Sanksi Sosial Versus Sanksi Hukum

2
SANSKI SOSIAL VERSUS SANKSI HUKUM Di Metro TV malam Sabtu (08/10) di tayangkan, bagaimana masyarakat “bertindak” memberikan sanksi sosial terhadap tindakan kriminal atau pelanggaran yang dilakukan oleh warga masyarakat. Tindakan yang diberikan dalam bentuk sanksi tesbut, bukan oleh aparat penegak hukum. Tentu saja hal ini bisa diperdebatkan. Namun dari efek jera, nampaknya sanksi sosial ini menjadi cukup efektif, karena cepat, tepat dan tanpa biaya. Dibandingkan dengan sanksi yang diberikan oleh pengadilan, maka apa yang dilakukan oleh masyarakat menjadi salah satu bukti bahwa masyarakat kita sebenarnya peduli hukum. Yakni menginginkan adanya peradilan yang cepat, obyektif dan biaya murah. Meskipun demikian, perlu juga diwaspadai terjadinya sanksi sosial yang melebihi kepatutan. Untuk contoh sanksi sosial sebagaimana yang di liput Metro TV, kita melihat bagaimana dua orang pelajar pelaku tawuran yang “ditangkap” masyarakat, di beri sanksi tiarap dan direndam di kubangan jalan, ditambah lagi dengan harus membuat janji untuk tidak lagi melakukan perbuatan yang sama. Contoh lainnya lagi, seorang pengemudi metro mini yang melanggar rambu lampu jalan, di suruh menghormat lampu jalan yang dilanggarnya selama satu jam. Kedua contoh sanksi sosial diatas nampaknya bisa memberikan efek jera. Karena pelaku yang diberi sanksi tersebut tentu akan merasa malu untuk mengulangi perbuatannya yang dinilai melanggar aturan yang ada. Pertanyaan kita sekarang adalah akankah kita dukung trend masyarakat untuk memberikan sanksi sosial atau sebaliknya, jangan diberi ruang? Terhadap kedua pertanyaan tersebut, sepertinya sanksi sosial untuk kasus-kasus pelanggaran ringan atau tindakan kriminal yang ancaman

Transcript of Sanksi Sosial Versus Sanksi Hukum

Page 1: Sanksi Sosial Versus Sanksi Hukum

SANSKI SOSIAL VERSUS SANKSI HUKUM

Di Metro TV malam Sabtu (08/10) di tayangkan, bagaimana masyarakat “bertindak” memberikan sanksi sosial terhadap tindakan kriminal atau pelanggaran yang dilakukan oleh warga masyarakat. Tindakan yang diberikan dalam bentuk sanksi tesbut, bukan oleh aparat penegak hukum. Tentu saja hal ini bisa diperdebatkan. Namun dari efek jera, nampaknya sanksi sosial ini menjadi cukup efektif, karena cepat, tepat dan tanpa biaya.

Dibandingkan dengan sanksi yang diberikan oleh pengadilan, maka apa yang dilakukan oleh masyarakat menjadi salah satu bukti bahwa masyarakat kita sebenarnya peduli hukum. Yakni menginginkan adanya peradilan yang cepat, obyektif dan biaya murah. Meskipun demikian, perlu juga diwaspadai terjadinya sanksi sosial yang melebihi kepatutan.

Untuk contoh sanksi sosial sebagaimana yang di liput Metro TV, kita melihat bagaimana dua orang pelajar pelaku tawuran yang “ditangkap” masyarakat, di beri sanksi tiarap dan direndam di kubangan jalan, ditambah lagi dengan harus membuat janji untuk tidak lagi melakukan perbuatan yang sama.

Contoh lainnya lagi, seorang pengemudi metro mini yang melanggar rambu lampu jalan, di suruh menghormat lampu jalan yang dilanggarnya selama satu jam.

Kedua contoh sanksi sosial diatas nampaknya bisa memberikan efek jera. Karena pelaku yang diberi sanksi tersebut tentu akan merasa malu untuk mengulangi perbuatannya yang dinilai melanggar aturan yang ada.

Pertanyaan kita sekarang adalah akankah kita dukung trend masyarakat untuk memberikan sanksi sosial atau sebaliknya, jangan diberi ruang?

Terhadap kedua pertanyaan tersebut, sepertinya sanksi sosial untuk kasus-kasus pelanggaran ringan atau tindakan kriminal yang ancaman hukumannya ringan , sanksi sosial diperlukan. Dampak sanksi sosial ini diharapkan memberikan efek jera kepada pelaku. Namun terhadap tindakan kriminal yang ancaman hukumannya berat, tetap diperlukan sanksi hukum yang melalui proses pengadilan.