Sembilan Elemen Jurnalisme
Transcript of Sembilan Elemen Jurnalisme
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 1
Utk Apa jurnalisme Itu?
Tujuan utama dari jurnalisme adalah menyediakan masyarakat informasi yang tidak
berpihak & bebas mereka tentukan sendiri
The Elements of Journalism: Bill Kovach & Tom Rosenstiel
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 2
9 Elemen Jurnalisme
1. Tugas pertama jurnalisme adalah menyampaikan KEBENARAN (fungsional)
2. Loyalitas kepada Masyarakat
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
The elements of Journalism: Bill Kovach & Tom Rosenstiel
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 3
9 Elemen Jurnalisme
4. Independensi
5. Memantau Kekuasaan & Menyambung Lidah Mereka yang Tertindas
6. Jurnalisme sebagai forum publik
The elements of Journalism: Bill Kovach & Tom Rosenstiel
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 4
9 Elemen Jurnalisme
7. Jurnalisme Harus MEMIKAT Sekaligus RELEVAN
8. Kewajiban Wartawan Menjadikan Beritanya PROPORSIONAL & KOMPREHENSIF
9. Setiap Wartawan Harus Mendengarkan Hati Nuraninya Sendiri
The elements of Journalism: Bill Kovach & Tom Rosenstiel
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 5
1. Tugas pertama jurnalisme adalah menyampaikan KEBENARAN (fungsional)
Namun, menurut Kovach & Rosenstielsendiri, ini sebuah ironi, yang justru paling
membingungkan!
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 6
Kebenaran yang mana? Bukankah kebenaran bisa dipandang dr kacamat berbeda2? Tiap-tiap
agama, ideologi ataukah filsafat punya dasar pemikiran yg belum tentu sama. Sejarah pun sering bisa direvisi. Jadi, kebenaran menurut
siapa?
1. Tugas pertama jurnalisme adalah menyampaikan KEBENARAN
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 7
Mnrt Kovach & Rosenstiel masyarakat butuh prosedur & proses utk mendapatkan apa yang
disebut kebenaran fungsional (k.f). Polisi melacak & menangkap tersangka berdasarkan ini. Hakim menjalankan peradilan juga berdasarkan k.f.
1. Tugas pertama jurnalisme adalah menyampaikan KEBENARAN
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 8
Kebenaran fungsional senantiasa bs direvisi. Seorg terdakwa bs dibebaskan krn tdk terbukti
salah. Hakim bs keliru. Pelajaran sejarah bs salah. Bahkan hukum2 alampun bs salah!
1. Tugas pertama jurnalisme adalah menyampaikan KEBENARAN
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 9
Ini pula yg dilakukan jurnalisme. Bukankebenaran dlm tataran filosofis, tapi dlm tataran
fungsional. Kebenaran yg diberitakan mediadibentuk lapisan demi lapisan.
1. Tugas pertama jurnalisme adalah menyampaikan KEBENARAN
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 10
Kovach & Rosenstiel mengambil contoh tabrakan lalu lintas. Hari pertama seorang wartawan memberitakan kecelakaan itu. Di mana, jam
berapa, jenis kendaraannya apa, nomor polisi berapa, korbannya bagaimana.
1. Tugas pertama jurnalisme adalah menyampaikan KEBENARAN
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 11
Hari kedua berita itu mungkin ditanggapi oleh pihak lain. Mungkin polisi, mungkin keluarga
korban. Mungkin ada koreksi. Kemudian, koreksi bisa diberitakan pd hari ketiga/segera mungkin. Ini juga bertambah ketika ada surat pendengar, atau opini lewat telepon, dst. Dari kebenaran sehari-
hari ini terbentuklah bangunan kebenaran yg lebih lengkap.
1. Tugas pertama jurnalisme adalah menyampaikan KEBENARAN
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 12
Mengetahui mana yg benar & mana ygsalah saja tak cukup. Kovach dan Rosenstiel
menerangkan elemen kedua dengan bertanya,“Kepada siapa wartawan harus menempatkan
loyalitasnya? Pada perusahaannya? Padapembacanya? Atau pada masyarakat?” Ingatlah:
wartawan punya tanggungjawab sosial!
2. Loyalitas kepada Masyarakat
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 13
Kovach & Rosenstiel khawatir banyaknya wartawan yang mengurusi bisnis bisa
mengaburkan misi media dlm melayani kepentingan masyarakat. Bisnis media beda dg
bisnis kebanyakan. Dalam bisnis media ada sebuah segitiga. Sisi pertama adalah pembaca,
pemirsa, atau pendengar. Sisi kedua adalah pemasang iklan. Sisi ketiga adalah masyarakat.
2. Loyalitas kepada Masyarakat
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 14
Segitiga Bisnis Media
Masyarakat
Pendengar Pengiklan
2. Loyalitas kepada Masyarakat
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 15
Kovach & Rosenstiel berkata: Pengecekan ulang dengan teliti adalah ESENSI dari jurnalisme!
Disiplin mampu membuat wartawan menyaring desas-desus, gosip, ingatan
yang keliru, manipulasi, untuk mendapatkaninformasi yang akurat. Disiplin verifikasi inilahyang membedakan jurnalisme dengan hiburan,
propaganda, fiksi atau seni.
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 16
Kovach & Rosenstiel berpendapat, “saudara sepupu” hiburan yang disebut infotainment
(dari kata information & entertainment) harus dimengerti wartawan agar tahu mana
batas-batasnya.
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 17
Infotainment hanya terfokus pada apa-apayang menarik perhatian pemirsa/ -
pendengar. Jurnalisme meliputkepentingan masyarakat yang bisa
menghibur tapi juga bisa tidak.
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 18
Bagaimana dg beragamnya standar jurnalisme? Tidakkah disiplin tiap wartawan
dalam melakukan verifikasi bersifat personal? Menurut Kovach & Ronsenstiel,
memang tak setiap wartawan punya: pemahaman yang sama.
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 19
Tidak setiap wartawan tahu standar minimal verifikasi. Susahnya, karena tak dikomunikasikan dengan baik, ini sering
menimbulkan ketidaktahuan pada banyak orang karena disiplin dalam
jurnalisme ini sering terkait dengan apa yg biasa disebut sebagai obyektivitas.
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 20
Orang sering bertanya apa obyektivitas dalam jurnalisme itu? Apakah wartawan
bisa obyektif? Bagaimana dengan wartawan yang punya latar belakang
pendidikan, sosial, ekonomi, kewarganegaraan, etnik, agama &
pengalaman pribadi yang nilai-nilainya berbeda dengan nilai dari peristiwa yang
diliputnya?
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 21
Kovach dan Rosenstiel menjelaskan, pada abad XIX tak mengenal konsep objektivitas itu.
Wartawan zaman itu lebih sering memakai apa yang disebut sebagai realisme. Mereka
percaya bila seorang reporter menggali fakta-fakta dan menyajikannya begitu saja maka
kebenaran bakal muncul dengan sendirinya.
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 22
Ide tentang realisme ini muncul bersamaan dengan terciptanya struktur karangan yang disebut sebagai piramida terbalik di mana fakta yang paling penting diletakkan pada awal laporan, demikian seterusnya, hingga
yang paling kurang penting. Mereka berpendapat struktur itu membuat
pendengar memahami berita secara alamiah.
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 23
Walter Lippmann (wartawan terkemuka New York Times) menekankan, jurnalisme tak cukup hanya dilaporkan oleh “Saksi Mata yang tak terlatih.” Niat baik atau usaha yang jujur juga tak cukup.
Lippmann mengatakan inovasi baru pada zaman itu, misalnya bylines atau kolumnis, juga tidak
cukup.
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 24
Bylines diciptakan agar nama setiap reporter diketahui publik yang bakal mendorong si
reporter bekerja lebih baik karena namanya terpampang jelas. Kolumnis/ulasan adalah
wartawan atau penulis senior yang tugasnya menerangkan suatu peristiwa dengan konteks
yang lebih luas yang mungkin tak bisa dilaporkan reporter yang sibuk bekerja di lapangan.
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 25
Solusinya, menurut Lippmann, wartawan harus menguasai semangat ilmu
pengetahuan (ANALISIS), “Ada satu hal yang bisa disatukan dalam kehidupan yang
berbeda-beda ini. Itu adalah keseragaman dalam mengembangkan metode, ketimbang sebagai tujuan; seragamnya metode yang
ditarik dari pengalaman di lapangan).”
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 26
Baginya, metode jurnalisme bisa obyektif. Namun, obyektifivas bukanlah tujuan.
Obyektivitas adalah disiplin dalam melakukan verifikasi.
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 27
Kovach & Rosenstiel menawarkan 5 konsep dalam verifikasi:
- Jangan menambah atau mengarang apa pun; - Jangan menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa, maupun pendengar; - Bersikaplah setransparan & sejujur mungkin ttg metode & motivasi Anda dlm reportase; - Bersandarlah pd reportase Anda sendiri; - Bersikaplah rendah hati.
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 28
Kovach dan Rosenstiel juga menawarkan metode yang kongkrit dalam melakukan verifikasi:
Pertama, penyuntingan secara skeptis. Penyuntingan harus dilakukan baris demi baris,
kalimat demi kalimat, dengan sikap skeptis. Banyak pertanyaan, banyak gugatan.
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 29
Kedua, memeriksa akurasi. David Yarnold dari San Jose Mercury News mengembangkan satu daftar pertanyaan yang disebutnya “accuracy
checklist.”
- Apakah lead berita sudah didukung dengan data-data penunjang yang cukup?
- Apakah sudah dicek ulang: semua nomor telepon & alamat yg ada dalam laporan tsb?
Bagaimana dengan penulisan/cara pengucapan nama & jabatan?
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 30
- Apakah materi background guna memahami laporan Anda sudah lengkap?
- Apakah semua pihak yang ada dalam laporan sudah diungkapkan dan apakah semua pihak sudah diberi hak untuk bicara?
- Apakah laporan itu berpihak atau membuat penghakiman yang mungkin halus terhadap salah satu pihak? Siapa orang yang kira-kira tak suka dengan laporan Anda lebih dari batas yg wajar?
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 31
- Apa ada yang kurang?
- Apakah semua kutipan akurat dan diberi keterangan dari sumber yang memang mengatakannya? Apakah kutipan-kutipan (insert/actuality) itu mencerminkan pendapat dari yang bersangkutan?
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 32
Ketiga, jangan berasumsi. Jangan percaya pada sumber-sumber resmi begitu saja.
Wartawan harus mendekat pada sumber-sumber primer sedekat mungkin.
David Protess dari Northwestern University memiliki satu metode untuk ini.
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 33
David Protess memakai tiga lingkaran yang konsentris. Lingkaran paling luar berisi data-data sekunder terutama kliping media lain. Lingkaran
yang lebih kecil adalah dokumen-dokumen misalnya laporan pengadilan, laporan polisi, laporan keuangan, dsb. Lingkaran terdalam
adalah saksi mata.
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 34
Data sekunder
Dokumen
Saksi mata
Metode 3 Lingkaran
David Protess
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 35
Metode keempat, pengecekan fakta ala Tom French yang disebut Tom French’s Colored Pencil. Metode ini sederhana.
French, seorang spesialis narasi panjang nonfiksi dari suratkabar St. Petersburg Times, Florida, AS memakai pensil berwarna untuk mengecek fakta-fakta dalam karangannya, baris per baris, kalimat per kalimat.
3. Disiplin dalam Melakukan VERIFIKASI
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 36
“Seorang wartawan adalah mahluk asosial. Asosial bukan berarti antisosial.” (Namun ini sangat dilematis!)
Kovach dan Rosenstiel berpendapat, wartawan boleh mengemukakan pendapatnya dalam kolom opini (tidak dalam berita). Mereka tetap dibilang wartawan walau menunjukkan sikapnya dengan jelas.
4. Independensi
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 37
Kalau begitu wartawan boleh tak netral? Menjadi netral bukanlah prinsip dasar jurnalisme. Imparsialitas juga bukan yang dimaksud dengan obyektivitas.
Prinsipnya, wartawan harus bersikap independen terhadap orang-orang yang mereka liput.
4. Independensi
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 38
Semangat & pikiran untuk bersikap independen ini lebih penting ketimbang NETRALITAS. Namun wartawan yang
beropini juga tetap harus menjaga akurasi dari data-datanya. Menulis opini ibaratnya, menurut Maggie Galagher dari Universal Press Syndicate, “bicara dengan seseorang
yang tak setuju dengan saya.”
Mereka harus tetap melakukan verifikasi, mengabdi pada kepentingan masyarakat, dan memenuhi berbagai
ketentuan lain yang harus ditaati seorang wartawan (kode etik).
4. Independensi
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 39
Kesetiaan pada kebenaran inilah yang membedakan wartawan dengan juru penerangan
atau propaganda.
Kebebasan berpendapat ada pada setiap orang. Tiap orang boleh bicara apa saja walau isinya
propaganda atau menyebarkan kebencian. Tapi jurnalisme bukan hal yang sama.
4. Independensi
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 40
Independensi harus dijunjung tinggi diatas identitas lain seorang wartawan. Ada wartawan yang
beragama Kristen, Islam, berkulit putih, keturunan Asia, keturunan Afrika, laki-laki, perempuan, dsb.
Semua itu harus dinomorduakan! Pertama wartawan dulu, baru sebagai orang Kristen/Islam, dll. Jangan jadikan identitasmu sebagai alasan utk
mendikte-mu.
4. Independensi
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 41
Memantau kekuasaan bukan berarti melukai mereka yang hidupnya nyaman.
Memantau kekuasaan dilakukan dalam kerangka ikut menegakkan demokrasi.
5. Memantau Kekuasaan & Menyambung Lidah Mereka yang Tertindas
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 42
Salah satu cara pemantauan ini adalah melakukan investigative reporting --sebuah jenis
reportase di mana si wartawan berhasil menunjukkan siapa yang salah, siapa yang
melakukan pelanggaran hukum, yang seharusnya jadi terdakwa, dalam suatu
kejahatan publik yang sebelumnya dirahasiakan.
5. Memantau Kekuasaan & Menyambung Lidah Mereka yang Tertindas
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 43
Namun investigasi sering dijadikan barang dagangan (terjadi di AS & juga di Indonesia).
Investigasi tidak sama dengan RUMOR.
Kovach & Rosenstiel menceritakan bagaimana radio-radio di sana menyiarkan rumor dan dengan
seenaknya mengatakan mereka melakukan investigasi. Susahnya, para pendengar, pemirsa, dan pembaca juga tak tahu apa investigasi itu.
5. Memantau Kekuasaan & Menyambung Lidah Mereka yang Tertindas
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 44
Banyak media lebih suka memperdagangkan label-nya saja tetapi tak benar-benar masuk ke dalam
investigasi.
Bob Woodward dari The Washington Post, salah seorang wartawan yang investigasinya ikut mendorong mundurnya Presiden Richard Nixon (skandal Watergate
pada 1970-an), mengatakan: salah satu syarat investigasi adalah “pikiran yang terbuka.”
5. Memantau Kekuasaan & Menyambung Lidah Mereka yang Tertindas
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 45
Manusia itu punya rasa ingin tahu yang alamiah. Bila media melaporkan, katakanlah dari jadwal-
jadwal acara budaya hingga kejahatan publik atau timbulnya suatu tren sosial, ini pasti akan menggelitik rasa ingin tahu pendengar.
Ketika mereka bereaksi terhadap laporan-laporan itu maka masyarakat pun dipenuhi dengan
komentar –mungkin lewat program telepon di radio/talk show, surat pendengar, dsb.
6. Jurnalisme Sebagai Forum Publik
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 46
Pada gilirannya, komentar-komentar dalam program interaktif didengar oleh para politisi & birokrat yang
menjalankan roda pemerintahan. Memang tugas merekalah untuk menangkap aspirasi masyarakat.
Dengan demikian, fungsi jurnalisme sebagai forum publik sangatlah penting karena, seperti pada zaman
Yunani kuno, lewat forum inilah demokrasi ditegakkan.
6. Jurnalisme Sebagai Forum Publik
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 47
Kovach dan Rosenstiel berpendapat jurnalisme yang mengakomodasi debat publik harus dibedakan dengan
“jurnalisme semu,” yang mengadakan debat secara artifisial dengan tujuan menghibur atau melakukan
provokasi.
Munculnya jurnalisme semu itu terjadi karena debatnya tak dibuat berdasarkan fakta-fakta secara memadai. “Talk
is cheap,” kata Kovach dan Rosenstiel.
6. Jurnalisme Sebagai Forum Publik
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 48
Memikat sekaligus relevan. Ironisnya, dua faktor ini justru sering dianggap dua hal yang
bertolakbelakang.
Laporan yang memikat dianggap laporan yang lucu, sensasional, menghibur, dan penuh selebritis. Tapi
laporan yang relevan dianggap kering, penuh dengan
angka-angka, dan membosankan.
7. Jurnalisme Harus Memikat Sekaligus Relevan
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 49
Padahal bukti-bukti cukup banyak, bahwa masyarakat mau keduanya. Orang menonton Cek
& Ricek tapi juga suka menyaksikan Seputar Indonesia, dst.
Majalah The New Yorker terkenal bukan saja karena kartun-kartunnya yang lucu, tapi juga
laporan-laporannya yang panjang & serius. Inilah yang disebut dengan jurnalisme yang bermutu.
7. Jurnalisme Harus Memikat Sekaligus Relevan
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 50
Apa itu berita yang proporsional?
Kovach & Rosenstiel mengatakan banyak suratkabar yang menyajikan berita yang tak
proporsional. Judul-judulnya sensional. Penekanannya pada aspek yang emosional.
8. Kewajiban Wartawan Menjadikan Beritanya PROPORSIONAL & KOMPREHENSIF
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 51
Apa itu berita yang sensasional?
Kovach & Rosenstiel mengambil contoh menarik. Pers sensasional diibaratkan seseorang yang ingin meraih perhatian orang dengan pergi ke tempat umum lalu melepas pakaiannya. Orang pasti suka &
melihatnya.
Pertanyaannya adalah bagaimana orang telanjang itu menjaga kesetiaan orang yang sedang melihatnya?
8. Kewajiban Wartawan Menjadikan Beritanya PROPORSIONAL & KOMPREHENSIF
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 52
Ini berbeda dengan pemain gitar di pusat keramaian. Dia datang ke tempat umum, memainkan gitar, ada sedikit orang yang
memperhatikan.
Namun seiring dengan kualitas permainan gitarnya, makin hari makin banyak orang yang
datang untuk mendengarkan. Pemain gitar inilah contoh pers yang proporsional.
8. Kewajiban Wartawan Menjadikan Beritanya PROPORSIONAL & KOMPREHENSIF
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 53
Masyarakat bisa tahu kalau si wartawan mencoba proporsional atau tidak. Sebaliknya masyarakat
juga tahu kalau si wartawan cuma mau bertelanjang bulat.
SETIAP wartawan harus mendengarkan hati nuraninya sendiri. Dari ruang redaksi hingga ruang direksi,
semua wartawan seyogyanya punya pertimbangan pribadi tentang etika dan tanggungjawab sosial.
8. Kewajiban Wartawan Menjadikan Beritanya PROPORSIONAL & KOMPREHENSIF
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 54
“Setiap individu reporter harus menetapkan kode etiknya sendiri, standarnya sendiri dan berdasarkan model itulah dia membangun karirnya,” kata wartawan televisi Bill Kurtis dari
A&E Network.
Menjalankan prinsip itu tak mudah karena diperlukan suasana kerja yg nyaman, bebas, dimana setiap orang
dirangsang utk bersuara. “Bos, saya kira keputusan Anda keliru!” atau “Pak, ini kok kesannya rasialis” adalah 2 contoh
kalimat yg seharusnya bisa muncul di redaksi.
9. Setiap Wartawan Harus Mendengarkan Hati Nuraninya Sendiri
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 55
Membolehkan tiap individu wartawan menyuarakan hati nurani pada dasarnya membuat urusan
manajemen jadi lebih kompleks. Tapi tugas setiap redaktur untuk memahami persoalan ini.
Mereka memang mengambil keputusan final tapi mereka harus senantiasa membuka diri agar tiap
orang yang hendak memberi kritik atau komentar bisa datang langsung pada mereka.
9. Setiap Wartawan Harus Mendengarkan Hati Nuraninya Sendiri
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 56
Esensi dari jurnalisme adalah disiplin dalam melakukan verifikasi. Ini membuat wartawan bisa
menyaring desas-desus, gosip, atau manipulasi, guna mendapatkan informasi yang akurat. Disiplin
verifikasi membedakan jurnalisme dengan hiburan, propaganda, fiksi atau seni.
Catatan:Dua Elemen Penting Jurnalisme
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 57
Jurnalisme harus memantau kekuasaan & menyambung lidah mereka yang tertindas.
Bukan berarti melukai mereka yang hidupnya nyaman tapi ikut menegakkan demokrasi.
Dua Elemen Penting Jurnalisme
29-31 Ags '08 Firmansyah MS - FNS & YPBHI 58
Daftar Pustaka
1. Kovach, Bill & Rosenstiel, Tom, The Elements of Journalism, 2001
2. Kovach, Bill, Journalism and Patriotism , Commentary, 2003
3. Harsono, Andreas, Resensi Buku ‘Sembilan Elemen
Jurnalisme’, Pantau, Jakarta, 2001.