Satu Vespa Sejuta Saudara: Nilai-Nilai, Solidaritas, dan ...
Transcript of Satu Vespa Sejuta Saudara: Nilai-Nilai, Solidaritas, dan ...
Satu Vespa Sejuta Saudara: Nilai-Nilai, Solidaritas, dan Kreativitas Komunitas Vespa Apa Aja Boleh dalam
Menciptakan Vespa Ekstrim
Farizky
Hilarius S. Taryanto1
Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia
Abstrak
Maraknya perkembangan Komunitas Vespa Ekstrim menjadi fenomena sosial saat ini. Penampilan Anggotanya sering diidentikkan dengan preman jalanan. Vespa Ekstrim yang mereka buat, dengan beragam bentuk yang aneh dan aksesoris benda bekas dianggap tidak memenuhi standard kelayakan kendaraan transportasi. Banyak masyarakat yang merasa terganggu dengan kehadiran mereka. Komunitas Vespa Ekstrim sendiri menyanggah respon negatif masyarakat dan menganggap apa yang mereka lakukan adalah bentuk ekspresi, kreativitas dan seni. Skripsi ini membahas lebih lanjut tentang alasan-alasan terbentuknya Komunitas Vespa Ekstrim dan alasan-alasan dibalik pembuatan Vespa Ekstrim. Dengan mengambil studi kasus Komunitas Vespa “Apa Aja Boleh”, beragam alasan terlihat di balik terbentuknya Komunitas Vespa Ekstrim. Komunitas ini menjadi sarana pembentukan ruang aktualisasi diri anggotanya untuk mengekspresikan diri dengan landasan nilai-nilai yang ada dalam komunitas. Komunitas ini terbentuk karena dorongan kreativitas anggotanya untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada. Pada akhirnya Vespa Ekstrim yang mereka buat menjadi benda seni dan totem komunitas.
Abstract
The rise of Vespa Communities has become today’s social phenomenon. The appearance of its members often identified as street thugs. The Extreme Vespa Motorscooter, with various queer configurations that have been produced from scrap accessories by them, do not meet the safety standard of transportation vehicle and many people disturbed by their presence. Meanwhile, Extreme Vespa Communities argue the people’s negative response to them and they consider what they do as a form of expression, creativity, and art. Futhermore, the thesis will discuss many reasons of the formation Extreme Vespa Communities and the production of Extreme Vespa Motorscooter. By taking the case study of Vespa Community “Apa Aja Boleh”, it will get the reasons behind the formation of extreme vespa community. This community becomes a formation medium of self actualization space for its members to express themselves with the foundation values which exist in the community. This community was formed because of the encouragement of its member creativity to develop their potency. Finally, Extreme Vespa Motorscooter that have been produced by them, become the object of art and the totem of community.
1 Dosen Pembimbing, Departemen Antropologi Universitas Indonesia
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
Vespa The Icon Of Style
Lebih baik naik Vespa adalah sebuah slogan iklan yang beredar di Indonesia pada
tahun 1960-an tentang skuter Vespa asal Itali yang diprakasai Enrico Piaggio selaku pemilik
perusahaan Piaggio. Iklan tersebut menggambarkan kehadiran kendaraan skuter Vespa di
tengah-tengah masyarakat Indonesia pada era tersebut. Kini slogan tersebut masih terdengar
walaupun telah beberapa tahun silam dan menjadi moto bagi beberapa pengguna Vespa di
Indonesia. Vespa pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1967 melalui ATPM (Agen
Tunggal Pemegang Merk) PT Danmotors Vespa Indonesia dibangun atas kerjasama East
Asiatic Company Denmark dan Indonesia (Witoelar, 1983:38). Populasi Vespa di Indonesia
terus berkembang dari tahun ke tahun walaupun sempat mengalami masa suram karena
gempuran motor-motor pabrikan asal Jepang seperti Honda, Yamaha dan Suzuki. Saat ini
keberadaan skuter Vespa di Indonesia masih banyak diminati yang dibuktikan dengan
munculnya komunitas-komunitas Vespa yang berkembang di Indonesia. Jumlah komunitas
Vespa di Indonesia merupakan jumlah komunitas terbanyak ke2 di dunia setelah Itali negara
tempat asal Vespa dibuat2.
Merujuk sejarah berdirinya Vespa, setelah perang dunia ke-2 berakhir Enrico
memfokuskan perusahaannya untuk membuat kendaraan transportasi masyarakat dengan
mengedepankan masalah personal mobility. Corradino D’Ascanio sang perancang skuter
Vespa mendesainnya dengan bentuk yang elegan dan nyaman, seperti yang diungkapkan
Hebdigde:
“The design, then, made concessions to the rider's comfort, convenience and vanity
(the enveloping of machine parts meant that the scooterist was not obliged to wear
specialist protective clothing). In addition, the Vespa made a considerable visual
impact. It was streamlined and self-consciously "contemporary." There was a formal
harmony and a fluency of line which was completely alien to the rugged functionalism
of traditional motorcycle designs.” (Hebdigde, 1988: 128).
Hal di atas menambah nilai lebih bagi Vespa apalagi harganya yang murah
memungkinkan masyarakat Itali untuk membelinya. Vespa mendapat respon positif dari
masyarakat Itali dengan berkembangnya penjualannya di sana. Vespa terus berkembang
2 Septian Pamungkas. Vespa Ikon Masyarakat Indonesia. 27 April 2012. Diakses dari: http://autos.okezone.com/read/2012/04/27/53/619684/redirect pada tanggal 03-09-2012 , jam 15.00
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
menjadi fenomena global, makna Vespa tidak terbatas pada kendaraan transportasi tetapi
merambah ke berbagai aspek kehidupan sosial mulai gaya hidup, simbol kebudayaan,
pendorong laju ekonomi, seni, teknologi dan transportasi (Long: 1998). Lebih lanjut menurut
Hebdigde dalam artikelnya yang berjudul Object as Image: The Italian Scooter Cycle (1988),
Piaggio menciptakan Vespa bukan sekadar kendaraan transportasi melainkan juga untuk
kesenangan dan gaya hidup penggunanya. Vespa menyajikan kesenangan bagi penggunanya
lewat desainnya yang artistik dan kemudahan dalam mengendarainya.
Penggemar Vespa dalam perkembangannya membentuk komunitas- komunitas Vespa
sebagai alat identitas dan berekspresi. Mods adalah salah satu kelompok anak muda di Inggris
pada dekade tahun 1960 yang menggemari dan menggunakan Vespa sebagai kendaraan
transportasi. Mods memilih Vespa sebagai kendaraan mereka karena bentuknya yang artistik
dan mudah di modifikasi. Mods mempunyai alasan dan pemaknaan tersendiri terhadap
kendaraan yang mereka gunakan, Vespa dipilih karena dianggap mewakili ideologi mereka
sebagai kendaraan transportasi sederhana namun elegan (Hebdigde, 1988:148). Hal tersebut
memperlihatkan perkembangan Vespa dari kendaraan transportasi menjadi gaya hidup bagi
sekelompok orang. Pilihan terhadap Vespa bukan hanya didasari bentuk dan desainnya yang
artistik juga didasari alasan-alasan lain yang berbeda pada tiap kelompok penggemar Vespa.
Celia Lury dalam bukunya yang berjudul Budaya Konsumen (1996) menggunakan
istilah antropolog Levi Strauss “bricolage” untuk menggambarkan proses ketika objek
memperoleh makna baru melalui rekontekstualisasi. Vespa dalam konteks tertentu bukan
sekadar kendaraan transportasi tetapi berkembang membawa makna sosial bagi masyarakat
pendukungnya sesuai dengan teks dan konteks yang berlaku. Hal tersebut berkaitan dengan
pemikiran Marshal Sahlins (1976) seperti yang dikutip Lury (1996:250), yang
mengembangkan konsep totemisme3 untuk menyelidiki konsumsi benda-benda dalam
masyarakat modern. Menurutnya, jika masyarakat tradisional menggunakan benda-benda
alamiah seperti kayu, batu, dan tulang sebagai totem, maka totem masyarakat modern adalah
benda-benda buatan pabrik. Sahlins menunjukkan bagaimana sistem pakaian masyarakat
modern bukan sekadar seperangkat objek materi untuk membuat hangat tubuh melainkan
sebagai kode simbolik untuk mengkomunikasikan keanggotaan dalam suatu kelompok sosial
seperti pria dan wanita, kelas atas dan kelas bawah. Begitupun Vespa, Lury melihat
bagaimana Vespa di berbagai belahan dunia memberikan makna lebih dari sebuah kendaraan 3 Totem adalah asosiasi dari tanaman, hewan atau objek dengan individu atau sekelompok orang. Dalamsalah satu analisa mengenai totem, Levis Straus mengemukakan istilah totem mencakup hubungan yang secara ideologis berada di antara dua bagian, yang satu alamiah dan yang lainnya budaya; yaitu bahwa sebuah objek alamiah muncul mewakili atau menjadi suatu perwujudan simbolik dari sebuah kelompok sosial (Lury: 1998)
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
trasnportasi menjadi benda sosial dan pilihan gaya hidup yang terus berkembang dan
berfluktuasi berdasarkan kelompok-kelompok pendukungnya (Lury, 1996: 259).
Indonesia memperlihatkan hal yang sama mengenai pembentukan makna Vespa
sebagai kendaraan transportasi dan gaya hidup. Saat ini, Vespa menjelma menjadi gaya hidup
yang terlihat lewat maraknya kelompok-kelompok penggemar Vespa. Kelompok-kelompok
masyarakat penggemar Vespa di Indonesia tergabung dalam komunitas Vespa yang tersebar
hampir di setiap daerah di Indonesia. Komunitas Vespa di Indonesia adalah sekumpulan
individu yang mempunyai kegemaran dan hobi yang sama dalam mengkoleksi, memakai
hingga memodifikasi Vespa. Tidak sekadar memakai Vespa, seperti halnya Mods di Inggris
pada dekade 1960-an, mereka mempunyai cara-cara tersendiri untuk memaknai Vespa sesuai
dengan teks dan konteks kelompoknya. Hal ini terlihat dari ragam komunitas Vespa dengan
corak dan ciri khas masing-masing yang berbeda satu dan lainnya. Perbedaan itu terlihat dari
atribut yang dipakai, jenis Vespa yang dipakai, gaya penampilan dan bentuk modifikasi
Vespa.
Saat ini keberadaan komunitas Vespa Ekstrim menjadi masalah sosial di Indonesia
khususnya Jakarta. Vespa Ekstrim dianggap mengganggu ketentraman masyarakat di jalan
raya dan membahayakan individu pengendaranya karena bentuknya yang tidak sesuai dengan
standart keselamatan kendaraan. Suara knalpot yang berisik dan bentuknya yang rentan
membuat kemacetan. Penampilan individu pengendara Vespa Ekstrim yang lusuh dan
terkesan urakan juga diidentikkan dengan perilaku kejahatan. Di lain sisi masyarakat yang
pro terhadap terhadap komunitas Vespa Ekstrim menganggap karya mereka sebagai sesuatu
karya seni, kreativitas dan ekspresi anggota komunitas. Hal di atas memperlihatkan pro dan
kontra akan keberadaan komunitas Vespa Ekstrim.
Tulisan ini dibuat untuk mengetahui dan mendeskripsikan lebih dalam alasan-alasan
terbentuknya komunitas Vespa Ekstrim dan makna di balik Vespa Ekstrim yang mereka buat.
Jumlah komunitas Vespa Ekstrim di Indonesia sangat banyak dan tidak terhitung yang
tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Setiap komunitas Vespa Ekstrim memiliki corak dan
ciri khas tersendiri yang berbeda satu dan lainnya. Komunitas Vespa Apa Aja Boleh atau
biasa di singkat komunitas VAAB adalah salah satu komunitas Vespa Ekstrim yang berada di
Jakarta dan komunitas inilah yang akan saya jadikan acuan dalam karya tulis ini.
Komunitas VAAB mempunyai basecamp yang berada di daerah Pinggir Rawa,
Kalideres Jakarta Barat. Komunitas VAAB merupakan kelompok sosial dari individu-
individu yang gemar terhadap Vespa. Komunitas ini tidak hanya menggemari Vespa tetapi
juga berkreasi dan berekspresi lewat rekonstruksi dan modifikasi Vespa Ekstrim yang mereka
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
buat. Vespa Ekstrim yang mereka buat terinspirasi oleh berbagai hal seperti kondisi sosial,
lingkungan, ekonomi dan pengalaman hidup yang mereka rasakan.
Komunitas VAAB berasal dari kalangan masyarakat dengan kondisi ekonomi yang
kurang baik dan terdiri dari pemuda-pemuda usia produktif. Mereka memanfaatkan barang-
barang yang ada di sekeliling mereka untuk berkreativitas membuat Vespa Ekstrim. Banyak
alasan-alasan di balik terbentuknya komunitas VAAB sebagai komunitas Vespa Ekstrim dan
alasan-alasan terhadap Vespa Ekstrim yang mereka buat. Lebih lanjut tulisan ini akan
menjelaskan alasan-alasan mereka sebagai komunitas Vespa Ekstrim yang diharapkan dapat
menjelaskan masalah sosial di balik maraknya komunitas Vespa Ekstrim di Indonesia.
Tulisan ini juga untuk menjelaskan pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku manusia,
yang dalam tulisan ini berkaitan dengan perilaku komunitas VAAB dan kreativitas lokal
Vespa Ekstrim yang mereka buat.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, artinya dalam pengumpulan data
ditekankan diperoleh dari wawancara kepada para informan yang terlibat langsung dalam
proses kegiatan. Tipe penelitian yang penulis pilih adalah tipe penelitian deskriptif. Tipe
penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara detail dan spesifik suatu situasi, setiap
unsur yang ada, dan setting sosial subjek penelitian. Dalam penelitian ini saya
menggambarkan secara menyeluruh dan mendalam mengenai kegiatan, kondisi sosial, dan
setting sosial objek penelitian. Teknik pengumpulan data berkaitan dengan mencari data
mengenai aktor dan konten penelitian. Dalam pengumpulan data digunakan metode
pengamatan terlibat (participant observation), wawancara mendalam (depth interview)
dengan informan penelitian.
Komunitas Vespa Ekstrim: Institusi dan Aktualisasi Diri
Sekelompok individu berkumpul dalam sebuah komunitas karena memiliki maksud
dan tujuan-tujan yang sama. Komunitas VAAB terbentuk sebagai sarana dan arena sosial
berkumpulnya sekelompok individu yang menggemari Vespa. Masuknya anggota VAAB
dalam komunitas memiliki tujuan-tujuan untuk memenuhi beragam kebutuhan hidupnya.
Maslow melihat kecenderungan tingkah individu-individu disebabkan kebutuhan-kebutuhan
hidup mereka dalam rangka mencapai kehidupan dan tujuan yang diinginkan (Maslow,
1984:23). Begitupun anggota komunitas VAAB, mereka saling memiliki tujuan-tujuan untuk
memenuhi beragam kebutuhan hidup mereka. Setiap manusia berusaha untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang didapat melalui kehidupan mereka, salah satunya dalam keluarga dan
pertemanan. Masing-masing anggota komunitas VAAB memiliki keluarga dan teman di
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
sekeliling mereka yang bisa memenuhi kecukupan mereka akan kebutuhan dasar, rasa aman,
dan dihargai. Akan tetapi manusia yang tidak pernah puas untuk memenuhi kebutuhannya
akan terus mencari ruang-ruang untuk pemuasan kebutuhannya secara lengkap. Kebutuhan-
kebutuhan manusia ini pada akhirnya yang mendorong manusia untuk mencapai tujuan.
Komunitas VAAB mencinptakan ruang-ruang bagi anggotanya untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan lain yang belum di dapat.
Komunitas VAAB dapat dikatakan sebagai Institusi dengan merujuk konsepsi
Malinowski tentang Institusi sebagai organisasi sosial dalam memenuhi kebutuhan psiko-
biologis manusia. Menurut Malinowski sebuah institusi terdiri atas: personnel, material
culture, knowledge, rules, beliefs, and charter (Marzali, 1997:41). Komunitas VAAB
memenuhi syarat sebagai sebuah institusi, di dalamnya terdapat sekelompok individu yang
memiliki kesamaan, nilai-nilai yang menjadi pedoman mereka, dan Vespa Ekstrim (material
culture) sebagai produk komunitas.
Komunitas VAAB sebagai institusi tidak terbentuk begitu saja, tetapi dibentuk
bersama anggota komunitas lewat nilai-nilai yang diyakini bersama dan tujuan-tujuan yang
sama. Nilai-nilai yang diyakini menjadi pondasi bagi setiap anggota komunitas yang
mempengaruhi pengetahuan dan perilaku mereka. Komunitas VAAB sebagai institusi
terbentuk berdasarkan kesamaan-kesamaan yang dimiliki anggotanya, dengan kegiatan
kultural yang mereka bentuk, mereka berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang belum
mereka dapat di tempat lain. Lewat komunitas VAAB, ruang-ruang untuk menggali potensi
kreativitas tercipta dan merupakan proses awal untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri.
Kegemaran terhadap Vespa dengan nilai-nilai yang ada dalam komunitas adalah alasan yang
memotivasi mereka sehingga membentuk komunitas VAAB. “jiwa Vespa” adalah nilai-nilai
yang menjadi pondasi utama terbentuknya komunitas dan berpengaruh pada manifesti nilai
atau wujud dari nilai-nilai lewat kreativitas menciptakan Vespa Ekstrim.
Jiwa Vespa
Komunitas VAAB terdiri dari sekelompok individu yang mempunyai hobi dan
kegemaran yang sama terhadap Vespa. Komunitas ini juga berdiri karena kesamaan gaya
hidup dan cara pandang anggotanya. Lewat kesamaan ini anggota komunitas akan merasa
lebih dekat, nyaman dan terbuka sehingga terjalin solidaritas yang kuat. Solidaritas dalam
komunitas VAAB dibangun sejak awal dengan menekankan nilai-nilai yang dibuat dan
dijalani bersama oleh mereka, “jiwa Vespa” adalah nilai-nilai yang ada dalam komunitas
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
Nilai-nilai yang ada dalam “jiwa Vespa” dibentuk berdasarkan pengalaman hidup dan
kebudayaan yang dialami oleh setiap anggota VAAB. Nilai-nilai tersebut dijalani setiap
anggota dan menjadi pedoman mereka dalam berinteraksi sesama anggota komunitas. Nilai-
nilai yang ada dalam komunitas VAAB sesuai dengan konsepsi Kluckhohn mengenai nilai:
“A value is a conception, explicit or implicit, distinctive of an individual or characteristic of a
group, of the desirable which influences the selection from available modes, means, and ends
of action” (Marzali, 1998: 2). Nilai-nilai yang tersebut disepakati secara bersama dan tedapat
sangsi bagi anggota VAAB yang melanggar nilai tersebut. Sangsi tersebut dapat berupa
dijauhkan dari pertemanan hingga dikeluarkan menjadi anggota.
Nilai-nilai yang pada awalnya bersifat abstrak, dituangkan kedalam manifesti nilai
oleh komunitas VAAB dalam tingkah laku dan kreativitas mereka membuat Vespa Ekstrim.
Renal selaku ketua Komunitas VAAB menuturkan: “kalo mau jadi anak VAAB harus punya
jiwa Vespa, gak harus punya Vespa yang penting dia suka sama Vespa, menjunjung
solidaritas, kreativ buat Vespa Ekstrim, gak manja, mau berkorban dan siap jadi petarung
jalanan. Anak Vespa itu petarung touring gak boleh lemah, jiwa Vespa harus ada sama anak
VAAB”.
Menjunjung solidaritas dan siap berkorban demi komunitas adalah salah satu nilai
yang ada dalam “jiwa Vespa”. Solidaritas terbentuk karena rasa persahabatan yang kuat
antara anggota komunitas, dengan adanya solidaritas dalam komunitas VAAB maka mereka
semakin kompak sehingga dapat mengisi kekurangan satu dan lainnya. Dengan terbentuknya
solidaritas maka mereka akan merasa nyaman dan senang berada dalam komunitas. Perasaan
senang dan nyaman dalam komunitas menimbulkan kesan positif pada setiap anggotanya
sehingga mereka dapat berinteraksi dan melakukan kegiatan dengan baik. Hal inilah yang
memacu anggota komunitas untuk bisa berekspresi dan berkreasi dengan baik lewat
dukungan penuh sesama anggota komunitas.
Komunitas ini menjadi sarana untuk menyalurkan kebutuhan anggotanya dalam
berekspresi dan berkreasi dengan membuat Vespa Ekstrim. Sarana ini sangat dibutuhkan
untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki anggotanya. Maslow berpendapat untuk
bisa berkreativitas dibutuhkan realisasi potensi dan memberanikan diri. Realisasi
menimbulkan aktualisasi diri, manusia dilahirkan tidak lengkap dia harus mewujudkan bakat-
bakatnya melawan pengaruh lingkungan (Maslow, 1984:177). Terbentuknya komunitas
VAAB memungkinkan anggotanya untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya
dalam berkreatifitas. “Jiwa Vespa” menjadi pedoman nilai mereka untuk mengembangkan
potensi yang dimiliki. Dengan “jiwa Vespa” anggota komunitas diharuskan berani
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
menghadapi situasi dan mampu berkerjasama, mereka dilatih untuk mengembangkan potensi
mereka untuk berkreasi tanpa adanya rasa takut.
Vespa Sebagai Medium Kreativitas
Malinowski menyatakan bahwa kegiatan kultural dalam institusi menjadi alat atau
"instrumen" yang muncul dalam rangka memenuhi kebutuhan psiko-biologis manusia.
Kegiatan kultural tercipta melalui latihan, ajaran, nilai, dan seterusnya me-modified kegiatan
manusia (Marzali, 1997: 39). Komunitas VAAB sebagai institusi mempunyai kegiatan
kultural tersendiri yang mereka bentuk dengan nilai-nilai yang ada dalam komunitas.
Kegiatan kultural yang ada dalam komunitas VAAB dipengaruhi “jiwa Vespa” yang mana
mendukung perkembangan potensi kreativitas yang dimiliki anggotanya. Masalah kreativitas
adalah masalah bagaimana seseorang manusia dapat memanfaatkan berbagai peluang yang
dihadapi dan melingkari hidupnya (Maslow, 1984: 170). Komunitas VAAB menjadi sarana
untuk pemenuhan kebutuhan anggotanya dalam pencapaian aktualisasi diri. Setiap anggota
komunitas pada dasarnya membawa nilai-nilai kebudayaan yang berupa pandangan hidup
dirinya sendiri, lewat komunitas VAAB pandangan masing-masing anggota membaur
menyatu lewat “jiwa Vespa”. Dengan “jiwa Vespa” mereka mengembangkan aktualisasi diri
mereka dengan berkreativitas menciptakan sesuatu yang baru.
Vespa Ekstrim merupakan wujud kreativitas komunitas VAAB. Vespa Ekstrim
tercipta dalam bentuk kreasi kelompok dengan memanfaatkan berbagai peluang yang ada di
sekeliling mereka. Anggota komunitas VAAB terdiri dari remaja-remaja usia produktif yang
masih mempunyai semangat tinggi dalam mencapai keinginan, walaupun kondisi ekonomi
tidak begitu baik mereka dapat memanfaatkan peluang untuk tetap berkreativitas. Mereka
memanfaatkan barang-barang bekas sebagai bahan untuk membuat Vespa Ekstrim. Mereka
juga memanfaatkan kondisi lingkungan yang disekelilingi pabrik dan kios besi untuk
mendapatkan bahan materi pembuatan Vespa Ekstrim. Pemanfaatan peluang yang dilakukan
komunitas VAAB merupakan salah satu bentuk kreativitas yang pada nantinya diwujudkan
dalam penciptaan Vespa Ekstrim.
Vespa Ekstrim Sebagai Karya Seni dan Totem Representasi Komunitas
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan mengenai Vespa Ekstrim komunitas VAAB
sebagai kreativitas kelompok yang merupakan wujud aktualisasi diri anggota komunitas
dengan pedoman nilai “jiwa Vespa”. Nilai-nilai yang dimiliki digunakan untuk
mengembangkan aktualisasi diri mereka dengan berkreativitas menciptakan sesuatu yang
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
baru. Sehubungan dengan hal tersebut, Bakker (1994:18) mengatakan bahwa aspek formal
dari kebudayaan terletak pada karya pemikiran yang mentransformasikan data, fakta, situasi
dan kejadian alam yang dihadapinya itu menjadi nilai bagi manusia. Komunitas VAAB
memiliki nilai-nilai tersendiri yang terbentuk berdasarkan pengalaman hidup, kondisi sosial
dan lingkungan yang dialami anggotanya. Nilai tersebut pada akhirnya mempengaruhi bentuk
dan kegunaan Vespa Ekstrim komunitas VAAB. Mereka mempunyai alasan dan pengertian
tersendiri terhadap Vespa Ekstrim hasil ciptaan mereka. Menurut mereka Vespa Ekstrim
adalah bentuk kreativitas, ekspresi dan karya seni. Menciptakan sesuatu yang unik, rumit dan
berbeda dengan dana seminimal mungkin merupakan kemampuan tersendiri yang dimiliki
komunitas VAAB. Hal tersebut yang membuat mereka menyatakan Vespa Ekstrim sebagai
karya seni.
Seni merupakan salah bentuk kreativitas dan benda seni dalam bentuk materi
merupakan salah satu perwujudan seni itu sendiri. Menyikapi Vespa Ekstrim sebagai teks dan
komunitas VAAB sebagai konteksnya, Vespa Ekstrim komunitas VAAB dapat dikatakan
sebagai karya seni sesuai dengan pemahaman mereka terhadap seni itu sendiri. Vespa
Ekstrim komunitas VAAB menjadi karya seni karena rasa kreatifitas dan ekspresi anggotanya
untuk menciptakan sebuah karya yang unik, baru dan berbeda. Tidak semua orang dapat
merasakan nilai seni dalam Vespa Ekstrim komunitas VAAB karena bentuknya yang tidak
biasa dan kurang bisa dinikmati masyarakat secara umum. Hal tersebut membuat Vespa
Ekstrim komunitas VAAB mempunyai banyak penafsiran mengenai statusnya sebagai benda
seni. Sebagai benda seni yang diakui oleh komunitas, Vespa Ekstrim mendapat apresiasi
tersendiri oleh komunitas yang diperlihatkan dengan kekompakan saat pengerjaannya,
mengendarai Vespa Ekstrim keliling daerah dan merawat Vespa Ekstrim karya mereka.
Menanggapi seni dalam Vespa Ekstrim harus dilihat berdasarkan teks dan konteks
pendukungnya dengan pengetahuan lokal yang mereka miliki. Dalam hal ini Howard Morphy
melihat keterikatan seni dengan kebudayaan , seperti yang diungkapnya: “Art is associeted
almost equally wuth the two senses of the word ”culture”- culture as a way of life or body of
ideas and knowledge, and culture as the metaphysical essence of society by which the finest
products of society are judged” (2006: 1)
Vespa Ekstrim komunitas VAAB sebagai benda seni menimbulkan perdebatan,
apalagi jika dilihat berdasarkan pandangan Western Art dengan mengedepankan estetika
keindahan. Bentuk Vespa Ekstrim komunitas VAAB terlihat tidak indah tetapi mereka
mempunyai alasan dan bentuk-bentuk estetika tersendiri untuk memaknai karya mereka
sebagai benda seni.
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
Estetika dalam kesenian memiliki beragam makna dan pendapat, seperti pengertian
seni yang harus indah dan seni yang tidak harus indah, di lain sisi seni itu sendiri harus
memiliki makna bagi kebudayaan pendukungnya (Lastoro Simatupang: 2010). Dalam tulisan
ini saya mencoba memakai pengertian esetika dalam seni yang dijelaskan Howard Morphy
(1994), menurutnya seni berhubungan dengan perihal bagaimana sesuatu meminta perhatian
indera. Dalam pengertian luas estetika tidak hanya terbatas dari munculnya ransangan
terhadap indera seperti munculnya rasa indah tetapi estetika juga mewakili rasa penciptanya
yang pada dasarnya merupakan tanggapan manusia atas pengalaman ketubuhannya. Sebagai
tanggapan manusia atas pengalaman ketubuhan, estetika tentu saja bersifat kultural dalam arti
bahwa tanggapan atas pengalaman-pengalaman tadi diperoleh manusia lewat proses
pembudayaan diri, internalisasi nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat dan berbagai
macam interaksi sosial. Morphy juga menegaskan bahwa esetika dalam kesenian dapat
dipahami secara lebih berdasarkan teks dan konteks pendukungnya “ The aesthetics of art
has to be explored in the context of the particular scoiety that produces it ” (2006: 239).
Komunitas VAAB sering mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan seperti cacian
karena menciptakan dan membawa Vespa Ekstrim buatan mereka. Vespa Ekstrim komunitas
VAAB mempunyai bentuk yang berbeda dengan memberikan kesan kotor dan ekstrim, hal
tersebut membuatnya kurang bisa diterima dan tidak dianggap sebagai seni karena bentuknya
yang tidak indah.
Pengertian estetika menurut Howard Morphy dapat dilihat pada komunitas VAAB.
Vespa Ekstrim tercipta sebagai wujud kreativitas dan ekspresi anggotanya. Hasilnya adalah
Vespa Ekstrim yang dibuat dengan memanfaatkan benda-benda yang ada disekitar mereka.
Bentuk yang aneh dan unik dibuat agar karya mereka menjadi sesuatu yang baru dan berbeda
dengan kelompok lainnya. Semakin rumit dan sulit dikendalikan akan menjadi nilai tambah
bagi Vespa Ekstrim. Estetika yang ditunjukan komunitas VAAB bukan dalam bentuk sesuatu
yang indah, melainkan dalam “jiwa Vespa” yang ada dalam Vespa Ekstrim buatan mereka.
Kerjasama yang solid antara anggota dengan situasi ekonomi yang tidak mendukung dan
tetap dapat berkreasi membuat Vespa Ekstrim merupakan nilai tersendiri yang ada pada
Vespa Ekstrim komunitas VAAB. Senada dengan pemikiran Coote (1992: 246), yang melihat
segala aktifitas manusia memiliki aspek estetika maka estetika yang ditunjukan komunitas
VAAB pada dasarnya terlihat lewat segala akivitas yang mereka lakukan bermanfaat dan
bermakna bagi mereka, yang diwejantahkan dalam penciptaan Vespa Ekstrim.
Vespa Ekstrim buatan komunitas VAAB sebagai benda seni terbentuk berdasarkan
realita sosial dari kelompok pendukungnya yaitu anggota VAAB itu sendiri. Mengenai hal
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
tersebut, Davis (1973) melihat bahwa esensi dalam membentuk karya seni dipengaruhi oleh
interaksi dan pengalaman dalam kehidupan sosial sehari-hari. Manusia berperan
menciptakan, mengkreasikan apa yang ada dalam benaknya yang didapat lewat berbagai
komponen dan elemen kehidupan. Oleh karena itu elemen dari produk kesenian
mencerminkan realita kehidupan yang di alami. Komunitas VAAB terdiri dari sekelompok
orang yang mempunyai kesamaan, salah satunya kondisi sosial mereka yang berasal dari
kelas ekonomi menengah kebawah. Melalui proses kreatif imajinatif mereka dalam
mendesain dan menciptakan berbagai model Vespa Ekstrim dengan memanfaatkan benda-
benda sekitar, komunitas VAAB berusaha mengekspresikan dan merepresentasikan apa yang
mereka alami. Penciptaan Vespa Ekstrim karya mereka yang terlihat ekstrim, aneh, unih dan
rongsok tidak saja terbentuk begitu saja melainkan dipengaruhi realita sosial, kondisi
ekonomi, kondisi geografis dan nilai-nilai “jiwa Vespa” yang mereka pengang. Model Vespa
Ekstrim komunitas VAAB terbentuk sebagai pembeda dan pengakuan, bahwa mereka dengan
keterbatasan ekonomi dapat berkarya seperti yang lainnya.
Vespa Ekstrim komunitas VAAB selain sebagai benda seni, juga berkembang
menjadi sejenis totem representasi yang mewakili komunitas tersebut. Menurut Sahlins
(1976) istilah totem mencangkup hubungan yang secara ideologis berada di antara dua
bagian, yang satu alamiah dan yang lainnya budaya; yaitu bahwa sebuah objek alamiah
mewakili atau menjadi perwujudan simbolik dari sebuah kelompok sosial. Dengan demikian
objek tersebut secara simulitan merupakan sebuah objek alamiah dan budaya. Dalam
pengertian awal, Vespa Ekstrim komunitas VAAB berguna sebagai kendaraan transportasi
dengan mesin Vespa sebagai pilihan mereka. Dalam perkembangannya Vespa Ekstrim
komunitas VAAB tidak hanya sebatas kendaraan transportasi melainkan sebagai wujud
simbolik komunitas VAAB itu sendiri. Gaya hidup anggota VAAB, pakaian dan nilai-nilai
yang mereka miliki semuanya terkait dengan kegunaan dan pemahaman mereka terhadap
Vespa Ekstrim dan bagaimana Vespa Ekstrim membuat mereka berbeda dengan kelompok
lainnya. Menurut mereka saat mengendarai Vespa Ekstrim ada rasa kebanggaan dan
kesenangan tersendiri yang dirasakan. Kebanggaan tersebut muncul karena mereka merasa
mampu menjadi berbeda dan mendapat perhatian orang lain dengan mengendarai Vespa
Ekstrim.
Saat mengendarai Vespa Ekstrim, anggota komunitas menyerasikan gaya berpakaian
mereka agar terlihat kumuh seperti Vespa Ekstrim yang mereka pakai. Hal tersebut
dilakukan untuk menunjukan “jiwa Vespa” sebagai jiwa petarung jalanan yang dimiliki
anggota komunitas VAAB. Jiwa petarung jalanan digunakan saat komunitas VAAB
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
mengadakan touring, modal nekat tanpa persiapan dilakukan untuk menunjukan jiwa
petarung jalanan. Atribut kumuh yang mereka gunakan dimanfaatkan untuk bertahan hidup di
jalanan saat mereka touring seperti mendapatkan dan uang untuk membeli bensin.
Hal tersebut membuat Vespa Ekstrim komunitas VAAB bukan sekadar bentuk
aktualisasi diri anggotanya tetapi berkembang sebagai totem komunitas yang memiliki
kegunaan dan arti tersendiri dengan seperangkat nilai yang diyakini oleh komunitas VAAB.
Vespa Ekstrim sebagai totem komunitas VAAB menunjukan bentuk aktualisasi diri
kreativitas remaja usia produktif kelas menengah kebawah, dengan memanfaatkan barang
disekeliling mereka untuk berkreativitas dan “jiwa Vespa” sebagai pedoman komunitas.
Resistensi dan Dominasi Subkultur Komunitas Vespa
Menurut Hebdigde, Vespa menjadi saksi perubahan besar dalam statusnya sebagai
kendaraan transportasi dan memberikan beragam makna bagi sekelompok orang. Status dan
pemaknaan terhadap Vespa berfluktuasi terus menerus naik dan turun yang dipengaruhi
setiap kelompok pendukungnya. Berubah dari awalnya kendaraan masyarakat yang murah,
ekonomis dan rawan ejekan karena kemiripan bentuknya dengan skuter mainan anak-anak,
kemudian melonjak menjadi objek yang dipuji dan di inginkan karena diasosiasi dengan
segala hal yang necis dan modern seperti dalam kelompok mods, dan kini statusnya mungkin
sebagi benda nostalgia yang sarat akan nilai sejarah (Hebdigde, dalam Lury: 1998)
Apa yang dipaparkan Hebdigde menurut saya tidak begitu meleset dalam
perkembangan Vespa di Indonesia. Pada Awal masuknya di Indonesia Vespa mempunyai
nilai prestise yang tinggi karena harganya yang mahal belum mampu dibeli sebagaian
masyarakat Indonesia karena kondisi ekonomi negara yang kurang baik. Seiring berjalannya
waktu, membaiknya kondisi perekonomian masyarakat Indonesia, dan masuknya gempuran
motor-motor murah produksi Jepang menyebabkan produksi Vespa tersaingi. Akhirnya,
Vespa di Indonesia berfluktuasi yang awalnya kendaraan kelas menengah keatas menjadi
kendaraan ekonomis yang murah, kemudian menjadi kendaraan tua yang tidak terawat dan
sebagian menjadi kendaraan tua yang sarat akan nilai sejarah. Vespa saat ini, yang banyak
terlihat dan digunakan komunitas Vespa di Indonesia adalah Vespa tua bermesin dua tak.
Kini Vespa lansiran tahun lama menjadi kendaraan transportasi, nostalgia dengan beragam
nilai dan harga jual tergantung kondisi dan tingkat ke orisinalitas Vespa itu sendiri.
Walaupun terdesak gempuran motor-motor Jepang, Vespa tidak lantas kehilangan
penggemar, Hebdigde menambahkan bahwa proses estetikasi rancangan desain dan produksi
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
Vespa memberi nilai tersendiri bagi Vespa. Desain kesempurnaan permukaan, bentuk dan
gasris yang didramatisir oleh berbagai gaya penggunanya merupakan bagian dari estetika
kehidupan sehari-hari (Hebdigde, dalam Lury: 1998). Di Indonesia, munculnya komunitas-
komunitas Vespa guna mewadahi sekelompok orang penggemar Vespa untuk menyalurkan
keratifitas dan ekspresinya lewat Vespa itu sendiri. Vespa di Indonesia digolongkan sebagai
kendaraan nostalgia dengan nilai tinggi dan sebagai kendaraan murah dan tua yang dipandang
sebelah mata. Ragam penggolongan tersebut diaplikasikan oleh komunitas- komunitas Vespa
di Indonesia lewat ragam modifikasi dan rekonstruksi Vespa yang ada dalam tiap komunitas.
Setiap komunitas mempunyai pemaknaan dan pengapresiasian tersendiri terhadap Vespa.
Saat komunitas Vespa Classic menganggap Vespa sebagai bentuk kendaraan nostalgia
bernilai tinggi, komunitas Vespa mods style menganggap Vespa sebagai bentuk kendaraan
necis dan modern, dan komunitas Vespa sport style menganggap Vespa sebagai bentuk
kendaraan sporty dan trendi, lantas apakah komunitas Vespa Ekstrim menganggap Vespa
sebagai kendaraan yang tidak bernilai karena diubah bentuknya menjadi ekstrim?
“Kita menghancurkan body Vespa dengan krativitas, kita hancurkan juga gak
seluruhnya di hancurkan. kita juga bikin body sendiri dari besi dengan macem-macem
model. Body aslinya disimpen atau dijual. Jadi kita tetap menjaga Vespa. Vespa
Ekstrim itu unik, beda dan gak ngasal. kreativitas dapet banget (Renal, komunitas
Vespa Ekstrim)”
Komunitas Vespa Ekstrim seperti komunitas VAAB mempunyai cara dan bentuk
apresiasi tersendiri terhadap Vespa. Bagi komunitas VAAB, Vespa bukanlah sekadar
kendaraan bermotor dengan ciri khas bentuk yang unik dan mesin dua taknya. Vespa bagi
komunitas VAAB adalah bagaimana Vespa itu sendiri memberikan makna bagi
penggunanya. Komunitas Vespa Ekstrim sangat berbeda dengan ragam komunitas Vespa
yang ada di Indonesia, perbedaan itu terlihat karena mereka memodifikasi bentuk Vespa
secara ekstrim hingga tidak terlihat seperti kendaraan Vespa. Hal ini pada perkembangannya
menyebabkan pro dan kontra kehadiran komunitas Vespa Ekstrim di antara komunitas Vespa.
Komunitas Vespa di Indonesia terkenal dengan solidaritas yang kuat, moto “satu Vespa
sejuta saudara” yang sangat mendalam bagi setiap komunitas Vespa.
Satu Vespa sejuta saudara mengartikan bentuk solidaritas yang sangat kuat di antara
ragam komunitas Vespa tetapi dalam perkembangannya terdapat konflik dan perdebatan
dengan munculnya komunitas Vespa Ekstrim. Komunitas Vespa Classic yang bernaung
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
dalam payung club, dengan jumlah anggota yang banyak dan tersebar di seluruh Indonesia,
kurang menyukai kehadiran Komunitas Vespa Ekstrim. Maraknya komunitas Vespa Ekstrim
menurut mereka dapat merusak nama baik komunitas Vespa yang ada di Indonesia karena
Vespa dalam bentuk Ekstrim dianggap menggangu ketertiban masyarakat. Menanggapi
permasalahan modifikasi Vespa dalam bentuk Ekstrim, Renal menjelaskan bahwa komunitas
Vespa Ekstrim tidak bermaksud menjelekkan nama komunitas Vespa tetapi justru menambah
variasi ragam komunitas Vespa, membuat mesin Vespa yang tidak terpakai kembali
berfungsi, dan menjaga populasi Vespa yang mulai sedikit karena kebijakan ekspor Vespa
yang dilakukan pemerintah.
Saat ini banyak acara perkumpulan komunitas Vespa yang tidak memperbolehkan
Vespa dalam bentuk ekstrim untuk datang kedalam acara perkumpulan komunitas tersebut.
Kelompok yang melarang Vespa Ekstrim untuk hadir ke acara perkumpulan komunitas
Vespa biasanya dimotori oleh kelompok Vespa Classic yang biasanya diisi oleh orang-orang
kelas sosial menengah keatas. Menurut Renal komunitas Vespa yang kurang menyukai Vespa
Ekstrim berasal dari komunitas Vespa dengan acuan model Vespa Classic yang mempunyai
prinsip orisinalitas bentuk Vespa
Kontra terhadap kemunculan komunitas Vespa Ekstrim tidak hanya hadir dalam
ragam komunitas Vespa di Indonesia, tetapi juga dilakukan oleh institusi penegak hukum
kepolisian. Alasan polisi merazia Vespa dalam bentuk ekstrim karena dianggap melanggar
peraturan dengan tidak melengkapi surat-surat kendaraan seperti STNK dan BPKB, juga
bentuknya yang panjang dan lebar dianggap membahayakan penggunanya maupun orang lain
di jalan4 .
Dengan mengacu konsep yang dikemukakan Fitra dalam Helmy (2012: 6) mengenai
subkultur sebagai gejala budaya dalam masyarakat industri maju yang umumnya terbentuk
berdasarkan usia dan kelas, kehadiran Komunitas Vespa Ekstrim dapat diartikan sebagai
subkultur komunitas Vespa. Komunitas Vespa Ekstrim muncul sebagai perlawanan dari
dominasi elite komunitas Vespa maupun peraturan negara yang dianggap menyusahkan
mereka. Dalam kasus komunitas VAAB, mereka yang berasal dari keluarga dengan kondisi
ekonomi yang kurang baik, ingin menunjukkan kemampuan mereka untuk berkreativitas
walaupun kondisi ekonomi kurang mendukung. Komunitas VAAB ingin memperlihatkan
eksistensi mereka diantara komunitas Vespa lain yang mempunyai Vespa lebih bagus dan
mahal. 4 Diakses dari: http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-barat-nasional/12/06/30/m6ezc9-dianggap membahayakan-vespa-modifikasi-diamankan-polisi Pada Tanggal 12-06-2012 Jam 22.30 WIB
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
Saat komunitas Vespa Ekstrim dianggap melanggar peraturan karena tidak memiliki
surat-surat kendaraan, Komunitas VAAB tidak bermaksud melanggar peraturan yang ada.
Mereka hanya berusaha untuk bisa berkreativitas dan tampil beda sesuai dengan kondisi
ekonomi yang mereka alami. Mereka dengan tegas menolak streotype masyarakat yang
menganggap mereka preman jalanan, mereka mempunyai komitmen untuk berprilaku baik
dan tidak mencuri agar streotype yang melekat pada mereka hilang. Untuk gaya “nyentrik”
yang mereka pakai ketika touring, hal tersebut merupakan penanda yang menunjukkan diri
mereka sebagai petarung jalanan. Menurut Hebdigde (1999), gaya adalah sebuah praktek
penandaan (signifying practice). Gaya menurutnya adalah sebuah arena penciptaan makna di
dalam kode-kode pembeda dan gaya merupakan pembentuk identitas kelompok. Gaya
komunitas VAAB yang berbeda, dengan ciri khas “nyentrik” dapat diartikan sebagai penanda
yang di dalamnya terdapat makna, mereka berusaha menunjukkan kemampuan mereka untuk
tetap berkreativitas walaupun kondisi ekonomi yang tidak mendukung. Meraka juga berusaha
menjadi beda dan menjadi diri sendiri dengan tidak mengikuti gaya komunitas Vespa Classic
dengan gaya berpakaian kemeja, celana jeans dan, sepatu ketika mengendarai Vespanya.
Gaya berpakaian komunitas Classic menurut komunitas VAAB menunjukkan kemapanan
ekonomi anggotanya yang berbeda dengan mereka.
Konflik tentang keberadaan komunitas Vespa Ekstrim tidak terlalu dirisaukan oleh
komunitas VAAB, menurut mereka dengan dengan terus berkreasi membentuk Vespa
Ekstrim yang semakin unik dan beda menambah kepuasan tersendiri bagi mereka. Dengan
adanya“jiwa Vespa, komunitas VAAB mendapat spirit dalam bentuk solidaritas yang
direalisasikan dalam bentuk penciptaan Vespa Ekstrim. Penciptaan Vespa Ekstrim dalam
komunitas VAAB adalah wujud apresiasi komunitas terhadap Vespa sebagai kendaraan
transportasi dan “jiwa Vespa” sebagai nilai komunitas. Penciptaan Vespa Ekstrim menurut
komunitas VAAB adalah wujud seni walaupun tanggapan dan prespektif orang lain berbeda-
beda mengenai Vespa Ekstrim seperti yang Renal tuturkan: “Ada yang bilang seni, banyak
banget yang bilang orang kurang kerjaan, sampah-sampah dibawa kayak orang gila lah, dan
lain-lain, cuma gak kami dengerin aja. Kami nanggapein hati yang ikhlas karena mereka gak
ngerti arti kami sebenernya. Gak tau arti Vespa esktrim. Kami buat Vespa Ekstrim itu karena
kami punya kreativitas, kami nunjukin kemampuan kami buat Vespa yang unik beda sama
yang lainnya. Gak gampang bikin Vespa Ekstrim butuh keahlian sama kerjasama anak-anak.
Pandangan orang beda-beda, kita mah jalanin aja gak ngurus kata orang”
Vespa Ekstrim menjadi karya yang diproduksi dan diapresiasi bersama anggota
VAAB. Wujud kekompakan dalam pengerjaan Vespa Ekstrim dan kesamaan gaya hidup
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
anggotanya membuat Vespa Ekstrim komunitas VAAB menjadi produk komunitas yang
didalamnya mewakili makna, ide-ide, ekspersi, dan kreativitas komunitas. Vespa Ekstrim
komunitas VAAB juga merupakan hasil dari bentuk aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki
anggotanya. Kreativitas yang ditunjukkan komunitas VAAB datang sebagai respon terhadap
kondisi ekonomi dan psikologi yang mereka alami. Segala bentuk kegiatan kultural yang
dilakukan komunitas adalah bentuk perilaku simbolik dari nilai-nilai “jiwa Vespa” dan
dimanifestasikan dalam Vespa Ekstrim buatan mereka.
Kesimpulan
Berdirinya komunitas VAAB sebagai komunitas Vespa Ekstrim didasari hobi dan
kegemaran anggotanya terhadap Vespa. Kesamaan dalam gaya hidup dan cara pandang
anggotanya juga menjadi faktor terbentuknya komunitas VAAB. Kesamaan lainnya terlihat
dari karakteristik anggotanya yang terdiri dari remaja-remaja usia produktif dengan latar
belakang sosial kelas menengah kebawah. Kesamaan-kesamaan tersebut membentuk nilai-
nilai yang menjadi pedoman tingkah laku dalam komunitas VAAB.
Nilai-nilai tersebut terkumpul dalam “Jiwa Vespa” yang terdiri dari solidaritas antar
anggotanya, kreatifitas, keberanian, tidak manja dan siap menjadi petarung jalanan.
Komunitas VAAB menjadi sarana ruang aktualisasi diri anggotanya dengan kesamaan-
kesamaan yang mereka miliki. Setiap anggota memiliki “Jiwa Vespa” sehingga mereka dapat
merasakan rasa aman dan senang saat berkumpul dalam komunitas. Rasa aman dan senang
dalam komunitas memancing potensi-potensi kreativitas yang dimiliki anggotanya.
Kreativitas yang muncul merupakan proses dari aktualisasi diri pemenuhan kebutuhan para
anggotanya yang dituangkan dalam menciptakan kreativitas kelompok yaitu Vespa Ekstrim.
Dengan menciptakan, memakai dan memaknai Vespa Ekstrim, kebutuhan mereka akan
aktualisasi diri dapat terpenuhi.
Pilihan terhadap Vespa sebagai alat untuk berkreativitas selain karena kegemaran dan
hobi juga didasari faktor ekonomi. Vespa yang sudah tidak terawat dan rusak harga jualnya
menjadi sangat murah, hal inilah yang dimanfaatkan komunitas VAAB dengan memilih
Vespa sebagai alat untuk berkreativitas dan berekspresi. Dengan kondisi ekonomi yang
kurang baik, mereka berkreativitas dengan peluang-peluang dan pemanfaatan benda-benda
yang ada di sekitar mereka untuk menjadi bahan pembuatan Vespa Ekstrim.
Vespa Ekstrim merupakan wujud aktualisasi kreativitas komunitas VAAB. Vespa
Ekstrim komunitas VAAB diciptakan berdasarkan ekspresi yang mereka rasakan terhadap
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
kondisi sosial, dan kebudayaan yang mereka jalani. Bentuk dan kegunaan Vespa Ekstrim
disesuaikan dengan kebutuhan anggota komunitas. Setiap Vespa Ekstrim yang mereka buat
mempunyai arti yang mereka maknai sendiri. Vespa Ekstrim dapat dikatakan sebagai karya
seni saat dikaitkan dengan teks dan konteks kelompok pendukungnya. Vespa Ekstrim
komunitas VAAB adalah hasil ekspresi komunitas dan diapresiasi oleh mereka sendiri.
Apresiasi yang mereka lakukan dengan membentuk, merawat dan terus berinovasi
menciptakan Vespa ekstrim yang unik dan berbeda. Mengendarai Vespa Ekstrim touring ke
berbagai daerah juga bentuk apresiasi yang mereka lakukan, mereka akan merasa bahagia
saat Vespa Ekstrim buatan mereka berhasil jalan dan sampai tujuan.
Estetika yang ditunjukkan komunitas VAAB bukan dalam bentuk sesuatu yang indah
lewat indera penglihatan, melainkan dalam “Jiwa Vespa” yang ada dalam Vespa Ekstrim
buatan mereka. Kerjasama yang solid antara anggota dengan situasi ekonomi yang tidak
mendukung tetapi tetap dapat berkreasi membuat Vespa Ekstrim yang unik merupakan nilai
tersendiri bagi Vespa Ekstrim komunitas VAAB. Menyikapi Vespa Ekstrim sebagai teks dan
komunitas VAAB sebagai konteksnya, Vespa Ekstrim komunitas VAAB dapat dikatakan
sebagai karya seni sesuai dengan pemahaman mereka terhadap seni itu sendiri.
Penciptaan Vespa Ekstrim tidak hanya sekadar pemenuhan aktualisasi diri anggota
komunitas VAAB. Pada perkembangannya, Vespa Ekstrim menjadi semacam totem yang
merepresentasi komunitas VAAB. Vespa Ekstrim komunitas VAAB sebagai Totem mewakili
perwujudan simbolik mereka. Gaya hidup anggota VAAB, gaya berpakaian dan nilai-nilai
yang mereka miliki semuanya terkait dengan kegunaan dan pemahaman mereka terhadap
Vespa Ekstrim dan bagaimana Vespa Ekstrim membuat mereka berbeda dengan kelompok
lainnya. Vespa Ekstrim tidak sekadar digunakan sebagai kendaraan transportasi tetapi
memiliki arti lebih sebagai karya komunitas yang terbentuk dengan seperangkat nilai yang
diyakini oleh komunitas VAAB.
Perwujudan simbolik Komunitas VAAB sebagai komunitas Vespa Ekstrim, dengan
gaya mereka yang khas menjadi subkultur di dalam struktur komunitas Vespa yang ada di
Indonesia. Dominasi komunitas Vespa Classic yang berbasis club dengan jumlah anggota
yang banyak kurang menyukai kehadiran komunitas Vespa Ekstrim. Mereka dianggap
merusak nama baik komunitas Vespa dan esensi scooter Vespa itu sendiri. Komunitas Vespa
Ekstrim khususnya komunitas VAAB menanggapi penolakan tersebut dengan tetap berkreasi
menciptakan Vespa Ekstrim yang semakin berbeda. Komunitas VAAB berusaha melawan
streotype negatif yang melekat pada mereka dengan menunjukkan solidaritas yang kuat ke
semua komunitas Vespa. Vespa Ekstrim yang mereka buat menjadi representasi simbolik
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
mereka terhadap keadaan sosial yang mereka alami. Banyaknya peraturan dan mahalnya
biaya mengurus surat kendaraan bermotor dianggap menyusahkan mereka yang mempunyai
kondisi ekonomi kurang baik. Berani bertindak dengan melawan peraturan merupakan
pilihan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan potensi yang mereka miliki untuk
berkreativitas sesuai dengan kondisi sosial yang mereka alami.
Daftar Pustaka
Bakker SJ, J.W.M.
1994 Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, Jakarta dan Yogyakarta:
BPK Gunung Mulia dan Kanisius.
Coote, Jeremy and Shelton, Anthony
1992 Anthropology Art and Aesthetics, New York: Oxford University Press.
Danandjaja, James
2005 Antropologi Psikologi Kepribadian Individu dan Kolektif. Jakarta: Lembaga Kajian
Budaya Indonesia.
Davis, Murray S
1973 Georg Simmel and the Aesthetics of Social Reality. Dalam Social
Forces Vol. 51, No. 3, Oxford University Press. Stable URL:
http://www.jstor.org/stable/2577137.
Hebdige, Dick
1988 Object as Image: The Italian Scooter Cycle, dalam Hiding in the light : on images and
things. London ; New York : Routledge.
1999. Subculture ; The Meaning Of Style. Routledge, London dan New York, , Cetakan
XIII. Diterbitkan pertama kali oleh Methuen & Co. Ltd,1979.
Helmy, Muhammad
2012 Presepsi Masyarakat Bekonang Terhadap Keberadaan Komunitas Punk. Jurnal Ilmiah
Sosialitas. Surakarta: Pendidikan Sosiologi-Antropologi FKIP Universitas Negeri
Surakarta.
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
Lastoro Simatupang. G.R. Lono
2010 Prespektif Antropologi dalam Seni dan Estetika. Dalam Acintya Jurnal Penelitian
Seni dan Budaya Vol, 2 No. 1 Juni. Surakarta : Pengabdian kepada Masyarakat dan
Pengembangan Pendidikan (LPPMPP), Institut Seni Indonesia (ISI).
Levi-Strauss
1996 Totemism, diterjemahkan oleh R. Needham. London: Merlin Press.
Long, Mary Anne
1998 From Scooter to Scooterist: A Cultural History of the Italian Motorscooter, a Senior
Thesis to Prof. Anne Cook Saunders on December 17 th. StableURL:
http://www.Vespaclubvolos.com/Scooter_History_1_.pdf.
Lury, Celia
1998 Budaya Konsumen. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Marzali, Amri
1997 Struktural Fungsionalisme. Jurnal Antropologi Indonesia No. 52. Depok: Jurusan
Antropologi, FISIP Universitas Indonesia.
1998 Pergeseran Orientasi Nilai Kultural dan Keagamaan di Indonesia. Jurnal Antropologi
Indonesia No. 57. Depok: Jurusan Antropologi, FISIP Universitas Indonesia.
Maslow, A.H
1969 Toward a Humanistic Biology. American Psychology.
1984 Motivasi dan Kepribadian (terjemahan Nurul Iman). Jakarta: LPPM dan PT. Pustaka
Binaman Precindo.
Morphy, Howard
1994 From Dull to Brilliant: The Aesthetics of Spritual Power among The Yolngu, dalam
Anthropology, Art and Aesthetics. Jeremy Coote & Anthony Shelton (eds). New
York, Toronto: Oxford University Press Inc.
2006 The Anthropology of Art: A Reflection on its History and Contemporary Practice.
Dalam The Anthropology of Art A Reader. Oxford: Blackwell Publishing.
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012
Sahlins, M
1976 Culture and Practical Reason. Chicago: Chicago University Press
Tammaka, Zaelani
2007 Mozaik Nusantara Berserak: Multikulturalitas dan Kearifan Lokal, PSB UMS dan
Ford Foundation.
Willis, Paul
1982. The Motor-Bike and Motor Bike Culture, dalam B. Waites et al, Popular Culture:
Past and Present. London: Croom Helm.
Witoelar, Wimar
1983 Ancilliary Firm Development in the Motor Vehicle Industry in Indonesia. The Motor
Vehicle Industry in Asia, : A Study of Ancillary Firm Development. Singapore:
Council for Asian Manpower Studies, Ltd.
Satu Vespa..., Farizky, FISIP UI, 2012