SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN...

24
SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN PERANANNYA TERHADAP EKSISTENSI BATIK KARANG TUBAN (1981-2010) M MA’ARIF RAKHMATULLAH Prodi Pendidikan Sejarah Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang Email: [email protected] Abstrak: penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mengetahui perkembangan batik di Indonesia dan peranan keluarga Emi dalam mengembangkan perubahan motif Batik Karang (1981- 2010). Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode sejarah. Metode sejarah meliputi heuristik, kritik sumber meliputi kritik ekstern dan kritik Intern. Interpretasi dan Historiografi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa ragam hias motif batik di Indonesia berkembang sejak masa Kerajaan Hindu-Budha. Batik memperoleh kedudukan tinggi abad XVIII saat penguasa keraton Yogyakarta dan Kasunanan Solo melegitimasi motif batik yang hanya boleh digunakan kalangan bangsawan. Keluarga Emi melestarikan Batik dengan cara tetap mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci: Sejarah, Batik Karang, Tuban Pendahuluan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organizaticon (UNESCO) telah menetapkan batik sebagai Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity, pada tanggal 30 September 2009. Batik dalam hal ini telah dikukuhkan sebagai warisan kebudayaan dunia asli Indonesia. Batik yang dimaksud disini yakni batik tulis dan batik cap, karena dilihat dari proses pembuatan batik yang masih tradisional yaitu buatan tangan (hand made). Serta dilihat juga dari nilai filosofis dan simbolik yang ada pada motif-motif batik. Munculnya batik pada awalnya didasari oleh rasa seni atau estetika dari kehidupan manusia dan juga kebutuhan akan sandang yang dalam hal ini adalah pakaian. Rasa seni dari manusia kemudian diaplikasikan dalam goresan tangan berupa batik dan memiliki nilai filosofis yang tinggi dari setiap motifnya.

Transcript of SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN...

Page 1: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN PERANANNYA

TERHADAP EKSISTENSI BATIK KARANG TUBAN

(1981-2010)

M MA’ARIF RAKHMATULLAH

Prodi Pendidikan Sejarah

Jurusan Sejarah

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Malang

Jl. Semarang 5 Malang

Email: [email protected]

Abstrak: penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mengetahui

perkembangan batik di Indonesia dan peranan keluarga Emi

dalam mengembangkan perubahan motif Batik Karang (1981-

2010). Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode sejarah.

Metode sejarah meliputi heuristik, kritik sumber meliputi kritik

ekstern dan kritik Intern. Interpretasi dan Historiografi.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa ragam

hias motif batik di Indonesia berkembang sejak masa Kerajaan

Hindu-Budha. Batik memperoleh kedudukan tinggi abad XVIII

saat penguasa keraton Yogyakarta dan Kasunanan Solo

melegitimasi motif batik yang hanya boleh digunakan kalangan

bangsawan. Keluarga Emi melestarikan Batik dengan cara tetap

mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi

motif Batik Karang.

Kata Kunci: Sejarah, Batik Karang, Tuban

Pendahuluan

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organizaticon

(UNESCO) telah menetapkan batik sebagai Representative List of the Intangible

Cultural Heritage of Humanity, pada tanggal 30 September 2009. Batik dalam hal

ini telah dikukuhkan sebagai warisan kebudayaan dunia asli Indonesia. Batik yang

dimaksud disini yakni batik tulis dan batik cap, karena dilihat dari proses

pembuatan batik yang masih tradisional yaitu buatan tangan (hand made). Serta

dilihat juga dari nilai filosofis dan simbolik yang ada pada motif-motif batik.

Munculnya batik pada awalnya didasari oleh rasa seni atau estetika dari

kehidupan manusia dan juga kebutuhan akan sandang yang dalam hal ini adalah

pakaian. Rasa seni dari manusia kemudian diaplikasikan dalam goresan tangan

berupa batik dan memiliki nilai filosofis yang tinggi dari setiap motifnya.

Page 2: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

Hampir setiap daerah di Nusantara memiliki batik dengan ciri khas

masing-masing, begitu juga dengan Kabupaten Tuban. Pada zaman Kerajaan

Singhasari (abad 13 M), Majapahit (abad 14-15 M) dan Demak (16 M), Tuban

menjadi kota pelabuhan yang penting bagi kerajaan-kerajaan terebut. Dikarenakan

menjadi bandar dagang, maka Tuban tidak terlepas dari keberadaan batik

(Mistaram, 2008:35). Keberadaanya sebagai bandar dagang memungkinkan

terjadinya pertukaran komoditas salah satunya yaitu batik. Selain itu letak Lasem

yang juga tidak terlalu jauh dengan Tuban, bisa jadi faktor pendukung keberadaan

Batik di Tuban. Mengingat Lasem menjadi salah satu wilayah yang juga terkenal

dengan pembatikannya.

Faktor pendukung selanjutnya yaitu wilayah daratan Tuban yang kurang

subur sehingga cocok untuk ditanami kapas. Dalam perkembangannya itulah

muncul dengan pesat usaha batik di Tuban yang berbahan baku kain tenun yang

dioleh dari kapas. Meskipun sekarang, keberadaan kain tenun semakin digantikan

oleh bahan baku mori yang banyak dijual di pasaran. Pekerjaan memproduksi

batik telah menjadi bagian sehari-hari dari ribuan perajin yang tersebar di

beberapa wilayah kecamatan seperti Kerek, Montong, Merakurak, Tuban,

Semanding dan Palang. Hal ini jelas menunjukan bahwa Tuban memiliki potensi

dari komoditas batik yang perlu dikembangkan.

Setiap usaha produksi batik tentunya memiliki seorang tokoh perintis awal

yang kemudian juga mengajarkan kemampuannya kepada orang lain terutama

orang-orang terdekat yang masih keluarga dari perajin batik. Usaha tersebut

kemudian berjalan dari generasi ke generasi sehingga memunculkan trah perajin

batik, misalnya seperti usaha Batik Danar Hadi di Solo yang dikelola oleh H.

Santoesa Doellah. Dari latar belakang kehidupan beliau memang lahir dan tumbuh

di lingkungan keluarga perajin batik. Bahkan istrinya juga berasal dari keluarga

perajin batik (www.TokohSurakarta.com diakses 10 Oktober 2012).

Batik Karang merupakan salah satu varian batik yang ada di Kabupaten

Tuban selain Batik Gedog dan Batik Palang. Dinamakan Batik Karang karena

batik tersebut diusahakan di Kelurahan Karang Kecamatan Semanding Kabupaten

Tuban. Usaha batik yang menarik dan memiliki nilai historis tinggi untuk ditulis

adalah milik keluarga Emi Pangesti.

Page 3: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

Faktor pendorong penulis untuk mengkaji sejarah keluarga pada artikel ini

yaitu bahwa masih sedikit penulisan mengenai sejarah keluarga di Indonesia,

termasuk dalam bentuk skripsi atau artikel ilmiah di Jurusan Sejarah Universitas

Negeri Malang. Minat penulis dalam mengkaji sejarah keluarga juga didorong

oleh adanya materi sejarah keluarga ketika mengajar di kelas 1 pada saat

mengikuti program PPL di MAN 3 Malang.

Penulis pada skripsi ini mengkaji sejarah keluarga Emi Pangesti yang

memiliki peranan dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi Batik

Karang Tuban. Penulis berusaha memunculkan tokoh dari keluarga Emi Pangesti

yang memiliki usaha kecil menengah dalam bentuk produksi batik. Faktor

pendorong penulis untuk mengkaji keluarga Emi Pangesti dibanding keluarga

lainnnya yaitu adanya proses pewarisan ketrampilan membuat batik yang telah

berlangsung dari generasi ke generasi.

Dalam proses pewarisan ini terdapat hal yang unik yaitu Emi Pangesti

dalam membuat batik mendapat bimbingan dari ibunya sendiri yaitu Samiyatun.

Sedangkan Samiyatun mendapatkan ketrampilan membuat batik dari ibu

mertuanya yaitu Siyem. Siyem merupakan ibu Tjokro, sedangkan Tjokro adalah

suami samiyatun. Jadi dapat disimpulkan bahwa ketrampilan Emi Pangesti dalam

membuat batik, apabila dilihat dalam silsilahnya berasal dari nenek (Siyem) yang

dalam hal ini merupakan garis keturunan bapak (Tjokro).

Faktor selanjutnya yaitu usaha batik tulis di Karang yang sudah cukup

terstruktur bentuknya adalah miliki Emi Pangesti. Usaha Emi Pangesti dalam

memproduksi batik juga telah merambah pasaran nasional maupun internasional

dengan dibuktikannya dalam berbagai ajang pameran batik. Dia juga

membimbing menantunya yaitu Gatot untuk membuka cabang batik tulis Emi di

Karang. Sehingga dapat terlihat peranan keluarga Emi dalam perkembangan Batik

Karang.

Sebagai pertimbangan dalam menentukan topik, penulis menggunakan dua

penelitian terdahulu. Pertama, Agustina (2004) skripsi Universitas Negeri Malang

dengan judul “Perkembangan Industri Batik Tulis Gedog “Kestriyan” Desa

Margorejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban (1997-2002)”. Tulisan ini

memfokuskan pada kajian sejarah perekonomian, khususnya perkembangan Batik

Page 4: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

Gedog dalam organisasi bernama Kesatriyan yang diketuai oleh Rukayah. Penulis

mengambil temporal 1998-2002 terdapat dua peristiwa penting yang

mempengaruhi tingkat penjualan Batik Gedog. Dua peristiwa penting yakni krisis

moneter tahun 1998 dan peristiwa Bom Bali I tahun 2002. Kedua peristiwa

tersebut kemudian berdampak pada penurunan permintaan kain batik gedog.

Penurunan permintaan tersebut dikarenkan harga batik yang cenderung

mengalami kenaikan pada saat krisis moneter dan peristiwa Bom Bali 1

mengakibatkan sepi wisatawan yang menjadi konsumen pembeli batik. Hasil

penulisan diatas, belum mengkaji mengenai bagaimana peran utama dari tokoh

yang menjadi ketua perajin batik dari organisasi Kesatriyan tersebut dalam

kaitanya mengembangkan dan mempertahankan keberadaan Batik Gedog. Selain

itu juga belum ada pembahasan lebih mendalam mengenai silsilah dari tokoh yang

menjadi perintis dari organisasi Kesatriyan.

Kedua,Sumarni (2003) skripsi Universitas Negeri Surabaya dengan judul

“Bentuk Ragam Hias dan Proses Pewarnaan Batik Tulis Karang di Tuban”. Dalam

kesimpulan penulisan skripsi ini sudah terdapat upaya dari pihak perajin yang

dimana dalam hal ini adalah Emi untuk meningkatkan mutu produksinya dengan

cara menciptakan motif-motif baru yang lebih menarik. Selain hal itu, ia juga

melakukan pembinaan-pembinaan dan selalu memperhatikan nasib karyawannya.

Akan tetapi penulisan skripsi ini belum menjelaskan mengenai latar belakang

kehidupan tokoh yakni Emi dalam kaitanya dengan penciptaan motif-motif baru.

Termasuk juga belum menjelaskan peranan tokoh sebelum Emi dalam penciptaan

motif-motif Batik Karang.

Pertimbangan inilah yang melatarbelakangi pilihan penulis untuk mencoba

mengupas mengenai Sejarah Keluarga Emi Pangesti dan Peranannya Terhadap

Eksistensi Batik Karang Tuban (1981-2010).

Pemilihan temporal 1981 dilatarbelakangi bahwa pada tahun tersebut Emi

mendirikan usaha Batik Karang setelah mendapat pelatihan memproduksi batik

dari Dinas Perekonomian dan Pariwisata, serta mulai memberikan inovasi pada

Batik Karang dari yang semula berupa batik motif klasik kemudian perlahan

mendapat sentuhan batik bermotif kontemporer. Sebelum tahun 1981

sebagaimana diusahakan oleh para generasi pendahulu Emi, batik yang dihasilkan

Page 5: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

adalah batik dengan motif klasik yang terdiri dari warna-warna lembut seperti

soga, hitam dan putih.

Sedangkan 2010 menjadi batasan karena pada tahun tersebut berdiri galeri

Batik Karang sebagai tempat produksi serta penjualan produksi batik Emi. Selain

itu pada tahun tersebut Emi juga memberikan pelatihan membuat batik kepada

lima puluh guru SMP yang tergabung dalam MGMP Seni Budaya SMP Negeri Se

Kabupaten Tuban. Dari sini bisa terlihat peran aktif Emi untuk melestarikan

keberadaan Batik Karang Tuban.

Tujuan penulisan yaitu untuk mengetahui perkembangan batik di Indonesia

dan mengetahui peran keluarga Emi dalam mengembangkan perubahan motif

Batik Karang Tuban dalam rentang waktu 1981 sampai 2010.

METODE

Penelitian ini merupakan kajian dari Sejarah Keluarga sehingga penulis

menggunakan metode sejarah. Tahapan-tahapan metode sejarah yaitu meliputi

heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.

Heuristik merupakan kegiatan yang dilakukan oleh penulis dalam

melakukan pencarian dan pengumpulan data serta sumber yang terkait dengan

penelitian (Syamsuddin, 2008:86).

Dalam proses heuristik penulis menggunakan metode sejarah lisan (Oral

History) yang membantu dalam pengumpulan sumber tidak tertulis dari para

pelaku sejarah (Kuntowijoyo, 2003:29-30). Penggunaan metode tersebut juga

didukung dari segi temporal mengenai tema penelitian masih dimungkinkan guna

pengumpulan sumber melalui proses wawancara terhadap pelaku sejarah. Sejarah

lisan diperlukan sebagai salah satu upaya pelengkap dari keterangan yang tertulis

dalam sebuah dokumen atau bahkan bisa menjadi pengganti dari dokumen,

mengingat tidak banyak dokumen yang menulis tentang sejarah keluarga kecuali

bagi keluarga golongan atas.

Sejarah lisan tumbuh dan berakar dari kehidupan sehari-hari manusia,

sehingga dimungkinkan muncul adanya para tokoh atau pahlawan baru tidak

hanya dari kalangan pemimpin tetapi juga dari rakyat biasa yang sebelumnya

tidak dikenal (Thompson, 2012:24). Bahwa dalam penulisan ini akan

dimunculkan sejarah keluarga Emi yang memiliki peran untuk menjaga eksistensi

Page 6: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

Batik Karang Tuban. Selanjutnya kedua sumber tersebut nantinya dibedakan

menjadi sumber lisan dan sumber tertulis.

Sumber lisan berupa hasil wawancara dengan beberapa narasumber yaitu

Emi Pangesti, Rusmaji, Pujiyono, Samiyati dan Subarji, sedangkan sumber

tertulis berupa buku dan artikel. Setelah melakukan heuristik, penulis melakukan

tahapan selanjutnya yaitu kritik sumber. Kritik Sumber terbagi dalam dua bagian

yaitu ekstern dan intern. Dalam kritik ekstern, penulis mengidentifikasi buku

Rona Menawan Batik Tuban. Di sini penulis akan mengidentifikasi apakah buku

tersebut memang ditulis oleh seorang yang kompeten dibidang batik dan

penulisan buku tersebut merupakan sebuah karya dari hasil penelitian ilmiah,

sehingga hasil tulisannya dapat dijadikan rujukan penulis.

Sedangkan kritik intern, menekankan pada aspek isi (substansi) dari

sumber dan kesaksian (testimoni). Penulis mengidentifikasi isi buku Rona

Menawan Batik Tuban terutama dalam pembahasan Batik Karang. Penulis

mencari siapa penyusun serta tujuan penulisan buku tersebut, mengingat buku

tersebut penulis dapatkan di Dinas Perindustrian, sehingga timbul kekhawatiran

buku tersebut dibuat untuk kepentingan pemerintah dan menghilangkan fakta-

fakta yang sebenaranya. Maka keterangan Batik Karang dalam buku tersebut

penulis bandingkan dengan keterangan dari Emi sebagai tokoh Batik Karang.

Pada tahapan selanjutnya penulis memasuki tahap interpretasi yaitu

melakukan penafsiran atas makna yang dari fakta-fakta yang diperoleh setelah

dilakukan kritik sumber. Penulis membandingkan Informasi mengenai Batik

Karang yang diperoleh dari Buku Rona Menawan Batik Tuban dengan keterangan

dari Emi sebagai tokoh Batik Karang, kemudian penulis menyimpulkan makna

dari kedua keterangan tersebut.

Setelah melalui ketiga tahapan sebelumnnya, selanjutnya tahap akhir yakni

historiografi atau penulisan sejarah. Penulisan sejarah harus bersifat diakronis

yakni memanjang berdasarkan waktu. Penulisan artikel ini berisi mengenai

perkembangan awal batik di Indonesia mulai masa Hindu-Budha, Islam, pengaruh

Cina, penjajahan Belanda, pendudukan Jepang sampai masa kemerdekaan

Indonesia. Kemudian masuk ke perkembangan awal munculnya keluarga Emi

sebagai perintis Industri Batik Karang sebelum tahun 1965, dan perkembangannya

Page 7: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

tahun 1965 sampai 1981. Selanjtunya faktor-faktor yang mempengaruhi inovasi

Batik Karang rentang tahun 1981-2010 dan bentuk perubahannya. Kemudian

bentuk pewarisan usaha Batik Karang Emi ke anggota keluarganya

Untuk menganalisis terjadinya sebuah peristiwa sejarah diperlukan juga

penggunaan ilmu bantu yang dalam penulisan artikel ini yaitu antropologi. Ilmu

Antropologi dalam mengkaji sebuah keluarga berarti mencoba melihat pola

kehidupan yang ada di dalamnya. Lewis (1988:5-6) menggunakan empat

pendekatan dalam melakukan penelitiannya terhadap kisah lima keluarga di

Meksiko yaitu pertama mencoba menerapkan konsep masyarakat ke dalam sebuah

keluarga. Lewis menyajikan data tentang sebuah keluarga yang didalamnya

menyangkut materi dan hubungan sebuah keluarga, kehidupan ekonomi, interaksi

sosial dan agama. Pendekatan kedua yaitu melihat keluarga melalui informasi

yang diperoleh dari hasil wawancara dengan setiap anggota keluarga tersebut.

Pendekatan ketiga yaitu memahami peristiwa atau kejadian tertentu yang

memberikan pengaruh besar terhadap keluarga dan melihat tanggapan dari

keluarga terkait peristiwa tersebut. Pendekatan keempat melakukan penelitian

suatu keluarga sebagai seluruh pengamatan terperinci yang dimulai dari adanya

peristiwa khas dan memberikan pengaruh besar dari kehidupan keluarga tersebut.

HASIL

Perkembangan Batik Indonesia

Penemuan motif batik di Indonesia yang paling awal pada masa Hindu-

Budha dibuktikan dengan adanya motif hias ceplok yang diukirkan pada batu di

dinding Candi Badut. Candi Badut sendiri dibangun pada abad VII M, sehingga

dengan penemuan ini diperkirakan masyarakat pada waktu itu telah mengenal

batik. Selanjutnya pada masa Kerajaan Singhasari abad XIII M ditemukan juga

motif ragam hias ceplok kawung terdapat pada kain panjang yang dikenakan

sebagai pakaian dalam patung Ken Dedes. Di masa kerajaan Majapahit abad XIII-

XIV M, motif batik terdapat pada pakaian yang dikenakan pada patung

Kertarajasa Jayawardhana. Dimana motif yang digunakan masih dalam bentuk

ceplok yaitu ceplok padma berupa bunga dan daun teratai (Mistaram, 2008:11-

14). Ragam hias batik juga berkembang pada masa penyebaran agama Islam di

Page 8: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

Jawa pada abad XVI-XVII M. Hal itu dibuktikan dengan adanya ragam hias

sulur-suluran yang berada di Masjid Mantingan Jepara dan Makam Sendang

Duwur Lamongan.

Hubungan perdagangan dengan bangsa Cina telah menimbulkan akulturasi

budaya yang dalam ini terdapat pada motif batik pesisiran. Pengaruh budaya

tersebut terdapat pada motif Lok Can.

Susuhunan Paku Buwana III pada tahun 1769 mengeluarkan larangan

menggunakan batik tertentu, seperti yang disampaikan Soedjoko dalam Hidajat

(2004:288-289) yang artinya yaitu: adapun barang berupa kain panjang (jarit)

yang termasuk larangan saya (raja): Batik Sawat, dan batik parang rusak, batik

cumangkiri yang calacep, modang, bangun tulak, lenga-teleng, daragam, dan

tumpal. Adapun batik Cumangkirang yang acalecep berupa lunglungan (sulur)

atau kekembangan (bunga-bungaan), yang saya perbolehkan dipakai Patih, dan

abdidalem, Wedana.

Dari keterangan di atas salah satu motif yang dilarang penggunaannya oleh

Susuhunan Paku Buwana III yaitu motif sawat.

Gambar 1 Motif Sawat (http://motifbatikindonesia.blogdetik.com diakses 24 November

2012)

Selanjutnya pada tahun 1785, Raja Yogyakarta Sultan Hamengkubuwuna I

mencanangkan pola parang rusak bagi keperluan pribadinya (Kitley:1987).

Gambar 2 Motif Parang rusak (http://lowlymonita.blogspot.com diakses 27 November 2012)

Page 9: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

Pada masa penjajahan kolonial Belanda, Eliza Van Zulyen merupakan

seorang tokoh Belanda yang mengembangkan batik di Pekalongan antara tahun

1890-1940. Motifnya berupa bunga, burung, dan kupu-kupu Sedangkan warna-

warna yang digemari yaitu warna muda yang dikombinasi dengan gelap dan

terang (Tirta:1985). Setelah Jepang berhasil mengusir Belanda, maka dimulailah

pendudukan militer Jepang atas Indonesia dan tercipta Batik Jawa Hokokai

yang memiliki konsep pagi-sore yaitu satu kain yang menampilkan dua warna

(atau dua motif), gelap dan terang (Purba dkk, 2005:48).

Pada tahun 1950 atas gagasan Presiden Soekarno kepada Go Tik Swan,

sang maestro batik kemudian membuat batik Indonesia yang merupakan

perpaduan antara batik gaya klasik (kraton) dengan batik gaya pesisiran (Rustopo,

2008:81). Di masa pemerintahan selanjutnya batik semakin mendapat

kedudukannnya, sampai puncaknya pada tanggal 2 Oktober 2009 Presiden

Republik Indonesia Susilo Bambang Yudoyono menetapkannya sebagai hari batik

nasional.

Perkembangan Batik Jawa Timur

Beberapa kabupaten di Jawa Timur terkenal dengan daerah pembatikannya

seperti Sidoarjo, Banyuwangi dan Ponorogo. Sidoarjo terkenal dengan batik Jetis

yang diperkirakan telah ada sejak tahun 1675 (Qamariyah, 2011:95). Banyuwangi

terkenal dengan Batik Gajah Oling. Motif ini sudah ada sejak tahun 1936, ketika

itu dipakai Lurah Kepatihan Joyo Wiroto untuk mementaskan Gandrung

(Ratnawati, 2011:42). Perkembangan batik di Ponorogo tidak terlepas dari

persebaran agama Islam yang dibawa oleh Kiai Hasan Besari yang kemudian

mendirikan Pondok Pesantren Tegalsari. Kiai Hasan Besari merupakan menantu

dari Keraton Solo. Ketika beliau membawa sang putri untuk pindah ke Tegalsari

maka dibawa juga seni batik oleh para keluarga keraton (Wulandari, 2011:16).

Perkembangan Batik Tuban

Secara umum Batik Tuban terbagi menjadi tiga macam yaitu pertama,

Batik Gedog, nama gedog berasal dari bunyi dhog-dhog-dhog yang dihasilkan

oleh alat yang digunakan ketika memintal kapas untuk dijadikan kain. Proses

Page 10: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

pembuatan Batik Gedog cukup lama karena bahan bakunya berusaha dipenuhi

sendiri mulai penanaman kapas, kemudian dipanen, ditenun dan dibatik sendiri

oleh perajinnya. Tetapi, dalam perkembangnnya para perajin Batik Gedog juga

menggunakan bahan baku kain mori atau katun dari pabrik. Motif-motif dari Batik

Gedog antara lain Panji Lori, Kembang Waluh, dan lainnya (Paguyuban, 2006:7)

Kedua, Batik Palang yang sesuai namanya diusahakan di Desa Gesikharjo

Kecamatan Palang. Wilayahnya yang berada di pesisir pantai mengakibatkan

adanya pengaruh cina berupa motif burung hong dan binatang air dengan latar

gringsing sisik serta motif dudo brengos. Batik Palang masih mempertahankan

ciri motif batik klasik dengan harga yang cukup mahal (Paguyuban, 2006:77).

Ketiga, Batik Karang diusahakan di Kelurahan Karang Kecamatan

Semanding. Batik yang dihasilkan cukup halus dan adanya motif perpaduan klasik

dengan kontemporer, seperti motif lung-lungan.

Keluarga Emi Pangesti dan Industri Batik Karang Sebelum 1965

Penulis memperoleh keterangan lisan dari Emi yang menyebutkan bahwa

Batik Karang mulai tumbuh sekitar tahun 1820 yang dirintis oleh Warisah. Batik

yang dihasilkan merupakan batik motif klasik atau jawa seperti halnya batik gaya

kraton Yogyakarta dan Solo. Emi mengatakan:

“Tokoh perintis dari generasi pertama itu bernama mbah Warisah, yang merupakan

udeng-udeng saya. Keahlian membatiknya, diwariskan dari generasi ke generasi. Hingga

akhirnya sampai ke saya yang merupakan generasi ke lima”. (Wawancara dengan Emi

Pangesti hari Minggu tanggal 04 Desember 2011)

Pada masa Warisah tentu belum terdapat kemudahan untuk membeli kain,

malam dam pewarna seperti layaknya sekarang. Emi mengatakan:

“bahan baku menggunakan kapas yang ditenun sendiri, sedangkan malamnya menggunakan tolo (sarang) tawon yang direbus, dan pewarnaannya menggunakan bahan-

bahan alami seperti akar pace dan soga yang menghasilkan warna coklat”. (Wawancara

dengan Emi Pangesti hari Minggu tanggal 04 Desember 2011)

Untuk memperkuat keterangan lisan yang disampaikan Emi, penulis

menggunakan sumber tertulis yang terdekat dengan tahun 1820, yakni keterangan

dari buku History of Java yang ditulis oleh Thomas Stamford Raffles pada

periode kepemimpinannya 1811-1816. Disebutkan oleh Raffles (2008:106)

terdapat beberapa macam batik seperti batik warna putih, hitam dan merah. Kain

Page 11: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

sebelum dibatik terlebih dahulu dikanji agar tidak mblobor. Proses batik dengan

cara menggunakan lilin panas yang cair, kemudian untuk menggambarkan motif

batik digunakanlah canting. Dalam pandangan penulis keterangan dari Raffles

tadi bisa menjadi penguat dari keterangan dari Emi karena apabila dilihat dari

periode yang disebutkan keduanya tidak terlalu jauh.

Di dalam sebuah keluarga tentu terdapat silsilah mengenai garis keturunan.

Disini penulis mencoba untuk memberikan gambaran mengenai silsilah dari

keluarga Emi Pangesti. Silsilah tersebut tampak dalam gambar 3 berikut ini.

SILSILAH KELUARGA EMI PANGESTI

Kopral Warisah

Sarmidin Sakimah Sarmidin Saminah

Warimo Siyem Suminah Munasir Samilah

Sarkam Tjokro Sanuri Karjan Samiyatun Samiyati Karjiban

Mulyati Siswoyo Subandrio Purnomo Subarji Sri Prameswari

Laksminto Emi Pangesti

Agus Gatot Wijayanto Lenny Sugiarti Leddy Sugiarto Citra Dony Pamungkas

Gambar 3. Silsilah Keluarga Emi Pangesti (Diolah dari data lapang wawancara dengan Emi

Pangesti (13 Desember 2012), Samiyati (16 Desember 2012) dan Subarji ((16 Desember 2012)

Page 12: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

Dari keterangan dalam silsilah yang ada di gambar 3. bahwa Warisah

merupakan generasi pertama dari Tjokro yang merupakan bapak Emi. Tjokro

merupakan penduduk asli Karang sedangkan Samiyatun ibu dari Emi berasal dari

desa Tegalagung. Kemampuan Emi dalam membuat batik diperoleh dari Ibunya

yaitu Samiyatun. Sedangkan Samiyatun memperoleh kemampuannya tersebut dari

Siyem yang merupakan ibu dari Tjokro, sekaligus mertuanya sendiri. Jadi bisa

disimpulkan bahwa ketrampilan keluarga Emi dalam membuat batik merupakan

pengaruh dari garis keturunan keluarga Karang yang berasal dari neneknya yaitu

Siyem.

Sebagian besar perajin sudah tidak mengetahui siapa tokoh utama dan

kapan terjadi perintisan awal Batik Karang. Akan tetapi, seorang perintis juga bisa

menjadi tokoh legendaris (Soeroto:1983). Hal ini juga terjadi pada Batik Karang,

bahwa dari Emi sendiri sebagai tokoh generasi kelima sulit untuk memastikan

tahun berapa para generasi sebelumnya tersebut lahir dan bagaimana usahanya

dalam mempertahankan Batik Karang. Akan tetapi menurut sifatnya bahwa batik

yang dihasilkan merupakan batik klasik dengan pakem tertentu, sehingga menurut

analisa penulis motif batik pada generasi kedua, ketiga dan keempat

kecenderungan adalah sama motifnya seperti tekuk dengkul, kedele kecer,

kawung, uker dan udan liris.

Emi pernah mengikuti pelatihan yang difasilitasi oleh Dinas Perindustrian

pada 1977 dan 1978. Isi pelatihan memberikan berupa pengetahun baru tentang

pengolahan warna dan diberi gambaran tentang motif-motif kontemporer. Selain

pemberian pelatihan, juga diberikan bantuan modal dan peralatan. Berawal dari

pelatihan tersebut pada 10 Februari 1981, Emi mendirikan usaha batik tepatnya di

Jalan Mojopahit Desa Karang no 67. Produksinya menghasilkan kain batik motif

kontemporer, taplak meja, selendang dan juga kaos.

Emi tetap berupaya mempertahankan keberadaan ciri batik klasik, dia

mengatakan:

“Saya membuat motif baru yang diberi sentuhan inovasi dari motif batik klasik, misalnya

motif lung-lungan tahun 1979, yang lebih penting lagi adalah tidak menghilangkan ciri

khas batik Tuban yaitu isen-isen bentuk sirip”. (Wawancara dengan Emi Pangesti hari

Sabtu tanggal 13 Oktober 2012)

Page 13: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

Gambar 4. Lung-Lungan Motif Klasik (Dokumentasi Penulis)

Gambar 5. Lung-Lungan Motif Kontemporer (Dokumentasi Penulis)

Gambar 4 merupakan batik klasik lung-lungan yang memiliki latar dasar

gringsing sisik. Gringsing sisik ditampilkan dalam bentuk isen-isen cecekan yang

berbentuk titik-titik layaknya sisik ikan. Seperti ciri khas batik klasik lainnya

tampak dominasi warna soga atau cokelat. Ragam hiasnya berupa daun yang

saling menyambung satu sama lainnya. Sedangkan gambar 5 merupakan batik

kontemporer lung-lungan yang memiliki latar dasar warna biru yang mencolok.

Ragam hiasanya tetap berupa daun yang seakan-akan membentuk sebuah bunga.

Inovasi yang terjadi dari batik klasik ke motif batik kontemporer, terlihat

pada batik lung-lungan motif kontemporer (Gambar 5) yaitu penggunaan warna

cerah yakni biru, sedangkan pada motif klasik (Gambar 4) menggunakan warna

soga. Dari segi motif, pada lung-lungan motif kontemporer (Gambar 5) tidak

terdapat isen-isen yang rumit berupa gringsing sisik layaknya pada motif klasik

(Gambar 4) dan hanya daun saja yang masih dipertahankan.

Penghilangan latar dasar gringsing sisik dalam lung-lungan motif

kontemporer dilakukan karena terlalu rumit membuatnya dan itu diperlukan

perajin batik yang telaten terutama nenek-nenek yang sudah tua. Sedangkan

keberadaan mereka di Karang sudah sulit dicari karena banyak yang telah

meninggal. Disisi lain generasi muda Karang tidak terlalu berminat untuk

menekuni batik.

Page 14: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

Motif batik lung-lungan klasik diperkirakan sudah ada sejak tahun 1950.

Sedangkan lung-lungan motif kontemporer dibuat tahun 1979. Hal ini bisa

menjadi bukti bahwa pada rentang tahun 1978-1981 telah menjadi awal terjadinya

inovasi dari batik klasik ke batik kontemporer setelah adanya pelatihan batik dari

Dinas Perindustrian di tahun-tahun tersebut.

Penjualan Batik Karang sudah mencapai berbagai wilayah baik di dalam

maupun di luar negeri, tetapi Karang sendiri bukanlah sebuah sentra indutri batik

yang besar seperti halnya Kampung Batik Laweyan di Solo dan indutri Kerajinan

Perak di Kota Gede Yogyakarta, dimana penduduknya sebagian besar bekerja

sebagai perajin batik maupun perak. Sebelum memberikan analisis mengenai

keberadaan Batik Karang yang belum bisa menjadi sebuah industri besar, penulis

akan memberi gambaran singkat mengenai sentra-sentra industri yang telah

disebutkan tadi.

1) Kampung Batik Laweyan

Kampung Batik Laweyan yang terletak di Solo, secara historis mulai

terbentuk sejak zaman Pakubuwono II. Nama Laweyan sendiri berasal dari kata

Lawe yang artinya benang, karena pada mulanya wilayah ini merupakan tempat

pembuatan kain tenun, sehingga raja memilih Laweyan yang dijadikan sebagai

penghasil kain batik, karena dipandang penduduk Laweyan hampir semuanya

pandai menenun, rajin dan tekun dalam bekerja (Kusumawardhani, 2006:52). Bisa

dikatakan perkembangan batik di Laweyan sudah tertata bentuk dan strukturnya

paling tidak semenjak dapat perhatian dari pihak Pakubuwono II. Tentunya

seorang raja tidak akan sembarang memilih daerah untuk membuat batik yang

akan dipergunakan oleh bangsawan keraton.

Pekerjaan yang ditekuni oleh masyarakat Laweyan sebagian besar adalah

berkaitan dengan batik, baik sebagai perajin biasa atau menjadi pengusaha batik.

Dilihat dari segi mayoritas pekerjaan, dapat diketahui bahwa masyarakatnya

memiliki mental dan jiwa kewirausahaan yang tinggi. Sehingga muncul pemikiran

untuk mengembangkan batik menjadi sebuah komoditas yang menguntungkan

secara bisnis. Bagi masyarakat Laweyan menjadi perajin batik adalah pekerjaan

tetap bukan sebagai sambilan, sehingga dapat menghasilkan volume produksi

Page 15: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

yang besar. Di sisi lain bidang pertanian justru menempati posisi kecil di

Laweyan, karena tidak banyak orang bekerja sebagai petani.

Faktor pendukung lainnya yaitu di wilayah Laweyan menyimpan bangunan

rumah-rumah serta makam-makam kuno, sehingga layak untuk dijadikan kawasan

heritage. Para wisatawan datang untuk berkunjung melihat bangunan-bangunan

tua dan sembari itu melihat proses produksi batik. Hal tersebut tentu akan menarik

minat mereka untuk membeli batik. Sedangkan Solo sendiri merupakan kota

pendidikan, budaya serta tujuan wisata dari seluruh penjuru Indonesia bahkan

dunia dan ini merupakan pasar dari produksi kain Batik Laweyan.

2) Industri Kerajinan Perak Kota Gede

Industri kerajinan perak Kota Gede memiliki sisi historis yang tinggi.

Menurut Sukiman dalam (Wibowo dan Hutagalung: 2001) Munculnya kerajinan

perak Kota Gede bersamaan dengan ditetapakannya Kotagede sebagai ibukota

Kerajaan Mataram Islam pada abad ke XVI. Dengan latar belakang tersebut

kerajinan perak berkembang pesat di bawah perlindungan dan pengawaan dari

pihak keraton.

Pada masa kolonial, Kotagede merupakan pusat industri dan perdagangan

yang terkemuka sehingga muncul pengusaha jawa yang kaya raya. Sama dengan

Laweyan, di Kotagede sektor pertanian berada pada posisi marginal dibanding

sektor industri (Hariyono, 2011:15).

Yogyakarta terkenal sebagai kota pendidikan dengan banyaknya lembaga

pendidikan yang ada didalamnya. Dengan adanya penelitian ataupun kajian-kajian

ilmiah yang dilakukan oleh civitas akademika terhadap kerajinan perak Kotagede

semakin mempopulerkan dan mendorong untuk dilakukan penelitian-penelitian

selanjutnya. Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian dan riset yang dilakukan

adalah semakin memperbaiki kekurangan-kekurangan yang masih ada di

Kerajinan Perak Kotagede. Kemudian mencari solusinya dengan tujuan agar

kerajinan tersebut semakin berkembang pesat.

Banyaknya tokoh-tokoh pemerhati budaya dan seniman dari daerah

Yogyakarta juga menjadi keuntungan tersendiri bagi kerajinan perak Kotagede.

Tokoh-tokoh seperti itulah yang dapat menjadi salah satu faktor menunjang

Page 16: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

keberadaan industri. Mereka memiliki ide-ide yang cemerlang untuk

mengembangkan kerajinan tersebut menjadi industri yang besar. Bahkan dengan

ditetapkannya Kotagede sebagai cagar budaya maka perhatian pemerintah

terhadap kerajinan perak semakin besar.

Yogyakarta merupakan wilayah yang memiliki tingkat kunjungan wisata

salah satu yang tertinggi di Indonesia. Keberadan wisatawan yang tiada henti

datang dan masuk Yogyakarta merupakan pasar dari produk kerajinan perak

tersebut. Melalui kegiatan pameran atau even-even tahunan juga semakin

mengenalkan kerajinan perak Kotagede kepada masyarakat luas. Dengan

masyarakat yang memiliki etos kerja tinggi beserta dukungan modal ketrampilan

dan kekayaan yang besar menjadikan Kotagede semakin tumbuh menjadi sebuah

sentra industri kerajinan perak.

Penulis akan mencoba menganalisis perbedaan usaha Batik Karang dengan

beberapa kawasan sentra indutri yang telah disebutkan dalam penjelasan di atas.

Ketika berbicara mengenai suatu sentra yang menghasilkan barang-barang

tertentu maka penulis akan mencoba untuk melihatnya sebagai sebuah komunitas.

Syarat terbentuknya komunitas salah satunya adalah memiliki pekerjaan yang

sama dan menghasilkan produk yang sama diantara individu-individu tersebut.

Penduduk karang sebenarnya sudah memiliki aspek tersebut karena terdapat

puluhan orang yang sama-sama menggeluti pekerjaan untuk memproduksi batik.

Akan tetapi masih terdapat hambatan-hambatan yang mengganjal Karang menjadi

sentra industri batik.

Penulis menemukan beberapa aspek yang menjadi hambatan Batik Karang

belum bisa membentuk sebuah kawasan sentra industri atau kampung batik.

Pertama, unit usaha baik tulis di Karang cukup sedikit untuk disebut sebagai

kampung batik. Di wilayah Karang usaha batik tulis yang cukup besar adalah

milik Emi dan menantunya Gatot. Kedua pemilik usaha tersebut yang kemudian

membawahi puluhan tenaga kerja atau buruh untuk memproduksi batik. Dengan

unit usaha yang sedikit tentu volume produksi kain batik yang dihasilkanpun juga

sedikit. Padahal untuk membuat kampung batik diperlukan cukup banyak unit

usaha, di mana didalamnya nanti pengunjung dapat melihat bagaimana proses

produksi batik, pengunjung dapat mencoba membuat batik, hingga dapat membeli

Page 17: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

langsung produksi tersebut. Hal ini diperjelas oleh keterangan Rusmaji, dia

mengatakan:

“Indikator untuk sebuah kampung batik yaitu Pertama, harus memiliki jumlah unit usaha

yang cukup. Kedua, tata lingkungan atau tata letak harus dekat dengan Kota.

Dibentuknya kampung batik bertujuan untuk menata secara rapi tempat unit usaha,

tempat penjualan untuk sehingga menarik wisataan. Kalau dijadikan kampung batik,

layout mereka dalam pembuatan batik bisa terta rapi , mulai dari pembuatan dan

penjualan, pengunjung bisa melihat langsung dan didukung oleh lingungan yang bersih”.

(Wawancara dengan Rusmaji hari Kamis 29 November 2012)

Faktor kedua yaitu persepsi masyarakat tentang Batik Karang bukanlah

komoditas perdagangan yang praktis dan secara ekonomi menguntungkan bagi

kehidupan mereka. Masih sedikitnya unit usaha batik yang ada juga dipengaruhi

pandangan masyarakat Karang bahwa menjadi perajin batik bukanlah sumber

penghasilan utama melainkan hanya pekerjaan sambilan, meskipun terdapat juga

yang menggantungkan hidupnya dari bekerja sebagai buruh batik tetapi

jumlahnya minoritas dari keseluruhan masyarakat.

Petani masih menjadi pekerjaan utama sehari-hari masyarakat Karang

sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa tingkat untuk berwirausaha dalam bidang

kerajinan masih rendah. Tumbuhnya suatu usaha kerajinan merupakan bentuk

alternatif ketika usaha pertanian di masyarakat tersebut tidak terlalu berkembang

dan itu terbukti di tempat-tempat sentra usaha kerajinan seperti Laweyan dan

Kotagede, bidang pertanian merupakan kelompok minoritas di masyarakat.

Sedangkan di Karang sendiri justru pertanian merupakan kelompok mayoritas.

Masyarakat Karang pada umumnya memandang produksi batik

membutuhkan waktu yang lama dan ketelatenan serta kesabaran dalam

membuatnya. Jiwa kewirausahaan yang tidak terlalu tinggi serta proses panjang

yang harus dilalui mengakibatkan para generasi muda Karang tidak berminat

terjun ke dalam usaha batik.

Faktor ketiga yaitu, untuk membentuk sebuah sentra industri diperlukan

keunikan barang yang akan diproduksi itu sendiri yang dalam hal ini adalah batik.

Batik Karang perlu membuat indentitas atau ciri khusus yang bisa

membedakannya dengan Batik Gedog tanpa menghilangkan unsur Batik Tuban.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Pujiono, dia mengatakan:

“Batik Karang harus memiliki ciri khas seperti warna ekstream atau motif yang ekstream

sehingga bisa mandiri dan lepas dari bayang-bayang Batik Gedog. Hal ini karena motif

Page 18: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

yang ada di Batik Karang tidak terlalu jauh beda dengan Batik Gedog. Dengan adanya ciri

khusus Batik Karang bisa dikenal oleh masyarakat luas”. (Wawancara dengan Pujiyono

hari Minggu tanggal 18 November 2012)

Dengan memiliki ciri khusus Batik Karang memiliki jati diri tersendiri dan

masyarakat luas bisa mudah mengetahui bahwa batik yang akan dibeli merupakan

Batik Karang. Sehingga semakin mengenalkan Batik Karang dan meningkatkan

penjualan.

Faktor yang keempat menyangkut peran pemerintah. Pemerintah telah

melakukan upaya-upaya untuk mengembangkan Batik Karang melalui rangkaian

pelatihan, bantuan modal dan informasi pameran. Bisa jadi hal ini dalam

praktiknya sudah dilakukan tetapi masih kurang optimal. Kurang optimal ini bisa

disebabkan hubungan antara perajin dengan pemerintah kurang dekat sehingga

kurang adanya saling bertukar informasi antara keduanya. Seharusnya ada upaya

yang lebih intens lagi dari pemerintah untuk melihat sejauhmana perkembangan

unit usaha Batik Karang dan memberikan solusi yang baik apabila unit usaha

mengalami permasalahan seperti kurangnya pangsa pasar dan pengurusan hak

cipta motif Batik Karang.

Beberapa contoh Batik Karang motif kontemporer yaitu motif ikan

terbang, pantai, rambatan perkutut dan kembang jati.

Emi pernah mengikuti pameran seni dan budaya di luar negeri diantaranya

yaitu Osaka (Jepang) pada tahun 1990, tahun 1991 di Den Haag (Belanda), tahun

1992 di Singapura dan 1993 di Amsterdam (Belanda), seperti yang tertera dalam

tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Pameran Batik Emi di Luar Negeri ( Diolah dari data lapang wawancara dengan

Emi Pangesti hari Sabtu 3 Maret 2012)

No Tahun Tempat Pameran

1 1990 Osaka (Jepang)

2 1991 Den Haag (Belanda)

3 1992 Singapura

4 1994 Amsterdam (Belanda)

Selain di luar negeri, dia juga sering mengikuti pameran dalam tingkat

lokal, pada tahun 2006 di Gedung Budaya Loka Tuban dan berhasil menyabet

juara dua. Satu tahun kemudian, tahun 2007 Emi juga mengikuti kegiatan

Page 19: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

POKDARWIS bertempat di kawasan terminal lama jalan teuku umar Tuban. Pada

kegiatan ini dia berhasil mendapat juara satu dalam bidang lomba Cinderamata

dengan menggunakan motif batik.

Selanjutnya, Emi juga pernah mengikuti kegiatan bazar usaha mikro, kecil,

dan menengah (UMKM) dalam rangka hari jadi Provinsi Jawa Timut ke 65 yang

diselenggarakan pada tanggal 12-14 Oktober 2010 dengan lokasi di Jalan Yos

Sudarso Tuban. Emi juga memberi pelatihan membuat batik dalam kegiatan

MGMP Seni Budaya SMP Negeri Kabupaten Tuban tahun 2010. Mengenai

kegiatan tersebut, penulis menggali informasi dari Pujiyono, ketua MGMP Seni

Budaya SMP Negeri di Kabupaten Tuban, dia mengatakan:

“Seluruh Guru Seni Budaya SMP Kabupaten Tuban mengikuti kegiatan pelatihan batik di

rumah Emi guna meningkatkan kompetensi guru. Kegiatan berlangsung selama tiga hari

dan diikuti oleh sekitar lima puluh peserta. Pelatihan tersebut langsung di bawah

bimbingan Ibu Emi”. (Wawancara dengan Pujiyono hari Minggu tanggal 18 November 2012)

BAHASAN

Dalam menciptakan sebuah motif, perajin batik tentunya membutuhkan

sumber inspirasi. Wilayah Karang yang berdekatan dengan laut dan memiliki

hasil utama berupa ikan, kemudian menjadi sumber inspirasi bagi perajin batik

untuk menciptakan motif ikan terbang. Penciptaan motif kembang jati juga

terinspirasi dari hutan pohon jati yang luas di Tuban. Dapat disimpulkan dari

penjelasan tersebut bahwa lingkungan alam sekitar dari kehidupan perajin bisa

menjadi sumber inspirasi dalam menciptakan motif batik.

Setiap motif batik memiliki makna tersendiri bagi perajin, hal tersebut

sebagai bentuk ungkapan jiwa seni yang berbeda setiap orangnya. Sebaliknya

batik juga merupakan gambaran atau ekspresi masyarakat Tuban terhadap

lingkungan sekitarnya baik lingkungan alam, sosial dan budaya sehari-hari seperti

motif kapal kerem merupakan ekspresi jiwa seni atas sesuatu yang terjadi di

lingkungan sekitarnya. Perkembangan zaman mempengaruhi kehidupan sosial

perajin yang semakin kompleks sehingga mendorong untuk menciptakan motif

baru yang lebih beragam dengan warna-warna cerah, sebagai bentuk inovasi dari

motif klasik yang terikat oleh pakem tertentu dengan warna-warna gelap.

Page 20: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

Perkembangan batik di Indonesia telah ada sejak masa Kerajaan Hindu-

Budha dengan adanya penemuan ragam hias ceplok di dinding Candi Badut (abad

VII M) dan ragam hias kawung dipatung Ken Dedes (abad XIII). Selanjutnya di

masa Kerajaan Islam, ditemukan ragam hias berupa sulur-suluran yang terdapat di

ornamen Masjid Mantingan Jepara dan Makam Sendang Duwur Lamongan.

Hubungan perdagangan dengan bangsa Cina juga berpengaruh terhadap ragam

hiasa Batik di Indonesia seperti Motif Lok Can yang menggambarkan burung

Hong (Phoenix).

Pada abad XVIII Raja Yogyakarta dan Susuhunan Solo mengeluarkan

kebijakan mengenai motif larangan pada kain batik. Terdapat tiga faktor yang

mempengaruhi keluarnya keputusan tersebut. Pertama, raja sebagai penguasa

berusaha untuk melakukan proteksi komoditi kain batik yang dalam praktiknya

fokus pada brand batik kraton. Kedua, motif larangan merupakan upaya untuk

meningkatkan wibawa raja atapun penguasa dihadapan rakyatnya setelah adanya

kolonialisme bangsa asing. Ketiga, adanya motif batik larangan merupakan

sebuah kontrol penguasa terhadap rakyatnya.

Pada masa kolonial, berkembang model Batik Belanda yang memiliki

motif kupu-kupu dan bunga dengan tokohnya Eliza Van Zuylen. Pada era

pendudukan Jepang, jenis batik yang berkembang adalah Batik Jawa Hokokai

dengan konsep pagi-sore. Batik Indonesia mendapat kedudukan tertinggi setelah

Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono menetapkan tanggal 2 Oktober 2009

sebagai hari batik nasional berdasar keputusan UNESCO. Penilaian itu dilihat dari

proses pembuatan dan motif-motif batik yang mencerminkan falsafah kehidupan,

serta batik telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.

Peran keluarga Emi Pangesti dalam melanjutkan dan mengembangkan

Batik Karang telah dirintis oleh Warisah pada tahun 1820. Batik yang dihasilkan

masa Warisah sering disebut sebagai batik klasik atau batik jawa yang bentuknya

berupa jarik, sarung dan selendang. Motif-motif dari batik klasik diantaranya

Tekuk Dengkul, Kedele Kecer, Ukel, Kawung dan Udan Liris. Motif-motif

tersebut sangat dipenuhi oleh nilai-nilai simbolik dan makna harapan bagi

pemakainya.

Page 21: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

Pada awalnya mereka membuat batik bukanlah dari bagian untuk

mencukupi kebutuhan ekonominya tetapi sebagai bentuk pemenuhan rasa seni

dari diri manusia (Soeroto:1983). Pada awalnya bagi Warisah membuat batik

bukanlah pekerjaan utama melainkan hanya dilakukan ketika selesai panen hasil

pertanian dan untuk digunakan sendiri atau sebagai hadiah untuk keluarga yang

sedang mempunyai hajatan.

Emi Pangesti merupakan tokoh yang mengembangkan motif kontemporer

Batik Karang. Faktor yang berperan dalam mendukung perkembangan motif

kontemporer yaitu pertama, proses produksi. Proses pembuatan batik motif

kontemporer tidak serumit batik klasik, dimana waktu yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan satu potong kain adalah tujuh sampai sepuluh hari. Hal ini lebih

cepat dibanding batik kasik yang mencapai satu bulan untuk menyelesaikan satu

potong kain. Kedua, kemudahan untuk mendapatkan zat pewarna kimia dengan

beragam warna yang cerah. zat pewarna kimia membuat kain terlihat berwarna

mencolok dan prosesnya lebh praktis dibanding menggunaakan pewarna alam.

Ketiga, harga batik kontemporer lebih terjangkau dikalangan masyarakat umum

dibanding batik klasik yang cukup mahal. Maka, dimulailah produksi batik

kontemporer dan mengurangi produksi batik klasik.

Akan tetapi, sebagai upaya untuk menjaga dan mempertahankan motif

klasik, Ibu Emi melakukan inovasi pada motif, seperti motif klasik lung-lungan

(gambar 4) dimodifikasi munculnya lung-lungan dalam motif kontemporer

(gambar 5). Modifikasi terletak pada motifnya yang dibuat lebih sederhana dan

warna yang lebih cerah daripada motif klasik. Sedangkan mengenai penciptaan

batik motif kontemporer, hal terpenting yang harus selalu diingat lainnya yaitu

mempertahankan ciri khas batik Tuban yaitu adanya bentuk isen-isen sirip.

Ketrampilan membuat batik yang dimiliki oleh Emi kemudian dimiliki

juga oleh Leddy Sugiarto yang merupakan putra keduanya. Hal tersebut

merupakan salah satu bentuk proses pewarisan tradisi keluarga. Emi juga menjadi

pembina sekaligus pembimbing dari Agus Gatot Wiyanto yang merupakan suami

dari Lenny Sugiarti (putri pertama Emi). Pada tahun 2003 Gatot mulai merintis

usaha batik, yang juga berada di Karang. Menurut Soeroto (1983) pewarisan

keahlian membuat batik dapat dimulai dengan keikutsertaan anggota keluarga

Page 22: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

untuk membantu kegiatan perintis tersebut. Apabila telah memiliki ketrampilan

yang memadai dengan dilihat dari halus atau tidaknya kain yang telah dibatik,

selanjutnya ia akan memulai usaha sendiri sekiranya memiliki modal usaha.

Proses ini akan terus berjalan dengan demikian tumbulah kegiatan di antara

banyak keluarga, sehingga akan terjadi suatu cluster kegiatan kerajinan.

Pertumbuhan tersebut merupakan bagian dari pola yang berlaku di lingkungan

usaha kerajinan yang tumbuh dan menjadi besar.

Emi sebagai tokoh Batik Karang melakukan beberapa upaya untuk

mengenalkan Batik Karang ke masyarakat luas melalui serangkaian pameran baik

di dalam maupun di luar negeri. Selain itu dia juga memberikan pelatihan

membuat batik kepada msayarakat. Dari berbagai kegiatan inilah sering

dimunculkan motif-motif baru sehingga menarik minat konsumen untuk membeli

Batik Karang. Termasuk juga mendengarkan saran-saran dari konsumen

mengenai motif yang dinginkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Perkembangan ragam hias motif batik dimulai sejak masa Hindu-Budha

dan semakin berkembang sesuai dengan konteks waktunya. Adanya motif batik

larangan pada masa kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta merupakan

bentuk legitimasi kaum bangsawan terhadap rakyat biasa sehingga menimbulkan

adannya tingkatan sosial dalam masyarakat.

Peran keluarga Emi dalam melanjutkan dan mengembangkan eksistensi

Batik Karang dilakukan dengan cara membuat inovasi motif batik dari klasik

menuju kontemporer, mempertahankan Batik Karang sebagai batik tulis

tradisional, mengikuti pameran baik di dalam maupun di luar negeri serta

memberikan pelatihan kepada masyarakat.

Penulisan sejarah keluarga dalam sebuah usaha kecil dan menengah bisa

menjadi bahan kajian oleh penulis selanjutnya, tentu dengan menggunakan tema

dan wilayah yang berbeda sehingga akan mucul keunikan tersendiri yang

membedakannya dengan industri Batik Karang.

Page 23: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

Daftar Rujukan

Agustina, S.K. 2004. Perkembangan Industri Batik Tulis Gedog “Kestriyan”

Desa Margorejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban (1997-2002). Skripsi

tidak diterbitkan. FS: UM.

Hapsari, S.Y. 2008. Historical Antique Indonesian Batik Designs, Motifs &

Patterns for Great Fashion,(Online),

(http://lowlymonita.blogspot.com/2009/05/batik-oh-batik.html) diakses 27

November 2012.

Hariyono, A. 2011. Sejarah (Sosial) Ekonomi Teori Metodologi Penelitian dan

Narasi Kehidupan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Hidayat, R. 2004. Kajian Strukturalisme Simbolik Mitos Jawa Pada Batik

Berunsur Alam. Bahasa dan Seni, 32 (2): 286-304.

Jauhari, N. 2012. Motif batik Indonesia, (Online),

(http://motifbatikindonesia.blogdetik.com/files/2012/02/batiksawat1.jpg)

diakses 24 November 2012.

Khitley, P. 1987. Batik dan Kebudayaan Popular. Prisma, 16 (V) : 54-70.

Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Kusumawardani, F.2006. Sejarah Perkembangan Industri Batik Tradisional Di

Laweyan Surakarta Tahun 1965-2000. Skripsi tidak diterbitkan.

FIS:UNNES, (Online),

(http://koleksi.pustakaskripsi.com/dl.php?f=1535.pdf) diakses 27 November

2012.

Lewis, O.1959. Kisah Lima Keluarga:Telaah-Telaah Kasus Orang Meksiko

dalam Kebudayaan Kemiskinan. Terjemahan Rochmulyati H. 1988. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

Mistaram. 2008. Fungsi dan Makna Simbolik Ragam Hias Batik Pesisiran.

Malang: UM.

Paguyuban Pecinta batik Indonesia Sekar Jagad. 2006. Rona Batik Tuban,

Mantap, Menawan. Yogyakarta: Paguyuban Pecinta batik Indonesia Sekar

Jagad.

Purba dkk, A. 2005. TRIPs-WTO dan Hukum HKI Indonesia (Kajian

Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia). Jakarta: Rineka

Cipta.

Qamariyah, D. 2011. Sejarah Industri Batik Jetis Sidoarjo (2008-2012). Skripsi

tidak diterbitkan. FIS: UM.

Raffles, T.S. Tanpa tahun. The History Of Java. Terjemahan Eko

Prasetyaningrum, Nuryati Agustin, Idda Qoryati Mahbubah. 2008.

Yogyakarta: Narasi.

Ratnawati, I. 2011. Batik Gajah Oling Banyuwangi. Pustaka Kaiswaran & FS :

UM.

Rustopo. 2008. Jawa Sejati: Otobiografi Go Tik Swan Hardjoanagara.

Yogyakarta: Ombak & Yayasan Nabil.

Soeroto. 1983. Sejarah Kerajinan di Indonesia. Prisma, 8 (XII): 20-30.

Sumarni. 2003. Bentuk Ragam Hias dan Proses Pewarnaan Batik Tulis Karang di

Tuban. Skripsi tidak diterbitkan FBS:UNESA.

Syamsuddin, H. 2008. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Page 24: SEJARAH KELUARGA EMI PANGESTI DAN ...jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5A135DC0611...mempertahankan pembuatan batik tulis dan melakukan inovasi motif Batik Karang. Kata Kunci:

Thomphson, P. 1978. Teori dan Metode Sejarah Lisan. Terjemahan Windu W

Yusuf. 2012. Yogyakarta: Ombak.

Tirta, I. 1985. Simbolisme Dalam Corak dan Warna Batik. Femina.28 (XIII): 1-

23.

Tokohsurakarta. 2008. H Santoso Doellah Menancapkan Icon Batik, (Online),

(http://tokohsurakarta.wordpress.com/2008/08/25/h-sanoso-doellah-

menancapkan-icon/) diakses 10 Oktober 2012.

Wibowo, D & Hutagalung, M. H. 2001. Dampak Pariwisata Terhadap

Kebudayaan Kotagede (Kajian Pendahuluan Pemberdayaan Situs Kotagede

Sebagai Aset Pariwisata). Jurnal Ilmu Pariwisata, (Online) 6 (1): 51-57,

(http//www. isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/61015157.pdf) diakses 16

November 2012.

Wulandari, A. 2011. Batik Nusantara.Yogyakarta: Andi.