SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG DALAM KISAH...

12
1 SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG DALAM KISAH PADA SUATU HARI… KARYA ALINAFIAH LUBIS Ratna Erika M. Suwarno Universitas Padjadjaran, Bandung [email protected] Abstrak Dalam selebrasi 200 tahun kota Bandung, beberapa inisiatif lokal bergerak mengumpulkan tulisan tentang kota Bandung tempo dulu. Dengan latar kota Bandung pada tahun 1960-an, kisah Pada Suatu Hari… (2010) bercerita tentang keseharian tiga orang sahabat dari latar belakang budaya dan status ekonomi yang berbeda. Latar kota Bandung tidak hanya muncul sebagai bagian dari memori atas ruang kota Bandung dan waktu tahun 1960-an tetapi juga sebagai sebuah tawaran nostalgia dalam keseharian modern Bandung yang menyajikan kerinduan akan ruang kota Bandung dalam rentang waktu yang sudah berlalu. Pembahasan dalam makalah ini berfokus pada deskripsi ruangjalanan kota Bandung tahun 60-an dan kisah hujan di kota Bandung sebagai bentuk ungkapan kerinduan atas ruang waktu kota. Pngalaman atas antusiasme terhadap hiburan bioskop sebagai bagian keseharian menjadi bagian penting dari nostalgia atas kota Bandung. Di akhir paparan makalah ini, persepsi personal atas ruang waktu kota dalam kisah ini bermuara pada nostalgia. Kisah ini juga menjadisebuah bentuk memori personal atas kota Bandung tempo dulu dan sebuah kritik sosial terhadap kota Bandung masa kini, dalam lingkup selebrasi atas ruang waktu kota Bandung. Kata kunci: Bandung, kritik sosial, memori personal, narasi ruang kota, nostalgia. Pendahuluan Rangkaian perayaan 200 tahun Hari Jadi Kota Bandung tahun 2010saat itu popular disebut dengan HJKBmenjadi satu momen selebrasi penting dalam kegiatan kota Bandung. Dada Rosada, Walikota Bandung saat itu, menyatakan bahwa kegiatan HJKB 2010 harus “mampu memotivasi warganya untuk lebih produktif dalam mengisi perjalanan Kota Bandung ke depan.” (2010: 1). Bermacam bentuk kreatifitas lantas bermunculan sebagai bagian selebrasi Kota Bandung ini. Salah satu penerbit lokal, Khazanah Bahari Bandung, menerbitkan beberapa buku mengenai dan berlatar kota Bandung, khususnya buku bertemakan

Transcript of SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG DALAM KISAH...

Page 1: SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG DALAM KISAH …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11-A-Makalah... · Beberapa cerpen karyanya pun telah dimuat di koran ... serta

1

SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG

DALAM KISAH PADA SUATU HARI… KARYA ALINAFIAH

LUBIS

Ratna Erika M. Suwarno

Universitas Padjadjaran, Bandung

[email protected]

Abstrak

Dalam selebrasi 200 tahun kota Bandung, beberapa inisiatif lokal bergerak

mengumpulkan tulisan tentang kota Bandung tempo dulu. Dengan latar kota

Bandung pada tahun 1960-an, kisah Pada Suatu Hari… (2010) bercerita tentang

keseharian tiga orang sahabat dari latar belakang budaya dan status ekonomi yang

berbeda. Latar kota Bandung tidak hanya muncul sebagai bagian dari memori atas

ruang kota Bandung dan waktu tahun 1960-an tetapi juga sebagai sebuah tawaran

nostalgia dalam keseharian modern Bandung yang menyajikan kerinduan akan

ruang kota Bandung dalam rentang waktu yang sudah berlalu. Pembahasan dalam

makalah ini berfokus pada deskripsi ruangjalanan kota Bandung tahun 60-an dan

kisah hujan di kota Bandung sebagai bentuk ungkapan kerinduan atas ruang

waktu kota. Pngalaman atas antusiasme terhadap hiburan bioskop sebagai bagian

keseharian menjadi bagian penting dari nostalgia atas kota Bandung. Di akhir

paparan makalah ini, persepsi personal atas ruang waktu kota dalam kisah ini

bermuara pada nostalgia. Kisah ini juga menjadisebuah bentuk memori personal

atas kota Bandung tempo dulu dan sebuah kritik sosial terhadap kota Bandung

masa kini, dalam lingkup selebrasi atas ruang waktu kota Bandung.

Kata kunci: Bandung, kritik sosial, memori personal, narasi ruang kota,

nostalgia.

Pendahuluan

Rangkaian perayaan 200 tahun Hari Jadi Kota Bandung tahun 2010—saat itu

popular disebut dengan HJKB—menjadi satu momen selebrasi penting dalam

kegiatan kota Bandung. Dada Rosada, Walikota Bandung saat itu, menyatakan

bahwa kegiatan HJKB 2010 harus “mampu memotivasi warganya untuk lebih

produktif dalam mengisi perjalanan Kota Bandung ke depan.” (2010: 1).

Bermacam bentuk kreatifitas lantas bermunculan sebagai bagian selebrasi Kota

Bandung ini. Salah satu penerbit lokal, Khazanah Bahari Bandung, menerbitkan

beberapa buku mengenai dan berlatar kota Bandung, khususnya buku bertemakan

Page 2: SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG DALAM KISAH …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11-A-Makalah... · Beberapa cerpen karyanya pun telah dimuat di koran ... serta

2

Bandung tempo dulu. Buku-buku tersebut berkisar pada buku foto yang memuat

gambaran Bandung di zaman kolonial Belanda, buku kuliner Bandung zaman

awal kemerdekaan, dan kisah milik Alinafiah Lubis yang berjudulPada Suatu

Hari... sebagai satu-satunya kisah fiksi berlatar kota Bandung tahun 1960-an.

Alinifiah Lubis sebagai penulis kelahiran Pematang Siantar adalah

pendatang di kota Bandung yang mulai menulis dan aktif dalam pementasan

sandiwara pada tahun 1960-an. Karyanya beberapa muncul di akhir tahun 70-an,

termasuk Beruang Peminum Nira (1977) dan Si Parpodom (1978) yang

diterbitkan oleh Pustaka Jaya. Beberapa cerpen karyanya pun telah dimuat di

koran sirkulasi Bandung dan Jakarta. Ia aktif sebagai Wartawan Kantor Berita

Nasional (KNI) Bandung hingga tahun 2000. Karya terakhirnya adalah Pada

Suatu Hari… yang diterbitkan seiring dengan perayaan HJKB pada tahun 2010.

Pada Suatu Hari…bermula dengan cerita keseharian tiga lelaki muda yang

sedang bersekolah di kota Bandung. Lugud sebagai tokoh utama adalah seorang

pemuda dari Medan yang bersekolah di Bandung. Dalam kegalauannya ia

mencoba untuk mencari pekerjaan yang bisa menjamin masa depannya di kota

Bandung. Bersamanya ada para sahabat, Sanusi dan Wawan, yang juga berjuang

mencari pekerjaan setelah mereka lulus kuliah. Persahabatan mereka melebar saat

orang tua Sanusi, Pak Wardja dan Ibu Suwaningsih,juga terceritakan lewat

interaksi mereka dengan Lugud. Fokus pada Lugud semakin kentara menjelang

akhir cerita dengan kisah yang semakin terpusat pada hanya dirinya.Di akhir kisah

memori personal tentangnya mendominasi dan mengalahkan memori ruang kota.

Seiring berkembangnya cerita, Naida, adik Sanusi, juga perlahan menjadi tokoh

yang menjadi penting sebagai love interest Lugud, dan bagian dari tujuan Lugud

berada di kota Bandung.

Dengan pembacaan lebih lanjut disimpulkan bahwa cerita ini sebenarnya

lebih berpusat pada prose Lugud menjadikan kota Bandung sebagai rumahhnya.

Sebagai bukan orang Bandung, Lugud berusaha untuk membuat akar identitasnya

berada di ruang kota Bandung. Sebagai orang asing berasal dari luar kota

Bandung yang mencari pekerjaan (dan lalu mendapatkannya) di ruang kota

Bandung, Lugud perlahan menempati ruang waktu di Kota Bandung. Setelah

Page 3: SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG DALAM KISAH …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11-A-Makalah... · Beberapa cerpen karyanya pun telah dimuat di koran ... serta

3

pindah dari rumah sewanya, Ludug menempati rumah yang ia beli sendiri di sisi

kota Bandung. Pencarian jati dirinya sebagai ‘bukan lagi orang asing’ di akhir

cerita berhasil dicapai. Pinangannya diterima Naida, adik pempuan Sanusi, anak

Pak Wardja, dan penduduk ‘asli’ Bandung.

Agar fokus pada beberapa sekuen kisah yang signifikan, pembahasan

dalam makalah ini berpusat pada deskripsi ruang jalanan kota Bandung tahun

60-anbeserta kritik atas fungsi dan kondisi jalanan Bandung dankisah hujan di

kota Bandungdan tautannya pada konsep rasa memiliki ruang kota.Deskripsi

jalanan kota Bandung tahun 60-an terlihat dari potongan deskripsi dari narasi

yang secara khusus terlepas dari rangkaian cerita. Dalam deskripsi ini, suasana

Bandung bukan berupa bagian dari cerita, melainkan sebagai deskripsi latar

belaka. Kisah hujan di kota Bandung juga memberikan sudut pandang yang

berbeda. Keseharian kota Bandung dengan hujan telah memberikan ciri khas dan

masalah khas pada kota Bandung, yaitu banjir.

Asumsi bahwa nostalgia adalah bentuk kerinduan terhadap masa lalu

adalah titik awal penelitian ini. Namun, dalam kompleksitasnya, nostalgia juga

mencakup kerinduan pada masa depan, dan masa kini. Dengan fokus kerinduan

atas kegiatan keseharian di masa lalu, sebuah konsep nostalgia yang cair dapat

merangkum tidak hanya rindu pada suatu ruang waktu yang sudah hilang, tetapi

juga rindu atas pengalaman keseharian di ruang waktu tersebut. Elizabeth Wilson

dalam paparannya tentang konsep nostalgia dan kota menekankan bahwa salah

satu bentuk nostalgia bisa berupa pengalaman menikmati “masa kini lewat lensa

masa lalu sembari pada saat yang bersamaan juga menikmati masa lalu lewat

lensa masa kini.” (2005: 135). Konsep nostalgia ini membentuk memori, rasa

akan masa lalu, dan ingatan yang didapat lewat indera kita melalui konstruksi

sosial dan diskursif. Konsep ini menegaskan pula kerinduan atas pengalaman

masa lalu berdasarkan rasa memiliki dan rasa kenal serta membentuk identitas

atau akar diri terhadap sebuah ruang pada waktu tertentu.Selanjutnya, asumsi

bahwa Pada Suatu Hari… mengedepankan tema selebrasi nostalgia Kota

Bandung akan saya bahas denganmembahas cara ruang kota Bandung dikisahkan

Page 4: SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG DALAM KISAH …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11-A-Makalah... · Beberapa cerpen karyanya pun telah dimuat di koran ... serta

4

narasi danrelasi pengisahan nostalgianya di ruang kota beserta signifikansinya

terhadap selebrasi Hari Jadi Kota Bandung ke-200.

Jalanan Kota Bandung

Penanda ruang waktuyang paling kentara dalam kisah ini adalah deskripsi ruang

jalanan kota Bandung tahun 60-an. Ruang waktu kota Bandung menjadi latar

cerita dalam berbagai peristiwa dalam kisah Pada Suatu Hari…. Mulai dari latar

awal kisah yang bertempat di kisaran Bandung Tengah dan Utara, sampai nanti

pada akhir cerita, Lugud bertempat tinggal di Bandung Barat. Kutipan di bawah

ini adalah sebuah deskripsi ruang waktukota Bandung yang paling jelas

menggambarkan jalanan kota Bandung beserta fungsinya di tahun 60-an.

Jalan raya di Bandung waktu malam tidak ramai oleh lalu-lalang kendaraan.

Pohon kayu sepanjang jalan raya sangat rindang. Rumput di trotoar juga

menghijau. Pedagang makanan di pinggir jalan tidak tampak ramai. […]

Masyarakat masih banyak mengendarai sepeda. Suasana Bandung tampak

bersahaja. (penekanan garis bawah adalah milik saya) (2010: 75).

Di akhir penggalan deskripsi ini—garis bawah sebagai penekanan milik saya—

ada sebuah pernyataan tentang ruang waktu jalanan kota Bandung. “Tampak

bersahaja” menjadi deskripsi penting tentang ruang waktu Bandung dalam kisah

ini. Ada penegasan atas suasana ruang kota Bandung yang

dideskripsikan.Kebersahajaan, sifat sederhana,ruang waktu kota Bandung

ditunjukkan lewat deskripsi lenggangnya jalanan, pepohonan dan rumput hijau

sepanjang jalan, serta suasana yang tidak ramai.

Keadaan jalanan yang digambarkan juga mengacu pada perbedaan

keadaan ruang waktu. Tanpa harus merujuk pada keadaan ruang waktu

pembanding (ruang waktu Bandung masa kini), kisah ini mengajukan implikasi

kontras antara dua ruang waktu berbeda. Di satu sisi, ruang jalanan kota Bandung

digambarkan “masih” lenggang, merujuk sepenuhnya pada deskripsi ruang

jalanan Bandung tahun 60-an. Sementara di sisi lain, pembaca masa kini—

khususnya yang kenal dengan ruang-kota Bandung—bisa sangat mudah

membandingkan ruang “masih” lenggang tersebut dengan ruang jalanan kota

Bandung masa kini. Gambaran sepanjang jalan yang “tidak ramai”, “sangat

Page 5: SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG DALAM KISAH …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11-A-Makalah... · Beberapa cerpen karyanya pun telah dimuat di koran ... serta

5

rindang” dan “menghijau” menjadi pembangun latar kisah ruang waktu Bandung

ini. Sekali lagi gambaran ini disandingkan dengan memori keseharian masa kini

yang berisikan pengalaman ruang jalanan Bandung yang penuh kemacetan dan

tidak nyaman. Keadaan ruang kota Bandung masa kini dipenuhi kendaraan

bermotor (bukan sepeda) serta ditandai oleh ketidakhadiran pohon dan jalur hijau.

Kontras ruang waktuyang dibangun oleh pembaca melibatkan dua ruang

waktu yang berbeda. Kontras ini juga akan merujuk pada sebuah pilihan berdasar

keinginan untuk mendapatkan rasa nyaman untuk berada di ruang kota, untuk

berada di jalanan kota yang jalannya yang “tidak ramai”, “sangat rindang” dan

“menghijau.” Dengan mudah, pilihan ini dapat dikaitkan dengan kerinduan atas

ruang kota. Kedua deskripsi kota Bandung yang terlibat—baik deskripsi kisah

yang ada dan deskripsi ruang waktu Bandung masa kini sebagai pembanding—

hanya dimiliki oleh pembaca yang mengenal ruang jalanan kota Bandung.

Kerinduan atas perbandingan ini lantas dapat menjadi suatu tindak

“menatap penuh kerinduan”. Pembaca di ruang waktu Bandung masa kini

membandingkan deskripsi ruang kota kisah ini dan membuat pilihan.Perlu diingat

bahwa perbandingan ini hanya bias dilakukan oleh pembaca yang mempunyai

pengetahuan atas ruang dan keseharian di kota Bandung masa kini.Penggunaan

deskripsi ini menunjukkan bahwa kisah ini berusaha membangun kedekatan

dengan pembaca yang mengenal ruang waktu Bandung.deskripsi ruang kota kisah

ini telah menunjukkan sebuah kerinduan atas ruang waktu kota Bandung.

Saat Hujan Turun Lagi

Deskripsi ruang waktusaat hujan di kota Bandung dalam Pada Suatu Hari…

adalah penanda lain atas kerinduan pada ruang kota Bandung di tahun 60-

an.Dalam subbab ini, saya memusatkan pembahasan pada dua penggalan

deskripsi ruang kota yang tidak berjalin sepenuhnya dengan narasi kisah. Pada

penggalan-penggalan ini terlihat usaha Pada Suatu Hari… untuk membandingkan

ruang waktu kota Bandung dulu dan kini semakin jelas. Sebagai kota yang dikenal

sering hujan, Bandung mempunyai masalah akut dalam pengendalian drainase.

Beberapa daerah di kota Bandung, masa kini, merupakan tempat yang setiap

Page 6: SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG DALAM KISAH …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11-A-Makalah... · Beberapa cerpen karyanya pun telah dimuat di koran ... serta

6

tahunnya dilanda banjir. Dalam dekade terakhir ini pun, banjir yang kerap

dikaitkan dengan kendala pengendalian drainase mulai melanda hampir

keseluruhan penjuru kota.

Dalam sebuah paparan tentang keadaan kota Bandung yang diceritakan

sejuk dan asri, tersebut bahwa:

“Setiap awal tahun, hujan di Bandung terus berkepanjangan. Terkadang

pagi hujan turun sampai siang dan sore mendung, kemudian kembali hujan

panjang bagai meratap-ratap. Tidak pernahterjadi banjir yang

menghebohkan. (Penekanan cetak tebal milik saya) (2010: 23-4).

Deskripsi tentang hujan yang “terus berkepanjangan” digambarkan telah menjadi

bagian dari keseharian ruang kota Bandung. Hujan bukanlah hal baru bagi

keseharian Bandung, sebuah fakta yang masih serupa dalam ruang waktu masa

lalu dan kini. Namun, ada simpulan yang tegas dalam deskripsi ini—dengan

menggunakan teknik deskripsi seperti dalam kutipan sebelumnya. Pernyataan

lugas bahwa “tidak pernah terjadi banjir yang menghebohkan” juga membangun

kontras deskripsi dengan keadaan kota Bandung saat ini.

Pernyataan “tidak pernah terjadi” juga merangkum keadaan kisah yang

terceritakan. Dalam ruang waktu kisah, “tidak pernah”ada banjir. Dalam ruang

waktu kisah, banjir bukanlah sebuah kejadian yang terjadi. Sementara dalam

perbandingan,ruang waktukota Bandung masa kini mengalami banjir sebagai

bagian keseharian saat hujan di ruang kota Bandung. Di ruang kota Bandung masa

lalu, dengan tegas dinyatakan bahwa “tidak pernah” ada banjir, “tidak pernah”

menghebohkan. Sementara dalam ruang kota Bandung masa kini, ada banjir

tahunan, kemacetan akut saat hujan, dan “kehebohan” yang tidak mengenakkan

dalam ruang kota. Kontras antara “tidak pernah” dan “seringkali” yang terjadi di

ruang kota Bandung dalam dua waktu yang berbeda lantas dianggap sebagai

bentuk kritik sosial implisit.

Satu penggalan lain dari kisah ini saya pilih untuk mendukung asumsi

bahwa kontras yang ada semakin membangun kritik sosial yang semakin jelas.

Dalam kutipan di bawah terdapat banyak informasi dan implikasi yang

berkelindan. Kontras ruang waktu kali ini semakin kentara dalam deskripsi lain

Page 7: SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG DALAM KISAH …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11-A-Makalah... · Beberapa cerpen karyanya pun telah dimuat di koran ... serta

7

tentang hujan dan banjir yang menunjukkan sikap warga atas lingkungan ruang

kota Bandung dalam kisah ini.

“Tetangga keluarga Wawan di Cikaso rata-rata penduduk lama. […]Karena

warganya merasa memiliki Kota Bandung, mereka sangat rajin

membersihkan tempat masing-masing. Mereka tidak sembarangan

membuang sampah. Jika tiba musim hujan, warga Cikaso tidak pernah

menderita kebanjiran, karena semua selokan maupun saluran air setiap

waktu mereka pelihara seperti memelihara kepunyaan sendiri.”

(penekanan cetak tebal milik saya) (2010: 45).

Terceritakan dalam latar cerita dalam kutipan ini, Cikaso, sebuah daerah di kota

Bandung, juga tidak pernah mengalami banjir bila musim hujan tiba.Pertama,

deskripsi umum tentang warga daerah Cikaso menjelaskan latar belakang mereka

yang telah lama tinggal di daerah ini.

Yang menjadi perhatian saya adalah bahwa perilaku warga yang

terceritakan adalah perilaku warga yang sudah berada lama (bukan pendatang) di

ruang kota Bandung. Dengan demikian ada pembatasan dalam deskripsi tentang

penghuni ruang kota Bandung yang dibicarakan dalam kutipan ini.Pembatasan ini

berjalin dengan deskripsi ‘rasa memiliki Kota Bandung’. Ada dua ciri warga yang

jelas tergambar dalam kutipan ini, yaitu “rajin membersihkan tempat [milik

sendiri]” dan “seperti memelihara kepunyaan sendiri”. Berkaitan dengan

sampah—penyebab utama banjir saat hujan, Pada Suatu Hari… menekankan cara

warga kota Bandung memperlakukan sampah dan merawat tempat tinggal

mereka. Cara warga (lama) kota Bandung yang “rajin” dan “memelihara

kepunyaan sendiri” diceritakan membuat mereka tidak pernah menderita

kebanjiran.

Kali ini, kontras yang dibangun oleh pembaca berkaitan dengan perilaku

warga Bandung di dua ruang waktu yang berbeda. Permasalahan banjir dan hujan

juga dikaitkan dengan rasa memiliki Kota Bandung. Bila warga adalah penduduk

lama, maka ia memiliki rasa memiliki yang baik sehingga ia akan menjaga

lingkungannya tetap bersih. Bila warga menjaga lingkungannya tetap bersih,

banjir tidak akan terjadi, seperti di Cikaso. Bila tidak banjir dalam ruang waktu

Bandung masa lalu, banjir di ruang waktu Bandung masa kini diimplikasikan

sebagai hasil dari ketidakhadiran rasa memiliki kota Bandung.Saya sadar bahwa

Page 8: SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG DALAM KISAH …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11-A-Makalah... · Beberapa cerpen karyanya pun telah dimuat di koran ... serta

8

ini adalah sebuah simpulan yang terlalu kaku, namun kontras yang muncul saat

kedua ruang waktu tersebut disandingkan cenderung menunjukkan demikian.

Kritik sosial ini lebih kentara sebab banjir adalah bagian dari keseharian

ruang kota Bandung masa kini. Tetapi di lain sisi, kritik ini menjadi bagian

darikepedulian kisah atas ruang kota Bandung masa kini. Dalam kontras implisit

ini juga tampak kerinduan akan ruang waktu masa lalu, yang teratur dan tidak

banjir. Kritik sosial ini pun bisa diartikan sebagai ungkapan rasa kehilangan atas

ruang kota Bandung yang sudah tidak ada. Ada bagian dari identitas kisah sebagai

ruang kota Bandung di masa lalu yang tidak lagi ada di ruang kota Bandung di

masa lalu. Bahwa kisah pengalaman berada di ruang kota Bandung masa lalu ini

berdiri sendiri, terpisah dari narasi kisah, juga semakin menguatkan nada kritik

sosial pada ruang waktu kota Bandung.

Dalam dua ruang waktu yang berbeda, tidak ada lagi keteraturan serupa di

ruang kota Bandung, tidak ada pengalaman menikmati “masa lalu lewat lensa

masa kini”. Yang tampak adalah nostalgia yang tidak ‘nikmat’, nostalgia penuh

kehilangan atas apa yang sudah tak ada di ruang waktu kota Bandung masa kini.

Peruntukan Ruang Kota

Berbeda dengan dua pembahasan di atas yang berfokus pada deskripsi yang tidak

terkait langsung dengan narasi cerita, dalam petikan cerita ini muncul sebuah

diskusi antara Ludug dan Ayah Naida, Pak Wardja. Penggalan ini memunculkan

sebuah diskusi panjang mereka tentang peruntukan ruang kota Bandung. Diskusi

ini menjadi signifikan untuk pembahasan karena dua hal. Pertama, Lugud sebagai

tokoh utama yang pada tahap narasi ini baru saja menempati rumah barunya di

kampung Antapani. Bahwa Lugud memiliki rumah baru ini menandakan kenaikan

status sosialnya, tidak lagi sebagai orang luar yang menempati rumah sewa, tetapi

sudah berhasil menanamkan akarnya di ruang kota Bandung. Kedua, Pak Wardja

adalah Ayah Naida, love interest Lugud, dan seorang pejabat di kantor Kotapraja

Bandung. Dalam konteks ini, diskusi yang terjadi tidak hanya menjadi obrolan

antara seorang mertua dan calon suami anaknya, tetapi juga dapat dianggap

Page 9: SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG DALAM KISAH …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11-A-Makalah... · Beberapa cerpen karyanya pun telah dimuat di koran ... serta

9

sebagai perpanjangan pernyataan kantor kotapraja tentang rencana pengembangan

kota.

Diskusi ini berawal dari pembahasan tentang perluasan kawasan

pemukiman di kota Bandung pada tahun 60-an. Rumah baru Lugud di kawasan

(Kampung) Antapani adalah sisi ruang kota Bandung yang masih belum

berkembang pada saat itu. Digambarkan bahwa:

“Kampung Antapani sampai ke dalam sana sudah direncanakan untuk

pemukiman secara teratur,” kata Pak Wardja kemudian. “Bandung Utara

dan Selatan juga bakalan dijadikan tempat pemukiman, karena usaha

industri tidak boleh dalam kota. […] Bandung Barat juga bakalan

diperuntukan tempat pemukiman atau sekolah dan tempat perbelanjaan

supaya tidak bertumpuk semua di tengah kota.”(penekanan cetak tebal

milik saya). (135).

Peruntukan ruang kota yang dibahas dalam diskusi ini adalah rencana-rencana

pengembangan pembangunan ruang kotaBandung. Beberapa daerah (Bandung

Utara, Selatan, dan Barat) telah diatur untuk menjadi kawasan pemukiman, agar

perkembangan kota bisa berjalan seperti rencana. Dalam ruang kota Bandung

tahun 60-an yang diceritakan oleh Pada Suatu Hari… pembagian peruntukan

ruang kota sudah jelas. Hal ini dilakukan untuk mengatur “usaha industri […]

supaya tidak bertumpuk semua di ruang kota.” Secara detil diskusi Pak Wardja

dan Lugud di atas membahas sebuah rencana pembangunan kota dan juga sebuah

harapan atas ruang kota yang teratur. Rencana ini ada untuk menjadikan ruang

kota “Bandung beberapa tahun ke depan […] melengkapi wilayahnya jadi kota

yang teratur.” (135).

Dalam diskusi ini pula tampak bahwa kontras ruang waktu yang dibangun

menggunakan referensi tempat khusus di kota Bandung. Ada harapan (dan tujuan)

agar rencana pembangunan kota ini terjadi dan menjadikan ruang kota Bandung

menjadi ruang kota yang sesuai rencana.Harapan yang disebut dalam rencana

peruntukan ruang kota ini kontras dengan keadaan ruang kota Bandung masa kini

yang marak dengan “usaha industri” di ruang kota. Kota Bandung masa kini

memusatkan industri pariwisatanya di jalan utama tengah kota (Jalan Riau, Jalan

Ir. Juanda, dan Jalan Merdeka). Harapan yang tersebut dalam narasi ruang kota

Page 10: SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG DALAM KISAH …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11-A-Makalah... · Beberapa cerpen karyanya pun telah dimuat di koran ... serta

10

Bandung tahun 60-an lalu tidak serupa dengan konstruksi sosial di ruang kota

Bandung masa kini.

Keberadaan diskusi ini dalam dialog kisah antara Luguddan Pak Wardja

juga menunjukkan kepentingan pernyataan. Dua pembahasan sebelumnya

berfokus pada deskripsi yang tidak terkait langsung narasi dan menunjukkan

komentar yang ‘lepas’ dari kaitan kisah yang diceritakan. Sementara, diskusi

peruntukan ruang kota ini merupakan ungkapan langsung dari para tokoh utama.

Ada kerinduan terucap dan terbahas langsung dalam diskusi ini, dan kontras yang

ditampilkan lebih kuat mengedepankan kritik sosial terhadap ruang kota. Rasa

masa lalu yang kuat (dalam bentuk rencana peruntukan kota) disandingkan

langsung dengan pengetahuan atas ruang kota Bandung masa kini.

Pertanyaan(-pertanyaan) yang Tersisa

Di akhir pembahasan ini, ada satu simpulan lain yang perlu disebutkan. Terlepas

dari usaha memberi label pada cerita sebagai kisah Bandung tempo dulu dan

rujukannya pada ruang kota Bandung masa lalu, Pada Suatu Hari… juga adalah

kisah yang menggunakan penanda sejarah jelas. Begitu khususnya pembahasan

memori personal, hampir tidak ada memori kolektif sejarah yang terceritakan.

Tidak ada penanda ruang waktu yang paralel dengan peristiwa sejarah Bandung,

atau Indonesia secara umum, dari tahun 60-an. “Kerusuhan di Jakarta” digunakan

untuk merujuk pada hiruk pikuk politik di pertengahan tahun 60-an tanpa

menyebut spesifik ‘kerusuhan’ yang mana. Jarak yang ada dengan Bandung juga

dijadikan dasar untuk tidak menyertakan penceritaan sejarah dalam kisah.

Peristiwa redenominasi rupiah di tahun 1966 juga hanya tersebut

sekilas.Pemilihan pengalaman terceritakan yang selektif menandakan jarak yang

diberikan untuk memisahkan memori personal dan memori kolektif tentang ruang

waktu kota, dan/atau negara. Namun terlepas dari itu, narasi tentang Lugud,

seorang pemuda Medan yang akhirnya mempunyai ‘rumah’ di Bandung pada

tahun 60-an, telah memberikan gambaran perkembangan keseharian di ruang kota

Bandung. Di akhir, kisah mengenai keberhasilannya ‘berada’ di Bandung menjadi

Page 11: SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG DALAM KISAH …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11-A-Makalah... · Beberapa cerpen karyanya pun telah dimuat di koran ... serta

11

lebih dominan terceritakan, menegaskan memori lokal dan personal atas ruang

kota Bandung di tahun 60-an.

Kembali pada kaitan penerbitan kisah ini dengan selebrasi HJKB, Pada

Suatu Hari…telah membawa kita mengatur masa kini dengan merujuk pada

pengalaman masa lalu. Bentuk-bentuk nostalgia yang terceritakan menunjukkan

kedekatan dengan proses pencarian rumah di ruang waktu kota Bandung dan jarak

dengan narasi besar Bandung dalam lingkup Indonesia.Cara pengisahan ruang

kota dan relasinya ini membangun sebuah bentuk penceritaan ruang masa lalu dan

signifikansinya di ruang dan waktu kini kota Bandung. Sebuah jalinan

pengalaman atas kota Bandung tempo dulu muncul dalam ruang waktu masa kini

sebagai sebuah narasi memori personal dan kritik sosial atas Bandung. Paparan

memori personal Alinafiah Lubis lebih tegas berbanding dengan kritik sosial

untuk ruang kota Bandung. Denganrujukan masa lalu yang terbatas,persepsi

personal tampak lebih mendominasi memori atas ruang waktu kota. Sebagai

bagian selebrasi kota, bentuk nostalgia ini tetap dianggap signifikan dan

menunjukkan sikap ruang kota Bandung terhadap dirinya sendiri. Kisah ini

memosisikan diri di masa lalu. Kisah ini pun berada dalam ruang waktu kota yang

khusus dan personal, mengambil jarak tegas dari ruang waktu yang lebih besar

dan kolektif.

Posisi dan jarak yang terlihat ini serupa dengan signifikansi selebrasi

HJKB bagi warga ruang kota Bandung. Ada kecenderungan merayakan

keteraturan di masa lalu sebagai kritik atas Bandung masa kini yang terlihat dari

usaha selalu membandingkan ruang kota Bandung dulu yang lebih baik dari

sekarang. Ada fokus intens pada hanya ruang kota Bandung, lepas dari identitas

ruang kota sebagai bagian dari wacana besar ruang negara Indonesia.Selebrasi

nostalgiaPada Suatu Hari…yang dekat dengan ruang lokal dan waktu lalu

disimpulkan sebagai tindak “menatap pada kerinduan”. Namun demikian ada

pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang perlu dikemukakan. Pada ruang waktu yang

mana tatapan kerinduan ini ditujukan? Apakah warga ruang kota Bandung akan

menujukan tatapan kerinduan ini pada masa lalu yang tidak bisa dapat lagi

diakses, hanya dapat dikenang? Ataukah seharusnya juga ditujukan pada

Page 12: SELEBRASI NOSTALGIA KOTA BANDUNG DALAM KISAH …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11-A-Makalah... · Beberapa cerpen karyanya pun telah dimuat di koran ... serta

12

kerinduan pada masa depan, sebuah tindak yang belum terjadi dalam kisah dan

selebrasi ruang kota ini.

Kisah Pada Suatu Hari… dan ruang waktu kota yang terceritakan ini lalu

hanya menunjukkan nostalgia dalam selebrasi singkat dalam lingkup lokal.

Nostalgia yang ada dalam kisah ini baru berbentuk sebuah tatapan kerinduan pada

masa lalu, dan berjarak dengan ruang waktu masa depan. Selebrasi yang terjadi

merujuk hanya pada kerinduan masa lalu, juga berjarak ruang waktu masa depan.

Identitas lengkap kota dan warganya seharusnya dapat menempati ruang seluas

mungkin dan rentang waktu sepanjang mungkin, membuatnya cair, majemuk, dan

aktif.

Referensi

Lubis, Alinafiah (2010)Pada Suatu Hari…. Bandung: Khazanah Bahari.

Hari. (2010, February 20). Walikota Bandung Serahkan Hadiah Lomba Logo dan

Tageline 200 Tahun HJKB. September 27, 2016.

https://portal.bandung.go.id/posts/2010/02/20/Q8Lr/walikota-bandung-

serahkan-hadiah-lomba-logo-dan-tageline-200-tahun-hjkb.

Wilson, Elizabeth. (1997). “Looking Backward, Nostalgia and the City” in

Westwood, Sallie and Wi John (eds.) Imagining Cities: Scripts, Signs,

Memory. London and New York: Routledge.