Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di...

46
95 Bab Lima Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alam Pendahuluan Kampung Sawinggrai merupakan salah satu kampung yang terdapat di pulau Gam Distrik Meosmansar. Kampung ini secara topografi merupakan dataran pulau yang mempunyai bentuk pantai landai dengan ketinggian dari pemukaan air berkisar antara 1,5-2 meter. Secara geografi Kampung Sawinggrai berbatasan dengan Kampung Kabui di bagian utara, bagian selatan dengan Kampung Yenbekwan, bagian barat berbatasan langsung dengan Kampung Kapisawar, dan bagian timur berbatasan dengan Kampung Yenwaupnor. Seperti halnya kampung lainnya, Kampung Sawinggrai dikelilingi oleh dangkalan yang ditumbuhi oleh berbagai ekosistem pesisir seperti terumbu karang, padang lamun dan hutan mangrove. Selanjutnya, dari segi aksesibilitas, dibutuhkan waktu kurang lebih 20 menit dengan menggunakan speedboad atau perahu motor tempel 25 PK dari Kampung Arborek, dan kurang lebih 20 menit dari ibu kota Distrik Meosmansar (Yenbekwan) sedangkan dari ibu kota Kabupaten Raja Ampat (Waisai) bisa ditempuh dengan alat transportasi yang sama dengan waktu kurang lebih 45 menit atau 5 jam perjalanan dari Kota Sorong. Kampung Sawinggrai dipilih menjadi topik penelitian ini, karena Sawinggrai mempunyai daya tarik tersendiri dibandingkan kampung-kampung wisata yang ditetapkan sebagai desa wisata di Raja Ampat. Keunikan itu dijumpai dalam potensi wisata alam hutan yang menakjubkan. Di sini wisatawan dapat secara langsung menikmati keindahan atau melihat panorama burung cenderawasih (bird watching) bermain atau menari. Selain atraksi tersebut, di kawasan hutan Kampung Sawinggrai bisa juga dilakukan kegiatan- kegiatan konservasi lainnya seperti kegiatan petualangan (adventure) menelusuri belantara hutan sampai ke arah utara menuju kawasan Teluk Kabui. Berdasarkan kondisi dan daya dukung Kampung Sawinggrai sebagai salah kampung wisata (village tourist), maka pada bab ini

Transcript of Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di...

Page 1: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

95

Bab Lima

Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata

Alam

Pendahuluan

Kampung Sawinggrai merupakan salah satu kampung yang

terdapat di pulau Gam Distrik Meosmansar. Kampung ini secara

topografi merupakan dataran pulau yang mempunyai bentuk pantai

landai dengan ketinggian dari pemukaan air berkisar antara 1,5-2

meter. Secara geografi Kampung Sawinggrai berbatasan dengan

Kampung Kabui di bagian utara, bagian selatan dengan Kampung

Yenbekwan, bagian barat berbatasan langsung dengan Kampung

Kapisawar, dan bagian timur berbatasan dengan Kampung

Yenwaupnor. Seperti halnya kampung lainnya, Kampung

Sawinggrai dikelilingi oleh dangkalan yang ditumbuhi oleh berbagai

ekosistem pesisir seperti terumbu karang, padang lamun dan hutan

mangrove. Selanjutnya, dari segi aksesibilitas, dibutuhkan waktu

kurang lebih 20 menit dengan menggunakan speedboad atau perahu

motor tempel 25 PK dari Kampung Arborek, dan kurang lebih 20

menit dari ibu kota Distrik Meosmansar (Yenbekwan) sedangkan

dari ibu kota Kabupaten Raja Ampat (Waisai) bisa ditempuh dengan

alat transportasi yang sama dengan waktu kurang lebih 45 menit

atau 5 jam perjalanan dari Kota Sorong.

Kampung Sawinggrai dipilih menjadi topik penelitian ini,

karena Sawinggrai mempunyai daya tarik tersendiri dibandingkan

kampung-kampung wisata yang ditetapkan sebagai desa wisata di

Raja Ampat. Keunikan itu dijumpai dalam potensi wisata alam hutan

yang menakjubkan. Di sini wisatawan dapat secara langsung

menikmati keindahan atau melihat panorama burung cenderawasih

(bird watching) bermain atau menari. Selain atraksi tersebut, di

kawasan hutan Kampung Sawinggrai bisa juga dilakukan kegiatan-

kegiatan konservasi lainnya seperti kegiatan petualangan

(adventure) menelusuri belantara hutan sampai ke arah utara menuju

kawasan Teluk Kabui.

Berdasarkan kondisi dan daya dukung Kampung Sawinggrai

sebagai salah kampung wisata (village tourist), maka pada bab ini

Page 2: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

96

peneliti akan memaparkan gambaran serta bentuk pengembangan

pariwisata di Kampung Sawinggrai. Selain itu, akan dibahas juga

aktivitas dan peran serta masyarakat dalam kegiatan pariwisata serta

kendala dan konflik-konflik yang ditimbulkan akibat pengembangan

pariwisata itu sendiri. Pada bagian akhir dari bab ini akan

dijabarkan bagaimana keterlibatan masyarakat lokal dalam menjaga

lingkungan dalam rangka mendukung aktivitas pariwisata.

Sejarah Kampung

Berdasarkan profil kampung1 yang dihimpun dari Coremap,

tidak jelas apa arti kata Sawinggrai. Namun beberapa orang

menyebutkan bahwa nama kampung Sawingrai berasal dari bahasa

Biak yaitu nama buah (semacam buah lemon / jeruk). Sementara

dari penuturan Yonadap Dimara (Kepala Kampung) bahwa

Kampung Sawingrai dulunya adalah Sauikrai yang artinya

pelabuhan kandas. Jika hal ini dikaitkan dengan bentuk pantainya

yang sangat sulit dilabuhi apalagi ketika terjadi surut (meti). Konon

karena kondisi terumbu karang dan ikan yang melimpah, maka

mereka enggan untuk meninggalkan tempat tersebut sampai

sekarang.

Penduduk Kampung Sawinggrai berjumlah 178 jiwa (2010)2

dalam 24 kepala keluarga yang dibagi berdasarkan kelompok umur

sebagai berikut: anak-anak (0 – 12 tahun) sebanyak 67 orang (33

laki-laki dan 31 perempuan), remaja (13 – 18 tahun) sebanyak 22

orang (10 laki-laki dan 12 perempuan), dewasa (19 – 55 tahun)

sebanyak 86 orang (46 laki-laki dan 40 perempuan) dan Manula (56

tahun keatas) sebanyak 7 orang (5 laki-laki dan 2 perempuan).

Perkembangan jumlah penduduk sangat kecil dari tahun ke tahun

(statis) karena sebagian penduduk keluar dari kampung untuk

berbagai kegiatan seperti kuliah, mencari pekerjaan yang layak dan

mengikuti keluarga yang ada di tempat lain serta menikah.

1 Data Coremap : 2009 “Profil Kampung Sawinggrai” Hal 1.

2 Data Coremap : 2009 “ Profil Kampung Sawinggrai ” Hal 1-2.

Page 3: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

97

Gambar 11. Saat senja di Sawinggrai.

Daya tarik Wisata di Kampung Sawinggrai

Sama halnya dengan daerah-daerah lain di gugusan pulau

Gam, kampung Sawinggrai juga mengandalkan aktivitas bahari

sebagai obyek wisata utama. Kegiatan bahari menjadi salah satu

aktivitas utama di kampung ini, mengingat hampir 2/3 daerahnya

dikelilingi oleh laut. Dengan demikian, aktivitas yang dijalankan

selaras dengan slogan dari kabupaten ini, yaitu Kabupaten Raja

Ampat sebagai kabupaten bahari. Terlepas dari keunikannya sebagai

kabupaten bahari, Kampung Sawinggrai juga sangat terkenal karena

dikaruniai Tuhan dengan keindahan burung Cenderawasihnya (Bird

of Paradise). Keberadaan burung Cenderawasih ini dapat diamati di

hutan yang tak jauh dari perkampungan masyarakat menetap. Di

Kabupaten Raja Ampat, untuk menikmati objek wisata minat khusus

ini hanya bisa dijumpai di Kampung Sawinggrai dan Kampung

Yenwaupnor. Yang membuat Kampung Sawinggrai berbeda dan

melebihi Kampung Yenwaupnor adalah jarak tempuh ke lokasi

pemantauan atau gardu pandang burung Cenderawasih ini tidak

terlalu jauh dari perkampungan karena hanya dibutuhkan waktu

kurang lebih 10 sampai 20 menit perjalanan. Selain itu, sementara

berjalan, wisatawan dapat menikmati indahnya areal hutan yang

masih terjaga keasliannya.

Untuk menikmati keindahan burung Cenderawasih bermain,

waktu yang paling tepat adalah pada pagi hari pukul 05.00 WIT

Page 4: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

98

(waktu Indonesia bagian Timur), dan sore hari jam 16.00 WIT

karena pada jam-jam tersebut burung Cenderawasih terbang keluar

dari belantara hutan untuk mencari makan atau bertemu dengan

sekumpulan burung Cenderawasih lainnya sambil menari atau

bermain dengan menunjukkan keindahan warna bulu dan antenanya.

Untuk menarik perhatian lawan jenisnya, seringkali mereka

mengeluarkan suara yang khas dan merdu sambil menari di pohon

besar yang menjadi spot atau “terminal transit”. Ketika fajar terbit di

ufuk timur, sekelompok burung-burung ini keluar dan berkumpul di

pohon besar yang berada di belakang kampung. Ketika hari semakin

siang, burung-burung Cenderawasih tersebut terbang kembali ke

dalam hutan. Para wisatawan yang hendak datang ke kampung untuk

melihat Burung Cenderawasih di luar jam tersebut tidak akan

menjumpainya.

Gambar 12. Pohon untuk bird watching Cendrawasih

Page 5: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

99

Bapak Yesaya Mayor - Inisiator Pelestarian Lingkungan

Kampung Sawinggrai

Sebelum menjadi kampung wisata, kampung Sawinggrai

hanya sebuah kampung kecil yang mayoritas penduduknya

berprofesi sebagai nelayan dan petani. Awal mula berkembangnya

Kampung Sawinggrai sebagai kampung wisata (village tourist) tidak

bisa dilepaskan dari peran Bapak Yesaya Mayor, salah satu

penduduk Kampung Sawinggrai yang mempunyai perhatian besar

pada pelestarian lingkungan.

Gambar 13. Peneliti bersama narasumber Bapak Yesaya Mayor.

Karier Pak Yesaya sebagai pemerhati lingkungan sudah

dimulai sejak Pak Yesaya bekerja sebagai salah satu staff LSM CII

Raja Ampat. sejak tahun 2006. Saat ini Pak Yesaya Mayor diberikan

tanggung jawab sebagai koordinator salah satu pos pengamatan dan

pengamanan KKLD (Kawasan Konservasi Laut Daerah) Selat

Dampir di kampung Warbeki, serta rumahnya di Kampung

Sawinggrai dibangun sebuah pondok informasi CII. Barangkali dari

keterlibatannya di LSM lingkungan hidup membuat bapak Yesaya

pada tahun 2007 dengan inisiatifnya sendiri dan berbekal insting

sebagai salah satu pelaku pencinta alam, bapak Yesaya membuat

tanaman di hutan tempat dimana dia selalu melakukan aktivitas

Page 6: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

100

berkebun, untuk dijadikan sebagai lokasi taman hutan dan lokasi

untuk melihat burung Cenderawasih bermain. Sebelum Pak Yesaya

menanami kembali bukit di belakang kampung, lahan yang

berbentuk bukit ini hanya ditumbuhi rumput semak belukar. Setelah

ditanami kembali sekarang lokasi hutan di belakang kampung

berubah menjadi taman hutan dengan beberapa koleksi tanaman

anggrek, dan tanaman yang ditata rapi dengan rute jalan yang baik,

sehingga wisatawan dapat melalui kawasan hutan pada saat pergi

(datang) melihat burung Cenderawasih, dan ketika pulang melalui

taman-taman hutan yang sudah dipersiapkan oleh bapak Yesaya.

Ide ini awalnya mendapat tantangan dari keluarga dan

masyarakat Kampung Sawinggrai, walaupun kemudian mereka

mendukung setelah mengetahui hasilnya, seperti dituturkan oleh Pak

Yesaya dalam wawancara yang saya kutip di bawah ini:

“Awal tahun 2007, saya suka berburu dihutan, kemudian

saya melihat di kampung saya banyak dijumpai atau

dikunjungi burung Cenderawasih. Melihat hal itu, kemudian

saya inisiatif mengamati melihat dan mencatat waktu-

waktu tertentu burung-burung Cenderawasih bermain

/menari-nari di pohon-pohon dibelakang atau di lokasi

kebun saya. Akhirnya dengan ide awal setiap hari saya ke

kehutan untuk berkebun, tetapi juga sambil menata taman di

hutan dengan membuat pondok pemantauan untuk melihat

burung Cenderawasih. Pada waktu ide ini saya buat di hutan

masyarakat dong tara (mereka tidak) tahu. Istri sayapun

menganggap saya sebagai “orang gila” dan tidak setuju saya

laksanakan kegiatan itu. Menurut istri saya lebe (lebih) baik

saya berkebun dan menghasilkan tanaman yang dapat

menghasilkan hasil. Namun karena ide itu sudah saya

inginkan untuk dilakukan, maka tidak satupun yang boleh

melarang saya, termasuk istri saya sekalipun. Kemudian

selama dua minggu, saya setiap paginya ke hutan. Semua

masyarakat dorang (mereka) di dikampung, bahkan istri

saya tarada (tidak ada) yang tahu kalau selama dua minggu

itu, saya alasan berkebun, padahal saya ke hutan, sambil

membuat pondok-pondok pengamatan dan jalan-jalan

setapak untuk mencapai lokasi tempat pemantauan.

Akhirnya istri saya tahu juga bahwa rupanya saya kehutan

bukan berkebun melainkan membuat taman-taman dan

pondok-pondok pengamatan burung Cenderawasih menari.

Istri saya sangat keberatan. Tetapi saya memberi

pemahaman bahwa apa yang saya buat ini, pasti akan

mendapatkan hasil. Istri saya mengerti, tetapi kemudian di

keberatan lagi. Saya bingung bagaimana caranya supaya

Page 7: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

101

saya dapat meyakinkan istri saya ini. Kemudian satu minggu

setelah saya menyiapkan lokasi pemantauan burung

cenderawasih menari di hutan, tanpa diduga kampung kami

dikunjungi oleh para wisatawan asing dari negara Prancis.

Para wisatawan ini, awalnya saya ajak ke rumah saya untuk

melihat pahatan atau kerajinan tangan yang saya buat.

Kemudian tanpa ragu dan dengan langkah pasti saya

sampaikan pada wisatawan Perancis tersebut, bahwa di

kampung ini juga ada lokasi (di hutan) yang bisa secara

langsung melihat burung-burung Cenderawasih menari-nari

di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini

untuk ke hutan. Mereka sangat terkejut dan kagum dengan

keindahan burung Cenderawasih ini. Ketika mereka mau

pulang, mereka menayakan berapa yang harus mereka bayar

untuk melihat atraksi burung Cenderawasih. Saya sempat

bingung, karena saya tidak menyangka secepat ini lokasi

pemantauan burung dikunjungi wisatawan. Saya sempat

ragu apakah harus memberi tarif 100 ribu per kepala atau

berapa. Akhirnya untuk tarif awal saya memberi harga

50.000 ribu perkepala. Puji Tuhan kunjungan awal para

WNA sebanyak 8 orang, bisa menghasilkan uang Rp.

400.000,- dalan 1 jam pengamatan. Dan uang tersebut

diserahkan kepada istri saya yang kebetulan ada bersama-

sama dengan saya di lokasi tersebut. Setelah istri saya

menerima uang tersebut saya sampaikan bahwa ini baru

awal dari usaha yang saya bangun. Kemudian istri saya

percaya dan mulai mendukung usaha yang telah saya

bangun. Berangkat dari hal tersebut kemudian lokasi ini

ramai di kunjungi para wisatawan dan para peneliti dan

pecinta lingkungan hidup”.

Berita tentang keunikan kampung Sawinggrai ini kemudian

tersebar di antara wisatawan-wisatawan dan tour operator. Para

operator wisata memanfaatkan daya tarik ini sebagai tambahan

dalam paket wisata, selain kegiatan menyelam (diving dan

snorkeling) bagi para tamu (wisatawan) mereka. Sementara itu

dengan semakin banyaknya wisatawan yang masuk ke Kampung

Sawinggrai, Pak Yesaya membangun homestay pada tahun 2008.

Sebuah dermaga kayu berjarak kurang lebih 50-70 meter dari

daratan (pantai) menghubungkan daratan dan ujung tepian laut

dimana ambang batas kapal atau speedboat ukuran besar dapat

berlabuh dalam keadaan air surut (meti)3 juga dibangun. Homestay

3 Dalam penjelasan awal telah dijelaskan bagaimana kondisi kampung

Sawinggrai, dimana ketika terjadi air surut (meti), maka perahu agak kesulitan

untuk sampai kedaratan atau sebaliknya. untuk itu, di kampung Sawinggrai

Page 8: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

102

juga dilengkapi dengan ruang tamu atau sebuah honai4, yang

dibangun sebagai pusat informasi KKLD Selat Dampir.

Dalam berbagai informasi yang peneliti dapati, pembiayaan

untuk membangun dermaga dan pos informasi diperoleh dari

bantuan LSM CII. Untuk kepentingan MCK (mandi cuci dan kakus)

bagi para tamu, bapak Yesaya menbangun sebuah MCK –

dilengkapi dengan ketersediaan air yang memadai – di daratan atau

kurang lebih 100 meter dari homestay. Bapak Yesaya juga memiliki

speedboat yang digunakan untuk mengantar dan menjemput

tamunya, tetapi juga digunakan dalam kegiatannya sebagai aktivis

pecinta alam (LSM CII). Speedboat ini merupakan hasil rekayasa

bodi perahu yang dibelinya dalam keadaan rusak kemudian

diperbaiki (modifikasi) di Sorong. Seorang warga negara asing di

Bali memberikan bantuan sebuah motor johnson 40 PK, untuk

menambah sebuah motor laut yang sebelumnya telah dimilikinya.

Gambar 14. Bapak Yesaya sedang memberi makan ikan.

telah dibangun sebuah dermaga kayu oleh pemerintah daerah. dermaga ini

digunakan secara umum di kampung Sawinggrai. Sedangkan dermaga

miliknya bapak Yesaya hanya diperuntukkan bagi usahanya, dan kegiatan-

kegiatan LSM. 4 Honai, itu sebuah istilah yang diperuntukan dalam menamai rumah adat

orang Papua –khususnya istilah ini digunakan oleh masyarakat Papua yang

berada di daerah pergunungan tengah -, yang terbuat dari bahan-bahan alam.

Seperti kayu, rotan dan atapnya terbuat dari sejenis rumput-rumputan atau

dari daun tikar, atau daun kelapa dan daun nira.

Page 9: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

103

Sebagai tambahan daya tarik, ada lokasi memberi makan

ikan secara langsung dengan tangan (feeding fish) yang tidak jauh

dari kediamannya. Atraksi ini, merupakan sebuah kegiatan wajib

yang seringkali dilakukan oleh pengunjung yang datang ke kampung

Sawinggrai. Atraksi ini sangat sederhana. berbekal roti dan biskuit,

atau adonan tepung yang disiapkan oleh Ibu Mayor, pengunjung

sudah dapat dengan sendiri memberikan makan ikan langsung dari

tangan pengunjung. Yang menjadi menarik disini adalah koleksi

ikan atau jenis ikan yang berkumpul ketika diberi makan

beranekaragam dan berukuran kecil sampai dengan ukuran yang

besar. Pengunjung akan dimanjakan dengan berbagai macam jenis

ikan dengan keindahannya yang mempesona, datang dengan

sendirinya mengambil makanan yang diberikan oleh para

pengunjung. Keberadaan ikan-ikan ini seolah-olah dipelihara oleh

bapak Yesaya. Mengingat keberadaan mereka berada di laut lepas,

namun ketika diberi makan, kerumunan ikan-ikan tersebut, akan

dengan cepat bisa berada di perairan dekat dermaganya bapak

Yesaya. Atraksi ini, menjadi salah satu daya tarik tersendiri yang

dimiliki kampung Sawinggrai.

Gambar 15. Taman Hutan di belakang Kampung Sawinggrai

Page 10: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

104

Selain aktivitasnya sebagai salah satu tokoh penggerak

pariwisata di Raja Ampat, bapak Yesaya juga banyak dikenal

khalayak umum, karena kemampuannya sebagai seniman. Itu bisa

terlihat dari berbagai hasil seni yang dibuatnya. Misalnya, di

rumahnya atau di lokasi homestay bisa dijumpai berbagai kerajinan

tangan yang terbuat dari bahan-bahan alami, seperti kerajinan dari

kulit kerang yang sudah mati, diolahnya menjadi kerajinan tangan

yang indah. Ada juga kemampuannya mengelola limbah-limbah

akar kayu dan pepohonan yang sudah tua untuk dijadikan sebagai

hiasan rumah dan hiasan-hiasan lainnya benilai ekonomi tinggi.

Ketrampilannya sebagai pelukis dan seniman seni ukir, nampak

sekali terlihat dari berbagai lukisan dan ukir-ukiran yang berada di

rumahnya dan di homestay. Yang paling menonjol dari kecintaannya

terhadap seni, bisa dilihat dari arsitektur rumah dan homestaynya.

pemilihan bahan dan jenis kayu untuk dijadikan sebagai bahan

pembuat rumah dan homestay, menunjukkan bagaimana karakter

sejati bapak Yesaya sebagai seorang pecinta seni. Belum lagi

kepiawaiannya dalam bernyanyi, - menyanyikan lagu-lagu tradisonal

-, serta berperan sebagai pelatih serta pembina grup tari di kampung

Sawinggrai.

Setelah dua tahun mengupayakan perkembangan pariwisata

di kampung Sawinggrai sendiri, pada akhirnya pemerintah

kabupaten menetapkan Kampung Sawinggrai sebagai salah satu

kampung wisata di Raja Ampat5. Kampung Sawinggrai ditetapkan

sebagai kampung wisata di Raja Ampat, yaitu pada bulan Januari

2009. Penetapannya dilakukan di kampung Sawandarek, bersamaan

dengan kampung Yenbuba. Dengan ditetapkannya kampung

Sawinggrai dan Yenbuba sebagai kampung wisata, maka saat ini, di

distrik Meosmansar telah terdapat lima kampung wisata.

Sebelumnya pada tahun 2008, telah ditetapkan tiga kampung, yaitu

kampung Yenwaupnour, kampung Sawindarek dan kampung

Arborek.

5 Penetapan kampung wisata di Kabupaten Raja Ampat awalnya hanya terdiri

atas tiga kampung yaitu, Kampung Yenwaupnour, Kampung Arborek dan

Kampung Sawandarek. Dalam perjalanan waktu dengan perkembangan

pariwisata di Kabupaten Raja Ampat, maka pada tahun berikutnya, pemerintah

kabupaten Raja Ampat menetapkan dua kampung lagi sebagai kampung

wisata. Dua kampung itu adalah Kampung Sawinggrai dan Kampung

Yenbuba. Kelima kampung wisata ini, terletak di Distrik Meos Mansar,

Kabupaten Raja Ampat.

Page 11: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

105

Pariwisata dan Perkembangan Ekonomi Masyarakat

Lokal di Sawinggrai

Pengembangan pariwisata di Kampung Sawinggrai perlahan

tapi pasti mengalami peningkatan. Hal itu bisa terlihat dari jumlah

kunjungan wisatawan yang ke kampung. Dari buku tamu yang

dimiliki oleh Bapak Yesaya terlihat bahwa hampir setiap saat

Kampung Sawinggrai dikunjungi oleh para wisatawan asing maupun

domestik yang ingin melihat keindahan Burung Cenderawasih.

Menurut penuturan Bapak Yesaya, kunjungan wisatawan ke

Kampung Sawinggrai dalam setiap bulannya bisa mencapai 20

sampai 50 orang yang didominasi wisatawan asing6. Pengalaman

peneliti, juga menyaksikan hampir setiap hari (pagi dan sore)

pelabuhan kayu yang dibuat Bapak Yesaya sering dikunjungi oleh

para wisatawan yang diantar oleh para operator wisata untuk

menemui Bapak Yesaya kemudian diantarkan ke hutan melihat

burung Cenderawasih. Biasanya para wisatawan yang datang ke

kampung diantar oleh operator-operator wisata yang ada di Raja

Ampat atau dijemput sendiri oleh para pelaku usaha wisata di

Kampung Sawinggrai7.

Dampak dari aktivitas kunjungan wisatawan ke kampung

secara tidak langsung memberikan efek pendapatan tambahan

(income added effect) masyarakat yang mayoritas penduduknya

bekerja sebagai nelayan dan petani. Kegiatan pariwisata secara tidak

langsung memudahkan masyarakat untuk memperoleh pendapatan

secara cepat dan langsung tanpa harus menunggu pendapatan dari

kegiatan pertanian dan hasil kegiatan melaut. Contoh dampak positif

ini adalah imbalan jasa yang diterima dari aktivitas membantu para

pelaku usaha disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan

6 Hasil wawancara dengan Bapak Yesaya Mayor pada tanggal 29 Agustus 2011

di kediamannya di Kampung Sawinggrai. 7 Para pelaku usaha pariwisata di Kampung Sawinggrai merupakan masyarakat

asli (lokal) yang dengan bantuan pemerintah daerah maupun berinisiatif sendir

membuat usaha homestay. Motif atau strategi hampir semua para pelaku usaha

homestay di Raja Ampat adalah dengan mempromosikan homestay di website

dan bekerjasama dengan dinas pariwisata. Sebagai contoh ketika ada tamu

yang hendak berkunjung ke homestay mereka, para wisatawan tersebut akan

dijemput di ibukota kabupaten (Waisai) dan selanjutnya akan diantar ke

kampung dan melakukan aktivitas parwisata sesuai dengan paket promosi

wisata yang dimuat di websaite.

Page 12: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

106

atau dikerjakan. Untuk operator motor tempel dan sebagai guide

tour dibayar Rp. 50.000,- sampai Rp. 100.000,- ribu rupiah

disesuaikan dengan paket perjalanan wisatawan selama tinggal di

homestay tersebut. Untuk ibu-ibu biasanya upah yang diterima

disesuaikan dengan jumlah kunjungan wisatawan ke homestay.

Contoh lain dapat dilihat dari pernyataan berikut yang merupakan

pengakuan yang disampaikan oleh Bapak Paulus Sauyai8

“Setelah terbentuknya kabupaten Raja Ampat, secara umum

dampak pariwisata terhadap pendapatan asli daerah semakin

meningkat. Selain itu pendapatan masyarakat juga mengalami

peningkatan. Saya kasih contoh sebelum terbentuknya

kabupaten baru (Kab Raja Ampat), mau cari uang 50 ribu setiap

hari saja susah. Sekarang sudah lebih mudah. misalnya

sekarang kalau ada turis / wisatawan masuk di kampung sudah

ada pemasukan walaupun sedikit”

Pernyataan di atas sekilas menunjukkan bahwa ada pengaruh

positif di balik pengembangan pariwisata di Kabupaten Raja Ampat.

Selain itu, informasi di atas juga menjelaskan bahwa ada pengaruh

positif dari pemekaran kabupaten Raja Ampat sebagai kabupaten

definitif di Provinsi Papua Barat.

Berikut ini akan digambarkan beberapa aktivitas masyarakat

dalam kegiatan pariwisata. Kegiatan-kegiatan itu termasuk

pengelolaan homestay oleh masyarakat lokal. Selain itu, beberapa

pemuda dengan kemampuan bahasa asing (bahasa Inggris) dilibatkan

sebagai tour guide lokal, serta ada juga kelompok ibu-ibu yang

membuat berbagai jenis kerajinan tangan (handicraft), dan kegiatan-

kegiatan seni dan budaya seperti seni ukir dan tari-tarian, yang

biasanya dilakukan untuk menyambut kedatangan tamu ke kampung

atau mewakili (sebagai duta) kampung dalam penyelenggaraan

festival-festival budaya di Waisai atau di luar Raja Ampat. Untuk

usaha homestay yang dilakukan oleh masyarakat di Kampung

Sawinggrai terdapat 2 homestay yang dikelola oleh Bapak Yesaya

8 Hasil wawancara dengan Bapak Paulus Sawiyai (usia 39 tahun) pada tanggal

7 September 2011 di Kota Waisai. Paulus Sawiyai merupakan salah satu putra

daerah lokal di Kampung Sawinggrai, yang berperan sebagai salah satu

pengerak usaha wisata di kampungnya. Berbekal pengalaman kerja dengan Mr.

Max Ammer dan bapak Yesaya Mayor, Paulus Sawiyai akhirnya mengambil

keputusan untuk terjun dalam kegiatan pariwisata di kampungnya dengan

membangun homestay dan berperan sebagai local tour guide.

Page 13: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

107

dan Bapak Paulus Sauyai serta satu buah homestay milik saudara

Mettu Dimara yang sementara masih dalam proses pembangunan.

Berikut ini informasi yang disampaikan oleh bapak Brets Siori

mengenai aktivitas masyarakat lokal dalam pariwisata di Kampung

Sawinggrai :9

Di Kampung Sawanggrai, yang saya amati, terlibat secara aktif

dalam kegiatan pariwisata antara lain : Pa Yesaya, Sdr. Metu

Dimara, Sdr. Paulus Saweyai. Mereka ini yang memiliki

homestay dan sering terlibat kalau ada kunjungan wisatawan ke

kampung.

Dari informasi yang diperoleh dari para informan, awal

ketertarikan para pelaku usaha wisata untuk mengembangkan usaha

homestay di kampungnya berangkat dari berbagai macam alasan.

Berikut ini alasan pendirian homestay yang dikemukakan oleh

Bapak Paulus Sauyai.10

“Proses awalnya saya terlibat dalam pengelolaan homestay

dimulai ketika saya bekerja di PT. Papua Diving. Saya

termotivasi dan terpancing ingin membuktikan sesuatu kepada

Pa Max ( Pa Max yang dimaksud adalah seorang warga negara

Belanda yang merupakan pioner utama dan pertama dalam

mempromosikan keunikan Raja Ampat ke Dunia Internasional.

Pa Max, adalah pemilik PT Papua Diving), bahwa sebagai

orang Papua saya juga bisa. Kenapa Pa Max bisa, saya tidak

bisa. Hal lain yang juga membuat saya termotivasi, karena

ketika masih bekerja dengan Pa Max, ia sering merendahkan

dan menganggap kami karyawan asli Papua kurang mampu.

Sehingga hal itu yang buat saya termotivasi. Selain “Saya

banyak belajar dari Pa Yesaya sebagai guru saya. Selain itu,

hubungan saya dengan Pa Yesaya masih ada hubungan

saudara.”

9 Hasil Wawancara dengan Bapak Brets Siori, pada tanggal 27 Agustus 2011

berlokasi di kampung Sawinggrai. Bapak Berts Siori adalah salah seorang

motivator kampung. Pekerjaannya adalah sebagai tukang kayu / pembuat

meubel air di Kampung Sawanggrai. Selain itu beliau juga sering dilibatkan

dalam berbagai kegiatan Coremap. Bapak Brets Siori adalah masyarakat

pendatang yang berasal dari suku Halmahera Maluku Utara, dan sudah

menetap di Kampung Sawanggrai selama kurang lebih 10 tahun. Istrinya

merupakan masyarakat asli di Kampung Sawanggrai dengan perempuan Tokoh

Pemuda dan salah seorang pelaku usaha di kampung / Desa Sawanggrai. 10

Hasil wawancara dengan Bapak Paulus Sawiyai (usia 39 tahun) pada tanggal

7 September 2011 di Kota Waisai.

Page 14: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

108

Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Paulus di

atas, Saudara Mettu Dimara juga dalam merintis pembangunan

homestay di kampung juga berangkat dari pengalaman bekerja di

LSM dan belajar dari pengalaman sesama pelaku usaha homestay di

Kampung Sawinggrai. Berikut ini pernyataan Saudara Mettu

Dimara:11

“Saya memberanikan diri membangun sebuah homestay di

kampung, karena saya melihat bahwa saya punya potensi

sebagai salah satu pelaku wisata yang juga sangat memahami

kondisi kampung. Selain saya juga punya pengalaman bekerja

di LSM di Raja Ampat yang bergerak dalam bidang lingkungan

dan pemberdayaan masyarakat. Kemudian saya sudah banyak

belajar dan ikut dengan Bapak Yesaya, sehingga saya punya

pengalaman. Apalagi kemampuan bahasa Inggris saya juga

baik. Alasan-alasan itu yang membuat saya memberanikan diri

menjadi pelaku usaha di kampung. Saya juga mendapat bantuan

dari keluarga, sehingga saya mau memiliki usaha sendiri, dari

pada harus ikut orang “.

Dari informasi di atas dapat diketahui bahwa faktor

pengalaman dan keinginan untuk maju dan membuktikan

kemampuannya membuat Bapak Paulus Sauyai dan Saudara Mettu

Dimara terdorong untuk memiliki usaha homestay. Bagi mereka,

jika pihak lain bisa menjalankan usaha wisata, mereka juga harus

bisa melakukannya. Hal-hal ini yang kemudian menjadi faktor-

faktor pendorong dalam menjalankan usaha wisata mereka di

Kampung Sawinggrai.

Bentuk Partisipasi Masyarakat Lokal dalam

Menjalankan Usaha Homestay

Model operasional usaha homestay di Raja Ampat secara

umum dilakukan oleh masyarakat setempat. Biasanya anggota

masyarakat yang menjalankan usaha ini ditunjuk oleh aparat

pemerintah kampung (kepala kampung) berdasarkan rapat atau

musyawarah tingkat kampung. Setelah melewati mekanisme

musyawarah kampung, maka beberapa anggota masyarakat yang

11

Hasil wawancara dengan Saudara Mettu Dimara, pada tanggal 27 Agustus

2011, di Kampung Sawinggrai.

Page 15: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

109

dipilih kemudian diberikan kewenangan untuk menjalankan usaha

homestay. Namun sebelumnya anggota masyarakat yang telah

dipilih untuk mengelola homestay, diutus untuk mengikuti pelatihan

yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam

hal manajemen pengelolaan homestay.

Untuk kasus di Kampung Sawinggrai, prosedurnya di luar

dari konsep yang dijelaskan di atas. Dalam pengelolaan homestay di

Kampung Sawinggrai, lebih banyak didominasi oleh kepentingan

pribadi atau individu. Hal itu terjadi karena dari sisi kepemilikan

usaha homestay, berstatus kepemilikan pribadi. Sehingga dalam

operasionalnya, dilakukan dan dikelola secara mandiri oleh pemilik

homestay itu sendiri. Dalam hal penentuan harga sewa homestay,

rata-rata biaya sewa yang ditetapkan sebesar Rp. 350.000-400.000

ribu per hari/ kamar. Harga ini merupakan harga standar yang sudah

ditetapkan secara bersama-sama dengan para pelaku usaha homestay

dengan Dinas Kebudayaan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat.

Penetapan standar harga dimaksudkan agar tidak terjadi perang dan

persaingan harga di antara para pengelola homestay di Kabupaten

Raja Ampat.

Dilihat dari bentuk homestay yang ada di beberapa kampung

wisata hampir semuanya berbentuk rumah-rumah tradisional yang

terbuat dari bahan-bahan yang tersedia dari alam (gambar

menunjukkan homestay yang dikelola oleh Bapak Yesaya). Adapun

fasilitas yang ditawarkan oleh pengelola beraneka ragam, tergantung

bentuk dan ukuran sebuah homestay. Misalnya homestay Inbefore

yang dikelola oleh Bapak Yesaya. Bangunan ini terdapat 5 kamar

tidur dengan sebuah kamar tamu besar dilengkapi dengan kursi dan

meja. Untuk makan, para tamu sudah berhak untuk memperoleh tiga

kali jamuan makan (pagi, siang dan malam) yang sudah disesuaikan

dengan harga sewa kamar per hari. Dalam menjalani usaha ini,

Bapak Yesaya dibantu oleh istrinya, yang bertugas mengelola makan

para tamunya dan dibantu oleh beberapa pemuda menyangkut

perawatan homestay seperti bersih-bersih dan berperan sebagai

pemandu wisata lokal di kampung.

Sedangkan untuk menikmati paket wisata yang ditawarkan di

kampung dikenakan beberapa biaya tambahan antara lain : biaya

tour guide untuk melihat burung cenderawasih dikenakan tarif Rp.

50.000 sampai Rp.100.000 ribu per paket perjalanan. Sedangkan

Page 16: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

110

untuk jasa atraksi pemberian makan ikan secara langsung oleh

wisatawan tidak ditentukan berapa harganya, namun biasanya

wisatawan memberikan tip atau uang untuk biaya ganti rugi untuk

membeli bahan makanan bagi ikan-ikan tersebut.

Pertumbuhan homestay

Perkembangan pariwisata di kampung Sawinggrai, perlahan

tetapi pasti mengalami perkembangan yang cukup signifikan.

Perkembangan itu terlihat ketika ditetapkannya kampung

Sawinggrai sebagai kampung wisata pada tahun 2009. Sebelum

ditetapkan sebagai kampung wisata, usaha wisata yang dilakukan di

kampung ini, baru sebatas mementaskan dan menampilkan kerajinan

tangan masyarakat dan kesenian atau budaya masyarakat.

Keberadaan wisatawan pada saat itu, datang silih berganti, namun

mereka datang dengan berbagai paket wisata yang dirawarkan oleh

jasa operator wisata, sehingga para wisatawan tersebut pergi

meninggalkan kampung, tanpa melakukan aktivitas lainnya.

perubahan itu kemudian terjadi ketika, bapak Yesaya Mayor, dengan

inisiatifnya membangun sebuah homestay di kampung Sawinggrai.

Lewat upaya yang dilakukan bapak Yesaya banyak potensi alam dan

kondisi budaya yang diekspos untuk mempromosikan kondisi

kampung yang ternyata memiliki potensi untuk dikembangkan

sebagai obyek wisata alternatif di kabupaten Raja Ampat.

Gambar 16. Home stay Pak Yesaya

Page 17: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

111

Dari upaya yang dilakukan oleh bapak Yesaya, pada

akhirnya mulai mendatangkan manfaat bagi masyarakat lokal di

kampung ini. kondisi masyarakat yang sebelumnya hanya

mengandalkan pekerjaannya sebagai nelayan dan petani, dalam

memperoleh pendapatan, kondisi itu kemudian lama kelamaan

mengalami perubahan, dengan hadirnya usaha yang dilakukan oleh

bapak Yesaya. Ada beberapa anggota masyarakat diajak dan

dilibatkan dalam menjalankan usaha wisata, seperti dilibatkan dalam

sebagai tour guide lokal, operator motor/speedboat, bahkan

dilibatkan dalam mengurus homestay.

Proses pendirian homestay di kampung Sawinggrai

dilakukan tidak secara bersamaan, melainkan yang pertama

mengembangkan usaha ini adalah bapak Yesaya Mayor, yang

pembangunan homestaynya dibangun pada tahun 2010. Kemudian,

dalam perkembangannya, diikuti oleh pembangunan homestaynya

bapak Paulus Sauyai, yang proses pembangunan fisik homestay,

selesai dibangun pada tahun 2011. Homestay milik bapak Paulus

Sauyai, dibangun diatas lahan (tanah) pribadi milik bapak Paulus,

dan konon pembiayaannya mendapat bantuan dari pihak ketiga.12

Pertumbuhan usaha jasa homestay di kampung Sawinggrai, semakin

meningkat dengan bertambahnya sebuah homestay yang dikelola

oleh saudara Mettu Dimara selesai dibangun pada awal tahun

2012.13

Pembangunan homestay oleh saudara Mettu, dilaksanakan

di sebelah barat kampung Sawinggrai yang secara strategis berada di

antara perbatasan kampung Sawinggrai dan kampung Kapisawar –

walaupun kampung Kapisawar bukan menjadi kampung wisata,

namun letak homestay saudara Mettu, cukup membuat berbeda

dibandingkan dengan kedua homestay sebelumnya.

12 Informasi yang diperoleh dari bapak Berts Siori, pada tanggal 27

Agustus 2011, bahwa homestay yang dibangun oleh bapak Paulus Sauyai

mendapat dukungan dari sebuah perguruan tinggi PTN di Jayapura, untuk

selanjutnya dijadikan sebagai laboratorium di Raja Ampat. 13

Ketika peneliti melakukan kegiatan penelitian di kampung Sawinggrai,

bangunan homesty milik saudara Mettu telah dibangun, namun masih dalam

proses penyelesaian. Sedangkan homesty milik bapak Paulus Sauyai, telah

selesai dibangun dan sudah mulai menerima tamu atau wisatawan yang

berkunjung ke kampung Sawinggrai.

Page 18: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

112

Usaha yang dilakukan oleh bapak Paulus, diinspirasi oleh

usaha yang dilakukan oleh bapak Yesaya dan berbekal pengalaman

bekerja di perusahaan operator wisata (PT. Papua Diving), membuat

bapak Paulus terinspirasi untuk mengelola usaha homestay secara

mandiri. Sama halnya dengan saudara Mettu Dimara, niat untuk

terjun dalam usaha jasa homestay terinspirasi dengan usaha yang

dilakukan oleh bapak Yesaya. Sehingga walaupun ia telah

membangun homestay nya, namun masih terlibat dengan beberapa

kegiatan yang dilakukan oleh bapak Yesaya. Homestay nya

dibangun pada tahun 2011 dan pada saat ini (tahun 2012), peneliti

mendapat informasi bahwa usahanya sudah berkembang, dengan

didatangi oleh para wisatawan.

Berbekal informasi yang diperoleh dari para sumber

informan, awal ketertarikan para pelaku usaha wisata untuk

mengembangkan usaha homestay di kampungnya berangkat dari

berbagai macam alasan. Berikut ini alasan pendirian homestay yang

dikemukakan oleh bapak Paulus Sauyai.14

“Proses awalnya saya terlibat dalam pengelolaan homestay

dimulai ketika saya bekerja di PT. Papua Diving. Saya

termotivasi dan terpancing ingin membuktikan sesuatu kepada

Pa Max (Pa Max yang dimaksud adalah seorang warga negara

Belanda yang merupakan pioner utama dan pertama dalam

mempromosikan keunikan Raja Ampat ke Dunia Internasional.

Pa Max, adalah pemilik PT Papua Diving), bahwa sebagai

orang Papua saya juga bisa. Kenapa Pa Max bisa, saya tidak

bisa. Hal lain yang juga membuat saya termotivasi, karena

ketika masih bekerja dengan Pa Max, ia sering merendahkan

dan menganggap kami karyawan asli Papua kurang mampu.

Sehingga hal itu yang buat saya termotivasi. Selain “Saya

banyak belajar dari Pa Yesaya sebagai guru saya. Selain itu,

hubungan saya dengan Pa Yesaya masih ada hubungan

saudara.”

Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh bapak Paulus di

atas, saudara Mettu Dimara juga dalam merintis pembangunan

homestay di kampung juga berangkat dari pengalaman bekerja di

LSM dan belajar dari pengalaman sesama pelaku usaha homestay di

14

Wawancara dengan Bapak Paulus Sawiyai (usia 39 tahun) pada tanggal 7

September 2011 di Kota Waisai.

Page 19: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

113

Kampung Sawinggrai. Berikut ini pernyataan Saudara Mettu

Dimara:15

“Saya memberanikan diri membangun sebuah homestay di

kampung, karena saya melihat bahwa saya punya potensi

sebagai salah satu pelaku wisata yang juga sangat memahami

kondisi kampung. Selain saya juga punya pengalaman bekerja

di LSM di Raja Ampat yang bergerak dalam bidang lingkungan

dan pemberdayaan masyarakat. Kemudian saya sudah banyak

belajar dan ikut dengan Bapak Yesaya, sehingga saya punya

pengalaman. Apalagi kemampuan bahasa Inggris saya juga

baik. Alasan-alasan itu yang membuat saya memberanikan diri

menjadi pelaku usaha di kampung. Saya juga mendapat bantuan

dari keluarga, sehingga saya mau memiliki usaha sendiri, dari

pada harus ikut orang “.

Dari informasi di atas dapat diketahui bahwa faktor

pengalaman dan keinginan untuk maju dan membuktikan

kemampuannya membuat Bapak Paulus Sauyai dan Saudara Mettu

Dimara terdorong untuk memiliki usaha homestay. Bagi mereka,

jika pihak atau lain bisa menjalankan usaha wisata, mereka juga

harus bisa melakukannya. Hal-hal ini yang kemudian menjadi

faktor-faktor pendorong dalam menjalankan usaha wisata mereka di

Kampung Sawinggrai. Selanjutnya pembahasan mengenai

pengelolaan usaha homestay akan dibahas pada sub bab lainnya pada

tulisan ini.

Aktivitas Lain di Luar Pengelolaan Homestay

Sejarah pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai,

pada awalnya dikenal dengan aktivitas seni dan budaya yang

dimotori (dikoordinir) oleh bapak Yesaya. Dengan kata lain bahwa

sebelum adanya usaha pengelolaan homestay oleh beberapa anggota

masyarakat di kampung Sawinggrai, sebelumnya telah ada dan

dikembangkan aktivitas-aktivitas kerajinan tangan dan berbagai

macam aktivitas seni dan budaya. Oleh sebab itu dalam sub bagian

ini, peneliti akan memberikan beberapa gambaran aktivitas

masyarakat dalam mendukung aktivitasa pariwisata – di luar

pengelolaan homestay - di kampung Sawinggrai. Adapun aktivitas

15

Wawancara dengan Saudara Mettu Dimara, pada tanggal 27 Agustus 2011, di

Kampung Sawinggrai.

Page 20: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

114

yang dilakukan oleh masyarakat di kampung Sawinggrai antara lain

: Pembuatan kerajinan tangan oleh kelompok-kelompok masyarakat,

seperti membuat souvenir berupa topi durian yang terbuat dari daun

tikar, ada juga, pemanfaatan kulit kelapa yang digunakan dalam

membuat beraneka-macam souvenir, seperti, gantungan kunci, dan

sebagainya. Untuk kegiatan-kegiatan ini, di kampung Sawinggrai

telah dibentuk beberapa kelompok yang didominasi oleh kaum

perempuan yang kesehariannya melakukan atau membuat berbagai

aneka kerajinan tangan. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok

ibu-ibu di kampung ini, didanai dan dibina oleh LSM Coremap.

Ada juga beberapa anggota masyarakat – khususnya kaum

muda – yang dilibatkan dalam berbagai macam kegiatan pendukung

pariwisata seperti, menjadi tour guide, dalam membantu para

wisatawan berkeliling kampung, menelusuri hutan, maupun aktivitas

lainnya. Selain itu, ada beberapa anggota pemuda yang

berpengalaman atau mampu mengoperasikan motor laut, di beri

peran sebagai operator motor laut (speedboad). Bagi kaum

perempuan di kampung Sawinggrai, tidak hanya disibukan dengan

aktivitas sebagai ibu rumah tangga semata, melainkan juga ada di

antara mereka dilibatkan dalam beberapa aktivitas kegiatan

pariwisata. Adapun keterlibatan mereka bisa dilihat dari, bagaimana

mama mama (ibu-ibu) dalam membantu mengurus homestay.

Keterlibatannya dalam membantu pengelola homestay, dapat

dilakukan dalam bentuk, membersihkan halaman rumah, menimba

air, memasak dan sebagainya. Untuk kaum lelaki, biasanya

dilibatkan ketika ada beberapa kegiatan yang membutuhkan tenaga

lebih. Misalnya, membangun homestay, membersihkan lingkungan

ataupun ada beberapa masyarakat berprofesi sebagai nelayan, dapat

menjual hasil tangkapannya kepada pengelola homestay untuk

diolah sebagai bahan makanan para tamu homestay.

Dan bagi anak-anak di kampung Sawinggrai, aktivitas

kesehariannya dilakukan di kampungnya sambil bermain-main

dengan teman-teman mereka di dermaga kampung, sambil

memancing dan berenang di perairan kampung. Ada di antara

mereka yang secara pro aktif selalu hadir di kediaman dan homestay

milik bapak Yesaya. Kehadiran mereka ada yang seringkali dengan

wajah lugu dan dengan kepolosan hati mereka menemani para tamu

untuk ngobrol, bahkan mereka dengan senang hati disuruh untuk

membeli sesuatu atau menyuruh mereka membantu melakukan

Page 21: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

115

sesuatu bagi para tamu yang berkunjung ke tempatnya bapak

Yesaya. Sebagai contoh kongkrit partisipasi anak-anak Sawinggrai,

dalam mendukung pengembangan kampung mereka sebagai

kampung wisata, lewat sebuah program TV Swasta nasional (Trans

7), yang menampilkan keluguan anak-anak di kampung ini, dalam

sebuah cerita realita anak-anak dalam serial “ Si Bolang” dari

kampung Sawinggrai16

.

Dari berbagai macam aktivitas dan partisipasi masyarakat

dalam mendukung pengembangan pariwisata, yang telah dijelaskan

sebelumnya, menunjukkan bahwa, ada beberapa anggota

masyarakat yang dilibatkan dalam aktivitas pariwisata secara

langsung, misalnya masuk (bergabung) dalam tim-tari binaan bapak

Yesaya. Ada juga yang diikutkan dalam membantu membersihkan

halaman homestay, ataupun ada pula yang secara aktif bergaul

(berinteraksi) dengan para tamu yang berkunjung ke kampung

Sawinggrai, sehingga mereka ini dapat dilibatkan untuk membeli

atau membantu mengangkat atau membawa keperluan para

wisatawan. Aktivitas ini secara tidak langsung dapat memberikan

kontribusi secara ekonomi – walaupun tidak dalam jumlah yang

besar –, namun dapat memberikan pendapatan tambahan bagi

individu anggota masyarakat tersebut.

Berdasarkan berbagai bentuk partisipasi masyarakat tersebut,

secara umum, peneliti mengkategorikan bentuk partisipasi

masyarakat dalam pariwisata ke dalam dua kelompok besar yaitu,

pertama, kelompok masyarakat yang secara aktif mengelola dan

terlibat dalam pengembangan sektor pariwisata, dan kedua, kategori

16

Pemilihan anak-anak di kampung Sawinggrai, dengan beberapa alasan. antara

lain, Pertama, keunikan dan kekhasan kampungnya yang indah dengan pesona

burung Cenderawasihnya. Hal lainnya – alasan kedua - adalah masih dijumpai

di kampung ini, anak-anak menggunakan bahasa ibu (daerah) dalam

berkomunikasi; Ketiga, ada bapak Yesaya Mayor sebagai pembina dan

koegrafi dalam mendesain cerita dan mengajarkan tari-tarian dalam adegan

tersebut. Syuting acara ini dilakukan di dua kampung yaitu kampung Arborek

dan kampung Sawinggrai, yang telah di siarkan di seluruh Indonesia.

Pemilihan anak-anak yang terlibat dalam acara Si Bolang, melibatkan anak-

anak dari kedua kampung tersebut. Aktor si Bolang, diperankan oleh anaknya

bapak Nomensen Mamraku – salah satu pelaku wisata di kampung Arborek

dan di Raja Ampat. - dari kampung Arborek

Page 22: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

116

masyarakat yang pasif terhadap pengembangan sektor pariwisata di

kampung Sawinggrai. Dalam kaitan itu, maka bisa dilihat pola

keterlibatan masyarakat lokal di kampung Sawinggrai. Kalaupun ada

beberapa anggota masyarakat yang terlibat, itupun atas permintaan

dari pemilik homestay. Dan proses memilih atau mengajak anggota

masyarakat dalam kegiatan pariwisata itupun hanya melibatkan

anggota masyarakat yang dekat atau masih memiliki hubungan

keluarga dengan para pelaku usaha di kampung. Alhasil, bisa

ditebak bahwa yang merasakan dampak positif dari pengembangan

pariwisata di Kampung Sawinggrai adalah para pelaku usaha dengan

anggota masyarakat yang dekat dengan mereka, dalam hal ini

pemilik homestay. Barangkali hal-hal ini yang kemudian

menyebabkan terjadinya konflik antara masyarakat lokal dengan

para pelaku usaha pariwisata di kampung. Konflik-konflik yang

muncul merupakan salah satu persoalan dalam pengembangan

pembangunan pariwisata di suatu daerah. Oleh sebab itu, untuk

bagian ini (persoalan konflik dalam pariwisata) akan dibahas lebih

mendalam dalam sub bab tersendiri.

Melanjutkan pembahasan mengenai aktivitas masyarakat

dalam sektor pariwisata di Kampung Sawinggrai, peneliti

mengkategorikan jenis dan aktivitas masyarakat dalam bentuk

keterlibatannya menjadi dua bagian, yaitu pertama, masyarakat

yang aktif dalam kegiatan pariwisata, dan kedua adalah masyarakat

yang pasif terhadap aktivitas pariwisata. Penjelasannya sebagai

berikut. Masyarakat yang aktif adalah masyarakat yang secara serius

dan terlibat secara langsung dalam aktivitas kegiatan pariwisata di

kampung. Untuk jenis ini, anggota masyarakat yang terlibat di

dalamnya adalah para pelaku usaha wisata. Seperti para pemilik

homestay dengan segala macam sarana prasarana penunjangnya,

serta para pemandu wisata lokal dan beberapa anggota masyarakat

yang dengan sengaja dilibatkan dalam usaha kegiatan wisata. Selain

itu, anggota masyarakat biasanya juga dilibatkan sebagai tour guide

atau sebagai operator perahu motor, dan ada pula ibu-ibu di

kampung yang dilibatkan membantu memasak atau menyiapkan air

bersih serta membersihkan halaman sekitar lokasi homestay. Untuk

mendukung informasi di atas, berikut ini, pernyataan bapak Paulus

Page 23: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

117

Sauyai mengenai keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan

pariwisata di kampung.17

“Sebagai salah satu putra daerah yang lahir dan dibesarkan di

kampung ini, saya melihat kesadaran masyarakat di kampung

memang masih sangat kurang dalam mendukung kegiatan

pariwisata. Namun saya sering mengajak dan memberikan

dukungan kepada pemuda-pemuda agar aktif dan terlibat dalam

kegiatan pariwisata. Saya sering kali kalau ada tamu yang

datang ke homestay, saya libatkan mereka. Misalnya mama-

mama (ibu-ibu) saya suruh membersihkan halaman homestay

dan masak untuk para tamu. Untuk kaum mudanya, saya suruh

mereka untuk antar turis ke hutan lihat burung Cenderawasih

dan bantu saya ajak para tamu untuk menyelam dan snourkling.

Dan untuk bayar mereka saya sesuaikan dengan jenis pekerjaan

yang mereka lakukan. Misalnya, kalau para pemuda yang

bertugas sebagai pemandu saya bayar 50.000 – 100.000 ribu

per kegiatan selama tamu tinggal di kampung. Kalau untuk

mama-mama (ibu-ibu) saya biasa kasih untuk beli keperluan

dapur sehari-hari“.

Gambar 17. Kerajinan tangan masyrakat sekitar (kiri), aktivitas masyarakat lokal

dalam membuat kerajinan tangan (kanan).

Selain aktivitas masyarakat sebagai pelaku usaha wisata,

dalam hal ini sebagai pemilik homestay dan pemandu wisata, ada

juga aktivitas masyarakat lainnya yaitu kegiatan pembuatan

kerajinan tangan (handicraft). Kegiatan ini lebih banyak didominasi

oleh kaum perempuan. Kegiatan kerajinan tangan dibuat dan

17

Wawancara dengan Bapak Paulus Sauyai, pada tanggal 07 September 2011 di

Waisai.

Page 24: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

118

ditawarkan kepada wisatawan yang datang ke kampung. Ada juga

berbagai jenis kerajinan tangan yang dibuat memanfaatkan hasil

sumberdaya laut, seperti cinderamata berupa hiasan dinding dan lain

sebagainya. Namun sangat disayangkan kerajinan tangan yang

dibuat tidak bisa sampai ke tangan para wisatawan karena

kebanyakan wisatawan yang berkunjung ke kampung, lebih memilih

langsung pulang meninggalkan kampung setelah selesai melihat atau

berjalan-jalan di hutan untuk melihat burung Cenderawasih.

Untuk kategori masyarakat yang pasif dalam aktivitas

pariwisata adalah anggota masyarakat yang tidak terlibat secara aktif

dalam kegiatan pariwisata namun pada saat-saat tertentu jasa atau

tenaganya dapat digunakan dalam menunjang kegiatan pariwisata.

Sebagai contoh sebagian besar anggota masyarakat yang tidak

terlibat dalam kegiatan usaha jasa wisata. Kebanyakan dari mereka

hanya melakukan aktivitas atau rutinitas mereka sebagai nelayan dan

petani bagi kaum pria, dan kaum wanita berperan sebagai ibu rumah

tangga. Dalam kondisi tertentu, kadang-kadang mereka dilibatkan,

namun hanya dalam hal yang terbatas, misalnya kegiatan bersih-

bersih kampung atau kegiatan gotong royong lainnya dalam rangka

menyambut tamu atau kunjungan para pejabat pemerintah daerah.

Hal ini menunjukkan bahwa masih ada masyarakat lokal yang

kurang sadar akan nilai kegiatan pariwisata sebagai penunjang

kehidupan mereka.

Kehadiran Investor

Perkembangan sektor pariwisata di Raja Ampat secara tidak

langsung menjadi daya tarik tersendiri, bukan hanya bagi wisatawan

yang datang untuk menyaksikan dan menikmati keindahan surga

bawah laut dan keindahan alamnya. Akan tetapi menjadi daya pikat

tersendiri bagi para investor dan operator wisata (tour operator)

yang hendak menginvestasikan modalnya di kepulauan ini.

Kehadiran investor di kampung Sawinggrai, secara umum,

motifnya hampir sama dengan beberapa kampung wisata lainnya di

distrik Meosmansar. Kecenderungan umumnya dapat dilihat dari

bentuk aktivitas yang dilakukan investor. Misalnya, dari sisi

pembangunan resort atau hotel. Dari kelima kampung wisata yang

ditetapkan pemerintah daerah, tidak dijumpai resort atau hotel-hotel

Page 25: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

119

yang dibangun oleh pihak swasta. Atau dengan kata lain bahwa

kehadiran investor (swasta) di kampung Sawinggrai dan kampung

wisata lainnya secara langsung memang tidak terlihat. Yang peneliti

maksudkan dengan tidak terlihat disini adalah, secara riil (nyata)

para investor tidak mendirikan resort (hotel) atau tempat penginapan

lainnya18

. Aktivitas yang dilakukan oleh para investor – nasional dan

internasional – biasanya hanya mendatangkan wisatawan ke

kampung Sawinggrai dengan mengantar mereka dengan

menggunakan speetboad nya, kemudian setela mereka (wisatawan)

menyaksikan keindahan burung Cenderawasi atau aktivitas lainnya,

mereka kemudian pergi meninggalkan kampung Sawinggrai.

Dari pengamatan peneliti, dan berdasarkan informasi yang

peneliti peroleh dari sumber informan, kehadiran para investor

dalam mendatangkan wisatawan ke kampung Sawinggrai, awalnya

dimulai atas inisiatif bapak Yesaya Mayor – pengalaman

pertamanya pada tahun 2007, mengajak 8 orang wisatawan asing –

berkunjung ke lokasi pemantauan burung Cenderawasih. Dalam

perjalanan perkembangannya, kehadiran para wisatawan semakin

banyak ke kampung Sawinggrai sudah tidak hanya menyaksikan

atraksi seni budaya semata, melainkan motif kunjungan sudah

beralih pada kegiatan pengamatan burung Cenderawasih di lokasi

yang telah dibuat oleh bapak Yesaya Mayor. Hal-hal ini yang

kemudian, oleh bapak Yesaya dengan beberapa operator wisata –

secara khusus dengan PT Papua Diving - melakukan kerjasama

dalam rangka mendatangkan para wisatawan untuk menyaksikan

burung Cenderawasih di kampung Sawinggrai. Atau dengan kata

lain, dengan semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke

kampung Sawinggrai maka para operator wisatawan (investor) telah

menetapkan dan menjadikan kampung Sawinggrai sebagai salah satu

lokasi tujuan dalam paket wisata selain kegiatan kebaharian.

Informasi tersebut di atas, menunjukkan peran serta investor dalam

kapasitasnya, secara tidak langsung dalam membantu dan

mempromosikan potensi pariwisata di kampung Sawinggrai.

18

Kebanyakan resort-resort yang dikelola oleh para investor berada di luar

kampung Sawinggrai dan beberapa desa (kampung) wisata lainnya di

Meosmansar. Sebagai contoh beberapa resort yang dibangun oleh Mr. Max

Ammer lewat perusahaannya yaitu, PT. Papua Diving. Melalui kerjasama

dengan bapak Yesaya biasanya tamu-tamu Mr Max Ammer diajak dan

dijadwalkan untuk melihat burung Cenderawasih di kampung Sawinggrai.

Page 26: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

120

Pada bagian dalam sub bab ini juga, peneliti akan

menunjukkan beberapa bentuk aktivitas investasi usaha yang

dilakukan para investor ini. Data di bawah ini menunjukkan

beberapa usaha wisata yang sudah ada atau yang sudah dilakukan di

Raja Ampat. Usaha-usaha itu antara lain : Pertama, para investor

telah membuka usaha hotel dan penginapan yang berjumlah 9 buah;

Kedua, ada dua buah Cottage yaitu Acropora Cottege and

Restaurant dan Cottage King Dolphin. Cottage-cotage ini berada di

Waisai dan operasional serta kepemilikannya dikelola oleh pihak

pemerintah daerah dan pihak ketiga (swasta). Ketiga, yang

mengalami peningkatan pesat yaitu pembangunan-pembangunan

Resort (Dive Operator). Penjelasan lebih mendetail mengenai data-

data investasi usaha oleh investor bisa dilihat pada bab 4.

Motif Kunjungan Wisatawan ke Sawinggrai

Dilihat dari sisi motif kunjungan wisatawan ke kampung

Sawinggrai lebih didominasi kegiatan kunjungan ke hutan untuk

mengamati burung Cenderawasih. Dan biasanya para wisatawan

setelah menikmati atraksi burung Cenderawasih di hutan, langsung

meninggalkan kampung dan kembali atau mengikuti arahan dari

tour guide yang mendampingi mereka untuk kembali ke hotel atau

resort yang berada di luar kampung. Kalaupun ada wisatawan yang

datang dan menetap di kampung, biasanya mereka tinggal di

homestay-homestay yang dikelola oleh masyarakat setempat.

Kebanyakan dari wisatawan ini, memilih homestay karena dari sisi

pembiayaan jauh lebih murah - dibandingkan dengan harus

menginap di resort-resort dan hotel mewah –, dan di satu sisi

beberapa wisatawan yang memang sengaja ingin menikmati

keindahan kampung wisata dan berbaur dengan kehidupan

masyarakat setempat. Kalau dilihat dari pengamatan peneliti di

Kampung Sawinggrai, motif kunjungan wisatawan lebih pada ingin

melihat keindahan burung Cenderawsih di hutan. Setelah itu mereka

mampir sejenak di kediaman Bapak Yesaya, menyaksikan atraksi

memberi makan ikan (feeding fishing), dan kemudian dengan

speedboad didampingi para tour guide kembali melanjutkan

perjalanan mereka ke lokasi penyelaman lainnya atau kembali ke

hotel tempat mereka menginap. Akan tetapi, ada pula beberapa

wisatawan asing bahkan wisatawan domestik yang memilih tinggal

Page 27: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

121

dan menetap di Sawinggrai. Hal itu terlihat dari ada beberapa

wisatawan asing (warga Italia, yang berdomisili di Bali menetap

kurang lebih lima hari dalam rangka melakukan survey untuk

melakukan investasi ke depan di sektor pariwisata di Raja Ampat)

yang berdatangan ke kampung Sawinggrai dan menetap di homestay

milik Bapak Paulus Sauyai. Sedangkan seorang wisatawan asal

Prancis yang bersama-sama dengan peneliti tinggal di homestay

Bapak Yesaya, yang kesehariannya lebih memilih melakukan

kegiatan snorkeling dan jalan-jalan mengelilingi kawasan

perkampungan, sambil mendokumentasikan aktivitas keseharian

masyarakat.

Dari pengamatan peneliti, motif kunjungan para wisatawan

lebih pada kegiatan diving di perairan Pulau Arborek dan di kawasan

Teluk Kabui19

di sekitar Pulau Gam. Namun ada juga beberapa

wisatawan yang melakukan kegiatan snorkling di perairan sekitar

Kampung Sawinggrai, yang juga terkenal dengan keindahan bawah

lautnya. Untuk wisatawan domestik lebih banyak datang ke

kampung ini untuk menyaksikan keindahan burung Cenderawasih,

serta ada pula para peneliti yang secara sengaja memilih kampung

ini sebagai salah satu lokasi untuk melakukan penelitian, khususnya

menyangkut konservasi di kawasan hutan di Kampung Sawinggrai

dan pulau Gam secara umum. Sebagai contoh, pada saat peneliti

melakukan penelitian di Kampung Sawinggrai, peneliti berjumpa

dengan beberapa mahasiswa strata satu (S1) dari Fakultas

Kehutanan UGM (Universitas Gadja Mada) Yogyakarta yang

sedang meneliti tentang keanekaragaman ekosistem hutan di

Kampung Sawinggrai.

Hal-hal ini yang kemudian menunjukkan bahwa hampir

dipastikan para wisatawan yang berkunjung tidak melakukan banyak

aktivitas - bahkan sama sekali tidak melakukan kegiatan - ekonomi

yang secara langsung menyentuh atau berinteraksi langsung dengan

masyarakat lokal di Kampung Sawinggrai. Kalaupun ada beberapa

19

Kawasan Teluk Kabui merupakan salah satu kawasan favorit bagi para

wisatawan yang berkunjung ke Raja Ampat, dikarenakan di kawasan ini bisa

dijumpai gugusan pulau-pulau karang kecil yang begitu indah. Keindahan

Panorama Teluk Kabui sering kali disebut sebagai “Miniaturnya Wayag”

yang menjadi salah satu tempat terindah dan terfavorit untuk dikunjungi di

Kepulauan Raja Ampat.

Page 28: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

122

anggota masyarakat yang terlibat, itupun atas permintaan dari

pemilik homestay. Dan proses memilih atau mengajak anggota

masyarakat dalam kegiatan pariwisata itupun hanya melibatkan

anggota masyarakat yang dekat atau masih memiliki hubungan

keluarga dengan para pelaku usaha di kampung. Alhasil, bisa

ditebak bahwa yang merasakan dampak positif dari pengembangan

pariwisata di Kampung Sawinggrai adalah para pelaku usaha dengan

anggota masyarakat yang dekat dengan mereka, dalam hal ini

pemilik homestay. Barangkali hal-hal ini yang kemudian

menyebabkan terjadinya konflik antara masyarakat lokal dengan

para pelaku usaha pariwisata di kampung. Konflik-konflik yang

muncul merupakan salah satu persoalan dalam pengembangan

pembangunan pariwisata di suatu daerah. Oleh sebab itu, untuk

bagian ini (persoalan konflik dalam pariwisata) akan dibahas lebih

mendalam dalam sub bab tersendiri.

Kehadiran LSM

Perkembangan pariwisata yang sangat cepat di Kabupaten

Raja Ampat tidak bisa dipisahkan dari peran serta LSM-LSM

internasional dan nasional dalam mempromosikan Raja Ampat ke

dunia internasional, lewat berbagai penelitian dan publikasinya.

Mengingat pentingnya peran LSM dalam mendukung kegiatan

pariwisata maka pada sub bagian ini, peneliti akan memaparkan

seberapa jauh dan pentingnya peran LSM dalam mendukung

pengembangan pariwisata. Itu bisa terlihat dari, peran serta beberapa

LSM di kampung Sawinggrai dalam mendukung kelestarian alam

daerah pesisir serta memberikan pembekalan dan pemahaman

kepada masyarakat lokal dalam rangka menjaga kelestarian

lingkungan laut dan pesisir sebagai bagian dalam menjaga aset yang

mendukung kegiatan pariwisata.

Di kampung Sawinggrai tercatat ada dua LSM yang secara

langsung terlibat dalam kegiatan pendampingan masyarakat

terhadap kegiatan pendidikan konservasi lingkungan. Kedua LSM

tersebut adalah Coremap20

dan CII21

. Keberadaan kedua LSM ini

20

LSM Coremep (Coral Reef Rehabilitation and Managemen Program) adalah

organisasi pemerintah yang berada di bawah naungan departemen kelautan.

LSM ini bergerak dalam bidang konservasi dan perlindungan laut.

Page 29: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

123

secara tidak langsung sangat berpengaruh terhadap pengembangan

pariwisata. Peneliti tidak memiliki data secara jelas kapan pastinya,

kedua LSM ini terlibat secara langsung di Kampung Sawinggrai

dalam hal kegiatan konservasi lingkungan. Namun informasi secara

umum menunjukan bahwa kedua LSM ini merupakan lembaga-

lembaga swadaya masyarakat yang disponsori oleh pemerintah pusat

– khususnya Coremap di bawa naungan LIPI dan kemudian

ditangani oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan juga

disponsori oleh lembaga-lembaga donor internasioanal seperti Bank

Dunia, Asian Development Bank (ADB), dan sebagainya. Program

kegiatan Coremap di Raja Ampat sudah dimulai atau dilakukan

dalam dua tahap. Yaitu tahap pertama, periodenya dimulai sejak

tahun 2002 – 2007. Tahap kedua dimulai pada tahun 2007 s/d

20012. Lain halnya dengan LSM CII (Consevation Internasional

Indonesia (CII) di Raja Ampat, di mulai pada tahun 2001. Awalnya

LSM ini bersama-sama dengan LSM TNC22

, melakukan kegiatan-

kegiatan pendataan keanekaragam ekosistem laut di perairan Raja

Ampat, dan kegiatan itu kemudian terus berkembang sampai saat ini.

Kontribusi kedua LSM itu bisa dilihat dari, peran yang

dilakukannya, yaitu, kedua LSM ini sangat membantu dan berperan

aktif dalam mendorong terbentuknya kesadaran masyarakat dalam

menjaga kelestarian lingkungan di sekitar kampung. Dalam berbagai

aktivitas yang dilakukan oleh kedua LSM ini, terlihat bahwa peran

kedua LSM ini sangat sentral, bukan hanya memberikan dorongan

dan pendidikan berwawasan lingkungan, melainkan juga secara aktif

dan langsung terjun ke masyarakat dalam memberikan bimbingan

dan bantuan permodalan dalam rangka peningkatan ekonomi

masyarakat pesisir di Kampung Sawinggrai.

Dari pengamatan peneliti dan beberapa data yang diperoleh

dari sumber informan, diketahui bahwa kedua LSM yang terlibat

dalam proses pembangunan di kampung ini, bersama-sama bergerak

atau fokus dalam bidang lingkungan hidup / konservasi lingkungan

khususnya daerah perairan. Khususnya LSM CII dari pengamatan

peneliti, memang lebih cenderung membantu Bapak Yesaya. Hal ini

21

LSM CII (Conservation International Indonesia) adalah LSM Internasional

yang bergerak dalam bidang konservasi lingkungan. 22

LSM TNC singkatan dari The Nature Concervation. LSM internasional yang

sejak awal melakukan penelitian di Raja Ampat mengenai pendataan dan

perlindungan terhadap keanekaragaman biota laut.

Page 30: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

124

dikarenakan Bapak Yesaya adalah salah satu staf CII itu sendiri,

yang telah bergabung dengan LSM ini pada tahun 2006. Bentuk

kontribusinya terlihat dari keberadaan pos pemantauan CII yang

berada di lokasi tempat tinggal Bapak Yesaya. Selain itu, dari pihak

LSM CII ini juga banyak memberikan bantuan berupa permodalan

dan pelatihan-pelatihan mengenai kegiatan konservasi lingkungan.

Salah satu bukti kongkrit CII dalam mendukung pariwisata di

Kampung Sawinggrai adalah memberikan bantuan permodalan

kepada bapak Yesaya untuk membangun sebuah homestay dan

dermaga yang terbuat dari kayu. Memang tidak bisa dipungkiri

bahwa bantuan yang diberikan pihak LSM CII terkesan hanya

kepada bapak Yesaya sebagai salah satu staf di LSM tersebut. Hal

tersebut yang kemudian secara tidak langsung menimbulkan konflik

antara aparat kampung maupun kepada anggota masyarakat lainnya.

Untuk hal ini akan dibahas pada sub bab tersendiri (lihat

pembahasan konflik antara para pelaku usaha lokal vs masyarakat

lokal).

Lain halnya dengan kontribusi LSM Coremap. LSM ini lebih

memfokuskan diri pada penguatan kelembagaan institusi kampung

dengan tetap mempertahankan kondisi kearifan lokal (local

wisdom). Salah satu bukti konkrit keterlibatannya dalam sektor

pariwisata adalah dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan

secara rutin tentang program kebersihan lingkungan serta

memberikan modal usaha dalam rangka meningkatkan pendapatan

ekonomi masyarakat, dengan tetap memberikan pendampingan

kepada masyarakat tentang pengelolaan dana serta bagaimana

mempertanggung-jawabkan dana tersebut. Informasi yang

disampaikan oleh bapak Berts Siori di bawah ini menunjukkan

bagaimana kepedulian LSM Coremap dalam membina dan

mendukung aktivitas masyarakat di Kampung.

“…ada 4 kelompok usaha lain yang ada di kampung.

Kelompok-kelompok itu bergerak dalam usaha kerajinan

tangan, seperti kerajinan anyaman, pembuatan minyak kelapa,

dan kerajinan tangan dari tempurung / batok kelapa. Kelompok-

kelompok kerajinan tangan tersebut, dibentuk, dikoordinasikan

dan didanai oleh LSM Coremap, tanpa keterlibatan pemerintah

daerah “23

.

23

Wawancara dengan Bapak Berts Siori, pada tanggal 27 Agustus 2011.

Page 31: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

125

Dari data dan penjelasan di atas, tampak bahwa kehadiran

LSM dalam pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai

sangat membantu. Oleh sebab itu, dibutuhkan kerja sama dan

bantuan dari semua pemangku kepentingan (stakeholder) untuk

mengembangkan sektor pariwisata di Kabupaten Raja Ampat.

Hambatan dalam Pengembangan Pariwisata di

Sawinggrai

Meskipun kehadiran pariwisata sedikit demi sedikit mampu

meningkatkan kondisi perekonomian masyarakat di Kampung

Sawinggrai, namun ada beberapa hambatan yang membuat

keterlibatan masyarakat maupun perkembangan pariwisata di

wilayah ini tidak dapat berjalan dengan maksimal. Persoalan-

persoalan yang masih menjadi kendala antara lain adalah tingkat

pendidikan masyarakat atau sumber daya manusia (SDM) yang

masih rendah dan buruknya infrastruktur (sarana dan prasarana)

yang menghubungkan Kampung Sawinggrai dengan daerah-daerah

lain, serta fasilitas-fasilitas penunjang lainnya seperti listrik, air

bersih, jaringan telekomunikasi dan faktor-faktor penghambat

lainnya. Berikut ini penjelasan faktor-faktor tersebut.

Faktor pertama yaitu, Sumber Daya Manusia. Dalam

pengembangan pariwisata di Kampung Sawinggrai selama ini

mengalami kendala karena dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

masyarakatnya. Data berikut ini menunjukkan bahwa hampir semua

masyarakat di Kampung Sawinggrai pernah mengenyam pendidikan

walaupun hanya sampai pada pendidikan dasar. Tingkat pendidikan

bervariasi dari yang menamatkan Sekolah Dasar (SD) berjumlah 73

orang (38,02 %), tamatan SMP berjumlah 12 orang (6,25 %), yang

menyelesaikan pendidikan di SMA berjumlah 18 orang (9,37 %) dan

lulusan Perguruan Tinggi 3 orang (1,56 %). Sedangkan penduduk

yang tidak tidak tamat SD dan tidak mengenyam pendidikan sebesar

86 orang atau 44,79 %. 24

.

Data di atas membuktikan bahwa tingkat pendidikan di

Kampung Saawinggrai masih sangat rendah. Hal itu juga bisa

24

Data Coremap :2009, “ Profil Kampung Sawinggrai “ Hal : 4.

Page 32: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

126

disebabkan karena faktor sarana dan prasarana pendidikan yang

kurang. Di Kampung Sawinggrai, hanya terdapat satu buah Sekolah

Dasar (SD). Itupun bukan sekolah negeri melainkan sekolah swasta

yang dikelola oleh Gereja melalui Yayasan Pendidikan Kristen

(YPK). Sekolah ini terletak di Kampung Kapisawar. Bila ingin

melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, maka anak-anak di

kampung ini harus pindah ke ibukota distrik atau ibukota kabupaten.

Sedangkan untuk melanjutkan pendidikan SMU / SMK maka para

pelajar-pelajar ini harus menuju Waisai atau keluar Raja Ampat.

Berdasarkan hal tersebut, sudah bisa ditebak bahwa kontribusi mutu

sumber daya manusia dalam mendukung pengembangan pariwisata

di Kampung Sawinggrai sangat minim. Beruntung, para pelaku

usaha di Kampung Sawinggrai bisa membangun usahanya

berdasarkan kemauan dan pengalaman mereka selama bekerja di

operator wisata maupun ketika bergabung dengan lembaga-lembaga

sosial masyarakat. Hal ini yang kemudian membuat mereka

memiliki kemampuan untuk mengelola usahanya dan tetap eksis dan

survive hingga sekarang.

Faktor kedua penghambat pariwisata di Kampung

Sawinggrai yaitu bidang transportasi. Sektor transportasi

merupakan salah satu persoalan utama keterisolasian pemerataan

pembangunan di Kabupaten Raja Ampat. Konsekuensi dari daerah

kepulauan adalah untuk mencapai dan menjangkau daerah satu

dengan daerah lainnya hanya bisa ditempuh dengan transportasi laut.

Kondisi itu semakin parah lagi ketika pada bulan-bulan tertentu

(bulan Mei sampai September) dilanda angin selatan sehingga

membuat arus transportasi menjadi terhambat, akhirnya mobilisasi

dari dan ke beberapa kampung atau daerah menjadi terhambat.

Persoalan Telekomunikasi menjadi faktor penghambat

ketiga bagi perkembangan pariwisata di beberapa kampung wisata di

Distrik Meosmansar Kabupaten Raja Ampat. Informasi dan

komunikasi dalam sektor pariwisata yang terjadi di Kampung

Sawinggrai sangat tergantung pada sektor telekomunikasi.

Komunikasi dari para pelaku usaha wisata dengan para wisatawan

yang hendak berkunjung ke kampung ini biasanya terhambat karena

persoalan komunikasi yang disebabkan hanya karena jaringan

telekomunikasi yang lemah bahkan tidak ada sama sekali. Di

Kampung Sawinggrai komunikasi lewat jaringan operator seluler

sangat terbatas. Hal ini terjadi karena letak Kampung Sawinggrai

Page 33: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

127

sangat jauh dari Kota Waisai. Untuk memperoleh jaringan operator

seluler sangat terbatas atau bahkan tidak terjangkau sama sekali.

Sebagai contoh, persoalan komunikasi akibat lemahnya bidang

telekomunikasi yang menyebabkan konflik antara pelaku usaha

dengan para wisatawan yang hendak berkunjung ke kampung.

Berikut ini penuturan Bapak Paulus Sauyai25

:

“Saya pernah buat janji dengan turis (wisatawan) untuk jemput

dorang (mereka) di Waisai, untuk ke kampung untuk tinggal di

homestay. Tapi karena masalah tidak ada signal para turis

dorang mau hubungi saya tapi tidak bisa dihubungi. Ketong di

sini sebagai pengelola usaha jasa wisata sangat bergantung

dengan komunikasi dan informasi. Bagaimana ketong (kami)

bisa dihubungi atau ketong mau hubungi para tamu kalau alat

komunikasi dan telekomunikasi saja susah. Ketong sering dapat

marah-marah atau ketong sering dapat komplein dari para tamu

karena ketong sering tidak tepat waktu. Memang ketong

mengalami kesulitan sekali karena usaha ketong sering kali

terganggu karena cuaca dan mau berkomunikasi keluar saja

susah…”

Informasi yang disampaikan di atas menggambarkan bahwa

faktor sarana dan prasarana telekomunikasi dan komunikasi sangat

berperan penting dalam memajukan sektor pariwisata di suatu

daerah. Memang sangat disayangkan hanya karena

miscommunication menghambat kunjungan wisatawan ke kampung.

Faktor pendanaan/permodalan menjadi kendala yang

sering kali diungkapkan oleh beberapa pelaku usaha dalam

menjalankan usaha wisata di kampung ini. Tidak bisa dipungkiri

bahwa faktor pendanaan sangat berperan penting dalam menjalankan

suatu program dalam masyarakat. Dalam pengembangan pariwisata

di kawasan atau daerah tujuan wisata (DTW), faktor pendanaan

masih sangat dibutuhkan dalam rangka membiayai sarana dan

prasaran pendukung demi meningkatkan pengembangan pariwisata

itu sendiri. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan pendapatan dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal lewat kegiatan

pariwisata, maka pemerintah harus secara tegas dan terprogram

mengkucurkan modal atau dana yang secara khusus harus

diperuntukkan bagi para pelaku usaha di kawasan daerah tujuan

25

Hasil wawancara dengan Bapak Paulus Sauyaii, pada tanggal 07 Septembar

2011.

Page 34: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

128

wisata (DTW). Sebagai contoh, di Kampung Sawinggrai memang

disadari bahwa kucuran dana dari pemerintah daerah, dalam hal ini

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Raja Ampat, sering dilakukan dan

sudah menjadi program rutin dalam APBD, bahkan mendapat

suntikan dana dari APBN berupa dana PNPM Mandiri Pariwisata.

Walaupun sudah ada program bantuan subsidi dana dari pemerintah,

namun masih sangat kurang dari sisi jumlah nominalnya.

Sebagai contoh, bagaimana para pelaku usaha mengalami

kendala dari sisi permodalan untuk melengkapi fasilitas dan sarana

parasarana pendukung di homestay tempat usaha mereka. Hal

tersebut seperti yang diceritakan oleh Bapak Paulus Sauyai :

“Banyak wisatawan asing yang ingin datang ke homestay-

homestay yang ada di Kabupaten Raja Ampat, namun karena

tidak punya perlengkapan diving yang lengkap, akhirnya yang

selam ini berkunjung ke homestay adalah tamu-tamu yang ingin

snorkeling.” 26

Selain persoalan kelengkapan sarana dan prasarana

penunjang kegiatan pariwisata yang dikeluhkan oleh para pelaku

usaha lokal di kampung, ada juga beberapa pelaku usaha yang

dengan usahanya sendiri membangun tanpa adanya bantuan dana

dari pemerintah. Sebut saja saudara Mettu Dimara yang dengan

biaya sendiri berinisiatif membangun sebuah homestay guna

menjalankan usahanya.

“ Kendala saya yang paling utama adalah masalah permodalan.

Saya pernah mengajukan proposal ke pemerintah daerah, tetapi

tidak ada tanggapan terhadap proposal yang saya ajukan. Saya

bingung mau ke mana lagi saya harus berharap untuk

memperoleh bantuan dana untuk membangun homestay saya di

ujung kampung yang sampai saat ini belum selesai

pengerjaannya“27

.

26

Hasil Wawancara dengan Bapak Paulus Sauyaii pada tanggal 7 September

2011. 27

Hasil wawancara dengan Saudara Mettusael (Mettu) Dimara pada tanggal 27

Agustus 2011 di Kampung Sawinggrai. Saudara Mettusael Dimara atau yang

sering disapa Mettu, adalah salah seorang pelaku usaha wisata lokal

(masyarakat asli) di Kampung Sawinggrai. Usaha yang ditekuni adalah

memiliki sebuah homestay yang sementara dibangun, dan memiliki

kemampuan atau potensi dalam kegiatan seni dan kemampuan bahasa Inggris

Page 35: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

129

Penggalan informasi di atas secara tidak sadar mau

menunjukkan kepada kita bahwa bagaimana mungkin dana yang

begitu banyak digelontorkan untuk membantu masyarakat dalam

upayanya mendukung pariwisata, sedangkan di sisi lain masih ada

anggota masyarakat yang kekurangan dana untuk menjalankan

usahannya dalam memajukan pariwisata di Kampung Sawinggrai.

Penerangan. Selain faktor permodalan, persoalan

penerangan atau jaringan listrik menjadi salah satu faktor

penghambat di Kampung Sawinggrai, bahkan menjadi persoalan

umum di setiap kampung di Kabupaten Raja Ampat. Sampai saat

ini, Kampung Sawinggrai belum dialiri jaringan listrik dari PLN.

Kondisi topografi yang berbentuk pulau-pulau, membuat

keterjangkauan jaringan listrik belum ada sama sekali. Di kampung

ini, penerangan sangat tergantung dari ketersediaan bahan bakar

solar. Ketika bahan bakar tersebut tidak ada maka genset-genset

(mesin pembangkit arus listrik bertenaga rendah) tidak bisa

dihidupkan. Ketika itu terjadi, maka kampung akan gelap gulita.

Untuk menerangi rumah-rumah di kampung digunakan alat-alat

penerangan sederhana yang berbahan bakar minyak tanah; itupun

kalau tersedia. Jadi sangat ironis memang, ketika pariwisata Raja

Ampat dipublikasikan ke berbagai belahan dunia, dengan berbagai

informasi yang aduhai, sedangkan di satu sisi, kesiapan sarana dan

prasarana pendukung, khususnya terhadap usaha yang dilakukan

masyarakat lokal tidak terpenuhi dengan baik. Bagaimana mungkin

kita bisa memberikan suasana rasa aman dan nyaman kepada para

wisatawan seperti yang dislogankan oleh Sapta Pesona, yang

menjadi ikon Dinas Pariwisata, sedangkan masih banyak kendala

dan hambatan penunjang kegiatan yang menghantui aktivitas

pariwisata.

Faktor-faktor penghambat yang dijelaskan di atas, memang

kalau tidak diselesaikan, maka berbicara pengembangan pariwisata

akan berjalan di tempat, bahkan akan mengalami kemunduran.

Pengembangan pariwisata di suatu daerah dapat dikatakan berhasil

atau tidak, sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan

prasarana penunjang pariwisata itu sendiri. Oleh sebab itu,

diharapkan dengan cepat dan cermat ditemukan sebuah formula

yang baik. Sehingga sering kali dia (Mettu) dilibatkan oleh bapak Yesaya

sebagai tour guide di kampung.

Page 36: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

130

kebijakan pengembangan pariwisata yang baik untuk mengatasi

hambatan-hambatan tersebut. Diharapkan ketika persoalan-persoalan

tersebut ditemukan jalan keluarnya, maka peningkatan ekonomi

masyarakat dapat terwujud dengan sendirinya.

Masalah-masalah yang Timbul dari Pengembangan

Pariwisata

Pada bagian sub ini, lebih akan membahas berbagai

persoalan atau permasalahan yang diakibatkan dari pengembangan

pariwisata di kampung Sawinggrai. Beberapa isu persoalan

(masalah) yang terjadi dalam pengembangan pariwisata itu, antara

lain : permasalahan antara masyarakat dengan pemerindah daerah.

Begitupun persoalan yang terjadi antara masyarakat dengan LSM;

serta permasalahan antara masyarakat dengan para pelaku usaha

lokal; Ada juga, konflik antara para pelaku usaha lokal dengan

investor (asing dan domestik); Yang menarik untuk dilihat adalah

konflik antara para pelaku usaha lokal di kampung itu sendiri; dan

persoalan pengembangan pariwisata antara pelaku usaha dengan

pihak aparat desa. Berikut ini pemaparannya.

Masyarakat Vs Pemerintah daerah. Dalam konteks

konflik antara masyarakat dengan pemerintah, sebenarnya bukan

hendak digambarkan konflik secara terbuka. Akan tetapi dalam

bagian ini, peneliti lebih ingin mencoba menunjukkan berbagai

tanggapan masyarakat mengenai peran serta pemerintah dalam

pengelolaan pariwisata di kampung Sawinggrai. Contohnya

pendanaan yang diberikan tidak secara langsung. Selain itu,

pemerintah tidak memberikan perhatian langsung lewat kehadiran

atau kunjungan ke kampung untuk melihat perkembangan pariwisata

di kampung. Sebagai contoh, saudara Mettu Dimara mengeluhkan,

ada sarana berupa sebuah homestay namun kurang koordinasi dalam

pengelolaannya, bangunan itu diterlantarkan begitu saja28

. Senada

dengan apa yang disampaikan oleh saudara Mettu Dimara di atas,

Bapak Paulus Sauyai juga mengeluhkan tentang lemahnya peran

28 Wawancara dengan Saudara Mettu Dimara pada tanggal 27 Agustus

2011.

Page 37: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

131

pemerintah dalam membantu mempromosikan kegiatan homestay

yang dikelola oleh masyarakat setempat.

Masih dengan persoalan yang sama mengenai peran

pemerintah yang dinilainya kurang mampu untuk menjalankan

tugasnya, Bapak Paulus Sauyai mengatakan bahwa :29

“Dinas Pariwisata selama ini tidak membantu pelaku usaha

wisata, untuk orang asli Papua, usaha yang ketorang (kami)

lakukan adalah usaha ketong (kami) sendiri. Menurut saya,

pelaku usaha orang Papua, banyak yang sudah mampu, namun

tidak diberdayakan. Jadi selama ini, saya melihat Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Raja Ampat, hanya fokus pada

investor (Resort Waiwo, Raja Ampat Develop, Papua Daving,

Misool Eco Resort, dsb).”

Sama dengan penjelasan atau informasi diatas, bapak Paulus

Sauyai juga menambahkan bahwa30

:

“Pendanaan dari dinas tidak mencapai sasaran. Sebagai contoh,

setelah dana bergulir, pihak dinas yang menentukan penggunaan

dana tersebut. Dana tidak secara mandiri dikelola oleh pelaku

usaha. Seharusnya pengelolaan dana, dikoordinasikan oleh

kepala kampung untuk digunakan dalam rangka mendukung

kegiatan pariwisata “

Faktor pendanaan lagi-lagi menjadi salah satu faktor yang

seringkali menimbulkan konflik antara pihak pemerintah dan

masyarakat lokal. Hal-hal ini yang kemudian menimbulkan

kemarahan masyarakat terhadap pemerintah. Seringkali masyarakat

dianggap belum mampu untuk mengelola dana yang diberikan untuk

menjalankan usahanya. Sebagai contoh, berikut petikan wawancara

peneliti dengan saudara Mettu Dimara.31

:

“Kapankah Pemda Raja Ampat mengangkat masyarakat

pribumi / lokal menjadi setara/sederajat dengan investor

tersebut. Berbicara menyangkut kemampuan masyarakat Raja

Ampat, sudah banyak yang mampu untuk mengelola usaha

wisata, namun belum diberikan kesempatan.”

Dari informasi ini, dapat dilihat bahwa ada kecenderungan

bahwa pihak pemerintah masih belum secara terbuka memberikan

29

Wawancara tanggal 7 Agustus 2011. 30

wawancara tanggal 7 Agustus 2011. 31

wawancara tanggal 27 Agustus 2011.

Page 38: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

132

kesempatan kepada masyarakat dalam menjalankan usahanya.

Pemerintah masih lebih melihat fokus pada pihak swasta dalam

mengembangkan sektor pariwisata di Raja Ampat.

Masyarakat Vs LSM. Secara kasat mata memang terlihat

bahwa kehadiran LSM di kampung-kampung di Raja Ampat selalu

membawa angin perubahan dalam memberikan pendampingan dan

penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat tentang pemeliharaan

lingkungan hidup. Selain itu, peran LSM juga tidak hanya terfokus

pada pendidikan lingkungan semata, melainkan juga berperan lebih

banyak mengembangkan ekonomi kerakyatan masyarakat. Misalnya,

sebagai bukti riil, beberapa LSM memberikan bantuan modal untuk

membantu masyarakat dalam menjalankan usaha mereka, seperti

memberikan bantuan kepada kelompok ibu-ibu dalam menjalankan

usaha kerajinan tangan dan kegiatan-kegiatan lainnya yang secara

tidak langsung dapat membantu kesejahteraan keluarganya.

Akan tetapi, peneliti juga menemukan bahwa ada ketidak

cocokan antara kedua belah pihak. Ketidakcocokan itu dijumpai,

misalnya, ada sebagian anggota masyarakat merasa bahwa kehadiran

LSM - khususnya memberikan pendidikan dan perlindungan

lingkungan laut -, secara tidak langsung menghambat dalam mata

pencaharian mereka yang didominasi oleh aktivitas sebagai nelayan.

Berikut ini petikan wawancara dengan bapak Martinus Sauyai.

mengenai kondisi tersebut32

:

“Dulu sebelum kampung ini belum ada LSM-LSM yang

datang, ketorang (kami) ingin pergi cari ikan, tidak harus pergi

jauh-jauh dari kampung. Cukup ketorang ke depan kampung

(maksudnya mencari di sekitar perairan kampung) saja

ketorang sudah dapat ikan. Sekarang setelah LSM-LSM ini

dorang datang ke kampung, ketorang masyarakat di kampung

harus pergi jauh untuk mencari tangkapan ikan untuk pake

(dimanfaatkan untuk) makan sehari-hari. Habis, LSM-LSM itu

dorang (mereka) larang ketorang tangkap ikan di depan

kampung lagi, karena lokasi pantai dorang sudah jadikan

sebagai Daerah Perlindungan Laut (DPL). Ketorang

masyarakat jadi repot, karena harus pergi mencari jauh lagi. “

Masyarakat Vs Pelaku Usaha lokal. Dalam konteks ini,

keterlibatan masyarakat lokal dalam aktivitas kegiatan pariwisata di

32

Wawancara tanggal 26 Agustus 2011.

Page 39: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

133

kampung Sawinggrai sangat jarang terlihat. Yang banyak mendapat

tempat dan porsi dalam kegiatan pariwisata di kampung adalah

anggota masyarakat yang secara garis kekeluargaan lebih dekat

dengan keluarga para pelaku usaha. Misalnya, anggota masyarakat

yang sering dilibatkan oleh bapak Yesaya dan Paulus. Secara umum,

keterlibatan masyarakat dilakukan apabila ada kunjungan dari

pemerintah kabupaten atau ada tamu-tamu yang berkunjung ke

kampung. Dalam situasi ini, biasanya masyarakat bergotong royong

membersihkan kampung atau bersama-sama menyiapkan acara

penyambuta.

Dari segi menjaga kondisi kebersihan lingkungan kampung,

menurut bapak Yesaya, Masyarakat kampung dari sisi menjaga

kebersihan lingkungan masih sangat rendah. Itu bisa dilihat dari

kondisi kampung yang terkesan kotor dan kurang terawat dengan

baik. Kondisi ini bisa juga disebabkan karena tidak adanya kegiatan

bersih-bersih kampung yang dilaksanakan secara bersama dengan

diprogramkan secara baik. Sebagai contoh, pada suatu ketika ada

anggota masyarakat yang dengan sengaja pergi ke hutan dan

menebang pohon-pohon di mana di lokasi tersebut merupakan

tempat bermainnya burung Cenderawasih. Ada juga yang mencari

burung Cenderawasih untuk digunakan sebagai tebusan dalam

mencari pekerjaan (melamar sebagai anggota TNI / Polri). Ini

merupakan beberapa contoh yang disampaikan oleh Bapak Yesaya

dalam diskusi-diskusi yang dilakukan dengan peneliti selama

melakukan penelitian di kampung Sawinggrai. Dengan kata lain,

informasi tersebut, menunjukkan kesadaran masyarakat masih

rendah tentang lingkungan.

Persoalan yang diceritakan bapak Yesaya, sebelumnya bisa

disebabkan (mencerminkan) kekesalan – ketidaksenangan –

beberapa anggota masyarakat yang merasa sebagai pemilik hak

ulayat tanah di mana terdapat pos pemantauan burung

Cenderawasih, yang selama ini dikelola oleh Bapak Yesaya. Untuk

melihat hal tersebut, simak pernyataan bapak Berts Saori mengenai

konflik hak ulayat yang terjadi.33

“ Sejujurnya kalau saya melihat ada masyarakat yang terlibat

dan ada juga yang malas tahu. Masyarakat ada yang mengeluh,

karena ada masyarakat yang merasa memiliki hak ulayat tanah

33

Wawancara dengan Bapak Berts saori,pada tanggal 27 Agustus 2011

Page 40: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

134

di atas lokasi yang digunakan pak Yesaya sebagai lokasi taman

wisata, tetapi ketika para wisatawan datang berkunjung dan

mereka memberikan uang, uang tersebut tidak pernah dibagikan

kepada mereka yang juga merupakan pemilik hak ulayat tanah.

Hal-hal ini, yang kemudian membuat anggota masyarakat

menjadi kecewa sehingga terjadi ketidakharmonisan di dalam

kampung…”.

Selain persoalan (masalah) pengelolaan tanah hak ulayat

antara masyararakat lokal denga pelaku usaha lokal, ada persoalan

lain yang juga turut memberikan andil dalam menciptakan

hubungan yang kurang harmonis antara masyarakat dan pelaku

usaha lokal di kampung Sawinggrai. Persoalan itu menyangkut

pengelolaan dana yang diberikan oleh pemerintah daerah – Dinas

Pariwisata dan Kebudayaan -, yang dianggap hanya menguntungkan

pihak-pihak tertentu dalam pemanfaatannya. Informasi yang

disampaikan bapak Berts Saori, menunjukan hal tersebut.

“…Sejujurnya, kalau yang saya ketahui dan sering

diperbincangkan masyarakat di kampung adalah menyangkut

pendanaan yang hanya menguntungkan satu pihak saja. Selain

itu pemanfaatan dana yang juga tidak digunakan oleh

pemerintah kampung untuk mendukung program

pengembangan pariwisata di kampung. Saya pernah

mengusulkan, agar setiap tahunnya kita mendapatkan dana dari

pemerintah lebih baik kita gunakan untuk membangun

homestay yang dikelola oleh masyarakat secara umum. Bukan

dikelola oleh perorangan yang mengatasnamakan

masyarakat”34

.

Selain pandangan di atas, saudara Mettu Dimara juga

menyampaikan pandangannya menyikapi konflik antara para pelaku

usaha – dalam hal ini, keberadaan bapak Yesaya – dengan

masyarakat di kampung Sawinggrai, terkait perilaku bapak Yesaya

yang dianggap terlalu keras dan protektif dalam melindungi kondisi

lingkungan di Kampung.

“ Pa Yesaya di mata masyarakat dianggap sebagai salah satu

penggerak pariwisata di Kampung Sawanggrai yang secara

tidak sadar dengan usaha-usaha yang dilakukannya

mendatangkan wisatawan ke kampung sekaligus usahanya

tersebut membuat kampung Sawanggrai ditetapkan sebagai

kampung wisata. Namun sering kali Pa Yesaya juga sering

dianggap oleh masyarakat lebih mementingkan kepentingannya

34

Wawancara dengan bapak Berts Saori, pada tanggal 27 Agustus 2011.

Page 41: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

135

sendiri dibandingkan kepentingan masyarakat kampung,

Misalnya, kadangkala Pa Yesaya menekan masyarakat – dalam

arti terlalu keras dalam menjaga kelestarian lingkungan

kampung -, sehingga masyarakat mengeluh”35

Dari berbagai data informasi di atas, jelas bahwa dalam

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai, sarat akan

persoalan antara pelaku usaha dengan masyarakat sendiri.

Pemasalahan hak ulayat tanah adat, pengelolaan permodalan dan

kehadiran sosok bapak Yesaya yang keras dan tidak pandang

kompromi, secara tidak langsung kalau tidak disikapi dan

diselesaikan akan memperlambat proses pengembangan dan

kemajuan pariwisata di kampung Sawinggrai.

Pelaku usaha lokal Vs Investor (Domestik dan Asing).

Perkembangan pariwisata di Raja Ampat mengalami kemajuan yang

sangat pesat. Perkembangannya itu bisa dilihat dengan

berkembangnya usaha pengelolaan operator pariwisata. Di Raja

Ampat usaha ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Perkembangan industri pariwisata secara tidak langsung juga

berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat lokal. Kondisi saat ini

bisa dilihat dari bagaimana aktivitas masyarakat lokal dalam

mengusahakan usaha jasa wisata pengelolaan homestay di Raja

Ampat serta bertambahnya investor yang semakin banyak yang

menanamkan modalnya di Raja Ampat.

Perbedaan yang mencolok antara para pelaku usaha wisata

lokal dengan para investor dapat dilihat pada penjelasan berikut ini.

Pelaku usaha hanya memiliki lahan, modal semangat, menguasai

kondisi lingkungan karena sejak awal mereka dibesarkan sebagai

putra daerah di lokasi wisata. Sedangkan para investor memiliki

segala-galanya dalam menjalankan usahanya. Kekurangannya dari

sisi SDM yakni tidak menguasai bahasa asing/bahasa Inggris,

pengelolaan homestay yang belum profesional serta belum memiliki

sertifikat diving yang merupakan dasar dalam menunjang tugas

seorang pemandu selam ataupun sebagai pemandu wisata - para

wisatawan asing kebanyakan tidak mau dilayani kalau para pemandu

35

Wawancara dengan Saudara Mettusael Dimara, pada tanggal 27 Agustus 2011

di Kampung Sawinggrai.

Page 42: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

136

lokal tidak dibekali maupun tidak memiliki sertifikat instruktur

penyelaman. Berikut ini penjelasan bapak Paulus Sauyai bagaimana

para pelaku operator wisata asing dalam memperlakukan pemuda-

pemuda lokal dalam usaha kegiatan wisata.

“Sebagai investor Di Raja Ampat, dorang (mereka para

investor) sangat hati-hati untuk membina putra daerah. Atau

dengan kata lain, mereka tidak mau mendidik putra daerah

menjadi pelaku usaha.”36

Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Paulus

Sauyai di atas, data di bawah ini menunjukkan bagaimana konflik

antara para pelaku usaha lokal dengan para investor luar dalam

menjalankan usahanya di Kampung Sawinggrai :

“Pernah terjadi konflik antara Pa Yesaya dengan bapak Max

Ammer. Satu kali (suatu waktu) pa Yesaya pernah kasih rusak

speedboadnya pa Max, gara-gara pa Max tidak bayar uangnya

Pa Yesaya dengan baik. Hal itu bikin (membuat) Pa Yesaya

melarang tamu-tamunya pa Max untuk datang ke kampung

untuk melihat burung Cenderawasih. Hal yang buat pa Yesaya

marah sampe (sampai) kasih rusak perahunya pa Max dengan

potong pake parang, dan mengancam pa max untuk harus bayar

uang jasa yang telah dorang (mereka) janji sejak awal dalam

perjanjiannya”.37

Informasi di atas menggambarkan bahwa para pelaku usaha

tidak takut untuk secara langung berhadapan dengan para investor

asing dalam menjalankan usaha wisata di Raja Ampat. Informasi

tambahan yang diperoleh peneliti dari bapak Yesaya Mayor tentang

peristiwa tersebut, bermula ketika kampung Sawinggrai sering

mendapat kunjungan wisatawan yang ditangani oleh perusahaan

Mr. Max Ammer. Untuk memudahkan dan menghindari pungutan

atau pembayaran jasa mengamati burung cenderawasih pada

wisatawan, maka Mr. Max Ammer bekerjasama denga bapak

Yesaya Mayor dalam hal pembiayaan. Maksudnya adalah ketika

para wisatawan membayar biaya paket kunjungan wisata ke

kampung Sawinggrai, maka biaya tersebut akan diberikan kepada

bapak Yesaya Mayor lewat operator perusahaan milik Mr. Ammer.

Oleh karena itu, ketika para wisatawan berkunjung ke kampung

36

Wawancara dengan Bapak Paulus Sauyai, pada tanggal 07 September

2011. 37

Wawancara dengan Bapak Berts Saori, pada tanggal 27 Agustus 2011.

Page 43: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

137

tidak perlu lagi untuk membayar uang ke bapak Yesaya. Namun

dalam perjalanan waktu, proses pembayaran tidak berjalan sesuai

dengan kenyataannya. Menurut bapak Yesaya, jumlah kunjungan

wisatawan banyak, namun tidak sesuai dengan harga yang harus

diterima oleh beliau sehingga ia mengancam dan merusak fasilitas

speedboat milik Mr Max Ammer.

Pelaku usaha lokal vs pelaku usaha lokal sendiri di

kampung. Ada hubungan kerjasama antara para pelaku usaha

dengan sesama pelaku usaha. Seperti contoh ketika bapak Paulus

Sauyai membutuhkan perahu Bapak Yesaya Mayor, maka jika

perahu itu tidak digunakan oleh bapak Yesaya maka akan

dipinjamkan kepada bapak Paulus.

“Saya melihat hubungan kami selaku para pelaku usaha di

Kampung Sawinggrai tidak ada konflik. Sebagai contoh, saya

punya tamu, maka saya akan serahkan ke Pa Yesaya untuk

diantarkan ke hutan untuk melihat burung Cenderawasih.”38

Hubungan yang kurang baik terlihat antara Saudara Mettu

Dimara dengan bapak Yesaya. Ketidakharmonisan itu terlihat dari

ketidak cocokan antara bapak Yesaya dengan Mettu, sehingga Mettu

yang pada saat ini sedang membangun usahanya sendiri dengan

membuat sebuah homestay. Dari pandangannya Saudara Mettu

Sauyai, usahanya tersebut tidak terlalu mendapat respons positif dari

para pelaku usaha homestay usaha lainnya. Berikut pernyataan

saudara Mettu Dimara :39

“Sejujurnya saya melihat, sebenarnya ada ketidak senangan

antara sesama pelaku usaha. Saya kasih contoh, misalnya pada

saat ini saya sedang membangun homestay saya sendiri. Sering

kali ketika saya bermain ketempatnya Pa Yesaya, saya sering

tidak mendapatkan dukungan positif tentang pembangunan

homestay tersebut. Saya sering dikatakan kenapa harus

membangun homestay,,??. Namun saya anggap itu angin lalu

saja. Jadi sejujurnya hubungan saya dengan Pa Yesaya kurang

baik atau tidak harmonis lagi seperti dulu. Kalaupun sekarang

saya sering ke homestaynya Pa Yesaya untuk membantunya,

itupun karena ada hubungan saudara.”

38

Wawancara dengan Saudara Mettu Dimara pada tanggal 27 Agustus

2011. 39

Wawancara dengan Saudara Mettu Dimara pada tanggal 27 Agustus

2011.

Page 44: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

138

Sejalan dengan pernyataan saudara, Mettu Dimara diatas, hal

yang sama juga disampaikan oleh Bapak Berts Saori. Berikut

pernyataannya :

“ Selain itu, Pa Mayor juga tidak setuju kalau ada anggota

masyarakat lain yang ingin membuat homestay sendiri. Saya

pernah diceritakan sama Saudara Mettu, kalau usahanya

membangun homestay mendapat halangan dan tidak mendapat

dukungan dari Pa Yesaya.”

Pelaku usaha vs Pemerintah desa. Di Kampung

Sawinggrai terlihat jelas sekali hubungan yang kurang harmonis

yang terjadi antara aparat kampung dalam hal ini kepala kampung,

dengan para pelaku usaha terutama bapak Yesaya Mayor. Bapak

Paulus Sauyai, memberikan informasi tentang bagaimana

pengelolaan dana dari pemerintah daerah berupa dana respek40

yang

bersumber dari dana otonomi khusus.

“…Secara pribadi menurut saya, aparat kampung mereka dalam

mengambil keputusan dan kebijakan selalu mengecewakan

masyarakat. Misalnya, tahun 2011 dana yang diterima 200 juta,

penggunaan dananya tidak digunakan untuk membangun

sesuatu ke arah pariwisata. Sebagai contoh pembelian mesin

jahit kaki, dalam hubungan dengan pariwisata seperti apa?

Menurut saya tidak ada hubungan dengan usaha wisata.”41

Hal yang sama juga dilontarkan atau disampaikan oleh bapak

Paulus Sauyai menyangkut bagimana mekanisme dan prosedur

dalam pengelolaan dana yang diberikan oleh pemerintah kabupaten,

dalam hal ini dinas pariwisata.

“Pembahasan penggunaan dana 200 juta rupiah tidak pernah

dibicarakan secara bersama-sama dengan masyarakat,

khususnya dengan kami para pelaku usaha.”

Informasi ini, menunjukan bahwa ada terjadi kekurangan

harmonisan antara para pelaku usaha, masyarakat dan apara

kampung dalam membicarakan dan merencanakan pemanfaatan

dana yang diberikan pemerintah daerah untuk kemajuan dan

pembangunan kampung Sawinggrai.

40

Dana Respek / dana PNPM Mandiri adalah danah yang diberikan kesetiap

kampung. Dana ini sebesar 100 juta sampai dengan 200 juta per tahun. 41

Hasil wawancara dengan Bapak Paulus Sauyai, pada tanggal 07 September

2011.

Page 45: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

139

Kesimpulan

Dalam bagian ini, ada beberapa kesimpulan yang bisa

diambil sebagai catatan penutup bab ini, antara lain ; Pertama. Sejak

awal, kampung Sawinggrai tidak atau belum dianggap sebagai

daerah tujuan wisata di Raja Ampat oleh pemerintah daerah. Namun

dengan kegigihan dan keuletan komunitas masyarakat dalam hal ini

perjuangan bapak Yesaya Mayor dalam mengelola hutan dan

mengembangkan lokasi pengamatan burung Cenderawasih, akhirnya

saat ini, kampung Sawinggrai berubah menjadi salah satu daerah

alternatif kunjungan wisatawan ke Raja Ampat. Dengan potensi

obyek wisata yang dimiliki oleh Kampung Sawinggrai khususnya

keberadaan burung Cenderawasih dan beberapa obyek wisata

lainnya, (telah) membuat kampung Sawinggrai menarik untuk

dikunjungi. Kedua, ada sosok pelaku usaha (inisiator) yang berusaha

memajukan usaha wisata, dengan tetap menjaga kondisi lingkungan

alam lewat kegiatan konservasi, dengan pendekatan pengetahuan

lokal (local knowledge) dan kearifan lokal (local wisdom).

Selain itu yang menarik dari peran pelaku usaha ini (bapak

Yesaya) adalah apa yang dilakukannya pada pada awalnya bukan

untuk kepentingan pariwisata, melainkan bertujuan untuk

melindungi hutan dibelakang kampungnya. Sehingga apa yang

dirintisnya menjadi bermanfaat bagi masyarakat di kampung

Sawinggrai. Ini yang kemudian, menjadikan peran ketokohan (actor)

bapak Yesaya menjadi salah satu faktor ditetapkannya kampung

Sawinggrai sebagai kampung wisata di Raja Ampat. Ketiga, ada

aktivitas pariwisata yang dilakukan oleh masyarakat lokal di

kampung Sawinggrai. Namun, untuk saat ini masih (hanya) digeluti

oleh beberapa anggota masyarakat. Itu dimaklumi, mengingat

perkembangan kampung Sawinggrai, belum terlalu lama dikelola

sebagai kampung wisata.

Dari hasil penelitian peneliti di kampung Sawinggrai terlihat

bahwa masih dijumpai kebanyakan dari masyarakat belum

menganggap sektor pariwisata sebagai salah satu faktor penting

dalam pemenuhan kebutuhan hidup rumah tangga mereka. Namun

ada kesadaran dari beberapa anggota masyarakat untuk secara sadar

dan terus melakukan aktivitas konservasi lingkungan dalam rangka

mendukung pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai.

Masyarakat sadar bahwa keberadaan lingkungan yang terjaga akan

Page 46: Sawinggrai Sebagai Daerah Tujuan Wisata Alamrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2881/6/T2...di atas pepohonan. Akhirnya saya ajak para wisatawan ini untuk ke hutan. Mereka sangat

140

dengan sendirinya membawa pengaruh positif terhadap

perkembangan pariwisata di kampung ini. Peran serta lembaga-

lembaga swadaya masyarakat (LSM) menjadi institusi yang secara

tidak langsung berperan aktif dalam kemajuan memberikan

pemahaman dan pendidikan terhadap konservasi lingkungan dalam

rangka mendukung pengembangan pariwisata di kampung

Sawinggrai.

Disadari bahwa, ada manfaat dari pengembangan pariwisata

bagi komunitas masyarakat lokal di Sawinggrai, namun disatu sisi

ada konflik kepentingan yang timbul akibat dampak dari

pengembangan pariwisata itu sendiri. Salah satu faktor lainnya yang

juga menjadi penting untuk dilihat adalah absennya negara /

pemerintah dalam pengembangan pariwisata dalam hal ini

memberikan perhatian secara nyata atau langsung – terjun / hadir -

ke masyarakat di kampung Sawinggrai, menjadi salah satu faktor

mendasar dan menjadi perhatian pemerintah daerah dalam

mendukung perkembangan pariwisata di Raja Ampat yang berbasis

komunitas.