Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

18
SEJARAH PENDIDIKAN SENI RUPA DAN PERANNYA SEBAGAI CAGAR SENI DAN BUDAYA DI INDONESIA Disusun oleh: Reno Abdurrahman NIM. 14151121 Dosen Pengampu: Handriyotopo, S. Sn, M. Sn Institut Seni Indonesia Surakarta 2014

description

Sekolah seni, Gan! By Reno Abdurrahman

Transcript of Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

Page 1: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

SEJARAH PENDIDIKAN SENI RUPA DAN PERANNYA

SEBAGAI CAGAR SENI DAN BUDAYA DI INDONESIA

Disusun oleh:

Reno Abdurrahman

NIM. 14151121

Dosen Pengampu:

Handriyotopo, S. Sn, M. Sn

Institut Seni Indonesia Surakarta 2014

Page 2: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

PENDAHULUAN

Paska dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki oleh tentara sekutu, hal

pertama yang ditanyakan oleh perdana menteri Jepang saat itu adalah jumlah guru yang

tersisa. Terlepas dari benar tidaknya cerita tersebut, satu hal yang dapat kita simpulkan

adalah pentingnya pendidikan. Secara Jepang adalah salah satu Negara yang maju dari

berbagai aspek.

Melihat fenomena tersebut, penulis terketuk untuk mengambil judul “Sejarah

Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia” guna

memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Seni Rupa Indonesia ini. Dengan tujuan menambah

sumber informasi sehingga memudahkan pihak lain yang ingin mengngkat tema pendidikan

dalam lingkup seni rupa ini.

Resiko tersendiri dalam pengambilan judul tersebut adalah sedikitnya sumber yang

dapat ditemukan. Hal ini terlihat dari minimnya informasi tentang sejarah tertulis institusi-

institusi maupun sekolah-sekolah seni tersebut. Namun, hal tersebut tak menghalangi

semangat penulis untuk tetap menjadikan tema pendidikan sebagai tugas makalah ilmiah

ini.

Merupakan keinginan penulis, jika dari makalah singkat ini dapat dikembangkan

tulisan yang lebih umum dan terperinci mengenai sejarah pendidikan seni rupa di Indonesia.

Sehingga sejarah luar biasa ini dapat diabadikan dan menjadi pengetahuan tersendiri bagi

bibit-bibit baru bangsa ini. Namun melihat singkatnya waktu dan minimnya sumber yang

dapat ditemukan. Penulis hanya mampu menyajikan uraian singkat mengenai tema ini.

Semoga uraian yang singkat tersebut tak mengurangi gairah anda untuk menelaah tulisan

yang kami buat ini.

Harapan kami kedepannya, walaupun jauh dari kesempurnaan, namun makalah

ilmiah ini dapat dijadikan rujukan informasi dalam tema pendidikan seni rupa di Indonesia.

Selamat menikmati!

Surakarta, 15 Desember 2014

Reno Abdurrahman

NIM. 14151121

Page 3: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

Daftar Isi

Pendahuluan .............................................................................................................................. 2

Daftar Isi .................................................................................................................................... 3

Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia . 4

Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta .............................................................................. 4

Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) ................................................................................. 5

Sekolah Tinggi Seni Rupa (STSRI ‘ASRI’).............................................................................. 6

Fakultas Seni Rupa (FSR) ISI Yogyakarta ............................................................................. 7

Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung .............................................. 8

Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta ................................................................................ 9

Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar .............................................................................. 10

Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ........................................................................................... 11

Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung ................................................................. 13

Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang .................................................................... 14

Sekolah-Sekolah Menengah Seni Rupa ............................................................................ 15

Penutupan ............................................................................................................................... 16

Daftar Pustaka ......................................................................................................................... 17

Page 4: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan

Budaya di Indonesia

Pendidikan seni rupa di Indonesia yang diprakarsai oleh Akademi Seni Rupa

Indonesia (ASRI) Yogyakarta dan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi

Bandung (ITB), serta diikuti oleh institusi-institusi seni yang berdiri setelahnya, telah menjadi

satu wujud cagar seni dan budaya yang kongkrit dalam melestarikan seni dan budaya di

Indonesia. Institusi-institusi inilah yang mengumpulkan bibit-bibit berbakat dari seluruh

negeri, juga melahirkan seniman-seniman luar biasa baik skala nasional maupun

internasional. Berikut ini kami sajikan beberapa sejarah dari institusi-institusi terkait.

ISI Yogyakarta

Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta adalah hasil dari bergabungnya tiga lembaga

pendidikan tinggi berbasis pendidikan yang sudah ada di Yogyakarta sebelumnya. ISI

Yogyakarta tergolong muda sebagai institusi jika melihat tahun diresmikannya. ISI

Yogyakarta baru diresmikan pada tahun 1984 atas dasar SK Presiden RI No. 39/1984 tanggal

30 Mei 1984 dan diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Nugroho

Notosusanto pada tanggal 23 Juli 1984. Namun, walaupun ISI Yogyakarta tergolong muda,

namun perguruan-perguruan komponen-komponen pendirinya sudah lama dan telah cukup

lama berkiprah di dunia seni tanah air, serta telah melahirkan seniman-seniman profesional

yang tersebar dalam berbagai fungsi, profesi, juga keahlian, baik di dalam negeri maupun di

dunia internasional.

ISI Yogyakarta terbentuk atas bergabungnya tiga lembaga pendidikan tinggi bidang

seni pada awal tahun 1973. Ketiga perguruan tinggi tersebut adalah Sekolah Tinggi Seni

Rupa Indonesia (STSRI ‘ASRI’)1, Akademi Musik Indonesia (AMI) 2, serta Akademi Seni Tari

Indonesia (ASTI) 3. Ketiganya terbentuk karena dorongan yang kuat dari para pecinta seni

budaya Indonesia untuk mengembangkan apa yang dimilikinya. Meskipun jauh sebelum itu

pendidikan seni secara konvensional sudah ada, namun untuk peningkatan baik secara

vertikal maupun horisontal diperlukan lembaga-lembaga pendidikan seni yang formal dan

modern.

STSRI ‘ASRI’ yang didirikan tahun 1950 merupakan yang tertua diantara ketiganya.

Disusul AMI (1961), dan ASTI (1963). Namun, karena tema pokok makalah ilmiah ini adalah

pendidikan seni rupa, kami akan membahas lebih dalam tentang perkembangan ASRI

sehingga kini menjadi Fakultas Seni Rupa (FSR) di ISI Yogyakarta.

1 Awal berdirinya disebut Akademi Seni Rupa Insonesia (ASRI).

2 Kelanjutan dari Sekolah Musik indonesia (SMIND) yang berdiri tahun 1952.

3 Pengembangan dari Konservatori Tari Indonesia (KONRI) yang didirikan tahun 1961.

Page 5: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI)

Atas dasar SK Menteri PP dan K No. 32/Kebud tanggal 15 Desember 1949, berdirilah

Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), yang kemudian diresmikan pada 15 Januari 1950 di

Bangsal Kepatihan Yogyakarta oleh Menteri PP dan K saat itu, S Mangunkarso. Kemudian

diangkatlah RJ Katams sebagai direktur pertamanya.

Pada awal berdirinya, ASRI menyelenggarakan pendidikan seni seperti Seni Lukis,

Seni Patung, Seni Pertukangan, Redig (Reklame, Dekorasi, Ilustrasi Grafik), dan Jurusan Guru

Menggambar. Sayangnya, dikarenakan pendiriannya yang sangat darurat, ASRI tidak

memiliki kampus yang terpadu. Alhasil, proses pendidikan dilaksanakan di beberapa tempat

berikut,

Gedung Pusat Tenaga Pelukis Indonesia (PTPI) Yogyakarta sebagai kantor pusat,

tempat kuliah, serta studio Bagian I dan II.

Bekas gedung Kunst Ambachschool di Ngabean sebagai studio Bagian III.

SMA/B Kota Baru dan rumah RJ Katamsi di Gondolayu sebagai studio Bagian IV dan

V.

Hingga pada tahun 1957, ASRI mendapat gedung pre-fabricated dari Amerika Serikat

yag arsitekturnya sama dengan kebanyakan gedung SMA di Indonesia, yang dikenal dengan

kampus Gampingan yang legendaris itu. Dengan pendirian yang serba mendadak serta

pengalaman penyelenggaraan akademi yang masih sangat minim, juga sumber daya

manusia yang sangat kurang, kenyataannya ASRI bisa tetap berjalan dengan baik. Terlebih

lagi sebenarnya tenaga pengajarnya kebanyakan justru berkualitas tinggi, seperti:

RJ Katamsi mengajar Sejarah Kesenian, Ilmu Reproduksi, Perspektif, serta Opmeten.

Beliau merupakan lulusan Academie voor Beeldende Kunsten, Den Haag.

Djadjengasmoro, mengajar Melukis dan Stilleven.

Kusnadi yang juga pelukis, mengajar Komposisi.

Mardio, mengajar Metodik dan Menggambar Papan Tulis.

Ardan, mengajar Pengetahuan Bahan.

Warindyo, mengajar Menggambar Ukir Ukiran.

Dokter Radiopetro, mengajar Anatomi Plastis.

Widjokongko, mengajar Fotografi, Tipografi, serta Ilmu Ukur Melukis.

Padmopoespito, mengajar Sejarah Kebudayaan

Dari 160 siswa angkatan pertama, muncul nama-nama dengan potensi kuat yang

lima enam tahun kemudian direkrut sebagai tenaga ajar. Mereka adalah Widayat,

Page 6: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

Hendrodjasmoro, Saptoto, HM Bakir, Abas Alibasyah, Abdul Kadir, Edhi Sunarso, dan

Soetopo. Yang di kemudian hari mereka dikenal sebagai seniman-seniman handal di

Indonesia.

Daruratnya pendirian ASRI mengakibatkan tidak tertatanya sistem pendidikan di

akademi tersebut. Alhasil, diterapkanlah Sistem Proyek Global yang memberikan keberanian

dan kebebasan penuh bagi peserta didik. Sistem tersebut justru berakibat positif bagi ASRI

sendiri. Salah satu dampak positifnya, setelah proses studi yang baru enam bulan, ASRI

sudah berani tampil dalam pameran Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke

5 di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta. Dalam pameran tersebut, RJ Katamsi

mengungkapkan bahwa itulah hasil positif dari Sistem Proyek Global yang tidak

memperhatikan detail objek alam maupun benda yang sedang dihadapi, namun hanya

mengedepankan kesan keseluruhan yang telah dibumbui konsep pribadi.

Dalam mendukug penerapan Sistem Proyek Global Tersebut, ASRI diharuskan banyak

membawa peserta didiknya untuk praktek langsung dalam pembelajaran seni rupa. Hal itu

dilakukan dengan membawa peserta didik seperti ke Parangtritis, Borobudur, dan tempat-

tempat lainnya. Para siswa juga tidak diarahkan pada gaya atau corak tertentu. Hal ini

ditujukan untuk memberikan pembelajaran yang lengkap, logis, dan nyata.

Seiring berjalannya waktu, tanpa disadari terdapat pergeseran visi pembelajaran.

ASRI yang didirikan untuk mendidik calon seniman justru menjadi mendidik calon-calon

guru. Hal tersebut merupakan dampak dari pandangan masyarakat yang memandang

profesi seniman masih sulit untuk dijadikan jaminan hidup. Berkembanglah tuntutan agar

pendidikan di ASRI juga bisa mendapat kesetaraan dengan ijazah SGA dan B-1, sehingga

dapat digunakan modal mengajar.

Penyimpangan visi pendidikan tersebut akhirnya diperbaiki dengan SK Menteri

Pendidikan Dasar dan Kebudayaan No. 27/1963 tanggal 5 April 1963. SK tersebut

menyatakan ASRI diberi status akademi penuh. Bagian Satu yang menerima lulusan SMP

untuk bidang seni lukis, patung dan kriya menjadi Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR).

Sedangkan Bagian Lima yang merupakan Bidang Guru Gambar menjadi jurusan Seni Rupa di

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) yang kini dikenal sebagai Universitas Negeri

Yogyakarta (UNY).

Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI ‘ASRI’)

4 November 1968, SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0100/1968

mendasari perubahan status ASRI menjadi Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI).

Namun, dengan nama baru tersebut nama ASRI tetap tidak dihilangkan. Hal tersebut

dikarenakan kata ASRI sudah melekat pada masyarakat, juga ‘asri’ sendiri mempunyai

Page 7: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

makna jawa indah dan menyenangkan, sehingga menjadi pencitraan yang baik bagi lembaga

pendidikan seni rupa. Dengan status tersebut, STSRI ‘ASRI’ sebagai perguruan tinggi seni

rupa yang telah membuka tingkat doktoral atau sarjana penuh kemudian berbenah dalam

hal perangkat lunak akademik dalam sistem pendidikannya.

Pada tahun 1969, Soedarso Sp, MA yang waktu itu menjabat sebagai Pjs. Ketua

mengganti sistem kenaikan tingkat atau studi tahunan menjadi sistem semester dan studi

terpimpin dalam Satuan Kredit Semester (SKS). Dan ternyata STSRI ‘ASRI’ menjadi pelopor

penggunaan sistem ini di perguruan-perguruan tinggi di Yogyakarta. Penggunaan sistem ini

ditujukan untuk mendorong etos belajar mahasiswa untuk lebih disiplin. Hal ini dikarenakan

dalam sistem SKS diperlukan target capaian yang berbobot dan imiah dalam mencapai gelar

sarjana. Bagian-bagian bidang studi pada sistem akademi juga dimantapkan menjadi enam

jurusan, yaitu: Seni Lukis, Seni Patung, Seni Ilustrasi/Grafis, Seni Kriya, Seni

Reklame/Propaganda, serta Seni Dekorasi.

Fakultas Seni Rupa (FSR) ISI Yogyakarta

Visi:

Sebagai penyelenggaran Tri Dharma Perguruan Tinggi bidang seni rupa yang unggul,

berwawasan kebangsaan, demi memperkaya nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan

perkembangan zaman.

Misi:

1. Menyelenggarakan pendidikan tinggi seni rupa yang berkualitas untuk

mengedepankan pelestarian, pengelolaan, dan pengembangan potensi seni, serta

budaya lokal nusantara agar memiliki daya saing dalam percaturan global.

2. Menyiapkan lulusan yang bermoral, mandiri, kreatif, tangguh, unggul, dan memiliki

jiwa kewirausahaan.

3. Meningkatkan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang mendukung

pendidikan dan kemajuan seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

4. Mengembangkan kerjasama antarlembaga secara berkelanjutan.

5. Memantapkan tata kelola di lingkungan fakultas yang efektif, produktif dan berbasis

IT.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Nugroho Notosusanto meresmikan

Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang merupakan gabungan dari STSRI ‘ASRI’, AMI,

dan ASTI. Bersamaan dengan itu, berubahlah status STSRI ‘ASRI’ menjadi Fakultas Seni Rupa

(FSR) ISI Yogyakarta. Dengan bergabungnya tiga akademi berbasis seni di Yogyakarta ini,

berakhirlah perjalanan lembaga pendidikan tinggi seni rupa tersebut.

Page 8: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

ISI Yogyakarta secara resmi dibentuk melalui SK Presiden RI No. 39/1984 tanggal 30

Mei 1984 dan diresmikan pada 23 Juli 1984 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Dalam hal ini, FSR ISI Yogyakarta sebenarnya tetaplah sebagai kelanjuta dari rangkaian

sejarah penyempurnaan pendidikan seni rupa, yang secara dialogis mempertahankan

antara nilai tradisi dan modernitas. FSR ISI Yogyakarta mengembangkan sistem

pendidikannya sesuai dengan konsep-konsep pendidikan modern dalam kerangka visi dan

misi ISI Yogyakarta, serta norma-norma Departemen Pendidikan Nasional.

Pada awal perubahannya, FSR ISI Yogyakarta tetap menempati tempat lama di

Gampingan. Setelah tahun 1995, kampus FSR dipindah ke Jalan Parangtritis, Sewon, Bantul,

dan bergabung dengan kampus terpadu ISI Yogyakarta.

FSR ISI Yogyakarta memiliki tiga jurusan, yaitu Jurusan Seni Murni, Jurusan Seni Kriya,

dan Jurusan Desain. Ketiganya memiliki hubungan taksonomis yang bersumber pada bidang

ilmu seni rupa, namun masing-masing memiliki ciri khas pada konsep, fungsi, penerapan,

tujuan penciptaan, bentuk maupun material, juga teknik pembuatannya. Lain kata, jurusan-

jurusan tersebut merupakan ranting atau unsur taksonomi dari cabang seni rupa, dan

tumbuh dari cabang ilmu seni.

Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung

Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB) adalah hasil

dari sejarah panjang ITB itu sendiri. Berawal pada 1 Agustus 1947 dengan didirikannya Balai

Pendidikan Universiter Guru Gambar di bawah Fakultas Ilmu Pengetahuan Teknik

Universitas Indonesia di Bandung. Dari sini dapat disimpulkan bahwa rintisan FSRD ITB

bahkan lebih senior dibanding nama ITB itu sendiri. Yang mana pada masa tersebut masih

menjadi salah satu fakultas bagi Universitas Indonesia.

Pada tahun 1956, terjadi perubahan nama bersamaan dengan digabungnya Bagian

Arsitektur menjadi Bagian Arsitektur dan Seni Rupa. Pada Bagian Seni Rupa, terdapat dua

bidang studi yaitu Pendidikan Seni Rupa dan Seni Lukis.

Tiga tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1959, lahirlah Institut Teknologi

Bandung. Diubahlah kembali nama Bagian Arsitektur dan Seni Rupa menjadi Departemen

Perencanaan dan Seni Rupa yang membawahi Bagian Perencanaan dan Bagian Seni Rupa.

Bagian Seni Rupa terbagi menjadi Pendidikan Seni Rupa, Seni Lukis, dan Seni Interior

Tahun 1963, ditambahlah bidang studi Seni Keramik pada bagian Seni Rupa.

Menyusul setelahnya bidang studi Seni Grafis dan Seni Patung pada tahun 1964. Pada tahun

tersebut4 pula, diubahlah nama bidang studi Pendidikan Seni Rupa menjadi bidang studi

4 1964

Page 9: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

Komunikasi Seni Rupa. Juga diubah pula nama bidang studi Seni Interior menjadi bidang

studi Arsitektur Interior pada 1965.

Pada tahun 1973, bersamaan dengan dikelompokkannya Departemen Sipil,

Arsitektur, Planologi, Teknik Penyehatan dan Geodesi ke dalam Fakultas Teknik Sipil dan

Perencanaan, Bagian Seni Rupa berubah nama menjadi Departemen Seni Rupa yang

mencakup bidang studi Seni Lukis, Seni Keramik, Seni Patung, Seni Grafis, Desain Interior

yang sebelumnya bernama Arsitektur Interior, Desain Produk Industri, Desain Grafis, dan

desain Tekstil.

Sebutan Departemen berubah menjadi jurusan pada tahun 1980. Jurusan Seni Rupa

membawahi dua bagian yaitu Bagian Seni Rupa dan Bagian Desain. Baik Bagian Seni Rupa

maupun Bagian Desain, keduanya mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring

tuntutan kebutuhan masyarakat yang tinggi. Sehingga pada tahun 1984, ditingkatkanlah

Jurusan Seni Rupa menjadi sebuah fakultas tersendiri dengan nama Fakultas Seni Rupa dan

Desain yang mencakup tiga jurusan, yaitu:

Jurusan Seni Rupa Murni

Jurusan Desain

Jurusan Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU). Jurusan tersebut diubah namanya

menjadi Jurusan Sosioteknologi yang menjadikan FSRD ITB fakultas yang mengelola

bidang keilmuan seni rupa, desain, dan humaniora.

Fakultas Seni Rupa dan Desain memiliki tiga departemen, yaitu:

Departemen Seni Murni

Departemen Desain

Departemen Sosioteknologi

Departemen Seni Murni menyelenggarakan pendidikan jenjang sarjana dan magister,

dengan rincian:

Prodi Seni Rupa Murni (SK No. 218/DIKTI/Kep/1996)

Prodi Magister Seni Rupa (SK Dirjen Dikti No. 101/DIKTI/Kep/1989)

Departemen Desain menyelenggarakan pendidikan jenjang sarjana dan magister yang

meliputi empat program studi di tingkat sarjana dan satu program studi magister, yaitu :

Prodi Kriya (Seni) (SK No. 218/DIKTI/Kep/1996)

Prodi Desain Interior (SK No. 218/DIKTI/Kep/1996)

Prodi Desain Komunikasi Visual (SK No. 218/DIKTI/Kep/1996) dan

Prodi Desain Produk (SK No. 218/DIKTI/Kep/1996)

Prodi Magister Desain (SK Dirjen Dikti No. 101/DIKTI/Kep/1989)

Page 10: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

Program studi Magister Seni Rupa dan Desain merupakan program studi yang dibuka

pada tahun 1989 sebagai program studi magister di bidang Seni Rupa dan Desain yang

pertama di Indonesia. Yang kemudian dalam perkembangannya, pada tahun 2004 program

studi ini dipisah berdasarkan SK Dikti No.: 90/D2.3/M/2004 tanggal 23 Agustus 2004,

menjadi Program Studi Magister Seni Rupa dan Program Studi Magister Desain. Pemisahan

ini bertujuan untuk menyesuaikan program studi dengan lingkup kajian dan tuntutan dari

masyarakat yang kian luas.

Untuk jenjang doktor, terdapat Program Studi Ilmu Seni Rupa dan Desain yang

berada di bawah pengelolaan Fakultas Seni Rupa dan Desain. Sedangkan Departemen

Sosioteknologi merupakan departemen yang berfungsi sebagai unit layanan untuk mata

kuliah umum di ITB dan belum memiliki prodi sendiri.

Seiring dengan tuntutan perkembangan keilmuan dan perkembangan masyarakat,

juga kemampuan memberikan kontribusi kepada pemantapan perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni, serta ilmu sosial dan kemanusiaan. Ditetapkanlah

pembentukan dan susunan keanggotaan kelompok Keahlian/Keilmuan (KK) pada pada Unit

Keilmuan Serumpun FSRD ITB melalui SK Rektor No.: 256.9/SK/K01/OT/2005 tanggal 18

Oktober 2005 sebagai berikut :

Kelompok Keahlian/Keilmuan Seni Rupa

Kelompok Keahlian/Keilmuan Estetika dan Ilmu-Ilmu Seni

Kelompok Keahlian/Keilmuan Kria dan Tradisi

Kelompok Keahlian/Keilmuan Manusia dan Ruang Interior

Kelompok Keahlian/Keilmuan Manusia dan Produk Industri

Kelompok Keahlian/Keilmuan Komunikasi Visual dan Multi Media

Kelompok Keahlian/Keilmuan Ilmu-ilmu Kemanusiaan

Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta

Seperti halnya lembaga sejenis di Yogyakarta, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta

adalah salah satu dari anggota Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Seni Indonesia (BKS-

PTSI). Pada awal berdirinya, ISI Surakarta bernama Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI)

Surakarta di bawah naungan Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Dasar

dan Kebudayaan.

ASKI didirikan oleh sekelompok seniman muda yang diprakarsai Gendhon

Hoemardhani. Seniman-seniman tersebut terobsesi dalam pendirian akademi ini setelah

melihat potensi kota Surakarta sebagai kota seni dan budaya. Dengan mencarii dukungan

serta restu dari para ahli budaya serta empu serta melalui lembaga-lembaga resmi di pusat

Page 11: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

dan daerah. Hingga terbitlah SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 039/O/1973

tanggal 15 Juli 1973 sebagai jawaban atas upaya mulia tersebut.

Pada tahun 1988, status ASKI meningkat dari yang sebelumnya akademi menjadi

sekolah tinggi. Hal ini didasari SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No, 0446/O/1988

tanggal 12 September 1988. Perubahan nama menjadi Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI)

ini juga disertai ditambahnya bidang Seni Rupa yang memrakarsai Fakultas Seni Rupa dan

Desain di lembaga ini.

Pada tahun 2006 Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta berubah status menjadi

Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, ditandai dengan terbitnya Peraturan Presiden

Republik Indonesia No. 77 Tahun 2006 tanggal 20 Juli 2006, dan diresmikan oleh Menteri

Pendidikan Nasional Prof. Dr. Bambang Sudibyo pada tanggal 11 September 2006 di

pendopo ISI Surakarta.

ISI Surakarta memiliki sembilan jurusan dalam dua fakultas, yaitu Fakultas Seni

Pertunjukan (FSP) dan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD). FSRD ISI Surakarta membawahi

empat jurusan, yaitu:

Jurusan Seni Murni, dengan Prodi Seni Rupa Murni

Jurusan Kriya yang terdiri dari Prodi Kriya Seni, Prodi Batik, dan Prodi Keris dan

Senjata Tradisional.

Jurusan Seni Media Rekam (dalam perintisan Fakultas Media Rekan) yang terdiri dari

Prodi Televisi dan Film serta Fotografi.

Jurusan Desain yang terdiri dari Prodi Desain Interior serta Desain Komunikasi Visual.

Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar

Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar merupakan gabungan dari dua lembaga

pendidikan berbasis kesenian di Denpasar, yaitu Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI)5

Denpasar serta Program Studi Seni Rupa dan Desain (PSSRD) Universitas Udayana. Didirikan

berdasarkan SK Presiden RI No. 33/2003 tanggal 26 Mei 2003, ISI Denpasar berada di bawah

dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri Pendidikan Nasional. Secara fungsional,

ISI Denpasar dibina oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan

Nasional.

Sejak 1 Oktober 1965, PSSRD merupakan Jurusan Seni Rupa Fakultas Teknik Unud.

Hal ini berdasarkan SK Menteri PTIP RI No. 240/Sek/PU/1965 tanggal 20 Oktober 1965.

Berdasarkan Keputusan Rektor Unud Nomor 483/SK/ PT.17/R.VIII/1983 tanggal 10 Mei

1983, PSSRD Unud dibentuk menjadi program studi antar fakultas, diperkuat dengan

5 Sebelumnya Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar

Page 12: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud Nomor 5/DIKTI/Kep/1984 dalam fungsinya melaksanakan

Tridharma Perguruan Tinggi.

Pada tahun 1993, dipertimbangkanlah konsentrasi pendidikan tinggi seni untuk

mempertahankan budaya. Atas dukungan Ditjen Dikti, Depdiknas, Pemda Bali dan

masyarakat Bali maka mulai dipersiapkan mengintegrasikan dua lembaga kesenian STSI

Denpasar dengan PSSRD Unud menjadi satu perguruan tinggi seni, yang kemudian

dilanjutkan tahun 1999.

Pada tanggal 28 Juli 2003 Menteri Pendidikan Nasional Prof. Drs. Abdul Malik Fadjar,

M.Sc meresmikan pendirian Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, ditandai dengan

penandatanganan prasasti yang bertempat di Gedung Natya Mandala ISI Denpasar.

ISI Denpasar memiliki dua fakultas yaitu Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) serta

Fakultas Seni rupa dan Desain (FSRD). FSRD ISI Denpasar memiliki lima program studi, yaitu:

Program Studi Seni Rupa Murni

Program Studi Kriya Seni

Program Studi Desain Interior

Program Studi Desain Komunikasi Visual

Program Studi Fotografi (dalam perintisan Fakultas Media Rekam)

Institut Kesenian Jakarta (IKJ)

Mantan gubernur Jakarta Ali Sadikin merupakan sosok yang sangat berjasa dalam

berdirinya Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Selain dikarenakan IKJ berdiri pada masanya, juga

karena perintis IKJ yaitu Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) merupakan usulan dari

para seniman yang tergabung dalam Dewan Kesenian Jakarta yang pendiriannya difasilitasi

oleh gubernur Ali Sadikin.

Pada awal pembentukannya, LPKJ terdiri dari lima akademi, yaitu Akademi Tari,

Akademi Teater, Akademi Musik, Akademi Seni rupa, dan akademi Sinematografi. Ali Sadikin

sengaja menaruh LPKJ di dalam lingkungan Taman Ismail Marzuki dengan tujuan

membiasakan peserta didik dengan lingkungan pertunjukan dan pameran. LPKJ sendiri

diresmikan pada 25 Juni 1976 oleh presiden Soeharto.

Pada tahun 1981, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan saat itu menginginkan

agar lembaga kesenian seperti LPKJ yang dikelola dengan system sanggar dan padepokan

dijadikan lembaga pendidikan formal, Maka diubahlah LPKJ menjadi Institut Kesenian

Jakarta (IKJ) yang dikelola seperti sekolah formal.

Page 13: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

Setelah perubahan tersebut, meskipun pengelolaannya menjadi lebih mandiri,

namun fasilitas pembelajaran masih menjadi tanggung jawab pemda. Pada awal

perubahannya juga, lima akademi yang sudah ada sebelumnya dikelompokkan menjadi dua

fakultas, yaitu Fakultas Seni Rupa dan Desain yang berisi Akademi Seni Rupa dan Akademi

Sinematografi, serta Fakultas Seni Pertunjukan yang berisi Akademi Tari, Akademi Musik,

dan Akademi Teater.

Seiring dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, Fakultas Seni Rupa dan Desain

pun berkembang. Jurusan Film yang semula satu atap dengan Fakultas Seni Rupa dan Disain

berpisah, kemudian menjelma menjadi Fakultas Film dan Televisi (FFTV). FFTV pun

kemudian berkembang, membuka Jurusan Fotografi dan terakhir membuka Jurusan Kajian

Media yang dulu pernah bernama Jurusan Filmologi.

IKJ memiliki tiga fakultas, yaitu Fakultas Seni Rupa (FSR), Fakultas Seni Pertunjukan

(FSP), serta Fakultas Film dan Televisi (FFTV).

Fakultas Seni Rupa (FSR)

Fakultas Seni rupa (FSR) IKJ berkonsentrasi kepada pengembangan seni dalam wilayah

visual, melingkupi tiga jurusan, yaitu:

Program Studi Seni Murni (jenjang S1), dibagi menjadi 3 minat utama: Seni Lukis,

Seni Patung, dan Seni Grafis.

Program Studi Seni Kriya (jenjang S1): Kriya Kayu, Kriya Keramik, dan Kriya Tekstil.

Jurusan Desain (jenjang S1): Program Studi Desain Interior, Program Studi Desain

Komunikasi Visual (DKV), serta Program Studi Desain Mode & Busana.

Fakultas Seni Rupa IKJ juga menyelenggarakan berbagai kursus, seperti: Kursus Lukis,

kursus Sablon, kursus Batik, kursus Desain Grafis, kursus Animasi, kursus Ilustrasi, kursus

Keramik, kursus Body Painting,kursus Makeup Karakter, dll

Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung

Berawal dari aspirasi masyarakat Jawa Barat yang menghendaki adanya lembaga

pendidikan tinggi seni tari di Bandung, dengan melalui SK Walikota Bandung No. 5539/68

tanggal 31 Maret 1968 di Bandung didirikan Konservatori Tari (KORI) yang pengelolaannya

ada di bawah Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Bandung.

Atas meningkatnya animo masyarakat dan besarnya perhatian pemerintah, maka

KORI berupaya agar keberadaannya dapat diakui sebagai lembaga formal. Dengan adanya

kesepakatan antara Dirjen Kebudayaan Kantor Daerah Kodya Bandung, Pemerintah Kodya

Bandung, Inspektorat Pendidikan Kesenian Jawa Barat, dan Direktur Akademi Seni Tari

Indonesia di Yogyakarta, terbitlah SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.

Page 14: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

016/A.I/1970 tentang Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung yang merupakan kelas

jauh ASTI Yogyakarta. Dengan demikian, sejak tanggal 27 Februari 1971, Konservatori Tari

berubah menjadi Akademi Seni Tari Indonesia Jurusan Sunda di Bandung.

Sebagai bagian dari ASTI Yogyakarta, kegiatan pendidikan di ASTI Jurusan Sunda di

Bandung menginduk kepada peraturan dan ketentuan-ketentuan ASTI Yogyakarta. Dalam

hal kurikulum, ASTI Jurusan Sunda di Bandung menginduk kepada SK Menteri Pendidikan

dan Kebudayaan No. 088/0/1973 tentang Kurikulum ASTI Yogyakarta. Pada salah satu

bagian dari Surat Keputusan tersebut tersurat teknis penggunaan kurikulum untuk ASTI

bidang tari Sunda.

Pada tahun 1976 ASTI Jurusan Sunda di Bandung berada dalam pembinaan

Direktorat Jenderal Kebudayaan Depdikbud bersama dengan perguruan tinggi lainnya, yaitu

Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta, Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI)

Yogyakarta, Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Padangpanjang, dan Akademi Seni

Tari Indonesia (ASTI) Denpasar. Semuanya dihimpun dalam satu proyek, yaitu Proyek

Pengembangan Institut Kesenian Indonesia (IKI) Jakarta.

Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung melalui SK Presiden RI No. 59/1995.

STSI Bandung terdiri dari beberapa jurusan, antara lain:

Jurusan Tari (S1)

Karawitan (S1)

Teater (S1)

Seni Rupa (S1)

TV & Film (D4)

Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang

Berdasarkan UUD 1945, khususnya pasal 32 beserta penjelasannya, serta mengingat

potensi yang ada di Sumatera Barat, timbullah gagasan dari pemuka masyarakat dan para

seniman Sumatera Barat untuk menghidupkan serta mengembangkan kebudayaan,

khususnya masalah kesenian dengan mendirikan KOKAR A dan B, kokar A kemudian menjadi

Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Padangpanjang dengan berdasar SK Menteri

Pendidikan Dasar dan Kebudayaan No. 84/1965 Tanggal 22 Desember 1965, dan

berkembang menjadi Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang.

Tanggal 15 Juni 1999 ASKI Padangpanjang resmi berubah status menjadi STSI

Padangpanjang berdasarkan SK Presiden No. 56/1999 yang diresmikan pada tanggal 4

Desember 1999 oleh Dirjen Dikti Depdiknas Prof. Dr. Satriyo Sumantri Brojonegoro.

Page 15: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

Seiring dengan perubahan dari Akademi menjadi Sekolah Tinggi juga terjadi

perubahan Pola Ilmiah Pokok (PIP) dari Kesenian Minangkabau menjadi Seni Rumpun

Melayu. Perubahan itu menuntut perkembangan segala aspek yang berhubungan dengan

kualitas dan kuantitas pendidikan.

STSI yang baru lahir tersebut berwenang untuk melaksanakan program pendidikan

jenjang S-1. Kehadiran STSI Padangpanjang merupakan satu-satunya perguruan tinggi seni di

Sumatera. Dari tahun ke tahun perguruan tinggi seni ini terus berkompetisi dalam

memperoleh lapangan kerja bagi lulusannya. Seiring dengan itu, sudah barang tentu ISI

Padangpanjang bertugas menggali, membina dan mengembangkan seni budaya rumpun

Melayu. Pada tahun 2012 ISI Padangpanjang ditugaskan oleh pemerintah (Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan) untuk membangun ISBI di Banda Aceh.

ASKI Padangpanjang yang pada awalnya hanya mempunyai dua jurusan, Karawitan

dan Tari berikut dilengkapi dengan jurusan Musik . Setelah menjadi STSI menambah 2

Jurusan lagi yakni Jurusan Seni Kriya dan Seni Teater yang telah dirintis sejak tahun 1997.

Pada tahun akademik 2001/2002, STSI Padangpanjang resmi membuka Program Studi Seni

Musik berdasarkan SK Dirjen Dikti Nomor: 06/Dikti/Kep/2001 tanggal 09 Januari 2001.

Sedangkan untuk Program Studi Seni Kriya dan Teater ijin penyelenggaranya mulai pada

tahun akademik 2003/2004 berdasarkan SK Dirjen Dikti Nomor: 2271/D/T/2003 tanggal 05

September 2003. Sedangkan untuk Program Studi Seni Karawitan dan Seni Tari telah lebih

dahulu mendapatkan izin dari SK Dirjen Dikti dengan Nomor: 384/DIKTI/Kep/1998.

Sejak tahun akademik 2006/2007, STSI Padangpanjang telah membuka Program Studi

Televisi berdasarkan SK Dirjen Dikti Nomor: 3715/D/T/2006 tanggal 20 September 2006 dan

Program Studi Seni Murni berdasarkan SK Dirjen Dikti Nomor: 161/D/T/2007 tanggal 29

Januari 2007. STSI Padangpanjang juga telah memiliki Program Pasca Sarjana.

Sekolah-Sekolah Menengah Seni Rupa

Selain lembaga-lembaga pendidikan tinggi berbasis seni rupa, terdapat juga

beberapa sekolah menengah kejuruan berbasis seni rupa ataupun kriya, seperti

diantaranya:

SMKN 3 (SMSR) Kasihan, Bantul, Yogyakarta

SMKN 2 (SMIK) Jepara

SMKN 9 (SMSR) Surakarta

SMKN 4 (SMSR) Padang

SMKN 14 (SMSR) Bandung

Page 16: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

SMKN 11 (SMSR) Surabaya

Dan banyak lagi sekolah-sekolah tinggi maupun menengah berbasis seni rupa

lainnya.

Page 17: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

Penutupan

Lembaga-lembaga pendidikan berbasis seni rupa telah banyak mencetak dan

melahirkan seniman-seniman luar biasa di bidangnya. Secara tidak langsung, lembaga-

lembaga tersebut telah berkiprah menjadi cagar seni dan budaya di Indonesia ini. Hal ini

perlu diapresiasi dengan sangat baik, baik oleh pemerintah maupun masyarakat secara

umum.

Sejarah masih berlanjut, dinamika di dalam negara ini akan terus menciptakan

berbagai kebijakan-kebijakan baru pula bagi pendidikan, terutama seni rupa. Semoga

perkembangan pendidikan seni rupa di negeri ini terus berada di jalan positif.

Page 18: Sejarah Pendidikan Seni Rupa dan Perannya sebagai Cagar Seni dan Budaya di Indonesia

Daftar Pustaka

http://www.wikipedia.org

http://www.isi.ac.id

http://fsrd.itb.ac.id

http://www.isi-ska.ac.id

http://www.isi-dps.ac.id

http://www.ikj.ac.id

http://www.stsi-bdg.ac.id

http://www.isi-padangpanjang.ac.id