sejarah pmr (palang merah Remaja)

download sejarah pmr (palang merah Remaja)

of 28

description

sejarah tentang pmr (palang merah remaja) dari mulai terbentuknya hingga saat ini

Transcript of sejarah pmr (palang merah Remaja)

sejarah pmr lengkapJumat, 08 Maret 2013sejarah pmr jeand henry dunantJean Henri Dunant (8 Mei 1828 30 Oktober 1910), yang juga dikenal dengan nama Henry Dunant, adalah pengusaha dan aktivis sosial Swiss. Ketika melakukan perjalanan untuk urusan bisnis pada tahun 1859, dia menyaksikan akibat-akibat dari Pertempuran Solferino, sebuah lokasi yang dewasa ini merupakan bagian Italia. Kenangan dan pengalamannya itu dia tuliskan dalam sebuah buku dengan judul A Memory of Solferino (Kenangan Solferino), yang menginspirasi pembentukan Komite Internasional Palang Merah (ICRC) pada tahun 1863.Konvensi Jenewa 1864 didasarkan pada gagasan-gagasan Dunant. Pada tahun 1901, dia menerima Penghargaan Nobel Perdamaian yang pertama, bersama dengan Frdric Passy. Dunant lahir di Jenewa, Swiss, putra pertama dari pengusaha Jean-Jacques Dunant dan istrinya Antoinette Dunant-Colladon. Keluarganya adalah penganut mashab Kalvin (''Calvinist'') yang taat serta mempunyai pengaruh yang signifikan di kalangan masyarakat Jenewa. Kedua orangtuanya menekankan pentingnya nilai kegiatan sosial. Ayahnya aktif membantu anak yatim-piatu dan narapidana yang menjalani bebas bersyarat, sedangkan ibunya melakukan kegiatan sosial membantu orang sakit dan kaum miskin. Dunant tumbuh pada masa kebangkitan kesadaran beragama yang dikenal dengan nama Rveil. Pada usia 18 tahun, dia bergabung dengan Perhimpunan Amal Jenewa (''Geneva Society for Alms Giving''). Pada tahun berikutnya, bersama teman-temannya, dia mendirikan perkumpulan yang disebut Thursday Association, sebuah kelompok anak muda tanpa ikatan keanggotaan resmi yang melakukan pertemuan rutin untuk mempelajari Bibel dan menolong kaum miskin. Waktu senggangnya banyak dia habiskan untuk mengunjungi penjara dan melakukan kegiatan sosial. Pada tanggal 30 November 1852, Dunant mendirikan cabang YMCA di Jenewa. Tiga tahun kemudian, dia berpartisipasi dalam pertemuan Paris yang bertujuan membentuk YMCA menjadi sebuah organisasi internasional. Pada tahun 1849, ketika berusia 21, Dunant terpaksa meninggalkan Kolese Kalvin (Collge Calvin) karena prestasi akademisnya buruk. Dia kemudian menjadi pekerja magang di perusahaan penukaran uang bernama Lullin et Sautter. Setelah masa magangnya selesai dengan prestasi baik, dia diangkat sebagai karyawan bank tersebut. Sekembalinya ke Jenewa pada awal bulan Juli, Dunant memutuskan menulis sebuah buku tentang pengalamannya itu, yang kemudian dia beri judul Un Souvenir de Solferino (Kenangan Solferino). Buku ini diterbitkan pada tahun 1862 dengan jumlah 1.600 eksemplar, yang dicetak atas biaya Dunant sendiri. Dalam buku ini, Dunant melukiskan pertempuran yang terjadi, berbagai ongkos pertempuran tersebut, dan keadaan kacau-balau yang ditimbulkannya. Dia juga mengemukakan gagasan tentang perlunya dibentuk sebuah organisasi netral untuk memberikan perawatan kepada prajurit-prajurit yang terluka. Buku ini dia bagikan kepada banyak tokoh politik dan militer di Eropa. Dunant juga memulai perjalanan ke seluruh Eropa untuk mempromosikan gagasannya. Buku tersebut mendapat sambutan yang sangat positif. Presiden Geneva Society for Public Welfare (Perhimpunan Jenewa untuk Kesejahteraan Umum), yaitu seorang ahli hukum bernama Gustave Moynier, mengangkat buku ini beserta usulan-usulan Dunant di dalamnya sebagai topik pertemuan organisasi tersebut pada tanggal 9 Februari 1863. Para anggota organisasi tersebut mengkaji usulan-usulan Dunant dan memberikan penilaian positif. Mereka kemudian membentuk sebuah Komite yang terdiri atas lima orang untuk menjajaki lebih lanjut kemungkinan mewujudkan ide-ide Dunant tersebut, dan Dunant diangkat sebagai salah satu anggota Komite ini. Keempat anggota lain dalam Komite ini ialah Gustave Moynier, jenderal angkatan bersenjata Swiss bernama Henri Dufour, dan dua orang dokter yang masing-masing bernama Louis Appia dan Thodore Maunoir. Komite ini mengadakan pertemuan yang pertama kali pada tanggal 17 Februari 1863, yang sekarang dianggap sebagai tanggal berdirinya Komite Internasional Palang Merah (ICRC). Dari awal, Moynier dan Dunant saling berbeda pendapat dan bertikai menyangkut visi dan rencana mereka masing-masing, dan ketidaksepahaman mereka itu semakin lama semakin besar. Moynier menganggap ide Dunant tentang perlunya ditetapkan perlindungan kenetralan bagi para pemberi perawatan sebagai gagasan yang sulit diterima akal serta menasihati Dunant untuk tidak bersikeras memaksakan konsep tersebut. Namun, Dunant terus menganjurkan pendiriannya itu dalam setiap perjalanannya dan dalam setiap pembicaraannya dengan pejabat-pejabat politik dan militer tingkat tinggi. Ini semakin mempersengit konflik pribadi antara Moynier, yang memakai pendekatan pragmatis terhadap proyek tersebut, dan Dunant, yang merupakan idealis visioner di antara kelima anggota Komite itu. Pada akhirnya, Moynier berusaha menyerang dan menggagalkan Dunant ketika Dunant mencalonkan diri untuk posisi ketua Komite. Pada bulan Oktober 1863, 14 negara berpartisipasi dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Komite tersebut di Jenewa untuk membahas masalah perbaikan perawatan bagi prajurit terluka. Namun, Dunant sendiri hanya menjadi ketua protokoler dalam pertemuan tersebut sebagai akibat dari usaha Moynier untuk memperkecil perannya. Setahun kemudian, pada tanggal 22 Agustus 1864, sebuah konferensi diplomatik yang diselenggarakan oleh Parlemen Swiss membuahkan hasil berupa ditandatanganinya Konvensi Jenewa Pertama oleh 12 negara. Untuk konferensi ini pun, Dunant hanya bertugas sebagai pengatur akomodasi bagi peserta. Pada tahun 1901, Dunant menerima Hadiah Nobel Perdamaian pertama yang pernah dianugerahkan, yaitu atas perannya dalam mendirikan Gerakan Palang Merah Internasional dan mengawali proses terbentuknya Konvensi Jenewa. Dokter militer Norwegia, Hans Daae, yang pernah menerima satu eksemplar buku tulisan Mller itu, mengadvokasikan kasus Dunant kepada Panitia Nobel. Hadiah tersebut adalah hadiah bersama yang diberikan kepada Dunant dan Frdric Passy, seorang aktivis perdamaian Prancis yang mendirikan Liga Perdamaian dan yang aktif bersama Dunant dalam Aliansi untuk Ketertiban dan Peradaban (Alliance for Order and Civilization). Ucapan selamat resmi yang akhirnya diterima Dunant dari Komite Internasional Palang Merah merepresentasikan rehabilitasi nama Dunant: Tak ada yang lebih layak untuk menerima kehormatan ini, karena Andalah yang empat puluh tahun yang lalu mendirikan organisasi internasional bantuan kemanusiaan bagi korban luka di medan tempur. Tanpa Anda, Palang Merah, yang merupakan prestasi kemanusiaan yang agung abad kesembilan belas, barangkali tak akan pernah diusahakan. Moynier dan Komite Internasional Palang Merah secara keseluruhan juga dinominasikan untuk Hadiah Nobel Perdamaian tersebut. Meskipun Dunant memperoleh dukungan dari kalangan luas dalam proses seleksi, dia tetap merupakan calon yang kontroversial. Sejumlah pihak berargumen bahwa Palang Merah dan Konvensi Jenewa justru membuat perang menjadi lebih menarik dan menggoda dengan meringankan sebagian dari penderitaan yang ditimbulkan perang. Oleh karena itu, Mller dalam suratnya kepada Panitia Nobel menyampaikan pendapat bahwa hadiah tersebut perlu dibagi antara Dunant dan Passy, yang sempat menjadi calon utama untuk menjadi satu-satunya penerima hadiah tersebut dalam perdebatan yang terjadi selama berlangsungnya proses seleksi. Mller juga menyarankan bahwa sekiranya Dunant dianggap layak untuk menerima Hadiah Nobel, hadiah tersebut perlu segera diberikan kepadanya mengingat usianya yang telah lanjut dan kondisi kesehatannya yang sudah memburuk. Keputusan Panitia Nobel untuk membagi hadiah tersebut antara Passy, seorang tokoh perdamaian, dan Dunant, seorang tokoh kemanusiaan, menjadi preseden bagi persyaratan mengenai seleksi penerima Hadiah Nobel Perdamaian yang berdampak signifikan pada tahun-tahun berikutnya. Salah satu bagian dalam surat wasiat Nobel menyebutkan bahwa hadiah untuk perdamaian diberikan kepada orang yang berupaya mengurangi atau menghapuskan pasukan tetap (standing armies) atau berupaya untuk scara langsung mempromosikan konferensi perdamaian. Inilah yang membuat Passy secara alamiah terpilih menjadi calon penerima hadiah tersebut berkat usaha-usahanya di bidang perdamaian. Pemberian Hadiah Nobel untuk usaha-usaha di bidang kemanusiaan saja akan menjadi hal yang sangat mencolok, dan hal tersebut dianggap oleh sejumlah pihak sebagai penafsiran yang terlalu luas atas surat wasiat Nobel. Akan tetapi, satu bagian lain dalam surat wasiat Nobel menetapkan hadiah bagi orang yang berprestasi terbaik dalam meningkatkan persaudaraan antarmanusia (the brotherhood of people). Ini secara lebih umum bisa ditafsirkan sebagai pesan bahwa usaha-usaha kemanusiaan seperti yang dilakukan oleh Dunant itu juga terkait dengan usaha-usaha perdamaian. Penerima Hadiah Nobel Perdamaian di tahun-tahun berikutnya yang banyak jumlahnya itu dimasukkan ke dalam salah satu dari dua kategori yang untuk pertama kalinya ditetapkan oleh keputusan Panitia Nobel 1901 tersebut. Hans Daae berhasil menaruh uang hadiah yang menjadi bagian Dunant, sebesar 104.000 franc Swiss, di sebuah bank di Norwegia dan mencegah uang tersebut diakses oleh para kreditor Dunant. Dunant sendiri tak pernah memakai sedikit pun dari uang tersebut dalam hidupnya. Di antara beberapa penghargaan lain yang diterima oleh Dunant di tahun-tahun berikutnya ialah gelar doktor kehormatan dari Fakultas Kedokteran University of Heidelberg, yang diterimanya pada tahun 1903. Dunant tinggal di panti jompo di Heiden hingga akhir hayatnya. Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, dia menderita depresi dan ketakutan (paranoia) bahwa dia terus dicari-cari oleh para kreditornya dan Moynier. Bahkan Dunant kadang-kadang mendesak juru masak panti jompo tersebut untuk mencicipi terlebih dulu jatah makanannya di hadapan dia agar dia terlindung dari kemungkinan diracuni. Meskipun mengaku tetap berkeyakinan Kristen, Dunant pada tahun-tahun terakhir hidupnya menolak dan menyerang Kalvinisme dan agama terorganisasi (organized religion) pada umumnya. Menurut para juru rawatnya, tindakan terakhir yang dilakukan Dunant dalam hidupnya ialah mengirimkan satu eksemplar buku tulisan Mller kepada ratu Italia disertai surat pengantar dari Dunant sendiri. Dunant meninggal dunia pada tanggal 30 Oktober 1910, dan kata-kata terakhirnya ialah Kemana lenyapnya kemanusiaan? Dunant meninggal hanya dua bulan setelah musuh bebuyutannya, Moynier. Meskipun ICRC menyampaikan ucapan selamat kepada Dunant atas penganugerahan Hadiah Nobel tersebut, kedua rival ini tak pernah berrekonsiliasi. Sesuai keinginannya, Dunant dikuburkan tanpa upacara di Kompleks Pemakaman Sihlfeld di Zurich. Dalam surat wasiatnya, dia mendonasikan sejumlah uang untuk menyediakan satu ranjang gratis di panti jompo di Heiden tersebut, yang harus selalu tersedia untuk warga miskin kawasan itu. Dia juga memberikan sejumlah uang, melalui akte notaris, kepada teman-temannya dan kepada organisasi amal di Norwegia dan Swiss. Sisa uangnya dia berikan kepada para kreditornya sehingga sebagian utangnya lunas. Ketidakmampuan Dunant untuk sepenuhnya melunasi utang-utangnya menjadi beban besar baginya hingga hari kematiannya. Hari ulang tahunnya, 8 Mei, dirayakan sebagai Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Sedunia (''World Red Cross and Red Crescent Day''). Panti jompo di Heiden yang dulu menampungnya itu sekarang menjadi Museum Henry Dunant. Di Jenewa dan sejumlah kota lain ada banyak sekali jalan, lapangan, dan sekolah yang dinamai dengan namanya. Medali Henry Dunant, yang dianugerahkan setiap dua tahun oleh Komisi Tetap Gerakan Palang Merah dan Palang Merah Internasional, merupakan penghargaan tertinggi yang dianugerahkan oleh Gerakan. Kisah hidup Dunant diceritakan, dengan sejumlah unsur fiksi, dalam film D'homme hommes (1948) yang dibintangi oleh Jean-Louis Barrault. Masa hidup Dunant ketika Palang Merah didirikan ditampilkan dalam film produksi bersama internasional yang berjudul Henry Dunant: Red on the Cross (2006). Pada tahun 2010, Takarazuka Revue menggelar drama musikal berdasarkan pengalaman Dunant di Solferino dan proses pendirian Palang Merah. Drama musikal ini berjudul (Fajar di Solferino, atau Kemana Lenyapnya Kemanusiaan?). Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Henry_Dunant Read more: http://emprorerfaisal.blogspot.com/2012/02/sepenggal-sejarah-henry-dunant-dan.html#ixzz2NItHnjhADiposkan olehandias pranatadi18.282 komentar:Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Kamis, 23 Februari 2012SEJARAH PMIBerdirinya Palang Merah di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak masa sebelum Perang Dunia Ke-II. Saat itu, tepatnya pada tanggal 21 Oktober 1873 Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan nama Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (Nerkai), yang kemudian dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.

Perjuangan untuk mendirikan Palang Merah Indonesia sendiri diawali sekitar tahun 1932. Kegiatan tersebut dipelopori oleh Dr. RCL Senduk dan Dr Bahder Djohan. Rencana tersebut mendapat dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar Indonesia. Mereka berusaha keras membawa rancangan tersebut ke dalam sidang Konferensi Nerkai pada tahun 1940 walaupun akhirnya ditolak mentah-mentah. Terpaksa rancangan itu disimpan untuk menunggu kesempatan yang tepat. Seperti tak kenal menyerah, saat pendudukan Jepang, mereka kembali mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya itu mendapat halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk kedua kalinya rancangan itu harus kembali disimpan.

Tujuh belas hari setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, yaitu pada tanggal 3 September 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan perintah untuk membentuk suatu badan Palang Merah Nasional. Atas perintah Presiden, maka Dr. Buntaran yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia Kabinet I, pada tanggal 5 September 1945 membentuk Panitia 5 yang terdiri dari: dr R. Mochtar (Ketua), dr. Bahder Djohan (Penulis), dan dr Djuhana; dr Marzuki; dr. Sitanala (anggota).

Akhirnya Perhimpunan Palang Merah Indonesia berhasil dibentuk pada 17 September 1945 dan merintis kegiatannya melalui bantuan korban perang revolusi kemerdekaan Republik Indonesia dan pengembalian tawanan perang sekutu maupun Jepang. Oleh karena kinerja tersebut, PMI mendapat pengakuan secara Internasional pada tahun 1950 dengan menjadi anggota Palang Merah Internasional dan disahkan keberadaannya secara nasional melalui Keppres No.25 tahun 1959 dan kemudian diperkuat dengan Keppres No.246 tahun 1963.

Kini jaringan kerja PMI tersebar di 30 Daerah Propinsi / Tk.I dan 323 cabang di daerah Tk.II serta dukungan operasional 165 unit Transfusi Darah di seluruh Indonesia.

PERAN DAN TUGAS PMIPeran PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama tugas kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No 59.

Tugas Pokok PMI:+ Kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana+ Pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan+ Pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat+ Pelayanan transfusi darah ( sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 18 tahun 1980)Dalam melaksanakan tugasnya PMI berlandaskan pada 7 (tujuh) prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yaitu Kemanusiaan, Kesukarelaan, Kenetralan, Kesamaan, Kemandirian, Kesatuan dan Kesemestaan.

Kembali ke atas

SEKILAS KINERJA PMI DARI MASA KE MASA

DASAWARSA I 1945 -1954Pada masa perang kemerdekaan RI, peranan PMI yang menonjol adalah di bidang Pertolongan pertama, Pengungsian, Dapur Umum, pencarian dan pengurusan repatriasi, bekerjasama dengan ICRC dan Palang Merah Belanda untuk Romusha, Heiho , Tionghoa; anak-anak Indo Belanda dan 35.000 tawanan sipil Belanda dan para Hoakian yang kembali ke RRC. Sementara itu diadakan pula pendidikan untuk para juru rawat yang akan dikirim ke pos-pos P3K di daerah pertempuran.Saat itu sudah ada 40 cabang PMI di seluruh Indonesia dan setiap cabang memiliki dua buah Pos P3K sebagai Tim Mobil Collone.Rumah Sakit Umum Palang Merah di Bogor yang semula di bawah pengelolaan Nerkai, pada tahun 1948 disumbangkan kepada PMI Cabang Bogor dengan nama Rumah Sakit Kedunghalang dan sejak tahun 1951 dikelola menjadi Rumah Sakit Umum PMI hingga sekarang.PMI juga mulai menyelenggarakan kegiatan pelayanan sumbangan darah yang masih terbatas di Jakarta dan beberapa kota besar seperti Semarang, Medan, Surabaya dan Makasar dengan nama Dinas Dermawan Darah.

Dalam peristiwa pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan), PMI bekerjasama dengan ICRC melaksanakan pelayanan kesehatan yang dipimpin oleh Dr. Bahder Djohan dan BPH Bintara berupa Rumah Sakit terapung di Ambon. Juga diadakan penyampaian berita keluarga yang hilang/ terpisah serta mengunjungi tawanan.

PMI mulai mengembangkan kegiatan kepemudaan dengan 7.638 anggota remaja di 29 Cabang PMI. Bekerjasama dengan Yayasan Kesejahteraan Guru, murid dan anak-anak sepakat membentuk unit PMR di sekolah-sekolah, penerbitan majalah PMR, korespodensi, pertukaran album, lomba, pameran lukisan, serta penyelenggaraan sanatoria (perawatan paru-paru untuk anak-anak).

DASAWARSA II 1955 - 1964Akibat Pemberontakan PRRI di Sumatera Barat dan Permesta di Sulawesi Utara, Markas Besar PMI mengirimkan kapal-kapal PMI ke daerah tersebut untuk menjemput orang-orang asing di sana dan juga mengirimkan 4 tim medis ke Sumatera serta 6 tim ke Sulawesi Utara.Setelah Presiden Soekarno mencetuskan Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk membebaskan Irian Barat pada tanggal 19 Desember 1961, Pengurus Besar PMI memanggil Kesatuan Sukarela seluruh Cabang untuk siap siaga. Kemudian terbentuklah Kesatuan Nasional yang terdiri dari 11 cabang yang telah diseleksi. Sukarelawan Palang Merah yang ditugaskan sebagai perawat berjumlah 259 orang dan 770 orang sebagai cadangan.

Pada peristiwa Aru 15 Januari 1952, yaitu tenggelamnya Kapal Perang RI Macan Tutul, sebanyak 55 orang awak kapal perang tersebut menjadi tawanan Belanda sehingga atas permintaan Menteri/KSAL, PMI menghubungi ICRC untuk menangani tawanan tersebut. Berkat usaha Sekjen PBB, pihak Belanda menyetujui penyerahan awak kapal di Singapura.Pada tahun 1963 ketika Gunung Agung di Bali meletus , PMI bersama Dinkes Angkatan Darat RI membantu penanggulangan para korban bencana tersebut.

Ketika Tim Kesatuan Nasional PMI ke Kalimantan Barat dalam rangka Dwikora (Dwi Komando Rakyat), telah dikirimkan Tim Kesehatan Nasional untuk membantu Operasi TUMPAS di Sulawesi Selatan.

DASA WARSA III 1965-1975Penerbitan Surat Keputusan mengenai Peraturan menteri Kesehatan RI No.23 dan No.024 mengenai pengakuan Pemerintah RI untuk pertamakali terhadap keberadaan Usaha Transfusi Darah (UTD) PMI.Dalam peringatan HUT PMI ke-25 , 17 September 1970 , Pengurus Besar PMI mengeluarkan suatu medali khusus dan penghargaan kepada perintis-perintis PMI, seperti: Drs. Moh. Hatta dan Prof. Dr. bahder Johan dan Pengurus PMI Daerah/Cabang seluruh Indonesia.Setahun kemudian ,1971 diresmikan berdirinya suatu DAJR (Dinas Ambulance Jalan Raya)Jakarta - Bandung sebanyak 7 pos yang dipusatkan di RSU-PMI Bogor. Ambilans yang digunakan adalah ambulance Falcon yang dilengkapi personil, alat-alat pertolongan pertama, dan telepon radio.

DASAWARSA IV 1975 -1984Kerjasama PMI-ICRCPMI mulai berperan di Timor Timur bulan Agustus 1975 sejak mengalirnya pengungsi Timor Timur ke perbatasan Timor Barat di Atambua. Operasi kemanusiaan di Dili dimulai bulan Desember 1975 atas permintaan PSTT (Pemerintah Sementara Timor Timur). Kemudian kelak pada bulan Oktober tahun 1979 PMI bekerja sama dengan ICRC mulai membuka pos bantuan relief di 7 Kecamatan terpencil di Timor Timur.Atas permintaan Pemerintah RI, PMI didukung UNHCR membentu pengungsi Vietnam di Pulau Galang dalam bidang kesehatan dan kesejahtraan social, antara lain dengan mendirikan RS Pulau Galang. PMI juga mengadakan Tracing and Mail Service bekerjasama dengan ICRC.

Bencana AlamKetika gempa bumi melanda Bali Juli 1976 yang melanda 3 dari 5 kabupatenPMI mengerahkan tenaga sukarela, membuka Dapur Umum dan membantu perbaikan 500 buah rumah. Bekerjasama dengan tim medis dari Angkatan Darat, memberikan pelayanan kesehatan makanan dan obat-obatan.Di tahun yang sama gempa bumi melanda Kecamayan Kurima dan Okbibab di Kabupaten Jayawijaya dengan kekuatan 6,8 Skala Richter.PMI juga turun langsung membantu korban bencana Galunggung tahun 1982 selama beberapa bulan

Transfusi DarahTahun 1978 Pengurus Pusat memberikan penghargaan Pin Emas untuk pertamakalinya kepada donor darah sukarela 75 kali.Ketentuan tentang tugas dan peran PMI dalam pelayanan transfusi darah dikeluarkan oleh pemerintah melali Peraturan Pemerintah No.18 th 1980

DASAWARSA V 1984 - 1994Setelah beberapa kali pindah dari Jl.Abdul Muis ke beberapa lokasi, akhirnya kantor pusat PMI menetap di Jl.Jendral Gatot Subroto Kav.96 yang diresmikan oleh Presiden Suharto pada tahun 1985.

Tracing and Mailing RRC- RISelain pelayanan Tracing and Mailing Service (TMS) untuk pengungsi di Pulau Galang, pada tahun 1987 TMS PMI mengurus kunjungan keluarga dari RRC ke Indonesia yang pertama kalinya sejak hubungan diplomatik kedua negara itu tahun 1967 terputus.Di Jakarta, PMI ikut membantu para korban musibah tabrakan kereta api Bintaro berupa pertolongan P3K, Transfusi Darah, TMS, serta pemberian pakaian pantas di sejumlah RS di Jakarta tempat korban dirawat.

Bencana alamPMI mengerahkan 700 orang KSR/PMR dan 8 tenaga dokter untuk membantu korban banjir bandang di Semarang Jawa Tengah dan juga ikut membantu korban Letusan Gunung Kelud Jawa Timur tahun 1990 dengan bantuan pangan dan obat-obatan senilai Rp.8.583.400,-Untuk turut menanggulangi bencana gempa bumi Tsunami di Flores 12 Desember 1992, PMI membentuk Satgas KSR Serbaguna yang disebut SATGAS MERPATI I.

Perang Teluk tahun 1991Dengan pecahnya Perang Teluk, Pemerintah Indonesia mempercayakan kepada PMI untuk memimpin pengiriman bantuan masyarakat Indonesia dengan pesawat khusus ke Jordania, untuk korban Perang Teluk sebanyak dua kali. Bantuan sandang, pangan, obat-obatan dan peralatan listrik yang diberikan senilai 249 juta rupiah.

Uji Saring Darah HIVPenyebaran virus HIV yang semakin meningkat mendorong terbitnya Keputusan Menteri Kesehatan RI No.622/1992 tentang kewajiban pemeriksaan virus HIV pada donor darah. Sejalan dengan itu, Depkes RI memberikan bantuan reagensia untuk pemeriksaan virus HIV kepada PMI yang diperuntukkan bagi segenap UTDC-PMI.

Temu Karya KSRPada bulan Juli 1992 diadakan Temu karya dan Lomba KSR Tingkat Nasional di Lombok NTB diikuti pula oleh peserta dari Singapura, Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Jepang.DASAWARSA VI 1994 - 2004

Bencana Alam (Gempa Bumi)Kembali pada tahun 1994 ,Pengurus Pusat membentuk Tim SATGAS MERPATI II untuk membantu korban bencana Gempa Bumi di Liwa-Lampung Barat dan Tsunami di Banyuwangi-Jawa Timur.Juga pada tahun 1999, saat propinsi Bengkulu ditimpa gempa berkekuatan 7,9 skala richter, PMI dengan dukungan fasilitas Federasi Internasional dan Palang Merah Norwegia mendirikan rumah sakit lapangan berkapasitas 150 bed menggantikan fungsi rumah sakit setempat yang rusak di kota itu selama 10 bulan.Gempa lainnya berskala 6,5 richter juga menimpa Banggai di Sulawesi Tengah pada bulan Mei 2002, dan beberapa bulan kemudian pada Juli 2000 gempa terjadi juga di 24 Kecamatan di Sukabumi dan Bogor.

BanjirAkhir tahun 2000 banjir menimpa wilayah Aceh. Dengan bantuan ICRC di Lhoksumawe, Tim PMI ikut turun tangan membersihkan jalan-jalan dan fasilitas sosial lainnya dan memberikan bantuan 4000 paket bantuan alat kebersihan. Pada periode yang sama, banjir juga melanda Gorontalo Sulawesi Tengah yang mengakibatkan wilayah tersebut terutama di Kecamatan Ranoyapo terisolir banjir.Banjir Lumpur dikuti longsor juga melanda wilayah Jawa Barat selama beberapa hari pada bulan Pebruari. Banjir bandang terjadi pula di NTB. 1000 paket bantuan PMI dan 610 petromaks disumbangkan oleh Federasi Internasional melalui PMI.Awal Agustus 2001, banjir besar juga telah menghancurkan 8 Kecamatan di Kabupaten Nias Sumetera Utara. PMI telah mengirimkan obat-obatan dan bantuan paket keluarga berupa peralatan dapur, kelambu nyamuk, pakaian, selimut dan gula untuk memenuhi kebutuhan darurat sehari-hari di Nias.

Penanggulangan Bencana KonflikSuatu konflik vertikal telah berlangsung di Aceh sejak Januari 2000, konflik horizontal di Poso Sulawesi Tengah pada 23 Mei 2000 dan kerusuhan hebat di Maluku Utara pada 17 Mei 2001. Di Aceh PMI bekerjasama dengan ICRC secara intensif melakukan kegiatan evakuasi korban luka dan mayat, membagikan bantuan pangan, pelayanan kesehatan darurat serta penyampaian berita keluarga. Sedangkan untuk Poso, PMI berkoordinasi dengan ICRC menyalurkan bantuan 4000 paket keluarga diikuti bantuan dari RCTI berupa tikar, sarung, handuk, jerigen, sabun mandi, sabun cuci dan pakaian yang diperuntukkan kepada 2000 orang. Sedang untuk konflik yang terjadi di Maluku Utara, kembali PMI bekerjasama dengan ICRC menyalurkan 5.655 paket bantuan keluarga kepada korban disamping pelayanan kesehatan di Tobelo dan Galela. Bantuan tambahan sebanyak 4500 paket dan 2000 unit peralatan sekolah dan seragam dari Kedutaan Besar Jepang. Di samping itu bantuan satu unit kendaraan juga telah dikirim ke Ternate dari Jakarta untuk membantu operasional teknis lapangan.

CBFA- Tarakan dan LampungProyek pengembangan kesehatan berbasis masyarakat (CBFA) telah dimulai di Kalimantan Timur dan Tengah sejak Juni 2000. Bantuan disponsori oleh Palang Merah Belanda dengan Fasilitas Federasi Internasional bertujuan memperbaiki status kesehatan masyarakat di wilayah sasaran.

Kembali ke atas

PMI KINIDalam rangka menghadapi perkembangan masyarakat Indonesia di masa depan yang semakin global dalam suasana yang semakin demokratis maka PMI harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebagai stakeholder untuk ikut mengambil peran aktif di dalamnya.

Karena itu, PMI telah menetapkan misi dan visi dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip kepalangmerahan dan digariskan di dalam garis-Garis Kebijakan PMI 2000 - 2004 :A. VisiPMI diakui secara luas sebagai organisasi kemanusiaan yang mampu menyediakan pelayanan kepalangmerahan yang efektif dan tepat waktu, terutama kepada mereka yang paling membutuhkan, dalam semangat kenetralan dan kemandirian.B. Misi1. Menyebarluaskan dan mengembangkan aplikasi prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan sabit Merah serta Hukum perikemanusiaan Internasional (HPI) dalam masyarakat Indonesia.2. Melaksanakan pelayanan kepalangmerahan yang bermutu dan tepat waktu, mencakup: Bantuan kemanusiaan dalam keadaan darurat Pelayanan sosial dan kesehatan masyarakat Usaha Kesehatan Transfusi Darah3. Pembinaan Generasi Muda dalam kepalangmerahan, kesehatan dan kesejahteraan.4. Melakukan konsolidasi organisasi, pembinaan potensi dan peningkatan potensi sumber daya manusia dan sumber dana untuk menuju PMI yang efektif dan efiesien.Kembali ke atas

PROGRAM STRATEGIS PENGEMBANGAN ORGANISASIA. TUJUANMenyempurnakan organisasi dan tata laksana PMI di semua tingkatan untuk persiapan peningkatan kemandirian dan kenetralan PMI dalam 5 tahun ke depan.B. PROGRAM 20021. Melanjutkan upaya akurasi data kapasitas organisasi daerah dan cabang dari hasil respon kuistioner yang diberikan Daerah dan Cabang dan Laporan Persemester atau Tahunan.2. Menyusun pola standar Orientasi Kepalangmerahan dan implementasi manajemen PMI bagi pengurus.3. Memberikan arahan kepada Daerah untuk mengaktifkan fungsinya melalui: Pengamatan aktif, advokasi dan membantu implementasi AD/ART, khususnya di dalam MUSDA dan MUKERDA. Lokakarya Manajemen dan Organisasi bagi daerah dan beberapa cabang terpilih. Orientasi kepalangmerahan dan manajemen organisasi untuk daerah dan cabang-cabang yang dimiliki. Membina Rencana Strategis Pengembangan Organisasi melalui kinerja tim OD Lokakarya bagi pengembangan fungsi markas pusat bagi Kepala Unit Daerah (KAMADA) Melanjutkan pemberian bantuan kepada korban gempa bumi di Bengkulu, dengan pilot program OD di PMI Bengkulu, untuk mendukung implementasi program CBFA, water and sanitation in Bengkulu.4. Memantapkan persiapan untuk MUKERNAS tahun 20025. Menerbitkan perangkat lunak bagi pengembangan manajemen dan organisasi seperti Petunjuk Bagi Pengurus PMI.

Sejarah kepalang merahanSEJARAH KEPALANG MERAHANPalang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi perhimpunan nasional di Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. PMI selalu berpegang teguh pada tujuh prinsip dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan sabit merah yaitu kemanusiaan, kesamaan, kesukarelaan, kemandirian, kesatuan, kenetralan, dan kesemestaan. Sampai saat ini PMI telah berada di 33 PMI Daerah (tingkat provinsi) dan sekitar 408 PMI Cabang (tingkat kota/kabupaten) di seluruh Indonesia.Palang Merah Indonesia tidak berpihak pada golongan politik, ras, suku ataupun agama tertentu. Palang Merah Indonesia dalam pelaksanaannya juga tidak melakukan pembedaan tetapi mengutamakan objek korban yang paling membutuhkan pertolongan segera untuk keselamatan jiwanya.Berdirinya Palang Merah di Indonesia sebetulnya sudah dimulai sebelum Perang Dunia II, tepatnya 12 Oktober 1873.Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan nama Nederlandsche Roode Kruis Afdeeling Indi (NERKAI) yang kemudian dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.Perjuangan mendirikan Palang Merah Indonesia (PMI) diawali 1932. Kegiatan tersebut dipelopori Dr. R. C. L. Senduk dan Dr. Bahder Djohan dengan membuat rancangan pembentukan PMI. Rancangan tersebut mendapat dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar Indonesia, dan diajukan ke dalam Sidang Konferensi Narkei pada 1940, akan tetapi ditolak mentah-mentah.Rancangan tersebut disimpan menunggu saat yang tepat. Seperti tak kenal menyerah pada saat pendudukan Jepang mereka kembali mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya itu mendapat halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk yang kedua kalinya rancangan tersebut kembali disimpan.Proses pembentukan PMI dimulai 3 September 1945 saat itu Presiden Soekarno memerintahkan Dr. Boentaran (Menkes RI Kabinet I) agar membentuk suatu badan Palang Merah Nasional.Dibantu Panitia lima orang terdiri atas Dr. R. Mochtar sebagai Ketua, Dr. Bahder Djohan sebagai Penulis dan tiga anggota panitia yaitu Dr. R. M. Djoehana Wiradikarta, Dr. Marzuki, Dr. Sitanala, mempersiapkan terbentuknya Perhimpunan Palang Merah Indonesia. Tepat sebulan setelah kemerdekaan RI, 17 September 1945, PMI terbentuk. Peristiwa bersejarah tersebut hingga saat ini dikenal sebagai Hari PMI.Peran PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama tugas kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No 59.Sebagai perhimpunan nasional yang sah, PMI berdiri berdasarkan Keputusan Presiden No 25 tahun 1925 dan dikukuhkan kegiatannya sebagai satu-satunya organisasi perhimpunan nasional yang menjalankan tugas kepalangmerahan melalui Keputusan Presiden No 246 tahun 1963. ''''Teks tebalKemanusiaan dan Kerelawanan

Dalam berbagai kegiatan PMI komitmen terhadap kemanusiaan seperti Strategi 2010 berisi tentang memperbaiki hajat hidup masyarakat rentan melalui promosi prinsip nilai kemanusiaan, penanggulangan bencana, kesiapsiagaan penanggulangan bencana, kesehatan dan perawatan di masyarakat, Deklarasi Hanoi (United for Action) berisi penanganan program pada isu-isu penanggulangan bencana, penanggulangan wabah penyakit, remaja dan manula, kemitraan dengan pemerintah, organisasi dan manajemen kapasitas sumber daya serta humas dan promosi, maupun Plan of Action merupakan keputusan dari Konferensi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-27 di Jenewa Swiss tahun 1999.Dalam konferensi tersebut Pemerintah Indonesia dan PMI sebagai peserta menyatakan ikrar di bidang kemanusiaan.Hal ini sangat sejalan dengan tugas pokok PMI adalah membantu pemerintah Indonesia di bidang sosial kemanusiaan terutama tugas-tugas kepalangmerahan yang meliputi: Kesiapsiagaan Bantuan dan Penanggulangan Bencana, Pelatihan Pertolongan Pertama untuk Sukarelawan, Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat, Pelayanan Transfusi Darah. Kinerja PMI dibidang kemanusiaan dan kerelawanan mulai dari tahun 1945 sampai dengan saat ini antara lain sebagai berikut:Membantu saat terjadi peperangan/konflik. Tugas kemanusiaan yang dilakukan PMI pada masa perang kemerdekaan RI, saat pemberontakan RMS, peristiwa Aru, saat gerakan koreksi daerah melalui PRRI di Sumbar, saat Trikora di Irian Jaya, Timor Timur dengan operasi kemanusiaan di Dilli, pengungsi di Pulau Galang.Membantu korban bencana alam. Ketika gempa terjadi di Pulau Bali (1976), membantu korban gempa bumi (6,8 skala Richter) di Kabupaten Jayawijaya, bencana Gunung Galunggung (1982), Gempa di Liwa-Lampung Barat dan Tsunami di Banyuwangi (1994), gempa di Bengkulu dengan 7,9 skala Richter (1999), konflik horizontal di Poso-Sulteng dan kerusuhan di Maluku Utara (2001), korban gempa di Banggai di Sulawesi Tengah (2002) dengan 6,5 skala Richter, serta membantu korban banjir di Lhokseumawe Aceh, Gorontalo, Nias, Jawa Barat, Tsunami di Nangroe Aceh Darussalam, Pantai Pangandaran, dan gempa bumi di DI Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah. Semua dilakukan jajaran PMI demi rasa kemanusiaan dan semangat kesukarelawanan yang tulus membantu para korban dengan berbagai kegiatan mulai dari pertolongan dan evakuasi, pencarian, pelayanan kesehatan dan tim medis, penyediaan dapur umum, rumah sakit lapangan, pemberian paket sembako, pakaian pantas pakai dan sebagainya.Transfusi darah dan kesehatan. Pada tahun 1978 PMI memberikan penghargaan Pin Emas untuk pertama kalinya kepada donor darah sukarela sebanyak 75 kali. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 telah diatur tentang tugas dan peran PMI dalam pelayanan transfusi darah. Keberadaan Unit Transfusi Darah PMI diakui telah banyak memberikan manfaat dan pertolongan bagi para pasien/penderita sakit yang sangat membutuhkan darah. Ribuan atau bahkan jutaan orang terselamatkan jiwanya berkat pertolongan Unit Transfusi Darah PMI. Demikian pula halnya dengan pelayanan kesehatan, hampir di setiap PMI di berbagai daerah memiliki poliklinik secara lengkap guna memberikan pelayanan kepada masyarakat secara murah.untuk menjaga perdamaian duniaBasis MasyarakatGuna mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi pada saat-saat yang akan datang saat ini PMI tengah mengembangkan Program Community Based Disarter Preparedness (Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Masyarakat). Program ini dimaksudkan mendorong pemberdayaan kapasitas masyarakat untuk menyiagakan dalam mencegah serta mengurangi dampak dan risiko bencana yang terjadi di lingkungannya. Hal ini sangat penting karena masyarakat sebagai pihak yang secara langsung terkena dampak bila terjadi bencana.Selain itu di Palang Merah Indonesia juga marak di selenggarakan pelatihan untuk Pertolongan Pertama Berbasis Masyarakat (Community Based First Aid/ CBFA)Pada dasarnya seluruh gerakan kepalangmerahan haruslah berbasis masyarakat, ujung tombak gerakan kepalangmerahan adalah unsur unsur kesukarelaan seperti Korps Sukarela atau KSR maupun Tenaga Sukarela atau TSR dan juga Palang Merah Remaja atau PMR dan seluruh unsur ini selalu berbasis pada anggota masyarakat sesuai salah satu prinsip kepalangmerahan yaitu kesemestaan7 Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit Merah InternasionalKemanusiaan (humanity)Kesamaan (impartiality)Kenetralan (neutrality)Kemandirian (independence)Kesukarelaan (voluntary service)Kesatuan (unity)Kesemestaan (universality)

Hymne PMI

Palang merah IndonesiaWujud kepedulian nyataNurani yang suciUntuk membantu menolong sesama

PMISiaga setiap waktuBerbakti, dan mengabdiBagi hidup manusiaAgar sehat sejahtera di seluruh duniaMars Palang Merah Indonesia

Mars PMI

Palang Merah IndonesiaSumber kasih umat manusiaWarisan luhur, nusa dan bangsaWujud nyata pengayom Pancasila

Gerak juangnya keseluruh nusaMendarmakan bhakti bagi amperaTunaikan tugas suci tujuan PMIDi Persada Bunda Pertiwi

Untuk umat manusiaDi seluruh duniaPMI menghantarkan jasa

Lagu yang pertama kali dikumandangkan tahun 1967 ini adalah ciptaan Mochtar H. S. yang adalah seorang tokoh PMI yang terkemuka waktu itu. Lagu ini juga menandai pembentukan Palang Merah Remaja (PMR) Kudus. PMR Kudus merupakan yang kedua di Indonesia setelah Bandung. Bisa dibayangkan, PMI Kudus pada masa itu adalah cabang terkemuka di Indonesia.Mars Palang Merah Remaja

Bhakti Remaja

Palang Merah Remaja Indonesia warga Palang Merah seduniaBerjuang berbakti penuh kasih sayang untuk rakyat semuaBekerja dengan rela tulus ikhlas untuk yang tertimpa sengsaraPuji dan puja tidak dikejar mengabdi tuk sesama

Putra Putri Palang Merah Remaja IndonesiaAbdi rakyat sedunia luhur budinyaPutra Putri Palang Merah Remaja IndonesiaAbdi rakyat sedunia mulya citanyaLihat pula

PMI Cabang SurakartaPMRmania IndonesiaPMR Cabang SurakartaTransfusi darahDonor darah

Pranala luar

(Indonesia) Palang Merah Indonesia (PMI)PMI Cabang Surakarta(Indonesia) Palang Merah Indonesia Kabupaten KapuasPosted Yesterday by Single Sudrajat0Add a commentPMR Sudrajatblog ini adalah berisi tentang kehidupan seseorang dan perjuangan serta kepalang merahan. Semoga blog ini bermanfaat bagi kita semua......

kepalang merahankepramukaanpendidikanpengumumanDownloadHome

Nov22Sejarah kepalang merahan

SEJARAH KEPALANG MERAHAN

Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi perhimpunan nasional di Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. PMI selalu berpegang teguh pada tujuh prinsip dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan sabit merah yaitu kemanusiaan, kesamaan, kesukarelaan, kemandirian, kesatuan, kenetralan, dan kesemestaan. Sampai saat ini PMI telah berada di 33 PMI Daerah (tingkat provinsi) dan sekitar 408 PMI Cabang (tingkat kota/kabupaten) di seluruh Indonesia.

Palang Merah Indonesia tidak berpihak pada golongan politik, ras, suku ataupun agama tertentu. Palang Merah Indonesia dalam pelaksanaannya juga tidak melakukan pembedaan tetapi mengutamakan objek korban yang paling membutuhkan pertolongan segera untuk keselamatan jiwanya.

TRI BAKTI PMRdalam PMR ada tugas yang harus dilaksanakan, dalam PMR dikenal tri bakti yang harus diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh semua anggota. TRIBAKTI PMR tersebut adalah:1. Taqwa kepada tuhan yang maha Esa2. Berkarya dan berbakti kepada masyarakat3. Mempererat persahabatan nasional dan internasional.TINGKATAN PMRDiIndonesiadikenal ada 3 tingkatan PMR sesuai dengan jenjang pendidikan atau usianya1. PMR Mula adalah PMR dengan tingkatan setara pelajarSekolah Dasar(10-12 tahun). Warna emblem Hijau2. PMR Madya adalah PMR dengan tingkatan setara pelajarSekolah Menengah Pertama(12-15 tahun). Warna emblem Biru Langit3. PMR Wira adalah PMR dengan tingkatan setara pelajarSekolah Menengah Atas(15-17 tahun). Warna emblem KuningPrinsip Dasar kepalang-merahanDalam PMR dikenalkan 7 Prinsip Dasar yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh setiap anggotanya. Prinsip-prinsip ini dikenal dengan nama"7 Prinsip Dasar Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional" (Seven Fundamental Principle of Red cross and Red Crescent). KemanusiaanGerakanPalang MerahdanBulan Sabit Merahlahir dari keinginan untuk memberikan pertolongan kepada korban yang terluka dalam pertempuran tanpa membeda-bedakan mereka dan untuk mencegah serta mengatasi penderitaan sesama. Tujuannya ialah melindungi jiwa dan kesehatan serta menjamin penghormatan terhadap umat manusia. Gerakan menumbuhkan saling pengertian, kerja sama dan perdamaian abadi antar sesama manusia. KesamaanGerakan memberi bantuan kepada orang yang menderita tanpa membeda-bedakan mereka berdasarkan kebangsaan, ras, agama, tingkat sosial atau pandangan politik. tujuannya semata-mata ialah mengurangi penderitaan orang lain sesuai dengan kebutuhannya dengan mendahulukan keadaan yang paling parah. KenetralanGerakan tidak memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, ras, agama, atau ideologi. KemandirianGerakan bersifat mandiri, setiap perhimpunan Nasional sekalipun merupakan pendukung bagi pemerintah dibidang kemanusiaan dan harus mentaati peraturan hukum yang berlaku dinegara masing-masing, namun gerakan bersifat otonom dan harus menjaga tindakannya agar sejalan dengan prinsip dasar gerakan. KesukarelaanGerakan memberi bantuan atas dasar sukarela tanpa unsur keinginan untuk mencari keuntungan apapun. KesatuanDidalam satu Negara hanya boleh ada satu perhimpunan Nasional dan hanya boleh memilih salah satu lembaga yang digunakanPalang merahBulan Sabit Merah. Gerakan bersifat terbuka dan melaksanakan tugas kemanusiaan diseluruh wilayah negara bersangkutan. KesemestaanGerakan bersifat semesta. Artinya, gerakan hadir diseluruh dunia. Setiap perhimpunan Nasional mempunyai status yang sederajat, serta memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam membantu sama lain.TOKOH TOKOH PALANG MERAHI. Jean Henry Dunant

Jean Henry Dunant lahir pada tanggal 8 Mei 1828 di Geneva Swiss. Sejak kecil ia sudah dididik oleh ayahnya untuk merawat anak yatim piatu. Ayahnya adalah Ketua Yayasan perawatan anak yatim piatu dan ibunya aktif dalam perawatan anal-anak perempuan yatim piatu.Pada tanggal 28 Juni 1859 ia pergi ke Italia sebagai seorang turis yang hendak menikmati liburan musim panas, tetapi kebetulan pada saat itu sedang terjadi perang antara Perancis dan Sardinia melawan Austria . Ia melihat perang itu secara langsung. tentara yang terlibat dalam perang itu sekitar 309.000 orang yang berperang selama 5 jam dan korban yang berjatuhan sekitar 40.000 orang.Perang ini terjadi secara langsung di lapangan terbuka.Setelah perang selesai korban ditinggalkan begitu saja, inilah yang mengetuk hati kemanusiaan Jean Henry Dunant untuk menolong sesama manusia. Pengalamannya ini ditulis dalam sebuah buku yang diberi judul Un Souvenir de Solferino (Sebuah kenangan di Solferino) yang diterbitkan pada tahun 1862.Pada tahun 1901 Jean Henry Dunant mendapatkan nobel untuk perdamaiaan. Pada tanggal 30 Oktober 1910 ia wafat. Ia dikenal sebagai Bapak Palang Merah Sedunia, sehingga setiap tanggal 8 Mei (hari kelahirannya) di peringati sebagai hari Palang Merah Sedunia.

II. Henry Dufour

Henry Dufour pertama kali memasuki dinas ketentaraan yang akan dijalani seumur hidupnya pada tahun 1810, direkrut sebagai tentara Perancis lima tahun sebelum Napoleon mengalami kekalahan di Waterloo. Dufour, lahir di Constance tahun 1813 dan diobati di sebuah tahanan militer Inggris.Insinyur Sipil lulusan Encole Polytechnigue Paris ini menghabiskan banyak waktunya untuk membangun rel kereta api, jembatan dan perumahan.Swiss, pada waktu itu belum berbentuk konfederasi dan Dufour memainkan peranan kunci dalam kampanye tentara Swiss untuk berjuang bagi sebuah negara bersatu. Pada tahun 1830, ia mengajukan usul bagi bendera federal yang kemudian menjadi bendera negara tersebut dan sangat terkenal yaitu palang putih diatas latar belakang merah.Dufour, seorang jendral, menjadi kepala staf tentara Swiss pada saat hura-hura revolusi, perang kemerdekaan dan guncangan akibat pergantian rezim yang terjadi di seluruh Eropa. Namun, ia adalah polisi yang sangat dihormati, pada awal 1860-an ia bertemu dengan J.H Dunant dan membentuk Palang Merah.

III. Gustave Moynier

Gustave Moynier sangat tertarik dengan buku A Memory of Solferino. Ia dan J.H Dunant bertemu. Gabungan gagasan mereka memainkan peranan penting dalam pembentukan palang merah. Moynier lahir tahun 1828 dan lulusan sarjana hukum Jenewa dan Paris. Ia menjadi seorang Pilantropis dan pembela hak-hak kemanusiaan dan sosial. Beliau menjadi presiden ICRC selama 46 tahun sejak awal berdiri sehingga Moynier dianggap sebagai arsitek utama organisasi tersebut.Pada tahun 1873 Moynier membantu pembentukan Institute of International Law di Jenewa yang kemudian dianggap sebagai tokoh pembela hak azasi manusia. Moynier sadar akan kebutuhan prioritas penyebaran makna hak azasi menusia seutuhnya. Kemampuannya sangat diakui sehingga ia memperoleh gelar Doktoral dari Universitas di Eropa dan penghargaan lainnya dari Perancis, Serbia dan Swedia. Tahun 1879, salah satu dari prioritasnya adalah Afrika.

IV. Dr. Theodore Maunoir

Seorang pendiri dan anggota gerakan Palang Merah dan Bulat Sabit Merah, lahir di Jenewa pada tahun 1806. Ia belajar kedokteran di Inggris dan Perancis. Dia menjadi ahli bedah dan anggota Dewan Kesehatan pada komisi Kesehatan Lingkungan dan Kebersihan masyarakat di Jenewa. Talleyrand, diplomat terkenal melihat bakat Maunoir dalam dunia diplomasi tapi gagal membujuknya karena dia lebih memilih kedokteran.Maunoir adalah teman Louis Appia, seorang pendiri lain seperti dirinya. Buku sejarah ICRC From Solferino to Tushima karya Pierre Boisser menggambarkan Maunoir sebagai seorang yang mempunyai kualitas tinggi. Selain cerdas, ia juga tampan. Isi surat-suratnya mencerminkan bahwa ia memiliki rasa humor yang tinggi .Pemikirannya yang jelas dan akurat sangat membantu Dunant, Dufour, Moynier dan Appia untuk mendirikan sebuah organisasi yang kemudian menjadi sebuah gerakan sukarela terbesar di dunia sampai dengan kematiannya tahun 1919.

V. Biografi Dr.Louis Appia

Lahir pada tahun 1818 di Frankfurt dan memperolah gelar dokter di Heidelberg pada tahun 1843. Appia menaruh minat khusus pada perkembangan teknik bedah terhadap korban perang. Pada tahun 1859, pada suatu konflik, Appia memobilisasi sumber daya dan bantuan dana untuk menolong mereka yang terluka dan beliau sendiri bekerja di Rumah Sakit Lapangan. Kerja sukarela untuk misi-misi seperti ini adalah bagian penting dalam hidupnya.Dua tahun kemudian Appia diangkat sebagai Medical Society di Jenewa. Kemudian pada tahun 1863 beliau diminta untuk bekerja dalam sebuah komisi yang membahas gagasan Henry Dunant bagi peningkatan kondisi tentara-tentara terluka di medan perang. Komisi ini kemudian menjadi ICRC. Pada bulan oktober 1863, Appia menyarankan agar para sukarelawan di Zona Perang seharusnya memakai pita lengan putih untuk mengidentifikasi mereka. Dufour kemudian menyarankan agar sebuah tanda pita lengan palang Merah saja yang digunakan.

VI. Biografi Florence Nightningale

Florence Nightningale lahir pada tanggal 12 mei 1820 di kota Florence, Italia. Ia berkebangsaan Inggris dan merupakan keturunan dari golongan bangsawan Inggris. Didalam dirinya dihadapkan dengan dua pilihan. Jalan hidup yang pertama, penghidupan yang enak dan penuh dengan kesenangan tetapi kosong tanpa tujuan atau penghidupan yang mempunyai tujuan tetapi harus dikejar dengan segala tenaga. Dan ternyata Florence memilih yang kedua, ia memilih pekerjaan merawat orang sakit yang dipandang sebagai kewajiban hidup, walaupun pekerjaan itu dahulu dianggap sebagai pekerjaan yang hina, terlebih jika pekerjaan ini dilakukan oleh kaum bangsawan.Pada tahu 1840 Ny. Elizabeth Fry mendirikan perkumpulan untuk mendidik juru rawat wanita. Dengan beliaulah Florence sering berhubungan.Saat terjadi perang antara Inggris dan Perancis di Krim (Rusia), Departemen peperangan meminta agar Florence ikut membantu untuk merawat korban perang dan ia bersedia. Tugas pertama dimulai di Scutari, Korban banyak mengalami luka dan tanpa mendapatkan perawatan yang layak, sedangkan dengan korban perang yang mati kebanyakan disebabkan oleh wabah penyakit. Setiap malam ia memeriksa, mengunjungi dan menghibur pasien dengan membawa lentera sehingga ia dijuluki sebagai The Lady With The Lamp.Tanggal 17 Agustus 1856 ia pulang ke Inggris, dimana rakyat Inggris sudah mempersiapkan penyambutan atas kedatangannya dan rakyat inggris telah mengumpulkan dana sebesar 40.000 poundsterling untuk mendirikan sekolah perawat yang merupakan impian Florence.Pada tahun 1883 ia dianugerahi pengharaan The Royal Red Cross dan pada tahun 1907 ia mendapatkan penghargaan Order Of Merf , keduanya merupakan penghargaan dalam bidang kemanusiaan. Pada tanggal 13 Agustus 1910 ia wafat. Ia dikenal sebagai juru rawat sedunia, sehingga setiap tanggal 12 mei diperingati sebagai hari juru rawat sedunia.Setiap menolong atau dimintai pertolongaan, Florence menolong atas nama pemerintah bukan atas nama dirinya. Florence tidak pernah menikah dan berkeluarga. Seluruh tenaga dan pikirannya ia gunakan untuk merawat orang.

TOKOH-TOKOH PALANG MERAH

FLORENCE NIGHTINGANLE (Ibu Perawat Sedunia)Florence Nightinganle adalah anak dari seorang bangsawan Willian Edward Shore dan isterinya bernama Frances Smith berkebangsaan inggris, lahir tanggal 12 Mei 1920 di Kota Florence Italia. Walaupun berasal dari keluarga bangsawan ia lebih suka bergaul dengan anak-anak rakyat biasa dan suka menolong orang-orang yang tengah berada dalam kesulitan. Didorong oleh kepribadiannya itulah, maka ia memillih pendidikan pada sekolah perawat dan bukan sekolah yang khusus disediakan untuk para bangsawan, perawat masih dianggap pekerjaan yang hinaPada saat ia mengabdi sebagai perawat di rumah sakit ia mendengar betapa hebatnya penderitaan prajurit di medan perang Krim, berita itu langsung menyentuh hatinya, ia menetapkan untuk pergi ke medan perang untuk merawat prajurit yang terluka.Pada tanggal 1 Oktober 1854, dengan menumpang kapal laut ia berangkat menuju laut hitam, dan tiba di Scutary. Di Rumah Sakit Scutary inilah ia bersama teman-temannya membantu prajurit yang luka dan sakit walaupun dalam keadaan serba kekurangan. Florence menjalankan tugasnya 24 jam sehari dengan istirahat sebisanya, pada malam hari ia selalu berkeliling memeriksa pasien dengan menenteng lentera ditangannya sehingga ia dikenal dengan julukan Lady of the Lamp.Florence yang setiap saat berada dalam suasana prihatin, ia tidak membiarkan satu orang prajuritpun menghembuskan nafas terakhir tanpa ia saksikan sendiri. Akhirnya peperangan dapat diselesaikan setelah berlangsung lebih dari dua tahun, bulan Juli 1856 angkatan perang Inggris akan ditarik kembali, tetapi Florence belum mau ikut pulang sebelum Rumah Sakit benar-benar kosong dari penderita.Sebagai pahlawan kemanusiaan Florence mendapat berbagai penghargaan dari pemerintah Inggris. Florence meninggal pada tanggal 13 Agustus 1910.JEAN HENRY DUNANT (Bapak Palang Merah Sedunia)Jean Henry Dunant lahir pada hari Kamis tanggal 8 Mei 1826, di Ridverdine Genewa Swiss. Ayahnya berna aJean Jacques Dunant seorang anggota Dewan Republik Swiss dan Ibunya bernama Anne Antoniette Colladone keturunan bangsawan Perancis.Terpengaruh oleh pekerjaan ayahnya sebagai ketua yayasan yatim piatu, Henry Dunant memiliki dasar-dasat kepribadian yang halus dan senantiasa menolong mereka yang menderita. Pada usia 18 tahun ia mengikuti Young Men Criton Assocacosution di Perancis sebuah perhimpunan yang bertujuan meringankan penderitaan sesama manusia.Di Alzazair Henry Dunant membangun usaha perkebunan dan penggilingan gandum, tetapi pada usia 30 tahun, ia dihadapkan pada cobaan dimana usahanya mulai mengalami kesulitan dana. Kesulitan lain yang dialami Dunant ialah karena ia bukan warga Negara Perancis, maka ia tidak begitu saja memperoleh konsensi atas penggunaan air bagi penggilingan gandumnya. Untuk itu, bagi Dunant tidak ada jalan lain kecuali berusaha menemui Napoleon III, yang kebetulan sedang berada di daerah Italia Utara untuk memimpin perang menghadapi Austria.Dengan tekad bulat ia berangkat ke Itali mengikuti angkatan perang Perancis dengan maksud akan lebih mudah bertemu dengan Napoleon III. Namun apa yang dialami Dunant bukannya bertemu dengan Napoleon III untuk kepentingan bisnisnya tetapi ia terperangkap dalam wilayah pertempuran Perancis Sardinia di Solferino.Dengan mengesampingkan bisnisnya, Dunant bersama masyarakat setempat melakukan berbagai usaha untuk membantu prajurit yang luka dan sakit. Sepulangnya dari Solferino ia mulai menulis buku, dan buku ini diterbitkan bulan November 1862 yang diberi judul Un Souvenir de Solferino atau kenang-kenangan di bukit Solferino. Buku ini tidak hanya memuat tentang betapa hebatnya pertempuran dan penderitaan prajurit kedua pihak yang berperang dan tentang pengalaman Dunant sendiri, tetapi yang lebih penting dari itu adalah ide Henry Dunant yang menyatakan perlunya organisasi-organisasi sukarela yang bersifat internasional dan bebas untuk melakukan kegiatan pemberian bantuan bagi prajurit yang luka dan sakit di medan pertempuran tanpa adanya diskriminasi.Dalam proses perkembangannya setelah terbentuknya perhimpunan-perhimpunan Palang Merah nama Jean Henry Dunant semakin populer dan mendapat sanjungan dimana-mana. Tetapi sebaliknya bisnis yang ia jalankan hancur dan mengalami kebangkrutan usaha. Rumahnya terjual dan harta miliknya baik di Swiss maupun di luar negeri habis.Hancurnya bisnis dan habisnya harta Dunant justru karena kegiatannya di bidang kemanusiaan. Henry Dunant mengalami penderitaan demi penderitaan. Pada tahun 1867 Napoleon III mengadakan pameran besar di Paris. Dalam rangka pameran tersebut Henry Dunant menerima penghargaan berupa medali emas, dan Dunant diangkat oleh beberapa Negara di Eropa sebagai Ketua Palang Merah. Tahun 1901 Henry Dunant mendapat hadiah Nobel untuk perdamaian dunia. Dunant meninggal dalam usia 82 tahun, pada hari minggu tanggal 30 Oktober 1910 di Desa Appernzeller Heiden dan dimakamkan di Zurich.RIWAYAT HIDUP ANGGOTA KOMITE LIMA1. Henry DufourHenry Dufour pertama kali memasuki dinas kestentaraan yang akan dijalani seumur hidupnya pada tahun 1810, direkrut sebagai tentara Perancis Lima tahun sebelum Napoleon mangalami kekalahan di Waterloo. Dufour lahir di Costance pada tahun 1787. Ia mengalami luka pada tahun 1813 dan diobati di sebuah tahanan militer Inggris. Insinyur Sipil lulusan Encole Polytechnique Paris ini menghabiskan waktunya untuk membangun rel kereta api, jembatan dan perumahan.Swiss pada waktu itu belum membentuk konfederasi dan Dufour memainkan peran kunci dalam kampanye tentara Swiss untuk berjuang bagi sebuah negara bersatu. Pada tahun 1830, ia mengajukan khusus bagi bendera federal yang kemudian menjadi bendera negara tersebut dan sangat terkenal, Palang putih diatas dasar merah.Dufour, seorang Jendral menjadi kepala Staff tentara Swiss pada saat huru-hara seperti revolusi, perang kemerdekaan dan guncangan akibat pergantian rezim yang terjadi di seluruh Eropa. Namun ia adalah politisi yang sangat dihirmati. Pada awal tahun 1860-an ia bertemu Henry Dunant dan membantunya untuk mendirikan Palang Merah.2. Gustave MoynierGustave Moynier sangat tertarik dengan bukunya Henrdy Dunant, A Memory of Solferino. Dua orang tersebut bertemu dan gabungkan gagasan. Mereka memainkan peran penting dalam pembentukan palang Merah.Moynier lahir pada tahun 1928, lulusan Sarjana Hukum di Jenewa dan Perancis. Menjadi seorang Pilantropis dan pembela hak-hak kemanusiaan dan sosial. Beliau menjadi Presiden dari ICRC sejak awal berdiri selama 46 tahun. Moynier dianggap sebagai arsitek utama organisasi.Pada tahun 1873, Moynier membantu pembentukan Institute of International Law di Jenewa yang kemudian dianggap sebagai tokoh pembela hak azasi manusia. Moynier sadar akan kabutuhan prioritas penyebaran makna hak azasi manusia secara luas.3. Dr. Theodore MounoirDr. Theodore Mounoir, seorang pendiri dan anggota Gerakan Palang Merah. Lahir di Jenewa pada tahu 1806 dan belajar kedokteran di Inggris dan Perancis. Dia menjadi ahli bedah dan anggota dari Dewan Kesehatan pada Komisi Kesehatan Lingkungan dan Kebersihan Masyarakat Jenewa. Talleyrand seorang Diplomat terkenal melihat bakat Mounoir dalam dunia diplomasi namun gagal membujuknya karena ia lebih memilih kedokteran.Mounoir adalah teman Louis Appia, seorang pendiri Palang Merah seperti dirinya. Buku Sejarah ICRC From Solferino to Tushima karya Pierre Boissier menggambarkan Mounoir sebagai seorang yang memiliki kualitas tinggi. Selain cerdas dia juga tampan, dan isi surat-suratnya mencerminkan ia mempunyai rasa humor yang tinggi.Pemikirannya yang jelas dan akurat sangat membantu Dunant, Dufour, Moynier, dan Appia untuk mendirikan sebuah organisasi yang kemudian menjadi sebuah gerakan sukarela terbesar di dunia. Sampai dengan kematiannya pada tahu 1819, ia selalu disosialisasikan dengan ICRC.4. Dr. Louis AppiaDr. Louis Appia, Lahir pada tahun 1818 di Frankfurt dan memperoleh gelar Dokter di Heidelberg pada tahun 1843. Appia menaruh minat khusus pada perkembangan teknik bedah terhadap korban perang.Pada tahun 1859, pada suatu konflik, Appia memobilisasi sumber daya dan bantuan dana untuk menolong mereka yang terluka dan beliau sendiri bekerja di rumah sakit lapangan. Kerja sukarela untuk misi-misi seperti itu adalah bagian penting dari hidupnya.Dua tahun kemudian Appia diangkat sebagai Medical Society di Jenewa. Kamudian pada tahun 1863 beliau diminta untuk bekerja didalam sebuah komisi yang membahas gagasan Henry Dunant bagi peningkatan kondisi tentara tentara yang terluka di medan perang. Komisi ini kemudian menjadi ICRC. Pada bulan Oktober 1863, Appia menyarankan agar para sukarelawan di zona perang seharusnya memakai pita lengan putih untuk mengidentifikasi mereka. Jendral Dufour kemudian menyarankan agar semua tanda pita lengan Palang Merah saja yang digunakan.

1. Ketua PMI ke 1 ( 1945 1946 ) : Drs. Moch. Hatta.

2. Ketua PMI ke 2 ( 1945 1948 ) : Soetarjo Kartohadikoesoemo.

3. Ketua PMI ke 3 ( 1948 1952 ) : BPH Bintoro.

4. Ketua PMI ke 4 ( 1952 1954 ) : Prof. Dr. Bahder Djohan.

5. Ketua PMI ke 5 ( 1954 1966 ) : P. A. A. Paku Alam VIII.

6. Ketua PMI ke 6 ( 1966 1969 ) : Letjen Basuki Rachmat.

7. Ketua PMI ke 7 ( 1970 1982 ) : Prof. Dr. Satrio.

8. Ketua PMI ke 8 ( 1982 1986 ) : Dr. H. Soeyoso Soemodimedjo.

9. Ketua PMI ke 9 ( 1986 1992 ) : Dr. H. Ibnu Sutowo.

10. Ketua PMI ke 10 ( 1992 1998 ) : Hj. Siti Hardianti Rukmana.

11. Ketua PMI ke 11 ( 1998 - 2004 ) : Marie Muhammad.

12. Ketua PMI ke 12 (2004 - 2009 ) : Marie Muhammad

13. Ketua PMI ke 13 (2009 - sekarang) : M. Jusuf Kalla

Biografi Henrry Dunant - Pendiri PMIJean Henri Dunant (1828-1910) adalah seorang warga negara Swiss yang dikenal sebagai Bapak Palang Merah Dunia adalah pemuda yang menyaksikan perang mengerikan antara pasukan Prancis dan Italia melawan pasukan Austria di Solferino, Italia Utara pada tanggal 24 Juni 1859. adalah seorang pengusaha Swiss dan aktivis sosial. Selama perjalanan bisnis pada tahun 1859, ia menjadi saksi dari Pertempuran di Solferino di Italia. Dia mencatat kenangan dan pengalamannya dalam buku A Memory of Solferino yang mengilhami terbentuknya Komite Internasional Palang Merah (ICRC) pada tahun 1863. Konvensi Jenewa 1864 yang didasarkan pada gagasan Dunant; pada tahun 1901, dia menerima Nobel Peace Prize pertama bersama-sama dengan Frdric Passy.

Dunant dilahirkan di Jenewa, Swiss sebagai anak pertama dari pengusaha Jean-Jacques Dunant dan istrinya Antoinette Dunant-Colladon. Keluarganya sangat tulus ikhlas Calvinist dan memiliki pengaruh signifikan di masyarakat Jenewa . Orang tuanya sangat menekankan nilai sosial, dan ayahnya juga aktif membantu anak yatim dan parolees, sedangkan ibunya bekerja dengan orang sakit dan miskin. Dunant tumbuh pada periode agama terbangunnya dikenal sebagai Rveil, dan pada usia delapan belas tahun ia bergabung dengan Masyarakat Jenewa untuk memberikan zakat. Pada tahun berikutnya, bersama dengan teman-temannya, ia mendirikan apa yang disebut Kamis Asosiasi, yang lepas dari band muda laki-laki yang bertemu untuk belajar Alkitab dan membantu masyarakat miskin, dan ia menghabiskan banyak waktunya untuk orang yang terlibat dalam penjara dan kunjungan pekerjaan sosial.

Pada tanggal 30 November 1852, ia mendirikan Jenewa bab dari YMCA dan tiga tahun kemudian ia ikut ambil bagian dalam pertemuan Paris yang dikhususkan kepada pembinaan organisasi internasional.Pada tahun 1849, pada usia 21, Dunant dipaksa meninggalkan College Calvin karena nilai yang buruk, dan ia memulai magang pada perusahaan Pertukaran Uang Lullin et Sautter.Setelah berhasil , ia menetap sebagai karyawan bank.

Aljazair

Henri Dunant, sekitar tahun 1860.Dalam 1853, Dunant mengunjungi Aljazair, Tunisia, dan Sicily, bertugas pada sebuah perusahaan yang dikhususkan untuk koloni dari Setif (Compagnie genevoise des koloni de Setif). Walaupun sedikit pengalaman, ia berhasil menyelesaikan tugas. Terinspirasi oleh perjalanan itu, dia, menulis buku pertama dengan judul An Account Kabupaten di Tunisia (Notice sur la Rgence dari Tunisia), yang diterbitkan pada tahun 1858. Pada tahun 1856, ia membuat usaha untuk beroperasi di luar negeri koloni, dan, setelah diberikan lahan konsesi yang diduduki oleh Perancis-Aljazair, jagung yang tumbuh terus-menerus dan perdagangan perusahaan disebut Keuangan dan Industri Perusahaan dari Mons-Djmila Mills (Socit financire et des industrielle Moulins des-Mons Djmila).

Namun, hak-hak tanah dan air yang tidak jelas ditetapkan, dan otoritas kolonial tidak khususnya koperasi. Akibatnya, Dunant memutuskan untuk naik banding langsung ke Perancis emperor Napoleon III, yang dengan tentara di Lombardy pada saat itu. Perancis telah berjuang di samping Piedmont-Sardinia melawan Austria, yang telah menduduki banyak sekarang Italia. Dunant menulis buku nyanjung penuh dengan pujian untuk Napoleon III dengan maksud untuk hadir ke maharaja, kemudian perjalanan ke Solferino untuk bertemu dengan dia secara pribadi.

Dunant tiba di Solferino pada malam 24 Juni 1859, pada hari yang sama sebuah peperangan antara kedua belah pihak telah terjadi di dekatnya.Tiga puluh delapan ribu luka, mati dan mati, masih di medan perang, dan ternyata ada sedikit akan berusaha untuk memberikan perawatan. Shocked, Dunant dirinya mengambil inisiatif untuk mengatur penduduk sipil, terutama perempuan dan anak perempuan, untuk memberikan bantuan kepada prajurit yang terluka dan sakit. Mereka kekurangan bahan dan pasokan mencukupi, dan Dunant sendiri disusun pembelian bahan-bahan yang diperlukan dan membantu mendirikan rumah sakit sementara. Dia yakin penduduk untuk melayani luka tanpa mempedulikan sisi mereka dalam konflik per slogan Tutti fratelli (All are brothers) coined oleh wanitayang dekat kota Castiglione delle Stiviere.

Dia juga berhasil memperoleh rilis Austria dokter diambil oleh Perancis.Setelah kembali ke Jenewa pada awal Juli, Dunant memutuskan untuk menulis buku tentang pengalaman dia, dia yang berjudul Un Souvenir de Solferino (A Memory of Solferino). Ia telah diterbitkan di dalam edisi 1862 dari 1.600 eksemplar dan telah dicetak di Dunant sendiri biaya.Di dalam buku, ia menggambarkan peperangan, dan biaya, dan setelah itu keadaan kacau-balau. Dia juga mengembangkan gagasan bahwa di masa depan organisasi yang netral harus ada untuk memberikan perawatan kepada prajurit luka.Dia didistribusikan ke buku terkemuka banyak tokoh politik dan militer di Eropa. Dunant juga mulai perjalanan melalui Eropa untuk mempromosikan ide-ide nya.Bukunya yang sangat positif yang diterima, dan Presiden dari Masyarakat Jenewa untuk Kesejahteraan Masyarakat, yuris Gustave Moynier, menjadikan buku dan saran topik di 9 Februari 1863 pertemuan organisasi.

Mereka membuat lima orang Komite untuk mencari kemungkinan mereka pelaksanaan dan Dunant dibuat salah satu anggota. Yang lain adalah Moynier, di Swiss tentara umum Henri Dufour, dan dokter Louis Appia dan Theodore Maunoir. Pertemuan pertama mereka pada 17 Februari 1863 kini dianggap didirikan pada tanggal Komite Internasional Palang Merah. Dari awal, Moynier dan Dunant telah meningkatkan konflik dan perbedaan pendapat tentang masing-masing visi dan rencana.Moynier menganggap gagasan Dunant untuk mendirikan netralitas untuk perlindungan dan perawatan implausible selular Dunant disarankan untuk tidak bersikeras pada konsep ini.

Namun, Dunant terus melakukan advokasi di posisi ini perjalanan dan percakapan dengan peringkat tinggi-tokoh politik dan militer. Ini intensif pribadi konflik antara Moynier, yang mengambil pendekatan yang lebih pragmatis terhadap proyek, dan Dunant yang merupakan visi idealis di antara lima, dan dipimpin oleh Moynier ke upaya untuk menyerang Dunant dan tawaran untuk kepemimpinan.

Pada bulan Oktober 1863, 14 negara ikut ambil bagian dalam pertemuan di Jenewa yang disusun oleh komite untuk membahas peningkatan perawatan untuk luka prajurit. Dunant sendiri, tetapi, hanya karena protokol pemimpin Moynier dari upaya untuk mengurangi peranannya. Setahun kemudian, seorang diplomat konferensi diselenggarakan oleh Swiss Parlemen dipimpin dengan penandatanganan pertama Konvensi Jenewa oleh 12 negara.

Di antara beberapa penghargaan lainnya di tahun-tahun berikutnya, pada 1903 Dunant diberikan sebuah kehormatan doktor oleh fakultas medis dari University of Heidelberg. Dia tinggal di rumah sakit swasta di Heiden sampai akhir kematiannya. Pada tahun terakhir hidupnya, ia menderita depresi dan paranoid tentang pengejaran oleh para kreditur dan Moynier. Bahkan ada hari ketika Dunant bersikeras bahwa memasak di rumah sakit swasta pertama rasa makanan itu sebelum dia minta untuk melindungi terhadap kemungkinan keracunan. Meskipun ia terus menganut Kristen kepercayaan, di akhir tahun dia spurned dan menyerang Calvinism dan terorganisir agama secara umum. Menurut perawat, yang bertindak akhir hidupnya adalah untuk mengirimkan salinan dari buku Mller ke italian queen dengan dedikasi pribadi. Dia meninggal pada tanggal 30 Oktober 1910, ia outliving oleh nemesis Moynier hanya dua bulan. Meskipun selamat dari ICRC pada penganugerahan dari hadiah Nobel, dua saingan tidak pernah mencapai rekonsiliasi. Menurut keinginan, dia dikuburkan tanpa upacara di Sihlfeld Cemetery di Zrich.Menurut dia akan, ia menyumbangkan dana untuk yang aman bebas tidur Heiden di rumah sakit swasta yang akan selalu tersedia untuk warga miskin di wilayah dan deeded uang ke teman-teman dan organisasi sosial di Norwegia dan Swiss. Sisa dana itu kepada kreditur sebagian relieving his hutang; nya ketidakmampuan untuk menghapus hutang itu adalah beban besar untuk dia sampai kematiannya. Bekas rumah sakit swasta di rumah-rumah yang sekarang Heiden Henry Dunant Museum.

makna lambang PMRMakna Logo Palang Merah Indonesia

Secara visual, logo PMI terdiri dari logo gram berupa palang simetris yang dikelilingi lima lengkungan setengah lingkaran yang saling menyatu, dan logo type berupa nama Palang Merah Indonesia.

Bentuk, Warna dan Ukuran Lambang Palang MerahLambang Palang Merah berbentuk Palang berwarna merah yang saling menyilang satu sama lain di bagian tengah. Satu mengarah vertical dan satu lainnya mengarah horizontal dengan ukuran masing-masing simetris dan sama panjang (proporsional). Lambang Palang Merah harus selalu diletakan di atas dasar warna putih, tidak boleh berada di atas dasar warna lain, dikurangi bentuknya atau ditambah/ditiban dengan tulisan dan gambar lainnya.

Lambang Palang Merah diadopsi dari lambang bendera Negara Swiss (palang putih berlatar belakang merah), yang kemudian dibalik menjadi palang berwarna merah dengan dasar putih. Pengadopsian Lambang tersebut merupakan penghormatan terhadap Negara Swiss, karena yang pertama kali mendirikan organisasi kepalangmerahan dunia adalah orang-orang yang merupakan warga Negara Swiss. Lambang Palang Merah kemudian disepakati oleh negara-negara peserta agung penandatangan Konvensi Jenewa, untuk diberlakukan secara universal sebagai lambang netral yang dapat berfungsi sebagai tanda pengenal dan tanda perlindungan pada saat memberikan bantuan kemanusiaan di lokasi bencana atau konflik.

Logo gram berupa lengkungan setengah lingkaran yang menyatu, yang diambil dari bentuk bunga melati dan mengelilingi palang simetris adalah cerminan identitas nasional yang bermakna kebersamaan, kolektifitas dan gotong-royong. Simbol ini juga dapat diartikan sebagai komitmen dan dedikasi PMI dalam memberikan bantuan bagi yang membutuhkan tanpa pamrih dengan semangat kenetralan dan kemandirian.

Arti Lambang Palang Merah Indonesia- Salam Kemanusiaan Untuk Para Pembaca,Untuk lebih mengenal PMI atau palang merah indonesia,mari kita mencari tau mengenai arti dari Lambang PMI yang sering kita jumpai.

Lambang Palang Merah Indonesia

Adapun Arti-Arti Dari Lambang PMI Di atas yaitu :

1. Segi Lima merah melambangkan Pancasila.2. Warna dasar putih melambangkan Kesucian".3. Tanda Palang Merah melambangkan Bendera Negara Swiss". "Negara Swiss adalah Negara yang menentang pertumpahan darah" Maka Dari Itu Lambang PMI Untuk : a. Menghormati negara SWISS b. Pelopor pendirinya adalah warga negara SWISS c. Agar Palang Merah benar-benar netral, karena negara SWISS benar-benar negara yang netral

Mengenal Lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah, Kristal Merah - Lambang dipakai sebagai identitas atau tanda pengenal bagi orang-orang di suatu kelompok, daerah, negara atau apapun. Lambang adalah suatu ciri Lkhas, termasuk Lambang Palang Merah. Sebelum Lambang Gerakan diadopsi, setiap pelayanan medis kemiliteran - setidaknya di Eropa, memiliki tanda pengenal tersendiri. Austria misalnya, menggunakan bendera putih, Perancis bendera merah, atau Spanyol bendera kuning. Banyaknya tanda yang digunakan, menimbulkan akibat yang tragis. Walaupun tentara tahu apa tanda pengenal dari personel medisnya, namun biasanya mereka tidak tahu apa tanda pengenal medis lawan mereka dan karena tanda-tanda pengenal yang dipakai itu bukanlah lambang yang universal serta tidak dipandang sebagai suatu hal yang netral. Lambang Palang Merah Tahun 1863, konferensi internasional diselenggarakan di Jenewa dan mengadopsi Lambang Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda pengenal Perhimpunan Nasional Palang Merah yang merupakan kebalikan dari bendera nasional Swiss. Tahun 1864, Konvensi Jenewa yang pertama menyatakan bahwa lambang Palang Merah diatas dasar putih secara resmi diakui sebagai tanda pengenal pelayanan medis angkatan bersenjata. Pada Konvensi Jenewa tahun 1906, waktu peninjauan kembali terhadap Konvensi Jenewa Tahun 1864, barulah ditetapkan lambang Palang Merah tersebut sebagai penghormatan terhadap Negara Swiss Lambang Bulan Sabit Merah Tahun 1876 saat Balkan dilanda perang, sejumlah pekerja sosial yang tertangkap oleh Ottoman dibunuh semata-mata karena mereka memakai ban lengan dengan gambar palang merah. Banyak yang mengira jika Lambang Palang Merah ada hubungannya dengan simbol agama, padahal sama sekali tidak ada hubungannya Ketika pemerintah Turki diminta penjelasan mengenai hal ini, mereka menekankan kepekaan tentara muslim terhadap bentuk palang/ salib dan mengajukan agar perhimpunan nasional serta pelayanan medis militer mereka, diperbolehkan untuk menggunakan lambang yang berbeda yaitu Bulan Sabit Merah. Gagasan ini perlahan-pelahan mulai diterima, memperoleh semacam pengesahan dalam bentuk 'reservasi' dan diadopsi sebagai lambang yang sederajat dengan lambang palang merah dalam konvensi tahun 1929. Lambang Bulan Sabit Merah di atas dasar putih yang saat itu dipilih oleh Persia (sekarang Iran) diakui sebagai lambang pembeda dengan fungsi dan tujuan yang sama dengan lambang palang merah, dan singa dan matahari merah sebagaimana tercantum pada Konvensi-konvensi Jenewa 1949 dan protokol tambahan I dan II 1977 Lambang Kristal Merah Tahun 2005 Kristal Merah diatas dasar putih diadopsi menjadi lambang alternatif apabila di suatu negara terjadi konflik bersenjata/ perang atau bencana, maka negara yang menggunakan Lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah, ICRC dan IFRC dapat menggunakannya secara khusus untuk kegiatan kepalangmerahan yang dilaksanakan di daerah tersebut. Tanda Palang Merah, Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah diatas dasar putih ditetapkan sebagai lambang khusus untuk perlindungan, dimana setiap negara hanya boleh menggunakan satu lambang. _Baca selengkapnya di :http://pmrsma1kudus.blogspot.com/2011/09/mengenal-lambang-palang-merah-bulan.html. PMR Wira SMA 1 Kudus