SejarahBatur_Edit

16
Sekilas Gunung Batur dan Pura Ulun Danu Batur Sekilas Gunung Batur dan Pura Ulun Danu Batur Jumat (26/4) kemarin, bertepatan dengan Paing Dungulan adalah Purnama Kedasa. Sebagaimana biasa saat itu berlangsung upacara besar di Pura Ulun Danu Batur. Desa Batur, Kintamani, Bangli. Pura Ulun Danur Batur sebagai kahyangan jagat umat Hindu di Bali, dimulialan sebagai stana Bhatara Wisnu. Sedangkan Bhatara Siwa di Besakih dan Brahma di Lempuyang Luhur, Karangasem. Sekilas Gunung Batur dan Pura Ulun Danu Batur Jumat (26/4) kemarin, bertepatan dengan Paing Dungulan adalah Purnama Kedasa. Sebagaimana biasa saat itu berlangsung upacara besar di Pura Ulun Danu Batur. Desa Batur, Kintamani, Bangli. Pura Ulun Danur Batur sebagai kahyangan jagat umat Hindu di Bali, dimulialan sebagai stana Bhatara Wisnu. Sedangkan Bhatara Siwa di Besakih dan Brahma di Lempuyang Luhur, Karangasem. SEBAGAI stana Bhatara Wisnu, yang dalam konsep masyarakat Batur terkenal dengan sebutan Bhatari Dewi Danuh, Pura Ulun Danu memiliki historis yang sangat menarik, baik berkembang secara turun-temurun sebagai cerita rakyat yang hidup di Batur serta masyarakat pemuja di sekitarnya, maupun sebagaimana termuat dalam beberapa babad. Paling tidak, sejarah Pura Ulun Danu Batur termuat dalam Babad Pasek yang ditulis oleh Jro Mangku Gede Ketut Soebandi, Babad Pasek yang ditulis oleh I Gusti Bagus Sugriwa, serta Babad Kayu Selem yang disalin oleh Drs. Putu Budiastra, dkk. Bahkan sejarah pura ini juga termuat dalam Raja Purana Pura Ulun Danu Batur I dan II yang disusun oleh Drs. I Putu Budiastra, dkk. Sejarah dan terjadinya Gunung Batur serta Pura Ulun Danu Batur dapat diuraikan sebagai berikut. Zaman Bahari Dalam versi Babad Pasek dan Babad Kayu Selem, semula Pulau Bali dan Selaparang masih menyatu dan terombang-ambing dihanyutkan arus samudera. Waktu itu, Ida Bhatara Hyang Pasupati yang berstana di Puncak Gunung Prabulingga (Gunung Semeru) merasa kasihan melihat kedua pulau tersebut terombang-ambing. Beliau lantas mengutus tiga putranya yakni Bhatara Hyang Geni Jaya, Bhatara Hyang Mahadewa, dan Bhatari Dewi Danu agar menyusup ke Pulau Bali. 'Nanda bertiga, Geni Jaya, Putra Jaya (Mahadewa) dan Dwi Danuh hendaknya nanda bertiga datang ke Pulau Bali agar pulau tersebut tidak terombang- ambing,' demikian sabda Hyang Pasupati. 'Mohon maaf, nanda ayahanda, nanda masih sangat muda dan belum berpengalaman,' jawab ketiga putranya. 'Nanda jangan khawatir,' tandas Hyang Pasupati. Begitulah, akhirnya Hyang Pasupati

Transcript of SejarahBatur_Edit

Page 1: SejarahBatur_Edit

Sekilas Gunung Batur dan Pura Ulun Danu Batur Sekilas Gunung Batur dan Pura Ulun Danu Batur

Jumat (26/4) kemarin, bertepatan dengan Paing Dungulan adalah Purnama Kedasa. Sebagaimana biasa saat itu berlangsung upacara besar di Pura Ulun Danu Batur. Desa Batur, Kintamani, Bangli. Pura Ulun Danur Batur sebagai kahyangan jagat umat Hindu di Bali, dimulialan sebagai stana Bhatara Wisnu. Sedangkan Bhatara Siwa di Besakih dan Brahma di Lempuyang Luhur, Karangasem.

Sekilas Gunung Batur dan Pura Ulun Danu Batur

Jumat (26/4) kemarin, bertepatan dengan Paing Dungulan adalah Purnama Kedasa. Sebagaimana biasa saat itu berlangsung upacara besar di Pura Ulun Danu Batur. Desa Batur, Kintamani, Bangli. Pura Ulun Danur Batur sebagai kahyangan jagat umat Hindu di Bali, dimulialan sebagai stana Bhatara Wisnu. Sedangkan Bhatara Siwa di Besakih dan Brahma di Lempuyang Luhur, Karangasem.

SEBAGAI stana Bhatara Wisnu, yang dalam konsep masyarakat Batur terkenal dengan sebutan Bhatari Dewi Danuh, Pura Ulun Danu memiliki historis yang sangat menarik, baik berkembang secara turun-temurun sebagai cerita rakyat yang hidup di Batur serta masyarakat pemuja di sekitarnya, maupun sebagaimana termuat dalam beberapa babad.

Paling tidak, sejarah Pura Ulun Danu Batur termuat dalam Babad Pasek yang ditulis oleh Jro Mangku Gede Ketut Soebandi, Babad Pasek yang ditulis oleh I Gusti Bagus Sugriwa, serta Babad Kayu Selem yang disalin oleh Drs. Putu Budiastra, dkk. Bahkan sejarah pura ini juga termuat dalam Raja Purana Pura Ulun Danu Batur I dan II yang disusun oleh Drs. I Putu Budiastra, dkk. Sejarah dan terjadinya Gunung Batur serta Pura Ulun Danu Batur dapat diuraikan sebagai berikut.

Zaman Bahari

Dalam versi Babad Pasek dan Babad Kayu Selem, semula Pulau Bali dan Selaparang masih menyatu dan terombang-ambing dihanyutkan arus samudera. Waktu itu, Ida Bhatara Hyang Pasupati yang berstana di Puncak Gunung Prabulingga (Gunung Semeru) merasa kasihan melihat kedua pulau tersebut terombang-ambing. Beliau lantas mengutus tiga putranya yakni Bhatara Hyang Geni Jaya, Bhatara Hyang Mahadewa, dan Bhatari Dewi Danu agar menyusup ke Pulau Bali.

'Nanda bertiga, Geni Jaya, Putra Jaya (Mahadewa) dan Dwi Danuh hendaknya nanda bertiga datang ke Pulau Bali agar pulau tersebut tidak terombang-ambing,' demikian sabda Hyang Pasupati. 'Mohon maaf, nanda ayahanda, nanda masih sangat muda dan belum berpengalaman,' jawab ketiga putranya. 'Nanda jangan khawatir,' tandas Hyang Pasupati. Begitulah, akhirnya Hyang Pasupati memasukkan ketiga putranya ke dalam kelapa gading, dan dihanyutkan lewat dasar laut. Secara gaib ketiganya tiba di Gunung Agung, dan Beliau sepakat mencari tempat bersemayam. Bhatara Hyang Geni Jaya memutuskan berstana di Gunung Lempuyang, Bhatara Putra Jaya (Mahadewa) berstana di Gunung Agung dengan Pura Besakih, dan Bhatari Dewi Danu memilih sebuah kubangan besar yakni Danau Batur dengan Gunung Batur sebagai puncaknya.

Setelah itu, Hyang Pasupati mengirim empat putra lainnya, seterusnya berstana di Andakasa, Gunung Beratan (Pucak Mangu), Gunung Batukaru, dan Pejeng. Sehingga bila dirunut secara historis, khususnya dari kajian babad, seharusnya di Bali ada sapta kahyangan bukannya sad kahyangan.

Purana Tatwa Batur

Siapa dan bagaimana Gunung Batur serta Beliau yang bersemayam di Pura Ulun Danu Batur, tersirat pula dalam salah satu bagian: Raja Purana Pura Ulun Danu Batur -- Purana Tatwa. Begitu pula, uraian ini sangat populer di sekitar pemuja Pura Ulun Danu Batur.

Kisahnya adalah: Tersebutlah tiga putra Bhatara Indra yang berstana di Pura Tirta Empul, Tampaksiring, Gianyar, bertanya pada kakeknya Hyang Pasupati di Gunung Semeru. 'Mohon maaf

Page 2: SejarahBatur_Edit

Kakek Bhatara, siapakah gerangan ayahanda cucunda?'

'Oh kalau itu cucunda tanyakan, biar nanti bibi yang mengantar cucunda menjumpai ayahanda'. 'Nah nanda I Ratu Ayu Mas Membah (sebutan Bhatari Dewi Danu), sekarang berangkatlah ke Tirta Empul antarkan kemenakan nanda menghadap ayahandanya.'

Demikianlah I Ratu Ayu Mas Membah berangkat ke Bali diiringi ketiga putra Bhatara Indra serta I Ratu Ayu Arak Api. Tak terkisahkan di jalan ketiganya telah tiba di stana Bhatara Indra di Tirta Empul, dan langsung menghadap Bhatara Indra. 'Oh dinda Dewi datang, siapa kiranya anak tampak ketiga ini?'.

'Oh kanda tidak kenal, inilah ketiga putra kanda yang yang semula di Semeru bersama ayahanda'. 'Oh begitu, kemarilah Nanda bertiga maaf ayahanda sudah tua, dan pandangan ayah sudah berkurang'.

'Nah, nanda yang tertua, ayah tak punya apa-apa, kiranya apa yang akan nanda minta?'. 'Mohon maaf ayahanda dan kiranya ada nanda memohon goa yang besar serta air suci'. 'Oh kalau itu, baiklah, kini ayah beri nama nanda I Ratu Gede Gunung Agung, dan di sanalah nanda menetap di bekas tempat ayah di pertengahan Gunung Agung, dan ini air suci, nanti beri nama tirta Mas Manik Kusuma.' Begitulah, beliau lantas berstana di sekitar pertengahan Gunung Agung. Selanjutnya, 'Nanda yang kedua I Gede Nengah, apa yang nanda minta?'. 'Hamba juga minta air suci'. 'Nah nanda I Gede Nengah tempatkanlah air suci ini di barat laut tempat ibunda, dan beri nama tirta Mas Manik Mampeh. Letaknya di barat laut Danau Batur.'

'Nah nanda yang terkecil namun badannya terbesar apa yang nanda minta?'. 'Nanda minta balai agung'. Beliau diberikan dan distanakan di Manukaya. Lalu, Bhatara Indra meminta Mangku Pucangan agar mengantarkan I Ratu Ayu Mas Membah menuju tempatnya. Beliau dijunjung menuju arah timur laut, di suatu tempat. Karena kepayahan menjunjung I Ratu Ayu Mas Membah istirahat sambil nafasnya 'ah-ah, ah', sehingga tempat itu disebut Basang Ah.

Perjalanan dilanjutkan dan tiba di Desa Pengotan. Saat itu penduduk sedang rapat. Mangku Pucangan berkata: 'Tuan berhenti sebentar bersidang, ini Paduka datang'. Mereka tertawa karena melihat wujud Ida Bhatari layaknya ukiran janur yang dijunjung oleh Mangku Pucangan. 'Oh ha, ha, ha dimana ada Bhatari, orang menjunjung sampyan (ukiran rontal) banyak capak'. Ida Bhatari berkenan menunjukkan wajah aslinya dan berkata, 'Nanti jika kalian semua memuja kepada-Ku, masih di pintu gerbang akan diterbangkan angin'. Begitulah yang terjadi sampai saat ini, biasanya sesaji warga Pengotan, hancur di candi Pura Ulun Danu Batur.

Perjalanan dilanjutkan. Sampai di Penelokan Mangku Pucangan melihat air payau sangat luas dan Bhatari Ratu Ayu Mas Membah meminta mencari benang dan bulu ayam. Benda tersebut dilemparkan ke tengah payau lalu benang tersebut diikuti oleh Mangku Pucangan. Tepat di tengah air payau Beliau berkata, 'Sudahlah Mangku Pucangan tempatkan Aku di sini'.

Begitu Beliau diturunkan, mendadak tempat ini makin tinggi terus menjadi sebuah gunung tepat di tengah payau (danau). Gunung itu diberi nama Gunung Tempur/ Tempuh Hyang. Artinya bekas pijakan kaki Ida Bhatari, sehingga menjadi Gunung Tampur Hyang. Nama lain dari Gunung Tampur Hyang adalah Gunung Lebah yang artinya sebuah gunung yang letaknya di dataran rendah, serta Gunung Sinarata -- yang diartikan oleh masyarakat Batur 'gunung yang mendapat sinar matahari secara merata'.

Demikianlah ceritanya, dan secara berkelanjutan akibat letusan Gunung Batur, mereka berpindah ke atas, serta puranya bernama Pura Ulun Danu Batur yang pujawalinya jatuh setiap Purnama Kedasa.

Jro Mangku I Ketut Riana

Pura Ulun Danu Batur

Page 3: SejarahBatur_Edit

Pura Ulun Danu Batur

Melengkapi Gamelan Selonding

Kami, Jero Gede Makalihan Pura Ulun Danu Batur, Kintamani, menyampaikan kepada para bakta di seluruh Bali, bahwa 12 bilah gamelan selonding druwe Pura Ulun Danu Batur, Kintamani, yang merupakan bilah-bilah warisan peninggalan sejarah zaman lampau, dengan segera akan dilengkapi sehingga menjadi satu barung lengkap, yang memenuhi persyaratan guna ditabuh dalam rangkaian upacara di Pura Ulun Danu Batur, sesuai Raja Purana Pura Ulun Danu Batur, Kintamani.

Karena warisan gamelan selonding yang ada tidak lengkap, hanya tersisa 12 bilah, apa yang diwajibkan secara baku dalam Raja Purana belum dapat dipenuhi secara sempurna. Keadaan inilah yang mendorong kami, Jero Gede Makalihan, bertetapan hati untuk melengkapi gamelan selonding yang ada.

Kami telah memberikan kepercayaan kepada bakta Pande Wayan Tusan, dari Banjar Tunggak, Dusun Pandesari, Kecamatan Bebandem, Karangasem, untuk memimpin dan bertanggung jawab dalam pembuatan pelengkap bilah-bilah gamelan yang ada. Karena yang bersangkutan memang telah mempunyai pengetahuan, kemampuan dan pengalaman yang mendalam dan luas dalam pemugaran dan pemubuatan gamelan selonding druwe Pura-pura Kahyangan di Bali, dengan petunjuk dan pegangan sebagai berikut:

1. Pembuatan gamelan yang baru, selaku pengiring dan pelengkap bilah-bilah gamelan yang ada, harus berpijak dan berpedoman serta berpegang teguh pada bilah-bilah yang ada, baik untuk tangga nadanya maupun ukurannya. Sehingga satu barung gamelan yang tercipta nantinya, merupakan kesatuan yang utuh, selaras, dan harmonis dengan nada bilah-bilah gamelan yang ada.

2. Dalam pembuatannya hendaknya meneladani dan menapak tilas jejak-langkah teknik para pande zaman Bali Kuno dalam membuat gamelan selonding, yaitu hanya dengan menggunakan teknik menempa saja, tanpa memanggur atau mengikir.

3. Hari baik atau padewasan untuk nuasen atau memulai pengerjaannya adalah pada 19 November 2002, bertepatan dengan Purnama Kalima di Kentel Gumi Batur, Kintamani.

Untuk menyukseskan tugas berat dan mulai seperti terurai di atas, kami menugaskan:1. Made Kembar Kerepun sebagai penasihat Maha Semaya Warga Pande Propinsi Bali, Banjar Pande, Blahbatuh, Gianyar, telepon 942664, 298032/ Hp: 081 2382 8938.

2. Wayan Gatha, Direktur Utama PT Bank Sri Partha, kantor Pusat Bank Sri Partha, telepon: 227721, 227722/ Hp.081 139 8361, dengan perincian tugas sebagai berikut:

*. Menghubungi para bakta, baik secara lisan/pribadi, atau lewat surat-menyurat, dalam upaya mensosialisasikan dan menghimpun dana punia yang tulus ikhlas dari mereka, untuk membiayai program melengkapi gamelan selonding druwe Pura Ulun Danu Batur, Kintamani.

*. Menyimpan dan membukukan dana punia dimaksud pada rekening Pura Ulun Danur Batur, Kintamani, pada Bank Sri Partha, nomor 301.005.7954. *. Mengelola, mempergunakan dan mempertanggung jawabkan dana punia secara profesional, tepat guna dan tepat sasaran.

*. Membantu dan memfasilitasi Pande Wayan Tusan dalam segala hal yang diperlukan, sehingga dapat merampungkan tugasnya tepat pada waktunya.

*. Mengupayakan dengan sungguh-sungguh agar program melengkapi gamelan selonding druwe Pura Ulun Danu Batur, Kintamani, sudah rampung secara paripurna sebelum berlangsungnya karya Ngusaba Kadasa Pura Ulun Danu Batur, Kintamani yang jatuh pada Purnama Kadasa 16 April 2003.

Dengan segala kerendahan hati kami, Jero Gede Makalihan, memohonkan keikhlasan para bakta untuk ikut

Page 4: SejarahBatur_Edit

berpartisipasi berdana punia sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Jero Gede MakalihanPura Ulun Danur Batu, KitamaniJero Gede DuwuranJero Gede Alitan

SEJARAH PURA BATUR

Sebelum letusan Gunung Batur yang dasyat pada tahun 1917, Pura Batur semula terletak di kaki Gunung itu dekat tepi Barat Daya Danau Batur yang merusakkan 65.000 rumah, 2.500 Pura dan lebih dari ribuan kehidupan. Tetapi keajaiban menghentikannya pada kaki Pura. Orang-orang melihat semua ini sebagai pertanda baik dan melanjutkan untuk tetap tinggal disana. Pada tahun 1926 letusan baru menutupi seluruh Pura kecuali "Pelinggih" yang tertinggi, temapt pemujaan kepada Tuhan dalam perwujudan Dewi Danu, Dewi air danau. Kemudian warga desa bersikeras untuk menempatkannya di tempat yang lebih tinggi dan memulai tusag mereka untuk membangun kembali pura. Mereka membawa pelinggih yang masih utuh dan membangun kembali Pura Batur.

Beberapa lontar suci Bali kuno menceritakan asal mula Pura Batur yang merupakan bagian dari "sad kayangan" enam kelompok Pura yang ada di Bali yang tercatat dalam lontar Widhi Sastra, lontar Raja Purana dan Babad Pasek Kayu Selem. Pura Batur juga dinyatakan sebagai Pura "Kayangan Jagat" yang disungsung oleh masyarakat umum.

Sejarah Pura Batur merupakan persembahan untuk Dewi Kesuburan, Dewi Danu. Dia adalah Dewi dari air danau. Air yang kaya akan mineral mengalir dari Danau Batur, mengalir dari satu petak sawah ke petak sawah yang lainnya, lambat laun turun ke bumi. Dalam lontar Usaha Bali, salah satu sastra suci yang ditempatkan di pura itu, ada legenda kuno yang melukiskan susunan dari tahta Dewi Danu.

Legenda tersebut diceritakan sebagai berikut :Pada suatu malam di awal bulan kelima Margasari Dewa Pasupati (Siwa) memindahkan puncak Gunung Mahameru di India dan membaginya menjadi dua bagian. Dibawanya satu bagian dengan tangan kirinya dan yang satunya dengan tangan kanannya. Kedua belahan itu dibawa menjadi tahta. Belahan yang dibawa dengan tangan kanannya menjadi Gunung Agung tahta untuk anaknya, Dewa Putranjaya (mahadewa Siwa) dan yang dibawanya dengan tangan kiri menjadi Gunung Batur tahta dari Dewi Danu, Dewi Air Danau. Legenda ini menjadikan Gunung terbesar di Bali dan dua elemen simbolis "laki-laki dan perempuan" (Purasa dan Pradana) atau dua asal mula manifestasi dari sumber; Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa).

Identifikasi dan Daya TarikNama obyek wisata kawasan Batur disesuaikan dengan potensi yang ada yaitu Gunung Batur dan Danau Batur. Nama Pura Batur berasal dari nama Gunung Batur yang merupakan salah satu Pura Sad Kahyangan di emong oleh Warga Desa Batur. Sebelum meletusnya Gunung

Page 5: SejarahBatur_Edit

Batur pada tahun 1917, Pura Batur berada di kaki sebelah Barat Daya Gunung Batur. Akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh letusan Gunung Batur ini, maka Pura bersama warga desa Batur dipindahkan di tempat sekarang. Sisa-sisa lahar yang membeku berwarna hitam, Gunung Batur tegak menjulang, Danau Batur teduh membiru, merupakan suatu daya tarik bagi setiap pengunjung. Dari Penelokan dapat memandang birunya Danau Batur dan buih-buih ombak yang menepi menemani sopir boat saat melayani wisatawan dan penumpang umum dalam setiap penyebrangan dari Desa Kedisan ke Desa Trunyan. Para nelayan juga mewarnai kesibukan di Danau Batur mengail ikan mujair yang hasil tangkapannya di jual di pasar Kota Bangli, sehingga di Bangli dikenal dengan sate mujairnya yang merupakan makanan ciri khas Kabupaten Bangli.

LokasiObyek Wisata Kawasan Batur terletak di Desa Batur, Kecamatan Kintamani Kabupaten Daerah Tingkat II Bangli. Obyek Wisata Kawasan Batur berada pada ketinggian 900 m di atas permukaan laut dengan suhu udaranya berhawa sejuk pada siang ahri dan dingin pada malam hari. Untuk mencapai lokasi ini dari Ibu Kota Bangli jaraknya 23 km. Obyek wisata ini dapat dilalui dengan kendaraan bermotor, karena lokasi ini menghubungkan kota Bangli dan kota Singaraja. Sedangkan rute obyek, menghubungkan Obyek Wisata Kawasan Batur dengan Obyek Wisata Tampaksiring dan Besakih.

FasilitasDi obyek wisata Kawasan Batur sudah tersedia tempat parkir, rumah makan, restoran, penginapan, toilet, wartel, serta warung-warung minuman dan makanan kecil. Mengenai fasilitas angkutan umum dan angkutan penyeberangan sudah tersedia.

KunjunganObyek wisata Kawasan Batur ramai dikunjungi oleh wisatawan Mancanegara dan Nusantara. Kunjungan yang paling menonjol sekitar bulan Agustus, Desember, saat menyambut Tahun Baru dan suasana Tahun Baru. Demikian pula pada hari-hari Raya Galungan, Idul Fitri dan Hari Raya Natal, bahkan sering dikunjungi oleh tamu Negara baik dari pusat maupun tamu dari luar negeri.

DeskripsiSumber-sumber yang menyebutkan tentang Batur adalah Lontar Kesmu Dewa. Lontar Usana Bali dan Lontar Raja Purana Batur. Disebutkan bahwa Pura Batur sudah ada sejak jaman Empu Kuturan yaitu abad X sampai permulaan abad XI. Luasnya areal dan banyaknya pelinggih-pelinggih maka diperkirakan bahwa Pura Batur adalah Penyiwi raja-raja yang berkuasa di Bali, sekaligus merupakan Kahyangan Jagat. Di Pura Batur yang diistanakan adalah Dewi Danu yang disebutkan dalam Lontar Usana Bali yang terjemahannya sebagai berikut : Adalah ceritera, terjadi pada bulan Marga Sari (bulan ke V) waktu Kresna Paksa (Tilem) tersebutlah Betara Pasupati di India sedang memindahkan Puncak Gunung Maha Meru dibagi menjadi dua, dipegang dengan tangan kiri dan kanan lalu dibawa ke Bali digunakan sebagai sthana Putra beliau yaitu Betara Putrajaya (Hyang Maha Dewa) dan puncak gunung yang dibawa tangan kiri menjadi Gunung Batur sebagai sthana Betari Danuh, keduanya itulah sebagai ulunya Pulau Bali. Kedua Gunung ini merupakan lambang unsur Purusa dan Pradana dari Sang Hyang Widhi. Pura Batur merupakan tempat Pemujaan Umat Hindu di seluruh Bali khususnya Bali Tengah, Utara dan Timur memohon keselamatan di bidang persawahan. Sehingga pada saat puja wali yang jatuh pada Purnamaning ke X (kedasa) seluruh umat terutama pada semua kelian subak, sedahan-sedahan datang ke Pura Batur menghaturkan "Suwinih". Demikian kalau terjadi bencana hama.

Page 6: SejarahBatur_Edit

Dari Blandingan sampai Penglipuran

PURA Ulun Danu Batur, Kintamani, Bangli sebagai pura banuwa disembah oleh empat puluh lima desa di Bali, dengan Desa Batur sebagai penanggung jawab utamanya. Keempat puluh lima desa tersebut wajib mengeluarkan bahan upacara yang disebut atos. Pemuja ini terjadi karena perjalanan Ida Bhatari Dewi Danu ke desa-desa di sekitarnya.

Dikisahkan, Ida Bhatara Indra memberikan putra kedua tirta yang disebut Mas Manik Mampeh yang menjadi aset wisata di sekitar Danau Batur. Jalannya melewati Desa Songan, Kintamani, Bangli. Air ini sangat besar namun karena diberi pesan oleh Bhatara Indra tak boleh dimanfaatkan oleh orang Batur, maka Ida Bhatari Dewi Danu (I Ratu Ayu Mas Membah) berniat menjualnya. Semula yang akan menjual adalah putranya.

''Ibu hamba khawatir karena Ibu seorang putri tentunya akan banyak halangan, biarlah nanda yang menjualnya,'' kata putranya. ''Oh nanda jangan khawatir, ibu bisa menjaga diri,'' jawab Dewi Danu. Seketika Beliau berubah wujud menjadi seorang tua laki-laki yang sudah renta dan badannya penuh dengan luka, kudisan. ''Nah nanda adakah yang akan mengetahui ibu?''

Demikianlah Beliau menuju arah timur laut, sampai pada sebuah dataran tinggi sambil memikul air dalam dua buah labu pahit. Beliau tiba di dataran Bubung Kelambu, di sana beliau istirahat. Karena ragu airnya sejak tadi tumpah waktu dipikul, Beliau mengeluarkan airnya, dan memancur dari labunya, sehingga tempat itu diberi nama Tirta Mas Manik Mancur. Letaknya di sebelah barat Desa Blandingan.

Perjalanan dilanjutkan dan Beliau tiba di Desa Munti Gunung. ''Tuan, tuan yang ada di desa ini, saya menjual air, apakah tuan sudi membelinya?'' Penduduk Munti Gunung merasa jijik melihat Beliau yang pebuh kudisan dan baunya menusuk hidung sangat busuk. Lalu mereka berkata, ''Ah siapa sudi membeli airmu, kamu saja seperti pengemis, dan baumu sangat busuk. Bagaimana dengan airnya, tentunya juga busuk. Sana kamu pergi jangan di sini mengemis''.

''Oh kamu orang Munti Gunung, kamu sekalian tidak tahu Aku ini Bhatari Batur menjual air, dan kamu telah menghina Aku sebagai pengemis. Semoga nanti kamu sekalian sangat sulit hidupmu dan hanya akan hidup dari mengemis''. Begitulah, sampai saat ini penduduk Munti Gunung selalu meresahkan Denpasar dengan gayanya mengemis serta menjadi ''peminta-minta di jalan perempatan''.

Selanjutnya, Dewi Danu menjajakan air dari Batu Ringgit menuju ke barat. Namun satu desa pun tak ada yang mau membelinya dengan dalih pedagangnya sangat menjijikkan, serta mereka menyatakan sudah dekat dengan laut, mudah mencari air.

Tiba di Desa Les, Dewi Danu kembali menjajakan airnya. ''Tuan, tuan apakah tuan ada niat membeli air, saya menjual air''. Penduduk Les merencanakan membeli dengan dua kepeng, namun baru membayar satu kepeng. Itu pun dengan jalan menggadaikan sabit besar (tah). ''Nah Tuan sekalian, Aku ini Bhatari Batur, dan air ini berilah nama Toya Mampeh, dan tuan hendaknya menggantinya setiap tahun ke Batur''.

Sejak itu, setiap tahun pada Purnama Kedasa Desa Adat Les ngatos ke Batur berupa beras, babi, ayam aduan (uran akembaran) serta bahan lainnya sesuai dengan permintaan dari Penghulu Setimaan Batur. Di Desa Tejakula yang semula sebagai tempat buangan, Beliau

Page 7: SejarahBatur_Edit

menjual airnya dengan dua kepeng, serta dibayar dengan kerbau, dan selanjutnya, penduduk berminat membeli dengan tiga kepeng, karenanya beliau mengambil airnya sampai ke dasar labu, akibatnya kotoran labu dan jentik pun ikut dalam gayungnya. Penduduk lantas dikutuk ''agar sumurnya dalam dengan sebutan Buhun Dalem -- Bondalem''.

Perjalanan menuju ke barat dan di Pantai Ponjok Batur airnya dituangkan sedikit, sehingga di sana ada mata air yang jika air laut surut airnya kelihatan. Sampai di satu tempat dan semua airnya dituangkan serta dikutuk: ''semoga air ini tak bisa dijadikan air pertanian, dan air ini agar irit (inih) sehingga tempat itu menjadi Air (Sangat) Inih -- Air Sanih.

***

DEWI Danu kemudian berganti rupa kembali menjadi seorang putri yang sangat cantik dan telah tiba di sekitar perbatasan Kubu Tambahan. Beliau menjunjung bambu kecil dan berkata pada penduduk, ''Tuan, tuan di Kubu Tambahan apakah tuan mau membeli kerbau, saya menjual kerbau''. ''Ah ada-ada saja kamu mengatakan menjual kerbau, mana kerbaumu?'' ''Ini tuan kerbaunya saya tempatkan pada bambu yang saya jungjung,'' sahut Dewi Danu.

Mereka merasa ditipu, mana mungkin kerbau ada dalam sepotong bambu. Lalu, bambunya dirampas, dan dilihat ternyata di dalamnya kelihatan kerbau beberapa ekor, berkeliaran dalam bambu. Bambunya di balik, keluarlah beberapa ekor kerbau. Pemuka adat Kubu Tambahan dan Bungkulan mengusir kerbau tersebut, sehingga lari tunggang langgang melampaui beberapa desa seperti Penarukan, Banyuning, Swan, Jinengdalem, Kerobokan, dan sekitarnya.

Setelah sore Dewi Danu memanggil kerbaunya, namun seekor yang paling besar dipotong oleh penduduk Kubu Tambahan dan Bungkulan, dagingnya dibagi rata. Bhatari Batur lantas mengutuk: ''Tuan sekalian, Aku ini Bhatari Batur, nanti semua desa yang bekas diinjak kerbauku harus membayar ke Batur, dan tuan penduduk Kubu Tambahan dan Bungkulan yang memotong kerbauku harus menggantinya secara bergilir ke Batur dengan kerbau hidup.'' Begitulah, Kubutambahan dan Bungkulan secara bergantian membayar kerbau ke Batur, dan semua desa yang dilewati beliau dan bekas injakan kerbaunya sebagai pemuja Pura Ulun Danur Batur.

Dewi Danu atau Ida Bhatari Batur kembali ingin menambah wewidangan-nya dan Beliau berganti rupa menjadi gadis desa sangat cantik sambil berjualan gantal pada sabungan ayam di Kehen. Waktu itu, Ida Bhatara Kehen melihat beliau dalam hatinya berkata: ''Ah kenapa ada dagang gantal sangat cantik, kalau ini kujadikan istri sangat cocok sebagai penguasa''. Dagang tersebut didekati: ''Putri cantik kiranya tak cocok berdagang, bagaimana kalau Anda saya ambil menjadi istriku''. ''Mohon maaf, saya tak bisa menikah,'' sahut Bhatari Batur. ''Ah mana mungkin ada orang tak boleh menikah,'' kata Ida Bhatara Kehen. Lalu Bhatari Batur diperkosa.

''Hai tuan penguasa Kehen, kiranya tuan tak tahu siapa Aku, coba sekali lagi tuan memperkosa saya,'' tantang Bhatari Batur. Karena jengkel kembali Beliau mau diperkosa, mendadak Bhatari Batur berkata: ''Tuan Aku ini Bhatari Batur. Tuan sangat sombong baru di tempatmu, sekarang semoga ada gunung yang membuang air Danau Batur agar tak sampai ke Bangli''. Mendadak di selatan kota terbentang gunung yang membujur dari barat ke timur menutup aliran air Danau Batur. ''Ah, kamu baru bisa begitu saja sudah sombong, aku juga bisa,'' kata Ida Bhatara Kehen. Beliau lantas berkata: ''Semoga ada belut besi, kepiting besi

Page 8: SejarahBatur_Edit

yang melubangi gunung tersebut''. Benar saja, mendadak gunung tersebut dilubangi oleh belut besi dan kepiting besi yang saat ini tersimpan di Trunyan.

Akhirnya, Bhatari Batur kembali ke Batur. Namun sebelumnya mereka sama-sama mengutuk. ''Nanti jika Bhatari melewati daerahku engkau akan aku denda,'' kata Bhatara Kehen. ''Ya aku akan membayarnya, tetapi Aku juga mengutuk semua orang Bangli yang memiliki genta, harus membayar denda ke Batur,'' kutuk Bhatari Batur.

Sampai kini kutukan tersebut tetap berlaku, dan karena gagal mempersunting Bhatari Batur, Bhatara Kehen mengambil ''istri penawing'' ke Penglipuran.

* Jro Mangku I Ketut Riana

Sejarah Pura Batur

OBYEK WISATA PENELOKANPenelokan terletak di sebelah Selatan Desa Batur Tengah, Kecamatan Kintamani kira-kira 23 km dari Kota Bangli atau 63 km dari Denpasar ibukota Propinsi Bali. Sepanjang areal Batur memiliki pemandangan yang sangat menarik merupakan wilayah Kecamatan Kintamani yang terletak di bagian Utara Bangli. Penelokan adalah tempat yang terbaik untuk melihat pemandangan Gunung Batur dan Danau Batur. Letaknya kira-kira 1500 meter dari permukaan laut yangdari tahun ke tahun memiliki temperatur ± 22o C di siang hari, dan 16oC di malam hari.Banyak pengunjung baik domestik maupun internasional, memilih tempat ini untuk dapat menikmati udara pegunungan yang dingin dan segar. Tentunya hal ini sangat menyenangkan sambil menikmati pemandangan yang indah dengan lava hitam yang padat berasal dari letusan Gunung Batur pada tahun 1917 yang menghancurkan seluruh desa di sekitarnya.Untuk itu kami bermaksud mengajak siapa yang senang berpetualang untuk mendaki sampai ke puncak. Keindahan kepundannya sunggu merupakan suatu lukisan yang indah.Disamping keindahan panoramanya, kita juga dapat melihat indahnya Danau Batur dengan airnya yang jernih bagaikan kristal dan di lereng pegunungan anda dapat melihat kuburan yang unik, serta Barong Brutuk dari Desa Trunyan, yang mana tidak bisa ditemukan di tepat lain di Bali.DESA KEDISANDesa Kedisan terletak di tepi Selatan Gunung Batur 7 Km dari Penelokan dan sepanjang jalan Kecamatan Kintamani atau 27 Km dari kota Bangli.Sebuah desa kecil, dengan udaranya yang dingin dan segar serta keramahan penduduknya yang berdampingan dengan desa lainnya seperti Batur, Buahan, trunyan, dan desa Songan sehingga disebut Desa Bintang Danu, karena terletak di tepi Gunung Batur.Di sini ada pelabuhan kecil dimana seseorang dapat menyewa boat untuk mengunjungi Desa Trunyan yang unik. Harga tiket pulang pergi dan rencana keberangkatannya sudah diatur oleh LLASDP.

Page 9: SejarahBatur_Edit

DESA TERUNYANNama dari Desa Terunyan berasal dari kata "Taru dan Menyan", pohon berbau harum yang tumbuh di desa itu, orang-orang disana percaya bahwa pohon itu sangat penting. Mayat orang yang meninggal diletakkan di atas kuburan terbuka di bawah pohon tersebut dengan wajah terbuka dengan hanya memakai kain putih dan "ancak saji". Cara penguburan ini disebut "Mepasah".Desa Terunyan sebagai bagian dari kecamatan Kintamani terletak di tepi Danau Batur atau di Kaki sebelah Barat dai Gunung Abang. Penduduk desa ini adalah keturunan asli bali Age. Dengan aspek kebudayaan yang unik, desa ini dapat dicapai dengan boat dari desa Kedisan, menyeberangi Danau Batur selama ± 30 menit.PURA PANCERING JAGATPura Pancering Jagat terletak di Desa Trunyan Kecamatan Kintamani. Nama Pura ini berasal dari patung raksasa tingginya 4 meter. Masyarakat setempat menyebutnya "Arca Da Tonta atau Ratu Gede Pusering Jagat". Upacara di pura ini jatuh pada Purnamaning sasih Kapat sekitar bulan oktober. Dalam beberapa kesempatan Barong Brutuk ditarikan langsung untuk memperingati hari ulang tahun pernikahan antara Ratu Sakti Pancering Jagat, penguasa daerah ini dengan Ratu Ayu Dalem Pingit (Ratu Ayu Dalem Dasar). Pura ini hanya disungsung oleh masysrakat Trunyan saja.TOYO BUNGKAHToyo Bungkah terletak di tepi sebelah Barat Danau Batur, 11 Km dari penelokan Kecamatan Kintamani. Tempat ini sangat menyegarkan dan cocok untuk memancing dan berenang. Disana juga ada air panas yang airnya berasal dari kaku Gunung Batur. Masyarakat disana percaya bahwa air ini dapat menyembuhkan segala jenis penyakit kulit. Tempat ini sudah dikenal sejal tahun 1930 terutama oleh para Ilmuwan Asing. Fasilitas yang terdapat disini antara lain, penginapan, hotel dan restoran serta aula untuk mementaskan tari-tarian tradisional maupun modern.PURA PUNCAK PENULISANPura Puncak Penulisan terletak 1745 dari permukaan laut kira-kira 3 Km dari Kintamani atau 30 Km dari ibukota Bangli, di sebelah timur bagian atas dari jalan Denpasar – singaraja. Berdasarkan lontar Bali Kuno dikatakan bahwa Bukit Penulisan disebut juga Bukit Tunggal karena tempatnya terpisah dari rangkaian pegunungan yang terbentang dari barat ke timur, seolah-olah membagi Bali menjadi dua bagian : Utara dan Selatan.Sekitar abad ke-9 di atas puncak Bukit Penulisan dibangunlah Pura Tegeh Koripan yang lebih dikenal dengan Pura Pucak Penulisan karena terletak di puncak Bukit Penulisan.Pura Pucak Penulisan disamping letaknya di atas bukit, tersusun dari beberapa teras sampai sebelas teras.Teras-teras itu dimaksudkan sebagai kelanjutan dari aspek kebudayaan pyramid jaman megalitik. Ini juga merupakan kompleks Pura Danu dan Pura Taman Danu yang terletak pada teras ke -3, juga terdapat Pura Ratu Penyarikan yang terletak pada teras ke-4 pada bagian Barat Pura itu.Kompleks keempat, adalah Pura Ratu Daha Tua terletak di bagian Barat pada teras ke-16.Yang terakhir atau kompleks ke-5 adalah Pura Panarojam terletakdi bagian Timur dari Puncak. Kompleks pura ini adalah yang tertinggi dibandingkan dengan empat kompleks yang lain. Di dalam kompleks pura ini, pengunjung dapat melihat patung terbuat dari buah yang dipercaya berasal dari jaman Bali kuno sebagai peninggalan kebudayaan megalitikSEJARAH DARI PURA PUCAK PENULISAN.Lompleks Pura Penulisan merupakan satu-kesatuan yang dibangun pada jaman perunggu, yang dimulai kira-kira pada tahun 300 sebelum Masehi. Dan lanjut ke milenium pertama masehi yaitu abad ke-10 sampai berakhirnya kekuasaan Majapahit pada tahun 1343, daerah ini dikuasai oleh Kerajaan Pejeng-Bedulu. Raja ini membuat peraturan tertulis di atas

Page 10: SejarahBatur_Edit

pinggiran perunggu, yang membuktikan bahwa para sastrawan telah mendapat menyusun kembali sejarah Kerajaan itu. Banyak tulisan yang menggunakan dasar-dasar Agama Hindu dan Agama Budha yang berisikan peraturan-peraturan hukum dasar.Di dalam halaman komplek Pura itu ada beberapa balai uang terttup patung-patung sebagai potret Raja-raja Bali, Permaisuri dan pengikutnya. Menurut data Arkeologi, sejarah pura ini telah disusun oleh para ahli dari beberapa prasasti yang terhitung dari abad ke-11 sampai abad ke-15 :A). Prasasti Penulisan I : Angka Tahun 1011 Masehi (Caka 933) dan Rajanya, Mpu Bga Anatah.B). Prasasti dari Pura Bukit Indrakila (dekat Desa Kintamani) dengan angka tahun 1016 Masehi (Caka 938) mengatakan bahwa masyarakat arcanigayan (Asal mula Desa Caningan, dekat Desa Dausa di Kintamani) meminta raja mereka yaitu Anak Wungsu, menghadiri upacara peringatan yang akan diadakan oleh istrinya, Bhatari Mandul. Masyarakat Sukawana mengabulkan permintaan mereka.C). Prasasti Penulisan V : Angka Tahun 1332 Maswhi (Caka 1254) dibaca............t (asu), Ra Ratna Bhumi atau raja Sri Asta Sura Ratna Bhumi Banten.Raja Sri Asta Sura Ratna Bhumi Banten adalah Raja Bali yang terakhir yang memerintahkan selama ekpedisi Gajah mada (1343), yang terkenal pada abad ke-14 yaitu seorang Patih Kerajaan Majapahit yang bercita-cita mempersatukan Nusantara.Dengan menyimpulkan prasasti dari Pura Penulisan itu kita bisa mengetahui bahwa pada tahun 1016 Masehi pura ini dijadikan sebagai tempat syukuran bagi istri terakhir dari Raja Anak Wungsu. Dilanjutkan sebagai "mountain sanctury" dari kerajaan Pejeng-Bedulu dari abad ke-10 hingga ekspansi Majapahit pada tahun 1343, hanya Pura Besakih dijadikan sebagai "mountain sanctury" bagi Dinasti Gelgel di Klukung (abad ke-15 - 17).PURA BATURPura Batur yang lebih dikenal dengan Pura Ulun Danu terletak pada ketinggian 900 m di atas permukaan laut tepatnya di Desa Kalanganyar Kecamatan Kintamani di sebelah Timur jalan raya Denpasar-Singaraja.Pura ini menghadap ke barat yang dilatarbelakangi Gunung Batur dengan lava hitamnya serta Danau Batur yang membentang jauh di kaki Gunung Batur, melengkapi keindahan alam di sekeliling pura.Sebelum letaknya yang sekarang ini, Pura Batur terletak di lereng Barat Daya Gunung Batur. Karena letusan dasyat pada tahun 1917 yang telah menghancurkan semuanya, termasuk pura ini kecuali sebuah pelinggih yang tertinggi. Akhirnya berkat inisiatif kepala desa bersama pemuka desa, mereka membawa pelinggih yang masih utuh dan membangun kembali Pura Batur ke tempat yang lebih tinggi yakni pada lokasi saat ini. Upacara di pura ini dirayakan setiap tahun yang dinamakan Ngusaba Kedasa.SEJARAH PURA BATURSebelum letusan Gunung Batur yang dasyat pada tahun 1917, Pura Batur semula terletak di kaki Gunung itu dekat tepi Barat Daya Danau Batur yang merusakkan 65.000 rumah, 2.500 Pura dan lebih dari ribuan kehidupan. Tetapi keajaiban menghentikannya pada kaki Pura. Orang-orang melihat semua ini sebagai pertanda baik dan melanjutkan untuk tetap tinggal disana. Pada tahun 1926 letusan baru menutupi seluruh Pura kecuali "Pelinggih" yang tertinggi, temapt pemujaan kepada Tuhan dalam perwujudan Dewi Danu, Dewi air danau. Kemudian warga desa bersikeras untuk menempatkannya di tempat yang lebih tinggi dan memulai tusag mereka untuk membangun kembali pura. Mereka membawa pelinggih yang masih utuh dan membangun kembali Pura Batur.Beberapa lontar suci Bali kuno menceritakan asal mula Pura Batur yang merupakan bagian dari "sad kayangan" enam kelompok Pura yang ada di Bali yang tercatat dalam lontar Widhi Sastra, lontar Raja Purana dan Babad Pasek Kayu Selem. Pura Batur juga dinyatakan sebagai

Page 11: SejarahBatur_Edit

Pura "Kayangan Jagat" yang disungsung oleh masyarakat umum.Sejarah Pura Batur merupakan persembahan untuk Dewi Kesuburan, Dewi Danu. Dia adalah Dewi dari air danau. Air yang kaya akan mineral mengalir dari Danau Batur, mengalir dari satu petak sawah ke petak sawah yang lainnya, lambat laun turun ke bumi. Dalam lontar Usaha Bali, salah satu sastra suci yang ditempatkan di pura itu, ada legenda kuno yang melukiskan susunan dari tahta Dewi Danu.Legenda tersebut diceritakan sebagai berikut :Pada suatu malam di awal bulan kelima Margasari Dewa Pasupati (Siwa) memindahkan puncak Gunung Mahameru di India dan membaginya menjadi dua bagian. Dibawanya satu bagian dengan tangan kirinya dan yang satunya dengan tangan kanannya. Kedua belahan itu dibawa menjadi tahta. Belahan yang dibawa dengan tangan kanannya menjadi Gunung Agung tahta untuk anaknya, Dewa Putranjaya (mahadewa Siwa) dan yang dibawanya dengan tangan kiri menjadi Gunung Batur tahta dari Dewi Danu, Dewi Air Danau. Legenda ini menjadikan Gunung terbesar di Bali dan dua elemen simbolis "laki-laki dan perempuan" (Purasa dan Pradana) atau dua asal mula manifestasi dari sumber; Tuhan (Ida Sang Hyang Wishi Wasa).