SCL BM Topik 2 Lengkap (2)

100
Problem Based Learning Paper TOPIK 2 Kelompok 1: 1. Syafrina Dewi I. H. 020710184 2. Virena Octaviani G. 020911151 3. Kikit Hidyana Putri 020911167 4. Stephanie Clara L. 021011001 5. Annisa Putri 021011003 6. Moh. Khafid 021011005 7. Fahmi Rexandy 021011007 8. Sri Dewi Kartika P. 021011008 9. Susilawati 021011009 10. Bella Meyda 021011010 11. Fajaria Hidayati A. 021011011 12. Aga Satria N. 021011012 13. Yora Wardati 021011013

description

TM

Transcript of SCL BM Topik 2 Lengkap (2)

Problem Based Learning PaperTOPIK 2

Kelompok 1:

1. Syafrina Dewi I. H.0207101842. Virena Octaviani G.0209111513. Kikit Hidyana Putri0209111674. Stephanie Clara L.0210110015. Annisa Putri0210110036. Moh. Khafid0210110057. Fahmi Rexandy0210110078. Sri Dewi Kartika P.0210110089. Susilawati02101100910. Bella Meyda02101101011. Fajaria Hidayati A.02101101112. Aga Satria N.021011012

13. Yora Wardati 02101101314. Nadia Karunia R. 02101101415. Hana Hanifah 02101101516. Aida Nur Farikhah 02101101817. Diva Rahma Fitria 02101101918. Tegar Permadi D. P. 02101102019. Dezy Putri W. 02101102120. Tiarisna Hidayatun 02101102221. Servy Aulia P. 02101102322. Nisa Prabawati 02101102423. Achmad Firdy Tanzil 021011025

ILMU BEDAH MULUT IIDEPARTEMEN ORAL & MAXILOFACIAL SURGERY UNIVERSITAS AIRLANGGA2013KATA PENGANTAR

Puji syukur tim penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya kepada kami semua sehingga mampu menyelesaikan tugas Problem Base Learning Paper Topik 2 Ilmu Bedah Mulut yang membahas tentang perluasan infeksi odontogen per kontinuatium, per hematogen dan per limfogen sebagaimana mestinya. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang tim penyusun hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan makalah ini, diantaranya :1. A. Harijadi, drg., MS., Sp.BM selaku pembimbing tutor kelompok A Ilmu Bedah Mulut II Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga 2. Dosen Ilmu Bedah Mulut II, yang telah memberikan materi sehingga memberikan pemahaman kepada penulis3. Teman teman Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga angkatan 2010, serta4. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.Surabaya, 08 April 2013

Kelompok 1

DAFTAR ISI

Halaman JuduliKata PengantariiDaftar IsiiiiDaftar GambarvBab I Pendahuluan1.1 Kata Pengantar11.2 Tujuan21.3 Manfaat2Bab II Tinjauan Pustaka2.1 Karies2.1.1 Pengertian Karies 32.1.2 Klasifikasi Karies 42.1.3 Etiologi Karies Gigi52.1.4 Karies Profunda 52.1.5 Penjalaran Karies Profunda62.2 Infeksi Odontogenik82.2.1 Pengertian82.2.2 Etiologi82.2.3 Patofisiologi92.2.4 Klasifikasi Infeksi Odontogen 112.2.5 Tanda dan Gejala 122.2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi 132.2.7 Port de Entry Infeksi Odontogen 152.3 Pola Penyebaran Infeksi Odontogen 162.4 Pola Perluasan Infeksi Odontogen2.4.1 Pola Perluasan per Kontinuatum 192.4.1.1 Penyakit Infeksi yang Berhubungan dengan Pola Perluasan per Kontinuatum212.4.2 Pola Perluasan per Limfogen 232.4.3 Pola Perluasan per Hematogen 272.4.3.1 Penyakit Infeksi yang Berhubungan dengan Pola Perluasan per Hematogen 282.5 Sinus Maksilaris2.5.1 Definisi 312.5.2 Klasifikasi Sinusitis312.5.3 Etiologi 322.5.4 Patofisiologi 332.5.5 Gambaran Radiologi 342.6 Valvular Heart Disease362.6.1 Gejala 36Bab III Mind Mapping3.1 Peta Konsep Skenario 3383.2 Peta Konsep Skenario 4393.3 Peta Konsep Skenario 541Bab IV Pembahasan4.1 Pembahasan Skenario 3424.2 Pembahasan Skenario 4464.3 Pembahasan Skenario 550Bab V Penutup5.1 Kesimpulan545.2 Saran54Daftar PustakaviDAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1Karies Superfisialis 4Gambar 2.2 Karies Media4Gambar 2.3 Karies Profunda4Gambar 2.4 Ilustrasi abses odontogen. 18Gambar 2.5Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada posisi apeks gigi penyebab. 19Gambar 2.6 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada posisi apeks gigi penyebab20Gambar 2.7Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses intraalveolar (B) Abses superiosteal21Gambar 2.8Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses submukosa (B) Abses subkutan.22Gambar 2.9Abses periapikal22Gambar 2.10Abses subperiosteal a. Ilustrasi gambar Abses subperiosteal dengan lokalisasi di daearah lingual b. Tampakan Klinis Abses Subperiosteal 22Gambar 2.11Ilustrasi gambar Abses Submukosa23Gambar 2.12Cervical nodes 26Gambar 2.13Lymph nodes head and neck 27

ii

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangInfeksi odontogen adalah salah satu bentuk infeksi yang berasal dari struktur dento-alveolar. Apabila terjadi infeksi pada area tubuh, akan memicu proses keradangan pada area tersebut. Infeksi odontogenik adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak, dalam sulkus gingival, dan mukosa mulut. Etiologi tersering adalah bakteri kokus aerob gram positif, kokus anaerob gram positif,dan batang anaerob gram negatif. Pada infeksi odontogen, terdapat beberapa pola penyebaran, yang melewati beberapa jalur yakni pulpo periapikal, periodontal (margin gingiva) dan perikorona. Dari ketiga jalur tersebut, jika infeksi tidak diobati maka infeksi dapat menyebar ke bagian lain di sekitarnya berdasarkan pola penyebarannya.Perluasan dari suatu infeksi tergantung pada patogenitas dan virulensi mikroorganisme terkait, sistem imun dari host, variasi anatomi host, dan lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme di dalam jaringan tubuh host. Konsep perluasan infeksi tersebut juga berlaku pada konsep perluasan dan penyebaran infeksi odontogen. Infeksi odontogen dapat menyebar melalui tiga cara, yaitu per kontinuatum, per limfogen, dan hematogen. Secara per kontinuatum, infeksi odontogen dapat menyebar ke dalam tulang maupun ke luar dari tulang. Penyebaran per limfogen dapat terjadi karena sistem pembuluh limfe kepala dan leher dapat memungkinkan terjadinya penyebaran infeksi dari gigi dan jaringan lunak sekitarnya. Hal ini terjadi karena bakteri patogen dapat berjalan menuju kelenjar limfe melalui pembuluh limfe yang menghubungkan rangkaian kelenjar dari rongga mulut ke organ atau jaringan lain dengan rute penyebaran yang barvariasi tergantung dari gigi yang terlibat. Sistem pembuluh darah kepala dan leher dapat menyebabkan penyebaran infeksi dari gigi dan jaringan mulut yang terlibat karena bakteri patogen dapat menyebar melalui vena dan menyebabkan penyebaran infeksi pada rongga mulut ke jaringan atau organ lain. Hal ini dapat terjadi melalui bakteremia dan trombus yang terinfeksi. 1.2 Tujuan1. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang pola perluasan, penyebaran, patofisiologi, dan lokasi infeksi odontogen.2. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang penatalaksanaan kasus-kasus infeksi odontogen dan penyebarannya.

1.3 Manfaat1. Mahasiswa dapat memahami tentang tentang pola perluasan, penyebaran, patofisiologi, dan lokasi infeksi odontogen.2. Mahasiswa telah siap dan tahu cara penanganan bilamana di klinik menghadapi kasus-kasus infeksi odontogen dan penyebarannya.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies2.1.1Pengertian KariesKaries gigi adalah penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya (Kidd et al, 2002).Ketika mendekati pulpa, karies menimbulkan perubahan-perubahan dalam bentuk dentin reaksioner dan pulpitis (mungkin disertai rasa nyeri) dan bisa berakibat terjadinya invasi bakteri dan kematian pulpa. Jaringan pulpa mati yang terinfeksi ini selanjutnya akan menyebabkan perubahan di jaringan periapeks (Kidd et al, 1991).Gejala paling dini suatu karies yang terlihat secara makroskopik adalah adanya bercak putih. Warnanya sangat berbeda bila dibandingkan dengan enamel sekitarnya yang masih sehat. Kadang-kadang lesi akan tampak berwarna cokelat disebabkan oleh materi di sekelilingnya yang terserap ke dalam pori-pori enamel (Kidd et al, 1991). Karies yang berwarna cokelat hingga kehitaman lebih lama menimbulkan lubang pada gigi, sedangkan noda yang berwarna putih lebih cepat menimbulkan lubang (Tarigan, 1991).Karbohidrat yang tertinggal di dalam mulut dan mikroorganisme, merupakan penyebab dari karies gigi, penyebab karies gigi yang tidak langsung adalah permukaan dan bentuk gigi tersebut. Gigi dengan fissure yang dalam mengakibatkan sisa-sisa makanan mudah melekat dan bertahan, sehingga produksi asam oleh bakteri akan berlangsung dengan cepat dan menimbulkan karies gigi (Tarigan, 1991).

2.1.2Klasifikasi Karies1. Berdasarkan kedalamannya (Tarigan, 1991).a. Karies Superfisialis: karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena.

Gambar 2.1 Karies Superfisialis b. Karies Media: karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.

Gambar 2.2 Karies Mediac. Karies Profunda: karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa.

Gambar 2.3 Karies Profunda

2.1.3Etiologi Karies GigiKaries dapat berkembang lambat atau cepat. Ini tergantung dari banyak faktor seperti diet, komposisi saliva, jumlah bakteri, kebersihan gigi dan mulut, dan kebiasaan- kebiasaan lainnya. Oleh karena itu perkembangan karies pada tiap orang berbeda-beda (Frencken, 1999).Karies terjadi bukan disebabkan satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan oleh serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Karies merupakan penyakit yang multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada empat faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu yang digambarkan sebagai model 4 lingkaran (Kidd et al, 2002).Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama (Panjaitan, 1995).2.1.4Karies ProfundaMerupakan karies yang telah mendekati atau bahkan telah mencapai pulpa sehingga terjadi peradangan pada pulpa. Biasanya terasa sakit secara tiba-tiba tanpa rangsangan apapun. Apabila tidak segera diobati dan ditambal maka gigi akan mati, dan untuk perawatan selanjutnya akan lebih lama dibandingkan pada karies-karies lainnya.Ciri-ciri karies profunda adalah karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Karies profunda dapat dibagi lagi atas : a. Karies profunda stadium I Karies telah melewati setengah dentin, biasanya radang pulpa belum dijumpai.b.Karies profunda stadium II Masih dijumpai lapisan tipis yang membatasi karies dengan pulpa dan telah terjadi radang pulpa. c. Karies profunda stadium III Pulpa telah terbuka, dijumpai bermacam-macam radang pulpa.2.1.5Penjalaran Karies ProfundaSecara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui prismata dan lewat perluasan lubang fokus tapi belum sampai kavitasi. Kavitasi baru muncul apabila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitas yang makroskopis dapat dilihat. Bila lesi mencapai dentin, pulpa langsung akan terlibat proses, lewat cabang-cabang odontoblas di dalam kanal-kanal dentin. Lewat email yang menjadi porus, mungkin melalui suatu kavitas, produk-produk bakterial mencapai dentin yang lebih miskin mineral dan kaya putih telur daripada email (Schuurs, 1992). Menurut Schuurs (1992) berbagai keadaan menambah perluasan proses di dalam dentin: (1) kanal-kanal dentin karena anastomosisnya dengan mudah memberikan jalan bagi perluasan ke arah lebarnya, lewat batas dentin-email. (2) juga terdapat perluasan ke arah dalamnya, suatu proses yang pada batas tertentu dikompensasi oleh pembentukan dentin sklerotik, terlihat sebagai daerah transparan. Juga perluasan ke arah lebar, sehingga bagian-bagian besar email utuh menjadi rusak, menurut perkiraan dibatasi oleh sklerotisasi kanal-kanal dentin. Secara histologis, pada karies tulang gigi yang tidak begitu dalam, dapat dibedakan dari luar ke dalam lima daerah : (1) lapisan dentin lunak yang strukturnya tidak dapat dikenal lagi. Didalam lapisan ini terdapat flora campuran yang mengeluarkan enzim hidrolitik yang akan merusak komponen organik dentin. (2) lapisan infeksi, dimana akan dijumpai bakteri-bakteri di dalam tubuli, tubuli melebar dan saling menyatu. Selain itu terlihat juga celah-celah yang mengikuti jalannya garis-garis pertumbuhan owen. (3) lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin peritubular diserang. (4) lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan ensimnya. (5) lapisan opak (tidak tembus penglihatan), ditandai dengan adanya lemak di dalam tubuli, kemungkinan merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas. Pada karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat dan kelima. Baru setelah terjadi kavitas, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam tidak terdapat lapisan-lapisan 4 dan 5. Bila sementum oleh retraksi gingiva terbuka bagi lingkungan mulut, dapat terjadi karies akar, suatu proses yang lebih luas ke arah dalam. Hal ini menyebabkan keadaan tidak janggal bahwa dentin yang makin tua akan lebih mengalami sklerosis. Mikroorganisme menembus saluran-sluran dimana sebelumnya terdapat jaringan ikat dan dengan demikian pada lapisan lebih dalam dapat mengurus proses perluasan ke arah lebar (Schuurs, 1992). Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi (Suryawati, 2010).Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan lima (Suryawati, 2010).2.2 Infeksi Odontogenik2.2.1 PengertianInfeksi adalah invasi tubuh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Infeksi juga dapat diartikan sebagai peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di dalam tubuh penjamu. Infeksi bisa bersifat akut atau kronis dan bersifat subyektif. Infeksi odontogenik adalah salah satu infeksi yang paling umum dari rongga mulut. Infeksi odontogen merupakan perubahan jaringan yang berasal dari gigi yang disebabkan karena aktivitas bakteri dan pertahanan lokal dari host serta mekanisme serupa yang bekerja secara sistemik (Topazian, 2002).Lokasi infeksi yang spesifik tergantung pada 2 faktor utama, yaitu (Topazian, 2002; Miloro, 2004):1. Ketebalan tulang pada apex gigiKetika infeksi mencapai tulang, infeksi akan memasuki jaringan lunak melalui bagian tulang yang palig tipis (Topazian, 2002).2. Hubungan pada tempat perforasi dari tulang ke perlekatan otot pada maxila dan mandibular.Infeksi dari kebanyakan gigi pada maxilla melalui lempeng labiobuccocortical. Infeksi ini juga melalui tulang di bawah perlekatan dari otot yang melekat ke maxilla, yang berarti kebanyakan abses pada maxilla diawali oleh abses vestibular. Infeksi pada mandibula biasanya melalui lempeng labiobuccocortical dan di atas tempat berkumpulnya otot-otot, sehingga menghasilkan abses vestibular. (Topazian, 2002)2.2.2 EtiologiPaling sedikit ada 400 kelompok bakteri yang berbeda secara morfologi dan biokimia berada dalam rongga mulut dan gigi. Kekompleksan flora rongga mulut dan gigi dapat menjelaskan etiologi spesifik dari beberapa tipe terjadinya infeksi gigi dan infeksi dalam rongga mulut, tetapi lebih banyak disebabkan oleh adanya gabungan antara bakteri gram positif yang aerob dan anaerob. Dalam cairan gingival, kira-kira ada 1.8 x 1011 anaerobs/gram. (Topazian, 2002) Pada umumnya infeksi odontogen secara inisial dihasilkan dari pembentukan plak gigi (Topazian 2002; Cilmiaty, 2009).Sekali bakteri patologik ditentukan, mereka dapat menyebabkan terjadinya komplikasi lokal dan menyebar/meluas seperti terjadinya bacterial endokarditis, infeksi ortopedik, infeksi pulmoner, infeksi sinus kavernosus, septicaemia, sinusitis, infeksi mediastinal dan abses otak. Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari setengah kasus infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60%) disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme penyebab infeksi odontogen yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur adalah alpha- hemolytic Streptococcus, Peptostreptococcus, Peptococcus, Eubacterium, B acteroides (Prevotella) melaninogenicus, and Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang menyebabkan infeksi odontogen (hanya sekitar 5%). Bila infeksi odontogen disebabkan bakteri aerob, biasanya organisme penyebabnya adalah species Streptococcus. Infeksi odontogen banyak juga yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob yaitu sekitar 35%. Pada infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10 organisme pada pemeriksaan kultur (Topazian, 2002; Cilmiaty, 2009).2.2.3 PatofisiologiInfeksi gigi merupakan suatu hal yang sangat mengganggu manusia, infeksi biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut (Topazian, 2002; Cilmiaty, 2009).Penjalaran infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat menyebabkan abses, abses ini dibagi dua yaitu penjalaran tidak berat (yang memberikan prognosis baik) dan penjalaran berat (yang memberikan prognosis tidak baik, di sini terjadi penjalaran hebat yang apabila tidak cepat ditolong akan menyebabkan kematian). Adapun yang termasuk penjalaran tidak berat adalah serous periostitis, abses sub periosteal, abses sub mukosa, abses sub gingiva, dan abses sub palatal, sedangkan yang termasuk penjalaran yang berat antara lain abses perimandibular, osteomielitis, dan phlegmon dasar mulut. Gigi yang nekrosis juga merupakan fokal infeksi penyakit ke organ lain, misalnya ke otak menjadi meningitis, ke kulit menjadi dermatitis, ke mata menjadi konjungtivitis dan uveitis, ke sinus maxilla menjadi sinusitis maxillaris, ke jantung menjadi endokarditis dan perikarditis, ke ginjal menjadi nefritis, ke persendian menjadi arthritis (Topazian, 2002; Cilmiaty, 2009).Infeksi odontogenik merupakan suatu proses infeksi yang primer atau sekunder yang terjadi pada jaringan periodontal, perikoronal, karena traumatik atau infeksi pasca bedah. Tipikal infeksi odontogenik adalah berasal dari karies gigi yang merupakan suatu proses dekalsifikasi email. Suatu perbandingan demineralisasi dan remineralisasi struktur gig terjadi pada perkembangan lesi karies. Demineralisasi yang paling baik pada gigi terjadi pada saat aktivasi bakteri yang tinggi dan dengan pH yang rendah. Remineralisasi yang paling baik terjadi pada pH lebih tinggi dari 5,5 dan pada saliva terdapat konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi (Topazian, 2002; Cilmiaty, 2009).Sekali email larut, infeksi karies dapat langsung melewati bagian dentin yang mikroporus dan langsung masuk ke dalam pulpa. Di dalam pulpa, infeksi dapat berkembang melalui suatu saluran langsung menuju apeks gigi dan dapat menggali menuju ruang medulla pada maksila atau mandibula. Infeksi tersebut kemudian dapat melobangi plat kortikal dan merusak jaringan superficial dari rongga mulut atau membuat saluran yang sangat dalam pada daerah fasial. Serotipe dari streptococcus mutans (cricetus, rattus, ferus, sobrinus) merupakan bakteri yang utama dapat menyebabkan penyakit dalam rongga mulut. Tetapi meskipun lactobacilli bukan penyebab utama penyakit, mereka merupakan suatu agen yang progresif pada karies gigi, karena mereka mempunyai kapasitas produksi asam yang baik.2.2.4 Klasifikasi Infeksi OdontogenBeberapa klasifikasi infeksi odontogenik yaitu1. Berdasarkan tipe infeksinya, infeksi odontogen bisa dibagi menjadi (Topazian, 2002; Cilmiaty, 2009): a. Infeksi odontogen lokal / terlokalisir, misalnya: Abses periodontal akut; peri implantitis.b. Infeksi odontogen luas/ menyebar, misalnya: early cellulitis, deep-space infection. c. Life-threatening, misalnya: Facilitis dan Ludwig's angina2. Berdasarkan organisme penyebab infeksi:

a. 1

b. Bakteric. Virusd. Parasite. Mikotik3. Berdasarkan lokasi masuknya:a. Pulpab. Periodontalc. Perikoronald. Frakture. Tumor f. Oportunistik 4. Berdasarkan tinjauan klinis:a. Akutb. Kronik5. Berdasarkan spasium yang terkena:a. b. Spasium kaninusc. Spasium bukald. Spasium infratemporale. Spasium submentalf. Spasium sublingualg. Spasium submandibulah. Spasium masseteri. Spasium pterigomandibularj. Spasium temporalk. Spasium Faringeal lateral l. Spasium retrofaringealm. Spasium prevertebralPada umumnya infeksi gigi termasuk karies gigi, infeksi dentoalveolar (infeksi pulpa dan abses periapikal), gingivitis (termasuk NUG), periodontitis (termasuk pericoronitis dan peri-implantitis), Deep Facial Space Infections dan osteomyelitis. Nekrosis pulpa karena karies yang dalam, akan memberikan jalan bagi bakteri untuk memasuki jaringan periapikal. Ketika jaringan ini telah diinokulasi oleh bakteri lalu terjadi infeksi aktif, maka infeksi menyebar ke berbagai arah, terutama yang paling sedikit memiliki pertahanan. Infeksi menyebar melalui tulang cancellous hingga lempeng cortical. Jika lempeng cortical tipis, infeksi akan mengikis tulang dan memasuki jaringan lunak. Jika tidak dirawat, infeksi gigi dapat menyebar dan memperbesar infeksi polimikrobial pada tempat lain termasuk pada sinus, ruang sublingual, palatum, system saraf pusat, perikardium dan paru-paru (Topazian, 2002; Cilmiaty, 2009).2.2.5 Tanda dan GejalaTanda dan gejalan infeksi odontgenik yaitu:1. Adanya respon InflamasiRespon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada keadaan ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat disimpulkan dalam beberapa tanda :a. Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan peningkatan permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran darah pada vena.b. Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan nutrisi dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.c. Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti migrasi leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah luka.d. Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada dinding lesi. e. Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnyaf. Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotis

2. Adanya gejala infeksiGejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan terlihat pada daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor atau edema merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas merupakan akibat aliran darah yang relatif hangat dari jaringan yang lebih dalam, meningkatnya jumlah aliran darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau rasa sakit, merupakan akibat rangsangan pada saraf sensorik yang di sebabkan oleh pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor bebas atau faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan kemampuan bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah inflamasi disebabkan oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari pergerakan otot yang disebabkan oleh adanya rasa sakit.3. Limphadenopatiada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika organisme penginfeksi menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi seluler dan memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi secara spontan dan memerlukan insisi dan drainase (Al-Hutami, 2012).2.2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi1. Virulensi dan QuantityDi rongga mulut terdapat bakteri yang bersifat komensalis. Apabila lingkungan memungkinkan terjadinya invasi, baik oleh flora normal maupun bakteri asing, maka akan terjadi perubahan dan bakteri bersifat patogen. Patogenitas bakteri biasanya berkaitan dengan dua faktor yaitu virulensi dan quantity. Virulensi berkaitan dengan kualitas dari bakteri seperti daya invasi, toksisitas, enzim dan produk-produk lainnya. Sedangkan Quantity adalah jumlah dari mikroorganisme yang dapat menginfeksi host dan juga berkaitan dengan jumlah faktor-faktor yang bersifat virulen.2. Pertahanan Tubuh LokalPertahanan tubuh lokal memiliki dua komponen. Pertama barier anatomi, berupa kulit dan mukosa yang utuh, menahan masuknya bakteri ke jaringan di bawahnya. Pembukaan pada barier anatomi ini dengan cara insisi poket periodontal yang dalam, jaringan pulpa yang nekrosis akan membuka jalan masuk bakteri ke jaringan di bawahnya. Gigi-gigi dan mukosa yang sehat merupakan pertahanan tubuh lokal terhadap infeksi. Adanya karies dan saku periodontal memberikan jalan masuk untuk invasi bakteri serta memberikan lingkungan yang mendukung perkembangbiakan jumlah bakteri. Mekanisme pertahanan lokal yang kedua adalah populasi bakteri normal di dalam mulut, bakteri ini biasanya hidup normal di dalam tubuh host dan tidak menyebabkan penyakit. Jika kehadiran bateri tersebut berkurang akibat penggunaan antibiotik, organisme lainnya dapat menggantikannya dan bekerjasama dengan bakteri penyebab infeksi mengakibatkan infeksi yang lebih berat.3. Pertahanan HumoralMekanisme pertahanan humoral, terdapat pada plasma dan cairan tubuh lainnya dan merupakan alat pertahanan terhadap bakteri. Dua komponen utamanya adalah imunoglobulin dan komplemen. Imunoglobulin adalah antibodi yang melawan bakteri yang menginvasi dan diikuti proses fagositosis aktif dari leukosit. Imunoglobulin diproduksi oleh sel plasma yang merupakan perkembangan dari limfosit B.Terdapat lima tipe imunoglobulin, 75 % terdiri dari Ig G merupakan pertahanan tubuh terhadap bakteri gram positif. Ig A sejumlah 12 % merupakan imunoglobulin pada kelenjar ludah karena dapat ditemukan pada membran mukosa. Ig M merupakan 7 % dari imunoglobulin yang merupakan pertahanan terhadap bakteri gram negatif. Ig E terutama berperan pada reaksi hipersensitivitas. Fungsi dari Ig D sampai saat ini belum diketahui. Komplemen adalah mekanisme pertahanan tubuh humoral lainnya, merupakan sekelompok serum yang di produksi di hepar dan harus di aktifkan untuk dapat berfungsi. Fungsi dari komplemen yang penting adalah yang pertama dalam proses pengenalan bakteri, peran kedua adalah proses kemotaksis oleh polimorfonuklear leukosit yang dari aliran darah ke daerah infeksi. Ketiga adalah proses opsonisasi, untuk membantu mematikan bakteri. Keempat dilakukan fagositosis. Terakhir membantu munculnya kemampuan dari sel darah putih untuk merusak dinding sel bakteri.4. Pertahanan SelulerMekanisme pertahanan seluler berupa sel fagosit dan limfosit. Sel fagosit yang berperan dalam proses infeksi adalah leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini keluar dari aliran darah dan bermigrasi e daerah invasi bakteri dengan proses kemotaksis. Sel-sel ini melakukan respon dengan cepat, tetapi sel-sel ini siklus hidupnya pendek, dan hanya dapat melakukan fagositosis pada sebagian kecil bakteri. Fase ini diikuti oleh keluarnya monosit dari aliran darah ke jaringan dan disebut sebagai makrofag. Makrofag berfungsi sebagai fagositosis, pembunuh dan menghancurkan bakteri dan siklus hidupnya cukup lama dibandingkan leukosit polimorfonuklear. Monosit biasanya terlihat pada infeksi lanjut atau infeksi kronis. Komponen yang kedua dari pertahanan seluler adalah populasi dari limfosit, seperti telah di sebutkan sebelumnya limfosit B akan berdifernsiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang spesifik seperti Ig G. Limfosit T berperan pada respon yang spesifik seperti pada rejeksi graft (penolakan cangkok) dan tumor suveillance (pertahanan terhadap tumor).2.2.7 Port de Entry Infeksi OdontogenPada semua infeksi odontogenik, pada umumnya pemeriksaan dilakukan untukmengetahui apakah ada karies yang dalam,inflamasi periodontal, dan impaksi dan gigi yangfraktursebagaipenyebab.Dari sini penulis mengambil kesimpulanbahwa port de entry dari infeksi odontogen berasal dari 3 tempat:1. Pulpo periapikal Infeksi pulpo periapikal melibatkan gigi yang terkena karies, lalu menginflamasi pulpa. Pada foramen pulpa yang sempit pada akar gigi merupakan sebuah reservoir bakteri menjadi jalan bakteri ke jaringan periodontal dan tulang. Infeksi pulpa dapat menyebabkan infeksi gigi serius yang dapat menyebar di luar soket gigi. Bila infeksi meluas melewati apeks gigi, infeksi ini disebut infeksi periapikal dimana jalan patofisiologinya proses infeksi bervariasi bergantung pada jumlah dan virulensi organisme, resistensi host dan anatomi daerah yang terlibat daerah infeksi (Topazian,2002)2. Periodontal Ginggivitisdanperiodontitis yangmerupakanbagian terbesar penyakit yang melibatkan periodonsium merupakan infeksi bakterial kronis. Bakteri patogenperiodontal dapat secaralangsung menimbulkan kerusakan periodonsium dengan cara: a. Menghindar dari pertahanan penjamu sehingga dapat tetap menghuni daerah sulkus gingivalb. Merusak epitel krevikular yang merupakan penghalang, danc. Memproduksi enzim yang dapat secara langsung maupun tidak langsungmenyebabkan kerusakan jaringan (Saidina, 1995)3. PerikoronaInfeksi jaringan lunak sekitar mahkota gigi yang sedang erupsi. (Topazian,2002)2.3 Pola Penyebaran Infeksi OdontogenManusia biasanya hidup berdampingan secara mutualistik dengan mikrobiota rongga mulut. Gigi dan mukosa yang utuh merupakan pertahanan pertama yang hampir tidak tertembus apabila sistem kekebalan hospes dan pertahanan selular berfungsi dengan baik. Apabila sifat mikroflora berubah, baik kualitas maupun kuantitasnya, apabila sistem kekebalan dan pertahanan selular terganggu, atau kombinasi dari hal-hal tersebut diatas, maka infeksi dapat terjadi (Pedersen, 1996).Dalam praktik sehari-hari dapat kita temukan infeksi yang dapat bersifat akut maupun kronis. Infeksi akut biasanya ditandai dengan pembengkakn dan rasa sakit yang hebat dengan manifestasi berupa malaise dan demam berkepanjangan. Infeksi kronis dapat berkembang dari penyembuhan sebagian keadaan akut, serangan yang lemah atau pertahanan yang kuat infeksi kronis ditandai dengan ketidaknyamanan dalam berbagai tingkatan dan bukan berupa rasa sakit yang hebat (Pedersen, 1996).Infeksi sendiri merupakan masuknya kuman patogen atau toksin ke dalam tubuh manusia serta menimbulkan gejala sakit. Infeksi odontogen adalah infeksi yang awalnya bersumber dari kerusakan jariangan keras gigi atau jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal rongga mulut yang berubah menjadi patogen (Pedersen, 1996).Penyebaran infeksi odontogen ke dalam jaringan lunak dapat berupa abses. Secara harfiah, abses merupakan suatu lubang berisi kumpulan pus terlokalisir akibat proses supurasi pada suatu jaringan yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses yang sering terjadi pada jaringan mulut adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Daerah supurasi terutama tersusun dari suatu area sentral berupa polimorfonuklear leukosit yang hancur dikelilingi oleh leukosist hidup dan kadang-kadang terdapat limfosit. Abses juga merupakan tahap akhir dari suatu infeksi jaringan yang dimulai dari suatu proses yang disebut inflamasi (Pedersen, 1996).Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal, sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2) jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket; dan (3) jalur perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat tumbuh sempuna. Dan yang paling sering terjadi adalah melalui jalur periapikal (Cilmiaty, 2009).Infeksi odontogen biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa (Gambar 1), kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi odontogen dapat terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut (Cilmiaty, 2009).

Gambar 2.4 Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat menyebabkan abses odontogen. (A) Gigi normal, (B) gigi mengalami karies, (C) gigi nekrosis yang mengalami infeksi menyebabkan abses. (Douglas & Douglas, 2003)

Perluasan infeksi odontogen dapat terjadi melalui jaringan periapikal, Bakteri dapat masuk menginfeksi gigi akibat karies (lubang kecil, disebabkan oleh kerusakan jaringan gigi) yang terbentuk dari lapisan keras bagian luar gigi (enamel). Enamel yang terbuka menyebabkan masuknya bakteri yang akan menginfeksi bagian dentin. Setelah dentin terbuka maka bakteri akan menginfeksi lebih dalam lagi yaitu bagian pulpa gigi. Hilangnya substansi gigi diakibatkan oleh mikroorganisme pada karies gigi. Karies gigi merupakan penyakit yang diakibatkan oleh bakteri pada jaringan keras gigi sehingga menyebabkan demineralisasi unsur inorganik dan kerusakan unsur organik pada gigi. Proses ini sangat kompleks dan dinamis, misalnya proses fisikokimia yang berhubungan dengan pergerakan ion antara gigi dengan lingkungan luar dan proses biologi yang berhubungan dengan interaksi antara bakteri pada plak gigi dengan pertahanan tubuh (Uluibau, 2005)Infeksi ini menjalar hingga ke akar gigi dan tulang yang menyokong gigi.Infeksi menyebabkan terjadinya pengumpulan nanah (terdiri dari jaringan tubuh yang mati, bakteri yang telah mati atau masih hidup dan sel darah putih) dan pembengkakan jaringan dalam gigi. Jika struktur akar gigi mati, sakit gigi mungkin hilang, tetapi infeksi ini akan meluas terus menerus sehingga mejalar ke jaringan yang lain (Uluibau, 2005).Pada pola penyebaran infeksi odontogen dibagi menjadi dua macam, yaitu penyebaran secara langsung maupun tidak langsung.1. Penyebaran Langsunga . Menyebar melalui jaringan lunak superfisial, bisa menjadi :1. Terlokalisir sebagai abses jaringan lunak2.Cabang abses yang berhubungan dengan abses utama di mukosa oral3. Selulitisb. Menyebar melalui fascial spacec. Menyebar melalui medullary space yang lebih dalam pada tulang alveolar memproduksi osteomyelitis yang menyebar2. Penyebaran Tidak Langsung1. Menyebar melalui aliran limfatik ke nodus limfa regional di kepala dan leher (submental, submandibular, parotid, occipital, deep cervical)2. Menyebar melalui aliran darah2.4. Pola Perluasan Infeksi OdontogenInfeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuatum, hematogen dan limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat penghantaran yang patogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril secara normal (Cilmiaty, 2009).2.4.1Pola Perluasan per KontinuatumRute yang paling umum penyebaran peradangan adalah melalui kontinuitas jaringan dan spasia jaringan dan biasanya terjadi seperti yang dijelaskan di bawah ini. Pertama, nanah terbentuk di tulang cancellous dan tersebar ke berbagai arah yang memiliki resistensi jaringan paling buruk. Penyebaran pus ke arah bukal, lingual, atau palatal tergantung pada posisi gigi dalam lengkung gigi, ketebalan tulang, dan jarak perjalanan pus (Gambar 2), (Fragiskos, 2007).

Gambar 2.5 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Akar bukal : arah penyebaran ke bukal. (B) Akar palatal : arah penyebarannya ke palatal. (Fragiskos, 2007)Inflamasi purulen berhubungan dengan tulang alveolar yang dekat dengan puncak bukal atau labial tulang alveolar biasanya akan menyebar ke arah bukal, sedangkan tulang alveolar yang dekat puncak palatal atau lingual, maka penyebaran pus ke arah palatal atau ke lingual (Fragiskos, 2007).Akar palatal dari gigi posterior dan lateral gigi seri rahang atas dianggap bertanggung jawab atas penyebaran nanah ke arah palatal, sedangkan molar ketiga mandibula dan kadang-kadang dua molar mandibula dianggap bertanggung jawab atas penyebaran infeksi ke arah lingual. Inflamasi bahkan bisa menyebar ke sinus maksilaris ketika puncak apeks gigi posterior ditemukan di dalam atau dekat dasar antrum. Panjang akar dan hubungan antara puncak dan perlekatan proksimal dan distal berbagai otot juga memainkan peranan penting dalam penyebaran pus. Berdasarkan hal ini (Gambar 3), pus di mandibula yang berasal dari puncak akar di atas otot mylohyoid dan biasanya menyebar secara intraoral, terutama ke arah dasar mulut. Ketika puncak ditemukan di bawah otot mylohyoid (molar kedua dan ketiga), pus menyebar ke ruang submandibular dan terjadi pembengkakan ekstraoral (Fragiskos, 2007).

Gambar 2.6 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Penyebaran pus kea rah sinus maksilaris (B) Penyebaran pus pada rahang bawah tergantung pada posisi perlekatan otot mylohyoid. ( Fragiskos, 2007)

Pada fase selular, tergantung pada rute dan tempat inokulasi dari pus, abses dentoalveolar akut mungkin memiliki berbagai gambaran klinis, seperti: (1) intraalveolar, (2) subperiosteal, (3) submukosa, (4), subkutan, dan (5) fascia migratory cervicofacial (Gambar 4 dan 5). Pada tahap awal fase selular ditandai dengan akumulasi pus dalam tulang alveolar yang disebut sebgai abses intraalveolar. Pus kemudian menyebar keluar setelah terjadi perforasi tulang menyebar ke ruang subperiosteal. Periode ini dinamakan abses subperiosteal, dimana pus dalam jumlah terbatas terakumulasi di antara tulang dan periosteal. Setelah terjadi perforasi periosteum, pus kemudian menyebar ke berbagai arah melalui jaringan lunak. Biasanya menyebar pada daerah intraoral membentuk abses di bawah mukosa, yang disebut abses submukosa. Terkadang, pus menyebar melalui jaringan ikat longgar dan setelah itu terakumulasi di bawah kulit, bentukan ini disebut abses subkutan. Sedangkan di waktu lainnya, pus menyebar ke ruang fascia, membentuk abses serous yang disebut abses spasia wajah (Fragiskos, 2007).

Gambar 2.7 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses intraalveolar (B) Abses superiosteal. ( Fragiskos, 2007)

Gambar 2.8 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses submukosa (B) Abses subkutan. (Fragiskos, 2007)

2.4.1.1 Penyakit Infeksi yang Berhubungan dengan Pola Perluasan per Kontinuatum1. Abses periapikalAbses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa berasal sistemik (bakteremia).

Gambar 2.9 Abses periapikal2. Abses subperiostealGejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.

ba

Gambar 2.10 Abses subperiosteala. Ilustrasi gambar Abses subperiosteal dengan lokalisasi di daearah lingualb. Tampakan Klinis Abses Subperiosteal

3. Abses submukosaAbses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengkakan bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-kadang disertai demam.lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi podotip. Bila abses berasal darigigi insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar, terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan pelupuk mata bawah. Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit pada palpasi.

ab

Gambar 2.11 : a. Ilustrasi gambar Abses Submukosa dengan lokalisasi didaerah bukal.b. Tampakan klinis Abses Submukosa

2.4.2Pola Perluasan per LimfogenSistem limfatik adalah suatu sistem sirkulasi sekunder yang terdiri atas anyaman pembuluh limfe yang luas dan berhubungan dengan kelompok kecil jaringan limfatik yaitu kelenjar getah bening (lymph node). Dalam tubuhnya manusia memiliki 500 kelenjar getah bening yang tersebar di seluruh tubuh, berdasarkan letaknya kelenjar getah bening dapat dibedakan menjadi 7 kelompok kelenjar getah bening, yaitu: 1. Cervical lymph nodes terletak pada bagian kepala dan leher. Yang terbagi lagi menjadi enam kelenjar getah bening.2. Axillary lymph nodes - terletak pada daerah ketiak yang dibagi menjadi dua macam kelenjar getah bening, yaitu superficial lymph nodes dan deep lymph nodes.3. Supraclavicular lymph nodes terletak di sepanjang tungan clavicula (tulang selangka).4. Femoral lymph nodes - terletak pada bagian paha atas, sepanjang vena femoralis.5. Mesenteric lymph nodes - terletak pada perut bagian bawah.6. Mediastinal lymph nodes - terletak di antara kantung-kantung udara pada paru-paru7. Inguinal lymph nodes terletak pada daerah selangkangan.Cervical lymph nodes atau kelenjar getah bening kepala dan leher dibagi menjadi 7 level kelenjar getah bening yang berfungsi untuk membantu menjelasnya perjalan penyebaran infeksi melalui kelenjar getah bening. 7 level cervical lymph nodes, yaitu (Topazian et al, 2002) :1. Level I:Submental dan submandibular nodes2. Level II:Upper cervical chain nodes3. Level III:Middle deep cervical chain nodes 4. Level IV:Lower deep cervical chain nodes 5. Level V:Spinal accessory dan transverse cervical chain nodes6. Level VI:Pretracheal, paratracheal, dan prelaryngeal nodes 7. Level VII: Upper mediastinal nodes.

Limfe adalah cairan jaringan yang masuk ke dalam pembuluh limfe. Pembuluh limfe berbentuk seperti tasbih karena mempunyai banyak katup sepanjang perjalanannya.Pembuluh limfe dimulai dari: kapiler limfe pembuluh limfe kecil pembuluh limfe besar masuk ke aliran darah. Limfe sebelum masuk ke aliran darah, melalui satu atau banyak kelenjar limfe. Pembuluh limfe aferen adalah pembuluh limfe yang membawa limfe masuk ke kelenjar limfe. Pembuluh limfe eferen adalah pembuluh limfe yang membawa limfe keluar dari kelenjar limfe. (Scribd, 2012)Limfe masuk aliran darah pada pangkal leher melalui: Ductus Lymphaticus dexter dan Ductus Thoracicus (Ductus Lymphaticus sinister). Sistem saluran limfe berhubungan erat dengan sistem sirkulasi darah. Darah meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan ke jantung melalui vena. Sebagian cairan darah yang meninggalkan sirkulasi dikembalikan masuk pembuluh darah melalui saluran limfe, yang merembes dalam ruang-ruang jaringan. Hampir seluruh jaringan tubuh mempunyai saluran limfatik yang mengalirkan kelebihan cairan secara langsung dari ruang interstitial. Beberapa pengecualian antara lain bagian permukaan kulit, sistem saraf pusat, bagian dalam dari saraf perifer,endomisium otot, dan tulang. Limfe mirip dengan plasma tetapi dengan kadar protein yanglebih kecil. Kelenjar limfe menambahkan limfosit pada limfe sehingga jumlah sel itu sangat besar di dalam saluran limfe. (Scribd, 2012)Apabila ada infeksi, kelenjar limfe menghasilkan zat imun (antibodi) untuk melindungi tubuh dari mikroorganisme. Kelenjar limfe dapat meradang (bengkak, merah dan sakit), proses ini disebut lymphadenitis. Sedangkan adanya infeksi pada pembuluh limfe disebut lymphangitis. (Scribd, 2012) Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada rongga mulut kaya dengan aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah menjalar ke kelenjar limfe regional (Bazemore A dan Smucker DR, 2002). Sistem limfatik yang terdapat pada kepala dan leher memungkinkan penyebaran infeksi yang berasal dari gigi dan jaringan mulut di sekitarnya menuju jaringan atau organ lainnya. Hal ini disebabkan karena bakteri patogen dapat berjalan melalui pembuluh limfe yang terdapat di sekitar rongga mulut dan saling berhubungan satu sama lain dengan kelenjar getah bening lainnya yang terdapat pada jaringan atau organ lain. Oleh karena itu bakteri patogen dapat menyebar dari primary node yang berada di dekat infeksi ke secondary node yang berada jauh dari tempat infeksi. Pola penyebaran infeksi odontogen melalui kelenjar getah bening bervariasi tergantung gigi yang terlibat. (Fehrenbach et al, 1997).Bakteri patogen yang terdapat pada gigi insisif rahang bawah menyebar melalui submental nodes yang melayani gigi insisif rahang bawah dan jaringan disekitarnya, kemudian melewati submandibular nodes yang melayani seluruh gigi dalam rongga mulut dan jaringan di sekitarnya, kecuali gigi insisif rahang atas dan molar ketiga rahang atas. Atau juga dapat langsung menuju deep cervical nodes. Bakteri patogen yang berasal dari gigi-gigi yang dilayani oleh submandibular nodes akan terbawa oleh aliran limfatik menuju superior deep cervical nodes, superior deep cervical nodes merupakan kelenjar primer yang melayani molar ketiga rahang atas dan jaringan disekitarnya. Setelah dari superior deep cervical nodes bakteri patogen dapat terbawa dahulu menuju inferior deep cervical nodes ataupun langsung menuju vena jugularis, hal ini disebabkan karena superior deep cervical nodes beranastomosis dengan vena jugularis. Setelah masuk pada sistem pembuluh darah maka bakteri patogen dapat menyebar ke seluruh jaringan dan organ (Fehrenbach et al, 1997).Pada rahang bawah, terdapat anastomosis pembuluh darah dari kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi anastomosis tersebut tidak ditemukan pada rahang atas. Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai berikut: Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau leher atau melalui duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya (Ferrer R, 1998). Kelenjar getah bening yang terlibat dalam infeksi mengalami lymphadenopathy, yaitu pembesaran kelenjar getah bening (Topazian et al, 2002). Kadang kadang kulit diatasnya teraba merah dan hangat (Peters TR dan Edwards KM, 2000). Lymphadenopathy bisa merupakan efek dari infeksi odontogen. Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak, kulit sekitar berwarna merah, edema pada jaringan yang terinfeksi. Pada infeksi kronis, pembesaran dan kepadatan jaringan tergantung pada derajat inflamasi. Pada umumnya jaringan lunak dan edema pada kulit sekitar jarang terjadi. Lokasi pembesaran nodul merupakan indikasi lokasi infeksi. Ketika organ yang terinfeksi melakukan mekanisme pertahanan lokal pada nodul dan memproduksi reaksi seluler akan terjadi akumulasi pus pada nodul. Akumulasi pus ini bisa terjadi pada single nodes atau multiple nodes. (Topazian et al, 2002).

Gambar 2.12 Cervical nodes (Bazemore A dan Smucker DR, 2002).

Gambar 2.13 Lymph nodes head and neck (Alford, Bobby R. 2003)

Infeksi odontogenik sangat umum dan dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan jika tidak dikenali dan diobati dengan tepat. Pembentukan abses dan penyebaran Infeksi dalam ruang leher fasia dapat menyebabkan mengarahkan tekanan pada saluran udara bagian atas. Dalam mengelola pasien septik pertimbangan pertama adalah untuk berusaha untuk mengidentifikasi dan menghilangkan sumber infeksi. Ketika telah diindikasikan, drainase bedah dan debridemen harus dilakukan segera. Antibiotik empiris harus dimulai sedini mungkin, cukup luas dalam spectrum untuk menutupi organisme menginfeksi mungkin, dan mampu menembus ke lokasi infeksi. Penelitian telah menunjukkan bahwa dimulainya terapi antibiotik intravena dalam jam pertama setelah pengakuan sepsis sangat penting untuk mengurangi kemungkinan komplikasi. (Handley, T, 2009)2.4.3 Pola Perluasan per HematogenGingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya merupakan area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan kemungkinan masuknya organisme dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi dan inflamasi juga akan semakin meningkatkan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan semakin banyaknya organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah (Flyn, 2001). Vena-vena yang berasal dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir kepleksus vena pterigoid yang menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena faringeal dan vena maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena perubahan tekanan dan edema menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini tidak berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah, memungkinkan penyebaran infeksi langsung dari fokus di dalam mulut ke kepala atau faring sebelum tubuh mampu membentuk respon perlawanan terhadap infeksi tersebut. Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena jugularis internal dan eksternal dan kemudian ke jantung dapat membuat sedikit kerusakan (Daud, 2001). Namun, saat berada di dalam darah, organisme yang mampu bertahan dapat menyerang organ manapun yang kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi tertentu. Contoh perluasan infeksi odontogen melalui aliran darah misalnya kearah jantung yaitu, sub bacterial endokarditis (SBE).Penyakit Infeksi yang Berhubungan dengan Pola Perluasan per Hematogen terdiri dari Subakut Bacterial Endokarditis (SBE), 2.4.3.1Penyakit Infeksi yang Berhubungan dengan Pola Perluasan per Hematogen1. Subakut Bacterial Endokarditis (SBE)Endokarditis Bakterial adalah penyakit infeksi oleh organisme pada permukaan endokardial atau jaringan endothelial jantung, termasuk katup jantung (baik yang alami atau prostetik), endokardium muralis, korda tendinae atau defek septum (Talib 2001, Keith 2000, Gerardo 2003). Nama lain dari endokarditis infektif adalah endokarditis bakterial (Soparman 1987, Mokhtar Moendiyah 1998) . Lesi yang khas pada endokarditis infektif adalah vegetasi yang terdiri dari trombosit, fibrin, mikroorganisme dan sel-sel radang (Mokhtar Moendiyah 1998). Endokarditis infektif biasanya terjadi pada jantung yang telah mengalami kerusakan. Penyakit jantung yang mendahului endokarditis, bisa berupa penyakit jantung bawaan maupun penyakit jantung yang didapat. Dahulu diduga infeksi pada endokard hanya disebabkan oleh bakteri, sehingga disebut endokarditis bakterial. Kemudian ternyata bahwa infeksi bukan saja disebabkan oleh bakteri tetapi dapat juga disebabkan oleh mikroorganisme lain, seperti jamur, virus dan lain-lain (Soparman 1987, Mokhtar moendyah 1998)). Endokarditis juga bisa terjadi pada endokard dan katup yang sehat, misalnya endokarditis yang terjadi pada penyalahgunaan narkotik intravena dan penyakit yang kronik. Perjalanan penyakit bisa akut atau sub-akut bergantung pada virulensi mikroorganisme dan daya tahan pasien. Faktor predisposisi dan Faktor pencetus .Faktor predisposisi dapat dibagi dua, yaitu kelainan jantung organik dan tanpa kelainan jantung organik. Kelainan jantung organik dapat berupa penyakit jantung reumatik, penyakit jantung bawaan, katup jantung prostetik, penyakit jantung sklerotik, prolaps katup mitral, operasi jantung, kardiomiopati hipertrofi obstruktif (Soparman, 1987). Endokarditis infektif sub-akut sering timbul pada penyakit jantung reumatik dengan fibrilasi dan gagal jantung. Infeksi sering mengenai katup aorta dan mitral. Penyakit jantung bawaan yang terkena endokarditis infektif adalah penyakit jantung bawaan tanpa sianosis dengan deformitas katup dan tetralogi fallot(Soparmant 1987).Bila tidak ada kelainan organik pada jantung, maka faktor predisposisi endokarditis infektif adalah akibat pemakaian obat imunosupresif atau sitostatik, hemodialisis atau dialysis peritoneal, sirosis hati, diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit ginjal, lupus eritematosus, gout, penyalahgunaan narkotik intravena (Soparman, 1987). Faktor pencetus endokarditis infektif adalah ekstraksi gigi atau tindakan lain pada mulut, tindakan pada traktus respiratorius (tonsilektomi dan adenoidektomi, bronkoskopi, tindakan bedah), tindakan pada traktus gastrointestinal (skleroterapi, operasi traktus biliaris, endoskopi), tindakan pada traktus genitourinarius (kateterisasi, operasi prostate, sitoskopi), atau tindakan obstetric-ginekologis(Gerardo 2003). Lima puluh persen pasien endokarditis sub-akut tidak diketahui faktor pencetusnya (Soparman, 1987). Sumber-sumber infeksi yang dapat menjadi fokal infeksi yang terdapat di mulut dan gigi sehingga dapat menginfeksi jantung dan menimbulkan endokarditis adalah sisa akar, pulpitis kronik, periodontal poket dan penyakit periodontal lainnya, penyakit periapikal kronis dan gigi nonvital yang tidak dirawat. a. Sisa akarSisa akar sering kali tidak mendapat perhatian karena tidak mengakibatkan keluhan sakit, tetapi sisa akar ini dapat merupakan pengumpulan bakteri-bakteri dan menjadi fokal infeksi(mundiyah, dkk, 2003). b. Pulpitis kronikPulpitis kronik adalah peradangan pulpa karena adanya karies dentis yang sudah dalam, atau dapat juga merupakan idiokatif pulpitis, dimana kuman tidak diketahui dari mana masuknya ; ada kemungkinan kuman masuk dari peredaran darah melalui foramen apikal, kuman yang terdapat pada pulpitis kronik adalah streptococcus viridans, staphylococcus albus, basillus coli, basillus proteus, streptococcus aureus, streptococcus hemolyticus (Mokhtar mundiyah, dkk, 2003). c. Poket periodental dan penyakit periodental lainnyad. Penyakit periapikal kronisEndokarditis infektif sub-akut paling banyak disebabkan oleh Streptococcus viridans, yaitu suatu mikroorganisme yang biasa hidup pada saluran nafas bagian atas. Sebelum ditemukan antibiotik, 90-95% endokarditis infektif sub-akut disebabkan oleh Streptococcus viridans dan sesudah ditemukan antibiotik hanya kira kira 50%, yang merupakan sepertiga dari seluruh endokarditis infektif (Keith 2000, Gerardo 2003, Soparman 1987). Penyebab endokarditis infektif akut adalah mikroorganisme yang relative lebih pathogen, yaitu Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus selain menyebabkan endokarditis akut, dapat juga menyebabkan endokardtis infektif sub-akut. Mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan endokarditis infektif ialah Streptococcus fecalis, Streptococcus dan Staphylococcus lain, bakteri gram negative aerob dan anaerob, jamur, virus, ragi dan kandida (Keith 2000, Gerardo 2003).Sering pasien tidak mengetahui dengan jelas sejak kapan penyakitnya timbul. Pada beberapa pasien, manifestasi penyakit menjadi jelas sesudah pencabutan gigi, infeksi saluran nafas atau tindakan lain. Gejala umum yang sering ditemukan adalah demam yang berlangsung terus menerus, remitten ataupun intermitten, atau sama sekali tidak teratur. Umumnya puncak demam 38-40 oC dan terjadi pada sore atau malam hari. Sering diikuti menggigil dan kemudian berkeringat banyak. Dapat terjadi anemia yang bersifat progresif dan dapat pula ditemui pembesaran hati dan limpa. Gejala emboli dan vascular berupa ptekie biasanya timbul pada mukosa tenggorok, mata dan juga pada semua bagian kulit. Bagian tengah ptekie biasanya lebih pucat, dan bisa terjadi di retina yang disebut Roths spot. Emboli yang timbul sub-ungual jari tangan dan kaki yang berbentuk linier disebut Splinter hemorrhages. Lesi yang spesifik adalah Oslers nodes yaitu penonjolan kulit berwarna merah jambu atau merah, yang terdapat di bagian dalam jari, otot tenar dan hipotenar, bersifat nyeri. Emboli yang besar dapat tersangkut di otak sehingga bisa menimbulkan hemiplegi, atau gangguan saraf sentral lain atau gangguan psikiatri. Bila tersangkut di arteri koroner dapat menyebabkan infark miokard akut, dan jika di paru paru dapat terjadi abses paru. Tanda-tanda kelainan jantung penting untuk menentukan adanya kelainan katup atau kelainan bawaan karena sebagian besar endokarditis sub-akut didahului oleh penyakit jantung.2.5. Sinus Maksilaris2.5.1 Definisi Sinusitis adalah inflamasi atau peradangan pada satu atau lebih dari sinus paranasal. Sinus merupakan suatu rongga/ruangan berisi udara dengan dinding yang terdiri dari membrane mukosa (Charlene, 2000).Sinusitis adalah radang sinus paranasal, bila terjadi pada beberapa sinus, disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai seluruhnya disebut pansinusitis (Mansyoer, 2000).Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga hidung. Sinus-sinus ini membentuk rongga di dalam tulang wajah yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis (Soetjipto,2007; Ekadayu,1997). Sinus Maksilaris merupakan sinus paranasalis yang terbesar. Berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosessus alveolaris dan palatum.2.5.2 Klasifikasi SinusitisSinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu1. Sinusitis akut: Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu.Macam-macam sinusitis akut: sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.2. Sinusitis kronis: Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.2.5.3 Etiologi Diketahui bahwa berbagai faktor fisik, kimia, saraf, hormonal dan emosional dapat mempengaruhi mukosa hidung, demikian juga mukosa sinus dalam suhu yang lebih rendah. Defisiensi gizi, kelemahan, tubuh yang tidak bugar dan penyakit sistemik umum perlu dipertimbangkan sebagai etiologi sinusitis. Perubahan dalam faktor-faktor lingkungan misalnya dingin, panas, kelembaban atau kekeringan demikian pula polutan atmosfer termasuk asap tembakau, dapat merupakan faktor predisposisi infeksi (Ekadayu,1997).Faktor predisposisi lokal berupa infeksi pada gigi, benda asing, polip, deviasi septal cavum nasi dan tumor dapat menyebabkan obstruksi ostial yang berhubungan dengan terjadinya sinusitis (Ekadayu,1997; Ramanan,2007).Agen penyebab dari sinusitis antara lain sebagai berikut :1. Virus, sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran nafas atas, infeksi virus yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinyu dengan mukosa hidung dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai dapat meluas ke sinus. Agen virus yang biasanya menyebabkan sinusitis antara lain : Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan adenovirus (Ekadayu,1997; Shiel,2006; Sobol,2008).2. Bakteri, organisme penyebab sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab otitis media. Yang sering ditemukan antara lain : Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Branhamella catarralis, Streptococcus alfa, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Penyebab dari sinusitis kronik hampir sama dengan bakteri penyebab sinusitis akut. Namun karena sinusitis kronik berhubungan dengan drainase yang kurang adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung bersifat opportunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri anaerob (Peptostreptococcus, Corynebacterium, Bacteriodes dan Veillonella) (Ekadayu,1997; Shiel,2006; Sobol,2008).3. Jamur, antara lain aspergillus, mucormycosis dan fungus (Mason,2005).2.5.4 PatofisiologiTimbulnya Pembengkakan di kompleks osteomeatal, selaput permukaan yang berhadapan akan segera menyempit hingga bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak untuk mengeluarkan sekret. Gangguan penyerapan dan aliran udaradi dalam sinus, menyebabkan juga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi oleh selaput permukaansinus akan menjadi lebih kental dan menjadi mudah untuk bakteri timbul dan berkembang biak. Bila sumbatan terus-menerus berlangsung akan terjadi kurangnya oksigen dan hambatan lendir, hal ini menyebabkan tumbuhnya bakteri anaerob, selanjutnya terjadi perubahan jaringan. Pembengkakan menjadi lebih hipertrofi hingga pembentukan polip atau kista (Niqma, 2011).Karies dentis dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Dasar sinus maksila adalah akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Ostium sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat. Sinusitis maksilaris terbagi menjadi dua, yaitu sinusitis maksilaris akut dan sinusitis maksilaris kronis (Peterson, 1993).Sinusitis maksilaris akut sering terjadi setelah alergi atau infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas. Adanya alergi hidung yang kronis, benda asing, dan defiasi septi nasi yang dianggap sebagai predisposisi yang paling umum. Pasien yang terserang umunya mengeluh demam, lemas, sakit kepala, rasa bengkak pada wajah, sakit pada gigi posterior atas. Perubahan posisi dapat mengurangi atau menambah rasa tidak enak. Dari pemeriksaan sering terlihat adanya sekresi muko purulen di dalam hidung dan nasofaring. Terdapat nyeri palpasi dan tekan pada sinus serta gigi yang berkaitan dengannya.Sinusistis kronis berlangsung selama beberapa bulan atau tahun. Gambaran patologis sinusitis kromis adalah kompleks dan irrevesibel, mukosa umumnya menebal, membentuk lipatan-lipatan atau pseudopolip. Epitel permukaan tampak mengalami deskuamasi, regenerasi, atau metaplasia. Pembentukan mikroabses dan jaringan granulasi bersama-sama dengan pembentuk jaringan parut. Secara menyeluruh terdapat inflitrasi sel bundar dan polimorfonuklear dalam lapisan submukosa. Alergi juga dapat merupakan predisposisi infeksi karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak dapat menyumbat ostium sinus dan menggangu drainase, menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan, dan siklus patologis seterusnya berulang. Pengobatan harus berupa terapi infeksi dan menghilangkan faktor-faktor penyebab infeksi secar bersama-sama. Disamping terapi obat-obatan dengan antibiotik, pemberian dekongestan juga perlu diperhatikan untuk kelainan obstruktif dan alergi yang berkemungkinan ada (Miles, 1991). 2.5.5 Gambaran RadiologiPemeriksaan foto untuk mendapatkan gambaran radiologi sinusistis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pemeriksan foto polos dan CT-Scan. Pemeriksaan foto polos adalah pemeriksaan paling baik dan paling utama untuk mengevaluasi sinus paranasal. Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasalis terdiri atas berbagai macam posisi, namun yang paling sering dipakai adalah foto kepala posisi waters (Efendi,2005). CT Scan merupakan pemeriksaan yang sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan foto polos kepala (Walles,2009). Adapun gambaran radiologi sinusitis yang dapat dinilai proyeksi waters antara lain :1. Penebalan mukosa2. Air fluid level atau timbunan cairan dalam sinus (kadang-kadang)3. Perselubungan homogen atau tidak homogen4. Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik)Pada sinusitis, mula-mula tampak penebalan dinding sinus, dan yang paling sering adalah sinus maksilaris, tetapi pada sinusitis kronik tampak juga gambaran penebalan dinding sinus yang disebabkan karena timbulnya fibrosis dan jaringan parut yang menebal. (Ekadayu,1997; Lee 2003; Brown,2008). Pada sinusitis maksilaris kronis mukosa tersebut dapat menjadi sangat hiperplastik, ke titik di mana hampir mengisi seluruh sinus. Hiperplasi daerah dinding medial atau lateral dari sinus dapat menyebabkan berkontribusinya tampilan radiografis atau nampak "berawan" pada gambaran radiografi yaitu nampak buram pada sinus di sebuah film periapikal atau panorama; gambaran radiografi yang tampak berawan mungkin berarti pada daerah posterior dan anterior mukosa membran mengangalami hiperplastik. Gambaran radiografi ini mungkin nampak berubah pada sinusitis kronis, alergi sinusitis, atau granuloma sinusitis. Perubahan gambaran difuse pada jaringan lunak dan berdekatan dengan sinus terlihat dengan CT. Namun, dokter harus menyadari bahwa hampir semua lesi dari sinus - kista atau tumor (antara malignan dan jinak) akan menyebabkan munculnya gambaran radiopak di dalam atau encroaches pada ruang udara yang luas radiolusen ketika sehat (Adams, 1997).Gambaran radiografi lainnya yang merupakan tanda dari inflamasi yaitu adanya cairan di rongga pada tingkat sinus maksilaris. Ketika garis dekarmasi diantara rongga sinus dan di dasar antral adalah lurus dan horisontal, diagnosis dari retensi cairan di sinus harus dipertimbangkan. Cairan yang paling umum ditemukan di sinus maksilaris adalah produk darah akibat tauma atau operasi atau nanah yang terakumulasi di sinusitis akut. Adanya cairan di sinus dapat dibuktikan dengan mengambil radiografi tambahan dengan kepala pasien pada posis miring. Jika terdapat cairan, maka cairan tersebut akan mengikuti gravitasi dan menemukan tingkat baru dalam sinus. Perbandingan antara dua film harus dapat membutikan diagnosis. Jika cairan cukup kental, mungkin akan membutuhkan waktu beberapa menit untuk berada pada tingkat yang baru, sehingga waktu yang adekuat harus dipertimbangkan sebelum membuat film yang berikutnya. Perhatian juga harus dilakukan pada hasil panorama film karena bayangan dorsum lidah mungkin akan nampak hingga ke atas sinus, dan menciptakan ilusi seperti cairan (Adams, 1997).2.6 Valvular Heart DiseaseValvular Heart Disease adalah suatu proses penyakit yang melibatkan satu atau lebih katup jantung (aorta dan mitral katup di sebelah kiri juga paru dan katup trikuspid di sebelah kanan, Atau penyakit jantung yang disebabkan oleh stenosis pada katup jantung dan terhambat atau aliran darah yang disebabkan oleh degenerasi dan regurgitasi darah. Masalah valvulasi bisa jadi merupakan bawaan (dari lahir) atau diperoleh (karena penyebab lainnya di kemudian hari). Terapi mungkin dapat dilakukan dengan obat-obatan tetapi sering (tergantung pada keparahan) melibatkan perbaikan atau penggantian katup (pemasangan katup jantung buatan). Pada situasi tertentu yang mana dibutuhkan tindakan tambahan yang harus dilakukan pada sirkulasi yaitu seperti pada kehamilan. (Bonow, 2006)Tingkat keparahan valvular heart desease bervariasi, pada kasus ringan mungkin tidak ada gejala, sedangkan pada kasus lanjut, penyakit ini dapat menyebabkan gagal jantung kongestif dan komplikasi lain. Pengobatan tergantung pada sejauh mana penyakit. (Bonow, 2006)2.6.1GejalaGejala penyakit katup ini dapat terjadi tiba-tiba, tergantung pada seberapa cepat penyakit ini berkembang. Jika kemajuan lambat, berarti jantung dapat menyesuaikan dan pasien mungkin tidak menyadari timbulnya gejala apapun. Selain itu, tingkat keparahan gejala tidak selalu berkorelasi dengan tingkat keparahan penyakit katup. Artinya, pasien bisa tidak memiliki gejala sama sekali, tapi memiliki penyakit katup parah. Sebaliknya, gejala yang parah bisa timbul dari kebocoran katup kecil. Banyak gejala yang mirip dengan yang berhubungan dengan gagal jantung kongestif, seperti sesak napas dan mengi setelah pengerahan tenaga fisik yang terbatas dan pembengkakan pada kaki, pergelangan kaki, tangan atau perut (edema). Gejala lain termasuk:1. Palpitasi, nyeri dada (mungkin ringan).2. Kelelahan.3. Pusing atau pingsan (dengan stenosis aorta).4. Demam (dengan endokarditis bakteri).5. Kenaikan berat badan yang cepat. (Bonow, 2006)

3.1 Konsep Map Skenario 3Pasien Wanita 25 tahunKaries SekunderKaries Profunda PerforasiNekrosis PulpaInfeksi PeriapikalPerluasan Infeksi PeriapikalKerusakan Tulang ParahEkstraksi GigiPSAKerusakan Tulang Tidak ParahInsisi dan Drainase PusMedikasi : Antibiotik dan AnalgesikTERAPITerjadi pembengkakan pada Vestibulum OrisPembengkakan pada pipi tampak lebih besar dan lebih padatGejala :Kelenjar Limfe submandibularis kiri teraba padat dan nyeri tekanGejala :Bengkak pada pipi kiri, berbatas tidak jelas, warna agak kemerahan, Palpasi agak padat, nyeri tekanPemeriksaan Ro :Gambaran Radiolusen pada periapikal gigi 36LIMFADENITIS AKUT SUBMANDIBULAR KIRI Submandibular LympnodeABSES VESTIBULARAbses SubPeriostealPemakaian Antibiotik yang tidak teraturAbses PeriapikalPeriodontitis Apikalis AkutPer KontinuatumPer LimfogenBAB III KONSEP MAP

Riwayat Dental : Gigi 36 terdapat tumpatan kelas I sejak 1 tahun yang lalu.

Pemeriksaan Klinis :Pemeriksaan Perkusi dan Druk Nyeri

3.2 Konsep Map Skenario 4TerapiGambaran radiopak pada cavum sinus maksilaris dextraSINUSITIS MAKSILARISPer KontinuatumRetensi sekret sinusGangguan drainase sinusOedem, eksudasi dan hipersekresi kelenjarObstruksi ostium sinusDisfungsi siliaTes perkusi dan druk gigi 16 (+)Respon inflamasi pada mukosa sinusPenetrasi abses ke dalam cavum sinus maksilarisAbses periapikalPeriodontitis apikalis akutNekrosis pulpaKaries profunda perforasiPemeriksaan Ro:Foto panoramik, periapikal, proyeksi watersPemeriksaan klinis:Gigi 16 karies profunda perforasi, dan gigi 18 sisa akarRiwayat dental:Gigi mulai berlubang sejak 2 tahun yang lalu, lubang makin lama makin membesar. Ada riwayat bau busuk keluar dari lubang hidung sisi kanan sejak 3 bulan yang laluWanita 50 tahun

Surgery:tindakan bedah sinusTerapi antibiotikEkstraksiOperatifKonservatifMengatasi masalah pada gigiSINUSITIS MAKSILARIS/ SINUSITIS DENTOGENTerapi

3.3 Konsep Map Skenario 5Diberi antibiotik profilaksisResikoPort de entry bakteri RMSub acute Bacterial EndocarditisTrombositosisKolonisasiPenempelan MikroorganismeEndokardiumBakterimiaEliminasi FokalInfeksi OdontigenIndikasi Perawatan PencabutanValvular Heart DiseasePenyakit jantungDiagnosis KardiologiFokal Infeksi Gigi sisa akarPemeriksaan intraoralDirujuk ke Klinik Gigi Datang ke Klinik Kardiologi RSUD Dr. SutomoPasien Laki-laki58thn

Resiko endokarditis

BAB IVPEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Skenario 3

Penderita wanita 25 tahun datang dengan keluhan bengkak pada pipi kiri sejak 3 hari yang lalu. Sejak 1 tahun sebelumnya terdapat gigi berlubang dan ditambal pada geraham kiri bawah. Gigi tersebut sejak 2 minggu yang lalu terasa sakit bila digunakan untuk mengunyah. Pada pemeriksaan klinis secara ekstra oral, didapatkan pembengkakan pada pipi kiri berbatas tidak jelas, berwarna agak kemerahan, palpasi terasa agak padat serta terdapat nyeri tekan. Sedangkan pada pemeriksaan intra oral terdapat kemerahan pada vestibulum oris regio 35, 36, dan 37 dan tidak terdapat pembengkakan jaringan lunak. Pada pemeriksaan perkusi dan druk timbul rasa nyeri pada gigi 36 dengan tumpatan mahkota kelas 1.Penderita diberi resep obat antibiotik dan analgesik oleh dokter gigi, tetapi penderita tidak meminum obat tersebut secara teratur. Tiga hari kemudian penderita datang kembali untuk melakukan kontrol. Pada pemeriksaan tampak pembengkakan lebih besar pada pipi dan teraba lebih padat. Pada pemeriksaan intra oral tampak pembengkakan pada vestibulum oris dan terdapat fluktuasi. Pada pemeriksaan radiologi dengan foto panoramik didapatkan gambaran radiolusen pada periapikal gigi 36.Dari hasil pemeriksaan terdapat tumpatan kelas 1 pada mahkota gigi 36 yang menimbulkan nyeri saat mengunyah. Karies merupakan proses demineralisasi yaitu pelarutan mineral oleh karena pelepasan asam dari fermentasi gula (substrat) oleh bakteri oral (terutama disebabkan oleh S.mutans) di mana proses demineralisasi terjadi pada saat aktivasi bakteri yang tinggi dan dalam keadaan pH yang rendah. Nyeri pada gigi setelah penumpatan dapat terjadi akibat adanya karies sekunder. Karies sekunder adalah karies yang menyebar di dalam atau di bawah tepi restorasi yang disebabkan oleh akumulasi debris akibat tidak sempurnanya preparasi kavitas sehingga terdapat celah mikro yang menjadi jalan penetrasi bakteri. Kerusakan yang disebabkan bakteri akan mengenai dentin hingga mencapai pulpa. Karies akan berlanjut menjadi karies profunda perforasi di mana atap pulpa terbuka. Apabila sistem pertahanan tubuh lemah, maka akan terjadi keradangan pulpa akibat adanya jejas berupa kuman dan produknya (toksin) yang dapat menimbulkan iritasi pada jaringan pulpa yang disebut pulpitis. Pulpitis reversibel memiliki kemampuan untuk kembali pada keadaan non inflamasi setelah stimulus dihilangkan. Sedangkan jika dibiarkan dapat berkembang menjadi pulpitis ireversibel. Pulpa yang terkurung pada dinding yang kaku, tidak memiliki sirkulasi darah kolateral, venul dan limfatiknya kolaps akibat tekanan jaringan yang meningkat dalam pulpa akan menyebabkan pulpitis ireversibel berkembang menjadi nekrosis pulpa. Gigi yang nekrosis tersebut menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ke dalam ruang pulpa hingga mencapai apeks gigi. Foramen pulpa yang sempit pada akar gigi merupakan sebuah reservoir bakteri di mana menjadi jalan bakteri menginvasi jaringan periodontal dan tulang. Bila infeksi meluas melewati apeks gigi, maka akan terjadi infeksi pada jaringan periapikal. Selain itu, foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Infeksi pulpa dapat menyebabkan infeksi gigi serius yang dapat menyebar di luar soket gigi. Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (perkontinuatum), pembuluh darah (hematogen) dan pembuluh limfe (limfogen). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuiatum karena adanya celah atau ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.Pada kasus ini, penyebaran infeksi periapikal terjadi secara per limfogen dan per kontinuatum. Pada penyebaran infeksi odontogen per limfogen, bakteri dan antigen masuk ke dalam aliran pembuluh getah bening (regional) menuju ke submandibular lymph node sehingga menyebabkan produksi limfosit dan sel darah putih meningkat serta menginfiltrasi neutrofil ke lymph node. Hal ini menyebabkan terjadinya limfadenitis akut kelenjar submandibula kiri. Hasil diagnosa ini didukung oleh teraba padatnya kelenjar limfe submandibularis kiri dan nyeri pada saat dilakukan penekanan. Penyebaran per kontinuatum menyebabkan terjadinya periodontitis apikalis akut yaitu suatu penyakit yang merupakan penyebaran pertama dari inflamasi pulpa ke jaringan periapikal. Etiologinya berupa inflamasi periodonsium akibat iritasi atau infeksi melalui saluran akar (infeksi periapikal) yang berasal dari sekuela penyakit pulpa yaitu difusi bakteri dan produk noksius dari pulpa yang meradang atau nekrotik. Gejalanya adalah rasa sakit dan gigi sangat sensitif. Aplikasi tekanan dengan ujung jari atau ketukan dengan ujung pegangan kaca mulut yaitu pada kasus ini dengan pemeriksaan druk dan perkusi dapat mengakibatkan rasa nyeri yang hebat. Proses infeksi kemudian berlanjut menjadi abses alveolar akut atau abses periapikal. Abses alveolar akut adalah suatu kumpulan nanah yang terbatas pada tulang alveolar pada apeks akar gigi setelah kematian pulpa, dengan perluasan infeksi ke dalam jaringan periapikal melalui foramen apikal. Gejalanya pasien akan merasa nyeri hebat diserta pembengkakan jaringan lunak yang melapisimya. Jaringan pada permukaan pembengkakan terlihat tegang dan meradang, di bawahnya mulai terbentuk nanah, yang merupakan hasil aktivitas enzim tripsin dan cathepsin.Perjalanan infeksi lokal dari gigi ditentukan oleh dua faktor yaitu ketebalan tulang sekitarnya dan perlekatan otot. Infeksi akan memasuki jaringan lunak melalui bagian tulang yang paling tipis. Infeksi menjalar dari tulang cancellous hingga lempeng cortical. Lempeng cortical yang tipis akan menyebabkan infeksi mengikis tulang. Pus kemudian menyebar keluar ke ruang sub periosteal setelah terjadi perforasi tulang. Pus dalam jumlah terbatas tersebut yang terakumulasi di antara tulang dan periosteal menyebabkan abses subperiosteal. Secara klinis, tampak pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral dan warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Selanjutnya, terjadi stadium serous di mana mukosa mengalami hiperemia dan tampak berwarna merah. Abses menembus periosteum dan masuk ke tinika serous tulang yang disertai dengan pembengkakan. Hal ini terlihat pada pasien yaitu mengalami pembengkakan pada pipi dan terdapat kemerahan pada daerah vestibulum gigi penyebab yaitu pada gigi 35,36, dan 37. Pemakaian antibiotik yang tidak teratur oleh pasien baik karena berhenti meminum satu atau lebih obatnya maupun karena meminum obat kurang dari dosis yang diberikan, dapat menyebabkan bakteri bermutasi dan akhirnya menimbulkan resistensi terhadap obat yang diberikan. Bakteri bermultiplikasi dan malah menyebabkan infeksi yang terjadi semakin parah.Setelah terjadi perforasi periosteum, pus kemudian menyebar ke berbagai arah melalui jaringan lunak. Pada kasus ini, pus dari molar pertama yaitu gigi 36 berpenetrasi di atas perlekatan otot bucinator, maka akan membentuk abses vestibular pada sisi bukal. Abses spasium vestibular yang disebut juga abses sub mukosa, merupakan kelanjutan abses subperiosteal di mana kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa yang terletak antara mukosa vestibulum oral dan otot fasial berdekatan (tampak pembengkakan pada vestibulum), setelah menembus periosteum. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengkakan bertambah besar dan pada palpasi terasa fluktuasi. Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-kadang disertai demam. Perawatan yang akan dilakukan pada kasus ini antara lain adalah insisi dan drainase pus. Tanda-tanda vital pasien meliputi tekanan darah, denyut nadi, respirasi, berat badan, riwayat penyakit, dan ada atau tidaknya riwayat alergi obat perlu diperiksa sebelum melakukan insisi dan drainase. Setelah didapatkan tanda vital baik, maka dapat dilakukan insisi dan drainase. Insisi dimulai dengan pemberian antiseptik pada vestibulum oris regio 36 dan 37, lalu dilakukan anastesi. Setelah bibir bawah pasien kebas (anastesi telah berjalan) maka insisi dapat dilakukan. Selanjutnya, dilakukan tindakan drainase atau pengeluaran pus yaitu mengeluarkan/drain rongga abses lalu dilakukan penutupan bekas insisi dengan suturing pada daerah tersebut. Perawatan lanjutan adalah dengan melakukan tindakan ekstraksi gigi 36 karena berdasarkan pemeriksaan didapatkan kerusakan gigi tersebut telah mengenai jaringan periodontal dan infeksi telah meluas hingga merusak tulang. Pencabutan gigi dilakukan menghilangkan fokal infeksi.Limfadenopati atau hyperplasia limfoid adalah pembesaran kelenjar limfe sebagai respons terhadap proliferasi limfosit T atau limfosit B yang terjadi setelah infeksi suatu mikroorganisme. Pemberian antibiotik dilakukan jika terdapat tanda-tanda penyebaran infeksi seperti selulitis, limfadenopati akut, limfangitis, atau demam. diketahui pada pasien mengalami pembesaran kelenjar limfe sehingga antibiotik perlu diresepkan. 4.2 Pembahasan Skenario 4

Seorang penderita wanita berusia 50 tahun datang ingin mencabutkan gigi geraham atas kanan yang berlubang besar. Gigi tersebut mulai berlubang sejak kira-kira 2 tahun yang lalu, dan makin lama lubangnya makin membesar. Ada riwayat bau busuk keluar dari lubang hidung sisi kanan sejak 3 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan didapatkan gigi 16 karies profunda perforasi dan gigi 18 sisa akar. Tes perkusi dan druk pada gigi 16 memberikan respon kemeng. Penderita dirujuk untuk pembuatan foto panoramik, foto periapikal regio 16, 15, 14, dan foto proyeksi Waters.Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa kasus ini merupakan infeksi odontogen, yaitu infeksi yang asal mulanya dari gigi dengan port de entry dari pulpo periapikal. Perjalanan penyakitnya sama dengan perjalanan penyakit pada umumnya, yaitu dimulai dari karies superfisial, karies media, kemudian karies profunda hingga perforasi ke dalam ruang pulpa. Masuknya agen bakteri ke dalam ruang pulpa akan menyebabkan keradangan pada pulpa atau pulpitis. Pulpitis dapat terjadi karena adanya jejas berupa kuman beserta produknyayaitu toksin. Respon imun tubuh tidak dapat mengkompensasi virulensi maka terjadi respon pertahanan berupa inflamasi. Jika virulensi berlanjut akan menjadi nekrosis pulpa. Nekrosis pulpa adalah mekanisme yang disebabkan oleh karena vaskularisasi pada ruang pulpa mengalami vasokonstriksi sesaat, dan kemudian mengalami vasodilatasi. Pada saat nekrosis pulpa terjadi peningkatan tekanan cairan plasma terhadap dinding pulpa yang berupa jaringan keras yang dilanjutkan eksudasi yang menyebabkan edema intrapulpa. Edema ini meyebabkan penyempitan/kongesti pembuluh darah dikarenakan respon peningkatan tekanan terhadap jaringan keras pulpa dan menyebabkan iskemia pembuluh darah yang terlibat. Setelah nekrosis pulpa, reaksi inflamasi dari jaringan pulpa akan berlanjut ke jaringan periapikal. Jaringan pulpa yang mengandung bakteri serta toksinnya akan keluar melalui foramen apikal maupun foramen lateral yang merupakan penghubung pulpa dan jaringan peridonsium. Bakteri serta toksinnya dan mediator inflamasi dalam pulpa yang terinflamasi dapat keluar dengan mudah melalui foramen apikal. Peradangan yang meluas ke jaringan periapikal menyebabkan respon inflamasi lokal sehingga akan mengakibatkan kerusakan tulang dan resorpsi akar.Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, akan menimbulkan respon keradangan pada jaringan yang terinfeksi tersebut, kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di daerah membran periodontal berupa suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan membran periodontal di apikal mengadakan reaksi membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut yang menyebabkan rasa sakit dapat berupa periodontitis apikalis akut maupun abses alveolar.Abses merupakan rongga patologis yang berisipusyang disebabkan oleh infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu Staphylococcus aureusdan Streptococcus mutans. Staphylococcusaureusdalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebutkoagulaseyang fungsinya untuk mendeposisi fibrin. SedangkanStreptococcus mutansmemiliki 3 enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi yaitustreptokinase, streptodornase danhyaluronidase. Hyaluronidaseadalah enzim yang bersifat merusak jembatan antar sel. Tidak hanya proses destruksi olehS.mutansdan produksi membran abses saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada pembentukanpusoleh bakteri pembuatpus(pyogenik), salah satunya juga adalahS.aureus. Jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi, tidak kosong, melainkan terisi olehpusyang konsistensinya terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena itupusterlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar.Pada kasus ini, infeksi odontogen yang terjadi adalah dengan pola perluasan perkontinuatum, yaitu penyebaran peradangan melalui kontinuitas jaringan dan spasia jaringan. Pus yang telah terbentuk di tulang cancellous dapat tersebar ke berbagai arah yang memiliki resistensi jaringan paling buruk. Bentuk anatomis dari hubungan periapikal gigi dan sinus maksilaris secara fisiologis sangat bervariasi. Pada kasus ini diketahui bahwa puncak apeks gigi posterior terletak dekat dasar antrum, oleh karena itu inflamasi yang terjadi dapat menyebar ke sinus maksilaris.Infeksi gigi yang kronis seperti yang dialami penderita ini dapat menimbulkan jaringan granulasi di dalam mukosa sinus maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan silia ke arah ostium dan berarti menghalangi drainase sinus. Gangguan drainase ini akan mengakibatkan sinus mudah mengalami infeksi. Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehinggajaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak. Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolarmenyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi.Inflamasi mukosa hidung menyebabkan pembengkakan (udem) dan eksudasi, yang mengakibatkan obstruksi ostium sinus. Obstruksi ini menyebabkan gangguan ventilasi dan drainase, resorbsi oksigen yang ada di rongga sinus, kemudian terjadi hipoksia (oksigen menurun, pH menurun, tekanan negatif), selanjutnya diikuti permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat kemudian transudasi, peningkatan eksudasi serous, penurunan fungsi silia, akhirnya terjadi retensi sekresi di sinus ataupun pertumbuhan kuman.Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendiryang di produksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuktumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensilendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Karena itulah infeksi ini menyebabkan pus yang berbau busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari hidungPada umumnya, prinsip terapi pada kasus ini ada tiga macam, yaitu mengatasi masalah gigi yang terjadi pada gigi yang bersangkutan, yaitu dengan cara drainase. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah irigasi dengan larutan Na hipoklorit 5%. Hal ini dapat meringankan nyeri yang diderita oleh pasien. Perawatan konservatif dilakukan dengan memberikan obat-obatan atau irigasi sebagai pereda nyeri. Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik pilihan berupa golongan penisilin seperti Amoksisilin, yang biasanya diberikan antara 10 hingga 14 hari. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan Amoksisilin-Klavulanat atau jenis Cephalosporin generasi kedua. Terapi lain dapat diberikan jika diperlukan seperti mukolitik, analgetik, steroid oral dan topikal, pencucian rongga hidung dengan natrium klorida atau pemanasan. Yang harus diingat adalah, penggunaan antibiotika hanya untuk sinusitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, tidak untuk sinusitis yang disebabkan oleh infeksi virus atau alergi. Selain antibiotika, obat golongan dekongestan juga digunakan untuk mengurangi gejala penyumbatan. Obat golongan analgetik-antipiretik juga digunakan untuk mengurangi rasa nyeri dan demam.Selanjutnya dilakukan pula perawatan operatif sebagai perawatan lanjutan dalam menangani masalah infeksi yang meluas hingga daerah sinus maxillaris. Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF) adalah operasi pada hidung dan sinus yang menggunakan endoskopi dengan tujuan menormalkan kembali ventilasi sinus dan klirens mukosiliar. Prinsip BSEF ialah membuka dan membersihkan kompleks osteomeatal sehingga drainase dan ventilasi sinus lancar secara alami. Selain itu, operasi Caldwell Luc dapat juga dilakukan untuk memulihkan sumbatan sinus atau infeksi sinus maksila. Tindakan ini dilakukan dengan mengadakan suatu rute untuk mengkoneksi sinus maksila dengan hidung sehingga memulihkan drainase.Perlu diingat bahwa perawatan saluran akar pada kasus sinusitis dentogen sering mengalami kegagalan. Oleh karena itu, tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi adalah melakukan pencabutan pada gigi 16 yang telah mengalami nekrosis pulpa tersebut. Sedangkan untuk perawatan rongga sinus pada pasien, dokter gigi harus merujuknya (bekerja sama) dengan dokter spesialis THT.

4.3 Pembahasan Skenario 5

Seorang