Seminar Nasional BKS PTN Barat - IPB University

11

Transcript of Seminar Nasional BKS PTN Barat - IPB University

Seminar Nasional BKS PTN Barat Bandar Lampung, 19-21 Agustus 2014    PROSIDING Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Dekan Bidang Ilmu Pertanian BKS-PTN Wilayah Barat 2014 Bandar Lampung, 19-21 Agustus 2014 ISBN: 978-602-72006-0-9 Editor: Ivayani Purba Sanjaya Puji Lestari Rusita Fitri Yelly Novi Rosanti RR Riyanti Rio Tedy Penerbit: Fakultas Pertanian Universitas Lampung Sekretariat: Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35145

Seminar Nasional BKS PTN Barat Bandar Lampung, 19-21 Agustus 2014

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR KETUA PANITIA i KATA PENGANTAR KETUA BKS-PTN WILAYAH BARAT ii DAFTAR ISI iii ABSTRAK KEYNOTE iv

PRESENTASI ORAL

IV. PROTEKSI TANAMAN

Toksisitas Ekstrak Buah Brucea javanica (L.) Merr. terhadap Ulat Daun Gaharu Heortia vitessoides Moore

Agus M. Hariri 657-663

Identifikasi Bakteri Endofit Asal Jagung dan Rumput Berdasarkan Gen 16s RRNA Haliatur Rahma, Aprizal Zainal, Memen Surahman, Meity S.Sinaga, dan Giyanto

664-667 Keanekaragaman Arthropoda Tanah pada Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanjung Jabung Timur

Wilyus 668-672

Kerentanan Plutella xylostella dari Kejajar Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah Terhadap Lima Jenis Insektisida Komersial dan Ekstrak Buah Piper aduncum

Wirathazia Enbya Lavitri Chenta dan Djoko Prijono 673-679

Toksisitas Bacillus thuringiensis Asal Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim terhadap Plutella xylostella(Lepidoptera: Plutellidae) pada Tanaman Caisin

Yulia Pujiastuti, Qissem Bereiniy dan Triani Adam 680-684

Potensi Asam Salisilat yang Dihasilkan oleh Bakteri Endofit Indigenus Kedelaisumatera Barat yang Mampu Menekan Penyakit Pustul Bakteri

Yulmira Yanti, Trimurti Habazar dan Zurai Resti 685-692

Pengaruh Jenis Pupuk terhadap Populasi Wereng Batang Padi Cokelat (Nilaparvata lugens Stal)Yuni Ratna, Wilma Yunita, dan Elly Indraswari 693-697

Prospek Pengembangan Parasitoid Telur Penggerek Polong Kedelai di Provinsi Jambi Zurhalena,Wilyus, dan Dwi Ristyadi 698-702

Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana Vuillemin Lokal Sebagai Agen Pengendali Hama Walang Sangit (Leptocorisa oratorius Fabricius) pada Tanaman Padi Sawah

Desita Salbiah & Rumi’an 703-709

Populasi dan Serangan Wereng Batang Coklat Serta Keberadaan Predatornya di Daerah Serangannya di Provinsi Sumatera Barat pada Musim Tanam 2012

Munzir Busniah, Auzar Syarif, & Yulmira Yanti 710-714

Uji Beberapa Konsentrasi Ekstrak Tepung Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L.) untuk Mengendalikan Hama Ulat Api Setora nitens Wlk. (Lepidoptera; Limacodidae) pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Rusli Rustam, Desita Salbiah, Muhammad Abdul Gani

715-721

Jenis dan Populasi Serangga Hama yang Menyerang Padi Ratun Varietas Ciherang dan Inpara Siti Herlinda, Hendri Candro Nauli Manalu, Rinda Fajrin Aldina, Suwandi, Khodijah, Dewi Meidalima

722-728 Identifikasi Jenis Lalat Buah yang Tertarik pada Atraktan Methyl eugenol, Cue lure, dan Protein Bait pada Pertanaman Mangga

Sri Heriza, Edhi Martono, Suputa 729-737

Pengaruh Bakteri Endofit terhadap Perkembangan Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi) pada Tanaman Kedelai

Sri Mulyati, Husda Marwan, Islah Hayati 738-742

Seleksi Isolat Hipovirulen Ganoderma sp. untuk Pengendalian Penyakit Busuk Batang Kelapa Sawit

Tris Haris Ramadhan, Zaqiyatulyakin, & Supriyanto 743-750

Seminar Nasional BKS PTN Barat Bandar Lampung, 19-21 Agustus 2014 Predator Hama Tanaman Tebu di Cinta Manis Kabupaten Ogan Ilir

Dewi Meidalima 751-755

Uji Ketahanan Beberapa Varietas Padi Gogo terhadap Wereng Batang Padi Cokelat (Nilaparvata lugens Stal)

Asrizal Paiman, Yuni Ratna, dan Mapegau 756-761

Keefektifan Ekstrak Biji Swietenia mahogani Jacq. (Meliaceae) terhadap Dua Hama Utama Kubis dan Pengaruhnya terhadap Parasitoid di Pertanaman Kubis

Dadang, Hadi Ruranto, dan Kanju Ohsawa 762-767

Distribusi dan Mating Populasi (MPs) Fusarium yang Berasosiasi dengan Penyakit Bakanae pada Tanaman Padi di Sumatera Barat

Darnetty dan Eri Sulyanti 768-773

Pengaruh Cendawan Endofit Terhadap Biologi dan Pertumbuhan Populasi Polyphagotarsonemus latus (Acari: Tarsonemidae) pada Tanaman Cabai

Elin Tasliah, Sugeng Santoso dan Widodo 774-781

Isolasi dan Karakterisasi Isolat Rizobakteria Indigenus dari Berbagai Kultivar Pisang Sehat dalam Menekan Pertumbuhan Fusarium oxysporum F sp cubense (Foc) Penyebab Layu Fusarium In Vitro

Eri Sulyanti, Jumsu Trisno, dan Selviana Anggraini

782-791

Uji Pengimbasan Ketahanan dengan Bacillus sp dan Kultur Filtratnya terhadap Serangan Jamur G. boninense Pat dan Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit

Fifi Puspita, Muhammad Ali, dan Noveta Lusiyantri 792-798

Bakteri Endofit sebagai Induser Resistensi Sistemik pada Padi Terhadap Penyakit Kresek Giyanto, Imam Sholihin, dan Ida Parida 799-806

Seleksi Bakteri Endofit untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) pada Tanaman Padi

Husda Marwan dan Mapegau 807-811

Pengujian Patogenisitas Fungi dan Bakteri Dekomposer serta Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan

Jati Purwani dan Sumanto 812-817

Populasi dan Intensitas Serangan Penggerek Batang Padi di Ekosistem Rawa Lebak yang di Aplikasi Boinsektisida

Khodijah 818-822

Adaptasi Galur Mutan dan Uji Ketahanan Hama Tanaman Kapas (Gossypium hirsutum L. ) di NTB

Lilik Harsanti 823-827

Identifikasi Spesies Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) pada Tanaman Kentang di Kabupaten Karo, Sumatera Utara

Lisnawita, Hasanuddin, Endang A Nainggolan, dan Ayu Kusuma Wardhani 828-831

Tingkat Infeksi Neozygitesfumosa (Speare) Remaudie’re & Keller Zygomycetes: Entomophthorales) pada Kutu Putih Pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara De Willink dan Kutu Putih Singkong, Phenacoccus manihotimatie-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae) pada Tanaman Singkong di Wilayah Bogor

Sherly Vonia Ismy dan Ruly Anwar

832-838

Eksplorasi Cendawan Entomophthorales pada Tungau Merah Tanaman Ubi Kayu di Bogor Garut, dan Rembang

Sutarjo dan Ruly Anwar 839-845

Serangan dan Konfirmasi Jenis Penggerek Batang Mangga Rhytidodera di Kota Bengkulu Teddy Suparno 846-853

Kelimpahan Bakteri Rizosfer Tanaman Buah Merah Dan Potensi Penghambatannya Terhadap Fusarium Sp.

Adelin Elsina Tanati, Abdjad Asih Nawangsih, & Kikin Hamzah Mutaqin 854-860

Tissue Blot Immunoassay Untuk Mendeteksi Chili Veinal Mottle Virus Pada Tanaman Cabai Asniwita dan I. Hayati 861-866

Potensi Kitosan Dan Agens Antagonis Dalam Pengendalian Penyakit Karat (Phakopsora Pachyrhizi Syd.) Kedelai

Hagia Sophia Khairani & Meity Suradji Sinaga, 867-873

Paitan (Tithonia Diversifolia) Sebagai Biopestisida Untuk Mengendalikan Penyakit Serkospora 874-880

Sutarjo & Anwar: Eksplorasi Cendawan Entomophtorales 839 Seminar Nasional BKS PTN Barat

Bandar Lampung, 19-21 Agustus 2014

EKSPLORASI CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES PADA TUNGAU MERAHTANAMAN UBI KAYU DI BOGOR GARUT, DAN REMBANG

Sutarjo dan Ruly Anwar

Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPBEmail: [email protected]

ABSTRAK

Tungau merah ubi kayu merupakan salah satu hama utama pada tanaman ubi kayu di Indonesia. Salah satu teknikpengendalian tungau merah yang efektif, aman, dan ramah lingkungan adalah dengan penggunaan musuh alami. CendawanEntomophtholes adalah salah satu musuh alami yang telah digunakan untuk mengendalikan tungau pada berbagai tanaman.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi cendawan tersebut pada tungau ubi kayu di lapangan. Pengambilansampel dilakukan sebanyak 4 kali selama dua minggu disemua lokasi pengambilan. Jumlah tungau yang diambil berkisarantara 50-70 tungau per pengambilan. Tungau dimasukkan ke dalam botol bervolume 30 ml yang sudah berisi alkohol 70%.Pembuatan preparat tungau dilakukan dengan menggunakan lactophenol cotton blue sebagai media, untuk menentukan faseperkembangan cendawan yang menginfeksi tungau dikategorikan menjadi 5 kategori: badan hifa, konidia sekunder, konidiaprimer, spora istirahat, dan cendawan saprofitik. Fase perkembangan cendawan yang ditemukan menginfeksi tungau merahubi kayu adalah badan hifa, konidia sekunder, konidia primer dan cendawan saprofitik. Tingkat infeksi cendawanEntomophthorales pada tungau merah yang terjadi di Desa Babakan Raya, Bogor sebesar 22.58% (terendah), 55.07% diDesa Cikarawang, Bogor (tertinggi), 34.53% di Desa Sukarame, Garut, dan 36.79% di Desa Gunung Sari, Rembang..

Kata kunci: musuh alami, fase perkembangan cendawan, tingkat infeksi.

PENDAHULUAN

Ubikayu atau singkong merupakan salah satutanaman pangan dan industri penting di Indone-sia.Tanaman ini mempunyai peran penting,di antaranya,untuk memenuhi kebutuhan pangan, mengatasiketimpangan sosial dan mendukung pengembanganindustri (Wargiono et al. 2009). Se-bagian besarmasyarakat Indonesia, menjadikan tanaman ini sebagaimakanan pokok, karena ba-nyak mengandungkarbohidrat setelah beras dan jagung. Dalam industri,tanaman ubi kayu ini, di-kembangkan sebagai sumberenergi bioetanol (Wargiono et al. 2009).

Permintaan ubi kayu di Indonesia setiap tahunnyamengalami peningkatan sebesar 2,23%, tetapiproduksinya mengalami penurunan (Wargiono et al.2009). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2012),produksi ubi kayu di Indonesia mengalami penurunan.Pada tahun 2011, produksi ubikayu mencapai 24 044025 ton dan pada tahun 2012 menurun menjadi 22 267786 ton. Penurunan produksi ubi kayu di antaranyadiakibatkan oleh serangan hama tanaman. Salah satuha-ma penting pada tanaman ubi kayu adalah tungaumerah (Tetranychus kanzawai) yang dapat menimbulkankerugian secara ekonomi. Kerugiaan akibat seranganhama tersebut dapat mencapai 95% pada serangan yangparah dan dalam waktu serangan yang lama (Indiati1991).

Pengendalian secara biologi adalah salah satuteknik pengendalian yang aman, ramah lingkungan danberkelanjutan dengan memanfaatkan musuh alami hama.Salah satu musuh alami yang efektif digunakan untukmengendalikan hama tungau adalah patogen darigolongan cendawan.

Cendawan Entomophthorales dilaporkan sebagaimusuh alami dari hama kutu-kutuan dan tungau padatanaman. Keller dan Wegensteiner (2007) melaporkan9 spesies cendawan Entomophthorales 7 di antaranyamenginfeksi tungau dan 2 spesies lainnya menginfeksiPhalangiidae. Cendawan ini, di Amerika Selatan danAfrika Selatan digunakan untuk mengendalikan tungauubi kayu, Monochellus tanajoe (Oduor et al. 1997).

Penelitian cendawan Entomophorales yangmenginfeksi tungau merah di Indonesia belum pernahdilakukan. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasicendawan Entomophthorales yang menginfeksi tungaumerah pada tanaman ubi kayu dan mengetahui tingkatinfeksi cendawan Entomophthorales pada tungau merahdi lapangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapatmemberikan informasi dan pengetahuan terkaitpengendalian biologi, khususnya cendawanEntomophthorales yang menginfeksi tungau merah dilapangan.

840 Prosiding Seminar Nasional BKS PTN Barat : 839-845, 2014

BAHAN DAN METODE

Pengambilan sampel tungau merah dilakukan didaerah Bogor, Garut dan Rembang pada tanaman ubikayu. Identifikasi fase cendawan Entomophthoralesdilakukan di Laboratorium Patologi Serangga,Departemen Proteksi Tanaman, Institut PertanianBogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2013sampai bulan Maret 2014.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalahlactophenol cotton blue, alkohol 70%, dan pewarnakuku bening. Alat yang digunakan adalah pinset, gunting,pipet tetes, tisu, kertas label, preparat slide beserta kacapenutup, botol bervolume 30 ml, dan mikroskop cahaya.

Sampel diambil dari tanaman ubi kayu dengan caramemotong bagian tanaman yang terserang tungau.Sampel tungau kemudian dimasukkan kedalam botolbervolume 30 ml yang telah berisi alkohol 70%.Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali selama2 minggu di semua lokasi pengambilan. Jumlah tungauyang diambil berkisar antara 50-70 tungau dalam 1 kalipengambilan dan kemudian dibawa ke laboratoriumuntuk dilakukan pengujian selanjutnya.

Sampel tungau yang diperoleh dari lapang dibawake Laboratorium Patologi Serangga, untuk dibuatpreparat slide. Sebanyak 10 tungau per preparat ditatasecara diagonal dengan ukuran yang relatif sama.Preparat yang dibuat dengan menggunakan mediapewarna lactophenol-cotton blue. Kaca penutupsecara perlahan-lahan diletakkan di atas specimendengan sedikit menekan tubuh tungau dan kemudiandiolesi dengan menggunakan pewarna kuku bening padabagian pinggir kaca. Preparat yang sudah selesai diberilabel yang berisi lokasi pengambilan tanaman sampel,tanggal pengambilan sampel, dan waktu pengambilansampel (hujan atau kemarau).

Preparat tungau diamati dengan menggunakanmikroskop cahaya untuk mengidentifikasi fasecendawan Entomophthorales pada perbesaran 400 kali.Tungau merah yang diidentifikasi diklasifikasikan kedalam 5 kategori (Steinkraus et al. 1995), yaitu tungausehat, tungau terserang konidia sekunder (pada tungkaidan tubuh tungau), badan hifa, konidia primer, sporaistirahat, dan cendawan sekunder yang bersifatsaprofitik, yaitu cendawan selain Entomophthoralesyang berasosiasi dengan cendewan pr imer(Entomophthorales) dan menginfeksi inang yang sudahmati karena infeksi cendawan primer.

Tingkat infeksi cendawan Entomophthorales padatungau merah dihitung menggunakan rumus:

%100kayu ubi anpada tanam tungausampel

i terinfeks yangtungau (%) InfeksiTingkat x

HASIL DAN PEMBAHASAN

HasilPenelitian dilakukan di 3 daerah, yaitu Bogor,

Garut, dan Rembang. Pengambilan sampel tungau diBogor dilakukan di 2 desa, yaitu Desa Babakan Rayadan Desa Cikarawang yang terletak di KecamatanDarmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. KecamatanDarmaga terletak di 06o31’LS 104o44’BT pada ketinggian207-221 m dari atas permukaan laut. Berdasarkan datadari Stasiun Klimatologi Darmaga, Badan Meteorologi,Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), di KecamatanDarmaga. Pada bulan September 2013, temperatur rata-rata 25.1oC dan kelembaban rata-rata 78%. Curah hujanrata-rata di Kecamatan Darmaga adalah 503.2 mm/haridengan hari hujan 28 hari.

Sampel tungau dari daerah Bogor diambil dari 2desa, yaitu Desa Babakan Raya dan Cikarawang.Tanaman ubi kayu di Desa Babakan Raya ditanam ditengah pemukiman warga. Sistem penanaman secaramonokultur dan populasi tanaman berjumlah sedikit.Kondisi tanaman kurang terawat. Hal ini dapat dilihatdari banyaknya gulma yang tinggi disekitar pertanaman.Umur tanaman rata-rata 4 sampai 5 bulan. Tanamanubikayu di Desa Cikarawang terletak pada hamparanlahan pertanian yang luas dengan sekitar lahan terdapattanaman padi dan kacang-kacangan. Tanaman ubi kayudi Cikarawang dilakukan dengan sistem monokultur dankeadaan lahan sangat terawat dengan populasi tanamancukup besar. Rata-rata umur tanaman 5 sampai 6 bulan.

Pengambilan sampel tungau di daerah Garutdilakukan di Desa Sukarame, Kecamatan Bayongbong,pada bulan Juli 2013. Kecamatan Bayongbong terletakpada ketinggian 1248 m dari atas permukaan laut. Curahhujan pada bulan tersebut, rata-rata 265 mm/hari denganhari hujan 16 hari.

Pengambilan sampel tungau di Rembangdilakukan di Desa Gunung Sari, Dukuh Mula, KecamatanKaliori, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah antara akhirbulan Januari sampai awal Februari 2014. Curah hujandi Rembang rata-rata151-200 mm/hari dan ketinggiantempat 70 m diatas permukaan laut.

Sampel tungau diambil pada tanaman ubi kayuyang lahannya terletak di tengah pemukiman warga.Sistem pertanaman di lahan tersebut ditanam secaratumpang sari dengan tanaman ubi jalar dan jagung.Kondisi lahan tersebut, bersih dari gulma di sekitarpertanaman dengan populasi tanaman berjumlah sedikit.Umur tanaman ubi kayu rata-rata 5 sampai 6 bulan.

Sutarjo & Anwar: Eksplorasi Cendawan Entomophtorales 841

Sampel tungau yang diambil di Daerah Rembangdiambil dari Desa Gunung Sari, Dukuh Mulo, JawaTengah. Kondisi tanaman ubi kayu ditanam dilahanpertanian dengan lahan sekitar pertanaman terdapattanaman padi dan jagung. Tanaman ubikayu tersebut,ditumpangsarikan dengan tanaman pepaya dan tanamanpisang dengan kondisi lahan tidak terawat denganpopulasi tanaman sedikit. Umur tanaman rata-rata 2sampai 3 bulan.

Tungau merah yang didapat di lapang yangmenyerang tanaman ubikayu dari Garut, Bogor danRembang tidak dilakukan identifikasi secara spesifik.Hasil pengamatan sekilas, spesies tungau dari 3 daerahdiduga adalah Tetranychus kanzawai yang banyakditemukan pada tanaman ubi kayu di Indonesia. MenurutKalshoven (1981), spesies lain dari Famili Tetranychidaeyang menyerang tanaman ubi kayu, di Indonesia antaralain T. urticae, T. cinnabarinus dan T. bimaculatus

Gejala serangan tungau yang ringan, padapermukaan atas daun terdapat bercak berwarna kuningkeperakan berbentuk seperti garis putus-putus. Gejalaparah bercak berwarna kuning pada permukaan atasdaun menyatu dan daun mengalami klorosis. Permukaanbawah daun terdapat koloni tungau merah yang beradadisepanjang tulang daun. Kerusakan serangan ringan diLapangan terdapat di Garut dan Rembang, sedangkan

kerusakan parah terdapat di Babakan Raya, Bogor danCikarawang, Bogor.

Preparat yang dibuat dalam Eksplorasi cendawanEntomophthorales pada tungau sebanyak 80 preparat(746 tungau merah) pada tanaman ubikayu di daerahGarut, Bogor dan Rembang. Pada pengamatan secaramikroskopis fase cendawan Entomophthorales yangditemukan menginfeksi tungau merah adalah badan hifa,konidia primer, konidia sekunder dan cendawan selainEntomophthorales yang merupakan patogen sekundersetelah infeksi cendawan Entomophthorales. Cendawanpathogen sekunder ini bersifat saprofitik karena hanyamenyerang inang yang telah mati karena infeksi cendawanpathogen primer (Gambar 1).

Pengamatan secara makroskopis denganmengkelompokkan warna, permukaan tubuh tungaumerah dan gejala kerusakan yang didapat dari lapang.Hasil pengamatan secara makroskopis ditemukan warnatubuh tungau yaitu merah, hitam dan coklat. Pada tubuhtungau yang berwarna merah cerah tidak terdapat infeksidari cendawan Entomophthorales dan merupakan tungauyang sehat. Sedangkan tubuh tungau yang berwarnahitam dan coklat ditemukan pada tungau merah yangtelah mati dengan bagian permukaan tubuh tungau rusakdan adanya infeksi dari cendawan Entomophthorales.

Gambar 1. Fase cendawan Entomophthorales yang menginfeksi tungau merah pada tanaman ubikayu; (a) tungausehat, (b) tungau terinfeksi badan hifa berbentuk batang, (c) badan hifa berbentuk bulat, (d) tungauterinfeksi konidia primer (e) tungau terinfeksi konidia sekunder, (f) tungau terinfeksi konidia cendawansaprofitik

842 Prosiding Seminar Nasional BKS PTN Barat : 839-845, 2014

Gambar 2. Komposisi stadia cendawan Entomophthorales yang menginfeksi tungau merah dari Tanaman ubikayu, (a.) Desa Babakan Raya, Bogor, (b.) Desa Cikarawang, Bogor, (c.) Desa Sukarame, Garut,(d.) Desa Gunung Sari, Rembang.

Pengambilan sampel tungau merah dilakukanselama 2 minggu, setiap minggunya dilakukanpengambilan sebanyak 2 kali pada tanaman ubikayu.Pengambilan sampel tungau di Desa Bayongbong, Garutdilakukan pada tanggal 12, 14, 19 dan 21 Juli 2013.Jumlah tungau yang berasosiasi dengan badan hifa secaraberurutan 16.33%, 14.71%, 29.41% dan 35.71%. Padapengamatan 19/07/2013 dan 21/07/2013, persentasebadan hifa sangat tinggi dibandingkan dengan fasecendawan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwaperkembangan cendawan Entomophthorales di lapangmerupakan tahap awal cendawan menginfeksi inangnya.Fase konidia primer tidak ditemukan pada pengamatanyang dilakukan di Garut. Konidia sekunder ditemukan

berasosiasi dengan tungau dengan tingkat 6.12% padapengamatan 12/07/2013 dan 2.94% pada pengamatan14/07/2013. Sedangkan pada pengamatan 19/07/2013dan 21/07/2013, konidia sekunder tidak ditemukan.Cendawan saprofitik ditemukan menginfeksi bangkaitungau pada pengamatan 12/07/2013 dan 21/07/2013dengan tingkat infeksi berturut-turut sebesar 6.12% dan26.79%.

Pengambilan sampel di Kabupaten Bogordilakukan di 2 lokasi, yaitu Desa Babakan Raya danCikarawang pada tanggal 11, 13, 18 dan 20 September2013. Badan hifa yang berasosiasi dengan tungau terjadidi Babakan Raya dengan tingkat infeksi 20.59% padapengamatan tanggal 11/09/2013, 13.04% pada 13/09/

Sutarjo & Anwar: Eksplorasi Cendawan Entomophtorales 843

Tabel 1. Rata-rata tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada tungau merah pada tanaman ubikayu di Bogor,Garut, dan Rembang (%),

Waktu pengamatan Bogor Garut Rembang Babakan Raya Cikarawang Sukarame Gunung Sari

1 28.57 20.59 70.59 28.00 2 17.65 13.01 42.31 14.00 3 29.41 26.08 63.79 48.00 4 62.50 30.61 43.59 42.57

Rata-rata 34.53±19.39 22.58±7.56 55.06±14.27 33.21±15.36

2013, 26.09% pada 18/09/2013 dan 28.57% padapengamatan 20/09/2013. Konidia sekunder hanyaditemukan pada pengamatan 20/09/2013 dengan tingkatinfeksi sebesar 2.04%. Badan hifa ditemukan padatungau di Cikarawang dengan tingkat infeksi sebesar49.02% pada pengamatan tanggal 11/09/2013, 38.46%pada 13/09/2013, 55.17% pada 18/09/2013 dan 41.03%pada pengamatan tanggal 20/09/2013. Komposisi tungauyang terinfeksi konidia sekunder paling tinggi terjadi padapengamatan tanggal 11/09/2013, yaitu 29.41% dan padapengamatan selanjutnya, yaitu13, 18, dan 20 September2013 turun drastis 1.92%, 1.72% dan 2.56%. Konidiaprimer pada tungau ditemukan pada pengamatan tanggal11, 13, 18 September 2013. Proporsi konidia primer yangmenginfeksi tungau pada pengamatan tanggal 11/09/2013dan 13/09/2013 sebesar 1.96% dan 1.92%. Tingkatinfeksi paling tinggi terjadi pada pengamatan tanggal 18/09/2013 sebesar 6.89%. Konidia primer yangmenginfeksi tungau hanya ditemukan pada pengamatandi Desa Cikarawang, Bogor dan tidak ditemukan di Garutdan Rembang.

Hasil pengamatan di Desa Gunung Sari,Kabupaten Rembang, pada tanggal 29, 31 Januari dan2, 8 Februari 2014, menunjukkan bahwa proporsi palingtinggi badan hifa yang menginfeksi tungau terjadi padapengamatan tanggal 08/02/2014 sebesar 43.75% danpaling rendah terjadi pada pengamatan 31/01/2014sebesar 10%. Konidia sekunder ditemukan padapengamatan 29, 31 Januari dan 2 Februari 2014 denganpersentase 4%, 4% dan 6%. Cendawan sekunder yangbersifat saprofitik dan menginfeksi inang setelah infeksicendawan Entomophthorales hanya ditemukan padapengamatan 31/01/2014 dan 02/02/2014 dengan tingkainfeksi masing-masing sebesar 2% dan 12%.

Rata-rata tingkat infeksi cendawan pada tungaudi Daerah Bogor, Garut, dan Rembang sangat berbeda.Rata-rata infeksi tertinggi terjadi di Desa Cikarawang(55.07%) dan yang terendah terjadi di Desa BabakanRaya (22.58%) (Tabel 1).

PEMBAHASAN

Tungau sehat tidak cendawan Entomophthoralesyang menginfeksi bagian tubuh tungau tersebut.Permukaan tubuh tungau tersebut berwarna cerah dantidak terdapat hifa cendawan (Gambar 1A).

Badan hifa (hyphal body) merupakan faseperkembangan vegetatif dari cendawanEntomophthorales yang sering ditemukan pada seranggaatau tungau yang mati. Badan hifa berkembang dariprotoplas yang merupakan proses awal yang terjadi padainang yang terinfeksi. Dinding sel akan mengekspresikanbadan hifa dalam berbagai bentuk yang spesifik. Bentukbadan hifa yang spesifik tersebut menjadi ciri pentingdalam menggolongkan cendawan Entomophthorales(Keller 2007). Badan hifa yang ditemukan berbentukbatang dan bulat dengan dinding sel yang tipis (Gambar1B, 1C). Badan hifa akan berkembang terus sampaimemenuhi hemosol inang dan tungau mati. Setelah inangmati, badan hifa membentuk tabung yang menembuspermukaan luar tubuh inang dan membentuk konidiofordi luar tubuh inang.

Pada ujung konidiofor akan dibentuk konidiaprimer berwarna hialin dan berbentuk seperti buah piratau oval. Bentuk dan ukuran dari konidia primer sangatpenting untuk digunakan sebagai kunci identifikasigolongan cendawan Entomophthorales (Keller 1987).Fase konidia primer ditemukan pada tungau merah yangtelah mati dan hancur (Gambar 1D). Konidia primertidak tahan terhadap lingkungan seperti suhu danmatahari dan tidak bersifat infektif.

Konidia primer membentuk tabung kapilerlangsing yang pada ujungnya akan terbentuk konidiasekunder. Konidia ini bersifat infektif dan stabil terhadaplingkungan. Apabila terjadi kontak antara konidiasekunder dan serangga inang, maka konidia akanmembentuk tabung kecambah (germ tube). Selanjutnya,cendawan akan melakukan invasi pada haemosol

844 Prosiding Seminar Nasional BKS PTN Barat : 839-845, 2014

serangga atau tungau, sehingga terjadi infeksi (Keller1987). Tipe konidia sekunder yang ditemukanmenginfeksi tungau merah diduga adalah Tipe II yangdimiliki oleh genus Neozygites yang sering disebutcapilliconidia (Gambar 1E). Menurut Keller (2007)spesies cendawan Entomophthorales dari genusNeozygites yaitu Neozygites floridana, N. tanajoe danN. tetranychi mampu menginfeksi tungau dari familiTetranychidae.

Spora istirahat (resting spores) merupakanstruktur bertahan cendawan Entomophthorales dengandinding sel ganda dan berukuran tebal. Spora istirahatberfungsi untuk bertahan hidup pada kondisi lingkunganyang kurang menguntungkan atau ketiadaan inang(Steinkraus et al. 1995). Spora istirahat dibentuk secaraaseksual dari suatu badan hifa (azygospores) atausecara seksual dar i konjugasi dua badan hifa(zygospores). Sebagian besar bentuk spora istirahatadalah bulat dan hialin. Beberapa resting spores adayang dikelilingi oleh episporium. Spora istirahat secaraspesifik dapat ditemukan pada genus Neozygites. Sporaistirahat pada Neozygites berwarna coklat gelap sampaihitam, berbentuk bola atau elips, berstruktur halus, danmempunyai dua inti (Keller 2007). Dalam penelitian ini,fase spora istirahat tidak ditemukan pada semua sampeltungau merah dari semua tempat yang diamati.

Cendawan sekunder yang bersifat saprofitikadalah cendawan selain cendawan Entomophthoralesyang hanya ditemukan pada serangga atau tungau yangmati dan merupakan infeksi cendawan lanjutan dariinfeksi patogenik cendawan Entomophthorales yangbersifat cendawan primer. Cendawan ini, memperolehmakanan dari serangga atau tungau yang telah mati(bangkai). Tubuh tungau yang terinfeksi cendawan inidiselimuti oleh hifa berseptat dari cendawan saprofitikdan mudah dibedakan dari badan hifa Entomophthoralesyang tidak bersepta (Gambar 1F).

Genus lain dari ordo Entomophthorales yangmampu menginfeksi tungau adalah Conidiobolus,Entomophaga, Zoophthora, Erynia, Empusa danCulicola. Entomophthora sp. yang dilaporkan juga dapatmenginfeksi Panonychus sp. , Tetranychus sp.,Tyrophagus sp. dan Vatacarus sp. (Poinar 1998).

SIMPULAN

Tungau merah yang diambil dari tanaman ubi kayudi Garut, Bogor dan Rembang sebagian besar terinfeksioleh cendawan Entomophthorales dengan tingkat infeksiyang berbeda-beda. Persentase infeksi pada tungau

merah paling tinggi (56.00%) terjadi di DesaCikarawang, Bogor dan paling rendah (22.86%) di DesaBabakan Raya, Bogor. Cendawan yang menginfeksitungau merah di Garut, Bogor dan Rembang didugaadalah Neozygites spp. Tungau yang terinfeksicendawan Entomophthorales mengalami perubahanwarna coklat kehitaman dan hitam.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik RI. 2012. Tabel luas panen-produksi tanaman ubikayu Provinsi Indonesia[Internet][diunduh 2013 Nov 14]. Tersediapada:http://www.bps.go.id/tnmn pgn.php.

Indiati.1999. Status tungau merah pada tanaman ubikayu.Di dalam: Pemberdayaan Tepung Ubikayu sebagaiSubsidi Terigu, dan Potensi Kacang-kacanganuntuk Pengayaan Kualitas Pangan. Rahmianna(eds). Edisi khusus Balitkabi No.15-1999. Hal122-126.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in indonesia.Ichtiar Baru-van Hoeve. Jakarta. Terjemahandari: De Plagen van de Cultuurgewassen inindonesie.

Keller S. 1987. Arthropoda-patogenic Entomophthoralesof Switzerland. In: Keller S (ed). Arthropod-pathogenic Entomophthorales: Biology, Ecology,Identification. Pp. 7-9. Brussels (BE): COSTOffice.

Keller S. 2007. Fungal struktur and biology.In: Keller S(ed). Arthropod-pathogenicEntomophthorales: Biology, Ecology,Identification. Pp. 27-54. Brussels (BE): COSTOffice.

Keller S, Wegensteiner. 2007. Systematic, taxonomy andidentification. In: Keller S(ed). Anthropod-pathogenic Entomophthorales: Biology,Ecology, Identification. Pp. 111-115.Brussels:COST Office.

Oduor, GI, MW Sabelis, R Lingemana, GJ De Moraes,and JS Yaninek. 1997. Modelling fungal(Neozygites cf. floridana) epizootics in localpopulations of cassava green mites(Mononychellus tanajoa). Experimental &Applied Acarology 21 (1) : 485-506.

Poinar G. 1998. Parasites and Patogens of Mites. AnnualReview of Entomology 43: 449-469

Sutarjo & Anwar: Eksplorasi Cendawan Entomophtorales 845

Steinkraus DC, Geden JG, Ruzt DA. 1995. Prevalenceof Entomophthorales (Diptera: Muscidae) ondairy farms in New York and induction ofepizootics. Biological Control 3(1):93-100.

Wargiono J, Hermanto, Suninhardi. 2009. Ubi kayuInovasi Teknologi dan KebijakanPengembangan. Malang (ID): LembagaPenelitian dan Pengembangan Pertanian.