SEJARAH HUKUM

62
1 PENDAHULUAN Perlunya Mempelajari Sejarah Hukum Sebagai suatu disiplin ilmu, sejarah hukum tergolong pegetahuan yang masih muda dan belum banyak dikenal bahkan dikalangan fakar hukum sendiri sehingga pertumbuhan dan perkembangannya belum menggembirakan. Hal ini mungkin sekali disebabkan oleh belum disadarinya betapa pentingnya disiplin ilmu baru ini dalam menunjang dan memahami ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum positif. Menurut John Gillisen dan Frist Gorlé, terdapat manfaat yang besar dalam mempelajari sejarah hukum dengan alasan-alasan sebagai berikut : 1. Hukum tidak hanya berubah dalam ruang dan letak (Hukum Belgia, Hukum Amerika, Hukum Indonesia, dan sebagainya), malainkan juga dalam lintasan waktu. Hal ini berlaku bagi sumber-sumber hukum formil, yakni bentuk-bentuk penampakan diri norma-norma hukum, maupun isi norma-norma hukum itu sendiri (sumber- sumber hukum materiil). 2. Norma-norma hukum dewasa ini sering kali hanya dapat dimengerti melalui sejarah hukum. 3. Sedikit banyak mempunyai pengertian mengenai sejarah hukum, pada hakikatnya merupakan suatu pegangan penting bagi yuris pemula untuk mengenal budaya dan pranata hukum. Sejarah Hukum by John Gillisen & Frist Gorle

description

Ringkasan Sejarah Hukum dari Buku Karya John Gillesen dan First Gorle

Transcript of SEJARAH HUKUM

Page 1: SEJARAH HUKUM

1

PENDAHULUAN

Perlunya Mempelajari Sejarah Hukum

Sebagai suatu disiplin ilmu, sejarah hukum tergolong pegetahuan

yang masih muda dan belum banyak dikenal bahkan dikalangan fakar

hukum sendiri sehingga pertumbuhan dan perkembangannya belum

menggembirakan. Hal ini mungkin sekali disebabkan oleh belum

disadarinya betapa pentingnya disiplin ilmu baru ini dalam menunjang dan

memahami ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum positif.

Menurut John Gillisen dan Frist Gorlé, terdapat manfaat yang besar

dalam mempelajari sejarah hukum dengan alasan-alasan sebagai berikut :

1. Hukum tidak hanya berubah dalam ruang dan letak (Hukum Belgia,

Hukum Amerika, Hukum Indonesia, dan sebagainya), malainkan juga

dalam lintasan waktu. Hal ini berlaku bagi sumber-sumber hukum formil,

yakni bentuk-bentuk penampakan diri norma-norma hukum, maupun isi

norma-norma hukum itu sendiri (sumber-sumber hukum materiil).

2. Norma-norma hukum dewasa ini sering kali hanya dapat dimengerti

melalui sejarah hukum.

3. Sedikit banyak mempunyai pengertian mengenai sejarah hukum, pada

hakikatnya merupakan suatu pegangan penting bagi yuris pemula untuk

mengenal budaya dan pranata hukum.

4. Hal ikhwal yang teramat penting di sini adalah perlindungan hak asasi

manusia terhadap perbuatan semena-mena bahwa hukum diletakan

dalam perkembangan sejarahnya serta diakui sepenuhnya sebagai

sesuatu gejala histories.

Objek dan Tujuan Sejarah Hukum

Sejarah hukum merupakan bagian dari sejarah umum. Sejarah

menyajikan dalam bentuk sinopsis suatu keterpaduan seluruh aspek

kemasyarakatan dari abab ke abad, yakni sejak untuk pertama kali tersedia

informasi sampai masa kini..

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 2: SEJARAH HUKUM

2

Sebagai ilmu pengetahuan, sejarah hukum tergolong ilmu

pengetahuan sosial atau ilmu pengetahuan kemanusiaan (humaniora), yang

memunyai kesamaan dengan ilmu pengetahuan alam, yakni semua adalah

empiris, artinya bertumpu pada pengamatan dan pengalaman suatu aspek

tertentu dari kenyataan.

Sejarah dan Sejarah Hukum

Sejarah mempelajari perjalanan waktu masyarakat di dalam

totalitasnya, sedangkan sejarah hukum merupakan satu aspek tertentu dari

hal itu, yakni hukum. Apa yang berlaku untuk seluruh, betapapun juga

berlaku untuk bagian, serta maksud dan tujuan sejarah hukum mau tidak

mau akhirnya adalah menentukan juga dalil-dalil atau hukum-hukum

perkembangan kemasyarakatan.

Sudah barang tentu bahwa sejarawan hukum harus memberikan

sumbangsihnya kepada penulisan sejarah secara terpadu. Bahkan

sumbangsih tersebut teramat penting, mengingat peran besar yang

dimainkan oleh hukum di dalam perkembangan pergaulan hidup manusia.

Hal tersebut integral dalam pengertian bahwa ia tidak dapat diwujudkan

dengan memisahkan hukum dari gejala-gejala kemasyakatan lainnya, yang

antra hal-hal tersebut dengan hukum dapat ditelusuri keterkaitannya.

Historitas Hukum

a. Visi Idealitas-Spiritualistis

Hukum itu sebagai suatu perwujudan satu atau lain gagasan absolut,

maka apapun asal atau isi gagasan yang kita kemukakan, bagaimanapun

kita akan lebih cendrung dan bermuara pada suatu pandangan hukum yang

lebih statis dari pada yang dinamis. Memang benar bahwa dalam hipotesis

tersebut berbagai bentuk perwujudan hukum yang muncul secara berturut-

turut satu sesudah yang lain sebagai pencerminan gagasan hukum absolut

yang tiak sempurna, dan pada hakikatnya cendrung a-priori tidak berubah

dan karenanya a-historis. Bentuk-bentuk perwujudan yang timbul secara

berturut-turut satu sesudah yang lain dapat diuraikan sesuai dengan tertib

urut kronologis, tetapi keterkaitan yang satu dengan yang lain tidak dilihat

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 3: SEJARAH HUKUM

3

dalam perspektif kronologis linear melainkan dalam perimbangan terhadap

gagasan absolut tersebut. Berdasarkan titik tolak yang demikian, pada

hakikatnya hanya sedikit sekali mengarah seperti yang dimaksudkan dalam

sejarah hukum.

b. Visi Matrealistis-Sosialogis

Hukum tidak dianggap sebagai perwujudan ide, seperti keadilan

rasio, dan lain-lain, melankan sebagai produk kenyataan masyarakat atau

realitas masyarakat, maka pandangan hukum statis beralih tempat dan

berubah oleh hal yang dinamis, yang pada hakekatnya lebih rentan terhadap

suatu pendekatan histories. Selama hukum itu dipandang sebagai suatu

produk rasio, yang per definisinya dimana-mana dan senantiasa identik,

maka selama itu pula kita tidak dapat menemukan suatu klarifikasi yang

memadai bagi besarnya keanekaragaman norma-norma hukum. Dalam

aliran ini, yang paling banyak sumbangsihnya bagi pembentukan hukum

dinamis adalah mazhab histories dan marxisme.

John Gillisen dan Frist Gorlé, bertitik tolak dengan memilih

pandangan hukum sosialogis, artinya suatu yang dalam hukum tidak

bertujuan melihat perwujudan tersebut dari satu atau lain asas tersebut,

melainkan menengok suatu produk kenyataan dalam kemasyarakatan.

Dengan cara ini visi-visi matrealistis dan spiritualistis sepertinya dapat

diperdamaikan satu dengan yang lainnya. Didalam batas-batas yang

dimungkinkan oleh situasi kehidupan materiil untuk dapat melaksanakan

(karenanya ada kemandirian relative ini), maka hal tersebut memainkan

suatu peranan spesifik yang perlu kita teliti.

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 4: SEJARAH HUKUM

4

BAB I

PEMBENTUKAN DAN EVOLUSI

TATANAN-TATANAN HUKUM TERPENTING

I. Terbentuknya Hukum

Jika hukum adalah produk kenyataan masyarakat, bagaimana hal itu

terbentuk. Hal ini sangat sulit untuk ditentukan, oleh karena pengetahuan

kepurbakalaan, etnologi hukum, dan sebagainya menunjukan bahwa pada

kebanyakan bangsa-bangsa primitif di jaman purba kala pun pada saat

belum ada aksara telah dikenal norma-norma prilaku yang berkaitan dengan

perimbangan-perimbangan kemasyarakatan yang berangsur-angsur

menjelma menjadi norma hukum yang sesungguhnya. Penelitian tatanan-

tatanan hukum primitif tuna kasara dan tatanan hukum yang lebih maju

menunjukan bahwa sumber hukum primer adalah kebiasaan (hukum).

A. Kebiasaan Hukum

Disemua pergaulan hidup nampaknya suasana kehidupan

menyebabkan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan. Dalam arti yang umum

kebiasaan tersebut tidak lain adalah suatu perbuatan maupun penahanan

diri berbuat sesuatu secara teratur oleh individu atau sekelompok manusia.

Semenara itu, untuk dapat dikatakan kebiasaan hukum harus memenuhi

sejumlah persyaratan : (1) kebiasaan itu tidak boleh merupakan kebiasaan

individual, melainkan suatu kebiasaan kemasyarakatan; (2) kebiasaan itu

harus menyangkut suatu perbuatan (komisi) atau penahanan diri (omnisi),

yang di dalam kehidupan bermasyarakat meluangkan berbagai (setidak-

tidaknya dua) kemungkinan; (3) kehidupan (kebiasaan) ini harus dialami

oleh masyarakat sebagai suatu yang mempunyai kekuatan mengikat ; dan

(4) kebiasaan tersebut harus dikukuhkan oleh penguasa umum.

B. Penguasa Umum atau Negara

Untuk membuat suatu kebiasaan kemasyarakatan menjadi sebuah

norma hukum diperlukan perantaraan penguasa. Tidak dapat disangkal

bahwa dewasa ini penguasa umum muncul kepermukaan dalam bentuk

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 5: SEJARAH HUKUM

5

negara. Antara pemegang kekuasaan dan anggota-anggota kelompok ini

terjadi sejumlah perimbangan, dimana kedua belah pihak tersebut masing-

masing mengupayakan hal ini oleh situasi dan kondisi materiil serta melalui

keadaan di dalam kelompok itu sendiri memenangkan kepentingan-

kepentingan dan pandangan-pandangan tertentu.

Sinergi Penguasa dan Masyarakat

Satu hal yang sudah pasti agar perimbangan penguasa masyarakat

dapat mencapai suatu derajat kelanggengan tertentu maka keduanya harus

membentuk sebuah sinergi yang mengasumsikan adanya suatu minimum

kepentingan bersama.

Berakhirnya Eigenrichting (Tindakan Main Hakim Sendiri)

Kepentingan penguasa umum untuk mempertahankan diri, baik untuk

dirinya sendiri maupun bagi kelompoknya dalam hubungan dengan dunia

luar dilakukan melalui upaya mencegah terjadinya sengketa antara para

anggota kelompok satu sama lain atau jika perlu, mengusahakan sekeras

mungkin penyelesaian perselisihan yang terjadi secara damai.

Sarana dan prasarana yang diperlukan dalam menanggulangi

sengketa tersebut yaitu : (1) pembasan yang kemudian disusul dengan

larangan sepenuhnya terhadap tindakan main hakim sendiri; (2)

pengukuhan dan bertanggungjawan atas celaan sosial atau sanksi yang

dikenakan karena tidak memenuhi kebiasan-kebiasan tertentu; (3)

menyusun dan menyeimbangkan kebijakan, prosedur dan/atau badan-

badan yang membuat aturan dan peraturan untuk menyelesaiakan

perselisihan-perselisihan.

II. Aturan Pengakuan dari Hart

Pengukuhan kebiasaan-kebiasaan merupakan gejala yang oleh ahli

filsafat hukum Inggris, Hart, disebut “aturan pengukuhan” (rule of

recognition).

A. Perkembangan Tatanan-tatanan Hukum

Pada awalnya suasana hukum meliputi semata-mata hubungan-

hubungan dan perimbangan-perimbangan kemasyarakatan, yang

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 6: SEJARAH HUKUM

6

mempunyai arti yang fundamental bagi keterikatan dan keterpaduan

kelompok; perbuatan-perbuatan melawan hukum seperti pembunuhan,

pencurian dan lain-lain. Perbuatan-perbutan demikian tidak secara langsung

dilarang sebagaimana mestinya. Namun penguasa melarang tindakan main

hakim sendiri sehubungan dengan persengketaan yang terjadi, karenanya

dan dikukuhkan, atau membuat aturan-aturan serta menetapkan tarif-tarif

untuk mempermudah (composition) penyelesaian perselisihan secara

damai antara para pihak yang bersengketa. Demikian pula hak-hak dan

kewajiban-kewajiban antara anggota kelompok dan kekuasaan umum perlu

dituang dalam peraturan atau cara lain. Ketentuan-ketentuan tersebut, baik

larangan langsung atau tdak langsung maupun berupa hak-hak dan

kewajiban-kewajiban terhadap penguasa merupakan norma-norma hukum

yang mengandung sebuah perikatan. Yang menjadi dasar aturan-aturan

seperti itu adalah hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan

kemasyarakatan yang ditandai dan diwarnai kepentingan-kepentingan

timbal balik yang harus ditakar satu dengan lainnya.

Derajat saling mempengaruhi secara timbal balik yang terjadi antara

kebiasaan-kebiasan masyarakat yang tumbuh dan berkembang dan aturan-

aturan hukum yang dibuat penguasa sangat bergantung pada perimbangan-

perimbangan kekuatan yang ada antara berbagai kelompok masyarakat dan

penguasa.

B. Keadilan,Keseimbangan,dan Kepastian Hukum (Pembagian lebih lanjut

atutarn-aturan menurut Hart)

Hart menamakan norma-norma dengan “aturan-aturan hukum primer”

dan “aturan-aturan sekunder”. Norma-norma tersebut telah menjawab atau

merespon yang oleh Redbruch dianggap sebagai komponen ide hukum,

yakni keadilan dengan asas keseimbangan dan kepastian hukum. Ide

hukum tentang keadilan, keseimbangan, dan kepastian hukum digunakan di

dalam masyarakat yang lebih maju dalam menciptakan peraturan-peaturan

bidang pergaulan hidup yang mendasari penggunaan hukum sebagai

sarana bukan saja untuk menertibkan masyarakat tetapi juga untuk

mengubahnya atau mengarahkannya kesuatu jalur evolusi tertentu.

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 7: SEJARAH HUKUM

7

BAB II

TATANAN HUKUM PRIMITIF MENUJU HUKUM MODERN

I. Titik Tolak : Pra Sejarah Hukum dan Sejarah Hukum

Sejak terjadinya hukum, maka dalam benihnya dapat dikatakan telah

ada hampir seluruh komponen, yang berlangsung berabad-abad untuk

kemudian menghasilkan tatanan hukum modern masa kini. Konsensus yang

terjadi antara yang memerintah dan yang diperintah, bertumpu pada suatu

gagasan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban yang dapat

dijadikan dasar keadilan.

Pengakuan, pengukuhan, dan pemberian sanksi kebiasaan oleh

penguasa dengan serta-merta menujukan bahwa atas inisiatif sendiri ia juga

dapat mengeluarkan larangan dan perintah. Inilah awal dari perundang-

undangan. Juga telah ada peradilan, yang di dalamnya seringkali putusan-

putusan yang diambil oleh pejabat-pejabat atau badan-badan peradilan

diberlakukan sebagai preseden-preseden untuk waktu yang akan datang.

A. Tatanan-tatanan Hukum Primitif

Pada umumnya semua bangsa pernah mengalami evolusi hukum

selama berabad-abad sebelum periode mereka mempergunakan aksara.

Perbedaan antara pra sejarah hukum dan sejarah hukum pada hakikatnya

terletak pada perbedaan antara bangsa-bangsa tuna aksara dan bangsa-

bangsa beraksara. Dengan demikian aksara ini dapat dikatakan merupakan

faktor kebuyaan terpenting yang menentukan pengevolusian hukum.

Sementara periode peralihan pra sejarah hukum ke sejarah hukum berbeda

antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Misalnya antara lain :

bangsa Mesir peralihan tersebut terjadi sekitar abad ke- 28 dan 27 SM,

bangsa Romawi antara abag ke- 5 dan 6 SM, bangsa Germania pada ke-5

sesudah Masehi.

Karakteristik umum tatanan hukum bangsa-bangsa tuna aksara

sebagai berikut : (1) tidak tertulis; (2) tidak ada hukum kebiasaan primitif

umum; (3) setiap kelompok sosial mempunyai hukum kebiasaan masing-

masing; (4) hukum dan agama belum mempunyai perbedaan sistem norma

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 8: SEJARAH HUKUM

8

yang jelas; (5) Agama mempunyai peranan besar dalam tatanan hukum

primitif.

Aturan-aturan hukum primitf merupakan pengungkapan yuridis

hubungan-hubungan kemasyarakatan. Hal-hal tersebut terbentuk dengan

makin berkembanya hubungan-hubungan sebagai berikut : (1) hubungan-

hubungan keluarga; (2) hubungan kelompok keluarga; (3) hubungan

bangsa; (4) penguasaan benda-benda bergerak; dan ( 5) hubungan kelas-

kelas dalam masyarakat.

B. Tatatan Hukum Arkais

Melalui penemuan aksara perkembangan yuridis mengalami

kemajuan. Pra sejarah hukum telah lewat dan sejarah hukum antik muncul

kepermukaan. Awal dari periode ini sekitar tiga puluh abad Sebelum Masehi.

Peradaban-peradaban daerah perkotaan yang berasal dari abad ke- 40 dan

30 SM menampakan diri di tiga kawasan besar, yaitu : (i) Mesir, di delta

sungai Nil; (ii) Mesopotamia, di lembag sungai Tigris dan Eufrat; dan (iii)

lembah sungai Indus dengan kota-kota Harappa, Amri, Mahenjo-Daro, dan

lain-lain. Kota-kota tersebut mempunyai pemerintahan sendiri dan yang

terpenting adalah seni tulis menulis telah ada seperti hierogrif di Mesir,

tulisan paku di Mesopotamia, dan huruf-huruf brahmi dan kharasti di India.

Atas dasar peluang untuk mencatat aturan-aturan hukum ini, maka terjadilah

tatanan-tatanan hukum, yang disebut Arkaistis.

(1) Hukum Mesir

Selama hampir 40 abad lamanya, perkembangan hukum di Mesir

mengalami periode-periode pasang surut, yang kira-kira berlangsung

bersamaan dengan fluktuasi-fluktuasi besar kekuasan-kekuasan raja-raja

Mesir, para Fira’un. Sampai tiga kali sejarah Mesir telah berevolusi dari

suatu tatanan feodal patriakhat ke kekuasan tokratis yang sentralistis dan

seiring melemahnya kekuasan tersebut, kembali ke tatanan neo-feodal. Di

bawah tatanan feodal yang disebut “leenstelsel”, tanah sesuai kebutuhan

diberikan sebagai pinjaman, persetujuan peminjaman tanah ini dibuat di

bawah sumpah dan perempuan berada dalam situasi hina dina. Keturunan

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 9: SEJARAH HUKUM

9

melalui garis ibu dan endogami, mengijinkan perkawinan antara kakak dan

adik perempuan yang merupakan ciri-ciri khas hukum keluarga Mesir kuno

Nampaknya orang-orang Mesir tidak meninggalkan peraturan

perundang-undangan atau kitab-kitab undang-undang (kodifikasi), setidak-

tidaknya belum ditemukan hal-hal seperti itu. Meskipun demikian, banyak

sekali ditemukan pengumuman dan pemberitahuan tentang undang-undang

tersebut, yang pada hakekatnya telah pernah ditulis sebelumnya, tetapi

karena dalam periode-periode pemberontakan kesemuanya itu telah

dibuang atau dihancurkan. Pada sisi lain dikenal “pelajaran-pelajaran dan

buku-buku kepintaran” yang di dalamnya dijumpai asas-asas tentang hukum

yang bertujuan melindungi barang dan orang dalam pergaulan hidup.

(2) Hukum Babilonia : Zaman Hamurabi

Di Babilonia, sebelum kodeks Hamurabi, juga terdapat kodeks lain,

yaitu : (i) kodeks Urnami, sekitar tahun 2040 SM; (ii) kodeks Esinunna,

sekitar tahun 1930 SM disebuah kerajaan Akadia. Kodeks inimempunyai 60

Pasal; (iii) kodeks Lipitisitar, yang ditulis sekitar tahun 1880 SM dan

mempunyai 37 Pasal. Dibandingkan dengan kodeks-kodeks yang tersebut,

kodeks Hamurabi merupakan “kitab undang-undang yang terpenting dan

terbesar” yang terdiri dari 282 Pasal. Untuk pertama kali dalam sejarah

hukum telah ditetapkan sederet asas-asas seperti hak milik (eigendom)

yang sangat individualistik, sewa bawaan (onderhuur), dan juga perbutan

melawan hukum (onrechtmatig daag). Hukum pidana dalam kodeks

Hamurabi terkenal kejam seperti hukuman mati, pemblasan dendam,

pengundungan tangan, jari dan lain-lain.

(3) Hukum Hindu

Hukum Hundu nampaknya berkembang lebih banyak di suasana

aggaris, diantara berbagai daerah pedesaan, baik yang kecil maupun yang

besar. Kesatuan dan persatuan yang tidak dapat dipungkiri yang

diperlihatkan oleh hukum Hindu tradisionil disebabkan oleh faham

Brahmanisme. Adapun Brahmanisme ini bukan saja menganut hukum

bahwa manusia itu tidak sama satu dengan yang lain, tetapi juga membagi-

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 10: SEJARAH HUKUM

10

bagi umat manusia dalam kasta-kasta. Untuk setiap kasta tersedia hak-hak

dan kewajiban-kewajiban masing-masing.

Kasta-kasta tersebut dibagi dalam kelompok-kelompok keluarga

patriarchal dengan kekuasaan seumur hidup dari kakek tertua atas

perempuan-perempuan, anak-anak, dan budak-budak. Beberapa contoh

hukum Hindu tentang keluarga antara lain : kewajiban janda untuk

melanjutkan perkawinan denga kakak laki-laki dari almarhum suaminya

(leviraatshuweklyk) atau “kawin ipar”, atau mengikuti suaminya dalam

kematian; menyerahkan anak-anak laki-laki dari anak perempuannya

kepada ayah yang tidak mempunyai anak laki-laki; harta milik bersama

keluarga dengan mengecualikan anak-anak perempuan.

Hukum Hindu adalah tatanan hukum yang diwahyukan sekaligus

hukum ini suatu tatanan yang bertumpu pada asas-asas umum tentang

ketidaksamaan manusia, tatanan kasta. Apa yang paling dekat

persamaannya dengan pengertian penulis tentang hukum adalah yang

disebut “darma”, “kewajiban”. Jadi, darma adalah keseluruhan aturan hidup,

yang harus diataati oleh manusia karena setatusnya dalam masyarakat.

Tujuan darma adalah tujuan esensiil masyarakat; hal ini harus memberikan

peluang kepada setiap kasta untuk memenuhi kewajibanya.

Sumber-sumber darma terdiri atas :

(1) Kitab suci Weda, yang pada hakikatnya mempunyai dua pengertian,

yakni pengetahuan pada satu sisi dan pada sisi lain naskah-nahkah suci,

yang di dalamnya dicatat apa yang diwahyukan;

(2) smr’ti atau tradisi sebenarnya berarti “ingatan”, diantaranya yang paling

terkenal manusmr’ti (ingatan Manu), yang disebut kodeks Manu. Kodeks

Manu ini meliputi 12 buku dan kurang lebih 5400 ayat. Kodeks ini juga

merupakan pembagian secara metodis pertama kedalam cabang-cabang

hukum (hukum keluarga, huku perikatan, dan hukum pidana), malahan

ditinjau dari isinya menunjukan tentang adanya kematangan pemikiran

yuridis yang sangat maju. Misalnya nuansa perkembangan di dalam

pembagian tahap-tahan persetujuan, cacat-cacat dalam pemberian

persetujuan, dasar-dasar tanggung jawab hukum, title-titel daluarsa

akuisitif, dan lain-lain.

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 11: SEJARAH HUKUM

11

(3) Kebiasaan, hal ini dipandang oleh penganut Hindu sebagai sumber

hukum. Bahkan dalam kenyataanya, kebiasaan menjadi sumber hukum

terpenting hukum positif Hindu, karena ia menambahkan dan melengkapi

peraturan-peraturan yang dijabarkan dari kitab-kitab suci.

II. Tatanan Hukum Maju atau Mapan

Ciri umum tatanan hukum maju atau mapan mempunyai kesamaan

bahwa mereka adalah tatanan-tatanan hukum dunia sekuler, yang di

dalamnya penyelenggaraan hukum berlandaskan jalan pikiran rasional, di

mana hukum telah mencapai suatu derajat kompleksitas, abstraksi, dan

sitematisasi dengan akibat bahwa hal ini merupakan subjek studi dan

dilaksanakan oleh para spesialis yang khusus didik untuk itu.

Sekularitas hukum tersebut, bertumpu pada pengembalian

penguasaan keagamanaan ke dalam suasananya sendiri, yakni bidang

keagamaan dan kedua pengeluaran unsure-unsur irasionil dalam hukum,

misalnya dalam hukum pembuktian. Sementara ciri rasional, sitematisasi,

dan abstraksi pada hakikatnya merupakan sebab dan akibat suatu ciri khas

yang terakhir dari tatanan hukum modern. profesionalisme dan

pengilmiahan (verwissenschaftlichung).

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 12: SEJARAH HUKUM

12

BAB III

FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN

PERKEMBANGAN HUKUM

Hukum merupakan suatu produk hubungan-hubungan dan

perimbangan-perimbangan kemasyarakatan, maka di dalam proses

penciptaan dan perkembangannya ia ditentukan oleh sejumlah aspek

hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan tersebut. Tidak mudah

untuk menelusuri dan menetapkan sumbangsih beberapa faktor yang benar-

benar berperan dalam penciptaan dan perkembangan huku karena faktor-

faktor tersebut tampil ke permukaan dalam beraneka ragam sifat dan

bentuk. Beberapa diantanya yang paling penting, yaitu :

I. Faktor-faktor politik

Faktor-faktor politik terutama meliputi : (1) adanya penguasa; (2)

penguasa agama; (3) tradisi imperial; (4) kekuasaan tersentralisasi; (5)

bentuk-bentuk kekuasaan.

II. Faktor-faktor ekonomi

Menurut Marx dan Engels bahwa factor ekonomis mempunyai

pengaruh absolute atas perkembangan kemasyarakatan. Akibatnya, hukum

sebagian besar ditentukan oleh ekonomi.

III. Faktor-faktor Agama dan Idiologi

Pencampuran antara aturan-aturan agama dan masyarakat dalam

satu sisi, dan kekuasaan-kekuasaan kerohanian dan keduniawian pada sisi

lain menunjukan mengapa agama juga dipandang sebagai factor penting

evolusi hukum, dimana

IV. Faktor-faktor Kultural

Faktor-faktor kultural ini tidak hanya penting bagi penghalusan teknik

hukum yang semakin meningkat, tetapi juga berpengaruh secara

berkelanjutan terhadap pandangan-pandangan yang dianut dalam

pergaulan kemasyarakatan. Faktor kultural tersebut antara lain :

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 13: SEJARAH HUKUM

13

(1) Aksara, yakni terciptanya seni tulis-menulis. Dimana hukum pada

hakikatnya hanya dapat hidup mandiri dan berkembang menjadi ilmu

pengetahuan bilama orang-orang dapat membaca dan menulis.

(2) Resepsi, yakni pengambilalihan oleh suatu kelompok hasil-hasil

perolehan budaya kelompok lain.

(3) Aliran-aliran budaya besar, seperti Helenisme pada zaman dahulu

(oudheid), Renaisans Karolingis pada awal abad pertengahan, dan pada

akhir abad pertengan meliputi : (i) Aristotelisme Kristen (ii) Renaisans,

yakni aliran budaya yang telah menggunakan pengaruhnya atas semua

bidang kegiatan manusia, baik terhadap seni, ilmu pengetahuan,

literature, politik dan lain-lain; (ii) Era pencerahan yang merupakan aliran

kejiwaan yang mendominasi pada abad XVIII; (iii) Mazhab Romantik,

seperti dalam historiche rechtschule dijumpai beberapa aliran namun

mazhab romantik yang diwujudkan oleh von Savigny yang

mengandalkan hukum Romawi keluar sebagi pemenang; (iv)

Psoitivisme, aliran yang lahir bagian ke-2 abad XIX dan mempunyai

pengaruh yang besar sampai sekarang; dan (8) Marxisme dan leninisme

merupakan aliran yang diformulasi pada abad XIX oleh Karl Marx dan

Friedrich Engels, dalam karya seperti Das Capital sementara Lenin

memberikan isi yang lain terhadap pengerian “dictator proletariat” Karl

Marx.

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 14: SEJARAH HUKUM

14

BAB IV

TATANAN HUKUM DI DUNIA MASA KINI

1. Tatanan-tatanan Hukum Tuna Aksara

Meskipun tatanan hukum tuna aksara ini mencerminkan suatu

stadium primitif perkembangan hukum, nampaknya hal-hal ini masih di

jumpai di dunia masa kini. Misalnya di sejumlah daerah Afrika, Australia,

Brazil, dan tempat-tempat lain. Pada umumnya tatanan hukum tersebut

tidak lagi merupakan bentuk-bentuk primitif karena telah mengalami suatu

evolusi panjang yang bagaimanapun juga seringkali menuntut tatanan

hukum yang lebih maju, namun demikian asas-asas primitif tetap tidak

mempunyai kesamaan dengan pandangan hukum yang maju.

2. Tatanan Hukum Tradisonal

Tatanan hukum tradisional merupakan tatanan-tatanan yang dijumpai

masa kini namun unsur-unsur fundamental diturunkan dari sumber-sumber

agama atau filsafat, yang asal-unsulnya membentang kebelakang hingga

zaman dahulu, seperti hukum Iberani, hukum Hindu, hukum Cina, hukum

Jepang, hukum Islam.

3. Tatanan Hukum Modern

Tatanan hukum modern masa kini merupakan tatanan hukum yang

keluar dari sumber tradisi kultural Erofa, yakni tatanan hukum Erofa

kontinental maupun tatanan hukum Anglo-Amerika (Common Law). Tatanan

hukum hukum Erofa kontinental merupakan suatu kelompok tatanan hukum

yang seringkali disebut “romanistis-germanitis”, oleh karena campuran

unsur-unsur hukum Romawi dan unsure-unsur dari hukum Germana,

terutama Jerman. Orang-orang Ingris menamakannya Civil Law (satu dan

lain hal karena pengaruh hukum Romawi dahulu, yakni Corpus Juris Civilis

dari Justianus). Sementara Common law ialah hukum yang telah

berkembang di Inggris sejak bagian terakhir abad pertengahan, dari

peradilan, dalam hal ini pengadilan-pengadilan raja. Oleh sebab itu common

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 15: SEJARAH HUKUM

15

law asli pun pertama-tama adalah “judge made law”, artinya suatu tatanan

hukum yang terutama tidak bertumpu pada aturan-aturan hukum yang

dibentuk oleh pembuat undang-undang.

4. Hukum Iberani

Hukum Iberani adalah ciri khas sebuah hukum agama, ia tidak

mengenal perbedaan antara asas-asas agama dan asas-asas yuridis.

Sumber hukum Iberani ditemukan di dalam kitab suci, yaitu : (1) Alkitab atau

Bible, yakni kitab suci yang mengandung “undang-undang” yang

diwahyukan Allah kepada hamba-Nya; (2) Misyna dan Gemara, yaitu Misyna

merupakan himpunan pendapat para Rabi sedangkan Gemara merupakan

glossen (cacatan-catatan) dari ulasan-ulasan dari Misyna; (3) Talmud

merupakan berkas Misyna dan Gemara yang dijadikan satu.

5. Hukum Yunani

Hukum Yunani merupakan salah satu sumber-sumber sejarah

terpenting bagi tatanan-tatanan hukum modern Erofa. Sejarah Hukum

Yunani dapat dibagi dalam periode-periode berikut : (1) Peradaban Kreta

dan Peradaban Mykene; (2) periode gen (clan, generasi persekutuan local);

(3) Periode poleis (negara kota), terbentuk melalui pengelompokan-

pengelompokan suku-suku di bawah pimpinan salah seorang kepala suku;

(4) periode abad-abad VIII dan VI SM, diantara beberapa Negara kota

terbentuk suatu tatanan demokrasi, seperti Athena. Sumber histories Hukum

Yunani berupa Gortyn, yaitu suatu inskripsi piagam yang berasal dari abad

480-460 SM dan mengandung sejumlah aturan-aturan hukum privat. Di

dalam Negara-negara kota Yunani, hukum perdata tidak begitu berkembang

dibandingkan dengan hukum tata negara.

6. Hukum Romawi Kuno

Sejarah hukum Romawi di zaman kuno meliputi 12 abad, mulai dari

abad VII SM sampai periode kerajaan sampai abad VI. Selanjutnya era

Kaisar Justianus sampai abad XV berlangsung kerajaan Romawi Timur atau

Byzantum. Sumber-sumber Hukum Romawi dibedakan berdasarkan :

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 16: SEJARAH HUKUM

16

(i) Periode dini, yang berlangsung sejak pertengahan abad II SM. Sumber

hukum periode ini berupa kebiasaan (mos maiorum consuetodo) pada

saat Roma dikuasai organisasi clan, sementara pada masa Kerajaan

dan Republik dini sumber hukum berupa undang-undang, yiatu

Undang-undang Dua Belas Prasasti sebagai salah satu fundamen ius

civile.

(ii) Periode klasik, yang membentang antara abad II SM sampai akhir abad

III M. sumber-sumber terpenting Hukum Romawi Klasik masih tetap

berupa kebiasaan dan undang-undang. Pada perkembangannya,

undang-undang itu telah menajdi sumber terpeting Hukum Romawi

masa ini. Undang-undang meliputi leges, konsul-konsul senat, dan

terutama constituties kekaisaran yang dibedakan dalam empat kategori

yaitu (i) edikta-edikta, yaitu ketentuan yang mempunyai ruang lingkup

umum; (ii) dekreta-dekreta, yaitu vonis-vonis yang diucapkan oleh

Kaisar atau dewannya berkaitan dengan peristiwa yuridis; (iii) reskripta-

reskripta, yakni jawaban-jawaban yang diberikan oleh kaisar atau

dewannya kepada seorang pejabat negara, seorang megistrat atau

bahkan patikulir; (iv) mandata, yaitu instruksi-instruksi yang diberikan

kaisar kepada gubernur-gubernur provinsi, terutama berhubungan

dengan persioalan administrasi dan perpajakan.

(iii) Periode terlambat, yang berlangsung sejak era Dominat yang tumbuh

dari krisis yang dialami oleh Kekaisaran Romawi pada abad III M.

periode ini ditandai dan diwarnai oleh pemerintahan absolutisme

kekaisaraan, dimana perundang-undangan Kaisar merupakan sumber

hukum terpenting dan pada sisi lain pengaruh Kristen sedang tumbuh

dengan pesat.

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 17: SEJARAH HUKUM

17

BAB V

AGAMA KRISTEN

Agama Krsiten tampil berkat kegiatan-kegiatan penyebaran ajaran-

ajaran Yesus dari Nazaret, yang kelahirannya menandai awal Tarikh

Masehi. Informasi penting bagi sejarah hukum antara lain dapat diseidiki

lebih lanjut :

I. Hubungan dan perimbangan antara penguasa gerejawi dan

penguasa duniawi.

Dalam hal ini, secara pundamental teori yang berkembang di Barat

telah didominasi ide bahwa agama Kristen perlu memenuhi sebuah misi di

lapisan atas, yang diarahkan pada Civitas Dei (negara ketuhanan),

sedangkan Civitas Terrena (Negara keduniawian) hanya mengurus

ketertiban dan tidak boleh menghalang-halangi pekerjaan gereja.

II. Yuridikasi Agama Krsten

Satu dan hal karena agama Kristen berkembang dalam konteks

negara Romawi dengan gaya susunan administrasi dan ketertiban hukum,

maka seiring itu gereja berikhtiar membangun di bidang kerohanian sebuah

aparat pemerintahan dan hukum yang serupa. Pada dasarnya ikhtiar gereja

tersebut bertolak dari cita-cita bahwa gereja merupakan sebuah Civitas Dei

tersendiri yang diberi tugas kerohanian. Persoalan-persoalan yang muncul

dalam Civitas Dai ini diatur dalam hukum kanonik melalui teknik yuridis

Romawi.

III. Teoretisasi Agama Kristen

Sejak abad XI makin besar dirasakan kebutuhan untuk memberikan

suatu fundamental intelektual yang kokoh kepada moral dengan ajaran

agama Kristen dengan pengandalan filsafat zaman kuno. Akan tetapi, sejak

zaman Modern nampaknya bagi gereja semakin dirundung kesulitan untuk

mengakomodasi dan memadukan ajaran-ajaran atau filosofi Kristen dengan

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 18: SEJARAH HUKUM

18

temuan-temuan ilmu pengetahuan. Sejak masa rasionalisme dan era

pencerahan abad XVIII, gereja telah benar-benar pada persimpangan jalan.

BAB VI

HUKUM ROMAWI DAN HUKUM GERMANA

PADA BAGIAN AWAL ABAD PERTENGAHAN ANTARA LAIN

DI DALAM NEGARA FRANKA

I. Iktisar Historis

Pada era Negara Romawi bangsa Germana bermukim di wilayah

sebelah timur sungai Rin dan sebelah utara sungai Donau. Pada abad V

suku-suku bangsa Franka menetap di kawasa sungai Rin dan Seine. Raja-

raja Frangka Clovis, Dagobert, Pepijn de Korte, dan Charle Agung

(Charlemagne) telah berhasil memperluas kekuasaanya yang membentang

mulai dari sunagi Ebro di Spanyol sampai dengan sungai Elbe di Jerman

sekarang. Walaupun demikian, negara tersebut hanya berdiri untuk waktu

yang tidak panjang.

Terjadinya peperangan yang berlangsung selama satu abad untuk

memperebutkan warisan Charles Agung dan penggantinya, maka Francia

Orientalis seorang putra Louis Yang Saleh (Lodewijk de Vrome) yang

berdasarkan pada Traktat Verdum (843) dikukuh menguasai sebelah timur

sungai Rin, telah menyerap seluruh Negara Lathorius dan keseluruhanya

menjadi Negara Germania, yang kemudian menjadi Negara Katolik Roma

bangsa Jerman dan berdiri sampai dengan tahun 1806. Pada awalnya

kekuasan kaisar tetap besar, terutama pada era pemerintahan Otto Akbar

(Otto de Grote) tahun 936-973, Frederik Barbarossa (1152-1190), maupun

Frederi II (1211-1250). Kemudian dengan relatif lemahnya persatuan dan

kesatuan di Negara tersebut, nampaknya sedikit banyak telah membantu

terbentuknya tatanan hukum Erofa yang seragam.

II. Survival Hukum Romawi

A. Personalitas Hukum

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 19: SEJARAH HUKUM

19

Pada awal abad V asas personalitas diterapkan di Erofa Barat.

Hubungan dan perimbangan demografis antara Galia-Romawi dan Germana

bagaimanapun tidak sama. Diantara daerah hukum Germana di sebelah

utara dan daerah hukum Romawi di sebelah selatan terdapat suatu zona,

yang didalamnya diterapkan secara utuh asas personalitas pada abad

VI,VII, dan VIII. Asas personalitas disini berlaku semata.mata bagi hukum

perdata dan pidana. Apa yang menyangkut negara dan pemerintahan,

misalnya tata Negara adalah murni territorial. Sejak abad IX, asas

personalitas perlahan sirna di seluruh Erofa diganti asas teritorialitas.

B. Himpunan Hukum Romawi Erofa Barat

Penerapan asas personalitas pada hakikatnya telah memungkinkan

hukum Romawi tetap bertahan di Erofa Bara kendati pun Negara Romawi

Barat telah sirna. Akan tetapi, hukum Romawi tersebut tetap mengalami

evolusi, yang sebagian besar melalui kontak dengan hukum-hukum

kebiasaan Germana. Hukum Romawi blasteran ini, dalam bahasa Jerman

disebut. Vulgarreht. Kendati demikian, para raja dari kerajan-kerajaan

Germana bagian selatan, sekitar tahun 500 merasa perlu menyususun

himpunan-himpunanhukum Romawi, untukkepentingan para hakim.

Himpunan hukum tersebut dilakukan sekitar tiga puluh tahun sebelum

kodifikasi besar hukum Romawi atas perintah kaisar Justianus di Negara

Byzantium : digesta, Codeks dan Institutiones, yang tetap dikenal di Erofa

Barat sampai abad XII.

C. Sumber-sumber Hukum di Negara Frangka

Sumber hukum Negara Franka dibedakan : (1) Reichsrecht, yaitu

perundang-undanagn kerajaan (selelah tahun 800 perundanag-undanagn

kekaisaran, pada asasnya seragam untuk seluruh Negara); Volkrechte, yaitu

hukum, terutama hukum kebiasaan, dari masing-masing bangsa yang

berbeda, yang dipersatukan di bawah kekuasan raja-raja Franka.

Reichsrecht dan Volkrechte tidak merupakan tatanan-tatanan hukum yang

terpisah satu denngan yang lain. Reichsrecht ini pada umumnya

menyangkut pemerintahan sedangkan Volkrechte berkaitan dengan

hubungan-hubungan privat.

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 20: SEJARAH HUKUM

20

D. Leges Barbarorum

Terdapat sejumlah Leges Barbarorum dikenal di wilayah Franka,

antara lain : Lex Salica, Lex Riburaria, Ewa ed Amorem, Lex

Burgundionum, dan lex Frisionum. Leges ini pada hakkatnya bukanlah kitab

undang-undang yang sesungguhnya, bahkan bukan pula undang-undang

dalam arti masa kini. Leges ini merupakan kebiasaan-kebiasaan yang

dengan bantuan para urteilfinder (para pendamping yang harus

melaksanakan legem dicere, yakni menemukan putusan) dibuatkan catatan

dan disetujui penguasa.

E. Perundang-undangan Raja di dalam Negara Frangka

Pada periode Merovia dan Karolingis, undang-undang merupakan

sumber hukum disampinng kebiasaan. Para Raja Merovia dan terutama

raja-raja Karolingis telah berupaya menyeragamkan hukum dengan jalan

meniadakan asas personalitas dan melalui penerapan peraturan mereka

sendiri diseluruh wilayah Negara.

Perundang-undangan raja-raja Merovia pada hakikatnya melanjutkan

tradisi Romawi, bukan saja yang menyangkut terminologi, melainkan juga

dari segi bentuk dan isi dan sedikit sekali mengeluarkan undang. Sementara

raja-raja Karolongis telah banyak membuat peraturan perundang-undangan.

Terutama Charles Agung, Louis de Vrome, dan Cahrle de Kele. Sejak

pemerintahan Charles Agung, peraturan perundang-undangan lazimnya

dsebut capitularia atau capitula. Kekuatan mengikat capitula tersebut

sesungguhnya bersumber pada otoritas sang raja, yaitu hak untuk

melarang, hak untuk memerintah, dan hak untuk menjatuhkan hukuman

yang disebut bannum.

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 21: SEJARAH HUKUM

21

BAB VII

TATANAN FEODAL

Tatanan feodal di Erofa Barat berkembang menjelang abad X, XI, dan

XII dan selama tiga abad itu institusi-institusi feodal memperoleh bentuknya

yang definitif. Di Perancis, Burgondia, dan Italia tatanan feodal ini

memainkan peranan besar di dalam kehidupan kemasyarakan dan hukum.

Sementara di Jerman, feodalisme mengenal zaman emasnya setelah

Ottonen dalam abad XII, XIII, dan bahkan abad XIV. Di Inggris feodalisme

diintrodusir oleh kaum Normandia pada tahun 1066, setelah pertempuran

hastings dan sebagai akibat peranan raja di dalamnya, maka tatanan

feodalisme Inggris memiliki cirri-ciri khas tersendiri. Sedangkan di Spanyol

tatanan feodalisme ini dimasukan reconquista yaitu perampasan kembali

jazirah Spanyol oleh raja-raja Kastila dan Aragon dari bangsa Arab.

Tatanan feodal tersebut ditandai dan diwarnai oleh serentetan

institusi yang sebagian besar terjadi selama periode raja-raja Merovia dan

Karolinga serta telah berlangsung terus sampai abad XVIII. Institusi-institusi

dimaksud adalah sistem-sistem vassal (Negara tertentu taklukkepada

Negara lain), leen (peminjaman tanah), imunitas (kekebalan), horigheid

(benda-benda tak bergerak milik Negara) dan dominal (petani terikat pada

tuannya).

.Sistem vasal adalah ikatan pribadi di dalam hubungan dan

perimbangan feodal-vasal, sedangkan sistem leen ini merupakan ikatan

kebendaan. Sistem vasal tumbuh sebagi akibat ketidaksetabilan dan

keamanan periode-periode Marovia dan Karolinga, yaitu orang-orang

merdeka (non budak) meminta dan mendapat perlindungan (commandare-

commandatio) dari seorang yang berkuasa (senior), asalkan mengucapkan

janji akan setia kepada senior tersebut,bahwa harus taat dan membantu

secara fisik maupun nasehat (concilium et auxilium). Sistem leen tercipta

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 22: SEJARAH HUKUM

22

melaui beneficium (=baik hati, anugrah). Leen merupakan hak menguasai

biasanya sebidang tanah, yang diberikan oleh senior atau majikan leen

tersebut kepada vassal-nya, untuk memberikan kesempatan kepada pihak

yang tersebut terakhir untuk dapat menutupi biaya-biaya kehidupannya dari

penghasilan tanah tersebut.

Kebiasaan (adat) merupakan satu-satunya sumber hukum selama

masa feodal. Pada hakikatnya kebiasan-kebiasaan ini tidak diketahui karena

hal-hal tersebut tidak meninggalkan bekas-bekas tulisan, seperti akta-akta

maupun vonis-vonis tertulis, kontrak-kontrak yang merupakan dasar adanya

bukti tentang pemberian ijin mempergunakan tanah milik bangsawan, janji-

janji pada penggarap tanah, dan lain-lain.

Pada masa feodalisme ini, mampir tidak ada peraturan perundang-

undangan yang dibentuk. Hukum sama sekali tidak dicacat di sisni. Jadi,

tidak ditemukan lagi kitab undang-undang mauun kitab hukum. ini adalah

era tampa aksara baru. Kebanyakan orang malahan belum menguasai

teknik tulis menulis maupun seni baca, para hakim (antara lain kaum

bangsawan dan pejabat-pejabat daerah) yang pada umumnya tidak cakap

membaca sebuah naskah yuridis. Dan biasanya mereka mengadili suatu

perkara dengan mengandalkan takdir ilahi, terutama untukpembuktian yang

sudah barang tentu dilakukan dengan cara-cara irasional.

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 23: SEJARAH HUKUM

23

BAB VIII

SUMBER-SUMBER HUKUM PADA AKHIR ABAD PERTENGAHAN

DAN ZAMAN MODERN ABAD XIII – XVIII

I. Ikhtisar Umum

Masyarakat Erofa Barat mengalami perubahan-perubahan mendasar

di dalam abad XIII meskipun institusi-institusi feodal masih tetap

berlangsung. Undang-undang sedikit demi sedikit kembali menjadi sumber

hukum, bahkan bukan sang raja saja yang membentuk undang-undang

melainkan juga para tuan tanah maupun pemerintah kota-kota. Akan tetapi,

kegiatan perundang-undangan masih terbatas ruang ringkupnya. Di dalam

bidang hukum perdata, kebiasaan masih tetap merupakan sumber hukum

yang terpenting.

Di dalam sejarah hukum dijumpai kontinuitas antara abad-abad

pertengahan dan zaman-zaman modern. Abad XIII merupakan suatu

momentum penting dalam sejarah negara dan hukum. Dalam bidang yuridis,

raja-raja absolut memperjuangkan terutama untuk mempersatukan hukum

negara mereka. Pada abad ke XVI berkat ditemukannya seni mencetak

buku, maka hukum semakin lama dicatat. Pendokumentasian hukum

mencapai titik kulminasinya dalam gerakan kodifikasi, yang mulai tampil

pada abad XVIII, terutama di Jerman dan Italia. Pada abad-abad ini,

undang-undang menjadi sumber hukum terpenting menggantikan

kebiasaan.

II. Kebiasaan

Seorang ahli hukum Vlanderen dari abad XVI, Filips Wielan,

kebiasaan sebagai sumber hukum didefinisikan sebagai berikut :

“Kebiasaan adalah hukum tidak tertulis yang terdiri dari ketentuan-ketentuan sehari-hari(usance) dan perbutan yang terus-menerus oleh orang-orang dalam kehidupan dan pergaulan hidup serta diwujudkan

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 24: SEJARAH HUKUM

24

secara nyata tanpa paksaan masyarakat atau bangsa, selama kebiasaan itu diikuti secara berkesinambungan”

Dari ketentuan tersebut dapat diketahui karakteristik-karakteristik kebiasaan

yaitu : (i) hukum tidak tertulis; (ii) dibentuk oleh kelaziman dan tindakan-

tindakan berulang-ulang; (iii) dijadikan kelajiman di muka umum; (iv) tanpa

bantahan mayoritas kelompok sosial politik; (v) kebiasaan tersebut harus

pernah diterapkan selama periode tertentu yang cukup lama; (vi) kebiasaan

harus rasional.

Salah satu kelemahan hukum kebiasaan adalah tidak mempunyai

kepastian oleh karena tidak dituangkan secara tertulis. Kesulitan-kesulitan

yang disebabkan oleh tidak adanya kepastian hukum nampaknya mulai

disadari para raja. Di Perancis, pencatatan resmi hukum-hukum kebiasaan

mulai diselenggarakan pada XIV, ketika Raja Charles VII memberi perintah

melalui ordonansi Montil les Tours tahun 1454. Di negeri Belanda hal

tersebut di lakukan 77 tahun kemudian melalui ordonansinya tahun 1531.

Selajutnya, para raja memerintahkan pencetakan kebiasan-kebiasan

tersebut sehingga pada hakekatnya tidak lagi merupakan kebiasan-kebiasan

murni dan dalam realita menjadi undang-undang yang berasal dari

kebiasan-kebiasaan hukum.

III. Undan-undang

Peranan besar perundangan-undangan pada hakikatnya dimainkan

oleh evolusi umum hukum di dalam masyarakat yang semakin

individualistis, dimana peranan keluarga dan kelompok-kelompok yang

mendapatkan privilese-privilese di dalam bidang kemasyarakatan, politik

dan hukum mulai melemah. Titik akhir evolusi tersebut adalah gerakan

kodifikasi yang pada abad XVIII di bawah pengaruh hukum alam dan

pencerahan yang makin hari berpengaruh. Gerakan ini memperoleh

kemenangan dengan pecahnya Revolusi Perancis serta mencapai titik

puncaknya pada kodifikasi-kodifikasi Napoleon (awan abad XIX).

Perundang-undangan kodifikasi sejak abad XIX tetap merupakan

sumber hukum terpeting di benua Erofa dan di banyak wilayah, yang

membiarkan diri diilhami dan dipengaruhi oleh burgerliche gesetzbuch

Jerman dan terutama code Napoloen. Undang-undang ini bukan lagi

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 25: SEJARAH HUKUM

25

uangkapan atau kehendak sang raja, melainkan sejak Revolusi Perancis

adalah kemauan rakyat melalui dewan perwakilan rakyat. Oleh karena itu

hal ini hampir dipandang sebagai sumber hukum terpenting, bahkan pada

mulanya hampir sebagai satu-satunya sumber hukum.

IV. Hukum Kanonik

Hukum Kanonik adalah hukum anggota-anggota persekutuan kaum

Kristiani, lebih khusus lagi Gereja Katolik-Roma. Istilah “kanonik” ini berasal

dari kata Yunani, yaitu kanon yang berarti regula atau aturan. Nama ini

diberikan pada keputusan-keputusan konseli-konseli di abad-abad pertama

tarirh Masehi. Hukum Kanonik ini memainkan peranan penting di dalam

evolusi umum hukum oleh sebab pengaruh gereja terhadap persekutuan-

persekutuan Erofa Barat di abad-abad pertengahan. Sampai saat ini kaum

Katolik menganggap dirinya tunduk pada dua buah tatanan hukum, yaitu

hukum Negara dan hukum kanonik.

Secara kronologis, perkembangan Hukum Kanonik dapat dibedakan

pada tiga periode, yaitu : (1) fase yang menunjukan peningkatan, yakni dari

abad III sampai dengan XI; (2) fase titik kulminasi pada abad XII dan XIII;

dan (3) fase menurun secara berangsur-angsur sejak abad XIV dan

menurun secara derastis sejak abad XVI. Akan tetapi, hukum kanonik

masih tetap merupakan hukum yang hidup meskipun telah terjadi

sekulerisasi institusi-institusi hukum perdata dan hukum publik.

Sumber hukum kanonik adalah Wahyu Tuhan sebagaimana

ditemukan dalam kitab suci yang merupakan satu-satunya dari Hukum

Ketuhanan (ius divinum). Hukum ketuhanan ini adalah seperangkat aturan-

aturan yuridis yang dijabarkan dari kitab suci, baik Perjanjian Lama maupun

Perjanjian Baru. Hukum ini ditambah serta dilengkapi dan disesuaikan

dengan dekrit-dekrit konsili-konsili dan dekteral-dekteral para paus maupun

oleh kebiasaan. baik perjanjian lama maupun perjanjian baru

V. Ajaran Hukum

Ajaran hukum menduduki tempat penting di dalam perkembangan

hukum sejak abad XVI. Ia tidak hanya membatasi diri pada penelaahan

Hukum Romawi dan Hukum Kanonik, tetapi juga hukum pribumi setiap

Negara. Undang-undang dan kebiasaan-kebiasaan di jadikan subjek studi

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 26: SEJARAH HUKUM

26

ilmiah. Dengan demikian, terjadilah pengilmiahan dari hukum itu sendiri,

yang dipelajari secara ilmiah sehubungan dengan pelaksanannya. Pada

abad XVII, Mazhab Hukum Alam mengalami masa pemekarannya, antara

lain Grotius. Walau bagaimanapun juga, hal ini telah menjurus ke arah

globalisasi dan kesatuan hukum.

VI. Organisasi Kehakiman dan Peradilan

Dengan adanya hirarkisasi pengadilan-pengadilan dan

perkembangan institusi permohonan banding terhadap putusan-putusan

majelis-majelis kehakiman yang lebih rendah, maka peradilan selama

zaman-zaman modern ini lama-kelamaan menjadi sumber hukum tersendiri.

Lazimnya hakim-hakim merasa terikat pada putusan hakim-hakim

sebelumnya atau putusan-putusan pengadilan yang lebih tinggi. Peradilan

ini disebarluaskan melalui kumpulan putusan-putusan dan arest-arest.

Pengaruh peradilan terhadap sumber-sumber hukum lain adalah sangat

besar. Selain itu, peradilan pun telah membantu dalam proses romanisasi

hukum baik di Perancis, Jerman, dan Belanda.

Peradilan telah banyak membantu dalam pembentukan hukum

modern, yaitu : (1) mengenai kekuasan pengadilan-pengadilan memberikan

makna kepada preseden-preseden; (2) karena pengaruh putusan-putusan

pengadilan rendah dan arrest-arrest pengadilan yang lebih tinggi terhadap

penyusunan hukum-hukum kebiasaan dan ajaran hukum.

Pada abad XIII, seperti hal sebelumnya, di dalam pengadilan,

hukum di jalankan oleh “hakim-hakim rakyat”, artinya hakim-hakim tanpa

latar belakang yuridis. Sejak abad XIV sampai abad XVIII, jabatan hakim

diselenggarakan oleh hakim-hakim professional, yakni yuris-yuris atau legis-

legis, yang pada umumnya adalah lulusan universitas.

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 27: SEJARAH HUKUM

27

BAB IX

COMMON LAW

I. Hal Ikhwal yang Bersifat Umum

Pada hakekatnya, common law adalah sebuah judge made law,

artinnya hukum yang dibentuk oleh peradilan hakim-hakim kerajaan dan

dipertahankan berkat kekuasaan yang diberikan kepada preseden-preseden

(putusan) hakim-hakim. Dan undang-undang nampaknya hampir tidak

berpengaruh terhadap evolusi common law ini. Akan tetapi, common law

dalam arti sempit ini tidak mencakup tatanan hukum Inggris; disamping

peradilan pengadilan-pengadilan kerajaan telah berkembang pula statute

law, yaitu hukum undang-undang yang dikeluarkan oleh pembuat undang-

undang (legislatif). Statute law ini telah menjadi suatu sumber hukum

penting, terutama selama abad-abad XIX dan XX.

Ungkapan common law telah dipergunakan sejak abad XIII untuk

menyebutkan hukum Inggris secara keseluruhan. Pada abad XV dan XVI,

disamping common law telah terbentuk sepangkat aturan-aturan hukum

yang lain, yakni apa yang dikenal equity. Betapun juga common law tetap

berhasil mengimbangi perkembangan pengaruh equity tersebut. Saat ini

ungkapan common law tersebut seringkali dipergunakan pula untuk

menyatakan keseluruhan aturan-aturan hukum yang berlaku di Inggris,

tanpa membedakan apakah hal-hal tersebut berasal common law yang asli,

equity maupun statute law. Dalam makna ini, diperbandingkan dengan civil

law , yakni ungkapan yang dipakai untuk menyatakan tatanan-tatanan hukuk

Erofa Kontinental yang dipengaruhi corpus iuris civilis.

II. Pembentukan Tatanan Cammon Law

A. Hukum di Inggris Sampai Abad XII

Sampai abad XII dan XIII sejarah hukum Inggris dapat dibandingkan

secara tepat dengan sejarah tatanan-tatanan hukum Erofa Kontinental.

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 28: SEJARAH HUKUM

28

Inggris pun merupakan bagian dari Negara Romawi sejak abad I sampai

abad V, namun proses Romanisasi di dalamhukum dan institusi-institusi

boleh dibilang tidak meninggalkan bekas-bekasnya dalam periode-periode

kemudian.

Pada tahun 1066 Inggris ditaklukan oleh Hortog Nertog Normandia,

Willam Penakluk (1028-1087) dalam pertempuran di Hasting. William

menyatakan tidak akan mengubah hukum dan kebiasaan penduduk pribumi,

namun memasukan tatanan feodal yang lazim berlaku di Erofa Kontinental

pada Inggris. Dalam abad XII, kebiasaan tetap merupakan sumber hukum

satu-satunya hukum Inggris, yaitu : kebiasaan-kebiasaan lokal Anglo-

sakson, kebiasaan-kebiasaan kota-kota yang bar didirikan (borough

customs), kebiasan-kebiasaan kaum pedagang, terutama pedagang-

pegadang London, yakni yang dikenal “pie powder” dan lex mercatoria.

B. Susunan Pengadilan-pengadilan Kerajaan : Prosedur Writ

Pada awalnya sang raja sendiri yang memimpin sidang yang

diselenggarakan di dalam istananya, yang disebut dengan curia regis.

Namun, tidak lama kemudian telah dibentuk bidang-bidang spesialisasi,

terpisah dari curia yang sebenarnya. untuk menangani permasalahan-

permasalahan tertentu : (1) court of excheqeur scaccarium, sejak abad XII,

berwenang dalam bidang-bidang financial dan perpajakan; (2) court of

common pleas communia placita, berwenang urusan-urusan pemilikan

tanah; (3) king’s bench dari bench coram rage, yang berwenang untuk

memeriksa kejahatan-kejahatan terhadap keamanan dan perdamaian di

dalam wilayah kerajaan.

Perluasan wewenang yang berlangsung cepat pada pengadilan-

pengadilan tingkat tinggi ini dimungkinkan terlaksana oleh prosede teknis

yang dipakai untuk menyelesaikan sengketa-sengketa pada majlis-majlis

hakim. Setiap orang yang ingin memperoleh keadilan sang raja, dapat

mengajukan surat permohonan kepada raja. Kanselir sebagai salah satu

penasehat terpentng raja, meneliti surat permohonan tersebut dan bilaman

surat permohonan tersebut dipandang layak, maka kanselir mengirim surat

atas nama raja, sebuah perintah yang disebut writs melalui sheriff untuk

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 29: SEJARAH HUKUM

29

memaksa tertuduh membuat pembelaan. Adapun tatanan writs ini terbentuk

pada abad XII pada saat Hendrik II (1154-1189) menjadi raja. Pada awalnya

writs tersebut diperuntukan dalam menyelesaikan kasus-kasus khusus,

namun setelah itu hal ini menjadi stereotype formula-formula, yang diberikan

oleh konselir setelah membayar sejumlah uang, tampa pemeriksaan

mendalam sebelumnya (writs de cursu).

Jadi, pada pokoknya hukum Inggris berkembang terutama dari suatu

keseluruhan aturan-aturan prosedur dan bukan dari aturan-aturan

menyangkut substansi dasar. Dengan adanya alasan-alasan ini, struktur

common law secara pundamental berbeda dengan tatanan-tatanan Erofa

Kontinental. Dengan tidak adanya kodifikasi, maka tidak ada pula

pembagian dalam cabang-cabang ilmu pengetahuan yang besar, seperti

hukum perdata, hukum pidana, dan sebagainya, namun berbicara tentang

family law (hukumkeluarga), contract law (hukum kontrak), law of tort

(hukum yang menyangkut perbuatan melawan hukum), dan seterusnya.

C. Sumber-sumber Common Law

Sesungguhnya common law benar-benar diciptakan oleh hakim-

hakim pengadilan kerajaan. Para hakim tersebut mengandalkan kebiasaan,

khususnya pada kebiasaan lama umum kerajaan (general immemorial

custom of the realm). Sejak tahun 1292 putusan-putusan terpenting

pengadilan-pengadilan tinggi Westminster telah dicacat dan disimpan dalam

Year Book. Kemudian, pada abad XVI dijumpai pula Law Reports yang

dicetak dan ini merupakan dokumen-dokumen terpenting bagi kehakiman

dan advokat. Meskipun common law adalah hukum yurisprudensi, namun

baru pada tahun 1875 hakim-hakim menurut undang-undang wajib

menerapakan prinsip stare decisis (tetap menerapkan apa yang telah

diputuskan sebelumnya, artinya menjunjung tinggi preseden-preseden).

Selain itu, para hakim mempergunakan juga buku-buku hukum besar yang

disusun oleh para hakim. Buku-buku tertua, legibus et consuetudinibus

angliae (tentang undang-undang dan kebiasaan) berasal dari tahun 1187

dan telah mamainkan peranan penting dalam terbentknya common law.

D. Equity terhadap Cammon Law

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 30: SEJARAH HUKUM

30

Equity dapat dipandang sebagai sebuah pelengkap dan untuk

sebagian lagi sebagai alat koreksi common law, yakni : (1) bilamana

common law memperlihatkan celah-celah kosong, seperti tidak ada writ

untuk sebuah kasus tertentu, yang tidak memenuhi kebutuhan-kebutuhan

pergaulan hidup; (2) bilamana remedy yang disediakan common law (ganti

rugi) tidak memuaskan; (3) bilamana pengadilan common law dalam

mengadili orang memberikan putusan yang tidak adil; (4) bilamana

pengadilan common law tidak berwenang mengadili, misalnya terhadap

kaum pedagang luar negeri.

Pada tahun 1873-1875 terjadi peleburan pengadilan-pengadilan

common law dan pengadilan-pengadilan equity sebagai akibat

dikeluarkannya Judicature Act. Sejak itu aturan-aturan common law dan

equity pada prinsipnya diterapkan oleh pengadilan-pengadilan yang sama,

yang pada gilirannya mempercepat prosespeleburan menjadi kesatuan yang

utuh. Judycature Act 1873 menetapkan bahwa untuk selanjutnya equity

mendapatkan prioritas atas common law dan hal tersebut kemudian

dikomfirmasi oleh Supreme Court Act tahun 1981.

III. Trial by Jury

Suau kespesifikan tatanan hukum Inggris adalah peranan penting

yang dimainkan oleh Juri di dalam institusi peradilan. Juri ini di dalam

perkara-perkara hukum baru terbentuk pada zaman Hendrik II (1133-1189),

yakni pada tahun 1166 melalui writ of novel disseisin. Tatanan juri di Inggris

masih tetap bertahan samai abad XX.

IV. Perkembangan Statute Law

Perundang-undangan menduduki tempat kedua dalam tata urutan

sumber-sumber hukum Inggris setelah peradilan. Undang-undang (act of

statute) dipandang sebagai kekecualian atas common law ; hakim harus

menafsirkan undang-undang ini secara sempit, bahkan lebih mengindahkan

kata-katanya daripada jiwanya. Pandangan yang meberikan prioritas kepada

common law nampaknya mulai luntur dengan meluasnya peranan pembuat

undang-undang terutama dalam abad XX. Melalui jalur perundang-

undangan (Acts tahun 1832-1833 dan 1873-1875), telah diadakan

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 31: SEJARAH HUKUM

31

perubahan mendasar di dalam susunan peradilan dan oleh sebab itu

reformasi dalamhukum acara dan hubungan serta perimbangantimbal balik

antara common law dan equity. Dengan cara yang sama, terutama setelah

tahun 1945, telah diberlakukan sustu hukum sosial yang sama sekali baru,

walaupu dalam jumlah kecil.

V. Undang-undang Dasar dan Kodifikasi

Kendatu pun peranan besar yang dimainkan oleh perundang-undang,

namun tetap saja Inggris merupakan sebuah Negara tanpa undang-undan

dasar dan tanpa kitab undang-undang. Constitusional law Inggris bertumpu

pada kebiasaan dan pada preseden-preseden, maupun pada beberapa

naskah undang-undang seperti Magna Charta tahun1215, Bill of Right tahun

1689 dan Acts of Union antara Inggris dan Skotlandia tahun 1707. Dalam

hal kitab undang-undang, di Inggris paling tidak telah disusun apa yang

disebut consolidation undang-undang yang ada, antara lain dalam periode

1825-1863 dan beberapa materi terbatas dikodifikasikan seperti sale of

goods act (1893), sejenis kodeks kontrak jual beli, bankruptcy act tahun

1914, dan seterusnya. Yang dimaksud kodifikasi di Inggris adalah sebuah

undang-undang, yang didalamnya telah dikonsolidaskan bukan hanya

undang-undang yang berlaku sejak dulu, melainkan juga case law.

VI. Penyebaran Common Law di Dunia

Inggris telah membawa dan sedikit banyak dipaksakan kepada

semua negara yang mereka kuasai atau yang mereka jajah, dengan hasil

yang berbeda-beda. Banyak wilayah yang termasuk Kerajaan Inggris, tetap

mengakui kekuasaan hukum Inggris. Kanada misalnya sampai tahun 1949

dan beberapa Negara lain : Selandia Baru; Hongkong, dan Singapura

bahkan sampai sekarang menganggap majelis pengadilan tertinggi yakni

Judicial Committee of Privy Council, yang terdiri dari 3 sampai 5 anggota-

anggota House of Lords. Di dalam United Kingdom Common Law ini

diterapkan di Walles dan Irlandia Utara, akan tetapi tidak di Skotlandia yang

telah mengalami pengaruh hukum Romawi karena banyak yuris-yuris

skotlandia yang mendapat pendidikan hukum pada universitas Erofa

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 32: SEJARAH HUKUM

32

Kontinental. Selain itu Amerika Serikat dan Australia tergolong Negara-

negara common law

BAB X

HUKUM HINDU MASA KINI

I. Dominasi Islam

Sejak abad X, bagian-bagian tertentu sub-benua India sedikit banyak

dikuasai oleh penguasa Islam. Sebagai akibat hal tersebut, yakni sebagaian

penduduk India Timur dan Barat memeluk Islam satu sisi dan Hindu pada

sisi lain. Pada saat Mongol Agung (abad XVI sampai XIX) maka kaum

penguasa pada umumnya menghormati agama dan hukum penduduk India.

Peradilan paskhayat kasta-kasta tetap berlangsung tanpa kendala, namun

kekuasan raja berkurang bagi keuntungan kodi Islam.

II. Dominasi Inggris

Sejak tahun 1857 India berada di bawah kekuasaan Inggris

sepenuhnya. Ratu Viktoria dari Inggrs dinobatkan selaku Kaisar Perempuan

India, sehingga berada diatas hirarki para maharaja dan raja tatanan feodal.

Pada perinsipnya Inggris, sebagaimana koloni-kaloni lainnya berdasarkan

asas “indirect rule”. Institusi-institusi lokal yang ada begitu pula hukum

Hindu tetap berlangsung. Bersamaan dengan hal itu, Inggris berupaya kea

rah pembentukan sebuah hukum India, yang sama bagi seluruh penduduk

India, baik bagi kaum Islam maupun bagi kaum Hindu. Inggris berhasil

melalui perundang-undangan dan dengan reorganisasi peradilan. Dengan

demikian terbentuklah pengadilan campuran, dimana berlangsung proses

peradilan oleh hakim-hakim Ingris yang dibantu oleh para pandit.

III. Republik India Merdeka

India merupakan sebuah Republik merdeka sejak tahun 1947.

Berdasarkan Pasal 372 UUD menyataan bahwa hukum yang dimasukan

oleh pemerintah Inggris, tetap dipertahankan sepanjang tidak bertentangan

dengan pandangan sebuah republic demokrasi yang berdaulat. Oleh karena

itu, banyak perundang-undangan Inggris masih tetap berlaku, hal ini

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 33: SEJARAH HUKUM

33

menyangkut baik perundangan-undangan maupun judge made law. Dengan

demikian India dewasa ini tergolong ngara-negara common law.

BAB XI

HUKUM IBERANI MODERN

Hukum Iberani masih tetap merupakan tatanan hukum pribadi orang-

orang Yahudi (Israel). Disamping itu betapun juga hukum territorial masih

tetap berlaku. Di Israel dijumpai empat buah sumber hukum : (1) Hukum

Iberani tradisional; (2) Hukum Negara Ottoman, antara lain kitab undang-

undang medjelle; (3) common law yang dimasukan tatkala Palestina

merupakan daerah mandat yang atas perintah league of nation dipimpin

Britania Raya (1920-1948); dan (4) perundangan-undangan Knesset,

parlemen Negara Israel.

Di Israel ditemukan pengadilan-pengadilan Negara dan pengadilan-

pengadilan agama (rabinal). Pengadilan rabinal hanya berwenang semata-

mata dalam urusan-urusan perkawinan dan perceraian serta dalam materi-

materi lainnya, yang merupakan pula saingan dalam wewenang memeriksa

dan mengadili kasus-kasus tertentu bagi pengadilan-pengadilan Negara.

Mahkamah Agung mengawasi kedua jenis pengadilan tersebut, dengan

pengertian bahwa Mahkamah ini tidak dapat mengubah putusan-putusan

rabinal,melainkan dapat mengevaluasi apakah para rabi ini tdak melampaui

batas wewenang dan tidak melecehkan prinsip-prinsip peradilan yang layak.

Putusan-putusan Mahkamah Agung ini mengikat bagi hakim-hakim

pengadilan yang lebih rendah, bahkan terkadang Mahkamah Agung tersebut

masih pula bertumpu pada peradilan Judicial Committeeof the Privy Council

periode mandate Inggris. Sebagaimana halnya India, Israel pun masih

dikonfrontasi oleh problema-problema penyesuaian diri hukum tradisional

terhadap perkembangan sebuah masyarakat modern.

Modernisasi hukum yang telah mencapai banyak kemajuan adalah

dalam bidang hukum dagang, seperti undang-undang unifrm kontrak-kontrak

jual beli. Dalam hukum keluarga, pandangan-pandangan keagamaan masih

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 34: SEJARAH HUKUM

34

sangat signifikan oleh karena kaum ulama dan kelompok-kelompok politik

fundamental masih menentang kesetaraan yuridis perempuan.

BAB XII

HUKUM ISLAM

Hukum Islam adalah hukum pergaulan hidup kum muslimin, artinya

hukum berlaku bagi semua orang yang memeluk agama Islam, dimanapun

mereka berada. Seperti halnya hukum Hindu, maka Hukum Islam pun

merupakan hukum masyarakat Islam dan bukan hukum penduduk suatu

Negara.

I. Agama dan Sejarah

Islam mempunyai arti tunduk kepada kehendak Allah. Tiada Tuhan

selain Allah dan Muhammad rasul-Nya, nabi terakhir Allah Subhannahu

Wata’ala setelah Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Daud dan Isa.

Agama Islam, telah mengalami perluasan cepat, sebagai akibat

kegiatan-kegiatan pengikut-pengikut Nabi Muhammad, para khalif, yang

dalam satu abad mampu menguasai Siria, Mesir, daerah Magrib (Aljazair,

Maroko, Tunisia), Spanyol dan bahkan sebagian Perancis. Negara-negara

besar Muslim menguasai derah-daerah ini dalam abad VIII dan IX, bahkan

bangsa Abbasida memerintah Bagdad. Sejak abad XIV sampai abad XIX

Negara Ottoman (Turki) mendominasi sebagai besar dunia Islam.

II. Syariat dan Fikih

Hukum Islam tidaklah merupakan suatu ilmu pengetahuan tersendiri,

melainkan salah satu aspek agama. Hal ini meliputi teologi (yang

menetapkan dogma, yakni apa yang dipedomani sebagai kepercayaan

kaum Muslimin) dan syariat yang memberikan ketentuan-ketentuan kepada

orang-orang beriman apa yang wajib apa yang wajib dilakukan dan apa

yang wajib ditinggalkan.

Syariat adalah “jalan yang harus ditemuh” atau “aturan yang

diwahyukan”. Jadi hal ini menyangkut pula hal-ikhwal yang harus dilakukan

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 35: SEJARAH HUKUM

35

oleh orang beriman terhadap Allah (sholat, puasa, jakat, dan seterusnya).

Semua kealfaan dianggap pelanggaran. Fikih adalah pengetahuan tentang

syariat; ia adalah ilmu pengetahuan tentang hak-hak dan kewajiban-

kewajiban manusia, tentang pemberian ganjaran dan hukuman. Fikih ini

menetapkan aturan-aturan perilaku yang diturunkan dari empat sumber

syariat : (i) Al-Quran; (ii) Sunnah; (iii) ijma (kesesuaian pendapat ulama

tentang peristiwa hukum); dan (iv) kias (analogi).

III. Empat Buah Sumber Syariat

A. Al-Quran

Al-Quran adalah kitab suci umat Islam. Ia merupakan wahyu-wahyu

Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW, Rosul-Nya yang terakhir. Prinsip-

prinsip yuridis yang dapat diturunkan dar Al-Quran pada haikatnya

memenuhi tujuan nabi Muhammad SAW, yakni mengganti tata organisasi

suku-suku Arab lama, tanpa adanya kelas-kelas yang memperoleh hak

pengutamaan (privilege). Adapun aturan-aturan yang diletakkan adalah hal-

hal yang mengupayakan mempertinggi mutu akhlaq.

Para hakim (kadi) harus berikhtiar untuk mendapatkan suatu solusi

yang adil dan pantas untuk semua persoalan, mereka harus berjuang

melawan praktek suap-menyuap, memerintahkan keterangan saksi-saksi,

menjaga agar persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan baik, memberi

perlindungan terhada kaum lemah (perempuan, yatim piatu, budak belian).

B. Sunnah

Sunnah adalah seluruh perbuatan dan ucapan Nabi Muhammad,

sebagaimana hal itu dikisahkan oleh para sahabatnya. Pernyataan atau

sikap Nabi Muhammad SAW memunculkan sebuah hadist, yang didalam

abad VIII dan IX banyak hadis ini dikumpulkan dalam buku-buku : yang

terpenting akhirnya tetap ada secara definitive.

C. Ijma

Ijma’ adalah consensus bersama kaum Islam yang dicapai dengan

bulat. Pada hakikatnya, ini adalah konsesus kalangan para ahli hukum,

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 36: SEJARAH HUKUM

36

“doktores-doktores” syari’at, meskipun hal ini tidak selalu seia-sekata

dengan pandangan khalayak ramai.

Ijma ini sebagaian besar ditetapkan dan dikumpulkan dalam bentuk tertulis

selama abad-abad VIII dan IX Masehi, artinya 100 sampai 300 tahun setelah

Hijrah. Ijma ini diwujudkan oleh ahli-ahli hukum yang mempunyai nama-

nama besar dalam abad VIII dan IX Masehi, terutama oleh mereka yang

berasal dari Bagdad pada saat kekuasaan berada dalamkekuasaan

Abasiah, yang kebanyakan adalah imam-imam biasa tanpa fungsi

memimpin maupun tanggung-jawab politik, namun memiliki pengetahuan

yang mendalam tentang syari’at, hukum yang diwahyukan Allah SWT.

Dalam peraktek telah diterima sebagai kenyataan bahwa dijumpai

berbagai cara, berbaai jalan untuk tiba pada kebenaran; jalan-jalan ini

disebut madzhab-madzhab. Di dalam dunia Islam dibedakan empat

madzhab ialah madzhab Hanafi, Maliki, Syafei, dan Hambali. Kemempat

madzhan itu disebut kaum sunni,oleh karena mereka ini menjunjung tinggi

Sunnah. Disamping empat madzhab terdapat yang lainnya, antara lain

madzhab kaum syi’ih.

D. Kias

Kias artinya analogi atau pikiran secara analogi, dipandang pula

sebagai sumber Syariat : hal-hal ini adalah kesimpulan-kesimpulan yang

dapat jibarkan dari Al-Quran dan Sunnah melalui pemekiran logis. Kias

berfungsi sebagai pengisi-pengisi kekosongan-kekosongan yang

ditinggalkan oleh ketiga buah sumber lainnya.

IV. Sumber-sumber Hukum Pelengkap

Islam tidak memperkenankan dipergunakannya sumber-sumber

hukum lain kecuali syari’at. Walaupun demikian, kebiasaan (orf - yang juga

disebut adapt) dan perundang-undangan (qanun) telah memainkan peranan

yang tidak dapat dianggap remeh, namun kesemuanya itu tidak boleh

bertentangan dengan syari’at.

Lazimnya penyelenggara hukum dilakukan oleh kodi, hakim-hakim

agama dan dibantu oleh kaum awam terpandang yang berasal dari

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 37: SEJARAH HUKUM

37

masyarakat setempat. Mereka memiliki wewenang penuh untuk mengadili

perkara-perkara, baik yang yang menyangkut perdata maupun pidana.

Adapun fatwa-fatwa merupakan nasihat-nasihatt keagamaan dan hukum,

yang kebanyakan diberikan oleh seorang mufti atau pejabat keagamaan

yang penting.,

V. Evolusi Masa Kini Hukum Islam

Fikih diterapkan pada abad X dan sejak itu tidak diubah lagi.

Sekalipun demikian, ia merupakan salah satu tatanan hukum yang besar

masa kini dan diterapkan dikebanyakan negara-negara Islam. Dan hal ini

hanya mungkin karena fikih tersebut bersifat fleksibel dan dapat

menyesuaikan diri pada evolusi dalam bidang politik dan kemasyarakatan

dunia Islam.

Sekalipun kesatuan hukum dan agama sebagai asas umum masih

berlaku, menyebabkan negara-negara Islam sedikit banyak mengalami

evolusi yang berbeda dan beraneka ragam, terutama di bawah pengaruh

factor politik dan juga karena adanya tradisi-tradisi lokal yang sangat bereda

satu dengan yang lain. Sementara itu, perundang-undangan (qanun),

dimungkinkan untuk membentuk disamping hukum agama, sebuah hukum

umum/awawm. Selama berabad-abad raja-raja atau kepala-kepala negara

hanya sedikit sekali mempergunakan peluang tersebut. Sejak abad XX di

kebanyakan negara-negara Islam makin banyak undang-undang dibentuk.

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 38: SEJARAH HUKUM

38

BAB XIII

HUKUM CINA

I. Pendahuluan

Hukum Cina tradisional bukan merupakan tatanan hukum

keagamaan yang ketat; hal ini nampaknya lebih merupakan suatu tatanan

hukum yang terintegrasi ke dalam ajaran filsafat yakni konfusionisme.

Diantara ciri-ciri khas terpenting hukum Cina perlu disebutkan disini adalah

pembagian masyarakat dalam kelas-kelas, dengan aturan-aturan hidup

moral dan yuridis sendiri-sendiri. Kelas-kelas yang mempunyai hak

pengutamaan (privilege), ini tidak menyukai aturan-aturan hukum yang

sederhana dan hidup menurut kewajiban-kewajiaban ritual ‘li’ sedangkan

kelas rakyat tunduk pada tatanan hukum pidana ‘fa’ yang ketat.

II. Sketsa Sejarah

Sejarah Cina membentang ke belakang sampai 30 abad SM,

manakala suku-suku bangsa Cina, yang berasal dari Mongolia, bermukim di

wilayah sungai Kuning serta pada sat itu mereka telah mencapai taraf

peradaan suku bangsa. Sekitar abad XII SM di Cina berkembang tatanan

feodal, yang didalamnya kelas yang memperoleh hak utama terdiri dari

ksatria dan kaum pelajar. Pada kahir tatanan feodal, yaitu abad VI sampai IV

SM, hidulah orang-orang besar yang paling mempengaruhi cara berpikir

filosofis dan agama Cina : Lau-Tse, Konfusius dan Mensius.

Pada abad III mulai berkembang negara Kekasiaran Kuno : Cina

menjadi sebuah negara besar dan luas dengan sistem pemerintah yang

sentralistis, berkat dinaati Tsj’in. Kendatipun dinasti hanya berkuasa 40

tahun (256-107 SM), betapapun juga ia telah mempengaruhi sejarah dan

hukum di Cina secara langgeng-lestari. Peranannya telah dilanjutkan oleh

Dinasti Han, yang selama empat abad berkuasa ( abad II SM – abad II M).

Pada tahun 618-907, Cina kembali tumbuh sebagai negara yang kuat dan

penuh percaya diri di bawah kekuasan Dinasti T’ang. Namun setelahnya,

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 39: SEJARAH HUKUM

39

Cina kembali mengalami kejatuhan. Kesatuan poltik negara kembali

dipulihkan oleh Dinasti Ming (1368-1644) dan Dinasti Mansyu dari Tsing

(1644-1912); kekaisaran ambruk pada tahun 1912.

III. Tatanan Agama dan Filsafat

Struktur kemasyarakatan Cina dari dahulu bertumpu pada sebuah

etika, yang terdiri atas unsure-unsur dari setidaknya tiga buah aliran pikiran :

(1) Konfusianisme ini didirikan oleh K’ong Fu-Tze, yang hidup sekitar 551-

479 SM. Tatanan filsafatnya ini dijabarkan dari pandangan-pandangan

keagamaan, yang diungkapkan dalam kitab-kitab suci kuno, king. Dan ini

merupakan sebuah animisme yang berikhtiar kearah monoteisme; (2)

Taoisme, tumbuh dari ajaran “Guru Zaman Dulu” Lau Tze, teman sezaman

Konfusius yang lebih tua. Naskah terpenting dari ajaran ini adalah kitab yang

berasal dari abad III SM, Tau Te-tsying atau jalan menuju kebaikan. Tau

adalah jalan yang memasuki segala sesuatu, rasio yang mengendalikan

dunia, gerakan alam; dan (3) Budhisme, yang berasal dari India selama

abad-abad III dan II SM, bahkan pengaruhnya berkembang cepat sejak

abad V Masehi.

IV. Li Konfuisme

Li adalah kata kunci yang paling dekat pada pengertian “hukum”

negara-negara barat; kadang diterjemahkan pula dengan ritual, moral,

etiket, kepantasan. Li merupakan seperangat aturan-aturan kepatutan dan

kesopanan yang harus diindahkan oleh manusia jujur, hal-hal tersebut

merupakan suatu kodeks etika bentuk-bentuk pergaulan. Secara prinsip Li

ini nampaknya cukup untuk mempertahankan ketertiban; ini adalah

“pemerintahan oleh manusia-manusia”.

V. ‘Fa’ Kaum Ahli-ahli Hukum

Pada zaman Dinasti Tsying (256-207 SM), konfusionisme terutama

ajaran Li diserang habis-habisan oleh ahli-ahli hukum dan para legis,yang

mengedepankan pandangan bahwa ‘fa’, artinya undang-undang, terutama

undang-undang hukum pidana sangat diperlukan bagi rakyat. Apa yang

dikenal fa-cia (madzhab undang-undang, madzhab kaum legis) berkembang

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 40: SEJARAH HUKUM

40

pesat, terutama pada pemerintahan Kaisar Ch’in Shih Huang-Ti, yang pada

tahun 221 SM mewujudkan persatuan dan kesatuan wilayah Cina.

VI. ‘Li’ dan ‘Fa’ Bersama-sama

Pandanagan legalitas fa-cia tampaknya tidak dapat dipaksakan.

Malahan sejak era Dinaati Han (abad II SM) telah dapat dipastikan suatu

“knfusianisasi” undang-undang, dengan kata lain terdapat rekonsiliasi antara

li dan fa dengan mengakui adanya kelas-kelas sosial yang beragam.

Tatanan ini selama dua ribu tahun tetap bertahan. Sekalipun demikian,

legisme ini masih pula tetap berpengaruh dan telah terjadi suatu tradisi

perundang-undangan kekaisaran, terutama dalam bidang hukum pidana dan

dan hukum tata usaha negara sebagai akibatnya. Adapun perundangan-

undangan hukum privat hampir tidak tersentuh.

VII. Kitab-kitab Undang-undang Cina

Sedikitnya dijumpai delapan belas kitab-kitab undang-undang Cina.

Kitab tertua berasal dari abad IV SM, setelah itu hampir setiap dinasti telah

mengeluarkan sebuah kitab undang-undang baru, yang biasanya diambil

alih begitu saja dengan atau tampa tambahan-tambahan. Beberapa kitab

undang-undang mempunyai lebih dari 1500 pasal, dengan menyebut

berturut-turut lebih dari 2000 kejahatan dan pelanggaran, yakni kodeks

Ts’in-Liu (tahun 268 SM). Salah satu kejahatan-kejahatan adalah

pemberontakan anak laki-laki terhadap ayahnya.

VIII. Cina dan Tatanan-tatanan Erofa dalam Abad XIX dan XX

Pergaulan dengan orang-orang Erofa melalui perdagangan dan

industri, pemuka-pemuka Cina mengalami pengaruh tatanan-tatanan hukum

Barat. Cina berupaya mencegah proses eropanisasi hukum dengan jalan

menyesuaikan tatanan hukum mereka sendiri. Kodeks Tsying ditijau kembali

pada tahun 1910, terutama dalam materi-materi yang pada bangsa Erofa

tergolong hukum perdata, hukuman-hukuman ditiadakan. Pada tahun 1912

Kekaisaran jatuh dan terjadi pembentukan republik telah menyuburkan

perembesan tatanan-tatanan hukum Barat. Betapapun demikian,

eropanisasi ini pada hakikatnya sangat dangkal : undang-undang baru yang

dibentuk tidak dikenal oleh penduduk. Malahan kodek-kodeks ini

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 41: SEJARAH HUKUM

41

memperkokoh tradisi Cina dengan adanya perwalian keluarga dan

kekuasaan negara untuk kerugian individu

IX. Hukum Republik Rakyat Cina

Rezim baru Republik Rakyat Cina telah menghapus semua undang-

undang yang ada untuk melenyapkan pengaruh feodalisme dan kaum kelas

menengah. Tatanan hukum baru berbasiskan undang-undang yang

sekaligus merupakan penerapan paham Marxisme-Leninisme; undang-

undang yang ketat dan keras ini diberlakukan untuk menegakan

komunisme. Dari tahun 1950 sampai dengan 1958 telah dikeluarkan

undang-undang dalam jumlah yang besar.

Sejak tahun 1958 terjadilah suatu reaksi terhadap hegemoni

perundang-undangan; pemerintah Cina menentang pengaruh Rusia dan

kembali ke cara pendekatan tradisional Cina. Dominasi kedaulatan hukum

dihapus. Jadi, terbentuklah sebuah li baru, sesuai dengan pandangan-

pandangan politik partai komunis yang diturunkan dari gagasan Mao Tse

Tung yang dijilid menjadi satu kesatuan yang dikenal dengan “buku merah”.

Li diterapkan atas orang-orang komunis, sedangkan yang kejam (undang-

undang hukum pidana) tetap dipertahankan dan diberlakukan bagi orang-

orang “kontra-revolusioner” dan bagi orang-orang bukan Cina.

Didalam bidang hukum privat, hukum juga memainkan peranan yang

subordinatif dan fragmentaris. Begirulah struktur hak milik marxisme,

dengan tekanan hak milik negara sosialis dan kolektif diberlakukan di Cina,

bukan mellui tatanan perundang-undangan, melainkan oleh tindakan-

tindakan sporadis. Suatu kekecualian dalam bidang hukum privat adalah

hukum perkawinan. Di dalam kebanyakan bidang hukum ini diupayakan

penyelesaian perselisihan secara damai melalui jasa-jasa perantara. Untuk

maksud tersebut dibentukalah Komisi Perantaraan Masyarakat., yang pada

hakikatnya mengesampingan peranan peradilan.

Sekarang ini hukum perundang-undangan Cina bersumber dari dua

badan pembuat undang-undang : badan legislatif negara dan badan

kekuasaan partai. Partai menetapkan isinya, Negara menentukan bentuk

undang-undang. Begitulah sejak tahun 1979 telah diterbitkan ratusan

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 42: SEJARAH HUKUM

42

undang-undang, terutama yang berhubungan dengan institusi-institusi

negara dan khususnya yang menyangkut hukum ekonomi.

BAB IV

HUKUM JEPANG

I. Pendahuluan

Sejarah hukum Jepang dapat dibagi dalam tiga periode pokok.

Selama periode pertama, dari tahun 650 sampai tahun 850 M, jepang

mengambil alih hukum Cina; selama periode kedua, yang banyak

memperhatikan kesamaan dengan tatanan feodal Erofa, namun yang

menyangkut hukum, nampaknya hukum Cina tetap berpengaruh; dan

periode ketiga sejak tahun 1868, hukum Jepang mengalami reformasi yang

berlangsung sangat cepat kearah pola tatanan hukum Erofa Barat.

II. Pengaruh Cina

Budhisme masuk Jepang dalam abad VI-VII M, oleh karena itu

pengaruh Cina sangat besar disini. Kitab undang-undang Jepang yang

mengikuti pola Cina adalah ritsu-ryo, yang terutama mengandung hukum

pidana (ritsu) namun juga hukum perdata dan hukum tata usaha negara

(ryo)., meletakan kepada setiap orang kewajiban-kewajiban.

III. Tatanan Feodal

Sejak abad IX tatanan legalistik dan egaliter relatif telah diganti oleh

sebuah sistem feodal (sho) yang sangat menyerupai tatanan feodal yang

ada di Erofa Barat untuk periode yang sama. Wilayah tuan-tuan tanah

menikmati-menikmati privilise-privilise dalam bidang perpajakan dan

peradilan.

IV. Hukum Jepang Saat Ini

Sejak tahun 1868 pengaruh-pengaruh Barat tidak dapat dielakan.

Kitab undang-undang menurut pola Barat, terutama model Jerman dibentuk;

sebuah kitab undang-undang hukum acara perdata pada tahun 1899 dan

sebuah kitab undang-undang hukum pidana pada tahun 1907. Namun,

hukum keluarga dan waris untuk sebagian tetap diwarnai unsure-unsur

tradisional.

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle

Page 43: SEJARAH HUKUM

43

Dengan berakhirnya Perang Dunia II, pendudukan Amerika

memberlakukan sebuah tatanan monarkhi konstitusional pola Inggris.

Sedangkan hukum acara pidana disesuaikan dengan sistem Anglo-Amerika,

begitu pula tatanan hukum dagang, hukum korporasi dan kartel sesuai

dengan hukum bisnis Amerika Serikat. Namun kekuasaan yudikatif

nampaknya mengandung elemen-elemen, baik menurut tatanan hukum

Erofa Kontinental maupun fragmen-fragmen common law. Walupun

demikian peradilan Juri tidak diresepsi. Jadi, para hakim diberi tugas

melakukan pengawasan terhadap jalannya administrasi pemerintahan dan

bahkan berwenang menjalankan hak menguji undang-undang atas undang-

undang dasar.

Kendatipun para hakim memiliki kemandirian penuh di dalam

menjalankan kekuasaan kehakiman, namun mereka tidak diangkat untuk

seumur hidup dalam memangku jabatannya, melainkan hanya untuk suatu

masa bakti selama 10 tahun. Putusan-putusan para hakim ini hanya berlaku

terhadap kasus kongkrit yang diajukan untuk dan diputuskan di Pengadilan.

Betapapun juga dalam praktek, arrest-arrest Mahkamah Agung nampaknya

berpengaruh besar atas peradilan pada pengadilan negeri dan pengadilan

tinggi.

Sejarah Hukum by John

Gillisen & Frist Gorle