Sejarah Retorika copy

13
25 Juli 2007 SEJARAH PERKEMBANGAN RETORIKA By Jaka bjek studi retorika setua kehidupan manusia. Kefasihan bicara mung-kin pertama kali dipertunjukkan dalam upacara adat: kelahiran, kema-tian, lamaran, perkawinan, dan sebagainya. Pidato disampaikan oleh orang yang mempunyai status tinggi. Dalam perkembangan peradaban pidato melingkupi bidang yang lebih luas. "Sejarah manusia", kata Lewis Copeland dalam kata pengantar bukunya tentang pidato tokoh-tokoh besar dalam sejarah, "terutama sekali adalah catatan peristiwa penting yang dramatis, yang seringkali disebabkan oleh pidato-pidato besar. Sejak Yunani dan Roma sampai zaman kita sekarang, kepandaian pidato dan kenegarawanan selalu berkaitan. Banyak jago pedang juga ter-kenal dengan kefasihan bicaranya yang menawan". Uraian sistematis retorika yang pertama diletakkan oleh orang Syracuse, sebuah koloni Yunani di Pulau Sicilia. Bertahun-tahun koloni itu diperintah para tiran. Tiran, di mana pun dan pada zaman apa pun, senang menggusur tanah rakyat. Kira-kira tahun 465 SM, rakyat melancarkan revolusi. Diktator ditumbangkan dan demokrasi ditegakkan. Pemerintah mengembalikan lagi tanah rakyat kepada pemiliknya yang sah. Di sinilah kemusykilan terjadi. Untuk mengambil haknya, pemilik tanah harus sanggup meyakinkan dewan juri di pengadilan. Waktu itu, tidak ada pengacara dan tidak ada sertifikat tanah. Setiap orang harus meyakinkan mahkamah dengan pembicaraan saja. Sering orang tidak berhasil memperoleh kembali tanahnya, hanya karena ia tidak pandai bicara. Untuk membantu orang memenangkan haknya di pengadilan, Corax menulis makalah retorika, yang diberi nama Techne Logon (Seni Kata- -kata). Walaupun makalah ini sudah tidak ada, dari para penulis se-zaman, kita mengetahui bahwa dalam makalah itu ia berbicara tentang "teknik kemungkinan". Bila kita tidak dapat memastikan sesuatu, mulailah dari kemungkinan umum. Seorang kaya mencuri dan dituntut di pengadilan untuk pertama kalinya. Dengan teknik kemungkinan, kita bertanya, "Mungkinkah seorang yang berkecukupan mengorbankan kehormatannya dengan mencuri? Bukankah, sepanjang hidupnya, ia tidak pernah diajukan ke pengadilan karena mencuri". Sekarang, seorang miskin mencuri dan diajukan ke pengadilan untuk kedua kalinya. Kita bertanya, "la pernah O

description

ayo belajar

Transcript of Sejarah Retorika copy

Page 1: Sejarah Retorika copy

25 Juli 2007

SEJARAH PERKEMBANGAN RETORIKA

By Jaka

bjek studi retorika setua kehidupan manusia. Kefasihan bicara

mung­kin pertama kali dipertunjukkan dalam upacara adat:

kelahiran, kema­tian, lamaran, perkawinan, dan sebagainya. Pidato

disampaikan oleh orang yang mempunyai status tinggi. Dalam

perkembangan peradaban pidato melingkupi bidang yang lebih luas.

"Sejarah manusia", kata Lewis Copeland dalam kata pengantar bukunya

tentang pidato tokoh-tokoh besar dalam sejarah, "terutama sekali adalah

catatan peristiwa penting yang dramatis, yang seringkali disebabkan oleh

pidato-pidato besar.

Sejak Yunani dan Roma sampai zaman kita sekarang, kepandaian pidato

dan kenegarawanan selalu berkaitan. Banyak jago pedang juga ter­kenal

dengan kefasihan bicaranya yang menawan".

Uraian sistematis retorika yang pertama diletakkan oleh orang Syracuse,

sebuah koloni Yunani di Pulau Sicilia. Bertahun-tahun koloni itu diperintah

para tiran. Tiran, di mana pun dan pada zaman apa pun, senang

menggusur tanah rakyat. Kira-kira tahun 465 SM, rakyat melancarkan

revolusi. Diktator ditumbangkan dan demokrasi ditegakkan. Pemerintah

mengembalikan lagi tanah rakyat kepada pemiliknya yang sah.

Di sinilah kemusykilan terjadi. Untuk mengambil haknya, pemilik tanah

harus sanggup meyakinkan dewan juri di pengadilan. Waktu itu, tidak ada

pengacara dan tidak ada sertifikat tanah. Setiap orang harus meyakinkan

mahkamah dengan pembicaraan saja. Sering orang tidak berhasil

memperoleh kembali tanahnya, hanya karena ia tidak pandai bicara.

Untuk membantu orang memenangkan haknya di pengadilan, Corax

menulis makalah retorika, yang diberi nama Techne Logon (Seni Kata-

­kata). Walaupun makalah ini sudah tidak ada, dari para penulis se­zaman,

kita mengetahui bahwa dalam makalah itu ia berbicara tentang "teknik

kemungkinan". Bila kita tidak dapat memastikan sesuatu, mulailah dari

kemungkinan umum. Seorang kaya mencuri dan dituntut di pengadilan

untuk pertama kalinya. Dengan teknik kemungkinan, kita bertanya,

"Mungkinkah seorang yang berkecukupan mengorbankan kehormatannya

dengan mencuri? Bukankah, sepanjang hidupnya, ia tidak pernah diajukan

ke pengadilan karena mencuri". Sekarang, seorang miskin mencuri dan

diajukan ke pengadilan untuk kedua kalinya. Kita bertanya, "la pernah

O

Page 2: Sejarah Retorika copy

mencuri dan pernah dihukum. Mana mungkin ia berani melakukan lagi

pekerjaan yang sama". Akhirnya, retorika me­mang mirip "ilmu silat lidah".

Di samping teknik kemungkinan, Corax meletakkan dasar-dasar organisasi

pesan. Ia membagi pidato pada lima bagian: pembukaan, uraian, argumen,

penjelasan tambahan, dan kesimpuln. Dari sini, para ahli retorika kelak

mengembangkan organisasi pidato.

Walaupun demokrasi gaya Syracuse tidak bertahan lama, ajaran Corax

tetap berpengaruh. Konon, Gelon, penguasa yang mengguling­kan

demokrasi dan menegakkan kembali tirani, menderita halitosis (bau mulut).

Karena ia tiran yang kejam, tak seorang pun berani mem­beritahukan hal

itu kepadanya. Sampai di negeri yang asing, seorang perempuan asing

berani menyebutkannya. Ia terkejut. Ia memarahi istrinya, yang bertahun-

tahun begitu dekat dengannya, tetapi tidak memberitahukannya. Istrinya

menjawab bahwa karena ia tidak pernah dekat dengan laki-laki lain, ia

mengira semua laki-laki sama. Gelon tidak jadi menghukum istrinya.

Tampaknya, sang istri sudah belajar retorika dari Corax.

Masih di Pulau Sicilia, tetapi di Agrigenturn, hidup Empedocles (490-430

SM), filosof, mistikus, politisi, dan sekaligus orator. Ia cerdas dan

menguasai banyak pengetahuan. Sebagai filosof, ia pernah berguru kepada

Pythagoras dan menulis The Nature of Things. Sebagai mistikus, ia percaya

bahwa setiap orang bisa bersatu dengan Tuhan bila ia men­jauhi perbuatan

yang tercela. Sebagai politisi, ia memimpin pemberon­takan untuk

menggulingkan aristokrasi dan kekuasaan diktator. Se­bagai orator,

menurut Aristoteles, "ia mengajarkan prinsip-prinsip retorika, yang kelak

dijual Gorgias kepada penduduk Athena".

Tahun 427 SM Gorgias dikirim sebagai duta ke Athena. Negeri itu sedang

tumbuh sebagai negara yang kaya. Kelas pedagang kosmopolitan selain

memiliki waktu luang lebih banyak, juga terbuka pada gagasan-­gagasan

baru. Di Dewan Perwakilan Rakyat, di pengadilan, orang memerlukan

kemampuan berpikir yang jernih dan logis serta berbicara yang jelas dan

persuasif. Gorgias memenuhi kebutuhan "pasar" ini dengan mendirikan

sekolah retorika. Gorgias menekankan dimensi bahasa yang puitis dan

teknik berbicara impromtu (kita bahas pada Bab II). Ia meminta bayaran

yang mahal; sekitar sepuluh ribu drachma ($ 10.000) untuk seorang murid

saja. Bersama Protagoras dan kawan­-kawan, Gorgias berpindah dari satu

kota ke kota yang lain. Mereka adalah "dosen-dosen terbang".

Protagoras menyebut kelompoknya sophistai, "guru kebijaksanaan"

Sejarahwan menyebut mereka kelompok Sophis. Mereka berjasa

mengembangkan retorika dan mempopulerkannya. Retorika, bagi mereka

bukan hanya ilmu pidato, tetapi meliputi pengetahuan sastra, gramatika,

Page 3: Sejarah Retorika copy

dan logika. Mereka tahu bahwa rasio tidak cukup untuk meyakinkan orang.

Mereka mengajarkan teknik-teknik memanipulasi emosi dan menggunakan

prasangka untuk menyentuh hati pendengar. Berkat kaum Sophis, abad

keempat sebelum Masehi adalah abad retorika. Jago-jago pidato muncul di

pesta Olimpiade, di gedung perwakilan dan pengadilan. Bila mereka

bertanding, orang-orang Athena berdatangan dari tempat-tempat jauh; dan

menikmati "adu pidato" seperti menikmati pertandingan tinju. Kita hanya

akan menyebutkan dua tokoh saja sebagai contoh: Demosthenes dan

Isocrates.

Berbeda dengan Gorgias, Demosthenes mengembangkan gaya bicara yang

tidak berbunga-bunga, tetapi jelas dan keras. Dengan cerdik, ia

menggabungkan narasi dan argumentasi. Ia juga amat memperhatikan cara

penyampaian (delivery). Menurut Will Durant, "ia meletakkan rahasia pidato

pada akting (hypocrisis). Berdasarkan keyakinan ini, ia berlatih pidato

dengan sabar. Ia mengulang-ulangnya di depan cermin. Ia membuat gua,

dan berbulan-bulan tinggal di sana, berlatih dengan diam-diam. Pada

masa-masa ini, ia mencukur rambutnya sebelah, su­paya ia tidak berani

keluar dari persembunyiannya. Di mimbar, ia melengkungkan tubuhnya,

bergerak berputar, meletakkan tangan di atas dahinya seperti berpikir, dan

seringkali mengeraskan suaranya seperti menjerit.

Demosthenes pernah diusulkan untuk diberi mahkota atas jasa-­jasanya

kepada negara dan atas kenegarawanannya. Aeschines, orator lainnya,

menentang pemberian mahkota dan memandangnya tidak konstitusional.

Di depan Mahkamah yang terdiri dari ratusan anggota juri, ia melancarkan

kecamannya kepada Demosthenes. Pada gilirannya, Demosthenes

menyerang Aeschines dalam pidatonya yang terkenal Perihal Mahkota.

Dewan juri memihak Demosthenes dan menuntut Aeschines untuk

membayar denda. Aeschines lari ke Rhodes dan hidup dari kursus retorika

yang tidak begitu laku. Konon, Demosthenes mengirimkan uang kepadanya

untuk membebaskannya dari kemiskinan. Persaudaraan karena profesi!

Duel antara dua orator itu telah dikaji sepanjang sejarah. Inilah buah

pendidikan yang dirintis oleh kaum Sophis. Tetapi ini juga yang

membentuk citra negatif tentang kaum Sophis. Seorang tokoh yang

berusaha mengembangkan retorika dengan menyingkirkan Sophisme

negatif adalah Isocrates. Isocrates percaya bahwa retorika dapat

meningkatkan kualitas masyarakat; bahwa retorika tidak boleh dipisahkan

dari politik dan sastra. Tetapi ia menganggap tidak semua orang boleh

diberi pelajaran ini. Retorika menjadi sebuah pelajaran elit, hanya untuk

mereka yang berbakat.

Page 4: Sejarah Retorika copy

Ia mendirikan sekolah retorika yang paling berhasil tahun 391 SM. Ia

mendidik muridnya menggunakan kata-kata dalam susunan yang jernih

tetapi tidak berlebih-lebihan, dalam rentetan anak kalimat yang seimbang

dengan pergeseran suara dan gagasan yang lancar. Karena ia tidak

mempunyai suara yang baik dan keberanian untuk tampil, ia hanya

menuliskan pidatonya. Ia menulis risalah-risalah pendek dan

menyebarkannya. Sampai sekarang risalah-risalah ini dianggap waris­an

prosa Yunani yang menakjubkan. Gaya bahasa Isocrates telah mengilhami

tokoh-tokoh retorika sepanjang zaman: Cicero, Milton, Massillon, Jeremy

Taylor, dan Edmund Burke.

Salah satu risalah yang ditulisnya mengkritik kaum Sophis. Risalah ini ikut

membantu berkembangnya kebencian kepada kaum Sophis. Di samping

itu, kaum Sophis kebanyakan para pendatang asing di Athena. Orang

selalu mencurigai yang dibawa orang asing. Apalagi mereka mengaku

mengajarkan kebijaksanaan dengan menuntut bayaran. Yang tidak

sanggup membayar tentu saja melepaskan kekecewaannya dengan

mengecam mereka.

Socrates, misalnya, hanya sanggup membayar satu drachma untuk kursus

yang diberikan Prodicus. Karena itu, ia hanya memperoleh dasar-dasar

bahasa yang sangat rendah saja. Socrates mengkritik kaum Sophis sebagai

para prostitut. Orang yang menjual kecantikan untuk memperoleh uang,

kata Socrates, adalah prostitut. Begitu juga, orang yang menjual

kebijaksanaan. Murid Socrates yang menerima pendapat gurunya tentang

Sophisme adalah Plato.

Plato menjadikan Gorgias dan Socrates sebagai contoh retorika yang palsu

dan retorika yang benar, atau retorika yang berdasarkan pada Sophisme

dan retorika yang berdasarkan pada filsafat. Sophisme mengajarkan

kebenaran yang relatif. Filsafat membawa orang kepada pengetahuan yang

sejati. Ketika merumuskan retorika yang benar - yang membawa orang

kepada hakikat - Plato membahas organisasi, gaya, dan penyampaian

pesan. Dalam karyanya, Dialog, Plato meng­anjurkan para pembicara

untuk mengenal "jiwa" pendengarnya. Dengan demikian, Plato meletakkan

dasar-dasar retorika ilmiah dan psikologi khalayak. Ia telah mengubah

retorika sebagai sekumpulan teknik (Sophisme) menjadi sebuah wacana

ilmiah.

Aristoteles, murid Plato yang paling cerdas melanjutkan kajian re­torika

ilmiah. Ia menulis tiga jilid buku yang berjudul De Arte Rhetorica.

Dari Aristoteles dan ahli retorika klasik, kita memperoleh lima ta­hap

penyusunan pidato: terkenal sebagai Lima Hukum Retorika (The Five

Canons of Rhetoric).

Page 5: Sejarah Retorika copy

Inventio (penemuan). Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan meneliti

khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Bagi

Aristoteles, retorika tidak lain daripada "kemampuan untuk menentukan,

dalam kejadian tertentu dan situasi tertentu, metode persuasi yang ada".

Dalam tahap ini juga, pembicara merumuskan tujuan dan mengumpulkan

bahan (argumen) yang sesuai dengan kebutuhan khalayak.

Aristoteles menyebut tiga cara untuk mempengaruhi manusia. Pertama,

Anda harus sanggup menunjukkan kepada khalayak bahwa Anda memiliki

pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, dan status yang

terhormat (ethos). Kedua, Anda harus Menyentuh hati khalayak perasaan,

emosi, harapan, kebencian dan kasih sayang mereka (pathos). Kelak, para

ahli retorika modern menyebutnya imbauan emotional (emotional appeals).

Ketiga, Anda Meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti atau yang

kelihatan sebagai bukti. Di sini Anda mendekati khalayak lewat otaknya

(logos).

Di samping ethos, pathos, dan logos, Aristoteles menyebutkan dua cara lagi

yang efektif untuk mempengaruhi pendengar: entimem dan contoh.

Entimem (Bahasa Yunani: "en" di dalam dan "thymos" pikiran) adalah

sejenis silogisme yang tidak lengkap, tidak untuk menghasilkan

pembuktian ilmiah, tetapi untuk menimbulkan keyakinan. Disebut tidak

lengkap, karena sebagian premis dihilangkan.

Sebagaimana Anda ketahui, silogisme terdiri atas tiga premis: ma­yor,

minor, dan kesimpulan. Semua manusia mempunyai perasaan iba kepada

orang yang menderita (mayor). Anda manusia (minor). Tentu Anda pun

mempunyai perasaan yang sama (kesimpulan). Ketika saya ingin

mempengaruhi Anda untuk mengasihi orang-orang yang menderita, saya

berkata, "Kasihanilah mereka. Sebagai manusia, Anda pasti mempunyai

perasaan iba kepada orang yang menderita ". Ucapan yang ditulis miring

menunjukkan silogisme, yang premis mayornya dihilangkan.

Di samping entimem, contoh adalah cara lainnya. Dengan menge­mukakan

beberapa contoh, secara induktif Anda membuat kesimpulan umum.

Sembilan dari sepuluh bintang film menggunakan sabun Lnx. Jadi, sabun

Lux adalah sabun para bintang fihn.

Dispositio (penyusunan). Pada tahap ini, pembicara menyusun pidato atau

mengorganisasikan pesan. Aristoteles menyebutnya taxis, yang berarti

pembagian. Pesan harus dibagi ke dalam beberapa bagian yang berkaitan

secara logis. Susunan berikut ini mengikuti kebiasaan berpikir manusia:

pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog. Menurut Aristoteles,

pengantar berfungsi menarik perhatian, menumbuhkan kredibilitas (ethos),

dan menjelaskan tujuan.

Page 6: Sejarah Retorika copy

Elocutio (gaya). Pada tahap ini, pembicara memilih kata-kata dan

menggunakan bahasa yang tepat untuk "mengemas" pesannya. Aristo­teles

memberikan nasihat ini: gunakan bahasa yang tepat, benar, dan dapat

diterima; pilih kata-kata yang jelas dan langsung; sampaikan kalimat yang

indah, mulia, dan hidup; dan sesuaikan bahasa dengan pe­san, khalayak,

dan pembicara.

Memoria (memori). Pada tahap ini, pembicara harus mengingat apa yang

ingin disampaikannya, dengan mengatur bahan-bahan pem­bicaraannya.

Aristoteles menyarankan "jembatan keledai" untuk me­mudahkan ingatan.

Di antara semua peninggalan retorika klasik, me­mori adalah yang paling

kurang mendapat perhatian para ahli retorika modern.

Pronuntiatio (penyampaian). Pada tahap ini, pembicara menyampai­kan

pesannya secara lisan. Di sini, akting sangat berperan. Demos­thenes

menyebutnya hypocrisis (boleh jadi dari sini muncul kata hipo­krit).

Pembicara harus memperhatikan olah suara (vocis) dan

gerakan­gerakan,anggota badan (gestus moderatio cum venustate).

RETORIKA ZAMAN ROMAWI

Teori retorika Aristoteles sangat sistematis dan komprehensif. Pada satu

sisi, retorika telah memperoleh dasar teoretis yang kokoh. Namun, pada sisi

lain, uraiannya yang lengkap dan persuasif telah membungkam para ahli

retorika yang datang sesudahnya. Orang-orang Romawi selama dua ratus

tahun setelah De Arte Rhetorica tidak menambahkan apa-apa yang berarti

bagi perkembangan retorika.

Buku Ad Herrenium, yang ditulis dalam bahasa Latin kira-kira 100 SM,

hanya mensistematisasikan dengan cara Romawi warisan retorika gaya

Yunani. Orang-orang Romawi bahkan hanya mengambil segi-se­gi

praktisnya saja. Walaupun begitu, kekaisaran Romawi bukan saja subur

dengan sekolah-sekolah retorika; tetapi juga kaya dengan orator­-orator

ulung: Antonius, Crassus, Rufus, Hortensius. Yang disebut terakhir

terkenal begitu piawai dalam berpidato sehingga para artis berusaha

mempelajari gerakan dan cara penyampaiannya.

Kemampuan Hortensius disempurnakan oleh Cicero. Karena di­besarkan

dalam keluarga kaya dan menikah dengan istri yang mem­berinya

kehormatan dan uang, Cicero muncul sebagai negarawan dan cendekiawan.

Pernah hanya dalam dua tahun (45-44 SM), ia menulis banyak buku filsafat

dan lima buah buku retorika. Dalam teori, ia tidak banyak menampilkan

penemuan baru. Ia banyak mengambil gagasan dari Isocrates. Ia percaya

Page 7: Sejarah Retorika copy

bahwa efek pidato akan baik, bila yang ber­pidato adalah orang baik juga.

The good man speaks well. Dalam praktek, Cicero betul-betul orator yang

sangat berpengaruh.

Caesar, penguasa Romawi yang ditakuti, memuji Cicero, "Anda telah

menemukan semua khazanah retorika, dan Andalah orang per­tama yang

menggunakan semuanya. Anda telah memperoleh keme­nangan yang lebih

disukai dari kemenangan para jenderal. Karena se­sungguhnya lebih agung

memperluas batas-batas kecerdasan manusia daripada memperluas batas-

batas kerajaan Romawi".

Kira-kira 57 buah pidatonya sampai kepada kita sekarang ini. Will Durant

menyimpulkan kepada kita gaya pidatonya:

Pidatonya mempunyai kelebihan dalam menyajikan secara bergelora satu

sisi masalah atau karakter; dalam menghibur khalayak dengan humor dan

anekdot; dalam menyentuh kebanggaan, prasangka, perasaan, patriotisme

dan kesalehan; dalam mengungkapkan secara keras kelemahan lawan -

yang sebenarnya atau yang diberitakan, yang tersembunyi atau yang

terbuka; dalam mengalihkan perhatian secara terampil dari pokok-pokok

pembicaraan yang kurang menguntungkan; dalam memberondong

pertanyaan retoris yang sulit dijawab; dalam menghimpun serangan-

serangan, dengan kalimat-kalimat periodik yang anak-anaknya seperti

cambukan dan yang badainya membahana....

Dari tulisan-tulisannya yang sampai sekarang bisa dibaca, kita mengetahui

bahwa Cicero sangat terampil dalam menyederhanakan pembicaraan yang

sulit. Bahasa Latinnya mudah dibaca. Melalui pena­nya, bahasa mengalir

dengan deras tetapi indah.

Puluhan tahun sepeninggal Cicero, Quintillianus mendirikan se­kolah

retorika. Ia sangat mengagumi Cicero dan berusaha merumuskan teori-teori

retorika dari pidato dan tulisannya. Apa yang dapat kita pelajari dari

Quintillianus? Banyak. Secara singkat, Will Durant menceritakan kuliah

retorika Quantillianus, yang dituliskannya dalam buku Institutio Oratoria:

Ia mendefinisikan retorika sebagai ilmu berbicara yang baik. Pendidikan

orator harus dimulai sebelum dia lahir: Ia sebaiknya berasal dari keluarga

terdidik, sehingga ia bisa menerima ajaran yang benar dan akhlak yang

baik sejak napas yang ia hirup pertama kalinya. Tidak mungkin menjadi

terpelajar dan terhormat hanya dalam satu generasi. Calon orator harus

mempelajari musik supaya ia mempunyai telinga yang dapat mendengarkan

harmoni; tarian, supaya ia memiliki keanggunan dan ritma; drama, untuk

menghidupkan kefasihannya dengan gerakan dan tindakan; gimnastik,

untuk memberinya kesehatan dan kekuatan; sastra, untuk membenhik

Page 8: Sejarah Retorika copy

gaya dan melatih memorinya, dan memperlengkapinya dengan pemikiran­-

pemikiran besar; sains, untuk memperkenalkan dia dengan pemahaman

mengenai alam; dan filsafat, untuk membentuk karakternya berdasarkan

petunjuk akal dan bimbingan orang bijak. Karena semua persiapan tidak

ada manfaatnya jika integritas akhlak dan kemuliaan rohani tidak

melahirkan ketulusan bicara yang tak dapat ditolak. Kemudian, pelajar

retorika harus menulis sebanyak dan secermat mungkin.

Sebuah saran yang berlebihan. Tetapi kita diingatkan lagi pada Cicero. The

good man speaks well.

RETORIKA ABAD PERTENGAHAN

Sejak zaman Yunani sampai zaman Romawi, retorika selalu berkaitan

dengan kenegarawanan. Para orator umumnya terlibat dalam kegiatan

politik. Ada dua cara untuk memperoleh kemenangan politik: talk it out

('membicarakan sampai tuntas) atau shoot it out (menembak sampai

ha­bis). Retorika subur pada cara pertama, cara demokrasi. Ketika

demokrasi Romawi mengalami kemunduran, dan kaisar demi kaisar

memegang pemerintahan, "membicarakan" diganti dengan "menembak".

Retorika tersingkir ke belakang panggung. Para kaisar tidak senang

mendengar orang yang pandai berbicara.

Abad pertengahan sering disebut abad kegelapan, juga buat retorika. Ketika

agama Kristen berkuasa, retorika dianggap sebagai kesenian jahiliah.

Banyak orang Kristen waktu itu melarang mempelajari retorika yang

dirumuskan oleh orang-orang Yunani dan Romawi, para penyembah

berhala. Bila orang memeluk agama Kristen, secara otomatis ia akan

memiliki kemampuan untuk nmnyampaikan kebenaran. St. Agustinus,

yang telah mempelajari retorika sebelum masuk Kristen tahun 386, adalah

kekecualian pada zaman itu.

Dalam On Christian Doctrine (426), ia menjelaskan bahwa para

pengkhotbah harus sanggup mengajar, menggembirakan, dan

meng­gerakkan - yang oleh Cicero disebut sebagai kewajiban orator. Untuk

mencapai tujuan Kristen, yakni mengungkapkan kebenaran, kita harus

mempelajari teknik penyampaian pesan.

Satu abad kemudian, di Timur muncul peradaban baru. Seorang Nabi

menyampaikan firman Tuhan, "Berilah mereka nasihat dan berbicaralah

kepada mereka dengan pembicaraan yang menyentuh jiwa mereka"

(Alquran 4:63). Muhammad saw. bersabda, memperteguh firman Tuhan ini,

"Sesungguhnya dalam kemampuan berbicara yang baik itu ada sihirnya".

Page 9: Sejarah Retorika copy

Ia sendiri seorang pembicara yang fasih - dengan kata-kata singkat yang

mengandung makna padat. Para sahabatnya bercerita bahwa ucapannya

sering menyebabkan pendengar berguncang hatinya dan berlinang air

matanya. Tetapi ia tidak hanya menyentuh hati, ia juga mengimbau akal

para pendengarnya. Ia sangat memperhatikan orang­-orang yang

dihadapinya, dan menyesuaikan pesannya dengan keadaan mereka. Ada

ulama yang mengumpulkan khusus pidatonya dan me­namainya Madinat

al-Balaghah (Kota Balaghah). Salah seorang sahabat yang paling

dikasihinya, Ali bin Abi Thalib, mewarisi ilmunya dalam berbicara. Seperti

dilukiskan Thomas Carlyle, "every antagonist in the combats of tongue or of

sword was subdited by his eloquence and valor". Pada Ali bin Abi Thalib,

kefasihan dan kenegarawanan bergabung kembali. Khotbah-khotbahnya

dikumpulkan dengan cermat oleh para peng­ikutnya dan diberi judul Nahj

al-Balaghah (Jalan Balaghah).

Balaghah menjadi disiplin ilmu yang menduduki status yang mulia dalam

peradaban Islam. Kaum Muslim menggunakan balaghah sebagai pengganti

retorika. Tetapi, warisan retorika Yunani, yang dicampakkan di Eropa Abad

Pertengahan, dikaji dengan tekun oleh para ahli ba­laghah. Sayang, sangat

kurang sekali studi berkenaan dengan kontribusi Balaghah pada retorika

modern. Balaghah, beserta ma'ani dan bayan, masih tersembunyi di

pesantren-pesantren dan lembaga-lembaga pen­didikan Islam tradisional.

RETORIKA MODERN

Abad Pertengahan berlangsung selama seribu tahun (400-1400). Di Eropa,

selama periode panjang itu, warisan peradaban Yunani diabai­kan.

Pertemuan orang Eropa dengan Islam - yang menyimpan dan

mengembangkan khazanah Yunani - dalam Perang Salib menimbulkan

Renaissance. Salah seorang pemikir Renaissance yang menarik kembali

minat orang pada retorika adalah Peter Ramus. Ia membagi retorika pada

dua bagian. Inventio dan dispositio dimasukkannya sebagai bagian logika.

Sedangkan retorika hanyalah berkenaan dengan elocutio dan pronuntiatio

saja. Taksonomi Ramus berlangsung selama beberapa generasi.

Renaissance mengantarkan kita kepada retorika modern. Yang membangun

jembatan, menghubungkan Renaissance dengan retorika modern adalah

Roger Bacon (1214-1219). Ia bukan saja memperkenalkan metode

eksperimental, tetapi juga pentingnya pengetahuan tentang proses

psikologis dalam studi retorika. Ia menyatakan, "... kewajiban retorika ialah

menggunakan rasio dan imajinasi untuk menggerakkan kemauan secara

lebih baik". Rasio, imajinasi, kemauan adalah fakultas-­fakultas psikologis

yang kelak menjadi kajian utama ahli retorika modern.

Page 10: Sejarah Retorika copy

Aliran pertama retorika dalam masa modern, yang menekankan proses

psikologis, dikenal sebagai aliran epistemologis. Epistemologi membahas

"teori pengetahuan"; asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan

manusia. Para pemikir epistemologis berusaha mengkaji retorika klasik

dalam sorotan perkembangan psikologi kognitif (yakni, yang membahas

proses mental).

George Campbell (1719-1796), dalam bukunya The Philosophy of Rhetoric,

menelaah tulisan Aristoteles, Cicero, dan Quintillianus dengan pendekatan

psikologi fakultas (bukan fakultas psikologi). Psikologi fakultas berusaha

menjelaskan sebab-musabab perilaku manusia pada empat fakultas - atau

kemampuan jiwa manusia: pemahaman, memori, imajinasi, perasaan, dan

kemauan. Retorika, menurut definisi Campbell, haruslah diarahkan kepada

upaya "mencerahkan pemahaman, menyenangkan imajinasi, menggerakkan

perasaan, dan mempengaruhi kemauan".

Richard Whately mengembangkan retorika yang dirintis Campbell. Ia

mendasarkan teori retorikanya juga pada psikologi fakultas. Hanya saja ia

menekankan argumentasi sebagai fokus retorika. Retorika harus

mengajarkan bagaimana mencari argumentasi yang tepat dan

meng­organisasikannya secara baik. Baik Whately maupun Campbell

me­nekankan pentingnya menelaah proses berpikir khalayak. Karena itu,

retorika yang berorientasi pada khalayak (audience-centered) berutang budi

pada kaum epistemologis - aliran pertama retorika modern.

Aliran retorika modern kedua dikenal sebagai gerakan belles lettres (Bahasa

Prancis: tulisan yang indah). Retorika belletris sangat meng­utamakan

keindahan bahasa, segi-segi estetis pesan, kadang-kadang dengan

mengabaikan segi informatifnya. Hugh Blair (1718-1800) me­nulis Lectures

on Rhetoric and Belles Lettres. Di sini ia menjelaskan hu­bungan antara

retorika, sastra, dan kritik. Ia memperkenalkan fakultas citarasa (taste),

yaitu kemampuan untuk memperoleh kenikmatan dari pertemuan dengan

apa pun yang indah. Karena memiliki fakultas cita­rasa, Anda senang

mendengarkan musik yang indah, membaca tulisan yang indah, melihat

pemandangan yang indah, atau mencamkan pidato yang indah. Citarasa,

kata Blair, mencapai kesempurnaan ketika kenikmatan inderawi dipadukan

dengan rasio - ketika rasio dapat menjelaskan sumber-sumber kenikmatan.

Aliran pertama (epistemologi) dan kedua (belles lettres) terutama

memusatkan perhatian mereka pada persiapan pidato - pada penyu­sunan

pesan dan penggunaan bahasa. Aliran ketiga - disebut gerakan elokusionis

- justru menekankan teknik penyampaian pidato. Gilbert Austin, misalnya

memberikan petunjuk praktis penyampaian pidato, "Pembicara tidak boleh

melihat melantur. Ia harus mengarahkan mata­nya langsung kepada

Page 11: Sejarah Retorika copy

pendengar, dan menjaga ketenangannya. Ia tidak boleh segera melepaskan

seluruh suaranya, tetapi mulailah dengan nada yang paling rendah, dan

mengeluarkan suaranya sedikit saja; jika ia ingin mendiamkan gumaman

orang dan mencengkeram perhatian mereka". James Burgh, misal yang

lain, menjelaskan 71 emosi dan cara mengungkapkannya.

Dalam perkembangan, gerakan elokusionis dikritik karena per­hatian - dan

kesetiaan - yang berlebihan pada teknik. Ketika mengikuti kaum

elokusionis, pembicara tidak lagi berbicara dan bergerak secara spontan.

Gerakannya menjadi artifisial. Walaupun begitu, kaum elokusionis telah

berjaya dalam melakukan penelitian empiris sebelum merumuskan "resep-

resep" penyampaian pidato. Retorika kini tidak lagi ilmu berdasarkan

semata-mata "otak-atik otak" atau hasil perenungan rasional saja. Retorika,

seperti disiplin yang lain, dirumuskan dari hasil penelitian empiris.

Pada abad kedua puluh, retorika mengambil manfaat dari perkem­bangan

ilmu pengetahuan modern - khususnya ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi

dan sosiologi. Istilah retorika pun mulai digeser oleh speech, speech

communication, atau oral communication, atau public speak­ing. Di bawah

ini diperkenalkan sebagian dari tokoh-tokoh retorika mutakhir:

1. James A Winans

Ia adalah perintis penggunaan psikologi modern dalam pidatonya.

Bukunya, Public Speaking, terbit tahun 1917 mempergunakan teori

psikologi dari William James dan E.B. Tichener. Sesuai dengan teori James

bahwa tindakan ditentukan oleh perhatian, Winans, men­definisikan

persuasi sebagai "proses menumbuhkan perhatian yang memadai baik dan

tidak terbagi terhadap proposisi-propo­sisi". Ia menerangkan pentingnya

membangkitkan emosi melalui motif-motif psikologis seperti kepentingan

pribadi, kewajiban sosial dan kewajiban agama. Cara berpidato yang

bersifat percakapan (conversation) dan teknik-teknik penyampaian pidato

merupakan pembahasan yang amat berharga. Winans adalah pendiri

Speech Communication Association of America (1950)

2. Charles Henry Woolbert

Ia pun termasuk pendiri the Speech Communication Association of America.

Kali ini psikologi yang amat mempengaruhinya adalah behaviorisme dari

John B. Watson. Tidak heran kalau Woolbert memandang "Speech

Communication" sebagai ilmu tingkah laku. Baginya, proses penyusunan

pidato adalah kegiatan seluruh orga­nisme. Pidato merupakan ungkapan

kepribadian. Logika adalah da­sar utama persuasi. Dalam penyusunan

persiapan pidato, menurut Woolbert harus diperhatikan hal-hal berikut: (1)

teliti tujuannya, (2) ketahui khalayak dan situasinya, (3) tentukan proposisi

Page 12: Sejarah Retorika copy

yang cocok dengan khalayak dan situasi tersebut, (4) pilih kalimat-ka­limat

yang dipertalikan secara logis. Bukunya yang terkenal adalah The

Fundamental of Speech.

3. William Noorwood Brigance

Berbeda dengan Woolbert yang menitikberatkan logika, Brigance

menekankan faktor keinginan (desire) sebagai dasar persuasi. "Keyakinan",

ujar Brigance, "jarang merupakan hasil pemikiran. Ki­ta cenderung

mempercayai apa yang membangkitkan keinginan kita, ketakutan kita dan

emosi kita". Persuasi meliputi empat unsur: (1) rebut perhatian pendengar,

(2) usahakan pendengar untuk mempercayai kemampuan dan karakter

Anda, (3) dasarkanlah pemikiran pada keinginan, dan (4) kembangkan

setiap gagasan sesuai dengan sikap pendengar.

4. Alan H. Monroe

Bukunya, Principles and Types of Speech, banyak kita pergunakan dalam

buku ini. Dimulai pada pertengahan tahun 20-an Monroe beserta stafnya

meneliti proses motivasi (motivating process). Jasa, Monroe yang terbesar

adalah cara organisasi pesan. Menurut Monroe, pesan harus disusun

berdasarkan proses berpikir manusia yang disebutnya motivated sequence.

Beberapa sarjana retorika modern lainnya yang patut kita sebut antara lain

A.E. Philips (Effective Speaking, 1908), Brembeck dan Howell (Per­suasion:

A Means of Social Control, 1952), R.T. Oliver (Psychology of Per­suasive

Speech, 1942). Di Jerman, selain tokoh "notorious" Hitler, dengan bukunya

Mein Kampf, maka Naumann (Die Kunst der Rede, 1941), Dessoir (Die Rede

als Kunst, 1984) dan Damachke (Volkstumliche Redekunst, 1918) adalah

pelopor retorika modern juga.

Dewasa ini retorika sebagai public speaking, oral communication, atau

speech communication -diajarkan dan diteliti secara ilmiah di lingkungan

akademis. Pada waktu mendatang, ilmu ini tampaknya akan diberikan juga

pada mahasiswa-mahasiswa di luar ilmu sosial. Dr. Charles Hurst

mengadakan penelitian tentang pengaruh speech courses terhadap pres­tasi

akademis mahasiswa. Hasilnya membuktikan bahwa pengaruh itu cukup

berarti. Mahasiswa yang memperoleh pelajaran speech (speech group)

mendapat skor yang lebih tinggi dalam tes belajar dan berpikir, lebih

terampil dalam studi dan lebih baik dalam hasil akademisnya dibanding

dengan mahasiswa yang tidak memperoleh ajaran itu.

Hurst menyimpulkan:

Data penelitian ini menunjukkan dengan jelas bahwa kuliah speech tingkat

dasar adalah agen synthesa, yang memberikan dasar skematis bagi

Page 13: Sejarah Retorika copy

mahasiswa untuk berpikir lebih teratur dan memperoleh penguasaan yang

lebih baik terhadap aneka fenomena yang membentuk kepribadian.

Penelitian ini menjadi penting bagi kita, bukan karena dilengkapi dengan

data statistik yang meyakinkan atau karena berhasil memberikan gelar

doktor bagi Hurst, tetapi karena erat kaitannya dengan prospek retorika di

masa depan.

Rujukan Penuh : Rakhmat, Jalaluddin. 2006. Retorika Modern Pendekatan

Praktis. Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosda Karya

Diposkan oleh HMJ KPI di 10:26