SEJARAH BATIK JOGJA-WEB.docx

11
SEJARAH BATIK JOGJA Seni Batik Tradisional dikenal sejak beberapa abad yang lalu di tanah Jawa. Bila kita menelusuri perjalan perkembangan batik di tanah Jawa tidak akan lepas dari perkembangan seni batik di Jawa Tengah. Batik Jogja merupakan bagian dari perkembangan sejarah batik di Jawa Tengah yang telah mengalami perpaduan beberapa corak dari daerah lain. Perjalanan “Batik Yogya” tidak bisa lepas dari perjanjian Giyanti 1755. Begitu Mataram terbelah dua, dan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri, busana Mataram diangkut dari Surakarta ke Ngayogyakarta maka Sri Susuhunan Pakubuwono II merancang busana baru dan pakaian adat Kraton Surakarta berbeda dengan busana Yogya. Di desa Giyanti, perundingan itu berlangsung. Yang hasilnya antara lain , Daerah atau Wilayah Mataram dibagi dua, satu bagian dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB II di Surakarta Hadiningrat , sebagian lagi dibawah kekuasaan Kanjeng Pangeran Mangkubumi yang setelah dinobatkan sebagai raja bergelar Ngersa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senopati ing Ngalaga Ngabdul Rachman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang jumeneng kaping I , yang kemudian kratonnya dinamakan Ngayogyakarta Hadiningrat. Semua pusaka dan benda-benda keraton juga dibagi dua. Busana Mataraman dibawa ke Yogyakarta , karena Kangjeng Pangeran Mangkubumi yang berkehendak melestarikannya. Oleh karena itu Surakarta dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB III merancang tata busana baru dan berhasil membuat Busana Adat Keraton Surakarta seperti yang kita lihat sampai sekarang ini. Ciri khas batik gaya Yogyakarta , ada dua macam latar atau warna dasar kain. Putih dan Hitam. Sementara warna batik bisa putih (warna kain mori) , biru tua kehitaman dan coklat soga. Sered atau pinggiran kain, putih, diusahakan tidak sampai pecah sehingga kemasukan soga, baik kain berlatar hitam maupun putih. Ragam hiasnya pertama Geometris : garis miring lerek atau lereng , garis silang atau ceplok dan kawung , serta anyaman dan limaran.Ragam hias yang bersifat kedua non-geometris semen , lung- lungan dan boketan.Ragam hias yang bersifat simbolis erat hubungannya dengan falsafah Hindu – Jawa ( Ny.Nian S Jumena ) antara lain : Sawat Melambangkan mahkota atau penguasa tinggi , Meru melambangkan gunung atau tanah ( bumi ) , Naga melambangkan air , Burung melambangkan angin atau dunia atas , Lidah api melambangkan nyala atau geni.

Transcript of SEJARAH BATIK JOGJA-WEB.docx

Page 1: SEJARAH BATIK JOGJA-WEB.docx

SEJARAH BATIK JOGJA

Seni Batik Tradisional dikenal sejak beberapa abad yang lalu di tanah Jawa. Bila kita menelusuri

perjalan perkembangan batik di tanah Jawa tidak akan lepas dari perkembangan seni batik di Jawa

Tengah. Batik Jogja merupakan bagian dari perkembangan sejarah batik di Jawa Tengah yang telah

mengalami perpaduan beberapa corak dari daerah lain.

Perjalanan “Batik Yogya” tidak bisa lepas dari perjanjian Giyanti 1755. Begitu Mataram terbelah dua,

dan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri, busana Mataram diangkut dari Surakarta ke

Ngayogyakarta maka Sri Susuhunan Pakubuwono II merancang busana baru dan pakaian adat

Kraton Surakarta berbeda dengan busana Yogya.

Di desa Giyanti, perundingan itu berlangsung. Yang hasilnya antara lain , Daerah atau Wilayah

Mataram dibagi dua, satu bagian dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB II di Surakarta

Hadiningrat , sebagian lagi dibawah kekuasaan Kanjeng Pangeran Mangkubumi yang setelah

dinobatkan sebagai raja bergelar Ngersa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng

Sultan Hamengku Buwana Senopati ing Ngalaga Ngabdul Rachman Sayidin Panatagama

Kalifatullah ingkang jumeneng kaping I , yang kemudian kratonnya dinamakan Ngayogyakarta

Hadiningrat.

Semua pusaka dan benda-benda keraton juga dibagi dua. Busana Mataraman dibawa ke

Yogyakarta , karena Kangjeng Pangeran Mangkubumi yang berkehendak melestarikannya. Oleh

karena itu Surakarta dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB III merancang tata busana baru

dan berhasil membuat Busana Adat Keraton Surakarta seperti yang kita lihat sampai sekarang ini.

Ciri khas batik gaya Yogyakarta , ada dua macam latar atau warna dasar kain. Putih dan Hitam.

Sementara warna batik bisa putih (warna kain mori) , biru tua kehitaman dan coklat soga. Sered

atau pinggiran kain, putih, diusahakan tidak sampai pecah sehingga kemasukan soga, baik kain

berlatar hitam maupun putih. Ragam hiasnya pertama Geometris : garis miring lerek atau lereng ,

garis silang atau ceplok dan kawung , serta anyaman dan limaran.Ragam hias yang bersifat kedua

non-geometris semen , lung- lungan dan boketan.Ragam hias yang bersifat simbolis erat

hubungannya dengan falsafah Hindu – Jawa ( Ny.Nian S Jumena ) antara lain : Sawat

Melambangkan mahkota atau penguasa tinggi , Meru melambangkan gunung atau tanah ( bumi ) ,

Naga melambangkan air , Burung melambangkan angin atau dunia atas , Lidah api melambangkan

nyala atau geni.

Sejak pertama sudah ada kain larangan. Setiap Sultan yang bertahta berhak membuat peraturan

baru atau larangan-larangan.

Terakhir, Sri Paduka Sultan HB VIII membuat peraturan baru ( revisi ) berjudul Pranatan dalem bab

namanipun peangangge keprabon ing Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dimuat dalam

Rijksblad van Djokjakarta No 19. th 1927, Yang dimaksud pangangge keprabon ( busana keprabon )

adalah : kuluk ( wangkidan ), dodot / kampuh serta bebet prajuritan, bebet nyamping ( kain panjang )

, celana sarta glisire ( celana cindhe , beludru , sutra , katun dan gelisirnya ), payung atau songsong.

Motif batik larangan : Parang rusak ( parang rusak barong , parang rusak gendreh <>

Page 2: SEJARAH BATIK JOGJA-WEB.docx

Semua putra dalem diperbolehkan mengenakan kain-kain tersebut di atas. Busana batik untuk

Permaisuri diperbolehkan sama dengan raja. Garwa ampeyan dalem diizinkan memakai parang

rusak gendreh kebawah. Garwa Padmi KG Pangeran Adipati sama dengan suaminya. Garwa

Ampeyan KG Pangeran Adipati diperbolehkan memakai parang rusak gendreh ke bawah. Demikian

pula putra KG Pangeran Adipati. Istri para Pangeran Putra dan Pangeran Putra Raja yang terdahulu

( Pangeran Putra Sentananing Panjenengan dalem Nata ) sama dengan suaminya . Garwa

Ampeyan para Pangeran diperbolehkan memakai parang rusak gendreh ke bawah. Wayah dalem

( cucu Raja ) mengenakan parang rusak gendreh ke bawah. Pun Buyut dalem ( cicit Raja) dan

Canggah dalem ( Putranya buyut ). Warengipun Panjenengan dalem Nata ( putra dan putri )

kebawah diperbolehkan mengenakan kain batik parang – parangan harus seling , tidak

diperbolehkan byur atau polos.

Pepatih dalem ( Patih Raja ) diperkenankan memakai parang rusak barong kebawah. Abdidalem :

Pengulu Hakim , Wedana Ageng Prajurit , Bupati Nayaka Jawi lan lebet diperkenankan mengenakan

parang rusak gendreh kebawah. Bupati Patih Kadipaten dan Bupati Polisi sama dengan abdidalem

tersebut diatas. Penghulu Landrad , Wedana Keparak para Gusti ( Nyai Riya ), Bupati Anom , Riya

Bupati Anom , parang rusak gendreh kebawah.

Abdidalem yang pangkatnya dibawah abdi dalem Riya Bupati Anom dan yang bukan pangkat bupati

Anom, yakni yang berpangkat Penewu Tua

Ref: http://tjokrosuharto.com/batik/batik.php

http://mtasuandi.blogspot.com/2009/11/sejarah-batik-yogyakarta.html

Asal Usul dan Sejarah Batik Indonesia

Page 3: SEJARAH BATIK JOGJA-WEB.docx

Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.

Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri.

Perkembangan Batik di Indonesia

Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.

Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

Proses pembuatan batik

Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.

Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari : pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.

Jadi kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920. Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.

Batik Pekalongan

Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.

Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.

Page 4: SEJARAH BATIK JOGJA-WEB.docx

Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.

Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.

Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Cina, Belanda, Arab, India, Melayu dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada motif dan tata warna seni batik.

Sehubungan dengan itu beberapa jenis motif batik hasil pengaruh dari berbagai negara tersebut yang kemudian dikenal sebagai identitas batik Pekalongan. Motif itu, yaitu batik Jlamprang, diilhami dari Negeri India dan Arab. Lalu batik Encim dan Klengenan, dipengaruhi oleh peranakan Cina. Batik Belanda, batik Pagi Sore, dan batik Hokokai, tumbuh pesat sejak pendudukan Jepang.

Perkembangan budaya teknik cetak motif tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di atas kain yang kemudian disebut batik, memang tak bisa dilepaskan dari pengaruh negara-negara itu. Ini memperlihatkan konteks kelenturan batik dari masa ke masa.

Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kotamadya Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan.

Pasang surut perkembangan batik Pekalongan, memperlihatkan Pekalongan layak menjadi ikon bagi perkembangan batik di Nusantara. Ikon bagi karya seni yang tak pernah menyerah dengan perkembangan zaman dan selalu dinamis. Kini batik sudah menjadi nafas kehidupan sehari-hari warga Pekalongan dan merupakan salah satu produk unggulan. Hal itu disebabkan banyaknya industri yang menghasilkan produk batik. Karena terkenal dengan produk batiknya, Pekalongan dikenal sebagai KOTA BATIK. Julukan itu datang dari suatu tradisi yang cukup lama berakar di Pekalongan. Selama periode yang panjang itulah, aneka sifat, ragam kegunaan, jenis rancangan, serta mutu batik ditentukan oleh iklim dan keberadaan serat-serat setempat, faktor sejarah, perdagangan dan kesiapan masyarakatnya dalam menerima paham serta pemikiran baru.

Batik yang merupakan karya seni budaya yang dikagumi dunia, diantara ragam tradisional yang dihasilkan dengan teknologi celup rintang, tidak satu pun yang mampu hadir seindah dan sehalus batik Pekalongan.

source : http://www.batikmarkets.com/batik.php

http://oxana.blogdetik.com/2009/10/13/asal-usul-dan-sejarah-batik-indonesia/

Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan

Page 5: SEJARAH BATIK JOGJA-WEB.docx

sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009. [1]

Etimologi

Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna "menulis" dan "titik"

yang bermakna "titik".

Sejarah teknik batik

Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu

bentuk seni kuno. Penemuan di Mesirmenunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4

SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola.

Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta

di India dan Jepang semasa Periode Nara(645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku

Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.[3]. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada

semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang

dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang

Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.[4]

Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P.

Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada

abad ke-6 atau ke-7. [3]Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog

Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera,

dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi

diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.[5]

G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa

Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting,

sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[5] Detil ukiran kain

yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa

Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang

mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa

membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad

ke-13 atau bahkan lebih awal.

Page 6: SEJARAH BATIK JOGJA-WEB.docx

Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang

Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar

kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi

perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan

pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa.[6] Oleh

beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik.

Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817)

tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa

semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van

Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum

Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu

dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan

seniman.[3]

Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru

muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan

teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran

dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama mereka.

Budaya batik

Page 7: SEJARAH BATIK JOGJA-WEB.docx

Pahlawan wanita R.A. Kartini dan suaminya memakai rok batik. Batik motif parang yang dipakai Kartini adalah pola untuk

para bangsawan

Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia

(khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan

mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah

pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-

laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki

garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir

pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.

Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif

dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status

seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh

keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.

Batik Cirebon bermotif mahluk laut

Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga

pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik

pada Konferensi PBB.

Page 8: SEJARAH BATIK JOGJA-WEB.docx

Batik dipakai untuk membungkus seluruh tubuh oleh penari Tari Bedhoyo Ketawang di keraton jawa.

[sunting]Corak batik

Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam

corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun

batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya,

para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga memopulerkan

corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak

bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh

penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru.

Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat,

karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.

[sunting]Cara pembuatan

Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain

mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis

lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk

motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain.

Kain yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai

dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau

Page 9: SEJARAH BATIK JOGJA-WEB.docx

gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia

untuk melarutkan lilin.

[sunting]Jenis batik

Pembuatan batik cap

[sunting]Menurut teknik

Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan.

Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.

Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap

( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih

2-3 hari.

Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih.

[sunting]Menurut asal pembuatan

Batik Jawa

batik Jawa adalah sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia, khususnya daerah Jawa

yang dikuasai orang Jawa dari turun temurun. Batik Jawa mempunyai motif-motif yang berbeda-

beda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarnakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya

bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari leluhur

mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme atau Hindu dan Buddha. Batik jawa banyak

berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan batik Solo.