Selayang pandang bpa 2010

33
SELAYANG PANDANG BALAI PERSUTERAAN ALAM 0 DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL BALAI PERSUTERAAN ALAM BILI-BILI KEC. BONTOMARANNU KAB. GOWA SULAWESI SELATAN TEL. 0411-5069240, 8212509 FAX. 0411-875027 e-mail : [email protected] SELAYANG PANDANG BALAI PERSUTERAAN ALAM BILI-BILI, MARET 2010

description

 

Transcript of Selayang pandang bpa 2010

Page 1: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

0

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL

BALAI PERSUTERAAN ALAM BILI-BILI KEC. BONTOMARANNU KAB. GOWA SULAWESI SELATAN TEL. 0411-5069240, 8212509 FAX. 0411-875027

e-mail : [email protected]

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

BILI-BILI, MARET 2010

Page 2: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

1

KATA PENGANTAR

Balai Persuteraan Alam merupakan Unit Pelaksana Teknis Direktorat

Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial yang ditetapkan

berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.664 Tahun 2002.

Salah satu tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) dari Balai Persuteraan Alam

adalah pengelolaan sistem informasi persuteraan alam. Salah satu

bentuknya adalah penyediaan informasi tentang bagaimana sejarah

pembentukan Balai Persuteraan Alam dan gambaran kegiatan-kegiatan di

bidang persuteraan alam. Oleh karena itu disusunlah booklet tentang

Selayang Pandang Balai Persuteraan Alam ini.

Booklet ini diharapkan dapat berguna menambah wawasan bagi semua

pihak yang ingin lebih mengenal tentang keberadaan Balai Persuteraan

Alam.

Kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan booklet ini

diucapkan terima kasih.

Bili-Bili, Maret 2010

Kepala Balai,

Ir. Antonius T. Patandianan, MP NIP 19620428 199003 1 01

Page 3: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

2

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................

DAFTAR ISI .............................................................................................................................................

PENDAHULUAN .....................................................................................................................................

SEJARAH PEMBENTUKAN BALAI PERSUTERAAN ALAM ...............................................................

GAMBARAN UMUM BALAI PERSUTERAAN ALAM ..........................................................................

PERKEMBANGAN KEGIATAN PERSUTERAAN ALAM Di DALAM dan Di

LUAR PROP. SULAWESI SELATAN ......................................................................................................

RENCANA PENGEMBANGAN PERSUTERAAN ALAM DI PROP SULAWESI

SELATAN ..................................................................................................................................................

i

ii

1

4

7

13

19

Page 4: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

3

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pembangunan Kehutanan pada dasarnya diarahkan untuk sebesar besar

kemakmuran rakyat dan kelestarian fungsi hutan, dengan visi Terwujudnya

Penyelenggaraan Kehutanan untuk Menjamin Kelestarian Hutan dan

Peningkatan Kemakmuran Rakyat. Sejalan dengan visi diatas,maka

pembangunan kehutanan tidak hanya berorientasi pada produksi kayu

namun juga pada sumber daya hutan yang lain dan diikuti dengan

pemberdayaan masyarakat. Untuk mewujudkan upaya tersebut disamping

dipilih 8 kebijakan prioritas, juga dipertajam dalam fokus kegiatan yang

salah satu diantaranya pengembangan hasil hutan bukan kayu, dengan salah

satu komoditi yang menjadi sasaran adalah sutera alam.

Pengembangan kegiatan persuteraan alam merupakan bagian dari

pembangunan bidang RLPS. Hal ini sesuai dengan visi, misi dan tujuan

rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial untuk menjadikan hutan dan lahan

dapat berfungsi optimal untuk kesejahteraan masyarakat, dengan jalan

memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan,

baik sebagai faktor produksi maupun sebagai penyangga sistem kehidupan.

Balai Persuteraan Alam sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Direktorat Jenderal RLPS Departemen Kehutanan yang diserahi tugas

melaksanakan kegiatan pembinaan persuteraan alam yang ditetapkan

berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 664/Kpts-II/2002

tanggal 7 Maret 2002 dengan wilayah kerja meliputi Sulawesi dan

sekitarnya.

Page 5: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

4

SEJARAH PEMBENTUKAN

BALAI PERSUTERAAN ALAM

Tahun 1970-an

Balai Persuteraan alam masih berada di bawah Departeman Pertanian

(Dirjen Kehutanan) dengan nama Proyek Pembinaan Persuteraan Alam

Prop. Sulawesi Selatan. Proyek ini merupakan hasil kerjasama dengan Japan

International Cooperation Agency (JICA)

Sebelum 1984

Balai persuteraan Alam masih bernama Pusat Teknologi Persuteraan Alam

(diresmikan oleh Presiden Suharto) yang melakukan kerjasama dengan

JICA

Tugas yang diemban adalah :

- Pembukaan lahan untuk penanaman murbei

- Pengembangan petani sutera

- Pemberdayaan masyarakat

- Memiliki induk

- Pembangunan bangunan pemeliharaan ulat

- Produksi F1 secara massal

- Produksi benang sutera

- Penyiapan tenaga pendamping/penyuluh di masyarakat

Tahun 1984

Pada tahun ini terbit Kepmenhut No. 097/Kpts-II/1984, yang menyebutkan

bahwa Tupoksi Balai adalah sbb.:

a. Melakukan produksi dan penyaluran ulat sutera

b. Memberikan bimbingan teknis persuteraan alam

c. Melakukan perakitan uji coba teknis persuteraan alam

Tahun 1986

Dikeluarkan Instruksi Menhut No. 02/Menhut-II/86 tanggal 3 Januari 1986

tentang Crash Program Penanganan Persuteraan Alam di Prop. Sulawesi

Selatan. Crash Program ini meliputi Direktorat RRL, Badan Litbang dan

Perum Perhutani. Adapun tugas masing – masing adalah sbb.:

Page 6: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

5

Direktur RRL: - Penyuluhan persuteraan alam dan paket teknologi tepat guna

- Sertifikasi bibit/telur ulat sutera

- Monitoring dan evaluasi

Badan Litbang: - Pemuliaan ulat dan pohon murbei

- Pengendalian hama dan penyakit

- Pengadaan dan pemeliharaan parent stock

- Penciptaan teknologi baru persuteraan alam

Perum Perhutani :

- Pengusahaan sutera, yang meliputi produksi telur, peredaran telur ,

pemintalan dan pemasaran

Konsekuensi dari Instruksi Menhut ini adalah : 1. Bili – Bili Centre dengan seluruh asetnya diserahkan kepada Badan

Litbang

2. Sub Centre Soppeng, Wajo, dan Enrekang diserahkan

pengelolaannya ke Perum Perhutani.

Pada Tahun 1986 ini juga kemudian diterbitkan Keputusan Menhut No.

122/KPts-I/86 tanggal 8 April 1986 tentang Pengaturan Pelaksanaan Crash

Program Penanganan Persuteraan Alam di Prop. Sulawesi Selatan

Tahun 2002

Departemen Kehutanan mengeluarkan Kepmenhut No. 664/Kpts-II/2002

tanggal 2 Maret 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Persuteraan

Alam. Pada Kepmenhut ini kemudian disebutkan Tupoksi Balai persuteraan

Alam yang berlaku hingga sekarang.

Tupoksi Balai :

- Penyusunan rencana pengembangan persuteraan alam

- Pemeliharaan bibit induk ulat sutera

- Pengujian mutu dan penerapan teknologi persuteraan alam

- Pemantauan produksi, peredaran dan distribusi bibit telur ulat

sutera

- Pelaksanaan sertifikasi dan akreditasi lembaga sertifikasi ulat sutera

- Pengelolaan sistem informasi persuteraan alam

Page 7: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

6

Pada masa tahun 70-an, Balai Persuteraan Alam yang saat itu masih

bernama Pusat Teknologi Persuteraan Alam, telah berhasil mengirimkan

beberapa pegawai/stafnya untuk mengikuti pelatihan di bidang persuteraan

alam (sebagai counterpart) di Negara Jepang dan India dalam beberapa

tahap. Nama—nama pegawai yang pernah dikirim antara lain.:

1. Tahun 1976 (Jepang)

a. Yus Ramelan Akub

b. Baharuddin Alam

2. Tahun 1977 (Jepang)

a. Muh. Noer Rasyid

b. Lukman Amri K

3. Tahun 1978 (Jepang)

a. Ir. Bambang Hartoko

b. Zito Sumardjito

c. Ir. Bertha Sampe

d. Kusnan

e. Ir. Akhmad Anwar h.

Wariso

f. Ir. Enjang Kuswiar

g. Hatta Majid

h. Amirullah Makka

i. Ahmad Primon

j. Hamdani

k. Munassar Simbung

l. Harmaeni S. Gellu

m. Kamaruddin AM

4. Tahun 1980 (India)

a. Ir. Bertha Sampe

b. Munassar Simbung

c. Nurdin Raja

Page 8: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

7

GAMBARAN UMUM BALAI PERSUTERAAN ALAM

KEDUDUKAN

Balai Persuteraan Alam merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat

Jenderal RLPS Departemen Kehutanan yang melaksanakan kegiatan

pembinaan persuteraan alam yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor 664/Kpts-II/2002 tanggal 7 Maret 2002 dengan

wilayah kerja meliputi Sulawesi dan sekitarnya.

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 664/Kpts-

II/2002, Balai Persuteraan Alam mempunyai tugas pokok melaksanakan

penyusunan rencana pengembangan persuteraan alam, pemeliharaan

bibit induk ulat sutera, pengujian mutu, sertifikasi dan akreditasi lembaga

sertifikasi telur ulat sutera, serta pengelolaan sistem informasi

persuteraan alam.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Balai Persuteraan alam

menyelenggarakan fungsi :

1. penyusunan rencana pengembangan persuteraan alam

2. pemeliharaan bibit induk ulat sutera

3. pengujian mutu dan penerapan teknologi persuteraan alam

4. pemantauan produksi, peredaran dan distribusi bibit telur ulat

sutera

5. pelaksanaan sertifikasi dan akreditasi lembaga sertifikasi ulat sutera

6. pengelolaan sistem informasi persuteraan alam

7. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai

Page 9: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

8

ORGANISASI

1. Struktur Organisasi

Gambar 1. Stuktur Organsisasi Balai Persuteraan Alam

2. Sumber Daya Manusia

Dalam pelaksanaan tugasnya, Balai Persuteraan Alam hingga bulan Mei

2009 mempunyai dengan pegawai sebanyak 105 orang yang terdiri dari

Pegawai Negeri Sipil sebanyak 100 orang dan tenaga honorer sebanyak

5 orang.

KEPALA BALAI SELAKU KASA PENGGUNA ANGGARAN

KEPALA BALAI SELAKU

KUASA PENGGUNA ANGGARAN

BENDAHARA PENGELUARAN

Staf Sekretariat :

Urusan Pencatat Pembukuan dan Pembukuan Dokumen Pengeluaran/Penerimaan

Urusan Pembuatan Daftar Gaji dan Pemegang Kas Gaji Pegawai ? PPABP

Urusan Administrasi Keuangan

Urusan Penelaah dan Pemverifikasi Dokumen Keuangan

Urusan Pembuatan Dokumen Pengeluaran/Penerimaan

Koordinator SAPP

Operator/petugas SAPP

Kepala Sub Bagian TU selaku

Pejabat Penerbit SPM

Penanggung jawab Kegiatan

TU

KASIE Pengujian Persuteraan Alam

Selaku

Penanggung jawab Kegiatan Pengujian PA

Pelaksana Teknis Kegiatan

Staf Penerbit SPM :

Urusan Perekaman Data dan Laporan SPM

Urusan Administrasi SPM

KASIE Peredaran Persuteraan Alam

Selaku

Penanggung jawab Kegiatan Peredaran

PA

KASIE Infromasi Persuteraan Alam

Selaku

Penanggung jawab Kegiatan Informasi

PA

PEJABAT PENERBIT SPM

PEJABAT PENGUJI KEUANGAN

FUNGSIONAL PEH

Pelaksana Teknis Kegiatan Pelaksana Teknis Kegiatan Pelaksana Teknis Kegiatan

Page 10: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

9

3. Sarana Prasarana

1. Bangunan kantor di Bili-Bili, Malino dan Pakatto (Kab. Gowa),

Tajuncu (Kab. Soppeng), Sabbangparu (Kab. Wajo), Datae (Kab.

Sidrap) dan Sudu (Kab. Enrekang)

2. Sarana pemeliharaan ulat sutera di Bili-Bili dan Malino (Kab. Gowa)

3. Kebun murbei untuk produksi daun dan penyediaan stek, di Bili-

Bili, Malino dan Pakatto (Kab. Gowa), Panjojo (Kab. Takalar),

Tajuncu (Kab. Soppeng), Sabbangparu (Kab. Wajo), Datae (Kab.

Sidrap) dan Tamangalle (Kab. Polman). Luas total kebun Murbei 48

Ha

4. Fasilitas refrigerator untuk penyimpanan telur ulat sutera dan kupu-

kupu

5. Laboratorium hama penyakit, tanah dan pengawasan penyakit

Pebrine

6. Fasilitas pengujian mutu kokon dan benang sutera

4. Wilayah Kerja

Balai Persuteraan Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor :664/Kpts-II/2002 tanggal 7 Maret 2002 wilayah

kerjanya meliputi Sulawesi dan sekitarnya.

Beberapa wilayah yang telah dilaksanakan pengembangan persuteraan

alam adalah sbb.:

1. Propinsi Sumatera Utara

2. Propinsi Sumatera Selatan

3. Propinsi Sumatera BaraT

4. Propinsi Lampung

5. Propinsi Jawa Barat (Kab. Garut, Kab. Sukabumi, Kab. Majalengka,

Kab. Tasikmalaya, Kab. Bandung, Kab. Bogor,Kab. Cianjur)

Page 11: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

10

6. Propinsi Jawa Tengah (Kab. Pati, Kab. Pemalang, Kab. Wonosobo,

Kab. Pekalongan)

7. Propinsi DI Yogyakarta

8. Propinsi Bali (Kab. Tabanan, Kab. Bangli, Kota Denpasar, Kab.

Karangasem)

9. Propinsi NTB (Kab. Lombok Barat)

10. Propinsi NTT

11. Propinsi Kalimantan Timur

12. Propinsi Sulawesi Selatan

13. Propinsi Sulawesi Barat

14. Propinsi Sulawesi Utara

15. Propinsi Sulawesi Tengah

16. Propinsi Sulawesi Tenggara

17. Propinsi Papua

Wilayah pengembangan persuteraan alam yang menjadi wilayah kerja Balai

Persuteraan Alam dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.

Page 12: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

11

Gambar 2. Wilayah Pengembangan Persuteraan Alam di Indonesia

Page 13: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

12

Gambar 3. Wilayah Pengembangan Persuteraan Alam di Propinsi Sulawesi Selatan

Page 14: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

13

PERKEMBANGAN KEGIATAN PERSUTERAAN ALAM Di DALAM dan Di LUAR PROP. SULAWESI SELATAN

TANAMAN MURBEI

Secara kumulatif luas tanaman murbei di Prop. Sulawesi Selatan s/d Bulan

Desember 2009 mencapai 2.386,80 Ha yang tersebar pada 11 kabupaten.

Sementara itu jumlah tanaman di luar Prop. Sulawesi Selatan

Mencapai 1.397,3 Ha yang tersebar di 13 propinsi pengembangan. Jenis

tanaman murbei yang ditanam antara lain Morus nigra, Morus cathayana,

Morus alba, Morus multicaulis, Kanva, BNK 3 dan S.54. Sistem penanaman

masih dilakukan secara tradisional baik sebagai tanaman pekarangan,

tumpang sari maupun tanaman murni dan belum seluruhnya dikelola

dengan pola intensif.

Tabel 1. Data Luas Tanaman Murbei Per Kabupaten di Prop. Sulawesi Selatan

No Kabupaten Luas Tanaman Murbei (Ha)

2005 2006 2007 2008 2009

1 SOPPENG 405,00 426,00 520 610,75 610,75

2 WAJO 209,00 209,00 239,5 312,50 312,50

3 SIDRAP 35,00 35,00 18,5 21,25 21,25

4 BARRU 23,00 23,00 4,95 5,75 5,75

5 BONE 5,00 5,00

6 ENREKANG 576,00 576,00 617,5 937,25 937,25

7 TATOR 69,00 69,00 124,15 215,55 215,55

8 POLMAN 53,00 53,00 52 52 52

9 LUWU 0,00 0,00 2 27 27

10 GOWA 27,00 27,00 35,8 46,75 46,75

11 SINJAI 46,00 46,00 145 152 152

12 BULUKUMBA 0,00 0,00 4 4 4

13 MAROS 13,00 13,00 2 2 2

JUMLAH 1.461,00 1.482,00 1.765,4 2.386,80 2.386,80

Page 15: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

14

Tabel 2. Data Luas Tanaman Murbei Per Propinsi di Luar Prop. Sulawesi Selatan

No Propinsi Luas Tanaman Murbei (Ha)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Sulawesi Barat 52

2 Sulawesi Tenggara 4,75

3 Sulawesi Utara 246

4 Sulawesi Tengah 44,5

5 Jawa Barat 121 145 245 320,1 608,1

6 Jawa Tengah 273

7 DI Yogyakarta 19

8 NTT 95,5

9 Bali 10,4 10,4 32,45

10 NTB 8 8 8 12

11 Sumatera Barat

12 Sumatera Utara 10

13 Jawa Timur

Jumlah 121 153 255 320,1 1.397,3

PETANI BUDIDAYA ULAT SUTERA

Jumlah petani yang terlibat dalam budidaya ulat sutera di Prop. Sulawesi

Selatan hingga bulan Desember 2009 sebanyak 3,558 KK yang tersebar di 11

kabupaten. Sementara di luar Prop. Sulawesi Selatan, jumlah petani

mencapai 2.165 KK yang tersebar di 12 propinsi pengembangan. Sistem

pemeliharaan ulat sutera pada umumnya masih tradisional, kecuali pada

lokasi yang mendapat bantuan pemerintah. Pemeliharaan dilakukan secara

tradisional yaitu dengan memanfaatkan kolong rumah untuk ulat kecil,

bahkan tidak jarang dijumpai sistem pemeliharaan ulat kecil dan ulat besar

berdekatan, sehingga peluang terjadinya kontaminasi penyakit cukup besar.

Page 16: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

15

Tabel 3. Data Perkembangan Jumlah Petani di Prop. Sulawesi Selatan

No Kabupaten Jumlah Petani (KK)

2005 2006 2007 2008 2009

1 SOPPENG 625 625 758 758 758

2 WAJO 373 373 442 696 696

3 SIDRAP 51 76 26 10 10

4 BARRU 42 42 17 21 21

5 BONE 14 14 0

6 ENREKANG 1.372 1.372 1.441 1.543 1.543

7 TATOR 192 192 265 356 356

8 POLMAN 119 119 95

9 LUWU 0 0 2 32 32

10 GOWA 35 35 71 93 93

11 SINJAI 62 62 165 166 166

12 BULUKUMBA 0 0 25 25 25

13 MAROS 26 26 2

JUMLAH 2.911 2.936 3.309 3.795 3.556

Tabel 4. Data Perkembangan Jumlah Petani di Luar Prop. Sulawesi Selatan

No Propinsi Jumlah Petani (KK)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Sulawesi Barat 119 119 95 120 120

2 Sulawesi Tenggara 12 10

3 Sulawesi Utara 22 22 22 22

4 Sulawesi Tengah 25 25

5 Jawa Barat 439 439 945 945

6 Jawa Tengah 390 390 588 588

7 DI Yogyakarta 60 60 134 134

8 NTT 129 129 170 170

9 Bali 0 77 98

10 NTB 0 0 15 15

11 Sumatera Barat 31

12 Sumatera Utara 22

Jumlah 119 1.159 1.135 2.108 2.165

Page 17: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

16

PENYERAPAN TELUR

Dalam mendukung budidaya ulat sutera petani di propinsi Sulawesi Selatan

pada umumnya telur ulat sutera disuplai dari KPSA Perum Perhutani

Soppeng, namun ada juga yang memesan ke PSA Candiroto. Sementara

untuk kebutuhan telur bagi petanidi luar Prop. Sulawesi Selatan sebagian

besar diambil dari PSA Candiroto. Dalam rangka mencegah serangan hama

dan penyakit, maka terhadap telur sebelum disalurkan ke masyarakat

terlebih dahulu dilakukan test Pebrine oleh Balai Persuteraan Alam.

Berdasarkan kapasitasnya, kedua produsen telur F1 belum dapat

mencapainya karena permintaan yang masih terbatas. Sebagai contoh,

KPSA Perum Perhutani Soppeng mampu menyiapkan telur sebanyak 60.000

boks per tahun, namun kapasitas ini belum pernah dicapai karena

terbatasnya permintaan petani. Hingga bulan Desember 2009 penyerapan

telur ke petani kurang lebih 4.075 boks di 11 kabupaten di Prop. Sulawesi

Selatan.

Page 18: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

17

Tabel 5. Data Perkembangan jumlah penyerapan telur di Prop. Sulawesi Selatan 5 tahun terakhir

No Kabupaten Penyerapan Telur (Box)

2005 2006 2007 2008 2009

1 SOPPENG 3.146 2.244 2.011,75 2.190 698

2 WAJO 2.446 2.044,75 1.196,25 1.321 502,25

3 SIDRAP 77 34 19,5 1 8

4 BARRU 48,5 13 12 2 3,5

5 BONE 5,5 0

6 ENREKANG 8.098 6.741 9.125 4.546 2.641

7 TATOR 481 254 378 217,5 148,5

8 POLMAN 72,5 82,50

9 LUWU 13 19 2

10 GOWA 86 70 1 2 0,75

11 SINJAI 19 18 20 20 9

12 BULUKUMBA 0 2

13 MAROS 36,5 6 2

JUMLAH 14.442,5 11.424,75 12.849 8.401 4.075

Sementara data penyerapan telur untuk beberapa daerah/propinsi lain di

luar Prop. Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 5. Selama tahun 2009

hingga bulan Desember 2009 penyerapan telur kurang lebih 2.260 boks

untuk 12 propinsi pengembangan di luar Prop. Sulawesi Selatan.

Page 19: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

18

Tabel 6. Data Perkembangan jumlah penyerapan telur di luar Prop. Sulawesi Selatan 5 tahun terakhir

No Propinsi Jumlah Petani (KK)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Sulawesi Barat 51,5 85,5 72,5 82,5 28,5

2 Sulawesi Tenggara

10

3 Sulawesi Utara

82

290 357

4 Sulawesi Tengah

16 4

5 Jawa Barat

412 833 431 818

6 Jawa Tengah

1.142 2.055 330 1.021

7 DI Yogyakarta

74 74 95 1

8 NTT

6 14 10 9 Bali

3 6 11,5

10 NTB

18 18 11 Sumatera Barat

13

12 Sumatera Utara

3

13 Jawa Timur

3

Jumlah 51,5 1.801,5 3.079,5 1.282,5 2.260

Selain bibit/telur ulat yang disiapkan oleh Perum Perhutani, saat ini ada

pula bibit yang disalurkan dari China yang belum mendapatkan legalitas dari

Pemerintah, sehingga untuk bibit ini tidak dilakukan uji sertifikasi oleh Balai

Persuteraan Alam.

PRODUKSI KOKON DAN BENANG SUTERA

1. Produksi Kokon

a. Tingkat produksi kokon hasil pemeliharaan petani sutera

dengan telur F1 produksi Perum Perhutani masih sangat

beragam, berkisar 25 – 33 kg per boks.

Page 20: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

19

b. Produksi kokon sampai bulan Desember 2009 di Prop. Sulawesi

Selatan sebanyak 99.318,53 kg. Sementara di propinsi

pengembangan yang lain kurang lebih 67.800 boks.

2. Produksi Benang Sutera

Benang sutera (raw silk) yang dihasilkan terdiri dari hasil pintalan

rakyat/tradisional dan pintalan mesin/pabrik.

a. Kualitas benang sutera yang dihasilkan, khususnya pintalan

rakyat, masih relatif rendah dan harganya lebih rendah

dibandingkan hasil pintalan mesin.

c. Di Sulawesi Selatan belum tersedia pabrik pemintalan benang

sutera modern yang dapat menghasilkan benang sutera

berkualitas tinggi.

d. Produksi benang sutera di Sulawesi Selatan sampai bulan

Desember 2009 sebanyak 15.797,69 kg. Sementara di propinsi

pengembangan yang lain kurang lebih 8.271,94 kg.

Tabel 6. Data Produksi Kokon dan Produksi Benang Sulawesi Selatan tahun 2005 – 2009

No. Tahun Produksi Kokon

(kg)

Produksi Benang

(kg)

1. 2005 418.276 58.949

2. 2006 305.657 43.507

3. 2007 372.063,37 54.923

4. 2008 241.007,54 31.969,99

5. 2009 99.318,53 15.797,69

Page 21: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

20

Tabel 7. Data Produksi Kokon dan Produksi Benang di Propinsi luar Sulawesi Selatan tahun 2005 – 2009

No. Tahun Produksi Kokon

(kg)

Produksi Benang

(kg)

1. 2005 1.505 200

2. 2006 34.970,3 3.408,68

3. 2007 87.375 10.660,2

4. 2008 34.647,56 4.076,26

5. 2009 67.800 8.271,94

3. Perkembangan Harga

a. Harga telur ulat sutera F1 produksi KPSA Perum Perhutani

Soppeng saat ini adalah Rp. 80.000,- per boks (belum

termasuk PPn 10 %), sementara produksi PSA CandirotoRp.

40.000 dengan jumlah telur + 25.000 butir per boks.

b. Harga kokon masih berfluktuasi, saat ini berkisar Rp 20.000,-

s/d Rp 27.000,- per kilogram.

c. Harga benang sutera saat ini berkisar antara Rp 225.000,- s/d

Rp 250.000,- per kilogram.

Page 22: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

21

RENCANA PENGEMBANGAN PERSUTERAAN ALAM

DI PROP SULAWESI SELATAN

Pada tahun 2008, Balai Persuteraan Alam telah menyusun Rencana

Pengembangan Persuteraan Alam di Prop. Sulawesi Selatan. Dalam Rencana

Pengembangan ini tercantum antara lain target sasaran pengembangan

persuteraan alam baik di sektor hulu maupun hilir pada tahun 2010. Target

pengembangan produk sutera hulu dan hilir dalam skala nasional

ditampilkan pada Tabel berikut.

Tabel 8. Target Sasaran Pengembangan Produk Sutera Hulu (Nasional )

No Uraian Tahun 2005 Tahun 2010

1 Petani (KK) 6.342 13.235

2 Tanaman Murbei (Ha) 4.695 12.250

3 Produksi Kokon (Ton) 491 5.000

4 Penyerapan Tenaga Kerja (orang) 18.780 49.000

Tabel 9. Target Sasaran Pengembangan Produk Sutera Hilir ( Nasional )

No Uraian Tahun 2005 Tahun 2010

1 Produksi Benang Sutera DN (Ton) 81,2 625

2 Kebutuhan Benang sutera (Ton) 700 900

3 Import Benang sutera (Ton) 618,8 275

4 Kain sutera (juta meter) 6,18 44

5 Tenaga Kerja (orang) 207.120 235.868

6 Eksport (US $.000) 8.555 15.087

Page 23: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

22

Pencapaian target pengembangan baik di sektor hulu maupun hilir dapat

dilaksanakan dengan mempertimbangkan dan memanfaatkan berbagai

peluang dan potensi yang ada. Beberapa peluang pengembangan

persuteraan alam antara lain adalah:

1. Kebutuhan benang sutera secara Nasional masih banyak

bergantung dari produk benang sutera dari luar

2. Saat ini banyak negara maju yang mengalihkan usahanya ke Industri

termasuk China sehingga produsen kokon dan benang dari

masyarakat cenderung menurun

3. Padat karya dan membuka lapangan kerja, utamanya tenaga

keluarga dan kaum ibu

Sementara itu potensi pengembangan persuteraan alam di Indonesia antara

lain:

1. Kegiatan persuteraan alam telah membudaya di Sulawesi Selatan,

Sulawesi Barat dan beberapa tempat di Jawa Barat.

2. Pada saat ini berkembang kegiatan persuteraan alam di Jawa

Tengah, Bali, NTT, NTB, Sulut, Sultra, Sulteng, Sumbar, Sumut dan

Lampung.

3. Tersedia 39 jenis induk sebagai induk inti dan yang layak

dikembangkan Ras Jepang (BN 18; BN 16) dan Ras China (BC 117;

BC 107) yang dicirikan berat kokon >1,6 gr, jumlah telur 450 – 500

butir, umur 21 – 23 hari dan persentase kulit 23 %

4. Terdapat jenis spesifik dengan warna kokon kuning yaitu lokal

kuning dan kuning muda jenis Daizo

5. Pada saat ini telah dilaunching jenis BS 07, 09 dan 10, namun hanya

BS 09 yang segera dikembangkan

6. Permintaan bahan baku benang sutera cenderung meningkat baik di

Sulawesi Selatan maupun di Jawa dan Bali

Page 24: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

23

Page 25: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

24

Page 26: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

25

Page 27: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

26

Page 28: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

27

Page 29: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

28

Page 30: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

29

Page 31: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

30

Page 32: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

31

Page 33: Selayang pandang bpa 2010

SELAYANG PANDANG

BALAI PERSUTERAAN ALAM

32