Sejarah periklanan di dunia

36
Sejarah Periklanan di Dunia & DI Indonesia SEJARAH PERIKLANAN DUNIA Masa sebelum ditemukannya mesin cetak Pesan komersial dan publikasi kampanye politik sudah ditemukan dalam reruntuhan bangsa Arab kuno. Orang-orang mesir menggunakan papyrus untuk membuat pengumuman mengenai barang-barang yang di jual dan membuat poster yang ditempelkan di dindng, saat iklan mengenai ‘lost and found’ mulai marak di Yunani dan Romawi kuno. Lukisan dinding dan batu untuk iklan komersial merupakan manifestasi lain dari bentuk periklanan kuno, dimana hal itu menunjukkan kehadiran iklan masa lalu di bagian Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Para arkeolog meyakini, advertising sudah ada sejak zaman dulu. Advertising dilakukan dalam berbagai bentuk “mempublikasikan” berbagai peristiwa (event) dan tawaran (offers). Metode iklan pertama yang dilakukan oleh manusia sangat sederhana. Pemilik barang yang ingin menjual barangnya akan berteriak di gerbang kota menawarkan barangnya pada pengunjung yang masuk ke kota tersebut. Iklan sudah dikenal manusia dalam bentuk pesan berantai (word of mouth) yang bentuknya pengumuman-pengmuman. Pesan berantai itu disampaikan dari mulut ke mulut untuk membantu kelancaran proses jual- beli. Pesan iklan dalam bentuk tertulis mulai ditemukan pada masa Babylonia 3000 SM berupa kepingan tanah liat (clay tablet) bertuliskan prasasti tentang dealer salep (ointment dealer), juru tulis (scribe) dan pembuat sepatu.

description

 

Transcript of Sejarah periklanan di dunia

Page 1: Sejarah periklanan di dunia

Sejarah Periklanan di Dunia & DI IndonesiaSEJARAH PERIKLANAN DUNIA

Masa sebelum ditemukannya mesin cetak

Pesan komersial dan publikasi kampanye politik sudah ditemukan dalam reruntuhan

bangsa Arab kuno. Orang-orang mesir menggunakan papyrus untuk membuat

pengumuman mengenai barang-barang yang di jual dan membuat poster yang ditempelkan

di dindng, saat iklan mengenai ‘lost and found’ mulai marak di Yunani dan Romawi kuno.

Lukisan dinding dan batu untuk iklan komersial merupakan manifestasi lain dari bentuk

periklanan kuno, dimana hal itu menunjukkan kehadiran iklan masa lalu di bagian Asia,

Afrika, dan Amerika Selatan.

Para arkeolog meyakini, advertising sudah ada sejak zaman dulu. Advertising

dilakukan dalam berbagai bentuk “mempublikasikan” berbagai peristiwa (event) dan

tawaran (offers). Metode iklan pertama yang dilakukan oleh manusia sangat sederhana.

Pemilik barang yang ingin menjual barangnya akan berteriak di gerbang kota menawarkan

barangnya pada pengunjung yang masuk ke kota tersebut. Iklan sudah dikenal manusia

dalam bentuk pesan berantai (word of mouth) yang bentuknya pengumuman-pengmuman.

Pesan berantai itu disampaikan dari mulut ke mulut untuk membantu kelancaran proses

jual-beli.

Pesan iklan dalam bentuk tertulis mulai ditemukan pada masa Babylonia 3000 SM

berupa kepingan tanah liat (clay tablet) bertuliskan prasasti tentang dealer salep (ointment

dealer), juru tulis (scribe) dan pembuat sepatu.

Peninggalan Mesir dan Yunani Kuno berupa pengumuman-pengumuman di dinding

dan naskah di daun papirus, memberikan pengumuman tentang datangnya kapal pembawa

anggur, rempah-rempah, logam, barang-barang dagangan baru, acara-acara (pertarungan

gladiator) yang bakal digelar, budak yang lari dari tuannya. Orang-orang Roma mengecat

dinding untuk mengumumkan perkelahian gladiator. Iklan pada jaman ini hanya berupa

surat edaran. Karena masih banyak yang buta huruf, pengumuman-pengumuman itu

dibacakan oleh tukang teriak (town crier) yang biasa didampingi pemain musik.

Terakota Yunani dan Romawi Kuno sudah digunakan untuk mengumumkan lost &

found. Di reruntuhan kota Pompeii terdapat tanda-tanda di terakota yang mengiklankan apa

Page 2: Sejarah periklanan di dunia

ynag dijual di toko : danging sapi (row of hams), sapi penghasil susu, kulit untuk sepatu.

Disaping itu juga ditemukan bukti-bukti adanya pesan-pesan politik.

Orang-orang Ponosea melukis gambar untuk mempromosikan perangkat keras

mereka di batu-batu besar di sepanjang jalur parade. Di Pompei misalkan, banyak lukisan

seorang tokoh politisi dan meminta dukungan suara dari masyarakat. Di Perancis, traditional

advertising sudah marak tahun 550 Sebelum Masehi untuk mengiklankan kaum negro

sebagai budak.

Pada zaman Julius Caesar di eropa banyak toko dan penginapan yang sudah pakai

tanda, papan nama, atau simbol, untuk membantu mereka yang buta huruf. Misalnya

penginapan dengan simbol Man in The Moon, Three Squirrels, Hole in The Wall.

Untuk ribuan tahun-tahun awal, orang beriklan untuk mempromosikan dua hal,

tempat dan jasa. Iklan di bawah ini adalah contoh pertama. Begitu juga plang di depan kedai

minum dan penginapan (taverns and inns)

Masa setelah ditemukannya mesin cetak

Penemuan mesin cetak Gutenberg 1450 meningkatkan angka melek huruf sehingga

merangsang orang untuk berbisnis iklan. Periklanan jadi bisnis massal. Bentuk awalnya

berupa poster,handbill (selebaran), dan iklan baris (classified) di surat kabar.

1472 William Caxton di London mencetak iklan berbahasa Inggris pertama berupa

selebaran (handbill) berisi tuntunan keagamaan tentang perayaan paskah (rules for the

guidance of the clergy at easter). Versi lain mengatakan iklannya berupa penjualan injil

(prayer book). Awal abad 16 dan 17 yang banyak ditampilkan adalah iklan tentang budak

belian, kuda buku, obat.

Sebagai bentuk printed advertising, periklanan berkembang di awal abad 15-16.

Beberapa waktu kemudian mulai muncul metode iklan dengan tulisan tangan dan dicetak di

kertas besar yang berkembang di Inggris. Iklan pertama yang dicetak di Inggris ditemukan

pada Imperial Intelligencer Maret 1648.

Pada tahun 1622 Surat kabar terbit di Inggris terbit untuk pertama kalinya,The

Weekly News kemudian disusul The Tattler yang terbit tahun 1709 dan The Spectator yang

terbit pada 1711. Ketiga Koran ini merupakan media cetak yang membawa lembaran iklan

secara piggy-back.

Page 3: Sejarah periklanan di dunia

Pada tahun 1655 istilah iklan (advertisement) muncul pertama kali dalam injil untuk

menunjuk istilah “peringatan”/“pemberitahuan” (warning/ notification).

Pada tahun 1660 mulai istilah itu dipaka untuk keperluan informasi komersial

(commercial information), khususnya oleh para saudagar toko.Pesan-pesan iklan lama

kehalaman semakin simple dan inovatif sejak tahun 1700 dan 1800-an.

Pada tahun 1690 lahir Public Occurencs Both Foreign and Dometic, Koran (tidak

harian) pertama di Amerika hanya membuat satu berita (issue).

Periklanan secara nyata mulai menunjukkan kemajuan di awal abad 17 di Inggris

untuk mempromosikan buku dan Koran yang mulai berkembang.Pada abad ke-17 di Inggris,

pesan-pesan komersial masih berbentuk poster atau selebaran lepas yang dikirim dalam

lipatan surat kabar. Produk yang paling banyak diiklankan pada masa ini adalah buku dan

obat-obatan.

Pada tahun 1704 Boston Newsletter, koan AS pertama yang muat iklan, berupa

tawaran hadiah bagi yang bisa menangkap pencuri baju.

Iklan-iklan media cetak pada abad 18 umumnya ditunjukan pada sasaran pembaca di

Eropa yang menyebutkan adanya tanah-tanah garapan yang menantang untuk masa depan

di Amerika. Salah satunya iklan ada tanah 150 ha di Philadelphia.

Pada tahun 1729 Iklan pertama di surat kabar “ Pennysilvania Gazette” yang terbit di

Amerika Serikat. Amerika waktu itu masih menjadi wilayah jajahan Inggris, dan surat kabar

yang didirikan oleh Benjamin Franklin itu berhasil mencapai tiras tertinggi serta pendapatan

iklan terbesar pada masanya.

Pada tahun 1740 poster cetak outdoor pertama muncul di London (disebut

“hoarding”).

Pada tahun 1776 muncul iklan proklamasi kemerdekaan AS di Pennsylvania Evening

Post and Daily Advertiser, Koran yang terbit secara harian pertama di AS.

Ketika aktivitas perekonomian mulai meningkat diberbagai penjuru dunia, di abad

18-an, di Amerika Serikat, periklanan mulai mendapat perhatian besar. Beberapa toko di

Eropa mulai berfungsi sebagai agen yang mengumpulkan iklan untuk surat kabar.

Sangat boleh jadi Sears catalog menjadi inspirasi bagi lahirnya iklan display di media

cetak. Sears adalah pelopor rantai toko (chain stores) di A.S yang kemudian berkembang

menjadi department stores. Kehadiran Sears yang menjual berbagai barang secara lengkap

Page 4: Sejarah periklanan di dunia

menggantikan toko-toko serupa berskala kecil yang pada waktu itu disebut dengan

mercantile.

Untuk memudahkan pelanggan, karena pada masa itu transportasi masih terbatas,

Sears menerbitkan katalog tentang semua barang yang dijual dan para langganan dapat

memesan melalui pos (mail order). Setiap barang yang ditawarkan ditampilkan secara

menarik dengan foto-foto dan gambar-gambar yang atraktif. Begitu populernya Sears

Catalog di masa lalu, sampai-sampai ia disebut sebagai Injil Petani (Farmers Bible)

Tampilan dan peragaan produk seperti di Sears Catalog itulah yang kemudian

dijumpai di berbagai surat kabar dan majalah di Amerika Serikat, serta kemudian menyebar

ke seluruh dunia. Di masa kini penampilan seperti itu sering disebut sebagai display

advertising (iklan komersial)

Pada abad ke-19 mulai dikenal pembelian ruang iklan melalui agen perseorangan

(menyalurkan lagi ke perusahaan periklanan). Pada masa dinasti Edo di Jepang, awal abad-

19 selebaran yang didistribusikan bersama surat kabar juga banyak membawa pesan-pesan

komersial, khususnya tentang obat-obatan.

Pertumbuhan ekonomi dunia yang mulai bergerak pesat pada awal abad ke-19

akhirnya memicu hadirnya iklan di surat kabar amerika Serikat, beberapa surat kabar mulai

memuat pesan-pesan singkat tentang produk, tampil dengan huruf-huruf kecil di dalam

kotak, di antara berita dan Tulsan lain. Iklan yang saat ini disebut sebagai classified

advertisement ini mempromosikan berbagai jenis barang dan jasa.

Pada tahun 1841 Volney Palmer, “orang iklan” (adman) masa-masa awal, bertindak

sebagai media broker / agen, mendapat komisi dari pemasangan iklan di media (media

placement). Palmer mendirikan Agensi Periklanan pertama oleh Volney Palmer di Boston.

Pada waktu itu, agensi periklanannya masih sebatas perantara pemasar dengan pihak surat

kabar sebagai penerbit iklan

Pada tahun 1844 muncul iklan majalah pertama di majalah Southern Messenger

dengan editornya Edgar Allan Poe (pengarang Tarzan). Majalah-majalah iklan periode awal

yang masih terbit sampai sekarang adalah Cosmopolitan, ladies Home Journal, ReadeR’s

Digest.

Sampai tahun 1850-an, di Eropa iklan belum sepenuhnya dimuat di surat kabar.

Kebanyakan masih berupa pamflet, leaflet, dan brosur.

Page 5: Sejarah periklanan di dunia

Pada tahun 1864 periklanan berkembang seiring perkembangan pers yang juga

ditandai berkembangnya perusahaan periklanan dengan fungsi sederhana.

Pada tahun 1871 Charles bates membuat biro iklan professional pertama kali.

Pada tahun 1875 di Philadelpia, dibuat agensi periklanan yang lebih multi fungsi.

Dalam periode ini pula wanita mulai mengambil porsi. Baik sabagai tenaga periklanan,

maupun sebagai image produk iklan. Penggunaan “wanita” sebagai daya tarik, pertama kali

dipakai dalam iklan sabun mandi.

Pada tahun 1880 John Power, penulis naskah iklan (copywriter) pertama

Setelah 1880an, perusahaan periklanan meningkatkan fungsi dengan menawarkan

konsultasi dan jasa periklanan lain

Pada tahun 1891 J Walter Thompson, Account Executive pertama.

Pada tahun 1920 KDKA stasiun radio pertama di dunia lahir di Pittsburgh. Saat radio

siaran mulai mengudara di tahun 1920-an, periklanan di radio pun mulai marak walaupun

secara teknis dan daya tarik, tidak seperti yang kita nikmati saat ini. Sponsorsif saat itu lebih

banyak dikuasai satu orang/pihak. Misalnya, sponsorsif suatu radio, dikuasai satu bisnisman.

Dengan kata lain, space iklan digunakan sendiri. Tapi seiring dengan tingginya persaingan,

kondisi ini berangsur-angsur berubah.

Pada tahun 1922 Iklan pertama di radio duniaWEAF, New York.

Pada tahun 1939 NBC, stasiun tv pertama.

Periklanan masuk dunia televisi di awal tahun 1940an. Iklannya bisa berupa

commercial atau public advertising

Pada tahun 1941 Iklan televisi hitam/putih pertama di New York, Amerika Serikat

mengiklankan Arloji Bulova dengan harga spot US $ 9.

poster film tahun 1950

Pada tahun 1954 Iklan televisi berwarna pertama ditayangkan. Mengiklankan Castro

Decorate, New York.

Pada peralihan menuju abad ke-20, sistem manajemen periklanan modern seperti

posisi manajer iklan mulai diterapkan

Advertising modern sendiri yang mulai berkembang tahun 1960an, jauh berbeda

dengan advertising masa lampau. Pada tahun ini, periklanan menemukan bentuknya yang

modern dengan karya-karya kreatif yang menakjubkan. Perintis iklan dengan landasan karya

kreatif yang digarap secara apik ini dipelopori oleh seri iklan mobil kodok volkswagen yang

Page 6: Sejarah periklanan di dunia

menampilkan judul-judul seperti “Think Small“ dan “ Lemon.“ Iklan-iklan Volkswagen inilah

yang meletakkan dasar positioning dan uniqe salling proposition (USP) dalam periklanan

yang masih dipegang hingga kini. Konsep ini mengikat (associate) setiap brand dengan satu

sspesific idea yang khas yang menancap di benak konsumen.

Di akhir 1980 dan awal 1990 memperlihatkan kemunculanTv Kabel dan MTV, sebagai

bagian darinya. Sebagai Pionir dalam konsep musik-video, Pelayanan MTV merupakan

sebuah tipe periklanan yang baru. Konsumen lebih menyimak pesan yang diiklankan MTV

dibandingkan dengan membeli setelah mendapat informasi dari media lain. Saat tv kabel

dan tv satelit mengalami peningkatan secara umum, beberapa saluran berada di posisi

puncak, termasuk saluran yang seluruh durasinya berisi iklan seperti QVC, Home Shopping

Network, dan Shop Tv.

Pemasaran melelui internet membuka batas baru bagi periklanan dan memberikan

kontribusi pada ‘boomingnya’ “dot-com” tahun 1990. Seluruh perusahaan terus beroperasi

semata-mata dalam bidang periklanan, dan menawarkan segalanya untuk kupon

berlangganan internet gratis. Memasuki abad ke-21 sejumlah website, termasuk ‘mesin

pencarian google’ memulai perubahan dalam dunia periklanan on-line dengan

mengekspansi relevansi kontekstual, tidak menonjolkan iklan dibandingkan dengan

pemberian bantuan dan lebih utama ketimbang membanjiri konsumen dengan brosur. Hal

ini menandai kebangkitan dari upaya untuk meningkatkan trend periklanan interaktif.

Pemasaran melalui internet membuka batas baru bagi periklanan dan memberikan

kontribusi pada ‘boomingnya’ “dot-com” tahun 1990. Seluruh perusahaan terus beroperasi

semata-mata dalam bidang periklanan, dan menawarkan segalanya untuk kupon

berlangganan internet gratis. Memasuki abad ke-21 sejumlah website, termasuk ‘mesin

pencarian google’ memulai perubahan dalam dunia periklanan on-line dengan

mengekspansi relevansi kontekstual, tidak menonjolkan iklan dibandingkan dengan

pemberian bantuan dan lebih utama ketimbang membanjiri konsumen dengan brosur. Hal

ini menandai kebangkitan dari upaya untuk meningkatkan trend periklanan interaktif.

Penyebaran pesan melalui iklan, secara relatif menelan biaya dari GDP sehingga

menyeebabkan perubahan yang cukup signifikan dalam pemilihan media. Di Amerika

misalnya, pada tahun 1925 media iklan yang utama adalah surat kabar., majalah, nyala

lampu trem,dan poster-poeter. Advertising menghabiskan anggaran sekitar 2,9% dari GDP.

Page 7: Sejarah periklanan di dunia

Sejak 1998, televisi dan radio menjadi media perikanan yang utama dan menghabiskan dana

dari GDP yang lebih rendah, sekitar 2,4%.

Dilihat dari tujuan, penyajian sampai ke anggaran yang dibelanjakan iklan mengalami

kemajuan yang sangat pesat.

Saat ini terdapat Perusahaan Periklanan Terbesar Di Dunia, perusahaan tersebut adalah:

1. WPP Group plc (UK)

2. Omnicom Group Inc. (US)

3. The Interpublic Group of Companies, Inc. (US)

4. Publicis Groupe S.A. (FR)

Urutan largest in term of billing dan besarnya network saling kejar-mengejar. Jadi

mungkin tahun ini WPP, tahun depan Omnicom tahun depan berganti lagi antara 3

conglomerate. Sedang Publicis menempati posisi ke empat.

Masing-masing mempunyai perusahaan dengan berbagai expertise di bidang

komunikasi, Advertising Agency, Media Service, Marketing Branding Strategy, PR, CRM,

Corporate ID/Brand, Direct Marketing, Event, Sales Promotion, you name it.

Anak-anak perusahaannya di tiap-tiap grup yang ada di Indonesia tidak diketahui pasti

kecuali WPP, tapi jika diperkirakan, petanya seperti berikut ini:

→ WPP Group plc : Bates, Young & Rubicam, J Walter Thompson(JWT), Landor Associates,

Ogilvy & Mather Group (termasuk One, PR, Interactive dll), MindShare etc

→ Omnicom Group Inc. : BBDO Worldwide, DDB Worldwide, TBWA Worldwide

→ The Interpublic Group of Companies, Inc. : McCann-Erickson World Group, FCB Group,

Lowe & Partners Worldwide

→ Publicis Groupe S.A. : Publicis Worldwide, Leo Burnett Worldwide, Saatchi & Saatchi

Worldwide, Fallon Worldwide and 49%-owned Bartle Bogle Hegarty (BBH), Starcom

MediaVest Group, ZenithOptimedia.

Khusus untuk WPP, dari direktori di websitenya di dapat perusahaan-perusahaan di

Indonesia yang termasuk dalam grup ini:

1. Bates Asia – Indonesia

2. Dentsu, Young & Rubicam – Jakarta, Matari-Dentsu Young & Rubicam

3. J Walter Thompson – Jakarta, Adforce

4. Landor Associates – Jakarta

5. Maximize – Jakarta

Page 8: Sejarah periklanan di dunia

6. Mediaedgecia – Indonesia

7. MindShare – Jakarta

8. Motivator – Jakarta

9. Ogilvy & Mather – Jakarta, Ogilvy & Mather

10. Ogilvy & Mather – Jakarta, Ogilvy Public Relations Worldwide

11. Ogilvy & Mather – Jakarta, OgilvyOne worldwide

12. Ogilvy Public Relations Worldwide – Jakarta

13. OgilvyInteractive – Jakarta, OgilvyInteractive

Tahun 2004 biaya permasangan iklan di Amerika Serikat mencapai sekitar $212

miliar. Sementara belanja iklan di seluruh dunia mencapai lebih dari $414 miliar. Sebuah

angka yang luar biasa besar. Sementara accounting firm Pricewaterhouse Coopers

menyebutkan, tahun 2010, belanja iklan seluruh dunia akan mencapai lebih dari setengah

triliun dolar Amerika Serikat.

Pemasangan iklan saat ini, banyak dilakukan berbagai macam organisasi nirlaba,

profesi, pemerintahan dan badan social. Bahkan pembelanja iklan terbesar ke 25 adalah

pemerintah Amerika Serikat.

Saat ini, inovasi dunia periklanan semakin berkembang pesat dengan menggunakan

metode pendekatan yang tidak biasa, seperti mendirikan panggung di area public, memberi

hadiah mobil dalam mempromosikan brand tertentu, dan mengadakan promosi interaktif

dimana konsumen bisa merespon dan menjadi bagian saat promosi berlangsung. Hal ini

memberi gambaran perkembangan trend periklanan interaktif melalui penempatan produk,

voting melalui SMS dan berbagai inovasi lainnya yang menggunakan jaringan internet,

seperti MySpace dan media telekomunikasi mutakhir lainnya.

2.3 Legenda Periklanan Dunia

Berikut ini nama-nama beberapa tokoh yang menjadi legenda periklanan dunia

selain volney palmer:

Leo Burnett

Leo Burnett Agency, Chicago

Mendirikan biro iklan di Chicago. Filosofi biro iklannya adalah “Gapailah ketinggian,

karena dengan cara itu kita tidak akan mengejar segenggam lumpur”. Prinsipnya yang paling

terkenal adalah “Ide Besar”. Menurutnya setiap kampanye harus mengandung ide yang

Page 9: Sejarah periklanan di dunia

Akan bertahan selama bertahun-tahun dan memisahkannya dengan hal yang lain. Beberapa

karya periklanan Burnett bersumber pada nilai-nilai kemanusiaan universal.

Rooser Reeves (1910-1984)

Ted Bates & Co, New York

Tokoh periklanan pada tahun 1950-an di biro iklan Ted Bates New York. Ia

menerbitkan buku “Reality in Advertising” di tahun 1961 semasa aktif di Ted Bates dan

menjadi best-seller. Teorinya yang paling terkenal di dalam periklanan adalah USP atau

biasa disebut “ Unique Selling Proposition“ dan mengantarkan Rosser Reeves menjadi

terkenal di bidang periklanan. Ia menggambarkan USP di (dalam) tiga komponen yang

mengedepankan prinsip dari teknik menjual agresif. Menurutnya tugas iklan adalah

memasukkan merek sebanyak mungkin kedalam kotak mental, dengan cara menjual ciri

khas dari produk tersebut.

Bill Bernbach (1911-1982)

Doyle Dane Bernbach, New York

” Aku memperingatkan kamu untuk melawan terhadap kepercayaan bahwa iklan

adalah suatu ilmu pengetahuan ” Bernbach memimpin revolusi periklanan pada dekade

1960-an dan menjadikannya salah satu kekuatan kreatif paling berpengaruh di dalam

sejarah periklanan. Di biro iklan Doyle Dane Bernbach (DDB) New York, ia mempelopori

iklan yang dibuat lebih jenaka, lebih cerdas dan kadang sangat tidak sopan.

Ia adalah seorang Adman yang banyak mengilhami orang lain. Setelah kematian

Bernbach pada Oktober 1982, prinsipnya berdampak lebih besar pada kultur Amerika

dibanding para Adman lain yang telah lahir 133 tahun sebelumnya” 16 tahun kemudian,

Dampak Bernbach berlanjut dan tidak berkurang. Ia dianugrahi daftar kehormatan Iklan

abad 20 sebagai orang yang paling berpengaruh dalam periklanan. Pengaruhnya masih

hidup dan relevan untuk membantu memberi petunjuk untuk industri periklanan sampai

abad 21.

Bagi penulis naskah dan pengarah seni muda yang masih berkembang harus

mempelajari kampanye klasik Bernbach karena banyak dari apa yang diyakininya telah

menjadi “hukum kreatif” bagi orang-orang iklan.

Page 10: Sejarah periklanan di dunia

Prinsipnya yang palig terkenal adalah menempatkan iklan sebagai sebuah seni bukan

ilmu pengetahuan.” Iklan bukan suatu ilmu pengetahuan, Iklan adalah bujukan. Dan bujukan

adalah suatu seni.” – Bill Bernbach

David Ogilvy (1911-1999)

Ogilvy & Mather Worldwide, New York

Ogilvy adalah Adman yang terkenal di dunia. Ia adalah raksasa di dalam bisnis

periklanan selain nama besar Bill Bernbach, Leo Burnett, Ted Bates, Rosser Reeves dan

raksasa periklanan lain dalam bisnis itu.

Pesaingnya Ed Ney, yang memimpin Young & Rubicam mengatakan: “Ia mahluk

cerdas yang sangat Kompetitif. Ia membawa gaya kepada bisnis periklanan. Bernbach OK,

tetapi David adalah terbaik dari yang terbaik” Di tahun 1975, dia disebut sebagai “ahli sihir

yang paling dicari di dalam industri periklanan.”

David menjadikan bisnis periklanan sangat menarik dan mengundang banyak orang

cerdas kedalamnya. Bukunya Confessions of an Advertising Man adalah buku paling laris

yang diterbitkannya di tahun 1962, dan diterbitkan kembali di inggris lebih dari 40 tahun

kemudian. Buku itu telah mempengaruhi pandangan dari banyak orang tentang bisnis

periklanan.

Pendiri biro iklan Ogilvy & Mather ini filosofinya banyak didasarkan pada hasil riset.

Prinsipnya yang paling kontroversial dan jadi perdebatan adalah “tidak seorangpun akan

membeli sesuatu dari seorang pelawak atau komedian dan bahwa tulisan putih di atas latar

belakang hitam akan sulit dibaca”. Namun prinsipnya bahwa “konsumen itu bukan orang

yang bodoh, ia adalah istri anda” merupakan prinsip yang sulit terbantahkan.

John Hegarty

Bartle Bogle Hegarty, New York

Menciptakan kampanye iklan legendaris : levis, lego, audi John yang bertubuh mungil

dan ceking, bersama teman-temannya mendirikan BBH di tahun 1982 dan semenjak saat itu

merebut serangkaian penghargaan kreatif. Menurutnya untuk membuat iklan yang baik

craftsmanship merupakan hal yang penting karena saat ini kita hidup di budaya visual.

Orang lebih peduli pada pencitraan dibanding masa sebelumnya. Cara kita berbusana,

Page 11: Sejarah periklanan di dunia

dalam hal yang kita kerjakan, bahkan makan. Semuanya bersifat visually driven. Orang

mengambil keputusan berdasarkan visual.

Pakar periklanan Amerika ini juga menyebutkan, globalisasi membuat produk-produk

memiliki kualitas yang hampir serupa. Sekarang industri lebih banyak bersaing dengan

menyentuh emosi dan gengsi konsumen. Hegarty mengatakan, saat ini konsumen membeli

barang bukan karena keunggulannya tapi karena produk tersebut membuat sang konsumen

percaya, merasa yakin, dan jatuh cinta. Itulah yang disebut dengan Emotional Selling

Proposition

Jean Marie Dru

TBWA Worldwide

Disturbtion adalah pendekatan revolusioner terhadap periklanan yang

dikembangkan oleh Jean Marie Dru dari biro iklan TBWA Worldwide. Ia mengatakan jika

perusahaan tidak menciptakan perubahan maka perubahanlah yang akan menciptakan

mereka. Dru percaya bahwa iklan harus mengganggu kenormalan yang dapat diprediksi,

sehingga dapat masuk ke dalam koteks yang sama sekali baru

Jay Chiat

Chiat/Day, California

Pendiri biro iklan Chiat/Day yang sangat berpengaruh di California, dan berhasil

mengangkat derajat biro iklan yang tidak berlokasi di Madison Avenue.

Jay adalah sosok yang mempesona, menghebohkan dan memiliki daya juang tinggi.

Salah satu ungkapannya yang terkenal adalah “How big can we get, before we get bad ?”.

SEJARAH PERIKLANAN INDONESIA

Berawal dari Gerobak Sapi

Pada tahun 1930an, banyak poster dan papan reklame ditempel pada panel samping

gerobak sapi yang hilir mudik mengangkut barang. Pada masa itu, kebanyakan papan

reklame dicetak diatas lembar plat seng atau logam yang cukup tebal. Banyak pula yang

dilapis enamel agar tahan lama. Setelah tahun 1948, ketika bahan ”ajaib” yang bernama

scothlite ditemukan banyak pula papan reklame yang menggunakan scothlite tadi karena

mampu memantulkan cahaya dengan efek mengagumkan. Plat-plat seng reklame itu kini

Page 12: Sejarah periklanan di dunia

merupakan kolekters item yang berharga di pasar benda-benda antik. Ketika itu, produk

yang paling banyak diiklankan melalui media luar ruang bergerak (moving outdoor media)

antara lain adalah produk-produk ban sepeda dari goodyear dan michelin, produk sabun

dan tapal lidi dari unilever, limun (soda pop) merek regional, dan produk rokok dari berbagai

produsen, termasuk cerutu impor. Media opportunity pada waktu itu memang sangat

terbatas, tetapi orang-orang periklanan sudah sangat kreatif menggunakan setiap peluang

yang ada-termasuk media tradisional.

Belum terbayangkan ketika itu bahwa jauh di kemudian hari kreativitas iklan telah

melahirkan berbagai media untuk menempatkan iklan diluar ruang. Transit advertising telah

menjadi sub bisnis besar dalam periklanan. Sisi-sisi bus dan kendaraan umum dipasangan

panel iklan, atau spanduk yang ditarik pesawat terbang rendah, bahkan penutup velg roda

(hubcaps) maupun lampung punggung taksi. Tetapi, gajah di thailand yang sejak dulu sering

”ditempeli” papan iklan, sampai di zaman modern ini pun masih menjadi media iklan yang

efektif. Surat kabar, tentu saja, merupakan media yang juga populer di indonesia sejak

pertengahan awal abad ke 19. tetapi, berdasarkan kriteria umumnya sebetulnya iklan surat

kabar sudah hadir di indonesia sejak tahun 1621 ketika gubernur jenderal Jan Pieterszon

Con (1619-1629) menerbitkan Memorie De Nouvelles pamflet informasi semacam surat

kabar yang memuat berbagai berita dari pemerintah hindia belanda, khususnya yang

menyangkut mutasi dan promosi para pejabat penting di kawasan ini. Pamflet ini berupa

tulisan indah (silografi) yang diperbanyak dengan mesin cetak temuan Johannes Gutenberg

(1445).

Berita-berita yang dimuat itu sebetulnya merupakan iklan karena pemuatannya di

Memorie De Nouvelles sepenuhnya di biayai oleh pemerintah hindia belanda. Sekalipun

sangat berbau perbenturan kepentingan (conflict of interest, bahasa masa kini = KKN),

tetapi sang gubernur jenderal Con adalah juga penerbit media itu dan sekaligus memiliki

reclame Bureau yang megatur pemuatan ”berita di pamflet itu”. Con juga memakai

Memorie de Nouvelles untuk memuat ”berita dengan pesan khusus ” untuk melemahkan

daya saing peniaga portugis di kawasan maluku. Tentu saja, ada VOC dibelakang siasat

perang dagang itu. Pada tahun 1744, terbitlah surat kabar pertama yang memakai teknologi

cetak tinggi, dengan (plat cetak dari timah) di nusantara. Namanya : Bataviaasche Nouvelles.

Tetapi, surat kabar yang juga disponsori oleh pemerintah hindia belanda pada masa

gubernur Jenderal Gustaav Willem Baron Van Imhovv itupun sebetulnya lebih merupakan

Page 13: Sejarah periklanan di dunia

lembaran iklan karena memang lebih banyak menampilkan iklan dan dibiayai hampir

sepenuhnya oleh pendapatan iklan pula. Maklum, surat kabar pada waktu itu hanya bertiras

paling banyak hanya 2500 eks. Sehingga penghasilan sirkulasinya tentulah sangat sedikit.

Dari berbagai surat kabar yang terbit di jakarta, bandung, semarang, surabaya,

makasar, manado, dan medan pada pertengahan abad ke 19, dapat dilihat hadirnya

berbagai iklan barang dan jasa yang memenuhi halaman-halaman media cetak. Beberapa

nama koran besar di masa itu antara lain adalah: Bataviaasch Nieuwsblad, Nieuws van de

Dag, Java Bode (batavia), Preanger Bode (Bandung), De Locomotief (semarang, semula

Samarangsche Nieuws en Advertentieblad), Nieuwe Vorstenlanden (solo), Soerabaiasche

Courant (Surabaya, semula Oostpost), Makassararsche Courant (makasar), Tjahaja Siang

(manado), Sumatra Post (Medan), dan Soematra Bode (padang).

Selain itu, telah mulai hadir pula berbagai surat kabar dalam bahasa melayu

(sebelum kemudian menjadi bahasa indonesia sejak 1928.) surat kabar berbahasa melayu

yang populer pada masa itu antara lain adalah Medan Moeslimin, Medan Prijaji, Sinar de

Jawa, Sinar Terang, dan Soerat Kabar Minggoean. Kebijaksanaan kontrol informasi yang

diterapkan sangat ketat oleh pemerintah hindia belanda pun membuat surat kabar tidak

dapat menjalankan fungsinya secara penuh sebagai lembaga pemberita. Peran pers

indonesia sebagai alat politik baru muncul pada awal abad ke 20 seiring dengan kegerakkan

kebangkitan nasional dan lahirnya ordonasi pers yang mengatur pembredelan surat kabar.

Di zaman ”kuda gigit besi” itu, ikaln-iklan juga ramai diudarakan melalui radio,

diproyeksikan di gedung bioskop dan ditampilkan melalui pertunjukan keliling (mobil

propaganda) mirip tukang obat yang hingga kini masih banyak dijupai di berbagai kota kecil.

Iklan radio sebetulnya mash merupakan sebuah novelty pada awal bad ke-20 setelah radio

commercial pertama dikumandangkan oleh stasiun WEAV di New York City pada 28 Agustus

1922. Sebuah perusahaan real estate di Quinsboro membayar US $50 untuk penyuaran

pesan komersial selama 5 hari.

Adventertie poenza kaperloean soedah kentara , kerna advertentie perloenja boeat

perkenalken barang-barang dagangan kita ada publiek. Kaloe barang jang kita dagangken

tidak dikenal, bagaiman bisa dapatken pembeli

Page 14: Sejarah periklanan di dunia

Liem Kha Tong

Sebelum iklan hadir di radio, pesan komersial sudah lebih dulu hadir melalui saluran

telepon. Pada tahun 193, perusahaan telepon di Hongaria ”menjual spot 12 detik di antara

musik dan berita yan dipanarkan lewat telepon dengan tarif sekitar US $0.50. Perusahaan

telepon AT&T di Amerika Serikat juga pada awal abad ke-20 menerima pesan-pesan

komersial yag dipancarkan melali cara call broadcasting ini.

Di Indonesia, radio sudah dikenal sejak awal abad ke-20. Tidak lama setelah

Guglielmo Marconi menemukan gelombang suara dan mengembangkannya menjadi alat

komunikasi yang bernama radio telegrafik, dan keudian berkembang lagi menjadi pemancar

dan penerima gelombang radio. Radio Nederland WERELDOMROEP yang memancarkan

siarannya ke seluruh dunia sejak taun 1920-an. Merupakan pemancar yang paling digemari

kaum elite, khususnya orang-orang belanda di Indonesia pada waktu itu.

Akan tetapi, radio swasta baru muai hadir cikal bakalnya di Indonesia sejak akhir

tahun 1960-an, yitu sejak tumpasnya pemberontakan G30 S/PKI. Sebelumnya, di Indonesia

hanya dienal RRI yang telah mengudara sejak tahun 1945. RRI sendiri dapat dirunut

sejarahnya sejak stasiun radio bentukan pemerintah Hindia Belanda yang dikendalikan oleh

tentara pendudukan jepang.

Pada awalnya, beberapa mahasiswa di Bandung secara iseng-iseng mengudara

dengan pemancar sederhana berkekuatan rendah. Pada waktu itu mereka menyebutnya

sebaga radio amatir sebuah istilah yang salah kaprah kaena engertian amateur radio

menjeaskan kegiatan yang berbeda dengan teknologi radio dua arah.

Kata “amatir” disini agaknya dipakai sebagai antonym dari “professional.” Stasiun-

stasiun radio “amatir” ini meruakan bagian dari perlawanan politik kaum muda terhadap

sisa-sisa PKI. Sebelumnya, mereka juga telah melakukan perlawanan dengan membentuk

lascar dan batalyon, seperti LAskar Arif Rachman Hakim yang merupakan onderboue dari

KAMI. Maka, lahirlah radio ARH dan radio-radio semacam itu di Indonesia.

Gerakan itu dengan cepet menyebar ke Jakarta dan beberapa kota besar lainnya.

Radio Prambors kini telah mengembangkan jejarinnya dengan beberapa anak perusahaan

stasiun radio yang masing-masing memiliki pasar khas di jalan Borobudur, Jakarta Pusat,

juga dapat dirunut sejarahnya pada periode itu.

Kehadiran radio-radio ”Amatir” itu segera mendapat lirikan para pengiklan yang

memang sedang membutuhkan media alternatif. Salah satu perintis pengguna radio

Page 15: Sejarah periklanan di dunia

”amatir” di Indoesia sebagai media iklan adalah Ajino moto. Embanjirnya iklan di radio

kemudian meningkatkan profesionalisme para pengelola radio ”amatir” apalagi karena

pemerintah kemudian mengeluarkan peraturan pemerintah no.55 tahun 1970 yang

ewajibkan semua stasiun radio siaran niaga dipayungi dalm wadah badan hukum berbentuk

PT. Sejak saat itu, istilah ”radio amatir” berubah menjadi ”radio siaran swasta niaga”.

Perusahaan Periklanan Perintis

Salah satu perusahaan consumer products yang aktif beriklan pada masa itu adalah

Unilever-amalgamasi perusahaan Margarine Union (Belanda) dan Lever Brothers (Inggris)-

yang sejak tahun 1933 telah membangun pabrik sabun di Bacherachtsgracht, Batavia

(sekarang Angke, Jakarta Barat). Setelah berdirinya pabrik sabun itu,Unilever juga

membangun pabrik margarin. Sebelumnya, produk-produk Unilever diimpor langsung dari

Negeri Belanda. Hadirnya Unilever juga kemudian membawa masuknya cikal bakal Lintas

(singkatan dari Lever International Advertising Services) ke Nusantara. Semula, Lintas adalah

divisi periklanan dari Lever Brothers, sebelum kemudian berdiri sendiri menjadi perusahaan

periklanan independen. Apa yang dilakukan Lintas yang berlogo bola dunia pada masa-masa

awal itu sebetulnya tidak lain adalah melakukan adaptasi bentuk-bentuk iklan yang telah

mereka luncurkan terhadap produk-produk serupa di bagian dunia lainnya, serta melakukan

media placement. Perlu dicatat bahwa Lintas pada saat itu sudah memiliki keberanian

membuat iklan dalam bahasa daerah. Misalnya, iklan Margarine Blue Band dalam bahasa

Sunda memakai judul ”Pamoeda Sehat… Rajat Kiat” (Pemuda Sehat…Rakyat Kuat), dengan

tagline ”Blue Band Mengandoeng Seueur Vitamin” (Mengandung Banyak Vitamin).

”Model organisasi” seperti Lintas itulah yang agaknya kemudian ditiru oleh beberapa

usahawan di Batavia dan kota-kota besar Indonesia lainnya. Sebelum masa kemerdekaan

Republik Indonesia, beberapa perusahaan periklanan (ketika itu disebut reclamebureau atau

advertentiebureau) sudah beroperasi di Indonesia. Hingga masa pendudukan Jepang,

beberapa perusahaan periklanan ynag terkenal di Jakarta adalah, antara lain:

- A de la Mar, di Koningsplein (sekarang Jalan Medan Merdeka Utara, dekat Istana Merdeka

- Aneta (sebagai bagian dari kantor berita bernama sama), di Passer Baroe (sekarang

Museum LKBN Antara di Jalan Antara)

- Globe, di Jalan Kali Besar Timur,

Page 16: Sejarah periklanan di dunia

- IRAB (Indonesia Reclame en Advertentiebureau), semula berkantor di Molenvliet (sekarang

Jalan Hayam Wuruk), tetapi kemudian pindah ke Asem Reges (kemudian menjadi Sawah

Besar, sekarang Jalan KH Samanhudi),

- Preciosa, di Gang Secretarie (kantor Sekretariat Negara sekarang, Jalan Veteran IV ),

- Elite

Hampir semua perusahaan periklanan itu dipimpin oleh orang-orang Belanda,

kecuali IRAB dan Elite yang diselenggarakan oleh kaum Bumiputra. Pada masa pendudukan

Jepang, terjadi perubahan lanskap periklanan Indonesia. Karena banyak warga Belanda yang

mengungsi-sebagian lagi ditawan maka kondisi vakum itu diisi dengan munculnya berbagai

perusahaan periklanan baru milik kaum pribumi. Sayangnya, tidak cukup catatan tentang

kehadiran perusahaan periklanan yang dijalankan etnis Tionghoa. Padahal, dari mulut ke

mulut kita sering mendengar bukti-bukti peran mereka dalam perintisan periklanan

Indonesia. Yang jelas, etnis Tionghoa sangat berperan dalam menumbuhkan dunia

persuratkabaran di Indonesia, sehingga dengan demikian dapat dilihat pula keterlibatan

mereka dalam periklanan secara langsung maupun tidak. Sekalipun kebanyakan perusahaan

periklanan baru itu berukuran kecil, tetapi tercatat lima perusahaan periklanan yang

berskala cukup besar, yakni Elite, RAB, Korra, Pikat, Tandjoeng. Selama masa pendudukan

Jepang, merosotnya aktivitas ekonomi ikut mengkerdilkan dunia periklanan Indonesia.

Setelah proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, kepercayaan kepada Republik yang

muda ini tampak dengan kembali bergairahnya kehidupan perekonomian. Sayangnya,

kecenderungan itu tidak berlangsung lama karena Belanda mulai menggelar aksi militernya

terhadap Indonesia. Keadaan perekonomian pun redup kembali. Pemerintah Republik

Indonesia sempat hijrah ke Yogyakarta selama empat tahun. Keadaan ini berakhir setelah

dicapainya kesepakatan pengakuan kedaulatan dalam KMB pada akhir tahun 1949.

Kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Jakarta menandai kebangkitan baru

perekonomian Indonesia. Perusahaan-perusahaan nasional mulai bertumbuhan, seiring

dengan masuknya kembali beberapa perusahaan multinasional. Perusahaan-perusahaan

Belanda yang semula mengungsi, pun kembali lagi melakukan usahanya. Salah satunya

adalah Unilever. Era baru itu juga disambut oleh Unilever dengan meluncurkan berbagai

produk baru. Dunia periklanan seakan berdarah kembali. Beberapa perusahaan periklanan

yang tercatat hadir di Jakarta pada masa itu antara lain adalah: Azeta, Contact, Cotecy, De

Unie, Elite, IRAB, Studi Berk, dan Titi. Pada awal dasawarsa 1950’an yang paling banyak

Page 17: Sejarah periklanan di dunia

ditempatkan di dunia cetak adalah iklan obat-obatan. Sayangnya, menjamurnya iklan obat-

obatan itu tidak dibarengi dengan etika dan tanggung jawab para insan periklanan. Banyak

obat-obatan yang diiklankan itu sebetulnya diragukan manfaatnya, atau malah

membahayakan kesehatan penggunanya. Keadaan yang nyaris lepas kendali ini akhirnya

ditata dengan terbitnya ketentuan Menteri Kesehatan pada tahun 1954 yang mengatur

keharusan untuk mendapatkan lisensi manfaat dan keselamatan obat sebelum dipasarkan,

dan ketentuan agar iklan obat harus menjelaskan manfaat obat secara jelas.

Kebangkitan Asosiasi Periklanan Indonesia

Menurut catatan, pada tahun 1951, istilah periklanan pertama kali diperkenalkan

oleh seorang tokoh pers indonesia, Soedarjo Tjokrosisworo, untuk menggantikan istilah

reklame atau advertensi yang ke belanda-belandaan. Senapas dengan semangat kebangsaan

itu, sebuah biro reklame di bandung yang sebelumnya bernama Medium, juga mengubah

nama menjadi Balai Iklan. Atas prakarsa beberapa perusahaan periklanan yang berdomisili

di Jakarta dan Bandung, pada awal September 1949 dilembagakan sebuah asosiasi bagi

perusaaan-perusahaan periklanan. Asosiasi ini diberi nama Bond van Reclamebureaux in

Indonesia atau dalam bahasa indonesia Perserikatan Biro Reklame Indonesia (PBRI). Nama

asosiasi yang masih menggunakan bahasa Belanda ini tidak lain karena mayoritas

anggotanya adalah memang perusahaan-perusahaan periklanan yang dimiliki oleh orang

Belanda.

Sebelas perusahaan periklanan tercatat sebagai anggota PBRI, yaitu: Budi Ksatria,

Contact, De Unie, F. Bodmer, Franklijn, Grafika, Life, Limas, Lintas, Rosada, dan Studio Berk.

Akan tetapi, kehadiran PBRI dianggap hanya mewakili perusahaan-perusahaan periklanan

besar khususnya yang dimiliki atau dikuasai oleh orang-orang Belanda. Perusahaan-

perusahaan periklanan kecil merasa bahwa aspirasi mereka tidak memukau jalan untuk

disampaikan ke dalam PBRI. Suasana seperti itu kemudian memicu lahirnya sebuah asosiasi

perusahaan periklanan nasional yang dimliki dan diawaki oleh orang-orang Indonesia.

Serikat Biro Reklame Nasional (SBRN) dibentuk pada tahun 1953, dan sertamerta menjadi

organisasi tandingan bagi PBRI. Tidak jelas mengapa semangat nasionalisme di dalam SBRN

tidak memunculkan istilah iklan yang sudah dikenal sejak dua tahun sebelumnya, dan masih

menggunakan istilah biro reklame yang berbau Belanda. Anggota SBRN yang tercatat adalah

13 perusahaan periklanan: Azeta, Elite, Garuda, IRAB, Kilat, Kusuma, Patriot, Pikat, Reka,

Page 18: Sejarah periklanan di dunia

Lingga, Titi, dan Trio. Tidak semua perusahaan perilanan bersedia bergabung ke dalam

asosiasi. Contonya adalah Medium yang telah bertukar nama menjadi Balai Iklan. Ia memilih

untuk tidak bergabung dengan salah satu dari dua asosiasi tersebut. Tjetje Senaputra,

pemiliknya berdalih bahwa Balai Iklan tidak menangani iklan display dan karena itu tidak

menganggap perusahaan sebagai full-service agency. Balai Iklan memang mengkhususkan

diri pada iklan-iklan klasika berukuran kecil tentang lowongan kerja dan berita keluarga.

Ada pula dugaan bahwa terbentuknya SBRN diilhami oleh keterbelahan penerbit

surat kabar yang juga memiliki dua asosiasi, yaitu: Perserikatan Persuratkabaran Indonesia

(PPI), dan Serikat Penerbit Suratkabar (SPS), PPI merupakan kelanjutan dari Verenigde

Dagblad Pers di masa Hindia Belanda. Tentu saja keterbelahan perusahaan-perusahaan

periklanan itu membuat prihatin F. Berkhout, Ketua PBRI pada saat itu. Ia kemudian

menghubungi beberapa pimpinan SBRN dan mnawarkan dibentuknya fusi atau peleburan

dari kedua asosiasi tersebut. Bila tujuannya sama, mengapa harus memakai dua kendraan

yang justru menyulitkan pembinaan ke luar maupun ke dalam, di samping juga tidak

mencuatkan kesan persatuan.

Gagasan fusi itu tampaknya diterima secara umum oleh kedua belah pihak. Orang-

orang Belanda yang semula menguasai berbagai posisi dan fungsi di PBRI sepakat untuk

mengundurkan diri agar digantikan oleh orang-orang Indonesia. Tetapi fusi itu secara

organisatoris ternyata tidak pernah menjadi kenyataan. Dalam tubuh SBRN terjadi

perpecahan, sehingga semua anggotanya mengundurkan diri dan bergabung ke dalam PBRI.

Baru pada tahun 1956, melalui forum rapat umum anggota, secara aklamasi Muhammad

Napis dikukuhkan sebagai ketua PBRI. Pada tahun 1957, PBRI menyelenggarakan Kongres

Reklame seluruh Indonesia yang pertama. Dalam kongres tersebut, kata ”perserikatan”

diubah menjadi ”persatuan”.

Kelahiran Periklanan Modern Indonesia

Berbagai merk internasional mulai bermunculan di Indonesia dan dengan garangnya

berupaya meraup pangsa pasar sebesar-sebesarnya. Coca cola, Toyota, Mitsubishi, Fuji Film,

American Express, Citibank, adalah sebagian dari nama-nama besar yang mulai membanjiri

pasar Indonesia. Pada saat yang sama, muncul pula local brands yang dipicu oleh

kemudahan mendapatkan kredit penanaman modal dari lembaga-lembaga perbankan yang

juga sedang bertumbuh pesat. Salah satu sektor yang paling hidup pada dasawarsa 1970an

Page 19: Sejarah periklanan di dunia

itu adalah industri farmasi dengan berbagai jenis obat baru yang diluncurkan pada saat itu

antara lain adalah Bodrex-obat sakit kepala yang populer hingga saat ini. Begitu populernya

nama Bodrex bahkan sampai dijadikan ikon jurnalistik Indonesia untuk menyebut wartawan

yang datang tak diundang.

Suasana baru di dunia usaha itu memicu berbagai kelahiran perusahaan periklanan.

Tentu saja, yang pertama kali muncul justru perusahaan-perusahaan periklanan yang secara

ilmiah terbawa oleh masuknya perusahaan multinasional ke Indonesia. Contohnya adalah

Olgilvy & Mather yang berkibar di Jakarta dengan nama IndoAd di bawah pimpinan Emir

Muchtar, karena hadirnya klien-klien O&M di Indonesia, seperti: American Express, dll.

Sebelumnya O&M lahir di Indonesia dengan nama SH Benson, kemudian berubah menjadi

Olgivy &Mather. Perubahan nama O&M menjadi IndoAd terkait Peraturan Menteri

Perdagangan pada tahun 1970 yang melarang perusahaan periklanan asing di Indonesia.

Contoh lain adalah McCann Erickson yang dibawa oleh Coca cola dan kemudian

mengibarkan bendera Perwanal Utama di bawah pimpinan Savrinus Suardi.

Sementara itu, perusahaan-perusahaan periklanan nasional lama pun mendapat

angin dari transformasi ekonomi yang terjadi. Perusahaan itu antara lain: Bhineka yang

dipimpin oleh tokoh lama Muhammad Napis, dan InterVista yang dipimpin oleh Nuradi

seorang mantan diplomat yang beralih ke dunia periklanan. InterVista adalah sebuah

fenomena yang perlu dicatat secara khusus dalam sejarah periklanan Indonesia, khususnya

karena Nuradi, pendirinya, dianggap sebagai perintis periklanan modern Indonesia. Setelah

Proklamasi kemerdeaan Indonesia, Nuradi diangkat menjadi pegawai Departemen Luar

Negri, Nuradi bertugas sebagai jurubahasa yang mendampingi Presiden Soekarno. Sebagai

karyawan Departemen Penerangan, tugas Nuradi adalah penyiar siaran bahasa Inggris di

RRI. Pada tahun 1950, Nuradi ditunjuk untuk menjalankan misi khusus Uni soviet, dan

kemudian menjadi anggota Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Markas Besar

Perserikatan Bangsa-bangsa di New York selama di Amerika Serikat, Nuradi juga sempat

menyelesaikan studi di Harvard University.

Perintis periklanan yang bernama Nuradi ini. Lahir di Jakarta, tanggal 10 Mei 1926.

Seperti juga banyak pelaku periklanan modern, Nuradi pun tidak memperoleh pendidikan

formal di bidang periklanan. Tahun 1946-1948 ia masuk Fakultas Hukum, Universitas

Indonesia (darurat). Kemudian masuk Akademi Dinas Luar Negeri Republik Indonesia (1949-

1950). Tahun-tahun berikutnya dia banyak mengenyam pendidikan di Amerika Serikat. Dia

Page 20: Sejarah periklanan di dunia

menjadi orang Indonesia pertama yang diterima di Foreign Service Institute, US State

Department, Washington DC. Selanjutnya belajar penelitian sosial di New School, New York

(1952-1954) dan menyelesaikan studi bidang administrasi publik di Harvard University,

Cambridge, Massachusetts. Kemudian selama setahun belajar bahasa di Universitas Sorbone

dan Universitas Besancon, Perancis.Tahun 1945, dia juga dikenal sebagai orang pertama

diangkat sebagai pegawai negeri di Departemen Luar Negeri dan di Departemen

Penerangan. Yang terakhir ini, karena ia juga menjadi penyiar siaran Bahasa Inggris di Radio

Republik Indonesia. Antara tahun 1946-1950, dia menjadi juru bahasa pribadi untuk Bung

Karno, Bung Hatta dan Ir. Juanda dan tahun 1949 sempat menjadi kepala bagian

penerjemah pada delegasi Indonesia ke Konperensi Meja Bundar di Den Haag, Negeri

Belanda. Tahun 1950 dia ditunjuk untuk menjalankan misi khusus ke Uni Soviet dan menjadi

anggota perwakilan tetap Indonesia di markas PBB, New York. Karier sebagai pegawai negeri

telah membawanya terlibat dalam banyak lagi tugas sebagai anggota delegasi, baik untuk

kepentingan nasional, maupun internasional. Dia mengundurkan diri dari Dinas Luar Negeri

pada tahun 1957, untuk bergabung dengan Perwakilan PRRI Sementara untuk Singapura

dan Hongkong.

Perjalanan hidup Nuradi di dunia periklanan dimulai ketika tahun 1961-1962

mengikuti Management Training Course di SH Benson Ltd., London, perusahaan periklanan

terbesar di Eropa saat itu. Sedangkan pengalaman praktek periklanan diperolehnya melalui

cabang perusahaan tersebut di Singapura. Sekembalinya ke Jakarta (1963) dia mendirikan

perusahaan periklanannya sendiri, InterVista Advertising Ltd..

Pada awalnya, Nuradi hanya mengiklankan produk-produk milik ayahnya (Hotel

Tjipajung) dan kenalannya (PT Masayu, agen alat-alat berat). Ia juga membuat iklan untuk

usaha milik Judith Wawaruntu, sahabatnya yang secara timbal balik menjadi pembuat

gambar untuk iklan-iklan Intervista. Ketika menangani klien Lambretta, merek Scooter masa

lalu, Nuradi untuk pertama kali membuat slide untuk iklan di Bioskop. Terobosan ini

merupakan awal dari gebrakkan-gebrakkan Nuradi selanjutnya. Pada dasawarsa 1970an,

InterVista telah mampu membuat film iklan produksi dalam negri, bahkan memperkerjakan

seorang sutradara pribumi untuk menanganinya secara khusus. Tidak heran bila dalam

waktu singkat InterVista mendapat kepercayaan dari nama-nama besar seperti, Indomilk,

Anker Bir, berbagai merek rokok keluaran British American Tobacco, Vespa dan lain-lain.

Beberapa karya iklan InterVista di masa itu, selalu mengundang decak kagum dan menjadi

Page 21: Sejarah periklanan di dunia

pengingat (mnemonic) dibenak masyarakat, misalnya: Ini Bir Baru, Ini Baru Bir (Anker),

Indomilk…..sedaaap, Makin Mesra dengan Mascot (rokok).

Awal dasawarsa 1970an juga ditandai oleh lahirnya berbagai perusahaan periklanan

ketika itu lebih umum disebut biro iklan seperti: Libelle pimpinan Yo Wijayakusumah,

Trinanda Chandra pimpinan Abdoel Moeid Chandra (juga pemilik radio swasta niaga dengan

nama sama), Prima Advera pimpinana Usamah, AdForce pimpinan Sjahrial Djalil, Fortune

pimpinan Indra Abidin bekerja sama dengan Mochtar Lubis, Hikmad & Chusen pimpianan H.

Hamid Moerni, Metro pimpinan Henry Saputra, Rama Perwira, dan lain-lain.

Berdirinya PPPI

Popularitas The Jakarta Admen Club bahkan melebihi organisasi resmi yang

sebetulnya lebih dulu terbentuk pada tahun 1972, yaitu Persatuan Perusahaan Periklanan

Indonesia (PPPI).

Seperti telah dikemukakan pada Bab 1, asosiasi perusahaan periklanan yang pertama

berdiri di Indonesia pada tahun 1949 dengan nama Bond van Reclame Bureaux in Indonesia

atau dalam bahasa Indonesia disebut Persatuan Biro Reklame Indonesia (PBRI). Nama

resminya justru yang berbahasa Belanda, karena pada waktu itu sebagian besar pelaku di

industri periklanan adalah orang-orang Belanda maupun keturunan Belanda. Demikian juga

para pengurusnya adalah orang-orang belanda dan keturunannya. Baru setelah PBRI

diketuai oleh orang Indonesia, Muh.Napis,maka pada tahun 1957 diputuskan perhgantian

namanya resmi menjadi PBRI. Dengan nama baru itu juga dilekukan penyesuaian istilah dari

“perserikatan” menjadi “persatuan”.

Napis adalah seorang tokoh periklanan Indonesia yang ternyata berhasil memimpin

PBRI secara terus-menerus hingga memasuki dasawarsa 1970-an. Napis sendiri ternyata

sudah jenuh menjadi Ketua PBRI selama belasan tahun, dan menganggap bahwa situasi

seperti itu dapat mengarah kepada hal-hal yang tidak demokratis.

Pada tahun 1971, Napis menyelenggarakan referendum di antara anggota PBRI

untuk memilih ketua yang baru, di samping juga meminta usulan perubahan Anggaran Dasar

dan Anggaran Rumah Tangga, serta usulan perubahan kebijakan dan strategi. Namun,

ternyata referendum itu tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Napis tetap secara

aklamasi diterima sebagai ketua PBRI.

Page 22: Sejarah periklanan di dunia

Pada tahun 1972, Pemerintah Republik Indonesia tiba-tiba merasa perlu untuk

mengatur industri periklanan. Harsono yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Jenderal

Pembinaan Pers dan Grafika (Dirjen PPG) Departemen penerangan, memprakarsai

diselenggarakannya Seminar Periklanan-forum nasional resmi pertama yang

diselenggarakan di Indonesia untuk membicarakan arah industri periklanan. Seminar ini

diseenggarakan di restoran Geliga, Jalan wahid Hasyim, Jakarta Pusat, dengan ketua

penyelenggaraan H.G. Rorimpandey, Ketua Umum Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) yang

ketika itu juga Pemimpin Umum Harian Sinar Harapan.

(catatan penulis: sebetulnya, Christianto Wibisono yang ketika itu menjadi Direktur

Majalah Tempo pada tahun 1971 telah menyelenggarakan sebuah seminar periklanan untuk

mendiskusikan dalam menyikapi masuknya elemen asing ke dalam industri perikalanan

Industri Indonesia. Tetapi, lingkup seminar ini masih bersifat terbatas di tataran pelaksana

periklanan-bukan pengambil keputusan di tingkat asosiasi dan regulator).

Dalam kesempatan itu pemerintah menyatakan bahwa PBRI adalah satu-satunya

wadah perusahaan periklanan yang diakui Pemerintah Republik Indonesia. Pernyataan ini

tampaknya didorong oleh kenyataan telah hadirnya berbagai perusahaan periklanan yang

disponsori pihak asing, dan tidak merasa berkepentingan untuk menjadi anggota PBRI.

Sekalipun pada tahun 1970 Menteri Perdagangan Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo telah

menerbitkan surat keputusan yang melarang kehadiran perusahaan periklanan asing di

Indonesia, namun kenyataannya praktik “Ali Baba” tetap menghadirkan banyak negara asing

di industri periklanan Indonesia. Pernyataan Pemerintah itu membuat hampir semua

perusahaan periklanan yang baru didirikan sekitar 1970-an kemudian mendaftar-kan diri

menjadi anggota PBRI.

Seminar periklanan itu juga memuncukan napas dan harapan baru akan munculnya

generasi modern periklanan Indonesia. Keinginan untuk berorganisasi secara serius pun

mulai tampak hidup. Napis pun semakin berharap bahwa penggantinya akan segera muncul.

Kebetulan, pada tahun 1972 itu juga berlangsung Asian Advertising Congress (AAC) VIII di

Bangkok. Masih dengan semangat Seminar Periklanan, beberapa tokoh periklanan Indonesia

pun segera berangkat menghadiri kongres tersebut. Mereka antara lain adalah: Christian

Wibisono, Ken Sudarto, Sjahrial Djalil, Ernst Katoppo, Abdul Moeid Chandra, Jacoba Muaja,

Usamah, dan Yo Wijayakusumah. Tidak tanggung-tanggung, delegasi Indonesia pada waktu

itu secara nekat juga menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah AAC IX pada tahun 1974.

Page 23: Sejarah periklanan di dunia

hebatnya lagi, usulan itu ternyata diterima. Pertumbuhan pesat industri periklanan

Indonesia tentulah menjadi faktor pembobot yang menghasilkan keputusan itu.

Semangat untuk menjadi tuan rumah Aac IX itulah yang membuat insan periklanan

Indonesia semakin membulatkan tekad untuk berorganisasi secara rapi. Pada tanggal 20

Desember 1972, bertempat di restoran Chez Mario milik Muhammad Napis di jalan Ir. H.

Juanda III/23, jakarta Pusat, diselenggarakan Rapat Anggota PBRI.

Rapat itu juga dihadiri Direktur Bina Pers dari Direktorat Jenderal Pembinaan Pers

dan Grafika Departmen Penerangan, Drs. Tjoek Atmadi. Rapat itu mengagendakan

pemilihan pengurus baru, serta membahas kemungkinan dibentuknya sebuah asosiasi

periklanan dengan visi dan lingkup yang lebih luas.

Abdul Maeid Chandra, seorang putra Madura aktivis PBRI yang memiliki stasiun radio

Trinanda Chandra dan perusahaan perilanan dengan nama yang sama, akhirnya terpilih

sebagai Ketua Umum. Di jajaran pengurus tercatat beberapa orang tokoh periklanan

Indonesia, seperti: Savrinus Suardi, Usamah, Sjahrial Djalil, dan Yo Wijayakusumah. Mereka

adalah muka-muka baru yang sebelumnya bukan merupakan aktivis PBRI.

Rapat Anggota juga menyepakati pembubaran PBRI dan pembentukan asosiasi yang

baru dengan nama Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI). Dengan

pembentukan PPPI, secara resmi hilang pula istilah ”biri reklame” yang berbau kebelanda-

belandaan, digantikan dengan istilah yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman:

”perusahaan periklanan”. Desakan untuk mengganti istilah ”biro reklame” juga didasari

pada kenyataan bahwa tukang pembuat stempel di pinggir jalan pun menyebut diri mereka

sebagai biro reklame.

Pada saat didirikan, PPPI beranggotakan 30 perusahaan periklanan. Sahrial Djalil

AdForce menyumbangkan logo bagi asosiasi yang baru itu. PPPI juga segera merumuskan

Anggaran Dasar serta Anggaran Rumah Tangga yang baru untuk menampung aspirasi

periklanan modern.