Sarman (Agustina)

29
macam pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan siswa. Artinya dalam penggunaan model pembelajaran tidak harus sarna untuk semua pokok bahasan, sebab dapat terjadi bahwa suatu model pembelajaran tertentu untuk satu pokok bahasan tetapi tidak untuk pokok bahasan yang lain. Kondisi riil yang ditemukan di SDN Unaasi Konawe kelas IV menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam mempelajari mata pelajaran PKn belum memuaskan. Hal tersebut disebabkan pembelajaran PKn masih diajarkan secara teoritas dan didaktis yang menyebabkan performance peserta didik kurang. Berdasarkan hasil ulangan tes tertulis yang dilaksanakan pada semester ganjil 2008 menunjukkan dari 14 orang siswa kelas IV SDN Unaasi Konawe . hanya 6 orang yang memperoleh nilai rata-rata 60,8 orang siswa mendapat nilai rata-rata di bawah dari 60. Rendahnya hasil belajar siswa terhadap mata

Transcript of Sarman (Agustina)

Page 1: Sarman (Agustina)

macam pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan siswa. Artinya

dalam penggunaan model pembelajaran tidak harus sarna untuk semua pokok

bahasan, sebab dapat terjadi bahwa suatu model pembelajaran tertentu untuk satu

pokok bahasan tetapi tidak untuk pokok bahasan yang lain.

Kondisi riil yang ditemukan di SDN Unaasi Konawe kelas IV

menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam mempelajari mata pelajaran PKn

belum memuaskan. Hal tersebut disebabkan pembelajaran PKn masih diajarkan

secara teoritas dan didaktis yang menyebabkan performance peserta didik kurang.

Berdasarkan hasil ulangan tes tertulis yang dilaksanakan pada semester

ganjil 2008 menunjukkan dari 14 orang siswa kelas IV SDN Unaasi Konawe

. hanya 6 orang yang memperoleh nilai rata-rata 60,8 orang siswa mendapat nilai

rata-rata di bawah dari 60. Rendahnya hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran

PKn siswa disebabkan guru belum menerapkan model pembelajaran yang tepat

sesuai dengan karakteristik siswa dan materi pelajaran. Pencapaian nilai rata-rata

yang didapatkan sangat jauh dari nilai KKM yang didapatkan di sekolah jauh

nilai 80.

Berdasarkan hasil observasi di atas mendorong peneliti untuk melakukan

penelitian pada mata pelajaran PKn kelas IV SDN Unaasi dengan menerapkan

model pembelajaran VCT dalam bentuk penelitian tindakan kelas dengan judul

"Peningkatan hasil belajar PKn pada pokok bahasan nilai-nilai Pancasila dalarn

kehidupan sehari-hari di kelas IV SDN Unaasi Konawe melalui model

pembelajaran VCT".

Page 2: Sarman (Agustina)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan dalam

penelitian ini adalah "Apakah dengan penerapan model VCR basil belajar siswa kelas

IV SDN Unaasi dapat ditingkalkan?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masa1ah yang telah dikemukakan sebelumnya. maka

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hnsil belajar PKn siswa kelas IV SDN

Unaasi Konawe pada pokok bahasan nilai-nilai Pancasila dalamkehidupan sehari-hari

melalui model pembelsjaran VCT.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dati penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :

1. Bagi siswa dapat meningkatkan basil belajar PKn.

2. Bagi guru dengan menerapkan model pembelajaran VCT guru dapat

memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran PKn di kelas, sehingga materi

pelajaran yang dianggap sulit bagi siswa dapat dipahami dengan baik,

3. Bagi sekolah sebagai bahan masukan yang baik pada sekolah dalam rangka

perbaikan kualitas pembelajaran.

4, Sebagai acuan untuk menetapkan kebijaksanaan pelaksanaan pengajaran pada

bidang studi dengan menggunakan pendekatan sesuai dengan pelajaran yang akan

diajarkan guru bidang studi.

Page 3: Sarman (Agustina)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Belajar

\Pada hakekatnya belajar adalah suatu proses usaha sadar yang dilakukan secara

terus menerus melalui bermacam-macam aktifitas pengalaman untuk mencapai

pengetahuan baru sebingga menyebabkan perubahan tingkah laku yang menetap.

Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditinjau dalam berbagai bentuk seperti perubahan

pemahaman, perubahan pengetahuan, perubaban sikap dan tingkah laku, daya penerimaan

dan lain-lain aspek yang ada di individu siswa (Sudjana, 2000).

Menurut Slamento (1995) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses

yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubaban tingkah laku yang baru

secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya, Winkal (1991) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas

mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungannya yang

menghasilkan perubahan tingkah laku pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap.

Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas sedangkan menurut Hudoyo (1988),

menjelaskan bahwa seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan bahwa dalam

diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang menciptakan suatu perubahan.

Belajar adalah proses prosonalisasi suatu konsep nilai

keterampilan/behavior melalui proses iteraksi aktif. "Belajar adalah suatu proses usaha

aktif yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu hal yang mengakibatkan

terbentuknya perubahan dalam pola-pola tingkah laku yang menyeluruh menuju kearah

Page 4: Sarman (Agustina)

yang lebih meningkat dan lebih baik pada pribadi orang yang belajar, sebagai perubahan

tingkah laku itu bukan perubahan karena faktor reflektif kematangan atau keadaan

sementara".

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar akan menghasilkkan

perubahan-perubahan tingkah laku sebagai basil usaha aktif individu melalui

pengalaman baru.

Adapun tujuan pedidikan yang diharapkan menurut Robert M. Gagne

berpendapat terjadinya belajar seseorang karena dipengaruhi faktor dari luar dan dari

dalam diri anak tersebut yaitu :

1. Peningkatan kesadaran pemahaman akan diri sendiri dan lingkungannya

2. Pengembangan kemampuan dan kualitas diri sebagai pribadi, insan sosial dan insan

Tuhan

3. Peningkatan kemampuan dalam menghadapi dan memecahkan suatu persoalan dalam

kehidupannya.

Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan

suatu proses perubahan tingkah laku yang mengakibatkan bertambahnya

pengetahuan, keterampilan dan nilai serta sikap yang diperoleh dari interaksi

individu dengan lingkungannya dan perubahan yang terjadi bersifat relatif, konstan

dan berbekas.

B. Teori Pembelajaran PKn di SD~.

Penguasaan metode pembelajaran merupakan salah satu persyaratan

utama yang harus dimiliki seorang guru. Kemampuan dalam menggunakan

berbagai metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar

Page 5: Sarman (Agustina)

siswa baik keberhasilan aspek kognitif, maupun aspek afektif dan psikomotor.

Ketidaktepatan memilih dan menggunakan metode pembelajaran misalnya, untuk

mengembangkan sikap disiplin, anda tidak cukup hanya menggunakan metode

ceramah murni, tetapi perlu divariasikan dengan metode yang dapat

mengungkapkan nilai, seperti analisis nilai, simulasi, permainan, dan

percontohan.

Dalam kurikulum (PPKn/PKn) biasanya ada penegasan bahwa uraian

kegiatan belajar mengajar setiap pokok bahasan mencakup kegiatan pengenalan,

pengembangan, dan pengamalan suatu konsep atau nilai, dalam pengenalan suatu

konsep nilai norma, dapat menggunakan metode ceramah atau ekspositorik

sedangkan untuk pengembangan konsep, nilai-norma, dapat menggunakan

metode diskusi atau tanya jawab nilai dan analisis nilai. Untuk pengamalan dapat

megnunakan metode diskusi atau simulasi. Misalnya, melalui diskusi untuk

pokok bahasan musyawarah, anda dapat mengamati dan membina kemampuan

siswa dalam menghargai pendapat orang lain, kemampuan dalam memberi

kesempatan yang sama kepada setiap orang, dan sikap tidak ingin menang

sendiri.

Uraian di atas menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran PKn

hendaknya mampu menggetarkan kawasan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Proses belajar afektif akan terjadi apabila potensi afektif siswa bergetar,

terpanggil dan terlibat melakoninya sendiri.

Perlu kita ketahui bahwa ciri utama PKn (baru) tidak lagi menekankan pada

Page 6: Sarman (Agustina)

mengajar tentang PKn, tetapi Iebih beriorentasi pada membelajarkan PKn atau

pada upaya-upaya guru untuk ber- PKn atau melaksanakan PKn. Oleh karena itu,

dalam pembelajaran PKn guru harus berupaya untuk mewujudkan kegiatan ber-PKn

tersebut. Artinya siswa dibina dan dibimbing untuk membiasakan atau melakoni

isi pesan materi PKn. Jadi sekali Iagi dalam proses pembelajaran tekanannya

diarahkan pada bagaimana siswa belajar. Dengan demikaian, alangkah

baiknya guru mamahami tipe-tipe belajar. Jacques Delors (1996)

mengemukakan empat tipe dasar belajar. Pertam, belajar tahu (learning to know) (1)

menguasai pengetahuan sebagai informasi dan alat, (2) belajar untuk belajar lebih

lanjut , (3) belajar mengembangkan pengetahuan. Kedua,. belajar berbuat (learning

to do), yaitu (1) menguasai keterampilan kerja, (2) menguasai kompetensi

profesional. Ketiga, belajar hidup bersama, (learning to live together), yaitu

(1)· memahami orang lain, (2) memahami keragaman nilai dan saling

ketergantungan, (3) mampu bekerja sarna. Keempat, belajar mengembangkan diri

(learning to be), yaitu, (1) mengembangkan seluruh aspek kepribadian, (2)

meningkatkan diri sesuai perkembangan lingkungan. Jika kita kaji, keempat

tipe dasar belajar tersebut tampaknya merupakan kemampuan siswa yang harus

dikembangkan melalui pembelajaran khususnya mata pelajaran PKn.

Agar tujuan ber-PKn dapat berjalan dengan baik maka sebagai guru

hendaknya menjadi contohlteladan dalam ber-PKn dengan menunjukkan contoh

perilaku yang diharapkan ditiru dan dilaksanakan siswa dalam kehidupan di

sekolah dan kehidupan sehari-hari di masyarakat. Misalnya, dalam

Page 7: Sarman (Agustina)

membelajarkan disiplin maka anda harus memberikan contoh dan teladan sebagai

guru warga negara yang disiplin, seperti ketepatan waktu mengajar, cara

berpakaian, cara menyebrang di jalan raya.

PKn sebagai pendidikan nilai, moral yang bertujuan untuk membentuk

warga negara yang baik. Setelah jelas pengertian ten tang konsep nilai, moral dan

norma siswa diajak untuk memanfaatkan apa yang telah siswa pahami tadi untuk

menganalisis materi PKn yang terdiri dari 24 Standar Kompetensi yang ada

dalam Kurikulum 2006/KTSP. Analisis materi ditinjau dari muatan nilai, moral

dan norma. Pembahasan ini bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana muatan

nilai, moral dan norma yang terkandung dalam setiap standar kompetensi yang

tercantum dalam materi PKn SD.

Teori belajar dalam pembelajaran secara karakteristik PKn diposisikan

pada peta materi bagian awal, Untuk lebih memahami karakteristik PKn SD

sebagai guru perlu menerapkan model pembelajaran VCT di SD untuk

meningkatkan hasil belajar PKn kelas IV. Tujuannya adalah sikap kebersamaan

kehidupan berbangsa dan bemegara diperlukan sikap tenggang rasa, saling menghargai,

berjiwa besar dan menerima kepuutusan bersama. Dalam kehidupan sehari-hari kita

sering mengalami berbagai perbedaan misalnya dalam diskusi dalam menafsirkan suatu

permaalahan dengan teman di kelas. Oleh karena pada saat menyampaikan pendapat atau

saran dalam suatu pertemuan sebaiknya memperhatikan beberapa hal seperti :

1. Dapat mendeskripsikan pengertian warga negara yang baik

2. Dapat menjelaskan pengertian dan makna nilai dalam materi PKn

Page 8: Sarman (Agustina)

3. Dapat menjelaskan pengertian dan makna moral dalam materi PKn

4. Dapat menjelaskan pengertian dan norma dalam makna

5. Dapat menjelaskan keterkaitan PKn dengan IPS dan mata pelajaran lainnya

6. Dapat menganalisis muatan nilai, moral dan norma dalam materi SD yang ada dalam

kurikulum 2006.

7. Dapat membedakan pengertian PKN (N) dengan PKn (n). Inilah gambaran singkat

tentang karakteristik mata pelajaran PKn untuk diterapkan pada model

pembelajaran VCT di kelas IV SDN Unaasi

C. Teori Model Pembelajaran VCT pada Mata Pelajaran PKn

Dalam PKn dikenal suatu model pembelajaran yaitu model VCT (Value

Clarification Techniquelfeknik Pengungkapan Nilai). Menurut A. Kosasih Djahiri

(1985), model pembelajaran VCT meliputi (1) Metode percontohan; (2) Analisis

nilai; (3) VCT Daftar/Matriks yang meliputi (a) Daftar baik-buruk, (b) Daftar

tingkat urutan, (c) Daftar skala prioritas, (d) Daftar gejala kontinum, (e) Daftar

penilaian diri, (f) Daftar membaca perkiraan orang lain tentang diri kita, (g)

Perisai kepribadtan diri; (4) VCT dengan kartu keyakinan; (5) VCT melalui titik

wawancara; (6) Teknik yurisprudensi; dan (7) Teknik inkuiri nilai. Selain itu,

dalam PKn dikenal pula model permainan, antara lain metode bermain peran

(role playing). Metode atau model pembelajaran PKn karena mata pelajaran

PKn mengemban misi untk membina nilai, moral, sikap dan perilaku siswa,

disamping membina kecerdasan (pengetahuan) siswa.

Page 9: Sarman (Agustina)

Mengapa perlu pembelajaran VCT? Pola pembelajaran VCT menurut

A.Kosasih Djahiri (1992) dianggap unggul untuk pembelajaran efektif karena

Pertama, mampu membina dan mempribadikan (personalisasi) nilai-moral.

Kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan nilai-moral yang

disampaikan, Ketiga, mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai-moral

din .siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata. Keempat, mampu

mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa

terutama potensi afetualnya. Kelima, mampu memberikan pengalaman belajar

berbagai kehidupan. Keenam, mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi

dan menyubversi berbagai nilai-moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral

yang ada dalam diri seseorang. Ketujuh, menuntun dan memotivasi hidup layak

dan bermoral tinggi.

Pertanyaan adalah model pembelajaran apa yang cocok untuk materi

Pancasila dan UUD 1945? Untuk materi Pancasila mungkin siswa Sekolah Dasar

sudah mengenal berbagai konsep dan nilai-nilai Pancasila beserta hakikat dan

fungsi Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia sehingga tidak akan

mengalami kesulitan dalam menentukan tema pembelajaran. Tetapi untuk materi

UUD 1945, siswa .Sekolah Dasar (terutama kelas-kelas rendah) mungkin belum

memahami apa isi-pesan, muatan, fungsi, dan kedudukan UUD 1945 termasuk

perubahan-perubahannya.

Perlu seorang guru pahami bahwa “UUD 1945 merupakan peraturan

tertinggi dalam menyelenggarakan pemerintahan negara di Indonesia". Jadi,

Page 10: Sarman (Agustina)

intinya adalah peraturan. Sedangkan peraturan bukan hanya terdapat dalam

rangka menyelenggarakan pemerintahan negara, tetapi ada dalam setiap

pergaulan manusia termasuk peraturan di sekolah yang dikenal dengan tata tertib

sekolah. Oleh karena itu, guru dapat mencari pokok-pokok bahasan atau konsep-

konsep mana yang tertera dalam GBPP PKn yang relevan atau merupakan

penyederhanaan dari materi UUD 1945 bagi siswa Sekolah Dasar, seperti konsep

ketertiban, kedisiplinan, kepatuhan, dan sebagainya sesuai dengan tingkatan kelas

" siswa.

Dalam kaitannya dengan materi Pancasila dan UUD 1945, salah satu

altematif model pembelajaran yang dapat dipertimbangkan adalah VCT

percontohan (untuk kelas rendah) dan VCT Analisis Nilai untuk kelas-kelas

tinggi. Mengapa untuk kelas rendah menggunakan model percontohan? Kita

sebagai guru SD tentu lebih paham bagaimana katakteristik siswa kelas 1-3 SD

yang masih kesulitan memahami hal-hal yang bersifat abstrak, Oleh karena itu,

kajian materi yang abstrak tersebut pedu divisualisasikan melalui contoh-contoh

dalam bentuk gambar, foto atau cerita.

Sebagai contoh, untuk ·menjelaskan arti Ketuhanan Yang Maha Esa (Sila ke-l),

perlu pemberian contoh-contoh konkrit, sepe:rti gambar tempat Ibadah beserta

orang yang sedang beribadah, gambar/foto contoh orang yang toleran terhadap

pemeluk agama lain. Demikian pula tentang pokok bahasan menghargai orang lain

atau persamaan derajat (sila ke-2), kita dapat meaampilkan contoh- contoh

orang yang menghormati/menghargai orang lain dan sekaligus memberi contoh

Page 11: Sarman (Agustina)

bagaimana cara menghormati dan menghargai orang lain. SeIain itu dapat pula

kita menampilkan contoh langsung orang . yang selalu

menghargai/menghormati orang lain dan juga orang yang tidak menghargai orang

lain atau melalui cerita-cerita yang kontras nilai yang merupakan realitas

kehidupan di masyarakat.

Dalam pelaksanaannya, model percontohan (example provisory) tidak berdiri

sendiri, tetapi divariasikan dengan metode lain, seperti ceramah, ekspositori,

dan tanya jawab nilai.

D. Hasil Belajar PKn

Kata basil belajar dari bahasa belanda prestaktic, yang kemudian masuk

kedalam bahasa Indonesia menjadi "hasil" yang berarti "hasil atau produk antara

kapasitas dari motifasi", dimana motifasi kenentukan dan mengatur tingkah laku

dalam pencapaian tujuan.

Hasil belajar PKn merupakan nilai perolehan siswa dari hasil evaluasi

setelah kegiatan pembelajaran, selanjumya dikenal sebagai suatu hasil belajar

yang dicapai oleh murid dalam bidang studi tertentu untuk memperoleh

menggunakan teks standar sebagai alat pengukut keberhasilan siswa. Lebih

lanjut, memberikan batasan bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai murid

dalam bidang studi tertentu yang menggunakan tes standar alat ukur keberhasilan

belajar seseorang murid. Jadi, dalam hal ini keberhasilan belajar seorang murid

dalam menempuh proses belajar di sekolah dapat dilihat dari standar yang

digunakannya menurut Piaget berpendapat bahwa proses belajar terdiri dari 2

tahap yaitu: 1) Asimilasi, 2) akomodasi.

Page 12: Sarman (Agustina)

Menurut Sagala (2003) menemukan dalam pendekatan proses ini dapat

dilakukan siswa antara lain : mengenali gejala yang timbul mengkiasifikasikan,

mengenal adanya masalah, merumuskan hipotesis, melakukan percobaan,

menganalisis data dan menyimpulkan kemampuan siswa menyerap pelajaran baik

melaui belajar sendiri maupun melaui seseorang tutor yang nanti akan nampak

pada perubahan tingkah laku. Kebersihan meningkatkan prestasi belajar siswa di

sekolah merupakan parameter yang digunakan untuk menilai proses

perkembangan siswa berjalan dengan baik pula. Namun demikian, u n t u k mewujudkan

hal tersebut perlu diupayakan faktor-faktor penunjang yang dapat mempengaruhi proses

perkembangan prestasi tersebut terutama sarana dan prasarana pendidikan,

Hasil belajar semaldn terasa pcnting untuk dipermasalahkan karena

mempunya beberapa fungsi utama antara lain:

1. Hasil belajar sebagai indikator, kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah

dikuasai anak didik

2. Hasil belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tabu. Hal ini didasarkan atas

asumsi bahwa para abli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai tendonsi

keingintahuan (courisity) dan merupakan kebutuhan umum pada manusia,

termaksud kebutuhan anak didik dalarn program pendidikan.

3. Hasil belajar sebagai baban dan informasi dalam inovasi pendidikan

Asumsinya adalah bahwa basil belajar dapat dijadikan pendorong bagi anak

didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan berperan sebagai

umpan balik (feed back) dalam peningkatan mutu pendidikan.

4. Basil belajar sebagai indikator dan suatu institusi pendidikan, dalam artian bahwa

Page 13: Sarman (Agustina)

basil belajar dapat dijadikan sbcagai indikator tingkat produktivitas lembaga

pendidikan tersebut. Tinggi rendahnya basil belajar juga merupakan indikator tingkat

kesuksesan anak didik masyarakat.

5. Hasil belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap anak didik.

Peningkatan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dalam

diri siswa itu sendiri maupun yang berasal dari luar.

E. Penelitiaan Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

Penelitian yang dimaksud antara lain:

1. Tri Joko Wahyono (2007) melakukan penelitian dengan judul Kemampuan

mengemukakan pendapat dalam pembelajaran sejarah kajian pembelajaran VCT

dan penilaian otentik di SMA Negeri 3 Purwokerto (tesis). Ini juga merupakan

penelitian tindakan kelas dan pembelajaran berlangsung selama III siklus.

Peningkatan sangat nampak pada siklus III yang menunjukkan bahwa adanya

peningkatan hasil belajar siswa bertanya dari 75,5% menjadi 87,5%, siswa

menjawab dari 75,5% menjadi 85%, siswa menanggapi dari 62,5% menjadi

67,5%, siswa menyanggah dari 50% menjadi 62,5%, siswa melakukan interupsi

tetap 37,5% dan pendapat tertulis tetap 100%. Kesimpulan dari penelitian

adalah bahwa penerapan pembelajaran VeT dengan penilaian otentik dapat

meningkatkan kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapat, dan

siswa mampu memberikan basil karya dalam bentuk tugas akhir sebagai penilaian

otentik.

2. Setyowati (2007) melakukan penelitian eksperimen dengan judul Efektivitas

Page 14: Sarman (Agustina)

cooperative learning model think-pair-share pada pembelajaran IPS di SMP

Negeri 2 Lumbir (tesis). Dalam penelitiannya menunjukkan adanya tingkat

keberhasilan belajar siswa pada RPP I sebesar 79,30%, pada RPP II

meningkat menjadi 83% dan RPP III 80,40%. Dalam kesimpulannya

dituliskan menggunakan cooperative a learning model think-pair-share lebih tinggi.

Dari penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran VCT pada mata

pelajaran PKn dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

F. Kerangka Berpikir

G. Hipotesis Tindakan

Melalui model pembelajaran VCT basil belajar PKn siswa SDN Unaasi Konawe

pada pokok bahasan nilai-nilai Pancasila dalam kebidupan sehari-hari dapat

ditingkatkan.

Siklus 1 Perencanaan- RPP

Tindakan

- Materi- Penerapan Model

pembelajaran VCT

Observasi

- Pengamatan- L.O Siswa- L.O Guru

Refleksi

Merefleksi Hasil- Lebih- Kurang

Refleksi

Merefleksi Hasil- Lebih- Kurang

Observasi

- Pengamatan- L.O Siswa- L.O Guru

Tindakan

- Materi- Penerapan model

pembelajaran VCT

Perencanaan- RPP

Siklus 1

Berhasil/Stop

Lanjut Siklus

Page 15: Sarman (Agustina)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan basil analisis dan ~mbahasan, maka dapat disimpulkan

bahwa pemahaman siswa kelas IV SDN Unaasi terhadap materi PKn dapat

ditingkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran VeT. Hal

ini dapat dilihat dari hasil tes pada setiap siklus yaitu pada siklus I pada tes awal,

menjadi 70% dengan nilai rata-rata 70,3 pada tes akhir. Pada siklus II

pemahaman siswa semakin meningkat menjadi 72% dan nilai rata-rata 72,8 pada

tes awal menjadi 80% dengan nilai rata-rata 81,7 pada tes akhir. Dengan

demikian maka penerapan model pembelajaran VCT, khususnya dalam

mengajarkan mata pelajaran PKn mengalami peningkatan yang signifikan,

B. Saran

Dari hal-hal tersebut di atas, maka beberapa saran dari peneliti perlu

dikemukakan yaitu:

1. Penilik sekolah sebaiknya menyebarluaskan pengetahuan konsep model

pembelajaran VCT kepada guru-guru sekolah dasar agar pembelajaran tidak

mengalami kesulitan menggunakan metode yang paling tepat digunakan

dalam pembelajaran PKn.

2. Kepala sekolah perlu menyediakan sarana pembelajaran seperti buku paket

PKn, kurikulum dalam pembelajaran yang cukup di sekolah untuk kelancaran

Page 16: Sarman (Agustina)

kegiatan pembelajaran.

3. Untuk calon peneliti selanjutnya, disarankan agar melakukan penelitian lebih lanjut

tentang peningkatan hasil belajar siswa dengan mcnggunakan model pembelajaran

VCR.

Page 17: Sarman (Agustina)

DAFTAR PUSTAKA

Azari, 2005. Model Pembelajaran di Sekolah Dasar. Universitas Negeri Makassar.~-

Azis Wahab, 1996. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Direktorat JenderalPendidikan Tinggi. Depdikbud. Jakarta

Bobbi Deporter. 1992. Strategi Pembelajaran. Jakarta: kencana

Budiana, 1996. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Balai Pustaka

Depdiknas, 2006. Pembelajaran Berbasis VCT

Elliot, John. 1993. Action Research For Education Change. Philadelphia: OpenUniversity Press

Etin Solihatin. 2007. Cooperativ Learning. Jakarta: Bumi Aksara

Endang. 1989. Dalam KTI Agustbain Efekiifitas Pembelajaran PPKn TerhadapPeningkatan Moralitas Murid SD. Universitas Negeri Makassar

Gagne, 1997. The Condition of Learning. Second Edition

Hopkinas David, 1993. A Teacher Guide To Classrom Research. Philadhelpia: OpenUniversity Press

Nurhadi, 2004. Pembelajaran VCT Dalam KBK Malang Universitas Negeri Malang

Rusyan, 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara

Sujana, Nana, 2002. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Algesindo

Udin S. Wiranata. 2002. Materi dan Pembelajaran PKn SD. Universitas Terbuka

H. Arsad Umar, 2006. Pendidikan Kewarganegaraan 3D Kelas W Terbuka

Page 18: Sarman (Agustina)

H. Arsad Umar, 2006. Pendidikan Kewarganegaraan SD Kelas IV Terbuka.Depdiknas. Jakarta

Page 19: Sarman (Agustina)