Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik...

39
Satu Dekade Pemantauan Reef Check: Kondisi dan Kecenderungan pada Terumbu Karang Indonesia Disusun Oleh: Abdullah Habibi Naneng Setiasih Jensi Sartin Jaringan Kerja Reef Check Indonesia © 2007

Transcript of Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik...

Page 1: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Satu Dekade Pemantauan Reef Check: Kondisi dan Kecenderungan pada Terumbu Karang Indonesia Disusun Oleh: Abdullah Habibi Naneng Setiasih Jensi Sartin Jaringan Kerja Reef Check Indonesia © 2007

Page 2: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian
Page 3: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Satu Dekade Pemantauan Reef Check: Kondisi dan Kecenderungan pada Terumbu Karang Indonesia Disusun Oleh: Abdullah Habibi Naneng Setiasih Jensi Sartin Kontributor: Reef Check di Bali Utara dan Padang, oleh Hery Yusamandra - MPA scientist pada Yayasan Reef Check Indonesia Reef Check di Sulawesi Tengah, oleh Abigail Moore - Konsultan Kelautan pada Yayasan Palu Hijau Desain dan Tata letak: Abdullah Habibi Foto Cover: Sudarsono Publikasi ini dapat didistribusikan atas dukungan dari Yayasan Reef Check Indonesia dan anggota Jaringan Kerja Reef Check Indonesia. Laporan ini diperbolehkan untuk diperbanyak dengan mencantumkan sumber tulisan. Untuk mendapatkan publikasi ini, silahkan untuk didownload dari www.jkri.or.id Jaringan Kerja Reef Check Indonesia (JKRI) adalah jaringan yang menghubungkan komunikasi antar pelaksana, pemerhati dan sukarelawan Reef Check di Indonesia. Informasi mengenai kegiatan Jaringan Kerja Reef Check Indonesian dapat dilihat di www.jkri.or.id, sementara metode dapat dilihat di www.reefcheck.or.id. Bergabunglah bersama kami untuk menjadi bagian dari pelaku konservasi terumbu karang di mailing list [email protected]

ii

Page 4: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

iii

Page 5: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Ringkasan Eksekutif Reef Check sebagai satu metode pemantauan terumbu karang telah dilaksanakan selama satu dekade di Indonesia. Dari satu dekade survai RC di Indonesia selama tahun 1997-2006, didapatkan kesimpulan bahwa persentase karang batu (Hard Coral) sebagai indikator kesehatan terumbu karang berada dalam kategori Sedang (26-50%), dengan persen kemunculan yang cenderung menurun. Persen kemunculan Live Reef (karang hidup) berkisar di antara angka 40.90 hingga 56.96 dengan persentase tertinggi tercatat pada tahun 2000 dan terrendah pada tahun 1999. Sebaliknya, persen kemunculan untuk Non-living Reef (bukan karang hidup) terrendah ada pada tahun 2000 dan tertinggi tercatat pada 1999. Butterflyfish sebagai salah satu indikator untuk mengetahui tekanan terhadap usaha koleksi akuarium menunjukkan adanya sedikit penurunan jumlah rata-rata per tahun. Sementara jenis-jenis ikan yang dijadikan sebagai indikator live reef fish (ikan karang makan hidup) dan overfishing (tangkap lebih) menunjukkan tekanan pemanfaatan yang sangat tinggi, bahkan untuk Barramundi Cod dan Humphead Wrasse hanya tercatat antara nol hingga satu ekor yang dijumpai per transek per tahun. Data avertebrata digunakan untuk menggambarkan empat hal; penangkapan untuk koleksi akuarium, penangkapan ikan berlebih, pemanenan berlebih serta ledakan populasi predator karang. Jumlah indikator biota koleksi akuarium cenderung naik, sementara indikator penangkapan ikan berlebih serta pemanenan berlebih menunjukkan penurunan yang signifikan. Bulu Seribu atau Acanthaster plancii yang dijadikan sebagai indikator predator karang, dicatat berada dalam populasi minimal. Secara umum, dampak yang berakibat pada kerusakan terumbu karang (coral damage) dan trash (sampah) tidak menunjukkan adanya kecenderungan turun ataupun naik secara jelas. Mayoritas kerusakan tidak terlalu besar (ada pada level 1) dengan rata-rata jumlah kerusakan tertinggi disebabkan oleh aktivitas perahu/jangkar, sementara trash juga terdapat pada level yang sama dan mayoritas berasal dari penyebab lain. Akhir kata, kita menyadari bahwa tekanan terhadap terumbu karang semakin meningkat seiring kegiatan pembangunan serta pemanfaatan sumberdaya di Indonesia. Kerjasama berbagai pihak untuk berbagi tugas dalam pengelolaan ekosistem ini mutlak diperlukan untuk kelestarian sumberdaya yang pada gilirannya nanti juga akan memberikan keuntungan bagi kita. Hormat kami, Abdullah Habibi Data Officer, Jaringan Kerja Reef Check Indonesia

iv

Page 6: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

v

Page 7: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Daftar Isi

Ringkasan Eksekutif iv

1. Pendahuluan 1

2. Metode 3

3. Hasil Survai

- Lokasi Survai 7

- Ikan 10

- Avertebrata 13

- Substrat 16

- Dampak 19

- Kawasan Perlindungan vs Kawasan non-Perlindungan 21

4. Pembelajaran dan Kisah Sukses 22

5. Rekomendasi 25

Ucapan 27

Referensi 28

Daftar Anggota Aktif Jaringan Kerja Reef Check Indonesia 29

vi

Page 8: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

vii

Page 9: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

1 Pendahuluan

Indonesia terletak di dalam pusat keanekaragaman terumbu karang dunia (Veron, 2000), yang sering disebut juga dengan Coral Triangle atau Segitiga Terumbu Karang. Luas penutupan terumbu karang di Indonesia diperkirakan sebesar 51.000 km2 atau sekitar 18% dari total luasan terumbu karang dunia dengan 60% spesies terumbu karang dunia berada di negara ini. Sayangnya praktik perikanan yang tidak ramah lingkungan (mis. sianida dan pemboman), tangkap lebih, sedimentasi, buangan limbah (Burke dkk., 2002), serta pemutihan karang atau coral bleaching (Hughes dkk., 2003) diidentifikasi menjadi sumber ancaman terbesar pada ekosistem ini. Lebih dari 80% penduduk Indonesia hidup di kawasan pesisir sehingga degradasi yang terjadi tidak hanya akan memberikan dampak yang signifikan terhadap ekosistem terumbu karang saja, tetapi juga terhadap komunitas yang hidup dan menggantungkan mata pencahariannya terhadap ekosistem ini (Burke dkk., 2002). Laporan Terumbu Karang yang Terancam di Asia Tenggara (Burke dkk., 2002) menyebutkan bahwa selama 50 tahun terakhir, proporsi penurunan kondisi terumbu karang Indonesia telah meningkat dari 10% menjadi 50%. Jika kerusakan tetap dibiarkan terjadi, maka diperkirakan akan terjadi kerugian sebesar US $ 2,6 triliun selama periode 20 tahun. Nilai yang sangat kecil jika dibandingkan dengan keuntungan senilai lebih dari US $ 1,6 triliun per tahun jika ekosistem ini tetap dijaga dalam keadaan sehat (Cesar dkk. 1997). Pengelolaan terumbu karang di Indonesia selama ini mengalami permasalahan karena kurangnya data. Data terumbu karang yang diambil selama ini cenderung hanya terfokus pada satu wilayah, atau jika misalnya ada survai yang lengkap cenderung tidak memiliki data yang berkelanjutan. Data yang lengkap dan berkelanjutan sangat dibutuhkan untuk mengetahui kecenderungan yang terjadi pada ekosistem ini sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian dan konservasi terumbu karang menjadi satu solusi praktis untuk diterapkan di Indonesia. Metode ini diperkenalkan di dunia sejak tahun 1997 oleh Gregor Hodgson, dan masuk ke Indonesia pertama kali di TN Karimunjawa pada tahun yang sama. Sejak saat itu, Reef Check telah menunjukkan perkembangan meningkat, baik dalam jumlah sukarelawan, organisasi yang terlibat, jumlah propinsi, maupun site tempat pengambilan data. Tahun 2001 menjadi tahun berdirinya Jaringan Kerja Reef Check Indonesia (JKRI), yang menghubungkan komunikasi antar pelaksana survai Reef Check di satu daerah dengan daerah lainnya. Selain itu, JKRI menjadi satu forum yang memberikan kontribusi tidak sedikit bagi aktivitas penyadartahuan, pemantauan dan pengelolaan terumbu karang di Indonesia sejak tahun itu.

1

Page 10: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Selama satu dekade pemantauan Reef

Check dilaksanakan di Indonesia, tercatat

sepanjang 72 km panjang transek telah

terbentang. Hampir dua kali panjang wilayah

administrasi propinsi Jawa Barat!

2

Page 11: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

2 Metode

Survai Survai Reef Check dilaksanakan pada 2 kedalaman, dangkal (kedalaman 2 – 6 m) dan tengah terumbu (kedalaman lebih dari 6 m hingga 12 m) dengan memperhitungkan pasang surut air laut. Pada setiap kedalaman, 4 segmen sepanjang masing-masing 20 m akan diletakkan dan disurvai sebagai 1 transek. Semua segmen tersebut harus mengikuti kontur kedalaman dan titik bagian awal dan akhir segmen harus dipisahkan oleh celah sebesar minimal 5 m, hal ini untuk tujuan analisa statistik dan dimaksudkan agar setiap sampel dapat berdiri sendiri. Jarak antara bagian awal dan akhir segmen adalah 20 + 5 + 20 + 5 + 20 + 5 + 20 = 95 m. Ada 4 jenis data yang diambil dan dicatat pada lembar data Reef Check, dengan tiga jenis survai yang dilakukan pada pita transek yang sama. 1. Deskripsi Lokasi

Dongeng, pengamatan, sejarah, dan data lainnya harus dicatat pada Lembar Deskripsi Lokasi (Site Description Sheet). Data ini sangat penting ketika menginterpretasikan hubungan antar data. “Petunjuk Lapangan dan Deskripsi Lokasi” (Site Description Definitions and Field Guide) berisikan daftar kriteria tertentu yang perlu diperhatikan untuk dapat mengisi Lembar Deskripsi Lokasi dengan benar.

2. Transek Jalur Ikan

Dengan lebar 5 m (berpusat di pita transek) segmen sepanjang 20 m digunakan untuk mensurvai spesies ikan yang menjadi sasaran nelayan, koleksi akuarium, dan lain-lain. Ini merupakan survai pertama yang harus dilakukan dengan spesies target survai sejumlah 9 jenis. Tabel 1. Nama serta fungsi indikasi ikan di ekosistemnya

Nama umum Nama latin Indikator Butterflyfish (semua spesies) Chaetodontidae Penangkapan ikan berlebihan

Koleksi akuarium Kerapu Serranidae Penangkapan ikan berlebihan (> 30 cm) Perdagangan ikan hidup Grunts/Sweetlips/Margates Haemulidae Penangkapan ikan berlebihan Moray Eel (semua spesies) Muraenidae Penangkapan ikan berlebihan Parrotfish Scaridae Penangkapan ikan berlebihan (> 20 cm) Snapper Lutjanidae Penangkapan ikan berlebihan

Cromileptes altivelis

Barramundi Cod Penangkapan ikan berlebihan Perdagangan ikan hidup

Spearfishing Bolbometopon muricatum

Bumphead Parrotfish Penangkapan ikan berlebihan

Cheilinus undulatus

Humphead (Napolean) Wrasse

Penangkapan ikan berlebihan Perdagangan ikan hidup

3

Page 12: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

3. Transek Jalur Avertebrata Sama seperti transek ikan, segmen sepanjang 20 m dengan lebar 5 m digunakan untuk melakukan survai avertebrata yang menjadi sasaran untuk dimakan atau sebagai koleksi akuarium.

Tabel 2. Nama serta fungsi indikasi avertebrata di ekosistemnya

Nama umum Nama latin Indikator Stenopus hispidus Banded Coral Shrimp Koleksi akuarium

Lobster (semua spesies) Malacostraca Penangkapan ikan berlebihan

Sea Urchin hitam berduri panjang Diadema spp. Penangkapan ikan berlebihan

Pencil Urchin Eucidaris spp. Perdagangan kurio Sea Egg/Collector Urchin Tripneustes spp. Penangkapan ikan

berlebihan Triton Charonia spp. Perdagangan kurio

Acanthaster plancii Crown-of-thorns Starfish Ledakan populasi Pemancingan Beche-de-mer Teripang (2 spesies)

> Thelenota ananas > Prickly Redfish > Stichopus chloronotus

> Greenfish

Kima raksasa (berikan ukuran/spesies) Tridacna spp Pemanenan berlebihan 4. Transek Garis Substrat Dasar

Dengan menggunakan pita transek yang sama dengan transek ikan dan avertebrata setiap interval 0,5 m dicatat tipe substrat dasar terumbu karang.

Tabel 3. Kode serta kepanjangan dari kode yang diambil dalam transek garis

Kode Kepanjangan Keterangan Hard coral HC Karang keras Hard Coral bleaching HCB Karang keras yang memutih Soft coral SC Karang lunak Recently killed coral RKC Karang mati (baru) Nutrient Indicator Algae NIA Alga indikator nutrisi Sponge SP Spong Rock RC Batu Rubble RB Patahan karang Sand SD Pasir Silt/clay SI Silt (lempung) Other OT Dan lain-lain

Analisa Data Data Reef Check didapatkan dari pelaksana Reef Check di daerah, sementara untuk data tahun 1997 dan data-data yang tidak tercantum dalam database JKRI didapatkan dari Reef Check Headquarter di USA. Survai Reef Check pada tahun 1998 hanya dilaksanakan di satu lokasi dari keseluruhan lokasi monitoring di Indonesia, oleh karena itu data untuk tahun 1998 tidak digunakan. Data dari tiap lokasi survai Reef Check kemudian dihitung persentasenya. Hasil dari persentase ini kemudian digunakan untuk mencari rerata dan persentase di tingkat nasional, setelah sebelumnya ditambahkan dengan seluruh data dari tiap lokasi pada tahun tertentu. Guna menjamin akurasi persentase data di tingkat nasional, pemilahan

4

Page 13: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

data untuk mencari site utama sebagai referensi berdasarkan kesinambungan data dilakukan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan karena tidak semua pelaksana Reef Check melakukan survai secara berkesinambungan di satu site yang sama. Syarat pemilahan data adalah, minimal 5 kali pengambilan data pada site yang sama untuk data transek garis dan 3 kali pengambilan data pada site yang sama untuk transek jalur. Jika data pada site utama berbeda dengan data di tingkat nasional, maka data di tingkat nasional akan dibandingkan perbedaannya dengan data dari site utama. Guna mempermudah dalam membaca kondisi terumbu karang, data kemunculan karang hidup (HC) dari transek substrat dasar kemudian dijadikan sebagai acuan. Kondisi karang keras ini dikategorikan menjadi Buruk (0-25%), Sedang (26-50%), Baik (51-75%) dan Baik Sekali (76-100%). Analisa data ikan dan avertebrata sedikit berbeda dengan analisa data substrat. Data yang dijumpai dari tiap lokasi kemudian dijumlahkan per Propinsi untuk kemudian dicari rerata per transek. Selanjutnya dari data ini dihitung kepadatan rata-rata per transek dengan satuan ind/transek di tingkat nasional, setelah pencocokan dengan data dari site utama dilakukan. Nilai dampak terhadap terumbu karang dan sampah yang dikategorikan menjadi Tidak Ada, Rendah, Sedang dan Tinggi kemudian diambil rerata per transeknya, dan dicari rerata satu dekade untuk mengetahui tingkat kategori tekanan terhadap ekosistem ini.

5

Page 14: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Reef Check pertama kali dilaksanakan di

Indonesia pada tahun 1997 di 1 lokasi

dengan melibatkan 7 sukarelawan.

Pemantauan Reef Check di akhir 2006 telah

dilaksanakan di 61 lokasi pada 19 propinsi

dan melibatkan 1442 sukarelawan dari 100

lembaga

6

Page 15: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

3 Hasil Survai

Satu dekade (1997-2006) pengambilan data Reef Check memberikan gambaran jelas terhadap kondisi terumbu karang di Indonesia. Berikut adalah gambaran ringkas yang akan memberikan informasi per jenis data yang diambil dalam skala nasional. Lokasi Survai Penentuan lokasi adalah faktor penting kesuksesan Reef Check. Salah satu tujuan Reef Check adalah untuk menentukan pengaruh aktivitas manusia terhadap terumbu karang. Untuk tujuan ini, tim yang hanya mampu melakukan survai pada satu lokasi harus memilih lokasi terbaik dalam hal paling sedikit mendapat pengaruh aktivitas manusia, penangkapan ikan, polusi dan sebagainya. Lokasi harus memiliki penutupan karang yang tinggi, populasi ikan yang padat dan populasi avertebrata. Selama satu dekade, Reef Check telah dilaksanakan di 19 propinsi yang tersebar di seluruh Indonesia (Gambar 1). Pengambilan data tidak dilakukan secara terus menerus pada satu site; dari total 61 lokasi survai, hanya 21 yang kemudian dijadikan sebagai site utama karena memiliki kesinambungan data minimal 3 kali pengambilan data. Site utama tersebar di seluruh bagian Indonesia; Bali (Garden Eel), Jawa Tengah (Menjangan Besar, Menjangan Kecil, Geleang, Burung, Menyawakan, Cemara Besar, Tanjung Gelam dan Cemara Kecil), Riau (Barracuda point, Lagoi Berakit, Mayangsari Bay dan Sumpat), Sulawesi Selatan (Lekuan 3), Sulawesi Tengah (Pasoso 1, Pasoso 2, Pasoso 3 dan Taweli Talise) serta Sulawesi Tenggara (Hoga island Buoy 2, Hoga Island Buoy 4 dan Kaledupa spur).

7

Page 16: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Gam

bar 1

. Lok

asi p

enga

mbi

lan d

ata

Reef

Che

ck d

i Ind

ones

ia (ta

nda Δ

)

8

Page 17: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

9

Tabel 4. Jumlah site monitoringReef Check per Propinsi per tahun Propinsi 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 TotalBali 8 0 24 0 38 48 26 0 0 4 148DKI Jakarta 8 0 27 8 24 32 0 0 0 0 99Jawa Barat 0 0 0 0 4 0 24 0 0 0 28Jawa Tengah 48 0 42 40 72 96 48 32 40 40 458Jawa Timur 0 0 0 0 8 32 0 0 40 20 100Kalimantan Timur 32 0 0 0 16 0 0 0 0 0 48Kepulauan Riau 24 8 0 0 16 16 31 32 15 0 142Lampung 8 0 0 0 0 16 0 0 0 0 24Maluku 16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16Nanggroe Aceh Darussalam 0 0 0 0 4 0 16 24 97 0 141Nusa Tenggara Barat 0 0 0 13 0 0 86 0 0 0 99Nusa Tenggara Timur 16 0 0 15 0 0 0 0 0 0 31Papua 24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 24Sulawesi Selatan 16 0 12 28 46 0 24 0 28 4 158Sulawesi Tengah 0 0 32 0 56 196 118 24 0 8 434Sulawesi Tenggara 8 0 0 88 157 0 212 140 144 0 749Sulawesi Utara 0 0 0 4 8 36 0 0 0 0 48Sumatra Barat 0 0 0 8 8 8 0 0 12 0 36Sumatra Utara 0 0 0 0 4 8 12 48 0 0 72Total 208 8 137 204 461 488 597 300 376 76 2855

Reef Check di Indonesia dilaksanakan di beberapa lokasi di 19 propinsi yang meliputi Kawasan Perlindungan dan Kawasan non-Perlindungan. Untuk keperluan laporan ini, Kawasan Perlindungan diidentifikasi sebagai kawasan pesisir dan laut yang dikelola oleh Pemerintah ataupun oleh masyarakat lokal. Tabel dibawah memperlihatkan jumlah total dan persentase dari survai Reef Check yang dilakukan di Kawasan Perlindungan. Tabel 5. Jumlah serta presentase kawasan perlindungan yang disurvai dengan Reef Check

Kawasan Perlindungan Tahun

Jumlah Persentase1997 120 57.7 1998 0 0.0 1999 98 71.5 2000 72 35.3 2001 230 49.9 2002 288 59.0 2003 290 48.6 2004 116 38.7 2005 127 33.8 2006 40 52.6

Page 18: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Ikan Data ikan disini digunakan untuk menggambarkan tiga hal; koleksi akuarium, perdagangan ikan makan hidup, serta penangkapan berlebih. Penangkapan untuk Koleksi Akuarium

0

10

20

30

40

50

1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Gambar 2. Rerata per transek Butterflyfish Butterflyfish merupakan indikator untuk ikan yang dijadikan sebagai koleksi akuarium. Ikan ini paling umum ditemukan dan jumlahnya terbanyak di semua site. Meskipun jumlahnya naik turun secara fluktuatif selama satu dekade, akan tetapi secara keseluruhan jumlahnya tetap tinggi dengan minimum jumlah adalah 18 individu per transek pada tahun 2002. Ancaman terbesar ikan butterfly fish di Indonesia adalah sebagai dampak sampingan dari pengeboman ikan dan eksploitasi melalui perdagangan akuarium. Kebanyakan data Reef Check diambil di lokasi-lokasi penyelaman populer dan atau lokasi-lokasi terlindung, sehingga kedua ancaman ini terminimalisasi dan jumlahnya cukup banyak dijumpai di alam. Diperlukan survai lebih lanjut, terutama di luar kawasan-kawasan tersebut di atas untuk dapat mendapatkan gambaran populasi ikan kepe-kepe yang lebih menyeluruh untuk kawasan Indonesia.

Beragam jenis Butterflyfish yang dicatat pada survai Reef Check (reefcheck.or.id dan reefcheck.org)

10

Page 19: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Perdagangan Ikan Karang Hidup

0

2

4

6

8

10

1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Barramundi cod

Humphead w rasse

Kerapu

Gambar 3. Rerata per transek Barramundi cod, Humphead wrasse dan Kerapu Jenis live reef fish (Barramundi Cod/Kerapu tikus, Humphead Wrasse dan Kerapu) merupakan contoh indikator ikan ekonomis yang dijual dalam keadaan hidup. Kerapu ditangkap dengan tujuan untuk memenuhi permintaan pasar ekspor dengan harga US $ 7-14 per kg pada 2003 (Pet-Soede dkk., 2004). Tingginya permintaan ikan karang hidup mengakibatkan banyak diantara nelayan yang kemudian menggunakan alat yang cenderung merusak lingkungan untuk memenuhi permintaan pasar dan harga yang menguntungkan (Johannes dan Riepen 1995). Jumlah dari ketiga jenis ikan ini sangat sedikit dan cenderung semakin menurun. Selama 10 tahun terakhir, jumlah rata-rata yang dijumpai per tahun untuk kerapu adalah dibawah 6 ekor. Kondisi yang lebih ekstrim terlihat pada Humphead Wrasse (termasuk dalam Appendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) dan Barramundi Cod dengan rata-rata jumlah yang tercatat adalah nol hingga satu ekor per transek per tahun. Penangkapan Ikan Berlebihan Jenis ikan yang menjadi indikator terjadinya penangkapan ikan berlebihan mayoritas juga mengalami penurunan jumlah rata-rata per transek, meskipun jumlah Snapper menunjukkan kecenderungan yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Grafik yang digambarkan untuk Haemulidae, Parrotfish dan Bumphead parrot menunjukkan penurunan yang tajam. Jumlah rata-rata Parrotfish menurun, dari 13 individu sejak tahun 2000 hingga hanya 3 individu. Penurunan drastis tercatat pada Bumphead parrot yang jumlahnya menjadi 0 individu pada tahun 2006, sementara maksimal tercatat hanya sejumlah 6 individu per transek pada tahun 2000.

11

Page 20: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

0

5

10

15

20

1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Haemulidae

Snapper

Bumphead parrot

Parrotf ish

Gambar 4. Rerata per transek Haemulidae, Snapper, Bumphead parrot dan Parrotfish Moray Eel, Pari Manta serta Hiu merupakan jenis hewan langka yang harus dicatat keberadaannya jika dijumpai selama survai. Akan tetapi selama satu dekade ini tidak ada sukarelawan Reef Check yang menjumpai jenis hewan-hewan tersebut dalam transek.

Fakta tentang overfishing Tiga perempat perikanan dunia telah mengalami tangkap lebih atau sudah mengalami penurunan tangkapan (FAO Fisheries Department, 2002). Sebagian besar perairan Indonesia telah mengalami tangkap-lebih. Hampir separuh Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia mengalami tangkap lebih yang sangat parah untuk ikan karang dan lobster, sementara lebih dari separuh WPP Indonesia telah mengalami tangkap lebih untuk udang penaeid (PRPT-BRKP dan PPPO-LIPI, 2002). Hal ini diperparah pula dengan masih digunakannya data tangkapan per unit usaha serta model Maximum Sustainable Yield (Tangkapan Maksimum Lestari) yang beresiko terhadap kelestarian dan keuntungan jangka panjang perikanan Indonesia (Mous dkk., 2005). Usaha untuk mengatasi overfishing adalah dengan melakukan pendekatan pengelolaan berbasis ekosistem, dimana kawasan perlindungan laut memainkan peranan penting untuk mendukung kelestarian perikanan (Mous dkk., 2005).

12

Page 21: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Avertebrata Data avertebrata disini digunakan untuk menggambarkan empat hal; penangkapan untuk koleksi akuarium, penangkapan ikan berlebih, pemanenan berlebih serta ledakan populasi predator karang. Penangkapan untuk Koleksi Akuarium

0

1

2

3

4

5

1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Banded coral shrimp

Pencil urchin

Triton

Gambar 5. Rerata per transek Banded Coral Shrimp, Pencil Urchin dan Triton Banded coral shrimp dan Pencil urchin yang digemari sebagai koleksi akuarium menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah rata-rata per transek dalam kisaran yang sangat kecil (0-2 ind/transek), sementara Triton dijumpai dalam kisaran yang lebih kecil (0-1 ind/transek).

Invertebrata yang dijual untuk koleksi akuarium; Banded Coral Shrimp, Pencil Urchin dan Triton (reefcheck.org)

13

Page 22: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Penangkapan Ikan Berlebihan

0

10

20

30

40

50

60

1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Gambar 6. Rerata per transek Diadema urchin Jumlah Diadema urchin pada periode 1997-2001 mengalami penurunan kemudian meningkat hingga tahun 2004, namun menunjukkan penurunan kembali pada 2005 hingga sekarang dalam kisaran 24,9 ind/transek.

0

1

2

3

1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Lobster

Collector urchin

Gambar 7. Rerata per transek Lobster dan Collector urchin Jumlah Rata-rata untuk lobster cenderung menurun dalam kisaran 1.5-0.2 ind/transek, sedangkan Collector urchin baru dijumpai dua tahun terakhir dalam kisaran dibawah satu individu per transek. Menurunnya jumlah Lobster menunjukkan semakin tingginya tekanan terhadap biota ini, serta menunjukkan adanya tangkap lebih yang signifikan terutama setelah tahun 2000.

14

Page 23: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Pemanenan Berlebihan

0

5

10

1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Kima Raksasa

Sea cucumber

Gambar 8. Rerata per transek Kima raksasa dan Sea cucumber Rata-rata jumlah Kima raksasa sebagai indikator pemanenan berlebih menunjukkan kecenderungan menurun, dari 7,7 ind/transek pada 1997 menjadi hanya 0,3 ind/transek pada 2006. Sementara jumlah Teripang per transek menurun tajam (6,3 menjadi 0,0 ind/transek) dalam 10 tahun terakhir yang menunjukkan tekanan terhadap jenis biota ini semakin tinggi. Ledakan Populasi

0

1

2

3

4

5

1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Gambar 9. Rerata per transek Bulu seribu CoTs dalam 10 tahun ini berada dalam kisaran jumlah rata-rata yang kecil (1,2-0,2 ind/transek). Kisaran ini menurut tidak termasuk berada dalam kategori ledakan populasi yang dapat merusak terumbu karang (AIMS 1997).

15

Page 24: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Substrat Substrat terumbu karang yang paling banyak dijumpai selama periode monitoring ini adalah HC. Disusul kemudian oleh kemunculan RB, RC dan RKC. Sementara HCB adalah substrat yang sama sekali belum pernah tercatat kemunculannya. Selain karena indikator ini baru diperkenalkan sejak 2004, juga karena tidak adanya fenomena pemutihan massal yang signifikan di Indonesia sejak 1998. Hanya ada tiga kejadian pemutihan yang tercatat antara tahun 1998-2006: pemutihan ringan di TNBB (hanya mengenai karang Seriotopora hystrix) tahun 2003, pemutihan yang terlokalisasi di kawasan terumbu di sekitar bandara Ngurah Rai (April 2005), dan pemutihan sedang di beberapa tempat di Kepulauan Karimunjawa pada Desember 2006.

30

40

50

60

70

1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

30

40

50

60

70

1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Gambar 10. Persen kemunculan Live reef (atas) dan Non-living reef (bawah) Persen kemunculan live reef atau karang hidup (FS/NIA+HC+OT+SC+SP) cenderung menurun di level nasional selama satu dekade ini, dengan persentase berkisar di antara angka 40,90 hingga 56,96 masing-masing tercatat pada tahun 1999 dan tahun 2000. Karena non-living reef atau karang mati (RB+RC+RKC+SD+SI+HCB) adalah kebalikan dari living reef, maka ketika persentase karang hidup sedikit turun mengakibatkan persentase non-living reef sedikit naik. Data dengan kecenderungan menurun untuk Live reef ini berbeda dengan data pada site utama, yang memiliki kecenderungan naik. Kenaikan kemunculan jumlah Live reef pada site utama dimungkinkan terjadi karena kebanyakan lokasi survai di site utama berada di Kawasan Perlindungan, sehingga lebih terjaga dari adanya ancaman yang dapat menurunkan kualitas ekosistem terumbu karang. Hal ini didukung oleh kecenderungan data yang cenderung menurun di Kawasan non-Perlindungan

16

Page 25: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

(bahasan lebih lanjut terdapat di bagian Kawasan Perlindungan vs Kawasan non-Perlindungan). Kejadian pemutihan massal pada tahun 1998 turut mempengaruhi penurunan kesehatan karang di Indonesia (Burke, dkk., 2002), tercatat pada tahun tersebut pulau Menyawakan di Karimunjawa mengalami pemutihan hingga 19,5% di sebelah barat pulau dengan karang keras yang memutih tercatat sebesar 5-19,5% (Razak 1998). Seiring dengan berlalunya kematian karang, kecenderungan recovery atau pemulihan juga tercatat di kawasan ini. Gambar dibawah adalah pola kecenderungan pemulihan yang ada pada pulau Cemara Kecil dan pulau Menyawakan yang lokasinya berdekatan.

20

30

40

50

60

1997 1998 1999 2000 2001 2002

Menyaw akan

Cemara Kecil

Gambar 11. Kecenderungan recovery terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa. (Hasil olahan, data tahun 1998 diambil dari Razak 1998) Secara umum, kondisi terumbu karang Indonesia selama satu dekade ini adalah Sedang. Persen kemunculan HC sebagai indikator kondisi terumbu karang memiliki nilai yang fluktuatif dengan kecenderungan yang semakin menurun dan tergantikan dengan persentase RB, RC dan RKC yang semakin naik. Data dari keseluruhan propinsi selama periode survai mayoritas dijumpai terumbu karang dengan persen kemunculan dibawah antara 26-50%. Kategori kondisi terumbu karang ada tiga; Baik, Sedang dan Buruk dengan masing-masing memiliki persentase 8,1; 73,3 dan 18,6.

17

Page 26: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

0

1

2

3

4

5

1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Gambar 12. Persen kemunculan NIA Meskipun memiliki nilai dibawah 5% dan cenderung turun setelah tahun 2003, akan tetapi keberadaan NIA memiliki mengindikasikan semakin banyaknya asupan nutrien ke perairan yang bersumber dari daratan akibat run-off maupun dari sampah buangan rumah tangga. Nutrien ini membantu tumbuhnya alga kompetitor serta mengganggu reproduksi karang (Bryant, dkk., 1998).

Contoh Nutrient Indicator Algae yang dicatat dalam survai Reef Check (reefcheck.org)

18

Page 27: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Dampak Secara umum, kerusakan terumbu karang (coral damage) dan Trash tidak menunjukkan adanya tren turun ataupun naik. Mayoritas kerusakan berada pada tingkat rendah (level 1) dengan rata-rata jumlah kerusakan tertinggi disebabkan oleh aktivitas perahu/jangkar, kemudian dikuti oleh penyebab lain. Dari total rata-rata level kerusakan, kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh penyebab lain (badai maupun perikanan merusak mis. penggunaan bubu atau penyelam kompresor) memberikan kontribusi lebih banyak. Tabel 5. Rata-rata jumlah dampak (coral damage) per transek per tahun

Penyebab Kerusakan Karang Tahun

Perahu/Jangkar Dinamit Lain-lain

Level 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3

1997 0,0 1,2 0,4 0,2 0,0 0,0 0,1 0,9 0,0 0,0 0,0 0,0 1999 0,0 0,5 0,3 0,1 0,0 0,5 0,8 0,4 0,0 0,4 0,3 0,4 2000 0,0 0,6 0,4 0,1 0,0 0,5 0,3 0,5 0,0 1,2 0,5 0,5 2001 0,0 0,5 0,2 0,0 0,0 0,3 0,1 0,1 0,0 0,1 0,2 0,2 2002 0,0 0,3 0,3 0,2 0,0 0,2 0,2 0,2 0,0 0,4 0,5 0,3 2003 0,0 0,6 0,3 0,2 0,0 0,3 0,1 0,1 0,0 0,7 0,2 0,2 2004 0,0 0,7 0,4 0,0 0,0 0,5 0,4 0,0 0,0 0,5 0,4 0,1 2005 0,0 0,5 0,2 0,2 0,0 0,4 0,2 0,1 0,0 0,7 0,5 0,7 2006 0,0 0,6 0,5 0,3 0,0 1,2 0,1 0,1 0,0 1,0 0,7 0,1

Rerata 0,0 0,6 0,3 0,1 0,0 0,4 0,3 0,3 0,0 0,5 0,4 0,3

Jangkar yang ditambatkan secara serampangan dan merusak terumbu karang (reefcheck.org)

19

Page 28: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Mayoritas dampak yang disebabkan Trash terhadap terumbu karang tidak terlalu besar (level 1) serta tidak menunjukkan adanya kecenderungan turun ataupun naik. Rata-rata jumlah dampak tertinggi disebabkan oleh penyebab lain dan dikuti oleh jaring. Dari total rata-rata level dampak, trash yang disebabkan oleh penyebab lain (pariwisata maupun rumah tangga) memberikan kontribusi lebih banyak. Meskipun jumlahnya tidak banyak dijumpai dan hanya dalam level yang rendah, dijumpainya jaring yang tersangkut di terumbu karang dan menjadi sampah menunjukkan adanya penangkapan ikan dengan menggunakan jaring di kawasan terumbu karang. Tabel 6. Rata-rata jumlah dampak (Trash) per transek per tahun

Sampah Tahun

Jaring Ikan Lain-lain

Level 0 1 2 3 0 1 2 3

1997 0,0 0,3 0,0 0,0 0,0 0,6 0,1 0,1 1999 0,0 0,4 0,0 0,0 0,0 0,2 0,2 0,0 2000 0,0 0,4 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 2001 0,0 0,2 0,0 0,1 0,0 0,2 0,0 0,3 2002 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,4 0,1 0,1 2003 0,0 0,3 0,0 0,0 0,0 0,4 0,1 0,0 2004 0,0 0,4 0,0 0,0 0,0 0,5 0,2 0,0 2005 0,0 0,2 0,1 0,0 0,0 0,4 0,1 0,0 2006 0,0 0,2 0,1 0,0 0,0 0,7 0,2 0,1

rerata 0,0 0,3 0,0 0,0 0,0 0,4 0,1 0,1

Jaring ikan yang ditinggalkan dan menutupi karang tabulate (reefcheck.org)

20

Page 29: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

21

Page 30: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Kawasan Perlindungan vs Kawasan non-Perlindungan Data Reef Check selama satu dekade memberikan pola kecenderungan naiknya kualitas karang hidup di Kawasan Perlindungan dibandingkan dengan Kawasan non-Perlindungan.

30

40

50

60

70

80

1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Kaw asan Perlindungan

Kaw asan non-Perlindungan

Gambar 13. Perbandingan tren kemunculan HC di Kawasan Perlindungan dan non-Perlindungan

Meskipun dalam beberapa kasus masih ada pemanfaatan atau ekstraksi di Kawasan Perlindungan, akan tetapi keberadaannya sedikit banyak cukup memberikan bukti bahwa keberadaan Kawasan Perlindungan mampu meningkatkan kualitas ekosistem yang berada di dalamnya.

Reef Check oleh MSDC UNHAS di pulau Barang lompo, Makassar Desember 2005

22

Page 31: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

4 Pembelajaran dan Kisah Sukses

Reef Check di Sulawesi Tengah Kisah Reef Check di Sulawesi Tengah dimulai pada tahun 1999 dengan pelaksanaan survai pada 4 lokasi di Kepulauan Togean oleh Yayasan Toloka dengan dukungan dari Reef Check Foundation. Reef Check kemudian dijadikan sebagai metode survai dalam program pelatihan dan survai terumbu karang oleh Yayasan Adi Citra Lestari (YACL) pada periode 2001-2004, dimana program ini didukung oleh UNEP EAS RCU (United Nations Environment Program East Asian Seas Regional Coordinating Unit), the David & Lucille Packard Foundation, NOAA dan PADI Project Aware. Sejak 2005 sampai sekarang, pelatihan dan survai menggunakan metode Reef Check dilanjutkan oleh Yayasan Palu Hijau (YPH) bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Palu (STPL) dengan sebagian dukungan dari Program Mitra Bahari. Dari aspek biota indikator, data pada semua lokasi survai menandai adanya tangkap lebih dengan indikator bernilai ekonomis dalam jumlah sedikit atau tidak teramati, dan hasil Reef Check maupun manta tow menemukan serangan Acanthaster plancii di beberapa Kabupaten/Kota, dari Utara ke Selatan/Timur: Buol (Laut Sulawesi), Tolitoli & Donggala (Selat Makassar), Kota Palu (Teluk Palu), dan Banggai Kepulauan (Teluk Tolo). Jenis kerusakan yang paling menonjol termasuk penambangan karang; pemboman dan pembiusan; pembongkaran karang terutama dalam pencaharian invertebrata seperti kima/Tridacnidae dan abalone/mata tujuh, penindisan, terutama dalam pemakaian pukat pantai dan gleaning untuk avertebrata pada air surut, pembuangan jangkar dan sedimentasi. Karena pentingnya Reef Check dalam mengetahui kondisi ekosistem terumbu karang, metode ini kemudian dijadikan sebagai dasar dalam melaksanakan kegiatan praktek mahasiswa Perikanan (STPL, UNISA, UNTAD), khususnya mata kuliah Ekologi Perairan. Penggunaan Reef Check dalam mata kuliah tersebut, bertujuan untuk mengenalkan ekosistem terumbu karang serta memberikan pemahaman terhadap prinsip-prinsip dan kebutuhan riil dalam pengambilan dan analisa data. Sosialisasi yang dilakukan untuk menceritakan mengenai Reef Check dan ekosistem terumbu karang di Sulawesi Tengah menembus hingga kalangan internasional, melalui persentasi di 10th ICRS (International Coral Reef Sysmposium) di Okinawa pada tahun 2004. Selain itu, aktivitas Reef Check juga dimuat dalam laporan UNEP tahun 2004, serta artikel Jurnal Mitra Bahari pada tahun 2006. Selain itu, Reef Check juga dimasukkan dalam kegiatan Dive in to Earth Day 2006 dengan tema The Oceans are our Front Yard - Lingkungan Laut, Halaman Depan Rumah Kita. Kegiatan ini direncanakan untuk dilaksanakan setiap tahun dengan kegiatan yang berbeda namun tetap mencakupi survai atau monitoring Reef Check.

23

Page 32: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Reef Check di Jawa Tengah Taman Nasional Karimunjawa merupakan tempat dimana Reef Check di Indonesia pertama kali dilaksanakan pada 1997. Pada tahun 1999, survai dilanjutkan oleh mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro yang tergabung dalam Marine Diving Club. Reef Check tidak hanya menjadi alat bantu peningkatan penyadartahuan masyarakat di Kepulauan Karimunjawa, akan tetapi juga membantu penyadartahuan akan pentingnya ekosistem terumbu karang hingga ke level Propinsi. Tidak hanya berhenti disitu, Reef Check di Karimunjawa juga bahkan ikut mengajak sukarelawan dari luar propinsi di pulau Jawa. Tercatat dari Karimunjawa saja, sukarelawan Reef Check yang awalnya hanya beberapa orang saja, meingkat menjadi 300 pada tahun 2006. Usaha penyadartahuan juga dibantu oleh media massa, baik stasiun televisi regional Jawa Tengah (Borobudur TV) dan TV Nasional (INDOSIAR), radio regional di Semarang (Sonora FM, Radio Corpora FM, Radio Smart FM), maupun media cetak (KOMPAS, Suara Merdeka dan Kedaulatan Rakyat). Bahkan pada tahun 2006, MURI (Museum Rekor Indonesia) mencatat rekor Catur Bawah Air pertama yang dilaksanakan berbarengan dengan aktivitas Reef Check. Hasil Reef Check tidak hanya berhenti pada penyadartahuan masyarakat umum, akan tetapi lebih jauh juga dipresentasikan pada forum ilmiah di tingkat Provinsi maupun Nasional. Tercatat aktivitas Reef Check digunakan untuk mendukung konservasi terumbu karang melalui Seminar Regional pada tahun 2003 di Semarang, dipresentasikan pada Konferensi Nasional V Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil 2006 di Batam dan terakhir dipresentasikan juga di Seminar Nasional ”Coral Reefs: from Ecology to Industry” di Semarang pada tahun 2007. Selama satu dekade monitoring di Karimunjawa, aktivitas Reef Check tidak hanya didukung oleh Pemerintah Daerah Kabupaten jepara, akan tetapi juga didukung oleh Pemerintah Propinsi dan swasta. Selain itu, dukungan dari UNEP EAS RCU (United Nations Environment Program East Asian Seas Regional Coordinating Unit) dan USAID (United States Aid) merupakan satu indikasi jelas adanya kepedulian masyarakat internasional untuk aktivitas Reef Check di Taman Nasional Karimunjawa. Reef Check di Bali Utara dan Padang RC di dua kawasan ini berjalan di bawah program MAMTI (Marine Aquarium Market Transformation Initiative) yang merupakan kerjasama tiga lembaga non pemerintah (NGO) yang membentuk suatu tim dan saling bermitra satu sama lain yaitu Marine Aquarium Council (MAC), Conservation and Community Investment Forum (CCIF), dan Reef Check (RC) yang bekerja dengan International Finance Corporation (IFC) dalam suatu kombinasi strategi terpadu. Program ini mempunyai 3 (tiga) sasaran utama yaitu: 1) sertifikasi perdagangan biota hias laut berstandar internasional, 2) meningkatkan keahlian bisnis dan keuangan nelayan, dan 3) adanya monitoring dan pengelolaan sumberdaya. Dengan dukungan dari Global Environment Facility (GEF), kekuatan tim ini akan mengarahkan bagaimana mengubah industri aquarium laut kepada cara-cara yang lebih ramah lingkungan dan menjamin agar pemanfaatan sumberdaya oleh nelayan lebih bijaksana sehingga mata pencaharian mereka berkelanjutan.

24

Page 33: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Sampai saat ini Program MAMTI telah berjalan selama 2,5 tahun di Indonesia dari 5 tahun rencana pelaksanaan program (dari tahun 2005–sampai tahun 2009) dan di implementasikan di 2 (dua) negara yaitu Indonesia dan Filipina. Sejak tahun 2005, Yayasan Reef Check Indonesia sebagai bagian dari jaringan pemantauan terumbu karang global (Global Coral Reef Monitoring Network), telah ikut andil mencurahkan perhatiannya dalam Program MAMTI ini khususnya untuk konservasi terumbu karang. Di MAMTI, Reef Check memainkan 2 (dua) peran utama yaitu:

1. Menyediakan kajian dasar ilmiah dan mendesain metode monitoring di areal penangkapan

2. Memperkuat pengelolaan daerah perlindungan laut (DPL) dan memperbaiki kondisi terumbu atau pemulihan (rehabilitation) untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya

Bersama dengan penduduk setempat, MAMTI membangun tim survai terumbu karang lokal guna mengetahui kondisi “kesehatan” karang di areal DPL dan dibandingkan dengan areal di luar DPL. Hasil dari survai diketahui bahwa secara umum kondisi terumbu karang beserta biota yang ada di dalamnya lebih tinggi di daerah yang dilindungi (di dalam DPL) dibanding di daerah yang tidak dilindungi (diluar DPL). Hal tersebut membuktikan bahwa pentingnya dibuat daerah perlindungan laut. Dengan adanya data-data dan informasi yang lengkap inilah yang mudah-mudahan kedepan Reef Check bisa memberikan pemahaman dan penyadaran kepada masyarakat luas akan pentingnya suatu Daerah Perlindungan Laut. Tabel 7. Hasil monitoring Reef Check MAMTI

Indikator Didalam DPL

Diluar DPL

Persentase kemunculan karang hidup 48,8 38,7 Kepadatan rata-rata indikator ikan / 500 m 48,3 49,1 2

35 6,2 Kepadatan rata-rata indikator avertebrata / 100 m2

1444,7 1140,2 Kepadatan rata-rata ikan hias / 500 m2

Keragaman rata-rata spesies ikan hias / 500 m

22 42,9 2

17,3 7,9 Kepadatan rata-rata avertebrata hias / 100 m2

5,9 1,4 Keragaman rata-rata avertebrata hias / 100 m2

Dalam prosesnya penguatan kapasitas dan pendekatan tidak saja dilakukan pada tingkat masyarakat di desa setempat, tapi juga dilakukan di tingkat aparatur pemerintahan di level terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Petugas Taman Nasional, Kepala Desa Adat dan Administrasi, Dinas Pariwisata dan BAPPEDA. Pendekatan ini ditempuh agar aktivitas dan rencana yang dibuat di tingkat masyarakat direspon dan bersinergi dengan kebijakan pemerintah daerah setempat.

25

Page 34: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

5 Rekomendasi

Kondisi terumbu karang beserta organisme yang hidup di ekosistem ini tercatat cenderung semakin menurun. Reef Check selama satu dekade ini bergerak dalam sumber daya operasional yang terbatas. Namun melalui kerja sama dengan berbagai pihak, JKRI berhasil membangun program monitoring non pemerintah terluas di Indonesia. Dengan keterbatasan yang Indonesia miliki dalam membangun konservasi terumbu karang, kerja sama seperti ini sangat penting. Koordinasi dan semangat kerbersamaan dalam membangun dan mengelola adalah kunci dari kesuksesan konservasi terumbu karang. Berdasarkan hasil analisa data dan proses pembelajaran jaringan selama satu dekade ini, kami menggaris bawahi hal-hal penting yang perlu kita bangun bersama:

• membangun penyadartahuan publik untuk kelestarian terumbu karang melalui pelibatan aktif para pihak/stakeholder.

• Membangun koordinasi dan komunikasi aktif antara pelaku pengelola terumbu karang yang bersifat lintas sektoral (kalangan NGO, pemerintah, industri, universitas, dll).

• Membangun keterlibatan kalangan awam dalam mengelola terumbu karang secara aktif melalui penyediaan wadah-wadah kegiatan pengelolaan seperti survai Reef Check, dll.

Do your bits: Banyak aktifitas sehari-hari yang bisa kita lakukan dalam membantu pengelolaan karang dan konservasinya. Hal ini antara lain:

1. Be a responsible diver. Jadilah penyelam yang bertanggung jawab. Patuhi code of conduct asosiasi selam anda, dan juga lokal code of conduct di tempat anda menyelam.

2. Be a good diver. Jadilah penyelam yang baik. Pastikan anda mempunyai kemampuan menyelam, terutama buoyancy yang baik. Pastikan pula setiap anda menyelam, alat-alat anda ter attach (opo toh, bahasa Indonesai yang baik dan benarny?) dengan baik, sehingga tidak terseret di atas karang.

3. Be a blue diver. Jadilah penyelam ramah lingkungan yang aktif menjadi sukarelawan-sukarelawan kegiatan konservasi. Dan pilihlah operator-operator /resort-resort selam yang mempunyai reputasi ramah lingkungan yang baik. Teman-teman anggota jaringan siap membantu anda.

4. Be a blue agent. Jadilah agen biru!! Planet kita biru. Apa yang kita mulai dari rumah dan aktifitas sehari-hari kita di darat akan berdampak pada laut. a. Kurangi pemakaian listrik. Listrik di Indonesia masih sangat tergantung

kepada bahan bakar minyak dan batu bara yang menghasilkan gas rumah kaca. Gas ini bertanggung jawab terhadap terjadinya global warming yang dapat menyebabkan karang memutih (coral bleaching). Pemutihan karang

26

Page 35: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

biasanya diikuti oleh kematian masal, yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih.

b. Kurangi pemakaian, gunakan ulang, dan olah ulang (reduce, reuse, recycle). Apapun yang kita gunakan berasal dari alam, dan membutuhkan proses serta transportasi, sebelum sampai ke tangan kita. Kertas misalnya, pohon harus dipotong, dan diolah, serta dikirim ke toko-toko sebelum kita beli dan pakai. Semakin banyak kertas yang kita pakai, semakin banyak pohon yang harus ditebang (berarti semakin banyak sedimentasi ke sungai, dan akhirnya ke laut), semakin banyak gas rumah kaca yang dihasilkan dalam proses dan tarnsportasinya.

c. Jangan buang sampah sembarangan. Sampah yang kita buang di kota, akan masuk ke sungai, dan kemudian ke laut. Banyak binatang laut yang dilaporkan mati karena terjerat sampah, memakan plastik (karena sepintas mirip dengan ubur-ubur, makanan bagi banyak hewan laut).

d. Informasikan pesan-pesan ini dan ajak teman, keluarga, dan orang-orang di sekitar kita untuk turut serta melakukan apa yang bisa kita lakukan sehari-hari

27

Page 36: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Ucapan Selama satu dekade ini, banyak kegiatan dari Jaringan Kerja Reef Check Indonesia yang didukung oleh mitra, stakeholder maupun lembaga dana. Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih atas bantuan dan dukungan dari WWF Indonesia, United Nations for Environmental Programme, USAID, the David & Lucille Packard Foundation, NOAA, PADI Project Aware, Reef Check International dan Yayasan Reef Check Indonesia serta Program Mitra Bahari. Tidak kalah pentingnya adalah dukungan dari anggota Jaringan Kerja Reef Check Indonesia yang tanpa kenal lelah menyuarakan konservasi dan kesadartahuan untuk ekosistem terumbu karang.

28

Page 37: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Referensi AIMS. 1997. Crown of Thorns starfish: Outbreaks. Dikunjungi pada 15 Mei 2007 di alamat

http://www.aims.gov.au/pages/reflib/cot-starfish/pages/cot-q10.html Bryant, D., L. Burke, J. McManus dan M. Spalding. 1998. Reefs at Risk: A Map-Based

Indicator of Threats to the World's Coral Reefs. Washington, D.C.: World Resources Institute.

Burke, L., E. Selig dan M. Spalding. 2002. Reefs at Risk in Southeast Asia. World Resources Intitute. USA.

Cesar, H., Lundin, CG., Bettencourt, S., dan Dixon, J. 1997. Indonesian coral reef-- An Economic analysis of a precious but threthened resource. Ambio 26 (6): 345-350

FAO Fisheries Department. 2002. The State of the World Fisheries and Aquaculture 2002. Rome: FAO, 150 pp.

Hodgson, G., Kiene, W., Mihaly, J., Liebeler, J., Shuman, C., dan Maun, L. 2004. Manual Instruksi Reef Check: Petunjuk teknis pemantauan terumbu karang dengan metoda Reef Check. Reef Check, Institute of the Environment, University of California at Los Angeles.

Hodgson, Gregor dan J. Liebeler. 2002. The Global Coral Reef Crisis: Trends and Solutions. Reef Check, Institute of the Environment, University of California at Los Angeles.

Hughes, T.P., A.H. Baird, D.R. Bellwood, M. Card, S.R. Connolly, C. Folke, R. Grosberg, O. Hoegh-Guldberg, J.B.C. Jackson, J. Kleypas, J.M. Lough, P. Marshall, M. Nyström, S.R. Palumbi, J.M. Pandolfi, B. Rosen dan J. Roughgarden. 2003. Climate Change, Human Impacts, and the Resilience of Coral Reefs. Science 301 : 929-933

Johannes, R.E. dan M. Riepen. 1995. Environmental, Economic, and Social Implications of the Live Reef Fish Trade in Asia and the Western Pacific. Tidak dipublikasikan

Mous, PJ., Pet, JS., Arifin, Z., Djohani, R., Erdmann, MV., Halim, A., Knight, M., Pet-Soede, L., Wiadnya, G. 2005. Policy needs to improve marine capture fisheries management and to define a role for marine protected areas in Indonesia. Fisheries Management and Ecology 12: 259–268

Pet-Soede, Lida., Hirason Horuodono dan Sudarsono. 2004. SARS and the live food fish trade in Indonesia: Some anecdotes. SPC Live Reef Fish Information Bulletin #12 – February 2004.

PRPT-BRKP dan PPPO-LIPI. 2002. Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia 2001. Badan Riset Kelautan dan Perikanan - DKP bersama Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta

Razak, T.B. 1998. Struktur Komunitas Karang Berdasarkan Metode Transek Garis dan Transek Kuadrat di Pulau Menyawakan, Taman Nasional Karimunjawa, Jawa Tengah. Skripsi Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Veron, JEN. 2000. Corals of the world. Australian Institute of Marine Science, Australia.

29

Page 38: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Daftar Anggota Aktif Jaringan Kerja Reef Check Indonesia

Lembaga Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Palu

Alamat Jl. Soekarno-Hatta, Tondo 94118 Palu, Sul-Teng

Telp/faks 0451-4709936 Email [email protected]

Kontak Ir. Samliok Ndobe, M.Si

Lembaga Yayasan Palu Hijau Alamat Jl. Setia Budi Lrg. Siswa No. 12 Palu 94111

Sul-Teng Telp/faks 0451-422811 Email [email protected] Kontak Abigail Moore, MSc

Lembaga Fisheries Diving Club, Fakultas Perikanan

UNIBRAW Alamat Malang Telp/faks - Email [email protected] Kontak Arief Setyanto SPi, MAppSc.

Lembaga Yayasan Reef Check Indonesia Alamat Jl. Tirta Nadi 21 By Pass Ngurah Rai, Bali Telp/faks 0361-7981390 Email [email protected]

Kontak Pariama Hutasoit

Lembaga Marine Diving Club, Ilmu Kelautan UNDIP

Alamat Jl. Ngesrep Timur Dalam VI/24 Semarang 50269

Telp/faks 024-70263198 Email [email protected]

Kontak Ir. Wisnu Widjatmoko, MSc

Lembaga Yayasan Taka Alamat Jl. Tusam Raya L-27 Banyumanik 50268

Semarang Telp/faks - Email [email protected] Kontak Abdullah Habibi

Lembaga Unit Selam, Universitas Gadjah Mada Alamat Gelanggang Mahasiswa UGM Sayap Utara

Bulaksumur, Jogjakarta 55281 Telp/faks 0274-902585 Email [email protected] Kontak -

30

Page 39: Satu Dekade Pemantauan Reef Check · sehingga dapat dirumuskan satu bentuk pengelolaan yang terbaik untuk menjaga kelestariannya. Reef Check yang berbasis pada pendidikan, penelitian

Lembaga Yayasan Minang Bahari Alamat Jl. Kartini II / 22 B, Padang Pasir Selatan,

Padang, Sumatera Barat Telp/faks 0751-21598 Email [email protected] Kontak -

Lembaga Marine Science Diving Club, Universitas

Hasanuddin Alamat Lt. II Jasper Gedung Pertanian UNHAS Telp/faks 081342665826, 085282559867 Email [email protected] Kontak -

Lembaga Yayasan Konservasi Laut Indonesia Alamat Jl. Racing Center, Kompleks Mutiara Indah

Blok A No 6A Makassar 90234 Telp/faks 0411- 420359 Email [email protected]

Kontak -

Lembaga Mitra Bentala Alamat Jl. Flamboyan No. 18 Enggal, Bandar

Lampung 35118 Telp/faks 0721 - 241383 Email [email protected] Kontak Herza Yulianto

31