Sanjaya WS Mada G2007

72
1 DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) Oleh: MADA SANJAYA WS G74103018 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

description

salah satu contoh makalah mengenai biologi populasi

Transcript of Sanjaya WS Mada G2007

  • 1

    DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)

    Oleh: MADA SANJAYA WS

    G74103018

    DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

    2007

  • 2

    ABSTRAK

    Mada Sanjaya WS. Dinamika Orde Pertama Sistem Nonlinier Terkopel dengan Relasi Predasi, Mutual, dan Siklik (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi). Dibimbing oleh Husin Alatas.

    Pengontrolan terhadap populasi suatu spesies tertentu diperlukan untuk menghindari berbagai bencana seperti kekurangan pangan, ledakan hama, dan kepunahan suatu spesies. Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari sebuah model dinamika mangsa pemangsa menggunakan persamaan Lotka-Volterra termodifikasi melalui analisis numerik dan semi analitik. Model yang diajukan dalam penelitian ini yaitu model mutualisme antara dua spesies dengan kehadiran pemangsa, model dua mangsa satu pemangsa, dan model rantai makanan siklik serta aplikasi model dinamik pengendalian hama pertanian. Telah ditemukan bahwa model dinamika dua spesies hierarki dua tingkat dengan pendekatan persamaan Lotka-Volterra menunjukkan suatu kemiripan dengan data pengamatan fluktuasi populasi kelinci dan Lynx di mana populasi mangsa dan pemangsa berfluktuasi membentuk suatu siklus. Pada model dinamika tiga spesies ini menunjukkan banyak fenomena menarik mengenai keterkaitan antara parameter model dengan fluktuasi populasi ketiga spesies. Hipotesis yang diajukan adalah bahwa pada parameter kritis tertentu diagram fase sistem dinamika tiga spesies akan mengalami bifurkasi yang bisa menunjukan fluktuasi spesies tertentu ke arah kepunahan sementara yang lainya akan mengalami booming hingga akan mencapai keseimbangan kembali. Melalui analisis optimasi dan bifurkasi keterkaitan antara parameter-parameter sistem seperti laju kelahiran dan efektivitas serta produktivitas pemangsa terhadap populasi spesies lainya dapat ditentukan. Titik kritis terjadinya kepunahan dapat diprediksi sehingga pengontrolan bagi ahli biologi untuk memverifikasi sejauh mana kesesuaiannya dengan ekosistem tertentu dan pada akhirnya dapat membantu kita mengatasi atau setidaknya memahami proses kepunahan suatu spesies tertentu.

  • 3

    DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL DAN SIKLIK

    (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh :

    MADA SANJAYA WS G74103018

    DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

    2007

  • 4

    Judul : Dinamika Orde Pertama Sistem Nonlinier Terkopel dengan Relasi Predasi, Mutual, dan Siklik (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi).

    Nama : Mada Sanjaya WS NIM : G74103018

    Menyetujui :

    Pembimbing I

    Dr. Husin Alatas, M.Si

    NIP 132206234

    Mengetahui : Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    Institut Pertanian Bogor

    Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS. NIP 131473999

    Tanggal Lulus:

  • 5

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Cirebon, pada tanggal 11 Oktober 1985 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Waryano Sunaryo dan Eti. Penulis menyelesaikan studinya di SMU Negeri 1 Lemah Abang-Cirebon pada tahun 2003 dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama duduk di bangku kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan (kepanitiaan) dan organisasi intra kampus seperti menjadi anggota DKM Al Hurriyyah IPB pada tahun 2003-2004, Departemen Kerohanian Himpunan Mahasiswa Fisika (HiMaFi) IPB pada tahun 2003-2004, staff Departemen kerohanian BEM FMIPA pada tahun 2004-2005, staff Departemen Kebijakan Nasional BEM KM IPB pada tahun 2005 serta aktif sebagai ketua Rohis OMDA Cirebon pada tahun 2005. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisika Dasar I dan II 2004-2006, penulis juga aktif mengajar private di kota Bogor, menjadi staff pengajar A-Project, Physics Challange dan Best Student Program pada tahun 20042006. Serta menjadi tutor di Bimbingan Belajar Bintang Pelajar Regional Bogor pada tahun 2006 sampai sekarang.

  • 6

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul Dinamika Orde Pertama Sistem Nonlinier Terkopel dengan Relasi Predasi, Mutual, dan Siklik (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)., yang dilakukan dalam rangka tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

    Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Husin Alatas atas segala bimbingan dan motivasinya yang diberikan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini, juga kepada Bapak Irzaman dan Bapak Kiagus Dahlan selaku penguji dari skripsi ini. Kepada orangtua dan seluruh sanak keluarga penulis, juga kepada Dinda yang selalu berada di hatiku, seluruh staff dan dosen Fisika khususnya, dan IPB pada umumnya. Serta seluruh pihak yang telah membantu penulis yang tak mungkin disebutkan satu-persatu, juga kepada semua teman-teman seperjuangan Fisika.

    Penulis memahami bahwa tiada gading yang tak retak. Oleh karena itu, segala macam saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Semoga apa yang disampaikan oleh penulis akan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

    Bogor, Maret 2007

    Penulis

  • 7

    DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........................................................................................................................... i DAFTAR ISI......................................................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................ iv DAFTAR TABEL................................................................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................................................... vii PENDAHULUAN................................................................................................................................. 1 Latar Belakang............................................................................................................................... 1 Tujuan............................................................................................................................................ 1 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................................... 1

    Persamaan Differensial Orde Pertama........................................................................................... 1 Model Dinamik untuk Interaksi Multispesies............................................................................... 1 Titik Kritis (critical point)............................................................................................................. 2 Kontruksi Matrik Jacobi................................................................................................................ 2 Vektor Eigen dan Nilai Eigen....................................................................................................... 2 Model Dinamik Lotka-Volterra Dua Spesies................................................................................ 2

    Analisis Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies................................................................... 3 Kontruksi Matriks Jacobi ...................................................................................................... 3 Analisis Kestabilan Titik Kritis............................................................................................. 3

    Titik Kritis T1 ........................................................................................................................ 3 Titik Kritis T2 ........................................................................................................................ 3 Orbit dan Kestabilan Sistem.................................................................................................. 3 Kesesuaian Model dengan Hasil Pengamatan Lapangan...................................................... 4 METODOLOGI PENELITIAN........................................................................................................... 4 Waktu dan Tempat Penelitian....................................................................................................... 4 Peralatan ....................................................................................................................................... 4 Studi Pustaka ................................................................................................................................ 4

    Pembuatan Program...................................................................................................................... 4 Analisis Output.......................... 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN......................... 5

    PEMODELAN....................... 5 Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies Mutualistik............................. 5 Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies Mutualistik dengan Kehadiran

    Pemangsa....................... 5

    Model Dinamik Dua mangsa Satu Pemangsa tanpa Kompetisi Intraspesifik........................ 5 Model Dinamik Dua mangsa Satu Pemangsa dengan Kompetisi Intraspesifik.................... 6 Model Dinamik Rantai Makanan Siklik........................ 6 ANALISIS MODEL...................... 6 Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies Mutualistik..................... 6 Penentuan Titik Kritis..................... 6 Kontruksi Matriks Jacobi................................................................................................ 7 Analisis Kestabilan Titik Kritis...................................................................................... 7 Titik Kritis T1....................................................................................................... 7 Titik Kritis T2....................................................................................................... 7 Titik Kritis T3....................................................................................................... 7 Titik Kritis T4....................................................................................................... 8 Orbit dan Kestabilan Sistem................................................................................. 8 Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies Mutualistik dengan Kehadiran

    Pemangsa............................................................................................................................... 10

  • 8

    Penentuan Titik Kritis..................................................................................................... 10 Kontruksi Matriks Jacobi............................................................................................... 10 Analisis Kestabilan Titik Kritis...................................................................................... 11 Titik Kritis T1....................................................................................................... 11 Titik Kritis T2....................................................................................................... 11 Titik Kritis T3....................................................................................................... 11 Titik Kritis T4....................................................................................................... 11 Titik Kritis T5....................................................................................................... 12 Titik Kritis T6....................................................................................................... 16 Model Dinamik Dua mangsa Satu Pemangsa tanpa Kompetisi Intraspesifik....................... 19 Penentuan Titik Kritis.................................................................................................... 19 Kontruksi Matriks Jacobi............................................................................................... 19 Analisis Kestabilan Titik Kritis...................................................................................... 19 Titik Kritis T1....................................................................................................... 19 Titik Kritis T2....................................................................................................... 20 Titik Kritis T3....................................................................................................... 20 Hasil Numerik................................................................................................................ 20 Kasus ad = bc................... 20 Kasus ad > bc... 20 Kasus ad < bc...................................................................................................... 21 Model Dinamik Dua mangsa Satu Pemangsa dengan Kompetisi Intraspesifik..................... 24 Penentuan Titik Kritis..................................................................................................... 24 Kontruksi Matriks Jacobi................................................................................................ 24 Analisis Kestabilan Titik Kritis...................................................................................... 24 Titik Kritis T1....................................................................................................... 24 Titik Kritis T2....................................................................................................... 24 Titik Kritis T3....................................................................................................... 25 Titik Kritis T4....................................................................................................... 25 Titik Kritis T5....................................................................................................... 25 Titik Kritis T6....................................................................................................... 25 Titik Kritis T7....................................................................................................... 26 Hasil Numerik................................................................................................................. 26 Parameter 1...................... 26 Parameter 2...................... 26 Parameter 3........................................................................................................... 26 Attractor Model Dinamik Dua Mangsa Satu Pemangsa.................. 29 Hasil Eksperimen Lapangan........................................................................................... 30 Model Dinamik Rantai Makanan Siklik................................................................................ 32 Penentuan Titik Kritis..................................................................................................... 32 Kontruksi Matriks Jacobi............................................................................................... 32 Analisis Kestabilan Titik Kritis...................................................................................... 35 Hasil Numerik................................................................................................................. 35 Kasus beh = fic.................................................................................................... 35 Kasus beh > fic.................................................................................................... 36 Kas Aplikasi Model Dinamik Pengendalian Hama pertanian...................................................... 38 Analisis Model Dinamik Pengendalian Hama pertanian...................................................... 39 Penentuan Titik Kritis.................................................................................................... 39 Kontruksi Matriks Jacobi............................................................................................... 39 Analisis Kestabilan Titik Kritis..................................................................................... 40 Hasil Numerik................................................................................................................ 40 Kasus ag = fb...................................................................................................... 40 Kasus ag > fb...................................................................................................... 41 Kasus ag < fb...................................................................................................... 42 SIMPULAN DAN SARAN................................................................................................................ 43 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................... 43

    DAFTAR GAMBAR

  • 9

    Gambar 1. Dinamika populasi dua spesies...................................................................................... 3 Gambar 2. Orbit kestabilan mangsa pemangsa dua spesies............................................................ 4 Gambar 3. Dinamika Populasi Hare dan Lynx oleh Hudson Bay Company.................................. 4 Gambar 4. Orbit Kestabilan Populasi Hares dan Lynx oleh Hudson Bay

    Company......................... 4

    Gambar 5. (a) Grafik ruang phasa bidang xy dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1 (b) Grafik laju populasi dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1................................................................ 8

    Gambar 6. Grafik kestabilan titik kritis T4 saat ad > bc (a) ruang phasa bidang xy dengan memvariasikan kondisi awal dan t = 100 (a) laju populasi kondisi awal x = 2 dan y = 2 (b) laju populasi kondisi awal, x = 1 dan y = 2, dan (c) laju populasi kondisi awal x = 2 dan y = 1..................................................................................................... 9

    Gambar 7. (a) Grafik ruang phasa bidang xy dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1 dan (b) grafik laju perubahan populasi dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1...................................... 10

    Gambar 8. Grafik ruang phasa titik kritis T4 dengan kondisi awal x = 1, y = 1, z = 1, t = 1000 dan parameter a = 2.5, b = 1, c = 1, dan d = 2.5........................................................... 11

    Gambar 9. Grafik ruang phasa dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1............................................... 12

    Gambar 10. Grafik ruang phasa titik kritis T4 dengan kondisi awal x = 1, y = 1, z = 1, t = 1000 dan parameter a = 0.5, b = 1, c = 1 dan d = 0.5................................................................... 12

    Gambar 11. Grafik ruang phasa dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1.............................................. 12 Gambar 12. Bifurkasi yang terjadi pada titik kritis T5 dengan t = 1000 dan memvariasikan

    parameter yang digunakan, (a) parameter d = 1.5 dan l = 1.5 (b) parameter d = 1.2 dan l = 1.2 (c) parameter d =1 dan l = 1 (d) parameter d = 0.7 dan l = 0.7 (e) parameter d = 0.5 dan l = 0.5 serta (f) parameter d = 0.3 dan l = 0.3.. 14

    Gambar 13. Grafik Laju Perubahan Populasi pada Titik Kritis T5 dengan beberapa parameter, (a) parameter d = 1.5 dan l = 1.5 (b) parameter d = 1.2 dan l = 1.2 (c) parameter d = 1 dan l = 1 (d) parameter d = 0.7 dan l = 0.7 (e) parameter d = 0.5 dan l = 0.5 serta (f) parameter d = 0.3 dan l = 0.3 15

    Gambar 14. Bifurkasi yang terjadi pada titik kritis T6 dengan t = 1000 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter b = 0.1 dan c = 0.1 (b) parameter b = 0.5 dan c = 0.5 (c) parameter b = 0.8, c = 0.8 (d) parameter b = 1 dan c = 1 (e) parameter b = 1.1 dan c = 1.1 serta (f) parameter b = 1.2 dan c = 1.2. 17

    Gambar 15. Grafik Laju Perubahan Populasi pada Titik Kritis T6 dengan beberapa parameter, (a) parameter b = 0.1 dan c = 0.1 (b) parameter b = 0.5 dan c = 0.5 (c) parameter b = 0.8 , c = 0.8 (d) parameter b = 1 dan c = 1 (e) parameter b = 1.1 dan c = 1.1 serta (f) parameter b = 1.2 dan c = 1.2.. 18

    Gambar 16. Bifurkasi yang terjadi pada model dua mangsa satu predator dengan t = 500 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter a = 1, b = 1, c = 1 dan d = 1 (b) parameter a = 2, b = 1, c = 1 dan d = 2 (c) parameter a = 20, b = 1, c = 1 dan d = 20 (e) parameter a = 1, b = 2, c = 2 dan d = 1 (f) parameter a = 1, b = 20, c = 20, dan d = 1 22

    Gambar 17. Grafik Laju Perubahan Populasi pada model dua mangsa satu predator dengan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter a = 1, b = 1, c = 1 dan d = 1 (b) parameter a = 2, b = 1, c = 1 dan d = 2 (c)

  • 10

    parameter a = 20, b = 1, c = 1 dan d = 20 (e) parameter a = 1, b = 2, c = 2 dan d =1 (f) parameter a = 1, b = 20, c = 20 dan d = 1.............................................................................................................. 23

    Gambar 18. Bifurkasi yang terjadi pada titik kritis T7 dengan t = 1000 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) bersifat periodik dengan c = 0.003 (b) bersifat periodik dengan c = 0.004 (c) bersifat periodik dengan c = 0.005 (d) bersifat periodik dengan c = 0.006 (e) bersifat periodik dengan c = 0.007 serta (f) bersifat chaotik dengan c = 0.008.......................................................................................................... 27

    Gambar 19. Laju Perubahan populasi yang terjadi pada titik kritis T7 dengan

    memvariasikan parameter yang digunakan, (a) laju populasi tiga spesies dengan c = 0.003 (b) populasi tiga spesies dengan c = 0.005 (c) populasi tiga spesies dengan c = 0.008 (d) Plot x dan z terhadap waktu t dengan c = 0.003 bersifat periodik (e) Plot x dan z terhadap waktu t dengan c = 0.005 bersifat periodik (f) Plot x dan z terhadap waktu t dengan c = 0.008 bersifat chaotik................................................................................... 28

    Gambar 20. Attractor model dinamik dua mangsa satu pemangsa dengan kondisi awal populasi predator divariasikan z0 = 2, z0 = 2.1 dan z0 = 2.2 sedangkan parameter c = 0.01 (a) ruang fase tiga spesies t = 3000, (b) laju populasi mangsa x, (c) laju populasi mangsa y dan (d) laju populasi pemangsa z... 29

    Gambar 21. Attractor model dinamik dua mangsa satu pemangsa saat kondisi awal populasi predator divariasikan z0 = 2, z0 = 2.1 dan z0 = 2.2 sedangkan parameter c = 0.01 (a) ruang fase tiga spesies, t = 3000 (b) ruang fase bidang xy, (c) ruang fase bidang yz dan (d) ruang fase bidang xz..................................................................................... 30

    Gambar 22. Hasil Experimental Dinamika Populasi sistem chemostat bacteriaciliate.................. 31

    Gambar 23. Bifurkasi ruang phasa pada model siklik dengan t = 10 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter c =0.6 (b) parameter c = 0.8 (c) parameter c = 0.96 (d) parameter c =1. 2 (e) parameter c = 1.35 (f) parameter c = 1.6... 33

    Gambar24. Laju perubahan populasi pada model siklik dengan memvariasikan parameter yang digunakan ,(a) parameter c = 0.6 (b) parameter c = 0.8 (c) parameter c = 0.96 (d) parameter c = 1. 2 (e) parameter c = 1.35 (f) parameter c = 1.6. 34

    Gambar 25. Skema daur hidup hama ulat buah (Helicoverpa armigera) yang merusak tanaman kapas beserta musuh alaminya....................................................................................... 38

    Gambar 26. Diagram rantai makanan pada tanaman kapas............................................................... 39 Gambar 27. Orbit kestabilan pada bidang 3-dimensi kasus ag = fb.................................................. 40 Gambar 28. Dinamika populasi tiga spesies dengan nilai awal x = 1, y = 1, z = 1.5 dan t

    = 20 kasus ag = fb.................................................................................................................. 41

    Gambar 29. Orbit kestabilan pada bidang 3-dimensi kasus ag > fb.................................................. 41

    Gambar 30. Dinamika populasi tiga spesies dengan nilai awal x = 2, y = 2, z = 1 dan t = 20 kasus ag > fb........................................................................................................................... 41

    Gambar 31. Orbit Kestabilan pada bidang 3-dimensi kasus ag < fb................................................. 42 Gambar 32. Dinamika populasi tiga spesies dengan nilai awal x = 2 , y = 2, z = 1 dan t =

    20 kasus ag < fb............................................................................................................................ 42

  • 11

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam titik kritis T4 Model Mutualisme................ 11

    Tabel 2. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam titik kritis T5 Model Mutualisme................ 12

    Tabel 3. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam titik kritis T6 Model Mutualisme................ 16

    Tabel 4. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam Model dua mangsa satu pemangsa............ 21

    Tabel 5. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam Model Rantai Makanan Siklik................... 35

    Tabel 6. Nilai-nilai parameter yang digunakan Rantai Makanan pada Tanaman Kapas................ 40

  • 12

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Analisis Titik Kritis Model Dinamik Tiga Spesies............................................................ 46 Lampiran 2. Analisis Nilai Eigen Model Dinamik Tiga Spesies........................................................... 48 Lampiran 3. Sintaks Plot Grafik Dengan Software Matlab 7................................................................. 54 Lampiran 4. Diagram Alir Penelitian............................. 56

  • 13

    PENDAHULUAN Latar Belakang

    Salah satu cabang sains yang sedang berkembang dewasa ini adalah sains nonlinier. Dasar dari ilmu ini berpijak pada fakta bahwa gejala yang terjadi di alam secara umum tidak memenuhi prinsip linieritas, tetapi bersifat nonlinier.

    Gejala nonlinier pertama kali diprediksi oleh Henri Poincare pada tahun 1880-an, ketika mencoba memecahkan permasalahan stabilitas dari suatu sistem dinamis, seperti gerak tiga benda langit di bawah pengaruh gaya gravitasi (rigid body problem). Pada tahun 1963 Edward Lorenz pertama kali menyelidiki gejala nonlinieritas pada sistem cuaca dengan menyederhanakan sistem cuaca yang kompleks ke bentuk persamaan yang sederhana dan berkelakuan chaotic. Gejala nonlinieritas ini dapat dianalisis melalui pendekatan system dinamik (dynamical system approach).

    Selain dalam fisika, bidang lain yang terkait dengan gejala nonlinieritas antara lain adalah analisis populasi pada ekologi, analisis keuangan dalam ekonomi, reaksi kimia, ataupun analisis kriminalitas bahkan sifat nonlinieritas ini dapat dipakai juga untuk memprediksi banjir di suatu daerah dengan menggunakan asumsi tertentu. Dalam penelitian ini yang akan dikaji dengan lebih mendalam adalah fenomena nonlinieritas dalam suatu sistem ekologi.

    Dengan memanfaatkan analisis sistem dinamik maka gejala nonlinieritas pada sistem ekologi dapat dipelajari dan diaplikasikan secara nyata untuk berbagai kepentingan. Pada penelitian ini akan dibahas beberapa model dinamik interaksi antara tiga spesies, yaitu interaksi dua spesies yang saling menguntungkan (Simbiosis Mutualisme) dengan kehadiran pemangsa, model dua mangsa satu pemangsa, dan model rantai makanan serta aplikasinya dalam proses pengendalian hama tanaman pertanian dengan mengembangkan musuh alaminya.

    Tujuan Penelitian ini bertujuan:

    1) Mempelajari model dinamika nonlinier yang berlaku pada sistem simbiosis mutualisme,

    model dua mangsa satu pemangsa, dan model rantai makanan siklik. 2) Menganalisis kondisi kestabilan pada ketiga model dinamik tersebut. 3) Mengetahui bentuk kestabilan di sekitar titik kritisnya 4) Mengetahui arti fisis dari grafik yang diperoleh. 5) Mengaplikasikan model dinamik dalam pengendalian hama pada tumbuhan dengan

    mengembangkan musuh alaminya.

    TINJAUAN PUSTAKA 1. Persamaan Differensial Orde Pertama

    Sistem persamaan differensial orde pertama interaksi dua spesies dapat dinyatakan sebagai:

    1

    2

    ( , )

    ( , )

    dx f x ydtdy f x ydt

    =

    = (1)

    Sedangkan untuk interaksi tiga spesies dapat dinyatakan sebagai:

    1

    2

    3

    ( , , )

    ( , , )

    ( , , )

    dx f x y zdtdy f x y zdtdz f x y zdt

    =

    =

    =

    (2)

    (1) f1 ,f2 dan f3 adalah fungsi kontinu bernilai real dari x dan y, dengan laju perubahan x dan y sendiri dan tidak mengandung t di dalamnya. Sistem persamaan differensial disebut sebagai sistem persamaan differensial mandiri (Autonomous).

  • 14

    2. Model Dinamik untuk Interaksi Multispesies

    Generalisasi dari model dinamik Lotka-Voltera klasik dari n-spesies yang berinteraksi dapat dinyatakan dengan

    1,

    1, 2,3..

    ni

    i i ij jj

    dx x r xdt

    i

    =

    = + =

    (3) 3. Titik Kritis (critical point)

    Analisis sistem persamaan differensial sistem dua spesies sering digunakan untuk menentukan solusi yang tidak berubah terhadap waktu, yaitu untuk tiap 0/,0/ == dtdydtdx . Titik kritis ( ** , yx ) dari sistem dapat diperoleh dengan menentukan

    0/,0/ == dtdydtdx (4)

    Sedangkan untuk interaksi tiga spesies titik kritis ( * *, ,x y z ) dapat diperoleh dengan

    menentukan / 0, / 0, / 0dx dt dy dt dz dt= = = (5)

    4. Kontruksi Matrik Jacobi

    Dengan melakukan pelinieran pada persamaan interaksi dua spesies maka diperoleh matriks Jacobi berikut

    =2

    2

    1

    2

    2

    1

    1

    1

    xf

    xf

    xf

    xf

    J i (6)

    Sedangkan untuk interaksi tiga spesies diperoleh matrik Jacobi

    1 1 1

    1 2 3

    2 2 2

    1 2 3

    3 3 3

    1 2 3

    i

    f f fx x xf f fJx x xf f fx x x

    =

    (7)

    5. Vektor Eigen dan Nilai Eigen Diberikan matrik dengan koefisien konstan J berukuran nn dan SPD homogen berikut:

    Jxx =& , 0)0( xx = (8) Suatu vektor tak nol x dalam ruang n disebut vektor eigen dari J jika untuk suatu skalar berlaku:

    xJx = (9) Nilai skalar dinamakan nilai eigen dari J.

    Untuk mencari nilai eigen dari matrik J maka persamaan (9) dapat ditulis kembali sebagai:

  • 15

    0)( = xIJ (10)

    Dengan I matrik diagonal satuan. Persamaan (10) mempunyai solusi tak nol jika dan hanya

    jika

    0)det()( === IJIJp (11) Persamaan (11) disebut persamaan karakteristik dari matrik Jacobi. 5. Model Dinamik Lotka-Volterra Untuk Interaksi Dua Spesies

    Model mangsa-pemangsa klasik yang telah banyak dikenal adalah model Lotka-Volterra untuk dua spesies, yaitu:

    dxycydtdy

    bxyaxdtdx

    +=

    = (12)

    Keterangan: a : menunjukkan kelahiran rata-rata dari mangsa tanpa adanya pemangsa. b : merupakan jumlah mangsa yang dimangsa oleh pemangsa. c: menunjukkan angka kematian pemangsa secara alami tanpa pengaruh ada atau tidak

    adanya mangsa. d : menunjukkan jumlah kelahiran dari pemangsa yang dipengaruhi oleh adanya mangsa.

    Pada model mangsa-pemangsa dua spesies di atas, misalkan x menyatakan banyaknya spesies sebagai mangsa di level pertama pada waktu t, y menyatakan banyaknya spesies sebagai pemangsa di level dua pada waktu t. Dari persamaan tersebut perubahan laju populasi spesies x dipengaruhi oleh tingkat reproduksi yaitu laju pertumbuhan alami spesies tersebut. Kemudian terjadi proses pemangsaan terhadap spesies x oleh spesies y, sehingga efek yang ditimbulkan dari pemangsaan tersebut akan mempengaruhi laju populasi spesies x. Perubahan laju populasi spesies y dipengaruhi oleh laju kematian alami yang terjadi tanpa kehadiran spesies x sebagai mangsanya. Laju pemangsaan spesies x juga bergantung pada kontak atau bertemunya mangsa dan pemangsa.

    Ada lima tahap yang dilakukan untuk menganalisis kondisi kastabilan pada model tersebut antara lain:

    1. menentukan titk kritis 2. mengkontruksi matrik komunitas (Jacobian) dan mengevaluasinya di titik kritis yang

    telah diperoleh. matrik komunitas menyatakan efek dari spesies ke-j terhadap spesies ke-i di sekitar titik kritisnya

    3. Menentukan nilai eigen dan menganalisis kondisi kestabilan 4. Menentukan orbit kestabilan 5. Menafsirkan secara ekologis.

    6. Analisis Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies Penentuan titik kritis

    Sesuai persamaan (4) maka untuk interaksi dua spesies diperoleh:

    0)(0)(=+

    =dxcy

    byax (13)

    Dari persamaan tersebut diperoleh dua titik kritis sebagai berikut:

    )/,/()0,0(

    2

    1

    badcTT

    == (14)

  • 16

    Kontruksi Matriks Jacobi

    Dengan melakukan pelinieran pada persamaan (1) maka diperoleh matriks Jacobi:

    +

    =dxcdy

    bxbyaJi (15)

    Matriks komunitas diperoleh dengan mensubstitusikan titik kritis T1 dan T2 yang telah diperoleh ke dalam matriks Ji (15) yaitu:

    = c

    aJ

    00

    1 (16)

    =

    0

    02

    bda

    dbc

    J (17)

    Analisis Kestabilan Titik kritis

    Kondisi kestabilan dari setiap titik kritis dapat dianalisis dan dapat dilihat dari nilai eigennya.

    Berikut beberapa persamaan karakteristik untuk tiap titik kritis:

    [ ][ ] 0)det()( 11

    ===

    caIJP (18)

    0)det()( 222 =+== acIJP (19) Titik kritis T1

    Nilai eigen yang diperoleh dari persamaan (18) yaitu, a=1 dan c=2 . Agar sistem di titik T1 stabil maka harus dipenuhi syarat .0,0 21

  • 17

    Gambar 2. Orbit kestabilan mangsa pemangsa dua spesies Kesesuaian Model Dengan Hasil Pengamatan Lapangan

    Model mangsa Pemangsa Lotka- Volterra memprediksi suatu siklus periodik dengan perbedaan fase kecil antara populasi mangsa dengan pemangsa. Perilaku ini dapat dilihat dari pengamatan terkenal di Hudson bay Company yang mencatat jumlah mangsa kelinci (hare) dan pemangsa (lynx) dari tahun 1845-1935 berikut:

    Gambar 3.Dinamika Populasi Hare dan Lynx oleh Hudson Bay Company

    Gambar 4.Orbit kestabilan populasi Hares dan Lynx Oleh Hudson Bay Company

    Secara kasar terlihat adanya kemiripan antara grafik model dinamika dua spesies dengan grafik dinamika populasi hasil observasi di alam.

    METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian telah selesai dilaksanakan di laboratorium Fisika Teori, Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor dimulai dari bulan September 2006 sampai dengan bulan Februari 2007. kegiatannya meliputi penelitian pendahuluan, pembuatan program, analisis output, pengolahan data, dan penyusunan laporan.

  • 18

    Peralatan

    Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa komputer intel(R)Pentium(R) 4 CPU 3.00 GHz,512 MB of RAM. Software yang digunakan untuk proses komputasi adalah bahasa pemrograman Matlab 7.01 dari Mathwork, Inc.dan bahasa pemrograman Maple 9.5. Untuk mendukung penelitian ini sumber referensi yang digunakan selain buku (literature) juga informasi yang diperoleh dari internet yang dapat diakses dari Laboratorium. Studi Pustaka

    Studi pustaka diperlukan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan yang telah dicapai dalam bidang yang diteliti. Pembuatan Program

    Pembuatan program dengan bahasa pemrograman Maple 9.5 dan Matlab 7.01 diperlukan untuk memudahkan perhitungan secara numerik maupun eksak juga memudahkan dalam pembuatan grafik solusi persamaan baik ruang fasenya maupun laju perubahan populasi pada model ekologi yang dibuat. Analisis Output

    Analisis output diperlukan untuk menguji apakah output yang didapat sesuai dengan teori yang ada dalam literatur. Sistematika penelitian yang lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 4.

    HASIL DAN PEMBAHASAN PEMODELAN 1. Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies Mutualistik

    Model ini mengasumsikan bahwa interaksi setiap spesies mendapat keuntungan karena berinteraksi dengan spesies yang lain. Tetapi kelangsungan hidup suatu populasi tidak bergantung pada interaksi itu (mutualisme facultatif). Sedangkan interaksi antar spesies yang sama dapat menurunkan laju pertumbuhan kedua populasi spesies, karena kedua spesies yang sama di dalam populasi berkompetisi untuk mendapatkan keuntungan dari spesies lain yang berbeda. Model tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan logistik berikut:

    0,,0,,.1,0

    )(

    )(

    >

  • 19

    )(

    )(

    )(

    fylzdtdz

    ezdycxkydtdy

    byaxjxdtdx

    +=

    +=

    += (21)

    0,,0,,,,1,,0 >0 Dengan, a : laju pertumbuhan intrinsik spesies x. b : besarnya laju penurunan spesies x akibat bertambahnya satu individu pemangsa z di

    dalam populasi. c : laju pertumbuhan intrinsik spesies y. d : besarnya laju penurunan spesies x akibat bertambahnya satu individu pemangsa z di

    dalam populasi. e : laju penurunan intrinsik pemangsa z. f : besarnya laju peningkatan pertumbuhan pemangsa z akibat bertambahnya satu individu

    spesies x di dalam populasi. g : besarnya laju peningkatan pertumbuhan pemangsa z akibat bertambahnya satu individu

    spesies y di dalam populasi.

    4. Model Dinamik Dua Mangsa Satu Pemangsa dengan Kompetisi Intraspesifik.

    Untuk model dinamik dua mangsa satu pemangsa dapat dibentuk dengan persamaan Lotka-Volterra yang dimodifikasi sesuai Model Gilpin (1979) sebagai berikut:

    2

    2

    dx jx ax bxy cxzdtdy ky dy exy fyzdtdz lz gxz hyzdt

    =

    =

    = + +

    (23)

    Dengan, j, k dan l memiliki tafsiran seperti pada model (21) a : besarnya laju penurunan pertumbuhan spesies x akibat bertambahnya satu individu

    spesies x di dalam populasi. b : besarnya laju penurunan pertumbuhan spesies x akibat bertambahnya satu individu

    spesies y di dalam populasi. c : besarnya laju penurunan spesies x.

  • 20

    d : besarnya laju penurunan pertumbuhan spesies y akibat bertambahnya satu individu spesies y di dalam populasi.

    e : besarnya laju penurunan spesies y akibat bertambahnya satu individu spesies x di dalam populasi.

    f : besarnya laju penurunan spesies y karena pemangsaan oleh predator z. g : besarnya laju peningkatan pertumbuhan pemangsa z akibat bertambahnya satu individu

    spesies x di dalam populasi. h : besarnya laju peningkatan pertumbuhan pemangsa z akibat bertambahnya satu individu

    spesies y di dalam populasi.

    5. Model Dinamik Rantai Makanan Siklik

    Untuk model dinamik rantai makanan siklik dapat dibentuk dengan persamaan Lotka-Volterra yang dimodifikasi sebagai berikut:

    ixzhyzgzdtdz

    fyzexydydtdy

    cxybxzaxdtdx

    +=

    +=

    += (24)

    Dengan, a : laju pertumbuhan intrinsik spesies x. b : besarnya laju peningkatan pertumbuhan spesies x akibat bertambahnya satu individu

    spesies z di dalam populasi. c : besarnya laju penurunan spesies x akibat bertambahnya satu individu spesies y di dalam

    populasi. d : laju pertumbuhan intrinsik spesies x. e : besarnya laju peningkatan pertumbuhan spesies x akibat bertambahnya satu individu

    spesies z di dalam populasi. f : besarnya laju penurunan spesies y akibat bertambahnya satu individu spesies z di dalam

    populasi. g : laju pertumbuhan intrinsik spesies z. h : besarnya laju peningkatan pertumbuhan spesies z akibat bertambahnya satu individu

    spesies y di dalam populasi i : besarnya laju penurunan spesies z akibat bertambahnya satu individu spesies x di dalam

    populasi. ANALISIS MODEL Ada lima tahap yang dilakukan untuk menganalisis kondisi kastabilan pada kedua model tersebut antara lain:

    menentukan titik kritis mengkontruksi matrik komunitas (Jacobian). Menentukan nilai eigen dan menganalisis kondisi kestabilan. Menentukan orbit kestabilan Menafsirkan secara ekologis.

    1. Analisis Model Dinamik untuk Interaksi Dua Spesies Mutualistik 1.1 Penentuan titik kritis

    Dari persamaan (4) diperoleh empat titik kritis sebagai berikut: a. Pilih x = 0 dan y = 0 sehingga diperoleh titik kritis T1 (0, 0). b. Pilih 0=+ byaxj dan y = 0 maka diperoleh titik kritis T2 (j/a, 0) c. Pilih x = 0 dan k + cx - dy = 0 maka diperoleh titik kritis T3 (0, k/d)

  • 21

    d. Pilih 0=+ byaxj dan k + cx - dy = 0 maka akan diperoleh titik kritis T4

    +

    +

    bcadakcj

    bcadbkdj ,

    1.2 Kontruksi Matrik Jacobi

    Dengan melakukan pelinieran pada sistem persamaan (20) maka diperoleh matrik komunitas

    +

    +=dycxkcy

    bxbyaxjJ i 2

    2 (12)

    Matrik komunitas diperoleh dengan mensubstitusikan titik kritis T1,T2,T3 dan T4 yang telah diperoleh ke dalam matrik Ji (11) yaitu:

    =k

    jJ

    00

    1 (13)

    +

    =j

    ack

    jabj

    J0

    2 (14)

    +

    =kk

    dc

    kdbj

    J0

    3 (15)

    =2221

    12114 AA

    AAJ (16)

    Dengan,

    A11 = bcadbkdja

    + )(

    A12 = bcadbkdjb

    + )(

    A21 = bcadakcjc

    + )(

    A22 = bcad

    akcjd+ )(

    1.3 Analisis kestabilan titik kritis

    Melalui persamaan (11) dapat diperoleh persamaan karakteristik pada titik kritis masing-masing, yaitu:

    [ ][ ] == kjIJP )det()( 11 =0 (17) 0

    ][)det()( 22

    =

    +==

    ack

    jIJP (18)

    [ ] 0)det()( 33

    =

    +==

    k

    kdbjIJP (19)

    0)det()( 244 =+== IJP (20) Dengan,

  • 22

    ++

    +=

    +==

    bcadakcjd

    bcadbkdja

    AAJtr)()(

    )( 22114

    +

    +

    +

    +=

    ==

    bcadackjc

    bcadkbbdj

    bcadakcjd

    bcadbkdja

    AAAAJ

    22

    211222114

    )()()det(

    Titik Kritis T1

    Nilai eigen dari persamaan (17) yaitu, j=1 dan k=2 Diketahui j dan k positif (0

  • 23

    (a) (b) Gambar 5. (a) Grafik ruang fase bidang xy dengan kondisi awal x = 1, y = 1 dan t = 100 (b) Grafik laju populasi dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1

    Gambar 5 memperlihatkan bahwa titik kritis T1 merupakan titik simpul tak stabil, dari Gambar 5 terlihat orbit bergerak menjauhi T1(0,0) dan bergerak menuju titik kritis T4(1.6,1.6), sehingga titik kritis tersebut merupakan titik simpul yang stabil. Kondisi ini diperoleh karena pada saat ad > bc maka akan diperoleh nilai eigen untuk T1 merupakan dua buah nilai real positif 0,0 21 >> dan sedangkan untuk titik kritis T4 saat ad > bc akan diperoleh nilai eigen berupa dua buah real negatif 0,0 21 bc semua sistem bergerak menuju kestabilan asimtotik. Pada kondisi ini kedua spesies dapat hidup bersama dan bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu dengan syarat interaksi intraspesifiknya (interaksi antaspesies itu sendiri) harus lebih besar dibandingkan dengan interaksi interspesifiknya (interaksi dengan spesies yang berbeda).

    (a) (b)

  • 24

    (c) (d) Gambar 6. Grafik kestabilan titik kritis T4 saat ad > bc (a) ruang fase bidang xy dengan memvariasikan kondisi awal dan t = 100 (a) laju populasi kondisi awal x = 2 dan y = 2 (b) laju populasi kondisi awal x = 1 dan y = 2 dan (c) laju populasi kondisi awal x = 2 dan y = 1. kasus ad < bc

    Dengan parameter a = d = 0.5 , b = c = 1, j = k = 0.8 dan kondisi awal bervariasi, maka diperoleh grafik ruang fase dan grafik laju populasinya sebagaimana diperlihatkan pada gambar berikut.

    Gambar 7 memperlihatkan bahwa pada saat parameter ad < bc (interaksi interspesifiknya lebih dominan dari interaksi intraspesifik) maka ruang fase tersebut memperlihatkan perilaku dinamik yang tidak stabil, karena orbit bergerak menjauhi titik kritis T4. Pada kondisi tersebut kedua populasi spesies memperoleh keuntungan yang berlebihan sehingga laju pertumbuhan kedua spesies mengalami peningkatan tanpa batas dan terjadi peledakan populasi.

    (a)

    (b) Gambar 7.(a) grafik ruang fase bidang xy dengan kondisi awal x = 1, y = 1 dan t = 1 (b) grafik laju perubahan populasi dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1 2. Analisis Model Dinamik Interaksi Dua

    Spesies Mutualistik dengan kehadiran Pemangsa

    2.1 Penentuan titik kritis

    Melalui persamaan (5) diperoleh titik kritis sebagai berikut: T1 (0,0,0). (21)

    T2 (j/a,0,0), (22)

    T3 (0,k/d,0), (23)

  • 25

    T4 , ,0dj bk cj akad bc ad bc

    + + , (24)

    T5 0, ,l fk dlf fe

    + (25)

    T6 , ,fj bl l afk adl cfj cblfa f afe

    + + + (26)

    2.2 Kontruksi Matriks Jacobi

    Dengan melakukan pelinieran pada persamaan 21, maka diperoleh matriks komunitas sebagai berikut:

    Ji=2 0

    20

    j ax by bxcy k cx dy ez ey

    fz l fy

    + + + (27)

    Matrik komunitas diperoleh dengan mensubstitusikan titik kritis yang telah diperoleh ke dalam matrik Ji (19) yaitu:

    =

    lk

    jJ

    000000

    1 (28)

    +

    =

    lacjk

    abjj

    J

    00

    00

    0

    2 (29)

    +

    +

    =

    dfkl

    dekk

    dck

    dbkj

    J

    00

    00

    3

    (30)

    =

    333231

    232221

    131211

    4

    AAAAAAAAA

    J (31)

    Dengan,

    ++=

    ==

    +=+=

    +=

    =+=+=

    bcadakjcflA

    AA

    bcadakjceA

    bcadakjcdA

    bcadakjccA

    AbcaddjbkbA

    bcaddjbkaA

    33

    32

    31

    23

    22

    21

    13

    12

    11

    00

    )(

    )(

    )(0

    )(

    )(

    +

    =

    00

    00

    5

    edlfk

    fel

    fdl

    fcl

    fblj

    J (32)

    =

    333231

    232221

    131211

    6

    BBBBBBBBB

    J (33)

    Dengan,

    11

    12

    13

    21

    22

    ( )

    ( )

    0

    a fj blBaf

    b fj blBaf

    BclBfdlBf

    +=+=

    ==

    =

    0

    0

    33

    32

    31

    23

    =

    ++==

    =

    Bae

    cblcfjadlafkB

    BfelB

    2.3 Analisis kestabilan titik kritis Titik Kritis T1

  • 26

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T1 yaitu:

    1 2 3, ,j k l = = = (34)

    Sehingga, karena pada titik kritis ini nilai eigen terdiri dari dua real positif dan satu real negatif maka trayektor pada titik ini merupakan titik tak stabil. Titik Kritis T2

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T2 yaitu:

    1 2 3, ,ka cjj l

    a += = = (35)

    Diperoleh bahwa nilai eigen dari titik kritis ini terdiri dari dua nilai real negatif dan satu real positif. Sehingga aliran vektor pada titik kritis ini juga merupakan titik tak stabil. Titik Kritis T3

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T3 yaitu:

    1 2 3, ,bk dj fk dlk

    d d + = = = (36)

    Dari nilai eigen tersebut dapat diperoleh bahwa pada titik kritis tersebut merupakan titik tak stabil.

    Titik Kritis T4

    Kondisi kestabilan pada T4 terjadi saat pemangsa punah, sehingga analisis dari titik kritis ini sama dengan model interaksi mutualisme dua spesies tanpa kehadiran pemangsa.

    Untuk menganalisis kondisi kestabilan dari titik kritis T4, maka diperlukan analisis tiap parameter yang digunakan sebagai berikut:

    Tabel 1. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam titik kritis T4 Model Mutualisme

    Kasus a b c d ad > bc ad < bc

    2.5 0.5

    1 1

    1 1

    2.5 0.5

    Kasus ad > bc

    Pada saat ad > bc maka akan diperoleh nilai eigen sebagai berikut:

    1 2 30.333, 1.000, 2.333 = = =

    Sehingga trayektor pada titik tersebut

    merupakan titik stabil.

    Gambar 8. Grafik ruang fase titik kritis T4 dengan kondisi awal x = 1, y = 1, z = 1, t = 1000 dan parameter a = 2.5, b = 1, c = 1 dan d = 2.5 Gambar 9. Grafik ruang fase dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1 Kasus ad < bc

    Pada saat ad < bc maka akan diperoleh nilai eigen sebagai berikut:

    1 2 33.000, 1.000, 2.999 = = =

    Sehingga trayektor pada titik tersebut merupakan titik tak stabil, karena ada satu nilai eigennya yang bernilai real positif.

  • 27

    Gambar 10. Grafik ruang fase titik kritis T4 dengan kondisi awal x = 1, y = 1, z = 1, t = 1000 dan parameter a = 0.5, b = 1, c = 1 dan d = 0.5 Gambar 11. Grafik ruang fase dengan kondisi awal x = 1 dan y = 1 Titik Kritis T5

    Untuk menganalisis kondisi kestabilan dari titik kritis T5 maka diperlukan analisis tiap parameter yang digunakan sebagai berikut: Tabel 2. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam titik kritis T5 model mutualisme

    Kasus f k d l

    fk < dl

    fk < dl

    fk = dl

    fk > dl

    fk > dl

    fk > dl

    1

    1

    1

    1

    1

    1

    1

    1

    1

    1

    1

    1

    1.5

    1.2

    1

    0.7

    0.5

    0.3

    1.5

    1.2

    1

    0.7

    0.5

    0.3

    Dari beberapa parameter tersebut dapat

    diperoleh grafik ruang fase yang mamperlihatkan gejala bifurkasi pada titik kritis T5 .Gambar 12 memperlihatkan gejala bifurkasi yang terjadi pada titik kritis T5. Gambar 12(a) memperlihatkan orbit kestabilan di sekitar titik kritis T5 yang merupakan titik stabil kemudian dengan mengubah parameter, secara perlahan titik tersebut berubah menjadi spiral yang stabil seperti yang terlihat pada gambar 12(d), 12(e) dan 12(f). Terlihat trayektor memiliki lintasan periodik spiral di sekitar titik kritis yang semakin memenuhi bidang spiral.

    Gambar 13 memperlihatkan laju perubahan

    populasi ketika spesies x tetap, dari grafik tersebut terlihat ketika populasi spesies x tetap maka populasi spesies y akan mengalami penurunan secara periodik hingga mencapai keseimbangan populasi, penurunan ini disebabkan karena laju pertumbuhan populasi dipengaruhi secara mutual oleh spesies x sehingga ketika interaksi interspesifiknya berkurang dibandingkan dengan interaksi intraspesifiknya maka populasinya akan mengalami penurunan secara periodik. Dari gambar terlihat pula ketika spesies x dibuat tetap populasi pemangsa z akan mengalami penurunan juga seiring dengan menurunnya spesies y yang menjadi mangsanya sampai pada suatu keseimbangan populasi tertentu. Analisis Titik Kritis T5 Parameter 1

    Jika parameter yang dipakai adalah f = 1, k = 1, d = 1.5 dan l = 1.5 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:

    1 2 32.500, 0.647, -2.897 = = =

  • 28

    Diperoleh dua buah nilai eigen positif yang

    bersesuaian dengan bidang tak stabil dan satu nilai eigen real negatif yang bersesuaian dengan garis stabil, sehingga dari nilai eigen tersebut diketahui pada titik kritis tersebut dengan kondisi parameter fk < dl merupakan titik sadel. Parameter 2

    Jika parameter yang dipakai adalah f = 1, k = 1, d = 1.2 dan l = 1.2 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:

    1 2 32.200, 0.302, -1.742 = = =

    Diperoleh dua buah nilai eigen positif yang

    bersesuaian dengan bidang tak stabil dan satu nilai eigen real negatif yang bersesuaian dengan garis stabil. Dari nilai eigen tersebut diketahui pada titik kritis tersebut dengan kondisi parameter fk < dl merupakan titik sadel.

    Parameter 3

    Jika parameter yang dipakai adalah f = 1, k = 1, d = 1 dan l = 1, maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:

    1 2 32.000, 0.000, -1.000 = = =

    Diperoleh sebuah eigen positif yang

    bersesuaian dengan bidang tak stabil dan satu nilai eigen real negatif yang bersesuaian dengan garis stabil. Sehingga, dari nilai eigen tersebut maka diketahui pada titik kritis tersebut dengan kondisi parameter fk = dl merupakan titik stabil.

    Parameter 4

    Jika parameter yang dipakai adalah f =1, k = 1, d = 0.7 dan l = 0.7 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:

    1 2

    3

    1.700, -0.245 0.544 i-0.245-0.544 i

    = = +=

    Sehingga diperoleh dua buah nilai eigen

    kompleks dengan bagian realnya bernilai negatif sehingga orbit yang dihasilkan membentuk sebuah bidang bersifat spiral stabil. Dan sebuah garis tak stabil yang bersesuaian dengan niali eigen real positifnya. Parameter 5

    Jika parameter yang dipakai adalah f = 1, k = 1, d = 0.5 dan l = 0.5 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:

    1 2

    3

    1.500, -0.125 0.599 i-0.125-0.599 i

    = = +=

    Sehingga diperoleh dua buah nilai eigen

    kompleks dengan bagian realnya bernilai negatif sehingga orbit yang dihasilkan membentuk sebuah bidang bersifat spiral stabil. Dan sebuah garis tak stabil yang bersesuaian dengan niali eigen real positifnya. Parameter 6

    Jika parameter yang dipakai adalah f = 1, k = 1, d = 0.3 dan l = 0.3 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:

    1 2

    3

    1.300, -0.045 0.520 i -0.045-0.520 i

    = = +=

    Sehingga diperoleh dua buah nilai eigen kompleks dengan bagian realnya bernilai negatif sehingga orbit yang dihasilkan membentuk sebuah bidang bersifat spiral stabil. Dan sebuah garis tak stabil yang bersesuaian dengan nilai eigen real positifnya.

  • 29

    (a) (b)

    (c) (d)

    (e) (f) Gambar 12. Bifurkasi yang terjadi pada titik kritis T5 dengan t =1000 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter d = 1.5 dan l = 1.5 (b) parameter d = 1.2 dan l = 1.2 (c) parameter d = 1 dan l = 1 (d) parameter d = 0.7 dan l = 0.7 (e) parameter d = 0.5 dan l = 0.5 serta (f) parameter d = 0.3 dan l = 0.3.

  • 30

    (a) (b)

    (c) (d)

    (e) (f) Gambar 13. Grafik Laju Perubahan Populasi pada Titik Kritis T5 dengan beberapa parameter, (a) parameter d = 1.5 dan l = 1.5 (b) parameter d = 1.2 dan l = 1.2 (c) parameter d = 1 dan l = 1 (d) parameter d = 0.7 dan l = 0.7 (e) parameter d = 0.5 dan l = 0.5 serta (f) parameter d = 0.3 dan l = 0.3.

  • 31

    Titik Kritis T6

    Untuk menganalisis kondisi kestabilan dari titik kritis T6 maka diperlukan analisis tiap parameter yang digunakan sebagai berikut: Tabel 3. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam titik kritis T6 model mutualisme

    Kasus a b c dad > bc ad > bc ad > bc ad = bc ad < bc ad < bc

    1 1 1 1 1 1

    0.1 0.5 0.8 1

    1.1 1.2

    0.1 0.5 0.8 1

    1.1 1.2

    1 1 1 1 1 1

    Gambar 14. memperlihatkan terjadinya

    bifurkasi pada titik kritis T6 sesuai dengan perubahan pada parameter yang diberikan. Pada gambar 14(a) dengan parameter b = 0.1 dan c = 0.1, di sekitar titik kritisnya masih bersifat sebagai Simpul Stabil. Sedangkan pada gambar 14(b), 14(c), 14(d), dan 14(e) memperlihatkan bahwa terjadi bifurkasi dari simpul stabil menjadi Spiral Stabil. Jika parameter yang digunakan yaitu b = 1.2 dan c = 1.2 maka orbit di sekitar titik kritis tersebut akan bersifat Spiral Tak Stabil. Sehingga pada titik kritis T6 terjadi tiga kali bifurkasi yang memiliki sifat yang berbeda tergantung pada parameter yang digunakan.

    Gambar 15 memperlihatkan laju perubahan populasi dengan memvariasikan parameter yang digunakan.pada gambar 15(a), 15(b), 15(c), 15(d), dan 15(e) memperlihatkan adanya kestabilan populasi karena parameter yang digunakan yaitu ad > bc, atau terjadinya interaksi antar spesies itu sendiri lebih besar (intraspesifik) dibandingkan dengan interaksi antar spesies yang berbeda (interspesifik) sehingga populasi ketiga spesies berada pada kondisi stabil. Sedangkan pada gambar 15(f) dengan parameter ad < bc atau interaksi antar spesies berbeda lebih besar dari interaksi antar spesies sejenis maka akan terjadi ketidakstabilan sehingga populasi ketiga spesies akan meningkat secara drastis, dalam hal ini pemangsa merupakan spesies yang paling diuntungkan sehingga populasinya meningkat paling tinggi dibandingkan spesies x dan spesies y.

    Kasus ad > bc Jika parameter yang dipakai adalah a = 1,b = 0.1, c = 0.1, d = 1, e = 1, f = 1, g = 1, h = 1, j = 1, k = 1 , l = 1. maka akan di peroleh nilai eigen:

    1 2 3-1.145, -0.826, -0.127 = = =

    Dari nilai eigen yang diperoleh dapat dianalisis bahwa pada kondisi parameter ini maka akan diperoleh orbit di sekitar titik kritis yang bersifat simpul stabil karena nilai eigennya merupakan real negatif. Sehingga, jika interaksi antarspesiesnya lebih diperkecil maka akan diperoleh titik kritis yang bersifat simpul stabil seperti terlihat pada gambar 14(a). Pada gambar 15(a) terlihat laju perubahan populasi menuju suatu kestabilan asimtotik dimana populasi spesies x dan spesies y memiliki populasi tertinggi, sedangkan pemangsa z mengalami populasi terendah yang juga stabil. Kasus ad = bc Jika parameter yang dipakai adalah a = 1.01, b = 1.01, c = 1, d = 1, e = 1, f = 1, g = 1, h = 1, j = 1, k =1, l = 1. maka akan diperoleh nilai eigen:

    1 2

    3

    -2.808, -0.100+1.189 i-0.100-1.189 i

    = ==

    Dari nilai eigen yang diperoleh dapat

    dianalisis bahwa pada kondisi parameter ini maka akan diperoleh orbit di sekitar titik kritis yang bersifat spiral stabil seperti terlihat pada gambar 14(d). karena nilai eigennya merupakan kompleks dengan bagian realnya bernilai negatif sehingga bersifat stabil. Pada gambar 15(d) terlihat laju perubahan populasi menuju suatu kestabilan asymtotic dimana populasi spesies x dan pemangsa z memiliki populasi tertinggi sedangkan populasi spesies y yang menjadi mangsa dari predator z memiliki populasi yang paling rendah karena adanya pemangsaan dari pemangsa z, sedangkan interaksi interspesifiknya dan interaksi intraspesifiknya sama besar, populasi spesies y inipun menuju suatu kestabilan populasi.

  • 32

    (a) (b)

    (c) (d)

    (e) (f) Gambar 14. Bifurkasi yang terjadi pada titik kritis T6 dengan t = 1000 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter b = 0.1 dan c = 0.1 (b) parameter b = 0.5 dan c = 0.5 (c) parameter b = 0.8, c = 0.8 (d) parameter b = 1 dan c = 1 (e) parameter b = 1.1 dan c = 1.1 serta (f) parameter b = 1.2 dan c = 1.2.

  • 33

    (a) (b)

    (c) (d)

    (e) (f) Gambar 15. Grafik Laju Perubahan Populasi pada Titik Kritis T6 dengan beberapa parameter, (a) parameter b = 0.1 dan c = 0.1 (b) parameter b = 0.5 dan c = 0.5 (c) parameter b = 0.8, c = 0.8 (d) parameter b = 1 dan c = 1 (e) parameter b = 1.1 dan c = 1.1 serta (f) parameter b = 1.2 dan c = 1.2.

  • 34

    Kasus ad < bc Jika parameter yang dipakai adalah a = 1, b = 1.2, c = 1.2, d = 1, e = 1, f = 1 , g = 1, h =1, j = 1, k = 1, l = 1. maka akan di peroleh nilai eigen:

    1 2

    3

    -3.237, 0. 018+1.339 i0.018-1.339 i

    = ==

    Dari nilai eigen yang diperoleh dapat

    dianalisis bahwa pada kondisi parameter ini maka akan diperoleh orbit di sekitar titik kritis yang bersifat spiral tak stabil sebagaimana diperlihatkan pada gambar 14(f). Karena nilai eigen yang diperoleh merupakan kompleks dengan bagian real bernilai positif sehingga bersifat tak stabil.

    Gambar 15(f) memeperlihatkan laju perubahan populasi dengan parameter yang digunakan dalam hal ini yaitu ad < bc sehingga interaksi antarspesies yang berbeda lebih besar dibandingkan dengan interaksi antar spesies sejenisnya sehingga menimbulkan pengaruh pada pemangsaan spesies y oleh pemangsa z. Jadi ketika interaksi intraspesifik lebih kecil dari interaksi interspesifiknya maka pengaruh pemangsaan spesies y oleh pemangsa juga akan amat mempengaruhi kestabilan spesies x meski tak terkait secara langsung dengan pemangsa z. Spesies x dan spesies y akan mengalami fluktuasi secara periodik, sedangkan pemangsa z akan mengalami peningkatan populasi secara drastis namun tetap periodik menuju ketidakstabilan populasi.

    3. Analisis Model Dinamik Dua Mangsa

    Satu Pemangsa tanpa Kompetisi Intraspesifik.

    3.1 Penentuan titik kritis

    Melalui persamaan (5) diperoleh titik kritis sebagai berikut: T1=(0, 0, 0) (37) T2=(0, e/g, c/d) (38) T3=(e/f, 0, a/b) (39)

    3.2 Kontruksi Matriks Jacobi

    Dengan melakukan pelinieran pada persamaan (22) maka diperoleh matriks komunitas

    ++

    =gyfxegzfz

    dydzcbxbza

    Ji 00

    (40)

    Matrik komunitas diperoleh dengan mensubstitusikan titik kritis yang telah diperoleh ke dalam matrik Ji (29) yaitu:

    =

    ec

    aJ

    000000

    1 (41)

    =

    0

    00

    00

    2

    dgc

    dfc

    gde

    dbca

    J (42)

    =0

    00

    00

    3

    bga

    bfa

    bdac

    fbe

    J (43)

    3.3 Analisis kestabilan titik kritis Titik Kritis T1

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T1 yaitu:

    1 2 3, ,a c e = = = (44)

    Karena terdapat dua buah nilai eigen bernilai real positif, maka titik kritis T1 bersesuaian dengan bidang tak stabil dan juga terdapat satu nilai eigen bernilai real negatif yang bersesuaian dengan sebuah garis bersifat stabil. Jadi pada titik kritis T1 merupakan titik sadel.

  • 35

    Titik Kritis T2

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T2 yaitu:

    ce

    ced

    bcad

    ==

    =

    3

    2

    1

    (45)

    Dari nilai eigen tersebut terdapat dua buah

    nilai eigen imajiner murni cei=2,1 maka titik kritis ini membentuk sebuah bidang fokus (Center Point). Sedangkan nilai eigen

    dbcad =1 akan mevariasikan kondisi

    kestabilan sebuah garis terhadap titik kritisnya. Jika ad > bc maka diperoleh nilai eigen real positif yang bersesuaian dengan titik tak stabil. Jika ad < bc maka diperoleh nilai eigen real negatif yang bersesuaian dengan titik stabil. Sedangkan jika ad = bc maka nilai eigen akan sama dengan nol sehingga sifat titik kritis T2 membentuk titik fokus (Center Point). Titik Kritis T3

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T3 yaitu:

    ae

    aeb

    bcad

    ==

    =

    3

    2

    1

    (46)

    Dari nilai eigen tersebut terdapat dua buah

    nilai eigen imajiner murni aei=2,1 maka titik kritis ini membentuk sebuah bidang fokus (Center Point). Sedangkan nilai eigen

    bbcad =1 akan mevariasikan kondisi

    kestabilan sebuah garis terhadap titik kritisnya. Jika ad > bc maka diperoleh nilai eigen real positif yang bersesuaian dengan titik tak stabil. Jika ad < bc maka diperoleh nilai eigen real negatif yang bersesuaian dengan titik stabil. Sedangkan jika ad = bc maka nilai eigen akan sama dengan nol sehingga sifat titik kritis T3 membentuk fokus (Center Point). kasus ad = bc

    Gambar 16(a) memperlihatkan sebuah ruang fase yang bersifat titik fokus (center point) pada titik kritis T3. Hal ini terjadi karena

    pada kondisi parameter ad = bc maka titik kritis T3 akan memiliki dua buah nilai eigen imajiner murni dan semua bagian realnya akan bernilai nol. Gambar 17(a) memperlihatkan grafik laju perubahan populasi ketiga spesies. saat parameter ad = bc maka pertumbuhan dan penurunan karena pemangsaan pada spesies x akan sama besarnya dengan pertumbuhan dan penurunan karena pemangsaan pada spesies y. Sehingga spesies x dan spesies y akan mengalami laju pertumbuhan populasi yang sama. Sedangkan pemangsa z akan memiliki laju pertumbuhan terbesar karena dalam hal ini spesies yang paling diuntungkan adalah spesies pemangsa z. Laju pertumbuhan populasi ketiga spesies akan menuju kestabilan periodik. Kasus ad > bc

    Gambar 16(b) memperlihatkan sebuah ruang fase yang bersifat spiral tak stabil pada titik kritis T3. Hal ini terjadi karena pada kondisi parameter ad > bc maka titik kritis T3 akan memiliki dua buah nilai eigen imajiner murni yang bersesuaian dengan bidang xz yang bersifat spiral stabil sehingga spesies x dan predator z akan mengalami keseimbangan populasi dan pada titik kritis T3 terdapat juga nilai eigen real positif yang bersesuaian dengan sebuah garis sumbu y tak stabil yang artinya spesies y akan mengalami kepunahan. Gambar 17(b) memperlihatkan grafik laju perubahan ketiga spesies. saat parameter ad > bc maka spesies x akan memiliki laju pertumbuhan intrinsik yang lebih besar dari spesies y dan laju penurunan populasi karena pemangsaan oleh pemangsa pun lebih kecil dibandingkan dengan spesies y sehingga dalam kehidupannya spesies x akan mengalami kestabilan secara periodik karena laju pertumbuhan besar sedangkan pemangsaannya kecil. Sedangkan spesies y akan mengalami kepunahan karena laju pertumbuhan intrinsiknya yang kecil tidak sebanding dengan pemangsaan yang dilakukan pemangsa z. Dari gambar terlihat pemangsa z akan memiliki laju pertumbuhan terbesar karena dalam hal ini spesies yang paling diuntungkan adalah spesies pemangsa z. laju pertumbuhan spesies z akan bertambah karena pemangsaanya, dan akan distabilkan dengan adanya kematian alami dari pemangsa z.

  • 36

    Kasus ad < bc

    Gambar 16(e) memperlihatkan sebuah ruang fase yang bersifat spiral stabil pada titik kritis T3. Hal ini terjadi karena pada kondisi parameter ad < bc maka titik kritis T3 akan memiliki dua buah nilai eigen imajiner murni yang bersesuaian dengan bidang yz yang bersifat spiral stabil, sehingga spesies y dan pemangsa z akan mengalami keseimbangan populasi dan pada titik kritis T3 terdapat juga nilai eigen real positif yang bersesuaian dengan sebuah garis sumbu x tak stabil yang artinya spesies x akan mengalami kepunahan. Gambar 17(e) memperlihatkan grafik laju perubahan populasi ketiga spesies. Saat parameter ad < bc maka spesies y akan memiliki laju pertumbuhan intrinsik yang lebih besar dari spesies x dan laju penurunan populasi karena pemangsaan oleh pemangsapun lebih kecil dibandingkan dengan spesies x, sehinggga dalam kehidupannya spesies y akan mengalami kestabilan secara periodik karena laju pertumbuhan besar, sedangkan pemangsaannya kecil. Sedangkan spesies x akan mengalami kepunahan karena laju pertumbuhan intrinsiknya yang kecil tidak sebanding dengan pemangsaan yang dilakukan pemangsa z. Dari gambar terlihat pemangsa z akan memiliki laju pertumbuhan terbesar karana dalam hal ini spesies yang paling diuntungkan adalah spesies pemangsa z. laju pertumbuhan spesies z akan bertambah karena pemangsaanya dan akan distabilkan dengan adanya kematian alami dari pemangsa z.

    Hasil Numerik

    Secara numerik diperoleh grafik ruang fase dan laju populasi dengan memvariasikan beberapa parameter yang terkait, sebagai berikut:

    Tabel 4. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam model dua mangsa satu pemangsa

    a b c dad = bc ad > bc ad > bc ad > bc ad < bc ad < bc

    1 2

    20 28 1 1

    1 1 1 1 2 20

    1 1 1 1 2

    20

    1 2

    20 28 1 1

    Dalam model interaksi dua spesies mangsa

    satu pemangsa tidak terdapat hubungan interaksi intraspesifik. dari analisis model terlihat adanya gejala bifurkasi pada ruang phasanya. Saat parameter ad = bc maka ruang fasenya pada titik kritisnya merupakan titik center, sehingga ketiga spesies dapat hidup untuk jangka waktu lama dengan stabil. Saat parameternya ad < bc maka ruang fasenya bersifat spiral tak stabil sehingga saat kondisi ini spesies x mengalami kepunahan, sedangkan spesies y dan pemangsa z memiliki laju populasi stabil periodik. Sedangkan saat ad < bc maka ruang fasenya bersifat spiral stabil.namun dalam kondisi ini spesies y mengalami kepunahan sedangkan spesies x dan pemangsa z memiliki populasi stabil

  • 37

    (a) (b)

    (c) (d)

    (e) (f) Gambar 16. Bifurkasi yang terjadi pada model dua mangsa satu pemangsa dengan t = 500 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter a =1, b = 1, c = 1 dan d = 1 (b) parameter a = 2, b = 1, c = 1 dan d = 2 (c) parameter a = 20, b = 1, c = 1 dan d = 20 (d) parameter a = 28, b = 1, c = 1 dan d = 28 (e) parameter a = 1, b = 2, c = 2 dan d = 1 (f) parameter a = 1, b = 20, c = 20 dan d = 1

  • 38

    (a) (b)

    (c) (d)

    (e) (f) Gambar 17. Grafik Laju Perubahan Populasi pada model dua mangsa satu pemangsa dengan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter a = 1, b = 1, c = 1 dan d = 1 (b) parameter a = 2, b = 1, c = 1 dan d = 2 (c) parameter a = 20, b = 1, c = 1 dan d = 20 (d) parameter a = 28, b = 1, c = 1 dan d = 28 (e) parameter a = 1, b = 2, c = 2 dan d =1 (f) parameter a = 1, b = 20, c = 20 dan d = 1

  • 39

    4. Analisis Model Dinamik Dua Mangsa Satu Pemangsa dengan Kompetisi Intraspesifik

    4.1 Penentuan titik kritis

    Melalui persamaan (5) diperoleh titik kritis sebagai berikut:

    { }12

    3

    4

    0, 0, 0

    , 0, 0

    0, , 0

    0, ,

    T x y z

    jT x y za

    kT x y zdl dl khT x y zh hf

    = = = = = = = = = = = = = = = =

    (47)

    5

    6

    7

    , 0,

    , , 0

    l al gjT x y zg gc

    bk jd ak jeT x y zad be ad belcd lfb hck hfjx

    cgd ceh fgb fahcgk cel fal fgjT y

    cgd ceh fgb fahgbk bel kha gjd jeh aldz

    cgd ceh fgb fah

    = = = = = = = =

    + + = + + = = + + += + (48)

    4.2 Kontruksi Matriks Jacobi

    Dengan melakukan pelinieran pada persamaan (23) maka diperoleh matriks komunitas

    22i

    j ax by cz bx cxJ ey k dy ex fz fy

    gz hz l gx hy

    = + + (49)

    4.3 Analisis kestabilan titik kritis

    Untuk melihat terjadinya bifurkasi, maka dibuat beberapa parameter yang dianggap tetap yaitu a = 0.001, b = 0.001, d = 0.001, e = 0.0015, f = 0.001, g = 0.005, h = 0.0005, j = 1, k = 1, l = 1 dan memvariasikan variabel c.

    Titik Kritis T1

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T1 yaitu:

    1

    2

    3

    jk

    l

    ===

    (50)

    Jika parameter j = k = l = 1 maka akan diperoleh nilai eigen :

    1

    2

    3

    11

    1

    ===

    Karena terdapat dua buah nilai eigen bernilai real positif maka titik kritis T1 bersesuaian dengan bidang tak stabil dan juga terdapat satu nilai eigen bernilai real negatif yang bersesuaian dengan sebuah garis bersifat stabil. Jadi pada titik kritis T1 merupakan titik Sadel. Titik Kritis T2

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T2 yaitu:

    agjla

    aejka

    j

    )(

    )(

    3

    2

    1

    +=

    +==

    (51)

    Jika parameter j = k = l = 1 maka akan

    diperoleh nilai eigen :

    aga

    aea

    )(

    )(1

    3

    2

    1

    +=

    +==

    Terdapat tiga kondisi kestabilan pada

    titik kritis ini, yaitu bisa bersifat titik stabil jika semua parameter menghasilkan nilai eigen real negatif, bersifat titik tak stabil jika semua parameter menghasilkan nilai eigen real positif dan bersifat sadel jika semua parameter menghasilkan real positif dan negatif.

  • 40

    Titik Kritis T3

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T3 yaitu:

    dhkld

    dbkjd

    k

    )(

    )(

    3

    2

    1

    =

    ==

    (52)

    Jika parameter j = k = l = 1 maka akan diperoleh nilai eigen :

    dhd

    dbd

    )(

    )(1

    3

    2

    1

    =

    ==

    Terdapat tiga kondisi kestabilan pada titik kritis ini, yaitu bisa bersifat titik stabil jika semua parameter menghasilkan nilai eigen real negatif, bersifat titik tak stabil jika semua parameter menghasilkan nilai eigen real positif dan bersifat sadel jika semua parameter menghasilkan real positif dan negatif.

    Titik Kritis T4

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T4 yaitu:

    hlkhdhldlld

    hlkhdhldlld

    hfchkcldblfjhf

    244

    244

    )(

    2222

    3

    2222

    2

    1

    ++=

    +=

    +=

    (53)

    Jika parameter j = k = l = 1 maka akan diperoleh nilai eigen :

    hhhddd

    hlhhddd

    hfchcdbfhf

    244

    244

    )(

    22

    3

    22

    2

    1

    ++=

    +=

    +=

    Terdapat tiga kondisi kestabilan pada titik kritis ini, yaitu bisa bersifat spiral stabil jika parameter menghasilkan sebuah nilai eigen real negatif dan terdapat dua buah nilai eigen kompleks, bersifat spiral tak stabil jika parameter menghasilkan sebuah nilai eigen real positif dan terdapat dua buah nilai eigen kompleks, sedangkan jika parameter menghasilkan nilai eigen real sama dengan

    nol dan dua buah nilai eigen bersifat imajiner murni maka pada titik kritis tersebut bersifat titik fokus (Center Point). Titik Kritis T5

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T5 yaitu:

    gljgaglalla

    gljgaglalla

    gcfgjflaelckgc

    244

    244

    )(

    2222

    3

    2222

    2

    1

    ++=

    +=

    +=

    (54)

    Jika parameter j = k = l = 1 maka akan diperoleh nilai eigen :

    gggaaa

    gggaaa

    gcfgfaecgc

    244

    244

    )(

    22

    3

    22

    2

    1

    ++=

    +=

    +=

    Terdapat tiga kondisi kestabilan pada

    titik kritis ini, yaitu bisa bersifat spiral stabil jika parameter menghasilkan sebuah nilai eigen real negatif dan terdapat dua buah nilai eigen kompleks, bersifat spiral tak stabil jika parameter menghasilkan sebuah nilai eigen real positif dan terdapat dua buah nilai eigen kompleks, sedangkan jika parameter menghasilkan nilai eigen real sama dengan nol dan dua buah nilai eigen bersifat imajiner murni maka pada titik kritis tersebut bersifat titik fokus (Center Point). Titik Kritis T6

    Dari persamaan karakteristik dan parameter j = k = l = 1 maka akan diperoleh nilai eigen:

    )()(

    1)(

    )(

    3

    2

    1

    adbebedeabad

    adbehehagbgdbead

    +=

    =

    ++=

    (55)

    Terdapat tiga kondisi kestabilan pada

    titik kritis ini, yaitu bisa bersifat titik stabil jika semua parameter menghasilkan nilai eigen real negatif, bersifat titik tak stabil jika

  • 41

    semua parameter menghasilkan nilai eigen real positif dan bersifat sadel jika semua parameter menghasilkan real positif dan negatif.

    Titik Kritis T7

    Untuk menganalisis kondisi kestabilan

    dari titik kritis T7 maka diperlukan analisis tiap parameter yang digunakan sebagai berikut:

    Parameter 1

    Jika parameter yang dipakai adalah c = 0.003 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:

    ii

    161.0003.0161.0003.0,916.0

    3

    21

    =+==

    Sehingga diperoleh dua buah nilai eigen

    kompleks sehingga orbit yang dihasilkan membentuk sebuah bidang bersifat spiral stabil. Dan sebuah garis stabil yang bersesuaian dengan nilai eigen real negatifnya.

    Parameter 2

    Jika parameter yang dipakai adalah c = 0.005 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:

    ii

    158.0012.0158.0012.0,949.0

    3

    21

    =+==

    Sehingga diperoleh dua buah nilai eigen

    kompleks sehingga orbit yang dihasilkan membentuk sebuah bidang bersifat spiral stabil. Dan sebuah garis stabil yang bersesuaian dengan nilai eigen real negatifnya. Parameter 3

    Jika parameter yang dipakai adalah c = 0.008 maka secara numerik diperoleh nilai eigen sebagai berikut:

    ii

    157.0015.0157.0015.0,962.0

    3

    21

    =+==

    Sehingga diperoleh dua buah nilai eigen

    kompleks sehingga orbit yang dihasilkan membentuk sebuah bidang bersifat spiral stabil. Dan sebuah garis stabil yang bersesuaian dengan nilai eigen real negatifnya.

  • 42

    (a) (b)

    (c) (d)

    (e) (f) Gambar 18. Bifurkasi yang terjadi pada titik kritis T7 dengan t = 1000 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) bersifat periodik dengan c = 0.003 (b) bersifat periodik dengan c = 0.004 (c) bersifat periodik dengan c = 0.005 (d) bersifat periodik dengan c = 0.006 (e) bersifat periodik dengan c = 0.007 serta (f) bersifat chaotik dengan c = 0.008.

  • 43

    (a) (b)

    (c) (d)

    (e) (f) Gambar 19. Laju Perubahan populasi yang terjadi pada titik kritis T7 dengan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) Laju Populasi tiga spesies dengan c = 0.003 (b) Populasi tiga spesies dengan c = 0.005 (c) Populasi tiga spesies dengan c = 0.008 (d) Plot x dan z terhadap waktu t dengan c = 0.003 bersifat peridik (e) Plot x dan z terhadap waktu t dengan c = 0.005 bersifat periodik (f) Plot x dan z terhadap waktu t dengan c = 0.008 bersifat chaotik.

  • 44

    (a) (b)

    (c) (d) Gambar 20. Attractor model dinamik dua mangsa satu pemangsa dengan kondisi awal populasi pemangsa divariasikan z0 = 2, z0 = 2.1dan z0 = 2.2 sedangkan parameter c = 0.01 (a) ruang fase tiga spesies t = 3000, (b) laju populasi mangsa x, (c) laju populasi mangsa y dan (d) laju populasi pemangsa z. Attractor Model Dua Mangsa Satu Pemangsa

    Dalam model sistem dua mangsa satu pemangsa ternyata memiliki kondisi chaotik pada parameter tertentu. Beberapa parameter yang dibuat tetap yaitu a = 0.001, b = 0.001, d = 0.001, e = 0.0015, f = 0.001, g = 0.005, h = 0.0005, j = 1, k = 1, l = 1 dan memvariasikan variabel c. Pada gambar 19(d) memperlihatkan gejala chaotik saat

    parameter c yang digunakan adalah c = 0.008.

    Salah satu sifat gejala chaotik memiliki sifat yang sangat sensitif terhadap perubahan kondisi awal (initial condition) sebagaimana di perlihatkan dalam gambar 20. Dalam hal ini kondisi awal sistem dibuat secara bervariasi terhadap kondisi awal dari populasi pemangsa z (predator) dan membuat parameter c = 0.01.

  • 45

    (a) (b)

    (c) (c) Gambar 21. Attractor model dinamik dua mangsa satu pemangsa saat kondisi awal populasi pemangsa divariasikan z0 = 2, z0 = 2.1dan z0 = 2.2 sedangkan parameter c = 0.01 (a) ruang fase tiga spesies, t = 3000 (b) ruang fase bidang xy, (c) ruang fase bidang yz dan (d) ruang fase bidang xz.

    Gambar 20 dan gambar 21 memperlihatkan gejala sifat chaotic ketika salah satu kondisi awalnya dirubah dalam hal ini katika parameter z0 divariasikan. lintasan yang ditempuh oleh atraktor akan sangat berbeda ketika kondisi awalnya divariasikan sedikit saja.

    Untuk memahami gejala chaotic pada model dinamik perlu analisis lebih lanjut. HASIL EKSPERIMEN LAPANGAN

    Hasil eksperimen lapangan terhadap laju perubahan populasi tiga spesies menunjukkan kemiripan dengan hasil simulasi dari model ekologi. Hasil eksperimen lapangan dilakukan terhadap tiga spesies, dengan kondisi dua mangsa satu predator. Dalam eksperimen ini yang menjadi spesies pemangsa adalah Ciliate Tetrahymena

    pyriformis sedangkan yang menjadi mangsanya yaitu bakteri Pedobacter dan bakteri Brevundimonas. Dalam eksperimen ini parameter pertumbuhan intrinsik bakteri dan kematian intrinsik Ciliate dapat diatur sehingga dapat divariasikan. (Becks L., F. M. Hilker, H. Malchow, K. Jurgens and H. Arndt: Experimental demonstration of chaos in a microbial foodweb. Nature (435) 1226-1229 (2005))

    Dalam eksperimen tersebut terlihat beberapa kondisi yang dapat terjadi pada sistem dinamik dua mangsa satu pemangsa. Gambar 22(a) dan gambar 22(b) memperlihatkan kondisi ketika spesies mencapai kondisi kestabilan asimtotik. pemangsa dan salah satu mangsa akan bertahan hidup sedangkan spesies mangsa lainya akan mengalami kepunahan.

  • 46

    Gambar 22(h) dan gambar 22(i) memperlihatkan kondisi semua spesies menuju sebuah kestabilan periodik. Ketiga spesies akan hidup dalam sebuah keseimbangan dinamik. Sedangkan pada gambar 22(c), 22(d), 22(e), 22(f) dan 22(g)

    memperlihatkan adanya gejala chaotik dimana dimana semua spesies akan berlangsung hidup secara tak periodik (chaotic).

    Gambar 22. Hasil Experimental dinamika Populasi sistem chemostat bacteriaciliate. Dengan memvariasikan nilai Dilution: a, 0.90 d21, b, 0.75 d21; c, 0.50 d21; dg, 0.50 d21; h, i, 0.45 d21 .lingkaran terbuka, Pedobacter (prey); lingkaran hitam, Brevundimonas (prey); bar horizontal, Tetrahymena (predator).

  • 47

    5. Analisis Model Dinamik Rantai

    Makanan Siklik 5.1 Penentuan titik kritis

    Melalui persamaan (5) diperoleh titik kritis sebagai berikut: T1=(0,0,0) (56) T2=( g/i,0,-a/b) (57) T3=(-d/e,a/c,0) (58) T4=(0,-g/h,d/f) (59)

    T5 :

    )()(

    ,)(

    )(

    ,)(

    )(

    ifcbehcidcegaehz

    ifcbehifabidbegy

    ifcbehfcgfahdbhx

    ++=

    ++=

    ++=

    (60)

    5.2 Kontruksi Matriks Jacobi

    Dengan melakukan pelinieran pada persamaan maka diperoleh matriks Jacobi

    ++

    +=

    ixhyghzizfyfzexdey

    bxcxcybzaJi

    (61)

    Matrik komunitas Jacobi diperoleh dengan mensubstitusikan titik kritis yang telah diperoleh ke dalam matrik Ji (61) yaitu:

    1

    0 00 00 0

    aJ d

    g

    = (53)

    2

    0

    0 0

    0

    cg bgi i

    eg faJ di b

    ia hab b

    = + +

    (62)

    3

    0

    0

    0 0

    cd bae c

    ea faJc c

    ha idgc e

    = + +

    (63)

    ++

    =0

    0

    00

    4

    fhd

    fid

    hfg

    heg

    hcg

    fbda

    J (64)

    =

    333231

    232221

    131211

    4

    AAAAAAAAA

    J (65)

    Dengan,

    ifcbehfcgfahdbhbA

    ifcbehfcgfahdbhcA

    A

    ++=

    ++=

    =

    )(

    )(0

    13

    12

    11

    ifcbehifabidbegfA

    Aifcbeh

    ifabidbegeA

    ++=

    =

    ++=

    )(0

    )(

    23

    22

    21

    0

    )(

    )(

    33

    32

    31

    =

    ++=

    ++=

    Aifcbeh

    cidcegaehhA

    ifcbehcidcegaehiA

  • 48

    (a) (b)

    (c) (d)

    (e) (f) Gambar 23. Bifurkasi ruang fase pada model siklik dengan t = 10 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter c = 0.6 (b) parameter c = 0.8 (c) parameter c = 0.96 (d) parameter c = 1. 2 (e) parameter c = 1.35 (f) parameter c = 1.6

  • 49

    (a) (b)

    (c) (d)

    (e) (f) Gambar 24. Grafik Laju Perubahan Populasi pada model siklik dengan dengan t = 10 dan memvariasikan parameter yang digunakan, (a) parameter c = 0.6 (b) parameter c = 0.8 (c) parameter c = 0.96 (d) parameter c = 1.2 (e) parameter c = 1.35 (f) parameter c = 1.6.

  • 50

    5.3 Analisis kestabilan titik kritis

    Untuk melihat terjadinya bifurkasi maka dibuat beberapa parameter yang dianggap tetap yaitu a = 1, b = 1, d = 1, e = 1, g = 1,dan h = 1. dan beberapa parameter dibuat bervariasi yaitu parameter b, e, dan h. Tabel 5. Nilai-nilai parameter yang di gunakan dalam model rantai makanan siklik

    Parameter c

    1

    2

    3

    1

    0.6

    1.35

    Model interaksi rantai makanan siklik

    memiliki jumlah populasi yang selalu sama sesuai parameter yang digunakan. Saat parameter beh = fic yaitu laju pertumbuhan dan penurunan spesies seimbang maka ruang fase pada titik kritisnya akan bersifat spiral tak stabil. Hal ini menunjukkan bahwa populasi ketiga spesies secara periodik selalu meningkat menuju ketidakstabilan. Saat parameter beh > fic yaitu laju pertumbuhan lebih besar dari laju penurunan spesies maka ruang fase pada titik kritisnya akan bersifat spiral tak stabil. Secara ekologis, saat pertumbuhan lebih besar dari penurunannya maka populasi akan meledak tak stabil. Sedangkan saat parameter beh < fic yaitu laju pertumbuhan lebih kecil dari laju penurunan spesies maka ruang fase pada titik kritisnya akan bersifat spiral menuju stabil periodik. Secara ekologis, saat pertumbuhan lebih kecil dari penurunannya maka populasi akan menuju kestabilan periodik.

    Kasus beh = fic

    Jika parameter yang digunakan yaitu beh = fic, maka secara numerik akan diperoleh nilai eigen untuk tiap titik kritis yaitu: Titik Kritis T1

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T1 yaitu:

    1 2 31.000, 1.000, 1.000 = = =

    Karena pada titik kritis ini semua nilai eigen berniali real positif maka pada titik

    merupakan titik tak stabil sehingga orbit akan menjauhi titik T1 seperti terlihat pada gambar 23(a) semua trayektor menjauhi titik kritis T1. Titik Kritis T2

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T2 yaitu:

    1 2 31.000, 1.000, 3.000 = = =

    Diperoleh bahwa nilai eigen dari titik kritis ini terdiri dari dua nilai real positif dan satu real negatif. Sehingga trayektor pada titik kritis ini juga merupakan titik titik sadel atau merupakan titik belokan dari lintasan orbit. Titik Kritis T3

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T3 yaitu:

    1 2 31.000, 1.000, 3.000 = = = Diperoleh bahwa nilai eigen dari titik

    kritis ini terdiri dari dua nilai real positif dan satu real negatif. Sehingga trayektor pada titik kritis ini juga merupakan titik sadel atau merupakan titik belokan dari lintasan orbit. Titik Kritis T4

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T3 yaitu:

    1 2 31.000, 1.000, 3.000 = = =

    Diperoleh bahwa nilai eigen dari titik kritis ini terdiri dari dua nilai real positif dan satu real negatif. Sehingga trayektor pada titik kritis ini juga merupakan titik titik sadel atau merupakan titik belokan dari lintasan orbit. Titik Kritis T5

    Dari persamaan karakteristik diperoleh nilai eigen T3 yaitu:

    1 2

    3

    0.500+522.212 i, 0.500-522.212 i-1.000

    = ==

    Dari