Sejarah Pengumpulan Al-Quran Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
-
Upload
fitriani-nassyam -
Category
Documents
-
view
844 -
download
5
Transcript of Sejarah Pengumpulan Al-Quran Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Tugas kelompok
SEJARAH PERADABAN ISLAM
“Sejarah Pengumpulan Al-Quran pada Masa Abu Bakar
As-Shiddiq”
Oleh:
KELOMPOK IX
Fitriani 023
Fakhira Dwi Awlyawati
Fatmawati
Kartika Sari
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2013
KATA PENGANTAR
Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala inayah dan
kenikmatan yang senantiasa dicurahkan-Nya pada penulis berupa kesehatan,
kekuatan, serta kesempatan sehingga makalah ini dapat selesai dengan semestinya.
Tidak lupa penulis kirimkan shalawat dan salam beriringan dengan ucapan terima
kasih yang tiada terhingga kepada Baginda Rasulullah SAW karena atas segala
pengorbanan yang telah dilakukannya beserta para sahabat, sehingga kini kita mampu
mengkaji alam ini lebih tinggi dari gunung tertinggi, lebih dalam dari lautan terdalam,
serta lebih jauh dari batas pandangan mata.
Adapun tulisan ilmiah ini berisikan materi tentang “Sejarah Pengumpulan
Al-quran pada Masa Abu Bakar As-Shiddiq“ yang bertujuan sebagai bahan
bacaan, semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Dalam makalah ini,
penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisannya. Oleh karena itu,
mohon kiranya kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembimbing dan
pembaca guna untuk kesempurnaan pada pembuatan makalah penulis selanjutnya.
Makassar, November 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 3
BAB II PEMBAHASAN 4
A. Sebab Pengumpulan Al-Quran pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq 4
B. Proses Pengumpulan Al-Quran pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq 5
C. Karakteristik Penulisan Al-Quran pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq 14
BAB III PENUTUP 15
A. Kesimpulan 15
B. Saran 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw
yang diberi pahala bagi orang yang membacanya. Sejak pewahyuannya hingga kini, al-
Qur‟an telah mengarungi sejarah panjang selama empat belas abad lebih. Diawali
dengan penerimaan pesan ketuhanan al-Qur‟an oleh Nabi Muhammad, kemudian
penyampaiannya kepada generasi pertama Islam yang telah menghafal dan merekamnya
secara tertulis, hingga stabilitasi teks dan bacaannya yang mencapai kemajuan berarti
pada abad ke-3 H/ 9 dan abad ke-4 H/ 10 serta berkulminasi dengan penerbitan edisi
standar al-Qur‟an di Mesir pada 1342 H/ 1923, kitab suci kaum muslimin ini masih
menyimpan sejumlah misteri dalam berbagai tahapan perjalanan kesejarahannya.
Salah satu yang sangat dibanggakan umat Islam dari dahulu hingga saat ini adalah
keotentikan al-Qur‟an yang merupakan warisan Islam terpenting dan paling berharga.
Meskipun mushaf yang kita kenal sekarang ini berdasarkan rasm Utsman bin Affan,
akan tetapi sebenarnya ia tidak begitu saja muncul sebagai sebuah karya besar yang
hampa dari proses panjang yang telah dilalui pada masa-masa sebelumnya.
Proses itu dimulai pada masa Rasullullah Saw. Setiap kali menerima wahyu al-
Qur‟an, Rasulullah Saw langsung mengingat, menghafalnya, dan memberitahukan serta
membacakannya kepada para sahabat, agar mereka mengingat dan menghafalnya. Selain
dihafal, wahyu al-Qur‟an yang baru turun ditulis oleh juru tulis wahyu, seperti Abu
Bakar al-Siddiq, Umar bin al-Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
Mu‟awiyah, Khalid bin Walid, Ubay bin Ka‟ab, Zaid bin Tsabit, Tsabit bin Qays, Amir
bin Fuhairah, Amr bin al-„Ash, dan Zubair bin al-Awwam. Setelah Rasulullah Saw
wafat, tonggak estafet pemeliharaan al-Qur‟an dilanjutkan Abu Bakar al-Siddiq, Umar
bin al-Khattab, dan Utsman bin Affan. Upaya-upaya tersebut muncul bersifat reaktif atas
kondisi yang dihadapi umat Islam yang dipandang dapat mengancam keutuhan dan
keaslian al-Qur‟an.
Al-Qur‟an semenjak diturunkan kepada Rasulullah saw. hingga saat ini
masih utuh dan masih terjaga, karena Allah telah menjamin kemurnian dan kesucian Al-
Qur'an, akan selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau pengurangan-
pengurangan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Hijr: 9
sebagai berikut :
ا ن ن ن اان ناان ن ان ن ونا اح ن ا الذ ح ن ا ن ن ن ن ا ن ح نArtinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya
kami benar-benar memeliharanya” (QS. Al-Hijr:9).
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tergerak untuk membahas “Sejarah
Pengumpulan Al-quran pada Masa Abu Bakar Ash-siddiq” sekaligus untuk memenuhi
tugas matakuliah Sejarah Peradaban Islam.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Apa sebab pengumpulan al-quran pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq ?
2. Bagaimana proses pengumpulan al-quran pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq ?
3. Apa saja karakteristik penulisan al-quran pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sebab pengumpulan al-quran pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq.
2. Untuk mengetahui proses pengumpulan al-quran pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq.
3. Untuk mengetahui karakteristik penulisan al-quran pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sebab Pengumpulan Al-Quran pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Alqur‟an adalah mukjizat islam yang abadi dimana semakin maju ilmu
pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah SWT
menurunkannya kepada Rasulullah Muhammad SAW demi membebaskan
manusia dari kegelapan hidup menuju cahaya Ilahi dan membimbing mereka ke
jalan yang lurus. Rasulullah SAW menyampaikannya kepada para sahabatnya.
Para sahabat berlomba-lomba untuk menghafal, memahami dan
mengamalkannya dalam aktivitas hidup sehari-hari (Wahid, 2010).
Abu abdirrahman As Sulami meriwayatkan, bahwa orang-orang yang biasa
membacakan alqur‟an kepada kami, seperti Utsman bin Affan dan Abdullah ibnu
Mas‟ud serta yang lainnya; apabila mereka belajar sepuluh ayat dari Nabi,
mereka enggan melewatinya sebelum memahami dan mengamalkannya. Mereka
mengatakan “kami mempelajari alqur‟an, ilmu, dan amal sekaligus”. Oleh
karenanya alqur‟an dengan sendirinya terjaga di dada para sahabat. Ketika
Rasulullah SAW berpulang ke Rahmatullah setelah beliau selesai menyampaikan
risalah dan amanah, menasehati ummat serta memberi petunjuk pada agama yang
lurus. Setelah beliau wafat kekuasaan dipegang oleh Abu Bakar Ash-Shiddik ra
(Wahid, 2010).
Ketika masa kekhalifahan Abu Bakar, beliau banyak dihadapkan dengan
peristiwa-peristiwa pemurtadan. Karena itu beliau menyusun kekuatan dan
mengirimkan pasukan untuk menumpas gerakan tersebut. Dari sekian banyak
pasukan yang dihimpun termasuk di dalamnya adalah sahabat-sahabat senior
yang menyimpan alquran di dalam dadanya (Wahid, 2010).
Dalam peperangan yamamah jumlah yang terbunuh dari pihak musuh
adalah 10.000 orang dan ada juga yang meriwayatkan 21.000 orang. Sedangkan
dari pihak ummat islam yang terbunuh adalah 600 orang, ada yang mengatakan
500 orang. Di antara yang terbunuh banyak terdapat sahabat Nabi yang senior.
Tujuh puluh diantaranya adalah para qori‟. Hal tersebut membuat Umar ibnu
Khattab merasa khawatir akan keberlangsungan alqur‟an. Lalu ia menghadap
khalifah Abu Bakar dan mengajukan usul untuk mengumpulkan dan
membukukan Alqur‟an. Abu Bakar al-Siddiq mengemban tugas pemeliharaan al-
Qur‟an dengan melakukan penghimpunan naskah-naskah al-Qur‟an yang
berserakan menjadi satu mushaf. Faktor pendorong usaha penghimpunan
tersebut, adanya kekhawatiran hilangnya sesuatu dari al-Qur‟an disebabkan
banyak para sahabat penghafal al-Qur‟an yang gugur di medan perang
Yamamah. Perang ini terjadi tahun 12 H antara kelompok muslim melawan
kelompok yang menyatakan diri keluar dari Islam (murtad) di bawah pimpinan
Musailamah al-Kazzab (Wahid, 2010).
B. Proses Pengumpulan Al-Quran pada Masa Abu Bakar Ash-shiddiq
Pengumpulan Qur‟an yang dilakukan Abu Bakar Ash-shiddiq ialah
memindahkan satu tulisan atau catatan Qur‟an yang semula bertebaran di kulit-
kulit binatang, tulang, dan pelepah kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu
mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya yang tersusun serta terbatas dalam
satu mushaf (Hayyi, 2012).
Proses pengumpulan al-qur‟an pada masa Abu Bakar dimulai ketika
Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah setelah beliau selesai menyampaikan
risalah dan amanah, menasehati ummat serta memberi petunjuk pada agama yang
lurus. Setelah beliau wafat, kaum muslimin melakukan konsensus untuk
mengangkat Abu Bakar as-Shiddiq sebagai khalifah dan pada saat itulah
kekuasaan dipegang oleh Abu Bakar Ash-siddik ra. Pada awal pemerintahan Abu
Bakar, terjadi kekacauan akibat ulah Musailamah al-Kazzab beserta pengikut-
pengikutnya. Mereka menolak membayar zakat dan murtad dari Islam. Pasukan
Islam yang dipimpin Khalid bin al-Walid segera menumpas gerakan itu.
Peristiwa tersebut terjadi di Yamamah tahun 12 H. Akibatnya, banyak kalangan
sahabat yang hafal Al-Qur‟an dan ahli bacanya mati syahid yang jumlahnya lebih
dari 70 orang huffazh ternama. Oleh karenanya, kaum muslimin menjadi bingung
dan khawatir. Umar sendiri merasa prihatin lalu beliau menemui Abu Bakar yang
sedang dalam keadaan sedih dan sakit. Umar mengajukan usul (bermusyawarah
dengannya) supaya mengumpulkan Al-Qur‟an karena khawatir lenyap dengan
banyaknya Khuffazh yang gugur. Awalnya, Abu Bakar merasa ragu. Setelah
dijelaskan oleh Umar tentang nilai-nilai positifnya, ia pun menerima usul dari
Umar. Dan Allah melapangkan dada Abu Bakar untuk melaksanakan tugas yang
mulia tersebut (Ash-Shiddieqy dan Hasbi, 2000).
Kemudian, Abu Bakar mengutus utusan kepada Zaid bin Tsabit
radhiyallahu 'anhu dikarenakan kedudukannya qira'at, tulisan, pemahaman,
kecerdasan dan kehadirannya pada penyimakan (memperlihatkan bacaan al-
Qur'an kepada Nabi) yang terakhir kali. Dan dia menceritakan kepadanya
perkataan 'Umar radhiyallahu 'anhu, akan tetapi Zaid menolak hal itu
sebagaimana Abu Bakar menolak hal itu pada awalnya karena merasa ragu.
Maka keduanya pun (Abu Bakar dan 'Umar radhiyallahu 'anhuma) bertukar
pendapat dengan Zaid bin Tsabit dan kemudian ia pun dilapangkan Allah
dadanya sebagaimana halnya Allah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar
(Wahid, 2012).
Zaid bin tsabit berkata, “ Abu Bakar Ash-shidiq mengirim surat kepadaku
tentang orang-orang yang terbunuh pada perang Yamamah. Ketika aku
mendatanginya, kudapati Umar bin Khatthab berada disampingnya, maka Abu
Bakar berkata, „Umar mendatangiku dan berkata,‟ Sesungguhnya banyak para
Qurra‟ penghafal alqur‟an yang telah gugur dalam peperangan Yamamah. Aku
takut jika para qorri‟ yang masih hidup kelak terbunuh dalam peperangan, dan itu
akan mengakibatkan hilangnya sebagian besar dari ayat alqur‟an, menurut
pendapatku, engkau harus menginstruksikan untuk segera mengumpulkan dan
membukukan alqur‟an.” (Wahid, 2012).
Aku bertanya kepada Umar,‟ Bagaimana aku melakukan sesuatu yang
tidak pernah dilakukan Rasulullah SAW?, Umar menjawab,‟ Demi Allah ini
adalah kebaikan! Dan Umar terus menuntutku hingga Allah melapangkan dadaku
untuk segera melaksanakannya, akupun setuju dengan pendapat Umar. Setelah
mengambil keputusan untuk membukukan alqur‟an. Abu Bakar memerintahkan
Zaid bin Tsabit agar mengumpulkan alqur‟an dari berbagai tempat penulisan.
Baik yang ditulis pada kulit-kulit, dedaunan, maupun yang dihafal oleh kaum
muslimin. Awal penulisan ini terjadi pada tahun 12 H. Zaid bin Tsabit berkata,”
Kemudian Abu Bakar berkata kepadaku,‟Engkau adalah seorang pemuda yang
jenius, berakal dan penuh Amanah, dan Engkau telah terbiasa menulis wahyu
untuk Rasulullah, maka carilah ayat alqur‟an yang berserakan dan kumpulkanlah.
Zaid berkata,‟ Demi Allah, jika mereka memerintahkan aku untuk memikul
gunung, tentu hal itu lebih ringan bagiku daripada melakukan instruksi Abu
Bakar agar aku mengumpulkan alqur‟an.” Aku bertanya,‟ Bagaimana kalian
melakukan sesuatu perbuatan yang tidak diperbuat oleh Rasulullah? Dia berkata.‟
Demi Allah, ini adalah suatu kebaikan! Dan Abu Bakar terus berusaha
meyakinkan aku hingga Allah melapangkan dadaku untuk menerimanya
sebagaimana Allah melapangkan dada mereka berdua. Kemudian Zaid mulai
mengumpulkan ayat-ayat alqur‟an yang berserakan dan mengumpulkannya
menjadi satu buku. Banyak kendala dihadapi, karena menjaga keaslian ayat al
qur‟an sehingga tidak tercampur dengan perkataan-perkataan yang lain
membutuhkan tingkat kecermatan yang tinggi (Wahid, 2010).
Berbekal hafalan yang telah disampaikan kepada Rasulullah ketika masih
hidup, Zaid dengan teliti mencari potongan-potongan ayat alqur‟an. Termasuk
ayat-ayat dari surat At Taubah hingga surat Al Baro‟ah yang hanya dimiliki oleh
Abu Khuzaiman Al Anshory. Di samping itu, untuk lebih hati-hati, catatan-
catatan dan tulisan al-Qur‟an tersebut baru benar-benar diakui berasal dari Nabi
Saw bila disaksikan oleh dua orang saksi yang adil (Wahid, 2012).
Imam Bukhori telah berkata,” Ibnu Syihab berkata,‟ Telah berkata
kepadaku Kharijah bin Zaid bin Tsabit, bahwasannya dia mendengar Zaid
berkata,‟ Aku tidak mendapatkan satu ayat dari surat At-Taubah ketika kami
menulis alquran dalam satu mushaf. Sementara aku pernah mendengar
Rasulullah membacanya, akhirnya ayat tersebut kami cari dan ternyata ayat
tersebut ada pada Khuzaimah bin Tsabit Al Anshory, maka segera kami sisipkan
ke tempatnya di`dalam mushaf (Wahid, 2010) .
ا ن ن يلا ان ول ا ن ا ن اح ن ح ن ن ن يح ا ن ن ح ن ا ن ن يل ا ن ن ح نا ن ا ن ن تيح ا ن ن ل يح ح ن ن نا ن ا ن ح ا ن ن ول يح ا ن ان ن ان ن ح
ا اح ن ح نا اح ن ن ينا ا ن ت ا ن ن ن ا ن ن ح نا ن ن ن ح ن نا ا نان نا ن ا ن ن ا ن ا ن ح ن ن ان ح اان ن ح ا ن ن ان نوح
Artinya: Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri, berat baginya apa yang kamu rasakan, ia sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas
kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka
berpaling (dari keimanan) maka katakanlah: Cukuplah Allah bagiku,
tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan
Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung (At-Taubah: 128-
129).
Zaid bin Tsabit telah melakukan tugasnya dengan sangat teliti, dia tidak
mencukupkan dengan hafalan tanpa disertai dengan tulisan. Dan ucapan beliau
dalam hadits di atas:"Dan aku dapati bahwa akhir dari surat at-Taubah ada
pada Abu Khuzaimah al-Anshari, aku tidak mendapatkannya pada selain dia"
tidak menafikan hal ini, dan juga bukan berarti bahwa ayat ini tidak mutawatir.
Akan tetapi maksudnya adalah dia (Zaid) tidak mendapatkannya secara tertulis di
tangan selain dia (Abu Khuzaimah). Zaid sebenarnya menghafal ayat itu, dan
banyak juga Shahabat yang menghafalnya. Ucapan Zaid itu muncul karena dia
bersandarkan pada hafalan sekaligus tulisan, dan ayat ini dihafal oleh banyak
Shahabat, dan mereka bersaksi bahwa ayat ini tertulis, akan tetapi catatannya
hanya ada pada Abu Khuzaimah al-Anshari (Al- Munawar, 2002).
Ibnu Abi Dawud (Abdullah bin Abi Dawud bin Sulaiman al-Asy'ats, anak
Abu Dawud) meriwayatkan dari jalur Yahya bin Abdirrahman bin Hathib
berkata:" 'Umar radhiyallahu 'anhu datang dan berkata:' Barang siapa yang
menerima sebagian al-Qur'an dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
hendaklah dia mendatangiku.' Mereka menuliskannya pada lembaran kertas,
papan kayu dan pelepah korma, dan dia Zaid tidak menerima al-Qur'an dari
seorang pun hingga ada dua saksi yang membenarkannya." (Sujono, 2011).
Dan ini menunjukkan bahwa Zaid radhiyallahu 'anhu tidak merasa cukup
dengan keberadaan al-Qur'an itu secara tertulis saja sebelum bersaksi dengannya
orang yang menerimanya lewat pendengaran. Padahal Zaid hafal ayat tersebut.
Maka Zaid melakukan hal itu adalah karena sikap kehati-hatian beliau yang
sangat besar (Sujono, 2011).
Diriwayatkan juga dari Ibnu Abi Dawud dari jalur Hisyam bin 'Urwah dari
bapaknya, bahwa Abu Bakar radhiyallahu 'anhu berkata kepada 'Umar dan zaid
radhiyallahu 'anhuma:"Duduklah kalian berdua di pintu masjid, maka siapa
yang mendatangi kalian dengan membawa dua orang saksi yang bersaksi untuk
sesuatu (ayat atau surat) dari Kitabullah (al-Qur'an) maka catatlah." Para
perawinya tsiqah sekalipun sanadnya terputus. Ibnu Hajar rahimahullah
berkata:"Sepertinya yang dimaksud dengan dua saksi adalah hafalan dan
catatan." (Sujono, 2011).
As-Sakhawi rahimahullah berkata:"Maksudnya keduanya bersaksi bahwa
yang catatan itu (ayat al-Qur'an) ditulis di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, atau maksudnya keduanya bersaksi bahwa catatan itu adalah
termasuk salah bentuik yang dengannya al-Qur'an diturunkan." Abu Syamah
rahimahullah berkata:" Dan tujuan mereka adalah agar tidak ditulis kecuali dari
sumber asli yang ditulis di hadapan (di zaman) Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, bukan sekedar dari hafalan, dan karena itulah dia berkata tentang
akhir surat at-Taubah:' Aku tidak mendapatkannya pada selain dia.'"
Maksudnya aku tidak mendapatkannya tertulis pada selain dia, karena dia tidak
mencukupkan diri dengan hafalan tanpa tulisan (Sujono, 2011).
Kemudian alquran yang telah terkumpul dan menjadi satu buku tersebut
diberikan kepada Abu Bakar dan disimpan hingga Abu bakar wafat. Setelah itu
berpindah kepada khalifah Umar bin Khattab dan akhirnya berpindah kepada
Hafshah binti Umar ketika Umar syahid (Sujono, 2011).
Dari rekaman sejarah di atas, diketahui bahwa Abu Bakar adalah orang
pertama yang memerintahkan penghimpunan al-Qur‟an Dan sekalipun ada
mushaf-mushaf pribadi milik sebagian Shahabat seperti mushaf 'Ali, mushaf
Ubay, dan mushaf Ibnu Mas'ud, maka ia tidak seperti mushaf ini (yang ada pada
Abu Bakar). Tulisan mushaf-mushaf itu tidak ditulis dengan ketelitian dan
kecermatan, pengumpulan dan penyusunan, pembatasan pada ayat-ayat yang
tidak dinaskh tilawahnya (dihapus bacaanya) dan kesepakatan atasnya
sebagaimana apa yang ada pada mushaf Abu Bakar. Maka kekhususan-
kekhususan inilah yang mejadikan pengumpulan al-Qur'an pada zaman Abu
Bakar menjadi istimewa dan lain dari yang lain. Umar bin al-Khattab adalah
pelontar idenya serta Zaid bin Tsabit adalah pelaksana pertama yang melakukan
kerja besar penulisan al-Qur‟an secara utuh dan sekaligus menghimpunnya ke
dalam satu mushaf (Wahid, 2012).
Sebagian ulama berpendapat bahwa penamaan al-Qur'an dengan "Mushaf"
muncul sejak saat itu pada zaman Abu Bakar radhiyallahu 'anhu dikarenakan
pemgumpulan ini. Dari 'Ali radhiyallahu 'anhu dia berkata:"Orang yang paling
besar pahalanya dalam masalah mushaf adalah Abu Bakar, semoga Allah
merahmati Abu Bakar dialah yang pertama kali mengumpulkan al-qur'an."
(Sujono, 2011).
Menurut Muchotob Hamzah (2003), dalam masalah pengumpulan al-
Qur‟an ini, sedikitnya ada tiga pertanyaan yang perlu mendapat perhatian, yaitu:
1. Mengapa Abu Bakar ragu-ragu dalam masalah pengumpulan al-Qur‟an
padahal masalahnya sudah jelas baik dan diwajibkan oleh Islam?
Jawaban: Hal ini karena Abu Bakar khawatir kalau-kalau orang
mempermudah terhadap usaha menghayati dan menghafal al-Qur‟an, dan
mencukupkan diri dengan hafalan yang tidak mantap. Dan dikhawatirkan
mereka hanya berpegang dengan apa yang ditulis pada mushaf, sehingga
akhirnya mereka lemah untuk menghafal al-Qur‟an.
2. Mengapa Abu Bakar memilih Zaid bin Tsabit sebagai ketua?
Jawaban: Karena Zaid adalah orang yang betul-betul mempunyai pembawaan
dan kemampuan yang tidak dimiliki sahabat yang lain, dalam hal
mengumpulkan al-Qur‟an. Ia adalah sahabat yang hafidz, ber-IQ tinggi,
sekretaris wahyu yang menyaksikan sajian akhir wahyu, wara‟ serta besar
tanggung jawabnya, lagi sangat teliti.
3. Apakah maksud kata-kata Zaid bin Tsabit: “Sampai aku menemukan akhir
surat at-Taubah dari Abu Khuzaimah al-Anshari yang tidak ada pada orang
lain.”
Jawaban: Hal tersebut tidak berarti bahwa ayat ini tidak ada pada hafalan Zaid
dan sahabat-sahabat yang lain, karena mereka menghafalnya. Akan tetapi,
beliau bermaksud hendak mengkompromikan antara hafalan dan tulisan serta
dalam rangka kehati-hatian. Dan karena langkah lurus itulah, sempurna
pulalah al-Qur‟an.
C. Karakteristik Penulisan Al-Quran pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Menurut Said Agil Husin Al-Munawar (2002), terdapat beberapa
karakteristik dalam penulisan al-quran pada masa Abu Bakar Ash-shiddiq, yaitu
sebagai berikut:
1. Seluruh ayat al-Qur‟an dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf
berdasarkan penelitian yang cermat dan seksama.
2. Meniadakan ayat-ayat al-Qur‟an yang telah mansukh.
3. Seluruh ayat yang ada telah diakui kemutawatirannya.
4. Dialek Arab yang dipakai dalam pembukuan ini berjumlah 7 (qira‟at)
sebagaimana yang ditulis pada kulit unta pada masa Rasulullah SAW.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penulisan al-Qur‟an pada masa khalifah Abu Bakar dilakukan untuk
menghimpun dan menyalin kembali catatan-catatan serta tulisan-tulisan yang ada
menjadi satu mushaf dengan tertib surat-suratnya menurut urutan turun wahyu.
Faktor pendorongnya adalah kekhawatiran akan adanya kemungkinan hilangnya
sesuatu dari al-Qur‟an disebabkan banyaknya para sahabat penghafal al-Qur‟an
yang gugur di medan perang. Adapun karakteristik penulisan al-Qur‟an pada
masa ini adalah: pertama, seluruh ayat al-Qur‟an dikumpulkan dan ditulis dalam
satu mushaf berdasarkan penelitian yang cermat dan seksama. Kedua,
meniadakan ayat-ayat al-Qur‟an yang telah mansukh. Ketiga, seluruh ayat yang
ada telah diakui kemutawatirannya. Keempat, dialek Arab yang dipakai dalam
pembukuan ini berjumlah 7 (qira‟at) sebagaimana yang ditulis pada kulit unta
pada masa Rasulullah.
B. Saran
Adapun saran penulis terhadap pembaca, yaitu agar senantiasa
mempelajari sejara-sejarah umat terdahulu yang telah menorehkan berbagai
kebaikan bagi kemaslahatan umat masa kini, salah satunya adalah mempelajari
sejarah pengumpulan al-quran pada masa khalifah Abu Bakar As-shiddiq.
Dengan demikian, maka kita akan lebih memahami dan menghargai Al-quran
serta selalu mengamalakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan sebagai seorang
mahasiswa keperawatan, amalan-amalan dalam al-quran pun dapat pula
diaplikasikan ketika merawat pasien nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Al- Munawar, Said Agil Husin. 2002. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki. Jakarta: Ciputat Press.
Ash-Shiddieqy dan Hasbi, Teungku Muhammad. 2000. Sejarah dan Pengantar Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Hamzah, Muchotob. 2003. Studi Al-Qur'an Komprehensif. Yogyakarta: Gama Media
Katsir.
Hayyi, Abdul. 2012. Perbedaan Antara Pengumpula Al-quran di Masa Abu Bakar
Ash-shiddiq dan Utsman bin Affan. Online. Diunduh pada tanggal 07
November 2013 pukul 15.46 WITA pada
http://mahadulilmi.wordpress.com/2012/09/04/perbedaan-antara-
pengumpulan-al-quran-di-masa-abu-bakar-ash-shiddiq-dan-utsman-bin-
affan/.
Suyono, Abu Sofyan. 2011. Pengumpulan Al-quran pada Masa Abu Bakar
radhiyallahu 'anhu online. Diunduh pada tanggal 07 November 2013 pukul
16.50 WITA pada .http://alsofwah.or.id/cetakquran.php?id=180.
Wahid, Saad Abdul. 2010. Penghimpunan Al-quran pada Masa Abu Bakar.