Sel Jukstaglomerular

3
1. Histologi dan fungsi sel jukstaglomerular? Sel jukstaglomerular merupakan sel-sel otot polos tunika media arteriol aferen di polus vaskular berdiferensiasi menjadi sel-sel epiteloid yang sangat termodufikasi dengan granul sitoplasma. Sel-sel jukstaglomerular pada arteriol eferen dan sel-sel makula densa pada tubulus kontortus distal bersama-sama membentuk aparatus jukstaglomerular. Aparatus glomerular berperan penting untuk mempertahankan tekanan darah normal. Sel-sel jukstaglomerular memantau perubahan tekanan darah sistemik dengan berespon terhadap peregangan dinding arteriol aferen.Penurunan tekanan darah sistemik merangsang sel-sel jukstaglomerular melepaskan hormon renin ke dalam sirkulasi darah. Renin mengubah angiotensinogen protein plasma menjadi angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II oleh enzim yang terdapat di sel endotel paru. Angiotensin II adalah hormon aktif dan vasokonstriktor kuat yang mula-mula berakibat konstriksi arterial sehingga meningkatkan tekanan darah sistemik. Selain itu angiotensin II merangsang pembebasan hormon aldoteron dari korteks adrenal. 2. Antibiotik profilaksis? Antibiotik profilaksis adalah antibiotik digunakan bagi pasien yang belum terkena infeksi, tetapi diduga mempunyai peluang besar untuk mendapatkannya, atau bila terkena infeksi dapat menimbulkan dampak buruk bagi pasien. Penggunaan antibiotik di rumah sakit, sekitar 30-50 % untuk

Transcript of Sel Jukstaglomerular

Page 1: Sel Jukstaglomerular

1. Histologi dan fungsi sel jukstaglomerular?

Sel jukstaglomerular merupakan sel-sel otot polos tunika media arteriol aferen di polus

vaskular berdiferensiasi menjadi sel-sel epiteloid yang sangat termodufikasi dengan granul

sitoplasma. Sel-sel jukstaglomerular pada arteriol eferen dan sel-sel makula densa pada

tubulus kontortus distal bersama-sama membentuk aparatus jukstaglomerular. Aparatus

glomerular berperan penting untuk mempertahankan tekanan darah normal.

Sel-sel jukstaglomerular memantau perubahan tekanan darah sistemik dengan berespon

terhadap peregangan dinding arteriol aferen.Penurunan tekanan darah sistemik

merangsang sel-sel jukstaglomerular melepaskan hormon renin ke dalam sirkulasi darah.

Renin mengubah angiotensinogen protein plasma menjadi angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II oleh enzim yang terdapat di sel endotel paru. Angiotensin II

adalah hormon aktif dan vasokonstriktor kuat yang mula-mula berakibat konstriksi arterial

sehingga meningkatkan tekanan darah sistemik. Selain itu angiotensin II merangsang

pembebasan hormon aldoteron dari korteks adrenal.

2. Antibiotik profilaksis?

Antibiotik profilaksis adalah antibiotik digunakan bagi pasien yang belum terkena infeksi,

tetapi diduga mempunyai peluang besar untuk mendapatkannya, atau bila terkena infeksi

dapat menimbulkan dampak buruk bagi pasien. Penggunaan antibiotik di rumah sakit,

sekitar 30-50 % untuk tujuan profilaksis bedah. Profilaksis bedah merupakan pemberian

antibiotik sebelum adanya tanda-tanda dan gejala suatu infeksi dengan tujuan mencegah

terjadinya manifestasi klinik infeksi.

Selama 24 jam pertama, infeksi tergantung pada jumlah koloni bakteri yang ada. Pada dua

jam pertama mekanisme pertahanan tubuh bekerja untuk menurunkan jumlah bakteri.

Empat jam berikutnya, jumlah bakteri konstan karena terjadi keseimbangan antara bakteri

yang bermultiplikasi dan bakteri yang dibunuh oleh sistem pertahanan tubuh. Enam jam

pertama ini disebut sebagai periode emas (Golden Period), setelah itu bakteri

bermultiplikasi secara eksponen. Antibiotik menurunkan pertumbuhan bakteri secara

geometrik dan menunda reproduksi bakteri. Profilaksis antibiotik diberikan untuk

memperlama `Golden Period’.

Pedoman untuk Memilih Antibiotik Profilaksis

Page 2: Sel Jukstaglomerular

Obat-obatan profilaksis harus diarahkan terhadap organisme yang mempunyai

kemungkinan terbesar dapat menyebabkan infeksi, tetapi tidak harus membunuh atau

melemahkan seluruh patogen. Untuk sebagian besar tindakan, sefalosporin generasi

pertama atau kedua yang tidak mahal, seperti sefazolin, mempunyai half-life yang cukup

panjang dan aktif terhadap stafilokoki dan streptokoki, efektif apabila diberikan secara

intravena (IV) 30 menit sebelum pembedahan. Kecuali pada apendektomi, di mana

sefoksitin (Mefoxin) atau sefotetan (Cefotan) lebih baik karena lebih aktif dari pada

sefazolin terhadap organisme anaerobik dalam usus.

Stafilokoki metisilin-resisten (Methicilin Resistant Staphylococcus Aureus/MRSA)

adalah patogen pascabedah yang penting, di mana vankomisin dapat digunakan, tetapi

penggunaan rutin untuk profilaksis harus dihindari karena hal ini dapat merangsang

timbulnya organisme-organisme resistan. Juga, sefalosporin generasi ketiga dan keempat

(misalnya sefotaksim atau sefepime) tidak dapat digunakan sebagai profilaksis

pembedahan rutin karena:

- Kurang aktifnya sefazolin terhadap stafilokoki, serta mahal.

- Spektrum aktivitasnya mencakup organisme yang jarang ditemukan dalam

pembedahan elektif: dan

- Penggunaan luas dapat menimbulkan resistensi.

Jumlah dosis

Dosis tunggal IV antibiotik yang diberikan dalam 30 menit atau kurang sebelum insisi

kulit akan memberikan konsentrasi dalam jaringan yang memadai sepanjang pembedahan.

(Apabila vankomisin digunakan, sekurang-kurangnya dibutuhkan satu jam). Jelaslah

konsep infusi “tugas jaga” antibiotik profilaksis tidak dapat diterima karena penundaan

pembedahan dapat terjadi sehingga menyebabkan konsentrasi dalam jaringan menjadi

kurang efektif apabila pembedahan belum dimulai. Apabila pembedahan diperpanjang

(lebih dari 4 jam) kehilangan darah hebat terjadi atau antibiotik dengan half-life pendek,

seperti sefoksitin digunakan, satu atau lebih dosis tambahan harus diberikan selama

tindakan tersebut.