Samsuri - Modul 4

download Samsuri - Modul 4

of 12

Transcript of Samsuri - Modul 4

MODUL 4PENGHASILAN KENA PAJAK ( Bagian dua ) A. Dosen memberikan pengantar sesuai dengan Satuan Acara Perkuliahan ( S.A.P.) yang menjelaskan secara umum sebagai berikut : 1) Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar pengenaan pajak. 2) Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak. 3) Penghasilan yang dikenakan pajak Final dan Tidak Final. 4) Kredit Pajak Luar Negeri. 5) Konsep realisasi. B. Setelah memahami materi perkuliahan tersebut diatas, diharapkan mahasiswa dapat menyelesaikan tugas tugas sebagai berikut : Tugas 1) Apa yang saudara ketahui tentang Penghasilan Kena Pajak menurut ketentuan Pasal 16 U.U. PPh ? Tuigas 2) Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Dalam Negeri berbeda dengan Wajib Pajak Luar Negeri, jelaskan berdasarkan Pasal 16 U.U. PPh ! Tugas 3) Jelaskan perlakuan perpajakan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang memperoleh penghasilan dari Dalam Negeri dan dari Luar Negeri menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 164/ K.M.K. 03/ 2002 tanggal 19 April 2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri. Tugas 4) Apa yang saudara ketahui tentang konsep realisasi ? Apakah konsep tersebut dapat diterapkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak ? Jelaskan ! Tugas 5) Selesaikan kasus di bawah ini : a. Tuan Ahmad, status kawin menanggung dua orang anaknya yang masih kecil kecil. Dalam tahun 2008 dilaporkan bahwa peredaran brutonya sebesar Rp. 500.000.000,- Biaya perusahaan sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat ( 1 ) tahun 2008 sebesar Rp. 240.000.000,Usaha sampingannya sebagai agen koran

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Samsuri, SH., MM

AKUNTANSI PERPAJAKAN

1

Pelita Harapan memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp. 5.800.000,- sedangkan biaya karyawan dan lain- lain yang berkaitan dengan usaha koran tersebut sebesar Rp. 3.500.000,Sisa kerugian fiskal tahun 2007 sebesar Rp. 2.500.000,Hitunglah berapa Penghasilan Kena Pajak tahun 2008 bagi Tuan Ahmad tersebut diatas !

b. Bapak H. Usman status kawin dengan menanggung anak 2( dua ) orang yang masih sekolah di SMA, bergerak dalam bidang perdagangan hasil bumi. Dalam tahun 2008 telah mengirim surat kepada Kepala K.P.P. setempat bahwa karena usahanya masih tergolong kecil, maka ia menyatakan untuk menggunakan metode Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Dalam tahun 2008 diketahui bahwa jumlah peredaran brutonya sebesar Rp. 400.000.000. Bila diketahui bahwa norma penghitungan perdagangan eceran hasil bumi sebesar 15%, hitunglah berapa Penghasilan Kena Pajak untuk usaha Bapak H. Usman tersebut ! c. X Ltd. Yang berkedudukan di Inggris, melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan alat besar di Indonesia melalui B.U.T.nya ( PT. Y ), yang melaporkan usahanya sebagai berikut : Peredaran bruto tahun 2008 = Rp. 12.000.000.000,= Rp. 9.000.000.000,= Rp. 40.000.000,-

Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan Penghasilan bunga Penjualan langsung barang yang sejenis dengan barang yang dijual BUT nya oleh Kantor Pusatnya Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan Dividen yang diterima atau diperoleh Kantor Pusatnya ( X Ltd ) yang mempunyai hubungan efektif denga BUT nya ( PT. Y ) = Rp. 1.500.000.000,= Rp. 1.400.000.000,= Rp. 2.500.000.000,-

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Samsuri, SH., MM

AKUNTANSI PERPAJAKAN

2

Hitunglah Penghasilan Kena Pajak atas penghasilan B.U.T ( PT Y ) tersebut diatas !

C. PEMBAHASAN MATERI : 1. Penghasilan Kena Pajak, sebagai dasar pengenaan besarnya pajak berdasarkan Pasal 16 Undang Undang PPh dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif bagi Wajib Pajak dalam negeri dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dengan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 7 ayat (1), serta Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g. b. Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dihitung dengan menggunakan norma penghitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan untuk Wajib Pajak orang pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (1). c. Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) dengan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g. d. Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam suatu bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A ayat (6) dihitung berdasarkan penghasilan neto yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun pajak yang disetahunkan. 2. Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak :

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Samsuri, SH., MM

AKUNTANSI PERPAJAKAN

3

Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang. Dalam Undang- Undang ini dikenal dua golongan Wajib Pajak, yaitu Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri. Bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu penghitungan dengan cara biasa dan penghitungan dengan menggunakan Norma Penghitungan. Di samping itu terdapat cara penghitungan dengan mempergunakan Norma Penghitungan Khusus, yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak tertentu yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Bagi Wajib Pajak luar negeri penentuan besarnya Penghasilan Kena Pajak dibedakan antara: a. Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia; b. Wajib Pajak luar negeri lainnya. Ayat (1) Bagi Wajib Pajak dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan cara penghitungan biasa dengan contoh sebagai berikut: - Peredaran bruto - Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan Laba usaha (penghasilan neto usaha) Penghasilan lainnya Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya tersebut Rp 30.000.000,00 . Jumlah penghasilan neto : kompensasi kerugian Penghasilan Kena Pajak (bagi Wajib Pajak badan) - Pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi ( istri + 2 anak ) - Penghasilan Kena Pajak bagi WP. Orang Pribadi Ayat (2) Rp. 19.800.000,00 Rp 590.200.000,00 Rp. 20.000.000,00 Rp. 620.000.000,00 Rp 10.000.000,00 Rp 610.000.000,00 Rp 50.000.000,00 Rp 5.400.000.000,00 Rp 600.000.000,00 Rp 6.000.000.000,00

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Samsuri, SH., MM

AKUNTANSI PERPAJAKAN

4

Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang berhak untuk tidak menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan contoh sebagai berikut:

-

Peredaran bruto Penghasilan neto (menurut Norma Penghitungan) misalnya 20% Penghasilan neto lainnya Jumlah seluruh penghasilan neto

Rp 4.000.000.000,00 Rp Rp Rp Rp Rp 800.000.000,00 5.000.000,00 805.000.000,00 21.120.000,00 783.880.000,00

- Penghasilan Tidak Kena Pajak (isteri + 3 anak) Penghasilan Kena Pajak Ayat (3)

Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, cara penghitungan Penghasilan Kena Pajaknya pada dasarnya sama dengan cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri. Karena bentuk usaha tetap berkewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan cara penghitungan biasa. Contoh: - Peredaran bruto - Biaya untuk mendapatkan, Menagih, dan memelihara penghasilan Rp 8.000.000.000,00 ---------------------------- (-) Rp - Penghasilan bunga - Penjualan langsung barang yang sejenis dengan barang yang dijual bentuk usaha tetap oleh kantor pusat - Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan - Dividen yang diterima atau diperoleh kantor pusat yang mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap Biaya-biaya menurut Pasal 5 ayat (3) Rp Rp. Rp 1.000.000.000,0(+) 3.550.000.000,00 450.000.000,00 Rp Rp 1.500.000.000,00 500.000.000,00 Rp 2.000.000.000,00 Rp 2.000.000.000,00 50.000.000,00 Rp 10.000.000.000,00

----------------------------- (-)

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Samsuri, SH., MM

AKUNTANSI PERPAJAKAN

5

-

Penghasilan Kena Pajak

Rp

3.100.000.000,00

Ayat (4) Contoh: Orang pribadi tidak kawin yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai subjek pajak dalam negeri adalah 3 (tiga) bulan dan dalam jangka waktu tersebut memperoleh penghasilan sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) maka penghitungan Penghasilan Kena Pajaknya adalah sebagai berikut: Penghasilan selama 3 (tiga) bulan Rp150.000.000,00 Penghasilan setahun sebesar: (360 : (3x30)) x Rp150.000.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak = = = Rp 600.000.000,00 Rp 15.840.000,00 -------------------------- (-) Rp 584.160.000,00

3. Penghasilan yang dikenakan Pajak bersifat Final dan Tidak Final. Perlakuan perpajakan untuk Wajib Pajak Dalam Negeri yang menggunakan pembukuan yang penghasilannya dikenakan pajak bersifat final dan tidak final adalah sebagai berikut : a. Untuk penghasilan yang bersifat final dan penghasilan yang bukan obyek pajak, penghasilan yang diterima tidak perlu digabung kedalam pengisian SPT Tahunan Induk guna menghitung kembali PPh terutang termasuk biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan penghasilan berkaitan dengan penghasilan bersifat final dan bukan obyek pajak juga tidak boleh dijadikan sebagai pengurang dari penghasilan bruto. Pajak yang telah dibayar atau dipungut pihak lain melalui finalisasi juga tidak boleh dikurangi dari PPh terutang akhir tahun atau bukan kredit pajak. Hal ini sesuai dengan pengertian final, yaitu selesai sampai di sini, tidak ada sangkut paut lagi dengan PPh terutang akhir tahun dan cukup diisi dalam bentuk data informasi di Lampiran 1771-VI untuk SPT PPh Badan. b. Pendapatan yang harus dihitung kembali pada akhir tahun pajak untuk menentukan jumlah PPh terutang yang sebenarnya adalah pendapatan yang merupakan Obyek Pajak dan bersifat tidak final. Untuk memudahkan kita dalam menentukan pendapatan yang harus dihitung kembali tersebut, maka kita harus dapat menentukan yang lebih spesifik,

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Samsuri, SH., MM

AKUNTANSI PERPAJAKAN

6

yaitu pendapatan yang tidak perlu dihitung kembali pada akhir tahun pajak, antara lain : 1). Penghasilan yang bukan Obyek Pajak yang terkait dengan Pasal 4 ayat (3) UU PPh. 2) Penghasilan yang merupakan Obyek Pajak dan bersifat Final didasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh. Selain dari pendapatan yang bukan obyek pajak dan final berarti merupakan pendapatan yang PPh nya Tidak Final yang harus dihitung kembali pada akhir tahun pajak untuk menentukan PPh terutang yang sebenarnya.

4. Kredit Pajak Luar Negeri : Kredit pajak Luar Negeri diatur melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 164/ KMK. 03/2002 tanggal 19 April 2002, sebagai berikut : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 164/KMK.03/2002 TANGGAL 19 APRIL 2002 TENTANG KREDIT PAJAK LUAR NEGERI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 24 ayat (6) Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Kredit Pajak Luar Negeri; Mengingat : 1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 16 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984); 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Samsuri, SH., MM

AKUNTANSI PERPAJAKAN

7

Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985); 3. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001; MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KREDIT PAJAK LUAR NEGERI. Pasal 1 (1) Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. (2) Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut: a. untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut; b. untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut; c. untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan. (3) Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Pasal 2 (1) Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia. (2) Pengkreditan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Samsuri, SH., MM

AKUNTANSI PERPAJAKAN

8

(3) Jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu. (4) Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri. (5) Apabila Penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan untuk masing-masing negara. (6) Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak termasuk Penghasilan yang dikenakan Pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) dan atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000. Pasal 3 Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi. Pasal 4 (1) Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri: a. b. c. (2) Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri; Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri; dan Dokumen pembayaran pajak di luar negeri. Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Pasal 5

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Samsuri, SH., MM

AKUNTANSI PERPAJAKAN

9

Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 karena alasan-alasan di luar kemampuan Wajib Pajak (force majeur). Pasal 6 (1) Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. (2) Dalam hal pembetulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyebabkan Pajak Penghasilan kurang dibayar, maka atas kekurangan tersebut tidak dikenakan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) UndangUndang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang nomor 16 TAHUN 2000. (3) Dalam hal pembetulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyebabkan Pajak Penghasilan lebih dibayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya. Pasal 7 Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Pasal 8 Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 640/KMK.04/1994 tentang Kredit Pajak Luar Negeri dinyatakan tidak berlaku. Pasal 9 Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 19 April 2002

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Samsuri, SH., MM

AKUNTANSI PERPAJAKAN

10

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd BOEDIONO

5. Konsep Realisasi : Di dalam membahas tentang penghasilan terdapat Konsep Realisasi, sebagai berikut : Pengertian tentang penghasilan menurut Pasal 4 Undang Undang PPh, yaitu : Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Yang dimaksud dengan mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak yang diterima atau diperoleh, dalam istilah perpajakan adalah gerakan atau pertambahan harta usaha melalui transaksi . Sejalan dengan konsep realisasi yang dianut Akuntansi dapat dijelaskan bahwa tambahan harta yang masih berbentuk potensi, misalnya : hasil panen yang baru dipetik dan tersimpan di gudang dan belum terjual, bukanlah termasuik obyek Pajak Penghasilan. Potensi ini akan beralih menjadi penghasilan apabila telah dijual Total penghasilan secara keseluruhan baik dari dalam maupun luar negeri jika tidak ada kompensasi, maka ini merupakan Penghasilan Kena Pajak. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/ KMK.03/ 2002 tanggal 19 April 2002, dalam menghitung penghasilan neto luar negeri tidak termasuk konsolidasi kerugian perusahaan di luar negeri, artinya Direkturat Jenderal Pajak tidak memperkenankan kerugian di luar negeri sebagai pengurang penghasilan neto dalam negeri. Khusus tentang penghasilan neto luar negeri tersebut adalah sebagai berikut : Penghasilan yang harus dihitung kembali pada akhir tahun adalah termasuk penghasian yang diperoleh Wajib Pajak Badan yang berasal dari luar negeri. Penghasilan tersebut dihitung dalam masing- masing negara dan setiap jenis penghasilannya. Penghasilan yang harus digabung tersebut adalah penghasilan bersih sebelum dipotong pajak di luar negeri, antara lain : Laba dan atau pendapatan yang berasal dari kantor cabang, deviden, royalti, bunga, sewa, hadiah dll.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Samsuri, SH., MM

AKUNTANSI PERPAJAKAN

11

-

Sedangkan pajak yang telah dibayar dapat dijadikan sebagai kredit pajak jika telah memenuhi ketentuan Pasal 24 UU PPh dan Keputusan Menteri Keuangan No. 164/ KMK. 03/ 2002 tanggal 19 April 2002. ------

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Samsuri, SH., MM

AKUNTANSI PERPAJAKAN

12