Sastra Perempuan Jepang

30
Sastra Perempuan Jepang

description

Sastra Perempuan Jepang. Penulis Perempuan. Ada Higuchi Ichiyo dan Yosano Akiko yang mengawali kesusastraan perempuan Jepang di zaman Meiji. - PowerPoint PPT Presentation

Transcript of Sastra Perempuan Jepang

Page 1: Sastra Perempuan Jepang

Sastra Perempuan Jepang

Page 2: Sastra Perempuan Jepang

Penulis Perempuan

Ada Higuchi Ichiyo dan Yosano Akiko yang mengawali kesusastraan perempuan Jepang di zaman Meiji.

Tahun 1911, Hiratsuka Raicho menerbitkan majalah sastra feminis Seito (Blue Stocking ) dimana penulis-penulis seperti Yosano Akiko & Okamoto Kanoko.

Ketika gerakan sosialisme muncul di zaman Showa, muncul penulis perempuan beraliran kiri seperti Hirabayashi Taiko, Miyamoto Yuriko, Sata Ineko yang kesemuanya akhirnya dipenjara.

Penulis perempuan terkenal lainnya adalah Hayashi Fumiko dan Ariyoshi Sawako yang berempasis kepada rakyat jelata.

Sastra proletarian berupa puisi ditulis oleh Ishigaki Rin, Ibaragi Noriko. Pasca perang, penyair perempuan Jepang ada Kor Rumiko, Tomioka

Taeko Atsumi Ikuko yang peduli terhadap isu feminis dengan pespektif

demoralisasi dan materialsme pasca perang

Page 3: Sastra Perempuan Jepang

Sastra Kontemporer

Sementara untuk posmodern kosmopolitan ada novelis Kurahashi Yumiko, Selain itu ada Tada Chimako (penyair) dan Kanai Mieko sebagai penulis fiksi dan puisi bertemakan kekerasan dan erotisme yang merupakan bentuk perlawanan dari generasi tahun 1960.

Kemudian ada Yoshimoto Banana, Tawada Yoko, Kanehara Hitomi dll.

Page 4: Sastra Perempuan Jepang

Higuchi Ichiyo

1872-1896

Page 5: Sastra Perempuan Jepang

HIGUCHI ICHIYO(1872-1896)

Higuchi Ichiyo adalah salah satu penulis Jepang terkenal yang bahkan namanya diabadikan di uang 5000 Yen, dimana ia memulai kariernya di Zaman Meiji.

Ichiyo memiliki nama asli natsu, terlahir sebagai keluarga samurai kelas rendah, pada umur 17 ia menjadi pengurus rumah tangga keluarganya karena kakak dan ayahnya mati.

Namun saat itu tulisan perempuan dimarginalisasi dan dikritik oleh penulis pria, diberi label “women’s-style writing (joryu bungaku) dimana isinya emosional dan terlalu pribadi.

Page 6: Sastra Perempuan Jepang

Higuchi Ichiyo

Karya pertama Higuchi adalah Yamizakura (Flowers at dusk) dan “wakarejimo” (The last frost of spring) di tahun 1892, yang muncul di majalah sastra Musashino. Tema-tema awalnya adalah mengenai kemiskinan, kelas sosial, peran wanita, ekpestasi sosial dll. Tapi Higuchi Ichiyo meninggal di usia 24 tahun akibat TBC.

Masterpiece-nya “Takekurabe” dikritisi Mori Oogai sebagai karya besar karena zaman itu masih sedikit sekali penulis perempuan.

Page 7: Sastra Perempuan Jepang

Karya-Karya Higuchi Ichiyo

Takekurabe (Child’s play), bercerita tentang anak-anak yang tinggal di daerah Yoshiwara, pemukiman rumah bordil terkenal di Zaman Meiji

Jyusanya (13th night), tentang pernikahan 2 keluarga karena alasan prestise membuat si perempuannya tertekan.

Nigorie (Muddy Waters), bercerita tentang perempuan-perempuan yang terbelit ekonomi yang sulit sehingga mereka terpaksa menjadi geisha.

Page 8: Sastra Perempuan Jepang

Yosano Akiko

1878-1942

Page 9: Sastra Perempuan Jepang

Yosano Akiko

7 December 1878 - 29 May 1942Terlahir sebagai putri saudagar kaya di Sakai,

OsakaTahun 1901, menikah dengan Yosano Tekkan,

editor majalah Myojo (New Poetry Society), Akiko sendiri ikut tergabung dalam Myojo sejak SMA

Aktivist FeministTangled Hair, As a human and as a woman, Newly

Translated of “Tale of Genji”, etc.

Page 10: Sastra Perempuan Jepang

Yosano Akiko

Yosano Akiko terkenal sebagai penulis wanita paling produktif sekaligus paling kontroversial.

Sebagai penganut paham feminist liberal, Akiko menginginkan kesamaan hak dalam menyuarakan ide dan pikiran di segala bidang, salah satunya mengenai perang.

Puisi “Brother” (1904) bercerita tentang penentangannya terhadap perintah kaisar terhadap adiknya untuk pergi berperang di perang Russo-War

Page 11: Sastra Perempuan Jepang

Puisi Kimi Shini Tamau Koto to Nakare

Puisi ini ditujukan kepada adiknya yang akan pergi ke medan perang di Port Arthur (Perang Jepang-Rusia tahun 1904)

Kontroversial ; kritik terhadap kaisar oleh seorang wanitaTapi Yosano tidak ditangkap, Yosano sendiri menyatakan

bahwa puisinya hanya ekspresi perasaannya saja.Meski begitu, di antara kritikus pria ia tetap dihujat,

dianggap“Hikokumin” (UnJapanese),“Ranshin”(Unpatriotic),” Zokushi”(traitor). (Omachi Keigetsu)

Ito Nobuyoshi : menganggap Yosano sama dengan Kotoku Shusui karena retorika anti kaisar.

Page 12: Sastra Perempuan Jepang

Yosano Akiko sebagai feminis

“Tidak ada yang bisa anda lakukan jika segala sesuatunya sesuai dengan keegoisan pria yang mengikat perempuan sebagai mainan seks dan peralatan dapur”

Dengan menggunakan konsep mobilitas, Yosano berusaha menggerakkan perempuan Jepang untuk bangkit. Hal itu digambarkan dengan puisinya, The day that mountain moves (1911)

Page 13: Sastra Perempuan Jepang

The Day That Mountains Move

Page 14: Sastra Perempuan Jepang

Hayashi Fumiko

1904-1951

Page 15: Sastra Perempuan Jepang

Profil Hayashi Fumiko (1904-1951)

Lahir di Fukuoka, 1904 Terlahir dari keluarga miskin sehingga ia

sering berpindah-pindah tempat. Karya pertamanya “Houroki” jadi best seller

tahun 1930 karena gaya berceritanya dari sudut pandang rakyat jelata, sering juga disebut sastra proletariat

Di masa perang asia-pasifik, menjadi jurnalis perang perempuan pertama

Page 16: Sastra Perempuan Jepang

Karya-karya Hayashi Fumiko

Houroki (diary of a vagabond); diary ttg Hayashi Fumiko yang berpindah-pindah tempat

Bangiku (Late Chrysanthemum); tentang geisha tua yang ingin mandiri

Ukigumo (Floating Cloud); seorang gadis pergi bekerja ke daerah postkolonial krn tdk tahan dgn ideologi patriarki & kontrol negara

Shitamachi (Down Town); perjuangan hidup janda tentara di masa pasca perang, di wilayah pinggiran kota.

Borneo’s Daiyamondo; tentang jugun ianfu di kalimantan

Page 17: Sastra Perempuan Jepang

TENTANG NOVEL “UKIGUMO”

Novel “Ukigumo” bercerita tentang perempuan bernama Yukiko yang mencari kehidupan yang lebih baik dengan latar belakang masa perang Asia-Pasifik. Berbeda dengan perempuan lainnya, Yukiko berani melepaskan diri dari ikatan keluarga dan sistem patriarki, menentang konsep dan kebijakan pemerintah pada masa itu yang baginya merugikan perempuan serta menolak penindasan yang dilakukan kaum pria terhadap perempuan. Yukiko berjuang agar dirinya tetap bertahan hidup dan bebas dari kekangan apapun. Akhirnya setelah perang usai, ketika kondisi masyarakat pada saat itu suram akibat kekalahan Jepang, Yukiko justru bertransformasi menjadi perempuan yang optimis, kuat dan mandiri.

Page 18: Sastra Perempuan Jepang

Tranformsi Tokoh Koda Yukiko dalam novel “Ukigumo” sebagai representasi feminisme di masa perang dan pasca perang Asia Pasifik

Masa Perang Pasca Perang

YukIko

Kontrol

negara

pemerkosaan

Sistem Patriarki

Jepang Vietnam Jepang

YukIko

pengaruh

pengaruh

YUKIKO

mandiri

optimis

Kuat

Tegas

Bebas

Page 19: Sastra Perempuan Jepang

Contoh feminisme di masa perang dalam novel “Ukigumo”

「加野さん、私ね、内地では、どうにも仕様がなくって、ここへ志願( しがん)してきたんですの。。。加野さんは、お判りなるでしょう?あの戦争のなかで、若い女が、毎日、一億玉砕(いちおくのぎょくさい)の精神で、どうして暮らしてゆけて?私、気まぐれで、こんな遠いところへ来たんじゃないのよ。。何処かへ、流れて行きたかったの。 (浮雲、 1951, hlm. 47 )

Kano, aku...karena bagaimanapun di Jepang tidak bisa berbuat apa-apa, makanya melamar untuk datang kesini. Kano mengertikan? Di tengah perang yang seperti itu, perempuan muda seperti aku bagaimana bisa menjalani hidup sehari-hari dengan semangat “tumpah darah demi negara”. Aku, bukan karena iseng datang ke tempat yang jauh seperti ini...aku ingin pergi dan mengalir ke manapun...

(Ukigumo, 1951, hlm. 47)

Page 20: Sastra Perempuan Jepang

Kritik Fumiko terhadap pria

 「男って嘘つきよ。女を口の先でまるめて、自分の境界(きょうかい)はちゃんとしておくのね。私を、こんなところへ連れて来て、思い知らせるなんてひどいは。日本へかえったら、何もかも昔の生活をきれいにして、君と二人で、日雇い(ひやとい)人夫でもして生きようなんて云って。。。」 (浮雲、 1951,p.89 )“Laki-laki itu pembohong. Mereka memperdayai perempuan,

kemudian menjaga agar dunia mereka tetap bersih. Sungguh kejam, membawaku ke tempat seperti ini dan membiarkan aku menyadarinya. Kau berkata kalau kita kembali ke Jepang, apa yang terjadi di masa lalu bisa kita bersihkan dan kita bisa hidup berdua sebagai pekerja harian...” (Ukigumo, 1951, hlm.89)

 

Page 21: Sastra Perempuan Jepang

Keinginan untuk mandiri

「一人でね。でも、いいわね。男のひとは、何とか、落ちつくさきがみつかるもんだけど、女ってものは、三界に家なしだから」 (浮雲、 1951, p.387 )

“Aku sendirian. Tetapi....tidak apa-apa. Laki-laki itu....bagaimana ya mengatakannya...akan selalu menemukan tempat tinggalnya, tetapi perempuan....tidak akan pernah memiliki rumahnya sendiri di tiga dunia sekalipun” (Ukigumo, 1951,p.387)

Page 22: Sastra Perempuan Jepang

Melepaskan diri dari ikatan keluarga (patriarki)

早く、私だけの居場所が欲しいのよ。 (浮雲、 1951, p. 100 )  Aku ingin segera mendapatkan tempat yang hanya dimiliki aku sendiri. (Ukigumo, 1951, hlm.100)

 [ あら、厭なひとね、お嫁さんになんてならないは。田舎へ帰るって云うのは、そんな気持ちで云ってるんじゃないのよ。私には、私の生き方があるから、さよならをしに行くんじゃないの。。 (浮雲、 1951, p. 240 ) “Sungguh orang yang menyebalkan...aku tidak bisa menjadi

pengantin. Ketika aku bilang akan pulang ke kampung, bukan untuk hal-hal seperti itu. Karena aku sudah menemukan jalan hidupku sendiri, aku mungkin akan datang untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mereka”

(Ukigumo, 1951, hlm. 240)

Page 23: Sastra Perempuan Jepang

Yoshimoto Banana

Page 24: Sastra Perempuan Jepang

Yoshimoto Banana

Yoshimoto Banana adalah nama pena dari penulis Mahoko Yoshimoto. Ia memilih Banana supaya terdengar “kawaii” sekaligus androginy

Novel debutnya adalah Kitchen, tahun 1986, dan langsung sukses bahkan dibuat filmnya baik di Jepang dan di Hongkong. Meraih penghargaan Kaien Newcomer Writes Prize 1987. Umitsubame First novel prizee, 16th Izumi Kyoka Literary Prize tahun 1988

Novelnya yang lain, Goodbye Tsugumi, juga dibuat versi filmnya tahun 1990 oleh sutradara terkenal Jun Ichikawa. Tema yang kerap diangkap adalah cinta & persahabatan, kekuatan keluarga, efek dari kehilangan semangat hidup dsbnya.

Page 25: Sastra Perempuan Jepang

Novel Kitchen

Bercerita tentang Mikage, yang setelah kematian neneknya, hidup sebatang kara, pindah ke rumah Yuichi Tanabe, kenalan neneknya dan jatuh cinta dengan dapur di apartemen Tanabe. Mikage ini hanya bisa tidur di dapur. Tanabe tinggal bersama ibunya, yang sebetulnya adalah ayahnya(transgender). Karena tinggal bersama, banyak pihak yang tak suka, seperti pacar Tanabe & mantan Mikage. Suatu hari Ibu Tanabe dibunuh seseorang dan setelah kematiannya, Tanabe menghilang. Beberapa bulan kemudian, Mikage menemukan Tanabe di suatu penginapan. Tanabe ingin makan Katsudon, dan demi itu Mikage naik taksi dan menempuh jarak 60 km untuk membelikan Katsudon. Barulah saat itu ia sadar ia menyukai Tanabe.

Page 26: Sastra Perempuan Jepang

Analisis Novel Kitchen

Dalam novel Kitchen, dapat ditemukan Cinta, kematian, kecantikan fisik, kehangatan keluarga dsbnya. Yoshimoto membuat kematian sebagai katarsis dari cinta.

Kitchen sendiri simbol kehangatan keluarga bagi Yoshimoto, bagaimanapun bentuk keluarga tersebut.

Dalam keluarga Tanabe, Mikage merasakan kehidupan normal, meski keluarga itu bukan spt nuclear family, ada ayah,ibu & anak.

Page 27: Sastra Perempuan Jepang

Hitomi Kanehara

Page 28: Sastra Perempuan Jepang

Kanehara Hitomi ; Subculture Literature

Kanehara Hitomi memenangkan akutagawa prize tahun 2004 atas karyanya “Hebi to Piasu” (Snake & Earrings). Pada saat itu ia berusia 20 tahun.

Kanehara Hitomi menjadi kontroversi karena penampilannya ketika ia menghadiri award tersebut, bahu terbuka, baju yang memperlihatkan tali bra, rok mini, boots sampai paha, aneka piercing dan soft lens warna abu-abu. Hitomi sendiri DO dari SMA.

Media Jepang memperlakukan Hitomi seolah ia adalah ninki aidoru.

Page 29: Sastra Perempuan Jepang

Hebi ni Piasu

Tokoh utama dalam novel Hebi ni Piasu adalah Lui (Lui Vitton) dan Ama (Amadeus), yang mencoba melakukan modifikasi tubuh (Shintai kaizou) dengan cara mentato Lui. Design tato tsb adalah naga dan jerapah. Lui juga menindik lidahnya. Lui menggunakan tubuhnya untuk tato tsb sehingga akhirnya ia memiliki hubungan gelap dengan Shiba (si pentato). Pada akhirnya, Ama meninggal di tangan Yakuza. Setelah itu, Lui mencari nilai hidup. Ia merasa hidup ketika ia merasa sakit, makanya ia menindik & mentato tubuhnya. Awalnya ia melarang Shiba memberi mata pada tato naga karena takut spirit naga itu akan menghilang seperti cerita legenda China, tapi Shiba diam-diam tetap menggambar mata naga, memberi nyawa pada tato naga, sekaligus memberi hidup bagi Lui

Page 30: Sastra Perempuan Jepang

Post Bubble & Subculture

Kritikus Seni, Sawaragi Noi mengidentifikasikan subculture (budaya rendahan) Jepang sebagai efek dari bubble era.

Subculture sendiri bermakna budaya yang berasal dari kerja rendahan seperti musik hip hop yang berawal dari kalangan budak di Amerika. Subculture erat kaitannya dengan Popular Culture

Yang termasuk subculture di Jepang adalah otaku, Gyaru, Enjokosai, Furita- (Freeter), Piercing, tatoo dsbnya.