Sebuah Analisis Krisis Yunani Dan Dampaknya

16
ANALISIS SEBUAH DRAMA TRAGEDI BERTAJUK "KRISIS YUNANI" Yunani adalah sebuah negara yang terletak di tengah benua eropa.Negara tetangga Yunani, diantaranya adalah Irlandia, Portugal, Italia dan beberapa negara maju seperti Jerman, Inggris dan Prancis. Jika ditilik dari besar wilayahnya, sebenarnya Yunani termsuk negara kecil dengan jumlah penduduk sekitar 11 juta jiwa dan luas wilayah….namun ketika terjadi krisis hebat di dalam negeri Yunani, mengapa hal itu menimbulkan euphoria ketakutan yang sangat diantisipasi oleh negara-negara tetangganya? Jawabannya adalah karena integrasi ekonomi. Dan integrasi itu bernama Uni Eropa. Bagaimana bisa? Bermula dari pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community) melalui Pakta Roma pada bulan Maret 1957 yang negara perintisnya adalah Jerman Barat, Perancis, Italia, Belgia, Belanda dan Luxemburg. Di mana saat itu telah terjadi kesepakatan kebijakan ekonomi berkenaan dengan penurunan hambatan perdagangan diantara mereka dan penyeragaman tarif kepada non-anggota yang secara resmi dipraktikan mulai 1 Januari 1958. Inilah momentum penting yang menjadi tonggak perkembangan Uni Eropa pada masa selanjutnya. Komunitas ini selanjutnya semakin berkembang dengan bertambahnya anggota baru, yakni Inggris, Irlandia dan Denmark

description

Politik Internasional

Transcript of Sebuah Analisis Krisis Yunani Dan Dampaknya

ANALISIS SEBUAH DRAMA TRAGEDI BERTAJUK

"KRISIS YUNANI"

Yunani adalah sebuah negara yang terletak di tengah benua eropa.Negara tetangga Yunani, diantaranya adalah Irlandia, Portugal, Italia dan beberapa negara maju seperti Jerman, Inggris dan Prancis. Jika ditilik dari besar wilayahnya, sebenarnya Yunani termsuk negara kecil dengan jumlah penduduk sekitar 11 juta jiwa dan luas wilayah.namun ketika terjadi krisis hebat di dalam negeri Yunani, mengapa hal itu menimbulkan euphoria ketakutan yang sangat diantisipasi oleh negara-negara tetangganya? Jawabannya adalah karena integrasi ekonomi. Dan integrasi itu bernama Uni Eropa.

Bagaimana bisa?

Bermula dari pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community) melalui Pakta Roma pada bulan Maret 1957 yang negara perintisnya adalah Jerman Barat, Perancis, Italia, Belgia, Belanda dan Luxemburg. Di mana saat itu telah terjadi kesepakatan kebijakan ekonomi berkenaan dengan penurunan hambatan perdagangan diantara mereka dan penyeragaman tarif kepada non-anggota yang secara resmi dipraktikan mulai 1 Januari 1958. Inilah momentum penting yang menjadi tonggak perkembangan Uni Eropa pada masa selanjutnya. Komunitas ini selanjutnya semakin berkembang dengan bertambahnya anggota baru, yakni Inggris, Irlandia dan Denmark pada tahun 1973, kemudian Yunani menyusul pada 1981, dan selanjutnya pada 1986 diikuti oleh Portugal dan Spanyol. Selain perkembangan jumlah anggota, seiring dengan waktu komunitas ini juga mengembangkan berbagai kesepakatan strategis yang berorientasi utama pada aspek ekonomi. Seperti penghapusan segala bentuk hambatan perdagangan demi menstimulasi kemudahan perpindahan arus barang dan jasa antar anggota. Hasilnya adalah terjadi peningkatan perdagangan yang signifikan di dalamnya. Dan pada masa sekarang, integrasi ekonomi di negara-negara eropa telah mencapai tahap paling dewasa menurut Bella Balasa-, yakni Economic Union (EU). Di mana telah tercapai penyeragaman kebijakan fiskal dan moneter. Salah satu praktiknya yakni penyamaan mata uang antar anggota. Akhirnya hingga kini dikenal mata uang Euro sebagai mata uang resmi yang dipakai dalam Uni Eropa.

Dari sini mari beranjak sejenak untuk mengkaji bahasan utama tulisan ini, yakni Yunani. Kenapa bisa terjadi shocking crisis di negara Yunani? Pertama mari kita bahas dari aspek hutang-piutang Yunani.Gelombang hutang Yunani dimulai pada tahun 1947. Saat itu Yunani memasuki babak baru pemerintahan dari junta militer menjadi sosialis. Dengan adanya pemerintahan baru ini, Yunani butuh banyak bantuan dana guna pembangunan infrastrukturnya. Dana utang juga banyak tersedot untuk alokasi biaya subsidi, dana pensiun, gaji PNS, dll. Rupanya, karena banyak hal, Yunani gagal membayar hutangnya. Dana pinjaman tersebut terus saja menumpuk, hingga diperkirakan mulai tahun 1993 nilai hutang Yunani telah melampaui GDP-nya. Bahkan saat ini hutang Yunani diperkirakan telah mencapai 120% dari posisi GDP-nya. Dunia mulai mengendus adanya ketidakberesan dalam sistem perekonomian Yunani.

Fakta ini semakin terang ketika awal 2010, pemerintah Yunani diketahui telah membayar Goldman Sachs dan beberapa bank investasi lainnya guna memanipulasi nilai transaksi yang dapat menyembunyikan jumlah sesungguhnya dari hutang pemerintah. Kemudian diketahui pula bahwa pemerintah Yunani telah merubah data-data statistik mikro guna menimbulkan kesan pada dunia bahwa perekonomian mereka baik-baik saja. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya.

Yang Kedua adalah membudayanya praktik korupsi di sistem pemerintahan Yunani. Selain itu terdapat birokrasi yang amat gemuk yang juga sarat akan praktik KKN di setiap tingkatannya. Sehingga bisa dikatakan terdapat korupsi+KKN multilevel di dalamnya. Salah satu contohnya adalah rahasia umum bahwa terdapat budaya "fakelaki" di Yunani. Apa itu "fakelaki"? arti dari "fakelaki" adalah amplop kecil. Ialah kebiasaan memberikan amplop kecil berisikan uang yang lazim terjadi dalam birokrasi Yunani. Misalnya, permohonan imigrasi akan menjadi mulus jika pemohon telah memberikan amplop ini kepada petugas, cepat tidaknya pemberian izin pendirian bangunan adalah berbanding lurus dengan jumlah Euro yang dimasukkan ke dalam amplop untuk diberikan kepada pejabat yang bersangkutan. Kemudian korupsi terbesar dapat ditemui di kantor perpajakan Yunani yang setiap tahunnya tercatat bahwa hampir 30% dari total penerimaan pajak, atau sekitar US$ 20 milyar, hilang. Alias masuk ke kantong koruptor. Hal-hal demikian juga sering ditemui di institusi lain. Hingga membuat pemerintah kebingungan. Karena harus dimulai dari mana pemberantasannya. Praktik nista seperti inilah yang membuat yunani banyak mengalami defisit. Karena jumlah sebesar tadi seharusnya masuk ke kantong pemerintah yang bisa dimaksimalkan untuk berbagai pembangunan infrasruktur yang hasilnya nanti bisa membantu perekonomian yunani.

Yang ketiga adalah adanya defisit dalam nilai perdagangan Yunani. Hal ini dapat dipantau dari nilai ekspor Yunani yang berjumlah $12,5 miliar. Bandingkan dengan nilai impornya yang mencapai $18,9 miliar. Artinya terjadi selisih yang cukup signifikan antara nilai ekspor-impornya. Dan ini berimplikasi pada berkurangnya cadangan devisa Yunani. Hal ini menunjukkan adanya Budget Deficit Financed di Yunani. Aspek ketiga ini memiliki keterkaitan dengan aspek-aspek sebelumnya. Misalkan, dana pinjaman dari luar dan juga pajak yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur berorientasi ekonomi yang dapat menggenjot ekspor justru dipakai untuk kegiatan konsumtif dan teralokasi pada bagian-bagian yang tidak produktif. Dan tentu saja korupsi.

Itulah tadi tiga aspek internal yang bisa dijadikan kajian untuk menganalisa krisis di Yunani. Bisa dibilang bahwa sebagian besar penyebabnya memang dikarenakan dari kebobrokan Yunani sendiri.

Lalu bagaimana keikutsertaan Yunani dalam Uni Eropa mempengaruhi krisis Yunani? Seperti yang telah disebutkan singkat di atas, yaitu karena adanya integrasi ekonomi. Ketika Yunani bergabung dalam Uni Eropa, Yunani bukanlah negara maju seperti Jerman dan juga tidak memiliki sistem birokrasi sebaik Inggris. Keikutsertaan Yunani semata-mata karena faktor wilayahnya yang strategis karena terletak di antara benua Eropa. Maka ketika lahir banyak sistem perekonomian mutakhir dari induk Uni Eropa, sistem perekonomian yang dimiliki Yunani belum mampu mengakomodasinya karena masih lemah, tidak sejajar dengan negara-negara sekitar. Inilah penyebab krisis yang dinamakan Weak Financial System. Terlebih-lebih ketika integrasi ekonomi telah mencapai tahap Economic Union, membuat Yunani harus siap mengubah mata uangnya dengan Euro. Yunani ibaratnya seperti bayi yang dipaksa dewasa. Penyeragaman mata uang Euro tidak diimbangi dengan kesiapan Yunani dalam menghadapinya. Misalnya dalam budaya konsumsi, Yunani yang nilai pendapatan perkapitanya hanya mencapai $6340, tentu tidak mampu menyaingi daya konsumsi negara lain seperti Perancis dengan GNP $20.380, Jerman dengan GNP $ 23.650, atau bahkan negara kecil tapi maju seperti Luxemburg dengan GNP $ 31.271. Akibat hal tadi adalah adanya arus perputaran uang yang tidak seimbang antara Yunani dengan negara-negara tetangganya. Krisis model seperti ini sejatinya juga sudah mulai dirasakan negara-negara lainnya seperti Portugal, Irlandia, dan Italia.

Ketika semua penyebab krisis ini diformulasikan, hasilnya adalah sebuah drama tragedi yang hebat berjudul "Krisis Yunani". Yah, saking hebatnya sampai-sampai ia mampu menggoncang Uni Eropa, bahkan global. Karena krisis di yunani berdampak pada melemahnya kepercayaan publik dunia, terutama investor, terhadap nilai mata uang Yunani. Mari kita segarkan kembali ingatan kita bagaimana krisis ekonomi di Indonesia pada 1997 silam membuat nilai mata rupiah tidak hanya melemah, namun merosot tajam. Itulah juga yang terjadi di Yunani sekarang ini. Masalahnya mata uang yang dipakai yunani adalah Euro. Yakni mata uang yang sama dipakai dengan negara-negara uni eropa lainnya. krisis di yunani tidak hanya berefek pada turunnya nilai euro di Yunani sendiri, namun mempengaruhi nilai euro secara keseluruhan. Bisa dikatakan Uni Eropa saat ini sedang mengalami apa yang dikatakan para ahli sebagai Domino Effect Theory.

Selain itu kepanikan Uni Eropa adalah wajar karena adanya integrasi ekonomi diantara mereka menyebabkan adanya arus barang, modal dan jasa yang bebas diantara mereka. Maka tentu akan banyak sekali modal asing yang tertanam di tubuh Yunani. Dan jika yunani collapse, investor juga collapse.

Melihat tragedi ini, banyak pihak yang mulai sigap memberikan bantuan. Seperti IMF yang pada 2010 memberikan dana segar bagi Yunani sebesar 110 miliar euro. Namun dana ini ternyata menjadi buah simalakama bagi Yunani. Karena IMF menyaratkan beberapa syarat pemotongan tunjangan bagi PNS dan pensiunan, peningkatan cukai pada barang-barang mewah, peningkatan pajak hingga 23%, Hingga privatisasi BUMN dalam jumlah besar. Pensyaratan IMF ini, terlepas dari segala kepentingan yang ada, bertujuan untuk membantu Yunani bangkit dari krisis dan mengentas Yunani dari default. Namun memang kenyataannya sulit dilakukan. Dan dampaknya adalah timbul reaksi keras dari para warga yang tidak setuju dengan implementasi ini. Hasilnya terjadi demo besar-besaran oleh para warga serta ratusan ribu pekerja dan pegawai pemerintah yang mengakibatkan lumpuhnya berbagai sektor di Yunani. Ini adalah akibat dari kebijakan pemerintah di masa lalu yang terlalu banyak menggelontorkan dana subsidi dan tunjangan kepada warganya. Sehingga masyarakat tidak siap ketika kesejahteraan mereka terancam. Yah, Yunani semakin akut.

Uni Eropa sendiri telah menggelontorkan miliaran euro terhadap krisis ini. Untuk kelanjutan dari drama krisis ini, yang bertindak sebagai sutradara penuh adalah Yunani sendiri. Jika memang ada itikad baik dan kuat dari pemerintah untuk menyelesaikannya, maka yang harus dilakukan adalah pembenahan akar muasal penyebab krisis. Bagaikan memotong daun, setiap kali dipotong ia akan terus tumbuh kembali. Kecuali jika dicabut langsung ke akarnya. Baru bisa hilang sepenuhnya. Maka Yunani harus mau untuk melakukan reformasi total terhadap sistem pemerintahan internalnya. Mulai dari penanganan kasus KKN+korupsi secara tegas, atau mungkin secara totaliter bila perlu, kemudian pemangkasan birokrasi yang gemuk dan juga penghematan besar-besaran terhadap segala macam dana konsumtif yang nantinya bisa dialokasikan kepada pembangunan infrastruktur berbagai sektor riil guna memacu pertumbuhan ekonomi dalam negeri dan meningkatkan orientasi ekspor serta mengurangi impor. Diharapkan nantinya masalah Budget Deficit Financed dapat teratasi. Kemudian mengenai timbulnya dampak sosial yang terjadi, misalkan demo, menurut hemat saya itu adalah karena sikap pemerintah yang masih gengsi untuk jujur dan transparan kepada publik mengenai kehancuran sistem pemerintahannya. Sehingga wawasan rakyat masih minimal. Pelan-pelan pemerintah harus menjelaskan kepada publik mengenai kronologi kenyataan yang sebenarnya terjadi. Diharapkan hal ini bisa meminimalisir protes dari rakyat.

Setelah masalah budget teratasi dan akhirnya Yunani memiliki dana yang cukup banyak, meskipun entah kapan, Yunani mulai bisa menata ulang sistem keuangannya dan memilih rezim yang tepat guna mengatasi Weak Financial System-nya.

Tapi bagaimanapun juga, masalah yang terjadi sudah sangat kompleks. Namun setidaknya dunia bisa mengambil banyak pelajaran dari krisis ini, agar nantinya tidak terulang di masa depan. Yunani oh Yunani.

NAMA : AHMAD SYAFIQUL UMAM

NIM : 105120400111011

Bagaimana Neo-Marxis melihat krisis Yunani?

Neo-Marxis memiliki pandangan dasar yang berangkat dari Marxisme. Keduanya memiliki pandangan bahwa fenomena kehidupan manusia, khususnya dari segi ekonomi, terdiferensi menjadi dua sisi. Yakni agen ekspolitasi dan korban eksploitasi. Agen ekspolitasi oleh Marxisme dinamakan kaum Borjuis, sedangkan untuk korban eksploitasi dinamakan kaum Proletar. Faktor prinsip yang membedakan keduanya adalah perihal kepemilikan modal. Hal ini sangatlah urgent menurut Marxis, karena dengan modal yang dimiliki Borjuis, membuat mereka mampu mendirikan unit-unit produksi yang kemudian pergerakannya disokong oleh kaum Proletar. Karena Proletar tidak memilki modal, sedangkan mereka membutuhkan uang guna pemenuhan kebutuhan harian, maka mereka harus mau "mengabdi" kepada Borjuis.

Borjuis sebagai pihak yang diatas akhirnya merasa berhak memainkan segala aturan yang nantinya harus dipenuhi oleh Proletar. Dari sinilah fenomena ekspoitasi dimulai. Borjuis mulai menerbitkan aturan yang berorientasi keuntungan mereka pribadi tanpa mempertimbangkan hak-hak Proletar. Tenaga Proletar dikuras habis guna memaksimalkan faktor produksi milik Borjuis. Singkatnya kondisi inilah yang disorot utama oleh Marxis.

Neo-Marxis sendiri hampir identic dengan Marxis. Namun ia melihat kondisi eksploitasi ini dalam lingkup lebih luas, yakni sistem internasional. Neo-Marxis melihat bahwa eksploitasi yang terjadi tidaklah sesimpel antara Borjuis VS Proletar dalam sebuah negara, namun sudah beranjak masuk ke dalam ekspoitasi antar negara dalam sistem internasional. Oleh karenanya Neo-Marxis membagi dunia ini ke dalam kelas-kelas, yakni Negara Core yang berperan sebagai kelas Borjuis, dan Negara Phery-Phery yang berperan sebagai Proletar. NeoMarxis juga mengklasifikasikan negara SemyPhery sebagai kelas yang berada di antara Core dan Phery-Phery. Neo-Marxis sangat mengkritik Liberal karena salah satu instrument yang dihasilkannya, yakni Kapitalisme, telah berhasil menjadi wahana kendaraan fenomena eksplotasi di arus global.

Bagaimana NeoMarxis melihat krisis yang terjadi di Uni Eropa (UE)?

Neo-Marxis melihat bahwa yang terjadi di Eropa saat ini telah membuktikan kebenaran asumsi dasarnya. Yakni ekspoitasi oleh Core kepada negara Non-Core. Melalui aplikasi integrasi bernama Uni eropa (UE), yang sangat berbau liberal, maka negara-negara Core, yang diambil posisi oleh negara besar seperti Prancis dan Jerman, leluasa mengeksploitasi negara-negara non-Core seperti Portugal, Spanyol, Italia, dan tentu saja Yunani. Mereka yang tergabung dalam UE dipaksa mengikuti aturan liberalisme perdagangan. Sebenarnya ini sangat baik dan ideal untuk diterapkan, namun dengan catatan bahwa semua negara yang terintegrasi memiliki kemampuan ekonomi yang hampir serupa. Karena dengan begitu impian Neo-Marxis untuk membentuk sistem dengan kondisi equal akan terwujud. Namun yang terjadi tidak demikian. Yunani yang nilai pendapatan perkapitanya hanya mencapai $6340, tentu tidak mampu menyaingi Perancis yang pendapatan perkapitanya mencapai GNP $20.380, dan juga Jerman dengan GNP $ 23.650.

Maka tidak bisa dipungkiri bahwa selain kondisi internal Yunani sendiri yang buruk berupa penumpukan utang dan angka korupsi yang tinggi, kondisi tidak fair dalam integrasi Uni Eropa ini juga mempengaruhi collapse-nya Yunani saat ini.

SOLUSI NEO-MARXISME

Solusi yang saya tawarkan dalam menangani krisis Yunani berdasarkan perspektif Neo-Marxisme adalah melalui pengumpulan dana sosial yang diambil dari iuran wajib masing-masing negara anggota UE selama setahun sekali yang akan dikumpulkan pada bulan ke-12 tiap tahunnya. Jumlah yang saya tawarkan adalah 0,2% dari APBN masing-masing negara. dengan sistem persen nantinya akan lebih adil daripada mematok nilai angka secara pasti. Karena nilai sumbangan akan menyesuaikan dari jumlah kemampuan negara penyumbang. Sehingga, misalnya, nantinya Jerman atau Prancis tentu akan menyumbang lebih banyak karena APBN mereka yang besar dikarenakan kemampuan mereka yang tergolong superior.

Kemudian UE harus membentuk komite khusus yang berposisi sebegai wadah pengumpulan dan pengelolaan dana sosial ini. Dalam hal ini tidak akan begitu sulit karena UE telah memiliki institusi yang independen sebelumnya. Institusi ini bisa dinamakan Europe Social Bank (ESB). Untuk mengisi posisi staf pekerja dalam ESB, nantinya masing-masing negara UE wajib mengirimkan satu tim ahli. Hal ini untuk menjaga netralitas ESB sendiri.

Setelah dana sosial terkumpul secara keseluruhan, ESB akan mengalokasikan 70% total dana sosial untuk diberikan kepada negara-negara UE yang terkena krisis. Dalam memilih negara mana yang akan diberi bantuan dana dan seberapa besar dana yang akan diberikan, staf ahli ESB akan merapatkan hal tersebut terlebih dahulu agar dana yang diberikan dapat tepat sasaran. Diharapkan ini akan berlangsung netral karena staf ahli ESB merupakan kumpulan staf yang terdiri dari perwakilan masing-masing negara anggota yang memiliki kapasitas yang sama. Dana yang diberikan ini bersifat Hibah atau pemberian yang tidak wajib untuk dikembalikan. Namun sebagai gantinya negara penerima akan diberikan Structural Adjustment dari ESB. Structural Adjustment yang diberikan tentunya dipilih berdasarkan pertimbangan yang matang, dan karena basic anggota staf ESB berasal dari UE sendiri, maka Structural Adjustment juga akan sangat mempertimbangkan posisi negara tersebut sebagai anggota negara UE dan kondisi perekonomian UE saat itu. Hal ini lebih mudah diterima daripada instrument Strctural Adjustment yang ditawarkan oleh IMF. Karena IMF bukan institusi milik UE dan berposisi di luar UE.

Dengan dana sosial yang diberikan, harapan idealnya adalah negara krisis mampu bangkit dari krisisnya dan pelan-pelan mulai menyetarakan diri dengan negara anggota lainnya. Dan misalnya suatu ketika muncul bibit krisis baru, ESB akan segera tanggap mencegahnya dengan dana sosial yang dimilikinya sehingga tidak sampai menimbulkan krisis domino.

Nantinya ketika kondisi krisis dapat teratasi secara baik, bukan berarti ESB akan dihentikan. Ia akan terus beroperasi. Namun dengan fokus untuk memberikan dana sosial secara proporsional kepada negara-negara anggota UE. Artinya dana yang ada akan dibagikan kepada seluruh anggota UE sesuai nilai kebutuhan masing-masing dengan orientasi untuk menyetarakan kemampuan, minimal secara ekonomi. Jadi misalnya pada tahun 2020 Yunani akan diberikan dana sebesar 10% dari total dana sosial sedangkan Jerman hanya diberikan 0,5% atau bahkan tidak diberi sama sekali. Hal ini karena melihat kemampuan masing-masing negara yang berbeda dalam usaha penyetaraan kemampuan. Ingat, orientasi dana sosial kali ini bukan untuk penanganan krisis, namun penyetaraan kemampuan.

Kemudian, pelan tapi pasti. Lama-lama kondisi equal akan dapat tercapai. Tidak akan ada lagi klasifikasi kelas dalam UE. Istilah Core, SemyPhery dan Phery-Phery akan hilang. Karena masing-masing negara telah memilki kemampuan yang sama. Liberalisasi Ekonomi sudah tidak lagi berorientasi ekspolitasi, namun kondisi saling memenuhi dan melengkapi yang semua itu terangkum dalam sistem Uni Eropa yang terintegrasi. Di sinilah Neo-Marxis mulai berjaya.

Nah, alokasi dana penanganan krisis tadi hanya 70%, lalu ke mana yang 30%? Jawabannya adalah untuk ditawarkan kepada negara-negara luar UE, namun bukan dalam status hibah, tapi hutang. Dari bunga yang dihasilkan dari pemberian hutang ini dapat dijadikan sumber pemasukan bag ESB sendiri.

Lalu, jika ada yang mengkritik bahwa pendirian ESB ini sangat bersifat liberal karena sedikit berbau kapitalisme dan jauh dari esensi Neo-Marxis sendiri. Satu hal yang perlu ditegaskan lagi adalah, Neo-Marxis melihat kondisi kapitalisme adalah satu tahap yang harus dilalui oleh dunia, dalam hal ini UE, guna meraih satu titik impian tertinggi Neo-Marxis, yakni Sosialisme. Dengan kata lain, solusi yang saya tawarkan memang tidak berjalan di atas rute Neo-Marxis dalam prosesnya, namun lebih memberatkan pada hasil pencapain yang sesuai diharapkan oleh Neo-Marxis. Karena jika harus mengacu pada Neo-Marxis, baik dalam proses maupun hasil, hal itu sangat mustahil dan utopis. Zaman sekarang, apa ada orang yang mau memberikan uang secara cuma-cuma tanpa tujuan terselubung? Jawabannya satu, Bulshit.

SOLUSI NEO-MARXIS DALAM KRISIS UNI EROPA

TUGAS

Disusun untuk memenuhi tugas UAS kuliah semester pendek mata kuliah

Teori Hubungan Internasional I

Oleh :

Ahmad Syafiqul Umam / 105120400111011

Program Studi Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Brawijaya

Malang

2012