SASTRA DAN PESANTREN -...

3
Media Tanggol Hlm/klm SASTR A DAN PESANTREN Banyak sastrawan tumbuh di pesanll ell? Tidak ada kurikulum sastra di pesantren, tetapi ada atmosfer di pesantren. Di pengajian juga ada Sastra tidak diajarkan sebagai pengajaran sastra, tapi agama Ada beberapa kitab yang sebenamya syair. Akhirnya santri bisa menjadi akrab dengan ke- indahan bahasa Atmosfer itulah yang membuat saya seming me- nllJis. BeJakangan, tahun 1990-an muncul komunitas-komunitas di pesantren, misalnya Komunitas Malaikat di Darul Arqom, Ra- japolah Tasikmalaya, dan Garut. Di komunitas sastra pesantren, santri hanya sebagai latar saja. Bahwa dia pemah di pesantren. Kreativitas bisa lebih luas tidak terkungkung oleh tema-tema ter- tentu. Bagaimana persepsi orang ten- tang pesantren? Orang datang ke pesantren ti- dak semata-mata belajar ilmu. Melatih sikap hidup. Nilai pe- santren bukan dari intelektual- nya tapi bagaimana santri bisa hidup dengan kesederhanaan, to- leransi antarteman, dan istiqo- mah. Tanpa terasa itu dikondi- sikan. Ada juga unsur barokah. Tapi, ada juga yang anggap pesantren sebagai laberatorium buat anak nakal. Sebenamya, yang siap dalam hal ini hanya Suryillaya. Kalau semua pesan- tren diisi dengan yang seperti ini akan cepat rusak kualitasnya. Dari lingkungan pesantren ba- gaimana Anda ke sastra dan seni rupa? Selalu ada istilah, dari anak-anak kiai, pasti ada salah satu yang aneh atau "nakal". Ini "kelainan" yang oleh masyarakat sudah dimaklurni. ' Sej1jk awal ada sikap memberontak dalam diri saya. Saya selalu bicara terus te- rang dan lugas. Kebetulan ibu saya senang sastra dan berlang- ganan majalah kebudayaan. Jadi Nama: Acep Zamzam Noor Tempat/Tangal Lahir: Tasikmalaya, 28 Februari 1960 Keluarga: Istri: Hajah Euis Nurhayati Anak: Rebana Adawiyah (18) Imana Tahira (13) Diwan Masnawi (10) Abraham Kindi (5) Pendidikan: - Pondok Pesantren Cipasung saya terkondisikan membaca kar- ya-karya sastra Saya ketemu pllisi-puisi di situ. Akhimya saya mulai menulis pu- isi dan ini menjadi aktualisasi diri sambil terus melukis. Saya tidak dil.arang berkecimpung dalam sastra. Masih ada satu pesan yang masih saya ingat, yaitu asal ber- manfaat untuk masyarakat. . Sebagai anak kiai Anda juga dipanggil dengan sebutan tertentu seperti anak kiai di Jawa Timur yang dipanggil Gus? Jawa Barat agak berbeda de- ngan Jawa Timur. Posisi anak kiai di Jawa Barat memang Jain di mata masyarakat, tapi masih pro- porsional. Di Jawa Timur sudah agak berlebihan di mata masya- rakat. Ada beban sebagai anak kiai? Ada beban psikologis yang be- rat sebagai anak kiai. Itulah mungkin pemberontakan saya. Ada kaitannya dengan beban itu. (XARIDMU/ADH) - Pondok Pesantren As-5yaifi'iyah, Jakarta - 5-1 Jurusan 5eni Lukis Fakultas 5eni Rupa dan Desain ITB (1980-1987) Kumpulan Puisi: - Di Luar Kata, 1996 - Di Atas Umbria, 1999 - Dongeng dari Negeri 5embako, 2001 - Jalan Menuju Rumahmu, 2004 .• Antologl: - The Poets Chant, 1995 - Aseano, 1995 - In Words In Colours, 1995 -A Bonsai's Morning (Bali, 1996) Asia Uterary Review (Hongkong, 2006). - Menjadl Penyair Lagi, 2007 . Pameran: . - Fourt ASEAN Youth Painting Workshop and Exhibition di Manila, Filiplna, 1986 -10th AsIan Pameran -'QIuI Art ExhIbition, Slngapura, 1995. Atelier Utrecht, BeIanda.l996. membacakan puisi-puisinya

Transcript of SASTRA DAN PESANTREN -...

Page 1: SASTRA DAN PESANTREN - arsip.galeri-nasional.or.idarsip.galeri-nasional.or.id/uploads/kliping/3581/_MG_4111.pdf · teater, musik, hingga tari, behkan seni tradisional dan kontemporer

Media • •

Tanggol • •

Hlm/klm •

SASTRA DAN PESANTREN

Banyak sastrawan tumbuh di pesanll ell?

Tidak ada kurikulum sastra di pesantren, tetapi ada atmosfer

di pesantren. Di pengajian juga ada Sastra tidak diajarkan sebagai pengajaran sastra, tapi agama Ada beberapa kitab yang sebenamya syair. Akhirnya santri bisa menjadi akrab dengan ke­indahan bahasa Atmosfer itulah yang membuat saya seming me­nllJis. BeJakangan, tahun 1990-an muncul komunitas-komunitas di

pesantren, misalnya Komunitas Malaikat di Darul Arqom, Ra­japolah Tasikmalaya, dan Garut.

Di komunitas sastra pesantren, santri hanya sebagai latar saja. Bahwa dia pemah di pesantren. Kreativitas bisa lebih luas tidak terkungkung oleh tema-tema ter­tentu.

Bagaimana persepsi orang ten­tang pesantren?

Orang datang ke pesantren ti­dak semata-mata belajar ilmu.

Melatih sikap hidup. Nilai pe­santren bukan dari intelektual­nya tapi bagaimana santri bisa hidup dengan kesederhanaan, to­leransi antarteman, dan istiqo­mah. Tanpa terasa itu dikondi­sikan. Ada juga unsur barokah.

Tapi, ada juga yang anggap pesantren sebagai laberatorium buat anak nakal. Sebenamya, yang siap dalam hal ini hanya Suryillaya. Kalau semua pesan­tren diisi dengan yang seperti ini akan cepat rusak kualitasnya.

Dari lingkungan pesantren ba­gaimana Anda ke sastra dan seni rupa?

Selalu ada istilah, dari anak-anak kiai, pasti ada salah satu yang aneh atau "nakal". Ini "kelainan" yang oleh masyarakat sudah dimaklurni. 'Sej1jk awal ada sikap memberontak dalam diri saya. Saya selalu bicara terus te­rang dan lugas. Kebetulan ibu saya senang sastra dan berlang­ganan majalah kebudayaan. Jadi

• Nama: Acep Zamzam Noor • Tempat/Tangal Lahir:

Tasikmalaya, 28 Februari 1960 • Keluarga:

Istri: Hajah Euis Nurhayati Anak: Rebana Adawiyah (18)

Imana Tahira (13) Diwan Masnawi (10) Abraham Kindi (5)

• Pendidikan: - Pondok Pesantren Cipasung

saya terkondisikan membaca kar­ya-karya sastra

Saya ketemu pllisi-puisi di situ. Akhimya saya mulai menulis pu­isi dan ini menjadi aktualisasi diri sambil terus melukis. Saya tidak dil.arang berkecimpung dalam sastra. Masih ada satu pesan yang masih saya ingat, yaitu asal ber­manfaat untuk masyarakat. .

Sebagai anak kiai Anda juga dipanggil dengan sebutan tertentu seperti anak kiai di Jawa Timur yang dipanggil Gus?

Jawa Barat agak berbeda de­ngan Jawa Timur. Posisi anak kiai di Jawa Barat memang Jain di mata masyarakat, tapi masih pro­porsional. Di Jawa Timur sudah agak berlebihan di mata masya­rakat.

Ada beban sebagai anak kiai? Ada beban psikologis yang be­

rat sebagai anak kiai. Itulah mungkin pemberontakan saya. Ada kaitannya dengan beban itu.

(XARIDMU/ADH)

- Pondok Pesantren As-5yaifi'iyah, Jakarta - 5-1 Jurusan 5eni Lukis Fakultas 5eni Rupa

dan Desain ITB (1980-1987)

• Kumpulan Puisi: - Di Luar Kata, 1996

- Di Atas Umbria, 1999 - Dongeng dari Negeri 5embako, 2001 - Jalan Menuju Rumahmu, 2004

. • Antologl: •

- The Poets Chant, 1995 - Aseano, 1995 - In Words In Colours, 1995 - A Bonsai's Morning (Bali, 1996) Asia Uterary Review (Hongkong, 2006). - Menjadl Penyair Lagi, 2007 .

• Pameran: . - Fourt ASEAN Youth Painting Workshop and Exhibition di Manila,

Filiplna, 1986 -10th AsIan

Pameran -'QIuI •

Art ExhIbition, Slngapura, 1995. Atelier Utrecht, BeIanda.l996.

membacakan puisi-puisinya

Page 2: SASTRA DAN PESANTREN - arsip.galeri-nasional.or.idarsip.galeri-nasional.or.id/uploads/kliping/3581/_MG_4111.pdf · teater, musik, hingga tari, behkan seni tradisional dan kontemporer

proyek yang bisa dimainkan. . ~akah para kiai masih men­

jadz obyek tarik-menarik kepen­tingan politik?

Kalau mau kalah, minta saja dukun~an dari PKB. Mulai dari Jawa ~unur sampai Jawa Tengah mayontas calon yang diusung P!<.B kalah. Bahkan, di Tasik sen­din yang NU-nya sangat kuat.

Mengapa? S.ebabnya, setelah partai me­

~eruna uang mereka tidur dan tldak berjuang karena uang tadi hanya dianggap sumbangan. Di Jawa ~arat juga, ini terbukti . .

. ~erilaku seperti ini bukan tra­dlSl di NU, tapi setelah refonnasi. Banyak ulama didekati oleh bro­ker politik, diiming-imingi uang Akhirnya jadi kebiasaan. Ketik~ ~ama yang berpengaruh sudah tidak ada, akhirnya ul.ama yang seperti itu yang ada. Ketika kiai jadi juru kampanye, masyarakat sudah tidak respek lagi. Keru­sakan akan lebih cepat karena pilkada banyak sekali.

Bagaimana Anda melihat fe­nomena hasil pilkada di Jawa Barat?

Media

Tanggal

Hlm/klm

Dari kemenangan pasangan Hade (Ahmad Heryawan-Dede Yusuf), saya lihat ada kejenuhan masyarakat. Mereka jenuh de­ngan sosok yang itu-itu juga yang sudah terbayangkan ke depan. Kemudian ada sosok banl, yang sebelumnya tidak terbayangkan. Kejenuhan itu juga yang me­nyebabkan angka golput tinggi. Fenomena ini juga bisa diartikan sebagai bentuk perlawanan dari masyarakat.

Anda pernah mengampanyekan golput. Mengapa?

Mengampayekan golput bukan berarti antipemilu. Ini merupa­kan bagian dari pendidikan po­litik bagi masyarakat. Ketika kan­didat tidak bisa dipercaya, ya, tidak perJu memaksakan diri un­tuk memilih. Lebih bail< tidur di rumah. Karena tidur yang paling enak ialah ketika hari pencob­losan, ha-ha-ha ....

Anda juga menggelaT' kampa­nye golput kejalan-jalan?

Saya juga biasa mengadakan karnaval mengampanyekan gol­put pada masa tenang pemilu. Pesertanya dari komunitas se­niman dan belakangan ada ma­syarakat yang ikul Karnaval ini juga sekaligus memberi contoh pada partai bagaimana membuat arak-arakan yang menghibur.

ADHITYA RAMADHAN FRANS SARTONO

DEDI MUHTADI

Page 3: SASTRA DAN PESANTREN - arsip.galeri-nasional.or.idarsip.galeri-nasional.or.id/uploads/kliping/3581/_MG_4111.pdf · teater, musik, hingga tari, behkan seni tradisional dan kontemporer

Komunitas Azan bagian dari infrostruktur itu? .

lni komunitas permanen yang terbentuk sepu1ang saya dari ltali tahun 1996. lni gerakan apresiasi seni. Anggotanya seniman dan sastl'awan di Tasik. Di antaranya ada Saeful Badar dan Nazaruddin Azhar.

lni merupakan gerakan apre­siasi. Ada Sastra Tasik yang membina para penulis mu­da, ada Partai Nurul Sembako dengan gerakan spanduknya. Pa­ra komunitas Azan juga

yang mengajar kesenian di sekolah dan madrasah di Ta­sik.

Ini bukan komunitas anti "re­zim sastra" itu, ya?

Bukan. lni bukan sebagai ben­tuk perlawanan ke pusat kebu­dayaan besar. lni bukan meru­pakan gerakan politis untuk me­nentang pusat karena gerakan politis seperti itu akan mati sen­diri karena tidak didukung oleh karya

Kami melihat apresiasi ke ma­syarakat itu penting. Kami di sini

., . s semua Jems seru,

teater, musik, hingga tari, behkan seni tradisional dan kontemporer juga menjadi bahan

Saya hanya ingin kegembiraan dengan ma­

Bahwa masyarakat juga menikmati karya seni. Bi­

aMi" aetelab pementasan ada diIkusi larut malam de­

seputar pemen-

Acep mendirikan Partai NuruJ Sembako cPNS) tahun 1999. lni merupakan res pons Acep pada bermuncuJannya partai pada awal era refonnasi. Partai NuruJ Sembako yang memiliki moto "Melayani Kebutuhan Sehari-ha­ri" menjadi gerakan perlawanan atau respons sekaligus kritik ter- . hadap praktik politik para po­litisi.

Partai NuruJ Sembako ini un­'tuk meledek partai Gerakan spanduk ini terbukti efektif se­bagai bentuk counter culture. Per­lawanan terhadap fenomena yang keras pun menjadi cair karena­nya.

Tak kalah dengan parpol, Acep dan kawan-kawan pun ikut-ikut­an memasang spanduk. Bela­kangan spanduk menjadi gerakan khas PNS. Inilah bunyi spanduk yang pernah terpasang di sean­tero Tasikmalaya

Say a amati memang banyak pOlitisi yang tak punya integritas. Merek~ juga tidak

pernah tampil dengan dirinya sendiri.

"Anda lngin Jadi PNS? Siapkan Uang Rp 30 Juta dan Silahkan Hubungi Nomor Telp 0265 311478 dan 0265 330805", "Se­lamatkan Tasik dari Borjuisme dan Kapitalisme", "Tasik Kota Santri = Kota Non fitnah. Tun­jukkan Logikanya dan Buktikan Secara Empirik, Bukan Lewat Tafsir Gelagat", "Dibuka Pendaf­taran Imunisasi Dewan Kota dari Wabah Kadeudeuh dan BPR", "Dengan Semangat 45, Maju Terus Pantang Malu", "Dijual Se­gera Kota Tasikrualaya Hubungi Telp 0265 311478 dan 0265 330805", "Tasikrualaya Kota Pu­isi", "Tasikrualaya Kota Dangdut" "Pilkada Buat Rakyat Penting-penting Amat".

clan besar Acep tak banya

Pondok Ci-pasung, tapi juga pen-didikan dari sekolah menengah

Media

Tanggal •

Hlm/klm ;

hingga perguruan tinggi di Tasik. Acep tumbuh dalam tradisi pe­santren yang dikelola keluarga, termasuk oleh ayahnya, KHM 11-yas Ruhiat, kiai berwibawa yang menjadi Rois Aam Pengurus Be­sar NahdlatuJ Ulama Acep adalah anak pertarna dari tiga anak pa­sangan dari 'KHM Ilyas Ruhiat dengan Hajah Dedeh Faridah.

Sebagai anak dari tokoh Nah­dlatuJ Ulama (NU) Acep cukup dekat dengan peristiwa politik di sekitar NU. Asal tahu saja, Pon­dok Pesantren Cipasung pada ta­hun 1994 pemah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Mukta­mar Ke-29 NU yang dibuka Pre­siden Soeharto.

Tak tertarik masuk ke politik? Untuk saat ini saya tidak ter­

tarik terj un ke politik praktis. Sejak Orde Baru banyak teman yang ideal is mau masuk struktur dengan alasan mau mengadakan perubahan dari dalam. Saya tidak pernah percaya itu karena yang hanya akan berubah itu bukan sistemnya, tapi cuma dirinya sen­diri.

Saya amati memang banyak politisi yang tak punya integritas. Mereka juga tidak pemah tampil dengan dirinya sendiri. Biasanya mereka menggantungkan diri ke­pada kiai besar.

Apakah kini ada perbedaan da­lam sikap berpolitik?

DuJu ada pengaderan yang ber­jenjang dalam menempatkan ka­der ke dalam struktur. Yang ber­kualitaslah yang tampil. Para ang­gota pun akhirnya saling men­dorong. Sekarang tidak. Yang ada malah saling berebut. Sekarang, semata-mata Jebih ke pragrnatis saja Anggota dewan, misalnya, yang dalam waktu singkat men­jadi sangat sejahtera. Mereka bi­asanya memelihara akarnya un­tuk politik praktis. Jadi kalau ka­der NU dirontgen cita-citanya sama, yaitu menjadi anggota DPR, ha-ha-ha!

Padahal, politik bagi NU se­benarnya bukan politik praktis. Sikap politik sangat terkait de­ngan respons terhadap situasi dan keadaan kebangsaan saat itu. Pesantren bukan menjadi bagian dari kekuasaan. Memang ada orang NU yang di kekuasaan, tetapi tetap ada jarak antara pe­santren dan kekuasaan.

Kebanyakan orang po-litik saat ini beuhain po-litik bukan Yang jadi nuuan uang. Masuk DPR bukan karena mau membela rakyat, tapi karena di