Sejarah Perbankan Islam

31
RINGKASAN BUKU “BANK ISLAM” Karya Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., MBA., M.A.E.P Oleh : Anggit Satria Pribadi ANGKATAN 1 SODP BRI SYARIAH

description

sejarah perbankan islam

Transcript of Sejarah Perbankan Islam

Page 1: Sejarah Perbankan Islam

RINGKASAN BUKU

“BANK ISLAM”Karya Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., MBA., M.A.E.P

Oleh : Anggit Satria Pribadi

ANGKATAN 1

SODP BRI SYARIAH

Page 2: Sejarah Perbankan Islam

Islam dan Perbankan

Islam berarti selamat, dan berserah diri pada Maha Pencipta, Allah SWT. Sebagaimana dalam surat Ali Imran, sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah adalah Islam. Jadi kalau dia tidak menyerah kepada Allah, belumlah Islam dia. Islam memandang hidup manusia hanya sebagian kecil dari perjalanan kehidupan manusia. Namun, nasib seseorang di akhirat nanti sangat bergantung pada apa yang dikerjakan di dunia.

Agama Islam memiliki 3 aspek utama, yaitu akidah, syariah, akhlak. Aqidah berasal dari kata akad yang artinya ikatan. Jadi akidah ini bagaikan perjanjian yang kokoh yang tertanam jauh dalam lubuk hati manusia. Singkatnya aspek akidah adalah aspek yang berhubungan dengan masalah keimanan dan dasar agama. Oleh karena itu,akidah adalah ruh bagi setiap orang, yang apabila dipegang teguh akan memberikan kehidupan yang baik. Manusia terbagi ke 5 golongan, yaitu Mu’min, Kafir, Munafik, Musyrik, dan Murtad. Akidah memiliki sifat yang kekal dan konstan, tidak berubah karena pergantian waktu/tempat.

Syariah adalah peraturan dan hukum yang berisi tentang perintah dan larangan yang di bebankan Allah SWT kepada manusia. Menurut ajaran Islam, syariat itu berasal dari Allah, sebab itu sumber syariat, sumber hukum dan sumber undang – undang datang dari Allah sendiri.

Ketiga adalah pembagian hukum. Ulama mendapati bahwa menurut kepastian, perintah dan layanan dapat digolongkan jadi dua, yaitu sifat yang pasti dan tidak pasti. Perintah yang pasti adalah wajib, dan larangan pasti adalah haram. Perintah yang tidak pasti adalah sunnah, sedangkan larangan yang pasti adalah makruh.

Wajib adalah perintah yang harus dikerjakan. Wajib dibagi jadi dua yaitu fardhu ain atau kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang mukallaf dan fardhu kifayah adalah kewajiban yang hanya menuntut terwujudnya suatu pekerjaan dari sekelompok masyarakat. Sunnah adalah perbuatan yang dianjurkan Allah SWT untuk dikerjakan, sedangkan Makruh adalah sebuah larangan syara’ terhadap sebuah perbuatan tetapi larangan tersebut bersifat tidak pasti.

Haram dibagi jadi dua, yaitu haram li-dzatih adalah perbuatan yang diharamkan karena berbahaya dan haram li-ghairih adalah perbuatan yang diharamkan selain karena zatnya.

Akhlak atau ihsan adalah “engkau beribadat kepada Tuhanmu,seolah – olah engkau melihatNya sendiri, kalaupun engkau tidak melihatNya, maka Ia melihatmu.

Page 3: Sejarah Perbankan Islam

Sejarah Perbankan Islam

Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Sejak di zaman Rasulullah SAW banyak individu – individu yang telah melakukan fungsi perbankan, meski tidak seluruh fungsi perbankan, seperti kredit (Credit, Credo) yang berasal dari istilah qard, yang artinya sama – sama berarti meminjamkan uang atas dasar sebuah kepercayaan. Begitu pula dengan istilah cek (Check, Cheque) yang berasal dari suq, yang artinya alat bayar yang biasa digunakan di pasar.

Di zaman Rasulullah SAW fungsi – fungsi perbankan dilakukan oleh perorangan. Baru di zaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu. Perbankan mulai berkembang pesat saat ketika beredar banyak jenis mata uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan satu mata uang dengan mata uang lainnya, karena setiap mata uang berbeda kandungan logam mulianya yang membedakan nilainya.

Orang yang punya keahlian membedakan kandungan logam mulia ini disebut naqid, sarraf, dan jihbiz. Aktivitas ini merupakan cikal bakal dari praktik penukaran mata uang (money changer). Peranan bankir pada zaman Abbasiyah mulai popular pada pemerintahan Khalifah Muqtadir. Kemajuan perbankan pada zaman ini ditandai dengan beredarnya saq (cek) dengan luas sebagai media pembayaran, bahkan peranan bankir telah meliputi tiga aspek, yakni menerima deposit, menyalurkan, dan mentransfer uang.

Di Eropa era Raja Henry VIII membolehkan bunga meski tetap mengharamkan riba dengan syarat bunga tidak boleh berlipat ganda. Setelah masa Raja Henry VIII, Raja Edward VI melarang penggunaan bunga, namun hal ini tidak berlangsung lama, karena Ratu Elizabeth I yang menggantikannya, memperbolehkan kembali praktik ini.

Usaha lembaga bank alternative non-ribawi dimulai di tahun 1940an di Malaysia. Namun eksperimen pendirian bank syariah yang paling sukses dilakukan di Mesir pada 1963 dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Kini perbankan syariah telah mengalami perkembangan pesat. The Islamic Bank International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama di Eropa di tahun 1983. Perkembangan bank syariah di Indonesia pertama adalah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) di tahun 1992. Bila saat 1992-1998 hanya ada 1 unit bank syariah, di tahun 2005 jumlah tersebut meningkat menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah.

Page 4: Sejarah Perbankan Islam

Identifikasi Transaksi yang Hilang

Suatu transaksi yang muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam hukum Islam, maka transaksi tersebut dianggap dapat diterima, kecuali terdapat implikasi dari dalil Quran dan Hadis yang melarang. Penyebab terlarangnya sebuah transaksi adalah Haram zatnya, Haram selain zatnya, dan Tidak Sah. Transaksi yang haram zatnya adalah ketika objek yang ditransaksikan adalah barang atau jasa yang haram, semisal daging babi, miras,dll. Kemudian haram selain zatnya, dibagi jadi 7 bagian.

Pertama adalah Melanggar Prinsip “An Taradin Minkum”. Tadlis atau Penipuan yaitu setiap transaksi yang dilakukan harus berdasarkan prinsip kerelaan antara kedua belah pihak, sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi. Kedua Melanggar Prinsip “La Tazhlimuna wa la Tuzhlamun”, atau jangan menzalimi dan jangan dizalimi. Praktiknya yang pertama adalah Gharar atau Taghrir, yaitu situasi dimana terjadi informasi yang tidak komplit karena ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi.

Kedua adalah Ikhtikar, hal ini terjadi bila produsen mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik. Ketiga adalah Bai’Najasy, ketika terjadi seorang produsen menciptakan permintaan palsu seolah – olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk akan naik. Keempat adalah riba yang dalam ilmu fiqih dikenal ada 3 jenis, yaitu Riba Fadl, Riba Nasi’ah, Riba jahiliyah. Kelima adalah Maysir atau Perjudian, dan yang terakhir adalah Risywah, yaitu memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya.

Penyebab terlarangnya sebuah transaksi yang terakhir adalah tidak sah atau tidak lengkap akadnya. Faktor yang menyebabkan tidak sah atau lengkapnya sebuah transaksi, yang pertama adalah Rukun dan Syarat tidak terpenuhi. Rukun adalah ketika 3 hal yang wajib ada dalam sebuah transaksi harus ada, yakni pelaku, objek dan ijab-kabul, serta tidak terjadi sebuah paksaan,kekeliruan barang, atau penipuan didalamnya. Lalu keadaan yang kedua adalah syarat, atau keadaan yang keberadaannya melengkapi rukun.

Faktor yang kedua adalah terjadi Ta’alluq yaitu ketika kita dihadapkan pada dua akad yang saling berkaitan, maka berlakunya akad 1 akan bergantung pada akad 2. Serta faktor yang terakhir adalah “Two in One”, yaitu ketika kondisi dimana suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian mengenai akad mana yang harus digunakan.

Page 5: Sejarah Perbankan Islam

Teori Pertukaran dan Teori Percampuran

Berdasarkan tingkat kepastian hasil yang diperoleh, akad dibagi 2 yaitu Natural Certainty Contracts atau akad yang memberikan kepastian baik dari jumlah atau timing, serta Natural Uncertainty Contracts atau akad yang tidak memberikan kepastian pasti tentang hal – hal tersebut.

Dalam teori pertukaran, fiqih membedakan menjadi 2 jenis objek pertukaran yaitu ‘Ayn berupa barang dan jasa, serta Dayn berupa uang dan surat berharga. Dan waktu penukaran, yaitu Naqdan (saat itu), Ghairu Naqdan (dikemudian hari). Dari segi pertukaran diidentifikasi menjadi 3 jenis pertukaran, pertama yaitu pertukaran ‘Ayn dengan ‘Ayn. Jika pertukarannya lain jenis, maka tidak ada masalah. Namun jika barangnya sejenis maka harus barang yang kasat mata punya kualitas yang sama.

Kedua adalah ‘Ayn dengan Dayn, dibedakan jika berupa barang maka jual beli, baik secara tunai atau cicilan. Jika berupa jasa maka menyewa. Ketiga adalah Dayn dengan Dayn, dibedakan antara dayn berupa uang, dengan non-uang (surat berharga).

Dalam teori percampuran, terdiri dari dua pilar, yaitu objek dan waktu percampuran, dengan objek ‘Ayn dengan Dayn, serta waktu percampuran yaitu Naqdan ( saat ini), dan Ghairu Naqdan ( kemudian hari). Percampuran ‘Ayn dengan ‘Ayn, ketika tukang kayu dan tukang batu bersatu untuk membuat rumah. Berikutnya adalah percampuran ‘Ayn dengan Dayn, bentuknya antara lain Syirkah Mudharabah atau ketika pihak satu memberikan uangnya, dan pihak dua memberikan jasanya. Serta Syirkah Wujuh, atau ketika pihak satu memberikan sejumlah dana, dan pihak dua memberikan reputasi.

Terakhir adalah Dayn dengan Dayn. Bila terjadi percampuran uang dengan uang dalam jumlah yang sama, disebut syirkah mufawadhah. Namun jika uang yang dicampurkan berbeda, hal ini disebut syirkah ‘inan. Matriks percampuran menunjukkan panduan untuk menentukan halal dan haramnya sebuah transaksi. Semua percampuran yang tangguh serah itu diharamkan, dan hanya diperbolehkan percampuran yang tunai.

Page 6: Sejarah Perbankan Islam

Akad – akad Pada Bank Syariah

Fiqih muamalat Islam membedakan antara Wa’ad dan Akad. Wa’ad adalah janji antara satu pihak kepada pihak lain, sedangkan Akad adalah kontrak antara kedua belah pihak. Wa’ad hanya mengikat pihak yang memberi janji kewajiban, sedangkan pada Akad masing – masing pihak melaksanakan kewajiban yang disepakati bersama. Jika Wa’ad, terms and condition-nya belum ditetapkan secara rinci dan jelas, sedang pada Akad sudah di rinci dengan jelas.

Dari ada dan tidaknya kompensasi, fiqih membagi akad menjadi dua bagian yaitu Akad Tabarru’ dan Akad Tijarah. Akad Tabarru’ adalah segala macam perjanjian yang menyangkut non-profit transactions. Transaksi ini hakikatnya bukan mencari keuntungan, namun untuk kegiatan bersifat tolong menolong dan pihak yang berbuat kebaikan tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Fungsi dari Akad Tabarru’ adalah untuk mencari keuntungan akhirat, bukan bisnis.

Akad Tijarah adalah segala perjanjian yang menyangkut profit transaction. Berdasar tingkat kepastian, akad ini dibagi menjadi dua, natural uncertainty contracts, dan natural certainty contracts.

Dalam natural certainty contracts (NCC) kedua pihak mempertukarkan asset yang dimiliki. Yang termasuk dalam kontrak jenis ini adalah kontrak yang berbasis jual-beli dan sewa menyewa. Ada 5 bentuk akad jual-beli, yaitu al-Bai’ Naqdan, al-Bai’ Muajjal, al-Bai’Taqsith, Salam, dan Istishna’. Dan ada 2 jenis akad sewa-menyewa, yaitu Ijarah atau menyewa jasa atas barang atau tenaga kerja, serta IMBT yaitu kemungkinan pindahnya pemilikan atas sebuah objek diakhir periode.

Pada natural uncertainty contracts (NUC), pihak yang bertransaksi saling menyatukan asetnya baik real atau financial, menjadi satu kesatuan dan kemudian menanggung resiko bersama untuk mendapatkan keuntungan. Contoh NUC adalah Musyarakah, Muzara’ah, Musaqah, Mukhabarah.

Teori yang terakhir adalah teori uncertainty (ketidakpastian). Secara umum ketidakpastian bisa terjadi pada empat hal, yang pertama yaitu ketidakpastian dalam pertukaran, lalu ketidakpastian dalam permainan, ketidakpastian dalam bisnis dan investasi, serta ketidakpastian dalam risiko murni.

Page 7: Sejarah Perbankan Islam

Designing Sharia Contracts

Setelah mempelajari akad, kita harus mengetahui tentang teknis mendesain pembiayaan akad. Ada 4 teknik yang perlu dilakukan, yaitu memahami karakteristik kebutuhan nasabah, memahami kemampuan nasabah, memahami karakteristik sumber dana pihak ketiga bagi bank, dan memahami akad fiqih yang tepat.

Dalam memahami karakteristik kebutuhan nasabah, kita harus memperhatikan 2 hal, yaitu objek pembiayaan yang akan dilakukan oleh nasabah, serta sisi kegunaan barang yang dibutuhkan itu apakah untuk kegiatan produktif atau konsumtif.

Jika kegunaan barang atau jasa tersebut digunakan untuk modal kerja, maka harus dilihat apakah nasabah telah mempunyai kontrak dengan pihak ketiga atau tidak. Jika nasabah ternyata belum punya kontrak dengan pihak ketiga, harus dilihat apakah pembiayaan tersebut digunakan untuk ready stock atau goods in process agar bisa ditentukan jenis pembiayaan yang dilakukan.

Ketika kegunaan untuk investasi, harus dilihat apakah pembiayaan itu untuk ready stock atau goods in process. Jika ready stock, maka harus diketahui jangka waktunya. Dan jika goods in process, harus dilihat proses barang itu dalam waktu pendek atau panjang.

Memahami kemampuan nasabah adalah hal yang perlu dilakukan berikutnya. Besaran sumber pendapatan nasabah adalah hal yang harus diketahui, dan akan berpengaruh terharap pembiayaan yang dilakukan. Selanjutnya adalah memahami karakteristik sumber dana pihak ketiga bagi bank. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan kepastian bank terhadap pemenuhan kebutuhan cash out, serta kepastian bank terhadap kewajiban pemberian bagi hasil.

Terakhir adalah memahami akad fiqih yang tepat. Teknik ini perlu dilakukan karena penerapan sebuah transaksi tidak boleh melanggar atau bertentangan dengan syariah Islam.

Page 8: Sejarah Perbankan Islam

Produk dan Jasa Perbankan Syariah

Pada dasarnya produk yang ditawarkan pada perbankan syariah ada 3, yaitu financing, funding, service. Dalam menyalurkan dana atau financing, secara garis besar produk pembiayaan dibagi menjadi 4 kategori, yaitu pembiayaan prinsip jual-beli, prinsip sewa, prinsip bagi hasil, dan akad pelengkap.

Pembiayaan prinsip jual-beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan prinsip sewa digunakan untuk mendapatkan jasa. Kategori tersebut ditentukan didepan mengenai tingkat keuntungan, dan jadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Sedangkan kategori tiga dan empat, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai prinsip bagi hasil.

Pada prinsip jual-beli dibedakan jadi 3 jenis berdasarkan bentuk pembayaran dan waktu penyerahan. Yang pertama adalah Pembiayaan Murabahah, transaksi jual-beli dimana bank menyebutkan jumlah keuntungannya, dan kedua pihak harus menyepakati harga dan jangka waktu pembayaran. Kedua adalah Pembiayaan Salam, ketika barang yang di perjualbelikan belum ada. Terakhir adalah Pembiayaan Isthishna’ , adalah pembayaran yang dilakukan bank dalam beberapa termin pembayaran.

Prinsip Sewa dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat antara kedua belah pihak. Dan yang terakhir adalah prinsip bagi hasil, yaitu didasarkan pada pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah. Pembiayaan Musyarakah dilandasi keinginan kedua pihak untuk meningkatkan asset secara bersama. Sedangkan pembiayaan Mudharabah, bentuk kerja sama kedua belah pihak dimana pihak pemilik modal mempercayakan sejumlah modal pada pihak lain untuk dikelola denga system bagi hasil. Terakhir adalah Akad Pelengkap yang dibagi jadi lima, yaitu Hiwalah (Alih utang-piutang), Rahn (gadai), Qardh (pinjaman uang), Wakalah (perwakilan), Kafalah (garansi bank).

Produk Penghimpunan Dana dapat berupa giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasionalnya adalah Prinsip Wadi’ah yang diterapkan pada produk rekening giro. Serta Prinsip Mudharabah, dimana pemilik modal sebagai deposan dan bank sebagai pengelola.

Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpanan dana, prinsip Mudharabah dibagi jadi dua, yaitu URIA dan RIA. Produk penghimpunan dana yang terakhir adalah akad pelengkap.

Pada service atau Jasa Perbankan, bank dapat memberikan pelayanan jasa dengan imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa tersebut antara lain Sharf (jual beli valuta asing) dan Ijarah (sewa).

Page 9: Sejarah Perbankan Islam

Pembiayaan Murabahah dan Isthisna’

Skim yang paling popular digunakan adalah skim jual-beli Murabahah, karena transaksi ini lazim dilakukan oleh Rasulullah SAW. Murabahah berarti penjualan sebuah barang seharga barang tersebut, ditambah keuntungan yang disepakati. Jadi singkatnya, murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga peroleh dan keuntungan yang disepakati.

Para ulama mazhab berbeda pendapat tentang biaya apa saja yang dapat dibebankan kepada harga jual barang tersebut. Namun, para ulama mazhab dapat disimpulkan membolehkan pembebanan biaya langsung yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga. Para ulama mazhab sepakat tidak memboleh pembebanan biaya langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang semestinya dilakukan penjual.

Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan, dan bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah, dan ini sifatnya mengikat karena si pembeli tidak boleh membatalkan pesanan yang sudah dilakukan.

Sedangkan pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Keadaan ini diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda, baik pembayaran tunai setelah akad, atau bentuk angsuran. Bank dapat memberi potongan jika nasabah mempercepat pembayaran, atau melunasi pembayaran sebelum jatuh tempo. Dan dalam setiap pembiayaan, hal yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan nasabah, serta kemampuan finansial dari nasabah.

Pembiayaan Isthisna’ juga diperbolehkan oleh masyarakat muslim sejak awal tanpa ada ulama yang mengingkarinya. Dalam fatwa DSN-MUI dijelaskan jika jual-beli isthisna’ adalah akad jual-beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan yang telah disepakati kedua belah pihak.

Pembiayaan Isthisna’ ma’al Ijarah wal Murabahah Muajjal adalah akad murakab yang terdiri dari tiga jenis akad tunggal, yaitu akad isthisna’ , ijarah, dan murabahah muajjal.

Page 10: Sejarah Perbankan Islam

Pembiayaan Ijarah dan IMBT

Prinsip Ijarah dilandasi dengan perpindahan hak guna, bukan hak milik. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli tapi berbeda pada objek transaksinya. Hak yang di berikan kepada penyewa adalah barang dalam keadaan yang optimal, dan penyewa berkewajiban untuk menggunakan barang tersebut sesuai dengan kelaziman penggunaan. Serta adanya sebuah kesepakatan mengenai harga sewa antara kedua belah pihak.

Banyak orang yang menyamakan Ijarah dengan Leasing, padahal kedua hal tersebut berbeda. Perbedaan yang pertama ada pada objeknya, leasing hanya sewa menyewa barang saja sedangkan ijarah bisa barang/jasa. Dari segi pembayarannya, leasing punya satu metode pembayaran saja sedangkan ijarah berdasarkan maksimal tidaknya kinerja objek yang sewa.

Berikutnya adalah perpindahan pemilik, dalam leasing ada operating lease atau tidak terjadi perpindahan kepemilikan aset diakhir periode sewa, dan financial lease atau diberikan pilihan terkait kepemilikan asset. Dalam ijarah hampir mirip dengan operating lease, namun diakhir sewa bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Serta ada Lease-Purchase dan Sale and Lease-Back.

Selanjutnya adalah skema dan pola pembiayaan ijarah, terkait skema pembiayaan ijarah, dan jenis barang/jasa yang dapat disewakan, serta pola pembiayaan. Al-Bai’ wal Ijarah Muntahia Bittamlik merupakan rangkaian dua buah akad, yaitu al-Bai’ yang merupakan akad jual beli dan akad IMBT yaitu akad sewa-menyewa dan hibah diakhir masa sewa.

Kombinasi skema akad Ijarah dan IMBT dibagi menjadi beberapa bagian. Pertama yaitu Ijarah murni, yang terdiri dari Ijarah bil Ijarah bayar dengan cicilan, dan Ijarah bil Ijarah bayar diakhir lump-sum.

Berikutnya adalah rangkaian dari al-Bai’ dengan IMBT, yang dikenal dengan al-Bai’ wal IMBT. Dalam hal ini, pemindahan hak milik barang terjadi jika terjadi hal – hal berikut, pertama Al-Bai’ wal IMBT dengan janji menjual barang tersebut di akhir masa sewa, kedua Al-Bai’ wal IMBT dengan janji untuk memberi barang secara hibah di akhir masa sewa, ketiga adalah IMBT Paralel dimana terjadi kesepakatan tentang dua hal tadi terkait Ijarah. Dan yang terakhir adalah pembiayaan IMBT dengan sumber dana dari Restricted Investment Account (RIA).

Page 11: Sejarah Perbankan Islam

Pembiayaan Mudharabah

Akad Mudharabah adalah praktik dimana salah satu pihak mempercayakan barang dagangannya dikelola oleh pihak lain, atau persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain. Rukun dalam akad mudharabah adalah adanya pelaku, objek mudharabah, persetujuan kedua belah pihak, serta nisbah keuntungan.

Dalam nisbah keuntungan, harus dinyatakan dalam bentuk prosentase antara kedua belah pihak, bukan dalam nominal. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari karakteristik akad mudharabah itu sendiri dalam bagi untung dan bagi rugi.

Berikutnya adanya sebuah jaminan. Para fuqaha berpendapat jika pada prinsipnya tidak perlu adanya agunan sebagai jaminan, sebagaimana dalam akad syirkah lainnya, jelas hal ini konteksnya adalah business risk. Lalu menentukan besarnya nisbah, berdasarkan kesepakatan masing – masing pihak yang berkontrak. Terakhir adalah cara menyelesaikan kerugian.

Di dalam penerapan mudharabah pada perbankan syariah sejauh ini, skema hubungan personal langsung pemilik dan pelaksana usaha sudah tidak lagi efisien lagi untuk diterapkan di bank, karena system kerja bank berupa investasi berkelompok, dan banyak investasi sekarang yang membutuhkan dana jumlah besar, serta lemahnya disiplin terhadap ajaran Islam menyebabkan sulitnya bank mendapatkan jaminan keamanan dari modal yang disalurkan.

Bentuk mudharabah ada dua, yang pertama adalah Muqayyadah (RIA) dan Mutlaqah (URIA). Muqayyadah sendiri adalah mudharabah yang sifatnya ada batasan – batasan yang ditentukan oleh pemilik modal, sedangkan Mutlaqah bersifat bebas atau tidak memiliki syarat apapun.

Untuk mengurangi resiko – resiko yang mungkin terjadi, bank syariah menetapkan sejumlah batasan, yang dikenal sebagai incentive-compatible constraints. Dengan metode ini, secara tidak langsung pihak pelaksana usaha berusaha lebih maksimal untuk meningkatkan keuntungan yang didapat. Ada empat panduan bagi incentive-compatible constraints, yang pertama yaitu Higher Stake in Net Worth, berikutnya adalah Operating Risk, Unobservable Cash Flow, dan Non-Controllable Cost.

Page 12: Sejarah Perbankan Islam

Jenis Pembiayaan Bank Syariah

Konsep dasar modal kerja mencakup tiga hal, pertama adalah modal kerja, yaitu modal lancer yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional perusahaan. Lalu modal kerja bruto, yaitu keseluruhan current asset. Dan modal kerja netto, yaitu merupakan kelebihan aktiva lancer atas hutang lancar.

Penggolongan modal kerja dikasifikasikan jadi dua, yaitu modal kerja permanen yang berasal dari modal sendiri atau pembiayaan jangka panjang. Serta modal kerja seasonal yang bersumber dari modal jangka pendek dengan sumber pelunasan dari hasil penjualan barang, penerimaan tagihan termin, dll.

Unsur modal kerja permanen antara lain yaitu kas yang harus dipelihara dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi keperluan setiap saat. Lalu piutang dagang, sebagai salah satu strategi mengantisipasi persaingan dengan tujuan menjaga keberlangsungan hubungan dengan pelanggan. Dan stock bahan baku, guna pemenuhan kebutuhan produksi normal dan menjaga kontinuitas produksi.

Selanjutnya adalah perputaran modal kerja. Peningkatan penjualan akan bergantung pada tingginya produksi, sehingga kelangsungan penjualan terjamin. Peningkatan produksi akan membutuhkan sebuah tambahan modal kerja yang dapat dipenuhi dari kas yang tersedia dari hasil penjualan. Terakhir adalah alokasi modal kerja untuk piutang dagang, dan persediaan barang.

Pembiayaan modal kerja adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasar prinsip syariah. Hal yang diperhatikan dalam analisa pemberian pembiayaan adalah jenis usaha, skala usaha, tingkat kesulitan, dan karakter transaksi dalam sektor usaha yang akan dibiayai.

Pembiayaan investasi disini adalah pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang modal yang diperlukan untuk pendirian proyek baru, rehabilitasi, modernisasi, ekspansi, dan relokasi proyek yang sudah ada. Penilaian penanaman modal dalam proyek investasi dilakukan untuk meyakinkan layak dan menguntungkannya sebuah proyek investasi. Hal tersebut dapat dinilai dari analisis BEP, analisis Capital Project Comparisons, Analisis Rasio, dan Analisis Resiko.

Pembiayaan sindikasi adalah pembiayaan yang diberikan lebih dari satu lembaga keuangan, dalam bentuk Lead Syndication, Club Deal, Sub Syndication. Serta pembiayaan L/C yaitu pembiayaan yang diberikan dalam rangka memfasilitasi transaksi impor atau ekspor nasabah, seperti Pembiayaan L/C Impor dan Pembiayaan L/C Ekspor.

Page 13: Sejarah Perbankan Islam

Manajemen Resiko Bank Syariah

Kebijakan manajemen resiko memiliki sasaran mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan jalannya kegiatan usaha bank dengan tingkat resiko yang wajar secara terarah, terintegrasi, dan berkesinambungan. Manajemen resiko dalam bank Islam mempunyai karakter yang berbeda dengan bank konvensional, terutama adanya risiko yang khas melekat pada bank syariah. Perbedaan penilaian manajemen resiko meliputi identifikasi risiko, antisipasi risiko, dan monitoring risiko.

Identifikasi risiko dilakukan tidak hanya mencakup risiko pada bank umum, melainkan juga pada risiko khas bank berbasis syariah. Di dalam penilaian risiko, keunikan bank Islam terlihat pada hubungan antara probability dan impact. Berikutnya adalah Antisipasi risiko, yang bertujuan untuk preventif atau mencegah kekeliruan, detective atau pengawasan bank, serta recovery atau koreksi atas kesalahan.

Terakhir adalah monitoring risiko, yang tidak hanya meliputi manajemen bank Islam, tapi juga melibatkan DPS. Proses manajemen risiko, pada tahap awal bank syariah harus tepat mengenal dan memahami serta mengidentifikasi seluruh risiko.

Jenis risiko yang melekat pada aktivitas fungsional bank syariah dapat di klasifikasikan ke tiga jenis, yaitu Risiko Pembiayaan yaitu risiko yang disebabkan adanya kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajiban, mencakup risiko terkait produk dan pembiayaan korporasi, semisal risiko terkait produk, baik pembiayaan murabahah, pembiayaan Ijarah, pembiayaan IMBT, serta Salam dan Isthisna’.

Kedua adalah risiko terkait pembiayaan korporasi, karena volume pembiayaan yang menimbulkan risiko tambahan selain risiko terkait dengan produk. Risiko tambahan tersebut adalah risiko yang timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah pencairan pembiayaan, risiko dari komitmen capital yang berlebihan, risiko dari lemahnya analisis bank, baik itu analisis pembiayaan yang keliru, kebijakan akuntansi perusahaan, maupun karakter nasabah yang sengaja membuat pembiayaan macet.

Risiko aktivitas fungsional bank syariah berikutnya adalah Risiko Pasar, terkait risiko tingkat suku bunga, risiko pertukaran mata uang, risiko harga, dan risiko likuiditas. Yang terakhir adalah Risiko Operasional (Operational Risk), yaitu risiko yang timbul karena ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, human error, kegagalan system atau ada problem eksternal. Risiko ini mencakup lima hal, yaitu Risiko Reputasi, Risiko Kepatuhan, Risiko Strategik, Risiko Transaksi, dan Risiko Hukum.

Page 14: Sejarah Perbankan Islam

Penetapan Margin Keuntungan dan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan

Bank syariah menetapkan marjin keuntungan terhadap produk pembiayaan berbasis NCC, yakni akad bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari jumlah atau waktu. Referensi marjin keuntungan adalah marjin keuntungan yang ditetapkan dalam rapat ALCO Bank Syariah, dengan mempertimbangkan hal – hal seperti DCMR atau tingkat marjin keuntungan rata – rata perbankan syariah. Lalu ICMR atau tingkat suku bunga rata – rata bank konvensional. Dan ECRI atau target bagi hasil kompetitif yang diharapkan. Acquiring Cost atau biaya yang dikeluarkan bank terkait upaya memperoleh dana pihak ketiga, dan Overhead Cost atau biaya yang dikeluarkan bank namun tidak terkait langsung dengan upaya memperoleh dana pihak ketiga.

Berikutnya adalah menetapkan harga jual, yaitu penjumlahan harga pokok dengan marjin keuntungan. Kemudian Pengakuan Angsuran harga jual, yaitu angsuran harga beli dan angsuran marjin keuntungan yang dapat dihitung dengan empat metode. Metode yang pertama adalah metode marjin keuntungan menurun, yaitu perhitungan marjin keuntungan yng semakin menurun sesuai menurunnya harga pokok akibat adanya cicilan. Kedua adalah Marjin keuntungan rata – rata, yaitu marjin keuntungan menurun yang perhitungannya secara tetap dan jumlah angsuran dibayar nasabah tetap setiap bulan. Ketiga adalah Marjin keuntungan flat, yaitu perhitungan marjin keuntungan terhadap nilai harga pokok pembiayaan secara tetap pada tiap periode. Dan keempat adalah marjin keuntungan annuitas, yaitu marjin keuntungan yang diperoleh dari perhitungan secara annuitas.

Marjin keuntungan hanya bisa dihitung jika jenis perhitungan marjin keuntungan, plafon pembiayaan sesuai jenis, memiliki jangka waktu pembiayaan, ada tingkat marjin keuntungan pembiayaan, dan ada pola tagihan atau jatuh tempo tagihan.

Penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan berbasih NUC yakni akad yang tidak memberikan kepastian pendapatan, yang dapat ditentukan dengan mempertimbangkan referensi tingkat keuntungan, dan perkiraan tingkat keuntungan bisnis yang dibiayai. Terdapat tiga metode penentuan nisbah bagi hasil, yaitu penentuan nisbah bagi hasil keuntungan, penentuan nisbah bagi hasil pendapatan, penentuan nisbah bagi hasil penjualan. Dalam penentuan angsuran pokok dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pembiayaan berjangka kurang dari satu tahun, dan di atas satu tahun.

Page 15: Sejarah Perbankan Islam

Akuntansi Pembiayaan Bank Syariah

Akuntansi Syariah adalah akuntansi yang berdasarkan kaidah syariah seperti dalam surat Al-Baqarah 282. Dengan ayat tersebut maka IAI mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi dan Keuangan (PSAK) dari 101 sampai 107 yang bertujuan untuk mengatur prinsip – prinsip akuntansi transaksi syariah.

Definisi dari pembiayaan adalah transaksi penyediaan dana atau barang serta fasilitas lainnya kepada mitra yang tidak bertentangan dengan syariah dan standar akuntansi perbankan Syariah. Dan fungsi dari pembiayaan adalah meningkatkan daya guna uang, daya guna barang, meningkatkan aktivitas investasi dan sebagai asset terbesar yang jadi income bank.

Fasilitas pembiayaan dibedakan jadi, pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi, pembiayaan multiguna, pembiayaan sindikasi. Dan bentuk pembiayaan dibedakan jadi Syirkah (bagi hasil), Buyu’ (jual-beli), Ujrah (Jasa-upah), Ijarah (sewa).

Produk pembiayaan bank syariah, terdiri dari Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Istishna’, Ijarah, IMBT, Al-Qard. Prinsip akuntansi pembiayaan syariah, dijelaskan pada pembiayaan berikut ini.

Prinsip akuntansi pembiayaan murabahah yang transaksi penjualan barangnya sudah disepakati terkait harga dan marjinnya. Proses pengadaan barang dilakukan oleh bank, dan bisa berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Pembayaran dilakukan secara tunai atau cicilan. Bank dapat memberikan potongan apabila dilunasi tepat waktu. Bank dapat meminta agunan dalam bentuk barang yang dibeli dari bank, jika nasabah mengindikasikan sebuah kecurangan.

Prinsip akuntansi pembiayaan istishna’ yaitu penyediaan barang melalui pemesanan pembuatan barang. Proses pengadaan barang dilakukan oleh bank, jika barang berkualitas lebih tinggi pihak bank dilarang meminta tambahan harga, begitu pula nasabah jika mendapatkan barang yang berkualitas lebih rendah, dilarang meminta pengurangan harga.

Prinsip akuntansi pembiayaan Ijarah, yaitu pemindahan hak guna atas suatu asset. Objek sewa diakui sebesar biaya perolehan saat perolehan objek sewa dan disusutkan sesuai kebijakan, dan dapat dibayarkan di awal, tengah, atau belakang.

Prinsip akuntansi pembiayaan mudharabah, melakukan kerjasama antar dua pihak dengan pemberian kas sebagai pembiayaan awal, dan bagi hasil pada akhirnya. Jika terjadi kerugian yang bukan disebabkan oleh pengelola, maka bank akan menanggung atas semua kerugian tersebut.

Page 16: Sejarah Perbankan Islam

Giro Syariah

Giro secara umum adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat menggunakan cek dan bilyet giro. Adapun giro syariah adalah giro yang dijalankan dengan prinsip syariah. DPS nasional mengeluarkan giro yang dijalankan dengan prinsip syariah adalah giro dengan prinsip wadiah dan mudharabah.

Giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah atau titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemilik menghendaki. Dana tersebut dapat digunakan bank untuk keperluan komersial dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal dana wadiah tersebut. Keuntungan dan kerugian dari penyaluran dana ditanggung oleh bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan. Pemilik dana wadiah dapat mengambil dana miliknya sewaktu – waktu.

Giro Mudharabah adalah giro yang dijalankan berdasar akad mudharabah. Dengan demikian,Bank Syariah sebagai pelaksana usaha memiliki sebuah amanah, yakni harus hati – hati, serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kelalaian. Perhitungan bagi hasil giro mudharabah dilakukan berdasarkan saldo rata – rata harian yang dihitung di tiap akhir bulan dan di buku awal bulan berikutnya.

Page 17: Sejarah Perbankan Islam

Tabungan Syariah

Yang dimaksud dengan tabungan syariah adalah tabungan yang dijalankan dengan prinsip syariah. Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang membenarkan tabungan syariah yang berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.

Tabungan wadiah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Keuntungan dan kerugian dari penyaluran dana dan pemanfaatan barang menjadi tanggung jawab bank. Dan bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai sebuah insentif selama tidak diperjanjikan akad pembukaan rekening.

Yang dimaksud tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Dari hasil pengolahan dana mudharabah, Bank Syariah akan membagi hasil kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola harta mudharabah, bank menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Dalam kapasitas sebagai pelaksana usaha, bank dapat melakukan usaha apapun yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Dan bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.

Page 18: Sejarah Perbankan Islam

Deposito Syariah

Deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Bank Syariah bertindak sebagai pengelola dana sedangkan nasabah sebagai pemilik dana. Fatwa MUI membenarkan deposito berdasarkan prinsip mudharabah. Dengan demikian, Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai pengelola dana sifatnya seorang wali yang amanah. Ada dua kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana, yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.

Dalam mudharabah mutlaqah, pemilik dana tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank Syariah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara maupun objek investasinya. Dalam menghitung bagi hasil deposito mudharabah mutlaqah, basis perhitungan adalah hari bagi hasil sebenarnya, termasuk tanggal tutup buku. Pembayaran bagi hasil deposito mudharabah mutlaqah dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu anniversary date, dan end of month.

Pada mudharabah muqayyadah, pemilik dana membatasi batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank Syariah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya. Dalam menggunakan dana deposito mudharabah muqayyadah terdapat dua metode, yaitu Cluster Pool of Fund atau penggunaan dana untuk beberapa proyek dalam satu jenis industri, dan Spesific product atau penggunaan dana untuk suatu proyek tertentu. Pembayaran bagi hasil deposito dapat dilakukan dengan menggunakan metode anniversary date, dan end of month.

Perhitungan bagi hasil spesific project dalam hal pencairan terdapat ketentuan. Khusus untuk cluster, apabila dikehendaki deposan, deposito mudharabah muqayyadah dapat dicairkan atau ditarik kembali sebelum jatuh tempo. Dan untuk specific project, deposito tidak dapat dicairkan atau ditarik sebelum jatuh tempo atau tanpa konfirmasi persetujuan tertulis dari bank.

Page 19: Sejarah Perbankan Islam

Perhitungan Bagi Hasil Sisi Pendanaan

Perhitungan pendanaan dari sudut pandang nasabah investor terdapat tiga skema, yaitu mudharabah muqayyadah off balance sheet, mudharabah muqayyadah on balance sheet, mudharabah mutlaqah on balance sheet.

Dalam mudharabah muqayyadah off balance sheet, dana berasal dari satu investor kepada satu nasabah pembiayaan. Disini bank syariah hanya sebagai arranger saja. Disebut mudharabah karena skema bagi hasil, muqayyadah karena ada pembatasan yaitu untuk pelaksanaan usaha tertentu.

Dalam mudharabah muqayyadah on balance sheet, dana berasal dari satu investor ke sekelompok pelaksana usaha dibeberapa sektor terbatas. Selain berdasar sektor, nasabah dapat saja mensyaratkan berdasarkan jenis akad yang digunakan. Skema ini membuat bank terlibat dalam mudharabah muqayyadah on balance sheet. Disebut on sheet karena dicatat dalam neraca bank.

Dalam mudharabah mutlaqah on balance sheet, seluruh dana nasabah investor kepada bank digunakan tanpa ada pembatasan tertentu pada pelaksana usaha yang dibiayai maupun akad yang digunakan.

Jika dilihat dari sudut pandang pihak bank, akan memperhitungkan bagi hasil yang juga untuk menentukan berapa besar nisbah bagi hasil dan alokasi bagi hasil yang akan dibagikan pada nasabah.

Penentuan tingkat bobot adalah tingkat prosentase produk pendanaan yang dapat dimanfaatkan untuk dana pembiayaan. Faktor yang menentukan tingkat bobot adalah tingkat giro wajib minimum yang ditetapkan bank sentral, besarnya cadangan dana yang dibutuhkan oleh bank untuk menjamin terlaksananya operasional perbankan, serta tingkat besarnya dana yang ditarik setor oleh nasabah atau investor.

Jika melihat pada implementasi Bank Syariah di dunia, terdapat dua instrument yang digunakan dalam distribusi bagi hasil, yakni nasabah dan bobot. Untuk di Indonesia, implementasi distribusi bagi hasil yang dilakukan oleh salah satu Bank Syariah adalah melakukan perubahan formula yang bertujuan, untuk Mendorong Transparansi, Lebih fair, Lebih Sederhana, dan menghilangkan kesan kurang syariah.

Pada tingkat bagi hasil atau Determining the Profit Sharing Ratio, penentuan nisbah adalah hal yang sangat penting untuk mendapatkan tingkat bagi hasil. Pihak manajemen harus dapat menentukan tingkat nisbah yang maksimal untuk dapat mendapatkan target perolehan dana dari nasabah.

Page 20: Sejarah Perbankan Islam

Studi Kasus Teknik Distribusi Bagi Hasil Dana Pihak Ketiga

Dalam kegiatan distribusi bagi hasil, pedoman yang digunakan adalah fatwa MUI tentang Sistem distribusi hasil usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah, dan Prinsip distribusi hasil usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah. Pendapatan netto yang dibagihasilkan antara nasabah dengan bank adalah pendapatan dari aktiva produktif yang dibiayai oleh DPK.

Penentuan sumber pendapatan yang akan dibagihasilkan ada dengan tiga metode, yaitu setiap jenis sumber dana disalurkan ke aktiva produktif yang berbeda, berikutnya adalah seluruh sumber dana baik itu DPK atau modal bank, disalurkan ke aktiva produktif yang tidak dapat dipisahkan. Dan yang terakhir adalah sebagian sumber dana pihak ketiga disalurkan ke aktiva produktif

Beberapa variasi distribusi hasil adalah, centralisasi dan desentralisasi atau bagi hasil dihitung di kantor pusat atau kantor cabang. Selanjutnya adalah memakai bobot atau tidak pada setiap jenis sumber dana. Memasukkan unsur Giro Wajib Minimum atau tidak, dan berdasarkan Prioritas Pendapatan atau pooling.

Dalam prosedur penghitungan bagi hasil, dilakukan dalam dua tahap, yaitu yang pertama menghitung pendapatan yang akan dibagihasilkan (PAD), lalu menghitung bagi hasil untuk masing – masing nasabah.

Treasury Bank Syariah : Manajemen Likuiditas dan Manajemen Gap

Page 21: Sejarah Perbankan Islam

Fungsi intermediasi yang dilakukan bank ternyata menimbulkan masalah yang dapat digolongkan menjadi empat aspek, yaitu Manajemen Likuiditas, Manajemen Gap, Manajemen Perubahan Kurs Mata Uang, dan manajemen perbedaan Imbal Hasil dan Risiko Instrumen Investasi.

Dalam manajemen likuiditas, pada sisi penghimpunan dana, sebagian besar dana masyarakat yang diterima bank sifatnya jangka pendek semisal produk giro, dan produk tabungan yang relatif lebih lama mengendap di bank karena tidak menggunakan alat tarik cek dan bilyet giro. Dalam sisi penyaluran dana, sebagian dana yang disalurkan bank adalah sifatnya jangka menengah panjang seperti pembiayaan consumer (KKB,dll), lalu pembiayaan modal kerja yang biasanya 1-3 tahun, serta pembiayaan investasi.

Gap Likuiditas adalah selisih antara outstanding asset dengan liabilities atau secara dinamis, selisih perubahan asset dengan liabilities. Gap positif terjadi ketika asset lebih besar dari liabilities, sedangkan gap negative adalah kebalikannya. Di manajemen gap likuiditas, secara umum dilakukan jika terjadi kekurangan likuiditas adalah menjual asset likuidnya, menerima penempatan dana/likuiditas dari bank syariah lain. Dan jika terjadi kelebihan likuiditas, Bank Syariah menempatkan dana antara lain dengan membeli asset likuid agar produktif dan menempatkan dana pada Bank Syariah lain.

Instrumen dalam manajemen likuiditas antara lain Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Deposito Antar-Bank Syariah, Sertifikasi Investasi Mudharabah Antar-Bank Syariah (SIMA), Fasilitas Bank Indonesia Syariah (FASBIS), Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah (FPJPS), dan Fasilitas Likuidasi Intrahari bagi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah (FLIS).

Manajemen Aset dan Liability (ALMA) adalah proses dari perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan, yang berfungsi sebagai pengendali aktiva dan pasiva secara terpadu yang saling berhubungan dalam usaha mencapai keuntungan bank. ALMA Bank Syariah lebih bertumpu pada kualitas asset yang akan menentukan kemampuan bank untuk meningkatkan daya tarik pada nasabah. Salah satu bagian penting ALMA adalah Gap Management. Gap Management adalah suatu strategi untuk memaksimalkan NIM (Net Income Marjin) melalui siklus pricing, dan akan dipengaruhi oleh RSA (rate sensitive asset) dan RSL (rate sensitive liabilities). Gap positif jika RSA lebih besar dari RSL, gap negative adalah sebaliknya. Sedangkan jika sama besar disebut zero gap atau tidak ada pengaruh terhadap apapun. Tujuan gap management adalah agar dapat mengelola risiko perubahan tingkat pricing untuk tujuan repricing structure pada kedua sisi neraca.

Perencanaan Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syariah

Page 22: Sejarah Perbankan Islam

Penerapan hukum syariah dapat diwujudkan dalam kegiatan perbankan syariah. Berkaitan dengan hal tersebut, para pihak yang melakukan hubungan hukum, yaitu bank syariah dan nasabah, dapat melakukan aspek syariah dalam konteks hukum positif Indonesia sesuai dengan keinginan kedua belah pihak.

Saat ini, paradigm prinsip memberikan banyak keleluasaan untuk mewarnai perbankan syariah dengan berbagai akad fiqih, menghidupkan kembali prinsip syariah dalam berbagai transaksi perbankan.

Ketika berbicara tentang akad dan perjanjian dalam perspektif hukum positif, ada kesamaan antara keduanya. Hal ini tentu berbeda dengan prinsip syariah. Pada prinsip syariah, akad tidak selalu berarti perjanjian, karena suatu akad baru bisa dikatakan perjanjian jika ada kesepakatan antara bank syariah dengan nasabah terkait kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan.

Dalam membuat suatu kontrak perjanjian, harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut, yaitu penguasaan atas aspek bisnis dari kontrak, harus melakukan identifikasi pihak – pihak yang terlibat dengan kontrak, pengenalan karakteristik pihak dalam kontak, penguasaan atau pemahaman akan regulasi, dan penggunaan tenaga lain.

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah kesepakatan Para pihak terkait, negosiasi rancangan kontrak, penandatanganan kontrak, pelaksanaan kontrak, dan sengketa kontrak (jika ada).

Sebab munculnya ada perbedaan penafsiran antar bank syariah adalah karena adanya perbedaan ketentuan yang ada dalam fatwa DSN-MUI yang ada di regulasi Bank Indonesia. Seperti halnya pada definisi kredit, pada UU Perbankan No. 10/1998 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utang setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan definisi Pembiayaan pada UU Perbankan Syariah No.21/1998 menyatakan jika pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa, transaksi jual beli, transaksi pinjam meminjam, transaksi sewa menyewa jasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.