SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT...

72
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT QODIRIYAH HANAFIYAH DI TANGERANG SELATAN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora Oleh: JAINUDIN 1112022000079 JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1440 H

Transcript of SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT...

Page 1: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT QODIRIYAH

HANAFIYAH DI TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora

Oleh:

JAINUDIN

1112022000079

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1440 H

Page 2: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun
Page 3: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun
Page 4: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun
Page 5: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

i

ABSTRAK

Jainudin: Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah di

Tangerang Selatan

Keberadaan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah sejak kemunculannya

berkembang sangat pesat. Beberapa para pengikutnya merupakan tokoh

masyarakat, civitas akademik yang berada di daerah Tangerang Selatan. Padahal

kemunculan serta berdirinya Tarekat Qodiriyah Hanafiyah berada di Padang,

Sumatera Barat. Kemunculan tarekat tersebut di Tangerang Selatan perlu dikaji

lebih mendalam mengenai latar belakang, faktor pendukung serta bentuk

perkembangannya di Tangerang Selatan.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan metode

analysis deskriptif dan analysis historis. Dalam analisis deskriptif penulis

menggunakan pendekatan sejarah untuk menjelaskan kemunculan, perkembangan

hingga implikasi yang terjadi di Tangerang Selatan atas adanya Tarekat Qodiriyah

Hanafiyah.

Kemunculan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah di Tangerang Selatan semakin

penting dipahami mengingat pusat kajian dan lembaga tarekat ini berlokasi di

BSD, Tangerang Selatan. Meskipun tempat munculnya di Padang, namun pusat

gerakan dan perkembangan tarekat Qodiriyah Hanafiyah ini berada di BSD,

Tangerang Selatan.

Temuan penelitian ini adalah kemunculan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah

diawali dengan adanya publikasi Kalam Ilham Ilahi milik Tuangku Syaikh

Muhammad Ali Hanafiyah selaku pendiri Tarekat Qodiriyah Hanafiyah.

Keberadaannya disukai oleh pegiat tasawuf, terutama kalangan civitas akademik

di daerah Tangerang Selatan. Sejak kemunculannya, Tarekat Qodiriyah Hanafiyah

terus berkembang dengan membentuk lembaga di bawah naungannya seperti

Majelis Rabbani Indonesia (MRI), Dewan Ulama Tarekat Indonesia (DUTI),

Tasawuf Islamic Centre Indonesia (TICI) yang mengadakan kegiatan seputar

sufistik dari kajian hingga keorganisasian tingkat nasional, dan keseluruhannya

berpusat di BSD, Tangerang Selatan.

Kata Kunci: Tarekat Qodiriyah Hanafiyah, Tangerang Selatan

Page 6: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat

dan hidayah-Nya bagi para hamba-Nya yang selalu memuja. Shalawat serta salam

semoga selalu terlimpah kepada junjungan nabi Muhammad saw beserta keluarga,

sahabat, dan para pengikutnya. Rasa syukur disertai dengan usaha yang sungguh-

sungguh serta tekad yang kuat akhirnya berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan”

meskipun penulis sadar betul akan banyaknya kekurangan dalam karya ini. Penulis

berkeyakinan karya ini dapat bersumbangsih bagi siapa saja yang ingin bergelut pada

dunia penelitian, khususnya bagi mereka yang memfokuskan kajian pada dunia tokoh

sejarawan.

Layaknya peristiwa sejarah yang menyebabkan tidak tunggal, begitupun

halnya dengan perjuangan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tidak bisa

dinafikan bahwa penulis bukan satu-satunya aktor sentral, namun di balik usaha dan

kerja keras penulis terdapat orang-orang yang rela meluangkan waktu untuk

membantu. Oleh karena penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua

pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tanpa kendala yang

berarti.

Untuk itu persembahkan ucapan terimakasih tersebut kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A. selaku Rektor

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Saiful Umam, M.A., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Adab dan

Humaniora.

3. Nurhasan, MA. Selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam.

Page 7: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

iii

4. Solikhatus Sa’diyah, M.Pd. selaku seketaris Jurusan Sejarah dan

Kebudayaan Islam yang telah dengan sabar mengurusi semua administrasi

yang penulis butuhkan.

5. Prof. Dr. Didin Saepudin. M.A. selaku pembimbing, atas perhatian,

diskusi, dan masukannya selama penulis menyusun skripsi ini.

6. Drs. Saiful Umam. M.A., Ph.D. selaku dosen pembimbing Akademik

selama penulisan menjadi mahasiswa atas curahan waktu, motivasi, dan

perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisanini.

7. Alm. H. Muhammad Ya’qub Ayahanda penulis dan Nafiah selaku Ibunda

penulis. Terima kasih atas motivasi, cinta, dan pengorbanan yang telah

diberikan tanpa pamrih. Juga, kakak dan adikku tercinta, Hamzah, Siti

Rahmah, Siti Masitoh dan Abdul Ghofur. Terima kasih telah menjadikan

rumah sebagai tempat berdiskusi dan mengadu hati.

8. Rindy Januati dan Ahmad Syauqi selaku kakak ipar dan adik ipar, terima

kasih atas segala motivasi dan bantuan selama perkuliahan.

9. Muhammad Alif Al-Kholifi, Muhammad Al-Faruq As-Syauqi dan Ahmad

Faza Asy-Syauqi selaku ponakan tercinta yang selalu menjadi penawar

letih dan pemberi semangat disaat sedih.

10. Andini Rachmahlia, selaku salah satu sosok yang senantiasa memberi

semangat dan terus membantu dalam segi fisik ataupun materi. Terima

kasih untuk perjuangan, kesabaran dan memberi motivasi untuk lebih

maju untuk menjalankan skripsi ini.

11. Nur Silam dan Risman, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang

mendalam telah menjadi teman seperjuangan dari awal masa kuliah

sampai saat ini. Terima kasih atas diskusi-diskusi yang menarik selama

perkuliahan.

12. Wahyudin Arief, Muammar Akbar, Muhammad dan Rizal Fahlevi, terima

kasih untuk teman-teman seperjuangan yang selalu membantu di saat sulit,

saling mengingatkan dalam kebaikan dan selalu memberikan motivasi satu

sama lain.

Page 8: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

iv

13. Kader PMII semua yang sudah menjadi sebagian keluarga kecil yang

membuat organisasi ini. Terimakasih atas bimbingan dan ilmu yang

bermanfaat.

14. Keluarga Besar Markaz Pulsa khususnya untuk Guru Besar PT. Markaz

Jalan Bersama kepada Ir. Muhammad Ridwan yang telah mengembalikan

semua semangat hidup serta mentalitas diri penulis dan sebagai tempat

bertukar ilmu teknis maupun non teknis, sekaligus ilmu kesabaran dan

motivasi untuk selalu semangat dan berjuang.

15. Muhammad Panji Lesmana dan Daniel Juneus Caesar sahabat terdekat

yang rela untuk direpotkan dan rela membantu membackup segala teknis

pekerjaan selama penulisan.

16. Dan untuk semua teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu-

persatu, tetapi tidak mengurangi rasa terima kasih penulis kepada teman-

teman yang memberikan motivasi dan semangat kepada penulis dalam

perkuliahan maupun dalam penyelesaian penulisan karya ini.

Jakarta, 6 Mei 2019

Jainudin

Page 9: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

ABSTRAK ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah .............................................................. 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 8

D. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 9

E. Kerangka Teori ...................................................................................... 11

F. Metode Penelitian .................................................................................. 13

G. Sistematika Penulisan ............................................................................ 14

BAB II PERKEMBANGAN TAREKAT DI INDONESIA ............................ 16

A. Pengertian Tarekat ................................................................................. 16

B. Unsur-Unsur Terekat ............................................................................. 19

C. Sejarah dan Perkembangan Tarekat ....................................................... 20

BAB III TAREKAT QODIRIYAH HANAFIYAH ........................................ 33

A. Sejarah Pendiri Tarekat Qodiriyah Hanafiyah ....................................... 33

B. Riwayat Pendidikan ............................................................................... 36

C. Sejarah Berdirinya Tarekat Qodiriyah Hanafiyah ................................. 37

D. Ajaran Tarekat Qodiriyah Hanafiyah ..................................................... 39

E. Tingkatan dalam Tarekat Qodiryah Hanafiyah ...................................... 43

BAB IV SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT QODIRIYAH

HANAFIYAH DI TANGERANG SELATAN ................................................ 44

A. Masuknya Tarekat Qodiriyah Hanafiyah ke Tangerang Selatan ........... 44

B. Majelis Rabbani Indonesia ..................................................................... 47

C. Tasawuf Islamci Centre Indonesia ......................................................... 49

D. Dewan Ulama Tarekat Indonesia (DUTI) .............................................. 50

E. Relevansi Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah ........................ 53

F. Implikasi Tarekat Qodiriyah Hanafiyah Terhadap Masyarakat Tangerang

Selatan .................................................................................................... 57

BAB V PENUTUP .............................................................................................. 59

A. Kesimpulan ............................................................................................ 59

B. Kritik dan Saran ..................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 61

Page 10: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu gagasan terpenting dalam Islam sebagai upaya menjawab

polemik moralitas adalah dengan jalan sufi atau tasawuf. Tasawuf disebut juga

Sufisme oleh orientalis merupakan ajaran dalam rangka mendekatkan diri kepada

Allah.1 Tujuannya adalah untuk senantiasa menjaga diri serta membersihkan jiwa

semata untuk Allah.2 Mulyadi Karthanegara menjelaskan bahwa tasawuf adalah

salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dari

Islam. Spiritualitas ini dapat mengambil bentuk yang beraneka dalam diri

manusia.3

Dalam tasawuf, terdapat tarekat sebagai organisasi sufi hadir sebagai

institusi penyedia layanan praktis dan terstruktur untuk memandu tahapan-tahapan

perjalanan mistik yang berpusat pada relasi guru dan murid. Otoritas guru

(mursyid) yang telah melampaui tahapan tahapan mistik harus diterima secara

keseluruhan oleh murid. Misalnya, Rasulullah mengajarkan wirid atau zikir yang

perlu diamalkan oelh Ali bin Abi Thalib atau sahabat-sahabat beliau yang lain.

Ajaran-ajaran khusus Rasulullah itu disampaikan sesuai dengan kebutuhan

penerimanya, terutama berkaitan dengan faktor psikologis.4 Pada tahap

selanjutnya, ajaran khusus Rasulullah itu disebarkan secara khusus pula oleh

beberapa sahabat penerima. Meski tak semua orang dianggap pantas menerima

ajaran tertentu tersebut, namun biasanya jumlah mereka bertambah banyak.

Hingga akhirnya menjadi komunitas tertentu dan kekuatan sosial utama yang

mampu hampir di seluruh komunitas masyarakat muslim. Ia kemudian menjadi

1 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h.

53. 2 Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: RadjaGrafindo Persada, 1996), h. 42-

43. 3 Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 3.

4 Abdul Wadud. Satu TUHAN Seribu Jalan, Sejarah, Ajaran, dan Gerakan Tarekat di

Indonesia. (Yogyakarta, FORUM (Grup Relasi Inti Media, anggota IKAPI). 2013), h. 6.

Page 11: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

2

perkumpulan khusus, atau lahir sebagai sebuah tarekat.5

Tarekat dikenal sebagai hubungan yang berisi bimbingan spiritual antara

murid dan guru dalam Islam. Namun pada faktanya, tarekat justru berkembang

pada ranah yang lebih luas, seperti menjadi organisasi yang terstruktur dan

meluas. Efek lainnya adalah keberadaan organisasi atau kelompok tarekat ini

berperan aktif di dunia sosial, termasuk masalah moralitas hingga ekonomi dan

politik. Gerakan ini menjadi diskursus yang menarik untuk diteliti untuk

menjelaskan perubahan sosial. Selain itu juga menjadi catatan sejarah tersendiri

dalam dunia Islam.

Pada prinsipnya tarekat sebagai organisasi sufi hadir sebagai institusi

penyedia layanan praktis dan terstruktur untuk memandu tahapan-tahapan

perjalanan mistik yang berpusat pada relasi guru dan murid. Otoritas guru

(mursyid) yang telah melampaui tahapan tahapan mistik harus diterima secara

keseluruhan oleh murid. Misalnya, Rasulullah mengajarkan apa yang perlu

diamalkan oleh Ali bin Abi Thalib atau sahabat-sahabat beliau yang lain. Ajaran-

ajaran khusus Rasulullah itu disampaikan sesuai dengan kebutuhan penerimanya,

terutama berkaitan dengan faktor psikologis.6 Pada tahap selanjutnya, ajaran

khusus Rasulullah itu disebarkan secara khusus pula oleh beberapa sahabat

penerima. Meski tak semua orang dianggap pantas menerima ajaran tertentu

tersebut, namun biasanya jumlah mereka bertambah banyak. Hingga akhirnya

menjadi komunitas tertentu dan kekuatan sosial utama yang mampu hampir di

seluruh komunitas masyarakat muslim. Ia kemudian menjadi perkumpulan

khusus, atau lahir sebagai sebuah tarekat.7

Secara umum tarekat memiliki fenomena ganda, di mana pada satu sisi,

menjadi sebuah disiplin mistik yang secara normatif doktrinal meliputi sistem

wirid, zikir, do‟a, etika tawassul, ziarah, dan sejenisnya sebagai jalan spiritual

sufi, sementara pada sisi yang lain merupakan sistem interaksi sosial sufi yang

terintegrasi dalam sebuah tata hidup sufistik untuk menciptakan lingkungan psiko-

5 Ahmad Najib Burhani. Tarekat Tanpa Tarekat; Jalan Baru Menuju Sufi (Jakarta:

Serambi Ilmu Semesta, 2002), h. 101. 6 Abdul Wadud. Satu TUHAN Seribu Jalan, h. 6.

7 Najib Burhani, Tarekat Tanpa Tarekat, h. 101.

Page 12: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

3

sosial sufi sebagai kondisi yang menekankan kesalihan individual dan komunal

yang tujuannya adalah tercapainya kebahagiaan hakiki, dunia akhirat. Fenomena

lain adalah kebersamaan antara guru dan murid yang memiliki pengaruh kuat

terhadap sosial. tarekat yang semula merupakan ikatan sederhanadan bersahaja

antara guru dan murid, berpotensi untuk berkembang baik struktural maupun

fungsional. Secara struktural, misalnya, terdapat suatu ordotarekat yang

mengembangkan jaringanjaringan seperti pendidikan, ekonomi, perdagangan,

pertanian, dan bahkan sistem dan struktur politik. Struktur tarekat tersebut

bermanifestasi dalam sebuah asosiasi-asosiasi yang pada akhirnya memperbesar

tubuh atau organisasi tarekat yang bersangkutan.8

Sejarah kemunculan tarekat dikemukakan oleh Jhon O. Voll. Ia

mejelaskan bahwa penjelasan mistis terhadap Islam muncul sejak awal sejarah

islam. Munculnya gerakan tarekat menurut O. Voll, kemungkinan disebabkan

adanya perselisihan atau konflik yang terjadi antar otoritas keagamaan, baik

karena satu perkara atau ketidaksepahaman dalam aliran. Karena itulah para guru

sufi yang telah berhasil mencampai puncak pencapaian, mereka mendirikan

lembaga tersendiri (berupa majelis atau madrasah) yang mengajarkan tentang

tasawuf menurut jalan yang ditempuhnya. Tarekat itu sendiri diperkirakan muncul

pada abad ke 5 Hijriyah. 9

Pada abad ke-5 Hijriyah atau abad 13 Masehi barulah muncul tarekat

sebagai kelanjutan kegiatan kaum sufi sebelumnya. Hal ini ditandai dengan setiap

silsilah tarekat selalu dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi

yang lahir pada abad itu. Mula-mula muncul tarekat Qadiriyah yang

dikembangkan oleh syeikh Abdul Qodir Jaelani di Asia tengah Tibristan tempat

kelahiran dan oprasionalnya, kemudian berkembang ke Baghdad, Irak, Turki,

Arab Saudi sampai ke Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, India, Tiongkok.

Muncul pula tarekat Rifa‟iyah di Maroko dan Aljazair. Disusul tarekat

Suhrawardiyah di Afrika utara, Afrika tengah, Sudan dan Nigeria. Tarekat-tarekat

8 Agus Riyadi, “Tarekat Sebagai Organisasi Tasawuf” dalam Jurnal at-Taqaddum vol. 6.

No. 2. (Semarang: UIN Walisongo, 2014), h. 364. 9 Rosihon Anwar & Mukhtar Sholihin. Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pusaka Setia. 2006), h.

23.

Page 13: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

4

itu kemudian berkembang dengan cepat melalui murid-murid, bercabang dan

beranting hingga banyak sekali.10

Perkembangan tarekat meluas hingga ke Indonesia. secara nyata baru

terlihat pada abad XVII yaitu dimulai pertama kali oleh Hamzah Fansuri (m.1610)

dan muridnya Syamsuddin As-Sumantrani (m.1630) akan tetapi keduanya tidak

meninggalkan organisasi tarekat yang berlangsung terus-menerus. Baru kemudian

setelah Abdur Rauf bin Ali Singkel memperkenalkan tarekat Syattariyah di Aceh

pada tahun 1679 M, organisasi tarekat inilah menjadi jelas dan dapat ditelusuri

perkembangannya melalui silsilah hubungan guru murid sampai kebeberapa

daerah di Indonesia.11

Hamzah Fansuri secara tegas disebut sebagai penganut

Tarekat Qadiriyah.12

Kendatipun demikian, tarekat yang dianut oleh Hamzah

fansuri maupun muridnya Syamsuddin Al Sumantrani berbeda dengan Tarekat

Qadiriyah yang sekarang berkembang.13

Di Sulawesi tarekat juga berkembang atas prakasa Syekh Yusuf Tajul

Khalwati (1621-1689 M). Ulama Makassar ini dikenal seorang sufi yang

menerima banyak ijazah tarekat seperti Tarekat Qadiriyah dari Nuruddin Ar

Raniri, Tarekat Naqsabandiyah dari Muhammad Abdul Baqi Billah Ba‟alawiyah

dari Sayid Ali, Tarerkat Syattariyah dari Burhanuddin Al Mula bin Ibrahim, dan

Tarekat Khalwatiyah dari Abdul Barakat Ayyub bin Ahmad.14

Adapun ajaran

tasawuf yang dikembangkan seperti yang tertera dalam kitab karangannya

“Fathur Rahman” ada banyak persamaan dengan Abi Yazid Al Bistami, Abdul

Karim Al Jilli, dan Abu Mansur Al Hallaj. Begitu juga dalam kitabnya “Zubdatul

10

Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia,

(Jakarta: Prenada Media Group, 2011, Cet ke- 4), h. 6. 11

Trimingham, J.S, The Sufi Order in Islam. (London Oxford Univesity Press. 1971), h.

130. 12

Martin Van Bruinessen, “Tarekat Qadiriyah dan Ilmu Syekh Abdul Qadir Jaelani di

India, Kurdistan, dan Indonesia”, dalam Ulumul Qur’an Vol.2 No. 2,(Jakarta: LSAF: 1989), h. 69. 13

Syafi‟i, Ahmad, Tangkulan, Abangan, dan Tarekat, Kebangkitan Agama di Jawa.

(Jakarta: Obor Indonesia, 2006), h. 62. 14

Tudjimah Cs, Syekh Yusuf Makassar: Riwayat Hidup Karya dan Ajarannya. (Jakrta:

DEPDIKBUD, 1987), h. 18-19.

Page 14: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

5

Asrar”, dia menyatakan mengikuti ajaran Syekh Muhammad Fadlullah

Burhanpuri, seperti tentang macam-macam zikir.15

Secara terorganisir, perkembangan tarekat di Indonesia terdapat tiga

kelompok tarekat terbesar, yaitu Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah, Tarekat

Naqsabandiyah Muzhariyah, dan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah. Ketiga aliran

tarekat inilah yang dewasa ini memiliki penganut paling besar dibanding dengan

Tarekat rifaiyah, Tarekat Samaniyah, Tarekat Syatariyah, Tarekat Tijaniyah,

Tarekat Alawiyah, Tarekat Syaziliyah, dan lain-lainnya. Tarekat Naqsabandiyah

Khalidiyah dipelopori oleh Syeikh Ismail Al-Khalidi. Tarekat Naqsabandiyah

Khalidiyah juga berkembang dengan cepat. Di antara tokoh utama penyiar tarekat

ini adalah Syekh Muhammad Al Hadi, Girikusumo, di Mranggen, Demak, Jawa

Tengah. Dewasa ini mursyid Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah di Jawa Tengah

(Kudus, Rembang, Pati, Surakarta) menyandarkan sanad atau silsilah pada Syekh

Muhammad Al Hadi.16

Adapun Tarekat Naqsabandiyah Muzhariyah dipelopori oleh Syekh

Muhammad Saleh Az Zawawi. Mujahid atau pembaharu dari tarekat ini adalah

Syekh Muhammad Muzhar Al Ahmadi. Pengaruh cabang Tarekat Naqsabandiyah

Muzhariyah di Indonesia meliputi daerah Riau, Pontianak, dan Madura. Tokoh

penyiar Tarekat Naqsabandiyah di Madura adalah Syekh Abdul Azim Al

Manduri. Puncak perkembangan tarekat ini dicapai setelah KH. Fatul Bari Al

Manduri menyiarkannya kepada orang awam yang diikuti oleh muridnya bernama

Sayid Muhsin Al Hinduan yang meyebarkan mulai dari Madura, Kalimantan

Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.17

Adapun tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah dipelopori oleh Syeikh

Ahmad Khatib al-Sambas meninggal dunia (1878 M) kepemimpinannya

dilanjutkan oleh para muridnya yaitu: Syekh Abdul Karim Banten, Syekh Talhah

Cirebon, dan Kyai Ahmad Hasbullah bin Muhammad Madura. Dari tiga pengganti

15

Tudjimah Cs, Syekh Yusuf Makassar, h. 30-33. 16

Dhofier, Zamakhsari, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai.

(Jakarta: Penerbit LP3ES. 1982), h. 144. 17

Abbdullah, Shagir, Syekh Ismail Al Minangkabawi Penyiar Thareqat Naqsabandiyah

Khalidiyah. (Solo: Penerbit Ramadhani. 1985), h. 6-7.

Page 15: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

6

Ahmad Khatib tersebut, Kyai Ahmad Hasbullah bin Muhammad Madura

menurunkan kepada murid-muridnya di Jawa Timur seperti Kyai Ramli, ayah

Kyai Mustain Ramli. Di Jawa Tengah, Kyai Muslih mengambil silsilahnya kepada

Syekh Abdul Karim Banten. Di Jawa Barat, Abah Anom (Suryalaya) mengambil

silsilah dari jalur Kyai Talhah Cirebon, begitu juga dengan Kyai Thahir Falak

(Pagentongan, Bogor). Cabang-cabang Tarekat Qadiriyah wan Naqsabandiyah

tersebut yang terbesar dan yang paling berpengaruh adalah Abah Anom (KH. A.

Shahibulwafa Tajul „Arifin) di Suryalaya karena sistem pengobatan narkotika

melalui zikir (sufi healing). Abah Anom sekarang memiliki pengganti yang

tersebar di berbagai tempat di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Lombok, bahkan

di Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.18

Selain Abah Anom, Kyai

Muslih (Mranggen) yang mengambil silsilah melalui jalur Kyai Abdul Karim

Banten juga merupakan tokoh besar dalam tarekat ini dan sekaligus sebagai

perintis berdirinya organisasi tarekat secara nasional yang disebut “Jamiyah Ahli

Tharekat Mutabaroh An Nahdliyah”. Di antara para penerus Kyai Muslih, dan

seletah beliau meninggal dunia (1981 M) tumbuh menjadi pusat Tarekat

Qadiriyah wa Naqsabandiyah adalah KH Durri Nawawi di Desa Kajen,

Margoyoso, Pati, Jawa Tengah.

Banyaknya organisasi tarekat yang muncul di Indonesia kemudian

direspon oleh berbagai kalangan untuk mendirikan organisasi ketarekataan.

Tujuannya antara lain menangkal faham di luar Islam yang masuk ke dalam

ajaran-ajaran tarekat sekaligus membela ajaran tarekat dari kritik dan kecaman.19

Selain itu juga menjadi upaya menjaga kemurnian tarekat dari unsur-unsur non

Islam dilakukan dalam lembaga musyawarah ulama sufi yang disebut

“pembahasan masalah-masalah” atau menurut istilah aslinya “Bahsul Masail”. 20

Secara umum, organisasi tersebut menegaskan adanya tarekat yang

dipandang sah (mu’tabarah) dan ada pula tarekat yang dianggap tidak sah (ghair

mu’tabarah). Penjelasan dari keduanya yaitu: Suatu tarekat dianggap sah jika

18

Bruinessen, “Tarekat Qadiriyah” h. 74-75. 19

Shagir, Syekh Ismail Al Minangkabawi, h. 9. 20

Syafi‟i, Ahmad, Tangkulan, Abangan, dan Tarekat, Kebangkitan Agama di Jawa.

(Jakarta, Diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia Anggota IKAPI DKI, 2006), h. 72.

Page 16: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

7

memiliki mata rantai (silsilah) yang mutawatir sehingga amalan-amalan dalam

tarekat tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara syari‟at. Sebaliknya, jika

suatu tarekat tidak memiliki mata rantai (silsilah) yang mutawatir sehingga ajaran

tarekat tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara syari‟at maka ia

dianggap tidak memiliki dasar keabsahan dan oleh karenanya disebut tarekat yang

tidak sah (ghair al-mu’tabarah).21

Dari sekian banyak aliran tarekat, terdapat satu aliran tarekat yang cukup

menarik untuk diteliti lebih lanjut. Aliran tersebut adalah Tarekat Qadiriyah

Hanafiah. Tarekat tersebut didirikan oleh Tuangku22

Syeikh Muhammad Ali

Hanafiyah Qutub Rabbani pada tahun 1995. Yang menarik dari Aliran ini adalah

Mursyidnya mendapatkan Kalam Ilahi pada saat berumur 15 tahun dan masih

kelas I STM. Syeikh Muhammad Ali Hanafiah mendapat bimbingan ruhayinah,

yaitu Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiyah berguru di alam ghaib secara

langsung dari Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.23

Sehingga pertemuan antara

Tuangku dan Syekh Abdul Qodir tidak dilakukan di dunia nyata, melainkan di

alam ghaib.

Pada tahun 2000, Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah mendirikan

Tasawuf Islamic Centre Indonesia (TICI) yang kini berpusat di Jakarta. Di tahun

200224

, Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah juga membangun Pondok

Pesantren Tasawuf Rabbani di Solok Sumatera Barat, sebagai pusat latihan ruhani

(riyadhah) bagi murid-muridnya serta orang-orang yang tertarik belajar Tasawuf.

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah juga mendirikan berbagai macam

usaha untuk meningkatkan perekonomian ummat, baik di bidang jasa, penjualan,

pertanian, perkebunan, perternakan, pertambangan, yang semuanya dijalankan

21

Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia,

(Jakarta: Prenada Media Group, 2011, Cet ke- 4), h. 6. 22

Dalam pengucapannya menjadi “Tuangku”, namun maksud yang dituju sebagaimana

“Tuanku”. 23

Ahmad Rahman, KALAM ILHAM ILAHI, Muhammad Ali Hanafiah (Pelepas Dahaga

bagi Hamba Pencari Tuhan), (Tangerang Selatan: Rabbani Press 2002), h. 4. 24

Zubair Ahmad & Andang B Malla, BUKU PUTIH KEMATIAN, Sebuah Pengalaman

Ruhani Tuangku Syekh Muhammad Ali Hanafiah Ar-Rabbani, (Tangerang Selatan: Rabbani Press

2015), h. 6.

Page 17: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

8

oleh murid-muridnya Tuangku dengan satu tujuan yakni “Islam yang Bersatu dan

Berbagi”.

Salah satu lembaga pusat penyebaran Tarekat Qodiriyah Hanafiyah adalah

Majelis Rabbani Indonesia (MRI). MRI kini beralamatkan di BSD, Serpong,

Tangerang Selatan. Melalui MRI di Serpong, beberapa organisasi atau lembaga-

lembaga lain juga turut muncul seperti DUTI, maupun TICI. Semenjak

kemunculannya, Tarekat Qadariyah Hanafiyah berkembang cukup pesat. dengan

mengorganisasikan Tarekatnya menjadi berbagai lembaga baik terkait dengan

tasawuf maupun dengan perkembangan keumatan lain. Oleh karena itu, penulis

tertarik untuk meneliti Sejarah Perkembangan Tarekat Qadariyah Hanafiah di

Tangerang Selatan sebagai pusat penyebaran Tarekat tersebut.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada persoalan sejarah dan perkembangan tarekat

Qadariyah Hanafiyah di Tangerang Selatan. Di dalamnya menjelaskan persoalan

awal kemunculan tarekat Qodiriyah Hanafiyah di Tangerang Selatan serta bentuk

dan jenis-jenis perkembangannya. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana masuk dan berkembangnya tarekat Qadariyah Hanafiyah di

Tangerang Selatan?

2. Bagaimana bentuk dan model perkembangan Tarekat Qodiriyah

Hanafiyah di Tangerang Selatan?

3. Bagaimana implikasi Tarekat Qodiriyah Hanafiyah terhadap

pengikutnya di Tangerang Selatan?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan kronologis sejarah kemunculan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah

di Tangerang Selatan

2. Mendeskripsikan bentuk-bentuk perkembangan Tarekat Qodiriyah

Hanafiyah di Tangerang Selatan

Page 18: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

9

3. Menjelaskan implikasi Tarekat Qodiriyah Hanafiyah terhadap masyarakat

Tangerang Selatan.

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk penulis sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora di

Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam, Fakultas Adab dan

Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Untuk peneliti selanjutnya sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian

Sejarah Tarekat di Indonesia.

3. Untuk Kampus sebagai koleksi kepustakaan bidang sejarah dan

perkembangan peradaban Islam.

4. Untuk masyarakat sebagai tambahan wawasan pengetahuan dalam bidang

sejarah peradaban dalam kajian sejarah tasawuf maupun tarekat di

Indonesia.

D. Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan tema yang akan diteliti.

Berikut rinciannya:

1. Muthiah Ahmad mahasiswi dari Program Pasca Sarjana Universitas Islam

Bandung jurusan Komunikasi Penyiaran Islam dalam tesisnya yang

berjudul “Zikir di Majlis Rabbani Indonesia” dalam tesis ini di jelaskan

tentang dzikir yang ada di Majlis Rabbani Indonesia (MRI) yang dulunya

bernama Majlis Al-Dzikri Indonesia (MAI) yang di dirikan oleh Tuangku

Syeikh Muhammad Ali Hanafiah pada tahun 1996, kemudian pada bulan

mei 2003 namanya berubah menjadi Majlis Rabbani Indonesia (MRI).

Kegiatan Majlis ini saat ini dipusatkan di Pondok Pesantren Rabbani

Solok, Sumatra Barat. Organisasi ini berasaskan Islam dengan berpaham

Ahlusunnah wal Jamaah. Tujuan utama MRI adalah mengembangan

dakwah islamiyah, menghidupkan kembali nilai-nilai zikir, meningkatkan

Page 19: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

10

pemahaman umat Islam terhadap tauhid, mendorong terbentuknya umat

yang beristiqomah dan meningkaatkan rasa ukhuwah islamiyah.

Gambaran tata cara zikir pada MRI, biasanya para jamaah yang datang ke

Majelis Rabbani Indonesia (MRI) pada umumnya mengenakan pakaian

putih-putih, mukenah putih, dan bagi jamaah laki-laki mengenakan

pakaian takwah berwarna putih serta kopiah juga berwarna putih.

Sebenarnya tidak ada persyaratan untuk mengenakan pakaian serba putih,

namun para jamaah merasa bahwa ketika ingin menghadap kepada Sang

Pencipta hendaklah dengan hati yang bersih yang disimbolkan dengan

mengenakan pakai serba putih. Sebelum kegiatan zikir dimulai, terlebih

dahulu Mursyid mengadakan kajian tentang keislaman atau mengenai

ketauhidan dan juga ada sesi Tanya jawab antara jamaah dengan Mursyid.

Kajian ini tidak terlalu lama sekitar 30 menit, setelah itu para jamaah

bersiap untuk berzikir yang dipimpin langsung oleh Mursyi..25

2. Prof. Dr. Ahmad Rahman, M.Ag, dalam buku-bukunya yang berjudul

”KALAM ILHAM ILAHI, Muhammad Ali Hanafiah, Pelepas dahaga bagi

hamba pencari Tuhan” terbitan Rabbanni Press Tangerang Selatan 200226

,

kemudian buku “Menyapa Rasa Para Pencari Tuhan, Hidangan Ruhani

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah” terbitan Rabbani Press

Tangerang Selatan 201127

, dan buku “INILAH AKU, HERE I AM,

Pencerahan Rohani Bagi Para Pencari Tuhan, Maulana Syaikh

Muhammad Ali Hanafiah” terbitan Rabbani Press Tangerang Selatan

201228

. Beliau menjelaskan dalam buku-bukunya tentang Kalam Ilham

Ilahi dari hasil penelitian beliau yang dilakukan sejak bulan april 2002 ini

telah diseminarkan oleh Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan,

Balai Penelitian Agama dan Kemasyarakatan Jakarta, yang mana Kalam

Ilham Ilahi sejak awal turun yaitu di akhir tahun 1995 ketika Tuangku

Syaikh Muhammad Ali Hanafiah duduk dikelas 1 STM sampai sekarang,

25

Muthiah Ahmad, Zikir di Majelis Rabbani Indonesia (MRI),(Tesis dari Program Pasca

Sarjana Universitas Islam Bandung jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Bandung 2015. 26

Ahmad Rahman, KALAM ILHAM ILAHI, 27

Ahmad Rahman, Menyapa Rasa Para Pencari Tuhan, Hidangan Nurani Tuangku

Syaikh Muhammad Ali Hanafiah, (Tangerang Selatan: Rabbani Press 2011), h. 23. 28

Ahmad Rahman, Inilah AKU, Here I AM, Pencerahan Rohani bagi Pencari Tuhan,

Maulana Syaikh Muhammad Ali Hanafiah, (Tangerang Selatan: Rabbani Press 2012), h. 15.

Page 20: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

11

yaitu ketika beliau Ahmad Rahman menulis buku tentang ini pada tanggal

11 September 2002, sekitar seribu Kalam Ilham Ilahi yang turun kepada

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah. Akan tetapi, banyak yang

tidak ditulis, karena sifatnya tarbiyah pribadi, bahkan ada yang sifatnya

teguran kepadaTuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah, sedangkan

yang ditulis ini oleh Ahmad Rahman yaitu Kalam Ilham Ilahi yang bersifat

kajian, yang dapat dijadikan pelajaran.

3. Radhi Islami dari program magister fakultas Ushuluddin, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dengan judul Sejarah dan Perkembangan Tarekat

Qodiriyah Hanafiyah: Sejarah Lahir dan Perkembagannya di Indonesia.

Tesis ini menjelaskan latar belakang sejarah berdirinya tarekat Qodiriyah

Hanafiyah serta ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi

penjelasannya sangat umum, yakni penjelasan dari mulai kemunculan,

hingga menjelaskan perkembangannya di seluruh Indonesia.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penulis

membatasi pada wilayah Tangerang Selatan. Khusus pada wilayah

Tangerang selatan mengenai kemunculan serta bentuk dan model

penyebarannya.

Dari ketiga penelitian di atas belum terdapat penelitian mengenai sejarah dan

perkembangan tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan. Oleh karena itu

penelitian ini bersifat baru dan original.

E. Kerangka Teori

Teori yang digunakan penulis untuk meneliti sejarah dan perkembangan

Tarekat Qodiriyah Hanafiyah di Tangerang Selatan ini adalah teori perubahan

sosial. Teori perubahan sosial yang digunakan merupakan teori dalam perspektif

sejarah. Sebagaimana pendapat Kartodirjo bahwa perubahan sosial merupakan

gejala sejarah atas proses terjadinya perubahan dalam konteks sosial.29

Berikut

penjelasan detail mengenai teori-teori yang digunakan.

1. Perubahan Sosial

29

Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 4

Page 21: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

12

Perubahan merupakan suatu kondisi yang berbeda dari sebelumnya dengan

kondisi yang terjadi saat ini. Adanya perubahan merupakan hasil perbandingan

waktu tertentu yang terjadi pada satu masyarakat. Dalam perubahan tentunya

memuat proses terjadinya perubahan itu sendiri. Proses tersebut menunjukkan

sebuah gejala sejarah. Gejala sejarah juga memuat persoalan hubungan kausal

sekaligus proses yang terjadi dari sebelum hingga sesudah adanya perubahan.30

Dalam perubahan sosial setidaknya memuat dua unsur:

a. Dinamika masyarakat memajukan tingkat perubahan ke arah yang lebih

maju dengan melihat berbagai faktor yang melatarbelakangi perubahan

tersebut.

b. Arah perubahan sosial menuju dari sederhana ke bentuk yang lebih

kompleks, dengan kata lain menuju pada arah yang lebih baik.31

Dalam teori perubahan sosial, Talcot Parson berpendapat bahwa asumsi

terjadinya perubahan sosial berasal dari hubungan antar lembaga atau komunitas

dalam masyarakat yang berakibat pada perubahan sistem sosial (seperti bahasa

maupun budaya) maupun struktur sosial (peran dan fungsi). Adapun sumber

perubahan sosialnya berasal dari faktor endogen mencakup sistem masyarakat itu

sendiri dan eksogen berupa masyarakat pendatang atau dari luar.32

Faktor eksogen

dalam perubahan sosial, misalnya ide, pengetahuan, teknologi atau kebijakan

sosial-politik dari luar struktur, dan lain sebagainya. Sedangkan faktor endogen

bisa saja dalam bentuk kompetisi atau persaingan kekuasaan yang mempengaruhi

kontrol terhadap kekuasaan dalam struktur sosial, perubahan komposisi dan

peran-peran elemen anggota dalam struktur sosial, dan lain sebagainya.

Dalam teori perubahan sosial, Talcot Parson berpendapat bahwa asumsi

terjadinya perubahan sosial harus memenuhi empat syarat yang disebutnya AGIL.

AGIL adalah singkatan dari Adaption, Goal, Attainment, Integration, dan

Latency. Adapun rinciannya adalah 1) Adaptasi (adaptation): sebuah sistem harus

menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan

diridengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.

30

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), h. 78. 31

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial, h. 99. 32

Syamsir Alam dan Amir Fadhilah, Sosiologi Pedesaan, (Jakarta: Lembaga Penelitian

UIN Jakarta, 2008), h. 126.

Page 22: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

13

2) Pencapain tujuan (goal attainment): sebuah sistem harus mendefinisikan dan

mencapai tujuan utamanya. 3) Integrasi (integration): sebuah sistem harus

mengatur antarhubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga

harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya (A,G,I,L). 4)

Latency (pemeliharaan pola): sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara

dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang

menciptakan dan menopang motivasi sehingg menjadi tatanan yang masyarakat

yang mapan.33

F. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian pada kajian sejarah perlu menggunakan

pemahaman metode sejarah. Metode sejarah adalah suatu proses menguji dan

menganalisis secara kritis terhadap rekaman dan peninggalan masa lampau

berdasarkan data-data yang telah diperoleh.34

Dalam penelitian sejarah terdapat

tahapan-tahapan yang harus penulis lakukan, sebagai mana pendapat

Kuntowijoyo. Berikut adalah tahapan-tahapan yang penulis lakukan dalam

penelitian sejarah:35

1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian heuristik penulis menggunakan data

kepustakaan atau library research dengan mengakses beberapa sumber tertulis

berupa buku, jurnal, serta situs internet. Heuristik dibedakan menjadi sumber

kebendaan atau material berupa sumber tertulis seperti record, seperti

dokumen, arsip, surat, catatan harian, foto-foto, dan file.36

Studi pustaka

mengenai sumber tertulis seperti naskah, buku dan jurnal yang terkait dengan

Tarekat Qodiriyah Hanafiyah

Data kepustakaan akan diperkuat dengan data yang dikumpulkan dengan

melakukan tahap wawancara. Wawancara merupakan metode dengan catatan

pertanyaan melalui tanya jawab secara tatap muka kepada informan atau nara

33

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana,

2010), h. 118. 34

Louis Gottshalck, Mengerti Sejarah, h. 39 35

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, h. 68-72. 36

M. Dien Madjid, Johan Wahyudhi, ilmu sejarah, h.219-223.

Page 23: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

14

sumber. Moleong menyebutkan wawancara adalah percakapan yang dilakukan

oleh pewawancara dan pihak yang diwawancarai.37

2. Verifikasi

Tahap berikutnya ialah kritik sumber atau verifikasi. Dalam proses ini, penulis

melakukan keaslian uji sumber melalui kritik ekteren. Selain itu penulis

melakukan uji kelayakan beberapa sumber melalui kritik intern. Dalam kritik

ektern penulis menganalisa mengenai sumber primer yang penulis dapatkan

melalui situs resmi.

3. Interpretasi

Tahap selanjutnya interpretasi38

atau penafsiran terhadap sumber-sumber yang

telah penulis dapat. Dalam penulisan ini penulis menggunakan analisis dengan

menginterpretasikan beberapa fakta mengenai perkembangan Tarekat

Qodiriyah Hanafiyah di Tangerang Selatan.

4. Penulisan (Historiografi)

Tahap terakhir historiografi39

, dalam tahap ini penulis menulis hasil penelitian

kedalam penulisan sejarah, dan kemudian menarik kesimpulan yang

merupakan jawaban dari permasalahan yang dirumuskan dalam skripsi ini.

5. Pedoman Penulisan

Adapun Panduan penulisan skripsi ini berdasarkan pada Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2017 yang diterbitkan oleh Lembaga Penjamin Mutu (LPM) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menyusun skripsi ini terdiri dari lima bab. Berikut rinciannya:

Bab I Menjelaskan latar belakang masalah penelitian, merumuskan,

metodologi yang digunakan hingga sistematika penulisan

Bab II Menjelaskan mengenai gambaran umum mengenai Tarekat

Qodiriyah Hanafiyah, dari mulai biografi pendirinya dan sejarah

37

Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2005), h. 135. 38

M. Dien Madjid, Johan Wahyudhi, Ilmu Sejarah, h. 225. 39

M. Dien Madjid, Johan Wahyudhi, Ilmu Sejarah, h. 230.

Page 24: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

15

umum kemunculannya

Bab III Menjelaskan gambaran umum mengenai tasawuf dan tarekat dalam

dunia Islam. Serta menjelaskan sejarah perkembangan tarekat di

Indonesia

Bab IV Menjelaskan hasil penelitian tentang sejarah dan perkembangan

tarekat Qodiriyah Hanafiyah di Tangerang Selatan serta beberapa

bentuk perubahan dan implikasinya terhadap masyarakat

Tangerang Selatan

Bab V Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan kritik-saran.

Page 25: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

16

BAB II

PERKEMBANGAN TAREKAT DI INDONESIA

A. Pengertian Tarekat

Sufisme saat ini sangat dekat dengan apa yang dinamakan dengan

Tarekat atau thariqah dalam bahasa Arabnya. Secara etimologi asal usul kata

tarekat atau thariqah berasal dari kata al-Tharq (jamak: al-Thuruq) yang

merupakan isim Musytaraq, secara harfiah berarti jalan, tempat setapak, atau

metode/cara.1 Kata tarekat, secara umum mengacu pada metode latihan atau

amalan khusus berupa zikir, wirid, muraqabah dengan tujuan untuk mencapai

maqam tertentu dalam sebuah institusi yang terdiri dari guru dan murid. Harun

Nasution mendefinisikan tarekat sebagai jalan yang harus ditempuh oleh

seorang sufi, dengan tujuan untuk berada sedekat mungkin dengan Allah.2

Syekh Muhammad Amin Kurdy mendefinisakan tarekat sebagai pengamalan

syari‟at dan (dengan tekun) melaksanakan ibadah dan menjauhkan diri dari

sikap mempermudah pada apa yang memang tidak boleh dipermudah.3

Harun Nasution, berpendapat bahwa istilah tarekat merupakan jalan

yang harus ditempuh oleh seorang salik dalam tujuannya berada sedekat

mungkin dengan Tuhan. Dalam perkembangannya, thariqah mengalami proses

pelembagaan dan mengandung arti organisasi tarekat. Setiap tarekat

mempunyai syekh mursyid, upacara pembai‟atan, tawajuhan, dan bentuk dzikir

sendiri-sendiri, yang membedakan antara satu tarekat dengan tarekat lainnya.4

Menurut Mulyadhi Kartanegara, tarekat memuat dua unsur, jalan dan

persaudaraan atau perkumpulan antara guru (yang membimbing) dan murid

(yang belajar) dalam menjalankan tasawuf. Penjelasannya tarekat merupakan

jalan yang bersifat spiritual bagi seorang sufi yang didalamnya berisi amalan

1 Ris‟an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013) h. 184

2 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam,(Jakarta: Bulan Bintang,

2010)h. 43 3 A. Bachrun Rifa‟i dan Hasan Mud‟is, Filsafat Tasawuf (Bandung: CV. Pustaka Setia,

2010) h. 233 4 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II (Jakarta: UI Press,

1986), h. 89.

Page 26: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

17

ibadah dan lainnya yang bertemakan menyebut nama Allah dan sifat-sifatnya

disertai penghayatan yang mendalam. Amalan dalam tarekat ini ditujukan

untuk memperoleh hubungan sedekat mungkin (secara rohaniah) dengan

Allah.5 Secara gambalang yakni dengan melihat sisi pengamalan, tujuan tarekat

berarti mengadakan latihan (riyadhah) dan berjuang melawan nafsu

(mujahadah), membersihkan berdiri dari sifat-sifat yang tercela dan diisi

dengan sifat-sifat yang terpuji dengan melalui perbaikan budi dalam berbagai

segi. Dari sisi tadzakkur, tujuan tarekat mewujudkan rasa ingat kepada Allah

Dzat Yang Maha Besar dan Maha Kuasa atas segalanya dengan melalui jalan

mengamalkan wirid dan dzikir yang dibarengi dengan tafakur secara terus

menerus.

Tujuan tarekat tersebut akan dapat dicapai oleh setiap orang yang

mengamalkan tarekat. Jelasnya ia dapat mengerjakan syari‟at Allah dan Rasul-

Nya dengan melalui jalan atau sistem yang mengantarkan tercapainya tujuan

hakikat yang sebenarnya sesuai dengan yang dikehendaki oleh syari‟at itu

sendiri. Fungsinya membentuk keluarga besar, dan semua anggotanya

menganggap diri mereka bersaudara satu sama lain. Tarekat dapat juga

bermuatan politik, hal ini dikarenakan banyaknya pengikut atau anggota-

anggotanya, sehingga pimpinan (guru atau syekh) memiliki pengaruh yang

kuat bagi anggotanya.

Tarekat memiliki fenomena ganda, di mana pada satu sisi, menjadi

sebuah disiplin mistik yang secara normatif doktrinal meliputi sistem wirid,

zikir, do‟a, etika tawassul, ziarah, dan sejenisnya sebagai jalan spiritual sufi,

sementara pada sisi yang lain merupakan sistem interaksi sosial sufi yang

terintegrasi dalam sebuah tata hidup sufistik untuk menciptakan lingkungan

psiko-sosial sufi sebagai kondisi yang menekankan kesalihan individual dan

komunal yang tujuannya adalah tercapainya kebahagiaan hakiki, dunia akhirat.

Fenomena lain adalah kebersamaan antara guru dan murid yang

memiliki pengaruh kuat terhadap sosial. tarekat yang semula merupakan ikatan

5 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo, 2012), h. 271.

Page 27: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

18

sederhanadan bersahaja antara guru dan murid, berpotensi untuk berkembang

baik struktural maupun fungsional. Secara struktural, misalnya, terdapat suatu

ordotarekat yang mengembangkan jaringanjaringan seperti pendidikan,

ekonomi, perdagangan, pertanian, dan bahkan sistem dan struktur politik.

Struktur tarekat tersebut bermanifestasi dalam sebuah asosiasi-asosiasi yang

pada akhirnya memperbesar tubuh atau organisasi tarekat yang bersangkutan.6

Dapat disimpulkan bahwa tarekat berfondasi pada Syariat Islam dan

mengacu pada tuntunan Rasulallah (Sunnah), para sahabat dan tabi‟in. Berbeda

dari persangkaan para pengkritik tarekat dan tasawuf, pada dasarnya tarekat

dilaksanakan di atas bangunan syari‟at dan Sunnah Nabi. Dan peran mursyid

dalam suatu tarekat adalah unsur utama yang membimbing muridnya agar si

murid tetap melangkah di jalan yang benar dan tetap berada dalam

thariqah,tidak menyimpang dari syariat.

B. Unsur dalam Tarekat

Seorang yang ingin masuk kedalam dunia sufistik ia harus mengikuti

jalur yang telah ditentukan bagi para sufi dan secara bertahap ia harus

konsisten dalam mendalami seluk beluknya. 7Dalam perkembangan ilmu

tasawuf, para sufi yang sudah mendapat pencerahan biasanya akan membuka

majelis atau semacam perguruan yang berfungsi untuk melatih spiritualitas.

Seseorang yang ingin mendekatkan diri pada Allah tidak perlu dia melakukan

amalannya sendiri, tetapi ia bisa menyelami ilmu tasawuf dan melatih

spiritualitasnya (batin) lewat seorang guru yang telah mumpuni pengetahuan

dan maqam spiritualitasnya. Dalam tarekat biasanya sang guru sufi disebut

sebagai mursyid. Sang mursyid ini berarti adalah pembimbing, petunjuk,

pengajar sekaligus yang menjadi contoh bagi murid.8

Setiap tarekat pasti memiliki syaikh yang dijunjung tinggi, Biasanya

syaikh atau mursyid mengajar murid-muridnya untuk melatih rohani lewat

6 Agus Riyadi, “Tarekat Sebagai Organisasi Tasawuf” dalam Jurnal at-Taqaddum vol.

6. No. 2. (Semarang: UIN Walisongo, 2014), h. 364. 7 Alwi Shihab, Akar Tasawuf di Indonesia, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009) h. 183

8 M. Solihin, & Rosihon Anwar. Kamus Tasawuf, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya)h. 151.

Page 28: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

19

metode zikir dan ibadah lainnya yang dinamakan suluk atau ribath. Kata

tarekat kemudian mengalami pergeseran makna. Jika pada awalnya tarekat

adalah suatu jalan yang ditempuh seorang sufi untuk mendekatkan diri kepada

Allah, kemudian makna tersebut berubah pengertian, yaitu jalan menuju tuhan

di bawah bimbingan seorang guru.9

Seorang mursyid membimbing sang murid untuk menggapai maqam

dan tahapan spiritualitas yang memuaskan.Tarekat dalam hal ini adalah sarana

atau jalan spiritual untuk membimbing setiap orang untuk mencapai derajat

yang dekat dengan Allah10

. Tarekat itu sendiri pada hakikatnya adalah sebuah

institusi sufisme yang berdiri atas jalur syariat Islam dan tidak menyimpang

darinya. Abu Bakar Atjeh memberikan komentar mengenai tarekat:

“Jalan, petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan

ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh

sahabat dan tabi‟in, turun-temurun sampai kepada guru-guru, sambung-

menyambung dan rantai-berantai; atau suatu cara mengajar atau mendidik,

lama kelamaan meluas menjadi kumpulan kekeluargaan yang mengikat

penganut-penganut sufi yang sepaham dan sealiran, guna memudahkan

menerima ajaran-ajaran dan latihan-latihan dari para pemimpinnya dalam

satu ikatan.”11

Hubungan seorang pembimbing (mursyid) dengan yang dibimbing

(murid) dan yang dibimbing dengan yang dibimbing lainnya lama kelamaan

mengikat satu persaudaraan tarekat yang disebut dengan persaudaraan shufi.

Akhirnya tarekat tidak hanya dikonotasikan pada suatu metode praktis tetapi

dikonotasikan sebagai lembaga bimbingan calon shufi, yang elemennya adalah

guru (syekh, mursyid), murid, tempat (yang disebut dengan zawiyah),

perjanjian antara guru dan murid (baiat), do‟a dan wirid khusus, adanya

penyebaran oleh bekas murid setelah mendapat ijazah dari gurunya dengan

silsilah yang diakui kebenarannya sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

9 Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia,

(Jakarta: Prenada Media Group, 2011, Cet ke- 4), h. 6-8 10

Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2010), h. 115 11

Abu Bakar Atjeh, Pengantar Ilmu Thariqah, (Solo: Ramadhani, 1996), h. 97

Page 29: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

20

Guru didalam tarekat adalah orang yang paling berpengaruh. Ia mempunyai

wewenang (otoritas) yang sangat luas12

.

Dalam tarekat terdapat sebuah unsur penting yaitu bai‟at (bay„ah)13

yaitu janji atau sumpah setia, dalam hal ini berarti sumpah setia seorang murid

kepada syaikh yang menjadi pembimbingnya. Bai„at juga merupakan tali

pengikat agar seorang murid dapat istiqamah (kosnsisten) dalam menempuh

jalan menuju Allah SWT sesuai apa yang diajarkan sang guru. Selain itu, ada

juga tata pengamalannya, yaitu wirid, atau dzikir, ratib, muzikk, menari,

bernapas, dan sebagainya. Hal tersebut harus mengacu pada ketentuan syari‟at.

Abu Bakar Aceh memberikan penjelasan bahwa syari‟at merupakan peraturan,

tarekat merupakan pelaksanaan, hakekat merupakan keadaan, dan ma‟rifat

merupaka tujuan akhir dari perjalan mistis seorang salik.14

C. Sejarah dan Perkembangan Tarekat

Peralihan tasawuf yang bersifat personal pada tarekat yang bersifat

lembaga tidak terlepas dari perkembangan dan perluasan tasawuf itu sendiri.

Semakin luas pengaruh tasawuf, semakin banyak pula orang berhasrat

mempelajarinya. Seorang guru tasawuf biasanya memformulasikan suatu

sistem pengajaran tasawuf berdasarkan pengalamannya sendiri. Sistem

pengajaran itulah yang kemudian menjadi ciri khas bagi suatu tarekat yang

membedakannya dari tarekat yang lain. Tarekat adalah organisai dari pengikut

sufi-sufi besar. Mereka mendirikan organisasi-organisasi untuk melestarikan

ajaran-ajaran tasawuf gurunya. Maka timbullah tarekat. Tarekat ini memakai

suatu tempat pusat kegiatan disebut ribat yang (disebut juga zawiyah, hangkah

atau pekir).

Teori lain sejarah kemunculan tarekat dikemukakan oleh Jhon O. Voll.

Ia mejelaskan bahwa penjelasan mistis terhadap Islam muncul sejak awal

sejarah islam. Munculnya gerakan tarekat menurut O. Voll, kemungkinan

12

Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang: Rasail Media Group 2010), h. 115. 13

Hassan Sadhily. Ensiklopedi Indonesia. Jilid 1, (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve,

1980) h. 362. 14

Abu Bakar Atjeh. Pengantar Ilmu Tariqah, h. 99

Page 30: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

21

disebabkan adanya perselisihan atau konflik yang terjadi antar otoritas

keagamaan, baik karena satu perkara atau ketidaksepahaman dalam aliran.

Karena itulah para guru sufi yang telah berhasil mencampai puncak

pencapaian, mereka mendirikan lembaga tersendiri (berupa majelis atau

madrasah) yang mengajarkan tentang tasawuf menurut jalan yang

ditempuhnya. Tarekat itu sendiri diperkirakan muncul pada abad ke 5 Hijriyah.

15

Kegiatan kaum sufi pada abad ke 5 Hijriyah merupakan suatu lompatan

besar dalam dunia tasawuf. Pada mulanya tasawuf bersifat personal, dimana

hanya individu-individu tertentu saja (yang kuat dan tekun) bisa merasakan

kelezatan marifatullah, tapi setelah Tarekat berdiri dan membentuk suatu

lembaga keagamaan, maka tasawuf bukan saja khusus diamalkan oleh kaum

sufi, tetapi juga bisa diamalkan oleh umat awam melalui perantara guru

(mursyid). Pada mulanya tokoh yang membentuk suatu tarekat adalah Syaikh

Abdul Qadir Jailani di Baghdad yang kemudin komunitas tarekatnya disebut

sebagai Qadiriyah. Sedangkan di Persia, muncul tokoh Shihabbudin Umar

Suhrawardi, Sayyid Ahmad Rifa‟i dan Jalaluddin Rummi yang membentuk

komunitas tarekatnya sendiri di daerah Persi.16

Secara positif pengaruh berdirinya tarekat berdampak pada kesalehan

individu atau masyarakat yang mengikuti tarekat tersebut, namun sisi

negatifnya, muncul pengkultusan terhadap guru-guru tarekat atau kaum sufi

sehingga umat awam asal bertaqlid saja kepada orang yang dianggap sufi tanpa

mengetahui apakah benar orang itu sufi atau hanya sekedar orang yang

mengklaim dirinya sufi.

Istilah tarekat terkadang kemudian digunakan untuk menyebut suatu

bimbingan pribadi dari perilaku yang dilakukan oleh seorang mursyid kepada

muridnya. Pengertian terakhir inilah yang lebih banyak dipahami oleh banyak

kalangan, ketika mendengar kata tarekat. Dengan demikian tarekat memiliki

dua pengertian. Pertama, ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual

15

Rosihon Anwar & Mukhtar Sholihin. Ilmu Tasawuf.( Bandung: Pusaka Setia. 2006) 16

Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 310.

Page 31: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

22

kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri

dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi

brotherhood) yang ditandai dengan adanya lembaga formal seperti zawiyah,

rubath, atau rumah atau tempat untuk melaksanakan riyadhah atau khanaaqah.

Bila ditinjau dari sisi lain tarekat itu mempunyai tiga sistem, yaitu: sistem

kerahasiaan, sistem kekerabatan persaudaraan, dan sistem hierarki seperti

syaikh atau mursyid, wali atau qutub. Kedudukan guru tarekat diperkokoh

dengan ajaran wasilah dan silsilah. Keyakinan ber-wasilah dengan guru

dipererat dengan kepercayaan karamah, barakah atau limpahan petolongan dari

guru. Kepatuhan murid kepada guru dalam tarekat, laksana mayat di tangan

orang yang memandikannya.17

Awal kemunculan tarekat adalah pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyah,

yang sejalan dengan kemunculan tasawuf. Pada abad ke-5 Hijriyah atau abad

13 Masehi barulah muncul tarekat sebagai kelanjutan kegiatan kaum sufi

sebelumnya. Hal ini ditandai dengan setiap silsilah tarekat selalu dihubungkan

dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada abad itu. Mula-

mula muncul tarekat Qadiriyah yang dikembangkan oleh syeikh Abdul Qodir

Jaelani di Asia tengah Tibristan tempat kelahiran dan oprasionalnya, kemudian

berkembang ke Baghdad, Irak, Turki, Arab Saudi sampai ke Indonesia,

Singapura, Malaysia, Thailan, India, Tiongkok. Muncul pula tarekat Rifa‟iyah

di Maroko dan Aljazair. Disusul tarekat Suhrawardiyah di Afrika utara, Afrika

tengah, Sudan dan Nigeria. Tarekat-tarekat itu kemudian berkembang dengan

cepat melalui murid-muridnya.18

Pada perkembangannya, kata tarekat mengalami pergeseran makna.

Jika pada awalnya tarekat berarti jalan yang ditempuh oleh seorang sufi dalam

mendekatkan diri kepada Allah, maka pada tahap selanjutnya istilah tarekat

digunakan untuk menunjuk pada suatu metode psikologi yang dilakukan oleh

guru tasawuf (mursyid) kapada muridnya untuk mengenal Tuhan secara

17

KH. A. Aziz Masyuri, Ensklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf, (Surabaya:

Imtiyaz, 2014), h. 2. 18

Sri Mulyati dkk, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di

Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011, Cet ke- 4), h. 6.

Page 32: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

23

mendalam. Dari sinilah, terbentuklah suatu tarekat, dalam pengertian “jalan

menuju Tuhan di bawah bimbingan seorang guru”. Dari pengertian ini

kemudian kata tersebut digunakan dalam konotasi makna cara seseorang

melakukan suatu pekerjaan, baik terpuji maupun tercela. Menurut istilah

tasawuf sendiri, tarekat berarti perjalanan seorang salik (pengikut tarekat)

menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus

ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin

kepada Tuhan19

, dan perjalanan yang mengikuti jalur yang ada melalui tahap

dan seluk-beluknya. Kata tarekat, secara umum mengacu pada metode latihan

atau amalan (zikir, wirid, muraqabah), juga pada institusi guru dan murid yang

tumbuh bersamanya.20

Tarekat sebagai organized sufism hadir sebagai institusi penyedia

layanan praktis dan terstruktur untuk memandu tahapan-tahapan perjalanan

mistik yang berpusat pada relasi guru dan murid. Otoritas guru (mursyid) yang

telah melampaui tahapan tahapan mistik harus diterima secara keseluruhan

oleh murid. Ini diperlukan agar langkah murid untuk bertemu dengan Tuhan

dapat terlaksana seperti yang dialami guru. Relasi guru-murid ini terbangun

sambung menyambung hingga sampai kepada nabi sebagai sumbernya. Inilah

yang disebut silsilah, yaitu mata rantai yang menghubungkan antara satu

mursyid dengan mursyid yang mendahuluinya, fungsinya sama seperti sanad

yang digunakan ulama hadis.

Secara umum terdapat dua aliran tarekat terbesar yang mainstream di

kalangan sufistik, yaitu Naqsyabandiyah dan Qadiriyah. Tarekat

Naqsyabandiyah didirikan oleh Muhammad Bahauddin An-Naqsabandi al-

Uwaisi al-Bukhari (w.1389M) di Turkistan.Tarekat ini merupakan salah satu

tarekat sufi yang paling luas penyebarannya, dan terdapat banyak di wilayah

Asia Muslim (meskipun sedikit di antara orang-orang Arab) serta Turki,

BosniaHerzegovina, dan wilayah Volga Ural. Ciri yang menonjol dari Tarekat

Naqsyabandiyah adalah diikutinya syari‟ at secara ketat, keseriusan dalam

19

KH. A. Aziz Masyuri, Ensklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf, (Surabaya:

Imtiyaz 2014), h. 1. 20

Alwi Shihab, Akar Tasawuf di Indonesia, (Depok: Pustaka Iman 2009), h. 183.

Page 33: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

24

beribadah menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, serta lebih

mengutamakan berdzikir dalam hati, dan kecenderungannya semakin kuat ke

arah keterlibatan dalam politik (meskipun tidak konsisten).

Teknik dasar Naqsyabandiyah, seperti kebanyakan tarekat lainnya,

adalah dzikir yaitu berulang-ulang menyebut nama Tuhan ataupun menyatakan

kalimat la ilaha illallah. Tujuan latihan itu ialah untuk mencapai kesadaran

akan Tuhan yang lebih langsung dan permanen. Pertama sekali, Tarekat

Naqsyabandiyah membedakan dirinya dengan aliran lain dalam hal dzikir yang

lazimnya adalah dzikir diam (khafi, “tersembunyi”, atau qalbi, “dalam hati”),

sebagai lawan dari dzikir keras (dhahri) yang lebih disukai tarekat tarekat lain.

Kedua, jumlah hitungan dzikir yang mesti diamalkan lebih banyak pada

Tarekat Naqsyabandiyah dari pada kebanyakan tarekat lain. Dengan hanya

duduk bersama-sama menghadiri majelis Hadhrat Nabi Muhammad dengan

hati yang benar dan ikhlas serta penuh cinta biarpun hanya sekali, orang yang

hadir itu akan mencapai kesempurnaan iman pada maqam yang tertinggi.

Begitulah keadaannya apabila seseorang itu hadir dan berkhidmat dalam

majelis Naqsyabandiyah, dengan hati yang benar dan ikhlas, orang yang hadir

itu akan dapat merasakan maqam Syuhud dan „Irfan yang akan diperoleh

setelah begitu lama menuruti jalan-jalan tarekat yang lain.21

Adapun tarekat Qadiriyah adalah nama sebuah tarekat yang didirikan

oleh Syeikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani Al Baghdadi

(1077-1166M). Tarekat Qadiriyah berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria

kemudian diikuti oleh jutaan umat muslim yang tersebar di Yaman, Turki,

Mesir, India, Afrika dan Asia.Syekh Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qodir

Al-Jaelani Al-Baghdadi, ini adalah urutan ke 17 dari rantai mata emas mursyid

tarekat. Tarekat Qadiriyah ini dikenal luwes, yaitu bila murid sudah mencapai

derajat syekh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus

mengikuti tarekat gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat

yang lain ke dalam tarekatnya Hal itu seperti tampak pada ungkapan Abdul

21

Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia

(Jakarta: Kencana, 2006), h. 28.

Page 34: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

25

Qadir Jaelani sendiri, “Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya,

maka dia jadi mandiri sebagai syeikh dan Allah-lah yang menjadi walinya

untuk seterusnya”.22

Tarekat Qadiriyah mementingkan kasih sayang terhadap semua

makhluk, rendah hati dan menjauhi fanatisme dalam keagamaan maupun

politik. Keistimewaan tarekatnya ialah zikir dengan menyebut-nyebut nama

Tuhan. Ada anggapan membaca Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani pada

tanggal 10 malam tiap bulan bisa melepaskan kemiskinan. Karena itu

manaqibnya populer, baik di Jawa maupun Sumatera. Adapun asas-asas dalam

tarekat Qadiriyah ialah bercita-cita tinggi, melaksanakan cita-cita,

membesarkan nikmat, memelihara kehormatan dan memperbaiki khidmat

kepada Allah SWT. Sedangkan wirid dan zikir yang dilafalkan ialah

“Lailahaillallahu” dengan berdiri sambil bersenam, mengepalkan tangan ke

samping, ke depan, ke muka dengan badan yang sigap, dan putus ingatan

dengan yang lain, kecuali hanya kepada Allah SWT.23

Masuknya tarekat-tarekat ke Indonesia, biasanya bersamaan dengan

adanya migrasi, perdagangan, atau munculnya orang-orang Indonesia yang

belajar agama keluar negeri seperti India atau Arab Saudi. Van Bruinessen

menyebutkan, banyak orang Indonesia yang kembali dari berhaji sudah di

baiat menjadi pengikut suatu tarekat selama mereka menetap di Mekah dan

sebagian diantaranya mendapatkan ijazah untuk mengajarkan berbagai

tarekat mereka. Itulah sebabnya banyak ulama Indonesia yang selesai pergi

haji atau belajar ke Arab lalu mendirikan tarekat setelah pulang dari tempat ia

belajar. Ada beberapa orang yang terkenal sebagai pembawa tarekat tertentu

untuk pertama kalinya ke Indonesia, misalnya Hamzah Fanzuri (w.1590 M)

memperkenalkan tarekat wujudiyah di Aceh, Abdul Rauf Singkel (1620-1693

M) memperkenalkan tarekat Syattariyah juga di Aceh, Syekh Yusuf al-

Makassariy (1626 - 1699 M) memperkenalkan tarekat Naqsyabandiyah

dan tarekat Khalwatiyah di Banten dan Sulawesi Selatan, Syekh Ahmad

22

Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat, h. 34. 23

Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat, h. 39.

Page 35: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

26

Khatib Sambas (w. 1878 M) bersama Syekh Abdul Karim Banten

memperkenalkan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Banten, Syekh

Abdul Fattah memperkenalkan tarekat Ahmadiyah atau Idrisiyah, Syekh

Abd. al-Shamad al-Falimbani juga berjasa menyebarkan tarekat

Sammaniyah (beliau murid langsung Syaikh Abdul Karim Saman) dan Syekh

Ismail dari Simabur, Minangkabau juga mulai mengajarkan tarekat

Khalidiyah di Tanah Minang tersebut. berkat mereka tarekat mulai muncul dan

berkembang di Indonesia.24

Perkembangan tarekat di Indonesia secara nyata baru terlihat pada abad

XVII yaitu dimulai pertama kali oleh Hamzah Fansuri (m.1610) dan muridnya

Syamsuddin As-Sumantrani (m.1630) akan tetapi keduanya tidak

meninggalkan organisasi tarekat yang berlangsung terus-menerus. Baru

kemudian setelah Abdur Rauf bin Ali Singkel memperkenalkan tarekat

Syatariyah di Aceh pada tahun 1679 M, organisasi tarekat inilah menjadi jelas

dan dapat ditelusuri perkembangannya melalui silsilah hubungan guru murid

sampai kebeberapa daerah di Indonesia25

. Hamzah Fansuri secara tegas disebut

sebagai penganut Tarekat Qadiriyah26

. Kendatipun demikian, tarekat yang

dianut oleh Hamzah fansuri maupun muridnya Syamsuddin Al Sumantrani

berbeda dengan Tarekat Qadiriyah yang sekarang berkembang. Keduanya

dikenal menganut paham penyatuan manusia dan Tuhan (Wahdatul Wujud),

sedang Tarekat Qadiriyah yang sekarang ada, tidak lagi mengenal ajaran

tersebut.27

Tokoh-tokoh penyiar Islam yang hidup dan berdakwah di Indonesia

sebelumnya, secara samar-samar juga cenderung menganut paham ini. Syekh

Abdullah Arif seorang penyiar pertama di Aceh apda abad 12 M dalam

24

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat : Tradisi –Tradisi

Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1999) h.201-214 25

Trimingham, J.S, The Sufi Order in Islam. (London Oxford Univesity Press.

1971),h.130. 26

Bruinessen, M.V, “Tarekat Qadiriyah dan Ilmu Syekh Abdul Qadir Jaelani di India,

Kurdistan, dan Indonesia”, dalam Ulumul Qur‟an Vol.2 No. 2,(Jakarta, Penerbit Lembaga

Studi Agama dan Filsafat. 1989), h. 69. 27

Syafi‟i, Ahmad, Tangkulan, Abangan, dan Tarekat, Kebangkitan Agama di Jawa.

(Jakarta, Diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia Anggota IKAPI DKI. 2006), h. 62.

Page 36: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

27

karangannya yang berjudul “Bahrul Laahut” juga mengajarkan ajaran yang

sama dengan Abu Mansur Al Hallaj dan Muhyiddin Ibnu Arabi yakni wahdatul

wujud28

. Begitu juga di jawa, di zaman penyiar Islam pertama (walisongo)

terdapat seorang tokoh tasawuf yang mengajarkan paham ini. Bahkan pada

periode setelahnya, beberapa tokoh dalam Kitab Cabolek, ada saja orang yang

menyiarkan ajaran ini meskipun harus menerima hukuman berat. Tentang

aliran tarekat apa yang dianut oleh Walisongo tidaklah jelas. Hanya saja dalam

Babad Tanah Jawi dinyatakan bahwa Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus

mengajarkan Ilmu Abdul Qadir29

.

Di Sulawesi tarekat juga berkembang atas prakasa Syekh Yusuf Tajul

Khalwati (1621-1689 M). Ulama Makassar ini dikenal seorang sufi yang

menerima banyak ijazah tarekat seperti Tarekat Qadiriyah dari Nuruddin Ar

Raniri, Tarekat Naqsabandiyah dari Muhammad Abdul Baqi Billah

Ba‟alawiyah dari Sayid Ali, Tarerkat Syatariyah dari Burhanuddin Al Mula bin

Ibrahim, dan Tarekat Khalwatiyah dari Abdul Barakat Ayyub bin Ahmad30

.

Adapun ajaran tasawuf yang dikembangkan seperti yang tertera dalam kitab

karangannya “Fathur Rahman” ada banyak persamaan dengan Abi Yazid Al

Bistami, Abdul Karim Al Jili, dan Abu Mansur Al Hallaj. Begitu juga dalm

kitabnya “Zubdatul Asrar”, dia menyatakan mengikuti ajaran Syekh

Muhammad Fadlullah Burhanpuri, seperti tentang macam-macam zikir31

.

Pada abad XVIII, perkembangan tarekat masih juga menunjukan ada

pengaruh paham wujudiyah. Tetapi kecenderungan kepada pentingnya fiqih

sudah mulai tampak. Hal itu terlihat antara lain pada karya-karya ulama sufi

pada abad tersebut. Di antara ulama yang hidup pada masa itu adalah Syekh

28

Abdullah, Hawash, Perkembangan Ilmu tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara.

(Solo, Penerbit Ramadhani. 1980), h. 13. 29

Bruinessen, M.V, “Tarekat Qadiriyah dan Ilmu Syekh Abdul Qadir Jaelani di India,

Kurdistan, dan Indonesia”, dalam Ulumul Qur‟an Vol.2 No. 2, (Jakarta, Penerbit Lembaga

Studi Agama dan Filsafat. 1989), h. 70. 30

Tudjimah Cs, Syekh Yusuf Makassar: Riwayat Hidup Karya dan Ajarannya. (Jakrta,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan

Daerah. 1987), h. 18-19. 31

Tudjimah Cs, Syekh Yusuf Makassar: Riwayat Hidup Karya dan Ajarannya. (Jakrta,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan

Daerah. 1987), h. 30-33.

Page 37: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

28

Abdus Samad Al Falimbani, Syekh Muhammad Nafis Al Banjari, dan Haji

Ahmad Mutamakin Cebolek. Syekh Abdus Samad dalam karyanya yang

berjudul “Siyarus Salikin” memandang bahwa aliran wujudiyah dan sejenisnya

adalah ilmu tasawuf yang tinggi nilainya. Syekh Abdus Samad juga

mengajarkan “Fanaul Af‟al” yakni menyatukan perbuatan makhluk di dalam

perbuatan Allah. Begitu juga Syekh Muhammad Nafis Al Banjari adalah

seorang sufi penganut paham Muhyiddin Ibnu Al Arabi. Ajaran tasawufnya

dapat dilihat pada buku karangannya “Ad Durun Nafis” yang juga

mengajarkan maqam fana‟ (kedudukan menyatu dengan Tuhan) dalam tiga

tingkatan. Pertama, fana‟ pada perbuatan seperti kata: “Tiada yang berbuat

hanya Allah”. Kedua, fana‟ pada sifat, seperti kata mereka: “Tiada yang hidup

hanya Allah”. Ketiga, fana‟ pada zat, seperti kata: “Tiada yang ada hanyalah

Allah”. Kitab ini seratus tahun kemudian setelah penulisnya wafat dinyatakan

sesat oleh Mufti Kerajaan Johor, Sayid Alwi Thahir Al Haddad32

. Sezaman

dengan ulama di Palembang dan di Banjarmasin tersebut di Jawa juga muncul

seorang Haji yang dituduh mengajarkan aliran wujudiyah (manunggaling

kawula gusti) yang bernama Haji Ahmad Mutamakin. Informasi tentang tokoh

ini sebagian besar diketahui para ahli melalui buku sastra Jawa yang berjudul

“Serat Cabolek” karangan Yasadipura dan telah diangkat menjadi desertasi

oleh Dr. Soebardi33

.

Perwujudan tarekat seperti dijelaskan di atas menunjukan bahwa ajaran

tasawuf yang berkembang pada awal penyiaran Islam sampai dengan abad

XVIII adalah tasawuf yang bercorak filosofis dan menekankan pada ajaran

wahdatul wujud sebagai puncak tasawuf. Corak tasawuf yang demikian itu

tidak saja pada Tarekat Syatariyah yang dikembangkan oleh Syekh Abdur Rauf

Singkel seperti yang dinyatakan oleh Steenbrink34

tetapi juga pada tarekat

lainnya seperti Tarekat Qadiriyah oleh Syekh Hamzah Fansuri dan Syekh

Syamsuddin Al Sumantrani, Tarekat Khalwatiyah dan Tarekat Naqsabandiyah

32

Abdullah, Hawash, Perkembangan Ilmu tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara.

(Solo, Penerbit Ramadhani. 1980), h. 85. 33

Soebardi, S. The Book of Cabolek. (Leiden, The Hague-Martinus Nijhoff. 1975), h.

26. 34

Steenbrink, K.A, Beberapa Aspek tentang Islam Indonesia Abad ke-19. (Jakarta,

Penerbit Bulan Bintang. 1984), h. 174.

Page 38: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

29

oleh Syekh Yusuf Makassar, Tarekat Samaniyah oleh Syekh Abdus Samad Al

Falimbani dan Syekh Muhammad Nafis Al Banjari. Pemurnian ajaran tasawuf

dengan cara menghilangkan pandangan wahdatul wujud dan menekankan

pentingnya syariat baru terjadi pada abad ke-19 melalui tokoh-tokoh sufi yang

juga berasal dari Indonesia sendiri setelah mereka kembali dari mencari ilmu di

pusat Islam yakni Saudi Arabia35

.

Ada tiga ulama tarekat terpenting dalam kaitannya dengan pemurnian

ajaran tasawuf pada abad ke-19 di Indonesia yaitu Syekh Ismail Al Khalidi Al

Minangkabawi, Syekh Muhammad Saleh Az Zawawi, dan Syekh Ahmad

Khatib As Sambasi. Tarekat yang dikembangkan oleh ketiga ulama sufi ini

adalah Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah, Tarekat Naqsabandiyah

Muzhariyah, dan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah. Ketiga aliran tarekat

inilah yang dewasa ini memiliki penganut paling besar dibanding dengan

Tarekat rifaiyah, Tarekat Samaniyah, Tarekat Syatariyah, Tarekat Tijaniyah,

Tarekat Alawiyah, Tarekat Syaziliyah, dan lain-lainnya.

Syekh Ismail Al Khalidi Al Minangkabawi adalah pelopor Tarekat

Khalidiyah Naqsabandiyah di Minangkabau khususnya dan pada umumnya di

Indonesia yang telah banyak mengadakan perubahan metode dalam tasawuf.

Dengan munculnya tarekat ini kemasyhuran Tarekat Syatariyah di Sumatra

Barat yang bersumber dari ajaran Syekh Burhanuddin Ulakan menjadi

berkurang. Perubahan ajaran Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah adalah

tentang kesaksian tunggal (Wahdatus Syuhud) dan menentang ajaran

(Wahdatul Wujud) yang bersumber pada ajaran Syekh Abu Mansur Al Hallaj

dan Syekh Muhyiddin Ibnu Al Arabi36

. Syekh Ismail Al Khalidi Al

Minangkabawi setelah belajar di daearahnya kemudian melanjutkan

pelajarannya ke Makkah dan berguru dengan Syekh Khalid Al Kurdi seorang

pembaharu Tarekat Naqsabandiyah.37

Pada tahun 1850-an, beberapa orang

35

Syafi‟i, Ahmad, Tangkulan, Abangan, dan Tarekat, Kebangkitan Agama di Jawa.

(Jakarta, Diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia Anggota IKAPI DKI. 2006), h. 65. 36

Mansoer, dkk, Sejarah Minangkabau. (Jakarta, Penerbit Bhatara Masa Kini. 1970), h.

164. 37

Abbdullah, Shagir, Syekh Ismail Al Minangkabawi Penyiar Thareqat Naqsabandiyah

Khalidiyah. (Solo, Penerbit Ramadhani. 1985), h. 17.

Page 39: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

30

Nusantara mulai menyebarkan tarekat ini di Jawa dan Sumatera38

. Dan sejak

itu pula di beberapa daerah di Indonesia Tarekat Syatariyah diganti dengan

Naqsabandiyah wa Qadiriyah.39

Cabang dari Tarekat Naqsabandiyah lainnya adalah Tarekat

Muzhariyah. Tarekat ini di syiarkan oleh Syekh Muhammad Saleh Az Zawawi.

Mujahid atau pembaharu dari tarekat ini adalah Syekh Muhammad Muzhar Al

Ahmadi. Pengaruh cabang Tarekat Naqsabandiyah Muzhariyah di Indonesia

meliputi daerah Riau, Pontianak, dan Madura. Tokoh penyiar Tarekat

Naqsabandiyah di Madura adalah Syekh Abdul Azim Al Manduri. Puncak

perkembangan tarekat ini dicapai setelah KH. Fatul Bari Al Manduri

menyiarkannya kepada orang awam yang diikuti oleh muridnya bernama Sayid

Muhsin Al Hinduan yang meyebarkan mulai dari Madura, Kalimantan Barat,

Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan40

. Di Jawa Tengah, Tarekat

Naqsabandiyah Khalidiyah juga berkembang dengan cepat pada masa ini. Di

antara tokoh utama penyiar tarekat ini adalah Syekh Muhammad Al Hadi,

Girikusumo, di Mranggen, Demak, Jawa Tengah. Dewasa ini mursyid Tarekat

Naqsabandiyah Khalidiyah di Jawa Tengah (Kudus, Rembang, Pati, Surakarta)

menyandarkan sanad atau silsilah pada Syekh Muhammad Al Hadi. Dengan

demikian keterangan Zamakhsari Dhofir41

bahwa Kyai Baedhawi, Kyai

Maksum (keduanya dari Lasem, Rembang) dan Kyai Hafidh (Rembang), Kyai

Arwani (Kudus), Kyai Muslih (Mranggen-Demak), dan Kyai Adlan Ali dari

Tebuireng (Jombang) sebagai pimpinan Tarekat Qadiriyah wan Naqsabandiyah

adalah kurang teliti. Kyai Baedhawi sebenarnya menganut Tarekat Syaziliyah.

Kyai Hafidh dan Kyai Arwani adalah penganut/ pimpinan Tarekat

Naqsabandiyah Khalidiyah yang berasal dari Syekh Muhammad Al Hadi

38

Bruinessen, M.V, “Bukankah Orang Kurdi yang Mengislamkan Indonesia”. Dalam

Pesantren No. 4/Vol. IV/1987. (Jakarta, Penerbit P3M. 1987), h. 51. 39

Steenbrink, K.A, Beberapa Aspek tentang Islam Indonesia Abad ke-19. (Jakarta,

Penerbit Bulan Bintang. 1984), h. 174. 40

Abbdullah, Shagir, Syekh Ismail Al Minangkabawi Penyiar Thareqat Naqsabandiyah

Khalidiyah. (Solo, Penerbit Ramadhani. 1985), h. 6-7. 41

Dhofier, Zamakhsari, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai.

(Jakarta, Penerbit LP3ES. 1982), h. 144.

Page 40: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

31

Mranggen. Sedangkan Kyai Muslih dan Kyai Adlan Ali memang benar sebagai

pimpinan Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah.42

Pada pertengahan abad ke-19, seorang ulama dari Kalimantan

mengajarkan Tarekat Qadiriyah yang digabungkan dengan Tarekat

Naqsabandiyah sebagai kesatuan yang kemudian dikenal dengan nama Tarekat

Qadiriyah wan Naqsabandiyah . Syekh Ahmad Khatib As Sambasi adalah

pembaharu atau pencetus kedua tarekat tersebut. Setelah Ahmad Khatib

Sambas meninggal dunia (1878 M) kepemimpinannya dilanjutkan oleh para

muridnya yaitu: Syekh Abdul Karim Banten, Syekh Talhah Cirebon, dan Kyai

Ahmad Hasbullah bin Muhammad Madura. Dari tiga muridnya Ahmad Khatib

tersebut, Kyai Ahmad Hasbullah bin Muhammad Madura menurunkan kepada

murid-muridnya di Jawa Timur seperti Kyai Ramli, ayah Kyai Mustain Ramli.

Di Jawa Tengah, Kyai Muslih mengambil silsilahnya kepada Syekh Abdul

Karim Banten. Di Jawa Barat, Abah Anom (Suryalaya) mengambil silsilah dari

jalur Kyai Talhah Cirebon, begitu juga dengan Kyai Thahir Falak

(Pagentongan, Bogor). Cabang-cabang Tarekat Qadiriyah wan Naqsabandiyah

tersebut yang terbesar dan yang paling berpengaruh adalah Abah Anom (KH.

A. Shahibulwafa Tajul „Arifin) di Suryalaya karena sistem pengobatan

narkotika melalui zikir (sufi healing).43

Selain Abah Anom, Kyai Muslih

(Mranggen) yang mengambil silsilah melalui jalur Kyai Abdul Karim Banten

juga merupakan tokoh besar dalam tarekat ini dan sekaligus sebagai perintis

berdirinya organisasi tarekat secara nasional yang disebut “Jamiyah Ahli

Tharekat Mutabaroh An Nahdliyah”.

Sampai saat ini di Asia Tenggara menjadi jamaah paling besar dan

paling subur perkembangnya. Di Indonesia, tercatat ada bermacam-macam

tarekat dan organisasi yang mirip tarekat. Beberapa di antaranya hanya sebagai

tarekat lokal yang berdasarkan pada ajaran-ajaran dan amalan-amalan guru

42 Syafi‟i, Ahmad, Tangkulan, Abangan, dan Tarekat, Kebangkitan Agama di Jawa.

(Jakarta, Diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia Anggota IKAPI DKI, 2006), h. 67. 43

Bruinessen, M.V, “Tarekat Qadiriyah dan Ilmu Syekh Abdul Qadir Jaelani di India,

Kurdistan, dan Indonesia”, dalam Ulumul Qur‟an Vol.2 No. 2, (Jakarta, Penerbit Lembaga

Studi Agama dan Filsafat. 1989), h. 74-75.

Page 41: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

32

tertentu. Tarekat lainnya, biasanya yang lebih besar, sebetulnya merupakan

cabang-cabang dari gerakan Sufi internasional, misalnya Khalwatiyah

(Sulawesi Selatan), Syattariyah (Sumatera Barat dan Jawa), Qadiriyah,

Rifa‟iyah, Idrisiyah atau Ahmadiyah, Tijaniyah dan yang paling besar adalah

Naqsyabandiyah. Terdapat 45 Thariqah Mu‟tabarah dan Berstandar di

Lingkungan Nahdlatul Ulama (NU), yaitu: 1) Abbasiyah2) Ahmadiyah , 3)

Akbariyah, 4 Alawiyah, 5) Baerumiyah, 6) Bakdasyiyah, 7) Bakriyah, 8)

Bayumiyah, 9) Buhuriyah, 10) Dasuqiyah, 11) Ghozaliyah, 12) Ghoibiyah, 13)

Haddadiyah, 14) Hamzawiyah, 15) Idrisiyah, 16) Idrusiyah, 17) ISawiyah, 18)

Jalwatiyah, 19) Junaidiyah, 20) Justiyah, 21) Khodliriyah, 22) Kholidiyah Wan

Naqsyabandiyah, 23) Kholwatiyah, 24) Kubrowiyah, 25) Madbuliyah, 26)

Malamiyah , 27) Maulawiyah, 28) Qadiriyah Wan Naqsyabandiyah, 29)

Rifa‟iyah, 30) Rumiyah, 31) Sa‟diyah, 32) Samaniyah, 33) Sumbuliyah, 34)

Syadzaliyah, 35) Sya‟baniyah, 36) Syathoriyah, 37) Syuhrowiyah, 38)

Tijaniyah, 39) Umariyah, 40) Usyaqiyah, 41) Usmaniyah, 42) Uwaisiyah, 43)

Zainiyah, 44) Mulazamatu Qira‟atul Qur‟an, 45) Mulazamatu Qira‟atul Kutub.

Semua tarekat ini mempunyai hubungan salasilah yang bertawasul dengan

segala salasilah guru mursid (masyayikh) ahlus shufi hingga sampai kepada

Rasulullah S.A.W. dengan dibai‟atkan atau ditalkinkan dari para guru mursyid

yang masuk dalam rantai salasilah Ahli Tarekat TaSawuf Ahlus Shufi yang

bersambung-sambung sampai kepada Rasulullah S.A.W.44

44

Farhan, “Islam dan Tasawuf di Indonesia” dalam Jurnal Esoterik; Jurnal Akhlak dan

Tasawuf Vol. 2 No. 1. (Kudus: STAIN Kudus, 2016), h. 20-21.

Page 42: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

33

BAB III

TAREKAT QODIRIYAH HANAFIYAH

A. Biografi Pendiri Tarekat Qodiriyah Hanafiyah

Tarekat Qodiriyah Hanafiyah didirikan oleh Mursyid bernama Tuangku

Syaikh Muhammad Ali Hanafiah. Gelar „Tuangku” merupakan penghormatan

yang setara dengan Tuanku, yaitu sebutan atau panggilan kepada orang mulia.1

Qodiriyah diambil dari mursyid utama yakni Syaikh Abdul Qodir al-Jilani,

sedangkan Hanafiyah diambil dari pendirinya yakni Tuangku Syaikh Muhammad

Ali Hanafiyah.2 Tuangku diminta untuk mendirikan tarekat sesuai keinginannya,

akan tetapi beliau menghormati gurunya, yakni Syaikh Abdul Qadir al-Jilani

sehingga tetap menempatkan nama Qodiriyah sebagai aliran tarekatnya. 3

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah Al-Kutub lahir pada 2 April

tahun 1978. Lahir dari pasangan Sudirman Anwar dan Lisda Ghalib berasal dari

Padang. Ayahnya merupakan seorang pegawai di Kantor Gubernur Sumatera

Barat. Garis keturunan Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah terhubung

dengan Rasulullah s.a.w melalui Kakeknya bernaman Ibrahim Ibn Ahmad

Kuwat.4

Kehidupan Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiyah sejak kecil

mengikuti ayahnya. Ayahnya sendiri sering bolak-balik Jakarta-Padang sebagai

pekerja Lembaga Administrasi Negara (LAN). kemudian ke Solok, terakhir

kembali lagi ke Padang. Keikutsertaannya hingga Tuangku berumur 12 tahun atau

bertepatan dengan kelas VI SD sekaligus bertepatan dengan kematian ayahnya di

1 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Kemendikbud, 2007), h. 1145. 2 Qodiriyah adalah nama sebuah tarekat yang didirikan oleh Syeikh Muhyidin Abu

Muhammad Abdul Qodir Jaelani Al-Baghdadi (1077-1166M). Tarekat Qodiriyah ini dikenal

luwes, yaitu bila murid sudah mencapai derajat syekh, maka murid tidak mempunyai suatu

keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi

tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Lihat dalam Sri Mulyati Dkk, h. 34 3 Zubair Ahmad & Andang B Malla, BUKU PUTIH KEMATIAN, Sebuah Pengalaman

Ruhani Tuangku Syekh Muhammad Ali Hanafiah Ar-Rabbani, (Tangerang Selatan: Rabbani Press

2015), h. 8. 4 Zubair & Andang, BUKU PUTIH KEMATIAN, h. 3.

Page 43: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

34

umur 40 tahun.5 Sepeninggal Ayahnya, Tuangku menjalani kehidupan dengan

berbagai tantangan dan keresahan sehingga mengantarkannya ke dalam perjalanan

spiritualnya dengan berbagai kejadian yang aneh.

Kejadian aneh yang dimaksud berhubungan dengan kondisi spiritualnya.

Sebagaimana kejadian pada saat Tuangku berumur 12 tahun atau pasca

sepeninggal ayahnya, Tuangku kerap mengalami kegelisahan yang luar biasa.

Puncaknya Tuangku semakin merasa ragu akan keberadaan Tuhan. Suatu ketika

Tuangku akhirnya keluar rumah dan berteriak keras mengucapkan “Jika memang

Engkau ada, maka tunjukkanlah keberadaan-Mu malam ini! Apabila Engkau tidak

menunjukkan diri-Mu maka mulai malam ini, Saya tidak akan pernah lagi percaya

kepada-Mu!” Pada ketika itu juga, Allah menjawab tantangannya dengan sebuat

kilat bertuliskan lafadz Jalalah dalam bahasa Arab yang sangat terang walaupun

tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Sejak malam itulah, Sultan Auliya yaitu

Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani selalu datang secara Ruhaniah memberikan

bimbingan kepadanya.6

Kejadian selanjutnya terjadi pada saat Tuangku berumur 17 tahun atau saat

menginjak pendidikannya di STM Kota Padang. Saat itu mulai turun Kalam Ilham

Ilahi. Ia menulisnya kemudian diperlihatkan kepada salah seorang sahabatnya

yaitu Zulkifli Zukma atau yang sekarang akrab dipanggil Buya Zul, mahasiswa

IAIN Imam Bonjol Padang.7 Dalam perjalanan spritualnya, Tuangku Syaikh

Muhammad Ali Hanafiah sering mengalami peristiwa-peristiwa di luar nalar

manusia, di antaranya beliau telah mengalami mati suri lebih dari tujuh kali,

bahkan sempat dikubur selama tiga hari dua malam dan sampai saat ini bekas

kuburannya dijaga dan bekas pakaiannya disimpan oleh murid-muridnya Tuangku

Syaikh Muhammad Ali Hanafiah.

Pada tahun 2002, Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah menikah

dengan wanita berdarah Jawa dan Minang yang akrab dipanggil Ummi Ridha

serta dikaruniai tiga orang putra, yaitu: Muhammad Isa Rabbani, Muhammad

5 Ahmad Rahman, KALAM ILHAM ILAHI, Muhammad Ali Hanafiah (Pelepas Dahaga

bagi Hamba Pencari Tuhan), (Tangerang Selatan: Rabbani Press 2002), h. 22. 6 Zubair Ahmad & Andang B Malla, BUKU PUTIH KEMATIAN, h. 6.

7 Ahmad Rahman, KALAM ILHAM ILAHI, h. 24.

Page 44: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

35

Dawud Rabbani, dan Muhammad Ibrahim Rabbani, dan satu orang putri yang

meninggal dunia pada usia 2 tahun bernama Az-Zahra Putri Ar-Ridha.8

Perjalanan kehidupan Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah

selanjtunya adalah mengembangkan ajaran tasawuf yang telah diterimanya secara

langsung melalui Syaikh Abdul Qadir al-Jilani. Kemudian pada tahun 2000,

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah mendirikan Tasawuf Islamic Centre

Indonesia (TICI) yang kini berpusat di Jakarta. Di tahun 20029, Tuangku Syaikh

Muhammad Ali Hanafiah juga membangun Pondok Pesantren Tasawuf Rabbani

di Solok Sumatera Barat, sebagai pusat latihan ruhani (riyadhah) bagi murid-

muridnya serta orang-orang yang tertarik belajar Tasawuf. Tuangku Syaikh

Muhammad Ali Hanafiah juga mendirikan berbagai macam usaha untuk

meningkatkan perekonomian ummat, baik di bidang jasa, penjualan, pertanian,

perkebunan, perternakan, pertambangan, yang semuanya dijalankan oleh murid-

muridnya Tuangku dengan satu tujuan yakni “Islam yang Bersatu dan Berbagi”.

Sejak tahun 2004, Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah bolak-balik

ke Jakarta, khususnya wilayah lebak bulus Jakarta Selatan, untuk menyebarkan

Kalam Ilham Ilahi yang diterimanya. Kehadirannya di Jakarta merupakan inisiasi

dari Ahmad Rahman, Ahli Peneliti Utama pada Balitbang Kementerian Agama

RI. Kalam Ilham Ilahi yang dikumpulkan dari hasil penelitian tersebut, kemudian

diterbitkan oleh Penerbit Hikmah, Mizan Publika tahun 2004 dengan judul: Sastra

Ilahi, Ilham Sirriyah Tuangku Syekh Muhammad Ali Hanafiah.10

Selanjutnya,

buku tersebut diterbitkan ulang dengan beberapa penambahan oleh Penerbit

Rabani Press pada tahun 2011 dengan judul: Menyapa Rasa Para Pencari Tuhan:

Hidangan Nurani Tuangku Syekh Muhammad Ali Hanafiah11

, dan pada tahun

2012 diterbitkan dalam dua bahasa dengan judul: Inilah Aku: Hidangan Ruhani

Tuangku Syekh Muhammad Ali Hanafiah (Here I Am: The Innermost

8 Zubair Ahmad & Andang B Malla, BUKU PUTIH KEMATIAN, h. 4.

9 Zubair Ahmad & Andang B Malla, BUKU PUTIH KEMATIAN, h. 6.

10 Ahmad Rahman, KALAM ILHAM ILAHI, h. 9.

11 Ahmad Rahman, Menyapa Rasa Para Pencari Tuhan, Hidangan Nurani Tuangku

Syaikh Muhammad Ali Hanafiah, (Tangerang Selatan: Rabbani Press 2011), h. 12.

Page 45: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

36

Inspiration)12

. Saat ini, Tarekat Qodiriyah Hanafiah sudah memiliki domisili

permanen di Komplek Masjid Rabbani, Perumahan Puspitaloka, Bumi Serpong

Damai, Kota Tangerang Selatan.

B. Riwayat Pendidikan

Tidak terlalu banyak penjelasan riwayat pendidikan Tuangku Syaikh

Muhammad Ali Hanafiah. Secara formal, Tuangku Syaikh Muhammad Ali

Hanafiah menjalani pendidikan di SD, SMP Hingga STM di Kota Padang. Sempat

beberapa kali masuk ke perguruan tinggi negeri akan tetapi tidak bisa dilanjutkan

atau tidak diselesaikan. Terdapat beberapa hal yang menjadikan Tuangku Syaikh

Muhammad Ali Hanafiah tidak bisa melanjutkan pendidikannnya di perguruan

tinggi, salah satu faktor utamanya adalah perjalanan spiritual berupa berkhalwat di

beberapa daerah sehingga tidak bisa mengikuti jadwal perkuliahan secara

sempurna.

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah menjalani pendidikan di tingkat

dasar dengan berpindah-pindah. Hal ini dikarenakan Tuangku mengikuti

perjalanan ayahnya yang harus bolak-balik dari Padang, Jakarta, Solok dan ke

Padang. Namun akhirnya pendidikan SD nya diselesaikan di kota Padang. Di

tingkat selanjutnya, Tuangku menjalani pendidikan di tingkat SMP di kota

Padang. Terus berlanjut hingga tingkat SMA.

Pada tingkat pendidikan formalnya sangat erat dengan pendidikan umum.

Dalam hal ini Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah secara umum tidak

mengenyam pendidikan agama secara khusus. Akan tetapi Syaikh Muhammad Ali

Hanafiah tidak secara khusus mendalami pendidikan agama, seperti pesantren.

Hanya mengikuti pendidikan agama di kampungnya. Maka sejak duduk di bangku

SMP, ia memilih sahabat yang baik dan teamn yang mau di ajak mendirikan

shalat, sambil ia berbincang-bincang dengan mereka tentang agama. Ia selalu

bermalam di Mushalla (Surau) dekat rumahnya, di Ampang Sumatera Barat. Di

Surau, ia belajar membaca Al-Quran, azan, dan ia pernah ditunjuk menjadi guru

12

Ahmad Rahman, Inilah AKU, Here I AM, Pencerahan Rohani bagi Pencari Tuhan,

Maulana Syaikh Muhammad Ali Hanafiah, (Tangerang Selatan: Rabbani Press 2012), h. 7.

Page 46: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

37

Taman Pendidikan Al-Quran (TPA), tetapi ia tidak pernah belajar dipesantren,

atau belajar agama pada seorang ulama.13

Dalam buku Buku Putih Kematian ditulis bahwa Tuangku Syaikh

Muhammad Ali Hanafiah sempat mengikuti pendidikan di IAIN Imam Bonjol,

Padang. Akan tetapi pendidikannya tidak bisa dilanjutkan karena Tuangku harus

mengikut perjalanan khalwat ke Pegunungan mendalami dunia spiritualnya. Hal

ini dikarenakan sejak Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah menerima Kalam

Ilham Ilahi, Tuangku lebih mendalami perjalanan spiritualnya daripada

pendidikan formalnya. Salah satu tarekat yang diikutinya adalah Tarekat yang

berada di Malaysia. Sejak saat itu Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah terus

mendalami dunia spiritual daripada pendidikan formalnya.14

C. Sejarah Berdirinya Tarekat Qodiriyah Hanafiyah

Latar belakang berdirinya Tarekat Qodiriyah Hanafiah berhubungan erat

dengan beberapa kejadian luar biasa yang dialami oleh Tuangku Syaikh

Muhammad Ali Hanafiah. Berawal dari keraguan sekaligus keingintahuannya

terhadap hal-hal ketuhanan, pada saat menginjak SMP, Tuangku Syaikh

Muhammad Ali Hanafiah menantang keberadaan Tuhan. Tantangan tersebut

kemudian direspon dengan jawaban berupa sambaran kilat yang membentuk

lafadz jalalah atau lafadz Allah. Semenjak kejadian itu, Syaikh Muhammad Ali

Hanafiah sering didatangi Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani untuk diajari ilmu

tasawuf secara bathiniyah. 15

Keberadaan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani sebagai

mursyid merupakan pengukuhan utama Tuangku Syaikh Muhammad Ali

Hanafiah dalam menjalani dunia tasawuf maupun tarekat.

Puncak pendidikan spiritualitasnya adalah ketika Tuangku Syaikh

Muhammad Ali Hanafiah menerima Kalam Ilhma Ilahi. Setelah penerimaan

Kalam Ilham Ilahi tersebut kemudian Tuangku menulis dan disebarkan kepada

beberapa teman-temannya. Ahmad Rahman selaku peneliti di Kementerian

Agama menegaskan bahwa Kalam Ilham Ilahi merupakan hidangan tasawuf yang

13

Ahmad Rahman, Kalam Ilham Ilahi, h. 24. 14

Zubair Ahmad & Andang B Malla, Buku Putih Kematian, h. 18. 15

Zubair Ahmad & Andang B Malla, Buku Putih Kematian, h. 6.

Page 47: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

38

memiliki makna mendalam serta berbeda dengan tarekat lainnya. Dengan kata

lain, Kalam Ilham Ilahi memiliki keistimewaan dibanding syair-syair sufistik

lainnya.16

Pada saat mulai turunya Kalam Ilham Ilahi, Ia menulisnya kemudian

diperlihatkan kepada salah seorang sahabatnya yaitu Zulkifli Zukma, mahasiswa

IAIN Imam Bonjol Padang. Kemudian Zulkifli Zukma membawa satu lembar dari

Kalam Ilham Ilahi itu ke IAIN Imam Bonjol, dan ia memperlihatkan kepada

teman-temannya. Menurut Zulkifli, mereka takjub sehingga muncullah beberapa

nama yang mereka berikan, seperti Kalam Ghaib, Kalam Sirr, dan Kalam Ilham

Ilahi (adalah nama terakhir yang sekarang dipakai).17

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah juga melakukan bai’at secara

dzahir kepada Maulana Syaikh Muhammad Nazhim Adil Al Naqsyabandi ketika

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah mengambil baiat secara ruhani

kepadanya di rumah Perdana Menteri Malaysia, Tun Abdur Razak tahun 2006.

Pembaiatan itu sendiri disaksikan secara ruhaniah oleh Syaikh Hisyam Kabbani,

menantu dan pelanjut kemursyidan Tarekat Naqsyabandiyah Nazhimiyah. Selain

tarekat Qodiriyah, Syekh Nazhim juga mengijazahkan tiga tarekat lainnya kepada

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah, yaitu Tarekat Naqsyabandiayah,

Tarekat Alawiyah, dan Tarekat Nazhimiyah. Namun, tarekat Qodiriyahlah yang

diamanahkan Syaikh Nazhim kepada Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah

untuk diajarkan kepada jamaahnya yaitu jama‟ah Tarekat Qodiriyah Hanafiah.

Adapun secara dzahir Tarekat Qodiriyah Hanafiah berhubungan secara

ruhaniah dengan guru-guru yang membai‟at Tuangku Syaikh Muhammad Ali

Hanafiah, seperti Naqasabandi, Maulawiyah, Alawiyah, maupun Tarekat

Syatariah. Adapun secara rinci sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Zubair

16

Ahmad Rahman, Kalam Ihlam Ilahi, h. 7. 17

Ahmad Rahman, KALAM ILHAM ILAHI, h. 24.

Page 48: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

39

Ahmad tentang 26 peniri tarekat yang telah terhubungkan secara ruhaniah dengan

Tarekat Qodiriyah Hanafiah.18

Salah satu kualifikasi tarekat adalah adanya sanad atau silsilah. Sanad

merupakan mata rantai yang menghubungkan ajaran tarekat terhubung kepada

Rasulullah. Dalam Tarekat, silsilah atau sanad merupakan elemen terpenting, hal

ini dikarenakan sanad menjadi acuan ajaran-ajaran dalam tarekat bisa dipastikan

berasal dari Rasulullah. Pengamalan ajaran tarekat itu dianggap penting sekali

urut-urutan nama para mashayikh atau guru yang telah mengajar dan

mengamalkan dasar-dasar tarekat itu secara turun temurun. Garis para mashayikh

atau keguruan yang turun temurun dari satu generasi ke satu generasi itulah yang

dinamakan sebagai silsilah atau sanad.19

Selain itu dari silsilah sanad tarekat

merupakan bagian yang menentukan tentang keabsaah atau tidaknya sebuah

tarekat. Selain itu, dalam keorganisasian tarekat terdapat term mu’tabarah atau

ghair mu’tabarah yang mengindikasikan atas otentik atau tidaknya silsilah sanad

tarekat.20

D. Ajaran Tarekat Qodiriyah Hanafiyah

Secara umum ajaran atau amalan tarekat Qodiriyah Hanafiyah terbagi

menjadi tiga hal, yakni zikir atau mujahadah sebagai landasan spiritual,

berkhalwat sebagai latihan dan menerapkan kasih sayang sebagai buah atau

perilaku yang harus ditunjukkan dalam mengikuti Tarekat Qodiriyah Hanafiyah.

Berikut penjelasan umumnya:

1. Dzikir atau Mujahaddah.

Secara umum semua aliran Tarekat Qodiriyah ini dikenal luwes, yaitu bila murid

sudah mencapai derajat syekh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan

untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi

tarekat yang lain ke dalam tarekatnya.21

Tidak berbeda dengan ajaran dan amalan

18

Zubair Ahmad & Andang B Malla, BUKU PUTIH KEMATIAN, Sebuah Pengalaman

Ruhani Tuangku Syekh Muhammad Ali Hanafiah Ar-Rabbani, (Tangerang Selatan: Rabbani Press

2015), h. 11. 19

Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqshabandiyyah di Indonesia, (Bandung: Penerbit

Mizan, 1992), h. 29. 20

Sri Mulyati dkk, h. 32. 21

Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia,

(Jakarta: Prenada Media Group, 2011, Cet ke- 4), h. 256.

Page 49: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

40

utama dalam Tarekat Qodiriyah, yakni dzikir dengan mengucapkan asma Allah

secara jelas, Tarekat Qodiriyah Hanafiah pun memiliki amalan yang sama. Akan

tetapi perbedaannya adalah mujahaddah yang dilakukan pengikut Tarekat

Qodiriyah Hanafiah dilakukan di tempat yang sunyi.

Zikir merupakan landasan utama dalam penyampaian rasa. Sesungguhnya zikir itu

adalah tersambung ke rasa (rasa nurani), keadaan ini adalah suatu proses

menundukkan fikiran kedalam rasa nurani (rasa berTuhan) karena rasa itu adalah

tiada berhuruf, kata, atau kalimat, maka yang di harapkan adalah fikirannya saat

berzikir dapat mencapai/masuk kedalam rasa ini (hening), namun yang sering

terjadi adalah ketidak mampuan fikiran untuk diam, hening (masuk kedalam rasa

nurani/rasa berTuhan)22

Sebab kita selama ini lebih sering bergaul dengan alam

fikiran di dalam hati kita dari pada merasakan Dia di dalam hati kita. Untuk itu di

perlukan riyadhoh/latihan berzikir memfokuskan fikiran ini kedalam merasakan

rasa nurani/berTuhan, dengan metode-metode zikir dari guru mursyid.

Zikir akan membuahkan kebangkitan maqam-maqam tauhid. Zikir membuahkan

makrifat dan ahwal. Zikir adalah pohon yang akan berbuah kenikmatan. Semakin

besar pohonnya akan semakin lebat buahnya. Zikir adalah asal semua maqam dan

semua dasar bangunan. Zikir juga merupakan dinding yang didirikan di atas dasar

bangunan, dan zikir juga merupakan atap yang dipasang di atas dindingnya.

Seseorang tidak hidup tanpa zikir. Dan orang disebut lalai atau mati hanya karena

tidak berzikir. Menjadi jelas, zikir adalah seluruh bangunan, mulai dari dasar

bangunan sampai atap suatu bangunan23

.

Dalam prakteknya, ajaran dzikir Tarekat Qodiriyah Hanafiah dilakukan dengan

cara jamaah yang datang ke Majelis Rabbani Indonesia (MRI) pada umumnya

mengenakan pakaian putih-putih, mukenah putih, dan bagi jamaah laki-laki

mengenakan pakaian takwah berwah putih serta kopiah juga berwarna putih.

Suhardi menuturkan bahwa sebenarnya tidak ada persyaratan untuk mengenakan

pakaian serba putih, namun para jamaah merasa bahwa ketika ingin menghadap

22

Radhi Islami, “Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah” Tesis

Magister Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2018, h. 70. 23

Saifuddin Aman & Abdul Qadir Isa, Tasawuf Revolusi Mental Zikir Mengolah Jiwa &

Raga, (Jakarta, Penerbit Ruhama, 2014), h. 141.

Page 50: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

41

kepada Sang Pencipta hendaklah dengan hati yang bersih yang disimbolkan

dengan mengenakan pakai serba putih.24

2. Rasa Dekat

Ajaran mengenai rasa sebagai media pertama dalam menjalani spiritualitas. Rasa

dekat merupakan kedekatan manusia dengan Tuhan tidak bisa dikatakan jauh

ataupun dekat. Akan tetapi cukuplah Tuhan yang mengetahui keberadaan

manusia. Dekat tidak bisa dijabarkan oleh akal pikiran. Hanya rasa yang bisa

menjelaskannya. Adapun bentuk kedekatan ini dapat dibuktikan apabila tidak ada

lagi hijab (penghalang).

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah membagi rasa menjadi tiga, yaitu;

Rasa Jasmani (fisik), Rasa Ruhani (keadaan jiwa manusia), Rasa Nurani (rasa

berTuhan). Maka di dalam zikrullah tujuan awal seorang hamba adalah agar bisa

meRasakan rasa berTuhan dengan menundukkan fikirannya kedalam Rasa

berTuhan ini. Di dalam Zikir ini pun ada beberapa tingkatan; yaitu Ingat, Dekat,

Pandang, dan Cinta.25

Rasa dekat mustahil terbit dari akal seorang hamba apalagi

datang dari hawa nafsu. Rasa dekat lahir dari pemberian Allah sendiri, seorang

hamba tidak mampu menciptakan rasa dekat di dalam hati dan perasaannya

sendiri.

Rasa dekat dalam Tarekat Qodiriyah Hanafiah merupakan ḥ al (kondisi atau

keadaan) yang berorientasi pada mahabbah atau cinta kepada Tuhan. Kedudukan

rasa dekat memiliki persamaan dengan Ma‟rifat, karena kedekatan merupakan

pemberian, hal tersebut maka sama halnya dengan kedudukan seseorang yang

telah mencapai ma‟rifat maka akan dibukakan pengetahuan dan segala keindahan

yang ada. Hal tersebut merupakan pemberian dari Tuhan secara langsung.

3. Penyaksian

Ajaran penyaksian atau kesaksian merupakan tahapan kelanjutan dari penjelasan

rasa maupun hati di atas. Penyaksian merupakan maqam yang diberikan Tuhan di

atas puncak segala rasa. Ketika keakuan diri sudah lenyap, rasa kepemilikin sudah

hilang terhadap segala sesuatu termasuk terhadap diri sendiri bahkan terhadap

kata “aku” sendiri, sehingga mencapai titik nol maka pada saat itulah terbuka tirai

24

Majelis Rabbani, “Tata Cara Dzikir”, diambil dari www.majelisrabbani.org diakses

pada 8 April 2019. 25

Radhi Islami, “Sejarah dan Perkembangan”, h. 36.

Page 51: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

42

dan hijab yang di buka sendiri oleh Allah. Disaat di bukakan hijab maka pada saat

itulah sang hamba akan dapat menyaksikan keindahan Wajahnya Allah.

4. Mahabbah

Cinta atau mahabbah merupakan tingkatan selanjutnya yang bisa dirasakan

seseorang dalam mengikuti tarekat Qodiriyah Hanafiah. Dalam Kalam Sirnya

dijelaskan bahwa “tidak ada sesuatu yang dapat memalingkan „kedekatan‟ dan

„penyaksian‟ melainkan jika engkau jadikan keduanya sebagai sesuatu yang

dituju. Tidak ada kerugian dalam perjalanan seorang hamba yang menjadikan

„kecintaan‟ sebagai tujuan atas pendekatan dan menyaksikan Aku sebagai

kekasihnya.26

Konsep cinta tarekat Qodiriyah Hanafiah dapat dipahami sebagai berikut.

Mengetahui segala sesuatu tentang ke-Tuhanan haruslah menggunakan hati, atau

rasa sebagai bentuk pemahanan. Maka dalam proses pencarian kepada Tuhan

menggunakan rasa sebagai tumpuan perbuatannya. Catatan dari awal telah

dijelaskan bahwa hati merupakan tempat rasa, dan rasa bersumber dari nurani,

dimana nurani merupakan asal atau unsur ketuhanan. Dengan demikian perbuatan

dari hati adalah perbuatan-perbuatan yang bersifat keilahiatan (ketuhanan). Maka

tatkala hati telah mengatur perbuatan kita menjadi perbuatan yang bernilai

ketuhanan, maka penyaksian akan diberikan oleh Tuhan kepada hamba tersebut.

Dengan kata lain, penyaksian juga membentuk kerinduan atau mengganti

perasaan hati sang hamba dengan cinta dan rindu di dalam hati hamba tersebut.

5. Khalwat (Menyepi)

Mujahaddah atau zikir yang dilakukan oleh Tarekat Qodiriyah Hanafiah

dilakukan ditempat sepi, dengan tidak membawa perbekalan duniawi. Secara

sederhana khalwat memiliki kemiripan dengan konsep zuhud dengan cara

berkhalwat.27

Akan tetapi yang perlu ditekankan dalam Tarekat Qodiriyah

Hanafiah adalah bentuk penjelasan mengenai meninggalkan dunia dimaknai

sebagai membedakan atau mengurai (memisahkan) antara urusan dunia dengan

urusan mendekatkan diri kepada Allah.

26

Radhi Islami, “Sejarah dan Perkembangan”, h. 82. 27

Zuhud merupakan meninggalkan urusan duniawi, sedangkan khalwat adalah metode

dalam meninggalkan duniawi dengan cara menyepi dari tempat keramaian. Lihat Harun Nasution,

Mistisisme dalam Islam, h. 64.

Page 52: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

43

Khalwat memiliki makna ganda, yakni sebagai pelatihan spiritual sekaligus sikap

yang harus diwujudkan ketika mengikuti Tarekat Qodiriyah Hanafiyah. Khalwat

yang dilakukan bersamaan zikir merupakan latihan spiritualitas. Para pengikut

Tarekat akan diajak bermujahaddah di tempat yang sepi dari perkumpulan

manusia, seperti di bukit, atau hutan. Sedangkan khalwat sebagai sikap yang

diwujudkan adalah bersikap zuhud atau tidak mencintai keduniawian. Harus lebih

mengutamakan urusan kepada Allah daripada urusan ke duniawian.

E. Tingkatan Dalam Tarekat Qodiriyah Hanafiyah

Setelah menjadi murid biasanya perjalanan spiritual (suluk)nya sang murid

dimulai dengan mempelajari tasawuf. Berapa lama waktu yang ditentukan oleh

sang murid tidak ada ketentuan pasti, dan berhak mengajarkan ilmunya, semuanya

tergantung dari Sang Murid sendiri dalam menjalani beberapa tahapan

pengalaman spiritual (maqamat) hingga sampai pada pengetahuan tentang al-

haqiqat (kebenaran hakiki). Beberapa murid bisa saja menyelesaikan pelajaran

mistisnya dalam waktu singkat sebagian lainnya perlu waktu lama.Keluluasan

murid ditentukan sang Mursyid. Apabila sang murid telah dianggap lulus dalam

perjalanan spiritualnya dalam memahami hakikat, maka sang Mursyid akan

mengangkatnya sebagai penerus yang proses pengangkatannya biasanya diberikan

ijazah (otorisasi atau lisensi).28

28

Aboe Bakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi danTasawuf, (Solo : Ramadhani, 1985), h.

121.

Page 53: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

44

BAB IV

PERKEMBANGAN TAREKAT QODIRIYAH HANAFIYAH DI

TANGERANG SELATAN

A. Masuknya TQH Ke Tangerang Selatan

Tarekat Qodiriyah Hanafiyah berdiri sejak tahun 1995. Tarekat ini berdiri

pertama kali di daerah Solok, Padang, Sumatera Barat. Akan tetapi sejak tahun

2000an, keberadaan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah semakin menyebar luas. Tidak

hanya di daerah Indonesia, akan tetapi juga ke semanjung Asia Tenggara bahkan

ke seluruh dunia.

Adapun penyebarannya ke daerah Tangerang Selatan berhubungan dengan

keberadaan Kalam Ilham Ilahi atau Kalam Siri. Kehadirannya sejak Tuangku

berumur 17 Tahun dan setelah menjalani pendidikan Ruhaniyah kepada Syaikh

Abdul Qodir al-Jilani. Dalam perkembangan selanjutnya, Kalam Siri tersebut

diperkenalkan kepada sahabat dekatnya, hingga akhirnya Kalam Siri tersebut

sampai ke Litbang Kementerian Agama RI. Kejadian ini menjadi catatan

kemunculan dan perkembagnan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah di Tangerang

Selatan.

Keberadaan Kalam Ilham Ilahi diminati oleh Ahmad Rahman, selaku

peneliti di Balitbang Kementerian Agama RI. Kalam Ilham Ilahi dianggap sebagai

hidangan ruhani bagi para pencari Tuhan. Secara personal, Ahmad Rahman

menyebut sebagai pemurnian ajaran tasawuf, terutama dalam salah kaprah

memahami adanya kelompok wahdatul wujud. Menurutnya, paham wahdatul

wujud dalam dunia tasawuf adalah kekeliruan. Hal ini diketahui setelah Ahmad

Rahman ditegur secara langsung oleh Tuangku Syaikh Muhammad Ali

Hanafiyah.1 Keberadaan Kalam Ilham Ilahi tersebut kemudian dibukukan dengan

diterbitkan oleh Penerbit Hikmah, Mizan Publika tahun 2004 dengan judul: Sastra

Ilahi, Ilham Sirriyah Tuangku Syekh Muhammad Ali Hanafiah.2

1 Ahmad Rahman, “Kata Pengantar” dalam Menyap Rasa Para Pencari Tuhan, (Jakarta:

Penerbit Rabbani, 2011), h. xxii. 2 Ahmad Rahman, KALAM ILHAM ILAHI, Muhammad Ali Hanafiah, Pelepas Dahaga

bagi Hamba Pencari Tuhan, (Tangerang Selatan: Rabbani Press 2002), h. 23.

Page 54: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

45

Poin penting dalam kehadiran Kalam Ilham Ilahi dan Ahmad Rahman

adalah adanya pertemuan atau kunjungan rutin Tuangku Syaikh Muhammad Ali

Hanafiah ke Jakarta. Kehadiran Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah

menjadi faktor penentu penyebaran Tarekat Qodiriyah Hanafiyah di daerah

Jakarta. Kemudian memilih Masjid Rabbani, di BSD sebagai pusat gerakannya.

Sejak tahun 2004, Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah bolak-balik ke

Jakarta, khususnya wilayah lebak bulus Jakarta Selatan, untuk menyebarkan

Kalam Ilham Ilahi yang diterimanya.3

Model perkembangan ini pada prinsipnya sebagaimana bentuk penyebaran

secara doktrinal. Sebagaimana awal berdirinya tarekat ini, Sebagaiama diketahui,

Tarekat Qodiriyah Hanafiah resmi berdiri di tahun 1995, akan tetapi semenjak

tahun 1993 Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah telah aktif memberikan

kajian ketarekatan, bahkan Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah telah

memiliki beberapa murid.

Prosesi masuknya Tarekat Qodiriyah Hanafiyah ke daerah Tangerang

Selatan secara umum dijelaskan dalam kedatangannya ke Jakarta. Meski

demikian, darerah sebarannya meliputi Lebak Bulus, Pondok Indah, Masjid

Fatullah dan Masjid Rabbani di BSD, Tangerang Selatan. Kehadiran Tuangku ke

Jakarta secara tidak langsung terdapat dua misi sekaligus, menyebarkan ajaran

tarekatnya sekaligus memenuhi undangan Ahmad Rahman dalam rangka

penelitiannya terkait tasawuf.

Salah satu strategi yang diterapkannya adalah dengan membuka kajian-

kajian seputar tasawuf di masjid-masjid. Adapun daerah yang dibuka kajian

seputar tasawufnya adalah seperti Majelis Rabbani Indonesia (MRI) maupun

Tasawuf Islamic Center Indonesia (TICI) yang bertempat di Masjid Baitul Ihsan,

BSD Tangerang Selatan.4

Organisasi tersebut secara umum merupakan lembaga yang berada di

bawah naungan Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiyah. Secara khusus

3 Ahmad Rahman, KALAM ILHAM ILAHI, h. 26.

4 Radhi Islami, “Sejaran dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah”, Tesis

Magister Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta, 2017, h. 81.

Page 55: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

46

sebagai lembaga formal dalam rangka mengembangkan dan menyebarluaskan

Tarekat Qodiriyah Hanafiyah. Sebagaimana Majelis Rabbani Indonesia

merupakan perkembangan dari Majlis Al-Dzikri Indonesia (MAI) yang di dirikan

oleh Tuanku Syeikh Muhammad Ali Hanafiah pada tahun 1994, kemudian pada

bulan mei 2003 namanya berubah menjadi Majlis Rabbani Indonesia (MRI). MRI

merupakan lembaga yang membuat beberapa program terkait Tarekat Qadiriyah

Hanafiah. Kegiatan majlis ini, saat ini dipusatkan di Pondok Pesantren Rabbani

Solok, Sumatra Barat dan di Masjid Rabbani BSD.5

Adapun bentuk kajiannya meliputi kajian tafsir Jalalain, Dzikir dan

Muhasabah, hingga Tawajjuh. Kajian Tafsir Jalalain diadakan di Masjid

Baiturrahman, Ciputat, dan Masjid Ar-Rabbani di BSD. Pelaksanaannya adalah di

Masjid Baiturrahman diadakan pada setiap sabtu pagi. Sedangkan di Masjid Ar-

Rabbani setiap rabu ke II dan IV setiap bulannya. Agenda Zikir dan Muhasabbah

dilakukan di dua tempat, yakni Masjid Rabbani di BSD dan Masjid Fathullah,

UIN Jakarta. Sedangkan Tawajjuh diadakan di Masjid Rabbani BSD.6

Daerah tersebut menjadi tempat penyebaran Tarekat Qodiriyah Hanafiyah

di Tangerang Selatan. Di antara semua agenda di atas, Masjid Rabbani lah sebagai

tempat yang paling banyak diagendakan. Hal ini dikarenakan pusat gerakan

Tarekat Qodiriyah Hanafiyah di Tangerang Selatan berpusat di Masjid Rabbani

yang terletak di BSD. Tidak hanya untuk di daerah Tangerang Selatan, akan tetapi

juga untuk daerah Jakarta dan sekitarnya.

Secara umum penanggungjawab pembimbing agenda di atas adalah

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah, selaku mursyid utama tarekat

Qodiriyah Hanafiyah. Akan tetapi, beberapa agenda juga diserahkan kepada

muridnya untuk mengisi kajian maupun dzikir. Hal ini menjadi strategi

penyebaran tarekat Qodiriyah Hanafiyah melalui para pengikutnya

Untuk daerah Tangerang Selatan secara praktis diserahkan kepada orang-

orang yang berdomisili atau orang yang memiliki rutinitas di daerah tersebut.

Sebagaimana Zubair Ahmad dipercaya untuk menjadi pembimbing Kajian Tafsir

5 Radhi Islami, “Sejaran dan Perkembangan”, h. 87.

6 Diambil dari www.majelisrabbani.org. Diakses pada 27 April 2019.

Page 56: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

47

Jalalain di Ciputat. Hal ini mengindikasikan bahwa penyebaran adanya

penyesuaian antara domisili (baik aktifitas pekerjaan atau tempat tinggal) dengan

daerah sebaran Tarekat Qodiriyah Hanafiyah. Atau dengan kata lain

memanfaatkan para pengikutnya dalam menyebarkan tarekat Qodiriyah

Hanafiyah.7

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa masuknya Tarekat

Qodiriyah Hanafiyah di Tangerang Selatan berhubungan dengan penelitian

pembukuan Kalam Ilham Ilahi Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiyah.

Selain persoalan pempublikasian Ilham tersebut tersirat adanya penyebaran

Tarekat Qodiriyah secara tidak langsung. Perjalanan bolak-balik Jakarta-Padang

sekaligus membuka kajian ketasawuffan yang berpusat di BSD, Tangerang

Selatan. Dengan dimulainya kajian-kajian ketasawufan di sekitar Tangerang

Selatan inilah menjadi titik poin dalam menjelaskan masuk dan berkembangnya

Tarekat Qodiriyah Hanafiyah di Tangerang Selatan.

Keberadan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah diminati oleh akademisi maupun

masyarakat pegiat tasawuf di Tangerang Selatan. Jika dilihat dari beberapa murid-

muridnya adalah civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berada

di Tangerang Selatan. Hal ini mendukung penyebaran dan perkembangan Tarekat

Qodiriyah Hanafiyah di Tangerang Selatan.

B. Majelis Rabbani Indonesia

Majlis Rabbani Indonesia (MRI) merupakan organisasi bernama Majlis

Al-Dzikri Indonesia (MAI) yang di dirikan oleh Tuanku Syeikh Muhammad Ali

Hanafiah pada tahun 1994, kemudian pada bulan mei 2003 namanya berubah

menjadi Majlis Rabbani Indonesia (MRI). MRI merupakan lembaga yang

membuat beberapa program terkait Tarekat Qadiriyah Hanafiah. Kegiatan majlis

ini, saat ini dipusatkan di Pondok Pesantren Rabbani Solok, Sumatra Barat dan di

Masjid Rabbani BSD.8 Adapun tujuan utama MRI adalah mengembangan dakwah

Islamiyah, menghidupkan kembali nilai-nilai zikir, meningkatkan pemahaman

7 Radhi Islami, “Sejarah dan Perkembangan”, h. 83.

8 Radhi Islami, “Sejarah dan Perkembangan”, h. 85.

Page 57: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

48

umat Islam terhadap tauhid, mendorong terbentuknya umat yang beristiqomah dan

meningkaatkan rasa ukhuwah Islamiyah.

Dakwah yang dilakukan oleh MRI bertujuan pada prinsip diutusnya Nabi,

yaitu sebagai rahmat kepada seluruh alam. Secara sederhana tujuan dakwah dari

MRI adalah menciptkan kedamaian bagi seluruh umat manusia. Kedamaian itu

tentu saja hanya dapat terwujud jikalau manusia memosisikan dirinya sebagai

hamba yang menjadikan hidupnya sebagai pengabdian karena cinta kepada

Allah.9

Majelis Rabbani Indonesia atau MRI memiliki program pendidikan,

dakwah dan penerbitan. Keseluruhannya sebagai penunjang organisasi MRI dan

pada akhirnya berdampak pada perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah.

Dalam progam pendidikan, MRI di Tangerang Selatan memiliki Sufi International

Institute. Institute ini didirikan pada tahun 2015 di Pusat Perdagangan BSD City,

Kota Tangerang Selatan.Lembaga ini merupakan pusat pengkajian tasawuf dan

kesufian yang bertaraf internasional.Lembaga ini diproyeksikan untuk menjadi

Sekolah Pascasarjana Sufi untuk menampung para pengkaji tasawuf di seluruh

dunia.

Selanjutnya, pada program pendidikan MRI memiliki Sufi Healing, yaitu

pelatihan penyaluran Energi Kenyamanan Hati (EKH) itu diolah dengan cara

meditasi sufi (Dzikir dan Tafakur) lewat bimbingan para trainer Sufi dan Guru

Besar Sufi. Sufi Healing bertujuan untuk menemukan kenyamanan hati dan

ketenangan jiwa. Penyembuhan metode Sufi healing lewat bimbingan trainer

adalah sebagai jembatan antar alam fisik dengan alam ruh (hati nurani). Apapun

penyakit mental dan fisik, maka obat penawar yang harus diminum adalah Energi

Kenyaman Hati (EKH) yang secara otomatis akan disaluri energy Ketuhanan.

Selain itu, Peningkatan kesadaran spiritual. Peserta akan dibimbing untuk

mengenal diri sejatinya termasuk potensi dan visi pribadinya serta Tuhannya.

Dengan demikian peserta akan mampu menjalani kehidupan yang selaras dengan

kehendakNya sehingga meraih kebahagiaan sejati. 2) Keseimbangan hidup (life

9 Majelis Rabbani Indonesia, “Sejarah MRI”, diakses dari www.majelisrabbani.org

diakses pada 27 April 2019.

Page 58: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

49

balance). Peserta akan diajarkan bagaimana cara untuk menyelaraskan tubuh,

pikiran dan hati sehingga tercapai keseimbangan dan ketenteraman bathin serta

semangat dalam menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan.10

Program Publikasi dan Penerbitan, mencakup menerbitkan beberapa buku,

majalah, bulletin, dan module pelatihan melalui Penerbit Rabbani Press. Beberapa

hasil publikasi dan terbitan MRI seperti Sastra Ilahi, Ilham Sirriyah Tuangku

Syaikh Muhammad Ali Hanafiah diterbitkan oleh Penerbit Hikmah, Mizan

Publika tahun 2004. Menyapa Rasa Para Pencari Tuhan: Hidangan Nurani

Tuangku Syekh Muhammad Ali Hanafiyah oleh Penerbit Rabbani Press tahun

2011. Inilah Aku: Hidangan Ruhani (Here I Am: the innermost inspiration) oleh

Penerbit Rabbani Press tahun 2012. Adapun majalah yang diterbitkannya adalah

Majalah Spiritual Islam diterbitkan berkala setiap setahun sekali.11

C. Tasawuf Islamic Centre Indonesia

Tasawuf Islamic Centre Indonesia (TICI) merupakan pusat pengkajian dan

pengembangan tasawuf serta wadah komunikasi bagi organisasi ummat Islam,

khususnya para pengkaji dan pengamal tasawuf di Indonesia. Lembaga ini berdiri

sejak tahun 2002. Tasawuf Islamic Centre Indonesia (TICI) adalah lembaga

nirlaba yang berkedudukan di Jakarta dan diketuai oleh Prof. Dr. Muhammad

Bambang Pranowo, MA. TICI memiliki cabang di Sumatera, Jawa, Sulawesi,

Singapura, dan Malaysia.12

Dalam sejarahnya, TICI sebenarnya telah berdiri

sejak tahun 2000 di bawah naungan Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah

yang diemban oleh Kepala Departemen Agama Propinsi Sumatera Barat.13

Visi dibentuknya TICI adalah menjadi lembaga terdepan di bidang kajian

dan pengembangan tasawuf serta dakwah kepada jalan Allah dengan hikmah dan

mauidzhoh hasanah, dialog bermartabat, & keteladanan menuju mardatillah.

Sedangkan misinya terdiri dari tiga poin, yaitu: Menyelenggarakan kajian tasawuf

10

Radhi Islami, “Sejarah dan Perkembangan”, h. 88. 11

Majelis Rabbani Indonesia, “Sejarah MRI”, diakses dari www.majelisrabbani.org

diakses pada 27 April 2019. 12

Zubair Ahmad, “Sejarah Tasawuf Islamic Centre (TICI)” dalam Majelis Rabbani

Indonesia, diambil dari www.majelisrabbani.org. Diakses pada 27 April 2019. 13

Radhi Islami, “Sejarah dan Perkembangan”, h. 84.

Page 59: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

50

dalam berbagai aliran; Melakukan riset di bidang tasawuf untuk kemajuan umat

Islam dan Melakukan dakwah sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.

Adapun tujuan didirikannya TICI adalah sebagai berikut:

1. Memberikan pemahaman yang benar tentang aspek tasawuf atau ihsan

sebagai bagian dari komponen agama yang tak terpisahkan dari aspek

islam dan iman.

2. Menggali nilai-nilai spiritual dan tradisi perjalanan spiritual para auliya

sebagai pelajaran keteladanan dalam menjalankan agama Islam.

3. Mengembangkan dakwah Islam berdasarkan prinsip hikmat

kebijaksanaan, mauizhah hasanah persuasif keteladanan, dan dialog

yang mengedepankan adab dan kebenaran.

Adapun hubungannya dengan penyebaranTarekat Qadiriyah Hanafiah

adalah TICI berperan mengadakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan

ajaran Tarekat Qadiriyah Hanafiah seperti kajian keagamaan dan zikir. Adapun

penyebarannya terdapat di Masjid Baitul Ihsan Bank Indonesia, Masjid Fathullah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Masjid Raya Bintaro Jaya Jakarta14

D. Dewan Ulama Tarekat Indonesia (DUTI)

DUTI merupakan wadah dan fasilitator yang membantu para

Syekh/mursyid tarekat dalam melaksanakan tugas kemursyidan dan dakwah.

Dewan Ulama Thariqah Indonesia disingkat DUTI berdiri dengan Akta pendirian

Nomor 02 tanggal 11 Agustus 2016. Pusat DUTI saat ini berada di Serpong, Kota

Tangerang Selatan dan memiliki cabang di beberapa propinsi seluruh Indonesia.

Beberapa provinsi juga telah berhimpun di antaranya Sumatera Utara, Riau,

Banten, dan DKI Jakarta.15

Keberadaan DUTI telah sah secara legal formal dengan diterbitkannya

Akta pendirian Nomor 02 tanggal 11 Agustus 2016. DUTI juga telah

mendapatkan pengesahan pemerintah pusat melalui Keputusan Menteri Hukum

14

Radhi Islami, “Sejarah dan Perkembangan”, h. 85. 15

Zubair Ahmad, “Sejarah Berdirinya Dewan Ulama Tarekat Indonesia (DUTI)” diambil

dari www.majelisrabbani.org 27 April 2019.

Page 60: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

51

dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-

0071646.AH.01.07.Tahun 2016 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum

Perkumpulan Dewan Ulama Thariqah Indonesia (DUTI). Serta, kepengurusan

pusat DUTI telah terdaftar pada Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan

Masyarakat Kota Tangerang Selatan Nomor 220/SKT/KESBANGPOLINMAS/

2016.16

Tujuan dibentuknya Dewan Ulama Thariqah Indonesia adalah untuk

menjadi wadah bagi para mursyid di Indonesia untuk berhimpun, bersilaturahmi

dan menuangkan gagasan-gagasan dalam membina umat Islam dengan

pendekatan humanis, ukhuwah, dan spiritual melalui maksimalisasi peran ulama

thariqah di Indonesia. Adapun posisi para Syekh/Mursyid thariqah adalah selaku

anggota dewan mustasyar. Segala keputusan dan kebijakan menjadi kewenangan

para Syekh/Mursyid yang difasilitasi dan dilaksanakan oleh pengurus DUTI.17

Kehadiran DUTI diharapkan semua ulama tarekat secara bersama-sama

mengembangkan tarekat agar dapat dinikmati oleh semua umat Islam. DUTI

bertujuan meluruskan paham-paham yang dialamatkan kepada tarekat yang tidak

sesuai dengan ajaran pokok Islam dalam Al-Qur’an dan Hadis. DUTI juga akan

mewakili para penganut tarekat untuk menyuarakan aspirasi mereka kepada

pemerintah, terutama dalam penetapan suatu tarekat itu sesat atau lainnya.

Keberadaan DUTI adalah untuk memberikan rekomendasi dari para ulama tarekat

yang tergabung di DUTI ini.18

Dewan Ulama Thariqah Indonesia (DUTI) sejarahnya adalah diawali

dengan dibentuknya Persatuan Ulama Thariqah Indonesia (PUTI) oleh Tuangku

Syaikh Muhammad Ali Hanafiah pada tahun 2003, yang selanjutnya melalui

forum silaturahmi ulama thariqah pada tahun 2016 dikukuhkan dan dibentuklah

16

Radhi Islami, “Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah”, h. 89. 17

Dewan Ulama Tarekat Indonesia, “Visi-Misi dan Tujuan” diambil dari laman resminya

di http://dewanulamathariqah.org/id/tentang-duti/sejarah-duti/ tanggal 27 April 2019. 18

Dewan Ulama Tarekat Indonesia, “Sejarah DUTI”, diambil dari laman resminya di

http://dewanulamathariqah.org/id/tentang-duti/sejarah-duti/ tanggal 27 April 2019.

Page 61: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

52

Dewan Ulama Thariqah Indonesia (DUTI) yang legalitasnya dikeluarkan oleh

Kemenkumham Repulik Indonesia pada bulan Agustus 2016.19

Penggagas utama DUTI tersebut adalah Tuangku Syaikh Muhammad Ali

Hanafiah. Dibantu oleh beberapa muridnya, seperti Ahmad Rahman, Bambang

Pranowo, serta Prof. Dr. Salmadanis, MA selaku ketua Jami’iyah Tarekat

Mu’tabarah Sumatera Barat mendeklarasikan agar semuat Mursyid tarekat

Sumatera Barat bersatu untuk menghidupkan kembali ajaran tarekat ini sebagai

solusi atas krisis spiritual umat Islam, khususnya di Sumatera Barat.20

Secara umum pengurus DUTI didominasi oleh pengikut Tarekat Qodiriyah

Hanafiyah. Seperti Dewan Mutasyarnya adalah Tuangku Syaikh Muhammad Ali

Hanafiah. Selanjutnya, Ahmad Rahman dan Bambang Pranowo selaku muridnya

juga menjadi anggota Mutasyar DUTI. Kemudian di posisi Sekretaris Jenderal

diampu oleh Zubair Ahmad, yang juga bagian dari jama’ah Tarekat Qodiriyah

Hanafiyah.21

Agenda yang dilakukan di antaranya adalah melakukan pertemuan ulama

tarekat se-Asean. Agenda tersebut sepenuhnya didukung oleh kementerian Agama

RI. Kegiatan tersebut diselenggarakan di Ponpes Tasawuf Rabbani, Desa Koto

Sani Kecamatan Sepuluh Koto Singkarak Kabupaten Solok Provinsi Sumatera

Barat pada 1 – 2 April 2017. Menurut Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah

pertemuan ini merupakan perkembangan dari pertemuan sebelumnya yakni

pertemuan Ulama Tarekat se Sumatera Barat yang menghasilkan DUTI.

Tujuan yang ingin dicapai dalam acara Silaturahim Ulama Thariqah se-

ASEAN ini di antaranya: Merumuskan langkah dan aksi bersama dalam

membangun umat yang memiliki akidah yang kuar, pemikiran yang moderat, dan

santun dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Mempererat hubungan kasih

sayang di antara para ulama tarekat dan jamaah pengamal tarekat agar dapat

memberikan wajah Islam yang ramah. Mempromosikan karakter khas Islam

19

Transkip sambutan Zubair Ahmad dalam Silaturahim dan Mudzakarah Ulama Thariqah

Se-ASEAN pada tanggal 1-2 April 2017 di Pondok Pesantren Tasawuf Rabbani, Solok Sumatera

Barat. 20

Radhie Islami, “Sejarah dan Perkembangan Tarekat”, h. 89. 21

Kepengurusan DUTI,

Page 62: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

53

Indonesia yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa. Meningkatkan

pemahaman masyarakat terhadap ajaran Islam agar menjadi bingkai dalam

kehidupan sehari-hari. Menampilkan seni dan budaya Islam yang bernuansa

ilahiyah di Indonesia. Menjalin kerjasama antara tarekat yang ada di Nusantara

dan ASEAN untuk membangun umat yang bersaudara.22

Hingga kini, silaturrahmi

DUTI sudah dilakukan sebanyak tiga kali. Tepatnya pada 28-29 April 2018

sebagai acara silaturrahmi dan mudzakarah ketiga kalinya.

Salah satu gerakan yang dihasilkan dari adanya DUTI adalah Fatwa

mengharamkam gerakan yang dibentuk oleh Fethullah Gulen. Melalui surat resmi

Nomor : 01/ Kep/F – DUTI-A/ X, 2018, Dewan Ulama Thariqah

Indonesia/ASEAN Memutuskan mengharamkan segala gerakan dan kegiatan yang

dibuat oleh Fethullah Gulen beserta pengikutnya di seluruh dunia, serta mengajak

dan menghimbau Fethullah Gulen beserta pengikutnya bertaubat kepada Allah

SWT dan mempertanggung jawabkan perbuatannya terhadap umat islam di dunia

khususnya apa yang telah terjadi di Turkey pada 15 Juli 2016.23

Keberadaan DUTI turut menyebarluaskan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah

secara massif. Hal dapat dilihat sebagaimana pusat DUTI beralamatkan di BSD,

Tangerang Selatan, akan tetapi pusat kegiatannya berada di Pesantren Rabbani di

Solok, Padang, yaitu pesantren tasawuf yang didirikan oleh Tuangku Syaikh

Muhammad Ali Hanafiah. Secara tidak langsung, DUTI sebagai persatuan ulama

sekaligus memperkenalkan dan menyebarluaskan eksistensi Tarekat Qodiriyah

Hanafiyah.

E. Relevansi Perkembangan Tarikat Qodiriyah Hanafiah

Dari penjelasan di atas dapat dipahami Tarekat Qodiriyah Hanafiah

melakukan penyebaran baik secara personal maupun secara organisasi. Upaya

gerakan yang dilakukan baik oleh Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah

maupun para murid-muridnya merupakan bentuk perkembangan yang terjadi

dalam Tarekat Qodiriyah Hanafiah. Dari mulai memiliki murid yang jumlahnya

22

Dewan Ulama Tarekat Indonesia, “Sejarah DUTI”, diambil dari laman resminya di

http://dewanulamathariqah.org/id/tentang-duti/sejarah-duti/ tanggal 27 April 2019. 23

Fatwa Dewan Ulama Tarekat Indonesia/Asean tentang Fethullah Gulen Nomor : 01/

Kep/F – DUTI-A/ X, 2018.

Page 63: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

54

puluhan hingga ribuan, dari yang tersebar hanya di sekitar Padang, meluas hingga

ke seluruh Indonesia, bahkan ke wilayah Asean.

Ada hal yang penting yang perlu digarisbawahi dalam perkembangan

Tarekat Qodiriyah Hanafiah. Jika mengacu pada teori perubahan sosial memiliki

dua unsur berupa Pertma dinamika masyarakat memajukan tingkat perubahan ke

arah yang lebih maju dengan melihat berbagai faktor yang melatarbelakangi

perubahan tersebut. Kedua Arah perubahan sosial menuju dari sederhana ke

bentuk yang lebih kompleks, dengan kata lain menuju pada arah yang lebih baik.24

Dalam hal dapat dipahami bahwa Tarekat Qodiriyah Hanafiah tidak hanya

berkembang secara pesat, akan tetapi juga berperan dalam perubahan sosial,

khususnya dalam wilayah tarekat.

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah menghadirkan Tarekat

Qodiriyah Hanafiah dimulai dari menyebarkan secara personal. Dalam hal ini

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah secara pribadi melakukan penyebaran

ajaran Tarekat Qodiriyah Hanafiah. Selanjutnya, Tuangku Syaikh Muhammad Ali

Hanafiah melakukan terobosan yang lebih massif, yakni dengan membuat

transformasi organisasi tarekat berkembang dalam bentuk organisasi formal

sebagaimana organisasi yang dibentuknya yakni TICI, MRI, hingga DUTI.

Organisasi-organisasi tersebut berada di bawah naungan Tuangku Syaikh

Muhammad Ali Hanafiah. Bahkan pada perkembangan selanjutnya meluas hingga

mendeklarasikan Dewan Ulama Tarekat Asean atau Asia (DUTA). Maka sangat

jelas perkembangan organisasi Tarekat Qodiriyah Hanafiah dari organisasi tarekat

menjelma dalam organisasi formal yang menghubungkan beberapa aliran tarekat

yang tersebar di seluruh Indonesia, maupun dunia.

Terdapat beberapa faktor perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah

sehingga sangat pesat. Di antaranya adalah sosok kemursyidan atau kewalian

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah. Tingkat kewalian25

Tuangku Syaikh

24

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah (Jakarta:

Gramedia, 1992), h. 99. 25

Derajat kewalian Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah dapat dilihat dari semenjak

beliau mendapat bimbingan ruhani secara langsung dari Aulia Syaikh Abdul Qadri al-Jilani.

Derajat kewalian ini tidak mudah didapatkan oleh orang lain, perlu ada mujahaddah yang kuat dan

riyadhah beberapa tahap, akan tetapi Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah justru

Page 64: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

55

Muhammad Ali Hanafiah menjadi pilar utama pengaruh berkembangnya Tarekat

Qodiriyah Hanafiah.

Selanjutnya, Tarekat Qodiriyah Hanafiah (dalam hal ini diprakarsai oleh

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah) melakukan terobosan yang berbeda

dalam merespon masalah-masalah kehidupan manusia. Tuangku merespon era

globlalisasi sebagai krisis spiritual dengan menghadirkan organisasi formal

tarekat. Berdirinya lembaga atau organisasi formal di bawah naungan Tarekat

Qodiriyah Hanafiah merupakan upaya menjawab tantangan krisis spiritualitas

umat manusia. Adapun metode yang digunakannya pun tidak se konservatif

organisasi tarekat yang berjalan dalam ranah spiritual, akan tetapi Tuangku Syaikh

Muhammad Ali Hanafiah mengkombinasikan organisasi spiritual dengan

organisasi formal sehingga mudah diterima oleh masyarakat. Hal ini menjadi

pendukung massifnya perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Indonesia.

Figur dan metode mentransformasikan organisasi spiritual ke organisasi

formal membuat Tarekat Qodiriyah Hanafiah semakin diakui bahkan oleh

beberapa kalangan aliran tarekat. Pondok Pesantren Ar-Rabbani yang didirikan

oleh Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah merupakan satu-satunya

pesantren tasawuf di Sumatera Barat sekaligus menjadi pesantren tasawuf terbesar

di Sumatera Barat. Keberadaanya menjadi sangat strategis untuk melakukan

pertemuan para ulama tarekat baik di wilayah Sumatera Barat maupun se

Indonesia. Pada tahun 2016 itulah Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah

memiliki inisiatif untuk mengumpulkan para ulama tarekat se Sumatera Barat

untuk melakukan upaya menjawab tantangan zaman, khususnya persoalan krisis

spiritualitas umat Islam. Pelaksanaan kegiatan tersebut menghasilkan Dewan

Ulama Tarekat Indonesia yang dikukuhkan sebagai organisasi resmi di bawah

naungan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor AHU-0071646.AH.01.07.Tahun 2016 tentang Pengesahan Pendirian

Badan Hukum Perkumpulan Dewan Ulama Thariqah Indonesia (DUTI).

mendapatkannya secara langsung tanpa perantara. Merupakan keistimewaan yang tidak dimiliki

oleh ulama tarekat se zamannya saat ini.

Page 65: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

56

Pada poin tersebut mengindikasikan bahwa organsasi tasawuf telah

bertransformasi pada gerakan sosial dalam rangka merespon permasalahan yang

dihadapi masyarakat. Sebagaimana yang baru dilakukan di tahun ini, DUTI

menggelar Mudzakarah Ulama Thariqah se-ASEAN yang ketiga, bekerjasama

dengan Dewan Ulama Thariqah ASEAN (DUTA) di Pondok Pesantren Taruna

Rabbani, Nagari Koto Sani Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Indonesia. Ada tiga

poin yang disampaikan Sekjend DUTI untuk DUTA yakni dakwah, ekonomi, dan

politik.

Pertama, Dakwah, DUTI/DUTA akan mewujudkan dakwah lintas negara

ASEAN dengan melaksanakan dakwah rutin para mursyid se-ASEAN. Kedua,

Ekonomi, DUTI/DUTA akan mewujudkan rancangan ekonomi dengan konsep

“Islam bersatu adalah Islam yang berbagi”. Maka dengan itu Dewan Ulama

Thariqah ASEAN akan mengimplementasi kerjasama yang telah dibuat demi

mengembangkan segala potensi ekonomi lembaga-lembaga thariqah se-ASEAN.

Ketiga, Politik, DUTI/DUTA akan mewujudkan sikap independen dan tidak

memihak pada salah satu partai politik di masing-masing negara anggota.

DUTI/DUTA akan mendorong umat Islam, khususnya para ikhwan pengamal

tarekat untuk menggunakan hak politiknya untuk memilih pemimpin Muslim

yang dikenal menjaga marwah, penuh amanah, adil, dan memihak pada

kepentingan umat Islam.26

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa gerakan Tarekat Qodiriyah

Hanafiah tidak hanya mengembangkan dalam bidang spiritualitas semata, akan

tetapi Tarikat Qodiriyah Hanafiah berperan secara langsung dalam kehidupan

nyata. Melalui program yang dilakukan melalui berbagai lembaga di bawah

naungannya seperti MRI, TICI, DUTI maupun DUTA. Maka semakin jelaslah

perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah tidak hanya berperan dalam persoalan

perkembangan masalah spiritualitas, akan tetapi juga merambah pada gerakan

sosial yang lebih nyata.

26

Diakses dari www.dewanthariqah.org diakses pada 20 September 2018.

Page 66: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

57

F. Implikasi Tarekat Qodiriyah Hanafiyah Terhadap Pengikutnya di

Tangerang Selatan

Keberadaan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah secara tidak langsung

berpengaruh kepada masyarakat sekitarnya. Sebaimana keberadaan Tarekat ini

dijalankan secara pribadi oleh Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiyah,

semakin hari semakin banyak peminatnya. Hingga tersebar luas ke seluruh

Indonesia bahkan ke menyasar daerah Asia Tenggara.

Pada masyarakat Tangerang Selatan, terutama para akademisi merasakan

pengetahuan baru tentang dunia tasawuf. Sebagaimana pernyataan Ahmad

Rahman yang mengelompokkan dua aliran tasawuf, yaitu Wahdatul Wujud dan

Wahdatul Syuhud mendapat teguran langsung dari Tuangku Syaikh Muhammad

Ali Hanafiyah bahwa tidak ada pandangan dua kelompok tersebut.27

Kritik Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiyah berdampak pada

pemahaman baru mengenai kelompok tasawuf yang tidak bisa diklasifikasikan.

Meski demikian belum diteliti lebih lanjut dalam khazanah intelektual. Oleh

karena itu perlu diteliti lebih lanjut mengenai penolakan pandangan Tuangku

Syaikh Muhammad Ali Hanafiyah terhadap dua kelompok tasawuf.

Selain berimplikasi pada ranah pemikiran dan akhlak, keberadaan

lembaga-lembaga di bawah naungan Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiyah

memberikan kontribusi secara intelektual dan spritual, sehingga keberadaan

Tarekat Qodiriyah dirasa memberikan jawaban atas krisis moralitas dan krisis

spiritual yang tengah dihadapi masyarakat.

27

Ahmad Rahman, “Kata Pengantar” dalam Inilah Aku: Tuangku syaikh Muhammad Ali

Hanafiyah, h. xxi

Page 67: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

59

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian mengenai sejarah dan perkembangan tarekat Qodiriyah

Hanafiyah di Tangerang Selatan terfokus pada dua persoalan, yaitu sejarah

kemunculan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah di Tangerang Selatan dan Jenis serta

model perkembangannya. Adapun hasil penelitiannya adalah sebagai berikut:

Pertama kemunculan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah di Tangerang Selatan

berbarengan dengan munculnya publikasi ilmiah tentang Kalam Ilham Ilahi atau

Kalam Siri milik Tuangku Syaikh Muhammad Ali hanafiyah. Hadirnya publikasi

ilmiah tentang Kalam Siri tersebut disukai oleh para akademisi serta masyarakat

pegiat tasawuf yang dominan berdomisili Tangerang Selatan. Keberadaan

Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiyah di Jakarta sekaligus membuka kajian

ketasawuffan di berbagai Masjid seperti Masjdi Baiturrohim Ciputat, Masjid

Fathullah UIN Jakarta, dan berpusat di Masjid Rabbani, BSD, Tangerang Selatan.

Model perkembanganya berbentuk doktrinal, yaitu dengan memasang para murid

yang berasal dari Tangerang Selatan menjadi penanggungjawab kajian yang

diagendakan.

Kedua jenis dan model perkembangan tarekat Qodiriyah Hanafiyah di

Tangerang Selatan melalui lembaga yang dibentuknya. Lembaga tersebut pada

dasarnya telah dibentuk sebelumnya di Padang, yakni tempat asal kemunculan

tarekat Qodiriyah Hanafiyah, akan tetapi lembaga tersebut justru dipusatkan di

BSD, Tangerang Selatan, yaitu di Masjid Rabbani. Adapun organisasi yang

dimaksud adalah Majelis Rabbani Indonesia (MRI), Tasawuf Islamic Centre

Indonesia (TICI) dan Dewan Ulama Tarekat Indonesia (DUTI).

Secara umum keseluruhan lembaga berpusat di Majelis Rabbani Indonesia

(MRI). Dari MRI tersebut berkembang mengadakan silaturrahmi ulama tarekat

seluruh Indonesia dan menghasilkan Dewan Ulama Tarekat Indonesia (DUTI).

Dengan mengumpulkan ulama tarekat seluruh Indonesia maka tarekat Qodiriyah

Hanafiyah semakin terkenal dan semakin pesat perkembangannya, baik di daerah

Page 68: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

60

Tangerang Selatan sendiri maupun ke seluruh Indonesia, maupun ke dataran Asia

Tenggara.

Ketiga implikasi bagi masyarakat Tangerang Selatan adalah keberadaan

Tarekat Qodiriyah Hanafiyah memberikan pemahaman baru dalam keilmuan

tasawuf, yaitu menolak pandangan wahdatul wujud dan wahdatul Syuhud. Selain

itu, keberadaan tarekat tersebut berimplikasi pada akhlak yang baik serta

peningkatan spiritual yang mendalam bagi para pengikut Tarekat Qodiriyah

Hanafiyah.

Kritik dan Saran

Tarekat Qodiriyah Hanafiah memiliki jangkauan yang cukup luas untuk

diteliti dalam wilayah sejarah. Penelitian ini secara umum melengkapi secara

spesifik dari tesis Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah di

Indonesia. Penulis hanya mengambil satu wilayah, yaitu Tangerang Selatan

sebagai salah satu pusat penyebaran Tarekat Qodiriyah Hanafiyah. Di dalamnya

masih terdapat banyak lembaga yang konsern dalam bidang ketasawuffan,

pendidikan umum, bahkan kajian-kajian lainnya. Sebagaimana dalam penelitian

sejarah bisa mengambil satu ruang dan waktu tertentu serta dikaitkan dengan ilmu

sosial maupun ilmu-ilmu lain.

Sebagaimana diketahui, Tarekat Qodiriyah Hanafiyah berkembang melalui

lembaga legal formal, seperti DUTI, TICI maupun MRI. Pada dasarnya setiap

lembaga yang berada di bawah naungan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah dapat

diteliti lebih detail lagi dalam penelitian sejarah. Dengan demikian menghasilkan

karya ilmiah dalam penelitian sejarah semakin banyak dan bervariatif dari satu

gerakan tasawuf atau tarekat.

Page 69: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

61

DAFTAR PUSTAKA

Abbdullah, Shagir, Syekh Ismail Al Minangkabawi Penyiar Thareqat

Naqsabandiyah Khalidiyah. Solo, Penerbit Ramadhani. 1985.

Abdullah, Hawash. Perkembangan Ilmu tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di

Nusantara. Solo, Penerbit Ramadhani. 1980.

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: Logoso Wacana

Ilmu, 1999.

Ahmad, Zubair, & Andang B Malla. BUKU PUTIH KEMATIAN, Sebuah

Pengalaman Ruhani Tuangku Syekh Muhammad Ali Hanafiah Ar-

Rabbani, Tangerang Selatan: Rabbani Press 2015.

al-Ghazali. Ihya Ulumuddin t.tp: Mathba‟ ah al-Amirat al-Syarfiyyah, 1909.

Al-Qusyairy. Risalah al-Qusyairiyah fi al-Ilm al-Tasawuf. Kairo: Dar al-Khair, t.t.

al-Taftazani, Abu Wafa al-Ghanimi. Tasawuf Islam: Telaah Historis dan

Perkembangannya, Terj. Subkhan Anshori. Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2008.

al-Thusi. Abu Nashr al-Sarraj. Al-Luma’. Cairo: Dar al-Haditsah, 1960.

Aman, Saifuddin. & Isa, Abdul Qadir. Tasawuf Revolusi Mental Zikir Mengolah

Jiwa & Raga, Jakarta, Penerbit Ruhama, 2014.

Amin, Samsul Munir. Ilmu Tasawuf Jakarta: Amzah, 2012.

Aniys, Ibrahim dkk. Mu’jam al-wasiyt, Juz I. Mesir: Dar al-Ma’arif, 1392 H/ 1972

M.

Anwar, Rosihon. & Sholihin, Mukhtar. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pusaka Setia.

2006.

Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Asmaran. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: RadjaGrafindo Persada, 1996.

Atjeh, Abu Bakar. Pengantar Ilmu Thariqah, Solo: Ramadhani, 1996.

Baqir, Muhammad Ash-Sadr. Falsafatuna: Pandangan terhadap Pelbagai Aliran

Filsafat Dunia, Terj. Smith al-Hadr. Bandung; Mizan, 2014.

Bruinessen, M.V, “Tarekat Qadiriyah dan Ilmu Syekh Abdul Qadir Jaelani di

India, Kurdistan, dan Indonesia”, dalam Ulumul Qur’an Vol.2 No.

2,Jakarta, Penerbit Lembaga Studi Agama dan Filsafat. 1989.

Page 70: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

62

Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat : Tradisi –

Tradisi Islam di Indonesia Bandung: Mizan, 1999.

Bruinessen, Martin Van. Tarekat Naqshabandiyyah di Indonesia, Bandung:

Penerbit Mizan, 1992.

Burhani, Ahmad Najib. Tarekat Tanpa Tarekat; Jalan Baru Menuju Sufi. Jakarta:

Serambi Ilmu Semesta, 2002.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka, cet.III, 1990.

Dhofier, Zamakhsari, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai.

Jakarta, Penerbit LP3ES. 1982.

Farhan, “Islam dan Tasawuf di Indonesia” dalam Jurnal Esoterik; Jurnal Akhlak

dan Tasawuf Vol. 2 No. 1. Kudus: STAIN Kudus, 2016.

Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press

1985.

Islami, Radhi. “Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiyah”, Tesis

Magister Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2018.

Kartanegara, Mulyadhi. Menyelami Lubuk Tasawuf. Jakarta: Erlangga, 2006.

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah. Jakarta:

Gramedia, 1992.

Khaldun, Ibn. Muqaddimah Ibn Khaldun. t.tp.: Dâr al-Fikr, t.th.

M. Solihin, & Rosihon Anwar. Kamus Tasawuf, Bandung: PT. Remaja

Rosdakaryah. 1995.

Mansoer, dkk, Sejarah Minangkabau. Jakarta, Penerbit Bhatara Masa Kini. 1970.

Masyuri, A. Aziz. Ensklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf. Surabaya:

Imtiyaz 2014.

Mulyati, Sri. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia

Jakarta: Kencana, 2006.

Muslih. Risalah Al Thariqah Al Qadiriyah Wan Naqsabandiyah juz 1 & 2, Kudus,

Penerbit Menara. 1976.

Mutahhari, Murtadha. Quantum Akhlak, Terj. Babul Ulum. Bandung: Arti Bumi

Intaran, 2008.

Muthahhari, Murtadha. Menapak Jalan Spiritual Sekilas Tentang Ajaran Tasauf

dan Tokoh-Tokohnya. Bandung: Pustaka Hidayah, 2006.

Page 71: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

63

Muthiah, Ahmad. Zikir di Majelis Rabbani Indonesia MRI,Tesis dari Program

Pasca Sarjana Universitas Islam Bandung jurusan Komunikasi Penyiaran

Islam, Bandung 2015 tidak diterbitkan.

Nasirudin. Pendidikan Tasawuf. Semarang: Rasail Media Group 2010.

Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang,

1992.

Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo, 2012.

Rahman, Ahmad. Inilah AKU, Here I AM, Pencerahan Rohani bagi Pencari

Tuhan, Maulana Syaikh Muhammad Ali Hanafiah, Tangerang Selatan:

Rabbani Press 2012.

Rahman, Ahmad. KALAM ILHAM ILAHI, Muhammad Ali Hanafiah Pelepas

Dahaga bagi Hamba Pencari Tuhan, Tangerang Selatan: Rabbani Press

2002.

Rahman, Ahmad. Menyapa Rasa Para Pencari Tuhan, Hidangan Nurani Tuanku

Syaikh Muhammad Ali Hanafiah, Tangerang Selatan: Rabbani Press

2011.

Rifa’i, A. Bachrun. dan Mud’is, Hasan. Filsafat Tasawuf Bandung: CV. Pustaka

Setia, 2010.

Riyadi, Agus. “Tarekat Sebagai Organisasi Tasawuf” dalam Jurnal at-Taqaddum

vol. 6. No. 2. Semarang: UIN Walisongo, 2014.

Sadhily, Hassan. Ensiklopedi Indonesia. Jilid 1, Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve,

1980.

Schimechel, Annemarie. Dimensi Mistik dalam Islam, Terj. Ed. Sapardi Djoko

Darmono. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009.

Shagir, Abbdullah. Syekh Ismail Al Minangkabawi Penyiar Thareqat

Naqsabandiyah Khalidiyah. Solo, Penerbit Ramadhani. 1985.

Shihab, Alwi. Akar Tasawuf di Indonesia, Depok: Pustaka IIMaN, 2009.

Siregar, Rivay. Tasawuf; Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 1999.

Soebardi, S. The Book of Cabolek. Leiden, The Hague-Martinus Nijhoff. 1975.

Steenbrink, K.A., Beberapa Aspek tentang Islam Indonesia Abad ke-19. Jakarta,

Penerbit Bulan Bintang. 1984.

Page 72: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50445/...Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Hanafiah di Tangerang Selatan ” meskipun

64

Syafi’i, Ahmad. Tangklukan, Abangan, dan Tarekat, Kebangkitan Agama di

Jawa. Jakarta, Diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia Anggota IKAPI

DKI. 2006.

Thusi, Abu Nashr al-Sarraj. Al-Luma’ Cairo: Dar al-Haditsah, 1960, h. 68.

Trimingham, J.S., The Sufi Order in Islam. London Oxford Univesity Press. 1971.

Tudjimah Cs. Syekh Yusuf Makassar: Riwayat Hidup Karya dan Ajarannya.

Jakrta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan

Buku Sastra Indonesia dan Daerah. 1987.

Wadud, Abdul. Satu TUHAN Seribu Jalan, Sejarah, Ajaran, dan Gerakan Tarekat

di Indonesia. Yogyakarta, FORUM Grup Relasi Inti Media, anggota

IKAPI. 2013.

Wafa, Abu al-Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf Islam: Telaah Historis dan

Perkembangannya, Terj. Subkhan Anshori Jakarta: Gaya Media Pratama,

2008.

http//www.majelisrabbani.org.

http//www.dewanthariqah.org.