sejarah topeng Malangan

download sejarah topeng Malangan

of 7

Transcript of sejarah topeng Malangan

sejarah topeng Malangan

Tari Topeng diperkirakan muncul pada masa awal abad 20 dan berkembang luas semasa perang kemerdekaan. Tari Topeng adalah perlambang sifat manusia, karenanya tari topeng banyak model yang menggambarkan situasi yang berbeda, menangis, tertawa, sedih, malu dan sebagainya.Biasanya tari topeng pada umumnya mengisahkan cerita rakyat atau sebuah fregmentasi hikayat tentang berbagai hal terutama bercerita tentang kisah-kisah Panji. Karena dari kisah-kisah Panji maka di namakan Topeng Panji. Tari Topeng Malangan sangat khas karena merupakan hasil perpaduan antara budaya Jawa Tengahan, Jawa Kulonan dan Jawa Timuran (Blambangan dan Osing) sehingga akar gerakan tari ini mengandung unsur kekayaan dinamis dan musik dari etnik Jawa, Madura dan Bali. Salah satu keunikannya adalah pada model alat musik yang dipakai seperti rebab, seruling Maduradan karawitan model Blambangan. Sampai saat ini Tari Topeng masih bertahan di Kedung Monggo dan masih memiliki sesepuh yaitu Mbah Karimun ( alm ) yang tidak hanya memiliki keterampilan memainkan tari ini namun juga menciptakan model-model topeng dan menceritakan kembali hikayat yang sudah berumur ratusan tahun yang sekarang di warisi oleh pak Jumadi. Begitu juga yang ada di Glagah Dowo dari pak Sutrisno ( alm ) dan sekarang diwarisi oleh bpk. Budi Utomo. Tapi yang Kami ceritakan yang bertempat di Kedung Monggo, Pakisaji, Malang, Jawa Timur.

Konon Tari Topeng diciptakan oleh Airlangga yakni putra dari Darmawangsa Beguh di kerajaan Kediri.Ia kemudian menyebarkan seni tari itu sampai ke Kerajaan Singosari yang di pimpin oleh Ken Arok. Raja Singosari itu kemudian menggunakan tari topeng untuk upacara adat, drama tari yang terdiri dari kisah Ramayana, Mahabarata, dan Panji. Selain itu, tari topeng juga digunakan untuk penghormatan pada para tamu dan ritual memuja arwah nenek moyang. Kemudian pada awal penyebaran agama Islam di Indonesia, para Wali Songo mencoba memperbaiki tari topeng agar dapat disesuaikan dengan aturan agama Islam. Diantaranya adalah dengan merubah tata busana tari topeng menjadi lebih sopan dan mengganti bahan alat musik tari topeng. Tujuan penggantian bahan gamelan Tari Topeng menjadi kuningan adalah untuk memperkeras alunan musik tari tersebut. Karena dengan alunan yang keras, banyak rakyat yang akan datang ke tempat tarian itu. Dan para Wali Songo dapat menyebarkan agama islam di tempat itu. Pada saat zaman penjajahan, Tari Topeng sudah hampir punah, hanya pejabat tinggi atau pemerintah Kolonial belanda saja yang mengerti tentang Tari Topeng. Tetapi ada seorang pelayan belanda bernama Panji Reni yang ditugaskan mencuci topeng, Ia kemudian tertarik untuk mempelajari tari tersebut. Akhirnya, ia mencoba membuat topeng di

Polowijen, Blimbing dan ternyata hasilnya sangat memuaskan. Kemudian, ayah Pak karimun (Ki Man) juga mempelajari tari Topeng tersebut dan mancoba membuat topeng di Kedung Monggo, kecamatan Pakisaji, Malang. Dan pada tahun 1993, ( alm ) Pak karimun belajar mencari topeng bersama ayahnya. Dan akhirnya beliau menjadi pengrajin topeng serta pendiri Sanggar Tari ASMOROBANGUN. Sekarang Sanggar Tari tersebut di kelola masyarakat sekitar dan yang memimpin adalah Bpk. Jumadi yang sampai sekarang ( th 2010-12-13 ) eksis di dunia Seni khususnya Topeng Malangan.

Nilai spiritual pada Topeng Malangan

nyaris punah

Gerakan lemah gemulai dengan wajah tertutup topeng dan aksesori yang beragam diiringi alunan gamelan seolah-olah mampu membawa penikmat kembali ke suasana masa lampau. Tari tradisional yang sarat nuansa spiritual ini menggambarkan nilai-nilai kehidupan yang luhur serta nilai-nilai tentang keselarasan hidup dengan alam dan dunia gaib. Itulah yang pertama kali tersirat dalam satu di antara kesenian kebanggaan Kota Malang, Jawa Timur, tari wayang topeng atau tari topeng. Wayang topeng Malang adalah sebuah kesenian kuno yang usianya lebih tua dari keberadaan Kota Apel ini. Itulah sebabnya, kesenian ini tak dapat dipisahkan dari perjalanan sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa Timur. Dalam catatan sejarah, topeng telah dikenal semenjak zaman kerajaan tertua di Jatim yaitu Kerajaan Gajayana (760 Masehi) yang berlokasi di sekitar kota Malang. Tepatnya, kesenian ini telah muncul sejak zaman Mpu Sendok. Saat itu, topeng pertama terbuat dari emas, dikenal dengan istilah puspo sariro (bunga dari hati yang paling dalam) dan merupakan simbol pemujaan Raja Gajayana terhadap arwah ayahandanya, Dewa Sima. Kesenian ini kemudian terus berkembang pesat saat zaman Kerajaan Majapahit serta masa penyebaran Islam oleh para wali. Tak heran, beberapa dekade kemudian wayang topeng berkembang menjadi kesenian yang sangat populer di Malang. Bahkan, wayang topeng menjadi sebuah kesenian yang identik dengan Kota Malang. Namun, seiring perkembangan zaman, kesenian ini kemudian tergusur oleh arus budaya modern. Kondisi politik pun menjadi penyebab tergusurnya kebudayaan yang bernilai tinggi ini. Saat konflik politik pada 1965, membuat berbagai kesenian rakyat identik dengan LEKRAorganisasi kesenian di

bawah Partai Komunis Indonesia. Tak pelak, pentas wayang topeng sempat dilarang di awal pemerintahan Presiden Soeharto. Dengan berbagai latar belakang sejarah itulah, seni topeng wayang dengan aura spritualnya kini hanya tersisa di Desa Kedungmonggo, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Jatim. Musik rebab Kedungmonggo, mungkin menjadi sebuah prototipe pedesaan di Malang pada masa silam. Desa dengan nuansa agraris yang hidup dengan tradisi wayang topeng, masih melekat kuat. Tak heran, wayang topeng bagi warga desa ini bukan sekadar sebuah benda seni. Tapi, juga sebuah penghidupan dan keyakinan spiritual. Di Kedungmonggo sendiri membuat topeng, menarikan atau menjadi panjak atau penabuh karawitan sekalipun harus dilandasi keyakinan spiritual yang kuat. Pembuatan topeng, misalnya. Dalam proses pembuatannya, kerap diiringi oleh olah batin sang pembuat. Maksudnya, agar topeng yang dihasilkan mempunyai yoni atau kharisma yang kuat. Keyakinan spiritual mereka adalah sebagai penganut piwulang kawruh luhur yakni sebuah aliran kebatinan kejawen yang membuat setiap tahap dalam pembuatan topeng kerap diiringi dengan doa-doa serta kemenyan dan asap dupa. Kegiatan ini bukan sebuah bid`ah. Namun, sekadar sebuah cara untuk menyelaraskan diri dengan kehidupan gaib yang ada di sekitar mereka. Para warga sendiri meyakini saat manusia mati maka roh-roh yang belum bisa bersatu dengan sang pencipta masih bergentayangan di muka bumi. Sebagian roh menitis dan membantu anak-anak keturunan mereka di bumi. Sisanya bergentayangan menempati pohonpohon atau benda-benda yang dianggap cocok dengan kehidupan gaib mereka. Tak heran, doa-doa pun dipanjatkan dalam setiap tahapan pembuatan topeng. Kini ajaran yang dianut telah menjadi keyakinan spritual bagi warga Kedungmonggo. Meski saat ini alasan ekonomi menjadi landasan utama pembuatan topeng, tradisi yang telah melekat tak pernah ditinggalkan. Bagi warga, eksistensi topeng Malang bukan sekadar karena kuatnya pengaruh piwulang kawruh luhur. Namun, juga karena dukungan para leluhur mereka yang telah mati. Tak heran, jika tradisi Senin Legi dan gebyak tahunan yang menjadi penghormatan kepada Hyang Mbaurekso Desa, telah membuat kesenian ini tetap hidup. Memang, bagi warga Desa Kedungmonggo Senin Legi adalah malam keramat. Itulah sebabnya, penghormatan bagi Malam Neton atau hari lahir desa dalam perhitungan Tahun Jawa ini, diisi dengan pementasan wayang topeng. Biasanya, sebelum pementasan dimulai sejumlah upacara digelar. Di saat menjelang malam, kesibukan terlihat di Sadaranan Ki Rasek, yakni sebidang tanah yang dikeramatkan warga. Di tanah yang tersisa di bawah rimbunnya pohon beringin, warga sibuk mengatur lokasi ritual. Obor dinyalakan mengelilingi sebuah panggung tanah dan gamelan ditata di pinggir panggung. Saat yang sama, seorang pemuda memasang keber atau kelambu merah yang sekaligus menjadi pertanda akan diadakannya pentas topeng wayang di tempat ini. Jika semua sudah siap, sesaji dan asap dupa pun dipersembahkan kepada para Hyang Mbaurekso. Mbah Mun sebagai tokoh spiritual membuka komunikasi batin dengan dunia gaib untuk menyampaikan maksud pementasan. Setelah acara ritual dilakukan, pementasan pun dapat segera dimulai. Hari ini sang dalang mementaskan cerita dari kisah panji dengan lakon Jenggolo Mbangun Candi. Alkisah, Kerajaan Jenggolo tengah membangun sebuah candi. Namun pembangunan sulit diselesaikan lantaran selalu diganggu raja setan Pusang Prabu dari Kerajaan Timbul Tahunan yang kebetulan jatuh cinta kepada Dewi Sekartaji, istri Panji Asmara Bangun. Tak heran, untuk mencapai maksudnya sang raja setan pun berupaya menggagalkan pembangunan candi hingga sang dewi diserahkan kepadanya. Untungnya, niat sang raja angkara akhirnya dapat

dilumpuhkan oleh Panji Asmara Bangun. Malam kian larut, pemantasan pun memasuki babak utama. Adegan demi adegan berlalu seiring sang dalang memandu jalannya cerita. Dengan dialog tunggal, sementara sang penari bergerak seolah berbicara mengikuti ucapan sang dalang. Lantunan gamelan kian riuh mengikuti lanjutan cerita. Sang dalang telah mengeluarkan ribuan kata untuk menciptakan dialog-dialog dalam setiap episode cerita. Para pemain satu demi satu juga telah memamerkan kemampuannya dalam menari. Akhirnya, cerita mendekati klimaks saat ritme gamelan kian cepat dan konflik antara Panji Asmara Bangun serta Pusang Prabu memuncak dalam pertikaian. Seperti lazimnya kisah tentang kejahatan melawan kebenaran, sang angkara mulai tersisihkan dari bumi jenggala. Sebuah pesan telah disampaikan yakni tentang nilai-nilai kehidupan yang luhur serta nilainilai tentang keselarasan hidup dengan alam dan dunia Tari merupakan salah satu cabang seni yang cukup menonjol dalam kebudayaan daerah Indonesia, hal ini disebabkan oleh adanya fungsi tari diberbagai daerah Indonesia yang tidak hanya memiliki arti sebagai pelepas lelah (hiburan), tetapi berfungsi sebagai sarana upacara. Hal ini dapat diperhatikan dalam masayrakat yang masih menganut kepercayaan Indonesia asli, seperti : animisme, dinamisme atau samanisme. Sungguhpun kepercayaan tersebut bersifat universal, tetapi menyatannya masyarakat Indonesia memangmemiliki keyakinan adanya roh nenek moyang, dimana orang yang telah meninggal rohnya tidak hilang begitu saja, tetapi roh tersebut abadi dan senantiasa berada ditempat asal mereka hidup. Oleh sebab itu seringkali diciptakan benda-benda magis untuk memuja roh, seperti patung, totem atau toeng. Dalam memuja roh tidak jarang menggunakan sarana tari (gerak), adapun tarian pemujaan roh ini sangat bervariasi dan banyak sekali, diantaranya adalah tari pemujaan roh dalam wujud patung, totem atau topeng dengan menggunakan sarana tari topeng. Hal ini perlu diwaspadai. Topeng sebagai barang yang diuja (lambing dari nenek moyang) dan topeng sebagai barang yang dipakai untuk perlengkapan menari (property). Menurut Kuswadi kawindrasusanta dan rahmadi Ps. Topeng di Indonesia telah dipergunakan orang sebagai salah satu medium pemanggilan rohroh nenek moyang agar mau memberikan pertolongan, dengan jalan memasuki topeng. Upacara yang khusus tersebut seperti: upacara yang pernah dilakukan oleh Raja Hayam Wuruk dari Majapahit sewaktu beliau memperingati 12 tahun atas meninggalnya Sri raja Patni (nenek beliau). Upacara itu disebut Shraddha, pelaksanaan upacara dilangsungkan di sebuah pemakaman dan dibuat sebuah topeng yang disebut : Sang Hyang Puspasharira (Kuswadji Kawindrasusanta dan Rachmadi Ps. 1970: 6-7 dan Prof. Dr. Slamet MULyana 1979:307). Tetapi selain topeng sebagai barang pemujaan, topeng juga mempunyai fungsi dinamis yaitu sebagai property tari. Memang semula topeng tidak untuk menonjolkan tokoh-tokoh tertentu, tetai hanya sekedar menyembunyikan wajah pemakaianya, perwujudannya sederhana dan mempunyai fungsi yang bervariasi, salah satunya adalah sebagai sarana upacara inisiasi (upacara kedewasaan). Dengan upacara topeng ini anak-anak yang menjelang dewasa dikenalkan dengan roh nenek moyang mereka, kurang lebih wujudnya seperti topeng yang sedang mereka lihat atau mereka

pakai. Pembuktian tersebut akan tampak jelas jika mereka kerasukan (intrance), tetapi ada tari topeng juga dipergunakan sebagai pengusir wabah penyakit, dan ada juga yang berfungsi sebagai tari perang (upacara penyambutan emuda-pemuda yang kembali dari medan perang). Dalam kaitan tersebut: Topeng merupakan memiliki (aktivitas) laki-laki.

SENI PERTUNJUKAN TOPENG

Setelah menyimak serta sedikit tentang Topeng dalam kontak upacara, baik yang pasif (sebagai benda pujaan) atau yang dinamis yaitu sebagai property tari. Selanjutnya kita akan menelusuri tari topeng atau Wayang Topeng, khususnya yang berkembang di Jawa. Pada umumnya tari topeng atau Wayang Topeng di Jawa membawakan cerita Panji yang popular dengan sebutan :Siklus Panji, yaitu peristiwa yang menceritakan pengembaraan Raden Panji Inukertapati. Sungguhpun demikian ada pula yang membawakan cerita Mahabarata dan Ramayana, bahkan ada yang memabwakan cerita: Menak (cerita yang bernafaskan Islam). Dramatari Toepng yang paling tua disebutkan dalam prasasti Wahara Kuti berangka tahun 840 Masehi atau 762 saka dan prasasti Mantiyasih yang berangka tahun 904 Masehi atau 826 saka. Didalam prasasti tersebut terdapat istilahistilah Hatapukan atau matapukan anManapalan (edi Sedyawati: 1978: 112-126). Istilah tersebut menunjukkan adanya ertunjukan Topeng, dimana istilah tersebut bersumber dari : Tapuk atau tapel yang artinya : Topeng. Maka Hataukan berarti penari Topeng, sedangkan Matapukan berarti mempertunjukkan tari Topeng. Dalam prasasti candi Perot yang berangka tahun 850 Masehi atau 772 saka terdapat istilah manapel yang berasal dari kata Tapel (Topeng).s edangkan kakawin Sumanasantaka yang muncul pada abad 12 menyebutkan adanya pertunjukan Teopeng yang membawakan cerita Ramayana dan Mahabarata disebut dengan istlah : Wayang Wang. Ketika pusat kerajaan Jawa Hindu di Jawa Tengah pindah ke Jawa Timur, kemudian muncul istilah baru dalam menyebut seni pertunjukan Topeng dengan sebutan raket (sekitar abad 14), dimana cerita ertunjukan Topeng tersebut cerita Panji. Dalam kitab Nagaekrtagama karangan empu prapanca menceritakan : bahwa tari Topeng pada waktu itu merupakan tari istana yang sangat digemari olehbangsawan-bangsawan majapahit. Bahkan Hayam Wuruk seringkali bertindak sebagai pamainnya. Apabila beliau menjadi penari putri disebut : Pager Antimun, jika beliau mekjadi dhalang disebut Tirtoayu dan apabila jadi pelwak disebutgagak Ketawang. Terlebih lagi ayah beliau Prabu Kertawardhana juga sebagai Pengendang (pemain kendang) sedang ibunya sebagai melagukan syair-syair (tembang) R.itono hardjowardojo: 1965:51. Y.Sumandiyo hadi, 1989: 6)

PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DI JAWA TIMUR Diats telah dikemukakan, bahwa Topeng merupakan unsur kebudayaan Indonesia yang tua usianya. Baik sebagai benda religi atau benda seni, khususnya sebagai property tari. Dimana kesenian topeng yang hidup dilingkungan istana (tradisi besar) telah muncul sejak abad IX di masehi. Dengan pndahnya pusat pemerintahan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur dengan rajanya Mpu Sindok. Tidak mustahil kesenian Topeng juga berkembang di sana. Berita tentang adanya istilah Atapukan yang dimuat dalam prasasti Jaha yang berangka tahun 762 Saka atau 840 Masehi masih menggunakan sumber lakon dari Epos Ramayana gubahan pada jaman pemerintahan dinasti raja-raja mataram Kuno pada abad VIII,dan kekuasaan Mataram berakhir sekitar tahun 929 Masehi. Sesudah pusat kerajaan berpindah ke Jawa Timur, seni pertunjukan Topeng menggunakan materi dramatik yang bersumber dari Epos Mahabarata yang digubah pada masa pemerintahan raja Darmawangsa Teguh pada abad IX, dan pada masa kejayaan kerajaan Singasari sewaktu pemerintahan Kertanegara muncul cerita baru dalam seni pertunjukan Topeng yaitu: Sastra Panji , abad XIII Ternyata seni pertunjukan Topeng di Jawa Timur terjadi integrasi cultural dari tradisi besar (istana) ke tradisi kecil (rakyat). Hal ini disebabkan oleh kekuatan masyarakat dalam menyerap hal-hal yang menjadi idolanya, yaitu sesuatu yang ada didalam istana. Semuanya itu dipergunakan sebagai tolok ukut, kiblat dari peniruannya. Sehingga hasilnya begitu melekat dan mendarah daging. Sementara tradisi besar musnah (hancurnya kerajaan Majapahit di penghujung abad XV), hasil peneiruan tersebut masih segar menjadi milik rakyat, khususnya seni pertunjukan Toeng (soenarto Timur, 1989:8-11). Setelah runtuhnya kerajaan Majapahit dan berikutnya pusat kerajaan Jawa pindah ke jawa Tengah, pusatnya di Demak yang diperintah oleh Raden Patah.maka putuslah perkembangan kesenian yang pernah Jaya pada masa Majapahit, khususnya seni pertunjukan Wayang Topeng. Semenjak saat itu pula rupanya tidak ada berita yang mengabarkan hidup atau matinya seni pertunjukan Topeng. Hanya beberapa daerah yang mempunyai kesenian mirip dengan Wayang Topeng, mengaku bahwa seni pertunjukan yang hidup didaerahna berasal dari Majapahit. Seperti Wayang Wong Bali sebuah seni pertunjukan Topeng yang menggunakan cerita Ramayana. Wayang Gong dari Kalimantan Selatan yang menggunakan cerita Ramayana dan Wayang Toepng Dheleng (dhalang) dari Madura. Bahkan Topeng Cirebon juga mengaku punyai saudara di Timur (Jawa Timur). Semuanya berupa data lisan, sudah barang tentu butuh penelitian lebih lanjut.a dapaun data tertulis berupa buku berjudul: Javaanse Volksvertoningen yang diterbitkan di Batavia (Jakarta) pada tahun 1938. buku setebal 545 halaman mencatat adanya Wayang Topeng di Polowijen dengan tokohnya yang terkenal adalah Mbah Reni. Seni pertunjukan wayang Topeng sekitar tahu 1930-an sangat popular di malang, hal ini disebabkan adanya campur tangan Bupati malang (melindungi dan membiayai). Beliau adalah R.A.A. Soerioadiningrat. (Dr. Djoko Sourjo: 1985: 47. Onghokham:1982).

Last edited by jeng centil; 30-12-2010 at 10:46 AM.