Self Despensing
Transcript of Self Despensing
-
7/27/2019 Self Despensing
1/11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelanggaran etika profesi dokter dimana dokter tersebut sekaligus langsung
memberikan obat kepada pasien (self dispensing) merupakan pelanggaran kode etik profesi
kedokteran, menyalahi disiplin, dan bila ada yang melaporkan dapat dikenai tuduhan
melanggar tata cara pengadaan obat.1
Self dispensing hanya dibenarkan jika tidak ada sarana, seperti apotek, di sekitar
tempat praktik, setidaknya jarak praktik dokter dengan apotek minimal 10 kilometer, ujar staf
pengajar Forensik dan Hukum Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
(Undip) Semarang, dr. Gatot Suharto, S.H., Dipl. For.Med., di Semarang, Senin. 1
Secara khusus, Kode Etik Kedokteran diatur dalam UU Praktik Kedokteran Nomor 29
Tahun 2004, dan secara umum diatur dalam UU Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992.
Pemberian terapi obat langsung dari dokter kepada pasien diperbolehkan, jika menghadapi
situasi darurat dan hanya untuk dosis awal. 1
Seorang dokter dapat dilaporkan atas penyaluran obat, karena menyalahi tata cara
disiplin obat di Indonesia, mengingat yang diberi izin menyalurkan obat yang diresepkan
adalah apotek. Ini merupakan pelanggaran etika dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sudah
sering memberikan peringatan, tapi terkadang praktik self dispensing memang tidak mudah
dibuktikan. 1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi inti penulisan makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud denganself despensing?2. Apakah dasar hukum pemberian obat oleh dokter ?3. Apa saja pelanggaran yang terjadi dalam praktek kedokteran terutama perihal
pemberian obat dokter ?
4. Bagaimana mekanisme pemberian obat oleh dokter menurut hukum yang berlaku ?5. Bagaimana kaidah bioetik dalam pemberian obat ?
-
7/27/2019 Self Despensing
2/11
1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan :
1. Memberikan informasi umumself despensing.2. Mengkaji mengenaiself despensingdan pelanggarannya.3. Mengetahui penerapan undang-undang pengaturself despensing
1.4 Manfaat Makalah ini
1. Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan mengenai pemberian obat oleh dokter2. Bagi pembaca dapat meningkatkan penetahuan dasar hukum pemberian obat oleh
dokter dan aplikasinya dalam praktik kedokteran.
-
7/27/2019 Self Despensing
3/11
BAB II
PERUMUSAN MASALAH
Salah satu masalah yang perlu dikaji ulang dalam undang-undang RI No. 29 Tahun
2004 tentang praktik kedokteran yang menyatakan bahwa : Kewenangan dokter dan dokter
gigiadalah meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah
terpencil yang tidak ada apotek 2
Setidaknya jarak praktik dokter dengan apotek minimal 10 kilometer. Jelas sikatakan
bahwa pemberian obat sendiri oleh dokter (self despensing) dengan jarak yang dekat dengan
apotek merupakan hal yang dilarang. 2
Pemerintah telah membuat peraturan yang menyatakan dokter hanya boleh
memberikan obat apabila tempat praktiknya terpencil atau jauh dari apotek, kenyataannya
pada masa sekarang walaupun apotek tidak sejauh itu para dokter banyak melakukan self
despensing. 2
Dalam undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 bahwa :3
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengolahan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat, dan obat tradsional.
Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa sebenarnya yang berhak memberikan atau
menjual obat adalah kefarmasian atau apotek(er). Dokter hnaya boleh memberikan obat
langsung berupa injeksi atau apabila kondisi pasien gawat darurat dan harus segera
membutuhkan obat, tugas dokter juga hanya mendiagnosa dan melakukan terapi pasien.
Sedangkan obat diberikan dalam bentuk resep yang harus ditebus di apotek.4
Self despensing terjadi berawal dari tidak transparannya harga obat dan minimnya
informasi mengenai obat yang dapat memberikan peluang yang bisa dimanfaatkan oleh
perusahaan obat untuk kerjasama dengan pihak dokter. 5
-
7/27/2019 Self Despensing
4/11
Perusahaan obat memberikan potokan harga terhadap pihak dokter hngga mencapai
40%, sedangkan kepada pihak apotek hanya 5%-10%. Sehingga perusahaan obat lebih
memilih agar obatnya dijual ke meja dokter, asumsinya adalah dokter lebih mudah menjual
resep dokter, data yang penyusun peroleh juga menyebutkan bahwa total market obat
Indonesia sebesar Rp. 20,3 triliun. Distribusi di apotek kurang dari Rp. 5,3 triliun, dan di toko
obat dan rumah sakit sebesar Rp. 4,5 triliun dan sisanya ada di meja dokter.7
Namun seiring dengan perkembangan jaman, kini apotek telah banyak didirikan,
bahkan sampai ke kota-kota kecamatan. Terlebih lagi dengan dikeluarkannya UU no.29 tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran (selanjutnya disebut UUPK) yang diberlakukan tanggal 6
Oktober 2005.8
Praktik dokter yang sekaligus langsung memberikan obat kepada pasien (self
dispensing) masih menjadi pro dan kontra sampai sekarang. Mereka yang kontra
mengganggap self dispensing merupakan pelanggaran kode etik profesi kedokteran,
menyalahi disiplin, dan bila ada yang melaporkan dapat dikenai tuduhan melanggar tata cara
pengadaan obat, kata seorang praktisi hukum kedokteran. Selain itu self dispensing juga
dianggap memberikan keuntungan ekonomi yang tidak wajar bagi dokter., kalangan apoteker
juga menganggap dokter telah merebut lahan mereka. Di samping pihak yang kontra, tentu
masih ada pihak yang berpendapat bahwa dispensing ini adalah suatu bentuk solusi terhadap
beberapa masalah yang timbul dalam penyediaan obat. Melalui makalah ini penulis mencoba
membahas pro dan kontra mengenai masalah dispensing obat dari berbagai aspek.8
-
7/27/2019 Self Despensing
5/11
BAB III
PEMBAHASAN
Adanyaself despensingmemang dilarang oleh pemerintah. Hal tersebut tidak hanya
merugikan pihak apotek karena lapangan pekerjaannya diambil oleh pihak dokter, namun
juga pasien tidak mendapatkan resep yang dapat dijadikan pembanding atau pengendali
apabila membeli obat ke apotek mengingat tugas apotek adalah pembanding dan pengendali
sediaan farmasi sehingga obat tersebut tidak digunakan secara berlebihan. Namun, self
despensingjuga dapat menguntungkan pasien karena dengan dokter menyediakan obat di
tempat praktiknya pasien tidak perlu bersusah payah ke apotek.7
Tujuan tidak diperbolehkannya self despensing adalah agar terciptanya mekanisme
kontrol. Karena pemerintah telah memberikan aturanyang memisahkan ilmu kefarmasian dan
praktik kedokteran dalam tugas yang berbeda.7
Dalam permasalahan self despensing dampakself despensing dokter tidak hanya
dirasakan oleh pasien karena tidak mendapatkan resep yang dapat dijadikan pembanding
apabila membeli obat di apotek, namun juga apoteker yang lapangan pekerjaannya diambil
oleh dokter.6
Berkaitan dengan undang-undang tentang praktik kedokteran yang menyatakan bahwa
self despensing tidak boleh dilakukan kecuali di tempat terpencil yang jauh dari apotek
adalah masih dirasa mengambang dan belum jelas, karena penentuan beberapa jauh jarak
antara praktik dokter dan apotek tidak ditentukan. Sehingga self despensing diperbolehkan
selama hak dan kewajiban dokter, pasien dan apoteker terpenuhi dan dampak negatifself
despensingbisa diatasi.6
Pelanggaran terhadap kode etik profesi bisa dalam berbagai bentuk, meskipun dalam
praktek yang umum dijumpai akan mencakup dua kasus utama, yaitu:8
a) Pelanggaran terhadap perbuatan yang tidak mencerminkan respek terhadap nilai-nilaiyang seharusnya dijunjung tinggi oleh profesi itu. Memperdagangkan jasa atau
membeda-bedakan pelayanan jasa atas dasar keinginan untuk mendapatkan keuntungan
uang yang berkelebihan ataupun kekuasaan merupakan perbuatan yang sering dianggap
melanggar kode etik profesi.8
-
7/27/2019 Self Despensing
6/11
b) Pelanggaran terhadap perbuatan pelayanan jasa profesi yang kurang mencerminkankualitas keahlian yang sulit atau kurang dapat dipertanggung-jawabkan menurut standar
maupun kriteria profesional.8
Dispensing berasal dari kata bahasa Inggris, yaitu to dispense, yang secara harfiah
berarti membagikan. Jadi apabila dokter dispensing obat, artinya dokter membagikan obat
kepada pasien. Namun di dalam praktiknya dokter tidak hanya membagikan obat, juga
menyimpan sejumlah obat di tempat praktik kedokteran pribadinya.9
Self dispensinghanya dibenarkan jika: 9
a. Tidak ada sarana, seperti apotek, di sekitar tempat praktik, setidaknya jarak praktikdokter dengan apotek minimal 10 kilometer.
b. Pada situasi darurat dan hanya untuk dosis awalMasalah dispensing obat adalah masalah nasional, dari Sabang hingga ke Marauke
hampir seluruh dokter di daerah melakukannya, bahkan sebagian kecil dokter di kota besar
juga melakukan. Hal ini mencuat ke permukaan karena adanya upaya penegakan hukum
terhadap dispensing obat oleh sebagian aparat hukum di beberapa tempat tertentu, yang
menggunakan UUPK & UU no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya disebut UUK),
sebagai dasar untuk melakukan penegakan hukum. 9
Menurut UU No 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran Pasal 35 (i) dan (j) self
dispensing hanya boleh dilakukan oleh dokter dokter dan dokter gigi untuk menyimpan obat
selain obat suntik sebagai upaya untuk menyelamatkan pasien. Obat tersebut diperoleh
dokter atau dokter gigi dari apoteker yang memiliki izin untuk mengelola apotek. Jumlah obat
yang boleh disediakan pun terbatas pada kebutuhan pelayanan.10
Selain itu UUK melalui Pasal 108 : 3
Ayat (1) menentukan, bahwa praktik kefarmasian dalam pengadaan, distribusi &pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu yang
mempunyai keakhlian & kewenangan.3
Ayat (2) menentukan pengaturan lebih lanjut akan diatur dengan PeraturanPemerintah.
-
7/27/2019 Self Despensing
7/11
Kemudian ketentuan Pidana dalam UUK melalui Pasal 198, ditetapkan tentang
barangsiapa yang tanpa kewenangan & keakhlian melakukan pekerjaan seperti Pasal 108
Ayat (1), maka akan dikenakan sanksi pidana denda Rp. 100.000.000,-.
Kedua ketentuan ini, untuk dapat dilaksanakan membutuhkan Peraturan Pelaksanaan, karena
disyaratkan adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih lebih lanjut, PP tentang
pengadaan, penyimpanan & pendistribusian obat telah dibentuk yakni PP No. 72/98 tentang
Pengaman Sediaan Farmasi & Alat Kesehatan, yang memberikan hak kepada apotek untuk
menyerahkan obat. . Berdasarkan kedua Undang-undang ini jelaslah tidak benar bila dokter
melakukan praktek self dispensing dalam pemberian pelayanannya karena bertentangan
dengan undang-undang yang berlaku. 3
Namun perlu diingat juga bahwa pada kenyataannya praktek self dispensing ini telah
berjalan selama puluhan tahun terutama di daerah. Masyarakat di daerah juga telah menjadi
terbiasa dengan paket pengobatan seperti ini sehingga sulit untuk memberantas praktik
tersebut. Selain itu dokter juga mempunyai alasan tersendiri mengapa mereka melakukan
self dispensing,antara lain:10
1. Tidak adanya apotek di sekitar praktek dokter tersebut.Dalam hal ini beberapa ahli menyatakan batasan tidak adanya apotik dalam jarak 10
kilometer. 10
2. Memastikan pasien mendapat obat yang diresepkan.Ada kalanya resep yang diresepkan dokter (dan memang diperlukan pasien) sangat sulit
dicari di lokasi tersebut (misalnya saja diazepam, obat ini termasuk sulit dicari padahal
obat ini termasuk obat penting dalam penanganan kejang). Dalam hal ini dispensing akan
menjamin obat yang diresepkan tersedia di tempat praktek dokter tersebut. 10
3. Memastikan pasien mendapat informasi yang tepatContoh kasus: dokter Spesialis saraf yang bercerita, beliau memberikan resep
gabapenting 100 mg 2 kali sehari dan amitripin 10 mg kepada pasien Polineuropati.
Seminggu kemudian pasien tersebut diminta control. Ternyata pada saat kontrol pasien
tersebut berkata Ada satu obat yang tidak saya beli, saya bingung karena petugas di
Apotek memberitahu bahwa ini obat anti epilepsy. Informasi ayng diberikan petugas
apotek tersebut memang tidak salah. Namun memberikan kesan yang salah. Gabapentin
merupakan obat anti epilepsy, namun juga berpertan sebagai obat anti nyeri akibat
-
7/27/2019 Self Despensing
8/11
kerusakan saraf. Dispensing dalam hal ini berperan agar pasien mendapatkan informasi
yang utuh dan lengkap. 10
4. One stop serviceMenunggu bukanlah pekerjaan yang menyenangkan. Apalagi bila dalam kondisi sakit
dan sangat butuh beristirahat. Untuk pasien yang tidak ingin waktu istirahatnya terbuang
dengan menunggu, One Stop Service dalam hal ini praktik self dispensing oleh dokter
merupakan suatu alternative yang membantu, karena tidak semua dokter mendirikan satu
apotek di sebelahnya, inilah alasan beberapa dokter melakukan dispensing.10
Selain itu banyaknya apotek yang beroperasi tidak sesuai standar, misalnya
saja,apoteker tidak selalu berada di tempat, pelayanan di apotek dimana yang menyediakan &
memberikan obat, bukan lulusan Sekolah Menengah Farmasi, apotek yang menjual obat yang
kedaluarsa juga harus dibenahi terlebih dahulu agar peniadaan self dispensing oleh dokter
sesuai Undang-undang juga dibarengi dengan pelayanan pemberian obat yang baik sehingga
konsumen tidak dirugikan. 10
Sementara ini, sebelum adanya pengaturan yang mengatur tentang dispensing obat,
Kepala Dinas masing-masing daerah Kota/Kabupaten, bersama-sama dengan instansi terkait
mengatur tentang pendelegasian wewenang dari lembaga yang berhak mendistribusikan obat
(apotek) kepada dokter. 10
Masalah pengawasan tentunya sangat penting, kepatuhan dokter & apotek(er)
terhadap hukum juga harus dilaksanakan, para pihak saling menghormati satu dengan
lainnya. Pedagang Besar farmasi pun harus memenuhi ketentuan hukum, agar semua pihak
tidak melanggar hukum lagi. 10
Bagi pihak yang melanggar ketentuan, patut diberi sanksi, namun sanksinya bukan
berupa sanksi penjara, karena tidak ada gunanya memenjarakan dokter, apoteker atau pemilik
pedagang besar farmasi, cukup berupa sanksi administratif, karena yang terjadi adalah
pelanggaran administratif, bukan kejahatan adminstratif, yakni sanksi berupa teguran sampai
dengan pencabutan izin praktik atau usaha. Janganlah terjadi kriminalisasi dari dispensing
obat, yang pada giliran akan merugikan semua pihak. 10
-
7/27/2019 Self Despensing
9/11
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Dokter dalam melakukan self despensing obat harus mengeluarkan resep. Karenaself
despensing menjadikan salah satu hak pasien terampas yaitu menuntut tanggung jawab
apabila terjadi medication error dan kewajiban dokter untuk bertanggung jawab apabila
terjadi medical error. Biasanya dokter dengan self despensing tidak memberikan resep,
sedangkan resep adalah sebuah alat yang bisa dijadikan bukti tanggungjawab pengobatan.
Penanganan terhadap masalah dispensing obat harus diselesaikan secara bijaksana dan
menyeluruh, karena bukan hanya menyangkut tenaga kesehatan yaitu dokter dan apoteker,
namun juga menyangkut masalah kebutuhan orang sakit. Yang sebagian besar menyangkut
orang sakit yang kurang mampu secara ekonomi, yakni golongan masyarakat yang untuk
biaya berobat pun mengalami kesulitan.
Berkaitan dengan undang-undang tentang praktik kedokteran yang menyatakan bahwa
self despensing tidak boleh dilakukan kecuali di tempat terpencil yang jauh dari apotek
adalah masih dirasa mengambang dan belum jelas, karena penentuan beberapa jauh jarak
antara praktik dokter dan apotek tidak ditentukan. Sehingga self despensing diperbolehkan
selama hak dan kewajiban dokter, pasien dan apoteker terpenuhi dan dampak negatifself
despensingbisa diatasi.
IV. 2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya bagi praktisi hukum khususnya dan masyarakat
umumnya, dengan melihat kehidupan yang semakin modern ini, maka ada beberapa saran
yang dapat dikemukakan, yaitu :
1. Himbauan kepada dokter yang melakukan self despensing, agar lebihmemperhatikan ketelitian dalam pemberian obat.
-
7/27/2019 Self Despensing
10/11
2. Undang-undang tentang praktik kedokteran khususnya pasal 35 ayat (1) huruf jperlu direvisi karena masih belum jelas sehingga menimbulkan pendapat-pendapat
yang berbeda-beda.
3. Kepada pihak kefarmasian, penertiban praktik self dispensing oleh dokterhendaknya diiringi dengan perbaikan pelayanan kefarmasian agar pasien sebagai
konsumen tidak dirugikan.
-
7/27/2019 Self Despensing
11/11
DAFTAR PUSTAKA
1. Yulianto. Etik Profesi Dokter. Tugas Etik Profesi Dokter. 20102.3. Menurut UU No 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran Pasal 35 ayat (1)
huruf J
4. Undang undang Kesehatan Pasal 1 ayat (13)5. Alexandra Indianti Dewi, Mafia Kesehatan cetakan ke 1. Yogyakarta. 20086. Khuzaemah. Self Dispensing (Pemberian Obat Sendiri Oleh Dokter) Menurut
Hukum Islam. Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.Yogyakarta. 2009
7. Alexandra Indrianti Dewi, Etika dan Hukum Kesehatan cet ke 1. Yogyakarta.2008.
8. Dikutip dari (http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/06/kriminalisasi-dispensing-obat/) diakses Oktober 2013
9. Wila Ch. Supriadi, Kriminalisasi Dispensing Obat. Diakses darihttp://hukumkes.wordpress.com/2008/03/06/kriminalisasi-dispensing-obat/
Oktober 2013.
10.Dikutip dari(http://www.medicalera.com/index.php?option=com_community&view=groups&
task=viewdiscussion&groupid=37&topicid=20&Itemid=334) diakses Oktober
2013
http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/06/kriminalisasi-dispensing-obat/http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/06/kriminalisasi-dispensing-obat/http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/06/kriminalisasi-dispensing-obat/http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/06/kriminalisasi-dispensing-obat/http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/06/kriminalisasi-dispensing-obat/http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/06/kriminalisasi-dispensing-obat/http://www.medicalera.com/index.php?option=com_community&view=groups&task=viewdiscussion&groupid=37&topicid=20&Itemid=334http://www.medicalera.com/index.php?option=com_community&view=groups&task=viewdiscussion&groupid=37&topicid=20&Itemid=334http://www.medicalera.com/index.php?option=com_community&view=groups&task=viewdiscussion&groupid=37&topicid=20&Itemid=334http://www.medicalera.com/index.php?option=com_community&view=groups&task=viewdiscussion&groupid=37&topicid=20&Itemid=334http://www.medicalera.com/index.php?option=com_community&view=groups&task=viewdiscussion&groupid=37&topicid=20&Itemid=334http://www.medicalera.com/index.php?option=com_community&view=groups&task=viewdiscussion&groupid=37&topicid=20&Itemid=334http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/06/kriminalisasi-dispensing-obat/http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/06/kriminalisasi-dispensing-obat/http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/06/kriminalisasi-dispensing-obat/