Sejarah PPI Belanda

4
Sejarah PPI Belanda sebagai salah satu organisasi Perhimpunan Pelajar Indonesia tertua, dalam sejarahnya mengalami periode naik-turun. Sejak dibentuk tahun 1922 (Perhimpunan Indonesia) hingga masa kemerdekaan, PPI Belanda sangat eksis. Setelah itu diselenggarakan pertemuan pembentukan di Delft (1963) dan Wageningen (1989). Setelah periode 1998, terjadi missing link hingga 2001. Yohanes Masboi Widodo dari JONG Indonesia menuliskan kembali kisah kelahiran kembali PPI Belanda periode 2001-2005. 2001-2003: PPI Belanda Mulai Bangkit Menurut Rizal, rintisan PPI Belanda sudah dimulai sejak 2003 oleh Nuki, Apif dan kawan-kawan, serta didukung oleh atase pendidikan dan kebudayaan (atdikbud) waktu itu. Ketika itu, Pak Andi (Adikbud KBRI) sangat aktif memfasilitasi dengan mengundang PPI kota dalam sebuah konferensi di Den Hag. Di sana tercetus ide pembentukan kembali PPI belanda yang sempat 'tidur' pasca 1998, dengan pembentukan Steering Comitee pembentukan PPI-Belanda di Rotterdam. Pejabat Atdikbud berikutnya, Muhajir, juga banyak memfasilitasi PPI Belanda sehingga bisa 'kembali' menunjukkan ekistensinya di masyarakat international. “Meskipun sesudah itu, kita sendiri yang jalan dengan maksud meminimalisasi 'campur-tangan' pemerintah di pendirian PPI Belanda pada saat itu,” ujar Rizal. Menurut Nuki Agya Utama, proses pembentukan 'kembali' PPI Belanda ini tidak semulus rencana awal. Namun, dengan segala upaya mencari database, berkoordinasi, rapat-rapat, YM-an. Pada tanggal 24 Januari 2004 berlangsung rapat di sebuah aula di Arnhem, dihadiri oleh Nuki Agya Utama, Apif Hajji (mantan Ketua PPI Arnhem), Rizal Riboel dan Awan (saat itu Ketua PPI Arnhem). Albert datang bersama Reggy (Ketua PPI Rotterdam), Rully Ruliadi (wakil Ketua PPI Rotterdam) dan Khrisma Fitriasari yang kemudian menjadi Ketua PPI Rotterdam menggantikan Reggy. Pada diskusi di Arnhem, 24 Januari 2004, atase pendidikan dan kebudayaan, Muhajir menjelaskan perannya hanya sebagai perantara antara mahasiswa dengan KBRI untuk berkomunikasi, salah satunya dengan mengadakan seminar mengenai peranan pelajar dalam diplomasi NKRI. Dalam hubungannya dengan PPI Belanda, Muhajir membahas beberapa hal, antara lain: pentingnya regenerasi dan komitmen dari pelajar di Belanda terhadap PPI Belanda, keperluan dana akan dibantu oleh KBRI dan PPI Belanda diharapkan bisa berusaha untuk mencari sponsor dari pihak swasta, kelengkapan AD/ART PPI Belanda, bagaimana keinginan anggota PPI Belanda dalam hubungan dengan batasan intervensi KBRI dalam organisasi PPI Belanda, dan keinginan Atase Pendidikan dan Kebudayaan agar PPI Belanda bisa mengangkat nama Indonesia di negara-negara Eropa pada umumnya dan negara Belanda pada khususnya. Mereka sepakat untuk mendeklarasikan kembali PPI Belanda. Mereka memutuskan, pertama, struktur organisasi PPI terdiri dari Badan Koordinasi (Eksekutif) yang diketuai oleh Yurdi Yasmi (Wageningen) dan Majelis Perwakilan Anggota (Legislatif) dimana Albert F.H. Simorangkir (Rotterdam) sebagai Sekretaris Jenderal. Selain itu juga dibetuk badan Pekerja yang diketuai oleh Nuki dan Apif yang menjadi inisiator utama berdirinya lagi PPI Belanda yang sempat vakum. Kedua, Ketua PPI dan Wakil Ketua PPI berasal dari kota yang berlainan. Kota dari Ketua adalah Kota PPI Belanda (host) dan kota Wakil Ketua PPI Belanda adalah kota yg akan jadi host di tahun berikutnya. Ini dilakukan agar semua PPI Kota mempunyai sense of belonging terhadap PPI Belanda, mendorong kota-kota yang belum memiliki PPI Kota agar terdorong menjadi host PPI Belanda dan memberi waktu unutk kota berikutnya yang menjadi host agar ada waktu mempersiapkan diri menjadi host PPI Belanda pada periode berikutnya. Pada saat itu juga diputuskan untuk mengadakan rapat di KBRI Den Haag, 14 Februari 2004 yang dibatalkan dan dilakukan rapat berikutnya pada 21 Februari 2004. Rapat MPA dan KBRI di Wageningen, Sabtu, 21 Februari dengan agenda pemilihan perangkat MPA dan membahas kelengkapan PPI Belanda menuju pengesahan dan pembentukan PPI Belanda. Perangkat dimaksud adalah Garis-garis Besar Haluan Perhimpunan (GBHP), Tata Tertib MPA, Pelaksanaan sidang

description

 

Transcript of Sejarah PPI Belanda

Sejarah

PPI Belanda sebagai salah satu organisasi Perhimpunan Pelajar Indonesia tertua, dalam sejarahnya mengalami periode naik-turun. Sejak dibentuk tahun 1922 (Perhimpunan Indonesia) hingga masa kemerdekaan, PPI Belanda sangat eksis. Setelah itu diselenggarakan pertemuan pembentukan di Delft (1963) dan Wageningen (1989). Setelah periode 1998, terjadi missing link hingga 2001. Yohanes Masboi Widodo dari JONG Indonesia menuliskan kembali kisah kelahiran kembali PPI Belanda periode 2001-2005.

2001-2003: PPI Belanda Mulai Bangkit Menurut Rizal, rintisan PPI Belanda sudah dimulai sejak 2003 oleh Nuki, Apif dan kawan-kawan, serta didukung oleh atase pendidikan dan kebudayaan (atdikbud) waktu itu. Ketika itu, Pak Andi (Adikbud KBRI) sangat aktif memfasilitasi dengan mengundang PPI kota dalam sebuah konferensi di Den Hag. Di sana tercetus ide pembentukan kembali PPI belanda yang sempat 'tidur' pasca 1998, dengan pembentukan Steering Comitee pembentukan PPI-Belanda di Rotterdam. Pejabat Atdikbud berikutnya, Muhajir, juga banyak memfasilitasi PPI Belanda sehingga bisa 'kembali' menunjukkan ekistensinya di masyarakat international. “Meskipun sesudah itu, kita sendiri yang jalan dengan maksud meminimalisasi 'campur-tangan' pemerintah di pendirian PPI Belanda pada saat itu,” ujar Rizal. Menurut Nuki Agya Utama, proses pembentukan 'kembali' PPI Belanda ini tidak semulus rencana awal. Namun, dengan segala upaya mencari database, berkoordinasi, rapat-rapat, YM-an. Pada tanggal 24 Januari 2004 berlangsung rapat di sebuah aula di Arnhem, dihadiri oleh Nuki Agya Utama, Apif Hajji (mantan Ketua PPI Arnhem), Rizal Riboel dan Awan (saat itu Ketua PPI Arnhem). Albert datang bersama Reggy (Ketua PPI Rotterdam), Rully Ruliadi (wakil Ketua PPI Rotterdam) dan Khrisma Fitriasari yang kemudian menjadi Ketua PPI Rotterdam menggantikan Reggy. Pada diskusi di Arnhem, 24 Januari 2004, atase pendidikan dan kebudayaan, Muhajir menjelaskan perannya hanya sebagai perantara antara mahasiswa dengan KBRI untuk berkomunikasi, salah satunya dengan mengadakan seminar mengenai peranan pelajar dalam diplomasi NKRI. Dalam hubungannya dengan PPI Belanda, Muhajir membahas beberapa hal, antara lain: pentingnya regenerasi dan komitmen dari pelajar di Belanda terhadap PPI Belanda, keperluan dana akan dibantu oleh KBRI dan PPI Belanda diharapkan bisa berusaha untuk mencari sponsor dari pihak swasta, kelengkapan AD/ART PPI Belanda, bagaimana keinginan anggota PPI Belanda dalam hubungan dengan batasan intervensi KBRI dalam organisasi PPI Belanda, dan keinginan Atase Pendidikan dan Kebudayaan agar PPI Belanda bisa mengangkat nama Indonesia di negara-negara Eropa pada umumnya dan negara Belanda pada khususnya. Mereka sepakat untuk mendeklarasikan kembali PPI Belanda. Mereka memutuskan, pertama, struktur organisasi PPI terdiri dari Badan Koordinasi (Eksekutif) yang diketuai oleh Yurdi Yasmi (Wageningen) dan Majelis Perwakilan Anggota (Legislatif) dimana Albert F.H. Simorangkir (Rotterdam) sebagai Sekretaris Jenderal. Selain itu juga dibetuk badan Pekerja yang diketuai oleh Nuki dan Apif yang menjadi inisiator utama berdirinya lagi PPI Belanda yang sempat vakum. Kedua, Ketua PPI dan Wakil Ketua PPI berasal dari kota yang berlainan. Kota dari Ketua adalah Kota PPI Belanda (host) dan kota Wakil Ketua PPI Belanda adalah kota yg akan jadi host di tahun berikutnya. Ini dilakukan agar semua PPI Kota mempunyai sense of belonging terhadap PPI Belanda, mendorong kota-kota yang belum memiliki PPI Kota agar terdorong menjadi host PPI Belanda dan memberi waktu unutk kota berikutnya yang menjadi host agar ada waktu mempersiapkan diri menjadi host PPI Belanda pada periode berikutnya. Pada saat itu juga diputuskan untuk mengadakan rapat di KBRI Den Haag, 14 Februari 2004 yang dibatalkan dan dilakukan rapat berikutnya pada 21 Februari 2004. Rapat MPA dan KBRI di Wageningen, Sabtu, 21 Februari dengan agenda pemilihan perangkat MPA dan membahas kelengkapan PPI Belanda menuju pengesahan dan pembentukan PPI Belanda. Perangkat dimaksud adalah Garis-garis Besar Haluan Perhimpunan (GBHP), Tata Tertib MPA, Pelaksanaan sidang

Periodik MPA, Tata cara pemilihan Badan Koordinasi (Bakor), Badan Koordinasi, Pertanggung jawaban Badan Koordinasi. Saat itu ada tiga oramg yang terpilih secara aklamasi: Albert F.H. Simorangkir (Rotterdam), Dian Sukmajaya (Wageningen), dan Chelsi Christina Chan (Leiden). Setelah dilakukan pemilihan lagi, Albert dan Dian terpilih menjadi Sekjen dan Wakil Sekjen MPA PPI Belanda. Acara diakhiri dengan foto-foto. Rapat MPA di Arnhem, Sabtu, 28 Februari 2004 dengan agenda pembahasan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPI Belanda dan laporan Badan Pekerja mengenai GBHP. Rapat ini juga menetapkan Albert sebagai Sekjen MPA dan Dian Sukmajaya sebagai Wasekjen MPA. MPA kemudian mengesahkan revisi AD/ART PPI Belanda, 16 April 2005. Revisi AD/ART tersebut antara lain menyatakan bahwa yang dimaksud dengan PPI kota adalah wadah kegiatan anggota setempat yang merupakan satuan pelajar Indonesia di masing-masing kota yang menyatakan bergabung dengan PPI Belanda. Pernyataan bergabung dengan PPI Belanda diwujudkan dalam konfirmasi partisipasi yang ditandatangani oleh perwakilan dari lima PPI kota, yaitu PPI Arnhem-Nijmegen, PPI Leiden, PPI Maastricht, PPI Rotterdam, dan PPI Wageningen. Kelima PPI kota tersebut pada point kedua bersama dengan PPI Amsterdam, PPI Enschede, dan PPI Groningen menandatangani Deklarasi Arnhem yang antara lain menugaskan sebuah komisi ad-hoc untuk menyusun konstitusi baru PPI Belanda. Rapat MPA di Rotterdam, Sabtu, 6 Maret 2004 membahas kelanjutan pembahasan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PPI Belanda dan pemilihan BAKOR (PPI WAU). Rapat ini diselenggarakan di di rumah Albert, di Heemkerkstraat 44B, Rotterdam. “Dengan konsumsi ala kadarnya, disertai pembagian rokok Sampoerna A Mild kita memulai rapat pemilihan Bakor PPI Belanda. Yang hadir cukup ramai. Hanya saya tidak punya notulensi rapat dan daftar hadir. Ini murni kesalahan saya sebagai pimpinan rapat pada saat itu. Seingat saya setelah diskusi alot kita akhirnya break sebentar dan melakukan voting pemilihan nama kota untuk yang menjadi Bakor PPI Belanda. Akhirnya, terpilih Wageningen sebagai Bakor, Rotterdam sebagai Wakil Bakor, dan Febriantina sebagai Bendahara. Tanggal 8 Maret 2004 keluar surat S-01/MPA/SU/III/ 2004 dimana diputuskan memutuskan PPI Wageningen sebagai Badan Koordinasi PPI Belanda 2004-2005 dan dan PPI Rotterdam sebagai wakil Bakor. PPI Belanda kemudian menyelenggarakan seminar yang dimotori oleh Theo Lekatompessy dan Michael. Seminar ini sekaligus merupakan peresmian PPI Belanda, dengan pembicara Miranda Goeltom, Dubes Jusuf, Mr. Jan P. Pronk (mantan Ketua CGGI) di Erasmus Rotterdam. Acara peluncuran disiapkan dan diputuskan tanggal 12 Juni 2004, menyesuaikan jadwal Meneer Pronk yang ditemui Alberth, Theo, dan Ibrahim Senen di ISS Den Haag. “Mr. Pronk saat itu membuka agenda nya dan menyuruh kita memilih waktu kosong,” kata Albert. Pada hari itu juga diserahkan list of board, di dalamnya ada anggota kehormatan yaitu Mr. Martin Sanders (Sec Gen Amsterdam Indonesia House-Amindho) sebagai KADIN Indonesia-Belanda, dan Dr. Jan Noortman (International Dean FH Erasmus). Mereka berdua mempunyai peran penting dalam pembentukan PPI Belanda karena sering menyediakan waktu dan tenaga untuk PPI Belanda termasuk jadi pembicara dan moderator pada seminar tersebut. Dalam seminar di Erasmus Rotterdam (12/06/2004) dihadiri oleh Miranda Gultom, KBRI, PPI kota, Kamar Dagang Indonesia-Bld dan peserta berjumlah 100-150 orang. Pada hari itu juga diresmikan atau dideklarasikan kembali PPI Belanda, dimana Yurdi Yasmi (Wageningen ) diamanatkan menjadi ketua Badan Eksekutif (Ketua PPI Belanda) dan Albert FHS (Rotterdam) sebagai Sekjen PPi Belanda. Pada 18 Juni 2005, MPA memutuskan untuk menyerahkan mandat PPI Belanda kepada delapan PPI kota penandatangan Deklarasi Arnhem, sehingga secara otomatis PPI Belanda terdiri atas PPI Amsterdam, PPI Arnhem-Nijmegen, PPI Enschede, PPI Groningen, PPI Leiden, PPI Maastricht, PPI Rotterdam, dan PPI Wageningen. PPI Belanda kemudian mengesahkan AD/ART baru hasil kerja komisi ad-hoc yang dibentuk tanggal 16 April 2005. Dengan kata lain, pada 18 Juni 2005 MPA demisioner - menyerahkan mandat kepada Deklarator Arnhem - yang kemudian mengangkat Albert menjadi Sekjen. Jadi demikianlah proses transisi dari duo Albert / Yudi yang diikuti dengan reformasi PPI Belanda. Hasil reformasi inilah yang memperkenalkan sistem Presidium seperti yang digunakan sekarang.

Proses Demokrasi PPI Belanda Menurut Yurdi Yasmi, pada periode 2004, PPI Wageningen berkoordinasi dengan PPI kota lain mencoba mendesain kegiatan-kegiatan untuk menghidupkan kembali sense of belonging PPI Belanda. “Sebelum 2004, PPI kota cenderung berdiri sendiri dan hubungan dgn PPI kota lain cendrung adhoc. Maka, pada masa-masa awal ini, PPI Wageningen mencoba merangkul kembali semua PPI kota. Ada beberapa kegiatan PPI kota yang di-upgrade menjadi kegiatan PPI Belanda. Dalam masa ini juga ada studi banding PPI Belanda ke PPI Perancis,” tambah Yurdi. Menurut Rizal dan Yurdi, tahun 2004 merupakan tahun awal kebangkitan PPI Belanda. “Tahun itu, boleh dibilang proses demokrasi PPI Belanda dimulai. Sebelumnya PPI Belanda ditentukan secara bergilir, sejak saat itu Ketua PPI Belanda dipilih,” ujar Yurdi. Menurut Imam Suharto, reformasi PPI Belanda sebenarnya muncul dari ide PPI Wageningen. Sebelum pemilihan sekjen PPI Belanda di Arnhem (2005), Ketua PPI Belanda dirangkap oleh PPI Wageningen (Imam Suharto). “Saat saya terpilih menjadi ketua PPI Wangeningen periode 2004-2005. Saya kaget karena Yurdi bilang, Ketua PPI Wageningen secara otomatis menjadi ketua PPI Belanda dan Sekjennya dari PPI Rotherdam. Saya dan kawan-kawan PPI Wageningen menilai bahwa proses proses kepemimpinan rangkap dan otomatis tidak ligitimate, maka terjadilah rapat di Arnhem,” ujar Imam Suharto. Pada 2005, tongkat Sekjen PPI Belanda diserahkan oleh Imam Suharto, yang saat itu merangkap ketua PPI Belanda dan Wageningen. Pemilihan Sekjen dilakukan di sebuah sekolah di Arnhem, yang mengantarkan Michael menjadi Sekjen.

2005: Periode Presidium PPI Belanda

Tahun 2005, PPI Belanda mengalami restrukturisasi dan reorganisasi melalui perombakan Anggaran

Dasar/Anggaran Rumah Tangga yang disahkan bersama dengan pengangkatan Michael C.

Putrawenas, sebagai Sekretaris Jenderal dalam Sidang Umum PPI Belanda, 18 Juni

2005. “Keseluruhan proses reorganisasi yang ditempuh secara kolektif ini memberikan legitimasi

segar dan kuat bagi PPI Belanda sebagai sebuah jaringan antar PPI-PPI kota yang ada di Belanda.

Namun, perangkat peraturan baru memberikan tantangan bagi pelaksananya untuk terus-menerus

membiasakan dan menyesuaikan diri,” ujar Michael.

Karakter yang ingin diwujudkan pasca-reorganisasi yaitu PPI Belanda yang rerpresentatif, sigap, dan

bertenaga ternyata segera teruji. Di akhir bulan Juli 2005, PPI Prancis menginformasikan bahwa

rombongan studi banding Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat RI akan melanjutkan perjalanan

kontroversial mereka dari Paris ke Amsterdam. Menindaklanjuti informasi tersebut, PPI Belanda

berusaha menemui para anggota Dewan untuk berdiskusi namun tidak mendapatkan izin. Alhasil

beberapa foto yang diambil di lobby hotel tempat mereka menginap dipasang di situs PPI Belanda

setelah disetujui secara aklamasi oleh Presidium PPI Belanda. Foto dan berita tentang kunjungan

tersebut kemudian mendapatkan perhatian dari media nasional di tanah air (lebih dari 15 media cetak

dan elektronik).

Perhelatan terbesar PPI Belanda selama 2005-2006 adalah Malam Seni Indonesia (A Cultural

Experience)(19/5/06). Malam Seni Indonesia menampilkan berbagai kesenian budaya tradisional dan

kontemporer serta pameran foto yang sebagian besar dibawakan / hasil karya para pelajar Indonesia

di Belanda. Mengingat persiapan dan kendala lainnya yang sangat wajar sebagai usaha

perdana (pilot project), acara tersebut meraih sukses yang cukup membanggakan, bukan hanya dari

segi finansial tapi animo dan jumlah penonton yang berasal dari berbagai kalangan. Juga merupakan

keberhasilan tersendiri adalah acara ini dibiayai secara swadaya murni hasil usaha para pelajar

Indonesia. Potensi besar Malam Seni Indonesia perlu digarap demi kepentingan bersama, bahkan

sangat mungkin surplus dari kegiatan serupa dapat menunjang biaya operasional PPI Belanda dan

dengan demikian menopang independensi organisasi. Selain itu, kelanjutan Malam Seni Indonesia

dapat memulai sebuah tradisi positif dalam mengembangkan budaya Indonesia di Belanda.

Menurut Michael, ada dua pelajaran penting dari periode 2005-2006. Pertama, pentingnya

kekompakan antar PPI-PPI kota. Esensi PPI Belanda tidak lain adalah PPI-PPI kota yang kompak

dan saling berkolaborasi. Perbedaan orientasi dan pendapat adalah wajar dan konstruktif jika dikelola

dengan baik, bahkan memperkaya nuansa pelajar Indonesia di Belanda. Disinilah PPI Belanda antara

lain melalui forum Presidium yang kompak berperan penting. Kedua, independensi organisasi dan

independensi prinsip harus tetap diusahakan dan dijaga. Hanya dengan PPI Belanda yang

independen dan tidak tergantung pada institusi lain, maka segala inisiatif murni para pelajar dapat

terjaga. Jangan sampai prinsip dikorbankan hanya demi sejumlah bantuan dana ataupun tawaran

lainnya.