Sediaan Topikal n Rektal Makalah

32
PENDAHULUAN Kulit merupakan sawar fisiologik yang penting karena ia mampu menahan penembusan bahan gas, cair maupun padat yang berasal dari lingkungan luar tubuh maupun dari komponen organisme. Kulit relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia. Dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa obat atau bahan bernahaya yang dapat menimbulkan efek terapetik atau efek toksik, baik yang bersifat setempat maupun sistemik. Penilaian aktivitas farmakologik sediaan topikal menunjukkan pentingnya bahan pembawa dalam proses pelepasan dan penyerapan zat aktif. Pemilihan bahan pembawa dapat meningkatkan aksi zat aktif, baik lama aksi maupun intensitasnya. Istilah ‘perkutan’ menunjukkan bahwa penembusan terjadi pada lapisan epidermis dan penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis yang berbeda. Sediaan kosmetika digunakan pada hampir seluruh permukaan kulit dan aneksanya. Kemampuan menembus sediaan kosmetik harus dibatasi sampai difusi kedalam lapisan tanduk (stratum corneum), folikel rambut, dan kelenjar keringat. Pada sediaan tabir surya, zat aktif tertahan cukup lama pada permukaan lapisan tanduk demikian pula beberapa zat aktif lainnya. Penyerapan sistemik suatu sediaan kosmetik juga dapat memberikan efek yang tidak dikehendaki dan dapat mendorong timbulnya toksisitas perkutan. Pada pengobatan setempat sering diperlukan penembusan zat aktif ke dalam struktur kulit yang lebih dalam, hal ini penting jika konsentrasi dalam jaringan yang terletak dibawah daerah pemakaian harus cukup tinggi untuk mendapatkan efek yang dikehendaki. Sebaliknya penyerapan oleh pembuluh darah harus sesedikit mungkin agar timbulnya efek sistemik dapat dihindari. Zat aktif harus masuk ke peredaran darah dan selanjutnya dibawa ke jaringan yang kadang-kadang terletak jauh dari tempat pemakaian dan pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek farmakologik. Pemahaman tentang anatomi dan fisiologi kulit serta faktor-faktor fisiko-kimia dan pato-fisiologik yang mempengaruhi permeabilitas kulit sangat diperlukan oleh para ahli dermatologi, farmakologi- toksikologi atau ahli kosmetologi, terutama oleh formulator yang akan memformula dan merancang bentuk sediaan yang sesuai dengan tujuan pemakaian yang dikehendaki. I. TINJAUAN ANATOMI FISIOLOGI

Transcript of Sediaan Topikal n Rektal Makalah

Page 1: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

PENDAHULUAN

Kulit merupakan sawar fisiologik yang penting karena ia mampu menahan penembusan bahan gas, cair maupun padat yang berasal dari lingkungan luar tubuh maupun dari komponen organisme. Kulit relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia. Dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa obat atau bahan bernahaya yang dapat menimbulkan efek terapetik atau efek toksik, baik yang bersifat setempat maupun sistemik.

Penilaian aktivitas farmakologik sediaan topikal menunjukkan pentingnya bahan pembawa dalam proses pelepasan dan penyerapan zat aktif. Pemilihan bahan pembawa dapat meningkatkan aksi zat aktif, baik lama aksi maupun intensitasnya.

Istilah ‘perkutan’ menunjukkan bahwa penembusan terjadi pada lapisan epidermis dan penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis yang berbeda.

Sediaan kosmetika digunakan pada hampir seluruh permukaan kulit dan aneksanya. Kemampuan menembus sediaan kosmetik harus dibatasi sampai difusi kedalam lapisan tanduk (stratum corneum), folikel rambut, dan kelenjar keringat. Pada sediaan tabir surya, zat aktif tertahan cukup lama pada permukaan lapisan tanduk demikian pula beberapa zat aktif lainnya. Penyerapan sistemik suatu sediaan kosmetik juga dapat memberikan efek yang tidak dikehendaki dan dapat mendorong timbulnya toksisitas perkutan.

Pada pengobatan setempat sering diperlukan penembusan zat aktif ke dalam struktur kulit yang lebih dalam, hal ini penting jika konsentrasi dalam jaringan yang terletak dibawah daerah pemakaian harus cukup tinggi untuk mendapatkan efek yang dikehendaki. Sebaliknya penyerapan oleh pembuluh darah harus sesedikit mungkin agar timbulnya efek sistemik dapat dihindari.

Zat aktif harus masuk ke peredaran darah dan selanjutnya dibawa ke jaringan yang kadang-kadang terletak jauh dari tempat pemakaian dan pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek farmakologik.

Pemahaman tentang anatomi dan fisiologi kulit serta faktor-faktor fisiko-kimia dan pato-fisiologik yang mempengaruhi permeabilitas kulit sangat diperlukan oleh para ahli dermatologi, farmakologi-toksikologi atau ahli kosmetologi, terutama oleh formulator yang akan memformula dan merancang bentuk sediaan yang sesuai dengan tujuan pemakaian yang dikehendaki.

I. TINJAUAN ANATOMI FISIOLOGI

Kulit merupakan jaringan perlindungan yang lentur dan elastis, menutupi seluruh permukaan tubuh dan merupakan 5% berat tubuh. Kulit sangat berperan pada pengaturan suhu tubuh dan mendeteksi adanya rangsangan dari luar serta untuk mengeluarkan kotoran.

Kulit dibentuk dari tiga lapisan berbeda yang berurutan dari luar ke dalam :

1. Lapisan epidermis

2. Lapisan dermis tersusun dari pembuluh darah dan pembuluh getah bening, ujung-ujung syaraf

3. Lapisan hipodermis lapisan jaringan bawah kulit

Kulit mempunyai apeksa, kelenjar keringat dan kelenjar sabun (glandula sebaceous) yang berasal dari lapisan hipodermis atau dermis dan bermuara pada permukaan dan membentuk daerah yang tidak berkesinambungan pada epidermis (Gambar 1).

Page 2: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

1.1. Epidermis

Epidermis merupakan lapisan epitel, tebal rata-rata 200µm, dengan sel-sel yang berdiferensiasi bertahap dari bagian yang lebih dalam menuju ke permukaan dengan proses keratinisasi. Epidermis dibedakan atas 2 bagian lapisan malfigi yang hidup, menempel pada dermis, dan lapisan tanduk yang tersusun atas sekumpulan sel-sel mati yang mengalami kretinisasi. (Gambar 2).

1.1.1. Sel Malfigi

Lapisan dasar atau stratum germinativum tersusun atas deretan sel unik berbentuk kubus dengan sisi 6µm yang saling berhimpitan satu dengan lainnya dan terletak di atas membran basal, terpisah dari dermis oleh epidermis. Lapisan sel-sel ini merupakan pusat kegiatan metabolik yang mengendalikan pembelahan sel dan pembentukan sel-sel sub-junction lainnya.

Page 3: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

Selama perubahan, sel-sel malfigi membuat dua elemen spesifik yaitu senyawa protein alami : tonofibril, granul keratohialin, senyawa lipida : lembaran Odland. Tonofibril merupakan benang protein yang miskin belerang, tergabung membentuk serabut dengan diameter sekitar 100Å. Sebagian serabut melekat pada dinding sel pada bagian desosom, yang lainnya bebas dalam sitoplasma. Berbeda dengan tono-fibril, granul keratohialin merupakan protein amorf yang kaya akan belerang. Granul lipida ternyata lebih kecil dibandingkan dengan sel-sel yang menyusun keratohialin, dan hal ini telah dibuktikan. Sel-sel tersebut lebih sering disebut lembaran Odland atau ‘membran granul bersalut’. Lembaran tersebut dipenuhi oleh lipida yang tersusun atas lapisan rangkap 2 (dua) yang merupakan helaian dengan tebal 20Å dikelompokkan dan diberi nama berdasarkan struktur mikroskopik membran seluler atau myelin. Secara skematik sel tanduk dan berbagai perubahannya dapat dilihat dari gambar 3.

Kontak antara sel epidermis berkelok-kelok. Besar ruang antar sel beragam, diselubungi oleh semen yang terdiri atas glukosaminoglikan, tetapi dapat melewatkan senyawa-senyawa nutritif mulai dari dermis melintasi epidermis yang tidak berpembuluh darah. Ikatan antar sel terutama ditentukan oleh desmosoma yang tampak sebagai membran rangkap dan tebal serta saling berhadapan.

Pada akhir diferensiasi sel mukus malfigi yang berlendir, lemabran Odland bergeser menuju perifer dan mengosongkan isinya melalui eksositosis dalam ruang seluler yang berisi lembaran lipida, yang sejajar dengan membran. Pada tahap ini terbentuk sawar difusi terhadap air dan senyawa-senyawa yang larut dalam air.

1.1.2. Lapisan Tanduk (Stratum corneum)

Pada tahap akhir perubahan, sel-sel akan mati dan berubah menjadi sel tanduk. Enzim lisosom terlepas, terurai menjadi bagian-bagian sel kecuali tonofibril dan keratohialin. Sebagian dari lipida, zat hasil hidrolisa dan metabolit yang larut dalam air tetap berada dalam sel. Protein globuler dari granul keratohialin dibebaskan, menyusun diri di sekitar serabut keratin α, menghasilkan gabungan tonofibril dan membentuk beberapa ikatan belerang dan kemudian saling bergabung dengan sejumlah ikatan belerang dan kemudian saling bergabung dengan sejumlah ikatan sejenis. Selanjutnya secara keseluruhan membentuk anyaman protein yang tidak larut, sangat liat dan kompak. Dalam waktu yang sama terjadi penebalan membran oleh timbunan kompleks glusido-lipido-protein pada permukaan bagian dalam.

Page 4: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

Dari analisis kimia terbukti bahwa membran yang merupakan 5% dari sel tanduk (stratum corneum) merupakan elemen pelindung yang paling efisien. Membran tersebut tahan terhadap bahan reduktor keratolitik, sebagian besar protease, senyawa-senyawa alkali dan senyawa-senyawa asam. Ketahanan ini tidak hanya disebabkan oleh adanya jembatan disulfida, tetapi juga oleh ikatan kovalen antar molekul yang belum banyak diketahui. Serat keratin α yang menyusun 50% lapisan tanduk, dan bersifat inert. Serat keratin tersebut dilindungi oleh senyawa amorf berdaya tahan tinggi dan sangat kaya akan ikatan disulfida, senyawa tersebut hanya dapat dirusak oleh bahan reduktor, basa dan asam pekat.

Senyawa yang larut dalam air (urea, asam organik, asam amino) yang terdapat pada bagian dalam sel tanduk mempunyai sifat higroskopis sedemikian rupa, sehingga sel tersebut mampu menahan air yang berasal dari keringat atau lingkungan luar. Pembahasan terjadi perlahan secara osmose melalui lipida intraseluler. Air mutlak diperlukan untuk menjaga sifat mekanik lapisan tanduk. Pada keadaan normal, mengandung air 10-20%.

Lipida yang terdapat di lapisan tanduk (stratum corneum) merupakan 7-9% dari berat jaringan keseluruhan dan terutama terdiri atas asam lemak bebas atau esternya, fosfolipida, skualen dan kolesterol. Berbagai kandungan tersebut dapat teremulsikan dengan air.

Sel-sel tanduk berbentuk poliedrik dan lempeng (gambar 3), ukuran rata-rata adalah 25µ-0,5µ, bertumpuk satu di atas lainnya dan saling menutup. Jumlah lapisan sel pada lapisan tanduk (stratum corneum) tidak sama, rata-rata 20-30 sel. Pada sebagian besar bagian tubuh manusia. Sel-sel yang lebih dalam keadaannya lebih dalam keadaannya lebih kompak dan terikat dengan kuat satu dengan lainnya (stratum corneum conjunctum); pada permukaan ia terlepas dan luruh (stratum corneum disjunction).

1.2. Dermis dan hipodermis

Dermis merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata 3-5 nm, peranan utamanya adalah sebagai pemberi nutrisi pada epidermis. Berdasarkan tinjuan kualitatif dan susunan ruang tersebut kolagen dan elastin, dermis terdiri atas dua lapisan anatomik yaitu lapisan papiler jaringan kendor yang terletak tepat dibawah epidermis, dan lapisan retikuler pada bagian dalam yang merupakan jaringan penyangga yang padat. Anyaman pembuluh darah dan pembuluh getah bening terletak pada daerah papiler dengan kedalaman 100-200µm. Hipodermis dan jaringan penyangga kendor, mengandung sejumlah kelenjar lemak dan juga mengandung glomerulus kelenjar keringat.

1.3. Aneksa Kulit

Aneksa kulit terdiri atas sistem pilosebasea dan kelenjar sudipori. Setiap bulu membentuk saluran epidermis yang masuk ke dalam, tertanam oleh akar pada sebuah papila dari jaringan penyangga dermik yang mempunyai banyak pembuluh darah. Selubung epitel bagian dalam mengelilingi rambut mulai dari akarnya sampai di tempat yang berhubungan dengan kelenjar sebasea.

Kelenjar sebasea pada umumnya menempel pada folikel rambut, kecuali pada beberapa daerah yang berbulu jarang dan terletak pada jarak sekitar 500µm dari permukaan kulit. Pengecualian tersebut adalah kelenjar eksokrin, holokrin dan getah sebum. Bagian yang mengeluarkan getah dibentuk dari suatu memoran basal yang ditutup oleh lapisan. Germinatif yang berkembang ke arah pusat kelenjar disertai perubahan lipida dan

Page 5: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

peniadaan intinya. Serpihan dari isi sel yang mati selanjutnya dikeluarkan lewat sebuah kanal pembuangan yang sangat pendek.

II. SEDIAAN DI TEMPAT PENYERAPAN

2.1. Penyerapan

2.1.1 Lokalisasi Sawar

Kulit mengandung sejumlah bentukan bertumpuk dan spesifik yang dapat mencegah masuknya bahan-bahan kimia. Hal itu disebabkan oleh adanya lapisan tipis lipida pada permukaan, lapisan tanduk dan lapisan epidermis malfigi. Namun ada satu celah yang berhubungan langsung dengan kulit bagian dalam yang dibentuk oleh kelenjar sebasea yang membatasi bagian luar dan cairan ekstraseluler, juga merupakan sawar tapi kurang efektif, terdiri atas sebum dan deretan sel-sel germinatif.

Peranan lapisan lipida yang tipis dan tidak beraturan pada permukaan kulit (0,4-4µm) terhadap penyerapan dapat diabaikan. Peniadaan lapisan tersebut oleh eter, alkohol atau sabun-sabun tertentu tidak mengubah secara nyata permeabilitas kulit, gejala yang sama juga terlihat setelah pengolesan pada permukaan kulit yang mempunyai sebum setebal 30µm. lapisan lipida dapat ditembus senyawa-senyawa lipofilik dengan cara difusi dan adanya kolesterol menyebabkan senyawa yang larut air dapat teremulsi.

Peniadaan bertahap lapisan seluler pada lapisan tanduk (stratum corneum) dengan bantuan suatu plester akan membersihkan lapisan malfigi dan secara nyata menyebabkan peningkatan dan permeabilitas kulit terhadap air, etanol dan kortikosteroid. Peningkatan permeabilitas tersebut tidak terjadi pada semua senyawa, misalnya perhidroskualen tidak dapat menembus kulit yang lapisan tanduknya dihilangkan.

Jadi lapisan malfigi menghalangi penembusan senyawa terntentu, tetapi tidak spesifik. Lapisan ini bersifat seperti membran biologis lainnya dan menunjukkan selektivitas tertentu terhadap senyawa yang murni lipofil, misalnya perhidroskualen atau hidrofil : Natrium deodesil sulfat yang tidak atau sangat sedikit diserap.

Page 6: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

Sawar kulit disusun terutama oleh lapisan tanduk, namun demikian cuplikan lapisan tanduk terpisah mempunyai permeabilitas yang sangat rendah dengan kepekaan yang sama seperti kulit yang utuh. Lapisan tanduk secara keseluruhan berperan melindungi kulit. Deretan sel-sel pada lapisan tanduk saling berikatan dengan kohesi yang sangat kuat dan merupakan pelindung kulit yang paling efisien. Sesudah penghilangan lapisan tanduk, impermeabilitas kulit dipengaruhi oleh regenerasi sel dalam 2 atau 3 hari meskipun ketebalan lapisan tanduk yang beru terbentuk masih sangat tipis, namun lapisan tersebut mempunyai kapasitas perlindungan yang mendekati sempurna.

Epidermis merupakan pelindung rangkap, yang pelindung rangkap, yang pertama adalah pelindung sawar spesifik yang terletak pada lapisan tanduk yang salah satu elemennya berasal dari kulit dan bersifat impermeabel, pelindung kedua terletak pada sub-junction dan kurang efektif, dibentuk oleh epidermis hidup yang permeabilitasnya dapat disamakan dengan membran tanduk yang impermiabel dan membentuk suatu pelindung terbatas.

2.1.2. Jalur Penembusan

Kulit, karena impermeabilitasnya, dapat dilewati oleh sejumlah senyawa kimia dalam jumlah sedikit. Penembusan molekul dari luar ke bagian dalam kulit secara nyata dapat terjadi baik secara difusi melalui lapisan tanduk maupun secara difusi melalui kelenjar sudipori atau organ pilosebacea.

Aneksa kulit sesungguhnya mempunyai struktur yang kurang, efektif dibandingkan lapisan tanduk. Dalam hal ini folikel rambut tidak punya epitel tanduk luar kecuali pada bagian atas, mulai dari muara kelenjar sebasea hingga bagian dasar folikel. Bulu rambut pada pertumbuhannya dikelilingi oleh sarung epitel dalam yang dibentuk sel hidup yang terletak pada bagian dasar folikel. Bulu rambut pada pertumbuhannya dikelilingi oleh sarung epitel dalam yang dibentuk dari sel hidup yang terletak pada bagian tengah. Kelenjar sudipori merupakan saluran pengeluaran sederhana, dibentuk oleh sel hidup mulai dari bagian dalam dermis sampai stratum corneum dan berakhir sebagai suatu kanal yang menyelinap di antara deretan sel-sel tanduk.

Kelenjar sudipori tampaknya tidak terlibat secara nyata dalam proses penembusan. Kulit telapak tangan atau telapak kaki, yang bergerombol dalam jumlah sangat banyak, 500-800 setiap cm2, tidak lebih permeabel dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya yang jumlahnya sedikit, 200-250 setiap cm2.

Penembusan senyawa kimia lewat pilosebasea lebih tergantung pada permukaannya dibandingkan dengan penembusan lewat epidermis. Pada manusia kulit diselubungi oleh 40-70 folikel rambut setiap cm2 yang merupakan bagian dari permukaan epidermis dan berperan pada proses penyerapan. Pada hewan terjadi keadaan yang sebaliknya, rambut-rambut tersebut lebih berperan dalam penyerapan dan pada unggas jumlahnya dapat mencapai 4000 helai/cm2. Jadi penyerapan oleh folikel rambut menjadi bermakna karena kulit hewan lebih permeabel dibandingkan kulit manusia.

Penelitian Blank dan Scheuplein membuktikan bahwa lintasan transepidermis dan jalur transfolikuler merupakan fungsi dari sifat dasar molekul yang dioleskan pada kulit. Senyawa yang dapat berdifusi punya BM kecil dan bersifat lipofil, dengan cepat dapat tersebar dalam lapisan tanduk dan dalam lipida yang terdapat dalam kelenjar sebasea. Penyerapan terjadi pada kedua tahap tersebut dengan intensitas

Page 7: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

yang tergantung pada permukaan relatif kedua struktur tersebut. Senyawa yang dapat berdifusi sedikit akan melintasi sebum lebih cepat dibandingkan melalui lapisan tanduk. Pada tahap awal, lintasan transfolikuler lebih menentukan, selanjutnya pada tahap kedua, karena perbedaan difusi terjadi dalam lapisan tanduk, makan dengan demikian lintasan transepidermis yang menentukan.

2.1.3. Penahanan dalam Struktur Permukaan Kulit dan Penyerapan Perkutan

Penumpukan senyawa yang digunakan setempat pada struktur kulit, terutama pada lapisan tanduk telah lama diketahui. Malkinson dan Ferguson membuktikan bahwa senyawa radioaktif tersebut diperpanjang beberapa hari.

Percobaan ini menyimpulkan bahwa dalam struktur kulit terdapat suatu daerah depo, dari tempat itulah zat aktif dilepaskan perlahan. Akan tetapi bila selama percobaan sediaan dibiarkan di tempat pengolesan tanpa pembersihan sisa sediaan, maka akan terjadi hambatan penyerapan, hal ini disebabkan oleh penyerapan yang terjadi perlahan.

Penelitian pendahuluan adanya penumpukan obat di dalam kulit sesudah pemakaian setempat telah disampaikan oleh Vickers yang melakukan penelitian tentang penembusan perkutan senyawa fluosinolon asetonida. Peneliti ini membuktikan bahwa aksi penyempitan pembuluh darah oleh pembalut dapat diamati selama tiga minggu tanpa pengolesan ulang obat tersebut dan sesudah kelebihan sediaan pada sediaan pada permukaan kulit ditiadakan. Vickers membuktikan pula adanya “efek depo” pada struktur kulit dan selanjutnya sejumlah penelitian lanjutnan menunjukkan bahwa penimbunan kortikosteroid terjadi pada lapisan tanduk.

Sesungguhnya, bila lapisan tanduk ditiadakan dengan menghilangkan secara bertahap lapisan seluler dengan perantaraan plester, sebelum atau sesudah pemakaian flusionolon asetonida maka efek depo tidak lagi teramati dan tidak sedikitpun terjadi efek penyempitan pembuluh darah setelah pembersihan daerah uji.

Lebih jauh, Washitake membuktikan bahwa pada pembuangan lapisan tanduk marmut secara ‘stipping’ akan mengakibatkan peningkatan penyerapan perkutan asam salisilat dan karbinosamina, serta meniadakan seluruh timbunan kedua zat aktif tersebut. Sebaliknya bila kulit tidak disukai, obat tersebut akan berada di dalam lapisan tanduk 13 hari setelah pengolesan sediaan.

Adanya daerah penyimpanan di stratum corneum dibuktikan pula oleh percobaan Vickers yang berkaitan dengan penyuntikan intradermis dari triamnisolon asetonida. Pada keadaan tersebut, tidak mungkin digunakan suatu bahan penyempit pembuluh darah sesudah penutupan daerah injeksi, hormon tidak ditahan dalam lapisan kulit lebih dalam. Penahanan kortikoid oleh lapisan tanduk dapat ditampakkan oleh autoradiografi.

Sejumlah bahan obat ternyata juga mudah tertahan dalam sel-sel tanduk, terutama hidrokortison, heksaklorofen, griseofulvin, asam fusidat dan natrium fusidat serta betametason. Hal ini merupakan hal menarik yang tidak dapat diabaikan dalam pengobatan dermatologik, karena efek obat dapat diperpanjang sesudah hanya satu kali pengolesan obat. Lama penahanan zat aktif dalam lapisan tanduk sangat beragam. Dari semua molekul yang diteliti, steroida berfluor ternyata paling lama bertahan pada permukaan kulit. Penahanan flusionolon asetonida diperpanjang

Page 8: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

sampai 41hari, kadang waktunya lebih lama dari waktu rerata pemanjangan sel epidermis. Perpanjangan waktu keberadaan zat aktif di dalam sel-sel tanduk telah diuraikan oleh Munro yang membuktikan bahwa adanya kortikoid tersebut menyebabkan hambatan aktifitas mitosis sel epidermis basal.

Hasil ini diperkuat oleh penelitian Vickers yang telah membuktikan bahwa suatu pengurangan waktu penahanan steroid berfluor dari 28 jadi 18 hari dengan cara meningkatkan aktifitas mitosis sel epidermis dengan suatu perlakuan pendahuluan apda daerah pengolesan menggunakan natrim lauril sufat.

Efek depo tersebut juga ditemukan pada sediaan kosmetika yang mengharapkan aksi pada kulit diperpanjang. Bila diperlukan penahanan sediaan pada lapisan tanduk, juga setelah pencucian, maka sifat bertahan ini oleh para kosmetolog disebut ‘substansivitas’. Hal tersebut secara lebih rinci diteliti terhadap sediaan tabir surya, sediaan pelembab dan sediaan minyak-mandi.

Surfaktan anionik dan kationik juga tertahan di lapisan tanduk atau rambut, adanya muatan ion merupakan pendorong terjadinya pembentukan ikatan ionik dengan protein dari keratin. Intensitas penahanan berbanding lurus dengan ukuran dan muatan kation atau anion. Akibat pengikatan ini sangat banyak : surfaktan dengan konsentrasi tinggi merusak struktur tanduk, menyebabkan peningkatan kehilangan air dan suatu aksi iritasi yang bermakna. Pada konsentrasi surfaktan yang rendah terjadi keadaan sebaliknya, ikatan dengan lipid pada sediaan kosmetika tertentu memudahkan penyerapan sediaan ini pada lapisan tanduk dan dengan demikian meningkatkan aksi sejumlah kulit.

Sejumlah bahan toksik, pestisida fosfat-organik dan klor-organik ditahan di lapisan tanduk dalam waktu cukup lama, bahkan sampai 112 hari untuk Dactal (dimetil 2,3,5,6-tetraklorotereftalat), 60 hari dan 9 hari berurutan untuk paration dan malation, seperti halnya yang telah ditunjukkan oleh Kazen. Tertahannya Dactal yang sedemikian lama memang harus diwaspadai, ia tertahan empat kali lebih lama dari waktu rerata peremajaan lapisan tanduk yaitu 28 hari dan hal ini dapat dijelaskan seperti pada kasus flusinolon asetonida, yaitu dengan aksi hambatan misosis sel. Karakter larut-lemak bahan fosfat-organik dan klor-organik dapat menjelaskan pertahanan tersebut. Paration yang bersifat lipofil, tertimbun terutama di bagian lipida yang terdapat dalam saluran folikel rambut dan dalam kelenjar sebasea, di tempat tesebut paration terikat, dan menyebar perlahan ke dalam lapisan malfigi dan dermik, dan selanjutnya memasuki peredaran darah. Penahanan senyawa pada struktur tanduk mengurangi resiko keracunan karena ia mencegah terjadinya penyerapan sistemik.

Lapisan tanduk tidak selalu merupakan penyebab tunggal dalam fenomena penahanan senyawa di kulit; dalam hal tertentu dermis berperan sebagai depo, seperti yang telah dibuktikan bahwa peymen tertimbun dalam lemak hipodermis dan testosteron dan bensil alkohol tertahan dalam dermis. Penimbunan senyawa dalam jaringan kulit yang lebih dalam teramati pula pada Oestradiol, tiroksin dan trijodotironin, demikian pula untuk aesin. Penahanan senyawa baik pada lapisan tanduk maupun pada sel-sel yang hidup tidak mengikuti mekanisme yang sama, tidak pula berakibat sama. Dalam hal penahanan setempat pada struktur tanduk, pengikatan senyawa sebagian besar tergantung pada koefisien partisi lipida yang bersangkutan dengan senyawa lain di lapisan tanduk.

Dalam hal penanganan senyawa lebih jauh dalam jaringan subkutan, disini tidak terjadi penyerapan atau paling tidak, laju penyerapan oleh cairan edar tubuh tidak

Page 9: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

cukup untuk menyebabkan pengosongan senyawa yang setara dengan jumlahnya dalam dermis yang kaya akan pembuluh darah. Fenomena tersebut menyebabkan terjadinya aksi terapetik setempat tanpa diikuti difusi sistemik yang berarti. Akan tetapi keadaan itu bertentangan dengan teori umum yang telah disepakati, yang menyatakan bahwa pengaliran darah ke kulit hampir selalu cukup. Ternyata penahanan senyawa dalam jaringan di bawah kulit hanya terjadi pada bahan-bahan yang diserap secara berkesinambungan, terutama untuk bahan-bahan yang mempunyai efek depo.

Cara ketiga penumpukan zat aktif dapat pula terjadi karena senyawa terikat secara metabolit sesudah penyerapan sistemik; dalam hal griseofulvin dan asam amino yang mengandung belerang, dan tergabung dalam struktur kulit yang hidup dan terkeratinisasi.

2.2. Penerapan teori difusi pada penyerapan perkutan

Penilaian kuantitatif yang pertama oleh Treherne, membuktikan bahwa sebagian besar molekul kimia diserap melalui kulit secara difusi pasif. Laju penyerapan melintasi kulit tidak segera tunak, tetapi selalu teramati waktu laten T1.

Waktu laten mencerminkan penundaan penembusan senyawa ke bagian dalam struktur tanduk dan pencapaian gradien difusi. Waktu tersebut beragam antara satu dengan lainnya : beberapa menit untuk etanol dan beberapa hari untuk kortikosteroid. Waktu laten ditentukan dengan ekstrapolasi bagian linier kurva pada waktu dan dinyatakan oleh persamaan 1 :

T1 = Waktu laten; e = tetapan membran; D = Tetapan difusi molekul dalam struktur kulit

Bila kesetimbangan dicapai, jumlah senyawa yang meningkatkan membran permukaan dermik adalah sama dengan senyawa yang menembus lapisan epidermis, dalam hal ini difusi mengikuti hukum Fick :

(persamaan 2)

dQ/dt = Jumlah senyawa yg diserap per satuan waktu; Kp = tetapan permeabilitas; S= Luas permukaan membran ; C1-C2 = perbedaan konsentrasi pada dua sisi membran

Page 10: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

Persamaan 2 dapat pula ditulis menurut Higuchi :

(persamaan 3)

Km = Koefisien partisi senyawa terhadap kulit dan pembawa

Dengan demikian tetapan permeabilitas menjadi :

(persamaan 4)

Kp mencerminkan kemampuan menembus suatu senyawa melintasi suatu membran tertentu; semakin tinggi nilai tetapan tersebut maka kemampuannya semakin nyata. Tetapan permeabilitas suatu senyawa yang berdifusi kedalam semua lapisan kulit merupakan jumlah beberapa tetapan Kc, Ke, Kd yang secara berurutan merupakan tetapan permeabilitas milekul dalam lapisan : tanduk, epidermis malfigi dan dermis. Perbedaan tetapan ini secara percobaan dapat diterangkan dengan studi permeabilitias terhadap stratum corneum, epidermis dan dermis, menggunakan metoda yang sesuai.

Tahanan disetiap jaringan yang berhadapan pada difusi akan meningkat dan dapat dikaitkan dengan tetapan permeabilitas kulit keseluruhan melalui persamaan 5 :

Rp = tahanan difusi kulit keseluruhan

ΣRi = Jumlah tahanan difusi pada berbagai jaringan

Rp = Rc + Re + Rd

Penunjuk c, e dan d secara berurutan merupakan tahanan difusi lapisan tanduk, epidermis dan dermis

Jadi tetapan permeabilitas keseluruahan adalah sama dengan

Dan dapat dinyatakan pada persamaan 4 :

Page 11: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

Pada sebagian besar sediaan, tahanan difusi yang melintasi lapisan tanduk sangat tinggi dan merupakan faktor penentu pada penyerapan perkutan. Sebaliknya tahanan epidermis malfigi dan dermis dapat diabaikan. Dengan demikian terlihat bahwa difusi air 1000 kali lebih cepat melintasi lapisan tanduk daripada lapisan epidermis dan lapisan dermis yang hidup.

Pada molekul yang sangat lipofil, misalnya oktanol, dekanol atau perhidroskualen, tahanan difusi terhadap lapisan yang hidup juga bermakna dan berlawanan dengan penyerapan, hal yang sama juga terjadi seandainya lapisan tanduk ditiadakan. Walau ada beberapa pengecualian, pada umumnya tetapan permeabilitas kulit keseluruhan Ip dapat disamakan dengan tetapan permeabilitas stratum corneum Kc.

Telah dibuktikan bahwa penerapan hukum Fick pada studi permeabilitas kulit hanya dapat dilaksanakan pada beberapa keadaan sebagai berikut :

Debit aliran darah ds/dt tetap

Integritas aliran kulit memenuhi syarat

Konsentrasi senyawa (C1) yang dioleskan pada kulit kecil dan tetap selama percobaan

Sel reseptor pada dermis telah diremajakan sehingga tidak jenuh

2.3. Faktor fisiologik yang mempengaruhi penyerapan perkutan

2.3.1. Keadaan dan Umur Kulit

Kulit utuh merupakan suatu sawar difusi yang efektif dan efektifitasnya berkurang bila terjadi perubahan dan kerusakan sel-sel tanduk. Pada keadaan patologis yang ditandai oleh perubahan sifat lapisan tanduk : dermatosis dengan eksim, psoriaris, dermatosis sebrohoik, maka permeabilitas kulit akan meningkat. Scott telah membuktikan bahwa kadar hidrokortison yang melintasi kulit akan berkurang bila lapisan tanduk berjamur dan lain meningkat pada kulit dengan eritematosis. Hal yang sama juga telah dibuktikan jika kulit terbakar atau luka.

Bila stratum corneum rusak sebagai akibat pengikisan oleh plester, kecepatan difusi air, hidrokortison dan sejumlah senyawa lain secara nyata akan meningkat. Perlakuan pada permukaan kulit dengan pelarut organik lebih jauh juga mendorong perubahan tahanan kulit terhadap difusi surfaktan, aseton, alkohol dan heksana akan meningkatkan difusi air ke lipidanya akan terangkat, delipidasi stratum corneum menyebabkan pembentukan ‘shunts’ buatan dalam membran, sehingga mengurangi tahanannya terhadap difusi.

Difusi kulit juga tergantung pada umur, subjek, kulit anak-anak lebih permeabel dibandingkan kulit orang dewasa.

2.3.2. Aliran darah

Page 12: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

Perubahan debit darah ke kulit secara nyata mengubah kecepatan penembusan molekul. Pada sebagian besar obat-obatan, lapisan tanduk merupakan faktor penentu pada proses penyerapan dan debit darah selalu cukup untuk menyebabkan senyawa menyetarakan diri dalam perjalanannya. Namun, bila kulit luka atau bila zat aktif digunakan secara ionoforesis, jumlah yang menembus jauh lebih banyak dan peranan debit darah menjadi faktor yang menentukan. Demikian pula bila kapasitas penyerapan oleh darah sedikit atau hiperemi yang disebabkan pemakaian senyawa ester nikotinat maka akan terjadi peningkatan penembusan.

Akhirnya, penyempitan pembuluh darah sebagai akibat pemakaian setempat dari kortikosteroid akan mengurangi kapasitas alir darah, mendorong pembentukan suatu timbunan (efek depo) pada lapisan kulit dan mengacau penyerapan senyawa yang bersangkutan. Dengan demikian, penyerapan perkutan testosteron berkurang dengan nyata bila ia digunakan setelah pengolesan 6-metil prednisolon.

2.3.3. Tempat Pengolesan

Jumlah yang diserap untuk suatu molekul yang sama, akan berbeda tergantung pada anatomi tempat pengolesan : kulit dada, punggung, tangan atau lengan. Perbedaan ketebalan terutama disebabkan ketebalan lapisan tanduk berbeda pada setiap bagian tubuh, tebalnya beragam antara 9µm untuk kulit kantung zakar sampai 600µm untuk kulit telapak tangan dan telapak kaki. Martazulli membuktikan bahwa secara in vitro laju penyerapan alkaloil sulfat berbanding terbalik dengan tebal kulit oleh karena itu permeabilitas kulit terhadap suatu senyawa akan meningkat secara berurutan setelah pengolesan pada kulit telapak tangan dan telapak kaki, diatas kulit lengan, kulit perut dan akhirnya kulit rambut atau kulit kantung zakar. Pengamatan yang sama juga dilakukan oleh Mailbach yang berkaitan dengan penyerapan perkutan beberapa senyawa organofosfat (malation dan paration). Beragamnya ketebalan membran, sesuai dengan hukum Fick, pada satu sisi menyebabkan peningkatan waktu laten yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan konsentrasi pada lapisan tanduk, di sisi lain menyebabkan pengurangan aliran darah.

2.3.4. Kelembapan dan suhu

Pada keadaan normal, kandungan air dalam lapisan tanduk rendah 5-15%, tetapi dapat ditingkatkan sampai 50% dengan pengolesan pada permukaan kulit suatu bahan pembawa yang dapat menyumbat : vaselin, minyak atau pembalut impermiabel. Peranan kelembaban terhadap penyerapan perkutan tidak diragukan lagi, stratum corneum yang lembab mempunyai afinitas yang sama terhadap senyawa-senyawa yang larut dalam air atau dalam lipida. Sifat ini disebabkan oleh struktur histologi sel tanduk dan terutama oleh helai-helai keratin yang dapat mengembang dalam air dan pada metoda lipida amorf yang meresap di sekitarnya.

Kelembaban dapat mengembangkan lapisan tanduk dengan pengurangan bobot jenisnya atau tahanan difusi. Air mula-mula meresap di antara jaringan-jaringan, kemudian menembus ke dalam benang keratin, membentuk suatu anyaman rangkap yang stabil pada daerah polar yang kaya air dan daerah non polar yang kaya lipida.

Harris berpendapat bahwa penutupan daerah pemakaian dengan menggunakan pembalut impermeable memnyebabkan peningkatan luas permukaan kulit sebesarr 17%, juga peningkatan suhu setempat dan kelembapan relatif. Faktor-faktor

Page 13: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

tersebut dapat meningkatkan retensi kulit dan penyerapan perkutan terhadap sejumlah obat.

Secara in vivo, suhu kulit yang diukur pada keadaan normal relatif tetap dan tidak berpengaruh pada peristiwa penyerapan. Sebaliknya, secara in vitro pengaruh suhu dengan mudah dapat diatur, Blank dan Schuplein membuktikan bahwa alkohol alifatik, pada suhu 0OC dan 50OC, laju penyerapannya meningkat sebagai fungsi dari suhu. Peneliti tersebut juga menunjukkan bahwa impermeabilitas kulit hanya sedikit dipengaruhii oleh pemanasan selama beberapa jam pada 60OC. Namun, sesudah pemanasan pada suhu di atas 65OC, atau sesudah inkubasi dengan larutan berair pada pH dibawah 3 atau diatas 9, stratum corneum mengalami perubahan struktur irreversibel.

III. OPTIMASI KETERSEDIAAN HAYATI SEDIAAN PER REKTUM

Kemampuan penembusan dan penyerapan perkutan obat terutama tergantung sifat-sifat fisiko-kimianya. Peran bahan pembawa pada peristiwa ini sangat kompleks; pada keadaan bila senyawa tidak mengganggu fungsi fisiologik kulit, maka dapat dipastikan kulit tidak dapat melewatkan senyawa-senyawa yang tidak diserap. Dengan pemilihan bahan pembawa, ada kemungkinan ketersediaan hayati zat aktif dapat diperbaiki.

3.1. FAKTOR FISIKO-KIMIA

3.1.1. Tetapan Difusi

Tetapan difusi suatu membran berkaitan dengan tahanan yang menunjukkan keadaan perpindahan. Dikaitkan dengan gerakan Brown, tetapan difusi merupakan fungsi bobot molekul senyawa dan interaksi kimia dengan konstituen membran; ia juga tergantung pada kekentalan media dan suhu.

Bila molekul zat aktif dapat dianggap bulat dan molekul di sekitarnya berukuran sama, maka dengan menggunakan hukum Stoke-Enstein dapat ditentukan nilai tetapan difusi

Pelarutan zat aktif

Lintasan TransfoolikulerLintasan Transepidermis

Difusi ke dalam struktur dermis

Koefisien partisi terhadap epidermis malfigi

Difusi melintasi lipid dalam kelenjar sebaseaDifusi melintasi matriks protido-lipida lapisan tanduk

Koefisien partisi pembawa-sebumKoefisien partisi pembawa lapisan tanduk

Difusi melintasi dinding pembuluh darah dan penyebaran sistemik

Difusi zat aktif dari pembawa ke permukaan kulit

Difusi ke dalam lapisan epidermis

Page 14: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

k’ = tetapan Boltzman

T = suhu mutlak

r = jari-jari molekul yang berdifusi

η = kekentalan lingkungan

Senyawa dengan BM rendah, akan berdifusi lebih cepat daripada senyawa dengan BM tinggi, paling tidak karena membentuk ikatan dengan konstituen membran. Pada keadaan tersebut, jumlah yang diserap berbanding terbalik dengan BM. Marzulli membuktikan bahwa alkoilfosfat, trimetilfosfat dengan BM 140 diserap 3x lebih banyak dibandingkan dengan BM 224. Hubungan yang terbalik dibuktikan pula oleh Scheuplein pada alkohol alifatik, tetapan difusi pentanol ternyata lebih tinggi dari etanol. Dalam hal tersebut peningkatan koefisien partisi terhadap lipida yang meningkat seiring dengan peningkatan BM dapat meningkatkan penyerapan zat, aktif, dan sebaliknya dengan penurunan tetapan difusi.

Pada seri homogen steroida, tetapan difusi berkurang bila polaritas molekul meningkat (misal pada oesterond an oestradol) ; Gugusan polar mendorong pembentukan ikatan berenergi cukup besar (ikatan kovalen, elktrostatik, ionik, van der Waals) antara molekul dan komponen membran.

Pada keadaan tertentu, misalnya molekul asam stearat, pembentukan ikatan bersifat irreversibel dan secara total proses penyerapan dihambat, senyawa bergerak ke permukaan kulit hingga terjadi deskuamasi (pengelupasan) kulit. Dalam hal lain, ikatan bersifat reversibel, dan molekul secara perlahan dibebaskan, menuju ke lapisan yang lapisan dalam, misalnya pada deodesil sulfat, steroida anti peradangan dan organofosfat tertentu.

Pada seri homogen steroida, tetapan difusi berkurang bila polaritas molekul meningkat (misal pada oesteron dan oestradiol); Gugusan polar mendorong pembentukan ikatan berenergi cukup besar (ikatan kovalen, elektrostatik, ionik, hidrogen, van der Waals) antara molekul dan komponen membran.

Pada keadaan tertentu, misalnya molekul asam stearat, pembentukan ikatan irreversibel dan secara total proses penyerapan dihambat, senyawa bergerak kepermukaan kulit hingga terjadi deskuamasi (pengelupasan) kulit. Dalam hal lain, ikatan bersifat reversibel, dan molekul secara perlahan dibebaskan, menuju ke lapisan yang lebih dalam, misalnya pada deodesil sulfat, steroida anti peradangan dan organofosfat tertentu.

3.1.2. Konsentrasi Zat Aktif

Menurut Scheuleepin dan Blank, hukum Fick hampir selalu dapat diterapkan untuk menjelaskan keadaan penyerapan gas perkutan, ion atau molekul non elektrolit. Beberapa pengecualian hukum ini dapat dijumpai bila senyawa yang diserap dapat mengubah struktur kulit, misalnya menyebabkan pengendapan protein kulit.

Jumlah yang diserap setiap satuan luas permukaan dan satuan waktu adalah sebanding dengan konsentrasi senyawa dalam media pembawa. Hal ini dibuktikan pada larutan encer butanol dalam air yang melintasi epidermis kulit manusia terpisah dan pada sejumlah obat seperti misalnya steroida : flukloronida, betametason,

Page 15: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

kortison, hidrokortison dan androstenedion atau bahkan kafeina, asam salisilat dan asam benzoat.

Bila zat aktif dengan konsentrasi tinggi dioleskan pada permukaan kulit, hukum Fick tidak dapat lagi diterapkan karena adanya perubahan struktur membran sebagai akibat konsentrasi molekul yang tinggi, mungkin terjadi perubahan koefisien partisi antara pembawa dan sawar kulit.

Untuk larutan encer butanol dalam air, jumlah diserap meningkat linier sebagai fungsi dari konsentrasi, sampai pada jumlah tertentu di mana konsentrasi yang diserap lebih bermakna dibandingkan yang dinyatakan hukum difusi. Scheuplein dan Blank berpendapat bahwa penyerapan butanol ke dalam lapisan tanduk akan menyebabkan pembengkakan sel tanduk, mengurangi tahanan difusi dan selanjutnya mempengaruhi proses penyerapan. Untuk membuktikan hipotesa tersebut, penulis menunjukkan gambar 7b bahwa tetapan permeabilitas asam butirat dapat meningkat atau berkurang secara reversibel bila ia digunakan dengan atau tanpa oktanol.

3.1.3. Koefisien Partisi

Pengaruh koefisien partisi antara lapisan tanduk dan pembawa suatu senyawa yang diserap, telah dibuktikan oleh Treherne yang meneliti hubungan antara peyerapan perkutan berbagai senyawa organik dalam larutan berair terhadap koefisien partisi eretair, dan terbukti bahwa keterserapan bahan aktif yang lebih tinggi dibandingkan koefisien partisi. Bahkan Marzulli, dalam penelitiannya tentang perjalanan asam fosfat dan berbagai fosfat organik yang mempunyai koefisien partisi dalam benzena-air mendekati satu, artinya mempunyaiafinitas yang sama untuk kedua pelarut, ternyata segera diserap; sebaliknya senyawa yang kelarutannya dalam air dalam benzena cukup besar ternyata penembusannya sangat lambat. Peristiwa yang sama terlihat pula pada larutan dalam air atau campuran air dan pelarut hidrofil, misalnya larutan senyawa asam nikotinat dan ester-esternya, asam salisilat dan ester-esternya, asam borat dan garam-garamnya, asam lemak dan kortikosteroid.

Koefisien partisi pada umumnya ditentukan dari percobaan dengan menggunakan campuran dua fase, yaitu air dan pelarut organik yang tidak campur air, misalnya minyak tanaman, kloroform, oktanol benzena, eter, isopropil miristat, yang mencerminkan membran biologik lipofil. Penggunaan pelarut terakhir ini menurut Katz memberikan hasil yang lebih mendekati kenyataan.

Page 16: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

Keseimbangan pembagian senyawa di antara kedua fase yang ada, yaitu koefisien partisi dinyatakan dengan persamaan 10 :

Cs dan Ce adalah konsentrasi molekul dalam pelarut organik dan dalam air.

Hanya ada satu pengukuran obyektif tentang penyerapan senyawa yang diserap pada lapisan tanduk dan pembawa yaitu penetapan koefisien partisi antara bagian stratum corneum dan pembawa. Prosedur ini pertama kali diungkapkan oleh Scheuplein pada penelitian tentang penyerapan alkohol alifatik. Peneliti tersebut membuktikan bahwa tetapan permeabilitas berbagai larutan alkohol dalam media berair dan koefisien partisi antara lapisan tanduk dan lapisan air berbading lurus; hal yang sama terjadi pada larutan steroid dalam air.

Koefisien partisi antara stratum corneum pembawa ditentukan dengan keseimbangan pembagian molekul, keadaan ini hanya tercapai setelah kontak yang lama antara lapisan tanduk dengan pembawa. Lapisan tanduk yang terendam air, jauh lebih lembab dibandingkan normal; sebaliknya pada pelarut glikol yang sukar dibasahi maka perubahan struktur kadang-kadang hanya menyebabkan sedikit perubahan permeabilitas. Hal ini dapat dijelaskan dari penafsiran yang teliti suatu percobaan dengan menggunakan pembawa yang dapat menimbulkan kerusakan membran akibat melarutnya beberapa komponen penyusun membran.

Koefisien partisi yang tinggi mencerminkan afinitas senyawa yang diteliti terhadap pembawanya; koefisien partisi yang mendekati satu menunjukkan bahwa molekul bergerak dalam jumlah yang sama menuju lapisan tanduk dan pembawa. Dengan demikian senyawa yang mempunyai afinitas sangat tinggi terhadap pembawanya tidak dapat berdifusi dalam lapisan tanduk.

Kelarutan senyawa dalam pembawanya berpengaruh terhadap koefisien partisi seperti yang telah dibuktikan oleh Pulsen pada flusiolon asetonida dalam campuran pelarut air-propilen glikol. Koefisien partisi yang paling sesuai dengan lapisan tanduk dibuktikan pada percobaan dengan isopropil miristat dan ternyata propilen diperlukan untuk melarutkan hormon dalam pembawa.

Nilai koefisien partisi tidak hanya berkaitan dengan kelarutan relatif senyawa yang menembus lapisan tanduk, tetapi juga mencerminkan pengikatan yang reversibel antara senyawa-membran. Asam linoleat yang diserap dengan kuat oleh keratin dan afinitasnya pada lapisan tanduk lebih besar namun penyerapan perkutan senyawa tersebut sangat sedikit. Kemunkinan difusi melintasi kulit tidak sepenuhnya ditentukan oleh koefisien partisi yang besar. Bila sifat lipofil sangat besar maka senyawa tertumpuk dalam lapisan senyawa berair. Gejala tersebut telah dibuktikan oleh Wepierre pada senyawa perhidroskualen dan oleh Marty untuk paration dan malation. Peneliti tersebut menyatakan bahwa koefisien partisi epidermis hidup dan lapisan tanduk berperan sebagai faktor yang memperngaruhi penyerapan meskipun molekul tidak larut sedikit pun dalam air.

3.2. PEMILIHAN PEMBAWA

Sejak penelitian yang dilakukan oleh Fleischer pada tahun 1877, sejumlah peneliti lain memulai penelitian tentang permeabilitas kulit, pengaruh pembawa dan hasilnya telah dipublikasikan dalam berbagai buku ternama. Di antara peneliti tersebut adalah adalah Scheuplein dan Blank, Valette dan Wepierre, Wahlberg, Katz, Poulsen dan Idson,

Page 17: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

Wepierre, Wepierre dan Marty. Berbagai penelitian telah dilakukan baik pada kulit hewan maupun pada kulit manusia, baik secara in vitro maupun in vivo, dengan teknik dan zat aktif yang beragam. Dimaksudkan mencari semua hubungan yang berkaitan dengan pembawa dan penyerapan.

Pada umumnya penelitian ditujukan untuk merancang suatu bentuk sediaan yang sesuai untuk diberikan lewat kulit. Tujuan pertama menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan bahan pembawa yang dapat mengubah struktur sawar kulit dan meningkatkan penyerapan senyawa yang terkait, tujuan kedua berkaitan dengan pemilihan bahan pembawa sedemikian sehingga bahan aktif dapat berdifusi dengan mudah ke dalam strktur kulit.

Dalam hal ini bila pembawa dapat meningkatkan penyerapan perkutan, maka efek tersebut tidak ditentukan oleh kemampuannya menembus, karena selain air, sebagian pembawa inert yang digunakan tidak diserap. Hal tersebut telah dibuktikan pada perhidroskualen, vaselin, spermaseti, dan trigliserida. Bahan pembawa dapat mempengaruhi keadaan dengan mudah permeabilitas kulit dalam batas fisiologik dan bersifat reversibel, terutama dengan mengubah permeabilitas kulit dalam batas fisiologik dan bersifat reversibel, terutama dengan meningkatkan kelembaban kulit atau meningkatkan afinitas molekul pada struktur kulit, atau yang disebut juga dengan koefisien partisi Km.

Agar koefisien partisi lebih berfihak pada lapisan tanduk, sebaiknya zat aktif lebih tidak larut dalam pembawa dibandingkan dalam lapisan tanduk, jadi pembawa mempunyai afinitas kecil terhadap senyawa yang didukungnya.

3.2.1. Kelarutan dan termodinamika

Blank meneliti pengaruh kelarutan alkohol alifatik dalam pembawanya terhadap ketersediaanhayati perkutan. Etanol yang larut dalam air, mempunyai tetapan permeabilitas yang lebih tinggi bila ia dicampur dengan pembawa berminyak, dan mempunyai afinitas yang lebih rendah dibandingkan bila berada dalam pembawa berair. Sebaliknya tetapan permeabilitas pentanol yang larut dalam lemak, akan lebih berarti bila alkohol tersebut digunakan dalam larutan berair dalam larutan berminyak.

Di sisi lain, afinitas suatu molekul terhadap pembawanya akan lebih kecil bila kensentrasinya menjadi lebih tinggi. Demikian, Poulsen telah membuktikan bahwa jumlah steroid yang dilepaskan akan maksimal bila jumlah propilen glikol yang digunakan untuk melarutkan steroid berjumlah minimal. Penelitian tersebut dilakukan dengan menentukan pelepasan ke dalam campuran propilen glikol-air dan dipekatkan dengan Carbopol-934 atau isopropanolamin. Sebaliknya, pelepasan yang lebih sedikit diperoleh pada propilen glikol konsentrasi tinggi.

Aktivitas termodinaika suatu zat aktif dalam pembawa dinyatakan dengan persamaan

av = γv.Cv

av = Aktivitas termodinamika senyawa dalam pembawa

γv = Koefisien aktivitas senyawa dalam pembawa

Cv = Konsentrasi senyawa dalam pembawa

Page 18: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

Pada sebagian besar zat aktif, intensitas penyerapannya dibatasi oleh permeabilitas kulit; jadi diharapkan senyawa yang dioleskan pada kulit mempunyai aktivitas termodinamika yang besar agar jumlah yang diserap dapat maksimal.

Higuchi menetapkan bahwa difusi molekul terjadi karena adanya perbadaan potensial termodinamika yang terdapat antara pembawa dengan struktur lipida tanduk dan aliran yang terjadi selalu berasal dari daerah dengan potensial termodinamika tinggi menuju daerah dengan potensial yang lebih rendah. Koefisien partisi zat aktif antara pembawa dengan lapisan tanduk juga dapat dinyatakan sebagai fungsi koefisien aktivitas termodinamika.

γs = Koefisien aktivitas termodinamika senyawa dalam lapisan tanduk

Difusi melintasi sawar kulit suatu molekul terlarut dapat dinyatakan dalam persamaan :

Nilai γs tergantung pada membran biologik dan dapat berubah, sebaliknya av

merupakan fungsi komposisi pembawa; koefisien partisi dan ketersediaan hayati dapat berubah dengan perubahan pembawa. Bahan aktif dengan konsentrasi tertentu mempunyai aktifitas termodinamika yang dapat berubah tergantung pada komposisi pembawa. Bila molekul obat berbentuk kompleks yang larut dalam pembawa, seperti misalnya kompleks asam salisilat dan propilen glikol juga mengurangi penembusan senyawa metil nikotinat; efek ini menurut Barret mungkin terjadi karena sedikitnya aktifitas zat aktif yang berdifusi ke dalam pembawa sebagai akibat dari aktivitas termodinamika yang berkurang atau karena ketidakmampuan propilen glikol membasahi lapisan tanduk, atau karena terjadinya dehidratasi atau pengeringan lapisan tanduk oleh pembawa.

3.2.2. Surfaktan dan emulsi

Pada tahun 1945, MacKee menandai adanya pengaruh surfaktan pada penyerapan perkutan. Campuran yang mengandung alkil benzena sulfonat ternyata dapat meningkatkan penembusan senyawa yang terlarut secara bermakna. Penembusan ke dalam tanduk beberapa senyawa antibakteri dapat ditingkatkan dengan penambahan surfaktan anionik; sedangkan pencucian kulit dengan Natrium lauril sulfat dapat meningkatkan penyerapan triklorokarbanilida secara bermakna, hal yang sama terjadi pada pemakaian sabun yang mengandung heksaklorofen yang dapat meningkatkan retensi epidermik pada bakterisida namun retensinya berkurang bila digunakan dengan sabun padat tanpa deterjen. Dalam hal ini, terjadi perubahan cara penembusan heksaklorofen; dan otoradiografi dari biopsi kulit dapat menunjukkan bahwa lintasan epidermik menjadi berarti bila diberikan bersama deterjen, sehingga tanpa bahan tersebut, penembusan senyawa melalui kulit dikendalikan oleh folikuler dan kelenjar sebasea.

Dengan demikian, aksi surfaktan pada peningkatan penembusan sering menyebabkan iritasi yang diikuti dengan kerusakan sawar kulit.

Page 19: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

Akhirnya, studi penembusan air yang mengandung alkilsulfonat atau sabun dengan rantai karbon yang terdiri atas 8-18 atom karbon, dapat menjelaskan hubungan antara intensitas penyerapan air dan aksi iritan senyawa tersebut. Selain itu, ditegaskan pula bahwa permeabilitas epidermis juga meningkat bila kontak dengan surfaktan anionik dan kationik berlangsung lebih lama.

Perlu diketahui adanya interaksi antara surfaktan anionik yang terdapat dalam sediaan dengan garam nikel, namun interaksi ini tidak terjadi pada surfaktan non ionik atau kationik. Penyerapan logam akan meningkat oleh adanya bahan ionik dan dapat merusak protein epidermik.

Lapisan tanduk merupakan sawar yang efektif dalam mencegah penembusan sebagian besar surfaktan. Surfaktan kationik dan non ionik praktis tidak diserap. Surfaktan anionik seperti Nattrium lauril sulfat dapat melintasi sawar lapisan tanduk tanpa diikuti penembusan ke lapisan kulit yang lebih dalam.

Pengaruh basis emulsi, terutama yang berkaitan dengan sistem emulsi minyak/air (m/a) atau air/minyak (a/m) terhadap penyerapan perkutan zat aktif belum banyak diketahui, walaupun sejumlah hasil penelitian yang saling bertentangan telah dipublikasikan. Barret membuktikan bahwa metil nikotinat diserap oleh kulit dengan cara yang sama; baik pada emulsi m/a atau a/m. Munro menyatakan bahwa penyerapan flusinolon yang paling bermakna bila digunakan salep dengan dasar vaselin, makin berkurang bila digunakan emulsi, krim dan akhirnya sediaan yang mengandung propilen glikol. Sebaliknya pada betametason valerat, tidak teramati adanya perbedaan bermakna, bila steroida tersebut dibuat dengan basis m/a atau a/m, salep berdasar vaselin maupun dalam basis yang mengandung propilen glikol.

Sampai kini, sangat sedikit penelitian sistematis yang telah dilaksanakan untuk menganalisis faktor yang dapat mengubah ketersediaanhayati zat aktif dalam basis emulsi. Di antaranya yang dapat dicatat adalah penelitian dari fluosinolon hingga terbukti adanya pengaruh pembawa terhadap ketersediaanhayati steroida. Pada berbagai presentasi zat aktif yang terlarut dalam pembawa, hasil terbaik ternyata diperoleh bila flusionolon terlarut sempurna dalam pembawa. Pengamatan yang sama tentang hubungan kelarutan zat aktif terhadap flukloron asetonida dan betametason dari berbagai dasar salep kulit telah dipublikasikan.

Keterserapan juga berkaitan dengan koefisien partisi zat aktif dalam emulsi dan lapisan tanduk. Namun masalahnya menjadi lebih rumit karena fase luar emulsi juga kontak dengan kulit sehingga terdapat pula perpindahan ke stratum corneum, selanjutnya suatu fase dalam emulsi akan menjerat zat aktif dan akhirnya menghambat difusi ke kulit.

3.2.3. Bahan pengikat penembusan zat aktif

Sejumlah bahan dapat meningkatkan penyerapan senyawa yang terlarut di dalamnya, terutama pelarut aprotik misalnya dimetil-sulfoksida (DMSO), dimetulasetamida (DMA) dan dimetilformida (DMF). Ketiga senyawa tersebut, terutama DMSO, secara in vitro dapat mempercepat penembusan air, eserin, flusiolon asetonida. Secara in vitro, hasil yang serupa diperoleh pada griseofulvin, hidrokortison dan sejumlah senyawa lain. Pemakaian DMSO bahkan memudahkan penimbunan steroida di dalam stratum corneum. DMA kurang beracun dan kurang iritan sedangkan DMSO memberikan efek seperti heksaklorofen.

Page 20: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

Sebaliknya pada bahan pembawa yang klasik, bahan peningkat penembusan dapat melintasi kulit. Meskipun bahan-bahan tersebut diserap, namun tidak mempercepat perpindahan senyawa yang terlarut. Setiap bahan dalam larutan berpindah dengan kecepatan tertentu dalam kulit. Pelarut-pelarut higroskopik yang dipakai murni tanpa pengenceran atau larutan yang sedikit diencerkan, secara pasti akan mengubah struktur lapisan tanduk : di satu sisi menyebabkan pembengkakan sel dasar, dan di sisi lain terjadi penggantian air yang terdapat dalam sel dasar.

3.2.4. Ionoforesis

Penyerapan perkutan senyawa kimia yang dapat terdisosiasi dapat ditingkatkan secara ionoforesis, artinya, dengan pengaliran listrik terus menerus melintasi kulit yang diolesi. Aliran yang dipakai cukup lemah, antara 0,5-1 mA/cm2 agar tidak terjadi kerusakan kulit. Elektroda aktif yang diletakkan pada daerah pengolesan adalah anoda untuk molekul bermuatan positif dan katoda untuk molekul bermuatan negatif.

Jadi dengan ionoforesis penyerapan ion-ion dapat ditingkatkan (Kalsium, fosfat, natrium, fluor), juga obat-obatan seperti pilokarpin dan tiroksin. Senyawa-senyawa tersebut dalam waktu 30 menit, konsentrasinya dalam jaringan yang terletak pada daerah pemakaian dan dalam darah adalah 14 kali lebih tinggi dibandingkan bila tanpa aliran listrik.

Ionoforesis terutama meningkatkan penyerapan sistemik obat yang dipakai, dengan aliran listrik antara dua elektroda, zat aktif langsung menembus ke dalam dermis dan memasuki sistem peredaran darah.

IV. PENILAIAN KETERSEDIAAN HAYATI OBAT YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT

Jumlah senyawa yang diserap lewat jalur perkutan sangat sedikit dan pada umumnya sulit dilacak, bahkan kadang tidak mungkin, hal itu karena sensitivitas metoda penentuan kadar fisikokimianya sering tidak memadai. Pemakaian molekul bertanda menyelesaikan masalah yang murni analitik yaitu dengan sensitivitas tinggi dan spesifisitas mutlak terhadap berbagai teknik yang digunakan. Jika senyawa yang ditelit merupakan senyawa yang normal terdapat di dalam tubuh misalnya vitamin dan hormon tidak mungkin ditentukan secara langsung dan tentunya memerlukan penggunaan runutan radioaktif. Dalam hal-hal tertentu senyawa yang tidak berubah dapat ditentukan kadarnya secara radioimunologik yang harus selalu dilaksanakan dengan sangat hati-hati untuk mencegah terjadinya reaksi samping, dan hanya dapat diterapkan untuk molekul-molekul tertentu yang peka terhadap pembentukan antibodi spesifik. Kromatografi gas dan imunoenzimologi juga dapat diterapkan untuk memecahkan masalah analisis.

4.1. STUDI DIFUSI IN VITRO

Bertolah dari penilaian biofarmasetik obat-obatan yang diberikan melalui kulit, maka sesudah dilakukan uji kekentalan bentuk sediaan, ketercampuran, pengawetan maka selanjutnya dilakukan uji pelepasan zat aktif in vitro, agar dapat ditentukan pembawa yang paling sesuai untuk dapat melepaskan zat aktif di tempat pengolesan. Telah diajukan sejumlah metoda, di antaranya yang patut dicatat :

- difusi sederhana dalam air atau difusi dalam gel

- dialisis melalui membran kolodion atau selofan

Page 21: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

4.2. STUDI PENYERAPAN

Penyerapan perkutan dapat diteliti dari dua aspek utama yaitu penyerapan sistemik dan lokalisasi senyawa dalam struktur kulit, dengan cara in vitro dan in vivo dapat dipastikan lintasan penembusan dan tetapan permeabilitas, serta membandingkan efektifitas berbagai bahan pembawa.

Sejumlah metoda penelitian telah dipublikasikan dalam berbagai pustaka. Untuk memperjelas hal tersebut, maka prinsip metoda penyerapan perkutan dirangkum dalam tabel II. III dan IV yang mencantumkan pemakaian, kemampuan serta keterbatasan setiap metode.

V. KESIMPULAN

Sawar kulit terutama dibentuk oleh lapisan tanduk, yang merupakan struktur kulit yang mati, serta mampu menghambat penembusan senyawa kimia. Walaupun demikian kulit bersifat permeabel dan dapat melewatkan senyawa-senyawa yang penyerapan terjadi secara difusi pasif. Molekul yang diserap baik adalah molekul yang larut dalam lemak dan sedikit larut dalam air.

Pada molekul yang dapat diserap derajat penembusan dapat diubah dengan menggunakan bahan pembawa yang sesuai, dengan komposisi yang dapat mendorong pelepasan zat aktif sedemikian agar dapat mencapai jaringan tempat ia menunjukkan aksi terapetiknya.

Page 22: Sediaan Topikal n Rektal Makalah

SEDIAAN REKTAL DAN TOPIKAL

KELOMPOK 12

LAXMI JUNITA 2443005095

ESTER FRANCES X. 2443005124

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

SURABAYA

2009