SEF Menyapa II, 2013 "Globalisasi dan Ekonomi Islam"

6
SEF MENYAPA Edisi II. 2013 SEF MENYAPA Edisi II. 2013 1 2 menahan globalisasi terutama dari penguasaan modal oleh beberapa pihak. Demi kemaslahatan orang banyak, itulah prinsip yang dipegang Ekonomi Islam. Ekonomi Islam memiliki fokus pada distribusi, apabila hal tersebut dilaksanakan, sangat dimungkinkan bila hal ini dapat menjadi sebuah pertahanan yang kokoh terhadap perekonomian global yang disinyalir akan semakin liberal. Selain itu, sebagai umat Islam, masih ada dan semakin banyak yang berharap adanya kesatuan Islam dalam bentuk satu pemimpinKekhalifahan. Sehingga sangat mungkin suatu saat nanti, sebagai akibat globalisasi yang memampukan segala sesuatunya terkoneksi dengan mudah, Islam menjadi jaya. Dapat menguasai perekonomian dunia, dan menemui masa emasnya seperti pada fase kekhalifahan Kulafaur Rasyidin. Faktor lain yang menjadikan ekonomi Islam sebagai sebuah pertahanan yaitu hukum Syariah. Sebagai contoh Ekonomi Islam Sebuah Pertahanan Terhadap Globalisasi Oleh: Doddy Purwoharyono Foto: Dok. Pribadi sudutpandang adalah larangan riba sehingga meminimalisir krisis keuangan,larangan tadlis atau penipuan, adanya lembaga Hisbah (pengawas yang mengawasi kegiatan ekonomi). Ditambah, prinsip-prinsip serta ideologi dasar yang melandasi ekonomi Islam, yaitu tauhid (keesaan tuhan), 'Adl (keadilan), Nubuwwah (kenabian), Khilafah (pemerintahan), Ma'ad (hasil), Multiple Ownership, Freedom to Act, Social Justice, dan akhlak. Kombinasi faktor tersebut menguatkan peranan ekonomi Islam dalam kancah internasional. Apabila diterapkan akan mampu menjadi tameng pertahanan akan derasnya arus globalisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sekarang tinggal kembali ke dalam diri umat muslim sendiri, sudah siapkah untuk menerapkan prinsip-prinsip diatas di tengah boomingnya globalisasi? Jangan sampai falsafah akidah dan muamalah di atas justru hilang ditelan arus globalisasi, minim aplikasi hanya tinggal teori. Arus globalisasi kian hari kian deras. Memetik dari warta di merdeka.com (2012) di Indonesia telah terkena arus yang sangat besar, mulai dari arus perdagangan (yang didominasi oleh kekuatan China), arus budaya (yang sedang tren oleh budaya Korea), dan arus modal (total modal asing yang masuk sekarang ini jumlahnya Rp 15,4 triliun yang didominasi pembelian Surat Utang Negara (SUN) yang terjadi di bulan Januari. Seiring derasnya arus globalisasi ini, maka tidak bisa dipungkiri perekonomian semakin dikuasai oleh beberapa negara. Islam sebagai suatu ideologi pun tak hanya diam. Ekonomi Islam mulai berkembang seiring dengan kegagalan-kegagalan yang dialami oleh perekonomian liberalis, kapitalis maupun sosialis di beberapa tahun silam. Walaupun pengaruh tersebut sempat menimbulkan konflik di berbagai negaramisalnya Amerika Serikat, ternyata tak menyurutkan langkah insightfromauthor “It has been said that arguing against globalization is like arguing against the laws of gravity” (Kofi Annan) Kemajuan teknologi yang begitu pesat dan peradaban budaya manusia di dunia yang bersifat dinamis semakin mendukung terbentuknya warga dunia. Masyarakat dunia saling berhubungan, berinteraksi, dan berpengaruh bagi lingkungannya. Inilah yang kerap disebut dengan globalisasi. Aktivitas ekonomi menjadi kegiatan masyarakat dunia yang tak terpisahkan. Kompleksitas permasalahan ekonomi semakin tinggi dengan semakin tingginya tingkat dependensi antarnegara. Krisis di suatu negara dapat berpengaruh di negara lain dalam kurun waktu singkat. Kelangkaan dan bencana di suatu negara berpengaruh pada aktivitas di belahan dunia lainnya. Ilmu ekonomi sebagai suatu disiplin ilmu diharapkan mampu mengkaji permasalahan-permasalahan ekonomi dewasa ini. Umer Chapra dalam “Global Economic Challenges and Islam” menyebutkan tiga tantangan ekonomi global saat ini di antaranya: (1) bagaimana memperkenalkan suatu kondisi global yang harmoni, (2) bagaimana menggunakan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, dan (3) bagaimana memanfaatkan insitusi-institusi secara efektif dalam rangka pembangunan ekonomi dan harmoni sosial. Ketiga tantangan ini menjadi hal-hal yang selalu menarik untuk dikaji sebagaimana Chapra mengungkapkan peran Islam. "Islamic principles uphold respect for others, tolerance and peaceful co-existence." Ketua Umum Sekjen Redaktur Desain dan Layout Andira Barmana Nurul Wakhidah Shufi Al Ichsanu Brata Nilawati Nur Isnaini Masyithoh M. Ibnu Thoriqul Aziz Nur Mutiara Sholihah Lailul Marom Ristiani Puji Lestari Rofiqi Kurnia Departemen Media SEF UGM Departemen Kajian SEF UGM

description

Majalah Ekonomi Islam SEF UGM

Transcript of SEF Menyapa II, 2013 "Globalisasi dan Ekonomi Islam"

Page 1: SEF Menyapa II, 2013 "Globalisasi dan Ekonomi Islam"

SEF MENYAPA Edisi II. 2013 SEF MENYAPA Edisi II. 20131 2

menahan globalisasi terutama

dari penguasaan modal oleh

beberapa pihak. Demi

kemaslahatan orang banyak,

itulah prinsip yang dipegang

Ekonomi Islam. Ekonomi Islam

memiliki fokus pada distribusi,

apabila hal tersebut dilaksanakan,

sangat dimungkinkan bila hal ini

dapat menjadi sebuah

pertahanan yang kokoh terhadap

perekonomian global yang

disinyalir akan semakin liberal.

Selain itu, sebagai umat Islam,

masih ada dan semakin banyak

yang berharap adanya kesatuan

Islam dalam bentuk satu

pemimpinKekhalifahan. Sehingga

sangat mungkin suatu saat nanti,

sebagai akibat globalisasi yang

memampukan segala sesuatunya

terkoneksi dengan mudah, Islam

menjadi jaya. Dapat menguasai

perekonomian dunia, dan

menemui masa emasnya seperti

pada fase kekhalifahan Kulafaur

Rasyidin.

Faktor lain yang

menjadikan ekonomi Islam

sebagai sebuah pertahanan yaitu

hukum Syariah. Sebagai contoh

Ekonomi Islam

Sebuah Pertahanan Terhadap

GlobalisasiOleh: Doddy Purwoharyono

Foto: Dok. Pribadi

sudutpandang

adalah larangan riba sehingga

meminimalisir krisis

keuangan,larangan tadlis atau

penipuan, adanya lembaga

Hisbah (pengawas yang

mengawasi kegiatan ekonomi).

Ditambah, prinsip-prinsip serta

ideologi dasar yang melandasi

ekonomi Islam, yaitu tauhid

(keesaan tuhan), 'Adl (keadilan),

Nubuwwah (kenabian), Khilafah

(pemerintahan), Ma'ad (hasil),

Multiple Ownership, Freedom to

Act, Social Justice, dan akhlak.

Kombinasi faktor tersebut

menguatkan peranan ekonomi

Islam dalam kancah internasional.

Apabila diterapkan akan mampu

menjadi tameng pertahanan

akan derasnya arus globalisasi,

baik secara langsung maupun

tidak langsung. Sekarang tinggal

kembali ke dalam diri umat

muslim sendiri, sudah siapkah

untuk menerapkan prinsip-prinsip

diatas di tengah boomingnya

globalisasi? Jangan sampai

falsafah akidah dan muamalah di

atas justru hilang ditelan arus

globalisasi, minim aplikasi hanya

tinggal teori.

Arus globalisasi kian

hari kian deras. Memetik dari

warta di merdeka.com (2012) di

Indonesia telah terkena arus yang

sangat besar, mulai dari arus

perdagangan (yang didominasi

oleh kekuatan China), arus

budaya (yang sedang tren oleh

budaya Korea), dan arus modal

(total modal asing yang masuk

sekarang ini jumlahnya Rp 15,4

triliun yang didominasi

pembelian Surat Utang Negara

(SUN) yang terjadi di bulan

Januari. Seiring derasnya arus

globalisasi ini, maka tidak bisa

dipungkiri perekonomian

semakin dikuasai oleh beberapa

negara. Islam sebagai suatu

ideologi pun tak hanya diam.

Ekonomi Islam mulai

berkembang seiring dengan

kegagalan-kegagalan yang

dialami oleh perekonomian

liberalis, kapitalis maupun sosialis

di beberapa tahun silam.

Walaupun pengaruh tersebut

sempat menimbulkan konflik di

berbagai negaramisalnya

Amerika Serikat, ternyata tak

menyurutkan langkah

insightfromauthor

“It has been said that arguing against globalization is like arguing against

the laws of gravity” (Kofi Annan)

Kemajuan teknologi yang begitu pesat dan peradaban budaya

manusia di dunia yang bersifat dinamis semakin mendukung

terbentuknya warga dunia. Masyarakat dunia saling berhubungan,

berinteraksi, dan berpengaruh bagi lingkungannya. Inilah yang kerap

disebut dengan globalisasi.

Aktivitas ekonomi menjadi kegiatan masyarakat dunia yang tak

terpisahkan. Kompleksitas permasalahan ekonomi semakin tinggi dengan

semakin tingginya tingkat dependensi antarnegara. Krisis di suatu negara

dapat berpengaruh di negara lain dalam kurun waktu singkat. Kelangkaan

dan bencana di suatu negara berpengaruh pada aktivitas di belahan

dunia lainnya. Ilmu ekonomi sebagai suatu disiplin ilmu diharapkan

mampu mengkaji permasalahan-permasalahan ekonomi dewasa ini.

Umer Chapra dalam “Global Economic Challenges and Islam”

menyebutkan tiga tantangan ekonomi global saat ini di antaranya: (1)

bagaimana memperkenalkan suatu kondisi global yang harmoni, (2)

bagaimana menggunakan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk

mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, dan (3) bagaimana

memanfaatkan insitusi-institusi secara efektif dalam rangka

pembangunan ekonomi dan harmoni sosial. Ketiga tantangan ini menjadi

hal-hal yang selalu menarik untuk dikaji sebagaimana Chapra

mengungkapkan peran Islam. "Islamic principles uphold respect for

others, tolerance and peaceful co-existence."

Ketua Umum

Sekjen

Redaktur

Desain dan Layout

Andira Barmana

Nurul Wakhidah

Shufi Al Ichsanu BrataNilawati

Nur Isnaini MasyithohM. Ibnu Thoriqul AzizNur Mutiara Sholihah

Lailul Marom

Ristiani Puji LestariRofiqi Kurnia

Departemen Media SEF UGM

Departemen Kajian SEF UGM

Page 2: SEF Menyapa II, 2013 "Globalisasi dan Ekonomi Islam"

SEF MENYAPA Edisi II. 2013SEF MENYAPA Edisi II. 20133 4

THE MIRACLEOF ISLAMIC FINANCE IN THE MIDST OF GLOBALIZATION

Globalisasi memang membuka kesempatan bagi setiap

perekonomian untuk tumbuh dan berkembang,

menawarkan pangsa pasar yang lebih luas. Namun di sisi

lain, globalisasi juga menyebabkan fenomena ekonomi

yang terjadi di suatu negara dengan mudahnya menjalar

ke negara lain, misalnya saja krisis finansial yang melanda

Amerika Serikat tahun 2008. Ketika krisis itu melanda,

guncangan hebat yang melanda sektor finansial AS

dengan agresifnya menginfeksi sektor finansial lain di

seluruh dunia, bahkan beberapa lembaga keuangan

sampai collapse. Namun, yang menarik adalah, lembaga

keuangan seperti perbankan islam tetap bisa bertahan

dengan menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hasil

study IMF yang dilakukan oleh Maher Hasan dan Jemma

Dridi menunjukkan bahwa lembaga keuangan islam lebih

tahan krisis, sehingga mereka cenderung mengalami

kenaikan di tengah trend global yang sedang mengalami

penurunan.

Apa yang menyebabkan lembaga keuangan

islam mampu bertahan melawan krisis? Apakah fenomena

ini hanyalah kebetulan belaka? Hal ini perlu kita telisik lebih

dalam lagi.

Di era modern ini, tidak

dapat dielakkan lagi bahwa

kran global isasi sudah

terbuka dengan lebar

sehingga menyebabkan arus

informasi, barang dan jasa,

serta modal menjadi begitu

mudah menyeberangi batas

n e g a r a , m e n c i p t a k a n

integrasi ekonomi dan sosial.

Bahkan, konsep borderless

world pun sudah menjadi hal

yang tak asing lagi. Tentunya,

berbagai dampak –baik itu

positif maupun negatif-

timbul dari merebaknya

globalisasi ini.

N a m u n , s e j a r a h t e l a h

menunjukkan salah satu bukti

bahwa lembaga keuangan islam

b i sa men jad i pemenang .

Meskipun demikian, melihat

interval krisis yang akhir-akhir ini

semakin pendek dan tantangan

g loba l i sas i yang semak in

kompleks, bekal yang dimiliki oleh

lembaga keuangan islam masih

belum cukup. Diperlukan sinergi

a n t a r p i h a k u n t u k t e r u s

meningkatkan per formance

lembaga keuangan ini; mulai dari

regulator dalam hal memberikan

payung hukum yang pasti,

praktisi yang dengan keahliannya

menciptakan berbagai inovasi,

d a n m a s y a r a k a t y a n g

berpar t is ipas i akt i f dalam

mengembangkan indus t r i

keuangan islam ini.

Fondasi utama yang memperkuat lembaga keuangan

islam adalah sistem pembiayaannya yang equity-based,

tidak seperti lembaga keuangan konvensional yang

loan-based. Pembiayaan yang dilandaskan pada modal

dan bukannya utang ini membuat perbankan islam lebih

terhindar dari unsur ketidakpastian spekulasi, tidak

seperti perbankan konvesional pada umumnya.

Lembaga keuangan islam berlandasakan asas-

asas risk sharing, kepercayaan, dan transparansi. Mereka

juga mendasarkan investasi pada sektor riil, sehingga

tidak menyebabkan bubble. Artinya, setiap investasi di

sektor financial harus disertai dengan underlying assets

atau wujud investasi konkret di sector riil. Hal ini tentu saja

berbeda dengan investasi konvensional yang bisa

melakukan investasi tanpa adanya underlying assets,

menciptakan uang out of thin air.

Perbedaan-perbedaan mendasar inilah yang

membuat lembaga keuangan islam tidak terpuruk

karena krisis yang melanda sector financial global tahun

2008. Krisis ini menjadi katalis utama dalam menunjukkan

kepada kita bahwa keuangan islam telah membuktikan

dirinya sebagai pejuang yang tangguh dan mampu

bertahan melawan arus utama dampak globalisasi.

Bahkan saat ini, keuangan islam menjadi salah

satu segmen yang paling cepat berkembang di jasa

keuangan global.

Memang, globalisasi identik dengan persaingan. Akan

ada winners, akan ada loosers. Akankah keuangan

islam (Islamic Finance) mampu bersaing di tengah

euphoria globalisasi dan menjadi pemenang? Kita tidak

mengetahui dengan pasti.setiap investasi di sektor financial harus disertai dengan

underlying assets atau wujud investasi konkret di sector riil.

Oleh: Nurul Wakhidah

Foto: Dok. Pribadi

trytogodeeper

Page 3: SEF Menyapa II, 2013 "Globalisasi dan Ekonomi Islam"

SEF MENYAPA Edisi II. 2013 6SEF MENYAPA Edisi II. 20136

Berbicara tentang isu ekonomi yang mainstream memang tidak bisa

dilepaskan dari tema globalisasi wacana ekonomi. Sebagai contoh, MDG

(Millennium Development Goals) yang dirancang oleh PBB menjadi acuan

bagi Pemerintah dalam mengembangkan sektor perekonomiannya. Di

dalam MDG terdapat beberapa poin penting yang bisa dimasukkan ke

dalam wacana ekonomi Islam kontemporer. Pertama, kesetaraan gender

dan peran wanita dalam pembangunan ekonomi. Kedua, pertumbuhan

ekonomi yang berkelanjutan dan pemeliharaan lingkungan hidup.

Beberapa poin tersebut belum banyak didiskusikan dalam wacana

ekonomi Islam hari ini.

. Gender sendiri sebenarnya

merupakan wacana yang menarik

untuk dikaji, bukan hanya dari sudut

fiqhnya saja, tetapi juga dari sudut

ekonominya. Bahkan, Umar bin

Khathab yang dikenal pernah

(sebelum masuk Islam) mengubur

anak perempuannya sendiri

menyatakan: “Kami semula sama

sekali tidak menganggap (terhormat,

penting) kaum perempuan. Ketika

Islam datang dan Tuhan menyebut

mereka, kami baru menyadari bahwa

ternyata mereka juga rnemiliki hak-

hak mereka atas kami.” Hak tersebut

salah satunya adalah hak untuk

mencari pekerjaan dan hak untuk

mengelola harta dengan cara yang

syar'i.

Pembahasan gender dapat

mengarah pada pemberdayaan

perempuan yang berhasil dilakukan

oleh Gramen Bank di Bangladesh

dengan memberikan kredit usaha

bagi kaum hawa. Dengan kredit

usaha tersebut, perempuan yang

memegang peranan penting di

dalam rumah tangga sebagai

pengatur arus keuangan

keluarga menjadi lebih

produktif. Gramen Bank berhasil

menjawab hal tersebut dengan

menggabungkan antara konsep

micro-finance dan kajian gender.

Hasilnya adalah pemberdayaan

wanita di dalam perekonomian

Bangladesh yang sebelumnya

dianggap hal sepele.

Jika hal tersebut dipraktikan di Indonesia, maka

menjadi sangat mungkin, ibu rumah tangga yang memiliki

usaha dapat lebih berkembang, karena dibantu kredit

lunak oleh industri perbankan. Beberapa ibu rumah

tangga di Kulonprogo misalnya, memiliki usaha kerajinan

gerabah, dan anyaman bambu. Namun karena kurangnya

modal dan pengetahuan tentang pemasaran, maka hasil

usaha tersebut hanya dijadikan pendapatan sampingan.

Pemerintah melalui bank konvensional memang

menawarkan KUR (Kredit Usaha Rakyat) dengan bunga

yang rendah, namun hal tersebut terasa belum cukup

mengena pada kaum perempuan. Ekonomi Islam melalui

lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah atau BMT

dapat mengisi ruang kosong tersebut dengan sistem bagi

hasil (mudharabah) untuk memberi suntikan modal, dan

jual-beli (murabahah) untuk membantu membeli alat-alat

produksi yang dibutuhkan.

Dalam wacana lingkungan hidup, ekonomi Islam

pun dapat bermain dengan dasar bahwa ajaran Islam

tidak pernah mengorbankan kelestarian lingkungan dalam

menjalankan perekonomian umatnya. Manusia sebagai

pelaku ekonomi juga dituntut untuk bertanggung jawab

dalam memelihara dan menjaga alam sekitar, yang juga

diiringi dengan ganjaran dan hukuman. Pada posisi ini,

manusia dituntut memperlakukan lingkungan sekitarnya

(Q.S. Al-An'am [6]: 165), apakah ia akan menjalankan

tugasnya sesuai aturan Tuhan atau malah merusak.

Apabila suatu golongan atau kaum berbuat kerusakan di

bumi, bisa jadi tugas melestarikan lingkungan ini akan

dilimpahkan ke generasi yang lain (Q.S. al-A'raf [7]: 69 dan

74). Dengan dasar tersebut banyak tugas yang dapat di

lakukan, sebagai contoh lembaga keuangan syariah

mendorong bisnis-bisnis yang berorientasi pada

kelestarian lingkungan, seperti usaha plastik degradable,

properti ramah lingkungan, energi terbarukan (renewable

energy—solar cell, biomass, geothermal) dan bisnis

lainnya.

Dengan memperluas cakupan ekonomi Islam

kedalam dua wacana populer tersebut diharapkan

ekonomi Islam akan mengalami perkembangan yang

lebih baik, terutama dalam hal branding kepada

masyarakat awam yang belum memahami manfaat

ekonomi Islam yang ada saat ini dengan bahasa yang

lebih populer.

Pemikir ekonomi Islam masih sibuk menghafal istilah-istilah

ekonomi dalam bahasa arab, memperdebatkan riba yang tak

berujung, atau sibuk berdiskusi seputar halal-haram-nya suatu

produk. Masyarakat harus melihat perkembangan wacana

ekonomi dunia yang makin kompleks, sedangkan wacana

ekonomi Islam masih tertinggal di belakang. Hal ini sangat

mungkin terjadi akibat salah persepsi terhadap kata-kata populer

seperti gender yang sering diartikan negatif bagi sebagian

kalangan aktivis dakwah

EKONOMI ISLAM,GENDER,DAN LINGKUNGAN

Tantangan Global:

Oleh: Bhima Yudhistira A.

Foto

: D

ok.

Pribadi

Page 4: SEF Menyapa II, 2013 "Globalisasi dan Ekonomi Islam"

SEF MENYAPA Edisi II. 20137

Dunia seolah sudah paham akan keadaan

dan situasi globalisasi yang mampu

mewarnai banyak seluk-beluk kehidupan,

seperti halnya pada dunia ekonomi secara

keseluruhan. Globalisasi Ekonomi yang

secara jelas tampak adalah wujud dari World

Trade Organization (WTO), yang ditandai

dengan ditandatangani perjanjian WTO pada

bulan April 1994. Menurut Ibnu Mariam

(2012) hakikat perjanjian tersebut adalah

dunia akan menuju kepada pasar bebas

paling lambat sebelum tahun 2020. Yang

menarik adalah Indonesia pun ikut serta

menjadi bagian di perjanjian tersebut. Lalu,

apakah perjanjian WTO itu telah berdampak

besar bagi kemajuan ekonomi khususnya

negara kita Indonesia?

Jika ditelisik lebih dalam, ada

beberapa dampak negatif yang akan muncul.

Melansir wacana dari beritamoneter.com,

Direktur Koalisi Anti Utang, Dani Setiawan

mengemukakan bahwa perjanjian dengan

WTO lebih banyak merugikan Indonesia,

seperti halnya WTO telah melemahkan daya

saing Indonesia di luar negeri yang memicu

makin berkembangnya tindak korupsi antara

pemerintah dan importir. Jika diteruskan

masalah impor ini juga berdampak negatif

pada petani, nelayan, dan industri dalam

negeri yang rendah akan permintaan

produksi karena adanya impor sehingga

mengakibatkan penurunan permintaan faktor

produksi dan minim penyerapan tenaga

kerja. WTO juga telah menempatkan Indonesia pada posisi lemah hingga tidak berdaulat di hadapan bangsa-bangsa di dunia. Seperti halnya ketika Indonesia membuat regulasi pembatasan impor dianggap melanggar ketentuan WTO dalam larangan pembatasan impor.

Bagaimana jika hal tersebut dikaitkan dengan perspektif Islam? Apa kata ekonomi Islam menjawab masalah globalisasi yang secara nyata terwujud dalam bentuk perjanjian WTO ini?Dalam hal ini, perspektif atau paradigma yang dibawa oleh ekonomi Islam mencerminkan suatu pandangan dan perilaku yang mencerminkan pencapaian falah. Paradigma ekonomi Islam bisa dilihat dari dua sudut pandang yaitu paradigma berpikir yang merupakan bagian dari nilai-nilai ekonomi Islam: tauhid, 'adl, khilafah (bertanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya), dan takaful (konsep jaminan kesejahteraan masyarakat).

serta paradigma berperilaku yang merupakan dasar yang melatarbelakangi dalam bertindak. Jika paradigma yang terbentuk dari pemikiran adalah kapitalisme maka mekanisme pasar merupakan paradigma dalam berperilaku. Sedangkan ketika Islam yang telah menjadi dasar dalam paradigma berpikir maka paradigma yang terbentuk dalam berperilaku khususnya ekonomi yaitu: tauhid, Adil dan Harmoni. Perlu adanya pembaruan bagi Indonesia dalam menentukan kebijakannya sendiri yang orientasi utamanya demi kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Dengan kata lain, ketidakadilan dan ketidakmeretaan harus dihilangkan untuk mencapai kemakmuran. Oleh karena itu, perlu adanya peninjauan kembali, apakah globalisasi secara nyata lebih besar manfaat atau mudharat-nya di Indonesia?

HIMPITANMANFAAT DAN

KEMUDHARATAN

perjanjian dengan WTO

lebih banyak merugikan Indonesia, seperti halnya WTO telah melemahkan daya saing Indonesia di

luar negeri yang memicu makin berkembangnya

tindak korupsi antara pemerintah dan

importir.

SEF MENYAPA Edisi II. 2013 8

Paradigma ekonomi Islam itu yang

kemudian memunculkan bahwa:

Ÿ Pemanfataan sumber daya yang

menerapkan prinsip adil dan ahsan

dalam pengelolaannya (Q.S. an-Nahl:

90) yang aplikasi kenyataannya

adalah penambangan sumber daya

alam secara besar-besaran untuk

keuntungan sebesar-besarnya

Ÿ Minimalisasi kesenjangan

distributif (Q.S. al-Hasyr: 7) melalui

zakat dan wakaf, yang aplikasi

kenyataannya pernah muncul sebutan

di Amerika : perputaran uang yang

terjadi di Amerika 99% untuk kalangan

atas dan 1% untuk warga Amerikanya

sendiri.

Ÿ Maksimalisasi penciptaan

lapangan kerja dimana akan

mendorong kegiatan ekonomi aktif,

terutama dalam sektor-sektor yang

mampu menyerap semua lapisan.

Ÿ Maksimalisasi pengawasan

sebagaimana yang dirumuskan Ibn

Taimiyah, adalah melaksanakan

pengawasan terhadap perilaku sosial,

sehingga mereka melaksanakan yang

benar dan meninggalkan yang salah.

““

Oleh: Intan Permatasari

Foto

: Dok

. Prib

adi

Page 5: SEF Menyapa II, 2013 "Globalisasi dan Ekonomi Islam"

SEF MENYAPA Edisi II. 2013 SEF MENYAPA Edisi II. 20139 10

Orang miskin: “Apa besok makan?”Orang kaya: “Besok makan apa?”

Menurut Bank Dunia (2010):

jumlah penduduk miskin di

Indonesia 43,4 juta orang, dengan

kriteria pendapatan kurang dari

1,25 dolar AS per hari.

Jumlah penduduk miskin

meningkat menjadi sekitar 110, 5

juta orang atau hampir separo

penduduk Indonesia jika

menggunakan ukuran pendapatan

kurang dari 2 dollar AS per hari.

Menurut BPS (2012):

angka kemiskinan menurun,

dari sekitar 31 juta atau 13,3 persen

pada Maret 2010 dan turun menjadi

29,1 juta jiwa pada Maret 2012.

Jika dikomparasikan dengan data

tahun 2008, penduduk miskin

mencapai 1,3 miliar orang di

seluruh dunia. Tak pelak jika

pengentasan kemiskinan dan

kelaparan ekstrem adalah poin

pertama dari sasaran

pembangunan milenium (MDGs)

2015.

Ÿ

Ÿ

Ÿ

Kemiskinan diartikan sebagai keadaan dimana seseorang

tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar

hidupnya sehari-hari, seperti makanan dan tempat

berlindung.. Kebutuhan-kebutuhan dasar dapat

diterjemahkan sebagai kebutuhan keuangan atau garis

kemiskinan. Dengan demikian, seseorang dikatakan miskin

jika tingkat pendapatannya kurang dari garis kemiskinan

yang ditetapkan. Tidak berhenti sampai di situ, kemiskinan

merupakan masalah yang bersifat multidimensional dan

kompleks. Lebih luas lagi, Amartya Sen menyatakan

kemiskinan sebagai pendekatan kapabilitas (capability

approach) terhadap kesejahteraan. Kapabilitas-kapabilitas

penting yang harus dimiliki setiap orang bukan saja soal

mencukupi kebutuhan mendasar tetapi juga mencakup

akses terhadap pendidikan, kesehatan, keamanan dari

kekuatan perusak (violence) dan risiko-risiko lainnya,

peluang ekonomi, serta partisipasi politik dan hak suara.

Singkatnya, seseorang miskin karena ketiadaan akses

baginya untuk menjalankan fungsinya dalam masyarakat.

Kemiskinan dan Globalisasi

Dewasa ini, masyarakat dunia hidup dalam arus globalisasi yang membuat masing-

masing individu ataupun negara saling berinteraksi satu sama lain. Untuk memahani

globalisasi secara umum, Bank Dunia mendefinisikan globalisasi sebagi suatu proses integrasi

ekonomi dan masyarakat melalui arus informasi, ide, aktivitas, teknologi, barang/jasa, modal,

dan manusia antarnegara. Dinamika hubungan antarnegara di dunia yang sering didengung-

dengungkan sebagai globalisasi merupakan sebuah realitas bagi sebuah negara dalam sistem

global. Isu mutakhir bagi setiap negara berkembang termasuk Indonesia dalam era global

adalah peningkatan kualitas hidup yang menyangkut penanggulangan kemiskinan dan

peningkatan kualitas sumber daya manusia (pendidikan dan kesehatan).

Joko Suryanto (2007) menyatakan

bahwa tantangan bagi suatu

negara yang terlibat dalam

percaturan global adalah upaya

mendapatkan manfaat dan

mengurangi kerugian akibat

terintegrasinya setiap kegiatan

dalam kerangka global. Globalisasi

memungkinkan Indonesia

mendapatkan keuntungan dari

berbagai aktivitas ekonomi global.

Penanaman modal asing (PMA)

langsung diharapkan mampu

menciptakan lapangan kerja baru

serta menggairahkan

perekonomian lokal. Keterbukaan

ekonomi dalam era globalisasi

menciptakan pasar internasional

yang potensial bagi pelaku usaha

di dalam negeri untuk

memasarkan dan

mengembangkan usahanya.

Keuntungan-keuntungan ini harus

dimanfaatkan semaksimal

mungkin oleh pelaku usaha serta

pemerintah terutama dalam

menghadapi permasalahan

kemiskinan.

Selain memanfaatkan potensi

yang ada, Indonesia harus peka

terhadap dampak-dampak negatif

dari pelaksanaan globalisasi.

Pemanfaatan era global harus

diikuti oleh upaya untuk mengatasi

dampak negatif globalisasi secara

sadar dan terarah (Hadi Soesastro,

2004). Jangan sampai globalisasi

justru melemahkan ekonomi

Indonesia akibat daya saing yang

relatif lebih lemah jika

dibandingkan dengan negara

maju misalnya.

Sejumlah agenda

pembangunan ekonomi Indonesia

baik jangka pendek maupun

jangka panjang sebagai langkah

untuk mewujudkan pertumbuhan

ekonomi yang berkelanjutan. Pada

akhirnya, program pengentasan

kemiskinan dapat berjalan sesuai

harapan dan mampu mengurangi

kemiskinan. Semoga tidak ada lagi

kalimat apa besok makan? di

antara orang-orang miskin.

Semangat demi Indonesia yang

lebih baik dan sejahtera.

“Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari kemiskinan, kekurangan dan juga dari kehinaan ….” (HR. Abu Daud, Nasa'i dan Ibnu Majah)

Oleh: Alvian

Nurhadi

MEMAHAMI KEMISKINAN

Page 6: SEF Menyapa II, 2013 "Globalisasi dan Ekonomi Islam"

SEF MENYAPAEdisi II. 2013

Ekonomi IslamSebuah PertahananTerhadap Globalisasi+The Miracle of Islamic FinanceIn The Midst of Globalization+Tantangan GlobalEkonomi Islam, Gender,dan Lingkungan+

Memahami Kemiskinan+HimpitanManfaat danKemudharatan+

Cahaya Samawi

Format:

Opini 500 kata (2-3 opini terpilih yang dimuat per edisi).

Kami juga menerima karya bebas 250 kata

seperti prosa, puisi,

dsb yang relevan dengan tema

(hanya 1 karya terpilih yang dimuat per edisi).

Format file .doc dikirim email ke

Wajib menyertakan nama lengkap,

asal instansi, jurusan, angkatan,

dan foto diri formal dalam format .jpg.

[email protected]

Deadline: 15 Mei 2013 pukul 23.59

Tema:

Islamic Microfinance

CALL FOR CONTRIBUTOR

Oleh: Astrini Novi Puspita

inspirasi