 (El-Nino) J2N3 (La-Nina) J3N3 (Normal)

Biaya (Rp,.) Biaya (Rp,.) Biaya (Rp,.)

Bibit 6.500.000 6.500.000 6.000.000

Pupuk 5.925.000 5.925.000 5.925.000

Pestisida 4.087.808 4.087.808 4.087.808

Tenaga Kerja 1.469.750 1.469.750 1.469.750

Lain-lain 1.631.536 1.631.536 1.631.536

Total Biaya 19.614.094 19.614.094 19.114.094

Rata-rata Produksi (kg) 19.574 17.985 21.367

Biaya/kg (Rp/kg) 1.002 1.090 895

Harga (Rp/kg) 2.000 2.000 2.000

Total Penerimaan 39.148.000 35.970.000 42.734.000

Keuntungan 19.533.906 16.355.906 23.619.906

B/C Ratio 0,99 0,83 1,2 Keterangan : biaya tolok ukur lain selain bibit dan pupuk N dianggap sama

Page 388: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

451

Tabel 6. Perbandingan nilai ekonomi usahatani perlakuan J3N2 (El-Nino) dan J3N3

(Normal dan La-Nina) pada musim Wuku

Tolo, Ukur J3N2 (El-Nina) J3N3 (Normal) J3N3 (La-Nina)

Biaya (Rp,.) Biaya (Rp,.) Biaya (Rp,.)

Bibit 6.000.000 6.000.000 6.000.000

Pupuk 5.815.000 5.925.000 5.925.000

Pestisida 4.087.808 4.087.808 4.087.808

Tenaga Kerja 1.469.750 1.469.750 1.469.750

Lain-lain 1.631.536 1.631.536 1.631.536

Total Biaya 19.004.094 19.114.094 19.114.094

Rata-rata Produksi (kg) 29.767 32.628 41.088

Biaya/kg (Rp/kg) 638 585 465

Harga (Rp/kg) 1.800 1.800 1.800

Total Penerimaan 53.580.600 58.730.400 73.958.400

Keuntungan 34.576.506 39.616.306 54.844.306

B/C Ratio 1,8 2,07 2.87 Keterangan : biaya tolok ukur lain selain bibit dan pupuk N dianggap sama

KESIMPULAN

1. Usahatani Tactical management yang direkomendasikan pada saat terjadi

fenomena El-Nina di masing-masing musim penanaman, yaitu Musim

Porekat, tanggal tanam 15 April dengan teknologi J2N3 (jarak tanam 75 x 30

cm, dosis 230 kg N/ha), untuk musim ceboran pada tanggal 1 Agustus dengan

perlakuan J3N3 (jarak tanam 75 x 35 cm, dosis 230 kg N/ha). Sedangkan

musim Wuku, tanggal tanam 1 Sptember dan perlakuan J3N2 (jarak tanam 75

x 35 cm, dosis 184 kg N/ha).

2. Bila terjadi peristiwa La-Nina, teknologi yang tepat untuk tiap musim

penanaman, yaitu : Tanggal tanam 15 April, perlakuan J2N3(musim Porekat);

tanggal tanam 15 Agustus dengan perlakuan J3N3 (musim Ceboran); tanggal

tanam 15 September dengan teknologi J3N3. Pada kondisi iklim normal,

teknologi rekomendasi adalah J3N3 dengan waktu tanam 1 Maret (musim

Porekat), 15 Juli (musim Ceboran), dan 1 Oktober (musim Wuku).

3. Pada musim Porekat bila kondisi iklim normal, petani mempunyai usahatani

yang lebih efisien dan lebih menguntungkan daripada musim El-Nina atau La-

Nina. Sedangkan pada musim Wuku, usahatani petani lebih efisien dan

menguntungkan saat iklim normal atau La-Nina dibandingkan dengan El-

Nina.

Page 389: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

452

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Pertanian Kabupaten Bandung. 2001. Laporan Tahunan 2001 Diperta Kab.

Bandung. Bandung.

Ditjen Produksi Hortikultura dan Aneka Tanaman. 2000. Informasi hortikultura

dan aneka tanaman. Direktorat Jendral Produksi Hortikultura dan Aneka

Tanaman. Jakarta.

Gosselin A, MJ Trudel. 1986. Root-zone temperature effects on pepper. Am. Soc.

Hort. Sci. 111 (2) :220-224.

MacLean AA. 1984. Time of application of fertilizer nitrogen for potatoes in Atlantic

Canada. Am. Potato J. 61 (1) : 23-30.

Payne WA. 2000. Water relations of sparse canopied crops. Agron. J. 92:807.

Sahat S. 1990. Hasil-hasil penelitian sayuran dataran tinggi. Dalam Evaluasi dan

Perencanaan Penelitian serta Pengembangan Produksi dan Industri

Sayuran di Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Sayuran. Lembang,

22-24 Nopember.

Sawit, et al. 1997. Perubahan pola konsumsi komoditas hortikultura di Indonesia.

Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.

Bada Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Bogor.

Tsuji GY, G Uehara, S Balas. 1994. DSSAT v3. University of Hawaii, Honolulu.

Hawaii.

Page 390: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

453

JADWAL ACARA SEMINAR NASIONAL

DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN

AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN (AIP)

MALANG, 13 DESEMBER 2005

08.00 – 08.45 Pendaftaran peserta

08.45 – 09.00 Pembukaan

09.00 – 09.20 Strategi Pengembangan Agroindustri dalam Pengembangan

Wilayah Sentra Produksi Pertanian (Direktur Jendral

Pengolahan dan Pemasaran Hasil, Departemen Pertanian)

09.20 – 09.40 Konsep Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) (PSE Bogor)

09.40 – 10.00 Dukungan Teknologi Pasca Panen dalam Pengembangan

Agroindustri Pedesaan (Fakultas Teknologi Pertanian

Unibraw)

10.00 – 11.00 Diskusi

11.00 – 11.20 Strategi Pembangunan Pertanian Jawa Timur dalam

Pengembangan Agribisnis (Bappeprop Jatim)

11.20 – 11.40 Pengembangan Agribisnis Mangga Podang Urang (Dr.

Suhardjo/ BPTP Jatim)

11.40 – 12.30 Diskusi

12.30 – 13.30 ISHOMA

13.30 – 13.50 Pengelolaan Jagung Varietas Lokal Sumenep (Ir. Sukarno

RM, MS/ BPTP Jatim)

13.50 – 14.10 Model Pengembangan Agribisnis Pisang Spesifik Lokasi

(Dra. Wahyunindyawati, MP/ BPTP Jatim)

14.10 – 14.30 Model Usahatani terpadu CropFish-Livestock System

(CFLS) di Lahan Sawah Tadah Hujan (LSTH) (Ir. Zainal

Arifin, MP/ BPTP Jatim)

14.30 – 15.30 Diskusi

15.30 – 16.00 Perumusan

16.00 Penutupan

Page 391: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

454

SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL DAN EKSPOSE

DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN

A. PENGARAH : Kepala Pusat Analisis Sosial Ekonomi

dan Kebijakan Pertanian

Kepala BPTP Jawa Timur

B. TIM PERUMUS :

Ketua : Dr. Tri Sudaryono

Anggota : Dr. Gatot Kartono

Dr. Q. Dadang Ernawanto

Ir. Luki Rosmahani, MS

Ir. Zaenal Arifin, MP

Ir. Anang Muharyanto

C. TIM PENYUNTING :

Ketua : Ir. Pudji Santoso, MS (Ahli Peneliti Madya)

Anggota : Dr. Mat Syukur (Ahli Peneliti Muda)

Dr. Tri Sudaryono (Peneliti Muda)

Ir. Yuniarti, MS (Ahli Peneliti Madya)

Ir. Zainal Arifin, MP (Peneliti Muda)

D. PANITIA PELAKSANA :

Ketua I : Ir.Moh. Ismail Wahab, MSi

Ketua II : Dra. Endang Widajati

Sekretaris I : Elok Wahyuni Rinasari

Sekretaris II : Ratna Herawati

Bendahara : Kuswardoyo dan Al. Gamal Pratomo

SEKSI-SEKSI

1. Seksi Sidang : Ir. Kasmiyati, MS

Ir Diding Rachmawati

Rika Asnita, SP

Ir. Tini Siniati, MS

Ir. Sri Yuniastuti, MS

Prayitno Surip

2. Seksi Poster : Ir. Wigati Istuti

Ir. Endah Retnaningtyas

Ir. Baswarsiati, MS

Ir. Dyah Prita Saraswati

Ir. Rohmad Budiono

Musclih Purwoko

3. Seksi Konsumsi : Dra. Iffah Irsjadina

Era Parwati

Indriana

Page 392: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

455

4. Seksi Transportasi : Thohir Zubaidi, BSc

5. Seksi Perlengkapan : Slamet Riyanto

Nonot Widarso

Achmad Kusaeri

6. Seksi Dokumentasi : Ir. Suhardi dan Joko Siswanto

7. Seksi Keamanan : Martono dkk

Page 393: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

456

DAFTAR PESERTA

No. Nama lengkap Alamat/Instansi

1. Ir. Adi Wibowo PT. Saraswati Anugrah Makmur

2. Muji Widodo PT. Pertani

3. Ir. Hano Hanafi, MSi BPTP. Yogyakarta

4. Ir. Iga Sumery BBDATPO Ketindan, Lawang-Malang

5. Ir. Nani Handani BBDATPO Ketindan, Lawang-Malang

6. Nurlela, SST BBDATPO Ketindan, Lawang-Malang

7. Sevi Melati, SP BBDATPO Ketindan, Lawang-Malang

8. Tri Martini, SP, MSi BPTP Yogyakarta

9. Penny Kristianto PT. Petrokimia Kayaku

10. Dhenok Sulistyorini Brag Malang

11. Ir. Sugeng Widodo, MP BPTP Yogyakarta

12. Soetanta A. Puslit Koka

13. Rita Hanafi, Dr. FP. Universitas Widya Gama

14. Tri Wardani, Ir, MP FP. Universitas Widya Gama

15. Subagiyo BPTP Yogyakarta

16. Styorini Widyayanti, SP BPTP Yogyakarta

17. Heni Purwaningsih, STP, MP BPTP Yogyakarta

18. A Antoyo BMG-Staklim Karangploso

19. Ir. Joko Susilo BPTP Jawa Tengah

20. Ir. Nur Hidayat, MS BPTP Yogyakarta

21. Dian Adi A. E, STP BPTP Bali

22. Ahmad Subhan, STP BPTP Kalimantan Selatan

23. Ir. Rismarini Zuraida BPTP Kalimantan Selatan

24. I Ir. Aidi Noor, MP BPTP Kalimantan Selatan

25. Simbolon P. BPTP Papua

26. Willopo K. NPH Surabaya

27. Abrahan Patemon II A/27 Surabaya

28. Lathifah Agustina Diperta Buhkut Kota Pasuruan

29. Ir Ninik Purwandwi, MT DPU Pengairan

30. Ir. Zainal Arifin, MP BPTP Jawa Timur

31. Ir. Bambang Pikukuh BPTP Jawa Timur

32. Ir. Al. Gamal Pratomo BPTP Jawa Timur

33. Hairil Anwar BPTP Jawa Tengah

34. Cahyani Setiarini BPTP Jawa Tengah

35. Sodiq Jauhari BPTP Jawa Tengah

36. Endang Iriani BPTP Jawa Tengah

37. Teguh Prasetyo BPTP Jawa Tengah

38. Lilik S. Diperta Kota Malang

39. Rika Endang Wigati Diperta Kota Malang

40. Yilianti Farida Diperta Kota Malang

41. Suniyah Diperta Kota Malang

42. M. D. Santos Diperta Kota Malang

43. Hadi Sucipto Diperta Kota Malang

44. Bewud Hariyanto Diperta Ketahanan Pangan Jombang

45. Sukabulanwar Diperta Ketahanan Pangan Jombang

46. Ir. Sarwono BPTP Jawa Timur

47. Ir. Tini Siniati BPTP Jawa Timur

48. Ir. Endah R. BPTP Jawa Timur

49. Dr. Mohamad Soleh BPTP Jawa Timur

50. Ir. Suhardi BPTP Jawa Timur

Page 394: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

457

51. Niniek Tjahjowati Dinas Perindag Jawa Timur

52. Noeriwan, Ami BPTP Jawa Timur

53. Gunawan BPTP Jawa Timur

54. Ita Yusnita BPTP Jawa Timur

55. Dr. F. Kasijadi BPTP Jawa

56. E. Romjali Lolit Sapo Pasuruan

57. Dicky Pamungkas Lolit Sapo Pasuruan

58. Thohir Zubaidi, Api BPTP Jawa Timur

59. Suprihana FP. Universitas Widyagama

60. Dapdoqiy P3GI Pasuruan

61. LY. Krisnadi BPTP Jawa Timur

62. Bambang Siswanto Lab. Diseminasi Wonocolo Surabaya

63. Eddy P. Lolit Grati Pasuruan

64. Ir. Eka Yogawati Lab. Diseminasi Wonocolo Surabaya

65. Suarni Balit Sereal Maros

66. Ir. Yuniarti, MS BPTP Jawa Timur

67. Ir. Pudji Santoso, MS BPTP Jawa Timur

68. Ir. Roesmiyanto BPTP Jawa Timur

69. Ir. Luki Rosmahani, MS BPTP Jawa Timur

70. Ir. D. Prita S. BPTP Jawa Timur

71. Djajati, MM UNN Veteran Jatim

72. Tajib S. Sos Ponorogo

73. Ir. Titiek Purbiati BPTP Jawa Timur

74. Sri Zunaini, S. SP BPTP Jawa Timur

75. Ir. Eli Korlina BPTP Jawa Timur

76. Ir. P. E. R. Prahardini BPTP Jawa Timur

77. Ir. Harwanto BPTP Jawa Timur

78. Ir. R. Susiyati BPSB. TPH. Jawa Timur

79. Dra. Endang Widajati BPTP Jawa Timur

80. Sugiono, SP BPTP Jawa Timur

81. Nurul Istiqomah, SP BPTP Jawa Timur

82. Jumadi BPTP Jawa Timur

83. Martono BPTP Jawa Timur

84. Mulyo/Jhony Caprina

85. Agustina Z. K. Ditjen PPHP

86. Erna Nurjayati Balittas Malang

87. M. Daldiri BPTP Jawa Timur

88. Dewi Nur Setyorini Dinas Perikanan Propinsi

89. Sunesno PRI

90. I. Ketut Kamada BPTP Bali

91. Rohmad Budiono, SP BPTP Jawa Timur

92. Yuliantono Diperta Propinsi Jawa Timur

93. Ir. Sriharwanti BPTP Jawa Timur

94. Drs. Bambang Tegopati BPTP Jawa Timur

95. Ir. Baswarsiati, MS BPTP Jawa Timur

96. Robi’in BPTP Jawa Timur

97. Ir. Gatot Kustiono Kebun Percobaan Mojosari

98. Heri Sutanto BPTP Jawa Timur

99. Ir. Al. Budijono BPTP Jawa Timur

100. Ali Ari Widodo BPTP Jawa Timur

101. Ajun Prayitno BPTP Jawa Timur

102. Drs. Martinus Sugiyarto, MP BPTP Jawa Timur

103. Ir. H. Maskur UD. Sadartani Jombang

Page 395: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

458

104. Dr. Tri Sudaryono BPTP Jawa Timur

105. Ir. Nugroho P. Lab. Diseminasi Wonocolo, Surabaya

106. Ir. Endang P. K, MS BPTP Jawa Timur

107. Ono Sutrisno, SP BPTP Jawa Timur

108. Ir. Santoso, MMA BKP Jawa Timur

109. Ir. Fatchul Arifin BPTP Jawa Timur

110. Ir. Diding Rachmawati BPTP Jawa Timur

111. Abu BPTP Jawa Timur

112. Moh. Monawi BPTP Jawa Timur

113. Supangat BPTP Jawa Timur

114. Al. Gamal Pratomo BPTP Jawa Timur

115. Dra Iffah Irsyahdina BPTP Jawa Timur

116. Ratna Herawati BPTP Jawa Timur

117. Rina Elok BPTP Jawa Timur

118. Ir. Ruli Hardiyanto BPTP Jawa Timur

119. Drs. Heru Sudarsono BPTP Jawa Timur

120. Achmad Kusaeri BPTP Jawa Timur

121. Slamet Riyadi, BSc BPTP Jawa Timur

122. Ir. Emi Srihastuti BPTP Jawa Timur

123. Khusnul Makhin, SP BPTP Jawa Timur

Page 396: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

337

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

DI DESA BANARAN KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULON PROGO

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Subagiyo*) Heni Purwaningsih *) dan Setyorini Widyayanti*)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui prospek pengembangan usaha virgin coconut oil (VCO) di desa Banaran, kecamatan Galur, kabupaten Kulonprogo.

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2005. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu metode survai, dengan jumlah responden sebanyak 20 orang.

Pemilihan responden dilakukan secara acak sederhana sehingga semua responden

mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai responden, metode

analisis sederhana dengan membandingkan input output dan Break Event Point (BEP) harga dan produksi Hasil Penelitian menunjukkan bahwa usaha virgin coconut oil mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Berdasarkan hasil

wawancara permintaan akan VCO terus meningkat dari waktu ke waktu. Hasil

analisis menunjukkan bahwa pendapatan bersih usaha virgin coconut oil sebesar

Rp 26.917.600/th, dengan BEP harga Rp 15.514 dan BEP produksi 4.654 ltr serta

ROI 29 persen.

Kata kunci: Prospek, pengembangan, Virgin Coconut Oil.

ABSTRACT

This aim research to know the prospect of development of virgin coconut oil

(VCO) in Banaran, Galur, Kulonprogo. Research was conducted on October 2005.

Used method in this research that is survey, with amount responder 20 people.

Responder celection was conducted at random modestly so that all responder have

the same as opportunity to be chosen as responder, simple analysis method by

compared input and input and Break Event Point ( BEP) price and produce. Result

of Research indicated that the effort of virgin coconut oil have the prospect which is

good to developed, pursuant to result of interview request of VCO to increasing from

time to time. Result of analysis indicated that the net earning of enterpasing of virgin

coconut oil of equal to Rp 26.917.600/th, by BEP is price Rp 15.514 and BEP produce

4.654 ltr , ROI 29 persent

Keyword : Development, prospect, virgin coconut oil.

________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

Page 397: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

338

PENDAHULUAN

Kelapa (Cocos nucifera) mempunyai peran yang cukup penting dalam

kehidupan masyarakat Indonesia, karena kelapa banyak dibudidayakan oleh

sebagian besar masyarakat sebagai tanaman tahunan yang mempunyai nilai

ekonomis dan sosial. Kelapa juga sering disebut sebagai pohon kehidupan (tree of life) dan pohon surga (a heavenly tree) karena hampir semua bagian tanaman dapat

dimanfaatkan untuk kehidupan (Andi, 2005).

Luas areal perkebunan kelapa di Indonesia mencapai 3.712 juta hektar

dengan produksi sebesar 12.915 milyar butir per tahun, namun permasalahannya

bukan pada luas areal dan produksi, akan tetapi produk yang dihasilkan masih

berupa produk primer sehingga tidak kompetitif (Andi, 2005). Kelapa dapat

diproduksi menjadi beraneka produk, salah satunya adalah buah kelapa yang dapat

diambil untuk pembuatan minyak kelapa atau pembuatan virgin coconut oil (minyak

kelapa murni). Virgin coconut oil merupakan minyak murni yang dalam proses

pembuatannya tidak mengalami proses pemanasan atau tambahan bahan apapun

sehingga komponen anti oksidannya tidak mengalami kerusakan. Selain itu dalam

pembuatan VCO tidak ada proses fermentasi ataupun penambahan enzim, sehingga

hasil yang diperoleh berupa VCO yang berwarna bening, tidak berbau tengik tetapi

beraroma khas kelapa dan berat jenisnya lebih kecil dari air (biomervco.com).

Minyak kelapa murni atau VCO mengandung 53 persen asam laurat dan

sekitar 7 persen asam kapriat. Keduanya merupakan asam lemak jenuh sedang

yang biasa disebut medium chain fatty acid atau MCFA. Asam lemak jenuh rantai

sedang apabila dikonsumsi manusia tidak bersifat merugikan karena seperti asam

laurat (rantai karbonnya 12), bila terserap tubuh akan diubah menjadi monolaurin

dan asam kaprat yang diubah menjadi monokaprin. Monolaurin merupakan

senyawa monogliserida yang bersifat antivirus, antibakteri dan antiprotozoa

sehingga dapat menanggulangi serangan virus seperti influenza, HIV, maupun

herpes simplex virus-1 (HSV-1), berbagai macam bakteri patogen seperti Listeria monocytogenes, dan Helicobacter pyloryd serta protozoa seperti Glambia lamblia(www.suarapembaruan.com-Biotek). Sedangkan Monokaprin merupakan

asam lemak rantai sedang berantai karbon 10 yang dalam tubuh manusia

bermanfaat bagi kesehatan untuk mengatasi penyakit seksual (Andi, 2005). Selain

itu Asam lemak jenuh rantai sedang (MCFA) dalam minyak kelapa murni

mempunyai beberapa keuntungan yaitu mudah dicerna langsung oleh lever menjadi

energi, mudah dibakar, tetapi tidak dapat bersintesa menjadi kolesterol, tidak

tersimpan dalam tubuh sebagai lemak dan tidak terjadi trans pada reaksi

oksidannya (biomervco.com) serta tahan terhadap panas, cahaya, oksigen dan proses

degradasi karena struktur kimianya tidak mengandung ikatan ganda (Andi, 2005).

Luas areal perkebunan kelapa di kabupaten Kulonprogo tahun 2002 mencapai

14.274 ha dengan produksi 20.118.6 ton (Anonimus, 2003). Desa Banaran,

kecamatan Galur, kabupaten Kulonprogo, masyarakatnya telah memanfaatkan

kelapa sebagai bahan baku produk virgin coconut oil (VCO) atau minyak kelapa

murni. Jumlah pengrajin di desa tersebut mencapai lebih dari 30 orang, pada

umumnya pembuatan minyak kelapa murni di desa Banaran dengan metode

pancingan.

Luas areal kelapa yang berbanding lurus dengan banyaknya produksi kelapa

di Kulonprogo memberikan peluang usaha minyak kelapa murni. Oleh karena itu

Page 398: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

339

penelitian ini bertujuan mengetahui prospek pengembangan virgin coconut oil (VCO)

di desa Banaran, kabupaten Kulonprogo supaya industri ini menjadi industri yang

berkelanjutan.

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan metode survai dan pengamatan langsung, yang

dilakukan pada bulan September 2005 di desa Banaran, kecamatan Galur,

kabupaten Kulonprogo dengan jumlah sampel 20 responden, pengambilan sampel

dilakukan secara proposive acak sederhana. Data yang terkumpul selannjutnya di

analisis secara komprehensif dari permasalahan yang dihadapi, analisis data

dilakukan secara deskriptif. Sedangkan analisis finansial yang digunakan yaitu

analisis pendapatan, Titik Impas Harga (TIH), Titik Impas Produksi (TIP) dan

Return On Investment (ROI) (Malian. 2004; Riyanto, B. 1983 ; Kadariah, et al., 1978).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Potensi

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki areal kebun kelapa dengan luas

3.172 ha. Kebanyakan areal perkebunan kelapa tersebut adalah milik rakyat

sehingga hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi 2.5 juta keluarga petani

(www.suarapembaruan.com-Biotek.). Luas areal perkebunan kelapa di kabupaten

Kulonprogo 14.274 ha dengan produksi 20.118.6 ton (Anonimous, 2003), dan jumlah

pengrajin minyak kelapa virgin di desa Banaran 30 orang. Setiap hari rata-rata 200

butir kelapa. Rendemen kelapa menjadi VCO sekitar 10 persen, sehingga dengan

200 butir kelapa dihasilkan VCO 20 liter. Menurut Taufikhurahman dalam Barlina

(2005) bahwa konsumsi minyak nabati yang digunakan untuk makanan di Belanda

meningkat dari 85.000 MT menjadi 157.000 MT pada tahun 2001. Di Belanda

konsumsi minyak kelapa murni berada pada urutan kedua setelah minyak kedelai,

dengan demikian menunjukkan bahwa ada peningkatan permintaan terhadap

minyak kelapa murni di Eropa, hal ini merupakan peluang pemasaran bagi produk

VCO di Indonesia khususnya di DIY. Secara umum pembuatan VCO sangat

sederhana sehingga mudah dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga di daerah tersebut,

proses pembuatan VCO ditunjukkan pada Gambar 1.

Page 399: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

340

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan VCO

Minyak siap panen

Blondo

Air Pisahkan

VCO Penyaringan dengan

kertas saring

Penjernihan dengan

ziolit dan arang aktif

VCO siap kemas

Santan kental Santan bening /air

Santan kental Minyak pancingan Diamkan 8 jam

Pisahkan

Dikupas Tempurung dan sabut

Diparut

Kelapa Parut Air mineral

Dipres

Santan

Kelapa segar

Diamkan 1 jam

Dicuci

Ampas

Page 400: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

341

2. Mutu dan harga

Sampai saat ini banyak dipasarkan produk-produk minyak kelapa murni dari

berbagai daerah dengan berbagai macam kualitas dan harga. Harga di tingkat

pengrajin mulai dari Rp 40.000 – 60.000 per liter. Banyaknya produk (merk) minyak

kelapa murni yang menawarkan tambahan keistimewaan mengakibatkan

kebingungan di tingkat konsumen. Konsumen awam sering dikelabui dengan mutu

minyak kelapa murni yang belum jelas pengujiannya. Berdasarkan pengujian yang

dilakukan Balai Besar Pasca Panen, kadar air yang memenuhi syarat CODEX Stan

19-1981 (Rev.2-1999) adalah 0,05 persen dan jumlah asam laurat 50,50 persen dan

asam kaprat 8,60 persen.

Salah satu kelompok pengrajin minyak kelapa murni di desa Banaran,

kecamatan Galur, kabupaten Kulonprogo, telah melakukan pengujian komposisi asam

lemak minyak kelapa murni yang dihasilkan di Laboratorium PAU UGM dan

hasilnya seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak kelapa virgin murni

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam Kaprilat 7.30

Asam Kaprat 6.47

Asam Laurat 51.51

Asam Miristat 18.57

Asam Palmitat 8.03

Asam Stearat 4.76

Asam Oleat 1.03

Asam Linoleat 2.3

Kadar air 1.12

Berdasarkan hasil uji laboratorium tersebut, mutu produk yang dihasilkan oleh

kelompok pengrajin di Banaran cukup baik. Selain terbukti dengan hasil

laboratorium, terbukti pula dengan semakin banyaknya pesanan baik dari Kulonprogo

maupun dari luar daerah Kulonprogo. Bahkan salah satu rumah sakit di Jakarta

secara rutin telah memesan produk minyak kelapa murni tersebut. Kadar air yang

masih tinggi di atas 1.00% akan mempengaruhi keawetan minyak kelapa murni.

Karena semakin rendah kadar airnya semakin tinggi tingkat keawetan produk

minyak kelapa murni. Oleh karena itu diperlukan perbaikan mutu kadar air dengan

penyaringan berulang sampai kadar air di bawah 0.1%. Kemasan minyak kelapa

murni yang digunakan telah memenuhi persyaratan dan pembuatannya sudah

higienis, terbukti dengan dikeluarkannya no.SPIRT 207340101029 oleh Departemen

Kesehatan RI.

Produk minyak kelapa murni dijual dalam berbagai kemasan mulai dari 100 ml

hingga 330 ml. Harga cukup bervariasi, dengan harga yang relatif murah dan kualitas

yang baik, menjadi kelapa murni yang diproduksi pengrajin di desa Banaran dapat

bersaing dengan produk daerah lain.

3. Analisis finansial

Analisis finansial pengusahaan VCO di desa Banaran, kecamatan Galur,

kabupaten Kulonprogo berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pengrajin

Page 401: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

342

VCO menunjukkan bahwa produksi rata-rata 200 butir kelapa per hari menghasilkan

20 liter VCO (rendemen 10 persen), tenaga kerja tiga orang dengan jumlah hari kerja

per bulan 25 hari.

Hasil analisis menunjukan bahwa, pendapatan bersih usaha VCO sebesar Rp

29.700.000/tahun, dengan titik impas produksi (TIP) 4.515 liter dan titik impas harga

sebesar Rp 15.514, sedangkan nilai return on investmen (ROI) sebesar 29 persen.

Nilai tersebut secara ekonomis dalam kategori menguntungkan, karena berada diatas

titik impas (BEP). Berdasarkan nilai tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa usaha

VCO secara finansial menguntungkan dan layak diusahakan. Untuk lebih jelasnya

analisis biaya dan pendapatan ditunjukkan pada Tabel 2 .

Tabel 2 Analisis finansial virgin coconut oil (VCO) di Desa Banaran,

Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo.

Uraian Volume Harga satuan Jumlah

A Investasi

- Alat pres 1 unit 4,500,000 4,500,000

- Alat parut kelapa 1 unit 750,000 750,000

- Toples plastik 10 bh 19,000 190,000

- Ember besar 10 bh 75,000 750,000

- Galon aqua 10 bh 35,000 350,000

- Despenser 2 95,000 190,000

- Drum plastik 10 100,000 1,000,000

Total Investasi 7,730,000

B Biaya Tetap (Fixed Cost)

a Biaya penyusutan

- Alat pres 810,000

- Alat parut kelapa 135,000

- Toples plastik 34,000

- Ember besar 135,000

- Galon aqua 63,000

- Despenser 34,000

- Drum plastik 180,000

Total penyusutan 1,391,000

b Bunga modal investasi 18 % /tahun 1,391,400

Total biaya tetap 2,782,400

C

Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)

- bahan baku (kelapa) 200 btr 650 130,000

- air mineral 20 ltr 5,000 100,000

- starter 1 ltr 11,000 11,000

- tenaga kerja 3 hok 15,000 45,000

- listrik 15,000 15,000

Total biaya tidak tetap/hari 301,000

Total biaya tidak

tetap 1 tahun 90,300,000

D Total Biaya (biaya tetap + biaya tidak tetap) 93,082,400

E Penerimaan 6.000 ltr 20,000 120.000.000

E Pendapatan 26,917,600

BEP harga 15,514

BEP produksi 4,654 liter

ROI 29 %

Page 402: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

343

KESIMPULAN

Desa Banaran mempunyai potensi dan prospek yang cukup baik untuk

pengembangan VCO terbukti dengan banyaknya pengrajin VCO di daerah tersebut

dengan didukung ketersediaan bahan baku yang melimpah dan pemasaran yang

baik.

Berdasarkan hasil analisis finansial menunjukkan bahwa, usaha VCO

memberikan keuntungan sebesar Rp 26.917.600 /th, dengan titik impas harga (TIH)

Rp 15.514 dan titik impas produksi (TIP) 4.654 ltr serta ROI 29 persen.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2002. Kulonprogo Dalam Angka. Badan Pusat Statistik

KulonprogoTahun 2002.

Andi Nur Alam Syah. 2005. Virgin Coconut Oil : minyak penakluk aneka penyakit.

AgroMedia. Jakarta.

Andi Nur Alam Syah. 2005a. Minyak Kelapa Murni : Harpan Nilai Tambah Yang

Menjanjikan WARTA Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 27(2).

Bagaimana kondisi asam lemak pada minyak kelapa. www.biomervco.com.

Barlina R, dan N. Hengky. 2005. Minyak Kelapa Murni : Pembuatan dan

Pemanfaatan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Dody Baswardojo / INDO-COCO. http\\: indo-coco.com. Seluk Beluk Pembuatan

Minyak Kelapa & Vico.

Kadariah, L. Karlina. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Program Perencanaan

Nasional lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat. Fakultas

Ekonomi. Univ. Indonesia. Jakarta.

Malian, A. Husni. 2004. Analisis Ekonomi Usahatani dan Kelayakan Finansial

Teknologi Pada Skala Pengkajian. Makalah Pelatihan Analisa Finansial dan

Ekonomi bagi pengembangan sistem dan usahatani agribisnis wilayah.

Bogor, 29 Novemeber – 99 Desember 2004.

Manfaat Virgin Coconut Oil Bagi Manusia. www.suarapembaruan.com-Biotek

Riyanto, B. 1983. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yayasan Badan Penerbit

Gadjah Mada, Yogyakarta.

Page 403: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

344

KELAYAKAN FINANSIAL INDUSTRI PENGOLAHAN KACANG GARING

DI KABUPATEN KEBUMEN

Nur Hidayat*), Rahima Kaliky*), Subagiyo*), Sri Budhi Lestari*)dan Sugeng Widodo*)

ABSTRAK

Hasil Produksi Kacang tanah di Kabupaten Kebumen umumnya dijual dalam

bentuk segar, dengan harga relatif rendah. Hal ini seringkali merugikan bagi petani

dimana pendapatan yang diterima tidak sebanding dengan input yang dikeluarkan.

Untuk itu diperlukan introduksi teknologi guna pengolahan raw material tersebut

menjadi barang jadi atau barang setengah jadi seperti kacang garing, sebagai upaya

meningkatkan nilai tambah (value added) bagi petani kacang tanah. Untuk itu perlu

untuk dikembangkan industri penanganan pasca panen kacang tanah, seperti pengolahan kacang

garing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial industri pengolahan kacang

garing. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kebumen pada periode bulan Mei – Agustus 2003.

Metode penelitian yang digunakan adalah survei, jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer

dan data sekunder. Kelayakan finansial industri pengolahan kacang garing dianalisis dengan

pendekatan B/C ratio, analisis NPV(Net Present Value). IRR(Internal Rate of Return) dan Payback

Period. Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi industri pengolahan kacang garing secara

finansial layak untuk dikembangkan. Hal itu ditunjukkan dari nilai NPV positif, IRR estimasi lebih

tinggi dari tingkat suku bunga aktual dan B/C ratio > 1.

Kata Kunci : Kelayakan finansial, kacang garing

ABSTRACT

The production yield of peanut in Kebumen Regency is generally sold in the

form of fresh, at the price of relative lower. This matter oftentimes harm for farmer

where earnings accepted ill assorted with the sacrificed input. That is needed by

technological introduction utilize the the processing raw material become the finished

goods or fabricating material goods of like crunchy bean, as effort improve the added

value for peanut farmer.The effort improving added value for peanut farmer felt

important to be developed by industry of handling post harvest the peanut, like

crunchy bean processing. The aim of this research was to know the feasibility

financial of crunchy bean processing industry. This Research was held at Kebumen

Regency at period of May-August 2003. The research method used by survey, the

data collected were based on the primary and secondary data. The data were

analyzed by using approach B/C ratio, analyse the NPV(Net Present Value).

IRR(Iternal Rate of Return) and Payback Period. Result of research indicate that the

industrial invesment of crunchy bean processing by finansial is competent to be

developed. That matter is shown from positive value NPV, higher IRR Estimation

from storey; level of rate of interest of aktual and B/C ratio > 1.

Key Word : Financial feasibility, crunchy bean

_______________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

Page 404: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

345

PENDAHULUAN

Pembangunan Pertanian ditujukan untuk menghasilkan produk-produk

unggulan yang berdaya saing tinggi, menyediakan bahan baku bagi keperluan

industri secara saling menguntungkan, memperluas lapangan kerja serta

kesempatan berusaha melalui upaya peningkatan usaha pertanian secara terpadu,

dinamis dan berbasis agroekosistem menuju terwujudnya agroindustri dan

agribisnis yang tangguh(Anonimus, 1998).

Berdasarkan Properda Jawa Tengah tahun 2001-2005, pembangunan sektor

pertanian antara lain akan ditempuh melalui program pengembangan agribisnis.

Sasaran yang ingin dicapai adalah memperbesar nilai tambah ekonomi yang

dihasilkan dari sumberdaya yang dimiliki rakyat daerah, dan memperbesar nilai

tambah ekonomi yang dapat dinikmati oleh rakyat daerah melalui pemberdayaan

organisasi ekonomi rakyat lokal (Bappeda Propinsi Jawa Tengah, 2001). Program

pengembangan agribisnis (termasuk agroindustri) merupakan strategi pendekatan

guna memacu kegiatan ekonomi yang berbasis pada bisnis dan industri pangan

untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan

Properda tersebut, Pemda Kabupaten Kebumen memiliki rencana untuk

mengembangkan agroindustri dan salah satunya adalah mengembangkan industri

pengolahan kacang garing. Studi ini dimaksudkan untuk menilai kelayakan

ekonomis (feasibility study) kacang garing.

Pemerintah Kabupaten Kebumen telah mengidentifikasikan beberapa

komoditas unggulan daerah, diantaranya adalah komoditas kacang tanah (

Pem.Kab.Kebumen, 2002).

Luas panen dan produksi kacang tanah di Kabupaten Kebumen berfluktuatif

dari tahun ke tahun. Pada tahun tahun 1993 luas panen kacang tanah adalah 9.296

ha dengan produksi 8.517 ton. Lima tahun kemudian, 1997 luas panen menurun

menjadi 7.877 ha dengan poduksi 8.343 ton, kemudian pada tahun 2002 meningkat

menjadi 10.007 ha dengan produksi 9.302 ton (Kebumen Dalam Angka, 1998,2002).

Hasil Produksi Kacang tanah di Kabupaten Kebumen umumnya dijual dalam

bentuk segar, dengan harga relatif rendah. Hal ini seringkali merugikan bagi petani

dimana pendapatan yang diterima tidak sebanding dengan input yang dikorbankan.

Untuk itu diperlukan introduksi teknologi guna pengolahan raw material tersebut

menjadi barang jadi atau barang setengah jadi seperti kacang garing, sebagai upaya

meningkatkan nilai tambah (value added) bagi petani kacang tanah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam upaya meningkatkan nilai tambah

bagi petani kacang tanah dirasa perlu untuk dikembangkan industri penanganan

pasca panen kacang tanah, seperti pengolahan kacang garing. Dalam rencana

pembangunan atau perluasan atau rehabilitasi suatu proyek (penanaman investasi

baru), perlu terlebih dahulu dilakukan penelitian/studi kelayakan investasi guna

memperoleh gambaran apakah pelaksanaan investasi itu layak (feasible) dibangun

dan juga apakah akan memperoleh manfaat ( benefit ).

METODOLOGI

Metode penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei. Lokasi

penelitian di Desa Petangkuran Kecamatan Ambal (sentra kacang tanah. Penelitian

Page 405: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

346

ini dilaksanakan selama lima bulan terhitung mulai tanggal 16 Juni s/d 16

November 2003. Populasi penelitian ini adalah para petani kacang dan pengolah

kacang garing Sampel petani diambil dengan menggunakan metode random

sederhana (Simple random), sedangkan sampel pengolah kacang garing diambil

secara purposive dengan pertimbangan jumlah populasi yang kecil. Jenis data yang

dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer

dihimpun dengan menggunakan instrumen penelitian (kuesioner). Pengumpulan

data dilakukan dengan cara : (1) wawancara terstruktur berdasarkan daftar

pertanyaan (kuesioner) yang telah disiapkan, (2) Observasi lapang dengan

melakukan pengamatan langsung pada aktivitas responden, dan (3) menghimpun

data dari industri, lembaga/instansi terkait.

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Kelayakan finansial industri

pengolahan kacang garing dianalisis dengan menggunakan pendekatan B/C ratio,

analisis NPV (Net present value) , IRR (Internal rate of return) dan Pay Back

Period(Munandar, 2001); dengan kriteria sebagai berikut :

Benefit cost ratio (B/C ratio)

B/C Ratio merupakan perbandingan antara present value proceeds

(benefit)dengan present value dari investasi (cost). Investasi akan layak

dilaksanakan jika nilai B/C ratio 1, jika B/C ratio 1, investasi tidak layak

dilaksanakan.

CostPV

BenefitPVRatioCB

)(

)(/

NPV (Net present value)

NPV sebagai kriteria penilaian investasi dengan cara mendiskonto seluruh

aliran kas ke nilai sekarang (present value). Apabila nilai NPV positif, maka

investasi diterima. Sebaliknya bila negatif maka investasi tersebut ditolak/tidak

layak

n

tti

CtBtNPV

1 )1(

IRR (internal Rate of Return)

IRR sebagai kriteria penilaian investasi untuk mengetahui tingginya tingkat

bunga (discount faktor) agar present value proceed sama dengan present value

investasi,atau dapat dikatakan IRR merupakan tingkat bunga tertentu dimana NPV

sama dengan nol.Apabila IRR discount rate, investasi tersebut layak

dilaksanakan. Sebaliknya jika IRR discount rate, investasi tersebut tidak layak

untuk dilaksanakan.

)( 12

21

11 iix

NPVNPV

NPViIRR

Page 406: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

347

Payback period

Payback Periode sebagai kriteria penilaian investasi dengan melihat jangka

waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Produksi Kacang Tanah di Kabupaten Kebumen

Kacang tanah (Arachis hipogaea) mempunyai peranan penting sebagai bahan

pangan, bahan baku industri, pakan ternak, sumber pendapatan petani, sumber

pendapatan daerah dan devisa negara. Upaya peningkatan produksi kacang tanah

dilakukan melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi. Alternatif kedua sangat

sulit dilakukan di Pulau Jawa mengingat keterbatasan lahan. Prioritas wilayah

pengembangan tanaman kacang tanah adalah pada lahan sawah dan lahan kering

(Manwan, et al,1990). Di Kabupaten Kebumen kacang tanah umumnya

dibudidayakan pada lahan kering (tegalan dan sawah tadah hujan). Tingkat

produktivitas kacang tanah di Kebumen tahun 2001 adalah 0,88 ton/ha (Kebumen

Dalam Angka, 2002) , sementara produktivitas kacang tanah di Jawa Tengah adalah

1,115 ton/ha (Jawa Tengah Dalam Angka, 2001), dan di Bali produktivitasnya

mencapai 1,8 ton polong kering /ha (Distan Bali, 1998. dalam Suprapto et al.,2002).

Keragaan luas panen dan produksi kacang tanah di Kabupaten Kebumen

tahun 1991 – 2001 terlihat pada gambar 1 dan harga jual kacang tanah tingkat

grosir dan konsumen, pada semester pertama tahun 2003 dalam Tabel 1.

Permasalahan rendahnya produktivitas kacang tanah tersebut disebabkan

oleh banyak faktor diantaranya adalah tingkat kesuburan tanah, rendahnya

penguasaan dan penerapan teknologi oleh petani, (dosis pemupukan rendah,

varietas bukan unggul, dsb), dan kacang tanah tidak dapat dipanen sampai dengan

umur panen optimal karena faktor alam (misalnya kekeringan). Petani umumnya

menjual kacang tanah dalam bentuk kupasan (wose) bukan polong sebagaimana

yang dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan kacang garing.

Investasi awal

PP = ------------------------------

Aliran kas netto/tahun

Page 407: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

348

Gambar 1. Keragaan luas panen dan produksi kacang tanah di Kabupaten

Kebumen, tahun1993-2002

Penerapan teknologi spesifik lokasi merupakan syarat mutlak dalam upaya

meningkatkan produktivitas kacang tanah di Kabupaten Kebumen. Adanya paket

teknologi budidaya kacang tanah spesifik lokasi akan sangat membantu petani

untuk memanfaatkan lahannya secara optimal.

Harga jual kacang tanah di tingkat grosir dan konsumen di Kabupaten

kebumen pada semester I tahun 2003 disajikan dalam tabel 3

Tabel 1. Keragaan harga kacang tanah tingkat grosir dan konsumen semester I

tahun 2003

Bulan Harga Kacang Tanah (Rp/Kg)

Kulit - kering Ose - kering

Grosir Konsmn Grosir Konsmn

Januari - 4500 7000 7500

Pebruari - 4500 5500 6500

Maret - - - -

April - 4000 7000 7500

Mei 3000 3600 6500 7000

Juni 3000 3600 7000 6600

Rata-rata 3000 4040 6600 7020

0

5, 000

1 0, 000

1 5, 000

Luas panen (Ha ) 8,100 7,096 7,122 7,872 7,877 11,11 7,097 10,82 10,34 10,00

P roduksi (Ton) 8,517 8,449 8,945 12,67 8,343 10,31 6,048 10,26 9,129 9,302

1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002

Page 408: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

349

2. Potensi Pasar Kacang Tanah

Hasil produksi kacang tanah di Kab. Kebumen sebesar 10.261 ton pada tahun

2000. Menurut data statistik pada tahun 2000 rata-rata konsumsi kacang tanah di

Kab. Kebumen sebesar 3,61 gram per kapita per hari; dengan jumlah penduduk

pada tahun 2000 sebesar 1.174.306 jiwa maka kebutuhan Kacang tanah di

Kabupaten Kebumen dapat dihitung sebesar 1.526,128 ton. Sementara itu produksi

kacang tanah pada tahun 2000 di Kab. Kebumen sebesar 10.261 ton, sehingga

terdapat kekurangan sebesar 8.734,87 ton kacang tanah yang harus didatangkan

dari luar Kebumen. Ini artinya potensi pasar kacang tanah di Kab. Kebumen

sangat besar

3. Industri Kacang Garing

Industri kecil yang menangani pengolahan kacang tanah (industri kacang

garing) di Kabupaten Kebumen sampai tahun 2003 ini ada 3 unit. Sebelumnya

terdapat 4 unit namun salah satu unit industri itu tutup pada tahun 2001. Ketiga

unit industri itu berlokasi di Kecamatan Gombong. Masing-masing adalah Harum

Sari (HS), Panca Sakti, dan Argo Sari. Omzet produksinya rata-rata 5 ton per-hari.

4. Kelayakan Investasi

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha kacang asin yang ada di

Gombang investasi yang diperlukan untuk industri kacang asin mencapai sekitar

Rp 135.500.000,- Dana tersebut digunakan untuk keperluan mendirikan bangunan

dan peralatan lainnya, dengan perincian seperti terlihat pada Tabel 2 berikut

Tabel 2. Biaya Investasi industri kacang asin kapasitas 5 ton/hari

TOLOK UKUR VOLUME HARGA

SATUAN (Rp.)

JUMLAH

(Rp.)

RENCANA INVESTASI: 135,500,000

- Mesin kubota untuk mencuci, Dp-18 pk 1 unit 3,500,000 3,500,000

- Bak beton Oven kapasitas 2 ton/jam 3 unit 20,000,000 60,000,000

- Bak beton pencucian (+ 12m2) 3 buah 2,500,000 7,500,000

- Bak beton perebusan dilapis stainlesstill (+ 2,252) 2 buah 4,000,000 8,000,000

- Lantai Jemur (+ 200 m2) 1 unit 20,000,000 20,000,000

- Rumah produksi dan gudang (+ 50 m2) 1 unit 25,000,000 25,000,000

- Tangki dan kompor minyak tanah 2 unit 1,500,000 3,000,000

- Pompa air (alkon) 5 pk 2 unit 2,500,000 5,000,000

- Gerobak angkut 1 unit 500,000 500,000

- Timbangan kapasitas 1 kw 1 unit 3,000,000 3,000,000

Berdasarkan data investasi tersebut kemudian dianalisis kelayakan finansial

industri kacang asin tersebut. Untuk keperluan analisis kelayakan finansial, maka

perlu diketahui lebih dahulu rencana biaya dan pendapatan dari industri kacang

asin tersebut. Untuk lebih jelasnya rencana biaya dan pendapatan dari industri

kacang asin dapat disajikan dalam Tabel 3 sebagai berikut.

Page 409: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

350

Tabel 3. Rencana biaya dan pendapatan kacang asin 5 ton/hari

TOLOK UKUR VOLUME HARGA

SATUAN (Rp.)

JUMLAH (Rp.)

RENCANA INVESTASI: 135,500,000

Mesin kubota untuk mencuci, Dp-18 pk 1 Unit 3,500,000 3,500,000

Bak beton Oven kapasitas 2 ton/jam 3 Unit 20,000,000 60,000,000

Bak beton pencucian (+ 12m2) 3 Buah 2,500,000 7,500,000

Bak beton perebusan dilapis stainlesstill (+ 2,252) 2 Buah 4,000,000 8,000,000

Lantai Jemur (+ 200 m2) 1 Unit 20,000,000 20,000,000

Rumah produksi dan gudang (+ 50 m2) 1 Unit 25,000,000 25,000,000

Tangki dan kompor minyak tanah 2 Unit 1,500,000 3,000,000

Pompa air (alkon) 5 pk 2 Unit 2,500,000 5,000,000

Gerobak angkut 1 Unit 500,000 500,000

Timbangan kapasitas 1 kw 1 Unit 3,000,000 3,000,000

PENDAPATAN PER TAHUN

Kacang asin kulit (rendemen 50%) 175,000 kg 6,000 1,050,000,000

BIAYA OPERASIONAL PER TAHUN : 955,795,000

Kacang tanah basah (5 ton per-hari) 350,000 kg 2,500 875,000,000

Bahan bakar solar (20 L per-hari) 1,400 liter 1,750 2,450,000

Bahan bakar minyak tanah (60 L per-hari) 1,400 liter 1,200 1,680,000

Perlengkapan lain (ember, nyiru, karung, kranjang

dll) 1 paket 1,500,000 750,000

Tenaga kerja tetap (25 HOK per-hari) 7,500 HOK 10,000 75,000,000

Tenaga kerja tdk tetap (15 OK per-hari) 4,500 kg 70 315,000

Perawatan mesin (olie, filter olie & filter solar) 6 Kali 100,000 600,000

Berdasarkan rencana biaya dan pendapatan tersebut selanjutnya dibuat

proyeksi cash flow untuk lima tahun kedepan, Tabel proyeksi cash flow dapat dilihat

pada Tabel 4.

Page 410: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

351

Tabel 4. Analisis cash flow investasi industri kacang garing kapasitas 5 ton/hari

CASH OUTFLOW 135,500,000

-Mesin pencuci Dp-18 pk 3,500,000

Oven beton kapasitas 2 ton 60,000,000

- Bak pencucian (+ 12m2) 7,500,000

- Bak perebusan 8,000,000

- Lantai Jemur (+ 200 m2) 20,000,000

- Rumah produksi(+ 50 m2) 25,000,000

- Tangki kompor miny tnh 3,000,000

- Pompa air (alkon) 5 pk 5,000,000

- Gerobak angkut 500,000

- Timbangan kapasitas 1 kw 3,000,000

Tahun-0 Tahun-1 Tahun-2 Tahun-3 Tahun-4 Tahun-5

PENGHASILAN 1,050,000,000 1,050,000,000 1,050,000,000 1,050,000,000 1,050,000,000

Kacang garing /asin 1,050,000,000 1,050,000,000 1,050,000,000 1,050,000,000 1,050,000,000

BIAYA 968,322,500 968,322,500 968,322,500 968,322,500 968,322,500

Biaya Tunai 954,880,000 954,880,000 954,880,000 954,880,000 954,880,000

Bahan baku 875,000,000 875,000,000 875,000,000 875,000,000 875,000,000

Bahan bakar solar 2,450,000 2,450,000 2,450,000 2,450,000 2,450,000

Bahan bakar minyak tanah 1,680,000 1,680,000 1,680,000 1,680,000 1,680,000

Perlengkapan lain 750,000 750,000 750,000 750,000 750,000

Tenaga kerja tetap 75,000,000 75,000,000 75,000,000 75,000,000 75,000,000

Tenaga kerja tidak tetap 315,000 315,000 315,000 315,000 315,000

Perawatan mesin 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000

Biaya Penyusutan 13,442,500 13,442,500 13,442,500 13,442,500 13,442,500

Mesin kubota untuk mencuci, Dp-18 pk 665,000 665,000 665,000 665,000 665,000

Bak beton Oven kapasitas 2 ton/jam 5,700,000 5,700,000 5,700,000 5,700,000 5,700,000

Bak beton pencucian (+ 12m2) 712,500 712,500 712,500 712,500 712,500

Bak beton perebusan lapis stainstill 760,000 760,000 760,000 760,000 760,000

Lantai Jemur (+ 200 m2) 1,900,000 1,900,000 1,900,000 1,900,000 1,900,000

Rumah produksi dan gudang (+ 50 m2) 2,375,000 2,375,000 2,375,000 2,375,000 2,375,000

Tangki dan kompor minyak tanah 285,000 285,000 285,000 285,000 285,000

Pompa air (alkon) 5 pk 950,000 950,000 950,000 950,000 950,000

Gerobak angkut 95,000 95,000 95,000 95,000 95,000

Timbangan kapasitas 1 kw 285,000 285,000 285,000 285,000 285,000

LABA SEBELUM PAJAK 81,677,500 81,677,500 81,677,500 81,677,500 81,677,500

PPH (1,5%) 0 1,225,163 1,225,163 1,225,163 1,225,163

LABA SETELAH PAJAK 81,677,500 80,452,338 80,452,338 80,452,338 80,452,338

NILAI SISA 0.00 0 0 0 0 1,710,000

CASH FLOW -135,500,000 95,120,000 93,894,838 93,894,838 93,894,838 95,604,838

Berdasarkan Analisis cash flow tersebut kemudian dilakukan analisis

krieteria investasi dengan menggunakan alat analisis Net Preset Value (NPV),

Internal Rate of Return (IRR), B/C ratio dan waktu pengembalian investasi (Payback periode) seperti terlihat pada Tabel 5 dan 6.

Page 411: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

352

Tabel 5. Analisis NPV investasi pembangunan industri kacang garing

Tahun ke Proceeds

(Rp) DF. 18 %

PV Proceeds

(Rp)

1 95,120,000.00 0.847 80,610,169.49

2 93,894,837.50 0.718 67,433,810.33

3 93,894,837.50 0.609 57,147,296.89

4 93,894,837.50 0.516 48,429,912.62

5 95,604,837.50 0.437 41,789,755.59

PV Proceeds 295,410,944.91

Investasi 135,500,000.00

Net Present Value 159,910,944.91

B/C Ratio 1.85

Pay back Periode 1 tahun 5 bulan

Tabel 6. Analisis IRR investasi pembangunan industri kacang garing

Tahun

ke

Produksi

(Rp)

DF RendaH DF Tinggi

DF 36 % PV DF 40% PV

1 13,623,542.68 0.735 10,017,310.79 0.714 9,731,101.91

2 93,894,837.50 0.541 50,764,942.42 0.510 47,905,529.34

3 93,894,837.50 0.398 37,327,163.54 0.364 34,218,235.24

4 93,894,837.50 0.292 37,327,163.54 0.260 24,441,596.60

5 95,604,837.50 0.543 27,946,294.68 0.186 17,776,231.16

Total Present Value 163,382,874.98 134,072,694.26

Present Value Invesment 135,500,000.00 135,500,000.00

Net Present Value 27,882,874.98 (1,427,305.74)

IRR 39,81

Catatatan: Nilai IRR diperoleh dengan metode trial and error

Tabel 5 dan 6 hasil analisis kelayakan finansial industri kacang garing

menunjukkan bahwa nilai NPV positif (Rp 159,910,944.91) yang mempunyai arti

bahwa investasi tersebut menguntungkan dan layak. Demikian pula dengan

nilai IRR sebesar 39,81 %, artinya bahwa nilai IRR estimasi lebih tinggi dari

tingkat suku bunga aktual (18 %) yang berarti bahwa investasi tersebut

menguntungkan dan layak. Nilai B/C ratio sebesar 1,85 yang berarti bahwa

setiap satu satuan biaya yang dikorbankan akan menghasilkan keuntungan /

manfaat 1,85 kali, ini menunjukkan bahwa industri ini menguntungkan dan

layak, sedangkan tingkat pengembalian investasi adalah 1 tahun 5 bulan,

artinya biaya investasi tersebut akan kembali dalam jangka waktu 1 tahun 5

bulan. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa investasi dalam industri

kacang asing tersebut layak untuk dilaksanakan.

Page 412: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

353

KESIMPULAN

Investasi industri pengolahan kacang garing secara finansial layak untuk

dikembangkan, ditunjukkan dari nilai NPV positif , IRR estimasi lebih tinggi

dari tingkat suku bunga aktual, dan B/C ratio >1; sedangkan tingkat

pengembalian investasi adalah 1 tahun 5 bulan, artinya biaya investasi tersebut

akan kembali dalam jangka waktu 1 tahun 5 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar.A.,1999. Reposisi Peran Sektor Pertanian dalam Abad XXI. Makalah

disampaikan pada: Pertemuan Tim Ahli Bimas dan Tim Teknis Bimas

Regional di Jawa Tengah. Semarang, 5-8 Oktober 1999.

Anonim, 1999. Undang-Undang Otonomi Daerah,1999. Restu Agung.

BPS. Kabupaten Kebumen Dalam Angka, 1993-2002.

Bappeda Propinsi Jawa tengah, 2001. Properda Jawa Tengah 2001-2005

Fauzi.A.,Johar Arifin, M. Fakhrudi.2001. Aplikasi Exel dalam Finansial Terapan.

PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Munandar, 2001. Buku Materi Pokok Managemen Proyek. Pusat Penerbitan

Universitas Terbuka

Pemda Kebumen, 2002. Produk dan Peluang Investasi di Kabupaten Kebumen.

(Publikasi Pemda Kebumen dalam bentuk Folder).

Pemerintah Kab. Kebumen, 2002. Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen

Nomor 18 Tahun 2002. Tentang Rencana Strategis Pembangunan

Daerah Kab. Kebumen Tahun 2002-2005.

Purba, 1997. Analisis biaya dan Manfaat (Cost and Benefit Analysis) Rineka

Cipta. Jakarta.

Sub Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Ketahanan Pangan. Dinas Peranian

Kab. Kebumen. Profil Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kebumen

Tahun 2001.

Suprapto dan Rubiyo, 2002. Penggunaan Pupuk Alternatif Pada Usaha Tani

Kacang Tanah di Bali. dalam Peningkatan produktivitas, Kualitas, dan

Efisiensi Sistem Produksi Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Menuju Ketahanan Pangan dan Agribisnis. Prodising. Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengemangan

Tanaman Pangan. Hal. 474-480.

Zainal.M.R.,A.Z.Fachri Yasin, Zulkarnaen, D.Bakce, D.Karya, Noviandri,

Zulkarnaini, Sumardi Suriatna, E.H.Halim, I.M.Adnan, 2001. Petani

Usaha Kecil dan Koperasi Berwawasan Ekonomi Kerakyatan.

Universitas Riau Press Pekanbaru.

Page 413: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

354

PENGARUH PENAMBAHAN STARTER DAN UREA SEBAGAI

SUMBER N PADA PRODUKSI NATA DE COCO

Dian Adi A. *) Elisabeth*) dan Destialisma*)

ABSTRAK

Nata de coco merupakan produk makanan yang dihasilkan dari air kelapa

yang mengalami proses fermentasi dengan melibatkan bakteri Acetobacter xylinum,

sehingga membentuk kumpulan biomassa yang terdiri dari selulosa dan memiliki

penampilan seperti agar-agar berwarna putih. Nata de coco digolongkan sebagai

makanan sehat karena tinggi serat dan rendah kalori. Penambahan bakteri

Acetobacter xylinum sebagai starter dan penambahan sumber N sebagai sumber

makanan bagi starter sangat berpengaruh dalam memproduksi nata de coco. Oleh

karena itu, penelitian untuk mengkaji hal tersebut telah dilakukan di Laboratorium

BPTP Bali pada bulan Juli-Agustus 2005. Pengkajian menggunakan Rancangan

Acak Kelompok Faktorial dengan 2 faktor, yaitu : a) penambahan jumlah starter,

masing-masing : 10%, 15%, dan 20%; serta b) penambahan jumlah urea sebagai

sumber N, masing-masing : 0,10%; 0,50%; dan 0,70%; dengan dua kali ulangan.

Parameter yang diamati adalah pH media starter, jumlah nata yang terbentuk, dan

rendeman nata. Hasil analisis menunjukkan bahwa kisaran pH media starter

adalah 3,70-4,00. Jumlah nata yang terbentuk antara 44 gram sampai 100 gram.

Perbandingan jumlah nata dengan jumlah air kelapa yang digunakan menghasilkan

rendeman nata. Hasil analisis menunjukkan rendemen nata adalah 10,80-20,00

persen. Rendemen nata tertinggi sebesar 20,00 gram didapatkan dari kombinasi

penambahan starter 20% dan urea 0,10%. Secara statistik, penambahan jumlah

starter, penambahan urea sebagai sumber N, dan kombinasi keduanya tidak

berpengaruh nyata pada produksi nata de coco.

Kata kunci : Nata de coco, air kelapa, starter, Acetobacter xylinum, urea, sumber N

PENDAHULUAN

Nata de coco berasal dari Filipina dan mulai diperkenalkan di Indonesia

sekitar tahun 1987. Nata memiliki bentuk padat, berwarna putih seperti kolang-

kaling sehingga sering dikenal sebagai „kolang-kaling imitasi‟. Nata de coco

dihasilkan dari air kelapa yang mengalami proses fermentasi dengan melibatkan

bakteri Acetobacter xylinum (Pambayun, 2002). Nata de coco mengandung selulosa,

yang dikenal sebagai serat pangan alami (dietary fiber) yang mempunyai manfaat

dalam proses pencernaan makanan di dalam usus halus manusia dan penyerapan

air di dalam usus besar.

Menurut penelitian dari Balai Mikrobiologi, Puslitbang Biologi LIPI, di dalam

100 gram nata de coco terkandung nutrisi, antara lain : kalori 146 kal; lemak 0,2%;

karbohidrat 36,1 mg; Ca 12 mg; Fosfor 2 mg; dan Fe 0,5 mg. Nata juga mengandung

air yang cukup banyak (sekitar 80%), namun tetap dapat disimpan lama (Warisno,

2005).

________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali

Page 414: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

355

Karena memiliki kandungan serat tinggi dan rendah kalori serta tidak

mengandung kolesterol, maka nata de coco sangat cocok digolongkan sebagai makanan

kesehatan atau makanan diet.

Menurut data statistik, di seluruh wilayah Indonesia, tanaman kelapa yang

ditanam pada lahan seluas ± 3.384.000 ha dapat menghasilkan sekitar 11.465.000

butir kelapa per tahun. Dengan volume air kelapa rata-rata 0,3 liter per butir, dapat

dihasilkan air kelapa sebanyak ± 3.439.000 liter per tahun yang mempunyai prospek

untuk dimanfaatkan dalam pembuatan nata, baik dalam skala rumah tangga maupun

industri skala besar (Pambayun, 2002).

Di dalam air kelapa banyak terkandung nutrisi yang berguna bagi

pertumbuhan dan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Di dalam Warisno (2005)

disebutkan bahwa air kelapa mengandung 91,27% air; 0,29% protein; 0,15% lemak,

7,29% karbohidrat, dan 1,06% abu. Selain itu, juga terkandung nutrisi lain yaitu

sukrosa, dekstrosa, fruktosa, serta vitamin B kompleks, seperti asam nikotinat, asam

pantotenat, biotin, riboflavin, dan asam folat. Meskipun di dalam air kelapa telah

terdapat kandungan N yang berasal dari protein dan senyawa N lainnya, namun

karena jumlahnya yang sangat kecil, perlu ditambahkan sumber N dari luar, seperti

ZA (amonium fosfat) dan urea (amonium sulfat). Nitrogen (N) bagi bakteri Acetobacter xylinum dibutuhkan sebagai unsur makro bagi pertumbuhan dan aktivitasnya;

bersama dengan unsur karbon (C) yang dapat diperoleh dalam air kelapa dalam

bentuk karbohidrat sederhana (Pambayun, 2002).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan jumlah

starter dan urea sebagai sumber N terhadap produksi nata, yaitu jumlah nata yang

terbentuk dan rendemen nata; juga terhadap pH media fermentasi nata.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah air kelapa, biakan starter

Acetobacter xylinum, gula pasir, urea sebagai sumber N, dan asam asetat glasial

(99,8% asam cuka). Sementara, alat yang digunakan adalah wadah/kotak plastik,

kertas koran, karet gelang, kain saring, timbangan, gelas ukur, baskom, panci,

pengaduk, kompor, dan pHmeter.

Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok

Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu : a) penambahan jumlah starter, masing-

masing : 10%, 15%, dan 20%; serta b) penambahan jumlah urea sebagai sumber N,

masing-masing : 0,10%; 0,50%; dan 0,70%. Setiap perlakuan diulang sebanyak dua

kali. Parameter yang diamati adalah pH media fermentasi, jumlah nata yang

terbentuk, dan rendemen nata. Pengamatan dilakukan pada panen pertama produk

nata de coco. Penghitungan rendemen nata menggunakan rumus :

Jumlah Nata Terbentuk (g)

Rendemen = ________________________________________ x 100%

(*) Jumlah Air Kelapa yang Digunakan (ml)

Keterangan : (*) Dalam penelitian, jumlah air kelapa yang digunakan adalah 500 ml

Page 415: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

356

Hasil pengamatan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis sidik

ragam, yang dilanjutkan dengan Uji Duncan jika hasil yang diperoleh berbeda nyata.

Waktu dan Lokasi

Penelitian produksi nata dilakukan di Laboratorium Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian (BPTP) Bali pada bulan Juli sampai Agustus 2005.

Metode Pembuatan Nata de Coco (Mentah/Lembaran)

(Balitbangtan, 1997 dan Menristek, 2001)

Air kelapa

Disaring; lalu direbus

Ditambah gula pasir dan asam asetat glasial

Larutan dididihkan sambil terus diaduk

Ditambah urea sesuai perlakuan

Dididihkan kembali selama 15 menit

Ditu Dituangkan ke dalam wadah/kotak fermentasi

Wadah/kotak ditutup dengan kertas koran dan didinginkan

Ditambah biakan starter sesuai perlakuan

Difermentasi selama 14 hari

Lembaran nata dipanen, lalu dicuci sampai bersih

Wadah/kotak

fermentasi disterilkan

Page 416: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

357

HASIL DAN PEMBAHASAN

pH Media Fermentasi

Pengamatan terhadap pH media fermentasi menunjukkan kisaran hasil3,70-

4,00 (Tabel 1). pH media yang rendah (asam) disebabkan oleh penambahan asam

asetat glasial (asam cuka 99,8%). Suasana asam ini sangat cocok untuk

pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Menurut Pambayun (2002), Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada media dengan kisaran pH 3,5-7,5; namun,

pertumbuhan dan aktivitas optimumnya terjadi pada pH 4,3; atau pada kisaran pH

4,0-4,5 (Saragih, 2004).

Tabel 1. pH Media fermentasi

Jumlah starter Penambahan urea

0,10% 0,50% 0,70%

10% 3.80 3.90 3.70

15% 3.70 3.80 3.90

20% 4.00 4.00 3.80

Hasil analisis sidik ragam terhadap pH media fermentasi menunjukkan

bahwa jumlah starter, penambahan urea sebagai sumber N, dan kombinasi

keduanya tidak berpengaruh nyata pada pH media fermentasi.

Jumlah Nata yang Terbentuk

Hasil pengamatan terhadap jumlah nata yang terbentuk pada panen pertama

nata adalah 44-100 gram (Tabel 2). Lembaran nata terbentuk karena aktivitas

bakteri Acetobacter xylinum yang mampu menyusun/ mempolimerisasi senyawa

glukosa menjadi polisakarida, berupa selulosa. Lembaran benang-benang selulosa

ini terkumpul menjadi sangat banyak dan mencapai ketebalan tertentu sehingga

tampak seperti lembaran putih transparan dengan permukaan licin dan halus, yang

disebut nata (Pambayun, 2002). Hasil rata-rata nata terbentuk yang tertinggi adalah

pada perlakuan jumlah starter 20% dengan penambahan urea 0,10%, yaitu 100

gram. Sementara, hasil terendah adalah pada perlakuan jumlah starter 10% dengan

penambahan urea 0,70%, yaitu 44 gram.

Tabel 2. Jumlah nata yang terbentuk (gram)

Jumlah starter Penambahan urea

0,10% 0,50% 0,70%

10% 54 56 44

15% 64 60 56

20% 100 63 77

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah starter, penambahan

urea sebagai sumber N, dan kombinasi keduanya tidak berpengaruh nyata pada

jumlah nata yang terbentuk pada saat penelitian.

Secara teoritis, menurut Pambayun (2002), pembentukan nata dipengaruhi

oleh beberapa faktor, seperti : ketersediaan nutrisi (sumber C dan sumber N),

tingkat keasaman media fermentasi, temperatur, dan ketersediaan oksigen. Urea

(amonium sulfat) yang dipergunakan dalam penelitian sebagai sumber N yang

Page 417: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

358

mampu merangsang pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum memiliki

kandungan N antara 20,5-21%, berbentuk kristal, dan berwarna putih (Saragih,

2004).

Rendemen Nata

Hasil penghitungan terhadap rendemen nata yang diperoleh menunjukkan

kisaran 8,80-20,00% (Tabel 3). Hasil ini berbanding lurus dengan jumlah nata yang

terbentuk pada Tabel 2.

Tabel 3. Rendemen nata yang diperoleh (%)

Jumlah starter Penambahan urea

0,10% 0,50% 0,70%

10% 10.80 11.20 8.80

15% 12.80 12.00 11.20

20% 20.00 12.60 15.40

Hasil analisis sidik ragam terhadap rendemen nata menunjukkan bahwa

jumlah starter, penambahan urea sebagai sumber N, dan kombinasi keduanya tidak

berpengaruh nyata pada rendemen nata yang diperoleh pada saat penelitian;

meskipun secara angka pada Tabel 3 dapat dilihat adanya kecenderungan bahwa

rendemen nata meningkat dengan semakin banyaknya jumlah starter yang

ditambahkan.

KESIMPULAN

1. Penambahan starter Acetobacter xylinum, penambahan urea sebagai sumber

N, dan kombinasi keduanya tidak berpengaruh nyata pada pH media

fermentasi, jumlah nata yang terbentuk, dan rendemen nata yang diperoleh.

2. Jumlah nata dan rendemen nata tertinggi diperoleh dari perlakuan jumlah

starter 20% dan penambahan urea 0,10%, yaitu 100 gram nata terbentuk

dengan rendemen 20,00%.

DAFTAR PUSTAKA

Balitbangtan. 1997. Pengolahan Buah Kelapa dan Hasil Ikutannya. BPTP Biromaru,

Manado.

Menristek. 2001. Nata de Coco. TTG Pengolahan Pangan. Diakses dari

“www.iptek.net.id”. Selasa, 10 Juni 2004.

Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Saragih, Y. P. 2004. Membuat Nata de Coco. Puspa Swara. Jakarta.

Warisno. 2005. Mudah dan Praktis Membuat Nata de Coco. Cetakan ke-3.

Agromedia Pustaka. Jakarta.

Page 418: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

359

INOVASI TEKNOLOGI DAN PERMODALAN

DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI METE

Cahyati Setiani*), Sodiq Jauhari*), dan Teguh Prasetyo*)

ABSTRAK

Studi mengenai Inovasi Teknologi dan Permodalan dalam Akselerasi

Pengembangan Agroindustri Mete dilakukan di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah

pada tahun 2004. Mete merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Wonogiri,

namun produksi dari tanaman yang ada belum dapat memenuhi permintaan pasar.

Areal pertanaman Mete di Kabupaten Wonogiri mencapai 20.403 ha yang dikelola

oleh 92.666 KK. Hasil Mete dalam bentuk glondong kering mencapai 388.499 ton

atau 294 kg/ha. Tujuan studi adalah untuk menilai kinerja inovasi teknologi dan

permodalan pada komoditas Mete yang diimplementasikan tahun 2002 - 2004.

Inovasi teknologi yang diintroduksikan adalah perbibitan, pemupukan,, dan

pengolahan pasca panen, sedangkan permodalan diintroduksikan menggunakan

pendekatan Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM). Studi dilakukan

menggunakan metode survey dengan kuesioner terstruktur pada 39 kelompok tani.

Hasil studi menunjukkan bahwa: 1). Jumlah bibit Mete yang mengalami kematian

sebanyak 10%, sedangkan pertambahan bibit Mete yang dikembangkan oleh

kelompok selama kurun waktu tiga tahun mencapai sekitar 115.000 batang.

Pengembangan perbibitan Mete diarahkan pada lahan kritis yang di Kabupaten

Wonogiri mencapai 26.991 ha, 2). Inovasi teknologi budidaya Mete (pemupukan)

dapat meningkatkan hasil antara 20-30%, sedangkan pengelolaan pasca panen

dapat meningkatkan produktivitas 30-40%, 3). Permodalan sangat bermanfaat bagi

kelompok tani, namun belum sesuai dengan sasaran, 4). Disarankan untuk

pengembangan agroindustri Mete, BPLM yang diimplementasikan dikaitkan dengan

usaha produktif lain yang mendukung pengembangan agroindustri Mete, 5).

Pembinaan maupun pelatihan perlu dilakukan tidak hanya terbatas pada aspek

teknis tetapi juga aspek manajemen, 6). Batas waktu pengembalian BPLM perlu

ditinjau kembali disesuaikan dengan arus perputaran modal dan perlu memberikan

tenggang waktu.

Kata kunci: Inovasi teknologi, permodalan, akselerasi, agroindustri mete

ABSTRACT

Study about Technology Innovation and Capitalization Development

Acceleration of Cashew Agri-Industry was carried out in Wonogiri regency, Central

Java in 2004. Cashew is one of superior and priority product in Wonogiri regency,

but the production of the existing plants is not capable in meeting market demand

yet. Width of cashew planting in Wonogiri regency is about 20,403 ha which are

planted by 92,666 households. The cashew product in form of dry unprocessed is

388,499 tons or 294 kg/ha. The purpose of this study is to evaluate performance of

technology innovation and capitalization on cashew commodity which are

implemented in 2002 – 2004.

_________________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Page 419: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

360

The technology innovation introduced are seedling, fertilization and processing post

harvest, whereas capitalization is introduced by using The Direct Loan for Society

(Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat / BPLM). The study is carried with

survey method using structured questionnaire to 39 farmers group. The results of

this study show : 1) The amount of death seed of cashew about 10%, whereas

increasing of cashew seed that improved by the group for during three years reach

115,000 plants. This improvement is directed into the 26,991 ha of critical land in

Wonogiri regency. 2) Technology innovation of cashew agriculture (fertilization) can

increase the output for about 20 – 30%, whereas post-harvest process can increase

the productivity for 30 – 40%. 3) The capitalization is very useful for farmer group,

but it‟s not appropriate with the target yet. 4) It‟s suggested for developing agri-

industry of cashew, BPLM that is implemented are related with others productive

activities that support development of cashew agri-industry. 5) Establishment and

training should be implemented , not only for technical aspects but also management

aspects. 6) The limit time for paying back BPLM should be review again, adjusted

into recycling capital and need to give longer time.

Keywords : Technology innovation, capitalization, acceleration, cashew agri-industry

PENDAHULUAN

Pembangunan adalah suatu perubahan sosial yang dilakukan secara sengaja

atau berencana (Syahyuti, 2003). Salah satu model pembangunan pertanian yang

dilakukan di Kabupaten Wonogiri adalah percepatan pengembangan agroindustri

mete melalui pendekatan Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN).

Pendekatan tersebut berorientasi pada pasar melalui peningkatan inisiatif dan

partisipasi masyarakat, dimana peran pemerintah difokuskan pada penyediaan

fasilitas umum, seperti prasarana dan sarana, Iptek dan regulasi yang didasarkan

kepada mekanisme insentif dan disinsentif. Dalam pelaksanaannya ditempuh

melalui 4 (empat) program prioritas yang meliputi: a). peningkatan ketahanan

pangan, b). pengembangan agribisnis, c). pendidikan luar sekolah, dan d).

pengetahuan lingkungan sosial (Disbun Prop. Jateng, 2003).

Pengembangan Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN),

termasuk dalam program pengembangan agribisnis yang bertujuan untuk

mengembangkan agribisnis perkebunan yang berwawasan lingkungan guna

meningkatkan nilai tambah dan daya saing hasil, mendayagunakan sumberdaya

perkebunan di pedesaan dan meningkatkan pendapatan pekebun yang didukung

dengan program pendidikan luar sekolah dan pengetahuan lingkungan sosial.

Kebijakan program yang diterapkan tentu akan membawa dampak bagi masyarakat

terutama di kawasan KIMBUN, termasuk pengembangan KIMBUN Mete.

Secara konseptual pengembangan agroindustri mete melalui pendekatan

KIMBUN, mengacu pada faham Karl Mark bahwa aspek materialistik akan

mendorong dan mempercepat terjadinya perubahan. Inovasi teknologi dan

permodalan diharapkan akan menjadi pemicu terjadinya pengembangan

agroindustri mete. Hal ini dapat dimengerti mengingat keterbatasan teknologi dan

modal merupakan permasalahan utama yang dihadapi masyarakat pedesaan /

perkebunan dalam melakukan kegiatan usahanya, termasuk usaha agroindustri

Mete (Setiani et al., 2005).

Page 420: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

361

Inovasi teknologi yang diintroduksikan pada pengembangan agroindustri

mete meliputi: teknologi perbibitan, budidaya, dan pasca panen. Selain itu juga

diintroduksikan sistem permodalan melalui Bantuan Pinjaman Langsung

Masyarakat (BPLM). Teknologi perbibitan dan budidaya diarahkan untuk

pengembangan tanaman mete yang pada saat ini cenderung mengalami penurunan

produktivitas. Teknologi pasca panen diarahkan untuk mendapatkan nilai tambah

dan daya saing hasil. Sedangkan permodalan diarahkan untuk memperkuat posisi

tawar. Inovasi teknologi dan permodalan tersebut diintroduksikan sejak tahun 2002

dengan sasaran KIMBUN Mete. Hasil kinerja Inovasi teknologi dan permodalan

diuraikan pada makalah ini.

METODE PENGKAJIAN

Kegiatan inovasi teknologi dan permodalan dalam akselerasi pengembangan

agroindustri Mete dilakukan di Kabupaten Wonogiri yang merupakan lokasi

pengembangan Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN) Mete.

Kegiatan dilaksanakan sejak tahun 2002-2004. Untuk mengetahui kinerja inovasi

teknologi dan permodalan tersebut dilakukan evaluasi pada TA. 2005.

Evaluasi dilakukan menggunakan pendekatan survey. Pemilihan responden

dilakukan secara purposive random sampling, pada pekebun yang menjadi sasaran

program pengembangan KIMBUN Mete di Kabupaten Wonogiri. Pemilihan lokasi

didasarkan pada hasil konsultasi dengan Dinas. Secara keseluruhan jumlah

kelompok tani yang menjadi sasaran KIMBUN Mete di Kabupaten Wonogiri adalah

39 kelompok yang terbagi berdasarkan tahun 2002 sejumlah 15 kelompok, tahun

2003 sejumlah 15 kelompok dan tahun 2004 sebanyak 9 kelompok. Ke 39 kelompok

tersebut tersebar pada 11 kecamatan. Dari 39 kelompok sasaran KIMBUN Mete

dipilih 3 kelompok yang dianggap mewakili dalam mengembangkan model

pengembangan perbibitan Mete, yaitu: a). Sari Mulyo, Desa Pengkol, Kecamatan

Jatiroto, b). Margo Mulyo, Desa Wonorejo, Kecamatan Wonogiri, dan c). Sedyo

Mulyo, Desa Gemawang, Kecamatan Ngadirojo.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Pengembangan Agroindustri Mete

Potensi Biofisik

Mete merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Wonogiri. Produksi dari

tanaman yang ada setiap musim panen belum dapat mencukupi permintaan pasar

sehingga diperlukan adanya pengembangan tanaman jambu mete di Kabupaten

Wonogiri. Lahan yang ada masih dapat menampung tanaman baru karena

penanaman jambu mete tidak secara monokultur tetapi ditumpangsarikan dengan

tanaman lain baik semusim maupun tanaman tahunan.

Page 421: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

362

Tabel 1. Tataguna lahan di Kabupaten Wonogiri

Tataguna lahan Luas (ha) Persentase (%)

Sawah

Tegal

Bangunan/Pekarangan

Hutan Negara

Hutan Rakyat

Lain-lain

30,913

57,583

37,306

16,290

16,202

23,942

16,96

31,60

20,47

8,94

8,89

13,14

Jumlah 182,236 100,00

Luas areal penanaman pohon mete mencapai 20.403 ha atau 11,19% dari total

luas Kabupaten Wonogiri. Produksi per tahun yang dapat dicapai pada tahun 2003

adalah 388.499 ton glondong kering. Rata-rata produksi per ha mencapai 294 kg dan

masih lebih rendah dari rata-rata produksi nasional (341 kg/ha (Achmad Abdullah,

2000). Jumlah petani yang mengusahakan tanaman mete sebanyak 92.666 KK atau

38,72% KK yang berdomisili di Kabupaten Wonogiri.

Topografi wilayah Kabupaten Wonogiri bervariasi dari datar sampai

bergelombang dan berbukit. Ketinggian tempat juga bervariasi dimulai dari 106

m.dpl s/d 600 m.dpl. Kaitannya dengan tanaman mete ketinggian tempat yang ideal

untuk usaha tanaman mete adalah 100 – 600 M.dpl. dengan demikian dapat

dikatakan bahwa tanaman mete dapat diusahakan diseluruh wilayah Kabupaten

Wonogiri.

Potensi pengembangan mete adalah lahan kritis. Di Kabupaten Wonogiri

tercatat lahan kritis sebesar 26.991 ha yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten

Wonogiri. Bila diasumsikan bahwa lahan kritis tersebut baru 50% yang

dibudidayakan, maka tanaman mete yang dapat diusahakan diwilayah lahan kritis

dapat mencapai 13.440.000 pohon (10x10 Cm). Selain dari aspek finansial tanaman

mete di lahan kritis juga bermanfaat untuk upaya konservasi tanah, karena

tanaman mete tidak memerlukan pengolahan lahan dan daun/tajuknya dapat

menahan pukulan air hujan sebelum jatuh ditanah.

Potensi Sumberdaya Manusia

Berdasarkan hasil survey, diketahui bahwa umur anggota kelompok tani yang

mengusahakan Mete berkisar antara 30-70 tahun dengan rata-rata 46 tahun.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa usaha mete sebagian besar diusahakan oleh

penduduk usia produktif. Tingkat pendidikan yang dicapai rata-rata hanya lulus SD.

Bila kedua indikator tersebut dikaitkan, maka dalam pengembangan usaha mete

masih diperlukan pembinaan teknologi maupun manajemen, walaupun pengalaman

mereka dalam usaha mete lebih dari 10 tahun.

Page 422: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

363

Tabel 2: Luas areal dan produksi mete di Kabupaten Wonogiri berdasarkan

kecamatan, 2003

Kecamatan

Luas areal (ha)

Jumlah

Produksi

ton

glondong

kering

Jumlah

petani

(KK)

Rata-rata

prod/ha TBM TM TT/TR

Pracimantoro

Parangupito

Giritontro

Giriwoyo

Batuwarno

Karangtengah

Tirtomoyo

Nguntoronadi

Baturetno

Eromoko

Wuryantoro

Manyaran

Selogiri

Wonogiri

Ngadirejo

Sidoharjo

Jatiroto

Kismantoro

Purwantoro

Bulukerto

Puhpelem

Slogohimo

Jatisrono

Jatipurno

Girimarto

76

170

122

42

162

5

25

63

43

181

76

79

26

93

335

1334

1514

90

335

181

101

430

553

161

180

160

51

235

193

305

34

168

176

393

377

160

186

342

297

2.798

1.535

1.346

675

514

180

110

439

1.236

515

810

14

7

26

29

23

12

26

19

24

11

14

12

19

19

147

106

103

10

21

13

10

16

73

23

13

250

228

183

264

491

51

219

248

460

569

250

277

387

409

3.283

2.975

2.963

775

870

374

221

885

1.862

699

1.003

47.04

15.05

67.45

55.39

86.32

9.72

48.55

50.51

111.22

111.22

46.56

55.61

101.57

90.59

979.30

529.58

471.10

218.70

164.48

51.30

31.46

130.82

432.60

151.93

230.85

489

663

2.041

2.041

2.385

239

2.650

2.170

2.170

5.814

2.333

3.153

2.361

3.074

10.309

5.607

3.299

3.970

4.704

1.728

1.478

4.148

7.230

3.873

4.450

294

295

287

287

283

286

289

287

283

295

291

299

297

305

350

345

350

324

320

285

286

298

350

295

285

Jumlah 6.378 13.235 790 20.403 3.884.99 92.666 294

Sumber: Statistik Perkebunan Kabupaten Wonogiri, 2003

Ditinjau dari mata pencaharian, mayoritas petani mempunyai usaha

sampingan. Artinya hasil usahatani (termasuk usaha mete) belum mencukupi

kebutuhan rumahtangga. Berbagai usaha sampingan dilakukan petani untuk dapat

memenuhi kebutuhan rumahtangga, baik sebagai tukang batu maupun dagang.

Kondisi ini dapat dimengerti karena penguasaan lahan petani relatif sangat sempit

(Tabel 3).

Page 423: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

364

Tabel 3. Karakteristik petani yang mengusahakan mete, 2005

No. Uraian Kelompok Tani

Sari Mulyo Margo Mulyo Sedyo Mulyo

1

2

3

4

5

6

7

Umur (tahun)

-rata-rata

-kisaran

Pendidikan formal

-rata-rata

-kisaran

Pengalaman UT mete (tahun)

-rata-rata

-kisaran

Mata pencaharian

-utama

-sambilan

Anggota keluarga (orang)

-jumlah

-aktif dalam usahatani mete

Penguasaan lahan (Ha)

-tegalan

-sawah

-pekarangan

Pemilikan ternak (ekor)

-sapi

-kambing

-ayam

55

(40-70)

Lulus SD

(SD-SLTA)

15

(10-20)

Tani

Tukang batu

4 (3-7)

2 (2-3)

0,1 (0,05-1)

0,1 (0,1-1)

0,07 (0,02-0,5)

1 (1-2)

3 (2-7)

15 (5-30)

34

(30-60)

Lulus SD

(SD-SLTA)

10

(12-30)

Tani

Dagang

4 (3-5)

2 (2-3)

0,3 (0,1-0,5)

0.25 (0,1-0,5)

0,15 (0,07-0,5)

1 (1-2)

3 (2-5)

14 (5-20)

50

(30-63)

Lulus SD

(SD-SLTA)

10

(12-30)

Tani

Tukang batu

3 (2-5)

3(2-5)

0,1 (0,1-0,5)

0,4 (0,1-0,5)

0,02 (0,01-0,5)

1 (1-2)

3 (2-5)

15 (5-20)

Jumlah penduduk Kabupaten Wonogiri sebesar 1.106.418 jiwa dengan

perincian 551.937 laki-laki dan 544.431 perempuan. Tercatat jumlah penduduk boro

sebanyak 110.404 orang diantaranya 57.050 laki-laki dan 53.354 perempuan.

Berdasarkan kondisi sumberdaya yang ada, pengembangan usaha mete sangat

strategis bila dikaitkan dengan banyaknya jumlah penduduk yang boro. Hal ini

disebabkan karena kebutuhan tenaga kerja usaha mete tidak terlalu banyak,

sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan pendapatan rumahtangga.

Tabel 4. Banyaknya penduduk boro menurut jenis kelamin per kecamatan di

Kabupaten Wonogiri, akhir tahun 2003

Kecamatan

Jenis kelamin

Laki-laki

(orang)

Perempuan

(orang)

Laki-laki +

Perempuan

(orang)

Jumlah 2003

Jumlah 2002

54.000

57.050

51.410

53.354

105.410

110.404

Page 424: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

365

Inovasi Teknologi

Perbibitan

Pendekatan yang diterapkan oleh Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah

adalah model kawasan yang mengikutsertakan berbagai kelompok. Usaha

berkelompok merupakan salah satu pemenuhan skala ekonomi yang dapat

memperkuat posisi tawar. Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Raharjo (1994),

bahwa salah satu upaya untuk memperkuat posisi petani/pekebun adalah

melakukan usaha secara berkelompok. Dikatakan oleh Fagi dan Karyasa (2004),

pola hidup gotong royong masyarakat pedesaan yang umumnya didominasi oleh

petani semestinya dapat menjadi landasan kuat untuk melakukan usaha secara

berkelompok .

Program yang diterapkan oleh KIMBUN Mete di Kabupaten Wonogiri,

menggunakan pendekatan kelompok. Semua kelompok tani yang menjadi sasaran

KIMBUN Mete dipersyaratkan melakukan perbibitan Mete yang dipersiapkan

untuk ditanam di lahan sendiri. Hal ini disebabkan karena pada umumnya petani

hanya mengusahakan mete di lahan pekarangan/ tegalan tidak secara monokultur

(tumpangsari dengan tanaman pangan yang bersifat semusim).

Pengembangan perbibitan mete dilakukan dengan cara subsidi sejumlah

7.200 batang (2002), 6000 batang (2003), dan 5000 batang (2004). Selain itu juga

melalui kelompok sasaran program Kimbun (39 kelompok), masing-masing

kelompok mengembangkan bibit mete sebanyak 10-20 kg (setiap kg dapat

menghasilkan bibit sebanyak 150-200 batang). Berdasarkan survey di lapangan

jumlah bibit mete yang mengalami kematian sebanyak 10%, sedangkan

pertambahan bibit mete yang dikembangkan oleh kelompok mencapai sekitar

115.000 batang. Pendekatan yang dilakukan telah dapat mencapai sasaran.

Pemupukan

Teknologi pemupukan yang diintroduksikan dibedakan antara tanaman muda

(umur 2-8 tahun) dan tanaman dewasa (> 8 tahun). Dosis pupuk per pohon muda

adalah Urea 550 gr; SP36 225 gr; KCL 150 gr; dan Pupuk Kandang 25 kg.

Sedangkan dosis pupuk per pohon dewasa adalah Urea 900 gr; SP36 450 gr; KCL

400 gr; dan Pupuk Kandang 25 kg. Pemupukan dilakukan dua kali yaitu pada awal

musim hujan (MH) dan akhir MH. Pemupukan awal MH pohon muda dengan dosis

Urea 300 gr; SP36 100 gr; dan KCL 75 gr dan sisanya dilakukan pada akhir MH.

Pemupukan awal pohon dewasa adalah 450 gr; SP36 250 gr; KCL 200 gr dan sisanya

digunakan untuk pemupukan akhir MH. Menurut petani teknologi tersebut dapat

meningkatkan hasil sekitar 20 – 30%.

Pasca Panen

Teknologi pasca panen yang diintroduksikan adalah pengupasan kulit luar

glondong mete dengan kacip. Proses pengupasan diawali dengan penjemuran

glondong mete selama + 1 hari tergantung pada cuaca. Selanjutnya diangin-

anginkan selama 1 jam dan diberi kapur agar kulit arinya mudah dikupas. Langkah

berikutnya, kupasan mete dipanaskan di atas kompor sambil dilakukan

pembuangan kulit ari. Dalam 1 hari petani mampu mengacip 20-25 kg glondong

mete, atau menghasilkan 5-6 kg kupasan mete. Teknologi pengacipan ini menurut

petani dapat meningkatkan produktivitas sebesar 30 – 40%.

Page 425: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

366

Gambar 1. Proses pascapanen pengupasan glondong mete

Inovasi Permodalan

Penguatan modal kelompok merupakan salah satu pendekatan yang

diarahkan untuk mendorong dan mempercepat pengembangan agroindustri mete.

Penguatan modal tersebut merupakan Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat

(BPLM) untuk permodalan usaha pascapanen dan pemasaran mete. Pada tahun

2002 penguatan modal yang disalurkan sebesar Rp. 8.000.000/kelompok dan pada

2003 sebesar Rp. 20.000.000/kelompok. Kelompok penerima BPLM wajib

mengembalikan bantuan modal, perluasan / pengembangannya menggunakan

sistem perguliran.

Jangka waktu pengembalian pinjaman modal pada BLM 2002 selama 4 tahun

dengan bunga 2%/tahun dari pinjaman pokok, atau Rp. 160.000/tahun, sedangkan

pola pengembaliannya tidak diatur. Pada BPLM 2003 jangka waktu pelunasannya 3

tahun dengan bunga 2% dari sisa pinjaman pokok, dengan pola pengembalian: tahun

pertama kelompok diwajibkan mengembalikan Rp. 5.400.000, tahun kedua Rp.

5.300.000, dan tahun ketiga Rp. 10.200.000.

Dana BPLM dirasakan sangat membantu dalam permodalan usaha

pascapanen dan pemasaran mete, karena tingkat bunga rendah dan prosedurnya

mudah. Meskipun demikian, jumlah BPLM yang diberikan dirasakan masih

kurang, karena hanya mencukupi untuk aktivitas usaha pascapanen dan

perdagangan selama 3 bulan. Jumlah dana BPLM 2002 yang dikembangkan pada

kelompok tani selama 3 tahun (2002-2005) berkembang sebesar 75%, sedangkan

BPLM 2003 selama 2 tahun (2003-2005) perkembangannya bervariasi antar

kelompok, berkisar 14,5% - 56,5%. Peningkatan jumlah modal yang dimiliki

kelompok telah memperluas jumlah anggota, yakni berkisar 25% - 85%/kelompok.

Analisa finansial usaha pascapanen dan pemasaran mete sebagaimana

tercantum pada Tabel 5. Dalam analisis diasumsikan (1) jumlah modal yang

Glondong mete

Dijemur + 1 hari

Pengupasan

kulit luar

Pengupasan

kulit ari

Dianginkan + 1-2 jam

Page 426: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

367

diputar dalam usaha pascapanen dan pemasaran mete sesuai dengan jumlah

pinjaman untuk masing-masing petani adalah Rp. 1.000.000; (2) biaya bunga modal

2%/bulan, (3) harga input dan output produksi berdasarkan harga pasar pada

Agustus 2005. Penguatan modal bagi usaha pascapanen dan pemasaran mete

mampu menghasilkan keuntungan Rp. 251.000/bulan/petani. Dengan perolehan

keuntungan tersebut, maka diharapkan perguliran dana BLM dapat berjalan lancar.

Petani mengharapkan adanya penambahan pinjaman modal, karena sesuai dengan

potensi mete yang ada di Kabupaten Wonogiri, skala usahanya masih dapat

ditingkatkan.

Tabel 5. Analisa finansial usaha pascapanen dan pemasaran mete (skala modal Rp.

1.000.000/petani)

Uraian Kuantitas Satuan Harga/satuan

(Rp.) Jumlah

Input :

Glondong mete 125 kg 7.000 875.000

Tenaga kerja 5 HOK 15.000 75.000

Minyak tanah 3 liter 1.500 4.500

Penyusutan peralatan

(kompor, kacip)

5.000

Biaya pemasaran 25.000

Bunga modal 20.000

Total input 1.004.500

Output

Mete 31,25 kg 40.000 1.250.000

Kulit 1 sak 6.000 6.000

Total output 1.256.000

Keuntungan 251.000

R/C ratio 1,25

KESIMPULAN DAN SARAN

Ditinjau dari potensi biofisik dan sumberdaya manusia, wilayah Kabupaten

Wonogiri sangat potensial bagi pengembangan usaha agroindustri mete.

Potensi akan mencapai optimal bila ada pembinaan dalam bentuk inovasi

teknologi maupun permodalan dari Pemerintah

Jumlah bibit mete yang mengalami kematian sebanyak 10%, sedangkan

pertambahan bibit Mete yang dikembangkan oleh kelompok selama kurun

waktu tiga tahun mencapai ± 115.000 batang. Pengembangan tanaman mete

diarahkan pada lahan kritis yang di Kabupaten Wonogiri mencapai 26.991 ha

Inovasi teknologi budidaya mete (pemupukan) dapat meningkatkan hasil

antara 20-30%, sedangkan pengelolaan pasca panen dapat meningkatkan

produktivitas 30-40%,

Dana BPLM bagi penguatan modal kelompok mampu meningkatkan

pendapatan Rp. 251.000/bulan/petani. Jumlah dana BPLM 2002 yang

dikembangkan pada kelompok tani selama 3 tahun (2002-2005) berkembang

sebesar 75%, sedangkan BPLM 2003 selama 2 tahun (2003-2005)

perkembangannya bervariasi antar kelompok (14,5% - 56,5%).

Page 427: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

368

Disarankan untuk pengembangan agroindustri Mete, BPLM yang

diimplementasikan dikaitkan dengan usaha produktif lain yang mendukung

pengembangan agroindustri mete. Pembinaan maupun pelatihan perlu

dilakukan tidak hanya terbatas pada aspek teknis tetapi juga aspek

manajemen. Batas waktu pengembalian BPLM perlu ditinjau kembali

disesuaikan dengan arus perputaran modal dan perlu memberikan tenggang

waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Abdullah. 2000. Posisi Jambu Mete dan Prospek Pengembangannya di

Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor

Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah. 2003. Laporan Tahunan. Dinas

Perkebunan Propinsi Jawa Tengah. Ungaran

Fagi dan Karyasa.2004. Ulasan Makalah Sistem dan Kelembagaan Usahatani

Tanaman-Ternak. Badan Litbang Pertanian. Departemen pertanian.

Jakarta

Rahardjo, 1994. Sumberdaya Manusia dalam Pengembangan agribisnis. UGM-

Jogjakarta

Setiani C., Kendriyanto, D. Maharso, Suprapto, T. Prasetyo. 2005. Evaluasi

Pengembangan KIMBUN Mete di Kabupaten Wonogiri. Dinas Perkebunan

Propinsi Jawa Tengah. Semarang

Statistik Perkebunan Kabupaten Wonogiri, 2003. Perkebunan Dalam Angka. Dinas

Perkebunan Kabupaten Wonogiri, Wonogiri

Syahyuti. 2003. Bedah Konsep Kelembagaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan

sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Bogor

Page 428: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

369

PENGKAJIAN PENGARUH BEBERAPA VARIETAS JAGUNG

TERHADAP MUTU TORTILA

Suhardjo*) dan I.E. Lestari**)

ABSTRAK

Produksi jagung di wikayah Jawa Timur cukup besar dan yang umumnya

petani melakukan kegiatan panen langsung jual. Pada saat hasil melimpah, harga

produk rendah, maka sangat perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah

hasil produksi pertanian. Salah satu produk olahan dari jagung yang cukup

disenangi konsumen adalah tortila. Sedangkan di Jawa Timur banyak ditanam

berbagai varietas jagung hibrida maupun lokal. Tuhuan dari pengkajian ini adalah

untuk mengetahui pengaruh varietas jagung terhadap mutu tortila. Varietas jagung

yang digunakan adalah Pioner 7, Pioner 11, Bisi 2, Bisi 7, lokal Putih (Senduro,

Lumajang) dan lokal Madura (Talango, Sumenep). Pengkajian dilakukan di

laboratorium Pasca Panen BPTP Jawa Timur tahun 2004 dengan metode RAK, 3

kali ulangan. Parameter yang diamati adalah mutu tortila, yang meliputi sifat

kimia (kadar air, protein, lemak, abu), fisik (kekerasan) dan organoleptik (warna,

kerenyahan dan rasa). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa kandungan protein

dan lemak pada tortila dipengaruhi oleh varietas dan yang tertinggi adalah dari

lokal Madura (7,68 % dan 19,04 %). Sedangkan kadar abu tidak ada beda nyata pada

antar perlakuan, yaitu sekitar 2,19 -2,43 %. Kekerasan dan kerenyahan tertinggi

dihasilkan olah produk tortila dari varietas Pioner 11 (1,53 g/cm2), da pada uji

kerenyahan juga Pionere 11 (skor 3,40) yang paling tinggi.. Panelis juga menyatakan

bahwa tidak ada perbedaan rasa tortila dari semua perlakuan. Namun panelis

menyatakan bahwa warna tortila yang paling disukai adalah dari Bisi 2 (skor 4,30).

Kata Kunci : Jagung, varietas, tortila, mutu.

ABCTRACT

Production of corn in East Java Province is very high yield, and commonly the

farmers sell their corn after harvested directly. The price of corn was very low, when

the production was higher. So, for to add value of this corn, processing was for

solution. One of cultivar product from corn was tortilla. But for raw material of

tortilla, there were many cu;tivars of corn in East Java. The aim of this assessment

was to know the effect of corn varieties on tortilla quality. The assessment was done

in postharvest laboratory of Assessment Institute for Agriculture Technology East

Java in 2004. The method of this assessment used Randomized Block Design (RBD)

with 3 replications. There were 6 (six) corn varieties for treatments : Pioner 7, Pioner

11, Biai 2, Bisi 7, Madura (Talango, Sumenep) and Putih (Senduro, Lumajang).

Observation parameters were chemical characteristics before and after processing,

hardness, and organoleptic test (hedonic test on texture, colour and taste).

________________

*) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur **) Alumni Faperta - UMM

Page 429: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

370

The result showed that there were different of composisition and colour corn varieties

for raw material. There were significant different on tortilla qualities (protein, fat,

hardness, tekxture, colour), but there were no different on water content (1,77-1,97 %),

ash (2,19-2,43 %) and taste (score 2,7- 3,1). Protein and fat content of Madura was

about 7,68 % and 19,04 %, was highes than an other varieties. Hardness and texture of

Pioner 11 (1,53 g/cm2, score 3,4) was highest than the other varieties. The result of

colour test indicated that Bisi 2 had score 4,30 highest than the others.

Key Words : Corn, vatiety, tortilla, quality.

PENDAHULUAN

Sebagian besar pendapatan petani masih belum cukup untuk meningkatkan

taraf hidup mereka. Kenyataan ini disebabkan oleh menurunnya harga riil dari

komoditas primer dan sempitnya kepemilikan lahan pertanian. Sebagian besar petani

menjual dalam bentuk produk primer, sehingga nilai tambah yang cukup tinggi

dinikmati oleh pihak lain (Husodo, 2003).

Jagung merupakan bahan pangan kedua setelah beras. Namun dalam

kenyataannya sebagian besar dari jagung untuk makanan ternak dan hanya sekitar

30 % menjadi makanan manusia. Padahal jagung mempunyai nilai protein (7-10 %)

yang sama dan bahkan bisa lebih tinggi daripada beras (7 %) dan dapat diolah menjadi

berbagai produk olahan yang menarik bagi konsumen (Harijono, 1999 dan 2001)

Salah satu produk olahan jagung yang cukup sederhana dalam pengolahannya

adalah tortila (Mudjisihono et al., 1993 dan Harijono, 1999) dan telah dikenalkan/

dikembangkan oleh BPTP Jawa Timur dengan sasaran ke wanita tani sejak tahun

2000 (Suhardjo et. al., 2001 dan 2003) serta juga telah dibuat rakitan teknologinya

(Suhardjo, et.al., 2002). Namun dalam rakitan teknologi yang dianjurkan, belum

tertuang varietas jagung yang baik untuk diolah menjadi tortila.

Menurut Lukmanto (1996), saat ini konsumen menuntut produk olahan yang

bermutu dan terjamin. Untuk itulah dalam pengemangan industri pangan selalu

harus dilakukan inovasi secara luas dan terus-menerus, yaitu manajemen penyediaan

bahan baku, peralatan dan prosesing (Ainuri dan Guritno, 1996). Susanto (2002) juga

menyatakan bahwa bahan baku merupakan salah satu permasalahan dalam industri

kecil.

Di Jawa Timur, banyak ditanam berbagai varietas jagung, yang terdiri dari

varietas lokal maupun hibrida. Varietas lokal jagung antara lain lokal Madura, lokal

Putih dan lain-lain serta varietas kagung hibrida antara lain Pioner 7, Pioner 11, Bisi

2, Bisi 7 dan lain-lain. Jagung tersebut mempunyai komposisi dan warna biji yang

berbeda.

Tortila adalah jenis makanan kering yang porous dan mempunyai tekstur

renyah, bila dikunyah mempunyai bunyi gemeretak. Secara umum, seperti produk

pangan lainnya, mutu tortila ditentukan antara lain adalah oleh faktor kenampakan

(warna, ukuran), kerenyahan, rasa dan nilai gizi (Suhardjo, et al., 2001). Dengan

demikian, ada kemungkinan bahan baku jagung yang digunakan untuk pengolahan

dapat mempengaruji mutu produk tortila.

Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan

berbagai varietas jagung terhadap mutu produk tortila yang diperoleh. Hasil

pengkajian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengrajin tortila dalam

menggunakan bahan baku jagung yang baik.

Page 430: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

371

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan dalam pengkajian ini adalah jagung hubrida 4 (empat)

varietas, yaitu Pioner 7, Pioner 11, Bisi 2 dan Bisi 7, yang diperoleh dari petani di

Kediri dan 2 (dua) varietas lokal, yaitu Madura (dari Talango, Sumenep) dan Putih

(Senduro, Lumajang). Pengkajian dilakukan di laboratorium Pasca Panen BPTP

Jawa Timur pada tahun 2004.

Pelaksanaan pengkajian dilakukan dengan metode RAK (Rancangan Acak

Kelompok) dengan 3 kali ulangan. Sedangkan parameter yang diamati adalah

analisis proksimat (kadar air, protein, lemak dan abu) pada jagung sebelum dan

sesudah diolah menjadi tortila, kemudian juga kekerasan dan sifat organoleptik

(warna, kerenyahan, rasa). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan

sidik ragam. Sebagai panelis adalah para mahasiswa sebanyak 20 orang. Uji

organoleptik dengan menggunakan uji peferensi (kesukaan) dengan memberikan

skor 1 adalah sangat tidak suka dan skor 5 adalah sangat suka.

Pengolahan tortila pada pengkajian ini menggunakan cara sebagai berikut :

(Suhardjo et al., 2002).

1. Jagung sebanyak 0,250 kg dibersihkan, kemudian dicuci

2. Kemudian direndam dalam larutan kapur 3 % (90 g / 3 liter air) selama

semalam

3. Rendaman jagung direbus setengah masak (sekitar 1 jam), kemudian dicuci

sampai bersih

4. Jagung direbus kembali sampai masak (sekitar 2 jam)

5. Jagung masak ditiriskan, dalam keadaan masih panas dicampur dengan

bumbu-bumbu yang diinginkan, misal garam 1,25 % dan bawang putih 2 %..

6. Masih dalam keadaan panas/hangat, jagung digiling dengan alat penggiling

sampai lembut

7. Kemudian jagung yang sudah lembut dibuat lempengan-lempengan tipis

dengan alat pemipih.

8. Lempengan dikeringkan sebentar dibawah sinar matahari sampai lempengan

menjadi sekitar setengah kering (masih lunak)

9. Lempengan kemudian dipotong-potong denghan menggunakan gunting

dengan ukuran sekitar 2 x 3 cm.

10. Pengeringan dilanjutkan dibawah sinar matahari sampai kering.

11. Setelah kering, kemudian digoreng dan dikemas dengan plastik dengan

ukuran 0,08 mm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisik bahan baku

Hasil pengamatan bahan baku jagung menunjukkan, bahwa relatif ada

perbedaan antar varietas. Perbedaan terlihat pada kadar air, kadar protein dan

kadar abu. Namun perbedaan ini masih bersifat relati, mengingat kadar air yang

dikandung cukup banyak berbeda (Tabel 1).

Perbedaan kadar air sangat dipengaruhi pada proses pengeringan, sebelum

jagung dilakukan analisis. Pada pengkajian ini jagung diperoleh langsung dari

petani dan proses pengeringan dilakukan oleh petani.

Page 431: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

372

Berdasar pengamatan tersebut (Tabel 1), tampaknya jagung varietas Madura

mempunyai kadar protein yang tertinggi (11,24 %), sedangkan varietas Pioner 7

yang terendah (8,22 %). Demikian pula, warna biji jagung berbeda untuk setiap

varietas. Warna jagung pada umumnya mengandung warna oranye, kecuali pada

varietas jagung Putih yang berwarna putih.

Tabel 1. Komposisi dan warna biji beberapa varietas jagung

No. Varietas K. air

(%)

K.protein

(%)

k.lemak

(%)

K.abu

(%)

K,karbo-

hidrat (%) Warna biji

1. Pioner 7 12,86 8,22 3,24 1,06 74,62 Oranye

terang

2. Pioner 11 11,33 8,70 3,34 1,25 75,38 Oranye

3. Bisi 2 12,87 9,51 3,95 0,78 72,89 Kuning

oranye

4. Bisi 7 10,69 10,09 3,27 0,65 75,30 Kuning

oranye

5. Madura 8,10 11,24 3,88 1,16 75,62 Oranye

6. Putih 10,70 8,29 3,28 1,05 76,68 Putih

Karateristik hasil tortila

Hasil pengamatan sifat kimia tortila yang dihasilkan menunjukkan bahwa

varietas jagung yang digunakan untuk bahan baku, berpengaruh nyata terhadap

komposisinya, yaitu pada kadar protein dan kadar lemak (Tabel 2).

Hasil pengamatan tersebut di atas menunjukkan bahwa kadar protein

tertinggi pada tortila yang berbahan baku varietas Madura (7,68 %). Demikian pula

kadar lemak tertinggi juga pada tortila berbahan baku varietas Madura (19,04).

Kadar minyak/lemak yang tinggi ini juga menunjukkan bahwa tortila berbahan

baku varietas Madura cukup banyak menyerap minyak sewaktu penggorengan.

Pada varietas lokal Putih-pun tampaknya juga banyak menyerap minyak sewaktu

dalam penggorengan (18,92 %)

Tabel 2. Hasil pengamatan komposisi tortila setelah digoreng.

No. Varietas K. air

(%)

K.protein

(%)

k.lemak

(%)

K.abu

(%)

1. Pioner 7 1,84 a 6,75 bc 16,18 b 2,26 a

2. Pioner 11 1,91 a 6,85 cd 16,18 b 2,19 a

3. Bisi 2 1,89 a 6,44 a 15,75 a 2,43 a

4. Bisi 7 1,77 a 6,58 ab 15,84 ab 2,25 a

5. Madura 1,97 a 7,68 e 19,04 c 2,23 a

6. Putih 1,90 a 7,33 d 18,92 c 2,37 a Catatan: Huruf pada kolom yang sama, yang diikuti huruf (a,b,c,d,e) yangsama,

tidak menunjukkan beda yang nyata pada uji Duncan α 5 %.

Page 432: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

373

Hasil pengamatan penggunaan beberapa varietas menunjukkan bahwa hasil

tortila yang diperoleh berbeda yata pada kekerasan, kerenyahan dan warnanya.

Namun terhadap rasa, panelis tidak memberikan pebedaan yang nyata (Tabel 3).

Angka kekerasan semakin tinggi menunjukkan bahwa produk tortila semakin

keras. Pada tingkat kekerasan tertentu, orang mengatakan renyah, keras atau

lembek. Kekerasan tertinggi diperoleh pada varietas Pioner 11 (1,53 g/cm2) dan

terendah pada lokal Putih (0,83 g/cm2), dan ternyata panelis memilih varietas Pioner

dan Madura yang kerenyahannya disukai. Padahal kekerasan varietas Madura

(1,23 g/cm2) lebih kecil dari pada varietas Pioner 7 (1,33 g/cm2), tetapi ternyata

panelis lebih menyukai kerenyahan varietas Madura.. Seseorang menyatakan

produk kripik itu renyah adalah bila dikunyah mudah patah, timbul bunyi, dan ada

kaitannya dengan kadar air (Vickers, 1979.

Tabel 3 Hasil pengamatan organoleptik dan kekerasani tortila setelah

digoreng.

No. Varietas Kekerasan

(g/cm2)

Kerenyahan

(skor)

Warna

(skor)

Rasa

(skor)

1. Pioner 7 1,33 d 2,95 a 2,60 b 2,7 a

2. Pioner 11 1,53 e 3,40 b 3,75 c 3,1 a

3. Bisi 2 1,13 b 3,25 a 4,30 d 2,9 a

4. Bisi 7 1,43 e 3,20 a 3,55 c 3,1 a

5. Madura 1,23 c 3,85 b 3,30 c 2,9 a

6. Putih 0,83 a 3,35 ab 1,80 a 2,9 a Catatan: Huruf pada kolom yang sama, yang diikuti huruf (a,b,c,d,e,f,) yang sama, tidak

menunjukkan beda yang nyata pada uji Duncan α 5 %. Skor 1 = sangat tidak suka ;

skor 5 = sangat suka.

Hasil uji warna tortila menunjukkan bahwa panelis sangat menyukai varietas

Bisi 2 (skor 4,30). Hal ini menunjukkan bahwa panelis sangat menyukai warna

yang kuning oranye, sesuai dengan warna biji jagung Bisi 2 sebelum diolah (Tabel 1).

Namun ternyata panelis menyatakan tidak ada perbedaan rasa tortila dari semua

perlakuan varietas.

KESIMPULAN

1. Komposisi dan warna biji jagung yang digunakan untuk bahan baku tortilla

mempunyai perbedaan untuk setiap varietas.

2. Varietas jagung berpengaruh nyata terhadap kadar protein, lemak, kekerasan,

kerenyahan dan warna tortila yang dihasilkan.

3. Kadar protrein dan lemak tertinggi diperoleh pada varietas Madura, yaitu

sebesar 7,68 % dan 19,04 %. Sedangkan kekerasan dan kerenyahan tertinggi

pada Pioner 11 (1,53 g/cm2 dan skor 2,40) dan warna yang disukai oleh panelis

adalah Bisi 2 (skor 4,30).

4. Varietas jagung tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air (1,77-1,97 %),

kadar abu (2,19-2,43 %) dan rasa (skor 2,7-3,1).

Page 433: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

374

DAFTAR PUSTAKA

Ainuri, M dan A.D. Guritno. 1996. Opimasi Model Penyediaan Bahan Baku pada

Indusi Kecil Kelompok Pangan Produk Unggulan di DIY. Agritech 16 (4) :

23-29

Harjono. 1999. Teknologi pengolahan beberapa jenis pangan produksi local di

pedesaan Jwa Timur. Makalah pada Gelar Teknologi Pengolahan Pangan

Lokal. Kanwil Jawa Timur. Surabaya, 9 Nopember 1999.

Harjono. 2001. Rekayasa pengolahan pengganti beras. Fakultas Teknologi

Pertanian Brawijaya.

Husodo, S.Y. 2003. Pemberdayaan Petani dalam Era Pasar Bebas. Makalah pada

Seminar NasiomalDaya Saing Sektor Pertanian Memasuki Era AFTA 2003.

Sewindu BPTP Jatim. Malang, 4 Juni 2003.

Lukmanto, A. 1996. Tuntutan konsumen dalam Negeri terhadap Mutu Produk

Pangan. Agritech 16 (4) : 1-6

Mudjisihono, R., S. J. Munarso dan Sutrisno. 1993. Pascapanen dan pengolahan

jagung. Bull. Teknik. Sukamandi. No.1. Subang.

Suhardjo, Suhardi, S.R. Soemasono, Yuniarti dan W. Istuti. 2001. Pengkajian

Teknologi Pengolahan Hasil Tanaman Pangan di Pedesaan. Prosiding

Seminar dan Ekspose BPTP Jawa Timur. PSE. Bogor. Hal. 457-487.

_______, Suhardi dan Bonimin. 2002. Rakitan Teknologi Pengolahan Tortila

Jagung. Petunjuk Teknis. BPTP Jawa Timur.

________, Suhardi, W. Istuti dan Yuniarti. 2003. Pengkajian Teknologi Pengolahan

dan Pengembangan Tortila di Pedesaan. Prosiding Seminar dan Ekspose

Teknologi BPTP Jawa Timur. PSE. Bogor. Hal. 728-732.

Susanto, T. 2002. Peningkatan mutu dan nilai tambah produk hasil pertanian yang

berkerakyatan. Makalah pada Ekspose dan Seminar Nasional Mekanisasi

Pertanian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Malang, 28 Juli-1

Agustus 2002.

Vickers, Z. 1979. Cripness and Crunchiness of Food Texture and Rheology.

Academic Press London.

Page 434: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

375

APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN TORTILA JAGUNG

PADA SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA PETANI

Yuniarti*), Endah R*)., Suhardi*) dan Pudji Santoso*)

ABSTRAK

Tujuan pengkajian adalah menumbuh-kembangkan secara komersial usaha

pengolahan tortila jagung pada skala industri rumah tangga petani, untuk

mendukung pemgembangan agroindustri pedesaan di kabupaten Blitar. Pengkajian

dilakukan di desa Birowo, kecamatan Binangun, kabupaten Blitar pada bulan Januari

sampai dengan Desember 2004 melalui tahapan 1) Aplikasi teknologi pengolahan

tortila oleh perajin, 2) Penggunaan alat pengering sederhana, 3) Evaluasi dan

perbaikan mutu hasil tortila, serta 4) Rintisan dan pengembangan pasar. Pengamatan

dilakukan terhadap mutu hasil tortila, beban tenaga kerja, biaya produksi pengolahan

tortila, dan tujuan serta serapan pasar. Hasilnya menunjukkan, bahwa pembuatan

tortila jagung oleh tani-wanita telah dapat dilakukan dengan hasil yang memuaskan.

Tortila goreng mempunyai daya simpan 2 minggu dalam kantong plastik polietilen

tebal 0,05 mm tanpa perubahan mutu. Penggunaan alat pengering sederhana untuk

mengeringkan tortila sangat membantu dalam musim penghujan, dengan mutu hasil

tortila sama dengan yang dijemur. Tujuan pemasaran hasil tortila adalah Malang,

Batu, Surabaya, Sidoarjo dan Denpasar, Bali. Keuntungan yang diperoleh tani-wanita

selama setahun sebesar Rp. 2.469.200,- dari hasil produksi tortila goreng sebanyak 170

kg.

Kata kunci : Tortila jagung, industri rumah tangga, mutu hasil, pemasaran.

ABSTRACT

The aim of the assessment was to grow and develop corn-tortilla processing

industry commercially, to support the development of village-agroindustry in Blitar

regency. The assessment was done in Birowo village, Binangun district, Blitar regency

from January until December 2004 through some activity steps such as 1) Application

of the tortilla processing technology by the women farmers, 2) The use of simple drier,

3) Evaluation and product quality improvement, and 4) Marketing initiation and

development. Observation was done on product quality, working load of the labour,

production cost of tortilla processing, and market destination and quantity of the

product. The result showed, that corn-tortilla which produced by the women farmers

was marketable and had good quality. Fried tortilla can be stored as long as 3 weeks in

0.05 mm thickness polyethylene bag without any quality change. The use of simple

drier was very helpful during the rainy season and the product quality was same with

those using sun shine. Market destination were to Malang, Batu, Surabaya, Sidoarjo

and Denpasar, Bali. The profit received by the women farmers was Rp. 2,469,200.- per

year for 170 kg of fried tortilla which was produced.

Key words: Corn-tortilla, home-industry, product quality, marketing.

_______________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 435: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

376

PENDAHULUAN

Pembangunan industri pengolahan pangan pada dasarnya ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan produk pangan masyarakat dengan mutu terjamin dan harga

yang kompetitif, disamping meningkatkan nilai tambah dan ekspor serta

memperluas kesempatan berusaha dan bekerja (Sutardi, 1996). Kegiatan

agroindustri adalah kegiatan-kegiatan yang meliputi pengolahan komoditas

pertanian sebagai bahan baku menjadi bahan olahan jadi atau setengah jadi.

Disamping sebagai produsen komoditas hortikultura di Jawa Timur,

kabupaten Blitar juga dikenal sebagai penghasil komoditas tanaman pangan, antara

lain adalah jagung. Hasil panen jagung di wilayah ini masih belum dimanfaatkan

dengan baik. Peningkatan nilai tambah jagung menjadi produk olahan yang

bermutu akan dapat meningkatkan pendapatan petani serta membuka peluang

bekerja bagi masyarakat setempat.

Tortila adalah salah satu jenis keripik berbahan baku jagung yang mudah

dibuat dengan biaya yang murah. Rakitan teknologi pengolahan tortilla sudah

dihasilkan BPTP Jawa Timur dan teknologi ini sangat sesuai untuk diadopsi dan

dikembangkan dalam usaha komersial skala rumah tangga oleh kelompok tani-

wanita di pedesaan.

Pada tahun 2002, di desa Birowo kecamatan Binangun, Blitar telah dilakukan

sosialisasi dan pelatihan rakitan teknologi pengolahan tortilla jagung hasil BPTP

Jatim kepada ibu-ibu anggota kelompok tani-wanita “Mawar Putih” dibantu oleh

salah satu LSM setempat (Retnaningtyas, et. al., 2002). Pengkajian ini merupakan

lanjutan dari pengkajian yang telah dilakukan pada tahun 2002 di desa Birowo

tersebut dengan tujuan menumbuh-kembangkan usaha pengolahan tortila jagung

pada skala industri rumah tangga dengan memanfaatkan keterampilan yang telah

diperoleh ibu-ibu menjadi usaha komersial yang dapat menambah penghasilan

keluarga.

BAHAN DAN METODE

Pengkajian dilakukan di desa Birowo, kecamatan Binangun, kabupaten Blitar

pada bulan Januari sampai dengan Desember 2004 yang merupakan lokasi

pengkajian BPTP Jawa Timur tahun 2002. Tahapan pengkajian meliputi 1) Aplikasi

teknologi pengolahan tortila oleh tani-wanita, 2) Penggunaan alat pengering

sederhana, 3) Evaluasi dan perbaikan mutu hasil tortila, serta 4) Rintisan dan

pengembangan pasar. Pengamatan dilakukan terhadap mutu hasil tortila, beban

tenaga kerja, biaya produksi pengolahan tortila serta tujuan dan serapan pasar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rakitan Teknologi

Rakitan teknologi BPTP Jawa Timur yang telah dilatihkan kepada kelompok

tani- wanita di desa Birowo pada tahun 2002 adalah sebagai berikut.

Page 436: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

377

Jagung pipilan bersih

Rendam dalam air kapur 24 jam

Rebus 1/2 matang

Cuci dan hilangkan kulitnya

lalu rebus lagi sampai matang

Giling sampai lembut dan tambah bumbu

Pipihkan dan jemur 1/2 kering

Potong sesuai selera

dan jemur sampai kering, goreng

Tortila goreng

Bagan 1. Rakitan Teknologi Pengolahan Tortila Jagung Hasil BPTP Jawa Timur.

Rakitan teknologi tersebut sudah dapat diadopsi oleh ibu-ibu anggota

kelompok „Mawar Putih” dengan hasil yang cukup baik namun saat itu hasilnya

masih digunakan untuk konsumsi sendiri.

Evaluasi Hasil Olah dan Modifikasi Proses

Aplikasi rakitan teknologi oleh anggota kelompok telah dilakukan dan

hasilnya telah dicoba untuk dipasarkan. Selama proses berproduksi, selalu

dilakukan pengamatan mutu hasil dan perbaikan-perbaikan dalam upaya

meningkatkan mutu kenampakan, kerenyahan dan rasa. Hasil penelitian

menunjukkan, bahwa untuk menambah kerenyahan hasil tortila, perlu pemberian

5% tepung tapioca dari berat bahan baku yang digunakan (Yuniarti dan Adinda,

2005). Selanjutnya, disepakati untuk menambah komponen tepung tapioka pada

bahan jagung yang telah dihaluskan sebanyak 5% berat jagung yang digunakan.

Bagan teknologi modifikasi tersebut menjadi seperti Bagan 2.

Page 437: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

378

Jagung pipilan bersih

!

Direndam dalam air kapur 24 jam

!

Langsung direbus sampai setengah matang (sekitar ¾ - 1 jam)

!

Cuci bersih, buang kulitnya

!

Rebus sampai matang (sekitar ¾ - 1 jam)

!

Tepung tapioca 5% berat jagung, bawang putih, garam, bumbu masak

secukupnya,

campurkan dengan jagung matang

!

Giling sampai halus (kira-kira 8 x penggilingan), pipihkan

!

Dikeringkan sampai setengah kering

!

Dipotong persegi panjang (ukuran 1,5 cm x 4 – 5 cm)

!

Dikeringkan sampai kering, digoreng

!

Tortila goreng

Bagan 2. Modifikasi Pengolahan Tortila Jagung Teknologi BPTP Jatim.

Rendemen hasil tortila jagung dengan teknologi modifikasi disajikan seperti

bagan 3 berikut.

Jagung pipilan kering

100%

!

Ditambah tepung tapioca 5% dan bumbu lainnya

!

Tortila kering (krecek)

77 - 78%

!

Tortila goreng

98 - 99%

Bagan 3. Rendemen Berat Pengolahan Tortila Jagung Teknologi Modifikasi BPTP.

Mutu Hasil Olah dan Daya Simpan Tortila

Mutu hasil olah tortila yang dibuat kelompok tani-wanita setelah disimpan

selama 3 minggu seperti pada Tabel 1 dan 2 berikut.

Page 438: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

379

Tabel 1. Mutu hasil tortila setelah 3 minggu dalam kantong plastik polietilen tebal

0,05 mm disimpan dalam suhu ruang

Parameter pengamatan Hasil

Warna Tetap, tidak berubah

Rasa Mulai berubah, karena tekstur kurang renyah

Aroma Tetap, tidak berubah

Ketengikan Tidak tengik

Tekstur/Kerenyahan Mulai melempem/Kurang renyah

Aroma plastic Tidak terasa

Tabel 2. Daya simpan tortila dalam kantong plastik polietilen tebal 0,05 mm

disimpan dalam suhu ruang

Lama penyimpanan

(minggu)

Hasil

2 Keadaan masih baik, masih renyah, rasa dan

warna tidak berubah

4 Tekstur melempem, rasa berubah tidak enak

Berdasarkan Tabel 1 dan 2 maka untuk memasarkan tortila harus diingat

untuk mengganti pasokan setelah 2 minggu dari saat pembuatannya. Dengan

demikian, pemasaran tortila dengan plastic polietilen tebal 0,05 mm mempunyai

batas kadaluwarsa 2 minggu setelah tanggal pembuatan. Perbaikan daya simpan

dapat dilakukan dengan penggunaan kemasan yang lebih tebal, yaitu 0,08 mm.

Penggunaan Alat Pengering Sederhana

Sebagai upaya mempertahankan kontinyuitas produksi selama musim

penghujan, maka dilakukan uji coba penggunaan alat pengering sederhana untuk

mengeringkan tortila yang biasanya menggunakan sinar matahari. Spesifikasi alat

pengering yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Spesifikasi pengering sederhana untuk mengeringkan tortila

Uraian Spesifikasi

Badan alat Panjang 3,50 m

Lebar 1,00 m

Tinggi 1,50 m

Kipas angin (blower)

Daya 65 Watt

Voltage 220 V

Bahan Besi

Sumber panas Alat Kompor tekan

Bahan bakar Minyak tanah

Kapasitas Ruang pengering Tortila basah dari 10 kg bahan baku

jagung pipilan

Rak pengering 20 buah, masing-masing memuat +

800 gr tortila basah

Page 439: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

380

Alat ini terdiri dari empat komponen, yaitu kompor tekan minyak tanah

sebagai sumber panas, ruangan pemanas yang berisi pipa-pipa besi yang langsung

berhubungan dengan kompor dan cerobong asap, ruangan pengering yang berisi rak-

rak tempat meletakkan tortila yang akan dikeringkan dan blower yang digunakan

untuk mendorong udara yang telah dipanaskan masuk ke dalam ruangan

pengering.

Perbandingan rendemen hasil tortila dari proses yang menggunakan alat

pengering tidak berbeda jauh dengan tortila dari proses yang menggunakan sinar

matahari, seperti disajikan pada Tabel 4 berikut. Demikian pula mutu hasilnya

(Tabel 5). Dengan rendemen dan mutu yang relatif sama, penggunaan alat

pengering ini akan sangat membantu pada musim penghujan, dimana kontinyuitas

produksi sangat dibutuhkan pada saat pasar sudah terbentuk.

Tabel 4. Rendemen hasil tortila yang diolah dengan alat pengering dan dengan sinar

matahari

Tahapan Persentase Berat Hasil Dibandingkan Berat Bahan

Baku Jagung Pipilan (%)

Bahan Baku Alat Pengering Sinar Matahari

Jagung Pipilan 100 100

Jagung pipilan

ditambah tepung dan

bumbu-bumbu

185 183

Setengah kering, siap

dipotong

125 124

Kering* (bentuk

krecek)

76 76,5

Matang (goreng) 99 99,5 * Kriteria kering secara fisik: Rapuh, mudah dipatahkan, jika digesekkan berbunyi gemerisik.

Tabel 5. Mutu hasil tortila yang diolah dengan alat pengering dan dengan sinar

matahari

Parameter Hasil Evaluasi*

Tortila Mentah (krecek) Tortila Matang (goreng)

Pengamatan Alat

Pengering

Sinar

Matahari

Alat

Pengering

Sinar

Matahari

Warna Kuning cerah,

bening, lebih

merata

Kuning cerah,

bening

Kuning cerah,

bersih

Kuning

cerah, bersih

Tekstur Sangat

renyah,

mudah

dipatahkan

Renyah,

mudah

dipatahkan

Renyah Renyah

* Bahan baku yang digunakan jagung BISI 9.

Page 440: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

381

Alokasi Waktu, Kapasitas Bahan Baku/Produksi dan Denyut Nadi Pekerja

Waktu yang dibutuhkan oleh tenaga kerja wanita untuk mengolah tortila,

kapasitas bahan baku/produksi dan denyut nadi pekerja pada masing-masing

tahapan proses disajikan pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Alokasi waktu, kapasitas bahan baku/produksi dan denyut nadi pekerja

pada masing-masing tahapan pengolahan tortila

Tahapan Pengolahan

Alokasi Waktu dan

Kapasitas Produksi per

Tahapan Proses

Denyut Nadi Pekerja

Wanita Setelah Melakukan

Pekerjaan (kali/menit)

Perendaman jagung

pipilan

24 jam -

Perebusan 2 jam -

Penggilingan 30 menit/2 kg bahan

baku jagung pipilan

basah/2 orang tenaga

wanita

95

Pemipihan 60 menit/2 kg bahan

baku jagung pipilan/2

orang tenaga wanita

77

Pengeringan awal 20 menit penjemuran,

15 menit dengan alat

pengering suhu 55° –

60° C

-

Pengguntingan 5 menit/500 gr tortila

siap potong/3 orang

tenaga kerja wanita

90

Pengeringan akhir 120 menit penjemuran,

90 menit dengan alat

pengering suhu 55° –

60° C

-

Penggorengan 15 menit/500 gr tortila

kering

90

Saat pekerjaan selesai 80

Dari Tabel 6 diketahui, bahwa tahapan proses yang memerlukan banyak

biaya adalah perebusan, yang memakan waktu total 2 jam yaitu perebusan awal

untuk memudahkan pemisahan kulit ari dan perebusan akhir untuk melunakkan

jagung sehingga siap untuk digiling. Dengan waktu yang lama ini biaya bahan bakar

menjadi tinggi. Denyut nadi pekerja setelah melakukan masing-masing tahapan

pekerjaan berkisar antara 77 – 95 kali/menit. Hal ini menunjukkan, bahwa beban

pekerjaan yang ditanggung pekerja masih termasuk golongan ”ringan”, bukan beban

pekerjaan ”berat”. Denyut nadi yang termasuk golongan beban pekerjaan ”berat”

adalah 125 – 150 kali/menit (Granjean, 1985).

Page 441: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

382

Rintisan dan Pengembangan Pasar

Setelah dilakukan perbaikan mutu melalui modifikasi proses, maka dilakukan

pengembangan pasar dengan cara mempromosikan dan menitipkan hasil tortilla di

warung/toko/kios wisata di sekitar lokasi pengkajian maupun di kota besar lainnya.

Uang hasil penjualan akan diambil dan tortila yang baru akan disetor 10 – 13 hari

kemudian. Dalam pengembangannya, ternyata banyak pedagang yang mengambil

tortila mentah untuk dijual lagi di kota-kota besar dan tujuan wisata, baik dalam

bentuk mentah maupun goreng. Pemasaran mengalami peningkatan, terlihat pada

Tabel 7 dan 8.

Tabel 7. Hasil Rintisan Pasar pada Bulan I dan II Awal Pemasaran

Bulan Lokasi

Jumlah dan

jenis tempat

penjualan

Jumlah

terjual/

bulan

(bungkus)

Rata-rata

penjualan/tempat

/bulan (bungkus)

Agustus 2004 Sekitar lokasi 5 (warung dan

toko)

74 14,8

Blitar 1 (toko) 8 8

Malang 1 (agrowisata) 20 20

Surabaya 1 (warung) 40 40

September

2004

Sekitar lokasi 6 (warung dan

toko)

108 18

Blitar 1 (toko) 19 19

Malang 1 (agrowisata) 23 23

Surabaya 1 (warung) 40 40

Oktober 2004

(sampai

tengah bulan)

Sekitar lokasi 6 (warung dan

toko)

31 -

Blitar 1 (toko) 5 -

Malang 2 (warung) 17 -

Surabaya 1 (warung) 40 -

Tabel 8. Hasil Pengembangan Pasar pada Bulan September 2005

Lokasi Jumlah dan jenis

tempat penjualan

Jumlah terjual

matang

(bungkus/bulan)

Jumlah terjual

mentah (kg)

Blitar 2 (toko dan instansi) 20 -

Malang 6 (toko dan warung) 20 8

Batu Sentra agribisnis 10 2

Surabaya Agroklinik - 2

Sidoarjo 1 (pedagang) - 5,5

Bali 1 (pedagang) - 3

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi usaha tortila jagung per kelompok per tahun di desa Birowo,

Binangun, Blitar disajikan pada Tabel 9.

Page 442: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

383

Tabel 9. Analisis ekonomi usaha tortila jagung per kelompok per tahun di Desa

Birowo, Binangun, Blitar*

Uraian Fisik Nilai satuan

(Rp.) Nilai (Rp.)

Jagung pipilan kering 9 kg 1.500 13.500

Tepung tapioca 0,375 kg 8.000 3.000

Bawang putih, garam - - 7.500

Bensin untuk diesel 1,5 lt 6.000 9.000

Minyak goreng 3,5 kg 5.500 19.250

Kayu bakar 12 ikat 500 6.000

Plastik kemasan 150 lb 100 15.000

Tenaga kerja (2 orang ibu) 36 jam 1.000 36.000

Jumlah biaya produksi/kelompok/

3 x proses**

109.250

Produksi/kelompok/ 3 x proses** 6,3 kg krecek

Produksi/kelompok/ 3 x proses** 8,01 kg tortilla

matang atau

150 bungkus

1.500/bungkus 225.000

Keuntungan/kelompok/3 x

proses**

115.750

Jumlah biaya produksi/kelompok

/bulan

291.350

Jumlah produksi/kelompok/bulan 21,.36 kg

tortila matang

atau 400

bungkus

1.500/bungkus 600.000

Keuntungan/kelompok/bulan 308.650

Jumlah biaya

produksi/kelompok/tahun

2.330.800

Jumlah

produksi/kelompok/tahun

170,88 kg

matang atau

3.199 bungkus

1.500/bungkus 4.800.000

Keuntungan/kelompok/tahun 2.469.200 * Rendemen hasil: Jagung pipilan 100% - tortilla matang 98%.

** Proses produksi dengan bahan baku 3 kg jagung pipilan dapat diselesaikan dalam sehari (6 jam) oleh 1

kelompok yang terdiri dari 2 orang ibu.

***Per tahun berproduksi 64 x (2x/minggu, 8x /bulan, 64x/tahun), biaya produksi termasuk penyusutan

alat/tahun.

KESIMPULAN

Teknologi pengolahan tortila jagung telah diadopsi oleh kelompok tani-wanita

di desa Birowo, kecamatan Binangun, kabupaten Blitar. Tortila goreng mempunyai

daya simpan 2 minggu dalam kantong plastik polietilen tebal 0,05 mm tanpa

perubahan mutu. Penggunaan alat pengering sederhana untuk mengeringkan tortila

sangat membantu dalam musim penghujan, dengan mutu hasil tortila sama dengan

tortila yang dikeringkan dengan sinar matahari. Tujuan pemasaran hasil tortila

adalah Malang, Batu, Surabaya, Sidoarjo dan Denpasar, Bali. Keuntungan yang

diperoleh tani-wanita selama setahun sebesar Rp. 2.469.200,- dari hasil produksi

tortila goreng sebanyak 170 kg.

Page 443: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

384

DAFTAR PUSTAKA

Granjean, E., 1985. Fitting the Task to the Man. An Ergonomic Approach. Taylor and

Francis (Printers) Ltd., London.

Retnaningtyas, E., S. Sumarsono, Yuniarti, Zainal Arifin, Baswarsiati, Wigati I.,

2002.

Pengkajian Peningkatan Pemberdayaan Wanita Pedesaan dalam Usaha Pengolahan

Hasil Pertanian. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Jatim. BPTP Jatim,

Malang.

Sutardi, 1996. Peranan Teknologi Pengolahan Dalam Era-Pengembangan

Agroindustri.

Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian Agritech vol. 16 (4): 7 – 13.

Yuniarti dan Adinda T., 2005. Penentuan Varietas Jagung dan Jenis Tepung

Tambahan Terbaik Dalam Pembuatan Tortila Jagung. BPTP Jawa Timur,

Malang (belum dipublikasi).

Page 444: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

385

PENGKAJIAN INOVASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN

TEPUNG KASAVA

Suhardi*), Suhardjo*), Yuniarti*), F. Kasijadi*), W. Istuti*), Al. Budijono*),

Jumadi*) dan Bonimin*)

ABSTRAK

Tepung merupakan bentuk hasil olahan setengah jadi yang lebih cocok untuk

mengawetkan umbi-umbian sumber karbohidrat, dengan beberapa keuntungan

antara lain memperpanjang masa jual, menghemat ruang simpan, mempermudah

transportasi dan meningkatkan nilai guna. Tepung kasava dengan sebutan tepung

biskuit, sudah mulai dikenal masyarakat meskipun dalam jumlah terbatas.

Keragaman bentuk produk olahan dari tepung kasava diharapkan akan dapat

memberikan peningkatan nilai tambah dan akan menumbuhkan agroindustri di

pedesaan. Pengkajian bertujuan untuk menumbuhkan kawasan agroindustri tepung

kasava beserta produk olahannya dan mendapatkan altenatif teknologi pengolahan

tepung kasava yang efektif dan efisien. Pengkajian dilakukan pada tahun 2004.

Lokasi pengkajian kecamatan Pagak, kabupaten Malang, kecamatan

Tanggunggunung, kabupaten Tulungagung dan kecamatan Maospati, kabupaten

Magetan. Untuk mendapatkan teknologi pengolahan tepung kasava yang lebih

efektif dan efisien, dilakukan dengan beberapa cara pengolahan tepung kasava,

yaitu teknologi anjuran; teknologi anjuran tanpa dipres; pengolahan gaplek dengan

ubikayu yang telah dikupas dicuci, dibelah, dikeringkan, ditepungkan; gaplek dari

petani dicuci, dikeringkan kemudian ditepungkan; dan penepungan gaplek petani.

Pengolahan tepung dilakukan pada saat panen raya ubikayu. Pengkajian

menunjukkan bahwa secara fisik tepung kasava dengan beberapa cara pembuatan,

dengan teknologi anjuran memiliki warna yang paling putih. Tepung kasava yang

diperoleh diolah menjadi bentuk kerupuk dengan campuran tepung jagung atau

tapioka, dan tanpa campuran. Pengolahan menjadi kue basah dan kering

memerlukan campuran dengan terigu. Kerupuk dengan campuran tepung jagung

atau tapioka mempunyai mutu yang lebih baik daripada tanpa campuran dilihat

dari warna, aroma, tekstur dan rasa. Tepung yang berasal dari gaplek (dicuci dan

tanpa dicuci) yang telah disimpan tiga bulan untuk pembuatan kerupuk, dengan

campuran tepung jagung menunjukkan warna kerupuk yang agak coklat sampai

coklat tua, tekstur keras, aroma apek bahkan ada rasa pahitnya. Harga tepung

dengan cara disawut Rp. 1300,-/kg, sedangkan dari gaplek Rp. 750,- sampai Rp. 800,-

/kg. Pemasaran tepung selain menjual sendiri juga mentitipkan produk kepada

pedagang dan perajin olahan aneka tepung. Tepung kasava yang diproses dengan

teknologi anjuran tanpa pengepresan, memberikan keuntungan tertinggi dibanding

dengan teknologi lainnya, di Tulungagung Rp.32.000,- dan di Malang Rp.50.000,-/ton

ubikayu segar.

Kata kunci : Ubikayu, tepung kasava, agroindustri, olahan

_______________ *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 445: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

386

ABSTRACT

Flour is a proper intermediate form of processed product to preserve

carbohydrate source tubers because it could lengthen the sale period, compact, easy

to be transported and value added generating. Cassava flour is commonly known as

biscuit flour although still in small quantity. The diversity of cassava flour base

processed product is expected to be able to increase the value added and development of

rural agroindustry. The purpose of the assessment is mainly to establish a cassava

flour agroindustry area and its derived products and to obtain more effective and

efficient alternative technologies. This assessment has been conducted in 2004 in

Pagak (Malang), Tanggunggunung (Tulungagung) and Maospati (Magetan). The

activities included a superimposed research applying several technologies such as

recommended technology; recommended technology without pressing; cassava flour

making using peeled, washed, split and dried cassava; cassava flour making using

farmers‟ washed cassava; and cassava flour making using farmers‟ cassava cake. Flour

processing was carried out during cassava harvesting season which were usually sold

for Rp.100 to Rp.150 per kg in all three areas. Physically, the flour produced by

recommended technology had the brightest white color. Further activities included

processing of cassava flour into various type of product, such as crackers which was

combined with corn flour and tapioca. Wheat flour was needed in cassava flour

processing into moist and dried cake. Cassava crackers made from corn flour and

tapioca mix showed better quality than those made from cassava flour alone in color,

taste, texture and flavor. Crackers made from Cassava flour made from farmers‟

cassava cake held in three months and mixed with corn flour was organoleptically

unacceptable. The selling price of cassava flour made from scrapped cassava was

Rp.1300,- per kg, while that made from cassava cake was Rp.750,- to Rp.800,- per kg.

Besides sold the product by themselves, the farmers‟ cassava flour was sold through

traders and various cake processors. The cassava made by recommended technology

(without pressing) has produced the highest profit, Rp.32,000 per ton fresh cassava in

Tulungagung and Rp.50,000 per ton fresh cassava in Malang.

Keywords : Cassava, cassava flour, agroindustry, processed product.

PENDAHULUAN

Produksi ubikayu nasional tahun 2000 mencapai sekitar 16 juta ton, produksi

Jawa Timur pada tahun yang sama mencapai 4.029.366 ton (Anonim, 2001). Produksi

ubikayu sebagian besar (77%) digunakan sebagai bahan pangan (Dimyati dan

Manwan, 1992 dalam Saleh dan Hartojo, 2001). Ubi kayu mempunyai kelemahan,

antara lain menempati ruang yang besar („bulky/volumeous‟), pada saat di panen

mengandung air tinggi (40-70%) sehingga mudah rusak/tidak tahan simpan, karena

selama 3 hari dalam suhu ruangan mutu ubi sudah menurun (Hartojo, dkk. 2001).

Petani di lahan kering utamanya di daerah marjinal, pada umumnya kurang

mampu, pendidikan dan penguasaan teknologi usahataninya masih rendah. Di

wilayah marjinal pada umumnya selain beras ubi kayu sebagai pangan pokok, namun

selain dikonsumsi dalam bentuk segar, penyimpanannya dalam bentuk gaplek atau

dibuat tiwul.

Tepung merupakan bentuk olahan setengah jadi (intermediate product) yang

sangat sesuai untuk mengawetkan umbi-umbian dan buah-buahan sumber

Page 446: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

387

karbohidrat. Beberapa keuntungan mengubah produk menjadi bentuk tepung, yaitu

memperpanjang daya simpan, menghemat ruang simpan dan mempermudah

transportasi, meningkatkan nilai guna karena bentuk tepung mudah diolah menjadi

berbagai jenis produk makanan, dan diformulasi menjadi tepung komposit (Widowati

dan Darmardjati, 1993), dalam upaya untuk meningkatkan gizi produk olahan

(Suhardi, dkk. 2002).

Tepung kasava yang sudah mulai dikenal masyarakat meskipun masih dalam

jumlah terbatas, karena beberapa hal antara lain masih banyak yang belum

mengetahui kegunaannya dan baru beberapa tempat tertentu yang sudah mulai

memproduksi dan menjual. Tepung kasava yang sudah disosialisasikan melalui

pertemuan-pertemuan atau pameran dan media elektronik mendapatkan respon

masyarakat cukup bagus (Suhardi, dkk. 2003).

Pengembangan tepung kasava diharapkan akan meningkatkan nilai rebut

tawar (bargaining position) dari petani. Petani dapat memperpanjang masa jual dan

akan memberikan nilai tambah ekonomi, sosial dan kegunaan. Dari sisi kegunaan,

bentuk tepung nilai gunanya lebih luas dibanding dalam bentuk segar, namun masih

diperlukan sosialisasi dan perluasan penyebaran ke sasaran rumah tangga dan

industri makanan berbahan baku tepung. Keragaman bentuk produk olahan dari

tepung ini diharapkan akan dapat memberikan peningkatan nilai tambah dan

menumbuhkan agroindustri di pedesaan.

Petani kasava di daerah pusat produksi, pada umumnya melakukan

pembuatan gaplek untuk memperpanjang daya simpannya sebagai cadangan bahan

makanan. Namun karena proses pembuatannya yang hanya dengan mengupas,

membelah ubikayu kemudian menjemur di lokasi penanaman, dan gaplek yang

dihasilkan mempunyai mutu yang kurang baik. Selain warna yang coklat kehitaman

karena tanpa pencucian, gaplek masih mempunyai kadar air yang cukup tinggi,

sehingga dalam waktu tiga bulan sudah menunjukkan adanya serangan hama.

Pemanfaatan gaplek tersebut utamanya untuk bahan baku tiwul sabagai makanan

dengan atau tanpa campuaran beras.

Bahan makanan dalam bentuk tepung secara komersial mempunyai prospek

yang baik untuk dikembangkan dalam sistem agroindustri (Damardjati, dkk., 1993).

Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian pengembangan produksi tepung kasava

dikombinasikan dengan aneka tepung atau bahan lainnya yang ada di lokasi setempat

sebagai bahan dasar pengembangan agroindustri tanaman terpadu.

Pengembangan/modifikasi paket teknologi pengolahan aneka tepung yang berasal dari

hasil penelitian sebelumnya maupun teknologi setempat yang sudah ada diharapkan

dapat memberikan nilai tambah bagi produk kasava.

Secara teknis, pembuatan tepung kasava dan pengolahan berbahan baku

tepung kasava baik tanpa maupun dengan tambhan tepung lainnya, anggota

kelompok tani merasa mudah untuk mengaplikasikannya. Permasalahan yang

dihadapi adalah pemasarannya, baik dalam bentuk tepung sendiri maupun hasil

olahannya. Tepung kasava yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi ini

mempunyai harga yang cukup tinggi yaitu Rp. 1.500,- per kilogram (Suhardi, dkk., 2003).

Tepung kasava yang sudah mulai beredar di pasar (lebih dikenal dengan tepung

biskuit) mempunyai harga yang lebih murah daripada tepung kasava hasil

pengkajian, meskipun beberapa komponen mutu antara lain aroma dan warna masih

lebih baik tepung kasava hasil pengkajian dan kandungan HCN masih di atas yang

Page 447: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

388

diijinkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Hal ini mengindikasikan bahwa teknologi

produksi tepung kasava yang direkomendasikan masih memerlukan peningkatan

efisiensi.

Pengkajian bertujuan untuk menumbuhkan kawasan agroindustri tepung

kasava beserta produk olahannya dan mendapatkan alternatif teknologi peroduksi

tepung kasava yang efektif dan efisien.

BAHAN DAN METODE

Pengkajian pengembangan agroindustri tepung kasava dilaksanakan di 3 (tiga)

daerah sentra produksi ubikayu yaitu 1. Desa Sumbermanjing Kulon, Kecamatan

Pagak – Kabupaten Malang, 2. Desa Tanggunggunung, Kecamatan Tanggunggunung

– Kabupaten Tulungagung dan 3. Desa Kraton, Kecamatan Maospati - Kabupaten

Magetan. Di masing-masing tersebut telah tersedia satu unit pengolahan tepung

kasava.

Pengembangan dirancang dengan pola plasma-inti, sebagai plasma adalah

kelompok tani/petani ubikayu dalam skala petani/rumah tangga yang memproduksi

sawut kering, sedangkan kelompok inti adalah skala industri, berfungsi sebagai inti

berperan menampung sawut kering, memproduksi dan memasarkan tepung kasava.

Apabila kelompok plasma ingin mengolah lebih lanjut menjadi hasil olahan dengan

bahan baku tepung kasava, kelompok plasma membeli tepung tersebut kepada

kelompok inti. Pemasaran produk bisa dilakukan sendiri atau melalui kelompok inti.

Apabila menurut kesepakatan dan agar produk yang keluar lebih seragam dengan

satu merek, pengolahan diharapkan menggunakan teknologi yang telah baku,

kelompok inti menampung produk olahan tersebut kemudian memberikan label.

Perakitan teknologi alternatif yang mampu mengurangi biaya produksi tepung

kasava perlu dilakukan. Untuk mendapatkan teknologi alternatif pengolahan tepung

kasava yang efisien dengan mutu baik dan dapat diterima pengguna. Rakitan

teknologi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Kode Proses pengolahan tepung kasava

1. ubikayu – kupas – cuci – sawut – pres – keringkan/jemur – ditepungkan

2. ubikayu – kupas – cuci – sawut – tanpa pres – dikeringkan/jemur –

ditepungkan

3. gaplek dari petani – dicuci – dikeringkan/jemur – ditepungkan

4. gaplek dari petani – ditepungkan

Metode evaluasi dilakukan dengan pengumpulan data dilakukan dengan

pengamatan terhadap mutu produk yang dihasilkan (pengamatan fisik dan kimia

tepung kasava), biaya input-output dan respon petani terhadap teknologi. Data mutu

produk yang diperoleh dengan mengamati secara obyektif (laboratorium) terhadap

kadar lemak, protein, abu dan secara subyektif (organoleptik) terhadap

kenampakan/warna, aroma, tekstur dan rasa. Data input-output (biaya produksi dan

perkiaraan harga jual atau pendapatan) diperoleh dengan menghitung penggunaan

bahan dan tenaga kerja serta wawancara dengan petani kooperator, sekaligus

informasi mengenai penerimaan teknologi (adopsi) yang diapresiasikan dan

diaplikasikan pada masing-masing lokasi pengkajian.

Kelompok tani sebagai kooperator adalah kelompok tani yang berada di wilayah

desa/kecamatan tersebut, masing-masing kecamatan diambil 1 (satu) kelompok tani

Page 448: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

389

yaitu satu kelompok tani sudah terpilih pada kegiatan tahun sebelumnya. Penentuan

kelompok tani ditentukan bersama petugas/penyuluh di lapangan. Masing-masing

kelompok tani kooperator terpilih terdiri atas sekurang-kurangnya 10 orang anggota.

Teknologi pengolahan berbahan baku tepung kasava menjadi aneka produk

olahan, dengan mengaplikasikan teknologi pengolahan yang sudah tersedia yang

dihasilkan melalui kegiatan percobaan-percobaan pendahuluan yang dilakukan di

labotaorium pasca panen Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur.

Teknolgi tersebut diinformasikan kepada kelompok tani, dan aplikasinya teknologi

yang dipilih ditentukan dengan kesepakatan bersama masing-masing kelompok

tani.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Di ke tiga lokasi pengkajian (Malang, Tulungagung dan Magetan), masing-

masing telah tersedia satu unit peralatan pengolahan tepung kasava. Semua

peralatan beroperasi dengan baik. Adopsi teknologi pengolahan tepung kasava bagi

anggota kelompok tidak mengalami kesulitan, bahkan beberapa anggota

menyatakan mudah untuk melakukan pengolahan dengan teknologi yang

dianjurkan. Secara kualitas tepung yang dihasilkan dengan mengapliksikan

teknologi anjuran mempunyai beberapa keunggulan, antara lain sudah memenuhi

standar mutu yang telah ditentukan oleh Satuan Nasianal Indonesia (SNI),

terutama bila dilihat dari warna, aroma dan kandungan HCN-nya.

Masalah yang muncul adalah dengan teknologi anjuran tersebut, terasa

masih memerlukan masukan (in-put) cukup tinggi, harga pokok tepung kasava juga

cukup tinggi (Rp. 1.500,- per kilogram), akibatnya tepung sulit untuk diterima

beberapa konsumen atau pengguna tepung untuk berbagai olahan dan belum

mampu bersaing di pasaran. Hal tersebut mungkin karena para konsumen tepung

sampai saat ini belum berorientasi kepada mutu tepung tetapi masih melihat

kepada harga yang lebih murah, di samping masih belum paham terhadap pengaruh

yang ditimbulkan oleh kandungan HCN pada tepung kasava yang berada diatas

batas yang diijinkan.

Pengkajian dilaksanakan, pada saat musim panen raya ubikayu, mulai

dipanen oleh petani/penebas, harga ubikayu rata-rata pada masing-masing lokasi

adalah sebagai berikut: di Sumbermanjing Kulon, Pagak, Malang dan di

Tanggunggunung, Tulungagung berkisar antara Rp. 100,- - Rp. 150,- per kilogram,

sedangkan di Magetan antara Rp. 150,- -Rp.250,- per kilogram.

Page 449: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

390

Tabel 1. Kandungan kimia tepung kasava dengan beberapa proses pengolahan (asal

Malang)

Perlakuan

Kadar (%) Kadar

HCN

(ppm) Air Abu Protein Lemak

Karbo-

hidrat Amilosa

ML-1 9,82 2,23 1,74 0,22 85,99 21,12 39,42

ML-2 9,95 2,13 1,67 0,22 86,03 20,56 46.28

ML-3 10,92 2,37 1,77 0,23 84,71 20,53 42,39

ML-4 12,34 2,24 1,54 0,17 83,71 22.24 61,39 Keterangan:

Ubikayu yang digunakan adalah jenis pahit

Kode Proses pengolahan tepung kasava

ML-1 ubikayu – kupas – cuci – sawut – pres – keringkan/jemur – ditepungkan

ML-2 ubikayu – kupas – cuci – sawut – tanpa pres – dikeringkan/jemur – ditepungkan

ML-3 gaplek dari petani – dicuci – dikeringkan/jemur – ditepungkan

ML-4 gaplek dari petani – ditepungkan

Dari pengamatan visual, tepung kasava yang berasal dari Malang dengan

proses pengolahan menggunakan teknologi anjuran (ML-1) menunjukkan bahwa

warna yang paling putih, diikuti oleh teknologi anjuran dengan sawut tanpa

diperlakukan pengepresan (ML-2) (setelah disawut langsung dikeringkan/dijemur

sinar matahari). Namun tepung ini masih nampak lebih putih daripada tepung yang

berasal dari gaplek yang diproduksi petani (ML-4), dicuci kemudian dikeringkan,

setelah kering baru digiling/ditepungkan. Tepung yang berasal dari gaplek petani

tanpa diberi perlakuan pencucian terlebih dahulu, menunjukkan warna tepung

nampak kurang putih dan bahkan ada sedikit aroma apek. Menurut pengakuan dari beberapa anggota kelompok tani di Tanggunggunung,

tepung dari gaplek yang disimpan agak lama (6 bulan setelah digiling) memberikan

bau apek dan bila dibuat olehan, terutama untuk kerupuk dan kue basah mempunyai

rasa agak pahit.

Komposisi kimia tepung seperti terlihat pada Tabel 1, dilihat dari kandungan

HCN-nya, ternyata tepung kasava dengan bahan baku ubikayu jenis pahit, perlakuan

perendaman dan pencucian harus dilakukan untuk menurunkan kandungan HCN-

nya. Dengan perlakuan tersebut kandungan HCN berada dibawah 40 ppm. Hal

tersebut telah sesuai dengan standar yang ditentukan SNI, yaitu 40 ppm.

Tabel 2. Kandungan kimia tepung kasava dengan beberapa proses pengolahan asal

Tulungagung

Perlakuan

Kadar (%) Kadar

HCN

(ppm) Air Abu Protein Lemak

Karbo-

hidrat Amilosa

TA-1 11,56 2,70 1,32 0,23 85,99 22,74 18,08

TA-2 11,61 2,43 1,62 0,21 84,72 21,71 26,78

TA-3 12,27 2,23 2,30 0,39 83,73 20,92 31,05

TA-4 11,11 2,10 1,35 0,27 84,88 20,70 36,18 Keterangan:

ubikayu yang digunakan adalah ubikayu jenis manis

Kode Proses pengolahan tepung kasava

TA-1 ubikayu – kupas – cuci – sawut – pres – keringkan/jemur – ditepungkan

TA-2 ubikayu – kupas – cuci – sawut – tanpa pres – dikeringkan/jemur – ditepungkan

TA-3 gaplek dari petani – dicuci – dikeringkan/jemur – ditepungkan

TA-4 gaplek dari petani – ditepungkan

Page 450: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

391

Pengamatan terhadap warna tepung yang berasal dari Tulungagung, warna

paling putih diperoleh dari tepung yang berasal dari gaplek petani yang langsung

ditepungkan (TA-5), diikuti oleh tepung yang diproses dengan menggunakan

teknologi anjuran (TA-1). Perlakuan dengan menggunakan teknologi anjuran tanpa

perlakuan pengepresan TA-2, TA–3 dan TA– 4, warna tepung tampak agak

kekuningan.

Kandungan HCN tepung kasava yang berbahan baku ubikayu jenis manis,

mempunyai kandungan HCN yang lebih rendah daripada tepung berbahan baku

ubikayu jenis pahit. Di samping jenis atau varietasnya, kandungan HCN dapat

dikurangi/dihilangkan dengan beberapa cara, yaitu: direndam dalam air,

dipanaskan, dipres dan difermentasikan (Suprapti, 2002), sehingga apabila tepung

kasava diproses dengan cara yang sama, yang membedakan adalah janis atau

varietas ubikayu tersebut. Di Tulungagung kebanyakan petani menanam ubikayu

adalah jenis manis, sehingga tepung yang diproses dengan cara dicuci, direndam,

disawut, dengan atau tanpa pengepresn, bahkan dari gaplek dicuci atau tanpa

dicuci, dilihat kandungan HCN-nya lebih rendah daripada tepung dari Malang dan

Magetan, dan masih memenuhi standar tepung kasava yang ditentukan oleh SNI

(Tabel 2).

Tabel 3. Sifat fisik tepung kasava asal Malang yang disimpan pada suhu ruang

Kode Lama penyimpanan

1 bulan 2 bulan 3 bulan 6 bulan

ML – 1 Warna putih, Warna putih, Warna putih, Warna putih,

ML – 2 Warna putih Warna putih Warna putih Warna putih

ML – 3 Warna putih Warna kurang

putih

Warna kurang putih,

aroma apek

Warna kurang

putih, aroma apek

ML – 4 Warna kurang

putih,

Warna kurang

putih,

Warna tidak putih

putih, aroma apek

Warna tidak putih,

aroma apek Keterangan:

Kode Proses pengolahan tepung kasava

ML-1 Malang. ubikayu – kupas – cuci – sawut – pres – keringkan/jemur – ditepungkan

ML-2 Malang. ubikayu – kupas – cuci – sawut – tanpa pres – dikeringkan/jemur – ditepungkan

ML-3 Malang. gaplek dari petani – dicuci – dikeringkan/jemur – ditepungkan

ML-4 Malang. gaplek dari petani – ditepungkan

Tepung yang dihasilkan sebagian dicoba untuk observasi pengolahan di

laboratorium untuk mendapatkan formulasi berbagai olahan, sedangkan yang

lainnya digunakan oleh anggota kelompok tani/koopertaor dan beberapa perajin

olahan berbahan baku tepung, untuk digunakan sebagai bahan untuk pengolahan

kue basah, kering dan kerupuk. Untuk mengetahui daya simpannya dilakukan

penyimpanan tepung pada suhu ruang. Penyimpanan dilakukan dengan cara

mengemas tepung dalam kantong plastik polipropilen dengan ketebalan 0,08 mm,

dengan bobot 1 kilogram tepung per kemasan.

Page 451: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

392

Tabel 4. Sifat fisik tepung kasava asal Tulungagung yang disimpan pada suhu ruang

Kode Lama penyimpanan

1 bulan 2 bulan 3 bulan 6 bulan

TA – 1 Warna putih, Warna putih, Warna putih, Warna putih,

TA – 2 Warna putih Warna putih Warna putih Warna putih

TA – 3 Warna putih Warna kurang

putih

Warna kurang

putih, aroma apek

Warna kurang

putih, aroma apek

TA – 4 Warna kurang

putih,

Warna kurang

putih,

Warna tidak putih

putih, aroma apek

Warna tidak putih,

aroma apek Keterangan:

Kode Proses pengolahan tepung kasava

TA-1 Tulungagung. ubikayu – kupas – cuci – sawut – pres – keringkan/jemur – ditepungkan

TA-2 Tulungagung. ubikayu – kupas – cuci – sawut – tanpa pres – dikeringkan/jemur –

ditepungkan

TA-3 Tulungagung. gaplek dari petani – dicuci – dikeringkan/jemur – ditepungkan

TA-4 Tulungagung. gaplek dari petani – ditepungkan

Analisis ekonomi dari beberapa paket teknologi pengolahan tepung kasava

ternayata dengan paket teknologi anjuran, dan teknologi anjuran dimodifikasi tanpa

pengepresan memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibanding dengan paket

teknologi produksi tepung yang lainnya (lampiran 1 dan 2).

Berdasarkan hasil uji organoleptik hasil olahan yang berbentuk kue basah

(seperti bolu gulung dengan segala variasinya) dan kering, tepung dari Tulungagung

lebih disukai daripada yang berasal dari Malang. Untuk kue kering baik dari

Malang maupun dari Tulungagung mempunyai penampilan/kenampakan dan rasa

yang sama, sedangkan terhadap tekstur panelis lebih menyukai kue kering dari

tepung kasava berasal dari Malang dan Magetan.

Tabel 5. Mutu kerupuk tepung kasava ditambah dengan tepung jagung hasil olahan

kelompok tani di Tulungagung

Perbandingan tepung kasava : tepung jagung 100 % tepung

kasava 1 : 1 1 : 2 1 : 3

Warna

mentah

Kuning cerah Kuning cerah Kuning

kecoklatan

Coklat muda

Warna

matang

Kuning

kecoklatan

Kuning

kecoklatan

Coklat sedikit

kuning

Coklat muda

Tekstur Renyah Renyah Agak renyah Sedikit keras

Aroma Tidak ada

aroma ubikayu,

jagung

Tidak ada

aroma ubikayu,

jagung

Tidak ada

aroma ubikayu,

jagung

Terasa khas

ubikayu

Rasa Enak Enak Enak Enak

Hasil olahan berupa kerupuk dari campuran tepung kasava dengan tapioka,

dengan perbandingan 1:1, tepung dari ke tiga lokasi pengkajian, mempunyai tingkat

kesukaan yang sama, bila dilihat dari warna, aroma, tekstur dan rasa kerupuk.

Page 452: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

393

Tabel 6. Mutu kimia kerupuk tepung kasava hasil olahan kelompok tani di

Tulungagung

Kandungan kimia Perbandingan tepung kasava : tepung jagung 100 %

tepung kasava 1 : 1 1 : 2 1 : 3

Kadar air 12,28 12,32 12,12 11,98

Kadar abu 2,78 2,66 2,42 1,57

Kadar protein 4,54 4,22 3,97 1,71

Kadar lemak 2,07 2,17 1,99 0,43

Kadar karbohidrat 78,33 78,63 79,29 84,31

Secara teknis beberapa anggota kelompok tani pada semua lokasi pengkajian

tidak mengalami masalah dalam aplikasi teknologi, dari anggota kelompok tani ada

satu sampai tiga orang yang sudah mempunyai pengalaman dan terampil dalam

pembuatan aneka kue. Tentunya hal ini merupakan modal bagi kelompok untuk bisa

membantu dalam sosialisasi pemanfaatan tepung kasava menjadi aneka bentuk

olahan, karena dalam aplikasi teknologi pengolahan kelompok dapat tukar menukar

pengalaman dan berlatih bersama untuk meningkatkan keterampilan masing-masing

anggota dan mutu hasil olahan lebih baik.

Mutu hasil olahan yang berupa kerupuk dengan tambahan tepung jagung,

mempunyai tampilan warna yang lebih menarik dibanding dengan kerupuk yang

tanpa tambahan tepung jagung, baik pada kerupuk mentah maupung setelah

digoreng. Ada kecenderungan bahwa semakin banyak tepung jagung yang

ditambahkan, kerupuk mempunyai warna yang kuning cerah dan mempunyai tekstur

yang lebih renyah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan:

Dari kegiatan pengembangan agroindustri tepung kasava ini dapat ditarik

kesimpulan bahwa :

1. Teknologi pengolahan tepung kasava yang dimodifikasi bisa menekan biaya

produksi tepung, tetapi karena mutu tepung yang lebih rendah daripada tepung

kasava dengan teknologi anjuran, harga jual tepung juga lebih rendah di lokasi

pengkajian Kabupaten Malang maupun Tulungagung

2. Pengolahan kerupuk dengan bahan baku tepung kasava yang dikompositkan

dengan tepung jagung memberikan mutu kerupuk yang lebih bagus dilihat dari

warna kerupuk (mentah dan matang), kerenyahan dan disukai konsumen.

3. Pemasaran tepung kasava kepada industri hasil olahan berbahan baku tepung

masih belum bisa berjalan lancar.

Saran:

Masih diperlukan sosialisasi yang terus menerus untuk mempercepat dan

memperluas tersebarnya informasi pemanfaatan tepung kasava.

DAFTAR PUSTAKA

Adyatna, M.O., M. Syam dan I. Manwan. 1994. Percepatan Proses Adopsi Teknologi.

Dalam Prosiding Kinerja Penelitian Tanaman pangan. Buku I: 183-189

Page 453: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

394

Anonimous. 1994. Pasca Panen Untuk Agroindustri: Pengembangan model

agorindustri pedesaan terpadu di daerah Wonogiri. Lap. Pen. Tim Koordinasi

Penelitian Pasca Panen, Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Damardjati, D.S., S. Widowati dan Suismono. 1993. Sistem Pengembangan

Agroindustri Tepung Kasava Di Pedesaan (Studi Kasus di Kabupaten

Ponorogo). Disampaikan pada Simposium Penelitian Tanaman Pangan III.

Bogor, (Buku IV).

Damardjati, D.S., Sutrisno, B.A.S. Santoso, S. Widowati dan Suismono. 1994. Petunjuk

Praktis Pembuatan Tepung kasava. Balittan Sukamandi.

Hartojo, K., S. Widowati, Sutrisno, S.D. Indrasari. 2001. Studi Potensi dan

Peningkatan Dayaguna Sumber Pangan Lokal Untuk Mendukung

Penganekaragaman Pangan Di Jawa Timur. Laporan Hasil Penelitian

Diversifikasi Pangan. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.

Saleh, N. dan K. Hartojo. 2001. Potensi ubikayu dan ubijalar untuk mendukung

program diversifikasi pangan dan ketahanan pangan nasional. Makalah

BALITKABI. Disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengembangan Pangan

Lokal dieselenggarakan oleh Badan Ketahanan Pangan, pada tanggal 13-14

Nopember 2001 di Surabaya. 9 p.

Soelistyani, H.P. dan M. Abdul Kadir 1996. Teknologi Masuk Desa Direktorat

Pembangunan Desa. Prob. Daerah Tk I Jatim. Surabaya.

Suhardi,. Suhardi, Suhardjo, Yuniarti, RD. Wijadi, SR. Sumarsono, E. Retnaningtyas,

Bonimin dan Jumadi. 2002. Pengkajian Teknologi Penanganan Hasil Ubikayu

Untuk Mendukung Diversifikasi Pangan Lokal Pedesaan. Laporan Akhir

Tahun 2002. BPTP Jawa Timur.

Suhardi, S. Widowati, Suhardjo, Yuniarti, F Kasijadi, G, Kartono, Roesmiyanto, F.

Rozi, Misgiyarto, P. Raharto, W. Istuti, R.D. Wijadi, L. Sukarno, Al. Budijono,

Bonimin dan Jumadi. 2003. Penelitian/Pengkajian Model Pengembangan

Agroindustri Tepung Kasava Skala Kecil Menengah, Laporan Akhir T.A.

2002. BPTP Jawa Timur.

Suprapti, M.L. 2002. Tepung Kasava. Pembuatan dan Pemanfaatannya. Penerbit

Karnisius. Yogyakarta. 80 p.

Widowati, S. dan D.S. Damardjati. 1993. Tepung Komposit Sebagai Alternatif

Diversifikasi Produk untuk Mempertahankan Swasembada Pangan dalam

Syam, M. Hermanto, A. Musadad dan Sunihardi. (eda) Pros. Simp. Tan.

Pangan III: Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Buku III: 1622-1631.

Widowati, S. 2000. Identifikasi Bahan Pangan Alternatif dan Teknik Pengolahannya

Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasioanal. Buletin Agrobio 3(2): 45-

50.

Utomo, J.S. 2001.Teknologi Pengolahan ubikayu dan ubijalar mendukung ketahanan

Pangan. Makalah BALITKABI. Disampaikan pada Lokakarya Nasional

Pengembangan Pangan Lokal dieselenggarakan oleh Badan Ketahanan

Pangan, pada tanggal 13-14 Nopember 2001 di Surabaya. 16 p.

Page 454: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

395

Lampiran 1. Analisis ekonomi teknologi pengolahan tepung kasava per 1 ton ubikayu

dan 500 kg gaplek, di Pagak, Malang

Uraian Biaya produksi dan hasil dari teknologi pengolahan tepung kasava (Rp.)

Tekn. I Tekn. II Tekn. III Tekn. IV

Ubikayu 1.000 kg 125.000,- 125.000,-

Gaplek dari petani 500 kg 250.000,- 250.000,-

Pengupasan + pencucian 60.000,- 60.000,-

Penyawutan 20.000,- 20.000,-

Pengepresan 20.000,- -

Pengeringan/penjemuran 30.000,- 45.000,-

Pencucian dan pengeringan - - 20.000,-

Penepungan 28.000,- 28.000,- 49,500,- 50.000,-

Kemasan 6.000,- 6.000,- 10.000,- 10.000,-

Pengemasan 10.000,- 10.000,- 20.000,- 20.000,-

penyusutan alat 20.000,- 20.000,-

Total biaya produksi 319.000,- 314.000,- 349.500,- 330.000,-

Hasil 280 kg tepung 280 kg tepung 495 kg tepung 498 kg tepung

Harga tepung 1.300,-/kg 1.300,-/kg 800,-/kg 750,-/kg

Pendapatan 364.000,- 364.000,- 396.000,- 373.500,-

Keuntungan 45.000,- 50.000,- 46.500,- 43.500,-

Keterangan:

Tekn. I (Teknologi anjuran) : ubikayu – kupas – cuci – sawut – pres – keringkan –

tepungkan – kemas.

Tekn. II (Teknologi anjuran tanpa pres) : ubikayu – kupas – cuci – sawut – keringkan – tepungkan

– kemas.

Tekn. III (teknologi petani modifikasi) : gaplek – cuci – keringkan – tepungkan – kemas.

Tekn. IV (teknologi petani) : gaplek – tepungkan – kemas.

Lampiran 2. Analisis ekonomi teknologi pengolahan tepung kasava per 1 ton ubikayu

dan 500 kg gaplek, Tanggunggunung Tulungagung Uraian Biaya produksi dan hasil dari teknologi pengolahan tepung kasava (Rp.)

Tekn. I Tekn. II Tekn. III Tekn. IV

Ubikayu 1.000 kg 125.000,- 125.000,-

Gaplek dari petani 500 kg 275.000,- 275.000,-

Pengupasan + pencucian 50.000,- 50.000,-

Penyawutan 20.000,- 20.000,-

Pengepresan 25.000,- -

Pengeringan/penjemuran 30.000,- 45.000,-

Pencucian dan pengeringan - - 25.000,-

Penepungan 30.000,- 30.000,- 49.500,- 50.000,-

Kemasan 6.000,- 6.000,- 10.000,- 10.000,-

Pengemasan 10.000,- 10.000,- 20.000,- 20.000,-

Penyusutan alat 20.000,- 20.000,-

Total biaya produksi 316.000,- 306.000,- 379.500,- 355.000,-

Hasil 260 kg tepung 260 kg tepung 495 kg tepung 498 kg tepung

Harga tepung 1.300,-/kg 1.300,-/kg 800,-/kg 750,-/kg

Pendapatan 338.000,- 338.000,- 396.000,- 373.500,-

Keuntungan 22.000,- 32.000,- 16.500,- 18.500,-

Keterangan:

Tekn. I (Teknologi anjuran) : ubikayu – kupas – cuci – sawut – pres – keringkan –

tepungkan – kemas.

Tekn. II (Teknologi anjuran tanpa pres) : ubikayu – kupas – cuci – sawut – keringkan – tepungkan

– kemas.

Tekn. III (teknologi petani modifikasi) : gaplek – cuci – keringkan – tepungkan – kemas.

Tekn. IV (teknologi petani) : gaplek – tepungkan – kemas.

Page 455: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

396

PERBAIKAN MUTU NUTRISI KERUPUK BERBASIS TEPUNG UBIKAYU

DENGAN TEPUNG KACANG TUNGGAK

Suarni*) dan Yuniarti**)

ABSTRAK

Tepung ubi kayu miskin akan nutrisi terutama proteinnya, sehingga produk

kerupuk yang dibuat dari tepung ubikayu perlu ditambah dengan bahan bergizi

tinggi. Kacang tunggak adalah salah satu serealia yang mengandung protein dan

lemak esensial yang sangat memadai untuk memperbaiki mutu nutrisi hasil olahan.

Penelitian pembuatan kerupuk dari bahan dasar tepung ubikayu dan kacang

tunggak telah dilakukan di Laboratorium Pengolahan dan Kimia Balitsereal, Maros

dan Laboratorium Kimia Analitik Unhas, Makassar. Penelitian ini menggunakan

Rancangan Acak Lengkap dengan persentase penambahan tepung kacang tunggak

10, 20, 30 dan 40% terhadap tepung ubi kayu sebagai perlakuan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penambahan 10% tepung kacang tunggak paling disukai

panelis, dengan kadar protein dan lemak kerupuk mentah sekitar 5,5% dan 3%.

Olahan kerupuk termasuk makanan ringan yang disenangi anak usia tumbuh,

sehingga dengan adanya tambahan nutrisi dari bahan lain, produk kerupuk akan

menunjang perbaikan gizi masyarakat. Teknologi tersebut mudah diterapkan pada

masyarakat, sehingga dapat menambah wawasan perajin dan ragam produknya.

Kata kunci: Tepung ubikayu, kacang tunggak, kerupuk.

ABSTRACT

The cassava flour is poor of nutrient especially its protein, so that crackers

made from cassava flour need addition of high nutritious substance. Cow pea is a

cereal containing protein and very adequate fat essential for improving nutrient

quality of the product. Research of crackers making from cassava and cow pea flour

had been conducted in Processing and Chemical Laboratory of Indonesian Cereals

Research Institute (ICERI), Maros and Analytic Chemical Laboratory of Hasanuddin

University, Makassar. This research used a Completely Randomized Design with

percentage of cow pea flour substitution as much as 10, 20, 30 and 40% to cassava

flour as treatments. The result indicated, that the addition of 10% cow pea flour

most preferred by the panelist, with the protein and fat contain of the raw crackers

about 5.5% and 3%. Crackers is a popular snack food of child growth age, so that

with the addition of other nutritious substance, crackers product will support

nutrient improvement of the community. The technology is easy to be applied at the

community, so that it can enlarge the labor knowledge and kind of their products.

Keywords: Cassava flour, cow-pea, crackers.

________________ *)Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros **) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Page 456: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

397

PENDAHULUAN

Pangan merupakan produk strategis baik dalam rangka pemenuhan

kebutuhan dasar manusia maupun sebagai komoditi bisnis. Pertambahan penduduk

Indonesia yang cukup besar di masa datang, menuntut ketersediaan pangan yang

sangat besar yang tidak mungkin dipenuhi oleh produksi padi nasional. Dukungan

scientifics untuk menggali kekayaan fungsional pangan tradisional, perbaikan

teknologi pengolahan, perbaikan penampilan serta promosi sangat diperlukan untuk

meningkatkan citra inferior pangan sehingga mampu disejajarkan dengan pangan

impor (Thahir, 2004).

Ubi kayu adalah bahan pangan yang sangat murah, mudah didapat dan telah

memasyarakat. Kekurangan bahan pangan sumber karbohidrat tersebut miskin

akan gizi terutama kadar proteinnya relatif rendah. Daya tahan simpan ubi kayu

segar relatif singkat, sehingga memerlukan penanganan pascapanen untuk

membuat bahan setengah jadi yang lebih awet dan berdayaguna. Ubi kayu dapat

diolah menjadi sawut atau tepung, hal tersebut sangat menguntungkan karena daya

simpan lebih lama, mudah diolah dan penyimpanan lebih efisien.

Proses awal pengolahan ubi kayu adalah pengupasan kulit. Hal ini

memerlukan waktu dan tenaga. Pengupasan umumnya dilakukan secara manual,

sehingga kapasitas kerjanya rendah. Ubi kayu perlu cepat diproses agar tidak

mudah berjamur dan rusak. Untuk pengolahan ubi kayu dari pengupasan sampai

pembuatan tepungnya, telah tersedia alat/mesin pengolahnya yang dihasilkan oleh

Balittan Maros (Prastowo et al., 1990)

Model agroindustri tepung kasava telah disediakaan BB-Pascapanen dengan

keunggulan teknologi rendemen tepung 27-30%, daya simpan bahan baku lebih

lama, mutu tepung kasava lebih baik dengan kadar HCN dibawah 40 ppm,

kapasitas 1 ton ubi kayu/hari (Anonim, 2003).

Untuk mengatasi kekurangan kalori protein (KKP) pada masyarakat

khususnya yang kurang mampu ataupun masyarakat di daerah terpencil, maka

pemanfaatan tepung ubi kayu perlu ditambah dengan bahan sumber protein lain

antara lain kacang-kacangan. Oleh karena itu dilakukan penambahan kacang

tunggak dalam pembuatan kerupuk. Kacang tunggak mengandung protein sekitar

30 % (Suarni dan Richana, 1994 ) dan 26 % (Siegel dan Cett, 1976).

Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari pembuatan kerupuk dari tepung

ubi kayu dengan campuran tepung kacang tunggak sebagai sumber protein,

perbaikan nilai gizi kerupuk yang dihasilkan serta tingkat penerimaan konsumen.

BAHAN DAN METODE

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ubi kayu dan

kacang tunggak varietas lokal. Bumbu yang digunakan untuk pembuatan kerupuk

terdiri dari bawang putih, garam dan bumbu penyedap. Penelitian dilaksanakan di

Laboratorium Pengolahan dan Kimia Balitsereal, Maros serta Laboratorium Kimia

Analitik Unhas, Makassar mulai bulan Agustus 2001 sampai Januari 2002,

menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan persentase penambahan tepung

kacang tunggak 0, 10, 20, 30 dan 40% terhadap tepung ubikayu sebagai perlakuan.

Page 457: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

398

a. Persiapan sampel tepung

Sampel ubikayu dibersihkan dan dikupas, diiris tipis-tipis, dikeringkan

dengan sinar matahari sampai kadar air optimun (12 %), kemudian dilakukan

sortasi sampai diperoleh chip yang bersih, kemudian dilakukan penepungan dengan

alat penepung. Lalu diayak dengan saringan 60 mesh, sehingga diperoleh tepung

ubikayu yang halus.

Sampel biji kacang tunggak dikeringkan, disortasi dan digiling dengan alat

penepung, diayak dengan saringan 60 mesh sehingga diperoleh tepung dan dijemur

hingga kadar air < 12%.

b. Pembuatan adonan

Tepung komposit sebanyak 150 gram dengan komposisi sesuai perlakuan

ditambah bumbu-bumbu yang telah di haluskan, lalu diaduk dengan menambah air

100 ml. Adonan dicetak, dikukus, setelah matang didinginkan, lalu diiris tipis-tipis

kemudian dijemur sampai kering sehingga dihasilkan kerupuk mentah.

c. Uji organoleptik

Uji organoleptik dilakukan terhadap kerupuk yang dihasilkan (Larmond,

1982).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis komposisi kimia kerupuk (Tabel 1) menunjukkan bahwa kadar

air dan kadar abu semua perlakuan hampir sama. Kisaran kadar air kerupuk

antara 7,49 % - 7,96 %, sedangkan kadar abu antara 4,29 % - 5,72 %. Kadar protein

kerupuk dipengaruhi oleh bahan dasar tepung campuran pembuatan kerupuk.

Campuran dengan tepung kacang. tunggak mengandung protein yang lebih tinggi

dibanding tanpa campuran. Kisaran kadar protein campuran dengan kacang

tunggak antara 5,42 - 9,51%, sedangkan tanpa campuran hanya 2,02% (Tabel 1 ),

hal ini disebabkan kacang tunggak varietas lokal mempunyai kadar protein yang

tinggi yaitu 30,24 % (Suarni dan Richana, 1994).

Penambahan kacang tunggak menghasilkan kerupuk dengan kandungan

lemak sekitar 2,88 – 4,256 %, tanpa kacang tunggak hanya 1,55%. Kandungan pati

kerupuk, ternyata dipengaruhi oleh penambahan kacang tunggak seperti terlihat

pada Tabel 1, kisaran kadar pati pada campuran dengan kacang tunggak 59,78 –

66,56%, tanpa penambahan kacang tunggak kadar pati cenderung lebih tinggi

yaitu antara 69,08%. Hal ini disebabkan karena bahan dari tepung ubi kayu

mengandung pati lebih tinggi di banding kacang-kacangan.

Kadar serat kerupuk dipengaruhi oleh penambahan tepung kacang tunggak,

karena kacang tunggak berkadar serat lebih tinggi di banding tepung ubi kayu. Oleh

karena itu penambahan kacang tunggak akan menaikkan kadar serat sesuai hasil

penelitian Richana dan Nasti (1994) dalam pembuatan kerupuk pati ubi kayu

dengan penambahan kedelai dan kacang tunggak.

Page 458: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

399

Tabel 1. Komposisi kimia kerupuk mentah dari tepung ubi kayu dan kacang

tunggak. Maros, 2002.

Tepung

Ubi kayu : k. tunggak Air Abu Protein Lemak Pati Serat kasar

%

100% 7,49 4,29 2,02 1,55 69,08 4,22

90% 10% 7,62 4,88 5,42 2,88 66,56 4,89

80% 20% 7,58 5,13 7,06 2,94 64,71 5,12

70% 30% 7,89 5,41 8,76 3,78 62,46 5,26

60% 40% 7,96 5,72 9,51 4,25 59,78 5,92

Rerata 7,71 5,09 6,55 3,08 64,52 5,08

Uji organoleptik

Hasil uji organoleptik (Tabel 2) dari beberapa panelis menunjukkan bahwa

kerenyahan kerupuk dipengaruhi oleh perbandingan tepung komposit. Tingkat

kerenyahan kerupuk yang paling disukai adalah kerupuk dengan penambahan

kacang tunggak 20% dengan kadar air kerupuk mentah 7,58% (Tabel 1). Perbaikan

tingkat kerenyahan kerupuk dapat dilakukan dengan mengurangi kadar air

kerupuk mentah yang dihasilkan, misalnya dengan pengeringan yang lebih lama.

Rasa kerupuk dipengaruhi juga oleh tepung campuran, penambahan tepung

kacang tunggak menambah rasa enak, tanpa kacang tunggak kerupuk tidak begitu

disukai panelis. Penambahan tepung kacang tunggak sebanyak 10% menghasilkan

kerupuk yang rasanya paling disukai panelis.

Warna kerupuk untuk semua perlakuan penambahan kacang tunggak kurang

disukai oleh panelis, kerupuk tanpa penambahan kacang tunggak yang paling

disukai. Aroma kerupuk yang paling disukai adalah campuran tepung ubi kayu :

kacang tunggak = 90 : 10%. Secara umum sifat sensoris kerupuk dengan

penambahan kacang tunggak 10 % dan 20 % lebih disukai panelis daripada tanpa

ditambah kacang tunggak, kecuali tampilan warna kerupuk yang masih perlu

perbaikan. Namun demikian, di antara ketiga perlakuan tersebut penambahan

kacang tunggak 10% mempunyai mutu rasa dan aroma yang lebih disukai panelis.

Tabel 2.Hasil uji organoleptik kerupuk dari tepung ubi kayu dan kacang tunggak

(skor). Maros, 2002.

Formula tepung campuran

Kerenyahan Rasa Warna Aroma Tepung ubi kayu : Kacang

tunggak

100% - 2,95 ab 3,57 a 3,04 e 4,04 b

90% 10% 2,98 ab 2,46 e 3,29 c 2,29 e

80% 20% 2,19 b 2,71 d 3,16 d 3,46 c

70% 30% 3,08 ab 3,12 c 3,36 b 3,36 d

60% 40% 3,82 a 3,38 b 3,49 a 4,89 a Keterangan: :

Skala Kesukaan (1). sangat suka, (2). suka, (3). agak suka, (4). tidak suka, (5). sangat tidak suka (Larmond,

1982). Angka rata – rata dari 15 panelis.

Page 459: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

400

Setiap angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda

nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

KESIMPULAN

Formulasi tepung campuran (tepung ubi kayu : kacang tunggak = 90%: 10%)

paling disukai oleh panelis, sedangkan warna kerupuk dari semua perlakuan

penambahan tepung kacang tunggak masih perlu perbaikan.

SARAN

Perlu penelitian lanjutan tentang penambahan zat pewarna yang dizinkan

Departemen Kesehatan, agar tampilan warna lebih menarik terutama untuk

konsumen kelompok umur pertumbuhan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Ahza, A.B. 1998. Aspek Pengetahuan Material dan Diversifikasi Produk Sorgum Sebagai Substitutor Terigu (Pangan) Alternatif. Dalam Laporan Lokakarya

Sehari Prospek Sorgum Sebagai Bahan Substitusi Terigu. PT ISM Bogasari

Flour Mills, Jakarta.

Anonim. 2003. Penelitian Teknologi Pengolahan Pangan Tradisional Prospektif Sebagai Alternatif Pangan Pokok. Laporan Penelitian. Balai Penelitian

Pascapanen Pertanian. Bogor.

AOAC. 1984. Official Methods of Analisis on the Asocasion of Oficial Agriculture Chemists Assoc. of Agric. Chem. Washington DC.

Larmond, E. 1982. Laboratory Methods of Sensory Evaluation of Food Research. Branch Canada. Dept. of Agriculture Publication, hal. 121.

Richana N. dan Nasti. 1994 Penelitian Pembuatan Krupuk dari Beberapa Macam Tepung Ubikayu dan Kedelai. Hasil Penelitian Mekanisasi dan Teknologi

1993/1994. Balittan Maros ( XII ) : 103 – 108.

Siegel, A and Faw Cett, B. 1976. Food Legume Processing and Utilization.

International Development Research Centre ( IDRC ) Ottawa, Canada.

Suarni dan Richana. 1994. Teknogi Pembuatan Tempe dari Kacang Tunggak. Hasil

Penelitian Mekanisasi dan Teknologi 1994/1995. Balittan Maros. XIII ( - ) :

107 – 113.

Thahir, R. 2004. Program Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan Tradisional untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Makalah disampaikan

pada Sem. Nas. Peningkatan Daya Saing Pangan Tradisional. Balai Besar

Penelitian Pascapanen Badan Litbang Pertanian. Bogor 6 Agustus 2004.

Page 460: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

401

PEMANFAATAN BUAH JERUK SIAM SEBAGAI

PRODUK OLAHAN SARI BUAH

Wayan Trisnawati*) dan Dian Adi A. Elisabeth*)

ABSTRAK

Jeruk siam (citrus nobilis var. microcarpa) merupakan anggota jeruk keprok

yang berasal dari Siam (Muangthai). Jeruk siam saat ini banyak diminati, sekitar

60% konsumen lebih menyukai jeruk siam dibandingkan jenis jeruk lainnya. Pada

saat musim panen raya produksi biasanya melimpah sehingga harga rendah, bila

hal ini tidak diatasi maka banyak buah yang tidak termanfaatkan dengan baik.

Untuk mencegah terbuang bahan segar dapat diatasi dengan pengolahan produk,

salah satunya produk olahan sari buah. Desa Selulung Kecamatan Kintamani

Kabupaten Bangli merupakan salah satu sentra pengembangan jeruk siam di Bali.

Proses pengolahan dilakukan di lahan petani pada bulan Juli sampai Oktober 2005

dan analisa kimia dilakukan di laboratorium Universitas Udayana. Kombinasi

perlakuan terdiri dari 2 (dua) perlakuan yaitu konsentrasi gula dan asam sitrat

dengan 3 (tiga) ulangan. Data dianalisa statistik dengan rancangan RAK faktorial

yang dilanjutkan dengan uji beda DMRT 5%. Perlakuan penambahan gula dan asam

sitrat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan kandungan kimia pada sari

buah jeruk. Dimana dengan semakin tingginya konsentrasi gula dan asam sitrat

yang ditambahkan maka semakin rendah kandungan TSS (total zat padat terlarut),

vitamin C, total gula dan total asam. Preferensi panelis pada penambahan 150 gr

gula dan 1 gr asam sitrat terhadap warna, flavor dan rasa manis memberikan hasil

terbaik dengan skor masing-masing 4.18; 3.86; dan 3.53. Konsentrasi gula (150 gr)

dan asam sitrat (1 gr) merupakan hasil terbaik pada produk olahan sari buah jeruk

dengan kandungan TSS : 25.47 %brix ; vitamin C : 28.99 mg/100gr ; total gula : 7.07

%bb dan total asam 0.16 %bb.

Kata kunci : Jeruk, olahan dan sari buah

PENDAHULUAN

Jeruk siam merupakan anggota jeruk keprok, termasuk buah-buahan yang

banyak mengandung vitamin C disamping vitamin-vitamin dan zat-zat mineral

lainnya (Anonim, 1987). Diantara berbagai jenis jeruk, jeruk siam yang paling

banyak mendapat perhatian, dimana diperkirakan pangsa pasar jeruk siam saat ini

sekitar 60% dari semua jenis jeruk. Lidah konsumen jeruk rasanya sudah akrab

dengan cita rasa jeruk siam yang lebih populer dengan sebutan jeruk pontianak

(Anonim, 2003).

Kondisi pertumbuhan tanaman jeruk adalah pada iklim sub tropika, dengan

suhu rata-rata 20oC, dimana pertumbuhannya memerlukan banyak sinar matahari

dan cukup air tanah atau air pengairan. Curah hujan yang dibutuhkan agak tinggi

atau termasuk iklim basah. Kelembaban udara antara 50-85%.

________________ *) Balai Pengkajjian Teknologi Pertanian Bali

Page 461: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

402

Pada kebun jeruk yang berhawa lembab mengakibatkan penguapan air dari

buah rendah, hal ini menyebabkan buah berkulit tipis, daging buah halus, air buah

lebih banyak dan rasanya lebih enak (Anonim, 1987). Tiap jenis buah jeruk memiliki

ciri-ciri yang berbeda-beda, misalnya jeruk keprok siam dengan ciri buah bulat,

berkulit licin, mudah dikupas (Sarwono, 1986). Sedangkan jeruk manis dengan ciri-

ciri buah agak kasar, kulit tebal dan sukar dikupas (AAK, 1989).

Perkembangan teknik budidaya dan cara penanggulangan hama penyakit,

diharapkan dapat meningkatkan produksi buah jeruk. Peningkatan produksi tanpa

disertai dengan penanganan pasca panen yang tepat berakibat pada jatuhnya harga,

sehingga merugikan petani. Sebagai sentra pengembangan tanaman jeruk siam Bali

adalah di Desa Selulung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli dengan luas

wilayah 597 ha, terletak pada ketinggian tempat 1100-1200 m dpl sangat sesuai

untuk pertumbuhan tanaman jeruk. Pada saat musim panen raya (bulan September

sampai Oktober) harga buah rendah, sehingga banyak buah yang terbuang terutama

untuk buah yang kecil-kecil (afkir).

Penanganan pasca panen pada saat musim panen raya untuk mencegah

banyaknya buah yang terbuang dan jatuhnya harga dapat dilakukan dengan cara

pengawetan, baik dalam bentuk segar maupun olahan. Dengan melakukan

pengawetan diharapkan dapat mempermudah penanganan dan dapat menutupi

kekurangan produksi di luar musim.

Upaya penanganan buah jeruk dengan melakukan pengolahan, salah satunya

adalah pengolahan buah menjadi sari buah. Sari buah adalah merupakan larutan

inti daging buah yang diencerkan, sehingga memiliki cita rasa yang sama dengan

buah aslinya (Satuhu, 1996).

Proses pengolahan produk sari buah umumnya masih dilakukan secara

sederhana. Sari buah yang dihasilkan masih bersifat keruh dan mengandung

endapan, akibat tingginya kadar pektin buah. Berdasarkan tingkat kekeruhan maka

dikenal dua jenis sari buah, yaitu sari buah jernih dan sari buah keruh. Dimana sari

buah jeruk termasuk golongan sari buah keruh karena mengandung kadar pektin

yang tinggi (Astawan, 1991).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi penambahan gula dan

asam sitrat pada sari buah jeruk siam Bali sehingga menghasilkan sari buah jeruk

dengan formula yang sesuai dengan selera konsumen.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan pada sentra tanaman jeruk, di Desa Selulung,

Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli pada bulan Juli sampai Oktober 2005.

Kombinasi perlakuan terdiri dari 2 (dua) perlakuan yaitu konsentrasi gula, masing-

masing : (1) 100 gr/l; (2) 150 gr/l; (3) 200 gr/l; dan asam sitrat, masing-masing : (1) 1

gr/l ; (2) 2,5 gr/l; (3) 3 gr/l; dengan 3 (tiga) ulangan. Data dianalisa statistik dengan

rancangan RAK faktorial yang dilanjutkan dengan uji beda DMRT 5%.

Pengolahan produk dilakukan di lahan petani dengan melibatkan petani

secara langsung, sedangkan analisa laboratorium dilakukan di laboratorium

Universitas Udayana. Analisa dilakukan terhadap total asam, total gula, vitamin C,

TSS dan organoleptik.

Page 462: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

403

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses pengolahan sari buah dimaksudkan sebagai penganekaragaman

pangan, meningkatkan nilai ekonomi, memperpanjang masa simpan dan

mempertahankan atau memperbaiki mutu gizi buah. Sari buah adalah cairan yang

diperoleh dengan memeras buah, baik disaring ataupun tidak, yang tidak

mengalami fermentasi dimana merupakan minuman segar yang langsung diminum.

Sari buah sebagai salah satu minuman yang cukup disukai karena praktis, enak dan

menyegarkan serta bermanfaat bagi kesehatan dengan kandungan vitamin yang

tinggi (Hidayat dan Wike Agustin, 2005).

Hampir semua buah bisa diolah menjadi minuman sari buah, namun

campuran (formula) penambahan gula dan asam sitrat tidak sama untuk setiap

buah. Gula merupakan bahan tambahan pada pengolahan makanan yang berfungsi

untuk memperbaiki cita rasa sekaligus sebagai bahan pengawet alami dengan

tujuan menghambat pertumbuhan bakteri. Pada minuman ringan seperti sari buah,

fungsi gula adalah untuk memberikan rasa manis, memberikan nilai kalori,

memberikan bentuk dan rasa pada mutu minuman yang dihasilkan (Hidayat dan

Wike Agustin, 2005).

Asam sitrat memiliki bentuk kristal atau serbuk putih, dengan ciri-ciri mudah

larut dalam air, tidak berbau, rasa asam, jika dipanaskan akan meleleh kemudian

terurai selanjutnya terbakar menjadi arang. Pemberian asam sitrat pada minuman

sari buah bertujuan untuk memberikan rasa asam, memodifikasi manisnya gula,

sebagai pengawet dan dapat mempercepat inversi gula dalam minuman (Hidayat

dan Wike Agustin, 2005).

Untuk mengetahui konsentrasi gula dan asam sitrat yang sesuai pada produk

olahan sari buah jeruk siam Bali dilakukan beberapa kombinasi perlakuan, dimana

hasil rata-rata analisa kimia sari buah jeruk pada beberapa kombinasi perlakuan

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata hasil analisa kimia sari buah jeruk Siam di Desa Selulung,

Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, 2005

No Perlakuan TSS

(% brix)

Vitamin C

(mg/100g)

Total Gula

(% bb)

Total Asam

(% bb)

1 P1 (100:1) 20.33 a 30.72 a 6.03 ab 0.20 ab

2 P2 (100: 2,5) 25.07 a 27.22 a 4.84 ab 0.24 a

3 P3 (100:3) 23.13 a 23.78 ab 4.89 ab 0.24 a

4 P4 (150:1) 25.47 a 28.99 a 7.07 a 0.16 bc

5 P5 (150:2,5) 22.93 a 24.83 ab 6.87 a 0.20 ab

6 P6 (150:3) 16.09 a 30.29 a 6.43 ab 0.23 a

7 P7 (200:1) 16.37 a 18.33 b 6.08 ab 0.15 c

8 P8 (200:2,5) 18.55 a 25.81 a 7.06 a 0.17 bc

9 P9 (200:3) 15.36 a 29.79 a 4.58 b 0.18 bc Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata pada taraf uji DMRT 5%

Hasil analisa sidik ragam terhadap TSS (total padatan terlarut) menunjukkan

bahwa diantara perlakuan tidak berbeda nyata (Tabel 1). Persentase TSS tertinggi

ditunjukkan oleh perlakuan P4 (gula 150 gr/liter : asam sitrat 1 gr/liter). Sedangkan

TSS terendah terlihat pada perlakuan P9 (gula 200 gr/liter : asam sitrat 3 gr/liter).

Page 463: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

404

Analisa sidik ragam terhadap vitamin C, total asam dan total gula

menunjukkan perbedaan yang nyata pada produk olahan sari buah jeruk siam Bali.

Terjadi perbedaan kandungan vitamin C yang nyata pada perlakuan P1 dengan P7,

pada P1 dengan penambahan gula 100 gr/liter memiliki kandungan vitamin C yang

lebih tinggi (30.72 mg/100 gr) dibandingkan dengan perlakuan P7 dengan kadar

vitamin C rendah (18.33 mg/100 gr). Menurut Winarno (1988) kondisi ini disebabkan

karena sifat vitamin C yang mudah rusak, dimana vitamin C mudah larut dalam air

dan mudah teroksidasi oleh panas. Pada proses pengolahan sari buah, dengan

semakin tinggi konsentrasi gula yang ditambahkan maka produk akan semakin

pekat, sehingga waktu yang diperlukan untuk melarutkan gula pada bahan semakin

lama. Pada kondisi ini maka vitamin C yang bersifat mudah teroksidasi oleh panas

akan lebih banyak yang menguap.

Penambahan gula ke dalam bahan bertujuan untuk memberikan rasa manis,

karena adanya pengenceran pada produk olahan sari buah. Perlakuan penambahan

gula sebesar 150 gr/liter, asam sitrat 1 gr/liter memberikan total gula tertinggi (7.07

%bb) dibandingkan dengan penambahan gula 200 gr/liter, asam sitrat 3 gr/liter (4.58

%bb). Kombinasi asam sitrat 1 gr/liter mampu memberikan kombinasi kemanisan

yang tepat dan dapat mempercepat inversi gula kedalam minuman dibandingkan

bila konsentrasi yang lebih tinggi dari 1gr/liter (Hidayat dan Wike Agustin, 2005).

Semakin tinggi konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan pada konsentrasi

gula yang lebih tinggi, maka semakin tinggi total asam pada minuman sari buah.

Penambahan asam sitrat bertujuan untuk meningkatkan rasa asam (mengatur

tingkat keasaman), walaupun seperti kita ketahui dalam buah jeruk itu sendiri

sudah mengandung asam (Winarno, 1988). Pada proses pembuatan sari buah nenas

oleh Suyanti dan Sabari (1991), dimana dengan semakin banyak asam yang

ditambahkan cenderung semakin kurang disukai karena sari buah yang dihasilkan

menjadi semakin masam.

Rata-rata nilai kesukaan panelis terhadap produk sari buah jeruk terhadap

warna, flavor, rasa manis, rasa di mulut dan penerimaan secara keseluruhan adalah

bebeda nyata, seperti pada Tabel 2.

Preferensi panelis terhadap warna, flavor dan penerimaan secara keseluruhan

pada olahan sari buah pada perlakuan 150 gr gula dan 1 gr asam sitrat memberikan

skor tertinggi 4.18 (suka sampai sangat suka); 3.86 (biasa sampai suka) dan 3.48

(biasa sampai suka). Sedangkan rasa manis dan rasa dimulut skor tertinggi terdapat

pada perlakuan penambahan gula 200 gr dan asam sitrat 3 gr.

Penerimaan secara keseluruhan terhadap produk olahan sari buah pada

penambahan gula 150 gr dan asam sitrat 1 gr memberikan skor tertinggi

dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa

konsentrasi ini bisa memberikan hasil yang terbaik dengan memodifikasi gula dan

asam sitrat sehingga menghasilkan cita rasa yang baik.

Page 464: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

405

Tabel 2. Rata-Rata hasil uji preferensi panelis terhadap olahan sari buah jeruk Siam

di Desa Selulung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Buleleng, 2005

No Perlakuan Warna Flavor Rasa

Manis

Rasa di

mulut

Penerimaan

Secara

Keseluruhan

1 P1 (100:1) 3.53 ab 3.42 ab 2.55 b 2.45 bc 3.02 ab

2 P2 (100: 2,5) 2.83 b 2.56 c 2.55 b 2.48 bc 2.75 ab

3 P3 (100:3) 2.88 b 2.52 c 2.61 b 2.37 c 2.71 b

4 P4 (150:1) 4.18 a 3.86 a 3.53 a 3.18 ab 3.48 a

5 P5 (150:2,5) 3.47 ab 3.29 abc 2.97 ab 2.75 abc 3.16 ab

6 P6 (150:3) 3.67 ab 3.33 abc 2.89 ab 2.62 abc 3.32 ab

7 P7 (200:1) 3.46 ab 2.94 bc 2.67 b 2.46 bc 2.80 ab

8 P8 (200:2,5) 2.77 b 2.73 bc 3.15 ab 2.72 abc 2.75 ab

9 P9 (200:3) 3.6 ab 3.28 abc 3.60 a 3.31 a 3.19 ab

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata pada taraf uji DMRT 5%

Perlakuan terbaik berdasarkan uji kimia dan uji organoleptik adalah pada

perlakuan P4 (150 gr gula : 1 gr asam sitrat). Dengan kombinasi ini memberikan

TSS, vitamin C dan total gula yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Pada uji organoleptik, penilaian terhadap warna, flavor, rasa manis dan penerimaan

secara keseluruhan menghasilkan skor tertinggi dan berbeda nyata dengan

perlakuan lainnya .

KESIMPULAN

Kombinasi beberapa perlakuan pada produk sari buah jeruk untuk

menghasilkan produk yang paling baik berdasarkan uji fisik dan uji organoleptik,

dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil uji kimia terhadap vitamin C, total asam dan total gula menunjukkan

perbedaan yang nyata, sedangkan terhadap total padatan terlarut (TSS) tidak

berbeda nyata.

2. Preferensi panelis terhadap warna, flavor, rasa manis, rasa di mulut dan

penerimaan secara keseluruhan berbeda nyata.

3. Perlakuan terbaik berdasarkan uji kimia dan organoleptik, adalah pada

perlakuan P4 (150 gr gula : 1 gr asam sitrat). Dengan kombinasi ini memberikan

TSS, vitamin C dan total gula yang tidak berbeda nyata. Tetapi juga pada uji

organoleptik penilaian terhadap warna, flavor, rasa manis dan penerimaan secara

keseluruhan memberikan skor tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan

lainnya.

Page 465: SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI …jatim.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/01/... · MAKALAH POSTER TANAMAN PANGAN ... sejak Pelita VI pembangunan pertanian

Prosiding Seminar Nasional Dukungan Inovasi Teknologi dalam Akselerasi Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan Tahun 2005 ISBN 979-3450-09-6

406

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1987. Bercocok Tanam Jeruk Siam di Kecamatan Kalimantan Barat.

Depatemen Pertanian. Balai Informasi Pertanian. Kalimantan Barat

Anonim. 2003. Peluang Usaha dan Pembudidayaan Jeruk Siam. Tim Penulis PS.

Penebar Swadaya.

AAK. 1989. Bertanam Buah-Buahan. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Astawan, M dan Mita Wahyuni A. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat

Guna. Adademika Pressindo.

Hidayat, N dan Wike Agustin Prima, D. 2005. Minuman Berkarbonasi Dari Buah

Segar. Trubus Agrisarana.

Sarwono, B. 1986.Pengemasan dan Pengangkutan Jeruk Valensia (Citrus sinensis L.

Osbeck) dengan Mobil. Jurnal Hortikultura 1(2) : 49-53.1991. p.49.

Satuhu Suyanti. 1997. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya.

Suyanti dan Sabari, S. 1991. Pengaruh Pengenceran Sari Buah, Penambahan Gula

dan Asam Sitrat, Tingkat Kematangan dan Bahan Penstabil terhadap Mutu

Sari Buah Nenas Palembang. Balai Penelitian Hortikultura Solok.

Winarno, F.G. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Jakarta.