selulit

10
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Selulit 2.1.1. Definisi Selulit merupakan masalah kosmetik yang kompleks yang terjadi pada banyak wanita paskaremaja (Terranova dkk dalam Godoy, 2011). Selulit adalah perubahan topografi pada kulit yang menampilkan gambaran seperti kulit jeruk (peau d'orange) atau kasur dikarenakan perubahan metabolisme jaringan lemak dan mikrosirkulasi yang disebabkan oleh gangguan darah, limfatik, juga ukuran tubuh yang menyebabkan fibrosklerosis jaringan ikat sehingga menyebabkan herniasi lemak subkutan ke dermis (Goldman, 2006; Misbah H. Khan 2009). 2.1.2. Epidemiologi Selulit terjadi pada sekitar 85-95% wanita paskaremaja yang memperlihatkan derajat selulit yang sama. Prevalensi tersebut terjadi pada wanita di semua ras tapi paling sering terjadi pada wanita Kaukasian daripada wanita Asia (Draelos dalam Avram, 2005). Selulit dilaporkan terjadi pada 65% wanita yang berkisar antara umur 14 - 35 tahun (Goldman, 2006). Selulit jarang terlihat pada laki-laki dan hampir dimana-mana terjadi pada wanita paskaremaja. Hal ini dikarenakan perbedaan hormon (Draelos dkk; Pierard dkk dalam Avram 2005). Selulit sering terlihat pada laki-laki yang kekurangan androgen seperti pada sindrom Klineferter, hypogonadism, dan pada laki-laki yang menderita kanker prostat dan mendapat terapi estrogen (Avram, 2005). 2.1.3. Etiologi Kondisi selulit tidak spesifik terjadi pada wanita yang kelebihan berat badan, walaupun peningkatan adipogenesis akan memperburuk kondisi ini. Selulit merupakan masalah yang kompleks yang melibatkan sistem mikrosirkulasi dan limfatik, juga kelebihan lemak subkutan yang menonjol ke dermis (Pereira; Universitas Sumatera Utara

description

selulit

Transcript of selulit

Page 1: selulit

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Selulit

2.1.1. Definisi

Selulit merupakan masalah kosmetik yang kompleks yang terjadi pada

banyak wanita paskaremaja (Terranova dkk dalam Godoy, 2011). Selulit adalah

perubahan topografi pada kulit yang menampilkan gambaran seperti kulit jeruk

(peau d'orange) atau kasur dikarenakan perubahan metabolisme jaringan lemak

dan mikrosirkulasi yang disebabkan oleh gangguan darah, limfatik, juga ukuran

tubuh yang menyebabkan fibrosklerosis jaringan ikat sehingga menyebabkan

herniasi lemak subkutan ke dermis (Goldman, 2006; Misbah H. Khan 2009).

2.1.2. Epidemiologi

Selulit terjadi pada sekitar 85-95% wanita paskaremaja yang

memperlihatkan derajat selulit yang sama. Prevalensi tersebut terjadi pada wanita

di semua ras tapi paling sering terjadi pada wanita Kaukasian daripada wanita

Asia (Draelos dalam Avram, 2005). Selulit dilaporkan terjadi pada 65% wanita

yang berkisar antara umur 14 - 35 tahun (Goldman, 2006). Selulit jarang terlihat

pada laki-laki dan hampir dimana-mana terjadi pada wanita paskaremaja. Hal ini

dikarenakan perbedaan hormon (Draelos dkk; Pierard dkk dalam Avram 2005).

Selulit sering terlihat pada laki-laki yang kekurangan androgen seperti pada

sindrom Klineferter, hypogonadism, dan pada laki-laki yang menderita kanker

prostat dan mendapat terapi estrogen (Avram, 2005).

2.1.3. Etiologi

Kondisi selulit tidak spesifik terjadi pada wanita yang kelebihan berat

badan, walaupun peningkatan adipogenesis akan memperburuk kondisi ini. Selulit

merupakan masalah yang kompleks yang melibatkan sistem mikrosirkulasi dan

limfatik, juga kelebihan lemak subkutan yang menonjol ke dermis (Pereira;

Universitas Sumatera Utara

Page 2: selulit

5

Gurreiro, 2011).

Faktor resiko selulit meliputi jenis kelamin dikarenakan hormon estrogen

pada wanita dapat menyebabkan perangsangan lipogenesis dan menghambat

lipolisis yang mengakibatkan hipertrofi adiposit. Faktor lain karena perbedaan

anatomi kulit pada pria yang memiliki dermis yang lebih tebal (Goldman dkk,

2006). Juga dijumpai perbedaan pada septa lobus lemak (septa: jaringan ikat yang

didalamnya terdapat lobus-lobus lemak) yang pada wanita persentasi septa

prependikular (tegak lurus) ke permukaan kulit lebih besar dari laki-laki. (Barel,

2009).

Gaya hidup, seperti terlalu banyak mengkonsumsi makanan tinggi

karbohidrat yang memprovokasi hiperinsulinemia dan lipogenesis yang

menyebabkan peningkatan kadar lemak dalam tubuh (Khan, 2009).

Posisi yang terus menerus seperti duduk atau berdiri terus-menerus dapat

menghalangi normal aliran darah menyebabkan perubahan mikrosirkulasi pada

area-area yang rentan terhadap selulit (Khan, 2009).

Kehamilan dimana akan meningkatkan hormon-hormon tertentu seperti

prolaktin dan insulin, dan meningkatkan volume cairan secara keseluruhan,

dimana kedua faktor ini mendukung terjadinya selulit dengan cara lipogenesis dan

retensi cairan (Khan, 2009). Prolaktin adalah hormon hipofisis anterior yang

merangsang dan mempertahankan laktasi pada mamalia postpartum. Insulin

adalah hormon protein utama pengatur bahan bakar, disekresikan ke dalam darah

sebagai respon terhadap meningkatnya kadar glukosa atau asam amino darah.

Insulin memacu penyimpanan glukosa dan asam amino, meningkatkan sintesa

protein dan lipid, serta menghambat lipolisis dan glukoneogenesis (Dorland,

1995).

2.1.4. Etiopatogenesis

Diantara faktor-faktor etiopatogenesis yang menyebabkan selulit,

termasuk diantaranya sirkulasi mikro, yang berasal dari stimulasi hormon jaringan

adiposa, dan mempengaruhi interstisial (Khan, 2009).

2.1.4.1. Sirkulasi Mikro

Yang dapat kita temukan pada sel adiposa adalah inti yang bergeser ke

Universitas Sumatera Utara

Page 3: selulit

6

arah perifer, lobus lemak yang menempati hampir 90% dari sel, nukleus dan golgi

aparatus di posisi lateral, serat-serat periadiposit arghentophilic dan perikapiler,

diameter kapiler (4 mikrometer) yang mengalir ke dalam lobus adiposit. Karena

lipedema (edema pada lipid), sel-sel adiposit memecah dan mengalami perubahan,

hal ini menyebabkan perubahan jaringan makrovaskular. Karena demikian, pada

sel adiposa akan terjadi kekurangan nutrisi dan mengakibatkan terganggunya

distribusi dari sirkulasi mikro, dan menyebabkan hipertrofi adiposa. Hipertofi

adiposa menyebabkan Renault's network (dibentuk oleh periagentophilic,

perikapiler, dan serat periadiposa, yang akan mendukung terjadinya reaksi

hiperplastik dan hipertopi yang menghasilkan prokolagen). Serat prokolagen yang

baru tersebut nantinya akan menjadi serat kolagen yang akan mengubah adiposit

menjadi mikro dan makronodul. Makronodul dapat teraba ketika dipalpasi.

Pemotongan sagital pada kulit memperlihatkan bagaimana makronodul dan

fibrosis tertarik ke dermis dan menghasilkan gambaran kulit jeruk (peau d'orange)

pada permukaan kulit. Hiperplasia dan hipertropi perikapiler dan serat

argentophilic periadiposit adalah karakteristik gejala penyakit (Khan, 2009).

2.1.4.2. Pengaruh Hormon

Anatomi jaringan lemak termasuk dua lapisan yang dipisahkan oleh fasia

supefisial. Lapisan eksternal pada dermis (lapisan areolar) terdiri dari lapisan

vertikal lemak bulat yang besar (lobus). Lapisan dalam (lapisan pipih) tersusun

secara horizontal dengan sel-sel kecil dan lebih banyak pembuluh darah. Wanita

dan anak-anak cenderung memiliki lapisan areolar tebal. Perkembangan jaringan

lemak selama masa pubertas lebih banyak pada wanita dibanding dengan laki-

laki, hal ini dikarenakan pengaruh hormon estrogen dimana 17-β-estradiol

menstimulasi replikasi jaringan lemak. Metabolisme hormon ini stabil dan

bertahan terhadap lipolisis. Selain itu, estrogen akan bekerja pada α-2 ARS di

jaringan lemak untuk meningkatkan respon antilipolisis. Satu-satunya hormon

yang mempengaruhi lipolisis di jaringan lemak adalah katekolamin (epinefrin dan

norepinefrin, sebagai lipolisis) dan insulin (sebagai antilipolisis). Katekolamin

merangsang respon lipolisis. Regulasi lipolisis oleh katekolamin melibatkan

stimulasi adrenergik reseptor dari adenilat siklase melalui α-2 ARS (β1, β2, β-3-

Universitas Sumatera Utara

Page 4: selulit

7

ARS) dan inhibisi oleh α-2 ARS (Khan, 2009).

Jaringan adiposa LPL berkorelasi langsung dengan ukuran sel lemak dan

afinitas terhadap β-AR. Katekolamin menginduksi lipolisis yang dihasilkan oleh

pelepasan LPL yang terlokalisir. Sel lemak perut menunjukan banyak β-AR

dengan ukuran sel yang lebih banyak pada wanita paskamenopause. Di sel gluteal

yang ukurannya lebih, banyak terdapat α-2 AR pada wanita paskamenopause yang

menerima terapi estrogen (Khan, 2009).

2.1.5. Patofisiologi

Terdapat perbedaan yang mencolok pada beberapa literatur mengenai

gambaran mikroanatomi dari selulit, dan patofisiologi dari selulit masih belum

jelas (Pereira; Guerreiro, 2011).

2.1.5.1. Perbedaan struktural dan architectural antara selulit dan lemak

normal

Adanya perubahan jaringan ikat diseluruh dermohypodermal junctions.

Menurut Rosenbaum, adanya pola difusi pada jaringan adiposa ke retikular dermis

yang berefek terhadap efek klinis seperti dimple pada kulit. Namun, Pierard tidak

menemukan adanya hubungan antara tingkatan tonjolan jaringan adiposa ke

retikular dermis dengan efek klinis atau keparahan selulit (Khan, 2009).

Pada selulit ditemukan ketebalan yang tidak merata pada jaringan ikat

septa. Ini terbukti, jika pada daerah suatu kulit dilakukan pencubitan (ditempat

area septa yang menebal) akan terlihat selulit (Khan, 2009).

2.1.5.2. Vaskularisasi Jaringan Selulit

Selulit terjadi berhubungan dengan keadaan vaskularisasi yang memburuk,

khususnya perubahan spingter prekapiler arteriol pada area selulit. Karena

endapan dari GAGs di dinding kapiler dermal dan di dalam substansi antara

kolagen dan jaringan serat elastin. GAGs bersifat hidrofilik, sehingga

menyebabkan peningkatan retensi cairan di dermis, adiposit, dan septa

intralobular sehingga menyebabkan edema, edema ini akan menyebabkan

kompresi pembuluh darah, hipoksia, capillary neoformation yang menyebabkan

microhemorrages (Pereira; Fatima, 2011).

2.1.5.3. Selulit dengan Perubahan Posinflamasi

Universitas Sumatera Utara

Page 5: selulit

8

Kligman melaporkan adanya makrofag dan limfosit pada fibrosis septa

ketika dilakukan biopsi pada pasien selulit, yang bisa disebabkan inflamasi yang

menyebabkan atropi dermis. Namun tidak ditemukan adanya bukti inflamasi pada

pasien selulit (Khan, 2009).

2.1.6. Gejala Kinis

Terdapat gambaran kulit jeruk (peau d'orange) dengan cara visualisasi

atau mencubit pada daerah yang rentan seperti bokong, paha, lengan dan juga

perut. Penekanan yang dalam pada kulit menunjukan perbedaan pada mobilitas

jaringan lemak seperti adanya mikro/makronodul dan fibrosklerosis. Kadang

terdapat nyeri ketika dilakukan palpasi yang dalam. Adanya tempratur pada

permukaan kulit yang ireguler, dapat diobservasi dengan termografi. Adanya cold

spots ketika kita menyentuh kulit pada stadium lanjut. Pada pemeriksaan fisik kita

jumpai adanya venous statis dan edema (Barel, 2009).

Selain gambaran kulit jeruk pada kulit, dapat dilihat perubahan lain seperti

kulit jadi lebih sensitif, kram, gelisah pada malam hari, perubahan warna kulit,

kulit kering, ekimosis, edema, dan juga kelelahan (Goldman, 2006).

2.1.7. Stadium Penyakit

Nurnberger dan Muller juga membagi grade selulit berdasarkan temuan

klinis yang didapat:

• Stage 0: tidak terlihat dimple (gambaran seperti lesung pipit) ketika kulit dicubit

• Stage I: terlihat dimple ketika kulit dicubit, namun tidak terlihat kalau tidak

dicubit

• Stage II: terlihat dimple ketika posisi berdiri, namun tidak terlihat ketika

berbaring

• Stage III: perubahan kulit terlihat ketika posisi berdiri ataupun berbaring

(Knobloch,2009)

Sulit untuk mendeteksi selulit pada stadium awal, gambaran kulit jeruk

tidak selalu ada saat kulit dicubit. Gejala klinis lebih jelas terlihat pada stadium

lanjut seperti gambaran kulit jeruk yang permanen, area kulit tersebut lebih

dingin, dan kulit menjadi lebih sensitif (Barel, 2009).

Pada jaringan lemak yang normal, suplai pembuluh darah dan pembuluh

Universitas Sumatera Utara

Page 6: selulit

9

limfa masih lancar sebagai penghantaran oksigen dan nutrisi dan membuang sisa

metabolisme (Barel, 2009).

Pada stadium 1 selulit, dinding pembuluh darah lebih permeabel sehingga

menyebabkan perembesan plasma darah dari pembuluh darah ke jaringan adiposa

dan terjadi edema disana. Selain itu mungkin adanya masalah dengan sirkulasi

limfatik sehingga menghambat akumulasi cairan. Pada stadium 2, agregasi sel

adiposa dan amplifikasi jaringan fibrillar pada interkoneksi kolagen sel adiposa

menghambat sirkulasi darah sehingga menyebabkan beberapa hemostasis

(berhentinya alian darah dari pembuluh darah). Di stadium 3, sel adiposa

beragregasi menjadi mikronodul (milimeter) yang dikelilingi oleh serat kolagen.

Pada stadium 4, mikronodul tadi sudah mengalami agregasi menjadi makronodul

(ukuran 2-20mm). Jaringan saraf disana mungkin mengalami penekanan oleh

nodul yang lebih besar, orang dengan selulit yang sudah parah akan sering

menderita nyeri karena kulit menjadi lebih sensitif (Barel, 2009).

2.1.8. Diagnosis

Diagnosis selulit dapat ditegakan dengan cara inspeksi keadaan umum

pasien, apakah terdapat perubahan posisi seperti skoliosis ataupun rotasi yang bisa

menyebabkan gangguan fungsional pada hepar dan ginjal, yang dalam hal estika

menyebabkan selulit. Menentukan Indeks Masa Tubuh pasien (Goldman, 2006).

Palpasi untuk menentukan edema dan elastisitas kulit (Goldman, 2006).

Diagnosis juga dapat dilihat dari gambaran histopatologi, memperlihatkan

gambaran fraktur jaringan adiposa dengan lepasnya trigliserida ke ruang

interselular dan adiposit. Menyebabkan septum terlihat menipis karena terhimpit

oleh lobus-lobus lemak (Brandi, 2001).

2.1.9. Penatalaksanaan

2.1.9.1.Penurunan Berat Badan

Penurunan berat badan itu sendiri dapat memperbaiki ataupun

memperburuk selulit. Pada orang dengan Indeks Masa Tubuh yang tinggi

mengalami penurunan berat badan yang signifikan dan berefek baik terhadap

keparahan selulitnya. Namun, selulit juga memburuk pada orang yang mengalami

dengan meningkatkan penyesuaian kulit/kelonggaran kulit (Khan, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: selulit

10

2.1.9.2. Metode Fisik Mekanik dan Panas

Dasar teknik pengobatan dengan memberikan tekanan mekanis (pijatan)

digunakan untuk pengobatan selulit dengan gangguan sirkulasi yang disebut

endermologi.Endermologi bekerja memobilisasi lemak dan meningkatkan aliran

limfatik. Namun tidak berefek banyak terhadap penurunan berat badan dan selulit.

Penurunan keparahan selulit terlihat pada orang yang mengalami penurunan berat

badan dan olahraga (Khan, 2010).

Subsisi adalah metode invasif yang digunakan untuk memperbaiki selulit.

Ini mengurangi pembentukan cekungan kulit dengan memutuskan septa yang

menahan lobus-lobus lemak. Setelah injeksi anestesi lokal dengan jarum ukuran

16 atau 18 dimasukkan ke dalam lemak subkutan dengan arah paralel epidermis

dan septa dipotong (Khan, 2010).

2.1.9.3 Farmakoterapi

Katekolamin seperti aminophilin. Aminophilin menstimulasi aktifitas β-2-

AR dan menyebabkan efek lipolitik lokal. Asam retinoat (retinol 0,3%) digunakan

secara topikal selama 6 bulan atau lebih. Obat ini berperan sebagai anti

adipogenesis dengan menghambat diferensiasi sel-sel lemak manusia (Barel,

2009).

Beberapa preparat lainnya juga terbukti memperbaiki keadaan selulit,

seperti ekstrak tumbuhan seperti teh hijau, anggur, ginkgo biloba, dan centela

asiatica dan xanthine (kafein). Obat pelangsing atau antiselulit ini menstimulasi

aliran darah perifer dan limfatik yang akhirnya menghambat fibrosklerosis lemak

yang dikelilingi matriks kolagen. Suplemen ini bisa digunakan sendiri atau

dikombinasi dengan pijat atau krim topikal. Penggunaan kedua obat yaitu oral dan

topikal memberikan hasil yang lebih baik karena bekerja sinergis dalam

memperbaiki gejala selulit (Barel, 2009).

Terapi carboxy adalah pengobatan karbon dioksida diinjeksikan ke dalam

jaringan subkutan. Pengobatan ini mempengaruhi sel-sel lemak dan sirkulasi.

Obat ini menunjukkan peningkatan elastisitas kulit hingga 55,5% bila

dikombinasikan dengan sedot lemak untuk pengobatan selulit pada paha lateral.

Mekanisme berhubungan dengan peningkatan hiperkapnia dalam aliran darah

Universitas Sumatera Utara

Page 8: selulit

11

kapiler, penurunan konsumsi oksigen pada kulit. Efek ini menyebabkan efek

positif pada proses lipolitik oksidatif fisiologis (Khan dkk, 2010).

2.2. Indeks Masa Tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) atau indeks Quetelet, ditemukan antara 1830

dan 1850 oleh seorang Belgia yang bernama Adolphe Quetelet ketika

mengembangkan "ilmu fisika sosial". IMT telah digunakan oleh World Health

Organization (WHO) sebagai standar untuk mencatat statistik obesitas sejak awal

1980-an (Garabed; Garrow dalam Olivia, 2011).

Indeks massa tubuh (IMT) adalah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi

tinggi dalam meter kuadrat (m2) (Sugondo, 2006). IMT merupakan indikator yang

paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan

lebih dan obesitas pada orang dewasa. IMT dapat memperkirakan jumlah lemak

tubuh yang dapat dinilai dengan menimbang di bawah air (r2 =79%) dengan

kemudian melakukan koreksi terhadap umur dan jenis kelamin (Sugondo dalam

Manik, 2012).

Komposisi tubuh didefinisikan sebagai proporsi relatif dari jaringan lemak

dan jaringan bebas lemak dalam tubuh. Penilaian komposisi tubuh diperlukan

untuk berbagai alasan. Ada korelasi kuat antara obesitas dan peningkatan risiko

berbagai penyakit kronis (penyakit arteri koroner), diabetes, hipertensi, kanker

tertentu, hiperlipidemia. Menilai komposisi tubuh dapat membantu untuk

menetapkan berat badan yang optimal bagi kesehatan dan kinerja fisik (ACSM

dalam Olivia, 2012).

Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan menggunakan persamaan

berat badan dalam kilogram/kuadrat tinggi badan dalam meter. Untuk Asia

Pasifik, WHO mengklasifikasikan IMT menjadi:

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT Berdasarkan WHO untuk Asia Pasifik

IMT (kg/m2) Kategori

<18.5 Underweight

18.5 – 22.9 Normoweight

23 – 24.9 Overweight

Universitas Sumatera Utara

Page 9: selulit

12

> 25 Obese

Sumber : So; Choi dalam Olivia, 2012

Penggunaan IMT sebagai parameter dalam menentukan total lemak tubuh

seseorang memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan dibanding cara yang

lain. Pengukuran IMT dapat memperkirakan total lemak tubuh dengan

perhitungan yang sederhana, cepat, dan murah dalam populasi tertentu.

Pengukuran IMT rutin dilakukan dan sering digunakan dalam studi-studi

epidemiologi. Namun kelemahannya, IMT tidak dapat menjelaskan tentang

distribusi lemak dalam tubuh seperti pada obesitas sentral maupun obesitas

abdominal maupun menggambarkan jaringan lemak viseral. Nilai IMT berbeda

dalam ras/etnis tertentu dan tidak membedakan antara laki-laki maupun

perempuan. Nilai IMT yang tinggi belum tentu karena jaringan lemak tapi dapat

juga karena jaringan otot (Thang et al.; Shakher et al. dalam Olivia, 2012).

2.2.1. Cara Mengukur Indeks Masa Tubuh

Berdasarkan metode pengukuran IMT menurut WHO 2011, untuk

menentukan indeks massa tubuh sampel maka dilakukan dengan cara: sampel

diukur terlebih dahulu berat badannya dengan timbangan kemudian diukur tinggi

badannya dan dimasukkan ke dalam rumus di bawah ini:

IMT = Berat Badan (kilogram)

Tinggi Badan (meter)2

Kemudian interpretasikan hasil IMT yang didapat ke dalam tabel klasifikasi IMT

menurut Asia Pasifik di atas (Manik, 2012).

2.3. Hubungan Antara Grading Selulit dengan Indeks Masa Tubuh

Selulit dapat terjadi pada orang dengan Indeks Masa Tubuh tinggi dan

rendah. Mirashed membandingkan secara klinis, grading selulit dengan MRI

diantara orang-orang yang memiliki Indeks Masa Tubuh berbeda-beda dan

menemukan beberapa korelasi yang positif. Orang dengan Indeks Masa Tubuh

lebih tinggi mempunyai struktur jaringan ikat yang lebih lemah sehingga

Universitas Sumatera Utara

Page 10: selulit

13

menyebabkan peningkatan pengeluaran lobus jaringan adiposa melewati

hipodermis. Jumlah pengeluaran lobus jaringan adiposa yang meninggi

menyebabkan dermis semakin menipis. Didapati jaringan adiposa yang lebih tebal

pada orang yang mengalami selulit Pada orang dengan Indeks Masa Tubuh lebih

rendah, menunjukan perbedaan ketebalan jaringan adiposa. Perbedaan yang

signifikan dijumpai dalam hal ketebalan kulit pada orang yang memiliki Indeks

Masa Tubuh lebih rendah (Khan, 2009).

Pada penelitian dr. Speron tahun 2006, dilakukan studi pada 29 wanita

yang terdaftar dalam program penurunan berat badan yang diawasi oleh medis.

Penurunan berat badan ini rata-rata berkisar 2,3 hingga 102 pons. Pada akhir

penelitian, 17 pasien menghasilkan tampilan yang baik di daerah selulit, selulit

terlihat lebih dangkal. Tapi 9 menunjukan hasil yang buruk. Pada beberapa orang

selulit memang tidak benar-benar hilang. Pasien yang mengalami penurunan berat

badan dalam jumlah besar terutama di daerah paha mengalami perbaikan yang

sangat besar, pasien ini merupakan pasien dengan IMT yang awalnya sangat

tinggi dan memiliki selulit yang terparah. Pasien yang selulitnya memburuk

awalnya memiliki IMT yang lebih rendah, kemudian mengalami penurunan berat

badan, namun persentasi lemak di paha tidak menurun (Roberts, 2006).

Universitas Sumatera Utara