SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang...

34
SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika Gadamer terhadap Novel Ikthtila>s Karya Ha>ni Naqshabandi) Tesis Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar magister dalam bidang Bahasa dan Sastra Arab Oleh Muhammad Yusuf NIM; 132.00.1.06.01.0032 Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1438 H/2017

Transcript of SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang...

Page 1: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA

(Analisis Hermeneutika Gadamer terhadap Novel Ikthtila>s

Karya Ha>ni Naqshabandi)

Tesis

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar magister

dalam bidang Bahasa dan Sastra Arab

Oleh

Muhammad Yusuf

NIM; 132.00.1.06.01.0032

Sekolah Pascasarjana

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1438 H/2017

Page 2: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

ii

Page 3: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

iii

PENGANTAR

Alhamdulillah, segala pujia bagi Allah Tuhan sekalian

alam, dengan segala karunia dan nur-Nya, tesis ini dapat penulis

selesaikan. Shalawat dan Salam yang lahir dari kerinduan yang tak

terpadamkan, semoga senantiasa tercurah pada Nabi Muhammad

saw, para Sahabatnya dan juga pada Orang Tua penulis sendiri.

Untuk sekelas tesis, tesis ini mungkin termasuk salah satu

dari beberapa tesis yang penelitiannya agak lama, dua tahun.

Lama waktu yang digunakan untuk penelitian ini dipengaruhi dua

hal pokok, yakni metodologi penelitian dan teori analisis yang

digunakan. Hingga menjadi tesis seperti sekarang, penulis telah

melakukan empat kali pembuatan proposal yang selalu berganti,

mulai dari analisis Marxisme, analisis Semiotika, Sosiologi Sastra

dan analisis wacana.

Sebagai sarjana yang lahir dari perguruan tinggi (terutama

Perguruan Tinggi Islam) di luar Pulau Jawa, mengikuti

perkembangan UIN Jakarta tidaklah mudah. Ketika beberapa

Perguruan Tinggi mulai belajar membuka diri terhadap pendapat

(opini) baru dan perbedaan pendapat, misalnya, UIN Jakarta telah

berpikir soal perguruan tinggi kelas dunia. Begitu jauhnya, jarak

perkembangan perguruan tinggi UIN Jakarta dengan perguruan

tinggi lainnya. Demikian pula halnya dengan gagasan, cara

berpikir dan perkembangan ilmu kontemporer.

Kondisi itulah yang membuat penulis canggung dan

rendah diri. Ketika mahasiswa S1 UIN Jakarta di mana-mana (di

sekitar kampus) telah sibuk mendiskusikan pikiran dan gagasan

Schleiemarcher, Jean Baudrilard, Michael Foucault, Paul Sartre,

Charles Sanders Peirce, Levis Straus, Roland Barthes, dan masih

banyak lagi, istilah dan nama-nama itu justru terdengar aneh dan

asing bagi saya. Karena selama pendidikan sarjana, nama paling

‘aneh’ yang pernah saya dengar di jurusan sastra Arab hanyalah

Ferdinan Desausre dan istilah yang paling sering adalah soal rafa’, nasab dan huruf jar.

Kebingungan saya bertambah, ketika memasuki kelas

Bahasa dan Filsafat, semakin banyak hal aneh yang saya dengar,

seperti pembedaan ikon, indeks dengan simbol. Pada akhirnya

saya memutuskan untuk menghabiskan waktu di perpustakaan dan

mengenal nama dan istilah aneh itu. Juga mengikuti setiap

perkuliahan tanpa dibatasi kewajiban mengambil mata kuliah

Page 4: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

iv

wajib dan pilihan. Hingga semester lima, saya baru sadar ternyata

ada dua belas mata kuliah yang sudah tidak bisa masuk KHS.

Saya sendiri tidak pernah menyesal telah menghabiskan

waktu dua setengah tahun dalam kelas dan pustaka. Pertimbangan

saya adalah saya lebih baik telat menyelesaikan studi dari pada

tidak membawa apa-apa setelah wisuda. Kesempatan membaca

dan kuliah hanya datang sekali. Karena saya tidak percaya pada

saran ‚yang penting selesai dulu, ilmu dicari setelah wisuda‛.

Beberapa teman saya punya pengalaman tentang ini. Ketika

sarjana dia dianjurkan cepat selesai dan mengejar target wisuda.

Saat menempuh pendidikan S2, dia juga mendapat saran yang

sama, yaitu ‚yang penting selesai dulu, ilmu dicari setelah wisuda.

Ketika tengah menjadi pengajar, ia mengeluhkan banyak hal dan

menyesali, meski sebagian besar dari mereka, menikmati

profesinya.

Kembali ke tesis. Setelah melalui proses panjang dan

mengenal satu persatu pemikir modern, pilihan jatuh pada teori

hermeneutik, tepatnya hermeneutika Gadamer. Sehingga

pemikiran hermeneutiknya dijadikan sebagai pisau analisis teks

sastra novel yang saya teliti. Gadamer banyak dipengaruhi oleh

gurunya Hiedegger dalam perkembangan intelektualnya hingga ia

menjadi seorang filsuf besar abad 21, melalui karya besarnya

Wahrheit und Methode atau Ttruth and Methode. Pemilihan

hermeneutika sebagai teori analisis, karena hermeneutika secara

khusus bicara tentang interpretasi teks, termasuk teks sastra.

Richard E Palmer merangkum enam defenisi

hermeneutika, yakni pertama, hermeneutika sebagai sebagai teori

Eksegesis (tafsir) Bibel, kedua, hermeneutika sebagai metodologi

filologis, ketiga, hermeneutika sebagai ilmu pemahaman

linguistik, keempat, hermeneutika sebagai dasar metodologi ilmu

sosial-humaniora, kelima, hermeneutika sebagai fenomenologi

Dasein dan pemahaman eksistensial, keenam, hermeneutika

sebagai sistem interpretasi; menemukan makna vs ikonoklasme.

Gadamer sendiri berpendapat bahwa hermeneutika

sebagai kesepahaman dan pertemuan ada (being) melalui bahasa.

Hermeneutika di tangan Gadamer berkembang menjadi kerja

ontologis. Ia juga berpendapat bahwa pemahaman merupakan

fenomena primer. Ketika membaca sebuah teks, pengarang dan

pembaca bergerak di dalam wilayah kesepahaman yang berbeda,

yang ia sebut sebagai horizon. Karena horizon interpretasi

pembaca dipengaruhi oleh prasangka yang terbangun melalui

Page 5: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

v

tradisi tempat ia berada. Tradisi itu sendiri merupakan horizon

yang luas, dan di dalam horizon tradisi itu horizon pembaca

berada. Jadi memahami bukanlah representasi masa lalu di masa

sekarang, melainkan upaya peleburan horizon masing-masing, baik

horizon teks, horizon pengarang maupun horizon pembaca. Untuk

memahami makna teks, pembaca atau penafsir tidak bergerak

meninggalkan horizonnya dan masuk ke horizon pengarang, tetapi

horizon pembaca menjadi lebih luas, karena horizon bersifat

terbuka dan dinamis. Sehingga ketika memahami sebuah teks,

pembaca belajar melihat lebih dekat, dalam keseluruhan yang

lebih luas.

Sedangkan ketika terdapat perbedaan horizon pembaca

dengan teks yang dilakukan adalah mengeksplisitkan kegetangan

horizon itu. Dengan demikian, kerja interpretasi dalam pandangan

Gadamer, adalah memproyeksikan sebuah horizon yang historis

yang berbeda dengan masa kini. Dengan kata lain, kerja seorang

penafsir atau pembaca adalah menyesuaikan makna sebuah teks

untuk masa kini tanpa meninggalkan horizon masing-masing

(pengarang, teks dan pembaca) itu sendiri.

Ketika cara kerja hermeneutika Gadamer ini diterapkan

pada novel Ikhtila>s karya Ha>ni Naqshabandi, kita menjadi tahu

bahwa gerakan revolusi kebudayaan tengah terjadi di Arab Saudi.

Gerakan ini antara lain ditandai dengan munculnya kesadaran

akan kebebasan masyarakat terhadap pemahaman keagamaan dan

tradisi. Praktek keagamaan dituntut sebagai sesuatu yang sesuai

dengan keadilan dan rasionalitas. Hal ini dimulai dengan

kesadaran perlunya redefenisi terhadap manusia itu sendiri,

khususnya perempuan.

Menurut Ha>ni Naqshabandi, dalam masyarakat Arab

Saudi, perempuan dipahami dan didefenisikan sebagai makhluk

yang kurang nalar, tidak rasional dan kurang agamanya. Defenisi

ini ditopang oleh pendapat keagamaan, yang berujung pada

perbedaan perlakuan bahkan diskriminatif terhadap perempuan

dalam kehidupan sosial, agama, pendidikan maupun politik secara

mutlak. Pada akhirnya kehidupan perempuan menjadi objek

kehidupan sosial laki-laki dengan segala perangkatnya. Hal ini

mengingat bahwa agama sendiri merupakan sumber hukum utama

negara yang wajib dijalankan oleh pemerintah dan masyarakat.

Untuk memperkuat defenisi tentang perempuan ini,

masyarakat bersama-sama dengan negara membentuk simbol-

simbol khusus. Simbol itu antara lain cadar sebagai simbol

Page 6: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

vi

kesalehan, keperawanan sebagai simbol kehormatan dan

perempuan sendiri sebagai simbol kelemahan. Meski sebagian

simbol-simbol itu diamini oleh dan dapat ditemukan dalam

agama, tetapi tujuan mempertahankan simbol itu sangatlah politis

dan sudah diluar batas kewajaran baik dilihat dari segi

kemanusiaan pun dari sisi agama. Batas ini membawa masyarakat

pada kesimpulan bahwa perempuan tidak berhak untuk

memutuskan sendiri apa yang benar menurut mereka. Nalar dan

akal sehat perempuan menjadi dipertanyakan ketika ia berbicara

tentang agama, tradisi dan politik. Pembahasan ini akan nampak

jelas pada bagian bab empat sebagai bab analisis.

Sampai pada kesimpulan ini teoretis ini, bukanlah

pekerjaan mudah. Oleh sebab itu, saya ingin sampaikan

terimakasih tak terhingga pada Orang Tua tercinta, Nasrul Malin

Sutan (Bapak) dan Khadijah (Emak) yang dengan bimbingan,

dorongan dan doanya, penulis menjalani hidup dan mengarungi

dunia yang intelektual. Terimakasih juga penulis sampai pada Uda

Undrakia yang berkorban dan memberi dorongan banyak hal,

untuk selalu sekolah. Terimakasih Uda Etrizal dan Uni Desi Citra

Dewi, yang menyeberangkan dan banyak membantu penulis ke

perantauan untuk melanjutkan pendidikan. Demikian pula, penulis

sampaikan terimakasih pada Uni Irma Suryani, Khairul (adik) dan

Nelfi Yulianti (adik), yang mengerti dengan segala konsekuensi

dan pilihan penulis.

Ucapan terimakasih pantas juga penulis sampaikan kepada

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA. selaku

Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta beserta pada Deputi

Direktur, Prof. Dr. Didin Saepuddin, MA. Dr. JM. Muslimin yang

telah memberikan wawasan kepada penulis di Sekolah

Pascasarjana UIN Jakarta. Juga kepada Ibu Dr. Yeni Ratna

Yuningsih, selaku pembimbing, Prof. Bambang Pranowo yang

memberi banyak saran penting untuk penulisan. Tak kalah

pentingnya adalah terimakasih untuk Prof. Andi Faisal Bakti.

Karena di kelas Islam, Media and Politics, karena pertemuan

dengan beliaulah penulis dapat memulai penulisan tesis ini dengan

agak percaya diri.

Tesis ini penulis dedikasikan untuk dua kemenakan

tercinta, Arfa dan Abid, dan untuk empat anak yang selalu

dirindukan Rizki, Afiq, Nazil, dan khususnya sebagai kado

Page 7: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

vii

istimewa si kecil yang belum bernama. Semoga semuanya sehat,

tumbuh cerdas dan kelak berpendidikan lebih dari penulis.

Ucapan terimakasih penulis, pantas juga disampaikan

pada Keluarga Besar Awak Samo Awak (ASA) Ciputat; Firdaus

Efendi (alm), Bapak Ir.H. Taufik Bey, Dr. Asril Dt. Paduko Sindo,

Dr. Mafri Amir, Buya H. Mazmur, Zulfison, Mursal Tanjung, Budi

Johan, Mamak Edwil, Mak Saud Fauzan AMC, dan nama-nama

yang tidak bisa disebutkan satu persatu, Keluarga Besar Ikatan

Pascasarjana Minang (Ikapasmi) Jakarta, Buya Arrazy Hasyim,

Buya Zul Ashfi, Buya Apria Putra, Hengki, Malin Yunal.

Teristimewa untuk teman-teman Hamti-P kota Padang dan

Bandes’42, khususnya Uda Muhammad Muslim yang memberikan

dorongan luar biasa untuk ke Jakarta. Masih banyak nama yang

berkontribusi dalam perjalanan intelektual penulis sendiri, kepada

mereka ucapan terimakasih dipuhunkan.

Salam..

Jakarta, 12 April 2017

Muhammad Yusuf

Page 8: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

ix

ABSTRAK

Penelitian ini membuktikan bahwa pemahaman terhadap teks

dipengaruhi oleh situasi dan wawasan penafsir. Dalam kaitannya

dengan Ha>ni Naqshabandi, novel Ikhtila>s sangat mungkin akan

dipahami oleh masyarakat pembaca sebagai bentuk kritik terhadap

tradisi dan sebagai citraan yang berlebihan tentang masyarakat Arab

Saudi. Secara menyeluruh, novel Ikhtila>s ingin mengatakan bahwa

perlawanan terhadap budaya dan tradisi keagamaan akan senantiasa

terjadi bila masyarakat tidak diberi kebebasan untuk memahami

agamanya sendiri.

Penelitian ini menguatkan pendapat Steven Floyd Surrency,

Gadamer Analysis of Roman Chatolic Hermenutics; A Diacronic Analysis of Intrepretation of Roman 1; 17: 2;17. Ia berpendapat

bahwa untuk memahami suatu teks, tidak harus melakukan

pengulangan terhadap teks itu sendiri. Tetapi dengan cara melakukan

dialog antara prasangka yang ada di lingkungan penafsir dengan teks.

Juga Mudjia Raharjo, Hermeneutika Gadamerian; Kuasa Bahasa dalam Politik Gus Dur (2007), ia mengatakan bahwa tidak ada

kemanunggalan makna dalam teks. Sebab teks akan dimaknai sesuai

dengan kepentingan pembaca.

Penelitian ini berbeda dengan pendapat Pia Masiero dalam

Roth's The Counterlife and the Negotiation of Reality and Fiction, (2014). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sastra sebenarnya

merupakan perjalanan pikiran seorang pengarang tentang realitas.

Juga berbeda degnan Geir Farner (2014) dalam Literary Fiction The Way We Read Narative Literature yang berpendapat bahwa pemisah

antara fiksi dan non fiksi ada pada kesetiaan pengarang terhadap nilai

kebenaran dan teks sastra bukan realitas yang harus dibuktikan

kebenarannya tetapi hanya ide pengarang yang menjadi penghubung

antara fiksi dan fakta.

Penelitian ini berusaha menjawab bagaimana pemahaman

budaya dan tradis keagamaan masyarakat Arab Saudi yang terdapat

dalam novel Ikhtila>s? Pendekatan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah pendekatan hermeneutika. Hermeneutika yang digunakan

adalah herneneutika Gadamer yang mengatakan bahwa makna tidak

terdapat pada penutur tetapi pada lawan bicara. Pada penelitian ini

novel dianalisis secara tematik. Tema yang dianalisis adalah tema

budaya dan tradisi keagamaan. Tema budaya dan tradisi keagamaan

dipilih karena dianggap mewakili keseluruhan isi novel.

Kata kunci; Sastra, Budaya, Pengarang, Teks,

Heremeneutik, Gadamer

Page 9: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

x

ABSTRACT

This study proves that understanding of the text is influenced

by the situation and insight of the interpreter. In relation to Ha>ni

Naqshabandi, the novel Ikhtila>s s is likely to be understood by the

reader society as a form of criticism of tradition and as an

exaggerated image of Saudi society. Overall, Ikhtila>s’ novel wants to

say that resistance to religious culture and traditions will always

occur when society is not given the freedom to understand its own

religion.

This study strengthens Steven Floyd Surrency's opinion,

Gadamer Analysis of Roman Chatolic Hermenutics; A Diacronic Analysis of Intrepretation of Roman 1; 17: 2; 17. He argues that in

order to understand a text, it does not have to do with the repetition

of the text itself. But it is by managing the dialogue between the

prejudices that exist in the interpreter’s environment and the text. It

strengthen also Mudjia Raharjo, Hermeneutika Gadamerian; Kuasa Bahasa dalam Politik Gus Dur (2007). He said that there is no unity

of meaning in the text because the text will be interpreted in

accordance with the interests of the reader.

This study differs from Pia Masiero's opinion in Roth's The Counterlife and the Negotiation of Reality and Fiction, (2014). The

results of his research indicate that literature is actually an author's

thought journey about reality. It is also different from Geir Farner

(2014) in Literary Fiction The Way We Read Narrative Literature which argues that the division between fiction and non- fiction lies in

the author's loyalty to truth and literary texts, the reality to be proved

but merely the author's idea that connect between Fiction and facts.

This research tries to answer how understanding the cultural

and religious traditions of Saudi Arab society contained in novel

Ikhtila>s? The approach used in this research is hermeneutic approach.

The hermeneutic used is Gadamer's herneneutics which says that

meaning is not present to the speaker but to the other person. In this

study novels were analyzed thematically. The themes analyzed are

cultural and religious traditions. Cultural themes and religious

traditions are chosen because they represent the entire contents of the

novel.

Keyword: literature, culture, author, text, hermeneutics, Gadamer

Page 10: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

xi

Page 11: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

xii

Page 12: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

viii

Page 13: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

xx

DAFTAR ISI

Pengantar .................................................................................... iii

Abstrak ........................................................................................ ix

Transliterasi .................................................................................. xi

Pernyataan Perbaikan ................................................................... xiii

Persetujuan Pembimbing ............................................................... xvi

Daftar Isi ..................................................................................... xx

BAB I ............................................................................................ 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1 B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalalah ................ 13 C. Tujuan Penelitian .................................................................... 14 D. Penelitian Terdahulu yang Relevan ......................................... 14 E. Metodologi Penelitian ............................................................. 15 F. Sistematika Penulisan ............................................................. 18

BAB II SASTRA DAN KEBUDAYAAN ....................................... 20

A. Karya Sastra; Imajinasi dan Realitas Budaya........................... 20 B. Hermeneutika sebagai Pisau Analisis Sastra ............................ 33

BAB III DINAMIKA SASTRA HANI NAQSHABANDI DALAM

KONTEKS BUDAYA ARAB ........................................................ 47 A. Ha>ni Naqshabandi dan Sastra Arab Kontemporer .................... 48 B. Dinamika Agama dan Budaya Arab Saudi ............................... 59 C. Realitas Sosial dan Politik Arab Saudi .................................... 63

1. Pola hubungan politik dan agama di Arab Saudi .................. 63 2. Pemahaman Islam Masyarakat Arab Saudi .......................... 69

BAB IV TRANSFORMASI BUDAYA ARAB SAUDI ..................... 73 A. Sinopsis Novel ...................................................................... 73 B. Fenomena Budaya Arab Saudi................................................. 75 C. Desimbolisasi Islam di Arab Saudi .......................................... 93

1. Perempuan sebagai Manusia Rasional ............................... 94 2. Cadar sebagai Media Kuasa ........................................... 107 3. Politisasi Keperawanan ................................................... 114

D. Negara dan Horizon Islam Arab Saudi ................................... 126

BAB V ...................................................................................... 139 PENUTUP ................................................................................. 139

A. Kesimpulan ........................................................................... 139 B. Kritik dan Saran .................................................................... 141

Page 14: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika
Page 15: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

0

Page 16: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan masyarakat Arab menjadi perhatian dunia selama dua

dekade terakhir. Dunia melihat bahwa kehidupan masyarakat Arab jauh

tertinggal peradabannya dari segi kebudayaan dan keagamaan. Mereka

menilai bahwa kekerasan yang atas nama agama sudah tidak lagi relevan

untuk saat ini. Sementara dunia menilai bahwa masyarakat Arab masih

mempertahankan cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan masalsah,

baik atas nama agama maupun budaya. Juga tidak sedikit cara ini

berpengaruh pada individu secara langsung, sehingga banyak orang-

orang Arab menjadi pelaku kekerasan, baik di negaranya sendiri maupun

di negara lain1 Dari aspek politik, negara Arab dipandang sebagai negara

yagn tidak berpihak pada masyarakat dan cenderung melanggar hak asasi

manusia.2 Sehingga terlihat jelas bahwa masyarakat Arab hidup dalam

ketimpangan dalam berbagai hal seperti jender, ekonomi, pendidikan dll.

Masalah yang lebih banyak mendapat perhatian utama dunia

adalah segala aspek yang berkaitan dengan hak asasi, berpikir-

berpendapat dan perempuan. Beragam penelitian dan spekulasi pun

bermunculan tentang kajian hak asasi dan perempuan di dunia Arab. Ada

yang berkesimpulan bahwa masyarakat Arab hidup dalam banyak

ketimpangan ketimpangan, mulai dari jender, pendidikan, politik dan

ekonomi. Penyebab ketimpangan dalam kehidupan masyarakat Arab

adalah karena penerapan hukum Islam.3 Ada pula yang berpendapat

budaya patriarki sebagai penyebab ketimpangan, khususnya jender. Lain

lagi, dengan Nawal Sa’adawi, ia berpandangan bahwa kehidupan sosial

masyarakat Arab dikendalikan oleh kekuasaan dan kolonialisme yang

dipertahankan oleh budaya patriarki. Ia menilai bahwa kolonialisme

mempunyai peran penting dalam membangun struktur budaya di negara

1 Nikolaos Van Dam, Islam dalam Pandangan Barat, (Republika, 29/10/

2009), www.nikolaosvandam.com/pdf/article/20091029nvdamarticle01id.pdf,

akses 25 Agustus 2015 2 Lama Abu-Odeh, Honor, Feminist Approaches to, dalam Suad Josep

Asfa>na> Nagma>ba>di> (ed), Encyclopedi of Woman and Islamic Culture; Family, Law and Politic, (Leiden, Brill, 2005), 225

3Kristina Nordwall, Egyptian Feminism; The Efec of the State, Popular Trend and Islamic on the Woman’s Movement, 2008,

https://www.coloradocollege.edu/dotAsset/f2b083ed-ed66-486f-aa1d-

e8d634937f21.pdf, akses 10 september 2013

Page 17: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

2

Arab.4 Persoalan ketimpangan dalam masyarakat Arab juga diungkap

oleh Ha>ni Naqshabandi melalui Novelnya yang berjudul Ikhtila>s. Dalam

novel itu ia menggambbarkan Arab Saudi sebagai kesatuan budaya,

negara dan agama sekaligus. Ha>ni Naqshabandi sebagai penulis kelahiran

Arab Saudi, di dalam novelnya seolah-olah menulis kembali cerita

kehidupa yang ia lihat, alami dan rasakan sebagaimana kehidupan Arab

Saudi berjalan.

Ha>ni Naqshabandi menggunakan Arab Saudi dengan jelas

sebagai latar bangunan ceritanya. Cerita itu berkisah tentang kehidupan

keluarga Arab Saudi, dinamika agama dan budaya terjadi di dalamnya.

Dinamika agama dan budaya ini diceritakan oleh Ha>ni Naqshaband

terjadi dalam keluarga tokoh Sarah, baik keluarga yang berasal dari

orang tuanya maupun keluarga intinya setelah menikah. Ia juga

menceritakan bagaimana situasi pendidikan berlangsung di Arab Saudi

yang ia tulis melalui tokoh Hisyam dan cerita keluarga yang dikirim oleh

Sarah kepada Hisyam sebagai pemimpin redaksi Majalah Perempuan.

Sebagai pembaca ‘luar’ cerita yang ditulis oleh Ha>ni Naqshabandi

seperti sesuatu yang hampir mustahil terjadi di Arab Saudi dan cerita

yang ia tulis juga terkesan tendesius dalam melihat realitas kehidupan

masyarakat. Ha>ni Naqshabandi yang menggunakan latar Arab Saudi

dalam ceritanya seolah-olah ingin memperlihatkan apa yang ada dalam

cerita itu sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Cara bercerita realis

yang dipilih Ha>ni Naqshabandi untuk mengungkap ide dan gagasan

tentang budaya dan agama dalam kehidupan Arab Saudi yang

dibangunnya mengukuhkan dugaan itu. Terlebih lagi status Ha>ni

Naqshabandi sebagai penulis asal Arab Saudi semakin memperkuat

dugaan menjadi keyakinan pembaca bahwa Ha>ni Naqshabandi tengah

melakukan kritik terhadap bangsanya.

Di bandingkan dengan negara yang ada di Timur Tengah,

memang banyak kesamaan ide dan gagasan yang dituangkan Ha>ni

Naqshabandi dalam novelnya dengan para pemikir Arab, yakni ide

tentang kebebasan, kemerdekaan perempuan, hak asasi dan hubungan

agama dengan politik. Dan cara Ha>ni Naqshabandi mengungkapkan ide

tentang Arab Saudi yang ada dalam novelnya, mendapat tantangan dari

masyarakat Arab Saudi sendiri, di samping ada yang mengapresiasinya.

Jika diperhatikan di beberapa negara di timur tengah, seperti Mesir,

upaya traformasi budaya memang selalu berhadapan dengan masyarakat

agama dan kekuasaan. Sementara mereformasi pemahaman keagamaan

agar mampu menjawab persoalan saat ini merupakan pekerjaan yang

tidak mudah. Sebab di negara Timur Tengah, agama lebih dekat dengan

4 Nawal el Saadawi, The Hidden Face of Eve (terj), (Yogyakarta,

Pustaka Pelajar, 2001), 8-9

Page 18: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

3

kekuasaan dan bahkan merupakan legitimasi untuk kepentingan

kekuasaan.5 Kondisi ini pada akhirnya akan berdampak pada kehidupan

keagamaan yang keras bahkan cendrung diskriminatif. Pada situasi

seperti ini, agama akan tertuduh sebagai sebab terjadi kekerasan dalam

masyarakat. Hal inilah yang terjadi dalam masyarakat Arab Saudi, di

mana agama menjadi sumber petaka bagi kehidupan. Agama tidak

menjadi bagian dari solusi dalam setiap masalah yang terjadi terkait

hubungan dalam masyarakat, terutama hubungan laki-laki dengan

perempuan. Alih-alih menjadi sumber kedamaian, agama justru menjadi

sumber petaka bagi sebagian perempuan. Atas nama agama segala

bentuk kekerasan menjadi sesuatu yang absah dilakukan oleh laki-laki.

Kekerasan itu bahkan sudah menjadi bagian dari tradis Arab Saudi. Hal

inilah yang menjadi tema utama novel Ha>ni Naqshabandi. Apa yang

ditulis oleh Ha>ni Naqshabandi bisa jadi realitas yang benar-benar terjadi

dalam masyarakat Arab Saudi. Tetapi realitas yang ada dalam karya

sastra adalah realitas yang telah mengalami transformasi, realitas itu

tidak hanya merupakan dunia yang ‘baru’ tapi juga struktur baru.6

Sehingga ia menjadi sebagai cara Ha>ni Naqshabandi memahami praktek

budaya dan keagamaan secara umum.

Dalam melihat sebuah karya sastra, perdebatan sastra sebagai

cerminan realitas dan kemurnian gagasan pengarang memang selalu ada.

Hal yang sama juga terjadi dalam perkembangan sastra di Timur

Tengah. Di Mesir puncak perdebatan itu terjadi pada awal abad 20.

Sementara sastra berada pada posisi netral dalam semua persoalan

manusia baik yang terkait langsung dengan agama, sosial, budaya dan

politik.7 Barangkali dalam konteks inilah, pernyataan Roland Barthes

5 Ketika agama dijadikan legitimasi kekuasaan maka yang terjadi

adalah desakralisasi agama itu sendiri. Lebih dari itu, agama tidak lebih dari

sekedar alat justifikasi kepetingan (politik) dan pembenaran terhadap segala

tindakan politik. Lihat Said Agil Siraj, Tasawuf sebagai Kritik Sosial, (Bandung; Mizan, 2006), 167-168.

6 Hans-Georg Gadamer, Truth and Methode terj. Ahmad Sahidah,

(Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2010), 137 7 Al-Ja>hiz}, al-Rasa>’il, (Mauqi‘ al-Waraq; tth), 22. Menurut al-Jahiz,

sastra adalah instrumen untuk mengawasi bahkan memperbaiki praktek

keagamaan dan non keagamaan (tradisi budaya, sosial dan politik) masyarakat.

Persoalan agama yang dirusak oleh muamalah manusia akan berpengaruh pada

kerusakan agama. Apabila kehidupan masyarakat tidak baik dalam hal

mu’amalah, itu menunjukkan buruknya pengamalan agama mereka. perbedaan

kehidupan manusia (dunia) dan agama (akhirat) hanya sebatas sifat dan

hukumnya saja. Itulah pentingnya negara dan politik, yaitu untuk mengatur

segala yang berkaitan dengan dunia.

Page 19: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

4

yang mengatakan bahwa sastra akan menggantikan agama.8 Sebab

agama tidak dapat dijadikan sebagai sumber solusi dari permasalahan

hidup manusia dan sumber perdamaian. Itulah Seno Gumira Ajidarma

mengatakan bahwa sastra harus senantiasa bicara kebenaran dan

keadilan. Karena kebenaran yang ada dalam sastra adalah kebenaran

yang bebas dari kepentingan kekuasaan.9 Karya sastra hidup dengan

tujuannya sendiri. Ia menulis novel yang memuat kondisi budaya dan

tradisi keagamaan masyarakat Arab Saudi, serta dalam kaitannya dengan

pendidikan dan politik secara langsung. Sehigga keberadaan karyanya

ditanggapi sebagai antara cerminan dan penyebaran ide.

Dalam menanggapi karya Ha>ni Naqshabandi, masyarakat

pembaca terbelah menjadi dua kelompok, pertama, mereka menilai

bahwa Ha>ni Naqshabandi tengah melakukan upaya pembaharuan

terhadap pemahaman budaya dan keagamaan sekaligus. Kedua, mereka

yang menganggap bahwa apa yang ditulis oleh Ha>ni Naqshabandi tidak

benar-benar menunjukkan kehidupan masyarakat Arab Saudi. Sehingga

mereka menyebut Ha>ni Naqshabandi melakukan tuduhan terhadap

masyarakat Arab Saudi. Tuduhan bahwa Ha>ni Naqshabandi telah

melakukan pembohongan tentang kondisi budaya dan keagamaan

masyarakat Arab Saudi cukup beralasan. Karena Ha>ni Naqshabandi

menggunakan istilah Arab Saudi sebagai latar ceritanya. Sehingga

menjadi wajar apabila yang ditulis oleh Ha>ni Naqshabandi seolah-olah

menunjukkan kondisi masyarakat Arab Saudi itu sendiri. Sementara

yang ditulis oleh Ha>ni Naqshabandi merupakan sebuah karya sastra,

yang merepresentasikan dirinya (karya) sendiri. Sebagaimana sifatnya,

karya sastra tidak merujuk pada realitas dan tidak juga pada

pengarangnya. Sehingga apa yang terdapat dalam sastra bukanlah fakta

yang ada dalam masyarakat, ia semata-mata ide dan gagasan yang

menjelaskan keberadaannya. Realitas kehidupan yang dialami atau

dilihat oleh pengarang tidak lebih sebagai sumber inspirasi dan wacana

yang akan dimunculkan dalam karya sastra. Antara realitas dengan

sastra tidak memiliki hubungan apa-apa selain hubungan apa yang

8 Akram Amiri Senejani, Sartre’s Existentialist View Point in No Exit,

International Journal on Studies in English Language and Literature (IJSELL), Vol. 1, issue 3, (September, 2013), 15-16, http://www.arcjournals.org/pdfs/ijsell/v1-i3/v1-i3-ijsell_2.pdf (akses 18 Februari

2015) 9 Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme dibungkam, Sastra harus

Bicara, (Yogyakarta; Bentang, 1997), 1-3

Page 20: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

5

dianggap benar oleh pembaca dengan wacana yang ada dalam teks

sastra.10

Sastra bukanlah sesuatu yang memang terjadi dalam konteks

peristiwa, tempat, waktu dan tokoh. Sebab tokoh yang ada dalam sastra

merupakan tokoh ciptaan pengarang yang tidak terlibat dalam segenap

peristiwa yang terjadi dalam kehidupan nyata. Tokoh yang ada dalam

cerita Ha>ni Naqshabandi adalah tokoh ciptaannya sebagai pengarang.

Demikian pula dengan dialog yang ada dalam teks sastra adalah dialog

yang direka-reka oleh pengarang berdasarkan pengetahuan dan

perasaannya sendiri. Jika ada persamaan nama tokoh, nama tempat atau

peristiwa yang terjadi dengan kenyataan maka hal itu tidak lain selain

kebetulan.11

Sebagai insan budaya, manusia memiliki potensi untuk

meniru dan menciptakan hal lain dengan unsur yang sama dari yang

ditirunya baik dari alam, pengalaman, budaya dan sosial.12

Pengarang

dalam proses penciptaan karya sastra juga dipengaruhi oleh hal di

sekitarnya. Apa yang pernah dilihat, didengar dan diketahui oleh

seseorang tidak menutup kemungkinan ia juga akan menggunakannya

sebagai ‘bahan mentah’ untuk menciptakan sesuatu yang baru dengan

bahan yang sama. Sehingga pengarang dalam memaparkan cerita dengan

penggunaan nama kota, nama orang, nama negara sebagai bahagian dari

sebuah karya tidak dapat dihindari.

Apa yang disebutkan dalam karya bukanlah ditulis secara apa

adanya sebagaimana sejarawan menuliskan laporannya. Juga tidak dapat

maknai secara tekstual sebagai sebuah peristiwa yang tengah terjadi

sesuai dengan nama tempat dan lokasi terjadinya.13

Sebab pengarang

ketika mencipta karya, seperti yang dikatakan oleh Wellek dan Warren,

mengacu pada imajinasinya karena ketika itu pengarang berada pada

dunia imajinasi dan menciptakan sendiri dunianya dengan pengetahuan

10 Tzvetan Todorov, Qu’est-ce que le Structrualisme, (Paris; Seuil,

1968), terj, Okke K.S Zaimar dkk, 16 11 Sapardi Djoko Damono, Pengarang, Karya Sastra dan Pembaca,

Lingua, Vol. 20, No. 01, (Juni 2006), 24,

http://citation.itb.ac.id/pdf/JURNAL/JURNAL%20LINGUA/VOL%201%20No

.1%20JUNI%202006/PENGARANG.pdf (akses 11 November 2014) 12 Hiro Tugiman menjelaskan bahwa salah satu naluriah manusia

adalah meniru tingkah laku sesama manusia. Karena dorongan ini pula manusia

mampu menciptkan tradisi dan budaya dalam hidup mereka. Hiro Tugiman,

Budaya Jawa dan Mundurnya Presiden Soeharto, (Yogyakarya, Kanisius, 1999),

58-60 13 Hal ini sebagaimana dikatakan Paul Recoeur bahwa tulisan

merupakan manivestasi dari sesuatu yang baru muncul dalm pembicaraan,

namun ia berada di bawah dialektika peristiwa. Paul Recoeur, The IntrepretationTheory, terj. Musnur Heri, Yogyakarta; IncriSod. 2012.

Page 21: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

6

yang dimilikinya.14

Sehingga dunia dalam karya sastra tidak lagi dunia

yang ada dalam kenyataan meski kadang terdapat persamaan dan tidak

jarang pula terdapat perbedaan yang sangat mencolok.15

Adanya

kesamaan yang terdapat dalam karya sama sekali bukan karena

pengarang menjelaskan apa yang terjadi, siapa yang melakukan dan

kapan sebuah peristiwa terjadi, tetapi dunia dalam sastra itu adalah

dunia baru yang diciptakan oleh pengarang dalam imajinasinya sendiri

dan ditulis menjadi cerita.

Sebaliknya, adanya perbedaan dunia yang ada dalam sastra dan

kenyataan bukan pula sebagai bentuk penafian pengarang terhadap

kenyataan tapi semata-mata karena itulah dunia yang ada dalam

imajinasi pengarang. Apabila realitas yang ada dalam karya sastra tidak

sesuai dengan kenyataan yang dihadapi, dilihat atau dirasakan oleh

pembaca, maka seorang sastrawan sesungguhnya tidak sedang berdusta

pada pembaca sehingga tidak ia perlu dianggap sedang melakukan

penipuan.16

Pengarang juga tidak sedang berpihak pada berbagai

kelompok atau sedang menyebarkan ideologi tertentu.17

Sebab sastra

tidak mampu mewadahi ideologi untuk mempengaruhi pembaca kecuali

sebuah nilai keadilan dan kebenaran. Sastra tidak berada pada posisi

benar atau tidak benar sebab antara keduanya itulah sastra menentukan

kedudukannya sebagai fiksi.18

Sastra semata-mata karangan yang

menjelaskan tentang pemikiran manusia dengan cara tidak langsung atau

simbolik. Sebuah cerita adalah satu kesatuan yang bebas untuk dimaknai

apa saja. Pikiran dalam cerita itu sendiri akan senantiasa berubah sesuai

dengan konteks pembaca, siapa yang membaca dan kapan cerita itu

dibaca. Makna sebuah cerita dari waktu ke waktu, dan dari pembaca

dengan pembaca lain akan selalu berbeda tingkat kebenarannya.

Sesuai dengan perkembangannya, sejak awal abad 19 sastra

dunia termasuk di dalamnya sastra berbahasa Arab didominasi oleh

14 Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra; Dari Strukturalis Genetik sampai

Post-Modernisme, Cet. IV Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2014, 43 15 Hans-Georg Gadamer, Truth and Metode, terj. terj. Ahmad Sahida,

Cet. II (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010), 3-4 16 Wolfgan Iser menegaskan bahwa teks fiksi dibuat tidak merujuk

pada dunia nyata. Bahasa fiksi adalah bahasa bahasa simbolik yang tak serta

merta dapat dimaknai sebagai kenyataan. Melainkan hanya representasi dari

kenyataan. Wolfgan Iser, The Act of Reading, 1979, 1 http://home.comcast.net/~krmcnamara/syllabi/5132/Iser.pdf, 23 April 2015

17 Sapardi Djoko Damono, Pengarang, Karya Sastra dan Pembaca, 24-

25 18 Tzvetan Todorov, Qu’est-ce que le Structrualisme, (Paris; Seuil,

1968), terj, Okke K.S Zaimar dkk, 15

Page 22: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

7

sastra dengan gaya realisme.19

Gaya realisme itu berkembang ke seluruh

penjuru dunia sebagai bentuk perjuangan melawan kapitalis dan

kepedulian terhadap orang-orang lemah. Dampak dari sastra dengan

gaya realisme ini adalah pembaca sering terjebak dan menganggap

bahwa apa yang ada dalam sastra adalah sebuah kenyataan yang

memang terjadi dan bahkan dialami oleh pengarang. Dilihat dari

teksnya, sastra realisme lebih kepada pandangan pengarang terhadap

suatu peristiwa tertentu. Pengarang dalam hal ini membaca dan

memaknai peristiwa itu lalu menjadikannya sebagai sebuah karya

dengan membangun struktur yang baru. Dalam hal ini jelas pengarang

menulis hasil pembacaannya terhadap realitas. Melalui pembacaannya

itu, ia meminjam nama-nama benda, tempat, dan menyematkan sifat-

sifatnya, lalu menumpahkan hasrat dan pikirannya ke dalam karya. Ia

menggunakan simbol-simbol yang dilihatnya untuk menjelaskan

pikirannya terhadap peristiwa yang dilihat, didengar atau dibacanya. Ali

Harb menegaskan bahwa pembacaan terhadap teks, benda atau peristiwa

tidak terlepas dari penyerupaan.20

Di Arab sendiri sastra bergaya realisme baru muncul di negara-

negara Arab pada awal abad 20. Di mana apa yang disampaikan oleh

karya sastra tidak lagi menggunakan bahasa pengandaian seperti zaman

keemasan sastra Arab belasan abad yang silam,21

tetapi lebih bersifat

terang-terangan. Akibat dari sastra realisme22

ini, maka dunia yang

19 Maksud dari sastra realisme sebagaimana terdapat dalam Kamus

Bahasa Indonesia adalah sastra yang berusaha menceritakan sesuatu

sebagaimana adanya, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta; PPPB, 1983), 1736.

Sebagaimana dikutip oleh Greg Soetomo, Lucacs berpendapat bahwa sastra

realis itu adalah menciptakan karya sastra dengan menjadikan kehidupan

individu dipotret sebagai satu narasi dalam seluruh dinamika sejarah

masyarakatnya. Greg Soetomo SJ, Krisis Seni Krisis Kesadaran, (Yogyakarta;

Kanisius,2003), 55 20 Ali Harb, Naqd al-Haqi>qah terj. Sunarwoto Dema, (Yogyakarta,

Lkis, 1995), 1-2 21 Kesusasteraan Arab sejak zaman jahiliah hingga pada masa awal

Islam lebih banyak menggunakan bahasa kiasan, baik dalam bentuk metafora

(isti‘a>rah), perbandingan (tashbi>h) untuk tujuan madh (pujian). Lihat Fuad

Effendy, Madah Nabawi dalam Kesusasteraan Arab, (2002), dalam Jurnal

Prosiding Seminar Akademik, sastra.um.ac.id/wp-

content/uploads/2009/10/Sekilas-tentang-Madah-Nabawi-dalam-Kesusasteraan-

Arab-A.-Fuad-Effendy.pdf, Jurnal Prosiding Seminar Akademik, Vol. 2, 2002,

74-75 22 Dalam Kamus Istilah Sastra dikatakan bahwa realisme adalah aliran

sastra yang mengungkap kehidupan apa adanya dan tak punya hubungan dengan

idealisasi seperti memaknai sesuatu yang indah dengan tak indah. Aliran ini

Page 23: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

8

diciptakan oleh pengarang kadang sering menampakkan kesamaan

dengan dunia pembaca sehingga seolah-olah dunia dalam cerita adalah

dunia yang dialami, dilihat dan dirasakan oleh pembaca. Sebaliknya

tidak jarang apa yang digambarkan oleh pengarang dalam cerita berbeda

dengan dunia yang mereka temui dalam kehidupan. Tidak berbeda

dengan negara lain, di Arab Saudi sastra realis sebagai instrumen

pembebasan muncul karena masyarakat Arab secara umum sudah tidak

dapat menerima kenyataan secara logis tentang apa yang terjadi,

terutama masalah sosial dan politik dalam kaitanya dengan agama dan

hak asasi manusia. Model ini berkembang di Arab, agar pembaca dapat

belajar dari pengalaman tokoh dalam sastra.23

Ha>ni Naqshabandi menulis novel berjudul Ikhtila>s yang bercerita

tentang perempuan yang menggugat tradisi masyarakatnya seperti

tradisi memakai cadar,24

hukum negara yang mewajibkan setiap orang

untuk masuk ke dalam masjid dan melakukan shalat ketika masuk waktu

shalat dengan paksaan polisi syari’at,25

keberadaan polisi syari’at yang

mengawasi masyarakat Saudi di tempat-tempat umum,26

pandangan

masyarakat Saudi terhadap perempuan sebagai makhluk yang lemah,

kurang akal dan imannya,27

tradisi malam pertama pengantin yang tidak

ramah,28

kewajiban perempuan keluar rumah tanpa mahram, hukum

negara yang mengawasi bacaan siswa di sekolah, peran negara

mengawasi media massa,29

serta pandangan mayoritas terhadap

perempuan sebagai orang yang harus tunduk pada laki-laki seperti ayah,

saudara dan suami.30

Sekilas novel Ikhtila>s ini, pembaca akan

berpendapat bahwa tradisi memakai cadar bagi perempuan Arab Saudi

adalah simbol kesalehan untuk menyembunyikan segala keburukan

dalam masyarakat. Karena pada kenyataannya masyarakat Arab Saudi

menolak aliran romatisme, dan doktrin seni untuk seni. Abdul Rozak Zaidan

dkk, Kamus Istilah Sastra, (Jakarta; Balai Pustaka, 2004), cet. III, 68 23 Susan Baqri>, al-Riwayah al-‘Arabiyah al-Hadithah, 2010,

http://www.diwanalArab.com/spip.php?page=article&id_article=25310, akses 7

Agustus 2014. Menurut Muhammad Ha>di Muradi awal munculnya sastra

realisme ini adalah karena mengikuti model penulisan novel populer dan belum

mempertimbangkan hal-hal penting. Baru setelah enam puluh tahun kemudian

mulai memasuki era baru yaitu melibatkan ideologi, kebudayaan dan

kemanusiaan. Lebih lengkap lihat Muhammad Ha>di Mura>di, Lamhah ‘An Z}uhuri al-Riwayah al-‘Arabiyah wa Tat}awwuriha>, 2011, tt

24 Ha>ni Naqshabandi, Ikhtila>s, (Beirut; Dal al-Sa>qi, 2010), 10-11 25 Ha>ni Naqshabandi, Ikhtila>s, 13 26 Ha>ni Naqshabandi, Ikhtila>s, 11-13, 47-50 27 Ha>ni Naqshabandi, Ikhtila>s, 35, 99-101, 254 28 Ha>ni Naqshabandi, Ikhtila>s , 299-245 29 Ha>ni Naqshabandi, Ikhtila>s, 52-54, 65, 198 30 Ha>ni Naqshabandi, Ikhtila>s, 18, 37-39,

Page 24: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

9

tidaklah seperti yang terlihat pada pakaiannya.31

Hal itu juga dapat

dilihat dari kebiasaan laki-laki Arab yang keluar rumah selama berhari-

hari atau bahkan berbulan-bulan tanpa memperhatikan hak nafkah

terhadap seorang istri. Demikian pula dengan keberadaan pembantu

rumah tangga yang sering menjadi korban seksual majikan laki-laki dan

perempuan Arab. Kesemuanya itu menurut Ha>ni Naqshabandi tidak

berbeda dengan apa yang terjadi di Barat. Di mana laki-laki secara

leluasa menjadikan perempuan sebagai objek seksual. Hanya saja, di

Eropa orang melakukan itu secara terang-terangan dan di Arab secara

sembunyi-sembunyi dengan dalih dan atas nama agama.

Selanjutnya, kewajiban perempuan memakai cadar ketika keluar

rumah secara tersurat akan dipahami sebagai bentuk pengkhianatan

budaya dan politik dimana sebenarnya para polisi syari’at sering

menjadikan perempuan yang melanggar peraturan itu sebagai objek

pelecehan seksual pula. Prilaku polisi syariat itu merupakan rahasia

umum di Saudi baik di kalangan penegak hukum itu sendiri maupun

masyarakat terutama perempuan yang menjadi korban mereka. Ini

berarti bahwa penegak hukum untuk tujuan syari’at, menurut Ha>ni

Naqshabandi melanggar hukum lain bahkan secara sadar. Persoalan-

persoalan lain yang menjadi perhatian Ha>ni Naqshabandi akan dijelaskan

secara tematik, dimaknai dan dianalisis pada bab IV secara rinci. Dengan

demikian, adalah wajar jika cerita yang terdapat dalam novel Ikhtila>s itu

dianggap oleh sebahagian orang sebagai gambaran sosial dan keagamaan

masyarakat Saudi. Sebab apa yang ditulis oleh Ha>ni Naqshabandi sama

dengan apa yang dikira benar oleh pembaca baik di Arab sendiri maupun

di luar Arab. Perempuan Indonesia misalnya, sebagai pembantu rumah

tangga di Arab Saudi tak jarang mendapat perlakuan yang mirip dengan

apa yang diceritakan oleh Ha>ni Naqshabandi. Demikian pula dengan

tuntutan para feminis Arab yang mengeluhkan peraturan tentang

larangan keluar rumah atau menyetir sendiri bagi perempuan. Jika

sebuah karya dilihat dengan cara berfikir Tzvetan Todorov, maka

apabila dunia perempuan, kondisi sosial dan agama sebuah negara yang

dinamakannya Arab Saudi seperti dalam novel Ikhtila>s sesuai dengan

apa yang terjadi, maka hal itu merupakan wacana sastra Ha>ni

Naqshabandi yang sesuai dengan cerita yang dikira benar oleh

pembaca.32

31 Kesimpulan pembaca bahwa hal itu merupakan pengkhianatan jika

hanya dimaknai secara tekstual sebab disebutkan dalam teks novel bahwa hal

itu adalah pengkhianatan. Padahal novel mengungkap banyak tema dan menjadi

masalah sosial dan keagamaan masyarakat Saudi. 32 Tzvetan Todorov, Qu’est-ce que le Structrualisme, (Paris; Seuil,

1968), terj, Okke K.S Zaimar dkk, 16

Page 25: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

10

Tema novel Ikhtila>s ini adalah tentang pengkhianatan keluarga.

Tema ini dipilih Ha>ni karena memang semua berawal dari keluarga, baik

pemahaman agama maupun sosial budayanya. Setelah novelnya beredar,

ia dianggap oleh Muba>rak bin Sa‘i>d bin Muba>rak Ali Za‘i>r sebagai orang

yang telah menyebarkan pandangan Barat terhadap masyarakat Saudi. Ia

mengatakan bahwa citra yang ditulis oleh Ha>ni Naqshabandi tentang

masyarakat bukanlah citra sebenarnya tetapi lebih kepada citra

masyarakat Barat.33

Naser Bin Yahya al-Hunaini mengatakan bahwa

Ha>ni adalah pengarang yang menulis karya sastra dengan memuat hal

yang tidak mendidik dan merusak moral.34

Selain Muba>rak bin Sa‘id bin

Mubarak Ali Za‘ir ada yang lebih ekstrem yang menuduhnya sebagai

seorang murtad dan kafir. Mahmud Saleh adalah satu diantara orang

mengatakan bahwa Ha>ni Naqshabandi telah menyerang bangsa Arab

dengan mengatakan bangsa Arab Saudi tidak berpendidikan dan

bermartabat. Tulisan Mahmud ini berjudul al-Masha>yikh Kafaru> ‘al-Naqshabandi’ wa Ihsan ‘Abd al-Quddu>s al-Khali>j.35

Ia menyatakan

bahwa cerita yang dibangun oleh Ha>ni Naqshabandi tidak hanya

menyinggung hal ihwal persoalan perempuan, sosial dan budaya tapi

juga terdapat tema politik dan agama di dalamnya. Kesemua tema itu

diberi judul oleh Ha>ni Naqshabandi dengan Ikhtila>s yang jika diartikan

secara bahasa berarti merampas, mencuri dan tipuan.36

Adnan Babel berpendapat bahwa lahirnya sastra yang menolak

tradisi, mengungkap hal yang selama ini dianggap tabu oleh masyarakat

dan memberikan perspektif baru dalam sastra Arab adalah karena

membaca karya sastra akan berdampak pada cara pandang masyarakat.

Ketika sastra diungkap dengan gaya bahasa yang indah dengan banyak

33 Mubarak bin Sa‘id bin Mubarak Ali Za‘ir, S}u>rah al-Garb fi> al-

Riwa>yah al-Sa‘udiyah, (Riyad; al-Jami’ah al-Ima>m Muhammad bin Sa‘ud al-

Islamiyah, 2007),

http://merbad.net/vb/printthread.php?t=2433&pp=5&page=130, akses 14

oktober 2014. 34 Naser bin Yahya dan Abdullah bin Salah al-Barrak, Mu‘rid} al-Kita>b

Wa Maujah al-Ilha>d, 2008, Sebelum novel Hani Naqshabandi ini ada pula novel

lain yang dianggap oleh Mubarak sebagai novel yang memuat citra Barat seperti

novel La Z}illa Tahta al-Jabal karangan Muhammad ‘Ali al-Magribi, 1979,

Zaujati Wa Ana karangan ‘Is}a>m Fauqi>>r, 1982, Saqf al-Kifayah karangan

Muhammad Hasan al-‘Ulwan, 2002 dan masih banyak lagi. Dalam artikelnya ia

juga menyinggung novel Najib Mah}fuz} sebagai novel yang dianggap menghina

Tuhan, http://www.alukah.net/sharia/0/1877/#ixzz3P3qGrsJv. 35 Mahmud Saleh, al-Mashayikh Kafaru> ‘al-Naqshabandi’ wa Ihsan

‘Abd al-Quddu>s al-Khali>j, 2014, http://elsaba7.com/articledetails.aspx?id=2145,

akses 13 Januari 2015 36 Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus Munawwir, (Jawa Timur;

Pustaka Progresif, 2002), 359

Page 26: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

11

pengandaian, maka ia akan membutuhkan interpretasi dari yang

berwenang untuk menjelaskan makna sastra itu. Sementara pembaca

menginginkan sastra Arab berada pada posisi di mana setiap orang

mampu melihat nilai dan situasi sosial dalam kondisi apa adanya tanpa

dilebih-lebihkan. Sastra Arab saat ini (termasuk karya Ha>ni) menurutnya

lebih banyak mengungkap hal yang selama ini ditutupi oleh masyarakat

Arab dan berbicara tentang persoalan di balik hijab. Hal itu meliputi

masalah pemahaman keagamaan, sosial, politik dan pendidikan di Arab

Saudi. Gha>zi al-Qus}ibi menyatakan juga ketika membahas novel Bana>t al-Riya>d}, ketika tirai dalam masyarakat dibuka maka nampaklah semua

yang ada di baliknya, baik lelucon, kesenangan dan kesedihan. Namun

semua itu lebih banyak berkaitan dengan masalah perempuan bukan

masalah kemanusiaan secara umum. Di balik itu pula akan diketahui

batas-batas yang tidak pernah diketahui oleh siapa pun yang ada di dunia

ini.37

Menurut Hifzul Rahman al-Ishlahi bahwa sastra Arab akhir-

akhir ini kembali menjadi alat penyadaran masyarakat setelah selama

bertahun-tahun menjadi sarana hiburan yang tidak berarti di kalangan

masyarakat. Karya sastra terutama novel dijadikan sebagai media

merefleksi kondisi sosial masyarakat sekaligus tranformasi nilai budaya

dan tradisi, ekspresi nilai dan pikiran masyarakat, serta ide tentang hak

dan kemerdekaan individu. Dari aspek ini, maka sastra Arab sedang

memasuki reformasi seni dengan menjadikan persoalan sosial sebagai

persoalan sastra untuk menyebarkan kebudayaan baru dan mungkin akan

menggantikan peradaban Arab. Ia menegaskan bahwa maraknya novel

yang berbicara tentang persoalan sosial, intelektual, hak dan membawa

serta nilai dan peradaban Eropa akan merusak tatanan kehidupan sosial

seperti yang pernah terjadi pada awal abad 20. Banyak penelitian yang

menjelaskan tentang sastra Arab yang memuat persoalan sosial seperti

Abdul Aziz Mis}ri yang mengatakan bahwa novel Arab menceritakan hal

yang tersembunyi di balik politik, budaya dan ekonomi Saudi. Sejak

awal tahun 2000, novel yang tersebar di Arab Saudi didominasi oleh

tema tentang pendidikan perempuan, kawin paksa di Arab Saudi,

persoalan hak-hak perempuan, konflik serta ambisi politik sekelompok

orang, dan radikalisme. Namun demikian semua persoalan Saudi hampir

tidak lepas dari masalah perempuan.38

37 Adnan Babel, T}aufan al-Riwa>yah al-Sa‘udiyah, 2008

http://www.elaph.com/ElaphWeb/Culture/2008/5/332071.htm#sthash.LcJQHGja.

dpuf, akses 14 Oktober 2014 38 Hifzul Rahma>n al-Ishlahi, al-Naz‘ah al-Ijtima>‘iyah fi Riwayah al-

Sa‘udiyah, http://www.alriyadh.com/644161, akses 14 Oktober 2014

Page 27: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

12

Hifzul al-Rahma>n, Susan Khawa>timi lebih menekankan pada

aspek penyajian novel. Ia memandang bahwa novel Arab tersebut tidak

sedang memprovokasi pembaca untuk menentang tradisi, agama atau

memberikan pandangan liberal, cara pandang feminis dalam novel

mereka tapi sedang berupaya memberikan gambaran yang objektif

tentang masyarakat Saudi. Wanita dalam novel Arab digambarkan

sebagai seorang yang berada dalam tekanan seorang ayah, saudara laki-

laki, tradisi dan budaya patriarkat. Semua itu tidak lebih dari sekedar

memberikan kesadaran pembaca tentang situasi Saudi Arabia dan

sosialnya.39

Tak terkecuali Ha>ni Naqshabandi yang juga ikut menyajikan

fiksi yang berisi persoalan sosial Arab Saudi secara umum dan

menyatakan bahwa perempuan merupakan korban tidak langsung dari

pemahaman agama yang kaku.

S}alah Fadl menilai bahwa mengungkap sesuatu yang

tersembunyi secara radikal seperti yang dilakukan oleh Ha>ni

Naqshabandi merupakan tindakan yang sangat berani untuk mengubah

tradisi dan pandangan umum Saudi Arabia. S}alah Fadl bahkan

membandingkan Ha>ni Naqshabandi dengan Ihsan ‘Abd al-Quddu>s yang

juga berusaha untuk memberikan bentuk baru terhadap Mesir namun

dengan cara beransur-ansur mengubah tatanan politik, budaya dan

gerakan sosial. Namun Ha>ni, menurut S}alah Fadl melakukannya

sekaligus dengan melibatkan persoalan agama, budaya dan politik Arab

Saudi.40

Di dunia fiksi Ha>ni Naqshabandi, Arab Saudi digambarkan

sebagai negara konservatif yang menerapkan hukum Islam secara kaku.

Sedangkan Islam dalam pandangan masyarakat kebanyakan adalah titah

seorang laki-laki dan titah masyarakat. Akibat yang paling banyak

ditimbulkan dari penerapan Islam ini adalah menjadikan perempuan

sebagai orang pertama sebagai korban. Perempuan tidak berada pada

posisi yang mengutungkan. Islam yang diterapkan di Arab lebih kepada

Islam formalitas bukan Islam yang menjadi solusi bagi masyarakat.

Islam formalitas cendrung menjadi sumber masalah dalam kehidupan.

Sejauh ini, penelitian terhadap sastra Arab kontemporer lebih

banyak dilihat dari aspek feminisme dan politik. Citraan yang

ditampilkan adalah perempuan sedang melawan kekuasaan laki-laki

bahkan tengah bersaing untuk mendapatkan persamaan. Penelitian sastra

39 Susan Khawa>timi, al-Riwayah al-Sa‘udiyah al-Nisa’iyah,

http://www.annaharkw.com/annahar/Article.aspx?id=159253, akses 14 Oktober

2014 40 S}alah Fadl, Ha>ni Naqshabandi fi Riwa>yah al-Ikhtila>s, Jurnal al-

Ittiha>d, 10 September 2007,

http://www.alittihad.ae/details.php?id=136320&y=2007&article=full, 14

Oktober 2014

Page 28: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

13

terutama sastra Arab Saudi, dalam kaitannya dengan perubahan sosial

sangat jarang ditemukan. Sehingga hasil penelitian itu tidak dapat

digunakan oleh dan untuk masyarakat di luar Arab dengan kondisi sosial

yang sama. Hal lain yang menjadi perhatian peneliti adalah kehadiran

Ha>ni Naqshabandi sebagai pendatang baru di dunia sastra. Namun

kehadirannya begitu mengejutkan banyak orang termasuk S}alh} Fad}l.

Sebagai pendatang baru, ia sudah dianggap oleh S}alh Fad}l telah

melakukan hal yang lebih berani dari tokoh perubahan sosial. Beberapa

kenyataan di atas menunjukkan pentingnya novel Ha>ni Naqshabandi ini

untuk diteliti yang akan dijelaskan pada bagian identifikasi dan

pembatasan masalah.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diungkap di atas, maka

dapat diidentifikasi beberapa permasalahan antara lain sebagai berikut;

(1) Bagaimana budaya dan tradisi keagamaan di Arab Saudi? Bagaimana

sastra memandang kehidupan keagama dan politik di Arab Saudi, (2)

Bagaimana pemahaman agama yang ekstrim dalam masyarakat Arab

perspektif Ha>ni Naqshabani? (3) Bagaimana dampaknya terhadap

kebebasan berekspresi dan sosial perempuan? (4) Begaimana kehidupan

sosial agama masyarakat Arab Saudi perspektif Ha>ni Naqshabandi? (5)

Bagaimana Ha>ni Naqshabani melihat realitas perempuan Arab dalam

novel al-Ikhtilas? (6) Apa yang memengaruhi perubahan sosial budaya

Arab Saudi? (7) Wacana apa yang dimunculkan oleh Ha>ni Naqshabandi

dalam novel al-Ikhtilas? (8) Bagaimana Ha>ni Naqshabani memandang

kebebasan berfikir dan berekspresi di Arab Saudi? (9) Bagaimana

hubungan negara dan agama serta dampaknya terhadap perkembangan

Islam dan keadilan masyarakat?

Sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka

penelitian ini akan dibatasi pada analisis kajian masalah budaya dan

tradisi keagamaan masyarakat Arab Saudi dengan novel Ikhtila>s yang

ditulis oleh Ha>ni Naqshabandi sebagai objek penelitian. Permasalahan

pokok yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah Bagaimana budaya dan tradisi keagamaan masyarakat Arab Saudi dalam pandangan Ha>ni Naqshabandi? Analisis ini menjadi penting dilakukan mengingat Ha>ni

Naqshabandi sebagai penulis asal Arab Saudi menulis novel Ikhtila>s saat

ia telah lama hidup di London. Meskipun fokus pembahasan ini adalah

budaya dan tradisi keagamaan, namun pengungkapan gagasan besar Ha>ni

Naqshabandi yang terdapat dalam novel merupakan konsekuensi logis

dari penelitian ini. Demikian pula dengan cara Ha>ni Naqshabandi

memahami realitas budaya dan tradisi masyarakatnya sendiri sebagai

orang ‘luar’ Arab Saudi.

Page 29: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

14

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka

tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis novel Ikhtila>s karya Ha>ni

Naqshabandi. Secara spesifik penelitian ini bertujuan sebagai berikut;

mengelaborasi budaya dan tradisi keagamaan masyarakat Arab Saudi

yang terdapat dalam novel Ikhtila>s.

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penilitan ini antara lain adalah;

Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Pia Masiero yang berjudul

Roth's The Counterlife and the Negotiation of Reality and Fiction, (2014). Pia Masiero dalam penelitian membahas novel dari aspek

pembaca. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sastra sebenarnya

merupakan perjalanan pikiran seorang pengarang tentang realitas.

Kedua, Geir Farner, Literary Fiction The Way We Read Narative Literature, (2014) yang berpendapat bahwa pemisah antara fiksi dan non

fiksi ada pada kesetiaan pengarang terhadap nilai kebenaran. Sementtara

teks sastra bukan fakta yang harus dibuktikan kebenarannya tetapi hanya

penghubung antara fiksi dan fakta. Ketiga, Zul Helmi, Sastra dan tranformasi Sosial; Kajian Realisme Sosialis novel Zaynab Karya Haykal, (2015). Ia menyimpulkan bahwa semakin realis suatu sastra

semakin tinggi tingkat kritiknya terhadap persoalan sosial.

Kelima, Mudjia Rahardjo, Kuasa Bahasa dalam Wacana Politik; Analisis Hermeneutika Pidato Gusdur, (2005). Mudjia Rahardjo

menyimpulkan bahwa wacana yang dikemukakan oleh produsen wacana

tidak dapat dipahami secara tunggal. Wacana apa saja akan ditafsirkan

oleh masyarakat yang mempunyai kepentingan berbeda dalam berbagai

hal. Meskipun demikian, bahasa dapat digunakan sebagai piranti

pelanggengan kekuasaan selama tidak terjadi perbedaan kepentingan

antara pemilik wacana dengan masyarakat atau khalayak yang

menafsirkannya. Keenam, Ita Rodiah, Perempuan dan Narasi dalam kesusasteraan Indonesia Kontemporer, (2014). Ita rodiah menyimpulkan

bahwa semakin opresif dan persuasif sistem nilai yang ada dalam

masyarakat maka akan semakin terlihat pengaruhnya terhadap genre

sastra dalam dunia imajinatif pengarang. Hal ini menunjukkan bahwa

realitas sosial mempengaruhi cara berfikir pengarang. Realitas sistem

nilai sosial yang opresif akan ditanggapi oleh penulis perempuan dengan

bentuk frontal-konfliktual dan begitu sebaliknya. Ketujuh, Steven Floyd

Surrency, Gadamer Analysis of Roman Chatolic Hermenutics; A Diacronic Analysis of Intrepretation of Roman 1; 17: 2;17. Ia

berpendapat bahwa untuk memahami suatu teks, tidak harus melakukan

pengulangan terhadap teks itu sendiri. Tetapi dengan cara melakukan

Page 30: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

15

dialog antara prasangka yang ada di lingkungan penafsir dengan teks.

Sehingga yang terjadi adalah reproduksi terhadap makna.

E. Metodologi Penelitian

Studi ini menggunakan metodologi penelitian kepustakaan. Data

primer dari penelitian ini adalah novel Ikhtila>s sebagai objek kajian. Hal

yang dikaji dari novel Ha>ni Naqshabandi adalah melihat dan menelusuri

sisi gagasan dan ide sebuah teks yang terkait dengan budaya dan tradis

keagamaan Arab Saudi yang terdapat dalam teks fiksi dan mengurainya

kembali secara deskriptif untuk kebutuhan penelitian. Setelah itu

menjelaskan dan mengurai makna teks tersebut terutama terkait dengan

sub tema yang terdapat dalam novel. Adapun data sekunder penelitian

ini adalah jurnal dan hasil penelitian yang terkait dengan tema

penelitian.

Penelitian ini menitikberatkan pada teks secara utuh dalam

rangka menelisik makna baru sebuah teks. Makna akan diurai melalui

setelah tema-tema budaya dianalisis secara mendalam sehingga teks

dapat dimaknai secara luas dengan pendekatan hermeneutika Gadamer.

Setelah itu, tema diuraikan secara deskriptif dan dijelaskan dengan

memberikan makna baru terhadap teks itu sendiri sebagai bentuk

reproduksi makna. Sebelum makna baru atau hasil pembacaan diungkap,

peneliti memberikan prapemahaman terhadap teks yang meliputi

masing-masing horizon pengarang, horizon teks dan penafsir. Setelah itu

dilakukan produksi asosiasi atau jaringan makna tingkat kedua -sebagai

konsekuensi pembacaan hermeneutika -agar ditemukan batin

keseluruhan teks yang menjadi ide besar Ha>ni Naqshabandi dalam

kaitannya dengan sastra dan pemahamannya terhadap budaya dan tradisi

keagamaan masyarakat Arab Saudi. Sehingga inti pesan sastra tidak

hanya berlaku untuk masyarakat Arab tapi juga berlaku pada setiap

pembaca dan sosial masyarakat berdasarkan konteksnya masing-masing.

Sistem pengolahan data ini dilakukan melalui pembacaan

menyeluruh terhadap teks, sehingga ide pokok dapat ditemukan. Ide

pokok sebuah teks yang dipilih dalam penelitian ini khusus yang terkait

dengan budaya dan tradisi keagamaan. Tema budaya dan tradisi

keagamaan yang dimaksud diungkap oleh teks dalam bentuk simbol-

simbol budaya, antara lain Pertama, tentang cadar yang menjadi

perhatian utama Ha>ni Naqshabandi. Tema tentang cadar bagi perempuan

ini menjadi pembuka cerita dalam novel Ikhtilas tersebut sehingga perlu

dijadikan sebagai tema khusus dalam penelitian ini. Cadar bagi

masyarakat Arab merupakan hal yang sangat penting bahkan sudah

menjadi tiang agama dan tradisi. Jika cara pandang terhadap cadar ini

Page 31: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

16

dapat diubah maka persoalan lain yang berkaitan dengan tradisi dan

agama akan ikut terpengaruh.

Kedua, tentang keluarga. Setelah cadar, hal yang menjadi prinsip

dalam masyarakat Arab adalah keluarga. Dalam keluarga, laki-laki

adalah penguasa tunggal yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan

dengan kehidupan. Kebenaran titah laki-laki merupakan hal yang wajib

diikuti oleh perempuan Arab setelah al-Qur’an dan Hadis. Ketiga, tentang kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat bagi

masyarakat Arab adalah hal sulit untuk diterima. Apalagi jika terkait

dengan hal yang bersifat keagamaan, tradisi dan politik. Sehingga tema

ini menjadi penting untuk dikaji. Keempat, tentang hal politik dan

agama dalam masyarakat Arab. Di Arab Saudi antara politik dan agama

adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pada tema ini maka

yang menjadi perhatian Ha>ni Naqshabandi adalah persoalan peraturan

tentang keberadaan polisi syariah yang mengawasi pakaian perempuan,

umat islam yang berkeliaran ketika masuk waktu shalat dan perempuan

yang keluar rumah tanpa mahram. Kelima, adalah tentang pendidikan

dan Guru atau ulama yang berada dalam pengawasan pemerintah.

Pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan tema tersebut adalah

pendekatan hermeneutika yaitu dengan menggunakan pendekatan

instrinsik41

sekaligus ekstrinsik42

sastra. Maksudnya adalah dengan

mengungkap pesan sastra melalui interpretasi teks itu sendiri dan

realitas serta respon pembaca sesuai dengan kebutuhan penelitian.43

Data

yang diperoleh dari novel akan dibagi berdasarkan sub tema dan

dianalisis dengan pembacaan hermeneutika Gadamer.

41 Pendekatan instriksik adalah pendekatan dengan memahami unsur

pembangun karya sastra mulai dari penokohan, alur, latar, kode dan struktur.

Pendekatan ini juga dianggap sebagai pendekatan yang objektif dalam menilai

dan mengapresiasi karya sastra sebab terlepas dari hal-hal di luar sastra dan

interpretasi. Cara ini dilakukan dengan melarutkan diri dalam karya sehingga

mampu merasakan apa yang disampaikan oleh pangarang. Lihat Yudiono K. S,

Pengkajian Kritik Sastra Indonesia, (Semarang; Grasindo, 2009),109 42 Pendekatan ekstrinsik adalah pendekatan dengan memahami karya

sastra dengan melibatkan unsur yang berada di luar sastra namun mempengaruhi

struktur karya. Unsur ini seperti yang disebutkan Welek dan Waren adalah

biografi pengarang, wawasan, lingkungan, ekonomi, sosial budaya dan

pandangan hidup pengarang. Selain itu unsur di luar karya yang tak kalah

pentingnya adalah tanggapan pembaca atau masyarakat terhadap karya sastra

itu sendiri. Tanggapan ini dapat dilihat dari komentator, kritikus dan juga

percetakan yang terjadi secara berulangkali. Lebih lanjut baca Andri

Wicaksono, Pengkajian Prosa Fiksi, (Yogyakarta; Garudhawaca, 2014), 93-98 43 Marwan Saridjo, Sasta dan Agama, (Jakarta; Yayasan Ngali Aksara,

2006), 13-15

Page 32: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

17

Alasan hermeneutika digunakan untuk analisis teks fiksi ini

adalah pertama, karena teks sastra ditulis dalam bahasa Arab dan ditulis

oleh penulis yang secara tradisi dan budaya berbeda dengan peneliti

sehingga dapat dikemukakan pemahaman baru terhadap teks dalam

rangka reproduksi makna karya sastra sekaligus hasil dari dialektika

antar budaya (horizon). Interpretasi teks fiksi ini akan menjadi luas dan

baru sesuai dengan maksud dan tujuan teks itu sendiri. Pemahaman yang

lahir dari analisis ini merupakan pemahaman yang bebas dari intervensi

penulis dan pembaca. Kedua, dalam menjelaskan pemahaman teks,

hermeneutika selalu mempertimbangkan keberadaan teks dan pembaca.

Dengan kata lain melalui analisis hermeneutika ini penelitian tidak akan

menjelaskan maksud dan tujuan pengarang yang subjektif dengan cara

melakukan pengulangan dari teks itu sendiri. Karena makna yang

dibawa oleh penulis terhadap teks yang dapat dijadikan ukuran sebuah

makna karya.44

Analisis ini juga tidak berpijak dari alasan orang-orang

yang menolak karya Ha>ni Naqshabandi dan mengatakan bahwa novel

Ikhtila>s merupakan bentuk westernisasi serta penyebaran ideologi Barat

yang menjadi bagian dari horizon teks itu sendiri. Alasan penolakan

terhadap sebuah karya (terutama masyarakat Arab Saudi sendiri)

merupakan pandangan yang sangat subjektif yang menjadi bagian dari

horizon teks karena ia bercerita tentang Arab Saudi itu sendiri.

Sehingga, pemahaman ini merupakan pemahaman yang historisme.

Pemahaman yang diharapak dari setiap orang yang membaca teks dan

mengalami sebuah karya adalah pemahaman dengan cara mengumpulkan

pengalamannya ke dalam totalitas pemahaman-dirinya sendiri.45

Pembacaan hermeneutika terhadap teks berarti berdialog dengan

teks itu sendiri. Menurut Gadamer, untuk memperoleh makna yang

paling dekat dengan sebuah teks adalah dengan mendialogkan fusi

horizon pengarang, horizon teks dan horizon penafsir. Horizon

pengarang dalam hal ini meliputi riwayat hidup pengarang, pengalaman

dan sejarahnya sendiri. Sebab pengarang dalam proses ciptaannya tidak

bisa lepas dari sejarahnya dalam membangun sebuah struktur dunia

dalam karyanya. Sementara yang dimaksud horizon teks adalah realitas

budaya yang dibawa dan dilingkupi oleh teks itu sendiri. Termasuk

dalam horizon teks ini adalah diskursus budaya yang dapat ditemui

dalam keseharian masyarakat Arab Saudi. Realitas budaya yang ada

dalam teks diverifikasi pada kenyataan yang dialami masyarakat Arab

Saudi. Namun upaya verifikasi ini hanya dilakukan berdasarkan doktrin

keagamaan yang berlaku secara resmi karena sulitnya data realitas

44 Hans-Georg Gadamer, Truth and Metode terj. Ahmad Sahida, Cet.

II, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010), xv 45 Hans-Georg Gadamer, Truth and Metode terj. Ahmad Sahida, xiv

Page 33: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

18

budaya Arab Saudi ditemukan. Selain itu juga pandangan pembaca novel

Ha>ni Naqshabandi atau dalam istilah Gadamer disebut sebagai

pandangan penikmat karya seni, juga menjadi pertimbangan dalam

memahami teks Ikhtila>s. Pandangan yang digunakan di sini antara lain

pemahaman S}alah Fadl yang mengatakan bahwa bahwa dengan gaya

realismenya, Ha>ni Naqshabandi berani mengungkap masalah peradaban

dan budaya Arab Saudi secara menyeluruh dan bisa dilihat dari aspek

apa saja.46

Pandangan S}alah Fadl di satu sisi dan masyarakat Arab Saudi

di sisi lain, akan di urai dalam bentuk dialektik dengan mempertanyakan

pemahaman masing-masing. Selain itu juga pandangan Muba>rak bin

Sa‘i>d bin Muba>rak Ali Za‘i>r yang menyebut Ha>ni Naqshabandi tengah

melakukan penyebaran virus dunia Barat. Namun demikian, pemahaman

teks yang akan diurai pada bab IV tidak akan bergantung pada hasil

pemahaman pengarang, teks dan pemahaman para pembacanya.

Penelitian ini difokuskan pada aspek dan masalah budaya dan tradisi

keagamaan yang terdapat dalam teks fiksi karena kedua aspek ini dalam

teks sastra Ha>ni Naqshabandi merupakan bagian yang sangat dominan.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini diurai menjadi lima

bab yang terdiri dari bab pendahuluan, bab tentang kajian teoritis dan

perdebatan akademik, dua bab tentang pembahasan dan satu bab

penutup. Pembagian bab ini diurai sebagai berikut;

Bab pertama, pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah

yang diteliti, identifikasi, rumusan dan pembatasan masalah, tujuan

penelitian, penelitian terdahulu tentang objek yang dikaji dan penelitian

yang relevan dengan objek tersebut, metodologi penelitian. Pada bagian

pembahasan metodologi dijelaskan pula objek yang diteliti, teknik

pengumpulan data, sumber data dan pendekatan yang digunakan.

Selanjutnya pada sistematika penulisan dijelaskan penelitian secara

umum susunan penelitian per bab yang disusun sistematis.

Bab kedua, merupakan bagian yang menggambarkan secara

teoritis terkait dengan sastra sebagai hasil karya imajinasi dan realitas

budaya, bagaimana sastra memandang problem budaya masyarakat, dan

hermeneutika sebagai piranti analisis sastra. Pada bab dua ini akan

dijelaskan awal munculnya perbedaan sastra sebagai hasil kreatifitas

imajinasi/pemikiran dan sebagai cerminan realitas, pola hubungan

46 Salh Fadl, Ha>ni Naqshabandi fi> Riwayat al-Ikhtila>s, 2007,

http://www.ahram.org.eg/Archive/2007/9/10/WRIT3.HTM, akses 13 Januari

2015

Page 34: SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika

19

problem budaya dan sastra serta bagaimana pula kedudukan realitas di

hadapan pengarang sebagai pencipta karya.

Bab ketiga menjelaskan biografi tentang Hani Naqshabandi yang

terdiri dari latar belakang pendidikan, kondisi sosial dan keagamaan

Hani Naqshabandi. Mengingat Hani sebagai keturunan Arab yang

menetap di Inggris maka penulis akan menjelaskan juga setting sosial

keagamaan kedua negara tersebut di mana Hani Naqshabandi menetap.

Pada bab ini akan dijelas pula posisi karya sastra Hani Naqshabandi yang

menuai kontroversi dan juga pro kontra kepengarang Hani Naqshabandi

di dunia Internasional. Selain itu hal yang menjadi perhatian Ha>ni

Naqshabandi sebagai mana terdapat dalam novel akan diuraikan

berdasarkan sub tema.

Bab keempat berisi tentang analisis karya sastra Hani

Naqshabandi melalui pendekatan hermeneutika Gadamer. Hasil analisis

dijelaskan dalam bentuk deskriptif dan dielaborasi sebagai hasil

pemikiran Hani Naqshabandi yang berkaitan dengan aspek budaya dan

tradisi keagamaan masyarakat Arab Saudi.

Bab kelima adalah penutup yang berisi tentang kesimpulan yang

diperoleh dari penelitian sebagai jawaban dari tujuan penelitian. Selain

itu juga akan diutarakan pula rekomendasi untuk keperluan penelitian

sastra Arab, terutama dalam hal makna sebuah karya.