SELADA (1)

27
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Selada (Lactuca sativa L.) pada dasarnya termasuk ke dalam famili Compositae. Asal tanaman ini diperkirakan dari dataran Mediterania Timur. Selada merupakan tanaman semusim. Selada mempunyai ciri diantaranya bentuk bunganya mengumpul dalam tandan membentuk sebuah rangkaian. Selada biasanya disajikan sebagai sayuran penyegar. Adapun kandungan vitamin yang terdapat di dalam daun selada diantaranya: vitamin A, Vitamin B, dan vitamin C yang sangat berguna untuk kesehatan tubuh. Persyaratan penting agar tanaman selada dapat tumbuh dengan baik adalah tanah yang dipakai harus mengandung pasir atau lumpur (subur), pada suhu udara 15 o – 20 o C, dengan derajat keasaman tanah (pH) 5 – 6,5. Benih selada akan berkecambah dalam kurun waktu empat hari, bahkan untuk benih yang viabel dapat berkecambah dalam waktu satu hari, pada suhu 15 o C– 25 o C. Waktu penanaman selada yang paling baik adalah pada akhir musim hujan (Maret/April). (Grubben dan Sukprakarn, 1994). Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), khususnya dalam hal bentuk daunnya. Tanaman ini cepat mengghasilkan akar tunggang dalam yang diikuti dengan penebalan dan perkembangan ekstensif akar lateral yang kebanyakan horizontal. Daun selada sering berjumlah banyak dan biasanya berposisi duduk (sessile), tersusun berbentuk spiral dalam susunan padat. Bentuk daun yang berbeda-beda sangat beragam warna, raut, tekstur dan sembir daunnya. Daun tak berambut, mulus, berkeriput (savoy) atau kisut berlipat. Sembir daunnya membundar rata atau terbagi secara halus, warnanya beragam, mulai dari hijau muda hingga hijau tua, kultivar tertentu berwarna merah atau ungu.

description

selada

Transcript of SELADA (1)

Page 1: SELADA (1)

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Selada (Lactuca sativa L.) pada dasarnya termasuk ke dalam famili Compositae.

Asal tanaman ini diperkirakan dari dataran Mediterania Timur. Selada merupakan tanaman

semusim. Selada mempunyai ciri diantaranya bentuk bunganya mengumpul dalam tandan

membentuk sebuah rangkaian. Selada biasanya disajikan sebagai sayuran penyegar.

Adapun kandungan vitamin yang terdapat di dalam daun selada diantaranya: vitamin A,

Vitamin B, dan vitamin C yang sangat berguna untuk kesehatan tubuh.

Persyaratan penting agar tanaman selada dapat tumbuh dengan baik adalah tanah

yang dipakai harus mengandung pasir atau lumpur (subur), pada suhu udara 15o – 20o C,

dengan derajat keasaman tanah (pH) 5 – 6,5. Benih selada akan berkecambah dalam kurun

waktu empat hari, bahkan untuk benih yang viabel dapat berkecambah dalam waktu satu

hari, pada suhu 15oC – 25oC. Waktu penanaman selada yang paling baik adalah pada akhir

musim hujan (Maret/April). (Grubben dan Sukprakarn, 1994).

Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk),

khususnya dalam hal bentuk daunnya. Tanaman ini cepat mengghasilkan akar tunggang

dalam yang diikuti dengan penebalan dan perkembangan ekstensif akar lateral yang

kebanyakan horizontal. Daun selada sering berjumlah banyak dan biasanya berposisi

duduk (sessile), tersusun berbentuk spiral dalam susunan padat. Bentuk daun yang

berbeda-beda sangat beragam warna, raut, tekstur dan sembir daunnya. Daun tak

berambut, mulus, berkeriput (savoy) atau kisut berlipat. Sembir daunnya membundar rata

atau terbagi secara halus, warnanya beragam, mulai dari hijau muda hingga hijau tua,

kultivar tertentu berwarna merah atau ungu. Daun bagian dalam pada kultivar yang tidak

membentuk kepala cenderung berwarna lebih cerah, sedangkan pada kultivar yang

membentuk kepala berwarna pucat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Menurut Nonnecke (1989), pada dasarnya terdapat kurang lebih enam perbedaan

morfologi dari tipe-tipe selada, yaitu: crisp-head, butterhead, cos, selada daun/selada

potong, selada batang dan selada latin. Hal senada juga dinyatakan oleh Rubatzky dan

Yamaguchi (1999) tentang tipe-tipe selada yang meliputi beberapa kelompok varietas

botanis.

Teknik Penanaman

Selada dikembangbiakan dengan bijinya. Dalam 1 ha lahan diperlukan 600 – 800

biji selada. Menurut teori, satu ha diperlukan 300 g biji dengan daya kecambah 75%.

Secara fisik biji-biji selada berukuran kecil, lonjong, pipih (gepeng), dan berbulu tajam.

Page 2: SELADA (1)

Tanah yang akan dipakai untuk menanam selada, terlebih dahulu harus dicangkul sedalam

20 – 30 cm kemudian diberi pupuk kandang sebanyak 10 ton per ha. Selain itu, lahan

dibuat bedengan dengan lebar 1 meter dan memanjang dari arah timur ke barat.

Setelah bedengan terbentuk, lalu buat alur-alur menggunakan garu. Arah

pembuatan alur lurus ke arah timur dengan jarak antar alur 25 cm. Pembuatan alur tersebut

tidak terlalu dalam karena akar-akar selada mengumpul di lapisan tahan atas. Biji-biji

selada dapat ditanam langsung di kebun tanpa disemaikan terlebih dahulu. Apabila biji

disemai, dijaga kelembaban tempat persemaiannya sehingga selada tumbuh cepat dan

baik. Setelah berumur sebulan (kira-kira berdaun 4 helai), bibit dapat dipindahkan ke

kebun dengan jarak tanam 20 cm x 25 cm atau 25 cm x 25 cm.

Biji selada yang ditanam langsung, ditaburkan merata sepanjang alur kemudian

ditutup tanah tipis-tipis. Biji selada akan tumbuh 5 hari kemudian. Setelah berumur kira-

kira 1 bulan (kira-kira berdaun 3 – 5 helai), tanaman mulai diperjarang. Penjarangan

dilakukan terhadap bibit kerdil hingga jarak antar tanam menjadi 20 – 25 cm. Setelah

berumur 2 minggu dari tanam, tanaman diberi pupuk urea sebanyak 100 kg tiap ha atau 1

g tiap tanam. Pupuk diletakan diantara barisan tanaman.

Pemanenan

Menurut Simpson dan Straus (2010) panen adalah mengumpulkan bagian tanaman

yang ditujukan untuk kepentingan komersial. Masing-masing tanaman memiliki kriteria

tersendiri dalam hal panen. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan panen

adalah keadaan tanaman yang berupa tingkat kematangan dan juga waktu panen.

Tanaman selada merupakan sayuran yang dikonsumsi karena kelembutan,

kerenyahan dan karakteristiknya yang berair (Denisen, 1979), oleh sebab itu pemanenan

selada harus dilakukan pada waktu yang tepat, tidak terlalu awal karena akan

menghasilkan hasil yang rendah, dan apabila dipanen terlambat dapat mengakibatkan

kualitas hasil panen menurun. Namun demikian, penentuan waktu panen untuk tanaman

selada sangat bergantung pada kultivarnya. Masing – masing varietas memiliki waktu

panen dan tingkat kemasakan yang berbeda, sehingga pemanenan selada kadang-kadang

sangat subyektif (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Hama dan Penyakit

Dalam pembudidayaan tanaman selada, selalu terkendala Organisme Pengganggu

Tanaman (OPT) berupa hama dan penyakit. Salah satu hama yang sering menyerang

selada adalah ulat grayak (Spodoptera litura F.). Ulat grayak memakan daun tanaman

hingga daun berlobang-lobang kemudian robek-robek atau terpotong-potong (Cahyono,

Page 3: SELADA (1)

2006). Ulat grayak (Spodoptera litura F.) termasuk dalam ordo lepidoptera, merupakan

hama yang menyebabkan kerusakan yang serius pada tanaman budidaya di daerah tropis

dan sub tropis. (Haryanti dkk., 2006).

Selain ulat grayak, terdapat hama lain pada tanaman selada, yaitu ulat tanah dan

kutu daun. Ulat tanah tubuhnya berwarna hitam atau hitam keabu - abuan, aktif pada

malam hari dan bersifat pemangsa segala jenis tanaman (polifag). Pada siang hari, ulat

tanah bersembunyi di bawah tanah atau sisa-sisa tanaman. Gejalanya adalah menyerang

tanaman dengan cara memotong pangkal batang atau titik tumbuh, sehingga patah atan

terkulai. Serangan ulat tanah umumnya terjadi pada musim kering (kemarau) dan merusak

tanaman yang masih muda (berumur ± 1-30 hari setelah tanam).

Kutu daun, tubuhnya kecil berwarna hitam atau hitam kekuning-kuningan.

Gejalanya adalah menyerang daun-daun tanaman dengan cara mengisap cairan sel-selnya.

Serangan kutu daun menyebabkan pertumbuhan tanaman kerdil, daun-daunnya keriput,

layu dan akhirnya mati. Kutu daun berperan ganda, yakni sebagai hama dan vektor virus.

Tanaman inangnya lebih dari 400 jenis, karena kutu daun bersifat polifag.

Penyakit yang sering ditemui di lahan selada ialah busuk batang. Gejalanya

ditandai oleh batang yang melunak dan berlendir. Penyebabnya ialah cendawan

Rhizoctonia solani. Bila menyerang tanaman di persemaian, sering mengakibatkan busuk

akar. Saat kondisi lahan lembap serangan penyakit bisa menghebat, Untuk pencegahannya,

kebersihan lahan harus dijaga dan kelembapan lahan dikurangi. Dapat pula dilakukan

penyemprotan fungisida Maneb atau Dithane M 45.

Untuk mengendalikan hama – hama serta penyakit tersebut, petani umumnya

menggunakan insektisida atau fungisida kimia yang intensif (dengan frekuensi dan dosis

tinggi). Hal ini mengakibatkan timbulnya dampak negatif seperti gejala resistensi,

resurjensi hama, terbunuhnya musuh alami, meningkatnya residu pada hasil, mencemari

lingkungan dan gangguan kesehatan bagi pengguna.

Sejarah lahan:

Pada lahan ciparanje yang saat ini digunakan untuk tanaman selada, tiga musim

sebelumnya, ditanam kacang panjang, timun, dan tomat. Pada pada saat penanaman

kacang panjang, petani menggunakan kotoran ayam sebagai pupuk dasar, sedangkan

pupuk susulannya berupa urea, SP-36, dan KCL. Pestisida yang digunakan adalah

curacron. Lahan pertanaman selada ini disekelilingnya terdapat tanaman kubis, kembang

kol, dan padi. Dan juga terdapat berbagai macam gulma yang tumbuh.

Page 4: SELADA (1)

Berikut merupakan data pengolahan lahan tanaman selada air :

Varietas : Primora

Umur tanaman : 3 MST

Umur panen : 40 hari

Jarak tanam : 30cm x 30cm

Pupuk dasar : kompos (50g/tanaman)

Pupuk susulan :

Jenis Pupuk Dosis Banyaknya Pemberian Waktu Pemberian

Urea 2,5g/tanaman 2 kali 1 MST dan 2 MST

SP-36 2g/tanaman 1 kali 1 MST

KCL 2g/tanaman 1 kali 1 MST

Pengendalian :

Nama Pestisida Jenis Pestisida Dosis Waktu pemberian

Curacron Insektisida 1,5mg/L 1 MST

Dithane Fungisida 2g/L 1 MST

Konsep PHPT

Defenisi PHT menurut Untung, K (1993) adalah:

Teknologi pengolaan ekosistim yang bertujuan untuk meningkatkan produksi

pertanian dan kesejahteraan petani, mempertahankan populasi hama / OPT dalam keadaan

keseimbangan dengan musuh alaminya sehingga tidak merugikan, serta mengurangi atau

membatasi penggunaan pestisida. Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel,

semua teknik atau metode pengendalian hama yang didasarkan pada azas ekologi dan

ekonomi.

Prinsip PHT :

Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), pada prinsipnya lebih ditekankan

pada upaya memadukan semua teknik pengendalian hama yang cocok serta mendorong

berfungsinya proses pengendalian alami yang mampu mempertahankan populasi hama

pada taraf yang tidak merugikan tanaman, dengan tujuan menurunkan status hama,

Page 5: SELADA (1)

menjamin keuntungan pendapatan petani, melestarikan kualitas lingkungan dan

menyelesaikan masalah hama secara berkelanjutan. Hama tidak dimusnahkan tetapi

diusahakan agar selalu dibawah suatu tingkat populasi yang akan menimbulkan kerugian

ekonomi. Ambang Ekonomi (AE) adalah tingkat populasi terendah yang akan

menyebabkan kerugian ekonomi, sebagai landasan untuk melakukan tindakan

pengendalian.

Metode-metode pengendalian menurut PHT :

1. Metode Agronomis, meliputi :

2. Metode mekanis meliputi :

3. Metode fisis meliputi :

4. Metode biologis meliputi :

5. Metode khemis (kimia) meliputi

6. Metode genetis

7. Undang-undang

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengidentifikasi hama yang

terdapat pada tanaman selada (Lactuca sativa L.) dan mengetahui cara pengendalian yang

paling tepat.

Page 6: SELADA (1)

DAFTAR PUSAKA

Rohmah, Nuzulul. 2009. RESPON TIGA KULTIVAR SELADA (Lactuca sativa L.)

PADA TINGKAT KERAPATAN TANAMAN YANG BERBEDA. Jurusan budidaya

pertanian, Universitas Brawijaya Malang.

Rusdy, Alfian. 2009. EFEKTIVITAS EKSTRAK NIMBA DALAM PENGENDALIAN

ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) PADA TANAMAN SELADA. Fakultas

Pertanian Unsyiah, Darussalam Banda Aceh

Biro Pusat Statistik. 1991. Survei Pertanian Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia. BPS-

Jakarta, Indonesia.

Hendro Sunarjono. 1984. Kunci Bercocok Tanam Sayur-sayuran Penting di Indonesia.

Sinar Baru, Bandung.

Rahmat Rukmana. 1994. "Budidaya Selada Alias Lettuce Dalam: Harian Haluan, Kamis

17 Maret 1994.

Nuryatiningsih. 2011. TEKNIK-TEKNIK PENGENDALIAN OPT DAN PENERAPAN

KONSEP PHT ( PENGENDALIAN HAMA TERPADU). Balai besar perbenihan dan

proteksi tanaman perkebunan, Surabaya.

Page 7: SELADA (1)

http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/2013/02/SELADA.pdf

Hama dan Penyakit

3.5.1. Hama

a. Ulat tanah

Ciri: tubuhnya berwarna hitam atau hitam keabu-abuan, aktif pada malam hari dan bersifat

pemangsa segala jenis tanaman (polifag). Pada siang hari, ulat tanah bersembunyi di

bawah tanah atau sisa-sisa tanaman. Gejala: menyerang tanaman dengan cara memotong

pangkal batang atau titik tumbuh, sehingga patah atan terkulai. Serangan ulat tanah

umumnya terjadi pada musim kering (kemarau) dan merusak tanaman yang masih muda

(berumur ± 1-30 hari setelah tanam).

Pengendalian: dengan beberapa cara, yaitu: mencari dan mengumpulkan ulat tanah di

sekitar tanaman yang terserang kemudian langsung dibunuh atau pemasangan umpan

beracun yang mengandung bahan aktif Trikiorfon dan juga disemprot insektisida berbahan

aktif Monokrotofos.

b. Kutu daun

Ciri: tubuhnya kecil berwarna hitam atau hitam kekuning-kuningan. Gejala: menyerang

daun-daun tanaman dengan cara mengisap cairan sel-selnya. Serangan kutu daun

menyebabkan pertumbuhan tanaman kerdil, daun-daunnya keriput, layu dan akhirnya

mati. Kutu daun berperan ganda, yakni sebagai hama dan vektor virus.

Tanaman inangnya lebih dari 400 jenis, karena kutu daun bersifat polifag. Pengendalian:

dilakukan dengan waktu tanam secara serempak, mengurangi keragaman jumlah tanaman

inang, dan disemprot insektisida yang mengandung bahan aktif Deltametrin atau

Klorpirifos.

3.5.2. Penyakit

a. Bercak daun

Penyebab: cendawan Cercospora ion gissima Sacc. atau C. lactucae Tev. Penyakit ini

tersebar luas di seluruh dunia. Gejala: mula-mula berupa bercak kecil kebasahbasahan

pada tepi daun, kemudian meluas menyerang jaringan tanaman ataupun daun warnanya

berubah menjadi kecoklat-coklatan, dan banyak titik hitam yang merupakan konidium

jamur.

Page 8: SELADA (1)

Pengendalian: melakukan pergiliran tanaman, memotong bagian tanaman yang sakit untuk

dibakar- (dimusnahkan) dan disemprot fungisida yang mengandung bahan aktif

Mankozeb.

b. Busuk rizoma

Penyebab: cendawan tular tanah. Menyerang daun-daun tua tanaman Selada yang ada

dekat permukaan tanah. Gejala: terdapat bercak coklat yang mengendap pada bagian

tanaman sakit, kemudian membusuk berwarna coklat seperti berlendir. Bila cuaca kering,

tanaman busuk tadi akan mengering menjadi "mummi" hitam.

Pengendalian: dilakukan dengan perbaikan drainase tanah kebun agar tidak terlalu lembab,

pergiliran (rotasi) tanaman dan disemprot fungisida yang mengandung bahan aktif

Karbendazim atau Mankozeb

c. Busuk daun

Penyebab: cendawan Bremia /actucae Regel. Gejala: daun-daun selada bercak bersudut,

menguning dan akhirnya bercak-bercak kecoklatan (membusuk). Pada beberapa jenis

sayuran lain, serangan penyakit ini disebut "downy mi/dew". Biasanya menyerang hebat

pada kondisi iklim berkabut (berembun).

Pengendalian: dilakukan dengan perbaikan drainase tanah, pergiliran tanaman dan

disemprot fungisida yang mengandung bahan aktif Mankozeb.

d. Busuk basah

Penyebab: bakteri Erwinia carotovora (Jones). Gejala: daun dan batang tanaman Selada

membusuk sewaktu di kebun maupun setelah panen (lepas panen). Selain membusuk

berwarna coklat atau coklat kehitam-hitaman; juga mengeluarkan aroma bau yang khas

dan menyolok hidung.

Pengendalian: dilakukan dengan cara-cara: menjaga kebersihan kebun (sanitasi),

menghindari kerusakan atau luka pada waktu pemeliharam tanaman ataupun saat panen,

serta melakukan penanganan pasca panen sebaik mungkin.

e. Penyakit mosaik

Penyebab: virus mosaic, yaitu Lettuce Mosaic Virus (LMV). Gejala: daun-daun

menguning (kiorosis) dan mosaik. Pengendalian: sampai saat ini penyakit virus sulit

dikendalikan. Tindakan awal yang dilakukan bila terdapat gejala mosaic virus adalah

Page 9: SELADA (1)

mencabut tanaman yang sakit dan segera menyemprot vektor kutu daun dengan insektisida

yang efektif.

Page 10: SELADA (1)

TEKNIK-TEKNIK PENGENDALIAN OPT DAN PENERAPAN KONSEP PHT

( PENGENDALIAN HAMA TERPADU)

Oleh :

Nuryatiningsih, SP.

BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI

TANAMAN PERKEBUNAN SURABAYA

Oktober 2011

Page 11: SELADA (1)

Defenisi PHT menurut Untung, K (1993) adalah:

Teknologi pengolaan ekosistim yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian

dan kesejahteraan petani, mempertahankan populasi hama / OPT dalam keadaan

keseimbangan dengan musuh alaminya sehingga tidak merugikan, serta mengurangi atau

membatasi penggunaan pestisida. Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel,

semua teknik atau metode pengendalian hama yang didasarkan pada azas ekologi dan

ekonomi.

Definisi PHT menurut FAO (1976)

Suatu sistem pengelolaan hama / system terpadu yang dalam konteks lingkungan

bersangkutan dengan dinamika species hama, menggunakan smua teknik dan metode

pengendalian yang cocok dengan cara yang seserasi mungkin serta mempertahankan

populasi hama di bawah ambang yang mengakibatkan kerugian ekonomi.

Prinsip PHT :

Page 12: SELADA (1)

Hama tidak dimusnahkan tetapi diusahakan agar selalu dibawah suatu tingkat populasi

yang akan menimbulkan kerugian ekonomi.

Ambang Ekonomi (AE)

Tingkat populasi terendah yang akan menyebabkan kerugian ekonomi, sebagai landasan

untuk melakukan tindakan pengendalian.

Metode-metode pengendalian menurut PHT

1. Metode Agronomis, meliputi :

A. Penggunaan Varietas tahan

B. Rotasi tanaman

C. Pengolahan tanah yang baik

D. Pemangkasan

E. Pengelolaan air

F. Penanaman tanaman perangkap

2. Metode mekanis meliputi :

a. Pemungutan hama

b. Perlindungan dengan barrier

c. Penggunaan perangkap hama

3. Metode fisis meliputi

a. Pemanasan

b. Pendinginanc. Pengaturan kelembaban

d. Penggunaan energi cahaya

e. Penggunaan energi suara

Page 13: SELADA (1)

4. Metode biologis meliputi :

a. Penggunaan parasitoid

b. Penggunaan predator ( Pemangsa)

c. Penggunaan pathogen (Penyakit serangga)

5. Metode khemis meliputi

a. Penggunaan pestisida

b. Penggunaan attractant

c. Penggunaan repellent

d. Penggunaan sterilant

e. Penggunaan antifeedant

f. Penggunaan sex pheromone

g. Penggunaan hormone

6. Metode genetis

7. Undang-undang

VARIETAS TAHAN (Metode pengendalian agronomis)

Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan lultivar yang resisten terhadap suatu

hama

sambil mempertahankan atau memperbaiki sifat-sifat agronomis tanaman yang mendasar.

Peranan varietas tahan dalam PHT :

Page 14: SELADA (1)

1. Penggunaan praktis dan secara ekonomis menguntungkan. Penerapan tidak memerlukan

tambahan biaya dan keterampilan khusus, mengingat cara ini adalah praktek bercocok

tanambiasa, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih murah.

2. Bersifat spesifik. Penggunaan varietas tahan hanya ditujukan kepada opt sasaran

3. Efektifitas pengendalian bersifat kumulatif dan persisten. Penanaman varietas tahan dari

musim ke musimdapat semakin menurunkan populasi hama (kumulatif). Persistensi dapat

dipertahankan dengan cara pergiliran varietas tahan.

4. Kompatibel dengan cara pengendalian lain. Dapat dipadukan dengan cara pengendalian

yang lain, sehingga hasilnya lebih optimal

5. Dampak negatif terhadap lingkungan kecil

Ketahanan tanaman terhadap serangga terbagi kedalam 3 bentuk :

1. Toleran, yakni dapat bertahan melalui serangan yang hebat tanpa kehilangan hasil yang

banyak

2. Non preferen, dimana serangga tidak mau makan, meletakkan telur atau

menggunakannya sebagai tempat berlindung

3. Antibiosis, bila serangga tidak tumbuh, bertahan, atau bereproduksi dengan baik

Sedangkan ketahanan tanaman terhadap serangga terbagi kedalam 3 bentuk :

1. Imunitas, dimana tanaman tidak dapat diserang oleh penyakit dalam keadaan yang

bagaimanapun

2. Hipersensitif, bagian tanaman yang terserang secepatnya diisolasi dan dihancurkan

sehingga tidak dapat menyebar

3. Toleran, tanaman yang diserang masih dapat memberikan hasil yang lebih tinggi

daripada yang rentan

PENGENDALIAN MEKANIK

Bertujuan untuk mematikan atau memindahkan hama secara langsung baik dengan tangan

atau dengan bantuan alat / bahan lain

Page 15: SELADA (1)

1. Pengambilan dengan tangan. Adalah teknik yang paling sederhana dan murah tentunya

untuk daerah yang banyak tersedia tenaga manusia. Yang dikumpulkan adalah fase hidup

hama yang mudah ditemukan atau bagian-bagian tanaman yang terserang.

2. Gropyokan. Biasanya dilakukan untuk pengendalian hama tikus. Tikus dibunuh secara

langsung dengan menggunakan alat bantu seperti cangkul dan alat pemukul. Sebaiknya

dilakukan secara massal pada sawah dalam keadaan bera.

3. Memasang prangkap. Serangga hama diperangkap dengan berbagai jenis alat perangkap

sesuai jenis dan fasenya. Alat diletakkan pada tempat atau bagian tanaman yang dilewati

hama.

4. Pengusiran. Sasarannya adalah mengusir hama yang sedang berada di atau sedang

menuju pertanaman, dengan memasang patung-patung atau mengeluarkan suara gaduh.

5. Cara-cara lain. Antara lain menggoyang pohon, menyikat, mencuci, memisahkan bagian

terserang, memukul, dll

PENGENDALIAN FISIK

Adalah suatu usaha mempergunakan atau merubah factor lingkungan fisik sedemikian

rupa, sehingga dapat menimbulkan kematian dan mengurangi populasi hama.

1. Perlakuan panas dan kelembaban. Perlakuan seperti ini paling berhasil bila diterapkan

dalam ruang tertutup seperti di gudang untuk hama yang menyerang dipenyimpanan.

Faktor suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi penyebaran, fekunditas, kecepatan

perkembangan, lama hidup dan mortalitas hama.

2. Penggunaan lampu perangkap. Dapat digunakan untuk mengurangi populasi serangga

dewasa.

3. Penggunaan gelombang suara. Penggunaan suara sebagai pengendali serangga belum

banyak dilakukan karena system akustik serangga belum banyak diketahui.secara teoritik

ada 3 metode, yakni penggunaan suara dengan intensitas rendah serta dengan perekaman

suara yang diproduksi serangga untuk mengganggu perilaku serangga hama.

4. Penggunaan penghalang atau barrier. Yakni dengan menggunakanberbagai ragam faktor

fisik yang dapat menghalangi atau membatsi serangga hama sehingga tidak menjadi

masalah bagi petani, contoh : peninggian pematang, lubang / selokan jebakan

Page 16: SELADA (1)

yang diisi air, pagar rapat, lembaran seng/ plastikdisekeliling pertanaman, mulsa plastik/

jerami, pembungkusan buah dengan kantong plastik.

PENGENDALIAN DENGAN PESTISIDA

Keuntungan penggunaan pestisida :

1. Praktis.

2. Cepat.

3. Sifat-sifat, penggunaan dan cara aplikasinya mempunyai kisaran yang luas.

Ketergatasan penggunaan pestisida :

1. Resistensi.

2. Membunuh organisme non target

3. Ledakan hama sekunder

4. Polusi lingkungan

5. Harga relatif tinggi

Penggunaan pestisida berdasarkan pH :

1. Aplikasi bila perlu (treatment when necessary)

2. Pengendalian hama 100% (pembasmian) tidak diperlukan untuk mencegah kehilangan

hasil secara ekonomis.

Dalam PHT penggunaan pestisida dapat dikategorikan 3 macam yaitu :

1. Penyemprotan pestisida didasarkan pada pemilihan waktu yang tepat, yaitu dtujukan

pada titik lemah dari siklus hidup serangga.

2. Pengendalian dengan pestisida digunakan untuk mengatasi keadaan epidemik yakni

apabila semua tindakan pengendalian tidak mampu untuk mencegah peningkatan populasi

hama hingga mencapai ambang kerusakan ekonomis.

3. Perlakuan pestisida harus dilakaukan secara selektif dan sesuai dengan dosis anjuran.

Page 17: SELADA (1)

Pestisida bekerja dengan cara :

1. Racun perut, jika termakan dan diserap melalui saluran pencernaan

2. Racun kontak, bila terjadi kontak antar serangga dengan bagian yang telah diperlakukan

dengan pestisida

3. Fumigan, memasuki tubuh serangga melalui sistem pernafasan

4. Racun sistemik, yang bergerak melalui sistem vaskuler tanaman dan diserap oleh

serangga ketika memakan bagian tanaman tersebut

5. Racun fisik. Membunuh serangga karena sistim pernafasan ( contoh : debu) atau

desifikasi (contoh : minyak tanah yang mengganggu pembentukan kutikula)

6. Hormon jevenil, yang dapat mengatur perkembangan serangga sehingga mencegahnya

mencapai fase dewasa. Senyawa sintesis juga dikembangkan sebagai agen biokontrol.

7. Grow regulator. Yakni bahan kimia alami pada tanaman atau hewan yang mengontrol

pertumbuhannya dan biasanya bekerja secara specifik, sehingga bila terjadi gangguan

serius akan mengganggu peletakan telur, pembentukan kulit, pembentukan pupa,

pembelahan dan perpanjangan sel. Sejenis senyawa kimia dengan fungsi tersebut telah

disintesis dengan efikasi yang tinggi.

BIOTEKNOLOGI

Dalam konteks PHT bioteknologi khususnya teknologi molekuler ditujukan kepada

pengembangan metode pengendalian baru,seperti diciptakannya tanaman transgenic yang

dimodifikasi secara genetis, diantaranya tanaman yang tahan terhadap herbisida,

insektisida, dan virus.

Contoh-contoh aplikasi bioteknologi dalam PHT :

1. Antibodi monoklonal yang digunakan pada benih uji, bahan tanaman, stek, dan cangkok

untuk mengetahui keberadaan virus dan bakteri.

2. Regenerasi secara invitro berdasarkan fakta bahwa setiap sel tanaman dipenuhi oleh

informasi genetik yang dibutuhkan untuk beregenerasi menjadi sebuah tanaman utuh.

Page 18: SELADA (1)

Jaringan meristem yang tidak mengandung virus digunakan dlm jaringan atau kultur in

vitro untuk menghasilkan tanaman bebas virus.

3. Tanaman tahan herbisida yakni tanaman yang dikembangkan melalui transfer gen

menggunakan sejenis bakteri yang tahan terhadap herbisida, seperti agrobacterium

tumefasciens.

4. Tanaman transgenik tahan virus yang diciptakan dengan memasukkan gen selubung

protein dari 6 jenis virus yang penting secara ekonomis seperti TMV dan PVX. Beberapa

jenis tanaman transgenic taham virus seperti tembakau, tomat, dan kentang dikembangkan

secara built in.

5. Tanaman transgenic tahan terhadap serangga diciptakan dengan mentransfer gen

insectisida alami berasal dari bakteri bacillus thuringiensis yang menghasilkan sejenis

protein berupa toksin, sehingga bila termakan oleh ulat maka ia akan mati

6. Tanaman simbion pathogen serangga. Jika sebuah gen memerintahkan untuk

menghasilkan toksin serangga dimasukkan dalam bakteri tular tanah Pseoudomonas yang

hidup berasosiasi dengan sistem perakaran (rhizophere), tanaman tersebut didorong oleh

bakteri transgenic sehingga dapat mematikan serangga dan memakan perakarannya.

7. Baculovirus hypervirulen. Manipulasi genetika dapat meningkatkan virulensi

Baculovirus hypervirulen sehingga lebih efektif sebagai agens hayati. Baculovirus juga

dapat dimanipulasi untuk menghasilkan protein asing untuk tujuan therapeuticdan

prophylactic.

Sedangkan objek dari penelitian saat ini adalah :

Biologi molekuler dari gen kunci yang mengatur perkembangan dan reproduksi serangga

Aspek molekuler dari insectisida biologi saat ini untuk memecahkan masalah dalam

produksi dan efikasi.Mempelajari hubungan gen dan gen dari interaksi inang dan pathogen

KULTUR TEKNIS

Merupakan jenis pengendalian yang digunakan oleh petani baik secara sadar atau tidak

untuk meningkatkan hasil

Page 19: SELADA (1)

Metode-metode kultur teknis yang dapat meningkatkan pengendalian OPT :1. Penggunaan

bahan tanaman bebas OPT

2. Pembajakan tanah, dan pembakaran sisa pertanaman sebelumnya

3. Sinkronisasi pertanaman

4. Penanaman tanaman perangkap

5. Intercropping

6. Rotasi tanaman

7. Aplikasi pupuk yang seimbang

8. Penanaman tanaman pelindung

9. Sanitasi

PENGGUNAAN FEROMON

Feromon adalahsuatu zat yang dihasilkan oleh serangga dan tungau sebagai

alat komunikasih dalam satu species. Sex feromon memungkinkan serangga jantan

untuk mengenali serangga betina. Sebagian besar penelitian adalah menggunakan

sex feromon untuk memerangkap serangga jantan dan mengganggu

komunikasihnya.

Contoh adalah pada hama kapas pectinophora gossypiella yang berhasil

dikendalikan secara efektif dengan memenuhi udara sekitar pertanaman kapas

dengan feromon. Feromon dilepas dengan system “paket perlepasan perlahan”

sehingga dapat menghalangi jantan yang menemukan betinanya. Perangkap umpan

feromon digunakan untuk memonitor distribusi dan melimpahnya populasi untuk

menentukan waktu yang paling tepat dalam menggunakan pestisida atau untuk

menangkap sejumlah besar serangga jantan dewasa untuk menurunkan kepadatan

populasi. Metode ini kurang efektif pada populasi tinggi dan bila serangga mampu

untuk melakukan perkawinan lebih dari sekali

Feromon sintetis sering digunakan. Kadang-kadang sejenis bahan kimia sederhana

pun dapat menjadi sangat menarik bagi serangga sebagaimana sex feromon. Seperti

Page 20: SELADA (1)

aseton yang dapat sebagai pengganti sex feromon yang dapat menarik lalat tsetse,

namun sayangnya harganya masih relatif mahal.

PENGENDALIAN SECARA PREVENTATIF

Pengukuran preventatif bertujuan untuk mencegah munculnya OPT baru

atau untuk membatasi keberadaannya sehingga tidak akan menjadi masalah serius.

Pengukuran preventatifbiasanya melibatkan karantina dan undang-undang. Karantina

dan peraturan undan-undang ditegakkan dibanyak negara untuk mencegah masuk dan

penyebaran OPT.

Negara-negara dengan pelayanan karantina yang efisien membutuhkan

inspeksi yang ketat dan fumigasi terhadap bahan tanaman impor pada stasiun

karantina tempat masuknya. Pembatasan penyebaran OPT baru secara permanen

atau secara khusus di daerah perbatasan negara. Pemerintah bertanggung jawab

dalam program pengendalian termasuk eradikasi, pembatasan penyebaran dan

pemusnahan OPT.

Karantina Tumbuhan Indonesia

Tujuan :

1. Mencegah masuknya OPTK dari luar negeri ke wilayah Negara RI

2. Mencegah tersebarnya OPTK dari suatu area ke area lain dalam wilayah Negara RI

3. Mencegah keluarnya OPT dari wilayah Negara RI apabila negara tujuan

menghendakinya.

OPT :

Semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan

kematian tumbuhan, antara lain :

Hama, serangga, siput, tungau dsb

Pathogen, virus, bakteri, jamur

Gulma

Nematoda

Page 21: SELADA (1)

OPTK

Semua OPT yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dicegah masuknya kedalam,

tersebarnya di dalam dan keluarnya dari wilayah Negara RI

DAFTAR PUSTAKA

Mangoen dihardjo, s 1983. Pengendalian hayati. Jurusan Ilmu Hama Tumbuhan Fakultas

Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Reichelderfer, K.H dan D.G. Battrell, 1985Evaluating the economic sociologieal

implication of agricultural pest and their contro. Crop port 4 (3) : 281- 297

Untung, K. 1993. Konsep pengendalian hama terpadu. Andi offset, yogyakarta. 150 hlm