Sejarah Pura Dalem Penataran Ped (Dewi)

8
Sejarah Pura Dalem Penataran Ped Pura Dalem Ped merupakan salah satu pura kahyangan jagad yang terkenal di pelosok Bali sehingga masyarakat Bali berbondong-bondong tangkil ke Pura Dalem Ped ini.Pura Dalem Ped tepat berada di pesisir pantai Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Sejarah Desa Ped tergolong sangat unik.Dalam penulisan sejarah Desa Ped ini, penulis hanya menggunakan sumber lisan, artefak dan selebihnya dari berbagai media.Hal ini disebabkan karena penulis tidak menemukan sumber tertulis yang bisa dijadikan sumber. Artefak yang dimaksud di sini adalah adanya tiga buah tapel yang sekarang di’linggih’kan di Pura Dalem Ped. Seperti uraian di atas, dengan adanya tiga buah tapel ini melahirkan sebuah nama “Ped”, yang pada awalnya dari kesaktian tiga buah tapel yang sangat populer ke pelosok Bali pada saat itu dan sampai didengar oleh seorang Pedanda yaitu Ida Pedanda Abiansemal, sehingga Ida Pedanda Abiansemal bersama pepatih dan pengikutnya secara beriringan (mapeed) datang ke Nusa dengan maksud menyaksikan langsung kebenaran informasi atas keberadaan tiga tapel yang sakti di Pura Dalem Nusa. Dulu bernama Pura Dalem Nusa tetapi sudah ada pergantian nama setelah Ida Pedanda Abiansemal beriringan (mapeed) ke Pura Dalem Nusa kemudian digantikan oleh seorang tokoh Puri Klungkung pada zaman I Dewa Agung menjadi Pura Dalem Ped. Informasi tentang keberadaan Pura Dalem Ped atau Pura Penataran Ped pada awalnya masih sangat simpang siur.Hal ini

Transcript of Sejarah Pura Dalem Penataran Ped (Dewi)

Page 1: Sejarah Pura Dalem Penataran Ped (Dewi)

Sejarah Pura Dalem Penataran Ped

            Pura Dalem Ped merupakan salah satu pura kahyangan jagad yang terkenal di pelosok

Bali sehingga masyarakat Bali berbondong-bondong tangkil ke Pura Dalem Ped ini.Pura Dalem

Ped tepat berada di pesisir pantai Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung.

            Sejarah Desa Ped tergolong sangat unik.Dalam penulisan sejarah Desa Ped ini, penulis

hanya menggunakan sumber lisan, artefak dan selebihnya dari berbagai media.Hal ini

disebabkan karena penulis tidak menemukan sumber tertulis yang bisa dijadikan sumber. Artefak

yang dimaksud di sini adalah adanya tiga buah tapel yang sekarang di’linggih’kan di Pura Dalem

Ped. Seperti uraian di atas, dengan adanya tiga buah tapel ini melahirkan sebuah nama “Ped”,

yang pada awalnya dari kesaktian tiga buah tapel yang sangat populer ke pelosok Bali pada saat

itu dan sampai didengar oleh seorang Pedanda yaitu Ida Pedanda Abiansemal, sehingga Ida

Pedanda Abiansemal bersama pepatih dan pengikutnya secara beriringan (mapeed) datang ke

Nusa dengan maksud menyaksikan langsung kebenaran informasi atas keberadaan tiga tapel

yang sakti di Pura Dalem Nusa. Dulu bernama Pura Dalem Nusa tetapi sudah ada pergantian

nama setelah Ida Pedanda Abiansemal beriringan (mapeed) ke Pura Dalem Nusa kemudian

digantikan oleh seorang tokoh Puri Klungkung pada zaman I Dewa Agung menjadi Pura Dalem

Ped.

            Informasi tentang keberadaan Pura Dalem Ped atau Pura Penataran Ped pada awalnya

masih sangat simpang siur.Hal ini disebabkan karena dalam penggalian sumber untuk mencari

informasi tentang keberadaan pura ini, sumber-sumber yang ada sangat minim.Dengan demikian

hal ini memicu timbulnya perdebatan yang cukup lama di antara beberapa tokoh-tokoh spiritual.

Perdebatan yang timbul yakni mengenai nama pura. Kelompok Puri Klungkung, Puri Gelgel dan

Mangku Rumodja Mangku Lingsir, menyebutkan pura itu bernama Pura Pentaran  Ped. Yang

lainnya, khususnya para balian di Bali, menyebut Pura Dalem Ped.

      Menurut Dewa Ketut Soma seorang penekun spiritual dan penulis buku asal Desa Satra,

Klungkung, dalam tulisannya berjudul “Selayang Pandang Pura Ped” berpendapat, kedua

sebutan dari dua versi yang berbeda itu benar adanya. Menurutnya, yang dimaksudkan adalah

Pura Dalem Penataran Ped, Jadi, satu pihak menonjolkan "penataran"-nya, satu pihak lainnya

lebih menonjolkan "dalem"-nya.

            Kembali pada tiga buah tapel.Saking saktinya, tapel-tapel itu bahkan mampu

menyembuhkan berbagai macam penyakit, baik yang diderita manusia maupun tumbuh-

Page 2: Sejarah Pura Dalem Penataran Ped (Dewi)

tumbuhan.Sebelumnya, Ida Pedanda Abiansemal kehilangan tiga buah tapel.Begitu menyaksikan

tiga tapel yang ada di Pura Dalem Nusa itu, ternyata tapel tersebut adalah miliknya yang hilang

dari kediamannya.Namun, Ida Pedanda tidak mengambil kembali tapel-tapel itu dengan catatan

warga Nusa menjaga dengan baik dan secara terus-menerus melakukan upacara-upacara

sebagaimana mestinya.

            Kesaktian tiga tapel itu bukan saja masuk ke telinga Ida Pedanda, tetapi ke seluruh

pelosok Bali, termasuk pada waktu itu warga Subak Sampalan yang saat itu menghadapi

serangan hama tanaman seperti tikus, walang sangit dan lainnya. Ketika mendengar kesaktian

tiga tapel itu, seorang klian subak diutus untuk menyaksikan tapel tersebut di Pura Dalem Nusa.

Sesampainya di sana, klian subak memohon anugerah agar Subak Sampalan terhindar dari

berbagai penyakit yang menyerang tanaman mereka, Permohonan itu terkabul. Tak lama

berselang, penyakit tanaman itu pergi jauh dari Subak Sampalan.Hasil panenpun menjadi

berlimpah.

            Kemudian warga menggelar upacara mapeed.Langkah itu diikuti subak-subak lain di

sekitar Sampalan.Kabar tentang pelaksanaan upacara mapeed itu terdengar hingga seluruh

pelosok Nusa. Sejak saat itulah I Dewa Agung Klungkung mengganti nama Pura Dalem Nusa

dengan Pura Dalem Peed (Ped).

            Meski pun ada kata "dalem", namun bukan berarti pura tersebut mempakan bagian dari

Tri Kahyangan.Yang dimaksudkan "dalem" di sini adalah merujuk sebutan raja yang berkuasa di

Nusa Penida pada zaman itu.Dalem atau raja dimaksud adalah penguasa sakti Ratu Gede Nusa

atau Ratu Gede Mecaling.

            Ada lima lokasi pura yang bersatu pada areal Pura Penataran Agung Ped.

Persembahyangan pertama yakni Pura Segara, sebagai tempat berstananya Bhatara Baruna, yang

terletak pada bagian paling utara dekat dengan bibir pantai lautan Selat Nusa.Persembahyangan

kedua yakni Pura Taman yang terletak di sebelah selatan Pura Segara dengan kolam mengitari

pelinggih yang ada di dalamnya yang berfungsi sebagai tempat penyucian.Kemudian

persembahyangan ketiga yakni ke baratnya lagi, ada pura utama yakni Penataran Ratu Gede

Mecaling sebagai simbol kesaktian penguasa Nusa pada zamannya.Persembahyangan terakhir

yakni di sebelah timurnya ada Ratu Mas.Terakhir di jaba tengah ada Bale Agung yang

merupakan linggih Bhatara-bhatara pada waktu ngusaba.

Page 3: Sejarah Pura Dalem Penataran Ped (Dewi)

            Masing-masing pura dilengkapi pelinggih, bale perantenan dan bangunan-bangunan lain

sesuai fungsi pura masing-masing.Selain itu, di posisi jaba ada sebuah wantilan yang sudah

berbentuk bangunan balai banjar model daerah Badung yang biasa dipergunakan untuk

pertunjukan kesenian.

            Seluruh bangunan yang ada di Pura Penataran Agung Ped sudah mengalami perbaikan

atau pemugaran, kecuali benda-benda yang dikeramatkan.Contohnya, dua area yakni Area Ratu

Gede Mecaling yang ada di Pura Ratu Gede dan Area Ratu Mas yang ada di Pelebaan Ratu

Mas.Kedua area itu tidak ada yang berani menyentuhnya.Begitu juga bangunan-bangunan

keramat lainnya.Kalaupun ada upaya untuk memperbaiki, hal itu dilakukan dengan membuat

bangunan serupa di sebelah bangunan yang dikeramatkan tersebut.

Sejarah Hubungan Pura Dalem Ped dengan Dalem Dukut

            Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan upaya Dalem Klungkung menyatukan Nusa Penida

dengan Bali.Upaya itu dilakukan untuk membangun hubungan yang lebih produktif antara rakyat

Bali dan rakyat Nusa.Hanya saja saat Ngurah Peminggir diutus oleh Dalem Klungkung

mendekati Dalem Nusa ternyata gagal.Kegagalan itu karena Ngurah Peminggir menggunakan

kekerasan perang mau menguasai Nusa.Bagaimana hubungan kesejarahan antara Pura Dalem

Peed dengan Dalem Dukut?

            Saat itu Dalem Nusa melepaskan wong samarnya mengalahkan Ngurah Peminggir

dengan pasukannya. Dalem Klungkung melanjutkan upaya penyatuan Pulau Bali dengan Nusa

dengan mengutus I Gusti Ngurah Jelantik Bogol.Pendekatan yang digunakan oleh I Gusti

Ngurah Jelantik Bogol adalah pendekatan yang etis mengikuti tata krama seorang kesatria

sebagai utusan raja.Dalem Dukut pun menerima dengan sangat hormat sesuai dengan tata krama

kerajaan dalam menerima utusan raja.

            Dalem Dukut atau ada juga sumber yang menyebut Dalem Bungkut bersedia

menyerahkan Kerajaan Nusa melalui suatu cara yang terhormat dalam tata krama sebagai

kesatria. Dua tokoh ini pun mengadakan perang tanding secara terhormat dengan tidak

melibatkan prajurit dan rakyatnya. Mereka melakukan perang tanding secara kesatria tidak

berdasarkan kebencian dan kesombongan akan kelebihan diri masing-masing.

            I Gusti. Jelantik Bogol dalam perang tanding itu menggunakan senjata pemberian

kerajaan bernama ”Ganja Malela”. Dalam perang tanding itu senjata Ganja Malela I Gusti

Page 4: Sejarah Pura Dalem Penataran Ped (Dewi)

Jelantik Bogol patah.Hampir saja I Gusti Jelantik Bogol kalah.Cepat-cepat istrinya, Ni Gusti Ayu

Kaler, memberikan senjata bartuah bernama Pencok Sahang.Melihat senjata Pencok Sahang ini

Dalem Dukut sudah punya firasat bahwa waktunya sudah tiba untuk kembali ke alam sunia lewat

senjata Pencok Sahang.

            Peperangan pun dihentikan sementara dan Dalem Dukut menyatakan kepada I Gusti

Jelantik Bogol bahwa ia akan kembali ke Sunia Loka lewat senjata Pencok Sahang itu. Dalem

Dukut pun menyatakan menyerahkan segala kekayaan Nusa dengan rakyat dan wong samar-nya

untuk mendukung Dalem Klungkung memajukan Klungkung.

            Senjata Pencok Sahang ini sesungguhnya adalah taring Naga Basuki.Ketika Ni Gst. Ayu

Kaler mandi di Sungai Unda ada sepotong kayu bagaikan kayu bakar atau sahang yang selalu

menujunya.Setiap kayu itu dijauhkan dari dirinya selalu balik kembali mendekati

dirinya.Akhirnya kayu itu dipungut. Setelah dibelah ternyata di dalamnya terdapat sebuah keris

yang belum jadi. Keris itulah bernama Pencok Sahang yang tiada lain adalah taring Naga Basuki

sendiri.

            Perlu direnungkan latar belakang dari perang tanding Dalem Dukut dengan Jelantik

Bogol.Dua orang ini sesungguhnya sudah saling kenal, bahkan bersahabat saat belum menjabat

sebagai raja maupun patih.Saat ada panggilan tugas yang berbeda ini mereka kelola dengan bijak

sesuai dengan swadharma kesatria.Saat Patih Jelantik Bogol datang ke Nusa membawa tugas

Kerajaan Klungkung, Dalem Dukut menyambutnya dengan sangat ramah.Dalem Dukut

menyatakan bahwa jangan karena ada tugas yang berlawanan terus persahabatan menjadi

hilang.Demikian juga sebaliknya jangan karena sahabat terus swadharma ditinggalkan sebagai

seorang kesatia.Patih Jelantik Bogol membawa pasukan dari Klungkung, tetapi tidak dengan

kasar menyerang Kerajaan Nusa.Jelantik Bogol mengatakan pendekatan diplomatik terlebih

dahulu dengan cara-cara yang menghormati Dalem Dukut.Raja Nusa ini pun menyambut dengan

baik.Dalem Dukut menjamu Patih Jelantik Bogol sebagai seorang teman.

            Dalam jamuan tersebut Dalem Dukut menyatakan bahwa Nusa tidak akan kalah kalau

Dalem Dukut masih hidup, walaupun semua pasukan Nusa habis. Sebaliknya utusan Dalem

Klungkung pun tidak akan kalah kalau Patih Jelantik Bogol tidak gugur di medan perang,

meskipun semua pasukan Klungkung gugur dalam pertempuran.

            Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol sepakat untuk tidak memberikan pasukannya

masing-masing bertempur.Biarlah mereka bergembira membangun komunikasi persaudaraan

Page 5: Sejarah Pura Dalem Penataran Ped (Dewi)

demi Bali dan Nusa.Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol sepakat untuk melakukan perang

tanding dalam melakukan swadharma kesatria.Swadharma Patih Jelantik Bogol adalah

menyukseskan misi Dalem Klungkung untuk menyatukan Nusa Penida ke dalam kekuasaan

Klungkung, sedangkan Dalem Dukut memiliki swadharma untuk menjaga eksistensi kehormatan

Kerajaan Nusa Penida.

            Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol perang tanding untuk melakukan swadharmanya

masing-masing.Perang tanding itu bukan dilakukan karena kebencian, tetapi atas dorongan

melakukan swadharma sebagai kesatria.Dalam melakukan swadharma tersebut mereka tetap juga

menjaga persahabatan.Sebelum perang tanding dilangsungkan, Dalem Dukut pun menjamu I

Gst. Ngurah Jelantik Bogol sebagai seorang sahabat dengan jamuan kehormatan.Pasukan

Klungkung dan Nusa pun ikut berpesta dalam perjamuan tersebut.

            Setelah jamuan berlangsung barulah perang tanding dilakukan dengan cara-cara

kesatria.Kedua pasukan hanya sebagai saksi perang tanding tersebut. Apalagi rakyat sipil tidak

ada yang jadi korban dalam proses penguasaan Nusa oleh Dalem Klungkung. Sifat-sifat kesatria

Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol ini patut menjadi renungan kita bersama dalam

membangun Bali dalam proses dinamika kehidupan politik untuk mengutamakan sifat-sifat

kesatria yang tidak mengorbankan rakyat kecil untuk mewujudkan tujuan mencapai kekuasaan

maupun mencari kekayaan.

            Bersatunya Nusa dengan Bali menjadi satu sistem pemerintahan dalam proses yang

sangat terhormat pada masa pemerintahan Dalem Klungkung. Tidak ada yang kalah menang

dalam artian sempit. Dalem Dukut tidak mengerahkan pasukan wong samar-nya melawan I Gst.

Jelantik Bogol. Kemungkinan Dalem Dukut melihat suatu kepentingan yang lebih besar dan

lebih mulia yaitu bersatunya alam dan rakyat Nusa dengan Bali. Persatuan ini akan membawa

kedua daerah lebih mudah maju membangun kesejahteraan hidup bersama antara rakyat Bali dan

Nusa Penida lahir batin.