Sejarah Migas

12
Perkembangan Tata Kelola dan Tantangan serta Strategi Eksplorasi Migas di Indonesia Tata kelola MIGAS akan berubah besar dalam beberapa waktu dekat ini pasca pembubaran BPMIGAS. Dibawah ini sebgian dari tulisan yang pernah saya bawakan dalam acara Lokakarya Jurnalistik tentang Migas untuk Wartawan di Jawa Timur 3 Desember 2011 Sejarah Eksplorasi Migas di Indonesia Perminyakan Sebelum Kemerdekaan. Uraian dibawah ini dikumpulkan dari berbagai sumber terutama di internet yang sumber asalnya tidak diketahui serta beberapa buku bacaan dan diskusi di mailist IAGI-net. Untuk perkembangan yuridis telah disusun oleh BPK terlampir sebagai addendum tulisan ini. :( ” Mendongeng Sejarah ya Pak Dhe ?” Pemanfaatan dan penggunaan minyak bumi dimulai oleh bangsa Indonesia sejak abad pertengahan. Menurut sejarah, orang Aceh menggunakan minyak bumi untuk menyalakan bola api saat memerangi armada Portugis. Selama ini yang lebih dikenal sebagai awal eksplorasi atau pencarian migas dilakukan adalah pengeboran sumur Telaga tunggal oleh Zijker, namun penelitian yang dilakukan oleh salah satu anggota IAGI (Awang HS) menemukan bahwa usaha pengeboran pertama kali sebenarnya sudah dilakukan oleh Jan Reerink, tahun 1857.

description

Sejarah Migas

Transcript of Sejarah Migas

Page 1: Sejarah Migas

Perkembangan Tata Kelola dan Tantangan serta Strategi Eksplorasi Migas di Indonesia Tata kelola MIGAS akan berubah besar dalam beberapa waktu dekat ini pasca pembubaran

BPMIGAS. Dibawah ini sebgian dari tulisan yang pernah saya bawakan dalam acara Lokakarya

Jurnalistik tentang Migas untuk Wartawan di Jawa Timur 3 Desember 2011

Sejarah Eksplorasi Migas di Indonesia

Perminyakan Sebelum Kemerdekaan.

Uraian dibawah ini dikumpulkan dari berbagai sumber terutama di internet yang sumber

asalnya tidak diketahui serta beberapa buku bacaan dan diskusi di mailist IAGI-net. Untuk

perkembangan yuridis telah disusun oleh BPK terlampir sebagai addendum tulisan ini.

:( ” Mendongeng Sejarah ya Pak Dhe ?”

Pemanfaatan dan penggunaan minyak bumi dimulai oleh bangsa Indonesia sejak abad

pertengahan. Menurut sejarah, orang Aceh menggunakan minyak bumi untuk menyalakan bola

api saat memerangi armada Portugis.

Selama ini yang lebih dikenal sebagai awal eksplorasi atau pencarian migas dilakukan adalah

pengeboran sumur Telaga tunggal oleh Zijker, namun penelitian yang dilakukan oleh salah satu

anggota IAGI (Awang HS) menemukan bahwa usaha pengeboran pertama kali sebenarnya sudah

dilakukan oleh Jan Reerink, tahun 1857.

Page 2: Sejarah Migas

Gambar.1 Usaha eksplorasi minyak di Indonesia dimulai menjelang abad ke20 di Jawa dan di

Sumatera Utara. Disusul kemudian di Papua.

Jan Reerink adalah seorang anak laki-laki saudagar penggilingan beras pada zaman Belanda di

Indonesia pada paruh kedua abad ke-19. Reerink ditugaskan ayahnya menjaga sebuah toko

kelontong di Cirebon. Tetapi, Reerink selalu melamunkan penemuan minyak seperti yang

dilakukan Kolonel Drake di Pennsylvania pada tahun 1857. Akhirnya, sebuah berita ia terima

bahwa ada rembesan minyak keluar dari lereng barat Gunung Ciremai di kawasan Desa Cibodas,

Majalengka. Reerink berketetapan hati akan membor rembesan minyak itu.

:( “Wah ternyata mereka mencari minyak di Pulau Jawa ya ?. Lah sekarang kok malah di Jawa

ngga banyak diketemukan Pakdhe ? “

:D “Diketemukan minyak kan banyak di Jawa Timur, Thole. Daerah Cepu dan sekitarnya”

Awal sejarah perkembangan eksplorasi dan eksploitas migas secara modern di Indonesia ditandai

saat dilakukan pengeboran pertama pada tahun 1871 ini, yaitu sumur Madja-1 di desa Maja,

Majalengka, Jawa Barat, oleh pengusaha belanda bernama Jan Reerink diatas. Akan tetapi

hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan dan akhirnya sumur pengeborannya ditutup.

Akan halnya Telaga Tunggal, tokoh yang terkenal adalah Jan Zijlker (nama Jan adalah nama

“pasaran” orang Belanda). Tahun 1880, ia ditugaskan atasannya mengunjungi sebuah

perkebunan tembakau di Sumatra Utara. Jan Zijlker adalah manager of the East Sumatra

Tobacco Company. Di sana, ia melihat penduduk setempat (Langkat) menggunakan obor dengan

suatu zat untuk membuatnya tahan lama menyala. Zijlker mengenal zat itu sebagai minyak tanah

Penemuan sumber minyak dengan pengeboran moderen yang pertama di Indonesia ini yang

akhirnya lebih dikenal sebagai awal eksplorasi yang terjadi pada tahun 1883 yaitu

diketemukannya lapangan minyak Telaga Tiga dan Telaga Said di dekat Pangkalan Brandan oleh

seorang Belanda bernama A.G. Zeijlker.

Page 3: Sejarah Migas

Gambar 2. Sejarah perkembangan yuridis (aturan) tentang pengelolaan migas di Indonesia

sejak awal 1900 hingga 2011.

Penemuan-penemuan selanjutnya juga dilakukan dengan pengeboran sumur ini kemudian disusul

oleh penemuan lain yaitu di Pangkalan Brandan dan Telaga Tunggal. Penemuan lapangan Telaga

Said oleh Zeijlker menjadi modal pertama suatu perusahaan minyak yang kini dikenal sebagai

Shell. Pada waktu yang bersamaan, juga ditemukan lapangan minyak Ledok di Cepu, Jawa

Tengah, Minyak Hitam di dekat Muara Enim, Sumatera Selatan, dan Riam Kiwa di daerah

Sanga-Sanga, Kalimantan.

Menjelang akhir abad ke 19 terdapat 18 prusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Pada

tahun 1902 didirikan perusahaan yang bernama Koninklijke Petroleum Maatschappij yang

kemudian dengan Shell Transport Trading Company melebur menjadi satu bernama The Asiatic

Petroleum Company atau Shell Petroleum Company. Pada tahun 1907 berdirilah Shell Group

yang terdiri atas B.P.M., yaitu Bataafsche Petroleum Maatschappij dan Anglo Saxon. Pada

waktu itu di Jawa timur juga terdapat suatu perusahaan yaitu Dordtsche Petroleum Maatschappij

namun kemudian diambil alih oleh B.P.M.

Awal masuknya Amerika dalam industri Migas di Indonesia. Pada tahun 1912, perusahaan minyak Amerika mulai masuk ke Indonesia. Pertama kali dibentuk

perusahaan N.V. Standard Vacuum Petroleum Maatschappij atau disingkat SVPM. Perusahaan

ini mempunyai cabang di Sumatera Selatan dengan nama N.V.N.K.P.M (Nederlandsche

Koloniale Petroleum Maatschappij) yang sesudah perang kemerdekaan berubah menjadi P.T.

Stanvac Indonesia. Perusahaan ini menemukan lapangan Pendopo pada tahun 1921 yang

merupakan lapangan terbesar di Indonesia pada jaman itu.

Page 4: Sejarah Migas

Gambar 3. Masuknya “investor” ke Indonesia dimulai sejak terbentuknya perushaan migas

Belanda yang disusul oleh perusahan berasal dari Amerika sekitar 1920-1940.

Untuk menandingi perusahaan Amerika, pemerintah Belanda mendirikan perusahaan gabungan

antara pemerintah dengan B.P.M. yaitu Nederlandsch Indische Aardolie Maatschappij. Dalam

perkembangan berikutnya setelah perang dunia ke-2, perusahaan ini berubah menjadi P.T.

Permindo dan pada tahun 1968 menjadi P.T. Pertamina.

Pada awalnya Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan pembedaan antara Shell dengan

perusahaan lain. Pada tahun 1920 masuk dua perusahaan Amerika baru yaitu Standard Oil of

California dan Texaco. Pada tahun 1920 ini di Amerika diundangkan “General Lisencing Act”

yang mengusulkan untuk non discriminasi.

:( “Wah Pakdhe, Amerika sudah ngugrek0ngugrek Indonesia sejak 1920 ya ?”

:D “Indonesia itu potensinya besar Thole. Semua juga tertarik untuk menduduki Indonesia”

Kemudian, pada tahun 1930 dua perusahaan ini membentuk N.V.N.P.P.M (Nederlandsche

Pasific Petroleum Mij) dan menjelma menjadi P.T. Caltex Pasific Indonesia, sekarang P.T.

Chevron Pasific Indonesia. Perusahaan ini mengadakan eksplorasi besar-besaran di Sumatera

bagian tengah dan pada tahun 1940 menemukan lapangan Sebangga disusul pada tahun

berikutnya 1941 menemukan lapangan Duri. Di daerah konsesi perusahaan ini, pada tahun 1944

tentara Jepang menemukan lapangan raksasa Minas yang kemudian dibor kembali oleh Caltex

pada tahun 1950.

Pada tahun 1935 untuk mengeksplorasi minyak bumi di daerah Irian Jaya dibentuk perusahaan

gabungan antara B.P.M., N.P.P.M., dan N.K.P.M. yang bernama N.N.G.P.M. (Nederlandsche

Nieuw Guinea Petroleum Mij) dengan hak eksplorasi selama 25 tahun. Hasilnya pada tahun 1938

berhasil ditemukan lapangan minyak Klamono dan disusul dengan lapangan Wasian, Mogoi, dan

Sele. Namun, karena hasilnya dianggap tidak berarti akhirnya diseraterimakan kepada

perusahaan SPCO dan kemudian diambil alih oleh Pertamina tahun 1965.

Page 5: Sejarah Migas

Gambar 4. Pasca PD II dan kemerdekaan, mulai munculnya perusahaan lokal dan dibentuknya

PERMINA sebagai perusahaan nasional yang pertama. Merupakan cikal bakal PERTAMINA.

Setelah perang kemerdekaan di era revolusi fisik tahun 1945-1950 terjadi pengambilalihan

semua instalasi minyak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 1945 didirikan P.T.

Minyak Nasional Rakyat yang pada tahun 1954 menjadi perusahaan Tambang Minyak Sumatera

Utara (PT MTMSU). Perusahaan ini bersifat lokal. Operasinya belum secara nasional. Pada

tahun 1957 didirikan P.T. Permina oleh Kolonel Ibnu Sutowo yang kemudian menjadi P.N.

Permina pada tahun 1960. Pada tahun 1959, N.I.A.M. menjelma menjadi P.T. Permindo yang

kemudian pada tahun 1961 berubah lagi menjadi P.N. Pertamin. Pada waktu itu juga telah berdiri

di Jawa Tengah dan Jawa Timur P.T.M.R.I (Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia)

yang menjadi P.N. Permigan dan setelah tahun1965 diambil alih oleh P.N. Permina.

:( “Laah, ini kan cikal bakalnya PERTAMINA kan Pakdhe ?”

Pada tahun 1961 sistem konsesi perusahaan asing dihapuskan diganti dengan sistem kontrak

karya. Tahun 1964 perusahaan SPCO diserahkan kepada P.M. Permina. Tahun 1965 menjadi

momen penting karena menjadi sejarah baru dalam perkembangan industri perminyakan

Indonesia dengan dibelinya seluruh kekayaan B.P.M. – Shell Indonesia oleh P.N. Permina. Pada

tahun itu diterapkan kontrak bagi hasil (production sharing) yang menyatakan bahwa seluruh

wilayah Indonesia merupakan daerah konsesi P.N. Permina dan P.N. Pertamin. Perusahaan asing

hanya bisa bergerak sebagai kontraktor dengan hasil produksi minyak dibagikan bukan lagi

membayar royalty.

Page 6: Sejarah Migas

Gambar 5. Jeda antara saat ditemukan (discovery) hingga puncak produksi dicapai dalam 20-30

tahun. Saat ini sekitar diperlukan waktu 10 hingga 15 tahun utk memproduksikan lapangan

baru.

Tahun 1960 anjungan pengeboran (Jack-up Rig) mulai beroperasi secara massal. Dan sSejak

tahun 1967 eksplorasi besar-besaran juga dilakukan di Indonesia baik di darat maupun di laut

oleh P.N. Pertamin dan P.N. Permina bersama dengan kontraktor asing. Tahun 1968 P.N.

Pertamin dan P.N. Permina digabung menjadi P.N. Pertamina dan menjadi satu-satunya

perusahaan minyak nasional. Di tahun 1969 ditemukan lapangan minyak lepas pantai yang diberi

nama lapangan Arjuna di dekat Pemanukan, Jabar. Tidak lama setelah itu ditemukan lapangan

minyak Jatibarang oleh Pertamina. Kini perusahaan minyak PERTAMINA ini tengah berbenah

diri menuju perusahaan bertaraf internasional.

Pertumbuhan dan pengembangan lapangan migas di Indonesia mencapai puncaknya ketika

produksi minyak Indonesia mencapai diatas satu setengah juta barel perhari yang dicapai pada

tahun 1977 (gambar 5).

:( “Looh kalau begitu peningkatan produksi dan eksplorasi migas didorong oleh tehnologi,

bukan pengelolaannya ya ?”

:D “Kesuksesan didorong oleh tehnologi, namun efisiensi penemuannya akan banyak ditentukan

oleh pengelolaan serta penegetahuan eksplorasi. Termasuk perkembangan ilmu geologi.”

Arun LNG sebagai awal pemicu produksi Gas di Indonesia. Produksi gas mulai menggeliat ketika gas mulai diperdagangkan dan mulai dipergunakan sebagai

energi. Pada tahun 1972 ditemukan sumber gas alam lepas pantai di ladang North Sumatra

Offshore (NSO) yang terletak di Selat Malaka pada jarak sekitar 107,6 km dari kilang PT Arun

di Blang Lancang. Selanjutnya pada tahun 1998 dilakukan pembangunan proyek NSO “A” yang

diliputi unit pengolahan gas untuk fasilitas lepas pantai (offshore) dan di PT Arun. Fasilitas ini

dibangun untuk mengolah 450 MMSCFD gas alam dari lepas pantai sebagai tambahan bahan

baku gas alam dari ladang arun di Lhoksukon yang semakin berkurang.

Tanggal 16 Maret 1974, PT Arun didirikan sebagai perusahaan operator. Perusahaan ini baru

diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 19 September 1978 setelah berhasil mengekspor

kondensat pertama ke Jepang (14 Oktober 1977).

Page 7: Sejarah Migas

Produksi gas Indonesia terus meningkat hingga tahun 2000 ini dan masih menunjukkan produksi

yang terus meningkat setelah gas dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam

negeri dengan pemipaan (pipe gas).

Penemuan lapangan gas terbesar di Indonesia diketemukan di Laut Natuna di Lapangan D-

Alpha. Lapangan ini memiliki kandungan gas lebih dari 200 TCF, namun hampir 70%

merupakan CO2. Total hydrocarbon (combustible) gas sekitar 40 TCF. Karena banyaknya porsi

kandungan CO2 ini menjadikan pengembangan lapangan ini terus tertunda hingga saat ini.

Penemuan lapangan-lapangan minyak semakin sulit dan gas di Indonesia ini membuat

pengelolaan migas dengan PSC (Production Sharing Contract) ini harus selalu dikembangkan.

Sistem bagi hasil ini sebenarnya sudah dikenalkan pada tahun 1951, namun sistem PSC modern

memang dimulai pada tahun 1966 setelah 2 tahun negosiasi antara PERMINA dengan IIAPCO

untuk WK ONWJ. Disebut sebagai PSC modern karena pokok-pokok kontrak tersebut hingga

saat ini masih dipakai.

Sedangkan kalau dilihat perkembangann PSC dengan digabungkan UU-nya maka:

PSC Generasi pertama (1960 – 1976):

Produksi minyakd an gas bumi setiap tahun dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

o 40% pertama disebut sebagai cost oil yang dialokasikan untuk pengembalian

biaya eksplorasi dan eksploitasi. (Ceiling Cost Recovery)

o 60% sisanya disebut sebagai profit oil atau equity oilyang dibagi:

65% untuk PERMINA dan 35% untuk Kontraktor untuk produksi 75 ribu

BOPD

67.5% % Pertamina, 32 % % Kontraktor untuk produksi antara 75.000 sid

200.000 per hari:

70 % Pertamina, 30 % Kontraktor untuk produksi di atas 200.000 barrel

per hari.

Jangka Waktu eksplorasi selama 6 Tahun, dan dapat diperpanjang 2 kali (masing-masing

2 tahun)

Pajak Sebesar 56% dan tidak dibedakan antara pajak coorporate dan dividen.

Komersialitas dibatasi dengan minimum pendapatan negara adalah 49% dari pendapatan

kotor dan ditentukan oleh Pertamina dan Kontraktor.

DMO sebesar 25% dari milik kontraktor dengan pembayaran sebesar US$0.2/bbl.

PSC Generasi kedua (1976 – 1988): Dalam usahanya pemerintah meningkatkan keuntungan, pemerintah berusaha untuk mengganti

model yang sebelumnya memberikan dua level bagi hasil dihapuskan dan menjadi satu bagi hasil

sebesar 85:15 (70:30 untuk gas) bagi Pertamina. Perkecualian untuk Rokan PSC di mana bagi

hasilnya 88:12 untuk Pertamina.

Penerimaan Negara dibagi dalam dua kelompok yaitu:

Penerimaan Negara berupa Pajak Perseroan dan Dividen termaksud dalam peraturan

perpajakan yang berlaku pada saat penandatanganan perjanjian

Penerimaan Negara diluar pajak-pajak tersebut dalam butir 1 di atas, termasuk bagian

produksi yang diserahkan kepada Negara sebagai pemilik kuasa atas sumber daya minyak

dan gas bumi, kewajiban kontraktor menyerahkan sebagian dari produksi yang

Page 8: Sejarah Migas

diterimanya untuk kebutuhan dalam negeri, bea masuk, iura pembanguna daerah (PBB),

bonus, dan lain-lain.

Pajak sebesar 56% yang terdiri dari 45% pajak Coorporate dan 11% pajak Dividen.

Limit cost recovery yang sebelumnya 40% dihapuskan, sehingga Kontraktor dapat

mendapatkan kembali maksimum 100% dari revenue untuk penggantian biaya dan

didasarkan pada Generally Accepted Acounting principle (GAAP).

Selisih antara Pendapatan Kotor per tahun dengan Cost Recovery, Kemudian dibagi

antara Pertamina dan Kontraktor masing masing sebesar 65.91% : 34.09% (minyak)

31.82% : 68.18% (gas). Bagian Kontraktor akan dikenakan pajak total sebesar 56%

(terdiri dari 45% pajak pendapatan dan 20% pajak dividen), dengan demikian pembagian

bersih setelah pajak adalah : 85% : 15% (minyak) dan 70% : 30% (gas).

Pajak turun dari 56% menjadi 48%, maka untuk mempertahankan pembagian (share)

diatas, pembagian produksi sebelum kena pajak diubah menjadi : 71.15% : 28.85%

(minyak) dan 42.31% : 57.69% (gas).

Untuk lapangan baru, Kontraktor diberikan kredit investasi sebesar 20% dari pengeluaran

kapital untuk fasilitas produksi. dan diberikan DMO Holiday selama 5 tahun.

DMO sebesar 25% dari milik kontraktor dengan pembayaran sebesar US$0.2/bbl.

Jangka Waktu Eksplorasi selama 6 Tahun, dan tidak dapat diperpanjang (dalam beberapa

kontrak dapat diperpanjang satu kali selama 2 tahun).

Komersialitas dibatasi dengan minimum pendapatan negara adalah 49% dari pendapatan

kotor dan ditentukan oleh Pertamina dan Kontraktor

PSC Generasi ketiga (1988 – 1993): Pada tahun 1988 dan 1989, fiscal term yang telah direvisi tersebut diperkenalkan sebagai model

PSC baru. Perubahan penting dalam model PSC tersebut adalah diberlakukannya FTP, kenaikan

besaran DMO fee, dan perbaikan terms untuk proyek-proyek marginal, frontier, deepwater dan

reservoir pre-tersier . Pada tahun 1988 Pertamina memperkenalkan beberapa terms and

condition yang berbeda untuk kontrak area baru dan perpanjangan. Kontrak area baru dibagi

menjadi 2 kategori yaitu konvensional dan frontier. Komersialitas dibatasi dengan minimum

pendapatan negara adalah 25% dari pendapatan kotor dan ditentukan oleh Pertamina dan

Kontraktor

PSC Generasi keempat (1994 – 2001):

Titik acuan PP Nomor 35 Tahun 1994

Dana ASR

Besaran pajak berubah dari 48% menjadi 44% yang terdiri dari 30% dan pajak dividen

sebesar 14%.

Standar investment credit untuk keperluan cost recovery turun dari 17% menjadi 15.78%.

Skema bagi hasil sebelum pajak juga berubah menjadi 73.22%:26.78%.

DMO sebesar 25% dari milik kontraktor (15% dari harga export setelah 5 tahun pertama

produksi)

Jangka Waktu Esplorasi selama 6 tahun dan hanya dapat diperpanjang 1 kali selama 4

tahun

Komersialitas tidak diberi batasan minimum pendapatan pemerintah.

Sebelum melakukan kegiatannya Kontraktor diwajibakan melakukanenvironmental base

line study.

Page 9: Sejarah Migas

Perubahan ke satu Pada tahun 1997, Pertamina merubah beberapa pokok terms & condition dalam rangka

meningkatkan kegiatan eksplorasi. Pokok-pokok tersebut adalah:

Sebelum generasi keempat komitmen dalam bab IV PSC berupa komitmen finansial maka dalam

PSC generasi ini komitmen berubah menjadi komitmen Finansial dan Kegiatan. Namun

pelaksanaannya masih dihitung secara finansial.

Sebelum generasi keempat komitmen dalam bab IV PSC berupa komitmen finansial tanpa ada

pembagian jenis komitmen maka dalam PSC generasi ini berubah menjadi untuk 3(tiga) tahun

atau 2 (dua) tahun pertama disebut sebagai komitmen pasti. Apabila gagal memenuhi komitmen

pasti dan kontraktor mengembalikan wilayah kerja tersebut maka kontraktor wajib membayar

kekurangan pelaksanaan komitmen pasti tersebut.

Perubahan kedua Pada tahun 1998, besaran harga DMO berubah dari 15% menjadi 25% harga ekspor

Perubahan ketiga Pada tahun 1999, mulai diperkenalkan istilah performance deficiency notice.

PSC Generasi kelima: 2001-2007: Perubahan dari finansial komitmen menjadi work program Komitmen

PSC Generasi Keenam: 2008-skrg: POD Basis, dana ASR dalam escrow account, LCCA, Subsequent Petroleum Discovery,

persyaratan perpanjangan jangka waktu eksplorasi dipertegas, penurunan pajak penghasilan

mengikuti UU No.36 Tahun 2008

Perubahan pertama-2009: untuk WK GMB diperkenalkan Handling production sebelum POD

Perubahan Pengelolaan Migas Pasca Reformasi Setelah Reformasi politik terjadi di Indonesia tahun 1998, perubahan pengelolaan migas berubah

menjadi sangat berbeda.

Pada tanggal 23 Nopember 2001 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

tentang Minyak dan Gas Bumi, dimana yang menjadi dasar pertimbangan diundangkannya

Undang-Undang tersebut adalah sudah tidak sesuainya lagi UU No. 44 Prp. Tahun 1960 dengan

perkembangan usaha pertambangan migas baik dalam taraf nasional maupun internasional. UU

22/2001 ini terutama merubah sisi downstream atau hilir menjadi terbuka utk perusahaan asing

dari luar negeri.

Perubahan yang terjadi pada UU Migas 22/2001 ini dapat disarikan terlihat dibawah ini.

Page 10: Sejarah Migas

Gambar 6. Perubahan perundangan dalam pengelolaan migas sejak Indische Mijnwest (IMW,

UU Prp 44/tahun 1960 dan UU 22/2011.

Yang paling utama dalam pembaharuan pengelolaan migas ini adalah pengalihan pengelolaan

migas dalam Kuasa Pertambangan dari Perusahaan Negara PERTAMINA kepada pemerintah.

Gambar 7. Pengaturan pengelolaan Migas dalam UU No 22 tahun 2001.

Salah satu hal utama sebagai konsekuensi pengesahan UU 22/2001 ini adalah perlu dibentuknya

adanya Badan Pelaksana (dibentuk BPMIGAS) dan Badan Pengatur (dibentuk BPHMIGAS)

serta perubahan bentuk PERTAMINA menjadi persero. PERTAMINA bukan lagi sebagai

perusahaan pengelola dan pemegang kuasa pertambangan. Dalam kegiatan hulu PERTAMINA

akan menjadi perusahaan yang diberlakukan seperti perusahaan-perusahaan kontraktor. Dan

akhirnya PERTAMINA juga mendandatangani KKKS dengan MIGAS pada tanggal 17

September 2005.

Dalam hal produksi nasional, BPMIGAS menjadi badan negara yang mengelola produksi atas

bagihasil di lapangan-lapangan yang dikelola oleh kontraktor (KKKS).

Tantangan : Eksplorasi sebagai satu-satunya cara meningkatkan produksi.

Page 11: Sejarah Migas

Gambar 8. Tantangan Eksplorasi di Indonesia terutama di Indonesia Timur dengan

kemungkinan terdapatnya gas di daerah laut dalam.

Penemuan-penemuan gas setelah tahun 1990 banyak dijumpai di Indonesia Timur. Tentusaja

daerah ini sulit untuk dikembangkan dengan cepat. Namun setelah diundangkan UU Migas

22/2001 ini penemuan migas ini menjadi sangat menurun. Hanya penemuan lapangan-lapangan

kecil yg dijumpai dan banyak yang sangat marjinal untuk dikembangkan secara ekonomis.

:( Kok Indonesia Timur ketinggalan dalam eksplorasinya ya Pakdhe. Padahal Indonesia Timur

banyak potensinya.”

:D “Kalau lautdalam dan daerah susah dijangkau tentunya juga tidak menjadi prioritas, Thole.

Tugas pemerintah salah satunya harus mampu menggerakkan kegiatannya ke arah sana”

Perlu dana eksplorasi migas dari APBN. Didalam pengusahaan migas untuk menjamin ketersediaan serta kesinambungan produksi maka

usaha eksplorasi-lah yang merupakan satu-satunya cara untuk mempertahankan dan

meningkatkan produksi. Permasalahan yang sering dijumpai investor dalam usaha penemuan

minyak (eksplorasi) ini terutama tumpang tindih lahan, tumpang tindih aturan ( ESDM –

KEHUTANAN – PERIKANAN – KELAUTAN- PERHUBUNGAN), keterbatasan data, serta

sulitnya akses dan minimnya infra struktur.

Lemahnya niat pemerintah dalam usaha peningkatan produksi dengan usaha eksplorasi ini

tercermin pada minimnya dana Plow Back (yaitu dana untuk kebutuhan eksplorasi migas yang

diperoleh dari keuntungan usaha eksplorasi itu sendiri). Dari penerimaan Negara Dari Sektor

Migas Sebesar 28% hanya diberikan Plow Back Migas 0,07% Dari Penerimaan Sektor ESDM

Tahun 2011. Rata-rata perusahaan migas akan mengeluarkan 10-20% anggarannya untuk usaha

eksplorasi (pencarian lapangan baru).

Page 12: Sejarah Migas

Dalam dunia eksplorasi termasuk eksplorasi migas, “data geologi” yang menjadi bahan dasar

untuk kegiatan eksplorasi merupakan “soft infrastrcuture“. Pengambilan data baru oleh

pemerintah yang diambil dari dana APBN perlu ditambah untuk membantu serta mempercepat

usaha eksplorasi, dimana nantinya akan membantu menjamin ketersediaan energi migas dimasa

mendatang. Dengan cara investasi seperti inilah perusahaan dapat bertahan bahkan

meningkatkan produksinya. Semestinya negara (pemerintah) juga memberikan batuan akselerasi

waktu dalam melakukan usaha eksplorasi dengan memberikan dana belanja untuk penyediaan

dan akuisisi data baru untuk melakukan penelitian sebagai bagian dari perbaikan infrastruktur

eksplorasi.

Referensi :

- Teuku H. Moehammad Hasan (1985), “Sejarah Perjuangan Perminyakan Nasional.

Penerbit : Yayasan Sari Pinang Sakti Jakarta.

- Adendum “Tinjauan Historis Yuridis Pengusahaan Pertambangan Migas di

Indonesia”, oleh BPK. Diambil dari

: (http://www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/HisYuridis_usahamigas.pdf)

- Berbagai sumber lain di Internet.