Sejarah Kota Mataram
description
Transcript of Sejarah Kota Mataram
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN SEJARAH KOTA MATARAM
TIM PENYUSUN
DR.JAMALUDIN,MA DRS.H.JALALUDIN ARZAKI L.SATRIA WANGSA.SH
L.PRIMA WIRAPUTRA BQ.RATNA MULHIMMAH,MH DRS ABDUL HAFIZ,MSI
KERJASAMA
BADAN PERENCANA PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA) KOTA MATARAM
DENGAN
CV.ALAM MANIK
2011
i
KATA PENGANTAR
Sepatutnya penulis mengucapkan rasa syukur alhamdulillah kehadirat
Allah SWT yang senantiasa melimpahkan taufiq, hidayah, dan nikmat-Nya,
terutama nikmat kesehatan dan kesempatan, sehingga penelitian ini terselesaikan
tepat waktu
Penelitian ini mengangkat tema Sejarah Kota Mataram, sebuah penelitian
yang sungguh tidak mudah, karena keterbatasan waktu yang tersedia, dan
keharusan untuk menemukan data-data yang banyak, dan banyak di antaranya
yang sulit untuk diakses. Namun demikian ini tidak boleh terhenti, ini adalah
kebutuhan yang sangat mendesak.
Kami bersukur akhirnya penelitian ini terselesaikan dengan baik, semua
ini karena keterlibatan banyak pihak, kerja sama antar peneliti, dan dukungan
banyak pihak untuk memberikan data-datanya kepada kami. Untuk itu kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada Lalu Mujitahid, Kepala Bapeda Kota Mataram
Lalu Anggawa, Sekretaris Bapeda Kota Mataram Lalu Martawang, Mantan Kabid
Penelitian Bapeda Kota Mataram alm. Hj. Sarkiyah. Dan banyak lagi informan
yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, mereka telah memberikan informasi
yang berharga dan data-data yang kami butuhkan. Kepada mereka semua kami
ucapkan terima kasih.
Kepada Allah jua kami penulis panjatkan rasa syukur dan doa serta, dan
semoga Allah berkenan memberikan balasan yang sesuai dengan pengorbanannya
dan untuk kita semua. Amin.
Tem Penulis
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji sukur kehadirat Tuhan yang Maha Berkehendak atas
hambanya. Karena dengan kehendak-Nya penulisan Sejarah Kota Mataram dapat
diselesaikan dengan sesuai harapan.
Sejak awal saya agak sedikit pesimis dengan penelitian ini akan
terselesaikan sesuai dengan yang kami inginkan. Karena beban yang kami berikan
agak sedikit lebih berat, karena ini adalah penelitian sejarah. Akan tetapi semua di
luar dugaan kami, bahwa penelitian ini melebihi dari yang kami harapkan. Kami
sangat puas dengan apa yang dihasilkan, lebih-lebih setelah diseminarkan, semua
menjadi lebih tampak apa yang selama ini masih samar-samar, sekali lagi kami
sangat puas. Ini bisa menjadi tonggak awal dari perjalanan sejarah khususnya kota
Mataram.
Oleh karena itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada para peneliti
Dr. Jamaluddin, MA, Drs. H. Jalaluddin Arzaki, Lalu Satria Wangsa, SH. L.Prima
Wiraputra, Baiq Ratna Mulhimmah, MH. Drs. Abdul Hafiz, MSi. Dan banyak
pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, yang terlibat baik secara
langsung maupun tidak langsung yang membantu, sehingga penelitian ini selesai
dengan baik. Kepada mereka semua kami ucapkan terima kasih.
Kepala Bapeda Kota Mataram
Drs. H.Lalu Anggawa Nuraksi
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Permasalahan ......................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
D. Manfaat/Signifikansi Penelitian.............................................................. 3
E. Metodologi Penelitian ............................................................................ 4
F. Sistematika Penulisan............................................................................. 5
BAB II : MATARAM SEBELUM 1978: SEJARAH SOSIAL, POLITIK DAN
KEAGAMAAN ................................................................................... 6
A. Asal-Usul penamaan Mataram................................................................ 6
B. Penduduk Mataram: Sejarah Sosial Keagamaan ..................................... 11
C. Sejarah Politik dan Pemerintahan ........................................................... 19
BAB III: TERBENTUKNYA KOTA MATARAM .......................................... 45
A. Tokoh-Tokoh Pemikir terbentuknya Kota Mataram................................ 45
B. Perubahan Struktur Pemerintahan........................................................... 54
C. Kota Mataram dari 1993-sekarang.......................................................... 58
D. Pertumbuhan dan perkembangan Kota Mataram..................................... 65
BAB IV: KESIMPULAN .................................................................................... 80
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mataram sebagai ibukota Kodya Mataram sesungguhnya dapat dikatakan
baru, tidak lebih dari 18 tahun dari sejak resmi dijadikan sebagai kodya Mataram
pada tahun 1993.1 Dalam kenyataan sejarah Mataram adalah sebuah kota tua yang
melebihi masa waktu dia dikenal sebagai ibukota Kodya Mataram. Bahkan ketika
Nusa Tenggara Barat sebagai sebuah provinsi Mataram sebagai ibukotanya. Mataram
sesungguhnya telah ada sebelum provinsi yang bernama Nusa Tenggara Barat
terbentuk.
Nama Mataram, dalam masyarakat NTB khususnya orang-orang Lombok
menyebutnya beragam, ada yang menyebut Mataram, Metaram, Mentaram, bahkan
ada juga yang menyebutnya Mataharam, mungkin untuk memberikan makna
pejoratip terhadap Mataram. Ini menunjukkan Mataram memiliki makna dan nilai
kesejarahan yang melebihi nama yang dimilikinya.
Oleh karena itu ketika ada pertanyaan kapan atau berapa umur Kota
Mataram, tentu tidak mudah memberikan jawaban yang pasti. Setiap jawaban yang
diberikan tentu memiliki alasan tersendiri, namun tidak semua jawaban dapat
memuaskan pertanyaan tersebut. Selain belum ada kesepakatan dari mana
menghitung kapan Mataram itu ada, juga karena yang berkaitan dengan data-data
historis belum terdokumentasikan secara baik.
Selain itu, Mataram sebagai sebuah kota yang memiliki masyarakat
hetrogen, dimana terdiri dari banyak suku, ras dan agama. Sehingga untuk menjalin
keharmonisan kehidupan masyarakat kota yang plural maka diperlukan referensi yang
dapat menjelaskan asal usul serta peran sosialnya dari setiap unsur suku bangsa
penduduk Kota Mataram.
1Bondan Wisnujati, et al, Dirgahayu IX Kota Mataram, (Mataram: Kantor Informasi dan
Komunikasi, 2002), h. 11.
2
Atas dasar berbagai pertimbangan di atas tuntutan untuk menghadirkan
tulisan tentang sejarah Kota Mataram dalam bentuk sejarah sosial menjadi kebutuhan
yang sangat mendesak. Tentunya dengan kehadiran tulisan tersebut diharapkan
beberapa hal, antara lain: pertama, akan menumbuhkan rasa cinta pada Kota Mataram
karena di dalamnya mengungkap tentang sejarah pembangunan Kota Mataram yang
menampilkan perubahan fisik kota dari masa ke masa. Kedua akan dapat
menumbuhkan rasa bangga menjadi warga Kota Mataram, karena di dalamnya
terdapat informasi mengenai prestasi yang telah diraih dari masa ke masa dan
menjadi pendorong semangat dalam memberikan pengabdian terbaik bagi Kota
Mataram. Ketiga untuk memacu semangat juang dalam mengisi pembangunan dan
pembentukan karakter kepahlawanan, karena di dalamnya menginformasikan tentang
tokoh-tokoh pembangunan Kota Mataram di segala bidang pembangunan khususnya
mental, spiritual. Dan yang terakhir adalah untuk membentuk jati diri (Wahyat
Jatmika) masyarakat Kota Mataram, yang mampu merevitalisasi kearifan lokal dan
mendorong optimalisasi lokal genius dan khasanah budaya, sehingga visi Mataram:
maju, religius dan berbudaya dapat terwujud.
Berangkat dari latar belakang dan beberapa kajian di atas, maka penelitian
ini, mengangkat judul: “Sejarah Sosial Kota Mataram” dan laik untuk dilakukan.
B. Permasalahan
B.1. Pembatasan Masalah
Karena keterbatasan waktu dan juga katerbatasan dana, maka dipandang
perlu untuk melakukan pembatasan masalah dalam penelitian ini. Dengan
menentukan judul “Sejarah Sosial Kota Mataram” sesungguhnya pembatasan kajian
sejarah sudah dilakukan. Dalam kajian sejarah pembatasan masalah paling tidak
terdiri dari pembatasan waktu, ruang, dan objek penelitian. Mataram merupakan
pembatasan ruang, waktu sebelum 1978 sampai sekarang, Sejarah Sosial Kota
menjadi objek penelitian.
3
Pembatasan waktu atau periodesasi dalam penelitian ini, dimulai dari
sebelum tahun 1978, karena sebelum tahun 1978, tahun di mana merupakan era yang
menjadi kontinuitas sejarah dari proses terbentuknya kota Mataram, dan dari sini
Mataram bisa ditemukan, dapat ditelusuri ke belakang. Karena ini adalah sejarah
sosial, maka menemukan konteks historis dari kehidupan sosial atau berbagai aspek
sosiologis masyarakat kota Mataram menjadi sebuah keharusan.
B.2. Perumusan Masalah
Berangkat dari permasalahan di atas maka rumusan masalah yang akan diangkat
dalam tulisan ini adalah bagaimanakah kota Mataram dalam catatan sejarah ?
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah jawaban dari rumusan masalah yang diajukan di
atas, karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap Kota Mataram
dalam catatan-catatan sejarah.
D. Manfaat Dan Kegunaan Penelitian
Manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Hasil penelitian ini selain untuk dapat memberikan Khazanah intelektual juga
diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan sejarah lokal
khususnya dan sejarah Nasional pada umumnya.
2. Dan bagi lembaga-lembaga peneliti swasta maupun pemerintah akan sangat
berguna bagi pengembangan penelitian selanjutnya, atau penentuan kebijakan-
kebijakan tertentu.
4
E. Metodologi Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
penelitian sejarah. Dalam penelitian ini ada empat langkah atau tahapan yang akan
dilakukan, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi.2
Pengumpulan sumber adalah langkah pertama yang dilakukan, yang disebut
dengan heuristik: merupakan suatu teknik mencari dan mengumpulkan sumber-
sumber sejarah, baik tulisan maupun lisan.
Sumber-sumber yang dapat disebutkan di sini sebagai sumber primer adalah
berupa naskah-naskah atau manuskrip, Arsip-arsip. Menurut Tjandrasasmita,3
penggunaan naskah sebagai sumber sejarah dapat dilakukan dua cara, yaitu, pertama
peneliti sejarah dapat langsung mengakses naskah yang aslinya. Kedua, dapat
mengakses naskah yang sudah dikaji oleh para filolog. Teknik pengumpulan sumber
lisan dilakukan dengan wawancara atau interview. Mereka yang diinterview adalah
mereka para pelaku sejarah, yaitu yang menjadi pelopor atau penggagas, Pelaku yang
terlibat di dalam proses terbentuknya kota mataram, mereka yang terlibat dan
menjabat selama atau sejak berdirinya kota mataram-sampai sekarang. Sedangkan
sumber-sumber tulisan dikumpulkan dengan cara menyalin atau menggandakannya.
Untuk menjaga keotentisitasan dan kredibilitasan data yang diperoleh maka
kritik sumber akan tetap dilakukan terhadap setiap sumber sejarah yang terkumpul.
Interpretasi atau penafsiran sejarah atau disebut juga analisis sejarah. Analisis berarti
menguraikan dan menjelaskan. Penelitian tentang kota mataram ini merupakan
penelitian sejarah, maka dalam menganalisa sejumlah fakta-fakta sejarah, peneliti
menggunakan analisis sejarah sosial. Historiografi, merupakan fase terakhir dalam
metode sejarah, yang meliputi cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil
penelitian sejarah yang telah dilakukan.
2 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999),
h. 54-71. Lihat juga Uka Tjandrasasmita, Kajian Naskah Klasik dan Penerapannya Bagi Kajian Sejarah Islam di Indonesia, (Jakarta, Puslitbang Lektur Keagamaan Badan litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2006), h. 32. Juga, Wacana Vol. 9 No. 2 Oktober 2007. h. 55.
3 Tjandrasasmita, Kajian Naskah...., h. 38.
5
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih terfokusnya penelitian ini, maka diperlukan satu sistematika
tertentu, agar tidak terjadi kerancuan dalam penguraian. Karenanya peneliti
membaginya menjadi empat bab. Pada bab pertama mengungkap akar persoalan yang
melatar belakangi peneliti mengangkat tema ini, permasalahan yang ingin dijawab
dan dijelaskan tertuang dalam rumusan masalah, kemudian dilanjutkan dengan tujuan
dan kegunaan penelitian yang mencakup orientasi dan arah dari penelitian ini.
Berikutnya sebagai pedoman dan arahan yang akan menjadi parameter dan sekaligus
acuan dalam penelitian ini diperlukan satu metodologi dan pendekatan yang
digunakan. Bab kedua, menguraikan tentang gambaran masa lalu sebelum menjadi
kota Mataram, Asal-Usul Penamaan Mataram, Asal-Usul Penduduk Mataram,
Sejarah Politik dan Keagamaan.
Bab ketiga, menguraikan tokoh-tokoh pemikir terbentuknya kota Mataram,
Perubahan Sistem pemerintahan, struktur Sosial. Perubahan Struktur Pemerintahan.
Kota Mataram dari 1993-sekarang, Pertumbuhan dan perkembangan Kota Mataram
(Pendidikan, Politik, Ekonomi, Budaya, Agama), Struktur Sosial Masyarakat Kota
Mataram.
Sedangkan bab empat, merupakan bab kesimpulan yang merupakan jawaban
dari pertanyaan penelitian yang diajukan pada bab satu.
6
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I : PENDAHULUAN.........................................................................1
A. Latar Bela kang Masalah.........................................................................1
B. Permasalahan...........................................................................................2
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................3
D. Manfaat/Signifikansi Penelitian ..............................................................3
E. Metodologi Penelitian .............................................................................4
F. Sistematika Penulisan .............................................................................5
Bab II : MATARAM SEBELUM 1978: SEJARAH SOSIAL, POLITIK DAN
KEAGAMAAN ...........................................................................................6
A. Asal-Usul penamaan Mataram................................................................6
B. Penduduk Mataram: Sejarah Sosial Keagamaan.....................................11
C. Sejarah Politik dan Pemerintahan ...........................................................19
BAB III: TERBENTUKNYA KOTA MATARAM
A. Sejarah Awal terbentuknya Kota Administratif .....................................45
B. Kota Administratif Mataram...................................................................46
C. Perubahan Struktur Pemerintahan...........................................................56
D. Kota Mataram dari 1993-sekarang..........................................................60
E. Pertumbuhan dan perkembangan Kota Mataram....................................66
BAB IV: KESIMPULAN .............................................................................81
6
BAB IIMATARAM SEBELUM 1978
(SEJARAH SOSIAL, POLITIK DAN KEAGAMAAN)
A. Asal Usul Penamaan Mataram.
Kata Mataram berasal dari bahasa Sansekerta dari kata mata yang berarti ibu
dan kata aram berarti hiburan. Mataram berarti hiburan untuk ibu atau persembahan
untuk ibu pertiwi. Kata Mataram juga bisa berasal dari kata matta yang berarti
gembira atau gairah dan aram berarti hiburan. Jadi matta-aram atau mataram berarti
pembangunan kerajaan atau kota ini adalah sebagai lambang pernyataan kegembiran
sebagai hiburan dan sekaligus lambang kegairahan hidup untuk membangun tanah
harapan yang menjanjikan masa depan yang lebih cerah.1
Banyak orang berdebat dalam menafsir etimologi (sejarah Kata) Kota
Mataram. Ada yang menyebut berasal dari kata Mentaram, Mentarum, Matawis
bahkan secara pejoratif ada yang mengatakan berasal dari kata Mata-haram. Secara
ilmu bahasa kata Mataram yang pertamanya diterapkan bagi nama kerajaan Mataram
Yogyakarta dahulu adalah dari bahasa sanskerta. Matta yang berarti ibu negeri dan
ramya yang berarti ramai, bagus, atau indah. Dalam ilmu sekarang (Tembang) kata
Mataram dapat berubah menjadi Matarum untuk mendapatkan irama (guru lagu)
“dung” dan dapat menjadi matawis untuk mendapatkan irama “ding”. Kata Matta
yang bermakna ibu, sampai hari ini masih dipakai dalam kosakata bahasa Urdu India.
Mata juga berarti mata, paningal, netra.2
Letak Mataram pada masa lalu adalah daerah yang kini berada di sekitar
kantor Gubernur NTB pada radius yang terbatas. Cikal-bakalnya adalah suatu tempat
yang kini bernama Majeluk dan berkembang ke sekitarnya daerah dimana pada
awalnya ditempati oleh penduduk yang merupakan percampuran orang Sasak dan
1 Fath Zakaria, Mozaik Budaya Orang Mataram. (Mataram: Yayasan Sumurmas, 1998), h.
76. 2 Lalu Gde Suparman, 11 Tahun Kota Mataram Membangun Kota Berbasis Dan
Berwawasan Religius, (Mataram: Komunitas Pengkaji Dinamika Mataram, 2004).
7
Jawa.3 Merekalah yang diyakini pertamakalinya menamakan tempat tersebut dengan
nama Mataram menurut asal daerah mereka yang dari Jawa atau sebagai bentuk
ungkapan kegembiraan atas tempatnya yang baru tersebut. Pendapat ini diperkuat
oleh beberapa sumber, antara lain: Bahwa sekitar abad ke 15 M sekelompok
penduduk Sasak yang tinggal terpencar di sekitar Majeluk sekarang mengalami
percampuran dengan imigran yang berasal dari Jawa. Mereka kemudian membangun
sebuah pemukiman dan menamakan tempat tersebut dengan Mataram. Kedatangan
imigran dari Jawa pada abad ke 15 berawal dari ketika di Jawa terjadi banyak
ketegangan sosial akibat pertentangan politik di Majapahit sepeninggal Hayam
Wuruk.4 Namun demikian data-data primer tentang imigran yang datang sebagai
akibat dari konflik politik tersebut belum ditemukan.
Dalam Babad Lombok ditemukan bahwa dalam ekspedisi mengislamkan
wilayah Nusa Tenggara Sunan Prapen berangkat bersama para mubalig dan
armadanya didukung oleh puluhan kapal dengan tidak kurang dari 10 ribu pasukan
yang berasal dari daerah-daerah di Pulau Jawa yakni dari Mataram, Majalengka,
Madura, Sumenep, Surabaya, Semarang, Gresik, Besuki Gembong, Candi, Betawi
dan lainnya yang dipimpin oleh pemukanya masing-masing seperti Arya Majalengka,
Ratu Madura dan Sumenep, Adipati Surabaya, Adipati Semarang, Patih Ki Jaya
Lengkara, Raden Kusuma Betawi dan lainnya. Mantaram sendiri dipimpin oleh
seorang yang disebut Patih Mentaram. Di Lombok setelah berhasil mengislamkan
raja Lombok Prabu Rangkesari, dengan berbasis di kotaraja Lombok di teluk Lombok
itu ekspedisi dipecah-pecah menjadi rombongan-rombongan yang dikirim ke seluruh
penjuru pulau Lombok. Salah satu tokoh yaitu Patih Mataram sangat banyak berperan
dalam misi ini. Salah satu peran penting patih Mataram adalah mendapat tugas
memimpin mengislamkan semua orang di utara gunung dari Samulya (Sambelia),
3 Wawancara dengan R. Joko Prayitno, September 20114 Joko Prayitno, wawancara...
8
Bayan hingga Sokong. Bersamanya tidak hanya pasukan dari Jawa Mataram dan
laskar kerajaan Lombok tetapi turut pula para muballig dan para cerdik pandai.5
Selesai misi di utara gunung Laskar Mataram nampaknya melanjutkan misi
ke wilayah selatan gunung melewati jalur yang biasa dilewati yang masih ada hingga
sekarang yaitu Pusuk atau mengitari ujung barat pulau lewat pinggir laut, sembari
mengislamkan pedukuhan-pedukuhan yang dilewatinya. di Lembah Selatan kaki
gunung mereka menemukan lokasi yang baik dan strategis topografinya suatu tempat
subur yang diapit oleh dua buah sungai. Tempat ini kemudian dikenal dengan Sesela
(Penamaan ini nampaknya erat hubungannya dengan daerah Sesela (Grobogan-
Selatan Demak) daerah tempat berkuasanya Ki Ageng Sesela yang merupakan kakek
Ki Gede Pamanahan pendiri dinasti Mataram-Yogya). Di sini ditempatkan beberapa
orang laskar Lombok dan Jawa untuk membina wilayah sekitarnya dan menjadi cikal-
bakal penduduk setempat.
Beberapa waktu setelah melakukan Islamisasi di Sesela perjalanan
dilanjutkan lurus ke arah selatan sampai di daerah yang sekarang dikenal sebagai
Rembiga. Di tempat ini juga mereka menempatkan beberapa orang anggota
rombongan ekspedisi. Perjalanan dilanjutkan ke arah selatan dan mereka mendapati
suatu tempat lagi untuk beristirahat dan membangun pemukiman baik dengan
pertimbangan topografi atau pertimbangan taktis bina territorial sebagaimana
lazimnya sebuah misi. Dengan demikian untuk itu beberapa dari anggota misi yang
berasal dari Mataram Jawa dan Lombok di tempat untuk membina masyarakat di
sekitarnya terlebih masih ada daerah yang belum Islam seperti Pejarakan. Inilah
menjadi cikal bakal pedukuhan yang mana orang-orang dari Mataram ini menamakan
tempat tersebut dengan nama Mataram sesuai dengan nama daerah asalnya untuk
pertamakali.
Setelah dari Mataram laskar Mataram ini melanjutkan misinya ke arah
Selatan dan Tenggara, kemudian mereka masuk di Pujut. Di Pujut salah seorang dari
5 Lihat Babad Lombok (Jakarta:Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1994)
9
pimpinan rombongan dikenal dengan sebutan Patih Babas Mataram. Tercatat dalam
Piagam Pujut bahwa pada saat Ratna Putri Tanauran menjadi Ratu Pujut datanglah
Patih Babas Mataram dengan balatentaranya dari tanah Jawa untuk mengislamkan
raja-raja yang masih Budha di Pulau Lombok. Pujut yang semula menolak masuk
Islam wilayahnya diblokir dan jalan ke semua mata air terutama mata air utama yang
disebut Bun Kerok di kaki sebelah barat Gunung Pujut dijaga ketat oleh laskar Patih
Babas Mataram selama berhari-hari. Karena masyarakat setempat kesulitan dalam
menghadapi kondisi kekurangan air dan makanan, maka kemudian Pujut menyerah.6
Sementara itu rombongan lain dalam tim ekspedisi yang dikirim ke penjuru
Pulau Lombok ini adalah yang bertugas mengislamkan Negara Sasak yang berkuasa
atas sebagian besar wilayah Lombok bagian barat (mungkin juga sebagian Lombok
Tengah bagian barat sekarang) sehingga wilayah ini disebut dengan Negeri Sasak.
Kelompok ini terdiri dari laskar Kerajaan Lombok dan Jawa termasuk Laskar
Mataram yang dipimpin oleh Ratu Madura dan Ratu Sumenep bersama para
mubaligh. Kerajaan Sasak berhasil diislamkan kecuali Pejarakan masih tetap
memeluk agama Budha.7
Untuk membina wilayah yang telah diislamkan ini maka beberapa dari
Laskar Lombok dan mubaligh Jawa yang turut dalam misi ini ditempatkan di sekitar
ibukota kerajaan Sasak ini sembari menggarap lahan yang subur dan relatif masih
kosong ini dan mereka menamakan pemukimannya yakni Pajang dan Mataram. Bisa
saja dua rombongan ekspedisi ini yang mana yang satu datang dari utara di bawah
pimpinan Patih Mataram dan yang datang dari timur di bawah pimpinan Ratu Madura
dan Sumenep kemudian bertemu di Mataram ini.
Sumber lain menyebutkan bahwa pada awal abad ke 17 setelah terbukanya
Ampenan menjadi Bandar laut datang sekelompok pedagang yang berasal dari Jawa
6 Lihat Tem, Monografi Daerah NTB (Jakarta: Dirjen Kebudayaan Depdikbud RI, 1977).7 Lihat Babad Lombok.
10
yang mengidentifikasi diri dengan Mataram.8 Disini mereka bercampur dengan
penduduk setempat sehingga ada yang memilih untuk menetap. Untuk itu mereka
mencari tempat yang bagus untuk pemukiman. Tidak jauh dari pelabuhan Ampenan
ke arah timur, mereka menemukan lokasi yang cocok menurut tradisi Jawa yaitu
suatu dataran yang diapit oleh dua buah sungai yang dalam. Tempat tinggal yang baru
tersebut mereka namakan Mataram.9 Namun demikian bukti kuat dari informasi ini
belum ditemukan.
Dua ratus tahun setelah Islam masuk di Lombok, maka datanglah berduyun-
duyun orang-orang dari Bali terutama dari Karangasem dan sekitarnya. Mereka
membangun pemukiman di daratan negeri Sasak, sebutan wilayah Lombok bagian
barat pada masa kuno. Salah satu pemukiman yang ditempati oleh pemukim-
pemukim dari Karangasem ini adalah wilayah Mataram tadi dengan membangun
pemukiman lebih ke barat sedikit dari Majeluk yakni sekitar Kantor Gubernur
sekarang dan menyebut pemukimannya dengan nama Metaram. Beberapa waktu pada
pertengahan abad 19 Metaram pernah menjadi pusat Kepangeranan Metaram.10
Mataram pertama kali diperkenalkan secara formal oleh Belanda. Pada tahun
1895 M Belanda yang menempatkan Lombok sebagai daerah Gubernement atau
berada dalam pemerintahan langsung Pemerintah Kolonial Belanda dari sebelumnya
berstatus Zelfbestuurder (berpemerintahan sendiri) Mataram dijadikan secara resmi
pertamakali oleh Belanda untuk menyebut ibukota pemerintahannya. Tanggal 31
Agustus 1895 Mataram menjadi ibukota Onder Afdeling Lombok Barat kemudian
8 Identifikasi diri ini bisa berhubungan dengan daerah asalnya memang dari wilayah
Mataram atau wilayah kekuasaan Mataram mengingat bahwa sejak tahun 1639 dengan berhasil dikuasainya Blambangan oleh Mataram berarti hampir seluruh Jawa Tengah dan Jawa timur dikuasai oleh kerajaan Mataram dibawah Sultan Agung, atau identifikasi diri ini berhubungan dengan spirit keagungan kala itu yaitu kebesaran Kerajaan Mataram meski dia tidak persis berasal dari daerah itu, sebagaimana sebagian kalangan mengidentifikasi diri dengan kebesaran Majapahit atau kemaharajaan Islam Bagdad atau kekaisaran Turki Usmani dan sebagainya.
9 Wawancara dengan M. Irwan Prasetya, 25 September 2011. 10 Lihat AA Ketut Agung, Kupu-Kupu Kuning Yang Terbang Di Selat Lombok (Denpasar:
Upada Sastra, 1992)
11
belakangan pertanggal 11 Maret 1898 menjadi ibukota Afdeling Lombok setelah
dipindah dari Ampenan.11
Pada bulan Februari 1942 Mataram menjadi pusat pemerintahan Negara
Republik Lombok dan pusat pemerintahan Lombok Barat.12 Bulan Mei tahun itu juga
Jepang mengambil alih pemerintahan dan menetapkan Mataram sebagai ibukota Ken
Lombok dan Bun Ken Lombok Barat. Sejak 18 Agustus 1945 Mataram menjadi
ibukota pemerintah Lombok. Pada Tanggal 15 Oktober 1945 Mataram menjadi
ibukota Daerah Lombok dan Ibukota Pemerintahan Setempat Lombok Barat. Sejak
tanggal 14 Agustus 1958 Mataram menjadi ibukota Daerah Swatantra Tingkat I Nusa
Tenggara Barat dan sekaligus ibukota Daerah Swatantra Tingkat II Lombok Barat.
Pada tahun 1965 dengan perubahan nama Daerah Swatantra Tk I menjadi Propinsi
dan Daerah Swatantra TK II menjadi kabupaten maka Mataram menjadi ibukota
Propinsi Nusa Tenggara Barat dan Kabupten Lombok Barat,13 dan pada tahun 1978
Mataram sekaligus menjadi ibukota Kota Administratif Mataram.14
B. Penduduk Mataram: Sejarah Sosial Keagamaan.
Penduduk pribumi di wilayah Mataram ini awalnya dahulu adalah orang-
orang Sasak. Orang Sasak atau dalam bahasa asli Dengan Sasak (orang Bali
menyebutnya I Sasak sedang orang Jawa menyebutnya Wong Sasak) adalah sebutan
penduduk asli Pulau Lombok yang selanjutnya dikenal dengan suku Sasak. Secara
etimologi kata Sasak berasal dari bahasa Sasak yakni Sa’ yang berarti ”yang” dan Sak
yang berarti “satu’, “pertama”, “utama”, “sulung”. Dengan demikian Sasak berarti
“yang satu”, “yang pertama”, “yang utama” atau “yang sulung”.
11 Lihat Sejarah Daerah NTB, Depdikbud, 200212 Lihat Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah Nusa Tenggara Barat (1945-1949)(Jakarta:
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, 1980) 13 Lihat Sejarah Daerah NTB, Depdikbud, 200214 Lihat Kota Mataram Ibadah Yang Maju dan Religius, Kantor Infokom Kota Mataram,
2004
12
Dari makna kata ini ada beberapa pengertian antara lain: Orang-orang Sasak
adalah asal muasalnya dari satu pasang manusia dahulunya yang merupakan
penduduk pertama dan menjadi leluhur orang Sasak di Pulau Lombok15 dan menjadi
leluhur sebagian penduduk atau klan di pulau-pulau sekitarnya atau bahkan negeri
yang lebih jauh seperti Sumbawa, Bali, Sulawesi Selatan,16 bahkan Kalimantan.17
Dalam sebuah naskah kuno mengisahkan tentang keberadaan seorang
Pangeran Kerajaan Lombok bernama Pangeran Hame Mas Bele Batang dikisahkan
“megingsir ring jawe turun tibe Hamengkubuwana”, yang artinya berpindah ke Jawa
dan nantinya menjadi leluhur penguasa-penguasa Jawa.18 Pengertian lain dari
terminologi kata Sa’ Sak dalam arti “yang utama” adalah orang-orang Sasak melihat
dirinya sebagai insan yang utama dan lebih sulung atau lebih tua dari yang lain
karena lebih dahulu mengenal peradaban yang mana salah satu peradaban ini pernah
berkembang di beberapa tempat di Asia Tenggara. Penemuan-penemuan arkeologis
menunjukkan bahwa sejak ribuan tahun lalu banyak tempat di pulau ini telah dihuni
penduduk dengan berbagai ragam kebudayaan.
Makna yang ketiga dari kata Sa’ Sak atau yang satu adalah secara
religiusitas sejak awal orang Sasak telah meyakini adanya Tuhan yang satu. Bahwa
jauh sebelum datangnya agama-agama besar orang Sasak telah mempunyai agama
asli yang monotheis yang mengakui adanya hanya satu Tuhan. Nenek adalah
terminologi orang Sasak untuk menyebut Tuhan yang tunggal itu. Basis keyakinan
monotheis ini yang menyebabkan orang Sasak umumnya –besar kemungkinan- tidak
pernah memeluk agama Polytheis atau agama dengan keyakinan Tuhan yang tidak
tunggal. Dengan basis keyakinan itu pula agama Islam dapat diterima dengan mudah,
cepat dan meluas nantinya untuk kemudian dipegang teguh, sebagai simbol Sasak.
R. Goris menguraikan arti kata Sasak dari segi etimologis bahwa Sasak
berasal dari bahasa Sanskerta dari kata Sahsaka. Sah berarti pergi, saka berarti asal.
15 Lihat Babad Lombok16 Lihat H. L Jelenga, Keris Di Lombok (Mataram: Yayasan Pusaka Selaparang, 2000)17 Lihat Babad Selaparang, (Jakarta: Depdikbud, 1979)18 Lihat Babad Suwung
13
Jadi orang Sasak adalah orang yang pergi dari negeri asalnya dengan memakai rakit
sebagai kendaraan kemudian berdiam di pulau Lombok. Pendapat Goris ini sejalan
dengan informasi yang terdapat dalam Babad Lombok tentang asal-usul penduduk
Lombok yang paling awal. Babad Lombok merunut leluhur nenek moyang orang
Sasak yang paling awal berasal dari sepasang umatnya Nabi Nuh persisnya salah
seorang putri Nabi Nuh dengan pasangannya seorang insinyur pembuat bahtera, yang
dalam pengembaraannya mencari bumi baru atas perintah ayahnya setelah terkatung-
katung dilautan dan melewati banyak negeri selama bertahun-tahun, sampailah di
Pulau Lombok tepatnya di lokasi yang bernama Ujung Bayan. Disana mereka
memulai kehidupan barunya dengan cara hidup yang sangat sederhana seraya belajar
dari alam. Setelah ribuan tahun (bapuluh hatus warsa artinya berpuluh ratus tahun)
pemukiman semakin padat dan makanan makin terbatas karena jumlah penduduk
kian berkembang maka mereka membangun sebuah tempat baru yang bernama Desa
Laeq. Laeq kemudian tumbuh menjadi desa yang makmur.
Dari desa Laeq ini kemudian pada suatu waktu sebagian penduduknya secara
serempak menyebar ke berbagai tempat di pulau Lombok diantaranya ke negeri Sasak
atau pulau Lombok bagian barat. Perpindahan penduduk dari desa Laeq ini
dikarenakan adanya serangan suatu wabah endemik. Babad Lombok menganggap
wabah itu berasal dari rombongan pelaut pelarian dari Negeri Yaman atau Talpaman
ketika awal proses Islamisasi di negeri Arab. Setelah banyak yang mati dan
kewalahan sebagian penduduk desa Laeq mengungsi ke berbagai tempat seperti
Sasak, Pejanggik, Langko, Pengantap, Bayan, Tebango, dan sebagian membangun
desa baru yang berkembang menjadi kerajaan Pamatan yang nantinya menjadi cikal
bakal kerajaan Lombok.19 Memperhatikan peristiwa tersebut, yakni sewaktu mulai
tumbuhnya agama Islam di negeri Arab artinya perpindahan penduduk dari desa Laeq
ini ke penjuru Lombok termasuk ke Lombok bagian barat terjadi pada abad ke-7 M.
19 Lihat Babad Lombok
14
Orang-orang dari desa Laeq yang menyingkir ke negeri Sasak ini
nampaknya menjadi cikal-bakal penduduk awal pulau Lombok bagian barat termasuk
di wilayah Mataram sekarang. Setelah sekian lamanya penduduk ini kemudian
membentuk pedukuhan-pedukuhan yang nantinya berkembang menjadi desa-desa.
Beberapa desa nantinya terkonsolidasi menjadi kedatuan-kedatuan atau kerajaan
kecil. Hingga datangnya Islam pada awal abad ke 16 di wilayah Mataram terdapat
dua entitas Sasak yakni Kedatuan Pejarakan dan sebuah kota pemerintahan pusat
kerajaan Sasak di wilayah Cakranegara sekarang, yang ketika itu mereka masih
beragama Budha.
Dalam naskah-naskah kuno yang disebut sebagai Negareng Sasak atau
negeri Sasak dahulunya adalah Pulau Lombok bagian barat menurut nama sebuah
kerajaan besar yaitu kerajaan Sasak yang berpusat di wilayah Mataram sekarang yang
pernah menguasai wilayah Pulau Lombok bagian barat. Kerajaan Sasak ini bahkan
mungkin pernah mempunyai pengaruh di seluruh Pulau Lombok sehingga penduduk
pulau ini dikenal dengan orang Sasak atau suku Sasak; sedang sebutan negeri
Lombok dahulunya adalah untuk menyebut Pulau Lombok di ujung bagian timur
menurut nama kerajaan besar yang pernah eksis di sana yang ibukotanya di Teluk
Lombok sekarang. Kemasyhuran dua kerajaan ini membuatnya termasuk yang
menjadi target Majapahit untuk ditundukkan.
Kitab Negara Kertagama atau Decawarnana mencatat: “Muwah tang Gurun
Sanusa ri Lombok Mirah lawantikang Sasak Adi nikalun kehayian kabeh muwah
tanah I bantayan Pramuka Bantayan len Luwuk teken Udamakatrayadhi nikayang
sanusa pupul”. Gelombang selanjutnya yang nantinya menjadi penduduk wilayah
Mataram adalah berasal dari anggota rombongan ekspedisi pengislaman Negeri
Sasak. Ekspedisi ini adalah kelanjutan dari tahapan pengislaman pulau Lombok yang
dipimpin oleh Sunan Prapen sekitar tahun 1545 M yang berbasis di ibukota Kerajaan
Lombok di teluk Lombok –Lombok Timur. Dari sana ekspedisi-ekspedisi disebar ke
seluruh penjuru Pulau Lombok. Yang bertugas mengislamkan Negara Sasak adalah
dari laskar Kerajaan Lombok dibantu laskar Jawa termasuk Laskar Mataram yang
15
dipimpin oleh Ratu Madura dan Ratu Sumenep bersama para muballigh. Kerajaan
Sasak berhasil diislamkan kecuali Pejarakan masih tetap Budha kala itu. Untuk
membina wilayah yang telah diislamkan ini maka beberapa dari Laskar Lombok dan
mubaligh Jawa yang turut dalam misi ini memilih atau atas perintah kerajaan untuk
tinggal di wilayah Mataram sembari menggarap lahan yang subur dan relatif masih
kosong ini. Langkah ini nampaknya menjadi bagian dari strategi Kerajaan Lombok
(yang nantinya menjadi kerajaan Selaparang) dalam rangka klaim sebagai wilayah
pengaruhnya atas wilayah-wilayah yang telah diislamkan sekaligus meneruskan misi
untuk mengislamkan Pejarakan yang masih memeluk agama Budha. Pemukim-
pemukim ini menempati beberapa tempat yang nantinya berkembang menjadi
pedukuhan-pedukuhan seperti Ampenan, Perigi, Kampung Jawa/Mataram, Pajang
dan pemukiman lain sepanjang kali ancar. Mereka ini menjadi embrio pemukiman-
pemukiman Selaparang di wilayah ini.
Secara berangsur-angsur mereka didorong oleh pihak kerajaan juga
mengajak keluarga dari desa asal untuk membangun perkampungan di wilayah yang
mereka tempati yang nantinya menjadi cikal-bakal desa-desa Sasak di wilayah
Mataram seperti Parigi, Dasan Agung, Pagutan, Karang Genteng, Rembige, Gubug
Mamben dan lain-lain tempat yang penduduknya berbahasa Sasak dialek Ngeno-
Ngeni menggunakan dialek Selaparang. Untuk memantapkan posisi ini nantinya
Selaparang sebagai penerus kerajaan Lombok juga menempatkan kerabat-kerabatnya
memimpin komunitas-komunitas yang mulai tumbuh dan berkembang tersebut.
Selaparang juga membangun desa pelabuhan diujung barat yakni Ampenan.
Termasuk dalam gelombang migrasi era ini adalah penduduk yang nantinya menjadi
Desa Sekarbela dan sekarang menjadi sebuah nama salah satu kecamatan di Kota
Mataram.
Kedatangan pertama pemukim Sekarbela diperkirakan mulai pada sekitar
1025 H atau Tahun 1603 M. Jumlah pemukim awal ini terdiri atas 41 orang berasal
dari Selaparang, Masbagik, Sakra, Jerowaru, orang-orang Jawa dan beberapa daerah
di Lombok bagian selatan. Kedatangan mereka dipimpin oleh seorang mubaligh yang
16
dikenal dengan Wali Padang Reyak nama anumerta sesuai dengan nama tempat
makamnya yang hingga kini dikeramatkan. Daerah yang ditempati pertama oleh
pemukim ini adalah di daerah sekitar mesjid Bengaq (Masjid al-Raisiyah sekarang)
yang kini masuk dalam lingkungan Pande Mas. Beberapa diantara yang ditokohkan
dan menjadi pimpinan mereka diyakini turunan dari senopati atau pepatih kerajaan
Selaparang. Generasi kedua dari pemukim pertama ini ada yang kemudian berpindah
ke Pagutan Presak dan berkembang keturunannya di sana.20
Mengenai makna yang tersirat dari nama Sekarbela ini ada beberapa
pendapat. Satu pendapat mengatakan Sekarbela berasal dari kata bahasa Arab yakni
Assyukru dan billah yang kalau digabung menjadi assyukru billah yang artinya
bersyukur kepada Allah. Terminologi yang berasal dari bahasa Arab ini kemungkinan
berkaitan dengan aspek religious dan sosial masyarakat setempat seperti: sebagai
ungkapan rasa syukur karena di daerah baru ini mereka mendapat kemudahan hidup
sebab alamnya yang subur dan serta mendapat kecukupan rezeki. Selain itu sebagai
ungkapan rasa syukur sebab memperolah kemudahan dalam mengembangkan ajaran
Islam.21 Pendapat lain mengatakan bahwa Sekarbela berasal dari akar kata Sekar yang
berarti bunga atau kusuma bangsa yang berbudi dan Bela yang berarti pembela atau
pelindung sehingga Sekarbela diartikan dengan kusuma pembela bangsa atau
Pahlawan.22 Pengertian ini ada kaitan dengan keperwiraan mengingat sebagian di
antara mereka adalah turunan senopati Selaparang yang turut berperang melawan
Gelgel di laut Selat Lombok pada tahun 1616 M. dan 1624 M.
Dalam era perang melawan Gelgel ini dan sesudahnya sebagai sebuah
strategi pertahanan untuk mengamankan sisi barat wilayahnya Selaparang dan
Pejanggik kali ini lebih banyak menempatkan prajurit dari pada petani yang biasanya
dipimpin oleh orang dari keluarga kerajaan. Selain yang bertempat di Sekarbela,
prajurit-prajurit Selaparang juga mendirikan pedukuhan Sukamulia yang kemudian
20 Lihat Iskandar, Mengenal Sekarbela Lebih Dekat (Yogyakarta: Mahkota Kata, 2011)21 Iskandar, Mengenal...22 Wawancara dengan Abdul Hanan M Noor, Agustus, 2011.
17
berkembang menjadi pemukiman Sasak di Pagutan.23 Selain itu prajurit-prajurit dari
Selaparang dan Pejanggik juga memperkuat desa Dasan Agung dan berketurunan di
sana.24 Selain desa-desa tersebut, hingga permulaan abad ke XVIII distrik Sasak yang
terkemuka di wilayah Mataram ini adalah Ampenan, Pejarakan dan Cariding.25
Sejak permulaan abad ke XVIII secara bergelombang ratusan keluarga
bermigrasi dari Bali terutama Karangasem berdatangan menuju Lombok. Babad
Selaparang mencatat kedatangan pertamakali orang-orang Bali ini dan mendarat di
Ampenan pada Isaka sepaha kawan dasa tiga atau 1643 Saka26 atau 1721M, sedang
naskah Bali mencatat 1720.
Dari tahun 1721 M itu gelombang migrasi ini membangun desa-desa di
Lombok Barat yang terdiri dari kumpulan beberapa keluarga. Desa-desa baru tersebut
antara lain: Pagesangan, Pagutan, Singasari Mataram, Kediri dan Sengkongo. Semua
desa-desa ini tetap berinduk ke Karangasem namun sebagai koordinator mereka di
wilayah baru ini adalah Singasari. Puri Mataram dibangun tahun 1740 M-1744 M.
disebut Puri Kanginan Metaram. Untuk memperkuat rasa persatuan mereka maka
pada tahun 1744 M. di Singasari (Cakranegara sekarang) dibangun Pura Meru
sebagai tempat pemujaan dan pemersatu seluruh keluarga Karangasem dan
masyarakat Hindu di Pulau Lombok.27
Setelah itu dengan semakin berkembangnya desa-desa di wilayah Mataram
ini menjadi kota-kota yang mandiri baik secara sosial, ekonomi maupun politik
menarik minat penduduk-penduduk dari Lombok Tengah dan Lombok Timur untuk
datang ke wilayah Mataram. Selain petani banyak dari mereka itu adalah orang-orang
yang memilki keahlian professional seperti ahli perundagian, kerajinan dan
sebagainya yang nantinya membangun perkampungan seperti Karang Kelok,
Kamasan, Karang Mas-mas, Karang Tatah, Karang Sukun, Karang Bedil, Getap,
23 Lihat Fath Zakaria. 24 Wawancara dengan Sahnan, September 2011. 25 Lihat Babad Lombok26 Babad Selaparang, Pupuh 3527 Lihat AA. Ktut Agung
18
Karang Kemong, Karang Tapen, Seganteng. Berangsur-angsur selain dari bekas
wilayah Selaparang datang juga penduduk dari wilayah Pejanggik dan Lombok
bagian tengah pada umumnya. Beberapa keluarga dari Ungga, Darek dan Ranggagate
nantinya membuat perkampungan Petemon. Penduduk Kedemungan Tempit Truwai
Lombok tengah mengisi tempat yang bernama sama yaitu Tempit di Ampenan.
Begitu juga, dari Marong membangun dusun Marong Karang Baru, Krekok di Dusun
Krekok Rembiga. Penduduk dari Kelayu Lombok timur nantinya bermukim di Punia
Karang Kelayu, dari Saba di Punia Saba, asal Kateng Praya Barat bermukim di Punia
Karang Kateng sedang dari Pademara Lombok Timur, Mangkung Lombok Tengah
dan Gerung banyak mengisi lokasi yang kini dikenal sebagai Punia Jamak.28
Termasuk dari Taliwang Sumbawa membangun Desa Taliwang.
Ampenan semula adalah desa nelayan kecil. Sesuai dengan namanya
Ampenan berasal dari kata ampen yang berarti benang pancing ditambah akhiran an.
Jadi Ampenan adalah tempat pemancingan atau tempat mencari ikan yang cukup
baik. Pemukiman orang Sasak pertama disini adalah Otak Desa atau pusat desa dan
kebon Roweq. Ketika peperangan melawan Gelgel awal abad 17 Pejanggik
menempatkan prajurit yang sebagian besar berasal dari Kedemungan Tempit dan
membangun pedukuhan Tempit. Dengan semakin berkembangnya Pelabuhan
Ampenan nampaknya mengundang juga kelompok-kelompok pemukim dari berbagai
tempat di pulau Lombok. Mereka membangun kampung Karang Panas, juga dari desa
Sukaraja (sekarang termasuk kecamatan Jerowaru) yang nantinya membangun
kampung yang menjadi cikal desa Sukaraja Ampenan. Penduduk dari desa Sintung
Pringgarata membangun kampung Sintung, dan sebagainya.
Selain itu perkembangan Ampenan menarik orang-orang dan para pedagang-
pedagang dari Nusantara dan mancanegara untuk datang. Seperti orang Jawa, Banjar,
Melayu, Bugis, Arab bahkan orang-orang Eropa. Sebagian dari mereka kemudian
menetap dan membangun pemukiman dan memberikan nama sesuai dengan asal-usul
28 Wawancara dengan L. Sri Muhlisin W, Agustus 2011
19
mereka seperti kampung Arab, kampung Bugis, kampung Banjar, kampung Melayu
dan lainnya.
C. Sejarah Politik dan Pemerintahan.
Nampaknya setelah pindah dari desa Laeq sampai di dataran Pulau Lombok
bagian barat ini mereka membangun pemukiman yang terpencar-pencar. Pemukiman-
pemukiman ini selama hampir dua abad seiring dengan bertambahnya penduduk
berkembang menjadi pedukuhan-pedukuhan dan selanjutnya berkembang menjadi
desa-desa. Beberapa desa terkonsolidasi menjadi kedatuan-kedatuan atau kerajaan
kecil. Kerajaan kecil (Kedatuan) yang kuat nantinya mempersatukan kedatuan-
kedatuan lainnya menjadi sebuah kerajaan.
Di wilayah kota Mataram sekarang ini dahulunya pernah eksis dua entitas
politik yakni Kedatuan Pejarakan dan Kerajaan Sasak. Pusat Kedatuan Pejarakan
berada di kampung Pejarakan sekarang yang kini termasuk dalam wilayah Kelurahan
Pejarakan Karya kecamatan Ampenan. Kerajaan Sasak sendiri menurut Sugianto
Sastrodiwirya berpusat di sekitar Cakranegara sekarang.29 Sedang P. De Roo De La
Faille memperkirakan pusat Kerajaan Sasak ini berada di barat daya Pulau Lombok30.
Nampaknya Kerajaan Sasak yang berpusat di sekitar wilayah Cakranegara
sekarang ini pada abad ke IX telah mendapatkan supremasi dari kerajaan-kerajaan
lainnya terutama di Lombok bagian barat sehingga nantinya wilayah barat ini dikenal
dengan Negareng Sasak atau Negeri Sasak. Bahkan kemungkinan besar Kerajaan
Sasak ini pernah berkuasa atas seluruh Pulau Lombok (sebelum munculnya kerajaan
Lombok di ujung timur pada abad ke 13 M. yang berkuasa atas pulau Lombok bagian
timur) sehingga penduduk pribumi Pulau Lombok dikenal dengan suku Sasak dan
Pulau Lombok dikenal pula sebagai Nusa Sasak. Kerajaan Sasak diperkirakan eksis
29 Lihat Sugiano Sasridiwiryo, 30 Lihat Sejarah Daerah NTB.
20
sejak abad ke IX31 hingga Abad ke XVIII.32 Eksistensi kerajaan Sasak dapat kita
temukan dalam berbagai sumber baik sumber Bali, Jawa maupun di Lombok sendiri.
Pada abad ke XI Kerajaan Sasak pernah berperan penting dalam
hubungannya dengan Bali. Di Bali eksistensi Kerajaan Sasak ini diabadikan dalam
dalam sebuah kentongan perunggu yang kini tersimpan di Pujungan Tabanan Bali
dengan tulisan yang berbunyi “Sasak dana prihan, srih jayanira”, artinya: “Atas
bantuan Negara Sasak sehingga tercapai kemenangan”. Piagam tersebut berasal dari
Abad XI, pada masa itu di Bali terjadi kemelut di mana Kerajaan Warmadewa yang
dipimpin oleh Dharmodayana dan Istrinya Sri Gunapriya Dharmapatni sedang
menghadapi tantangan dari orang-orang Bali Aga. Besar kemungkinan yang
dimaksud oleh piagam tersebut adalah bantuan militer dari kerajaan Sasak kepada
kerajaan Warmadewa untuk menghadapi orang-orang Bali Aga sehingga tercapai
kemenangan. Selain bantuan militer dari Sasak, maka untuk membangun kembali
keseimbangan dan keharmonisan akibat hubungan yang sempat retak tersebut
diperlukan sentuhan religius dan kebijaksanaan seorang Resi maka pada tahun 1009
M raja Warmadewa mendatangkan Mpu Kuturan dari Daha di tanah Jawa untuk
menjembatani perbedaan-perbedaan yang menjadi pemicu pertentangan tersebut.
Kerajaan Warmadewa telah menjalin hubungan diplomatik dengan Kerajaan
Sasak sejak awal, bahkan kuat dugaan raja-raja kerajaan Warmadewa memiliki satu
silsilah dengan kerajaan Sasak. Dalam prasasti Blanjong di Sanur berangka tahun 913
M. yang menyebutkan nama seorang raja yaitu Kaesari Warmadewa yang lokasinya
di sekitar Sanur. Kaesari dianggap sebagai generasi pertama dari dinasti Warmadewa
sampai keruntuhannya dinasti ini akibat invasi Majapahit 1343 M. Menurut Pandhit
Sasri raja ini kemungkinan seorang raja asing yang membawa ekspedisi militer dan
menaklukkan penduduk setempat (Pandit Sashri). Menurut Sugianto Sastridiwiryo
kemungkinan raja itu adalah salah seorang anggota keluarga Warmadewa yang
31 Monografi Daerah NTB, h. 13.32 Lihat Babad Lombok
21
berkuasa di Kamboja.33 Namun menurut penulis menghubungkan Kaesari dengan
Kamboja adalah terlalu jauh dan dipaksakan, sedang dalam silsilah Raja-Raja
Selaparang tertera nama Pangeran Kaesari yaitu saudara dari Prabu Turunan atau
dikenal dengan Demung Mumbul atau Batara Mumbul menurut tempatnya bertahta di
Karang Mumbul di Lombok.34 Jadi yang kuat dugaan raja Kaesari Warmadewa
tersebut adalah Pangeran Kaesari saudara Batara Lombok, nama yang sama nantinya
dipakai kembali oleh Raja Lombok yang pertama masuk Islam atau raja pertama
Selaparang yaitu Prabu Kaesari atau Prabu Rangkesari.35
Jadi ketika terjadi peristiwa Bali Age awal abad ke XI di atas yang mana
pada saat tersebut dinasti Warmadewa ini baru berumur 90 tahun maka hubungan
kekerabatannya dengan Sasak tentu masih sangat kuat (baru pada tingkat generasi
keempat) sehingga Sasak memiliki tanggungjawab moril untuk membantu
Warmadewa. Piagam kentongan Perunggu menjadi pengiling-iling peristiwa
monumental tersebut. Kini kentongan tersebuat dianggap mempunyai kesaktian dan
lambang kejayaan. Hal ini nampaknya sejalan dengan pendapat seorang budayawan
ahli sastra Kawi (Jawa Kuno) yang juga dan seorang tokoh pedalangan Sasak yaitu Ki
Sadarudin mengartikan juga kata-kata di kentongan tersebut dengan: benda ini
adalah pemberian dari Negara Sasak pada masa kejayaannya.36
Pada abad ke XIV ketika Majapahit dipimpin oleh Hayam Wuruk dengan
Mahapatih Gajahmada bercita-cita besar untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di
seluruh Nusantara. Cita-cita besar itu dikenal dengan Sumpah Palapa yang termaktub
dalam Kitab Negara Kertagama atau Decawarnana. Di antara kerajaan-kerajaan
yang dicita-citakan untuk ditaklukkan adalah Kerajaan Lombok dan Kerajaan Sasak.
Kemashuran dan kebesaran dua kerajaan ini diakui oleh Majapahit sehingga dalam
Kitab Negara Kertagama Kerajaan Sasak dijuluki Sasak Adi artinya “Sasak yang
33 Lihat Sugianto34 Lihat L. Lukman. 35 Penggunaan kembali nama orang dari generasi terdahulu oleh orang dari generasi
sesudahnya dalam satu garis kekerabatan adalah hal yang lazim dalam masyarakat Sasak sejak dahulu hingga kini.
36 Wawancara dengan Ki Sadarudin, Agustus 2011.
22
besar”, sedang Kerajaan Lombok dijuluki Lombok Mirah untuk menunjukkan
keindahan dan kekayaan alamnnya. Untuk merealisasikan cita-citanya sekitar tahun
1344 M Majapahit menyerang Kerajaan Lombok yang menyebabkan kotaraja
Lombok mengalami kerusakan hebat dan keluarga raja sempat mengungsi ke dalam
hutan tetapi tidak terdapat bukti Majapahit menyerang Kerajaan Sasak kecuali
mengirim Pendeta Gurendah untuk menyebarkan agama Weratsari di sana. Tentu
Majapahit mempunyai pertimbangan taktis tertentu misalnya kondisi kerajaan Sasak
saat itu yang sedang maju, dan memiliki pengaruh yang besar, sehingga akan lebih
baik kerajaan Sasak dibuat sebagai mitra dalam membangun kekuatan dan menguasai
perdagangan di wilayah timur pulau Jawa.
Setelah hampir dua abad kemudian yakni awal abad ke XVI Kerajaan Sasak
mengalami ketegangan dan konflik selama hampir sepuluh tahun dengan Gelgel Bali
sekitar tahun 1520 M hingga 1530 M. Kerajaan Gelgel adalah pengganti kerajaan
Warmadewa berkuasa atas seluruh Bali setelah Majapahit mengalahkan Ratna Bumi
Banten Raja Bali dari dinasti Warmadewa terakhir pada invasi tahun 1340 M.
Majapahit kemudian menempatkan Sri Kresna Kepakisan yang berasal dari desa
Pakis di Majapahit sebagai penguasa Bali pada tahun 1352 M dengan status Adipati
Majapahit. Saat konflik Sasak-Gelgel ini terjadi di Kerajaan Sasak sedang
memerintah Sri Aji Krahengan sedang di Gelgel memerintah Dalem Weturenggong
generasi ketiga dinasti Kepakisan. Konflik ini bermula ketika raja Dalem
Waturenggong mencoba menyerang Kerajaan Sasak dalam sebuah ekspedisi militer
pada tahun 1520M. Serangan ini gagal total.37
Serangan ini adalah bagian dari langkah defensive ekspansif yang coba
ditempuh oleh Gelgel. Dalam semangat sebagai pewaris tradisi Majapahit setelah
Majapahit runtuh dan sebagian besar wilayahnya satu persatu diislamkan oleh Demak
dilanjutkan oleh Pajang dan selanjutnya Mataram, Gelgel kemudian tumbuh menjadi
kerajaan yang merdeka dan merasa sebagai pemegang tanggungjawab atas amanat
37 Lihat, Sugianto....
23
itu. Dalam semangat itu Gelgel mulai cemas dengan semakin tinginya intensitas
islamisasi yang sudah hampir mencapai ujung timur pulau Jawa dan gerakan yang
sama diperkirakan akan muncul pula dari sebelah timur di pulau Lombok dengan
mulai munculnya Islam disana meski secara keseluruhan saat itu Lombok masih
memeluk agama Hindu. Belajar dari peristiwa di Jawa sejak jatuhnya Majapahit oleh
Kerajaan Islam Demak dan seterusnya itu maka untuk menjamin eksistensi dirinya
Gelgel menjalankan strategi buffer state atau negara penyangga yakni pola dengan
jalan mencoba menguasai Negara-negara di sekitarnya yang dianggap satu tradisi.
Untuk mengamankan sayap barat maka Gelgel menguasai Blambangan
sedang untuk mengamankan sisi timurnya pada tahun 1520 M Gelgel berusaha
menguasai pulau Lombok dengan menyerang Kerajaan Sasak. Dalam penyerangan
tersebut Blambangan berhasil dikuasai tapi gagal di Lombok. Dengan ekspedisi
militer ke kerajaan Sasak tahun 1520 M itu hubungan Gelgel dengan Sasak menjadi
memburuk. Dalam tahun-tahun berikutnya kerajaan Sasak membalas dengan
menyerang posisi-posisi Gelgel di sepanjang pantai timur Bali. Tekanan-tekanan
Sasak semakin intensif dan memuncak pada tahun 1530. Karena hampir terus
menerus mengalami kekalahan Gelgel menjadi resah terlebih ada rasa gentar karena
Gelgel menganggap Sri Aji Krahengan Raja Sasak itu adalah sosok yang sangat sakti,
dapat berubah-rubah bentuk dan mampu terbang. Untuk itu Gelgel mencoba
mengatur kembali siasatnya. Kondisi ini lalu disampaikan oleh Weturenggong kepada
Danghyang Nirartha sang pendeta tertinggi kerajaan (Baghawanta) Gelgel atau
dikenal dengan nama Mpu Dwijendra atau Pedanda Sakti Wawu Rawuh yang waktu
itu telah berusia cukup lanjut yakni sekitar 80 tahun. Setelah dilakukan pembicaraan
yang cukup panjang dan mendalam di istana Gelgel, Nirartha mengusulkan
ditempuhnya jalan perdamaian dan untuk itu dengan mempertimbangkan sangat
gentingnya permasalahan ini dan kapasitas raja Sasak yang bernama Sri Aji
Krahengan itu maka ia sendiri bersedia sebagai utusan untuk menjalankan misi ini.
Setibanya perahu Dang Hyang Nirartha mencapai dan mendarat di Ampenan
ia bergerak beberapa kilometer ke arah Timur dan Nirartha tiba di pusat kerajaan
24
dimana Sri Krahengan bertahta yaitu sekitar Cakranegara sekarang. Sebagaimana
lazimnya penyambutan terhadap seorang brahmana tinggi dan utusan raja, Krahengan
menjemput dan memperlakukan sang Brahmana dengan semestinya. Dalam
pembicaraan, Nirartha menekankan pentingnya persahabatan antara kedua raja ini,
sambil memberikan contoh-contoh peristiwa betapa kini keadaan di Jawa telah
mengalami kehancuran di pusat-pusatnya karena para raja itu saling memusuhi,
perang terus berlanjut. Krahengan raja Sasak ini dapat memahami permasalahan ini
meski ada satu syarat yang ia tolak keras.38
Sejak itu Sasak dan Gelgel berdamai, bahkan setelah Sasak tidak lama
setelah itu memeluk Islam. Perdamaian ini nampaknya bertahan untuk jangka waktu
yang sangat lama hingga hampir satu abad. Baru kemudian tahun 1616 dan 1624
Gelgel dan Selaparang yang saat itu berkuasa atas sebagian besar Pulau Lombok
terlibat dalam perang besar.
Momentum penting pertemuan diplomatik membangun persahabatan yang
membuahkan perdamamain antara Gelgel yang diwakili oleh Danghyang Nirartha
dan Sasak diwakili langsung oleh Sri Aji Krahengan atau perjanjian persahabatan
Bali-Sasak ini terjadi pada bulan Kartika 1452 Saka/ Oktober 1530 M39 dan karena
peristiwa ini memiliki nilai sejarah yang penting maka patut diabadikan dengan
sebutan “Perjanjian Aji Krahengan”.
Momentum raja Krahengan kedatangan misi diplomatik dari Gelgel yang
dipimpin oleh Danghyang Niratha pada bulan oktober 1530 M dalam tulisan di atas
memberikan gambaran, diantaranya:
1. Hal ini menunjukkan Kerajaan Sasak di bawah pemerintahan Sri Aji Krahengan
adalah berpusat di Cakranegara sekarang ini. Pada saat Sri Aji Krahengan
menjadi raja Sasak pada saat yang sama di kerajaan Lombok yang berpusat di
Lombok timur dipimpin oleh Prabu Rangkesari.
38 Lihat, Sugianto...39 Sugianto...
25
2. Peristiwa yang di muat dalam naskah kuno Dwijendra Tatwa dan Babad Dalem
(keduanya naskah Bali) ini menepis klaim sepihak dari berbagai tulisan baik di
Bali yang kemudian dijadikan acuan oleh penulis-penulis asing, nasional
termasuk penulis lokal, bahwa sejak tahun 1520 M. Bali telah berkuasa atas
Lombok dan Sumbawa. Saat itu kerajaan Sasak masih tegak sebagai kerajaan
merdeka dan disegani terbukti dengan terdesaknya Gelgel dalam banyak
pertempuran dan Gelgel menurunkan sang Baghawantha (pendeta tertinggi
kerajaan) Dang Hyang Nirartha yang bukanlah orang sembarangan yang
mendekati Krahengan untuk menawarkan perdamaian.
Dalam Babad Lombok terdapat keterangan bahwa pada tahun 1545 M
Pangeran Prapen beserta rombongan ekspedisinya telah mendarat di timur laut Pulau
Lombok di Salut dan Sambelia kemudian terus ke Kerajaan Lombok di teluk
Lombok. Di Kerajaan Lombok ia berhasil mengislamkan Prabu Rangkesari dengan
langkah-langkah persuasif dan Rangkesari mendapatkan tanggungjawab untuk
mengislamkan raja-raja yang lain. Awalnya keputusan Raja Rangkesari memeluk
Islam ini ditentang oleh raja-raja bawahannya namun dengan sedikit tekanan akhirnya
mereka menerima Islam. Berbasis di sini misi-misi pengislaman diteruskan ke
kerajaan-kerajaan lain di pulau Lombok dan pulau Sumbawa bahkan ke Gelgel Bali.
Karenanya selain diikuti para mubaligh ekspedisi ini didukung oleh laskar Lombok
dan Jawa yang terbukti nantinya berguna di banyak tempat yang menolak masuk
Islam dengan cara persuasif. Untuk mengislamkan Negara Sasak dan wilayah
pengaruhnya bersama para mubaligh didukung oleh Laskar Lombok dan Jawa di
bawah komando Ratu Madura dan Ratu Sumenep yang mendapat tugas. Dengan
mudah Negara Sasak dapat dislamkan kecuali Pejarakan yang masih tetap memeluk
agama Budha kala ini.
Raja-raja beserta pengikutnya dari seluruh pulau Lombok yang telah
memeluk Islam seperti Paroa, Langko, Pejanggik, Bayan, Sokong termasuk Raja
Sasak dan lainnya selanjutnya berkumpul di ibukota Lombok untuk mendapat
26
pendalaman ajaran Islam dari Pangeran Prapen selama 4 bulan lamanya.40 Setelah itu
Pangeran Prapen melanjutkan misi ke Pulau Sumbawa. Nampaknya selama berada di
Kotaraja Lombok raja-raja tersebut telah berhasil membangun komitmen bersama
untuk membentuk sebuah entitas politik supra kerajaan dalam bentuk kuasa federasi
yang longgar sebagai payung untuk menjamin kepentingan bersama dalam spirit
agama Islam, agama baru mereka. Untuk itu mereka bersepakat menunjuk Kerajaan
Lombok dengan Rajanya Prabu Rangkesari sebagai pemimpin di antara mereka
dengan status primus inter pares (yang terkemuka dalam kesedarajatan).
Sebuah fenomena monumental baru saja terjadi dan Lombok mulai
menapaki zaman baru. Untuk pertamakalinya dalam perjalanan sejarahnya Pulau
Lombok mengalami unifikasi agama dan politik. Agama Hindu yang sebelumnya
dominan dipeluk oleh penduduk Lombok, sebagian Budha telah berganti menjadi
agama Islam kecuali Tebango, Pejarakan, Ganjar dan Pengantap (dua dari desa ini
yaitu Tebango dan Ganjar hingga kini masih memeluk agama Budha).
Untuk meneguhkan era kesatuan agama dan politik ini Raja Rangkesari
setelah bermusyawarah dengan para punggawanya beserta raja-raja lainnya seperti:
Sasak, Sokong, Bayan, Parwa, Langko, Pejanggik dan lainnya akhirnya memutuskan
untuk membuat ibukota baru. Dipilhlah suatu tempat yang lebih strategis arah barat
daya teluk Lombok suatu tempat yang subur banyak air dan sumber makanan dan
berada di ketinggian sehingga dari sini dengan cepat dapat melihat musuh, sebuah
tempat yaitu Watuparang. Kemudian kota ini diberi nama Selaparang yang dalam
perkembangannya menjadi kerajaan besar.41
Setelah keikusertaannya dalam musyawarah besar pembentukan kerajaan
Selaparang ini kita belum menemukan lagi khabar mengenai kerajaan Sasak ini
termasuk bagaimana berakhirnya, yang pasti Sasak selanjutnya menjadi penyebutan
etnis yang mendiami pulau Lombok. Nampaknya setelah itu Kerajaan Sasak
perlahan-lahan mengalami kemunduran besar mungkin akibat pertikaian internal
40 Babad Lombok, pupuh 81941 Lihat Babad Lombok.
27
yang serius yang mengakibatkan kehancurannya. Nantinya di kawasan bekas
ibukotanya ditemui sebuah kota bernama Cariding. Mengisi kemunduran Kerajaan
Sasak ini Selaparang menempatkan rakyatnya di hampir semua bagian bekas wilayah
ini. Mulai dari bagian selatan terus ke utara seperti Gerung, Kediri, Pagutan,
Sekarbela, Dasan Agung, Rembiga sampai di Sesela (Gunungsari sekarang). Di
Gerung bahkan Selaparang menempatkan kerabatnya dengan status Demung yang
dikenal dengan Demung Dodokan.
Ampenan yang awalnya sebuah pedukuhan nelayan kecil yang di sana telah
ada embrio pemukiman Selaparang, di awal abad ke 17 dibangun oleh Selaparang
menjadi pangkalan untuk keperluan militer di wilayah barat. Hal ini dilakukan
Selaparang untuk merespon kondisi karena pada tahun 1616 M Gelgel menyerang
Selaparang. Setelah persiapan selama 6 tahun dan merasa cukup siap dari pangkalan
ini Selaparang menyerang balik Gelgel pada tahun 1624 M. Di selat Lombok dua
armada militer yaitu Gelgel dan Selaparang bertempur dengan dahsyat membela
negara dan kehormatannya masing-masing. Peperangan ini berakhir dengan
perdamaian. Seusai perang sebagian laskar Selaparang memilih tinggal di wilayah ini
sekaligus menjaga wilayahnya. Setelah itu Ampenan mulai berkembang menjadi
pelabuhan dagang.
Menjelang kedatangan Karangasem di wilayah Mataram masih berdiri
Kerajaan Pejarakan dan Cariding42 dan desa-desa yang berinduk ke Selaparang. Pada
tahun 1721 M orang-orang Karangasem mendarat di Ampenan, mereka lalu
menyerang kota, selanjutnya menyerang Pejarakan dan dilanjutkan dengan serangan
ke Cariding. Perebutan ketiga distrik ini diperkirakan memakan waktu berbulan-bulan
lamanya. Nantinya Ampenan tetap berkembang menjadi pelabuhan yang ramai,
Pejarakan rusak berat hingga hanya tinggal menjadi kampung kecil yang tak berarti.
Sedangkan Cariding nampaknya hancur sama sekali dan diduduki oleh Karangasem,
sehingga hilang dari peta sejarah dan di sana Karangasem mendirikan kotabaru yang
42 Babad Lombok
28
diberi nama Karangasem-Sasak Singasari. Kata Sasak dalam nama kota baru ini tentu
dimaksudkan untuk mengenang bahwa disekitar tempat tersebut dahulunya
merupakan ibukota kerajaan Sasak atau bahwa kota tersebut berada di negeri Sasak.
Belakangan kota Karangasem-Sasak Singasari atau biasa disingkat dengan Singasari
pada tengah abad ke 19 berganti nama menjadi Cakranegara hingga saat ini.
Puri Singasari selesai dibangun pada tahun 1728 M yang secara resmi
disebut Puri Karangasem-Sasak Singasari dan Puri Metaram dibangun tahun 1740M
selesai tahun 1744M dan disebut Puri Kanginan Metaram. Untuk mempertebal rasa
persatuan mereka maka di tahun 1744 di Singasari dibangun Pura Meru sebagai
tempat pemujaan dan pemersatu seluruh keluarga Karangasem dan masyarakat Hindu
umumnya di pulau Lombok.43
Kedatangan orang-orang dari Karangasem ini memanfaatkan momentum
perpecahan di antara kerajaan-kerajaan di Lombok terutama antara Selaparang
dengan Pejanggik yang notabene dua entitas yang masih satu keturunan dan keduanya
sedang memegang hegemoni di hampir seluruh pulau Lombok. Perpecahan ini timbul
karena beberapa tahun sebelumnya Pejanggik memberikan perlindungan politik
kepada seorang senapati yang paling dicari oleh Selaparang yang telah dijatuhi
hukuman karena suatu kesalahan. Sejak itu Pemban Meraja Mas Kerthabumi atau
Prabu Kerthabumi maharaja Selaparang memutus hubungan diplomatik dan
kekerabatan dengan Pejanggik yang saat itu dipimpin oleh Pemban Mas Meraja
Kusuma atau Prabu Dewa Kusuma. Beberapa tahun kemudian di internal kedua
Kerajaan besar ini mengalami masalah yang serius. Di Selaparang sepeninggal Prabu
Anom menantu dan pengganti Prabu Kerthabumi berlangsung konflik laten akibat
pengangkatan Prabu Kontala adik raja Seran sebagai Pemangku Raja karena putra
Prabu Anom masih kecil-kecil. Prabu Kontala selain kurang cakap statusnya sebagai
keluarga raja Selaparang terdahulu dari garis perempuan juga menimbulkan
43 Lihat AA Ktut Agung
29
delegitimasi bagi kedudukannya.44 Di Pejanggik perpecahan ini muncul menjadi
perang terbuka dipicu pemberontakan Sang Senopati terhadap Raja Pejanggik
Pemban Mas Meraja Kusuma dan Sang Senopati meminta dukungan Bali. Peluang ini
dimanfaatkan dengan cerdik oleh Bali yang memang telah lama menginginkan
menguasai Lombok.
Dalam kemelut politik yang cukup panjang selama duapuluh tahun yakni
dimulai dari tahun 1721 M akhirnya berpuncak dengan runtuhnya Pejanggik sekitar
tahun 1736 M dan kemudian Selaparang pada sekitar tahun 1740 M. Keruntuhan dua
kerajaan Sasak terbesar yang telah berusia ratusan tahun ini menimbulkan revolusi
sosial dan politik yang kedua di pulau Lombok. Tatanan yang telah terbangun selama
200 tahun atau dua abad pada era Selaparang kini hancur. Dinasti-dinasti penguasa
lama ada yang bertahan tapi lebih banyak yang tersapu atau tercerai-berai oleh
gelombang revolusi ini. Lombok kini memasuki era baru, era yang berlangsung
setidaknya untuk satu abad ke depan ketika Lombok masuk dalam hegemoni
Belanda. Era ini ditandai tumbuhnya kekuatan-kekuatan baru dan munculnya dinasti-
dinasti politik baru. Beberapa kerajaan kecil yang dahulunya berada di bawah
Selaparang dan Pejanggik mendapat kesempatan untuk eksis kembali setelah mereka
mampu melakukan konsolidasi-konsolidasi dan membangun konsesi-konsesi dengan
kekuatan-kekuatan lain.
Hampir sama dengan era pra Selaparang di mana era ini pulau Lombok tidak
ada kekuatan yang dominan di mana Lombok terbagi menjadi entitas-entitas politik
yang terpecah-pecah, independen dan otonom. Tidak adanya kekuatan yang dominan
menyebabkan tidak adanya unifikasi politik di pulau Lombok, masing-masing entitas
adalah institusi yang independen sehingga dalam perjalanannya terjadi dinamika yang
sedikit rumit. Dinamika-dinamika yang berlangsung terus menerus hampir satu abad
44 Sebagian pengamat secara keliru menganggap Prabu Kontala ini adalah wakil yang ditempatkan oleh Goa. Tidak pernah ada tanda-tanda atau informasi dari naskah di Lombok, Sumbawa dan Goa yang menyebut adanya pengaruh politik Goa atas Selaparang. Sesungguhnya Prabu Kontala adalah pilihan logis Selaparang karena neneknya dari Selaparang dan setelah figure dari garis keluarga yang lebih dekat tidak bisa dipilih baik karena usia yang masih dibawah umur seperti Raden Riyadi putra Prabu Anom atau karena sudah terputusnya hubungan kekerabatan seperti dengan Pejanggik.
30
(1740-1840) terutama 3 dekade awal dan 3 dekade akhir membuahkan konsolidasi
konsolidasi politik menjadi kerajaan-kerajaan kecil Sasak (Kedatuan), distrik-distrik
Bali yang otonom, distrik-distrik Sasak yang otonom dan desa-desa Sasak yang
otonom. Entitas-entitas ini terus tumbuh dan saling bersaing. Peperangan-peperangan
sebab kemartabatan atau perebutan wilayah kerap terjadi. Baik antar Kerajaan-
kerajaan Sasak, Sasak dengan Bali juga antar distrik-distrik Bali tersebut. Era ini
berlangsung hampir seratus tahun atau satu abad. Hingga akhir era ini beberapa
Kerajaan Sasak yang menonjol yaitu: Kuripan, Sokong, Bayan, Praya, Batukliang,
Kopang, Rarang, Masbagek, Sakra, Kalijaga, Pringgabaya dan lainnya. Kerajaan-
kerajaan Sasak ini nantinya seringkali ikut campur bahkan terlibat jauh dalam
perselisihan-perselisihan dan konsolidasi-konsolidasi politik yang terjadi di wilayah
Mataram.
Di wilayah Mataram dengan kemajuan yang diperolehnya dengan mana
setelah mereka dapat membawahi beberapa desa, desa-desa Karangasem seperti
Mataram, Singasari, Pagutan dan Pagesangan kemudian berkembang menjadi distrik-
distrik yang otonom. Desa-desa Sasak di wilayah Mataram yang sebelumnya bagian
dari Selaparang seperti Sekarbela dan Dasan Agung dengan runtuhnya Selaparang
nampaknya kini menjadi desa-desa yang otonom. Pada masa itu distrik-distrik
Karangasem ini meski berstatus otonom masih berinduk ke Karangasem Bali. Sejak
awal abad ke XIX ketika Karangasem sedang disibukkan dengan peperangan-
peperangan dengan kerajaan lain di Bali. Hal ini dimanfaatkan oleh Singasari untuk
melakukan konsolidasi antar distrik-distrik Karangasem di wilayah Lombok. Pada
tahun 1803 M. Singasari mengambil-alih distrik Sengkongo dan mencaplok distrik
Kediri tahun 1804 M. Setelah Karangasem jatuh ke tangan Buleleng tahun 1824 M.,
dan Rajanya I Gusti Bagus Karang melarikan diri ke Rembige, Singasari semakin
berani dan dengan agresif mencaplok Pagesangan tahun 1830 M. Dengan itu
Singasari kini meningkat statusnya dari distrik menjadi kerajaan kecil.
Memanfaatkan momentum konflik politik di internal keluarga Karangasem,
masyarakat Sasak membangun konsolidasi untuk merebut kembali wilayah-wilayah
31
yang sudah dikuasai oleh Bali. Pada tahun 1824 M Sakra yang saat itu di bawah
pimpinan Raden Suryajaya yang diperkuat oleh seorang putri bangsawan terkemuka
keturunan Raja Pejanggik yaitu Deneq Bini Ringgit dan suaminya Karaeng Manajai
beserta putranya Dewa Mas Panji Komala mencoba merebut desa-desa yang dikuasai
Karangasem, tapi gagal. Bahkan Sakra banyak kehilangan sebagian desa-desa
wilayahnya.45 Desa-desa tersebut kemudian dibagi antara distrik-distrik Bali tersebut
yang belakangan sering menjadi pemicu konflik antara mereka.
Tahun 1838 M sengketa ini pecah menjadi perang terbuka. Singasari kini
terjepit dan ia mendapat perlawanan yang berat karena Mataram bersekutu dengan
Pagutan, Pagesangan dan Kerajaan-kerajaan Sasak. Peperangan ini akhirnya
dimenangkan pihak koalisi Mataram-Sasak meski dengan harga yang mahal yakni
gugurnya Bendesa Mataram. Dengan kemenangan ini, Mataram, Pagutan, Praya,
Kopang, Rarang, Sakra dan Kuripan muncul menjadi wilayah yang merdeka, dan
mulai diperhitungkan di Pulau Lombok, popularitas semakin meningkat dengan
wilayah-wilayah yang semakin luas. Wilayah yang paling luas didapat oleh dua
bersaudara putra Raja Kuripan yakni Deneq Laki Batu dan Deneq Laki Galiran
dengan mendapatkan sebagian besar bekas wilayah Singasari.46
Dua tahun kemudian, yaitu tahun 1840 M. Mataram menyerang Pagutan.
Pada peperangan tersebut pemimpin Pagutan terbunuh, sejak itu Mataram menjadi
sebuah kerajaan yang membawahi semua entitas Bali yang ada di Lombok Barat dan
terlepas dari Karangasem.
Dalam persaingan memperebutkan pengaruh dan wilayah, maka negara-
negara kolonial berlomba-lomba memperkuat klaim mereka atas suatu wilayah
tertentu. Demikian juga Belanda dalam rangka menguatkan klaim mereka secara
internasional bahwa seluruh Nusantara merupakan wilayah kekuasaanya, yaitu
dengan rechtitel atau kedudukan hukum yang sah. Dengan ini Belanda mengikat
45 Lihat Babad Sakra46 Lihat AA Ktut Agung
32
perjanjian atau pengakuan dari penguasa setempat, sehingga tidak dapat diambil alih
atau digugat oleh kekuatan asing lain.
Perjanjian atau pengakuan ini terdiri dari dua bentuk yaitu Politiek Contrak
(Perjanjian Panjang) dan Korte Verklaring (Pernyataan Pandek) karena terdiri dari
beberapa pasal saja. Perjanjian Panjang biasanya diperuntukkan bagi kerajaan-
kerajaan yang dianggap penting baik secara politik maupun ekonomi, sedang Korte
Verklaring sebaliknya diperuntukkan bagi kerajaan-kerajaan yang dianggap kurang
penting dari segi politik maupun ekonomi. Status ini dapat berubah sesuai dengan
perkembangan keadaan, bahkan dalam keadaan tertentu kerajaan tersebut dihapus
sama sekali untuk kemudian dijadikan wilayah Gubernment atau yang diperintah oleh
pamong praja Belanda. Perjanjian-Panjang biasanya dimulai dengan Akte van
Verband yaitu pernyataan pengakuan dari penguasa setempat bahwa wilayahnya
adalah bagian dari Hindia Belanda dengan demikian ia tunduk atasnya. Berdasarkan
itu Belanda akan membuat Akte van Bevestiging (akta penetapan), yaitu pengakuan
terhadap penguasa tersebut sebagai penguasa atas suatu wilayah tertentu, dan akan
dipertahankan sepanjang ia taat kepada Akte van Verband yang dibuatnya atau
sepanjang ia masih dianggap masih berguna bagi Belanda. Untuk Pernyataan Pendek
biasanya dibuat lebih ringkas dengan tetap memuat dua substansi yaitu pengakuan
dan penetapan dalam satu naskah.
Dengan cara itu Belanda menancapkan kuku-kuku kekuasannya di
Nusantara. Dengan usaha yang sedikit Belanda mendapat banyak keuntungan seperti
keuntungan politis dan ekonomis. Di sisi lain meski banyak dari penguasa itu yang
melakukannya dengan terpaksa banyak pula yang membutuhkan Belanda untuk alat
legitimasi menghadapi pesaing-pesaing internal atau tetangganya. Mereka tidak
menyadari bahwa bila ada pertentangan terhadap adanya Akta tersebut maka yang
akan menjadi sasaran adalah pihak penguasa tersebut bukan pihak Belanda. Dalam
kondisi ini Belanda akan membiarkan konflik tersebut berlanjut hingga masing-
masing menjadi lemah bahkan hancur untuk kemudian pada saatnya Belanda akan
tampil seolah sebagai Pahlawan yang menyelamatkan keadaan. Dengan itu Belanda
33
dapat dengan leluasa mengambilalih kekuasaan untuk kemudian wilayah tersebut
ditempatkan langsung di bawah pemerintahannya. Inilah satu sisi dari Devide et
Impera atau strategi adu, pecah dan kuasai itu.
Strategi tersebut yang diterapkan Belanda di Lombok. Perkembangan
perkembangan di Lombok ini sejak perang Singasari menghadapi Mataram dan Sasak
diikuti dengan cermat oleh Belanda. Untuk ini Belanda mengirim bebarapa kali tim
pemantau, yang pertama pada Mei 1838 yaitu Mayor Wetter, beberapa bulan
kemudian mengirim Kapten A. C. Edeling dan pada Desember 1839 mengirim utusan
resmi Huskus Koopman. Penyelidikan di Lombok ini kaitan pula Belanda mulai
mewaspadai kegiatan-kegiatan orang Eropa lain yang makin agresif seperti Mads
Lange dari Denmark dan G.P. King dari Inggris yang dengan bebas berhubungan
dengan penguasa-penguasa setempat. Sebagai daerah yang beberapa tahun
sebelumnya diklaim termasuk sebagai wilayah kekuasaanya dan dimasukkan secara
sepihak dalam Karesiden Bali Lombok, Belanda merasa terganggu dengan aktifitas
mereka karena dapat mementahkan klaim Belanda atas wilayah tersebut dan dapat
merugikan kepentingan ekonomi dan perdaganag Belanda.
Namun ia belum memiliki kekuasaan yang nyata di Lombok karenanya dia
memerlukan rechtitel atas Lombok sebagai alas yang sah bagi kekuasaannya. Maka
dia menanti dengan sabar akhir dari perang saudara tersebut tanpa perlu turun tangan
meski Singasari sebelumnya pernah meminta bantuannya. 47
Seusai perang di Lombok, maka Belanda mendekati kerajaan-kerajaan di
Lombok, kerajaan-kerajaan Sasak juga Mataram yang baru saja memenangkan
perang atas pesaing-pesaing Balinya. Kerajaan-kerajaan Sasak nampaknya
melakukan penolakan karena menyadari itu berarti tunduk kepada pemerintahan asing
yang tidak difahami sementara saat itu mereka tengah berdaulat di atas negerinya
sendiri. Tapi tidak demikian dengan Mataram, Mataram yang merasa sebagai entitas
asing di bumi Lombok harus terus mewaspadai kekuatan lain di bumi Lombok ini.
47 Lihat AA Ketut Agung
34
Kerajaan-kerajaan Sasak itu yang sewaktu-waku dapat membinasakannya. Terbukti
bagaimana mereka dengan mudah hanya dalam beberapa hari dapat menghancurkan
Singasari yang awalnya perkasa itu. Selain itu Mataram ingin diakui eksistensinya
sebagai kerajaan yang independen terlepas dari Bali. Untuk ini tawaran pengikatan
oleh Belanda adalah solusi yang menarik.
Maka melalui Korte Verklaring atau “pernyataan pendek” pada tanggal 7
Juli 1843 M. yang ditandatangani oleh Raja Mataram serta beberapa orang Punggawa
di Puri Kanginan Mataram dan Huskus Koopman sebagai wakil resmi Pemerintah
Hindia Belanda. Dalam Korte Verklaring tersebut, Mataram memberikan pengakuan
resmi bahwa seluruh Pulau Lombok adalah milik Belanda, bahwa Belanda berkuasa
atas seluruh pulau Lombok dan Lombok adalah bahagian dari Hindia Belanda.
Dengan demikian dalam akta yang sama Belanda mengakui penguasa Mataram
sebagai penguasa sebagian wilayah Pulau Lombok tersebut (mungkin maksudnya
Lombok Barat). Konsesi-konsesi ini tentu tidak gratis, karena Mataram diikat dan
dibebani dengan berbagai syarat ketentuan yang tentu saja menguntungkan Belanda.
Bahkan terdapat ketentuan bahwa Belanda dapat mengambil alih langsung
pemerintahan di negeri tersebut apabila Mataram tidak setia dan tidak dapat
menjalankan syarat dan ketentuan yang telah dibuat.48
Karena tindakan gegabah Mataram ini sejak itu secara de jure pulau Lombok
berada dalam genggaman Belanda dan Mataram ditempatkan sebagai bawahan atau
kepanjangan tangan Belanda di Lombok. Mataram telah memasukan diri pada sebuah
jebakan politik yang serius. Di satu sisi akta tersebut menjadi kekuatan politik
Mataram terutama terhadap pesaing-pesaingnya Kerajaan-kerajaan Sasak itu, tetapi
sekaligus juga menjadi pintu menuju kehancurannya. Tidak disadarinya ia sedang
diadu domba dengan sesama pribuminya dan akta tersebut menjadi alat adu domba
yang efektif hingga pada saatnya Belanda dengan mudah menguasai mereka semua.
48 Lihat Alvons Vander Kraan, Naskah Kore Verklaring Mataram dan Belanda tahun 1843.
35
Dengan Korte Verklaring ditangannya Mataram terus melakukan langkah-
langkah politik untuk menghancurkan sesamanya baik dengan muslihat-muslihat,
mengadu domba antar kerajaan Sasak, pembunuhan-pembunuhan politik dengan
tipudaya yang terencana bahkan ada yang berkembang menjadi perang terbuka. Dari
tahun ke tahun peristiwa-peristiwa politik ini terus menerus berlangsung, korban-
korban berjatuhan, ingatan suram menorehkan luka mendalam membentuk gumpalan
bola api yang menunggu saatnya untuk meletus. Dan ketika saat itu tiba Mataram tak
kuasa membendungnya, kejatuhannya hanya persoalan waktu.
Pada tanggal 7 Agustus 1891, penyerangan pertama dilakukan dilakukan
oleh orang-orang Sasak, yang dimotori oleh Praya. Meski awalnya kurang mendapat
dukungan dari beberapa pemimpin Sasak lainnya akhirnya inisiatif ini menginspirasi
mereka semua terutama setelah mereka membangun komitmen dalam sebuah
Musyawarah akbar tokoh-tokoh Sasak. Turut terlibat di dalamnya adalah seorang
pemuka Tariqat Naqsabandy Tuan Guru Ali Batu hingga kemudian berkembang
menjadi perang sipil meluas, mereka menyebutnya Perang Sabil. Pada 22 September
1891 kekuasaan Mataram telah diruntuhkan hampir seluruhnya.49
Beberapa tahun kemudian Mataram melakukan serangan balasan ke Lombok
bagian timur, akan tetapi tidak banyak membuahkan hasil. Pada waktu yang
bersamaan yaitu pada Juni 1893 Sekarbela mulai membangun kedudukan
pertahanan50 dan menyatakan perang terhadap Mataram, hal ini semakin
memperlemah Mataram.
Pertentangan-pertentangan yang terjadi antara masyarakat Sasak dengan
kerajaan Mataram di Lombok, perkembangannya selalu diikuti oleh Belanda. Selama
empat tahun pergolakan ini mengakibatkan semua pihak di Lombok dalam keadaan
tidak menentu, ekonomi dan perdagangan tidak stabil. Sebagai orang yang
berkepentingan di Lombok, Belanda menunggu kesempatan yang tepat untuk masuk
ke daerah yang sedang berkonflik ini. Beberapa tahun sebelumnya Belanda memang
49 Lihat Alvons Vander Kraan. 50 Ibid
36
sudah ingin kekuasaan yang lebih nyata di Lombok dengan rencana menempatkan
wakilnya di sini karena sejak awal tahun 1880-an mereka mengetahui Lombok adalah
daerah yang kaya, dan sangat strategis dalam jalur perdagangan dunia. Dalam
laporannya pada 30 Desember 1886, F.A. Lefrinck, memperkuat dugaan bahwa
Lombok kaya dan terdapat mineral emas. Untuk itu ia mengusulkan agar Lombok
dijadikan daerah pemerintahan langsung Belanda dengan menempatkan pejabat
colonial disana.51
Kebijakan baru ini belum dijalankan sampai dimulainya pergolakan di
Lombok 1891 karenanya ia menunggu ujung pergolakan ini. Ketika tahun 1894
situasi sudah demikian parah dan tak berdaya akibat perang, Belanda baru datang
mencoba mengendalikan situasi, membela Mataram. Surat-surat permakluman dari
pemimpin-pemimpin Sasak sebab musabab timbulnya perang tidak
menggoyahkannya. Tekanan politik Belanda kepada pemuka Sasak dengan mengirim
pasukan dalam jumlah besar ternyata tidak menggentarkan mereka. Malah kemudian
pemimpin-pemimpin Sasak memberikan tekanan politik yang kuat kepada Belanda
untuk segera memutuskan hubungannya dengan Mataram karena perilaku-
perilakunya yang tidak terpuji. Hal ini adalah tanggungjawab politik Belanda karena
dialah yang mengesahkan Mataram dengan Korte Verklaring tahun 1843 itu.
Belanda terpojok dan mulai menyadari kondisi sebenarnya dan ke mana
bandul itu mesti bergerak. Mataram semakin melemah dan Sasak semakin kuat,
Belanda kini memilih berada di tengah. Menyadari bahwa untuk memperoleh
kerjasama dari Pemimpin-pemimpin Sasak Timur adalah perlu membuat konsesi-
konsesi politik52 maka skema jalan tengah diluncurkan.53 Namun hal yang paling
mengecewakan bahwa ia harus melepaskan wilayah-wilayah di Lombok Barat untuk
mereka berdiri sendiri membuat Mataram merasa dicampakkan, hingga gelap mata
dan melakukan kecerobohan. Kedudukan pasukan Belanda yang berkemah di
51 Ibid52 Lihat Vander Kraan53 Lihat naskah Perjanjian 1894, Alvon Vander Kraan.
37
lapangan depan Puri Cakranegara yang sebenarnya dimaksudkanuntuk melindungi
Puri tempat tinggal raja itu dari serangan pasukan Sasak, pada tengah malam diserang
yang menyebabkan banyak anggota pasukan dan beberapa perwira terbunuh.
Peluang Belanda untuk pijakan politiknya yang lebih kokoh di Lombok kini
terbuka lebar. Peluang untuk menempatkan Lombok sebagai wilayah Gubernment
(Pemerintahan langsung Belanda) tidak lagi melalui tangan Mataram (Zelfbesrudeer-
swapraja) kini mendapatkan momentum, alasannya serangan Mataram atas pasukan
Belanda itu. Maka berdasarkan ketentuan pasal 7 Korte Verklaring Mataram 1843
Belanda menganggap cukup syarat untuk mengakhiri perjanjian dengan Mataram.
Serangan militer Belanda pada akhir 1894 melumpuhkan Mataram dan berakhir
untuk selamanya.
Pasca berakhir kekuasaan Mataram ini, sebagai gantinya Pemerintah Hindia
Belanda di daerah ditegakkan. Ketentuan ini ditetapkan dengan Staatsblaad
(Lembaran Negara) No 181 tahun 1895 tertanggal 31 Agustus 1895.
Dalam struktur pemerintahan yang baru ini pulau Lombok diberikan status
sebagai wilayah Afdeling yang diatur dengan Staatsblad, No 185 Tahun 1895 dengan
sebutan Afdeling van Lombok. Afdeling dikepalai oleh seorang asisten residen
ibukotanya di Ampenan. Afdeling Lombok termasuk bagian dari Residentie van bali
en Lombok (Karesidenaan Bali dan Lombok) dengan ibukotanya di Singaraja Bali.
Dengan Staatsblad N0 185 tahun 1895 itu pula ditetapkan bahwa Afdeling
Lombok dibagi menjadi dua wilayah Onder Afdeling yaitu Onder Afdeling van Oost
Lombok (Lombok Timur) dengan ibukota di Sisiq (Labuhan Haji) dan Onder
Afdeling van West Lombok (Lombok Barat) dengan ibukota Mataram. Onder Afdeling
dikepalai oleh seorang Controleur.
Tanggal 16 Mei 1895 Residen Dannenbargh membuat keputusan
memisahkan pembagian Onder Afdeling Lombok Barat menjadi 4 Distrik yaitu
dengan Staatblad No. 185/1895 yakni:
Onder Afdeling van west Lombok terdiri dari:
1. Kedistrikan Ampenan dan sekitarnya
38
2. Kedistrikan Gerung
3. Kedistrikan Tanjung
4. Kedistrikan Bayan.
Tanggal 30 Juni 1897 Tim Survey yang ditunjuk Residen Liefrink
merumuskan pembentukan 36 desa di Lombok Barat dan menunjuk kepada Desa
(Pemusungan Kliang). Tanggal 2 Juli 1897 Liefrink melangsungkan pertemuan
dimana pemerintahan atas penduduk Bali Lombok dibentuk. Untuk memenuhi
sebanyak mungkin hasrat para punggawa maka ia membentuk dan mengangkat 12
punggawa, antara lain:
1. Cakranegara Utara
2. Cakranegara Timur Laut
3. Cakranegara Timur
4. Cakranegara Tenggara
5. Cakra Selatan
6. Cakranegara Barat Daya
7. Cakranegara Barat
8. Cakranegara Barat Laut
9. Pagutan
10. Pagesangan
11. Mataram
12. Pemenang
Dengan Stb No 105 /1898 tertanggal 11 Maret 1898, ibukota Afdeling
Lombok dipindah dari Ampenan ke Mataram menjadi satu dengan ibukota Onder
Afdeling Lombok Barat dan ibukota Afdeling Lombok Timur dipindah dari Sisiq ke
Selong.
Selain itu Liefrink mengangkat satu dari Punggawa paling terkemuka
sebagai kepala penduduk Bali Lombok dengan gelar “pepatih”. Karena Belanda yang
selalu ingin menghemat keuangan berangsur-ansur mengurangi jumlah Punggawa
39
dalam tahun tahun berikutnya. Hingga tahun 1942 hanya ada satu kepala Distrik Bali
yaitu Punggawa Cakranegara.54
Dengan jatuhnya Bali (sebagai pusat Karesidenan Bali Lombok) ke tangan
Jepang pada tanggal 19 Februari 1942 Jepang tidak langsung mendarat di Lombok.
Konsentrasi perhatiannya dicurahkan sepenuhnya terhadap usaha penaklukan pulau
Jawa. Tiga bulan berikutnya baru Jepang masuk di Lombok.
Selama itu di pulau Lombok seolah-olah terdapat vakum kekuasaan. Pejabat-
pejabat pemerintah Belanda sibuk mengurus keselamatan diri dan keluarganya,
mereka tidak menghiraukan urusan pemerintahan lagi. Maka mengambil momentum
itu di Lombok terjadi sebuah peristiwa politik yang penting yang selama terlewatkan
dari perhatian sejarah yakni Lombok berkesempatan memerdekakan diri. Untuk
mengisi kekosongan pemerintahan itu pejabat-pejabat pribumi mengambil alih
pemerintahan.
Atas kesepakatan tokoh-tokoh Sasak maka diadakan sebuah pertemuan
(konfrensi) yang dihadiri oleh semua kepala distrik di pulau Lombok di bawah
koordinasi Mamiq Mustiarep bertempat di Selebung Mantang. Pertemuan diikuti pula
oleh pemuka-pemuka Sasak lainnya. Pertemuan (Konfrensi) tersebut menetapkan:
Pendirian sebuah Republik yaitu Negara Lombok yang dipimpin oleh seorang
Presiden. Untuk Presiden Lombok yang pertama dijabat oleh Mamiq Wiranom,
sedangkan Kepala Sekretariat (Sekretaris Negara) dijabat oleh Lalu Srinata dan I
Gusti Bagus Ngurah. Selain itu diputuskan bahwa tiap Onder Afdeling diperintah oleh
seorang Kepala Pemerintahan dan ditetapkan Lombok Timur dijabat oleh Mamiq
Mustiarep, Lombok Tengah dijabat oleh Lalu Wirentanus dan Lombok Barat dijabat
oleh Lalu Darwisah.55
54 Lihat Alvons Vander Kraan. 55Lihat, Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah Nusa Tenggara Barat 1945-1949, (Jakarta:
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI Tahun, 1970/1980)
40
Ketika pendaratan Jepang di Lombok pemimpin pemerintahan sudah berada
ditangan pejabat-pejabat pribumi yang otonom. Namun nampaknya eksistensi Negara
Lombok ini tidak berlangsung lama. Pada tanggal 8 Mei 1942 Angkatan Laut Jepang
mendarat di Ampenan dan Angkatan Daratnya mendarat di Labuhan Haji pada
tanggal 12 Mei 1942. Kedatangannya disambut dan dielu-elukan oleh beberapa
Pejabat Pemerintah dan rakyat banyak. Antusiasme sebagian rakyat Lombok
menyambut kedatangan Jepang ini dipengaruhi oleh propaganda Jepang sebagai
pelindung Asia yang dengan perang Asia Timur Raya bertujuan membebaskan rakyat
Asia dari penindasan bangsa Barat. Sekalian dengan itu orang-orang Belanda
ditangkap dan dikumpulkan di Mataram. Lombok dan Sumbawa ditempatkan di
bawah kekuasaan Kaigun, Armada Selatan Kedua.
Jepang dengan segera mengambilalih Pemerintahan. Sesuai dengan UU No 1
Pasal 1 tanggal 7 Maret 1942 yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Keenambelas
yang antara lain berbunyi: “Balatentara Nippon melangsungkan Pemerintahan
Militer untuk sementara waktu di daerah yang ditempatinya agar supaya
mendatangkan keamanan yang senantiasa yang sentausa dengan segera”. Tentara
pendudukan Jepang segera melakukan langkah-langkah penertiban. Semua orang
Belanda ditahan dan dibawa keluar Lombok. Struktur organisasi pemerintahan mulai
disusun yang pada hakekatnya tidak banyak perubahan kecuali nama-namanya saja.
Pejabat-pejabat pribumi yang setia kepada Jepang diijinkan tetap bekerja.56
Maka Struktur organisasi pemerintahannya segera disusun. Bentuknya
hampir sama dengan struktur organisasi pemerintahan di Zaman Belanda hanya
berganti nama. Pemerintahan Lombok disebut Lombok Ken yang dijabat oleh
seorang Ken Kanrikang yang berkedudukan di Mataram. Lombok Ken dibagi
menjadi 3 Bun Ken yaitu Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur. Tiap-
tiap Bun Ken termasuk Bun Ken Lombok Barat terbagi menjadi Gun (Distrik) dan
Son (Desa). Untuk menjalankan pemerintahannya di Pulau Lombok sebagai Ken
56 Lihat Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah NTB (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1991)
41
Kanrikang Lombok dan 3 Bun Ken se Pulau Lombok ditempatkan orang-orang dari
luar yaitu dari pulau Bali. Sementara untuk Gun dan Son masih dijabat orang pribumi
Lombok yang lama.
Sejak pecahnya Perang Dunia II komunikasi dengan pulau Jawa hampir
terputus sama sekali tertama bagi masyarakat umum. Berita kekalahan Jepang dan
Proklamasi 17 Agustus 1945 tidak seorangpun yang dapat mengetahui tepat pada
waktunya. Beberapa peristiwa penting seperti penyerahan urusan pemerintahan
kepada pejabat-pejabat Bumiputra oleh Jepang sama sekali tidak memberi kesan
bahwa situasi politik yang terpenting sudah terjadi.
Di Pulau Lombok Jepang menyerahkan urusan pemerintahan kepada
anggota-anggota Syukai Gi In (Badan Persiapan Kemerdekaan Tingkat Daerah) yang
berpengaruh di masyarakat pada tanggal 18 Agustus 1945. Jabatan Ken Kanrikan
Lombok diserahkan kepada Raden Nuna Nuraksa, Bun Kenkanrikan Lombok Timur
kepada Mamiq Fadelah, Lombok Tengah kepada Lalu Srinata dan Lombok Barat
kepada I Gusti Bagus Ngurah.57
Berita mengenai Proklamsi 17 Agustus 1945 pertamakali diketahui di NTB
pada awal September 1945 dari pemuda-pemuda pelajar Bima, M. Nur Husain dkk
yang datang dari Singaraja Kedatangan mereka ke Lombok dan pulau Sumbawa
diutus oleh Ida Bagus Manuaba Ketua KNI Sunda Kecil di Singaraja membawa surat
kepada Pemimpin Pemerintahan setempat dan kepada semua anggota Syukai Gi In
asal NTB. Berita ini segera tersebar luas di kalangan pemimpin dan pemuda dan
segera mendesak pemerintah agar segera mengambil langkah kongkrit.
Menindaklanjuti hal tersebut berangkatlah Raden Nuna Nuraksa menghadap
Gubernur Sunda Kecil di Singaraja. Gubernur Sunda Kecil menetapkan struktur dan
organisasi pemerintah yang baru di Pulau Lombok dan mengangkat pejabat-
pejabatnya, yang sebenarnya tidak berbeda dari sebelumnya kecuali perubahan nama
dari Bunkenkanrikang menjadi Kepala Daerah.
57 Lihat Sejarah RevolusiKemerdekaan
42
Pada akhir September 1945 Pemerintah Lombok menyelenggarakan rapat di
Mardibekso Mataram yang dihadiri oleh wakil-wakil seluruh masyarakat. Rapat
menetapkan dan bertekad menyelamatkan RI dan mendesak pemerintah agar segera
membentuk Badan-Badan Perjuangan. Pada tanggal 15 oktober 1945 penyerahan
kekuasaan pemerintahan secara resmi dari tangan Jepang kepada bangsa Indonesia
dilaksanakan di Mardibekso Mataram. Bendera kebangsaan dikibarkan pada hari itu
dan Lombok menyatakan diri masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia.58 Pada
hari itu Merah Putih dikibarkan dengan resmi dan Lombok masuk wilayah Republik
Indonesia. Semua pimpinan pemerintahan dipegang oleh putra daerah, masing-
masing: Kepala daerah Lombok Raden Nuna Nuraksa, Kepala Pemerintahan Lombok
Timur mamiq Fadelah, Kepala Pemerintah Lombok Tengah Lalu Srinata, Kepala
Pemerintah Lombok Barat I Gusti Bagus Ngurah. 59
Pada tanggal 16 Juli 1946 van Mook menyelenggarakan konfrensi Malino
yang dilanjutkan dengan konfrensi Denpasar yang berlangsung tanggal 7-18
Desember 1946. Konferensi Denpasar ini menghasilkan NIT yang terbentuk tanggal
24 Desember 1946. Sejak itu Lombok termasuk Sumbawa masuk menjadi bagian
NIT. Kedua pulau ini dinyatakan sebagai daerah otonom dan tiap-tiap pulau ini
diadakan Eiland Raad yang anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh Kepala
Pemerintahan di daerah setempat. Pulau Lombok dibagi menjadi tiga resort
afdeeling.
NIT terdiri dari 13 Daerah Bagian termasuk Daerah Lombok. Status Lombok
yang di zaman Belanda adalah Onder Rechtsteeks Bestuur (Di bawah pemerintahan
langsung) maka di masa NIT dengan UU No. 44/1947 Daerah Lombok mendapat
status Neo Zelfbestuur, yang disamakan kedudukannya dengan 13 Daerah bagian di
dalam NIT. Di setiap daerah didirikan sebuah Dewan yang anggotanya ditunjuk oleh
Kepala daerah atas persetujuan Asisten Residen dan Controleur. Kepala Daerah
Lombok waktu itu dijabat R. Nune Nurakse, Kepala Pemerintah Setempat (KPS)
58 Ibid. 59 Lihat Sejarah Daerah NTB.
43
Lombok Timur Lalu Mahnep, KPS Lombok Tengah Lalu Wirentanus dan KPS Lobar
Lalu Darwisah. Karena dalam sidang Parlemen NIT R. N Nurakse berbicara sangat
berapi-api yang dianggap oleh NICA terlalu condong ke arah Republik maka setelah
kembali ke Lombok tidak lama kemudian dicopot sebagai Kepala Daerah Lombok
diganti dengan Mamiq Mustiarep.60 Pada tahun 1950 DPRD Lombok berhasil
mengeluarkan pernyataan politik keluar dari NIT dan bergabung dengan RI
Yogyakarta pada tahun 1950.61 Selama ini tidak banyak perubahan strukur wilayah di
mana Mataram tetap menjadi ibukota Daerah Lombok dan Pemerintah Setempat
Lombok Barat. Secara administratif Mataram adalah sebuah Desa yang termasuk di
Kedistrikan Ampenan yang beribukota di Dasan Agung.
Pada 4 Agustus 1958 diundangkan UU No. 64 dan UU No. 69 tahun 1958
tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Bali, NTB dan NTT serta Daerah Tingkat II,
termasuk Daerah Tingkat II Lombok Barat. Pada masa H. L Anggrat menjadi Bupati
Lombok Barat (1960-1965) Kepunggawaan Cakranegara dirubah statusnya menjadi
Kedistrikan Cakranegara. Seiring dengan perubahan wilayah Kabupaten Lombok
Barat maka Kedistrikan Ampenan sendiri dengan SK. Gubernur Daerah Tingkat I
NTB No. 288. Pem. 20/1/12 dipecah menjadi Ampenan Barat di Dasan Agung dan
Ampenan Timur di Narmada. Pada tahun 1967 dengan SK Gubernur KDH TK I NTB
No. 156/Pem. 7/2/266 tanggal 30 Mei 1969 dibentuklah Kecamatan Mataram dengan
mengambil beberapa Desa dari Kecamatan Ampenan dan Cakranegara.62
Dengan semakin berkembangnya wilayah Mataram dari segala sisi maka
dibentuklah dengan PP No. 21 Tahun 1978 Kota Administratif Mataram dengan
wilayah terdiri dari 3 Kecamatan yaitu : Ampenan, Mataram dan Cakranegara yang
diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri ketika itu H. Amir Mahmud. Dan sebagai
60 Lihat Lalu Lukman61 Lihat Sejarah Daerah NTB62 Lihat, KoTa Mataram, Ibadah yang maju dan Religius.
44
Walikota Pertama Kotif Mataram diangkat H. Mujitahid yang dilantik oleh H. R
Wasita Kusumah yang menjabat Gubernur KDH Tk I NTB ketika itu. 63
63 Ibid
45
BAB III
TERBENTUKNYA KOTA MATARAM
A. Sejarah Awal: Terbentuknya Kota Administratif Mataram
Setelah secara resmi Nusa Tenggara Barat lahir menjadi salah satu daerah
Swatantra Tingkat I dari pemekaran provinsi Sunda Kecil, selain Dati 1 Bali dan
Nusa Tenggara Timur. Pada tanggal 17 Desember 1958 ditetapkanlah Mataram
sebagai pusat pemerintahan dan sekaligus sebagai ibu kotanya. Saat itu Mataram juga
menjadi ibu kota Dati II Lombok Barat. Kota Mataram sebagai sebuah ibu kota Nusa
tenggara Barat dan Lombok Barat, terdiri dari 3 bagian kota yaitu Ampenan,
Mataram, dan Cakranegara. Ampenan merupakan kota pelabuhan, Mataram menjadi
pusat pemerintahan dan pendidikan, sedangkan Cakranegara sebagai pusat
perdagangan dan perekonomian.
Mataram sebagai ibu kota dari dua buah pemerintahan, perkembangan kota
semakin bertambah maju. Kebutuhan sarana prasarana dan fasilitas umum menjadi
semakin besar. Demikian juga kebutuhan jaringan transportasi dan tempat
pemukiman menjadi lebih luas, karena itu pemerintah Dati NTB, yang saat itu
Gubernurnya dijabat oleh Kolonel Raden Wasita Kusama, dan atas saran
pertimbangan pembantu-pembantu gubernur, diusulkan ke pemerintah pusat cq.
Departemen Dalam Negeri, agar kota Mataram dimekarkan menjadi kota
Administratif yang untuk sementara masih berada dalam kendali Dati II Lombok
Barat. Setelah usulan pemda tingkat II NTB disetujui oleh Departemen Dalam
Negeri, maka dilakukan persiapan-persiapan administratif untuk sementara dalam
persiapan menuju Kota Administratif, ditunjukkan pejabat Sementara (PjS) Wali kota
Administratif Mataram, yaitu Drs Iswarto, yang pada saat itu sedang memangku
jabatan sebagai Kepala Urusan Pegawai (UP) Sekretariat Daerah Nusa Tenggara.
Sebagai pejabat sementara Drs Iswarto ditugaskan mengurus dan menyelesaikan
46
proses terwujudnya Kota Administratif Mataram. Dalam tugasnya sebagai PjS Wali
Kota Adinistratif, dia dibantu oleh seorang sekretaris Wali Kota yang dijabat oleh
Drs. Abu Bakar Achmad, setelah kurang lebih satu tahun melaksanakan tugas sebagai
PjS Wali Kota, keluarlah surat keputusan resmi Kota Mataram pada tanggal 29
Agustus 1978. Keberhasilan terwujudnya Kota Mataram dalam waktu yang relatif
singkat dan peran dari beberapa pejabat dan pembantu gubernur R. Wasita Kusumah
yaitu antara lain:
1. Sekretaris Daerah (sekda), Drs. Samiono
2. Kepala Direktorat Pemerintahan, Drs. Diro Suprobo
3. Kepala Inspektorat, Drs. Lalu Sri Gde
4. Kepala Administratif Pemerintahan, I Gusti Ngurah, BA
5. Gubernur Muda, Abidin Ishak
6. Bapak-bapak pembantu gubernur, yaitu: Messakh, Malada, Yusuf Tayib Nafis,
Wenas, Drs. Iswarto, Drs. L. Azhar, Drs. L. syukri.
7. Pejabat-pejabat administratif sekretariat daerah yang lain, seperti: Drs. H.
Nanang Muhammad, Drs, Abdul Kadir, Kt. Ginantra, Drs. I. Wayan Langkir.1
B. Kota Administratif (Kotif) Mataram 2
Melihat perkembangan dan kemajuan Kota Mataram baik pisik maupun
sosial dan mengingat pula fungsinya sebagai Ibu Kota Lombok Barat sekaligus
sebagai Kota Provinsi Tk.I Nusa Tenggara Barat maka untuk perencanaan
pengembangan di masa yang akan datang perlu ditangani secara khusus maka
ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administratif.
1 Wawancara dengan Drs. H. Nanang Muhammad, Kamis, 24 Nopember 2011. Diperkuat
oleh Drs Abdul Kadir, wawancara Sabtu, 26 Nopember 2011.2 Pemerintah Kota Administratif Mataram, Laporan Lima Tahun Kota Mataram 1978/1983,
(Mataram-Lombok, P.T. ‘MUARA NUSA”, 1983)24-30.
47
Usaha-usaha yang ditempuh dalam meningkatkan Pemerintahan Kota
Administratif Mataram adalah :
1. Dengan surat Bupati Kepala Daerah TK.II Lombok Barat tanggal, 8 maret
1977. No. Pem I/3/56 dan dilampiri Surat Pernyataaan Pendapat DPRD
Kabupaten Daerah TK. II Lombok Barat, Tanggal 9 Oktober 1976, No. 3/
Pernya/DPRD/1976 yang mengusulkan pembentukan Kota Administratif
Mataram kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala Daerah Tk.
I Nusa Tenggara Barat. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I NTB melanjutkan
usul tersebut kepada Menteri dalam Negeri dengan surat tanggal, 10 Maret
1977. No. Pem. A/4.
2. Bupati membentuk Team Persiapan Kota Administratif Mataram dengan
Surat Keputusan Tanggal, 1 Nopember 1975 No. 131/2/Pem.I/3/386 guna
melengkapai data dan lain-lain dalam persiapan untuk bahan-bahan usul
pembentukan Kota Administratif, dengan susunan personalia sebagai berikut:
- Ketua : Drs. Lalu Mudjitahid
- Wakil Ketua :Drs. Eko Riyanto Katiman
- Sekretaris : I.G.B. Satriawangsa BA.
- Bendahara : Badrun
- Anggota-Anggota :
1. Lalu Ratnadi S.H
2. Dewa Gde Thustarena
3. Drs. Maryadi Idris
4. Drs. Abu Masyunin
5. Drs. Soenanto
6. F.M. Siahaan BM UE.
48
Team tersebut bertugas :
- Menghimpun data yang diperlukan dalam rangka persiapan
pembentukan Kota Administartif Mataram.
- Membanti dan memberikan pertimbangan kepada Bupati Kepala
Daerah Tk. II Lombok Barat dalam rangka pembinaan, pengawasan,
dan pengarahan pembangunan Kota Administratif Mataram.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor: 21/th. 1978,
pembentukan Pemerintah Kota Administratif Mataram disyahkan dan diresmikan
oleh Menteri Dalam Negeri pada Tanggal, 29 Agustus 1978.
a. Dalam Peraturan Pemerintah No. 21/th.1978, dicantumkan mengenai
Tujuan Pembentukan, Kedudukan, fungsi, luas dan pembagian
wilayah dari Kota Administratif Mataram.
b. Sedang mengenai Pola Organisasi Pemerintahan Wilayah Kota
Administratif Mataram diatur dalam peraturan Menturan Menteri
dalam Negeri No.9/1978.
c. Tentang pengaturan lebih lanjut dari peraturan Pemerintah No.
21/1978 yaitu tentang peresmian dan pelantikan Walikota, mengenai
Personalia dan struktur organisasi , keuangan, dikeluarkan Instruksi
Mendagri No. 20 tahun 1978.
Kedudukan, Fungsi dan Tugas Pemerintahan Kota Administratif Mataram:
a. Kota Administratif Mataram adalah bagian dari Kabupaten Lombok
Barat.
b. Pemerintah Administratif Kota Mataram bertanggung jawab kepada
Pemerintah Daerah TK II Lombok Barat.
c. Dalam hal statusnya sebagai Kota Administratif dibina langsung oleh
Gubernur Kepala Daerah Tigkat I Nusa Tenggara Barat sesuai dengan
49
Peraturan Pemerintah No. 21/1978, bertanggung jawab kepada
Gubernur melalui Bupati Kepala Daerah TK II Lombok Barat.
d. Pemerintah Kota Administratif Mataram mempunyai tugas pokok
untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dalam rangka
meningkatkan dan mengarahkan pembangunan guna perkembangan
dan pengembangan kehidupan masyarakat Kota yang bersangkutan
serta merangsang pertumbuhan dan perkembangan wilayah sekitarnya.
Hubungan kerja dengan instansi vertikal Kota bertindak atas nama:
a. Kepala Wilayah, terhadap instansi vertikal yang berwilayah di Kota
Administratip Mataram.
b. Bupati Kepala Daerah Tk. II Lombok Barat, terhadap Instansi Vertikal
tingkat kabupaten yang berkedudukan di Kota Admnistratif Mataram.
c. Gubernur Kepala Daerah Tk. I Nusa tenggara Barat terhadap Instansi
vertikal propinsi yang berkedudukan di Kota Admnistratif Mataram.
50
Struktur dan Nama-nama Staf Sekretariat /Suku Dinas Walikota Mataram:3
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 TAHUN 1978
TENTANG POLA ORGANISASI PEMERINTAH WILAYAH KOTA ADMINISTRATIP MATARAM
Keterangan:
Seksi-Seksi : Pemerintahan, Pembangunan, Perekonomian.
Sub. Bagian : Administrasi Umum, Hukum dan Kepegawaian, Keuangan.
Suku Dinas-Suku Dinas: PU, Pertanian, Kesehatan, Pajak dan Pendapatan.
Kecamatan : Mataram, Ampenan, Cakranegara.
3 Pemerintah Kota Administratif Mataram, Laporan Lima Tahun Kota Mataram 1978/1983,
h.15-21,164
WALIKOTA
SUBAG-SUBAG
SEKRETARIS KOTA
SEKSI-SEKSI SUKU DINAS
KECAMATAN KECAMATAN KECAMATAN
51
Walikota Mataram : Drs. H. Mudjitahid.
Sekretaris Kota : I Made Lile SH.
Kasi Pem./Keamanan : Anwar Basri. Bc.Hk.
Kasi Pembangunan : L.Kamardin, BmuE.
Kasi Perekonomian : Drs. I Gst Kt Tulus.
Kasubag Administrasi Umum :
- 1978-1980 : L. Akmal BA,
- 1980 – sekarang : H. Nurpiah Safi’i.
Kasubag Hukum dan Kepegawaian :
- 1978-1980) : Mahsar Malaca, SH
- 1980- sekarang : L, Munahar Munayadi, BA.
Kasubag. Keuangan :
- 1978-1979 : Lalu Kertayogi.
- 1979- 1983 : Lalu Wirata BA,
- 1983- sekarang : I Wyn Brata
Kepala Unit Kebersihan 1982 – sekarang: L. Cawit.
Kepala Unit Pemadam Kebakaran 1982 –Sekarang :
Dewe Gde Bratha Suta.
52
Kepala Dinas Kota Administratif Mataram
1) Kasudin Pajak & Pendapatan II (1982-Sekarang) : H.L. Akil Bahrudin.
2) Kasudin Pertanian (1980-sekarang): Anwar Asdam.
3) Kasudin Kesehatan (1980-sekarang): dr. Magaretha Cephas.
4) Kasudin Pekerjaan Umum (1980 – Sekarang: I Made Sedana Yoga.
Data Wilayah Kota Administratif Mataram Thn 1978 S/D 1983
a. Keadaan Geografi.
Luas wilayah Kota Administratif Mataram adalah 6.136.887 hektar terletak pada
166 derajat 07’ (Bujur Timur) dan 8 derajat 42’ L.S (Lintang Selatan), terletak
didalam wilayah Kabupaten Lombok Barat dengan posisi di ujung barat Pulau
Lombok.
Batas –batas wilayah pemerintahan sebagai berikut:
Sebelah Barat : Pantai Laut Selat Lombok.
Sebelah Utara : Kali Midang
Sebelah Timur : Batas wilayah administrasi Desa Selagalas dan Bertais
Sebelah Selatan : Batas wilayah administrasi Desa Dasan Cermen (Kokoq
Kotor, Telabah Tengaq dan Telabah Taman).
b. Keadaan Topografi
Kemiringan dataran Kota Mataram 0-5%, daerah yang agak tinggi dan berombak
adalah Kecamatan Cakranegara bagian Utara dengan kemiringan sekitar 10-15%
dan ketinggian mencapai 56,67 DPA.
Daerah terendah adalah sebelah barat karena merupakan daerah pantai yang
melandai. Secara umum topografi Kota Mataram merupakan daerah dataran yang
mempermudah untuk melakukan penataan wilayah, pembangunan fasilitas dan
sistem drainasenya.
53
c. Keadaan Klimatologi.
Menurut data BMG bahwa temperatur udara di Kota Mataram berkisar
antara 25 Derajat Celcius s/d 27 Derajat Celcius, dengan kelembaban udara rata-
rata berkisar anatara 77 – 82 mm pertahun. Hal ini menadakan bahwa Kota
Mataram beriklim tropis dengan rata-rata jatuhnya sinar matahari berkisar 62-
90%.
Musim kemarau biasanya berlangsung antara bulan April samapai dengan
Oktober dan musim hujan berlangsung Bulan Nopember sampai dengan Maret.
Temperatur terpansa terjadi sekitar bulan Agustus – September. Pada setiap tahun
pada waktu-waktu ertentu terjadi dua kali perubahan arah angin yang disebut
dengan angin musim. Pada bulan April samapai dengan Oktober bertiup angin
yang kering dari arah tenggara, dimana angin tersebut menyebabkan musim
kemarau. Sedangkan pada bulan Nopember sampai dengan bulan Maret bertiup
angin yang mengandung uap air dari arah Barat Laut yang menimbulkan
terjadinya musim hujan.
d. Keadaan Hidrologi
Hampir semua daratan Kota Mataram tertutup dengan bahan pasai tupa dan
batu apung yang merupakan lapisan mengandung air yang baik sehingga muka air
tanah di seluruh wilayah Kota Mataram tidak dalam. Sumber air yang berpotensi
besar di Kota Mataram ada lima buah yaitu: Sungai Meninting, Sungai Midang,
Sungai Jangkok, Sungai Ancar dan Sungai Pesongoran.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga Kota Mataram maka
dialirkan dari Mata Air sarasuta di Kawasan Kecamatan Lingsar Kabupaten
Lombok Barat dengan sistem gravitasi dan mempunyai kapasitas 400liter/detik.
54
e. Wilayah Kecamatan dan Desa
Kota Administratif Mataram meliputi 3 kecamatan dengan 23 buah desa
yaitu:
e.1. Wilayah Kecamatan Cakranagera terdiri dari 9 buah desa masing-masing:
1. Desa Cakranegara Barat
2. Desa Cakranegara Utara
3. Desa Cakranegara Timur
4. Desa Cakranegara Selatan
5. Desa Sayang-sayang
6. Desa Babakan
7. Desa Dasan Cermen
8. Desa Selagalas
9. Desa Bertais
Luas
Luas
Luas
Luas
Luas
Luas
Luas
Luas
Luas
198,500 Ha
155,580 Ha
141,250 Ha
174,250 Ha
203,380 Ha
330,260 Ha
256,275 Ha
473,260 Ha
677,680 Ha
e.2. Wilayah Kecamatan Mataram terdiri dari 7 buah desa masing-masing.
1. Desa Mataram Barat
2. Desa Mataram Timur
3. Desa Rembiga
4. Desa Karang Baru
5. Desa Monjok
6. Desa Pagesangan
7. Desa Dasan Agung
Luas
Luas
Luas
Luas
Luas
Luas
luas
150,806 Ha
167,065 Ha
170,866 Ha
229,871 Ha
179,309 Ha
346,410 Ha
186,541 Ha
55
e.3. Wilayah Kecamatan Ampenan terdiri dari 7 buah desa masing-masing:
1. Desa Ampenan Utara
2.Desa Ampenan Tengah
3. Desa Ampenan Selatan
4. Desa karang Pule
5. Desa Pejeruk
6. Desa Tanjung Karang
7. Desa Pagutan
Luas
Luas
Luas
Luas
Luas
Luas
Luas
400,000 Ha
38,033 Ha
185,390 Ha
493,600 Ha
243,240 Ha
450,000 Ha
290,000 Ha
Desa-desa di wilayah Kota Administratif Mataram dengan berlakunya
Undang-Undang No.5 tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Desa/Kelurahan ditingkatkan statusnya menjadi Pemerintahan Kelurahan
yang diresmikan pada tanggal, 29 Juni 1981 di Mataram oleh Bapak Gubernur
K.D.H Tk.I NTB atas nama Menteri dalam Negeri R.I. Sesuai dengan
kebijaksanaan umum dari Departemen Dalam Negeri yang menentukan
bahwa tiap-tiap Ibu Kota Daerah Tingkat I harus merupakan Kota Madya,
maka Mataram sebagai Ibu Kota Propinsi Nusa Tenggara Barat juga termasuk
yang akan ditingkatkan statusnya.
Panca Program Kotip Mataram
1. Pembinaan kebersihan dan keindahan kota.
2. Pembinaan keamanan dan ketertiban umum.
3. Penataan fisik kota dan perbaikan kampung.
4. Pembinaan/pendayagunaan aparatur pemerintah kota dan peningkatan
pelayanan kepada masyarakat.
5. Peningkatan produktifias warga Kota.
56
C. Perubahan Struktur Pemerintahan.
a. Perkembangan Kota Mataram.
Sejarah perkembangan Kota Mataram berlangsung dalam 6 periode4.Periode
Pertama, berlangsung sebelum terbentuknya Negara Indoensia Timur dimana
Lombok merupakan bagian dari Residensi Bali-Lombok. Periode Kedua,
berlangsung selama berdirinya Negara Indoensia Timur, daerah otonom terbagi
dalam 3 wilayah administrasi pemerintahan setempat. Wilayah Pemerintahan
Lombok Barat sama seperti waktu sebelum terbentuknya Negara Indonesia Timur.
Periode Ketiga, berlangsung ketika terbentuknya Daerah Swatantra Tingkat I Nusa
Tenggara Barat ( 17 Desember 1959) yang terdiri dari 6 Daerah Swatanra Tingkat
II, diantaranya DASWATI II LOMBOK BARAT, terdiri dari 6 kedistrikan. (1.
Kedistrikan Ampenan Barat di dasan Agung, 2. Kedistrikan Ampenan Timur di
Narmada, 3. Kedistrikan Bayan di bayan Beleq, 4. Kedistrikan Tanjung di
Tanjung, 5. Kedistrikan Gerung di Gerung, 6) Kedistrikan Gondang di Gondang)
ditambah satu Wilayah Kepunggawaan yakni Kepunggawaan Cakranegara di
Mayura. Periode Keempat, sejak berlakunya Undang-undang No. 18 tahun 1965,
dimana Daerah Tingkat II Lombok Barat dikembangkan menjadi bebrapa
kecamatan diantaraya Kecamatan Mataram, yang merupakan pemekaran
Kecamatan Ampenan dan cakranegara. Perode Kelima, sejak dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1978 tentang pembentukan Kota
Administratif Mataram, yang meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Ampenan,
Kecamatan Mataram dan Kecamatan Cakranegara. Sejak Tanggal 29 Agustus
1978, ketiga kecamatan tersebut tergabung menjadi satu yaitu Kota Mataram.
Periode keenam, peningkatan status Kota Administratif Mataram menjadi
Kotamadya Dati II Mataram, berdasarkan Undang-Undang No. 4 Thn. 1993.
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia ( Moch. Yogi S Memet) meresmikan
4 Kotamadya Dati II Mataram, 4 tahun Kotamadya Mataram Membangun ( Humas Pemda
Kodya Dati II Mataram, 1997)2-4.
57
perubahan tersebut pada tanggal, 31 Agustus 1993, yang wilayahnya meliputi
Kecamatan Mataram, Ampenan dan Kecamatan Cakranegara.
b. Menjelang Pembentukan Kodya5
Sehubungan dengan kebijakan tersebut Direktorat Jendaral Pemerintahan
Umum dan Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri dengan suratnya tanggal 26
Oktober 1981 Nomor: 135/3747/POUD yang maksudnya pemberitahuan tentang
akan dikirimknya Team Evaluasi ke berapa Kota Administratip antara lain Kotip
Mataram. Selanjutnya pada tanggal 15 Maret 1982 samapi dengan tanggal 17 Maret
1982 Team dimaksud di atas datang ke Mataram yaitu 2 orang staf Dirjen
Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Depdagri.
Dari team tersebut diperoleh penjelasan tentang maksud kunjungan
kerja/tugas mereka adalah:
a. Evaluasi secara umum tentang perkembangan kota-kota administratif
diseluruh Indonesia.
b. Penjajakan kemungkinan dan persiapan –persiapan untuk pengusulan
peningkatan status beberapa Ibu Kota Propinsi yang berstatus Kota
Administratif menjadi Kota Madya, termasuk didalamnya Kota Mataram.
Ditegaskan lebih lanjut bahwa sebagai syarat peningkatan status dari
Kotip Mataram menjadi Kota Madya harus dipenuhi 3 (tiga) hal sebagai berikut:
1. Mengenai potensi dan perkembangan Pemerintah Kota Administrasi itu
sendiri, mengenai hal ini sudah dipenuhi dengan pengisian quitionary.
2. Dukungan Administrasi berupa kesiapan dari pemerintah Daerah sendiri
untuk menyiapkan peningkatan status tersebut dalam bentuk penyerahan
kewenengan dan bagian dari sumber pendapatan Daerah Tingkat II secara
5 Pemerintah Kota Administratif Mataram, Laporan Lima Tahun Kota Mataram 1978/1983,
(Mataram-Lombok, P.T. ‘MUARA NUSA”, 1983) 182-190
58
bertahap kepada Pemerintah Kota Administratif agar pada waktunya
mampu untuk berdiri sendiri. Hal ini dinyatakan dalam bentuk surat usul
dari Pemerintah Dati II Lombok Barat kepada Menteri Dalam Negeri
melalui Gubernur Kepala Daerah Tingkat I NTB yang selanjutnya
berdasarkan surat usul tersebut Gubernur Kdh. Tk. I NTB melanjutkan
usul tersebut keepada Menteri Dalam Negeri.
3. Dukungan politis berupa keputusan dari DPRD TK.I dan Tk.II yang
merupakan pernyataan kehendak rakyat yang bersangkutan untuk jelasnya
lihat Lampiran No, 3/D dan No. 4/D. Untuk mempercepat penyelesaian
persyaratan itu telah datang pula team yang ke 2 dari beberapa Direktorat
di Lingkungan Depdagri a.l. dari Dit. Keuangan Daerah.
Dengan peningkatan status tersebut diharapkan fungsi kota itu dapat
secara seimbang melayani keperluan pengembangan nya, baik yang bersifat
internal maupun external, sehingga lebih mampu berfungsi sebagai Ibi Kota
Propinsi sekaligus sebagai pusat pertumbuhan.
c. Lambang Daerah Kota Mataram
Peraturan Daerah yang mengatur tentang lambang daerah kota madya daerah
tk Ii mataram, adalah peraturan daerah nomor 2 tahun 1995 yang memuat hal
berikut;6
Arti Lambang:
a. Perisai: Melambagkan ketangguhan dalam menghadapai setiap ancaman,
gangguan, hambatan dan tantanagan baik yang datang dari luar dan dari
dalam. Perisai segi lima ini merupakan manipestasi dari Pancasila sebagai
ideologi negara, dasar negara dan peandangan hidup bangsa Indonesia;
6 Kotamadya Dati II Mataram, 4 tahun Kotamadya Mataram Membangun ( Humas Pemda
Kodya Dati II Mataram, 1997)4-6.
59
b. Bintang : Bersudut lima melambangkan Ketuhanan Yang Maha esa;
c. Rantai: Tujuan Mata rantai yang bersambung melambangkan keanekaragaman
masyarakat yang menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan dalam
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara;
d. Kubah: Melambangkan kehidupan masyaralkat daerah yang senantiasa
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
e. Rangkaian padi: melambangkan keadilan sosial, dan kapas 31 bulir padi
melambangkan tanggal 31, 8 buah kapas melambangkan bulan agustus yang
menunjukkan bulan Agustus yang menunjukkan hari lahirnya Kotamadya
Mataram seutas tali pengikat tersimpul tiga melambangkan ikatan yang erat
antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan
lingkungan;
f. Burung Koak-Kaok: Termasul salah satu satwa langka khas daerah Nusa
Tenggara Barat yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya. Burung ini
melambanakan disiplin, hemat, kesetiakawanan dan dinamis;
g. Pintu Gerbang: Melambangkan keterbukaan, etos berbentuk lumbung kerja
yang tinggi, hemat dan menunjukkan sikap hidup gotong royong.
Arti Warna Lambang Daerah
a. Biru Muda: Berarti cita-cita yang tidak pernah kering dari seluruh warga
Kotmadya Mataram dan berusaha dengan penuh semangat untuk
mewudkannya;
b. Biru Tua: Kesetiaan, yang berarti menjunjung tinggi Panca sila dan
Undang-Undang Dasar 1945 serta setia pada pemerintah Republik
Indonesia;
c. Merah Jingga: Melambangkan ketangguhan dalam menyongsong masa
depan untuk kebenaran dan keadilan;
60
d. Abu-abu: Warna yan mempunyai sifat netral dn dinamis dalam era
globalisaasi;
e. Kuning: Kejayaan, keberanian berjuang atas dasar kesucian;
f. Putih Kesucian, Kejujuran, keluhuran rakyatnya yang senantiasa bertakwa
kepada Tuhan yang maha esa;
g. Hijau: Kemakmuran, kesejukan adalah merupakan cita-cita dari seluruh
masyarakat Kotamadya Mataram;
h. Hitam: Melambangkan kabadian dan kemantapan untuk meraih harapan.
D.Kota Mataram dari 1993-Sekarang
a. Walikota Mataram dari Priode ke Priode7
Kepala Daerah Kota Mataram:
1. Periode 1978 s/d 1989, Status Wilayah: Kota Administratip Mataram,
berdasar ; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1978, Walikota : Drs.
H.L. Mujitahid, Sekertaris Kota: I Made Lile SH. Pelantikan oleh Gubernur
KDH TK I Propinsi NTB : H.R. Wasita Kusuma.
2. Periode 1989 s/d 1999, Status Wilayah : Kota Madya Dati II Mataram,
berdasar; Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1993, Walikota: H. Lalu Mas’ud,
Sekwilda Kodya Daerah TK. II Mataram: Drs. H. Abunakar Achmad. .
Pelantikan oleh Menteri Dalam Negeri : Moh. Yogie S. Memet.
3. Periode 1999 s/d 2004, Status Wilayah: Kota Mataram, berdasar Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Wali Kota : H.
Moh.Ruslan, SH. Sekda Kota Mataram : Drs. Djaswad, SH. Pelantikan Oleh
Gubernur Propinsi NTB; Drs. Harun Al-Rasyid, Msi.
4. Periode 2005 s/d 2010, Status Wilayah : Kota Mataram. Wali Kota : H.Moh
Ruslan, SH dan Wakil Wali Kota : H. Ahyar Abduh. Sekda Kota Mataram: Ir.
7 Kantor Informasi dan Komunikasi Kota Mataram 9 tahun Dirgahayu IX Kota Mataram 2002, , hal 10-12.
61
H. L. Makmur Said, MM. Pelantikan oleh Gubernur Propinsi NTB; Drs. H.
Lalu Srinata.
5. Periode 2010 s/d 2015, Status Wilayah: Kota Mataram, Wali Kota : H. Ahyar
Abduh dan Wakil Walikota : H. Mohan Roliskana. Sekda Kota Mataram: Ir.
H. L. Makmur Said, MM. Pelantikan oleh Gubernur Propinsi NTB; TGH.
Zainul Majdi.
b. Visi dan Misi Kota Mataram
b.1. Visi Kota Mataram 1999-2009:8
VISI: “Terwujudnya Masyarakat Kota Mataram IBADAH yang Maju dan
Religius.
IBADAH singkatan dari Indah, Bersih, Aman, Damai dan Harmonis.
MAJU dalam arti luas yang menyentuh berbagai aspek kehidupan, baik sosial
ekonomi, budaya, politik dan perilaku masyarakat.
RELIGIUS dalam arti seleuruh gerak dan dinamika kehidupan masyarakat
berdasarkan pada kehidupan yang agamis dan berkaitan dengan hubungan
manusia dengan manusia lainnya (Hubungan Horizontal).
MISI, yaitu penjabaran dari Visi yang meliputi:
Melestarikan dan meningkatkan Kamtibmas.
Menyelenggarakan kembali semangat KOTA IBADAH yang dijiwai oleh
Agama dan Budaya.
Memberdayakan Ekonomi Rakyat dan menigkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
Meningkatkan kualitas SDM serta menggali dan memanfaatkan potensi SDM
berdasarkan prinsip kelestarian lingkungan hidup.
8 Kantor Informasi dan Komunikasi Kota Mataram 9 tahun Dirgahayu IX Kota Mataram
2002, Hal 2.
62
Memantapkan koordinasi dan kemitraan.
Meningkatkan pembangunan, pemeliharaan dan pengembangan fasilitas-
fasilitas publik.
Meningkatkan upaya penanggulangan masalah-masalah sosial.
Visi Kota Mataram 2011-2015: 9
Walikota Mataram Periode 2010-2015
VISI: “Mewujudkan Kota Mataram yang Maju, Religius dan Bebudaya”
Maju ditujukan untuk mewujudkan masyarakat kota yang menguasai illmuu
pengetahuan dan tekhnologi, termasuk didalamnya seni dan sosial budaya
sehingga kemajuan yang dicapai dengan landasan budaya dan nilai-nilai kearifan
lokal manyarakat Mentaram dan memiliki kebanggaan sebagai WARGA GUMI
MENTARAM.
Religius diartikan terciptanya masyarakat kota yang mejunjung tinggi nilai-ilai
ketuhanan, mengedepankan muammalah serta toleransi yang tingi antar ummat
beragama dala susanaharmonis dalam kerangka penciptaan masyarakat
MADANI.
Berbudaya diartikan sebagai terciptanya keseimbangan antara kemajuan dan
relegiusitas yang saling berterima dalam kemajuan dan kemajemukan,
menguatkan jati diri serta mantapnya budaya lokal yang ditandai dengan
masyarakat yang bermoral, bermartabat dan berkesadaran hukum berdasarkan
nilai-nili dan norma-nirma, adat istiadat serta peraturan yang berlaku dalam
bingkai masyarakat Madani.
- MISI: 5 Misi dalam mewujudkan visi mewujudkan Kota Mataram yang
MAJU,RELIGIUS dan BERBUDAYA.
9 Humas dan Protokol Setda Kota Mataram,
63
1. Mewujudkan masyarakat perkotaan yang AMAN ditunjukkan dengan
kehidupan masyarakat yang kondusif, dinamis dan harmonis.
2. Meninggalkan kualitas Sumber Daya Manusia yang handal untuk mendorong
daya saing daerah.
3. Memberdayakan ekonomi rakyat berbasis potensi lokal yang berkelanjutan.
4. Meningkatkan lkualitas pelayanan publik dan pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (Good
Governance)
5. Meningkatkan kualiatas dan kuantitassarana dan sarana perkotaan.
Program Pembangunan :
a. Peningkitan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kantibmas)
b. Penataan dan pembinaan kependudukan.
c. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
d. Pengembangan wilayah dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat berbasis
potensi lokal.
e. Peningkatan pertumbuhan esktor perdagangan dan jasa.
f. Terwujudnya prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik.
g. Pembinaan dan penegakan kesadaran hukum masyarakat.
h. Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana perkotaaan
i. Penataan supra struktur dan infra struktur pemerintahan.
j. Penataan kawasan pemukiman & Pelestaraian lingkungan hidup.
Program Unggulan:
a. Peningkatan kwalitas sumberdsaya manusia dalam rangka peningkatan daya saing
daerah.
b. Pemberdayaan ekonomi rakyat berbasis potensi ekonomi lokal.
64
c. Peningkatan daya dukung infrastrukur perkotaan dalam rangka pencapaian
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pemberdayaan ekonomi rakyat.
c. Kondisi Geografi dan Administrasi Kota Mataram10
Berdasar Peraturan Daerah Kota Mataram; Nomor : 3 Tahun 2007,
Tentang Pemekaran Kecamatan dan Kelurahan di Kota Mataram maka
kecamatan yang belumnya berjumlah 3 (tiga) kecamatan dimekarkan
menjadi 6 (enam) dengan 50 ( limapuluh) kelurahan dan 298 lingkungan.11
Nama Kecamatan/Kelurahan di Kota Mataram setelah Pemekaran12
KECAMATAN KELURAHAN
1 Ampenan 1 Bintaro 6 Ampenan Utara
2 Ampenan Utara 7 Taman Sari
3 Dayan Peken 8 Pejeruk
4 Amp.Tengah 9 Kebun Sari
5 Banjar 10 Pejarakan Karya
2 Sekarbela 1 Kekalik Jaya 4 Karang Pule
2 Tj. Kr. Permai 5 Jempong baru
3 Tanjung Karang
3 Mataram 1 Pejanggik 6 Pagesangan timur
3 Punia 8 Pagutan
4 Pagesangan Brt. 9 Pagutan Timur
5 Pagesangan
4 Selaparang 1 Rembiga 6 Mataram Barat
10 Bahan 14 tahun –hal 16-18 /16 (hal22) tahun Kota Mataram, 17 tahun Kota Mataram).11Bahan Sosialisasi Peraturan Daerah Kota Mataram, Nomor : 3 Tahun 2007, Tentang
Pemekaran Kecamatan Dan Kelurahan Di Kota Mataram ( Bagian Pemerintahan Setda Kota Mataram, 2007)
12 Pemerintah Kota Mataram, 15 Tahun Kota Mataram 1993-2008 (Kantor Informasi Dan Komunikasi Kota Mataram) 20-22.
65
2 Karang Baru 7 Gomong
3 Monjok timur 8 Dasan Agung
4 Monjok 9 Dasan Agung Baru
5 Monjok Barat
5 Cakranegara 1 Cakranegara
Barat
6 Cakranegara Selatan
2 Cilinaya 7 Cakrangra Sltn Baru
3 Sapta Marga 8 Cakranegara Utara
4 Mayura 9 Karang taliwang
5 Cakranegara
Timur
10 Sayang Sayang
6 Sandubaya 1 Selagalas 5 Turida
2 Bertais 6 Abian Tubuh Baru
3 Mandalika 7 Dasan Cermen
4 Babakan
Luas kecamatan kota mataram tahun 2008
No kecamatanIbu Kota
Kecamatan
Luas
Wilayah(Km2)Prosentase(%)
1 Ampenan Ampenan 9,46 15,4
2 Mataram Mataram 10,76 17,5
3 Cakranegara Cakranegara 9,67 15,8
4 Sandubaya Sandubaya 10,32 16,8
5 Sekarbela Sekarbela 10,32 16,8
6 Selaparang Selaparang 10,76 17,5
66
JUMLAH 61,3 100
IbuKota Kecamatan, Jumlah Kelurahan dan Lingkungan Tahun 2007
Capital , Number of Villages and Sub Villagein 2007
Kecamatan
/District
IbuKota
Kecamatan/District
Capital
Jumlah
Kelurahan/Number
of Villages
Jumlah
Lingkungan/Number
of SubVillages
Ampenan Ampenan 10 53
Sekarbela Sekarbela 5 26
Mataram Mataram 8 53
Selaparang Selaparang 10 60
Cakranegara Cakranegara 10 71
Sandubaya Sandubaya 7 34
Jumlah 50 297
E.Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Mataram 13
a. Tata Ruang
Dalam lingkup regional, Kota Mataram merupakan Pusat Kegiatan Nasional
(PKN) dan mempunyai hirarki pelayanan regional Provinsi NTB. Kebijakan umum
tata ruang yang dimiliki oleh Kota Mataram, terkait dengan fungsi, peran dan
kedudukannya adalah Kota Mataram sebagai pusat pemerintahan:
Kota Mataram sebagai pusat koleksi,distribusi barang dan jasa;
Kota Mataram sebagai pusat pelayanan umum, seperti pendidikan, kesehatan,
dan kebudayaan;
13 Pemerintah Kota Mataram, 15 Tahun Kota Mataram 1993-2008 (Kantor Informasi Dan
Komunikasi Kota Mataram)31-67.
67
Kota Mataram sebagai pintu gerbang bagian barat;
Kota Mataram sebagai pusat pelayanan pariwisata.
Misi penataan ruang kota Mataram berdasarkan RT/RW Kota Mataram adalah:
Melaksanakan penataan ruang untuk mewujudkan keserasian dan keterpaduan
pembangunan (fisik, sosial, dan ekonomi) antar kawasan di kota mataram;
Mendayagunakan potensi sumber daya manusia, alam dan buatan dalam
pengaturan ruang yang berwawasan lingkungan;
Mengendalikan pemanfaatan ruang di kota Mataram menuju tertib
penggunaan tanah dan bangunan;
Memadukan kebijakan Tata Ruang Nasional dan Daerah (Provinsi,
Kabupaten/ Kota) dalam satu satuan pengembangan wilayah;
Menumbuhkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam pemanfaatan
ruang.
Arah pengembangan tata ruang Kota Mataram berdasarkan RTRW Kota
Mataram Tahun 2006 adalah:
Kawasan permukiman
Kawasan perdagangan dan jasa
Kawasan kesehatan
Kawasan pendidikan tinggi
Kawasan perkantoran dan pelayanan umum
Kawasan terminal
Kawasan industri dan peti kemas
Kawasan ruang terbuka hijau
Kawasan pariwisata
Pola perwilayahan pembangunan diarahkan untuk meningkatkan pemerataan
pembangunan sesuai dengan potensi lahan dan kecenderungan perkembangan yang
68
serasi, selaras,seimbang, dan terintegrasi dalam sistem kota. Berdasarkan hal itu, Kota
Mataram di bagi dalam 3 (tiga) wilayah pengembangan yaitu:
1. Wilayah Pengembangan satu (WP I) bagian barat Kota Mataram, meliputi
Kecamatan Ampenan dan Sekarbela dengan fungsi utama kawasan adalah
untuk kawasan pemukiman, perdagangan/komersial, bandara dan pertanian.
2. Wilayah pengembangan dua (WP II) bagian tengah Kota Mataram, meliputi
Kecamatan Mataram dan Selaparang dengan fungsi utama kawasan adalah
kawasan pemerintahan, pendidikan/pendidikan tinggi,perdagangan dan jasa
serta kawasan lindung.
3. Wilayah pengembangan tiga (WP III) bagian timur Kota Mataram, meliputi
kecamatan Cakranegara dan Sandubaya dengan fungsi utama kawasan adalah
untuk kawasan pemukiman, pertanian, jasa, industri dan terminal regional.
Penggunaan lahan di Kota Mataram sampai tahun 2006 di dominasi oleh
kawasan perumahan (37,53%) dan pertanian (47,30%). Penggunaan lahan pertanian
yang cukup besar (± 318.402 Ha) dari tahun 2005 ke tahun 2006 tidak di ikuti
penggunaan lahan untuk kawasan perumahan, perkantoran, pendidikan serta untuk
peretokoan yang terus mengalami peningkatan. Hal tersebut terkait dengan semakin
pesatnya perkembangan dan pertumbuhan kota yang membutuhkan ruang.
Perkembangan dan pertumbuhan fisik kota telah memberi dampak yang
cukup luas berupa perubahan pemanfaatan fungsi lahan, pergerakan ekonomi, serta
perubahan sikap dan perilaku masyarakat. Yang paling menonjol adalah semakin
berkurangnya ruang terbuka hijau dimana sekitar 20 – 25 Ha pertahun lahan
persawahan berubah fungsi menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, pelayanan
publik dan lain lain.
Pola pemanfaatan ruang, meliputi pola pemanfaatan kawasan lindung dan
pola pemanfaatan budi daya. Dalam pemanfaatan ruang ini telah terjadi
penyimpangan penyimpangan peruntukan seperti yang telah di gariskan dalam
rencana tata ruang wilayah. Oleh karena itu, pengendalian pemanfaatan tata ruang
69
sesuai dengan peruntukannya mutlak di lakukan melalui sosialisasi, meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam mentaati peruntukan tata guna lahan serta menerapkan
sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Mataram, pada tahun 2007 berhasil
menerbitkan sertifikat hak atas tanah sejumlah 6816. dari jumlah sertifikat tersebut
,sebagian besar berupa hak milik sebesar 3511 sertifikat atau sebesar 51,51%.
Jumlah Ijin Lokasi dan Ijin Mendirikan Bangunan per Kecamatan di Kota
Mataram Tahun 2007
Kecamatan
2005 2006 2007
Ijin
lokasi
Ijin
mendirikan
bngunan
Ijin
lokasi
Ijin
mendirikan
bngunan
Ijin
lokasi
Ijin
mendirikan
bngunan
Ampenan 44 202 32 83 45 421
Sekarbela - - - - - -
Mataram 30 73 27 108 28 266
Selaparang - - - - - -
Cakranegara 35 74 25 73 44 187
Sandubaya - - - - - -
JUMLAH 109 349 84 264 117 874
2006 115 332 109 349 84 264
2005 194 368 157 352 176 445
2004 112 185 194 368 157 352
b. Pendidikan
70
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan melalui
penigkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Peningkatan kualitas SDM di
bidang pendidikan selama tahun 2007 dapat di lihat pada pencapaian Angka
Pencapaian Kasar (APK) yamg masing-masing terdiri dari: tingkat SD/MI sebesar
105,75 %, tingkat SMP/MTs sebesar 96,21 %, dan tingkat SMA/MA/SMK sebesar
52,39 %. Namun demikian perlu di perhatikan bahwa pada tahun 2007 terdapat
beberapa siswa yang tidak lulus. Hal ini terjadi karena kriteria kelulusan ujian
nasional selalu menigkat dari rata-rata lima (5) dengan tidak terdapat nilai mata
pelajaran di bawah 4,25, menjadi rata-rata nilai mata pelajaran 5,25 dengan tidak
terdapat nilai mata pelajaran di bawah 4,25.
Penigkatan status kesehatam dan gizi dalam suatu masyarakat sangat
penting dalam upaya peningkatan kualitas manusia dalam aspek lainnya, seperti
pendidikan dan produktivitas tenaga kerja. Tercapainya kualitas kesehatan dan gizi
yang baik tidak hanya penting untuk generasi sekarang tetapi juga bagi generasi
berikutnya. Tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai sangat di perlukan dalam
upaya penigkatan status kesehatan dan gizi masyarakat. Hal ini akan terwujud
apabila adanya dukungan pemerintah dan swasta sekaligus. Pada tahun 2007 untuk
jumlah rumah sakit sebesar 15 buah. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
yang terdapat hampir di seluruh wilayah kecamatan. Pada2007 terdapat sebanyak
57 buahPuskesmas di Mataram. Fasilitas kesehatan lainnya adalah apotik, toko
obat, dan perdagangan farmasi yang tersebar di seluruh kecamatan, merupakan
sarana penyedia obat yang mudah di jangkau oleh masyarakat. Pada tahun 2007 di
Mataram terdapat 69 apotik, 21 toko obat, dan 27 pedagangan farmasi menurut
dinas kesehatan.
Dalam bidang pendidikan, jumlah saran pendidikan di Kota Mataram
baiksekolah negeri maupun swasta tercatat: untuk jenjang pendidikan SD/MI
sebanyak 166 sekolah, SMP/MTs sebanyak 53, dan SMA/MA/SMK sebanyak 45
sekolah. Daya tampung SD/MI sekolah swasta mampu menampung 3.072 siswa
(8,83 %), sedangkan sekolah negeri menampung 40.488 siswa (91,62 %). Untuk
71
SMP/MTs jumlah siswa yang di tampung pada sekolah swasta sebanyak 2.982
(14,77 %), sedangkan sekolah negeri sebanyak (85,23 %). Untuk SMA/MA/SMK,
sekolah swasta menampung 5.499 (29,99 %) dan sekolah negeri sebanyak 12.840
(70,01 %). Gambaran tersebut menunjukkan bahwa peran sekolah sw asta cukup
signifikan berpartisipasi dalam meningkatkan angka partisipasi sekolah. Jumlah
sekolah jumlah Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 23 buah , sedangkan
jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ada 23 buah juga, jumlah Sekolah Dasar
di Kota Mataram sebanyak 148 buah.
c. Sosial
Kota Mataram ssebagai Ibukota Provinsi Nusa Tenggara menghadapi
persoalan yang cukup kompleks berkenaan dengan penduduk yang menyandang
status kesejahteraan sosial. Hal ini ditandai dengan fenomena dimana gelandangan
dan pengemis ada di berbagai tempat keramaian, adanya penyandang tuna susila,
tuna wisma, bekas bekas narapidana, dan cukup besarnya jumlah penduduk/keluarga
miskin.
Pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil pendataan
BPS tercatat sebesar 21.718 KK. penigkatan jumlah penduduk miskin tersebut
terjadi karena menurunnya daya beli masyarakat akibat situasi perekonomian makro
yang tidak menguntungkan. Keluarga miskin yang mendapatKartu Kompensasi
BBM (KKB) tahap pertama dalam rangka Bantuan Langsung Tunai (BLT) di
relisasikan sebanyak 17.421 KK, dengan jumlah realisasi bantuan sebesar Rp.
5.223.600.000,- (lima milyar dua ratus dua puluh tiga juta enam ratus ribu rupiah).
Sedangkan pada tahap kedua , terdapat penambahan keluarga miskin yang
mendapatkan KKB sebanyak 4.311 Rumah Tangga Miskin (RTM), dengan demikian
pada tahap II RTM ang mendapatkan BLT adalah sebanyak 21.723 RTM dengan
jumlah jiwa 80.433 (jumlah penerima Tahap I + tambahan Tahap II), dengan
realisasi bantuan bantuan sebesar Rp. 11.739.000.00,-(sebelas miliar tujuh ratus tiga
puluh sembilan juta rupiah). Selanjutnya pencairan dana Tahap III dan Tahap IV
72
masing-masing sebesar Rp. 6.515.4000,0 –(enam miliar lima ratus lima belas jtua
empat ratus ribu rupiah), dengan demikian total Bantuan Langsung Tunai(BLT)
yang telah di cairkan dari tahap I s/d IV adalah sebesar Rp. 24.769.800.000,0-(dua
puluh empat miliar tujuh ratus enam puluh sembilan juta delapan ratus ribu rupiah).
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa masalah kesejahteraan sosial
penduduk di Kota Mataram merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian dari
pemerintah dan masyarakat, ssebab selama ini walaupun upaya penanganan terhadap
mereka sudah dilakukan dan melibatkan banyak pihak namun masalah tersebut
ssecara empiris belum memberikan hasil yang memadai. Fenomena era krisis yang
menjadikan sebagian masyarakat rentan sebagai penyandang status bermasalah
dalam kesejahteraan sosial merupakan salah satu kendala yang dihadapi sebab ketika
ada yang mampu dientaskan maka ada pula yang masuk dalam kelompok
penyandang kesejahteraan sosial karena berbagai sebab.
Salah satu fenomena kemiskinan kota adalh adanya golongan yang kurang
beruntung seprti gelandangan, pengemis, tuna susila, anak jalanan, anak terlantar,
dan lain-lain yang di kategorikan sebagi penyandang masalah sosial – PMKS.
Walaupun di tengarai mereka berasal dari daerah lain tetapi pada kenyataannya
berada di wilayah Kota Mataram dan menjadi pemandangan yang menimbulkan
kesan kurang baik.
Perkembangan fasilitas sosial yang tersedia di Kota Mataram semakin baik,
hal ini dapat di lihat dari semakin beragamnya fasilitas sosial yang tersedia serta
semakin terlibatnya masyarakat dalam penyediaan fasilitas sosial bagi penduduk
yang membutuhkan. Bentuk-bentuk fasilitas sosial yang ada di Kota Mataram
mencakup untuk kesehatan, pendidikan, penyandang masalah kesejahteraan sosial
(pengemis dan gelandangan) untuk penduduk lanjut usia, yatim piatu, mantan
narapidana, dan tuna wisma. Rumah sakit di samping untuk tujuan komersial juga
membawa misi untuk membantu masyarakat yang kurang mampu dengan cara
menyediakan ruangan khusus pengabdian. Disamping itu juga tersedia balai-balai
pengobatan yang di selenggarakan Yayasan-yayasan Sosial dengan maksud untuk
73
memberi pelayanan kesehatan bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.
Yayasan Sosial Sugiopranoto, Balai Pengobatan dan Panti Asuhan muhammadiyah,
Panti Werda, Serta Yayasan-yayasan lainnya yang bernaung di bawah organisasi
kemasyarakatan keagamaan adalah beberapa contoh aktivitas dan keterlibatan
masyarakat dalam pelayanan untuk kebutuhan kesejahteraan sosial. Di samping itu
juga terdapat pondok-pondok singgah yang di selenggarakan yayasan-yayasan sosial
dengan maksud dan tujuannya adalah untuk membantu anak dan remaja penyandang
tuna wisma (pengemis dan gelandangan) yang dalam kegiatannya bermaksud
memberi fasilitas singgah atau menginap, serta pendidikan, pelatihan, dan
perlindungan kepada mereka sebab di antara mereka tidak sedikit yang masuk dalam
usia anak-anak/remaja.
Banyak Panti Asuhan dan Anak Asuh Menurut Jenis Kelamin Dirinci per Kecamatan Tahun2007
Kecamatan Ampenan Sekarbela Mataram Selaparang Cakranegara SandubayaKota
Mataram
1. Pekerja
Imigran 170 150 135 140 190 182 967
2. Anak Terlantar 1365 362 2.694 5.552 7551 6534 24056
3. Anak Korban
Tiras/perlakuan
salah -
- -
- -
-
-
4. Anak Nakal 860 575 820 825 2233 842 6155
5. Anak Jalanan 11 - 19 - 67 - 97
6. Perempuan
Rawan Sosial
Ekonomi 550
320 425
525 560
675
3055
7. Perempuan
Korban 70
54 65
51 80
78
396
74
Tiras/perlakuan
salah
8.Lanjut Usia
Terlantar 6952 - 5.358 - 4673 - 16983
9. Penyandang
Cacat 190 175 200 185 190 199 1139
10. Penyandang
Cacat Bekas
Penyandang
60 52 57
55 56 48 328
11. Tuna Susila 18 14 15 16 19 17 99
12. Gelandangan 30 20 26 25 42 20 163
13. Bekas
Narapidana 45 37 50 3547
36 250
14. Korban
Penyalah Gunaan
Narkotika 87 70 85 75
89
84 490
15. Keluarga
Fakir Miskin 11741 - 12062 -13240
- 37043
16. Keluarga
Berumah Tidak
Layak Huni 246 562 117 303
380
402 2010
17. Masyarakat
Yang Tinggal Di
Daerah Rawan
Bencana 75 20 - -
-
- 95
18. Korban
Bencana Alam
dan 914 286 24 -
5
5 1234
75
19. Korban
Bencana Sosial 3075 1705 56 364
- 4930
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Pada Kantor Sosial Tahun
2007
KecamatanAmpe-
nan
Sekar-
bela
Mata-
ram
Selapa-
rang
Cakra-
negara
Kota
Mataram
1. Pekerja
Imigran 170 150 135 140 190 967
2. Anak Terlantar 1365 362 2.694 5.552 7551 24056
3. Anak Korban
Tiras/perlakuan
salah -
- -
- - -
4. Anak Nakal 860 575 820 825 2233 6155
5. Anak Jalanan 11 - 19 - 67 97
6. Perempuan
Rawan Sosial
Ekonomi 550
320 425
525 560 3055
7. Perempuan
Korban
Tiras/perlakuan
salah 70
54 65
51 80 396
8.Lanjut Usia
Terlantar 6952 - 5.358 - 4673 16983
9. Penyandang
Cacat 190 175 200 185 190 1139
10. Penyandang 60 52 57 55 56 328
76
d. Pertanian
Pada tahun 2007, produktivitas padi sekitar 50,03 kuintal per hektar,
berkurang 75 kuintal/ha dibanding produktivitas tahun sebelumnya. Sementara luas
panen padi naik sebesar 4 persen. Jumlah produksi padi tahun2007 naik menjadi
18.716 ton atau naik sekitar 6 persen di banding jumlah produksi padi pada tahun
sebelumnya. Produktivitas padi di kecamatan Ampenan adalah tertinggi antara
produktivitas padi di kecamatan lain, yakni sekitar 53,28 kuintal per hektar. Luas
panen tanaman jagung naik sebesar 480 persen, sedangkan tingkat produksinya naik
sebesar 550 persen di banding tahun sebelumnya, produktivitasnya hanya naik
sebesar 10 persen.
Produksi beberapa jenis sayuran (petai, cabe, kacang panjang, ketimun,
bayam, dan kangkung) selama tahun 2004 – 2007 mengalami fluktuasi. Secara rinci
kenaikan produksi sayuran pada tahun 2007 dialami kacang panjang dan bayam,
masing-masing, sebesar 164 persen. 683 persen. Sementara produksi kangkung
mengalami penurunan. Produksi beberapa jenis buah-buahan seperti alpokat ,
mangga, rambutan, duku, jeruk, durian, jambu biji, jambu air, sawo, pepaya pisang,
nenas nangka, dan sirsak yang tingkat produksinya di atas 5000 kuintal adalah
mangga dan nangka.
Cacat Bekas
Penyandang
77
Luas Lahan Sawah Menurut Jenis Pengairan Dirinci per Kecamatan di Kota Mataram
Tahun 2007
Kecamatan Jenis pengairan Lahan Sawah
Sementara Tidak di
Usahakan
Irigasi Irigasi setengah Pasang
surut
Ampenan - 534,27 19,00 -
Sekarbela - - - -
Mataram - 331,17 217,94 -
Selaparang - - - -
Cakranegara 361,68 202,41 - -
Sandubaya - - - 12,20
Kota Mataram 692,85 954,62 19,00 -
2006 807 300 568 1,675
2005 809 320 572 1,702
2004 809 320 572 1,702
e. Agama
Kehidupan beragama yang harmonis sangat didambakan oleh masyarakat.
Hal ini terlihat dari tempat-tempat peribadatan yang ada di sekitar warga, seperti
masjid, gereja, dan lainnya. Banyak tempat peribadatan di Mataram pada tahun 2007,
mencapai 600 buah, yang terdiri dari sebnyak 77,83 % masjid, langgar, dan musholla,
sebanyak 18,67 % pura dan sisanya berupa gereja, vihara dan kelenteng.
78
Jumlah Sarana peribadatan Dirinci per Kecamatan tahun 2007
Kecamatan Masjid Langgar Musholla Gereja Pura Vihara Kelenteng
Ampenan 86 35 36 8 25 1 -
Sekarbela - - - - - - -
Mataram 73 64 33 6 25 - -
Selaparang - - - - - - -
Cakranegara 51 51 31 3 62 2 1
Sandubaya - - - - - - -
Jumlah 210 150 107 17 112 3 1
Penduduk Menurut Agama dan Kecamatan di Kota Mataram Tahun 2007
Kecamatan Islam Protestan Katolik Hindu Bhuda Jumlah
Ampenan 66.064 797 869 4.057 652 72.439
Sekarbela 38.598 466 507 237 382 42.322
Mataram 55.825 751 614 10.919 137 68.246
Selaparang 5.346 719 588 10.456 131 65.354
Cakranegara 42.434 734 489 1.602 1.467 61.144
Sandubaya 32.365 560 373 12.219 1.119 46.636
Kota
Mataram
288.746 4.027 344 56.041 3.887 356.141
79
f.Struktur Sosial Masyarakat Kota Mataram
Dalam masyarakat muslim umumnya masyarakat dibagi ke dalam dua
golongan besar. Sebagaimana dikemukakan oleh Badri Yatim yang mengkaji tentang
penduduk Hijaz,14 memiliki pendapat yang sama dengan Diya’ al-Umri,15 terdapat
dua golongan masyarakat, yaitu al-khawa>s (golongan khusus), dan al-’awa>m
(golongan umum). Termasuk golongan al-khawa>s adalah para khalifah dan
selanjutnya sultan-sultan, panglima, gubernur, qadi, pengawal khalifah, ilmuan,
ulama, penulis, pedagang, pedagang besar, dan tokoh-tokoh masyarakat, seperti
pemimpim tokoh Alawi dan pemimpin keturunan Bani Hasim, atau yang sederajat.
Sedangkan yang termasuk dalam golongan al-’awa>m adalah yang tidak termasuk
dalam golongan al-khawa>s, yaitu terdiri dari para petani, pekerja atau buruh,
pedagang kecil, tukang kayu, nelayan, penjahit, pembantu, kusir, kuli, dan
sebagainya.
Menurut Jamaluddin16 setidaknya ada tiga struktur yang cukup kuat dan
sedang berjalan pada kebanyakan masyarakat di Lombok. Struktur tersebut
didasarkan pada kekuatan pengaruhnya dalam masyarakat. Pertama, tuan guru. Tuan
guru dalam masyarakat Sasak melebihi popularitas siapapun, bangsawan keturunan
raja, atau bahkan pemerintah sekalipun.17 Umumnya mereka yang menjadi tuan guru
adalah dari kalangan orang yang ekonomi menengah ke atas. Jadi kalau bukan dari
kalangan orang-orang kaya, maka tuan guru tersebut memiliki garis keluarga yang
memang sebagai tuan guru. Jadi secara ekonomi memiliki pengaruh kuat, atau secara
geneologi juga demikian, yang jelas umumnya mereka tuan guru jarang dari kalangan
ekonomi menengah ke bawah.
14 Badri Yatim, Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci: Makkah dan Madinah (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1999), 90.15 Akram Diya’ al-Umri, Qiya>m al-Mujtama’ al-Isla>mi min Manzu>r al-Tari>khi
(Qatar: Da>r al-Akhba>r al-Yaum, 1994), 79-81.16 Jamaluddin, Sejarah Sosial Islam di Lombok Tahun 1740-1935 (Studi Kasus Terhadap
Tuan Guru) (Jakarta: Lektur Balitbang Kemenag RI, 2011), 134-135.17 Jamaluddin, Persepsi dan Sikap Masyarakat Sasak Terhadap Tuan Guru (Yogyakarta:
CRCS-Sekolah Pascasarjana UGM-Depag RI, 2007)., 21.
80
Kedua, kelompok tuan haji. Tuan haji adalah kelompok kedua yang
mendapat perlakuan spesial dalam masyarakat. Tuan haji adalah sebutan para haji,
mereka yang memiliki kekuatan ekonomi yang juga cukup kuat. Termasuk dalam
kelompok ini adalah mereka para pejabat, pegawai, pedagang, pemilik lahan, pemilik
modal.18 Bagi yang memiliki kemampuan secara ekonomis, dapat mempercepat
keberangkatannya ke Tanah Suci. Setelah kembali dari Tanah Suci, mereka akan
diangkat sebagai imam masjid, sebagai Kiai Desa (lih. penjelasan di atas). Ketiga,
kelompok non haji, termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang menjadi petani
penggarap, buruh atau yang menjalankan usaha orang lain (pesuruh). Umumnya
mereka ini adalah kelompok yang secara ekonomis adalah orang-orang yang
bergantung atau menggantungkan hidup mereka kepada kelompok kedua atau kepada
kelompok pertama. Kelompok ketiga ini dapat naik statusnya apabila dia mampu
menjadi tuan haji atau menunaikan ibadah haji.19
18 Jamaluddin, Persepsi, 21.19 Jamaluddin, Persepsi, 21.
81
BAB IVKESIMPULAN
Berangkat dari rumusan masalah dan uraian pada bab-bab sebelumnya
maka ada beberapa hal yang dapat ditarik sebagai kesimpulan, sebagai berikut:
Kata Mataram berasal dari bahasa Sansekerta dari kata mata yang berarti
ibu dan kata aram berarti hiburan. Mataram berarti hiburan untuk ibu atau
persembahan untuk ibu pertiwi. Kata Mataram juga bisa berasal dari kata matta
yang berarti gembira atau gairah dan aram berarti hiburan. Jadi matta-aram atau
mataram berarti pembangunan kerajaan atau kota ini adalah sebagai lambang
pernyataan kegembiran sebagai hiburan dan sekaligus lambang kegairahan hidup
untuk membangun tanah harapan yang menjanjikan masa depan yang lebih cerah.
Dalam catatan sejarah, nama Mataram telah dikenal di Lombok lebih dari
empat abad yang lalu, namun secara adminitratif, dan secara resmi oleh Belanda
dijadikan ibukota adalah tanggal 31 Agustus 1895, Mataram menjadi ibukota
Lombok Barat, dan pada tanggal 11 Maret 1898 menjadi ibukota Lombok (yang
sebelumnya Ampenan).
Pada bulan Februari 1942 Mataram menjadi pusat pemerintahan Negara
Republik Lombok dan pusat pemerintahan Lombok Barat. Bulan Mei tahun itu
juga Jepang mengambil alih pemerintahan dan menetapkan Mataram sebagai
ibukota Ken Lombok dan Bun Ken Lombok Barat. Sejak 18 Agustus 1945
Mataram menjadi ibukota pemerintah Lombok. Pada Tanggal 15 Oktober 1945
Mataram menjadi ibukota Daerah Lombok dan Ibukota Pemerintahan Setempat
Lombok Barat. Pada tanggal 14 Agustus 1958 Mataram menjadi ibukota Daerah
Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara Barat dan sekaligus ibukota Daerah Swatantra
Tingkat II Lombok Barat. Pada tahun 1965 dengan perubahan nama Daerah
Swatantra Tk I menjadi Propinsi dan Daerah Swatantra TK II menjadi kabupaten
maka Mataram menjadi ibukota Propinsi Nusa Tenggara Barat dan Kabupten
Lombok Barat. Pada tahun 1978 Mataram dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
Nomor: 21/th. 1978, pembentukan Pemerintah Kota Administratif Mataram
82
disyahkan dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada Tanggal, 29 Agustus
1978.
Peningkatan status Kota Administratif Mataram menjadi Kotamadya Dati
II Mataram, berdasarkan Undang-Undang No. 4 Thn. 1993. Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia (Moch. Yogi S Memet) meresmikan perubahan
tersebut pada tanggal, 31 Agustus 1993, yang wilayahnya meliputi Kecamatan
Mataram, Ampenan dan Kecamatan Cakranegara.
Beberapa kejadian penting yang pernah terjadi di Mataram, di antaranya,
pertemuan diplomatik antara Gelgel yang diwakili oleh Danghyang Nirartha dan
Sasak diwakili langsung oleh Sri Aji Krahengan atau perjanjian persahabatan
Bali-Sasak ini terjadi pada bulan Kartika 1452 Saka (Oktober 1530 M) dan
peristiwa ini diabadikan dengan sebutan “Perjanjian Aji Krahengan”.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 di Pulau Lombok Jepang menyerahkan
urusan pemerintahan kepada anggota-anggota Syukai Gi In (Badan Persiapan
Kemerdekaan Tingkat Daerah) yang berpengaruh di masyarakat. Jabatan Ken
Kanrikan Lombok diserahkan kepada Raden Nuna Nuraksa, Bun Kenkanrikan
Lombok Timur kepada Mamiq Fadelah, Lombok Tengah kepada Lalu Srinata dan
Lombok Barat kepada I Gusti Bagus Ngurah.
Pada akhir September 1945 Pemerintah Lombok menyelenggarakan rapat
di Mardibekso Mataram yang dihadiri oleh wakil-wakil seluruh masyarakat. Rapat
menetapkan dan bertekad menyelamatkan RI dan mendesak pemerintah agar
segera membentuk Badan-Badan Perjuangan. Pada tanggal 15 oktober 1945
penyerahan kekuasaan pemerintahan secara resmi dari tangan Jepang kepada
bangsa Indonesia dilaksanakan di Mardibekso Mataram. Bendera kebangsaan
dikibarkan pada hari itu dan Lombok menyatakan diri masuk ke dalam wilayah
Republik Indonesia. Pada hari itu Merah Putih dikibarkan dengan resmi dan
Lombok masuk wilayah Republik Indonesia. Semua pimpinan pemerintahan
dipegang oleh putra daerah, masing-masing: Kepala daerah Lombok Raden Nuna
Nuraksa, Kepala Pemerintahan Lombok Timur mamiq Fadelah, Kepala
Pemerintah Lombok Tengah Lalu Srinata, Kepala Pemerintah Lombok Barat I
Gusti Bagus Ngurah.
83
Pada 4 Agustus 1958 diundangkan UU No. 64 dan UU No. 69 tahun
1958 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Bali, NTB dan NTT serta Daerah
Tingkat II, termasuk Daerah Tingkat II Lombok Barat. Pada masa H. L Anggrat
menjadi Bupati Lombok Barat (1960-1965) Kepunggawaan Cakranegara dirubah
statusnya menjadi Kedistrikan Cakranegara. Seiring dengan perubahan wilayah
Kabupaten Lombok Barat maka Kedistrikan Ampenan sendiri dengan SK.
Gubernur Daerah Tingkat I NTB No. 288. Pem. 20/1/12 dipecah menjadi
Ampenan Barat di Dasan Agung dan Ampenan Timur di Narmada. Pada tahun
1967 dengan SK Gubernur KDH TK I NTB No. 156/Pem. 7/2/266 tanggal 30 Mei
1969 dibentuklah Kecamatan Mataram dengan mengambil beberapa Desa dari
Kecamatan Ampenan dan Cakranegara.
Dengan semakin berkembangnya wilayah Mataram dari segala sisi maka
dibentuklah dengan PP No. 21 Tahun 1978 Kota Administratif Mataram dengan
wilayah terdiri dari 3 Kecamatan yaitu: Ampenan, Mataram dan Cakranegara
yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri ketika itu H. Amir Mahmud. Dan
sebagai Walikota Pertama Kotif Mataram diangkat H. Mujitahid yang dilantik
oleh H. R Wasita Kusumah yang menjabat Gubernur KDH Tk I NTB ketika itu.
84
REKOMENDASI
Kesimpulan besar dari penelitian ini adalah Bahwa Mataram pertama kali
dijadikan oleh Belanda secara resmi menjadi Ibukota Lombok Barat adalah
tanggal 31 Agustus 1895, dan pada tanggal 11 Maret 1898 menjadi ibukota
Lombok.
Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut maka kami merekomendasikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Menjadikan tanggal 31 Agustus 1895 M, sebagai Hari Ulang Tahun Kota
Mataram.
2. Mendesak agar segera diperdakan bahwa tanggal 31 Agustus 1895 M
sebagai Hari Ulang Tahun Kota Mataram.
3. Segera mensosialisasikan tanggal 31 Agustus sebagai Hari Ulang Tahun
Kota Mataram.
Mataram 29 Nopember 2011
ttd
Tim Peneliti
DAFTAR PUSTAKA
1. L.Gde Suparman,11 Tahun Kota Mataram Membangun Kota berbasis dan berwawasan Religius.(Mataram ,Komunitas Pengkaji Dinamika Mataram,2004).
2. Babad Lombok (Jakarta:Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1994.)
3. Monografi Daerah NTB (Jakarta :Dirjen Kebudayaan Depdikbud RI,1977)
4. AA Ktut Agung,Kupu-Kupu Kuning Yang Terbang Di Selat Lombok(Denpasar:Upada Sastra,1992).
5. Sejarah Daerah NTB,DEPDIKBUD,20026. Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah Nusa Tenggara Barat (1945-
1949)( Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Ri ,1980)
7. Kota Mataram Ibadah Yang Maju dan Religius,Kantor INFOKOM Kota Mataram,2004
8. H.L Jelenga,Keris Di Lombok(Mataram:Yayasan Pusaka Selaparang,2000)
9. Babad Selaparang,DEPDIKBUD ,1979.10. Babad Suwung11. Iskandar,Spd,Mengenal Sekarbela Lebih Dekat (Yogyakarta:Mahkota
Kata,2011).12. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah NTB (Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan,1991)13. KoTa Mataram,Ibadah yang maju dan Religius,Edisi ke XI (Kantor
Infokom Kota Mataram)14. DR.Soegianto Sastrodiwiryo,Perjalanan Danghyang Nirartha-Sebuah
Dharmayatra (1478-1560) dari Daha sampai Tambora (Denpasar:PT.BP 1999)
15. DR.Alvons van der Kraan,Lombok Penaklukan,Penjajahan dan keterbelakangan 1870-1940 (Mataram,Lengge,2009)
16. Fath Zakaria,Mozaik Budaya orang Mataram (Mataram,Yayasan Sumurmas Al Hamidy,1998)
17. H.Lalu Lukman,Sejarah,Masyarakat ,Budaya Lombok (Mataram,2003).18. Pemerintah Kotif Mataram,Laporan Lima Tahun Kota Mataram
1978/1983(Mataram-Lombok,PT.Muara Nusa,1983)
19. Kotamadya Dati II Mataram,4 tahun Kotamadya Mataram Membangun (HumasPemda Kodya dati II Mataram,1997).
20. Kantor Informasi dan Komunikasi Kota Mataram,9 Tahun Dirgahayu IX Kota Mataram 2002
21. Bahan 14 Tahun Kota Mataram22. Bahan 17 Tahun Kota Mataram23. Bahan Sosialisasi Perda Kota Mataram No:3 Tahun 2007, Tentang
Pemekaran Kecamatan dan Kelurahan di Kota Mataram ( Bagian Setda Kota Mataram, 2007)
24. Pemerintah Kota Mataram,15 Tahun Kota Mataram 1993-2008 (Kantor Infokom Kota Mataram)
25. Badri Yatim, Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci :Makkah dan Madinah (Jakarta,Logos Wacana Ilmu,1999)
26. Akram Diya’al Umri,Qiyam al-Mujtama’ al-Islami min Manzur al Tarikhi (Qatar:Dar al-Akhbar al-Yaum,19994)
27. Jamaludin,Sejarah Sosial Islam di Lombok Tahun 1740-1935 (Studi kasus terhadap Tuan Guru) (Jakarta:Lektur Balitbang Kemenag RI,2011)
28. Jamaludin,Persepsi dan Sikap Masyarakat Sasak Terhadap Tuan Guru (Yogyakarta: CRCS-Sekolah Pasca Sarjana UGM-Depag RI,2007)